Anda di halaman 1dari 9

Faktor penentu fasies batubara:

1. Tipe Pengendapan
Autochtonous : Berkembang dari tumbuhan yang ketika tumbang akan membentuk
gambut ditempat dimana tumbuhan itu pernah hidup tanpa adanya proses transportasi
yang berarti.
Allochtonous : Terendapkan secara detrital dimana sisa-sisa tumbuhan hancur dan
tertransportasi kemudian terendapkan di tempat lain. Lebih banyak mengandung mineral
matter (abu).
2. Rumpun tumbuhan pembentuk
Daerah air terbuka dengan tumbuhan air : Pada daerah ini sebagian tumbuhan
terendam air dan jenis tumbuhannya bisa bermacam-macam. Jenis tumbuhan ini juga
sangat dipengaruhi oleh pengaruh air laut atau tidak (tawar, payau dan asin).
Rawa Ilalang Terbuka : Daerah ini hanya ditumbuhi oleh jenis rumput-rumputan yang
membutuhkan banyak air.
Rawa Hutan : Rawa dengan tumbuhan kayu.
Rawa Lumut : Rawa dengan tumbuhan lumut-lumutan.
3. Lingkungan Pengendapan
Telmatis : Lingkungan pengendapan ini menghasilkan gambut yang tidak terganggu
dan tumbuh di situ (forest peat, peed peat dan high moor moss peat).
Limnik / subaquatik : terendapkan di rawa danau. Batubara yang terendapkan pada
lingkungan telmatis dan limnis sulit dibedakan karena pada forest swamp biasanya ada
bagian yang berada di bawah air (feed swamp).
Marine / Payau : Batubara yang terbentuk pada lingkungan ini mempunyai ciri khas :
Kaya abu, S dan N dan mengandung fosil laut. Untuk daerah tropis biasanya terbentuk
dari mangrove (bakau) dan kaya S. Batubara Jaman Karbon yang terbentuk pada
lingkungan ini mengandung konkresi Kalsit (Calcitic Dolomitic atau Ankeritic) / Coal ball.
Vitrinitnya tidak mempunyai struktur lagi akibat pH tinggi sehingga aktifitas bakteri tinggi.
Tingginya S akibat naiknya kemampuan ion Sulphat dari air laut dan oleh aktifitas
anaerobik bakteri. Banyaknya H dan N berasal dari protein tubuh bakteri, yang juga
diperkaya oleh material Huminnya yang kemudian membentuk Perhidrous Vitrite,
Bituminit dan kemudian Macrimit.
Ca Rich
Batubara yang terendapkan pada lingkungan yang kaya akan Ca mempunyai ciri yang
sama dengan yang terendapkan pada lingkungan marine. Lingkungan pengendapan
pada batuan gamping atau campuran air yang kaya akan Ca dari daerah sekitarnya
mengurangi keasaman gambut. Akibatnya aktifitas bakteri naik sehingga degradasi
tumbuhan menjadi makin tinggi. Pada awal Humifikasi dan gelifikasi biokimia
membentuk dopplerit (Calsium Humate). Kalau Kalsium dan Oxigen bereaksi bersama
(lingkungan aerobsi) maka sporopollenin yang tahan juga akan terhancurkan sehingga
tak akan terbentuk gambut.
4. Persediaan bahan makanan
Rawa Eutrophic, Mesotrophic dan Oligotrophic dibedakan tergantung dari banyak
sedikitnya bahan makanan yang bisa digunakan. Topogenic low moor biasanya eutrophic
(kaya bahan makanan) karena menerima air dari air tanah yang banyak mengandung
bahan makanan terlarut. Sementara Raised bog / Hoch moor adalah oligotropic karena
hanya mengandalkan air hujan. Transisi antara topogenic low moor dan raised bog disebut
mesotrophic.
Di bawah kondisi hidrologi yang seragam maka tumbuh-tumbuhan rawa eutrophic banyak
spesiesnya. Oligotrophic di daerah beriklim sedang pada umumnya merupakan Sphagnum
bog, sedang untuk daerah tropis bisa ditumbuhi oleh hutan kayu tetapi tidak banyak
spesiesnya, karena rawa jenis ini akan asam (pH 3,5 - 4,0) dan kandungan mineralnya
sangat rendah. Gambut dari oligotrophic banyak menyisakan kayu yang tidak
terdekomposisi karena C/N ratio dan asam Humin tinggi akibat aktifitas bakteri rendah.
Kandungan nutrisi (Ca, Phosphoric acid, K dan N) pada high moor adalah 1/5 dari low
moor. Kandungan S rendah (0,06 - 0,15%) dan biasanya bitumen yang terekstraksi akan
tinggi. Disamping itu batubara yang berasal dari oligotrophic moor akan mempunyai
kandungan abu yang rendah. Pengawetan sisa tumbuhan yang baik terlihat sebagai
Textinit/ Telinit. Hasil abu atau sisipan-sisipan tipis lapisan lempung atau napal pada
batubara bisa diinterpretasikan sebagai akibat banjir.
5. PH, aktifitas bakteri, dan sulfur
Keasaman gambut sangat mempengaruhi keberadaan bakteri sehingga dengan demikian
akan sangat mempengaruhi pengawetan sisa tumbuhan.
- Low moor peat biasanya mempunyai pH 4,8 - 6,5
- High moor peat mempunyai pH 3,3 - 4,6
Disamping type batuan dasar dan air yang mengalir masuk ke rawa maka keasaman rawa
tergantung pada rumpun tumbuhan yang ada, supply O 2, konsentrasi asam Humin yang
sudah terbentuk.
Bakteri hidup dengan baik pada kondisi netral (pH 7,0 - 7,5), kondisi makin asam maka
bakteri makin sedikit dan struktur kayu terawetkan dengan lebih baik. Pada bagian paling
atas dari gambut hanya jamur yang bisa hidup (pH = 4,0).
Bakteri sulfur mempunyai peran khusus pada gambut (lumpur organik). Bakteri ini
mengambil S dari Sulphates untuk membentuk syngenetic Pyrit/Markasit.
6. Temperatur
Temperatur permukaan gambut memegang peran yang sangat penting untuk proses
dekomposisi primer. Pada iklim yang hangat dan basah membuat bakteri hidup dengan
lebih baik sehingga proses-proses kimia akibat bakteri bisa berjalan dengan lebih baik.
Temperatur tertinggi untuk Bakteri penghancur sellulose pada gambut adalah 35 - 400 C.

Ada empat lingkungan pengendapan utama menurut Horne, yaitu:


1. Lingkungan Back Barrier
Lapisan batubaranya tipis, pola sebarannya memanjang sistem penghalang atau sejajar
jurus lapisan, bentuk lapisan melembar karena dipengaruhi tidal channel setelah
pengendapan atau bersamaan dengan proses pengendapan, kandungan sulfur tinggi,
sehingga tidak dapat ditambang.
Urutan stratigrafi pada lingkungan back barrier dicirikan oleh batulempung dan batulanau
berwarna abu-abu gelap yang kaya akan material organic, kemudian ditutupi oleh lapisan
tipis batubara yang tidak menerus atau zona sideritik dengan burrowing. Semakin ke arah
laut akan ditemukan batupasir kuarsitik sedangkan ke arah daratan terdapat batupasir
greywacke dari lingkungan fluvial deltaic.
2. Lingkungan lower delta plain
Lapisan batubaranya tipis, kandungan sulfur bervariasi, pola sebarannya umumnya
sepanjang channel atau jurus pengendapan, bentuk lapisan ditandai oleh hadirnya splitting
oleh endapan crevasse splay, tersebar meluas cenderung memanjang jurus pengendapan
tetapi kemenerusan secara lateral sering terpotong channel bentuk lapisan batubara.
Endapan pada daerah ini didominasi oleh urutan butrian mengkasar ke atas yang tebal.
Pada bagian atasnya terdapat batupasir dengan struktur sedimen ripple mark.
3. Lingkungan transitional lower delta plain
Lapisan batubaranya tebal, kandungan sulfur rendah. Ditandai oleh perkembangan rawa
yang ekstensif. Lapisan batubara tersebar meluas dengan kecenderungan agak
memanjang sejajar dengan jurus pengendapan. Splitting juga berkembang akibat channel
kontemporer dan washout oleh aktivitas channel subsekuen. Batuan sedimen berbutir
halus pada bagian bay fill sequences lebih tipis daripada di bagian lower delta plain. Pada
zona ini terdapat fauna air payau sampai laut dan banyak ditemui burrowing.

4. Lingkungan upper delta plain-fluvial


Lapisan batubaranya tebal, kandungan sulfur rendah, lapisan batubara terbentuk sebagai
tubuh-tubuh podshaped pada bagian bawah dari dataran limpahan banjir yang berbatasan
dengan channel sungai bermeander. Sebarannya meluas cenderung memanjang sejajar
kemiringan pengendapan, tetapi kemenerusan secara lateral sering terpotong channel atau
sedikit yang menerus, bentuk batubara ditandai dengan hadirnya splitting akibat channel
kontemporer dan wash out oleh channel subsekuen. Urutan stratigrafinya didominasi oleh
tubuh batupasir yang menerus dan untuk lingkungan backswamp, terdiri dari urutan
batubara, batulempung dengan banyak fosil tumbuhan dan sedikit moluska air tawar,
batulanau, batulempung, serta batubara.
Dapat disimpulkan bahwa model pengendapan batubara dapat dipergunakan untuk mengetahui
dan memahami:
1. Variasi geometri lapisan batubara, antara lain ketebalan, pola sebaran, kemenerusan,
bentuk, kondisi roof-floor
2. Variasi kualitas batubara, antara lain kandungan sulfur dan abu.

Lebih lanjut menurut Diessel (1992) menjelaskan karakteristik lingkungan pengendapan


batubara sebagai berikut :
1. Braid Plain
Merupakan dataran aluvial yang terdapat diantara pegunungan, dimana terendapkan
sedimen berukuran kasar (>2mm). Batubara yang terbentuk pada daerah ini merupakan
hasil diagenesa gambut ombrogenik yang mempunyai penyebaran lateral terbatas dengan
ketebalan rata-rata 1,5 m. Kandungan abu, total sulfur dan vitrinitnya umumnya rendah,
sementara pada daerah tropis kandungan vitrinit umumnya tinggi. Pada bagian tengah
lahan gambut umumnya kaya maseral inertinit (28%) karena suplai nutrisi yang terbatas.
Kandungan inertinit (khususnya semifusinit) yang sangat besar memnyebabkan nilai TPI
relatif tinggi yang sekaligus menunjukan bahwa tumbuhan asalnya didominasi oleh bahan
kayu. Sementara itu nilai GI yang rendah dan warna batubara yang buram dapat
menunjukan bahwa secara periodik permukaan gambut mengalami kekeringan dan proses
oksidasi. Kandungan abu yang kadang ditemukan cukup tinggi ( 20%), kemungkinan
dapat berasal dari banjir musiman dan keluarnya air dari tanah kepermukaan.
2. Alluvial Valley dan Upper Delta Plain
Kedua lingkungan ini sulit dibedakan karena adanya kesamaan litofasies dan sifat batubara
yang terbentuk sehingga pembahasan dapat disatukan. Lingkungan ini merupakan transisi
dari lembah dan dataran aluvial dengan dataran delta,umumnya melalui sungai berstadium
dewasa yang memiliki banyak meander. Lapisan batubara umumnya memiliki ketebalan
bervariasi dan endapan sedimen terutama terdiri atas perselingan batupasir dan
lanau/lempung.
Gambut dapat terakumulasi pada berbagai morfologi seperti rawa, dataran dan cekungan
banjir, bagian luar saluran sungai dan lain-lain. Permukaan cenderung selalu basah
dan jarang mengalami periode kemarau sehingga menghasilkan endapan batubara yang
mengkilap dengan nilai TPI dan GI relatif tinggi serta didominasi oleh maseral
telovitrinit/humotelitin dan secara kualiatas memiliki kandungan abu dan sulfur yang
rendah dibanding batubara pada lingkungan lain.
3. Lower Delta Plain
Lingkungan ini dibedakan dengan upper delta plain dari tingkat pengaruh pasang air laut
terhadap sedimentasi, dimana batas antara keduanya adalah pada daerah batas tertinggi
dari air pasang. Endapan sedimen pada lower delta plain terutama dari batulanau,
batulempung dan serpih yang diselingi oleh batupasir halus.Pada saat pasang naik air laut
akan membawa nutrisi ke dalam rawa gambut sehingga memungkinkan pertumbuhan
tanaman yang lebih baik, namun di sisi lain dengan naiknya batas pasang maka
akan terendapkan sedimen klasitik halus yang akan menjadi pengotor dalam batubara.
Disamping itu, pengaruh laut akan meningkatkan kandungan pirit dalam batubara yang
terbentuk dari reduksi sulfat yang terdapat dalam air laut. Menurut Horne dan Ferm (1978),
batubara yang terendapkan dalam lingkungan ini memiliki penyebaran luas tetapi ketebalan
tipis, batubaranya memiliki kandungan inertinit yang rendah dengan nilai GI yang tinggi.
Kandungan vitrinit/huminit nya terutama didominasi oleh detrovitrinit/humotellinit sehingga
nulai TPI nya relatif rendah. Hal ini menunjukan tingginya proporsi tumbuhan dengan
jaringan lunak (soft tissued plant) dan bio degredasi pada kondisi pH yang relatif tinggi.
4. Barrier Beach
Pada lingkungan ini, morfologis garis pantai dikontrol oleh rasio suplai sedimen dengan
daerah pantai, yaitu gelombang pasang dan arus. Jika nilai rasio tinggi maka akan
terbentuk delta, namun jika nilai rasio rendah maka sedimentasi akan terdistribusi di
sepanjang pantai.
Rawa gambut pada barrier beach memiliki permukaan yang relatif lebih rendah terhadap
muka air laut sehingga sering kebanjiran dan ditumbuhi alang-alang. Gambut yang akan
terakumulasi di suatu tempat jika fluktuasi air pasang tidak tinggi sehingga timbunan
material gambut tidak berpindah tempat. Dengan demikian rawa gambut pada lingkungan
ini sangat dipengaruhi oleh regresi dan transgresi air laut.

Faktor-faktor yang berpengaruh dalam pembentukan batubara


a. Posisi Geotektonik
Posisi geotektonik akan berpengaruh pada pembentukan cekungan batubara yang
dikontrol oleh gaya-gaya tektonik lempeng.
Posisi geoteknik adalah letak suatu tempat yang merupakan cekungan sedimentasi yang
keberadaannya dipengaruhi oleh gaya-gaya tektonik lempeng. Proses tektonik yang terjadi
akan berpengaruh pada penyebaran batubara yang terbentuk. Makin dekat cekungan
sedimentasi batubara yang terbentuk atau terakumulasi dengan posisi kegiatan tektonik,
maka kualitas batubara yang dihasilkan akan semakin baik.
b. Topografi
Topografi berpengaruh terbatas pada iklim dan morfologi dari cekungan batubara sehingga
menentukan penyebaran rawa-rawa dimana batubara terbentuk.
Daerah tempat tumbuhan berkembang baik merupakan daerah yang relatif mempunyai
ketersediaan air. Tempat tersebut mempuyai topografi yang relatife lebih rendah
dibandingkan dengan daerah yang ada disekelilingnya. Makin luas daerah dengan
topografi rendah, maka makin banyak pula tanaman yang tumbuh, sehingga makin banyak
pula bahan pembentuk batubara.
c. Iklim
Iklim berpengaruh pada pertumbuhan flora pembentuk batubara.
Iklim sangatlah berperan penting dalam pertumbuhan tanaman. Didaerah yang berilklim
tropis, hampir semua tanaman dapat hidup yang dikarenakan tingkat curah hujan dan
ketersediaan matahari sepanjang waktu yang memungkin tanaman tumbuh dengan cukup
baik. Oleh karena itu, didaerah yang beriklin tropis pada masa lampau sangatlah
memungkinkan didapatkan endapan batubara dalam jumlah banyak, sebaliknya pada
daerah yang beriklim subtropics mempunyai endapan batubara yang relative lebih sedikit.
Rawa di daerah tropis bisa menghasilkan kayu yang mencapai ketinggian
30 meter dalam waktu 7 - 9 tahun sementara tumbuhan di daerah rawa dengan iklim
sedang hanya mencapai ketinggian 5 - 6 meter dalam jangka waktu yang sama. Daerah
dengan iklim sedang miskin akan bahan makanan sehingga hanya didominasi oleh lumut,
sedangkan daerah tropis didominasi oleh pohon.
Pembentukan gambut terjadi kebanyakan di daerah yang beriklim panas, banyak air
(khususnya Karbon Atas). Lapisan batubara yang terendapkan di daerah yang banyak air
dan hangat akan menghasilkan banyak lapisan dan tebal yang terjadi dari batang kayu
yang besar/tebal (bright coal), dan sebaliknya untuk iklim dingin.
d. Penurunan
Penurunan cekungan akan berpengaruh pada ketebalan lapisan batubara yang
terebdapkan didalamnya.
Cekungan sedimentasi yang ada di alam relative dinamis, artinya dasar cekungan akan
mengalami proses penurunan atau pengangkatan. Makin sering dasar cekungan
sedimentasi mengalami proses penurunan, maka batubara yang terbentuk akan semakin
tebal.
e. Umur Geologi
Umur geologi disini berpengaruh pada kualitas terbentuknya batubara.
Jaman Karbon ( 350 juta tahun yang lalu), merupakan awal munculnya tumbuh-tumbuhan
di dunia. Sejalan dengan proses tektonik yang terjadi, daerah tempat tumbuhnya tanaman
telah mengalami proses coalification cukup lama, sehingga menghasilkan mutu batubara
yang sangat baik. Jenis batubara dengan jenis ini banyak dijumpai di belahan bumi bagian
Utara. Contohnya: Amerika Utara dan Eropa (pada kedalam 3 mil yang membentang dari
Scotlandia sampai Selesia (Polandia)).
Batubara di Indonesia, didapatkan di cekungan sedimentasi yang berumur Tersier ( 70
juta tahun yang lalu). Dalam kurung waktu tersebut, proses coalification belum terjadi
secara sempurna. Hal ini mengakibatkan kualitas batubara di Indonesia belum berkualitas
baik. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin tua lapisan batuan sedimen yang
mengandung batubara, maka semakin tinggi rank (peringkat) dari baubara tersebut.
f. Tumbuhan
Tumbuhan tentu sangat berpengaruh pada pembentukan batubara karena memang
batubara terbentuk oleh akumulasi sisa tumbuh tumbuhan yang tertimbun dalam
sedimen. Kualitas tumbuhan akan berpengaruh terhadap kualitas batubara yang terbentuk.
Batubara yang terbentuk dari tumbuhan keras dan berumur tua akan lebih baik
debandingkan dengan batubara yang terbentuk dari taanaman berbentuk semak dan hanya
berumur semusim. Makin tinggi tingkataan tumbuhan dan makin tua umur tumbuhan
tersebut, apabila menalami proses coalification, akan menghasilkan batubara dengan
kualitas baik.

g. Dekomposisi
Dekomposisi flora merupakan bagian dari transformasi biokimia dari organik dan
merupakan titik awal untuk seluruh akterasi.
Proses dekomposisi tumbuhan merupakan bagian dari transformasi biokimia pada bahan
organik. Selama porses pembentukkan batubara, sisa tumbuhan akan mengalami
perubahan baik secara fisik maupun kimia. Setelah tumbuhan mati, proses degredasi
biokimia lebih berperan. Proses pembusukan (decay) kan terjadi sebagai akibat kinerja dari
mikrobiologi dalam bentuk bakteri anaerobic. Bakteri ini bekerja dalam keadaan tanpa
oksegen, menghancurkan bagaian yang lunak dari tumbuhan seperti cellulose, protolasma,
dan karbohidrat. Proses ini membuat kayu berubah menjadi lignit, bitumina.
Selama poses biokimia berlangsung, dalam keadaan kurang oksigen mengakibatkan
keluarnya air (H2O) dan sebagian unsure karbon (C) yang akan hilang dalam bentuk karbon
dioksida (CO2), karbon monoksida (CO) dan metana (CH 4). Akibat lepasnya unsur atau
senyawa ini maka jumlah unsure koarbon (C) akan relatife bertambah.
h. Metamorfosa Organik
Tingkat kedua dalam pembentukan batubara adalah penimbunan atau penguburan oleh
sedimen baru. Proses ini lebih didominasi oleh proses dinamokimia yang menyebabkan
perubahan gambut menjadi batubara dalam berbagai mutu. Proses metemorfosa organik
akan dapat mengubah gambut menjadi batubara sesuai dengan perubahan sifat kimia,
fisik, dan optiknya.
Peningkatan mutu batubara sangat ditentukan oleh factor tekanan dan waktu. Tekanan
dapat diakibatkan oleh lapisan sedimen penutup yang tebal atau karena adanya tektonik.
Makin lama selang waktu dari mulai bergradasi sampai terbentuk batubara, maka makin
baik mutu dari batubara yang diperoleh. Factor tersebut dapat mempercepat proses
metamorfosa organik.

Proses Pembentukan Batubara, Tumbuhan Gambut Batubara


Peatification mencakup proses mikrobial dan perubahan kimia (biochemical coalification).
Selanjutnya diikuti oleh proses geochemical coalification. Pada tahap geochemical coalification
ini bakteri tidak ikut berperan.
Alterasi yang kuat dengan jumlah oksigen terbatas di permukaan dan di bawahnya (+ 50 cm)
disebut peatigenic layer. Bagian ini merupakan daerah aerobic bakteri, actinomyces dan fungi
untuk aktif. Dengan bertambahnya kedalaman maka aerobic bakteri diganti oleh anaerobic
bakteri. Pada kedalaman lebih dari 10 cm tidak ada bakteri lagi, sehingga yang terjadi
Diagenesa Gambut dan Proses Pembatubaraan 17 hanyalah perubahan kimia saja (primarily
condensation, polymerization dan reaksi reduksi).
Proses terpenting dari peatification adalah pembentukan humic substan atau humication yang
didorong oleh supply oksigen, kenaikan temperatur gambut (tropis) dan lingkungan alkali.
Derajat humifikasi tergantung pada fasies dan tak tergantung pada kedalaman.
Pada profil gambut bagian permukaan kandungan karbon bertambah dengan cepat dengan
bertambahnya kedalaman sehingga substan yang kaya akan oksigen di permukaan (sellulose
dan hemi sellulose) terdekomposisi oleh mikrobiologi yang mengakibatkan pengkayaan lignin
yang kaya karbon dan terbentuknya asam humin. Sebaliknya akibat kenaikan tekanan, maka
kandungan air (moisture content) erkurang dengan cepat sehingga kandungan air ini
merupakan pengukur diagenesa yang baik pada diagenesa gambut.
Pemunculan sellulose bebas (tak bercampur dengan lignin) juga merupakan indikator yang baik
untuk derajat diagenesa. Untuk membedakan gambut dengan soft brown coal ada beberapa hal
yang dipakai :

Karena batas antara gambut dan brown coal bertahap maka sulit ditentukan secara pasti, tetapi
kira-kira untuk kondisi normal pada kedalaman mencapai 200-400 m.
Proses pembatubaraan adalah perkembangan gambut lewat lignit, sub bituminous dan
bituminous coal menjadi antrasit dan metaantrasit. Untuk suatu perubahan temperatur maka
batubara merupakan alat ukur yang baik untuk diagenesa sedimen. Reaksi yang timbul bisa
berupa perubahan struktur kimia atau fisik.
Selanjutnya derajat pembatubaraan ditentukan oleh perubahan komposisi kimianya (C, O, H
dan VM) atau dengan sifat optis (reflektan dari vitrinit) yang juga tergantung pada komposisi
kimia.

Anda mungkin juga menyukai