HIPOGLIKEMIA
Penugasan ini disusun untuk memenuhi tugas individu profesi Ners
Oleh :
Maya Rachmah Sari
0910723033
KONSEP HIPOGLIKEMIA
Definisi
DM merupakan kelompok kelainan metabolik, dimana hiperglikemia sebagai
manifestasi utamanya. DM adalah penyakit metabolic akibat dari kurangnya insulin efektif
baik oleh karena adanya disfungsi sel beta pancreas atau ambilan glukosa di jaringan
perifer, atau keduanya (pada DMtipe 2), atau kurangnya insulin absolute (pada DM-tipe 1).
Komplikasi DM adalah semua penyulit yang timbul sebagai akibat dari DM, baik sistemik,
organ ataupun jaringan tubuh lain (Tjokroprawiro dkk, 2007). Terdapat komplikasi akut dan
komplikasi kronis pada DM (Fauci et al, 2008). Hipoglikemia, koma lakto-asidosis,
ketoasidosis diabetic-koma diabetic dan koma hiperosmoler Non-ketotik merupakan
komplikasi akut DM (Tjokroprawiro dkk, 2007). Sedangkan komplikasi kronis dapat dibagi
menjadi komplikasi vaskuler dan non-vaskuler (Fauci et al, 2008). Komplikasi vaskuler dapat
dibagi menjadi mikrovaskuler (retinopathy, neuropathy, nephropathy) dan makrovaskuler
(coronary artery disease (CAD), peripheral arterial disease (PAD), cerebrovascular disease)
(Fauci et al, 2008). Komplikasi non vaskuler antara lain gastroparesis, infeksi, dan
perubahan pada kulit. Pada penderita diabetes yang sudah lama sering didapatkan
penurunan fungsi pendengaran.
Hipoglikemia merupakan salah satu kegawatan diabetic yang mengancam, sebagai
akibat dari menurunnya kadar glukosa darah < 60 mg/dl. Adapun batasan hipoglikemia
adalah:
Hipoglikemi murni
Reaksi hipoglikemi
Koma hipoglikemi
Hipoglikemi reaktif
Etiologi
Pada pasien penyebab hipoglikemia kemungkinan akibat kurangnya asupan nutrisi
akibat adanya sindroma dyspepsia. Serta akibat konsumsi obat golongan sulfoniluria. Dan
diperberat dengan adanya infeksi, keadaan sepsis dan acute kidney injury, dimana keadaan
ini akan meningkatkan kebutuhan glukosa.
Obat-obatan
insulin,
alkohol,
salisilat
dosis
tinggi,
Kekurangan Hormon
Kelainan sel
Insulin
secretagogue
(sulfonylurea,
atau
yang lain)
Autoimmune (autoantibodi terhadap insulin
atau reseptor insulin)
Sekresi insulin ektopik
Kelainan pada bayi atau anak
Patofisiologi
Glukosa merupakan bahan metabolic utama yang dibutuhkan otak pada keadaan
fisiologi. Otak tidak dapat mensintesa glukosa atau menyimpannya hanya dalam beberapa
menit saja dan oleh karena itu otak membutuhkan pasokan glukosa yang kontinyu dari
sirkulasi arteri. Jika konsentrasi glukosa plasma turun di bawah batas fisiologi, transport
glukosa darah ke otak turun sehingga tidak mampu mendukung metabolisme energi dan
fungsi otak. Namun, mekanisme counterregulatory glukosa secara normal mencegah dan
cepat mengkoreksi keadaan hipoglikemia. (Fauci et al, 2008).
Glukagon dan epinefrin merupakan dua hormon yang disekresikan saat terjadi
hipoglikemia akut. Glukagon hanya bekerja di hati. Glukagon mula-mula meningkatkan
gikogenolisis dan kemudian meningkatkan glukoneogenesis. Epinefrin selain meningkatkan
glikogenolisis dan glukoneogenesis di hati juga menyebabkan lipolisis di jaringan lemak
serta glikogenolisis dan proteolisis di otot. Gliserol, hasil lipolisis, serta asam amino (alanin
dan aspartat) merupakan bahan baku (precursor) glukoneogenesis hati. Epinefrin juga
meingkatkan meningkatkan glukoneogenesis di ginjal. Kortisol dan growth hormon berperan
dalam hipoglikemia yang berlangsung lama, dengan cara melawan kerja insulin di jaringan
perifer (lemak dan otot) serta meningkatkan glukoneogenesis.
Konsentrasi glukosa plasma normalnya antara 60110 mg/dL (3.96.1 mmol/L) pada
keadaan puasa. Diantara makan dan selama puasa, level glukosa plasma dijaga oleh
produksi
glukosa
endogenous,
hepatic
glycogenolysis,
dan
hepatic
(dan
renal)
gluconeogenesis. Meskipun cadangan glikogen hepar biasanya cukup untuk menjaga level
lukosa plasma selama 8 jam, tenggang waktu ini dapat menjadi lebih pendek jika kebutuhan
glukosa meningkat misalnya pada keadaan meningkatnya aktivitas fisik atau jika simpanan
glikogen menurun oleh keadaan sakit atau kelaparan. (Fauci et al, 2008)
Selain peningkatan jumlah insulin, hipolikemia pada diabetes juga merupakan akibat
menurunnya pertahanan fisiologi terhadap penurunan glukosa plasma. Menurunnya
mekanisme counterregulation sebagai pertahanan fisiologi menyebabkan hilangnya alarm
alami terhadap keadaan hipoglikemia. (Fauci et al, 2008).
Puasa / intake kurang
Glikogenolisis
Penurunan nutrisi jaringan otak
Respon SSP
Respon Otak
Respon Vegetatif
Kortek serebri
adrenalin
berkeringat
Tidak sadar
Stupor, kejang, koma
Manifestasi Klinis
Terdapat kriteria Whipples triad menjelaskan tentang manifestasi hipoglikemia yaitu:
(1) munculnya tanda-tanda dan gejala hipoglikemia, (2) didapatkan hasil pengukuran kadar
glukosa darah yang rendah (3) gejala akan hilang setelah konsentrasi glukosa plasma naik.
Batas bawah kadar glukosa puasa adalah 60 mg/dL (3.9 mmol/L) (Fauci et al, 2008). Kadar
glukosa dibawah <60 mg/dL (3.0 mmol/L) disertai dengan adanya dengan munculnya
gejalagejala dan membaik setelah kadar glukosa darah naik setelah koreksi disebut sebagai
hipoglikemia ( Watkins, 2003; Fauci et al, 2008; NIDDK, 2008).
Warning/
Fase
akibat
autonom
aktivasi
di
sehingga
pusat
hipotalamus
dilepaskannya
hormone epinefrin
Neurogylcopenia
atau
Fase
Ringan
Sedang
Berat
Penatalaksanaan
Penanganan hipoglikemia dapat secara oral dengan menggunakan tablet glukosa
atau glukosa-dalam cairan, permen, atau makanan jika pasien dalam keadaan sadar dan
berkeinginan (Fauci et al 2008; NIDDK, 2008). Dosis initialnya 20 g glukosa. Jika pasien
tidak mampu atau tidak mau, karena keadaan neuroglycopenia, untuk mengkonsumsi
karbohidrat secara oral, maka perlu pemberian karbohidrat secara parenteral. Glukosa intra
vena diberikan dan diikuti penggunaan infuse glukosa yang disertai monitoring pengukuran
glukosa plasma serial. Jika terapi intravena tidak praktis, gunakan glukogon secara
subkutan dan intramuscular (1.0 mg in adults), biasanya pada pasien dengan diabetes
mellitus tipe 1. Karena tindakan ini menstimulasi glikogenolisis, tindakan ini tidak efektif pada
individu dengan penurunan jumlah glikogen (misalnya, orang dengan hipolkemia akibat
alcohol). Hal ini juga akan menstimulasi sekresi insulin sehingga kurang berguna pada
diabetes mellitus tipe 2. Penanganan ini hanya meningkatkan glukosa plasma sementara,
pasien harus segera makan untuk mengembalikan cadangan glukosa. (Fauci et al, 2008)
Pada pasien tidak sadar, penangan di rumah sakit segera dibutuhkan.pasien pada
keadaan tidak sadar perlu diposisikan dalam posisi recovery, dan dibuka jalan nafasnya.
Ukur kadar gula darahnya, untuk memberikan data bahwa pasien memang benar dlam
keadaan koma hipoglikemia. Pencegahan hipoglikemia berulang memerlukan pemahaman
tentang mekanisme yang terjadi pada keadaan hipoglikemia. Penggunaan obat dapat distop
atau dengan cara pengurangan dosis. Hipoglikemia akibat sulfonylurea dapat berlangsung
dalam hitungan jam, bahkan hari. Jika penyebabnya penyakit kritis maka harus segera
diobati. Kurangnya kadar hormone kortisol dan growth hormon dapat segera diganti.
Pembedahan, radioterapi, atau kemoterapi dari tumor dapat mencegah hipoglikemia
meskipun tidak dapat menyembuhkan tumornya. (Fauci et al, 2008)
2. Pengkajian sekunder
Pengkajian head to toe
a. Data subyektif :
Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit sekarang
Tanda
Takikardia
dan
takipnea
pada
keadaan
istrahat
atau
aktifitasLetargi/disorientasi, koma
2) Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat hipertensi, IM akut, klaudikasi, kebas dankesemutan pada
ekstremitas, ulkus pada kaki, penyembuhan yanglama, takikardia.Tanda : Perubahan
tekanan darah postural, hipertensi, nadi yangmenurun/tidak ada, disritmia, krekels, distensi
vena jugularis, kulit panas, kering, dan kemerahan, bola mata cekung
3) Integritas/ Ego
Gejala : Stress, tergantung pada orang lain, masalah finansial yang berhubungan dengan
kondisi
Tanda : Ansietas, peka rangsang
4) Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, rasanyeri/terbakar, kesulitan berkemih
(infeksi), ISK baru/berulang, nyeritekan abdomen, diare.Tanda : Urine encer, pucat, kuning,
poliuri ( dapat berkembangmenjadi oliguria/anuria, jika terjadi hipovolemia berat),
urinberkabut, bau busuk (infeksi), abdomen keras, adanya asites, bising usus lemahdan
menurun, hiperaktif (diare)
5) Nutrisi/Cairan
Gejala : Hilang nafsu makan, mual/muntah, tidak mematuhi diet, peningkatan masukan
glukosa/karbohidrat, penurunan berat badanlebih dari beberapa hari/minggu, haus,
penggunaan
diuretik
(Thiazid)Tanda
Kulit
kering/bersisik,
turgor
jelek,
sumbatan
jalan
napas.
Terjadi
karena
adanya
penurunan
b)
Breathing (pernapasan)
Kaji adanya tanda kekurangan oksigen dan napas tersengal sengal , sianosis.
Diagnosa keperawatan ; Pola napas tidak efektif b/d adanya depresan pusat pernapasan.
Tujuan :Pola nafas efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 jam
Kriteria hasil:
RR 16-24 x permenit
Ekspansi dada normal
Sesak nafas hilang / berkurang
Tidak suara nafas abnormal
Intervensi :
Kaji frekuensi, irama, kedalaman pernapasan.
R/ frekuensi dan kedalaman pernapasan menunjukan usaha pasien mendapatkan oksigen.
Auskultasi bunyi napas.
R/ Bunyi napas mungkinterjadi redup karena penurunan aliran udara.
Pantau penurunan bunyi napas
R/ penurunan bunyi napas mengindikasikan
Pertahankan posisi semi fowler.
R/ untuk mengurangi sesak yang dialami klien.
Catat kemajuan yang ada pada klien tentang pernapasan
R/ mengindikasikan adanya kemajuan dalam pengobatan.
Berikan oksigen sesuai advis Dokter
R/ Memaksimalkan sediaan O2.
c)
Circulation (sirkulasi)
Kebas , kesemutan dibagian ekstremitas, keringat dingin, hipotermi, nadi lemah,
takikardi
Diagnosa ; Gangguan perfusi jaringan b/d hipoksia jaringan. Ditandai dengan nekrosis
jaringan dan depresi SSP
Tujuan
gangguan
perfusi
jaringan
berkurang/hilang
setelah
dilakukan
tindakan
Intervensi :
Catat status neurologi secara teratur, bandingkan dengan nilai standart.
R/ Mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK
dan bermanfaat dalam menentukan lokasi, dan perkembangan kerusakan SSP.
Catat ada atau tidaknya refleks-refleks tertentu seperti refleks menelan, batuk dan
Babinski.
R/ Penurunan refleks menandakan adanya kerusakan pada tingkat otak tengah atau batang
otak dan sangat berpengaruh langsung terhadap keamanan pasien. Kehilangan refleks
berkedip mengisyaratkan adanya kerusakan pada daerah pons dan medulla. Tidak adanya
refleks batuk meninjukkan adanya kerusakan pada medulla. Refleks Babinski positif
mengindikasikan adanya trauma sepanjang jalur pyramidal pada otak.
Pantau tekanan darah
R/ tekanan darah yang menurun mengindikasikan terjadinya penurunan aliran darah ke
seluruh tubuh.
Evaluasi status gula darah
R/ Pemeriksaan status gula darah secara bertahap dapat membantu mengevaluasi
efektivitas terapi
Kolaborasi pemberian terapi resusitasi cairan seperti dekstrose 40% intravena.
R/ Pemberian glukosa konsentrasi diatas 40 % dapat menyebabkan iritasi dan sudah tidak
dianjurkan. Responya biasanya cepat namun jika tidak, maka segera berikan infuse glukosa
10%.
Perhatikan adanya gelisah meningkat, tingkah laku yang tidak sesuai.
R/ adanya gelisah menandakan bahwa terjadi penurunan aliran darah ke hipoksemia.
Tinggikan kepala tempat tidur sekitar 15-45 derajat sesuai toleransi atau indikasi. Jaga
kepala pasien tetap berada pada posis netral.
R/ Peningkatan aliran vena dari kepala akan menurunkan TIK.
Berikan oksigen sesuai indikasi
R/ Menurunkan hipoksemia, yang mana dapat meningkatkan vasodilatasi dan volume darah
serebral yang meningkatkan TIK.
d)
Disability (kesadaran)
Kaji adanya terjadi penurunan kesadaran, karena kekurangan suplai nutrisi ke otak.
e)
Exposure.
Pada exposure perlu dilakukan pengkajian secara menyeluruh. Karena hipoglikemi
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC.
Fauci, Braunwald, Kasper, Hauser, Longo, Jameson, Loscalzo (editors). Harrisons
Principles of Internal Medicine 17th edition. 2008. The McGraw-Hill Companies, Inc.
National Institute of Diabetes and digestive and Kidney Disease. Hypoglycemia. 2003. US
Department of Health and Human Service.
Rizza, Robert A. and F. John Service. Goldman: Cecil Medicine, 23rd ed. 2007. Saunders
Elsevier.
Seogondo. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 2006. Jakarta: FKUI.
Soemadji. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 2006. Jakarta: FKUI.
Tjokroprawiro. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 2006. Jakarta: FKUI.
Watkins, Peter J. ABC of Diabetes. 2003. BMJ Publishing Group Ltd.