Anda di halaman 1dari 17

Definisi Skizofrenia

Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani, shizein yang berarti terpisah atau pecah, dan phren
yang artinya jiwa. Pada skizofrenia terjadi pecahnya atau ketidakserasian antara afeksi, kognitif, dan
perilaku. Secara umum, gejala skizofrenia dapat dibagi menjadi tiga golongan, yaitu gejala positif, gejala
negatif, dan gangguan dalam hubungan interpersonal.
Skizofrenia adalah diagnosis kejiwaan yang menggambarkan gangguan mental dengan karakter
abnormalitas dalam persepsi atau gangguan mengenai realitas. Abnormalitas persepsi dapat berupa gangguan
komunikasi sosial yang nyata. Sering terjadi pada dewasa muda, ditegakkan melalui pengalaman pasien dan
dilakukan observasi tingkah laku, serta tidak dibutuhkan adanya pemeriksaan laboratorium.
Berdasarkan PPDGJ III, skizofrenia adalah suatu deskripsi sindrom dengan variasi penyebab
(banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau deteriorating) yang luas,
serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya. Pada
umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta
oleh afek yang tidak wajar (inappropriate) atau tumpul (blunted), kesadaran yang jernih (clear consciousness)
dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat
berkembang kemudian.
Skizofrenia merupakan suatu gangguan psikotik yang kronik, sering mereda, namun hilang timbul
dengan manifestasi klinis yang amat luas variasinya. Menurut Eugen Bleuler, skizofrenia adalah suatu
gambaran jiwa yang terpecah belah, adanya keretakan atau disharmoni atara proses pikir, perasaan, dan
perbuatan.
Epidemiologi
John McGrath PhD dari Pusat Penelitian Kesehatan Mental Queensland, Wacol, Australia, dalam
simposium bertema Psychosis Round the World, yang membahas data terbaru epidemiologi skizofrenia,
memberikan presentasi sistematik untuk memandang kejadian skizofrenia. Ia mengatakan, kejadian
skizofrenia pada pria lebih besar daripada wanita. Kejadian tahunan berjumlah 15,2% per 100.000 penduduk,
kejadian pada imigran dibanding penduduk asli sekitar 4,7%, kejadian pada pria 1,4% lebih besar
dibandingkan wanita. Di indonesia, menurut dr.Irmasyah, hampir 70% mereka yang dirawat di bagian
psikiatri karena skizofrenia. Angka di masyarakat berkisar 1-2% dari seluruh penduduk pernah mengalami
skizofrenia dalam hidup mereka.2
Etiologi
Skizofrenia merupakan suatu bentuk psikosis yang sering dijumpai sejak dulu. Meskipun demikian
pengetahuan tentang faktor penyebab dan patogenesisnya masih minim diketahui. Adapun beberapa faktor
etiologi yang mendasari terjadinya skizofrenia, antara lain:
Genetik
Dapat dipastikan bahwa ada faktor genetik yang turut menentukan timbulnya skizofrenia. Hal ini telah
dibuktikan dengan penelitian tentang keluarga-keluarga penderita skizofrenia dan terutama anak-anak kembar
satu telur. Angka kesakitan bagi saudara tiri adalah 0,9-1,8%; bagi saudara kandung 7-15%; bagi anak dengan
1

salah satu orang tua yang menderita skizofrenia 7-16%; bila kedua orang tua menderita skizofrenia 40-68%;
bagi kembar dua telur (heterozigot) 2-15%; bagi kembar satu ttelur (monozigot) 61-86%.
Diperkirakan bahwa yang diturunkan adalah potensi untuk mendapatkan skizofrenia (bukan penyakit
itu sendiri) melalui gen yang resesif. Potensi ini mungkin kuat, mungkin juga lemah, tetapi selanjutnya
tergantung pada lingkungan individu itu apakah akan terjadi manifestasi skizofrenia atau tidak.
Endokrin
Dahulu dikira bahwa skizofrenia mungkin disebabkan oleh gangguan endokrin. Teori ini dikemukakan
karena skizofrenia sering timbul pada waktu pubertas, waktu kehamilan atau puerperium dan waktu
klimakterium. Tetapi hal ini tidak dapat dibuktikan.
Metabolisme
Ada orang yang menyangka bahwa skizofrenia disebabkan oleh gangguan metabolisme, karena
penderita dengan skizofrenia tampak pucat dan tidak sehat. Ujung extremitas agak sianotik, nafsu makan
berkurang dan berat menurun. Hipotesis ini tidak dibenarkan oleh banyak sarjana. Belakangan ini teori
metabolisme mendapat perhatian lagi karena penelitian dengan memakai obat halusinogenik, seperti meskalin
dan asam lisergik diethilamide (LSD-25). Obat-obat ini dapat menimbulkan gejala-gejala yang mirip dengan
gejala-gejala skizofrenia, tetapi reversibel. Mungkin skizofrenia disebabkan oleh suatu inborn error of
metabolism, tetapi hubungan terakhir belum ditemukan.
Teori-teori tersebut di atas ini dapat dimasukkan ke dalam kelompok teori somatogenik, yaitu teori
yang mencari penyebab skizofrenia dalam kelainan badaniah. Kelompok teori lain adalah teori psikogenik,
yaitu skizofrenia diaggap sebagai suatu gangguan fungsional dan penyebab utama adalah konflik, stress
psikologis dan hubungan antarmanusia yang mengecewakan.
Kemudian muncil teori lain yang menganggap skizofrenia sebagai suatu sindrom yang dapat
disebabkan oleh bermacam-macam penyebab, antara lain keturunan, pendidikan yang salah, maladaptasi,
tekanan jiwa, penyakit badani seperti lues otakm atherosclerosis otak dan penyakit lain yang belum diketahui.
Akhirnya timbul pendapat bahwa skizofrenia itu suatu gangguan psikosomatis, gejala-gejala pada
badan hanya sekunder karena gangguan dasar yang psikogenik, atau merupakan manifestasi somatic dari
gangguan psikogenik. Tetapi pada skizofrenia justru kesukarannya adalah untuk menentukan mana yang
primer dan mana yang sekunder, mana yang merupakan penyebab dan mana yang hanya akibat saja.
Neurokimia
Hipotesis dopamin menyatakan bahwa skizofrenia disebabkan oleh overaktivitas pada jaras dopamine
mesolimbik. Hal ini didukung oleh temuan bahwa amfetamin, yang kerjanya meningkatkan pelepasan
dopamine, dapat menginduksi psikosis yang mirip skizofrenia; dan obat antipsikotik (terutama antipsikotik
generasi pertama atau antipsikotik tipikal/klasik) bekerja dengan memblok reseptor dopamine, terutama
reseptor D2.2,3
Pemeriksaan Fisik
1. Status fisik

Sifat keluhan pasien penting untuk menentukan dibutuhkan atau tidaknya suatu pemeriksaan fisik lengkap.
Gejala fisik seperti nyeri kepala dan palpitasi memerlukan pemeriksaan medis yang menyeluruh untuk
menentukan bagian dari proses somatik. Bila ada, yang berperan menyebabkan penderitaan tersebut. Hal yang
sama dapat digunakan pada gejala mental misalnya depresi, ansietas, halusinasi, dan waham kejar, yang bisa
jadi merupakan ekspresi dan proses somatik. Terkadang keadaan menyebabkan kita perlu menunda
pemeriksaan medis lengkap. Misalnya, pasien dengan waham atau panik dapat menunjukkan perlawanan
sikap bertahan atau keduanya. Pada keadaan ini, riwayat medis harus diperoleh dari anggota keluarga bila
memungkinkan. Namun, kecauali ada alasan mendesak untuk melanjutkan pemeriksaan fisik, hal itu
sebaiknya ditunda sampai pasien menurut.
Pemeriksaan Neurologis
Selama proses anamnesis pada kasus tersebut, tingkat kesadaran dan atensi pasien terhadap detil
pemeriksaan, pemahaman, ekspresi wajah, cara bicara, postur, dan cara berjalan perlu diperhatikan.
Pemeriksaan neurologis dilakukan untuk dua tujuan. Tujuan pertama dicapai melalui pemeriksaan neurologis
rutin, yaitu terutama dirancang untuk mengungkap asimetri fungsi motorik, persepsi, dan refleks pada kedua
sisi tubuh yang disebabkan oleh penyakit hemisferik fokal. Tujuan kedua tercapai dengan mencari untuk
memperoleh tanda yang selama ini dikaitkan dengan disfungsi otak difus atau penyakit lobus frontal. Tanda
ini meliputi refleks mengisap, mencucur, palmomental, dan refleks genggam serta menetapnya respons
terhadap ketukan di dahi. Sayangnya, kecuali refleks genggam, tanda seperti itu tidak berkaitan erat dengan
patologi otak yang mendasari.2
2. Status mental
Deskripsi umum
o Penampilan
Postur, pembawaan, pakaian, dan kerapihan. Penampilan pasien skizofrenia dapat berkisar dari orang yang
sangat berantakan, menjerit-jerit, dan teragitasihingga orang yang terobsesi tampil rapi, sangat pendiam, dan
imobil.
o Perilaku dan aktivitas psikomotor yang nyata
Kategori ini merujuk pada aspek kuantitatif dan kualitatif dari perilaku motorik pasien. Termasuk diantaranya
adalah manerisme, tik, gerakan tubuh, kedutan, perilaku streotipik, ekopraksia, hiperaktivitas, agitasi, sikap
melawan, fleksibilitas, rigiditas, gaya berjalan, dan kegesitan.
o Sikap terhadap pemeriksa
Sikap pasien terhadap pemeriksa dapat dideskripsikan sebagai kooperatif, bersahabat, penuh perhatian,
tertarik, balk-blakan, seduktif, defensif, merendahkan, kebingungan, apatis, bermusuhan, suka melucu,
menyenangkan, suka mengelak, atau berhati-hati.
Mood dan afek
Mood didefinisikan sebagai emosi menetap dan telah meresap yang mewarnai persepsi orang tersebut
terhadap dunia.
Afek didefinisikan sebagai responsivitas emosi pasien saat ini, yang tersirat dari ekspresi wajah pasien,
termasuk jumlah dan kisaran perilaku ekspresif.
Kakteristik gaya bicara
Pasien dapat digambarkan sebagai banyak bicara, cerewet, fasihm pendiam, tidak spontan, atau terespons
normal terhadap petunjuk dari pewawancara. Gaya bicara dapat cepat atau lambat, tertekan, tertahan,
emosional, dramatis, monoton, keras, berbisik, cadel, terputus-putus, atau bergumam. Gangguan bicara,
contohnya gagap, dimasukkan dalam bagian ini.
3

Persepsi
Gangguan persepsi, seperti halusinasi dan ilusi mengenai dirinya atau lingkungannya, dapat dialami oleh
seseorang. Sistem sensorik yang terlibat (contohnya: auditorik, visual, olfaktorik, atau taktil) dan isi ilusi atau
halusinasi tersebut harus dijelaskan.
Halusinasi senestik
Halusinasi senestik merupakan sensasi tak berdasar akan adanya keadaan organ tubuh yang terganggu. Contoh
halusinasi senestik mencakup sensasi terbakar pada otak, sensasi terdorong pada pembuluh darah, serta
sensasi tertusuk pada sumsum tulang.
Ilusi
Sebagaimana dibedakan dari halusinasi, ilusi merupakan distorsi citra yang nyata, sementara halusinasi tidak
didasarkan pada citra atau sensasi yang nyata. Ilusi dapat terjadi pada pasien skizofrenik selama fase aktif,
namun dapat pula terjadi dalam fase prodromal dan selama periode remisi.
Isi pikir dan kecenderungan mental
o Proses pikir (bentuk pemikiran)
Pasien dapat memiliki ide yang sangat banyak atau justru miskin ide. Dapat terjadi proses pikir yang cepat,
yang bila berlangsung sangat ekstrim, disebut flight of ideas. Seorang pasien juga dapat menunjukkan cara
berpikir yang lambat atau tertahan. Gangguan kontinuitas pikir meliputi pernyataan yang bersifat tangensial,
sirkumstansial, meracau, suka mengelak, atau perseveratif.
Bloking adalah suatu interupsi pada jalan pemikiran sebelum suatu ide selesai diungkapkan. Sirkumstansial
mengisyaratkan hilangnya kemampuan berpikir yang mengarah ke tujuan dalam mengemukakan suatu ide,
pasien menyertakan banyak detail yang tidak relevan dan komentar tambahan namun pada akhirnya mampu
ke ide semula. Tangensialitas merupakan suatu gangguan berupa hilangnya benang merah pembicaraan pada
seorang pasien dan kemudian ia mengikuti pikiran tangensial yang dirangsang oleh berbagai stimulus
eksternal atau internal yang tidak relevan dan tidak pernah kembali ke ide semula. Gangguan proses pikir
dapat tercermin dari word salad (hubungan antarpemikiran yang tidak dapat dipahami atau inkoheren), clang
association (asosiasi berdasarkan rima), punning (asosiasi berdasarkan makna ganda), dan neologisme (katakata baru yang diciptakan oleh pasien melalui kombinasi atau pemadatan kata-kata lain).
o Isi pikir
Gangguan isi pikir meliputi waham, preokupasi, obsesi, kompulsi, fobia, rencana, niat, ide berulang mengenai
bunuh diri atau pembunuhan, gejala hipokondriakal, dan kecenderungan antisosial tertentu.
Sensorium dan kognisi
Pemeriksaan ini berusaha mengkaji fungsi organik otak dan inteligensi pasien, kemampuan berpikir abstrak,
serta derajat tilikan dan daya nilai.
o Kesadaran
Gangguan kesadaran biasanya mengindikasikan adanya kerusakan organik pada otak.
o Orientasi dan memori
Ganggaun orientasi biasanya dibagi berdasarkan waktu, tempat, dan orang.
o Konsentrasi dan perhatian
Konsentrasi pasien terganggu karena berbagai allasan. Gangguan kognitif, ansietas, depresi, dan stimulus
internal, seperti halusinasi auditorik, semuanya dapat berperan menyebabkan gangguan konsentrasi.
o Membaca dan menulis
o Kemampuan visuospasial
Pasien diminta untuk menyalin suatu gambar, misalnya bagian depan jam dinding atau segilima bertumpuk.
o Pikiran abstrak
Kemampuan untuk menangani konsep-konsep. Pasien mungkin memiliki gangguan dalam membuat konsep
atau menangani ide.
4

o Informasi dan inteligensi


Impulsivitas, Kekerasan, Bunuh diri, dan Pembunuhan
Pasien mungkin tidak dapat mengendalikan impuls akibat suatu gangguan kognitif atau psikotik atau
merupakan hasil suatu defek karakter yang kronik, seperti yang dijumpai pada gangguan kepribadian.
Perilaku kekerasan lazim dijumpai di antara pasien skizofrenik yang tidak diobati. Waham yang bersifat kejar,
episode kekerasan sebelumnya, dan defisit neurologis merupakan faktor resiko perilaku kekerasan atau
impulsif.
Kurang lebih 50 persen pasien skizofrenik mencoba bunuh diri, dan 10 sampai 15 persen pasien skizofrenia
meninggal akibat bunuh diri. Mungkin faktor yang paling tidak diperhitungkan yang terlibat dalam kasus
bunuh diri pasien ini adalah depresi yang salah diagnosis sebagai afek mendatar atau efek samping obat.
Faktor pemicu lain untuk bunuh diri mencakup perasaan kehampaan absolut, kebutuhan melarikan diri dari
penyiksaan mental, atau halusinasi auditorik yang memerintahkan pasien mebunuh diri sendiri.
Saat seorang pasien skizofrenik benar-benar melakukan pembunuhan, hal itu mungkin dilakukan dengan
alasan yang aneh atau tak disangka-sangka yang didasarkan pada halusinasi atau waham.
Daya nilai dan tilikan
Daya nilai : aspek kemampuan pasien untuk melakukan penilaian sosial. Dapatkah pasien meramalkan apa
yang akan dilakukannya dalam situasi imajiner. Contohnya: apa yang akan pasien lakukan ketika ia mencium
asap dalam suasana gedung bioskop yang penuh sesak?
Tilikan: tingkat kesadaran dan pemahaman pasien akan penyakitnya. Pasien dapat menunjukkan
penyangkalan total akan penyakitnya atau mungkin menunjukkan sedikit kesadaran kalau dirinya sakit namun
menyalahkan orang lain, faktor eksternal, atau bahkan faktor organik. Mereka mungking menyadari dirinya
sakit, namun menganggap hal tersebut sebagai sesuatu yang asing atau misterius dalam dirinya.
Realiabilitas
Kesan psikiater tentang sejauh mana pasien dapat dipercaya dan kemampuan untuk melaporkan keadaanya
secara akurat. Contohnya, bila pasien terbuka mengenai penyalahgunaan obat tertentu secara aktif mengenai
keadaan yang menurut pasien dapat berpengaruh buruk (mislnya, bermasalah dengan hukum), psikiater dapat
memperkirakan bahwa realiabilitas pasien adalah baik.2,3
3. Pemeriksaan tambahan
Tes psikologis: tes inteligensi, tes kepribadian, tes ketangkasan atau bakat, dan tes neuropsikologis.
Tes inteligensi
Dapat ditentukan HI (hasil bagi inteligensi) atau IQ (Intelligence Quotient) sebagai suatu cara numerik untuk
menyatakan taraf inteligensi. Rumusnya sebagai berikut:
Umur mental
HI= ------------------------- x 100
Umur kalender
Umur mental didapat dari tes inteligensi. Umur kalender diambil paling tinggi 15 (biarpun sebenarnya lebih),
karena tes inteligensi yang ada sekarang sukar untuk mengukur perbedaan inteligensi di atas umur 15 tahun.
Tes kepribadian
Tes kepribadian lebih sukar dibuat, dipakai dan dinilai sehingga reliabilitas dan validitas kurang dari tes
inteligensi. Hal ini disebabkan antara lain karena begitu banyaknya sifat kepribadian manusia dan sukarnya
mencari parameter atau indikatro yang tepat dan dapat diukur untuk suatu sifat kepribadian tertentu.
5

Kepribadian adalah keseluruhan perilaku manusia atau perannya dalam hubungan antar manusia, pribadinya
dapat dibedakan dari pribadi lain. Peran ini bukan saja perilaku yang nyata, tetapi juga sikap internal,
kecenderungan bertindak dan hambatan. Kepribadian dapat dievaluasi dengan cara observasi, wawancara,
atau melalui daftar pertanyaan, tes melengkapi kalimat atau tes proyeksi.
Tes neuropsikologis
Tes neuropsikologis merupakan tes yang mempelajari hubungan antara otak dan perilaku dengan
menggunakan prosedur tes yang terstandarisasi dan objektif. Tes ini menguji kemampuan kognitif. Tujuan tes
neuropsikologis adalah identifikasi, kuantifikasi, dan deskripsi perubahan kognitif dan perilaku yang
disebabkan oleh disfungsi otak. Dalam hal ini, ranah (domain) yang dievaluasi adalah kemampuan berbahasa,
memori, penalaran dan pertimbangan intelektual, fungsi visual-motor, fungsi sensori-perseptual, dan fungsi
motorik.2,3

Pemeriksaan Penunjang
Meskipun pemeriksaan laboratorium adalah pemeriksaan penunjang, tetapi peranannya penting dalam
menjelaskan dan menkuantifikasi disfungsi neurofisiologis, memilih pengobatan, dan memonitor respon
klinis. Hasil pemeriksaan laboratorik harus dapat diintegrasikan dengan data riwayat penyakit, wawancara dan
pemeriksaan psikiatrik untuk memperoleh gambaran komprehensif tentang diagnosis dan pengobatan yang
diperlukan oleh pasien.
Sampai saat ini belum ada konsensus mengenai tes apa saja yang digunakan sebagai penyaring, tetapi
beberapa tes berikut patut untuk dipertimbangkan:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Pemeriksaan darah lengkap


Elektrolit serum
Glukosa darah
Tes fungsi hepar
Tes fungsi ginjal
Kalsium serum
Uji fungsi tiroid
Pemeriksaan penyaring untuk sifilis (VDRL dan TPHA)
Tes urin untuk obat terlarang.2,3

Gambaran klinis
Skizofrenia merupakan penyakit kronik. Sebagian kecil dari kehidupan mereka berada dalam
kondisi akut dan sebagian besar penderita berada lebih lama (bertahun-tahun) dalam fase residual yaitu fase
yang memperlihatkan gambaran penyakit yang ringan. Selama periode residual, pasien lebih menarik diri
atau mengisolasi diri, dan aneh. Gejala-gejala penyakit biasanya terlihat lebih jelas oleh orang lain. Pasien
dapat kehilangan pekerjaan dan teman karena ia tidak berminat dan tidak mampu berbuat sesuatu atau karena
sikapnya yang aneh. Pemikiran dan pembicaraan mereka samar-samar sehingga kadang-kadang tidak dapat
dimengerti. Mereka mungkin mempunyai keyakinan yang salah yang tidak dapat dikoreksi. Penampilan dan
kebiasaan-kebiasaan mereka mengalami kemunduran serta afek mereka terlihat tumpul. Meskipun mereka
6

dapat mempertahankan inteligensia yang mendekati normal, sebagian besar performa uji kognitifnya buruk.
Pasien dapat menderita anhedonia yaitu ketidakmampuan merasakan rasa senang. Pasien juga mengalami
deteorisasi yaitu perburukan yang terjadi secara berangsur-angsur.
Gejala Positif dan Negatif
Gejala positif mencakup waham dan halusinasi. Gejala negatif meliputi afek mendatar atu
menumpul, miskin bicara (alogia) atau isi bicara, bloking, kurang merawat diri, kurang motivasi, anhedonia,
dan penarikan diri secara sosial.
Gangguan Pikiran
- Gangguan proses pikir
Pasien biasanya mengalami gangguan proses pikir. Pikiran mereka sering tidak dapat dimengerti oleh orang
lain dann terlihat tidak logis. Tanda-tandanya adalah:
1. Asosiasi longgar: ide pasien sering tidak menyambung. Ide tersebut seolah dapat melompat
dari satu topik ke topik lain yang tak berhubungan sehingga membingungkan pendengar.
Gangguan ini sering terjadi misalnya di pertengahan kalimat sehingga pembicaraan sering
tidak koheren.
2. Pemasukan berlebihan: arus pikiran pasien secara terus-menerus mengalami gangguan
karena pikirannya sering dimasuki informasi yang tidak relevan.
3. Neologisme: pasien menciptakan kata-kata baru (yang bagi mereka meungkin mengandung
arti simbolik)
4. Terhambat: pembicaraan tiba-tiba berhenti (sering pada pertengahan kalimat) dan disambung
kembali beberapa saat kemudian, biasanya dengan topik lain. Ini dapat menunjukkan bahwa
ada interupsi.
5. Klang asosiasi: pasien memilih kata-kata berikut mereka berdasarkan bunyi kata-kata yang
baru saja diucapkan dan bukan isi pikirannya.
6. Ekolalia: pasien mengulang kata-kata atau kalimat-kalimat yang baru saja diucapkan oleh
seseorang.
7. Konkritisasi: pasien dengan IQ rata-rata normal atau lebih tinggi, sangat buruk kemampuan
berpikir abstraknya.
8. Alogia: pasien berbicara sangat sedikit tetapi bukan disengaja (miskin pembicaraan) atau
dapat berbicara dalam jumlah normal tetapi sangat sedikit ide yang disamapaikan (miskin isi
pembicaraan).
- Gangguan isi pikir
1. Waham: suatu kepercayaan palsu yang menetap yang taksesuai dengan fakta dan
kepercayaan tersebut mungkin aneh atau bisa pula tidak aneh tetapi sangat tidak
mungkin dan tetap dipertahankam meskipun telah diperlihaykan bukti-bukti yang jelas
untuk mengkoreksinya. Waham sering ditemui pada gangguan jiwa berat dan beberapa
bentuk waham yang spesifik sering ditemukan pada skizofrenia. Semakin akut
skizofrenia semakin sering ditemui waham disorganisasi atau waham tidak sistematis:
a. Waham kejar
b. Waham kebesaran
c. Waham rujukan
d. Waham penyiaran pikiran
e. Waham penyisipan pikiran
7

2. Tilikan
Kebanyakan pasien skizofrenia mengalami pengurangan tilikan yaitu pasien tidak menyadari penyakitnya
serta kebutuhannya terhaap pengobatan, meskipun gangguan yang ada pada dirinya dapat dilihat oleh orang
lain.
Gangguan Persepsi
- Halusinasi
Halusinasi paling sering ditemui, biasanya berbentuk pendengaran tetapi bisa juga berbentuk penglihatan,
penciuman, dan perabaan. Halusinasi pendengaran dapat pula berupa komentar tentang pasien atau peristiwaperistiwa sekitar pasien. Komentar-komentar tersebut dapat berbentuk ancaman atau perintah-perintah
langsung ditujukan kepada pasien (halusinasi komando). Suara-suara sering diterima pasien sebagai sesuatu
yang berasal dari luar kepala pasien dan kadang-kadang pasien dapat mendengar pikiran-pikiran mereka
sendiri berbicara keras. Suara-suara cukup nyata menurut pasien kecuali pada fase awal skizofrenia.
- Ilusi dan depersonalisasi
Pasien juga dapat mengalami ilusi atau depersonalisasi. Ilusi yaitu adanya misinterpretasi panca indera
terhadap objek. Depersonalisasi yaitu adanya perasaan asing terhadap diri sendiri. Derealisasi yaitu adanya
perasaan asing terhadap lingkungan sekitarnya misalnya dunia terlihat tidak nyata.

Gangguan Perilaku
Salah satu gangguan aktivitas motorik pada skizofrenia adalah gejala katatonik yang dapat berupa
stupor atauh gaduh gelisah. Paien dengan stupor tidak bergerak, tidak berbicara, dan tidak berespons,
meskipun ia sepenuhnya sadar. Sedangkan pasien dengan katatonik gaduh gelisah menunjukkan aktivitas
motorik yang tidak terkendali. Kedua keadaan ini kadang-kadang terjadi bergantian. Pada stupor katatonik
juga bisa didapati fleksibilitas serea dan katalepsi. Gejala katalepsi adalah bila suatu posisi badan
dipertahankan untuk waktu yang lama. Sedangkan fleksibilitas serea adalah bila anggota badan dibengkokkan
terasa suatu tahanan seperti pada lilin atau malam dan posisi itu dipertahankan agak lama.
Gangguan perilaku lain adalah stereotipi dan manerisme. Berulang-ulang melakukan suatu
gerakan atau mengambil sikap badan tertentu disebut stereotipi. Misalnya, menarik-narik rambutnya, atau tiap
kali bila mau menyuap nasi mengetuk piring dulu beberapa kali. Keadaan ini dapat berlangsung beberapa hari
sampai beberapa tahun. Stereotipi pembicaraan dinamakan verbigrasi, kata atau kalimat diulang-ulangi, hal ini
sering juga terdapat pada gangguan otak orgnaik. Manerisme adalah stereotipi tertentu pada skizofrenia, yang
dapat dilihat dalam bentuk grimas pada mukanya atau keanehan berjalan dan gaya berjalan.
Gangguan Afek
Kedangkalan respons emosi, misalnya penderita menjadi acuh tak acuh terhadap hal-hal yang
penting untuk dirinya sendiri sepertti keadaan keluarganya dan masa depannya. Perasaan halus sudah hilang.
Parathimi, apa yang seharusnya menimbulkan rasa senang dan gembira, pada penderita timbul rasa sedih
atau marah. Paramimi, penderita merasa senang dan gembira, akan tetapi ia menangis. Parathimi dan
paramimi bersama-sama dinamakan incongruity of affect dalam bahasa inggris dan inadequat dalam bahasa
belanda.

Kadang-kadang emosi dan afek serta ekspresinya tidak mempunyai kesatuan, misalnya sesudah
membunuh anaknya penderita menangis berhari-hari, tetapi mulutnya seperti tertawa.semua ini merupakan
gangguan afek dan emosi yang khas untuk skizofrenia. Gangguan afek dan emosi lain adalah:
Emosi berlebihan, sehingga kelihatan seperti dibuat-buat, seperti pada penderita sedang bersandiwara.
Yang penting juga pada skizofrenia adalah hilangnya kemampuan untuk mengadakan hubungan emosi
yang baik (emotional rapport). Karena itu sering kita tidak dapat merasakan perasaan penderita. Karena
terpecah-belahnya kepribadian, maka dual hal yang berlawanan mungkin timbul bersama-sama, misalnya
mencintai dan membenci satu orang yang sama; menangis dan tertawa tentang satu hal yang sama. Ini
dinamakan ambivalensi afektif.1-3
Diagnosis
Adanya halusinasi atau waham tidak mutlak untuk diagnosis skizofrenia; gangguan pada pasien
didiagnosis sebagai skizofrenia apabila pasien menunjukkan dua gejala yang terdaftar sebagai gejala 3 sampai
5 pada kriteria A (1.waham 2. Halusinasi 3. Bicara kacau 4. Perilaku yang sangat kacau/katatonik 5. Gejala
negatif, yaitu: afek medatar, alogia, atau anhedonia). Hanya dibutuhkan satu gejala kriteria A bila wahamnya
bizare atau halusinasinya terdiri atas suara yang terus-menerus memberi komentar terhadap perilaku atau
pikiran pasien, atau dua atau lebih suara yang saling bercakap-cakap. Kriteria B membutuhkan adanya
hendaya fungsi, meski tidak memburuk, yang tampak selama fase aktif penyakit. Gejala harus berlangsung
selama paling tidak 6 bulan dan diagnosis gangguan skizoafektif atau gangguan mood harus disingkirkan.
Setidaknya salah satu hal ini harus ada:
1. Gema pikiran (thought echo)
2. Waham kendali, pengaruh, atau pasivitas
3. Suara-suara halusinasi yang terus-menerus mengomentari perilaku pasien atau saling mendiskusikan
pasien, atau suara halusinasi lain yang berasal dari bagian tubuh tertentu; dan
4. Waham persisten jenis lain yang secara budaya tidak sesuai dan sangat tidak masuk akal.
Diagnosis juga dapat ditegakkan bila setidaknya dua hal berikut ada:
1. Halusinasi persisten dalam modalitas apapun, bila terjadi setiap hari selama sekurangnya 1 bulan, atau bila
disertai waham
2. Neologisme, kata baru yang diciptakan oleh pasien, seringkali dengan menggabungkan suku kata atau dari
kata-kata lain.
3. Perilaku katatonik, seperti eksitasi, postur atau fleksibilitas serea, negativisme, mutisme, dan stupor
4. Gejala negatif, seperti apatis yang nyata, miskin isi pembicaraan, dan respons emosional tumpul serta ganjil
(harus ditegaskan bahwa hal ini bukan disebabkan depresi atau pengobatan antipsikotik).
Jenis Jenis Skizofrenia
a. Tipe paranoid
9

Skizofrenia tipe ini ditandai dengan preokupasi terhadap satu atau lebih waham atau halusinasi auditorik yang
sering serta tidak adanya perilaku spesifik yang sugestif untuk tipe hebrefrenik atau katatonik. Secara klasik,
skizofrenia tipe paranoid terutama ditandai dengan adanya waham kejar atau kebesaran. Pasien skizofrenia
paranoid biasanya mengalami episode pertama penyakit pada usia yang lebih tua dibanding pasien skizofrenia
hebefrenik dan katatonik. Pasien yang skizofrenianya terjadi pada akhir usia 20-an atau 30-an biasanya telah
memiliki kehidupan sosial yang mapan yang dapat membantu mengatasi penyakitnya, dan sumber ego pasien
paranoid cenderung lebih besar dibanding pasien skizofrenia hebefrenik atau katatonik. Pasien skizofrenia
paranoid menunjukkna regresi kemampuan mental, respons emosional, dan perilaku yang lebih ringan
dibandingkan pasien skizofrenia tipe lain. Pasien skizofrenia paranoid biasanya tegang, mudah curiga,
berjaga-jaga, berhati-hati, dan terkadang bersikap bermusuhan atau agresif, namun mereka kadang-kadang
dapat mengendalikan diri mereka secara adekuat pada situasi sosial. Inteligensi mereka dalam area yang tidak
dipengaruhi psikosisnya cenderung tetap utuh.
b. Tipe disorganized
Skizofrenia tipe disorganized (sebelumnya disebut hebefrenik) ditandai dengan regresi nyata ke perilaku
primitif, tak terinhibisi, dan kacau serta dengan tidak adanya gejala yang memenuhi kriteria tipe katatonik.
Onset subtipe ini biasanya dini, sebelum usia 25 tahun. Pasien hebefrenik biasanya aktif namun dalam sikap
yang nonkonstruktif dan tak bertujuan. Gangguan pikir menonjol dan kontal dengan realitas buruk.
Penampilan pribadi dan perilaku sosial berantakan, respons emosional mereka tidak sesuai dan tawa mereka
sering meledak tanpa alasan jelas. Seringai atau meringis yang tak pantas lazim dijumpai pada pasien inim
yang perilakunya paling baik dideskripsikan sebagai konyol atau tolol.
c. Tipe katatonik
Pasien mempunyai paling sedikit satu dari beberapa bentuk katatonia:
- Stupor katatonik atau mutisme yaitu pasien tidak berespons terhadap lingkungan atau orang.
Pasien menyadari hal-hal yang sedang berlangsung di sekitarnya.
- Negativsme katatonik yaitu pasien melawan semua perintah-perintah atau usaha-usaha untuk
menggerakkan fisiknya.
- Rigiditas katatonik yaitu pasien secara fisik sangat kaku atau rigid.
- Postur katatonik yaitu pasein mempertahankan posisi yang tak biasa atau aneh.
- Kegembiraan katatonik yaitu pasien sangat aktif dan gembira. Mungkin dapat mengancam
jiwanya (misalnya, karena kelelahan).
d. Tipe tak terinci
Pasien mempunyai halusinasi, waham, dan gejala-gejala psikosis aktif yang menonjol (misalnya:
kebingungan, inkoheren) atau memenuhi kriteria skizofrenia tetapi tidak dapat digolongkan pada tipe
paranoid, katatonik, hebefrenik, residual, dan depresi pasca skizofrenia.
e. Tipe residual
Pasien dalam keadaan remmsi dari keadaan akut tetapi masih memperlihatkan gejala-gejala residual
(penarikan diri secara sosial, afek datar atau tak serasi, perilaku eksentrik, asosiasi melonggar, atau pikiran tak
logis).
f. Skizofrenia simpleks
Skizofrenia simpleks adalah sulatu diagnosis yang sulit dibuat secara meyakinka karena bergantung pada
pemastian perkembangan yang berlangsung perlahan, progresif dari gejala negatif yang khas dari
skizofrenia residual tanpa adanya riwayat halusinasi, waham atau manifestasi lain tentang adanya suatu
episode psikotik sebelumnya, dan disertai degan perubahan-perubahan yang bermakna pada perilaku
perorangan, yang bermanifestasi sebagai kehilangan minat yang mencolok, kemalasan, dan penarikan diri
secara sosial.1,3
10

Patofisiologi
Neurobiologi
Terdapat peningkatan jumlah penelitian yang mengindikasikan adanya peran patofisiologis area
otak tertentu, termasuk sistem limbik, korteks frontal, serebelum, dan ganglia basalis. Keempat area ini saling
terhubung sehingga disfungsi satu area dapat melibatkan proses patologi primer di tempat lain. Pencitraan
otak manusia hidup dan pemeriksaan neuropatologi jaringan otak postmortem menyatakan sistem limbik
sebagai lokasi potensial proses patologi primer pada setidaknya beberapa, bahkan mungkin sebagian besar,
pasien skizofrenia.
Dua are yang menjadi subjek penelitian aktif adalh waktu ketika suatu lesi neuropatologi terlihat di
otak serta interaksi lesi tersebut dengan stresor sosial dan lingkungan. Dasar penampakan abnormalitas otak
mungkin terletak pada pembentukan abnormal atau pada degenerasi neuron setelah pembentukan. Namun,
fakta bahwa kembar monozigotik memiliki angka kejadian bersama sebesar 50% menyiratkan adanya
interaksi yang masih sangat sedikit diketahui antara lingkungan dan timbulnya skizofrenia. Di lainppihak,
faktor yang mengatur ekspresi gen baru mulai dipahami. Meski kembar monozigotik mempunyai informasi
genetik yang sama, regulasi gen yang berbeda sepanjang hidup mungkin menyebabkan salah satu kembar
monozigotik mengalami skizofrenia, sementara kembarannya tidak.
Neuroanatomik, Neurofungsional, dan Neurokognitif
CT-scan dan MRI secara konsisten menunjukkan peningkatan volume ventrikel lateral dan ketiga pada
pasien skizofrenia. Studi ini umumnya juga menunjukkan pengurangan volume otak secara keseluruhan
pasien skizofrenia dan pengurangan tertentu dalam ukuran dari struktur lobus temporal medial, seperti
amigdala dan hipokampus. Selain itu, penelitian telah melaporkan penurunan ukuran dari thalamus dan
kelainan pada garis tengah daerah perkembangan. Tak satu pun dari perubahan ini spesifik untuk skizofrenia,
meskipun beberapa telah terbukti ada pada pasien dengan episode penyakit pertama dan tidak menggunakan
obat sebelumnya.
Teknik fungsional neuroimaging, seperti tomografi emisi positron (PET), menunjukkan secara in vivo
pengukuran metabolisme glukosa regional atau aliran darah otak, dimana keduanya mencerminkan aktivitas neuron
regional. Sebagian besar penelitian telah mendeteksi perubahan aktivitas di korteks prefrontal, struktur ganglia basalis,
daerah temporo-limbik, dan thalamus, menunjukkan fungsi sirkuit cortico-striato-thalamo-kortikal yang terganggu.
Penurunan aktivitas dalam korteks prefrontal pada pasien skizofrenia sering diamati selama tugas aktivasi kognitif dan
memori kerja. Selama halusinasi pendengaran aktif, aktivasi abnormal thalamus, striatum, limbik, dan daerah
paralimbik telah terdeteksi. Pasien skizofrenia yang menampilkan kelainan pada bagian prefrontal, thalamic, dan
cerebellar, menunjukkan gangguan dalam sirkuit pontine-cerebellar-thalamic-frontal.
Neurokimia

Penemuan menunjukkan bahwa disregulasi dopamin yang kompleks terjadi dengan aktivitas
hiperdopaminergik dalam proyeksi mesencephalic ke striatum limbik dan aktivitas hipodopaminergik di
neokorteks. Bukti dari kegiatan hiperdopaminergik termasuk hubungan antara efektivitas dopamin reseptor
yang mengikat obat dan pengurangan gejala positif serta peningkatan reseptor D2 dalam studi postmortem
dan PET.

11

Penelitian terbaru menunjukkan bahwa berbagai gejala positif berhubungan dengan kelainan dalam
penyimpanan dopamin presynaptic, pelepasan, transportasi, dan reuptake dalam sistem mesolimbik. Hipoaktivitas dari sistem dopamin ditunjukkan dari penemuan penurunan onset dopamin pada pasien dengan gejala
negatif, dan dalam beberapa penelitian agonis dopamin telah terbukti memperbaiki gejala negatif. Pencitraan
fungsional juga menunjukkan bahwa hipo-frontalitas akan lebih parah pada pasien dengan gejala negatif.
Serotonergik, glutamatergic, dan sistem neurotransmitter lainnya (misalnya, gamma-aminobutyric acid
[GABA]) telah diselidiki pada skizofrenia, terutama mengacu pada interaksi dengan sistem dopaminergik..
Dalam studi tentang sistem GABAergic, penurunan dekarboksilase asam glutamat, enzim GABA-sintesis,
telah diamati dalam korteks prefrontal pada pasien skizofrenia, dan perubahan dalam subtipe neuron
GABAergic telah dilaporkan.
Sistem opioid juga telah dianggap sebagai kandidat yang berpotensial yang terlibat dalam skizofrenia,
didasarkan terutama pada kesamaan antara efek farmakologis dari terjadinya tanda opioid dan kejiwaan.
Hipotesis telah diusulkan pada peningkatan maupun penurunan level dari berbagai peptide opioid sebagai
faktor yang mendasari sebagai penyebab gejala skizofrenia. Namun, penelitian klinis berdasarkan hipotesis
sering menghasilkan hasil variable atau bermacam-macam.5

Differential Diagnose
Gangguan Psikotik Lain
Gejala psikotik pada skizofrenia dapat identik dengan gangguan skizofreniform, gangguan psikotik
singkat, gangguan skizoafektif, dan gangguan waham. Gangguan skizofreniform berbeda dari skizofrenia
berupa gejala yang berdurasi setidaknya 1 bulan tapi kurang dari 6 bulan. Gangguan psikotik singkat
merupakan diagnosis yang sesuai bila gejala berlangsung setidaknya 1 hari tapi kurang dari 1 bulan dan bila
pasien tidak kembali ke keadaan fungsi pramorbidnya dalam waktu tersebut. Jika suatu sindrom manik atau
depresif terjadi bersamaan dengan gejala utama skizofrenia, gangguan skizoafektif adalah diagnosis yang
tepat. Waham nonbizar yang timbul selama sekurangnya 1 bulan tanpa gejala skizofrenia lain atau gangguan
mood patut didiagnosis sebagai gangguan waham.
Gangguan Kepribadian
Berbagai gangguan kepribadian mungkin memiliki sebagian gambaran yang sama dengan
skizofrenia. Gangguan kepribadian skizotipal, skizoid, dan ambang adalah gangguan kepribadian dengan
gejala yang paling mirip. Gangguan kepribadian obsesif-kompulsif yang parah dapat menyamarkan suatu
proses skizofrenik yang mendasari. Tak seperti skizofrenia, gangguan kepribadian memiliki gejala ringan dan
riwayat terjadi seumur hidup pasien. Gangguan ini juga tidak memiliki tanggal awitan yang dapat
diidentifikasi.
Gangguan Waham
Konsep utama mengenai penyebab gangguan waham adalah perbedaanya dengan skizofrenia dan
gangguan mood. Gangguan waham lebih jarang daripada skizofrenia maupun gangguan mood, onsetnya lebih
lambat daripada skizofrenia dan dominasi perempuan kurang nyata daripada gangguan mood. 3
12

Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR Gangguan Waham.3


A. Waham tidak bizar ( melibatkan situasi yang terjadi dalam kehidupan nyata, seperti merasa
diikuti, diracuni, terinfeksi, dicintai dari jauh, atau dikhianati pasangan atau kekasih, atau
menderita suatu penyakit) sekurang-kurangnya 1 bulan.
B. Kriteria A skizofrenia tidak terpenuhi. Catatan: halusinasi taktil dan olfaktori dapat terjadi
gangguan waham jika sesuai dengan tema waham.
C. Berbeda dengan dampak waham atau hasil akhirnya, fungsi tidak terganggu secara nyata dan
perilaku tidak secara jelas, aneh, atau bizar.
D. Jika episode mood telah terjadi bersamaan dengan waham, durasi totalnya singkat
dibandingkan durasi periode waham.
E. Gangguan tidak disebabkan efek fisiologis suatu zat secara langsung (c/o: penyalahgunaan,
suatu obat) atau kondisi medis umum.
Jenis-jenis waham.3
Waham erotomania
Waham kebesaran
Waham cemburu
Waham kejar
Waham somatik
Waham campuran

Pada tipe waham ini, orang lain, biasanya dengan status lebih tinggi, jatuh cinta
kepada dirinya.
Pada tipe waham ini, terdapat kekuatan, pengetahuan, penghargaan, identitas yang
berlebihan atau hubungan khusus terhadap orang yang terkenal atau dewa.
Pada tipe waham ini, pasangan seksual seseorang dianggap tidak setia.
Pada tipe waham ini, orang (atau seseorang yang dekat) dianggap diperlakukan
dengan kasar.
Pada tipe waham ini, orang mempunyai beberapa cacat fisik atau kondisi medis
umum.
Pada tipe waham ini ciri khas lebih dari satu tipe di atas tetapi tidak ada tema yang
menonjol.

Penatalaksanaan
Pengobatan harus secepat mungkin, karena keadaan psikotik yang lama menimbulkan kemungkinan
lebih besar penderita menuju ke kemunduran mental.
Farmakoterapi
Indikasi pemberian obat antipsikotik pada skizofrenia adalah untuk mengendalikan gejala aktif dan
mencegah kekambuhan. Obat antipsikotik mencakup dua kelas utama: antagonis reseptor dopamin, dan
antagonis serotonin-dopamin.
Antagonis Reseptor Dopamin
Antagonis reseptor dopamin efektif dalam penanganan skizofrenia, terutama terhadap gejala positif.
Obat-obatan ini memiliki dua kekurangan utama. Pertama, hanya presentase kecil pasien yang cukup terbantu
13

untuk dapat memulihkan fungsi mental normal secara bermakna. Kedua, antagonis reseptor dopamin
dikaitkan dengan efek samping yang mengganggu dan serius. Efek yang paling sering mengganggu aalah
akatisia adan gejala lir-parkinsonian berupa rigiditas dan tremor. Efek potensial serius mencakup diskinesia
tarda dan sindrom neuroleptik maligna.
Antagonis Serotonin-Dopamin
SDA menimbulkan gejala ekstrapiramidal ayng minimal atau tidak ada, berinteraksi dengan subtipe
reseptor dopamin yang berbeda di banding antipsikotik standar, dan mempengaruhi baik reseptor serotonin
maupun glutamat. Obat ini juga menghasilkan efek samping neurologis dan endokrinologis yang lebih sedikit
serta lebih efektif dalam menangani gejala negatif skizofrenia. Obat yang juga disebut sebagai obat
antipsikotik atipikal ini tampaknya efektif untuk pasien skizofrenia dalam kisaran yang lebih luas dibanding
agen antipsikotik antagonis reseptor dopamin yang tipikal. Golongan ini setidaknya sama efektifnya dengan
haloperidol untuk gejala positif skizofrenia, secara unik efektif untuk gejala negatif, dan lebih sedikit, bila
ada, menyebabkan gejala ekstrapiramidal. Beberapa SDA yang telah disetujui di antaranya adalah klozapin,
risperidon, olanzapin, sertindol, kuetiapin, dan ziprasidon. Obat-obat ini tampaknya akan menggantikan
antagonis reseptor dopamin, sebagai obat lini pertama untuk penanganan skizofrenia.
Pada kasus sukar disembuhkan, klozapin digunakan sebagai agen antipsikotik, pada subtipe manik,
kombinasi untuk menstabilkan mood ditambah penggunaan antipsikotik. Pada banyak pengobatan, kombinasi
ini digunakan mengobati keadaan skizofrenia.2,3,6
Kategori obat: Antipsikotik memperbaiki psikosis dan kelakuan agresif.4
Nama Obat
Haloperidol (Haldol)Untuk manajemen psikosis. Juga untuk saraf motor dan suara pada anak dan orang
dewasa. Mekanisme tidak secara jelas ditentukan, tetapi diseleksi oleh competively
blocking postsynaptic dopamine (D2) reseptor dalam sistem mesolimbic dopaminergic;
meningkatnya dopamine turnover untuk efek tranquilizing. Dengan terapi subkronik,
depolarization dan D2 postsynaptic dapat memblokir aksi antipsikotik.
Risperidone (Risperdal)
Monoaminergic selective mengikat lawan reseptor D2 dopamine selama 20 menit, lebih
rendah afinitasnya dibandingkan reseptor 5-HT2. Juga mengikat reseptor alpha1adrenergic dengan afinitas lebih rendah dari H1-histaminergic dan reseptor alpha2adrenergic. Memperbaiki gejala negatif pada psikosis dan menurunkan kejadian pada
efek ekstrpiramidal.
Olanzapine (Zyprexa)
Antipsikotik atipikal dengan profil farmakologis yang melintasi sistem reseptor (seperti
serotonin, dopamine, kolinergik, muskarinik, alpha adrenergik, histamine). Efek
antipsikotik dari perlawanan dopamine dan reseptor serotonin tipe-2. Diindikasikan
untuk pengobatan psikosis dan gangguan bipolar.
Clozapine (Clozaril)Reseptor D2 dan reseptor D1 memblokir aktifitas, tetapi nonadrenolitik, antikolinergik,
antihistamin, dan reaksi arousal menghambat efek signifikan. Tepatnya antiserotonin.
Resiko terbatasnya penggunaan agranulositosis pada pasien nonresponsive atau agen
neuroleptik klasik tidak bertoleransi.
Quetiapine (Seroquel)
Antipsikotik terbaru untuk penyembuhan jangka panjang. Mampu melawan efek
dopamine dan serotonin. Perbaikan lebih awal antipsikotik termasuk efek antikolinergik
dan kurangnya distonia, parkinsonism, dan tardive diskinesia.
14

Aripiprazole (Abilify)
Memperbaiki gejala positif dan negatif skizofrenia. Mekanisme kerjanya belum
diketahui, tetapi hipotesisnya berbeda dari antipsikotik lainnya. Aripiprazole
menimbulkan partial dopamine (D2) dan serotonin (5HT1A) agonis, dan antagonis
serotonin (5HT2A).
Nama Obat
Haloperidol (Haldol)
Risperidone (Risperdal)
Olanzapine (Zyprexa)
Clozapine (Clozaril)
Quetiapine (Seroquel)
Aripiprazole (Abilify)

Sediaan
Tab. 2 5 mg
Tab. 1 2 3 mg
Tab. 5 10 mg
Tab. 25 100 mg
Tab. 25 100 mg
200 mg
Tab. 10 15 mg

Dosis Anjuran
5 15 mg/hari
2 6 mg/hari
10 20 mg/hari
25 100 mg/hari
50 400 mg/hari
10 15 mg/hari

Profil Efek Samping


Efek samping obat anti-psikosis dapat berupa:

Sedasi dan inhibisi psikomotor (rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerja


psikomotor menurun, kemampuan kognitif menurun).
Gangguan otonomik (hipotensi, antikolinergik/parasimpatolitik: mulut kering, kesulitan
miksi&defekasi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intraokuler meninggi, gangguan
irama jantung).
Gangguan ekstrapiramidal (distonia akut,akathisia, sindrom parkinson: tremor,
bradikinesia, rigiditas).
Gangguan endokrin (amenorrhoe, gynaecomastia), metabolik (jaundice), hematologik
(agranulocytosis), biasanya pada pemakaian panjang.

Efek samping ini ada yang dapat di tolerir pasien, ada yang lambat, ada yang sampai membutuhkan obat
simptomatik untuk meringankan penderitaan pasien.
Efek samping dapat juga irreversible : Tardive dyskinesia (gerakan berulang involunter pada: lidah, wajah,
mulut/rahang, dan anggota gerak, dimana pada waktu tidur gejala tersebut menghilang). Biasanya terjadi pada
pemakaian jangka panjang (terapi pemeliharaan) dan pada pasien usia lanjut. Efek samping ini tidak berkaitan
dengan dosis obat anti-psikosis.
Pada penggunaan obat anti-psikosis jangka panjang, secara periodik harus dilakukan pemeriksaan
laboratorium: darah rutin, urin lengkap, fungsi hati, fungsi ginjal, untuk deteksi dini perubahan akibat efek
samping obat.
Obat anti-psikosis hampir tidak pernah menimbulkan kematian sebagai akibat overdosis atau untuk bunuh
diri. Namun demikian untuk menghindari akibat yang kurang menguntungkan sebaiknya dilakukan lacage
lambung bila obat belum lama dimakan.
Interaksi Obat
15

Antipsikosis + antidepresan trisiklik = efek samping antikolinergik meningkat (hati-hati


pada pasien dengan hipertrofi prostat, glaukoma, ileus, penyakit jantung).
Antipsikosis + antianxietas = efek sedasi meningkat, bermanfaat untuk kasus dengan gejala
dan gaduh gelisah yang sangat hebat.
Antipsikosis + antikonvulsan = ambang konvulsi menurun, kemungkinan serangan kejang
meningkat, oleh karena itu dosis antikonvulsan harus lebih besar. Yang paling minimal
menurunkan ambang kejang adalah antipsikosis Haloperidol.
Antipsikosis + antasida = efektivitas obat antipsikosis menurn disebabkan gangguan
absorpsi.

Terapi Psikososial
- Pelatihan keterampilan sosial
Peatihan keterampilan sosial kadang-kadang disebut sebagai terapi keterampilan perilaku. Terapi ini
secara langsung dapat mendukung dan berguna untuk pasien bersama dengan terapi farmakologis. Selain
gejala yang biasa tampak pada pasien skizofrenia, beberapa gejala yang paling jelas terlihat melibatkan
hubungan orang tersebut dengan orang lain, termasuk kontak mata yang buruk, keterlambatan respons yang
tidak lazim, ekspresi wajah yang aneh, kurangnya spontanitas dalam situasi sosial, serta persepsi yang tidak
akurat atau kurangnya persepsi emosi pada orang lain. Pelatihan keterampilan perilaku diarahkan ke perilaku
ini melalui penggunaan video tape berisi orang lain dan si pasien, bermain drama dalam terapi, dan tugas
pekerjaan rumah untuk keterampilan khusus yang dipraktekkan.
- Terapi kelompok
Terapi kelompok untuk oragn dengan skizofrenia umumnya berfokus pada rencana, masalah, dan
hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok dapat berorientasi perilaku, psikodinamis atau berorientasi
tilikan, atau suportif.
- Terapi perilaku kognitif
Terapi perilaku kognitif telah digunakan pada pasien skizofrenia untuk memperbaiki distorsi kognitif,
mengurangi distraktibilitas, serta mengoreksi kesalahan daya nilai. Terdapat laporan adanya waham dan
halusinasi yang membaik pada sejumlah pasien yang menggunakan metode ini. Pasien yang mungkin
memperoleh manfaat dari terapi ini umumnya aalah yang memiliki tilikan terhadap penyakitnya.
- Psikoterapi individual
Pada psikoterapi pada pasien skizofrenia, amat penting untuk membangun hubungan terapeutik
sehingga pasien merasa aman. Reliabilitas terapis, jarak emosional antaraterapis dengan pasien, serta
ketulusan terapis sebagaimana yang diartikan oleh pasien, semuanya mempengaruhi pengalaman terapeutik.
Psikoterapi untuk pasien skizofrenia sebaiknya dipertimbangkan untuk dilakukan dalamm jangka waktu
dekade, dan bukannya beberapa sesi, bulan, atau bahakan tahun. Beberapa klinisi dan peneliti menekankan
bahwa kemampuan pasien skizofrenia utnuk membentuk aliansi terapeutik dengan terapis dapat meramalkan
hasil akhir. Pasien skizofrenia yang mampu membentuk aliansi terapeutik yang baik cenderung bertahan
dalam psikoterapi, terapi patuh pada pengobatan, serta memiliki hasil akhir yang baik pada evaluasi tindak
lanjut 2 tahun. Tipe psikoterapi fleksibel yang disebut terapi personal merupakan bentuk penanganan
individual untuk pasien skizofrenia yang baru-baru ini terbentuk. Tujuannya adalah meningkatkan
penyesuaian personal dan sosial serta mencegah terjadinya relaps. Terapi ini merupakan metode pilihan
16

menggunakan keterampilan sosial dan latihan relaksasi, psikoedukasi, refleksi diri, kesadaran diri, serta
eksplorasi kerentanan individu terhadap stress. 2,3
Komplikasi
Beberapa individu yang mengalami skizofrenia dapat terkena stroke dan mengalami kerusakan
otak, yang tidak disadarinya. Kurangnya kesadaran tentang skizofrenia dan penyakit manik-depresi
merupakan keadaan biasa dialami penderita yang tidak memperhatikan pengobatannya. Terdapat pula
komplikasi sosial, dimana penderita dikucilkan oleh masyarakat. Setelah itu dapat juga menjadi korban
kekerasan dan melukai diri sendiri. Pada komplikasi depresi, penderita dapat melakukan tindakan bunuh diri.
Disamping bunuh diri karena depresi dan halusinasi, penderita skizofrenia yang tadinya tidak merokok,
banyak menjadi perokok berat ini diperkirakan karena faktor obat, yang memblok satu reseptor dalam otak
(nikotin). Reseptor nikotin yang menimbulkan rasa senang, pikiran jernih, mudah menangkap sesuatu.
Akibatnya penderita skizofrenia mencari kompensasi dengan mengambil nikotin dari luar, dari rokok. Dan
resiko dari perokok memperpendek usia, karena adanya penyakit saluran pernapasan, kanker, jantung, dan
penyakit fisik lainnya.
Kemudian, dengan penggunaan antipsikotik, ada tekanan terhadap hormon estrogen, testosteron,
dan hormon-hormon tersebut memproteksi tulang sehingga dapat terjadi osteoporosis.4

Prognosis
Sejumlah studi menunjukkan bahwa selama periode 5 sampai 10 tahun setelah rawat inap psikiatrik
yang pertama untuk skizofrenia, hanya sekitar 10-20% persen yang dapat dideskripsikan memiliki hasil akhir
yang baik. Lebih dari 50% pasien dapat digambarkan memiliki hasil akhir yang buruk, dengan rawat inap
berulang, eksaserbasi gejala, episode gangguan mood mayor, dan percobaan bunuh diri. Namun, skizofrenia
tidak selalu memiliki perjalanan penyakit yang memburuk dan sejumlah faktor dikaitkan dengan prognosis
yang baik. Angka pemulihan yang dilaporkan berkisar dari 10-60%, dan taksiran yang masuk akal adalah
bahwa 20-30% pasien terus mengalami gejala sedang, dan 40-60% pasien tetap mengalami hendaya secara
signifikan akibat gangguan tersebut selama hidup mereka.3
Pencegahan
Mengingat belum bisa diketahui penyebab pastinya, jadi skizofrenia tidak bisa dicegah. Lantaran
pencegahannya sulit, maka deteksi dan pengendalian dini penting, terutama bila sudah ditemukan adanya
gejala. Dengan pengobatan dini, bila telah didiagnosis dapat membuat penderita normal kembali, serta
mencegah terjadinya gejala skizofrenia berkelanjutan.4

17

Anda mungkin juga menyukai