Anda di halaman 1dari 5

Pengkajian Diagnostik dan Laboratorium Pasien Ulkus Peptikum

Disusun Oleh Naufalia Zulfa A_1406544734_HG1_KD VI Kelas C

Kasus :

Pasien laki-laki berusia 40 tahun, dengan BB= 68 kg dirawat di rumah sakit dengan diagnosa
medis hematemesis melena ec. Peptic ulcer.Saat ini pasien masih terpasang nasogastric tube
(NGT) untuk dekompresi dengan drainage darah sejumlah 400 cc/5jam. TTV= TD= 90/60
mmHg, HR= 124 x/mnt, RR= 26 x/mnt, cepat dan dalam, kesadaran delirium. Infus Normal
Saline terpasang di tangan kiri.Pasien ada perencanaan dilakukan pemeriksaan lab untuk evaluasi
masalah cairan terkait perdarahan yang muncul.Pasien juga mendapatkan terapi pengobatan
untuk mengatasi masalah perdarahannya.

Penyakit ulkus peptikum atau biasa disebut dengan Peptic Ulcer Disease (PUD) adalah
salah satu gangguan sistem pencernaan yang berkesinambungan meliputi esophagus bagian
bawah, lambung atau mukosa duodenum yang menyebabkan kerusakan setempat yang
disebabkan oleh inflamasi ( Black & Hawks, 2009). Penyakit ini disebabkan oleh adanya infeksi
dari bakteri gram negative yaitu bakteri H.pylori, yang biasa didapatkan dari makanan dan air.
Selain disebabkan oleh infeksi bakteri, penyakit ini juga bisa disebabkan oleh penggunan aspirin
dan NSAIDs (White, Duncan, & Baumle, 2012)

Sebagai perawat kita perlu melakukan pemeriksaan diagnostic untuk memeriksa kondisi
pasien . Pengkajian diagnostic dilakukan untuk memastikan apakah pasien terkena penyakit PUD
atau tidak. Pengkajian diagnostic meliputi dari pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan
penunjang. Berikut ini adalah beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk
mendiagnosis penyakit ulkus peptikum :

a. Esophagogastroduodenoscopy (EGD)
EGD adalah salah satu pemeriksaan penunjang untuk memeriksan kondisi yang
abnormal di esophagus, perut dan lambung. Biopsi dapat diperoleh pada saat
pemeriksaan EGD. (White, Duncan, & Baumle, 2012). Pemeriksaan ini merupakan
tes penunjang yang paling utama untuk melihat adanya perdarahan pada salurah
pencernaan atas dan mengetahui derajat jaringan yang luka. EGD dilakukan untuk

1
mendeteksi keabnormalan
seperti adanya inflamasi,
kanker, perdarahan, luka dan
infeksi.
Hal yang erlu dilakukan
perawat ketika melakukan
pemeriksaan EGD yaitu
menjelaskan prosedur dan
persiapan pemeriksaan EGD.
Klien disarankan untuk tidak
makan dan minum melalui
oral (nothing per oral) selama 8-10 jam sebelum pemeriksaan. Klien mendapatkan
premedikasi dengan sedative agar pasien merasa rileks. Setelah procedure selesai
dilakukan, kaji tanda-tanda vital dan kaji apakah ada dyspnea, perdarahan, demam,
nyeri epigastrium, dan disfagia (White, Duncan, & Baumle, 2012)
b. Capsule endoscopy
Merupakan sebuah kamera kecil yang dimasukkan ke dalam kapsul dan ditelan. Hasil
pemeriksaan diambil setiap 2 detik dan ditransmisikan melalui sinyal radio dan
direkam pada hard disk yang dipakai sebagai ikat pinggang oleh pasien (Doenges,
Moorhouse, & Murr, 2009). Setelah selesai kapsul ini akan dikeluarkan bersama
feses. Pemeriksaan ini bisa digunakan untuk melihat adanya lesi, penyempitan, atau
perdarahan di saluran gastrointestinal.
c. Barium swallow with x-ray
Tes ini dilakukan untuk melihat adanya perdarahan dan dilakukan setelah perdarahan
berhenti untuk mencari penyebab dan lokasi luka serta melihat apakah terdapat defek
structural. Tes ini juga bisa dilakukan untuk mendeteksi adanya lubang ulkus dan
pengeluaran gastric carcinoma. (Grossman & Porth, 2014).
d. H.Pylori tes
Ada empat tes yang bisa mendeteksi adanya bakteri H.pylori yaitu: tes antibody
darah, urea breath tes, tes antigen feses dan biopsy perut (Doenges, Moorhouse, &
Murr, 2009). Pemeriksaan ini digunakan untuk melihat apakah terdapat infeksi
bakteri H.Pylori yang menyebabkan ulkus atau iritasi pada dinding perut. Kehadiran
bakteri ini meningkatkan resiko terjadinya ulkus peptikum 5-7 kali lebih tinggi dan

2
penggunaan NSAIDs meningkatkan 5-20 kali lebih tinggi. Urea breath test adalah
(Brunner & Suddarth, 2010) pemeriksaan diagnostic yang efektif untuk mendeteksi
adanya bakteri H.Pylori. Pasien diminta untuk menelan larutan urea yang
mengandung atom karbon special. Jika terdapat H.Pylori maka bakteri tersebut akan
memecahkan urea dan mengeluarkan karbon. Darah akan mengandung kabron dan
dibawa ke paru-paru untuk diekspirasi. Tes ini 96% higga 98& lebih akurat.

e. Analisis gastrin (berdasarkan tessekresi sel dan tes stimulasi asam lambung)
Gastrin merupakan hormone yang dikeluarkan olekh perut yang merangsang
sekresi asam lambung. Tes basal cell secretion yaitu dengan memasukkan selang
NGT dan dilakukan suction terhadap isi perut melalui syringe. Tes stimulation gastric
acid digunakan untuk mengukur jumlah asam lambung setelah diinjeksikan obat
hisatamine di jaringan subkutan (Doenges, Moorhouse, & Murr, 2009). Asam
lambung dapat dicek menggunakan kertas indicator pH. Jika hasilnya terlalu banyak
asam hidroklorik maka mengindikasikan ulkus peptikum, apabila rendah dapat
mengindikasikan adanya kanker atau anemia.
f. Antibodi sel parietal
Sel parietal adalah sel yang besar yang ada pada kelenjar peptic di perut. Sel ini
mengeluakran faktor instrinsik (dibutuhkan unutk menyerap vitamn b12) dan asam
lambung.
g. Biopsi Gastric
Potongan jaringan kecil yang didapatkan dengan biopsy selama prosedur EGD.
Digunakan untuk melihat apakah adanya kehadiran bakteri H.Pylori (Doenges,
Moorhouse, & Murr, 2009)
h. Stools
Melihat kehadiran darah pada saluran gastrointestinal

Selain pemeriksaan penunjang berikut ini ada pemeriksan laboratorium yang digunakan untuk
memeriksa penyakit ulkus pepetikum disertai dengan hematemesis dan melena.

a. Tes darah lengkap (CBC)


Skrening darah yang di dalamnya termasuk pemeriksaan hemoglobin (Hb), Hematokrit
(Hc), sel darah merah, jumlah dan ukuran platelet, sel darah putih. Pemeriksaan darah
lengkap mengindikasikan anemia apabila rendah Hb dan dapat memberikan gambaran
seberapa parahkah pendarahan yang terjadi dengan mengukur Hgb dan Hct. (Doenges,
Moorhouse, & Murr, 2009). Sel darah putih akan meningkat yang menunjukkan bahwa
3
tubuh berespon terhadap adanya luka atau infeksi. Tes darah lengkap juga bisa
memberikan gambaran terapi cairan apa yang tepat untuk penggantian darah dan cairan
yang hilang.
b. Coagulation profile
Tes ini dilakukan untuk mengevaluasi kemampuan darah untuk membeku.
Perdarahan yang terjadi lama mengindikasikan bahwa kemungkinan pasien
membutuhkan faktor pembeku darah seperti fresh frozen plasma (FFP) (Doenges,
Moorhouse, & Murr, 2009).
c. Blood urea nitrogen (BUN)
Tes ini dilakukan untuk melihat adanya kehadiran sampah produk (urea) dari hasil
pemecahan darah di saluran gastrointestinal. Terjadinya peningkatan BUN 24 sampai 48
jam merupakan hasil dari pemecahan protein darah di saluran gastrointestinal ketika
filtrasi ginjal menurun. Kadar BUN yang melebihi 40 dan jumlah kreatinin normal
merupakan insiasi terjadinya perdarahan (Doenges, Moorhouse, & Murr, 2009). BUN
seharunsya kembali ke level yang normal sekitar 12 jam setelah perdarahan ditangani.
d. Kadar pepsinogen
Tes ini digunakan untuk melihat kadar pepsinogen yang merupakan enzim asam
lambung yang berfungsi untuk mencerna protein. Kadar pepisonegn akan meningkat pada
kondisi ulkus duodenum, dan kadar rendah pada saat kondisi gastritis.
e. Potassium
Potassium merupakan kation tubuh utama yang terdapat di cairan intraselluler
dan membantu mengatur tekanan osmotic dan keseimbangan asam basa (Doenges,
Moorhouse, & Murr, 2009). Potassium akan rendah pada kondisi pengosongan lambung
yang masiv dan adanya muntah atau diare yang berdarah. Meningkatkanya potassium
terjadi setelah adanya transfuse darah atau pada keadaan gangguan ginjal akut.
f. Sodium
Sodium merupakan kation tubuh utama yang ditemukan di cairan ekstraseluler
dan jaringan. Sodium membantu mengatur tekanan osmotic di sel dan jaringan serta
mencegah kehilangan cairan yang berelebihan di jaringan (White, Duncan, & Baumle,
2012). Sodium akan meningkat sebagai mekanisme kompensasi hormonal untuk menjaga
cairan tubuh.
g. Gas darah arteri
Digunakan untuk mengkaji tekanan oksigen (PaO2), karbon dioksia (PaCO2) dan Ph
darah. Mleihat apakah pasien mengalami respiratory alkalosis atau metabolic asidosis.

4
Berikut di atas adalah beberapa pemeriksaan penunjang dan laboratorium yang perlu
dilakukan sebagai pemeriksaan diagnostic pasien yang mengalami ulkus peptikum. Sebagai
perawat kita perlu mengetahui cara menangani pasien yang akan melakukan pemeriksaan seperti
di atas. Oleh karena itu, agar bisa melakukan pemeriksaan yang tepat maka perawat harus
memahami dan mengerti tentang tes yang akan dilakukan.

Referensi :

Black, J. M., & Hawks, J. H. (2009). Medical surgical nursing: clinical management for positive
outcomes. (8th ed.). USA: Saunders Elsevier

Brunner, & Suddarth. (2010). Handbook od Laboratory Diagnostic Test . China: Lippincot
Williams & Wilkins.

Doenges, M. E., Moorhouse, M. F., & Murr, A. C. (2009). Nursing Care Plans: Guidelines for
Individualizing Client Care Across the Life Span, 8th Edition. Philadelphia: F.A. Davis
Company.

Grossman, S., & Porth, C. M. (2014). Porth's Pathophysiology : Concepts of Altered Health
States. 9th Edition. China: Lippicott Williams & Wilkins.

Ramakrishnan, K. (2007). Peptic Ulcer Disease. Oklahoma City: University of Oklahoma Health
Sicience Center

White, L., Duncan, G., & Baumle, W. (2012). Medical Surgical Nursing an Integrated Approach
Third Edition. Clifton Park: Delmar Cengage Learning.

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK411/

Anda mungkin juga menyukai