Ind
r
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
TAHUN 2012
Katalog Dalam Terbitan. Kementerian Kesehatan RI
617
Ind Indonesia. Kementerian Kesehatan RI. Direktorat
r Jenderal Bina Upaya Kesehatan
Rencana program pelayanan kesehatan gigi dan
mulut,-- Jakarta : Kementerian Kesehatan RI. 2012
ISBN 978-602-235-194-8
1. Judul I. DENTISTRY
II. ORAL
617
Ind
r
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
TAHUN 2012
a
b
KEMENTERIAN KESEH ATAN RI
DIREKTORAT JENDERAL BINA UPAYA KESEHATAN
Jalan H.R. Rasuna Said Blok X5 Kavling 4-9 Kotak Pos 3097, 1196 Jakarta 12950
Telepon : (021) 5201590 (Hunting) Faximile : (021) 5261814, 5203872
Surat Elektronik : yanmed@depkes.go.id, seyanmed@depkes.go.id, mailing list : buk3@yahoogroup.com
ii
10. Keputusan Menteri Kesehatan RI
Nomor: 1144/ Menkes/ Per/VIII/2010
tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Kesehatan;
11. Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
021/ Menkes/SK/I/2011 tentang
Rencana Strategis Kementerian
Kesehatan Tahun 2010 2014.
MEMUTUS
KAN
Menetapkan : KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL
BINA UPAYA KESEHATAN TENTANG
RENCANA PROGRAM PELAYANAN
KESEHATAN GIGI DAN MULUT
KESATU : Berlakunya Rencana Program
Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut,
dapat mewujudkan masyarakat yang
mandiri untuk memelihara kesehatan gigi
dan mulut dalam rangka mencapai derajat
kesehatan gigi dan mulut yang senggi-
ngginya.
KEDUA : Buku ini diharapkan, dapat
dijadikan rujukan bagi pelaksana baik di
pusat, provinsi dan kabupaten/kota.
KETIGA : Rencana Program Pelayanan Kesehatan
Gigi dan Mulut, akan dinjau kembali dan
disempurnakan apabila dipandang perlu.
KEEMPAT : Keputusan ini berlaku sejak tanggal
ditetapkan, apabila dikemudian hari
terdapat kekeliruan akan diperbaiki
sebagaimana mesnya.
Ditetapkan di :
JAKARTA Pada tanggal
: 29 Juni 2012
vi
i
DIREKTUR JENDERAL
SUPRIYANTORO
NIP 195408112010061001
ii
iv
KATA
PENGANTAR
v
Kuswenda, M.Kes
vi
SAMBUT
AN
DIREKTUR JENDERAL BINA UPAYA
KESEHATAN
vi
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR
BAB.VI. PENUTUP
36
vii
i
BAB I
PENDAHULUAN
vii
i
Kabupaten/Kota, dinyatakan pada pasal 7 bahwa urusan
wajib adalah urusan pemerintahan yang wajib
diselenggarakan oleh pemerintahan daerah provinsi dan
pemerintahan daerah kabupaten/kota, berkaitan dengan
pelayanan dasar. Pada penjelasan Peraturan Pemerintah
nomor
38 tahun 2007, bahwa kewenangan bidang kesehatan
untuk pencegahan dan pemberantasan penyakit yang
menjadi tanggungjawab daerah yaitu penyelenggaraan
pencegahan dan penanggulangan penyakit dak menular
tertentu pada skala provinsi, kabupaten/kota.
Organisasi perangkat daerah yang tertuang dalam
Peraturan Pemerintah nomor 41 tahun 2007, pasal 19
dinyatakan bahwa besaran organisasi perangkat daerah
ditetapkan berdasarkan variable jumlah penduduk, luas
wilayah dan jumlah anggaran pendapatan dan belanja
daerah (APBD), dinas yang akan terbentuk terdiri dari 1
(satu) sekretariat dan paling banyak 4 (empat) bidang,
sekretariat terdiri dari 3 (ga) subbagian, dan masing-
masing bidang terdiri dari paling banyak 3 (ga) seksi.
Dalam undang undang nomor 36 tahun 2009 tentang
Kesehatan di pasal 93 disebutkan bahwa pelayanan
kesehatan gigi dan mulut dilakukan untuk memelihara dan
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam
bentuk peningkatan kesehatan gigi, penyakit gigi,
pengobatan penyakit gigi dan pemulihan kesehatan gigi
oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau
masyarakat yang dilakukan secara terpadu, terintegrasi
dan berkesinambungan. Dan pasal 94 dijelaskan
bahwa Pemerintah dan pemerintah daerah wajib
menjamin ketersediaan tenaga, fasilitas pelayanan, alat
dan obat kesehatan gigi dan mulut dalam rangka
memberikan pelayanan kesehatan gigi dan mulut yang
aman, bermutu, dan terjangkau oleh masyarakat.
Dalam konstusi Organisasi Kesehatan Sedunia
(WHO) tahun 1948 tertulis bahwa Health is a
fundamental human right, yang mengandung suatu
2
kewajiban untuk menyehatkan yang sakit dan
mempertahankan yang sehat. Hal ini melandasi
pemikiran bahwa sehat sebagai hak asasi manusia dan
sehat sebagai investasi.
Kesehatan gigi merupakan bagian intergral dari
kesehatan secara keseluruhan yang dapat mempengaruhi
kualitas hidup. Prevalensi karies
3
gigi dan penyakit periodontal nggi di masyarakat dan
hasil penelian menunjukkan karies gigi mempunyai
dampak yang luas, yaitu gangguan pada kualitas hidup
antara lain keterbatasan fungsi, disabilitas fisik, kedak
nyamanan psikis dan disabilty psikis.
WHO pada tahun 2003 telah membuat acuan Global
Goals for Oral Health 2020, yaitu meminimalkan dampak
dari penyakit mulut dan kraniofasial dengan menekankan
pada upaya promof dan mengurangi dampak penyakit
sistemik yang bermanifestasi di rongga mulut dengan
diagnosa dini, pencegahan dan manajemen yang efekf
untuk penyakit sistemik.
Disamping itu, pada The Sixeth World Health
Assembly (WHA-
60) tahun 2007 disusun Resolusi WHA 60.17 tentang
kesehatan gigi dan mulut yaitu: Rencana aksi promosi
kesehatan dan pencegahan penyakit terintegrasi.
Dengan adanya kebijakan pelayanan dibidang
kesehatan gigi dan mulut, maka perlu ada langkah-
langkah selanjutnya yang lebih terstruktur dan tersistem
melalui komitmen yang kuat dari para pakar, akademisi
serta stakeholder terkait dalam menyusunan suatu
rencana strategi pelayanan kesehatan gigi dan mulut di
Indonesia, yang dapat dijadikan rujukan bagi pelaksana
baik di pusat, provinsi dan kabupaten/kota.
I.2
Tujuan:
Tersusunnya perencanaan program kesehatan gigi dan
mulut tahun
2011 2025 sebagai pedoman dan acuan pembangunan
kesehatan gigi mulut serta rujukan bagi pemerintah
daerah serta pihak terkait dalam upaya meningkatkan
derajat kesehatan gigi dan mulut di Indonesia.
4
I.3 Dasar
Hukum
1. Undang-Undang RI nomor 36 tahun 2009
tentang Kesehatan
2. Undang-Undang RI nomor 25 tahun 2004
tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional.
5
3. Undang-Undang RI nomor 32 tahun 2004 tentang
Pemerintahan
Daerah.
4. Undang-Undang RI nomor 29 tahun 2004 tentang
Prakk Kedokteran.
5. Undang-Undang RI nomor 17 tahun 2007
tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional.
6
BAB
II
ANALISA SITUASI DAN
KECENDERUNGANNYA
8
Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2007, menunjukkan
penduduk Indonesia yang menyadari bahwa dirinya
bermasalah gigi dan mulut hanya 23%, dan diantara
mereka yang menyadari hal itu, hanya 30% yang
menerima perawatan atau pengobatan dari tenaga
profesional gigi. Ini berar eecve demand
(keinginan dan kemampuan untuk mendapat
pelayanan) untuk berobat gigi sangat rendah, yaitu
hanya
7%. Dari jumlah tersebut, persentase penduduk
menerima perawatan untuk
penambalan/pencabutan/bedah gigi rata-rata sebesar
38,5 %, pemasangan gigi lepasan/ruan sebesar 4,6
%, konseling perawatan/ kebersihan gigi rata-rata
sebesar 13,3 %.
Pada kelompok penduduk usia 12 tahun, prevalensi
karies akf (karies yang belum ditangani) adalah
43,4% dan yang pernah mengalami karies sebesar
67,2%.
Index DMF-T mencapai rata-rata 4,85 ini berar
jumlah kerusakan gigi rata-rata perorang adalah lebih
dari 5 gigi. Pada kelompok usia
12 18 tahun Performance Treatment Index atau
movasi seseorang untuk menumpatkan gigi yang
karies sangat rendah yaitu sekitar
1,6% sedangkan besarnya kerusakan yang belum
ditangani dan memerlukan penumpatan dan atau
pencabutan (Required Treatment Index) pada
kelompok usia ini sebesar 25,2%.
9
1
0
Pergeseran demografik seper meningkatnya
jumlah usia lanjut akan memberi dampak pada
peningkatan kuantas masyarakat yang memerlukan
rehabilitasi fungsi kunyah dan memerlukan perawatan
penyembuhan yang sangat kompleks.
3. Upaya Pelayanan
Kesehatan Gigi
a) Upaya Pelayanan kesehatan gigi
dilaksanakan baik oleh pemerintah maupun
swasta. Upaya pelayanan kesehatan gigi yang
dilaksanakan oleh pemerintah selama ini mengacu
pada pendekatan level of care (kebijakan WHO)
yang melipu ndakan promof, prevenf,
deteksi dini, kuraf dan rehabilitaf yaitu
merumuskan pelayanan kesehatan berjenjang
untuk memberikan pelayanan yang menyeluruh
dikaitkan dengan sumber daya yang ada.
Pendekatan WHO saat ini untuk upaya
pelayanan kesehatan gigi dilakukan dengan
pendekatan Basic Package of Oral Care (BPOC)
atau Paket Dasar Pelayanan Kesehatan Gigi dan
Mulut di Puskesmas, yang terdiri dari: Perawatan
Kegawat daruratan Gigi dan Mulut (Oral Urgent
Treatment (OUT), Tersedianya Pasta Gigi yang
1
2
mengandung fluoride dengan harga terjangkau
(Aordable Fluoride Toothpaste (AFT) dan
Penambalan gigi dengan invasi minimal (tanpa
bur) /Atraumac Restorave Treatment (ART).
b) Pada tahun 2003, WHO Global Oral Health
Programme memformulasikan kebijakan dan
aksi-aksi yang dibutuhkan guna meningkatkan
kesehatan gigi dan mulut. Strategi yang ditetapkan
adalah bahwa pencegahan penyakit gigi dan
mulut
1
3
harus diintegrasikan dengan pencegahan
penyakit kronis dan promosi kesehatan umum
karena resiko kesehatan yang saling berhubungan.
World Health Assembly (WHA) dan Execuve
Board (EB) merupakan badan ternggi pada
WHO dan untuk pertama kalinya dalam 25
tahun, kesehatan gigi dan mulut dibahas oleh
kedua badan tersebut yaitu pada tahun 2007.
Pada EB 120 dan WHA 60, negara-negara anggota
menyepaka suatu rencana aksi kesehatan gigi
dan mulut dan mengintegrasikannya dengan
pencegahan penyakit, dengan demikian hal ini
mengesahkan pendekatan Program Kesehatan Gigi
dan Mulut. Kebijakan tersebut membentuk
landasan bagi pengembangan atau penyesuaian
program kesehatan gigi dan mulut pada ngkat
nasional di kemudian hari. World Congress on
Prevenve Denstry (WCPD) ke 8 diadakan
pada bulan September 2005 di Liverpool, Inggris.
Parsipan dari 43 negara membahas mengenai
pencegahan penyakit gigi dan mulut yang
merupakan permasalahan besar bagi seluruh
populasi di dunia. Untungnya, penyakit gigi dan
mulut dapat dicegah dan dapat diperbaiki apabila
dilakukan suatu program kesehatan masyarakat
yang tepat. Parsipan kongres juga menekankan
bahwa kesehatan gigi dan mulut merupakan
bagian dak terpisahkan dari kesehatan secara
umum, kesejahteraan dan juga merupakan hak
asasi manusia. Para parsipan menegaskan
komitmen mereka untuk mendukung seluruh
program yang dilaksanakan oleh otoritas
kesehatan nasional dan internasional, instusi
penelian, lembaga swadaya masyarakat dan
kelompok masyarakat dalam upaya promosi
kesehatan serta pencegahan penyakit gigi dan
mulut.
c) Kebijakan Pelayanan Kedokteran Gigi Keluarga
1
4
sebagai model pendekatan baru dalam pelayanan
kesehatan gigi masyarakat.
d) Akfitas Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut di
Puskesmas dan Rumah Sakit berjalan dengan
perencanaan yang berbeda-beda di masing-masing
daerah.
1
5
4. Sarana Pelayanan
Jumlah sarana pelayanan kesehatan gigi dan mulut
masih belum memadai. Data terakhir berdasarkan
hasil Rifaskes tahun 2011 menunjukkan:
Persentase Puskesmas yang mempunyai 60 79
persen jenis alat poliklinik gigi yang di gunakan
adalah 33,8 persen.
Persentase Puskesmas yang mempunyai 40 59
persen jenis alat poliklinik gigi adalah 23,5 persen
Persentase Puskesmas yang mempunyai 20 39
persen jenis alat poliklinik gigi adalah 7,8 persen
Persentase Puskesmas yang mempunyai kurang
dari 20 persen jenis alat poliklinik gigi adalah 19
persen
5. Sumber Daya
a. Sumber Daya
Manusia
Hasil rekapitulasi tenaga dokter gigi/dokter
gigi spesialis sejak 2005 sampai September
2012 oleh Konsil Kedokteran Gigi Indonesia
yaitu 22.941 dokter gigi dan 1.924 dokter
spesialis (KKI, 2012).
Rasio dokter gigi saat ini 8 : 100.000
penduduk, menurut
Kementerian Kesehatan 11 : 100.000
penduduk (target
2010), sedangkan rasio ideal dokter gigi di luar
negeri yaitu
1 : 5.000 penduduk. Untuk dokter gigi
spesialis saat ini
1 : 154.000 penduduk sedangkan rasio ideal di
luar negeri
(negara-negara maju) 1 : 20.000 penduduk.
Jumlah perawat gigi yang tercatat di
1
6
Persatuan Perawat Gigi
Indonesia (PPGI) sebanyak 15.129 orang (PPGI,
2009).
Rasio perawat gigi terhadap jumlah
penduduk adalah
1 : 23.000, sedangkan target 2010 perawat gigi
per 100.000 penduduk 1 perawat gigi 16.000
penduduk
Jumlah tehnisi gigi yang tercatatat di
Persatuan Teknisi Gigi
Indonesia (PTGI) berjumlah sebanyak 3.423.
(PTGI, 2009)
1
7
Berdasarkan hasil Riset Fasilitas Kesehatan tahun
2011, Dokter Gigi bekerja di Puskesmas, yang
dikaji dari 8980 Puskesmas terdapat 60,6 persen
Puskesmas memiliki tenaga Dokter Gigi, dan masih
terdapat 39,4 persen Puskesmas yang dak
memiliki tenaga Dokter Gigi.
Sementara untuk keberadaan perawat gigi,
jumlahnya adalah
9599 orang dari 8980
puskesmas.
Secara nasional, ada 48,2 persen dari Puskesmas
yang ada dokter gigi dan perawat gigi, dan 17,6
persen Puskesmas yang dak ada kedua tenaga
ini; selebihnya adalah variasi dari 12,4 persen
Puskesmas ada dokter gigi, tapi dak ada
perawat gigi, serta 21,8 persen Puskesmas ada
perawat gigi, tapi dak ada dokter gigi
c. Pemberdayaan Masyarakat
Upaya kesehatan gigi dan mulut berbasis
masyarakat (UKBM), antara lain:
Bahwa sudah 56,7 % Puskesmas di
Indonesia (Rifaskes,
2011) yang sudah melaksanakan Usaha
Kesehatan Gigi
1
8
Masyarakat (UKGM)
Sedangkan untuk Usaha Kesehatan Gigi
Sekolah (UKGS)
86% Puskesmas di Indonesia sudah
melaksanakannya. (Rifaskes, 2011)
1
9
6. Manajemen Kesehatan Gigi dan Mulut
a. Pada tahun 2011 terjadi berubahan struktur
organisasi melalui SK Menkes No. 1144 tentang
Organisasi dan Tatalaksana dimana program
kesehatan gigi dan mulut di bawah subdit Bina
Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut pada
Direktorat Bina Upaya Kesehatan Dasar.
b. Dampak pengkoordinasian yang dak jelas
menyebabkan perencanaan program pelayanan
kesehatan gigi dak lagi tercantum pada Rencana
Strategi Departemen Kesehatan 2010
2014 demikian pula program Upaya Kesehatan
Perorangan
c. Kerjasama lintas program dan lintas sektor
dalam program kesehatan gigi belum dilibatkan
oleh program kesehatan lainnya.
d. Manajemen kesehatan gigi dan mulut sangat
ditentukan antara lain oleh tersedianya data dan
informasi, dukungan ilmu pengetahuan dan
teknologi kesehatan gigi serta administrasi
kesehatan gigi. Selama ini sistem informasi
kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian
integral dari manajemen Puskesmas (SIMPUS),
sistem informasi di rumah sakit (SP2RS) dan sistem
surveilans (SKRT, SURKESNAS). Dengan
adanya otonomi daerah yang membuat struktur
organisasi yang berbeda-beda khususnya dalam
hal pelaporan sehingga data kesehatan gigi dan
mulut dak tersedia dengan sempurna, ini terlihat
pada Profil Kesehatan Indonesia masih banyak
laporan dari ap provinsi di Indonesia yang dak
ada catatan masalah kesehatan gigi baik dari
puskesmas, rumah sakit maupun usaha kesehatan
gigi sekolah, sehingga keadaan kesehatan gigi di
Indonesia belum dapat digambarkan secara utuh.
7. Pembiayaan
2
0
a. Anggaran pembinaan program kesehatan gigi di
provinsi dan kab/kota sulit diperoleh karena usulan
anggaran diprioritaskan dengan perencanaan yang
sudah tertulis pada renstra Kementerian
Kesehatan
2
1
b. Kebutuhan biaya untuk pelayanan kesehatan
gigi cenderung semakin besar oleh karena
pelayanan promof dan prevenf dak dilakukan
secara maksimal, sehingga mengakibatkan
pelayanan kuraf semakin meningkat dan
kebutuhan biaya pelayanan tersebut menjadi
semakin mahal.
1. Lingkungan Internal
Visi Kementerian Kesehatan adalah masyarakat sehat
yang mandiri dan berkeadilan. Guna mewujudkan Visi
tersebut, Kementerian Kesehatan telah menetapkan
pula nilai-nilai yang harus dianut, yakni
:Pro rakyat, Inklusif, Responsif, Efekf
dan Bersih.
Adapun strategi utama yang dipakai untuk mencapai
visi dan sesuai dengan misi yang telah ditetapkan
tersebut adalah :
- Meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat, melalui pemberdayaan
masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat
madani
- Melindungi kesehatan masyarakat dengan
menjamin tersedianya upaya kesehatan yang
paripurna, merata, bermutu, dan berkeadilan
- Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber
daya kesehatan
- Menciptakan tata kelola kepemerintahan
yang baik dan berkeadilan
2. Lingkungan External
WHO pada tahun 2003 telah membuat acuan Global
Goals for oral Health 2020, dimana targetnya adalah
2
2
meminimalkan dampak dari penyakit mulut dan
kraniofasial dengan menekankan pada upaya
promof dan mengurangi dampak penyakit sistemik
yang bermanifestasi di rongga mulut dengan diagnosa
dini, pencegahan dan manajemen yang efekf untuk
penyakit sistemik.
2
3
Berdasarkan The Sixeth World Health
Assembly (WHA-60) tahun 2007, kesehatan gigi dan
mulut merupakan bagian integral dari kesehatan
manusia seutuhnya. Terdapat 19 resolusi yang
menyangkut aspek kesehatan, diantaranya Resolusi
WHA 60.17 tentang Oral Health: acon plan for
promoon and integrated disease prevenon.
Berdasarkan resolusi WHA 60.17 tersebut, Sidang
WHA ke-60 meminta kepada negara-negara anggota
untuk: (a) menjamin bahwa kesehatan gigi dan mulut
terintegrasi ke dalam upaya-upaya pencegahan dan
pengobatan penyakit dak menular, penyakit menular
dan kesehatan ibu dan anak; (b) menjamin bahwa
kebijakan nasional didasarkan pada evidence based
approach; (c) mengupayakan agar kesehatan gigi
dan mulut terintegrasi ke dalam kerangka primary
health care; (d) mengupayakan program fluoridasi; (e)
menjamin kesehatan kanker mulut terintegrasi
dengan program penanggulangan kanker; (f)
menjamin bahwa upaya pencegahan kesehatan gigi
dan mulut terintegrasi dengan program HIV/AIDS; (g)
memperkuat upaya promosi; (h) meningkatkan
kemampuan petugas kesehatan gigi, milipu dokter
gigi dan perawat gigi; (i) mengintegrasikan sism
informasi kesehatan gigi dan mulut kedalam
surveilans kesehatan; j) memperkuat upaya-upaya
pengembangan riset kesehatan gigi dan mulut; (k)
meningkatkan penyediaan anggaran untuk
pencegahan dan penanggulangan penyakit-penyakit
gigi dan mulut; dan (I) memperkuat kemitraan antar
stakeholders.
Oral Health South East Asean Region Strategies (WHO
2007) bertujuan meningkatkan kesehatan gigi dan
mulut serta system pelayanan kesehatan gigi dan
mulut yang lebih baik pada populasi di Negara-negara
SEARO. Dimana salah satu strateginya adalah
mengembangkan Kebijakan Nasional kesehatan gigi
dan mulut.
2
4
II.3 Kecenderungan
Penyakit gigi dan mulut saat ini dak terbatas
pada penyakit karies dan jaringan penyangga gigi,
tetapi lebih berkembang menjadi masalah sistem
stomatognak, facial pain, celah bibir dan langit-
langit, penyakit-penyakit mulut (sariawan, jamur,
dll),
2
5
serta penyakit dan kelainan yang dapat mbul
pada mulut dan rongga mulut.
Penyakit gigi dan mulut merupakan faktor resiko
penyakit kronis seper penyakit jantung, sistem
pernapasan, diabetes, kanker, diet yang dak
sehat (unhealthy diet), penggunaan tembakau,
penggunaan alkohol, dan kebersihan mulut yang
buruk.
Kelainan / kerusakan akibat trauma pada jaringan
gigi dan mulut semakin meningkat
Penyakit yang ditularkan melalui darah seper
HIV/AIDS dan hepas meningkat.
Meningkatnya jumlah usia lanjut karena
umur harapan hidup meningkat memerlukan
rehabilitasi fungsi kunyah dan memerlukan
perawatan penyembuhan yang sangat kompleks.
Penngnya keadaan gigi geligi seseorang sebagai
identas.
Peran dokter gigi ke depan dapat mendorong
kemitraan unsur terkait, termasuk masyarakat dan
badan usaha di bidang kesehatan gigi dan mulut.
Di samping itu akan memacu pelayanan holisk
komprehensif, pendidikan dan riset, termasuk
penyediaan alat kesehatan gigi dan mulut, obat,
bahan dan komoditas yang berkaitan dengan
kesehatan gigi dan mulut.
Kekuatan:
- Tersedianya kebijakan, perundangan, peraturan
daerah dan regulasi pendukung termasuk standar
2
6
pelayanan.
- Tersedianya sarana pelayanan kesehatan gigi dan
mulut dasar di Puskesmas dan Rumah Sakit
sebagai pelayanan kesehatan gigi dan mulut
rujukan.
2
7
- Tersedianya sumber daya dokter gigi, perawat gigi
dan tekniker gigi yang dihasilkan oleh instusi
pendidikan kedokteran gigi dan pendidikan
sengkat Diploma III dan Diploma IV (perawat gigi
dan tekniker gigi).
- Telah berjalannya program pelayanan kesehatan
gigi dasar dan rujukan, program UKGS dan UKGMD
- Adanya kerjasama antara instusi pelayanan
kesehatan gigi dan mulut, instusi pendidikan
kedokteran gigi, ikatan profesi kedokteran gigi,
konsil kedokteran/kedokteran gigi, asosiasi
pendidikan kedokteran gigi Indonesia, asosiasi
rumah sakit gigi dan mulut Indonesia.
- Kerjasama yang baik berdasarkan integrasi
program.
- Adanya kerjasama dengan organisasi
LSM/profesi secara internasional/nasional.
Kelemahan:
- Pendanaan yang dak memadai, karena
pendanaan yang ada masuk dalam program
prioritas yang didasarkan pada indikator yang ingin
dicapai pada pembangunan kesehatan seper
menurunkan AKI, AKB, peningkatan umur harapan
hidup, serta menurunkan gizi kurang.
- Pelayanan kesehatan gigi dan mulut dak
tercantum dalam standar pelayanan minimal
bidang kesehatan sehingga dukungan dana,
sarana dan prasarana kurang.
- Belum tersedianya rencana induk pembangunan
kesehatan gigi dan mulut di ngkat nasional
(Master Plan Kesehatan Gigi dan Mulut) yang akan
menjadi acuan bagi daerah dalam penyusunan
rencana kerja program kesehatan gigi dan mulut.
- Belum tersedianya sistem informasi kesehatan
gigi dan mulut sehingga sistem pencatatan dan
2
8
pelaporan data kesehatan gigi dan mulut termasuk
survei data dasar kesehatan gigi dan mulut belum
bisa dikelola. Desentralisasi menyebabkan
pencatatan dan pelaporan dak lengkap dan dak
berkesinambungan.
2
9
- Kebiasaan menyikat gigi dak tercantum
dalam indikator perilaku hidup bersih dan sehat
(PHBS).
- Jumlah dokter gigi belum merata sesuai dengan
rasio kebutuhan ideal masyarakat. Penyebaran
dan rasio tenaga kesehatan gigi dan mulut juga
menunjukkkan adanya disparitas antar
puskesmas di kawasan Indonesia bagian barat dan
mur.
- Kerjasama lintas sektor dan lintas program masih
lemah.
- Belum semua sarana pelayanan kesehatan
teridenfikasi dan terakreditasi.
Peluang:
- Adanya desentralisasi/otonomi daerah yang
memberikan kesempatan kepada seap wilayah
kabupaten/kota dalam mengembangkan program-
program pembangunan kesehatan gigi dan mulut
berdasarkan oral health need assessment.
- Perkembangan teknologi dan riset di bidang
kedokteran gigi dapat dipadukan kedalam
program pembangunan kesehatan lain yang ada.
- Peningkatan ngkat pendidikan masyarakat yang
ditunjukkan dengan data persentase penduduk
berumur 10 tahun ke atas yang melek huruf
yang terus mengalami peningkatan seap
tahunnya.
- Peran serta akf dari sektor swasta dalam
penyelenggaraan pelayanan, pembiayaan dan
pendidikan kesehatan gigi dan mulut
- Perkembangan infrastruktur komunikasi dan
informasi yang dapat dlihat dari pesatnya
peningkatan kuantas serta kualitas sarana
komunikasi dan penyampaian informasi seper
3
0
jaringan internet dan jaringan komputer
perkantoran yang terintegrasi.
- Pertumbuhan sumber-sumber pembiayaan
kesehatan baik yang bersumber dari anggaran
pemerintah, bantuan luar negeri maupun sumber
pembiayaan dari sektor swasta dan masyarakat
3
1
- Adanya kebutuhan masyarakat terhadap
perawatan yang bersifat kosmek terutama di
kota besar.
- Kemajuan teknologi dibidang kedokteran gigi
- Desentralisasi, daerah masih memerlukan
program kesehatan gigi dan mulut.
- Kesehatan gigi dan mulut merupakan salah satu
persyaratan pengembangan karier tertentu.
- Kesehatan gigi dan mulut sangat mempengaruhi
produkvitas.
- Kebutuhan akan pelayanan kesehatan gigi oleh
masyarakat.
- Dukungan lintas program/lintas sektor, swasta.
Termasuk badan- badan internasional (FDI, IADR,
WHO, GIZ)
Ancaman:
- Menurunnya daya beli masyarakat.
- Masuknya sarana pelayanan dan tenaga kesehatan
asing sebagai dampak globalisasi.
- Pertambahan jumlah dan sebaran tukang gigi
yang semakin merugikan masyarakat dalam hal
kesehatan gigi dan mulut
- Peran serta semu masyarakat dapat dilihat dari
jumlah drop out kader kesehatan yang masih terus
terjadi. Di samping itu peran serta masyarakat
dapat terjadi bukan karena dorongan kebutuhan
untuk berperan serta akf untuk kepenngan
masyarakat itu sendiri, tetapi seringkali lebih
disebabkan adanya keterpaksaan atau adanya
harapan akan adanya imbalan secara materi.
II.5 ISU
STRATEGIS
3
2
1. Terbatasnya ketersediaan layanan kesehatan,
pemerataan sarana dan tenaga kesehatan gigi.
2. Penurunan penyakit dan kelainan gigi dan mulut
masyarakat masih jauh dari harapan.
3
3
3. Masih ngginya biaya pelayanan kesehatan gigi
dan mulut serta kurangnya dana pengelolaan dan
pembiayaan program
4. Masih rendahnya kesadaran masyarakat untuk
mendapatkan pelayanan perawatan kesehatan gigi
dan mulut.
5. Teknologi kedokteran gigi yang semakin
berkembang
3
4
BAB
III
VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN
DAN STRATEGI
III.1 Visi
Mewujudkan masyarakat yang mandiri untuk
memelihara kesehatan gigi dan mulut dalam rangka
mencapai derajat kesehatan gigi dan mulut yang
senggi-ngginya
III.2 Misi
1. Mendidik masyarakat dalam memelihara
kesehatan gigi dan mulut secara mandiri dengan
membudayakan perilaku hidup bersih dan sehat
(PHBS).
2. Memberikan pelayanan kesehatan gigi
profesional yang komprehensif, terpadu,
bermutu dan terjangkau
3. Melaksanakan manajemen kesehatan gigi dan
mulut yang efisien dan efekf
4. Memberdayakan masyarakat dalam
meningkatkan kesehatan gigi dan mulut
5. Mendorong pemenuhan kebutuhan sarana,
prasarana dan pendanaan untuk pelayanan
kesehatan gigi dan mulut
6. Mendorong terlaksananya penelian dan
pengembangan pelayanan kesehatan gigi dan
mulut
7. Mendorong kerjasama lintas program dan lintas
sektor baik nasional maupun internasional
III.3 Tujuan
3
5
1. Terwujudnya pelayanan kesehatan gigi dan mulut
profesional, komprehensif dan terpadu sesuai
standar dan eka profesi
2. Meningkatnya manajemen pelayanan kesehatan
gigi dan mulut yang efekf dan efisien
3
6
3. Meningkatnya sumber daya manusia yang
berkualitas.
4. Meningkatnya peran serta pemerintah daerah
dalam pemenuhan kebutuhan sarana, prasarana,
dan alat dana
5. Meningkatnya kemandirian pelayanan kesehatan
dalam dan meningkatkan status kesehatan gigi
dan mulut
6. Meningkatnya pengembangan pelaksanaan
penelian dalam bidang kesehatan gigi dan mulut
7. Terciptanya kerjasama lintas program dan
lintas sektor baik nasional maupun internasional
8. Meningkatnya peran serta masyarakat dalam
memelihara kesehatan gigi dan mulut
III.4 Sasaran
1. Pemangku kepenngan dalam upaya
peningkatan kesehatan gigi dan mulut masyarakat
2. Kualitas Sumber Daya Pelayanan Kesehatan Gigi
dan Mulut
3. Kualitas pelayanan kesehatan gigi secara
bermakna di Instusi pelayanan kesehatan
4. FasilitasPelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut
5. Kesadaran Masyarakat akan penngnya
kesehatan gigi dan mulut
6. Jejaring kesehatan gigi dan mulut
III.5 Strategi
1. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan gigi
dan mulut profesional yang komprehensif,
terpadu, bermutu dan terjangkau.
2. Meningkatkan peran serta organisasi profesi
dan instusi pendidikan dalam upaya kesehatan
gigi dan mulut.
3
7
3. Mengembangkan tenaga kesehatan gigi melalui
pendidikan dan pelahan tambahan baik
ketrampilan maupun manajemen.
3
8
4. Memberdayakan masyarakat serta tenaga
kesehatan melalui
UKGMD dan UKGS
5. Mendorong pemenuhan kebutuhan sarana,
prasarana dan dana yang mendukung pelayanan
kesehatan gigi dan mulut
6. Mengembangkan dan mengopmalkan
sistem informasi kesehatan gigi dan mulut
mencakup penelian dan pengembangan
pelayanan kesehatan gigi dan mulut
III.6 Kebijakan
1. Pembinaan dalam hal pencegahan,
pengendalian,dan penurunan prevalensi penyakit
gigi dan mulut (integrated health approach)
2. Pemberdayaan masyarakat dan
mengembangkan kemitraan dengan pihak-pihak
terkait
3. Peningkatan manajemen kesehatan gigi dan
mulut terpadu: lembaga, payung hukum, standar
sumber daya, sarana prasarana, pembiayaan.
4. Adanya sistem informasi, surveilans, monitoring
laporan fasilitas dan pelayanan kesehatan, serta
penelian kesehatan gigi dan mulut baikyang
dilaksanakan pemerintah maupun swasta
3
9
BAB
IV
PROGRAM - PROGRAM
PELAYANAN KESEHATAN
GIGI DAN MULUT
2. Program Fluoridasi
a) Kadar fluor dalam air minum yang dikonsumsi di
seluruh provinsi di Indonesia
b) Kadar fluor didalam berbagai pasta gigi yang
beredar di Indonesia c) Program fluoridasi air
4
0
minum, garam, susu, dll.
d) Program kumur-kumur fluor pada murid-murid
sekolah dasar
(UKGS)
e) Program topikal aplikasi fluor secara individual
4
1
f) Program pemberian tablet fluor pada beberapa
sekolah dasar di daerah yang resiko kariesnya
nggi
4
3
f) Penyusunan Standar Pelayanan Kesehatan Gigi
di Puskesmas
Perkotaan
g) Penerapan metode Atraumac Restoraon
Treatment (ART)
h) Pedoman pelayanan kesehatan gigi dan mulut di
RSU Pemerintah/ Swasta/RS Khusus.
i) Pedoman rujukan upaya kesehatan gigi dan mulut
j) Pedoman integrasi pelayanan kesehatan gigi
dan mulut di
Puskesmas.
k) Pedoman peningkatan mutu pelayanan
Kesehatan gigi dan mulut di Puskesmas dan
Rumah sakit.
l) Standar Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi Pelayanan
Kesehatan Gigi dan Mulut di Fasilitas Kesehatan
Gigi
m) Modul Pelahan Idenfikasi Lesi Rongga Mulut
dan Penatalaksanaan Kesehatan Gigi dan Mulut
pada ODHA bagi Tenaga Kesehatan Gigi di Fasilitas
Gigi.
n) Tata cara kerja pelayanan asuhan kesehatan gigi
dan mulut di puskesmas
o) Pelaksanaan Angka Kredit Jabatan Dokter
Gigi/Perawat Gigi. p) Panduan pendayagunaan
dokter gigi spesialis.
4
5
6. Program Pengembangan Sumber Daya Kesehatan:
a) Internal
Penyusunan modul pelahan teknis
Penyusunan modul TOT
Pedoman dan pelaksanaan evaluasi
penerapan metode
ART
Evaluasi peralatan di
Puskesmas b) Lintas Program
Kerjasama dengan Pusdan dalam
penyusunan profil kesehatan gigi dan mulut
Kerjasama dengan badan Litbangkes
Kementerian Kesehatan dalam survei
epidemiologi penyakit gigi dan mulut.
Pelahan/TOT Tenaga Kesehatan/Pemegang
Program
Uji kualitas kandungan fluor dalam pasta gigi,
air minum, dll.
Evaluasi peralatan di Rumah Sakit
Pemerintah/Swasta c) Lintas Sektor
Kerjasama dengan Kementerian Pendidikan
Nasional
Kerjasama dengan seluruh Kementerian
dalam upaya pelayanan kesehatan gigi dan
mulut (poli gigi)
Kerjasama dengan swasta
Kerjasama dengan m penggerak PKK
Kerjasama dengan FKG/CHS/profesi
Kerjasama dengan dunia usaha untuk
pengadaan ART, pasta
fluor generik, sikat gigi generik, dan bahan
lainnya.
4
6
7. Program Pengembangan Kebijakan dan Manajemen
Pembangunan
Kesehatan:
a) Tersusunnya rencana kegiatan lima tahun
kesehatan gigi dan mulut
b) Tersusunnya laporan akuntabilitas kinerja
tahunan kesehatan gigi dan mulut
c) Kegiatan yang berkaitan dengan kesehatan
gigi dan mulut dengan instansi, unit dan pihak
lain yang terkait secara nasional dan Internasional.
9. Bimbingan Teknis/Supervisi:
a) Pembinaan program kesehatan gigi dan mulut di
Dinas Kesehatan
Provinsi/Kabupaten/
Kota
b) Pembinaan penyelenggaraan pelayanan
kesehatan gigi puskesmas dan rumah sakit baik
pemerintah maupun swasta.
c) Peningkatan kinerja melalui peningkatan
4
7
mutu SDM dan suasana/budaya kerja.
d) Pembinaan profesi tenaga kesehatan gigi
4
8
10. Program Unggulan:
Program an tembakau di klinik gigi, screening
kanker mulut, pengendalian gula di sekolah.
a. Program Kebijakan Kesehatan, Pembiayaan,
dan Hukum
Kesehatan.
1) Tersusunnya rencana kegiatan lima tahunan
(propenas) dan rencana kerja tahunan (Repeta)
kesehatan gigi dan mulut.
2) Tersusunnya laporan akuntabilitas
kinerja tahunan kesehatan gigi dan mulut
3) Legalisasi Produk-produk Bidang kesehatan
Gigi dan Mulut. b. Program Perbaikan Gizi.
1) Kegiatan kesehatan gigi dan mulut pra
sekolah dan anak
usia sekolah
2) Penyusunan petunjuk pemeliharaan
kesehatan gigi dan mulut keluarga seri ibu
hamil dan balita
3) Penyusunan pedoman pembinaan kesehatan
gigi melalui polides
4) Perlindungan kesehatan gigi anak dengan sikat
gigi sesudah makan.
c. Program Peningkatan Perilaku Hidup Bersih Sehat
(PHBS) sejak usia dini
1) Penyusunan buku pendidikan kesehatan gigi
remaja
2) Penyusunan lembar balik penyuluhan
kesehatan gigi
3) Penyusunan standar pelayanan kesehatan
gigi bagi anak berkebutuhan khusus
4) Penyusunan materi kesehatan gigi dan mulut
untuk RS
5) Penyusunan pedoman standar peralatan
kedokteran gigi RS
4
9
d. Program Lingkungan Pemakaian air, dan udara
sehat.
1) Pedoman pelaksanaan higienis klinik gigi di
lingkungan kerja.
5
0
e. Program kesehatan keluarga
1) Penyusunan pedoman promof-
perevenf dengan pendekatan UKGM dan
UKGM inovaf
2) Penggunaan pedoman pembinaan
kesehatan gigi dan mulut melalui desa siaga
3) Penyusunan petunjuk pemeliharaan kesehatan
gigi keluarga seri lansia.
4) Penyusunan pedoman pencegahan penyakit
gigi, berupa brosur, leaflet, booklet.
5) Modul pelahan kesehatan gigi bagi
kader/guru.
f. Program pencegahan kecelakaan dan
rudapaksa termasuk keselamatan lalu lintas.
1) Melakukan penelian pengaruh sakit gigi
terhadap kecelakaan lalu lintas.
g. Program integrasi dengan penyakit dak menular
(PTM)
1) Program an tembakau di klinik Gigi
2) Program Pengendalian Gula
3) Program skreening kanker mulut
4) Program Pengendalian konsumsi alkohol
berhubungan dengan penyakit gigi dan mulut
5) Penyusunan Pengendalian faktor-faktor resiko
penyakit gigi dan mulut dalam upaya
meningkatkan kualitas hidup.
5
2
a. Adanya Norma, Standar, Pedoman dan Kriteria
untuk pembinaan dan pengawasan
penyelenggaraan upaya kesehatan gigi dan mulut.
b. Pembinaan (bimbingan teknis) atau Supervisi,
Monitoring dan
Evaluasi.
Meningkatkan koordinasi dan keterpaduan dalam
penyebarluasan dan penerapan paradigma sehat
dibidang kesehatan gigi dan mulut baik secara intern
kesehatan maupun ekstern atau pihak lain yang
terkait, melalui:
a. Adanya forum komunikasi/temu karya lintas
program/lintas sektor terkait
b. Adanya pedoman pelaksanaan upaya promof
prevenf terpadu.
c. Adanya modul pelahan terpadu upaya promof-
prevenf TOT
d. Kerjasama dengan lintas program/lintas sektor
terkait.
Meningkatkan profesionalisme tenaga kesehatan
gigi dalam bidang manajemen, ilmu dan teknologi
serta eka profesi dalam penyelenggaraan upaya
kesehatan gigi dan mulut dan program pokok serta
program unggulan kesehatan dalam rangka menuju
Indonesia Sehat 2010, melalui:
1) Pelahan tenaga kesehatan gigi sesuai dengan
perkembangan
IPTEK khususnya dalam pengembangan teknologi
tepat guna.
2) Pelahan bidang manajemen kesehatan bagi
tenaga kesehatan gigi
3) Penyusunan modul-modul pelahan bagi tenaga
kesehatan gigi.
Melakukan kerjasama lintas program/lintas sektor
5
3
termasuk dengan profesi, perguruan nggi, dan dunia
usaha serta masyrakat secara nasional, regional dan
internasional, dalam upaya:
1) Peningkatan upaya promof prevenf yang
didukung oleh produksi pasta dan sikat gigi.
5
4
2) Pendayagunaan dan pembinaan tenaga kesehatan
gigi/spesialis bersama-sama organisasi profesi dan
FKG.
3) Penyelarasan kegiatan/program kesehatan gigi
dengan kegiatan negara lain/organisasi dunia.
Melengkapi fasilitas kerja baik secarateknis, dalam
rangka peningkatan kinerja, melalui:
1) Peningkatan sarana, prasarana di lingkungan kerja
2) Peningkatan sumber daya dalam mendukung
peningkatan kinerja di sarana kesehatan.
5
5
32
33
34
BAB V
PENYELENGGARAAN DAN
PENILAIAN
V.1 Penyelenggaraan
1. Penyelenggara adalah semua unit struktural
Kementerian Kesehatan, termasuk Unit Pelaksana
Teknis (UPT) di daerah. Penyelenggara Kebijakan
Pelayanan Kesehatan gigi dan mulut memerlukan
komitmen yang nggi dan dukungan serta
kerjasama yang baik antara para pelakunya, yang
ditunjang oleh tata penyelenggaraan
pembangunan kesehatan yang baik (good
governance).
2. Penyelengaraan Kebijakan Pelayanan
Kesehatan gigi dan mulutdilakukan melalui
siklus perencanaan, pelaksanaan dan
pengendalian, serta pengawasan dan
pertanggungjawaban.
3. Dalam pelaksanaan program-program
pembangunan kesehatan, Kementerian Kesehatan
akan mengutamakan kegiatan pembangunan
kesehatan pada upaya kesehatan promof dan
prevenf, yang dilaksanakan secara serasi dengan
upaya kuraf dan rehabilitaf.
V.2 Penilaian
1. Penilaian Kebijakan Pelayanan Kesehatan gigi dan
mulutbertujuan untuk menilai keberhasilan
penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang
dilakukan oleh Kementerian Kesehatan.
2. Agar penilaian Kebijakan Pelayanan
Kesehatan gigi dan mulut ini dapat dilakukan
dengan sebaik-baiknya, maka perlu dikembangkan
sistem pelaporan pelaksanaan, yang dipadukan
dengan pengembangan sistem informasi
kesehatan.
Untuk mengetahui keberhasilan program di dalam
rencana strategi pelayanan kesehatan gigi diperlukan
penyelenggaraan dan penilaian. Sebagai alat ukur
dalam proses pengawasan, pengendalian dan
penilaian digunakan berbagai indikator kinerja yang
diuraikan secara terperinci.
35
BAB VI
PENUT
UP