Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi
1. Post Partum
Post partum atau masa nifas (puerpurium) adalah masa
s e t e l a h placenta lahir dan berakhir ketika alat-alat organ reproduksi
kembali seperti keadaan sebelum hamil (Siti Saleha,2009).
Post Partum adalah masa 6 minggu sejak janin lahir sampai organ-
organ reproduksi kembali ke kondisi sebelum hamil ( Bobak, 2005).
Post Partum ( puerpurium) adalah masa yang dimulai
s e t e t e l a h partus selesai dan berakhir kira-kira setelah enam minggu,
tetapi seluruh organ genitalia baru pulih kembali seperti sebelum hamil
dalam waktu tiga bulan ( Winkjosastro,2006).
Post Partum (masa nifas) adalah masa enam minggu
s e j a k b a y i lahir sampai organ reproduksi kembali ke keadaan
normal sebelumhamil ( Doengoes,2001).
2. Sectio Caesaria
Sectio caesaria adalah pembedahan untuk mengeluarkan janin dengan
membuka dinding perut dan dinding uterus (Wiknjosastro, 2005).
Sectio Caesaria ialah tindakan untuk melahirkan janin dengan
berat badan diatas 500 gram melalui sayatan pada dinding uterus yang
utuh(Gulardi &Wiknjosastro, 2006).
Dengan demikian perawatan pada ibu nifas dengan post
operasi s e c t i o caesarea adalah perawatan pada
i b u p a d a m a s a s e t e l a h melahirkan janin dengan cara
insisi/pembedahan dengan membuka dinding perut dan
dinding rahim sampai organ-organ reproduksi ibu kembali pulih
yang berakhir kira-kira 6 minggu.

B. Klasifikasi Sectio Caesaria


Secara umum tindakan sectio caesarea dapat dibagi menjadi 2 (dua) jenis
yaitu:
1. Sectio Transperitonealis Profunda
Merupakan pembedahan yang paling banyak dilakukan dewasa ini dengan
insisi di segmen bawah uterus.

1
a. Keunggulan / kelebihan cara ini antara lain sebagai berikut
1) Perdarahan luka insisi tidak banyak
2) Penjahitan luka lebih mudah
3) Penutupan luka dengan reperitonial yang baik
4) Tumpang tindih dari peritonial Flap baik sekali untuk menahan
penyebaran isi uterus ke rongga peritonium.
5) Perut pada uterus umumnya kuat, sehingga bahaya ruptur uteri
tidak besar di kemudian hari.
b. Kelemahan / kerugian adalah sebagai berikut :
1) Luka dapat menyebar ke kiri, kanan dan bawah, yang dapat
menyebabkan putusnya arteri uterina.
2) Keluhan pada kandung kemih post operasi tinggi.
2. Sectio Korporal atau Klasik
Insisi di buat pada korpus uteri, pembedahan ini yang lebih mudah
dilakukan, hanya diselenggarakan apabila ada halangan untuk melakukan
sectio caesaria transperitonialis profunda misalnaya, melekat erat uterus
pada dinding perut karena sectio yang sudah atau insisi segmen bawah
uterus megandung bahaya perdarahan yang banyak.
a. Kelebihan
1) Mengeluarkan janin lebih cepat
2) Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik.
3) Sayatan bisa diperpanjang paroksimal atau distal.
b. Kekurangan
1) Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena tidak ada
reperitonealisasi yang baik.
2) Untuk persalinan berikutnya sering terjadi ruptur uteri spontan.
3) Sectio Caesarea Peritoneal
Dilakukan tanpa membuka peritonium parietalis, dengan demikian
tidak membuka kavum abdominal. Dulu dilakukan untuk
mengurangi bahaya infeksi, akan tetapi dengan kemajuan
pengobatan terhadap infeksi, pembedahan ini jarang di lakukan.

C. Etiologi
Manuaba (2002) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur uteri
iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari
janin adalah fetal distres dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa
faktor sectio caesarea diatas dapat diuraikan beberapa penyebab sectio
caesaria sebagai berikut :
1. CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )

2
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul
ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat
menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara alami. Tulang-tulang
panggul merupakan susunan beberapa tulang yang membentuk rongga
panggul yang merupakan jalan yang harus dilalui oleh janin ketika akan
lahir secara alami. Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau
panggul patologis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses
persalinan alami sehingga harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan
patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi asimetris
dan ukuran-ukuran bidang panggul menjadi abnormal.
2. PEB (Pre-Eklamsi Berat)
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung
disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah
perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab
kematian maternal dan perinatal paling penting dalam ilmu kebidanan.
Karena itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan
mengobati agar tidak berlanjut menjadi eklamsi.
3. KPD (Ketuban Pecah Dini)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda
persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar
ketuban pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan di
bawah 36 minggu.
4. Bayi Kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena
kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi
daripada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami
sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara
normal.
5. Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak
memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan
pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas.
6. Kelainan Letak Janin
a. Kelainan pada letak kepala
1) Letak kepala tengadah

3
Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan
dalam teraba UUB yang paling rendah. Etiologinya kelainan
panggul, kepala bentuknya bundar, anaknya kecil atau mati,
kerusakan dasar panggul.
2) Presentasi muka
Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang
terletak paling rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira
0,27-0,5 %.
3) Presentasi dahi
Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi
terendah dan tetap paling depan. Pada penempatan dagu, biasanya
dengan sendirinya akan berubah menjadi letak muka atau letak
belakang kepala.
b. Letak Sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak
memanjang dengan kepala difundus uteri dan bokong berada di bagian
bawah kavum uteri. Dikenal beberapa jenis letak sungsang, yakni
presentasi bokong, presentasi bokong kaki, sempurna, presentasi
bokong kaki tidak sempurna dan presentasi kaki (Saifuddin, 2002).

D. Patofisiologi
SC merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500 gr
dengan sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Indikasi dilakukan
tindakan ini yaitu distorsi kepala panggul, disfungsi uterus, distorsia jaringan
lunak, placenta previa dll, untuk ibu. Sedangkan untuk janin adalah gawat
janin. Janin besar dan letak lintang setelah dilakukan SC ibu akan mengalami
adaptasi post partum baik dari aspek kognitif berupa kurang pengetahuan.
Akibat kurang informasi dan dari aspek fisiologis yaitu produk oxsitosin yang
tidak adekuat akan mengakibatkan ASI yang keluar hanya sedikit, luka dari
insisi akan menjadi post de entris bagi kuman. Oleh karena itu perlu diberikan
antibiotik dan perawatan luka dengan prinsip steril. Nyeri adalah salah utama
karena insisi yang mengakibatkan gangguan rasa nyaman.
Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa bersifat
regional dan umum. Namun anestesi umum lebih banyak pengaruhnya

4
terhadap janin maupun ibu anestesi janin sehingga kadang-kadang bayi lahir
dalam keadaan upnoe yang tidak dapat diatasi dengan mudah. Akibatnya janin
bisa mati, sedangkan pengaruhnya anestesi bagi ibu sendiri yaitu terhadap
tonus uteri berupa atonia uteri sehingga darah banyak yang keluar. Untuk
pengaruh terhadap nafas yaitu jalan nafas yang tidak efektif akibat sekret yan
berlebihan karena kerja otot nafas silia yang menutup. Anestesi ini juga
mempengaruhi saluran pencernaan dengan menurunkan mobilitas usus.
Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan terjadi
proses penghancuran dengan bantuan peristaltik usus. Kemudian diserap
untuk metabolisme sehingga tubuh memperoleh energi. Akibat dari mortilitas
yang menurun maka peristaltik juga menurun. Makanan yang ada di lambung
akan menumpuk dan karena reflek untuk batuk juga menurun. Maka pasien
sangat beresiko terhadap aspirasi sehingga perlu dipasang pipa endotracheal.
Selain itu motilitas yang menurun juga berakibat pada perubahan pola
eliminasi yaitu konstipasi (Saifuddin, Mansjoer & Prawirohardjo, 2002).

5
6
E. Pathway SC

7
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Elektroensefalogram ( EEG )
Untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang.
2. Pemindaian CT
Untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
3. Magneti resonance imaging (MRI)
Menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapangan magnetik dan
gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah daerah otak
yang itdak jelas terliht bila menggunakan pemindaian CT.
4. Pemindaian positron emission tomography ( PET )
Untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu
menetapkan lokasi lesi, perubahan metabolik atau alirann darah dalam
otak.
5. Uji laboratorium
a. Fungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler
b. Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit
c. Panel elektrolit
d. Skrining toksik dari serum dan urin
e. AGD
f. Kadar kalsium darah
g. Kadar natrium darah
h. Kadar magnesium darah

G. Komplikasi
Yang sering terjadi pada ibu SC adalah :
1. Infeksi puerperial : kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa nifas
dibagi menjadi:
a. Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari
b. Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan
perut sedikit kembung
c. Berat, peritonealis, sepsis dan usus paralitik.
2. Perdarahan : perdarahan banyak bisa terjadi jika pada saat pembedahan
cabang-cabang arteri uterine ikut terbuka atau karena atonia uteri.
3. Komplikasi-komplikasi lainnya antara lain luka kandung kencing,
embolisme paru yang sangat jarang terjadi.
4. Kurang kuatnya parut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan
berikutnya bisa terjadi ruptur uteri.
Yang sering terjadi pada ibu bayi : Kematian perinatal

H. Penatalaksanaan
1. Perawatan awal

8
a. Letakan pasien dalam posisi pemulihan
b. Periksa kondisi pasien, cek tanda vital tiap 15 menit selama 1 jam
pertama, kemudian tiap 30 menit jam berikutnya. Periksa tingkat
kesadaran tiap 15 menit sampai sadar
c. Yakinkan jalan nafas bersih dan cukup ventilasi
d. Transfusi jika diperlukan
e. Jika tanda vital dan hematokrit turun walau diberikan transfusi, segera
kembalikan ke kamar bedah kemungkinan terjadi perdarahan pasca
bedah
2. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita
flatus lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral.
Pemberian minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan
pada 6 - 10 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.
3. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
a. Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
b. Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang
sedini mungkin setelah sadar
c. Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit
dan diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
d. Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah
duduk (semifowler)
e. Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan
belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan
sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke5 pasca operasi.
4. Fungsi gastrointestinal
a. Jika tindakan tidak berat beri pasien diit cair
b. Jika ada tanda infeksi , tunggu bising usus timbul
c. Jika pasien bisa flatus mulai berikan makanan padat
d. Pemberian infus diteruskan sampai pasien bisa minum dengan baik
5. Perawatan fungsi kandung kemih
a. Jika urin jernih, kateter dilepas 8 jam setelah pembedahan atau
sesudah semalam
b. Jika urin tidak jernih biarkan kateter terpasang sampai urin jernih
c. Jika terjadi perlukaan pada kandung kemih biarkan kateter terpasang
sampai minimum 7 hari atau urin jernih.
d. Jika sudah tidak memakai antibiotika berikan nirofurantoin 100 mg
per oral per hari sampai kateter dilepas

9
e. Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak
pada penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan
perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi
tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.
6. Pembalutan dan perawatan luka
a. Jika pada pembalut luka terjadi perdarahan atau keluar cairan tidak
terlalu banyak jangan mengganti pembalut
b. Jika pembalut agak kendor , jangan ganti pembalut, tapi beri plester
untuk mengencangkan
c. Ganti pembalut dengan cara steril
d. Luka harus dijaga agar tetap kering dan bersih
e. Jahitan fasia adalah utama dalam bedah abdomen, angkat jahitan kulit
dilakukan pada hari kelima pasca SC
7. Jika masih terdapat perdarahan
a. Lakukan masase uterus
b. Beri oksitosin 10 unit dalam 500 ml cairan I.V. (garam fisiologik atau
RL) 60 tetes/menit, ergometrin 0,2 mg I.M. dan prostaglandin
8. Jika terdapat tanda infeksi, berikan antibiotika kombinasi sampai pasien
bebas demam selama 48 jam :
a. Ampisilin 2 g I.V. setiap 6 jam
b. Ditambah gentamisin 5 mg/kg berat badan I.V. setiap 8 jam
c. Ditambah metronidazol 500 mg I.V. setiap 8 jam
9. Analgesik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
a. Pemberian analgesia sesudah bedah sangat penting
b. Supositoria = ketopropen sup 2x/ 24 jam
c. Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
d. Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila
perlu
10. Obat-obatan lain
a. Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat
diberikan caboransia seperti neurobian I vit. C
11. Hal Hal lain yang perlu diperhatikan
a. Paska bedah penderita dirawat dan diobservasi kemungkinan
komplikasi berupa perdarahan dan hematoma pada daerah operasi
b. Pasca operasi perlu dilakukan drainase untuk mencegah terjadinya
hematoma.
c. Pasien dibaringkan dengan posisi semi fowler (berbaring dengan lutut
ditekuk) agar diding abdomen tidak tegang.
d. Diusahakan agar penderita tidak batuk atau menangis.
e. Lakukan perawatan luka untuk mencegah terjadiny infeksi

10
f. Dalam waktu 1 bulan jangan mengangkut barang yang berat.
g. Selama waktu 3 bulan tidak boleh melakukan kegiatan yang dapat
menaikkan tekanan intra abdomen
h. pengkajian difokuskan pada kelancaran saluran nafas, karena bila
terjadi obstruksi kemungkinan terjadi gangguan ventilasi yang
mungkin disebab-kan karena pengaruh obat-obatan, anestetik,
narkotik dan karena tekanan diafragma. Selain itu juga penting untuk
mempertahankan sirkulasi dengan mewaspadai terjadinya hipotensi
dan aritmia kardiak. Oleh karena itu perlu memantau TTV setiap 10-
15 menit dan kesadaran selama 2 jam dan 4 jam sekali.
i. Keseimbangan cairan dan elektrolit, kenyamanan fisik berupa nyeri
dan kenya-manan psikologis juga perlu dikaji sehingga perlu adanya
orientasi dan bimbingan kegi-atan post op seperti ambulasi dan nafas
dalam untuk mempercepat hilangnya pengaruh anestesi.
j. Perawatan pasca operasi, Jadwal pemeriksaan ulang tekanan darah,
frekuensi nadi dan nafas. Jadwal pengukuran jumlah produksi urin
Berikan infus dengan jelas, singkat dan terinci bila dijumpai adanya
penyimpangan
k. Penatalaksanaan medis, Cairan IV sesuai indikasi. Anestesia; regional
atau general Perjanjian dari orang terdekat untuk tujuan sectio
caesaria. Tes laboratorium/diagnostik sesuai indikasi. Pemberian
oksitosin sesuai indikasi. Tanda vital per protokol ruangan pemulihan,
Persiapan kulit pembedahan abdomen, Persetujuan ditandatangani.
Pemasangan kateter fole.

I. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian

11
Pada pengkajian klien dengan sectio caesaria, data yang dapat ditemukan
meliputi distress janin, kegagalan untuk melanjutkan persalinan,
malposisi janin, prolaps tali pust, abrupsio plasenta dan plasenta previa.
a. Identitas
Meliputi, nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku bangsa,
status perkawinan, pekerjaan, pendidikan, tanggal masuk rumah sakit
nomor register , dan diagnosa keperawatan.
b. Keluhan utama
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan dahulu:
Penyakit kronis atau menular dan menurun sepoerti jantung,
hipertensi, DM, TBC, hepatitis, penyakit kelamin atau abortus.
2) Riwayat kesehatan sekarang :
Riwayat pada saat sebelun inpartu di dapatka cairan ketuban yang
keluar pervaginan secara sepontan kemudian tidak di ikuti tanda-
tanda persalinan.
3) Riwayat kesehatan keluarga:
Adakah penyakit keturunan dalam keluarga seperti jantung, DM,
HT, TBC, penyakit kelamin, abortus, yang mungkin penyakit
tersebut diturunkan kepada klien.
d. Pola-pola fungsi kesehatan
1) pola persepsi dan tata leksana hidup sehat
karena kurangnya pengetahuan klien tentang ketuban pecah dini,
dan cara pencegahan, penanganan, dan perawatan serta kurangnya
mrnjaga kebersihan tubuhnya akan menimbulkan masalah dalam
perawatan dirinya
2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien nifas biasanaya terjadi peningkatan nafsu makan
karena dari keinginan untuk menyusui bayinya.
3) Pola aktifitas
Pada pasien pos partum klien dapat melakukan aktivitas seperti
biasanya, terbatas pada aktifitas ringan, tidak membutuhkan
tenaga banyak, cepat lelah, pada klien nifas didapatkan
keterbatasan aktivitas karena mengalami kelemahan dan nyeri.
4) Pola eleminasi
Pada pasien pos partum sering terjadi adanya perasaan sering
/susah kencing selama masa nifas yang ditimbulkan karena

12
terjadinya odema dari trigono, yang menimbulkan inveksi dari
uretra sehingga sering terjadi konstipasi karena penderita takut
untuk melakukan BAB.
5) Istirahat dan tidur
Pada klien nifas terjadi perubagan pada pola istirahat dan tidur
karena adanya kehadiran sang bayi dan nyeri epis setelah
persalinan
6) Pola hubungan dan peran
7) Pola penagulangan sters
8) Pola sensori dan kognitif
Pola sensori klien merasakan nyeri pada prineum akibat luka
janhitan dan nyeri perut akibat involusi uteri, pada pola kognitif
klien nifas primipara terjadi kurangnya pengetahuan merawat
bayinya
9) Pola persepsi dan konsep diri
10) Pola reproduksi dan sosial
Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan seksual
atau fungsi dari seksual yang tidak adekuat karena adanya proses
persalinan dan nifas.
e. Pemeriksaan fisik
1) Kepala
Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kadang-kadang
terdapat adanya cloasma gravidarum, dan apakah ada benjolan
2) Leher
Kadang-kadang ditemukan adanya penbesaran kelenjar tioroid,
karena adanya proses menerang yang salah
3) Mata
Terkadang adanya pembengkakan paka kelopak mata,
konjungtiva, dan kadang-kadang keadaan selaput mata pucat
(anemia) karena proses persalinan yang mengalami perdarahan,
sklera kunuing
4) Telinga
Biasanya bentuk telingga simetris atau tidak, bagaimana
kebersihanya, adakah cairan yang keluar dari telinga.
5) Hidung
Adanya polip atau tidak dan apabila pada post partum kadang-
kadang ditemukan pernapasan cuping hidung
6) Dada

13
Terdapat adanya pembesaran payu dara, adanya hiper pigmentasi
areola mamae dan papila mamae
7) Pada klien nifas abdomen kendor kadang-kadang striae masih
terasa nyeri. Fundus uteri 3 jari dibawa pusat.
8) Genitaliua
Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban, bila
terdapat pengeluaran mekomium yaitu feses yang dibentuk anak
dalam kandungan menandakan adanya kelainan letak anak.
9) Anus
Kadang-kadang pada klien nifas ada luka pada anus karena ruptur
10) Ekstremitas
Pemeriksaan odema untuk mrlihat kelainan-kelainan karena
membesarnya uterus, karenan preeklamsia atau karena penyakit
jantung atau ginjal.
11) Tanda tanda vital
Apabila terjadi perdarahan pada pos partum tekanan darah turun,
nadi cepat, pernafasan meningkat, suhu tubuh turun.
2. Diagnosa Keperawatan Dengan SC
a. Menyusui tidak efektif berhubungan dengan kurangnya pengetahuan
ibu tentang cara menyusui yang benar.
b. Nyeri akut berhubungan dengan injury fisik jalan lahir.
c. Defisit pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal atau
familiar dengan sumber informasi tentang cara perawatan bayi.
d. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelelahan sehabis
bersalin
e. Resiko infeksi berhubungan dengan luka operasi

3. Rencana Keperawatan
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
Keperawatan Hasil
Menyusui tidak Setelah diberikan Health Education:
efektif berhubungan tindakan keperawatan 1. Berikan informasi
dengan kurangnya selama 3x24 jam klien mengenai :
pengetahuan ibu menunjukkan respon a. Fisiologi
tentang cara breast feeding adekuat menyusui
b. Keuntungan
menyusui yang benar dengan indikator
a. klien menyusui
c. Perawatan
mengungkapkan

14
puas dengan payudara
kebutuhan untuk d. Kebutuhan diit
menyusui khusus
b. klien mampu e. Faktor-faktor
mendemonstrasikan yang
perawatan payudara menghambat
proses menyusui
2. Demonstrasikan
breast care dan
pantau kemampuan
klien untuk
melakukan secara
teratur
3. Ajarkan cara
mengeluarkan ASI
dengan benar, cara
menyimpan, cara
transportasi sehingga
bisa diterima oleh
bayi
4. Berikan dukungan
dan semangat pada
ibu untuk
melaksanakan
pemberian Asi
eksklusif
5. Berikan penjelasan
tentang tanda dan
gejala bendungan
payudara, infeksi
payudara
6. Anjurkan keluarga
untuk memfasilitasi
dan mendukung klien
dalam pemberian ASI
7. Diskusikan tentang
sumber-sumber yang
dapat memberikan
informasi/memberika
n pelayanan KIA
Nyeri akut b.d agen Setelah dilakukan Pain Management

15
injuri fisik (luka insisi asuhan keperawatan 1. Lakukan pengkajian
operasi) selama 3x24 jam nyeri secara
diharapkan nteri komprehensif termasuk
berkurang dengan lokasi, karakteristik,
indicator: durasi, frekuensi,
a. Pain Level, kualitas dan faktor
b. Pain control, presipitasi
c. Comfort level 2. Observasi reaksi
1. Mampu
nonverbal dari
mengontrol
ketidaknyamanan
nyeri (tahu 3. Gunakan teknik
penyebab nyeri, komunikasi terapeutik
mampu untuk mengetahui
menggunakan pengalaman nyeri
tehnik pasien
nonfarmakologi 4. Kaji kultur yang
untuk mempengaruhi respon
mengurangi nyeri
nyeri, mencari 5. Evaluasi pengalaman
bantuan) nyeri masa lampau
2. Melaporkan 6. Evaluasi bersama
bahwa nyeri pasien dan tim
berkurang kesehatan lain tentang
dengan ketidakefektifan
menggunakan kontrol nyeri masa
manajemen lampau
nyeri 7. Bantu pasien dan
3. Mampu keluarga untuk mencari
mengenali dan menemukan
nyeri (skala, dukungan
intensitas, 8. Kontrol lingkungan
frekuensi dan yang dapat
tanda nyeri) mempengaruhi nyeri
4. Menyatakan seperti suhu ruangan,
rasa nyaman pencahayaan dan
setelah nyeri kebisingan
berkurang 9. Kurangi faktor
5. Tanda vital presipitasi nyeri
dalam rentang 10. Pilih dan lakukan
normal penanganan nyeri
(farmakologi, non

16
farmakologi dan inter
personal)
11. Kaji tipe dan sumber
nyeri untuk
menentukan intervensi
12. Ajarkan tentang teknik
non farmakologi
13. Berikan analgetik
untuk mengurangi
nyeri
14. Evaluasi keefektifan
kontrol nyeri
15. Tingkatkan istirahat
16. Kolaborasikan dengan
dokter jika ada keluhan
dan tindakan nyeri
tidak berhasil
17. Monitor penerimaan
pasien tentang
manajemen nyeri
Kurang pengetahuan Setelah dilakukan Teaching : Disease Process
tentang perawatan ibu asuhan keperawatan 1. Berikan penilaian
nifas dan perawatan selama 3x24 jam tentang tingkat
post operasi b/d diharapkan pengetahuan pasien
kurangnya sumber pengetahuan klien tentang proses
informasi meningkat dengan penyakit yang
indicator: spesifik
a. Kowlwdge : 2. Jelaskan patofisiologi
disease process dari penyakit dan
b. Kowledge : health bagaimana hal ini
Behavior berhubungan dengan
1. Pasien dan anatomi dan fisiologi,
keluarga dengan cara yang
menyatakan tepat.
pemahaman 3. Gambarkan tanda dan
tentang gejala yang biasa
penyakit, muncul pada
kondisi, penyakit, dengan cara
prognosis dan yang tepat
program 4. Gambarkan proses
pengobatan penyakit, dengan cara
2. Pasien dan yang tepat

17
keluarga 5. Identifikasi
mampu kemungkinan
melaksanakan penyebab, dengna
prosedur yang cara yang tepat
dijelaskan 6. Sediakan informasi
secara benar pada pasien tentang
3. Pasien dan kondisi, dengan cara
keluarga yang tepat
mampu 7. Hindari jaminan yang
menjelaskan kosong
kembali apa 8. Sediakan bagi
yang dijelaskan keluarga atau SO
perawat/tim informasi tentang
kesehatan kemajuan pasien
lainnya dengan cara yang
tepat
9. Diskusikan
perubahan gaya hidup
yang mungkin
diperlukan untuk
mencegah komplikasi
di masa yang akan
datang dan atau
proses pengontrolan
penyakit
10. Diskusikan pilihan
terapi atau
penanganan
11. Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau
mendapatkan second
opinion dengan cara
yang tepat atau
diindikasikan
12. Eksplorasi
kemungkinan sumber
atau dukungan,
dengan cara yang
tepat
13. Rujuk pasien pada
grup atau agensi di

18
komunitas lokal,
dengan cara yang
tepat
14. Instruksikan pasien
mengenai tanda dan
gejala untuk
melaporkan pada
pemberi perawatan
kesehatan, dengan
cara yang tepat

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito. 2001. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa


keperawatan dan masalah kolaboratif. Jakarta: EGC

19
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Mansjoer, A. 2002. Asuhan Keperawatn Maternitas. Jakarta : Salemba Medika
Manuaba, Ida Bagus Gede. 2002. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan
Keluarga Berencana, Jakarta : EGC
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Muchtar. 2005. Obstetri patologi, Cetakan I. Jakarta : EGC
Nurjannah Intansari. 2010. Proses Keperawatan NANDA, NOC &NIC.
Yogyakarta : mocaMedia
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.
Jakarta: Prima Medika
Saifuddin, AB. 2002. Buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal dan
neonatal. Jakarta : penerbit yayasan bina pustaka sarwono prawirohardjo
Sarwono Prawiroharjo. 2009. Ilmu Kebidanan, Edisi 4 Cetakan II. Jakarta :
Yayasan Bina Pustaka

20

Anda mungkin juga menyukai