Anda di halaman 1dari 2

NAMA : PREIFFER AGUS

PRASOJO
NIM : 158114064
KELAS : FSM B 2015
MATA KULIAH : TEOLOGI
MORAL
KASUS TENTANG MORAL PERKAWINAN

Perkawinan beda agama Mayong Suryo Laksono dan Nurul Arifin

Mayong Suryo Laksono: Pernikahan kami beda agama, bukankah itu yang harus
dihindari?Di tengah fenomena kawin cerai yang terjadi di kalangan artis, rumah tangga
Mayong (agama katolik) dan Nurul Arifin (agama islam) tetap kokoh.Meski berbeda
keyakinan, mereka telah memasuki tahun ke-20 perkawinan dan dikaruniai dua buah cinta,
yaitu Maura Magnalia Madyarati dan Melkior Mirasi Manusakti.Saya memang tak punya
pengalaman berpacaran dengan orang Katolik, ungkap Mayong saat ditemui di kawasan
Matraman, Jakarta Timur, beberapa waktu lalu. Pria kelahiran 8 Juni ini mengaku, kurang
aktif dalam kegiatan muda-mudi di Gereja. Saya ini menjadi contoh yang buruk dan jangan
ditiru! ucap wartawan dan pembawa acara ini.Setelah menikah dengan Nurul Arifin, artis
dan anggota DPR, Mayong berusaha menciptakan suasana damai dalam keluarganya. Anak-
anak mereka dididik secara Katolik, dengan persetujuan Nurul. Mereka pun hidup dalam
suasana penuh toleransi. Sejak awal, kami sudah berjanji tidak akan mengubah apa pun yang
telah ada, terutama perihal keyakinan, tandas warga Paroki St Matias Cinere ini sembari
tersenyum. (hidupkatolik.com, jumat 27 mei 2016).

DASAR TEORI

Dalam hokum kanonik, perkawinan antar agama disebut kawin campur, dengan rincian
perkawinan antara orang yang dipermandikan, tak peduli apapun agamanya atau bahkan tak
beragama.beda agama disebut disparitas cultus, sebagaimana disebutkan dalam (Kanon 1129).

Gereja katolik memandang bahwa perkawinan antara beragam katolik dengan yang bukan
agama katolik merupakan perkawinan yang tidak ideal, karena perkawinan dianggap sebagai
sebuah sakramen. Menurut hukum kanon gereja katolik ada sejumlah halangan yang membuat
tujuan perkawinan tidak dapat diwujudkan misalnya ada ikatan nikah (kanon 1085), adanya
tekanan atau paksaan baik secara psikis, fisik maupun sosial (kanon 1089 dan 1103), dan juga
karena perbedaan gereja (kanon 1124) maupun agama (kanon 1086).

Namun demikian, sebagaimana disebut dalam hukum kanonik,perkawinan karena


perbedaan agama ini dapat dilakukan kalau ada dispensasi dari ordinaris wilayah atau
keuskupan (kanon 1124).

Dispensasi dapat diberikan oleh ordinaris wilayah jika terdapat alasan yang wajar dan
masuk akal. Yakni syarat-syaratnya sesuai hukum kanonik (kanon 1125) yakni :
Pihak katolik menyatakan bersedia menjauhkan bahaya meninggalkan iman serta
memberikan janji dengan jujur bahwa ia akan berbuat segala sesuatu dengan sekuat tenaga,
agar semua anaknya dibabtis dan dididik dalam gereja katolik.
Mengenai janji-janji yang dibuat oleh pihak katolik itu, pihak yang lain (dari pasangan
yang nonkatolik), hendaknya diberitahu pada waktunya sedemikian rupa sehingga jelas
bahwa ia sungguh sadar akan janji dan kewajiban pihak katolik.
NAMA : PREIFFER AGUS
PRASOJO
NIM : 158114064
KELAS : FSM B 2015
MATA KULIAH : TEOLOGI
MORAL
Kedua pihak hendaknya diberi penjelasan mengenai tujuan-tujuan serta sifat-sifat hakiki
perkawinan, yang tidak boleh dikecualikan oleh seorangpun dari keduanya.

Anda mungkin juga menyukai