PENDAHULUAN
1
bervariasi tergantung pada laporan.2 Hidup dengan distonia dapat menyakitkan
dan melemahkan, serta memalukan dan stigma. Pekerjaan, kegiatan sosial dan
kualitas hidup dapat secara signifikan berdampak.3
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Distonia adalah gangguan gerakan ditandai kontraksi otot yang abnormal
sering berulang, kelainan postur, atau keduanya. Gerakan distonik biasanya
berpola, memutar, dan mungkin gemetar. Distonia sering dimulai atau diperburuk
oleh suatu gerakan volunter dan terkait dengan aktivasi otot overflow.4
2.2. Etiologi
Sebagian besar kasus distonia tidak memiliki penyebab spesifik. Distonia
tampaknya berkaitan dengan masalah pada basal ganglia. Basal ganglia adalah
daerah otak yang bertanggung jawab untuk memulai kontraksi otot. Masalahnya
melibatkan hubungan antara sel-sel saraf.5
Distonia dapat disebabkan oleh kerusakan pada basal ganglia. Kerusakan
tersebut dapat dikarenakan adanya:
1. Trauma otak.
2. Stroke.
3. Tumor.
4. Kekurangan oksigen.
5. Infeksi.
6. Reaksi obat.
7. Keracunan yang disebabkan oleh timbal atau karbon monoksida.
8. Idiopatik atau distonia primer yang sering diwariskan dari orangtua.
Beberapa pembawa gen distonia ini mungkin tidak pernah muncul gejala
distonia. Gejala dapat bervariasi secara luas diantara anggota keluarga
yang sama.5
2.3. Epidemiologi
3
Kejadian populasi yang sebenarnya dari prevalensi distonia tidak diketahui.
Angka-angka prevalensi tersedia biasanya didasarkan pada studi kasus
didiagnosis. Hal ini terutama terjadi dengan distonia yang dapat hadir dalam
berbagai cara, dan sejumlah besar kasus distonia fokal tidak terdiagnosis atau
bahkan salah didiagnosis. Sebuah studi di South Tyrol di Austria mempelajari
sampel acak dari populasi berusia di atas 50 tahun berikutnya. Distonia primer
didiagnosis pada 6 dari 707 orang yang diteliti memberikan prevalensi 7320 per
juta penduduk usia yang dipilih. Ini menunjukkan bahwa dalam penuaan populasi,
distonia adalah gangguan neurologis yang relatif umum.1 Dalam studi yang lain,
distonia mempengaruhi sekitar 1% dari populasi, dan perempuan lebih rentan
terkena distonia daripada laki-laki.5
2.4. Klasifikasi
Berdasarkan bagian tubuh yang terkena:6
1. Distonia generalisata, mengenai sebagian besar atau seluruh tubuh.
2. Distonia fokal, terbatas pada bagian tubuh tertentu,sering saat usia 40-50
tahun. Dan wanita tiga kali lipat lebih sering dibandingkan laki-laki.
Gejala tersering yang timbul yaitu cervical dystonia, blepharospasme,
oromandibular dystonia, laryngeal dystonia, dan limb dystonia.
3. Distonia multifokal, mengenai 2 atau lebih bagian tubuh yang tidak
berhubungan. Satu atau kedua kaki, tangan dan kaki, atau wajah dan
tangan.
4. Distonia segmental, mengenai 2 atau lebih bagian tubuh yang berdekatan.
Contohnya mata, mulut, dan wajah bagian bawah.
5. Hemidistonia, melibatkan lengan dan tungkai pada sisi tubuh yang sama,
seringkali merupakan akibat dari stroke.
Berdasarkan onset:7
1. Early onset (20-30 tahun): Biasanya dimulai dari kaki atau lengan dan
sering menjalar ke anggota badan lainnya.
4
2. Late onset: biasanya dimulai dari leher (termasuk laring), otot-otot
kranial atau satu lengan. Cenderung tetap terlokalisasi dengan
perkembangan terbatas untuk otot yang berdekatan.
5
mata biasanya terkena. Kejang menyebabkan kelopak mata menutup total
sehingga terjadi kebutaan fungsional, meskipun mata dan penglihatannya
normal.
8. Kram penulis merupakan distonia yang menyerang otot tangan dan kadang
lengan bawah bagian depan, hanya terjadi selama tangan digunakan
untuk menulis. Distonia yang sama juga disebut kram pemain piano dan
kram musisi.
2.5. Patofisiologi
Mutasi pada tujuh gen yang berbeda telah dikaitkan dengan distonia.
Lokalisasi dan kemungkinan fungsi ini protein akan ditampilkan di neuron skema.
Mutasi pada GTP cyclohydrolase I (GCH1) atau tyrosine hydroxylase (TH)
merusak sintesis dopamin di DYT5 dystonia. Sebuah amino tunggal penghapusan
6
asam di Torsina, pendamping molekul dalam amplop nuklir dan endoplasma
reticulum (ER), bertanggung jawab untuk DYT1 dystonia. Mutasi pada 3
subunit dari Na+/K + ATPase (ATP1A3) menyebabkan onset yang cepat dystonia
parkinsonisme (DYT12). mutasi pada sarcoglycan, mungkin biasanya
ditemukan pada membran plasma neuron, menyebabkan myoclonus dystonia
(DYT11). Mutasi pada myofibrillogenesis regulator 1 (MR 1), a enzim
detoksifikasi diduga, menyebabkan paroksismal dyskinesia non-kinesigenic
(DYT8). A faktor transkripsi umum, TAF1 bermutasi di X terkait dystonia
parkinsonisme (DYT3).6
7
- Gejala awalnya bisa sangat ringan dan baru dirasakan hanya setelah olah raga
berat, stres atau karena lelah. Lama-lama gejalanya menjadi semakin jelas
dan menyebar serta tak tertahankan.
Gambar 2.2. (a) Kram penulis, (b) Distonia servikal, (c) Dystonia
musculorum deformans, (d) Parkinsonian
8
2. Akatisia
Merupakan bentuk yang paling sering dari sindroma ekstrapiramidal yang
diinduksi oleh obat antipsikotik. Manifestasi klinis berupa perasaan subjektif
kegelisahan (restlessness) yang panjang, dengan gerakan yang gelisah, umumnya
kaki yang tidak bisa tenang. Penderita dengan akatisia berat tidak mampu untuk
duduk tenang, perasaannya menjadi cemas atau iritabel. Akatisia terkadang sulit
dinilai dan sering salah diagnosis dengan ansietas atau agitasi dari pasien psikotik,
yang disebabkan dosis antipsikotik yang kurang.5
3. Kronik
a. Tardive dyskinesia
Terjadi setelah menggunakan antipsikotik minimal selama 3 bulan atau
setelah pemakaian antipsikotik dihentikan selama 4 minggu untuk oral dan 8
minggu untuk injeksi depot, maupun setelah pemakaian dalam jangka waktu yang
lama (umumnya setelah 6 bulan atau lebih). Penderita yang menggunakan APG I
dalam jangka waktu yang lama sekitar 20-30% akan berkembang menjadi tardive
dyskinesia. Seluruh APG I dihubungkan dengan risiko tardive dyskinesia.5
Umumnya berupa gerakan involunter dari mulut, lidah, batang tubuh, dan
ekstremitas yang abnormal dan konsisten. Gerakan oral-facial meliputi mengecap-
ngecap bibir (lip smacking), menghisap (sucking), dan mengerutkan bibir
(puckering) atau seperti facial grimacing. Gerakan lain meliputi gerakan irregular
dari limbs, terutama gerakan lambat seperti koreoatetoid dari jari tangan dan kaki,
gerakan menggeliat dari batang tubuh.5
b. Tardive dystonia
Ini merupakan tipe kedua yang paling sering dari sindroma tardive. Gerakan
distonik adalah lambat, berubah terus menerus, dan involunter serta
mempengaruhi daerah tungkai dan lengan, batang tubuh, leher (contoh torticolis,
spasmodic disfonia) atau wajah (contoh meiges syndrome). Tidak mirip benar
dengan distonia akut.5
9
c. Tardive akatisia
Mirip dengan bentuk akatisia akut tetapi berbeda dalam respons terapi
dengan menggunakan antikolinergik. Pada tardive akatisia pemberian
antikolinergik memperberat keluhan yang telah ada.5
d. Tardive tics
Sindroma tics multiple, rentang dari motorik tic ringan sampai kompleks
dengan involuntary vocazations (tardive gilles de la tourettes syndrome).5
e. Tardive myoclonus
Singkat, tidak stereotipik, umumnya otot rahang tidak sinkron. Gangguan ini
jarang dijumpai.5
10
dengan distonia simplek tidak membutuhkan tes. Pemeriksaan kualitatif untuk
mendeteksi adanya antipsikotik tidak tersedia secara luas. Selain itu, kandungan
obat dalam serum untuk tranquilizer mayor tidak berkorelasi dengan baik dengan
keparahan klinis dari overdosis dan tidak bermanfaat pada pengobatan akut.
Pemeriksaan rutin elektrolit, nitrogen urea darah, kreatinin darah, glukosa darah,
dan bikarbonat bermanfaat dalam menilai status hidrasi, fungsi ginjal, status asam
basa, dan termasuk hipoglikemi sebagai penyebab kelainan sensorium.6
Kontraksi otot yang terus menerus sering menyebabkan perusakan otot yang
terlihat dari peningkatan potassium, asam urat, dan keratin kinase-MM. Perusakan
otot juga menghasilkan myoglobin yang diserap oleh ginjal, sehingga
menyebabkan disfungsi tubulus ginjal. Dehidrasi memperburuk penyerapan ini.
Pada myoglobinuria, urin menjadi berwarna cokelat gelap.6
2.9. Penatalaksanaan
Sejumlah tindakan dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan kejang
otot dan nyeri adalah sebagai berikut.6
1. Obat-obatan
Telah digunakan bebeapa jenis obat yang membantu memperbaiki
ketidakseimbangan neurotransmitter. Obat yang diberikan merupakan sekumpulan
obat yang mengurangi kadar neurotransmitter asetilkolin, yaitu triheksilfenidil,
benztropin, dan prosiklidin HCl. Obat yang mengatur neurotransmitter GABA
bisa digunakan bersama dengan obat diatas atau diberikan tersendiri (pada
penderita dengan gejala yang ringan), yaitu diazepam, lorazepam, klonazepam,
11
dan baklofen. Obat lainnya memberikan efek terhadap neurotransmiter dopamin.
Obat yang meningkatkan efek dopamin adalah levodopa/karbidopa dan
bromokriptin. Obat yang mengurangi efek dopamin adalah reserpin atau
tetrabenazin. Untuk mengendalikan epilepsi diberikan obat anti kejang
karbamazepin.
2. Toksin Botulinum
Sebuah pengobatan yang baru-baru ini diperkenalkan ialah toksin botulinum
yang juga disebut Botox atau Xeomin.5 Sejumlah kecil racun ini bisa disuntikkan
kedalam otot yang terkena untuk mengurangi distonia fokal. Pada awalnya racun
ini digunakan untuk mengobati blefarospasme. Racun menghentikan kejang otot
dengan menghambat pelepasan neurotransmitter asetilkolin. Efeknya bertahan
selama beberapa bulan sebelum suntikan ulangan dilakukan.6 Injeksi toksin
botulinum perlu diulang setiap tiga bulan.5
3. Pembedahan dan Pengobatan lainnya
Jika pemberian obat tidak berhasil atau efek sampinya terlalu berat, maka
dilakukan pmbedahan. Distonia generalisata stadium lanjut telah berhasil diatasi
dengan pembedahan yang menghancurkan sebagian dari talamus. Resiko dari
pembedahan ini adalah gangguan berbicara, karena talamus terletak didekat
struktur otak yang mengendalikan proses berbicara. Pada distonia fokal (termasuk
blefarospasme, disfonia spasmodik dan tortikolis) dilakukan pembedahan untuk
memotong atau mengangkat saraf dari otot yang terkena. Beberapa penderita
distonia spasmodik bisa menjalani pengobatan oleh ahli patologi berbicara-
berbahasa. Terapi fisik, pembidaian, penatalaksanaan stres dan biofeedback juga
bisa membantu pemderita distonia jenis tertentu.
2.10. Prognosis
Prognosis pasien dengan sindrom ekstra piramidal yang akut masih baik bila
gejala langsung dikenali dan ditanggulangi. Sedangkan prognosis pada EPS yang
kronik lebih buruk. Pasien dengan tardive distonia sangat buruk. Sekali terkena,
kondisi ini biasanya menetap pada pasien yang mendapat pengobatan neuroleptik
selama lebih dari 10 tahun.5
12
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Distonia adalah kontraksi otot yang singkat atau lama, biasanya
menyebabkan gerakan atau postur yang abnormal, termasuk krisis okulorigik,
prostrusi lidah, trismus, tortikolis, distonia laring-faring, dan postur distonik pada
anggota gerak dan batang tubuh.4
Distonia lebih banyak diakibatkan oleh APG I terutama yang mempunyai
potensi tinggi, dan umumnya terjadi di awal pengobatan (beberapa jam sampai
beberapa hari pengobatan) atau pada peningkatan dosis secara bermakna.5
Gejala distonia berupa gerakan distonik yang disebabkan oleh kontraksi
atau spasme otot, onset yang tiba-tiba dan terus menerus, hingga terjadi kontraksi
otot yang tidak terkontrol. Otot yang paling sering mengalami spasme adalah otot
leher (torticolis dan retrocolis), otot rahang (trismus, gaping, grimacing), lidah
(protrusion, memuntir) atau spasme pada seluruh otot tubuh (opistotonus). Pada
mata terjadi krisis okulogirik. Distonia glosofaringeal yang menyebabkan
disartria, disfagia, kesulitan bernapas, hingga sianosis. Spasme otot dan postur
yang abnormal, umumnya yang dipengaruhi adalah otot-otot di daerah kepala dan
leher, tetapi terkadang juga daerah batang tubuh dan ekstremitas bawah. Distonisa
laring dapat menyebabkan asfiksia dan kematian. Sering terjadi pada penderita
usia muda (usia belasan atau dua puluhan) dan kebanyakan pada perempuan.5,6
13
DAFTAR PUSTAKA
14