PENGETAHUAN LINGKUNGAN
Di susun Oleh :
Kelompok 2
Biologi C
1.3 Tujuan
Adapun tujuan tujuan dari makalah ini ialah untuk mengetahui Upaya
konservasi global dan konservasi Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
1992 Konferensi ttg Lingkungan Hidup dan Deklarasi Rio & Agenda 21,
Pembangunan / KTT Bumi (Earth Summit) Konvensi Perubahan Iklim,
Konvensi Keaneka-ragaman
Hayati, Prinsip-2
Pengelolaan Hutan Berkelanjutan,
Pembentukan Komisi
Pemb. Berkelanjutan
(UNCSD)
2002 KTT Bumi ttg Pembangunan Berkelanjutan Deklarasi Politik & Rencana
(World Summit on Sustainable Implementasi, yg mengakui
Development / Earth Summit + 10) keterkaitan Pemb. Berkelanjutan dgn
kemiskinan
& masalah-2 pembangunan
lain melalui MDGs.
2. Kerjasama Internasional
Partisipasi nasional dalam perjanjian bilateral atau internasional yang
berkaitan dengan kawasan dilindungi dalam proses yang sah. Perjanjian atau
persetujuan internasional di mana suatu negara ikut mengambil bagian, mungkin
mengharuskan negara tersebut menyusun kembali dan mengimplementasikan
peraturan peraturan di negaranya mengenai kawasan dilindungi.
Lingkup dan fokus perjanjian internasional dapat bermacam-macam.
Beberapa sifatnya universal tanpa batas geografi (CITES). Ini terbuka
untuk diterima oleh semua bangsa. Konvensi lain lingkupnya mungkin regional
atau terbatas dalam beberapa hal, sehingga hanya beberapa negara yang
memenuhi kualifikasinya. Sebagai tambahan, fokus bidang substansi dapat
bervariasi. Beberapa konvensi berfokus kawasan dilindungi, sedangkan
lainnya memusatkan perhatian pada spesies yang dilindungi.
Pengelola taman harus mengenal perjanjian yang relevan, yang
mengikat negaranya. Implementasi di dalam negeri dari perjanjian ini mungkin
memaksa adanya pembatasan dalam pengelolaan kawasan dilindungi atau
spesies yang ada di dalamnya, atau kemungkinan lain menyerahkan
sepenuhnya kepada negara yang bersangkutan untuk melakukan tindakan yang
sangat membantu untuk menarik sumberdaya kerangan, teknik dan hukum bagi
kawasan tersebut.
Kepatuhan pada perjanjian internasional menunjukkan suatu dasar
dukungan hukum dan moral bagi pengelola, karena:
a) Kewajiban memasuki suatu perjanjian internasional menjadi kewajiban
hukum yang serius, yang dapat mendasari implementasi perundang-undangan
nasional yang memadai. Ini mungkin penting terutama bagi negara serikat
tertentu di mana hal seperti margasatwa dan pelestarian berada di bawah
hukum tiap-tiap negara bagian atau propinsi. Dalam kasus semacam ini,
kesimpulan dari perjanjian internasional dapat secara otomatis memberikan
wewenang kepada otoritas pemerintah pusat bagi penerapannya, yang
mengakibatkan terjadinya koordinasi menyeluruh dari tindakan pelestarian
b) Suatu perjanjian menetapkan kewajiban yang sama bagi semua
anggotanya. Sebab itu propinsi akan lebih siap menerima pembatasan dan
pengeluaran tertentu apabila mereka tahu bahwa propinsi lain menerima hal
yang sama
c) Kawasan dilindungi yang dimasukkan ke dalam suatu jaringan internasional
diwajibkan untuk melestarikan habitat spesies migran atau sumberdaya
alam bersama lainnya. Ini jelas merupakan dimensi internasional
d) Perjanjian dapat menghasilkan kerjasama internasional yang lebih baik
melalui perbaikan sistem informasi yang saling menguntungkan dengan cara
terbaik untuk mencapai tujuan bersama.
a. Konvensi Global Kawasan yang Dilindungi
Konvensi mengenai Perlindungan dari Budaya Dunia dan Warisan Alam
Konvensi ini disetujui pada tahun 1972 oleh Konverensi Umum Unesvo,
dan diberlakukan pada tahun 1975. Tujuan Konvensi ini adalah untuk
menjamin dukungan masyarakat internasional bagi situs warisan dunia (alamiah
atau buatan manusia), yang diakui sebagai yang dititipkan pada suatu bangsa
untuk kemanusiaan. Situs alam atau budaya yang diidentifikasi oleh negara dan
dicatat dalam Daftar Warisan Dunia melalui keputusan yang dibuat suatu
komite, mendapat perlindungan khusus dengan kemungkinan mendapatkan
bantuan keuangan dan teknik melalui Dana Warisan Dunia. Negara yang situs
budaya atau alamnya tercantum dalam Daftar Warisan Dunia harus
melaksanakan tindakan khusus bagi pelestariannya. Kewajiban yang ada dalam
konvensi juga mencakup pembayaran iuran wajib sejumlah satu persen dari
iuran tahunan kepada Unesco. Sekretariat Konvensi disediakan oleh Unesco.
Nasihat teknis mengenai situs alam diberikan oleh IUCN, dan nasehat teknis
untuk situs budaya diberikan oleh Dewan Internasional untuk Monumen dan
Situs (ICOMOS). Negara anggota dari Unesco dapat menjadi peserta dengan
menyerahkan instrumen pengesahan atau penerimaan, sedang negara-negara
lainnya dengan menyerahkan suatu instrumen tambahan, kepada Unesco.
Konvensi Perdagangan Internasional Spesies Flora dan Fauna Terancam
(CITES)
Konvensi ini disepakati pada tahun 1973 oleh suatu konverensi diplomatik
yang diselenggarakan di Washington D.C., Amerika Serikat. Konvensi ini
diberlakukan tahun 1975 dan sekarang telah mempunyai pengikut sejumlah 90
negara. Tujuan konvensi ini adalah menetapkan pengawasan di seluruh dunia
terhadap perdagangan margasatwa terancam dan produk margasatwa, mengingat
kenyataan behwa eksploitasi komersial yang tidak terbatas adalah salah satu dari
ancaman utama terhadap kelangsungan hidup spesies. Lebih dari 2.000 spesies
satwa dan tumbuhan liar terdaftar dalam tiga Lampiran dari Konvensi ini.
Masing-masing peserta Konvensi telah menetapkan otorita pengelola nasional
dan otorita ilmiah yang bertugas mengatur sistem lisensi, bekerjasama langsung
dengan rekan imbangan di luar negeri. CITES menyediakan bagi negara- negara
informasi mutakhir, dan suatu jaringan komunikasi langsung yang
menghubungkan badan-badan nasional penegak hukum. Bantuan teknis
disediakan untuk latihan personil, dan identifikasi bantuan dan materi lain
tersedia untuk memudahkan implementasi Konvensi.
Konvensi mengenai Pelestarian Spesies Satwa Liar Migran
Konvensi ini disetujui tahun 1979 pada konverensi diplomatik yang
diselenggarakan di Bonn, Republik Federal Jerman. Konvensi berlaku tahun
1983 dan pada tahun 1985 terdapat 19 peserta. Tujuan Konvensi ini adalah
memberikan meanisme kerangka kerja untuk kerjasama internasional bagi
pelestarian dan pengelolaan spesies migran, serta untuk mengidentifikasi spesies
migran yang terancam yang memerlukan tindakan pelestarian di tingkat
nasional. Konvensi ini membantu melancarkan bantuan keuangan, teknik dan
latihan untuk mendukung upaya pelestarian yang dilakukan oleh negara
berkembang, dan mendesak organisasi internasional dan nasionalnya agar
memberi prioritas dalam program bentuan mereka bagi pengelolaan dan
pelestarian spesies migran dan habitatnya di negara berkembang, agar
memungkinkan negara tersebut mengimplementasikan Konvensi.
Konvensi mengenai Lahan Basah untuk Kepentingan Internasional, terutama
sebagai Habitat Unggas Air (RAMSAR)
7. BirdLife International
m. Tunas Hijau kids & young people do actions for a better earth
Surabaya
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan diatas maka dapat disimpulkan upaya
strategi konservasi Global yaitu melakukan kerjasama regional, dan kerjasama
internasional. Strategi Konservasi Sedunia (World Conservation Strategy), yaitu
memelihara proses ekologi yang esensial dan sistem pendukung kehidupan,
mempertahankan keanekaan genetis menjamin peman-faatan jenis (spesies) dan
ekosistem secara berkelanjutan. Upaya strategi konservasi Indonesia yaitu
melakukan perlindungan, pengawetan, dan pelestariaan pemanfaatan. Sehingga
telah disusun program-program yaitu program konservasi di dalam kawasan,
program konservasi di luar kawasan, pengembangan taman nasional, program
hutan lindung, program pengembangan wisata alam, program pembinaan cinta
alam, program monitoring dampak lingkungan, program pembinaan dan
pengembangan unsur penunjang.
3.2 Saran
Makalah ini dibuat agar para pembaca dapat mengetahui upaya dalam
mengatasi permasalahan konservasi. Dalam pembuatan makalah ini penulis
memiliki banyak kekurangan sehingga menjadi suatu ketidak sempurnaan
Makalah ini. Untuk itu untuk penulis mengharapkan saran dan kritikan yang
membangun guna untuk lebih baiknya Makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Mardiastuti, Ani. 2008. Arahan Strategis Konservasi Spesies Nasional 2008-2018.
Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan Dan Konservasi Alam
Departemen Kehutanan RI: Jica.