BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2 Etiologi
Penyebab dari BV masih belum diketahui dengan pasti, tetapi berdasarkan
epidemiologi kumpulan gejala yang timbul pada BV berhubungan dengan
aktivitas seksual. BV merupakan infeksi vagina tersering pada wanita yang aktif
secara seksual. Penyebab BV bukan organisme tunggal. Pada suatu analisis dari
data flora vagina memperlihatkan ada 4 jenis bakteri vagina yang berhubungan
dengan BV yaitu : Gardnerella vaginalis, Bacteroides Spp, Mobiluncus Spp,
Mycoplasma hominis (Adam dkk., 2011).
a. Gardnerella vaginalis
Selama 30 tahun terakhir observasi Gardner dan Dukes’ bahwa
G.vaginalis sangat erat hubungannya dengan BV. Meskipun demikian dengan
media kultur yang sensitif G.vaginalis dapat diisolasi dalam konsentrasi yang
tinggi pada wanita tanpa tanda-tanda infeksi vagina. G.vaginalis dapat diisolasi
pada sekitar 95% wanita dengan BV dan 40-50% pada wanita tanpa gejala
vaginitis atau pada penyebab vaginitis lainnya. Sekarang diperkirakan bahwa
G.vaginalis berinteraksi melalui cara tertentu dengan bakteri anaerob dan
mycoplasma genital menyebabkan BV (Adam dkk., 2011)
b. Bakteri anaerob
Bacteroides Spp diisolasi sebanyak 76% dan Peptostreptococcus sebanyak
36% pada wanita dengan BV. Pada wanita normal kedua tipe anaerob ini lebih
jarang ditemukan. Penemuan species anaerob dihubungkan dengan penurunan
laktat dan peningkatan suksinat dan asetat pada cairan vagina. Setelah terapi
dengan metronidazole, Bakteroides dan Peptostreptococcus tidak ditemukan lagi
dan laktat kembali menjadi asam organik predominan dalam cairan vagina.
Spiegel menyimpulkan bahwa, bakteri anaerob berinteraksi dengan G.vaginalis
untuk menimbulkan vaginosis. Peneliti lain memperkuat adanya hubungan antara
bakteri anaerob dengan BV. Mikroorganisme anaerob lain yaitu Mobiluncus Spp.
merupakan batang anaerob lengkung yang juga ditemukan pada vagina bersama-
sama dengan organisme lain yang dihubungkan dengan BV. Mobiluncus Spp.
tidak pernah ditemukan pada wanita normal, 85% wanita dengan BV mengandung
organisme ini (Adam dkk., 2011).
c. Mycoplasma hominis
Berbagai peneliti menyimpulkan bahwa Mycoplasma hominis juga harus
dipertimbangkan sebagai agen etiologik untuk BV, bersama-sama dengan
G.vaginalis dan bakteri anaerob. Prevalensi tiap mikroorganisme ini meningkat
pada wanita dengan BV. Organisme ini terdapat dengan konsentrasi 100-1000 kali
lebih besar pada wanita dengan BV mengandung organisme ini (Adam dkk.,
2011).
2.1.3 Diagnosa
Penderita sulit untuk melakukan diagnosis terhadap dirinya karena
beberapa wanita percaya bahwa bau pada sekret vagina merupakan akibat dari
kebersihan yang kurang, dan pada umumnya mereka malu untuk mengatakan
bahwa sekretnya berbau. Dasar diagnosis klinis BV berdasarkan ada tidaknya
tanda-tanda berikut yang di anjurkan oleh Amsel dan kawan-kawan (Murtiastutik,
2008):
a. Sekret Vagina
Sekret vagina pada BV berwarna putih, melekat pada dinding vagina,
jumlahnya hanya meningkat sedikit sedang dibanding wanita normal. Riwayat
douching , hubungan seksual yang baru dilakukan, menstruasi, dan semua infeksi
dapat mengubah gambaran sekret vagina pada BV (Murtiastutik, 2008).
b. Cairan Vagina
Pemeriksaan pH vagina memerlukan kertas indikator pH dengan rentang
yang sesuai yaitu antara 4,0 sampai dengan 6,0. Pengambilan spesimen untuk
pemeriksaan pH vagina paling baik dilakukan pada bahagian lateral atau posterior
forniks vagina dan lansung diperiksa/ditempatkan pada kertas pH. Atau kertas pH
dapat ditempatkan pada kumpulan cairan vagina setelah spekulum dilepas dari
vagina. Mukus serviks harus dihindari karena mempunyai pH yang lebih tinggi
dibandingkan pH vagina (pH 7,0) (Murtiastutik, 2008).
e. Kultur
Kultur Gardnerella vaginalis hanya memberikan sedikit keuntungan untuk
mendiagnosis BV karena merupakan flora normal vagina sehingga didapatkan
juga pada cairan vagina wanita normal meskipun dalam konsentrasi yang rendah
(Murtiastutik, 2008).
f. Pewarnaan Gram
Dunkelberg merupakan orang yang pertama mengusulkan pemeriksaan
hapusan vagina dengan menggunakan pewarnaan gram untuk diagnosis BV.
Spiegel dkk. kemudian mempublikasikan petunjuk klinis. Sistem skoring
pengecatan gram dipakai sebagai metode standar untuk diagnosis BV berdasarkan
tiga morfotipe, yaitu: kuman batang gram positif besar (Lactobacillus), kuman
batang gram negatif kecil atau bervariasi (Gardnerella dan kuman batang
anaerob), dan Mobiluncus.
Metode ini berdasarkan pergeseran morfotipe dari Lactobacillus yang
dominan berubah menjadi Gardnerella dan bakteri anaerob termasuk Mobiluncus.
Pemeriksaan gram mempunyai sensitivitas 89% dan spesifisitas 83%
(Murtiastutik, 2008).
2.1.4 Patofisiologi
Banyak penelitian telah menunjukkan hubungan Gardnerella vaginalis
dengan bakteri lain dalam menyebabkan BV. BV dikenal sebagai infeksi
polymicrobic sinergis. Beberapa bakteri yang terkait termasuk spesies
Lactobacillus, Prevotella, dan anaerob, termasuk Mobiluncus, Bacteroides,
Peptostreptococcus, Fusobacterium, Veillonella, dan spesies Eubacterium.
Mycoplasma hominis, Ureaplasma urealyticum, dan Streptococcus viridans
juga mungkin memainkan peran dalam BV. Atopobium vaginae sekarang
dikenal sebagai patogen yang berhubungan dengan BV.
Pada BV, flora vagina diubah melalui mekanisme yang bisa menyebabkan
peningkatan pH lokal. Ini mungkin hasil dari penurunan hidrogen peroksida
memproduksi lactobacilli. Lactobacilli adalah organisme berbentuk batang
besar yang membantu menjaga pH asam dari vagina yang sehat dan
menghambat mikroorganisme anaerob lain melalui elaborasi hidrogen
peroksida. Biasanya, lactobacilli yang ditemukan dalam konsentrasi tinggi
dalam vagina yang sehat. BV menyebabkan populasi lactobacilli sangat
berkurang, sementara populasi berbagai anaerob dan G.vaginalis meningkat.
Memiliki banyak pasangan seks dan douching. Hal ini tidak jelas apa aktivitas
seksual memainkan peran dalam perkembangan BV. Perempuan tidak
mendapatkan BV dari kursi toilet, tempat tidur, kolam renang, atau dari
menyentuh benda-benda di sekitar mereka. Wanita yang tidak pernah memiliki
hubungan seksual juga dapat BV (Holmes, 1999).
Setiap perempuan bisa mendapat BV. Beberapa perilaku atau kegiatan
dapat mengganggu keseimbangan flora bakteri alami dan meningkatkan risiko
pertumbuhan BV, termasuk: (1) Douching - menggunakan air atau larutan obat
untuk membersihkan vagina, (2) Mandi dengan menggunakan cairan antiseptik,
(3) Memiliki pasangan seks baru, (4) Memiliki banyak pasangan seks, (5)
Wangian gelembung mandi dan beberapa sabun wangi, (6) merokok, (7)
Menggunakan IUD (intrauterine device), seperti alat kontrasepsi yang terbuat dari
plastik dan tembaga yang cocok di dalam rahim, (8) Menggunakan deodoran
vagina, (9) Mencuci pakaian dengan deterjen yang kuat dan sebagainya. Namun,
wanita yang belum pernah berhubungan seksual bisa juga mendapat BV (Grant,
2010).
Faktor predisposisi yang dapat mempengaruhi BV adalah dari (1) perilaku
seksual pasien tersebut, (2) ketika kehamilan, (3) transmisi heteroseksual laki-
perempuan, (4) bakteri yang dihasilkan dari tindakan seksual non-coital pada
heteroseksual, (5) pada wanita yang tidak berpengalaman secara seksual, (6)
penularan antara perempuan-perempuan yaitu lesbian.(1) Bawaan G.vaginalis
yang menyebabkan BV jarang terjadi dengan anak-anak, tetapi adalah umum di
antara remaja perempuan bahkan yang tidak berpengalaman secara seksual,
bertentangan bahwa penularan seksual merupakan prasyarat yang diperlukan
untuk akuisisi penyakit. (2) G. vaginalis juga meningkat melalui hubungan
seksual penetratif melalui kontak digito-genital non-penetratif dan seks oral,
sekali lagi menunjukkan bahwa penularan secara seksual belum tentu coital
transmisi yang terlibat. (3) Beberapa pengamatan juga menunjukkan pada
perempuan ke laki-laki daripada di transmisi laki-perempuan G. vaginalis,
mungkin menjelaskan tingkat konkordansi tinggi bawaan G.vaginalis antara
pasangan. Pengobatan antibiotik Pria belum ditemukan untuk melindungi
2.1.7 Pengobatan
Perjalanan penyakit BV belum diteliti dengan luas, tapi perbaikan spontan
telah dilaporkan pada lebih sepertiga kasus. Wanita dengan kultur positif
G.vaginalis tidak perlu diterapi secara rutin, kecuali mereka menderita BV
simtomatis. Semua wanita dengan BV simtomatis memerlukan pengobatan,
termasuk wanita hamil. Tujuan pengobatan BV pada wanita yang tidak hamil
untuk menghilangkan tanda dan gejala infeksi vagina, dan mengurangi resiko
terjadi komplikasi infeksi. Pengobatan BV pada wanita hamil adalah untuk
menghilangkan tanda dan gejala infeksi vagina, menurunkan resiko komplikasi
infeksi yang menyertai BV selama kehamilan, dan menurunkan faktor resiko
lainnya.
Peranan laki-laki (pasangan seksual) pada BV tidak jelas. G.vaginalis
ditemukan dalam uretra 80-90% pada laki-laki yang melakukan kontak dengan
wanita BV. Percobaan terapi dapat diberikn pada BV yang berulang, tetapi laki-
laki seharusnya tidak diterapi secara rutin. Gardner pertama kali menganjurkan
pemakaian krim triple sulfa untuk pengobatan vaginitis Haemophilus vaginalis
pada tahun 1955. Tetapi efektivitasnya rendah sehingga kurang layak untuk
pengobatan BV. Lebih dari 15 tahun beberapa studi tentang pengobatan BV
menyimpulkan bahwa hanya antimikroba yang mempunyai spektrum luas
melawan bakteri anaerob yang efektif untuk pengobatan BV (Murtiastutik, 2008).
a. Terapi Sistemik
i. Metronidazol
Selain untuk pengobatan BV, obat ini juga efektif untuk pengobatan
Trikomoniasis. Metronidazol diberikan 2-3 x 400-500 mg selama 7 hari. Beberapa
studi mengatakan bahwa 10-15% wanita yang berhasil diterapi dengan
metronidazol setelah 1 bulan kemudian kambuh lagi. Beberapa penulis
berpendapat pemberian metronidazol 2 gram dosis tunggal sama efektifnya
dengan pemberian metronidazol 3 x 500mg per hari selama 7 hari, tetapi sebagian
penulis mengatakan lebih efektif cara pemberian selama 7 hari dengan
mempertimbangkan rekurensinya. Pada wanita hamil diberikan 200-250mg, 3x
sehari selama 7 hari.
Efek samping obat ini meliputi mual, rasa logam pada lidah, sakit kepala,
dan keluhan gastrointestinal. Konsumsi alkohol seharusnya dihindari selama
pengobatan dan 48 jam setelah terapi karena akan mengurangi absorpsi obat
(Murtiastutik, 2008).
ii. Klindamisin
Kindamisisn 300mg, 2x sehari selama 7 hari sama efektifnya dengan
metronidazol untuk pengobatan BV dengan angka kesembuhan 94%. Aman
diberikan pada wanita hamil. Sejumlah kecil klindamisin dapat menembus air
susu ibu (ASI), oleh karena itu, untuk wanita menyusui sebaiknya digunakan
pengobatan intravagina (Murtiastutik, 2008).
iii. Augmentin
Augmentin (500 mg amoksilin dan 125 asam klavunat ) 3x sehari selama 7
hari. Obat ini cukup efektif sebagai cadangan terapi untuk wanita hamil dan
pasien dengan intoleransi terhadap metronidazol (Murtiastutik, 2008).
selama 5 hari. Doksisiklin 100 mg, 2x sehari selama 7 hari. Eritromisisn 500 mg,
4x sehari selama 7 hari. Cefaleksin 500 mg, 4x selama 7 hari (Murtiastutik, 2008).
b. Terapi Sistemik
1. Metronidazol gel intravagina (0,75%) 5 gram, 1x sehari selama 5 hari.
2. Klindamisisn krim (2%) 5 gram, 1x sehari selama 7 hari.
3. Tetrasiklin intravagina 100 mg, 1x sehari. Sangat efektif mengobati
BV, tetapi menginduksi kandidiasis vagina dan lesi ulseratif vagina.
4. Triple sulfonamid krim atau tablet (Sulfacetamid 2,86%,
Sulfabenzamide 3,7% dan Sulfathiazole 3,42%) 1 tablet atau 1
aplikator penuh krim ke dalam vagina 2x sehari selama 10 hari. Tetapi
akhir-akhir ini dilaporkan angka penyembuhan hanya 15-45%
(Murtiastutik, 2008).
2.1.8 Prognosis
Prognosis BV baik, dilaporkan perbaikan spontan pada lebih sepertiga kasus.
Dengan pengobatan metronidazol dan klindamisin memberi angka kesembuhan
yang tinggi (84%) (Adam, 2004).
2.1.9 Komplikasi
Angka kejadian BV tinggi dengan wanita dengan penyakit radang
panggul. Meskipun belum ada penelitian menunjukkan bahwa pengobatan BV
mengurangi resiko penyakit radang panggul di kemudian hari. Komplikasi BV
yang lainnya adalah seperti berikut:
1. BV disertai endometritis dan penyakit radang panggul setelah
terminasi kehamilan
2. BV selama kehamilan disertai dengan komplikasi kehamilan termasuk
kelahiran prematur, ketuban pecah dini dan endometritis post-partum.
3. BV disertai peningkatan resiko infeksi traktus urinarius.
2.1.10 Pencegahan
Tindakan yang bisa dilakukan untuk pencegahan terjadinya BV misalnya:
1. Menghindari penggunaan vaginal douching maupun produk higiene wanita
lain, misalnya disinfektan pemberi vagina, pengencang dan pengering vagina.
2. Membersih bagian luar vagina cukup dengan air sabun.
3. Menggunakan kondom selama hubungan seksual
4. Membersihkan dengan benar alat kontrasepsi setelah pemakaian (seperti
diafragma, cervical caps dan spermicide).
Tenaga kesehatan juga sebaiknya memberi pengertian terhadap beberapa
hal sederhana yang berperan pada pencegahan infeksi endogen saluran genital.
Pada wanita hamil dengan riwayat kehamilan pernah mengalami aborsi
spontan atau kelahiran prematur perlu dilakukan skrining BV (juga trikomoniasis)