Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PENDAHULUAN DAN STRATEGI PELAKSANAAN

TINDAKAN KEPERAWATAN ISOLASI SOSIAL

I. Pengertian
Isolasi sosial adalah suatu sikap dimana individu menghindari diri dari
interaksi dengan orang lain. Individu merasa bahwa ia kehilangan hubungan
akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk membagi perasaan, pikiran,
prestasi, atau kegagalan. Ia mempunyai kesulitan untuk berhubungan secara
spontan dengan orang lain, yang dimanifeetasikan dengan sikap memisahkan
diri, tidak ada perhatian, dan tidak sanggup membagi pengamatan dengan
orang lain ( Balitbang, 2007 ).
Kesimpulan : isolasi sosial adalah suatu keadaan dimana indifidu tidak mau
mengadakan interaksi terhadap komunitas disekitarnya, atau sengaja
menghindari untuk berinteraksi yang dikarnakan orang lain atau keadaan
disekitar diangap mengancam bagi individu tersebut.
II. Rentang Respon
Respon adaptif                                                         Respon maladaptif

Menyendiri                        Merasa sendiri                        menarik diri

III. Faktor Predisposisi


a. Faktor tumbuh kembang
Faktor perkembangan kemampuan membina hubungan yang sehat
tergantung dari pengalaman selama proses tumbuh kembang. Setiap tahap
tumbuh kembang memilki tugas yang harus dilalui indifidu dengan
sukses, karna apabila tugas perkembangan ini tidak terpenuhi akan
menghambat perkembangan selanjutnya, kurang stimulasi kasih
sayang,perhatian dan kehangatan dari ibu (pengasuh)pada bayi akan
membari rasa tidak aman yang dapat menghambat terbentuknya rasa
percaya.
b. Factor biologi
Genetic adalah salah satu factor pendukung ganguan jiwa, fakor genetic
dapat menunjang terhadap respon sosial maladaptive ada bukri terdahulu
tentang terlibatnya neurotransmitter dalam perkembangan ganguan ini
namun tahap masih diperlukan penelitian lebih lanjut.
c. Factor sosial budaya
Factor sosial budaya dapat menjadi factor pendukung terjadinya ganguan
dalm membina hubungan dengan orang lain, misalnya angota keluarga,
yang tidak produktif, diasingkan dari orang lain.
d. Faktor komunikasi dalam keluarga.
Pola komunikasai dalam keluarga dapat mengantarkan seseorang kedalam
ganguan berhubungan bila keluarga hanya mengkounikasikan hal-hal
yang negative akan mendorong anak mengembangkan harga diri rendah.
IV. Faktor Presipitasi
a. Stressor sosial kultur
Stress dapat ditimbulkan oleh menurunnya stabilitas unit keluar dan
berpisah dengan orang yang berarti dalam kehidupannya, misalnya
dirawat di rumah sakit.
b. Stressor psikologis
Ansietas berkepanjangan terjadi bersama dengan keterbatasan
kemampuan untuk mengatasi tuntutan untuk berpisah dangan orang
terdekat atau kebanyakan orang lain untuk memenuhi kebutuhan untuk
ketergantungan dapat menimbulkan ansietas tinggi.
V. Manifestasi Klinis/Tanda Gejala
Berikut ini adalah tanda dan gejala klien dengan isolasi sosial. 
a. Kurang spontan
b. apatis ( acuh terhadap lingkungan )
c.    Ekspresi wajah kurang berseri
d.   Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan diri
e.    Tidak ada atau kurang komunikasi verbal
f.    Mengisolasi diri
g.   Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya
h.   Asupan makanan dan minuman terganggu
i.    Retensi urine dan feces
j.    Aktivitas menurun
k.    Kurang energi ( tenaga ).

VI. Pohon Masalah

Risti mencederai diri, orang lain, dan


lingkungan

Defisit perwatan diri PPH : halusinasi

Intoleransi aktivitas Isolasi sosial

Harga diri rendah kronis

Koping individu tidak efektif Koping keluarga tidak efektif

VII.Proses Keperawatan
VII.1 Pengkajian
Data yang perlu dikaji :
- Kurang spontan
- Apatis ( acuh terhadap lingkungan) 
- Ekspresi wajah kurang berseri
- Tidak merawat diri sendiridan tidak memperhatikan kebersihan
- Tidak ada atau kurang komunikasi verbal
- Mengisolasi diri
- Asupan makanan dan minuman terganggu
- Retensi urin dan feses
- Aktivitas menurun
- Kurang berenergi atau bertenaga
- Rendah diri
VII.2 Diagnosa Keperawatan
1. Isolasi sosial : harga diri rendah
VII.3 Rencana Tindakan
1. Isolasi sosial : harga diri rendah
Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip
komunikasi terapeutik dengan cara :
a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
b. Perkenalkan diri dengan sopan
c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
d. Jelaskan tujuan pertemuan
e. Jujur dan menepati janji
f. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
g. Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar
klien
Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki
Tindakan:
a. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien
b. Setiap bertemu klien hindarkan dari memberi penilaian negative
c. Utamakan memberikan pujian yang realistic
Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan
Tindakan:
a. Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan
selama sakit.
b. Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya.
Klien dapat (menetapkan) merencanakan kegiatan sesuai dengan
kemampuan yang dimiliki
Tindakan:
a. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap
hari sesuai kemampuan
b. Kegiatan mandiri
c. Kegiatan dengan bantuan sebagian
d. Kegiatan yang membutuhkan bantuan total
e. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.
f. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan
Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan
kemampuannya
Tindakan:
a. Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah
direncanakan
b. Beri pujian atas keberhasilan klien.
c. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Tindakan:
a. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat
klien dengan harga diri rendah.
b. Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat.
Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah
Tindakan :
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya
b. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki
c. Klien dapat (menetapkan) merencanakan kegiatan sesuai dengan
kemampuan yang dimiliki
d. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan
kemampuannya
e. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
VIII. Strategi Pelaksanaan
Isolasi sosial : menarik diri
Tujuan :
1. Mampu membina hubungan saling percaya dengan klien
2. Klien mampu menyebutkan penyebab isolasi sosial menarik diri
3. Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain
dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
4. Klien mampu berkenalan dengan orang lain.

Orientasi
“Selamat pagi ”
“Saya Agung Nugroho Saya senang dipanggil Agung Saya mahasiswa
keperawatan USKW salatiga, saya yang akan membantu merawat ibu dari
sekarang sampai 2 minggu kedepan
“Siapa nama Ibu? Senang dipanggil siapa?”
“Apa keluhan S... hari ini?” Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang
keluarga dan teman-teman ibu S? Mau dimana kita bercakap-cakap? Bagaimana
kalau di ruang tamu? Mau berapa lama S...? Bagaimana kalau 15 menit”
Kerja:
(Jika pasien baru)
”Siapa saja yang tinggal serumah? Siapa yang paling dekat dengan S? Siapa yang
jarang bercakap-cakap dengan S? Apa yang membuat S jarang bercakap-cakap
dengannya?”
(Jika pasien sudah lama dirawat)
”Apa yang S rasakan selama S dirawat disini? Apakah S merasa sendirian? Siapa
saja yang S kenal di ruangan ini”
“Apa saja kegiatan yang biasa S lakukan dengan teman yang S kenal?”
“Apa yang menghambat S dalam berteman atau bercakap-cakap dengan pasien
yang lain?”
”Menurut S apa saja keuntungannya kalau kita mempunyai teman ? Wah benar,
ada teman bercakap-cakap. Apa lagi ? (sampai pasien dapat menyebutkan
beberapa) Nah kalau kerugiannya tidak mampunyai teman apa ya S ? Ya, apa
lagi ? (sampai pasien
dapat menyebutkan beberapa) Jadi banyak juga ruginya tidak punya teman ya.
Kalau begitu inginkah S belajar bergaul dengan orang lain ?
«  Bagus. Bagaimana kalau sekarang kita belajar berkenalan dengan orang lain”
“Begini lho S, untuk berkenalan dengan orang lain kita sebutkan dulu nama kita
dan nama panggilan yang kita suka asal kita dan hobi. Contoh: Nama Saya S,
senang dipanggil Si. Asal saya dari Bireun, hobi memasak”
“Selanjutnya S menanyakan nama orang yang diajak berkenalan. Contohnya
begini: Nama Bapak siapa? Senang dipanggil apa? Asalnya dari mana/ Hobinya
apa?”
“Ayo S dicoba! Misalnya saya belum kenal dengan S. Coba berkenalan dengan
saya!”
“Ya bagus sekali! Coba sekali lagi. Bagus sekali”
“Setelah S berkenalan dengan orang tersebut S bisa melanjutkan percakapan
tentang hal-hal yang menyenangkan S bicarakan. Misalnya tentang cuaca, tentang
hobi, tentang keluarga, pekerjaan dan sebagainya.”
Terminasi:
”Bagaimana perasaan S setelah kita latihan berkenalan?”
”S tadi sudah mempraktekkan cara berkenalan dengan baik sekali”
”Selanjutnya S dapat mengingat-ingat apa yang kita pelajari tadi selama saya tidak
ada. Sehingga S lebih siap untuk berkenalan dengan orang lain. S mau
praktekkan ke pasien lain. Mau jam berapa mencobanya. Mari kita masukkan
pada jadwal kegiatan hariannya.”
”Besok pagi jam 10 saya akan datang kesini untuk mengajak S berkenalan
dengan teman saya, perawat N. Bagaimana, S mau kan?”
”Baiklah, sampai jumpa.”
IX. Daftar Pustaka
Carpenito, Lynda Juall (2000), Handbook Of Nursing Diagnosis, (Monica
Ester : Penerjemah) Philadelphia (sumber asli diterbitkan,
1999), Buku Saku Diagnosa Keperawatan. EGC ; Jakarta.
Issacs (2004), Panduan Bealajar keperawatn Kesehatan Jiwa dan Psikiatri,
Edisi 3. (Praty Rahayuningsih, penerjemah) EGC ; Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai