INFEKSI NOSOKOMIAL
Infeksi yang terjadi pada pasien rawat inap di Rumah Sakit yang tidak terdapat waktu masuk atau tidak
dalam masa inkubasi.
Arti kata Nosokomial berhubungan dengan tempat tidur pasien (bedside associated) secara praktis
juga berarti yang berhubungan dengan tempat perawatan, seperti rumah Sakit, Rumah Bersalin, Rumah
Panti Werda
BATASAN
1. Apabila pada waktu dirawat di RS, tidak dijumpai tanda-tanda klinik infeksi
tersebut.
2. Pada waktu penderita mulai dirawat tidak dalam masa inkubasi dari infeksi
tersebut.
3. Tanda-tanda infeksi tersebut baru timbul sekurang-kurangnya 3 x 24 jam sejak
mulai dirawat.
4. Infeksi tersebut bukan merupakan sisa (residual) dari infeksi sebelumnya.
5. Bila pada saat mulai dirawat di RS sudah ada tanda-tanda infeksi, tetapi terbukti
bahwa infeksi didapat penderita pada waktu perawatan sebelumnya dan belum
pernah dilaporkan sebagai indeksi nosokomial.
Perkecualian :
1. Bila tanda-tanda infeksi sudah timbul pada masa kurang dari 3 x 24 jam sejak mulai perawatan,
tergantung masa inkubasi dari masing-masing jenis infeksi.
2. Untuk penderita yang setelah keluar dari rumah sakit kemudian timbul tanda-tanda infeksi, baru
dapat digolongkan sebagai infeksi nososkomial apabila infeksi tersebut dapat dibuktikan berasal
dari rumah sakit.
3. Tidak termasuk infeksi nosokomial yaitu keracunan makanan yang tidak disebabkan oleh produk
bakteri.
Sumber : Husip, 2005. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya Infeksi Nosocomial serta pengendaliannya di BHG RS
Pirngadi/FK USU http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3455/1/paru-parhusip4.pdf
Berdasarkan teknik yang dipakai secara garis besar amputasi dibagi atas :
1. Closed amputation (Definitive Amputation)
Pada amputasi jenis ini, ujung stum ditutup dengan flap kulit. Amputasi jenis ini memerlukan
pemasangan drain yang biasanya dibiarkan selama 48-72 jam setelah operasi. Ujung stump akan
memiliki bentuk yang lebih baik dengan letak parut yang diatur tidak pada ujung stump sehingga
memudahkan pemakaian prostesis kemudian. Amputasi seperti ini dilakukan pada keadaan yang
tidak disertai infeksi berat dengan kerusakan jaringan lunak atau kontaminasi yang minimal.
Dikenal :
a. Definitive end-bearing amputation
Amputasi ini dilakukan jika kemudian akan diberikan beban berat badan pada ujung stump.
Pada keadaan ini parut amputasi tidak boleh terletak diujung stump dan tulang harus padat tidak
berongga. Untuk itu tulang harus dipotong melewati sendi atau mendekati sendi. Contohnya
adalah amputasi melewati sendi lutut dan Symes amputation.
b. Definitive non-end-bearing amputation
Ini merupakan amputasi yang paling sering dilakukan. Seluruh amputasi anggota gerak atas dan
kebanyakan amputasi anggota gerak bawah termasuk dalam jenis ini. Karena beban berat badan
tidak akan ditumpukan pada ujung stump, maka parut luka dapat terletak terminal.
Beberapa hal yg perlu diperhatikan :
- Penggunaan torniket sangat membantu (kecuali pada tungkai yang iskemik)
- Level Amputasi berhub dengan prostesis yang tersedia (dulu)
- Flap dari kulit > penting dibanding dengan level amputasi
- Otot dipotong kurang lebih 5 cm distal dari level tulang yg diamputasi.
- Syaraf >> ahli bedah cara terbaik adalah setelah dibebaskan dari jar.sekitar, syaraf ditarik ke
distal & dipotong.
- Pembuluh darah dipisahkan dan diligasi dua kali.
- Tonjolan tulang yang tidak dapat tertutup jaringan lunak sekitar harus direseksi.
- Penggunaan drain
2. Open amputation
Ujung stump tidak ditutup dengan flap kulit dan amputasi ini dilakukan sebagai tindakan
sementara yang akan diikuti dengan penjahitan sekunder, re-amputasi, revisi, dan rekonstruksi
plastik. Open amputation bertujuan untuk mencegah atau menghilangkan infeksi sehingga
penutupan stump dapat dilakukan tanpa resiko terbukanya kembali jahitan. Indikasinya adalah
bagi luka yang terinfeksi dan kerusakan jaringan lunak luas atau kontaminasi tinggi.
Open amputation terbagi dua jenis, yaitu open amputation with inverted skin flaps dan circular
open amputation. Pada jenis yang pertama penutupan luka dilakukan kemudian setelah 10-14
hari tanpa memerlukan pemendekan stump. Pada jenis kedua penyembuhan luka sering lama
dan dipengaruhi oleh tarikan kulit terus menerus diujung stump yang cenderung menarik
seluruh jaringan ke ujung stump. Circular open amputation juga diikuti oleh pembentukan parut
diujung stump yang akan menyulitkan pemasangan prosthesis. Untuk menghindari
penyembuhan yang lama dan letak parut yang tidak baik, circuler open amputation sering
diikuti dengan re-amputation yang lebih proksimal.
Site of election:
Amputation level optimum shortest longest
Transradial (forearm) Junction proximal 2/3 3cm below biceps 5cm above wrist joint
and distal insertion
Transhumeral Middle third 4cm below axillary fold 10 cm above olecranon
Transfemoral Middle third 8cm below pubic ramus 15cm above medial joint
line of knee
Transtibial 8cm 7cm below medial joint Level of which
lineof knee mioplasty can be done
INDICATIONS
An arm which is so severely injured that there is no chance of recovery of any part of the hand, fingers or thumb.
A leg which is so severely injured that you cannot restore the continuity of its vessels or nerves, especially when there is gross
contamination or severe muscle or skin loss. Loss of bone alone without nerve or vascular injury does not usually justify
amputation.
Gas gangrene.
Established gangrene due to vascular injury.
Continued infection with severe bone or nerve injury.
Secondary haemorrhage if all other measures fail.
Multiple in injuries in a gravely ill shocked patient. Amputation may be the simplest and fastest way of removing large amounts of
damaged muscle, and so saving his life.
Occasionally also for epitheliomas, bone tumours, or snake bites.
PRINSIP TEKNIK AMPUTASI
Torniquet selalu digunakan kecuali jika terdapat insufisiensi arterial. Flap kulit dibuat sedemikian rupa
sehingga panjang gabungan keseluruhan flap sama dengan 1,5 x lebar anggota gerak pada level
amputasi. Sebagai suatu ketetapan, flap anterior dan posterior dengan panjang yang sama dipakai untuk
amputasi pada anggota gerak atas dan amputasi transfemoral (above knee), uhntuk amputasi below
knee falp posterior dibuat lebih panjang.
Otot dipotong distal dari tempat pemotongan tulang, kelompok otot yang saling berhadapan kemudian
dijahit diatas ujung tulang dan juga keperiosteum (myoplasty) sehingga memberikan kontrol otot yang
lebih baik dan juga sirkulasi yang lebih baik. Saraf dipotong proksimal dari tempat pemotongan tulang.
Harus benar-benar diperhatikan agar ujung saraf yang terpotong tidak mendapatkan tekanan karena
tumpuan berat badan.
Tulang dipotong pada tempat yang telah ditentukan. Pada amputasi transtibial bagian depan tibia
biasanya dibuat serong dan dikikir agar terbentuk tepi yang halus dan membulat. Fibula dipotong 3 cm
lebih pendek.
Pembuluh darah utama diikat, dan setiap sumber perdarahan diikat dengan baik. Pada closed
amputation kulit dijahit tanpa tegangan, drain dipasang dan kemudian stump dibalut erat.
Jika terbentuk hematoma, ini harus segera dievakuasi. Pembalutan berulang dengan pembalut elastis
dilakukan untuk membantu pengerutan stump dan menciptakan bentuk ujung yang konikal. Otot-otot
harus tetap dilatih, sendi tetap dijaga agar bergerak dan pasien diajarkan untuk menggunakan
prosthesisnya.
Picture provided
by John Byrne,
Albany Medical
Centre, New York,
USA
Pada sepanjang antebrachium m.brachioradialis berada di sebelah lateral arteria radialis. Di sepertiga
bagian medial antebrachium nervus radialis berjalan di sebelah lateral arteria radialis. M.flexor carpi
radialis berada di sebelah medial dari arteria radialis. perabaan denyut arteri radialis paling baik terletak
pada distal radius sebelah lateral terhadap musculus flexor carpi radialis.
Berasal dari dua arteri yaitu arteri radialis dan arteri ulnaris. Arteri radialis mempercabangkan arcus
palmaris profundus. Arteri ini membelok ke medial di bawah tendo-tendo otot fleksor panjang dan di
depan ossa metacarpi dan musculus interossei.arcus ini dilengkapi pada sisi medialnya oleh ramus
profundus arteri ulnaris.lengkung arcus terletak setinggi pinggir proksimal pollex pada keadaan
ekstensio. Arcus palmaris profundus memberikan cabang ke superior yang ikut serta dalam
anastomosis di regio carpalis dan ke inferior bergabung dengan rami digitales dari arcus superficialis.
Segera setelah sampai di telapak tangan arteri radialis bercabang dua yaitu arteri radialis indicis dan
arteri princeps pollicis yang mendarahi sisi lateral dan medial pollex.
Sementra itu cabang dari arteri ulnaris di telapak tangan yaitu arcus palmaris superficialis, membelok
ke lateral dan belakang aponeurosis palmaris dan di depan tendo-tendo fleksor panjang. Di lateral arcus
ini dilengkapi oleh cabang arteri radialis.lengkung arcus ini terletak melintang di telapak tangan
setinggi pinggir distal pollex dalam keadaan ekstensio penuh.
Empat arteri digitales communis dipercabangkan dari bagian cembung arcus dan berjalan ke jari.
Ramus profundus arteri ulnaris dipercabangkan di depan retinaculum musculorum fleksorum berjalan
di antara musculus abduktor digiti minimi dan musculus fleksor digiti minimi lalu bergabung dengan
arteri radialis untuk membentuk arcus palmaris profundus.
Palmar
Lapisan superfisial
1. M. Palmaris Longus
2. M. Palmaris Brevis
Otot Thenar
1. M. Abduktor Polisis brevis
2. M. Flexor pollicis brevis
3. M. Opponens pollicis
4. M. Adductor pollicis
Otot hypothenar
1. M. Abduktor digiti minimi
2. M. Flexor digiti minimi
3. M. Opponens digiti minimi
Otot intrinsik
1. Mm. Lumbricales (1,2,3,4)
2. Mm. Interosei palmaris (4)
3. Mm. Interossei dorsalis (3)
4. M. Flexor carpi radialis
5. M. Flexor pollicis longus
6. M. Flexor digitorum superfisialis
7. M. Flexor digitorum profunda
Dorsum manus
1. M. Extensor pollicis brevis
2. M. Extensor pollicis longus
A. brachialis
Dimulai dari batas bawah m. teres major
Cabang :
1. A. radialis
2. A. ulnaris
3. A. profunda brachii
Cabang :
Cabang anastomosis dg A. humeral circumflexa post.
A. collateral radialis anastomosis dg. A. radialis recurrens
A. collateral medius anastomosis dg. A. interosseus recurrens
A. collateral ulnaris sup. anastomosis dg. A. ulnaris recurrens post.
A. collateral ulnaris inf. anastomosis dg. A. ulnaris recurrens ant.
A. radialis, mempercabangkan :
o radialis recurrens anast dg A. collateral radialis
o A. ulnaris, mempercabangkan :
o A. ulnaris recurrens anterior anast dg A. collateral ulnaris inf
o A. ulnaris recurrens posterior anast dg. A. collateral ulnaris sup
o A. interosseus communis, mempercabangkan :
o A. interosseus anterior
o A. interosseus posterior
o A. interosseus recurrens anast dg A. collateral medius
Dari A.radialis
Arcus palmaris profundus
ke sup. anastomosis di regio carpalis
ke inf. gabung dg Aa. Digitales dari arcus palmaris superficialis
(http://www.scribd.com/doc/92347472/Fraktur-Tulang-Pelvis-Sakrum)
(http://www.wikiradiography.com/page/Neck+of+Femur+Fractures)
(http://radiologymasterclass.co.uk/tutorials/musculoskeletal/x-
ray_trauma_lower_limb/hip_fracture_x-ray.html)
CRT memanjang utama ditemukan pada pasien yang mengalami keadaan hipovolumia
(dehidrasi,syok), dan bisa terjadi pada pasien yang hipervolumia yang perjalanan selanjutnya
mengalami ekstravasasi cairan dan penurunan cardiac output dan jatuh pada keadaan syok.
(http://www.scribd.com/doc/91004261/Capillary-Refill-Time)
Debridement dilakukan pada luka akut maupun pada luka kronis. Setelah
luka dibersihkan dari jaringan nekrotik diharapkan akan memperbaiki serta
mempermudah proses penyembuhan luka. Timbunan jaringan nekrotik biasanya terjadi
akibat buruknya suplai darah pada luka atau dari peningkatan tekanan interstitial. Dari
hasil studi yang pernah dilakukan didapatkan bahwa ada peningkatan penyembuhan luka
setelah debridement dibandingkan tanpa debridement pada kasus luka kronis.
(http://bedahumum.wordpress.com/2009/02/25/penanganan-patah-tulang-terbuka-grade-1-2-3/)
(http://bedahumum.wordpress.com/tag/debridement/)(indonesian.orthopaedicclinic.com.sg/?p=1163)
Nervus Radialis:
Nervus Ulnaris:
Nervus Medianus:
FRAKTUR TIBIA PLATEAU
Fraktur tibia plateau disebabkan oleh kekuatan varus atau valgus bersama sama dengan
pembebanan aksial (kekuatan valgus saja mungkin hanya merobekan ligament). Keadaan ini
kadang kadang akibat pejalan kaki tertabrak mobil (fraktur bemper). Biasanya ini akibat jatuh
dari ketinggian dimana lutut dipaksa masuk dalam valgus atau varus.kondilus tibia remuk
atau terbelah oleh kondilus femur yang berlawanan,yang tetap utuh. Pasien biasanya berumur
antara 50 dan 60 tahun dan sedikit mengalami osteoporosis,tetapi fraktur dapat terjadi pada
orang dewasa pada setiap umur.
A. KLASIFIKASI1,2,3
Fraktur tibia plateau melibatkan aspek proksimal atau metaphysis dari tibia dan sering
permukaan artikular juga. Mereka dibagi menjadienam jenis dengan klasifikasi
schatkzer
1. Tipe I adalah fraktur baji atau split dari aspek lateral dataran proximal tibia,
biasanya sebagai akibat dari kekuatan valgus dan aksial. Pada pola ini, fragmen
baji tidak terkompresi (depresi) karena tulang cancellous yang mendasari kuat.
Pola ini biasanya terlihat pada pasien dengan usia muda.
2. Tipe II adalah fraktur yang terjadi terkait kompresi yang membagi fraktur dengan
irisan lateral dan melibatkan cedera artikular. Mekanisme cedera hampir sama
dengan fraktur tipe I, tapi biasanya tulang yang mendasari mungkin tulang yang
telah osteoporosis yang tidak mampu melawan tekanan yang lebih besar.
3. Tipe III adalah fraktur kompresi murni dataran tinggi lateral.Sebagai karena gaya
aksial, depresi biasanya terletak lateral atau terpusat, tetapi mungkin juga dapat
melibatkan bagian manapun dari permukaan artikular.
4. Tipe IV adalah fraktur yang melibatkan medial dataran tinggi. Sebagai dari gaya
kompresi baik varus atau aksial, pola dapat berupa pecahan atau split dengan
kompresi. Karena fraktur ini melibatkan medial dataran tinggi yang lebih besar.
5. Fraktur tipe V:meliputi unsur-unsur perpecahan kedua kondilus medial dan lateral
dan mungkin termasuk kompresi artikular medial atau lateral, biasanya
disebabkan karena hasil dari gaya aksial murni terjadi sementara ketika lutut
dalam keadaan ekstensi.
6. TipeVI adalah fraktur, kompleks bicondylar di mana komponen condylar terpisah
dari diaphysis. Depresi dan fragmen fraktur impaksi. Biasanya disebabkan karena
tekanan trauma yang tinggi.
Terapi Medis(1)
Tujuan Terapi Medis adalah untuk mengoreksi dan mempertahankan koreksi deformitas yang
telah dilakukan sampai terhentinya pertumbuhan tulang. Secara ATB, CTEV dikategorikan
menjadi dua macam, yaitu:
CTEV yang dapat dikoreksi dengan manipulasi, pengecoran, dan pemasangan gips.
CTEV resisten yang memberikan tanggapan minimal terhadap penatalaksanaan pemasangan
gips, dan dapat relaps dengan cepat walaupun awalnya berhasil dengan terapi manipulatif.
Pada kategori ini dibutuhkan intervensi operatif.
Sistem Scoring Pirani dapat digunakan untuk mengidentifikasi tingkat keparahan dan
memantau perkembangan dalam kasus CTEV selama koreksi dilakukan.
Terapi Non-operatif
Berupa pemasangan splint yang dimulai pada bayi berusia 2-3 hari. Urutan koreksi yang akan
dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Adduksi kaki depan (forefoot)
2. Supinasi kaki depan
3. Ekuinus
Usaha-usaha untuk memperbaiki posisi ekuinus di awal masa koreksi dapat mematahkan kaki
pasien, dan mengakibatkan terjadinya rockerbottom foot. Tidak boleh dilakukan pemaksaan
saat melakukan koreksi. Tempatkan kaki pada posisi terbaik yang bisa didapatkan, kemudian
pertahankan posisi ini dengan menggunakan strapping yang diganti tiap beberapa hari,
atau menggunakan gips yang diganti beberapa minggu sekali. Cara ini dilanjutkan hingga
dapat diperoleh koreksi penuh atau sampai tidak dapat lagi dilakukan koreksi selanjutnya.
Posisi kaki yang sudah terkoreksi ini kemudian dipertahankan selama beberapa bulan.
Tindakan operatif harus dilakukan sesegera mungkin saat tampak kegagalan terapi
konservatif, yang antara lain ditandai dengan deformitas menetap, deformitas berupa
rockerbottom foot, atau kembalinya deformitas segera setelah koreksi dihentikan. Setelah
pengawasan selama 6 minggu biasanya dapat diketahui apakah jenis deformitas CTEV
mudah dikoreksi atau resisten. Hal ini dikonfi rmasi menggunakan X-ray dan dilakukan
perbandingan penghitungan orientasi tulang. Tingkat kesuksesan metode ini 11-58%.
Metode Ponseti(1)
Metode ini dikembangkan dari penelitian kadaver dan observasi klinik oleh dr. Ignacio
Ponseti dari Universitas Iowa. Langkah-langkah yang diambil:
1. Deformitas utama pada kasus CTEV adalah adanya rotasi tulang kalkaneus ke arah intenal
(adduksi) dan fleksi plantar pedis. Kaki dalam posisi adduksi dan plantar pedis mengalami
fleksi pada sendi subtalar. Tujuan pertama adalah membuat kaki dalam posisi abduksi dan
dorsofleksi. Untuk mendapatkan koreksi kaki yang optimal, tulang kalkaneus harus bisa
dengan bebas dirotasikan ke bawah talus. Koreksi dilakukan melalui lengkung normal
persendian subtalus, dapat dilakukan dengan cara meletakkan jari telunjuk operator di
maleolus medialis untuk menstabilkan kaki, kemudian mengangkat ibu jari dan diletakkan di
bagian lateral kepala talus, sementara melakukan gerakan abduksi pada kaki depan dengan
arah supinasi.
2. Cavus kaki akan meningkat bila kaki depan berada dalam posisi pronasi. Apabila ada pes
cavus, langkah pertama koreksi kaki adalah mengangkat metatarsal pertama dengan lembut
untuk mengoreksi cavusnya. Setelah terkoreksi, kaki depan dapat diposisikan abduksi seperti
pada langkah pertama.
3. Saat kaki dalam posisi pronasi, dapat menyebabkan tulang kalkaneus berada di bawah
talus. Apabila hal ini terjadi, tulang kalkaneus tidak dapat berotasi dan menetap pada posisi
varus, cavus akan meningkat. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya bean-shaped foot. Pada
akhir langkah pertama, kaki akan berada padaposisi abduksi maksimal, tetapi tidak pernah
pronasi.
4. Manipulasi dikerjakan di ruang khusus setelah bayi disusui. Setelah kaki dimanipulasi,
selanjutnya dipasang long leg cast untuk mempertahankan koreksi yang telah dilakukan. Gips
dipasang dengan bantalan seminimal mungkin, tetapi tetap adekuat. Langkah selanjutnya
adalah menyemprotkan tingtur benzoin ke kaki untuk melekatkan kaki dengan bantalan gips.
Dr. Ponsetti lebih memilih memasang bantalan tambahan sepanjang batas medial dan lateral
kaki, agar aman saat melepas gips menggunakan gunting gips. Gips yang dipasang tidak
boleh sampai menekan ibu jari kaki ataumengobliterasi arcus transversalis. Posisi lutut berada
pada sudut 90 selama pemasangan gips panjang. Orang tua bayi
dapat merendam gips ini selama 30-45 menit sebelum dilepas. Gips dibelah dua, dilepas
menggunakan gergaji berosilasi (berputar), kemudian disatukan kembali. Hal ini untuk
mengetahui perkembangan abduksi kaki depan, selanjutnya dapat digunakan untuk
mengetahui dorsofl eksi serta koreksi yang telah dicapai oleh kaki ekuinus.
5. Usaha mengoreksi CTEV dengan paksaan melawan tendon Achilles yang kaku dapat
mengakibatkan patahnya kaki tengah (midfoot) dan berakhir dengan terbentuknya deformitas
berupa rockerbottom foot. Kelengkungan kaki abnormal (cavus) harus diterapi terpisah
seperti pada langkah kedua, sedangkan posisi ekuinusnya harus dapat dikoreksi tanpa
menyebabkan patahnya kaki tengah. Secara umum dibutuhkan 4-7 kali pemasangan gips
untuk mendapatkan abduksi kaki maksimum. Gips diganti tiap minggu. Koreksi (usaha
membuat kaki dalam posisi abduksi) dapat dianggap adekuat bila aksis paha dan kaki sebesar
60 Setelah dapat dicapai abduksi kaki maksimal, kebanyakan kasus membutuhkan tenotomi
perkutaneus tendon Achilles secara aseptis. Daerah lokal dianestesi dengan kombinasi
lignokain topikal dan infi ltrasi lidokain local minimal. Tenotomi dilakukan dengan cara
membuat irisan menggunakan pisau Beaver(ujung bulat). Luka pasca-operasi ditutup dengan
jahitan tunggal menggunakan benang yang dapat diabsorpsi. Pemasangan gips terakhir
dilakukan dengan kaki berada pada posisi dorsofl eksi maksimum, kemudian gips
dipertahankan hingga 2-3 minggu.
6. Langkah selanjutnya setelah pemasangan gips adalah pemakaian sepatu yang dipasangkan
pada lempengan Dennis Brown. Kaki yang bermasalah diposisikan abduksi (rotasi ekstrem)
hingga 70, kaki sehat diabduksi 45. Sepatu ini juga memiliki bantalan di tumit untuk
mencegah kaki terselip dari sepatu. Sepatu digunakan 23 jam sehari selama 3 bulan,
kemudian dipakai saat tidur siang dan malam selama 3 tahun.
7. Pada 10-30% kasus, tendon tibialis anterior dapat berpindah ke bagian lateral kuneiformis
saat anak berusia 3 tahun. Hal ini membuat koreksi kaki dapat bertahan lebih lama, mencegah
adduksi metatarsal dan inversi kaki. Prosedur ini diindikasikan pada anak usia 2-2,5 tahun,
dengan cara supinasi dinamik kaki. Sebelum operasi, pasangkan long leg cast untuk beberapa
minggu.
Pendekatan mana pun harus bisa menghasilkan pajanan yang adekuat. Struktur-struktur yang
harus dilepaskan atau diregangkan adalah:
Tendon Achilles
Pelapis tendon dari otot-otot yang melewati sendi subtalar
Kapsul pergelangan kaki posterior dan ligamen Deltoid
Ligamen tibiofi bular inferior
Ligamen fi bulokalkaneal
Kapsul dari sendi talonavikular dan subtalar
Fasia plantar pedis dan otot-otot intrinsik.
Aksis longitudinal talus dan kalkaneus harus dipisahkan sekitar 20 dari proyeksi lateral.
Koreksi yang dilakukan kemudian dipertahankan dengan pemasangan kawat di persendian
talokalkaneus, atau talonavikular atau keduanya. Hal ini juga dapat dilakukan menggunakan
gips. Luka paska operasi tidak boleh ditutup paksa. Luka dapat dibiarkan terbuka agar
membentuk jaringan granulasi atau nantinya dapat dilakukan cangkok (graft) kulit.
a) Flick's sign.
c) Menilai kekuatan dan ketrampilan serta kekuatan otot secara manual maupun
dengan alat dinamometer.
Penderita diminta untuk melakukan abduksi maksimal palmar lalu ujung jari 1
dipertemukan dengan ujung jari lainnya. Di nilai juga kekuatan jepitan pada ujung jari-
jari tersebut. Ketrampilan/ketepatan dinilai dengan meminta penderita melakukan gerakan
yang rumit seperti menulis atau menyulam.
e) Phalen's test.
Penderita melakukan fleksi tangan secara maksimal. Bila dalam waktu 60 detik timbul
gejala seperti STK, tes ini menyokong diagnosa. Beberapa penulis berpendapat bahwa tes
ini sangat sensitif untuk menegakkan diagnosa STK.
f) Torniquet test.
Dilakukan pemasangan tomiquet dengan menggunakan tensimeter di atas siku dengan
tekanan sedikit di atas tekanan sistolik. Bila dalam 1 menit timbul gejala seperti STK, tes
ini menyokong diagnosa.
g) Tinel's sign.
Tes ini mendukung diagnosa hila timbul parestesia atau nyeri pada daerah distribusi
nervus medianus kalau dilakukan perkusi pada terowongan karpal dengan posisi tangan
sedikit dorsofleksi.
h) Pressure test.
Nervus medianus ditekan di terowongan karpal dengan menggunakan ibu jari. Bila dalam
waktu kurang dari 120 detik timbul gejala seperti STK, tes ini menyokong diagnosa.
j) Pemeriksaan sensibilitas.
Bila penderita tidak dapat membedakan dua titik (two-point discrimination) pada jarak
lebih dari 6 mm di daerah nervus medianus, tes dianggap positif dan menyokong
diagnosa.
3. Sindroma Fat Emboli adalah sindroma yang diakibatkan oleh masuknya lemak netral
ke dalam system vaskuler, yang biasanya terjadi 28-48 jam setelah terjadinya trauma.
Fraktur pada tulang panjang akibat trauma merupakan penyebab SFE yang paling sering.
Sindroma fat emboli hampir selalu terjadi pada semua fraktur pelvis dan fraktur
extremitas inferior (terutama tibia dan femur). Pembedahan orthopaedi (Total hip
arthroplasty, Total knee arthroplasty, intra medullary nailing) serta trauma pada jaringan
yang kaya lemak seperti liposuction, transplantasi sumsum tulang serta tindakan
pembedahan jantung, DM, akut pankreatitis dapat menyebabkan sindroma fat emboli.
Kemungkinan timbulnya sindroma fat emboli harus selalu kita pikirkan pada penderita-
penderita tersebut.
Gejala klinis SFE:
- Tipe subklinis: mungkin terjadi pada semua jenis fraktur tulang panjang extremitas
bawah, penurunan Pa CO2, trombositopenia dan anemia ringan.
- Tipe non fulminat: gangguan pernafasan dan system saraf pusat, ptekiae,
abnormalitas rontgen dan laboratorium
- Tipe fulminant: dalam beberapa jam paska trauma terjadi gangguan nafas.
4. Golfers elbow syndrome adalah suatu keadaan nyeri pada siku bagian dalam, tepatnya
pada tendon otot flexor carpi radialis dan otot pronator teres, yang disebabkan karena
gerakan flexi pergelangan tangan dan pronasi siku hentak dan berulang kali. Keadaan ini
semakin nyeri bila dipakai beraktifitas flexi pergelangan tangan disertai pronasi, seperti
pada gerakan menggenggam atau memegang atau saat posisi tendon tersebut terulur.
Nyeri pada sendi siku bagian dalam ini cukup mengganggu, karena gerakan sendi ini
komplek dan didukung oleh beberapa sendi. Penyebab cidera tendon otot ini karena
adanya trauma hentak maupun berulang sehingga terjadi tendonitis yaitu peradangan atau
iritasi pada tendon, dimana terjadi jaringan fibrous antara otot dan tulang. Tendonitis
merupakan akumulasi kerobekan-kerobekan kecil tendon, dimana gejala dan keluhan
yang sedikit-dikit tapi pasti, dan semakin hari semakin buruk, sehingga terjadi gangguan
gerak dan fungsi otot.
.
Golfers siku menyebabkan nyeri yang dimulai pada perut bagian dalam dari siku,
epikondilus medialis. Fleksor pergelangan tangan adalah otot-otot lengan bawah yang
menarik tangan ke depan. Fleksor pergelangan tangan berada di sisi telapak lengan
bawah. Sebagian besar melampirkan fleksor pergelangan tangan ke salah satu tendon
utama pada epikondilus medialis. Tendon ini disebut tendon fleksor umum.
Tendon yang menghubungkan otot ke tulang. Tendon terbuat dari bahan benang yang
disebut kolagen. Untaian kolagen berbaris di sebelah kumpulan satu sama lain.
Karena untaian kolagen pada tendon adalah berjajar, tendon memiliki kekuatan tarik
tinggi. Ini berarti mereka dapat menahan kekuatan tinggi yang menarik terhadap kedua
ujung tendon. Ketika otot bekerja, mereka menarik salah satu ujung tendon. Ujung
tendon menarik pada tulang, menyebabkan tulang bergerak.
Otot fleksor pergelangan tangan kontrak ketika Anda flex pergelangan tangan Anda,
puntir lengan bawah, atau pegangan dengan tangan Anda. Kontrak menarik otot tendon
fleksor. Kekuatan yang menarik tendon dapat membangun bila Anda cengkeraman klub
golf selama golf swing atau melakukan tindakan-tindakan serupa lainnya.
Neglected fraktur adalah yang penanganannya lebih dari 72 jam. sering terjadi akibat
penanganan fraktur pada extremitas yang salah oleh bone setter Umumnya terjadi pada
yang berpendidikan dan berstatus sosioekonomi yang rendah.
penyusunnya :
a) Tulang leher (Serviks) jumahnya 7.
Secara umum memiliki bentuk tulang yang kecil dengan spina atau procesus spinosus
(bagian seperti sayap pada belakang tulang) yang pendek, kecuali tulang ke-2 dan 7
yang procesus spinosusnya pendek. Diberi nomor sesuai dengan urutannya dari C1-
C7 (C dari cervical), namun beberapa memiliki sebutan khusus seperti C1 atau atlas,
C2 atau aksis. Setiap mamalia memiliki 7 tulang punggung leher, seberapapun
panjang lehernya.
b) Tulang punggung (Thorax) jumlahnya 12.
Procesus spinosus akan berhubungan dengan tulang rusuk. Beberapa gerakan
memutar dapat terjadi. Bagian ini dikenal juga sebagai 'tulang punggung dorsal' dalam
konteks manusia. Bagian ini diberi nomor T1 hingga T12.
c) Tulang pinggang (Lumbar) jumlahnya 5 .
Bagian ini (L1-L5) merupakan bagian paling tegap konstruksinya dan menanggung
beban terberat dari yang lainnya. Bagian ini memungkinkan gerakan fleksi dan
ekstensi tubuh, dan beberapa gerakan rotasi dengan derajat yang kecil.
d) Tulang selangkang (Sacrum) Jumlahnya 5 pada bayi, setelah dewasa maka jumlahnya
menjadi 1.
Terdapat 5 tulang di bagian ini (S1-S5). Tulang-tulang bergabung dan tidak memiliki
celah atau diskus intervertebralis satu sama lainnya.
e) Tulang ekor (koksigea) Jumlahnya 4 pada bayi, setelah dewasa maka menjadi 1.
Terdapat 3 hingga 5 tulang (Co1-Co5) yang saling bergabung dan tanpa celah.
6. Definisi:
- Laserasi
Luka yang disebabkan oleh robekan, bukan bentuk yang teratur seperti sayatan bedah.
Laserasi biasanya hanya merujuk pada luka kulit yang cukup dalam sehingga
memerlukan jahitan.
- Vulnus
Adalah luka dimana kulit mengalami kerusakan sehingga nampak jaringan di bawah
kulit.
- Vulnus Ikhtum
atau luka tusuk adalah luka akibat tusukan benda runcing yang biasanya kedalaman
luka lebih daripada lebarnya.
- Vulnus Amputatum
Luka potong dengan penyebab benda tajam ukuran besar/berat, gergaji. Luka
membentuk lingkaran sesuai dengan organ yang dipotong. Perdarahan hebat, resiko
infeksi tinggi, terdapat gejala pathom limb.
Trombosis vena dalam (DVT) adalah gumpalan darah (juga disebut trombus) yang
terbentuk pada vena dalam tubuh. Kebanyakan gumpalan vena dalam terjadi pada kaki
bagian bawah atau paha tetapi dapat juga terjadi di bagian tubuh lainnya. Gumpalan ini
mungkin mengganggu sirkulasi dan mungkin pecah dan berjalan melalui aliran darah dan
berdiam di paru-paru, menyebabkan kerusakan parah pada organ tersebut. Jika gumpalan
berdiam di paru-paru, disebut embolisasi paru-paru. Ini adalah kondisi sangat serius yang
dapat mengakibatkan kematian. Gejala embolisasi paru-paru termasuk nyeri dada ketika
menarik napas dalam, nadi cepat, pingsan, napas pendek dan muntah darah. Gumpalan
darah yang tetap berdiam di kaki menyebabkan nyeri dan bengkak.
Arthritis rheumatoid adalah penyakit autoimun yang ditandai oleh inflamasi sistemik
kronik dan progresif, mempengaruhi banyak jaringan dan organ, tetapi terutama menyerang
sendi menghasilkan sinovitis inflamasi yang sering berkembang menjadi perusakan tulang
rawan artikular dan ankilosis sendi. Selain lapisan synovial sendi, Rheumatoid arthritis dapat
juga menghasilkan peradangan menyebar di paru-paru, perikardium, pleura, dan sclera, dan
juga lesi nodular, yang paling umum dalam jaringan subkutan di bawah kulit. Meskipun
penyebab rheumatoid arthritis tidak diketahui, autoimunitas memainkan peran penting dalam
kronisitas dan kemajuan
Artritis reumatoid adalah proses inflamasi kompleks yang merupakan hasil reaksi dari
berbagai populasi sel imun dengan aktivasi dan proliferasi dari fibroblas sinovial. Respon
inflamasi ini menyerang cairan sinovial pada persendian, bursa dan tendon, serta jaringan lain
di seluruh tubuh. Orang-orang yang menderita penyakit ini menunjukkan tanda-tanda klinik
yang bermacam-macam dan distribusinya pada muskuloskeletal. Dalam jaringan sinovial,
proses inflamasi terjadi secara jelas, menimbulkan edema dan proliferasi kapiler dan sel
mesenkim. Pada jaringan sendi dan cairan sinovial, terjadi akumulasi dari leukosit yang
menghasilkan enzim lisosom dan proinflamasi lain, serta mediator-mediator toksik.
Kemudian, dengan teraktivasinya sel-sel imun dan fibroblas sinovial, mediator ini dapat
merusak kartilago persendian yang bedekatan. Jika proses ini terus berlanjut dan tidak
dikendalikan, permukaan sendi akan hancur, dan secara bertahap terjadi fibrosis pada
jaringan fibrosa kapsul persendian dan jaringan sendi atau terlihat ankilosis pada tulang.9
Destruksi jaringan sendi terjadi melalui dua cara. Pertama adalah destruksi akibat
proses pencernaan oleh karena produksi protease, kolagenase dan enzim-enzim hidrolitik
lainnya. Enzim-enzim ini memecah kartilago, ligamen, tendon dan tulang pada sendi, serta
dilepaskan bersama dengan radikal oksigen dan metabolit asam arakidonat oleh leukosit
polimorfonuklear dalam cairan sinovial. Proses ini diduga adalah bagian dari respon
autoimun terhadap antigen yang diproduksi secara lokal. Kedua adalah, destruksi jaringan
juga terjadi melalui kerja panus reumatoid. Panus merupakan jaringan granulasi vaskular
yang terbentuk dari sinovium yang meradang dan kemudian meluas ke sendi. Disepanjang
pinggir panus, terjadi destruksi kolagen dan proteoglikan melalui produksi enzim oleh sel di
dalam panus tersebut.
Hiperplasia sinovial dan formasi ke dalam panus merupakan patogenesis artritis
reumatoid yang fundamental. Proses ini dimediasi oleh produksi dari berbagai sitokin,
contohnya tumor necrosis factor (TNF-) dan interleukin-1 (IL-1) oleh antigen presenting
cells dan sel T. TNF- dan IL-1 juga memiliki peranan penting dalam destruksi tulang.
Pannus masuk ke tulang subcondria. Jaringan granulasi menguat karena radang
menimbulkan gangguan pada nutrisi kartilago artikuler. Kartilago menjadi nekrosis. Tingkat
erosi dari kartilago persendian menentukan tingkat ketidak mampuan sendi. Bila kerusakan
kartilago sangat luas maka terjadi adhesi diantara permukaan sendi , karena jaringan fibrosa
atau tulang bersatu (akilosis). Kerusakan kartilago dan tulang menyebabkan tendon dan
ligament menjadi lemah dan bisa menimbulkan subluksasi atau dislokasi dari persendian.
Invasi dari tulang subcondrial bisa menyebabkan osteoporosis setempat. Lamanya
rheumatoid arthritis berbeda pada setiap orang ditandai dengan masa adanya serangan dan
tidak adanya serangan. Sementara orang ada yang sembuh dari serangan pertama dan
selanjutnya tidak terserang lagi. Yang lain terutama yang mempunyai factor rematoid,
gangguan akan menjadi kronis yang progresif. Pada sebagian kecil individu terjadi progresif
yang cepat ditandai kerusakan sendi yang terus menerus dan terjadi vaskulitis yang difus.
MANIFESTASI KLINIS
1. Awitan (onset)
Kurang lebih 2/3 penderita AR, awitan terjadi secara perlahan, arthritis simetris terjadi
dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan dari perjalanan penyakit. Kurang lebih
15% dari penderita mengalami gejala awal yang lebih cepat yaitu antara beberapa hari
sampai beberapa minggu. Sebanyak 10-15% penderita mempunyai awitan fulminant
berupa arthritis poliartikular, sehingga diagnosis AR lebih mudah ditegakkan. Pada 8-
15% penderita, gejala muncul beberapa hari setelah kejadian tertentu (infeksi). Arthritis
sering kali diikuti oleh kekakuan sendi pada pagi hari yang berlangsung selama satu jam
atau lebih. Beberapa penderita juga mempunyai gejala konstitusional berupa kelemahan,
kelelahan, anoreksia dan demam ringan.
2. Manifestasi artikular
Penderita AR pada umumnya datang dengan keluhan nyeri dan kaku pada banyak
sendi, walaupun ada sepertiga penderita mengalami gejala awal pada satu atau beberapa
sendi saja. Walaupun tanda cardinal inflamasi (nyeri, bengkak, kemerahan, dan teraba
hangat) mungkin ditemukan pada awal penyakit atau selama kekambuhan, namun
kemerahan dan perabaan hangat mungkin tidak dijumpai pada AR yang kronik.
Penyebab arthritis pada AR adalah synovial yaitu adanya inflamasi pada membrane
synovial yang membungkus sendi. Pada umumnya sendi yang terkena adalah persendian
besar seperti bahu dan lutut juga bisa terkena. Sendi yang terlibat pada umumnya
simetris, meskipun pada presentasi awal bisa tidak simetris. Sinovitis akan menyebabkan
erosi peermukaan sendi sehingga terjadinya deformitas dan kehilangan fungsi. Ankilosis
tulang (destruksi sendi disertai kolaps dan pertummbuhan tulang yang berlebihan) bisa
terjadi di beberapa sendi khususnya pada pergelangan tangan dan kaki. Sendi pergelangan
tangan hampir selalu terlibat, demikian juga sendi interfalang proksimal dan
netakarpofalangeal. Sendi interfalang distal dan sakroiliaka tidak pernah terlibat.
3. Manifestasi Ekstaartikular
4. Deformitas
Kerusakan dari struktur struktur penunjang sendi dengan perjalanan penyakit. Dapat
terjadi pergeseran urnal atau deviasi jari, subluksasi sendi matakarpofalangenal,
deformitas boutonniere, dan leher angsa merupakan beberapa deformitas tangan yang
sering dijumpai pada klien. Pada kaki terdapat protrusi (tonjolan) kaput metatarsal yang
timbul sekunder dari subluksasi matatersal. Sendi sendi yang sangat besar juga dapat
terangsang dan akan mengalami pengurangan kemampuan begerak terutama dalam
melakukan gerakan ekstensi. Nodul nodul reumatoid adalah massa subkutan yang
ditemukan pada sekitar sepertigao rang dewasa penderita Artritis reumato id. Lokasi yang
paling sering dari doformitas ini adalah bursaolekranon (sendi siku) atau disepanjang
permukaan ekstenso r dari lengan, walaupun demikian nodul nodul ini dapat juga
timbul pada tempat tempat lainnya. Adanya nodul nodul ini biasanya merupakan
suatu petunjuk penyakit yang aktif dan lebih barat. Manifestasi ekstraartikuler, artritis
reumatoid juga dapat menyerang juga dapat menyerang organ organ lain diluar sendi.
Jantung (perikarditis), paru -paru (pleuritis), mata, dan pembuluh darah dapat rusak
Ada beberapa gambaran klinis yang lazim ditemukan pada penderita artritis
reumatoid. Gambaran klinis ini tidak harus timbul sekaligus pada saat yang bersamaan oleh
karena penyakit ini memiliki gambaran klinis yang bervariasi.10
1. Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, anoreksia, berat badan menurun dan
demam. Terkadang kelelahan dapat demikian hebatnya
2. Poliartritis simetris, terutama pada sendi perifer: termasuk sendi-sendi di tangan,
namun biasanya tidak melibatkan sendi-sendi interfalang distal. Hampir semua sendi
diartrodial dapat terserang.
3. Kekakuan pagi hari, selama lebih dari satu jam: dapat bersifat generalisata tetapi
terutama menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini berbeda dengan kekakuan sendi pada
osteoartritis, yang biasanya hanya berlangsung selama beberapa menit dan selalu
kurang dari satu jam
4. Artritis erosif: merupakan ciri khas dari penyakit ini pada gambaran radiologik.
Peradangan sendi yang kronik mengakibatkan erosi di tepi tulang.
5. Deformitas: kerusakan struktur penunjang sendi meningkat dengan perjalanan
penyakit. Pergeseran ulnar atau deviasi jari, subluksasi sendi metakarpofalangeal,
deformitas boutonniere dan leher angsa adalah beberapa deformitas tangan yang
sering dijumpai. Pada kaki terdapat protrusi (tonjolan) kaput metatarsal yang timbul
sekunder dan subluksasi metatarsal. Sendi-sendi yang besar juga dapat terserang dan
mengalami pengurangan kemampuan bergerak terutama dalam melakukan gerak
ekstensi.
6. Nodul-nodul rheumatoid adalah massa subkutan yang ditemukan pada sekitar
sepertiga orang dewasa pasien artritis reumatoid. Lokasi yang paling sering dari
deformitas ini adalah bursa olekranon (sendi siku) atau sepanjang permukaan
ekstensor dari lengan. Walaupun demikan, nodul-nodul ini dapat juga timbul pada
tempat lainnya. Adanya nodul-nodul ini biasanya merupakan petunjuk dari suatu
penyakit yang aktif dan lebih berat.
7. Manifestasi ekstra-artikular; artritis reumatoid juga dapat menyerang organ-organ
lain di luar sendi. Jantung (perikarditis), paru-paru (pleuritis), mata, dan pembuluh
darah dapat rusak.
Dibawah ini merupakan tabel revisi kriteria untuk klasifikasi dari artritis reumatoid dari
American Rheumatism Association tahun 1987
Tabel 1: 1987 Revised American Rheumatism Association Criteria for the Classification of
Rheumatoid Arthritis
[dikutip dari kepustakaan 2]
Kriteria Definisi
1.
Kekakuan pagi hari pada sendi atau disekitar sendi,
Kekakuan pagi
lamanya setidaknya 1 jam
hari
Setidaknya tiga area sendi secara bersama-sama dengan
peradangan pada jaringan lunak atau cairan sendi. 14
2. Artrit
kemungkinan area yang terkena, kanan maupun kiri
is pada tiga atau
proksimal interfalangs (PIP), metakarpofalangs (MCP),
lebih area sendi
pergelangan tangan, siku, lutut, pergelangan kaki, dan
sendi metatarsofalangs (MTP)
3. Artrit Setidaknya satu sendi bengkak pada pergelangan tangan,
is pada sendi
sendi MCP atau sendi PIP
tangan
4. Artrit Secara bersama-sama terjadi pada area sendi yang sama
is simetris pada kedua bagian tubuh
5. Nodu Adanya nodul subkutaneus melewati tulang atau
l-nodul reumatoid permukaan regio ekstensor atau regio juksta-artikular
6. Seru Menunjukkan adanya jumlah abnormal pada serum faktor
m faktor reumatoid dengan berbagai metode yang mana hasilnya
reumatoid positif jika < 5% pada subyek kontrol yang normal
Perubahan radiografik tipikal pada artritis reumatoid pada
7. Perub radiografik tangan dan pergelangan tangan
ahan radiografik posteroanterior, dimana termasuk erosi atau dekalsifikasi
terlokalisasi yang tegas pada tulang.
Untuk klasifikasi, pasien dikatakan menderita atrtritis reumatoid jika pasien
memenuhi setidaknya 4 dari 7 kriteria diatas. Kriteria 1 - 4 harus sudah
berlangsung sekurang-kurangnya 6 minggu. Pasien dengan dua diagnosis klinis,
tidak dikeluarkan pada kriteria ini.
TERAPI
Pengobatan reumatoid artritis ditujukan untuk:
1. Mengurangi nyeri
2. Mengurangi inflamasi
4. Mencegah cacat
Terapi non farmakologik terdiri dari terapi puasa, suplementasi asam lemak essential,
terpai spa dan latihan. Pemberian suplemen minyak ikan bisa digunakan sebagai
NSAID-sparing agents pada penderita AR. Disamping itu ada juga penggunaan terapi
lainnya seperti, Penggunaan terapi herbal, acupuncture dan splinting tetapi belum di
dapatkan bukti yang meyakinkan.
2. Terapi farmakologik
Farmako terapi untuk penderita AR meliputi, anti inflamasi non steroid (OAINS)
untuk mengendalikan nyeri, glukokortikoid dosis rendah atau intraartikular dan
DMARD.
a. OAINS
Bila kelainan terbatas pada sinovia, maka dilakukan sinovektomi dan bila
terjadi rupture tendo dilakukan penjahitan tendo
Pada tingkat lanjut dimana terdapat kerusakan tulang dan tulang rawan, maka
dilakukan osteotomi, artrodesis atau artroplasti tergantung tingkat
kerusakannya.
KONTRAKTUR
Kontraktur merupakan suatu keadaan patologis tingkat akhir dari suatu kontraksi.
Umumnya kontraktur terjadi apabila pembentukan sikatrik berlebihan dari proses
penyembuhan luka. Definisi kontraktur adalah hilangnya atau kurang penuhnya lingkup
gerak sendi secara pasif maupun aktif karena keterbatasan sendi, fibrosis jaringan
penyokong, otot dan kulit.
Penyebab utama kontraktur adalah tidak ada atau kurangnya mobilisasi sendi
akibat suatu keadaan antara lain imbalance kekuatan otot, penyakit neuromuskular,
penyakit degenerasi, luka bakar, luka trauma yang luas, inflamasi, penyakit kongenital,
ankilosis dan nyeri.
Apabila jaringan ikat dan otot dipertahankan dalam posisi memendek dalam
jangka waktu yang lama, serabut-serabut otot dan jaringan ikat akan menyesuaikan
memendek dan menyebabkan kontraktur sendi. Otot yang dihertahan memendek dalam 5-
7 hari akan mengakibatkan pemendekan perut otot yang menyebabkan kontraksi jaringan
kolagen dan pengurangan jaringan sarkomer otot. Bila posisi ini berlanjut sampai 3
minggu atau lebih, jaringan ikat sekitar sendi dan otot akan menebal dan menyebabkan
kontraktur.
KLASIFIKASI KONTRAKTUR
Kontraktur yang disebabkan karena proses terjadinya di kulit, hal tersebut dapat
terjadi karena kehilangan jaringan kulit yang luas misalnya pada luka bakar yang
dalam dan luas, loss of skin/tissue dalam kecelakaan dan infeksi.
Kontraktur yang tejadi karena pemendekan otot dan tendon-tendon. Dapat terjadi oleh
keadaan iskemia yang lama, terjadi jaringan ikat dan atropi, misalnya pada penyakit
neuromuskular, luka bakar yang luas, trauma, penyakit degenerasi dan inflamasi.
3. Kontraktur Arthrogen .
Kontraktur yang terjadi karena proses didalam sendi-sendi, proses ini bahkan dapat
sampai terjadi ankylosis. Kontraktur tersebut sebagai akibat immobilisasi yang lama
dan terus menerus, sehingga terjadi gangguan pemendekan kapsul dan ligamen sendi,
misalnya pada bursitis, tendinitis, penyakit kongenital dan nyeri.
PENCEGAHAN KONTRAKTUR
1. Mencegah infeksi
Perawatan luka, penilaian jaringan mati dan tindakan nekrotomi segera perlu
diperhatikan. Keterlambatan penyembuhan luka dan jaringan granulasi yang
berlebihan akan menimbulkan kontraktur.
Adanya luka luas dan kehilangan jaringan luas diusahakan menutup sedini mungkin,
bila perlu penutupan kulit dengan skin graft atau flap.
3. Fisioterapi
c. Stretching
d. Splinting / bracing
PENANGANAN KONTRAKTUR
1. Konservatif
a. Proper positioning
a. Exercise
- Resisted active exercise : latihan yang dilakukan oleh penderita dengan melawan
tahanan yang diberikan oleh tenaga medis atau alat
mekanik.
- Passive exercise : latihan yang dilakukan oleh tenaga medis terhadap penderita.
b. Stretching
c. Splinting / bracing
d. Pemanasan
Pada kontraktur otot dan sendi akibat scar yang disebabkan oleh luka
bakar, ultrasound adalah pemanasan yang paling baik, pemberiannya selama 10
menit per lapangan. Ultrasound merupakan modalitas pilihan untuk semua sendi
yang tertutup jaringan lunak, baik sendi kecil maupun sendi besar.
2. Operatif
Tindakan operatif adalah pilihan terakhir apabila pcncegahan kontraktur dan terapi
konservatif tidak memberikan hasil yang diharapkan, tindakan tersebut dapat
dilakukan dengan beberapa cara : (11)
a. Z - plasty atau S - plasty
Indikasi operasi ini apabila kontraktur bersama dengan adanya sayap dan dengan
kulit sekitar yang lunak. Kadang sayap sangat panjang sehingga memerlukan
beberapa Z-plasty.
b. Skin graft
Indikasi skin graft apabila didapat jaringan parut yang sangat lebar. Kontraktur
dilepaskan dengan insisi transversal pada seluruh lapisan parut, selanjutnya
dilakukan eksisi jaringan parut secukupnya. Sebaiknya dipilih split thickness graft
untuk l potongan, karena full thickness graft sulit. Jahitan harus berhati-hati pada
ujung luka dan akhirnya graft dijahitkan ke ujung-ujung luka yang lain, kemudian
dilakukan balut tekan. Balut diganti pada hari ke 10 dan dilanjutkan dengan
latihan aktif pada minggu ketiga post operasi.
c. Flap
Pada kasus kasus dengan kontraktur yang luas dimana jaringan parutnya terdiri
dari jaringan fibrous yang luas, diperlukan eksisi parsial dari parut dan
mengeluarkan / mengekspos pembuluh darah dan saraf tanpa ditutupi dengan
jaringan lemak, kemudian dilakukan transplantasi flap untuk menutupi defek tadi.
Indikasi lain pemakaian flap adalah apabila gagal dengan pemakaian cara graft
bebas untuk koreksi kontraktur sebelumnya. Flap dapat dirotasikan dari jaringan
yang dekat ke defek dalam 1 kali kerja
a. Nyeri Somatik: nyeri timbul pada organ non-viseral, misal nyeri pasca bedah, nyeri
metastatic, nyeri tulang, dan nyeri artritik
Nyeri Somatic Dalam: Nyeri yang berasal dari otot, tendon, ligamentum,
tulang, sendi, dan arteri. Struktur tadi memiliki lebih sedikit reseptor sehingga
lokasi nyeri sering tidak jelas.
b. nyeri viseral adalah reseptor viseral, reseptor ini meliputi organ-organ viseral seperti
jantung, hati, usus, ginjal dan sebagainya. Nyeri yang timbul pada reseptor ini biasanya
tidak sensitif terhadap pemotongan organ, tetapi sangat sensitif terhadap penekanan,
iskemia dan inflamasi. Nyeri yang disebabkan kerusakan organ internal, durasinya cukup
lama, dan sensasi yang timbul biasanya tumpul.
Lumbar pleksus
Pembagian anterior saraf lumbal , saraf sacral , dan saraf coccygeal membentuk pleksus
lumbosakral, saraf lumbal pertama yang sering bergabung dengan cabang dari toraks kedua
belas. Untuk tujuan deskriptif pleksus ini biasanya dibagi menjadi tiga bagian:
lumbar plexus
sacral plexus
pudenda pleksus
pleksus lumbalis
Pleksus lumbalis adalah pleksus saraf di lumbal wilayah tubuh yang merupakan bagian dari
pleksus lumbosakral . Hal ini dibentuk oleh divisi ventral dari empat pertama saraf lumbal
(L1-L4) dan dari kontribusi dari saraf subkostal (T12), yang merupakan yang terakhir saraf
dada . Selain itu, rami ventral saraf lumbar keempat lulus berkomunikasi cabang, batang
lumbosakral , ke pleksus sakral . Saraf dari pleksus lumbal lulus di depan sendi panggul dan
terutama mendukung bagian anterior paha. [1]
Pleksus dibentuk lateral foramina intervertebralis dan melewati psoas utama . Cabang yang
lebih kecil bermotor didistribusikan langsung ke psoas utama, sedangkan cabang yang lebih
besar meninggalkan otot di berbagai situs untuk menjalankan miring ke bawah melalui area
panggul untuk meninggalkan panggul bawah ligamentum inguinalis , dengan pengecualian
dari saraf obturator yang keluar pelvis melalui dengan foramen obturator . [1]
Cabang
The saraf iliohypogastric [2] berjalan anterior psoas utama di perbatasan proksimal lateral
untuk menjalankan lateral dan miring pada sisi anterior kuadratus lumborum . Lateral otot ini,
menembus transversus abdominis untuk menjalankan atas krista iliaka antara yang otot dan
oblikus interna perut . Ini memberikan off cabang motorik beberapa otot-otot dan cabang
sensorik ke kulit pinggul lateral. Cabang terminal kemudian berjalan sejajar dengan
ligamentum inguinalis untuk keluar dari aponeurosis dari miring eksternal perut atas cincin
inguinal eksternal di mana ia memasok kulit di atas ligamentum inguinalis (yaitu daerah
hipogastrikus ) dengan cabang kutaneus anterior . [3]
The saraf ilioinguinal erat mengikuti saraf iliohypogastric pada lumborum kuadratus, tapi
kemudian melewati bawah untuk berjalan pada tingkat puncak iliaka. Ini menembus lateral
dinding perut dan berjalan medial pada tingkat ligamentum inguinalis di mana ia memasok
cabang motorik untuk kedua transversus abdominis dan cabang sensorik melalui cincin
inguinalis eksternal ke kulit di atas simfisis pubis dan aspek lateral labia majora atau
skrotum . [3]
The saraf genitofemoral menusuk psoas utama anterior bawah dua mantan saraf untuk segera
dibagi menjadi dua cabang yang berjalan ke bawah di sisi anterior dari otot. Lateral cabang
femoralis adalah murni sensorik. Ini menembus kekosongan vaskular dekat hiatus saphena
dan memasok kulit bawah ligamentum inguinale (yaitu proksimal, aspek lateral segitiga
femoral ). The cabang kelamin berbeda pada pria dan wanita. Pada laki-laki itu berjalan
dalam korda spermatika dan pada wanita dalam kanalis inguinalis bersama dengan
ligamentum teres uteri . Ini kemudian mengirimkan cabang sensorik ke kulit skrotum pada
laki-laki dan labia majora pada wanita. Pada laki-laki itu pasokan persarafan motor ke
cremaster . [3]
The kutaneus lateralis saraf femoralis menusuk besar di sisi lateral psoas dan berjalan miring
ke bawah di bawah fasia iliaka . Medial ke spina iliaka anterior superior meninggalkan
daerah panggul melalui lateral kekosongan otot . Di paha sebentar lewat di bawah fasia lata
sebelum pelanggaran fasia dan memasok kulit paha anterior. [3]
The saraf obturator meninggalkan pleksus lumbalis dan turun di belakang psoas besar di
atasnya sisi medial, kemudian mengikuti terminalis linea ke dalam panggul lebih rendah , dan
akhirnya meninggalkan daerah panggul melalui kanal obturator . Di paha, ia akan
mengirimkan cabang motor ke obturatorius eksternus sebelum membagi menjadi anterior dan
cabang posterior, yang keduanya terus distal. Cabang-cabang yang dipisahkan oleh brevis
adduktor dan menyediakan semua adductors paha dengan persarafan motor: pectineus ,
longus adduktor , brevis adduktor, adduktor magnus , minimus adduktor , dan gracilis .
Cabang anterior kontribusi terminal, cabang sensorik yang melewati sepanjang perbatasan
anterior gracilis dan memasok kulit pada bagian, medial distal paha. [4]
The saraf femoralis adalah yang terbesar dan terpanjang dari saraf pleksus '. Ini memberikan
persarafan motor untuk iliopsoas , pectineus , sartorius , dan femoris quadriceps , dan
persarafan sensorik ke paha anterior, posterior tungkai bawah, dan hindfoot. Di daerah
panggul, berjalan di alur antara psoas mayor dan iliacus memberikan off cabang untuk kedua
otot, dan keluar panggul melalui aspek medial kekosongan otot . Di paha ini terbagi menjadi
cabang sensorik dan otot banyak dan saraf saphena , panjang terminal cabang sensorik yang
terus turun ke kaki. [4]
femoralis ramus
Genitofemoral L1, L2 cremaster pada laki-laki
Genital ramus
obturatorius eksternus
adduktor longus
adduktor brevis
Gabus L2-L4 Cutaneous ramus
gracilis
Pectineus
adduktor magnus
iliopsoas
Pectineus kulit cabang anterior
Femoralis L2-L4
Sartorius saphena
Paha femoris
psoas mayor
Pendek, otot cabang T12- Quadratus lumborum
langsung L4 Iliacus
Lumbar intertransverse
Pleksus sakralis
Dalam anatomi manusia , pleksus sakral adalah pleksus saraf yang menyediakan saraf
motorik dan sensorik untuk paha posterior, sebagian besar dari kaki bagian bawah, seluruh
kaki, dan bagian dari panggul . Ini adalah bagian dari pleksus lumbosakral dan muncul dari
vertebra sacral (S2-S4). [1] Sebuah sacral plexopathy adalah gangguan yang mempengaruhi
saraf pleksus sakral, biasanya disebabkan oleh trauma, kompresi saraf, penyakit pembuluh
darah, atau infeksi. Gejala dapat termasuk rasa sakit, kehilangan kontrol motorik, sensorik
dan defisit.
Komposisi
Pleksus sakral dibentuk oleh:
Saraf membentuk pleksus sakral konvergen menuju bagian bawah foramen iskiadika , dan
bersatu untuk membentuk sebuah band pipih, dari permukaan anterior dan posterior yang
beberapa cabang muncul.
Band itu sendiri dilanjutkan sebagai saraf siatik , yang membagi di bagian belakang paha ke
saraf tibialis dan saraf fibula umum , kedua saraf kadang-kadang timbul terpisah dari pleksus,
dan dalam semua kasus kemerdekaan mereka dapat ditunjukkan oleh diseksi.
Seringkali, pleksus sakral dan pleksus lumbalis yang dianggap sebagai salah satu besar saraf
pleksus, yang pleksus lumbosakral . The batang lumbosakral menghubungkan dua pleksus.
Hubungan
Pleksus sakral terletak di bagian belakang panggul antara piriformis otot dan fasia panggul .
Di depan itu adalah iliaka interna , vena iliaka interna , yang ureter , dan kolon sigmoid . The
arteri glutealis superior dan vena dijalankan antara batang lumbosakral dan saraf sakral
pertama, dan arteri glutealis inferior dan vena antara saraf sakralis kedua dan ketiga.
Saraf terbentuk
Semua saraf memasuki pleksus, dengan pengecualian dari sakralis ketiga, dibagi menjadi
divisi ventral dan dorsal, dan saraf yang timbul dari ini adalah sebagai berikut dari tabel di
bawah ini:
Sacral plexus
Saraf dari pleksus sakral [2]
Saraf Ruas Innervated otot Cutaneous cabang
Gluteus medius
Superior glutealis L4-S1 Gluteus minimus
Tensor fasciae latae
Inferior glutealis L5-S2 Gluteus maximus
Femoralis posterior kulit
Femoralis posterior kulit S1-S3
cluneal saraf
Inferior
Perineal cabang
Langsung cabang dari pleksus
piriformis S1-2 Piriformis
obturatorius
L5-S1 Obturatorius internus
internus
Quadratus
L5-S1 Kuadratus femoris
femoris
Siatik
Semitendinosus (Tib)
Semimembranosus (Tib)
Biceps femoris
Panjang kepala (Tib)
Siatik L4-S3 Pendek kepala (Fib)
Saraf pudenda
Saraf pudenda adalah saraf di daerah pinggul yang membawa sensorik dan motorik, somatik
dan simpatik [1] [2] serat yang innervate genitalia eksterna dari kedua jenis kelamin, serta
sphincters untuk kandung kemih dan rektum . Ini berasal dari inti Onuf ini di sakral daerah
dari sumsum tulang belakang , dan perjalanan di S2-S4 saraf pleksus sakral .
Anatomi
Saraf pudenda berasal di pleksus sakral , melainkan berasal serat nya dari rami ventral dari
saraf sakralis kedua, ketiga, dan keempat (S2, S3, S4). [3]
Ini lewat di antara piriformis dan coccygeus otot dan daun panggul melalui bagian bawah
foramen iskiadika .
Melintasi tulang belakang dari iskium , dan reenters yang pelvis melalui foramen iskiadika
minor .
Ini menyertai pembuluh pudenda interna ke atas dan ke depan sepanjang dinding lateral fossa
iskiorektalis , yang terkandung dalam selubung dari fasia obturatorius disebut kanal pudenda .
Saraf pudenda memberikan off saraf rektalis inferior . Segera terbagi menjadi dua cabang
terminal: pada saraf perineal , dan saraf dorsal penis (pada pria) atau saraf dorsal klitoris
(pada wanita).
Cabang Deskripsi
diberikan tak lama setelah melewati foramen siatik
Inferior anal saraf
lebih besar .
Perineum saraf lebih dangkal terminal cabang
Punggung saraf penis / saraf lebih dalam terminal cabang, bepergian ke kavum
punggung klitoris perineal profunda
Skrotum posterior saraf / posterior
Posterior skrotum / labia Posterior
labial saraf