Anda di halaman 1dari 9

BAB II

ANALISIS KASUS
1. Diagnosis banding keluhan batuk dan atau sesak

Dari anamnesa, beberapa aspek yang perlu ditanyakan mengenai keluhan batuk pada pasien seperti :
1. Onset dan durasi dari keluhan batuk, batuk dapat bersifat akut (<30 hari) atau kronik (>30 hari)
2. Adanya kesulitan untuk bernapas
3. Bernapas yang lebih cepat dari biasanya
4. Bunyi napas yang terdengar
5. Adanya retraksi pada dada
6. Perubahan warna menjadi pucat atau kebiruan pada bagian tubuh terutama pada bibir, jari, dan
wajah.
7. Kelemahan untuk beraktivitas atau makan / minum
8. Faktor yang memperberat sesak dan atau batuk (seperti aktivitas, asap, debu, dan lainnya), atau
memperingan sesak (seperti posisi tubuh, istirahat, dan lainnya)
9. Tanda-tanda kejang
10. Keluhan lain yang merupakan tanda-tanda infeksi saluran napas atas seperti pilek, hidung
tersumbat, nyeri pada telinga, nyeri pada tenggorokan, nyeri saat menelan, dan suara serak.
11. Keluhan sistemik seperti demam, nyeri kepala, nyeri otot, lemas, muntah, atau diare.
12. Pengobatan yang sedang dijalani dan riwayat alergi
13. Penyakit penyerta pada paru, jantung, dan imunodefisiensi
14. Status imunisasi
Pada pemeriksaan fisik, perlu diperhatikan :
1. Laju napas selama 1 menit
2. Adanya agitasi, retraksi dada, sianosis, pucat, pernapasan cuping hidung, sekret purulen dari
hidung, dan sekret dari telinga
3. Adanya suara napas abnormal seperti stridor, mengi, grunting, dan suara serak.
4. Pada pemeriksaan auskultasi, dapat ditemukan berbagai tanda yang berkaitan dengan penyakit
paru tertentu :

a. Bronkiolitis dan asma : dapat ditemukan wheezing, ekspirasi memanjang.


b. Pneumonia : dapat ditemukan rhonki, krepitasi
c. Penyakit jantung : dapat ditemukan aritmia, bunyi jantung abnormal, dan pericardial friction
rub
Gangguan sistem pernapasan dapat diklasifikasikan berdasarkan derajatnya :
1. Derajat ringan
Tidak ditemukan adanya infeksi bakterial saluran napas atas (sinusitis akut, otitis media) atau
keterlibatan saluran napas bawah (tidak ada rhonki, wheezing, retraksi dada, stridor saat istirahat,
sianosis, atau apnea). Anak dengan derajat ringan memiliki fungsi pertukaran udara yang masih
baik, laju napas tidak cepat (disesuaikan dengan usia).
2. Derajat sedang
Ditemukan adanya tanda keterlibatan saluran napas bawah (rhonki, wheezing, retraksi ringan,
stridor), dan saturasi oksigen masih > 90 %. Diagnosis yang memungkinkan adalah pneumonia,
bronkiolitis, dan asma. Selain itu, dapat juga ditemukan adanya sekret purulen dari hidung,
demam, dan nyeri pada area sinus menunjukkan tanda-tanda sinusitis akut bakterialis.
3. Derajat berat
Dapat ditemukan adanya tanda-tanda distress pernapasan seperti stridor saat istirahat, laju napas >
70 kali per menit, retraksi dada, sianosis, grunting, dan saturasi oksigen < 90 %. Kesadaran dapat
menurun, tidak bisa makan / minum, dan terjadi disorientasi.
4. Derajat sangat berat
Dapat ditemukan adana tanda-tanda gagal napas seperti apnea berulang, sianosis yang tidak
responsive dengan pemberian oksigen, PaO2 tidak dapat meningkat > 55 mmHg, saturasi oksigen
tidak dapat meningkat >86 %, PCO2 tidak dapat menurun < 50 mmHg.
Pada pasien ini, keluhan batuk bersifat akut dengan derajat sedang. Dari anamnesa, didapatkan keluhan
batuk dimulai 5 hari sebelum masuk rumah sakit, terjadi sepanjang hari. Keluhan batuk juga disertai
dengan adanya kesulitan bernapas, bernapas yang lebih cepat dari biasanya, pilek dengan sekret
bening, dan demam. Pada pemeriksaan fisik, ditemukan rhonki pada kedua lapang paru. Tidak ada
tanda-tanda dari distress pernapasan. Berdasarkan algoritma diagnosis keluhan batuk, maka pasien
memiliki 2 kemungkinan diagnosis yaitu pneumonia dan aspirasi benda asing. Pada pasien tidak
memiliki riwayat tersedak benda asing sebelumnya, sehingga dengan hasil anamnesa (demam, batuk,
sesak) dan pemeriksaan fisik (rhonki +/+), diagnosis pneumonia lebih memungkinkan.

Tabel 1. Diagnosis Banding Anak umur 2 bulan-5 tahun yang datang dengan
Batuk dan atau Kesulitan Bernapas

2. Diagnosis Efusi Pleura e.c Bronkopenumonia berdasarkan :


Pada anamnesis ditemukan:
Demam yang kontinyu 1 minggu SMRS, suhu tinggi terutama pada malam hari. Adanya demam
menunjukkan adanya infeksi.
Pasien juga mengeluhkan batuk yang sudah terjadi 5 hari. Batuk berdahak berwarna hijau dan
mulai terjadi pada sore hari, kemudian terjadi terus menerus sepanjang hari dengan intensitas
ringan. Demam dan batuk menunjukkan adanya infeksi pada saluran pernapasan
Keluhan sesak napas dan nyeri dada sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak napas tidak
didahului tersedak, tidak membaik dengan posisi duduk dan istirahat, tidak memburuk dengan
aktivitas, terjadi sepanjang hari, dan tidak disertai kebiruan pada bagian tubuh. Pernafasan
60x/menit.
Keluhan penurunan nafsu makan sejak 3 hari SMRS
BAB cair sejak 1 hari masuk rumah sakit.
Mual tapi tidak muntah sejak 3 hari masuk rumah sakit.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan:
Pernapasan: Ditemukan suara nafas tambahan ronkhi pada kedua lapang paru dan suara
vesikuler menurun pada paru kanan, menunjukkan adanya cairan pada paru yang menghalangi
proses pengembangan paru efusi pleura
Selain itu juga terdapat pernafasan cuping hidung dan retraksi dinding thoraks
Pada pemeriksaan penunjang ditemukan:
Adanya leukoitosis, biasanya dapat menunjukkan tanda infeksi.
Rontgen Thorax tampak bayangan lusen avaskular lapang paru kanan,air fluid level di paru
kanan,perselubugan pada lapang paru kanan EFUSI PLEURA
Diagnosis gizi baik berdasarkan CDC:
Pada pasien usia 5 tahun, pengukuran status gizi menggunakan kurva WHO. Pada pasien ini,
weight for age = 0 SD height for age = (0)-(2), weight for height = 0 SD sehingga pasien dapat
dikategorikan sebagai gizi baik menurut WHO
Diagnosis perkembangan sesuai berdasarkan tanner staging:
Perkembangan dikatakan sesuai usia menurut tanner staging apabila tingkat maturitas
seksualitas sesuai dengan usia berdasarkan penilaian perkembangan genitalia anak laki-laki. Pada
pasien sesuai dengan tanner stage 2 dan sesuai dengan usia pasien.
Diagnosis imunisasi dasar lengkap berdasarkan Depkes RI:
Pada pasien dilakukan imunisasi dasar lengkap menurut kriteria Depkes RI. Imunisasi dasar
lengkap yang dimaksud adalah imunisasi hepatitis B pada saat lahir (HB-0), BCG pada usia 1 bulan,
polio-1 pada usia 1 bulan; DPT/Hib-1, HepB-1, dan polio-2 pada usia 2 bulan; DPT/Hib-2, HepB-2,
dan polio-3 pada usia 3 bulan; DPT/Hib-3, HepB-3, dan polio-4 pada usia 4 bulan; serta imunisasi
campak pada usia 9 bulan.
3. Diagnosis Banding
Tuberkulosis paru
Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit infeksi saluran pernafasan bawahmenular melalui droplet
yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosa. Tuberkulosa ditemukan pada anak-anak tanpa keluhan
atau gejala-gejala tuberkulosis primer, dapatjuga hanya panas yang naik turun selama 1-2 minggu dengan
atau tanpa batuk pilek. Gambaran klinis tuberkulosis primer lain ialah panas atau demam biasanya pagi hari,
malaise, keringat malam, dispneu ringan, batuk purulent produktif kadang disertai nyeri dada lebih dari tiga
minggu sering dijumpai pada infeksi aktif, anoreksia dan berat badan yang menurun, kadang kadang
dijumpai panas yang menyerupai tifus abdominalis atau malaria yang disertai atau tanpa
hepatosplenomegali.
- Gejala umum:
1. Berat badan turun selama 3 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas
2. Nafsu makan tidak ada(anoreksia) dengan gagal tumbuh dan berat badantidak naik (failure to thrive)
dengan adekuat
3. Demam lama/berulang tanpa sebab yang jelas. (subfebris, kadang-kadang 40-41 derajat celcius)
4. Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit.Biasanya multiple

5. Gejala-gejala dari saluran nafas, misalnya batuk berdahak, batuk kering,sesak nafas, batuk darah, batuk
lama lebih dari 30 hari, nyeri dada.
6. Gejala-gejala dari saluran cerna, misalnya diare berulang yang tidak sembuh dengan pengobatan diare.
7. Keringat malam, meriang, dan nyeri otot.

a. EFUSI PLEURA
b. a. Definisi
c. Efusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan dalam rongga pleura. Efusi pleura
adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleural, proses penyakit primer jarang terjadi namun
biasanya terjadi sekunder akibat penyakit lain. Efusi dapat berupa cairan jernih, yang mungkin
merupakan transudat, eksudat, atau dapat berupa darah atau pus.
d.
e. b. Etiologi
f. Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura, karena adanya bendungan seperti pada dekompensasi
kordis, penyakit ginjal, tumor mediatinum, sindroma meig (tumor ovarium) dan sindroma vena kava
superior. Pembentukan cairan yang berlebihan, karena radang (tuberculosis, pneumonia, virus),
bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang menembus ke rongga pleura, karena tumor dimana
masuk cairan berdarah dan karena trauma. Di Indonesia 80% karena tuberculosis.
g.
h. Kelebihan cairan rongga pleura dapat terkumpul pada proses penyakit neoplastik, tromboembolik,
kardiovaskuler, dan infeksi. Ini disebabkan oleh
i. sedikitnya satu dari empat mekanisme dasar :
j.
k. Peningkatan tekanan kapiler subpleural atau limfatik
l. Penurunan tekanan osmotic koloid darah
m. Peningkatan tekanan negative intrapleural
n. Adanya inflamasi atau neoplastik pleura
o.
p.
q. c. Tanda dan Gejala
r. Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan,setelah cairan cukup banyak
rasa sakit hilang. Bila cairan banyak, penderita akan sesak napas. Pada anak masalah pernapasan adalah
hal yang paling sering dikeluhkan. Apabila dihubungkan dengan penyebabnya berupa pneumonia maka
gejala yang muncul adalah batuk, demam, sesak nafas, menggigil. Apabila penyebabnya bukan
pneumonia, maka gejala pada anak mungkin tidak ditemukan sampai efusi yang timbul telah mencukupi
untuk menimbulkan gejala sesak nafas atau kesulitan bernafas.
s.
t. Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena cairan akan berpindah
tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam pernapasan, fremitus melemah (raba dan vocal),
pada perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis
melengkung (garis Ellis Damoiseu).
u.
v. Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani dibagian atas garis Ellis
Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah pekak karena cairan mendorong
mediastinum
kesisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati vesikuler
w. melemah dengan ronki.
x.
y. d. Patofisiologi
z. Didalam rongga pleura terdapat + 5ml cairan yang cukup untuk membasahi seluruh permukaan pleura
parietalis dan pleura viseralis. Cairan ini dihasilkan oleh kapiler pleura parietalis karena adanya
tekanan hodrostatik, tekanan koloid dan daya tarik elastis. Sebagian cairan ini diserap kembali
oleh kapiler paru dan pleura viseralis, sebagian kecil lainnya (10-20%) mengalir kedalam pembuluh
limfe sehingga pasase cairan disini mencapai 1 liter seharinya.
aa.
ab. Terkumpulnya cairan di rongga pleura disebut efusi pleura, ini terjadi bila keseimbangan antara
produksi dan absorbsi terganggu misalnya pada hyperemia akibat inflamasi, perubahan tekanan osmotik
(hipoalbuminemia), peningkatan tekanan vena (gagal jantung). Atas dasar kejadiannya efusi dapat
dibedakan atas transudat dan eksudat pleura. Transudat misalnya terjadi pada gagal jantung karena
bendungan vena disertai peningkatan tekanan hidrostatik, dan sirosis hepatic karena tekanan osmotic
koloid yang menurun. Eksudat dapat disebabkan antara lain oleh keganasan dan infeksi. Cairan keluar
langsung dari kapiler sehingga kaya akan protein dan berat jenisnya tinggi. Cairan ini

juga mengandung banyak sel darah putih. Sebaliknya transudat kadar proteinnya rendah sekali atau nihil
sehingga berat jenisnya rendah.
ac.
ad. e. Pemeriksaan Diagnostik
ae. Pemeriksaan
radiologik
(Rontgen dada),
pada permulaan didapati menghilangnya sudut
kostofrenik. Bila cairan lebih 300ml, akan tampak cairan dengan permukaan melengkung. Mungkin
terdapat pergeseran di mediatinum.
af.
ag. Torakosentesis /pungsi pleura untuk mengetahui kejernihan, warna, biakan tampilan, sitologi, berat
jenis.Pungsi pleura diantara linea aksilaris anterior dan posterior, pada sela iga ke-8. Didapati cairan
yang mungkin serosa (serotorak), berdarah (hemotoraks), pus (piotoraks) atau kilus (kilotoraks). Bila
cairan serosa, mungkin berupa transudat (hasil bendungan) atau eksudat (hasil radang).
ah.
ai. Cairan pleural dianalisis dengan kultur bakteri, pewarnaan gram, basil tahan asam (untuk TBC), hitung
sel darah merah dan putih, pemeriksaan kimiawi (glukosa, amylase, laktat dehidrogenase (LDH),
protein), analisis sitologi untuk sel-sel malignan, dan pH.
aj.
ak. Pada pemeriksaan fisik, dengan stetoskop akan terdengar adanya penurunan suara pernafasan. Untuk
membantu memperkuat diagnosis, dilakukan pemeriksaan
al. berikut:
am. Rontgen dada
an. Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk
ao. mendiagnosis efusi pleura, yang hasilnya menunjukkan adanya cairan.
ap. - CT-Scan dada
aq. CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan dan bisa
ar. menunjukkan adanya pneumonia, abses paru atau tumor

as.
at.
au. Gambar 1 Gambaran radiologis efusi pleura daerah hemitoraks kanan
av. Gambar 2 CT-Scan menunjukkan adanya akumulasi cairan sebelah kanan
aw.
ax. USG dada
ay. USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan yang
az. jumlahnya sedikit, sehingga bisa dilakukan pengeluaran cairan.
ba.

bb.
bc. Gambar 2.5 USG Efusi pleura dengan celah yang multipel

bd. Torakosentesis
be. Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan
terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui torakosentesis (pengambilan cairan melalui sebuah jarum
yang dimasukkan diantara sela iga ke dalam rongga dada dibawah pengaruh pembiusan lokal).
Torakosentesis (chest tube drainage) dianjurkan pada pasien anak-anak yang memiliki demam menetap,
toksisitas, organism tertentu (misalnya S.aereus atau pneumococcus), nyeri pleura, kesulitan
dalam bernafas, pergeseran mediastinum, gangguan pernafasan yang membahayakan. Chest
tube drainage semestinya segera dilakukan apabila dari hasil analisa cairan pleura menunjukkan pH
kurang dari 7,2 kadar glukosa < 40mg/dl dan kadar LDH lebih dari 1000 U/mL.
bf.
bg. Biopsi
bh. Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya, maka dilakukan biopsi, dimana contoh
lapisan pleura sebelah luar diambil untuk dianalisa. Pada sekitar 20% penderita, meskipun telah
dilakukan pemeriksaan menyeluruh, penyebab dari efusi pleura tetap tidak dapat ditentukan. Pada anak
dilakukan apabila peradangan efusi pleura tidak bisa dijelaskan. Teknik ini memiliki peran yang terbatas
pada anak-anak namun memiliki kepentingan yang besar dalam membedakan TB atau keganasan. Yang
menjadi komplikasi utama adalah pneumotoraks dan perdarahan.
bi.
bj. f. Terapi
bk.
Kebanyakan pasien anak-anak yang memiliki efusi parapneumonik memberikan respon
yang baik dengan pemberian terapi antibiotic sehingga tidak memerlukan torakostomi. Pengobatan
empyema (efusi parapneumonik yang telah mengalami komplikasi) pada anak dimulai dengan terapi
konservatif. Pemberian awal terapi antibiotic didasari pada infeksi penyebab yang mendasarinya dan
pengurasan/pengeluaran cairan yang terinfeksi dengan torakosentesis atau torakostomi tertutup.
a.

b. Tabel 3 Antibiotik pilihan sesuai dengan kuman penyebab


bl.
Antibiotik harusnya dipilih untuk mengatasi kebanyakan dari kuman penyebab
pneumonia pada kelompok usia anak-anak. Sampai kondisi sebenarnya telah tegak didiagnosa,
pemberian antibiotic spectrum luas diperbolehkan/dibenarkan untuk mengurangi angka kematian yang
tinggi dan kesakitan yang berhubungan dengan empyema. Antibiotic secara intravena harus diteruskan
sampai kondisi anak bebas demam setidaknya 7-10 hari, telah bebas dari penggunaan oksigen dan tidak
lagi terlihat sakit. Antibiotic secara oral kemudian diberikan selama 1-3 minggu.
bm.
Drainage atau pengurasan dari empyema mencegah dari perkembangan lokulasi dan
pengelupasan jaringan fibrotic. Lebih lanjut dari tahap kedua penyakit, pengurasan akan menjadi kurang
efektif. Apakah seluruh empyema membutuhkan pengurasan masih menjadi hal yang controversial,
tidak ada data yang denganjelas menggambarkan penggunaannya pada anak-anak. Keseluruhannya,
torakostomi dengan pipa tertutup yang segera sebaiknya menjadi pertimbangan yang kuat dengan
indikasi :

pH cairan pleura kurang dari 7,2 atau lebih dari 0,05 unit dibawah pH arterial

glukosa cairan pleura kurang dari 40 mg/dL (2,2 mmol/L)

LDH cairan pleura lebih besar dari 1,000 U/L

Adanya pus yang terus-menerus

Terkontaminasi gram positif

Sepsis oleh karena S.aereus atau H. influenzae


bn.
Saat pengurasan cairan dengan pipa di dada mencapai kurang dari 30-50 ml/L dan tingkat
konstitusional pasien mengalami perbaikan, pipa di dada bisa dilepaskan. Pengobatan untuk lokulasi
efusi parapenumonik (khususnya tahap 2 dan 3) atau anak-anak yang masih ada demam, sakit/sedih, dan
kehilangan naku makan beberapa hari setelah terapi antibiotic secara intravenajauh bervariasi.7
bo.
Terapi efektif lainnya yang sedang diperkenalkan adalah streptokinase (SK) atau
urokinase (UK) ke dalam rongga empyema, yang telah menunjukkan mengurangi/mengecilkan
perlekatan/adhesi, meningkatkan pengurasan, dan memutus gejala. SK adalah protein turunan bakteri
yang aktifitas tidak langsungnya di system fibrinolisis. Masalah yang ikut menyertai pengobatan ini
adalah reaksi alergi dan neutralisasi antibody terhadap SK. Secara umum pemberian SK adalah efektif
dan aman, dan bisa membantu menyingkirkan kemungkinan operasi/pembedahan pada kebanyakan
kasus. Kombinasi dari terapi mesti diberikan seawall mungkin setelah diganosa efusi parapneumonik
ditegakkan
bp.
UK adalah aktifator plasminogen langsung. Tidak seperti SK, pada UK ada satu per satu
hubungan dari produksi plasmin dari setiap molekul UK, membuatnya penggunaannya semakin efisien.
UK bukan antigen. Beberapa penelitian mencatatkan penyelesaian yang lengkap dari pengambilan
cairan dengan lokulasi yang menetap dengan mengikuti pemasukan UK ke dalam pipa dada. Tidak ada
komplikasi yang dilaporkan baik pada kedua seri. Indikasi dasar untuk UK pada efusi pleura termasuk :
Lokus yang multiple (banyak), sesuai yang digambarkan oleh USG atau Ct-Scan
Dugaan lokus multiple, sesuai dengan indikasi melalui pengurasan dengan hasil yang kurang seperti
diharapkan.
bq.
Kontraindikasi yang relative untuk penggunaan UK termasuk diantaranya adalah
perdarahan aktif, pembedahan beberapa waktu terakhir dan kehamilan. Dosis yang diberikan bervariasi
dari 20.000-100.000 U ke dalam pipa dada dicampur dengan larutan normal saline (20-100 mL), dosis
optimal belum dapat ditentukan. Setelah pemasukan UK, pipa dada ditutup selama 1-2 jam, pasien
didoronng untuk mengubah-ubah posisi agar larutan terdistribusi merata. Pemberian UK mungkin bisa
diulang sebanyak 2-3 kali dalam 2-3 hari.
br.
Karena penanganan empyema, khususnya pada tahap kedua dan ketiga masih menjadi
controversial, beberapa diantaranya menyarankan penggunaan bedah lebih awal, seperti Video Assisted
Thoracoscopy (VATS) atau thorakoskopi dengan bantuan video, dengan pembuangan perlekatan pada
jaringan pleura. Pendekatan seperti ini harus disesuaikan dengan tahapan penyakit, pathogen penyebab,
respon terhadap pemberian terapi awal dan derajat terjebaknya paru.
bs.
Pada fibropurulent yang lama dan tahap organisasi, pengurasan pleura berkepanjangan
tidak mencukupi. Jika pasien masih memiliki kesulitan dalam bernafas, demam sehari-hari, dan
leukositosis yang menetap sesuai pemberian terapi antibiotic, VATS sebaiknya patut untuk
dipertimbangkan. Saat empyema mencapai tahap organisasi, ada sedikit kebebasan untuk tidak
melakukan prosedur.
bt.
VATS harus dipertimbangkan bagi anak-anak yang telah dipilih dengan efusi
parapneumonik atau empyema yang gejala klinisnya tidak mengalami perbaikan, terperangkapnya paru
berat, atau empyema yang disebabkan oleh infeksi bakteri selain dari S.aereus. USG atau CT-Scan yang
menunjukkan lokus multiple atau perlekatan pleura yang luas dan terperangkapnya paru menyarankan
agar penggunaan VATS lebih cepat. Secara umum, pembedahan seharusnya tidak dilakukan pada anakanak selain daripada alasan sepsis pleura yang menetap karena perbaikan klinis, fungsi system
pernafasan dan radiografi yang tidak normal terutama pada populasi anak-anak.
bu.
Dalam laporan terbaru yang membanding penggunaan terapi empyema dengan
pengurasan, fibrinolisis atau pembedahan dalam hal ini menggunakan VATS, penggunaan VATS
dinyatakan sebagai terapi terbaik dalam menangani empyema karena membantu mengurangi length of
stay (waktu rawat pasien).
bv.
bw.g.Prognosis

bx.
Anak-anak yang memiliki efusi parapneumonik tanpa komplikasi memberikan respon yang baik
dengan penanganan yang konservatif tanpa tampak sisa kerusakan paru. Virus dan mikoplasma
penyebab penyakit pleura secara umum sembuh spontan. Pasien dengan empyema memerlukan
perawatan yang lebih lama di Rumah Sakit. Secara nyata tidak ada kematian yang muncul dengan terapi
yang benar. Kasus kematian rata-rata 3-6% telah dilaporkan pada beberapa seri saat ini, dengan angka
tertinggi muncul diantara bayi usia kurang dari 1 tahun.

Anda mungkin juga menyukai