Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN

ISOLASI SOSIAL

I. Kasus (Masalah Utama)


Isolasi sosial

II. Proses Terjadinya Masalah


Isolasi Sosial adalah kondisi kesepian yang diekspresikan oleh individu
dan dirasakan sebagai hal yang ditimbulkan oleh orang lain dan sebagai suatu
keadaan negatif yang mengancam. Dengan karakteristik : tinggal sendiri dalam
ruangan, ketidakmampuan untuk berkomunikasi, menarik diri, kurangnya
kontak mata. Ketidak sesuaian atau ketidakmatangan minat dan aktivitas
dengan perkembangan atau terhadap usia. Preokupasi dengan pikirannya
sendiri, pengulangan, tindakan yang tidak bermakna. Mengekspresikan
perasaan penolakan atau kesepian yang ditimbulkan oleh orang lain.
Mengalami perasaan yang berbeda dengan orang lain, merasa tidak aman
ditengah orang banyak. (Mary C. Townsend, Diagnose Kep. Psikiatri, 1998;
hal 252).
Isolasi sosial merupakan keadaan di mana individu atau kelompok
mengalami atau merasakan kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan
keterlibatan dengan orang lain tetapi tidak mampu untuk membuat kontak
(Carpenito ,L.J, 1998: 381). Menurut Rawlins, R.P & Heacock, P.E (1988 :
423) isolasi sosial menarik diri merupakan usaha menghindar dari interaksi dan
berhubungan dengan orang lain, individu merasa kehilangan hubungan akrab,
tidak mempunyai kesempatan dalam berfikir, berperasaan, berprestasi, atau
selalu dalam kegagalan.
Penyebab
Isolasi sosial menarik diri sering disebabkan oleh karena kurangnya
rasa percaya pada orang lain, perasaan panik, regresi ke tahap perkembangan
sebelumnya, waham, sukar berinteraksi dimasa lampau, perkembangan ego
yang lemah serta represi rasa takut (Townsend, M.C,1998:152). Menurut

Stuart, G.W & Sundeen, S,J (1998 : 345). Isolasi sosial disebabkan oleh
gangguan konsep diri harga diri rendah.
Gangguan konsep diri: harga diri rendah adalah penilaian pribadi
terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa seberapa jauh perilaku
memenuhi ideal diri (Stuart dan Sundeen, 1998 :227). Menurut Townsend
(1998:189) harga diri rendah merupakan evaluasi diri dari perasaan tentang diri
atau kemampuan diri yang negatif baik langsung maupun tidak langsung.
Pendapat senada dikemukan oleh Carpenito, L.J (1998:352) bahwa harga diri
rendah merupakan keadaan dimana individu mengalami evaluasi diri yang
negatif mengenai diri atau kemampuan diri.
Tanda dan Gejala
Menurut Townsend, M.C (1998:152-153) & Carpenito,L.J (1998: 382)
isolasi sosial menarik diri sering ditemukan adanya tanda dan gejala sebagai
berikut:

Data subjektif :
a. Mengungkapkan perasaan tidak berguna, penolakan oleh lingkungan
b. Mengungkapkan keraguan tentang kemampuan yang dimiliki

Data objektif
a. Tampak menyendiri dalam ruangan
b. Tidak berkomunikasi, menarik diri
c. Tidak melakukan kontak mata
d. Tampak sedih, afek datar
e. Posisi meringkuk di tempat tidur dengang punggung menghadap ke
pintu
f. Adanya perhatian dan tindakan yang tidak sesuai atau imatur dengan
perkembangan usianya
g. Kegagalan untuk berinterakasi dengan orang lain didekatnya
h. Kurang aktivitas fisik dan verbal

i. Tidak mampu membuat keputusan dan berkonsentrasi


j. Mengekspresikan perasaan kesepian dan penolakan di wajahnya

Akibat dari isolasi sosial


Perilaku isolasi sosial : menarik diri dapat berisiko terjadinya gangguan
sensori persepsi halusinasi (Townsend, M.C, 1998 : 156). Gangguan sensori
persepsi halusinasi adalah persepsi sensori yang salah (misalnya tanpa stimulus
eksternal) atau persepsi sensori yang tidak sesuai dengan realita/kenyataan seperti
melihat bayangan atau mendengarkan suara-suara yang sebenarnya tidak ada
(Johnson, B.S, 1995:421). Menurut Maramis (1998:119) halusinasi adalah
pencerapan tanpa adanya rangsang apapun dari panca indera, di mana orang
tersebut sadar dan dalam keadaan terbangun yang dapat disebabkan oleh psikotik,
gangguan fungsional, organik atau histerik. Perubahan persepsi sensori halusinasi
sering ditandai dengan adanya:

Data subjektif:
a. Tidak mampu mengenal waktu, orang dan tempat
b. Tidak mampu memecahkan masalah
c. Mengungkapkan adanya halusinasi (misalnya mendengar suara-suara atau
melihat bayangan)
d. Mengeluh cemas dan khawatir

Data objektif:
a. Apatis dan cenderung menarik diri
b. Tampak gelisah, perubahan perilaku dan pola komunikasi, kadang berhenti
berbicara seolah-olah mendengarkan sesuatu
c. Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara
d. Menyeringai dan tertawa yang tidak sesuai
e. Gerakan mata yang cepat
f. Pikiran yang berubah-rubah dan konsentrasi rendah

g. Respons-respons yang tidak sesuai (tidak mampu berespons terhadap


petunjuk yang kompleks.

III. a. Pohon Masalah

Gangguan sensori persepsi : Halusinasi

Isolasi Sosial

Gangguan Konsep Diri (Harga Diri Rendah)

b. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji


1. Masalah Keperawatan
a. Gangguan sensori persepsi : Halusinasi
b. Isolasi sosial
c. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
2. Data yang perlu dikaji
a. Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi
1) Data Subjektif
a) Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan
dengan stimulus nyata
b) Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang
nyata
c) Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus
d) Klien merasa makan sesuatu
e) Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya
f) Klien takut pada suara/bunyi/gambar yang dilihat dan didengar
g) Klien ingin memukul/melempar barang-barang

2) Data Objektif

a) Klien berbicar dan tertawa sendiri


b) Klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu
c) Klien berhenti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan
sesuatu
d) Disorientasi
b. Isolasi sosial
1) Data Subyektif
Sukar didapat jika klien menolak komunikasi, kadang hanya dijawab
dengan singkat tidak, ya.
2) Data Obyektif
Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul, menyendiri/menghindari orang
lain, berdiam diri di kamar, komunikasi kurang atau tidak ada
(banyak diam), kontak mata kurang, menolak berhubungan dengan
orang lain, perawatan diri kurang, posisi tidur seperti janin
(menekur)
c. Gangguan konsep diri (harga diri rendah)
1. Data subjektif:
a). Mengkritik diri sendiri atau orang lain
b). Perasaan tidak mampu
c). Rasa bersalah
d). Sikap negatif pada diri sendiri
e). Sikap pesimis pada kehidupan
f). Keluhan sakit fisik
g). Menolak kemampuan diri sendiri
h). Pengurangan diri/mengejek diri sendiri
i). Perasaan cemas dan takut
j). Merasionalisasi penolakan/menjauh dari umpan balik positif
k). Mengungkapkan kegagalan pribadi
l). Ketidak mampuan menentukan tujuan

2. Data objektif:

a. Produktivitas menurun
b. Perilaku destruktif pada diri sendiri
c. Menarik diri dari hubungan social
d. Ekspresi wajah malu dan rasa bersalah
e. Menunjukkan tanda depresi (sukar tidur dan sukar makan

IV. Diagnosa Keperawatan


1. Ganggua sensori persepsi : Halusinasi
2. Isolasi sosial

V. Rencana Tindakan Keperawatan


1. Gangguan sensori persepsi ; halusinasi
Tujuan umum: Tidak terjadi perubahan persepsi sensori: halusinasi
Tujuan khusus:
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan:
- Bina hubungan saling percaya: salam terapeutik, memperkenalkan
diri, jelaskan tuiuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat
kesepakatan / janji dengan jelas tentang topik, tempat, waktu.
- Beri perhatian dan penghargaan: temani kilen walau tidak menjawab
- Dengarkan dengan empati : beri kesempatan bicara, jangan
terburu-buru, tunjukkan bahwa perawat mengikuti pembicaraan klien.
b. Klien dapat menyebut penyebab menarik diri
Tindakan:
- Bicarakan penyebab tidak mau bergaul dengan orang lain.
- Diskusikan akibat yang dirasakan dari menarik diri.
c. Klien dapat menyebutkan keuntungan hubungan dengan orang lain
Tindakan:
- Diskusikan keuntungan bergaul dengan orang lain.
- Bantu mengidentifikasikan kernampuan yang dimiliki untuk
bergaul.

d. Klien

dapat

melakukan

hubungan

sosial

secara

bertahap:

klien-perawat, klien-perawat-klien lain, perawat-klien-kelompok,


klien-keluarga.
Tindakan:
- Lakukan interaksi sering dan singkat dengan klien jika mungkin
perawat yang sama.
- Motivasi temani klien untuk berkenalan dengan orang lain
- Tingkatkan interaksi secara bertahap
- Libatkan dalam terapi aktivitas kelompok sosialisasi
- Bantu melaksanakan aktivitas setiap hari dengan interaksi
- Fasilitasi hubungan kilen dengan keluarga secara terapeutik
e. Klien dapat mengungkapkan perasaan setelah berhubungan dengan
orang lain.
Tindakan:
- Diskusi dengan klien setiap selesai interaksi / kegiatan
- Beri pujian atas keberhasilan klien
f. Klien mendapat dukungan keluarga
Tindakan:
- Beri pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien melalui
pertemuan keluarga
- Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.
2. Isolasi sosial
Tujuan umum : Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal
Tujuan khusus :
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
- Bina hubungan saling percaya dengan mengungkapkan prinsip
komunikasi terpeutik

b. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki


Tindakan :

- Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.


- Setiap bertemu klien hindarkan dari penilaian negatif.
-

Utamakan memberi pujian yang realistik.

c. Klien dapat menilai kemampun yang dimiliki


Tindakan :
- Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan
selama sakit
- Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkn penggunaannya.
d. Klien dapat (menetapkan) merencanakan kegiatan sesuai dengan
kemampuan yang dimiliki
Tindakan :
- Rencanakan bersama klien aktifitas yang dapat dilakukan setiap hari
sesuai kemampuan
- Tingkatkan kegiatan sesuai toleransi kondisi klien
- Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan
e. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai dengan kondisi sakit dan
kemampuannya
Tindakan :
- Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah
direncanakan
- Beri pujian atas keberhasilan klien
- Diskusikan kemungkinan pelaksanan di rumah
f. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Tindakan :
- Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien
dengan harga diri rendah
- Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat
- Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.

DAFTAR PUSTAKA

Boyd, M.A & Nihart, M.A, (1998). Psychiatric Nursing Contemporary Practice,
Edisi 9th, Lippincott-Raven Publishers, Philadelphia
Carpenito, L.J, (1998). Buku Saku Diagnosa keperawatan (terjemahan), Edisi 8,
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
DEPKES RI, (1989). Pedoman Perawatan Psikiatrik, Ed I, DEPKES RI, Jakarta
Johnson, B.S, (1995). Psichiatric-Mental Health Nursing Adaptation and Growth,
Edisi 2th, J.B Lippincott Company, Philadelphia
Kusuma, W, (1997). Dari A Sampai Z Kedaruratan Psikiatrik Dalam Praktek, Ed
I, Professional Books, Jakarta
Keliat, B.A, dkk, (1997). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Ed I, EGC, Jakarta
Maramis,W.F (1998). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, Airlangga University Press,
Surabaya
Rawlins, R.P & Heacock, P.E (1988). Clinical Manual of Psychiatric Nursing,
Edisi 1th, The C.V Mosby Company, Toronto
Stuart, G.W & Sundeen, S.J, (1998). Buku Saku Keperawatan Jiwa (terjemahan).
Edisi 3, EGC, Jakarta
Townsend, M.C, (1998). Buku Saku Diagnosa Keperawatan Pada Keperawatan
Psikitari (terjemahan), Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai