Anda di halaman 1dari 2

Derajat kesehatan masyarakat walaupun mulai cenderung meningkat, tetapi belum

mencapai standar pelayanan minimal. Misalnya, tingkat kematian bayi (IMR) di kabupaten
Maluku Tenggara Barat untuk tahun 2009 masih cukup tinggi (17,6), di atas IMR rata-rata
Provinsi Maluku (8,4) (BPS Provinsi Maluku 2010). Kematian neonatal dalam 3 tahun
terakhir meningkat, dan penyebab kematian adalah BBLR, asfiksia, infeksi, serta penyebab
lainnya. Sebaliknya, kematian ibu melahirkan menurun; penyebab kematian terbesar adalah
perdarahan (Dinas Kesehatan MTB 2011). Pada tahun-tahun sebelumnya, angka kematian ibu
hamil dan bayi di MTB termasuk tinggi, bahkan pernah tercatat pada peringkat nomor dua
untuk tingkat provinsi (setelah Pulau Buru).
Dari catatan statistik, rata-rata persalinan ditolong oleh bidan (82,6%) dan dukun
terlatih (17,4%). Walaupun peranan bidan dalam persalinan tinggi, tetapi peranan dukun
beranak juga cukup signifikan dalam masyarakat lokal, terutama dengan kondisi geografis
kepulauan, di mana fasilitas dan paramedis kesehatan modern terbatas jumlahnya, demikian
juga sarana dan prasarana transportasi. Bahkan dari wawancara di desa, ada kecenderungan
untuk lebih memilih dukun tidak terlatih daripada dukun terlatih, walaupun pembayarannya
lebih tinggi. Hal ini disebabkan pelayanan dukun tidak terlatih terhadap ibu melahirkan dan
bayi lebih menyeluruh. Dengan demikian, sistem pengobatan tradisional masih memainkan
peranan di wilayah ini, dan dapat mengatasi masalah akses pada pusat-pusat pelayanan
kesehatan.
Terhadap masalah akses transportasi dan pelayanan kesehatan, Pemerintah MTB
mulai memperkenalkan program rumah tunggu dan tabulim (tabungan ibu hamil).
Program rumah tunggu baru mulai dilaksanakan pada tahun 2010 di ibukota kecamatan
Selaru (Adaut). Tujuan rumah tunggu ini adalah untuk membantu para ibu melahirkan yang
berasal dari desa-desa yang jauh dari fasilitas kesehatan. Penanganan persalinan dilakukan di
Puskesmas, dan perawatan dilanjutkan di rumah tunggu yang memakai rumah-rumah
penduduk setempat sampai kondisi ibu dan bayi sehat, baru kembali ke desa asal.
Nampaknya, untuk desa-desa yang dekat dengan perkotaan, program tabulim kurang
dirasakan manfaatnya, tetapi sebaliknya akan sangat bermanfaat bagi mereka di wilayah yang
jauh dari pelayanan kesehatan.
Pelayanan kesehatan yang kurang optimal di kepulauan ini juga dipengaruhi oleh
terbatasnya tenaga kesehatan. Selain jumlahnya kurang, distribusi tenaga kesehatan pun
menjadi permasalahan besar. Umumnya tenaga dokter hanya tersedia di ibukota kabupaten
dan tidak semua ibukota kecamatan memiliki dokter, sehingga sebagian besar penduduk
sangat tergantung pada pelayanan paramedis non-dokter bilamana tersedia (mantri, perawat,
bidan, dukun beranak), atau pada sistem medisin tradisional.

BPS Provinsi Maluku. 2010. Maluku Dalam Angka 2010. Badan Pusat Statistik Provinsi Maluku.

Anda mungkin juga menyukai