Anda di halaman 1dari 30

JURNAL READING

Neuritis Optik

Oleh:

Nurul Fadli

Dita Apriyani

Syelvi rahmawati

Pembimbing:

dr. Kartini Hidayati, SpM

SMF ILMU KESEHATAN MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH LAMONGAN

2016

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan

hidayah-Nya, penulisan jurnal reading stase mata ini dapat diselesaikan dengan

baik. Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Rasulullah SAW,

keluarga, para sahabat dan pengikut beliau hingga akhir zaman.

Jurnal reding yang akan disampaikan dalam penulisan ini mengenai

Neuritis Optik. Penulisan jurnal reading ini diajukan untuk memenuhi tugas

kelompok stase mata.

Dengan terselesaikannya jurnal reading ini kami ucapkan terima kasih

yang sebesar besarnya kepada dr. Kartini Hidayati, SpM, selaku pembimbing

kami, yang telah membimbing dan menuntun kami dalam pembuatan laporan

kasus ini.

Kami menyadari bahwa penulisan ini masih jauh dari sempurna, oleh

karena itu saya tetap membuka diri untuk kritik dan saran yang membangun.

Akhirnya, semoga jurnal reading ini dapat bermanfaat.

September 2016

Penulis

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mata merupakan organ yang mengandung reseptor penglihatan pada salah

satu bagiannnya yang disebut retina. Retina merupakan reseptor permukaan untuk

informasi visual. Sebagaimana ditunjukan oleh asal embriologis umum, retina dan

jaras-jaras penglihatan anterior (nervus optikus, kiasma optikus dan traktus

optikus) merupakan bagian dari kesatuan otak yang utuh, yang menyediakan

sebagian besar input sensoris total.

Retina dan jaras-jaras penglihatan anterior sering memberi petunjuk

diagnostik penting untuk berbagai gangguan sistem saraf pusat. Penyakit

intrakranial sering menyebabkan gangguan penglihatan karena adanya kerusakan

atau tekanan pada salah satu bagian dari jaras-jaras optikus. Pada pembahasan ini

akan dijelaskan kerusakan yang mengenai nervus optikus karena peradangan.

Studi epidemiologi menunjukan kejadian neuritis optikus berkisar 4-5 per


100.000 populasi, dengan insidensi tertinggi pada populasi yang tinggal didataran
tinggi, seperti Amerika Utara dan Eropa bagian barat, dan terendah pada daerah
ekuator. Sedangkan dari segi ras, ras kaukasian lebih banyak terkena dibanding ras
lain. Pada predileksi umur dewasa muda 20-45 tahun, neuritis optikus biasanya
bersifat unilateral dan lebih banyak pada wanita (3:1). Sedangkan neuritis optik
pada anak lebih jarang terjadi, yaitu hanya kurang lebih 5% kasus, biasanya
bersifat bilateral, timbul palpitis, dan mempunyai kecenderungan menjadi
sklerosis multipel lebih rendah.3, 6

3
1.2 Tujuan Penulisan

Tujuan penyusunan referat ini adalah untuk mengetahui secara umum

mengenai definisi, anatomi, fisiologi, klasifikasi, patofisiologi, manifestasi klinis,

serta penatalaksanaan pada neuritis optik

1.3. Manfaat Penulisan

Manfaat penyusunan referat ini adalah untuk menambah pengetahuan

tentang Neuritis Optik dan sebagai metode pembelajaran pada kepanitraan klinik

stase mata di Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan.

4
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI

2.1.1 Lapisan Retina

Gambar 2.1. Lapisan Retina

Komponen yang paling utama dari retina adalah sel-sel reseptor sensoris
atau fotoreseptor dan beberapa jenis neuron dari jaras penglihatan. Lapisan
terdalam (neuron pertama) retina mengandung fotoreseptor (sel batang dan sel
kerucut) dan dua lapisan yang lebih superfisial mengandung neuron bipolar
(lapisan neuron kedua) serta sel-sel ganglion (lapisan neuron ketiga).1, 2, 3
Sel batang berfungsi dalam proses penglihatan redup dan gerakan
sementara sel kerucut berperan dalam fungsi penglihatan terang, penglihatan
warna, dan ketajaman penglihatan. Sel batang memiliki sensitivitas cahaya yang

5
lebih tinggi daripada sel kerucut dan berfungsi pada penglihatan perifer. Sel
kerucut mampu membedakan warna dan memiliki fungsi penglihatan sentral.
Badan sel dari reseptor-reseptor ini mengeluarkan tonjolan (prosesus) yang
bersinaps dengan sel-sel ganglion retina. Akson sel-sel ganglion membentuk
lapisan serat saraf pada retina dan menyatumembentuk saraf optikus.1,3

2.1.2. Nervus Optikus

Nervus optikus bermula dari optik disk dan berlanjut sampai ke kiasma
optikum, dimana ke dua nervus tersebut menyatu. Lebih awal lagi merupakan
kelanjutan dari lapisan neuron retina, yang terdiri dari axon-axon dari sel
ganglion. Serat ini juga mengandung serat aferen untuk reflex pupil. Secara
morfologi dan embriologi, neuritis optikus merupakan saraf sensorik. Tidak
seperti saraf perifer nervus optikus tidak dilapisi oleh neurilema sehingga tidak
dapat beregenerasi jika terpotong. Serat nervus optikus mengandung 1,0-1,2 juta
serat saraf.4

Nervus optikus memiliki panjang sekitar 47-50 mm, dan dapat di bagi
menjadi 4 bagian:1,4
Intraocular (1 mm): menembus sklera (lamina kribrosa), koroid dan masuk
ke mata sebagai papil disk.

Intraorbital (30 mm): memanjang dari belakang mata sampai ke foramen


optik. Lebih ke posterior, dekat dengan foramen optik, dikelilingi oleh
annulus zinn dan origo dari ke empat otot rektus. Sebagian serat otot
rektus superior berhubungan dengan selubung saraf nervus optikus dan
berhubungan dengan sensasi nyeri saat menggerakkan mata pada neuritis
retrobulbar. Secara anterior, nervus ini dipidahkan dari otot mata oleh
lemak orbital.

Intrakanalikular (6-9 mm): sangat dekat dengan arteri oftalmika yang


berjalan inferolateral dan melintasi secara oblik, dan ketika memasuki
mata dari sebelah medial. Ini juga menjelaskan kaitan sinusitis dengan
neuritis retrobulbar.

6
Intrakranial (10 mm): melintas di atas sinus kavernosus kemudian
menyatu membentuk kiasma optikum.

7
Gambar 2.2. Jaras Nervus Optikus

2.1.3. Selubung Meningeal

Piamater, arachnoid, dan duramater melapisi otak dan berlanjut ke nervus


optikus. Di kanalis optik duramater menempel langsung ke tulang sekitarnya.
Ruang subarachnoid dan ruang subdural merupakan kelanjutan dari bagian otak
juga.1, 4

2.1.4. Vaskularisasi Nervus Optikus


Permukaan optic disk didarahi oleh kapiler-kapiler dari arteri retina.
Daerah prelaminar terutama di suplai dari sentripetal cabang cabang dari
peripailari koroid dan sebagian kontibusi dari pembuluh darah dari lamina
kribrosa.1, 4
Lamina kribrosa disuplai dari cabang arteri siliaris posterior dan arteri
circle of zinn. Bagian retrolaminar nervus optikus di suplai dari sentrifugal
cabang-cabang arteri retina sentral dan sentripetal cabang-cabang pleksus yang
dibentuk dari arteri koroidal, circle of zinn, arteri retina sentral, dan arteri
oftalmika.1,4

Gambar 2.3. Vaskularisasi Nervus Optikus

2.1.5. Lesi Saraf Optik

8
Ditandai dengan hilangnya penglihatan atau kebutaan lengkap pada sisi
yang terkena dengan hilangnya refleks cahaya langsung pada sisi ipsilateral dan
reflek tidak langsung pada sisi kontralateral.3, 4
Penyebab umum dari lesi saraf optik adalah: optik atrofi, trauma pada
saraf optik, neuropati optik, dan neuritis optikus akut.

Gambar 2.4. Defek Visual

Lesi Melalui Bagian Proksimal Saraf Optik

Gambaran penting dari lesi tersebut yaitu hemianopsia ipsilateral dan


kontralateral, hilangnya refleks cahaya langsung pada sisi yang terkena dan
refleks cahaya tidak langsung pada sisi kontralateral.1, 3, 4

Lesi Kiasma Central

Dicirikan oleh hemianopsia bitemporal dan kelumpuhan refleks pupil.


Biasanya didahului oleh atrofi optik pada sebagian akhir nervus optikus.
Penyebab umum lesi kiasma central adalah suprasellar aneurisma, tumor kelenjar
hipofise, kraniofaringioma, meningioma suprasellar, glioma ventrikel ketiga,
hidrosefalus akibat obstruktif ventrikel tiga, dan kiasma arachnoiditis kronis.1, 3, 4

9
Lesi Kiasma Lateral
Gambaran menonjol pada lesi ini yaitu hemianopia binasal dengan
kelumpuhan refleks pupil. Penyebab umum dari lesi tersebut diantaranya
penggelembungan dari ventrikel ketiga yang menyebabkan tekanan pada setiap
sisi kiasma dan ateroma dari carotis atau arteri communican posterior.1, 3, 4

Lesi Saluran Optik


Ditandai dengan hemianopia homonim terkait dengan reaksi pupil
kontralateral (Reaksi Wernicke). Lesi ini biasanya diahului oleh atrofi optik pada
sebagian akhir nervus optikus dan mungkin berhubungan dengan kelumpuhan
saraf ketiga kontralateral serta hemiplegik ipsilateral. Penyebab umum lesi ini
diantaranya lesi sifilis, tuberkulosis, dan aneurisma dari serebeli atas atau arteri
serebral posterior.1, 3, 4

Lesi Badan Genikulatum Lateral


Lesi ini mengakibatkan hemianopia homonim dengan refleks pupil
minimal, dan mungkin berakhir dengan atrofi optik parsial.1, 3, 4

Lesi Radiasi Optik


Gambaran berbeda-beda tergantung pada lokasi lesi. Keterlibatan radiasi optik
total mengakibatkan hemianopsia homonim total. Hemianopia kuadrantik inferior
(pie on the floor) terjadi pada lesi lobus parietal (mengandung serat unggul radiasi
optik). Hemianopia kuadrantik superior (pie on the sky) dapat terjadi setelah lesi
dari lobus temporal (mengandung serat radiasi optik inferior). Biasanya lesi dari
radiasi optik terjadi akibat oklusi pembuluh darah, tumor primer dan sekunder,
serta trauma.1, 3, 4

Lesi Korteks Visual


Kerusakan makula homonim pada lesi ujung korteks oksipital yang dapat
terjadi sebagai akibat cedera kepala atau cedera ditembak senapan. Refleks cahaya
pupil normal dan atrofi optik tidak diikuti lesi korteks visual. 1, 3, 4

2.2. Neuritis Optik


2.2.1. Definisi dan Klasifikasi

10
Neuritis optik adalah radang nervus optikus; penyakit ini dapat
diklasifikasikan ke dalam bentuk:1,2,5
intraokular, yang mengenai bagian saraf bola mata (papillitis)

retrobulbar, yang mengenai bagian saraf di belakang bola mata.

2.2.2. Epidemiologi

Studi epidemiologi menunjukan kejadian neuritis optikus berkisar 4-5 per


100.000 populasi, dengan insidensi tertinggi pada populasi yang tinggal didataran
tinggi, seperti Amerika Utara dan Eropa bagian barat, dan terendah pada daerah
ekuator. Sedangkan dari segi ras, ras kaukasian lebih banyak terkena dibanding ras
lain. Pada predileksi umur dewasa muda 20-45 tahun, neuritis optikus biasanya
bersifat unilateral dan lebih banyak pada wanita (3:1). Sedangkan neuritis optik
pada anak lebih jarang terjadi, yaitu hanya kurang lebih 5% kasus, biasanya
bersifat bilateral, timbul palpitis, dan mempunyai kecenderungan menjadi
sklerosis multipel lebih rendah.3,

2.2.3. Etiologi

Etiologi neuritis optik meliputi:1

a.
Demielinatif


Idiopatik


Sklerosis multiple


Neuromielitis optika (penyakit Delvic)

b.
Diperantarai imun


Neuritis optik pascainfeksi virus (morbili, mumps, cacar air,
influenza, mononukleosis infeksiosa


Neuritis optik pascaimunisasi

11

Ensefalomielitis diseminata akut


Polineuropati idiopatik akut (sindrom Guillain-Barre)


Lupus eritematosus sistemik


Penyakit leber

c.
Infeksi langsung


Herpes zoster, sifilis, tuberkulosis, crytococcosis, cytomegalovirus

d.
Neuropati optik granulomatosa


Sarkoidosis


Idiopatik

e.
Penyakit peradangan sekitar


Peradangan intraocular


Penyakit orbita


Penyakit sinus, termasuk mucormikosis


Penyakit intracranial: meningitis, ensefalitis

f.
Intoksikasi racun eksogen


Tobacco, etil alkohol, metil alkohol

g.
penyakit metabolic


Diabetes, anemia, kehamilan, avitaminosis

2.2.4. Patogenesis

12
Dasar patologi penyebab neuritis optikus paling sering adalah inflamasi
demielinisasi dari saraf optik. Patologi yang terjadi sama dengan yang terjadi pada
multipel sklerosis (MS) akut, yaitu adanya plak di otak dengan perivascular
cuffing, edema pada selubung saraf yang bermielin, dan pemecahan mielin.7, 8
Inflamasi pada endotel pembuluh darah retina dapat mendahului
demielinisasi dan terkadang terlihat sebagai retinal vein sheathing. Kehilangan
mielin dapat melebihi hilangnya akson.7, 8
Dipercaya bahwa demielinisasi yang terjadi pada neuritis optikus
diperantarai oleh imun, tetapi mekanisme spesifik dan antigen targetnya belum
diketahui. Aktivasi sistemik sel T diidentifikasi pada awal gejala dan mendahului
perubahan yang terjadi didalam cairan serebrospinal. Perubahan sistemik kembali
menjadi normal mendahului perubahan sentral (dalam 2-4 minggu). Aktivasi sel T
menyebabkan pelepasan sitokin dan agen-agen inflamasi yang lain. Aktivasi sel B
melawan protein dasar mielin tidak terlihat di darah perifer namun dapat terlihat
di cairan serebrospinal pasien dengan neuritis optikus. Neuritis optikus juga
berkaitan dengan kerentanan genetik, sama seperti MS. Terdapat ekspresi tipe
HLA tertentu diantara pasien neuritis optikus.7, 8

2.2.5. Gejala dan tanda

Keluhan utama pada neutiris optikus adalah sama, baik pada papilitis,
dimana saraf yang terkena terletak intraokular, maupun pada neuritis retrobulbar
yang mengenai saraf ekstra okular.3

Gambaran akut meliputi:2,6

Gejala neuritis optik biasanya monokular, namun dapat mengenai


kedua mata terutama pada anak-anak

Hilangnya penglihatan tiba-tiba selama beberapa jam sampai


beberapa hari

Nyeri pada mata

13
Nyeri ringan di dalam atau sekitar mata terdapat pada lebih dari 90%
pasien. Nyeri tersebut dapat terjadi sebelum atau bersama-sama
dengan hilangnya penglihatan dan berlangsung selama beberapa
hari. Rasa sakit akan bertambah bila bola mata ditekan dan disertai
sakit kepala.2 Pergerakan okular terutama gerakan ke atas dan ke
bawah juga dapat memperberat nyeri ini karena perlekatan sejumlah
serat otot rektus superior dengan duramater. 2, 6

Defek pupil aferen (afferent pupillary defect)

Gambar 2.5. Defek Pupil Aferen

Selalu terjadi pada neuritis optik bila mata yang lain tidak ikut
terlibat. Adanya defek pupil aferen ini ditunjukkan dengan
pemeriksaan swinging light test (Marcus-Gunn pupil). Marcus-
Gunn positif ialah apabila pada mata yang sehat diberi cahaya,
maka terjadi miosis pada kedua mata. Namun bila cahaya
dipindahkan pada mata yang sakit, maka kedua pupil akan melebar.
2, 6, 9

Defek lapang pandang


Pada neuritis optik, lapang penglihatan perifer menyempit secara
konsentris, terdapat skotoma sentral dengan bermacam tebal dan
besarnya. Dapat pula berbentuk sekosentral atau para sentral.2, 6

Buta warna pada mata yang terkena, terjadi pada 88% pasien. 2, 6, 9

14
Walaupun telah terjadi penyembuhan secara klinis, tanda neuritis optik
masih dapat tersisa. Tanda kronik dari neuritis optik yaitu:2,6
Kehilangan penglihatan secara persisten. Kebanyakan pasien neuritis optik
mengalami perbaikan penglihatan dalam 1 tahun.
Defek pupil aferen relatif tetap bertahan pada 25% pasien dua tahun
setelah gejala awal.
Desaturasi warna, terutama warna merah. Pasien dengan desaturasi warna
merah akan melihat warna merah sebagai pink atau orange bila melihat
dengan mata yang terkena.
Fenomena Uhthoff yaitu terjadinya eksaserbasi temporer dari gangguan
penglihatan yang timbul dengan peningkatan suhu tubuh. Olahraga dan
mandi dengan air panas merupakan pencetus klasik.
Diskus optik terlihat mengecil dan pucat, terutama didaerah temporal.
Pucatnya diskus meluas sampai batas diskus ke serat retina peripapil.

2.2.6. Diagnosis
Diagnosis meliputi:
1.
Anamnesis1,7,8
Penglihatan kabur (visus yang turun) mendadak
Adanya bintik buta
Perbedaan subjektif pada terangnya cahaya
Persepsi warna yang terganggu
Kekaburan penglihatan ketika beraktivitas dan meningkatnya suhu dan
berkurang jika beristirahat.
Rasa sakit pada mata yang mengganggu dan lebih sering pada tipe
neuritis retrobulbar daripada tipe papilitis.
Gejala berlangsung sementara pada salah satu mata (pada pasien
dewasa). Sedangkan pada pasien anak, biasanya mengenai kedua mata.
Terdapat riwayat demam atau imunisasi sebelumnya pada anak akan
mendukung diagnosis.
2. Pemeriksaan Fisik

15
Pemeriksaan visus. Hilangnya visus dapat ringan (20/30), sedang
(20/60), maupun berat (20/70).
Pemeriksaan lapang pandang, biasanya berupa skotoma sentral atau
sentrosekal. Namun setelah 7 bulan, 51% kasus memiliki lapangan
pandang yang normal.
Refleks pupil. Defek aferen pupil terlihat dengan refleks cahaya
langsung yang menurun atau hilang.
Penglihatan warna berkurang.
Adaptasi gelap mungkin menurun.
3. Pemeriksaan Penunjang
Funduskopi
- Pemeriksaan funduskopi pada papilitis terlihat gambaran hiperemia
dan edema diskus optik sehingga membuat batas diskus tidak jelas.
Pada papil terlihat perdarahan, eksudat star figure yang menyebar
dari papil ke makula, dengan perubahan pada pembuluh darah retina
dan arteri menciut dengan vena yang melebar. Kadang-kadang
terlihat edema papil yang besar yang menyebar ke retina. Edema
papil tidak melebihi 2-3 dioptri.

Gambar 2.6. Edema Nervus Optikus pada Neuritis Optikus

- 60% pasien dengan neuritis retrobulbar memiliki gambaran


funduskopi yang normal. Hal ini menyebabkan adanya suatu istilah
The patient sees nothing and the doctor sees nothing. Namun

16
apabila prosesnya sangat destruktif, dapat berakhir sebagai optik
atrofi dan papil menjadi pucat, tak berbatas tegas, dan matanya buta.

- Perdarahan peripapil, jarang pada neuritis optik tetapi sering


menyertai papilitis karena neuropati optik iskemik anterior.

- Tanda lain adanya inflamasi pada mata yang terdeteksi pada


pemeriksaan funduskopi yaitu: perivenous sheathing.

MRI (magnetic resonance imaging)

MRI diperlukan untuk melihat nervus optikus dan korteks serebri. Hal
ini dilakukan terutama pada kasus-kasus yang diduga terdapat sklerosis
multipel.

Pungsi lumbal dan pemeriksaan darah

Dilakukan untuk melihat adanya proses infeksi atau inflamasi.

Slit lamp

Adanya sel radang pada vitreous

Visually evoked response (VER) terganggu dan menunjukan penurunan


amplitude dan perlambatan waktu transmisi.

2.2.7. Diagnosis Banding

Diagnosis banding neuritis optik meliputi:2,3

1. Papil edema iskemik

2. Neuropati optik

2.2.8. Penatalaksanaan

17
Pasien tanpa riwayat Multiple Sclerosis atau Neuritis optikus :

Dari hasil MRI bila terdapat minimum 1 lesi demielinasi tipikal :


Regimen selama 2 minggu:

a. 3 hari pertama diberikan Methylprednisolone 1kg/kg/hari i.v.

b. 11 hari setelahnya dilanjutkan dengan Prednisolone 1mg/kg/hari


oral.

c. Tapering off dengan cara 20 mg prednisone oral untuk hari pertama


(hari ke 15 sejak pemberian obat) dan 10 mg prednisone oral pada
harike-2 sampai ke-4.

d. Dapat diberikan Ranitidine 150 mg oral untuk profilaksis


gastritis.6,10,11

Menurut Neuritis optikus Treatment Trial (ONTT) pengobatan


dengan steroiddapat menurunkan progresivitas Multiple sclerosis
selama 3 tahun. Terapi steroid hanya mempercepatkan pemulihan
visual tapi tidak meningkatkanhasil pemulihan pandangan visual.11

Dari hasil MRI bila 2 atau lebih lesi demielinasi:

a. Menggunakan regimen yang sama dengan yang di atas.

b. Merujukan pasien ke spesialis neurologi untuk terapi interferon -


1 intramuskular seminggu sekali selama 28 hari.

c.
Metilprednisolon IV (1 g per hari, dosis tunggal atau dosis terbagi
selama 3 hari) diikuti dengan prednison oral (1 mg/kg BB/hari
selama 11 hari kemudian 4 hari tappering off ). Tidak menggunakan
oral prednisolone sebagai terapi primer karena dapat meningkatkan
resiko rekuren atau kekambuhan.6,10,11

18

Dengan tidak ada lesi demielinasi dari hasil MRI:6,10,11

a.
Risiko terjadi MS rendah, kemungkinan terjadi sekitar 22% setelah
10 tahun kemudian.

b.
Intravena steroid dapat digunakan untuk mempercepatkan
pemulihan visual.

c.
Biasanya tidak dianjurkan untuk terapi kecuali muncul gangguan
visual pada mata kontralateral.

d.
MRI lagi dalam 1 tahun kemudian.

Mitoxantrone, suatu agen kemoterapi dan terapi antibiotik di monoklonal


telah memberikan hasil yang menjanjikan bagi penyakit kambuhan-remisi
(relapsing-remitting disease) yang progresif dan sulit diatasi.10

2.2.9. Komplikasi

Kehilangan penglihatan pada neuritis optik dapat terjadi permanen.


Neuritis retrobulbar mungkin terjadi walaupun merupakan suatu neuritis optik
yang terjadi cukup jauh di belakang diskus optikus.6, 7
Neurits optik yang disebabkan oleh sklerosis multipel memiliki ciri khas
kekambuhan dan remisi. Disabilitas yang menetap cenderung meningkat pada
setiap kekambuhan. Peningkatan suhu tubuh dapat memperparah disabilitas
(fenomena Uhthoff) khususnya gangguan penglihatan.6, 7

2.2.10. Prognosis

Penyembuhan pada neuritis optik berjalan secara bertahap. Pada banyak


pasien neuritis optik, fungsi visual mulai membaik 1 minggu sampai 3 minggu
setelah onset penyakit walau tanpa pengobatan. Namun sisa defisit dalam
penglihatan warna, kontras, serta sensitivitas adalah hal yang umum. Kelainan
tajam penglihatan (15-30%), sensitivitas kontras (63-100%), penglihatan warna
(33-100%), lapang pandang (62-100%), stereopsis (89%), terang gelap (89

19
100%), reaksi pupil aferen (5592%), diskus optikus (6080%), dan visual-
evoked potential (63100%). Rekurensi dapat terjadi pada mata yang lain, kira-
kira 30% dalam 5 tahun. 1, 6

Penglihatan akhir pada pasien yang mengalami neuritis optik dengan


sklerosis multiple lebih buruk dibanding dengan pasien neuritis optik idiopatik. 3,7
Biasanya visus yang buruk padaepisodeakut penyakitberhubungan dengan hasil
akhir visus yang lebih buruk juga, namun kadang kehilangan persepsi cahaya pun
dapat diikuti dengankembalinya visus ke20/20. Hasil akhir visus yang buruk juga
dihubungkandengan panjangnya lesi yang terkena, khususnya jika terlibatnya
nervus dalam kanalisoptikus. Tiap kekambuhan akan menyebabkan pemulihan
yang tidak sempurna dan memperburuk penglihatan.3,7

20
BAB 3

KESIMPULAN

Neuritis optikus merupakan keadaan inflamasi saraf optik , demielinisasi


yang menyebabkan kehilangan penglihatan secara akut dan biasanya melibatkan
satu mata (monokular). Terdapat subtipe dari neuritis optikus, yaitu neuritis
retrobulbar dan papilitis. Neuritis optikus tidak berdiri sendiri, namun disebabkan
oleh berbagai macam penyakit/keadaan. Salah satunya adalah multipel sklerosis
(MS), suatu penyakit demielinasasi sistem saraf pusat.
Pasien mengeluh adanya pandangan berkabut atau visus yang kabur,
adanya bintik buta, perbedaan subjektif pada terangnya cahaya, persepsi warna
yang terganggu. Pada anak, biasanya gejala bersifat mendadak mengenai kedua
mata. Sedangkan pada orang dewasa, neuritis optikus seringkali unilateral.
Adanya defek pupil aferen relatif merupakan gambaran umum dari neuritis
optikus. Diskus optik terlihat hiperemis dan membengkak.
Pengobatan neuritis optikus dapat dilakukan dengan pemberian kombinasi
steroid oral, intravena, serta interferon -1 intramuscular disesuaikan dengan
tingkat keparahan penyakit. Selain itu, mitoxantrone juga dapat diberikan untuk
mengobati penyakit kekambuhan-remisi yang progresif dan sulit diobati.

21
Proses penyembuhan dan pemulihan ketajaman penglihatan terjadi pada
92% pasien. Jarang yang mengalami kehilangan penglihatan yang progresif.
Meskipun demikian, penglihatan tidak dapat sepenuhnya kembali normal.

DAFTAR PUSTAKA

1. Vaughan & Asbury. Oftalmologi Umum, Edisi 14, Jakarta: Widya


Medika,2000.Hal 268, 274-287.

2. Ilyas Sidharta, Ilmu Penyakit Mata, Fakultas Kedokteran Universitas


Indonesia, Edisi ke tiga, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2006. Hal 179-188.

3. A.K. Khurana. Comprehenship Opthalmology 4th Edition dalam Chapter


12-New Age International 2007. P 288-96.

4. American Academy of Opthalmology. Section 5 Neuro-Opthalmology. San


Fransisco : LEO. 2008-2009. Page 25-26.

5. Dorland, W.A Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29.


Jakarta : EGC

6. Erhan Ergene, MD. Adult Optic Neuritis. Diunduh dari


http://emedicine.medscape.com/article/1217083 tanggal 2 Juli 2014

7. Perhimpunan Dokter Ahli Mata Indonesia : Neuritis Optik dalam Ilmu


Penyakit Mata, Airlangga Universitas Press, 1984, hal : 108-110

22
8. Osborne B, Balcer LJ. Optic neuritis : Pathophysiology, Clinical Features,
and Diagnosis. Disitasi pada tanggal 28 April 2012. Disitasi dari
http://www.uptodate.com/opticneuritis

9. Wijana Nana S,D, Ilmu Penyakit Mata, Cetakan ke 6, Abdi Tegal.Jakarta


1993.Hall 332-342.

10. American Academy of Ophtalmology Staff. Neuro-Ophtalmology :


American Academy of Ophtalmology staff, editor. Neuro-Ophtalmology.
Basic and Clinical Science Course sec. 5. San fransisco The Foundation of
American Academy of Ophtalmology, 2009-2010. P 28-31, 128-146.

11. The Wilis Eye Manual : Office and Emergency Room Diagnosis and
Treatment of Eye Disease. 2008. P250-52.

2.8 Diagnosis Banding2,3

Neuritis Optik Papiledema Neuropati Optik

Iskemik

Gejala Visus Visus sentral hilang Visus tidak hilang; Defek akut lapang

cepat, progresif, kegelapan yang pandang;

jarang ketajaman transien ketajaman

dipelihara bervariasi turun

akut

Lain Bola mata pegal; Sakit kepala, mual, Biasanya nihil;

sakit bila muntah, tanda fokal

digerakkan; sakit neurologis lain

alis atau orbita

Sakit bergerak Ada Tidak ada Tidak ada

23
Bilateral Jarang pada orang Selalu bilateral Khas unilateral

dewasa; sering pada stadium akut

pada anak-anak

Gejala Tidak ada isokoria; Tidak ada isokoria; Tidak ada isokoria;

Pupil Reaksi sinar Reaksi normal Reaksi sinar

menurun pada sisi menurun pada sisi

neuritis infark disk

Penglihatan warna Turun Normal


Ketajaman visus Biasanya menurun Normal Bervariasi

Lapang pandang Skotoma sentral Membesar; ada Skotoma sentral


blind spot
Sel badan kaca Ada Tidak ada Tidak ada
Funduskopi Retrobulbar :

nomal.

Papilitis :

- Media Keruh pada Bening Bening

posterior vitreous

- Warna diskus Hiperemia Merah Pucat

- Pinggir diskus Kabur Kabur Kabur

- Edema diskus Biasanya tidak 2 6 diopter Bengkak

melebihi 3 diopter

- Edema Ada Ada Ada

peripapillary

- Perdarahan Biasanya tidak ada Jelas Jelas

retina

24
- Retinal Kurang jelas Sangat jelas Jelas

exudate

- Makula Macular fan bisa Macular star bisa Tidak ada

ada ada

Prognosis visus Visus biasanya Baik dengan Prognosis buruk

kembali normal menghilangkan untuk kembali,

atau tingkat kausa tekanan mata kedua lama-

fungsional intra-kranial lama terlibat dalam

1/3 kasus idiopatik

Fluorescein Kebocoran zat Vertical oval pool Ada kebocoran zat

angiography kontras sedikit zat kontras akibat kontras di

kebocoran peripapillary

2.9 Penatalaksanaan

Pasien tanpa riwayat Multiple Sclerosis atau Neuritis optikus :

1. Dari hasil MRI bila terdapat minimum 1 lesi demielinasi tipikal : Regimen

selama 2 minggu :

a. 3 hari pertama diberikan Methylprednisolone 1kg/kg/hari i.v

b. 11 hari setelahnya dilanjutkan dengan Prednisolone 1mg/kg/hari

oral

c. Tapering off dengan cara 20 mg prednisone oral untuk hari pertama

(hari ke 15 sejak pemberian obat) dan 10 mg prednisone oral pada hari

ke-2 sampai ke-4

25
d. Dapat diberikan Ranitidine 150 mg oral untuk profilaksis

gastritis6,10,11

Menurut Neuritis optikus Treatment Trial (ONTT) pengobatan dengan steroid

dapat menurunkan progresivitas Multiple sclerosis selama 3 tahun. Terapi

steroid hanya mempercepatkan pemulihan visual tapi tidak meningkatkan

hasil pemulihan pandangan visual. 11

2. Dari hasil MRI bila 2 atau lebih lesi demielinasi :

a. Menggunakan regimen yang sama dengan yang di atas.

b. Merujukan pasien ke spesialis neurologi untuk terapi interferon -

1 intramuskular seminggu sekali selama 28 hari.

c. Metilprednisolon IV (1 g per hari, dosis tunggal atau dosis terbagi selama

3 hari) diikuti dengan prednison oral (1 mg/kg BB/hari selama 11 hari

kemudian 4 hari tappering off ). Tidak menggunakan oral prednisolone

sebagai terapi primer karena dapat meningkatkan resiko rekuren atau

kekambuhan. 6,10,11

3. Dengan tidak ada lesi demielinasi dari hasil MRI :

a. Risiko terjadi MS rendah, kemungkinan terjadi sekitar 22% setelah

10 tahun kemudian

b. Intravena steroid dapat digunakan untuk mempercepatkan

pemulihan visual

c. Biasanya tidak dianjurkan untuk terapi kecuali muncul gangguan

visual pada mata kontralateral

d. MRI lagi dalam 1 tahun kemudian6,10,11

26
Mitoxantrone, suatu agen kemoterapi dan terapi antibiotik di monoklonal

telah memberikan hasil yang menjanjikan bagi penyakit kambuhan-remisi

(relapsing-remitting disease) yang progresif dan sulit diatasi. 10

2.10 Komplikasi

Kehilangan penglihatan pada neuritis optik dapat terjadi permanen.

Neuritis retrobulbar mungkin terjadi walaupun merupakan suatu neuritis optik

yang terjadi cukup jauh di belakang diskus optikus.6, 7

Neurits optik yang disebabkan oleh sklerosis multipel memiliki ciri khas

kekambuhan dan remisi. Disabilitas yang menetap cenderung meningkat pada

setiap kekambuhan. Peningkatan suhu tubuh dapat memperparah disabilitas

(fenomena Uhthoff) khususnya gangguan penglihatan. 6, 7

2.11 Prognosis

Penyembuhan pada neuritis optik berjalan secara bertahap. Pada banyak

pasien neuritis optik, fungsi visual mulai membaik 1 minggu sampai 3 minggu

setelah onset penyakit walau tanpa pengobatan. Namun sisa defisit dalam

penglihatan warna, kontras, serta sensitivitas adalah hal yang umum. Kelainan

tajam penglihatan (15-30%), sensitivitas kontras (63-100%), penglihatan warna

(33-100%), lapang pandang (62-100%), stereopsis (89%), terang gelap (89

100%), reaksi pupil aferen (5592%), diskus optikus (60 80%), dan visual-

evoked potential (63100%). Rekurensi dapat terjadi pada mata yang lain, kira-

kira 30% dalam 5 tahun. 1, 6

Penglihatan akhir pada pasien yang mengalami neuritis optik dengan

27
sklerosis multiple lebih buruk dibanding dengan pasien neuritis optik idiopatik.3,7

Biasanya visus yang buruk pada episode akut penyakit berhubungan

dengan hasil akhir visus yang lebih buruk juga, namun kadang kehilangan

persepsi cahaya pun dapat diikuti dengan kembalinya visus ke 20/20. Hasil akhir

visus yang buruk juga dihubungkan dengan panjangnya lesi yang terkena,

khususnya jika terlibatnya nervus dalam kanalis optikus.3,7

Tiap kekambuhan akan menyebabkan pemulihan yang tidak sempurna dan

memperburuk penglihatan. 3,7

BAB 3

28
KESIMPULAN

Neuritis optikus merupakan keadaan inflamasi saraf optik , demielinisasi

yang menyebabkan kehilangan penglihatan secara akut dan biasanya melibatkan

satu mata (monokular). Terdapat subtipe dari neuritis optikus, yaitu neuritis

retrobulbar dan papilitis. Neuritis optikus tidak berdiri sendiri, namun disebabkan

oleh berbagai macam penyakit/keadaan. Salah satunya adalah multipel sklerosis

(MS), suatu penyakit demielinasasi sistem saraf pusat.

Pasien mengeluh adanya pandangan berkabut atau visus yang kabur,

adanya bintik buta, perbedaan subjektif pada terangnya cahaya, persepsi warna

yang terganggu. Pada anak, biasanya gejala bersifat mendadak mengenai kedua

mata. Sedangkan pada orang dewasa, neuritis optikus seringkali unilateral.

Adanya defek pupil aferen relatif merupakan gambaran umum dari neuritis

optikus. Diskus optik terlihat hiperemis dan membengkak.

Pengobatan neuritis optikus dapat dilakukan dengan pemberian kombinasi

steroid oral, intravena, serta interferon -1intramuscular disesuaikan dengan

tingkat keparahan penyakit. Selain itu, mitoxantrone juga dapat diberikan untuk

mengobati penyakit kekambuhan-remisi yang progresif dan sulit diobati.

Proses penyembuhan dan pemulihan ketajaman penglihatan terjadi pada

92% pasien. Jarang yang mengalami kehilangan penglihatan yang progresif.

Meskipun demikian, penglihatan tidak dapat sepenuhnya kembali normal.

DAFTAR PUSTAKA

29
1. Vaughan & Asbury. Oftalmologi Umum, Edisi 14, Jakarta: Widya
Medika,2000.Hal 268, 274-287.

2. Ilyas Sidharta, Ilmu Penyakit Mata, Fakultas Kedokteran Universitas


Indonesia, Edisi ke tiga, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2006. Hal 179-188.

3. A.K. Khurana. Comprehenship Opthalmology 4th Edition dalam Chapter


12-New Age International 2007. P 288-96.

4. American Academy of Opthalmology. Section 5 Neuro-Opthalmology. San


Fransisco : LEO. 2008-2009. Page 25-26.

5. Dorland, W.A Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29.


Jakarta : EGC

6. Erhan Ergene, MD. Adult Optic Neuritis. Diunduh dari


http://emedicine.medscape.com/article/1217083 tanggal 28 April 2012

7. Perhimpunan Dokter Ahli Mata Indonesia Penyakit Mata,


Airlangga Universitas Press, 1984, hal : 108-110

8. Osborne B, Balcer LJ. Optic neuritis : Pathophysiology, Clinical Features,


and Diagnosis. Disitasi pada tanggal 28 April 2012. Disitasi dari
http://www.uptodate.com/opticneuritis

9. Wijana Nana S,D, Ilmu Penyakit Mata, Cetakan ke 6, Abdi Tegal.Jakarta


1993.Hall 332-342.

10. American Academy of Ophtalmology Staff. Neuro-Ophtalmology :


American Academy of Ophtalmology staff, editor. Neuro-Ophtalmology.
Basic and Clinical Science Course sec. 5. San fransisco The Foundation of
American Academy of Ophtalmology, 2009-2010. P 28-31, 128-146.

11. The Wilis Eye Manual : Office and Emergency Room Diagnosis and
Treatment of Eye Disease. 2008. P250-52.

30

Anda mungkin juga menyukai