DI INDONESIA
Rukiyati
FIP Universitas Negeri Yogyakarta
e-mail: ruki1961@yahoo.com
Abstrak: Pendidikan berperan penting untuk memajukan peradaban manusia. Tujuan pendidikan
pada intinya ada dua, yaitu menjadikan peserta didik menjadi orang yang pandai sekaligus juga
orang baik. Bila tujuan tersebut dapat dicapai, peradaban manusia akan cenderung menjadi lebih
maju dibanding sebelumnya. Sebaliknya, bila kedua atau salah satu tujuan tersebut dikesampingkan,
yang terjadi adalah hancurnya peradaban bangsa. Bagi bangsa Indonesia, untuk menjadikan peserta
didik sebagai orang baik diperlukan upaya pendidikan karakter yang holistik dan komprehensif.
Makna holistik terkait dengan nilai-nilai yang dijadikan acuan dan makna komprehensif terkait de-
ngan aspek-aspek yang terkait dan saling selaras. Pendekatan komprehensif diharapkan dapat mem-
berikan pemecahan masalah yang relatif lebih tuntas dibandingkan dengan pendekatan tunggal. Isti-
lah komprehensif dalam pendidikan nilai mencakup berbagai aspek: isi, metode, proses, subjek, eva-
luasi.
Abstract: Character education plays an important role in advancing the human civilization. There are
two main goals of education: making learners intelligent and simultaneously good persons. If the
goals could be achieved, the human civilization will tend to be more advanced than that earlier. In
contrast, if both or one of them is neglected, what follows is the destruction of the human civilization.
In order to make the learners good persons, the Indonesian people need efforts for holistic and com-
prehensive character education. Holistic sense is related to the referred values, whereas compre-
hensive sense refers to interrelated and harmonious aspects. The comprehensive approach is expected
to be able to solve problems more effectively than the single approach. The term comprehensive in
value education includes aspects such as: content, method, process, subject, and evaluation.
196
197
ungkapan yang hampir sama, Armstrong pendidikan di sekolah. Suatu gejala yang
(2006:39) mengatakan bahwa tujuan pen- umum yang ditemukan di mana-mana. Di
didikan adalah untuk mendukung, mendo- Amerika Serikat (Armstrong, 2006:17),
rong, dan memfasilitasi perkembangan sis- asal-muasal wacana prestasi akademik da-
wa sebagai manusia yang utuh (a whole hu- lam pendidikan di AS dimulai sejak tahun
man being). Ki Hadjar Dewantara (1977:20) 1893 dengan adanya rekomendasi dari
mengatakan bahwa pendidikan adalah tun- Committee on Secondary School Studies (Com-
tunan di dalam hidup tumbuhnya anak- mittee of Ten) yang memisahkan kurikulum
anak, yaitu menuntun segala kekuatan ko- untuk siswa yang akan melanjutkan ke
drat yang ada pada anak-anak itu agar se- perguruan tinggi dan yang tidak. Pemisah-
bagai manusia dan sebagai anggota masya- an ini berlanjut sampai sekarang dengan
rakat dapat mencapai keselamatan dan ke- berbagai instrumen yang digunakan meng-
bahagiaan yang setinggi-tingginya. acu pada tes intelegensi. Di Indonesia, ke-
Sekolah sebagai jalur pendidikan for- cenderungan untuk lebih mengutamakan
mal sampai sekarang diduga masih men- pencapaian tujuan manusia cerdas tampak-
jadi tumpuan untuk mewujudkan tujuan nya lebih mendominasi dalam praktik pen-
pendidikan. Selama ini, ada dua kutub da- didikan. Oleh karena itu, banyak kalangan
lam menyikapi tujuan pendidikan. Dalam yang mengusulkan agar diadakan revitali-
praktik, ada kecenderungan menekankan sasi pendidikan karakter dengan pende-
tujuan manusia baik (being good) dan ada katan dan metode baru di sekolah-sekolah
yang menekankan tujuan manusia cerdas sesuai dengan konteks dan situasi zaman
(being smart). Karena pendidikan menekan- dan tujuan ideal pendidikan itu sendiri.
kan salah satu sisi saja, hasilnya menun- Di sisi lain, ditinjau dari tujuan pen-
jukkan ketidaklengkapan sebagai manusia. didikan nasional sebagaimana termaktub
Kalau pendidikan hanya menekankan being di dalam pasal 3 Undang-Undang Nomor
good, dapat terjadi peserta didik menjadi 20 Tahun 2003 bahwa tujuan pendidikan
orang-orang baik, tetapi tidak berilmu, nasional adalah berkembangnya potensi
akhirnya akan menjadi dependen, atau lebih peserta didik agar menjadi manusia yang
parah lagi menjadi beban masyarakat. Ma- beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
syarakat menjadi tidak maju peradaban- Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
nya. Sebaliknya, orang yang hanya dididik cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga
untuk menjadi cerdas tanpa nilai-nilai mo- negara yang demokratis dan bertanggung
ral (mengabaikan moral) dapat lebih ber- jawab. Dari rumusan ini tampak bahwa tu-
bahaya daripada orang yang baik, tetapi juan pendidikan adalah mengusahakan
kurang cerdas. Manipulasi, korupsi dan ke- agar peserta didik menjadi orang yang baik
jahatan besar dilakukan oleh orang-orang dan cerdas. Dengan kata lain, tujuan pendi-
yang cerdas, tetapi tidak bermoral. Kalau dikan nasional sebenarnya mengarah pada
tujuan manusia baik terpisah dengan tuju- pencapaian nilai-nilai yang bersifat holis-
an manusia cerdas, artinya masing-masing tik.
tujuan berjalan sendiri, maka yang terjadi Agustian (2008: 8-9) mengemukakan
adalah ketimpangan manusia. bahwa berdasarkan analisis ESQ, ditengarai
Selama ini, tampaknya para pengan- ada tujuh krisis moral di tengah-tengah ma-
jur tujuan manusia cerdas lebih menguta- syarakat Indonesia, yaitu: krisis kejujuran,
makan prestasi akademik untuk tujuan krisis tanggung jawab, tidak berpikir jauh
ke depan, krisis disiplin, krisis kebersama- adaban maju. Tulisan ini akan menjelaskan
an, krisis keadilan, krisis kepedulian. Sebe- tentang makna dan aspek-aspek yang ter-
narnya, masalah-masalah tersebut bukan kait dengan pendidikan karakter holistik
hanya dialami oleh Indonesia, tetapi juga komprehensif tersebut.
bangsa-bangsa lain di dunia. Amerika Seri-
kat misalnya, telah menyadari bahwa terja- MAKNA PENDIDIKAN KARAKTER
di kemerosotan nilai-nilai moral sejak tiga HOLISTIK
dekade yang lalu dan hal tersebut mem- Pendidikan karakter harus bersifat
bangkitkan kesadaran dan aksi untuk mem- holistik, terlebih lagi di Indonesia yang
benahi warganya melalui pendidikan ka- berpandangan hidup Pancasila. Pendidik-
rakter di sekolah-sekolah. an karakter holistik dapat diartikan sebagai
Ada kecenderungan proses pendidik- upaya memperkenalkan dan menginterna-
an di sekolah diwarnai oleh penggunaan lisasikan nilai-nilai kehidupan yang dapat
kurikulum sarat beban yang dapat membe- menjadikan peserta didik menjadi manusia
ratkan peserta didik, tetapi kurang mem- yang utuh (a whole human being). Nilai-nilai
berikan efek nyata dalam fasilitasi pengem- kehidupan yang dimaksud merupakan ke-
bangan potensinya (Zuchdi, 2008:36). Di satuan sistem nilai yang bertitik tolak dari
pihak guru, kurikulum semacam ini ditam- filsafat manusia yang memandang bahwa
bah tugas-tugas administratif yang menyer- manusia adalah makhluk individual-sosial,
tainya telah menyita banyak waktu sehing- jasmaniah-rohaniah, makhluk otonom se-
ga penyiapan diri secara akademik kurang kaligus makhluk Tuhan.
memperoleh perhatian. Kecenderungan se- Dalam sejarah peradaban manusia,
perti itu akhirnya menjadikan praktik pen- diketahui bahwa pendidikan karakter yang
didikan tidak bersifat holistik, timpang dan bersumber dari nilai-nilai holistik lebih ba-
kurang membentuk karakter peserta didik. nyak dikemukakan oleh para ahli pendi-
Pendidikan yang sejatinya merupakan usa- dikan yang memiliki basis keagamaan yang
ha untuk mengembangkan potensi kema- kuat sehingga rujukan awal dalam pendi-
nusiaan yang utuh, justru tidak direalisasi- dikan pada umumnya dan pendidikan ni-
kan dalam kenyataan. lai pada khususnya mengacu pada ajaran
Fenomena degradasi moral dan me- agama. Di dalam ajaran agama-agama wah-
ningkatnya kekerasan semakin mengindi- yu, telah dikenal berbagai tradisi pendi-
kasikan bahwa pendidikan karakter di In- dikan nilai holistik dengan kekhasan ajaran
donesia semakin penting diperjuangkan masing-masing, baik dalam agama Yahudi,
aktualisasinya dan tidak boleh hanya seke- Kristen, maupun Islam. Demikian pula di
dar menjadi trend yang hilang timbul. Patut dalam ajaran agama-agama yang lain, se-
diduga salah satu sebab degradasi moral perti Hindu dan Budha; keduanya meng-
tersebut karena pendidikan karakter belum ajarkan juga nilai-nilai yang bersifat holis-
dilaksanakan secara komprehensif dan be- tik. Sebagai contoh, tradisi pendidikan nilai
lum bersifat holistik. Oleh karena itu, pen- di kalangan orang-orang Yahudi mengacu
ting bagi semua pendidik untuk melaksa- pada Sepuluh Perintah Tuhan. Manusia se-
nakan pendidikan karakter holistik kom- utuhnya memenuhi perintah Tuhan dalam
prehensif tersebut agar bangsa Indonesia segala aspek kehidupan (Haricahyono,
dapat meningkatkan kualitas kehidupan- 1995:170-171).
nya sehingga menjadi bangsa yang berper-
Sebaliknya, pendidikan agama yang an dapat menebal atau menipis, maka in-
selama ini dilaksanakan (dalam hal ini Is- ternalisasi, baik secara rasional maupun
lam) begitu jauh menekankan pendidikan lewat penghayatan lain diharapkan dapat
spiritual dan kurang memberi perhatian mempertebal moral dan keimanan peserta
pada ilmu pengetahuan, teknologi dan ca- didik.
bang-cabang pengetahuan lainnya. Kalau- Zuchdi (2010:35) mengatakan bahwa
pun secara kebetulan ada lembaga pendi- pendidikan karakter yang bertumpu pada
dikan agama (Islam) yang menyediakan il- strategi tunggal sudah tidak memadai un-
mu pengetahuan dan teknologi disampai- tuk dapat menjadikan peserta didik memi-
kan pula pendidikan agama, tetapi kedua- liki moral yang baik. Oleh karena itu, di-
nya tidak disintesiskan. Ilmu pengetahuan perlukan berbagai pendekatan yang oleh
dan teknologi tidak menyentuh agama, de- Kirschenbaum (1995:6) disebut pendekatan
mikian pula agama tidak menyentuh iptek. komprehensif. Pendekatan komprehensif
Dalam sistem pendidikan, seharusnya ada diharapkan dapat memberikan pemecahan
sintesis dan tidak dalam bentuk paralel, masalah yang relatif lebih tuntas diban-
antara yang sekuler dan transendental. dingkan dengan pendekatan tunggal. Isti-
Syukurlah sekarang ini telah ada gerakan- lah komprehensif dalam pendidikan nilai
gerakan pembaharuan yang berusaha men- mencakup berbagai aspek: isi, metode, pro-
sintesiskan antara sains dan ajaran agama ses, subjek, evaluasi.
(Islam) sehingga keduanya tidak diperten-
tangkan melainkan dijadikan sumber pe- Isi Pendidikan Nilai
ngetahuan dan dicari titik temunya. Isi pendidikan karakter harus kom-
prehensif. Artinya, meliputi semua perma-
ASPEK PENDIDIKAN KARAKTER salahan yang berkaitan dengan pilihan ni-
KOMPREHENSIF lai-nilai yang bersifat pribadi sampai per-
Pendidikan karakter harus dilaksana- tanyaan-pertanyaan etika secara umum
kan secara komprehensif, yang menyang- (Zuchdi, 2011:36). Isi atau materi pendidik-
kut banyak aspek yang terkait menjadi satu an karakter dapat dikelompokkan ke da-
kesatuan. Berkenaan dengan sifat kompre- lam tiga hal nilai moral atau nilai akhlak,
hensif tersebut, banyak pendapat dari para yaitu (1) akhlak terhadap Tuhan Yang Maha
ahli yang dapat dijadikan acuan. Esa (mengenal Tuhan sebagai Pencipta dan
Muhadjir (2003:164) menawarkan al- sifat-sifatNya, beribadah kepada Tuhan
ternatif model pengembangan nilai moral Yang Maha Esa, meminta tolong kepada-
lewat proses internalisasi. Nilai moral di- Nya); (2) akhlak terhadap sesama (diri sen-
perkenalkan pada peserta didik dengan diri, orang tua, orang yang lebih tua, teman
mengajak partisipasi dalam perbuatan, di- sebaya, orang yang lebih muda); dan (3)
beri pemahaman rasionalitasnya, sampai akhlak terhadap lingkungan (alam, baik
berpartisipasi aktif untuk mempertahan- flora maupun fauna dan sosial-masyarakat.
kan perbuatan moral tersebut. Pada sisi
lain, peserta didik perlu pula ditumbuh- Metode Pendidikan Nilai
kembangkan penghayatan emosionalnya, Metode pendidikan karakter juga ha-
konasinya, sampai keimanannya lewat in- rus komprehensif, termasuk di dalamnya
ternalisasi atau menghayati nilai moral pa- inkulkasi (penanaman) nilai, pemberian te-
da ketiga tataran tersebut. Karena keiman- ladan, penyiapan generasi muda agar da-
pat mandiri dengan memfasilitasi pem- struktif, pengambil keputusan yang efektif
buatan keputusan moral secara bertang- dan menjadi warga negara yang baik).
gung jawab, dan pemberian kesempatan
untuk melakukan keterampilan hidup yang Proses Pendidikan Karakter
bermuatan nilai-nilai kebaikan. Pendidikan karakter hendaknya ter-
Generasi muda perlu memperoleh pe- jadi dalam keseluruhan proses pendidikan,
nanaman nilai-nilai tradisional dari orang baik di dalam kelas, kegiatan ekstrakuriku-
dewasa yang menaruh perhatian kepada ler, proses bimbingan dan penyuluhan,
mereka, yaitu para anggota keluarga, guru upacara-upacara pemberian penghargaan,
dan masyarakat. Mereka juga memerlukan dan semua aspek kehidupan. Beberapa
teladan dari orang dewasa mengenai inte- contoh mengenai hal ini, misalnya kegiatan
gritas kepribadian dan kebahagiaan hidup. belajar kelompok; penggunaan bahan-ba-
Demikian juga mereka perlu memperoleh han bacaan dan topik-topik tulisan menge-
kesempatan yang mendorong mereka me- nai kebaikan; penggunaan strategi klarifi-
mikirkan dirinya dan mempelajari kete- kasi nilai dan dilema moral; pemberian te-
rampilan-keterampilan untuk mengarah- ladan dari orang dewasa untuk tidak mero-
kan kehidupan mereka sendiri. kok, tidak korupsi, tidak munafik, derma-
Kirchensbaum (1995:31) memapar- wan, menyayangi sesama makhluk Allah,
kan ada 100 cara untuk membangun nilai- dan sebagainya.
nilai dan moralitas, baik di dalam seting di
sekolah, maupun di kalangan remaja/pe- Subjek Pendidik Karakter
muda. Keseratus cara tersebut dikelompok- Pendidikan karakter hendaknya ter-
kan menjadi lima kategori besar, yaitu: (1) jadi melalui kehidupan dalam masyarakat
penanaman nilai-nilai dan moralitas (34 dan didukung oleh segenap komponen
cara); (2) peragaan nilai-nilai dan moralitas masyarakat. Jika salah satunya tidak me-
(21 cara); (3) fasilitasi nilai-nilai dan mora- laksanakan, maka keberhasilan pendidikan
litas (30 cara); (4) kecakapan untuk pe- karakter tidak optimal. Orang tua, guru/
ngembangan nilai-nilai dan moral (10 cara) dosen, pemimpin, para awak media komu-
dan (5) pengembangan program pendidik- nikasi, lembaga keagamaan, penegak hu-
an nilai (5 cara). kum, polisi, organisasi kemasyarakatan, se-
Penanaman nilai-nilai, pemodelan/ mua perlu berpartisipasi dalam pendidikan
peragaan, fasilitasi dan membangun keca- karakter. Konsistensi semua pihak dalam
kapan nilai merupakan satu kesatuan da- melaksanakan pendidikan karakter meme-
lam pendidikan karakter yang komprehen- ngaruhi kualitas moral generasi muda.
sif. Pendekatan yang komprehensif terse-
but secara bersama-sama menggunakan Evaluasi Pendidikan Nilai
metode tradisional (pengajaran nilai yang Di samping keempat aspek di atas
lebih bersifat langsung melalui penanaman (isi, metode, proses dan pendidik), pendi-
dan pemodelan) dan metode yang lebih dikan karakter juga memerlukan evaluasi
kontemporer dengan pendekatan tidak yang komprehensif. Evaluasi dilakukan
langsung (memperkenalkan nilai-nilai dan untuk mengetahui ketercapaian tujuan.
moral dengan cara memberikan kesempat- Tujuan pendidikan karakter meliputi tiga
an dan kecakapan kepada anak-anak muda kawasan, yakni penalaran nilai/moral (mo-
untuk menjadi orang yang mandiri, kon- ral knowing), perasaan moral (moral feeling)
Zuchdi, Darmiyati. 2009. Pendidikan Karak- Zuchdi, Darmiyati. 2008. Potret Pendi-
ter: Grand Design dan Nilai-nilai Target. dikan Karakter di Berbagai Jenjang
Yogyakarta: UNY Press. Sekolah. Proceding Seminar dan Loka-
karya Nasional Restrukturisasi Pendi-
Zuchdi, Darmiyati. 2010. Humanisasi Pen- dikan Karakter. Yogyakarta: Universi-
didikan: Menemukan kembali Pendidikan tas Negeri Yogyakarta.
yang Manusiawi. Jakarta: Bumi Aksa-
ra.