Anda di halaman 1dari 19

Ectopic Pregnancy (Kehamilan Ektopik Terganggu)

CASE REPORT - dr. Junaidi Malik


I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. S
Umur : 35 tahun
RM : 000000
Rumah Sakit : RSUD Labuang Baji
Status : Menikah
Alamat : Jln.
Suku : Bugis
Agama : Islam
Pendidikan : Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Tgl MRS : 8 Novenber 2008
Tgl KRS : 13 November 2008
II. ANAMNESIS
Anamnesis : Autoanamnesis
Keluhan Utama : Nyeri perut
Anamnesis Terpimpin: Ibu Masuk Rumah Sakit dengan keluhan nyeri perut menyeluruh
sejak kemarin malam. Nyeri perut muncul secara tiba-tiba. Riwayat perdarahan pervaginam
(+) sejak sore pukul 16.00. jumlahnya tidak diketahui dengan jelas. Riwayat keputihan (+).
Riwayat tes kencing belum pernah. Riwayat diurut-urut di dukun disangkal, Riwayat trauma
(-), Riwayat minum obat pelancar haid (-), , Riwayat Koitus (-). Riwayat HT (-), DM(-), Asma
(-), Alergi (-)
Riwayat haid
HPHT : 7/ September / 2008
Menarke : 14 Tahun
Siklus Haid : 29-30 Hari
Lama Haid : 5-6 hari
Dismenore : +
Riwayat Obstetri
GPA : GIIPIA0
I. 1991, , 2900 gr, Di rumah, dukun, PPN
Riwayat penyakit sebelumnya : Riwayat operasi sebelumnya : Riwayat KB : III. PEMERIKSAAN FISIK
Status generalis : Lemah, sadar
Status vitalis
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Nadi : 60x/i
Pernafasan : 20x/i
Suhu : 37,80C
Status regional
Kepala : mesosefal, konjunctiva anemis(+), sclera Ikterus(-)
Leher : Deviasi trakea (-), massa tumor (-), nyeri tekan (-), pemebesaran kelenjar (-)
Thorak
Inspeksi : simetris kiri =kanan
Palpasi : Massa tumor (-), Nyeri tekan (-)
Perkusi : Sonor kiri=kanan, batas paru hepar ICS IV kanan

depan
Auscultasi : bunyi pernafasan vesikuler, bunyi tambahan (-)
Jantung
Inspeksi : Ictus kordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung kesan normal
Auscultasi : bunyi jantung I/II murni regular, bising jantung (-)
Abdomen : Status obstetri
Genitalia : Status Obstetri
IV. STATUS OBSTETRI
Pemeriksaan luar
TFU : sulit dinilai
Massa tumor : (-)
Nyeri Tekan : (+) seluruh perut terutama bagian bawah
Fluksus : (+) darah
Pemeriksaan Dalam
Vulva : tidak ada kelainan
Vagina : tidak ada kelainan
Portio : Lunak, Tebal, nyeri goyang portio (+)
OUE/OUI : terbuka / tertutup
Uterus : Anteflexi, Kesan membesar
Adnexa : tak ada kelainan
Cavum douglasi : Bombans
Pelepasan : darah (+)
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah rutin 8 November 2008
Leukosit : 17900/ul
Eritrosit : 333000 /ul
HCT : 28,33 %
Trombosit : 303.000 /mm3
Haemoglobin : 8,3 g/dl
Kuldosintesis 8 November 2008
Hasil : (+)
Plano tes 8 November 2008
Hasil : (+)
USG Obstetri 8 November 2008
- Uterus ukuran dalam batas Normal
- Terdapat massa kompleks di axial uterus dan tampak gestational sac dengan fetal pole
Kesan : Kehamilan Ektopik Terganggu
VI. DIAGNOSIS KERJA
Kehamilan Ektopik Terganggu
VII. PERJALANAN PENYAKIT DAN INSTRUKSI DOKTER
TANGGAL / JAM PERJALANAN PENYAKIT INSTRUKSI DOKTER
8/11/ 2008

08.30

18.50

22.45 GIIPIA0 HPHT: 7/9/2008


Ibu Masuk Rumah Sakit dengan keluhan nyeri perut menyeluruh sejak kemarin malam.
Nyeri perut muncul secara tiba-tiba. Riwayat perdarahan pervaginam (+) sejak sore pukul
16.00. jumlahnya tidak diketahui dengan jelas. Riwayat keputihan (+). Riwayat tes kencing
belum pernah. Riwayat diurut-urut di dukun disangkal , Riwayat trauma (-), Riwayat minum
obat pelancar haid (-), , Riwayat Koitus (-). Riwayat HT (-), DM(-), Asma (-), Alergi (-)
Status generalis : Lemah, sadar
Status vitalis
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Nadi : 60x/i
Pernafasan : 20x/i
Suhu : 37,80C
Pemeriksaan luar
TFU : sulit dinilai
Massa tumor : (-)
Nyeri Tekan : (+) seluruh perut terutama bagian bawah
Fluksus : (+) darah
Pemeriksaan Dalam
Vulva vagina : tidak ada kelainan
Portio : Lunak, Tebal
Nyeri goyang portio : (+)
OUE/OUI : terbuka / tertutup
Uterus : Anteflexi, Kesan membesar
Adnexa : tak ada kelainan
Cavum douglasi : Bombans
Pelepasan : darah (+)
Hasil Laboratorium
Leukosit : 17900/ul
Eritrosit : 333000 /ul
HCT : 28,33 %
Trombosit : 303.000 /mm3
Haemoglobin : 8,3 g/dl
USG Obstetri :
- Uterus ukuran dalam batas Normal
- Terdapat massa kompleks di axial uterus dan tampak gestational sac dengan fetal pole

Kesan : Kehamilan Ektopik Terganggu


Kuldosintesis (+)

Pre Operasi Visite Anestesi


T : 100/60 mmHg
N : 96 x/menit
P : 24x/menit
S : afebris
Lab : HB : 8,3 gr/dl
HCT : 28,3 %
WBC :17900
Kesimpulan :
Pasien termasuk PS ASA IIE
Rencana Anestesi SA II
Laporan Operasi
Nama ahli bedah: dr.Nursanty, Sp.OG(K)
Asisten I : dr. Edy A
Asisten II : dr. Ferry
Assisten III : dr. Liliani
D/ Pre Op : KET
D/ Post Op : Ruptur tuba kiri pars ampularis
Tindakan : Salpingoooforektomi Kiri
1. Pasien terbaring terlentang dengan infus di tangan kiri dengan pengaruh spinal anastesi
2. Asepsis dan antisepsis lapangan operasi dan daerah sekitarnya
3. Pasang doek steril, tutup seluruh tubuh dengan doek steril kecuali lapangn operasi dan
muka
4. Insisi pfannenstiel 12 cm perdalam secara tajam dan tumpul hingga mencapai
peritonium
5. Buka peritonium tampak darah dan stoolsel 1000 cc, tampak ruptur tuba kiri pars
ampullaris
6. Lakukan salpingektomi tuba kiri
7. Kontrol perdarahan, perdarahan (-)
8. Tuba kanan dan ovarium kanan dalam batas normal, ovarium kiri dalam batas normal
9. Cuci cavum peritoneum dengan NaCl 0,9 % sampai bersih
10. Kontrol pendarahan, perdarahan (-)
11. Jahit abdomen lapis demi lapis
12. Jahit kulit subkutikuler
13. Operasi selesai
Instruksi Post Operasi
1. Awasi tanda vital dan KU pasien tiap 15 menit sampai pasien sadar betul
2. IVFD RL:D5% = 2:1 28 tpm
3. Inj. Cefotaxim 1 gr/12 jam/IVskin test
4. Drips Metronidazole 0,5 gr/8jam/IV
5. Inj. Ketorolac 30 mg ampul/8 jam/IV
6. Inj. Ranitidine 1 ampul/8 jam/IV
7. Inj. Transamin 1 ampul/8 jam/IV

8. Takar urin dan hitung balance cairan sampai 24 jam post operasi
9. Cfek Hb 2 jam post operasi, bila Hb<8 transfusi WB 2 bag - Anjuran Lab
Darah rutin, GDS, CT, BT, Plano Test
- IVFD RL 28 tpm
- Inj Cefotaxime 2gr/12jam/IV
- USG Obstetri
- Kuldosintesis

Dx : KET

Lapor Konsulen Obgin RSLB Advis : Laparotomi

R/
- Stop intake oral
- Bawa obat anestesi ke OK
- Siap darah 500 WB di OK
- Inform consent
9/11/2008
T : 100/70
N :88x/i
P : 20x/i
S : 36,9 C

Post Operasi Hari I


KU : Baik
Kel : Nyeri perut
MT/NT : (-) /(-)
Fluksus (-)
BAK : perkateter
BAB : belum
Peristaltik (+), kesan Normal
Flatus (+)
Balance Cairan : I : 2000
O : 1700
IWL: 300 R/
- IVFD RL:D5% = 2:1 28 tpm
- Inj. Cefotaxim 1 gr/12 jam/IVskin test
- Drips Metronidazole 0,5 gr/8jam/IV
- Inj. Ketorolac 30 mg/ampul/8 jam/IV
- Inj. Ranitidine 1 ampul/8jam/IV
- Inj. Transamin 1 ampul/8jam/IV
- Usul : Dulcolax supp II
10/11/ 2008
T : 100/70
N :88x/i
P : 20x/i
S : 36,9 C
Post operasi hari II
KU : baik
Keluhan : Luka Operasi : Verban Kering
Flatus : (+)
Fluksus : (-)
BAB : sudah pagi ini
BAK : Perkateter
Hb : 10 gr/dl
R/

- IVFD RL 28 tetes/menit
- Inj Cefotaxime 1 gr/12 jam/ IV
- Drips Metronidazole 0,5 gr/8jam/IV
- Asam Mefenamat 3 x 500 mg
- SF 2x1
- Pindah ruang perawatan
11/11/ 2008
T : 100/70
N :84x/i
P : 20x/i
S : 36,7 C Post Operasi Hari III
KU : baik, Sadar
Keluhan : sakit kepala
Luka Operasi : Verban Kering
Fluksus : (-)
BAB : Sudah
BAK : Perkateter R/
- Ganti Oral
- Cefadroxil 3x1
- Asam Mefenamat 3x1
- SF 2x1
- Aff infus
- Aff Kateter
12/11/2008
T : 100/70
N :80x/i
P : 20x/i
S : 36,6 C Post Operasi Hari IV
KU : baik, Sadar
Keluhan : Nyeri Luka operasi
Luka Operasi : Verban Kering
Peristaltik : (+) Kesan Normal
Flatus : (-)
Fluksus : (-)
BAB : Sudah
BAK : Lancar R/
- Cefadroxil 3x1
- Asam Mefenamat 3x1
- SF 2x1
- GV Opsite
13/11/2008
T : 100/70
N :80x/i
P : 20x/i
S : 36,6 C
Post Operasi Hari V
KU : baik, Sadar
Keluhan : Luka Operasi : Kering
Peristaltik : (+) Kesan N
Flatus : (+)
Fluksus : (-)
BAB : Sudah
BAK : Lancar

R/
- Cefadroxil 3x1
- Asam Mefenamat 3x1
- SF 2x1
- Boleh pulang
VIII. RESUME
Ibu Masuk Rumah Sakit dengan keluhan nyeri perut menyeluruh sejak kemarin malam.
Nyeri perut muncul secara tiba-tiba. Riwayat perdarahan pervaginam (+) sejak sore pukul
16.00. jumlahnya tidak diketahui dengan jelas. Riwayat keputihan (+). Riwayat tes kencing
belum pernah. Riwayat diurut-urut di dukun disangkal, Riwayat trauma (-), Riwayat minum
obat pelancar haid (-), Riwayat Koitus (-), Riwayat HT (-), DM(-), Asma (-), Alergi (-)
Riwayat obstetri GIIPIA0. Pada pemeriksaan fisis ditemukan keadaan umum lemah, sadar,
Tekanan darah 100/70 mmHg, Nadi 60x/I, Pernafasan 20x/I, Suhu 37,80C, serta konjungtiva
anemis. Pada pemeriksaan dalam vagina didapatkan portio lunak, tebal, nyeri goyang portio
(+), OUE/OUI terbuka / tertutup, Uterus anteflexi, kesan membesar, adnexa tak ada
kelainan, Cavum douglasi Bombans, pelepasan darah (+)
Hasil pemeriksaan darah rutin saat masuk rumah sakit diperoleh kadar Hb 8,3 g/dl. USG
obstetri memberikan kesan KET. Hasil kuldosintesis (+). Diagnosa kerja pasien ini adalah
KET dan direncanakan cito laparatomi. Intra operatif ditemukan ruptur tuba kiri pars
ampularis maka dilakukan salpingoooforektomi kiri. Pada perawatan hari V luka operasi
kering dan tidak ada keluhan, maka pasien di pulangkan.
IX. DISKUSI
Pada kasus tesebut di atas pasien datang dengan gejala nyeri perut menyeluruh sejak
kemarin malam secara tiba-tiba. Kemudian adanya riwayat perdarahan pervaginam (+) yang
jumlahnya tidak diketahui dengan jelas. Riwayat keputihan (+). Riwayat tes kencing belum
pernah, akan tetapi didapatkan plano tesnya (+) yang berarti pasien ini hamil dan yang
berarti juga amenore. Ketiga gejala tersebut merupakan trias klasik kehamilan ektopik
terganggu.
Menurut tempat nidasinya ada beberapa kehamilan ektopik diantaranya adalah kehamilan
ampula (dalam ampula tuba), kehamilan istmus (dalam itsmus tuba), kehamilan interstitial
(dalam pars interstitial tuba). Akan tetapi yang kehamilan yang paling banyak adalah
kehamilan ampula sekitar 55%. Pada pasien ini didapatkan adanya ruptur pada ampula kiri
yang menandakan bahwa telah terjadi robekan pada ampula tuba fallopi.
Usia kehamilan pasien ini adalah sekitar 8 minggu. Seseui dengan teori bahwa kehamilan
tuba tidak dapat mencapai cukup bulan, biasanya berakhir pada minggu ke6-12, yang paling
sering antara minggu 6-8. Ruptur biasanya terjadi secara spontan, tetapi dapat disebabkan
oleh taruma koitus atau pemeriksaan bimanual.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda nyeri tekan pada perut bagian bawah, serta
keadaan anemi. Hal ini mengindikasikan adanya perdarahan intrabdomen yang dapat
berasal dai kehamilan ektopik yang telah ruptur. Pada pemeriksaan dalamj didapatkan nyeri
goyang portio dan cavum douglassi tampak bombans. Untuk mendukung diagnosis tersebut
maka dilakukan kuldosintesis, yaitu suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui ada tidaknya
darah dalam cavum douglasi. Hasil yang didapatkan adalah (+). Pada pasien ini dilakukan
cito laparotomi untuk mengehentikan atau mengangkat sumber perdarahan. Dengan
laparotomi , lapangan operasi dapat dilihat dengan baik, apalagi jika perdarahan dalam
rongga pertitoneum cukup banyak. Dari laparotomi didapatkanruptur tuba kiri pars
ampularis, yang menyebabkan terjadinya robekan tuba dan darah masuk dalam cavum
peritoneum.

KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU


I. PENDAHULUAN
Kehamilan ektopik adalah suatu kehamilan yang berbahaya bagi wanita yang bersangkutan
berhubung dengan besarnya kemungkinan terjadi keadaan yang gawat. Keadaan yang
gawat ini dapat terjadi apabila kehamilan ektopik terganggu.1 Kehamilan ektopik adalah
salah satu komplikasi kehamilan di mana ovum yang sudah dibuahi menempel di jaringan
yang bukan dinding rahim. Kehamilan ektopik terganggu (KET) adalah kegawatdaruratan
obstetrik yang mengancam nyawa ibu dan kelangsungan hidup janin, serta merupakan
salah satu penyebab utama mortalitas ibu, khususnya pada trimester pertama.2 Blastokista
normalnya berimplantasi di lapisan endometrium rongga uterus. Implantasi di tempat lain
disebut kehamilan ektopik. Risiko kematian akibat kehamilan ekstrauteri lebih besar
daripada angka kelahiran pervaginam atau induksi aborsi. Selain itu, prognosis keberhasilan
kehamilan berikutnya juga menurun.3 Insiden terjadinya kehamilan ektopik sekitar 2% dari
seluruh kehamilan. Pengukuran kuantitatif -HCG, kuldosintesis, laparoscopy dan USG
transvaginal adalah standar mendiagnosis dan mendeteksi lebih awal suatu kehamilan
ektopik.4
II. EPIDEMIOLOGI
Frekuensi kehamilan ektopik yang sebenarnya sukar ditentukan. Gejala kehamilan ektopik
terganggu yang dini tidak jelas, sehingga sulit terdiagnosa. Tidak semua kehamilan ektopik
berakhir dengan abortus dalam tuba atau ruptur tuba. Di rumah sakit Dr.Cipto
Mangunkusomo pada tahun 1987 terdapat 153 kehamilan ektopik diantara 4007 persalinan,
atau 1 di antara 26 persalinan. Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik
berumur antara 20-40 tahun dengan umur rata-rata 30 tahun. Frekuensi kehamilan ektopik
yang berulang dilaporkan antara 0-14,6%.1 Di Amerika Serikat, insiden kehamilan ektopik
pada tahun 1992 yaitu 19,7 tiap 1000 persalinan.5 Kehamilan ektopik merupakan penyebab
tersering kematian ibu hamil pada trimester pertama kehamilan, yaitu sekitar 10% dari
angka kematian maternal.5
Beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan angka kejadian kehamilan ektopik, antara
lain :7
1. Riwayat kehamilan ektopik sebelumnya, maka akan memiliki risiko 10 kali lipat untuk
mengalami kehamilan ektopik kembali.
2. Riwayat operasi tuba atau operasi dalam rongga panggul. Jika ligasi tuba falopii bilateral
yang diikuti dengan kehamilan yang tidak diharapkan akibat kegagalan ligasi atau adanya
rekontruksi kembali pada tuba khususnya apabila dilakukan pada wanita usia di bawah 30
tahun, maka dapat meningkatkan resiko terjadinya kehamilan ektopik. Begitu pula, jika ada
riwayat operasi dalam rongga panggul, seperti miomektomi.
3. Riwayat infeksi pelvis. Pelvic Inflammatory Disease (PID) dapat merusak tuba falopii.
Chlamydia dan Gonorrhea adalah kuman yang mampu tumbuh dalam tuba falopii dan
mengakibatkan kerusakan berat pada endosalping, aglutinasi lipatan mukosa tuba dan
adhesi perituba akibat pembentukan jaringan parut.
4. Riwayat menggunakan AKDR. Penggunaan AKDR adalah salah satu faktor risiko untuk

terjadinya kehamilan ektopik. Sebenarnya, semua AKDR, kecuali AKDR yang mengandung
progesteron, cukup protektif mencegah kehamilan ektopik, selama AKDR terpasang dengan
benar. AKDR progestasert melepaskan sekitar 65 ng progesteron tiap hari. Penggunaan
AKDR jenis ini dapat meningkatkan risiko 2 kali lipat untuk terjadinya kehamilan ektopik.
Pergerakan otot-otot pada tuba falopii di pengaruhi oleh aktivitas mioelektrik, aktivitas
mioelektrik ini menyebabkan gerakan zigot menuju cavum uterus. Keseimbangan estrogen
dan progeteron adalah faktor utama yang mempengaruhi aktivitas mioelektrik. Estrogen
dapat meningkatkan aktivitas tonus sebaliknya progesteron menurunkan aktivitas tonus otototot pada tuba falopii. Sehingga AKDR yang mengandung progesteron dapat meningkatkan
implantasi pada tuba karena hasil konsepsi tidak dapat mencapai cavum uterus.. Selain itu,
penggunaan AKDR juga dapat dikaitkan dengan kejadian infeksi dalam kavum uteri dan
tuba falopi.
5. Riwayat uterus terpapar DES (diethylstilbestrol) misalnya pada pengobatan endometriosis
dapat menyebabkan terjadinya kehamilan ektopik, mekanisme ini belum jelas. Namun suatu
studi kasus melaporkan bahwa lebih dari 327 wanita yang terpapar DES lebih dari 2 kali
akan mengalami abnormalitas pada cavum abnormal. Hal ini menyebabkan wanita wanita
tersebut 13% lebih rentan mengalami kehamilan ektopik dibandingkan wanita dengan uterus
normal. Kerusakan kavum uterus akan membatasi kemampuan hasil konsepsi untuk
berimplantasi.7
6. Riwayat inflamasi pelvis (akibat endometriosis, benda asing). Inflamasi pada struktur tuba
dapat mengakibatkan adhesi akibat jaringan parut, sehingga resiko terjadinya kehamilan
ektopik meningkat.
III. DEFINISI
Suatu kehamilan disebut kehamilan ektopik bila zigot atau hasil konsepsi terimplantasi di
lokasi-lokasi selain kavum uteri, seperti di ovarium, tuba, serviks, bahkan rongga abdomen.
Kehamilan ektopik disebut juga ectopic pregnancy, ectopic gestation dan eccecyesis.6
Istilah kehamilan ektopik terganggu (KET) merujuk pada keadaan di mana timbul gangguan
pada kehamilan tersebut sehingga terjadi abortus maupun ruptur yang menyebabkan
penurunan keadaan umum pasien.2 Lokasi yang umum untuk terjadinya suatu kehamilan
ektopik yaitu : ampulla tuba falopii (95%), daerah cornual (diantara otot uterus) (2.5%),
abdomen (1-2%), ovarium (sekitar 1%), atau servik (kurang dari 1%).7

Gbr. 1. Lokasi Kehamilan Ektopik8


Kehamilan intrauterin dapat ditemukan bersamaan dengan kehamilan ekstrauterin. Dalam
hal ini dibedakan dua jenis, yaitu combined ectopic pregnancy atau kehamilan ektopik
kombinasi dimana kehamilan intrauterin terdapat pada waktu yang sama dengan kehamilan
ekstrauterin dan compound ectopic pregnancy atau kehamilan ektopik rangkap yang
merupakan kehamilan intrauterin pada wanita dengan kehamilan ekstrauterin lebih dahulu
dengan janin sudah mati dan menjadi litopedion.1 Kehamilan heterotropik adalah kehamilan
intrauterin yang terjadi dalam waktu yang berdekatan dengan kehamilan ektopik.6
IV. ETIOLOGI
Etiologi kehamilan ektopik telah banyak diselidiki, tetapi sebagian besar penyebabnya tidak
diketahui. Tiap kehamilan dimulai dengan pembuahan telur di bagian ampulla tuba, dan

dalam perjalanan ke uterus teluryang telah dibuahi mengalami hambatan sehingga pada
saat nidasi masih di tuba atau nidasinya di tuba dipermudah.1 Seperti diketahui, sebagian
besar kehamilan ektopik terjadi pada tuba falopii. Setiap gangguan transportasi hasil
konsepsi mengakibatkan implantasi pada tuba falopii yang merupakan penyebab utama
kehamilan ektopik, antara lain :9
1. Infeksi alat genitalia interna, khususnya tuba falopii
a. Infeksi Sexual Transmitted Disease (STD) akibat makin bebasnya hubungan seksual
pranikah.
b. Infeksi asenden akibat pemakaian IUD.
c. Bakteri khusus yang menyebabkan gangguan tuba falopii adalah Chlamydia trachomatis
yang menimbulkan penyempitan lumen tuba.
2. Terdapat desakan dari luar tuba
a. Kista ovarium atau mioma subserosa sehingga pada bagian tertentu, lumen tuba falopii
menyempit, akibatnya hasil konsepsi tidak dapat lewat sehingga tumbuh dan berkembang
setempat.
b. Endometriosis, menimbulkan perlekatan dengan sekitarnya sehingga terjadi penyempitan
lumen tuba falopi.
3. Operasi pada tuba falopii
a. Operasi rekontruksi tuba falopii, tetapi lumennya tidak selebar semula sehingga hasil
konsepsi tersangkut dan tumbuh kembang di dalamnya.
b. Rekanalisasi spontan dari sterilisasi tuba, dengan pembukaan lumen yang tidak
sempurna dan terjadi penyempitan. Akibatnya, hasil konsepsi tersangkut dan terjadi
kehamilan ektopik.
4. Kelainan kogenital alat reproduksi interna
a. Tuba falopii memanjang sehingga dalam perjalanan blastula terpaksa melakukan
implantasi dan menimbulkan kehamilan ektopik.
b. Terdapat divertikulum dalam tuba falopii sehingga hasil konsepsi dapat melakukan
implantasi dan menimbulkan kehamilan ektopik.
5. Terjadi migrasi intraperitonel spermatozoa atau ovum
a. Terjadi kehamilan ektopik pada uterus rudimenter.
b. Terjadi kehamilan pada ovarium.
6. Kelambatan implantasi
Keterlambatan implantasi hasil konsepsi menyebabkan implantasi terjadi di bagian bawah
kavum uteri dalam bentuk plasenta previa dan kehamilan servikalis.
V. PATOLOGI
Proses implantasi ovum yang dibuahi, yang terjadi di tuba pada dasarnya sama dengan
halnya di kavum uteri. Ovum yang telah dibuahi di tuba bernidasi secara kolumner atau
interkolumner. Pada yang pertama hasil konsepsi berimplantasi pada ujung atau sisi jonjot
endosalping. Perkembangan hasil konsepsi selanjutnya dibatasi oleh kurangnya
vaskularisasi dan biasanya hasil konsepsi mati secara dini dan kemudian direabsorbsi. Pada
nidasi secara interkolumner hasil konsepsi bernidasi antar 2 jonjot endosalping. Setelah
tempat nidasi tertutup, maka hasil konsepsi dipisahkan dari lumen tuba oleh lapisan jaringan
yang menyerupai desidua dan dinamakan pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua
di tuba tidak sempurna, dengan mudah vili korialis menembus endosalping dan masuk ke
dalam lapisan otot-otot tuba dengan merusak jaringan dan pembuluh darah.1,10
Di bawah pengaruh hormon estrogen dan progesteron dari korpus luteum graviditatum dan
trofoblas, uterus menjadi besar dan lembek, endometrium dapat berubah pula menjadi
desidua. Dapat pula ditemukan perubahan pada endometrium yang disebut fenomena AriasStella, dimana sel epitel membesar dengan intinya hipertrofik, hiperkromatik, lobuler dan
berbentuk tak teratur. Sitoplasma sel dapat berlubang-lubang, dan kadang-kadang
ditemukan mitosis. Setelah janin mati, desidua dalam uterus mengalami degenerasi dan
kemudian dikeluarkan berkeping-keping, tetapi kadang-kadang dikeluarkan secara utuh.

Perdarahan yang dijumpai pada kehamilan ektopik terganggu berasal dari uterus dan
disebabkan oleh pelepasan desidua degeneratif.1,2,10
Mengenai nasib kehamilan dalam tuba terdapat beberapa kemungkinan. Karena tuba bukan
tempat untuk pertumbuhan hasil konsepsi, tidak mungkin janin bertumbuh secara utuh
seperti dalam uterus. Sebagian besar kehamilan tuba terganggu pada umur kehamilan
antara 6 sampai 10 minggu.1
Berakhirnya kehamilan tuba ada 2 cara, yaitu abortus tuba dan ruptur tuba.10
Abortus Tuba
Terjadi karena hasil konsepsi bertambah besar menembus endosalping (selaput lendir tuba),
masuk ke lumen tuba dan dikeluarkan ke arah infundibulum. Hal ini terutama terjadi kalau
hasil konsepsi berimplantasi di daerah ampula tuba. Di sini biasanya hasil konsepsi
tertanam kolumner karena lipatan-lipatan selaput lendir tinggi dan banyak. Lagipula disini,
rongga tuba agak besar sehingga hasil konsepsi mudah tumbuh ke arah rongga tuba dan
lebih mudah menembus desidua kapsularis yang tipis dari lapisan otot tuba. Abortus terjadi
kira-kira antara minggu ke 6-12. Peradarahan yang timbul karena abortus keluar dari ujung
tuba dan mengisi kavum douglasi, terjadilah hematokel retrouterin. Ada kalanya ujung tuba
tertutup karena perlekatan-perlekatan hingga darah terkumpul di dalam tuba dan
mengembungkan tuba, yang disebut hematosalping.10
Ruptur Tuba
Hasil konsepsi menembus lapisan otot tuba ke arah kavum peritoneum. Hal ini terutama
terjadi kalau implantasi hasil konsepsi dalam isthmus tuba. Pada peristiwa ini, lipatan-lipatan
selaput lendir tidak seberapa, jadi besar kemungkinan implantasi interkolumner. Trofoblas
cepat sampai ke lapisan otot tuba dan kemungkinan pertumbuhan ke arah rongga tuba kecil
karena rongga tuba sempit. Oleh karena itu, hasil konsepsi menembus dinding tuba ke arah
rongga perut atau peritoneum. Ruptur pada isthmus tuba terjadi sebelum minggu ke-12
karena dinding tuba disini tipis, tetapi ruptur pada pars interstisialis terjadi lambat kadangkadang baru pada bulan ke-4 karena disini otot tebal. Ruptur bisa terjadi spontan ataupun
karena trauma, misalnya karena periksa dalam, defekasi, koitus. Pada ruptur tuba, seluruh
telur dapat melalui robekan dan masuk ke dalam kavum peritoneum, hasil konsepsi yang
keluar dari tuba itu sudah mati. Bila hanya janin yang melalui robekan dan plasenta tetap
melekat pada dasarnya, kehamilan dapat berlangsung terus dan berkembang sebagai
kehamilan abdominal.10
VI. GAMBARAN KLINIK
Kehamilan ektopik biasanya baru memberikan gejala-gejala yang jelas dan khas kalau
sudah terganggu dan kehamilan ektopik yang masih utuh, gejala-gejalanya sama dengan
kehamilan muda intrauterin. Kisah yang khas dari kehamilan ektopik terganggu adalah
seorang wanita yang sudah terlambat haidnya, sekonyong-konyong nyeri perut kadangkadang jelas lebih nyeri sebelah kiri atau sebelah kanan. Pada ruptur, nyeri dapat terjadi di
daerah abdomen mana pun. Nyeri dada pleuritik dapat terjadi akibat iritasi diafragmatik yang
disebabkan oleh perdarahan. Selanjutnya pasien pusing dan kadang-kadang pingsan,
sering keluar sedikit darah pervaginam. Pada pemeriksaan didapatkan seorang wanita yang
pucat dan gejala-gejala syok. Sebelum ruptur, tanda-tanda vital umumnya normal. Tekanan
darah akan turun dan denyut nadi meningkat hanya jika perdarahan berlanjut dan
hipovoleminya menjadi nyata. Pada palpasi perut terasa tegang dan pemeriksaan dalam
sangat nyeri, terutama kalau serviks digerakkan (slinger pain) atau pada perabaan kavum
douglasi (forniks posterior) teraba lunak dan kenyal. Nyeri tekan seperti itu mungkin tidak
terasa sebelum ruptur. 3,10
Gambaran klinis klinis kehamilan ektopik tergantung dari dua bentuk, yaitu :
Apakah kehamilan ektopik masih utuh
Apakah kehamilan ektopik sudah ruptur sehingga terdapat timbunan darah intraabdominal
yang menimbulkan gejala klinis.
Tabel 1. Perbedaan kehamilan ektopik Intak dan Ruptur

Kehamilan ektopik intak Kehamilan ektopik dengan ruptur


- Amenore
- Rasa tidak nyaman di abdomen bawah
- Mungkin terdapat perdarahan pervaginam
- Pemeriksaan vaginal :
- Nyeri gerak serviks
- Adneksa tegang atau teraba massa
- Massa adneksa terasa nyeri saat palpasi
- Tanda perdarahan intraabdominal negatif
- Kesimpulan diagnosis sulit - Terdapat trias ruptur kehamilan ektopik:
- amenore
- Nyeri abdomen mendadak
- Terdapat perdarahan
- Perdarahan pervaginam akibat :
- Deskuamasi endometrium
- Aliran darah melalui tuba fallopi
- Tanda perdarahan intraabdominal positif
- Tanda cairan intraabdomen
- Palpasi abdomen nyeri akibat iritasi peritoneum
- Pemeriksaan dalam :
- Terdapat nyeri goyang serviks
- Kavum douglasi menonjol dan nyeri
- Perdarahan pervaginam
- Konfirmasi diagnosis :
Kuldosintesis akan terdapat darah
VII. DIAGNOSIS
Diagnosa kehamilan ektopik terganggu tentunya ditegakkan dengan anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan ginekologi dan pemeriksaan penunjang.1
1. Anamnesis
Haid biasanya terlambat untuk beberapa waktu dan kadang-kadang terdapat gejala subjektif
kehamilan muda. Nyeri perut bagian bawah, nyeri bahu, tenesmus. Perdarahan pervaginam
terjadi setelah nyeri perut bagian bawah.1
2. Pemeriksaan umum
Penderita tampak kesakitan dan pucat, pada perdarahan dalam rongga perut tanda-tanda
syok dapat ditemukan.1
3. Pemeriksaan ginekologi
Tanda-tanda kehamilan muda mungkin ditemukan. Pergerakan serviks menyebabkan nyeri.
Bila uterus dapat diraba, maka akan teraba sedikit membesar dan kadang-kadang teraba
tumor di samping uterus dengan batas yang sukar ditentukan. Kavum douglasi menonjol
dan nyeri raba menunjukkan adanya hematokel retrouterina. Suhu kadang-kadang naik,
sehingga menyukarkan perbedaan dengan infeksi pelvik. 1
4. Pemeriksaan laboratorium
a. Hemoglobin, hematokrit dan hitung leukosit
Pemeriksaan hemoglobin (Hb) dan jumlah sel darah merah berguna menegakkan diagnosis
kehamilan ektopik terganggu, terutama bila ada tanda-tanda perdarahan dalam rongga
perut. Perlu diingat, bahwa turunnya Hb disebabkan darah diencerkan oleh air dari jaringan
untuk mempertahankan volume darah. Hal ini memerlukan waktu 1-2 hari. Mungkin pada
pemeriksaan Hb yang pertama-tama kadar Hb belum seberapa turunnya maka kesimpulan
adanya perdarahan didasarkan atas penurunan kadar Hb pada pemeriksaan Hb berturutturut. Derajat leukositosis sangat bervariasi pada kehamilan ektopik yang mengalami ruptur,
nilainya bisa normal hingga sampai 30.000/L.3,6
b. Gonadotropin korionik (hCG urin)
Tes urin paling sering menggunakan tes slide inhibisi aglutinasi dengan sensitivitas untuk
gonadotropin korionik dalam kisaran 500 sampai 800 mIU/ml. Kemungkinan bernilai positif

pada kehamilan ektopik hanya sampai 50-60%. Kalaupun digunakan tes jenis tabung,
dengan gonadotropin korionik berkisar antara 150-250 mIU/ml, dan tes ini positif pada 8085% kehamilan ektopik. Tes yang menggunakan ELISA (Enzyme-Linked Immunoabsorbent
Assays) sensitif untuk kadar 10-50 mIU/ml, dan positif pada 95% kehamilan ektopik.3
c. -hCG serum
Pengukuran kadar -hCGsecara kuantitatif adalah standar diagnostik untuk mendiagnosa
kehamilan ektopik. Pada kehamilan normal intrauterin, kadar -hCG serum naik 2 kali lipat
tiap 2 hari selama kehamilan. Peningkatan kadar -hCG serum kurang dari 66%
menandakan suatu kehamilan intaruterin abnormal atau kehamilan ektopik. Pemeriksaan hCG serum secara berkala perlu dilakukan untuk membedakan suatu kehamilan normal
atau tidak, atau memantau resolusi kehamilan ektopik setelah terapi.5
5. Kuldosentesis
Kuldosentesis adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui ada tidaknya darah dalam
kavum douglasi atau mengidentifikasi suatu hematoperitoneum. Serviks ditarik ke depan ke
arah simfisis dengan tenakulum, dan jarum ukuran 16 atau 18 dimasukkan melalui forniks
posterior ke dalam kavum douglasi. Bila ditemukan darah, maka isinya disemprotkan pada
kain kasa dan diperhatikan darah yang dikeluarkan merupakan : 3
a. Darah segar berwarna merah yang dalam beberapa menit akan membeku, darah ini
berasal dari arteri atau vena yang tertusuk.
b. Darah tua berwarna coklat sampai hitam yang tidak membeku, atau yang berupa bekuan
kecil-kecil, darah ini menunjukkan adanya hematokel retrouterina.
Gbr. 2. Kuldosentesis1
Untuk mengatakan bahwa punksi kavum douglasi positif, artinya adanya perdarahan dalam
rongga perut dan darah yang diisap mempunyai sifat berwarna merah tua, tidak membeku
setelah diisap, dan biasanya di dalam terdapat gumpalan-gumpalan darah yang kecil.
Banyaknya biasa sekitar -5 cc.6,9
6. Ultrasonografi
Ultrasonografi abdomen berguna dalam diagnostik kehamilan ektopik. Diagnosis pasti ialah
apabila ditemukan kantung gestasi di luar uterus yang didalamnya terdapat denyut jantung
janin.1 Pada kehamilan ektopik terganggu dapat ditemukan cairan bebas dalam rongga
peritoneum terutama dalam kavum douglasi.11 Ultrasonogarfi vagina dapat menghasilkan
diagnosis kehamilan ektopik dengan sensitivitas dan spesifitas 96%. Kriterianya antara lain
adalah identifikasi kantong gestasi berukuran 1-3 mm atau lebih besar, terletak eksentrik di
uterus, dan dikelilingi oleh reaksi desidua-korion.3
7. Laparoskopi
Laparoskopi hanya digunakan sebagai alat bantu diagnostik terakhir untuk kehamilan
ektopik, apabila hasil penilaian prosedur diagnostik yang lain meragukan. Melalui prosedur
laparoskopik, alat kandungan bagian dalam dapat dinilai. Secara sistematis dinilai keadaan
uterus, ovarium, tuba, kavum douglasi dan ligamentum latum. Adanya darah dalam rongga
pelvis mungkin mempersulit visualisasi alat kandungan, akan tetapi hal ini menjadi indikasi
untuk dilakukan laparotomi. 1
8. Laparotomi
Tindakan ini lebih disukai jika wanita tersebut secara hemodinamik tidak stabil, atau tidak
mungkin dilakukan laparoskopi.3
Skema 1. Diagnosis Dini Kehamilan Ektopik9
VIII. DIAGNOSIS BANDING
Keadaan-keadaan patologis baik di dalam maupun di luar bidang obstetri-ginekologi perlu
dipikirkan sebagai diagnosis banding kehamilan ektopik terganggu. Keadaan-keadaan

patologik tersebut, antara lain: 1,6


1. Infeksi pelvis
Gejala yang menyertai infeksi pelvik biasanya timbul waktu haid dan jarang setelah
mengalami amenore. Nyeri perut bagian bawah dan tahanan yang dapat diraba pada
pemeriksaan vaginal pada umumnya bilateral. Pada infeksi pelvik perbedaan suhu rektal
dan ketiak melebihi 0,5 C atau demam, selain itu, leukositosis lebih tinggi daripada
kehamilan ektopik dan tes kehamilan negatif. Biasanya ada riwayat serangan nyeri perut
sebelumnya.
2. Abortus imminens atau insipiens
Perdarahan lebih banyak dan lebih merah sesudah amenore, rasa nyeri yang berlokasi di
sekitar median dan bersifat mules lebih menunjukkan ke arah abortus imminens atau
permulaan abortus insipiens. Pada abortus tidak dapat diraba tahanan di samping atau di
belakang uterus, dan gerakan serviks uteri tidak menimbulkan rasa nyeri. Pada abortus,
umumnya perdarahan lebih banyak dan sering ada pembukaan portio serta uterus biasanya
besar dan lunak.
3. Ruptur korpus luteum
Peristiwa ini biasanya terjadi di pertengahan siklus haid. Perdarahan pervaginam tidak ada
dan tes kehamilan negatif.
4. Torsi kista ovariun
Gejala dan tanda kehamilan muda, amenore, dan perdarahan pervaginam biasanya tidak
ada. Tumor pada kista ovarium lebih besar dan lebih bulat daripada kehamilan ektopik.
5. Apendisitis
Tidak ditemukan tumor dan nyeri tekan pada gerakan serviks tidak seberapa nyata seperti
pada kehamilan ektopik. Nyeri perut bagian bawah pada apendisitis terletak pada titik
McBurney.

IX. PENATALAKSANAAN
Fernandez (1991) mengemukakan kriteria untuk menetapkan terapi kehamilan ektopik
dengan cara non-operatif atau dengan tindakan operasi, yaitu sebagai berikut :
Tabel 2. Kriteria Skoring Terapi Kehamilan Ektopik
Skor 1 2 3
Umur gestasi/minggu
Konsentrasi hCG
Progesteron
Nyeri perut
Hematosalping
Perdarahan intraperitonel
Lebih 8
Kurang 1000
Kurang 5
Tak ada
Kurang 1 cm
0 7-8
5000
5-10
Induksi
1-3 cm
1-100 cc 6
Lebih 5000mIU/ml
Lebih 10

Spontan
Lebih 3
Lebih 100 cc
Jika jumlah skornya di atas 6, dilakukan tindakan operasi laparoskopi/laparotomi.9
Terapi kehamilan ektopik dengan medikamentosa mematikan villi korialis sehingga tidak
menimbulkan destruksi sekitarnya, dengan harapan akan diresorpsi tanpa menimbulkan
jaringan ikat dan lumen tuba falopii tetap terbuka dengan fungsi utama masih normal.
Metotreksat dianggap kemoterapi paling tepat oleh karena sensitif terhadap sel trofoblas.
Mekanisma kerja metotreksat adalah :
i. Menghalangi kerja dihydrofolic acid reductase untuk mengubah asam folik menjadi
dihidrofolat dan tetrafolat, selanjutnya membentuk purin dan timidilat.
ii. Menggagalkan pembentukan DNA dan replikasi sel trofoblas. 9
Syarat pemberian metotreksat adalah : 1,9
a. Kehamilan ektopik intak, gestational sac kurang dari 3 cm
b. Tidak terdapat perdarahan aktif atau darah pada kavum douglasi kurang dari 100cc
c. Kadar hCG kurang dari 1500 mIU/ml

Tabel 3. Terapi Metotreksat sebagai Terapi Primer Kehamilan Ektopik 3


Regimen Tindak Lanjut
Dosis Tunggal
Metotreksat 50 mg/m2 IM

Dosis Variabel
Metotreksat 1 mg/kg IM, hari ke-1,3,5,7 plus
Leukovorin 0,1 mg/kg IM, hari ke-2,4,6,8 Ukur -hCG hari ke-4 dan ke-7
Jika perbedaan 15%, ulangi tiap minggu sampai <15 mIU/ml
Jika perbedaan <15%, ulangi dosis metotreksat dan mulai dari hari pertama lagi
Jika terlihat aktivitas jantung janin pada hari ke-7, ulangi dosis metotreksat, mulai dari hari
pertama lagi
Terapi bedah jika kadar -hCG tidak turun atau aktivitas jantung janin menetap setelah tiga
dosis metotreksat
Lanjutkan injeksi selang-hari sampai kadar -hCG turun > 15% dalam 48 jam atau setelah
diberikan empat dosis metotreksat
Kemudian, setiap minggu sampai -hCG <5 mIU/ml
Perdarahan intraabdomen aktif merupakan kontraindikasi kemoterapi. Ukuran massa
ektopik juga penting, direkomendasikan bahwa metotreksat hendaknya tidak digunakan jika

ukuran kantung kehamilan lebih dari 4 cm. Keberhasilannya paling besar bila usia gestasi
kurang dari 6 minggu, massa tuba berdiameter tidak lebih dari 3,5 cm, janin mati dan kadar
-hcG kurang dari 1500 mIU. Kontraindikasi lainnya adalah menyusui, imunodefisiensi,
alkoholisme, penyakit hati atau ginjal, diskrasia darah, penyakit paru aktif dan ulkus
peptikum.3
Penentuan -hcG serum serial adalah indikator penting mengevaluasi kesuksesan
perawatan pasien dengan protokol pengobatan menggunakan metotreksat dosis tunggal.11
Setelah pemberian metotreksat, -hcG biasanya menghilang dari plasma antara hari ke-14
sampai 21. Pada metotreksat dosis variabel, konsentrasi dalam serum diukur dengan
interval 48 hari sampai kadarnya turun lebih dari 15%. Setelah terapi berhasil, dilakukan
pemeriksaan -hcG serum mingguan sampai kadarnya kurang dari 5 mIU/ml. 3
Penatalaksanaan bedah atau tindakan operatif dapat dikerjakan pada pasien-pasien dengan
kehamilan tuba yang belum terganggu maupun yang sudah terganggu. Tentu saja pada
kehamilan ektopik terganggu, pembedahan harus dilakukan secepat mungkin. Pada
dasarnya ada 2 macam pembedahan untuk mengakhiri kehamilan tuba, yaitu pembedahan
konservatif, dengan salpingostomi, dimana integritas tuba dipertahankan, dan pembedahan
radikal, dengan salpingektomi. 2
a. Salpingostomi
Salpingostomi adalah suatu prosedur untuk mengangkat hasil konsepsi yang berdiameter
kurang dari 2 cm dan berlokasi di sepertiga distal tuba fallopii. Pada prosedur ini dibuat insisi
linear sepanjang 10-15 mm pada tuba tepat di atas hasil konsepsi, di perbatasan
antimesenterik. Setelah insisi hasil konsepsi segera terekspos dan kemudian dikeluarkan
dengan hati-hati. Insisi dapat dilakukan dengan pisau atau kauter. Hasil konsepsi
dikeluarkan dengan menggunakan klem penjepit (grasping forceps). Perdarahan yang
terjadi umumnya sedikit dan dapat dikendalikan dengan elektrokauter. Luka insisi dapat
dijahit atau dibiarkan terbuka (tidak dijahit kembali) untuk sembuh per sekundam. 2 Yang
menganjurkan penjahitan memberikan alasan, bahwa hal ini untuk hemostasis dan
mencegah adhesi pascabedah. Yang membiarkan tetap terbuka memberi alasan, bahwa hal
ini mengurangi iskemia jaringan dan dengan demikian mengurangi kemungkinan adhesi.11
Prosedur ini cepat dan mudah dilakukan dengan laparoskopik dan merupakan metode
bedah standar emas untuk kehamilan ektopik yang tidak ruptur.3
b. Salpingektomi
Pada salpingektomi, bagian tuba antara uterus dan massa hasil konsepsi diklem, digunting,
dan kemudian sisanya diikat dengan jahitan ligasi. Arteria tuboovarika diligasi, sedangkan
arteria uteroovarika dipertahankan. Tuba yang direseksi dipisahkan dari mesosalping. 2
Salpingektomi dilakukan dalam beberapa kondisi, yaitu :11
Kondisi penderita buruk, misalnya dalam keadaan syok.
Kondisi tuba buruk, terdapat jaringan parut yang tinggi resikonya akan kehamilan ektopik
berulang.
Penderita tidak ingin punya anak lagi.
Penatalaksanaan menunggu (expectant management) yaitu dilakukan observasi pada
kehamilan tuba yang sangat dini yang disertai kadar -hcG serum yang stabil atau menurun.
Sebanyak sepertiga wanita dengan kehamilan ektopik akan menunjukkan penurunan kadar
-hcG serum. Expectant management biasanya dilakukan pada pasien dengan :3
Kadar -hcG serial menurun
Tidak ada bukti perdarahan intraabdomen atau ruptur dengan menggunakan ultrasonografi
vagina
Diameter massa ektopik tidak lebih dari 3,5 cm
X. PROGNOSIS
Sebagian besar kehamilan ektopik terganggu (ruptur) mempunyai prognosis yang baik,
artinya tindakan pertolongan berhasil baik dan tidak terlalu banyak terjadi kematian.
Keadaan ini disebabkan oleh timbulnya nyeri mendadak sehingga keluarga secepatnya

melakukan pertolongan dan selanjutnya dirujuk ke tempat dengan fasilitas tindakan operasi.
Kematian di Amerika Serikat akibat kehamilan ektopik terjadi sekitar 2-3% oleh karena
pertolongan terlambat diberikan dan pada umumnya kehamilan ektopik yang terganggu
berlokasi di interstisium tuba sehingga terjadi perdarahan banyak dan mendadak sehingga
berakhir dengan syok. Angka kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan antara 0-14,6%.1

Anda mungkin juga menyukai