Skizofren
Skizofren
berulang yang ditandai dengan gejala-gejala psikotik yang khas dan oleh kemunduran
fungsi sosial, fungsi kerja, dan perawatan diri. Skizofrenia Tipe I ditandai dengan
menonjolnya gejala-gejala positif seperti halusinasi, delusi, dan asosiasi longgar,
sedangkan pada Skizofrenia Tipe II ditemukan gejala-gejala negative seperti
penarikan diri, apati, dan perawatan diri yang buruk.
Skizofrenia terjadi dengan frekuensi yang sangat mirip di seluruh dunia. Skizofrenia
terjadi pada pria dan wanita dengan frekuensi yang sama. Gejala-gejala awal biasanya
terjadi pada masa remaja atau awal dua puluhan. Pria sering mengalami awitan yang
lebih awal daripada wanita.
Penyakit Skizofrenia Tidak ada jalur etiologi tunggal yang telah diketahui menjadi
penyebab skizofrenia. Penyakit ini mungkin mewakili sekelompok heterogen
gangguan yang mempunyai gejala-gejala serupa. Secara genetik, sekurang-kurangnya
beberapa individu penderita skizofrenia mempunyai kerentanan genetic herediter.
Kemungkinan menderita gangguan ini meningkat dengan adanya kedekatan genetic
dengan, dan beratnya penyakit, probandnya. Penelitian Computed Tomography (CT)
otak dan penelitian post mortem mengungkapkan perbedaan-perbedaan otak penderita
skizofrenia dari otak normal walau pun belum ditemukan pola yang konsisten.
Penelitian aliran darah, glukografi, dan Brain Electrical Activity Mapping (BEAM)
mengungkapkan turunnya aktivitas lobus frontal pada beberapa individu penderita
skizofrenia. Status hiperdopaminergik yang khas untuk traktus mesolimbik (area
tegmentalis ventralis di otak tengah ke berbagai struktur limbic) menjadi penjelasan
patofisiologis yang paling luas diterima untuk skizofrenia.
Semua tanda dan gejala skizofrenia telah ditemukan pada orang-orang bukan
penderita skizofrenia akibat lesi system syaraf pusat atau akibat gangguan fisik
lainnya. Gejala dan tanda psikotik tidak satu pun khas pada semua penderita
skizofrenia. Hal ini menyebabkan sulitnya menegakkan diagnosis pasti untuk
gangguan skizofrenia. Keputusan klinis diambil berdasarkan sebagian pada
Hal yang penting dilakukan adalah intervensi psikososial. Hal ini dilakukan dengan
menurunkan stressor lingkungan atau mempertinggi kemampuan penderita untuk
mengatasinya, dan adanya dukungan sosial. Intervensi psikososial diyakini
berdampak baik pada angka relaps dan kualitas hidup penderita. Intervensi berpusat
pada keluarga hendaknya tidak diupayakan untuk mendorong eksplorasi atau ekspresi
perasaan-perasaan, atau mempertinggi kewaspadaan impuls-impuls atau motivasi
bawah sadar.
Tujuannya adalah :
http://www.resep.web.id/kesehatan/mengenal-penyakit-skizofrenia-salah-satu-
gangguan-psikosis-fungsional.htm
Pendahuluan.
Etiologi
Model diatesis -stress Menurut teori ini skizofrenia timbul akibat faktor psikososial
dan lingkungan. Model ini berpendapat bahwa seseorang yang memiliki
kerentanan (diatesis) jika dikenai stresor akan lebih mudah menjadi skizofrenia.
Faktor Biologi
Komplikasi kelahiran
Bayi laki laki yang mengalami komplikasi saat dilahirkan sering mengalami
skizofrenia, hipoksia perinatal akan meningkatkan kerentanan seseorang
terhadap skizofrenia.
Infeksi
Perubahan anatomi pada susunan syaraf pusat akibat infeksi virus pernah
dilaporkan pada orang orang dengan skizofrenia. Penelitian mengatakan bahwa
terpapar infeksi virus pada trimester kedua kehamilan akan meningkatkan
seseorang menjadi skizofrenia.
Hipotesis Dopamin
Dopamin merupakan neurotransmiter pertama yang berkontribusi terhadap gejala
skizofrenia. Hampir semua obat antipsikotik baik tipikal maupun antipikal
menyekat reseptor dopamin D2, dengan terhalangnya transmisi sinyal di sistem
dopaminergik maka gejala psikotik diredakan.1 Berdasarkan pengamatan diatas
dikemukakan bahwa gejala gejala skizofrenia disebabkan oleh hiperaktivitas
sistem dopaminergik.57
Hipotesis Serotonin
Gaddum, wooley dan show tahun 1954 mengobservasi efek lysergic acid
diethylamide (LSD) yaitu suatu zat yang bersifat campuran agonis/antagonis
reseptor 5-HT. Temyata zatini menyebabkan keadaan psikosis berat pada orang
normal. Kemungkinan serotonin berperan pada skizofrenia kembali mengemuka
karena penetitian obat antipsikotik atipikal clozapine yang temyata mempunyai
afinitas terhadap reseptor serotonin 5-HT~ lebih tinggi dibandingkan
reseptordopamin D2.57
Struktur Otak
Daerah otak yang mendapatkan banyak perhatian adalah sistem limbik dan
ganglia basalis. Otak pada pendenta skizofrenia terlihat sedikit berbeda dengan
orang normal, ventrikel teilihat melebar, penurunan massa abu abu dan beberapa
area terjadi peningkatan maupun penurunan aktifitas metabolik.
Pemenksaaninikroskopis dan jaringan otak ditemukan sedikit perubahan dalam
distnbusi sel otak yang timbul pada masa prenatal karena tidak ditemukannya sel
glia, biasa timbul pada trauma otak setelah lahir.81
Genetika
Gambaran klinis
Perjalanan penyakit Skizofrenia dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu fase prodromal,
fase aktif dan fase residual. Pada fase prodromal biasanya timbul gejala gejala
non spesifik yang lamanya bisa minggu, bulan ataupun lebih dari satu tahun
sebelum onset psikotik menjadi jelas. Gejala tersebut meliputi : hendaya fungsi
pekerjaan, fungsi sosial, fungsi penggunaan waktu luang dan fungsi perawatan
diri. Perubahan perubahan ini akan mengganggu individu serta membuat resah
keluarga dan teman, mereka akan mengatakan orang ini tidak seperti yang
dulu. Semakin lama fase prodromal semakin buruk prognosisnya. Pada fase
aktif gejala positif / psikotik menjadi jelas seperti tingkah laku katatonik,
inkoherensi, waham, halusinasi disertai gangguan afek. Hampir semua individu
datang berobat pada fase ini, bila tidak mendapat pengobatan gejala gejala
tersebut dapat hilang spontan suatu saat mengalami eksaserbasi atau terus
bertahan. Fase aktif akan diikuti oleh fase residual dimana gejala gejalanya
sama dengan fase prodromal tetapi gejala positif / psikotiknya sudah berkurang.
Disamping gejala gejala yang terjadi pada ketiga fase diatas, pendenta
skizofrenia juga mengalami gangguan kognitif berupa gangguan berbicara
spontan, mengurutkan peristiwa, kewaspadaan dan eksekutif (atensi,
konsentrasi, hubungan sosial)
Prognosis
Walaupun remisi penuh atau sembuh pada skizofrenia itu ada, kebanyakan orang
mempunyai gejala sisa dengan keparahan yang bervariasi. Secara umum 25%
individu sembuh sempurna, 40% mengalami kekambuhan dan 35% mengalami
perburukan. Sampai saat ini belum ada metode yang dapat memprediksi siapa
yang akan menjadi sembuh siapa yang tidak, tetapi ada beberapa faktor yang
dapat mempengaruhinya seperti : usia tua, faktor pencetus jelas, onset akut,
riwayat sosial / pekerjaan pramorbid baik, gejala depresi, menikah, riwayat
keluarga gangguan mood, sistem pendukung baik dan gejala positif ini akan
memberikan prognosis yang baik sedangkan onset muda, tidak ada faktor
pencetus, onset tidak jelas, riwayat sosial buruk, autistik, tidak
menikah/janda/duda, riwayat keluarga skizofrenia, sistem pendukung buruk,
gejala negatif, riwayat trauma prenatal, tidak remisi dalam 3 tahun, sering relaps
dan riwayat agresif akan memberikan prognosis yang buruk.
Pemilihan obat Pada dasarnya semua obat anti psikosis mempunyai efek
primer (efek klinis) yang sama pada dosis ekivalen, perbedaan utama
pada efek sekunder ( efek samping: sedasi, otonomik, ekstrapiramidal).
Pemilihan jenis antipsikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang
dominan dan efek samping obat. Pergantian disesuaikan dengan dosis
ekivalen. Apabila obat antipsikosis tertentu tidak memberikan respons
klinis dalam dosis yang sudah optimal setelah jangka waktu yang tepat,
dapat diganti dengan obat antipsikosis lain (sebaiknya dan golongan yang
tidak sama) dengan dosis ekivalennya. Apabila dalam riwayat penggunaan
obat antipsikosis sebelumnya sudah terbukti efektif dan efek sampingnya
ditolerir baik, maka dapat dipilih kembali untuk pemakaian sekarang. Bila
gejala negatif lebih menonjol dari gejala positif pilihannya adalah obat
antipsikosis atipikal, Sebaliknya bila gejala positif lebih menonjol
dibandingkan gejala negatif pilihannya adalah tipikal. Begitu juga pasien-
pasien dengan efek samping ekstrapiramidal pilihan kita adalah jenis
atipikal. Obat antipsikotik yang beredar dipasaran dapat dikelompokkan
menjadi dua bagian yaitu antipsikotik generasi pertama (APG I) dan
antipsikotik generasi ke dua (APG ll). APG I bekerja dengan memblok
reseptor D2 di mesolimbik, mesokortikal, nigostriatal dan
tuberoinfundibular sehingga dengan cepat menurunkan gejala positif
tetapi pemakaian lama dapat memberikan efek samping berupa:
gangguan ekstrapiramidal, tardive dyskinesia, peningkatan kadar prolaktin
yang akan menyebabkan disfungsi seksual / peningkatan berat badan dan
memperberat gejala negatif maupun kognitif. Selain itu APG I
menimbulkan efek samping antikolinergik seperti mulut kering pandangan
kabur gangguaniniksi, defekasi dan hipotensi. APG I dapat dibagi lagi
menjadi potensi tinggi bila dosis yang digunakan kurang atau sama
dengan 10 mg diantaranya adalah trifluoperazine, fluphenazine,
haloperidol dan pimozide. Obat-obat ini digunakan untuk mengatasi
sindrom psikosis dengan gejala dominan apatis, menarik diri, hipoaktif,
waham dan halusinasi. Potensi rendah bila dosisnya lebih dan 50 mg
diantaranya adalah Chlorpromazine dan thiondazine digunakan pada
penderita dengan gejala dominan gaduh gelisah, hiperaktif dan sulit tidur.
APG II sering disebut sebagai serotonin dopamin antagonis (SDA) atau
antipsikotik atipikal. Bekerja melalui interaksi serotonin dan dopamin pada
ke empat jalur dopamin di otak yang menyebabkan rendahnya efek
samping extrapiramidal dan sangat efektif mengatasi gejala negatif. Obat
yang tersedia untuk golongan ini adalah clozapine, olanzapine, quetiapine
dan rispendon.
Pengaturan Dosis
Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan:
o Onset efek primer (efek klinis) : 2-4ininggu
Onset efek sekunder (efek samping) : 2-6 jam
o Waktu paruh : 12-24 jam (pemberian 1-2 x/hr)
o Dosis pagi dan malam dapat berbeda (pagi kecil, malam besar)
sehingga tidak mengganggu kualitas hidup penderita.
o Obat antipsikosis long acting : fluphenazine decanoate 25 mg/cc
atau haloperidol decanoas 50 mg/cc, IM untuk 2-4ininggu. Berguna
untuk pasien yang tidak/sulitininum obat, dan untuk terapi
pemeliharaan.
Cara / Lama pemberian Mulai dengan dosis awal sesuai dengan dosis
anjuran dinaikkan setiap 2-3 hr sampai mencapai dosis efektif (sindrom
psikosis reda), dievaluasi setiap 2ininggu bila pertu dinaikkan sampai dosis
optimal kemudian dipertahankan 8-12ininggu. (stabilisasi). Diturunkan
setiap 2ininggu (dosis maintenance) lalu dipertahankan 6 bulan sampai 2
tahun ( diselingi drug holiday 1-2/hari/minggu) setelah itu tapering off
(dosis diturunkan 2-4ininggu) lalu stop.
Untuk pasien dengan serangan sindrom psikosis multiepisode, terapi
pemeliharaan paling sedikit 5 tahun (ini dapat menurunkan derajat
kekambuhan 2,5 sampai 5 kali). Pada umumnya pemberian obat
antipsikosis sebaiknya dipertahankan selama 3 bulan sampai 1 tahun
setelah semua gejala psikosis reda sama sekali. Pada penghentian
mendadak dapat timbul gejala cholinergic rebound gangguan lambung,
mual, muntah, diare, pusing dan gemetar. Keadaan ini dapat diatasi
dengan pemberian anticholmnergic agent seperti injeksi sulfas atropin
0,25 mg IM, tablet trhexyphenidyl 3x2 mg/hari.
II. Terapi Psikososial Ada beberapa macam metode yang dapat dilakukan
antara lain :
Psikoterapi individual
o Terapi suportif
o Sosial skill training
o Terapi okupasi
o Terapi kognitif dan perilaku (CBT)
Psikoterapi kelompok
Psikoterapi keluarga
Manajemen kasus
Assertive Community Treatment (ACT)
Tidak boleh ada halusinasi auditonk atau hanya kadang-kadang saja ada
dan bersifat sementara
DAFTAR PUSTAKA
5. Kaplan, Hl, Sadock BJ, Grebb JA, Skizofrenia, dalam : Sinopsis psikiatri, ed
7, vol 1, 1997 : 685-729.
10. Gur RE, Gur RC, Schizophrenia: Brain structure and function in: Kaplan
and Sadock Comprehensive textbook of psychiatry, 7th ed, Philadelphia :
Lippincott Williams and wilkins, 2000:1117-1129
http://www.idijakbar.com/prosiding/skizofrenia.htm
Skizofrenia mungkin tidak akrab di telinga orang awam yang tidak mendalami dunia
psikologi atau pun kedokteran. Padahal dalam kehidupan sehari-hari, bukan tidak
mungkin kita akan menemuinya. Atau bisa jadi malah salah satu anggota keluarga kita
mengalaminya. Apakah sebenarnya skizofrenia ini dan apa yang harus kita lakukan
bila ada orang terdekat kita yang mengalaminya? Berikut ringkasan perbincangan
dengan Pdt. Paul Gunadi mengenai skizofrenia. Silakan menyimak!
J: Gangguan skizofrenia adalah gangguan jiwa yang serius karena mengganggu cara
pikir sehingga kita tidak lagi melihat kenyataan dengan tepat sebab pikiran kita
dipenuhi dengan alam khayal yang sedemikian rupa sehingga kita
mencampuradukkan antara alam khayal dan realitas atau kenyataan.
Biasanya para penderita skizofrenia ini tidak bisa lagi bekerja atau berumah tangga
karena dia tidak mungkin melakukan fungsi kehidupan sehari-hari karena gangguan
persepsi akan realitas ini begitu menyeluruh dalam hidupnya. Itu sebabnya mereka
yang menderita gangguan ini harus dirawat di rumah atau di rumah perawatan
sehingga penderita bisa dirawat secara khusus. Dan itu akan menjadi perawatan yang
berjangka panjang.
J: Ini memang gangguan yang kita tidak bisa katakan berasal dari luar dirinya.
Gangguan skizofrenia adalah gangguan yang disebabkan oleh hal-hal yang bersifat
organik atau suatu senyawa kimia di otaknya sehingga dia tidak bisa lagi berinteraksi
dengan realitas secara tepat, baik dalam pola pikirnya maupun reaksinya terhadap
peristiwa yang dialaminya. Ini adalah sesuatu yang biasanya dia bawa atau miliki
kecenderungannya sejak lahir.
T: Gangguan mental itu ada bermacam-macam, kapan kita bisa mengatakan bahwa
seseorang itu mengalami gangguan skizofrenia?
J: Kata ini memunyai dua unsur atau dua hal, yaitu dilusi dan halusinasi. Dilusi
adalah pikiran yang tidak rasional atau anggapan-anggapan yang tak berdasar yang
tidak rasional lagi. Misalnya, kita menganggap bahwa kita adalah superman atau kita
menganggap kita adalah hewan. Inilah yang disebut dilusi, pikiran tidak lagi rasional.
Halusinasi adalah kelanjutan dari dilusi, dia bukan saja tidak memiliki pikiran yang
tidak lagi rasional, namun dia melibatkan panca indranya di alam khayalnya itu. Jadi,
halusinasinya kita sebut halusinasi penglihatan karena dia mulai melihat hal-hal
tertentu yang sebetulnya tidak ada. Misalnya, dia melihat seseorang dan seseorang itu
berbicara dengan dia, atau halusinasi pendengaran, yaitu dia mulai mendengar orang
berkata-kata dengan dia sehingga dia juga memberi respons bercakap-cakap dengan
orang tersebut meskipun sebetulnya keduanya ini tidak ada.
T: Di masyarakat sering kali disebut orang gila, apakah istilah itu tepat?
J: Memang istilah skizofrenia itu sebetulnya berasal dari satu kata, yaitu "skismi" atau
"skisme", bahasa Inggrisnya "schism". Kata "skisme" yang menjadi "skizo" itu berarti
terbelah atau pecah. Jadi, skizofrenia adalah gangguan yang memutuskan atau
membelah fungsi rasional kita, sehingga kita tidak lagi bersentuhan dengan realitas
antara kita dan alam nyata.
T: Juga ada orang yang mengatakan ini gara-gara stres, jadi tekanan hidupnya terlalu
banyak, apakah itu betul?
J: Memang ada kasus-kasus yang muncul akibat depresi berat yang berkelanjutan.
Depresi berat yang sangat parah itu biasanya juga bisa menghadirkan pemikiran-
pemikiran yang dilusional, artinya penuh dengan ketidakrasionalan. Sekilas depresi
berat ini tampaknya seperti skizofrenia, namun kalau gejala halusinasi atau dilusi ini
munculnya setelah depresi berat, sebetulnya itu bagian dari depresi yang beratnya.
Dengan pertolongan obat dan konseling, biasanya orang bisa keluar dari depresi yang
berat, sebab jika bisa keluar dari depresi yang berat, maka gejala-gejala itu juga akan
hilang dengan sendirinya.
Kalau orang menderita skizofrenia agak berbeda. Dia tidak harus didahului atau
mengalami depresi berat. Umumnya, gejala skizofrenia ini munculnya pada anak-anak
remaja, dengan kata lain pada masa kecil kita memang tidak bisa mendeteksinya. Kita
melihat anak ini sama dengan anak-anak lain, tapi waktu dia mulai beranjak remaja,
kita baru melihat bahwa ada sesuatu yang lain pada dirinya, yaitu anak-anak yang
menderita skizofrenia adalah anak-anak yang sejak kecil itu cenderung tidak mau
bergaul, mengisolasi diri, dan waktu remaja nampak sekali gejalanya. Jadi, dia
mengucilkan dirinya, tidak punya teman dan sebagainya, tiba-tiba kita mulai melihat
dia bicara, tertawa sendirian. Sekali lagi ini tidak didahului oleh stres dan memang
benar-benar gejalanya muncul dengan sendirinya. Inilah yang kita katakan sebetulnya
skizofrenia tidak ditentukan oleh pengaruh luar, tapi memang sesuatu yang sudah
dibawa dari kecil dan tinggal tunggu waktu, maka gejala itu akan menam pakkan diri.
J: Sering kali ya. Kita mesti berhati-hati tatkala mengatakan ini keturunan,
maksudnya gangguan yang berat seperti skizofrenia sering kali melibatkan keturunan.
Kalau orang tua kita memunyai gangguan ini, maka kemungkinan kita mengidapnya
lebih besar dari pada orang lain.
Jadi, tidak berarti bahwa kalau orang tua kita mengidapnya, maka pastilah kita akan
mengidapnya. Itu salah! Yang dimaksud dengan keturunan adalah bahwa
kemungkinan kita mengidapnya lebih besar daripada orang lain yang orang tuanya
tidak mengidap gangguan ini. Gangguan ini memang gangguan yang disebut organik,
artinya gangguan yang muncul dari syaraf-syaraf atau senyawa kimiawi di otak kita
yang membuat kita akhirnya mengidap gangguan ini.
T: Kalau itu faktor organik, apakah kita bisa melakukan pencegahan sedini mungkin,
misalnya dengan menggunakan obat-obatan atau vitamin untuk syaraf atau
bagaimana?
J: Malangnya, sampai saat ini belum ditemukan cara untuk mencegah munculnya
skizofrenia. Maka yang bisa dilakukan hanyalah supaya orang tua itu bisa lebih tajam,
lebih peka melihat gejala ini sedini mungkin, sebab kalau gejala ini diketahui sedini
mungkin dengan pengobatan dan sebagainya, maka dilusi dan halusinasi itu bisa
dikurangi.
Waktu orang terkena skizofrenia, pengobatan yang akan dicoba ialah meredam
munculnya dilusi dan halusinasi itu. Kalau sejak anak kecil atau remaja sudah mulai
menampakkan dilusi dan halusinasi, setidak-tidaknya pada masa kecil itu dia diminta
atau diharuskan memakan obat untuk menghilangkan dilusi atau halusinasi. Mudah-
mudahan karena sudah dibiasakan, maka dia akan lebih terbiasa memakan obat-
obatan ini sehingga dilusi atau halusinasi tidak harus timbul. Kalaupun akhirnya
muncul, tidak akan muncul sesering itu, karena sekali lagi dengan munculnya ilmu
kedokteran, maka lebih tersedia obat-obat yang dapat menghilangkan dilusi atau
halusinasi ini. Tapi sekali lagi, ini adalah gejala, baik dilusi maupun halusinasi,
penyakit itu sendiri tetap ada. Jadi obat tidak menyembuhkan penyakitnya, yang
sudah ada itu akan tetap ada. Maka kita tidak mengatakan skizofrenia suatu yang
dapat disembuhkan atau "curable". Kita hanya mengatakan skizofrenia adalah
penyakit yang " treatable", dapat dilawan, dapat diobati, pengembangan gejala-
gejalanya dapat dibendung sehingga tidak harus memburuk.
J: Ini adalah salah satu kesalahpahaman, kadang-kadang kita beranggapan orang yang
terkena skizofrenia akan terus-menerus setiap detik berkhayal dan dalam dunia
khayalnya, sebetulnya tidak! Jadi, ada waktu di mana dia bisa bicara menjawab
pertanyaan kita dengan biasa, namun setelah berbicara dengan kita, dia akan diam
kemudian tertawa sendirian lagi, dia akan bicara lagi.
Memang gejala ini tidak harus menetap setiap detik, tapi kita katakan dia sudah
terganggu sebab sebetulnya di dalam dirinya sudah ada keterpecahan itu, meskipun
masih ada kemampuan untuk berelasi dengan orang di luar dirinya, tapi memang tidak
konstan terus-menerus dia akan kembali ke dunia khayalnya.
J: Langkah pertama adalah kita mesti mengakui bahwa orang ini atau anak kita ini
bermasalah. Ini salah satu hal yang tidak mudah diakui oleh orang tua. Orang tua yang
anaknya menderita gangguan seperti ini, sampai waktu yang lama, tetap tidak mau
mengakui bahwa inilah yang diderita oleh si anak.
Langkah kedua adalah kalau untuk gangguan yang seberat ini, kita memang harus
langsung membawanya ke psikiater, yaitu seorang dokter yang spesialisasinya dalam
bidang psikiatri dan nanti dokter akan melihat gejalanya kemudian memberikan obat
yang harus dimakan. Ini menjadi suatu tantangan yang terbesar, sebab penderita
skizofrenia tidak selalu mau makan obat, jadi kita harus memaksa dia untuk
memakannya karena begitu dia tidak mau makan obat, maka tinggal tunggu waktu
gejala delusi dan halusinasinya akan kembali lagi. Kalau sudah seperti itu, maka yang
harus dilakukan adalah membawanya dengan paksa ke rumah sakit jiwa, karena di
sana dia bisa dengan paksa diberi obat sehingga dia bisa dirawat lagi dan bisa tenang
kembali serta dapat dipulangkan. Namun, ini biasanya sebuah siklus, dia akan merasa
baik selama beberapa waktu, kemudian dia tidak mau makan obat lagi dan kembali
lagi pada khayalannya, akhirnya dibawa ke rumah sakit lagi dan ini berlangsung
seumur hidup.
Kalau keluarga memunyai anggota yang seperti itu, maka perlu dipikirkan
pengaturannya atau perawatannya, sebab orang tua tidak bisa selamanya merawat
anak ini. Persoalannya adalah kalau kakak atau adiknya memunyai keluarga, ini
bukanlah sesuatu yang sehat sebab kalau dalam keluarga itu ada anak dan anak itu
melihat pamannya yang menderita gangguan seperti ini, itu bukanlah hal sehat. Maka
hal yang cocok yang lebih disarankan adalah sebaiknya, kalau orang tua sudah mulai
tua dan sebagainya, dia dirawat di dalam rumah perawatan. Asal kita bisa percaya
bahwa rumah perawatan itu akan merawatnya dengan baik, mungkin itu adalah jalan
keluar yang terbaik dan dia bisa tinggal di sana, punya kamar sendiri, mendapatkan
perawatan, obat, dan kalau dia tidak mau minum obat, dia bisa disuntik dan
sebagainya, sehingga dia lebih terkontrol.
J: Biasanya setelah remaja atau dewasa awal. Biasanya mulai terlihat setelah umur 15
atau 16 tahun. Dia mulai tidak mau bergaul, diam, murung, tidak mau bertemu orang,
susah percaya, tidak mau ada perasaan-perasaan yang keluar, wajahnya datar-datar
saja, kalau senang tidak pernah terlihat dan sedih pun tidak kelihatan, marah tidak
kelihatan. Jadi benar-benar sebuah wajah yang kosong, yang datar saja. Akhirnya
mulai kelihatan bicara sendiri, tertawa sendirian, dan sebagainya.
T: Sehubungan dengan hal ini, apakah ada ayat firman Tuhan yang ingin
disampaikan?
J: Saya akan bacakan Mazmur 139:13, 16 "Sebab Engkaulah yang membentuk buah
pinggangku, menenun aku dalam kandungan ibuku. mata-Mu melihat selagi aku bakal
anak, dan dalam kitab-Mu semuanya tertulis hari-hari yang akan dibentuk, sebelum
ada satupun dari padanya."
Kita mesti mengingat penderita skizofrenia mestinya adalah ciptaan Tuhan, dan Tuhan
tidak pernah membuat kesalahan, mengapa Dia mengizinkan semua ini terjadi?
Maksud inilah yang tidak mudah untuk kita ketahui, tapi janganlah kita menyesali
atau malahan marah kepada Tuhan, tapi terimalah! Ada rencana Tuhan dan tetap ini
adalah ciptaan Tuhan yang kita mesti hormati.
http://c3i.sabda.org/gangguan_skizofrenia
SKIZOFRENIA adalah gangguan yang kompleks yang dapat muncul dalam beberapa
bentuk.
GEJALA
Ada 2 kategori gejala:
ditandai munculnya persepsi, 1. gejala positif = gejala tipe I pikiran, dan perilaku
yang tidak biasa secara menonjol, misalnya: halusinasi, delusi, pikiran dan
pembicaraan kacau, dan perilaku katatonik.
ditandai hilangnya atau 2. gejala negatif = gejala tipe II berkurangnya kemampuan
di area tertentu, misalnya tidak munculnya perilaku tertentu, afek datar, dan alogia
(tidak mau bicara).
Selain gejala2 tsb, terdapat beberapa ciri lain skizofrenia, yang sebenarnya bukan
kriteria formal untuk diagnosa namun sering muncul sebagai gejala, yaitu:
1. afek yang tidak tepat (mis. Tertawa saat sedih dan menangis saat bahagia),
2. anhedonia (kehilangan kemampuan untuk merasakan emosi ttt, apapun yang
dialami tidak dapat merasakan sedih atau gembira), dan
3. ketrampilan sosial yang terganggu (mis. kesulitan memulai pembicaraan,
memelihara hubungan sosial, dan mempertahankan pekerjaan).
DIAGNOSA
PROGNOSIS
TEORI-TEORI BIOLOGI
TEORI DESKRIPSI
Teori genetik Gangguan gen menyebabkan skizofrenia atau minimal rentan thd
skizofrenia
Abnormalitas struktur otak Pembesaran jantung mungkin mengindikasikan
melemahnya fungsi beberapa area otak, memunculkan berkurangnya fungsi kognitif
dan emosi. Penurunan volume dan kepadatan neuron di frontal & temporal cortex dan
area limbic menyebabkan berkurangnya fungsi emosi dan kognitif.
Komplikasi saat kelahiran Komplikasi saat lahir, terutama kurangnya oksigen saat
lahir menyebabkan kerusakan otak
Terpapar virus saat di kandungan Infeksi virus saat di kandungan merusak otak (mis.
Virus TORCH)
Teori neurotransmiter Ketidakseimbangan tingkat atau reseptor dopamine
memunculkan gejala, serotonin, GABA, dan glutamat juga turut berperan
Meskipun skizofrenia sangat terkait dengan factor biologis, namun banyak riset
menunjukkan bahwa factor sosial juga berperan dalam munculnya skizofrenia. Faktor
sosial ini meningkatkan resiko kambuhnya skizofrenia tetapi tidak secara langsung
menentukan kapan munculnya skizofrenia pertama kali.
Neurotransmiter dengan lokalisasi diskrit dalam otak. A) Struktur kimia dari dopamin
neurotransmitter monoamina dan gambar skematik lokalisasi dopamin-mengandung
neuron dalam otak manusia dan tikus dan situs mana yang mengandung dopamin
akson ditemukan. B) Struktur kimia serotonin neurotransmitter monoamina dan peta
yang menunjukkan lokasi otak serupa sel serotonin yang mengandung dan akson
mereka.
Dopamin dapat disediakan sebagai obat yang bekerja pada sistem saraf simpatik,
menghasilkan efek seperti peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Namun,
karena dopamin tidak dapat menyeberangi penghalang darah-otak, dopamin diberikan
sebagai obat tidak secara langsung mempengaruhi sistem saraf pusat. Untuk
meningkatkan jumlah dopamin dalam otak dari pasien dengan penyakit seperti
penyakit Parkinson dan distonia dopa-responsif, L-dopa, yang merupakan prekursor
dopamin, dapat diberikan karena dapat melewati sawar darah-otak.
Fungsi dopamin sebagai neurotransmitter ditemukan pada tahun 1958 oleh Arvid
Carlsson dan Nils-Ake Hillarp di Laboratorium Farmakologi Kimia dari Institut
Jantung Nasional Swedia. Hal itu bernama dopamin karena monoamina, dan
prekursor sintetis yang adalah 3,4 -''d''ihydr''o''xy''p''henyl''a''lanine (L-dopa). Arvid
Carlsson dianugerahi Hadiah Nobel 2000 dalam Fisiologi atau Kedokteran untuk
menunjukkan dopamin yang tidak hanya prekursor norepinefrin (noradrenalin) dan
epinefrin (adrenalin) tetapi neurotransmitter, juga.
Dopamin disintesis pertama kali pada tahun 1910 oleh George Barger dan James
Ewens di Laboratorium Wellcome di London, Inggris.
Biosynthesis
Dopamine is biosynthesized in the body (mainly by nervous tissue and the medulla of
the adrenal glands) first by the hydroxylation of the amino acid L-tyrosine to L-DOPA
via the enzyme tyrosine 3-monooxygenase, also known as tyrosine hydroxylase, and
then by the decarboxylation of L-DOPA by aromatic L-amino acid decarboxylase
(which is often referred to as dopa decarboxylase). In some neurons, dopamine is
further processed into norepinephrine by dopamine beta-hydroxylase.
In neurons, dopamine is packaged after synthesis into vesicles, which are then
released into the synapse in response to a presynaptic action potential.
http://www.news-medical.net/health/Dopamine-Biochemistry.aspx
Dopamine has many functions in the brain, including important roles in behavior and
cognition, voluntary movement, motivation and reward, inhibition of prolactin
production (involved in lactation), sleep, mood, attention, and learning. Dopaminergic
neurons (i.e., neurons whose primary neurotransmitter is dopamine) are present
chiefly in the ventral tegmental area (VTA) of the midbrain, the substantia nigra pars
compacta, and the arcuate nucleus of the hypothalamus.
It has been hypothesized that dopamine transmits reward prediction error, although
this has been questioned. According to this hypothesis, the phasic responses of
dopamine neurons are observed when an unexpected reward is presented. These
responses transfer to the onset of a conditioned stimulus after repeated pairings with
the reward. Further, dopamine neurons are depressed when the expected reward is
omitted. Thus, dopamine neurons seem to encode the prediction error of rewarding
outcomes. In nature, we learn to repeat behaviors that lead to maximize rewards.
Dopamine is therefore believed to provide a teaching signal to parts of the brain
responsible for acquiring new behavior. Temporal difference learning provides a
computational model describing how the prediction error of dopamine neurons is used
as a teaching signal.
The reward system in insects uses octopamine, which is the presumed arthropod
homolog of norepinephrine, rather than dopamine. In insects, dopamine acts instead
as a punishment signal and is necessary to form aversive memories.
Anatomy
Mesocortical pathway connects the ventral tegmental area to the frontal lobe
of the pre-frontal cortex. Neurones with somas in the ventral tegmental area
project axons into the pre-frontal cortex.
Mesolimbic pathway carries dopamine from the ventral tegmental area to the
nucleus accumbens via the amygdala and hippocampus. The somas of the
projecting neurons are in the ventral tegmental area.
Nigrostriatal pathway runs from the substantia nigra to the neostriatum. Somas
in the substantia nigra projects axons into the caudate nucleus and putamen.
The pathway is involved in the basal ganglia motor loop.
Tuberoinfundibular pathway is from the hypothalamus to the pituitary gland.
This innervation explains many of the effects of activating this dopamine system. For
instance, the mesolimbic pathway connects the VTA and nucleus accumbens; both are
central to the brain reward system.
Movement
Via the dopamine receptors, D1-5, dopamine reduces the influence of the indirect
pathway, and increases the actions of the direct pathway within the basal ganglia.
Insufficient dopamine biosynthesis in the dopaminergic neurons can cause Parkinson's
disease, in which a person loses the ability to execute smooth, controlled movements.
Cognition and frontal cortex
In the frontal lobes, dopamine controls the flow of information from other areas of the
brain. Dopamine disorders in this region of the brain can cause a decline in
neurocognitive functions, especially memory, attention, and problem-solving.
Reduced dopamine concentrations in the prefrontal cortex are thought to contribute to
attention deficit disorder. It has been found that D1 receptors as well as D4 receptors
are responsible for the cognitive-enhancing effects of dopamine. On the converse,
however, anti-psychotic medications act as dopamine antagonists and are used in the
treatment of positive symptoms in schizophrenia, although the older, so-called
"typical" antipsychotics most commonly act on D2 receptors, while the atypical drugs
also act on D1, D3 and D4 receptors.
Reinforcement
Dopamine is commonly associated with the pleasure system of the brain, providing
feelings of enjoyment and reinforcement to motivate a person proactively to perform
certain activities. Dopamine is released (particularly in areas such as the nucleus
accumbens and prefrontal cortex) by naturally rewarding experiences such as food,
sex, drugs, and neutral stimuli that become associated with them. Recent studies
indicate that aggression may also stimulate the release of dopamine in this way. This
theory is often discussed in terms of drugs such as cocaine, nicotine, and
amphetamines, which directly or indirectly lead to an increase of dopamine in the
mesolimbic reward pathway of the brain, and in relation to neurobiological theories of
chemical addiction (not to be confused with psychological dependence), arguing that
this dopamine pathway is pathologically altered in addicted persons.
Incentive salience
Dopaminergic neurons of the midbrain are the main source of dopamine in the brain.
Dopamine has been shown to be involved in the control of movements, the signaling
of error in prediction of reward, motivation, and cognition. Cerebral dopamine
depletion is the hallmark of Parkinson's disease. Other pathological states have also
been associated with dopamine dysfunction, such as schizophrenia, autism, and
attention deficit hyperactivity disorder, as well as drug abuse.
With this large reduction in dopamine, the rats would no longer eat by their own
volition. The researchers then force-fed the rats food and noted whether they had the
proper facial expressions indicating whether they liked or disliked it. The researchers
of this study concluded that the reduction in dopamine did not reduce the rat's
consummatory pleasure, only the desire to actually eat. In another study, mutant
hyperdopaminergic (increased dopamine) mice show higher "wanting" but not
"liking" of sweet rewards.
This could explain why animals' "liking" of food is independent of brain dopamine
concentration. Other consummatory pleasures, however, may be more associated with
dopamine. One study found that both anticipatory and consummatory measures of
sexual behavior (male rats) were disrupted by DA receptor antagonists.
Libido can be increased by drugs that affect dopamine, but not by drugs that affect
opioid peptides or other neurotransmitters.
Sociability
Processing of pain
Dopamine has been demonstrated to play a role in pain processing in multiple levels
of the central nervous system including the spinal cord, periaqueductal gray (PAG),
thalamus, basal ganglia, insular cortex, and cingulate cortex. Accordingly, decreased
levels of dopamine have been associated with painful symptoms that frequently occur
in Parkinson's disease. Abnormalities in dopaminergic neurotransmission have also
been demonstrated in painful clinical conditions, including burning mouth syndrome,
fibromyalgia, and restless legs syndrome. In general, the analgesic capacity of
dopamine occurs as a result of dopamine D2 receptor activation; however, exceptions
to this exist in the PAG, in which dopamine D1 receptor activation attenuates pain
presumably ''via'' activation of neurons involved in descending inhibition. In addition,
D1 receptor activation in the insular cortex appears to attenuate subsequent pain-
related behavior.
Salience
Dopamine may also have a role in the salience of potentially important stimuli, such
as sources of reward or of danger. This hypothesis argues that dopamine assists
decision-making by influencing the priority, or level of desire, of such stimuli to the
person concerned.
Behavior disorders
The long term use of levodopa in Parkinson's disease has been linked to dopamine
dysregulation syndrome.
Dopamine in the mesolimbic pathway increases general arousal and goal directed
behaviors and decreases latent inhibition; all three effects increase the creative drive
of idea generation. This has led to a three-factor model of creativity involving the
frontal lobes, the temporal lobes, and mesolimbic dopamine.
Psychosis
Peripheral effects
Dopamine also has effects when administered through an IV line outside the central
nervous system. The brand name of this preparation is known as Intropin. The effects
in this form are dose dependent.
Dosages from 2 to 5 g/kg/min are considered the "renal dose." At this low
dosage, dopamine binds D1 receptors, dilating blood vessels, increasing blood
flow to renal, mesenteric, and coronary arteries; and increasing overall renal
perfusion. Dopamine therefore has a diuretic effect, potentially increasing
urine output from 5 ml/kg/hr to 10 ml/kg/hr.
High doses from 10 to 20 g/kg/min is the "pressor" dose. This dose causes
vasoconstriction, increases systemic vascular resistance, and increases blood
pressure through 1 receptor activation;
http://www.news-medical.net/health/Dopamine-Therapeutic-Use.aspx
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 DEFINISI
II.2 EPIDEMIOLOGI
Tiga per empat dari jumlah pasien skizofrenia umumnya dimulai pada
usia 16 sampai 25 tahun pada laki-laki. Pada kaum perempuan, skizofrenia
biasanya mulai diidap pada usia 25 hingga 30 tahun. Penyakit yang satu ini
cenderung menyebar di antara anggota keluarga sedarah.
II.3 ETIOLOGI
1. Model Diatesis-stres
2. Faktor Neurobiologi
Hipotesa Dopamin
3. Faktor Genetika
Tabel
1. Prevalensi skizofrenia pada populasi tertentu dalam
Saddock&Saddock (2003)
Populasi
Prevalensi
Populasi umum 1%
4. Faktor Psikososial
a. Teori Psikoanalitik
b. Teori Psikodinamik
c. Teori Belajar
Double Bind
Ekspresi Emosi
Gejala-gejala primer :
Ada penderita yang mengatakan bahwa seperti ada sesuatu yang lain
didalamnya yang berpikir, timbul ide-ide yang tidak dikehendaki: tekanan
pikiran atau pressure of thoughts. Bila suatu ide berulang-ulang timbul
dan diutarakan olehnya dinamakan preseverasi atau stereotipi pikiran.
3. Gangguan kemauan
4. Gejala psikomotor
Gejala-gejala sekunder :
1. Waham
Pada skizofrenia, waham sering tidak logis sama sekali dan sangat
bizarre. Tetapi penderita tidak menginsafi hal ini dan untuk dia wahamnya
adalah fakta dan tidak dapat diubah oleh siapapun. Sebaliknya ia tidak
mengubah sikapnya yang bertentangan, umpamanya penderita berwaham
bahwa ia raja, tetapi ia bermain-main dengan air ludahnya dan mau
disuruh melakukan pekerjaan kasar. Mayer gross membagi waham dalam
dua kelompok yaitu waham primer dan waham sekunder, waham
sistematis atau tafsiran yang bersifat waham (delutional interpretations).
Waham primer timbul secara tidak logis sama sekali, tanpa penyebab
apa-apa dari luar. Menurur Mayer-Gross hal ini hampir patognomonis
buat skizofrenia. Umpamanya istrinya sedang berbuat serong sebab ia
melihat seekor cicak berjalan dan berhenti dua kali, atau seorang penderita
berkata dunia akan kiamat sebab ia melihgat seekor anjing mengangkat
kaki terhadap sebatang pohin untuk kencing.
2. Halusinasi
Pada skizofrenia, halusinasi timbul tanpa penurunan kesadaran dan hal ini
merupakan gejala yang hampir tidak dijumpai dalam keadaan lain. Paling
sering pada keadaan sskizofrenia ialah halusinasi (oditif atau akustik)
dalam bentuk suara manusia, bunyi barang-barang atau siulan. Kadang-
kadang terdapat halusinasi penciuman (olfaktorik), halusinasi citrarasa
(gustatorik) atau halusinasi singgungan (taktil). Umpamanya penderita
mencium kembang kemanapun ia pergi, atau ada orang yang menyinarinya
dengan alat rahasia atau ia merqasa ada racun dalammakanannya
Halusinasi penglihatan agak jarang pada skizofrenia lebih sering pada
psikosa akut yang berhubungan dengan sindroma otak organik bila
terdapat maka biasanya pada stadium permulaan misalnya penderita
melihat cahaya yang berwarna atau muka orang yang menakutkan.
Tiga hal yang perlu diperhatikan dalam menilai simptom dan gejala
klinis skizofrenia adalah:
(1). Tidak ada symptom atau gejala klinis yang patognomonik untu
skizofrenia. Artinya tidak ada simptom yang khas atau hanya terdapat
pada skizofrenia. Tiap simptom skizofrenia mungkin ditemukan pada
gangguan psikiatrik atau gangguan syaraf lainnya. Karena itu diagnosis
skizofrenia tidak dapat ditegakkan dari pemeriksaan status mental saat
ini. Riwayat penyakit pasien merupakan hal yang esensial untuk
menegakkan diagnosis skizofrenia.
(2). Simptom dan gejala klinis pasien skizofrenia dapat berubah dari waktu ke
waktu. Oleh karena itu pasien skizofrenia dapat berubah diagnosis
subtipenya dari perawatan sebelumnya (yang lalu). Bahkan dalam satu
kali perawatanpun diagnosis subtipe mungkin berubah.
II.5 DIAGNOSIS
Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas dan biasanya
dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang jelas :
(a) - Thought echo : isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau
bergema dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan,
walaupun isinya sama, namun kulitasnya berbeda; atau
- Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.
Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara
jelas :
(e) Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, apabila disertai
baik oleh waham yang mengambang mauupun yang setengah
berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai ole
hide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang menetap, atau apabila
terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan
terus menerus;
(f) Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisispan
(interpolation), yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang
tidak relevan, atau neologisme;
(h) Gejala-gejala negative seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang,
dan respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya
yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan social dan
menurunnya kinerja social; tetapi harus jelas bahwa semua hal
tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika;
Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadai
(personal behaviour), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak
bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self
absorbed attitude), dan penarikan diri secara sosial.
II.6 KLASIFIKASI
1. Skizofrenia Paranoid
Sebagai tambahan :
2. Skizofrenia Hebefrenik
Diagnosis hebefrenia untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia remaja
atau dewasa muda (onset biasanya mulai 15-25 tahun).
- Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat diramalkan, serta
mannerisme; ada kecenderungan untuk selalu menyendiri (solitary),
dan perilaku menunjukkan hampa tujuan dan hampa perasaan;
3. Skizofrenia Katatonik
(b) Gaduh gelisah (tampak jelas aktivitas motorik yang tak bertujuan, yang
tidak dipengaruhi oleh stimuli eksternal)
5. Depresi Pasca-Skizofrenia
(b) Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada (tetapi tidak lagi
mendominasi gambaran klinisnya); dan
(b) Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas di masa lampau
yang memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofenia;
(c) Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas
dan frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah
sangat berkurang (minimal) dan telah timbul sindrom negative dari
skizofrenia;
(d) Tidak terdapat dementia atau penyakit / gangguan otak organik lain,
depresi kronis atau institusionalisasi yang dapat menjelaskan disabilitas
negative tersebut.
Menurut DSM IV, tipe residual ditandai oleh bukti-bukti yang terus
menerus adanya gangguan skizofrenik, tanpa adanya kumpulan lengkap gejala
aktif atau gejala yang cukup untuk memenuhi tipe lain skizofrenia.
Penumpulan emosional, penarikan social, perilaku eksentrik, pikiran yang
tidak logis, dan pengenduran asosiasi ringan adalah sering ditemukan pada tipe
residual. Jika waham atau halusinasi ditemukan maka hal tersebut tidak
menonjol dan tidak disertai afek yang kuat.
7. Skizofrenia Simpleks
Diagnosis skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan karena
tergantung pada pemantapan perkembangan yang berjalan perlahan dan
progresif dari :
Skizofrenia simpleks sering timbul pertama kali pada masa pubertas. Gejala
utama pada jenis simpleks adalah kedangkalan emosi dan kemunduran
kemauan. Gangguan proses berpikir biasanya sukar ditemukan. Waham dan
halusinasi jarang sekali terdapat. Jenis ini timbulnya perlahan-lahan sekali.
Pada permulaan mungkin penderita mulai kurang memperhatikan keluarganya
atau mulai menarik diri dari pergaulan. Makin lama ia makin mundur dalam
pekerjaan atau pelajaran dan akhirnya menjadi pengangguran, dan bila tidak
ada orang yang menolongnya ia mungkin akan menjadi pengemis, pelacur,
atau penjahat.
8. Skizofrenia lainnya
9. Skizofrenia YTT
Skizofrenia laten.
Oneiroid.
Parafrenia.
Skizofrenia Tipe I.
Gangguan Mood
Gangguan Kepribadian
Seiring dengan berjalannya waktu, simtom positif hilang, berkurang, atau tetap
ada, sedangkan simtom negative relative sulit hilang bahkan bertambah parah.
Riwayat penyerangan
II.10 PENATALAKSANAAN
2. Menstabilkan medikasi.
Terapi Somatik
Antipsikotik
3. Clozapine ( clozaril )
Pemilihan Obat
1.
a. Hanya sejumlah kecil pasien, cukup tertolong untuk mendapatkan
kembali jumlah fungsi mental yang cukup normal.
b. Disertai dengan efek merugikan yang mengganggu dan serius. Efek
mengganggu yang paling utama adalah akatisia dan gejala mirip
parkinsonisme berupa rigiditas dan tremor. Efek serius yang potensial
adalah tardive dyskinesia dan sindroma neuroleptik malignan.
2. Risperidone
3. Clozapine
Prinsip-Prinsip Terapetik
1. Klinis harus secara cermat menentukan gejala sasaran yang akan diobati
2. Suatu antipsikotik yang telah bekerja dengan baik di masa lalu pada pasien
harus digunakan lagi.
4. Penggunaan pada lebih dari satu medikasi antipsikotik pada satu waktu
adalah jarang diindikasikan.
5. Pasien harus dipertahankan pada dosis efektif yang serendah mungkin yang
diperlukan untuk mencapai pengendalian gejala selama periode psikotik.
Pemeriksaan Awal
Kegagalan Pengobatan
Obat Lain
Lithium
Efektif dalam menurunkan gejala psikotik lebih lanjut pada sampai 50 persen
pasien dengan skizofrenia dan merupakan obat yang beralasan untuk
dicoba pada pasien yang tidak mampu menggunakan medikasi
antipsikotik.
Antikonvulsan
Benzodiazepin
Terapi Psikososial
Terapi Perilaku
Sering dinamakan terapi keterampilan sosial ( social skills therapy ). Terapi ini
dapat secara langsung membantu dan berguna bagi pasien dan merupakan
tambahan alami bagi terapi farmakologis. Latihan keterampilan ini
melibatkan penggunaan kaset videon orang lain dan pasien permainan
simulasi ( role playing ) dalam terapi, dan pekerjaan rumah tentang
keterampilan yang telah dilakukan.
Pusat dari terapi harus pada situasi segera dan harus termasuk
mengidentifikasik dan menghindari situasi yang kemungkinan
menimbulkan kesulitan. Jika masalah memang timbul pada pasien di
dalam keluarga, pusat terapi harus pada pemecahan masalah secara cepat.
Setelah periode pemulangan segera, topik penting yang dibahas dalam terapi
keluarga adalah proses pemulihan khususnya lama dan kecepatannya.
BAB III
KESIMPULAN
1. Psikopatologi skizofrenia:
- Faktor Ditesis-stress
- Neurobiologi
- Genetika
- Faktor Psikososial
1. Klasifikasi skizofrenia:
- Skizofrenia paranoid
- Skizofrenia hebefrenik
- Skizofrenia katatonik
- Skizofrenia residual
- Skizofrenia simpleks
- Skizofrenia lainnya
- Skizofrenia YTT
1. Diagnosis Skizofrenia:
- Sosial / Pekerjaan : untuk bagian waktu yang bermakna sejak onset gangguan
, satu atau lebih fungsi utama seperti pekerjaan, disfungsi hubungan
interpersonal, atau perawatan diri, adalah jelas dibawah tingkat yang dicapai
sebelum onset.
- Durasi :tanda gangguan terus menerus menetap selama sekurangnya 6 bulan,
termaksud sekurangnya satu bulan gejala.
Isi pikiran: gangguan utama isi pikiran adalah waham yang majemuk, terpecah
atau aneh, misalny berupa waham kejar dan waham yang menyangkut dirinya
(delusion of reference).
Persepsi : Gangguan utama adalah berbagai jenis halusinasi, tetapi yang paling
sering adalah halusinasi dengar.
- Gangguan mood
- Gangguan kepribadian
1. Penatalaksanaan skizofrenia:
1. Prognosis : tergantung dari berbagai factor, antara lain : onset, factor pencetus,
riwayat keluarga, system pendukung, gejala, riwayat sosial, seksual,dll
http://yumizone.wordpress.com/2009/01/10/skizofrenia/
SKIZOFRENIA
Skizofrenia? Apa sih yang dimaksud dengan skizofrenia? Mungkin sebagian orang
masih awam dengan kata ini. Tapi mungkin bagi keluarga yang salah satu anggota
keluarganya didiagnosa penyakit ini pasti sering mendengar.
Skizofrenia adalah suatu penyakit otak persisten dan serius yang mengakibatkan
perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam memproses informasi,
hubungan interpersonal, serta memecahkan masalah (Stuart, 2006).
Menurut penelitian dari sumber J.C. Coleman (1970), orang yang dapat mengalami
penyakit skizofrenia adalah yang memiliki hubungan kembar dari satu telur
(monozigot) 86,2% menderita skizofrenia, sedangkan kembar dari dua telur
(heterozigot) 14,5%, saudara kandung 14,2%, saudara tiri 7,1% dan masyarakat
umum 0,85%
Sedangkan stressor pencetus pada skizofrenia dapat berupa faktor biologis yang
berhubungan dengan respon neurobiologist maladaptif seperti gizi buruk,kurang tidur,
irama sirkadian tidak seimbang, keletihan, infeksi, obat system saraf pusat, kurang
olahraga, hambatan dalam mengakses pelayanan kesehatan. Faktor lingkungan juga
dapat menjadi pencetus penyakit ini yaitu lingkungan yang penuh kritik, kesukaran
interpersonal, gangguan hubungan interpersonal, isolasi social, tekanan pekerjaan,
kemiskinan, dll. Faktor sikap dan perilaku dapat menjadi pemicu juga seperti konsep
diri rendah, kurang rasa percaya diri, keterampilan social yang kurang, perilaku
agresif, perilaku kekerasan, dll. (Stuart, 2006)
Skizofrenia ternyata ada beberapa jenis, yang pertama jenis skizofrenia paranoid,
skizofrenia hebrefrenik, katatonik, skizofrenia yang tidak digolongkan
(undiffentiated), depresi pasca-skizofrenia, skizofrenia residual, dan skizofrenia
lainnya (Maslim, 1998 & Issacs, 2004).
Skizofrenia paranoid ciri-ciri utamanya adalah waham yang sistematis atau halusinasi
pendengaran. Individu ini dapat penuh curiga, argumentatif, kasar, dan agresif.
Perilaku kurang regresif, kerusakan social lebih sedikit, dan prognosisnya lebih baik
dibanding jenis-jenis lain.
Skizofrenia hebefrenik ciri-ciri utamanya adalah percakapan dan perilaku yang kacau,
serta afek yang datar atau tidak tepat, gangguan asosiasi juga banyak terjadi. Individu
tersebut juga mempunyai sikap yang aneh, menunjukkan perilaku menarik diri secara
social yang ekstrim, mengabaikan hygiene dan penampilan diri. Awitan biasanya
terjadi sebelum 25 tahun dan dapat bersifat kronis. Perilakunya regresif, dengan
interaksi sosial dan kontak dengan realitas yang buruk.
Skizofrenia residu ciri-ciri utamanya adalah tidak adanya gejala-gejala akut saat ini,
melainkan terjadi di masa lalu. Dapat terjadi gejala-gejala negative, seperti isolasi
social yang nyata, menarik diri dan gangguan fungsi peran.
Daftar pustaka:
Isaacs, Ann. 2004. Panduan Belajar: Keperawatan Kesehatan Jiwa dan Psikiatrik ed.3.
Jakarta EGC.
Maslim, Rusdi. 1998. Buku Saku Diagnosis Jiwa: Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III.
Bandung: Development Aura Informatika
Stuart, Gail W. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa edisi 5. Jakarta EGC
http://sehatjiwa-6.blogspot.com/2008/04/skizofrenia_22.html