Disusun oleh :
Roykedona Lisa Triksi 11.2015.059
Pembimbing/ Penguji:
dr. Suryantini, Sp. PD
dr. Widodo, Sp. PD
BAB I
PENDAHULUAN....................................................................................................................2
1.1Epidemiologi.......................................................................................................................3
1.2 Patofisiologi, Etiologi& Faktor Predisposisi......................................................................3-4
1.3 Manifestaasi Klinis ............................................................................................................4-5
1.4 Pemeriksaan Penunjang .....................................................................................................5-6
1.5 Kriteria Diagnosis..............................................................................................................6-7
BAB II
TATALAKSANA.....................................................................................................................8-15
BAB III
KOMPLIKASI DAN PROGNOSA.........................................................................................16
3. 1 Komplikasi........................................................................................................................16
3.2 Prognosa ............................................................................................................................16
BAB IV
PENUTUP................................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................18
BAB I
1
PENDAHULUAN
Penyakit Ginjal Kronik (Chronic Kidney Disease) merupakan kelainan struktural atau
fungsional pada ginjal yang berlangsung minimal 3 bulan, dapat berupa kelainan struktural yang
dapat dideteksi melalui pemeriksaan laboratorium (albuminuria, sedimen urin, kelainan elektrolit
akibat ginjal), pemeriksaan histologi, pencitraan, atau riwayat transplantasi ginjal, atau gangguan
fungsi ginjal dengan laju filtrasi glomerolus (LFG) < 60 mL/menit/1.73m 2 dengan atau tanpa
kerusakan ginjal. End Stage Renal Disease merupakan tahap CKD di mana akumulasi racun,
cairan, dan elektrolit yang biasanya diekskresikan oleh ginjal menghasilkan suatu kumpulan
gejala yaitu disebut sindroma ureum.1
Chronic Kidney Disease merupakan masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia. Chronic
Kidney Disease sering dikaitkan dengan peningkatan risiko penyakit kardiovaskular dan gagal
ginjal kronis. Penderita Chronic Kidney Disease memiliki resiko yang lebih tinggi terjadi
penyakit kardiovaskular dan harus segera dideteksi secara dini, sehingga dapat dilakukan usaha
preventif.
Pada stadium dini, penderita Chronic Kidney Disease mungkin tidak menyadari bahwa
mereka sedang sakit, pemeriksaan darah dan urine merupakan satu-satunya cara untuk
mendeteksi. Perlu diadakan pemeriksaan urin dan darah pada orang-orang yang memiliki
predisposisi terjadinya Chronic Kidney Disease. Deteksi dini sangat diperlukan untuk mencegah
atau memperlambat terjadinya progresifitas. Di Amerika Serikat, terjadi peningkatan angka
kejadian dan prevalensi gagal ginjal, dengan hasil yang buruk dan diikuti biaya pengobatan yang
tinggi. Saat ini, Penyakit ginjal adalah penyebab utama kematian kesembilan di Amerika Serikat.
1.1. Epidemiologi
Kasus gagal ginjal di Indonesia setiap tahunnya masih terbilang tinggi karena masih
banyak masyarakat Indonesia tidak menjaga pola makan dan kesehatan tubuhnya. Dari survei
yang dilakukan oleh Pernefri (Perhimpunan Nefrologi Indonesia) pada tahun 2009, prevalensi
gagal ginjal kronik di Indonesia (daerah Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, dan Bali) sekitar 12,5%,
berarti sekitar 1.8 juta orang dewasa di Indonesia menderita penyakit ginjal kronik. Gagal ginjal
kronik berkaitan dengan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan irreversible.2
Berdasarkan data dari Indonesia Renal Registry, suatu kegiatan registrasi dari
Perhimpunan Nefrologi Indonesia, dikatakan bahwa terjadi peningkatan klien HD sebesar 5,2 %,
dari 2148 orang pada tahun 2007 menjadi 2260 orang pada tahun 2008. Kesuksesan hemodialisa
tergantung pada kepatuhan pasien. Berbagai riset mengenai kepatuhan pasien gagal ginjal kronik
yang mendapat terapi
ketidakpatuhan pasien dialisi meliputi 4 (empat) aspek yaitu ketidakpatuhan mengikuti program
hemodialisis (0% - 32,3%), ketidakpatuhan dalam program pengobatan (1,2% - 81%),
ketidakpatuhan terhadap restriksi cairan (3,4% - 74%) dan ketidakpatuhan mengikuti program
diet (1,2% 82,4%). Dilaporkan lebih dari 50% pasien yang menjalani terapi hemodialisis tidak
patuh dalam pembatasan asupan cairan.2
1.2. Patofisiologi, Etiologi & Faktor Predisposisi
Patofisiologi
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang
mendasari, tetapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama. Pada
gagal ginjal kronik terjadi pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan
fungsional nefron yang masih tersisa. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti
oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung
singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa.
Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif. Perubahan fungsi
neuron yang tersisa setelah kerusakan ginjal menyebabkan pembentukan jaringan ikat,
sedangkan nefron yang masih utuh akan mengalami peningkatan beban eksresi sehingga terjadi
lingkaran setan hiperfiltrasi dan peningkatan aliran darah glomerulus. Demikian seterusnya,
keadaan ini berlanjut menyerupai suatu siklus yang berakhir dengan Gagal Ginjal Terminal
(GGT) atau End Stage Renal Disease (ESRD).2 Aktivitas jangka panjang aksis renin3
Contohnya, penyempitan aliran urin normal sehingga terjadi aliran balik urin ke ginjal.
Lupus dan penyakit lain yang memiliki efek pada sistem imun (2%)
Penyakit ginjal obstruktif seperti batu saluran kemih, tumor, pembesaran glandula
Kelainan saluran cerna: nafsu makan menurun, mual, muntah dan fetor uremik
ginjal, pada keadaan mana basal LFG masih normal atau malah meningkat. Kemudian secara
perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan
peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60% pasien masih belum
merasakan keluhan (asimptomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin
serum. Sampai pada LFG sebesar 30% mulai terjadi keluhan pada seperti nokturia, badan lemah,
mual, nafsu makan kurang dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG kurang 30% pasien
memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah,
gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya. Pasien
juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran nafas, maupun infeksi
saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo atau hipervolumia,
gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium. Pada LFG di bawah 15% akan
terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti
ginjal (renal replacement therapy) antara lain dialisis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini
pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal.5
1.4 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium5
Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi:
a) Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya
b) Penurunan fungsi ginjal berupa peningakatan kadar ureum dan kreatinin serum, dan
penurunan LFG
c) Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin, peningkatan kadar
asam
urat,
hiper
atau
hipokalemia,
hiponatremia,
hiper
atau
hipokloremia,
Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan radiologis penyakit ginjal kronik meliputi :
a) Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio opak
b) Pielografi intravena jarang dikerjakan karena kontras sering tidak bisa melewati filter
glomerulus, disamping kekhawatiran terjadinya pengaruh toksik oleh kontras terhadap
ginjal yang sudah mengalami kerusakan
c) Pielografi antegrad atau retrograd sesuai indikasi
d) Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks yang
menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, kalsifikasi
e) Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi bila ada indikasi
1.5 Kriteria Diagnosis
Kriteria Penyakit Ginjal Kronik (NKF-KDOQI, 2002)6
1. Kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural atau
fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG), dengan
manifestasi:
- Kelainan patologis
- Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah atau
urin, atau kelainan dalam tes pencitraan (imaging tests)
2. Laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m 2 selama 3 bulan, dengan atau
tanpa kerusakan ginjal.
KLASIFIKASI6
Deraja
t
1
2
3
4
5
90
60 89
30 59
15 29
< 15 atau dialisis
Klasifikasi atas dasar penyakit, dibuat atas dasar LFG, yang dihitung dengan
mempergunakan rumus Kockcroft Gault sebagai berikut :
LFG (ml/mnt/1,73m2)
obat, neoplasma)
Penyakit vaskular ( penyakit pembuluh darah besar,
hipertensi, mikroangiopathi)
Penyakit tubulointerstitial (pielonefritis kronik, batu,
obstruksi, keracunan obat)
Penyakit
transplantasi
BAB II
TATALAKSANA
Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik meliputi:5
1) Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya
Waktu yang tepat untuk terapi penyakit dasarnya adalah sebelum terjadinya penurunan
LFG. Bila LFG sudah menurun sampai 20-30% dari normal, terapi terhadap penyakit
dasar sudah tidak banyak bermanfaat.
2) Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid
Penting sekali untuk mengikuti dan mencatat kecepatan penurunan LFG untuk
mengetahui kondisi komorbid yang dapat memperburuk keadaan pasien.
7
dari
sumber
yang
sama
dan
untuk
mencegah
terjadinya
hiperfosfatemia
Pembatasan Asupan Protein dan Fosfat pada Penyakit Ginjal Kronik
LGF ml/menit
Asupan protein g/kg/hari
Fosfat g/kg/hari
>60
Tidak dianjurkan
Tidak dibatasi
25 60
0,6 0,8/kg/hari, termasuk < 10 g
>
5 -25
0,35
gr/kg/hr
nilai
biologi tinggi
0,6 0,8/kg/hari, termasuk < 10 g
> 0,35 gr/kg/hr protein
nilai biologi tinggi atau
tambahan
0,3
asam
asam
amino
dengan
pengggunaan
antihipertensi,
yang
bertujuan
untuk
Anemia
Evaluasi terhadap anemia dimulai saaat kadar hemoglobin < 10 g% atau
hematokrit < 30% meliputi evaluasi terhadap status besi (kadar besi
serum/serum iron, kapasitas ikat besi total/ total iron binding capacity, feritin
serum), mencari sumber perdarahan, morfologi eritrosit, kemungkinan adanya
hemolisis, dll. Pemberian eritropoitin (EPO) merupakan hal yang dianjurkan.
Sasaran hemoglobin adalah 11 12 g/dl.
Osteodistrofi renal
Penatalaksaan osteodistrofi renal dapat dilakukan melalui :
i.
Mengatasi hiperfosfatemia
Pemberian kalsitriol
Pemakaian dibatasi pada pasien dengan kadar fosfat darah normal dan
kadar hormon paratiroid (PTH) > 2,5 kali normal karena dapat
meningkatkan absorpsi fosfat dan kaliun di saluran cerna sehingga
mengakibatkan penumpukan garam calcium carbonate di jaringan yang
disebut kalsifikasi metastatik, disamping itu juga dapat mengakibatkan
penekanan yang berlebihan terhadap kelenjar paratiroid.
iii.
10
Sebuah akses vaskular diperlukan untuk hemodialisis sehingga darah dapat dipindahkan
meskipun filter dialisis pada kecepatan cepat untuk memungkinkan pembersihan limbah, racun,
dan kelebihan cairan. Ada tiga jenis akses vaskular: fistula arteriovenosa (aVF), graft
arteriovenosa, dan kateter vena sentral.
1. Fistula arteriovenosa (aVF): Akses yang lebih disukai untuk hemodialisis adalah aVF,
dimana arteri secara langsung bergabung ke pembuluh darah. Vena ini memakan waktu
dua sampai empat bulan untuk memperbesar dan matang sebelum dapat digunakan untuk
cuci darah. Setelah matang, dua jarum ditempatkan ke dalam vena untuk dialisis. Satu
jarum digunakan untuk menarik darah dan dijalankan melalui mesin dialisis. Jarum kedua
adalah untuk mengembalikan darah dibersihkan. AVFs cenderung tidak terinfeksi atau
mengembangkan gumpalan dari jenis lainnya akses dialisis.
2. Graft arteriovenosa: Sebuah graft arteriovenosa ditempatkan pada mereka yang
memiliki pembuluh darah kecil atau dalam fistula yang telah gagal dibuat. Teknik ini
terbuat dari bahan buatan dan jarum dialisis dimasukkan ke dalam jalur secara langsung.
3. Kateter vena sentral: Sebuah kateter mungkin baik sementara atau permanen. Pipa ini
yang baik ditempatkan di leher atau pangkal paha ke dalam pembuluh darah besar.
Meskipun kateter memberikan akses langsung untuk cuci darah, mereka rentan terhadap
infeksi dan juga dapat menyebabkan pembuluh darah menggumpal atau sempit.
Peritoneal akses (untuk dialisis peritoneal): Sebuah kateter ditanamkan ke dalam rongga perut
(dibatasi oleh peritoneum) dengan prosedur bedah minor. Kateter ini adalah tabung tipis yang
terbuat dari bahan yang fleksibel lembut, biasanya silikon atau poliuretan. Kateter biasanya
memiliki satu atau dua manset yang membantu menahannya di tempat. Ujung kateter mungkin
lurus atau melingkar dan memiliki beberapa lubang untuk memungkinkan jalan keluar dan
kembali cairan. Meskipun kateter dapat digunakan segera setelah implantasi, biasanya
disarankan untuk menunda dialisis peritoneal selama minimal 2 minggu sehingga
memungkinkan penyembuhan dan mengurangi risiko kebocoran berkembang.
Hemodialisis
Hemodialisis adalah proses pembuangan limbah metabolik dan kelebihan cairan
11
tubuh melalui darah. Hemodialisis merupakan salah satu terapi pengganti ginjal selain
transplantasi ginjal bagi pasien penyakit ginjal kronik. Pada hemodialisis, penyaringan
terjadi di luar tubuh menggunakan mesin dialisis. Prinsip utama hemodialisis adalah difusi
partikel melewati suatu membran semipermeabel dengan kompartemen dialisat. Tujuan
utama dari hemodialisis adalah untuk mengembalikan kedaan cairan intraselular dan
ekstraseslular ke keadaan normal.
Indikasi terapi dialisis pada gagal ginjal kronik adalah jika laju filtrasi glomerulus
2
Konsentrasi gradien zat antara darah dan dialisat menyebabkan perubahan yang
diinginkan dalam komposisi darah, seperti pengurangan produk-produk limbah (urea
12
nitrogen dan kreatinin), sebuah koreksi kadar asam, dan equilibrium tingkat mineral
berbagai.
Transplantasi Ginjal 8
Transplantasi ginjal menawarkan hasil terbaik dan kualitas terbaik dari kehidupan.
Transplantasi ginjal sukses terjadi setiap hari di Amerika Serikat. Transplantasi ginjal dapat
berasal dari donor hidup terkait, donor hidup tidak berhubungan, atau orang yang telah
meninggal karena sebab lain (donor kadaver). Pada penderita diabetes tipe I, transplantasi ginjal13
pankreas dikombinasikan sering merupakan pilihan yang lebih baik. Namun, tidak semua orang
merupakan kandidat untuk transplantasi ginjal. Orang perlu menjalani pengujian ekstensif untuk
memastikan kesesuaian mereka untuk transplantasi. Juga, ada kekurangan organ untuk
transplantasi, membutuhkan waktu tunggu dari bulan sampai tahun sebelum mendapatkan
transplantasi.
Seseorang yang membutuhkan transplantasi ginjal mengalami beberapa tes untuk
mengidentifikasi karakteristik sistem kekebalan tubuhnya. Penerima dapat menerima hanya
ginjal yang berasal dari donor yang cocok tertentu karakteristik imunologinya. Donor lebih mirip
berada dalam karakteristik ini, semakin besar kemungkinan kesuksesan jangka panjang dari
transplantasi. Transplantasi dari donor yang terkait hidup umumnya memiliki hasil terbaik.
Terapi Nutrisi
Pembatasan garam: Batasi untuk 4-6 gram sehari untuk menghindari retensi cairan dan
membantu mengontrol tekanan darah tinggi.
14
Asupan cairan: asupan air yang berlebihan tidak membantu mencegah penyakit ginjal.
Pembatasan asupan air disamakan dengan jumlah air yang keluar melalui urin
(penampungan urin per 24 jam) dikurangkan sedikit untuk asupan air.
Pembatasan Kalium: hal ini diperlukan pada penyakit ginjal maju karena ginjal tidak
mampu mengeluarkan kalium. Tingginya kadar kalium bisa menyebabkan irama jantung
abnormal . Contoh makanan tinggi kalium meliputi pisang, jeruk, kacang-kacangan, dan
kentang.
Karbohidrat dan lemak yang cukup diberikan untuk memenuhi kebutuhan energi dan
mencegah ketosis.
15
BAB III
KOMPLIKASI DAN PROGNOSA
3.1 Komplikasi
Gagal ginjal kronik dapat menyebabkan berbagai komplikasi sebagai berikut :
-
Hiperkalemia
Asidosis metabolik
Osteodistrofi renal
3.2. Prognosa
Penyakit CKD tidak dapat disembuhkan sehingga prognosis jangka panjangnya buruk,
kecuali dilakukan transplantasi ginjal. Penatalaksanaan yang dilakukan sekarang ini, bertujuan
hanya untuk mencegah progresifitas dari CKD itu sendiri. Selain itu, biasanya CKD sering
terjadi tanpa disadari sampai mencapai tingkat lanjut dan menimbulkan gejala sehingga
penanganannya seringkali terlambat.2
16
BAB IV
PENUTUP
Gagal ginjal kronik adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi
ginjal yang progresif dan ireversibel, pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal
yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal. Dan ditandai dengan adanya uremia ( retensi
urea dan sampah nitrogen lainnya dalam darah)
Dua penyebab utama penyakit gagal ginjal kronis adalah diabetes melitus tipe 1 dan tipe
2 (44%) dan hipertensi (27%). Kondisi lain yang dapat menyebabkan gangguan pada ginjal
antara lain penyakit peradangan seperti glomerulonefritis (10%) merupakan penyakit ketiga
tersering penyebab gagal ginjal kronik.
Pada gagal ginjal kronik, gejala gejalanya berkembang secara perlahan. Pada awalnya
tidak ada gejala sama sekali, kelainan fungsi ginjal hanya dapat diketahui dari pemeriksaan
laboratorium. Sejalan dengan berkembangnya penyakit, maka lama kelamaan akan terjadi
peningkatan kadar ureum darah semakin tinggi (uremia). Pada stadium ini, penderita
menunjukkan gejala gejala fisik yang melibatkan kelainan berbagai organ seperti kelainan
saluran cerna (nafsu makan menurun, mual, muntah dan fetor uremik), kelainan kulit (urea frost
dan gatal di kulit), kelainan neuromuskular (tungkai lemah, parastesi, kram otot, daya
konsentrasi menurun, insomnia, gelisah), kelainan kardiovaskular (hipertensi, sesak nafas, nyeri
dada, edema), kangguan kelamin (libido menurun, nokturia, oligouria)
Diagnosis gagal ginjal kronik dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang diperoleh
melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan radiologis,
serta pemeriksaan biopsi dan histopatologi ginjal
Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik meliputi terapi spesifik terhadap penyakit
dasarnya, pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid, memperlambat perburukan fungsi
ginjal, pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular, pencegahan dan terapi terhadap
penyakit komplikasi, terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal.
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Brenner BM, Lazarus JM. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Vol 3. Ed ke-13. Jakarta:
EGC;2000.h.1435-43.
2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I. Penyakit ginjal kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid II. Edisi 5. Jakarta: Interna Publishing; 2009.h.1035-78.
3. Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL. Harrisons principle
of internal medicine 17th edition. New York: McGraw-Hill;2008. p. 2005;586-92
4. Kamaludin Ameliana. 2010. Gagal Ginjal Kronik. Jakarta : Bagian Ilmu Penyakit Dalam
UPH.
5. Soewanto, Yogiantoro M, Widodo. Penyakit ginjal kronik. Pedoman Diagnosis dan Terapi
SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUD Dr. Soetomo. Edisi III. Surabaya: Airlangga University
Press; 2008.h. 222-36.
6. Clinical practice guidelines for chronic kidney disease: evaluation, classification and
stratification, New York National Kidney Foundation; 2002.
7. Sens F, Schott-Pethelaz AM, Labeeuw M, Colin C, Villar E. Survival Advantage of
Hemodialysis Relative to Peritoneal Dialysis in Patients with End-stage Renal Disease and
Congestive Heart Failure. Kidney Int. November 2011; 80(9): p.970-7.
8. Kaufman, Dixon B, MD, PhD. Jul 21, 2012. Renal Transplantation (Medical).
http://emedicine.medscape.com/article/429314-overview diakses pada 31 Desember 2016.
18