Anda di halaman 1dari 31

1.

NERVUS RADIALIS:

1
2. NERVUS ULNARIS:

2
3. NERVUS MEDIANUS:

4. FRAKTUR TIBIA PLATEAU


Fraktur tibia plateau disebabkan oleh kekuatan varus atau valgus bersama sama dengan
pembebanan aksial (kekuatan valgus saja mungkin hanya merobekan ligament). Keadaan ini kadang
kadang akibat pejalan kaki tertabrak mobil (fraktur bemper). Biasanya ini akibat jatuh dari
ketinggian dimana lutut dipaksa masuk dalam valgus atau varus.kondilus tibia remuk atau terbelah

3
oleh kondilus femur yang berlawanan,yang tetap utuh. Pasien biasanya berumur antara 50 dan 60
tahun dan sedikit mengalami osteoporosis,tetapi fraktur dapat terjadi pada orang dewasa pada setiap
umur.
A. KLASIFIKASI1,2,3
Fraktur tibia plateau melibatkan aspek proksimal atau metaphysis dari tibia dan sering
permukaan artikular juga. Mereka dibagi menjadienam jenis dengan klasifikasi schatkzer
1. Tipe I adalah fraktur baji atau split dari aspek lateral dataran proximal tibia, biasanya
sebagai akibat dari kekuatan valgus dan aksial. Pada pola ini, fragmen baji tidak
terkompresi (depresi) karena tulang cancellous yang mendasari kuat. Pola ini biasanya
terlihat pada pasien dengan usia muda.

2. Tipe II adalah fraktur yang terjadi terkait kompresi yang membagi fraktur dengan irisan
lateral dan melibatkan cedera artikular. Mekanisme cedera hampir sama dengan fraktur
tipe I, tapi biasanya tulang yang mendasari mungkin tulang yang telah osteoporosis
yang tidak mampu melawan tekanan yang lebih besar.

4
3. Tipe III adalah fraktur kompresi murni dataran tinggi lateral.Sebagai karena gaya aksial,
depresi biasanya terletak lateral atau terpusat, tetapi mungkin juga dapat melibatkan
bagian manapun dari permukaan artikular.

4. Tipe IV adalah fraktur yang melibatkan medial dataran tinggi. Sebagai dari gaya
kompresi baik varus atau aksial, pola dapat berupa pecahan atau split dengan kompresi.
Karena fraktur ini melibatkan medial dataran tinggi yang lebih besar.

5
5. Fraktur tipe V:meliputi unsur-unsur perpecahan kedua kondilus medial dan lateral dan
mungkin termasuk kompresi artikular medial atau lateral, biasanya disebabkan karena
hasil dari gaya aksial murni terjadi sementara ketika lutut dalam keadaan ekstensi.

6. TipeVI adalah fraktur, kompleks bicondylar di mana komponen condylar terpisah dari
diaphysis. Depresi dan fragmen fraktur impaksi. Biasanya disebabkan karena tekanan
trauma yang tinggi.

6
5. CARPAL TUNNEL SYNDROME
Carpal tunnel syndrome adalah keadaan nervus medianus tertekan didaerah pergelangan tan
gan sehingga menimbulkan rasa nyeri, parestesia, dan kelelahan otot tangan.
Tempat penekanan nervus medianus lainnya adalah didaerah siku. Ini menyebabkan sindrom
pronator, yaitu pada gerak pronasi lenganbawah secara maksimal akan menimbulkan rasa nyeri.
CTS lebih sering pada wanita, puncaknya pada usia 42 tahun (40-60 tahun).

6. CTEV
CTEV (Congeintal Talipes Equino Varus) sering disebut juga clubfoot adalah deformitas
yang meliputi fleksi dari pergelangan kaki, inversi dari tungkai, adduksi dari kaki depan, dan rotasi
media dari tibia (Priciples of Surgery, Schwartz). Talipes berasal dari kata talus (ankle) dan pes
(foot), menunjukkan suatu kelainan pada kaki (foot) yang menyebabkan penderitanya berjalan pada

7
ankle-nya. Sedang Equinovarus berasal dari kata equino (meng.kuda) dan varus (bengkok ke arah
dalam/medial).

Terapi Medis
Tujuan Terapi Medis adalah untuk mengoreksi dan mempertahankan koreksi deformitas yang telah
dilakukan sampai terhentinya pertumbuhan tulang. Secara ATB, CTEV dikategorikan menjadi dua
macam, yaitu:
CTEV yang dapat dikoreksi dengan manipulasi, pengecoran, dan pemasangan gips.
CTEV resisten yang memberikan tanggapan minimal terhadap penatalaksanaan pemasangan gips,
dan dapat relaps dengan cepat walaupun awalnya berhasil dengan terapi manipulatif. Pada kategori
ini dibutuhkan intervensi operatif.
Sistem Scoring Pirani dapat digunakan untuk mengidentifikasi tingkat keparahan dan memantau
perkembangan dalam kasus CTEV selama koreksi dilakukan.

Terapi Non-operatif
Berupa pemasangan splint yang dimulai pada bayi berusia 2-3 hari. Urutan koreksi yang akan
dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Adduksi kaki depan (forefoot)
2. Supinasi kaki depan
3. Ekuinus
Usaha-usaha untuk memperbaiki posisi ekuinus di awal masa koreksi dapat mematahkan kaki
pasien, dan mengakibatkan terjadinya rockerbottom foot. Tidak boleh dilakukan pemaksaan saat
melakukan koreksi. Tempatkan kaki pada posisi terbaik yang bisa didapatkan, kemudian
pertahankan posisi ini dengan menggunakan strapping yang diganti tiap beberapa hari, atau
menggunakan gips yang diganti beberapa minggu sekali. Cara ini dilanjutkan hingga dapat
diperoleh koreksi penuh atau sampai tidak dapat lagi dilakukan koreksi selanjutnya. Posisi kaki
yang sudah terkoreksi ini kemudian dipertahankan selama beberapa bulan. Tindakan operatif harus
dilakukan sesegera mungkin saat tampak kegagalan terapi konservatif, yang antara lain ditandai
dengan deformitas menetap, deformitas berupa rockerbottom foot, atau kembalinya deformitas
segera setelah koreksi dihentikan. Setelah pengawasan selama 6 minggu biasanya dapat diketahui
apakah jenis deformitas CTEV mudah dikoreksi atau resisten. Hal ini dikonfi rmasi menggunakan
X-ray dan dilakukan perbandingan penghitungan orientasi tulang. Tingkat kesuksesan metode ini
11-58%.

Metode Ponseti(1)
8
Metode ini dikembangkan dari penelitian kadaver dan observasi klinik oleh dr. Ignacio Ponseti dari
Universitas Iowa. Langkah-langkah yang diambil:
a. Deformitas utama pada kasus CTEV adalah adanya rotasi tulang kalkaneus ke arah intenal
(adduksi) dan fleksi plantar pedis. Kaki dalam posisi adduksi dan plantar pedis mengalami fleksi
pada sendi subtalar. Tujuan pertama adalah membuat kaki dalam posisi abduksi dan dorsofleksi.
Untuk mendapatkan koreksi kaki yang optimal, tulang kalkaneus harus bisa dengan bebas
dirotasikan ke bawah talus. Koreksi dilakukan melalui lengkung normal persendian subtalus,
dapat dilakukan dengan cara meletakkan jari telunjuk operator di maleolus medialis untuk
menstabilkan kaki, kemudian mengangkat ibu jari dan diletakkan di bagian lateral kepala talus,
sementara melakukan gerakan abduksi pada kaki depan dengan arah supinasi.
b. Cavus kaki akan meningkat bila kaki depan berada dalam posisi pronasi. Apabila ada pes cavus,
langkah pertama koreksi kaki adalah mengangkat metatarsal pertama dengan lembut untuk
mengoreksi cavusnya. Setelah terkoreksi, kaki depan dapat diposisikan abduksi seperti pada
langkah pertama.
c. Saat kaki dalam posisi pronasi, dapat menyebabkan tulang kalkaneus berada di bawah talus.
Apabila hal ini terjadi, tulang kalkaneus tidak dapat berotasi dan menetap pada posisi varus,
cavus akan meningkat. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya bean-shaped foot. Pada akhir
langkah pertama, kaki akan berada padaposisi abduksi maksimal, tetapi tidak pernah pronasi.
d. Manipulasi dikerjakan di ruang khusus setelah bayi disusui. Setelah kaki dimanipulasi,
selanjutnya dipasang long leg cast untuk mempertahankan koreksi yang telah dilakukan. Gips
dipasang dengan bantalan seminimal mungkin, tetapi tetap adekuat. Langkah selanjutnya adalah
menyemprotkan tingtur benzoin ke kaki untuk melekatkan kaki dengan bantalan gips. Dr.
Ponsetti lebih memilih memasang bantalan tambahan sepanjang batas medial dan lateral kaki,
agar aman saat melepas gips menggunakan gunting gips. Gips yang dipasang tidak boleh sampai
menekan ibu jari kaki ataumengobliterasi arcus transversalis. Posisi lutut berada pada sudut 90
selama pemasangan gips panjang. Orang tua bayi dapat merendam gips ini selama 30-45 menit
sebelum dilepas. Gips dibelah dua, dilepas menggunakan gergaji berosilasi (berputar), kemudian
disatukan kembali. Hal ini untuk mengetahui perkembangan abduksi kaki depan, selanjutnya
dapat digunakan untuk mengetahui dorsofl eksi serta koreksi yang telah dicapai oleh kaki
ekuinus.
e. Usaha mengoreksi CTEV dengan paksaan melawan tendon Achilles yang kaku dapat
mengakibatkan patahnya kaki tengah (midfoot) dan berakhir dengan terbentuknya deformitas
berupa rockerbottom foot. Kelengkungan kaki abnormal (cavus) harus diterapi terpisah seperti
pada langkah kedua, sedangkan posisi ekuinusnya harus dapat dikoreksi tanpa menyebabkan
patahnya kaki tengah. Secara umum dibutuhkan 4-7 kali pemasangan gips untuk mendapatkan
abduksi kaki maksimum. Gips diganti tiap minggu. Koreksi (usaha membuat kaki dalam posisi

9
abduksi) dapat dianggap adekuat bila aksis paha dan kaki sebesar 60 Setelah dapat dicapai
abduksi kaki maksimal, kebanyakan kasus membutuhkan tenotomiperkutaneus tendon Achilles
secara aseptis. Daerah lokal dianestesi dengan kombinasi lignokain topikal dan infi ltrasi
lidokain local minimal. Tenotomi dilakukan dengan cara membuat irisan menggunakan pisau
Beaver(ujung bulat). Luka pasca-operasi ditutup dengan jahitan tunggal menggunakan benang
yang dapat diabsorpsi. Pemasangan gips terakhir dilakukan dengan kaki berada pada posisi
dorsofl eksi maksimum, kemudian gips dipertahankan hingga 2-3 minggu.
f. Langkah selanjutnya setelah pemasangan gips adalah pemakaian sepatu yang dipasangkan pada
lempengan Dennis Brown. Kaki yang bermasalah diposisikan abduksi (rotasi ekstrem) hingga
70, kaki sehat diabduksi 45. Sepatu ini juga memiliki bantalan di tumit untuk mencegah kaki
terselip dari sepatu. Sepatu digunakan 23 jam sehari selama 3 bulan, kemudian dipakai saat tidur
siang dan malam selama 3 tahun.
g. Pada 10-30% kasus, tendon tibialis anterior dapat berpindah ke bagian lateral kuneiformis saat
anak berusia 3 tahun. Hal ini membuat koreksi kaki dapat bertahan lebih lama, mencegah
adduksi metatarsal dan inversi kaki. Prosedur ini diindikasikan pada anak usia 2-2,5 tahun,
dengan cara supinasi dinamik kaki. Sebelum operasi, pasangkan long leg cast untuk beberapa
minggu.

Ket: Metode Ponseti

Terapi operatif(1)
Insisi
Beberapa pilihan insisi, antara lain :
Cincinnati: berupa insisi transversal, mulai dari sisi anteromedial (persendian navikular-
kuneiformis) kaki sampai ke sisi anterolateral (bagian distal dan medial sinus tarsal), dilanjutkan ke
bagian belakang pergelangan kaki setinggi sendi tibiotalus.
Insisi Turco curvilineal medial/posteromedial: insisi ini dapat menyebabkan luka terbuka,
khususnya di sudut vertikal dan medial kaki. Untuk menghindari hal ini, beberapa operator memilih

10
beberapa jalan, antara lain: Tiga insisi terpisah insisi posterior arah vertikal, medial, dan lateral.
Dua insisi terpisah curvilinear medial dan posterolateral.
Banyak pendekatan bisa dilakukan untuk terapi operatif di semua kuadran, antara lain:
Plantar: fasia plantaris, abduktor halucis, fleksor digitorum brevis, ligamen plantaris panjang dan
pendek
Medial: struktur-struktur medial, selubung tendon, pelepasan talonavikular dan subtalar, tibialis
posterior, FHL (fl eksor halucis longus), dan pemanjangan FDL (fleksor digitorum longus)
Posterior: kapsulotomi persendian kaki dan subtalar, terutama pelepasan ligament talofi bular
posterior dan tibiofi bular, serta ligamen kalkaneofi bular
Lateral: struktur-struktur lateral, selubung peroneal, pesendian kalkaneokuboid, serta pelepasan
ligamen talonavikular dan subtalar.

Pendekatan mana pun harus bisa menghasilkan pajanan yang adekuat. Struktur-struktur yang harus
dilepaskan atau diregangkan adalah:
Tendon Achilles
Pelapis tendon dari otot-otot yang melewati sendi subtalar
Kapsul pergelangan kaki posterior dan ligamen Deltoid
Ligamen tibiofi bular inferior
Ligamen fi bulokalkaneal
Kapsul dari sendi talonavikular dan subtalar
Fasia plantar pedis dan otot-otot intrinsik.
Aksis longitudinal talus dan kalkaneus harus dipisahkan sekitar 20 dari proyeksi lateral. Koreksi
yang dilakukan kemudian dipertahankan dengan pemasangan kawat di persendian talokalkaneus,
atau talonavikular atau keduanya. Hal ini juga dapat dilakukan menggunakan gips. Luka paska
operasi tidak boleh ditutup paksa. Luka dapat dibiarkan terbuka agar membentuk jaringan granulasi
atau nantinya dapat dilakukan cangkok (graft) kulit.

Penatalaksanaan dengan operasi harus mempertimbangkan usia pasien :


1. Pada anak kurang dari 5 tahun, koreksi dapat dilakukan hanya melalui prosedur jaringan lunak.
2. Untuk anak lebih dari 5 tahun, membutuhkan pembentukan ulang tulang/bony reshaping (misal,
eksisi dorsolateral dari persendian kalkaneokuboid [prosedur Dillwyn Evans] atau osteotomi tulang
kalkaneus untuk mengoreksi varus).
3. Apabila anak berusia lebih dari 10 tahun, dapat dilakukan tarsektomi lateralis atau arthrodesis.
Harus diperhatikan keadaan luka pascaoperasi. Jika penutupan kulit sulit dilakukan, lebih baik

11
dibiarkan terbuka agar dapat terjadi reaksi granulasi, untuk kemudian memungkinkan terjadinya
penyembuhan primer atau
sekunder. Dapat juga dilakukan pencangkokan kulit untuk menutupi defek luka operasi. Perban
hanya boleh dipasang longgar dan harus diperiksa secara reguler.

7. Sebutkan nama test untuk pemeriksaan nervus medianus!


a) Flick's sign.
Penderita diminta mengibas-ibaskan tangan atau menggerak-gerakkan jari-jarinya. Bila keluhan
berkurang atau menghilang akan menyokong diagnosa STK. Harus diingat bahwa tanda ini juga
dapat dijumpai pada penyakit Raynaud.
b) Thenar wasting.
Pada inspeksi dan palpasi dapat ditemukan adanya atrofi otot-otot thenar.
c) Menilai kekuatan dan ketrampilan serta kekuatan otot secara manual maupun dengan
alat dinamometer.
Penderita diminta untuk melakukan abduksi maksimal palmar lalu ujung jari 1 dipertemukan
dengan ujung jari lainnya. Di nilai juga kekuatan jepitan pada ujung jari-jari tersebut.
Ketrampilan/ketepatan dinilai dengan meminta penderita melakukan gerakan yang rumit seperti
menulis atau menyulam.
d) Wrist extension test.
Penderita melakukan ekstensi tangan secara maksimal, sebaiknya dilakukan serentak pada
kedua tangan sehingga dapat dibandingkan. Bila dalam 60 detik timbul gejala-gejala seperti
STK, maka tes ini menyokong diagnosa STK.
e) Phalen's test.
Penderita melakukan fleksi tangan secara maksimal. Bila dalam waktu 60 detik timbul gejala
seperti STK, tes ini menyokong diagnosa. Beberapa penulis berpendapat bahwa tes ini sangat
sensitif untuk menegakkan diagnosa STK.
f) Torniquet test.
Dilakukan pemasangan tomiquet dengan menggunakan tensimeter di atas siku dengan tekanan
sedikit di atas tekanan sistolik. Bila dalam 1 menit timbul gejala seperti STK, tes ini menyokong
diagnosa.
g) Tinel's sign.
Tes ini mendukung diagnosa hila timbul parestesia atau nyeri pada daerah distribusi nervus
medianus kalau dilakukan perkusi pada terowongan karpal dengan posisi tangan sedikit
dorsofleksi.
h) Pressure test.
12
Nervus medianus ditekan di terowongan karpal dengan menggunakan ibu jari. Bila dalam waktu
kurang dari 120 detik timbul gejala seperti STK, tes ini menyokong diagnosa.
i) Luthy's sign (bottle's sign).
Penderita diminta melingkarkan ibu jari dan jari telunjuknya pada botol atau gelas. Bila kulit
tangan penderita tidak dapat menyentuh dindingnya dengan rapat, tes dinyatakan positif dan
mendukung diagnosa.

j) Pemeriksaan sensibilitas.
Bila penderita tidak dapat membedakan dua titik (two-point discrimination) pada jarak lebih
dari 6 mm di daerah nervus medianus, tes dianggap positif dan menyokong diagnosa.

k) Pemeriksaan fungsi otonom.


Diperhatikan apakah ada perbedaan keringat, kulit yang kering atau licin yang terbatas pada
daerah innervasi nervus medianus. Bila ada akan mendukung diagnosa STK.

8. OSTEOARTRITIS (Artritis Degeneratif, Penyakit sendi degenerative) adalah suatu penyakit sendi
menahun yang ditandai dengan adanya kemunduran pada tulang rawan (kartilago) sendi dan tulang
di dekatnya, yang bias menyebabkan nyeri sendi dan kekakuan. Penyakit ini biasanya terjadi pada
pria dan wanita, tetapi pria bisa terkena pada usia yang ;ebih muda
Gradasi Osteoartritis menurut kellgren:
Derajat 0 : normal
Derajat 1 : OA meragukan ( sendi normal , osteofit satu dan minimal )
Derajat 2 : OA minimal (osteofit ada di dua tempat , sklerosis sub-khondral , kista+ celah
sendi baik dan tidak nampak deformitas )
Derajat 3 : OA moderat ( osteofit moderat , deformitas ujung tulang , celah sendi sempit)
Derajat 4 : OA berat ( osteofit besar , deformitas ujung tulang celah sendi hilang , kista
+ , sklerosis +)

13
9. SINDROMA FAT EMBOLI adalah sindroma yang diakibatkan oleh masuknya lemak netral ke
dalam system vaskuler, yang biasanya terjadi 28-48 jam setelah terjadinya trauma. Fraktur pada
tulang panjang akibat trauma merupakan penyebab SFE yang paling sering. Sindroma fat emboli
hampir selalu terjadi pada semua fraktur pelvis dan fraktur extremitas inferior (terutama tibia dan
femur). Pembedahan orthopaedi (Total hip arthroplasty, Total knee arthroplasty, intra medullary
nailing) serta trauma pada jaringan yang kaya lemak seperti liposuction, transplantasi sumsum
tulang serta tindakan pembedahan jantung, DM, akut pankreatitis dapat menyebabkan sindroma fat
emboli. Kemungkinan timbulnya sindroma fat emboli harus selalu kita pikirkan pada penderita-
penderita tersebut.
Gejala klinis SFE:
- Tipe subklinis: mungkin terjadi pada semua jenis fraktur tulang panjang extremitas bawah,
penurunan Pa CO2, trombositopenia dan anemia ringan.
- Tipe non fulminat: gangguan pernafasan dan system saraf pusat, ptekiae, abnormalitas
rontgen dan laboratorium
- Tipe fulminant: dalam beberapa jam paska trauma terjadi gangguan nafas.

10. GOLFERS ELBOW SYNDROME adalah suatu keadaan nyeri pada siku bagian dalam, tepatnya
pada tendon otot flexor carpi radialis dan otot pronator teres, yang disebabkan karena gerakan flexi
pergelangan tangan dan pronasi siku hentak dan berulang kali. Keadaan ini semakin nyeri bila
dipakai beraktifitas flexi pergelangan tangan disertai pronasi, seperti pada gerakan menggenggam
atau memegang atau saat posisi tendon tersebut terulur.

14
Nyeri pada sendi siku bagian dalam ini cukup mengganggu, karena gerakan sendi ini komplek
dan didukung oleh beberapa sendi. Penyebab cidera tendon otot ini karena adanya trauma
hentak maupun berulang sehingga terjadi tendonitis yaitu peradangan atau iritasi pada tendon,
dimana terjadi jaringan fibrous antara otot dan tulang. Tendonitis merupakan akumulasi
kerobekan-kerobekan kecil tendon, dimana gejala dan keluhan yang sedikit-dikit tapi pasti, dan
semakin hari semakin buruk, sehingga terjadi gangguan gerak dan fungsi otot.

Golfers siku menyebabkan nyeri yang dimulai pada perut bagian dalam dari siku, epikondilus
medialis. Fleksor pergelangan tangan adalah otot-otot lengan bawah yang menarik tangan ke
depan. Fleksor pergelangan tangan berada di sisi telapak lengan bawah. Sebagian besar
melampirkan fleksor pergelangan tangan ke salah satu tendon utama pada epikondilus medialis.
Tendon ini disebut tendon fleksor umum.

Tendon yang menghubungkan otot ke tulang. Tendon terbuat dari bahan benang yang disebut
kolagen. Untaian kolagen berbaris di sebelah kumpulan satu sama lain.

Karena untaian kolagen pada tendon adalah berjajar, tendon memiliki kekuatan tarik tinggi. Ini
berarti mereka dapat menahan kekuatan tinggi yang menarik terhadap kedua ujung tendon.
Ketika otot bekerja, mereka menarik salah satu ujung tendon. Ujung tendon menarik pada
tulang, menyebabkan tulang bergerak.

Otot fleksor pergelangan tangan kontrak ketika Anda flex pergelangan tangan Anda, puntir
lengan bawah, atau pegangan dengan tangan Anda. Kontrak menarik otot tendon fleksor.
Kekuatan yang menarik tendon dapat membangun bila Anda cengkeraman klub golf selama
golf swing atau melakukan tindakan-tindakan serupa lainnya.

15
11. NEGLACTED FRAKTUR
Neglected fraktur adalah yang penanganannya lebih dari 72 jam. sering terjadi akibat
penanganan fraktur pada extremitas yang salah oleh bone setter Umumnya terjadi pada yang
berpendidikan dan berstatus sosioekonomi yang rendah.

Neglected fraktur dibagi menjadi beberapa derajat, yaitu:


a. Derajat 1 : fraktur yang telah terjadi antara 3 hari -3 minggu
b. Derajat 2 : fraktur yang telah terjadi antara 3 minggu -3 bulan
c. Derajat 3 : fraktur yang telah terjadi antara 3 bulan 1 tahun
d. Derajat 4 : fraktur yang telah terjadi lebih dari satu tahun

JUMLAH TULANG VERTEBRA PADA MANUSIA


terdapat 33 tulang punggung pada manusia, 5 di antaranya bergabung membentuk bagian
sacral, dan 4 tulang membentuk tulang ekor (coccyx).

penyusunnya :

16
a) Tulang leher (Serviks) jumahnya 7.

Secara umum memiliki bentuk tulang yang kecil dengan spina atau procesus spinosus
(bagian seperti sayap pada belakang tulang) yang pendek, kecuali tulang ke-2 dan 7 yang
procesus spinosusnya pendek. Diberi nomor sesuai dengan urutannya dari C1-C7 (C dari
cervical), namun beberapa memiliki sebutan khusus seperti C1 atau atlas, C2 atau aksis.
Setiap mamalia memiliki 7 tulang punggung leher, seberapapun panjang lehernya.

b) Tulang punggung (Thorax) jumlahnya 12.


Procesus spinosus akan berhubungan dengan tulang rusuk. Beberapa gerakan memutar dapat
terjadi. Bagian ini dikenal juga sebagai 'tulang punggung dorsal' dalam konteks manusia.
Bagian ini diberi nomor T1 hingga T12.
c) Tulang pinggang (Lumbar) jumlahnya 5 .
Bagian ini (L1-L5) merupakan bagian paling tegap konstruksinya dan menanggung beban
terberat dari yang lainnya. Bagian ini memungkinkan gerakan fleksi dan ekstensi tubuh, dan
beberapa gerakan rotasi dengan derajat yang kecil.
d) Tulang selangkang (Sacrum) Jumlahnya 5 pada bayi, setelah dewasa maka jumlahnya
menjadi 1.
Terdapat 5 tulang di bagian ini (S1-S5). Tulang-tulang bergabung dan tidak memiliki celah
atau diskus intervertebralis satu sama lainnya.
e) Tulang ekor (koksigea) Jumlahnya 4 pada bayi, setelah dewasa maka menjadi 1.
Terdapat 3 hingga 5 tulang (Co1-Co5) yang saling bergabung dan tanpa celah.

12. DEFINISI:
- Laserasi
Luka yang disebabkan oleh robekan, bukan bentuk yang teratur seperti sayatan bedah.
Laserasi biasanya hanya merujuk pada luka kulit yang cukup dalam sehingga memerlukan
jahitan.
- Vulnus
adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh
- Vulnus Appertum
Adalah luka dimana kulit mengalami kerusakan sehingga nampak jaringan di bawah kulit.
- Vulnus Ikhtum
atau luka tusuk adalah luka akibat tusukan benda runcing yang biasanya kedalaman luka
lebih daripada lebarnya.
- Vulnus Amputatum
Luka potong dengan penyebab benda tajam ukuran besar/berat, gergaji. Luka membentuk
lingkaran sesuai dengan organ yang dipotong. Perdarahan hebat, resiko infeksi tinggi,
terdapat gejala pathom limb.

17
13. DEEP VEIN THROMBOSIS

Trombosis vena dalam (DVT) adalah gumpalan darah (juga disebut trombus) yang terbentuk pada
vena dalam tubuh. Kebanyakan gumpalan vena dalam terjadi pada kaki bagian bawah atau paha
tetapi dapat juga terjadi di bagian tubuh lainnya. Gumpalan ini mungkin mengganggu sirkulasi dan
mungkin pecah dan berjalan melalui aliran darah dan berdiam di paru-paru, menyebabkan
kerusakan parah pada organ tersebut. Jika gumpalan berdiam di paru-paru, disebut embolisasi paru-
paru. Ini adalah kondisi sangat serius yang dapat mengakibatkan kematian. Gejala embolisasi paru-
paru termasuk nyeri dada ketika menarik napas dalam, nadi cepat, pingsan, napas pendek dan
muntah darah. Gumpalan darah yang tetap berdiam di kaki menyebabkan nyeri dan bengkak.

Tanda klinisnya termasuk:


- Kaki bengkak
- Nyeri, biasanya satu kaki dan mungkin dirasakan saat berdiri atau berjalan
- Daerah kaki yang nyeri atau bengkak bertambah hangat
- Perubahan warna kulit atau kemerahan.

Ada beberapa penanganan DVT antara lain:


a. Terapi anti koanggulan menggunakan heparin
b. Istrahat yang cukup dengan kaki agak tinggi
c. Memberikan kehangatan untuk meningkatkan sirkulasi darah dan menghilangkan rasa tidak
nyaman
d. Hindari pemijatan tungkai pada daerah yang bengkak untuk mencegah bekuan
e. Memberikan obat-obatan seperti asidium asetilosalisikum dan apabila ada pedangan diberi
anti biotik
Setelah rasa nyeri hilang, penderita di anjurkan untuk mulai berjalan.

14. RHEUMATOID ARTHRITIS


Arthritis rheumatoid adalah penyakit autoimun yang ditandai oleh inflamasi sistemik kronik dan
progresif, mempengaruhi banyak jaringan dan organ, tetapi terutama menyerang sendi
menghasilkan sinovitis inflamasi yang sering berkembang menjadi perusakan tulang rawan artikular
dan ankilosis sendi. Selain lapisan synovial sendi, Rheumatoid arthritis dapat juga menghasilkan
peradangan menyebar di paru-paru, perikardium, pleura, dan sclera, dan juga lesi nodular, yang
paling umum dalam jaringan subkutan di bawah kulit. Meskipun penyebab rheumatoid arthritis
tidak diketahui, autoimunitas memainkan peran penting dalam kronisitas dan kemajuan

18
Artritis reumatoid adalah proses inflamasi kompleks yang merupakan hasil reaksi dari
berbagai populasi sel imun dengan aktivasi dan proliferasi dari fibroblas sinovial. Respon inflamasi
ini menyerang cairan sinovial pada persendian, bursa dan tendon, serta jaringan lain di seluruh
tubuh. Orang-orang yang menderita penyakit ini menunjukkan tanda-tanda klinik yang bermacam-
macam dan distribusinya pada muskuloskeletal. Dalam jaringan sinovial, proses inflamasi terjadi
secara jelas, menimbulkan edema dan proliferasi kapiler dan sel mesenkim. Pada jaringan sendi dan
cairan sinovial, terjadi akumulasi dari leukosit yang menghasilkan enzim lisosom dan proinflamasi
lain, serta mediator-mediator toksik. Kemudian, dengan teraktivasinya sel-sel imun dan fibroblas
sinovial, mediator ini dapat merusak kartilago persendian yang bedekatan. Jika proses ini terus
berlanjut dan tidak dikendalikan, permukaan sendi akan hancur, dan secara bertahap terjadi fibrosis
pada jaringan fibrosa kapsul persendian dan jaringan sendi atau terlihat ankilosis pada tulang.9
Destruksi jaringan sendi terjadi melalui dua cara. Pertama adalah destruksi akibat proses
pencernaan oleh karena produksi protease, kolagenase dan enzim-enzim hidrolitik lainnya. Enzim-
enzim ini memecah kartilago, ligamen, tendon dan tulang pada sendi, serta dilepaskan bersama
dengan radikal oksigen dan metabolit asam arakidonat oleh leukosit polimorfonuklear dalam cairan
sinovial. Proses ini diduga adalah bagian dari respon autoimun terhadap antigen yang diproduksi
secara lokal. Kedua adalah, destruksi jaringan juga terjadi melalui kerja panus reumatoid. Panus
merupakan jaringan granulasi vaskular yang terbentuk dari sinovium yang meradang dan kemudian
meluas ke sendi. Disepanjang pinggir panus, terjadi destruksi kolagen dan proteoglikan melalui
produksi enzim oleh sel di dalam panus tersebut.
Hiperplasia sinovial dan formasi ke dalam panus merupakan patogenesis artritis reumatoid
yang fundamental. Proses ini dimediasi oleh produksi dari berbagai sitokin, contohnya tumor

19
necrosis factor (TNF-) dan interleukin-1 (IL-1) oleh antigen presenting cells dan sel T. TNF-
dan IL-1 juga memiliki peranan penting dalam destruksi tulang.
Pannus masuk ke tulang subcondria. Jaringan granulasi menguat karena radang menimbulkan
gangguan pada nutrisi kartilago artikuler. Kartilago menjadi nekrosis. Tingkat erosi dari kartilago
persendian menentukan tingkat ketidak mampuan sendi. Bila kerusakan kartilago sangat luas maka
terjadi adhesi diantara permukaan sendi , karena jaringan fibrosa atau tulang bersatu (akilosis).
Kerusakan kartilago dan tulang menyebabkan tendon dan ligament menjadi lemah dan bisa
menimbulkan subluksasi atau dislokasi dari persendian. Invasi dari tulang subcondrial bisa
menyebabkan osteoporosis setempat. Lamanya rheumatoid arthritis berbeda pada setiap orang
ditandai dengan masa adanya serangan dan tidak adanya serangan. Sementara orang ada yang
sembuh dari serangan pertama dan selanjutnya tidak terserang lagi. Yang lain terutama yang
mempunyai factor rematoid, gangguan akan menjadi kronis yang progresif. Pada sebagian kecil
individu terjadi progresif yang cepat ditandai kerusakan sendi yang terus menerus dan terjadi
vaskulitis yang difus.

MANIFESTASI KLINIS
1. Awitan (onset)
Kurang lebih 2/3 penderita AR, awitan terjadi secara perlahan, arthritis simetris terjadi dalam
beberapa minggu sampai beberapa bulan dari perjalanan penyakit. Kurang lebih 15% dari penderita
mengalami gejala awal yang lebih cepat yaitu antara beberapa hari sampai beberapa minggu.
Sebanyak 10-15% penderita mempunyai awitan fulminant berupa arthritis poliartikular, sehingga
diagnosis AR lebih mudah ditegakkan. Pada 8-15% penderita, gejala muncul beberapa hari setelah
kejadian tertentu (infeksi). Arthritis sering kali diikuti oleh kekakuan sendi pada pagi hari yang
berlangsung selama satu jam atau lebih. Beberapa penderita juga mempunyai gejala konstitusional
berupa kelemahan, kelelahan, anoreksia dan demam ringan.
2. Manifestasi artikular
Penderita AR pada umumnya datang dengan keluhan nyeri dan kaku pada banyak sendi, walaupun
ada sepertiga penderita mengalami gejala awal pada satu atau beberapa sendi saja. Walaupun tanda
cardinal inflamasi (nyeri, bengkak, kemerahan, dan teraba hangat) mungkin ditemukan pada awal
penyakit atau selama kekambuhan, namun kemerahan dan perabaan hangat mungkin tidak dijumpai
pada AR yang kronik.
Penyebab arthritis pada AR adalah synovial yaitu adanya inflamasi pada membrane synovial yang
membungkus sendi. Pada umumnya sendi yang terkena adalah persendian besar seperti bahu dan
lutut juga bisa terkena. Sendi yang terlibat pada umumnya simetris, meskipun pada presentasi awal
bisa tidak simetris. Sinovitis akan menyebabkan erosi peermukaan sendi sehingga terjadinya
deformitas dan kehilangan fungsi. Ankilosis tulang (destruksi sendi disertai kolaps dan

20
pertummbuhan tulang yang berlebihan) bisa terjadi di beberapa sendi khususnya pada pergelangan
tangan dan kaki. Sendi pergelangan tangan hampir selalu terlibat, demikian juga sendi interfalang
proksimal dan netakarpofalangeal. Sendi interfalang distal dan sakroiliaka tidak pernah terlibat.
3. Manifestasi Ekstaartikular
Walaupun arthritis merupakan manifestasi klinis utama, tetapi AR merupakan penyakit sistemik
sehingga banyak juga mempunyai manifestasi ekastraartikular. Manifestasi ekastraartikular pada
umumnya didapatkan pada penderita yang mempunyai titer factor rheumatoid (RF) serum tinggi.
Nodul rheumatoid merupakan manifestasi kulit yang paling sering dijumpai, tetapi biasanya tidak
memerlukan intrvensi khusus. Nodul rheumatoid umumnya ditemukan didaerah ulna, olekranon,
jari tangan, tendon Achilles atau bursa olekranon. Nodul rheumatoid hanya ditemukan pada pendrita
AR dengan factor rheumatoid positif dan mungkin dikelirukan dengan tofus gout , kista ganglion,
tendon xanthoma atau nodul yang berhubungan dengan demam reumatik, lepra, MCTD.
Manifestasi paru juga bisa didapatkan, tetapi beberapa perubahan patologik hanya ditemukan saat
otopsi. Beberapa manifestasi ekstraartikular seperti vaskulitis dan felty syndrome jarang dijumpai,
tetapi sering memerlukan terapi spesifik.
4. Deformitas
Kerusakan dari struktur struktur penunjang sendi dengan perjalanan penyakit. Dapat terjadi
pergeseran urnal atau deviasi jari, subluksasi sendi matakarpofalangenal, deformitas boutonniere,
dan leher angsa merupakan beberapa deformitas tangan yang sering dijumpai pada klien. Pada kaki
terdapat protrusi (tonjolan) kaput metatarsal yang timbul sekunder dari subluksasi matatersal. Sendi
sendi yang sangat besar juga dapat terangsang dan akan mengalami pengurangan kemampuan
begerak terutama dalam melakukan gerakan ekstensi. Nodul nodul reumatoid adalah massa
subkutan yang ditemukan pada sekitar sepertigao rang dewasa penderita Artritis reumato id. Lokasi
yang paling sering dari doformitas ini adalah bursaolekranon (sendi siku) atau disepanjang
permukaan ekstenso r dari lengan, walaupun demikian nodul nodul ini dapat juga timbul pada
tempat tempat lainnya. Adanya nodul nodul ini biasanya merupakan suatu petunjuk penyakit
yang aktif dan lebih barat. Manifestasi ekstraartikuler, artritis reumatoid juga dapat menyerang juga
dapat menyerang organ organ lain diluar sendi. Jantung (perikarditis), paru -paru (pleuritis), mata,
dan pembuluh darah dapat rusak
Ada beberapa gambaran klinis yang lazim ditemukan pada penderita artritis reumatoid.
Gambaran klinis ini tidak harus timbul sekaligus pada saat yang bersamaan oleh karena penyakit ini
memiliki gambaran klinis yang bervariasi.10
1. Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, anoreksia, berat badan menurun dan
demam. Terkadang kelelahan dapat demikian hebatnya
2. Poliartritis simetris, terutama pada sendi perifer: termasuk sendi-sendi di tangan, namun
biasanya tidak melibatkan sendi-sendi interfalang distal. Hampir semua sendi diartrodial dapat
21
terserang.
3. Kekakuan pagi hari, selama lebih dari satu jam: dapat bersifat generalisata tetapi
terutama menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini berbeda dengan kekakuan sendi pada
osteoartritis, yang biasanya hanya berlangsung selama beberapa menit dan selalu kurang dari
satu jam
4. Artritis erosif: merupakan ciri khas dari penyakit ini pada gambaran radiologik.
Peradangan sendi yang kronik mengakibatkan erosi di tepi tulang.
5. Deformitas: kerusakan struktur penunjang sendi meningkat dengan perjalanan penyakit.
Pergeseran ulnar atau deviasi jari, subluksasi sendi metakarpofalangeal, deformitas boutonniere
dan leher angsa adalah beberapa deformitas tangan yang sering dijumpai. Pada kaki terdapat
protrusi (tonjolan) kaput metatarsal yang timbul sekunder dan subluksasi metatarsal. Sendi-
sendi yang besar juga dapat terserang dan mengalami pengurangan kemampuan bergerak
terutama dalam melakukan gerak ekstensi.
6. Nodul-nodul rheumatoid adalah massa subkutan yang ditemukan pada sekitar sepertiga
orang dewasa pasien artritis reumatoid. Lokasi yang paling sering dari deformitas ini adalah
bursa olekranon (sendi siku) atau sepanjang permukaan ekstensor dari lengan. Walaupun
demikan, nodul-nodul ini dapat juga timbul pada tempat lainnya. Adanya nodul-nodul ini
biasanya merupakan petunjuk dari suatu penyakit yang aktif dan lebih berat.
7. Manifestasi ekstra-artikular; artritis reumatoid juga dapat menyerang organ-organ lain di
luar sendi. Jantung (perikarditis), paru-paru (pleuritis), mata, dan pembuluh darah dapat rusak.

Dibawah ini merupakan tabel revisi kriteria untuk klasifikasi dari artritis reumatoid dari American
Rheumatism Association tahun 1987
Tabel 1: 1987 Revised American Rheumatism Association Criteria for the Classification of
Rheumatoid Arthritis

Kriteria Definisi
1. Keka Kekakuan pagi hari pada sendi atau disekitar sendi,
kuan pagi hari lamanya setidaknya 1 jam
Setidaknya tiga area sendi secara bersama-sama dengan
peradangan pada jaringan lunak atau cairan sendi. 14
2. Artrit
kemungkinan area yang terkena, kanan maupun kiri
is pada tiga atau
proksimal interfalangs (PIP), metakarpofalangs (MCP),
lebih area sendi
pergelangan tangan, siku, lutut, pergelangan kaki, dan
sendi metatarsofalangs (MTP)
3. Artrit Setidaknya satu sendi bengkak pada pergelangan tangan,
is pada sendi sendi MCP atau sendi PIP
22
tangan
4. Artrit Secara bersama-sama terjadi pada area sendi yang sama
is simetris pada kedua bagian tubuh
5. Nodu Adanya nodul subkutaneus melewati tulang atau
l-nodul reumatoid permukaan regio ekstensor atau regio juksta-artikular
6. Seru Menunjukkan adanya jumlah abnormal pada serum faktor
m faktor reumatoid dengan berbagai metode yang mana hasilnya
reumatoid positif jika < 5% pada subyek kontrol yang normal
Perubahan radiografik tipikal pada artritis reumatoid pada
7. Perub radiografik tangan dan pergelangan tangan
ahan radiografik posteroanterior, dimana termasuk erosi atau dekalsifikasi
terlokalisasi yang tegas pada tulang.
Untuk klasifikasi, pasien dikatakan menderita atrtritis reumatoid jika pasien
memenuhi setidaknya 4 dari 7 kriteria diatas. Kriteria 1 - 4 harus sudah
berlangsung sekurang-kurangnya 6 minggu. Pasien dengan dua diagnosis klinis,
tidak dikeluarkan pada kriteria ini.

TERAPI
Pengobatan reumatoid artritis ditujukan untuk:
1. Mengurangi nyeri
2. Mengurangi inflamasi
3. Menghentikan kerusakan sendi
4. Mencegah cacat
5. Memperbaiki fungsi sendi
6. Memperbaiki kualitas hidup
7. Mencegah kematian dini
Dahulu, pengobatan reumatoid artritis hanya untuk menghilangkan gejalanya saja, seperti
mengurangi bengkak,nyeri (pengobatan simptomatik). Dengan pengobatan untuk mengurangi gejala
saja, cacat tetap terjadi. Sekarang, pengobatan reumatoid artritis dimaksudkan untuk menghentikan
penyakit agar tidak berlanjut, mencegah hilangnya fungsi sendi, dan mencegah cacat, sehingga
dapat mencegah kematian prematur.
1. Terapi non farmakologik
Terapi non farmakologik terdiri dari terapi puasa, suplementasi asam lemak essential, terpai spa
dan latihan. Pemberian suplemen minyak ikan bisa digunakan sebagai NSAID-sparing agents
pada penderita AR. Disamping itu ada juga penggunaan terapi lainnya seperti, Penggunaan
terapi herbal, acupuncture dan splinting tetapi belum di dapatkan bukti yang meyakinkan.
2. Terapi farmakologik

23
Farmako terapi untuk penderita AR meliputi, anti inflamasi non steroid (OAINS) untuk
mengendalikan nyeri, glukokortikoid dosis rendah atau intraartikular dan DMARD.
a. OAINS
OAINS digunakan sebagai terpai awal untuk mengurangi nyeri dan pembengkakan. Obat-obat
ini tidak merubah perjalanan penyakit maka tidak boleh digunakan secara tunggal. Penderita
AR mempunyiai resiko 2x lebih serning mengalami komplikasi serius akibat pengguanaan
OAINS, dibandingkan dengan penderita OSTEOARTRitis, maka dari itu perlu pemantauan
secara ketat terhadap gejala efek samping gastrointestinal.
b. DMARD
Pemilihan jenis DMARD harus mempertimbangkan kepatuhan, beratnya penyakit,
pengalaman dokter, dan adanya penyakit penyerta. DMARD yang paling umu digunakan
adalah MTX, hidroksiklorokuin atau klorokuin fossfat, sulfasalazin, leflunomide, infliximab
dan etanercept. Sulfasalazin atau hidrosiklorokuin atau klorokuin fosfat sering
digunakansebagai terapi awal,tetapi pada kasus yang lebih berat,MTX atau kombinasi terapi
mungkin digunakan sebagai terapi lini pertama.

3. Pemberian alat-alat bantu ortopedi, misalnya bidai


4. Fisioterapi dan terapi okupasi
5. Operasi dan rekonstruksi
Bila kelainan terbatas pada sinovia, maka dilakukan sinovektomi dan bila terjadi rupture
tendo dilakukan penjahitan tendo
Pada tingkat lanjut dimana terdapat kerusakan tulang dan tulang rawan, maka dilakukan
osteotomi, artrodesis atau artroplasti tergantung tingkat kerusakannya.

15. KONTRAKTUR
Kontraktur merupakan suatu keadaan patologis tingkat akhir dari suatu kontraksi. Umumnya
kontraktur terjadi apabila pembentukan sikatrik berlebihan dari proses penyembuhan luka. Definisi
kontraktur adalah hilangnya atau kurang penuhnya lingkup gerak sendi secara pasif maupun aktif
karena keterbatasan sendi, fibrosis jaringan penyokong, otot dan kulit.
Penyebab utama kontraktur adalah tidak ada atau kurangnya mobilisasi sendi akibat suatu keadaan
antara lain imbalance kekuatan otot, penyakit neuromuskular, penyakit degenerasi, luka bakar, luka
trauma yang luas, inflamasi, penyakit kongenital, ankilosis dan nyeri.
Apabila jaringan ikat dan otot dipertahankan dalam posisi memendek dalam jangka waktu yang
lama, serabut-serabut otot dan jaringan ikat akan menyesuaikan memendek dan menyebabkan
kontraktur sendi. Otot yang dihertahan memendek dalam 5-7 hari akan mengakibatkan pemendekan
perut otot yang menyebabkan kontraksi jaringan kolagen dan pengurangan jaringan sarkomer otot.
Bila posisi ini berlanjut sampai 3 minggu atau lebih, jaringan ikat sekitar sendi dan otot akan
menebal dan menyebabkan kontraktur.
24
KLASIFIKASI KONTRAKTUR
Berdasarkan lokasi dari jaringan yang menyebabkan ketegangan, maka kontraktur dapat
diklasifikasikan menjadi :
1. Kontraktur Dermatogen atau Dermogen
Kontraktur yang disebabkan karena proses terjadinya di kulit, hal tersebut dapat terjadi karena
kehilangan jaringan kulit yang luas misalnya pada luka bakar yang dalam dan luas, loss of
skin/tissue dalam kecelakaan dan infeksi.
2. Kontraktur Tendogen atau Myogen
Kontraktur yang tejadi karena pemendekan otot dan tendon-tendon. Dapat terjadi oleh keadaan
iskemia yang lama, terjadi jaringan ikat dan atropi, misalnya pada penyakit neuromuskular, luka
bakar yang luas, trauma, penyakit degenerasi dan inflamasi.
3. Kontraktur Arthrogen .
Kontraktur yang terjadi karena proses didalam sendi-sendi, proses ini bahkan dapat sampai terjadi
ankylosis. Kontraktur tersebut sebagai akibat immobilisasi yang lama dan terus menerus, sehingga
terjadi gangguan pemendekan kapsul dan ligamen sendi, misalnya pada bursitis, tendinitis, penyakit
kongenital dan nyeri.

PENCEGAHAN KONTRAKTUR
Pencegahan kontraktur lebih baik dan efektif daripada pengobatan. Program pencegahan
kontraktur meliputi :
1. Mencegah infeksi
Perawatan luka, penilaian jaringan mati dan tindakan nekrotomi segera perlu diperhatikan.
Keterlambatan penyembuhan luka dan jaringan granulasi yang berlebihan akan
menimbulkan kontraktur.
2. Skin graft atau Skin flap
Adanya luka luas dan kehilangan jaringan luas diusahakan menutup sedini mungkin, bila
perlu penutupan kulit dengan skin graft atau flap.
3. Fisioterapi
Tindakan fisioterapi harus dilaksanakan segera mungkin meliputi ;
a. Proper positioning (posisi penderita)
b. Exercise (gerakan-gerakan sendi sesuai dengan fungsi)
c. Stretching
d. Splinting / bracing
e. Mobilisasi / ambulasi awal
25
PENANGANAN KONTRAKTUR
Hal utama yang dipertimbangkan untuk terapi kontraktur adalah pengembalian fungsi
dengan cara menganjurkan penggunaan anggota badan untuk ambulasi dan aktifitas lain.
Menyingkirkan kebiasaan yang tidak baik dalam hal ambulasi, posisi dan penggunaan program
pemeliharaan kekuatan dan ketahanan, diperlukan agar pemeliharaan tercapai dan untuk
(1,2,6,8,10)
mencegah kontraktur sendi yang rekuren. Penanganan kontraktur dapat dliakukan secara
konservatif dan operatif :
1. Konservatif
Seperti halnya pada pencegahan kontraktur, tindakan konservatif ini lebih mengoptimalkan
penanganan fisioterapi terhadap penderita, meliputi :
a. Proper positioning
Positioning penderita yang tepat dapat mencegah terjadinya kontraktur dan
keadaan ini harus dipertahankan sepanjang waktu selama penderita dirawat di tempat
(3,4)
tidur. Posisi yang nyaman merupakan posisi kontraktur. Program positioning
antikontraktur adalah penting dan dapat mengurangi udem, pemeliharaan fungsi dan
mencegah kontraktur.(1,24,10)
Proper positioning pada penderita luka bakar adalah sebagai berikut :
- Leher : ekstensi / hiperekstensi
- bahu : abduksi, rolasi eksterna
- Antebrakii : supinasi
- Trunkus : alignment yang lurus
- Lutut : lurus, jlarak antara lutut kanan dan kiri 20
- Sendi panggul tidak ada fleksi dan rolasi eksterna
- Pergelangan kaki : dorsofleksi

26
Proper positioning untuk penderita luka bakar
a. Exercise
Tujuan tujuan exercise untuk mengurangi udem, memelihara lingkup gerak sendi
dan mencegah kontraktur. Exercise yang teratur dan terus-menerus pada seluruh
persendian baik yang terkena luka bakar maupun yang tidak terkena, merupakan
tindakan untuk mencegah kontraktur. (2,8,10) Adapun macam-macam exercise adalah :
- Free active exercise : latihan yang dilakukan oleh penderita sendiri.
- Isometric exercise : latihan yang dilakukan oleh penderita sendiri dengan kontraksi otot
tanpa gerakan sendi.
- Active assisted exercise : latihan yang dilakukan oleh penderita sendiri tetapi mendapat
bantuan tenaga medis atau alat mekanik atau anggota
gerak penderita yang sehat.
- Resisted active exercise : latihan yang dilakukan oleh penderita dengan melawan
tahanan yang diberikan oleh tenaga medis atau alat
mekanik.
- Passive exercise : latihan yang dilakukan oleh tenaga medis terhadap penderita.
b. Stretching
Kontraktur ringan dilakukan strectching 20-30 menit, sedangkan kontraktur berat
dilakukan stretching selama 30 menit atau lebih dikombinasi dengan proper positioning.
Berdiri adalah stretching yang paling baik, berdiri tegak efektif untuk stretching panggul
depan dan lutut bagian belakang. (2,10)
c. Splinting / bracing

27
Mengingat lingkup gerak sendi exercise dan positioning merupakan hal yang
penting untuk diperhatikan pada luka bakar, untuk mempertahankan posisi yang baik
selama penderita tidur atau melawan kontraksi jaringan terutama penderita yang
mengalami kesakitan dan kebingungan.
d. Pemanasan
Pada kontraktur otot dan sendi akibat scar yang disebabkan oleh luka bakar,
ultrasound adalah pemanasan yang paling baik, pemberiannya selama 10 menit per
lapangan. Ultrasound merupakan modalitas pilihan untuk semua sendi yang tertutup
jaringan lunak, baik sendi kecil maupun sendi besar.
2. Operatif
Tindakan operatif adalah pilihan terakhir apabila pcncegahan kontraktur dan terapi
konservatif tidak memberikan hasil yang diharapkan, tindakan tersebut dapat dilakukan
dengan beberapa cara : (11)
a. Z - plasty atau S - plasty
Indikasi operasi ini apabila kontraktur bersama dengan adanya sayap dan dengan kulit
sekitar yang lunak. Kadang sayap sangat panjang sehingga memerlukan beberapa Z-
plasty.
b. Skin graft
Indikasi skin graft apabila didapat jaringan parut yang sangat lebar. Kontraktur
dilepaskan dengan insisi transversal pada seluruh lapisan parut, selanjutnya dilakukan
eksisi jaringan parut secukupnya. Sebaiknya dipilih split thickness graft untuk l
potongan, karena full thickness graft sulit. Jahitan harus berhati-hati pada ujung luka dan
akhirnya graft dijahitkan ke ujung-ujung luka yang lain, kemudian dilakukan balut
tekan. Balut diganti pada hari ke 10 dan dilanjutkan dengan latihan aktif pada minggu
ketiga post operasi.
c. Flap
Pada kasus kasus dengan kontraktur yang luas dimana jaringan parutnya terdiri dari
jaringan fibrous yang luas, diperlukan eksisi parsial dari parut dan mengeluarkan /
mengekspos pembuluh darah dan saraf tanpa ditutupi dengan jaringan lemak, kemudian
dilakukan transplantasi flap untuk menutupi defek tadi. Indikasi lain pemakaian flap
adalah apabila gagal dengan pemakaian cara graft bebas untuk koreksi kontraktur
sebelumnya. Flap dapat dirotasikan dari jaringan yang dekat ke defek dalam 1 kali kerja

16. NYERI VISERAL DAN NYERI SOMATIK


a. Nyeri Somatik: nyeri timbul pada organ non-viseral, misal nyeri pasca bedah, nyeri
28
metastatic, nyeri tulang, dan nyeri artritik
Nyeri Somatic Superfisial: menimbulkan nyeri di kulit berupa rangsang mekanis,
suhu, kimiawi, listrik. Kulit punya banyak saraf sensorik sehingga kerusakan kulit
menimbulkan sensasi lesi nyeri yang akurat (yang terbatas dermatom). Mermiliki
durasi pendek, terlokalisir, dan memiliki sensasi yang tajam.
Nyeri Somatic Dalam: Nyeri yang berasal dari otot, tendon, ligamentum, tulang,
sendi, dan arteri. Struktur tadi memiliki lebih sedikit reseptor sehingga lokasi nyeri
sering tidak jelas.
NYERI DALAM (Deep pain)
- Reseptor = jar. Ikat, tlg, sendi, otot, gigi, periodontium
- Nyeri tumpul, difus dan meyebar ke jar. Sekitarnya.
Contoh : sakit gigi, Kpl.Neuralgia, Mialgia.

b. nyeri viseral adalah reseptor viseral, reseptor ini meliputi organ-organ viseral seperti jantung,
hati, usus, ginjal dan sebagainya. Nyeri yang timbul pada reseptor ini biasanya tidak sensitif
terhadap pemotongan organ, tetapi sangat sensitif terhadap penekanan, iskemia dan inflamasi.
Nyeri yang disebabkan kerusakan organ internal, durasinya cukup lama, dan sensasi yang
timbul biasanya tumpul.

Valgus ; membengkok keluar, terpelintir, menunjukkan suatu deformitas yang memperlihatkan


pembentukan sudut pada bagian tersebut menjauhi garis tengah badan.
Varus : melengkung ke dalam, menunjukkan deformitas yang sudut bagiannya mendekati garis
tengah badan. Varus adalah angulasi yang mengikuti pola lingkaran imaginer dimana pasien berada.
Abduksi : gerakan menjauhi sumbu median atau garis sumbu anggota gerak.
Adduksi : menarik kearah median atau garis sumbu anggota gerak.

17. Bagaimana cara mencuci tangan?

Mencuci tangan yang benar harus menggunakan sabun dan di bawah air yang mengalir. Sedangkan
langkah-langkah teknik mencuci tangan yang benar adalah sebagai berikut.

- Basahi tangan dengan air di bawah kran atau air mengalir. Ambil sabun cair secukupnya untuk
seluruh tangan. Akan lebih baik bila sabun mengandung antiseptik.

- Gosokkan kedua telapak tangan. Gosokkan sampai ke ujung jari.

29
- Telapak tangan tangan menggosok punggung tangan kiri (atau sebaliknya) dengan jari-jari saling
mengunci (berselang-seling) antara tangan kanan dan kiri. Gosok sela-sela jari tersebut. Lakukan
sebaliknya.

- Letakkan punggung jari satu dengan punggung jari lainnya dan saling mengunci.

- Usapkan ibu jari tangan kanan dengan telapak kiri dengan gerakan berputar. Lakukan hal yang sama
dengan ibu jari tangan kiri.

- Gosok telapak tangan dengan punggung jari tangan satunya dengan gerakan kedepan, kebelakang
dan berputar. Lakukan sebaliknya.

- Pegang pergelangan tangan kanan dengan tangan kiri dan lakukan gerakan memutar. Lakukan pula
untuk tangan kiri.

- Bersihkan sabun dari kedua tangan dengan air mengalir.

- Keringkan tangan dengan menggunakan tissue dan bila menggunkan kran, tutup kran dengan tissue.

18. DEFINISI

30
Valgus ; membengkok keluar, terpelintir, menunjukkan suatu deformitas yang memperlihatkan
pembentukan sudut pada bagian tersebut menjauhi garis tengah badan.

Varus : melengkung ke dalam, menunjukkan deformitas yang sudut bagiannya mendekati garis
tengah badan. Varus adalah angulasi yang mengikuti pola lingkaran imaginer dimana pasien berada.

Abduksi : gerakan menjauhi sumbu median atau garis sumbu anggota gerak.

Adduksi : menarik kearah median atau garis sumbu anggota gerak.

31

Anda mungkin juga menyukai