Anda di halaman 1dari 5

I.

Judul :
PELAKSANAAN PERJANJIAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH DAN UPAYA
PENYELESAIAN KREDIT MACET DI PT.BANK MANDIRI (PERSERO) Tbk
CABANG SAMARINDA, KALIMANTAN TIMUR

II. Latar Belakang


Indonesia sebagai negara kesatuan yang memiliki wilayah yang tersebar dari Sabang
sampai dengan Merauke dikenal juga sebagai negara yang memiliki penduduk dalam jumlah
yang besar. Dengan jumlah penduduk yang besar ini berpengaruh pada kebutuhan penduduk
sebagai makhluk hidup yang meliputi kebutuhan sandang, pangan, dan papan. Untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat, Indonesia terus berusaha berkembang terutama dalam
sektor pembangunan. Pembangunan nasional Indonesia bertujuan untuk mewujudkan
masyarakat yang adil dan makmur, materiil dan spirituiil berdasarkan pancasila dan UUD
1945. Untuk mencapai tujuan tersebut ditempuh berbagai kegiatan dibidang ekonomi, politik,
sosial budaya, dan pertahanan keamanan. Kegiatan di bidang ekonomi diharapkan
membuahkan hasil yang dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat terutama dalam hal
pendapatan. Tingkat pendapatan masyarakat mempengaruhi daya beli mereka dalam
memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Tidak dapat dipungkiri, kebutuhan papan atau tempat tinggal saat ini menjadi prioritas
utama bagi pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat. Rumah tidak hanya sekedar sebagai
tempat tinggal dan tempat berisitirahat, tetapi juga sebagai tempat untuk memenuhi
kebutuhan bagi kesehatan dan keamanan. Saat ini tidak sedikit masyarakat yang ingin
memiliki rumah sendiri. Bahkan sebagian masyarakat dengan penghasilan menengah ke atas
yang sudah memiliki rumah sendiri, tidak menutup kemungkinan untuk memiliki rumah lagi.
Untuk memenuhi kebutuhan papan ini, memerlukan biaya yang cukup. Baik untuk rumah
yang sudah ada, maupun rumah yang ingin dibangun berdasarkan keinginan sendiri di atas
tanah milik pribadi.
Kebutuhan masyarakat akan tempat tinggal menjadi salah satu faktor yang mendorong
kegiatan pembangunan di Indonesia. Salah satunya adalah pembangunan di bidang
perumahan dan pemukiman yang layak huni serta memenuhi syarat lingkungan. Berbicara
mengenai perumahan berarti juga berbicara mengenai pembiayaan yang merupakan salah satu
faktor yang menentukan dalam pemilikan rumah. Meningkatnya pembiayaan pembangunan
yang diakibatkan semakin melonjaknya harga tanah, biaya konstruksi, serta biaya prasarana
dan fasilitas lingkungan mempengaruhi meningkatnya harga kepemilikan rumah.
Dalam memenuhi kebutuhan perumahan tersebut, seseorang memerlukan dana dalam
bentuk uang untuk melakukan pembayaran, sedangkan terkadang uang yang dimiliknya
terbatas, sehingga orang tersebut berusaha mengajukan pinjaman atau permohonan kredit
kepada bank, karena kebutuhan manusia yang beraneka ragam dan semakin meningkat
sedangkan kemampuan untuk mencapai sesuatu yang diinginkan tersebut terbatas. Salah satu
upaya pemerintah untuk membantu masyarakat dalam hal perumahan dan permukiman adalah
penyediaan fasilitas Kredit Pemilikan Rumah (KPR).
Kredit yang disalurkan oleh bank merupakan kepercayaan yang diberikan kepada debitur
untuk pembiayaan, konsumtif dan usaha yang pembayaran atau pelunasannya diatur dengan
syarat-syarat dan kesepakatan bersama didalam bentuk perjanjian kredit. Kredit dalam
kegiatan perbankan merupakan kegiatan usaha yang paling utama karena pendapatan terbesar
dari usaha bank berasal dari pendapatan kegiatan usaha kredit yang berupa bunga dan provisi.
Suatu kredit baru diluncurkan setelah ada suatu kesepakatan tertulis, walaupun mungkin
dalam bentuk yang sangat sederhana antara pihak kreditur sebagai pemberi kredit dengan
pihak debitur sebagai penerima kredit. Kesepakatan tertulis ini sering disebut dengan
perjanjian kredit (credit agreement, loan agreement).1
Penyaluran dana dalam bentuk kredit kepada masyarakat memberikan kesempatan untuk
memiliki rumah, dengan harapan bahwa pinjaman tersebut dapat digunakan dengan sebaik-
baiknya oleh debitur dan juga pada saat yang ditentukan pinjamannya itu harus dikembalikan
kepada kreditur, sehingga dalam hal ini sangat berhubungan erat dengan jaminan. Adanya
jaminan dalam pemberian kredit ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998
tentang Perbankan, namun istilah yang digunakan dalam undang-undang yang menunjuk pada
jaminan adalah agunan. Pasal 1 angka 23 Undang-Undang Perbankan memberikan definisi
tentang agunan, yaitu jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitur kepada bank
dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah. Ada
beberapa jaminan yang digunakan dalam pemberian kredit oleh bank, salah satunya adalah
dengan Hak Tanggungan. Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak
Tanggungan Atas Tanah beserta Benda-Benda yang berkaitan dengan tanah (UUHT)
memberikan pengertian mengenai Hak Tanggungan, yaitu:
Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang
selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak
atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang
1
Munir Fuady, Hukum Perkreditan Kontemporer, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002, hal. 31.
merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang
memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-
kreditur lain.
PT. Bank Mandiri merupakan salah satu badan usaha milik negara yang memiliki cabang
di seluruh wilayah Indonesia yang mana salah satu kegiatannya adalah melaksanakan
program kredit pemilikan rumah dengan fasilitas kreditnya yang disebut dengan Mandiri
KPR. Meskipun Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dapat membantu mengatasi permasalahan
kebutuhan perumahan akan tetapi dalam praktek juga memiliki permasalahan hukum, salah
satunya adalah terjadinya peralihan objek jaminan KPR yang masih dalam masa KPR kepada
pihak lain oleh debitur atau yang sering dikenal dengan istilah over credit. Perbuatan hukum
pengalihan objek jaminan KPR ini sering kali ditemui dalam prakteknya tanpa persetujuan
atau sepengetahuan pihak bank. Sebagian besar dilakukan debitur dengan cara yang lebih
mudah yaitu, dibuatnya akta pengikatan jual beli dan kuasa serta akta surat kuasa antara
debitur dengan pihak lain atau pihak ketiga sebagai pihak penerima pengalihan hak Kredit
Pemilikan Rumah (KPR).
Pelaksanaan pemberian kredit pemilikan rumah yang dilakukan oleh bank mandiri tidaklah
selalu berjalan mulus sesuai harapan. Ketidakmampuan atau menurunnya kemampuan dari
debitur untuk membayar angsuran kreditnya kemudian mengarah pada timbulnya kredit
macet yang apabila presentasenya terus meningkat maka akan berpengaruh terhadap tingkat
kesehatan bank mandiri tersebut. Dalam hal peralihan objek jaminan KPR melalui akta
pengikatan jual beli dan kuasa serta akta surat kuasa antara debitur dan pihak ketiga, tidak
menutup kemungkinan timbulnya ketidakmampuan atau menurunnya kemampuan membayar
oleh pihak ketiga yang membeli objek jaminan KPR tersebut kemudian pada akhirnya
menimbulkan kredit macet. Dan bank akan mengalami kesulitan dalam penyelesaian ketika
debitur sebagai pemberi jaminan sulit ditemui atau meninggal dunia, walaupun kepada pihak
ketiga sebagai pembeli atau penerima pengalihan Hak kredit telah diberi akta surat kuasa
untuk bertindak atas pembayaran kredit dan kuasa untuk mengambil agunan. Sebab agunan
yang terikat dengan bank adalah atas nama debitur sebagai pemberi jaminan.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik mengetahui tentang Perjanjian Kredit
Pemilikan Rumah di PT. Bank Mandiri cabang Samarinda dan ingin membahas masalahnya
lebih lanjut dalam bentuk skripsi yang berjudul PELAKSANAAN PERJANJIAN
KREDIT PEMILIKAN RUMAH DAN UPAYA PENYELESAIAN KREDIT MACET DI
PT.BANK MANDIRI (PERSERO) Tbk CABANG KESUMA BANGSA SAMARINDA,
KALIMANTAN TIMUR.
III. Rumusan Masalah.
1. Apakah akta pengikatan jual beli dan kuasa serta akta surat kuasa dapat dilakukan terhadap
obyek jaminan KPR yang masih terikat kepada bank?
2. Dalam hal pihak ketiga sebagai pihak pembeli atau penerima pengalihan hak Kredit dan
penerima kuasa tidak lagi dapat membayar dan menimbulkan kredit macet, apakah bank
berhak meminta penyelesaian kepada pihak tersebut?

IV.Metode Penelitian.
Dalam penulisan hukum ini, penulis menggunakan metode sebagai berikut:
a. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan penelitian secara yuridis normatif, yaitu mengkaji kepustakaan
mengenai pelaksanaan perjanjian kredit pemilikan rumah dan upaya penyelesaian kredit
macet di PT. Bank Mandiri (persero) Tbk cabang Kesuma Bangsa Samarinda secara yuridis
normatif untuk mendapatkan prinsip-prinsip yang menjadi jawaban atas permasalahan yang
di angkat.
Data yang di perlukan dalam penelitian ini terdiri dari data utama dan data pendukung.
Data utama adalah data sekunder yang berupa bahan hukum. Bahan hukum yang di pakai
dalam penelitian ini terdiri dari 4 bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mengikat,
berupa peraturan perundang-undangan yang terdiri dari:
i. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)
ii. Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
iii. Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 7
Tahun 1992 tentang Perbankan
iv. Undang-Undang Nomor 3 tahun 2004 Tentang Bank Indonesia
v. Undang-Undang Nomor 4 tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah beserta
Benda-Benda yang berkaitan dengan Tanah (UUHT)
Bahan hukum sekunder, yaitu bahan bahan yang memberi kejelasan bahan hukum primer
yang terdiri dari:
i. Buku buku yang bertemakan Hukum Perikatan, Hukum Perjanjian, Perjanjian Kredit
ii. Buku-buku yang membahas mengenai teori perbankan, teori perkreditan.
iii. Artikel dan bahan-bahan tulisan lainnya yang terkait dengan objek penelitian
penulisan hukum ini.
Bahan hukum tertier, yaitu bahan hukum yang memberi penjelasan dan petunjuk terhadap
badan hukum primer dan sekunder berupa kamus seperti black law dictionary maupun kamus
bahasa lainnya seperti Kamus Besar Bahasa Indonesia atau oxford Dictionary.
Data pendukung penelitian ini adalah data primer yang diambil dari narasumber yang
memiliki kompetisi di bidang hukum dan teknologi dan juga internet.
b. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data sekunder sebagai data utama dilakukan dengan studi pustaka
atau studi dokumen. Studi pustaka dilakukan terhadap bahan-bahan hukum primer, sekunder,
dan tertier yang berkaitan dengan objek penelitian. Penelitian dilakukan dengan cara
mengumpulkan data dan mempelajari buku-buku, artikel-artikel, jurnal, makalah, tulisan-
tulisan serta peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan objek penelitian.
Pengumpulan data primer sebagai data pendukung dilakukan dengan wawancara kepada
narasumber.
c. Alat Pengumpul data
Dalam penelitian ini, data utama adalah data sekunder yang di cari dengan cara studi
kepustakaan. Sedangkan data primer sebagai data pendukung di ambil dengan cara
wawancara dengan narasumber yang dianggap berkompeten. Wawancara akan dilakukan
antara lain dengan supervisor atau dengan pihak lain yang berkompeten di PT. Bank Mandiri
(persero) Tbk. Cabang Samarinda dan notaris yang berada di wilayah Samarinda.
Alat pengumpul data primer di gunakan pedoman wawancara, yaitu daftar pertanyaan
yang telah disusun secara sistematis dan diajukan secara lisan kepada narasumber untuk
memandu jalannya wawancara.
d. Lokasi Penelitian
Untuk menunjang data-data dan informasi yang diperlukan dalam penuliasan hukum ini,
Penulis akan melakukan penelitian di: PT. Bank Mandiri (persero) Tbk. Cabang Samarinda,
Kalimatan Timur dan kantor notarias di wilayah saSmarinda.
Untuk memperoleh data sekunder yang diperlukan, penelitian juga kan dilakukan di
beberapa perpustakaan diantaranya:
a. Perpustakaan Fakultas Hukum UGM
b. Perpustakaan Pusat UGM

Anda mungkin juga menyukai