Katarak Traumatik
Cristomi Thenager
11.2016.040
Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Kesehatan Mata
Rumah Sakit Mata Dr. YAP Yogyakarta periode 09 Januari 11 Februari 2017
BAB 1
PENDAHULUAN
Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bola mata di
bagian depan (kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam sehingga
terdapat bentuk dengan 2 kelengkungan yang berbeda.2
1. Sklera merupakan jaringan ikat yang kenyal dan memberikan bentuk pada
mata, merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata. Bagian
terdepan sklera disebut kornea yang bersifat transparan yang memudahkan
sinar masuk ke dalam bola mata. Kelengkungan kornea lebih besar
dibanding sklera.
2. Jaringan uvea merupakan jaringan vaskular. Jaringan sklera dan uvea
dibatasi oleh ruang yang potensial mudah dimasuki darah bila terjadi
perdarahan pada ruda paksa yang disebut perdarahan suprakoroid.
Jaringan uvea ini terdiri atas iris, badan siliar, dan koroid. Pada iris
didapatkan pupil yang oleh 3 susunan otot dapat mengatur jumlah sinar
masuk ke dalam bola mata. Badan siliar yang terletak di belakang iris
menghasilkan cairan bilik mata (akuos humor), yang dikeluarkan melalui
trabekulum yang terletak pada pangkal iris di batas kornea dan sklera.
3. Lapis ketiga bola mata adalah retina yang terletak paling dalam dan
mempunyal susunan lapis sebanyak 10 lapis yang merupakan lapis
membran neurosensoris yang akan merubah sinar menjadi rangsangan
pada saraf optik dan diteruskan ke otak. Terdapat rongga yang potensial
antara retina dan koroid sehingga retina dapat terlepas dan koroid yang
disebut ablasi retina.2,4
Gambar 2.3: Tampilan lensa yang diperbesar menampilkan terminasi dari epitel
subcapsular (bagian vertikal).1
Lensa merupakan salah satu media refraksi yang penting. Kekuatan dioptri
seluruh bola mata adalah sekitar 58 dioptri. Lensa mempunyai kekuatan dioptri
sekitar 15 dioptri. Tetapi kekuatan dioptri ini tidak menetap seperti pada kornea
(43 dioptri). Kekuatan dioptri lensa berubah dengan meningkatnya umur, yaitu
menjadi sekitar 8 dioptri pada umur 40 tahun dan menjadi 1 atau 2 dioptri pada
umur 60 tahun. 2,3
Enam puluh lima persen lensa terdiri dari air, sekitar 15 % protein, dan
sedikit sekali mineral yang biasa ada di jaringan tubuh lainnya. Kandungan
kalium lebih tinggi di lensa daripada di kebanyakan jaringan lain. Asam askorbat
dan glutation terdapat dalam bentuk teroksidasi maupun tereduksi. Tidak ada serat
nyeri, pembuluh darah dan persarafan di lensa.3
Lensa berbentuk lempeng cakram bikonveks dan terletak di dalam bilik
mata belakang. Lensa akan dibentuk oleh sel epitel lensa yang membentuk serat
lensa di dalam kapsul lensa. Epitel lensa akan membentuk serat lensa terus-
menerus sehingga mengakibatkan memadatnya serat lensa di bagian sentral lensa
sehingga membentuk nukleus lensa. Bagian sentral lensa merupakan serat lensa
yang paling dahulu dibentuk atau serat lensa yang tertua di dalam kapsul lensa. Di
dalam lensa dapat dibedakan nukleus embrional, fetal dan dewasa. Di bagian luar
nukleus ini terdapat serat lensa yang lebih muda dan disebut sebagal korteks lensa.
Korteks yang terletak di sebelah depan nukleus lensa disebut sebagai korteks
anterior, sedang di belakangnya korteks posterior. Nukleus tensa mempunyal
konsistensi lebih keras di banding korteks lensa yang lebih muda. Di bagian
perifer kapsul lensa terdapat zonula Zinn yang menggantungkan lensa di seluruh
ekuatornya pada badan siliar.3
Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina. Untuk
memfokuskan cahaya yang datang dari jauh, otot-otot siliaris relaksasi,
menegangkan serat zonula dan memperkecil diameter anteroposterior lensa
sampai ukurannya yang terkecil; dalam posisi ini, daya refraksi lensa diperkecil,
sehingga berkas cahaya paralel akan terfokus ke retina.1
Lensa merupakan suatu struktur cembung ganda, evaskular, tidak
berwarna dan hampir bening sempurna. Lensa bergantung pada zonula di
belakang iris yang menghubungkan dengan badan siliar. Di sebelah depan lensa
adalah cairan mata sedangkan di sebelah belakangnya adalah badan lensa. Kapsul
lensa adalah suatu membrane semi permeable (sedikit lebih permeable daripada
dinding kapiler ) yang memungkinkan masuknya air dan elektrolit. Memfokuskan
sinar pada retina. Agar sinar dari kejauhan bisa terfokus, otot-otot siliar bisa
berelaksasi, serabut-serabut zonula teregang, sehingga mengurangi diameter
anteroposterior lensa sampai dimensi minimal.2
Dalam keadaan normal transparansi lensa terjadi karena adanya
keseimbangan antara protein yang dapat larut dalam protein yang tidak dapat larut
dalam membrane semi permiable. Apabila terjadi peningkatan jumlah protein
yang tidak dapat diserap dapat mengakibatkan penurunan sintesa protein,
perubahan biokimiawi dan fisik dan protein tersebut mengakibatkan jumlah
protein dalam lensa melebihi jumlah protein dalam lensa, melebihi jumlah protein
dalam bagian yang lain sehingga membentuk suatu kapsul yang dikenal dengan
nama katarak. Terjadinya penumpukan cairan dan degenerasi dan disintegrasi
pada serabut tersebut menyebabkan jalannya cahaya terhambat dan
mengakibatkan gangguan mata.2
Kelainan-kelainan lensa antara lain adalah kekeruhan, dislokasi dan
kelainan geomatrik pada pasien dengan kelainan seperti ini tajam penglihatannya
menurun tanpa disertai rasa sakit untuk memeriksa penyakit atau kelaianan lensa
dilakukan uji tajam penglihatan dan pemeriksaan lensa memekai lampu celah,
oftalmoskopi, lampu senter/ lup dengan pupil yang telah dilebarkan.2
2.2.1 Definisi
Katarak traumatik merupakan katarak yang muncul sebagai akibat cedera
pada mata yang dapat merupakan trauma perforasi ataupun tumpul yang terlihat
sesudah beberapa hari ataupun beberapa tahun. Katarak traumatik ini dapat
muncul akut, subakut, atau pun gejala sisa dari trauma mata.4,5
Katarak traumatik paling sering karena adanya cedera yang disebabkan
oleh benda asing yang mengenai lensa atau trauma tumpul pada bola mata.1
Gambar 2.4: Katarak yang berbentuk bunga roset pada seorang pria berumur 36
tahun, 4 minggu setelah cedera tumpul pada.5
2.2.2 Epidemiologi
Di Amerika Serikat diperkirakan terjadi 2,5 juta trauma mata setiap
tahunnya. Kurang lebih 4-5% dari pasien-pasien mata yang membutuhkan
perawatan komperhensif merupakan keadaan sekunder akibat trauma mata.
Trauma merupakan penyebab tertinggi untuk buta monokular pada orang
kelompok usia di bawah 45 tahun. Setiap tahunnya diperkirakan 50.000 orang
tidak dapat membaca koran sebagai akibat trauma mata.5
Dilihat dari jenis kelamin perbandingan tejadian katarak traumatik laki-
laki dan perempuan adalah 4 : 1. National Eye Trauma System Study melaporkan
rata-rata usia penderita katarak traumatik adalah 28 tahun dari 648 kasus yang
berhubungan dengan trauma mata.5
b. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik yang diperiksa dapat meliputi visus, lapangan
pandang, dan pupil. Diperiksa apakah adanya kerusakan ekstraokular, seperti
fraktur tulang orbita, gangguan saraf traumatik. Tekanan intraokular diperiksa
apakah tinggi biasanya karena glaukoma sekunder dan adanya perdarahan
retrobulbar. Pada bilik anterior diperiksa adanya hifema, iritis, iridodonesis,
robekan sudut. Pada katarak yang paling penting diperiksa adalah lensa mata,
diperiksa apakah adanya kekeruhan, subluksasi, dislokasi, integritas kapsular
(anterior dan posterior). Pada vitreus apakah ada atau tidak perdarahan dan
perlepasan vitreus posterior. Pada fundus diperiksa adanya Retinal detachment,
ruptur khoroid, perdarahan pre intra dan subretina, kondisi saraf optik.5
Gejala klinis pada pasien katarak berupa keluhan pandangan kabur, yang
biasanya bertambah buruk jika melihat objek yang jauh secara mendadak. Selain
itu pasien katarak seringkali mengeluhkan monocular diplopia. Silau juga menjadi
gejala yangsering muncul. Pasien mengeluhkan bahwa mereka tidak dapat melihat
dengan baik dalam keadaan terang. Mata menjadi merah lensa opak dan mungkin
terjadi perdarahan intraocular. Apabila humor aqueus atau korpus vitreum keluar
dari mata mata menjadi sangat lunak. Pasien juga memiliki riwayat mengalami
trauma.1,5,8
Dari pemeriksaan dengan menggunakan oftalmoskop adalah adanya
opasitas yang seringkali terlihat sebagai black spoke pada refleks fundus. Penting
untuk mendilatasikan pupil dan memeriksanya pada ruangan yang gelap.
Seringkali pada katarak traumatik yang disebabkan oleh kontusio dapat terlihat
opasifikasi berbentuk stellate atau rosette (katarak rosette), biasanya terletak di
aksial. Pada trauma tembus, cedera pada kapsul mata dapat sembuh, yang
menyebabkan katarak kortikal fokal yang stasioner.5,8
2.2.5. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan katarak traumatik tergantung kepada saat terjadinya. Bila
terjadi pada anak sebaiknya dipertimbangkan akan kemungkinan terjadinya
ambliopia. Untuk mencegah ambliopia pada anak dapat dipasang lensa intra
okular primer atau sekunder. Apabila tidak terdapat penyulit maka dapat ditunggu
sampai mata menjadi tenang.
Untuk memperkecil kemungkinan infeksi dan uveitis, maka dapat
diberikan antibiotik sistemik dan topikal serta kortikosteroid topikal dalam
beberapa hari. Atropin sulfat 1%, 1 tetes 3 kali sehari, dianjurkan untuk menjaga
pupil tetap berdilatasi dan untuk mencegah pembentukan sinekia posterior.5
Penyulit uveitis dan glaukoma sering dijumpai pada orang usia tua. Pada
beberapa pasien dapat terbentuk cincin soemmering pada pupil sehingga dapat
mengurangi tajam penglihatan. Keadaan ini dapat disertai perdarahan, ablasi
retina, uveitis, atau salah letak lensa. Jika terjadi penyulit tersebut maka harus
segera dilakukan ekstraksi lensa.2,5
Jika terjadi glaukoma karena katarak traumatik ini, maka tekanan
intraokular dapat dikontrol dengan pengobatan standar. Dapat diberikan
kortikosteroid jika partikel lensa merupakan penyebabnya atau jika terjadinya
iritis. Untuk katarak fokal, observasi saja bisa dilakukan jika katarak berada di
luar sumbu penglihatan. Terapi miotik bisa bermanfaat jika katarak terletak dekat
dengan sumbu penglihatan. Dalam beberapa kasus subluksasi lensa, miotik dapat
memperbaiki diplopia monokuler. Midriatik dapat diberikan untuk memperbaiki
penglihatan pada sekitar lensa dengan koreksi aphakia.5
Katarak dapat dikeluarkan pada saat pengeluaran benda asing atau setelah
peradangan mereda. Apabila terjadi glaukoma selama periode follow up, bedah
katarak jangan ditunda walaupun masih terdapat peradangan. Untuk
mengeluarkan katarak traumatik, biasanya digunakan teknik-teknik yang sama
dengan yang digunakan untuk mengeluarkan katarak kongenital, terutama pada
pasien berusia kurang dari 30 tahun.5
Penatalaksanaan bedah
Merencanakan pendekatan pembedahan sepenuhnya penting pada kasus-
kasus katarak traumatik. Integritas kapsular preoperatif dan stabilitas zonular
harus diketahui/ diprediksi. Pada kasus dislokasi posterior tanpa glaukoma,
inflamasi, atau hambatan visual, pembedahan mungkin tidak diperlukan. Indikasi
untuk penatalaksanaan pembedahan pada kasus-kasus katarak traumatik adalah
sebagai berikut:5
- Penurunan visus yang berat (unacceptable)
- Hambatan penglihatan karena proses patologis pada bagian
posterior.
- Inflamasi yang diinduksi lensa atau terjadinya glaukoma.
- Ruptur kapsul dengan edema lensa.
- Keadaan patologis okular lain yang disebabkan trauma dan
membutuhkan tindakan bedah.5
Ada 3 macam teknik pembedahan pada katarak yaitu :
3. Fakoemulsifikasi
Merupakan penemuan terbaru pada EKEK. Cara ini memungkinkan
pengambilan lensa melalui insisi yang lebih kecil dengan menggunakan alat
ultrason frekuensi tinggi untuk memecah nucleus dan korteks lensa menjadi
partikel kecil yang memberikan irigasi kontinus. Teknik ini memerlukan waktu
yang pendek dan penurunan insidensi astigmatisme pasca operasi. Kedua teknik
irigasi-aspirasi fakoelmulsifikasi dapat mempertahankan kapsula posterior, yang
nantinya digunakan untuk menyangga IOL.1,2
Fakoemulsifikasi yang standar dapat dilakukan bila kapsul lensa intak dan
dukungan zonular yang cukup. Ekstraksi katarak intrakapsular diperlukan pada
kasus-kasus dislokasi anterior atau instabilitas zonular yang ekstrim. Dislokasi
anterior lense ke bilik anterior merupakan keadaan emergensi yang harus segera
dilakukan tindakan (removal), karena dapat mengakibatkan terjadinya pupillary
block glaucoma. Lesentomi dan vitrektomi pars plana dapat menjadi pilihan
terbaik pada kasus-kasus ruptur kapsul posterior, dislokasi posterior, atau
instabilitas zonular yang ekstrim.5
2.2.6. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi antara lain :
- Dislokasi lensa dan subluksasi sering ditemukan bersamaan dengan
katarak traumatik.
- Komplikasi lain yang dapat berhubungan, seperti phakolitik, phakomorpik,
blok pupil, glaukoma sudut tertutup, uveitis, retinal detachment, ruptur
koroid, hipema, perdarahan retrobulbar, neurophati optik traumatik.5
2.2.7. Prognosis
Prognosis sangat bergantung kepada luasnya trauma yang terjadi pada saat
terjadinya trauma dan kerusakan yang terjadi akibat trauma.5
BAB 3
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
1. Vaughan DG, Asbury T, Riordan Eva P. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Jakarta:
Widya Medika, 2000.
2. Ilyas, Sidarta. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Balai Penerbit FK
Universitas Indonesia, Jakarta. 2008.
3. Ilyas, Sidarta. Kelainan Refraksi dan Koreksi Penglihatan. Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: 2004.
4. James, Bruce. dkk. Lecture Notes: Oftalmologi. Edisi Kesembilan. Penerbit
Erlangga. Jakarta: 2006.
5. Graham, Robert H., MD. Traumatic Cataract. Available at URL:
http://emedicine. medscape.com/article/ 1211083, accessed
on October 2011.
6. Joan E. Roberts. Photobiology of The Human Lens. Fordham University,
Department of Natural Sciences. Available at URL: http://www.
photobiology. info/ Roberts.html, accessed on October 2011.
7. Eye Anatomy. Available at URL: http://www.biographixmedia.com/human
/eye-anatomy.html, accessed on October 2011.
8. Galloway, N. R, et al. Common eye diseases and their management. Third
Edition. Spinger-Verlag. London: 2006.