Anda di halaman 1dari 46

LAPORAN HASIL DISKUSI

BLOK XV Psikiatri

DISUSUN OLEH KELOMPOK : 3


Ketua : Annisa Ayunita R (1413010010)
Sekretaris : Tyas Ratna P (1413010030)
Anggota : Ade Guvinda Perdana. (1413010045)
Nadya Ratu Aziza (1413010031)
Silka Reslia R (1413010004)
Angga Negara (1413010033)
Padang Tri Handoyo (1413010037)
Bagus Susetio (1413010014)
Ismi Visa Azizy (1413010008)
Britania C Kiyenda (1413010047)

Tutor : dr. Samuel Sigit Prabowo

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2017

1
DAFTAR ISI

Halaman
BAB I. KLARIFIKASI ISTILAH ............................................................ 3
BAB II. IDENTIFIKASI MASALAH ..................................................... 4
BAB III. ANALISIS MASALAH ............................................................ 5
BAB IV. SISTEMATIS MASALAH ...................................................... 17
BAB V. SASARAN PEMBELAJARAN ................................................ 18
BAB VI. BERBAGI INFORMASI .......................................................... 19
BAB VII. PENUTUP .............................................................................. 44
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 47

BAB I
KLARIFIKASI ISTILAH
1.1. Pesimis
Sebuah sikap atau pandangan seseorang terhadap suatu hal
yang digambarkan dengan ciri-ciri tidak yakin, murung, sedih, rasa
putus asa, tidak ada harapan dan seperti berada dalam masa-masa
yang sangat buruk (Lorens, 2000)
1.2. Gangguan Makan

2
Kondisi psikologis yang melibatkan baik makan berlebihan, kelaparan sukarela,
atau keduanya (Gail, 2002).
1.3. Gangguan Tidur
Keadaan ketika individu mengalami atau berisiko mengalami suatu perubahan
dalam kuantitas atau kualitas pola istirahatnya yang menyebabkan rasa tidak nyaman
atau mengganggu gaya hidup yang di inginkannya (Kaplan & Saddock, 2005)

BAB II

IDENTIFIKASI MASALAH

1. Mengapa pasien tidak mau makan 1 minggu yg lalu?


2. Mengapa pasien mengurung diri?
3. Mengapa pasien merasa sulit tidur?

3
4. Mengapa terjadi perubahan perilaku?
5. Mengapa pasien merasa bersalah pada orang tuanya?

BAB III

ANALISIS MASALAH

3.1. Mengapa pasien mengalami sulit makan

A. Anatomi terkait nafsu makan

4
Nafsu makan adalah keinginan untuk mendapatkan jenis makanan
tertentu yang berguna untuk dimakan. Sensasi rasa lapar terkait
nafsu makan dipengaruhi oleh (Guyton, 2006):
Keinginan makan
Lingkungan
Budaya
Pengaturan fisiologi di otak:
a Hipothalamus:
Nukleus lateral hipothalamus (pusat nafsu makan)
Nukleus ventromedial hipothalamus (pusat
kenyang)
Nukleus paraventrikular, dorsomedial (proses dan
perilaku makan)
Arkuata (mengatur pengeluaran dan pelepasan
hormon serta pengeluaran energi)
b Amigdala (bagian utama dari sistem nervus olfaktorius)
c Korteks prefrontal (pengaturan perilaku makan,
terutama pengaturan nafsu makan)
Di bawah ini beberapa organ terkait sistem pengaturan
keseimbangan energi dan metabolisme:

Skema 1. Sistem pengaturan keseimbangan energi dan metabolisme


(Guyton, 2006).

B. Fisiologi pengaturan nafsu makan

5
Jumlah jaringan lemak meningkat pelepasan leptin meningkat
ke dalam darah bersirkulasi ke otak menempati reseptor leptin di
hipothalamus (nukleus arkuata dan paraventrikular) persepsi adanya
proses penyimpanan energi (Guyton, 2006).
Puasa, sesaat sebelum makan sel oksintik di lambung dan usus
mengeluarkan ghrelin kadar ghrelin dalam darah meningkat diterima
oleh hipothalamus merangsang perilaku makan (Guyton, 2006).
HPA axis adalah sistem neuroendokrin yang meliatkan
hypothalamus, kelenjar hormon pituitary, dan kelenjar adrenal. Begitu juga
dengan HPT axis yang merupakan sistem neuroendokrin yang meliatkan
hypothalamus, kelenjar hormon pituitary, dan kelenjar tiroid. HPA axis
merupakan sistem komunikasi kompleks yang bertanggungjawab untuk
menangani reaksi stress dengan mengatur produksi hormon kortisol yang
merupakan mediator rangsang syaraf. HPA axis merupakan jalur interaksi
kompleks antara tiga sistem yang terjadi dalam tubuh yang mengatur
reaksi terhadap stress dan banyak proses dalam tubuh, termasuk di
dalamnya proses pencernaan, sistem ketahanan tubuh, mood dan tingkat
emosi, gairah seksual, penyimpanan energi dan penggunaannya.
Hubungan antara HPA axis dengan HPT axis adalah jika jalur HPA
axis terstimulus rangsang dari luar (berupa stress) maka sedemikian
sehingga pada jalur ini akan ada peningkatan produksi CRH, ACTH, dan
glucocorticoids (cortisol). CRH dan cortisol akan memberikan respon
inhibisi (penghambatan) jalur HPT axis pada pembentukan TSH yang
mana TSH berperan penting dalam produksi hormon tiroid. Selain itu,
cortisol juga dapat memberikan respon inhibisi langsung terhadap poduksi
T3 yang merupakan bentuk aktif dari hormon tiroid. Penghambatan pada
jalur HPT axis mengakibatkan penurunan proses metabolisme dalam
tubuh. Produksi ACTH dan cortisol yang berlebihan akan memberikan
umpan balik ke hipotalamus untuk menghentikan atau menurunkan
produksi CRH, ACTH, dan cortisol itu sendiri. Jika umpan balik negatif
ini sukses maka akan proses metabolik akan kembali ke keadaan
fisiologis, tapi jika umpan balik ini gagal maka akan terjadi penurunan

6
fungsi fisiologis sistem metabilik yang akan berakibat penurunan fungsi-
fungsi fisiologis lainnya yang terkait misalnya sistem imun.
Nafsu makan di atur oleh sistem limbik yaitu jaringan kortikal
yang mengelilingi regio basal cerebrum dan pada perkembangannya
diperluas artinya keseluruh lintasan neuronal yangt mengatur perilaku
emosional juga mengatur kondisi suhu tubuh, osmolalitas cairan tubuh,dan
dorongan untuk makan dan minum serta mengatur berat badan. Fungsi
internal ini secara bersama-sama disebut fungsi vegetatif otak yang
berkaitan erat pengaturannya dengan perilaku.
Fungsi dari perilaku hipotalamus dan sistem limbik :
a. Perangsangan pada hipotalamus lateral tidak hanya
mengakibatkan timbulnya rasa haus dan nafsu makan tapi juga
besarnya aktivitas emosi binatang seperti timbulnya rasa marah
yang hebat dan ingin berkelahi
b. Perangsangan nukleus ventromedial dan area sekelilingnya bila
dirangsang akan menimbulkan rasa kenyang dan menurunkan
nafsu makan dan binatan menjadi tenang.
c. Perangsangan pada daerah zona tipis dari nuklei
paraventrikulernya yang terletak sangat berdekatan dengan
ventrikel ketiga akan berhubungan dengan rasa takut dan reaksi
terhukum
Hipotalamus merupakan pengatur utama sistem limbik dan jaras
pengeluaran dari sistem limbik. Pada umumnya perangsangan pada daerah
hipotalamik lateral akan berhubungan dengan pengaturan gastrointestinal
dimana berhubungan dengan pusat lapar,bila daerah ini rusak maka akan
terjadi kehilangan nafsu makan menyebabkan kematian karena kelaparan.
Pusat kenyang terdapat pada nukleus ventromedial,bila daerah ini
dirangsang maka akan menghentikan makannya dan benar-benar
mengabaikan makanan.
Sulit makan terjadi dalam suatu penyakit psikiatri missal terjadi
annoreksia nervosa karena mempertahankan BB dan takut gemuk, selain
itu berupa penyakit lain yang berhubungan dengan organ pencernaan
missal GERD, gastritis, faringitis dan disfagi. Dalam scenario terdapat

7
gejala bahwa pasien satu bulan yang lalu menjadi pendiam dan mengurung
diri dikamar, hal terserbut terjadi kemungkinan kesulitan makan akibat
gejala dari depresi.
Fisiologi nafsu makan diatur oleh system limbic dan
hypothalamus. Pengatur utama system limbic yaitu untuk merangsang
nucleus ventromedial yang menyebabkan pasien kurang nafsu makan,
perangsangan hypothalamus lateral yang menyebabkan pengaturan nafsu
makan, haus, dan emosi. Perangsangan zona tipis di nucleus
paraventrikular yang menyebabkan takut, reaksi terhukum. Perangsangan
hypothalamus lateral sebagai pusat pengaturan rasa lapar. Hal tersebut
abnormal karena terjadi kelainan neurotransmiter yang diakibatkan
peningkatan berpikir pada otak karena factor pencetus stress yang berebih
(Kaplan, 2010).
Sulit makan merupakan salah satu gangguan mood yaitu penurunan
gangguan mood yang merupakan tanda dari depresi. Berupa hilangnya
energi dan minat, rasa bersalah, sulit konsentrasi, serta pikiran (Kaplan,
2010).

Aksis kortisal yaitu depresi dimana meningkatnya kortisal


(Maramis, 2009).

Neuron didalam nukleus paraventrikulan

Melepaskan CRH

Merangsang pelepasan ACTH di hipofisis anterior

Mernagsang pelepasan kortisol dari korteks adrenal

Umpan balik

8
Skema 2. Mekanisme timbulnya gejala depresi
(Maramis, 2009).

3.2. Mengapa pasien sering mengurung diri

Pasien menjadi pendiam, mengurung diri, dan tidak mau ke


kampus terkait dengan fatigue (kelelahan) terkait siklus depresi yang
dijelaskan di bawah. Pengalaman yang tidak menyenangkan terkait
perkuliahannya selama proses pembelajaran sehingga ia merasa gagal akan
mengurangi hormon serotonin yang menyebabkan rendahnya imunitas,
meningkatkan sensitivitas terhadap nyeri, dan gangguan tidur. Hal ini
menyebabkan kelelahan di pagi hari sehingga kurangnya motivasi pasien
untuk melakukan aktivitas sehari-harinya (Tyrrel, 2013).
Kelelahan (fatigue) merupakan ketidakberdayaan berkepanjangan
karena kekurangan energi. Kelelahan ini tidak pulih dengan tidur dan
istirahat yang cukup. Sebenarnya kelelahan merupakan mekanisme
protektif bagi tubuh. Seperti disebutkan sebelumnya, kelelahan yang
timbul disertai adanya penurunan imunitas. Maka tubuh mengantisipasi
penurunan imunitas dengan kelelahan sehingga interaksi tubuh dengan
lingkungan menjadi sedikit, yang bertujuan meminimalisasi kemungkinan
cedera atau penyakit terkait infeksi oleh karena adanya penurunan
imunitas tubuh tersebut (Guyton, 2006).
Hipotesis glukokortikoid atau hipothalamus pituitary adrenal
(HPA) axis juga mempengaruhi hipotesis lainnya, yaitu hipotesis

9
neurotropik berupa peningkatan kadar hormon glukokortikoid yang
menurunkan neurogenesis dan mengecilnya ukuran hipokampus. Selain
itu, brain derived neurotrophic factor (BDNF) yang berperan penting
dalam neurogenesis, plastisitas neuron, pertumbuhan sinaps, dan
kehidupan sel secara bermakna berkurang, sehingga menyebabkan pasien
anenergi (Amir, 2012). Beberapa struktur organ dalam otak dan
neurotransmitter yang berperan pada pasien depresi dapat diamati pada
gambar berikut:

Gambar 1. Struktur organ dalam otak dan neurotransmitter yang


mempengaruhi dalam proses terjadinya episode depresi (Treadway, 2014).

3.3. Mengapa pasien mengalami sulit tidur

Adanya stessor ketegangan pikiran mempengaruhi sistem saraf


pusat terjadi perubahan keadaan fungsional berbagai neurotransmiter
dan sistem pemberi signal intraneuronal terjadi ketidakseimbangan
pelepasan norepinefrin dan serotonin penurunan aktivitas norepinefrin
dan serotonin gangguan tidur insomnia.
Berikut faktor yang dapat menyebabkan insomnia :
- Faktor Psikologi
- Problem Psikiatri
- Sakit Fisik
- Faktor Lingkungan

10
- Gaya Hidup
Dampak dari insomnia pada penderita sebagai berikut :
- Kekacauan ego
- Halusinasi, waham
- Iritabilitas, letargi
- Lemah penampilan, penurunan asupan makan
- Berat badan menurun
- Suhu tubuh menurun
- NE plasma meningkat dan tiroksin plasma menurun
Selain itu dapat dikarenakan gangguan regulasi hormon yaitu CHPA
(Corticol Hypothalamic Pituitary Adrenal ) dengan target organ glandula
adrenal kemudia mensekresi cortisol. Cortisol berfungsi untuk mengatur
tidur , nafsu makan dan fungsi ginjal. Ketika kadar cortisol meningkat
terus menerus maan akan menyebabkan gangguan tidur yaitu insomnia
(Maramis, 2009)
Sulit tidur merupakan salah satu gangguan tidur. Gangguan ini
merupakan manifestasi dari gangguan penderitaan atau keluhan fisik.
Gangguan penderitaan adalah salah satu manifestasi gangguan jiwa. Ada
beberapa manifestasi dari gangguan jiwa yaitu :
a. Gangguan pikir (pikiran berulang-ulang, pikiran tentang penyakit
parah yang berlebihan dan sebagainya)
b. Gangguan perasaan (gembira, cemas yang berlebih, sedih berlarut-
larut, marah tak beralasan)
c. Gangguan perilaku (gaduh, gelisah, perilaku yang terus berulang,
perilaku kacau)
d. Gangguan penderitaan/keluhan fisik (gangguan tidur berupa sulit
tidur atau banyak tidur, gangguan makan berupa tak nafsu makan
atau banyak makan, pusing, tegang, sakit kepala, berdebar-debar,
keringat dingin, diare, mual, muntah)
e. Gangguan fungsi (tidak mampu bekerja seperti biasanya, tidak
mampu bergaul sebagaimana mestinya, sering bolos sekolah dan
prestasi turun). (Kaplan, 2010)

11
Pasien sulit tidur karena terlalu banyak pemikiran secara emosional
selama terjaga, namun belum terselesaikan, sehingga pada saat onset tidur,
sistem limbik di otak membuat semacam skenario yang mengizinkan
adanya pola pemikiran yang lengkap. Hel ini kita sebut sebagai mimpi
yang polanya menyerupai kenyataan. Mimpi yang berlebihan dialami
pasien, sehingga hal tersebut termasuk ke dalam tahap tidur rapid eye
movement (REM) di mana terjadi peningkatan aktivitas otak dan aktivitas
fisiologis yang menyerupai tingkat aktivitas saat terjaga. Tahap tidur REM
lebih banyak daripada tahap tidur non rapid eye movement (NREM) yang
seharusnya dalam keadaan normal berkisar 75% selama tidur. Akibatnya
timbul peningkatan produksi hormon stres yang menyebabkan rendahnya
imunitas tubuh, fatigue (kelelahan) di pagi hari, timbul depressive thinking
style (pemikiran yang bersifat depresif) seperti kecemasan, merasa tidak
berarti, yang menyebabkan thoughtfullnes atau overthinking tentang
segala sesuatu yang ada, sehingga memicu kembali overdreaming yang
jika tidak menemukan solusi atau tidak terpenuhinya sesuatu yang sesuai
dengan keinginannya yang menyebabkan siklus tersebut selalu berputar
dan terjadi secara terus-menerus (Tyrrel, 2013).

Siklus tersebut dapat dilihat pada bagan di bawah ini:

12
Skema 3. Siklus depresi
(Tyrrel, 2013).

Pasien sulit tidur juga dapat dikarenakan adanya gangguan irama


sirkadian yang dimungkinkan juga diakibatkan oleh hal tersebut di atas.
Gangguan irama sirkadian ini mengganggu parameter fisiologik, seperti
temperatur tubuh, parameter biologik, misalnya sekresi hormon kortisol,
dan mengganggu siklus tidur-bangun serta mood (Amir, 2012).
Terdapat banyak gejala yang terjadi pada ganguan jiwa. Pertama
adalah gangguan psikologis pada kesadaran dan kognisi. Selain compos
mentis, apatis, somnolen, sopor, dan koma. Diketahui juga ada kesadaran
berkabut yakni tidak dapat berpikir jernih, delirium dimana biasanya
disertai dengan gangguan fungsi kognitif yang lain, dream like state atau

13
kesadaran seperti mimpi, dan twilight date yang disertai halusinasi seperti
pada skenario.
Selanjutnya, ada gejala gangguan psikologis pada emosi atau perasaan
yang meliputi gangguan mood dan afek. Adajuga gejala gangguan
psikologis pada perilaku motorik dan gejala gangguan psikologis pada
proses berpikir. Gangguan jiwa sendiri dibagi menjadi dua, yakni neurosis
(gangguan iwa ringan) dan psikosis (gangguan jiwa berat). Neurosis
adalah gangguan yang terjadinya pada sebagian dari kepribadian sehingga
penderitanya masih dapat melakukan kegiatan sehari-sehari. Jenis-jenis
dari neurosis sendiri ada neurosis cemas, histeria, neurosis fobik, neurosis
obsesif-kompulsif, neurosis depresif, dan neurasthenia. (Kalpan, 2010).

3.4. Mengapa terjadi perubahan perilaku pada pasien

Terjadinya perubahan perilaku pada pasien seperti tidak mau


makan, mengurung diri, sulit tidur, pesimis, putus asa, merasa bersalah,
halusinasi, perasaan sedih, tidak mau beraktivitas seperti biasa, banyak
berdiam, dan merasa mengecewakan orang tua.

Pada depresi terdapat beberapa tanda mayor dan minor pada orang
yang mengalami depresi. Tanda mayor antara lain berupa sedih atau
murung setiap waktu, kehilangan minat, dan tidak bertenaga, mudah lelah.
Sedangkan untuk gejala minor berupa konsentrasi atau perhatian
berkurang, gangguan pola makan, gangguan tidur, harga diri dan
kepercayaan diri berkurang, pandangan masa depan yang suram dan
pesimis, rasa tidak berguna atau rasa bersalah dan adanya gagasan/
perbuatan membahayakan diri/ bunuh diri. ( Kaplan, 2010)

Dari gejala yang telah disebutkan diatas diketahui bahwa telah


terdapat beberapa gejala mayor dan minor yang telah muncul pada pasien.
Pada pasien telah muncul 3 gejala mayor dan 6 gejala minor. Pada kriteria
depresi seseorang dapat dikatakan mengalami depresi ringan jika terdapat
2 gejala mayor dan 2 gejala minor yang telah berlangsung selama minimal

14
2 minggu. Sedangkan pada depresi sedang ditemukan 2 gejala mayor dan
3-4 gejala minor yang telah berlangsung selama 2 minggu. Sedangakan
untuk depresi berat adalah terdapat 3 gejala mayor, 4 gejala minor dan
telah berlangsung selama 2 minggu. Pada depresi berat biasanya dapat
disertai gejala psikotik yang berupa waham, halusinasi maupun stupor
depresi. (Kaplan, 2010)

Dapat dikatakan bahwa pasien telah mengalami depresi berat


berdasarkan kriteria depresi yang telah diterangkan. Jadi dapat
dimungkinkan bahwa perubahan perilau yang muncul pada pasien
didasarkan oleh adanya depresi pada pasien. Depresi ini dapat muncul oleh
banyak sebab karena depresi termasuk dalam gangguan jiwa sehingga
penyebabnya dapat multifaktorial dan dapat muncul karena adanya faktor
pencetus.

William Shakespeare berkata, Nothing is good or bad but thinking


makes it so, yang berarti baik buruknya sesuatu bergantung pada
bagaimana kita menilainya (Tyrrel, 2013). Selain itu, dari segi pandangan
Islam, disebutkan dalam surat Al-Hujurat ayat 13, Wahai orang-orang
yang beriman, jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya prasangka
itu dosa..., ayat ini menerangkan kepada kita bahwa orang yang
cenderung suka berprasangka, dalam hal ini yang negatif, yang berarti
memandang segala sesuatunya buruk (pesimistik) akan merugi (Sanusi,
2007). Timbulnya rasa pesimis adalah hasil dari kecemasan yang
dikarenakan adanya ketidakpastian akan sesuatu hal yang dianggap
penting (relatif tiap individu) atau penting juga menurut masyarakat pada
umumnya (Tyrrel, 2013).

Depresi tidak didasarkan pada persepsikan akurat tentang


kenyataan, tetapi merupakan produk keterpelesetan mental, bahwa
depresi bukanlah suatu gangguan emosional sama sekali, melainkan akibat
dari adanya distorsi kognitif atau pemikiran yang negatif, yang kemudian
menciptakan suasana jiwa, terutama perasaan yang negatif pula. Burns

15
berpendapat bahwa persepsi individu terhadap realitas tidak selalu bersifat
objektif. Individu memahami realitas bukan bagaimana sebenarnya realitas
tersebut, melainkan bagaimana realitas tersebut ditafsirkan. Dan
penafsiran ini bisa keliru bahkan bertentangan dengan realitas sebenarnya
(Kuntjojo, 2009).

Skema 4. Proses terjadinya depresi

3.5. Mengapa pasien merasa bersalah kepada orang tuanya

Pasien merasa bersalah pada orang tuanya merupakan salah satu


gejala depressive thinking style yang dapat dijelaskan dengan dengan
model explanatory styles atau attributional styles berikut (Tyrrel, 2013):

16
Tabel 1. Model explanatory styles atau attributional styles

(Tyrrel, 2013).

Model tersebut menjelaskan bahwa pada orang yang menderita


episode depresi, jika mendapat pengalaman buruk, maka ia akan berpikir
secara internal, global, dan stabil. Sedangkan jika mengalami pengalaman
baik, akan berpikir secara eksternal, spesifik, dan unstable (Tyrrel, 2013).
\

17
BAB IV
SISTEMATIS MASALAH

perempuan 23 tahun

dibawa ibunya ke RS

Mengalami perubahan perilaku 1 bulan lalu:


Lebih tenang
Hanya didalam kamar tidak mau makan 1 minggu y
Tidak ingin berangkat kuliah
Merasa pesimis dan putus asa dalam menyelesaikan kuliah
Merasa berasalah pada orang tuanya
Merasa gagal
Sering mendengar suara-suara dalam bentuk mengejek
RPD
Pernah dirawat oleh psikiater karena emosional, mudah marah, mudah tersinggung
Pasien sangat bersemangat
Banyak aktivitas
Banyak bicara
Malam jarang tidur
Bernyanyi-nyanyi
Boros

pasien pernah dirawat dirumah sakit jiwa , karena percobaan bunuh diri , riwayat hipertensi(-), diab

18
RPS
Riwayat merokok(-)
Penggunaan alkohol (-)
Penyalahgunaan obat(-)
manja, tidak mandiri, sulit mengambil keputusan sendiri dalam banyak hal termasuk untuk hal-hal ya
BAB V
SASARAN PEMBELAJARAN

1. Mahasiswa mampu menjelaskaninterpretasi dari riwayat penyakit dahulu


pada skenario.
2. Mahasiswa mampu menjelaskan etiologi dan epidemiologi bipolar.
3. Mahasiswa mampu menjelaskan tatalaksana bipolar.
4. Mahasiswa mampu menjelaskan prognosis bipolar.
5. Mahasiswa mampu menjelaskancara sreening bipolar.
6. Mahasiswa mampu menjelaskan factor-faktor yang mempengaruhi bipolar.
7. Mahasiswa mampu menjelaskan dampak bipolar.
8. Mahasiswa mampu menjelaskan tinjauan Islam mengenai depresi.

19
BAB VII
BERBAGI INFORMASI

1. Interpretasi Riwayat Penyakit Dahulu, Riwayat Penyakit Keluarga dan


Riwayat Personal Sosial

RPD
Pasien pernah dirawat oleh pskiater sekitar 1 tahun yang lalu karena sangat
- emosional iritable
- mudah marah iritable (ekspresi perasaan akibat mudah diganggu atau
dibuat marah. Mood adalah suatu emosi yang meresap yang dipertahankan,
yang dialami secara subjektif dan dilaporkan oleh pasien dan terlihat oleh
orang lain)

- mudah tersinggung iritable

- sangat bersemangat eforia (sebuah rasa kebahagiaan yang meluap-


luap secara berlebih dan terjadi secara terus menerus pada suatu rentang
waktu. Biasanya rentang waktu ini terjadi secara singkat)

- banyak aktivitas

- banyak bicara melebihi waktu-waktu sebelumnyalogorhoe (gangguan


bicara. bicara yang banyak sekali, bisa koheren, bisa inkoheren)

- malam hari jarang tidur, selalu mengerjakan banyak pekerjaan rumah sambil
bernyanyi nyanyi mengganggu anggota keluarga yang sedang
istirahatkebutuhan tidur sedikit

20
- boros membeli barang-barang yang tidak diperlukan dan kadang hanya
diberikan kepada teman-temannya. Jika diingatkan oleh ibunya, pasien akan
tersinggung dan marah-marah

Seluruh hak tersebut menjelaskan tentang sindrom Mania yang merupakan


gangguan yang meningkat bersifat euforik , iritabel adalah tanda khas
gangguan manik. (Kaplan, 2010)

RPK

Adik kandung dari ibu pasien pernah dirawat di RSJ karena percobaan bunuh
diri.

DM (-)

Hipertensi (-)

Riwayat Personal Sosial

Merokok (-)

Alkohol (-)

Penyalahgunaan obat (-)

Tipe kepribadian sebelum sakit : pendiam, manja, tidak mandiri, sulit


mengambil keputusan sendiri dalam banyak hal termasuk untuk hal-hal
yang penting dalam hidupnya (misal: kuliah yang sekarang
dijalaninnya)Dependen ( bergantung pada orang lain berlebihan)

Stressor/pencetus : kesulitan dalam menyelesaikan skripsi sehingga tidak lulus


tepat waktu sesuai yang dikehendaki keluarga. (Kaplan, 2010)

2. Etiologi dan Epidemiologi Gangguan Bipolar


Etiologi
- Faktor Biologis

21
Adanya disregulasi amin biogenik terutama neurotransmiter serotonin
dan norepinefrin (mengalami penurunan).
- Faktor Genetik
Ditunjukkan bahwa saudara derajad pertama,mempunyairesikosekitar
8-18 kali untukmengalamigangguanbipolar dan 2-10 kali kemungkinan
menderita depresi berat.
- Faktor Psikososial
Contohnyameliputi peristiwa kehidupan, stress lingkungan, keluarga,
kepribadian premorbid.
(Gail, 2002)

Epidemiologi
- Jenis Kelamin

Perempuan 2x lipat lebih besar disbanding laki-laki. Diduga


adanya perbedaan hormon, pengaruh melahirkan, perbedaan stresor
psikososial antara laki-laki dan perempuan, dan model perilaku yang
dipelajari tentang ketidakberdayaan (Ismail dkk, 2010). Pada pengamatan
yang hampir universal, terdapat prevalensi gangguan depresif berat yang
dua kali lebih besar ada wanita dibandingkan dengan laki-laki (Kaplan,
2010). Pada penelitian lain disebutkan bahwa wanita 2 hingga 3 kali lebih
rentan terkena depresi dibandingkan laki-laki (Akhtar, 2007).

Walaupun alasan adanya perbedaan tersebut tidak diketahui, alasan


untuk perbedaan tersebut didalilkan sebagai keterlibatan dari perbedaan
hormonal, efek kelahiran, perbedaan stressor psikososial dan model
perilaku keputusasaan yang dipelajari (Kaplan, 2010). Pada penelitian
yang dilakukan NIMH (2002) ditemukan bahwa prevalensi yang tinggi
pada wanita dibandingkan pria kemungkinan dikarenakan adanya
ketidakseimbangan regulasi hormon yang langsung mempengaruhi
substansi otak yang mengatur emosi dan mood contohnya dapat dilihat
pada situasi PMS (Pre Menstrual Syndrome). Untuk wanita yang telah
menikah, depresi dapat diperparah dengan masalah keluarga dan
pekerjaan, merawat anak dan orangtua lanjut usia, kekerasan dalam rumah
tangga dan kemiskinan.

- Usia

22
Rata-rata usia sekitar 40 tahun-an. Hampir 50% onset diantara usia
20-50 tahun. Gangguan depresi berat dapat timbul pada masa anak
atau lanjut usia. Data terkini menunjukkan gangguan depresi berat
diusia kurang dari 20 tahun. Mungkin berhubungan dengan
meningkatnya pengguna alkohol dan penyalahgunaan zat dalam
kelompok usia tersebut (Ismail dkk, 2010).
Pada umumnya, rata-rata usia onset untuk gangguan depresif
berat adalah kira-kira 40 tahun, dimana 50% dari semua pasien
mempunyai onset antara usia 20 dan 50 tahun. Gangguan depresif
berat juga memiliki onset selama masa anak-anak atau pada lanjut
usia. Beberapa data epidemiologis menyatakan bahwa insidensi
gangguan depresif berat mungkin meningkat pada orang-orang yang
berusia kurang dari 20 tahun (Kaplan, 2010). Pada penelitian lain yang
dilakukan oleh Akhtar (2007) didapatkan bahwa tingkat prevalensi
tertinggi terjadi pada kelompok usia 20-24 tahun (14,3%) dan yang
terendah pada kelompok usia >75 tahun (4,3%), sementara data yang
didapatkan dari NIMH (2002) menyebutkan bahwa tingkat depresi
terbanyak ditemukan pada kelompok usia >18 tahun (10%).
- Status Perkawinan
Paling sering terjadi pada orang yang tidak mempunyai
hubungan interpersonal yang erat atau pada mereka yang bercerai atau
berpisah. Wanita yang tidak menikah memiliki kecenderungan lebih
rendah untuk menderita depresi dibandingkan dengan wanita yang
menikah namun hal ini berbanding terbalik untuk laki-laki (Ismail
dkk, 2010).
Pada umumnya, gangguan depresif berat terjadi paling sering
pada orang yang tidak memiliki hubungan interpersonal yang erat,
pasangan yang bercerai atau berpisah (Kaplan, 2010). Penelitian yang
dilakukan oleh Akhtar (2007) memperlihatkan bahwa prevalensi
tertinggi dari depresi didapatkan pada pasangan yang bercerai atau
berpisah.
- Faktor Sosioekonomi dan Budaya

23
Tidak ditemukan korelasi antara status sosioekonomi dan
gangguan depresi berat. Depresi lebih sering terjadi di daerah
pedesaan dibanding daerah perkotaan (Ismail dkk, 2010).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh National Academy
on An Aging Society (2000) didapatkan data bahwa pada kelompok
responden dengan pendapatan rendah ditemukan tingkat depresi yang
cukup tinggi yaitu sebesar 51%. Pada penelitian Akhtar (2007)
ditemukan tingkat depresi terendah pada kelompok pendidikan
Sekolah Menengah Atas (SMA) sebesar (9,1%) dan sebaliknya tingkat
depresi yang tertinggi ditemukan pada responden dengan kelompok
pendidikan yang lebih tinggi sebesar (13,4%). Walaupun hasil ini
dapat menjadi indikasi adanya perbedaan tingkat depresi pada tingkat
pendidikan, namun hal tersebut tidak memiliki korelasi positif dengan
terjadinya gangguan depresif (Kaplan, 2010).

3. Tatalaksana Gangguan Bipolar

Stabilisator Mood
a. Litium
Litium sudah digunakan sebagai terapi mania akut sejak 50 tahun
yang lalu. Ia lebih superior bila dibandingkan dengan plasebo.

Farmakologi
Sejumlah kecil litium terikat dengan protein. Litium dieksresikan
dalam bentuk utuhhanya melalui ginjal.

Indikasi
Episode mania akut, depresi, mencegah bunuh diri, dan bermanfaat
sebagai terapirumatan GB.

Dosis
Respons litium terhadap mania akut dapat dimaksimalkan dengan
menitrasi dosis hinggamencapai dosis terapeutik yang berkisar antara 1,0-
1,4 mEq/L. Perbaikan terjadi dalam 7-14 hari.Dosis awal yaitu 20
mg/kg/hari. Dosis untuk mengatasi keadaan akut lebih tinggi
biladibandingkan dengan untuk terapi rumatan. Untuk terapi rumatan,
dosis berkisar antara 0,4-0,8mEql/L. Dosis kecil dari 0,4 mEq/L, tidak

24
efektif sebagai terapi rumatan. Sebaliknya, gejalatoksisitas litium dapat
terjadi bila dosis 1,5 mEq/L.

Efek samping
Efek samping yang dilaporkan adalah mual, muntah, tremor,
somnolen, penambahanberat badan, dan penumpulan kognitif.
Neurotoksisitas, delirium, dan ensefalopati dapat pulaterjadi akibat
penggunaan litium. Neurotoksisitas bersifat ireversibel. Akibat intoksikasi
litium,defisit neurologi permanen dapat terjadi misalnya, ataksia, defisist
memori, dan gangguanpergerakan. Untuk mengatasi intoksikasi litium,
hemodialisis harus segera dilakukan.Litium dapat merusak tubulus ginjal.
Faktor risiko kerusakan ginjal adalah intoksikasilitium, polifarmasi dan
adanya penyakit fisik lainnya. Pasien yang mengonsumsi litium
dapatmengalami poliuri. Oleh karena itu, pasien dianjurkan untuk banyak
meminum air.

Pemeriksaan Laboratorium
Sebelum memberikan litium, fungsi ginjal (ureum dan kreatinin)
dan fungsi tiroid, harusdiperiksa terlebih dahulu. Untuk pasien yang
berumur di atas 40 tahun, pemeriksaan EKG harusdilakukan. Fungsi ginjal
harus diperiksa setiap 2-3 bulan dan fungsi tiroid dalam enam
bulanpertama. Setelah enam bulan, fungsi ginjal dan tiroid diperiksa sekali
dalam 6-12 bulan atau bilaada indikasi.

Wanita Hamil
Penggunaan litium pada wanita hamil dapat menimbulkan
malformasi janin. Kejadiannyameningkat bila janin terpapar pada
kehamilan yang lebih dini. Wanita dengan GB yangderajatnya berat, yang
mendapat rumatan litium, dapat melanjutkan litium selama kehamilan
bilaada indikasi secara klinis. Kadar litium darahnya harus dipantau
dengan seksama. PemeriksaanUSG untuk memantau janin, harus
dilakukan. Selama kehamilannya, wanita tersebut harusdisupervisi oleh
ahli kebidanan dan psikiater. Sebelum kehamilan terjadi, risiko litium
terhadapjanin dan efek putus litium terhadap ibu harus didiskusikan.
(Freman,2004)

25
b. Valproat
Valproat merupakan obat antiepilepsi yang disetujui oleh FDA
sebagai antimania. Valproat tersedia dalam bentuk:

1. Preparat oral
a. Sodium divalproat, tablet salut, proporsi antaraasam valproat dan
sodium valproat adalah sama(1:1).
b. Asam valproat
c. Sodium valproat
d. Sodium divalproat, kapsul yang mengandungpartikel-partikel salut yang
dapat dimakan secarautuh atau dibuka dan ditaburkan ke dalam makanan.
e. Divalproat dalam bentuk lepas lambat, dosis sekalisehari.

2. Preparat intravena

3. Preparat supositoria
Farmakologi
Terikat dengan protein. Diserap dengan cepat setelah pemberian
oral. Konsentrasipuncak plasma valproat sodium dan asam valproat
dicapai dalam dua jam sedangkan sodiumdivalproat dalam 3-8 jam. Awitan
absorbsi divalproat lepas lambat lebih cepat bila dibandingkan dengan
tablet biasa. Absorbsi menjadi lambat bila obat diminum bersamaan
dengan makanan .Ikatan valproat dengan protein meningkat bila diet
mengandung rendah lemak dan menurun bila diet mengandung tinggi
lemak.

Dosis
Dosis terapeutik untuk mania dicapai bila konsentrasi valproat
dalam serum berkisar antara 45 -125 mg/mL. Untuk GB II dan siklotimia
diperlukan divalproat dengan konsentrasi plasma < 50 mg/mL. Dosis awal
untuk mania dimulai dengan 15-20 mg/kg/hari atau 250 500 mg/hari dan
dinaikkan setiap 3 hari hingga mencapai konsentrasi serum 45- 125
mg/mL. Efek samping, misalnya sedasi, peningkatan nafsu makan, dan
penurunan leukosit serta trombosit dapat terjadi bila konsentrasi serum >
100 mg/mL. Untuk terapi rumatan, konsentrasi valproat dalam plasma
yang dianjurkan adalah antara 75-100 mg/mL.

Indikasi

26
Valproat efektif untuk mania akut, campuran akut, depresi mayor
akut, terapi rumatan GB, mania sekunder, GB yang tidak berespons
dengan litium, siklus cepat, GB pada anak danremaja, serta GB pada lanjut
usia.

Efek Samping
Valproat ditoleransi dengan baik. Efek samping yang dapat terjadi,
misalnya anoreksia, mual, muntah, diare, dispepsia, peningkatan (derajat
ringan) enzim transaminase, sedasi, dan tremor. Efek samping ini sering
terjadi pada awal pengobatan dan bekurang dengan penurunan dosis atau
dengan berjalannya waktu. Efek samping gastrointestinal lebih sering
terjadi pada penggunaan asam valproat dan valproat sodium bila
dibandingkan dengan tablet salut sodium divalproat. (Freman,2004)

c. Lamotrigin
Lamotrigin efektif untuk mengatasi episode bipolar depresi. Ia
menghambat kanal Na+.Selain itu, ia juga menghambat pelepasan
glutamat.

Farmakokinetik
Lamotrigin oral diabsorbsi dengan cepat. Ia dengan cepat melewati
sawar otak dan mencapai konsentrasi puncak dalam 2-3 jam. Sebanyak
10% lamotrigin dieksresikan dalam bentuk utuh.

Indikasi
Efektif untuk mengobati episode depresi, GB I dan GB II, baik
akut maupun rumatan.Lamotrigin juga efektif untuk GB, siklus cepat.

Dosis
Berkisar antara 50-200 mg/hari.

Efek Samping
Sakit kepala, mual, muntah, pusing, mengantuk, tremor, dan
berbagai bentuk kemerahandi kulit.

Antipsikotika Atipik

27
Antipsikotika atipik, baik monoterapi maupun kombinasi terapi, efektif
sebagai terapi linipertama untuk GB. Beberapa antipsikotika atipik tersebut
adalah olanzapin, risperidon,quetiapin, dan aripiprazol.

a. Risperidon
Risperidon adalah derivat benzisoksazol. Ia merupakan
antipsikotika atipik pertamayang mendapat persetujuan FDA setelah
klozapin.

Absorbsi
Risperidon diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian oral. Ia
dimetabolisme oleh enzimhepar yaitu CYP 2D6.

Dosis
Untuk preparat oral, risperidon tersedia dalam dua bentuk sediaan
yaitu tablet dan cairan.Dosis awal yang dianjurkan adalah 2 mg/hari dan
besoknya dapat dinaikkan hingga mencapaidosis 4 mg/hari. Sebagian besar
pasien membutuhkan 4-6 mg/hari. Risperidon injeksi jangkapanjang (RIJP)
dapat pula digunakan untuk terapi rumatan GB. Dosis yang dianjurkan
untukorang dewasa atau orang tua adalah 25 mg setiap dua minggu. Bila
tidak berespons dengan 25mg, dosis dapat dinaikkan menjadi 37,5 mg - 50
mg per dua minggu.

Indikasi
Risperidon bermanfaat pada mania akut dan efektif pula untuk
terapi rumatan

Efek Samping
Sedasi, fatig, pusing ortostatik, palpitasi, peningkatan berat badan,
berkurangnya gairahseksual, disfungsi ereksi lebih sering terjadi pada
risperidon bila dibandingkan dengan padaplasebo. Meskipun risperidon
tidak terikat secara bermakna dengan reseptor kolinergikmuskarinik, mulut
kering, mata kabur, dan retensi urin, dapat terlihat pada beberapa pasien
dansifatnya hanya sementara. Peningkatan berat badan dan prolaktin dapat
pula terjadi padapemberian risperidon. (Freman,2004)

28
b. Olanzapin
Olanzapin merupakan derivat tienobenzodiazepin yang memiliki
afinitas terhadapdopamin (DA), D2, D3, D4, dan D5, serotonin 2 (5-HT2);
muskarinik, histamin 1(H1), dan a1-adrenergik.

Indikasi
Olanzapin mendapat persetujuan dari FDA untuk bipolar episode
akut mania dancampuran. Selain itu, olanzapin juga efektif untuk terapi
rumatan GB.
Dosis
Kisaran dosis olanzapin adalah antara 5-30 mg/hari.

Efek Samping
Sedasi dapat terjadi pada awal pengobatan tetapi berkurang setelah
beberapa lama. Efekantikolinergik dapat pula terjadi tetapi kejadiannya
sangat rendah dan tidak menyebabkan penghentian pengobatan. Risiko
terjadinya diabetes tipe-2 relatif tinggi bila dibandingkan dengan
antipsikotika atipik lainnya. Keadaan ini dapat diatasi dengan melakukan
psikoedukasi, misalnya merubah gaya hidup, diet dan latihan fisik.

c. Quetiapin
Quetiapin merupakan suatu derivat dibenzotiazepin yang bekerja
sebagai antagonis 5-HT1A dan 5-HT2A, dopamin D1, D2, histamin H1
serta reseptor adrenergik a1 dan a2. Afinitasnya rendah terhadap reseptor
D2 dan relatif lebih tinggi terhadap serotonin 5-HT2A.

Dosis
Kisaran dosis pada gangguan bipolar dewasa yaitu 200-800
mg/hari. Tersedia dalambentuk tablet IR (immediate release) dengan dosis
25 mg, 100 mg, 200 mg, dan 300 mg, dengan pemberian dua kali per hari.
Selain itu, juga tersedia quetiapin-XR dengan dosis 300 mg, satu kali per
hari.

Indikasi
Quetiapin efektif untuk GB I dan II, episdoe manik, depresi,
campuran, siklus cepat, baik dalam keadaan akut maupun rumatan.

Efek Samping

29
Quetiapin secara umum ditoleransi dengan baik. Sedasi merupakan
efek samping yang sering dilaporkan. Efek samping ini berkurang dengan
berjalannya waktu. Perubahan dalam berat badan dengan quetiapin adalah
sedang dan tidak menyebabkan penghentian pengobatan.Peningkatan berat
badan lebih kecil bila dibandingkan dengan antipsikotika
tipik.AripiprazolAripiprazol adalah stabilisator sistem dopamin-serotonin.

Farmakologi
Aripiprazol merupakan agonis parsial kuat pada D2, D3, dan 5-
HT1A serta antagonis 5-HT2A. Ia juga mempunyai afinitas yang tinggi
pada reseptor D3, afinitas sedang pada D4, 5-HT2c,5-HT7, a1- adrenergik,
histaminergik (H1), dan serotonin reuptake site (SERT), dan tidak terikat
dengan reseptor muskarinik kolinergik.

Dosis
Aripiprazol tersedia dalam bentuk tablet 5,10,15,20, dan 30 mg.
Kisaran dosis efektifnya per hari yaitu antara 10-30 mg. Dosis awal yang
direkomendasikan yaitu antara 10 - 15 mg dan diberikan sekali sehari.
Apabila ada rasa mual, insomnia, dan akatisia, dianjurkan untuk
menurunkan dosis. Beberapa klinikus mengatakan bahwa dosis awal 5 mg
dapat meningkatkan tolerabilitas.

Indikasi
Aripiprazol efektif pada GB, episode mania dan episode campuran
akut. Ia juga efektif untuk terapi rumatan GB. Aripiprazol juga efektif
sebagai terapi tambahan pada GB I, episode depresi.

Efek Samping
Sakit kepala, mengantuk, agitasi, dispepsia, anksietas, dan mual
merupakan kejadianyang tidak diinginkan yang dilaporkan secara spontan
oleh kelompok yang mendapataripiprazol. Efek samping
ekstrapiramidalnya tidak berbeda secara bermakna dengan
plasebo.Akatisia dapat terjadi dan kadang-kadang dapat sangat
mengganggu pasien sehingga sering mengakibatkan penghentian
pengobatan. Insomnia dapat pula ditemui. Tidak ada peningkatan berat
badan dan diabetes melitus pada penggunaan aripiprazol. Selain itu,

30
peningkatan kadar prolaktin juga tidak dijumpai. Aripiprazol tidak
menyebabkan perubahan interval QTc.

Antidepresan

Antidepresan efektif untuk mengobati GB, episode depresi.


Penggunaannya harus dalam jangka pendek. Penggunaan jangka panjang
berpotensi meginduksi hipomania atau mania.Untuk menghindari terjadinya
hipomania dan mania, antidepresan hendaklah dikombinasi dengan stabilisator
mood atau dengan antipsikotika atipik (Freman,2004)

Intervensi Psikososial

Intervensi psikososial meliputi berbagai pendekatan misalnya, cognitive


behavioraltherapy (CBT), terapi keluarga, terapi interpersonal, terapi
kelompok, psikoedukasi, dan berbagai bentuk terapi psikologi atau psikososial
lainnya. Intervensi psiksosial sangat perlu untuk mempertahankan keadaan
remisi. (Freman,2004)

4. Prognosis Gangguan Bipolar


Prognosis baikapabila :
-Episodenyaringan, tidakadagejalapsikotik.
-Perawatandirumahsakithanyasingkat.
- Selamamasaremaja, pasienmemilikiriwayatpsikososial yang baik.
- Tidakadagangguanpsikiatrikkomorbiditas.
- Tidakadagangguankepribadian.
Prognosisburukapabila :
- Adanyapenyertagangguandistimik
- Penyalahgunaanzat
- Gejalagangguancemas
- Riwayatlebihdarisatu episode depresi
-Laki-lakilebihseringmenjadikronisdanmengganggudibandingkanperempuan.
Gangguan depresif berat bukan merupakan gangguan yang ringan. Keadaan ini
cenderung merupakan gangguan kronis, dan pasien cenderung akan mengalami
relaps.Pasien dengan gangguan bipolar lebih buruk prognosisnya dibadingkan
dengan pasien dengan gangguan depresif berat. (Kaplan, 2010)

5. Skrining Gangguan Bipolar


Gangguan bipolar secara epidemiologi banyak terjadi pada usia 18-22
tahun. Sehingga sampai saat ini, belum ada kriteria diagnosis yang spesifik

31
untuk gangguan bipolar pada anak dan remaja sehingga masih digunakan
kriteria diagnosis gangguan bipolar untuk individu dewasa. Karena anak dan
remaja masih dalam masa perkembangan, seringkali penegakkan diagnosis
tersebut menjadi sulit dan cenderung mengalami misdiagnosis, baik itu berupa
under- atau overdiagnosis. Dengan demikian, perlu adanya konsensus untuk
skrining maupun penegakkan diagnosis gangguan bipolar pada anak dan
remaja. The Juvenile Bipolar Research Foundation (JBRF) sejak dua dekade
yang lalu telah berupaya untuk mengembangkan kuesioner skrining dan upaya
diagnosis yang lebih akurat untuk kondisi ini. Saat ini, mereka menganjurkan
untuk menggunakan the Child Bipolar Questionnaire (CBQ) dan
Jeanne/Jeffrey Questionnaire for Children (self-report questionnaire) sebagai
alat skrining yang dilaporkan cukup akurat. Untuk klinisi, dapat digunakan
Child Bipolar Screening Interview (CBSI) sebagai pedoman wawancara dalam
penegakkan diagnosis gangguan bipolar pada anak dan remaja, terutama dalam
aspek penelitian agar keseragaman dan akurasi diagnosis dapat dicapai dengan
lebih tepat (Geller, 2000).
Sedangkan dari sumber lain disebutkan terdpat suatu alat pemeriksaan
yang dinamakan Mood Disorder Questionnaire (MDQ) yang dapat digunakkan
untuk pasien dewasa. Kuisioner ini tidak dipergunakan untuk diagnosa,
melainkan untuk mendeteksi dini agar dapat dilakukan tindakan lebih lanjut
(American Psychiatric Association, 2006).

Berikut ini beberapa skala depresi yang dapat digunakan pada gangguan
bipolar :
a. Becks Depression Inventory

1.
0 I do not feel sad.
1 I feel sad
2 I am sad all the time and I can't snap out of it.
3 I am so sad and unhappy that I can't stand it.
2.
0 I am not particularly discouraged about the future.
1 I feel discouraged about the future.

32
2 I feel I have nothing to look forward to.
3 I feel the future is hopeless and that things cannot improve.

3.
0 I do not feel like a failure.
1 I feel I have failed more than the average person.
2 As I look back on my life, all I can see is a lot of failures.
3 I feel I am a complete failure as a person.
4.
0 I get as much satisfaction out of things as I used to.
1 I don't enjoy things the way I used to.
2 I don't get real satisfaction out of anything anymore.
3 I am dissatisfied or bored with everything.
5.

33
0 I don't feel particularly guilty
1 I feel guilty a good part of the time.
2 I feel quite guilty most of the time.
3 I feel guilty all of the time.
6.
0 I don't feel I am being punished.
1 I feel I may be punished.
2 I expect to be punished.
3 I feel I am being punished.
7.
0 I don't feel disappointed in myself.
1 I am disappointed in myself.
2 I am disgusted with myself.
3 I hate myself.
8.
0 I don't feel I am any worse than anybody else.
1 I am critical of myself for my weaknesses or mistakes.
2 I blame myself all the time for my faults.
3 I blame myself for everything bad that happens.
9.
0 I don't have any thoughts of killing myself.
1 I have thoughts of killing myself, but I would not carry them out.
2 I would like to kill myself.
3 I would kill myself if I had the chance.
10.
0 I don't cry any more than usual.
1 I cry more now than I used to.
2 I cry all the time now.
3 I used to be able to cry, but now I can't cry even though I want to.
11.
0 I am no more irritated by things than I ever was.
1 I am slightly more irritated now than usual.

34
2 I am quite annoyed or irritated a good deal of the time.
3 I feel irritated all the time.
12.
0 I have not lost interest in other people.
1 I am less interested in other people than I used to be.
2 I have lost most of my interest in other people.
3 I have lost all of my interest in other people.
13.
0 I make decisions about as well as I ever could.
1 I put off making decisions more than I used to.
2 I have greater difficulty in making decisions more than I used to.
3 I can't make decisions at all anymore.
14.
0 I don't feel that I look any worse than I used to.
1 I am worried that I am looking old or unattractive.
2 I feel there are permanent changes in my appearance that make me look
Unattractive
3 I believe that I look ugly.
15.
0 I can work about as well as before.
1 It takes an extra effort to get started at doing something.
2 I have to push myself very hard to do anything.
3 I can't do any work at all.

16.
0 I can sleep as well as usual.
1 I don't sleep as well as I used to.
2 I wake up 1-2 hours earlier than usual and find it hard to get back to
sleep.
3 I wake up several hours earlier than I used to and cannot get back to
sleep.
17.

35
0 I don't get more tired than usual.
1 I get tired more easily than I used to.
2 I get tired from doing almost anything.
3 I am too tired to do anything.
18.
0 My appetite is no worse than usual.
1 My appetite is not as good as it used to be.
2 My appetite is much worse now.
3 I have no appetite at all anymore.
19.
0 I haven't lost much weight, if any, lately.
1 I have lost more than five pounds.
2 I have lost more than ten pounds.
3 I have lost more than fifteen pounds.

Kuisioner ini terdiri dari 21 pertanyaan dengan skor maksimal 63. Berikut
adalah interpretasi hasilnya :
1-10 : Normal
11-16 : Gangguan mood ringan
17-20 : Gangguan kepribadian borderline
21-30 : Depresi sedang
31-40:Depresi parah
40 : Depresi ekstrim
(Boston Medical Center)

b. Zung Self-Rating Depression Scale

36
Diadaptasi dari Zung, 1975.
Banyak orang dengan depresi memperoleh skor 50 sampai 69,
dengan kemungkinan skor tertinggi 80. (Caroll, 1973)

c. Hamilton Rating Scale for Depression


Depressed mood
(sadness,
hopeless,
helpless,
worthless)

37
Feeling of guilt

Suicide

Insomnia early

Insomnia middle

Insomnia late

Work and
activities

Retardation /
psychomotor

Agitation

Anxiety
(Psychological)

38
Anxiety somatic

Somatic
symptoms /
gastrointestinal

Somatic
symptom general

Genital
symptoms

Hycondriasis

Loss of weight

Insight

Diurnal variation

Depersonalizatio
n and
derealization
Paranoid
symptoms

39
Obsessional and
compulsive
symptoms

Kuisioner ini digunakan untuk menilai keparahan penyakit pasien yang


telah didiagnosis depresi. (Glaxo, 1997)

6. Faktor-faktor yang mempengaruhi Gangguan Bipolar


a. FaktorBiologik
- Genetik
- Perubahanneurotransmiter/ neuroendokrin
- Perubahanstrukturalotak
- Vascular risk factors
- Penyakit/kelemahanfisik (KondisiMedikKronik&Kondisi Terminal)
b. FaktorPsikologik
- Tipekepribadian (dependen, perfeksionis, introvert)
- Relasi interpersonal (disharmonikeluarga)
(Maslim, 2001)

Faktor PencetusDepresi
a. Peristiwakehidupan
- Berduka, perpisahan, kehilangan orang dicintai
- Kesulitanekonomi
- Perubahansituasipindahrumah
b. StresKronis
- Disfungsikehidupanberkeluarga
c. Penggunaanobatobatantertentu
- Antihipertensi, Pemblok H2, KontrasepsiOral
- Kortikosteroid, AntiReumatik
(Maslim, 2001)

FaktorPelindungDepresi
a. Dukungan social
- Kekerabatan
- Kehidupanreligius
b. Mekanismepemecahanmasalah yang sehat
- Mudahberadaptasidenganlingkungan
- Kepribadian yang matur
c. Polahidupsehat
- Giziseimbang
- Olah raga, hidupteratur
(Gail, 2002)

40
7. Dampak yang disebabkan Gangguan Bipolar

Mortalitas Morbiditas Biaya sosial


Depresiadalahfakt Percobaanbunuhd Keluargadis
orutamauntukkem iri fungsional
Kecelakaan Mangkir
atianakibatbunuhd
Menyebabkanpen Produktivit
iri
yakit/somatisasi asberkuran
Kecelakaan fatal
Kehilanganpekerj
g
akibatkonsentrasi
aan Cederaterk
danperhatianterga Gagal di
aitpekerjaa
nggu sekolah/karir
n
Kematianakibatpe Penyalahgunaanal
Kualitaspek
nyakit yang kohol/zat
erjaanburuk
terkaitatau yang
diakibatkan (mis.
Penyalahgunaanal
kohol)

8. Tinjauan Islam tentang depresi


Al Baqarah 155 sd 157

Dan berikanlah kabar berita gembira kepada orang-orang yang sabr, yaitu orang-
orang yang apabila ditimpa musibah mereka mengucapkan Innalillahi wa inna
ilaihi rajiun, Mereka itulah yang mendapatkan keberkahan yang sempurna dan
rahmat dari Rabbnya dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk

QS Al Hadid ayat 22 sd 23

41
Tidak sesuatu bencana pun menimpa di bumi dan tidak pula dirimu sendiri
melankan sudah tertulis di dalam kitab Lauhul Mahfuzh ) sebelum Kami
menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu supaya kamu jangan berduka
cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira
terhadap apa yang diberikanNya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap
orang yang sombong lagi membanggakan diri

Berikut cara kita menerapi Kesedihan dan guncangan jiwa

1. Beristighfar
Barangsiapa yang selalu beristighfar , Allah akan memberikan penyelesaian dari
segala kesulitan, dan jalan keluar dari setiap kesempitannya serta rizki dari arah
yang tidak disangka-sangka

2. Sabar dan shalat

...ambilah pertolongan dari kesabaran dan shalat ...

3. Membaca Laa haula wa laa quwwata illa billah

Barangsiapa yang banyak bersedih dan berduka , hendaklah ia memperbanyak


membaca Laa haula wa laa queeata illa billah

4. Ketika berdoa ucapkan wahai Al Hayyu Al Qayyum Ya Allah, hanya rahmat


Mu yang aku harapkan,

42
BAB VII
PENUTUP

7.1. Kesimpulan
Seorang wanita usia 23 tahun datang dengan keluhan tidak mau
makan sejak seminggu lalu. Penyebab pasien tidak mau makan ada dua
kemungkinan yaitu karena faktor kelainan pada organ atau karena psikogenik.
Setelah dilakukan PF dan pemeriksaan Neurologi semua normal, dan setelah
dilakukan anamnesis ternyata pasien memiliki masalah yaitu pasien merasa
bersalah karena tidak bisa menyelesaikan kuliahnya sehingga membuat orang
tuanya kecewa hal tersebut menunjukan bahwa penyebab keluhan pasien
adalah karena faktor psikogenik. Selain tidak mau makan pasien juga
mengeluhkan bahwa sikap pasien berubah menjadi suka mengurung dikamar.

Hal tersebut menunjukan bahwa hilangnya minat pasien untuk


menyelesaikan kuliah, menurunnya aktivitas pasien sehingga membuat
pandangan pasien terhadap masa depan suram. Pasien berubah menjadi suka
mengurung dikamar juga menunjukan bahwa kepercayaan diri menurun.
Ditambah pasien sudah mulai berhalusinasi auditorik.

Dilihat dari gejalanya, berdasarkan PPDGJ III pasien mengalami episode


depresi berat dengan gejala psikotik. Namun setelah dilihat RPD pasien,
setahun lalu pasien pernah dirawat oleh psikiatri karena mudah marah,
tersinggung, tampak gembira dan tampak bersemangat. Banyak aktivitas dan
bicara melebihi waktu biasanya. Pada malam hari ia jarang tidur yang
menandakan kebutuhan tidurnya sedikit sehingga mengganggu anggota
keluarga yang lain. Ia boros menggunakan uang sakunya untuk membeli
barang yang tidak diperlukan. Ia mudah tersinggung dan marah bila diingatkan
oleh ibunya.

Bedasarkan PPDGJ III dahulunya pasien mengalami manik. Bedasarkan


RPS pasien yang didiagnosis Depresi berat dengan gejala psikotik dan,

43
Menurut PPDGJ III pasien mengalami gangguan bipolar dengan episode
depresi berat dengan gejala psikotik.

7.2. Saran
1. Dalam mendiagnosis pasien dengan gangguan bipolar episode depresi berat
dengan gejala psikotik harus diperhatikan dengan teliti kecendrungan
kegawatdaruratan psikiatri.
2. Gejala gejala yang timbul pada pasien sangat bervariasi, untuk itu
mahasiswa harus paham dan mengerti kriteria diagnosis untuk menegakkan
diagnosis yang tepat terhadap pasien.
3. Memberikan edukasi yang jelas kepada pasien dan keluarga.
4. Penatalaksanaan farmakologi yang efektif dan efisien pada pasien untuk
mendapatkan hasil yang maksimal.

44
DAFTAR PUSTAKA

Akhtar, P., M.Ali, M.P. Sharma, H. farooqi, and H.N.Khan, 2010. Phytochemical
investigation of Fruits of Corylus colurnaLinn, Journal of Phytology, 2(3): 89

Amir Syarif, Purwantyastuti Ascobat, Ari Estuningtyas, Rianto Setiabudy, Arini


Setiawati, Armen Muchtar, et al.2007. Farmakologi dan terapi. Edisi 5. Gaya
Baru: Jakarta. h.471.

Gail, Stuart W. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC; 2002. p:144.

Guyton, A. C. dan John E.H.1997. Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Editor Bahasa


Indonesia Irawati Setiawan. EGC. Jakarta.

Junge, C dan Freman, M. 2008. Kolesterol Rendah Jantung Sehat. PT.Bhuana


Ilmu Populer Kelompok Gramedia. Jakarta.

Kaplan, H.I & Saddock, B.J. Sinopsis Psikiatri. 8th ed. Jakarta: Bina Rupa
Aksara; 2005. p:1-8.

Maslim, R..Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III, Bagian Ilmu


Kedokteran Jiwa FK Unika Atmajaya, Jakarta: 2001

MaramisW.F.Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa.Surabaya: Airlangga University


Press; 2005. p. 63-9.

Treadway, Michael T., and Diego A.P. 2014. Imaging the Pathophysiology of
Major Depressive Disorder-from Localist Models to Circuit-based
Analysis. Biology of Mood and Anxiety Disorders, Centers for
Depression Anxiety and Stress Research, McLean
Hospital/Harvard Medical School: 1-13.

45
Tyrrell, Mark, and Roger Elliot. 2013. The Depression Learning Path. United
Kingdom: Uncommon Knowledge Ltd.

46

Anda mungkin juga menyukai