Anda di halaman 1dari 22

BAB 2.

TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian
Diare dapat diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal atau bentuk
tinja yang encer dengan frekuensi yang lebih banyak dari biasanya. Pada penyakit
diare juga terdapat ketentuan minimal terkait jumlah feses yang dikeluarkan.
Menurut Mansjoer, Arif., et all (1999), diare merupakan buang air besar (defekasi)
dengan jumlah tinja yang lebih banyak dari biasanya ( 100-200 ml/jam tinja),
dengan tinja berbentuk cairan atau setengah cair (setengah padat), dapat pula
disertai frekuensi defekasi yang meningkat.
Diare ini juga disebut dengan gastroenteritis yang merupakan inflamasi pada
daerah lambung dan intestinal yang disebabkan oleh bakteri yang bermacam-
macam, virus dan parasit yang patogen (Whaley dan Wangs, 1995). Seseorang
dikatakan mengalami diare jika karakteristik dan frekuensinya, menurut Haroen
N, S. Suratmaja dan P.O Asdil (1998), konsistensi defekasi encer yang lebih dari 3
kali sehari dengan atau tanpa darah atau lendir dalam tinja. Sedangkan menurut
C.L Betz & L.A Sowden (1996) diare merupakan suatu keadaan terjadinya
inflamasi mukosa lambung atau usus dan menurut Suradi dan Rita (2001), diare
diartikan sebagai suatu keadaan dimana terjadinya kehilangan cairan dan elektrolit
secara berlebihan yang terjadi karena frekuensi buang air besar satu kali atau lebih
dengan bentuk encer atau cair.

2.2 Epidemiologi
Menurut Departemen Kesehatan RI (2003), insidensi diare di Indonesia pada
tahun 2000 adalah 301 per 1000 penduduk untuk semua golongan umur dan 1,5
episode setiap tahunnya untuk golongan umur balita. Cause Specific Death Rate
(CSDR) diare golongan umur balita adalah sekitar 4 per 1000 balita. Kejadian
diare pada anak laki-laki hampir sama dengan anak perempuan. Penyakit ini
5

ditularkan secara fecal-oral melalui makanan dan minuman yang tercemar. Di


negara yang sedang berkembang, insiden yang tinggi dari penyakit diare
merupakan kombinasi dari sumber air yang tercemar, kekurangan protein dan
kalori yang menyebabkan turunnya daya tahan tubuh (Suharyono, 2003).
Kejadian diare di negara berkembang antara 3,5-7 episode setiap anak pertahun
dalam dua tahun pertama dan 2-5 episode pertahun dalam 5 tahun pertama
kehidupan. Departemen kesehatan RI dalam surveinya tahun 2000 mendapatkan
angka kesakitan diare sebesar 301/1000 penduduk, berarti meningkat dibanding
survei tahun 1996 sebesar 280/1000 penduduk, diare masih merupakan penyebab
kematian utama bayi dan balita.
Beberapa perilaku dapat menyebabkan penyebaran kuman enteric dan
meningkatkan resiko terjadinya diare. Perilaku tersebut antara lain tidak memberi
ASI secara penuuh 4-6 bulan pada pertama kehidupan. Pada bayi yang tidak
diberi ASI resiko untuk menderita diare lebih besar dari pada bayi yang diberi ASI
penuh, dan kemungkinan menderita dehidrasi berat lebih besar. Menggunakan
botol susu, penggunaan botol ini memudahkan pencemaran oleh kuman karena
botol susah dibersihkan.

2.3 Etiologi
Penyebab diare ditinjau dari patofisiologinya yaitu:
1. Diare sekresi (virus/kuman, hiperperistaltik usus halus, defisiensi
imun/SigA).
2. Diare osmotik (malabsorpsi makanan, kurang energi protein, bayi berat
badan lahir rendah)
Penyebab diare ditinjau dari jenis diare yang diderita yaitu:
1. Diare akut
a. Rotavirus merupakan penyebab diare nonbakteri (gastroenteritis) yang
paling sering
b. Bakteri penyebab diare akut antara lain organisme Eschericia coli dan
Salmonella serta Shigella. Diare akibat toksin Clostridium difficile
dapat diberikan terapi antibiotik.
6

c. Penyebab lain diare akut adalah infeksi lain (misal infeksi traktus
urinarius dan pernapasan atas), pemberian makan yang berlebihan,
antibiotik, toksin yang teringesti, irritable bowel syndrome,
enterokolitis, dan intoleransi terhadap laktosa.
2. Diare kronis biasanya dikaitkan dengan satu atau lebih penyebab berikut
ini:
a. Sindrom malabsorpsi
b. Defek anatomis
c. Reaksi alergik
d. Intoleransi laktosa
e. Respons inflamasi
f. Imunodefisiensi
g. Gangguan motilitas
h. Gangguan endokrin
i. Parasit
j. Diare nonspesifik kronis
3. Faktor predisposisi diare antara lain usia yang masih kecil, malnutrisi,
penyakit kronis, penggunaan antibiotik, air yang terkontaminasi, sabitasi
atau higiene buruk, pengolahan dan penyimpanan makanan yang tidak
tepat.
Penyebab diare dapat dibagi dalam beberapa faktor yaitu:
a. Faktor infeksi
Infeksi internal adalah infeksi saluran pencernaan makanan yang
merupakan penyebab utama diare meliputi :
1. Infeksi Bakteri: vibrio E.coli Salmonella, Shigella, Campyio bacter,
Aeromonas
2. Infeksi virus: Enteriviru ( virus echo, coxsacle, poliomyelitis ),
Adenovirus, Astrovirus, dll
3. Infeksi parasit: Cacing (ascaris, trichuris, oxyguris) Protozoa (entamoeba
histoticia, trimonas hominis), Jamur (candida albacus)
Infeksi parental adalah infeksi diluar alat pencernaan makanan seperti
otitis media akut (OMA), bronco pneumonia, dan sebagainya.
b. Faktor Malabsorbsi
1. Malabsorbsi karbohidrat
2. Malabsorbsi Lema
c. Faktor Makanan dan Minuman
7

Makanan dan minuman yang tidak bersih, basi, beracun dan alergi
terhadap makanan.
d. Faktor enzim

Ada enzim yang mempengaruhi terjadinya diare yaitu enzim laktosa.


Enzim laktosa tersebut biasanya terdapat pada produk susu yang diproduksi
oleh pabrik yang awalnya dari air susu hewan. Dalam susu sapi terdapat 50
mg laktosa perliter. Sebagian ahli juga berpendapat bahwa laktosa juga
berguna dalam mematangkan susunan saraf pusat (otak) bayi, karena ia
dibutuhkan dalam pembentukan sarung serabut saraf. Dalam kandungan susu
sebetulnya laktosa sangat dibutuhkan dalam tubuh bayi atau anak, sehingga
biasanya keluarga penderita dianjurkan untuk sementara tidak mengkonsumsi
susu formula yang dikonsumsi.

e. Faktor lainnya.
Menggunakan air yang tercemar. Air mungkin sudah tercemar dari
sumbernya atau pada saat disimpan dirumah. Pencemaran dirumah dapat
terjadi kalau tempat penyimpanan tidak tertutup atau apabila tangan yang
tercemar menyentuh air pada saat mengambil air dari tempat penyimpanan.
Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar dan sesudah membuang tinja
anak atau sebulum makan. Tidak membuang tinja (termasuk tinja bayi )
dengan benar. Banyak orang sering beranggapan bahwa tinja bayi tidaklah
berbahaya, padahal sesungguhnya mengundang virus atau bakteri dalam
jumlah besar. Selain itu tinja binatang juga dapat menyebabkan infeksi pada
manusia.
2.4 Tanda dan Gejala
Manifestasi klinis berdasarkan tingkat keparahan diare yaitu:
1. Diare ringan dengan karakteristik sedikit pengeluaran feses yang encer
tanpa gejala lain.
2. Diare sedang dengan karakterisitk pengeluaran feses cair atau encer
beberapa kali, peningkatan suhu tubuh, muntah dan iritabilitas
8

(kemungkinan), tidak ada tanda-tanda dehidrasi (biasanya), dan kehilangan


berat badan atau kegagalan menambah berat badan.
3. Diare berat dengan karakteristik pengeluaran feses yang banyak, gejala
dehidrasi sedang sampai berat, terlihat lemah, menangis lemah, iritabilitas,
gerakan yang tak bertujuan, respons yang tidak sesuai, dan kemungkinan
letargi, sangat lemah, atau terlihat koma.
4. Gejala-gejala terkait dapat meliputi demam, mual, muntah, dan batuk.

2.5 Patofisiologi
Patofisiologi berdasarkan penyebabnya yaitu:
1. Enterotoksin bakteri menginvasi dan menghancurkan sel-sel epitel usus,
menstimulasi sekresi cairan dan elektrolit dari sel kripta mukosa.
2. Penghancuran sel-sel mukosa vili oleh virus menyebabkan penurunan
kapasitas untuk absorpsi cairan dan elektrolit karena area permukaan usus
yang lebih kecil.
3. Patofisiologi diare kronis bergantung pada penyebab utamanya.

Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare ialah:

1. Gangguan osmotik

Adanya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan
tekanan osmotik dalam lumen usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air
dan elektroloit ke dalam lumen usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan
merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.

2. Gangguan sekresi
9

Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan


terjadi peningkatan sekresi, air dan elektrolit ke dalam lumen usus dan
selanjutnya timbul diare kerena peningkatan isi lumen usus.

3. Gangguan motilitas usus

Hiperperistaltik akan menyebabkan berkurangnya kesempatan usus untuk


menyerap makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus
menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan, sehingga juga dapat
menyebabkan diare.

Diare kronik dapat dikategorikan secara patofisiologi sebagai diare inflamasi,


diare osmotik (malabsorpsi), diare sekretori, gangguan motilitas usus dan diare
faktisius.
1. Diare inflamatorik
Umumnya ditandai oleh gejala panas, nyeri tekan abdomen, adanya darah
atau leukosit di dalam tinja dan lesi inflamtorik yang terlihat pada hasil
biopsi mukosa intestinal.
2. Diare osmotik
Terjadi jika larutan yang ditelan tidak diserap seluruhnya dalam usus halus
sehingga timbul kekuatan osmotik yang akan menarik cairan ke dalam
lumen intestinal. Peningkatan volume cairan di dalam lumen usus melebihi
kemampuan kolon untuk penyerapan kembali. Larutan yang tidak terserap
dapat berupa nutrien atau obat yang mengalami maldigesti atau
malabsorpsi. Gejala klinis biasanya dikenal karena malabsorpsi lemak atau
karbohidrat. Gambaran klinisnya yaitu perbaikan keadaan diare setelah
pasien berpuasa; tinja yang banyak, berlemak, dan berbau busuk,
penurunan berat badan; defisiensi nutrien; kesenjangan osmotik pada air
feses.
3. Diare sekretorik
Ditandai oleh volume feses yang besar akibat transportasi cairan dan
elektrolit yang abnormal tetapi tidak selalu berhubungan dengan konsumsi
makanan. Karena itu, diare biasanya tetap terjadi sekalipun pasien
berpuasa. Istilah diare cair sering digunakan sebagai sinonim untuk diare
10

sekretorik. Gambaran klinisnya yaitu diare yang encer dan tetap terjadi
setelah pasien berpuasa; dehidrasi; efek sistemik lain oleh hormon; dan
tidak adanya jarak osmotik pada air feses.
4. Perubahan motilitas usus
Diare dapat dihubungkan dengan gangguan yang menyerang motilitas
usus. Yang paling sering adalah Irritate Bowel Syndrome, di mana diare
tipikal berubah dengan konstipasi dan mungkin disertai dengan nyeri
abdomen, lewatnya mukus dan rasa evakuasi tidak lengkap. Gambaran
klinisnya diare yang silih berganti dengan konstipasi, gejala neurologis;
kelainan yang mengenai kandung kemih.
5. Diare faktisius
Diare semu mengalami induksi sendiri oleh pasien dan dapat diakibatkan
oleh infeksi usus, tambahan air atau urin pada feses, atau pengobatan
sendiri dengan laksatif. Biasanya perempuan, diarenya encer dengan
hipokalemia, lemah, dan edema.

2.6 Komplikasi dan Prognosis

2.6.1 Komplikasi

Sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak,


dapat terjadi berbagai macam komplikasi, seperti:

a.Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik dan


hipertonik)

b.Renjatan hipovolemik

c.Hipokalemia

d.Hipoglikemia

e.Intoleransi laktosa sekunder


11

f. Kejang, terutama pada dehidrasi hipertonik

g.Malnutrisi energi protein

2.6.2 Prognosis
Banyak kemungkinan yang akan terjadi jika anak mengalami diare.
Oleh karenanya penanganan harus dilakukan secara cepat dan tepat terutama
penangan pada pasien yang mengalami dehidrasi berat. Jika anak mengalami
dehidrasi berat dapat mengakibatkan rejatan atau syok hipovolemik. Adanya
penggantian cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung, dan terapi
antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare infeksius hasilnya sangat
baik dengan morbiditas dan mortalitas yang minimal. Seperti kebanyakan
penyakit, morbiditas dan mortalitas ditujukkan pada anak.

2.7 Pengobatan
2.7.1 Diare Akut
Semua anak dengan diare, harus diperiksa apakah menderita dehidrasi
dan klasifikasikan status dehidrasi sebagai dehidrasi berat, dehidrasi ringan
atau sedang atau tanpa dehidrasi dan beri pengobatan yang sesuai.
12

a. Diare dengan dehidrasi berat


Anak yang menderita dehidrasi berat memerlukan rehidrasi intravena
secara cepat dengan pengawasan yang ketat dan dilanjutkan dengan
rehidrasi oral segera setelah anak membaik. Pada daerah yang sedang
mengalami KLB kolera, berikan pengobatan antibiotik yang efektif
terhadap kolera. Tata laksana anak dengan dehidrasi berat yaitu:
13
14

Rencana Terapi Penanganan Dehidrasi Berat dengan Cepat


Sumber: WHO (2005)
15

Curigai kolera pada anak umur di atas 2 tahun yang menderita diare
cair akut dan menunjukkan tanda dehidrasi berat, jika kolera berjangkit
di daerah tempat tinggal anak. Nilai dan tangani dehidrasi seperti
penanganan diare akut lainnya. Beri pengobatan antibiotik oral yang
sensitif untuk strain Vibrio cholerae, di daerah tersebut. Pilihan lainnya
adalah: tetrasiklin, doksisiklin, kotrimoksazol, eritromisin dan
kloramfenikol. Berikan zinc segera setelah anak tidak muntah lagi.

Gambar Tanda Dehidrasi Berat


Sumber: WHO (2005)
Selanjutnya, pemantauan. Nilai kembali anak setiap 15 30 menit
hingga denyut nadi radial anak teraba. Jika hidrasi tidak mengalami
perbaikan, beri tetesan infus lebih cepat. Selanjutnya, nilai kembali
anak dengan memeriksa turgor, tingkat kesadaran dan kemampuan anak
untuk minum, sedikitnya setiap jam, untuk memastikan bahwa telah
terjadi perbaikan hidrasi. Mata yang cekung akan membaik lebih lambat
dibanding tanda-tanda lainnya dan tidak begitu bermanfaat dalam
pemantauan.
Jika tanda dehidrasi masih ada, ulangi pemberian cairan intravena
seperti yang telah diuraikan sebelumnya. Dehidrasi berat yang menetap
(persisten) setelah pemberian rehidrasi intravena jarang terjadi; hal ini
biasanya terjadi hanya bila anak terus menerus BAB cair selama
dilakukan rehidrasi.
16

Jika kondisi anak membaik walaupun masih menunjukkan tanda


dehidrasi ringan, hentikan infus dan berikan cairan oralit selama 3-4
jam. Jika anak bisa menyusu dengan baik, semangati ibu untuk lebih
sering memberikan ASI pada anaknya.
Jika tidak terdapat tanda dehidrasi, anjurkan ibu untuk menyusui
anaknya lebih sering. Lakukan observasi pada anak setidaknya 6 jam
sebelum pulang dari rumah sakit, untuk memastikan bahwa ibu dapat
meneruskan penanganan hidrasi anak dengan member larutan oralit.
Semua anak harus mulai minum larutan oralit (sekitar
5ml/kgBB/jam). ketika anak bisa minum tanpa kesulitan (biasanya
dalam waktu 34 jam untuk bayi, atau 12 jam pada anak yang lebih
besar). Hal ini memberikan basa dan kalium, yang mungkin tidak cukup
disediakan melalui cairan infus. Ketika dehidrasi berat berhasil diatasi,
beri tablet zinc.
b. Diare dengan Dehidrasi Sedang atau Ringan
Pada umumnya, anak-anak dengan dehidrasi sedang/ringan harus
diberi larutan oralit, dalam waktu 3 jam pertama di klinik saat anak
berada dalam pemantauan dan ibunya diajari cara menyiapkan dan
memberi larutan oralit. Diagnosis: jika anak memiliki dua atau lebih
tanda berikut, anak menderita dehidrasi ringan/sedang yaitu:
a. Gelisah/rewel
b. Haus dan minum dengan lahap
c. Mata cekung
d. Cubitan kulit perut kembalinya lambat
Perhatian: Jika anak hanya menderita salah satu dari tanda di atas
dan salah satu tanda dehidrasi berat (misalnya: gelisah/rewel dan malas
minum), berarti anak menderita dehidrasi sedang/ringan.
Tatalaksananya yaitu:
a. Pada 3 jam pertama, beri anak larutan oralit dengan perkiraan jumlah
sesuai dengan berat badan anak (atau umur anak jika berat badan
anak tidak diketahui), seperti yang ditunjukkan dalam bagan 15
17

berikut ini. Namun demikian, jika anak ingin minum lebih banyak,
beri minum lebih banyak.
b. Tunjukkan pada ibu cara memberi larutan oralit pada anak, satu
sendok teh setiap 1 2 menit jika anak berumur di bawah 2 tahun;
dan pada anak yang lebih besar, berikan minuman oralit lebih sering
dengan menggunakan cangkir.
c. Lakukan pemeriksaan rutin jika timbul masalah
1) Jika anak muntah, tunggu selama 10 menit; lalu beri larutan oralit
lebih lambat (misalnya 1 sendok setiap 2 3 menit)
2) Jika kelopak mata anak bengkak, hentikan pemberian oralit dan
beri minum air matang atau ASI.
d. Nasihati ibu untuk terus menyusui anak kapan pun anaknya mau.
e. Jika ibu tidak dapat tinggal di klinik hingga 3 jam, tunjukkan pada
ibu cara menyiapkan larutan oralit dan beri beberapa bungkus oralit
secukupnya kepada ibu agar bisa menyelesaikan rehidrasi di rumah
ditambah untuk rehidrasi dua hari berikutnya.
f. Nilai kembali anak setelah 3 jam untuk memeriksa tanda dehidrasi
yang terlihat sebelumnya
(Catatan: periksa kembali anak sebelum 3 jam bila anak tidak bisa
minum larutan oralit atau keadaannya terlihat memburuk.)
1. Jika tidak terjadi dehidrasi, ajari ibu mengenai empat aturan untuk
perawatan di rumah
(i) beri cairan tambahan.
(ii) beri tablet Zinc selama 10 hari
(iii) lanjutkan pemberian minum/makan
(iv) kunjungan ulang jika terdapat tanda berikut ini:
a) anak tidak bisa atau malas minum atau menyusu
b) kondisi anak memburuk
c) anak demam
d) terdapat darah dalam tinja anak
2. Jika anak masih mengalami dehidrasi sedang/ringan, ulangi
pengobatan untuk 3 jam berikutnya dengan larutan oralit, seperti di
atas dan mulai beri anak makanan, susu atau jus dan berikan ASI
sesering mungkin.
3. Jika timbul tanda dehidrasi berat
18

4. Meskipun belum terjadi dehidrasi berat tetapi bila anak sama sekali
tidak bisa minum oralit misalnya karena anak muntah profus, dapat
diberikan infus dengan cara: beri cairan intravena secepatnya.
Berikan 70 ml/kg BB cairan Ringer Laktat atau Ringer asetat (atau
jika tak tersedia, gunakan larutan NaCl) yang dibagi sebagai berikut :

Sumber: WHO (2005)


5. Periksa kembali anak setiap 1-2 jam.
6. Juga beri oralit (kira-kira 5 ml/kg/jam) segera setelah anak mau
minum.
7. Periksa kembali bayi sesudah 6 jam atau anak sesudah 3 jam.
Beritahu ibu berapa banyak tablet zinc yang diberikan kepada anak: Di
bawah umur 6 bulan: tablet (10 mg) per hari6 bulan ke atas: 1 tablet (20
mg) per hari. Melanjutkan pemberian makan yang bergizi merupakan
suatu elemen yang penting dalam tatalaksana diare.
a. ASI tetap diberikan
b. Meskipun nafsu makan anak belum membaik, pemberian makan tetap
diupayakan pada anak berumur 6 bulan atau lebih.
Jika anak biasanya tidak diberi ASI, lihat kemungkinan untuk relaktasi
(yaitu memulai lagi pemberian ASI setelah dihentikan) atau beri susu
formula yang biasa diberikan. Jika anak berumur 6 bulan atau lebih atau
sudah makan makanan padat, beri makanan yang disajikan secara segar
dan dimasak, ditumbuk atau digiling.

Berikut adalah makanan yang direkomendasikan:


1. Sereal atau makanan lain yang mengandung zat tepung dicampur
dengan kacang-kacangan, sayuran dan daging/ikan, jika mungkin,
dengan 1-2 sendok teh minyak sayur yang ditambahkan ke dalam setiap
sajian.
19

2. Makanan Pendamping ASI lokal yang direkomendasikan dalam


pedoman Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di daerah tersebut.
3. Sari buah segar seperti apel, jeruk manis dan pisang dapat diberikan
untuk penambahan kalium.
c. Bujuk anak untuk makan dengan memberikan makanan setidaknya 6 kali
sehari. Beri makanan yang sama setelah diare berhenti dan beri makanan
tambahan per harinya selama 2 minggu.

d. Diare Tanpa Dehidrasi


Anak yang menderita diare tetapi tidak mengalami dehidrasi harus
mendapatkan cairan tambahan di rumah guna mencegah terjadinya
dehidrasi. Anak harus terus mendapatkan diet yang sesuai dengan umur
mereka, termasuk meneruskan pemberian ASI.
20

Diagnosis Diare tanpa dehidrasi dibuat bila anak tidak mempunyai dua
atau lebih tanda berikut yang dicirikan sebagai dehidrasi ringan/sedang
atau berat.
1) Gelisah/ rewel
2) Letargis atau tidak sadar
3) Tidak bisa minum atau malas minum
4) Haus atau minum dengan lahap
5) Mata cekung
6) Cubitan kulit perut kembalinya lambat atau sangat lambat (Turgor
jelek)
Tatalaksananya yaitu:
1) Anak dirawat jalan.
2) Ajari ibu mengenai 4 aturan untuk perawatan di rumah:
a) beri cairan tambahan
b) beri tablet Zinc
c) lanjutkan pemberian makan
d) nasihati kapan harus kembali
3) Beri cairan tambahan, sebagai berikut:
a) Jika anak masih mendapat ASI, nasihati ibu untuk menyusui
anaknya lebih sering dan lebih lama pada setiap pemberian ASI.
Jika anak mendapat ASI eksklusif, beri larutan oralit atau air
matang sebagai tambahan ASI dengan menggunakan sendok.
Setelah diare berhenti, lanjutkan kembali ASI eksklusif kepada
anak, sesuai dengan umur anak.

b) Pada anak yang tidak mendapat ASI eksklusif, beri satu atau lebih
cairan di bawah ini:
1. larutan oralit
2. cairan rumah tangga (seperti sup, air tajin, dan kuah sayuran)
3. air matang
4. Untuk mencegah terjadinya dehidrasi, nasihati ibu untuk
memberi cairan tambahan sebanyak yang anak dapat minum:
5. untuk anak berumur < 2 tahun, beri + 50100 ml setiap kali
anak BAB
6. untuk anak berumur 2 tahun atau lebih, beri + 100200 ml
setiap kali anak BAB.
Ajari ibu untuk memberi minum anak sedikit demi sedikit
dengan menggunakan cangkir. Jika anak muntah, tunggu 10 menit
21

dan berikan kembali dengan lebih lambat. Ibu harus terus


memberi cairan tambahan sampai diare anak berhenti. Ajari ibu
untuk menyiapkan larutan oralit dan beri 6 bungkus oralit (200
ml) untuk dibawa pulang.
Beri tablet zinc
a. Ajari ibu berapa banyak zinc yang harus diberikan kepada
anaknya:
b. Di bawah umur 6 bulan : tablet (10 mg) per hari Umur 6
bulan ke atas : 1 tablet (20 mg) per hari Selama 10 hari
c. Ajari ibu cara memberi tablet zinc:
1. Pada bayi: larutkan tablet zinc pada sendok dengan sedikit
air matang, ASI perah atau larutan oralit.
2. Pada anak-anak yang lebih besar: tablet dapat dikunyah atau
dilarutkan Ingatkan ibu untuk memberi tablet zinc kepada
anaknya selama 10 hari penuh.
3. Lanjutkan pemberian makan
4. Nasihati ibu kapan harus kembali untuk kunjungan ulang

Nasihati ibu untuk membawa anaknya kembali jika anaknya


bertambah parah, atau tidak bisa minum atau menyusu, atau malas
minum, atau timbul demam, atau ada darah dalam tinja. Jika anak tidak
menunjukkan salah satu tanda ini namun tetap tidak menunjukkan
perbaikan, nasihati ibu untuk kunjungan ulang pada hari ke-5. Nasihati
juga bahwa pengobatan yang sama harus diberikan kepada anak di
waktu yang akan datang jika anak mengalami diare lagi.
22

2.7.2 Diare Persisten


Menurut WO (2009) diare persisten adalah diare akut dengan atau
tanpa disertai darah dan berlanjut sampai 14 hari atau lebih. Jika terdapat
dehidrasi sedang atau berat, diare persisten diklasifikasikan sebagai berat.
Jadi diare persisten adalah bagian dari diare kronik yang disebabkan oleh
berbagai penyebab. Panduan berikut ditujukan untuk anak dengan diare
persisten yang tidak menderita gizi buruk. Anak yang menderita gizi buruk
23

dengan diare persisten, memerlukan perawatan di rumah sakit dan


penanganan khusus Pada daerah yang mempunyai angka prevalensi HIV
tinggi, curigai anak menderita HIV jika terdapat tanda klinis lain atau faktor
risiko. Lakukan pemeriksaan mikroskopis tinja untuk melihat adanya
isospora.
a. Diare Persisten Berat
Diagnosis:
Bayi atau anak dengan diare yang berlangsung selama 14 hari,
dengan tanda dehidrasi, menderita diare persisten berat sehingga
memerlukan perawatan di rumah sakit.
Tatalaksana:
Nilai anak untuk tanda dehidrasi dan beri cairan sesuai Rencana Terapi
B atau C. Larutan oralit efektif bagi kebanyakan anak dengan diare
persisten. Namun demikian, pada sebagian kecil kasus, penyerapan
glukosa terganggu dan larutan oralit tidak efektif. Ketika diberi larutan
oralit, volume BAB meningkat dengan nyata, rasa haus meningkat, timbul
tanda dehidrasi atau dehidrasi memburuk dan tinja mengandung banyak
glukosa yang tidak dapat diserap. Anak ini memerlukan dehidrasi
intravena sampai larutan oralit bisa diberikan tanpa menyebabkan
memburuknya diare.
Pengobatan rutin diare persisten dengan antibiotik tidak efektif dan
tidak boleh diberikan. Walaupun demikian pada anak yang mempunyai
infeksi non intestinal atau intestinal membutuhkan antibiotik khusus.
Periksa setiap anak dengan diare persisten apakah menderita infeksi yang
tidak berhubungan dengan usus seperti pneumonia, sepsis, infeksi saluran
kencing, sariawan mulut dan otitis media. Jika ada, beri pengobatan yang
tepat.
a. Beri pengobatan sesuai hasil kultur tinja (jika bisa dilakukan).
b. Beri zat gizi mikro dan vitamin yang sesuai.
c. Obati diare persisten yang disertai darah dalam tinja dengan antibiotic
oral yang efektif untuk Shigella .
24

d. Berikan pengobatan untuk amubiasis (metronidazol oral: 50 mg/kg,


dibagi 3 dosis, selama 5 hari) hanya jika:
1) pemeriksaan mikroskopis dari tinja menunjukkan adanya trofozoit
Entamoeba histolytica dalam sel darah; ATAU
2) dua antibiotik yang berbeda, yang biasanya efektif untuk shigella,
sudah diberikan dan tidak tampak adanya perbaikan klinis.
e. Beri pengobatan untuk giardiasis (metronidazol: 50 mg/kg, dibagi 3
dosis, selama 5 hari) jika kista atau trofosoit Giardia lamblia terlihat di
tinja.
f. Beri metronidazol 30 mg/kg dibagi 3 dosis, bila ditemukan Clostridium
defisil (atau tergantung hasil kultur). Jika ditemukan Klebsiela spesies
atau Escherichia coli patogen, antibiotik disesuaikan dengan hasil
sensitivitas dari kultur.
Perhatian khusus tentang pemberian makan sangat penting diberikan
kepada semua anak dengan diare persisten. ASI harus terus diberikan
sesering mungkin selama anak mau.
Prinsip pengobatan diare adalah:
a. Rehidrasi, yaitu mengganti cairan yang hilang, dapat melalui mulut
(minum) maupun melalui infus (pada kasus dehidrasi berat).
b. Pemberian makanan yang adekuat dan jangan sampai memuasakan
anak. Pemberian makanan seperti yang diberikan sebelum sakit harus
dilanjutkan, termasuk pemberian ASI. Pada diare yang ringan tidak
diperlukan penggantian susu formula.

2.8 Pencegahan
Diare umumnya ditularkan melaui 4 F, yaitu Food, Feces, Fly dan Finger.
Oleh karena itu upaya pencegahan diare yang praktis adalah dengan memutus
rantai penularan tersebut. Beberapa upaya yang mudah diterapkan adalah:
1. Penyiapan makanan yang higienis
2. Penyediaan air minum yang bersih
3. Kebersihan perorangan
25

4. Cuci tangan sebelum makan


5. Pemberian ASI eksklusif
6. Buang air besar pada tempatnya (WC, toilet)
7. Tempat buang sampah yang memadai
8. Berantas lalat agar tidak menghinggapi makanan
9. Lingkungan hidup yang sehat
10. Teruskan pemberian Air Susu Ibu (ASI)
11. Perhatikan kebersihan dan gizi yang seimbang untuk pemberian makanan
pendamping ASI setelah bayi berusia 4 bulan.
12. Menjaga kebersihan dengan menjadikan kebiasaan mencuci tangan untuk
seluruh anggota keluarga. Cucilah tangan sebelum makan atau menyediakan
makanan untuk anak.
13. Ingat untuk menjaga kebersihan dari makanan atau minuman yang kita
makan. Juga kebersihan perabotan makan ataupun alat bermain si kecil.
14. Teruskan Pemberian Air Susu Ibu (ASI)
15. Perhatikan kebersihan dan gizi yang seimbang untuk pemberian makanan
pendamping ASI setelah bayi berusia 4 bulan.
16. Ingat untuk menjaga kebersihan dari makanan atau minuman yang kita
makan. Juga kebersihan perabotan makan ataupun alat bermain anak.

Anda mungkin juga menyukai