Anda di halaman 1dari 15

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Salah satu gangguan jiwa yang merupakan permasalahan kesehatan di
seluruh dunia adalah skizofrenia. Para pakar kesehatan jiwa menyatakan bahwa
semakin modern dan indsutrial suatu masyarakat, semakin besar pula stressor
psikososialnya, yang pada gilirannya menyebabkan orang jatuh sakit karena tidak
mampu mengatasinya. Salah satu penyakit itu adalah gangguan jiwa skizofrenia. 4
Gangguan jiwa merupakan gangguan pada pikiran, perasaan, atau
perilaku yang mengakibatkan penderitaan dan terganggunya fungsi sehari-hari.
Skizofrenia adalah sekelompok gangguan psikotik dengan distorsi khas proses
pikir, kadang-kadang mempunyai perasaan bahwa dirinya sedang dikendalikan
oleh kekuatan dari luar dirinya, waham yang kadang-kadang aneh, gangguan
persepsi, afek abnormal yang terpadu dengan situasi nyata atau sebenarnya, dan
autisme. Meskipun demikian, kesadaran yang jernih dan kapasitas intelektual
biasanya tidak terganggu. 4
Skizofrenia merupakan gangguan psikotik yang paling sering. Hampir
1% penduduk di dunia menderita skizofrenia selama hidup mereka. Gejala
skizofrenia biasanya muncul pada usia remaja akhir atau dewasa muda. Onset
pada laki-laki biasanya antara 15-25 tahun dan pada perempuan antara 25-35
tahun. Prognosis biasanya lebih buruk pada laki-laki bila dibandingkan dengan
perempuan. Onset setelah umur 40 tahun jarang terjadi. 4
1.2. Tujuan.
Adapun paper ini akan memberikan penjelasan tentang skizofrenia
secara umum dan disorganized skizofrenia.
1.3. Manfaat.
Dengan adanya paper ini diharapkan menambahkan pengetahuan
tentang skizofrenia.

1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi3
Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani, shizein yang berarti terpisah
atau pecah, dan phren yang artinya jiwa. Pada skizofrenia terjadi pecahnya
atau ketidakserasian antara afeksi, kognitif, dan perilaku. Secara umum, gejala
skizofrenia dapat dibagi menjadi tiga golongan, yaitu gejala positif, gejala negatif,
dan gangguan dalam hubungan interpersonal. 3
Skizofrenia adalah diagnosis kejiwaan yang menggambarkan gangguan
mental dengan karakter abnormalitas dalam persepsi atau gangguan mengenai
realitas. Abnormalitas persepsi dapat berupa gangguan komunikasi sosial yang
nyata. Sering terjadi pada dewasa muda, ditegakkan melalui pengalaman pasien
dan dilakukan observasi tingkah laku, serta tidak dibutuhkan adanya pemeriksaan
laboratorium. 3
Berdasarkan PPDGJ III, skizofrenia adalah suatu deskripsi sindrom
dengan variasi penyebab (banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak
selalu bersifat kronis atau deteriorating) yang luas, serta sejumlah akibat yang
tergantung pada perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya. Pada
umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan karakteristik dari
pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar (inappropriate) atau tumpul
(blunted), kesadaran yang jernih (clear consciousness) dan kemampuan intelektual
biasanya tetap terpelihara, walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat
berkembang kemudian. 3
Skizofrenia merupakan suatu gangguan psikotik yang kronik, sering
mereda, namun hilang timbul dengan manifestasi klinis yang amat luas variasinya.
Menurut Eugen Bleuler, skizofrenia adalah suatu gambaran jiwa yang terpecah
belah, adanya keretakan atau disharmoni atara proses pikir, perasaan, dan
perbuatan. Diorganizes skizofrenia berarti tipe skizofrenia yang
terdisorganisasi(hebefrenik) yang ditandai oleh regresi yang nyata ke perilaku

2
primitif, terdisinhibisi, dan tidak teratur dan oleh tidak adanya gejala yang
memenuhi kriteria untuk tipe katatonik. 3

2.2 Epidemiologi3
John McGrath PhD dari Pusat Penelitian Kesehatan Mental Queensland,
Wacol, Australia, dalam simposium bertema Psychosis Round the World, yang
membahas data terbaru epidemiologi skizofrenia, memberikan presentasi
sistematik untuk memandang kejadian skizofrenia. Ia mengatakan, kejadian
skizofrenia pada pria lebih besar daripada wanita. Kejadian tahunan berjumlah
15,2% per 100.000 penduduk, kejadian pada imigran dibanding penduduk asli
sekitar 4,7%, kejadian pada pria 1,4% lebih besar dibandingkan wanita. Di
indonesia, menurut dr.Irmasyah, hampir 70% mereka yang dirawat di bagian
psikiatri karena skizofrenia. Angka di masyarakat berkisar 1-2% dari seluruh
penduduk pernah mengalami skizofrenia dalam hidup mereka. 4
Epidemilogi disorganized skizofrenia sendiri, walaupun tidak diketahui
pasti, tapi diperkirakan kejadiannya 1% dari seluruh kejadian skizofrenia. Dengan
perbandingan antara laki-laki dan perempuan berbadning 1,4:1. 4
2.3 Etiologi
Skizofrenia merupakan suatu bentuk psikosis yang sering dijumpai sejak
dulu. Meskipun demikian pengetahuan tentang faktor penyebab dan
patogenesisnya masih minim diketahui. Adapun beberapa faktor etiologi yang
mendasari terjadinya skizofrenia, antara lain:
Genetik
Dapat dipastikan bahwa ada faktor genetik yang turut menentukan timbulnya
skizofrenia. Hal ini telah dibuktikan dengan penelitian tentang keluarga-keluarga
penderita skizofrenia dan terutama anak-anak kembar satu telur. Angka kesakitan
bagi saudara tiri adalah 0,9-1,8%; bagi saudara kandung 7-15%; bagi anak dengan
salah satu orang tua yang menderita skizofrenia 7-16%; bila kedua orang tua
menderita skizofrenia 40-68%; bagi kembar dua telur (heterozigot) 2-15%; bagi
kembar satu ttelur (monozigot) 61-86%. Diperkirakan bahwa yang diturunkan
adalah potensi untuk mendapatkan skizofrenia (bukan penyakit itu sendiri)

3
melalui gen yang resesif. Potensi ini mungkin kuat, mungkin juga lemah, tetapi
selanjutnya tergantung pada lingkungan individu itu apakah akan terjadi
manifestasi skizofrenia atau tidak.
Endokrin
Dahulu dikira bahwa skizofrenia mungkin disebabkan oleh gangguan endokrin.
Teori ini dikemukakan karena skizofrenia sering timbul pada waktu pubertas,
waktu kehamilan atau puerperium dan waktu klimakterium. Tetapi hal ini tidak
dapat dibuktikan.
Metabolisme
Ada orang yang menyangka bahwa skizofrenia disebabkan oleh gangguan
metabolisme, karena penderita dengan skizofrenia tampak pucat dan tidak sehat.
Ujung extremitas agak sianotik, nafsu makan berkurang dan berat menurun.
Hipotesis ini tidak dibenarkan oleh banyak sarjana. Belakangan ini teori
metabolisme mendapat perhatian lagi karena penelitian dengan memakai obat
halusinogenik, seperti meskalin dan asam lisergik diethilamide (LSD-25). Obat-
obat ini dapat menimbulkan gejala-gejala yang mirip dengan gejala-gejala
skizofrenia, tetapi reversibel. Mungkin skizofrenia disebabkan oleh suatu inborn
error of metabolism, tetapi hubungan terakhir belum ditemukan.
Teori-teori tersebut di atas ini dapat dimasukkan ke dalam kelompok teori
somatogenik, yaitu teori yang mencari penyebab skizofrenia dalam kelainan
badaniah. Kelompok teori lain adalah teori psikogenik, yaitu skizofrenia diaggap
sebagai suatu gangguan fungsional dan penyebab utama adalah konflik, stress
psikologis dan hubungan antarmanusia yang mengecewakan. 3
Kemudian muncil teori lain yang menganggap skizofrenia sebagai suatu
sindrom yang dapat disebabkan oleh bermacam-macam penyebab, antara lain
keturunan, pendidikan yang salah, maladaptasi, tekanan jiwa, penyakit badani
seperti lues otakm atherosclerosis otak dan penyakit lain yang belum diketahui.
Akhirnya timbul pendapat bahwa skizofrenia itu suatu gangguan psikosomatis,
gejala-gejala pada badan hanya sekunder karena gangguan dasar yang psikogenik,
atau merupakan manifestasi somatic dari gangguan psikogenik. Tetapi pada
skizofrenia justru kesukarannya adalah untuk menentukan mana yang primer dan

4
mana yang sekunder, mana yang merupakan penyebab dan mana yang hanya
akibat saja. 4
Neurokimia
Hipotesis dopamin menyatakan bahwa skizofrenia disebabkan oleh
overaktivitas pada jaras dopamine mesolimbik. Hal ini didukung oleh temuan
bahwa amfetamin, yang kerjanya meningkatkan pelepasan dopamine, dapat
menginduksi psikosis yang mirip skizofrenia; dan obat antipsikotik (terutama
antipsikotik generasi pertama atau antipsikotik tipikal/klasik) bekerja dengan
memblok reseptor dopamine, terutama reseptor D2. 3
2.4 Gambaran klinis3
Skizofrenia merupakan penyakit kronik. Sebagian kecil dari kehidupan
mereka berada dalam kondisi akut dan sebagian besar penderita berada lebih lama
(bertahun-tahun) dalam fase residual yaitu fase yang memperlihatkan gambaran
penyakit yang ringan. Selama periode residual, pasien lebih menarik diri atau
mengisolasi diri, dan aneh. Gejala-gejala penyakit biasanya terlihat lebih jelas
oleh orang lain. Pasien dapat kehilangan pekerjaan dan teman karena ia tidak
berminat dan tidak mampu berbuat sesuatu atau karena sikapnya yang aneh.
Pemikiran dan pembicaraan mereka samar-samar sehingga kadang-kadang tidak
dapat dimengerti. Mereka mungkin mempunyai keyakinan yang salah yang tidak
dapat dikoreksi. Penampilan dan kebiasaan-kebiasaan mereka mengalami
kemunduran serta afek mereka terlihat tumpul. Meskipun mereka dapat
mempertahankan inteligensia yang mendekati normal, sebagian besar performa uji
kognitifnya buruk. Pasien dapat menderita anhedonia yaitu ketidakmampuan
merasakan rasa senang. Pasien juga mengalami deteorisasi yaitu perburukan yang
terjadi secara berangsur-angsur.
Gejala Positif dan Negatif yaitu Gejala positif mencakup waham dan
halusinasi. Gejala negatif meliputi afek mendatar atu menumpul, miskin bicara
(alogia) atau isi bicara, bloking, kurang merawat diri, kurang motivasi, anhedonia,
dan penarikan diri secara social.
Gangguan Pikiran -

5
Gangguan proses pikir Pasien biasanya mengalami gangguan proses pikir.
Pikiran mereka sering tidak dapat dimengerti oleh orang lain dann terlihat tidak
logis. Tanda-tandanya adalah:
1.Asosiasi longgar: ide pasien sering tidak menyambung. Ide tersebut
seolah dapat melompat dari satu topik ke topik lain yang tak berhubungan
sehingga membingungkan pendengar. Gangguan ini sering terjadi misalnya di
pertengahan kalimat sehingga pembicaraan sering tidak koheren.
2. Pemasukan berlebihan: arus pikiran pasien secara terus-menerus
mengalami gangguan karena pikirannya sering dimasuki informasi yang tidak
relevan.
3.Neologisme: pasien menciptakan kata-kata baru (yang bagi mereka
meungkin mengandung arti simbolik)
4. Terhambat: pembicaraan tiba-tiba berhenti (sering pada pertengahan
kalimat) dan disambung kembali beberapa saat kemudian, biasanya dengan topik
lain. Ini dapat menunjukkan bahwa ada interupsi.
5. Klang asosiasi: pasien memilih kata-kata berikut mereka berdasarkan
bunyi kata-kata yang baru saja diucapkan dan bukan isi pikirannya.
6. Ekolalia: pasien mengulang kata-kata atau kalimat-kalimat yang baru
saja diucapkan oleh seseorang.
7. Konkritisasi: pasien dengan IQ rata-rata normal atau lebih tinggi, sangat
buruk kemampuan berpikir abstraknya.
Waham: suatu kepercayaan palsu yang menetap yang tak sesuai dengan
fakta dan kepercayaan tersebut mungkin aneh atau bisa pula tidak aneh tetapi
sangat tidak mungkin dan tetap dipertahankan meskipun telah diperlihatkan bukti-
bukti yang jelas untuk mengkoreksinya. Waham sering ditemui pada gangguan
jiwa berat dan beberapa bentuk waham yang spesifik sering ditemukan pada
skizofrenia. Semakin akut skizofrenia semakin sering ditemui waham
disorganisasi atau waham tidak sistematis:
a. Waham kejar
b. Waham kebesaran
c. Waham rujukan

6
d. Waham penyiaran pikiran
e.Waham penyisipan pikiran
Tilikan: Kebanyakan pasien skizofrenia mengalami pengurangan tilikan
yaitu pasien tidak menyadari penyakitnya serta kebutuhannya terhadap
pengobatan, meskipun gangguan yang ada pada dirinya dapat dilihat oleh orang
lain
Gangguan Persepsi
Halusinasi paling sering ditemui, biasanya berbentuk pendengaran tetapi
bisa juga berbentuk penglihatan, penciuman, dan perabaan. Halusinasi
pendengaran dapat pula berupa komentar tentang pasien atau peristiwa-peristiwa
sekitar pasien. Komentar-komentar tersebut dapat berbentuk ancaman atau
perintah-perintah langsung ditujukan kepada pasien (halusinasi komando). Suara-
suara sering diterima pasien sebagai sesuatu yang berasal dari luar kepala pasien
dan kadang-kadang pasien dapat mendengar pikiran- pikiran mereka sendiri
berbicara keras. Suara-suara cukup nyata menurut pasien kecuali pada fase awal
skizofrenia. 2
Ilusi dan depersonalisasi Pasien juga dapat mengalami ilusi atau
depersonalisasi. Ilusi yaitu adanya misinterpretasi panca indera terhadap objek.
Depersonalisasi yaitu adanya perasaan asing terhadap diri sendiri. Derealisasi
yaitu adanya perasaan asing terhadap lingkungan sekitarnya misalnya dunia
terlihat tidak nyata. 2
Gangguan Perilaku
Salah satu gangguan aktivitas motorik pada skizofrenia adalah gejala
katatonik yang dapat berupa stupor atau gaduh gelisah. Pasien dengan stupor
tidak bergerak, tidak berbicara, dan tidak berespons, meskipun ia sepenuhnya
sadar. Sedangkan pasien dengan katatonik gaduh gelisah menunjukkan aktivitas
motorik yang tidak terkendali. Kedua keadaan ini kadang-kadang terjadi
bergantian. Pada stupor katatonik juga bisa didapati fleksibilitas serea dan
katalepsi. Gejala katalepsi adalah bila suatu posisi badan dipertahankan untuk
waktu yang lama. Sedangkan fleksibilitas serea adalah bila anggota badan
dibengkokkan terasa suatu tahanan seperti pada lilin atau malam dan posisi itu

7
dipertahankan agak lama. Gangguan perilaku lain adalah stereotipi dan
manerisme. Berulang-ulang melakukan suatu gerakan atau mengambil sikap
badan tertentu disebut stereotipi. Misalnya, menarik-narik rambutnya, atau tiap
kali bila mau menyuap nasi mengetuk piring dulu beberapa kali. Keadaan ini
dapat berlangsung beberapa hari sampai beberapa tahun. Stereotipi pembicaraan
dinamakan verbigrasi, kata atau kalimat diulang-ulangi, hal ini sering juga
terdapat pada gangguan otak orgnaik. Manerisme adalah stereotipi tertentu pada
skizofrenia, yang dapat dilihat dalam bentuk grimas pada mukanya atau keanehan
berjalan dan gaya berjalan. 2
Gangguan Afek
Kedangkalan respons emosi, misalnya penderita menjadi acuh tak acuh
terhadap hal-hal yang penting untuk dirinya sendiri sepertti keadaan keluarganya
dan masa depannya. Perasaan halus sudah hilang. Parathimi, apa yang seharusnya
menimbulkan rasa senang dan gembira, pada penderita timbul rasa sedih atau
marah. Paramimi, penderita merasa senang dan gembira, akan tetapi ia menangis.
Parathimi dan paramimi bersama-sama dinamakan incongruity of affect dalam
bahasa inggris dan inadequat dalam bahasa belanda. 2
Kadang-kadang emosi dan afek serta ekspresinya tidak mempunyai
kesatuan, misalnya sesudah membunuh anaknya penderita menangis berhari-hari,
tetapi mulutnya seperti tertawa.semua ini merupakan gangguan afek dan emosi
yang khas untuk skizofrenia. Gangguan afek dan emosi lain adalah: Emosi
berlebihan, sehingga kelihatan seperti dibuat-buat, seperti pada penderita sedang
bersandiwara. Yang penting juga pada skizofrenia adalah hilangnya kemampuan
untuk mengadakan hubungan emosi yang baik (emotional rapport). Karena itu
sering kita tidak dapat merasakan perasaan penderita. Karena terpecah-belahnya
kepribadian, maka dual hal yang berlawanan mungkin timbul bersama-sama,
misalnya mencintai dan membenci satu orang yang sama; menangis dan tertawa
tentang satu hal yang sama. Ini dinamakan ambivalensi afektif. 2
Pada disorganized skizofrenia biasanya memiliki onset yang awal,
sebelum usia 25 tahun. Pasien biasanya aktif tetapi dengan cara yang tidak
bertujuan dan tidak konstruktif. Gangguan pikiran mereka adalah menonjol dan

8
kontak dengan kenyataanya memburuk. Penampilan pribadinya dan perilaku
sosialnya rusak. Respon emosionalnya adalah tidak sesuai, dan mereka sering kali
meledak tertawa tanpa alasan. Meringis dan menyeringai sering dilakukan pasien
dan tipe ini sering disebut sebagai kekanakan atau bodoh. 2

2.5 Diagnosis
Adanya halusinasi atau waham tidak mutlak untuk diagnosis skizofrenia;
gangguan pada pasien didiagnosis sebagai skizofrenia apabila pasien
menunjukkan dua gejala yang terdaftar sebagai gejala 3 sampai 5 pada kriteria A
(1.waham 2. Halusinasi 3. Bicara kacau 4. Perilaku yang sangat kacau/katatonik 5.
Gejala negatif, yaitu: afek medatar, alogia, atau anhedonia). Hanya dibutuhkan
satu gejala kriteria A bila wahamnya bizare atau halusinasinya terdiri atas suara
yang terus-menerus memberi komentar terhadap perilaku atau pikiran pasien,
atau dua atau lebih suara yang saling bercakap-cakap. 3
Kriteria B membutuhkan adanya hendaya fungsi, meski tidak memburuk,
yang tampak selama fase aktif penyakit. Gejala harus berlangsung selama paling
tidak 6 bulan dan diagnosis gangguan skizoafektif atau gangguan mood harus
disingkirkan. Setidaknya salah satu hal ini harus ada:
1. Gema pikiran (thought echo)
2. Waham kendali, pengaruh, atau pasivitas
3. Suara-suara halusinasi yang terus-menerus mengomentari perilaku
pasien atau saling mendiskusikan pasien, atau suara halusinasi lain yang
berasal dari bagian tubuh tertentu; dan
4. Waham persisten jenis lain yang secara budaya tidak sesuai dan sangat
tidak masuk akal.
Diagnosis juga dapat ditegakkan bila setidaknya dua hal berikut ada:
1. Halusinasi persisten dalam modalitas apapun, bila terjadi setiap hari
selama sekurangnya 1 bulan, atau bila disertai waham
2. Neologisme, kata baru yang diciptakan oleh pasien, seringkali dengan
menggabungkan suku kata atau dari kata-kata lain.

9
3. Perilaku katatonik, seperti eksitasi, postur atau fleksibilitas serea,
negativisme, mutisme, dan stupor.
4. Gejala negatif, seperti apatis yang nyata, miskin isi pembicaraan, dan
respons emosional tumpul serta ganjil (harus ditegaskan bahwa hal ini bukan
disebabkan depresi atau pengobatan antipsikotik). 3
Pada tipe terdisorganisasi sendiri akan terpenuhi bila
A. Semua yang berikut ini menonjol:
1. Bicara terdisorganisasi
2. Perilaku terdisorganisasi
3. Afek datar atau tidak sesuai
B. Tidak memenuhi kriteria untuk tipe katatonik. 3

2.6 Diagnosa banding Disorganized Skizofrenia


Diagnosa banding disorganized skizofrenia adalah skizofrenia tipe
katatonik yang mana pada tipe katatonik
-Stupor katatonik atau mutisme yaitu pasien tidak berespons terhadap lingkungan
atau orang. Pasien menyadari hal-hal yang sedang berlangsung di sekitarnya.
-Negativsme katatonik yaitu pasien melawan semua perintah-perintah atau usaha-
usaha untuk menggerakkan fisiknya.
-Rigiditas katatonik yaitu pasien secara fisik sangat kaku atau rigid.
-Postur katatonik yaitu pasein mempertahankan posisi yang tak biasa atau aneh.
- Kegembiraan katatonik yaitu pasien sangat aktif dan gembira. Mungkin dapat
mengancam jiwanya (misalnya, karena kelelahan). 3
2.7 Terapi3
Psikoterapi
-Pelatihan keterampilan sosial
Pelatihan keterampilan sosial kadang-kadang disebut sebagai terapi
keterampilan perilaku. Terapi ini secara langsung dapat mendukung dan berguna
untuk pasien bersama dengan terapi farmakologis. Selain gejala yang biasa
tampak pada pasien skizofrenia, beberapa gejala yang paling jelas terlihat
melibatkan hubungan orang tersebut dengan orang lain, termasuk kontak mata
yang buruk, keterlambatan respons yang tidak lazim, ekspresi wajah yang aneh,

10
kurangnya spontanitas dalam situasi sosial, serta persepsi yang tidak akurat atau
kurangnya persepsi emosi pada orang lain. Pelatihan keterampilan perilaku
diarahkan ke perilaku ini melalui penggunaan video tape berisi orang lain dan si
pasien, bermain drama dalam terapi, dan tugas pekerjaan rumah untuk
keterampilan khusus yang dipraktekkan.
Terapi kelompok Terapi kelompok untuk oragn dengan skizofrenia
umumnya berfokus pada rencana, masalah, dan hubungan dalam kehidupan nyata.
Kelompok dapat berorientasi perilaku, psikodinamis atau berorientasi tilikan,
atau suportif.
Terapi perilaku kognitif Terapi perilaku kognitif telah digunakan pada
pasien skizofrenia untuk memperbaiki distorsi kognitif, mengurangi
distraktibilitas, serta mengoreksi kesalahan daya nilai. Terdapat laporan adanya
waham dan halusinasi yang membaik pada sejumlah pasien yang menggunakan
metode ini. Pasien yang mungkin memperoleh manfaat dari terapi ini umumnya
aalah yang memiliki tilikan terhadap penyakitnya. 3
Psikoterapi individual Pada psikoterapi pada pasien skizofrenia, amat
penting untuk membangun hubungan terapeutik sehingga pasien merasa aman.
Reliabilitas terapis, jarak emosional ntaraterapis dengan pasien, serta ketulusan
terapis sebagaimana yang diartikan oleh pasien, semuanya mempengaruhi
pengalaman terapeutik. Psikoterapi untuk pasien skizofrenia sebaiknya
dipertimbangkan untuk dilakukan dalamm jangka waktu dekade, dan bukannya
beberapa sesi, bulan, atau bahakan tahun. Beberapa klinisi dan peneliti
menekankan bahwa kemampuan pasien skizofrenia utnuk membentuk aliansi
terapeutik dengan terapis dapat meramalkan hasil akhir. Pasien skizofrenia yang
mampu membentuk aliansi terapeutik yang baik cenderung bertahan dalam
psikoterapi, terapi patuh pada pengobatan, serta memiliki hasil akhir yang baik
pada evaluasi tindak lanjut 2 tahun. Tipe psikoterapi fleksibel yang disebut terapi
personal merupakan bentuk penanganan individual untuk pasien skizofrenia yang
baru-baru ini terbentuk. Tujuannya adalah meningkatkan penyesuaian personal
dan sosial serta mencegah terjadinya relaps. Terapi ini merupakan metode pilihan

11
menggunakan keterampilan sosial dan latihan relaksasi, psikoedukasi, refleksi
diri, kesadaran diri, serta eksplorasi kerentanan individu terhadap stress. 3

Farmakoterapi
Pengobatan harus secepat mungkin, karena keadaan psikotik yang lama
menimbulkan kemungkinan lebih besar penderita menuju ke kemunduran mental.
Farmakoterapi Indikasi pemberian obat antipsikotik pada skizofrenia adalah untuk
mengendalikan gejala aktif dan mencegah kekambuhan. Obat antipsikotik
mencakup dua kelas utama: antagonis reseptor dopamin, dan antagonis serotonin-
dopamin. 1
Antagonis Reseptor Dopamin Antagonis reseptor dopamin efektif dalam
penanganan skizofrenia, terutama terhadap gejala positif. Obat-obatan ini
memiliki dua kekurangan utama. Pertama, hanya presentase kecil pasien yang
cukup terbantu untuk dapat memulihkan fungsi mental normal secara bermakna.
Kedua, antagonis reseptor dopamin dikaitkan dengan efek samping yang
mengganggu dan serius. Efek yang paling sering mengganggu aalah akatisia adan
gejala lir- parkinsonian berupa rigiditas dan tremor. Efek potensial serius
mencakup diskinesia tarda dan sindrom neuroleptik maligna. 1
Antagonis Serotonin-Dopamin SDA menimbulkan gejala ekstrapiramidal
ayng minimal atau tidak ada, berinteraksi dengan subtipe reseptor dopamin yang
berbeda di banding antipsikotik standar, dan mempengaruhi baik reseptor
serotonin maupun glutamat. Obat ini juga menghasilkan efek samping neurologis
dan endokrinologis yang lebih sedikit serta lebih efektif dalam menangani gejala
negatif skizofrenia. Obat yang juga disebut sebagai obat antipsikotik atipikal ini
tampaknya efektif untuk pasien skizofrenia dalam kisaran yang lebih luas
dibanding agen antipsikotik antagonis reseptor dopamin yang tipikal. Golongan
ini setidaknya sama efektifnya dengan haloperidol untuk gejala positif skizofrenia,
secara unik efektif untuk gejala negatif, dan lebih sedikit, bila ada, menyebabkan
gejala ekstrapiramidal. Beberapa SDA yang telah disetujui di antaranya adalah
5
klozapin, risperidon, olanzapin, sertindol, kuetiapin, dan ziprasidon. Obat-obat

12
ini tampaknya akan menggantikan antagonis reseptor dopamin, sebagai obat lini
pertama untuk penanganan skizofrenia. 1

13
BAB 3
KESIMPULAN
Skizofrenia adalah diagnosis kejiwaan yang menggambarkan gangguan
mental dengan karakter abnormalitas dalam persepsi atau gangguan mengenai
realitas. Adapun beberapa faktor etiologi yang mendasari terjadinya skizofrenia,
antara lain genetik, metabolisme, neurokimia. Pada Skizofrenia terdapat gejala
positif dan gejala negatif. Gejala positif mencakup waham dan halusinasi. Gejala
negatif meliputi afek mendatar atu menumpul, miskin bicara (alogia) atau isi
bicara, bloking, kurang merawat diri, kurang motivasi, anhedonia, dan penarikan
diri secara sosial. Skizofrenia terdisorganisasi Pada disorganized skizofrenia
biasanya memiliki onset yang awal, sebelum usia 25 tahun. Pasien biasanya aktif
tetapi dengan cara yang tidak bertujuan dan tidak konstruktif. Gangguan pikiran
mereka adalah menonjol dan kontak dengan kenyataanya memburuk. Penampilan
pribadinya dan perilaku sosialnya rusak. Respon emosionalnya adalah tidak
sesuai, dan mereka sering kali meledak tertawa tanpa alasan. Meringis dan
menyeringai sering dilakukan pasien dan tipe ini sering disebut sebagai kekanakan
atau bodoh.
Indikasi pemberian obat antipsikotik pada skizofrenia adalah untuk
mengendalikan gejala aktif dan mencegah kekambuhan. Obat antipsikotik
mencakup dua kelas utama: antagonis reseptor dopamin, dan antagonis serotonin-
dopamin. Mengingat belum bisa diketahui penyebab pastinya, jadi skizofrenia
tidak bisa dicegah. Lantaran pencegahannya sulit, maka deteksi dan pengendalian
dini penting, terutama bila sudah ditemukan adanya gejala. Dengan pengobatan
dini, bila telah didiagnosis dapat membuat penderita normal kembali, serta
mencegah terjadinya gejala skizofrenia berkelanjutan.

14
DAFTAR PUSTAKA

1. John, S., Sara, C., American Psychiatric association steerimg comitte on


practice guideline, treatment recommendation for schizoprenic, Rev
2008:66-78

2. Sadock BJ, Sadock VA. Gangguan Kepribadian. Dalam: Kaplan & Sadock
Buku Ajar Psikiatri Klinis. Jakarta: ECG; 2010. p. 699-742.

3. Maslim R. Borderline personality disorder. Dalam: PPDGJ-III dan DSM-5


Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa. Jakarta: Badan Penerbit FKUnika-
Atmajaya;2013. hal. .

4. McGrath J, Saha S, Chant D, Welham J. Schizophrenia: a concise


overview of incidence, prevalence, and mortality. Epidemiol Rev.
2008;30:67-76

5. Maslim R. Pengunaan klinis obat psikoterapi. Edisi ketiga badan penerbit


FK Unika, atmajaya 2002, hal 14-22

15

Anda mungkin juga menyukai