Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN KASUS PSIKIATRI

Nama

: Tn. F

Umur

: 16 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Alamat

: Jln Kedondong

Pekerjaan

: Swasta

Agama

: Islam

Status Perkawinan

: Belum Menikah

Pendidikan

: SMP

Tanggal Pemeriksaan : 17 Januari 2017


Tempat Pemeriksaan : Ruang Perawatan Garuda Bawah RSU Anutapura
LAPORAN PSIKIATRIK
I.

RIWAYAT PENYAKIT
A. Keluhan utama
Kejang
B. Riwayat Gangguan Sekarang
Autoanamnesa : seorang laki-laki bernama Fahri berusia 16 tahun
masuk rumah sakit setelah mengalami kecelakaan lalu lintas pada
tanggal 13 Januari, pasien mengalami luka amputatum atau mengalami
putus kaki sebatas lutut di kaki kanannya. Saat dirawat pasca kejadian
kecelakaan lalu lintas yang dialaminya, pasien mengeluhkan sakit
kepala, nyeri pada bagian dada, kadangkala nyerinya menjalar ke
daerah perut lalu ke belakang atau daerah punggung. Pasien juga
kadang mengalami kejang lalu kemudian tertidur setelah kejangnya
menghilang.
Pada saat dilakukan pemeriksaan pasien merasakan perasaan
cemas, terutama akibat motor yang dipakai saat terjadi kecelakaan
mengalami kerusakan parah, dan motor tersebut merupakan milik

atasan pasien ditempatnya bekerja. Pasien juga mengatakan pada masa


awal setelah kecelakaan yang dialaminya, pasien sulit untuk tidur
karena memikirkan peristiwa tersebut, pasien juga memikirkan tentang
kakinya yang sudah tidak ada lagi, hal ini kadang membuat pasien
merasa masa depannya sudah tidak menentu lagi dan akan sering
bergantung pada orang lain, padahal pasien merupakan salah satu
tulang punggung keluarga. Diakhir sesi wawancara pasien juga
mengatakan sudah tidak terlalu peduli lagi dengan kondisinya saat ini,
dan sebenarnya jika mati pun pasien merasa tidak masalah.
Sebelum mengalami kecelakaan, pasien mengatakan bahwa dirinya
adalah orang yang ceria, banyak teman dan pekerja keras, pasine juga
mengatakan mulai merokok sejak kelas 4 SD hingga sekarang,
memiliki riwayat minum minuman keras sejak usia 15 tahun dan
beberapa kali mengkonsumsi obat THD tanpa resep dokter, untuk
kegiatan minum minuman keras dan menggunakan obat THD, pasien
mengatakan penggunaannya sangat jarang dan dalam jumlah yang
sedikit.
Dari hasil wawancara dengan ibu pasien, ibu pasien mengatakan
bahwa setelah mengalami kecelakaan, pasien sering mengalami hilang
kesadaran seperti kejang, sering mengeluhkan nyeri kepala dan dada
serta pasien menjadi malas bicara dan lebih sering diam atau hanya
main HP saja. Pada awal-awal di rumah sakit pasien juga malas makan
dan kadang tidurnya tampak tidak tenang.
Hendaya/Disfungsi
Hendaya Sosial
(+)
Hendaya Pekerjaan
(+)
Hendaya Penggunaan Waktu Senggang
(+)
Faktor Stressor Psikososial :
Orang tuanya sudah berpisah dan pasien sudah tidak tinggal
bersama orang tuanya lagi.
C. Riwayat Gangguan Sebelumnya.
Pasien belum pernah merasakan keluhan seperti ini sebelumnya.
Tidak ada riwayat kejang, infeksi berat dan trauma.

HASIL ANAMNESIS
DM

: Dokter Muda

: Pasien

DM

: Selamat pagi dek. Perkenalkan saya dokter muda Ryan,


bagian psikiatrik ingin bertanya-tanya tentang keluhan dan
keadaan yang adek rasakan saat ini, kalau boleh tahu dengan
adik siapa?

: Pagi dokter, saya F

DM

: Umurnya berapa?

: 16 Tahun dokter.

DM

: Tinggal dimana ibu?

: Jln Kedondong

DM

: Maaf yaa, pendidikan terakhirnya apa?

: saya hanya sampai SMP kelas 2 saja

DM

: pekerjaannya apa?

: Pekerja swasta

DM

: adek F agama apa?

: Ohh, saya agama Islam dok

DM

: Kalau boleh tau apa yang adek rasakan saat ini?

: sakit kepalaku dok.

DM

: selain itu ada lagi?

: sakit juga di dada sampai perut

DM

: ooh, terbentur juga itu pas kau kecelakaan?

: iya dok

DM

: kalo perasaannya adek, bagaimana saat ini?

: Ini dokter, kayak tidak enak saya rasa perasaan ku

DM

: tidak enak seperti apa maksudnya dek?

: iya saya pikir itu motor yang saya pake pas tabrakan dok,
punyanya bosku itu, baru rusak sekali itu motor.

DM

: ooh seperti itu, kalo saat ini, apa yang adik rasakan atau
pikirkan tentang kondisi adek?

: saya kadang berpikir dok, bagaimana sudah saya nanti, sudah


tidak ada kakiku satu.

DM

: apa yang ada dipikirannya adek F kalo berpikir tentang


kehidupannya adek setelah keluar dari rumah sakit?

: sudah itu dok, saya kadang tapikir juga bagaimana nanti saya
ini, sebenarnya bisa kan pake kaki palsu saja, tapi saya pikir
juga bagaimana sudah nanti saya kerja ini, apa saya harus
bantu keluarga. Tidak mungkin juga saya mau hidup dengan
minta bantuannya orang terus.

DM

: adek F masih sering teringat kejadian kecelakaannya itu?

: iya, kadang teringat kembali itu kecelakaan.

DM

: bagaimana perasaannya adek kalo teringat kejadian


kecelakaan itu? Sedih? Kesal? Marah? Atau perasaannya
campur aduk?

: campur aduk, saya jengkel juga kenapa bisa terjadi itu


kecelakaan. Kadang saya pikir lebih bagus satu kali mati saja,
daripada tersisa begini.

DM

: tidurnya bagaimana adek F?

: kadang tidak nyenyak saya rasa, kadang juga susah tidur.

DM

: kenapa kira kira susah tidur ?

: karna saya pikir itu motor dok, saya pikir juga kakiku ini.

DM

: ooh iya iya, bagaimana pikirannya adek F tentang


kehidupannya kedepannya setelah kejadian kecelakaan ini?

: ya saya harap saya bisa hidup kayak biasa lagi, pake kaki
palsu, bekerja

DM

: adek tidak takut dikucilkan di lngkungannya karena


kehilangan kaki?

: kadang terpikir juga itu, tapi semoga tidak, yang lebih saya
khawatirkan ini bagaimana saya bisa kerja lagi dengan
kondisi begini.

DM

: oh iya, adek F ada riwayat merokok, minum minuman keras


dan pakai obat terlarang?

: iya dok saya merokok sejak kelas 4 sd, mulai minum sejak
umur 15 tahun, saya juga pake THD dok, tapi jarang jarang.

DM

: sisa merokok saja dok, saya minum itu jarang jarang, tapi
masih juga sampai sekarang, untuk obat saya sudah berhenti
dok.

DM

: pertanyaan terakhir ya dek, apa yang rasakan saat ini tentang


keadaanmu?

: itu dok, saya bingung nanti saya bagaimana. Mau bekerja,


mau hidup.

DM

: oh iya iya, terimakasih yah dek, selamat istirahat semoga


lekas membaik keadannya.

: iya terimakasih dok.

sampai skearang masih


mengkonsumsi ketiganya?

aktif

menggunakan

dan

D. Riwayat Kehidupan Peribadi


Riwayat Prenatal dan Perinatal

Pasien lahir normal pervaginam, cukup bulan, di rumah sendiri


serta dibantu bidan. Ibu pasien tidak pernah sakit berat
selama kehamilan.
Riwayat Masa Kanak Awal (1-3 tahun)
Pertumbuhan dan perkembangan pasien sesuai dengan anak
seusianya. Memiliki banyak teman dan aktif di kalangan seusianya.
Riwayat Masa Pertengahan (4-11 tahun)
Pertumbuhan dan perkembangannya baik sesuai dengan anak
seusianya. Pasien masuk sekolah dasar di SD pada umur 6 tahun.
Pasien aktif bermain di rumah dan di sekolah bersama temantemannya.
Riwayat Masa Kanak Akhir dan Remaja. ( 12-18 tahun)
Pendidikan terakhir pasien hanya sampai kelas 2 SMP dikarenakan
ingin bekerja saja untuk membantu keluarga.
Riwayat Pekerjaan
Pasien bekerja sebagai pekerja swasta.
E. Riwayat Kehidupan Keluarga
Pasien belum menikah. Kedua orangtuanya sudah berpisah. Pasien
tidak lagi tinggal bersama orang tuanya. Tidak ada riwayat menderita
penyakit yang sama dalam keluarga.
F. Situasi Sekarang
Pasien tinggal bersama kakak laki-lakinya.

G. Persepsi pasien tentang diri dan kehidupan


Pasien merasa bahwa dirinya sakit dan butuh pengobatan. Pasien ingin
segera sehat serta ingin melakukan aktivitas sehari-hari seperti
biasanya.
II.

STATUS MENTAL
A. Deskripsi Umum
Penampilan:

Tampak seorang laki-laki terbaring di kasur perawatan


hanya dengan mengguakan sarung tanpa mengenakan
baju. Postur tubuh pasien biasa dan cenderung agak kurus.
Perawatan diri cukup baik.

Kesadaran: Komposmentis
Perilaku dan aktivitas psikomotor : Tenang
Pembicaraan : Spontan, lancar dan intonasi bicara biasa
Sikap terhadap pemeriksa : Koperatif

B.

C.

Keadaan afektif
Mood
: cemas
Afek
: hipotimia
Keserasian
: serasi
Empati
: Dapat dirabarasakan
Fungsi Intelektual (Kognitif)
Taraf pendidikan, pengetahuan umum dan kecerdasan
Pengetahuan dan kecerdasan sesuai taraf pendidikannya.
Daya konsentrasi : Baik
Orientasi (waktu, tempat, orang) : Baik
Daya ingat
Jangka Pendek
: Baik
Jangka Sedang
: Baik
Jangka Panjang
: Baik
Pikiran abstrak : Baik
Bakat kreatif : Tidak ada
Kemampuan menolong diri sendiri : Baik
Gangguan persepsi
Halusinasi
: Tidak ada
Ilusi
: Tidak ada
Depersonalisasi
: Tidak ada
Derealisasi
: Tidak ada
Proses berpikir
Arus pikiran :
A.Produktivitas
: Pasien dapat menjawa spontan saat

D.

E.

diberikan pertanyaan
B. Kontinuitas
sesuai dengan pertanyaan)
C. Hendaya berbahasa
Isi Pikiran
A. preokupasi

: Relevan (memberikan jawaban


: Tidak ada
: mengkhawatrikan keadaan mototr
milik atasannya
7

B. Gangguan isi pikiran


: Tidak ada
F. Pengendalian impuls
Baik
G. Daya nilai
Norma sosial
: Baik
Uji daya nilai
: Baik
Penilaian Realitas
: Baik
H. Tilikan (insight)
Derajat V: Pasien menyadari situasi tentang dirinya secara penuh.

III.

I. Taraf dapat dipercaya


Dapat dipercaya
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUT
Pemeriksaan fisik :
TTV : TD: 110/70 mmHg, N: 76 x/menit, S: 38 C, P: 18 x/menit.
GCS : E4M6V5, reflex cahaya (+)/(+), konjungtiva tidak anemis, sklera
tidak ikterus.

IV. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA


Laki-laki berusia 16 tahun belum menikah, masuk rumah sakit
akibat mengalami keceklakaan lalu-lintas dan mengalami luka amputatum
pada ekstremitas bawah dextra sebatas genue. Pasien merasa cemas
dengan mototr yang dia gunakan serta merasa khawatir dengan
kehidupannya kedepanna. Pasien juga kadang mengalami gangguan
kesadaran seperti kejang,setelah itu pasien biasanya akan langsung tertidur.
Pasien memiliki Hendaya sosial, pekerjaan, dan penggunaan waktu
senggang(+). Kesadaran Kompos mentis, Perilaku dan aktivitas motoric
tenang (+), kooperatif, pembicaraan pasien relevan, Mood cemas(+) dan
Afek hipotimia (+). Preokupasi (-), Gangguan halusinasi (-), waham(-),
depersonalisasi(-) dan derealisasi (-).
Tampak seorang laki-laki terbaring di kasur perawatan
hanya dengan mengguakan sarung tanpa mengenakan baju .
Postur tubuh pasien biasa dan cenderung agak kurus. Perawatan diri cukup
baik.
EVALUASI MULTIAKSIAL
Aksis I :

Berdasarkan autoanamnesa didapatkan adanya gejala klinis yang


bermakna berupa perasaan cemas dan sakit kepala, serta
kadang pasien mengalami kejang. Keadaan ini akan
menimbulkan distress dan disabilitas dalam sosial, pekerjaan
dan penggunaan waktu senggang, yaitu pasien sering merasakan
rasa cemas dan sulit tidur dan kehilangan semangat untuk bekerja
sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami Gangguan
Jiwa.
Pada pasien tidak ditemukan adanya hendaya berat dalam menilai
realita ataupun gejala psikotik positif, seperti halusinasi auditorik
dan visual pada pasien sehingga didiagnosa sebagai Gangguan
Jiwa Non Psikotik.
Berdasarkan deskripsi kasus diatas, dapat disimpulkan bahwa
pasien mengalami gangguan non psikotik karena memenuhi
kriteria diagnosa untuk gangguan gangguan konversi dengan
Pedoman diagnostic menurut DSM-IV yaitu:
-

Satu atau lebih gejala atau defisit yang mempengaruhi fungsi


sensorik atau motorik volunter yang mngesankan adanya

keadaan neurologis atau keadaan medis umum lain.


Faktor psikologis dinilai terkait dengan gejala maupun defisit
karena awal atau perburukan gejala atau defisit didahului

konflik atau stresor lain


Gejala atau defisit ditimbulkan tanpa disengaja atau dibuat-buat
Setelah pemeriksaan yang sesuai, gejala atau defisit tidak dapat
benar-benar dijelaskan oleh keadaan medis umum atau efek
langsung suatu zat, maupun sebagai perilaku yang disetujui

oleh budaya.
Gejala atau defisit menyebabkan distres yang bermakna secara
klinis atau hendaya dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau area
penting lain, atau memerlukan evaluasi medis.

Gejala atau defisit tidak terbatas pada nyeri atau disfungsi


seksual, tidak hanya terjadi selama perjalanan gangguan
somatisasi, dan sebaiknya tidak disebabkan gangguan jiwa lain.
Diagnosis Banding: Gangguan Depresi Sedang, gangguan stres
akut

Aksis II
Tidak ada diagnosis Aksis II
Aksis III
V23 pengendara sepeda motot cedera dalam tabrakan dengan
mobil atau mini-van
Aksis IV
Ancaman kehilangan pekerjaan
Aksis V
GAF scale 60-51 (gejala sedang (moderate), disabilitas sedang).
VI.

DAFTAR MASALAH

Organobiologik
Terdapat ketidakseimbangan neurotransmitter sehingga pasien
memerlukan psikofarmaka

VII.

PROGNOSIS
Ad Bonam
Pendukuang kearah baik:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.

Genetik tidak ada


Onset akut
Usia tua
Factor pencetus jelas
Riwayat premorbid sosial dan pekerjaan baik
Belum perna sakit seperti ini
Menikah
Support lingkungan ada
Status ekonomi cukup

Faktor kearah buruk:


a. Genetik ada
b. Onset kronik

10

c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.

Usia muda
Factor pencetus tidak jelas
Riwayat premorbid buruk
Pernah sakit seperti ini
Tidak menikah
Suportif lingkungan tidak ada
Status ekonomi kurang

VIII. DIAGNOSIS BANDING


1. Gangguan depresi sedang
2. Gangguan stres akut
IX.

RENCANA TERAPI
Farmakoterapi :
Alprazolam
Obat anti-panik ini merupakan golongan benzodiazepine yang juga
memiliki efek anti-cemas yang bekerja dengan cara meng-reinforce
GABA re-uptake inhibitor sehingga dapat meredakan hiperaktifitas.
Psikoterapi
-

Terapi kognitif-perilaku
Pendekatan kognitif mengajak pasien secara langsung mengenali
distorsi kognitif dan pendekatan perilaku, mengenali gejala somatik
secara langsung.Teknik utama yang digunakan pada pendekatan
behavioral adalah relaksasi dan biofeedback.
- Terapi Suportif
Pasien diberikan reassurance dan kenyamanan, digali potensipotensi yang ada dan belum tampak, didukung egonya, agar lebih

bisa beradaptasi optimal dalam fungsi sosial dan pekerjaannya.


Terapi psikososial
Memberikan penjelasan kepada keluarga dan orang-orang sekitarnya
agar mengerti keadaan pasien dan selalu memberi dukungan sosial
dengan

lingkungan

yang

kondusif

untuk

membantu

proses

penyembuhan pasien.
X.

FOLLOW UP
Mengevaluasi keadaan umum, pola tidur, pola makan dan
perkembangan penyakit pasien serta menilai efektivitas pengobatan yang

11

diberikan dan melihat kemungkinan adanya efek samping obat yang


diberikan.

X.

PEMBAHASAN
Gangguan konversi (conversion disorders) menurut DSM-IV
didefinisikan sebagai suatu gangguan yang ditandai oleh adanya satu atau
lebih gejala neurologis (sebagai contohnya paralisis, kebutaan, dan
parastesia) yang tidak dapat dijelaskan oleh gangguan neurologis atau
medis yang diketahui. Disamping itu diagnosis mengharuskan bahwa
faktor psikologis berhubungan dengan awal atau eksaserbasi gejala.
Adapun menurut PPDGJ III gangguan konversi atau disosiatif adalah
adanya kehilangan (sebagian atau seluruh) dari integrasi normal antara:
ingatan masa lalu, kesadaran akan identitas dan penghayatan segera
(awareness of identity and immediate sensations), dan kendali terhadap
gerakan tubuh.
Secara normal terdapat pengendalian secara sadar, sampai taraf
tertentu, terhadap ingatan dan penghayatan, yang dapat dipilih untuk
digunakan segera, serta gerakan-gerakan yang harus dilaksanakan. Pada
gangguan konversi diperkirakan bahwa kemampuan mengendalikan secara
sadar dan selektif ini terganggu, sampai suatu taraf yang dapat bervariasi
dari hari ke hari atau bahkan dari jam ke jam. Biasanya sangat sulit untuk
menilai sejauh mana beberapa kehilangan fungsi masih berada dalam
pengendalian volunter.
Dalam penegakan diagnosis gangguan konversi harus ada
gangguan yang menyebabkan kegagalan mengkordinasikan identitas,
memori persepsi ataupun kesadaran, dan menyebabkan gangguan yang
bermakna dalam fungsi sosial, pekerjaan dan memanfaatkan waktu
senggang.

12

Gangguan konversi belum dapat diketahui penyebab pastinya,


namun biasanya terjadi akibat trauma masa lalu yang berat, namun tidak
ada gangguan organik yang dialami. Gangguan ini terjadi pertama pada
saat anak- anak namun tidak khas dan belum bisa teridentifikasikan, dalam
perjalanan penyakitnya gangguan konversi ini bisa terjadi sewaktu-waktu
dan trauma masa lalu pernah terjadi kembali, dan berulang-ulang sehingga
terjadinya gejala gangguan konversi.
Dalam beberapa referensi menyebutkan bahwa trauma yang terjadi berupa

Kepribadian yang labil :


Pelecehan seksual
Pelecehan fisik
Kekerasan rumah tangga ( ayah dan ibu cerai )
Lingkungan sosial yang sering memperlihatkan kekerasan
Identitas personal terbentuk selama masa kecil, dan selama itupun,
anak-anak lebih mudah melangkah keluar dari dirinya dan mengobservasi
trauma walaupun itu terjadi pada orang lain.
Pada gangguan konversi, kemampuan kendali dibawah kesadaran dan
kendali selektif tersebut terganggu sampai taraf yang dapat berlangsung
dari hari kehari atau bahkan jam ke jam. Gejala umum untuk seluruh tipe
gangguan konversi meliputi :

Hilang ingatan (amnesia) terhadap periode waktu tertentu, kejadian dan

orang
Masalah gangguan mental, meliputi depresi dan kecemasan,
Persepsi terhadap orang dan benda di sekitarnya tidak nyata (derealisasi)
Identitas yang buram
Depersonalisasi
Orang-orang dengan pengalaman gangguan psikis kronik, seksual
ataupun emosional semasa kecil sangat berisko besar mengalami gangguan
konversi. Anak-ana dan dewasa yang juga memiliki pengalaman kejadian

13

yang traumatic, semisalnya perang, bencana, penculikan, dan prosedur


medis yang infasif juga dapat menjadi faktor resiko terjadinya gangguan
konversi ini.
Gangguan disosiatif (konversi) dibedakan atau diklasifikasikan atas
beberapa pengolongan yaitu :
F444.0 Amnesia Disosiatif
F.44.1 Fugue Disosiatif
F.44.2 Stupor Disosiatif
F44.3 Gangguan Trans dan Kesurupan
F44.4-F44.7 Gangguan konversi dari gerakan dan Penginderaan
F44.4 Gangguan motorik Disosiatif
F.44.5 Konvulsi Dsosiatif
F.44.6 Anestesia dan Kehilangan Sensorik Disosiatif
F44.7 Gangguan konversi campuran
F44.8 Gangguan konversi lainnya
F44.9 Gangguan konversi YTT
Untuk diagnosis pasti maka hal-hal berikut ini harus ada :
1.

Ciri-ciri klinis yang ditentukan untuk masing-masing gangguan

yang tercantum pada F44.


2.

Tidak ada bukti adanya gangguan fisik yang dapat menjelaskan

gejala tersebut.
3.

Bukti adanya penyebab psikologis dalam bentuk hubungan waktu

yang jelas dengan problem dan peristiwa yang stressful atau hubungan
interpersonal yang terganggu (meskipun disangkal pasien).
a. F44.4.0 Amnesia Disosiatif
Ciri utama adalah hilangnya daya ingat, biasanya mengenal
kejadian penting yang baru terjadi yang bukan disebabkan karena
gangguan mental ogranik atau terlalu luas untuk dijelaskan.
14

Pada Amnesia disosiatif biasanya didapati gangguan ingatan yang spesifik


saja dan tidak bersifat umum. Informasi yang dilupakan biasanya tentang
peristiwa yang menegangkan atau traumatik, dalam kehidupan seseorang.
Bentuk umum dari amnesia disosiatif melibatkan amnesia untuk identitas
pribadi seseorang, tetapi daya ingat informasi umum adalah utuh.
Diagnostik pasti memerlukan :
1. Amnesia, baik total maupun persial, mengenai kedian baru yang bersifat
stress atau traumatic.
2. Tidak ada gangguan otak egmency
b.F44.1 Fugue Disosiatif
Memilih semua ciri amnesia disosiatif ditambah gejala perilaku melakukan
perjalanan meninggalkan rumah. Pada beberapa kasus, penderita mungkin
menggunakan identitas baru.
Perilaku seseorang pasien dengan fugue disosiatif adalah lebih bertujuan
dan terintegrasi dengan amnesianya dibandingkan pasien dengan amnesia
disosiatif. Pasien dengan fugue disosiatif telah berjalan jalan secara fisik
dari rumah dan situasi kerjanya dan tidak dapat mengingat aspek penting
identitas mereka sebelumnya (nama, keluarga, pekerjaan). Pasien tersebut
seringkali, tetapi tidak selalu mengambil identitas dan pekerjaan yang
sepenuhnya baru, walaupun identitas baru biasanya kurang lengkap
dibandingkan kepribadian ganda yang terlihat pada gangguan identitas
disosiatif.
Untuk diagnosis pasti harus ada :
1. Ciri-ciri amnesia disosiatif
2. Dengan sengaja melakukan perjalanan tertentu melampaui jerak yang
biasa dilakukannya sehari-hari.
3. Tetap memepertahankan kemampuan mengurus diri yang mendasar dan
melakukan interaksi sosial sederhana dengan orang yang belum
dikenalnya.
c. F.44.2 Stupor Disosiatif

15

Perilaku individu memenuhi kriteria untuk stupor, akan tetapi dari


pemeriksaan tidak didapatkan adanya tanda penyebab fisik. Seperti juga
pada gangguan-gangguan konversi lain, didapat bukti adanya penyebab
psikogenik dalam bentuk kejadian-kejadian yang penuh stress ataupun
masalah sosial atau interpersonal yang menonjol.
Stupor Disosiatif bisa didefinisikan sebagai sangat berkurangnya atau
hilangnya gerakan gerakan voulunter dan respon normal terhadap
rangsangan luar, seperti misalnya cahaya, suara, dan perabaan ( sedangkan
kesadaran dalam artian fisiologis tidak hilang ).
Untuk diagnosis pasti harus ada :
1. Stupor, seperti yang sudah disebutkan tadi.
2. Tidak ditemukan adanya gangguan fisik atau gangguan psikiatrik lain
yang dapat menjelaskan keadaan stupor tersebut.
3. Adanya masalah atau kejadian-kejadian baru yang penuh stress.
d. F44.3 Gangguan Trans dan Kesurupan
Merupakan gangguan-gangguan yang menunjukkan adanya kehilangan
sementara penghayatan akan identitas diri dan kesadaran terhadap
lingkungannya; dalam beberapa kejadian, individu tersebut berperilaku
seakan-akan dikuasai oleh kepribadian lain, kekuatan gaib atau malaikat.
Gangguan trans yang terjadi selama suatu keadaan skizofrenik atau
psikosis akut disertai halusinasi atau waham atau kepribadian multiple
tidak boleh dimasukkan dalam kelompok ini.
e. F44.4-F44.7 Gangguan Konversi dari Gerakan dan Penginderaan
Di dalam gangguan ini terdapat kehilangan atau gangguan dari gerakan
ataupun kehilangan pengideraan . oleh sebab itu pasien biasanya mengeluh
tentang adanya penyakit fisik, meskipun tidak ada kelainan fisik yang
dapat ditemukan untuk menjelaskan keadaan-keadaan itu. Selain itu,
penilaian status mental pasien dan situasi sosialnya biasanya menunjukkan
bahwa ketidakmampuan akibat kehilangan fungsinya membantu pasien
dalam upaya untuk menghindar dari konflik yang kurang menyenangkan
atau untuk menunjukkan ketergantungan atau penolakan secara tidak

16

langsung. Diagnosis harus ditegakkan dengan sangat hati-hati apabila


terdapat gangguan sistem saraf atau pada individu yang tadinya
menunjukkan kemampuan penyesuaian yang baik dengan hubungan
keluraga dan sosial yang normal.
Untuk diagnosis pasti :
1. Tidak didapat adanya tanda kelainan fisik.
2. Harus diketahui secara memadai mengenai kondisi psikologis dan sosial
serta hubungan interpersonal dari pasien, agar memungkinkan menyusun
suatu formulasi yang meyakinkan perihal sebab gangguan itu timbul.
F44.4 Gangguan Motorik Disosiatif
Bentuk yang paling lazim dari gangguan ini adalah kehilangan
kemampuan untuk menggerakkan seluruh atau sebagian dari anggota
gerak. Pralisis dapat bersifat parsial dengan gerakan yang lemah atau
lambat atau total. Berbagai bentuk inkoordinasi dapat terjadi, khusussnya
pada kaki dengan akibat cara jalan yang bizarre. Dapat juga terjadi
gemetar.
F44.5 Konvulsi Disosiatif
Dapat menyerupai kejang epileptic dalam hal gerakannya akan tetapi
jarang disertai lidah tergigit, luka serius karena jatuh saat serangan dan
inkontinensia urin, tidak dijumpai kehilangan kesadaran tetapi diganti
dengan keadaan seperti stupor atau trans.
F44.6 Anestesia dan Kehilangan Sensorik Disosiatif
Bagian kulit yang mengalami anestesi sering kali mempunyai batas yang
tegas yang menjelskan bahwa hal tersebut lebih berkaitan dengan
pemikiran pasien mengenai fungsi tubuhnya daripada dengan pengetahuan
kedokterannya. Meskipun ada gangguan penglihatan, mobilitas pasien
serta kemampuan motoriknya sering kali masih baik. Tuli disosiatif dan
anosmia jauh lebih jarang terjadi dibandingkan dengn hilang rasa dan
penglihatan.
F44.7 Gangguan Konversi Campuran
Campuran dari gangguan-gangguan tersebut di atas.

17

f. F44.8 Gangguan Konversi lainnya


Sindrom ganser
Ciri-ciri dari gangguan ini adalah jawaban kira-kira, yang
biasanya disertai beberapa gejala disosiatif lainnya, sring kali dalam
keadaan yang menunjukkan kemungkinan adanya penyebab yang bersifat
psikogenik dan harus dimasukkan di sini.
Gangguan kepribadian multiple
Ciri utama adanya dua atau lebih kerpibadian yang jelas pada satu
individu dan hanya satu yang tampil untuk setiap saatnya. Masing-masing
kepribadian tersebut adalah lengkap, dalm arti memiliki ingatan, perilaku
dan kesenangan sendiri-sendiri yang mungkin sangat berbeda dengan
kepribadian pramorbidnya.
Gangguan konversi sementara terjadi pada masa kanak dan remaja
Gangguan Disosiatuf lainnya YDT
g. F44.9 Gangguan konversi YTT
Orang-orang dengan gangguan konversi beresiko besar mengalami
komplikasi, yang terdiri dari :

Mutilasi diri
Gangguan seksual
Alkoholisme
Depresi
Gangguan saat tidur,mimpi buruk, insomnia atau berjalan sambil tidur
Gangguan kecemasan
Gangguan makan
Sakit kepala berat
Penatalaksanaan dengan menggali kondisi fisik dan neurologiknya.
Bila tidak ditemukan kelainan fisik, perlu dijelaskan pada pasien dan
dilakukan pendekatan psikologik terhadap penanganan gejala-gejala yang
ada. Penanganan penyakit ini sebagai berikut:

Terapi obat. Terapi ini sangat baik untuk dijadikan penangan awal,
walaupun tidak ada obat yang spesifik dalam menangani gangguan

18

konversi ini. Biasanya pasien diberikan resep berupa anti-depresan dan


obat anti-cemas untuk membantu mengontrol gejala mental pada gangguan
konversi ini.
Barbiturat kerja sedang dan singkat, seperti
tiopental, dan
natrium amobarbital diberikan secara intravena dan
Benzodiazepine seperti lorazepam 0,5-1 mg tab (bersama dengan saran
bahwa gejala cenderung dikirim pada satu jam atau lebih) dapat berguna
untuk memulihkan ingatannya yang hilang.
Amobarbital atau lorazepam parental
Pengobatan terpilih untuk fugue disosiatif

adalah

psikoterapi

psikodinamika suportif-ekspresif.
Hipnosis menciptakan keadaan relaksasi yang dalam dan tenang dalam
pikiran. Saat terhipnotis, pasien dapat berkonsentrasi lebih intensif dan
spesifik. Karena pasien lebih terbuka terhadap sugesti saat pasien
terhipnotis. Ada beberapa konsentrasi yang menyatakan bahwa bisa saja

ahli hipnotis akan menanamkan memori yang salah dalam mensugesti.


Psikoterapi adalah penanganan primer terhadap gangguan konversi ini.
Bentuk terapinya berupa terapi bicara, konseling atau terapi psikososial,
meliputi berbicara tentang gangguan yang diderita oleh pasien jiwa.
Terapinya akan membantu anda mengerti penyebab dari kondisi yang
dialami. Psikoterapi untuk gangguan konversi sering mengikutsertakan
teknik seperti hipnotis yang membantu kita mengingat trauma yang

menimbulkan gejala disosiatif.


Terapi kesenian kreatif. Dalam beberapa referensi dikatakan bahwa tipe
terapi ini menggunakan proses kreatif untuk membantu pasien yang sulit
mengekspresikan pikiran dan perasaan mereka. Seni kreatif dapat
membantu meningkatkan kesadaran diri. Terapi seni kreatif meliputi

kesenian, tari, drama dan puisi.


Terapi kognitif. Terapi kognitif

ini

bisa

membantu

untuk

mengidentifikasikan kelakuan yang negatif dan tidak sehat dan


menggantikannya dengan yang positif dan sehat, dan semua tergantung
dari ide dalam pikiran untuk mendeterminasikan apa yang menjadi
perilaku pemeriksa.
19

DAFTAR PUSTAKA
1. Irawati, I,. Kristiana, S,. Buku Ajar Psikiatri. Ed. 2. Badan Penerbit FKUI :
Jakarta. 2013.
2. Kaplan & Sadock. 2010. Buku Ajar Psikiatri Klinis. Ed.2. EGC. Jakarta.

20

Anda mungkin juga menyukai