Anda di halaman 1dari 9

PANDUAN SUB KOMITE KREDENSIAL

1. LATAR BELAKANG
Undang-undang tentang Rumah Sakit yang baru ditetapkan menuntut rumah
sakit untuk melindungi keselamatan pasien, antara lain dengan melaksanakan
clinical governance bagi para klinisnya. Setiap dokter di rumah sakit harus bekerja
dalam koridor kewenangan klinis (clinical privilege) yang ditetapkan oleh kepala
rumah sakit.
Walaupun frekuensi kecelakaan yang berkaitan dengan tindakan medis dokter di
rumah sakit belum diketahui dengan pasti jumlahnya di Indonesia, namun diduga
jumlah tersebut tidak kecil.
Salah satu factor krusial dalam keselamatan pasien adalah kewenangan dokter
untuk melakukan tindakan medis yang saat ini tidak dikendalikan dengan adekuat
oleh komite medis rumah sakit. Dalam hal seorang dokter kurang kompeten dalam
melakukan tindakan medis tertentu karena sebab apapun, belum ada mekanisme
yang mencegah dokter untuk melakukan tindakan medis tersebut di rumah sakit.
Pada gilirannya kondisi ini dapat menimbulkan kecelakaan pada pasien.
Demi menjaga keselamatan pasien dari tindakan medis yang dilakukan oleh
dokter yang kurang kompeten rumah sakit perlu mengambil langkah-langkah
pengamanan dengan cara pemberian kewenangan klinis melalui mekanisme
kredensial yang dilaksanakan oleh komite medis. Beberapa pihak yang terkait
dengan upaya ini adalah Kolegium Kedokteran Indonesia dan komite medis rumah
sakit. Kolegium Kedokteran Indonesia dapat menjadi acuan untuk menentukan
lingkup dan jenis-jenis kewenangan klinis bagi setiap cabang ilmu kedokteran.
Komite medis akan menentukan jenis-jenis kewenangan klinis bagi setiap dokter
yang bekerja di rumah sakit berdasarkan kompetensinya melalui mekanisme
kredensial. Dengan terkendalinya tindakan medis disetiap rumah sakit maka pasien
lebih terlindungi dari tindakan medis yang dilakukan oleh dokter yang tidak
kompeten.
Pedoman ini dimaksudkan agar menjadi panduan bagi rumah sakit Khusus
Bersalin Sayang Ibu untuk melakukan kredensial para tenaga medis dengan baik,
benar, dan dapat dipertanggungjawabkan.

2. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Pedoman ini diterbitkan dengan tujuan utama untuk melindungi keselamatan
pasien melalui mekanisme kredensial dokter di rumah sakit.
2. Tujuan Khusus
1. Memberikan panduan mekanisme kredensial dan re-kredensial bagi para
dokter di rumah sakit.
2. Memberikan panduan bagi komite medis untuk menyusun jenis-jenis
kewenangan klinis (clivical privilege) bagi setiap dokter yang melakukan
tindakan medis di rumah sakit sesuai dengan cabang ilmu kedokteran yang
diterapkan oleh Kolegium Kedokteran Indonesia.
3. Memberikan panduan bagi kepala rumah sakit untuk menerbitkan
kewenangan klinis (clinical privilege) bagi setiap dokter untuk melakukan
tindakan medis di rumah sakit.
4. Meningkatkan profesionalitas dan akuntabilitas tenaga medis di rumah sakit.
5. Meningkatkan reputasi dan kredebilitas para dokter dan institusi rumah sakit
dihadapan pasien, penyandang dana, dan stake holder rumah sakit lainnya.

3. KONSEP DASAR KREDENSIAL DOKTER DI RUMAH SAKIT KHUSUS


BERSALIN SAYANG IBU
Salah satu upaya rumah sakit dalam menjalankan tugas dan tanggung
jawabnya untuk menjaga keselamatan pasiennya adalah dengan menjaga
standar profesi dan kompetensi para dokter yang melakukan tindakan medis
terhadap pasien di rumah sakit. Upaya ini dilakukan dengan cara mengatur agar
setiap tindakan medis yang dilakukan terhadap pasien hanya dilkaukan oleh
tenaga medis yang benar-benar kompeten. Persyaratan kompetensi ini meliputi
dua komponen, (1) komponen kompetensi keprofesian medis yang terdiri dari
pengetahuan, keterampilan, dan perilaku professional; dan, (2) komponen
kesehatan yang meliputi kesehatan fisik dan mental.
Walaupun seorang dokter telah mendapatkan brevet spesialisasi dari
kolegium ilmu kedokteran yang bersangkutan, namun rumah sakit wajib
melakukan verifikasi kembali kompetensi seseorang untuk melakukan tindakan
medis dalam lingkup spesialisasi tersebut, hal ini dikenal dengan istilah
credentialing. Proses credentialing ini dilakukan dengan dua alasan utama.
Alasan pertama, banyak faktor yang mempengaruhi kompetensi setelah
seseorang mendapatkan brevet spesialisasi dari kolegium. Perkembangan ilmu
dibidang kedokteran untuk suatu tindakan medis tertentu sangat pesat, sehingga
kompetensi yang diperoleh saat menerima brevet bisa kadaluarsa, bahkan
dapat dianggap sebagai tindakan yang tidak aman bagi pasien. Selain itu,
lingkup suatu cabang ilmu kedokteran tertentu senantiasa berkembang dari
waktu kewaktu sehingga suatu tindakan yang semula tidak diajarkan pada
penerima brevet pada periode tertentu, dapat saja belakangan diajarkan pada
periode selanjutnya, bahkan dianggap merupakan suatu kemampuan yang
standar. Hal ini mengakibatkan bahwa sekelompok dokter yang menyandang
brevet tertentu dapat saja memiliki lingkup kompetensi yang berbeda-beda.
Alasan kedua, keadaan kesehatan seseorang dapat saja menurun akibat
penyakit tertentu atau bertambahnya usia sehingga mengurangi keamanan
tindakan medis yang dilakukannya. Kompetensi fisik dan mental dinilai melalui uji
kelaikan kesehatan baik fisik maupun mental. Tindakan verifikasi kompetensi
profesi medis tersebut oleh rumah sakit disebut sebagai mekanisme
credentialing, dan hal ini dilakukan demi keselamatan pasien. Tindakan verifikasi
kompetensi ini juga dilakukan pada profesi lain untuk kemanan kliennya.
Setelah seorang dokter dinyatakan kompeten melalui suatu proses
kredensial, rumah sakit menerbitkan suatu ijin bagi yang bersangkutan untuk
melakukan serangkaian tindakan-tindakan medis tertentu di rumah sakit
tersebut, hal ini dikenal sebagai kewenangan klinis (klinis privilege). Tanpa
adanya kewenangan klinis (clinical privilege) tersebut seorang dokter tidak
diperkenankan untuk melakukan tindakan medis di rumah sakit tersebut.
Luasnya lingkup kewenangan klinis (clinical privilege) seorang dokter spesialis
dapat saja berbeda dengan koleganya dalam spesialisasi yang sama, tergantung
pada ketetapan komite medis tentang kompetensi untuk melakukan tiap tindakan
medis oleh yang bersangkutan berdasarkan hasil proses kredensial. Dalam hal
tindakan medis seorang dokter membahayakan pasien maka kewenangan klinis
(clinical privilege) seorang dokter dapat saja dicabut sehingga tidak
diperkenankan untuk melakukan tindakan medis tertentu dilingkungan rumah
sakit tersebut. Pencabutan kewenangan klinis (clinical privilege) tersebut
dilakukan melalui prosedur tertentu yang melibatkan komite medis.
Kewajiban rumah sakit untuk menetapkan kewenangan klinis (clinical
privilege) tersebut telah diatur dengan tegas dalam Undang-undang tentang
Rumah sakit. Dalam Undang-undang Rumah Sakit pasal 29 ayat (1) butir r. telah
ditetapkan bahwa setiap rumah sakit wajib menyusun dan melaksanakan
hospital bylaws, yang dalam penjelasan undang-undang tersebut ditetapkan
bahwa setiap rumah sakit wajib melaksanakan tata kelola klinis yang baik (good
clinical governance). Hal ini dirumuskan oleh setiap rumah sakit dalam peraturan
staf medis Rumah Sakit (medical staff bylaw) antara lain diatur kewenangan
klinis (clinical privilege).
Kelemahan rumah sakit dalam menjalankan fungsi kredensial akan
menimbulkan tanggung jawab hokum bagi rumah sakit dalam hal terjadi
kecelakaan tindakan medis. Setiap rumah sakit wajib melindungi pasiennya dari
segala tindakan medis yang dilakukan oleh setiap dokter di rumah sakit tersebut,
hal ini dikenal sebagai the duty of due care. Tanggung jawab rumah sakit
tersebut berlaku tidak hanya terhadap tindakan yang dilakukan oleh dokter
pegawai rumah sakit saja, tetapi juga setiap dokter yang bukan berstatus
pegawai (dokter tamu). Rumah sakit wajib mengetahui dan menjaga keamanan
setiap tindakan medis yang dilakukan dalam lingkungannya demi keselamatan
semua pasien yang dilayaninya sebagai bagian dari the duty of due care.

4. PERANAN KOMITE MEDIS DAN STATUTA STAF MEDIS (MEDICAL STAFF


BYLAWS) DALAM MEKANISME KREDENSIAL

Komite medis memiliki peran sentral dalam mekanisme kredensial para


doter karena tugas utamanya menjaga profesionalisme tenaga medis dan
melindungi pasien rumah sakit untuk hal-hal yang berkaitan dengan tindakan
medis. Disebuah rumah sakit, komite medis dianalogkan dengan konsil
kedokteran atau medical board suatu negara untuk melindungi masyarakat dari
tenaga medis yang tidak kompeten. Tiga tugas utama komite medis adalah (1)
menapis tenaga medis yang akan diperbolehkan melakukan tindakan medis di
rumah sakit tersebut; (2) memelihara kompetensi dan memantau kualitas kinerja
profesi tenaga medis, dan (3) merekomendasikan untuk melarang tenaga medis
yang dianggap tidak aman bagi pasien untuk tidak melakukan tindakan medis
tertentu di rumah sakit tersebut. Oleh karenanya, struktur komite medis paling
sedikit mencakup tiga komponen fungsi diatas, yaitu subkomite kredensial,
subkomite mutu profesi medis, dan subkomite disiplin profesi.

Mekanisme kredensial dan re-kredensial di rumah sakit adalah tanggung


jawab komite medis yang dilaksanakan oleh subkomite kredensial. Pada akhir
proses kredensial, komite medis menerbitkan rekomendasi kepada kepala rumah
sakit tentang lingkup kewenangan klinis seorang tenaga medis secara rinci
(delineation of clinical privilege). Untuk itu subkomite kredensial melakukan
serangkaian kegiatan berupa pemanggilan calon, menyusun tim mitra bestari,
dan melakukan penilaian kompetensi seorang tenaga medis yang meminta
kewenangan klinis tertentu. Selain itu subkomite kredensial juga menyeapkan
berbagai instrument kredensial dan pemberian kewenangan klinis untuk
disahkan kepala rumah sakit. Instrumen tersebut paling sedikit meliputi (1)
perangkat kebijakan rumah sakit tentang kredensial dan kewenangan klinis; (2)
boring-borang (formulir) yang diperlukan, dan (3) pedoman penilaian kompetensi
klinis yang diperlukan untuk memberikan kewenangan klinis tertentu oleh mitra
bestari. Tugas, fungsi, dan wewenang komite medis dalam melaksanakan
kredensial diatur dalam status staf medis ( medical staff bylaws).

Status staf medis adalah landasan utama untuk melakukan kredensial dan
re-kredensial para dokter disebuah rumah sakit. Disebuah rumah sakit, status
staff medis dianalogkan dengan undang-undang praktik kedokteran (medical
practice act) suatu negara yang mengaturkeberadaan konsil kedokteran dan
perangkatnya.status staf medis ini ditetapkan oleh kepala rumah sakit ( untuk
rumah sakit pemerintah) atau badan pengampu (governing board) rumah sakit
( untuk rumah sakit non-pemerintah). Secara umum, status staf medis mengatur
keberadaan dan mekanisme kerja komite medis. Pelaksanaan kredensial
merupakan salah satu hal penting yang diatur dalam status staf medis.
Dalam status rekam medis ini diatur mekanisme pemberian kewenangan
klini stermasuk syarat yang harus dipenuhi oleh seorang tenaga medis untuk
memperoleh kewenangan klinis tersebut. Selain ini, diatur pula tata cara
penentuan mitra bestari untuk melakukan proses kredensial dan tata cara
pengambilan putusan dalam menentukan kewenangan klinis seorang tenaga
medis. Status staf medis digunakan sebagai pedoman, norma, dan acuan untuk
menyelesaikan berbagai masalah yang timbul sebelum, selama, dan sesudah
proses kredensial dan re-kredensial dilakukan.

5. KEWENANGAN KLINIS BAGI TENAGA MEDIS DI RUMAH SAKIT


Proses utama kredensial ditujukan untuk mengedalikan kewenangan melakukan
tindakan medis yang terinci ( delination clinical privilege) bagi setiap dokter yang
bertumpu pada tiap tahap. Secara garis besar tahapan pemberian kewenangan klinis
yang harus diatur lebih lanjut oleh rumah sakit adalah sebagai berikut:
1. Staf medis mengajukan permohonan kewenangan klinis kepada
Kepala/direktur Rumah Sakit dengan mengisi formulir daftar rincian kewenangan
klinis yang telah disediakan rumah sakit dengan dilengkapi bahan-bahan
pendukung.
2. Berkas permohonan staf medis yang telah lengkap disampaikan oleh
Kepala/direktur rumah sakit kepada komite medik.
3. kajian terhadap formulir daftar rincian kewenangan klinis yang telah diisi oleh
pemohon.
4. Dalam melakukan kajian subkomite kredensial dapat membentuk panel atau
panitia ad-hoc dengan melibatkan mitra bestari dari disiplin yang sesuai dengan
kewenangan klinis yang diminta berdasarkan buku putih (white paper).
5. Subkomite kredensial melakukan seleksi terhadap anggota panel atau
panitia ad-hoc dengan mempertimbangkan reputasi, adanya konflik kepentingan,
bidang disiplin, dan kompetensi yang bersangkutan.
6. Pengkajian oleh subkomite kredensial meliputi elemen:
a. kompetensi:
1) berbagai area kompetensi sesuai standar kompetensi yang disahkan
oleh lembaga pemerintah yang berwenang untuk itu;
2) kognitif;
3) afektif;
4) psikomotor.
b. kompetensi fisik;
c. kompetensi mental/perilaku;
d. perilaku etis (ethical standing).
7. Kewenangan klinis yang diberikan mencakup derajat kompetensi dan
cakupan praktik.
8. Daftar rincian kewenangan klinis (delineation of clinical privilege) diperoleh
dengan cara:
a. menyusun daftar kewenangan klinis dilakukan dengan meminta masukan
dari setiap Kelompok Staf Medis.
b. mengkaji kewenangan klinis bagi Pemohon dengan menggunakan daftar
rinckian kewenangan klinis (delineation of clinical privilege).
c. mengkaji ulang daftar rincian kewenangan klinis bagi staf medis
dilakukan secara periodik.
9. Rekomendasi pemberian kewenangan klinis dilakukan oleh komite medik
berdasarkan masukan dari subkomite kredensial.
10. Subkomite kredensial melakukan rekredensial bagi setiap staf medis yang
mengajukan permohonan pada saat berakhirnya masa berlaku surat penugasan
klinis (clinical appointment), dengan rekomendasi berupa:
a. kewenangan klinis yang bersangkutan dilanjutkan;
b. kewenangan klinis yang bersangkutan ditambah;
c. kewenangan klinis yang bersangkutan dikurangi;
d. kewenangan klinis yang bersangkutan dibekukan untuk waktu tertentu;
e. kewenangan klinis yang bersangkutan diubah/dimodifikasi;
f. kewenangan klinis yang bersangkutan diakhiri.
11. Bagi staf medis yang ingin memulihkan kewenangan klinis yang dikurangi
atau menambah kewenangan klinis yang dimiliki dapat mengajukan permohonan
kepada komite medik melalui kepala/direktur rumah sakit. Selanjutnya, komite
medik menyelenggarakan pembinaan profesi antara lain melalui mekanisme
pendampingan (proctoring).
12. Kriteria yang harus dipertimbangkan dalam memberikan rekomendasi
kewenangan klinis:
a. pendidikan:
1) lulus dari sekolah kedokteran yang terakreditasi, atau dari sekolah
kedokteran luar negeri dan sudah diregistrasi;
2) menyelesaikan program pendidikan konsultan.
b. perizinan (lisensi):
1) memiliki surat tanda registrasi yang sesuai dengan bidang profesi;
2) memiliki izin praktek dari dinas kesehatan setempat yang masih
berlaku.
c. kegiatan penjagaan mutu profesi:
1) menjadi anggota organisasi yang melakukan penilaian kompetensi bagi
anggotanya;
2) berpartisipasi aktif dalam proses evaluasi mutu klinis.
d. kualifikasi personal:
1) riwayat disiplin dan etik profesi;
2) keanggotaan dalam perhimpunan profesi yang diakui;
3) keadaan sehat jasmani dan mental, termasuk tidak terlibat penggunaan
obat terlarang dan alkohol, yang dapat mempengaruhi kualitas
pelayanan terhadap pasien;
4) riwayat keterlibatan dalam tindakan kekerasan;
5) memiliki asuransi proteksi profesi (professional indemnity Insurance).
e. pengalaman dibidang keprofesian:
1) riwayat tempat pelaksanaan praktik profesi;
2) riwayat tuntutan medis atau klaim oleh pasien selama menjalankan
profesi.
13. Berakhirnya kewenangan klinis .
Kewenangan klinis akan berakhir bila surat penugasan klinis (clinical appointment)
habis masa berlakunya atau dicabut oleh kepala/direktur rumah sakit. Surat
penugasan klinis untuk setiap staf medis memiliki masa berlaku untuk periode
tertentu, misalnya dua tahun. Pada akhir masa berlakunya surat penugasan
tersebut rumah sakit harus melakukan rekredensial terhadap staf medis yang
bersangkutan. Proses rekredensial ini lebih sederhana dibandingkan dengan
proses kredensial awal sebagaimana diuraikan di atas karena rumah sakit telah
memiliki informasi setiap staf medis yang melakukan pelayanan medis di rumah
sakit tersebut.
14. Pencabutan, perubahan/modifikasi, dan pemberian kembali kewenangan
klinis.
Pertimbangan pencabutan kewenangan klinis tertentu oleh kepala/direktur rumah
sakit didasarkan pada kinerja profesi dilapangan, misalnya staf medis yang
bersangkutan terganggu kesehatannya, baik fisik maupun mental. Selain itu,
pencabutan kewenangan klinis juga dapat dilakukan bila terjadi kecelakaan medis
yang diduga karena inkompetensi atau karena tindakan disiplin dari komite medik.
Namun demikian, kewenangan klinis yang dicabut tersebut dapat diberikan
kembali bila staf medis tersebut dianggap telah pulih kompetensinya. Dalam hal
kewenangan klinis tertentu seorang staf medis diakhiri, komite medik akan
meminta subkomite mutu profesi untuk melakukan berbagai upaya pembinaan
agar kompetensi yang bersangkutan pulih kembali. Komite medik dapat
merekomendasikan kepada kepala/direktur rumah sakit pemberian kembali
kewenangan klinis tertentu setelah melalui proses pembinaan.

Pada dasarnya kredensial tetap ditujukan untuk menjaga keselamatan pasien,


sambil tetap membina kompetensi seluruh staf medis di rumah sakit tersebut. Dengan
demikian jelaslah bahwa komite medik dan peraturan internal staf medis memegang
peranan penting dalam proses kredensial dan pemberian kewenangan klinis untuk
setiap staf medis.

Anda mungkin juga menyukai