Anda di halaman 1dari 81

BAB 1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pembangunan kesehatan pada periode 2015-2019 adalah program
Indonesia sehat dengan sasaran meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi
masyarakat melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat yang
didukung dengan perlindungan finansial dan pemeratan pelayanan kesehatan.
Salah satu sasaran pokok RPJMN 2015-2019 adalah meningkatnya pengendalian
penyakit.(Renstra Kemenkes 2016-2019).
Masyarakat perlu dilindungi dari makanan dan minuman yang tidak
memenuhi persyaratan higiene sanitasi yang dikelola rumah makan agar tidak
membahayakan kesehatan.(Permenkes, 2007) Keamanan makanan merupakan
kebutuhan masyarakat, karena makanan yang aman akan melindungi dan
mencegah terjadinya penyakit atau gangguan kesehatan lainya. Menurut Thaheer,
banyak sekali hal yang dapat menyebabkan suatu makanan menjadi tidak aman,
salah satunya karena terkontaminasi.(SK Menkes, 2008).
Higiene dan sanitasi tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain karena
erat kaitanya. Penerapan higiene dan sanitasi dilakukan untuk keseluruhan proses
baik pada pemilahan bahan baku yang digunakan, selama proses pengolahan,
sampai pada proses penyajian termasuk didalamnya penjamah makanan dan
lingkungan proses pengolahan.(Permenkes,2011).
Menurut Blum yang dikutip oleh Notoatmodjo pada tahun 2007 bahwa
drajat kesehatan dipengaruhi oleh 4 faktor yaitu : lingkungan, prilaku, pelayanan
kesehatan dan hereditas/keturunan. Berdasarkan faktor tersebut, di negara yang
sedang berkembang faktor lingkungan dan faktor perilaku mempunyai peranan
yang sangat besar terhadap peningkatan derajat kesehatan masyaraka. Perilaku ini
dipilih karena perubahanya cenderung membawa dampak positif yang signifikan
terhadap kesehatan atau karena perilaku tersebut berpotensi untuk mencegah
penyakit bawaan makanan (foodborne disease) tertentu secara efektif jika dilihat
dari sudut biayanya (hemat biaya).(Agutya SR, 2008).
Kontaminasi dalam paradigma kesehatan lingkungan yang terjadi pada
makanan dan minuman dapat menyebabkan makanan tersebut jadi media bagi

1
suatu penyakit. Penyakit yang ditimbulkan oleh makanan yang terkontaminasi
disebut penyakit bawaan makanan (food borned diseases). Menurut WHO 2012,
penyakit bawaan makanan seperti diare, disentri, kolera dan tifus merupakan
permasalahan kesehatan masyarakat yang banyak membebani. Penyakit tersebut
merenggut banyak korban dalam kehidupan manusia dan menyebabkan kematian.
Penyakit bawaan makanan merupakan salah satu penyebab utama kematian di
negara berkembang dan menyebabkan 1,9 juta kematian orang per tahun di
tingkat global. Bahkan di negara maju 1/3 dari populasi terinfeksi penyakit
bawaan makanan.(Adam YMNN, 2011).
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit atau Centers for Disease
Control and Prevention (CDC) memperkirakan bahwa setiap tahunnya di Amerika
Serikat, terdapat 1 dari 6 orang atau 48 juta orang sakit, yang dirawat di rumah
sakit sebanyak 128.000 dan sebanyak 3.000 meninggal dari kasus penyakit
bawaan pangan.(Rudiyanto, 2007).
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2013, penyakit
menular yang ditularkan melalui makanan dan minuman (foodborne diseases)
berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan dan keluhan responden terdiri dari tifoid
2,2%, hepatitis 1,2% dan diare 3,5%. Kejadian ini terjadi pada anak usia sekolah
(514 tahun), kejadian diare menempati urutan ke5 terbanyak setelah kelompok
usia, balita dan lansia yaitu sebesar 9,0%. Data direktorat dan penyuluhan
keamanan pangan badan POM Republik Indonesia menunjukkan pada tahun
2009, jumlah korban keracunan makanan sebanyak 7.815 orang dengan jumlah
kasus sebanyak 3.239 kasus. Pada tahun 2012 terjadi 11 kasus keracunan di
Sumatera Barat.
Makanan siap saji selalu mengalami proses penyediaan, pemilihan bahan
mentah, pengolahan, penyimpanan, pengangkutan sampai penyajian. Dari semua
tahapan tersebut memiliki risiko penyebab terjadinya keracunan pangan apabila
tidak dilakukan pengawasan pangan secara baik dan benar (Kemenkes RI, 2012).
Kejadian Luar Biasa (KLB) keracunan pangan di Indonesia tahun 2011 sebanyak
128 kejadian dari 25 propinsi. Jumlah orang yang terpapar dalam KLB keracunan
pangan sebesar 18.144 orang dengan AR 38,03% (6.901 kasus) dan CFR 0,16%
(11 kasus). Tahun 2012 mengalami penurunan 44% dengan 84 kejadian yang

2
berasal dari 23 propinsi. Jumlah orang terpapar dalam KLB keracunan pangan
sebesar 8.590 orang dengan AR 37,66% (3.235 kasus) dan CFR 0,58% (19 kasus).
(BPOM RI, 2011).
Tantangan yang dihadapi Indonesia terkait dengan masalah higiene
sanitasi pangan yang dapat berimbas pada munculnya penyakit bawaan makanan
masih sangat besar. Data e-monev HSP tahun 2013 di 33 provinsi, dilaporkan oleh
209 kabupaten/kota (41,88% dari 499 kabupaten/kota yang tercatat di Kemenkes)
sampai dengan akhir tahun 2014 tercatat: dari 23.566 TPM, baru 2.734 (12%)
memenuhi syarat kesehatan, sementara sisanya 20.832 (88%) belum memenuhi
syarat.
Meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap makanan yang disediakan
di luar rumah, maka produk-produk makanan yang disediakan oleh perusahaan
atau perorangan yang bergerak dalam usaha penyediaan makanan untuk
kepentingan umum, haruslah terjamin kesehatan dan keselamatannya. Hal ini
hanya dapat terwujud bila ditunjang dengan keadaan hygiene dan sanitasi Tempat
Pengelolaan Makanan (TPM) yang baik dan dipelihara secara bersama oleh
pengusaha dan masyarakat.
TPM yang dimaksud meliputi jasaboga atau catering, rumah makan dan
restoran, makanan jajanan dan depot air minum.
Sebagai salah satu jenis tempat pelayanan umum yang mengolah dan
menyediakan makanan bagi masyarakat banyak, maka TPM memiliki potensi
yang cukup besar untuk menimbulkan gangguan kesehatan atau penyakit bahkan
keracunan akibat dari makanan yang dihasilkannya. Dengan demikian kualitas
makanan yang dihasilkan, disajikan dan dijual oleh TPM harus memenuhi syarat-
syarat kesehatan. Salah satu syarat kesehatan TPM yang penting dan
mempengaruhi kualitas hygiene sanitasi makanan tersebut adalah faktor lokasi
dan bangunan TPM. Lokasi dan bangunan yang tidak memenuhi syarat kesehatan
akan memudahkan terjadinya kontaminasi makanan oleh mikroorganisme seperti
bakteri, jamur, virus dan parasit serta bahan-bahan kimia yang dapat menimbulkan
penyakit.
Persyaratan TPM tersebut sudah diatur dalam keputusan Menteri
Kesehatan yaitu KEPMENKES RI nomor 1096/MENKES/VI/2011 tentang

3
Higiene Sanitasi Jasaboga yang menyatakan bahwa Jasaboga adalah usaha
pengelolaan makanan yang disajikan di luar tempat usaha atas dasar pesanan yang
dilakukan oleh perseorangan atau badan usaha oleh sebab itu masyarakat perlu
dilindungi dari makanan dan minuman yang dikelola jasaboga yang tidak
memenuhi persyaratan higiene sanitasi, agar tidak membahayakan kesehatan.
Rumah Makan/Restoran diatur dalam KEPMENKES RI nomor
1098/MENKES/VII/2003 tentang Persyaratan Higiene Sanitasi Rumah Makan
dan Restoran yang menyatakan bahwa Rumah Makan adalah setiap tempat usaha
komersial yang ruang lingkup kegiatannya menyediakan makanan dan minuman
untuk umum di tempat usahanya sedangkan Restoran adalah salah satu jenis usaha
jasa pangan yang bertempat disebagian atau seluruh bangunan yang permanen
dilengkapi dengan peralatanan dan perlengkapan untuk proses pembuatan,
penyimpanan, penyajian dan penjualan makanan dan minuman bagi umum
ditempat usahanya sehingga masyarakat perlu dilindungi dari makanan dan
minuman yang tidak memenuhi persyaratan hygiene sanitasi yang dikelola rumah
makan dan restoran agar tidak membahayakan kesehatan.
Depot Air Minum diatur dalam PERMENKES RI nomor 43 tahun 2014
tentang Higiene Sanitasi Depot Air Minum bahwa Depot Air Minum yang
selanjutnya disingkat DAM adalah usaha yang melakukan proses pengolahan air
baku menjadi air minum dalam bentuk curah dan menjual langsung kepada
konsumen oleh sebab itu masyarakat perlu dilindungi dari risiko penyakit bawaan
air akibat mengkonsumsi air minum yang berasal dari depot air minum yang tidak
memenuhi standar baku mutu dan persyaratan higiene sanitasi.
Persyaratan Kesehatan Makanan Jajanan diatur dalam PERMENKES RI
nomor 942/MENKES/PER/SK/VII/2003 menyatakan bahwa makanan jajanan
adalah makanan dan minuman yang diolah oleh pengrajin makanan di tempat
penjualan dan atau disajikan sebagai makanan siap santap untuk dijual bagi umum
selain yang disajikan jasa boga, rumah makan/restoran, dan hotel untuk itu
masyarakat perlu dilindungi dari makanan dan minuman yang tidak memenuhi
persyaratan kesehatan agar tidak membahayakan kesehatannya.
Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Barat dengan Visi Menjadikan
Masyarakat Sumbar Peduli Sehat, Mandiri, Berkualitas dan Berkeadilan memiliki

4
4 bidang yaitu Bidang Sumber Daya Kesehatan, Bidang Pelayanan Kesehatan,
Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit dan Bidang Kesehatan
Masyarakat. Sedangkan salah satu misinya Melindungi Kesehatan Masyarakat
dengan Meningkatkan Upaya Kesehatan yang Paripurna. Untuk mewujudkannya
pada Bidang Kesehatan Masyarakat yaitu pada Seksi Kesehatan Lingkungan,
Kesehatan Kerja dan Olahraga juga sangat mendukung terhadap lingkungan yang
aman bagi masyarakat dengan cara mengamankan kualitas lingkungan untuk
mencegah dampak yang merugikan kesehatan (Laporan Tahunan Dinkes Provinsi
Sumbar 2015).
Provinsi Sumatera Barat cakupan TPM sehat belum mencapai target. Hal
ini dapat dilihat dari data Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat pada tahun
2014, Cakupan TPM sehat 66,13% dengan target 73%. Sedangkan pada tahun
2015 pencapaian TPM sehat sebesar 68,92% dengan target 85%, bahkan
berdasarkan e-Monev HSP pencapaian cakupan TPM hanya 37 %. Disamping itu
penyakit yang berbasis lingkungan masih menempati pada 10 penyakit terbanyak
di Provinsi Sumatera Barat seperti pada tahun 2015, penyakit ispa, diare, penyakit
kulit dan lain-lain yang penularannya dapat terjadi di TPM yang tidak memenuhi
syarat (Laporan tahunan Dinas Kesehatan Sumatera Barat Tahun 2015).
Berdasarkan permasalahan tersebut di atas, maka penulis mencoba
mencari alternatif pemecahan masalah yang dijumpai di Seksi Kesehatan
Lingkungan, Kesehatan Kerja dan Olahraga Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera
Barat khususnya terhadap rendahnya cakupan TPM sehat pada tahun 2015.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Menganalisis permasalahan rendahnya cakupan Tempat Pengolahan
Makanan di Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat tahun 2015.

1.2.2 Tujuan Khusus


1. Mampu mengidentifikasi masalah yang diperoleh dari hasil analisis situasi
Seksi Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Kerja dan Olahraga di Dinas
Kesehatan Provinsi Sumatera Barat Tahun 2015
2. Mampu menentukan prioritas masalah rendahnya cakupan Tempat Pengolahan
Makanan Sehat di Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat Tahun 2015

5
3. Mampu menganalisis penyebab masalah rendahnya Tempat Pengolahan
Makanan Sehat di Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat tahun 2015
4. Mampu membuat Plan of Action (POA) dalam upaya meningkatkan cakupan
Tempat Pengolahan Makanan Sehat di Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera
Barat
5. Mampu menyusun anggaran untuk pelaksanaan intervensi upaya peningkatan
cakupan Tempat Pengolahan Makanan Sehat di Dinas Kesehatan Provinsi
Sumatera Barat Tahun 2017
6. Mampu menyusun rencana monitoring dan evaluasi terhadap upaya
Peningkatan Cakupan Tempat Pengolahan Makanan Sehat di Dinas Kesehatan
Provinsi Sumatera Barat Tahun 2017

1.3 Manfaat Penulisan


1.3.1 Bagi Mahasiswa
a. Dapat menerapkan teori manajemen yang diperoleh di bangku perkuliahan
b. Mendapat pengalaman nyata dalam pelaksanaan manajemen Program
Pengawasan Tempat Pengolahan Makanan di Dinas Kesehatan Provinsi
Sumatera Barat
c. Mampu mengidentifikasi masalah dan memprioritaskan masalah rendahnya
cakupan Tempat Pengolahan Makanan Sehat di Dinas Kesehatan Provinsi
Sumatera Barat Tahun 2015.

1.3.2 Bagi Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat


a. Mendapat masukan tentang permasalahan rendahnya cakupan TPM sehat di
Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat dari mahasiswa Pasca Sarjana
Universitas Andalas Padang pada saat residensi
b. Melalui kegiatan residensi mahasiswa Pasca sarjana S2 kesehatan
masyarakat, mampu memberikan masukan tentang solusi pemecahan masalah
rendahnya cakupan TPM yang ada di Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera
Barat.

1.4 Ruang Lingkup


Ruang lingkup yang dibahas pada laporan residensi ini berdasarkan analisa
situasi di Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat adalah analisis masalah dan

6
alternatif solusi pemecahan masalah di Seksi Kesehatan Lingkungan, Kesehatan
Kerja dan Olahraga dalam rangka peningkatan cakupan Tempat Pengolahan
Makanan sehat.

BAB 2 . GAMBARAN SITUASI

2.1 Gambaran Umum Provinsi Sumatera Barat

7
2.1.1 Geografis
Sumatera Barat yang terletak di sebelah barat Pulau Sumatera mempunyai
letak geografis yang strategis antara kawasan sebelah utara dan kawasan timur
pulau Sumatera dengan pulau Jawa di sebelah Selatan. Provinsi Sumatera Barat
mempunyai luas 42.229.730 Km2 dengan topografi yang datar dan bergelombang
sampai bergunung yang merupakan bagian dan jajaran pegunungan Bukit Barisan
dengan luas perairan laut diperkirakan 186.500 Km2.

Batas wilayah Provinsi Sumatera Barat terletak di sepanjang pinggiran


pantai barat pulau Sumatera yang berada antara 0-54 Lintang Utara sampai 3-30
Lintang Selatan serta antara 98 36 sampai 101 53 Bujur Timur. Provinsi
Sumatera Barat yang terdiri dari 19 Kabupaten/kota (12 Kabupaten dan 7 Kota)
diantaranya Kabupaten Kepulauan Mentawai memiliki wilayah terluas, yaitu
6.001 Km2 atau sekitar 14,21% dari luas Provinsi Sumatera Barat, sedangkan
Kota Padang Panjang memiliki luas daerah terkecil yakni 23,0 Km2 (0,05%).
Provinsi Sumatera Barat terletak di sebelah barat pulau Sumatera dan sekaligus
berbatasan langsung dengan Samudera Indonesia, sebelah utara berbatasan dengan
Provinsi Sumatera Utara, sebelah selatan dengan Provinsi Bengkulu dan Provinsi
Jambi dan sebelah barat dengan Samudera Hindia. Iklim Sumatera Barat
tergolong iklim tropis dengan rata-rata suhu 25,5 C dan rata-rata kelembaban
yang tinggi yaitu 86,17% dengan udara rata-rata berkisar 997,03 mb.

2.1.2 Demografi

Sesuai dengan data dari BPS Provinsi Sumatera Barat, jumlah penduduk
Provinsi Sumatera Barat pada tahun 2015 tercatat sebesar 5.195.561 jiwa, dengan
tingkat kepadatan penduduk 123 jiwa per km2. Kepadatan penduduk Provinsi
Sumatera Barat tidak merata, kepadatan penduduk tertinggi adalah di Kota
Bukittinggi dengan kepadatan penduduk 4.858 jiwa/km 2. Komposisi penduduk
Provinsi Sumatera Barat menurut kelompok umur, menunjukkan bahwa penduduk
yang berusia muda (<15 tahun) sebesar 30,43%, yang berusia produktif (15-64
tahun) sebesar 69,57% dan yang berusia tua (>65 tahun) sebesar 8,45%.
Komposisi penduduk perempuan berusia produktif 15-35 tahun sebanyak
1.671.483 jiwa.

8
2.1.3 Administrasi

Provinsi Sumatera Barat pada tahun 2015 mempunyai wilayah


administrasi terdiri atas 12 (dua belas) Kabupaten dan 7 (tujuh) Kota, dengan 176
kecamatan, jumlah nagari sebanyak 755 nagari, 260 kelurahan, 125 desa dan
3.640 jorong.

2.1.4 Keadaan Pendidikan

Keadaan Pendidikan di Provinsi Sumatera Barat dapat dilihat dari


kemampuan baca tulis penduduk yang tercermin dari angka melek huruf,
persentase penduduk berumur 15-64 tahun ke atas yang buta huruf sebesar 2,2%
Pendidikan berkaitan erat dengan peningkatan sumber daya manusia. Ada
beberapa ukuran yang dapat digunakan utuk melihat kualitas pendidikan antara
lain menilai tingkat intelegensia, kreativitasi/inovasi dan kemampuan lain dari
lulusannya. Ukuran-ukuran tersebut relatif sulit untuk diterapkan sehingga tidak
cocok untuk ruang lingkup yang luas. Akibatnya kualitas pendidikan jarang
digunakan untuk menilai keberhasilan pembangunan.

2.1.5 Keadaan Lingkungan

Lingkungan merupakan salah satu variabel yang kerap mendapat perhatian


khusus karena lingkungan merupakan media penularan penyakit. Untuk itu maka
penanganan lingkungan perlu dilakukan. Disini dapat dilihat gambaran keadaan
lingkungan terutama dari indikator-indikator persentase rumah sehat dan persentase
tempat-tempat umum serta tempat pengelolaan makanan sehat. Disamping itu ada
juga indikator lain yang sangat menunjang keadaan suatu lingkungan yang sehat
antara lain persentase keluarga yang memiliki akses terhadap air bersih, gambaran
masing-masing indikator lingkungan diantaranya adalah :

1. Rumah Sehat

Dari kompilasi data yang dikumpulkan melalui Profil Kesehatan Provinsi


Sumatera Barat tahun 2015 rumah tinggal yang memenuhi syarat kesehatan adalah 71

9
% masih jauh dari target 87%, Rumah Sehat ini banyak faktor yang mempengaruhi
diantaranya tingkat ekonomi dan tingkat pendidikan masyarakat akan mempengaruhi
dari prilaku masyarakat itu sendiri dan masyarakat lebih mementingkan
kehidupannya untuk makan daripada kebersihan diri dan lingkungannnya. Sehingga
hal yang yang perlu mendapat perhatian bersama adalah masyarakat yang kurang
menyadari bahwa lingkungan dan rumah sehat sangat penting untuk menghindari diri
dari penyakit-penyakit yang disebabkan lingkungan yang tidak sehat.

2. Tempat-Tempat Umum dan Tempat Pengelolaan Makanan

Tempat-Tempat Umum (TTU) merupakan suatu sarana yang dikunjungi


banyak orang dan berpotensi menjadi tempat penyebaran penyakit. TTU merupakan
tempat kumpulan orang banyak sehingga agak susah untuk pengelolaannya terutama
untuk kebersihan lingkungannya, seperti pasar, tempat wisata, bioskop, hotel
penginapan dan lain-lain. Untuk cakupan Tempat-Tempat Umum (TTU) pada tahun
2015 mencapai 70% dengan target 87% pada umumnya untuk kota sudah mendekati
target.

3. Tempat Pengelolaan Makanan

TPM seperti restoran, jasaboga, air minum isi ulang dan makanan jajanan ,
yang memiliki sarana air bersih, tempat pembuangan sampah, sarana pembuangan air
limbah, ventilasi yang baik, luas lantai (luas ruangan) yang sesuai dengan banyaknya
pengunjung dan memiliki pencahayaan ruang yang memadai. Cakupan Tempat
Pengolahan Makanan (TPM) pada tahun 2015 yang memenuhi syarat kesehatan
hanya 37% dengan target 85%.

2.2 Potret Profil Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat


2.2.1 Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran
Visi
Visi Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat (2016-2021) adalah Menjadikan
masyarakat Sumbar peduli sehat, mandiri, berkualitas dan berkeadilan.
Misi

1. Meningkatkan sumber daya manusia yang sehat, kuat dan bermartabat serta
sadar akan arti pentingnya kesehatan

10
2. Meningkatkan upaya kesehatan yang paripurna
3. Meningkatkan tata pemerintahan yang baik, bersih dan profesional
4. Mewujudkan jaminan kesehatan untuk seluruh masyarakat

Sasaran merupakan penjabaran dari tujuan organisasi dan mengambarkan


hal-hal yang ingin dicapai melalui tindakan-tindakan yang akan dilakukan secara
operasional. Rumusan sasaran yang ditetapkan diharapkan dapat memberikan
fokus pada penyusunan porgram operasional dan kegiatan pokok organisasi yang
bersifat spesifik, terinci, dapat diukur dan dapat dicapai. Tujuan dan Sasaran
dalam Visi Misi ini dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Tujuan dan Sasaran Jangka Menengah Dinas Kesehatan Provinsi
Sumatera Barat

Visi : Menjadikan Masyarakat Sumbar Peduli Sehat, Mandiri, Berkualitas dan Berkeadilan
Misi 1 : Meningkatkan sumber daya manusia yang sehat, kuat dan bermartabat serta sadar akan pentingnya
kesehatan
INDIKATOR KONDISI TARGET
TUJUAN SASARAN SATUAN
SASARAN 2015 2016 2017
1 Meningkatkan 1 Meningkatnya 1 Jumlah tenaga Org 100 500 600
ketersediaan dan jumlah, jenis, kesehatan yang
mutu SDM mutu dan mendapat sertifikat
kesehatan sesuai pemerataan SDM pelatihan
standard kesehatan terakreditasi (IKU)
2 Meningkatkan 2 Meningkatnya 2 Persentase % na 40 50
Perilaku Hidup Perilaku Hidup Kabupaten/Kota
Bersih dan Sehat di Sehat di yang memiliki
masyarakat masyarakat kebijakan PHBS
(IKU)
Misi 2 : Meningkatkan upaya kesehatan yang paripurna
1 Meningkatkan 1 Meningkatkan 1 Persentase % 87 87 88
derajat kesehatan Kesehatan Ibu persalinan oleh
Ibu dan Anak dan Anak tenaga kesehatan di
fasilitas kesehatan
(IKU)
2 Persentase % 76 87 88
kunjungan neonatal
pertama (KN1)
(IKU)
3 Angka Kematian per 1000 27 27 27
Bayi KH
2 Meningkatnya 1 Menurunkan 1 Prevalensi gizi % 4,8 4,75 4,7
status gizi prevalensi kurang (BB/TB)
masyarakat kekurangan gizi (IKU)
pada anak Balita

INDIKATOR KONDISI TARGET


TUJUAN SASARAN SATUAN
SASARAN 2015 2016 2017
3 Meningkatkan 1 Meningkatnya 1 Sarana air minum % 47,25 50 54
akses pada pengawasan dan yang dilakukan
lingkungan yang penyehatan pengawasan (IKU)

11
sehat kualitas 2 Persentase RS di % 0 4 8
lingkungan Provinsi yang
melakukan
pengolahan limbah
medis sesuai
standard
3 Jumlah Kab/Kota 17 17 18
Kabupaten/Kota
yang
menyelenggarakan
tatanan kawasan
sehat
4 Persentase TPM % 10 14 20
yang memenuhi
kesehatan
4 Meningkatkan 1 Meningkatnya 1 Persentase % 80 80 83
ketersediaan obat ketersediaan, ketersediaan obat
dan vaksin keterjangkauan dan vaksin di
dan mutu obat pelayanan
dan vaksin kesehatan dasar
(IKU)
5 Meningkatkan 1 Meningkatnya 1 Jumlah puskesmas Puskesma 1 1 56
mutu pelayanan mutu pelayanan yang terakreditasi s
kesehatan sesuai kesehatan sesuai minimal 1 per
standard standar kecamatan (IKU)
2 Jumlah RS RS 1 2 3
pemerintah yang
terakreditasi
minimal 1 per
Kab/Kota (IKU)
6 Optimalisasi upaya 1 Meningkatkan 1 Persentase anak % 74,1 91 91,5
pengendalian upaya usia 0 sampai 18
penyakit menular pengendalian bulan yang
dan tidak menular penyakit tidak mendapat imunisasi
menular dasar lengkap
(IKU)
2 Jumlah Kab/Kota 17 18 18
Kabupaten/Kota
dengan API<1 per
1000 penduduk
(IKU)

3 Persentase % 42 42 64
Kabupaten/Kota
dengan IR DBD<49
per 100.000
penduduk (IKU)
4 Persentase % 87,06 78 81
Kabupaten/Kota
dengan angka
keberhasilan
pengobatan TB Paru
BTA Positif
(Success Rate)

INDIKATOR KONDISI TARGET


TUJUAN SASARAN SATUAN
SASARAN 2015 2016 2017

12
5 Persentase angka % 100 42 45
kasus HIV yang
diobati
6 Persentase % 10 20 30
Puskesmas
menyelenggarakan
pengendalian
Penyakit Tidak
Menular (PTM)
Terpadu
7
Persentase RSUD % 25 50 50
Rujukan Regional
yang
menyelenggarakan
Pelayanan
Kesehatan
Jiwa/Psikiatri
Misi 3 : Meningkatkan tata pemerintahan yang baik, bersih dan profesional
1 Meningkatkan 1 Meningkatnya 1 Persentase % Hijau Hijau
pelayanan publik kualitas kepatuhan
yang prima, pelayanan pelaksanaan UU
transparan, aspiratif publik pelayanan publik
dan partisipasif (zona hijau)
2 Rata-rata indeks % 70 70
kepuasan
masyarakat
2 Meningkatkan 1 Meningkatnya 1 Rata-rata lamanya JPL/org/ 10 15
profesionalitas kapasitas dan PNS mengikuti tahun
aparatur manajemen diklat
pemerintah dan aparatur
bebas KKN
3 Meningkatan tata 1 Meningkatnya 1 Nilai evaluasi Predikat BB BB
pemerintahan yang tranparansi dan SAKIP (SKPD)
baik, bersih, akuntabilitas (IKU)
transparan dan dalam
akuntabel penyelenggara
an
pemerintahan
2 Meningkatnya 1 Persentase % 100 100
sinergitas kesesuaian usulan
antara pelaku Renja dengan
pembangunan Renstra SKPD
dalam
pencapaian 2 Persentase % 100 100
sasaran kesesuaian usulan
pembangunan Renja dengan
RPJMD

Misi 4 : Mewujudkan jaminan kesehatan untuk seluruh masyarakat


1 Meningkatkan 1 Meningkatnya 1 Persentase % 66,2 73,96 81,72
perlindungan sosial cakupan kepesertaan
dan jaminan pelayanan Sistem Jaminan
kesehatan kesehatan Sosial Nasional
masyarakat peserta program BPJS Kesehatan
program Jaminan Jaminan (IKU)
Kesehatan Sumbar Kesehatan
Sakato Sumbar Sakato
Sumber: Rencana Strategis Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat Tahun 2016-2021

2.2.2 Strategi dan Kebijakan

13
Strategi dan kebijakan Dinas Kesehatan adalah suatu cara untuk
mencapai tujuan, sasaran jangka menengah, target kinerja hasil (outcome)
program prioritas RPJMD yang menjadi tugas dan fungsi Dinas Kesehatan.

Tabel 2.2 Tujuan, Sasaran, Strategi dan Kebijakan Dinas Kesehatan Provinsi
Sumatera Barat
Visi : Menjadikan Masyarakat Sumbar Peduli Sehat, Mandiri, Berkualitas dan Berkeadilan
Misi 1 : Meningkatkan sumber daya manusia yang sehat, kuat dan bermartabat serta sadar
akan pentingnya kesehatan
TUJUAN SASARAN STRATEGI KEBIJAKAN
1 Meningkatkan 1 Meningkatnya Meningkatkan jumlah 1 Peningkatan jumlah dan
ketersediaan dan jumlah, jenis, mutu dan kualitas tenaga kualitas sumberdaya
mutu SDM kesehatan dan pemerataan kesehatan kesehatan yang memiliki
sesuai standar SDM Kesehatan kompetensi dan
terstandarisasi
2 Meningkatkan 2 Meningkatnya Meningkatkan 1 Peningkatan layanan
Perilaku Hidup Bersih Perilaku Hidup komitmen pemerintah kesehatan dengan lebih
dan Sehat di Sehat di masyarakat daerah dalam menitikberatkan pada
masyarakat peningkatan upaya promotif dan
pembiayaan promotif preventif dibandingkan
dan preventif untuk dengan upaya kuratif
layanan kesehatan 2 Pemberdayaan
masyarakat dan
peningkatan upaya
promosi kesehatan
3 Penguatan gerakan
masyarakat, lembaga
pemerintah dengan swasta
dalam peningkatan upaya
kesehatan masyarakat
Misi 2 : Meningkatkan upaya kesehatan yang paripurna
1 Meningkatkan derajat 1 Meningkatkan 1 Meningkatkan 1 Peningkatan pelayanan
kesehatan Ibu dan Kesehatan Ibu dan keterpaduan dasar dan rujukan yang
Anak Anak dalam pelayanan berkualitas
kesehatan
masyarakat yang 2 Peningkatan pelayanan
lebih merata kesehatan ibu dan anak

2 Meningkatkan 3 Peningkatan cakupan


akses layanan akses, keterjangkauan dan
kesehatan dasar mutu pelayanan kesehatan
dan rujukan yang
berkualitas
2 Meningkatnya status 2 Menurunkan Meningkatkan 1 Peningkatan perbaikan
gizi masyarakat prevalensi penanganan masalah gizi masyarakat
kekurangan gizi gizi kurang dan gizi 2 Peningkatan akses dan
pada anak Balita buruk pada bayi, anak mutu pelayanan kesehatan
balita, ibu hamil dan dan gizi dengan fokus
menyusui utama pada 1000 hari
pertama kehidupan
manusia
3 Meningkatkan akses 3 Meningkatnya Meningkatkan Peningkatan pemerataan
pada lingkungan yang pengawasan dan pengendalian penyakit kualitas kesehatan lingkungan
sehat penyehatan kualitas dan penyehatan
lingkungan lingkungan

TUJUAN SASARAN STRATEGI KEBIJAKAN

14
4 Meningkatkan 1 Meningkatnya Meningkatkan jumlah Peningkatan ketersediaan,
ketersediaan obat dan ketersediaan, dan kualitas sumber keterjangkauan, pemerataan dan
vaksin keterjangkauan dan daya kesehatan serta kualitas farmasi dan alat
mutu obat dan kefarmasian dan alat kesehatan
vaksin kesehatan
5 Meningkatkan mutu 1 Meningkatnya mutu 1 Meningkatkan 1 Peningkatan pelayanan
pelayanan kesehatan pelayanan kesehatan kualitas dasar dan rujukan yang
sesuai standar sesuai standar pelayanan dasar berkualitas
dan rujukan
2 Meningkatkan 2 Peningkatan akreditasi
rumah sakit rumah sakit daerah
daerah yang
terakreditasi
3 Meningkatkan 3 Peningkatan cakupan
cakupan akses, akses, keterjangkauan dan
keterjangkauan mutu pelayanan kesehatan
dan mutu
pelayanan
kesehatan
6 Optimalisasi upaya 6 Meningkatkan Meningkatkan Peningkatan pencegahan dan
pengendalian upaya pengendalian pengendalian penyakit pengendalian penyakit menular
penyakit menular dan penyakit tidak dan penyehatan terutama HIV dan Tuberkulosis
tidak menular menular lingkungan
Misi 3 : Meningkatkan tata pemerintahan yang baik, bersih dan profesional
1 Meningkatkan Meningkatnya 1 Meningkatkan 1 Peningkatan pelimpahan
pelayanan publik kualitas pelayanan sistem serta sarana kewenangan,
yang prima, publik prasarana penyederhanaan prosedur
transparan, aspiratif pelayanan publik pelayanan dan perizinan
dan partisipasif berbasis teknologi
informasi
2 Meningkatkan 2 Peningkatan kualitas
kualitas aparatur aparatur pelayanan,
dalam pelaksanaan peningkatan kompetensi
pelayanan publik dan perubahan mentalitas/
budaya melayani
3 Membuka ruang 3 Pengembangan inovasi
partisipasi pelayanan publik berbasis
masyarakat dalam teknologi informasi yang
pengawasan dan terintegrasi
peningkatan 4 Penguatan integrasi
layanan publik berbagai jenis pelayanan
publik (pelayanan satu
pintu)
5 Peningkatan sarana dan
prasarana pelayanan
publik
6 Peningkatan akses
informasi publik yang
akurat dan up to date
7 Peningkatan efektifitas
pengawasan pelayanan
publik
8 Penguatan sistem
pengaduan masyarakat
yang efektif dan
terintegrasi
9 Penerapan penghargaan
dan sanksi terhadap
kinerja pelayanan publik

TUJUAN SASARAN STRATEGI KEBIJAKAN

15
2 Meningkatkan Meningkatnya kapasitas 1 Meningkatkan 1 Peningkatan pengelolaan
profesionalitas dan manajemen aparatur keterpaduan dalam manajemen kepegawaian
aparatur pemerintah mengembangkan (rekrutmen, mutasi,
dan bebas KKN kapasitas dan promosi dan
manajemen pengembangan karir
aparatur aparatur)
2 Meningkatkan 2 Peningkatan
manajemen penyelenggaraan
pengelolaan pendidikan dan pelatihan
kepegawaian yang aparatur
efektif, efisien dan 3 Penyusunan Road Map
akuntabel berbasis Diklat teknis dan
teknologi fungsional
informasi 4 Evaluasi pelaksanaan
diklat teknis dan
fungsional
3 Mengintensifkan 5 Peningkatan pendidikan
penerapan sistem dan pelatihan bagi
rekrutmen dan aparatur berorientasi
seleksi kewirausahaan
pengembangan 6 Peningkatan sarana dan
karir secara prasarana serta tenaga
transparan dan pengajar pada
berbasis penyelenggaraan lembaga
kompetensi pendidikan dan pelatihan
3 Meningkatan tata 1 Meningkatnya 1 Meningkatkan 1 Penetapan indikator
pemerintahan yang tranparansi dan pengawasan kinerja daerah, perangkat
baik, bersih, akuntabilitas dalam internal dan daerah dan individu
transparan dan penyelenggaraan eksternal serta aparatur
akuntabel pemerintahan pengawasan 2 Penertiban dan tindak
masyarakat dan lanjut Laporan Harta
ketegasan tindak Kekayaan Penyelenggara
lanjut Negara (LHKPN)
2 Meningkatkan 3 Peningkatan kapasitas
transparansi dalam pengawasan melalui
pengelolaan peningkatan independensi
keuangan daerah Aparatur Pengawasan
Internal Pemerintah
(APIP)
3 Meningkatkan 4 Peningkatan jumlah,
kompetensi dan kompetensi dan integritas
integritas aparatur auditor intern dan ekstern
pengadaan barang 5 Pengembangan sistem
dan jasa pengaduan masyarakat
yang efektif
4 Melakukan 6 Percepatan penerapan
penguatan standar akuntansi
kelembagaan pemerintah berbasis
pengadaan barang accrual
dan jasa
5 Mengembangkan 7 Pemantapan implementasi
dan memanfaatkan Sistem Akuntabilitas
sistem informasi Kinerja Instansi
dalam Pemerintah (SAKIP)
penyelenggaraan 8 Peningkatan kualitas
pemerintah (e- implementasi sistem
Government) procurement
6 Melakukan 9 Implementasi
penyempurnaan penyelenggaraan
kebijakan pemerintahan yang
penyelenggaraan berbasis teknologi
pemerintahan desa informasi dan komunikasi
/nagari/kelurahan yang efektif dan efisien
TUJUAN SASARAN STRATEGI KEBIJAKAN

16
7 Meningkatkan 10 Peningkatan transparansi
keterbukaan dan melalui pengelolaan dan
akses masyarakat pelayanan informasi
terhadap informasi publik
publik 11 Penataan pemerintahan
nagari/desa/kelurahan
8 Meningkatkan 12 Peningkatan pengamanan
kualitas produk dan penertiban Barang
hukum daerah Milik Daerah (BMD)
13 Modrenisasi pengelolaan
barang milik daerah
14 Peningkatan kualitas
proses pengadaan barang
dan jasa
15 Penyusunan Peraturan
pengelolaan pendapatan
daerah
16 Peningkatan efektifitas
dan efisiensi pengelolaan
keuangan daerah
17 Pengembangan sistem
informasi pengelolaan
keuangan daerah
18 Peningkatan kompetensi
aparatur pengelola
keuangan daerah
19 Pelaksanaan pembinaan
pengelolaan keuangan
daerah Kabupaten/Kota
yang sesuai dengan
peraturan perundangan
yang berlaku
20 Penerapan tertib arsip
daerah berbasis teknologi
informasi
21 Penyusunan produk
hukum daerah yang
responsif terhadap
kepemerintahan yang baik
2 Meningkatnya 1 Meningkatkan 1 Penyelasaran fungsi
sinergitas antara keterpaduan , perencanaan,
pelaku sinergitas, penganggaran,
pembangunan dalam sinkronisasi dan monitoringdan evaluasi
pencapaian sasaran kerjasama dalam serta pelaporan berbasis
pembangunan pengelolaan Teknologi Informasi
pembangunan Komunikasi (TIK)
2 Meningkatkan 2 Peningkatan transparansi
kualitas dan melalui pengelolaan dan
sinergitas proses pelayanan informasi
penyusunan public
perencanaan 3 Peningkatan kualitas
pembangunan koordinasi dengan semua
daerah stakeholder terkait
Misi 4 : Mewujudkan jaminan kesehatan untuk seluruh masyarakat
1 Meningkatkan 1 Meningkatnya Meningkatkan 1 Peningkatan efektifitas
perlindungan sosial cakupan pelayanan jaminan kesehatan pembiayaan kesehatan
dan jaminan kesehatan program masyarakat kurang 2 Peningkatan
kesehatan masyarakat Jaminan Kesehatan mampu ketidaktepatan sasaran
peserta program Sumbar Sakato pemberian jaminan
Jaminan Kesehatan kesehatan bagi
Sumbar Sakato masyarakat miskin
Sumber: Rencana Strategis Dinkes Provinsi Sumatera Barat Tahun 2016-2021

17
2.2.3 Tugas, Fungsi dan Struktur Organisasi

Pembentukan Struktur Organisasi Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera


Barat berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 4 Tahun
2008 tentang tentang Pembentukan Organisasi Dan Tata Kerja Dinas Daerah
Provinsi Sumatera Barat dan Peraturan Gubernur Sumatera Barat Nomor 99
Tahun 2009 tentang Rincian Tugas Pokok Fungsi dan Tata Kerja Dinas Kesehatan
Provinsi Sumatera Barat dan Peraturan Gubernur Sumatera Barat Nomor 55
Tahun 2009 tentang Rincian Tugas Pokok Fungsi dan Tata Kerja Unit Pelaksana
Teknis Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat.
1. Tugas Pokok dan Fungsi
Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat mempunyai tugas melaksanakan
Urusan Pemerintahan Daerah di Bidang Kesehatan. Untuk menyelenggarakan
tugas pokok Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat mempunyai fungsi
sebagai berikut:
a. Perumusan kebijakan teknis bidang kesehatan
b. Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum bidang
kesehatan
c. Pembinaan dan fasilitasi bidang kesehatan lingkup provinsi dan
kabupaten/kota
d. Pelaksanaan kesekretariatan Dinas
e. Pelaksanaan tugas di bidang Penanggulangan Penyakit dan Bencana, Sumber
Daya Kesehatan, Informasi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat, dan
Peningkatan Pelayanan Kesehatan
f. Pemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang kesehatan
g. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Gubernur sesuai dengan tugas dan
fungsinya.

2. Struktur Organisasi

Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat dipimpin oleh seorang Kepala


Dinas Kesehatan yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Gubernur

18
melalui Sekretaris Daerah. Dalam melaksanakan tugasnya Kepala Dinas dibantu
oleh: (struktur organisasi terlampir).

a. Sekretariat, terdiri dari :


1) Sub Bagian Umum dan Kepegawaian
2) Sub Bagian Keuangan
3) Sub Bagian Program
b. Bidang Penanggulangan Penyakit dan Bencana terdiri dari:
1) Seksi Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit
2) Seksi Penyehatan Lingkungan
3) Seksi Penanggulangan Masalah Akibat Bencana
c. Bidang Sumber Daya Kesehatan terdiri dari :
1) Seksi Diklat dan Litbang
2) Seksi Perbekalan Kesehatan
3) Seksi Pembiayaan Kesehatan dan Kerjasama Luar Negeri
d. Bidang Informasi Kesehatan & Pemberdayaan Masyarakat terdiri dari
1) Seksi Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat
2) Seksi Pengawasan dan Tekhnologi Kesehatan
3) Seksi Informasi Kesehatan dan Pelaporan
e. Bidang Peningkatan Pelayanan Kesehatan terdiri dari :
1) Seksi Upaya Kesehatan Masyarakat dan Rujukan
2) Seksi Gizi dan Kesehatan Keluarga
3) Seksi Akreditasi dan Sertifikasi Kesehatan
f. Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas Kesehatan terdiri dari:
1) Balai Kesehatan Indra Masyarakat (BKIM)
2) Balai Laboratorium Kesehatan (Labkes)
3) Balai Kesehatan Olahraga Masyarakat & Pelatihan Kesehatan
4) (Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru (BP4) Lb.Alung
g. Selain itu terdapat juga empat UPT (Unit Pelaksana Teknis) Pemerintah
Daerah yang langsung bertanggungjawab kepada gubernur melalui sekretaris
daerah Provinsi yaitu:
1) RSUD Achmad Mucthar Bukittinggi
2) RSUD Pariaman

19
3) RSUD Solok
4) RS Jiwa HB Saanin Padang
Berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintah daerah, peran
Provinsi dalam pembagian urusan Pemerintah Daerah bidang kesehatan yaitu:
1. Urusan Upaya Kesehatan
a. Pengelolaan UKP rujukan tingkat daerah provinsi/lintas daerah
Kabupaten/Kota.
b. Pengelolaan UKM Daerah Provinsi dan rujukan tingkat Daerah
provinsi/lintas daerah Kabupaten/Kota.
c. Penerbitan izin RS kelas B dan fasilitas pelayanan kesehatan tingkat
Daerah Provinsi.
2. Urusan Sumber Daya Manusia (SDM) Kesehatan
Perencanaan dan pengembangan SDM Kesehatan untuk UKM dan UKP
Daerah Provinsi.
3. Urusan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Makanan Minuman
a. Penerbitan pengakuan pedagang besar farmasi (PBF) cabang dan cabang
penyalur alat kesehatan (PAK)
b. Penerbitan izin usaha kecil obat tradional (UKOT).
4. Urusan Pemberdayaan Masyarakat Bidang Kesehatan
Pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan melalui tokoh provinsi,
kelompok masyarakat, organisasi swadaya masyarakat dan dunia usaha
tingkat provinsi.

20
Pada tahun 2017 terjadi perubahan struktur organisasi berdasarkan
Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 78 Tahun 2016 tentang
Kedudukan, Susunan Organisasi Tugas dan Fungsi serta Tata Kerja Dinas
Daerah Provinsi Sumatera Barat, dalam melaksanakan tugasnya Kepala
Dinas dibantu oleh: (lihat gambar 3.2).
a. Sekretariat, terdiri dari :
1) Sub Bagian Program, Informasi dan Humas
2) Sub Bagian Keuangan dan Pengelolaan Aset
3) Sub Bagian Hukum, Kepegawaian dan Umum
b. Bidang Kesehatan Masyarakat:
1) Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi
2) Seksi Promosi dan Pemberdayaan Masyarakat
3) Seksi Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Kerja dan Olahrga
c. Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
1) Seksi Surveilans dan Imunisasi
2) Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular
3) Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular
d. Bidang Pelayanan Kesehatan
1) Seksi Pelayanan Kesehatan Primer
2) Seksi Pelayanan Kesehatan Rujukan
3) Seksi Pelayanan Kesehatan Tradisional
e. Bidang Sumber Daya Kesehatan terdiri dari :
1) Seksi Kefarmasian
2) Seksi Alat Kesehatan dan PKRT
3) Seksi Sumber Daya Manusia Kesehatan
f. Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas Kesehatan terdiri dari:
1) Balai Kesehatan Indra Masyarakat (BKIM)
2) Balai Laboratorium Kesehatan (Labkes)
3) Balai Kesehatan Olahraga Masyarakat & Pelatihan Kesehatan
4) Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru (BP4) Lb.Alung

22
2.2.4. Program Pembangunan Kesehatan Provinsi Sumbar

Berdasarkan Visi, Misi, Tujuan, Sasaran, Strategi dan Kebijakan dari Dinas
Kesehatan Provinsi Sumatera Barat, maka Pembangunan Kesehatan Tahun 2015
dilaksanakan melalui 16 Program dan 180 (setelah perubahan) kegiatan pokok
sebagai berikut :
1. Program Pelayanan Adminstrasi Perkantoran (01) 16 kegiatan
2. Program Peningkatan Sarana Dan Prasarana Aparatur (02) 14 kegiatan
3. Program Peningkatan Disiplin Aparatur (03) 1 kegiatan
4. Program Fasilitas Purna Tugas PNS (04) 1 kegiatan
5. Program Peningkatan Kapasitas Sumberdaya Aparatur (05) 2 kegiatan
6. Program Peningkatan Pengembangan Sistem Pelaporanan Capaian Kinerja
Keuangan (06) 3 kegiatan
7. Program Obat Dan Pembekalan Kesehatan (15) 7 kegiatan
8. Program Upaya Kesehatan Masyarakat (16) 30 kegiatan
9. Program Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat (19) 9 kegiatan
10. Program Perbaikan Gizi Masyarakat (20) 7 kegiatan
11. Program Pengembangan Lingkungan Sehat (21) 9 kegiatan
12. Program Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Menular (22) 31 kegiatan
13. Program Pengadaan Peningkatan Sarana dan Prasarana Rumah Sakit/Rumah
Sakit Jiwa/Rumah Sakit Paru /Rumah Sakit Mata (26) 7 kegiatan
14. Program Pemeliharaan Sarana dan Prasarana Rumah Sakit/Rumah Sakit
Jiwa/Rumah Sakit Paru /Rumah Sakit Mata (27) 2 kegiatan
15. Program Peningkatan Sumber Daya Kesehatan (33) 25 kegiatan
16. Pencapaian Program Kebijakan dan Manajemen Pembangunan Kesehatan
(34) 18 kegiatan.

Dari 180 kegiatan yang dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Provinsi


Sumatera Barat tahun 2015, kegiatan pengawasan Tempat Pengolahan Makanan
terdapat dalam program pengembangan lingkungan sehat.

25
2.2.5. Kewenangan

Berdasarkan PP 38 tahun 2007, maka urusan pemerintah daerah provinsi


dalam bidang kesehatan mencakup :
1. Penyelenggaraan surveilans epidemiologi, penyelidikan KLB skala provinsi
2. Penyelenggaraan pencegahan dan penanggulangan penyakit menular skala
provinsi
3. Penyelenggaraan pencegahan dan penanggulangan penyakit tidak menular
tertentu skala provinsi
4. Pengendalian operasional penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana
dan wabah skala provinsi
5. Penyelenggaraan pencegahan dan penanggulangan pencemaran lingkungan
skala provinsi
6. Penyelenggaraan surveilans gizi buruk skala provinsi
7. Pemantauan penanggulangan gizi buruk skala provinsi
8. Bimbingan dan pengendalian pelayanan kesehatan haji skala provinsi
9. Pengelolaan pelayanan kesehatan rujukan sekunder dan tersier tertentu
10. Bimbingan dan pengendalian upaya kesehatan pada daerah perbatasan,
terpencil, rawan dan kepulauan skala provinsi
11. Registrasi, akreditasi, sertifikasi sarana kesehatan sesuai peraturan
perundang-undangan.
12. Pemberian rekomendasi izin sarana kesehatan tertentu yang diberikan oleh
pemerintah.
13. Pemberian izin sarana kesehatan meliputi Rumah Sakit Pemerintah kelas B
non pendidikan, Rumah Sakit Khusus, Rumah Sakit Swasta serta sarana
kesehatan penunjang yang setara
14. Pengelolaan/penyelenggaraan, bimbingan, pengendalian jaminan
pemeliharaan kesehatan skala provinsi
15. Penempatan tenaga kesehatan strategis, pemindahan tenaga tertentu antar
kab/kota skala provinsi
16. Pendayagunaan tenaga kesehatan skala provinsi
17. Pelatihan diklat fungsional dan teknis skala provinsi

26
18. Registrasi, akreditasi, sertifikasi tenaga kesehatan sesuai peraturan
perundang-undangan
19. Pemberian rekomendasi izin tenaga kesehatan asing
20. Penyediaan dan pengelolaan buffer stock obat provinsi, alat kesehatan,
reagensia dan vaksin lainnya skala provinsi
21. Sertifikasi sarana produksi dan distribusi alat kesehatan Perbekalan
Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) Kelas II
22. Pemberian rekomendasi izin industri komoditi, PBF dan Pedagang Besar Alat
Kesehatan (PBAK)
23. Pemberian izin PBF Cabang dan IKOT
24. Penyelenggaraan promosi kesehatan skala provinsi
25. Bimbingan dan pengendalian norma, standar, prosedur dan kriteria bidang
kesehatan
26. Penyelenggaran penelitian dan pengembangan kesehatan yang mendukung
perumusan kebijakan provinsi
27. Pengelolaan survei kesehatan daerah (surkesda) skala provinsi
28. Pemantauan pemanfaatan Iptek kesehatan skala provinsi
29. Penyelenggaraan kerjasama luar negeri skala provinsi
30. Pembinaan, monitoring, evaluasi dan pengawasan skala provinsi
31. Pengelolaan SIK (Sistem Informasi Kesehatan) skala provinsi

2.2.6. Sumber Daya Kesehatan

Upaya kesehatan dapat berdaya guna dan berhasil guna bila pemenuhan
sumber daya kesehatan dapat memadai dan seimbang sesuai kebutuhan. Sumber
daya kesehatan dapat diukur dengan indikator Pembiayaan kesehatan, tenaga
kesehatan dan sarana kesehatan.

1. Pembiayaan Kesehatan

Dalam rangka percepatan pembangunan kesehatan di Propinsi Sumatera


Barat dan memperluas cakupan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, program
kesehatan di tunjang oleh pembiayaan dari berbagai sumber antara lain APBN,
APBD dan DAK Propinsi Sumatera Barat, dengan rincian anggaran dan realisasi :

27
Tabel 2.3 Pembiayaan Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Barat Dari
Sumber APBN, APBD Dan DAK

N Sumber Anggaran Jumlah Dana Realisasi (%)


o
1 Dana APBD 143.065.454.835 140.396.610.616 97,51
2 Dana DAK 122.104.908.484 108.108.268.172 88,53
3 Dana APBN 29.756.919.000 23.681.853.928 79,43
Sumber: Profil Kesehatan 2015 Dinkes Provinsi Sumbar

2. Tenaga Kesehatan

Jumlah tenaga yang ada dimiliki oleh Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera
Barat dan 4 (empat) Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Tahun 2015 dalam
pelaksanaan tugas pokok dan fungsi dapat dilihat pada tabel 2.4.

Tabel 2.4 Jumlah Tenaga di Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat dan
UPTD Tahun 2015

No Jenis Tenaga Dinkes BKMM BLK Bapelkes BP4 Jumlah


1 2 3 4 5 6 7 8
1 Dokter spesialis 0 3 1 0 2 6
2 Dokter umum 5 0 1 1 10 17
3 Dokter gigi 0 1 0 0 0 1
4 Kesmas (M.Kes) 29 4 0 7 0 40
5 Apoteker 1 2 0 0 1 4
6 M. Biomed 2 0 4 0 0 6
7 SKM 34 5 2 4 3 48
8 SKP 1 1 0 1 8 11
9 Perawat 4 16 3 0 25 48
10 Bidan 6 0 1 1 0 8
11 Sanitarian 4 0 0 3 0 7
12 Farmasi 6 1 1 0 2 10
13 Teknis Medis 1 7 25 0 11 44
14 Non Kesehatan 82 12 19 35 22 170
Teknis Medis 0 0 0 0 0 0
Lain-lain 18 28 29 29 46 268
Total 193 52 57 51 85 438

28
Sumber : Laporan Tahunan bidang SDM Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera
Barat Tahun 2016.

Tabel 2.5 Jumlah Tenaga di Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat Pada
Sekretariat/Bidang Tahun 2015

N SEKRETARIAT/BIDANG JUMLAH PEGAWAI


O

1 Kepala Dinas 1 Orang

2 Sekretariat 64 Orang

3 Bidang Penanggulangan Penyakit dan Bencana 42 Orang

4 Bidang Sumber Daya Kesehatan 24 Orang

5 Bidang Pelayanan Kesehatan 43 Orang

6 Bidang Infokes dan Pemberdayaan Masyarakat 19 Orang

JUMLAH 193 Orang

Sumber : Renstra Dinas Kesehatan Provinsi Tahun 2016-2021

3. Sarana Kesehatan
a. Puskesmas
Peningkatan sarana dan prasarana pelayanan kesehatan terus diupayakan
untuk meningkatkan akses, pemerataan, keterjangkauan dan kualitas pelayanan
kesehatan bagi seluruh masyarakat Sumatera Barat. Sarana kesehatan yang
dimiliki sampai saat ini mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Kondisi
sampai dengan tahun 2015 menunjukkan bahwa Puskesmas yang beroperasional
sebanyak 262 unit Puskesmas (yang terdiri dari Puskesmas rawatan 105 unit, 157

29
unit Puskesmas non rawatan), Puskesmas pembantu sebanyak 926 unit,
Puskesmas keliling 207 unit, dan Ambulance 138 unit.

b. Rumah Sakit
Untuk sarana pelayanan kesehatan rujukan saat ini telah ada 71 Rumah
Sakit dengan rincian:
1) Rumah Sakit Pemerintah termasuk rumah sakit TNI/Polri 27 unit (RS Umum
Pemerintah 20 unit, Rumah sakit khusus pemerintah 3 unit dan Rumah sakit
TNI/Polri 4 unit).
2) Rumah sakit swasta sebanyak 44 unit meliputi Rumah Sakit umum 17 unit
dan rumah sakit khusus 27 unit.
Untuk upaya kesehatan perorangan Sumatera Barat telah mempunyai
beberapa keunggulan RS seperti RSUP Dr. M.Djamil Padang sebagai unggulan
pelayanan jantung untuk Sumatera Bagian Tengah, dijadikan RSUP Bukittinggi
sebagai Rumah Sakit Pusat Sroke Nasional, sedangkan RSAM Bukittinggi untuk
unggulan pelayanan Orthopedy dan Tympanoplasty, RSJ. Hb Saanin dengan
pelayanan ketergantungan obat dan Napza.
Dalam hal kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana Dinas Kesehatan
Propinsi Sumatera Barat telah ditetapkan sebagai SUB REGIONAL dalam
penanggulangan bencana dengan mendapat peralatan penuh seperti perlengkapan
RS lapangan mobil klinik, mobil ambulance, obat-obatan, kendaraan operasional
dan logistic lainnya. Khusus di kantor Dinas Kesehatan Propinsi Sumbar sudah
ada bangunan Pos Komando (POSKO) penangulamgan bencana yang dilengkapi
sarana komunikasi seperti Fax, telepon, Radio komunikasi 2 (dua) meter band,
Handy Talki dan SSB. Disamping itu juga telah ada SK Gubernur untuk
penanggulangan bencana.

2.3 Gambaran Umum Seksi Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Kerja dan


Olahraga
2.3.1 Visi dan Misi Program Lingkungan Sehat
Visi : Lingkungan yang Aman Bagi Masyarakat
Misi :

30
1. Mengamankan kualitas lingkungan untuk mencegah dampak yang merugikan
kesehatan
2. Mengembangkan kemitraan para pelaku pembangunan untuk mengamankan
kualitas lingkungan
3. Mendorong kemandirian masyarakat untuk mengamankan kualitas
lingkungan

4. Memelihara dan Meningkatkan pelayanan kesehatan lingkungan yang


bermutu dan terjangkau.

2. Tugas Pokok dan Fungsi

1. Tugas
Seksi Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Kerja dan Olahraga, mempunyai
tugas penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan operasional,
bimbingan teknis dan supervisi, serta pemantauan, evaluasi dan pelaporan di
bidang kesehatan lingkungan kesehatan kerja dan olahraga.
2. Fungsi
Seksi Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Kerja dan Olahraga mempunyai
fungsi :
a. Pelaksanaan penyusunan bahan kebijakan teknis perencanaan dan program
kesehatan lingkungan, kesehatan kerja dan olahraga
b. Pelaksanaan pelayanan administrasi, teknis pengembangan dan fasilitas
kesehatan lingkungan, kesehatan kerja dan olahraga.
3. Rincian Tugas
a. Mengumpulkan data dan bahan untuk penyusunan kegiatan seksi
kesehatan Lingkungan, Kesehatan Kerja dan Olahraga
b. Menyusun Rencana kegiatan tahunan seksi kesehatan lingkungan,
kesehatan kerja dan kesehatan olahraga
c. Melaksanakan pengawasan, pemeriksaan, pengujian sampel serta
pengendalian pencemaran lingkungan al : Amdal disarana pelayanan
kesehatan, Tempat-Tempat Umum , Tempat Pengolahan Makanan, Sanitasi
Kesehatan Haji, Sanitasi Pengungsian, Limbah Medis disarana kesehatan,
Pengawasan Kawasan Sehat dll

31
d. Pengawasan Air Minum dan Sanitasi Dasar
e. Pengendalian Faktor Risiko Lingkungan
f. Melaksanakan upaya kesehatan kerja yang meliputi sektor formal maupun
informal penyiapan perumusan kebijakan pelayanan kesehatan kerja,
kapasitas kerja, lingkungan kerja, kemitraan kesehatan kerja dan kesehatan
perkotaan dan olahraga.
g. Penyiapan bimbingan teknis, evaluasi dan penyusunan laporan kesehatan
lingkungan, kesehatan kerja dan olahraga
h. Menyiapkan pedoman pelaksanaaan tugas dan kegiatan kesehatan
lingkungan, kesehatan kerja dan olahraga
i. Menyiapkan bahan fasilitasi pelaksanaan tugas dan kegiatan kesehatan
lingkungan, kesehatan kerja dan olahraga
j. Melaksanakan dan mengkoordinasikan kegiatan dengan unit kerja terkait
k. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai tugas dan
fungsinya.
Secara Teknis tugas pokok dan fungsi Seksi Kesehatan Lingkungan,
Kesehatan Kerja dan Olahraga di aplikasikan dalam kegiatan :

1. Penyehatan Air
2. Pengelolaan Tinja dan Limbah Rumah Tangga
3. Pengamanan Limbah
4. Sanitasi Tempat-Tempat Umum
5. Penyehatan Tempat Pengelolaan Makanan
6. Penyehatan Perumahan
7. Pengamanan Pestisida
8. Program Kabupaten/Kota Sehat.

2.3.3. Sarana dan Prasarana

1. Sarana dan Prasarana yang ada di Seksi Kesehatan Lingkungan, Kesehatan


Kerja dan Olahraga tahun 2015 adalah :
a. Jumlah tenaga yang ada Seksi Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Kerja
dan Olahraga berjumlah 9 orang yang terdiri dari 1 (satu) orang Kepala
Seksi dan 8 orang Staf

32
b. Inventaris ruangan seperti komputer, meja, lemari, kursi dll

2. Data Administrasi
Pada tahun 2015 kegiatan administrasi di Seksi Kesehatan Lingkungan,
Kesehatan Kerja dan Olahraga berlangsung lancar dimana terdapat surat
keluar dan surat masuk yaitu :
a. Surat masuk sebanyak : 79 lembar
b. Surat Keluar sebanyak : 124 lembar

2.3.4. Kegiatan dan Pembiayaan

A. Kegiatan Seksi Kesehatan Lingkugan, Kesehatan Kerja dan Olahraga


Tahun 2015

1. Kegiatan Dana APBN Tahun 2015


Pada tahun 2015 kegiatan yang berada di Satker Dinas Kesehatan
Provinsi Sumatera Barat untuk Program Lingkungan Sehat secara garis besar
antara lain :
a. Pelatihan Updating ERHA Kabupaten/Kota
b. Pelatihan monev STBM berbasis SMS
c. Penyusunan Rencana Kerja Program PAMSIMAS II Kesehatan
d. Pertemuan Progress Manajemen Report Program PAMSIMAS II
Kesehatan di Pusat
e. Aktifitas CLTS Program PAMSIMAS II Kesehatan
f. Kampanye CTPS Program PAMSIMAS II Kesehatan
g. Kampanye Sanitasi dan Hygiene Sekolah Program PAMSIMAS II
Kesehatan
h. Surveilans Kualitas Air Program PAMSIMAS II Kesehatan
i. Fasilitas Implementasi di Desa Program PAMSIMAS II Kesehatan
j. Pelatihan Partisipatori Higiene Sanitasi Pangan
k. Workshop Klinik Sanitasi
l. Capacity Building bagi Petugas Kabupaten/Kota
m. Pelatihan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)
n. Implementasi HS Sekolah

33
2. Kegiatan Dana APBD Tahun 2015
Tahun 2015 kegiatan Program Penyehatan Lingkungan yang
dilaksanakan melalui DPA-SKPD APBD Provinsi Sumatera Barat yaitu :
a. Rekontek Program Lingkungan Sehat
b. Pertemuan Kemitraan dan Pencapaian Kpi Pamsimas Komponen B
c. Pertemuan Supervisi Fasilitasi Pengawasan Dan Pemantauan Higiene
Sanitasi Lingkungan
d. Workshop pengembangan Kabupaten/Kota Sehat Tingkat Propinsi
Sumatera Barat
e. Workshop Sanitasi Rumah Sakit
f. Pertemuan percepatan Sanitasi pemukiman
g. Rekontek Program- Program Pamsimas Komponen B
3. Kegiatan Penyehatan Lingkungan Koordinasi dengan Lintas sektor dan Lintas
Program
a. Pengawasan dan Pemeriksaan Asrama Haji
b. Kegiatan dalam Rangka penilaian Usaha Kesehatan Sekolah (UKS)
c. Kegiatan dalam Rangka Penilaian Adiwiyata di sekolah
d. Kegiatan dalam rangka penilaian 3R (Reduce, Reuse, Recycle)
e. Kegiatan dalam rangka Propelike dalam Rumah Sakit
f. Penilaian Pasar Tradisional Kabupaten dan Nagari
4. Program Inovasi
a. Pelaksanaan STBM
b. Wirausahaa Sanitasi
c. Pelaksanaan STBM di Masyarakat
d. Kegiatan Tentara Manunggal Masuk Desa (TMMD)
e. Kerjasama dengan TNI dalam kegiatan STBM
f. e-Monev HSP

B. Pembiayaan Kegiatan Seksi Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Kerja


dan Olahraga
Tabel 2.6 Jumlah dan Ralisasi dana APBN Tahun 2015

No Kegiatan Jumlah Dana Realisai Keuangan Fisik


(RP) (Rp) (Rp) (Rp)
1. Tenaga Terlatih 511.852.000 506.924.700 97,8 100
Bidang STBM
2. Kab/Kota yg 144.110.000 36.721.700 25 50
melaksanakan STBM
3. Dokumen 3.552.000 3.497.300 98.4 100
Perencanaan dan

34
Anggaran Penyehatan
Lingkungan
4. Laporan Keuangan 184.692.000 165.460..300 89.5 100
dan BMN Penyehatan
Lingkungan
5. Dokumen Evaluasi 696.080.000 568.812.800 81,7 100
dan Pelaporan
Penyehatan
Lingkungan
6. Peta Kualitas Air 22.420.000 13.360.000 59.5 60
Minum
7. Tenaga Terlatih 424.030.000 277.495.200 64.6 75
Bidang TTU
8. Rencana Kerja di 130.877.000 64.266.700 49.1 50
Bidang Penyehatan
TTU
9. Tenaga Masyarakat 51.220.000 - - -
Terlatih Bidang APIK
10. Rencana Kerja di 10.720.000 - - -
Bidang Adaptasi
Dampak Kesehatan
Akibat Perubahan
Iklim
11. TPM yang memenuhi 235.386.000 146.965.000 62 75
syarat kesehatan di
kab/kota
Jumlah 2.419.939.000 1.783.493.700 73.70 75
Sumber : Laporan Tahunan Seksi Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Kerja dan Olahraga
Tahun 2015

Dari dana yang bersumber dari APBN pada Seksi Kesehatan Lingkungan,
Kesehatan Kerja dan Olahraga dari total dana Rp. 2.419.939.000 terealisasi hanya
73,70% hal ini disebabkan adanya efisiensi anggaran sehinnga dana tersebut tidak
bisa direalisasikan.
Tabel 2.7 Jumlah dan Realisasi Dana APBD Tahun 2015

Keuanga
Dana Realisasi Fisik
No. Kegiatan n
Rp Rp (%)
(%)
1. Pertemuan Supervisi 27.527.600 27.467.600 99.78 100
Fasilitatif Pengawasan
dan Pemantauan
Hygiene Sanitasi
Lingkungan
2. Workshop 35.444.850 34.120.950 96.26 100

35
Pengembangan
Kabupaten /Kota
Sehat
3. Monitoring dan 66.420.000 64.332.750 96.86 100
Evaluasi Program
Penyehatan
Lingkungan
4. Workshop Sanitasi 42.108.800 40.905.000 97.14 100
Rumah sakit
5. Pemantauan 66.775.600 65.796.250 98.53 100
Percepatan Sanitasi
Pemukiman dan
Penilaian Lingkungan
Bersih dan Sehat
6. Workshop Pamsimas 116.321.900 114.048.650 98.05 100
dan Penyehatan
Laporan Keuangan
dan BMN Penyehatan
Lingkungan
Lingkungan Lainnya
Jumlah 354.598.75 346.671.20 97.79 100
0 0
Sumber : Laporan Tahunan Seksi Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Kerja dan Olahraga
Tahun 2015.

Dari dana yang bersumber dari APBD pada Seksi Kesehatan Lingkungan,
Kesehatan Kerja dan Olahraga dari total dana Rp. 354.598.750 sudah hampir
100% terealisasi.

2.3.5. Pencapaian Program

Pencapaian target indikator kinerja pada Seksi Kesehatan Lingkungan,


Kesehatan Kerja dan Olahraga adalah sebagai berikut :

a. Cakupan Rumah Sehat

36
85.98
83.97 83.78
82.35 81.23
90.00 79.83
73.14
80.00 66.59
70.55 67.82
66.83
65.79
69.65
64.56 61.70
70.00 61.11
60.00 50.13
42.24
50.00
40.00 29.49
30.00
20.00
10.00
0.00
0.00

Gambar 2.3 Cakupan Rumah Sehat Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Barat tahun
2015
Sumber : Laporan Tahunan Seksi Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Kerja dan Olahraga
Tahun 2015

Cakupan rumah di Provinsi Sumatera Barat yang memenuhi syarat


70,01% yang berada pada 12 Kabupaten dan 7 Kota, semuanya mempunyai
cakupan rumah sehat di bawah target 87%. Rumah yang dikatakan memenuhi
syarat kesehatan dilihat dari keadaan rumah dan lingkungan sekitar rumah seperti
pengelolaan sampah, limbah, jamban, dan kandang ternak yang ada di sekitar
rumah. Kepemilikan rumah sehat ini dipengaruhi oleh faktor ekonomi dan tingkat
pendidikan masyarakat yang mendorong perilaku masyarakat akan pilihan
terhadap kepentingan pangan daripada kebersihan diri dan lingkungan. Secara
umum keadaan rumah sudah memenuhi syarat, namun terdapat pencemaran
lingkungan akibat sampah, limbah yang belum dikelola dengan baik dan kandang
ternak yang dekat dengan bangunan rumah, sehingga ini akan berdampak terhadap
lingkungan rumah.

b. Cakupan Tempat Tempat Umum (TTU) Sehat

37
100.00 89.42 90.65 91.46
90.00 79.26 77.32 77.27
71.54
70.78 73.15
80.00 67.58 67.20 68.37
70.00 55.97 57.96 57.85
56.44
52.72 53.85
60.00
50.00 41.13
40.00
30.00
20.00
10.00
0.00
0.00

Gambar 2.4 Cakupan Tempat-Tempat Umum Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Barat


tahun 2015
Sumber : Laporan Tahunan Seksi Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Kerja dan Olahraga
Tahun 2015
Tempat-tempat umum didefinisikan sebagai tempat berkumpulnya orang
banyak dan agak susah untuk pengelolaannya terutama untuk kebersihan
lingkungannya seperti pasar, tempat wisata, bioskop, hotel, penginapan dan lain-
lain. Cakupan TTU sehat tahun 2015 mencapai 72,51% dengan target 87%.
Pengelolaan sampah di TTU ini merupakan bagian yang paling susah, karena
berkaitan dengan perilaku masyarakat yang mengunjungi TTU tersebut. Selain itu
penyediaan air bersih yang minim ikut berpartisipasi mengotori lingkungan TTU,
seperti dalam penggunaan jamban umum.

38
c. Cakupan Tempat Pengelolaan Makanan (TPM) Sehat

100.00 90.13
90.00 79.20
76.13
70.90 73.76
80.00 69.20
63.51 60.91 60.16
70.00
50.72 52.20 51.64
60.00
43.65
40.63
50.00 35.39
40.00 31.99 28.93
26.23
30.00 20.43
20.00
10.00
0.00
0.00

Gambar 2.5 Cakupan Tempat Pengolahan Makanan Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera


Barat tahun 2015
Sumber : Laporan Tahunan Seksi Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Kerja dan
Olahraga Tahun 2015

Yang termasuk dalam TPM ini antara lain: restoran/rumah makan, jasa
boga, depot air minum, dan makanan jajanan. Cakupan tahun 2015 baru mencapai
68,92% dengan target 85%, hal ini masih didominasi oleh kota yang hampir dan
sudah mencapai target. Yang menjadi penyebab rendahnya cakupan TPM sehat
adalah perilaku pengelola dalam menyediakan tempat sampah, limbah dan kamar
mandi/jamban disamping itu pengelola TPM masih mementingkan faktor
keuntungan penjualan dari pada faktor kesehatan lingkungan, mengingat
umumnya TPM ini merupakan mata pencarian golongan ekonomi menengah
kebawah.

39
d. Akses Air Bersih
99.80 96.09
91.98
90.64 91.58
100.00 86.96
82.61 85.30 85.10
81.52 79.85 78.87
90.00 76.84
72.92
71.56
80.00 65.58 64.42
70.00 57.55
60.00
50.00
40.00 68
30.00
20.00
1.75
10.00
0.00
0.00

Gambar 2.6 Akses Air Bersih Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Barat tahun 2015
Sumber : Laporan Tahunan Seksi Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Kerja dan Olahraga
Tahun 2015

Akses air bersih di setiap kabupateh/kota sudah mencapai target dengan


akses 83,70% sudah melebihi target yang ditentukan yaitu 68%. Pada umumnya
akses air bersih di daerah perkotaan sudah dilayani oleh PDAM dan didukung
oleh lokasi Pamsimas. Untuk Kota Padang Panjang dan Kota Bukit Tinggi tidak
merupakan lokasi pamsimas, akan tetapi karena wilayahnya kecil sehingga dapat
terjangkau oleh PDAM.
e. Akses Jamban
84.85 87.52 85.72
82.01 82.50
90.00 79.97
75.08
74.47
70.81 67.83 73.71
80.00 66.71
65.91 65.41
70.00 57.71
60.00 51.02
50.00 34.78
40.00 30.45
30.00 20.33
20.00
10.00
0.00
0.00

Gambar 2.7 Akses Jamban Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Barat tahun 2015
Sumber : Laporan Tahunan Seksi Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Kerja dan Olahraga
Tahun 2015.

40
Akses jamban 80,50% jauh dari target 75% umumnya di daerah kota
sudah melampaui target hanya kabupaten yang di bawah target, semuaya daerah
pamsimas. Hal ini karena setelah kegiatan pemicuan dalam berjalan dengan baik.
Masyarakat yang telah terpicu tidak dipantau atau dilihat kembali akan janji dari
masyarakat tersebut. Masih rendahnya akses jamban ini juga diperngaruhi oleh
perilaku masyarakat merupakan kebiasaan yang susah untuk dirobah seperti buang
air besar di sungai.

f. Cakupan Air Limbah Rumah Tangga


100.00 90.94
90.00 79.95 79.09
76.42 73.57
80.00 65.79
70.00 58.32 60.81
53.83 87
60.00 47.80 48.11
44.14
50.00
40.00
30.00
20.00 10.02
5.95
10.00
0.00
0.00 0.00 0.00 0.000.00 0.00

Gambar 2.8 Cakupan Air Limbah Rumah Tangga Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera
Barat tahun 2015
Sumber : Laporan Tahunan Seksi Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Kerja dan Olahraga
Tahun 2015
Untuk cakupan air limbah rumah tangga ini baru mencapai 71,09% yang
masih dibawah target yaitu 87% sama dengan cakupan rumah sehat karena telah
terpenuhi salah satunya adalah pengelolaan air limbah dengan baik sehingga
menimbulkan pencemaran lingkunan dan menjadi sarang vektor penyakit.

41
g. Cakupan Sampah yang sehat
98.19
100.00
90.00 79.96 79.09
74.94
80.00 65.79 68.62
70.00 56.01 56.85
52.31
60.00 44.82
41.80 43.41
50.00 38.77
40.00
30.00
20.00 5.95
10.00
0.00
0.00 0.00 0.00 0.000.00 0.00

Gambar 2.9 Cakupan Sampah yang Sehat Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Barat
tahun 2015
Sumber : Laporan Tahunan Seksi Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Kerja dan Olahraga
Tahun 2015
Pengelolaan sampah di Provinsi Sumatera Barat yang memenuhi syarat
kesehatan 74,13% dengan target 87%. Untuk daerah kota dan ibukota kabupaten
sudah ada yang bertanggung jawab dengan pengelolaan sampah ini seperti adanya
Dinas Kebersihan sedangkan untuk desa belum ada dikelola dengan baik karena
sampah dikelola sendiri, dibuang atau dibakar sendiri atau dibuang ke sungai.

h. Cakupan Kabupaten/Kota Sehat

Cakupan Kabupaten/Kota sehat ini telah mencapai 89,47% dengan 17


kab/kota sudah menyelenggarakan kab/kota sehat dengan target 100%, kalau kita
lihat setiap tahun cakupan kab/kota yang melaksanakan kab/kota meningkat untuk
tahun 2014 ini sudah 6 kab/kota yang punya forum kota dan untuk penilaian tahun
2015 yang ikut penilaian 17 kab/kota selain kabupaten padang pariaman dan kab
pesisir selatan.

BAB 3. ANALISIS MASALAH

42
3.1. Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah dapat dilakukan dengan analisis situasi (mengkaji
keadaan) pada hasil layanan atau dapat juga pada keluaran pelayanan. Oleh karena
itu langkah awal dalam perencanaan kesehatan adalah dengan mengidentifikasi
masalah-maslaah kesehatan (Bustami, 2011).
Ada 3 cara pendekatan dalam mengidentifikasi masalah kesehatan yaitu:
1. Pendekatan Logis. Identifikasi masalah kesehatan melalui pendekatan logis
dilakukan dengan cara melihat dan menganalisis data-data yang ada. Sumber
informasi yang digunakan adalah laporan tahunan Dinas Kesehatan Provinsi
Sumatera Barat dan Laporan pada seksi Kesehatan Lingkungan, Kesehatan
Kerja dan Olahraga di Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat.
2. Pendekatan Pragmatis. Ukuran pragmatis suatu masalah gangguan kesehatan
adalah gambaran upaya masyarakat untuk memperoleh pengobatan, misalnya
jumlah orang yang datang berobat ke fasilitas kesehatan dan lain-lain.
3. Pendekatan Politis. Dalam pendekatan ini masalah kesehatan diukur atas
dasar pendapat orang-orang penting dalam suatu masyarakat (Pemerintah atau
tokoh masyarakat). Hal ini telah dilakukan melalui diskusi dengan Kepala
Seksi Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Kerja dan Olahraga.
Berdasarkan pendekatan ini ditemukan beberapa masalah yang ditemukan
di seksi Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Kerja dan Olahraga yaitu sebagai
berikut:
a. Rendahnya Cakupan Pengolahan sampah sehat sebesar 74,13% dari target
87%
b. Rendahnya Cakupan air limbah rumah tangga sebesar 71, 09% dengan target
87%
c. Rendahnya Cakupan Rumah Sehat Tahun 2015 sebesar 70,01% dengan target
87%
d. Rendahnya Cakupan TTU Sehat sebesar 72,51% dari target 87%
e. Rendahnya Cakupan TPM Sehat sebesar 68,92% dari target 85%
Dari beberapa permasalahan yang ada ditentukan 3 prioritas masalah di
Seksi Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Kerja dan Olahraga yang diambil
berdasarkan tentang capaian dan target yang terendah yaitu:

43
a. Rendahnya Cakupan Rumah Sehat Tahun 2015 sebesar 70,01% dengan target
87%
b. Rendahnya Cakupan TTU Sehat sebesar 72.51% dari target 87%

c. Rendahnya Cakupan TPM Sehat sebesar 68,92% dari target 85%

3.2. Penetapan Prioritas Masalah

Penetapan prioritas masalah dari berbagai masalah kesehatan yang


diidentifikasi perlu dilakukan karena ada beberapa masalah kesehatan yang sangat
penting untuk diatasi. Munculnya sejumlah masalah dari analisis permasalahan
secara simultan, yang nampaknya mempunyai bobot permasalahan yang sama,
menghadapkan pengambil keputusan kepada pertanyaan, masalah manakah yang
memerlukan penanggulangan segera. Dalam menetapkan prioritas masalah ada
beberapa pertimbangan yang harus diperhatikan, yakni: besarnya masalah yang
terjadi, pertimbangan politik, persepsi masyarakat, bisa tidaknya masalah tersebut
diselesaikan.

Secara garis besar pemilihan prioritas maslaah dapat dibagi menjadi dua
yaitu: Scoring Technique (Metode Penskoran) dan Non Scoring Technique.

3.2.1. Teknik Scoring

Penetapan prioritas masalah yang ada di Seksi Kesehatan Lingkungan,


Kesehatan Kerja dan Olahraga ini penulis menggunakan teknik scoring Metode
Criteria Utility Assesment (MCUA). Metode ini digunakan dalam menetapkan
keputusan tentang prioritas masalah. Batasan untuk menunjang alternatif-alternatif
sesuai kebutuhan. Kriteria yang dipakai meliputi kriteria besar masalah, kriteria
masalah, kemampuan menyelesaikan masalah, dampak bagi masyarakat dan
Komitmen Politis. Penentuan nilai masalah adalah jumlah perkalian dari masing-
masing pembobotan (pembobotan dari 1-5) dengan nilai skor setiap kriteria
MCUA sebagai berikut:

1. Besar masalah

44
Sesuatu yang berhubungan dengan kesenjangan antara kenyataan dengan
harapan.
a) Sangat besar (deviasi >50%) = skor 3
b) Sedang (deviasi 25-50%) = skor 2
c) Kecil (<25%) = skor 1
2. Keseriusan Masalah
Sesuatu yang berhubungan dengan melihat akibat masalah tersebut terhadap
produktifitas kerja, pengaruh terhadap keberhasilan dan membahayakan
sistem atau tidak :
a) Sangat serius (jika memenuhi tiga indikator) = skor 3
b) Serius (jika memenuhi dua indikator) = skor 2
c) Kurang serius (jika hanya memenuhi satu indikator) = skor 1
3. Kemampuan Menyelesaikan
Usaha dan kegiatan yang dimiliki untuk menyelesaikan permasalahan.
a) Sangat Mudah (jika tersedia kriteria 5M+1T (man, money, method,
material, machine dan time) = skor 3
b) Mudah (jika hanya tersedia 4 kriteria dari 5 M (termasuk di dalamnya
money ditambah time) = skor 2
c) Tidak mudah (jika tidak tersedia kriteria money) = skor 1
4. Dampak bagi Masyarakat
Menimbulkan pengaruh positif atau negative, pengrusakan terhadap sesuatu
objek yang ditimbulkan oleh situasi atau keadaan tertentu di masyarakat :
a) Besar (menimbulkan dampak bagi komunitas/masyarakat) = skor 3
b) Sedang (menimbulkan dampak bagi rumah tangga) = skor 2
c) Kecil (menimbulkan dampak bagi individu) = skor 3
5. Komitmen politik
Sesuatu yang berhubungan dengan apakah masalah tersebut masuk dalam
program-program dan kebijakan-kebijakan oleh pengambil keputusan :
a) Besar (merupakan program prioritas kebijakan nasional dan tertuang
dalam Renstra dan RPJMD) = skor 3
b) Sedang (merupakan program prioritas Renstra dan RPJMD) = skor 2
c) Kecil (merupakan program prioritas dari SKPD) = skor 1
Tahapan ini dilakukan dengan mengalikan nilai pada masalah dengan
bobot pada masalah dan bobot pada masing-masing kriteria. Selanjutnya hasilnya
dijumlahkan sehingga diperoleh total skor masing-masing masalah. Hasil akhir
dari penentuan prioritas masalah seksi Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Kerja
dan Olahraga diperolehnya masalah tempat pengolahan makanan mempunyai nilai
total paling tinggi dengan skor 31. Adapun penetapan prioritas masalah dapat
dilihat dari tabel 3.1.

45
Tabel 3.1 Penetapan Prioritas Masalah dengan Teknik MCUA di Seksi
Penyehatan Lingkungan Tahun 2015

Tempat-
Pengolahan TTU Rumah Sehat
No Kriteria Bobot Makanan
S BxS S BxS S BxS
1 Besar Masalah 5 1 5 1 5 1 5
2 Keseriusan 4 2 8 2 8 2 8

Masalah
3 Kemampuan 1 3 3 3 3 2 2

Menyelesaika

n
4 Dampak bagi 3 3 9 2 6 1 3

Masyarakat
5 Komitmen 2 3 6 1 2 1 2

Politik
Jumlah 31 24 20
Peringkat I II III

Pada tabel terlihat pemberian skor setiap masalah berbeda-beda. Alasan


pemberian skor sebagai berikut:
1. Belum tercapainya target cakupan Tempat Pengolahan Makanan sehat yaitu

68,92% dari target 85%


a. Untuk besar masalah diberi skor 1 karena kesenjangan capaian sebesar

16,08 %.
b. Keseriusan masalah diberi skor 2 karena pengaruh terhadap keberhasilan

program dan membahayakan sistem


c. Kemampuan menyelesaikan masalah diberi skor 3 karena tersedia kriteria

5M+1T
d. Dampak bagi masyarakat diberi skor 3, karena penularan penyakit dapat

terjadi di tempat pengolahan makanan karena kurang baiknya cara

pengolahan makanan, kurang tersedianya air bersih dan jamban, kurang

baiknya pengelolaan sampah dan air limbah, kepadatan vektor berupa

46
tikus dan kecoak, dan lain-lain. Tempat Pengolahan Makanan yang tidak

sehat dapat menimbulkan berbagai penyakit, yang selanjutnya dapat

menurunkan kualitas sumber daya manusia


e. Komitmen politik diberi skor 3 karena beberapa jenis sarana tempat-

pengolahan makanan merupakan Standar Pelayanan Minimal (SPM) baik

di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota


2. Belum tercapainya target cakupan TTU Sehat yaitu 72,51% dari target 87%
a. Untuk besar masalah diberi skor 1 karena kesenjangan capaian sebesar

14,49%
b. Keseriusan masalah diberi skor 2 karena berpengaruh terhadap

keberhasilan program dan membahayakan sistem


c. Kemampuan menyelesaikan masalah diberi skor 3 karena tersedia kriteria

5M+1T
d. Dampak bagi masyarakat diberi skor 2, karena dapat menimbulkan

dampak yang paling dekat adalah terhadap keluarga


e. Komitmen politik diberi skor 1, karena merupakan program prioritas dari

satuan kerja perangkat daerah Dinas Kesehatan Provinsi


3. Belum tercapainya target cakupan Rumah sehat yaitu 70,01% dari target 87%
a. Untuk besar masalah diberi skor 1 karena kesenjangan capaian 70,01%

dari target 87% yaitu (16,99%)


b. Keseriusan masalah diberi skor 2 karena berpengaruh terhadap

keberhasilan program dan membahayakan sistem


c. Kemampuan menyelesaikan masalah diberi skor 2 karena tersedia kriteria

4M
d. Dampak bagi masyarakat diberi skor 1, karena menimbulkan dampak

terhadap keluarga
e. Komitmen politik diberi skor 1, karena merupakan program prioritas dari

satuan kerja perangkat daerah Dinas Kesehatan Provinsi


3.2.2. Teknik Non Scoring

Teknik non scoring digunakan sebagai data pendukung dan memperkuat

dalam menetapkan prioritas masalah kesehatan pada Seksi Kesehatan

47
Lingkungan, Kesehatan Kerja dan Olahraga. Hal ini dilakukan dengan melakukan

wawancara dengan pihak terkait pada seksi Kesehatan Lingkungan, Kesehatan

Kerja dan Olahraga Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat.

a. Wawancara dengan Kepala Seksi Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Kerja


dan Olahraga

Wawancara dilakukan pada hari Kamis tanggal 16 Januari 2017 dengan


Kepala Seksi Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Kerja dan Olahraga dan hasil
dari wawancara diperoleh informasi bahwa ada beberapa program di Seksi
Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Kerja dan Olahraga yang belum mencapai
target seperti Cakupan rumah sehat, Cakupan air limbah rumah tangga, Cakupan
Sampah sehat, cakupan TTU sehat, Cakupan TPM sehat dan Kabupaten/Kota
sehat. Sedangkan untuk, Akses Air Minum dan Akses jamban sudah mencapai
target bahkan melebihi dari target pencapaiannya. Dan dari beberapa program
yang belum mencapai taget tersebut, program TPM dapat diangkat untuk dicari
permasalahan dan solusi pemecahan masalah sehingga dapat meningkatkan
cakupan TPM sehat dan mencapai target yang telah ditetapkan.
b. Wawancara dengan pemegang program TPM
Wawancara selanjutnya pada hari Selasa tanggal 17 Januari 2017 dengan
pemegang program TPM. Dari wawancara tersebut diperoleh informasi bahwa
dalam melaksanakan program TPM belum dapat dilaksanakan secara maksimal
oleh petugas kesehatan lingkungan di tingkat puskesmas, hal ini karena kurangnya
tenaga di puskesmas sehingga tenaga kesling juga mempunyai tugas ganda
lainnya di puskesmas, sementara itu untuk kegiatan program kesling di puskesmas
sendiri sudah cukup banyak sehingga kegiatan kesling di puskesmas hanya dapat
dilakukan pada kegiatan untuk mencapai target MDGs saja. Disamping itu di
tingkat propinsi belum ada dilakukan koordinasi atau jejaring untuk kerjasama
lintas sektor yang terkait.

3.3. Analisis Penyebab Masalah Menurut Fishbone

Fishbone Diagrams (Diagram Tulang Ikan) adalah diagram sebab-akibat


yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi potensi masalah kinerja. Diagram

48
tulang ikan menyediakan struktur untuk diskusi kelompok sekitar potensi
penyebab masalah tersebut. Tujuan utama dari diagram tulang ikan adalah untuk
menggambarkan secara grafik cara hubungan antara penyampaian akibat dan
semua faktor yang berpengaruh pada akibat ini.

Fishbone Diagrams adalah alat analisis yang menyediakan cara sistematis


melihat efek dan penyebab yang membuat atau berkontribusi terhadap efek
tersebut. Analisis penyebab masalah rendahnya cakupan TPM sehat di Provinsi
Sumatera Barat adalah:

49
Metode
Lingkungan
Kurangnya kerjasama lintas
Masih kurangnya pengawasan dan sektoral
pembinaan di provinsi maupun tingkat Rendahnya
Kurangnya Kurangnya kerjasama lintas
Dukungan
kabupaten/kota
program
Cakupan Tempat
pengusaha TPM dan Pengolahan
Masyarakat dalam Kurangnya komitmen Makanan Sehat
mentaati peraturan Pencatatan dari kab/kota masih belum pemegang program
dilapangan
(Target Renstra
perundang- teorganisir dg baik
85%, Pencapaian
undangan tentang
hiene sanitasi TPM 68,92%)

1. 67,68% dari
Kurangnya anggaran di Belum adanya
Provinsi/Kabupaten/kota perda/perbup/perwako yg Kurangnya sarana Kurangnya SDM target 80.44%
untuk kegiatan mengatur ttg TPM dan prasarana TPM dan pembagian
Pengawasan TPM beban kerja di
seksi Keskerga
Kurang peralatan yg
mendukung utk Kurangnya Tenaga Kesling di Puskesmas
pengawasan TPM media promosi banyak yg memiliki tugas
ganda dibidang yg lain

Dana Material Manusia

Gambar 3.1 Diagram Fishbone Penyebab Rendahnya Cakupan Tempat Pengolahan Makanan Sehat di Prov. Sumbar
Tahun 2015

1
1. Manusia
a. Kurangnya Sumber Daya Manusia di Seksi Kesehatan Lingkungan,
Kesehatan Kerja dan Olahraga
Tabel 3.2 Penanggung Jawab Program di Seksi Penyehatan
Lingkungan
N
Petugas
O Program
1 Penyehatan Air Petugas (C,F)
2 Pengelolaan Tinja dan Limbah Rumah
Petugas (A)
Tangga
3 Pengamanan Limbah Petugas (A)
4 Sanitasi Tempat-Tempat Umum/Industri Petugas (B,D)
5 Penyehatan Tempat Pengelolaan Makanan Petugas (A,E)
6 Penyehatan Perumahan Petugas (B)
7 Program Kabupaten/Kota Sehat Petugas (C)
8 STBM Petugas (B)
9 Kesehatan Kerja Petugas (G,H)
10 Olahraga Petugas (H)
11 Pengelolaan Dana APBN Petugas (B,C)
12 Pengelolaan Dana APBD Petugas (D,G)
13 Administrasi seksi Petugas (D,E,F)
14 Kegiatan EHRA Petugas (A)
15 Laporan Tahunan Petugas (A)
16 Inventaris Barang Petugas (C,E)
Sumber: Laporan Tahunan Seksi Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Kerja dan Olahraga
Tahun 2015

Tenaga kesehatan di Seksi Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Kerja


dan Olahraga berjumlah 9 orang yang terdiri dari 1 orang kepala seksi dan 8
orang staf. Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa ada beberapa petugas
bertanggung jawab lebih dari 2 program, termasuk penanggjung jawab TPM,
sehingga dengan adanya tugas ganda dapat mengurangi konsentrasi dan
adanya beban ganda dalam mengelola program pengawasan TPM. Disamping
itu pemegang program TPM dan penilaian TPM di pegang oleh dua petugas
yang berbeda sehingga kurang singkronnya dan kurangnya keterpaduan
dalam menjalankan program TPM.

b. Tenaga Kesling atau Sanitarian di Puskesmas banyak yang mempunyai tugas


ganda.

1
Berdasarkan wawancara dengan pemegang program TPM di Dinas
Kesehatan Propinsi Sumatera Barat mengatakan bahwa masih banyak
pemegang Program Kesehatan Lingkungan yang memiliki tugas ganda selain
sebagai tenaga Kesling juga sebagai bendahara puskesmas, bendahara BOK
dan lain-lain. Hal ini senada dengan yang disampaikan oleh pemegang
program Kesehatan Lingkungan di puskesmas yaitu Puskesmas Lubug Alung,
yang mengatakan bahwa selain memegang program kesehatan lingkungan
juga memegang tugas lainnya yaitu sebagai bendahara puskesmas, Program
Matra dan Surveilance.

2. Lingkungan
Kurangnya dukungan dari para pengusaha dalam mentaati peraturan
perundang-undangan yang menyangkut Sanitasi TPM dan kaitannya dengan
usaha kesehatan masyarakat. Ini disebabkan kurangnya pengetahuan
pengusaha/pengelola/penjamah makanan TPM tentang peraturan atau
persyaratan TPM sehat.
Adanya sikap keberatan dari pengusaha untuk memenuhi
persyaratan-persyaratan karena memerlukan biaya ekstra, seperti biaya
pemeriksaan sampel makanan ke laboratorium daerah yang ditunjuk,
penyediaan tempat cuci tangan, tempat sampah yang memenuhi syarat baik
segi kuantitas dan kualitasnya. Selain pengadaan juga dibutuhkan pendanaan
dan pemeliharaan sarana yang ada sehingga apa yang disarankan oleh petugas
kesehatan seringkali tidak dilaksanakan seperti yang disarankan. Seperti yang
disampaikan oleh pengusaha rumah makan di Kota Padang yang mengatakan
untuk melengkapi sarana dan prasarana di tempat usahanya seperti pengadaan
wastafel lengkap dengan sabun, tersedianya toilet yang bersih membutuhkan
biaya tambahan baik untuk pengadaannya maupun untuk pemeliharaannya.

3. Metode
a. Pencatatan dari kabupaten/kota yang masih belum terorganisir dengan baik.
Hal ini dapat dilihat dari adanya keterlambatan pengiriman pelaporan
TPM dari dinas kesehatan kabupaten/kota ke Dinas Kesehatan Provinsi, dari
tingkat puskesmas ke dinas kesehatan kabupaten/kota bahkan ada yang tidak
mengirimkan laporan dalam bulan tertentu sehingga dalam melakukan

2
pencatatan pelaporan tertentu akan mengalami kendala. Seperti yang
disampaikan oleh penanggung jawab laporan di Seksi Kesehatan Lingkungan,
Kesehatan Kerja dan Olahraga yang mengatakan bahkan untuk laporan yang
seharusnya sudah memasuki triwulan 2 akan tetapi pelaporan yang pada
triwulan 1 belum diterima.
Selain itu sistem pencatatan pelaporan juga kurang bersifat
informative. Hal ini dapat dilihat dari pencatatan pelaporan hanya
berdasarkan memenuhi syarat kesehatan atau tidak. Tetapi tidak ada informasi
item pemeriksaan yang mana yang tidak memenuhi syarat sehingga hal itu
susah untuk melihat permasalahan yang lebih spesifik dari item pemeriksaan
yang dilakukan untuk intervensi yang akan dilakukan.
Disamping itu pelaporan melalui portal e-Monev HSP sering
terkendala dengan gangguan jaringan, sehingga susah untuk pengiriman
laporan secara online.

b. Kurangnya komitmen pemegang program di lapangan.


Dalam menjalankan pengawasan TPM masih adanya pemegang
program atau petugas kesehatan yang belum memegang komitmen dalam
menjalankan tugas. Seperti yang disampaikan oleh pemegang program TPM
di Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat bahwa untuk tenaga pemegang
program kesehatan lingkungan yang menjalankan tugas dalam melakukan
pengawasan TPM banyak yang tidak komitmen dalam menjalankan tugasnya.
Hanya beberapa petugas yang benar-benar menjalankan pengawasan sanitasi
TPM. Padahal mereka umumnya sudah dilatih.

c. Masih kurangnya pengawasan dan pembinaan di tingkat provinsi maupun


tingkat kabupaten/kota.
Menurut Pemegang program TPM di Dinas Kesehatan Provinsi
Sumatera Barat pengawasan dan pembinaan sudah dilakukan 1x dalam
setahun ke dinas kesehatan kabupaten/kota, tetapi hal itu dilakukan sekalian
dengan program-program yang lain sehingga kurang fokus untuk pembinaan
ke program TPM. Disamping itu adanya keterbatasan wewenang Dinas
Kesehatan Provinsi dalam melakukan intervensi ke kabupaten/kota. Karena
hanya bisa berupa himbauan, sedangkan yang lebih berperan terhadap
kabupaten/kota adalah dinas kesehatan kabupaten/kota.

3
Selain itu seringkali informasi yang disampaikan ke dinas kesehatan
kabupaten/kota tidak total yang disampaikan ke tingkat puskesmas. Akibat
kurangnya pengawasan dan pembinaan ke tingkat kabupaten/kota dapat
mengakibatkan kurangnya motivasi dan kinerja petugas kabupaten dalam
pengelolaan TPM baik itu pelaporan maupun pengawasannya.

d. Kurangnya kerjasama lintas program


Berdasarkan hasil wawancara dengan pemegang program TPM di
Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat mengatakan bahwa masih
kurangnya kerjasama antar program di Dinas Kesehatan seperti dengan
program promosi dan pemberdayaan masyarakat, seksi informasi kesehatan
dan program-program kesehatan lainnya.
Bagitu juga hasil wawancara dengan Kepala Bidang Infokes dan
Pemberdayaan Masyarakat mengakui bahwa kurangnya kerjasama lintas
program, seperti contohnya jika ada kegiatan pada program di Seksi
Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Kerja dan Kesehatan Olahraga tidak
melibatkan program promkes. Apalagi jika bentuk kegiatan sosialisasi harus
mengundang program promkes agar dapat diketahui juga tentang program
kesehatan tersebut dan dapat menjalin kerjasama karena setiap program jika
bergerak sendiri maka hasilnya akan kurang optimal.
Pada tingkat Puskesmas yang memiliki program-proggram yang
saling berkaitan dan dapat saling membantu akan terlaksananya antara
program yang satu dengan yang lainnya, seperti dalam pengawasan TPM ini
dapat melibatkan program-program lain seperti program UKS untuk
pembinaan di institusi pendidikan dan penyehatan makanan bekerjasama
dengan pemegang program gizi. Kenyataannya setiap program masih banyak
yang bergerak sendiri-sendiri dan kurangnya koordinasi antara program. Hal
ini seperti yang disampaikan oleh pemegang program kesling di Puskesmas
Lubug Buaya yang menyampaikan bahwa jika kurangnya koordinasi dengan
pemegang program lainnya seperti Program P2M yang seharusnya bisa
selaras dengan Program Kesling seperti pemeriksaan dan pengawasan TPM,
seperti untuk mencegah penyakit diare akibat mengkonsumsi makanan atau
keracunan makanan karena pengolahan makanan yang tidak baik

4
e. Belum ada koordinasi secara bersama lintas sektor untuk membicarakan
mengenai TPM dan belum adanya Assosiasi TPM.

Dalam pengawasan TPM belum dapat dilakukan secara maksimal


karena belum ada jejaring TPM sehingga sangat sulit dalam melakukan
pengawasan. Hal ini seperti yang disampaikan oleh pemegang program TPM
di Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat bahwa belum adanya koordinasi
lintas sektor dalam pengawasan TPM sehingga masing-masing sektor masih
bergerak sendiri-sendiri disamping itu belum adanya terbentu Assosiasi TPM.
Hal ini seperti yang disampaikan oleh pemegang program TPM di Dinas
Kesehatan Provinsi Sumatera Barat. Hal ini tentu akan berbeda apabila
adanya keterpaduan atau tim antar lintas sektor yang bersama-sama dalam
melakukan pengawasan atau penertiban terhadap Tempat Pengolahan
Makanan.

4. Material (Sarana dan Prasarana)


a. Kurangnya sarana prasarana di Tempat Pengolahan Makanan
Hasil wawancara dengan pemegang program TPM Dinkes Provinsi
Sumatera Barat mengatakan bahwa Sarana dan Prasarana di TPM harus
tersedia seperti penyediaan air bersih, tempat cuci tangan lengkap dengan
sabunnya, tempat sampah, jamban maupun kondisi bangunannya. Hal ini
disamping memberi kenyamanan kepada pengunjung yang paling penting
adalah melindungi mencegah kerugian akibat dari TPM terutama yang erat
hubungannya dengan timbulnya atau menularnya suatu penyakit yang
diltularkan melalui makanan. Akan tetapi pada kenyataannya TPM yang ada
di Provinsi Sumatera Barat masih kurang terhadap sarana dan prasarana yang
ada.
Hasil wawancara dengan pemegang program TPM mengatakan bahwa
ada 5 kabupaten kota yang diberi bantuan Food Kit oleh Subdit Higiene
Sanitasi Pangan Dirjen P2PL Kementerian Kesehatan RI yaitu kota Solok,
kota Padang, kabupaten 50 kota, Bukittinggi dan kabupaten Sijunjung.
Pengadaan Food Kit diharapkan bisa dianggarkan di kabupaten/kota akan
tetapi belum ada yang disetujui untuk pengadaan tersebut di kabupaten/kota.

b. Kurangnya media promosi untuk TPM sehat seperti spanduk atau poster.

5
Spanduk atau poster yang mengajak untuk memelihara dan menjaga
kesehatan sangat diperlukan selain sebagai pembelajaran bagi masyarakat
maupun sebagai informasi dan ajakan agar semua masyarakat khususnya
pengunjung tempat pengolah makanan agar dapat bersama-sama menjaga
kesehatan baik untuk dirinya sendiri, keluarga, masyarakat maupun kesehatan
lingkungan sekitarnya. Menurut Pemegang Program Kesling di Puskesmas
Lubug Buaya yang mengatakan bahwa ketika melakukan pengawasan hal itu
sudah disampaikan kepada pemilik atau pengelola TPM, akan tetapi hal itu
tidak mendapat perhatian. Padahal dengan adanya spanduk atau poster
tentang kesehatan akan memberikan informasi, ajakan dan penagajaran ke
pengelola, masyarakat maupun pengunjung guna bersama-sama menjaga
kebersihan terutama makanan yang dikosumsi.

c. Belum adanya Peraturan Gubernur, bupati/walikota yang mengatur tentang


TPM dan Assosiasi TPM
Berdasarkan hasil wawancara dengan pemegang program tempat
pengolahan makanan di Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat yang
mengatakan memang belum adanya peraturan bupati atau peraturan walikota
di Provinsi Sumatera Barat yang mengatur tentang tempat pengolahan
makanan. Hal ini tentu akan memghambat dalam penertiban dan pengawasan
TPM karena dengan adanya kebijakan pemda seperti peraturan
bupati/walikota atau bahkan perda akan dapat meningkatkan dalam
pengawasan atau penertiban TPM.
Dari 19 Kabupaten/Kota baru 3 kabupaten yang telah ada peraturan
bupati dan Asosiasi mengenai pengawasan TPM ini yaitu Sijunjung,
payakumbuh dan pasaman, namun perbup itu tidak begitu mempengaruhi
dalam peningkatan cakupan TPM, hal ini disebabkan karena perbup tersebut
tidak diterapkan sebagaimana mestinya.

5. Dana
a. Kurangnya anggaran di provinsi/kabupaten/kota untuk kegiatan pengawasan
TPM.
Kurangnya ketersediaan anggaran di Dinas Kesehatan Provinsi,
Kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat dalam mengalokasikan anggaran
untuk program TPM baik itu dari dana APBN maupun dari APBD. Kegiatan

6
dana APBN tahun 2015 yang digunakan adalah untuk Program STBM,
Perencanaan Anggaran, Evaluasi dan Pelaporan Penyehatan Lingkungan,
Peta Kualiats Air Minum, Proram TTU dan untuk Program TPM. Sedangkan
dana APBD tahun 2015 digunakan untuk pertemuan supervisi fasilitatif
pengawasan dan pemantauan higiene sanitasi lingkungan, beberapa workshop
pengembangan kab/kota sehat, sanitasi rumah sakit serta workshop
pamsimas dan penyehatan lingkugan lainnya, pemantauan percepatan sanitasi
pemukiman dan penilaian lingkungan bersih dan sehat. (Laporan Seksi
Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Kerja dan Kesehatan Olahraga tahun
2015).

3.4. Alternatif dan Prioritas Pemecahan Masalah

3.4.1. Alternatif Pemecahan Masalah

Berdasarkan penyebab masalah di atas, maka ada beberapa strategi untuk


menyelesaikan masalah dan mencapai tujuan yang diharapkan. Alternatif
pemecahan masalah adalah penentuan kegiatan-kegiatan sebagai solusi dari
masalah yang ada. Apabila pengumpulan data tentang penyebab masalah
dilakukan dengan baik, maka penentuan alternatif pemecahan masalah akan lebih
mudah dikerjakan. Alternatif pemecahan masalah rendahnya cakupan tempat
pengolahan makanan sebagai berikut:

1. Manusia
Berdasarkan penyebab masalah seperti yang dijelaskan dalam diagram fish
bone di atas maka alternatif pemecahan masalah dari segi manusia adalah:
a. Penambahan jumlah petugas di Seksi Penyehatan Lingkungan sehingga tidak
memiliki tugas ganda dalam menjalankan tugasnya dan petugas pemegang
program TPM dapat secara utuh dipegang oleh satu orang petugas.
b. Mengembalikan fungsi sanitarian agar dapat melaksanakan tupoksi tugas
sebagai sanitarian sehingga dapat bekerja lebih maksimal.

2. Lingkungan
Upaya yang dilakukan untuk pemecahan masalah rendahnya cakupan
Tempat Pengolahan Makanan dari segi lingkungan adalah:

7
Meningkatkan pengetahuan pemilik/pengusaha/penanggung
jawab/penjamah makanan TPM tentang TPM yang memenuhi syarat, dampaknya
terhadap kesehatan masyarakat hingga peraturan perundang-undangan yang harus
ditaati dengan melakukan sosialisasi terhadap pengusaha/penanggung jawab
TPM.

3. Metode

Berdasarkan penyebab masalah seperti yang dijelaskan dalam diagram


fishbone di atas maka alternatif pemecahan masalah dari segi metode adalah:
a. Monitoring dan evaluasi laporan kabupaten/kota. Pelaporan dapat dilakukan
dengan menggunakan teknologi pengiriman pesan via portal e-Monev HSP
atau email
b. Untuk meningkatkan komitmen petugas pemegang program dilapangan,
maka petugas diharuskan membuat surat pernyataan bahwa bersedia
menerapkan ilmunya yang didapat sewaktu pelatihan dan menjalankan
prosedur kerja sesuai yang telah ditentukan dan bersedia ditarik kembali
sertifikat pelatihannya apabila tidak menjalankan tugasnya sebagaimana
mestinya.
c. Meningkatkan kerjasama lintas program seperti program promosi kesehatan,
pencegahan dan penanggulangan penyakit dan lain-lain
d. Meningkatkan kerjasama lintas sektor seperti Dinas Perindustrian, Dinas
Pendidikan, Dinas Pariwisata dan lain-lain serta perlunya dibentuk
pelatihan/kursus TPM baik di provinsi maupun tingkat kabupaten

4. Material (Sarana dan Prasarana)


Melengkapi kekurangan sarana pada Program TPM dengan cara:
a. Pengadaan Sarana dan Prasaran yang diperlukan petugas seperti pelaporan,
peralatan di lapangan (Food Kit) untuk pembinaan dan pengawasan
b. Memperbanyak KIE atau promosi kesehatan tentang TPM sehat (seperti
spanduk dan poster) baik pengadaan tingkat propinsi, kabupaten maupun
kerjasama dengan sponsor
c. Membentuk peraturan bupati/walikota dan Asosiasi yang mendukung
pelaksanaan Sanitasi TPM seperti mengajukan persyaratan pembangunan
TPM sehat sebagai syarat penrizinan TPM.

8
5. Dana
Pemecahan masalah rendahnya cakupan TPM sehat dari segi dana adalah:
a. Diperlukan advokasi dan argumentasi yang kuat kepada pemerintah pusat,
provinsi dan kabupaten/kota untuk mendapatkan alokasi pendanaan yang
cukup agar terlaksananya pengawasan, pembinan dan pelaksanaan program
secara maksimal
b. Pemanfaatan dana desa dengan melakukan pembinaan ke pemegang program
di kab/kota agar dapat melakukan advokasi di tingkat kab/kota hingga tingkat
desa untuk mendukung program pengawasan dan penertiban TPM.

3.4.2 Penentuan Prioritas Pemecahan Masalah

Penentuan prioritas pemecahan masalah dilakukan dengan metode


efektivitas-efisiensi.

a. Prioritas
M x I xV
Prioritas ( P )=
C

b. Efektivitas:
M = Magnitude yaitu besarnya masalah yang dapat diatasi
I = Important yaitu pentingnya jalan keluar untuk menyelesaikan
masalah
V = Vunerability atau sensitivitas (ketepatan jalan keluar untuk
masalah)

C = Cost atau efisiensi (biaya yang dikeluarkan)

c. Penentuan skor

Penentuan skor yang digunakan pada prioritas pemecahan masalah


rendahnya cakupan Tempat-Tempat Umum dengan menggunakan skala
yang terdiri dari skor 1 sampai 5.
Skor untuk Magnitude, Important, Vunerability yaitu:
1 = sangat kurang efektif
2 = kurang efektif
3 = cukup efektif
4 = efektif
5 = sangat efektif
Cost (C), biaya
Skor untuk biaya yaitu:
1 = bila biaya yang digunakan semakin kecil

9
2 = bila biaya yang digunakan kurang besar
3 = bila biaya yang digunakan cukup besar
4 = bila biaya yang digunakan besar
5 = bila biaya yang digunakna sangat besar

Penentuan prioritas masalah dengan menggunakan kriteria matriks dapat


dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.3 Penentuan Prioritas Masalah Untuk Meningkatkan Cakupan TPM


Sehat di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2015

Efektivitas
No Alternative Cost Skor Prioritas
M I V
1 Penambahan jumlah petugas di 4 3 3 2 18 X
Seksi Kesehatan Lingkungan,
Kesehatan Kerja dan Olahraga
2 Mengembalikan fungsi sanitarian 5 3 5 4 18.8 IX
agar dapat melaksanakan tupoksi
tugas sebagai sanitarian sehingga
tidak mempunyai tugas ganda
3 Meningkatkan pengetahuan 5 4 5 3 33,3 III
pemilik / pengusaha / penanggung
jawab/penjamah makanan TPM
tentang TPM yang memenuhi
syarat, dampaknya terhadap
kesehatan masyarakat hingga
peraturan perundang-undangan
yang harus ditaati dengan
melakukan Pelatihan/kursus
terhadap pengusaha / penanggung
jawab TPM
4 Monitoring dan evaluasi laporan 4 5 3 4 15 XII
kabupaten/kota. Pelaporan dapat
dilakukan dengan menggunakan
teknologi yaitu e-Monev HSP
5 Membuat komitmen pada petugas 4 3 4 2 24 VI
yg telah dilatih
6 Meningkatkan kerjasama lintas 5 4 4 2 40 II
program seperti program promosi
kesehatan, pencegahan dan
penanggulangan penyakit dan
lain-lain

10
7 Meningkatkan kerjasama lintas 5 4 5 2 50 I
sektor seperti Dinas Perindustrian,
Dinas Pendidikan, Dinas
Pariwisata dan lain-lain serta
Pembentukan Assosiasi
8 Meningkatkan Sarana dan 4 5 5 4 25 V
Prasaran yang diperlukan petugas
seperti formulir, peralatan di
lapangan untuk pembinaan dan
pengawasan
Efektivitas
No Alternative Cost Skor Prioritas
M I V
9 Memperbanyakan KIE tentang 4 4 4 3 21,5 VII
TPM sehat baik pengadaan
tingkat provinsi, kabupaten
maupun kerjasama dengan
sponsor
10 Membuat peraturan bupati / 4 4 4 2 32 IV
walikota yang mendukung
pelaksanaan Higiene Sanitasi
TPM seperti mengajukan
persyaratan pembangunan TPM
sehat sebagai syarat perizinan
bangunan TPM
11 Diperlukan advokasi dan 4 5 4 4 20 VIII
argumentasi yang kuat kepada
pemerintah pusat, provinsi dan
kabupaten/kota untuk
mendapatkan alokasi pendanaan
untuk kegiatan TPM
12 Melakukan pembinaan ke 5 4 4 5 16 XI
pemegang program di kab/kota
agar dapat melakukan advokasi di
tingkat kab/kota hingga tingkat
desa melalui pemanfaatan dana
desa

Berdasarkan penilaian di atas maka ditetapkan sebagai prioritas


pemecahan masalah untuk pencapaian cakupan tempat pengolahan makanan sehat
adalah:
i. Meningkatkan kerjasama lintas sektor seperti Dinas Perindustrian, Dinas
Pendidikan, Dinas Pariwisata dan lain-lain
ii. Meningkatkan kerjasama lintas program seperti program promosi kesehatan,
pencegahan dan penanggulangan penyakit dan lain-lain

11
iii. Meningkatkan pengetahuan pemilik / pengusaha / penanggung
jawab/penjamah makanan TPM tentang TPM yang memenuhi syarat,
dampaknya terhadap kesehatan masyarakat hingga peraturan perundang-
undangan yang harus ditaati dengan melakukan Pelatihan/kursus terhadap
pengusaha / penanggung jawab TPM

3.5 Membuat Rencana Pelaksanaan Kegiatan (Plan of Action / POA) untuk


Peningkatan Cakupan TPM sehat

Rencana Kerja (Plan of Action) disusuk untuk meningkatkan cakupan


TPM sehat di Provinsi Sumatera Barat tahun 2017. Adapun POA dapat dilihat
pada tabel berikut:

12
Tabel 3.4 Paln of Action Upaya Peningkatan Cakupan TPM Sehat Provinsi Sumatera Barat Tahun 2017

Penanggung
No Tujuan Sasaran Waktu Biaya Tempat Metode Tolak Ukur
Kegiatan Jawab
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 Meningkatka Adanya Dinas 1 hari, Kepala Dinas APBN Aula -Diskusi Adanya komitmen
n kerjasama kerja sama Kesehatan, 1 x se Kesehatan, Provinsi Dinas bersama tentang peran
lintas sektor dan Dinas tahun Kabid Kesehatan dan tanggung jawab
seperti Dinas kesepakata Perindustri Kesmas, Provinsi dalam melakukan
Perindustrian, n dalam an, Badan Kasie PL pengawasan dan
Dinas pengawasa Perizinan, penertiban TPM
Pendidikan, n dan Badan
Dinas penertiban Perizinan,
Pariwisata TPM Dinas
badan Pariwisata
Peizinan
2 Meningkatka Adanya Pemegang 1 hari, Kepala Dinas APBD Aula -Ceramah Adanya kesepakatan
n kerjasama kesepakata Program 1 x se Kesehatan, Dinas -Diskusi dan komitmen dalam
lintas n dan Kesling, tahun Kabid Kesehatan koordinasi kegiatan
program koordinasi Puskesmas, Kesmas dan Provinsi dan pelaporan tentang
seperti antar UKS se Kasie, Kabid TPM
program pemegang Sumbar P2P dan
promosi program Kasie, Kabid
kesehatan, yang Infokes dan
pencegahan berkaitan Pembedayaan
dan dengan Masyarakat
penanggulan TPM dan Kasie
gan penyakit
dan lain-lain

1
Penanggung
No Tujuan Sasaran Waktu Biaya Tempat Metode Tolak
Kegiatan Jawab
3 Pelatihan/ku Meningkatkan 58 pemilik / 1 hari, Kepala Dinas APBD Aula -Ceramah Pengetah
rsus pengetahuan pengusaha / 1 x se Kesehatan, Dinas -Diskusi pengusah
terhadap pemilik / penanggung tahun Kabid P2P Kesehatan -Praktek nggungja
pengusaha / pengusaha / jawab/penjama Kasie PL Provinsi njamah
penanggung penanggung h makanan makanan
jawab/penja jawab/penjama TPM (@3 meningk
mah h makanan TPM/kab/kota dengan
makanan TPM tentang tercapain
TPM TPM yang target
memenuhi sehat
syarat
3.5. Rencana Anggaran Biaya
Dalam penyusunan rencana kerja banyak teknik yang digunakan dengan
memperhatikan keterkaitan antara kegiatan yang satu dengan yang lain. Di samping
itu juga dibutuhkan anggaran biaya untuk mendukung terlaksananya program atau
kegiatan yang akan dilaksanakan. Rencana biaya untuk meningkatkan cakupan TPM
sehat di Provinsi Sumatera Barat adalah :
Tabel 3.5 Rencana Anggaran Biaya Upaya Peningkatan Cakupan Tempat
Pengolahan Makanan di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2017

No Uraian Kegiatan Volume Satuan Unit cost Jumlah


1 2 3 4 5 6
1 Pertemuan lintas sektor:
Dinas Kesehatan, Dinas
Perindustrian, Dinas
Pendidikan, Dinas Pariwisata,
Badan Perizinan
a Honor Narasumber Prov 5 x 20 Oh 150,000 3,000,000
4 jam x 1 hari
b ATK 298,200
Kertas F4 70 gr 2 Rim 41,000 82,000
Kertas A4 70 gr 2 Rim 40,000 80,000
Pensil Biasa 1 Ls 32,200 32,200
Map Kertas Buffalo 28 Bh 2,000 56,000
Amplop Putih 1 Dus 38,000 38,000
Tip Ex 20 ml 1 Bh 10,000 10,000
c Belanja Seminar Kit peserta 25 Org 25,000 625,000
24 orang x 1 kl
d Cetak Spanduk 2 Bh 200,000 400,000

1
e Cetak foto 1 Pkt 200,000 200,000
f Fotokopi 1 Pkt 300,000 300,000
g Belanja jasa akomodasi 25 25 Oh 50,000 1,250,000
orang x 1 hari
h Makan minum peserta panitia
Nasi kotak 35 orang x 1 kali 35 Ktk 25,000 875,000
x 1 hari
Snack 35 orang x 2 kali x 1 35 Ktk 15,000 525,000
hari
i Belanja Sewa Ruang Rapat 1 Hr 100,000 100,000

Sub Jumlah 6,573,000

No Uraian Kegiatan Volu Satuan Unit cost Jumlah


me
1 2 3 4 5 6
2 Meningkatkan kerjasama
lintas program seperti
program kesehatan
lingkungan, promosi
kesehatan, pencegahan dan
penanggulangan penyakit,
gizi, infokes dan pelaporan
a Honor panitia 1 Pkt 1,500,000 1,500,000
b ATK 100 Pkt 20,000 2,000,000
c Honor narasumber Prov 5 x 20 Oh 150,000 3,000,000
4 jam x 1 hari
d Cetak foto 1 Pkt 200,000 200,000
e Fotokopi 1 Pkt 150,000 150,000
f Belanja jasa profesi 8 Jam 85,000 680,000
g Belanja sewa ruang rapat 1 Hr 100,000 100,000
h Makan minum peserta
Nasi kotak 100 orang x 1 kli 100 Ktk 25,000 2,500,000
x 1 hari x 1 kl keg
Snack 100 orang x 2 kali x 1 200 Ktk 15,000 3,000,000
hari x 1 kl keg
i Perjalanan dinas peserta
Uang harian peserta 95 Org 100,000 9,500,000
Transportasi peserta 95 Org 50,000 4,750,000
Sub Jumlah 28,380,000
3 Pelatihan/kursus terhadap
pengusaha / penanggung
jawab/penjamah makanan
TPM

2
a Honor narasumber Prov 5 x 60 Oj 900,000 54,000,000
4 jam x 3 hari
Honor Moderator (1 org x 1
kl x 3 hr) 3 Oj 700.000 2,100,000
b ATK 298,200
Kertas F4 70 gr 6 Rim 41,000 246,000
Kertas A4 70 gr 6 Rim 40,000 240,000
Pensil Biasa 1 Ls 32,200 32,200
Map Kertas Buffalo 70 Bh 2,000 140,000
Amplop Putih 1 Dus 38,000 38,000
Tip Ex 20 ml 1 Bh 10,000 10,000
Toner Laser 1 Bh 892.500 892,500
c Belanja Seminar Kit peserta 70 Org 25,000 1,750,000
70 orang x 1 kl
Cetak Sertifikat 70 Org 150.000 10,500,000
d Cetak spanduk 2 Bh 200,000 400,000
No Uraian Kegiatan Volume Satuan Unit cost Jumlah
1 2 3 4 5 6
e Cetak foto 1 Pkt 200,000 200,000
f Belanja pengadaan 10.000 Lbr 250 2.500.000
g Belanja penjilidan laporan 5 Bh 15,000 75,000
h Perjalanan dinas peserta
i Uang harian peserta (58 x 3 174 Org 100,000 17,400,000
hr)
j Transportasi peserta (58x2 116 Org 50,000 5.800,000
hr)
k Belanja makan minum
kegiatan (70 x 3 hr) 210 pkt 85.000 17.850.000
l Belanja sewa ruang rapat 3 Hr 500,000 1,500,000
Sub Jumlah 115,971,900
Total 150,924,900

3.6. Rencana Monitoring dan Evaluasi


Rencana dan evaluasi terhadap Plan of Action (POA) peningkatan cakupan
tempat pengolahan makanan sehat di Provinsi Sumatera Barat dilakukan dengan
menggunakan indikator input, proses, output. Rencana monitoring dan evaluasi ini
dapat dilakukan 1x dalam setahun. Rencana monitoring dan evaluasi ini dapat dilihat
pada tabel di bawah ini:

Tabel 3.6. Rencana Monitoring dan Evaluasi Pencapaian Program TPM Sehat
Provinsi Sumatera Barat Tahun 2017

3
No Kegiatan Input Proses Output Outcome
1 Meningkatkan 1. Peserta Terlaksananya Adanya TPM yang
kerjasama lintas pertemuan pertemuan dan kerja sama sehat
sektor seperti dari koordinasi dan
Dinas instansi dengan kesepakatan
Perindustrian, terkait pemerintan dalam
Dinas 2. Materi provinsi dinas pengawasan
Pendidikan, pendukung perindustrian, dan
Dinas Pariwisata 3. Peralatan: dinas penertiban
dan lain-lain laptop, pendidikan, TPM
LCD, dinas
wireless pariwisata dll
4. Dana
pertemuan
2 Meningkatkan 1.Peserta Terlaksananya Adanya Pelaporan,
kerjasama lintas pertemuan pertemuan dan kerjasama pengawasan
program seperti pemegang meningkatkan dan dan
program program kerjasama pelaporan pembinaan
promosi kesehatan dengan yang TPM lebih
kesehatan, lain pemegang berintegrasi baik
No Kegiatan Input Proses Output Outcome
pencegahan dan 2.Materi program antar
penanggulangan pendukung kesehatan program
penyakit. 3.Peralatan: lainnya kesehatan
laptop, LCD, yang
wireless mendukung
4.Dana program
pertemuan TPM
3 Pelatihan/Kursu 1.58 pemilik / Terlaksananya Meningkatn Meningkatn
s terhadap pengusaha / Pelatihan/Kurs ya ya
pengusaha / penanggung us terhadap pengetahua pengetahua
penanggung jawab/penja pengusaha / n pengusaha n
jawab/penjamah mah penanggung / pengusaha/
makanan TPM makanan jawab/penjama penanggung penanggung
TPM (@3 h makanan jawab/penja jawab/penja
TPM/kab/kot TPM mah mah
a makanan makanan
2.Peralatan dan TPM TPM
formulir sehingga
pemeriksaan tercapainya
Sanitasi target TPM
TPM
3.Peralatan:

4
laptop, LCD,
wireless
4.Dana
pertemuan

BAB 4. PEMBAHASAN

Tempat pengolahan makanan (TPM) merupakan suatu bangunan yang


dipergunakan untuk mengelola makanan atau suatu tempat yang dimanfaatkan oleh
masyarakat umum seperti : pengrajin makanan, jasaboga, pembuat kue dan lain-lain.
TPM yang memenuhi syarat adalah terpenuhinya sanitasi dasar (seperti: air, jamban,
limbah, sampah), terlaksananya pengendalian vektor, higiene sanitasi makanan
minuman, pencahayaan, dan ventilasi sesuai dengan kriteria, persyaratan atau standar
kesehatan. TPM yang dimaksud meliputi jasaboga atau catering, rumah makan dan
restoran, makanan jajanan dan depot air minum.
Dasar hukum yang digunakan dalam upaya hygiene sanitasi TPM adalah :
1. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1098/MENKES/SK/VII/2003 tentang Persyaratan Hygiene Sanitasi Rumah
Makan dan Restoran.
Rumah makan/restoran merupakan salah satu jasa boga yang lingkup
kegiatannya menyediakan makanan dan minuman bagi kepentingan umum.
Menurut Kepmenkes diatas yang dimaksud dengan rumah makan adalah setiap
tempat usaha komersial yang ruang lingkup kegiatannya menyediakan makanan
dan minuman untuk umum di tempat usahanya. Sedangkan yang dimaksud
dengan restoran adalah salah satu jenis usaha jasa pangan yang bertempat
disebagian atau seluruh bangunan yang permanen dilengkapi dengan peralatanan

5
dan perlengkapan untuk proses pembuatan, penyimpanan, penyajian dan
penjualan makanan dan minuman bagi umum ditempat usahanya.
2. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1096/MENKES/VI/2011 tentang Higiene Sanitasi Jasaboga yang menyatakan
bahwa Jasaboga adalah usaha pengelolaan makanan yang disajikan di luar tempat
usaha atas dasar pesanan yang dilakukan oleh perseorangan atau badan usaha
oleh sebab itu masyarakat perlu dilindungi dari makanan dan minuman yang
dikelola jasaboga yang tidak memenuhi persyaratan higiene sanitasi, agar tidak
membahayakan kesehatan.
3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor
942/MENKES/PER/SK/VII/2003 tentang Persyaratan Kesehatan Makanan
Jajanan menyatakan bahwa makanan jajanan adalah makanan dan minuman yang
diolah oleh pengrajin makanan di tempat penjualan dan atau disajikan sebagai
makanan siap santap untuk dijual bagi umum selain yang disajikan jasa boga,
rumah makan/restoran, dan hotel untuk itu masyarakat perlu dilindungi dari
makanan dan minuman yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan agar tidak
membahayakan kesehatannya.
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 43 tahun 2014 tentang
Higiene Sanitasi Depot Air Minum bahwa Depot Air Minum yang selanjutnya
disingkat DAM adalah usaha yang melakukan proses pengolahan air baku
menjadi air minum dalam bentuk curah dan menjual langsung kepada konsumen
oleh sebab itu masyarakat perlu dilindungi dari risiko penyakit bawaan air akibat
mengkonsumsi air minum yang berasal dari depot air minum yang tidak
memenuhi standar baku mutu dan persyaratan higiene sanitasi.
Upaya-upaya program pengamanan makanan meliputi pengamatan setiap
tahap dari rantai peredaran makanan dari petani sampai meja makan guna
menurunkan bahaya yang diakibatkan oleh makanan tersebut. Titik kritis dalam
kegiatan pengawasan makanan adalah meliputi : 1) seleksi dan penerimaan bahan
makanan; 2) penyimpanan, penanganan, dan menyiapkan bahan makanan; 3)
memasak dengan efektif; 4) penanganan setelah dimasak, 5) membersihkan dan

6
sanitasi bahan makanan dan makanan jadi, termasuk pelayanan mengkemas makanan;
6) hygiene penjamah; dan 7) pelatihan penjamah makanan. Selain restoran/rumah
makan memilki sertifikat laik sehat dan grading, penjamah makanan juga wajib
memilki sertifikat kursus penjamah makanan (Depkes, 2003).
Sedangkan persyaratan higiene sanitasi TPM secara lengkap sebagai berikut:
Air bersih harus sesuai dengan peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
yang berlaku. Jumlahnya cukup memadai untuk seluruh kegiatan dan tersedia pada
setiap tempat kegiatan.
Pembuangan air limbah. Sistem pembuangan air limbah harus baik, saluran terbuat
dari bahan kedap air, tidak merupakan sumber pencemar, misalnya memakai
saluran tertutup, septic tank dan riol. Saluran air limbah dari dapur harus
dilengkapi perangkap lemak.
Toilet. Toilet tidak berhubungan langsung dengan dapur, ruang persiapan
makanan, ruang tamu dan gudang makanan. Toilet untuk wanita terpisah dengan
toilet untuk pria, begitu juga toilet pengunjung terpisah dengan toilet untuk tenaga
kerja. Toilet dibersihkan dengan deterjen dan alat pengering seperti kain pel,
tersedia cermin, tempat sampah, tempat abu rokok dan sabun. Lantai dibuat kedap
air, tidak licin mudah dibersihkan. Air limbah dibuangkan ke septic tank, riol atau
lubang peresapan yang tidak mencemari air tanah. Saluran pembuangan terbuat
dari bahan kedap air. Tersedia tempat cuci tangan yang dilengkapi dengan bak
penampung dan saluran pembuangan. Di dalam kamar mandi harus tersedia bak
dan air bersih dalam keadaan cukup dan peturasan harus dilengkapi dengan air
yang mengalir.
Jamban harus dibuat dengan tipe leher angsa dan dilengkapi dengan air
penggelontoran yang cukup serta sapu tangan kertas (tissue). Jumlah toilet untuk
pengunjung dan tenaga kerja dapat dilihat pada tabel berikut:
Tempat sampah. Tempat sampah dibuat dari bahan kedap air, tidak mudah
berkarat, mempunyai tutup dan memakai kantong plastik khusus untuk sisa-sisa
bahan makanan dan makanan jadi yang cepat membusuk. Jumlah dan volume

7
tempat sampah disesuaikan dengan produk sampah yang dihasilkan pada setiap
tempat kegiatan.
Disediakan juga tempat pengumpul sampah sementara yang terlindung dari
serangga dan hewan lain dan terletak di tempat yang mudah dijangkau oleh
kendaraan pengangkut sampah.
Tempat cuci tangan. Jumlah tempat cuci tangan untuk tamu disesuaikan dengan
kapasitas tempat duduk dengan satu tempat cuci tangan untuk 1-60 orang dengan
setiap penambahan 150 orang ditambah satu fasilitas ini. Tempat cuci tangan
dilengkapi dengan sabun/sabun cair dan alat pengering. Apabila tidak tersedia
fasilitas cuci tangan dapat disediakan : sapu tangan kertas yang mengandung
alkohol, lap basah dengan dan air hangat. Tersedia tempat cuci tangan khusus
untuk karyawan dengan kelengkapan seperti tempat cuci tangan yang jumlahnya
disesuaikan dengan banyaknya karyawan yaitu 1 sampai 10 orang, 1 buah; dengan
penambahan 1 buah untuk setiap penambahan 10 orang atau kurang. Fasilitas cuci
tangan ditempatkan sedemikian rupa sehingga mudah dicapai oleh tamu atau
karyawan. Fasilitas cuci tangan dilengkapi dengan air yang mengalir, bak
penampungan yang permukaannya halus, mudah dibersihkan dan limbahnnya
dialirkan ke saluran pembuangan yang tertutup.
Tempat mencuci peralatan terbuat dari bahan yang kuat, aman, tidak berkarat dan
mudah dibersihkan. Air untuk keperluan pencucian dilengkapi dengan air panas
dengan suhu 40C 80C dan air dingin yang bertekanan 15 psi (1,2 kg/cm2).
Tempat pencucian peralatan dihubungkan dengan saluran pembuangan air limbah.
Bak pencucian sedikitnya terdiri dari tiga bilik/bak pencuci yaitu untuk
mengguyur, menyabun, dan membilas.
Tempat pencuci bahan makanan terbuat dari bahan yang kuat, aman, tidak berkarat
dan mudah dibersihkan, bahan makanan dicuci dengan air mengalir atau air yang
mengandung larutan kalium permangat 0,02%. Tempat pencucian dihubungkan
dengan saluran pembuangan air limbah.

8
Fasilitas penyimpanan pakaian (locker) karyawan terbuat dari bahan yang kuat,
aman, mudah dibersihkan dan tertutup rapat. Jumlah loker dhsesuaikan dengan
jumlah karyawan, dan ditempatkan di ruangan yang terpisah dengan dapur dan
gudang serta dibuat terpisah untuk pria dan wanita.
Aspek penting dalam penyelenggaraan sanitasi tempat-tempat umum ini
adalah:
1. Aspek teknis/hukum (persyaratan hygiene dan sanitasi, peraturan dan perundang-
undangan sanitasi)
2. Aspek sosial, yang meliputi pengetahuan tentang kebiasaan hidup, adat istiadat,
kebudayaan, keadaan ekonomi, kepercayaan, komunikasi dan lain-lain
3. Aspek administrasi dan manajemen yang meliputi penguasaan pengetahuan
tentang cara pengelolaan TPM
Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat dengan Visi Terwujudnya
Masyarakat Sumbar Peduli Sehat, Mandiri, Berkualitas dan Berkeadilan merupakan
salah satu instansi yang ikut bertanggung jawab dalam pengawasan sanitasi TPM.
Lingkup kegiatan yang dilakukan dalam program penyehatan TPM tingkat provinsi,
meliputi pembinaan, pengawasan, pengendalian dan penilaian dengan mengacu pada
peraturan perundang undangan yang berlaku, meliputi :
1. Melakukan penyuluhan mengenai penyehatan sarana dan bangunan umum
sebagai bagian dari kampanye kesehatan sesuai kondisi daerah.
2. Menyelenggarakan penyehatan sarana dan bangunan umum di provinsi, melalui:
a. Penyebarluasan informasi tentang standard an persyaratan kesehatan
lingkungan.
b. Asistensi teknis, advokasi dan konsultasi bagi penyelenggara dan stakeholder.
c. Pengembangan sumber daya manusia melalui pendidikan dan pelatihan, di
bidang kesehatan lingkungan.
3. Mengembangkan sarana / peralatan pemantauan di lapangan.
4. Mengembangkan sistem kewaspadaan dini dan penanggulngan Kejadian Luar
Biasa.
5. Mengembangkan kemitraan dengan lintas program, lintas sektor, organisasi
profesi, asosiasi, organisasi masyarakat dan lembaga swadaya masyarakat.
6. Pengembangan kajian dampak kesehatan lingkungan yang berorientasi pada
pemecahan masalah.

9
7. Mengembangkan jaringan informasi dan jejaring kerja antar lintas program,
lintas sektor di tingkat provinsi dan jaringan infomrasi secara regional maupun
nasional.
8. Melakukan pemantauan dan evaluasi.
Di Provinsi Sumatera Barat cakupan TPM sehat belum mencapai target. Hal
ini dapat dilihat dari data Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat pada tahun 2014,
cakupan TPM sehat 66,13% dengan target 73%. Sedangkan pada tahun 2015
pencapaian TPM sehat sebesar 68,92% dengan target 85%. Oleh karena itu untuk
meningkatkan cakupan TPM sehat perlu dilakukan beberapa upaya yaitu:
Pembentukan peraturan bupati, walikota dan gubernur untuk mendukung
terlaksananya pengawasan TPM, Pertemuan lintas sektor tentang Pengawasan dan
Penertiban Tempat Pengolahan Makanan dan Pelatihan Sanitasi TPM bagi pemegang
program di kab/kota dan puskesmas.

4.1 Pertemuan lintas setor dan pembentukan Assosiasi tentang Pengawasan dan
Penertiban Tempat Pengolahan Makanan
Pertemuan lintas sektor merupakan pangkal awal dari melaksanakan
perencanaan pembinaan secara terpadu di masyarakat dengan mengedepankan skala
prioritas. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal perlu adanya saling pengertian
dan keterbukaan di antara komponen terkait. Untuk menggalang kerjasama lintas
sektor terutama dalam membuna peran aktif masyarakat maka perlu koordinasi antar
sektor yang terkait.
Tujuan kerjasama lintas sektor adalah untuk menggalang kerjasama dalam
rangka penyelenggaraan pembangunan di bidang kesehatan dalam hal ini adalah
mengenai TPM, meningkatkan pembinaan, mengetahui peran masing-masing dan
merumuskan kerjasama yang akan dilaksanakan.
Pertemuan lintas sektor dan pembentukan asosiasi untuk program TPM sehat
ini melibatkan beberapa sektor terkait seperti Dinas Kesehatan, Dinas Perindustrian,
Dinas Perhubungan, Dinas Pendidikan, Dinas Pariwisata dan Badan Perizinan.
Pertemuan ini diharapkan dapat menghasilkan suatu kesepakatan dan kerjasama
dalam pengawasan dan penetiban TPM yang kedepannya diharapkan akan dapat

10
membntuk suatu kebijakan yang dapat diterbitkan di tiap-tiap kabupaten/kota di
Provinsi Sumatera Barat. Kesepakatan yang diperoleh dari hasil pertemuan lintas
sektor di tingkat provinsi ini diharapkan dapat diikuti oleh setiap sektor hingga di
tingkat kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat.
Untuk kegiatan yang dapat dilakukan dalam waktu dekat dapat dilakukan
dengan membuat suatu tim yang bersama-sama turun dalam melakukan pengawasan
TPM. Hal ini akan dapat lebih menguatkan dan lebih terkoordinir apabila dilakukan
secara bersama-sama oleh instansi-instansi terkait.

4.2 Meningkatkan kerjasama lintas program seperti program promosi


kesehatan, pencegahan dan penanggulangan penyakit dan lain-lain
Kerjasama linta program adalah kerjasama yang dilakukan dalam lingkup
puskesmas atau dalam lingkup Dinas Kesehatan itu sendiri. Setiap program kesehatan
akan selalu ada keterkaitan antara program yang satu dengan yang lainnya begitu juga
yang terkait dalam program TPM, seperti Program Promosi Kesehatan yang berkaitan
dengan penyuluhan kesehatan dan promosi program puskesmas yang dapat
menyampaikan mengenai TPM sehat kepada masyarakat maupun pemilik/pengusaha
TPM. Program Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit ikut bersama-sama untuk
melakukan pemeriksaan lingkungan termasuk di tempat pengolahan makanan. Pada
Program Gizi dapat pelaporan mengenai hygiene sanitasi makanan yang ada di TPM
seperti sekolah, rumah makan, jasaboga dan makanan jajanan. Begitu juga dengan
program UKS maupun infokes dan pelaporan.
Seperti halnya di tingkat puskesmas, kerjasama lintas program sebenarnya
sudah ada, hal ini sudah dilaksanakan setiap bulannya dalam lokakarya mini
puskesmas, akan tetapi seringkali masih kurangnya koordinasi antar program
terutama dalam hal pelaporan. Masing-masing program setelah melakukan kegiatan
yang ada pada programnya tidak langsung mengkoordinasikan pelaporan kegiatannya
ke program-program lain yang membutuhkan.
Oleh karena itu dengan diadakannya pertemuan lintas program untuk semua
Dinas Kesehatan kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat agar dapat menyamakan

11
persepsi dalam hal kegiatan dan pelaporan, sehingga dalam pengawasan TPM dapat
bekerjasama dengan program kesehatan lainnya. pertemuan lintas program ini
rencananya diikuti oleh 19 kabupaten/kota yang masing-masing 1 orang penanggung
jawab program TPM di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan 5 orang pemegang
program kesehatan lingkungan di puskesmas tiap kabupaten/kota. Selanjutnya dari
pertemuan tersebut diharapkan dapat meneruskan informasi tersebut di masing-
masing kabupaten/kota ke seluruh tingkat puskesmas sehingga baik kegiatan maupun
pelaporan tentang TPM dapat lebih terkoordinasi dan berkesinambungan.

4.3 Pelatihan/Kursus terhadap pengusaha / penanggung jawab TPM di kab/kota


dan Puskesmas
Pelatihan menurut Andrew E. Sikula adalah suatu proses pendidikan jangka
pendek memanfaatkan prosedur yang sistematis dan terorganisir, dimana personal
non manajerial mempelajari kemampuan dan pengetahuan teknis untuk tujuan
tertentu. Sedangkan menurut Keith Davis and William B. Werther, Jr Pelatihan adalah
memperiapkan orang untuk melakukan pekerjaan mereka sekarang dan
pengembangan mempersiapkan pegawai yang membutuhkan pengetahuan,
keterampilan dan sikap.
Tujuan pelatihan adalah:
1. Untuk meningkatkan keterampilan para karyawan sesuai dengan perubahan
teknologi
2. Untuk meningkatkan produktivitas kerja organisasi
3. Untuk mengurangi waktu belajar bagi karyawan baru agar menjadi kompeten
4. Untuk membantu maslaah operasional
5. Memberi wawasan kepada para karyawan untuk lebih mengenal organisasinya
6. Meningkatkan kemampuan peserta latihan mengerjakan tugasnya yang
sekarang.
7. Kemampuan menumbuhkan sikap empati dan melihat sesuatu dari
kacamata orang lain.
8. Meningkatkan kemampuan menginterpretasikan data dan daya nalar para
karyawan.
9. Meningkatkan kemampuan dan keterampilan para karyawan dalam
menganalisis suatu permasalahan serta pengambilan keputusan.

12
Tempat Pengolahan Makanan atau pihak penyelenggara makanan memiliki
kewajiban untuk memastikan bahwa makanan yang diproduksi aman dikonsumsi oleh
konsumen. Diharapkan bahwa makanan tersebut tidak menjadi perantara bagi
beberapa kontaminan untuk menyebabkan penyakit akibat keracunan makanan. Dari
beberapa kasus keracunan, faktor risiko yang dapat teridentifikasi ialah bahan
makanan yang tidak higienis, proses pengolahan yang kurang tepat, waktu holding
yang tidak sesuai, peralatan yang terkontaminasi dan kebersihan penjamah makanan
yang buruk. Faktor risiko tersebut menjadi awal datangnya kontaminan makanan
yang dapat berasal dari bahan makanan itu sendiri, lingkungan, kontaminasi silang
bahkan penjamah makanan. Tipe kontaminan pun sangat beragam, mulai dari
kontaminan mikrobiologi seperti bakteri, virus, jamur, dan cendawan, kontaminan
fisik seperti rambut, kontaminan kimia seperti zat additive, sampai kontaminan
radioaktif seperti buangan limbah pabrik. Akibat yang ditimbulkan dari keracunan
sangat beragam, mulai mual, muntah, dan diare biasa dan bahkan ada yang berakibat
fatal hingga terjadi. Karena akibat dari keracunan sangat merugikan dan bahkan
cenderung berbahaya bagi kesehatan seseorang, oleh karena itu diperlukan
pencegahan terjadinya keracunan dengan cara mencegah tercemarnya makanan atau
minuman yang akan dikonsumsi seseorang oleh kontaminan. Food handler atau
penjamah makanan ialah orang yang terlibat dalam bisnis industry atau
penyelenggara makanan yang menjamah makanan sebagai bagian dari pekerjaan
mereka, baik saat makanan dalam keadaan terbuka atau tertutup. Dalam
penyelenggaraan makanan, penjamah makanan menjadi pihak yang krusial terhadap
jaminan keamanan makanan. Pada umumnya penjamah makanan berasal dari
berbagai latar belakang yang berbeda, yang mana ketika bekerja di suatu
penyelenggaraan makanan menghadapi banyak tantangan terkait penanganan
makanan yang aman. Pemilik bisnis penyelenggara makanan memiliki tanggung
jawab untuk melatih dan melakukan supervisi kepada stafnya. Pelatihan keamanan
makanan, kewajiban melakukan praktek higienis serta lingkungan kerja yang
mendukung merupakan bagian yang integral untuk menjamin keamanan makanan.
Penjamah makanan yang tidak terlatih dengan baik dapat menjadi pemicu

13
kontaminasi makanan yang berujung pada keracunan makanan. Hasil pelatihan yang
baik tidak hanya didapatkan dari praktik yang intensif, tentunya juga berakar dari
teori yang memadai. Dengan adanya pelatihan/kursus diharapkan penjamah makanan
dan staff usaha penyelenggaraan makanan dapat mengetahui bagaimana mencegah
dan mengontrol kejadian kontaminasi pada makanan agar tidak menimbulkan bahaya
keracunan yang lebih besar yang nantinya akan berdampak buruk pada keseluruhan
sistem bisnis industri makanan.
Menurut Modul Pelatihan Higiene Sanitasi Penjamah Makanan pada
penyelenggaraan makanan tahun 2014, tujuan dari pelatihan/kursus pada penjamah
makanan adalah :
1. Meningkatkan pengetahuan penjamah makanan terkait higiene dan sanitasi
dalam penanganan makanan pada sistem penyelenggaraan makanan
2. Meningkatkan tindak penanganan yang baik terhadap makanan oleh penjamah
makanan yang sesuai dengan prinsip higiene dan sanitasi yang tepat
3. Mencegah terjadinya food borne disease
Pelatihan Hiegiene Sanitasi makanan bagi penjamah makanan sangat penting
untuk dilaksanakan. Peserta pelatihan adalah 58 orang yang berasal dari TPM yang
ada di 19 kabupaten/kota, untuk tahap awal dan mengingat besarnya anggaran untuk
penyelenggaraan pelatihan/kursus maka peserta diambil dari 3 TPM mewakili
masing-masing kabupaten kota, dan khusus kota padang diwakili 4 TPM, karena
jumlah TPM paling bayank di kota Padang, yaitu 4.462 yang baru diawasi 3.554
(68,92%) (lampiran 1).

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

14
5.1. Kesimpulan

1. Masalah kesehatan di seksi Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Kerja dan


Olahraga berdasarkan hasil identifikasi masalah ada 5 permasalahan yaitu:

a. Rendahnya Cakupan Pengolahan sampah sehat sebesar 74,13% dari target


87%
b. Rendahnya Cakupan air limbah rumah tangga sebesar 71, 09% dengan target
87%
c. Rendahnya Cakupan Rumah Sehat Tahun 2015 sebesar 70,01% dengan target
87%
d. Rendahnya Cakupan TTU Sehat sebesar 72,51% dari target 87%
e. Rendahnya Cakupan TPM Sehat sebesar 68,92% dari target 85%

2. Prioritas masalah di seksi Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Kerja dan


Olahraga adalah rendahnya cakupan TPM sehat di Provinsi Sumatera Barat
tahun 2015
3. Penyebab masih rendahnya cakupan TPM sehat di Provinsi Sumatera Barat tahun
2015 adalah:

a. Manusia (Man)

1) Kurangnya sumber daya manusia di seksi penyehatan lingkungan

2) Masih kurangnya pengawasan dan pembinaan di tingkat provinsi maupun


tingkat kabupaten/kota

3) Tenaga kesling/sanitarian di puskesmas banyak yang mempunyai tugas


ganda.

b. Lingkungan

1) Kurangnya kerjasama lintas program

2) Belum ada koordinasi secara bersama lintas sektor untuk membicarakan


mengenai TPM

15
3) Kurangnya dukungan dari para pengusaha dalam mentaati peraturan
perundang-undangan yang menyangkut sanitasi TPM dan kaitannya
dengan usaha kesehatan masyarakat.

c. Metode

1) Belum adanya peraturan gubernur, bupati/walikota yang mengatur tentang


TPM

2) Pencatatan dari kabupaten / kota yang masih belum teroganisir dengan


baik

3) Kurangnya komitmen dan keterampilan pemegang progam di lapangan

d. Material (Sarana dan Prasarana)

1) Kurangnya sarana prasarana di Tempat Pengolahan Makanan

2) Kurangnya peralatan (Food Kit) yang diperlukan untuk pengawasan


sanitasi TPM

3) Kurangnya media promosi tentang TPM sehat seperti spanduk dan poster

e. Dana

1) Kurangnya anggaran di Provinsi / Kabupaten / Kota untuk kegiatan


pengawasan TPM

4. Alternatif dan prioritas pemecahan masalah rendahnya cakupan TPM sehat di


Provinsi Sumatera Barat tahun 2015 berdasarkan penyebab masalah diatas dapat
ditentukan yaitu:

a. Meningkatkan kerjasama lintas sektor seperti dinas perindustrian, dinas


pendidikan, dinas pariwisata dan lain-lain

b. Meningkatkan kerjasama lintas program seperti program promosi kesehatan,


pencegahan dan penanggulangan penyakit dan lain-lain

16
c. Pelatihan/kursus higiene sanitasi makanan bagi pengusaha/penjamah makanan
pada TPM yang ada di kabupaten / kota

5. Total anggaran yang direncanakan untuk upaya peningkatan cakupan TPM di


Provinsi Sumatera Barat tahun 2017 sebesar Rp. 150.924.900

6. Monitoring dan evaluasi terhadap program tempat pengolahan makanan


dilaksanakan satu kali dalam setahun yaitu pada bulan oktober tahun 2017 dengan
melihat pelaksanaan program dan disesuaikan dengan target TPM sehat yang
telah ditetapkan yaitu sebesar 85%.

5.2. Saran

1. Bagi Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat

Adapun saran bagi dinas kesehatan Provinsi Sumatera barat dalam upaya
peningkatan cakupan tempat-tempat umum adalah:
a. Penambahan jumlah petugas dan adanya pemerataan beban kerja di seksi
penyehatan lingkungan dan sebaiknya setiap program di pegang oleh satu orang
petugas secara utuh baik penilaian maupun data dan kegiatan program sehingga
petugas dapat bekerja lebih optimal.

b. Meningkatkan kerjasama lintas program seperti program promosi kesehatan,


pencegahan dan penanggulangan penyakit dan lain-lain

c. Meningkatkan kerjasama lintas sektor seperti dinas perindustrian, dinas


pendidikan, dinas pariwisata, satpol PP dan lain-lain

d. Melakukan Pelatihan/kursus terhadap pengusaha / penanggung jawab


TPM/penjamah makanan tentang peraturan maupun persyaratan TPM sehat

e. Advokasi kepada pemerintah DPRD Provinsi untuk pembuatan kebijakan tertulis


seperti peatuarn gubernur yang mendukung pelaksanaan sanitasi TPM

17
f. Monitoring dan evaluasi laporan kabupaten / Kota. Pelaporan dapat dilakukan
dengan menggunakan teknologi pengiriman laporan melalui portal e-Monev HSP.

g. Supaya petugas berkomitmen dalam menjalankan tugasnya petugas yang


diikutkan pelatihan tersebut harus membuat surat pernyataan diatas materai yang
berisi akan menjalankan dan menerapkan ilmu yang didapat di tempat kerja dan
bersedia ditarik kembali sertifikatnya apabila tidak menjalankan tugas dengan
baik dan rasa tanggung jawab

h. Penggadaan sarana dan prasarana yang diperlukan petugas seperti pelaporan TPM
yang lebih informative dengan menambahkan item yang memenuhi syarat dan
tidak memenuhi syarat, peralatan dilapangan untuk pembinaan dan pengawasan
(Food Kit).

i. Memperbanyak KIE atau promosi kesehatan tentang TPM sehat baik


penggandaan tingkat Provinsi, Kabupaten, maupun kerjasama dengan sponsor.

j. Advokasi dan argumentasi yang kuat kepada pemerintah pusat, Provinsi dan
Kabupaten / Kota untuk mendapatkan alokasi pendanaan yang cukup agar
terlaksananya pengawasan, pembinaan dan pelaksanaan program secara
maksimal.

2. Bagi dinas kesehatan Kabupaten / Kota

a. Meningkatkan kerjasama lintas program di tingkat kabupaten seperti program


promosi kesehatan, pencegahan dan penanggulangan penyakit dan lain-lain

b. Meningkatkan kerjasama lintas sektor tingkat kabupaten seperti dinas


perindustrian, dinas pendidikan, dinas pariwisata, LSM, pihak swasta dan
lembaga masyarakat lainnya untuk mendukung program TPM

c. Melakukan sosialisasi terhadap pengusaha / penanggung jawab TPM tentang


peraturan maupun persyaratan TPM sehat.

18
d. Advokasi kepada pemerintah dan DPRD kabupaten / Kota untuk pembuatan
kebijakan tertulis seperti peraturan bupati/ walikota yang mendukung pelaksanaan
sanitasi TPM

e. Monitoring dan evaluasi laporan dari puskesmas. Pelaporan dapat dilakukan


dengan menggunakan teknologi pengiriman lewat portal e-Monev HSP.

f. Pelatihan Sanitasi TPM bagi pemegang program kesehatan lingkungan di


puskesmas

g. Penggandaan sarana dan prasarana yang diperlukan petugas seperti pelaporan dan
peralatan di lapangan untuk pembinaan dan pengawasan.

h. Memperbanyak KIE atau promosi kesehatan tentang TPM sehat baik


penggandaan kabupaten maupun kerjasama dengan sponsor

i. Advokasi dan argumentasi yang kuat kepada pemerintah pusat, provinsi dan
kabupaten / Kota untuk mendapatkan alokasi pendanaan yang cukup agar
terlaksananya pengawasan, pembinaan dan pelaksanaan program secara maksimal

j. Pemamfaatan dana desa dengan melakukan pembinaan kepemegang program di


kabupaten / kota agar dapat melakukan advokasi di tingkat kecamatan hingga
tingkat desa untuk mendukung program pengawasan dan penertiban Sanitasi
TPM..

19
DAFTAR PUSTAKA

Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019, No.


HK.02.02/MENKES/52/2015 (2015).
BPOM RI. 2011. Laporan Tahunan 2011 Badan Pengawas Obat dan Makanan RI.
Jakarta: BPOM RI.
BPOM RI. 2012. Laporan Tahunan 2012 Badan Pengawas Obat dan Makanan RI.
Jakarta: BPOM RI.
BPOM RI. 2013. Laporan Tahunan 2013 Badan Pengawas Obat dan Makanan RI.
Jakarta: BPOM RI.
Kemenkes RI. 2012. Buku Pedoman Penyelidikan dan Penanggulangan Kejadian
Luar Biasa Penyakit Menular dan Keracunan Pangan (Pedoman
Epidemiologi Penyakit) Edisi Revisi Tahun 2011. Jakarta: Kemenkes RI.
Kemenkes RI. 2015. Buku Panduan Hari Kesehatan Sedunia Revisi 23 Maret Tahun
2015. Jakarta: Kemenkes RI.
Bustami.2011. Penjamin Mutu Ilmu Kesehatan.Jakarta: EGC
Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat. Laporan Tahunan Dinas Kesehatan
Provinsi Sumatera Barat Tahun 2015: Padang; 2015.
Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat. Laporan Tahunan Seksi Kesehatan
Lingkungan, Kesehatan Kerja dan Olahraga Dinas Kesehatan Provinsi
Sumatera Barat Tahun 2015: Padang; 2015
Kepmenkes RI nomor 1096/MENKES/VI/2011 tentang Higiene Sanitasi Jasaboga
Kepmenkes RI nomor 1098/MENKES/VII/2003 tentang Persyaratan Higiene Sanitasi
Rumah Makan dan Restoran

20
Permenkes RI nomor 43 tahun 2014 tentang Higiene Sanitasi Depot Air Minum
Permenkes RI nomor 942/MENKES/PER/SK/VII/2003 tentang Persyaratan
Kesehatan Makanan Jajanan
Modul Pelatihan/Kursus Higiene dan Sanitasi bagi Penjamah Makanan tahun 2015

21

Anda mungkin juga menyukai