Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

MASALAH GANGGUAN JIWA: ISOLASI SOSIAL


Diajukan untuk untuk memenuhi salah satu tugas pada stase Keperawatan Jiwa

Yang diampu oleh bapak Wahyudin, S. Kp, M. Kes

Disusun oleh:

Nesi Heryani

NIM: KHGD21025

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARSA HUSADA GARUT

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

2021
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA KLIEN DENGAN

ISOLASI SOSIAL

A. Pengertian

Isolasi sosial adalah keadaaan dimana seorang individu mengalami


penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang
lain di sekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, tidak di terima kesepian,
dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Kelliat,
2006). Isolasi sosial merupakan upaya klien untuk menghindari interaksi
dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain maupun
komunikasi dengan orang lain. Penarikan diri atau withdrawal merupakan
suatu tindakan melepaskan diri, baik perhatian maupun minatnya terhadap
lingkungan sosial secara langsung yang dapat bersifat sementara atau
menetap.

B. Proses Terjadinya Masalah

Proses terjadinya isolasi sosial pada pasien di jelaskan dengan konsep


stress adaptasi Stuart yang meliputi stressor dari faktor predisposisi dan
presipitasi.

1. Faktor Predisposisi

Hal-hal yang dapat mempengaruhi terjadinya isolasi sosial meliputi:

a. Faktor Biologis

Hal yang di kaji pada faktor biologis meliputi adanya faktor herediter
dimana ada riwayat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa.
Adanya risiko bunuh diri, riwayat penyakit atau trauma kepala, riwayat
penggunaan NAPZA. Selain itu di temukan adanya kondisi patologis otak,
yang dapat diketahui dari hasil pemeriksaan struktur otak melalui
pemeriksaan CT Scan dan hasil pemeriksaan MRI untuk melihat gangguan
struktur dengan fungsi otak (Thomb, 2000)

b. Faktor Psikologis

Pasien dengan masalah isolasi sosial, seringkali mengalami kegagalan


yang berulang dalam mencapai keinginan/harapan, hal ini mengakibatkan
terganggunya konsep diri, yang pada akhirnya akan berdampak dalam
membina hubungan dengan orang lain. Koping individual yang di gunakan
pada pasien dengan isolasi sosial dalam mengatasi masalahnya, biasanya
maladaptif. Koping yang biasa digunakan meliputi: represi, supresi,
sublimasi dan proyeksi. Perilaku isolasi sosial timbul akibat adanya
perasaan bersalah atau menyalahkan lingkungan, sehingga pasien merasa
tidak pantas berada di antara orang lain di lingkungannya.

Kurangnya kemampuan komunikasi, merupakan data pengkajian


keterampilan verbal pada pasien dengan masalah isolasi sosial, hal ini
disebabkan karena pola asuh keluarga yang kurang memberikan
kesempatan pada pasien untuk menyampaikan perasaan maupun
pendapatnya. Selain itu pembelajaran moral yang tidak adekuat dari
keluarga merupakan faktor lain yang dapat menyebabkan pasien tidak
mampu menyesuaikan perilakunya di masyarakat, akibat pasien merasa
tersisih ataupun disisihkan dari lingkungannya.

Faktor psikologis lain yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah


kegagalan dalam melaksanakan tugas perkembangan. Kegagalan dalam
melaksanakan tugas perkembangan akan mengakibatkan individu tidak
percaya diri, tidak percaya pada orang lain, ragu, takut salah, pesimis,
putus asa terhadap hubungan dengan orang lain, menghindar dari orang
lain, tidak mampu merumuskan keinginan, dan merasa tertekan. Kondisi di
atas, dapat penyebabkan perilaku tidak ingin berkomunikasi dengan orang
lain, menghindar dari orang lain, lebih menyukai berdiam diri sendiri,
kegiatan sehari-hari terabaikan ( Stuard & Laraia, 2005).
c. Faktor Sosial Budaya

Faktor predisposisi sosial budaya pada pasien dengan isolasi sosial,


seringkali diakibatkan karena pasien berasal dari golongan sosial ekonomi
rendah yang mengakibatkan ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan
hidup. Stuard & Laraia ( 2005) dan Townsend (2005) mengatakan bahwa
faktor usia merupakan salah satu penyebab isolasi sosial. Hal ini di
karenakan rendahnya kemampuan pasien dalam memecahkan masalah dan
kurangnya kematangan pola berfikir. Pasien dengan masalah isolasi sosial
umumnya memiliki riwayat penolakan lingkungan pada usia
perkembangan anak, sehingga tidak mampu menyelesaikan masalah tugas
perkembangan dengan sempurna sehingga tidak mampu membina
hubungan saling percaya dengan orang lain. Pengalaman yang tidak
menyenangakan tersebut menimbulkan rasa kurang percaya diri dalam
berhubungan dengan orang lain yang pada akhirnya timbulah rasa takut
terhadap penolakan dari lingkungan.

2. Faktor Presipitasi

Di temukan adanya riwayat penyakit infeksi, penyakit kronis atau kelainan


struktur otak. Faktor lainnya pengalaman abuse dalam keluarga. Penerapan
aturan atau tuntutan di keluarga atau masyarakat yang sering tidak sesuai
dengan nilai, budaya pasien, serta adanya konflik antar masyarakat. Selain itu
pada pasien dengan isolasi sosial dikarenakan adanya pengalaman negatif
yang tidak menyenangkan terhadap gambaran dirinya, ketidakjelasan atau
berlebihannya peran yang dimiliki serta pengalaman akan kejadian krisis
identitas diri,. Pengalaman kegagalan yang berulang dalam mencapai harapan
atau cita-cita, serta kurangnya penghargaan baik dari diri sendri maupun
lingkungan, Faktor-faktor di atas, menyebabkan gangguan dalam berinteraksi
sosial dengan orang lain, yang pada akhirnya menjadi masalah isolasi sosial.
C. Data yang Perlu Dikaji
1. Data Objektif
a. Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul.
b. Menghindari orang lain, tampak menyendiri, dan memisahkan diri
dari orang lain.
c. Komunikasi kurang/tidak ada, pasien tidak tampak bercakap-cakap
dengan orang lain.
d. Tidak ada kontak mata dan sering menunduk.
e. Berdiam diri di kamar.
f. Menolak berhubungan dengan orang lain, memutuskan
pembicaraan, atau pergi saat diajak bercakap-cakap.
g. Tidak tampak melakukan kegiatan sehari-hari, perawatan diri
kurang, dan kegiatan rumah tangga tidak dilakukan.
h. Posisi janin pada saat tidur.

2. Subjektif
a. Pasien menjawab dengan singkat “ya”, “tidak”, “tidak tahu”.
b. Pasien tidak menjawab sama sekali.

D. Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan pengkajian data subjektif dan objektif yang ditemukan pada


pasien maka diagnosa keperawatannya yaitu:

1. Isolasi sosial: menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.

E. Rencana Tindakan Keperawatan


1. Tindakan Keperawatan untuk Pasien
a. Tujuan
Setelah tindakan keperawatan, pasien mampu melakukan hal
berikut.
1) Membina hubungan saling percaya.
2) Menyadari penyebab isolasi sosial.
3) Berinteraksi dengan orang lain.

b. Tindakan
1) Membina hubungan saling percaya.
a) Mengucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan pasien,
b) Berkenalan dengan pasien, seperti perkenalkan nama dan
nama panggilan yang Anda sukai, serta tanyakan nama dan
nama panggilan pasien.
c) Menanyakan perasaan dan keluhan pasien saat ini.
d) Buat kontrak asuhan, misalnya apa yang Anda akan
lakukan bersama pasien, berapa lama akan dikerjakan, dan
tempatnya di mana.
e) Jelaskan bahwa Anda akan merahasiakan informasi yang
diperoleh untuk kepentingan terapi.
f) Setiap saat tunjukkan sikap empati terhadap pasien.
g) Penuhi kebutuhan dasar pasien bila memungkinkan.
2) Membantu pasien menyadari perilaku isolasi sosial.
a) Tanyakan pendapat pasien tentang kebiasaan berinteraksi
dengan orang lain.
b) Tanyakan apa yang menyebabkan pasien tidak ingin
berinteraksi dengan orang lain.
c) Diskusikan keuntungan bila pasien memiliki banyak teman
dan bergaul akrab dengan mereka.
d) Diskusikan kerugian bila pasien hanya mengurung diri dan
tidak bergaul dengan orang lain.
e) Jelaskan pengaruh isolasi sosial terhadap kesehatan fisik
pasien.
3) Melatih pasien berinteraksi dengan orang lain secara bertahap.
a) Jelaskan kepada pasien cara berinteraksi dengan orang lain.
b) Berikan contoh cara berbicara dengan orang lain.
c) Beri kesempatan pasien mempraktikkan cara berinteraksi
dengan orang lain yang dilakukan di hadapan Anda.
d) Mulailah bantu pasien berinteraksi dengan satu orang
teman/anggota keluarga.
e) Bila pasien sudah menunjukkan kemajuan, tingkatkan
jumlah interaksi dengan dua, tiga, empat orang, dan
seterusnya.
f) Beri pujian untuk setiap kemajuan interaksi yang telah
dilakukan oleh pasien.
g) Siap mendengarkan ekspresi perasaan pasien setelah
berinteraksi dengan orang lain. Mungkin pasien akan
mengungkapkan keberhasilan atau kegagalannya. Beri
dorongan terus-menerus agar pasien tetap semangat
meningkatkan interaksinya.

2. Tindakan Keperawatan untuk Keluarga


a. Tujuan

Setelah tindakan keperawatan, keluarga mampu merawat pasien


isolasi sosial di rumah.

b. Tindakan

Melatih keluarga merawat pasien isolasi sosial

1) Menjelaskan tentang hal berikut.


a) Masalah isolasi sosial dan dampaknya pada pasien.
b) Penyebab isolasi sosial.
c) Sikap keluarga untuk membantu pasien mengatasi isolasi
sosialnya.
d) Pengobatan yang berkelanjutan dan mencegah putus obat.
e) Tempat rujukan bertanya dan fasilitas kesehatan yang
tersedia bagi pasien.
2) Memperagakan cara berkomunikasi dengan pasien.
3) Memberi kesempatan kepada keluarga untuk mempraktikkan
cara berkomunikasi dengan pasien.

F. Startegi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan


1. SP 1: Membina hubungan saling percaya, membantu pasien mengenal
penyebab isolasi sosial, mengenal keuntungan berhubungan dan
kerugian tidak berhubungan dengan orang lain, mengajarkan pasien
berkenalan
a. Orientasi
1) Salam terapeutik

“Assalamu’alaikum, selamat pagi bu A (berjabat tangan),


perkenalkan nama saya perawat Nesi Heryani, senang dipanggil
Nesi. Boleh berkenalan tidak? Nama ibu siapa? Ibu lebih senang
dipanggil apa? ”.

2) Evaluas /Validasi

“ Bagaimana perasaan ibu hari ini? O.. jadi ibu merasa bosan dan
tidak berguna?

“Apakah Ibu masih suka menyendiri ?”

3) Kontrak
Topik : “Baiklah Bu, bagaimana kalau kita berbincang-
bincang tentang perasaan Ibu? Apakah bersedia? Tujuananya
agar ibu dengan saya dapat saling mengenal sekaligus ibu dapat
mengetahui keuntungan berinteraksi dengan orang lain.”
Waktu : “Berapa lama Bu mau berbincang-bincang?
Bagaimana kalau 10 menit saja ya? “
Tempat : Ibu mau berbincang-bincang dimana? Bagai mana
kalau di ruangan ini?
b. Kerja
“Dengan siapa ibu tinggal serumah? “
“Siapa yang paling dekat dengan ibu?”
“Apa yang menyebabkan ibu dekat dengan orang tersebut? “
“Siapa anggota keluarga dan teman ibu yang tidak dekat dengan ibu?”
“Apa yang membuat ibu tidak dekat dengan orang lain?”
“Apa saja kegiatan yang biasa ibu lakukan saat bersama keluarga? “
“Bagaimana dengan teman-teman yang lain?”
“Apakah ada pengalaman yang tidak menyenangkan ketika bergaul
dengan orang lain? “
“Apa yang menghambat ibu dalam berteman atau bercakap-cakap
dengan orang lain?”
“Menurut ibu apa keuntungan kita kalau mempunyai teman? “
“Wah benar, kita mempunyai teman untuk bercakap-bercakap. Apa
lagi ibu?“ (sampai pasien dapat menyebutkan beberapa)”
“Nah kalau kerugian kita tidak mempunyai teman apa ibu? ya apa lagi?
(sampai menyebutkan beberapa) jadi banyak juga ruginya tidak punya
teman ya.”
“Kalau begitu, apakah ingin ibu belajar berteman dengan orang lain?”
“Nah untuk memulainya sekrang ibu latihan berkenalan dengan saya
terlebih dahulu. Begini ibu, untuk berkenalan dengan orang lain kita
sebutkan dahulu nama kita dan nama panggilan yang kita sukai.”
“Contohnya: nama saya Nesi Heryani, senang dipanggil Nesi.”
“Selanjutnya ibu menanyakan nama orang yang diajak berkenlan.”
“Contohnya nama Bapak siapa? senangnya dipanggil apa?”
Ayo bu coba dipraktekkan! Misalnya saya belum kenal dengan ibu.
coba ibu berkenalan dengan saya.”
“Ya bagus sekali ibu!! coba sekali lagi ibu..!!! bagus sekali ibu!!
“Setelah berkenalan dengan ibu, orang tersebut diajak ngobrol tentang
hal-hal yang menyenangkan. Misalnya tentang keluarga, tentang hobi,
pekerjaan dan sebagainya.”
c. Terminasi
1) Evaluasi subjektif : “Bagaimana perasaan ibu setelah kita
latihan berkenalan?
2) Evaluasi objektif : “Nah sekarang coba ulangi dan peragakan
kembali cara berkenalan dengan orang lain”
3) Rencana tindak lanjut: “Baiklah ibu, dalam satu hari mau
berapa kali ibu latihan bercakap-cakap dengan teman? Dua kali
ya ibu? baiklah jam berapa ibu akan latihan? Ini ada jadwal
kegiatan, kita isi pada jam 11:00 dan 15:00 kegiatan ibu adalah
bercakap-cakap dengan teman sekamar.”
4) Kontrak yang akan datang :
Topik : “Baik lah ibu bagaimana kalau besok kita berbincang-
bincang tentang pengalaman ibu bercakap-cakap dengan teman-
teman baru dan latihan bercakap-cakap dengan orang lain lagi.
apakah ibu bersedia?”
Waktu : ”Ibu mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 10.00?”
Tempat:” Ibu maunya dimana kita berbincang-bincang?
Bagaimana kalau di ruang ini lagi Baiklah bu besok saya akan
kesini jam 10.00 sampai jumpa besok ibu. saya permisi
Assalamualaikum.”

2. SP 2: Mengajarkan pasien berinteraksi secara bertahap (berkenalan


dengan orang pertama)
a. Orientasi
1) Salam Terapeutik

“Assalamu’alaikum, Selamat pagi ibu, Masih ingat dengan saya?”

2) Evaluasi/Validasi

“Bagaimana dengan perasaan ibu hari ini? Apakah masih ada perasaan
kesepian, bagaimana semangatnya untuk bercakap-cakap dengan
teman? Apakah ibu sudah mulai berkenalan dengan orang lain? Bagai
mana perasaan ibu setelah mulai berkenalan?

3) Kontrak
Topik : “Baiklah sesuai dengan janji kita kemarin hari ini kita akan
latihan bagaimana berkenalan dan bercakap-cakap dengan orang lain
agar ibu semakin banyak teman. Apakah ibu bersedia?”
Waktu : Berapa lama ibu mau berbincang-bincang? Bagaimana kalau
10 menit?”
Tempat : ”Ibu mau berbincang-bincang dimana? Bagai mana kalau di
ruang tamu?”/

b. Kerja
“Baiklah hari ini saya datang bersama seorang perawat yang juga dinas
di ruangn ini, ibu bisa memulai berkenalan.. apakah ibu masih ingat
bagaimana cara berkenalan? (beri pujian jika pasien masih ingat, jika
pasien lupa, bantu pasien mengingat kembali cara berkenalan) nah
silahkan ibu mulai (fasilitasi perkenalan antara pasien dengan perawat
lain) wah bagus sekali ibu, selain nama, alamat, hobby apakah ada
yang ingin ibu ketahui tetang perawat C? (bantu pasien
mengembangkkan topik pembicaraan) wah bagus sekali”
“Baiklah karena kita sudah selesai berkenalan, kita kembali lagi ke
ruangan ya, terimanasih perawat B.”

c. Terminasi
1) Evaluasi subjektif : ”Bagaimana perasaan ibu setelah kita
berkenalan dengan perawat B?“
2) Evaluasi objektif : “Coba ibu sebutkan kembali bagaimana
caranya berkenalan?”
3) Rencana tindak lanjut: “Bagaimana kalau ditambah lagi jadwal
kegiatan ibu yaitu jadwal kegiatan bercakap-cakap ketika
membantu teman sedang menyiapkan makan siang. Mau jam
berapa ibu latihan? Oo ketika makan pagi dan makan siang.”
4) Kontrak yang akan datang
Topik : “Baik lah ibu bagaimana kalau besok saya ka
mendampingi ibu berkenalan dengn orang lain lagi dan latihan
bercakap-cakap saat melakukan kegiatan harian lain, apakah
ibu bersedia?”
Tempat : ”Ibu maunya dimana kita berbincang-bincang?
Bagaimana kalau di ruang tamu?”
Waktu : ”Ibu mau jam berapa? Bagaimana kalau jam
10:00? Baiklah ibu besok saya akan kesini jam 10:00 sampai
jumpa besok ibu. saya permisi Assalamualaikum.”

3. SP 3: Melatih pasein berinteraksi secara bertahap (berkenalan dengan


seorang pasien)
a. Oreintasi
1) Salam Terapeutik
“Assalamualaikum bu, Selamat pagi bu, masih ingat dengan
saya?”
2) Evaluasi/Validasi
“Bagaimana dengan perasaan ibu hari ini? Apakah masih ada
perasaan kesepian? Apakah ibu sudah bersemangat bercakap-cakap
dengan otrang lain? Apa kegiatan yang dilakukan sambil bercakap-
cakap? Bagaimana dengan jadwal berkenalan dan bercakap-cakap,
apakah sudah dilakukan? Bagus ibu”
3) Kontrak
Topik : “Baiklah sesuai dengan janji kita kemarin hari ini saya
akan mendampingi ibu berkenalan atau bercakap-cakap dengan
teman sekamar saat melakukan kegiatan harian. Apakah ibu
bersedia?”
Waktu : “Berapa lama ibu mau berbincang-bincang? Bagaimana
kalau 10 menit?”
Tempat : “Ibu mau berbincang-bincang dimana? Bagai mana kalau
di ruang tamu?”

b. Kerja
“Baiklah ibu, sekarang di ruang tamu ada temanpteman sekamar ibu,
kita ke sana sekarang ya bu. Nah ibu sesampainya disana ibu langsung
bersalaman dan memperkenalakan diri seperti yang sudah kita
pelajari, ibu bersikap biasa saja dan yakin bahwa orang-orang disana
senang dengan kedatangan ibu. “
“Nah bu, sekarang kita latihan bercakap-cakap dengan teman saat
melakukan kegiatan harian, kegiatan apa yang ingin bu lakukan? Ooh
merapikan kamar baiklah dengan siapa ibu ingin didampingi? Dengan
Nn. E? baiklah bu. kegiatannya merapikan tempat tidur (perawat
mengajak pasien E untuk menemani pasien merapikan tempat tidur
memotivasi pasien dan teman sekamar bercakap-cakap.

c. Terminasi
1) Evaluasi subjektif : “Bagaimana perasaan ibu setelah
berkenalan dan berrcakap-cakap dengan Nn. E sambil merapikan
kamar bu?
2) Evaluasi objektif : “coba ulangi lagi cara berkenalan yang
tadi.”
3) Rencana tindak lanjut: “Baiklah ibu selanjutnya ibu bisa
menambah orang yang ibu kenal. Atau ibu bisa ikut kegiatan
menolong membawakan nasi untuk dimakan oleh teman-teman
ibu. jadwal bercakap-cakap setiap pagi saat merapikan tempat
tidur kita cantumkan dalam jadwal ya ibu. setiap jam berapa ibu
akan berlatih? Baiklah pada pagi jam 08:00 dan sore jam 16:00.
Saya pamit ya bu, assalamu’alaikum.”
DAFTAR PUSTAKA
Azizah, Lilik M., dkk. 2016. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa teori dan
Aplikasi Praktik Klinik.Yogyakarta: Indomedia Pustaka
Erita, dkk. 2019. Buku Materi Pembelajaran Keperawatan Jiwa. Jakarta:
Universitas Kristen Indonesia
Nurhalimah. 2016. Keperawatan Jiwa. Kemenkes RI: Pusdik SDM Kesehatan
Risnasari, N. 2020. Bahan Ajar Keperawatan Jiwa. Kediri: Universitas Nuantara
PGRI
Saktian,Y. Strategi Pelaksanaan Isolasi Sosial[Online]. Diakses pada 24
September 2021. Tersedia di:
https://www.academia.edu/28333219/STRATEGI_PELAKSANAAN_ISOL
ASI_SOSIAL_STRATEGI_PELAKSANAAN_1_SP_1_ISOLASI_SOSIAL
Yusuf, AH., dkk. 2015. Buku Ajar Keperawayan Kesehatan Jiwa. Jakarta:
Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai