Anda di halaman 1dari 4293

BUKU AJAR

ILMU PENYAKIT DALAM


Edisi Keenam dr. @nab M U S ~ ~
-\NI
Jilid I ttiNA

Editor

Siti Setiati
Konsultan Geriatri
Divisi Geriatri, Departemen Ilmu Penyakit Dalarn
FKUI/RSUPN-CM, Jakarta

Idrus Alwi
Konsultan Kardiologi
Divisi Kardiologi, Departernen Ilrnu Penyakit Dalarn
FKUI/RSUPN-CM, Jakarta

Aru W. Sudoyo
Konsultan Hematologi-Onkologi Medik
Divisi Hernatologi-Onkologi Medik, Departernen lIr*~uPenyakit Dalarn
FKUI/RSUPN-CM, Jakarta

Marcellus Simadibrata K.
Konsultan Gastroenterologi-Hepatologi
Divis~Gastroenterologi, Departernen Ilrnu Penyakit Dalarn
FKUI/RSUPN-CM, Jakarta

Bambang Setiyohadi
Konsultan Reurnatologi
Divisi Reurnatologi, Departernen Ilrnu Penyakit Dalarn
FKUI/RSUPN-CM, Jakarta

Ari Fahrial Syam


Konsultan Gastroenterologi-Hepatologi
Divisi Gastroenterologi, Departernen Ilrnu Penyakit Dalarn
FKUVRSUPN-CM, Jakarta

InternaPublisQing
Pusat Penerb~tanllrnu ~ e & a k i t Dalarn
Diponegoro 71 Jakarta Pusat
EDITOR

D e w a n editor
Ketua: Siti Setiati
Anggota: Idrus Alwi, Aru W. Sudoyo, Marcellus Si~adibrata,Bambang Setyohadi, Ari Fahrial Syam,

E d i t o r topik
Arif Mansjoer, Arina Widya Murni, Ceva W. Pitoyo, C. RinaldiLesmana, Esthika Dewiasty, Dante Saksono Harbowono, Dyah
Purnamasari, Erni Juwita Nelwan, Hamzah Shatri, Ika Prasetya Wijaya, [khwan Rinaldi, Imam Effendi, M. Begawan Bestari,
Nafrialdi, Teguh Haryono Karjadi, Parlindungan siregar, Purwita W. Laksmi, Ryan Ranitya, PN. Harijanto, Rudy Hidayat,
Sally Aman Nasution, Teguh Raryono Karjadi, Trijuli Edi Tarigan,

E d i t o r Pelaksana
Gunawan, Hayatun Nufus, Alvina Widhani, Rahma Safitri, 'Yusuf Bahasoan, Aulia Rizka, Iin Anugrahini
Dewi Marthalena, Indra Wijaya

Sekretariat
Nia Kurniasih, Edy Supardi, Hari Sugianto, Zikri Anwar, Sudiariandini Sudarto, Sandi Saputra

210 mm x 275 mm
45 + 1423 halaman

ISBN : 978-602-8907-49-1 (jil.1)

Diterbitkan pertama kali oleh:


InternaPublishing
Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam
JI. Diponegoro 7 1 Jakarta Pusat 10430
Telp. : 021-3193775 Faks. : 021-31903776
Email : pipfkui@yahoo.com

Cetakan Pertama, Juli 2014


Pembaca yang budirnan, Seperti pada buku sebelumnya, buku ini tetap melibatkan
penulis para ahli ilmu penyakit dalam di Departemen
Ilmu Penyakit Dalarn dari berbagai fakultas kedokteran di
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang selu-uh Indonesia,dan para ahli dari bidang ilmu lain yang
telah memberikan kesehatan dan kesempatan, sehingga terkait seperti ahli Patologi Klinik, Neurologi, Radiologi,
proses revisi Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi ke VI ini Kebidanan dan lain-lain.
dapat selesai.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam ini, kami yakini dapat
Setelah 4 tahun tidak direvisi, dengan bangga kami dijadikan sebagai rujukan oleh para dokter umum, dokter
menghadirkan kembali kehadapan anda Buku Ajar Ilmu spesialis, dan mahasiswa kedokteran baik di institusi
Penyakit Dalam edisi ke V I yang merupakan penyempunaan pendidikan kedokteran maupun di klinik-klinik rawatjalan
dari buku ajar edisi sebelumnya. dan rawat inap di rumah sakit. Dengan adanya revisi yang
memberikan informasi terbaru dan data cukup banyak,
Buku ini telah mengalami perubahan yang cukup signifikan
di dalam ha1 penulisan, pengelompokan tulisan, dan diharapkan akantetap relevan dengan perkembangan di
judul-judul tulisan, yang diharapkan dapat digunakan bidang ilmu penyakit dalam saat ini maupun di bidang
Kedokteran umumnya.
secara mudah dalam praktik sehari-hari.Hal ini kami upaya
terusdalam rangka penyempurnaan dan memberikan Tim editor mengucapkan terimakasih kepada Ketua
kemudahan bagi para pembaca. Pengurus Besar Perhimpunan Dokter SpesialisPenyakit
Pengelompokan tulisan/pembaban dalam buku di mulai Dalam Indonesia (PB.PAPD1) yang tetap percaya
dari filsafat ilmu penyakit dalam, dasar-dasar ilmu penyakit mernberikan tugas terhormat ini kepada kami. Juga
dalam, ilmu diagnostikfisis, pemeriksaan penunjang yang kepadapenulisdari berbagai fakultas kedokteran di seluruh
terdiri atas pemeriksaan laboratorium, elektrokardiografi negeri, Tim editor bidang ilmu, tim editor pelaksana, dan
dan radiodiagnostik Penyakit Dalam, dan seterusnya. tim sekretariat InternaPublishing Pusat Penerbitan Ilmu
Jumlah bab dalam buku ini sebanyak 43 bab terdiri atas Penyakit Dalam Jakarta, dan kepada semua pihak yang
567 judul dengan jumlah artikel baru dan revisi kurang telah meluangkanwaktu disela-sela kesibukannya menulis
lebih sebanyak 195judul. Beberapa naskah barudanupdate dan mengedit buku ini.
adalah Renal Replacement Therapy for Acute Kidney Injury, Masukan dan saran positif sangat kami hargai guna
Karsinoma Esofagus, Karsinoma Ovariurn, Anti-Aging, penyempurnaan buku ini dimasa mendatang.
Gangguan Sensorik Khusus pada Lansia, Kesehatan
Terimakasih dan selamat membaca.
Hiperbarik, Kesehatan Wisata, Pengawasan Antenatal,
keganasan pada kehamilan, Kedokteran Nuklir, Dasar-
dasar CT/MSCT,MRI, MRCP dan lain-lain. Buku ajar edisi
Jakarta, Juli 2014
VI ini terdiri atas 4120 halaman isi yang kami bagi menjadi
3 jilid.
prof. Dr. dr. Siti Setiati, MEpid, Sp.PD, KGer
K e t ~ aTim Editor
Assalamu'alaikum wr.wb. pare pengurusnya, karena menunjukkan tidak hanya
kebersamaan tetapi juga suatu tekad besar untuk berjalan
bersama mencerdaskan bangsa.
Sejawat Yang Terhormat.
Para penulis Buku Ajar Penyakit Dalam ini adalah para
Pertama-tama kita panjatkan puji syukur kehadirat Tuhan anggota PAPDI dari seluruh Indonesia yang ditunjuk
YME bahwa Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam telah mencapai tim editor dan telah meluangkan waktunya di sela- I*
edisi yang keenam, sehingga buku yang telah banyak sela kesibukan masing-masing. Tidaklah mudah untuk
dibaca ini senantiasa mengikuti perkembangan mutakhir menyusun suatu makalah yang akan digunakan sebagai
di bidang Ilmu Penyakit Dalam. rujukan oleh calon-calon dokter dan spesialis, dan tidak
ringan bagi para editor untuk mengirim kritik serta saran
Ilmu kedokteran termasuk Ilmu Penyakit Dalam dengan
berbagai ruang lingkupnya terus berkembang seiring dalam perjalanan merealisasikan buku ajar ini. Untuk itu
dengan banyaknya penelitian baik penelitian dasar saya sebagai Ketua Umum menyampaikan penghargaan
maupun uji klinis sampai perkembangan teknologi di yang tinggi serta terimakasih yang sebesar-besarnya.
bidang Penyakit Dalam, sehingga kita harus senantiasa Saya yakin buku ini dapat menjadi rujukan yang baik
mengupdate pengetahuan kita berdasarkan evidence bagi para mahasiswa kedokteran, dokter umum, calon
based, agar dapat memberikan penatalaksaaan terbaik Dokter/Dokter Spesialis Penyakit Dalam maupun dokter
kepada pasien sesuai dengan perkembangan ilmu dan dari keahlian lainnya. Dengan membaca buku ajar ini
teknologi yang ada. diharapkan kemampuan sejawat akan meningkat baik
Ada makna khusus dari keberadaan buku ini yang dalam teori maupun keterampilan sehingga pelayanan
perlu digaris bawahi, yaitu: Ilmu Penyakit Dalam masih pada pasien pun akan meningkat kualitasnya.
tetap utuh dengan semua subdisiplin yang bernaung di Sekali lagi saya mengucapkan selamat atas terbitnya
bawahnya, yaitu Alergi dan Imunologi, Gastroenterologi, buku ajar edisi keenam ini, semoga Allah SWT senantiasa
Geriatri, Ginjal dan Hipertensi, Hematologi dan Onkologi, melimpahkan rahmat dan karuniaNya pada kita semua
Hepatobilier, Kardiologi, Metabolik dan Endokrin, dalam upaya memberikan pelayanan yang terbaik pada
Pulmonologi, Psikosomatik, Reumatologi dan Penyakit masyarakat, bangsa dan negara. Amin.
Tropik dan Infeksi. Pendekatan holistik yang menjadi
falsafah dasar cabang utama dan tertua Ilmu Kedokteran
ini menjadi landasan bagi semua cabang-cabang ilmu Jakarta, Juli 2014
kedokteran lainnya, dan untuk Indonesia ha1 ini menjadi
lebih penting karena luasnya wilayah serta besarnya
populasi yang harus dijangkau.
Selain itu keterlibatan dan partisipasi begitu banyaknya
Ketua
anggotaperhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam
(PAPDI) dalam penulisan buku ini, merupakan sesuatu Prof DR. Dr. Idrus Alwi, SpPD-KKV, FINASIM, FACP, FACC,
yang membahagiakan dan membanggakan bagi FESC, FAPSIC
Prof. Dr. dr. A HARRYANTO REKSODIPUTRO, Sp.PD Prof. dr. A.R. NASUTION, Sp.PD
Konsultan Hematologi-Onkologi Medik Konsultan Reumatologi
Divisi Hematologi-OnkologiMedik Divisi Reumatologi, Departemen llmu Penyakit Dalam
Departemen llmu Penyakit Dalam FKUI/RSUPN. Dr.Cipto Mangunkusumo, Jakarta
FKUI/RSUPN. Dr.Cipto Mangunkusumo, Jakarta
Prof. dr. ABDULMUTHALIB, Sp.PD
Prof. Dr. dr. ACHMAD RUDIJANTO,Sp.PD
Konsultan Hematologi-Onkologi Medik
Konsultan Endokrinologi Metabolik dan Diabetes Divisi Hematologi-Onkologi Medik
Departemen llmu Penyakit Dalam Departemen llmu Penyakit Dalam
FK.Universitas Brawijaya, Malang - JawaTimur
FKUI/RSUPN. Dr.Cipto Mangunkusumo, Jakarta

dr. A. MADJID, Sp.PD


Dr. dr. ABlDlN WIDJANARKO, Sp.PD
Konsultan Kardiovaskular, Bagian Fisiologi,
Konsultan Hematologi Onkologi Medik
FK. USU/RSLIP. Dr. Pringadi Medan
~ i v i sHematologi
i Onkologi Medik,
Departemen llmu Penyakit Dalam,
Prof. Dr. dr. A. GUNTUR HERMAWAN, Sp.PD RS. Kanker Dharmais, Jakarta
Konsultan Penyakit Tropik lnfeksi
Subbagian Penyakit Tropik Infeksi, Prof. Dr. dr. ABDUL HALlM MUBIN, Sp.PD
Bagian llmu Penyakit Dalam
Konsultan Penyakit Tropik lnfeksi
FK Univ. SurakartafRSUD Dr. Moewardi, Solo
Bagian llmu Penyakit Dalam
FK UNHAS/RSUP Dr.Wahidin S, Makassar
dr. A. MUlN RACHMAN, Sp.PD
Konsultan Kardivaskular dr. ADIWIJONO, Sp.PD
Divisi Kardiologi, Departemen llmu Penyakit Dalam
Konsultan Hematologi-Onkologi Medik
FKUI/RSUPN. Dr.Cipto Mangunkusumo, Jakarta
SMFllmu Penyakit Dalam
FK UGM/RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
dr. A. SANUSI TAMBUNAN, Sp.PD
Konsultan Reumatologi dr. AGUS P. SAMBO, Sp.PD
Divisi Reumatologi, Departemen llmu Penyakit Dalam Bagian Penyakit Dalam,
FKUI/RSUPN. Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta
FK. UNHAS/RS. Dr. Wahidin Sudirohusodo, Makassar

Prof. dr. H. A. AZlZ RANI, Sp.PD


dr. AGUS S.WASPOD0, Sp.PD
Konsultan Gastroenterologi Hepatologi Konsultan Gastroenterologi-Hepatologi
Divisi Gastroenterologi,
Divisi Hepatologi, Departemen llmu Penyakit Dalam FKUI/
Departemen llmu Penyakit Dalam
RSUPN. Dr.Cipto Mangunkusumo, Jakarta
FKUI/RSUPN. Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta

dr. AGUNG PRANOTO, Sp.PD


dr. A. NURMAN, Ph.D, Sp.PD
Konsultan Ginjal Hipertensi
Konsultan Gastroenterologi-Hepatologi
~ i v i dGinjal
i Hipertensi
Departemen llmu Penyakit Dalam Bagian llmu Penyakit Dalam
RSAL Mintoharjo, Jakarta
FK.UNAIWRSUP. Dr. Soetomo, Surabaya
Prof. Dr. H. AHMAD A ASDIE, Sp.PD dr. ALWINSYAH, Sp.PD
Konsultan Endokrinologi Metabolik dan Diabetes Divisi Pulmonologi dan Alergi-lmunologi
Bagian llmu Penyakit Dalam Bagian llmu Penyakit Dalam
FK UGM/RSU Dr. Sardjito, Yogyakarta FK USUIRSUP H. Adam Malik Medan

dr. AHMAD FAUZI, Sp.PD dr. AMAYLIA OEHADIAN, Sp.PD

Divisi Gastroenterologi, Subbagian Hematologi-Onkologi Medik


Departemen llmu Penyakit Dalam Bagian llmu Penyakit Dalam
FKUIIRSUPN. Dr.Cipto Mangunkusumo, Jakarta FK UNPAD/RS Dr. Hasan Sadikin, Bandung

dr. AMC KARENA-KAPARANG, Sp.PD


dr. AHMAD RASYID, SpPD
Konsultan Reumatologi
Konsultan Pulmonologi
Bagian llmu Penyakit Dalam
Bagian llmu Penyakit Dalam FK Univ. Sam Ratulangi/RSU Malalayang, Manado
FK.LINSRI/RSUP. Muh. Husin, Palembang
dr. AM1 ASHARIATI, Sp.PD
dr. ADE JEANNE D. L. TOBING,Sp.KO Konsultan Hematologi-Onkologi Medik
Program Studi llmu Kedokteran Olahraga Subbagian Hematologi-Onkologi Medik
Fakultas Kedokteran UI, Jakarta. Lab. llmu Penyakit Dalam
FK UNAIR/RSU Dr. Soetomo, Surabaya
dr. ADlYO SUSILO, Sp.PD
dr. AND1 FACHRUDDIN BENYAMIN,Sp.PD
Divisi Tropik lnfeksi
Konsultan Hematologi-Onkologi Medik
Departemen llmu Penyakit Dalam
Subbagian Hematologi-Onkologi Medik
FKUI/RSUPN. Dr.Cipto Mangunkusumo, Jakarta
Bagian llmu Penyakit Dalam
FK UNHAS/RS Dr. Wahidin Sudirohusodo, Makassar
dr. AlDA LYDIA, Sp.PD
Konsultan Ginjal Hipertensi dr. ANDRl SANITYOSO SULAIMAN, Sp.PD
Divisi Ginjal Hipertensi Konsultan Gastroenterologi-Hepatologi
Departemen llmu Penyakit Dalam Divisi Hepatologi, Departemen llmu Penyakit Dalam FKUII
FKUI/RSUPN. Dr.Cipto Mangunkusumo, Jakarta RSUPN. Dr.Cipto Mangunkusumo, Jakarta

dr. H. AKMAL SYA'RONI, Sp.PD Dr. dr. ANDRl M T LUBIS, Sp OT


Konsultan Penyakit Tropik lnfeksi Departemen Orthopaedi dan Traumatologi
Bagian llmu Penyakit Dalam, FKUI/RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo
FK UNSRI/RSUP Dr. Moh. Hoesin, Palembang Jakarta

dr. ALI DJUMHANA, Sp.PD Dr. ANDREAS ARIE,Sp.PD


Konsultan Gastroenterologi-Hepatologi Divisi Kardiologi
Bagian llmu Penyakit Dalam Departemen llmu Penyakit Dalam
FK UNPAD/RSUP. Hasan Sadikin, Bandung FK UNDIP/RSUD. Dr. Kariadi, Semarang

dr. ANNA UYAINAL Z.N.,Sp.PD


Prof. dr. ALI GHANIE, Sp.PD
Konsultan Kardiovaskular Konsultan Pulmonologi
Divisi Kardiologi Bagian llmu Penyakit Dalam Divisi Pulmonologi
FK UNSRI/RS Dr. Moh.Hoesin Palembang Departemen llmu Penyakit Dalam
FKUIIRSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo
Jakarta
Prof. dr. H. ALI SULAIMAN, Ph.D, Sp.PD
Konsultan Qastroenterologi-Hepatologi dr. ARI BASKORO, Sp.PD
Divisi Hepatologi, Departemen llmu Penyakit Dalam FKUII Divisi Alergi lmunologi
RSUPN. Dr.Cipto Mangunkusumo Bagian llmu Penyakit Dalarn
Jakarta FK UNAIWRSUD. Dr. Soetomo, Surabaya

dr. ALWl SHIHAB, Sp.PD Dr. dr. ARI FAHRIAL SYAM, Sp.PD, MMB
Konsultan Endokrinologi Metabolik dan Diabetes Konsultan Gastroenterologi-Hepatologi
Bagian llmu Penyakit Dalam Divisi Gastroenterologi, Departemen llmu Penyakit Dalam
FK UNSRI/RSUP Dr. Moh. Hoesin, Palembang FKUI/RSUPN. Dr.Cipto Mangunkusumo, Jakarta
dr. ARlF MANSJOER, Sp.PD, KIC dr. AI,ILIA RIZKA, Sp.PD
Unit Pelayanan Jantung Terpadu Divisi Geriatri
Departemen llmu Penyakit Dalam Departemen llmu Penyakit Dalam
RSUPN. Dr.Cipto Mangunkusumo, Jakarta FKLILIRSUPN. Dr.Cipto Mangunkusumo, Jakarta

dr. ARlNA WlDYA MURNI, SpPD Prof. dr. AZHAR TANDJUNG, Sp.PD
Konsultan Psikosomatik Konsultan Alergi Imunologi-Konsultan Pulmonologi Divisi
Subbagian Psikosomatik Pulrr~onologidan Alergi lmunologi
Bagian llmu Penyakit Dalam Departemen llmu Penyakit Dalam
FK. Univ. Andalas/ RS. Dr. M. Djamil FK USU/RSUD Dr. Pringadi-RSUP.H.Adam Malik, Medan
Padang - Sumatra Barat
Prof. dr. 6. FANANI LUBIS, Sp.PD
dr. ARMEN AHMAD, Sp. PD Konsultan Hematologi-Onkologi Medik
Konsultan Penyakit Tropik lnfeksi Subbagian Hematologi-Onkologi Medik
Departemen llmu Penyakit dalam Bagian llmu Penyakit Dalam FK USU/RS Dr. Pringadi,
FK.Univ. Andalas/RSUP. Dr. M. Djamil, Padang Medsn

dr. ARNADI TASLIM, Sp.PD dr. RJ. WALELENG, Sp.PD


RS. Krakatau Steel Cilegon Subbagian Gastroenterologi
Jawa Barat Bagian llmu Penyakit Dalam
FK UNSRAT/RSUP Malalayang, Manado
Dr. dr. ARU W. SUDOYO, Sp.PD
Konsultan Hematologi-Onkologi Medik
dr. 6. P. PUTRA SURYANA, Sp.PD
Divisi Hematologi-Onkologi Medik
Departemen llmu Penyakit Dalam Konsultan Reumatologi Seksi Reumatologi
FKUI/RSUPN. Dr.Cipto Mangunkusumo, Jakarta Lab/SMF llmu Penyakit Dalam
FK UNBRAW/RS Dr. Saiful Anwar, Malang
dr. ARYA GOVINDA, Sp.PD
Konsultan Geriatri dr. BAMBANG IRAWAN M, Sp.PD
Divisi Geriatri, Departemen llmu Penyakit Dalam SMF Penyakit Dalam
FKUI/RSUPN. Dr.Cipto Mangunkusumo, Jakarta FK. UGM/RSUP. Dr. Sardjito, Yogyakarta

dr. ARYANTO SUWONDO, Sp.PD


dr. BAMBANG KARSONO, Sp.PD
Konsultan Pulmonologi
Konsultan Hematologi-Onkologi Medik
Divisi Pulmonologi, Departemen llmu Penyakit Dalam
Divisi Hematologi-Onkologi Medik
FKUI/RSUPN. Dr.Cipto Mangunkusum0,Jakarta
D e p ~ t e m e nllmu Penyakit Dalam
FKUI/RSUPN-CM, Jakarta
Prof. Dr. dr. ASKANDAR TJOKROPRAWIRO, Sp.PD
Konsultan Endokrinologi Metabolik dan Diabetes dr. BAMBANG SETIYOHADI, Sp.PD
Bagian llmu Penyakit Dalam
Kon.;ultan Reumatologi
FK UNAIR/RSUD Dr. Soetomo, Surabaya
Divisi Reumatologi, Departemen llmu Penyakit Dalam
FKUURSUPN. Dr.Cipto Mangunkusumo, Jakarta
Prof. dr. ASMAN MANAF, Sp.PD
Konsultan Endokrinologi Metabolik dan Diabetes dr. BAMBANG SlGlT RIYANTO, Sp.PD
Bagian llmu Penyakit Dalam
Bag an llmu Penyakit Dalam
FK UNAND/RS Dr. M. Djamil, Padang
FK UGM/RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta

dr. ASRlL BAHAR, Sp.PD


Dr. BANTAR SUNTOKO, SpPD
Konsultan Pulmonologi-Konsultan Geriatri
Divisi Pulmonologi, Departemen llmu Penyakit Dalam Konsultan reumatologi
FKUI/RSUPN. Dr.Cipto Mangunkusumo, Jakarta Suboagian Reumatologi, Bagian llmu Penyakit Dalam
FK.UNDIP/RSUP. Dr. Kariadi, Semarang
dr. ASRUL HARSAL, Sp.PD
Prof. dr. BOEDHI DARMOJO, Sp.PD
Konsultan Hematologi-Onkologi Medik
Divisi Hematologi-Onkologi Medik Konsultan Geriatri
Departemen llmu Penyakit Dalam Divisi Geriatri, Bagian llmu Penyakit Dalam
FKUI/RSUPN. Dr.Cipto Mangunkusumo, Jakarta FK UNDIP/RSUP Dr. Kariadi, Semarang
Prof. dr. BARWANI HISYAM, Sp.PD Dr. dr. BUDIMAN DARMO WIDJOJO, Sp.PD
Konsultan Pulmonologi Divisi Metabolik Endokrin
Divisi Pulmonologi, Bagian llmu Penyakit Dalam Departemen llmu Penyakit Dalam
FK UGM/RSUP. Dr. Sardjito, Yogyakarta FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta

dr. BENY GHUFRON, Sp.PD dr. BUDIONO, Sp.PD


Departemen llmu Penyakit Dalam Divisi Pulmonologi, Bagian llmu Penyakit Dalam
FK. Universitas Brawijaya, Malang FK UGM/RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta

dr. C. SlNGGlH WAHONO,Sp.PD


dr. BlRRY KARIM, Sp.PD
Bagian llmu Penyakit Dalam
Divisi Kardiologi FK UNBRAW/RSUD Dr. Saiful Anwar, Malang
Departemen llmu Penyakit Dalam
FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta Prof. Dr. dr. CATHARINA SUHARTI, Sp.PD
Konsultan Hematologi-Onkologi Medik
dr. BLONDINA MARPAUNG, Sp.PD
Subbagian Hematologi-Onkologi Medik
Konsultan Reumatologi SMF llmu Penyakit Dalam
Divisi Reumatologi, Departemen llmu Penyakit Dalam FK UNDIP/RSUP Dr. Kariadi, Semarang
FK USU/RSLID. Dr. Pringadi-RSUP. H. Adam Malik, Medan
dr. CEVA WICAKSONO PITOYO, Sp.PD
Prof. Dr. dr. ASMAN BOEDISANTOSO R, Sp.PD
Konsultan Pulmonologi
Konsultan Endokrinologi Metabolik dan Diabetes Divisi Pulmonologi, Departemen llmu Penyakit Dalam
Divisi Metabolik Endokrin FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta
Departemen llmu Penyakit Dalam
FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta dr. CHAIRUL BAHRI, Sp.PD
Bagian llmu Penyakit Dalam ,
dr. BOW0 PRAMONO, SpPD FK USU/RS Dr. Pringadi, Medan
Konsultan Endokrinologi Metabolik dan Diabetes
Bagian Penyakit Dalam dr. CHAIRUL EFFENDI, Sp.PD
FK. UGM/ RSUP.Dr. Sardjito, Yogyakarta
Konsultan Alergi lmunologi
Subbagian Alergi Imunologi, Bagian llmu Penyakit Dalam
Prof. dr. BOEDIWARSONO, Sp.PD FK UNAIWRSUD. Dr. Soetomo, Surabaya
Konsultan Hematologi-Onkologi Medik
Subbagian Hematologi-Onkologi Medik dr. CHANDRA IRWANADI MOHANI,Sp.PD
Lab. llmu Penyakit Dalam
Konsultan Ginjal Hipertensi
FK. UNAIR/RS. Dr. Soetomo, Surabaya
Subbagian Ginjal Hipertensi, Bagian llmu Penyakit Dalam
FK UNAIR/RSUD. Dr. Soetomo, Surabaya
dr. BUD1 DARMAWAN MACHSOOS, Sp.PD
Subbagian Hematologi-Onkologi Medik dr. CANDRA WIBOWO, Sp.PD
SMF llmu Penyakit Dalam
Bagian llmu Penyakit Dalam
FK UNBRAW/RSUD Dr. Saiful Anwar, Malang
FK Univ. Sam Ratulangi/RSU Malalayang, Manado

dr. BUD1 MULJONO, Sp.PD


dr. CARTA A. GUNAWAN, Sp.PD
Konsultan Hematologi-Onkologi Medik
Konsultan Penyakit Tropik dan lnfeksi
Subbagian Hematologi-Onkologi Medik
Bagian/SMF llmu Penyakit Dalam
SMF llmu Penyakit Dalam
FK UNSRI/RS Dr. Moh. Hoesin, Palembang FK UNMLIURSUD A. Wahab Sjahranie, Samarinda

dr. CHARLES LIMANTORO, Sp.PD


dr. BUD1SETIAWAN, Sp.PD
Konsultan Penyakit Tropik lnfeksi Divisi Kardiologi
Divisi Tropik Infeksi, Departemen llmu Penyakit Dalam Departemen Penyakit Dalam
FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta FK. UNDIP/RS. Dr. Kariadi Semarang

dr. CHAlDlR ARIF MOCHTAR, Ph.D, Sp.U


dr. BUD1 WIWEKO, Sp.OG
Divisi Urologi
Konsultan Obseteri Ginekologi
Divisi lmmunoendokrinologi Reproduksi Departemen llmu Bedah
FKUIIRSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta
FKUIIRSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta
Dr. dr. CHUDAHMAN MANAN, Sp.PD dr. DEWA PUTU, Sp.PD
Konsultan Gastroenterologi-Hepatologi Subbagian Geriatri, Bagian llmu Penyakit Dalam
Divisi Gastroenterologi, Departemen llmu Penyaki Dalam FK UGM/RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta
FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta
Dr. dr. DHARMEIZAR, Sp.PD
Dr. dr. CLEOPAS MARTIN RUMENDE, Sp.PD Korsultan Ginjal Hipertensi
Konsultan Pulmonologi Divi:siGinjal Hipertensi,
Divisi Pulmonologi, Departemen llmu Penyakit Dalam Departemen llmu Penyakit Dalam
FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta FKUl/RSUPN-CM, Jakarta

dr. DHARMIKA DJOJONINGRAT, Sp.PD


dr. COSPHlADl IRAWAN, Sp.PD
Konsultan Gastroenterologi-Hepatologi
Konsultan Hematologi-Onkologi Medik Divisi Gastroenterologi, Departemen llmu Penyakit Dalam
Divisi Hematologi-Onkologi Medik FKIJI/RSUPN-CM, Jakarta
Departemen llmu Penyakit Dalam
FKUIIRSUPN-CM, Jakarta
Dr. dr. DIANA AULIA, Sp.PK

Dr. dr. CZERESNA HERIAWAN SOEJONO, Sp.PD, MEpid Departemen Patologi Klinik
FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo
Konsultan Geriatri
Jakarta
Divisi Geriatri, Departemen llmu Penyakit Dalam
FKUI/RSUPN-CM, Jakarta Prof. Dr..dr. DlNA JAN1 MAHDI, Sp.PD
Konsultan Alergi lmunologi
Dr. dr. DADANG MAKMUN, Sp.PD
Divisi Alergi lmunologi
Konsultan Gastroenterologi-Hepatologi Departemen llmu Penyakit Dalam
Divisi Gastroenterologi FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta
Departemen llmu Penyakit Dalam
FKUI/RSUPN-CM, Jakarta dr. DJOKO WAHONO, Sp.PD
Konsultan Endokrinologi Metabolik dan Diabetes
Prof. Dr. dr. DALDIYONO HARDJODISASTRO, Sp.PD Bagian llmu Penyakit Dalam
Konsultan Gastroenterologi-Hepatologi FK UNBRAW/RSUD Dr. Saiful Anwar, Malang
Divisi Gastroenterologi
Departemen llmu Penyakit Dalam Prof. dr. DJOKO WIDODO, Sp.PD
FKUI/RSUPN-CM. Jakarta Konsultan Penyakit Tropik lnfeksi
Divisi Tropik Infeksi, Departemen llmu Penyakit Dalam
Dr. DANTE SAKSONO HARBUWONO, PhD, SpPD FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta
Divisi Metabolik Endokrin
Dr. DJONI DJUNAEDI, Sp.PD
Departemen llmu Penyakit Dalam
FKUI/RSUPN-CM, Jakarta Konsultan Penyakit Tropik lnfeksi
Bagian llmu Penyakit Dalam
FK UNBRAW/RSUD Dr. Saiful Anwar, Malang
Prof. dr. DASNAN ISMAIL, Sp.PD
Konsultan Kardiovaskular
Dr. dr. DJUMHANA ATMAKUSUMA,Sp.PD
Divisi Kardiologi, Departemen llmu Penyakit Dalam
FKUI/RSUPN-CM, Jakarta Konsultan Hematologi Onkologi Medik
Divisi Hematologi Onkologi Medik
Prof. dr. DAULAT MANURUNG, Sp.PD Departemen llmu Penyakit Dalam
FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo
Konsultan Kardiovaskular
Jakarta
Divisi Kardiologi, Departemen llmu Penyakit Dalam
FKUI/RSUPN-CM, Jakarta
dr. DODY RANUHARDY, Sp.PD
Konsultan Hematologi-Onkologi Medik
dr. DEDDY N.W. ACHADIONO, Sp.PD
Divisi Hematologi-Onkologi Medik
Konsultan Reumatologi Departemen llmu Penyakit Dalam
Bagian llmu Penyakit Dalarn FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta
FK UGM/RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta
dr. DON0 ANTONO, Sp.PD
dr. DEW1 I Divisi Kardiologi,
Bagian llmu Penyakit Dalam Departernen llmu Penyakit Dalam
FK UNBRAW/RSUD Dr. Saiful Anwar, Malang FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta
dr. DON1 PRIAMBODO WITJAKSONO, Sp.PD dr. ELIAS PARDJONO, Sp.PD
Lab/SMF llmu Penyakit Dalam Konsultan Hematologi-Onkologi Medik
FK UGM/RS Dr. Sardjito, Yogyakarta Subbagian Hematologi-Onkologi Medik
SMF llmu Penyakit Dalam
dr. DJOKO H. HERMANTO, Sp.PD FK UGM/RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta
Subbagian Hematologi Onkologi Medik
SMF llmu Penyakit Dalam Prof. Dr. dr. ENDANG SUSALIT, Sp.PD
FK. UNBRAW/RSUP. Dr. Saiful Anwar, Malang Konsultan Ginjal Hipertensi
Divisi Ginjal Hipertensi
dr. DYAH PURNAMASARI, Sp.PD Departemen llmu Penyakit Dalam
FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta
Divisi Metabolik Endokrin
Departemen llmu Penyakit Dalam
FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta Prof. dr. ENDAY SUKANDAR, Sp.PD
Konsultan Ginjal Hipertensi
Dr. dr. DWIANA OCVIYANTI, SpOG Subbagian Ginjal Hipertensi, Bagian llmu Penyakit Dalam
Konsultan Obstetri Ginekologi FK UNPAD/RSUP. Hasan Sadikin, Bandung
I+ Departemen Obstetri Ginekologi
FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta dr. ERN1 JUWITA NELWAN, Sp.PD
Subbagian Tropik lnfeksi
Prof.dr. DWI SUTANEGARA, Sp.PD Departemen llmu Penyakit Dalam
Konsultan Endokrinologi Metabolik dan Diabetes FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta
Bagian llmu Penyakit Dalam
FK LINUD/RSLIP. Sanglah Denpasar, Bali dr. ERWANTO BUD1 W., Sp.PD
Konsultan Alergi lmmunologi
dr. E.N. KELIAT, Sp.PD
RSUD. Marzuki Mahdi, Bogor
Divisi Pulmonologi,
Departemen llmu Penyakit Dalam dr. ESTHIKA DEWIASTY, Sp.PD
FK USU/RSUD.Dr. Pringadi-RSUP.H.Adam Malik,
Divisi Geriatri
I Medan
Departemen llmu Penyakit Dalam
Prof. dr. EDDY SOEWANDOJO SOEWONDO, Sp.PD FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta
Konsultan Penyakit Tropik Int'eksi
Lab. llmu Penyakit Dalam Dr. dr. E W YUNIHASTUTI, Sp.PD
FK UNAIR/RSUD Dr.Sutomo, Surabaya Divisi Alergi lmunologi
Departemen llmu Penyakit Dalam
Prof. dr. EDWARD STEFANUS TEHUPEIORY, Sp.PD FKUI/RSUPN-CM, Jakarta
Konsultan Reumatologi
Subbagian Reumatologi, dr. F. SUMANTO PADMOMARTONO, Sp.PD
Bagian llmu Penyakit Dalam Konsultan Gastroenterologi-Hepatologi
FK UNHAS/RSUP. Dr. Wahidin S. Makassar Subbagian Gastroenterologi-Hepatologi
Bagian llmu Penyakit Dalam
dr. EDY MART SALIM, Sp.PD FK UNDIP/RSLIP Dr. Kariadi, Semarang
Konsultan Alergi Imunologi,
Subbagian Alergi Imunologi, Dr. FARIDIN, Sp.PD
Bagian llmu Penyakit Dalam Konsultan Reumatologi
FK UNSRI/RSMH, Palembang Subbagian Reumatologi,Bagian llmu Penyakit Dalam
FK Univ. Hasanuddin, Makasar
dr. EKA GINANJAR, Sp.PD
Divisi Kardiologi dr. FREDDY SITORUS,Sp.S
Departemen llmu Penyakit Dalam Departemen Neurologi
FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta FKUI/RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo, Jakarta

dr. EKO BUDIONO, Sp.PD dr. GATOET ISMANOE, Sp.PD


Divisi Pulmonologi Konsultan Penyakit Tropik lnfeksi
Bagian llmu Penyakit Dalam Bagian llmu Penyakit Dalam
FK UGM/RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta FK UNBRAW/RS Dr. Sjaiful Anwar Malang

xii
dr. GATOT SOEGIANTO, Sp.PD dr. HAD1 YUSUF, Sp.PD
Subbagian Alergi lmunologi Konsultan Penyakit Tropik lnfeksi
Bagian llmu Penyakit Dalam Subbagian Tropik Infeksi, Bagian llmu Penyakit Dalam
FK UNAIR/RSUP Dr. Soetomo. Surabaya FK UNPAD/RS. Hasan Sadikin, Bandung

dr. GINOVA NAINGGOLAN, Sp.PD dr. HAMZAH SHATRI, Sp.PD, MEpid


Konsultan Ginjal Hipertensi Konsultan Psikosomatik
Divisi Ginjal Hipertensi, Departemen llmu Penyakit Dalam Divisi Psikosomatik,
FKUI/RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo, Jakarta Departemen llmu Penyakit Dalam
FKUIIRSCIPN Dr.Cipto Mangunkusumo, Jakarta
dr. GRlSKALlA CHRISTINE, SpPD
Departemen llmu Penyakit Dalam Prof. dr. HANAFI B. TRISNOHADI, Sp.PD
RS. Tarakan, Jakarta Konsultan Kardiovaskular
Divisi Kardiologi, Departemen llmu Penyakit Dalam
Prof. dr. H. SOEMARSONO, Sp.PD FKUII/RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo, Jakarta

Konsultan Penyakit Tropik lnfeksi


Divisi Tropik Infeksi, Departemen llmu Penyakit Dalam Prof. dr. HANDONO KALIM, Sp.PD
FKUI/RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo, Jakarta Konsultan Reumatologi
Bagian Patologi Klinik, Bagian Penyakit Dalam
Prof. dr. H.A. FUAD BAKRY F, Sp.PD FK Univ. BrawaijayafRS, Syaiful Anwar, Malang
Konsultan Gastroenterologi-Hepatologi
Subbagian Gastroenterologi, Bagian llmu Penyakit Dalam dr. HANS SALONDER, Sp.PD
FK UNSRIIRSUP Dr. Moh. Hoesin, Palembang Hematologi-Onkologi Medik
Bagian llmu Penyakit Dalam
Prof. Dr. H.A.M.Akil, Sp.PD FK Univ. Sam RatulangiIRSU Malalayang, Manado
Konsultan Gastroenterologi-Hepatologi
Subbagian Gastroenterologi-Hepatologi Prof. dr. HARIONO ACHMAD, Sp.PD
Bagian llmu PenSimonyakit Dalam Konsultan Gastroenterologi-Hepatologi
FK UNHASIRSUP Dr. Wahidin S. Makassar Subbagian Gastroenterologi
Bagian llmu Penyakit Dalam
dr. H.E. MUDJADDID, Sp.PD FK UNBRAWIRSUD. Dr. Sjaiful Anwar, Malang
Konsultan Psikosomatik
Divisi Psikosomatik, Departemen llmu Penyakit Dalam dr. HARAKATIWANGI, Sp.PD
FKUI/RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo, Jakarta LabISMF llmu Penyakit Dalam
FK.UGM1RS. Dr. Sardjito, Yogyakarta
Prof. dr. H. HANUM NASUTION, Sp.PD
Kansultan Psikosomatik dr. HARLINDA HAROEN, Sp.PD
Bagian llmu Penyakit Dalam Konsultan Hematologi-Onkologi Medik
FK USUIRSU Dr. Pringadi, Medan Subbagian Hematologi-Onkologi Medik
Bagian llmu Penyakit Dalam
Prof. dr. H.M.S. MARKUM, Sp.PD FK UNSRATIRSUP Malalayang, Manado
Konsultan Ginjal Hipertensi
Divisi Ginial Hipertensi dr. HARRINA E. RAHARDJO, Ph.D, Sp.U
Departemen llmu Penyakit Dalam Divisi Urologi
FKUI/RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo, Jakarta Departemen IlmuBedah
FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta
dr. HAD1 HALIM, Sp.PD
Konsultan Pulmonolog~ dr. HARl HENDARTO, Ph.D, Sp.PD
SMF llmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran dan llmu Kesehatan
FK UNSRIIRS Dr. Moh. Hoesin, Palembang Universitas Islam Negeri, Syarif Hidayatullah, Jakarta

dr. HAD1 MARTONO, Sp.PD Prof. Dr. dr. HARRY ISBAGIO, Sp.PD
Konsultan Geriatri Konsultan Reumatologi-Konsultan Geriatri
Divisi Geriatri, Bagian llmu Penyakit Dalam Divisi Reumatologi, Departemen llmu Penyakit Dalam
FK UNDIPIRSUP Dr. Kariadi Semarang FKUI/RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo, Jakarta
dr. HEMI SINORITA, SpPD dr. HIRLAN, Sp.PD
Konsultan Endokrinologi Metabolik dan Diabetes Konsultan Gastroenterologi-Hepatologi
Bagian Penyakit Dalam Subbagian Gastroenterologi, Bagian llmu Penyakit Dalam
FK. UGM/ RSUP.Dr. Sardjito, Yogyakarta FK UNDIP/RSUD Dr. Kariadi, Semarang

Prof. dr. HARUN RASYID LUBIS, Sp.PD dr. IDA AYU RATlH WULANSARI MANUABA, Sp.PD
Konsultan Ginjal Hipertensi Konsultan Reumatologi
Divisi Ginjal Hipertensi Bagian Penyakit Dalam
Bagian llmu Penyakit Dalam FK.UDAYANA1 RSUP. Sanglah, Denpasar - Bali
FK USU/RSU Dr. Pringadi, Medan
dr. IGDE RAKA WIDIANA, Sp.PD
Prof. Dr. dr. HENDROMARTONO, Sp.PD Divisi Ginjal Hipertensi
Konsultan Endokrinologi Metabolik dan Diabetes Bagian/SMF llmu Penyakit Dalam
Bagian llmu Penyakit Dalam FK UNUD/RS Sanglah, Bali
FK UNAIR/RSUD Dr. Soetomo, Surabaya
dr. I DEWA PUTU PRAMANTARA, Sp.PD
dr. HEN1 RETNOWULAN, Sp.PD Konsultan Geriatri
Bagian/ SMF llmu Penyakit Dalam Bagian Penyakit Dalam
FK UGMI RSUP Dr Sardjito, FK. UGM/ RSUP. Dr. Sardjito, Yogyakarta
Yogyakarta
dr. IGP SUKA ARYANA, Sp.PD
Prof. dr. HERDIMAN T. POHAN, Sp.PD Divisi Geriatri
Konsultan Penyakit Tropik lnfeksi Bagian/SMF IlmuPenyakitDalam
Divisi Tropik lnfeksi FK.UNUD/RSUP. Sanglah, Denpasar - Bali
Departemen llmu Penyakit Dalam
FKUI/RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo, Jakarta dr. I KETUT AGUS SOMIA, Sp.PD
Divisi Penyakit Tropik dan lnfeksi
dr. HER1 FADJARI, Sp.PD Bagian/SMF llmu Penyakit Dalam
Konsultan Hematologi Onkologi Medik FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar - Bali
Bagian llmu Penyakit Dalam
FK UNPAD/RS Hasan Sadikin, Bandung dr. I KETUT SUEGA, Sp.PD
Divisi Hematologi-Onkologi Medik
dr. HERMASYAH, Sp.PD Bagian/SMF Penyakit Dalam
Konsultan Reumatologi FK UdayanaIRS Sanglah Denpasar, Bali
Divisi Reumatologi,
Departemen llmu Penyakit Dalam Prof. Dr. dt. I MADE BAKTA, Sp.PD
FK UNSRI/RSU Dr. Moh. Hoesin, Palembang Subbagian Hernatologi-Onkologi Medik
SMF llmu Penyakit Dalam
Prof. dr. HERNOMO KUSUMOBROTO, Sp.PD FK CINUD/RSLIP Sanglah Denpasar, Bali
Konsultan Gastroenterologi-Hepatologi
Subbagian Gastroenterologi dr. I NYOMAN SUARJANA,Sp.PD
Bagian llmu Penyakit Dalam Konsultan Reumatologi
FK UNAIR/RSUP Dr. Soetomo, Surabaya Bagian llmu Penyakit Dalarn
FK. Univ. LambungMangkuratI RSUD Ulin Banjarmasin -
Prof. Dr. dr. HERU SUNDARU, Sp.PD Kalimantan Selatan
Konsultan Alergi lmunologi
Divisi Alergi Imunologi, dr. IWAYAN MURNA Y., SpRad
Departemen llmu Penyakit Dalam Konsultan Radiologi
FKLII/RSLIPN Dr.Cipto Mangunkusumo, Jakarta Departemen Radiologi
FKUI/RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo, Jakarta
dr. HILMAN TADJOEDIN, Sp.PD
dr. IAN EFFENDI N. Sp.PD
Konsultan Hematologi-Onkologi Medik
Divisi Hematologi-Onkologi Medik Konsultan Ginjal Hipertensi
Departemen llmu Penyakit Dalam Divisi Ginjal Hipertensi, Departemen llmu Penyakit Dalam
FKUI/RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo, Jakarta FK UNSRI/RS. Moh. Hoesin, Palembang

xiv
dr. lBNU PURWANTO, Sp.PD dr. I N M N AlRLlNA FEBILIAWATI
Subbagian Hematologi-Onkologi Medik Departemen llmu Penyakit Dalam
SMF llmu Penyakit Dalam, FK UGMIRSUP Dr. Sardjito, FKIJI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta
Yogyakarta
Dr. dr. IRIS RENGGANIS, Sp.PD
Prof. Dr. dr. IDRUS ALWI, Sp.PD Konsultan Alergi lmunologi
Konsultan Kardiovaskular Divisi Alergi lmunologi
Divisi Kardiologi, Departemen llmu Penyakit Dalam
Departemen llmu Penyakit Dalam FKUI/RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo, Jakarta
FKUIIRSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo, Jakarta
dr. IRSAN HASAN, Sp.PD
dr. INDAH SUCl WIDYAHENING, M.Epid Konsultan Gastroenterologi-Hepatologi
Departemen llmu Kedokteran Komunitas Divisi Hepatologi,
FK. Universitas Indonesia, Jakarta Departemen llmu Penyakit Dalam
FKUI/RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo, Jakarta
Dr. IKA PRASETYA WIJAYA, Sp.PD
Divisi Kardiologi, Departemen llmu Penyakit Dalam dr. IRZA WAHID,Sp.PD
FKUIIRSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo, Jakarta Subag'ian Hematologi-Onkologi Medik
Bagian llmu Penyakit Dalam
dr. IKA TRISNAWATI, Sp.PD FK. UNANDIRS Dr. M. Djamil, Padang
Departemen llmu Penyakit Dalam
FK. UGMiRSUP. Dr. Sardjito, Yogyakarta Prof. dr. ISKANDAR ZULKARNAEN, Sp.PD
Konsultan Penyakit Tropik lnfeksi
Dr. IKHWAN RINALDI, Sp.PD Divisi Tropik Infeksi,
Departemen llmu Penyakit Dalam
Divisi Hematologi-Onkologi Medik
FKUI/RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo, Jakarta
Departemen llmu Penyakit Dalam
FKUIIRSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo, Jakarta
Prof. Jr. ISWAN A. NUSI, Sp.PD
Dr. dr. IMAM EFFENDI, Sp.PD Subbagian Gastroenterologi-Hepatologi
Bagian llmu Penyakit Dalam
Konsultan Ginjal Hipertensi
FK. IJNAIRIRSUP Dr. Soetomo, Surabaya
Divisi Ginjal Hipertensi
Departemen llmu Penyakit Dalam
FKUIIRSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo, Jakarta dr. ISWARl SETYANINGSIH, PhD, Sp.A (K)
Lembaga Eijkman
Dr. dr. IMAM SUBEKTI, Sp.PD FK.Universitas Indonesia, Jakarta
Konsultan Endokrinologi Metabolik dan Diabetes
Divisi Metabolik Endokrin, dr. IWANG GUMIWANG, Sp.PD
Departemen llmu Penyakit Dalam Konsultan Kardiovaskular
FKUIIRSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo, Jakarta RSU. Persahabatan, Jakarta

Prof. dr. IMAN SUPANDIMAN, Sp.PD Dr. dr. JAN S. PURBA, PhD
Konsultan Hernatologi-Onkologi Medik Konsulltan Neurologi
Subbagian Hematologi-Onkologi Medik Departemen Neurologi
Bagian llmu Penyakit Dalam , FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta
FK UNPADIRS. Hasan Sadikin, Bandung
dr. JEFFREY A.ONGKOWIJAYA,Sp.PD
dr. IMAM PARSUDI, SpPD Divisi Reumatologi
Konsultan Ginjal Hipertensi SMF13ag llmu Penyakit Dalam
Departemen llmu PenyakitDalam FK. Univ.Sam RatulangiIRSUP Prof. dr RD Kandou,
FK.Diponegoro/ RSUP. Dr. Kariadi, Semarang Manado

Dr. dr. INA S. TIMAN,Sp.PD dr. JObl SIDHARTA LOEKMAN, Sp.PD


Konsultan Patologi Klinik Konsultan Gastroenterologi-Hepatologi
Departemen Patologi Klinik Departemen llmu Penyakit Dalam
RSLIPN Dr.Cipto Mangunkusumo, Jakarta FK. UNUDIRSUP Sanglah, Denpasar-Bali
Dr. dr. JOHAN KURNIANDA, Sp.PD Prof. Dr. dr. KARMEL L. TAMBUNAN, Sp.PD
Konsultan Hernatologi-Onkologi Medik Konsultan Hernatologi-Onkologi Medik
Subbagian Hernatologi-Onkologi Medik Divisi Hernatologi-Onkologi Medik
SMF llrnu Penyakit Dalarn Departernen llrnu Penyakit Dalarn
FK. UGM/RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusurno, Jakarta

Prof. Dr. dr. JOHAN S. MASJHUR, Sp.PD Prof. Dr. dr. KARNEN G. BRATAWIJAYA, Sp.PD
Konsultan Endokrinologi Metabolik dan Diabetes Konsultan Alergi lmunologi
Bagian llrnu Penyakit Dalarn Divisi Alergi Irnunologi,
FK. UNPAD/RS Hasan Sadikin, Bandung Departernen llrnu Penyakit Dalarn
FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusurno, Jakarta
dr. JOHANES PURWOTO,Sp.PD
Konsultan Endokrinologi Metabolik Diabetes Dr. KARTIKA WlDAYATl TAROENO-HARIADI, Sp.PD
RS. Gading Pluit, Jakarta Subbagian Hernatologi-Onkologi Medik
SMF llrnu Penyakit Dalarn
Prof. dr. JOHN M.F. ADAM, Sp.PD FK UGM/RSLIP Dr. Sardjito, Yogyakarta
Konsultan Endokrinologi Metabolik dan Diabetes
Divisi Endokrin dan Metabolik, Bagian Penyakit Dalan dr. KASlM RASJIDI, Sp.PD
FK Univ. Hasanuddin/RS or. Wahidin S, Makasar Konsultan Kardiologi
Divisi Kardiologi
Dr. dr. JOEWONO SOEROSO, MSc, Sp.PD Departernen llrnu Penyakit Dalarn
FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusurno, Jakarta
Konsultan Reurnatologi
Divisi Reurnatologi, Lab. UPF Penyakit Dalarn
FK. UNAIR/RSUD Dr. Sutorno, Surabaya Dr. KETUT SUEGA, Sp.PD
Subbagian Hernatologi-Onkologi Medik
Prof. dr. JOSE ROESMA, PhD, Sp.PD SMF llrnu Penyakit Dalarn
FK UNUD/RSUP Sanglah, Denpasar, Bali
Konsultan Ginjal Hipertensi
Divisi Ginjal Hipertensi, Departernen llrnu Penyakit Dalarn
FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusurno, Jakarta Prof. Dr. dr. Ketut Suastika,Sp.PD
Konsultan Endokrinologi Metabolik dan Diabetes
Dr. dr. YULIASIH, Sp.PD Bagian llrnu Penyakit Dalarn
Konsultan Reurnatologi, FK. UNAND/RSUP Sanglah, Denpasar-Bali
Subbagian Reurnatologi, Bagian llrnu Penyakit Dalarr~
FK UNAIR/RSLID Dr. Soetomo, Surabaya Prof. Dr. dr. KETUT SUWITRA, Sp.PD
Konsultan Ginjal Hipertensi
Prof. dr. JULIUS, Sp.PD Divisi Ginjal Hipertensi Bagian
Konsultan Gastroenterologi-Hepatologi SMF llrnu Penyakit Dalarn
Subbagian Gastroenterologi FK UNUD/RSUP Sanglah, Denpasar, Bali
Bagian llrnu Penyakit Dalarn
FK Univ. Andalas/RSUP Dr. M. Djarnil, Padang dr. KHlE CHEN, Sp.PD
Konsultan Tropik lnfeksi
dr. JULIUS DANIEL TANASALE,Sp.PD Divisi Tropik Infeksi,
Divisi Penyakit Tropik lnfeksi Departernen llrnu Penyakit Dalarn
Bagian llrnu Penyakit Dalarn FKUI/RSUPN-CM, Jakarta
FK. UNUD/RSUP. Sanglah Denpasar - Bali
dr. KRlS PRANARKA, Sp.PD
Dr. KAHAR KUSUMAWIDJAJA,Sp.Rad Konsultan Geriatri
Konsultan Radiologi Nuklir Divisi Geriatri, Bagian llrnu Penyakit Dalarn
Departernen Radiologi, Subbagian Radiologi Nuklir FK UNDIP/RSUP. Dr. Kariadi, Sernarang
FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusurno, Jakarta
Dr. dr. KUNTJORO HARIMURTI, Sp.PD
Prof. Dr. dr. KAREL PANDELAKI, Sp.PD Konsultan Geriatri
Konsultan Endokrinologi Metabolik dan Diabetes Divisi Geriatri,
Bagian llrnu Penyakit Dalarn Departernen llrnu Penyakit Dalarn
FK UNSRAT/RSUP, Manado FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusurno, Jakarta

xvi
Dr. dr. KUSWORlNl HANDONO, Sp.PK Dr. dr. LUGYANTI SUKRISMAN, Sp.PD
Konsultan Patologi Klinik Divisi Hernatologi-Onkologi Medik
Bagian Patologi Klinik FK Univ. Brawijaya, Malang Departernen llrnu Penyakit Dalarn
FKUIIRSUPN Dr. Cipto Mangunkumo, Jakarta
Prof. dr. LAURENTIUS A. LESMANA, PhD, Sp.PD
Prof, dr. LUKMAN HAKlM MAKMUN, Sp.PD
Konsultan Gastroenterologi-Hepatologi
Divisi Hepatologi, Departernen llrnu Penyakit Dalam FKLIII Konsultan Kardiovaskular-
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta Divisi Kardiologi, Departemen llrnu Penyakit Dalarn
FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkurno, Jakarta
Dr. dr. LAILA NURANA. SpOG
dr. LUKMAN HAKlM ZAIN, Sp.PD
Konsultan Obstetri Ginekologi
Departernen Obstetri Ginekologi Konsultan ~astroenterolo~i-~epatolo~i
FKUIIRSUPN Dr. Cipto Mangunkusurno, Jakarta Subbagian Gastroenterologi
Bagian llmu Penyakit Dalarn
Dr. LANlYATl HAMIJOYO, Sp.PD FK USUIRSUP H. Adam Malik, Medan
Konsultan Reumatologi
Divisi Reurnatologi, Departement llrnu Penyakit Dalarn dr. M. AD1 FIRMANSYAH,Sp.PD
FK. UNPADIRS Hasan Sadikin, Bandung Divisi Gastroenterologi
Departemen llmu Penyakit Dalarn
Dr. dr. LEONARD NAINGGOLAN, Sp.PD FKUVRSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta
Konsultan Tropik lnfeksi
Divisi Tropik Infeksi, Departemen llmu Penyakit Dalarn dr. M. TANTORO HARMONO, Sp.PD
FKUIIRSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta Konsultan Ginjal Hipertensi
SMF llmu Penyakit Dalam
dr. LENY PUSPITASARI, Sp.PD FK UNSRATIRSUD Dr. Muwardi, Surakarta
Divisi Tropik lnfeksi
Lab/SMF llmu Penyakit Dalam dr. M. DARWIN PRENGGONO, Sp.PD
FK. Universitas BrawijayafRS. Saiful Anwar, Malang Bagian llmu Penyakit Dalarn
FK. UNLAMIRSUD. Ulin, Banjarrnasin
dr. LESTARININGSIH, Sp.PD
Konsultan Ginjal Hipertensi dr. MUHAMMAD DIAH, Sp.PD
Subbagian Ginjal Hipertensi Divisi Kardiologi, Bagian Penyakit Dalam
BagianISMF llrnu Penyakit Dalarn FK. UNSRIIRSUP Dr. Moh. Hoesin, Palernbang
FK UNDIPIRSUP Dr. Kariadi, Semarang
Prof. dr. M.YUSUF NASUTION, Sp.PD
dr. LINDA K. WIJAYA, Sp.PD Korsultan Ginjal Hipertensi
Konsultan Reumatologi lnstalasi Hernodialisa SMF Penyakit Dalam
RS. Pantai lndah Kapuk - Jakarta FK. USU/RSUP H. Adam Malik, Medan

Prof. dr. LINDA W.A. ROTTY, Sp.PD dr. MADE PUTRA SEDANA, Sp.PD
Konsultan Hematologi-Onkologi Medik Konsultan Hernatologi-Onkologi Medik
Subbagian Hematologi-Onkologi Medik Subbagian Hernatologi-Onkologi
Bagian llmu Penyakit Dalarn Medik Lab. llrnu Penyakit Dalam
FK UNSRATIRSUP Malalayang, Manado FK. UNAIR/RSU Dr. Soetorno, Surabaya

Dr. dr. LUCKY AZlZA BAWAZIER, Sp.PD Prof. dr. MARCELLUS SIMADIBRATA K, Ph.D, Sp.PD
Konsultan Ginjal Hipertensi Konsultan Gastroenterologi-Hepatologi
Divisi Ginjal Hipertensi, Divisi Gastroenterologi
Departernen llrnu Penyakit Dalam Departernen llrnu Penyakit Dalam
FKUIIRSUPN Dr. Cipto Mangunkumo, Jakarta FKUIIRSUPN Dr. Cipto Mangunkurno, Jakarta

dr. LUTHFAN BUD1 PURNOMO, SpPD dr. MARSELINO RICHARDO, Sp.PD


Konsultan Endokrinologi Metabolik dan Diabetes Divisi Reurnatologi
Bagian Penyakit Dalarn SMF llrnu Penyakit Dalarn
FK. UGMI RSUP.Dr. Sardjito, Yogyakarta FK UGMIRSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta
dr. MARULAM M. PANGGABEAN, Sp.PD Dr. dr. MURDANI ABDULLAH, Sp.PD
Konsultan Kardiovaskular Konsultan Gastroenterologi-Hepatologi
Divisi Kardiologi, Departemen llmu Penyakit Dalam Divisi Gastroenterologi,
FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkumo, Jakarta Departemen llmu Penyakit Dalam
"I FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta
dr. MARUHUM B. MARBUN, Sp.PD
Konsultan Ginjal Hipertensi dr. H. MURNIZAL DAHLAN, Sp.B
Divisi Ginjal Hipertensi, Konsultan Bedah Vaskular,
Departemen llmu Penyakit Dalam Divisi Bedah Vaskular
FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkumo, Jakarta Departemen Bedah
FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta
Prof.dr. MARZUKI SURYAATMADJA, Sp.PK
dr. NAFRIALDI, Ph.D,Sp.PD
Departemen Patologi Klinik
FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkumo, Jakarta Departemen Farmakologi
FKLII/RSLIPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta
dr. MEDDY SETIAWAN, Sp.PD
I dr. NAJIRMAN, Sp.PD
Bagian Penyakit Dalam
FK. Univ. Brawijaya, Malang Konsultan Reumatologi
Divisi Reumatologi,
Departemen llmu Penyakit Dalam
dr. MEDIARTY SYAHRIR, Sp.PD
FK Univ. Andalas/RSUP Dr. M. Djamil, Padang
Subbagian Hematologi-Onkologi Medik
SMF llmu Penyakit Dalam Dr. NANANG SUKMANA, Sp.PD
FK. UNSRI/RS Dr. Moh. Hoesin, Palembang Konsultan Alergi lmunologi
Divisi Alergi lmunologi
Prof. dr. MOCHAMMAD SJA'BANI, Sp.PD Departemen llmu Penyakit Dalam
Konsultan Ginjal Hipertensi, FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta
Divisi Ginjal Hipertensi,
Bagian llmu Penyakit Dalam Dr. NANNY NM. SOETEDJO,Sp.PD
FK. UGM/RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta Divisi Endokrinologi,
Departemen llmu Penyakit Dalam
dr. MOEFRODI WIRJOATMODJO, Sp.PD FK.UNPAD/RSUP. Hasan Sadikin, Bandung
Konsultan Penyakit Tropik lnfeksi
Lab. llmu Penyakit Dalam Prof. Dr. dr. NASRONUDIN,Sp.PD
FK. UGM/RS Dr. Sardjito, Yogyakarta Konsultan Penyakit Tropik lnfeksi
Subbagian Tropik lnfeksi Bagian Penyakit Dalam
Prof. Dr. dr. MOHAMMAD YOGIANTORO, Sp.PD FK UNAIR/RSU Dr. Soetomo, Surabaya
Konsultan Ginjal Hipertensi, dr. NASRUL JUBIR, Sp.PD
Divisi Ginjal Hipertensi,
Bagian llmu Penyakit Dalam Konsultan Gastroenterologi-Hepatologi
I FK. AirlanggaIRS Dr. Sutomo Surabaya Bagian llmu Penyakit Dalam
FK Univ. Andalas/RSUP Dr. M. Djamil, Padang
Dr. dr. MUHAMAD YAMIN, Sp.JP Prof. Dr. dr. NELLY TENDEAN WENAS, Sp.PD
Konsultan Kardiovaskular Konsultan Gastroenterologi-Hepatologi
Divisi Kardiologi, Subbagian Gastroenterologi-Hepatologi
Departemen llmu Penyakit Dalam Bagian llmu Penyakit Dalam
FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta FK UNSRAT/RSUP Malalayang, Manado

dr. MUHAMMAD A. SUNGKAR, Sp.PD dr. NlKO ADHl HUSNI, SpPD


Divisi Kardiologi, Bagian/ SMF llmu Penyakit Dalam
Departemen Penyakit Dalam FK UGM/ RSUP Dr Sardjito, Yogyakarta
FK. UNDIP/RS. dr. Kariadi Semarang
dr. NOT0 DWIMARTUTI, Sp.PD
dr. MUHADI, Sp.PD Divisi Geriatri,
Divisi Kardiologi, Departemen llmu Penyakit Dalam Departemen llmu Penyakit Dalam
FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta FKUIIRSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta
Dr. dr. NINA KEMALA SARI, Sp.PD Dr. dr. NYOMAN KERTIA, Sp.PD
Konsultan Geriatri Konsultan Reumatologi
Divisi Geriatri, Departemen llmu Penyakit Dalam FKUII Divisi Reumatologi,
FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta Departemen llmu Penyakit Dalam
FK UGMIRS Dr. Sardjito, Yogyakarta
dr. NlNlEK BUDlARTl BURHAN, Sp.PD Prof. dr. OK MOEHAD SYAH, Sp.PD
Konsultan Penyakit Tropik lnfeksi Konsultan Reumatologi
Bagian llmu Penyakit Dalam
Divisi Reumatologi,
FK UNBRAWIRSUD Dr. Saiful Anwar, Malang Bagian llmu Penyakit Dalam
FK USUIRSUP H. Adam Malik, Medan
Prof. dr. NlZAM OESMAN, Sp.PD
Konsultan Gastroenterologi-Hepatologi Prof. dr. PANGARAPEN TARIGAN, Sp.PD
Bagian llmu Penyakit Dalam Konsultan Gastroenterologi-Hepatologi
FK UNAIRIRSUP Dr. Soetomo, Surabaya Subbagian Gastroenterologi-Hepatologi
Bagian llmu Penyakit Dalam
DR. Dr. NOORWATI SUTANDYO, Sp.PD
FK USUIRSUP H. Adam Malik, Medan
Konsultan Hematologi-Onkologi Medik
Divisi Hematologi-Onkologi Medik dr. PANGESTU ADI, Sp.PD
Departemen llmu Penyakit Dalam Konsultan Gastroenterologi-Hepatologi
FKUIIRSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta Subbagian Gastroenterologi-Hepatologi
Bagian llmu Penyakit Dalam
dr. NUGROHO PRAYOGo, Sp.PD FK UNAIR/RSUP Dr. Soetomo, Surabaya
Konsultan Hematologi-Onkologi Medik
Divisi Hematologi-Onkologi Medik dr. PANJl IRAN1 FIANZA, Sp.PD
Departemen llmu Penyakit Dalam Subbagian Hematologi-Onkologi Medik
FKUIIRSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta Bagian Penyakit Dalam
FK Univ. PadjadjaranIRS Dr. Hasan Sadikin, Bandung
Dr. dr. NOROYONO WIBOWO, SpOG
Dr. dr. PARLINDUNGANSIREGAR, Sp.PD
Konsultan Obstetri Ginekologi
Departemen Obstetri Ginekologi Konsultan Ginjal Hipertensi,
Divisi Ginjal Hipertensi
FKUIIRSUPN Dr. Cipto Mangunkusum0,Jakarta
Departemen llmu Penyakit Dalam
FKUIIRSUPN-CM, Jakarta
Prof. dr. NURHAY ABDURACHMAN, Sp.PD
Konsultan Kardiovaskular Prof. dr. PASIYAN RAHMATULLAH, Sp.PD
Divisi Kardiologi Konsultan Pulmonologi,
Departemen llmu Penyakit Dalam Divisi Pulmonologi Bagian llmu Penyakit Dalam
FKUIIRSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta FK UNDIPIRSUP Dr. Kariadi, Semarang

Prof. dr. NURllL AKBAR, Sp.PD Prof. Dr. dr. PAULUS WIYONO, Sp.PD
Konsultan Gastroenterologi-Hepatologi Konsultan Endokrinologi Metabolik dan Diabetes
Divisi Hepatologi Departemen llmu Penyakit Dalam Bagiap llmu Penyakit Dalam
FKUIIRSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta FK UGMIRSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta

Prof. dr. NUZIRWAN ACANG, Sp.PD dr. PERNODJO DAHLAN, Sp.PD


Konsultan Hematologi-Onkologi Medik Bagian llmu Penyakit Dalam
Subbagian Hematologi-Onkologi Medik FK UGMIRSU Dr. Sardjito, Yogyakarta
SMF llmu Penyakit Dalam
FK Univ. AndalasIRSUP Dr. M. Djamil, Padang
Prof. Dr. dr. PG KONTHEN, Sp.PD
dr. MYOMAN ASTIKA, Sp.PD Konsultan Alergi lmunologi
lnstalasi Geriatri, Subbagian Alergi lmunologi
Bagian llmu Penyakit Dalam Departemen llmu Penyakit Dalam
FK UNUDIRS Sanglah Denpasar - Bali FK UNAIR/RSUD Dr. Soetomo,Surabaya

Drs. NYOMAN GDE SURYADHANA dr. PN. HARRYANTO, Sp.PD


Bagian Gigi Mulut, Konsultan Penyakit Tropik lnfeksi
FKG Univ. Indonesia, Jakarta RSU Bethesda, Tomohon, Sulawesi Utara
dr. POERNOMO BUD1 SETIAWAN, Sp.PD Prof. Dr. dr. RR. DJOKOMOELJANTO, Sp.PD
Subbagian Gastroenterologi-Hepatologi Konsultan Endokrinologi Metabolik dan Diabetes
Bagian llrnu Penyakit Dalarn SMF llrnu Penyakit Dalarn
FK UNAIR/RSUD Dr. Soetorno, Surabaya FK UNDIP/RSUP Dr. Kariadi, Sernarang

Prof. Dr. dr. PRADANA SOEWONDO, Sp.PD Prof. dr. R.H.H. NELWAN, Sp.PD
Konsultan Endokrinologi Metabolik dan Diabetes Konsultan Penyakit Tropik lnfeksi
Divisi Metabolik Endokrin Divisi Tropik lnfeksi
Departemen llmu Penyakit Dalarn Departernen llmu Penyakit Dalarn
FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusurno, Jakarta FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusurno, Jakarta

dr. PRANAWA, Sp.PD dr. RAHMAT HAMONANGAN, Sp.PD


Konsultan Ginjal Hipertensi Divisi Kardiologi
Divisi Ginjal Hipertensi Departernen llrnu Penyakit Dalam
Lab/SMF llrnu Penyakit Dalarn FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusurno, Jakarta
FK UNAIR/RSUD Dr. Soetorno, Surabaya
Prof. Dr. dr. RACHMAT SOELAEMAN, Sp.PD
dr. PROBOSUSENO, Sp.PD Konsultan Ginjal Hipertensi
Subbagian Geriatri Unit Penelitian Kesehatan
Bagian llrnu Penyakit Dalarn FK UNPAD/RS Dr. Hasan Sadikin, Bandung
FK UGM/RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta
dr. H. RAHMAT SUMANTRI, Sp.PD
dr. F.X. PRIDADY, Sp.PD Konsultan Hernatologi-Onkologi Medik
Unit Penyakit Dalarn Subbagian Hernatologi-Onkologi Medik
RSAB. Harapan Kita, Jakarta Bagian llrnu Penyakit Dalarn
FK UNPAD/RS Dr. Hasan Sadikin, Bandung
dr. PRINGGODIGDO NUGROHO,Sp.PD
dr. RAWAN BROTO, Sp.PD
Divisi Ginjal Hipertensi
Departernen llrnu Penyakit Dalarn Konsultan Reurnatologi
FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusurno, Jakarta Divisi Reurnatologi
Departernen llrnu Penyakit Dalarn
FK UGM/RS Dr. Sardjito, Yogyakarta
dr. PRIMAL SUDJANA, Sp.PD
Konsultan Penyakit Tropik lnfeksi
dr. REJEKI ANDAYANI RAHAYU, Sp.PD
Subbagian lnfeksi Bagian llrnu Penyakit Dalarn
FK UNPAD/RS Dr. Hasan Sadikin, Bandung Konsultan Geriatri
Divisi Geriatri Bagian llrnu Penyakit Dalarn
FK UNDIP/RSUP Dr. Kariadi, Semarang
dr. PUDJl RUSMONO Adi, Sp.PD
Konsultan Kardiologi
Dr. RENNY ANGGIA JULIANTI, SpOG
Subbagian Kardiologi, Bagian llrnu Penyakit Dalarn
Departernen Obstetri Ginekologi
FK UNPAD/RS Dr. Hasan Sadikin, Bandung
FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusurno, Jakarta

dr. PURWITA W. LAKSMI, Sp.PD


dr. REST1 MULYA SARI, Sp.PD
Divisi Geriatri,
Divisi Hernatologi Onkologi Medik
Departemen llrnu Penyakit Dalarn
RS Kanker Dharrnais, Jakarta
FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusurno, Jakarta

dr. RESTU PASARIBU, Sp.PD


Dr. PUTUT BANYUPURNAMA, Sp-PD
Divisi Ginjal Hipertansi
Subbagian Gastroenterologi-Hepatologi
Departernen llrnu Penyakit Dalarn
Bagian/SMF llrnu Penyakit Dalarn
FK UNSRI/RS Moh. Hoesin, Palernbang
FK UGM/RS Dr. Sardjito, Yogyakarta

dr. RIA BANDIARA, Sp.PD


Dr. dr. R.A. TUTY KUSWARDHANI, Sp.PD
Konsultan Ginjal Hipertensi
Konsultan Geriatri
Departernen ilrnu Penyakit Dalarn
lnstalasi Geriatri, Bagian llrnu Penyakit Dalarn
FK. UNPAD/RS. Hasan Sadikin, Bandung
FK UNUD/RS. Sanglah Denpasar - Bali
dr. RIARDY PRAMUDYO, Sp.PD dr. RUDl PUTRANTO, Sp.PD
Konsulatan Reumatologi Divisi Psikosomatik
Sub Unit Reumatologi, Departemen llmu Penyakit Dalam
Lab/LIPF llmu Penyakit Dalam FKUI,'RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta
FK UNPAD/RS Dr. Hasan Sadikin, Bandung
dr. RUDl WISAKSANA, Sp.PD
Prof. Dr. dr. RlFAl AMIRLIDIN, Sp.PD Konsultan Penyakit Tropik lnfeksi
Konsultan Gastroenterologi-Hepatologi LabISMF llmu Penyakit Dalam
Subbagian Gastroenterologi-Hepatologi FK . UNPAD/RS Hasan Sadikin, Bandung
Bagian llmu Penyakit Dalam
FK UNHASIRSUP Dr. Wahidin S, Makasar Prof. Dr. dr. RULLY M.A. ROESLI, PhD, Sp.PD
Konsultan Ginjal Hipertensi
Dr. dr. RlNO A.GANI, Sp.PD Bagian Ilmu Penyakit Dalam
Konsultan Gastroenterologi-Hepatologi FK U\IPAD/RSUP Dr. Hasan Sadikin, Bandung
Divisi Hepatologi
Departemen llmu Penyakit Dalam dr. ROSE DINDA, SpPD
FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta
Subbagian Geriatri
SMF ilmu Penyakit Dalam,
dr. RlRlN H, Sp.Gk FK U i v . Andalas/RSUP Dr. M. Djamil, Pandang
lnstalasi Gizi
RS. Kanker Dharmais, Jakarta dr. RYAN RANITYA, Sp.PD
Konsultan Kardiologi
dr. RIZASYAH DAUD, Sp.PD Divisi Kardiologi
Konsultan Reumatologi, RS. Azra, Bogor Departemen llmu Penyakit Dalam
FKUI.%SUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta
dr. RlZKA HUMARDEWAYANTI ASDIE, Sp.PD
Konsultan Penyakit Tropik lnfeksi Prof. dr. S.A. ABDURACHMAN, Sp.PD
Lab/SMF llmu Penyakit Dalam Konsultan Gastroenterologi-Hepatologi
FK UGMIRS Dr. Sardjito, Yogyakarta Subbagian Gastroenterologi-Hepatologi
Bagian llmu Penyakit Dalam
dr. R.M. SURYOANGGORO, Sp.PD F K UNPAD/RSUP Dr. Hasan Sadikin, Bandung
Divisi Reumatologi,
Departemen llmu Penyakit Dalam dr. S. BUDIHALIM, Sp.PD
FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta Divisi Psikosomatik
Departemen llmu Penyakit Dalam
dr. RONALD A. HUKOM, Sp.PD FKUI!RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta
Konsultan Hematologi-Onkologi Medik
Divisi Hematologi-Onkologi Medik, Prof. dr. SAHARMAN LEMAN, Sp.PD
Departemen llmu Penyakit Dalam Konsultan Kardiovaskular
FKUIIRSUPN-CM Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta SMF llmu Penyakit Dalam
FK Univ. Andalas/RSUP Dr. M. Djamil, Pandang
Dr. RONALD IRWANTO, Sp.PD
Konsultan Tropik lnfeksi dr. SIMON SALIM,Sp.PD
Divisi Tropik Infeksi, Departemen llmu Penyakit Dalam Divisi Kardiologi
FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta Departemen llmu Penyakit Dalam
FKUI,'RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta
dr. RUBIN G. SURACHNO,Sp.PD
Konsultan Ginjal Hipertensi dr. SYAIFUL AZMI, Sp.PD
Departemen ilmu Penyakit Dalam Bagian Ginjal Hipertensi
FK. UNPADIRS. Hasan Sadikin, Bandung FK. Lniv. Andalas/RSLIP. Syaiful Jamil, Padang

dr. RUDl HIDAYAT, Sp.PD dr. SALLY AMAN NASUTION, Sp.PD


Divisi Reumatologi, Divisi Kardiologi,
Departemen llmu Penyakit Dalam Departemen llmu Penyakit Dalam
FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusum0,Jakarta FKUI,'RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta

xxi
Prof. Dr. dr. SAMSURIDJAL DJAUZI, Sp.PD Prof.dr. SJAHARUDDIN HARUN, Sp.PD
Konsultan Alergi Irnunologi, Konsultan Kardiovaskular
Divisi Alergi lrnunologi ,Departernen llrnu Penyakit Dalarn Divisi Kardiologi,
FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusurno,Jakarta Departernen llrnu Penyakit Dalarn
FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusurno, Jakarta
dr. SANDRA SINTHYA LANGOW.
- , So.PD
,~
Prof. dr. SLAMET SUYONO, Sp.PD
Divisi Reumatologi, Departernen llrnu Penyakit Dalarr
FKUIIRSUPN Dr. Cipto Mangunkusurno, Jakarta Konsultan Endokrinologi Metabolik dan Diabetes
Divisi Metabolik Endokrin
Prof. Dr. dr. SARWONO WASPADJI, Sp.PD Departernen llrnu Penyakit Dalarn
FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusurno, Jakarta
Konsultan Endokrinologi Metabolik dan Diabetes
Divisi Metabolik Endokrin
Departernen llrnu Penyakit Dalarn Dr. SOEBAGYO LOEHOERI, Sp.PD
FKCII/RSCIPN Dr. Cipto Mangunkusurno, Jakarta Konsultan Penyakit Tropik lnfeksi
LabISMF llrnu Penyakit Dalarn
Dr. SAWlTRl DARMIATI, Sp.Rad (K) FK UGM/RS Dr. Sardjito, Yogyakarta
Departernen Radiologi
Prof. Dr. SOEBANDIRI, Sp.PD
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
RSUPN. Dr. Cipto Mangunkusurno - JaKarta Konsultan Hernatologi-Onkologi Medik
Subbagian Hernatologi-Onkologi Medik
Bagian llrnu Penyakit Dalarn
dr. SHINTA 0. WARDHANI, Sp.PD
FK UNAIWRSU Dr. Soetorno, Surabaya
Subbagian Hernatologi Onkologi Medik
SMF llrnu Penyakit Dalarn Prof. Dr. dr. SOEHARYO HADISAPUTRO, Sp.PD
FK. UNBRAW/RSUP. Dr. Saiful Anwar, Malang
Konsultan Penyakit Tropik lnfeksi
Dr. SHOFA CHASANI, Sp.PD Bagian llrnu Penyakit Dalarn
FK CINDIP/RS Dr. Kariadi, Semarang
Konsultan Ginjal Hipertensi
Bagian llrnu Penyakit Dalarn
Prof. dr. SOENARTO, Sp.PD
FK UNDIP/RS Dr. Kariadi, Sernarang
Konsultan Hernatologi-Onkologi Medik
dr. SHUFRIE EFFENDY, Sp.PD Subbagian Hernatologi-Onkologi Medik
Konsultan Hernatologi-Onkologi Medik SMF llrnu Penyakit Dalarn
Divisi Hernatologi-Onkologi Medik FK UNDIP/RSUP Dr. Kariadi, Sernarang
Departernen llrnu Penyakit Dalarn
FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusurno, Jakarta Prof. Dr. dr. SOEWIGNJO SOEMOHARDJO, Sp.PD
Konsultan Gastroenterologi-Hepatologi
Prof. Dr. dr. SIDARTAWAN SOEGONDO, Sp.PD
Bagian llrnu Penyakit Dalarn, RSU. Matararn
Konsultan Endokrinologi Metabolik dan Diabetes
Divisi Metabolik Endokrin dr. STEPHANUS GUNAWAN, Sp.PD
Departernen llrnu Penyakit Dalarn Bagian llrnu Penyakit Dalarn
FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusurno, Jakarta RSU. Matararn
Prof. dr. SIT1 NURDJANAH, Sp.PD, M.Kes.
dr. SRI MURTIWI, Sp.PD
Konsultan Gastroenterologi-Hepatologi
Divisi Gastroenterologi-Hepatologi Divisi Endokrinologi dan Metabolisrne
Bagian llrnu Penyakit Dalarn Departernen llrnu Penyakit Dalarn
FK UGM/RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta FK.UNAIR/RSU Dr.Soetorno, Surabaya

Prof. Dr. dr. SIT1 SETIATI, MEpid, Sp.PD dr. SRI AGUSTINI, Sp.PD
Konsultan Geriatri Divisi Hernatologi Onkologi Medik
Divisi Geriatri, Departernen llrnu Penyakit Dalarn RS Kanker Dharrnais, Jakarta
FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusurno, Jakarta
dr. SUBAGIJO ADI, Sp.PD
dr. SIT1 ANNISA NUHONNI, SpRM Konsultan Ginjal Hipertensi
Konsultan Rehabilitasi Medik Divisi Ginjal Hipertensi,
Pusat Rehabilitasi Medik Bagian llrnu Penyakit Dalam
FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusurno, Jakarta FK.UNAIR/RSUP. Dr. Soetorno, Surabaya

xxii
dr. SUDIRMAN KATU, Sp.PD dr. SUKAMTO KOESNO, Sp.PD
Konsultan Penyakit Tropik lnfeksi Divisi Alergi lmunologi
Departernen llrnu Penyakit Dalarn Departernen llrnu Penyakit Dalarn
FK. UNHAS/RS. Wahidin Sudirohusodo, Makassar FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusurno, Jakarta

dr. SUDARTO, Sp.PD dr. WMARDI, Sp.PD


Bagian llrnu Penyakit Dalarn Divisi Pulrnonologi
FK. UNSRI/RSUP. Muh. Husin, Palernbang Bagian llrnu Penyakit Dalarn
FK UGM/RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta
dr. SUGIANTO, Sp.PD
dr. WMARMONO, Sp.PD
Konsultan Hernatologi-Onkologi Medik
Subbagian Hernatologi-Onkologi Medik Konsultan Reurnatologi
Bagian llrnu Penyakit Dalarn Divisi Reurnatologi, Departernen llrnu Penyakit Dalarn
FK UNAIR/RSU Dr. Soetorno, Surabaya FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusurno, Jakarta

dr. SUGIYONO SOMOASTRO, Sp.PD Prof. dr. SUPARTONDO, Sp.PD


Divisi Hernatologi-Onkologi Medik Konspltan Endokrinologi Metabolik Diabetes
Departernen llrnu Penyakit Dalarn Konsultan Geriatri, Departernen llrnu Penyakit Dalarn
FKUI/RSCIPN Dr. Cipto Mangunkusurno, Jakarta FKU IRSUPN Dr. Cipto Mangunkusurno, Jakarta

dr. SWRADI MARYONO, Sp.PD


dr. SUMARTlNl DEWI, Sp.PD
Konsultan reurnatologi Subbagian Hernatologi-Onkologi Medik
Divisi Reurnatologi, Departernen llrnu Penyakit Dalarn SMF llrnu Penyakit Dalarn
FK.Univ. Padjadjaran/RSUP Dr.Hasan Sadikin, Bandung FK LlNSRAT/RSUD Dr. Muwardi, Surakarta

Dr. dr. SUYANTO SIDIK, Sp.PD


dr. D. SUKATMAN,Sp.PD
Divisi Psikosornatik RSAL. Mintohardjo, Jakarta
Departernen llrnu Penyakit Dalarn
dr. SUYONO, Sp.PD
FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusurno, Jakarta
Subbagian Hernatologi-Onkologi Medik
dr. SUHARDI DARMO A. Sp.PD SMF llrnu Penyakit Dalarn
Konsultan Ginjal Hipertensi FK UNDIPIRS. Dr. Kariadi, Semarang
Subbagian Ginjal Hipertensi
Bagian llrnu Penyakit Dalarn dr. SUSYANA TAMIN, Sp.THT
FK UGM/RS Dr. Sardjito, Yogyakarta Divisi Endoskopi Bronkoesofagologi
Departemen THT
dr. SOEHARYO HADISAPUTRO, SpPD FKUVRSUPN Dr.Cipto Mangunkusurno, Jakarta
Sub Departernen lnfeksi Tropik
Departernen Penyakit Dalarn dr. SUZANNA IMANUEI,Sp.PK
FK. UNDIP/RSUP Dr Kariadi Sernarang Deperternen Patologi Klinik
FKUIhRSUPN. Dr. Cipto Mangunkusurno, Jakarta
Prof. DR. Dr. SUHARDJONO, Sp.PD
dr. SYADRA BARDIMAN RASYAD, Sp.PD
Konsultan Ginjal Hipertensi,
Divisi Ginjal Hipertensi Konsultan Gastroenterologi-Hepatologi
Departernen llrnu Penyakit Dalarn Subkggian Gastroenterologi
FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusurno, Jakarta Bagian llrnu Penyakit Dalarn
FK UNSRI/RSUP Dr. Moh. Hoesin, Palernbang
DR. Dr. SUHENDRO, Sp.PD
dr. SYAFll PILIANG, Sp.PD
Konsultan Penyakit Tropik lnfeksi
Konsultan Endokrinologi Metabolik dan Diabetes
Divisi Tropik Infeksi, Departernen llrnu Penyakit Dalarn
Bagiah/SMF llrnu Penyakit Dalarn
FKUI/RSUPN Dr, Cipto Mangunkusurno, Jakarta
FK USUIRS Dr. Pringadi, Medan

Prof. DR. Dr. SUJONO HADI, Sp.PD Prof. dr. SYAFRIL SYAHBUDDIN, Sp.PD
Konsultan Gastroenterologi-Hepatologi Konsultan Endokrinologi Metabolik dan Diabetes
Bagian llrnu Penyakit Dalarn Bagian llrnu Penyakit Dalarn
FK UNPAD/RSUP Dr. Hasan Sadikin, Bandung FK UflAND/RSUP Dr. M. Djarnil, Padang
Dr. dr. SYAKIB BAKRI, Sp.PD dr. TRIWIBOWO, Sp.PD
Konsultan Ginjal Hipertensi Konsultan Penyakit Tropik lnfeksi
Bagian llmu Penyakit Dalam Bagian llmu Penyakit Dalam
FK UNHAS/RSU Dr. Wahidin S, Makasar FK UGM/RS Dr. Sardjito, Yogyakarta

dr. TlTlES INDRA, Sp.PD Dr. dr. TUTl PARWATI MERATi, Sp.PD
Departemen llmu Penyakit Dalam Konsultan Penyakit Tropik lnfeksi
RS. Tarakan, Jakarta Bagian llmu Penyakit Dalam
FK UNUD/RSUP Sanglah, Denpasar, Bali
Prof. Dr. dr. T. SANTOSO, Sp.PD, FACC, FESC
Konsultan Kardiovaskular, dr. ANNA UJAINAH ZAlNl NASIR.. SD.PD
.
Divisi Kardiologi, Departemen llmu Penyakit Dalam
Konsultan Pulmonologi
FKUI/RSUPN-CM, Jakarta
Divisi Pulmonologi,
Departemen llmu Penyakit Dalam
dr. TARMlZl HAKIM, SpB, SpBTKV(K) FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta
FK. Universitas lndonesia
RS. Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita, Jakerta dr. UMAR ZAIN, Sp.PD
Konsultan Penyakit Tropik lnfeksi
Dr. dr. TAUFlK INDRAJAYA, Sp.PD
Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam
Sub Divisi Kardiologi FK USU/RSU H.Adam Malik, Medan
Baqian llmu Penvakit Dalam
FK~UNSRI/RSUPDr. Moh. Hoesin, Palembang
dr. UNGGUL BUDIHUSODO, Sp.PD
dr. TEGUH H. KARJADI, Sp.PD Konsultan Gastroenterologi-Hepatologi
Divisi Hepatologi,
Konsultan Alergi lmunologi
Departemen llmu Penyakit Dalam
Divisi Alergi lmunologi Dept. llmu Penyakit Dalam
FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo,Jakarta
FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta

dr. USMAN HADI, Sp.PD


Prof.Dr. dr. TEGUH A.S RANAKUSUMA,Sp.S
Konsultan Penyakit Tropik lnfeksi
Konsultan Neurologi,
Subbagian Penyakit Tropik dan lnfeksi
Departemen Neurologi
Bagian llmu Penyakit Dalam
FKUI/RSUPN. Dr. Cipto Mangunkumo, Jakarta
FK UNAIR/RSU Dr. Soetomo, Surabaya.
dr. TOMMY DHARMAWAN
.
dr VlNA YANTl SUSANTI., SD.PD
Fakultas Kedokteran Universitas lndonesia
RS. Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita, Jakarta Sub. Bagian Reumatologi,
Bagian llmu Penyakit Dalam
dr. TJOKORDA GDE DHARMAYUDA, Sp.PD FK. UGM/RS Dr. Sardjito, Yogyakarta
Subbagian Hematologi-Onkologi Medik
SMF llmu Penyakit Dalam Prof. dr. WASllAH ROCHMAH, Sp.PD
FK. UNUD/RSUP Sanglah, Denpasar, Bali Konsultan Geriatri
Subbagian Geriatri,
dr. TJOKORDA RAKAPUTRA, Sp.PD Bagian-llmu Penyakit Dalam
FK UGM/RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta
Konsultan Reumatologi
Bagian llmu Penyakit Dalam
FK. UNUD/RSUP Sanglah, Denpasar-Bali dr. WlDAYAT DJOKO S., Sp.PD
Konsultan Penyakit Tropik lnfeksi
dr. TRlJULl ED1 TARIGAN, Sp.PD Divisi Tropik Infeksi,
Departemen llmu Penyakit Dalam
Divisi Metabolik Endokrin
FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo,Jakarta
Departemen llmu Penyakit Dalam
FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta
Prof. dr. WIGUNO PRODJOSUDJADI, PhD, Sp.PD
dr. TRINUGROHO HER1 FADJARI, Sp.PD Konsultan Ginjal Hipertensi
Divisi Ginjal Hipertensi
Sub Bagian Hematologi-Onkologi Medik
Departemen llmu Penyakit Dalam
Bagian llmu Penyakit Dalam
FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo,Jakarta
FK. LINPAD/RS Dr. Hasan Sadikin, Bandung

xxiv
dr. WID1 ATMOKO Prof. Dr. dr. ZULJASRI ALBAR, Sp.PD
Divisi Urologi Konsultan Reumatologi
Departemen llmu Bedah Divisi Reumatologi, Departemen llmu Penyakit Dalam
FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta

dr. YALDERA UTAMl dr. ZULKARNAIN ARSYAD, Sp.PD


Divisi Metabolik Endokrin Konsultan Pulmonologi
Departemen llmu Penyakit Dalam Bagian llmu Penyakit Dalam
FKUI/RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo,Jakarta FK Univ. Andalas/RSUP. Dr. M. Djamil, Padang

dr. YENNY DlAN ANDAYANI, Sp.PD Dr. dr. ZULKlFLl AMIN, Sp.PD
Konsultan Hematologi Onkologi Medik Konsultan Pulmonologi
Divisi Hematologi-Onkologi Medik Divisi Pulmonologi, Departemen llmu Penyakit Dalam
Bagian llmu Penyakit Dalam FKUIIRSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta
FK. UNSRI/RSLI Dr. Moh.Hoesien Palembang

dr. YOGA I. KASJMIR, Sp.PD


Konsultan Reumatologi
Divisi Reumatologi,
Departemen llmu Penyakit Dalam FKUI/RSUPN Dr. Cipto
Mangunkusumo, Jakarta

dr. YOSlA GINTING, Sp.PD


Konsultan Penyakit Tropik lnfeksi
Bagian/SMF llmu Penyakit Dalam
FK. USU/RSU H.Adam Malik, Medan

dr. ZAKIFMAN JACK, Sp.PD


Konsultan Hematologi-Onkologi Medik
Divisi Hematologi-Onkologi Medik
Departemen llmu Penyakit Dalam
FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta

dr. ZAINAL SAFRI, Sp.PD


Divisi Kardiologi
Departemen llmu Penyakit Dalam
FK. USU/RSUP H.Adam Malik. Medan

Prof. dr. ZUBAlRl DJOERBAN, Sp.PD


Konsultan Hematologi-Onkologi Medik
Divisi Hematologi-Onkologi Medik
Departemen llmu Penyakit Dalam
FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta

Dr. dr. ZUL DAHLAN, Sp.PD


Konsultan Pulmonologi
Bagian llmu Penyakit Dalam
FK. UNPAD/RSUP Dr. Hasan Sadikin, Bandung

dr. ZULKHAIR ALI, Sp.PD


Divisi Ginjal Hipertensi
Bagian llmu Penyakit Dalam
FK. UNSRI/RS. Moh.Hoesin, Palembang
...
KATA PENGANTAR TIM EDITOR Ill

SAMBUTAN KETUA PB PAPDI v


KONTRIBUTOR vii
DAFTAR IS1 xxvii

BAB 2. DASAR-DASAR ILMU PENYAKIT DALAM

10, GENETIKA MEDIK DAN BIOLOGI MOLEKULAR 33


BAB 1. FILSAFAT ILMU PENYAKIT DALAM Bambang Setiyohadi, Nyoman Gde Suryadhana

1. PENGEMBANGAN ILMU DAN PROFESI PENYAKIT 11. DASAR-DASAR FARMAKOLOGI KLINIK 56


DALAM 1 Nafr~aldi
Samsuridjal Djauzi
12. NEUROSAINS DAN PENYAKIT ALZHEIMER 66
2. PERKEMBANGAN ILMU PENYAKIT DALAM Jan S. Purba
SEBAGAI SUATU DISIPLIN ILMU 4
Nurhay Abdurrahman
13. PSIKONEUROIMUNOENDOKRINOLOGI 80
E. Mudjaddid, Hamzah Shatri, R. Putranto
3. MASA DEPAN ILMU PENYAKIT DALAM DAN
14. IMUNOLOGI DASAR 83
SPESIALIS PENYAKIT DALAM 7
Karnen Garna Baratawidjaja, Iris Rengganis
Wiguno Prodjosudjadi

4. PENDEKATAN HOLISTIKDI BIDANG 15. INFLAMASI 93


ILMU PENYAKIT DALAM 13 Soenarto
H.M.S. Markum, E. Mudjaddid
16. APOPTOSIS 109
5. EMPATI DALAM KOMUNlKASI DOKTER-PASIEN 16 Kusworini Handono, Beny Ghufron
Samsuridjal Djauzi, Supartondo
17. KEDOKTERANREGENERATIF:
6. TATA HUBUNGAN DOKTERDENGAN PASIEN 18 PENGENALAN DAN KONSEP DASAR 120
Achmad Rudijanto Ketut Suastika

7. PRAKTIK ILMU PENYAKIT DALAM :


RANTAI KOKOH COST- EFFECTIVENESS 22
Supartondo
BAB 3. :ILMU DIAGNOSTIK FISIS I*

8. PRAKTIK KEDOKTERANBERBASIS BUKTI 18. ANAMNESIS 125


DI BIDANG ILMU PENYAKIT DALAM 25
Supartondo, Bambang Setiyohadi
Indah S. Widyahening, Esthika Dewiasty,
Kuntjoro Harimurti 19. PEMERIKSAAN FISIS UMUM DAN KULIT 129
Bambang Setiyohadi, Imam Subekt~
9. CATATAN MEDIK BERDASARKAN MASALAH
(CMBM=POMR) 29 2 0. PEMERIKSAAN TORAKS DAN PARU 154
Parlindungan Siregar Cleopas Martin Rumende

xxvi i
2 1. PEMERIKSAAN JANTUNG 166 ELEKTROKARDIOGRAFI
Simon Salirn, Lukman H. Makrnun

2 2. PEMERIKSAAN ABDOMEN 191 3 5. ELEKTROKARDIOGRAFI 295


Marcellus Sirnadibrata K ~ u n o t oPratanu, M. Yarnin, Sjaharuddin Harun

2 3. PEMERIKSAAN FISIS INGUINAL, ANOREKTAL DAN 3 6. ELEKTROKARDIOGRAFI PADA UJI LATIH


GENITALIA 197 JANTUNG 312
Rudi Hidayat Ika Prasetya Wijaya

2 4. ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIS 3 7.PEMANTAUAN IRAMA JANTUNG (HOLTER


PENYAKIT MUSKULOSKELETAL 201 MONITORING) 317
Harry Isbagio, Barnbang Setiyohadi M. Yarnin, Daulat Manurung

RADIODIAGNOSTIK PENYAKIT DALAM


BAB 4. PEMERIKSAAN PENUNJANC D I
BIDANC ILMU PENYAKIT DALAM 3 8. RADIOLOGI JANTUNG 321
Idrus Alwi

PEMERIKSAAN LABORATORIUM 3 9. PEMERIKSAAN RADIOGRAFI ABDOMEN POLOS,


OMD, USUS HALUS DAN ENEMA BARIUM 326
IWayan Murna Y.
2 5. BIOKIMIA GLUKOSA DARAH, LEMAK, PROTEIN.
ENZIM DAN NON-PROTEIN NITROGEN 213 40. UROFLOWMETRIDAN PIELOGRAFI INTRAVENA 334
Suzanna Irnanuel Chaidir Arif Mochtar, Harrina E. Rahardjo,
Widi Atmoko
26. PEMERIKSAAN LABORATORIUM PADA
KELAINAN PANKREAS 227 41. DASAR-DASAR CTIMSCT, MRI, DAN MRCP 343
Ina S. Timan Sawitri Darrniati

2 7.URINALISIS 231 42. KEDOKTERAN NUKLIR ATAU RADIO NUKLIR DAN


Diana Aulia, Aida Lydia PET-CT 347
Kahar Kusurnawidjaja337
2 8. PEMERIKSAAN TINJA
Diana Aulia 43. RADIOGRAFI MUSKULOSKELETAL 356
Zuljasri Albar
2 9. TES FUNGSI GINJAL 250
Aida Lydia, Pringgodigdo Nugroho 44. PEMERIKSAAN DENSITOMETRI TULAIVG 363
Barnbang Setiyohadi
3 0. - ~ E SPENANDA DIAGNOSTIK JANTUNG 255
Marzuki Suryaatrnadja

3 1. TES FUNGSI PENYAKIT HIPOFISIS 263


BAB 5. ENDOSKOPI
John MF. Adam

3 2. TES FUNGSI PENYAKIT KELENJAR ADRENAL 266 4 5. ESOFAGOGASTRODUODENOSKOPI 371


John MF Adam Ari Fahrial Syam

3 3. ANALISIS CAIRAN 46. PEMERIKSAAN ENDOSKOPISALURAN CERNA 374


Ina S. Timan Marcellus Simadibrata K

34. PENANDA TUMOR DAN APLIKASI KLINIK 282 47. EKOKARDIOGRAFITRANSESOFAGEAL (ETE) 380
Ketut Suega Lukman H. Makmun

xxviii
48. BRONKOSKOPI 383 64. ASMA AKIBAT KERJA 489
Barnbang Sigit Riyanto, Ika Trisnawati M Teguh H. Karjadi

49. FLEXIBLE ENDOSCOPIC EVALUATION OF 65. URTIKARIA DAN ANGIOEDEMA 495


SWALLOWING (FEES) 391 Ari Baskoro, Gatot Soegiarto, Chairul Effendi,
Susyana Tarnin PG.Konthen

5 0. ARTROSKOPI 66. RINOSINUSITIS ALERGI 504


Andri M T Lubis Heru Sundaru, Erwanto Budi Winulyo

5 1. ULTRASONOGRAFIENDOSKOPIK 402 67. ALERGI MAKANAN 508


Marcellus Sirnadibrata K Iris Rengganis, Evy Yunihastuti

68. ALERGI OBAT 513


Samsuridjal Djauzi, Heru Sundaru,
BAB 6. NU'rRIS:[ KLIN:[K Dina Mahdi, Nanang Sukmana

5 2. DASAR-DASARNUTRISI KLINIK PADA PROSES


69. VASKULITIS 519
Nanang Sukrnana
PENYEMBUHAN PENYAKIT 405
Daldiyono, Ari Fahrial Syarn 70. PENYAKIT KOMPLEKSIMUN 525
5 3. METABOLISME NUTRISI Eddy Mart Salirn, Nanang Sukrnana
Nanny NM Soetedjo

54. PENILAIAN STATUS GIZI 420


Tri Juli Edi Tarigan, Yaldiera Utarni BAB 8. PENYAKIT TROPIK D A N INFEKSI

5 5. NUTRISI ENTERAL 427 71. DEMAM : TIPE DAN PENDEKATAN 533


Marcellus sirnadibrata K R.H.H. Nelwan
5 6. NUTRISI PARENTERAL:CARA PEMILIHAN, 72. DEMAM BERDARAHDENGUE 539
KAPAN, DAN BAGAIMANA 432
Suhendro, Leonard Nainggolan, Khie Chen,
Imam Subekti Herdiman T. Pohan
57. GANGGUAN NUTRISI PADA USIA LANJUT 441
73. DEMAM TIFOID
Nina Kernala Sari
Djoko Widodo

74. DEMAM KUNING (YELLOW FEVER) 559


Arif Mansjoer
Primal Sudjana
59. TERAPI NUTRISI PADA PASIEN KANKER 455
7 5. AM EBIASIS
Noorwati Sutandyo
Eddy Soewandojo Soewondo

Ari Fahrial Syarn


Erni Juwita Nelwan
6 1. MALNUTRISI DI RUMAH SAKIT 77. DISENTRI BASILER 574
Siti Setiati, Rose Dinda
Rizka Humardewayanti Asdie Nugroho,
Harakati Wangi, Soebagjo Loehoeri

BAB 7. ALERGI & IMUNOLOGI KLINIK 78. ROTAVIRUS 581


Niniek Budiarti Burhan, Dewi I

62. PROSEDURDIAGNOSTIK PENYAKIT ALERGI 473 79. KOLERA 588


Azhar Tanjung, Evy Yunihastuti H. Soernarsono

63. ASMA BRONKIAL 478 80. MALARIA 595


Heru Sundaru, Sukarnto Paul N. Harijanto
8 1. MALARIA BERAT 613 97. INFLUENZA DAN PENCEGAHANNYA 725
Iskandar Zulkarnain, Budi Setiawan, R.H.H. Nelwan
Paul N. Harijanto
98, SEVEREACUTE RESPIRATORY SYNDROME (SARS) 728
82. TOKSOPLASMOSIS 624 Khie Chen, Cleopas Martin Rumende
Herdiman T. Pohan
99. MUMPS
83. LEPTOSPIROSIS 633 Carta A. Gunawan
Umar Zein
100.HERPES SIMPLEKS
84. TETANUS 639 Soeharyo Hadisaputro
Gatoet Ismanoe
1 0 1 . ~ ~ ~ 1 ~ s
85. DIFTERI IKetut Agus Somia
Armen Ahmad

86. PENYAKIT CACING YANG DITULARKAN


MELALUI TANAH 651 BAB 10. HELMINTIASIS, MIKOSIS, DAN
Herdiman T. Pohan PARASITOSIS EKSTERNAL

Hadi Jusuf 102. KANDIDIASIS


Erni Juwita Nelwan
88. BRUSELOSIS 660
Akmal Sya'roni 103.INFEKSI PNEUMOCYSTIS 763
Rudi Wisaksana
---
89. PENYAKIT PRION 665
A. Nugroho, Paul N. Harijanto 104.FILARIASIS 769
Herdiman T. Pohan
90. TRYPANOSOMIASIS 672
N ~ n i e kBurhan 105.SOIL TRANSMITTED HELMINTHS 776
Carta A. Gunawan 766
9 1. INFEKSI NOSOKOMIAL 682
Djoko Widodo, Ronald Irwanto
IMade Bakta
92. SEPSIS 692
A. Guntur Hermawan 107,SISTOSOMIASIS (BILHARZIASIS) 789
,'
A. Halim Mubin
93. PEMAKAIAN ANTIMIKROBA SECARA
RASIONAL DI KLINIK 700 108.CACING HAT1 796
R.H.H. Nelwan Yosia Ginting

94. RESISTENSI ANTIBIOTIK 705


Usman Hadi
BAB 11. PENYAKIT AKIBAT HUBUNGAN
95. INFEKSI JAMUR 711
SEKSUAL
Nasronudin

109.SFILISI 803
Rudi Wisaksana
BAB 9. VIROLOGI
110.GONORE 812
Gatoet Ismanoe
96. INFLUENZA BURUNG (AVIAN INFLUENZA) 721
Leonad Nainggolan, Cleopas Martin Rumende, 111.ULKUS MOLE (CHANCROID) 819
Herdiman T. Pohan Usman Hadi -.
-

XXX
112.T R ~ K O M O N ~ A S ~ S 822 127. RESPONSIMUN INFEKSI HIV 924
IKetut Agus Sornia Tuti Parwati Merati, Sarnsuridjal Djauzi

113.GRANULOMA INGUINALE (DONOVANOSIS) 828


Rizka Humardewayanti Asdie Nugroho,
Harakati Wangi BAB 14. IMUNISASI
114.HUMAN PAPILLOMA VIRUS (HPV) 834
Carta A. Gunawan 128.DASAR-DASARIMUNISASI 933
Sukarnto Koesnoe, Sarnsuridjal Djauzi
-
115. URETRITIS NON-GONOKOKAL
Gatoet Isrnanoe 129.PROSEDURIMUNISASI 939
Sukamto Koesnoe, Teguh H. Karyadi, Iris
116.VULVOVAGINITIS 844 Rengganis
Doni Priarnbodo WlJisaksono
1 30.IMUNISASI DEWASA 951
117.PELVIC INFLAMMATORY DISEASE (PID) 855 Erwanto Budi Winulyo
Niniek Budiarti Burhan, Leny Puspitasari
13 ~.VAKSINASI PADA KELOMPOKKHUSUS 958
Evy Vunihastuti

BAB 12. TUBERKULOSIS


BAB 1 5 . TRAUMATOLOGI MEDIK
118.TUBERKULOSIS PARU
Zulkifli Arnin, Asril Bahar
1 32.HEAT STROKE
119.PENGOBATAN TUBERKULOSIS MUTAKHIR 873 Budirnan Darrno Widjojo
Zulkifli Arnin, Asril Bahar
1 33. HIPERTERMIA 968
120.TUBERKULOSIS PERITONEAL 882 Budirnan Darrno Widjojo
Lukrnan Hakirn Zain
1 34.HIPOTERMIA 973
Budirnan Darrno Widjojo

1 35. SINDROM TERMAL DAN SENGATAN LISTRIK 979


BAB 13. INFEKSI HIV DAN AIDS Budirnan Darmo Widjojo

12 1.HIV/AIDS DI INDONESIA 887


Zubairi Djoerban, Sarnsuridjal Djauzi
BAB 16. TOKSIKOLOGI
122.VIROLOGI HIV 898
Nasronudin
.
-
1 36. DASAR-DASARPENATALAKSANAAN
KERACUNAN 985
123.~MUNOPATOGENES~S
INFEKSI HIV 902
Djoko Widodo, Sudirrnan Katu
Tuti Parwati Merati

124.GEJALA DAN DIAGNOSIS HIV 910


1 37 .KERACUNAN INSEKTISIDA 1016
Widayat Djoko, Sudirrnan Katu
Erni J Nelwan, Rudi Wisaksana

1 2 5. KEWASPADAAN UNIVERSAL PADA PETUGAS 138.KERACUNANJENGKOL


Rudi Wisaksana
KESEHATAN HIV/AIDS 916
Julius Daniel Tanasale 139.KERACUNAN ALKOHOL
IKetut Agus Sornia
126. KOINFEKSI HIV DAN VIRUS HEPATITIS B (VHB) 920
Agus K. Somia, Erni J. Nelwan, Rudi 140.KERACUNAN OBAT
Wisaksana A. Guntur Herrnawan
141.INTOKSIKASI NARKOTIKA (OPIAT) 1054 155.GAGAL JANTUNG KRONIK
Nanang Sukmana Ali Ghanie
-- --

142.KERACUNANLOGAM BERAT 1060 156.EDEMAPARU AKUT


Usman Hadi Zainal Safri

143.KERACUNANKARBON MONOKSIDA 1065 157.DEMAM REUMATIK DAN PENYAKIT


Nasronudin JANTUNG REUMATIK 1162
Saharman Leman
144.MEROKOK DAN KETERGANTUNGAN NIKOTIN 1071
Budiman Darmo Widjojo 158.STENOSIS MITRAL 1171
Taufik Indrajaya, Ali Ghanie
145.KERACUNAN BAHAN KIMIA, OBAT DAN
MAKANAN 1078 159.REGURGITASI MITRAL 1180
Widayat Djoko, Djoko widodo Birry Karim, Daulat Manurung

160.STENOSISAORTA 1188
Marulam M . Panggabean, Birry Karim
BAB 17. TOKSINOLOGI
161.REGURGITASI AORTA 1192
Saharman Leman, Birry Karim
146.PENATALAKSANAAN GIGITAN ULAR BERBISA 1085
Djoni Djunaedi 162.PENYAKIT KATUP PULMONAL 1198
Muhammad A Sungkar, Andreas Arie
147.SENGATAN SERANGGA 1091
Budiman Darmo Widjojo 163.PENYAKIT KATUP TRIKUSPID 1204
Ali Ghanie
148.SENGATAN DAN GIGITAN HEWAN AIR BERACUN 1094
Adityo Susilo, Erni J Nelwan 164.ENDOKARDITIS
Idrus Alwi
149.PENATALAKSANAANKERACUNAN BISA
KALAJENGKING 1100 165.MIOKARDITIS 1222
Djoni Djunaedi Idrus Alwi, Lukman H. Makmun

166.KARDIOMIOPATI
Sally Aman Nasution

BAB 18. KARDIOLOGI 167.PERIKARDITIS 1238


Marulam M Panggabean
-- - - - - - -- . . . . . - --- -
150.PENGANTAR DIAGNOSIS EKOKARDIOGRAFI 1107
Ali Ghanie 168.HIPERTENSI PULMONAR PRIMER 1241
Muhammad D~ah,All Ghan~e
151.PEMERIKSAAN KARDIOLOGI NUKLLR 1118
Ika Prasetya Wijaya 169.KOR PCILMONALKRONIK 1251
--
Sjaharuddin Harun, Ika Prasetya Wijaya
152.PENYADAPAN JANTUNG (CARDIAC -- - ..

CATHETERIZATION) 1121 170. PENYAKDJANTUNG KONGENlTAL PADA DEWASA 1254


Hanafi B. Trisnohadi Ali Ghanie
-

153.GAGAL JANTUNG 1132 171.PENYAKIT JANTUNG HIPERTENSI 1265


Marulam M. Panggabean Marulam M. Panqgabean

154.GAGAL JANTUNG AKUT 172.PENYAKIT JANTUNG TIROID 1268


Daulat Manurung, Muhadi Charles Limantoro

xxxii
173. PENYAKIT JANTUNG PADA USIA LANJUT 1277
Lukman H. Makmun

174.MANIFESTASI KLINIS JANT~ING


PADA PENYAKIT SISTEMIK 1279 BAB 20. PENYAKIT JANTUNG KORONER
Idrus Alwi
188.PENCEGAHAN DAN PENATALAKSANAAN
175 . PENYAKIT JANTUNG PADA PENYAKIT ATEROSKLEROSIS 1425
JARINGAN IKAT 1285 Pudji Rusmono Adi
Idrus Alwi
-

189.ANGINA PEKTORIS STABIL (APS) 1436


176.PENYAKIT JANTUNG DAN O P E R A S ~NON Eka Ginanjar, A. Muin Rachman
JANTUNG 1299 ---
... -
Sjaharuddin Harun, Abdul Madjid
-
190.ANGINA PEKTORIS TAK STABILIINFARK
MIOKARD AKUT TANPA ELEVASI ST 1449
1 7 7 . ~ 1 ~ ~ 0 ~ 1315 Hanafi B. Trisnohadi, Muhadi
Kasim Rasjidi, Sally Aman Nasution
191.INFARK MIOKARD AKUT DENGAN
ELEVASI ST 1457
Idrus Alwi
BAB 19. ELEKTROFISIOLOGI DAN ARITMIA
192. ANTITROMBOTIK, ANTIKOAGtlLAN DAN
TROMBOLITIK PADA PENYAKIT JANTUNG
178. ELEKTROFISIOLOGI 1325
KORONER 1475
M . Yamin, Sjaharuddin Harun, Lukman H.
I w a n g Gumiwang, Ika Prasetya W,
Makmun
Dasnan Ismail
179.MEKANISME DAN KLASIFIKASI ARITMIA 1334
193~INTERVENSI KORONER PERKUTAN 1480
A. Muin Rachman
T. Santoso
180. GANGGUAN IRAMA JANTUNG YANG SPESIFIK 1357
194.OPERASI PINTAS KORONER 1491
Hanafi B. Trisnohadi
Tarmizi Hakim, Tommy Dharmawan
-- ----
181.FIBRILASI ATRIAL 1365
Sally Aman Nasution, Ryan Ranitya,
Eka Ginanjar
BAB 21. PENYAKIT VASKULAR
182.ARITMIA SUPRA VENTRIKULAR 1380
Lukman H. Makmun
195 . DIAGNOSIS PENYAKIT VASKULAR 1501
183. ARITMIA VENTRIKEL 1385 Dono Antono, Rachmat Hamonangan
M. Yamin, Sjaharuddin Harun
~ ~ ~ . A N E U R I S AORTA
MA
184.BRADIKARDIA 1395 Refli Hasan
M. Yamin, A. Muin Rachman
197.PENYAKIT ARTERI PERIFER 1516
Dono Antono, Dasnan Ismail
M. Yamin, A. Muin Rachman
198.PENYAKIT VASKULAR SPLANGNIK 1527
186, PACU JANTUNG SEMENTARA 1402 Syadra Bardiman Rasyad
A. Muin Rachman, Eka Ginanjar
199.ISKEMIA MESENTERIKA 1543
Murdani Abdullah, Charles Limantoro,
Intan Airlina Febiliawanti

xxxiii
2 00. PENYAKIT SEREBROVASKULAR SERANGAN 2 14.FIBROSIS KISTIK (CYSTIC FB IROSS
I) 1677
OTAK-BRAIN ATTACK : TRANSIENT ISCHEMIC Alwinsyah A, E.N. Keliat, Azhar Tanjung
ATTACKS (T1A)- REVERSIBLE ISCHEMIC
NEUROLOGIC DEFlSlT (RIND)-STROKE 1555 2 15. BRONKIEKTASIS
Freddy Sitorus dan Teguh A.S Ranakusurna Pasiyan Rahrnatullah
- .
-

2 0 1.VASKULITIS RENAL 1567


2 ~ ~ . T R O M B O E M B O LPARU
I
Pasiyan Rahmatullah
Aida Lydia
.-- --- --
2 02. PENYAKIT PEMBULUH GETAH BENING 1574
2 17.SLEEPAPNEA (GANGGUAN BERNAPAS
SAAT TIDLIR) 1700
Rachrnat Harnonangan, Simon Salirn
Sumardi, Barmawi Hisjam, Bambang
Sigit Riyanto, Eko Budiono

2 18.PNEUMONITIS DAN PENYAKIT PARU


BAB 22. RESPIROLOGI LINGKUNGAN 1705
Pasiyan Rahrnatullah
2 03. MANIFESTASI KLINIK DAN PENDEKATAN
2 19.TRANSPLANTASI PARU
PADA PASIEN DENGAN KELAINAN SISTEM
Zulkifli Amin
PERNAPASAN 1583
Zulkifli Arnin

2 ~ ~ . O B S T R U K SSALURAN
I PERNAPASAN
BAB 23. GASTROENTEROLOGI
AKUT 1590
Bambang Sigit Riyanto, Heni Retno
Wulan, Barmawi Hisyarn 2 2 0. PENDEKATAN KLINIS PENYAKIT
GASTROINTESTINAL 1729
205. PNEUMONIA 1608 Dharrnika Djojoningrat
Zul Dahlan - -

22 1.PENYAKIT MULUT
206. PNEUMONIA BENTUK KHUSUS 1620 Marcellus Sirnadibrata
Zul Dahlan
2 2 2. AKALASIA
2 07. PENYAKIT MEDIASTINUM 1625 H.A. Fuad Bakry F
Zulkifli Arnin
2 2 3. PENYAKIT REFLUKS GASTROESOFAGEAL 1748
2 08. PENYAKIT-PENYAKIT PLEURA 1630 Dadang Makrnun
- -- -.-
Hadi Halirn
224. STRIKTUR ESOFAGUS 1757
2 09. PNEUMOTORAKS 1640 Marcellus Sirnadibrata
Barrnawi Hisyarn, Eko Budiono
2 2 5. PENYAKIT TROPIK INFEKSI
2 10.ABSES PARU GASTROINTESTINAL 1762
Ahrnad Rasyid Marcellus Sirnadibrata, Achrnad Fauzi

2 11.PENYAKIT PARU KARENA JAMUR 1658 2 2 6. GASTRITIS


Azhar Tanjung, E.N. Keliat Hirlan

2 12. PENYAKIT PARU INTERSTISIAL 1665 2 2 7. INFEKSI HELICOBACTER PYLORI DAN


Ceva Wicaksono Pitoyo PENYAKIT GASTRODUODENAL 1772
--
A. Aziz Rani, Achrnad Fauzi
2 13. PENYAKIT PARU KARENA
MIKOBAKTERIUM ATIPIK 1673 2 2 8. TUKAK GASTER 1781
Azhar Tanjung, E.N Keliat Penqarapen Tarigan
. -- -

xxxiv
~ ~ ~ . T U KDUODENUM
A K 1792 247. PENDEKATAN DIAGNOSTIK DIARE KRONIK 1909
H.A.M. Akil Marcellus Sirnadibrata K
- --- -
.-. -. - --..
- -

2 3 0.DISMOTILITAS GASTROINTESTINAL 1798 248. ILEUS PARALITIK 1924


Marcellus Sirnadibrata Ali Djurnhana, Ari Fahrial Syarn

2 3 1.DISPEPSIA FUNGSIONAL 1805


Dharrnika Djojoningrat
. .
BAB 24. HEPATOLOGI
2 3 2. MALABSORPSI 1811
Ari Fahrial Syarn 249. FISIOLOGI DAN BIOKIMIA HATI 1927
Rifai Arnirudin
2 3 3. INFLAMMATORY BOWEL DISEASE 1814 -- - .-

Dharrnika Djojoningrat 2 50. PENDEKATAN KLINIS PADA PASIEN


IKTERUS 1935
2 IRRITABLE BOWEL SYNDROME 1823
Ali Sulairnan
Chudahrnan Manan, Ari Fahrial Syarn
2 5 1.KELAINAN ENZIM PADA PENYAKIT HAT1 1941
Nurul Akbar
Nizarn Oesrnan -
----
- ---

2 5 2. HEPATITIS
~ ~~ ~

VIRAL AKUT 1945


2 3 6. KOLITIS RADIASI 1836
Andri Sanityoso, Griskalia Christine
Dadang Makrnun
.

2 3 7.PENDEKATANTERKINI POLIP KOLON 1838


2 5 3. HEPATITIS B KRONIK 1963
Soewignjo Soemohardjo, Stephanus
Murdani Abdullah, M . Adi Firrnansyah
-- pp ----- - Gunawan
2 3 8. PANKREATITIS AKUT 1852
2 54. HEPATITIS C 1972
A. Nurrnan
- ... -. Rino A. Gani
2 3 9. PANKREATITIS KRONIK 1861
2 5 5. SIROSIS HAT1
Marcellus Sirnadibrata K
--- Siti Nurdjanah
240. PENYAKIT DIVERTIKULAR 1864
25 6 . ~ ~ 1 ~ ~ s
H.A.M. Akil
~ ----.--P--------- Hirlan
241. HEMOROID 1868
Marcellus Sirnadibrata
~.. ~ -- Nasrul Zubir
242. PENGELOLAANPERDARAHANSALURAN 2 ~ ~ . A B S EHAT1
S AMLIBA
CERNA BAGIAN ATAS 1873
lswan A.Nusi
Pangestu Adi
2 59. ABSES HAT1 PIOGENIK
~

1996
243. PERDARAHANSALURAN CERNA BAGIAN B.J. Waleleng, N.T. Wenas, L. Rotty
BAWAH (HEMATOKEZIA) DAN PERDARAHAN
SAMAR (OCCULn 1881 2 60. PERLEMAKAN HATI NON ALKOHOLIK 2000
Murdani Abdullah Irsan Hasan
~

244. GANGGUAN MOTILITAS SALURAN CERNA 2 6 1.HEPATOTOKSISITAS IMBAS OBAT 2007


BAGIAN BAWAH 1888 Putut Bayupurnarna
Marcellus Sirnadibrata
--
2 62. H~PERBILIRUB~NEMIANONHEMOLITIK
245. NYERI ABDOMENAKUT 1896 FAMILIAL 2013
Daldiyono, Ari Fahrial Syarn A. Fuad Bakry

246. DIARE AKUT 1899


Marcellus Sirnadibrata K, Daldiyono F.X. Pridady
-
2 8 1.HIPERTROFI PROSTAT BENIGNA (HPB) 2137
Laurentius A. Lesmana Shofa Chasani

2 6 ~ . T I N D A K A N INTERVENSI PADA PENYAKIT 2 82. GANGGUAN GINJAL AKUT (ACUTE KIDNEY


HAT1 2026 INJURY) 2147
Agus Sudiro Waspodo Rubin G Surachno, Ria Bandiara
-.-PA....-------.--

2 83. PENYAKIT GINJAL KRONIK 2159


Agus Sudiro Waspodo Ketut Suwitra

2 84.GANGGUAN GINJAL AKUT 2166


Andri Sanityoso Sulaiman, Tities Indra H.M.S. Markum

2 8 5. SINDROM HEPATORENAL 2176


Ian Effendi N, Zulkhair Ali

BAB 25. NEFROUROLOGI 2 86. SINDROM KARDIORENAL


Dharmeizar
-

268. PEMERIKSAAN PENUNJANGPADA 2 87. HEMODIALISIS; PRINSIP DASAR DAN


PENYAKIT GINJAL 2047 PEMAKAIAN KLINIKNYA 2192
Imam Effendi, H.M.S. Markurn Suhardjono

2 69. EDEMA PATOFISIOLOG[ DAN PENANGANAN 2059 288. DIALISIS PERITONEAL 2197
Ian Effendi, Restu Pasaribu Imam Parsudi, Parlindungan Siregar,
Rully M.A. Roesli

Shofa Chasani
--
Ginova Nainggolan
~~~.GLOMERULONEFRITIS 2072 - .
. --

--
Wiguno Prodjosudjadi 290. FEOKROMOSITOMA 2206
Imam Effendi
2 72. SINDROM NEFROTIK 2080
Aida Lydia, Maruhum B. Marbun ~ ~ ~ . T E R APENGGANTI
P I GINJAL AKUT
(ACUTE RENAL REPLACEMENT THERAPY) 2210
2 7 3. NEFROPATI IGA Rullv M.A. Roesli
Lestariningsih
292. TRANSPLANTASI GINJAL 2227
2 74. NEFRITIS HEREDITER Endang Susalit
Jodi Sidharta Loekrnan - --

293. GANGGUAN KESEIMBANGAN AIR DAN


2 75 .AMILOIDOSIS GINJAL 2098 ELEKTROLIT 2241
M. Rachmat Soelaeman Parlindungan Siregar

2 76. PENYAKIT GINJAL DIABETIK 2102


Harun Rasyid Lubis

2 77. GANGGUAN GINJAL IMBAS OBAT 2106 BAB 26. HIPERTENSI


Syaiful Azmi

2 78. PENYAKIT TUBULOINTERSTISIAL 2112 Moharnrnad Yogiantoro


IGde Raka Widiana
295. HIPERTENSI PRIMER 2284
2 79. BATU SALURAN KEMIH 2121 Chandra Irwanadi Mohani
.-
..
Mocharnmad Sja'bani
296. HIPERTENSI PADA P E N Y A GINJAL
~
2 8 0 . 1 ~ SALURAN
~ ~ ~ ~KEMIH
1 PASIEN DEWASA 2129 MENAHUN 2294
Enday Sukandar M. Rachrnat Soelaeman
_ - -

xxxvi
297. KRISIS HIPERTENSI 3 12.NEUROPATI DIABETIK
Jose Roesma Imam Subekti
- -

298. HEMATURIA 3 13.RETINOPATI DIABETIK 2400


Lestariningsih Karel Pandelaki

2 99. PROTEINLIRIA 3 14.KARDIOMIOPATI DIABETIK 2408


Lucky Aziza Bawazier Alwi Shahab

3 15.KOMPLIKASI KRONIK DM: PENYAKIT


JANTUNG KORONER 2414
Alwi Shahab
BAB 27. DIABETES MELITUS
3 16.DIABETES MELITUS PADA USIA LANJUT 2420
Wasilah Rochmah
3 00.DIABETES MELITUS DI INDONESIA 2315
Slamet Suyono 3 17.DIABETES MELITUS GESTASIONAL 2426
John M.F. Adam, Dyah Purnamasari
3 0 1.DIAGNOSIS DAN KLASIFIKASI DIABETES
MELITUS 2323 3 18.DIABETES MELITUS DALAM PEMBEDAHAN 2432
Dyah Purnamasari Supartondo
-

3 02. FARMAKOTERAPI PADA PENGENDALIAN


GLIKEMIA DIABETES MELITUS TIPE 2 2328
Sidartawan Soegondo
BAB 28: ENDOKRINOLOGI
3 0 3.TERAPI NONFARMAKOLOGI PADA
DIABETES MELITUS 2336 3 19.DIABETES INSIPIDUS 2437
Askandar Tjokroprawiro, Sri Murtiwi Asman Boedi Santoso Ranakusuma,
I m a m Subekti
3 04.INSULINOMA 2347
Asman Manaf 3 2 O.TUMORHIPOFISIS 2442
Pradana Soewondo
3 0 5.INSULIN : MEKANISME SEKRESI DAN ASPEK
METABOLISME 3 2 1.HIPOTIROID
Asman Manaf Achmad Rudijanto

3 0 6.HIPOGLIKEMI: PENDEKATAIV KLINIS DAN 3 2 2. NODUL TIRO~D 2455


PENATALAKSANAAN 2355 Johan S. Masjhur
Asman Manaf
3 2 3.GONDOK ENDEMIK 2464
3 0 7. KOMPLIKASI KRONIK DIABETES: MEKANISME Bowo Pramono, Luthfan Budi Purnomo,
TERJADINYA, DIAGNOSIS, DAN STRATEGI H e m i Sinorita
PENGELOLAAN 2359
Sarwono Waspadji 3 24. KARSINOMA TIROID
Imam Subekti
3 0 8. KAKI DIABETES
Sarwono Waspadji 32 5. SINDROM CUSHING DAN PENYAKIT CUSHING 2478
Tri Juli Edi Tarigan
3 09. KETOASIDOSIS DIABETIK
Tri Juli Edi Tarigan 3 2 6.GANGGUAN KORTEKS ADRENAL 2484
Soebagijo Adi, Agung Pranoto
3 10.KOMA HIPEROSMOLAR HIPERGLIKEMIK
NONKETOTIK 2381 32 ~ . G A N G G U A NPERTUMBUHAN 2514
Pradana Soewondo Syafril Syahbuddin

3 11.NEFROPATI DIABETIK 3 2 8.NEOPLASMAENDOKRIN MULTIPEL 2518


Hendromartono Ketut Suastika

xxxvi i
342.THALASSEMIA: MANIFESTASI KLINIS,
Budi Wiweko PENDEKATAN DIAGNOSIS, DAN
THALASSEMIA INTERMEDIA 2623
Djurnhana Atrnakusurna

BAB 29. SINDROM METABOLIK, 343. PAROXYSMAL NOCTURNAL


DISLIPIDEMIA, OBESITAS HEMOGLOBINURIA (PNH) 2639
Made Putra Sedana

3 3 0. SINDROM METABOLIK 2535 ANEMIA PADA PENYAKIT KRONIS 2642


Sidartawan Soegondo, Dyah Purnarnasari Irnan Supandirnan, Heri Fadjari

3 3 1.PRE DIABETES 2544 34 5. ANEMIA APLASTIK 2646


Dante Saksono Harbuwono Abidin Widjanarko, Aru W. Sudoyo,

3 3 2. DISLIPIDEMIA Hans Salonder

John MF. Adam 346. HIPER~PLENI~ME


3 3 3. OBESITAS Mediarty Syahrir

Sidartawan Sugondo
347. POLISITEMIA VERA 2663
M . Darwin Prenggono
-- -- - .

348. LEUKEMIA MIELOBLASTIK AKUT 2671


BAB 30. HEMATOLOGI Johan Kurnianda

349. LEUKEMIA GRANULOSITIK KRONIK 2678


3 34. HEMOPOESIS Heri Fadjari, Lugyanti Sukrisrnan
Soebandiri .
. .. -
3 50. LEUKEMIA LIMFOBLASTIK AKUT 2683
3 3 5. PENDEKATAN TERHADAP PASIEN ANEMIA 2575
Panji Irani Fianza
-- --- ---
IMade Bakta --pp-p---pp-

3 5 1.LEUKEMIA LIMFOSITIK KRONIK 2693


3 3 6. PERAN FLOW CYTOMETRIC IMMUNO- Linda W.A. Rotty
PHENOTYPING DI BIDANG KEGANASAN
HEMATOLOGI DAN ONKOLOGI 2583 3 5 2. MIELOMA MULTIPEL DAN PENYAKIT
Cosphiadi Irawan, Zubairi Djoerban GAMOPATI LAIN 2700
--
Mediarty Syahrir
3 3 ~ . A N E M I A DEFISIENSI BESI 2589 --

IMade Bakta, Ketut Suega, Tjokorda Gde 3 5 3. SINDROM DISMIELOPOETIK 2711


Dharmayuda Arni Ashariati
-

3 3 8. ANEMIA MEGALOBLASTIK 2600 3 54. MIELOFIBROSIS 2715


Shufrie Effendy Suradi Maryono

ANEMIA HEMOLITIK IMUN 2607 3 55. TRANSPLANTASI SEL PUNCA/


Kartika Widayati Taroeno-Hariadi, INDUK DARAH 2728
Elias Pardjono A. Harryanto Reksodiputro
---

ANEMIA HEMOLITIK NON IMUN 2614 3 56. ~ E PUNCA


L (STEM CELL) DAN POTENSI
Ikhwan Rinaldi, Aru W. Sudoyo KLINISNYA 2735
Cosphiadi Irawan 2687
-
34 1.DASAR-DASARTHALASSEMIA: SALAH
SATU .IENIS HEMOGLOBINOPATI 2623 ~ ~ ~ . H E M O F I AU DAN
A B 2742
Djurnhana Atrnakusurna, Iswari Setyaningsih Linda W.A. Rotty

xxxvi ii
3 58. DASAR-DASAR HEMOSTASIS 2751
C. Suharti
BAB 3 2 . I M U N O H E M A T O L O G I D A N
PATOGENESIS TROM BOSIS
TRANSFUSI DARAH
Karmel L. Tambunan

3 ~ ~ . T R O M B O S I T O S I SESENSIAL 3 72. DASAR-DASARTRANSFUSI DARAH 2839


Irza Wahid Zubairi Djoerban

3 6 1.PENYAKIT VON WILLEBRAND 3 7 3. DARAH DAN KOMPONEN: KOMPOSISI,


Sugianto INDIKASI DAN CARA PEMBERIAN 2 844
Harlinda Haroen

Ibnu Purwanto
----
3 74. PENCEGAHAN DAN PENANGANAN
KOMPLIKASI TRANSFUSI DARAH 2852
363 .KOAGULASI INTRAVASKULAR M. Tamtoro Harmono
DISEMINATA 2789
Catharina Suharti 3 7 5.AFERESIS DONOR DAN TERAPEUTIK 2859
Ronald A. Hukom
3 64. FIBRINOLISIS PRIMER 2796
Boediwarsono

3 65. GANGGUAN HEMOSTASIS PADA SIROSIS


HAT1 2800 BAB 33. ONKOLOGI MEDIK U M U M
Karmel L. Tambunan

3 66. GANGGUAN HEMOSTASIS PADA 3 76. DASAR-DASARBIOLOGIS


LIMFOPROLIFERATIF 2863
DIABETES MELITUS 2807
Amaylia Oehadian, Trinugroho Heri Fadjari
Andi Fachruddin Benyamin

3 67. KOMDISI HIPERKOAGULABILITAS 2809


3 77. PENDEKATAN DIAGNOSTIK TUMOR
PADAT 2870
Hilman Tadjoedin
Budi D Machsoos, Djoko H Hermanto,
3 68. TROMBOSIS VENA DALAM DAN EMBOLI Shinta 0 Wardhani
PARU 2818
Lugyanti Sukrisman
378. SITOGENETIKA
Aru W. Sudoyo
3 6 9 . ~ ~ 0 PADA ~ ~ KANKER
0 ~ 1 ~ 2823
Cosphiadi Irawan
3 79. PRINSIP DASAR TERAPI SISTEMIK PADA
KANKER 2882
3 70. PENGGUNAAN OBAT-OBATAN Abdulmuthalib
ANTIKOAGULAN ANTITROMBOLITIK,
TROMBOLITIK DAN FIBRINOLITIK 2828
380.TEKNIK-TEKNIK PEMBERIAN KEMOTERAPI 2890
Adiwijono
Soenarto --
-

3 7 1.PEMAKAIAN DAN PEMANTAUAN OBAT- 3 8 1.TERAPI HORMONAL PADA KANKER 2907


Noorwati Sutandyo
OBATAN ANTITROMBOSIS 2834
Nusirwan Acang 3 8$. TERAPI BIOLOGI PADA KANKER 2916 I*

Johan Kurnianda

KANKER 2921
A. Harryanto Reksodiputro

xxxix
3 84. PENANGGULANGAN NYERI PADA KANKER 2938 400. KARSINOMA HATI 3040
Asrul Harsal Unggul Budihusodo
- --- -- -- -

3 85. NETROPENIA FEBRIL PADA KANKER 2942 40 1.KARSINOMA OVARIUM 3047


Dody Ranuhardy, Resti Mulya Sari Dody Ranuhardy, Resti Mulya Sari
-- ---PA --.- -

3 86. SINDROM PARANEOPLASTIK 2951 402. KARSINOMA SERVIKS 3052


Sugiyono Sornoastro, Abdulrnuthalib Hilrnan Tadjoedin, Sri Agustini
-
3 87. PENATALAKSANAANMETASTASIS KANKER
KE TLILANG 2954
Nugroho Prayogo
BAB 35. REUMATOLOGI
3 88. PENATALAKSANAANPASIEN KANKER
TERMINAL DAN PERAWATAN D l RUMAH 403. INTRODUKSI REUMATOLOGI
HOSPIS 2960 A.R. Nasution, Surnariyono
Asrul Harsal
404. PENERAPAN EVIDENCE-BASED MEDICINE
3 8 9 , ~ SELULAR
s ~ ~DAN~ MOLEKULAR KANKER 2964 DALAM BIDANG REUMATOLOGI 3070
Barnbang Karsono Joewono Soeroso
-

3 90. TEKNIK-TEKNIK BIOLOGI MOLEKULAR DAN


405. METROLOGI DALAM BIDANG REUMATOLOGI 3075
SELULAR PADA KANKER 2968
Rizasyah Daud
Barnbang Karsono -

406. STRUKTUR SENDI, OTOT, SARAF DAN


ENDOTEL VASKULAR 3080
Surnariyono, Linda K. Wijaya
- -- -- -
BAB 34. ONKOLOGI MEDIK KHUSUS
~O~.IMUNOGENETIKA
PENYAKIT REUMATIK 3093
Joewono Soeroso
39 1.LIMFOMA NON-HODGKIN (LNH)
A. Harryanto Reksodiputro, Cosphiadi ~O~.ARTROSENTESIS
DAN ANALISIS CAIRAN
Irawan SEND1 3099
Surnariyono
3 92. PENYAKIT HODGKIN

----
Rachrnat Surnantri
-
409. PEMERIKSAAN C-REACTIVE PROTEIN,
3 93. KARSINOMA NASOFARING 2992
FAKTOR REUMATOID, AUTOANT[BODI
DAN KOMPLEMEN 3105
Zakifman Jack
Arnadi, NG Suryadhana, Yoga IKasjrnir
.
-
394. KANKER PARU 2998
Zulkifl~A m ~ n 410. NYERI 3115
Bambang Setiyohadi, Surnariyono, Yoga I.
39 TUMOR JANTUNG 3008 Kasjmir, Harry Isbagio, Handono Kalirn
Idrus Alwi
411. NYERI TULANG 3127
3 96. KARSINOMA ESOFAGUS 3012 Barnbang Setiyohadi
Zakifrnan Jack, Resti Mulya Sari
- 4 12.ARTRITIS REUMATOID 3130
3 9 7 . ~ GASTER
~~0~ I
3018 INyoman Suarjana
- --- --
Julius
4 13. ARTRITIS REUMATOID JUVENIL (ARTRITIS
3 98. TUMOR KOLOREKTAL 3023 IDIOPATIK JUVENIL/ ARTRITIS KRONIS JUVENIL) 3151
Murdani Abdullah Yuliasih
~

3 99. KANKER PANKREAS 3032 414. SINDROM SJOGREN 3160


Yenny Dian Andayani Yuliasih
4 15 .SPONDILITIS ANKILOSA 3167 ~ ~ ~ . T E R KORTIKOS'rEROID
A P I DI BIDANG
Jeffrey A.Ongkowijaya REUMATOLOGI 3315
Jeffrey A.Ongkowijaya, AMC Karema-K
4 16.ARTRITIS PSORIATIK 3173
Zuljasri Albar 43 5 .DISEASE MODIFYING ANTI RHEUMATIC
DRUGS (DMARD) 3319
4 17.REACTIVE ARTHRITIS 3176 Hermansyah
-

Rudi Hidayat
43 6. AGEN BIOLOGIK DALAM TERAPI PENYAKIT
418. HIPERURISEMIA 3179 REUMATIK 3325
Tjokorda Raka Putra B.P. Putra Suryana
-
4 19.ARTRITIS PIRAI (ARTRITIS GOUT) 3185
Edward Stefanus Tehupeiory

42 0 .KRISTAL ARTROPATI NON GOUT 3190 BAB 36. LUPUS ERITEMATOSUS D A N


Faridin HP SINDROM ANTIBODI ANTIFOSFOLIPID

4 2 1.OSTEOARTRITIS 3197 43 7. [MUNOPATOGENESIS LUPUS


Joewono Soeroso, Harry lsbagio, Handono
ERITEMATOSUS SISTEMIK 3331
Kalim, Rawan Broto, Riardi Pramudiyo
INyoman Suarjana
42 2. REUMATIK EKSTRAARTIKULAR 3210 438. AUTOANTIBODI PADA LUPUSEFUTEMATOSUS 3346
Blondina Marpaung Laniyati Hamijoyo
42 3. NYERI SPINAL 3217 43 9. GAMBARAN KLINIK DAN DIAGNOSIS
Yoga I.Kasjmir LUPUS ERITEMATOSIS SISTEMIK 3351
424. FIBROMIALGIA DAN NYERI MIOFASIAL 3227 Bantar Suntoko
O.K. Moehad Sjah 440. DIAGNOSIS DAN PENGELOLAAN LUPUS
ERITEMATOSUS SISTEMIK 3360
42 5 .ARTRITIS SEPTIK 3233
Yoga IKasjmir, Kusworini Handono, Linda
Najirman
-- - Kurniaty Wijaya, Laniyati Hamijoyo, Zuljasri
42 6. OSTEOMIELITIS 3243 Albar, Handono Kalim, Hermansyah* Nyoman
Deddy N.W. Achadiono, Marselino Richardo Kertia, Deddy Nur Wachid Achadiono, Ida Ayu
Ratih Wulansari Manuaba, Sumartini Dewi,
427. SINDROM VASKUUTIS Jeffrey Arthur Ongkowijaya,Harry '[sbagio,
Laniyati Hamijoyo Bambang Setyohadi, Nyoman Suarjana
42 8. SKLEROSIS SISTEMIK
Laniyati Hamijoyo NEFRITIS LUPUS 3378
429. NEOPLASMA TULANG DAN SENDI 3287 Dharmeizar, Lucky Aziza Bawazier
Edward Stefanus Tehupeiory
'442. DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAANNEURO-
43 0.OPIOID, ANTI DEPRESAN DAN ANTI PSIKIATRI SISTEMIK LUPUS ERITEMATOSUS 3384
KONVULSAN PADA TERAPI NYERI 3291 Linda Kurniaty Wijaya I.
Riardi Pramudiyo
. - 443. KELAINAN HEMATOLOGI PADA LUPUS
43 1.GANGGUAN MUSKULOSKELETAL AKIBAT ERITEMATOSUS SISTEMIK 3392
KERJA 3296 Zubairi Djoerban
Zuljasri Albar
444. SINDROM ANTIFOSFOLIPID ANTIBODI 3398
4 3 2 . ~ 1 FIBROSIS
~ ~ ~ 0 ~ 3300 Sumartini Dewi
Sumartini Dewi
PA---
44 5 . SINDROM ANTIBODI ANTIFOSFOLIPID:
43 3. OBAT ANTI [NFLAMASI NONSTEROID 3308 ASPEK HEMATOLOGIK DAN PENATALAKSANAAN 3410
Najirman Shufrie Effendy

xli
446. DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN BAB 38. PENYAKIT OTOT DAN SARAF
SINDROM ANTIFOSFOLIPID KATASTROFI 3419
Laniyati Hamijoyo
-- 461. STRUKTUR DAN FUNGSI OTOT 3523
Sandra Sinthya Langow
-- .-
.-- -- .
- -- -.--

462. MIOPATI INFLAMATIF 3529


BAB 37. PENYAKIT SKELETAL Bambang Setiyohadi

463. MIOPATI METABOLIK


447. STRUKTUR DAN METABOLISME Bambang Setiyohadi
TULANG 3423
Bambang Setiyohadi 464. MIOPATI LAIN
Bambang Setiyohadi
448. PERAN ESTROGENPADA PATOGENESIS
OSTEOPOROSIS 3440 465. NYERI NEUROPATIK 3541
Bambang Setiyohadi Joewono Soeroso, Nyoman Kertia,
Vina Yanti Susanti
449. FRAGILITAS SKELETAL DAN
OSTEOPOROSIS 466. NEUROPATIKOMPRESI
Bambang Setiyohadi Bambang Setyohadi

450. PENDEKATANDIAGNOSIS OSTEOPOROSIS 3454 467. COMPLEX REGIONAL PAIN SYNDROME 3553
Bambang Setyohadi Yoga IKasjmir

4 5 1.PENATALAKSANAAN OSTEOPOROSIS 3458 468. RHABDOMYOLISIS


Bambang Setyohadi RM Suryo Anggoro KW

4 52. OSTEOPOROSISAKIBAT
GLUKOKORTIKOID
B.P. Putra Suryana BAB 39. PSIKOSOMATIK
45 3 OSTEOPOROSIS PADA LAKI-LAKI 3471
469. KEDOKTERANPSIKOSOMATIK: PANDANGAN
B.P. Putra Suryana
-- - .- DARI SUDUT ILMU PENYAKIT DALAM 3565
454. OSTEOPOROSIS AKIBAT INFLAMASI 3476 S.Budihalim, E. Mudjaddid
Bambang Setiyohadi
47 0.GANGGUAN PSIKOSOMATIK: GAMBARAN
455. PERAN LATIHAN DALAM TERAPI UMUM DAN PATOFISIOLOGINYA 3569
OSTEOPOROSIS 3485 E. Mudjaddid, Hamzah Shatri
Siti Annisa Nuhonni
47 1.KETIDAKSEIMBANGAN VEGETATIF 3574
456, PENYAKIT TULANG METABOLIK NON S. Budihalim, D. Sukatman, E. Mudjaddid
-- -- -.-- -- --- --

OSTEOPOROSIS 3488
Bambanq Setiyohadi
47 2. PSIKOFARMAKA DAN PSIKOSOMATIK 3578
E. Mudjaddid, S. Budi Halim, D. Sukatman
4 57.OSTEOMALASIA 473. PEMAHAMAN DAN PENANGANAN
Nyoman Kertia
PSIKOSOMATIK GANGGUAN ANSIETAS DAN
DEPRESI DI BIDANG ILMLl PENYAKIT DALAM 3581
Nyoman Kertia E. Mudjaddid
- -- .
. - . -.--- ----

459. PENYAKIT JARINGAN IKAT HEREDITER 3510 474. GANGGUAN PSIKOSOMATIK SALURAN CERNA 3585
Faridin HP Arina Widya Murni

47 5. DISPEPSIA FUNGSIONAL
Nyoman Kertia E. Mudjaddid

xlii
476. SINDROM KOLONIRITABEL 3595 493. GANGGUAN PSIKOSOMATIK SALURAN
E. Mudjaddid KEMIH 3660
S. Budi Halirn, D. Sukatman, Hamzah Shatri
477. ASPEK PSIKOSOMATIK HIPERTENSI 3599

-.
S. Budi Halim, D. Sukatrnan, Hamzah Shatri
---
494. ASPEK PSIKOSOSIAL AIDS 3662
Samsuridjal Djauzi, Rudi Putranto,
~ ~ ~ . G A N G G UJANTUNG
A N FUNGSIONAL 3602 E. Mudjaddid
Hamzah Shatri
49 5 . MASALAH PSIKOSOMATIK PASIEN KANKER 3664
479. ASPEK PSIKOSOMATIK PADA GANGGUAN Zubairi Djoerban, Hamzah Shatri
IRAMA JANTUNG 3607
S. Budi Halim, D. Sukatman, Hamzah Shatri

480. SINDROM HIPERVENTILASI 3610


E. Mudjaddid, Rudi Putranto, Hamzah Shatri
BAB 40. GERIATRI DAN GERONTOLOGI

481. ASPEK PSIKOSOMATIK PADA ASMA BRONKIAL 3613 496. PROSES MENUA DAN IMPLIKASI KLIN~KNYA 3669
E. Mudjaddid
- Siti Setiati, Kuntjoro Harimurti,
Arya Govinda R
482. GANGGUAN PSIKOSOMATIK PADA PENYAKIT
REUMATIK DAN SISTEM MUSKULOSKLETAL 3616
~~~.IMUNOSENESENS 3680
D. Sukatman, S. Budi Halim, Rudi Putranto,
Siti Setiati, Aulia Rizka
Hamzah Shatri

48 3. FIBROMIALGIA 3620
498. REGULASI SUHU PADA USIA LANJUT 3686
Siti Setiati, Nina Kemala Sari
E. Mudiaddid

484. NYERI PSIKOGENIK 3623


499. GANGGUAN SENSORIS KHUSUS PADA
USIA LANJUT 3694
Hamzah Shatri, Bambang Setiyohadi
IGP Suka Aryana
48 5. SINDROM LELAH KRONIK 3628
500.~~~1-AGING 3700
Hamzah Shatri, E. Mudjaddid
Siti Setiati, Aulia Rizka
486. MIGREN DAN SAKIT KEPALA 3632
Ahmad H. Asdie, Pernodio Dahlan
5 0 1.PENGKAJIAN PARIPURNA PADA PASIEN
GE RIATRI 3705
487. PSIKOSOMATIK PADA KELAINAN TIROID 3636 Czeresna H Soejono
R. Djokomoeljanto
502. PEDOMAN MEMBER1OBAT PADA PASIEN
488. ASPEK PSIKOSOMATIK PASIEN DIABETES GERINRI SERTA MENGATASI MASALAH
MELITUS 3639 POLIFARMASI 3714
E. Mudjaddid, Rudi Putranto Supartondo, Arya Govinda Roosheroe
- ~ - ~ ~ - -

489. GANGGUAN PSIKOSOMATIK OBESITAS 3643


Hamzah Shatri, Rudi Putranto, Z. Arsyad, Siti Setiati, Noto Dwimartutie
S. Syahbuddin
5 04. KERAPUHAN DAN SINDROM GAGAL PULIH 3725
490. GANGGUAN MAKAN PASIEN PSIKOSOMATIK 3647 Siti Setiati, Aulia Rizka
Hamzah Shatri, Hanum Nasution
5 0 5 . DIZZINESS PADA LANJUT USIA 3731
49 1.GANGGUAN SEKSUAL PSIKOSOMATIK 3651 Probosuseno, hliko Adhi Husni,
R. Sutadi, Rudi Putranto, Hamzah Shatri, Wasilah Rochmah
E. Mudjaddid
506. GANGGUAN KESEIMBANGAN, JATUH, DAN
492. GANGGUAN TIDUR PASIEN PSIKOSOMATIK 3657 FRAKTUR 3743
Hanum Nasution Siti Setiati, Purwita W. Laksmi

xliii
507. IMOBILISASI PADA USIA LANJUT 3758 5 24. SISTEM PELAYANAN PARIPURNA GERIATRI 3879
Siti Setiati, Arya Govinda Roosheroe RA. Tuty Kuswardhani
--

5 08. ULKUS DEKUBITUS 3764 525. GERONTOLOGIDAN GERIATRI:DI INDONESIA 3885


Rose Dinda Martini R. Boedhi Darrnojo
--

509. INKONTINENSIA URIN DAN KANDUNG


KEMIH HIPERAKTIF 3771
Siti Setiati, IDewa Putu Prarnantara BAB 41. KESEHATAN POPULAST KHUSUS
5 10.KONSTIPASI DAN INKONTINENSIA ALVI 3782
Kris Pranarka, Rejeki Andayani R 52 6. KESEHATAN KELUARGA
Barnbang Setiyohadi
5 11.IATROGENESIS
R.A. Tuty Kuswardhani 5 2 7. KESEHATAN REMAJA
Barnbang Setiyohadi
5 12. SINDROM DELIRIUM (ACUTE
CONFUSIONAL STATE) 3795 528. KESEHATAN PEREMPUAN 3929
Czeresna H.Soejono Siti setiati, Purwita W. Laksrni
- -

513. DEMENSIA 3801 5 2 9. DASAR-DASAR PENYAKIT AKIBAT KERJA 3942


Wasilah Rochrnah, Kuntjoro Harirnurti Teguh H. Karjadi, Sarnsuridjal Djauzi
- - -- -- .- -. --

5 14. DEPRESI PADA PASIEN USIA LANJUT 3810 5 3 0. KESEHATAN OLAHRAGA 3945
Czeresna H. Soejono, Probosuseno, Ade Jeanne D.L.Tobing
Nina Kemala Sari
5 3 1.KESEHATAN WISATA
5 15.DEHIDRASI DAN GANGGUAN ELEKTROLIT 3817 Ketut Suastika
R.A. Tuty Kuswardhani, Nina Kernala Sari
- 5 3 2 .OKSIGEN HIPERBARIK 3959
5 16.GANGGUAN TIDUR PADA USIA LANJUT 3823 Suyanto Sidik
Rejeki Andayani Rahayu
5 3 3. KESEHATAN HAJI 3969
5 17.PENYAKIT PARKINSON Ari Fahrial Syarn
Rejeki Andayani Rahayu 5 34. PELAYANAN KESEHATAN MEDIS PADA
5 18. PENATALAKSANAANSTROKE OLEHINTERNIS KEADAAN BENCANA 3973
BERDASARKAN BUKTI MEDIS (EBM) 3847 Murdani Abdullah, Moharnrnad Adi Firrnansyah
H. Hadi Martono 5 3 5. PUASA DAN IMPLIKASI BAG1 KESEHATAN 3982
5 19. HIPERTENSI PADA USIA LANJUT 3855 Murdani Abdullah, Aida Lydia, Trijuli
Suhardjono Edi Tarigan, Muhadi, Noroyono, M. Adi
Firrnansyah
5 2 0. PENATALAKSANAAN INFEKSI PADA USIA
LANJUT SECARA MENYELURUH 3859
Rejeki Andayani Rahayu, Asril Bahar
BAB42. PENYAKIT SISTEMIKPADA KEHAMILAN
5 2 1.KEGAWATDARURATANPADA PASIEN
GERIA-rRI 3867
Lukrnan H. Makrnun
5 3 6. PENGAWASANANTENATAL 3989
Dwiana Ocviyanti
------
5 2 2. ASUHAN PADA KONDISI TERMINAL 3871
Supartondo 5 3 7. FARMAKOTERAPIPADA KEHAMILAN 3997
Nafrialdi
52 3. ELDERLY MISTREATMENTI SALAH
PERLAKUAN TERHADAP ORANG TUA 3874 53 8. HIPERTENSI PADA KEHAMILAN 400s
Supartondo, Nina Kemala Sari Suhardiono
- - -
5 3 9.KEHAM~LANPADA PENYAKIT JANTUNG 4009 5 5 5 .SYOK HIPOVOLEMIK
Sally Aman Nasution, Ryan Ranitya Ika Prasetya Wijaya

540. PENYAKIT GINJAL DAN KEHAMILAN 4018 5 56. PENATALAKSANAAN SYOK SEPTIK 4125
Jose Roesma Khie Chen, Herdiman T. Pohan

5 57. RENJATAN ANAFILAKTIK 4130


Hariono Achmad Iris Rengganis, Heru Sundaru, Nanang
Sukmana, Dina Mahdi
542.TROMBOSITOPENIA PADA WANITA HAMIL 4026
Yenny Dian Andayani 5 5 $. DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN
SINDROM LISIS TUMOR 4135
543. KEHAM~LANPADA LUPUS ER'ITEMATOSUS Zakifman Jack
SISTEMIK 4031
Yuliasih 5 59. KEGAWATANONKOLOGI DAN SINDROM
PARAN EOPLASTIK 4137
544. KEGANASAN PADA KEHAMILAN 4038 Aru W. Sudoyo, Sugiyono Somoastro
Laila Nuranna, Renny Anggia Julianti
560. HEMOPTISIS
Ceva W. Pitoyo

BAB 43. KEGAWATDARURATAN MEDIK 5 6 1.PENATALAKSANAANPERDARAHANVARISES


ESOFAGUS 4147
Hernomo Kusumobroto
545, PENGKAJIAN AWAL KEGAWATDARURATAN
MEDIS 4049 562.TROMBOSIS ARTERIAL TUNGKAI AKUT 4157
Arif Mansjoer Murnizal Dahlan

546. REHIDRASI 4052 563. PENATALAKSANAANUMUM KOMA 4159


Rizka Humardewayanti Asdie, Doni Budiman
Priambodo Witjaksono, Soebagjo Loehoeri
5 64. ASIDOSIS LAKTAT 4164
547.TERAPI OKSIGEN 4061 Pradana Soewondo, Hari Hendarto
Anna Uyainah Z.N.
-

548. BANTUAN HIDUP DASAR 4066


Arif Mansjoer

ACUTE RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME


(ARDS) 4072
Zulkifli Amin, Johanes Purwoto

5 5 0. DUKUNGAN VENTILATOR MEKANIK 4080


Ceva W. Pitoyo, Zulkifli Amin

5 5 1.GAGAL NAPAS AKUT 4089


Zulkifli Amin, Johanes Purwoto

5 52. KEGAGALAN MULTI ORGAN (DISFUNGSI


ORGAN MULTIPEL) 4099
Aryanto Suwondo

SEPSIS
A. Guntur H

5 54. SYOK KARDIOGENIK 4115


Idrus Alwi, Sally Aman Nasution
FILSAFAT ILMU PENYWKIT DALAM
ima-C!I -&I. 2

aktik llmu Penyakit


alum : Rantai Kokoh
ost-Effectiveness 22

is BukH di Bidang
Penyakit Dalam 25

sarkan Masalah

i
PENGEMBANGAN ILMU DAN
PROFESI PENYAKIT DALAM
Samsuridjal Djauzi

PENDAHULUAN ILMU PENYAKIT DALAM

I l m u kedokteran terus berkembang. Salah satu Sebagai salah satu cabang ilmu kedokteran, ilmu penyakit
perkembangan yang terjadi adalah terbentuknya dalam mempunyai nilai dan ciri yang merupakanjati dirinya.
percabangan ilmu kedokteran. Jika ilmu kedokteran Suda7 tentu ilmu penyakit dalam memiliki nilai bersama
semula merupakan seni menyembuhkan penyakit (the art yang merupakan nilai inti ilmu kedokteran yang sarat
of healing) yang dilaksanakan oleh dokter yang mampu dengan nilai-nilai kemanusiaan, bebas dari diskriminasi
melayani pasien yang menderita berbagai penyakit, maka serta melaksanakan praktik kedokteran dengan penuh
kemudian sesuai dengan kebutuhan, ilmu kedokteran rasa tanggung jawab. Nilai tersebut diamalkan dalam
bercabang menjadi cabang bedah dan medis. Percabangan melaksanakan profesi penyakit dalam. Namun karena ilmu
ini sudah terjadi cukup lama yaitu sejak abad kedelapan penyakit dalam mendukung layanan spesialis penyakit
sebelum masehi. Percabangan bedah memungkinkan dalam yang menyediakan layanan spesialis untuk orang
pendalaman ilmu untuk mendukung layanan bedah dewesa secara berkesinambungan, maka salah satu
sedangkan medis melayani ilmu yang mendukung nilai penting yang dijunjung dalam layanan spesialis
layanan non-bedah. Selanjutnya terjadi percabangan penyakit dalam adalah nilai yang mewarnai layanan yang
lagi, medis bercabang menjadi ilmu penyakit dalam dan komprehensif berupa penyuluhan, pencegahan, diagnosis,
ilmu kesehatan anak. Istilah penyakit dalam pertama kali terapi dan rehabilitasi. Layanan yang komprehensif ini
digunakan oleh Paracelsus pada tahun 1528. Percabangan memungkinkan seorang dokter spesialis penyakit dalam
ilmu kedokteran ternyata tidak hanya sampai disitu, untuk: menatalaksana baik penyakit akut maupun penyakit
namun terus terjadi percabangan baru sesuai dengan kronik. Selain itu pendekatan dalam penatalaksanaan
kebutuhan pelayanan di masyarakat. Percabangan ilmu penyakit adalah pendekatan holistik yang berarti
memungkinkan terjadinya pendalaman yang amat memandang pasien secara utuh dari segi fisik, psikologis
bermanfaat untuk pengembangan ilmu dan keterampilan dan sosial. Pendekatan ini memungkinkan dokter untuk
yang pada akhirnya dapat digunakan untuk meningkatkan memandang pasien sebagai manusia dengan berbagai
mutu pelayanan. Namun selain manfaat yang dipetik dari persoalan tidak hanya terbatas pada,persoalan biologik
percabangan ilmu kedokteran, kita juga menghadapi semata. Nilai lain yang dimiliki oleh ilmu penyakit dalam
tantangan bahwa percabangan ilmu dapat memecah ilmu adalah keinginan untuk mengikuti perkembangan
kedokteran menjadi kotak-kotak yang kurang mendukung ilmu Aan kebutuhan masyarakat. Keterampilan kognitif
ilmu kedokteran sebagai kesatuan. Untuk itu, perlu merupakan kemampuanyang penting dalam ilmu penyakit
disadari bahwa percabangan ilmu kedokteran haruslah dalam. Berbagai penemuan baru dalam ilmu kedokteran
mendukung kesatuan ilmu kedokteran sendiri. Selain itu, merupakan masukan yang berharga dalam mengamalkan
juga harus disadari bahwa layanan yang terkotak akan keterampilan kognitif ini. Selain itu, ilmu penyakit dalam
meningkatkan biaya kesehatan dan menjadikan pasien tangcap pada masalah kesehatan baik masalah kesehatan
kurang diperlakukan sebagai manusia yang utuh. individu maupun masyarakat. Meningkatnya populasi
FILSAFAT ILMU PENYAKIT DALAM

usia tua misalnya merupakan contoh yang memerlukan Pemahaman mengenai latar belakang sosial pasien
tanggapan ilmu penyakit dalam. Dalam pelayanan memungkinkan seorang dokter spesialis penyakit dalam
spesialis penyakit dalam diperlukan kemampuan untuk untuk memilih tindakan diagnostik dan terapi yang
mengkoordinasi agar pasien dapat dilayani secara tepat sesuai dengan kemampuan pasien dan keluarga. Dalam
guna dan berhasil guna. Keterampilan ini mengh~ndaki berbagai kesempatan kuliah Prof. Dr. Supartondo, salah
kemampuan memimpin (leadership). Dengan demikian, seorang spesialis penyakit dalam senior di Jakarta,
nilai-nilai yang diamalkan oleh dokter spesialis peiyakit mengungkapkan layanan kesehatan yang diberikan
dalam adalah nilai untuk mendukung layanan yang tanpa mempertimbangkan cost effectiveness merupakan
komprehensif dan berkesinambungan dengan pendekatan layanan yang kurang etis.
holistik, nilai untuk tanggap terhadap persoalan kesehatan
masyarakat serta nilai kepemimpinan dan profesionalisme.
Nilai-nilai ini bukanlah nilai yang baru, namun perlu MASA DEPAN SPESIALIS PENYAKIT DALAM
dimiliki oleh dokter spesialis penyakit dalam agar dapat
melaksanakan perannya sebagai dokter spesialis penyakit Di tingkat global dewasa ini tumbuh kesadaran untuk
dalam yang baik. menggalakkan kembali layanan yang komprehensif dan
pendekatan holistik. Pengalaman Amerika Serikat yang
menghabiskan dana amat banyak dalam memberikan
PROFESI SPESIALIS PENYAKIT D A L A M D I layanan kesehatannya, ternyata menghasilkan indikator
INDONESIA kesehatan masyarakat yang lebih buruk daripada Jepang
dan Swedia, sehingga menyadarkan para pakar kesehatan
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia di sana bahwa layanan terkotak harus dikembalikan pada
(PAPDI) merupakan salah satu perhimpunan profesi layanan komprehensif. Spesialisasi penyakit dalam yang
yang tertua di Indonesia. Perhimpunan ini lahir pada semula dianggap berada pada masa redup sekarang
1 6 Nopember 1957 di Jakarta. Dalam perkembangan menjadi bersinar kembali karena nilai yang dianut oleh
keprofesian, PAPDI berusaha secara aktif untuk spesialis penyakit dalam jika diamalkan dengan baik akan
mengembangkan layanan kesehatan yang dibut~hkan mendukung layanan yang lebih manusiawi, lebih hemat,
oleh masyarakat Indonesia. Sumbangan tersebut dapat dan lebih tepat guna.
berupa pendidikan dokter spesialis penyakit dalam serta Slamet Sujono mengemukakan perlunya reorientasi
pemikiran-pemikiran untuk dapat mewujudkan layanan layanan kesehatan di Indonesia agar Indonesia tidak
kesehatan yang diperlukan oleh masyarakat. DAPDI mengulangi kembali pengalaman Amerika Serikat.
bersama perhimpunan profesi lain berusaha juga untuk
meningkatkan mutu layanan kesehatan di Indcnesia.
Dalam mewujudkan layanan kesehatan yang dapat PERSYARATAN M E N J A D I DOKTER SPESIALIS
meningkatkan taraf kesehatan masyarakat Indonesia, PENYAKIT DALAM
PAPDI menerapkan nilai-nilai yang dianut dan berlaku
dalam pengembangan ilmu penyakit dalam. Ini berarti Indonesia membutuhkan banyak dokter spesialis
PAPDI menerapkan layanan yang bersifat komprehensif penyakit dalam. Dokter spesialis penyakit dalam
dengan pendekatan holistik serta merupakan layanan berperan penting dalam meningkatkan taraf kesehatan
yang berkesinambungan. Adakalanya seorang dokter masyarakat. Mahasiswa kedokteran yang senang
spesialis penyakit dalam melayani pasiennya sejak mengikuti perkembangan ilmu kedokteran, yang
pasien masih berusia muda sampai pasien tersebut menonjol dalam keterampilan kognitif, bersedia menjadi
berusia lanjut, layanan yang lamanya puluhan tahun sahabat pasien, yang mau menyediakan waktu untuk
dan berkesinambungan. Dalam mengamati masalah penyuluhan serta bersedia melakukan layanan yang
kesehatan di Indonesia, PAPDI rnemandang perlunya komprehensif, bersifat holistik dan berkesinambungan,
ditumbuhkan perilaku sehat dalam kehidupan sehari- serta mampu mengkoordinasikan layanan kesehatan
hari, Upaya pencegahan penyakit menular akan lebib untuk pasiennya, merupakan calon spesialis penyakit
murah dan lebih mudah dilaksanakan daripada terapi. dalam yang baik. Bersarna dengan profesi lain, dokter
Karena itu, meski sebagian besar waktu dokter spesialis spesialis penyakit dalam mudah-mudahan akan dapat
penyakit dalam digunakan dalam penatalaksanaan pasien mewujudkan masyarakat Indonesia yang berperilaku
secara individu, namun dokter spesialis penyakit dalam sehat dan mencapai taraf kesehatan yang baik. Untuk itu
perlu menyediakan waktu cukup untuk penyuluhan Indonesia memerlukan banyak dokter spesialis penyakit
penyakit, baik untuk individu maupun masyarakat luas. dalam.
PERKEMBANGAN I L M U D A N PROFESI PENYAKIT DALAM 3

REFERENSI

Abdurrachman N. Jati diri dokter spesialis penyakit dalam


Indonesia. 2000 (tidak dipublikasikan).
Bryan CS. Association of professors of medicine: general internal
medicine as a 21" century specialty:perspective of community-
based chairs of medicine. Am J Med. 1995;99:1-3.
Kucharz JE. Internal medicine: yesterday, today, and tomorrow
Part I. origin and development: the lustorical perspective. E u
J Intern Med. 2003;14:205-8.
Lindgren S, Kjellstrom. Future development of general internal
medicine: a Swedish perspective. Eur J Intern Med.
2001;12:464-9.
Myerburg RJ. Departments on medical specialties: a solution for
the divergent mission of internal medicine? N Engl J Med.
1994;330:1453-6.
SGIM task force. The future of general internal medicine. J Gen
Intern Med. 2004;19(1):69-77.
Suyono S. Pidato wisuda guru besar: Quo vadis penyakit dalam
suatu renungan di awal abad ke 21.2003.
PERKEMBANGAN ILMU PENYAKIT DALAM
SEBAGAI SUATU DISIPLIN ILMU
Nllrhay Abdurrahman

PENDAHULUAN fisiologi manusia adalah ilmu yang memelajari fungsi


organ-organ manusia. Kedua macam ilmu itu mempunyai
llmu adalah kumpulan pengetahuan, namun tidak objek materi yang sama, akan tetapi berbeda dalam objek
semua kumpulan pengetahuan adalah ilmu. Kumpulan formanya. Jadi sebuah disiplin ilmu harus memiliki objek
pengetahuan untuk dapat dinarnakan ilmu dengan disiplin forma dan objek materi sehingga dapat dipelajari dengan
tersendiri harus memenuhi syarat atau kriteria tertentu. seksama.
Syarat yang dimaksud adalah harus adanya objek rhateri Objek materi bersama dengan objek forma menjadi
dan objek forma dari kumpulan pengetahuan itu yang bagian mutlak dari keberadaan atau dikenal sebagai "raison
tersusun secara sistematis. d'etre" dari suatu ilmu pengetahuan. Dapatjuga dikatakan
Objek materi adalah sesuatu ha1 yang dijadikan dalam bahasa yang lebih sederhana: bahwa sesuatu yang
sasaran pemikiran, yaitu sesuatu yang dipelajari, dianalisis secara ontologis dapat diakui keberadaannya karena
dan diselidiki menurut metode yang berlaku dan disepakati dikenal eksistensinya secara substantif atas pengetahuan
dalam keilmuan, sehingga dapat tersusun secara sistematis dan pengalaman; bersamaan dengan esensinya sebagai
dengan arah dan tujuan tertentu secara khusus memenuhi ciri-ciri yang bersifat unik (unique) dan universal yang
persyaratan epistemiologi. dapat disebut sebagai jati diri disiplin keilmuannya. Jadi
Objek materi mencakup segala sesuatu baik hal-ha1 dapat dipahami bahwa secara fenomonologis keberadaan
yang kongkrit (misalnya manusia, hewan, tanaman atau ilmu pengetahuan seperti uraian di atas adalah suatu
benda-benda lain di alam raya sekitar kita), ataupun hal- kenyataan.
ha1 yang abstrak (misalnya: ide-ide, nilai-nilai, atau ha1 Dari segi keilmuan, ilmu penyakit dalam mempunyai
kerohanian atau fenomena-fenomena yang substantif dasar metodologi yang khusus, dengan paradigma yang
lainnya). bersifat holistik, integratif, dan komprehensif, sedemikian
Objek forma dibentuk oleh cara dan sudut pandang rupa mampu untuk menjamin dalam memberikan
atau peninjauan yang dilakukan oleh seseorang yang penyelesaian yang lebih tuntas mengenai pelayanan medis
memelajari atau peneliti terhadap objek rnateri dengan pada kasus pasien dewasa seutuhnya.
prinsip-prinsip ilmiah yang digunakan untuk mendapatkan Pada kenyataannya semua sistem organ tubuh
esensi dari penelitiannya, secara sistematis seh~ngga (menjadi objek ilmu penyakit dalam), karena fungsinya
mendekati hakikat sesuatu kebenaran mengenai objek terkait, saling berpengaruh satu sama lain, dan pandangan
materinya. ini adalah tumpuan pokok profesi ilmu penyakit dalam
Objek forma dari sesuatu ilmu, tidak hanya memberi untuk memberikan pelayanan medis yang optimal pada
keutuhan tertentu yang substantif dan sistematis pasien dewasa.
(body of knowledge), tetapi pada saat yang sama juga Profesi dalam pelayanan ilmu penyakit dalam bermula
membedakannya dari berbagai ilmu dalam bidang-bidang dari pelayanan klinis yang paling sederhana secara
lain. Sebagai contoh: anatomi rnanusia adalah ~ l m byang holistik, lambat laun pelayanan medis klinis tersebut
memelajari struktur organ-organ manusia, sedangkan berkembang secara intregratif dengan tetap berdasar pada
PERKEMBANGAN ILMU PENYAKIT DALAM SEBAGAl SUATU DISIPUN ILMU 5

keterkaitannya secara holistik dalam penanggulangan menggambarkan bahwa IPD adalah induk atau pokok
pasien dewasa. batang (science tree) dari semua cabang subspesialisasinya
Adapun pengelolaan tiap sistem organ, masing- yang mencakup: pulmonologi, kardiologi, endokrinologi,
masing menjadi pendukung pada pelayanan yang holistik hematologi, nefrologi, alergi-imunologi, reumatologi,
yang harus dikuasai oleh seorang ahli ilmu penyakit hepato-gastroenterologi, ilmu penyakit tropik, geriatri,
dalam, agar pelayanan medisnya tetap komprehensif dan ilmu psikosomatik. Pada dasarnya setiap cabang
dan optimal. subspesialisasi tersebut lahir dari pelayanan internistis,
sehirgga wajar seorang internis tidak dapat melepaskan
salah satu cabang dari keilmuannya secara integral.
INTERNAL MEDICINE Di samping kemampuan seperti tersebut di atas IPD
merupakan perpaduan yang harmonis antara science
lnternal Medicine is a scientific discipline encompassing the and ort dalam bidang kedokteran, sehingga senantiasa
study of diagnosis and treatment of non-surgical diseases of berrranfaat bagi kesejahteraan manusia seutuhnya.
adolescent and adult patients. Intrinsic to the discipline are Kedudukan manusia dalam ikatan dengan ilmu
the tenets of profesionalism and humanistic values. pengetahuan adalah sebagai subjek, yaitu manusia
Mastery of internal medicine requires n o t o n l y dengan segenap akal-budi dan nalurinya menjadi
comprehensive knowledge of the pathophysiology, pengolah atau peneliti dalam bidang ilmu pengetahuan,
epidemiology, and natural history of disease processes but sedaqgkan objek ilmu pengetahuan harus tetap terbuka,
also acquisition of skills in medical interviewing, physical baik objek materi maupun objek formanya, sehingga
examination, humanistic relation w i t h patients a n d ilmu pengetahuan tetap berkembang secara wajar dan
procedural competency (William N Kelly andJoel D.Howel1. diolah secara sistematis dan metodologis dalam mencapai
in Kelly's Text Book of lnternal Medicine). sasarannya yang bermanfaat bagi kemanusiaan.
The core paradigm of lnternal Medicine are the Sewajarnya bagi suatu ilmu pengetahuan selalu
presenting symptoms and signs then proceeds in a logical menuntut perkembangan yang berkesinambungan dan
fashion usingpathophysiology as the basis for the developing pendalaman ilmunya serta teknologinya yang terkait yang
symptoms and signs complex holistically, supported by menghasilkan diversifikasi ilmu pengetahuan tersebut
apropriate competencies of diagnostic and therapeutical secara wajar. Akan tetapi dalam perkembangannya
procedures into a known disease entity, which, after all as senantiasa harus tetap dicegah terjadinya fragmentasi dari
way of clinical thinking is the very basis of lnternal Medicine. IPD tersebut, agar misi keilmuannya tidak hilang-lenyap.
(Harrison's: Principles of lnternal Medicine). Hal i-i sangat penting bagi ilmu kedokteran, khususnya
Ilmu penyakit dalam (IPD) keberadaannya sebagai IPD karena berkenaan dengan kemaslahatan manusia
disiplin ilmu yang unik memelajari ilmu kedokteran secara keseluruhan.
dengan sudut pandang klinis (clinical thinking) dan Selain itu, ahli IPD tetap diperlukan untuk kelangsungan
holistik yang bersifat humanistis sebagai objek forma, pendidikan dokter umum ( S l ) , sedang pendidikan ilmu
sedangkan objek materinya adalah manusia dewasa secara penyakit dalam ( S p l ) tetap memerlukan ahli-ahli ilmu
utuh dengan keterkaitan seluruh sistem organ tubuh penyakit dalam yang telah memperdalam keahliannya
yang mengalami gangguan. Atas dasar pandangan ini secara khusus dalam bidang subspesialisasi dari ilmu
dapatlah dikatakan bahwa keunikan atas dasar klinis dan penyakit dalam (Sp2).
humanistis merupakan karakteristik IPD. Ilmu penyakit Kejelasan tentang objek forma dan objek materi dari
dalam mempunyai sasaran sebagai objek materi yaitu kumpulan pengetahuan mengenai penyakit dalam (internal
"si pasien dewasa" dan bertujuan untuk penyembuhan diseases) sebagaimana uraian di atas, membuktikan suatu
yang optimal penyakit secara utuh. Hal ini menjadi salah kenyataan bahwa eksistensi ilmu penyakit dalam adalah
satu dasar profesionalisme bagi para penyandang ahli suatu disiplin ilmu yang memenuhi kriteria keberadaan
penyakit dalam sebagai misi IPD, terhadap pasien dewasa ilmu pengetahuan itu dengan objek materi dan objek
seutuhnya. formanya tersendiri. Selain ha1 tersebut ini, baik secara
Yang dibutuhkan dari seseorang yang profesional empiris maupun teoritis telah memperkuat pandangan
dalam bidang pekerjaannya adalah pertama-tama bahwa IPD telah benar-benar senantiasa membuktikan
kemampuan (kompetensi) untuk melihat masalah secara kem~nfaatannyabagi kemaslahatan manusia atas dasar
utuh, kemudian dapat merinci masalahnya secara terkait misi dan visi yang harus dipelihara pengernbangannya.
untuk dapat diatasi secara optimal. Dari tinjauan ini [PD, Dalam memelihara keberadaan serta integritas dan
nyata atas dasar jati dirinya telah memenuhi kriteria pengembangandisiplin ilmu penyakit dalam ([PD)terutama
keilmuannya dalam bidang kedokteran. visi dan misi harus dijaga dan dipelihara keutuhannya.
Sejarah i l m u kedokteran klinik, sejak awal Semua subspesialitas dari IPD menjadi komponen atau
6 FILSAFAT ILMU PENYAKIT DALAM

unsur cabang ilmu penyakit dalam, yang satu sama lain


terkait dan tidak dapat dipisahkan baik dalam disipl~n
keilmuan, pendidikan maupun dalam praktik pelayanan
medis/klinis pada orang dewasa dengan penekanan
pada pandangan holistik dan sikap humanistis (termasuk
medical ethics) yang juga menjadi esensi dari IPD.
Untuk ha1 ini dapat diambil contoh dari ketentuaq dan
Iangka h American Board of Internal Medicine yang berlaku
hingga kini di Amerika. Demikianlahjati diri dari IPD yang
senantiasa harus dipertahankan keutuhannya dengan misi
dan visi seperti uraian di atas.
Menjadi tanggung jawab dan tantangan di masa
datang bagi para ahli ilmu penyakit dalam untuk
memertahankan integritas ilmu penyakit dalam se3agai
suatu disiplin Ilmu yang utuh untuk selamanya.
Para ahli ilmu penyakit dalam harus tetap berusaha
mengembangkan secara wajar ilmu kedokteran dengan
bertitik tolak pada science tree ilmu kedokteran dengan
percabangannya dari ilmu kedokteran, yaitu bahwa semua
kemajuan setiap subspesialitasnya dari ilmu penyakit dalam
adalah continuum dari llmu Penyakit Dalam, dengan kata
lain adalah kelanjutan dari perkembangan ilmu pepyakit
dalam. Dari perkembangan ini dapat dipahami bahwa
pendidikan kelanjutan dari IPD adalah tingkat konsulen
dari salah satu subspesialitas ~ l m upenyakit dalam 1:Sp2),
yang dalam pelayanan atau profesinya di bidang medis
tetap memelihara integritas ilmu penyakit dalam.
MASA DEPAN ILMU PENYAKIT DALAM DAN
SPESIALIS PENYAKIT DALAM
Wiguno Prodjosudjadi

Perkembangan ilmu penyakit dalam tidak terlepas d i t u j ~ k a nuntuk rneningkatkan dan memperbaiki
dari pengaruh perubahan yang terjadi di berbagai negara pelayanan. Keadaan ini sejalan dengan pesan Francis
maju. Seperempat akhir abad ke-20, kesemrawutan Peabody bahwa "The secret of the care of the patient is in
dan disfungsi pelayanan kedokteran yang terjadi di caring for the patient". Dengan rnemperbaiki pelayanan
Amerika berdampak menurunnya keinginan mengikuti akan dapat mengarahkan perkembangan ilrnu penyakit
pendidikan ilmu penyakit dalam. Pada periode yang sama dalarn dan menuntun upaya terbaik untuk kepentingan
perkembangan spesialisasi pendukung misalnya anestesi, pasien dan rnasyarakat.
radiologi dan patologi serta kecenderungan pendidikan Pendidikan spesialisasi ilmu penyakit dalam, sub-
sub-spesialisasi semakin meningkat. Perkembangan spesialisasi, tantangan kedokteran yang berkelanjutan
tersebut akan berpengaruh pada pelayanan, pendidikan dan ~elayananpasien berpengaruh pada perkernbangan
dan penelitian ilmu penyakit dalam. ilmu penyakit dalam dan spesialis penyakit dalarn. Kualitas
Disfungsi pelayanan dapat dilihat sebagai tantangan pelayanan spesialis penyakit dalam juga mencerminkan
dan pemacu untuk mengadakan inovasi ilrnu penyakit tingkat perkembangan ilmu penyakit dalam.
dalam. Diskusi masa depan ilmu penyakit dalam
mempunyai rentang waktu yang relatif pendek hanya Pendidikan Spesialisasi Penyakit Dalam
dalam beberapa tahun. Perubahan jangka panjang yang Pend dikan spesialisasi penyakit dalam menghasilkan
terkait dengan demografi, teknologi dan lingkungan dokter spesialis penyakit dalarn atau internis yang
sosial ikut menentukan perkembangan dan pelayanan rnempunyai kemampuan dalam pemeliharaan kesehatan
kedokteran. orang dewasa (doctors for adults). Membedakan internis
Berbagai ha1 yang terkait dengan masa depan ilmu dengan spesialis lain dapat dilihat dari nilai inti (core
penyakit dalam mulai dipertanyakan. Praktisi ilmu penyakit value) yang dikuasainya. Nilai inti terdiri atas kompetensi
dalarn sepakat untuk memberikan pelayanan dengan untuk mendapatkan dan membagi pengetahuan
kualitas tinggi dalam hubungannya dengan pasien. (acquiring and sharing knowledge), serta kepernimpinan
Masalah yang membuat ketidakpuasan dokter dan pasien dan profesionalisrne. Nilai inti merupakan kekuatan dari
merupakan beban yang tidak pernah ada akhirnya. ilmu penyakit dalam yang diuraikan dalam berbagai
kompetensi.
Perubahan waktu rawat inap, peningkatan pelayanan
MASA DEPAN ILMU PENYAKIT DALAM unit intensif, pelayanan diagnostik di luar rumah sakit
dan pergeseran populasi pasien akan memengaruhi
Di Arnerika, Society of General Internal Medicine (SIGM) pend~dikanspesialisasi ilmu penyakit dalarn. Keterlibatan
bertanggung jawab memperbaiki pelayanan, pendidikan residen penyakit dalam pada kegiatan diagnostik dan
dan penelitian ilmu penyakit dalam. Perbaikan pelayanan pengobatan akan berkurang dengan pemendekan
dilakukan dengan mempertegas ranah dan mengubah waktu rawat inap akibat pembatasan pihak asuransi atau
paradigma ilmu penyakit dalam. Perubahan paradigma pihak ketiga sebagai pembayar. Keadaan ini juga dapat
8 FILSAFAT I L M U PENYAKIT DALAM

Tabel 1. Nilai-nilai Utama Dalam Ilmu Penyakit Palam Umum


Nilai-nilai utama Nilai Utama Terkait dab Kompetensi
Keahlian tinggi dalam
merawat pasien dewasa*
Mencari don membagi Menyediakan perawatah longitudinal, komprehensif don Mempraktekkan kedokteran
pengetahuan berpusat pada pasien ; (pengetahuan) berbasis bukti
Mengobati penyakit kodpleks don kronik Tantangan intelektual

i.
Melakukan koordinasi p rawatan dalam system kesehatan Manajemen informasi
Berkomitmen terhadap x i 1 yang berkualitas Edukasi
Berkomitmen untuk me1 kukan perawatan preventif Komitmen terhadap pembelajaran
Keahlian tinggi dalam k , okteran geriatri sepanjang hidup
Praktek pencegahan pknyakit yang berbasis bukti dan Memberikan edukasi kepada
melakukan promosi ke' ohatan pasien, kaum professional lain
T-
Menggunakan keahlian ~omun~kasl
. .
yang baik dun anak magang (trainee).
Membina hubungan doFter-pasien yang bersifat personal Kemampuan adaptasi
dan berkelanjutan i Pengetahuan baru, penyakit baru,
Kepekaan dan kompetebsi budaya pengobatan, teknologi, teknologi
Pengetahuan yang luas ban dalam informasi, keragaman budaya
dun komunikasi
Kepemimpinan Memahami konteks
Komitmen terhadap kbalitas, perbaikan kualitas dan
kebaikan untuk masyardkat
Profesionalisme Altruisme Tugas dan layanan
I
Akuntabilitas Kemuliaan dan Integritas
Aksesbilitas I Menghargai orang lain
Kornitmen terhadap kesLmpurnaan Kesetaraan
*Huruf yang dicetak miring menandakan nilai utama dan kompetensi yang secara khusus membedakan ilmu penyakit dalam umum

menghalangi kesempatan peserta didik untuk mengenal dapat dicapai sebagai tambahan untuk kepentingan
pasien, kebiasaan dan keluarganya dengan lebih baik. pelayanan. Latihan pengelolaan praktik dan kepemimpinan
Pergeseran populasi pasien usia lapjut menlgubah kurang didapat selama pendidikan sehingga keterampilan
sarana pendidikan. Residen penyakit dalam akan lebih berkembang tidak sesuai harapan. Pelayanan berorientasi
sering mengelola kasus geriatri disertai penyakit kronis, komunitas (community-oriented) dan berdasar rumah
melibatkan multi organ dan kondisi kecacatan. Pengetahuan sakit (hospital-based) juga berpengaruh pada pendidikan
patofisiologi dan perubahan siklus kehidupan dswasa spesialisasi ilmu penyakit dalam. Keberhasilan pendidikan
harus dikuasai di samping keterampilan pengelolaan spesialisasi ilmu penyakit dalam bergantung pada
pasien. Penyebaran human immunodeficiency viru: (HIV) penguasaan keterampilan rawatjalan. Untuk mendapatkan
yang mulai marak juga berpengaruh pada komposisi pengalaman yang nyata dan luas diperlukan latihan di
pasien sebagai sarana pendidikan. Pengetahuan infeksi berbagai rumah sakit. Perawatan di rumah sakit akan
HIV serta keterampilan diagnostik dan pengobatan memberikan kesempatan residen penyakit dalam terpajan
merupakan kompetensi yang diperlukan. dengan kemajuan teknologi, sumber pengelolaan dan
Ilmu penyakit dalam yang luas dan mendalam pengalaman konsultasi medik.
dibutuhkan bagi internis umum yang akan melakukan
pelayanan primer. Keterampilan dasar sub-spesialis ilmu Sub-spesialisasi Penyakit Dalam
penyakit dalam dan keterampilan umum lainnya perlu Persepsi dan sikap masyarakat serta pandangan profesi ikut
juga untuk dikuasai. Internis umum diharapkan dapat menentukan perkembangan ilmu pengetahuan. Keahlian
memberikan pelayanan bernilai tinggi, menyeluruh, satu area bidang kedokteran secara mendalam, misalnya
jangka panjang dan mengkoordinasi pengobatar yang hematologi atau onkologi-medik mendapat perhatian
kompleks. Keterampilan melakukan pelayanan rawatjalan dan pengakuan lebih dibanding keahlian yang bersifat
dan rawat inap kedua-duanya harus dikuasai selama dalam umum. Keadaan ini dapat merupakan pemicu muncul dan
pendidikan. berkembangnya pendidikan sub-spesialiasi ilmu penyakit
Pencapaian ilmu penyakit dalam secara luhs dan dalam. Sub-spesialisasi ilmu penyakit dalam Indonesia
mendalam sulit dilaksanakan apalagi bersifat penguasaan mulai berkembang tahun 1970-an, diawali pendidikan
(mastery) Penguasaan satu bidang ilmu dengan mendalam hematologi pada 1963. Kurikulum sub-spesialisasi ilmu
M A S A DEPAN I L M U PENYAKIT D A L A M D A N SPESIAUS PENYAKIT D A L A M 9

penyakit dalam disusun oleh PAPDI (Perhimpunan Dokter Tantangan Berkelanjutan


Spesialis Penyakit Dalam Indonesia) pada tahun 2002 dan Pengobatan pasien keadaan terminal, penghentian
direvisi 2005. Sub-spesialisasi di lingkungan Kolegium resusitasi, transplantasi organ, terapi gen, penelitian
I.lmu Penyakit Dalam (KIPD) meliputi alergi-imunologi, sel punca (stem cells), perkembangan human genome
gastro-enterologi, geriatri, ginjal-hipertensi, hepatologi, dan teknologi cloning rnasih rnerupakan rnasalah yang
hematologi-onkologi rnedik, kardiovaskular, rnetabolik- belum terselesaikan. Masalah tersebut akan merupakan
endokrin, psikosornatik, pulmunologi, rematologi dan tantangan berkelanjutan dan akan berpengaruh terhadap
tropik-infeksi. perkembangan ilmu penyakit dalam.
Munculnya spesialisasi dan sub-spesialisasi didorong Internis umum memiliki kisaran pelayanan yang luas
oleh perkembangan ilrnu atau dari berbagai penernuan pada populasi dewasa dan beberapa isu belum dapat
dan penelitian biomedik. Pandangan praktik klinik yang dipraktikkan. Pelayanan menggunakan teknologi canggih
menggantungkan pada keahlian sub-spesialistikjuga akan dapat rnemperluas kisaran pelayanan dan rnernunculkan
berpengaruh. Kapasitas internis umum dalam pengelolaan masalah baru, misalnya etika.
penyakit serius dan kornpleks yang berkurang akibat Keahlian rnenghadapi masalah kesehatan dan sosial,
pengetahuan dasar klinik yang semakin berkernbang,juga misalnya penyalahgunaan obat, kesehatan kerja dan
berpengaruh pada perkernbangan sub-spesialisasi. lingkungan kesehatan, dan penyebaran HIV dibutuhkan
Sub-spesialisasi ilmu penyakit dalam rnenyebabkan oleh internis umum. Kerjasama dengan berbagai sumber
kecenderungan fragmentasi pelayanan dan difusi kornunitas diperlukan untuk meyakinkan bahwa pasien
tanggung jawab pasien. Penggunaan alat dan teknologi akan mendapat pelayanan dan dimonitor dengan baik.
canggih pada diagnosis dan pengobatan rnembuat
pelayanan rnahal, sulit terjangkau bagi yang kurang Pelayanan Penyakit Dalam
beruntung, mernbosankan dan kurang manusiawi. Pelayanan internis urnum dapat rnecerminkan tingkat
Ketergantungan kemajuan teknologi akan rnendorong perkernbangan ilrnu penyakit dalarn dan spesialis penyakit
terjadinya rujukan tambahan ke sub-spesialis lain sehingga dalarn. Faktor yang terkait dengan surnber daya, kompetisi
biaya semakin rnelonjak. Hubungan dokter pasien menjadi dalarn pelayanan, pembiayaan dan pernbayaran kernbali
renggang dan keterampilan anamnesis, pemeriksaan fisik pelayanan serta pengaturan praktik akan berpengaruh
dan pernikiran analitis secara bertahap makin terasa tidak pada kualitas pelayanan.
akurat, tidak efisien dan rnenyita banyak waktu.
Kebutuhan pelayanan bergeser ke populasi usia lanjut Sumber Daya Pelayanan
dengan penyakit kronik, yang melibatkan multi organ Sumber daya atau tenaga berhubungan erat dengan
atau kombinasi berbagai penyakit. Untuk rnelakukan jurnlah waktu yang dirnanfaatkan pada pelayanan. Spesialis
pendekatan menyeluruh, dibutuhkan pengetahuan dan penyakit dalam perempuan cenderung menggunakan
keterampilan yang luas dan rnendalam, tidak terbatas waktu yang terbatas untuk praktik dan merawat pasien.
pada sub-spesialisasi tertentu. Internis umum telah Keadaan ini berakibat keterlaksanaan dan kualitas
dididik dan dilatih keterampilan dasar sub-spesialisasi dan pelayanan menjadi berkurang terutama pada. daerah
terbiasa menghadapi pasien dengan masalah kompleks. dengan keterbatasan tenaga. Data Kolegiurn Ilrnu
Pelayanan internis sub-spesialis faktanya belum terbukti Penyakit Dalam (KTPD) menunjukkan bahwa peserta
secara meyakinkan selalu rnenghasilkan luaran lebih baik Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) perempuan
dibanding pelayanan internis umum. dari tahun ke tahun sernakin meningkat jurnlahnya.
Peran dan tanggung jawab internis umurn pada Dengan dernikian prediksi ketersediaan spesialis penyakit
pelayanan dipertanyakan di era perkembangan sub- dalarn perernpuan akan sernakin bertarnbah. Mengingat
spesialis. Internis umum diharapkan berperan sebagai kebutuhan pelayanan spesialis penyakit dalarn masih akan
pengelola surnber daya yang terbiasa dengan epidemiologi terus berlanjut dan distribusi yang belurn merata masalah
klinik dan membuat keputusan serta evaluasi dan ketenagaaan ini perlu menjadi pertimbangan.
pengelolaan yang bijaksana. Sebagai pengelola informasi
klinik, internis diharapkan dapat memanfaatkan data Kompetisi Pelayanan
elektronik dan berkornunikasi dengan teknik modern. Internis umum yang rnelakukan pelayanan primer akan
Di sisi lain, internis sub-spesialis diperlukan untuk berkornpetisi dengan sesama internis dan dokter keluarga
memberikan nasehat formal dan informal, konsultasi medik yang saat ini belurn banyak tersedia. Internis umurn yang
dan menerima pelirnpahan tanggung jawab perawatan rnelakukan pelayanan di perkotaan akan berkompetensi
atau pelayanan. Selain sebagai praktisi klinis, internis sub- dengan internis sub-spesialis. Jurnlah internis sub-
spesialis diharapkan berperan sebagai ilrnuwan kedokteran spesialis tidak lebih dari 25% seluruh internis umum
dasar dan peneliti untuk rnengembangkan ilmu. dan sebagian melakukan praktik penyakit dalam urnum.
FILSAFAT ILMU PENYAKIT DALAM

Kompetisi tersebut dapat mendorong internis umum wajib diperbaharui kembali setiap 5 tahun sekali oleh KKI.
untuk mempersempit keahliannya dengan menyediakan Pendidikan sub-spesialisasi ilmu penyakit dalam belum
pelayanan khusus dan terbatas. Kenyataan menunj~kkan disahkan secara institusional. Konsil Kedokteran Indonesia
sebagian besar masyarakat masih m e m b u t ~ h k a n belum memberikan STR sesuai kualifikasi internis sub-
pelayanan internis umum. Pengembangan internis sub- spesialis. Keadaan ini menguntungkan bagi internis sub-
spesialis masa depan perlu diatur dan disesuaikan dengan spesialis karena dapat melakukan praktik penyakit dalam
kebutuhan pelayanan agar tidak terjadi tumpang tindih umum dan sebaliknya dirasakan meningkatkan kompetisi
tanggung jawab dengan internis umum. pelayanan internis umum.

Pembiayaan dun Pembayaran Kembali


Pembiayaan dan pembayaran kembali akan terkait dengan MASA DEPAN SPESIALIS PENYAKIT DALAM
masalah pada pelayanan spesialis penyakit dalam. Mavaged
care mengontrol pembiayaan dengan menggunakan Perkembangan ilmu penyakit dalam dan perubahan
manajer kasus (case manager) yang dapat menilai dengan pendidikan spesialisasi berpengaruh pada spesialis
tepat kebutuhan dan akses pelayanan rumah sakit. Dsngan penyakit dalam. Pendidikan spesialisasi penyakit dalam
keterampilan diagnostik dan konsultan, internis umum diarahkan untuk mengikuti perkembangan ilmu penyakit
cocok bertindak sebagai manajer kasus. dalam. Pergeseran lingkungan kedokteran akan mengubah
Pembayaran kembali pelayanan menggunakan alat komposisi pasien sebagai sarana pendidikan sehingga
akan mendapat penghargaan lebih, dibanding pelajtanan memengaruhi mutu lulusannya. Pelayanan internis umum
non-prosedural seperti yang dilakukan internis umum. harus disesuaikan dengan harapan masyarakat, baikjenis
Pelayanan internis sub-spesialis pada umumnya dengan maupun kualitasnya.
menggunakan alat sehingga mendapat penghargaan Internis umum yang melakukan pelayanan primer
lebih tinggi. Keadaan ini sesuai dengan survei yang perlu mendapat apresiasi karena mempunyai kemampuan
dilakukan pada 100 internis umum dan 89% meny~takan menganalisis dan mengatasi masalah sulit dan komplek
berminat melanjutkan pendidikan sub-spesialisasi. yang melibatkan berbagai organ. Kebutuhan pelayanan
Pembayaran kembali pelayanan prosedural yang penyakit dalam meningkat dan bergeser kejangka panjang
lebih tinggi menimbulkan keinginan internis umum dan rawatjalan. Pelayanan akan didominasi penyakit kronik
untuk menguasai keterampilan tindakan sub-spesialistik termasukjantung, diabetes, artritis, paru, gangguan neuro-
tertentu. Hal ini mengakibatkan kecenderungan untuk degeneratif dan pengobatan farmakologik. Kompetensi
mempersempit kisaran pelayanan penyakit dalam. Jntuk pengelolaan geriatri menjadi relevan dan penting dikuasai
mencukupi pelayanan pada sebagian besar masyarakat untuk memenuhi sebagian besar kebutuhan pelayanan.
masih dibutuhkan internis umum. Perlu dipikirkan bahwa Pengelolaan pasien telah bergeser ke pelayanan yang
pembayaran kembali dapat diberikan lebih tinggi kepada dapat memonitor perkembangan dan meningkatkan luaran
internis yang bersedia melakukan pelayanan peiyakit (outcomes). Pelayanan internis umum ditujukan untuk
dalam umum. meningkatkan pencapaian luaran, selain kontribusinya
Perlindungan kesehatan yang dilakukan oleh .IPKM, pada kesehatan masyarakat. Pelayanan diharapkan dapat
ASKES dan ASTEK menggunakan managed care walaupun menyeluruhdan efisien dengan luaran yang dapat dimonitor
masih dalam jumlah kecil. Sebagai payung jaminan secara rutin dan teratur. Keterampilan komunikasi harus
kesehatan masyarakat diperlukan pengembangan Sistem dikuasai internis umum selain penguasaan ilmu penyakit
Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang sampai sekarang dalam yang luas dan mendalam. Pada pengelolaan
masih bermasalah. pasien dengan penyakit yang kompleks, kemampuan
berkomunikasi dengan internis sub-spesialis atau spesialis
Pengaturan Praktik lain diperlukan. Keterampilan mengintegrasikan berbagai
Pengaturan praktik dilakukan oleh Konsil Kedokteran rekomendasi ke dalam rencana pelayanan dan kemampuan
Indonesia (KKI) untukdapat memberikan kepastian hukum berperan sebagai barometer kualitas (qualityaccountable
bagi pasien dan dokter. Surat Tanda Registrasi (STR) harus physician) perlu pula dikuasai.
dimiliki setiap dokter yang melakukan praktik kedokteran. Internis umum diharapkan mempunyai sifat seperti
Surat Tanda Registrasi mengatur kewenangan sesuai internis sub-spesialis yang berkeinginan mengelola
kompetensi yang dimiliki seperti tercantum pada Sertifikat pasien dengan masalah sulit dan praktik berdasar ilmiah.
Kompetensi (SK). Keahlian pengelolaan pasien baik di praktik maupun
Spesialis penyakit dalam dapat melakukan praktik rumah sakit harus sama efektifnya dikuasai termasuk
sesuai dengan kompetensi internis umum. Resertifikasi keadaan emergensi, kronik dan tahap pemulihan. Internis
kompetensi penyakit dalam dilakukan KIPD dan STR umum perlu menguasai keterampilan konsultasi medik
MASA DEPAN I L M U PENYAKIT DALAM DAN SPESIAUS P E N Y A W DALAM 11

dan merujuk untuk meningkatkan kualitas pelayanan. internis umum karena diagnosis dan pengobatan menjadi 41

Sistem rujukan antara internis umum dan internis sub- kurany invasif.
spesialis dapat terjadi secara timbal balik. Internis umum
dapat diminta mengelola pasien dengan masalah yang Pendidikan Spesialisasi
melibatkan berbagai organ atau konsultan pasien dengan Pendidikan spesialisasi ilmu penyakit dalam bertujuan
diagnosis yang belum jelas. memproduksi internis umum yang berpotensi majemuk
dan siap melakukan pelayanan dimanapun. Kemampuan
internis umum merupakan gabungan pengetahuan dasar
IMPLIKASI PERKEMBANGAN ILMU PENYAKIT kedokteran dan aspek humanisme disamping keterampilan
DALAM pengelolaan pasien. Pengetahuan dasar seperti biologi,
epidemiologi, farmakologi klinik dan teknologi kedokteran
Perkembangan ilmu penyakit dalam berpengaruh pada harus selalu diperbaharui karena perkembangannya begitu
pelayanan, pendidikan dan penelitian ilmu penyakit dalam. cepat.
Standar pendidikan dan kompetensi harus secara
Pengaruh pada Pelayanan konsisten dan sistematik dievaluasi. Program residensi
Pelayanan di negara maju telah bergeser dari autonomi perlu diperbaharui dan disusun kembali agar dimungkinkan
menjadi pelayanan dalam tim. Di kota besar dan perawatan pencepaian penguasaan ilmu pengetahuan yang luas dan
rumah sakit pada pasien dengan penyakit sulit dan mendalam. Keterampilan tambahan misalnya informasi,
kompleks dibutuhkan pelayanan tim. Keadaan ini didorong tata kelola dan kepemimpinan t i m juga diperlukan.
oleh harapan pasien terhadap pelayanan sub-spesialistik Dalam melakukan inovasi perlu dipertimbangkan
dan tersedianya tenaga sub-spesialis dan spesialis lain. trans si epidemiologi, munculnya emerging dan re-
Pendapat yang menyatakan bahwa internis umum dapat emerging diseases serta terjadinya peru ba han ling kungan
melakukan pelayanan semua pasien tanpa atau sedikit kedokteran.
sekali merujuk agaknya mulai bergeser. Pelayanan sulit Latihan keterampilan pelayanan jangka panjang
dilakukan dengan sempurna pada semua pasien karena dan rawat jalan harus diutamakan dalam rancangan
spektrum penyakit yang semakin luas. Untuk mendapatkan pengajaran. Rancangan pengajaran harus memerlihatkan
pelayanan terbaik diperlukan kerjasama antara internis kompetensi diagnostik dan pengobatan yang berkembang
umum, internis sub-spesialis dan spesialis lain. secara dramatis dan perubahan organisasi dan pelayanan
Kebutuhan pelayanan sebagian besar masyarakat kesehatan yang harus dikuasai.Area kompetensi ditentukan
ditujukan untuk pencegahan dan pengobatan serta sesuai peran dan tanggungjawab internis umum di tempat
mengurangi penderitaan jasmani dan rohani. Agar tugasnya. Kompetensi umum yang harus dikuasai meliputi
pelayanan dapat berkualitas, menyeluruh, jangka pelayanan pasien, pengetahuan kedokteran, pembelajaran
panjang dan mengkoordinasi pengobatan yang berdzsar praktik, keterampilan komunikasi efektif dan
kompleks dibutuhkan internis umum dengan penguasaan interpersonal, profesionalisme dan praktik berdasarkan
keterampilan teknik, ilmu pengetahuan yang luas sistem. Kompetensi yang belum dikuasai dapat dilatihkan
dan mendalam. Kemampuan aplikasi ilmu kedokteran pada 3erkembangan profesional berkelanjutan (continuing
berdasar bukti (evidence-based medicine) mutlak bagi professional development).
internis umum. Keterampilan dalam bidang informasi,
tata kelola dan kepemimpinan juga dibutuhkan. Internis Penelitian Ilmu Penyakit Dalam
umum harus bersikap pro-aktif dan terbuka terhadap Penelitian nasional perlu ditinjau kembali sehingga hasilnya
keterlibatan pasien pada pelayanan kesehatan dirinya agar bermanfaat untuk memperbaiki sebagian besar kesehatan
Iebih bertanggung jawab. Keterampilan interpersonal dan masyarakat. Penelitian biologi molekular yang semakin
komunikasi efektif kepada pasien dan tenaga kesehatan berkembang belum dapat memberikan keuntungan
lain sangat dibutuhkan dan dihargai. langsung dalam meningkatkan kesehatan. Penelitian
Kemajuan teknologi genetika dan biologi molekular diarahkan untuk membantu mengaplikasikan kemajuan
dapat mempermudah dan memperkuat diagnosis dan teknologi demi keuntungan pelayanan. Pertimbangan ini
pengobatan. Genetic mapping dan computer-assisted didasarkan pada kebutuhan pelayanan yang didominasi
imaging mendiagnosis secara lebih rinci dan akurat. oleh penyakit kronik yang melibatkan berbagai organ.
Penyakit yang semula dengan pengobatan paliatif Penelitian harus dikembangkan dengan topik yang
memungkinkan untuk disembuhkan dengan transplantasi meliputi pelayanan praktik, tata kelola, transparansi
gen, imunoterapi target tepat (precisely targeted catatan medik dan meningkatkan hubungan dokter pasien.
immunotherapy) atau obat yang terancang (tailored Metode penelitian harus lebih bervariasi termasuk trial
drugs). Perkembangan teknologi lanjut menguntungkan randomisasi dan non-randomisasi, quasi-experimental
12 FILSAFAT I L M U PENYAWT DALAM

dan studi deskriptif masing-masing disesuaikan dengan


masalahnya. Penelitian harusjuga mengikuti perkembangan
ilmu penyakit dalam misalnya model pelayanan terbaru
atau meningkatkan perbaikan praktik penyakit dalam.
Penelitian untuk dapat memperbaiki citra internis umum,
memberikan pelayanan menyeluruh dan berkelanjutan
harus terus dilakukan.

REFERENSI

Fletcher RH, Fletcher SW. Editorials. What is the future of internal


medicine? Ann Intern Med. 1993; 119: 1144-45
Hemmer PA, Costa ST, DeMarco DM, Linas SL, Glazier DC, Schus-
ter BL. APM perspective. Predicting, preparing for c:eating
the future: what will happen to internal medicine? Am J Med.
2007; 120(12):1091-96
Kalra SP, Anand AC, Shahi BN. The relevance of general medicine
today: role of super-specialist vis-A-vis internist. JIACM.
2003; 4(1): 14-7
Langdon LO, Toskes PP, Kimball HR and the American Board
of Internal Medicine Task Force on Subspecialty Internal
medicine. Position Paper. Future role and training of intenal
medicine subspecialist. Ann Intern Med. 1996; 124: 686-91
Larson EB, Fihn SD, Kirk LM, et al. Health policy. The future of
general internal medicine. Report and recommendations from
the Society of General Internal Medicine (SGIM) Task Force
on the domain of general internal medicine. J Gen Intern
Med. 2004; 19: 69-77
Meyers FJ, Weinberger SE, Fitzgibbons JP, Glassroth J, Duffy FD,
Clayton CP and the Alliance for Academic Internal Medicine
Education Redesign Task Force. Redesigning residency train-
ing in internal medicine: The consensus report of the Alliance
for Academic Internal Medicine Education Redesign Tak
Force. Acad Med. 2007; 82:1211-19
Rudijanto A. Special Article. The competency of internists in ho-
listic global care to support healthy Indonesia 2010. Acta Med
Indones-Indones J Intern Med 2006; 328: 226-30
Sox HC, Jr., Scott HD, Ginsburg JA. Position Paper. The role of
the future general internist defined. American College of
Physicxians. Ann Intern Med. 1994; 121: 616-22
Stone RS, Bateman KA, Clementi AJ, et al. Council Report. The
Future of general internal medicine. Council on long range
planning and development in cooperation with the Ameri-
can College Physicians, the American Society of Internal
Medicine and Society of General Internal Medicine. IAMA.
1989; 262: 2119-24
Sudoyo AW. Perhmpunan Dokter SpesialisPenyalut Dalam. Halo
Internis. Internis Umum vs Subspesialis. Highlight Juni 2011.
www.wbpapdi.org
Undane Undane
U " Revublik Indonesia No. 29 Tahun 2004, ten-
tang Praktik Kedokteran. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
PENDEKATAN HOLISTIK
DI BIDANG ILMU PENYAKIT DALAM
H.M.S. Markum, E. Mudjaddid

PENDAHULUAN the human body, it is necessary to have a knowledge of the


whole of things".
Pendekatan holistik dalam menangani berbagai penyakit Calam perkembangan, konsep kedokteran dasar
di bidang kedokteran konsep dasarnya sudah diterapkan tersebut mengalami pasang-surut sesuai dengan
sejak perkembangan ilmu kedokteran itu sendiri. pengaruh alam pikiran para ahli pada zamannya. Pada
Konsep dasar ini bertumpu pada anggapan bahwa abad pertengahan konsep dan cara berpikir para ahli
manusia adalah suatu kesatuan yang utuh, terdiri atas kedokteran banyak dipengaruhi oleh alam pikiran fisika
badan dan jiwa, yang satu sama lainnya tidak bisa dan biologi semata. Pendekatan pada orang sakit semata-
dipisahkan. Selain itu, manusia adalah makhluk sosial mata adalah pendekatan somatis saja.
yang setiap saat berinteraksi dengan manusia lain dan Pada saat itu, pengetahuan tentang sel menonjol dan
lingkungannya di mana dia berada. mengalami perkembangan pesat, karenanya pandangan
Adanya dikotomi antara badan dan jiwa dalam para 3hli hanya ditujukan pada bidang selular sernata
menangani pasien agaknya lebih merupakan akibat dari tanpz mengindahkan faktor-faktor lain seperti faktor
perkembangan ilmu kedokteran yang tidak seimbang psikis, sehingga pada zaman ini seolah-olah dokter
antara kemajuan yang dicapai di bidang fisik seperti bertir~daksebagai "mekanik yang memerbaiki bagian-
patologi-anatomi, biokimiawi, biologi dan sebagainya bagian "kendaraan" yang rusak.
dibandingkan dengan kemajuan di bidang non-fisik. Pada masa ini kita mengenal sarjana Virchow (1812-
Oleh karena itu, kita harus mundur dulu jauh ke belakang 1902) seorang ahli patologi anatomi yang memperkenalkan
mengingat kembali beberapa ratus tahun sebelum masehi teori patologi selular dengan dogmanya omnis cellula et
pada saat Sokrates dan Hipokrates meletakkan dasar cellula. Dengan sendirinya pada masa ini yang menonjol
pendekatan holistik yang menyatakan bahwa selain faktor adalal anggapan bahwa manusia sakit disebabkan oleh
fisik, faktor psikis sangat penting pada kejadian dan karena selnya yang sakit. Manusia hanya dipandang
perjalanan penyakit seorang pasien. sebacai kumpulan sel belaka.
Ucapan Socrates (400BC) yang sangat populer adalah: K2majuan di bidang patologi-anatomi serta pato-
"As i t is not proper to cure the eyes without the head; nor fisiolcgi berikutnya, mendorong para ahli untuk berpikir
the head without the body; so neither it is the proper to cure menurut organ tubuh dan sistem. Masa inipun agaknya
the body without the soul". belum memandang manusia secara utuh. Timbulnya
Tidaklah etis seorang dokter mengobati mata tanpa beberapa macam cabang ilmu spesialistis menurut sistem
melihat kepala dan tidak etis bila mengobati kepala tanpa yang ada dalam tubuh seperti kardiovaskular, paru-paru,
mengindahkan badannya, lebih-lebih sangatlah tidak urogenital, gastrointestinal dan sebagainya, walaupun
etis bila mengobati badannya tanpa mempertimbangkan memang pada gilirannya nanti pendekatan secara sistem
jiwanya. di atas bermanfaat pada peningkatan mutu pelayanan.
Sedangkan Hipocrates menekankan pentingnya Pendekatan menurut organ dan sistem kenyataannya
pendekatan holistik dengan mengatakan: "in order to cure tidak selalu memberikan hasil yang memuaskan. Banyak
FllSAFAT I L M U PENYAWT DALAM

pasien yang tidak rnerasakan adanya kesembuhan setelah oleh oknurn tenaga kesehatan atau dokter yang tidak
rnendatangi beberapa ahli sesuai dengan organ tubuh bertanggung jawab.
yang dideritanya. Keluhan-keluhan fisik tetap saja tidak Disinilah dalarn kaitannya dengan pendekatan holistik
berkurang. Sejalan dengan kenyataan tersebut para tadi perlunya diperhatikan rnasalah "etika", moral dan
ahli kedokteran mulai menengok kembali sisi lain, yaitu agama. Kernampuan rnenggunakan alat canggih serta
sernua aspek yang rnernengaruhi segi kehidupan rnanusia kepandaian pernanfaatan laboratoriurn yang memadai
termasuk aspek psikis. sebagai modal dasar untuk rnelakukan terapi, belurnlah
Di pihak lain, dalarn perkembangan ilrnu kedokteran cukup untuk rnenjadi dokter yang baik. Kombinasi
para ahli psikoanalisis rnenernukan dan menekankan antara pengetahuan rnedik, intuisi dan pertirnbangan-
kernbali pentingnya peranan faktor-faktor psikis dan pertimbangan yang rnatang adalah "seni" dalarn bidang
lingkungan dalam kejadian dan perjalanan suatu penyakit. kedokteran yang diperlukan sebagai modal dalarn praktik.
Bahkan kernudian para ahli yakin bahwa patologi suatu Memang benar sekali bahwa medicine science and art.
penyakit tidak hanya terletak pada sel atau jaringan saja Dalarn kaitannya dengan masalah etika kedokteran,
tetapi terletak pada organisme yang hidup, dan kehidupan rnaka yang harus diperhatikan adalah hak dan kewajiban
tidak ditentukan oleh faktor biologis sernata, tetapi erat dokter di satu sisi, dan di sisi lain adalah hak dan kewajiban
sekali hubungannya dengan faktor-faktor lingkungan pasien. Hak-hak pasien dalarn hukurn kedokteran
yaitu bio-sosio-kultural dan bahkan agarna. Inilah konsep berturnpu dan berdasarkan atas dua hak azasi rnanusia,
yang rnernandang manusia/orang sakit secara utuh dan yaitu: 1).Hak atas perneliharaan kesehatan (The right to
paripurna (holistik). health care); 2). Hak untuk rnenentukan nasib sendiri (The
Faktor-faktor fisik, psikis dan lingkungan masing- right to self determination)
masing rnernpunyai inter-relasi dan interaksi yang Pasien berhak untuk rnenerirna atau rnenolak tindakan
dinamis dan terus-rnenerus, yang dalarn keadaan normal pengobatan sesudah ia rnernperoleh keterangan yang
atau sehat ketiganya dalam keadaan seimbang. Jika ada jelas. Informed consent adalah persetujuan pasien atas
gangguan dalarn satu segi maka akan mernengaruki pula tindakan setelah sebelurnnya diinforrnasikan terlebih
segi yang lain dan sebaliknya. Jadi jelaslah bahwa setiap dahulu secara jelas dan bukan hanya sekedar mernperoleh
penyakit rnemiliki aspek fisik, psikis dan lingkungan bio- tanda tangan pasien. Inilah hak untuk menentukan nasib
sosio-kultural dan agama. Dengan dernikian, konsep sendiri.
monokausal suatu penyakit sudah tidak dianut lagi. Bagairnanakah pendekatan holistik yang rnen-
Pendekatan yang dernikian sernakin dirasa ~ e r l u , junjung tinggi etik ini di masa yang akan datang dengan
karena pendekatan sernata-rnata hanya dari sudut fisik kernajuan ilrnu kedokteran yang sernakin pesat dan juga
saja baik secara teknis, rnekanis, biokimia dan fisiologis sernakin merebaknya arus globalisasi ? Jawabannya tentu
ternyata dirasakan sernakin tidak banyak rnenolong pasien rnerupakan tantangan besar yang harus dihadapi secara
dengan rnemuaskan, terutama pada pasien-pasien dengan arif dan bijaksana oleh para praktisi di bidang medik.
penyakit yang tergolong gangguan fungsional. Sebagai ilustrasi, terdapat beberapa pertanyaan yang
Dengan perkataan lain, seorang dokter sebagai belurn terjawab, yang rnerupakan tantangan di masa yang
rnanusia yang sarat dengan segala pengetahuan yang akan datang:
dirnilikinya secara tirnbal balik mengobati pasien, pasien Apa yang akan dilakukan terhadap kelebihan frozen
juga sebagai manusia dengan segala aspeknya yang harus embryo yang belakangan dilaporkan tersimpan di
dipertirnbangkan, dan tidaklah sernata hanya mernandang laboratoriurn ?
pasien sebagai "sosok tubuh" yang tidak berdaya, tergolek Bagairnana rnenyikapi keabadian benda-benda
di ternpat tidur, atau melulu hanya rnelihat "penyakit"nya biologis seperti sperrna, yang saat ini sudah bisa
saja. dilakukan ?
Kernajuan yang pesat di bidang ilmu kedok.teran Bagairnana segi-segi hukurn yang mengatur tentang
terrnasuk pengetahuan tentang biornolekular, rekayasa inserninasi buatan, serta bagairnana akibat yang
genetik, dan kernajuan di bidang teknologi kedokteran rnungkin terjadi di rnasa datang ?
(baik untuk diagnostik maupun terapeutik) yang semakin Bagairnana pendekatan kepada sejurnlah pasien
canggih di satu pihak membawa dunia kedokteran ke hepatitis B karier yang rnasih harus rnelakukan aktivitas
dalam era baru yang semakin rnaju. Di pihak lain, seiring kerjanya dan bagaimana anggapan lingkungan
dengan rnerebaknya globalisasi, kernajuan-kemajuan sekelilingnya ?
yang dicapai tadi sering pula rnenirnbulkan rnalap.taka, Bagairnana perlakuan terhadap pasien dengan HIV
rnisalnya dengan pernanfaatan teknologi kesehatar yang positif ?
tidak pada ternpatnya atau makin banyaknya praktik- Narnpaknya pada masa yang akan datang rnasih
praktik yang tergolong "rnal praktik" yang dilakukan diperlukan produk hukurn dan perundang-undangan
PENDEKATAN HOUSTlK D l BIDANG ILMU PENYAKIT DALAM

dengan tetap bersurnber dan rnengindahkan segi-segi perlu juga akan berkurang Untuk kelainan yang bersifat
hukurn dan sendi agarna. fungs~onalrnlsalnya dengan pende@d~hblistikctj4a~agi
Perkernbangan di bidang biologi rnolekular telah harus rnenjalani perneriksaan penunjang yang berlebihan
rnernbawa dunia kedokteran rnaju dengan pesat, baik Pernataian obat-obat yang bersifat "rnulti farrnasi" yang
dalarn segi diagnostik rnaupun terapi. Belakangan biasanya didapatkan pasien dari beberapa spes~alisasi
rnisalnya telah dikernbangkan terapi gen. Pada bulan yang terkait dengan penyakitnya akan bisa dikurangi
September 1990 yang lalu Michael Bleese dan kawan- sedikit rnungkin.
kawan, telah rnernulai rnelakukan terapi gen terhadap
Dalam bidang pendidikan jelas pendekatan holist~k
pasien Ashanti berusia 4 tahun, yang rnenderita Several
harus sudah ditekankan sejak awal sebagai bekal, baik
Combined Immunodeficiency (SCID) dan berhasil rnernbuat
selarna rnenernpuh pendidikan rnaupun pada saat: sang
pasien lebih kebal dari serangan infeksi hingga pasien
dokter terjun ke rnasyarakat. Dengan bekal pendekatan
berurnur 9 tahun saat dilaporkan oleh ScientificAmerican.
holistik bagi dokter yang sedang rnenernpuh pendidlkan
Beberapa penyakit lain yang rnungkin dapat diperbaiki
rnaka jalan pikirannya tidak rnenjadi terkotak-kotak,
oleh terapi gen ini rnisalnya leukemia, lirnforna rnalignurn,
rnisalqya hanya berpikir rnenurut cabang ilrnu yang sedang
fibrosis kistik, artritis reurnatoid, AIDS, dan sebagainya. Ini
ditekuni.
rnerupakan harapan baru, narnun yang harus tetap diingat
adalah bahwa yang dihadapi dalarn ha1 ini bukanlah sel,
tetapi rnanusia sebagai kurnpulan sel yang segi-segi
REFWENS1
lainnya tetap harus dipertirnbangkan.
Anderson WP. Gene therapy. Scientihc American.1995;September.
p. 96-9.
MANFAAT PENDEKATAN HOLISTIK Hortoa R. What to do with spare embryos. Lancet. 1996;3471-2.
Isselbacher KJ, Braunwald E. The practice of medicine. In:
Isselbacher KJ, editor. Harrison's principles of internal
Sudah tidak dapat disangkal lagi bahwa pendekatan secara medicine. 13th ed. New York: McGraw-Hill Inc; 1995. p.
holistik dalarn penanganan berbagai kasus harus senantiasa 1-6.
Jonser AR, Siegler M, Winslade WJ. Clinical ethics. 2nd ed. New
dilakukan. Pendekatan holistik yang dirnaksud sekali lagi
York: Macmillan Publishmg ;1996.
ditekankan ialah, pendekatan yang rnernerhatikan sernua Kaplan HI. History of psychosomatic medicine. In: Kaplan HI, ed.
aspek yang rnernengaruhi segi kehidupan pasien. Tidak Cbmprehensive textbook of psychiatry. 5th ed.Baltimore:
hanya rnernandang segi fisik-biologi saja, tetapi juga Williap and Wilkins; 1989. p. 1155-60.
Lo B. Ethcal issues in clinical medicine. In:Isselbacher KJ, editor.
rnernpertirnbangkan segi-segi psikis, sosial, ekonorni, Earrison's principles of internal medicine. 13th edition. New
budaya dan lingkungan yang rnernengaruhi pasien serta York: McGraw-Hill Inc; 1995. p. 6-8.
rnenjunjung tinggi norma-norma, etika dan agarna. M a r a h t o G. E m b r y o o v e r p o p u l a t i o n . Scientific
American.1996.p.12-6.
Dengan berdasarkan pengertian seperti di atas, rnaka
Oken D. Current theoretical concepts in psychosomatic medicine.
pendekatan holistik akan rnernberikan banyak rnanfaat, Jni KaplanHI, editor. Comprehensive textbook of psychiatry.
antara lain: 5th ed. Baltimore: William and Wilkins; 1989. p.1160-9.
Samil $3. Hak serta kewajiban dokter dan pasien. Ln:Tjokronegoro
Pendekatan hubungan antara dokter dengan pasien. A( ed. Etika kedokteraan Indonesia. Jakarta: Balai Penerbit
Dengan dernikian, persoalan penyakit atau pasien rnenjadi FXUI; 1994. p. 42-9.
transparan. Hal ini berarti rnenjunjung tinggi hak dan
kewajiban pasien. Akibat yang rnenguntungkan adalah
rnernperrnudah rencana tindakan atau penanganan
selanjutnya. Hubungan yang baik antara dokter dengan
pasien akan rnengurangi ketidakpuasan pasien. Selanjutnya
tentu akan rnengurangi tuntutan-tuntutan hukurn pada
seorang dokter.
Pendekatan holistik yang menjunjung tinggi norma,
etika dan agarna rnernbuahkan pelayanan yang lebih
rnanusiawi serta rnenernpatkan hak pasien pada porsi
yang lebih baik.

Dari segi pembiayaan akan tercapai cost-effectiveness,


hernat dan rnencapai sasaran. Dalarn kaitan ini, rnaka
konsultasi yang tidak dianggap perlu akan berkernbang.
Pernakaian alat canggih yang berlebihan dan tidak
EMPATI DALAM KOMUNIKASI
DOKTER-PASIEN
Samsuridjal Djauzi, Supartondo

PENDAHULUAN KETERAMPILAN KOMUNIKASI DAN EMPATI

Komunikasi dokter pasien merupakan landasan utarna Manusia sudah berlatih berkomunikasi sejak lahir bahkan
dalam prosesdiagnosis, terapi, rehabilitasi, dan pencegahan sekarang ini banyak pendapat yang mengernukakanjanin
penyakit. Agar komunikasi dapat berjalan baik, maka kedua dalam kandungan juga sudah mampu berkomunikasi.
belah pihak baik dokter maupun pasien perlu mernelihara Dengan demikian, mahasiswa kedokteran diharapkan
agar saluran komunikasi dapat terbuka lebar. Dari pihak sudah rnampu berkomunikasi dengan baik. Keterarnpilan
dokter saluran komunikasi akan terbuka jika cokter yang sudah dipunyai mahasiswa kedokteran tersebut
bersedia mendengarkan secara aktif dan mern~unyai akan merupakan modal utarna dalam meningkatkan
empati, sedangkan dari segi pasien, saluran komunikasi keterampilan berkomunikasi dengan pasien. Namun
akan terbuka lebarjika pasien mempunyai motivasi untuk setiap individu mengalami perjalanan hidup yang berbeda
sembuh (atau diringankan penderitaannya) serta percaya mulai masa kecil, masa sekolah dan pergaulan di luar
kepada dokternya. Unsur kepercayaan pasien terhadap sekolah. Pengalaman hidup tersebut akan memengaruhi
dokter tidak hanya akan terpelihara jika pasien yakin atas keterampilan komunikasi seseorang. Jadi keterampilan
kernampuan dokter dalarn mengobatinya, namLn tak kornunikasi rnahasiswa kedokteran dapat berbeda-beda.
kalah pentingnya pasien juga perlu yakin dokter akan Padahal dalam melaksanakan pekerjaannya sebagai
mernegang rahasia yang diungkapkannya kepada dokter. dokter kelak, keterampilan komunikasi merupakan salah
Rahasia pribadi pasien diungkapkan kepada dokter d ~ n g a n satu syarat yang penting untuk dikuasai. Karena itulah
harapan akan membantu dokter rnencapai diagnosis dalam pendidikan kedokteran, keterampilan komunikasi
penyakit secara tepat atau rnernilih tindakan terap yang perlu dilatih. Keterarnpilan ini dapat dilatih dalam bentuk
sesuai. Begitu besar kepercayaan pasien kepada cokter, kegiatan kurikuler. Namun peningkatan keterarnpilan
rahasia pribadinya itu hanya diungkapkan kepada dokter ini dapat didukung rnelalui kegiatan mahasiswa di luar
saja, bahkan seringkali tidak diungkapkan kepada ke uarga kampus. Pengalaman dalam rnengikuti kegiatan organisasi
dekat atau sahabat sekalipun. Karena itulah dokter perlu mahasiswa, organisasi sosial di rnasyarakat secara
menjaga kepercayaan pasien dengan menyimpan rahasia berkesinambungan dapat mempercepat penurnbuhan
tersebut dengan baik. Kewajiban dokter untuk menjaga ernpati pada mahasiswa kedokteran.
rahasia telah dilaksanakan sejak zaman Hipocrates dan Di negeri Timur, termasuk Indonesia, keterampilan
sampai sekarang masih terpelihara baik. Namun ,dalam komunikasi nonverbal amat penting. Bahkan sering lebih
era informasi dewasa ini, sering kali dokter didesak penting daripada kornunikasi verbal. Dokter di Indonesia
oleh berbagai pihak untuk membuka rahasia dokter perlu rnelatih diri untuk dapat membaca bahasa tubuh
dengan alasan untuk kepentingan urnum. Hendaknya pasiennya agar dapat memahami pesan yang disarnpaikan
dokter dapat berpegang teguh pada sumpahnya untuk pasien melalui bahasa tubuh tersebut. Dalam masyarakat
menjaga kerahasiaan pasien agar kepercayaan pasien majernuk di Indonesia, terdapat berbagai suku yang
tetap terjaga. rnernpunyai aneka ragam budaya. Keanekaragaman
EMPATI DALAM KOMUNIKASI DOKTER - PASIEN 17

budaya suku di Indonesia ini perlu dipaharni terutarna dalarn, diharapkan dapat rnenurunkan tuntutan terhadap
bagi dokter yang akan bertugas di daerah. dokter.
Perkernbangan teknologi dapat rnernperrnudah Dalarn era berlakunya Undang-Undang Praktik
kornunikasi. Narnun dalarn konteks dokter-pasien, Kedokteran di Indonesia (2004) yang mernungkinkan
hubungan tatap rnuka tak dapat digantikan begitu saja dokter dituntut baik secara perdata rnaupun pidana oleh
dengan teknologi canggih yang ada. Hubungan dokter- pasien, rnaka keterarnpilan kornunikasi serta rasa ernpati
pasien secara pribadi rnasih tetap cara terbaik untuk dihardpkan akan dapat rneningkatkan rnutu hubungan
kornunikasi pasien-dokter. dokter-pasien di Indonesia. Hubungan dokter-pasien yang
baik akan rnenirnbulkan suasana saling rnernbantu dan
bersahabat rnenuju keberhasilan pengobatan. Kita harus
rnenghndari hubungan dokter-pasien rnenjadi hubungan
produsen dan konsurnen. Profesi kedokteran perlu
Seperti juga keterarnpilan kornunikasi, rnaka kemarnpuan rnengernbangkan terus kemarnpuan anggotanya untuk
ernpati seseorang turnbuh sejak kecil. Beruntunglah berkopunikasi dan rnernpunyai ernpati. Dengan demikian
rnereka yang turnbuh dalarn keluarga yang rnenurnbuhkan kita tak akan terperangkap pada praktik kedokteran
ernpati pada anak-anak. Narnun tidak sernua orang defens~fyang amat rnahal dan tak akan dapat dijangkau
rnernperoleh pendidikan untuk berernpati pada orang oleh debagian besar rnasyarakat kita.
lain. Ernpati diperlukan untuk rneningkatkan kornunikasi
dengan pasien. Dokter yang rnarnpu rnerasakan perasaan
pasiennya serta rnarnpu pula rnenanggapinya akan lebih
berhasil berkornunikasidengan baik dengan pasien. Ernpati
juga dapat dilatih dan ditingkatkan. Masyarakat tidak hanya Mc Manus IC. Teaching communication sills to clinical students.
rnengharapkandokter rnarnpu rnengobati pasien dengan BMJ. 1993;306:1322-7.
G u w ~ dJ.i Tindakan medik dan tanggung jawab produk medik.
cara rnutakhir, teliti, dan terarnpil, tapi juga berharap
Jqkarta: Balai Penerbit FKUI; 1993.
dokter rnarnpu rnendengarkan, rnenghorrnati pendapat SamilRS. Etika kedokteran Indonesia, edisi kedua. Jakarta:
pasien, berlaku santun dan penuh pertimbangan. Dengan Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharja; 2001.
dernikian, dokter diharapkan rnarnpu berkornunikasi S u p a ~ ~ t o n dPidato
o. Ilmiah. Dokter Indonesia menghadapi
dengan baik serta rnernberi nasehat tanpa rnenggurui. V t u t a n pasca 2000. Disampaikan pada peringatan ulang
Mhun ke-70 Prof Supartondo. Ruang Kuliah Bagian Ilmu
Kesediaan untuk rnenghargai pendapat orang
Penyakit Dalam FKUI, 22 Mei 2000.
lain dan rnenghorrnati nilai-nilai yang dianut pasien Supartondo. Menghadapi milenium ketiga, siapkan dokter
perlu diturnbuhkan. Kesediaan ini arnat penting dalarn Indonesia? Acta Med Indones. 2000;32:200.
rnasyarakat Indonesia yang rnernpunyai banyak suku Szasc T, Hollender M. The basic models of the doctor-patients
dan beraneka ragarn budaya. Dokter hendaknya tidak relationship. Arch Intern Med. 1956;97:585-92.
rnernaksakan nilai yang dianutnya kepada pasien. Meski
dokter berkewajiban rnenurnbuhkan perilaku sehat, narnun
kewajiban tersebut disertai dengan rnenghargai pendapat
orang lain dan penuh pertirnbangan.
Penggunaanteknologi canggih berdarnpak pada biaya
kesehatan yang rneningkat tajarn. Padahal sebagian besar
rnasyarakat Indonesia belurn rnarnpu untuk rnernbiayai
biaya kesehatan yang rnahal tersebut. Rasa ernpati dokter
akan rnenyebabkan dia berhati-hati rnernilih perneriksaan
diagnostik rnaupun terapi yang dapat dipikul oleh pasien
atau keluarganya.

KOMUNIKASI, EMPATI, DAN ETIKA KEDOKTERAN

Sebagian besar pelanggaran etika yang terjadi adalah


akibat dokter tidak terarnpil berkornunikasi dan kurang
rnernpunyai ernpati. Bahkan di Amerika Serikat, latihan
keterarnpilan kornunikasi yang diadakan secara rutin
pada perternuan tahunan dokter spesialis ilrnu penyakit
TATA HUBUNGAN DOKTER DENGAN PASIEN
Achmad Rudijanto

PENDAHULUAN yang bukan hanya mengalami masalah fisiologis semata,


tetapi sekaligus juga mempunyai keyakinan, kehendak
Profesi kedokteran memiliki tempat yang khusus di dan kemauan untuk memilih bagi dirinya sendiri (aspek
masyarakat. Kepercayaan terhadap kemampuan dokter kualitatif) dan sangat terkait dengan humanisme, etik dan
dalam pemecahan masalah kesehatan telah diterima ilmu pengetahuan sosial.
dengan baik. Meskipun demikian, seiring dengan Masyarakat umum dan kelompok profesi kedokteran
pengetahuan dan kemampuan ekonomi pasien serta pada umumnya menghendaki penerapan profesionalisme
akses informasi yang semakin baik, seringkali pasieh atau dan etika kedokteran dengan standar tinggi, yang
keluarga berupaya mendapatkan opini kedua bagi masalah merupakan dasar tata hubungan dokter dengan pasien.
kesehatan yang terjadi. Tata hubungan dokter dengan pasien, termasuk
Ilmu kedokteran merupakan salah satu cabang ilmu keluarga dan lingkungan yang lebih luas telah mengalami
pengetahuan tersendiri. Ilmu pengetahuan sangat terkait perubahan yang cukup besar. Disamping keharusan setiap
dengan data hasil pengamatan dan berbagai pengukuran dokter untuk selalu meningkatkan profesionalisme pada
yang dilakukan. Berdasarkanilmu pengetahuan kedokteran dirinya, sekaligusjuga tetap menghormati otonomi pasien
yang dimiliknya, seorang dokter yang kompeten, untuk menetapkan pilihannya dalam program diagnosis
memahami betul tentang tanda dan gejala penyakit, dan terapi yang akan dilaksanakan. Dokter dituntut
menyimpulkan masalah kesehatan atau diagnosis penyakit untuk menghormati setiap kehidupan manusia mulai dari
yang terjadi, serta menangani masalah atau penyakit konsepsi sampai akhir hayatnya.
dengan tuntas. Data tentang tanda dan gejala, diperoleh Pasien telah memercayakan pemecahan masalah
dari hasil pengamatan dan pengukuran. Ilmu kedokteran kesehatan yang dihadapinya kepada dokter. Sebagai
meskipun merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan jawabannya dokter harus selalu berupaya menyelesaikan
yang menerapkan metode ilmiah dalam penyelesaian masalah kesehatan pasien yang ditanganinya dengan
masalah pasien yang dihadapi, tetap saja memiliki sepenuh hati dan dengan segala kemampuan yang
keterbatasan. Khususnya dalam menangani pasien yang dimilikinya dengan dilandasi etika yang baik sehingga
mempunyai keinginan pribadi, budaya, kepercallaan, kepercayaan pada dokter akan muncul dengan
kebebasan memilih, dan rasa tanggung jawab, termasuk sendirinya.
tanggung jawab terhadap dirinya sendiri, yang lebih
merupakan masalah kualitatif, dan terkadang sangat
subjektif. Dengan demikian, dalam upaya penanganan DEFINISI TATA HUBUNGAN DOKTER DENGAN
masalah kesehatan atau penyakit yang ada, berbagai PASIEN
aspek temuan pada pasien harus mendapatkan perhatian
yang baik, tidak hanya pada aspek kuantitatif namun juga Tata hubungan dokter-pasien merupakan suatu hubungan
aspek kualitatif. Penerapan ilmu kedokteran meru~akan yang spesifik antara dokter dengan pasien terkait masalah
gabungan antara penerapan ilmu pengetahuan sekaligus kesehatanyang ada pada pasien dan memerlukan bantuan
seni (art), yang berarti penerapan ~ l m udan teknolgi dokter guna memecahkan dan menyelesaikan masalah
kedokteran (aspek kuantitatif) pada subjek manusia tersebut.
TATA HUBUNGAN DOKTER DENGAN PASIEN

Hubungan dokter dengan pasien yang baik, dan yang terbaik bagi dirinya sendiri. Komunikasi dilakukan
didasari oleh etika kedokteran merupakan landasan dengan cara yang baik, sopan, terbuka, dalam suasana
utama dari praktik kedokteran. Deklarasi Genewa yang menyenangkan, menghargai pendapat pasien
mengatakan bahwa kesehatan pasien merupakan sehingga menciptakan rasa percaya, nyaman dan aman
pertimbangan utama bagi seorang dokter, sedangkan bagi pasien. Hal ini merupakan kewajiban etik penting
di dalam etik kedokteran internasional dikatakan bahwa yang perlu dipahami seorang dokter.
seorang dokter harus memerhatikan penuh kepentingan Femberian otonomi kepada pasien untuk memilih
pasien dengan menerapkan seluruh kemampuan yang program pengobatan sudah menjadi ha1 yang seharus-
dimiliknya. nya cilaku kan. American Medical Association menyatakan
Dokter harus selalu sadar bahwa pasien merupakan bahv~adasar utama tata hubungan dokter dengan
seorang manusia utuh, meskipun masalah kesehatan pasien adalah pemberian kebebasan kepada pasien
yang ada dapat saja muncul sebagai kelainan fisik. Pasien untuc rnenentukan pilihan terkait program kesehatan
bukanlah kasus mati atau hanya merupakan penyakit yang direkomendasikan oleh dokter. Mungkin pasien
yang perlu ditangani. Seorang pasien merupakan akan rnenerima atau bahkan menolak anjuran program
seorang manusia yang memerlukan perhatian dan pengobatan yang ditawarkan. Pasien merupakan orang
mernpunyai kehendak. Tata hubungan pasien-dokter dewasa yang telah mampu menetapkan pilihan atau
yang ideal didasari pada pernahaman terhadap pasien, keputusan secara mandiri. Mempunyai kebebasan untuk
saling percaya dan berkomunikasi dengan cara yang menentukan prioritas yang perlu didahulukan untuk
baik dirinya dan mungkin saja prioritas utamanya bukan
pemecahan masalah medis yang sedang dihadapi.
Di sisi lain, seorang dokter harus memahami tentang
PRINSIP DASAR TATA HUBUNGAN DOKTER rahasia kedokteran, tentang hal-ha1yang diketahuinya dari
DENGAN PASIEN seorang pasien dan merupakan rahasia yang tidak dapat
dibuka untuk setiap orang. Hanya orang yang berhak
Inti pelayanan kesehatan terdapat pada tata hubugan secara hukum yang boleh mengetahui rahasia kedokteran
yang baik dan sehat antara dokter dengan pasien seorang pasien.
dengan tetap menjaga martabat pasien. Tata hubungan
ini termasuk saling mernberi, jujur, menjaga rahasia dan
saling percaya. Kepentingan pasien untuk mendapat PERUBAHAN PARADIGMA TATA HUBUNGAN
pelayanan yang prima seharusnya merupakan tanggung DOKrER DENGAN PASIEN
jawab utama seorang dokter, dengan memberikan
perawatan, membantu mengurangi gejala, rnembantu Meskipun telah terjadi berbagai kemajuan dan perubahan,
rnendapatkan kesembuhan dan menghindari kecacatan hubungan yang sangat khusus antara dokter dengan
sebaik mungkin. pasien sebagian masih tetap berlangsung seperti semula,
suatu hubungan dari atasan kepada bawahan dan dokter
dianggap selalu tahu tentang segalanya. Dalam ha1 ini
OTONOMI DAN RAHASIA KEDOKTERAN PASIEN dokter mengambil suatu keputusan dan pasien harus
mengikuti apa yang telah ditetapkan. Dokter seolah
Pada sebagian besar pertemuan antara seorang dokter hanya bertanggung jawab kepada dirinya sendiri, kolega
dengan pasien untuk kepentingan konsultasi atau seprofesi dan Tuhan. Pola hubungan yang demikian
memeriksakan diri, pada umumnya pasien datang dengan semakin lama semakin berubah.
kesadaran yang baik dan tanpa paksaan. Namun demikian, Pada masa kini, dengan semakin bertambah luasnya
dokter harus menyadari bahwa pasien mempunyai hak pengetahuan pasien, serta adanya tuntutan etik dan
otonomi dalam mengambil keputusan untuk program peraturan yang berlaku, model tata hubungan dokter-
penatalaksanaan bagi dirinya. pasien yang paternalistik tersebut semakin banyak
Konsultasi yang efektif didasari oleh komunikasi dipermasalahkan. Tuntutan tanggung jawab bukan hanya
yang baik untuk memberikan informasi terkait dengan datang dari diri dokter sendiri dan kolega, akan tetapi
kesehatan pasien dengan bahasa yang mudah dimengerti. juga dari pasien, pihak ketiga seperti rumah sakit atau
Informasi yang diberikan sesuai status kesehatan pasien organisasi yang terlibat dalam penanganan kesehatan
termasuk perjalanan serta keadaan penyakit yang pasien seperti asuransi. Tuntutan tanggung jawab juga
diderita, pilihan rencana pemeriksaan dan terapi yang terhadap hukurn atau peraturan yang berlaku. Dengan
akan dilakukan serta untung rugi masing-masing pilihan. banyaknya tanggung jawab tersebut, sering menjadi
Dengan demikian, pasien mampu mengambil keputusan permasalahan yang kompleks.
FILSAFAT I L M U PENYAKIT DALAM

Sesungguhnya, tidak ada pemisahan yang mutlak KONFLIK KEPENTINGAN


antara paternalisme dan otonomi terkait tata hubungan
dokter dengan pasien. Vang terpenting adalah motivasi Pada saat tertentu, seorang dokter yang harus ber-
untuk memberikan pelayanan terbaik bagi pasien sesuai tanggungjawab kepada pasien, sekaligusjuga bertangung
kompetensi yang dimiliki. jawab kepada pihak ketiga (rumah sakit dan instansi
Pemahaman otonomi pasien didasari kesadaran kesehatan, asuransi, pejabat kepolisian, pejabat lembaga
bahwa pasien sendirilah yang bertanggung jawab atas permasyarakatan maupun keluarga). Pada saat tersebut,
pilihan bagi kehidupan pribadinya. Apabila seorang sering dokter berada pada situasi ganda dan menimbulkan
dokter telah menetapkan program penatalaksanaan konflik kepentingan.
masalah kesehatan bagi seorang pasien, selanjutnya Keadaan lain yang sering menimbulkan konflik
perlu menjelaskan secara terperinci tentang berbagai kepentingan yakni bila terdapat benturan antara
alternatif penanganan termasuk untung dan rugi kepentingan organisasi komersial (perusahaan farmasi)
masing-masing pendekatan serta besar biaya yang pada satu sisi dengan kepentingan pasien dan/atau
harus ditanggung. Pendekatan yang mengedepankan masyarakat pada sisi yang lainnya.
pernberian pelayanan terbaik bagi pasien dengan Kode Etik Kedokteran Internasional menyatakan
memberikan penjelasan yang lengkap tentang program bahwa seorang dokter terutama harus mengutamakan
yang akan dijalankan bagi kepentingan pasien akan kepentingan dan rahasia pasiennya. Tantangan terutama
memberikan keuntungan dalam menerapkan otonomi, terkait dengan cara melindungi kepentingan pasien dari
memberi kesempatan kepada pasien untuk memilih yang tekanan pihak ketiga.
terbaik bagi dirinya sesuai keadaan atau kemampuan
pasien
Pendekatan yang lebih etis dan efektif yakni dengan PEMUTUSAN H U B U N G A N DOKTER D E N G A N
meningkatkan kemampuan pasien untuk memilih yang PASIEN
tepat bagi dirinya dengan memerhatikan pandangan dan
keyakinan pasien. Terkadang rasa saling percaya yang seharusnya terjadi
antara dokter dengan pasien mengalami masalah sehingga
hubungan profesional antara dokter dengan pasien tidak
KONSULTASI MEDIK DAN RUJUKAN dapat diteruskan. Menurunnya kualitas hubungan dapat
terjadi secara bertahap atau terjadi mendadak dengan
Seringkali d o k t e r menghadapi kesulitan dalam berbagai alasan. Alasan dapat berupa diskriminasi,
memecahkan masalah kesehatan pasien yang kompleks. hubungan emosional yang kurang harmonis, terkait
Dalam ha1 ini dokter tidak perlu ragu untuk melakukan tindakan kriminal seperti permintaan narkoba, dan lain-
konsultasi atau merujuk pasien kepada kolega lain yang lain. Namun demikian, terdapat beberapa masalah yang
lebih berkompeten demi kepentingan pasien. Konsultasi tidak boleh dipergunakan sebagai alasan untuk pemutusan
kepada sejawat yang tidak kompeten akan merugikan hubungan. Masalah-masalah tersebut antara lain keluhan
bahkan membahayakan pasien. Dalam keadaan terlentu pasien terhadap pelayanan kesehatan atau pengobatan
konsultasi perlu dilakukan kepada beberapa kolega lain yang sebelumnya telah disetujui bersama kemudian pasien
dari bidang yang berbeda. Konsultasi merupakan tincakan menolak untuk dilanjutkan.
untuk meminta kolega lain memberikan pendapat tentang Pemutusan hubungan sebaiknya dihindari, dan hanya
identifikasi serta penanganan masalah kesehatan bagi dilakukan apabila setelah diberikan penjelasan yang
kepentingan pasien. memadai, tetap tidak dapat dipertahankan. Diperlukan
Rujukan berarti menyerahkan penatalaksanaan pasien pengetahuan yang baik dari dokter tentang cara dan kapan
kepada kolega lain secara penuh. Penanganan selanjutnya waktu yang tepat untuk pemutusan hubungan, sehingga
bagi pasien menjadi tangung jawab kolega yang diserahi pemutusan hubungan dapat berlangsung dengan baik
dan dokter yang merujuk melepaskan diri dari penanganan dan tidak saling merugikan.
pasien selanjutnya. Sebelum menghentikan hubungan dengan pasien,
Baik dalam ha1 berkonsultasi maupun melakukan dokter harus yakin bahwa apa yang dilakukan adalah ha1
rujukan dokter harus tahu benar tentang keterbatasan yang terbaik bagi kedua belah pihak dengan alasan yang
kompetensi yang dimilikiya, dan melakukan konsultasi benar, dilakukan secara adil, terbuka serta dipersiapkan
atau rujukan pada waktu yang tepat. Sebelum melakukan dengan baik. Perlu memberikan penjelasan yang cukup
konsultasi atau rujukan, perlu berkomunikasi dengan tentang keputusan yang diambil serta alasan pemutusan
pasien dan meminta persetujuannya untuk tindakan -ujuk hubungan profesional tersebut. Satu ha1 yang sangat
atau konsultasi tersebut. penting dan perlu dijaga adalah penanganan masalah
TATA HUBUNGAN DOKTER DENGAN PASIEN

kesehatan pasien tidak boleh terputus sehingga merugikan apabila terlihat adanya kemungkinan timbul
pasien. Pastikan sebelurn pernutusan hubungan, pasien risiko
tersebut telah rnendapatkan penanganan yang mernadai - Jangan melakukan diskrirninasi baik terhadap
dari dokter lainnya. Sertakan catatan rnedik yang telah pasien maupun kolega
dibuat, selengkap rnungkin kepada dokter baru yang - Jangan abaikan kepercayaan pasien atau
melanjutkan penanganan pasien. masyarakat pada profesi dokter

KESIMPULAN REFERENSI

Tata hubungan dokter dengan pasien merupakan ha1 yang Chin JJ. Doctor-patient relationship: from medical paternalism
t s enhanced autonomy. Singapore Med.J 2002 Vol 43(3) :
sangat penting dalam mencapai pemecahan masalah 152-155
kesehatan pasien. Tata hubungan yang berjalan dengan Council on ethical and judicial affairs (CEJA). Current opinions.
baik akan menirnbulkan kepercayaan yang tinggi dari Chcago: American Medical Association, 1990.
seorang pasien kepada dokter yang rnerawatnya, serta Devettere RJ. Practical decision making in health care ethics:
cases and concepts. 2nd Ed. Washington DC: Georgetown
sangat rnembantu dalam pemecahan rnasalah kesehatan University Press, 2000.
pasien. Dalarn ha1 ini dokter dituntut untuk mampu: Gross RJ, Kamrnere WS. General medical consultation service:
* Menjadikan penanganan pasien rnenjadi perhatian the role of the internist. In: Medical Consultation - Role of
Internist on Surgical, Obstetric, and Psychiatric Services.
utarna Williah and Wlkins - London, 1985.p.: 1-5
* Selalu berupaya melindungi dan meningkatkan status General Medical Council. Good Medical Practice, 2009
kesehatan pasien dan masyarakat Hin CC. Medical Ethics and Doctor-Patient Relationship. SMA
PJews 2002, Vol34: 6-8
Memberikan pelayanan praktik kedokteran dengan
Koh D. Good medical practice for occupational physician. Occup
standar yang tinggi, melalui: Environ Med. 2003: 60:l-2
- Peningkatan keilrnuan dan keterarnpilan secara The Editors. The practice of medicine. In: The Harrison Principles
berkelanjutan of Internal Medicine, 18th ed, New York;Mc Graw Hill. 2012.
- p.2-9
Mengenal secara baik keterbatasan kernarnpuan Tor PZ.New challenges facing the doctor-patient relationship in
yang dirniliki dan bekerja dalarn batas kernarnpuan the next millennium. Singapore Med J.2001; 42(12) : 572-5.
terbaiknya World Medical Association (WMA). Medical Ethic Manual, 2nd
- Edition, 2009
Bekerjasarna dengan kolega dengan kernarnpuan
yang terbaik untuk kepentingan pasien
Menangani pasien sebagai manusia seutuhnya serta
menghorrnati keputusan pasien
- Menangani pasien dengan sopan dan penuh
perhatian
- Menghormati hak pasien dan rnenjaga rahasia
pasien
Selalu berupaya bekerjasarna dengan pasien
- Dengarkan pendapat pasien dan tanggapilah apa
yang menjadi perhatian dan pilihan pasien secara
proporsional
- Berikan inforrnasi yang cukup kepada pasien
tentang sesuatu yang ditanyakan dengan
menggunakan bahasa yang rnudah dirnengerti
oleh pasien
- Horrnati hak pasien untuk mernilih keputusan
yang akan diarnbil setelah dokter rnernberikan
penjelasan yang cukup tentang berbagai pilihan
untuk pengobatan
- Bantulah pasien dalam rnenjalani program
pengobatan, selalu rnenjaga dan rnernperbaiki
tingkat kesehatan pasien.
Jujur, terbuka dan bekerja sepenuh hati
- Menangani tepat waktu dengan cara yang benar
PRAKTIK ILMU PENYAKIT DALAM :
RANTAI KOKO H COST-EFFECTIVENESS
Supartondo

PENDAHULUAN Pemilihan jenis pemeriksaan penunjang perlu


dilakukan dengan cermat, supaya tidak ada tindakan
Umur harapan hidup di berbagai kawasan dunia bertambah, yang berlebihan atau membahayakan, juga pada tahap
karena turunnya angka kematian anak dan ibu. pengobatan kemudian.
Penduduk makin berubah, artinya jumlah goloigan Inilah yang disebut cost-effectiveness, yaitu:
usia lanjut bertambah, juga karena jumlah golongar usia menetapkan pilihan cerdas (segi teknik diagnosis dan
muda berkurang akibat turunnya angka kelahiran. Ini terapi) yang paling tepat untuk pasien dan keadaan klinik
terjadi di Barat. tertentu.
Meskipun kondisi lingkungan hidup berbeda, di Perkembangan teknologi medik sangat pesat sehingga
Indonesia jumlah penduduk usia lanjut juga bertambah. dokter memang dituntut memilih sesuatu yang berguna
Sekarang jumlah penduduk yang berumur 60 tahun, lebih dalam penetapan masalah pasien yang dihadapi. Berbagai
dari 19 juta orang. panduan telah dikembangkan oleh perhimpunan profesi
Mereka ini, daya cadangan tubuhnya memang dan institusi pelayanan kesehatan untuk memberikan
berkurang, rawan sakit dan mungkin menggunakan pengarahan.
biaya kesehatan yang sangat besar. Biaya ini, yang harus Panduan seperti ini merupakan kerangka untuk: 1).
digunakan secara adil dan merata untuk semua goloigan mengelola pasien dengan masalah kesehatan (termasuk
umur masyarakat, harus dipertimbangkan oleh petugas diagnosis dan gejala) tertentu, 2). melindungi pasien,
kesehatan (terutama dokter) bila mereka melayani pisien. khususnya mereka yang tidak dapat memanfaatkan
Gagasan ini sama dengan pendapat Kwik Kian Gie tentang kemudahan pelayanan kesehatan, supaya tidak mendapat
PDB (produk domestik bruto). pelayanan di bawah tingkat baku, 3). membela pemberi
layanan yang teliti terhadap tuntutan hukum yang tak
berdasar, 4). mencegah penggunaan fasilitas kesehatan
PEMERIKSAAN, PENETAPAN M A S A L A H secara berlebihan sehingga merugikan masyarakat.
KESEHATAN DAN PENGELOLAANNYA Pengelolaan masalah kesehatan kemudian harus
dinilai hasilnya. Tentu saja keberhasilan dipastikan secara
Pada seorang pasien, cara pemeriksaan baku berpangkal objektif.
dari keluhan yang ditelusuri, penyebabnya sesuai Demam tifoid, hipertensi, diabetes dapat ditegaskan
dengan hipotesis yang dipikirkan. Tanya jawab mungkin tanda-tanda kesembuhan atau pengendaliannya. Tetapi
menghasilkan perubahan hipotesis sehingga akh rnya kita tidak boleh lupa bahwa pasien merupakan kesatuan
ditemukan penyebab yang tepat. bio (logi) - psiko (logi) - sosial sehingga segi subjektif
Dalam proses ini akan terungkap perjalanan penyakit yang menyertai kelainan di atas juga perlu diperhatikan.
sejak awal. Biasanya pemeriksaan laboratorium atau Inilah cara pendekatan terpadu yang didambakan
pencitraan (radiologi, MRI, dan sebagainya) diperlukan seorang pasien. Cara pendekatan ini digunakan oleh setiap
untuk mendukung hipotesis ini. dokter, supaya pasien mendapat layanan yang bermutu.
PRAKTIK ILMU PENYAWT DALAM: RANTAl KOKOH COST-EFFECTIVENESS 23

Pada masalah kesehatan yang tidak sederhana (keganasan sistern pelayanan kesehatan diperlukan untuk mencapai
misalnya) suatu tim dokter akan bekerja sama, setidaknya taraf kesehatan yang direncanakan.
untuk mernberikan asuhan yang mengutamakan kualitas
hidup.
DOKtrER DAN TARAF KESEHATAN MASYARAKAT

INSTITUSI PELAYANAN KESEHATAN Bahwa dokter dengan kemampuannya dan nalurlnya


tetapmerupakan unsur dari suatu kesatuan, tarnpak dari
Dokter yang dibekali dengan panduan yang telah dibahas Laporan Pembangunan Manusia 2003 yang dikeluarkan
tadi, tentu saja bekerja dalarn suatu sistern yang biasanya oleh Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-
terdiri dari sistem pelayanan primer (puskesmas, praktik Bangsa.
mandiri)-sekunder (rumah sakit pemerintah, swasta)-tersier Sangat mencemaskan bahwa Indeks Pernbangunan
(rumah sakit khusus, rnenggunakan teknologi tinggi). Manusia Indonesia turun dari 0,684 ke 0,682 dan peringkat
Sistern pelayanan ini tentu berjalan baik dengan turun dari urutan 110 ke 112 dari 175 negara. Walaupun
tersedianya sumber daya manusia dan dana cukup. Indonesia mencapai kemajuan dalam upaya mengurangi
Komunikasi di abad 2 1 rnenarnbah pengetahuan kita jumlah orang miskin sejak 13 tahun lalu, indikator
tentang berbagai cara pengobatan baru. lain seperti kekurangan gizi, kematian ibu melahirkan,
Dianjurkan menjawab tiga pertanyaan lebih dahulu pelayanan imunisasi, persalinan, sanitasi belum banyak
untuk menanggapi cara pengobatan baru: 1). Apakah cara beru bah.
baru ini lebih unggul secara bermakna dibanding cara Ketidakberdayaan dokter tergarnbar dari komentar
yang dipakai sekarang; 2). Berapa biayanya dan apakah Kwik Kian Gie: "Pertumbuhan ekonorni tinggi tidak
ekonomis; 3). Berapajurnlah pasien yang rnemerlukannya beratiti jika tidak dinikmati secara merata" dan Chatib
serta siapa yang menanggung biaya. Basri: " Manusia miskin, kelaparan dan sakit bukan karena
Dokter di klinik harus memerhatikan pertanyaan tidak ada makanan, tetapi karena tidak ada akses (hak
pertama, namun sebaiknya tidak terlibat d i segi perolehan) untuk mendapat makanan. Dan ini tugas
ekonominya. negara (daerah)".
Jika hasil cara pengobatan baru lebih baik, tetapi Sejak 1 Maret 2005 pemerintah RI menetapkan
biayanya lebih tinggi, diperlukan cost-effectiveness analysis, kenaikan harga BBM yang diperkirakan menghasilkan Rp
yang menghitung jumlah dana untuk rnendapatkan 20 triliun untuk alokasi program pendidikan dan kesehatan
manfaat lebih, dibanding cara lama. Manfaat ini dapat 36 juta orang rniskin.
berupa penambahan jumlah pasien yang terselamatkan Inforrnasi non medik lain seperti pencapaian
dengan cara diagnosis baru atau peningkatan jumlah pendidlkan dasar, pelestarian lingkungan dan sebagainya
tahun umur dengan cara pengobatan baru. Hasil analisis mungkin menambah pernberdayaan dokter.
ini dapat mendukung usul dari dokter di klinik. Pertanyaan
ketiga perlu dijawab oleh penyangga dana dan ahli
analisis kebijakan kesehatan.

Berangkat dari hirnbauan menggunakan konsep cost-


ETIK PROFESI D A N KURIKULUM PENDIDIKAN effectiveness dalam tugas dokter, rantai berikut bertarnbah
DOKTER panjang dan sangat berguna dalam pengembangan diri
dokter sebagai intelektual : kurikulum (pelatihan intensif
Pembahasan tentang pemeriksaan pasien, penetapan dan bermutu) - etik profesi (pemantauan bermakna) -
masalah kesehatan, pilihan pemeriksaan penunjang dan layanan medik (penataran berkala dan penyuluhan sesuai
pengobatan ternyata rnernbentuk rantai kokoh, sehingga masalah di lapangan seperti DBD) - informasi non medik
penerapan konsep cost-effectiveness berkaitan dengan nasional (gambaran utuh tentang warga).
penerapan etik profesi, bukan semata-mata keterampilan
teknik.
Kedua butir ini jelas harus ada dalarn kurikulum REFERENSI
pendidikan dokter kita. Kalau memang sudah ada,
pelatihannya harus ditingkatkan. Tetapi bila belum Indeks Pembangunan Manusia memburuk. Kompas, 10 Juli
2003.
tercantum, diperlukan reformasi kurikulum.
Kadatisman (2003) Interaksi gaya hidup sehat dan perlindungan
Akan semakin nyata, bahwa keterpaduan antara tiga ekonomi. (tidak diterbitkan)
unsur: perhimpunan profesi-institusi pendidikan dokter- Kwik Kian Gie. Apakah resep IMF mesti baik ? Kompas, 12 Juli
,
24 FILSAFAT ILMU BENYAKIT DALAM

2003.
Mark, DB Economic issues in clinical medicine. In: E.Braunwald
et al, eds. Harrison's Principles of Internal Medicine. 15th ed.
New York: Mc Graw-Hi11.2001.P.17-18.
Mulyani S (Kepala Bappenas), Kompas, 4 Maret 2005.
Supartondo. Pendekatan klinik pasien geriatri di rawat jalan dan
di rawat inap. In Prosiding T.I. Geriatri. Supartondo dkk
(eds). Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagiar, Ilmu
Penyakit Dalam FKUI.2002.P.18-21.
Supartondo (1997).Cost-effectivesness dalam tindak medik. Kuliah
I, dalarn acara Orientasi Tatalaksana RS Pendidikan / FKLU oleh
Diklat RS Dr Cipto Mangunkusumo 18-20JUN1997.
The practice of medicine. In: E. Braunwald et al, eds. Harrison's
Principles of Internal Medicine.15thed.New York: Mc Graw-
Hi11.2001.p.2-4.
Vergrijzing dalam Inleiding Gerontologie en Geriatrie, ed. F.
Eulderink dkk. hal. 7, Bohn Stafleu Van Loghum, Houten /
Zaventem 1993.
PRAKTIK KEDOKTERAN BERBASIS BUKTI
DI BIDANG ILMU PENWAKIT DALAM
Indah S. Widvahening, Esthika Dewiasty. Kuntjoro Harimurti

PENDAHULUAN prakt'k kedokteran berbasis bukti dan pelatihan praktik


kedocteran berbasis bukti sudah dirnasukkan dalarn
Tuntutan agar profesi kesehatan rnengarnbil keputusan k u r i k ~ l u r npendidikan seorang ahli penyakit dalarn
klinis berdasarkan bukti terbaik saat ini sernakin rnaupun kurikulurn pendidikan kedokteran di seluruh
rneningkat. Praktik kedokteran berbasis bukti (evidence
basedpractice)didefinisikan sebagai penyelesaian rnasalah
klinis dengan rnenggabungkan antara hasil penelitian
(evidence) terbaik yang tersedia dan pengalarnan klinis LANGKAH-LANGKAH PRAKTIK KEDOKTERAN
seorang dokter dengan tetap rnernpertirnbangkan nilai- BEREASIS BUKTI
nilai pasien.l Melalui pendekatan ini, upaya seorang dokter
untuk rnenyelesaikan rnasalah pasiennya rnenirnbulkan Terdapat lirna langkah dalarn praktik kedokteran berbasis
kebutuhan akan inforrnasi terkait rnasalah klinis rnaupun bukti,l yaitu:
kesehatan lainnya. Hal ini akhirnya akan rnendorong
pernbelajaran rnandiri sepanjang hayat. Langkah Pertama: Menyusun Pertanyaan Klinis
Penelitian di bidang kedokteran berkernbang dengan Saat berhadapan dengan pasien dengan kondisi klinis
sangat cepat. Hal yang saat ini dianggap sebagai tindakan tertentu, bisa saja tirnbul beberapa pertanyaan terkait
terbaik dalarn praktik bisa saja berubah satu tahun bahkan rnasalah yang dihadapi oleh pasien saat ini. Pertanyaan
satu bulan kernudian. Pendekatan kedokteran berbasis klini: rnerupakan forrnulasi rnasalah dalarn bentuk
bukti rnernudahkan seorang dokter untuk rnelakukan pertanyaan yang terstruktur yang bisa dicari jawabannya.
praktiknya sesuai dengan perkernbangan terkini di bidang Hal ini rnerupakan langkah pertarna yang sangat penting
kedokteran' untuk dikuasai dalarn praktik kedokteran berbasis bukti.
Dalarn berhubungan dengan pasien rnaupun Pertanyaan klinis yang baik harus terforrnulasi secara
keluarganya, seorang ahli penyakit dalarn seringkali jelas, fokus pada rnasalah dan bisa dicari jawabannya
dihadapkan pada pertanyaan terkait rnasalah diagnosis, dengan penelusuran literatur. Pertanyaan klinis yang baik
prognosis rnaupun terapi. Agar bisa rnernberikan harus terdiri atas ernpat (atau setidaknya tiga) kornponen
penatalaksanaan yang optimal bagi pasien, praktik penting di bawah ini:4
kedokteran berbasis bukti rnengharuskan agar keputusan a. Fasien atau problem yang dihadapi;
klinis yang diarnbil tidak hanya didasarkan pada b. Intervensi atau pajanan yang dipikirkan;
bukti yang diperoleh dari hasil penelitian narnun juga c. Fernbanding atas intervensi rnaupun pajanan (jika
pengalarnan klinis yang dirniliki oleh seorang dokter ada);
dengan rnernpertirnbangkan nilai-nilai rnaupun pilihan d. Outcome atau hasil yang diharapkan atau ingin di-
pasien. Pengalarnan klinis yang rnencakup keterarnpilan capai.
dalarn rnelakukan anarnnesis dan perneriksaan fisiS
Keernpat kornponen tersebut dikenal sebagai PIC0
rnernegang peranan yang penting dalarn penatalaksanan
(pasien atau problem, intervensi atau pajanan, comparison/
pasien. Narnun dernikian, saat ini seorang ahli penyakit
pernbanding dan outcome) atau PI0 (pasien atau problem,
dalarnjuga dituntut terarnpil rnelakukan langkah-langkah
intervensi atau pajanan, dan outcome).
26 ILMU PENYAKIT DALAM
~LSAFAT

Ilustrasi kasus di bawah ini disajikan sebagai c ~ n t o h yang sangat luas, pencarian literatur melalui internet
agar dapat lebih mudah memahami pengunaan keempat merupakan upaya yang lebih praktis untuk mengikuti
komponen tersebut. perkembangan informasi dibanding mengikuti pertemuan
Seorang pasien laki-laki berusia 55 tahun dengan ilmiah yang membutuhkan waktu dan biaya yang tidak
diabetes melitus. Pasien juga mengalami hipertensi, sedikit. Namun demikian diperlukan keterampilan agar
sehingga bila ditambah dengan faktor usiany; saat dapat memperoleh artikel yang berguna untuk menjawab
ini, anda menganggap pasien tersebut memiliki pertanyaan dalam waktu singkat. Keterampilan ini bisa
risiko yang tinggi terhadap penyakit kardiovaskular. didapat melalui pelatihan.
Anda mempertimbangkan untuk meresepkan aspirin Berdasarkan ilustrasi kasus di atas, dihasilkan beberapa
sebagai upaya pencegahan primer terhadap penyakit kata kunci yaitu:
kardiovaskular. Diabetes, aspirin, pencegahan primer, penyakit
Berdasarkan ~lustrasikasus di atas, komponen utama kardiovaskular (beserta sinonimnya seperti penyakit
pertanyaan klinis adalah sebagai berikut, jantung koroner atau stroke).
a. Pasien atau problem: pasien laki-laki berusia 55 tahun Penting diingat bahwa sebagian besar informasi
dengan diabetes melitus dan hipertensi. yang tersedia di internet menggunakan bahasa Inggris
b. Intervensi: aspirin. sehingga untuk melakukan pencarian literatur kata kunci
c. Pembanding: tanpa aspirin. di atas perlu diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris
d. Outcome: pencegahan primer terhadap kejadian sebagai berikut:
penyakit kardiovaskular. Diabetes, aspirin, primary prevention, cardiovascular
Dengan demikian, pertanyaan klinis yang timbul diseases (sinonim: coronary diseases, coronary arterial
adalah sebagai berikut: diseases, stroke)
"Pada pasien dengan risiko penyakit kardiovaskular Langkah selanjutnya dalam pencarian literatur
yang tinggi, apakah pemberian aspirin dapat mencegah adalah memilih database online yang tepat. Walaupun
timbulnya penyakit kardiovaskular?" cukup banyak database yang tersedia, namun sebagai
langkah awal Cochrane library dan MEDLINE sudah
Langkah Kedua: Mencari Bukti yang Relevan cukup memadai untukdigunakan. Cochrane library (www.
Setelah pertanyaan klinis diformulasikan, langkah thecochranelibrary.com) adalah database yang dikelola
selanjutnya adalah mencari bukti pada literatur yang oleh Cochrane collaboration dan terdiri atas database
dapat menjawab pertanyaan tersebut. Bukti tersebut review sistematis (Cochrane Database of Systematic Review
dapat diperoleh dari berbagai sumber informasi. Buku - CDSR), database abstrak review mengenai efektivitas
teks yang biasa digunakan sebagai sumber informasi suatu intervensi (Database of abstracts of reviews of
seringkali tidak memuat informasi yang terbaru sedangkan effectiveness - DARE) dan database register uji klinis
jurnal kedokteran tradisional (dalam bentuk cetak: juga (Cochrane controlled trials register). Cochrane collaboration
tidak disusun secara teratur sehingga memudahkan adalah suatu lembaga internasional yang berupaya untuk
pencarian i n f o r m a ~ i Strategi
.~ lain dalam memperoleh menyusun, memelihara dan menyebarluaskan review
informasi adalah bertanya pada sejawat maupur ahli. sistematis mengenai intervensi kedokteran maupun
Namun jawaban yang kita peroleh dari mereka seringkali kesehatan. Walaupun tidak seluruh artikel penuh (full
bervariasi. paper) pada Cochrane library bisa diakses secara gratis,
Database literatur yang tersedia secara online saat in1 namun seringkali abstrak yang tersedia sudah cukup
merupakan sumber informasi yang sangat penting dalam memadai untuk menjawab pertanyaan klinis.
praktik kedokteran berbasis bukti karena memungkinkan MEDLINE merupakan database yang dikelola oleh
pencarian terhadap ribuan artikel dalam banyak -urnal National Library of Medicine Amerika Serikat dan saat
secara cepat. Keterampilan untuk melakukan pencarian ini merupakan database yang paling sering digunakan
literatur secara efektif melalui database tersebut sangat di seluruh dunia untuk melakukan pencarian literatur.
penting dalam praktik kedokteran berbasis bukti. Saat NlEDLIlVE dapat diakses secara gratis melalui PUBMED
ini, dapat dipastikan bahwa hampir semua ahli penyakit (www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed) walaupun tidak seluruh
dalam di Indonesia memiliki akses internet. Walaupun artikel penuh (full paper) bisa diperoleh secara gratis.
ketersediaan akses terhadap literatur melalui internet Untuk bisa melakukan pencarian literatur pada Cochrane
masih dianggap sebagai kendala dalam praktik kedokteran library maupun MEDLINE, perlu pemahaman mengenai
berbasis bukti di Indonesia dan negara berkembang prinsip penggabungan kata kunci. Penggabungan kata
l a i n n ~ a sesungguhnya
,~ saat ini sudah cukup banyak kunci dilakukan dengan menggunakan "AND" dan "OR"
tersedia database literatur kedokteran yang bisa diakses sebagai perintah penggabungan. Dalam penggabungan
tanpa biaya. Mengingat negara Indonesia memiliki w layah dua kata kunci, AND digunakan untuk memperoleh
EVIDENCE BASED MEDICINE

artikel yang mengandung kedua kata kunci tersebut, nilai yang dirniliki seorang pasien. Agar bisa mengambil
sedangkan OR digunakan untuk mernperoleh artikel yang keputusan dengan tepat, informasi mengenai efektivitas
mengandung salah satu kata kunci tersebut. dan risiko suatu tindakan perlu didiskusikan dengan pasien
Contoh sederhana penggabungan kata kunci untuk maupun keluarganya. Dengan demikian penatalaksanaan
rnelakukan pencarian literatur terhadap pertanyaan klinis b e n a r - b e n a r mencerrninkan p e n g g a b u n g a n k e t i g a
di atas adalah sebagai berikut: komponen praktik kedokteran berbasis bukti. Selain itu,
(1). diabetes pengarnbilan keputusan klinisjuga harus memperhatikan
(2). aspirin faktor biaya dan ketersediaan intervensi yang direncanakan
(3). primary prevention d i rurnah sakit atau tempat praktik.
(4). cardiovascular OR coronary OR coronary-arterial OR
stroke Langkah 5: Evaluasi kinerja dalam penerapan
(5). (1) AND (2) A N D (3) AND (4). praktik kedokteran berbasis bukti
Masing-masing langkah dalam praktik kedokteran
Pencarian melalui PUBMED pada 27 N o v e m b e r
berbasis bukti (menyusun pertanyaan yang bisa dicari
2012 menghasilkan sitasi cukup banyak (690 sitasi).
jawabannya, mencari bukti yang relevan secara cepat,
Hasil pencarian pada PUBMED tesebut dapat dikurangi
menilai b u k t i secara kritis, menerapkan b u k t i y a n g
dengan menggunakan pembatasan (limit). Contohnya
d i p e r ~ l e hdengan keterampilan klinis dan nilai-nilai pasien)
adalah mernbatasi agar hanya artikel berbentuk review
yang sudah dijalankan perlu dievaluasi secara teratur agar
sisternatis yang diperoleh, mengingat review sisternatis
dapar dicapai efektivitas yang optimal. Upaya ini perlu
saat ini dianggap sebagai artikel yang rnerniliki tingkat
d~rencanakandengan baik sehingga peningkatan kualitas
kebenaran tertinggi. Contoh yang lain adalah membatasi
penatalaksanaan pasien dapat tercapai.
agar hanya artikel yang diterbitkan dalam 5 tahun terakhir
yang diperoleh.

Langkah Ketiga: Menilai Bukti Secara Kritis KESlMPULAN


Setelah bukti/literatur yang relevan diperoleh, langkah
Praktik kedokteran berbasis bukti merupakan tuntutan
selanjutnya adalah melakukan penilaian terhadap validitas
yang tidak bisa dihindari oleh seorang ahli penyakit dalam
(tingkat kebenaran) dan manfaat klinis literatur tersebut.
saat ini. Keterampilan untuk rnenerapkan ha1 tersebut
Walaupun artikel penelitian sangat banyak dihasilkan,
perlu diperoleh melalui pelatihan baik pada masa residensi
namun kualitasnya bervariasi. Penggunaan bukti yang
maupun dengan mengikuti pendidikan kedokteran
tidak benar dalarn praktik tidak saja dapat membahayakan
berkelanjutan.
pasien namun juga menyia-nyiakan sumber daya yang
terbatas. Tingkat validitas, besarnya manfaat dan sejauh
mana dapat diterapkan rnerupakan tiga ha1 penting yang
harus dinilai dari suatu artikel penelitian. Tingkat validitas
REFERENSI
menunjukkan seberapa besar penelitian tersebut bebas 1. Dawes M, Summerskill W, Glasziou P, Cartabellotta A,
dari bias.6 Martin J, Hopayian K, et al. Sicily statement of evidence-
Keterarnpilan u n t u k melakukan penilaian kritis t,ased practice. BMC Medical Education. 2005;5(1). Epub 5
January 2005.
terhadap artikel penelitian juga perlu dipelajari secara
2. Holmboe ES, Bowen JL, Green ML, Gregg J, DiFrancesco L,
khusus melalui pelatihan. Penilaian kritis bisa dilakukan Reynolds E, et al. Reforming Internal Medicine Residency
dengan menggunakan berbagai alat yang mudah Training; A Report from the Society of General Internal
diperoleh rnelalui internet, salah satu contohnya adalah b4edicine's Task Force for Residency Reform. J Gen Intern
b4ed 2005;20:1165-72.
yang dikembangkan oleh Oxford Center f o r Evidence 3. Crilly M, Glasziou P, Heneghan C, Meats E, Burls A. Does the
Based Medicine.' Penilaian kritis terhadap artikel penelitian current version of 'Tomorrow's Doctors' adequately support
m e n g e n a i diagnosis, prognosis, t e r a p i atau review the role of evidence-based medicine in the undergraduate
curriculum? Medical Teacher. 2009;31:938-44.
sistematis rnemerlukan alat yang berbeda.
4. Straus SE, Glasziou P, Richardson WS. Evidence-Based
Medicine: How to Practice and Teach It. 4 ed. Oxford: Elsevier
Langkah 4: Menerapkan bukti Limited; 2010.
Setelah kita meyakini bahwa bukti yang kita miliki valid 5. Zaidi Z, Iqbal M, Hashim J, Quadri M. Making Evidence-
based Medicine (EBM) doable in developing countries: A
dan berrnanfaat, langkah berikutnya adalah menggunakan locally-tailored workshop for EBM in a Pakistani institution.
bukti tersebut dalarn penatalaksanaan pasien. Penerapan Education for Health. 2009;22(1).
bukti harus disertai dengan keterarnpilan klinis yang 6. Health information research unit McMaster University. The
Hedges Project 2004 [updated September 9,2005; cited 2011
mernadai d a n memperhatikan kondisi rnaupun nilai- May 31, 20111; Available from: http://hiru.mcrnaster.ca/
28 FILSAFAT ILMU PENYAKIT DALAM

him/ hedges/indexHIRU.htm.
7. University of Oxford Centre for Evidence Based Medicine.
Critical Appraisal. [updated 29 March 2012; cited 2011 6
May 20121; Available from: http://www.cebm.net/index.
aspx?o=1157.
CATATAN MEDIK BERDASARKAN MASALAH

Parlindungan Siregar

Catatan Medik (Medical Record), sesuai dengan nama-


nya, merupakan catatan tertulis semua data pasien yang
diperoleh dari wawancara (anamnesis), pemeriksaan
fisis, dan pemeriksaan penunjang beserta data yang
diperoleh selama pemantauan (progress notes) dalam
harian, mingguan, atau bulanan. Dalam dunia kedokteran,
catatan medik rnenyangkut beberapa kepentingan seperti: Re~cana
a) Fungsi komunikasi bagi dokternya sendiri; b) Fungsi Diagnosis
komunikasi bagi petugas kesehatan lainnya; c) Kepentingan pengobatan
kualitas pelayanan (quality assurance); d) Kepentingan
penelitian; e) Kepentingan bagi pasien; f ) Kepentingan Tindak Lanjut
hukum. Berdasarkan kepentingan-kepentingan ini, maka
catatan rnedik yang baik adalah catatan yang dilakukan Gambar 1. Langkah-langkah penyusuran CMBM berdasarkan
sebaik dan selengkap mungkin. the four boxes of Dr. Weed

masuk ke kotak keempat Dr. Weed, dituliskan simpulan


PROBLEM ORIENTED MEDICAL RECORD (POMR) dan kemudian prognosis kasus yang dihadapi. Kotak
keempat Dr. Weed ini adalah mernbuat catatan tertulis
POMR atau CMBM (Catatan Medik Berdasarkan Masalah), (Progress Notes) selama masa tindak lanjut (follow up) yang
merupakan sistem catatan medik yang dipelopori oleh Dr. dituliskan dalam bentuk laporan SOAP (subjectivesymptom,
Larry Weed yang terkenal dengan The Four Boxes of Dr. objective symptom, assesment, planning).
Weed seperti terlihat pada gambar 1.
CMBM atau POMR ini merupakan catatan medik
yang dilakukan dokter terhadap seorang pasien baru.
Berdasarkan empat kotak Dr. Weed di atas, CMBM
dimulai dengan pengumpulan data dasar yang diperoleh Anamnesis
dari wawancara (anamnesis), pemeriksaan fisis, dan
Keluhan utama : keluhan yang membuat pasien merasa
pemeriksaan penunjang serta kemudian dirangkum
perlu untuk meminta pertolongan.
dalarn resume singkat. Data dasar tersebut kemudian
didefinisikan dalam bentuk Daftar Masalah (Problem Riwayat penyakit sekarang : riwayat penyakit yang
List). Daftar masalah rnemiliki satu atau lebih masalah, dimulai dari akhir masa sehat hingga saat datang meminta
yang kemudian pada tiap masalah dilakukan pengkajian. pertolongan. Pada keadaan penyakit-penyakit kronik
Berdasarkan pengkajian ini kemudian ditetapkan rencana (misalnya diabetes rnelitus/DM, hipertensi, sirosis hati),
(Plan) berupa rencana diagnostik, rencana pengobatan, riwayat penyakit dimulai dari episode terakhir masa
dan rencana edukasi setiap daftar masalah. Sebelum merasa sehat.
30 FILSAFAT ILMU PENYAKIT DALAM

Hal ha1 lain yang dituliskan setelah alinea 'akhir masa Dalam menuliskan sintesis tidak dibutuhkan seluruh
sehat' di atas, adalah : gejala dan tanda yang lengkap sempurna, akan tetapi
1. Episode-episode yang terjadi sebelum episode ter- cukup dengan gejala dan tanda utama yang khas pada
akhir. penyakit atau sindroma tersebut.
2. Riwayat penyakit kronik lain yang juga diderita Pada dasarnya dalam membentuk daftar masalah
pasien, namun tidak berkaitan dengan keluhan utama. langkah pertama yang dianjurkan adalah mencoba
Misalnya selain keluhan utama berkaitan dengan menuliskan hasil sintesis terlebih dahulu, baru pada
DM, pasien juga mengidap penyakit asma bronkial langkah selanjutnya menuliskan gejala atau tanda yang
kronik. tidak dapat disintesis lagi, menjadi masuk di dalam daftar
masalah.
Riwayat penyakit dahulu : riwayat penyakit yang pernah
Bila ada satu gejala atau tanda yang bersifat darurat
diderita pasien, akan tetapi saat ini sudah sembuh.
atau memerlukan perhatian khusus untuk dievaluasi lebih
Contoh: hepatitis akut, malaria, gastroenteritis dan lain- lanjut, gejala dan tanda tersebut dapat kita keluarkan dari
lain. penyakit atau sindroma yang bersangkutan untuk menjadi
nomor masalah tersendiri. Misalnya daftar masalah no. 1
Riwayat penyakit dalam keluarga : Riwayat penyakit
adalah Hematemesis-Melena dan no.2 adalah Sirosis Hati.
yang pernah atau masih ada di dalam keluarga baik segaris
Hematemesis melena merupakan bagian dari sirosis hati,
maupun di luar garis turunan.
akan tetapi karena bersifat darurat serta membutuhkan
perhatian khusus, maka dapat menjadi daftar masalah
Pemeriksaan Fisis
tersendiri.
Tanda klinis yang diperoleh setelah dilakukan pemeriksaan
Penting diketahui bahwa tidak boleh satupun gejala
jasmani.
atau tanda yang ada, tidak dimasukkan dalam daftar
masalah. Seluruh gejala dan tanda harus masuk di dalam
Pemeriksaan Penunjang
daftar masalah, apakah itu masuk dalam nama penyakit
Hasil pemeriksaan yang ada, pada saat CMBM dibuat.
atau nama sindroma atau berdiri sendiri di dalam daftar
masalah.
Resume
Perlu juga menjadi perhatian bahwa sebaiknya tidak
Ringkasan dari anamnesis, pemeriksaan fisis, pemeriksaan
menuliskan penyebab (et causa) dari masalah di dalam
penunjang yang dituliskan dalam bentuk berita singkat
daftar masalah karena ha1 ini akan dibahas di dalam
dengan jumlah baris kurang dari 6 baris.
pengkajian.

Daftar Masalah
Bagaimana membentuk daftar masalah? PENGKAJIAN (ASSESMENT)
Daftar masalah dapat bersifat: Setiap nomor dalam daftar masalah harus kita kaji
Biologik dengan baik dan sempurna. Tujuan kita untuk menuliskan
Psikologik pengkajian yang baik dan sempurna adalah agar kita
Sosial mampu menuliskan rencana (diagnostik, pengobatan,
Demografik edukasi) yang baik dan sempurna pula.
Dari hasil pengkajian inilah kita dapat menilai,
Daftar masalah dibentuk dari atau dapat terdiri atas:
apakah dokter yang membuatnya mumpuni, baik dalam
Gejala (anamnesis)
pengetahuan maupun pengalaman ilmu kedokteran yang
Tanda (pemeriksaan jasmani dan pemeriksaan
dimiliki.
penunjang)
Seorang dokter seharusnya berpikir sebagaimana
Sintesis gejala dan tanda sehingga membentuk
seorang Grand Master Catur melakukan pengkajian dalam
diagnosis berupa penyakit atau sindroma.
permainan caturnya. Seorang Grand Master Catur dituntut
Daftar masalah yang dibentuk seorang dokter sangat untuk memikirkan baik langkah-langkah catur lawan
dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan ilmu kedokteran maupun dirinya sendiri 10,20,30 langkah ke depan bahkan
dan pengalaman dalam dunia kedokteran. Pada tingkat lebih, agar ia dapat mengalahkan lawannya.
yang rendah mungkin hanya mampu menuliskan Langkah yang dapat kita lakukan dalam menuliskan
gejala atau tanda saja. Pada tingkat yang tinggi sudah pengkajian antara lain :
mampu menuliskan sintesis dalam bentuk penyakit atau Tuliskan alasan-alasan mengapa kita menetapkan
sindroma. masalah yang tertulis dalam daftar masalah tersebut.
CATATAN MEDIK BERDASARKAN MASALAH (CMBM = POMR)

Tuliskan etiologi masalah yang ditetapkan beserta kpakah indikasi pemeriksaan kuat atau tidak
alasan ilmiah mengapa etiologi tersebut dipikirkan, (berdasarkan urutan dari 10 rencana kita).
dari yang paling mungkin sampai kepada yang paling kpakah fasilitas pemeriksaan ada atau tidak
sedikit kemungkinannya. kpakah dana yang dimiliki pasien mencukupi atau
Tuliskan diagnosis banding dari masalah yang tidak.
ditetapkan beserta alasan ilmiah mengapa diagnosis
banding tersebut dipikirkan, dari yang paling
mungkin sampai kepada yang paling sedikit RENCANA PENGOBATAN
kemungkinannya.
- Tuliskan komplikasi-komplikasi dari masalah yang Sama halnya dengan rencana diagnostik, dalam rencana
ditetapkan yang kita ketahui dari literatur atau buku pengobatan kita menuliskan urutan rencana pengobatan
teks. yang akan kita laksanakan berkaitan dengan kajian
Hal-ha1lain yang dianggap perlu untuk menyempurna- kita, mulai dari yang paling penting sampai kepada
kan pengkajian. yang kurang penting. Dalam pelaksanaannya kita juga
harus memerhatikan faktor-faktor kekuatan indikasi,
keterdesakan, fasilitas pengobatan dan kemampuan dana
RENCANA DIAGNOSTIK yang dimiliki pasien.

Bila kita telah menuliskan pengkajian dengan sebaik-


baiknya, pastilah kita juga mampu menuliskan rencana RENCANA EDUKASI
diagnostik yang baik. Salah satu cara untuk menilai
apakah pengkajian kita sudah baik atau tidak adalah Tujuan edukasi adalah :
dengan melihat apakah dalam rencana diagnostik kita Agar pasien dan keluarga mengetahui gambaran
tertulis rencana yang tidak memiliki kaitan dengan apa penyakit yang diderita.
yang kita tuliskan dalam kajian kita. Bila ada, sudah dapat Agar pasien dan keluarga mengerti tindakan diagnostik
dipastikan bahwa pengkajian yang kita lakukan belum yang kita lakukan dan risiko serta keuntungan yang
begitu baik. Sebagai contoh, misalnya daftar masalah yang diperoleh bila pemeriksaan dilakukan.
kita tetapkan adalah : Agar pasien dan keluarga mengerti tindakan
Melena pengobatan serta risiko atau keuntungan pengobatan
Sirosis hati yang dilakukan.
Dalam pengkajian yang kita lakukan kita hanya Agar pasien dan keluarga mengetahui komplikasi dan
menuliskan bahwa penyebab melena adalah pecahnya prognosis penyakit yang diderita.
varises esofagus atau disebabkan oleh gastropati
hipertensi portal. Kemudian dalam rencana diagnostik
tertulis : KESIMPLILAN
Endoskopi
Hemostasis lengkap Menjrimpulkan secara singkat permasalahan kasus yang
dihadapi. Misalnya: pria, 45 tahun dengan permasalahan
Dalam pengkajian kita tidak menyinggung soal
sirosis hati dan komplikasi hematemesis melena.
kelainan hemostasis sebagai penyebab, sedang dalam
rencana diagnostik kita meminta pemeriksaan untuk
kelainan hemostasis. Ini yang dimaksudkan bahwa
pengkajian yang kita lakukan belum begitu baik.
PROGNOSIS
Dalam rencana diagnostik kita tuliskan seluruh rencana
Akhi-dari catatan ini kita harus menuliskan prognosis dari
pemeriksaan yang ada kaitannya dengan kajian masalah
kasus baru yang kita periksa.
mulai dari yang paling kuat indikasinya sampai dengan
Prognosis dipengaruhi oleh :
yang paling lemah indikasinya. Dalam pelaksanaannya
Berat ringan kasus
kita harus mempertimbangkan beberapa hal. Misalnya
Sosial ekonomi pasien
untuk satu masalah kita telah rencanakan 10 macam
pemeriksaan. Apakah kesepuluh rencana tersebut kita Prognosis dapat dibagi lagi atas :
kerjakan? Jawabannya bisa ya, bisa tidak. Ad Vitam
Dalam melaksanakan pemeriksaan tersebut ada tiga Ad Sanationam
ha1 yang harus kita perhatikan : Ad Functionam
32 FILSAFAT ILMU PENYAKIT DALAM

TINDAK LANJUT (PROGRESS NOTES) Selain itu, perlu dilakukan pengkajian terhadap tanda
klinik baru tidak berkaitan dengan daftar masalah yang
Soap telah ditetapkan, apakah kemungkinan-kemungkinan
Sesuai dengan kotak keempat Dr. Weed, dibuat tindak masalah baru yang akan ditetapkan, apakah kemungkinan-
lanjut secara tertulis yang dilakukan selama pasien dalam kemungkinan penyebabnya, dan apakah kemungkinan-
pengawasan, baik rawat inap maupun rawat jalan. Setiap kemungkinan komplikasi yang akan ditimbulkan oleh
butir dari daftar masalah, dibuat tindak lanjut secara masalah baru ini.
tertulis misalnya:
Planning :
Daftar masalah no. 1: Berdasarkan pengkajian yang dilakukan, maka ditetapkan
5: urutan rencana pemeriksaan yang perlu dilakukan lagi
0: dalam rangka pembuktian kebenaran ilmiah dari butir
A: daftar masalah yang ditetapkan, serta pengobatan yang
P: belum dan perlu dilaksanakan.
Menetapkan rencana diagnostik dan rencana
Daftar masalah no. 2:
pengobatan bagi masalah baru, etiologi dan komplikasi
S:
yang mungkin timbul.
0:
A:
P:
RESUME DAFTAR MASALAH
Daftar masalah no. 3 dan seterusnya.
S: Bagian ini merupakan tabel yang berisikan semua masalah,
0: baik aktif maupun inaktif. Masalah aktif adalah masalah
A: yang diagnostiknya belum selesai dan masih dalam
P: pengawasan/pengobatan baik saat ini maupun pada
saat yang akan datang. Masalah inaktif adalah masalah
Subjective symptom :
yang diagnostiknya sudah terselesaikan dan tidak perlu
Temuan klinik (dari anamnesis) yang ada pada ~asien
pengawasan atau pengobatan lagi saat ini. Contoh tabel
berkaitan dengan butir daftar masalah yang telah
seperti di bawah ini:
ditetapkan serta berkaitan dengan hal-ha1 yang
telah dibahas dalam pengkajian (etiologi, diagnosis
banding, komplikasi). No DaftarMasabh A,Wf i I$@if
Temuan klinik baru yang timbul tetapi tidak berkaitan
dengan butir-butir daftar masalah yang telah
,Taoggel I Td s ~ a l
1 Asma Bronkial 2005
ditetapkan.
2 Diabetes Melitus 2000
Objective symptom : 3 Ulkus Pedis Sinistra 1Nopember 2011
Temuan klinik (dari pemeriksaan fisik dan penurjang)
yang ditemukan berkaitan dengan tiap butir dari
daftar masalah yang ditetapkan serta berkaitan
dengan ha1 ha1 yang telah dibahas dalam pengkajian REFERENSI
setiap butir dari daftar masalah (etiologi, diagnosis
Bowen JL. Educational Strategies to Promote Clinical Diagnostic
banding, komplikasi). Reasoning. N Engl J Med. 2006; 355:2217-25.
Temuan klinik baru yang ditemukan tetapi tidak Salmon P, Rappaport A, Bainbridge M, Hayes G, Williams
berkaitan dengan butir-butir daftar masalah yang J. Primary Health Care Specialist Group of the British
Computer Society. Taking the problem oriented medical
telah ditetapkan. record forward. Proc AMIA Annu Fall Symp. 1996:463-7.
Weed LL. The Importance of Medical Records. Canadian Fam
Assesment : Physician. 1969; 15 (12):23-25
Pengkajian terhadap data yang ada pada subjectiva dan Weed LL. Medical Records That Guide and Teach. N Engl J Med
objective symptom yang diperoleh pada saat itu, kem~dian 1968; 278:593-600.
menyimpulkannya apakah ads perbaikan atau perburukan, Weed LL. Medical Records hat ~ u i d and
e ~ e a c hN. ~ nJ ~ ~e dl .
1968; 278:652-657
apakah masalah yang ditetapkan sudah dapat dibuktikan
kebenaran ilmiahnya, atau butir masalah tersebut sudah
dapat diselesaikan atau tidak.
DASAR-DASAR ILMU

KIT DALAM Edisi VI 2014


GENETIKA MEDIK DAN
BIOLOGI MOLEKULAR
Bambang Setiyohadi, Nyoman Gde Suryadhana

Genetika adalah i l m u yang mempelajari sebab, sedangkan ale1 reses~fd~tandaioleh huruf kecil; 5). Pada
perkembangan dan pewarisan perbedaan sifat individu; waktu gametogenesls, pasangan gen yang mengendalikan
sedangkan genetika medik adalah cabang genetika yang suatu sifat tertentu akan berpisah, sehingga setiap gamet
mempelajari pewarisan dan efek gen pada berbagai hanya mengandung hanya mengandung salah satu gen
penyakit. Di dalam genetika, susunan gen pada individu dari pasangan ale1 ter-sebut. Pada proses fertilisasi, faktor-
disebut genotip sedangkan apa yang tampak pada individu faktor tersebut akan berpasangan secara acak.
disebut fenotip. Fenotip merupakan interaksi antara Pada penelitian selanjutnya Morgan mendapatkan
genotip dan lingkungan. Prinsip pewarisan sifat mahluk bahwa gen-gen menempati lokus tertentu yang khas
hidup pertama kali diterangkan oleh Gregor Mendel didalam kromosom. Kromosom adalah benang-benang
pada tahun 1865. Dengan latar belakang matematika dan pembawa sifat keturunan yang terdapat di dalam inti sel
biologi yang dimilikinya, Mendel melakukan percobaan- yang pertama kali diidentifikasi oleh Flemming pada tahun
percobaan yang sangat berbeda dengan yang dilakukan 1877. Pada tahun 1956, Tjio dan Levan mendapatkan bahwa
oleh orang lain sebelumnya. Mendel berusaha menyelidiki manusia memiliki 46 kromosom, 23 kromosom berasal
semua sifat menurun secara serentak tetapi hanya dari ayah dan 23 berasal dari ibu. Sepasang kromosom
dibatasi oleh satu sifat saja. Mendel juga melakukan merupakan homolog sesamanya, yaitu mengandung lokus
penelitian dengan sampel yang besar sehingga ia mampu gen-gen yang bersesuaian yang disebut alel. Bila pada
menafsirkan hasil penelitiannya secara matematika. lokus yang sama terdapat lebih dari satu alel, maka disebut
Berdasarkan hasil penelitiannya, Mendel membuat alel ganda, misalnya golongan darah manusia sistem ABO.
beberapa postulat sebagai berikut: 1). Setiap sifat Gen merupakan satuan informasi genetik yang berfungsi
organisme dikendalikan oleh sepasang faktor keturunan mengatur perkembangan dan metabolisme pada individu
yang disebut gen, satu berasal dari induk jantan dan satu serta menyampaikan informasi genetik kepada generasi
berasal dari induk betina. Setiap pasang gen mungkin berikutnya.
terdiri dari 2 gen yang sama yang disebut homozigot atau Pada tahun 1903, Sutton mendapatkan kesesuaian
2 gen yang berbeda yang disebut heterozigot; 2). Tiap antara perilaku kromosom pada proses mitosis dan
pasangan gen menunjukkan bentuk alternatif sesamanya, meiosis dengan hipotesis Mendel. Mitosis adalah
misalnya bulat dengan kisut, tinggi dengan pendek, botak pembelahan sel somatik (sel badan) yang berlangsung
dan berambut dan sebagainya. Kedua bentuk alternatif dalam 4 tahap, yaitu profase, metafase, anapase
tersebut disebut alel; 3). Bila ale1 yang mengendalikan dan telofase. Fase antara 2 mitosis disebut interfase.
suatu sifat tertentu pada individu terdiri dari gen-gen Sedangkan meiosis adalah pembelahan sel yang terjadi
yang berbeda, maka pengaruh 1gen akan terlihat lebih pada gametogenesis. Beberapa hasil pemikiran Sutton
menonjol (dominan) sedangkan pengaruh gen yang adalah:l). Pada akhir meiosis, jumlah kromosom yang
lain akan tersembunyi (resesif); 4). Individu murni akan masuk kedalam sel sperma maupun ovum tepat separuh
memiliki 2 ale1 yang sama, dominan semua atau resesif dari jumlah kromosom yang ada didalam sel-sel tubuh;
semua. Alel dominan akan ditandai oleh huruf besar, 2). Pada fertilisasi, sel sperma dan ovum yang masing-
34 DASAR-DASAR lLMU PENYAWT DALAM

masing merniliki seperangkat krornosorn (haploid) akan dituangkan dalam bentuk pedigre (silsilah) sehingga dapat
mengernbalikan jurnlah kromosom dalam individu baru diketahui interaksi suatu gen dalam keluarga; 2). Studi
rnenjadi dua perangkat (diploid); 3). Setiap kromosom pada anak kembar; 3). Percobaan pada binatang dan
tetap memiliki bentuk dan identitas yang sarna walaupun proses pengembangbiakan (breeding). Model hewan coba
telah melalui berbagai proses mitosis dan meiosis yang sangat penting untuk rnenunjukkan model pewarisan dan
tak terhingga banyaknya; 4). Selama meiosis, tiap pasang kadang-kadang dapat rnenerangkan patogenesis penyakit
krornosorn mernisah secara bebas terhadap kromosom yang sedang diteliti.
pasangannya.
Pada tahun 1944, Oswald Avery, Colin McLeod dan
Mc Lyn McCarty rnenunjukkan bahwa asam nukleat POLA PENURUNAN SIFAT DALAM KELUARGA
merupakan agen pembawa informasi hered~terdan pada
tahun 1953 James Watson, ahli Biokirnia Amerika Serikat, Ciri Bawaan yang Menurun pada Anak
dan Francis Crick, ahli biofisika Inggris, rnendapatkan
Karakter dorninan, yaitu ciri yang diturunkan dari salah
bentuk tangga terpilin (double helix) dari asarn deoksiribo-
satu orang tua secara utuh.
nukleat (DNA).
Selain inti sel, ternyata mitokondria juga rnernlllki Karakter semi-dorninan (carnpuran), yaitu ciri bentuk
krornosorn sendiri yang diturunkan dari ibu ke anak- tengah yang diwariskan dari kedua orang tuanya. Misalnya
anaknya. Struktur DNA mitokondria yang terdiri dari rambut ikal pada anak berasal dari rambut lurus dan
untai ganda berbentuk lingkaran tertutup dengan keriting kedua orang tuanya.
urutan nekleotidanya secara lengkap telah didskripsikan
Karakter kodorninan (rnozaik), yaitu clri yang tarnpil utuh
oleh Anderson pada tahun 1981. Mutasi krornosom
sendiri-sendiri (dominan) berupa gabungan kedua sifat
mitokondria pertama kali dilaporkan pada tahun
orang tuanya, misalnya rnewarisi gigi besar dari pihak ibu
1988 pada neuropati optik Leber (maternally type of
dan rahang kecil dari pihak ayah, sehingga menghasilkan
blindness).
bentuk gigi berjejal. Bila kualitas karakter yang diwariskan
Pada tahun 1989, penelitian besar-besaran rnengenai
persis sama dengan kedua orang tuanya, maka disebut
genom manusia dilaksanakan melalui Human Genom
karakter parental.
Project (HUGO project) dipimpin oleh James Watson,
penerima hadiah Nobel dan salah satu penemu struktur Perkernbangan berlebihan, yaitu bila sifat yang di-
DNA. Melalui proyek ini, diharapkan rnanusia dapat turunkan jauh lebih buruk atau jauh lebih baik daripada
memaharni dirinya, melalui pemetaan urutan pasengan karakter yang dirniliki kedua orang tuanya. Keadaan ini
basa pembawa sifat yang terdapat didalam 46 kromosorn biasanya berhubungan dengan potensi faktor lingkungan
manusia. Hal ini sangat penting untuk rnengetahui dan biasanya bersifat poligen.
keterlibatan gen sebagai faktor predisposisi yang Mutasi spontan, yaitu perubahan sifat yang sama
menentukan kerentanan atau ketahanan terhadaplsuatu sekali tidak diternukan pada orang tuanya atau nenek
penyakit. moyangnya dan tidak secara langsung dipengaruhi oleh
Dalarn menyikapi kelainan herediter, beberapa ha1 faktor lingkungan. Biasanya rnutasi disebabkan oleh faktor
sering disalahartikan, misalnya: 1). Tidak ditemukannya yang langsung mempengaruhi gen, rnisalnya radiasi
kelainan bawaan pada anggota keluarga yang lain sinar-X, radioaktif atau infeksi virus.
dianggap bahwa kelainan bawaan tersebut bukan
kelainan genetik, atau sebaliknya; 2). Setiap keadaan yang
Ciri yang Tidak Selalu Menurun pada Anak
terdapat pada bayi baru lahir selalu dianggap kelainan
bawaan; 3). Keadaan fisik dan mental ibu hamil akan Karakter resesif, yaitu ciri yang hanya muncul bila
menyebabkan malformasi janin yang dikandungnya; 4). kedua orang tuanya rnemiliki gen resesif tersebut.
Penyakit genetik tidak dapat diobati; 5). Bila hanya laki- Sifat ini akan tetap laten dari generasi ke generasi
laki atau perernpuan saja yang terkena suatu penyakit, berikutny a.
maka penyakit tersebut dianggap terpaut-seks (sex- Karakter yang didapat, merupakan ciri yang ber-
linked); 6). Pada risiko 1:4, dianggap 3 anak berikutnya
kernbang pada anak akibat pengaruh lingkungan dan
akan terbebas dari kelainan. tidak melibatkan faktor gen, sehingga tidak diwariskan
Studi Genet~kaKedokteran, dlkembangkan melalui ke generasi berikutnya.
berbagai pendekatan, yaitu: 1). Studi ginealogik, yaitu
studi kejadian (prevalensi) suatu keadaan variasi dari Gen terpaut (linkage), yaitu sifat tertentu yang
situasi normal (rata-rata) pada suatu keluarga yang berhubungan dekat satu sama lain akan diwariskan
dibandingkan dengan populasi umumnya yang kemudian sebagai satu kesatuan.
GENETIKA MEDIK DAN BIOLOGI MOLEKULAR 35

Variasi Ekspresi Gen kopi kromosom, yaitu 1kopi dari ayah dan 1kopi dari ibu,
maka setiap individu hanya memiliki 2 ale1 pada satu lokus,
Penetrasi, yaitu bila ekspresi suatu gen tidak sepenuhnya
walau~undi dalam populasi dapat ditemukan bermacam-
muncul pada seorang individu seperti yang diharapkan.
macam ale1 untuk lokus tersebut. Misalnya terdapat 3 ale1
Ekspresifitas,yaitu perbedaan fenotip yang muncul pada untuk apolipoprotein E (Apo-E), yaitu APOE2, APOE3 dan
setiap individu dari suatu gen tunggal tertentu. APOE4, sehingga seorang individu hanya akan memiliki
genotip APOE3/4 atau APOE4/4 atau varian lainnya. Alel
yang normal atau umum didapatkan di dalam populasi
GENOTIP DAN FENOTIP disebut wild type. Bila ale1 pada 1lokus bersifat identik,
maka disebut homozigot, sedangkan bila berbeda disebut
Genotip adalah informasi genetik yang dimiliki oleh heterozigot. Laki-laki yang mengalami mutasi gen pada
individu, sedangkan fenotip adalah bentuk struktural atau kromosom X atau perempuan yang kehilangan salah satu
biokimia atau fisiologik yang terlihat yang dipengaruhi lokus gen pada kromosom X disebut hemizigot. Kelornpok
oleh genotip dan faktor lingkungan. Hirnpunan gen ale1 yang terangkai bersama pada 1 lokus gen disebut
yang lengkap pada suatu individu yang berperan haplotip, rnisalnya bermacam-macarn ale1 pada lokus
mengendalikan seluruh metabolisme sehingga individu antigen HLA. Beberapa mutasi yang berbeda pada 1lokus
tersebut dapat hidup dengan sempurna disebut genom. gen dapat rnenghasilkanfenotip yang sama; ha1 ini disebut
Genom manusia terdiri dari 38.000 gen yang tersusun heterogenitas alelik, misalnya beberapa mutasi yang
dalam lokus-lokus gen di kromosom. Gen merupakan berbeda pada lokus gen b-globin akan menyebabkan 1
unit hereditas individu yang sangat berperan pada proses kelainan yang sama, yaitu talasemia-b. Sedangkan mutasi
penurunan sifat. Sel sornatik (badan) merniliki 2 kopi gen pada ale1 yang menghasilkan lebih dari 1macam fenotip,
yang lengkap (2N) yang disebut diploid, yang berasal dari disebut heterogenitas fenotipik, misalnya rnutasi pada gen
ayah dan ibu, sedangkan sel germinal (spermatozoa dan miosin VIIIA, akan menghasilkan 4 kelainan yang berbeda,
ovum) hanya merniliki 1kopi gen yang kornplit (N) dan yaitu autosomal recessive deafness DFNB2, autosomal
disebut haploid. Bentuk pasangan alternatif dari gen yang dominant nonsyndromic deafness DFNA 11, Usher 1B
rnenernpati satu lokus pada kromosom disebut alel. Alel syndome (congenital deafness, retinitis pigmentosa), dan
dapat bersifat polirnorfik. Karena individu hanya rnerniliki 2 an atypical variant of Usher's syndrome. Contoh lain adalah

Perkawinan

Perkawinan keluarga dekat


Jenis Kelamin?

Petunjuk ProposituslProbandi m:-o Perkawinan tidak sah

Penderita Lakilperernpuan Perkawinan tanpa anak

Abortus

Pengidap sehat & Keluarga monozigot

Keharnilan

Anak angkat
d'h Kernbar Dizigot

2 lelaki dan 3 perempuan Zigositas tak jelas

66 Nornor urut kelahiran

Gambar 1. Sirnbol dalarn pedigre


36 DASAR-DASAR ILMU PENYAKIT DALAM

mutasi pada gen FGFR2 yang akan menghasilkan fenotip merupakan unit struktural dan fisiologik semua mahluk
sindrom Crouzon (sinostosis kraniofasial) atau sindrom hidup; 3). Sifat-sifat organisme tergantung pada sifat
Pfeiffer (akrosefalopolisindaktili). Keadaan lain adalah individual selnya; 4). Sel berasal dari sel pula (omniscellula
bila mutasi pada beberapa lokus genetik menghasilkan e cellula) dan kesinambungan sifatnya diturunkan melalui
fenotip yang sama, yang disebut heterogeneitaslokus atau materi genetik yang dikandungnya.
heterogeneitas nonalelik, misalnya osteogenesis imperfekta Dalam garis besarnya, sel dapat dibagi kedalam
yang dapat dihasilkan oleh mutasi 2 gen prokolagen yang 2 kelompok, yaitu sel prokariotik dan eukariotik. Sel
berbeda yaitu COLlAl dan COLlA2 yang juga terletak prokaryotik tidak memiliki membran inti, sehingga material
pada 2 kromosom yang berbeda. inti termasuk DNA menempati ruang di dalam sitoplasma
yang disebut nukleoid. Mahluk hidup yang bersifat
prokariotik adalah bakteri, ganggang biru dan mikoplasma.
PEDIGRE Sedangkan mahluk hidup lain, seperti protozoa, ganggang
lain, metafita maupun metozoa memiliki sel yang bersifat
Pedigre adalah diagram silsilah keluarga dan hubungan eukariotik, yaitu memiliki membran inti yang jelas.
antar anggota keluarga yang menggambarkan anggota- Sel eukariotik memiliki struktur yang lebih kompleks
anggota keluarga yang terserang penyakit atau kondisi dibandingkan dengan sel prokariotik. Sel eukariotik
medik tertentu. Untuk mengevaluasi individu dengan memiliki pembungkus yang disebut membran sel yang
kelainan genetik, maka harus dibuat pedigre m nimal tersusun atas 2 lapisan lipid dengan protein pada beberapa
dari 3 generasi. Individu yang pertama kali diketahui tempat dan berfungsi untuk menyaring keluar masuknya
menderita kelainan genetik disebut propositus @roband). zat-zat keluar dan ke dalam sel. Di dalam membran
Anggota keluarga yang memiliki setengah dari material plasma, terdapat sitoplasma, yaitu cairan sel yang berperan
genetik yang dimilki oleh proband dan disebut first degree sebagi media semua aktivitas fisiologis dan biokimia sel.
relatives, misalnya saudara laki-laki atau perempuan, anak- Di dalam sel terdapat struktur penguat yang disebut
anak dan orang tua. Sedangkan anggota keluarg; yang mikrotubulus yang tersusun atas protein tubulin, aktin
memiliki seperempat material genetik yang dimilki oleh dan miosin yang berperan pada perubahan bentuk sel,
proband, disebut second degree relatives, misalnya kakek, pemisahan kromosom ke kutub sel pada waktu mitosis dan
nenek, cucu, paman, bibi, kemenakan. kontraksi otot. Selain itu di dalam seljuga terdapat struktur
Dalam pedigre, laki-laki selalu diletakkan di kiri endomembran yang terdiri dari membran inti, retikulum
perempuan dan anggota keluarga yang satu generasi endoplasma dan kompleks Golgi. Struktur ini berperan
diletakkan pada tingkat horizontal yang sama. Masing- pada sintesis, transportasi dan ekskresi berbagai substansi
masing generasi akan diberikan nomor Romawi mulai dari didalam sel. Organel sel yang lain adalah mitokondria dan
generasi yang tertua yang tertera dalam pedigre tersebut, kloroplas yang berfungsi pada produksi energi intrasel;
sedangkan anggota keluarga dalam satu generasi diberi serta lisosom yang berfungsi pada pencernaan intrasel.
nomor Arab dengan penomoran mulai dari anggota Organel sel yang berperan pada biosintesis protein
keluarga yang tertera paling kiri. Pada waktu membuat adalah ribosom. Ribosom tersusun atas sejumlah besar
pedigre, dianjurkan mulai dari generasi yang terakhir protein dan molekul panjang RNA yang disebut RNA
kemudian diurut ke generasi sebelumnya. ribosomal (rRNA). Ribosom eukariotik memiliki koefisien
sedimentasi 80 Svedberg (80 S) dan terdiri dari 2 sub unit
yang masing-masing rnemiliki koefisien sedimentasi 40 S
dan 60 S. Subunit 40 S yang lebih kecil tersusun atas 18
S-rRNA dan 30-40 molekul protein, sedangkan subunit 60
S terdiri dari 5 S-rRNA, 5,8 S-rRNA, 28 S-rRNA dan 40-50
molekul protein. Di dalam sel yang menjalankan biosintesis
protein secara intensif, ribosom-ribosom tersusun saling
berderetan membentuk polisom.

Gambar 2. Contoh pedigre keluarga PEMBELAHAN SEL

TEORI SEL Mahluk hidup multiselular berkembang dari pembelahan


sel telur yang telah dibuahi spermatozoa yang disebut
Dalam biologi moderen,teori selterdiri pernyataan, zigot Semua sel memiliki siklus hidup yang terdiri dari
yaitu: 1). Sel merupakan unit terkecil kehidupan; 2). Sel fase pembelahan (mitosis) dan fase diantara 2 mitosis
GENETIKA MEDIK DAN BIOLOGI MOLEKULAR

yang disebut interfuse. Pada interfase, terdapat fase karena gagal bergerak cepat ke salah satu kutub sel pada
sintesis DNA yang disebut fase S. Pada fase ini, struktur anafase, sehingga akan menghasil 1sel anak dengan 1
inti sel akan terlihat jelas yang terdiri dari membran inti, kopi kromosom dan 1sel anak tanpa kopi kromosom.
plasma inti (nukleoplasma, karyoplasma), kromatin dan
anak inti (nukleolus), sedangkan kromosorn tidak terlihat
strukturnya. Duplikasi krornosorn terjadi juga pada fase S, ASAM NUKLEAT
sehingga pada waktu mitosis, masing-masing kromosom
anak akan terbagi sama rata pada kedua sel anak, sehingga Bahar dasar inti sel adalah nuleoprotein yang dibangun
jurnlah krornosom sel anak hasil mitosis akan sarna dengan oleh senyawa protein dan asarn nukleat. Ada 2 macam
jumlah kromosom sel induk sebelum mitosis. Mitosis asarn nukleat yang berperan pada hereditas yaitu Asam
terbagi atas beberapa fase, yaiti profase, metafase, anafase deoksiribonuleat (DIVA) dan Asam ribo-nukleat (RIVA).
dan telofase. Pada profase, kromosorn akan terpilin seperti Keducnya bertanggung jawab terhadap biosintesis protein
spiral dan rnulai tampak secara rnikroskopik, sedangkan dan mengontrol sifat-sifat keturunan.
membran inti dan nukleolus rnenghilang. Pada rnetafase, Struktur molekular DNA pertarna kali ditemukan oleh
struktur krornosorn rnulai tampak jelas bentuknya dan Watson dan rick yang digarnbarkan sebagai tangga yang
tersusun pada bidang ekuatorial sel. Sentrorner krornosorn, berpilin (double helix) yang sangat panjang dirnana dua
akan melekat pada mikrotubulus yang akan menarik tiang tangganya merupakan gugusan gula ribosa dan
benang-krornatid ke kutub sel pada fase berikutnya. Pada fosfat sedangkan anak tangganya merupakan pasangan
anafase, krornosom akan mem-belah secara longitudinal basa nitrogen yaitu purin dan pirimidin. Basa purin yang
pada aksisnya rnernbentuk 2 benang kromatid, kemudian mernbentuk DNA adalah adenin (A) dan guanin (G),
masing-masing kromatid akan tertarik ke kutub sel. Pada sedargkan basa pirimidin yang mernbentuk DNA adalah
telofase, mernbran inti dan nukleolus akan terbentuk sitosin (C) dan timin (T). Pasangan basa nitrogen pada
kembali mengelilingi kromatid yang telah terpisah di kutub molekul DNA selalu sama, yaitu A melekat pada T atau
sel, dilanjutkan dengan duplikasi sentriol dan pembagian
sitoplasrna, sehingga terbentuk 2 sel anak dengan jumlah
kromosom sama dengan jumlah kromosom induknya
(diploid, 2N).
Pada gametogenesis, terjadi pembelahan sel yang Profase G4Y
disebut meiosis. Pada meiosis akan terjadi 2 pembelahan JY
Metafase
sel yang berturutan dan hasil akhir dari meiosis adalah e z+ -- - ,

4 sel anak dengan jurnlah krornosom setengah dari


jumlah kromosom sel induk sebelurn meiosis. Pada
<>
<> ($&J
I , > [ )
/
spermatogenesis, hasil dari meiosis adalah 4 spermatozoa e2- , ' .-_-,/
haploid, sedangkan pada oogenesis akan dihasilkan 1 Anafase Telofase
ovum haploid dan 3 polar body yang haploid. Pada meiosis Gambar 3. Mitosis
terjadi peristiwa penting, yaitu pindah silang (crossing

11 11 11
over) antar pasangan kromosom homolog sehingga akan
rnenghasilkan kombinasi gen yang baru pada krornosom
tersebut. Pada peristiwa pindah silang, 2 kromatid yang D D
homolog akan saling bersilangan, membentuk kiasmata,
Homologous Chromatids
kernudian akan terjadi pernisahan longitudinal kedua
kromatid tersebut pada titik kias rnatanya dan terbentuk I chromosomes
I
kromatid baru dengan susunan gen yang baru. Seringkali,
gen-gen yang letak lokusnya berdekatan dalam 1
krornosorn, cenderung selalu mernisah bersarna-sarna
pada waktu meiosis, keadaan ini disebutpautan (linkage).
Ada 2 kelainan yang berhubungan dengan meiosis, yaitu
I cross-over
Cross-over Double Cross-over

gagal berpisah (nondisjunciion) dan anaphase lag. Non-


disjunction adalah kegagalan berpisah dari krornosorn
- - -
pada anafase, sehingga kedua kromatid hanya ber- N O recombination recombination recombination 1
gerak ke 1 kutub dan menghasilkan 1sel anak dengan 1 in aametes in aametes in aametes 1
2 kopi kromosom dan 1sel anak tanpa kopi kromosom. Gambar 4. Pindah silang (crossing over) dan rekornbinasi
Sedangkan anaphase lag adalah hilangnya 1 kromatid genefik
DASAR-DASAR I L M U PENYAWT DALAM

G melekat pada C. Basa nitrogen dari satu rantai akan Ribosomal RNA (rRNA) disintesis di dalam nukleolus
berpasangan dengan basa nitrogen dari ratai yang lain kemudian dilepas kedalam sitoplasma dan menetap di
dengan ikatan hidrogen. Urutan dan pengulangan basa- ribosom, berfungsi membantu biosintesis protein.
basa yang berpasangan itu tidak tetap dan sangat spesifik Heterogenous RNA (hnRNA) merupakan prekursor
bagi setiap gen. Struktur yang dibangun oleh gula dan basa mRNA yang memiliki berat molekul tinggi.
nitrogen yang terikat pada gulanya disebut nukleosida, Small nuklear RNA (smRNA) terdapat d i dalam
sedangkan penambahan gugus fosfat pada gula dari nukleus, terdiri dari 6 tipe yaitu U, - U, dan berperan
nukleosida tersebut akan membentuk nukleotida. pada pemutusan intron dari hnRhlP dan penyatuan ekson
Struktur molekular RNA hampir sama dengan DNA, sehingga terbentuk RNAyang matang.
tetapi hanya terdiri dari 1rantai yang tidak panjang, Selain
itu gula pada RNA adalah ribosa dan basa T digantikan
oleh basa Urasil (U). Ada 5 macam RNA, yaitu messenger REPLIKASI DNA, TRANSKRIPSI DAN TRANSLASI
RNA (mRNA), transfer RNA (tRNA), ribosomal RNA (rRIVA),
heterogenous RNA (hnRNA) dan small nuclear RNA Fase antara 2 mitosis disebut fase istirahat (interfuse).
(snRNA). Pada fase ini, sel melakukan aktivitas fisiologik normalnya,
Messenger RNA (mRNA) disintesis di dalam n ~ k l e u s termasuk mempesiapkan mitosis berikut-nya. Interfase
dan merupakan duplikat dari salah satu rantai DNA dan dapat dibagi atas fase-fase Go, G,, S dan G,. Pada fase
berfungsi membawa informasi genetik dari DNA pada Go, sel melakukan fungsi-fungsi yang tidak berhubungan
proses biosintesis protein. Pada mRNA, tersusun basa dengan mitosis. Persiapan mitosis dilakukan pada fase S,
nitrogen yang merupakan duplikasi dari basa nitrogen di mana terjadi duplikasi kromosom, replikasi DNA dan
pada rantai DNA. Tiap 3 basa nitrogen merupakan kode
genetik yang menentukan jenis asam amino tertentu yang label 1. Kode Gen#ik dengan Kodon p4da ~ $ N A
harus disusun untuk membentuk suatu protein. <etiga
Basa Basa Kedua Basa
basa nitrogen tersebut disebut kodon.
Pwtama U c A G Ketiga
Transfer RNA (tRNA) juga disintesis secara langsung
UUU Phe UCU Ser UAU Tyr UGUCys U
dengan cetakan DNA. Pada tiap tRNA melekat asam amino
U UUC Phe UCC Ser UAC Tyr UGCCys C
tertentu. Pada sisi lain dari tRNA tersusun 3 basa nitrogen UUA Leu UCA Ser UAAStop UGAStop A
tertentu sesuai dengan jenis asam amino yang diengkut UUG Leu UCG Ser UAG Stop UGG Trp G
oleh tRNA tersebut yang disebut antikodon. CUU Leu CCU Pro CAU His CGUArg U
C CUC Leu CCC Pro CAC His CGCArg C
CUA Leu CCA Pro CAA Gln CGAArg A
nukleus CUG Leu CCG Pro CAG Gln CGGArg G
AUU Ile ACUThre AAU Asn AGU Ser U
A AUC Ile ACC Thr AAA Asn AGC Ser C
AUA Ile ACA Thr AAA Lys AGAArg A
AUGMeP ACG Thr AAG Lys AGG Arg G
Persiapan krornosorn GUU Val GCU Ala GAU Asp GGU Gly U
mitosis terlihat G GUC Val GCC Ala GAC Asp GGC Gly C
GUA Val GCA Ala GAA Glu GGA Gly A
GUG Val GCG Ala GAG Glu GGG Gly G

Keterangan :
Ala Alanin (A) Leu Leusin (L)
Arg Arginin (R) Lys Lisin (K)
Asn Arparagin (N) Met Metionin (M)
Asp Asam Aspartat (D) Phe Fenilalanin (F)
Cys Sistein (C) Pro Prolin (P)
Gln Glutamin ( Q ) Ser Serin (S)
Glu Asam Glutamat (E) Thr Treonin (T)
Gly Glisin (G) Trp riptofan (W)
His Histidin (H) Tyr Tirosin (Y)
n&lrantai 'ij Hl~ton Ile Isoleusin (I) Val Valin (V)
&p,ganda Stop : kodon pengakhir (stop codon) untuk sintesis protein pada
$?
rantai DNA/mRNA
* : kodon awal (star codont) untuk sintesis protein pada
Gambar 5. Struktur kromatin, kromosom dan rantai ganda
rantai DNA/mRNA
DNA
GENETIKA MEDIK DAN BIOLOGI MOLEKULAR

sintesis protein histon. Histon merupakan protein inti sel di atas berulang kembali. Nukleotida DNA tersebut saling
tempat perlekatan gulungan rantai DNA yang membentuk bersambung sehingga terbentuk rantai DNA yang baru
kromosom. yang sama dengan rantai DNA yang lama. Dari mekanisme
Replikasi DNA terjadi menjelang mitosis dan meiosis, di atas jelas bahwa DNA cetakan dibaca dari arah 3' -- 5'.
tujuannya adalah membuat salinan informasi genetik Setelah replikasi DNA selesai, maka sel memasuki fase G,
didalam inti sel sehingga hasil dari mitosis dan meiosis dan siap melaksanakan mitosis atau meiosis.
adalah sel-sel yang memiliki informasi genetik yang sama Proses transkripsi adalah proses sintesis mRNA yang
dengan sel induknya. merupakan transfer informasi genetik dari DNA ke mRNA.
Untuk replikasi DNA, dibutuhkan 4 macam nukleotida, Proses ini dikatalisis enzim polimerase RNA yang bekerja
yaitu : 1). Deoksiadenosin trifosfat (gula deoksiribosa serupa dengan polimerase DNA pada replikasi DIVA.
+ adenin + trifosfat); 2). Deoksiguanosin trifosfat (gula Berbeda dengan replikasi DNA, pada proses transkripsi,
deoksiribosa + guanin + trifosfat); 3). Deoksisitidin trifosfat nukleotidanya merupakan ribo-nukleotida, bukan
(dula deoksiribosa + sitosin + trifosfat); 4). Deoksitimidin deoksiribonukleotida. Selain itu basa Timin (T) digantikan
trifosfat (gula deoksiribosa + timin + trifosfat). oleh Urasil (U). Saat ini diketahui ada 3 macam enzim
Selain itu juga dibutuhkan berbagai enzim, yaitu : 1). polimerase RNA, yaitu Polimerase RNA I,yang berfungsi
Helikase, berfungsi membuka rantai ganda DNA menjadi mensintesis RNA dengan koefisien sedimentasi sebesar45
rantai tunggal DIVA; 2). Single strand binding-protein S yang berperan sebagai prekursor 3 RNA ribosom (rRNA);
(SSB), berfungsi mencegah terurainya rantai tunggal Polimerase RNA 11, yang berfungsi mensintesis hnRNA
DNA yang akan berfungsi sebagai cetakan DNA baru; yang berubah menjadi mRNA dan juga sebagai prekursor
3). Topoisomerase, berfungsi mengendorkan tegangan snRNA; dan Polimerase RNA 111, yang mentranskripsikan
yang ada pada lilitan rantai ganda DNA; 4). Polimerase gen yang mengandung kode genetik untuk tRNA, 5s-RNA
DNA, berfungsi untuk mengikat dan menggabungkan dan snRNA tertentu. Dari prekursor RNA ini, akan terbentuk
nukleotida; 5). Ligase DNA, berfungsi menutup bagian- RNA yang berfungsi setelah melalui pematangan RNA.
bagian rantai tunggal DNA yang baru terbentuk. Setiap rantai DNA terdiri dari beribu-ribu gen yang
Replikasi DNA dimulai dengan lepasnya ikatan tergulung padat dan terikat pada protein histon untuk
hidrogen lemah antara pasagan basa nitrogen pada mencegah aktifasinya. Sebelum gen tersebut teraktifasi,
masing-masing rantai DNA, sehingga kedua rantai DNA maka gulungannya harus dilepas dari histon dan ikatan
tersebut terpisah. Kemudian molekul polimerase DNA hidrogen diantara basa nitrogennya juga harus dilepas.
melekat pada basa nitrogen yang terlepas dan memulai Kemudian enzim polimerasi RNA akan melekat pada
pengikatan basa nitrogen tersebut dengan nukleotida segmen awal dari gen tersebut yang merupakan daerah
DNA yang larut didalam nukleoplasma sesuai dengan basa promotor (elemen kontrol) yang disebut kotak TATA,
nitrogen pada rantai tunggal DNA lama yang berfungsi yaitu suatu potongan rangakaian basa pendek yang kaya
sebagai cetakan, yaitu A akan melekat pada T, G pada akan basa A dan T. Pada daerah tersebut melekat faktor
C, T pada A dan C pada G. Kemudian gugus 3'-OH dari transkripsi yang dapat mengatur proses transkripsi, antara
nukleotida dari DNA yang baru terbentuk bereaksi secara lain protein-protein yang disebut faktor transkripsi basal
nukleofilik dengan residu a-fosfat dari nukleotida baru yang akan melekat pada elemen kontrol bersama enzim
yang ditambahkan membentuk ikatan diester fosfat. poli-merase RNA. Setelah proses inisiasi maka polimerase
Setelah itu enzim polimerase DNA akan bergeser ke RNA akan bergerak dengan arah 5'83' dan dimulai proses
bagian berikutnya dari DNA cetakan dan proses seperti transkripsi. Enzim polimerase RNA akan memisahkan
bagian pendek rantai ganda menjadi rantai tunggal DNA
kemudian memulai ikatan hidrogen antar basa nitrogen
pada rantai DNA dengan nukleotida komplemen didalam
nukleoplasma, yaitu A dengan U, C dengan G, U dengan
A dan G dengan C. Nukleotida yang dilekatkan oleh
polimerase RNA adalah nukleotida yang spesifik untuk
7b - uT D N A Polirnenra
rantai RNA, sehingga terhadap Adenin (A) pada rantai DNA,
polimerase RNA tidak akan melekatkan Timin (T) tetapi
DNA Nukleotida melekatkan Urasil (U). Proses pembentukan rantai RNA
akan berhenti pada segmen stop command pada rantai
DNA, dimana baik enzim polimerase RNA maupun rantai
mRNA yang telah terbentuk akan terlepas dari rantai DNA
dan proses transkripsi berakhir. Kemudian kedua rantai DNA
Gambar 6. Replikasi DNA yang semula berpisah akan menyatu kembali.
40 DASAR-DASARILMU PENYAKIT DALAM

Gambar 7. Transkripsi

RNA yang disintesis masih besifat imatur (d sebut UAC yang membawa asam amino metionin. Metionin ini
hnRNA), karena juga mengandung segmen noncoding kemudian akan dilepas setelah protein yang utuh terbentuk.
yang tidak dibutuhkan untuk biosintesis protein, oleh Setelah ikatan ini terbentuk, maka subuni terbesar ribosom
sebab itu harus dilakukan editing dulu sehingga menjadi akan bergabung sehingga rantai mRNA akan terletak pada
mRNA yang siap untuk sintesis suatu protein. Segmen celah antara subunit besar dan kecil dari ribosom.
noncoding yang disebut intron akan diputus, kerrtudian Pada fase elongasi, tRNA kedua dengan antikodon
sisanya yaitu segmen yang diperlukan untuk sintesis dan asam amino yang sesuai dengan kodon pada mRNA
protein yang disebut ekson akan disatukan k e m b ~ ldan
i di sebelah kodon awal akan melekat dilanjutkan dengan
keluar dari inti sel masuk kedalam sitoplasma. Proses penglepasan tRNA dengan asam amino yang dibawanya
pemutusan intron dan penyatuan kembali ekson disebut oleh enzim yang dikeluarkan oleh subunit besar ribosom
splicing RNA yang dikatalisis oleh kompleks RNA-protein dan pengikatan asam amino tersebut dengan asam
small nuclear ribonucleoprotein particles (snRNP1. Ada amino yang dibawa oleh tRNA sebelumnya dengan ikatan
5 macam snRNP, yaitu U1, U2, U4, US dan U6, yang peptida. Kemudian ribosom akan bergerak ke kodon
masing-masing terdiri dari 1molekul snRNA dan beberapa berikutnya untuk melanjutkan proses elongasi. Asam
protein. amino yang dibawa oleh tRNA berikutnyajuga akan saling
Proses translasi adalah biosintesis protein melalui berikatan sehingga membentuk polipeptida yang utuh.
konstruksi berbagai asam amino menjadi polipeptida Pada fase terminasi dimana ribosom mencapai
fungsional sesuai dengann informasi genetik yang cibawa kodon stop (UAA, UAG atau UGA), yaitu pada akhir rantai
oleh mRNA. Pada biosintesis protein, terlibat mRNAI, tRNA, mRNA, maka ribosom akan terlepas dari rantai mRNA dan
rRNA dan ribosom. TRNA adalah molekul RNA kecil yang meninggalkan polipeptida yang telah sempurna disintesis,
mampu mengenali kodon mRNA tertentu melalui basa sedangkan mRNA akan dipecah menjadi nukleotida yang
komplementernya yang disebut antikodon. Pada ujung akan mengalami daur ulang.
3' tRNA terikat asam amino tertentu yang sesuai dengan Dari penjelasan pada gambar 8, jelas bahwa gen
kodon mRNA yang merupakan kode genetik untuk sangat penting untuk menentukan jenis protein yang
biosintesis protein tertentu. Proses translasi terdiri dari harus disintesis. Bila terjadi mutasi (perubahan gen)
beberapa fase, yaitu inisiasi, elongasi dan terminasi. sehingga terjadi perubahan basa nitrogen pada rantai
Fase inisiasi dimulai ketika rantai mRNA melekat pada DNA maka protein yang disintesis juga dapat salah
subunit kecil ribosom. Kodon awal (startcodon) pada mRNA sehingga akan terjadi kelainan metabolisme, karena
selalu AUG yang akan mengikat tRNA dengan antikodon protein yang disintesis pada umumnya adalah enzim
GENETIKA MEDIK DAN BIOLOGI MOLEKULAR 41

Garnbar 8. Biosintesis protein

yang sangat penting untuk proses metabolisme. Substansi terjadi perubahan susunan basa yang bersifat permanen.
yang dapat menyebabkan mutasi disebut mutagen. Mutasi Untuk mengatasi kerusakan DNA akibat mutasi,
merupakan salah satu faktor yang menentukan proses maka sel memiliki mekanisme reparasi. Salah satu
evolusi biologik. Bila tingkat mutasi suatu sel sangat tinggi, mekanisme itu adalah dengan melakukan eksisi pada
seringkali menyebabkan kematian sel tersebut, sehingga kedu~sisibagian DNA yang berubah oleh enzim nuklease,
sel memiliki mekanisme reparasi yang dapat memperbaiki kemudian dengan bantuan urutan basa pada untai DNA
perubahan-perubahan DNA akibat mutasi. yang oerlawanan, bagian yang dipotong tadi akan diisi
Mutasi dapat terjadi secara spontan atau akibat kembali oleh polimerase DNA kemudian celah potongan
mutagen eksternal, yaitu mutagen fisik dan mutagen pada kedua sisi tersebut akan ditutup oleh ligase DNA.
kimia. Yang termasuk mutagen fisik adalah radiasi, baik Mekanisme lain adalah melalui reaktifasi cahaya, di mana
radiasi oleh sinar pengion maupun sinar ultra violet. dimertimin sebagai hasil mutasi oleh sinar ultraviolet akan
Sedangkan yang termasuk mutagen kimia adalah asam diikat oleh fotoliase yang dapat memecah dimer timin
nitrit, metilnitrosamin, zat karsinogenik (penyebab kanker), menjzdi timin tunggal bila terkena cahaya. Mekanisme
dan sebagainya. Asam nitrit akan menyebabkan deaminasi reparasi yang lain adalah melalui rekombinasi, dimana
basa sehingga mengubah sitosin menjadi urasil dan adenin DNA yang berubah tidak direplikasikan dan diisi oleh
menjadi inosin, akibatnya pada replikasi selanjutnya akan untaian DNA yang direplikasikan secara tepat.
DASAR-DASAR I L M U PENYAKIT DALAM

KROMOSOM dari 2 lengan pendek atau 2 lengan panjang, sehingga


kedua lengannya memiliki gen-gen yang sama.
Kromosom adalah benang-benang pembawa sifat Untuk identifikasi kromosom, dapat dilakukan
keturunan yang berada didalam inti sel. Kromosom pewarnaan Giemsa (G-banding) sehingga kromosom akan
pertama kali ditemukan oleh Flemming pada tahun 1877. menunjukkan gambaran pita-pita horizontal spesifik yang
Gen yang merupakan materi pembawa sifat kethrunan menetap, sehingga dapat ditetapkan nomenklaturnya.
terletak di dalam lokus-lokus didalam krom3som. Selain itu, kromosom pada metafase dapat disusun dalam
Kromosom tersusun atas rantai DNA yang penjang format baku mulai dari kromosom yang terpanjang sampai
yang terpilin rapat pada protein inti yan disebut histon. yang terpendek dan diakhiri dengan kromosom seks.
Bagian rantai DNA yang mengelilingi histon membentuk Format ini disebut karyotip.
kompleks bersama histon yang disebut nuk1eosom.Histon Pada tahun 1956, Tjio dan Levan mendapatkan bahwa
merupakan protein kecil yang bersifat alkalisyang banyak jumlah kromosom manusia adalah 46 buah (23 pasang)
mengandung arginin dan lisin. Karena bersifat alkalis, yang terbagi atas 2 tipe kromosom, yaitu : a). Autosom,
histon akan terikat erat pada DNA yang bersifat asam. berjumlah 44 kromosom (22 pasang); b). Kromosom seks,
Ada 5 macam protein histon, yaitu H I , H2A, H2B, H3 dan berjumlah 2 kromosom ( 1 pasang) yang menentukan jenis
H4. Histon H2A, H2B, H3 dan H4 merupakan histon utama kelamin seseorang. Kromosom seks pada laki-laki adalah
yang dibalut 200 pasangan basa DNA dalam 1% pJtaran XY, sedangkan pada perempuan adalah XX.
membentuk kompleks nukleosom; sedangkan histon HI, Penulisan jumlah kromosom menggunakan sistem
terletak di atas nukleosom dan berfungsi mencjikat 1 tertentu yang dimulai dengan jumlah kromosom,
nukleosom dengan nukleosom lain. Di dalam nukleosom, karakteristik kromosom seks, diikuti dengan kode
histon H2A, H2B, H3 dan H4 membentuk oktamer, yang kelainan kromosom bila ada. Lengan pendek kromosom
terdiri dari tetramer H3 dan H4 di intinya dan 2 dimer diberi kode p, sedangkan lengan panjang diberi kode
H2A-H2B pada kedua permukaannya. q. Kode +/- dimuka nomor kromosom menunjukkan
Selain histon, didalam inti sel juga terdapat protein bertambah/berkurangnya kromosom pada nomor yang
inti yang l a ~ nyang disebut protein nonhiston, misalnya bersangkutan, sedangkan kode +/- setelah nomor
protein struktural, enzim dan faktor transkripsi. kromosom menunjukkan bertambah/berkurangnya
Kromosom terdiri dari 2 bagian yang sama dan paralel bagian kromosom nomor tersebut. Kromosom pada laki-
satu sama lain yang disebut kromatid. Di dalam kromatid laki normal ditulis 46,XY; sedangkan pada perempuan
terdapat 2 pita berbentuk spiral yang disebut kromcnema. normal menjadi 46,XX. Bila karena satu dan lain ha1 terjadi
Bagian ujung-ujung dari kromosom disebut telomer kelebihan atau kekurangan kromosom seks maka dapat
yang berfungsi menjaga agar ujung-ujung kromosom dituliskan seperti 45,XO; 47,XXX; 47, XXY; 47,XYY. Pada
tidak saling melekat. Kedua kromatid dihubungkdn satu Penderita sindrom down didapatkan jumlah 3 kromosom
sama l a ~ noleh sentromer. Menurut letak sentromernya,
kromosom dapat dibagi atas: a). Metasentris, yaitu bila
letak sentromer tepat ditengah-tengah kromoscm; 6).
Submetasentris, bila letak sentromer kearah salai satu
ujung kromosom, sehingga kromosom terbagi 2 tidak
sama panjang; c). Akrosenris, bila letak sentromer hampir
C
Nucleosome
-
Nucleosome

1110~
dl salah satu ujung kromosom; d). Telosentris, bila letak
160A
kromosom di salah satu ujung kromosom.
Adanya perbedaan letak sentromer, akan membagi
kromosom menjadi 2 lengan, yaitu lengan pende'k yang I I+----+ w
Elementary fibre 110 A Chromat~nf~bre360 A
disebut lengan p dan lengan panjang yang d sebut
scaffold 7ILaemIi loop
rAcidic protein
lengan q. Pada waktu proses mitosis dan meiosis, maka
sentromer akan membelah seh~nggamasing-masing (200.000 bp)
kromatid dapat ditarik ke kutub sel pada anafase.
Dalam keadaan normal, sentromer akan merrbelah
secara longitudinal, sehingga tiap anak krorr~osom
akan terdiri dari kromatid yang memiliki gen yang sama
dengan kromosom induknya. Tetapi pada sel-sel yang
mengalami radiasi, pembelahan sentromer dapat terjadi
secara transversal, sehingga akan dihasilkan bentuk
isokromosom, yaitu kromosom anak yang hanya terdiri Gambar 9. Nukleosom
GENETIKA MEDIK D A N BIOLOGI MOLEKULAR

no 21 (trisomi), ditulis 47,XX,+21, sedangkan pasien tampak pada sediaan hapus darah tepi.
dengan 1kromosom no 21 (monosomi) ditulis 45,XX,-21. Kromatin Y merupakan bagian dari lengan panjang
Individu dengan karyotip 46,XY,18q- menunjukkan laki- kromc,sm Y yang tampak lebih terang berfluoresensi
laki dengan kromosom no 18 yang kehilangan lengan dibandingkan bagian lain dari kromosom Y atau kromosom
panjangnya. yang lain. Pemeriksaan kromatin Y dapat dilakukan pada
semua sel, tetapi biasanya diambil dari sediaan hapus pipi
atau sedian hapus darah tepi.
DETERMINASI SEKS Determinasi seks, kadang-kadang tidak sempurna,
seperti pada keadaan lnterseks atau Hermafroditisme
Ada beberapa beberapa ha1 yang harus diperhatikan (Yunani: Hermes: dewa pencipta atletik; Aphroditus: dewi
pada determinasi seks (penentuan jenis kelamin), yaitu percintaan). Ada 2 macam hermafrodit, yaitu:
kromosom seks, gonad, morfologi genitalia eksterna, Hermafroditisme sejati, yaitu bila individu tersebut
morfologi genitalia interna, hormon seks, asuhan seks m2miliki baik jaringan testes maupun ovum. Pada
(peran orang tua yang akan menentukan perilaku keadaan ini, sulit menentukan jenis kelamin secara
seseorang tergantung pada jenis kelaminnya) dan anatomis, sehingga harus dilakukan pemeriksaan
perilaku sesuai dengan jenis kelaminnya. Kromosom seks kr2mosom seks dan kromatin seks.
menentukan jenis kelamin secara genetis dan sampai saat Pseudohermafroditisme, yaitu bila individu tersebut
ini dikenal beberapa tipe penentuanjenis kelamin menurut hanya memiliki testes atau ovum saja, tetapi
kromosom seks, yaitu tipe XY XO, ZW, ZO dan ploidi. rudimenter. Ada 2 macam:
TipeXY, didapatkan pada manusia dan lalat Drosophila - Pseudohermafroditisme laki-laki, genotip 46 XY,
melanogaster. Pada tipe XY, individu betina akan memiliki memiliki testes, tetapi genitalia eksternal tidak
kromosom seks XX, sedangkan individu jantan memiliki berkembang.Contoh: mosaikisme sindrom Turner
kromosom sex XY. (45,XO/46,XY)
Tipe XO, ditemukan pada banyak serangga, dimana - Pseudohermafroditisme perempuan, genotip
serangga betina akan memiliki kromosom XX, sedangkan 46,XX, memiliki ovarium, genitalia eksternal
serangga jantan memiliki kromosom XO. mengalami virilisasi. Contoh: hiperplasia adrenal
Tipe ZW ditemukan pada beberapa burung, kupu- kongenital (defsiensi 11-hidroksilase atau
kupu dan beberapa jenis ikan. Disini, individu jantan 21-hidroksilase), androgen atau progesteron
akan bersifat homozigot, yaitu memiliki kromosom maternal, kelainan lokal.
ZZ, sedangkan individu betina memiliki kromosom
heterozigot, yaitu ZW.
Tipe ZO dimiliki oleh unggas, yaitu ayam dan itik, KELAINAN MONOGEN
dimana unggas betina akan memiliki kromosom ZO,
sedangkan unggas jantan memiliki kromosom ZW. Kelainan monogen adalah kelainan pada 1gen sehingga
Tipe ploidi dimiliki oleh serangga yang dapat melakukan menimbulkan perubahn pada hanya 1fenotip. Kelainan ini
partenogenesis, yaitu sel telur yang dapat membentuk relatif lebih mudah dikenali dibandingkan kelainan poligen.
makhluk hidup baru tanpa dibuahi spermatozoa. Pada Ada beberapa kelainan monogen, yaitu kelainan yang
keadaan ini, individu haploid akan berjenis kelaminjantan, diturunkan secara autosom dominan, autosom resesif;
sedangkan individu diploid akan berjenis kelamin betina. rangkci-X dominan, rangkai-X resesif dan rangkai-).:
Selain dengan menentukan kromosom seks, Peda kelainan monogen yang diturunkan secara
determinasi seksjuga dapat dilakukan dengan memeriksa autosom dominan, kelainan akan bermanifestasi baik
kromatin seks. Ada 2 macam kromatin seks, yaitu kromatin dalam keadaan gen tersebut dominan homozigot maupun
X dan kromatin Y. heterozigot, sedangkan individu yang memiliki gen resesif
KromatinX, merupakan pemunculan kromosom X yang homozigot akan normal. Contoh kelainan yang diturunkan
tidak aktif. Pada perempuan yang memiliki 2 kromosom secara autosom dominan adalah akondroplasia, yang
X, akan memiliki 1kromatin X yang menunjukkan bahwa bersifzt letal bila dalam keadaan homozigot; otosklerosis
1kromosom X adalah kromosom yang aktif, sedangkan 1 dominan, hiperkolesterolemia familial, penyakit ginjal
kromosom X yang lain tidak aktif. Bila seseorang memiliki polikiztik pada dewasa, penyakit Huntington, neuro-
2 kromatin X, maka berarti individu tersebut memiliki 3 fibromatosis tipe I, distrofi miotonik, poliposis koli dan
kromosom X yang terdiri dari 1kromosom X yang aktif dan sebagainya.
2 kromosom X yang tidak aktif. Kromatin X akan tampak Ciri-ciri kelainan yang diturunkan secara autosom
sebagai badan Barr pada sediaan hapus mukosa pipi atau dominan: a). Kelainan terlihat pada setiap generasi dan
pemukul genderang pada lekosit polimorfonuklear yang diturunkan secara vertikal; b). Pada 1 generasi, jumlah
DASAR-DASAR I L M U P E N Y A W DALAM

normal heterozigot menikah, maka 25% anaknya akan


menjadi pasien homozigot, 25% homozigot normal dan
50% heterozigot normal.
Kelainan monogen yang diturunkan secara rangkai-X
dominan, jarang ditemukan dan disebabkan oleh gen
dominan yang terletak di kromosom-X. Kelainan ini memiliki
ciri-ciri sebagai berikut: a). Perempuan akan terserang
lebih banyak 2 kali dibandingkan laki-laki; b). Perempuan
heterozigot akan menurunkan gen tersebut pada kedua
jenis kelarnin anak-anaknya dengan perbandingan 1:l; c).
Laki-laki hemizigot hanya akan menurunkan gen tersebut
ke anak perempuannya dan tidak ke anak laki-lakinya; d).
Gambar 10. Karyotipe laki-laki normal Ekspresi klinisnya bervariasi, biasanya laki-laki hemizigot
akan menunjukkan gambaran klinis yang lebih berat
dibandingkan perempuan heterozigot.
Contoh kelainan yang diturunkan secara rangkai-X
dominan adalah vitamin D-resistantrickets. Pada beberapa
keadaan, kelainan yang diturunkan secara rangkai-X
dominan dapat menyebabkan letal pada laki-laki
hemizigot, sehingga tidak ada pasiennya yang laki-laki.
Kelainan monogen yang diturunkan secara rangkai-X
resesif, disebabkan oleh gen resesif yang terletak di
kromosom-X. Pada perempuan, bila didapatkan gen
resesif pada salah satu kromosom-X nya, maka secara
klinis dapat dalam keadaan normal, karena ekspresi gen
tersebut tertutup oleh gen dominan pada kromosom-X
yang satunya lagi, tetapi bila gen resesif ini terdapat
Gambar 11. Karyotip perempuan normal
pada kromosom-X pada laki-laki, maka ekspresinya
akan muncul. Contoh kelainan yang di-turunkan secara
pasien dan jumlah individu yang normal samajumlahnya; rangkai-X resesif adalah butawarna merah-hgau, hemofilia,
c). Perbandingan pasien laki-laki dan perempuai sama defisiensi G6PD dan distrofi muskular Duchene.
jumlahnya. Ciri-ciri kelainan yang diturunkan secara rangkai-X
Pada kelainan monogen yang diturunkan secara resesif adalah: a). Kelainan ini akan diekspresikan secara
autosom resesif, manifestasinya hanya akan tampak bila penuh pada laki-laki hemizigot; b).Perempuanheterozigot
gen tersebut dalam keadaan homozigot. Dalam keadaan biasanya normal, kadang-kadang dapat menunjukkan
heterozigot, kelainan ini tidak akan tampak karena tertutup kelainan yang ringan; c). Perempuan heterozigot akan
oleh gen yang dominan. Oleh sebab itu kelainan ini dapat menurunkan gen tersebut ke separuh anak laki-lakinya,
tersembunyi sampai beberapa generasi sampai terjadi sedangkan separuh anak laki-lakinya yang lain normal; d).
perkawinan dengan sesama pengemban gen resesif Anak perempuan dari perempuan heterozigot, separuhnya
tersebut. Ekspresi gen ini akan dipercepat bild terjadi bersifat pembawa heterozigot, sedangkan separuhnya
perkawinan sepupu. Contoh helainan yang dit~runkan bersifat normal; e). Seluruh anak perempuan dari pasien
secara autosom resesif adalah albinisme, hemokrornatosis, laki-laki yang menikah dengan perempuan normal adalah
fibrosis kistik, fenilketonuria dan lain sebagainya. pembawa, sedangkan anak laki-lakinya normal (no father-
Girl-ciri kelainan yang diturunkan secara autosom to-son transmission); f). Pernikahan antara pasien laki-laki
resesif: a). Kelainan tidak terlihat pada setiap generasi; b). dan perempuan heterozigot akan memberikan separuh
Orang tua secara klinik normal; c). Pasien dapat aki-laki pasien perempuan homozigot, separuh anak perempuan
atau perempuan; d). Bila pasien menikah dengan orang pembawa heterozigot, separuh pasien laki-laki dan
normal homozigot, maka semua anaknya akan menjadi separuh anak laki-laki normal.
pembawa heterozigot, tetapi secara klinis normal: e). Bila Kelainan monogen yang diturunkan secara rangkai-):
pasien menikah dengan orang normal heterozigct, maka akan diturunkan dari ayah kepada semua anak laki-lakinya,
separuh anak-anaknya akan menjadi pasien, dan separuh sedangkan anak perempuannya dalam keadaan normal.
lagi normal; f). Bila 2 pasien homozigot menikah, maka Contoh kelainan ini adalah hipertrikosis, yaitu tumbuhnya
semua anaknya akan menjadi pasien; g). Bila 2 orang rambut yang panjang pada daun telinga.
GENETlKA MEDIK DAN BIOLOGI MOLEKULAR 45

Distrofi otot
Hemofilia 1 anker kolon turunan I herediter
Neurofibromatosis tipe 2

Sklerosis lateral amiotrofik (AL

Defisiensi ADA
ip kolon turunan I hereditel

Hiperkolesterolernia Familia

Ataksia spinoserebelar
Distrofi miotonik

Kanker Payudara '


Melanoma maligna
Penyakit Ginjal Polikistik '

Penyakit Tay-Sach

penyakit Alzheimer

\ ~ n e m i asel sabit
Retinoblastoma PKU

Gambar 12. Peta krornosorn rnanusia

Gambar 13. (a) Pedigre autosornal-dominan; (b) Pedigre autosomal-resssif; (c) Pedigre X-linked-dorninan; (d) Pedigre X-linked-resesif
DASAR-DASAR ILMU PENYAWT DALAM

KELAINAN POLIGEN (MULTIFAKTORIAL) Aberasi numerik kromosom adalah penyimpangan


jumlah kromosom sehingga jumlah kromosom seseorang
Pada umunya beberapa kelainan kongenital (seperti defek tidak 46. Aberasi numerik kromosom dapat merupakan
neural tube, labioskiziz, palatoskizis, labiopalatoskizis,defek kelipatan dari keadaan haploid (N), disebut euploidi
dinding jantung) dan beberapa kelainan pada orangdewasa sedangkan yang bukan merupakan kelipatan haploid
(diabetes melitus, hipertensi, penyakit jantung kxoner, (N) disebut aneuploidi. Euploidi yang pernah ditemukan
skizofrenia) diturunkan melalui banyak gen maupu'nfaktor pada jaringan abortus adalah triploidi, contoh 69, XXX;
lingkungan. Kelainan ini disebut kelainan poligen. Faktor 69, XXY. Pada aneuploidi, jumlah kromosom pada salah
predisposisigenetik kelainan ini sangat luas dan hebrogen satu nomor dapat hanya 1, disebut monosomi, atau
dan sebagian besar belum diketahui. Sebagai contoh, pada lebih dari 2, disebut polisomi. Polisomi dapat dibagi atas
DM tipe2, diketahui melibatkan banyak gen yang berperan, trisomi (jumlah kromosom pada salah satu nomor ada 3),
seperti gen-gen yang mempengaruhi perkembangan tetrasomi atau pentasomi. Sampai saat ini, hanya dikenal 1
atau fungsi pulau Langerhans pankreas; gen-gel yang macam monosomi, yaitu monosomi kromosom X (Sindrom
berperan pada glucose sensing; gen-gen yang b~rperan Turner; 45, XO). Polisomi yang banyak dikenal adalah
pada sensitivitas insulin dan sebagainya. trisomi, misalnya trisomi 21 (Sindrom Down; 47, XX+21
Ciri-ciri kelainan poligen: 1). Terdapat kesamaan angka atau 47, XY, +21), trisomi 18 (Sindrom Edwards; 47, XX,
kejadian (sekitar 3-5%) diantara first degree rl!atives. + 18 atau 47, XY, + 18), trisomi 13 (Sindrom Patau; 47, XX,
Walaupun demikian tidak didapatkan peningkatdn risiko +13 atau 47, XY, +13), Sindrom Klinefelter (47, XXY atau
pada anggota keluarga yang lebih dari second degree 47, XYY), Sindrom triplo-X (47, XXX).
relatives; 2). Risiko kejadian tergantung pada ir~sidens
Aberasi bentuk kromosom, adalah perubahan pada
penyakit; 3). Beberapa penyakit memiliki kecenderungan
bentuk kromosom sehingga salah satu atau kedua lengan
predileksijenis kelamin tertentu, misalnya artritis reumatoid
kromosom memendek atau memanjang. Ada beberapa
lebih banyak ditemukan pada perempuan, pknyakit
macam aberasi bentuk kromosom, yaitu: 1). Delesi (del),
Hirschsprung lebih banyak pada laki-laki, ulkus peptikum
yaitu pemendekan lengan kromosom, misalnya 46, XY, del
lebih banyak pada laki-laki, stenosis pilorus banyak pada
(5) (p25) (cri du chat syndrome), artinya pada kromosom
laki-laki, sedangkan dislokasi sendi panggung kongenital
nomor 5 telah terjadi kehilangan bagian pada lokasi
juga banyak ditemukan pada perempuan. Risiko anak-
pita p25; del (13) (q14), yaitu delesi kromosom 13 pada
laki-laki yang ibunya menderita stenosis pilorus infantil
lokasi pita q14 yang menyebabkan retinoblastoma; 2).
adalah 18%, sedangkan bila hanya ayahnya yang menderita
Adisi, yaitu bertambah panjangnya lengan kromosom,
kelainan yang sama, risiko anak laki-lakinya hanya 5 %;
baik karena pemindahan materi genetik dari kromosom
4). Risiko saudara kembar identik untuk mendapatkan
lain (translokasi), atau duplikasi materi genetik yang
kelainan yang sama adalah kurang dari loo%, tetapi jauh
ada pada kromosom tersebut. 3). Kromosom cincin (ring
lebih banyak dibandingkan risiko yang dimilki oleh raudara
chromosome, r), yaitu adanya delesi pada ujung lengan
kembar non-identik atau saudara lainnya;5). Risiko kejadian
pendek dan lengan panjang kromosom, kemudian
akan makin meningkat bila didapatkan kejadian yang
kedua ujung tersebut bersatu. Contoh: 46, XY, r(3)
menyerang lebih banyak anggota keluarga. Misalnya risiko
(p268q29); 4). Isokromosom(i), yaitu kromosom yang
kejadian labioskizis maupun palatoskizis hanya 4% untuk
kedua lengannya sama-sama panjang atau sama-sama
pasangan yang mem~liki1anak yang terserang labioskizis
pendek. Contoh : 46, XX, i(Xq); 5). Duplikasi (dup), yaitu
atau palatoskizis; tetapi risiko tersebut akan menjadi 9%
bagian dari kromosom memiliki gen-gen yang berulang.
bila ada 2 anak yang terserang; 6). Risiko kejadian akan
Kromosom yang mengalami duplikasi akan berakibat
makin tinggi bila kelainan semakin berat. Seorang anak letal pada manusia, walaupun berada dalam keadaan
yang menderita penyakit Hirschsprung yang panjang akan heterozigot. Duplikasi pada bagian kecil dari kromosom
memiliki saudara yang berisiko lebih tinggi dibandingkan disebut mikroduplikasi, yang dalam keadaan heterozigot
dengan anak yang menderita penyakit ~ i s r c h s ~ r lebih
ur~ dapat menyebabkan kelainan tertentu, misalnya Sindrom
pendek. Beckwith-Wiedermann yang terjadi akibat duplikasi
kromosom 11 pada lokasi pita p l 5 [dup(ll)(pl5)] dan
sindrom Charcot-Marie-Tooth tipe 1A (CMTlA) yang
ABERASI KROMOSOM terjadi akibat duplikasi kromosom 17 pada lokasi pita p11.2
[dup(17)(p11.2)]; 6). lnversi (inv), yaitu bila sebagian dari
Aberasi kromosom adalah penyimpangan keadaan normal
kromosom mengalami rotasi 180" sehingga urutan gennya
kromosom. Ada beberapa jenis aberasi kromosom, yaitu
terbalik. Ada 2 macam inversi, yaitu inversiparasentris, bila
aberasi numerik kromosom, aberasi bentuk kromopm dan
sentromer berada di luar bagian yang mengalami inversi;
aberosi mosaik kromosom.
GENETlKA MEDIK D A N BIOLOGI MOLEKULAR 47

dan inversi perisentris, bila sentrorner berada di dalarn sehingga rnernbentuk 1krornosorn yang utuh; translokasi
bagian yang rnengalarni inversi. Contoh : 46,XY,inv(3) ini disebut translokasi Robertson atau fusisentrik. Contoh:
(q26q29), yaitu inversi parasentris pada krornosorn 3 46,XY,t(9;22)(q34,qll), yaitu translokasi sebagian segrnen
pada lokasi antara pita q26 dengan q29; dan 46,XY,inv(ll) krornosorn 9 ke krornosorn 22, yang dikenal sebagai
(p15q14), yaitu invesi perisentris krornosorn 11 pada kromosom Philadelphia (kromosom Ph'), yang didapatkan
lokasi antara pita p15 dengan q14; 7). Translokasi (t), yaitu pada pasien lekernia granulositik kronik; dan 46, XX,
bila sebagian dari suatu krornosorn pindah ke krornosorn t(13;ld) ( p l l , q l l ) , yaitu fusi sentrik krornosorn 13 dan
lain. Perpindahan ini dapat besifat resiprokal (berpindah 14; 8). lnsersi (ins), yaitu salah satu bentuk translokasi,
ternpat) atau tidak resprokal. Translokasi juga dapat dirnar~apotongan krornosorn berpindah rnenyelip diantara
terjadi dengan penggabungan 2 krornosorn akrosentrik pita-pita krornosorn yang ada atau krornosorn lainnya.

Lpp I 1 1
Gambar 14. Trisorni 21: (a). Wajah dan lipatan palrnar tunggal; (b) Karyotip

(a) (b)

Gambar 15. (a) Sindrorn Klinefelter; (b) Sindrorn Turner; (c)Trisorni 1 3


48 DASAR-DASAR ILMU PENYAKIT DALAM

~ .. -~~
(a)
. .~

Gambar 16. Triploidi (a) Disproporsi kepala dan badan, sindaktili; (b) Kariotip
(b)
- . ~ - --

Contoh: 46, XY, ins (1;5) (q31;q13), artinya delesi pada Kelainan kromosom yang lain adalah genomic
pita q13 kromosom 1yang mengalami insersi pada pita imprinting, dimana fenotip sangat tergantung pada orang
q13 kromosom 5. tua yang membawa gen atau segmen kromosom tersebut.
Keadaan ini didapatkan pada Prader-Willi Syndrome (PWS)
Aberasi mosaik kromosom adalah keadaan dimana
dan Angelmon Syndrome (AS). Pada PWS, 60% kasus
sel-sel pada satu tubuh memiliki pola kromosom yang
mengalami disomi uniparental maternal pada kromosom
berlainan. Contoh: 46,XX/45,XO, berarti pada tubuh
1 5 (kehilangan kromosom 1 5 paternal), sedangkan 5%
individu tersebut terdapat 2 jenis sel yang be-beda
kasus AS mengalami disomi uniparental paternal pada
kromosomnya, yaitu 46,XX dan 45,XO. Seseorang dengan
kromosom 1 5 (kehilangan kromosom 1 5 maternal).
genotip 45,X0/46,XX/47,XXY, berarti memiliki 3 jenis sel
Dengan demikian kelainan ini hanya diturunkan dari
yang berbeda kromosomnya.
salah satu orang tua yang kebetulan memiliki gen pada
Kelainan kromosom yang lain adalah fragilt? site,
kromosom 1 5 yang mengekspresikan kelainan. Walaupun
disomi uniparental dan genomic imprinting.
kromosom tempat lokus gen tersebut sama, tetapi
Fragile site adalah bagian kromosom yang cenderung fenotipnya berbeda. Bila diturunkan dari maternal, maka
terlepas dari kromosom induknya. Contoh yang spesifik akan timbul fenotip .PWS, yang ditandai oleh obesitas,
adalah Fragile X syndrome dimana fragile site terletak hipogonadisme, dan retardasi mental dari ringan sampai
pada kromosom X pada lokasi pita q27.3. Kelainan ini sedang; sedangkan bila diturunkan dari paternal akan
akan memiliki fenotip laki-laki dengan retardasi mental. menimbulkan fenotip AS, yang ditandai oleh mikrosefali,
Gejala klinik yang lain adalah makroorkidisme, dan wajah gaya berjalan taksik, kejang dan retardasi mental berat.
yang khas yang menunjukkan muka yang panjang, rahang Kedua jenis kelamin dapat terserang dengan frekuensi
yang prominen dan telinga yang besar. Pada perempuan yang sama.
heterozigot, akan mengakibatkan retardasi mental pada
berbagai tingkatan.
Disomi uniparental terjadi bila pasangan kromosom pada GENETIKA MITOKONDRIA
1individu dengan jumlah kromosom yang sama berasal
Ada 2 organel sel yang memiliki DNA sendiri selain
dari 1induk. Bila kedua kromosom tersebut identik, maka
inti set, yaitu plastida, pada sel tumbuh-tumbuhan dan
disebut isodisomi uniparental, sedangkan bila kedua
mitokondria pada semua sel eukariotik.
pasangan komosom tersebut berbeda, tetapi berassl dari
Mitokondria diduga merupakan hasil endosimbiosisset
1induk, maka disebut heterodisomi uniparental. Fenotip
prokariotik (bakteri) dengan sel eukaryot yang merupakan
akibat kelainan ini tergantung dari banyak hal, misalnya
sel hospes. Ukuran mitokondria hanya sebesar bakteri dan
kromosom yang terlibat, keadaan kedua orang tua dan
merupakan 25% dari volume sel, karena pada setiap sel
apakah bentuknya isodisomi atau heterodisomi. Disomi
eukaryot ditemukan sekitar 2000 mitokondria.
uniparental maternal pada kromosom 2, 7, 14, 15 dan
Mitokondria merupakan organel penghasil energi
disomi uniparental paternal pada kromosom 6, 11, 15, 2 0
secara biokimiawi dalam bentuk ATP melalui fosforilasi
berhubungan dengan fenotip gangguan pertumbuhan
oksidatif yang sangat efisien, dimana pada orang dewasa,
dan tingkah laku.
GENETIKA MEDIK DAN BIOLOGI MOLEKULAR 49

dihasilkan 1 kg ATP/kgBB/hari. Di dalam mitokondria total protein mitokondria, sedangkan kandungan protein
terjadi perubahan asam piruvat rnenjadi asetil-KoA, membran luar hanya 6%. Berdasarkan fungsinya, protein
daur asam sitrat, rantai pernapasan, penghancuran membran dalam mitokondria dalapat dibagi dalam 3
asam lemak melalui oksidasi-b, dan sebagian daur urea. kelompok, yaitu enzim dan komponen rantai pernapasan,
Selain itu, mitokondria juga berperan pada apoptosis sel pengemban spesifik yang mengatur transpor metabolit
yang bersangkutan melalui penglepasan sitokrom-c dan keluar masuk matriks mitokondria melalui membran
homeostasis ion Ca2+. dalam; dan ATPsintase yang berperan pada produksi ATP
Mitokondria memiliki 2 membran, yaitu membran di dalzm matriks mitokondria. Rantai respirasi terdiri dari
luar dan membran dalam. Ruang diantara membran 4 kompleks multipeptida dan 2 pengangkut elektron yang
luar dan membran dalam disebut ruang antar membran. bebas bergerak, yaitu ubikuinon (Koenzim Q CoQ) dan
Membran bagian dalam berlipat-lipat mengelilingi sitokrcm c. Keempat kompleks enzim rantai pernapasan
ruang matriks yang disebut krista. Adanya krista adalah Kompleks I (NADH-ubikuinon oksidoreduktase);
membuat permukaannya menjadi luas dan meningkatkan Kompleks I1 (suksinat-ubikuinon reduktase); Kompleks 111
kemampuannya dalam memproduksi ArP. Membran (ubikuinol-sitokrom c oksidoreduktase); dan Kompleks IV
luar mitokondria mengandung sejumlah protein yang (sitokmm oksidase). Kompleks enzim rantai pernapasan
disebut porin yang berperan membentuk pori-pori kecil bersama dengan pengangkut elektron dan ATP sintase
yang memungkinkan molekul-molekul berukuran 5 bersama-sama menyusun sistem fosforilasi oksidatif: Bahan
5kDa 1010s dan masuk ke dalam ruang antar membran. makanan (karbohidrat, lemak, protein) akan diuraikan
Sebaliknya membran dalam bersifat impermeabel, melalui asetil-KoA untuk menghasilkan molekul berenergi
sehingga molekul-molekul tersebut tidak dapat masuk tinggi NADH dan suksinat. Keduanya akan mengalami
ke dalam matriks mitokondria. Kandungan protein serangkaian reaksi oksidasi dan rnelepaskan energi yang
membran dalam mitokondria sangat tinggi, sekitar 21% akan dimanfaatkan oleh ATP sintase utntuk membentuk

L AT^ ase 3
Gambar 17. DNA Mitokondria. A=Alanin; R=Arginin; N=Asparagin; D=Asam Aspartat; C=Sistein; Q=Glutamin; E=Asam Glutamat;
G=Glisin; H=Histidin; I=Isoleusin; L=Leusin; K=Lisin; M=Metionin: F=Fenilalanin; S=Serin; T=Treonin; W=Triptofan; Y=Tirosin;
V=Valin
50 DASAR-DASAR ILMU PENYAKIT DALAM

1 molekul ATP dari 1 molekul ADP dan fosfat inorganik. f-Met-tRNA, Ala-tRNA, Asn-tRNA, Cys-tRNA, Tyr-tRIVA,
Oksidasi tiap molekul NADH akan menghasil 3 molekul Trp-tRNA, Ser-tRNA, Asp-tRNA, Lys-tRNA, Gly-tRNA,
ATP, sedangkan oksidasi tiap molekul suksinat hanya akan Arg-tRNA, His-tRNA, GIu-tRNA, Thr-tRNA dan Pro-tRNA.
menghasilkan 2 molekul ATP. Pada mtDNA terdapat daerah yang tidak menyandi protein
Seperti dijelaskan di muka, mitokondria msmiliki yang disebut D-loop (displacement loop) sepanjang 1122
DNA sendiri yang diwariskan secara maternal. Di dalarn pb, yang dibatasi oleh gen Phe-tRIVA dan Pro-tRNA, dan
ovum terdapat ratusan ribu DNA rnitokondria (mtDNA), berperan pada regulasi replikasi dan transkripsi genom
sedangkan didalarn spermatozoa hanya terdapat kurang mitokondria. Pada pembelahan sel, mitokondriajuga akan
dari 100. Pada fertilisasi, hampir tidak ada mtDNA membelah dan mendistribusikan genomnya secara merata
spermaotozoa yang masuk ke dalam ovum, sehingga kepada kedua anak organel yang baru terbentuk.
seorang ibu akan mewariskan mtDNA ke seluruh Kelainan pada mitokondria akan mempengaruhi
keturunannya dan anak perernpuannya akan mewariskan biosintesis enzirn yang dibutuhkan untuk fosforilasi
mtDNA tersebut ke generasi ber-ikutnya. Dsngan oksidatif sehingga cadangan ATP rnenurun, peningkatan
demikian mtDNA bersifat haploid karena tidak terjadi radikal bebas dan induksi apoptosis. Sebagian besar
rekombinasi DNA. Berbeda dengan DNA inti, ekspresi sindrom klinik akibat kelainan mitokondria akan
mtDNA berlangsung di dalam rnitokondria dan mRNA menyebabkan miopati, kardiomiopati dan ensefalopati
rnitokondria tidak mengandung intron. karenajaringan-jaringan tersebut rnembutuhkan ATP yang
Mitokondria memiliki kemampuan untuk men-sintesis tinggi. Beberapa zat kimia juga dapat berrpengaruh pada
beberapa proteinnya sendiri karena memiliki mtDNA fungsi rnitokondria, rnisalnya antiretroviral azidotimidin
dan ribosom mitokondria sendiri. Walaupun dernikian, (AZT) akan menyebabkan deplesi mtDNA otot sehingga
sebagian besar protein mitokondria disandi oleh DNA inti menirnbulkan rniopati rnitokondrial didapat, KCN di dalam
dan disintesis di dalam ribosom bebas di dalarn sitoplasma singkong dapat rnenghambat sitokrom c oksidase, asam
dan diimpor ke dalam mitokondria. Sebaliknya, tidak ada bongkrek di dalam ternpe bongkrek dapat menghambat
protein yang disandi di dalam mitokondria diekspor untuk Adenin Nucleotide Transporter (ANT), klorarnfenikol
berfungsi di luar mitokondria. Mekanisme impor protein dapat menghambat rantai respirasi dan sintesis protein
dari luar rnitokondria ke dalam rnitokondria rner~pakan rnitokondria.
proses yang kompleks. Protein tersebut harus dikenal dulu Mutasi pada mtDNA juga akan menyebabkan
oleh reseptor di mernbran luar mitokondria, kemudian beberapa kelainan, terutama kelainan neuromuskular
dalam keadaan tidak melipat dituntun oleh peptidd sinyal, yang disebut sitopati atau miopati mitokondrial, rnisalnya
melintasi kedua membran mitokondria. Di dalarn natriks MELAS syndrome (Mitochondrial Encephalomyopathy,
mitokondria, peptida sinyal akan di-putus oleh suatu Lactic Acidosis, Stroke-like episodes), LHON (Lebers
peptidase, kemudian protein tersebut rnelipat rnenjadi Hereditary Optic Neuropathy), CPEO (Chronic Progressive
bentuk yang siap berfungsi. External Ophthalmoplegia), Kern-Sayre Syndrome (CPEO,
Pada sel yang sama seringkali diternukan campuran retinitis pigmentosa, blok atrioventrikular), MERRF
antara mtDNA yang normal dan yang t e r b u t a s i syndrome (Myoclonic Epilepsy Ragged Red Fibres), MMC
(heteroplasmik). Laju mutasi mtDNA jauh lebih tinggi (Maternally inherited Myopathy and Cordiomyopathy),
dibandingkan dengan DNA inti sel karena meksnisme NARP (Neurogenic muscular weakness with Ataxia and
reparasi mtDNA terbatas, mtDNA tidak memiliki histon Retinitis Pigmentoso), Peorson Syndrome (kegagalan
yang berfungsi sebagai pelindung dan rnitokondria sumsum tulang dan pankreas), ADMIMY (Autosomol
memiliki kandungan radikal bebas yang tinggi. Dominant Inherited Mitochondria1 Myopothy with
MtDNA merniliki rantai ganda (rantai H dan rantai L) Mitochondrial deletion).
yang berbentuk lingkaran tertutup berukuran 16.569 pb
yang menyandi 13 polipeptida sistem rantai pernapasan, 2
rRNA (12 S dan 16 S) dan 22 tRNA yang diperlukai untuk IMUNOGENETIKA
biosintesis protein rnitokondria. Ketigabelas polibe~tida
sistern pernapasan terdiri dari 7 polipeptida kornpleks Sistern imun berfungsi untuk melindungi tubuh dari
I (ND1 [NADH dehidrogenase 1, ubikuinon I.], ND2, antigen asing, baik protein, polisakarida atau asam nukleat
ND3, ND4, ND4L, ND5 dan ND6); 1protein kompleks 111 yang masuk ke dalam tubuh. Ada 2 sistem irnun, yaitu
(sitokrom b); 3 polipeptida kornplekslv (sitokrom co~sidase sistem imun selular dan sistem irnun humoral. Sistem imun
1 [COI], sitokrom c oksidase 2 [COII], sitokrom c oksidose 3 selular dilakukan oleh limfosit T, baik limfosit T-penolong
[COIII]) dan 2 ATP sintase (ATP6 dan ATP8). (T-helpec CD4), limfosit T-supresor (CD8), rnaupun lirnfosit
Sedangkan tRNA yang disandi oleh mtDNA adalah T-sitotoksik (CD8); sedangkan sistem irnun hurnoral
Phe-tRNA, Val-tRNA, Leu-tRNA, Ile-tRNA, Gln-tRNA, dilakukan oleh berbagai antibodi (imunoglobulin, lg) yang
GENETIKA MEDIK DAN BIOLOGI MOLEKULAR

dihasilkan oleh tubuh sebagai respons terhadap masuknya Aspek imunogenetik lain didalam tubuh adalah
antigen ke dalam tubuh. golongan darah. Sampai saat ini dikenal sekitar 400
lmunoglobulin (Ig) merupakan protein yang terdiri golongan darah, tetapi yang penting adalah sistem
dari 2 rantai berat dan 2 rantai ringan yang identik yang ABO dan Rhesus (Rh). Sistem ABO mengenal 4 fenotip
dihubungkan oleh ikatan disulfida. Ada 5 kelas Ig, yaitu golongan darah tergantung kandungan antigen pada sel
IgG, IgM, IgA, IgD dan IgE. Pada umunya kelima kelas darah perah individu, yaitu A, B, 0 dan AB. Golongan
Ig memiliki rantai ringan yang sama, yaitu rantai kappa darah A memiliki antigen A pada per-mukaan sel darah
(k) dan lambda (I), tetapi rantai beratnya berbeda-beda, merahnya dan IgM anti B didalam serumnya; golongan
yaitu rantai g untuk IgG, rantai m untuk IgM, rantai a darah B memiliki antigen B pada permukaan sel darah
untak IgA, rantai d untuk IgD dan rantai e untuk IgE. Tiap merahnya dan IgM anti A di dalam serumnya; golongan
rantai Ig memiliki 3 daerah, yaitu daerah V pada ujung N, darah fiB memiliki antigen A dan B pada permukaan sel
daerah J (junctional) dan daerah C (constant). Pada rantai darah merahnya, tetapi tidak memiliki baik anti A maupun
berat juga terdapat daerah D (diversity) yang terletak anti B didalam serumnya; sedangkan golongan darah 0
diantara daerah V dan J. Gen-gen untuk rantai k terletak tidak rhemilki antigen, tetapi memiliki IgM anti A dan anti
didalam lengan pendek kromosom 2, sedangkan gen B di dalam serumnya. Gen sistem ABO terletak dekat ujung
rantai I terletak di kromosom 22 dan gen untuk rantai lengan panjang kromosom 9 dan dikenal 3 alel, yaitu IA,
berat terletak di kromosom 14. Gen-gen tersebut pada IB dan i, sehingga terdapat kemungkinan 6 genotip, yaitu
umumnya merupakan kelompok gen (cluster). Kelompok IAIA da,n IAi untuk golongan darah A; IBIB dan IBi untuk
gen rantai berat terdiri dari 200 gen V, 50 gen D, 6 gen golongan darah B; IAIB untuk golongan darah AB; dan ii
J dan 1atau lebih gen C untuk setiap kelas Ig. Berbagai untuk golongan darah 0 . Gen IAdanIB bersifat kodominan,
kombinasi dari gen-gen tersebut dapat terjadi, sehingga sedangkan gen i bersifat resesif terhadap IA dan IB.
terdapat lebih dari 12.000 kemungkinan kombinasi VDJ. Pada sistem ABO, juga dikenal adanya antigen H
Kelompok gen untuk rantai k dan I terdiri dari 200 gen yang dikendalikan oleh gen H dominan dan alelnya h
V, 4 gen J, 1 gen C dan tidak terdapat gen D. Setiap sel resesif. Individu dengan golongan darah A, B, AB dan 0
plasma hanya memproduksi 1kombinasi VJC, baik untuk selalu memiliki gen H, sehingga dengan demikian akan
rantai k atau I, tetapi tidak keduanya. memproduksi antigen H. Individu yang memiliki genotip
Sistem imun selular (limfosit T), mengenal antigen hh homozigot, tidak akan memproduksi antigen A, B dan H,
melalui reseptor pada permukaan limfosit T yang disebut sehingga darahnya tidak akan bereaksi dengan anti A, anti
reseptorsel T (TCR). Sebagaimana Ig, terdapat 2 rantai pada B maupun anti H, sebaliknya di dalam tubuhnya ditemukan
masing-masing TCR, yaitu rantai a dan b. Gen untuk rantai ketiga antibodi tersebut. Hal ini akan menyulitkan bila
a terdapat pada kromosom 14, sedangkan gen untuk rantai individu tersebut memerlukan transfusi darah, karena
b terdapat pada kromosom 7. Sama halnya dengan Ig, harus dicarikan darah dari individu dengan genotip hh.
gen-gen untuk rantai a dan b juga merupakan kelompok, Genotip hh ini disebut golongan darah Bombay yang
yaitu 50 gen V dan 50 gen J untuk rantai a dan 80 gen V, sangat jarang ditemukan.
1atau 2 gen D dan 13 gen J untuk rantai b. Aspek genetik golongan darah sistem Rhesus lebih
Sistem imun lain yang berperan pada presentasi antigen kompleks daripada sistem ABO, karena walaupun hanya
yang juga diturunkan adalah Major Histocompatibility didapatkan 2 fenotip, yaltu Rh + dan Rh-, ternyata
Complex (MHC) yang merupakan kelompok gen didapatkan banyak ale1 yang menentukan sistem Rh.
yang polimorfik pada lengan pendek kromosom 6. Wiener mengemukakan minimal ada 10 ale1 yang
Kelompok gen MHC dibagi atas 3 kelas, yaitu kelas I menentukan golongan Rh yang menempati 1 lokus di
yang mengekspresikan Human Leucocyte Antigen (HLA) kromosom 1,yaitu ale1 Rz, R1, R2dan R0yang menentukan
A, B dan C; kelas I1 yang mengekspresikan HLA DR, Rh +; gan ale1 ry, r', r" dan r yang menentukan Rh -. Peneliti
DQ dan DP; dan kelas 111 yang mengekspresikan sistem lain, yaitu Fisher mengemukakan minimal ada 3 pseudoalel
komplemen termasuk C2, C4A, C4B dan properdin (Bf). yang berangkai amat berdekatan yang menentukan
Selain itu lokus untuk gen defisiensi 21-hidroksilase golongan Rh, yaitu D, d, C, c, E dan e. Individu yang
yang berperan pada hiperplasia adrenal kongenital juga memiliki gen dominan D, akan memiliki Rh +, sedangkan
terdapat pada kelompok ini. Beberapa antigen HLA, bila tidak ada gen D, akan memiliki Rh -, walaupun memiliki
ternyata berhubungan erat dengan timbulnya penyakit gen dominan C dan E. Di dalam populasi, golongan Rh +
tertentu, misalnya HLA B27 dengan ankilosing spondilitis menuyjukkan persentase yang lebih tinggi di-bandingkan
dan sindrom Reiter, HLA DR4 dengan artritis reumatoid, Rh -. Saat ini dikenal 3 antibodi untuk golongan Rh, yaitu
HLA DR2 dengan sklerosis multipel, HLA DR3 dan B8 anti-D, anti-C dan anti-E.
dengan miastenia gravis, HLA DR7 dengan psoriais dan Di dalam klinik, sitem Rh akan menimbulkan
sebagainya. problem bila terjadi perkawinan antara laki-laki Rh +
DASAR-DASAR ILMU PENYAKIT DALAM

homozigot dengan perempuan Rh -. Bila si perempuan faktor genetik berasal dari observasi bahwa karsinogen
mengandung, maka anaknya akan memiliki golongan menyebabkan mutasi DNA; pasien kanker menunjukkan
darah Rh + heterozigot. Dalam ha1 ini, eritrosit anak yang abnormalitas kromosom; dan pada beberapa kanker yang
mengandung antigen Rh akan merangsang pembqntukan jarang, ditemukan faktor-faktor herediter. Ada 2 tipe gen
anti Rh didalam tubuh ibu. Pada kehamilan berikutnya, yang berperan pada timbulnya kanker, yaitu gen supresor
akan terulang kembali janin di dalam kandungannya tumor dan onkogen.
memiliki Rh +. Anti Rh dari tubuh ibu akan masuk ke Gen supresor tumor berfungsi menyandi protein yang
tubuhjanin dan bereaksi dengan antigen Rh di permukaan penting untuk mengatur siklus sel. Bila protein ini tidak
eritrosit janin, sehingga timbul hemolisis dan d i dalam diproduksi, maka akan terjadi proliferasi selular yang
tubuhjanin akan ditemukan banyak eritroblas. Keadaan In1 tidak terkontrol. Contoh klasik kanker yang timbul akibat
disebut inkompatibilitas sistem Rhesus atau eritroblastosis hilangnya gen supresor tumor adalah retinoblastoma. Pada
foetalis. retinoblastoma, gen supresor tumornya terdapat pada
Pada transplantasi jaringan atau organ, aspek imuno- lengan panjang kromosom 13 (13q14) dan diturunkan
genetik harus diperhatikan dengan baik. Jaringan atau secara autosomal dominan. Contoh lain adalah poliposis
organ transplan yang berasal dari tubuh resiplenlsendirl koli adenomatosa yang terjadi akibat mutasi gen p53 pada
disebut autograf; b ~ l aberasal dari saudara kembar yang kromosom 17p.
identik disebut isograf; bila berasal dari individu lain yang Onkogen adalah gen yang berperan atas timbulnya
satu spesies disebut alograf; dan bila berasal dari spesies kanker. Misalnya onkogen ras yang berasal dari virus
lain disebut xenograf Penolakan jaringan atau organ sarkoma Rous yang menyebabkan sarkoma pada ayam.
transplan pada transplantasi dengan autograf atau isograf Pada umumnya setiap onkogen virus (v-onc) berasal
tidak menjadi problem yang terlalu serius karena secara dari rekombinasi gen (DNA) normal hospes dengan
genetik baik donor maupun resipien (penerima) identik, genom (RNA) virus (retrovirus). Saat ini telah diketahui
tetapi bila transplantasi dilakukan dengan xenograf maka banyak onkogen selular (c-onc) yang bersifat normal
penolakan terhadap jaringan atau organ transplan selalu yang dapat diaktifkan oleh mutasi gen maupun mutasi
terjadi. Pada transplantasi dengan alograf, rejeksi akan kromosom sehingga menyebabkan timbulnya kanker.
terjadi bila jaringan donor dan resipien tidak matching Hasil mutasi kromosom yang khas ditemukan pada
dan tidak diberikan imunosupresan. kromosom Philadelphia (Ph') yang menyebabkan lekemia
Transfusi darah adalah salah satu bentuk transplantasi granulositik kronik LGK). Kromosom Philadelphia adalah
jaringan. Sebelum dilakukan transfusi darah, maka tipe kromosom 22 yang lebih pendek dari kromosom 22
golongan ABO dan Rhesus baik dari donor maupun yang normal yang terjadi akibat translokasi sebagian
resipien harus diperiksa. Sebaiknya transfusi darah segmen kromosom 9 ke kromosom 22 [t(9;22)(q34,qll)],
dilakukan pada golongan darah yang sama, tetapi dalam sehingga onkogen ABL (c-abl) yang seharusnya terletak
keadaan darurat, dapat dipertimbangkan pemberian dari pada lengan panjang kromosom 9 (9q34) berpindah ke
golongan darah lain selama dipertimbangkan kesesuaian lengan panjang kromosom 22 ( 2 2 q l l ) yang merupakan
jenis antigen donor dan antibodi resipien. Golongan darah tempat gen BCR. Protein yang dihasilkan oleh hibrid gen
A, hanya dapat menerima darah dari golongan darah A dan BCR/ABL pada sel-sel LGK ternyata bertanggungjawab
0; golongan darah B hanyak dapat menerima darah dari terhadap transformasi neoplastik sel-sel tersebut. Contoh
golongan B dan 0; golongan darah AB dapat menerima lain adalah limfoma Burkit yang juga berhubungan dengan
darah dari semua golongan; sedangkan golongan darah translokasi kromosom, sehingga onkogen MYC (c-myc)
0 hanya dapat menerima darah dari golongan 0 . Karena yang seharusnya terletak pada lengan panjang kromosom
golongan darah AB dapat menerima darah dari semua 8 (8q24) berpindah ke lengan panjang kromosom 14
golongan tetapi tidak dapat menjadi donor untuk (14q32) dan diaktifkan oleh gen rantai berat I g yang
golongan darah lain selain AB, maka disebut resipien berlokasi sama di 14q32. Pada leukemia mieloblastik akut,
universal; sebaliknya golongan darah 0 dapat menjadi onkogen MOS (c-mos) yang seharusnya terletak pada
donor untuk semua golongan darah, tetapi hany;a dapat lengan panjang kromosom 8 (8q22) mengalami translokasi
menerima darah dari golongan 0 saja, maka disebut ke lengan panjang kromosom 21 (21q22).
donor universal.

EVALUASI KLINIK
GENETIKA KANKER
Anamnesis yang baik sangat penting untuk mendiagnosis
Timbulnya kanker dipengaruhi oleh faktor geneti;< penyakit genetik, terutama anamnesis penyakit dalam
maupun karsinogen dari luar. Bukti bahwa kanker memiliki keluarga yang berhubungan dengan kelainan yang
GENETlKA MEDIK D A N BIOLOGI MOLEKULAR 53

satu tciradius, sehingga dinyatakan sebagai 1angka dan


1 nol, misalnya 16-0; sedangkan bentuk whorl memiliki
Terminologi Pengertian 2 trira,dius, sehingga penghitungan riginya dinyatakan
Hipertelorisme Jarak antar-pupil lebih dari normal dalam 2 angka, misalnya 14-10. Untuk mendapatkan
Hipotelorisme Jarak antar-pupil kurang dari normal jumlah penghitungan rigi, rnaka rigi dari semua jari haius
Telekantus Jarak kantus medial lebih dari normal, dijumlahkan. Perempuan rata-rata memiliki rigi 127,
tetapi jarak antar-pupil normal sedangkan laki-laki 144.
Low set ears Batas atas perlekatan daun telinga di
bawah garis antar-kantus pada posisi
kepala tegak
Mongoloid slant Kantus lateral lebih tinggi dari kantus ANALISIS KROMOSOM
medial
Antimongoloid Kantus medial lebih tinggi dari kantus Secara teoritis, pemeriksaan kromosom dapat dilakukan
slant lateral dari sel-sel yang berasal dari semua jaringan yang sedang
Brushfield spots Bercak-bercak pada iris (20% pada bayi mengalami mitosis dan dihentikan proses mitosisnya
normal) pada stadium metafase. Tetapi pada kenyataannya hanya
Simian crease Garis melintang tunggal pada telapak
beberapa jaringan yang dapat digunakan untuk analisis
tangan
kromosom, yaitu amniosit, vili korionik, sel-sel darah,
Scrota1 tongue Lidah besar, kasar dan bercelah-celah
Epicanthic fold Lipatan kulit pada kantus medial sumsum tulang dan fibroblas kulit. Sampel yang berasal
Brakisefali Panjang anteroposterior kepala lebih dari vili korionik, sel darah dan sumsum tulang hanya
pendek memerlukan pemrosesan selama 1-3 hari, sedangkan
Dolikosefali Panjang anteroposterior kepala lebih sel-sel dari jaringan lain membutuhkan waktu lebih lama
panjang yang mencapai 1-3 minggu. Sel yang akan dianalisis
Webbed neck Lipatan kulit berbentuk segitiga yang krorrosomnya dibiak kemudian dihentikan mitosisnya
terbentang dari telinga sarnpai ke
pada stadium metafase atau prometafase dengan
akromion
Shiled like chest Dada berbentuk perisai dengan puting menggunakan vinblastin, kolkisin atau kolsemid (analog
susu yang letaknya berjauhan kolkis~n).Kemudian dilakukan pewarnaan (banding)
sehingga dapat dianalisisjumlah kromosom dan kelainan
struktural kromosom pada individu tersebut. Setiap
ditemukan pada proband. Silsilah keluarga wedigre) harus kromosom terdiri dari sentromer dan telomer Sentromer
dapat dibuat sebaik-baiknya sehingga dapat ditentukan adalah konstriksi primer kromosom yang membagi
apakah kelainan tersebut memilki aspek genetik atau tidak.
Setelah anamnesis, maka pemeriksaan fisik yang
lengkap juga harus dilakukan, terutama untuk mencari
gambaran dismorfik yang spesifik untuk suatu kelainan
genetik (tabel 2). Tinggi badan saat berdiri dan duduk,
berat badan dan panjang tangan harus diukur. Demikian
juga jarak antar-pupil, jarak antar-kantus medial dan jarak
antar-kantus lateral, lingkar kepala (oksipitofrontal) dan
panjang telinga juga harus diukur. Volume testes harus
diu kur dengan orkidometer Prader.
Yang tidak kalah pentingnya adalah pemeriksaan sidik
jari (dermatoglifik) karena pasien dengan kelainan genetik
memiliki pola sidik jari tertentu. Menurut sistem Galton,
dikenal 3 pola dasar sidikjari, yaitu lengkung (arch), sosok Gambar 18. Dismorfologi wajah
(loop) dan lingkaran (whorl). Pada bentuk loop jika bagian
yang terbuka menuju ke arah ujung jari, maka disebut
radial loop, sedangkan bila bagian yang terbuka menuju
ke arah pangkal jari, disebut ulnar loop. Penghitungan
banyaknya rigi dilakukan dari triradius sampai ke pusat
pola sidik jari. Triradius adalah titik-titik dimana rigi-rigi
menuju ketiga arah dengan sudut 120". Karena bentuk arch Arch
tidak memiliki triradius, maka riginya tidak dapat dihitung
dan dinyatakan sebagai 0-0. Bentuk loop hanya memiliki Gambar 19. Pola dermatoglifi
DASAR-DASAR I L M U PENYAKlT DALAM

kromosom atas lengan p (lengan pendek) dan lengan q


Tabel 3. Pola Dermatoglifik Beberapat Kelainan
(lengan panjang), sedangkan telomer adalah bagian ujung
Genetik
dari masing-masing lengan kromosom.
Pewarnaan kromosom (banding) mulai berkernbang Kelainan Pola Dermatoglifik
sejak 1969 yang sangat membantu identifikasi kromosom. Trisomi 18 Arches, Simian crease
Teknik banding yang pertama kali berkembang adalah Sindrom Turner Whorl predominan
47,XXY Arches
Q-banding yang menggunakan pewarnaan Quinxrine
5 ~ - Arches, Simian crease (90%)
kemudian dilanjutkan dengan menggunakan mikroskop Trisomi 13 Arches, Simian crease (60%)
fluoresensi. Kemudian berkem bang G-banding yang Trisomi 21 Ulnar loop, Simian crease (50%)
menggunakan pewarnaan Giemsa dan dilanjutkan dengan
pemeriksaan dengan menggunakan mikroskop cahaya.
Hasil dari teknik banding adalah pita-pita melintang plasmid yang resisten terhadap antibiotika tertentu,
(band) yang berselang-seling gelap dan terang pada sehingga dengan pemberian antibiotika tersebut, bakteri
benang-benang kromosom. Q-band biasanya sama yang lain akan mati dan yang tertinggal hanyalah bakteri
dengan G-band; yang banyak dan rutin dilakukan adalah yang mengandung rekombinasi gen yang akan dikloning.
G-banding. Setelah perbanyakan cukup, plasmid akan diisolasi dari
Dengan berkembangnya sitogenetika mlolekular, sel bakteri inang, kemudian dilakukan pemotongan
maka pada akhir 1980 dikembangkan teknik fluorescence dengan enzim endonuklease restriksi sehingga didapatkan
in situ hybridization (FISH) yang hampir sama dengan fragmen DNA dimaksud dalam jumlah yang banyak.
teknik hibridisasi DNA. Disini digunakan probe yang Hibridisasi asam nukleat. Hibridisasi asam nukleat adalah
dilabel dengan hapten kemudian dilakukan pewarnaan penggabungan antara 2 rantai tunggal asam nukleat
dan diperiksa di bawah mikroskop fluoresensi. Teknik FISH komplementer yang dapat terdiri dari 2 rantai tunggal
memungkinkan deteksi kelainan struktural kromosom DNA atau 2 rantai tunggal RNA atau rantai tunggal DNA
secara lebih tepat, seperti delesi, duplikasi, rekombinasi dengan rantai tunggal RNA. Teknik ini digunakan untuk
bahkan mikrodelesi. Berbeda dengan teknik analisis mendeteksi urutan nukleotida yang spesifik dari molekul
kromosom secara konvensional, FISH dapat dilakukan baik DNA atau RNA dengan menggunakan suatu pelacak DNA.
pada stadium metafase maupun interfase. Bahkan berbagai Untuk mendeteksi suatu molekul asam nukleat dalam
teknik tambahan juga dapat dilakukan, seperti mulricolor suatu campuran yang mempunyai urutan komplementer
FISH (m-FISH), comparative genomic hybridization :CGH) dengan pelacaknya, maka dilakukan dulu elektroforesis
dan fiber FISH. Pada fiber FISH, kromosom diregangkan gel untuk memisahkan molekul DNA atau RNA yang akan
dengan berbagai teknik sehingga resolusinya lebih baik dilacak dari larutannya.Setelah itu dilakukan pemindahan
di-bandingkan dengan FISH yang konvensional. molekul DNA dari gel ke kertas nitro-selulosa dengan
teknik Southern blot atau molekul RNA dari gel ke kertas
nitroselulosa dengan teknik Northern blot. Teknik blot
TEKNIK GEN merupakan teknik pemindahan molekul atau fragmen
DNA atau RNA atau protein dari gel ke kertas nitroselulosa,
Kloning gen (DNA). Kloning gen (DNA) adalah suatu karena gel mudah rusak dan sulit diproses lebih lanjut.
usaha untuk membuat salinan fragmen DNA sehingga Teknik Southern blot pertama kali ditemukan oleh Prof.
jumlahnya cukup banyak untuk keperluan penelit~andi Ed Southern. Selain Southern blot dan Northern blot,juga
laboratorium. Di laboratorium kloning gen dilakukan dikenal teknik Western blot, dimana yang dipindahkan dari
dengan bantuan bakteri yang mempunyai kemarhpuan gel ke kertas nitroselulosa adalah protein.
untuk memperbanyak fragmen DNA pendek yang Polymerase chain reaction (PCR). PCR merupaka n
berbentuk cincin yang disebut plasmid. Fragmen gen suatuteknik penggandaanfragmen DNAsecara eksponensial
yang akan dikloning, dipotong dari DNA asalnya dk!ngan secara in vitro, sehingga tidak dibutuhkan enzim restriksi,
menggunakan enzim endonuklease restriksi, kemudian vektor maupun sel inang seperti halnya pada kloning
disisipkan pada cincin plasmid yang juga telah dipotong DNA. Pada reaksi ini dibutuhkan target DNA, sepasang
dan tempat pemotongan akan ditutup oleh enzim ligase primer, keempat deoksinukleosida trifosfat dalam jumlah
DNA sehingga terbentuk plasmid dengan kombinasi gen yang banyak, polimerase DNA yang termostabil, larutan
yang baru (rekombinan). Kemudian bakteri akan dibiak penyangga (bufer) dan alat thermo cycler. DNA target
sehingga terjadi perbanyakan bakteri bersama dengan adalah DNA yang akan diamplifikasi yang ukurannya
plasmidnya. Untuk memastikan bahwa hanya bakteri kurang dari 700-1000 pasangan basa (bp), tetapi yang
yang mengandung rekombinasi DNA yang melakukan efisien adalah antara 100-400 bp. DIVA primer adalah
perbanyakan, maka digunakan bakteri yang memiliki oligonukleotida yang masing-masing akan terhibridisasi
GENETIKA MEDIK D A N BIOLOGI MOLEKULAR

dengan salah satu rantai DNA yang akan diamplifikasi REFERENSI


pada sisi yang berbeda. Proses PCR berlangsung beberapa
siklus, tergantung jumlah amplifikasi DNA yang diinginkan. Connoc JM, Ferguson-Smith MA. Essential Medical Genetic. 4th
ed. Blackwell Science, London, 1995.
Pertama-tama, DNA rantai ganda akan didenaturasi dengan Cox TM, SinclairJ. Molecular Biology in Medicine. 1st ed. Blackwell
pemanasan kemudian dilanjutkan dengan hibridisasi primer Science, London, 1997
pada sekuens DNA yang telah dikenal oleh primertersebut Martini FH, Ober WC, Garrison CW. Development and Inheritance,
In: Martini FH, Ober WC, Garrison CW (eds). Fundamental of
yaitu dari ujung 5' ke 3' dan ujung 3' ke 5' dari masing- Anatomy and Physiology. 3rd ed. Prentice-Hall International
masing primer akan berhadapan. Kemudian Polimerase Inc, New Jersey, 1995:1134-41.
DNA akan mulai melakukan sintesis DNA komplementer Marzuki S, Artika I M, Sudoyo H et al. Eijkman Lecture Serries
dari ujung 3' masing-masing primer tersebut sehingga I: Mitochondria1 Medcine. Lembaga Eijkman, Jakarta 2003:
1-90.
pada akhir siklus I,akan dihasilkan 4 rantai tunggal DNA.
Pada siklus 11, keempat rantai tunggal DNA tadi akan
melakukan hibridisasi dengan primer lagi dan sintesis
DNA komplementer kembali terjadi sehingga pada akhir
siklus I1 akan dihasilkan 8 rantai tunggal DNA, dimana 2
rantai DNA produk akan berukuran pendek yang dibatasi
oleh jarak antara pasangan primer yang digunakan.
Demikianlah siklus ini berulang dan pada setiap siklus akan
dihasilkan rantai DNA yang 2 kali lipat rantai DNA pada
siklus sebelumnya sehingga akhirnya didapatkan fragmen
DNA yang diinginkan dalam jumlah yang banyak. Proses
pemanasan dan pendinginan yang berulang secara siklik
berlangsung otomatis di bawah pengawasan komputer
dengan menggunakan alat thermo cycler:

Restriction fragment length polymorphism (RFLP).


Meskipun lebih dari 50.000-100.000 gen manusia telah
berhasil ditentukan lokasinya pada kromosom, tetapi masih
banyak kecacatan gen belum dapat dipetakan karena tidak
adanya penanda yang spesifik. Pada kebanyakan kasus,
produk gen mutan yang bertanggungjawab atas terjadinya
penyakit genetik tidak dapat dilakukan melalui cara klasik
yang mengandalkan ciri keterkaitan gen (linkage). Tetapi
dengan berkembangnya teknologi DNA rekombinan telah
didapatkan cara baru pemetaan keragaman ale1 tanpa
memperhitungkan lagi produk gennya. Cara ini akan dapat
mengungkapkan terjadinya mutasi satu basa saja yang
dapat mengubah fungsi pengenalan enzim restriksinya.
Hal ini memungkinkan pendeteksian keanekaan panjang
fragmen DNA yang diwariskan secara kodominan. Bentuk
variasi ale1 (polimorfisme) yang dapat dimunculkan
disebut Restriction Fragment Length Polimorphism (RFLP).
Pemetaan kelainan genetik menggunakan teknik RFLP
tergantung pada kedekatan keterkaitan RFLP dengan gen
acat yang hendak dipetakan. Begitu ditetapkan adanya
faktor gen dari suatu penyakit, maka dilanjutkan dengan
analisis RFLP untuk menentukan kemungkinan adanya
variasi ale1 dari lokus pengemban gen tersebut.
Penggunaan teknik RFLP dalam upaya pemetaan gen
merupakan terobosan dan mengantisipasi munculnya
gen-gen baru.
DASARgDASAR1FARMAKOLOGIKLINIK
Nafrialdi

Proses utama pada absorpsi adalah transport obat


melintasi rnembran biologik yang dapat berupa rnernbran
Farmakologi klinik merupakan cabang ilmu farrnakologi epitel saluran cerna, saluran napas, endotel pernbuluh
yang mempelajari berbagai aspek yang berkaitan dengan darah, mukosa, bahkan melalui permukaan kulit. Transport
penggunaan obat pada manusia. Kajian ini penting obat melintasi membran sebagian besar terjadi secara
sebagai dasar ilmiah penggunaan obat derni mendapatkan difusi pasif, namun dapat juga terjadi secara transport
efektivitas optimal dengan efek samping semiiirnal aktif.
mungkin.
Difusi pasif. Kecepatan dan kelengkapan absorpsi
Setiap individu rnernberi respons yang bervarias~
dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain sifat
terhadap pemberian obat, baik respons terapeutik maupun
fisikokimia obat (kelarutan dalam air dan dalam lemak,
efek samping. Hal ini berkaitan dengan adanya variasi
pH obat, ukuran molekul), pH lingkungan, luas permukaan
pada profil farrnakokinetik dan farrnakodinamik pada
absorpsi, waktu transit usus, sirkulasi darah di rnukosa usus,
seseorang. Untuk mendapatkan hasil pengobatan yang
dan ada atau tidaknya bahan lain (makanan atau obat)
optimal dengan efek samping sekecil mungkin, seorang
yang rnernpengaruhi kelarutan obat dan mernpengaruhi
dokter perlu rnernaharni prinsip-prinsip farrnakoldnetik
kecepatan absorpsi.
dan farmakodinamik obat dalam keadaan normal maupun
dalam kondisi patologi, serta perlu memaharni interaksi
obat. Farrnakokinetik menekankan bahasan pada proses Sifat Fisikokimia Obat
yang dialami obat mulai masuk ke dalam tubuh sampai
Kelarutan obat
dieliminasi/diekskresi, sedangkan farmakodiramik
Sebelum obat diabsorpsi di saluran cerna, terlebih
menekankan bahasan pada pengaruh obat terhadap
dahulu obat mengalarni desintegrasi. Obat bentuk tablet
tubuh, mencakup efek terapi dan efek sarnping obat.
yang terlalu keras akan sulit rnengalarni desintegrasi
dan absorpsinya akan tertunda. Sebaliknya obat tablet
yang rapuh akan cepat rnengalami desintegrasi. Setelah
PRINSIP FARMAKOKINETIK
mengalami desintegrasi, obat akan dilarutkan dalam lemak
atau dalarn air, atau keduanya. Urnurnnya suatu obat
Pada umumnya obat yang rnasuk ke dalarn tubuh akan
rnemiliki derajad kelarutan air dan lemak yang berbeda-
rnenjalani ernpat proses farrnakokinetik, yaitu absorpsi,
beda. Obat yang larut lernak (lipofilik) akan mudah
distribusi, metabolisme dan elirninasilekekresi.
rnelintasi rnembran rnukosa saluran cerna, sedangkan obat
yang larut air (hidrofilik) akan sulit rnelintasi membrane
Absorpsi
rnukosa saluran cerna.
Absorpsi merupakan proses masuknya obat dari ternpat
pemberian ke dalam sirkulasi sistemik untuk selanjutnya Pengaruh pH terhadap absorpsi2
didistribusikan ke tempat kerja obat. Hampir semua Obat umurnnya bersifat asam atau basa lemah yang dalam
cara pernberian obat akan melibatkan proses absorpsi, air akan rnengalami ionisasi dengan derajad ionisasi yang
kecuali beberapa cara seperti intravena, intraarterial, bervariasi. Bentuk non ion lebih mudah larut dalam lemak
antraartikuler. dan intratekal. (lipofilik) dan mudah melintasi mernbran biologik (rnudah
DASAR-DASAR FARMAKOLOGI KUNIK

didiabsorpsi). Sebaliknya bentuk ion akan lebih mudah Transport aktif.1,zr4


larut dalam air (hidrofilik), dan lebih sulit menembus Selain transport obat lintas membran secara difusi pasif,
membran biologik. Derajad ionisasi obat ditentukan pada membrane sel di berbagai organ terdapat system
oleh konstanta ionisasi (pKa obat) dan pH lingkungan. transport aktif. Dikenal dua jenis transporter yang penting,
pKa adalah nilai pH dimana terjadi keseimbangan antara yaitu transporter effluks yang mencegah masuknya obat
bentuk ion dan bentuk non ion. Bila pH dalam saluran ke dalam sel, dan transporter uptake, yang membantu
cerna sama dengan pKa suatu obat, maka 50% obat masuknya obat ke dalam sel.
tersebut akan berada dalam bentuk ion dan 50% lagi 1. Transporter effluks disebut juga dengan ABC-
bentuk non ion. Sedangkan bila pH saluran cerna tidak transporter (ATP-BindingCassette) yang menggunakan
sama dengan pKa obat, maka keseimbangan bergeser ATP sebagai sumber energi untuk mendorong obat ke
mengikuti rumus Handerson-Hasselbalch. luar sel. Ada 2 macam ABC-transporter:
Obat basa dalam lingkungan asam (lambung) akan - P-glikoprotein (P-gp), yang disandi oleh gen
mengalami ionisasi, sehingga absorpsi dalam lambung human multidrug resistance 1(MDR 1) dan bekerja
sangat terbatas. Obat ini selanjutnya akan terus ke usus ter-utama untuk kation organik dan zat netral
halus dengan pH yang lebih tinggi (+ 6), sehingga derajad hidrofobik dengan BM 200 - 1800 Dalton.
ionisasi akan berkurang dan absorpsi terjadi lebih cepat - Multidrug Resistance Proteins (MRP) 1-7 : untuk
dan lebih lengkap. anion organik yang hidrofobik, dan konyugat.
Obat bentuk asam dalam lambung hampir tidak 2. Transporter untuk uptake obat, membantu masuknya
mengalami ionisasi, sehingga absorpsi dalam lambung obat ke dalam sel. Sistem ini tidak menggunakan ATP,
terjadi dengan cepat. Namun karena permukaan lambung tapi bekerja berdasarkan gaya elektrokemikal:
relatif kecil, absorpsi biasanya tidak lengkap. Obat akan - OATP (Organic anion transporting polypeptide):
terbawa oleh gerakan peristalsis ke arah distal (duodenum bersifat polispesifik dan bekerja untuk anion
dan usus halus), dimana obat asam akan mengalami organik, kation organik besar, dan zat netral, yang
ionisasi lebih banyak sehingga absorpsinya sebenarnya hidrofobik, serta konyugat.
lebih lambat. Namun karena permukaan usus halus sangat - OAT (Organic anion transporter) 1-4 : untuk anion
luas (+ 200 m2) maka akhirnya absorpsi lengkap terjadi organik yang lipofilik.
di usus h a l ~ s . ' , ~ - OCT (Organic cation transporter) 1-2 : untuk
kation kecil yang hidrofilik.
lmplikasi klinis peranan pH:
Transporter efflux dan uptake umumnya berada
Beberapa obat dapat meningkatkan pH lambung seperti
bersama-sama di mukosa usus, di bagian basolateral sel
antasida, antagonis histamin 2 seperti simetidin, ranitidin,
hati dan kanalikuli biliaris, di membrane sisi lumen tubulus
famotidin, dan penghambat pompa proton seperti
ginjal (P-gp dan MRP) dan membrane basolateral (OATP,
omeprazol, lansoprazol, pantoprazol, esomeprazol, dll.
OAT, OCT). Hasil akhir dari system yang berlawanan ini
Obat-obat tersebut akan meningkatkan derajad ionisasi
ditentukan oleh jenis substrat dan dominasi system yang
obat bentuk asam sehingga mengurangi kecepatan -A-
dud.
absorpsinya di lambung. Sedangkan absorpsi obat bentuk
Sedangkan d i organ tertentu hanya terdapat
basa dalam lambung akan meningkat.
transporter efluks (P-gp dan MRP di sawar darah otak,
Selain melalui perubahan pH, minum dua jenis obat
p-gp di sawar uri dan sawar testis).
atau lebih secara bersamaan dapat menimbulkan interaksi
berupa ikatan langsung dan mempengaruhi kecepatan Implikasi Klinis:
absorpsi salah satu atau kedua obat tersebut. Misalnya, Obat tertentu merupakan substrat dari sistem transporter,
antasid dan sukralfat akan berikatan dengan kuinolon sebagian merupakan inhibitor, dan sebagian lagi
dan menghambat absorpsinya; preparat besi membentuk merupakan inducer. Pemberian dua atau lebih obat secara
kelat dengan tetrasiklin sehingga absorpsi keduanya akan bersamaan potensil menimbulkan interaksi absorpsi
terhambat. melalui system transporter ini. Contoh:
Keberadaan makanan pada umumnya memperlambat 1. Digoksin adalah substrat P-gp, sedangkan Kuinidin
absorpsi obat, namun untuk obat tertentu yang larut atau verapamil adalah substrat dan sekaligus
lemak, dapat terjadi peningkatan absorpsi, dan untuk penghambat P-gp, maka pemberian bersama digoksin
sebagian lain tidak terjadi perbedaan. Untuk beberapa dengan kuinidin atau verapamil akan meningkatkan
anti jamur golongan azol dan griseofulvin, serta beberapa kadar plasma digoksin, karena hambatan P-gp di
P-bloker (propranolol, alprenolol, oksprenolol, metoprolol), usus dan ginjal.
keberadaan makanan j u s t r u akan mempercepat 2. Loperamid merupakan substrat P-gp, sedangkan
absorp~i.~,~ kuinidin adalah substrat dan penghambat P-gp, jika
DASAR-DASAR ILMU PENYAKIT DALAM

diberikan bersama maka kadar loperamid dalam otak pada protein plasma, atau terlarut bebas dalam air. Hanya
meningkat, karena hambatan P-gp di sawar darah obat bebas yang dapat berdifusi ke ke tempat kerjanya
otak, sehingga terjadi depresi pernapasan. di jaringanl sel. Sedangkan obat yang terikat protein
3. Jus grapefruit, jeruk, ape1 adalah penghambat OATP, plasma untuk sementara akan tetap berada dalam sirkulasi.
jika diberikan bersama feksofenadin yang merupakan Dikenal beberapa jenis protein pengikat obat: Albumin
substrat OATP, maka bioavailabilitasfeksofenadin akan yang terutama mengikat sebagian besar obat-obatan yang
menurun karena hambatan OATP di usus. bersifat asam dan netral, alglikoprotein yang terutama
mengikat obat basa, dan globulin yang mengikat hormon
Metabolisme lintas pertama (first pass effect, khusus (CBG, corticosteroid binding globulin, SSBG, seks
presystemic elimination) steroid binding globulin). Derajat ikatan obat pada protein
Obat yang diber~kanper oral akan melintas1 epitel~um plasma dipengaruhi berbagai faktor antara lain bentuk
saluran cerna, sistem portal, dan hepar, sebelum memasuki molekul, muatan, pH, dan lain-lain.
sirkulasi sitemik. Pada setiap tahap tersebut dapat terjadi [katan obat pada protein plasma bersifat reversibel,
metabilisme yang mengurangijumlah obat yang memasuki artinya setiap saat terdapat molekul obat yang terikat
sirkulas~sitemik. Hal ini disebut sebagai metabolisme lintas dan terlepas dari protein plasma, namun perbandingan
pertama. Tergantung dari jen~sobat, metabolisme lintas bentuk terikat dan bentuk bebas akan dipertahankan
pertama dapat terjadi di mukosa usus dan di hepar.1, relatif konstan. Bila dosis obat ditambah sampai tercapai
Lidokain merupakan contoh obat yang diabsorpsi titikjenuh, maka porsi obat bebas akan meningkat tajam.
lengkap di mukosa usus, tapi mengalami metabolisme Sebaliknya, bila kadar protein plasma rendah sehingga
lintas pertama yang sangat ekstensif di hepar, sehingga tidak mampu menampung obat yang ada, maka porsi
obat ini harus diberikan secara intravena. Nitrat organ~k obat bebas juga akan meningkat.
dan antagonis kalsium juga merupakan obat yang
mengalami metabolisme lintas pertama yang cukup Obat pada Keadaan Hipoalbuminemia
ekstensif sehingga bioavailabilitas setelah pemberian per Keadaan hipoalbuminemia berat dapat berpengaruh
oral sangat berkurang. terhadap kinetika dan dinamika serta efek samping
Pemberian obat secara sublingual merupakan salah obat. Hal ini berlaku untuk obat dengan derajad ikatan
satu cara menghindari metabolism lintas pertama karena protein yang tinggi dan obat dengan batas keamanan
obat akan masuk ke Vena cava dan terus ke jantung (margin of safety) yang sempit. Untuk obat dengan ikatan
sebelum melewati hepar. Dalam keadaan darurat nitrat protein yang tinggi (>85%), misalnya seftriakson, NSAID,
organik dan antagonis kalsium sering diberikan secara sulfonilurean, warfarin, dll, penurunan kadar protein
sublingual untuk mendapatkan efek yang segera. Hanya plasma akan meningkatkan porsi obat bebas secara
obat-obat yang sangat larut lemak yang efektif pacia signifikan dengan konsekuensi peningkatan efek obat
pemberian sublingual. Untuk obat tertentu yang tidak dan sekaligus risiko efek samping. Namun dari sisi lain,
mengalami metabolisme lintas pertama seperti kaptopr~l, terjadi perubahan farmakokinetik yang dapat mengurangi
tidak terdapat bukti yang jelas keunggulan pemberian risiko toksisitas. Peningkatan porsi obat bebas akan
secara sublingual. mempercepat metabolisme dan eliminasi, sehingga waktu
paruh obat menjadi lebih ~ e n d e k . ~ . ~ ,
Distribusil 305
Sedangkan untuk obat dengan ikatan protein yang
Distribusi obat dari kompartemen sentral kejaringan atau rendah, maka penurunan kadar protein plasma tidak
dari ekstra- ke intra-sel dapat terjadi secar difusi pasif terlalu banyak mempengaruhi kadar obat bebas. Selain
atau dengan mekanisme transport aktif. Sebagian obat itu, bila batas keamanan lebar, maka penigkatan kadar
terdistribusi secara cepat ke tempat kerjaya sehingga obat bebas biasanya tidak menimbulkan efek samping
ekuilibrasi antara kadar dalam plasma dan di jaringan yang bermakna secara klinis.
terjadi dengan cepat. Model kinetik ini disebut sebagai Mengingat proses eliminasi obat dalam keadaan
model satu kompartemen. Untuk obat tertentu dengan hipoalbuminemia berat juga lebih cepat, maka diperlu-
model dua atau tiga kompartemen, seperti digoksin, kan frekuensi pemberian yang lebih sering, dengan dosis
amiodaron, distribusi terjadi secara lambat dan kadar di yang lebih rendah.
jaringan target meningkat pelan-pelan bersamaan dengan
penurunan kadar dalam plasma. Keseimbangan terjadi lnteraksi pada lkatan Protein
setelah beberapa jam. Beberapa obat dapat berkompetisi dalam ikatan pada
protein. Obat yang bersifat lipofilik umumnya terikat
lkatan Protein Plasma lebih kuat dan dapat menggeser obat yang hidrofilik yang
Obat berada dalam sirkulasi darah dalam bentuk terikat ikatannya pada albumin relatif lebih lemah. Penggeseran
DASAR-DASAR FARMAKOLOGI K U N I K

akan bermakna secara klinis bila obat yang digeser s~tosolhati yang berperan penting pada metabolism fase
memenuhi syarat berikut: [I, misalnya sulfotransferase (SULT), glutation-S-transferase
Ikatan protein tinggi ( > 85%). Bila ikatan protein (GST), metilftransferase (MT), dan N-asetiltransferase
t~nggi,maka kadar obat bebas rendah, akibatnya (NAT1 dan NAT2). NAT2 berperan penting pada asetilasi
pergeseran sedikit saja sudah meningkatkan jumlah berbagai obat seperti INH, dapson, hidralazin, prokainamid,
obat bebas secara bermakna. sulfadimidin, dan sulfapiridin.
Volume distribusi kecil ( < 0.15 L/kg), yaitu untuk
obat yang terutama terakumulasi dalam sirkulasi.
Penggeseran obat ini akan memberikan peningkatan
kadar plasma yang cukup bermakna.
Margin of safety (batas keamanan) sempit, sehingga
peningkatan kadar plasma yang relatif kecil sudah
bermakna secara klinik.
Sebagai contoh: NSAID (terutama fenilbutazon) adalah
obat asam yang pada dosis terapi telah menjenuhkan
ikatan pada site Ialbumin plasma. Jika diberikan bersama
warfarin, yang juga obat asam dan juga terikat pada site I
albumin plasma (99%), maka fenilbutazon akan menggeser
warfarin dari ikatannya dengan albumin, dan warfarin
Garnbar 1. Proporsi obat yang dimetabolisme oleh enzim
bebas yang meningkat akan menimbulkan perdarahan.
sitokrcm P-450.
Fenilbutazon juga akan menggeser sulfonilurea dari
ikatannya dengan albumin plasma, dan kadar bebas
sulfonilurea akan meningkat dan dapat menimbulkan Obat atau makanan tertentu dapat menghambat atau
hip~glikemia.~,~,~ merargsang aktivitas enzim sitokrom. Penghambat enzim
akan rrtenurunkan metabolisme obat substrat enzim yang
Metabolisme bersangkutan sehingga kadarnya meningkat dan potensil
Sebagian besar metabolisme obat terjadi di hepar, dan terjadi toksisitas. Sebaliknya penginduksi enzim akan
sebagian lain dapat terjadi di ginjal, epitel saluran cerna, mempercepat metabolism dan menurunkan kadar obat
paru, dan plasma. Metabolisme obat di hepar terjadi dalam yang tienjadi substrat enzim tersebut dengan konsekwensi
dua tahap. Tahap Imengubah obat menjadi bentuk yang kegagalan terapi. Gambar 1menampilkan beberapa obat
lebih polar dan mudah diekskresi melalui urin, sedangkan yang rnempengaruhi enzim sitokrom P-450.
metabolisme tahap I1 berfungsi merangkaikan metabolit
dengan gugus tertentu seperti glucoronil, asetil, sulfat, Polimorfisme Genetik
dan lain-lain yang menambah polaritas obat dan lebih Aktivi~asCYP3A4 sangat bervariasi antar individu, tapi
memper-mudah eliminasi. Hal ini terutama terjadi bila distribusinya bersifat unimodal (tidak menunjukkan
metabolit Ibelum bisa diekskresi. polim2rfisme) yang menunjukkan bahwa variasi ini tidak
Pada umumnya metabolisme mengubah obat menjadi berkaitan dengan gen CYP3A4. CYP2D6 merupakan enzim
tidak aktif. Namun sebagian obat menghasilkan metabolit terpenting kedua. Polimorfisme genetik d~temukanpada
yang masih aktif seperti N-asetil prokainamid (NAPA) enzim CYP2D6, CYP2C9, CYP2C19 dan NAT2.
yang merupakan metabolit aktif prokainamid. Untuk obat Populasi terbagi dalam dua atau lebih subpopulasi
yang bersifat prodrug, metabolisme ini mengubah bentuk dengan aktivitas enzim yang berbeda. Dalam ha1
inaktif menjadi bentuk aktif, misalnya perubahan enalapril enzim CYP, genotip populasi terbagi menjadi extensive
menjadi enalaprilat, hormon steroid, vitamin D, dll. metabolizers (EM) dan poor metabolizers (F'M), sedangkan
Proses utama selama metabolisme fase I adalah untuk enzim NAT2, rapid acetylators (RA) dan slow
oksidasi yang dikatalisis oleh superfamili enzim sitokrom acety:ators (SA). Sebagian populasi Asia merupakan
P-450 (CYP) monooksigenase, atau disebut juga mixed ekxtensive metabolizer. Frekuensi PM pada keturunan
function oxidase (MFO). Dikenal berbagai isoenzim ini Asia Tenggara untuk enzim CYP2D6 hanya sekitar 1-2%,
anatara lain CYP3A4, CYP3A5, CYP2D6, CYP2C9/10, untuk enzim CYP2C19 sekitar 15-25%, sedangkan untuk
CYP2C19, CYPlA2, dan CYP2E1. CYP3A4 merupakan enzirr NAT2 antara 5-10%. Frekuensi PM pada populasi
sitokrom yang terbanyak di hepar dan usus dan merupakan dunia untuk enzim CYP2C9 antara 2-10%. Kelompokpoor
enzim yang memetabolisme sebagian besar bat.',*,^,^ metabolizer membutuhkan dosis obat yang jauh lebih
Di samping enzim-enzim mikrosomal tersebut di rendah untuk obat-obat yang merupakan substrat dari
atas, ada beberapa enzim penting yang terdapat dalam enzirr yang bersangkutan. Penghambat enzim yang poten
60 DASAR-DASAR ILMU PENYAKIT DALAM

dapat mengubah seseorang dengan genotip EM menjadi probenesid, glukuronat, sulfat dan konyugat glutation),
fenotip PM.1-5 dan P-gp untuk kation organik dan zat netral (mis.
kuinidin, digoksin). Pada terapi gonore dengan golongan
Ekskresi dan Elirnina~il-~-~ penisilin sering ditambahkan probenesid yang berfungsi
Ginjal merupakan organ terpenting dalam ekskresi obat menghambat sekresi aktif golongan penisilin di tubulus
dan xenobiotik lain. Selain itu, eliminasi juga dapat terjadi ginjal karena ber-kompetisi untuk transporter MRP.
melalui hepar, sistem bilier dan saluran cerna, melalui kulit, Reabsorpsi pasif terjadi di sepanjang tubulus untuk
saluran napas, dan ASI. bentuk nonion obat yang larut lemak. Oleh karena
Ekskresi melalui ginjal melibatkan 3 proses, yakni derajat ionisasi bergantung pada pH larutan, maka ha1
filtrasi glomerulus, sekresi aktif di tubulus proksimal ini dimanfaatkan untuk mempercepat ekskresi ginjal pada
dan reabsorpsi pasif di sepanjang tubulus. Fungsi ginjal keracunan suatu obat asam atau obat basa. Pada keracunan
mengalami kematangan pada usia 6-12 bulan, dan setelah obat asam seperti fenobarbital atau salisilat diberikan
dewasa menurun 1% per tahun. NaHC03 untuk membasakan urin agar ionisasi meningkat
Filtrasi glomerulus menghasilkan ultrafiltrat, yakni sehingga bentuk nonion yang akan direabsorpsi akan
plasma minus protein, jadi semua obat bebas akan keluar berkurang dan bentuk ion yang akan diekskresi meningkat.
dalam ultrafiltrat sedangkan yang terikat protein tetap Pada keracunan obat basa seperti amfetamin diberikan
tinggal dalam darah. NH4CI untuk meningkatkan ekskresinya. Ekskresi melalui
Sekresi aktif dari dalam darah ke lumen tubulus ginjal akan berkurang pada gangguan fungsi ginjal.
proksimal terjadi dengan bantuan transporter membran Selain ekskresi melalui ginjal, jalur ekskresi obat yang
P-glikoprotein (P-gp) dan MRP (multidrug-res:fstance kedua penting adalah melalui empedu ke dalam usus dan
protein) yang terdapat di membran sel epitel tubulus. MRP keluar bersama feses. Transporter membran P-gp dan MRP
untuk anion organik dan konyugat (misalnya. penisilin, terdapat di membran kanalikulus sel hati dan mensekresi

Enzim Substrat
t
Tabel l.~SubstWtj.P&n@MbattdanPenginduks Beberapa Enzim Sitokrom dan NAT1
I
I Penghambat
1

CYP3A4 terfenadin, astemizol, lidokain, ketokonazol, itrakonazol fenobarbital, fenitoin


eritromisin, klaritromisin r i f a m p i n ,
ritonavir, nelfinavir deksametason, St.
diltiazem, verapamil John's wort
dapson, sildenafil, finasterid simetidin
CYP2D6 kuinidin, simetidin -
paroksetin, fluoksetin (relatif resistenterhadap
haloperidol, flufenazin induksi)

CYP2C8 trimetoprim, gemfibrozil r i f a m p i n ,


ketokonazol deksametason
fenobarbital
CYP2C9
f
S-warfarin, fenitoin, tolbutamid, lipizid, losartan,
irbesartan, diklofenak, ibuprofen, f vasta at in
fluvoksamin, fluoksetin
flukonazol, fluvastatin
barbiturat, fenitoin
rifampin

1
simetidin, fenilbutazon
CYP2C19 S-mefenitoin, proguanil, omepraz , lansoprazol fluvoksamin, fluoksetin rifampin, prednison
moklobemid, barbiturat omeprazol, lansoprazol barbiturat, fenitoin
simetidin, ketokonazol
i
CYPlA2
I
teofilin, kafein, parasetamol, antipi in,
R-warfarin, takrin, klozapin, halop ridol
fluvoksamin
1
I
fluvoksamin
siprofloksasin, ofloksasin
simetidin, ketokonazol
eritromisin, klaritromisin
asap rokok, daging
panggang arang
kubis,
rifampin, omeprazol
fenobarbital, fenitoin
I
CYP2El parasetamol, etanol I disulfiram etanol (kronik), INH
halotan, enfluran 1
NAT2 INH, dapson, hidralazin, prokaina/nid, sufadimidin,
sulfapiridin I
DASAR-DASAR FARMAKOLOGI KUNIK

aktif obat-obat dan metabolit ke dalarn ernpedu. MRP sehingga kadar plasrnanya rendah rnerniliki Vd yang besar
berperan untuk anion organik dan konyugat (glukuronat sekali (mis. Digoksin, arniodaron), sedangkan obat yang
dan konyugat lain), dan P-gp untuk kation organik, steroid, terika: kuat pada protein plasma akan rnerniliki Vd yang
kolesterol dan gararn ernpedu. kecil (rnis. Warfarin, salisilat, tolbutarnid).

Waktu paruh eliminasi (T112)


PARAMETER FARMAKOKINETIK Waktu paruh adalah waktu yang diperlukan untuk turunnya
kadar obat dalarn plasma atau serum rnenjadi separuh dari
Beberapa faktor fisiologi dan patologi rnernpengaruhi kadar sebelurnnya. Untuk obat dengan kinetika linear (first
keberadaan dan farmakokinetik obat dalarn tubuh. Tiga order), waktu paruh merupakan bilangan konstan dan tidak
faktor utama adalah bioavailabilitas, volume distribusi, terpengaruh oleh besarnya dosis, interval pernberian, dan
waktu paruh (T1/2),dan klirens. Waktu paruh elirninasi kadar plasma maupun cara pemberian.
(T1/2) ditentukan oleh hubungan antara klirens dan
volume distribusi. Bersihan Total (Total Body Clearance= Cl)l-4
Klirens total adalah volume plasma yang dibersihkan dari
Bioavailabilitasl-3 obat per satuan waktu oleh seluruh tubuh, sedangkan
Bioavailabilitas rnenunjukkan fraksi dari dosi obat yang klirens organ adalah volume plasma yang dibersihkan
rnencapai sirkulasi sisternik dalarn bentuk aktif. Bila obat dari c~batper satuan waktu oleh suatu organ. Parameter
dalam bentuk aktif diberikan secara intravena, maka ini rnenunjukkan kernarnpuan tubuh untuk rnengelirninasi
bioavailabilitas adalah 100%.Tapi bila obat yang diberikan obat. Untuk obat dengan kinetika first order, CI rnerupakan
adalah bentuk yang belurn aktif, rnaka bioavailabilitasnya bilangan konstan pada kadar obat yang biasa diternukan
adalah fraksi dari obat yang dikonversi menjadi bentuk dalam klinik.
aktif. Bila obat diberikan per oral, rnaka bioavailabilitsnya
ditentukan oleh jumlah obat yang dapat menembus Laju eliminasi oleh seluruh tubuh
dinding saluran cerna (diabsorpsi), dikurangi jurnlah
CI = ........................................
yang mengalami eliminasi presistemik di mukosa usus kadar ~ b adalam
t plasma
dan hepar. Bersihan total merupakan hasil penjurnlahan bersihan
Biovailabilitas obat digambarkan dalarn bentuk AUC dari berbagai organ dan jaringa tubuh, terutana ginjal
(area under the curve), yaitu luas area di bawah kurva dan hepar.
kadar plasma obat terhadap waktu, dlbanding-kan dengan
CI = Clrenal + Clhepar + Cllain-lain
AUC obat tersebut bila diberikan secara intravena. Ini
disebut sebagai bioavailabilitas absolut. Sedangkan Bersihan hepar: adalah volume plasma yang dibersihkan
bioavailabilitas relatif merupakan perbandingan AUC suatu dari obat persatuan waktu oleh hepar (rnl/rnenit). Pada
obat dibandingkan dengan AUC produk original, yang orang normal, bersihan hepar paling banyak dipengaruhi
diberikan dengan cara yang sama. oleh enzirn hepar yang sangat bervariasi antar individu
Biaoavailabilitas absolut = AUC oral/AUC iv akibat variasi genetik. Di sarnping itu, ada juga pengaruh
Bioavailabilitas relatif = AUC oral produk x / AUC oral induksi dan harnbatan enzirn oleh obat lain. Selain itu,
obat standar afinitas (kuatnya ikatan) dan aviditas (besarnya ikatan)
Bioavailabilitas ditentukan oleh kadar obat dan larnanya obat pada protein plasma juga rnernpengaruhi berihan
obat berada dalarn darah. hepa: karena hanya obat yang berhasil lepas dari ikatan
proteinlah yang akan rnengalarni rnetabolisrne. Pada
Volume Distribusi (Vd)lr2x4 keadaan sirosis terjadi penurunan bersihan hepar akibat
Parameter ini rnenggarnbarkan luasnya distribusi obat berkurangnya enzirn metabolisrne. Selain itu, berkurangnya
di luar sirkulasi sistemik. Vd rnerupakan volume teoritis/ alirar~darah ke hepar akibat aliran pintasjuga mengurangi
irnajinatif bila obat terdistribusi kejaringan dengan kadar bersiian hepar untuk suatu obat.
plasma. Jadi Vd tidak identik dengan volume penyebaran
Bersihan ginjal: adalah volume plasma yang dibersihkan
sesungguhnya atau volume anatornik. Untuk obat yang
dari obat persatuan waktu oleh ginjal (rnl/rnenit).
berada dalarn darah dan tidak terdistribusi, rnaka Vd-nya
Laju ekskresi obat oleh ginjal merupakan resultante
rnendekati volume plasma, sedangkan untuk obat yang
dari ekskresi ditarnbah sekresi, dikurangi reabsorpsi:
didistribusikan secara luas, Vd-nya bisa sangat besar.
Vd = jumlah obat / kadar plasma Laju eliminasi oleh ginjalLaju filtrasi + sekresi -
Untuk obat yang didistribusi secara luas di jaringan aginjal= = reabsorpsi
...-..-.---------------------------------...-....
Kadar obat dalam plasma Kadar plasma
DASAR-DASAR I L M U PENYAKIT DALAM

Laju filtrasi obat ditentukan oleh aliran darah ginjal dari brosur obat yang disediakan oleh pihak industri
fungsi ginjal dan ikatan obat pada protein p l a s y . Laju farmasi. Tabel berikut mencantumkan beberapa
sekresi ditentukan oleh aliran darah ginjal dan aca atac contoh penyesuaian dosis obat yang didasarkan
tidaknya kompetisi dengan zat lain. Sedangkan ikatar~ pada nilai klirens kratinin, atau informasi yang sejenis
protein plasma tidak banyak mempengaruhi sekres yang tersedia pada brosur obat. Dengan semakin
karena proses ini bersifat aktif. Sedangkan laju reabsorps~ banyaknya obat baru tidak mungkin menyediakan
ditentukan oleh kelarutan bentuk nonion dalam lemak, pH tabel yang memuat semua obat. Untuk penyesuaian
urin, dan lajualiran urin. dosis biasanya dapat dilihat data dalam brosur
Untuk obat dengan sekresi tinggi (mis. Penisilin masing-masing obat. Cara ini merupakan cara yang
G), maka klirens ginjal terutama ditentukan oleh aliran paling mudah dan p r a k t i ~ . ~ . ~
darah ginal, dan tidak banyak dipengaruhi oleh ikatan
Menghitung berdasarkan klirens obat di ginjal
protein plasma maupun insufisiensi ginjal yang ringan
Tergantung dari nilai CCT ukur, maka penyesuaian
Sebaliknya, untuk obat yang terutama dieliminasi cengan
dosis dapat dilakukan menggunakan perhitungan
cara filtrasi (digoksin, gentamisin), maka besihan ginjal
beri kut:
banyak dipengaruhi oleh ikatan protein plasma dan fungsi
Dosis rf = CI rf / CI total x Dosis normal
filtrasi, tapi tidak terlalu banyak dipengaruhi oletp aliran
Di mana Dosis rf merupakan dosis obat pada gagal
darh ginjal. Pada orang normal, bersihan ginjal banyak
ginjal, Clrf = klirens obat pada gagal ginjal, CI total
dipengaruhi oleh pH urin, terutam untuk obat-obat yang
= klirens renal + klirens non renal dalam keadaan
bersifat asam atau basa lemah.
normal (CI total = CI renal + CI nonrenal). CI renal
= klirens obat melalui ginjal dalam keadaan normal,
dan CI nonrenal adalah klirens obat melaui jalan
PENYESUAIAN DOSIS PADA GAGAL GINJAL selain ginjal.
Untuk parameter CI renal dan CI nonrenal dapat dilihat
Untuk menghindari terjadinya intoksikasi akibat akumulasi
dalam tabel
obat pada gagal ginjal, diperlukan pertimbangan yang
sangat hati-hati sebelum memberikan obat. Beberapa ha1 CI r f = (CCT u k u r x C1 renal) + CI ,,onrenal

yang perlu diperhatikan antara lain: 100


Berikanlah obat sesedikit mungkin dan dengan
Misal untuk gentamisisn dengan CI renal 78 ml/min
indikasi yang kuat. dan CI nonrenal 3 ml/min, maka CI total = 81 ml/min.
Hindarkan pemakaian obat yang bersifat nefroyoksik. Bila CCT ukur 12 ml/min., maka CI rf = 78 x (12/100)
Pilihlah obat yang ekskkresinya bukan melalui ginjal. + 3 = 12,4 ml/min.
Maka dalam keadaan gaga\ ginjal dengan CCT ukur
Dosis Awal 12 ml/min, maka penyesuaia dosis adalah sebagai
Dosis awal pada umumnya dapat diberikan dengan berikut:
dosis biasa, agar dicapai kadar terapi dengan cepat. Hal
ini tertama diperlukan pada penyakit yang perlu segera Dosi rf = 12,4/81 x dosis normal = 0,15 x dosis lailm
diatasi, misalnya pada keadaan asma, gagal jantung, Dapat juga diberikan dosis lazim dengan interval
atau pada infeksi berat. Dosis awal umumnya tidak perlu pemberian 6,66 x intervel normal.
diturunkan, kecuali untuk obat dengan indeks terapi yang Cara ini lebih rurnit dan memerlukan menghitung
sempit. setiap kali, sehingga jarang digunakan.

Dosis Penunjang
Penyesuaian dosis penunjang secara garis besar dilakukan INTERAKSI OBAT
dengan berbagai cara yaitu:
Dosis diturunkan, tapi interval pemberian tetap. Pemberian dua obat atau lebih dapat menimbulkan
Dosis tetap dengan interval pemberian diperpanjang interaksi.Walaupun dalam kenyataannya sangat sulit untuk
Pemberian infus kontinyu. menghindari kombinasi obat, tapi harus disadari bahwa
Penyesuaian dosis dapat dilakukan dengan tiga cara; semakin banyak jumlah obat yang dikonsumsi semakin
1. Menggunakan tabel. besar risiko interaksi. Interaksi dapat menyebabkan
Dalam praktek sehari-hari, sering digunakar tabel meningkatnya efek suatu obat atau meningkatkan efek
yang mencantumkan penyesuaian besarnya dosis samping, tapi dapatjuga mengurangi efek terapi sehingga
atau penyesuaian intervel pemberian bila doss awal menyebabkan kegagalan terapi. Oleh sebab itu, interaksi
tidak berubah. Table ini diambil dari literature atau obat harus menjadi perhatian setiap dokter.
DASAR-DASAR FARMAKOLOGI KUNIK 63

t
Tabel 2. Penyesuaian Dcisis Obat Berdasarkan Derajat Ke usakan Ginjal
Laju Fiitrasi Gl~merulusmL/min

Obat > 50 10-50 < 10


Alopurinol Tidak berubah 30%
24 jam 48-72 jam
Siprofloksasin Tidak berubah 50%
Simetidin Tidak berubah j5% 50%
Digoksin Tidak berubah 25-75% 10-25%
24 jam 24- 8 jam 48-72 jam
Flukonazol
Gentamisin 60-90%
f
301'70% 20-30%
8-12 jam lq jam 24 jam
Litium Tidak berubah 5475%
I 25-50%
Penisillin G Tidak berubah 75% 25-50%
6-8 jam 8-42 jam 12-66jam
Primidon 8 12-24jam
Prokainamid 4-6 jam 8-24 jam
Tobramisin 60-90% 20-30%
8-12 jam I
2jam 24 jam
Vankomisin 24-72 jam 12 jam 24 jam

Interaksi dapat terjadi di luar tubuh, yang disebut absorpsi lebih banyak pada obat lain seperti
sebagai interaksi farmaseutik. Contohnya adalah interaksi digoksin, sehingga bioavailabilitas digoksin
antara dua preparat injeksi yang dicampur dalam satu meningkat. Sebaliknya untuk obat yang diabsorpsi
spuit, yang menimbulkan presipitasi atau perubahan terutama di usus halus seperti parasetamol,
warna. Misanya antara penisilin dengan vitamin C, antara diazepam, propranolol, fenilbutazon, levodopa,
gentamisin dengan karbenisilin. Selain itu, yang lebih perlambatan transit usus memperlambat absorpsi,
sering adalah interaksi antara obat dengan pelarut, seprti sehingga bioavailabilitas obat-.obat ini akan
amfoterisin yang mengalami presipitasi dalam larutan menurun.
fisiologis dan dalam ringer laktat.1,5
Metoklopramid yang mempercepat transit
Interaksi yang lebih sering adalah yang terjadi
usus akan meningkatkan absorpsi parasetamol,
dalam tubuh. Interaksi dalam tubuh dapat dibagi dalam
diazepam, levodopa, dan propranolol. Sebaliknya
dua kelompok besar yaitu interaksi farmakokinetik dan
absorpsi digoksin jadi lebih lambat.1,4,5
interaksi farmakodinamik.
Perubahan flora usus.
Antibiotika spektrum luas dapat membasmi flora
Interaksi Farmakokinetik
normal sehingga sintesis vitamin K berkurang,
1. Interaksi dalam absorpsi
dan dapat meningkatkan toksistas warfarin.
Interaksi dalam absorpsi dapat terjadi akibat beberapa
Selain itu, pemecahan sulfasalazin oleh flora
mekanisme, antara lain:
- normal jga berkurang sehingga efektivitas
Interaksi akibat ikatan dua jenis obat.
sulfasalazin berkurang. Metabolisme levodopa
Misalnya antara antasida dengan obat lain seperti
yang sebagiannya dilakukan oleh flora normal
tetrasiklin, aspirin, kuinolon, eritromisin, Fe,
juga terpengaruh sehingga bioavailabilitas
dll, sehingga mengganggu absorpsi obat yang
levodpa meningka.
kedua.
- Interaksi akibat perubahan pH lambung. 2. Irlter aksi dalam distribusi
Misalnya NaHC03 yang meningkatkan pH - Interaksi ini umumya terjadi karena satu obat
lambung dan mangakibatkan peningkatan disolusi menggeser obat lain dari ikatan protein plasma.
salisilat sehingga kecepatan absorpsi salisilat Hal ini terutama berlaku untuk obat dengan ikatan
meningkat. Sebaliknya vitamin C menurunkan pH protein plasma yang tinggi. Misalnya warfarin
lambung dan meningkatkan absorpsi Fe. yang terikat luas tapi lemah pada albumin
- Perubahan waktu pengosongan lambung. akan mudah digeser oleh AINS yang terikat
Misalnya antikolinergik memperlambat waktu kuat pada albumin. Interaksi ini mengakibatkan
pengosongan lambung dan memberi kesempatan kadar warfarin bebas akan meningkat, sehingga
64 DASAR-DASARILMU PENYAKIT DALAM

meningkatkan risiko perdarahan. Penggeseran meningkatkan risiko tosisitas.


oleh AINS ini juga berlaku untuk obat lain seperti - Alkohol dan fenobarbital mengalami autoinduksi
antidiabetik oral, walaupun secara klinis inreraksi sehingga bahan ini akan dimetaolisme dengan
ini jarang menimbulkan hipoglikemia yang kecepatan yang makin meningkat. Hal ini me-
signifikan. Interaksi ini lebih nyata pada penderita nerangkan fenomena toleransi yang terjadi pada
dengan hipoalbuminemia. alkoholisme dan pada penderita yang mendapat
- Antara digoksin dan kuinidin terjadi kompetisi terapi fenobarbital jangka panjang.
untuk ikatan di jaringan dengan akibat meningkat-
4. Interaksi dalam eliminasi
nya kadar plasma digoksin.
- Probenesid menghambat sekresi penisilin,
- Dalam keadaan hiperbilirubinemia, p e q ~ e r i a n
melalui tubuli ginjal sehingga sering digunakan
obat seperti AINS dapat meningkatkan kadar
untuk memperpanjang efek terapi penisilin.
bilirubin bebas dan meningkatkan risiko terj3dinya
Probenesidjuga menghambat eliminasi rifampisin
kern ikterus. Pemberian seftriakson yang m.miliki
dan indometasin melalui empedu sehingga
~katanprotein plasma yang tinggi juga berisiko
dapat meningkatkan bioavailabilitas rifampisin
menggeser ikatan bilirubin, sehingga seftr akson
dan indometasin. Selain itu, probenesid juga
tidak dianjurkan dalam keadaan ini. Sebaliknya,
menghambat sekresi metotreksat, furosemid,
sefotaksim dan seftazidim yang sedikit cerikat
indometasin, dapson melalui ginjal.
pada protein plasma lebih aman dalam keadaan
- Pirazinamid bersifat menghambat ekskresi
hperbilirubinemia.
asam urat di ginjal sehingga obat ini dapat
3. Interaksi dalam metabolisme menyebabkan eksaserbasi artritis gout.
- Obat-obat tertentu bersifat merangsang dan - Bikarbonat menyebabkan alkalinisasi urin dan
yang lain menghambat aktivitas enzim sitokrom mempercepat ekskresi obat asam seperti salisilat
P-450 di hepar. Rifampisin, fenobarbital, fenitoin, dan fenobarbital melalui ginjal. Sebaliknya,
merupakan perangsang kuat enzim sitokrom alkalinisasi urin akan memperlambat bersihan
P450 dan pemberiannya akan mempercepat obat basa seperti amfetamin, efedrin, kuinidin,
metabolisme obat lain yang dimetablisme oleh dll.
sitokrom P-450.
- Eritromisin, simetidin, ketokonazol merupakan Interaksi Farmakodinamik5j7
menghambat s i t o k r o m P450 dan dapat 1. Interaksi di tingkat reseptor. Interaksi farmakodinamik
meningkatkan bioavailabilitas obat lain dan dapat terjadi di tingkat reseptor dan di luar reseptor.

I
I
Obat A Obat B Mekanisme Efek
Antasid Tetrasiklin, kol stiramin, Hambatan absorpsi obat B Bioavailabilitas B -1
digoksin
PPI, antihistamin 2 Ketokonazol Perubahan pH lambung Absorpsi obat A -1
Rifampisin, karbamazepin, Warfarin, kuinidin, Induksi CYP Bioavailailitas B -1
barbiturat, fenitoin siklosporin, losarta I
Antidepresan t r i s i k l i k , b-bloker, kodein 1 Hambatan CYP2D6 Efek P-bloker ?, efek
fluoksetin, kuinidin kodein -1
Simetidin Hambatan CYP Efek B ?
Ketokonazol, itrakonazol, Hambatan CYP3A Efek/toksisitas B?
eritromisin, klaritromisin, Ca-
antagonis, ritonavir
Alupurinol Azatioprin, 6-MP Hambatan Xantin oksidase Efek/ toksisitas B?
Amiodaron Warfarin, digoksin, Hambatan CYPs Tosiitas B ?
Gemfibrozil, fibrat Statin Hambatan CYP3A Rabdomiolisis
Kuinidin, amiodaron, Digoksin Hambatan glikoprotein-P Toksisitas B ?
verapamil, siklosporin,
itrakonazol, eritromisin
Fenilbutazon, probenesid, Penisilin, metotrekgat Hambtan sekresi tubulus Bioavailabilitas penisilin ?
salisilat
DASAR-DASAR FARMAKOLOGI KUNIK 65

Interaksi di tingkat reseptor dapat bersifat antagonistik


seperti yang terjadi antara propranolol dengan
epinefrin, prazosin dengan epinefrin, antara rnorfin
dengan nalokson, dan lain-lain.
2. Interaksi fisiologik dapat terjadi tanpa interaksi
langsung di tingkat reseptor. Misalnya interaksi
antara p-bloker dengan digoksin, p-bloker dengan
veraparnil yang dapat menyebabkan blok AV dan
bradikardi berat. Antara analgesik dengan hipnotik-
sedatif atau opiat dapat terjadi reaksi sinergistik yang
saling rnemperkuat efek. Amfoterisin dan furosernid
dapat menyebabkan hipokalernia dan rneningkatkan
risiko tosisitas digoksin, antara antihipertensi dengan
obat-obat simpatornirnetik, dan lain-lain.

REFERENSI

Setiawati A. Farmakoklnetik klinik. Dalam: Ganiswarna SG,


Setiabudy R, Suyatna FD, Purwantyastuti, Nafrialdi, editors.
Farmakolog danTerapi. 4th ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran
UI;1995. p. 811-9.
Holford NHG. Pharmacokinetics & Pahrmacodynamic,
Rational dosing and the time course of drug action. In:
Katzung BG.Basic and Clinical Pharmacology. 7th ed.
Boston:McGraw-fill; 2004. p.34-50
Wilkinson GR. Pharmacokinetics. The dynamic of drug
absorption, distribution, and elimination. In: Hardman
JG, Limbird LE, editors. Goodman and Gilman's The
Pharmacological basis of therapeutics. 10th ed. New York:
McGraw-Hill; 2001. p.3-30.
Roden DM. Principles of Clinical Pharmacology. In: Kasper,
Braunwald,Fauci, Hauser, Longo, Jameson, editors. Harrison's
Principles of Internal Medicine. 16ed. International, edition:
McGrw-Hill; 2005. p.13-25.
Setiawati A. Interaksi obat. Dalam: Ganiswarna SG,
Setiabudy R, Suyatna FD, Purwantyastuti, Nafrialdi, editors.
Farmakolog dan Terapi. 4th ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran
UI;1995. p. 800-10
Sitar DS. Clinical Pharmacokinetics and Pharmacodynamic.
In: Carruthers SG, Hoffman BB, Melmon KL, Nierenberg DW,
editors. Melmon and Morelli's Clinical Pharmacology. 4th ed.
New York: McGraw-Hill; 2000. p.1207-22.
Oates JA, Wilkinson GR. Principle of drug therapy. In: Fauci,
Braunwald, Isselbacher, Bernett WM. Guide to drug dosage
in renal failure. In. Speight TM, Holford NHG. Avery's drug
treatment. 4th ed. Adis International; 1997.P. 1725-56.
Detti L. Nomogram method of dose estimation in renal failure.
In. Speight TM, Holford NHG. Avery's drug treatment. 4th
ed. Adis International; 1997. p. 1757-60.
Matzke GR, Frye RF. Drug therapy individualization for
patients with renal insufficiency. In: Dipiro JT, Talbert
RL, Yee GC, Matzke GR, Wells BG, Posey LM, editors.
Pharmacotherapy. A pathophysiologic approach. 7th ed.
MacGraw Hill; 2008. p. 833-44.
NEUROSAINS DAN PENYAKIT ALZHEIMER
Jan S. Purba

PENDAHULUAN Dendrit
Neurosains adalah ilmu yang mempelajari fisiologi dan
patologi dalam ha1 struktur, fungsi, pertumbuhan dan
degenerasi dari sistem susunan saraf yang kesemuanya
1' I
Nukleus
ir
Akson terminal

ini berhubungan dengan pembentukan perilaku dan


proses belajar. Komponen perilaku dan proses telajar
baik itu dalam keadaan sehat dan patologi berhubungan
erat dengan kondisi biokimiawi yang ada di otak yang
disebut dengan neurotransmiter. Neurotransmiter Badan sel f - * ,

terdidi dari 2 kelompok yakni yang termasuk ke dalam


kelompok inhibitorik dan eksitatorik. Neurotransmiter Garnbar 2. Komunikasi antar neuron
ini dihasilkan oleh sekelompok neuron yang berada di
nukleus tertentu. ruang sinapsis oleh ujung akson di presinapsis. Neuro-
Dalam tahap awal perkembangan fungsi otak masih transmiter ini akan berganbung dengan reseptornya
terbatas dalam peran kontrol motorik dan sensorik. yang ditemukan di pos-sinapsis di dendrite dari neuron
Untuk selanjutnya pertumbuhan berikutnya menyangkut berikutnya mengakibatkan terjadinya metabolisme dari
perkembangan kelompok limbik yang berperan dalam neuron penerima mneurotransmiter tersebut
kontrol emosi, memori dan bioritmis. Perkembangan ini Otak terdiri dari sekitar 10 milliar neuron dan dari
diakhiri dengan berperannya neokorteks atau juga yang seluruh neuron ini mempunyai sekitar 1trillion kontak.
disebut dengan otak yang berperan dalam fungsi kognitif, Kesemuanya ini akan berperan dalam melakukan fungsi
bahasa serta inte1igensia.l Otak mengalami perubahan otak. .lika kontak satu dengan lainnya akibat beberapa
baik struktur maupun fungsional sesuai penggunaannya. penyebab misalnya stroke, epilepsi akibat fokus,
Sel otak yang disebut dengan neuron berhubungan satu autoimun seperti multipel sklerosis yang ditemuka di
dengan yang lain melalui dendrit. otak ataupun akibat degenerasi otak maka fungsi otak
baik motorik maupun sensorik atau fungsi kognisi akan

.. ..
a. baru lahir ; b. umur 7 tahun; c. umur 15 tahun Jumlah penderita demensia di negara yang sedang
berkembang saat ini semakin meningkat sejalan dengan
Garnbar 1. Kepadatan sinaptik dari neuron
peningkatan angka harapan hidup. Penyakit Alzheimer
Gambar 2 menjelaskan komunikasi antar neuron adalah penyakit degenerativ yang progresif, merupakan
terdapat di sinapsis. Komunikasi neuron ini bisa penyebab sindroma demensia. Untuk pertamakalinya
berlangsung melalui neurotransmitter yang di sekresi ke ditemukan oleh Alois Alzheimer tahun 1906, seorang
NEUROSAINS DAN PENYAKIT ALZHEIMER 67

Neurolog dan Psikiater Jerman pada pasien berusia 51 NEUROPATOLOGI


tahun dengan keluhan, paranoid, kehilangan ingatan,
disorientasi dan halusinasi. Pada penelitian postmortem Secara makro-anatomi otak penderita Alzheimer
ditemukan senile plaques (SP) dan neurafibrillaty tangles memperlihatkan atrofi berupa pelebaran dari sulkus dan
(NFT) serta hiperfosforialse tau di korteks serebral. ventrikel serta penipisan dari girus yang mengakibatkan
Patogenesis penyakit ini sangat kompleks dalam penurunan berat otak. Penurunan berat otak ini bisa
keterkaitan fisiopatologi dengan melekular, serta selular. menc3pai lebih dari 35%.5
Neuron di neokorteks, hipokampus, amigdala dan basal
forebrain sistem kholinergik adalah bagian yang berperan
di region otak dalam menjalankan fungsi memori.
Penderita ini biasanya ditemukan pada usia lanjut,
akan tetapi bisa juga pada umur yang muda. Tanda klinis
yang utama adalah kehilangan memori, penurunan fungsi
kognitif yang pada akhirnya menyebabkan kehilangan
kemampuan untuk mengurus diri sendiri. Keadaan ini
berdampak pada ketergantungan hidup sehari-hari baik
dari keluarga maupun pendamping.

Gambar 4. Atas : otak penderita penyakit Alzheimer, bawah:


otak sehat

Psmeriksaan histopatologis ditemukan deposisi


ekstraselular AP, neurofibrillary tangles (NFT) penyebab
disfungsi dari sinapsis yang bisa berlanjut pada kematian
neuron terutama di h i p o k a m p ~ s . ~ ~ , '

Gambar 3. Alois Alzheimer (1864-1915), Auguste Deter, 51


tahun

EPIDEMIOLOGI

Prevalensi penderita penyakit Alzheimer di dunia tahun


2006 ditemukan sekitar 26.6 juta. Sejalan dengan
peningkatan angka harapan hidup di berbagai negara
jumlah ini diperkirakan menjadi empat kali lipat tahun Neuron normal Penyakit Alzheimer
pada 2050 2 . Penderita demensia d i negara yang
sedang berkembang saat ini juga cenderung semakin
meningkat. Dari studi epidemiologi di sejumlah Negara
di Asia dan sekitarnya ditemukan 24.3 juta penduduk
penderita demensia dan akan mencapai 65 juta pada
2050 2 . 3 . Wanita berisiko yang lebih t i n g g i untuk
mengidap penyakit Alzheimer dibanding pria. Penelitian Ian
tau
secara prospektif yang dilakukan pada1458 kasus di
Kabupaten dan Kotamadya Bogor pada tahun 1996 4,
ditemukan penderita demensia sebanyak 0.94%. Angka
ini menunjukan jumlah penderita demensia didaerah
tersebut yang berpenduduk 4.2 juta diperkirakan Formasi dari NFT
mencapai 40.000 orang. Gambar 5.
68 DASAR-DASAR ILMU P E N Y A ~DALAM

Selain NFT, diternukan juga penurnpukan plaks AP. Alzheirner.14 Penurnpukan AP di otak dapat rnernicu
Penurnpukan plaks AP bisa diakibatkan oleh disfungsi kerusakan neuron lain karena bersifat toksik. Plaks
reseptor vaskular sauar darah otak. Akibat disfungsi arniloid ini juga bisa rnerusak neuron kolinergik di basal
vaskular ini rnaka pelepasan AP ke sirkulasi darah akan forebrain yakni di nukleus basalis Meynert (nbM) lokasi
terganggu. Reseptor di sauar darah otak bertanggung neuron penghasil neurotransrniter asetilkholin sehingga
jawab terhadap keluar rnasuknya AP dari cairan interstisial rnengakibatkan gangguan rnernori.15Gangguan kognitif
ke pernbuluh darah dan sebaliknya adalah lipoprotein diakibatkan rnenurunnya asetilkholin ke jaras kolinergik
receptor-relatedprotein (LRP)rn dan receptor for admnced rnenuju regio kortikolirnbik akibat penurnpukan AP
glycation end product (RAGE). LPP adalah protein yang dilokasi tersebut.16
rnernpunyai densitas rendah akan rnernediasiAP dari otak
ke pernbuluh darah sernentara RAGE berfungsi sebaliknya. Amiloid beta (AP)
Interaksi antara AP dengan LRP dan RAGEakanrnenertukan Arniloid-beta rnerupakan kelornpok protein endogen
kornunikasi kapiler dengan AP, endositosis dan transitosis dan disekresi sebagai produksi rnetabolisrne neuron.
sepanjang sauar darah otak rnenuju pernbuluh darah dan Secara fisiologik AP sebagairnana kelornpok protein
~ebaliknya?.~ Selain gangguan reseptor di sauar dara7 otak neurornodulator lainnya berperan untuk rnenjarninfungsi
penurnpukan AP bisa juga diakibatkan pernbentukan AP otak dalarn rnentransfer inforrnasi antar neuron di sinaptik
yang berlebihan akibat gangguan rnutasi secara genetik rnisalnya dalarn proses belajar dan rnernori. Ini dibuktikan
dari peptida arniloid yang berasal dari APP .loll Kalsiurn dari data penelitian yang rnenunjukkan bahwa sekresi
rnerupakan mediator aktivitas elektrik dari neuron rnelalui AP rnengakibatkan peningkatan aktivitas sinapsis. Jika
reseptor N-methyl D-aspartate (NMDA). Perubahan produksi AP di inhibisi atau ditiadakan rnisalnya akibat
keseirnbangan kalsiurn akan rnernpengaruhi rnetabolisrne pernberian obat anti AP rnaka kornunikasi neuron akan
APP yang berperan dalarn pernbentukan AP. Hubungan terganggu.17
antara reseptor glutamate dan kalsiurn dengan reseptor Pernbentukan plaks ini akan mengganggu kerja
NMDA rnelalui sekresi neuronal AP akan mengarnbil neuron terutarna di hipokarnpus dan kortkes serebral
bagian dalarn proses plastisitas sinapsis, regulasi gen serta Pada orang sehat kadar sekresi AP diatur rnelalui
kernatian neuron. Plastisitas sinapsis diartikan penyesuaian proses urnpan balik. Pada penyakit Alzheirner kernungkinan
kapasitas sinapsis untuk rnerespons aktivitas neuron ,cialam adalah tidak adanya reaksi urnpan balik sehingga produksi
tujuan proses pernbelajaran ataupun rnernori dalarn ha1 Ap diproduksi tanpa adanya inhibisi. Hal ini rnenirnbulkan
ini rnetabolisrne neuron itu sendiri. Keberadaan A(j akan penurnpukan sebagai plaks arniloid. Sekitar 90% dari Ap
rnenurunkan kapasitas plastisitas sinapsis. Hal ini terjadi yang disekresi dari neuron berasal dari APP adalah dalarn
karena AP rnenurunkan transrnisi dari signal sepanjang kelornpok Ap-40 dan sisanya sebanyak 10% dalarn bentuk
sinapsis. '*,I3 larutan protein Ap-42 dan Ap-43. Kelompok Ap-42 dan Ap-
Peningkatan aktivitas reseptor NMDA rnelalui activasi 43 sangat fibrilogenik, dalarn bentuk penurnpukan agregat
ekstra sinaptik akan rneningkatkan sekresi alfa-sekretase dan neurotoksis.Jika terjadi penurnpukan Ap menjadi plaks
serta rnernodifikasi APP untuk rnernicu peningkatan arniloid rnaka sistern irnun mendefinisikannya sebagai zat
produksi AP.13 Peningkatan produksi AP juga rnerupakan toksik rnengakibatkan aktivasi dari rnikroglia.18.19
faktor stimulus terhadap proses inflarnasi pada penyakit

A B C
Amyloidprecursorprotein(APP) adalah prekursor menjadi plaks amiloid
a. APP menerobos sel membran keluar neuron
b. Enzim memotong molekul APP menjadi fragmen protein dan amiloid-beta
c. Fragmen amiloid-beta yang terpotong bbkumpul besama dan membentuk plaks
Garnbar 6. Plaks AP
NEUROSAINS DAN PENYAKIT ALZHEIMER

Peran Sistem Imun ingat (memori), penurunan fungsi intelektual yang


Proses inflamasi berperan utama dalam patologi meny2babkan perubahan perilaku (American Psychiatric
penyakit Alzheimer. Peningkatan produksi AP protein Association, 1994).35 Gangguan fungsi kognitif sebenarnya
akan mengaktivasi sistem imun bawaan. Aktivasi sistem meru3akan bagian dari proses penuaan. Petersen et
imun pada penyakit ini merupakan reaksi tubuh untuk al. (1'399)36dalam penelitiannya menemukan adanya
memproteksi otak secara utuh .I4 Pembentukan plaks stadium transisi antara usia lanjut sehat dengan penyakit
amiloid yang terusmenerus dan dipihak lain adanya demensia yang disebut dengan mild cognitive impairment
gangguan reseptor di sauar darah otak maka penumpukan (MCI). Gangguan kognitif pada proses penuaan yang
amiloid berupa plaks tidak bisa dihindarkan. Keberadaan sehat dapat dibedakan dengan yang patologis dengan
plaks amiloid di otak dianggap sebagai proinflamasi yang menggunakan test neuropsikologisdengan menggunakan
menstimulasi mikroglia dan asrosit menjadi aktif seperti The Consortium to Establish a Registry for Alzheimer's
interleukin-lp (IL-lp), tumor necrosis factor-a (TNF-a), Diseaie (CERAD)37atau dengan menggunaan test skrining
dan interferon- p, disekitar plaks amiloid. Peningkatan untuk kognitif The Montreal Cognitive Assessment Battery
ini diduga mempercepat pembentukan TNF.20s21Pada (MoC.4) yang hampir mirip dengan MMSE.3Pada penderita
tikus percobaan proinflamasi sitokin dapat mentriger dan MCI ditemukan penurunan fungsi kognitif yang tidak
mempercepat proses ne~r0degeneras.i.~~ Peneliti Forlenza diterrukan pada penuaan normal dengan umur yang
et al. (2009) 23 menemukan peningkatan IL-1P pada MCI sama Aktivitas sehari-hari dalam stadium MCI masih
yang berarti petanda proses neurodegeneratif menuju normal walaupun keluhan memori sudah mulai muncul.
proses terjadinya penyakit Alzheimer. Sekitar 10-15% pederita MCI terutama tipe amnestik bisa
berkembang ke stadia prodromal penyakit Alzheimer
Aktivasi Mikroglia semeitara pada proses penuaan normal diperkirakan
Mikroglia adalah bagian dari sistem imun dalam susunan hanye 1-2% (Nassreddine et al., 2005)36s3839. Diperkirakan
saraf pusat 24. Dalam keadaan normal, mikroglia berada sekitar 12% penderita MCI akan berkembang ke stadia
dalam keadaan istirahat dan menjadi aktifjika ada infeksi prodromal penyakit Alzheimer dalam jangka waktu 1
atau kerusakan ~ a r a f .Mikroglia
~ ~ . ~ ~ berkesanggupan untuk tahun. Angka ini akan meningkat menjadi 20% dalam
mensekresi reactive oxygen species (ROS), nitric oxide (NO), jangka waktu 3 tahun40 untuk selanjutnya bisa mencapai
interleukin-1-beta (IL-lp), dan tumor necrosis factor-alpha sekitar 50% pada 5 tahun b e r i k ~ t n y a Gangguan
.~~
(TNFa) yang digunakan dalam menghadapi masuknya neuropsikiatrik yang muncul pada MCI berkisar antara 43-
benda patogen di otak. Di sisi lain zat-zat tersebutjuga bisa 59% 4-dan simptom yang sama ditemukan pada penderita
bersifat neurotoksik penyebab kerusakan neuron seperti stadium awal dari penyakit A l ~ h e i m e r . ~ ~ , ~ ~
pembentukan plaks yang juga berperan sebagi trigger Menyikapi stadium MCI beberapa faktor risiko perlu
immunologik yang selanjutnya kembali mengaktifkan ditelusuri termasuk penyakit kardiovaskular seperti
mikroglia 24.Aktivasi mikroglia ini dibutuhkan untuk tujuan hipertensi, penyakit serebrovaskular, fibrilasi atrium,
pembersihan penumpukan AP melalui proses fagositosis perokok berat serta diabetes m e l i t u ~ . "Mengenali
~~~ faktor
dengan menggunakan Toll-like receptor 4 (TLR4).26 risiko dan stadium transisi ini penting karena menyangkut
strategi penanggulangan terhadap demensia penyakit
Aktivasi Astrosit A l ~ h e i m e rPenanggulangan
~~ secara dini diharapkan
Astrosit bagian dari sel yang berperan dalam dapat memperlambat proses penyakit dan ataupun bisa
mempertahankan homeostasis d i otak dalam ha1 memproteksi kematian neuron.
memfungsikan reseptor yang berhubungan dengan sistem
imun bawaan termasuk reseptor T l i m f ~ s i tPada . ~ ~otak
~~~~~~
penderita penyakit Alzheimer ditemukan astrosit yang
reaktif dan terintegrasi dengan komponen plaks neuritik
begitu juga dengan plaks AP serta disekitar pembuluh Etiolcgi penyakit Alzheimer sampai sekarang belum
darah di ~ t a k . ~31.O32 Astrosit berreaksi melalui kontak diketahu dengan pasti. Namun dari sejumlah penelitian
langsung dengan zat imunogen seperti lipopalisakharida baik secara epidemiologik maupun neurobiologik
(LPS) melalui imunomediator seperti TIVF-a.33*34 ditemukan berbagai faktor yang berkaitan dengan proses
penuaan, pengaruh zat toksik seperti aluminium, logam
berat, hiper - hipotiroid, diabetes, autoimun dan proses
GEJALA DAN TANDA PENYAKIT ALZHEIMER inflamasi. Proses inflamasi ini distimulasi oleh penumpukan
AP protein.4748 Selain itu radikal bebas, trauma kapitis serta
Demensia merupakan suatu sindroma klinis ditandai stres dan depresi berat yang berkepanjanganjuga diduga
oleh gangguan fungsi kognitif berupa penurunan daya berperan sebagai faktor penyebab penyakit A l ~ h e i m e r . ~ ~ . ~ ~
DASAR-DASAR ILMU PENYAWT DALAM

Selain itu faktor pendidikan juga berperan dalam kejadian AREN).56NINDS-AREN in kecuali untuk demensia penyakit
ini. Hal ini ditemukan oleh beberapa peneliti bahwa orang Alzheimerjuga sangat sensitif untuk demensia v a ~ k u l a r . ~ ~
yang berpendidikan tinggi mempunyai kapasitas otak Gejala MCI sangat perlu diperhatikan karena
yang jauh lebih besar (misalnya dendrite dengan denikian penyandang MCI mempunyai risiko untuk demensia
sinapsis di korteks lebih banyak) dibanding dengan yang Alzheimer. Gejala awal ini dimulai dari permasalahan
berpendidikan rendah yang berarti lebih resisten terhadap belajar, gangguan berbahasa dan gangguan intelektual.
kematian sel-sel. Penemuan ini didukung juga oleh peneliti Pada stadium terminal bisa ditemukan mutismus,
Graves dkk. (1994).51 inkontinensia urin dan fekaLS7Pada stadium ini kehidupan
Faktor genetik dikaitkan dengan kelainan pada sehari-hari sudah mulai bergantung pada bantuan orang
kromosom 1, 14, 19, 21 penyebab penyakit Alzheimer. lain. Dari hasil penelitian ternyata adanya kebersaman
52s53 Kelainan pada kromosom 2 1 menyangkut akzivitas antara gangguan visual berupa Gangguan visual sering
produksi amyloid precurson protein (APP) yanc bisa ditemukan pada penderita penyakit Alzheimer berupa
mencapai antara 50-100% ditemukan pada penderita penurunan ketajaman visus dan gangguan persepsi benda
muda dibawah 65 tahun. Selain produksi APP yang tiga dimensi serta persepsi gerak.58,59Demikian juga
berlebihan bisa juga diakibatkan kerusakan pada proses gangguan berbahasa termasuk afasia, apraksia disertai
pembentukann APP yang sering ditemukan pada kelainan d e m e n ~ i aKematian
.~~ pada umumnya terjadi dalam batas
autosomal akibat mutasi dari gen APP dan presenil 1dan 2 waktu 6 sampai 7 tahun sesudah menderita penyakit
yang berperan dalam aktivitas sekretase pada kromosom tersebut. Delapanpuluh persen (80%) darijumlah kematian
1dan kromosom 14.52,53 pada penderita penyakit Alzheimer disebabkan oleh
pneumonia dan gangguan sirkulasi seperti d e h i d r a ~ i . ~ ~
Pemeriksan penunjang dengan computer tomography
DIAGNOSIS (CT), electroencephalography (EEG) bertujuan untuk
membedakan etiologi diakibatkan oleh gangguan
Seperti disebut di atas demensia merupakan sindroma vaskular seperti multi infark demensia (MID) atau
yang dapat diakibatkan oleh beberapa faktor dar jenis degenerasi jaringan otak yang nantinya berkaitan dengan
penyakit. Dalam menegakkan diagnosis klinik dibutuhkan terapi dan prognosis dari sindroma t e r ~ e b u t . ~ ~ ~ ~
tahapan seperti di bawah ini: Penggunaan metode imaging seperti Positron Emission
a. Diagnosis diferensial dengan penuaan normal Tomography (PET) bertujuan untuk melihat metabolisme
b. Diagnosis diferensial dengan beberapa faktcr dan glukose di regional serebral (rCMRGIu) dengan memberi
penyakit penyebab demensia. suntikan 18F-2-fluoro-2-deoxyglucose (FDG). Reduksi
rCMRGlu pada umumnya ditemukan di daerah parietal,
Dalam menentukan diagnosis perlu pemeriksaan
temporal dan frontal. Demikian juga halnya dengan
neurologis, internistis dan pemeriksaan neuropsik3logis
pemeriksaan melalui Single Photon Emission Computed
termasuk depresi dengan menggunakan CERACl atau
Tomogrphy (SPECT) dan pemeriksaan laboratorium lainnya.
MoCA. Pemeriksaan penunjang seperti MRI, darah lengkap,
Menegakkan diagnosa klinik yang tepat sangat penting
defiensi vitamin 812, hipotiroidjuga perlu dilakukan. Selain
untuk membedakan jenis demensia yang reversibel
itu juga yang perlu mendapat perhatian adalah faktor
ataupun ireversibel.
genetis dan sosial serta penggunaan obat-obatanas4
Pemeriksaan laboratorium untuk A842 d i CSF
Gangguan neurologis yang sering ditemukan mtara
menunjukkan keakuratan sebanyak 55% dengan
lain meningkatnya tonus otot, mioklonus, gangguan
sensivitas yang mencapai 85% dan spesifitas sebanyak
motorik demikian juga munculnya refleks primitif dalam
86%. Sedangkan pemeriksaan tau protein bisa mencapai
criteria probable Alzheimer's Disease (the National Institute
65%. Kombinasi kedua pemeriksaan ini bisa mencapai
of Neurological and Communicative Disorders and Stroke
85-90%.63
and Alzheimer's Disease and Related Disorder Association
Diagnosa klinik hanyalah menyebutkan probable
(NIIVCDS-ADRDA).55Gangguan ini bisa disebabkan oleh
Alzheimer's disease yang bisa mencapai 85-90%.64
degenerasi dan kerusakan neuron di beberapa n ~ k l e u s
Sementara diagnose penyakit Alzheimer yang definitif
seperti di substansia nigra, neuron aminergi di hatang
harus didasari oleh hasil pemeriksaan jaringan otak
otak seperti LC, rafe dorsalis dan neuron di korteks dan
(po~tmortum).~~,~~
hipokampus serta korteks lobus frontalis. Berat rintannya
gangguan klinis ini bergantung pada tingkat kerusakan
neuron-neuron di areal tersebut. Selain NINCDS-ADRDA
dapat juga digunakan National lnstitute of Neuro!ogical
PEMERIKSAAN BIOMARKER
Disorders and Stroke and the Association Internationale pour
Sejauh ini diketahui bahwa elemen yang ditemukan di
la Recherche et llEnseignetment en Neurosciences (NINDS-
NEUROSAlNS DAN PENYAKIT ALZHEIMER

CSF pada penyakit Alzheimer adalah kelainan dalam IMPLIKASI DETEKSI DIN1 SEBAGAI STRATEGI
komposisi total tau (T-tau), phospho-tau (P-tau), dan PENAMGANAN PENYAKIT ALZHEIMER
fragmen 42-asam amino dari Ap (Ap-42).67T-Tau adalah
petanda aktivitas degenerasi akson di korteks 68*69,70. Strategi penanganan penyakit Alzheimer dimulai
P-Tau memberi gambaran patologi terbentuknya NFT 71,72, dari pengenalan proses patologi seperti formasi dan
sementara Ap-42 merupakan petanda patologi plaks. 2*73s74
penumpukan protein AP sebagai plaks amiloid. Plaks
Kesemuanya petanda bisa digunakan utuk mendiagnosis amiloid di hipokampus dan korteks akan mengakibatkan
penyakit Alzheimer secara laboratorium mulai dari prediksi kematian neuron sehingga jaras sekresi asetilkholin (ACh)
AD pada MCI dengan tingkat sensivitas mencapai 75%- yang berasal dari nukleus basalis Meynert (nbM) menuju
95% 67.Kekuatan pemeriksaan ini di prediksi sangat korteks akan terreduksi. Reduksi ini bisa mencapai 30-90%
optimal dalam populasi umum dan MCI secara kohort. 75 84z85. Pemberian ACh atau ACh-esterase inhibitor tujuan
terapl adalah untuk men~ngkatkankembali kadar ACh di
s~napsis.
PENYAKIT ALZHEIMER DAN KATARAK Akumulasi AP di otak terjadi sela~npeningkatan
oroduksi AP juga akibat adanya kerusakan reseptor
Penelitian epidemiologik dan pemeriksaan klinik serta pada sauer darah otak sehingga AP tidak dapat di
biokimiawi menunjukan adanya persamaan proses sekresi atau sangat terbatas ke sirkulasi umum. Kelainan
terjadinya katarak dengan penyakit Alzheimer dalam ha1 ~ n mengakibatkan
i kadar AP di sirkulasi menurun
etiologi dan mekanisme perjalanan penyakit. Gangguan sementara di likuor meningkat. Gangguan di sauar
visual sering ditemukan pada penderita penyakit Alzheimer darah otak mungkin diakibatkan proses inflamasi AP
berupa penurunan ketajaman visus dan gangguan persepsi pada epitel vaskular darah di otak yang berdampak
benda tiga dimensi serta persepsi gerak.58*59 Penderita terhadap kerusakan reseptor NMDA. Kejadian patologi
penyakit Alzheimer selain menderita glaukoma juga sering ~ n mengakibatkan
i akumulasi AP berupa formasi plaks
menunjukan degenerasi n.optikus serta kehilangan sel di berdampak pada gangguan sistem imun di otak. Dari
ganglia r e t i n a l i ~ .Selain
~ ~ , ~itu
~ ditemukan kehilangan bentuk berbagai studi epidemiologi menunjukkan bahwa pasien
dan karakter dari lapisanjaringan saraf retinal, penyempitan yang menggunakan nonsteroidal anti-inflammatory drugs
dari vena untuk selanjutnya penurunan dari aliran darah (NSAID) berisiko rendah untuk mendapatkan penyakit
dari retina ke vena pada fase awal dari penyakit A l ~ h e i m e r . ~ ~ A l ~ h e i m e r . Pengguna
~~,~~ NSA[D dengan target enzim
Dari pemeriksaan neuro-optalmologi penderita penyakit cyclooxygenase (COX) menurunkan prevalensi kejadian
Alzheimer oleh Rizzo et al., (1992) 78 ditemukan bahwa pender~taAlzheimer.88r8990 Penurunan prevalensi ini bisa
gangguan visual pada penyakit Alzheimer didominasi diakibatkan oleh efek NSAID terhadap proses inflamasi
oleh patologi pada kortek asosiasi dibandingkan dengan di vaskular serta peran nitrik oksida pada mikroglia
gangguan pada retina atau n. optikus. Amstrong, (1996) untuk memfagositosis AP dalam penanggulangan demensia
79 menemukan densitas plaks dan tangles secara spesifik Alzheimergl. Dari teori ini muncul bahwa pemberian NSAID
pada penderita penyakit Alzheimer di areal korteks visual juga berperan dalam menginhibisi proses kelanjutan
primer (girus lingualis dan kunealis). Selanjutnya ditemukan patologi penyakit Alzheimer.
bahwa densitas plaks dan NFT di girus kunealis lebih Strategi lain menyangkut menghambat formasi plaks
padat dibandingkan di girus lingualis. Pembentukan plaks amiloid adalah dengan menginhibisi pembentukan AP dari
amiloid di otak diduga dimulai sebelum onset demensia, APP melalui pemberian gamma-secretase inhibitor. Enzim
dan prosesnya melibatkan profil lipid LDL, APOEe4, AP gamma-secretase berperan untuk memecah APP menjadi
yang dapat diperiksa di plasma darah, cairan mata dan AP. Pemberian inhibitor gamma sekretase diharapkan dapat
lensa mata. Komorbiditas katarak dan penyakit Alzheimer menekan reseptor NMDA untuk selanjutnya mencegah
dalam ha1 pembentukan APP, AP, presenilinjuga terekspresi pembentukan plaks amiloid. Strategi ini juga masih dalam
di lensa mata. Goldstein et al. (2003) mengidentifikasi penelitian lanjut. Penemuan memantine sebagai antagonist
penumpukan AP pada katarak lensa supranuklear yang glutamat didasari atas proses patologi terhadap reseptor
merupakan tanda awal terjadinya proses patologi penyakit NM DAg2pg3
Alzheimer 81,82,83. Penggunaan terapi imunologikjuga bermanfaat untuk
Wostyn et al. (2009) 77 menemukan tekanan cairan meningkatkan proses fagositosis mikroglai terhadap
otak (cerebrospinal fluid, CSF) yang menurun di trans- AP 19. Lesi yang spesifik pada otak penderita penyakit
laminar kribrosa pada penderita penyakit Alzheimer Alzheimer adalah NTF dalam bentuk fosforilase dari
mencapai sekitar 33% lebih rendah dari normal. Diduga mikrotubuler tau.94Ekspresi tau sangat tinggi di jaringan
penurunan tekanan CSF ini pada penyakit Alzheimer yang non-mielinase akson kortikal terutama diregio
memberi peluang terjadinya g l a ~ k o m a . ~ ~ korteks limbik termasuk hipokampus yang berperan
DASAR-DASAR ILMU PENYAWT D A L A M

dalam konsolidasi m e m ~ r i Hiperfosforilase


.~~ dari tau termasuk terapi Psikososial yang melibatkan anggota
menyebabkan kerusakan protein di mikrotubuli sehingga keluarga. Tujuan utama adalah memperbaiki secara
menyebabkan kerusakan a k s ~ n . ~ ~ Adasart a s ~ nsalah
i satu keseluruhan fungsi metabolisme neuron, mencegah
strategi penanggulangan adalah obat yang bekerja dalam kerusakan atau juga menghambat proses kematian dari
menginhibisi proses hiperfosforilase misalnya ~nhibisi neuron yang masih sehat. Untuk tujuan memperbaiki
enzimatis taukinase atau tau agregasi.19 metabolisme neuron dapat dilakukan dengan terapi
Sel glia berperan untuk membebaskan agregasi farmaka berupa obat-obat neurotrofik. Sementara untuk
protein termasuk penumpukan AP melalui reseptor FI: menghindarkana kerusakan neuron dapat dilakukan
dengan cara fagositosis. Selain itu kesanggupan sel glia dengan menghindarkan zat-zat yang sifatnye toksik
sebagai sistem imun bawaan (innate immunity) untuk ataupun juga menghindarkan stimulasi eksitatorik
memfagosit serta menyingkirkan keberadaan AP, juga sel yang berlebihan dan berkepanjangan dan menekan
glia berperan untuk memproteksi kematian neuron pada serta menetralisir radikal bebas. Dengan demikian
penderita A l ~ h e i m e r . 9 ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ diharapkan mitokhondria dapat terhindar dari gangguan
Strategi lain yang masih dalam penelitian adalah toksik. Selain itu dalam mengoptimalkan kondisi si
penggunaan faksin bertujuan untuk mengaktifkan penderita penanggulangan penyakit lain seperti diabetes,
humoral dan selular imunitas. Aktivasi imunitas humoral kardiovaskular, dan infeksi perlu di garisbawahi. Masalah
dan selular diharapkan dapat menstimulasi proses yang menyangkut simptoma nonkognitif seperti agitasi,
fagositosis terhadap AP ataupun imunoglobulin melalui paranoid depresi juga tentunya harus tidak diabaikan
reseptor Fc. Dengan melakukan imunisasi imunogen- AP karena penyakit ini bisa menyesatkan penilayan terhadap
sebagai tindakan imunisasi aktif diharapkan otak dapat fungsi kognitif.
menghasilkan antibody untuk menurunkan kadar AP di Faktor-faktor lain yang harus diperhatikan dalam
otak. Pada hewan percobaan dan percobaan klink (clinical pemberian terapi farmaka pada kelompok usia lanjut
trials) dengan vaksin AP menunjukan terjadinya penurunan adalah yang menyangkut fungsi organ seperti ginjal.
jumlah atau kadar amiloid yang diduga lewat peningkatan Demikian juga halnya dengan munurunnya fungsi
proses fagositosis AP oleh m i k r ~ g l i a Tindakan
.~~~ ini metabolisme hati. Oleh sebab itu pemberian obat-
ternyata mengurangi plaks di otak pada hewan percobaar. obat yang dapat mengganggu fungsi kognitif seperti
Pada percobaan di klinik ternyata pada beberapa penderita antihistaminika, antidepresi, benzodiazepin, penggunaan
muncul aktivasi dari sel T terhadap imunogen-AP opioid dalam pengobatan nyeri harus ekstra hati-hati.

TERAPI FARMAKOLOGIK

Beberapa diantaranya adalah Terapi Inhibitorik Kolinesterase


1. Strategi untuk menginhibisi enzim protease sehingga Beberapa penelitian menemukan reduksi ACh pada
tidak terbentuknya amiloid-beta dari APP . penderita Alzheimer bisa mencapai 30-90% di otak
2. Mencegah proses oligomerisasi dari amiloid-beta di terutama di areal prefrontal korteks dan hipokampus.
korteks serebral 101~102 Dengan demikian tujuan utama terapi inhibitorik

3. Penggunaan anti-inflamasi seperti NSAID untuv kholinesterase adalah meningkatkan kembali kadar
menghindarkan reaksi inflamasi terhadap plaks asetilkholin di sinapsis dengan mencegah pemecahan
amiloid di korteks serebral asetilkholin di sinapsis. Degenerasi neuron kolinergik di
4. Menjaga keseimbangan kolesterol. Penggunaan obat NBM beserta reseptor baik muskarinik maupun nikotinik
menurunkan kadar kolesterol ternyata menurunkan menyebabkan menurunnya aktivitas metabolisme neuron
insidensi penderita Alzheimer misalnya dengan di hipokampus dan korteks pada penderita penyakit
penggunaan statin Alzheimer. ACh yang berasal dari NBM (lihat gambar di
5. Pemberian obat-obat seperti nerve growth factor bawah) ditransportasikan sepanjang akson ke korteks
(NGF) neurotrofik untuk menjaga dan memper- frontalis, parietal, oksipital dan ke lobus temporal di
tahankan kondisi sehat dari neuron hipokampu~.~~~.~~~
6. P e n g g u n a a n a n t i o k s i d a n ( v i t a m i n ) u n t u k a. ACh yang berasal d ari NBM ditransportasikan ke
mempertahankan kehidupan dari mitochondria. korteks frontalis, parietal, oksipital dan lobus temporal
hipokampus
Penanganan penyakit Alzheimer membutuhkan paket
b. ACh dari presinaptik masuk ke sinapsis dan akan
secara komprehensif mencakup terapi farmakologik dan
berikatan dengan reseptornya di post sinapsis
non-farmakologik. Ke dalam terapi non-farmakologik
NEUROSAINS D A N PENYAKIT ALZHEIMER 73

. .
Asetilkolin

Dasar
otak depan rebelurn, otak kecil
medial dan nukleus Nukleus pedunkulopontin
pita diagonal dan nukleus tegmental laterodorsal O asetilkolinesterase

Gambar 7.

Donepezil di sirkulasi tercapai setelah 3-4jam. Pemberian donepezil


Donepezil hidroklorida yang berformula C2,H2,N0,HCI pada penderita ringan sampai moderat (MMSE 10
dengan berat molekul415.96 merupakan generasi kedua sampai 26) selama 15 minggu membuktikan perbaikan
dari kelompok inhibitorik kholin esterase termasuk dalam kemanpuan kognitif dan perbaikan kondisi umum 105*106.
golongan selektif piperidine-based ChE inhibitor dengan Hal ini juga ditemukan dengan pemberian donepezil
waktu paroh sekitar 70 jam yang berarti juga ikatan pada demensia vaskular.lo7 Di samping itu dikatakan
protein tinggi di plasma yang bisa mencapai sekitar 96%. juga bahwa donepezil kemungkinan besar berperan juga
Presentasi ikatan yang tinggi dengan protein di plasma sebagai neuroprotektor. Sifat neuroprotektor ini telah
tentu juga berdampak pada interaksi dengan obat lain. dibukikan oleh peneliti Hasimoto et al. (2005) lo8 dalam
Donepezil mempunyai efek yang minimal terhadap penelitiannya (prospective cohort study) yang menemukan
BuChE. Pemberian donepezil akan meningkatkan kadar efek perlambatan atrofi hipokampus.
ACh dengan demikian memperbaiki fungsi kolinergik.
Dalam pemberiannya tidak membutuhkan penyesuaian Rivastigmine
dosis pada penderita ginjal dan hepar walaupun obat ini Rivastigmine juga merupakan generasi kedua dan
dieliminasi lewat ginjal dan proses biotransformasi melalui termasuk dalam kelompok karbamat ChEI. Dalam
sistem sitokrom 450. Dosis 5 mg / hari dapat ditingkatkan pemberian singel dosis konsentrasi maksimum di
menjadi 10 mg / hari setelah 4 minggu. Dalam uji klinik plasama sudah tercapai antara 1sampai 2 jam dan dapat
ditemukan perbaikan fungsi kognitif tergantungdosis. bertahan sampai 10 jam. Rivastigmine menginhibisi AChE
Dosis 10 mg membuktikan perbaikan yang signifikant dan BuChE. Rivastigmine menghambat AChE di kortek
dibanding dengan pemberian 5 mg diamati pada minggu dan hipokampus jauh lebih banyak dibanding AChE di
ke 12, 16 dan minggu ke 18. Konsentrasi yang maksimal jaras kortikoserebelaris yang bersinapsis di pons dan

T~B@I~T~I&#I~
3 -
Cholinesterase Inhibitors
MOA
Antagonist
Drug Donepezil Galantarnine 11 Rivastigmine Memantine
M i I d - m o d e r a t e Mild-moderate AD I Mild-moderate AD Moderate-severe AD
AD;severe AD 1
Initial dose 'rablet:5 mg qd Tablet/oral solution:4 mg bid Capsuleloral solution: Tablet/oral solution: 5 mg
ER capsule: 8 mg qd 1.5 mg bid qd
Patch: 4.6 rng qd
Maximal dose Tablet:lO mg qd Tablet/oral solution:12 rng bid Capsule/oral solution: Tablet/oral solution: 10
ER capsule: 24 mg qd 6 rng bid rng bid
Patch: 9.5 mg qd
ER = extended-release; MOA = mechanism of action; NMDA = N-methyl-D-aspartate
Dikutip dari National Institute on Aging. Alzheimer's disease medications. November 2008. NIH Publication No. 08-3431.
Available at:http://www.nia.nih.gov/Alzheimers/Publications/rnedicationfs.htm Accessed July 24, 2009.
DASAR-DASAR ILMU PENYAWT DALAM

jaras striatum yang berkaitan dengan sistem respi'ratorik di sinapsis .l19 Inhibisi terhadap AChE merupakan salah
serta ektrapiramidal.logAChE pada manusia terdiri dari satu strategi untuk meningkatkan kadar ACh di sinapsis.
beberapa bentuk. Di antaranya jenis monometrik (GI) Sifat sebagai modulator alosterik ini hanya dimiliki oleh
ditemukan sekitar 90% di intraseluler/plasmasel dan galantamine yang tidak dimiliki oleh obat yang tergolong
dalam fraksi tetrametrik (G4) sekitar 60-90% fraksi yang pada AChEstrase lainnya.
ditemukan di ektraseluler dan membran sel. AChEdalam
bentuk G4 ini akan menurun sejalan proses penuaan dan Efek Samping Inhibitorik Kolinesterase
sangat drastis pada penyakit Alzheimer. Sebalik~yaG1 Beberapa efek sarnping yang sering ditemukan antara
harnpir tidak menurun dalarn proses penuaan. Diduga lain rasa mual, muntah, diare, anoreksia, agitasi, insomnia,
ikatan dengan G1 inilah merupakan penyebab efek dizziness dan dispepsia.
sarnping terapi AChEI.l1
Rivastigmine berikatan dengan AChE inhibitor dalam Memantine
bentuk G4 (di plasma sel).Ikatan ini sangat penting karena Mernantine adalah antagonist IUMDA yang digunakan
dalam proses penuaan dan pada penyakit Alzheimer untuk terapi penyakit Alzheimer. Pada penderita penyakit
bentuk G1 AChE hampir tidak menurun sementara Alzheimer ditemukan peningkatan glutamat di sinapsis.
dalam bentuk G4 terus menurun. Oleh sebab itu proses Peningkatan ini bisa diakibatkan oleh penurunan
pengikatan terhadap enzirn ini menentukan efisiensi dari pengarnbilan kembali (re-uptake) ataupun akibat sekresi
AChE inhibitor. Pemberian rivastigmine tidak ditemukan yang bertambah atau juga keberadaan reseptor endogen
gangguan pencernaan dan jantung. Selain itu tidak glutamat di sekitar neuron.120 Glutamat merupakan
berinteraksi dengan metabolit dari obat-obat lain, cepat neurotransmiter yang secara fisiologis dibutuhkan sebagai
dan komplit di eleminasi melalui ginjal.ll1 Dosis dimulai mediator komunikasi antar neuron rnelalui reseptor
1.5 mg 2 b.i.d dan dapat ditingkatkan menjadi 3-6 mg NMDA. Namun dengan stimulasi yang berlebihan dapat
1 b.i.d. Pemberian sekitar 15 minggu pada penderita merusak neuron melalui penumpukan kalsium di neuron.
Alzheimer ringan sampai moderat (MMSE 10-26) ternyata Penurnpukan ini mengakibatkan kernatian neuron yang
sudah memperbaiki fungsi kognitif dan kondisi umum disebut excitotoxicity terrnasuk juga neuron penghasil
dalam kehidupan sehari-hari Jika dianggap perlu asetil-kolin (ACh) di NBM.lZ1Pengobatan dengan glutamat
maka dosis ini tentunya bisa ditingkatkan menjadi 6-12 antagonist ternyata dapat rnengurangi perburukan secara
mg b.i.d. klinis penderita AD pada stadium ringan dan moderat .122
Dari hasil beberapa trials ternyata memantine secara klinis
Galamtamine mempunyai kemampuan dalam ha1 memperbaiki fungsi
Hasil dari beberapa penelitian menemukan bahwa baik kognitif maupun intelektual dalamjangka pengobatan
reseptor nikotinik asetilkholin (nAChRs) berperan dalam selama 12 minggu. Pengobatan yang berlangsung satu
menentukan fungsi kognitif, perilaku, fungsi m o t o r ~ k tahun menyimpulkan perbaikan kondisi (quality of life).
begitu juga terhadap fungsi sirkulasi dan pembuluh darah Perbaikan kondisi ini diukur atas dasar perbaikan fungsi
Selain untuk mengatur sekresi AC? juga
di otak. l13~l14.115 kognitif, ketidak tergantungan dengan pihak pasangan
berperan dalam mengatur sekresi neurotransmiter lainnya ataupun keluarga.lz3
seperti glutamat, GABA, serotonin dan dopamin lewat
masuknya ion kalsium kedalam n e u r ~ n . l lPada
~ , ~ penyakit
~~ Anti Inflamasi
neurodegenerative seperti penyakit Alzheimer ditemukan Strategi lain yang menarik perhatian adalah dengan
juga penurunan sekresi beberapa neurotransmiter menekan proses inflamasi misalnya pemberian obat-
seperti noradrenalin dan defisiensi enzim untuk sintesa obat non-steroid anti-inflammatory (NSAD) seperti
noradrenalin di LC, 5-HT, somatostatin. indomethacin, jenis-jenis salisilat seperti aspirin bisa
Penelitian posmortem pada penderita Alzheirner mengkoreksi R-amiloid sebelum terjadi proses kerusakan
ditemukan penurunanjurnlah reseptor nACh di hipokampus di neuron.124c125
Kerugiannya bahwa obat-obat ini bisa
yang merupakan karakteristik gangguan fungsi memori menimbulkan ulserasi lambung.
serta proses belajar pada penderita Alzheimer 115,118.
Galantamine termasuk pada generasi kedua dari Antio ksidan
kelompok inhibitorik kholin esterase yang sifatnya selektif Gangguan pada jaras oksidatif diperkirakan merupakan
dan reversibel.Galantamine berpotensi meningkatkanfungsi bagian yang berperan dalarn etiologi penyakit Alzheimer
kholinergik melalui 2 mekanisme yakni: a) inhibisi terhadap dan demensia vaskular. Ini disebabkan karena zat oksidatif
AChE, b) modulasi reseptor nikotinik. Mernodulasi reseptor yang berlebihan akan mengganggu keseimbangan antara
nACh secara alosterik akan menstimulasi pembentukanACh generasi reactive oxygen species (ROS) dengan antioksidan
serta perbaikan kualitas dan fungsi dari reseptor tersebut dalam sel. Pada hakekatnya fungsi normal dari neuron
NEUROSAINS D A N PENYAKIT ALZHEIMER

tergantung pada kandungan respirasi aerobik yang tinggi neuro~ransmitertanpa melalui reseptor.141Diketahui
yang dapat menghindarkan efek dari oksidatif yang bahw; piracetam memperbaiki fluiditas dari dinding
berlebihan seperti hidrogen peroksida dan zat radikal mitochondria di otak mengakibatkan perbaikan fungsi
superoksida terhadap kerusakan neuron. Radika bebas, bisa mitochondria tersebut termasuk meningkatkan sintese
mengakibatkan modifikasi oksidatif asam nuklein, protein ATP. Perbaikan fungsi dari mitochondria mengakibatkan
dan lipid, meningkatkan sensibilitas sampai disfungsi perbaikan kognitif. HI ini sudah disebut oleh peneliti
mengakibatkan kematian sel. Mekanisme protektif sebelumnya dimana penggunaan pirasetam sangat luas
antioksidan seperti vitamin C, vitamin E dan glutation pada penderita stroke, trauma kapitis dan demensia pasca
terletak pada kesanggupan untuk mereduksi kerusakan stroke. Penelitian Croisile et al. (1993)142membuktikan
neuron t e r ~ e b u t . Kegiatan
l~~ metabolisme yang tinggi bahwa pemberian pirasetam dalam jangka waktu panjang
dari neuron menyebabkan meningkatnya konsentrasi dengan dosis tinggi akan memperlambat progresivitas
polyunsaturatedfatty acid dan relatif menurunnya kapasitas gangguan kognisi pada penyakit Alzheimer
antioksidan sehingga kerentanan neuron terhadap zat
oksidati semakin meningkat. Kerusakan oksidatif termasuk
peroksidasi lipid mengakibatkan perobahan struktur dan TERAPI NON-FARMAKOLOGIK
fungsi dari membrana beserta organela yang ada dalam sel
itu sendiri. Hal inilah yang terjadi pada penyakit Alzheimer Pada penyakit Alzheimer ditemukan penurunan kegiatan
dimana ditemukan meningkatnya pertanda kerusakan metabolisme neuron. Dengan restorasi kegiatan neuron
ok~idatiF.~ Atas
~ ~ dasar
, l ~ ~ ini beberapa tindakan alternatif diharapkan akan dapat memperbaiki kondisi beberapa
dalam memperlambat progresivitas penyakit Alzheimer jenis neurotransmiter lainnya. Atas dasar ini diharapkan
adalah dengan pencegahan kerusakan neuron yang neuron terstimulasi dan menjadi aktif kembali dalam
diakibatkan oleh zat-zat yang bersifat sebagai oksidan. proses metabolisme. Kalau dikatakan bahwa proses
Ada kemungkinan bahwa neuron penderita penyakit pengaktifan kembali kegiatan metabolisme yang menurun
Alzheimer lebih sensitif terhadap perubahan kadar maka diharapkan tanda-tanda seperti gangguan ingatan
monoamine oksidase (MAO). Pemberian inhibitor (MAOI) dapat diperbaiki kembali. Beberapa hasil penelitian yang
dapat menekan pembentukan osidativ yang berlebihan mendukung hipotese ini antara lain dengan penggunaan
dengan demikian menghindarkan pembentukan radikal Transiutaneus Electric Nerve Stimulation (TENS).143,14J45
bebas 129.Dengan pemberian antioksidan kerusakan sel Penggunaan terapi cahaya berkaitan dengan
atau endotel bisa dihindarkan. 130,131.132 gangcuan fungsi dari nucleus suprakhiasmatikus (SCN).
Pemberian vitamin seperti vitamin C, vitamin E dan Dengan terapi cahaya (light therapy) diharapkan dapat
glutation seperti yang disebut diatas bisa menghentikan menstimulasi neuron di SCN 146.147.SCN menerima input
pembentukan peroksidase lipid (Behl et al., 1992) dan ini cahaya melalui retina. Terapi cahaya ini memungkinkan
dianggap bermanfaat terhadap demensia dan penyakit aktivai kembali sel-sel di SCN yang bertanggungjawab
AIZheimer,133,134,135 terhadap irama sirkadian yang sangat terganggu pada
ldebenone yang mempunyai struktur hampir sama penyakit Alzheimer.
dengan coenzyme-Q,, bukan hanya bekerja secara long
acting ChEIjuga bekerja sebagai anti 0 k ~ i d a n .Idebenone
l~~
bisa menekan peroksidase lipid melalui kerjanya sebagai REFERENSI
anti aoksidan. Idebenonejuga bekerja untuk memproteksi
sifat toksik akibat glutamat begitu juga pengaruh toksik 1. Kandel, Eric, James Schwartz, and Thomas Jessel.Priilciples of
Nzurnl Science. 4th ed. New York : McGraw-Hill; 2000.
dari 0-amiloid di neuron hipokampus serta meningkatkan 2. Brookrneyer R, Johnson D, Ziegler-Graham K, Arrigh HM. Fore-
kadar dari hormon pertumbuhan (NGF) di otak 137,138. c ~ t i n gthe global burden of Alzheimer's disease. Alz Deineiltin
Coenzyme-Q,, (ubiquinone) berguna memperbaiki fungsi 2C07; 3: 186-91.
mitokondria yang menurun akibat zat-zat radikal b e b a ~ . l ~ ~ 3. Gao S, Hendrie HC, Hall KS, Hui S. The relationshps between
ape, sex, and the incidence of dementia and Alzheimer disease:
a neta-analysis. Arch Gen Psychiatry 1998; 55: 809-15.
Piracetam 4. Purba J.S. D emensia dan penyakit Alzheimer, Etiopatologi
Obat-obat piracetam bisa memproteksi neuron dari dail Terapi. Edisi 2. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2006.
5. Braak H, Braak E, Bohl J. Staging of Alzheimer-related cortical
hipoksia serta menstimulasi metabolisme kegiatan sel- destruction. Eur Neurol. 1993; 33: 403-8.
sel otak 140. Piracetam adalah salah satu dari kelompok 6. Koffie RM, Meyer-Luehmann M, Haslumoto T, et al. Oligo-
nootropik. Piracetam dan obat lain yang berasal dari meric amyloid beta associates with postsynaptic densities and
ccrrelates wit11 excitatory synapse loss near seiule plaques.
grup ini seperti oksirasetam dan paramirasetam adalah
Proc Not Acod Sci. 2009;106: 4012-7
derivat dari GABA, yang tidak menunjukkan kegiatan 7. Hzinonen 0, Soininen H, Sorvari H, et al. Loss of synapto-
yang sama dengan GABA dan berinteraksi dengan sistem physin-like immunoreactivity in the hippocampal formation
DASAR-DASAR I L M U PENYAKlT D A L A M

is an early phenomenon in Alzheimer's disease. Neuroscience. L, Johnson MH. Genetically-targeted and conditionally-
1995; 64: 375-84. regulated ablation of astroglial cells in the central, enteric and
8. Crossgrove JS, Li GJ, Zheng W. The choroid plexus r?moves peripheral nervous systems in adult transgenic mice. Brain
beta-amyloid from brain cerebrospinal fluid. Exp Biol Med Res. 1999; 835: 91-5.
(Maywood). 2005; 230; 771-6. FarinaC,AloisiF,MedE.As~ocytesareactiveplayersincerebral
9. Herz J. LRP a bright beacon at the blood-brain barrier. J Clin innate immunity. Trends Immunol. 2007; 28: 138-45.
Invest 2003; 112: 1483-5. Shao Y, Gearing M, Mirra SS. Astrocyte-apolipopro-tein
10. Hardy J, Selkoe DJ. The amyloid hypothesis of Alzheimer's E associations in senile plaques in Alzheimer disease and
disease: progress and problems on the road to thera?eutics. vascular lesions: a regional immunohis-tochemical study. J
Science. 2002; 297: 353-6. Neuropathol Exp Neurol. 1997; 56: 376-81.
11. Wisniewski T, Ghiso J, Frangione B. Alzheimer's disease and Marshak DR, Pesce SA, Stanley LC, Griffin WS. Increased SlOO
soluble A beta. Neurobiol Aging 1994; 15: 143-52. beta neurotrophic activity in Alzheimer's disease temporal
12. Lesne S, Ali C, Gabriel C, Croci N, MacKenzie ET. Glabe lobe. Neurobiol Aging. 1992; 13: 1-7.
CG, Plotlune M, Marchand-Verrecchia C, Vivien D, Buisson Meda L, Baron P, Scarlato G. Glial activation in Alzheimer's
A. NMDA receptor activation inhibits alpha-secretase and disease: the role of Abeta and its associated proteins. Neuro-
promotes neuronal amyloid-beta production. J Neurosci. biol Aging. 2001; 22: 885-893.
2005; 25: 9367-77. Chung IY, Benveniste EN. Tumor necrosis factor-alpha pro-
13. Bordji K, Becerril-Ortega J, Nicole 0 , Buisson A. Activation duction by astrocytes. Induction by lipopolysaccharide, IFN-
of extrasynaptic, but not synaptic, NMDA receptors modifies gamma, and IL-1 beta. J Immunol. 1990; 144: 2999-3007.
amyloid precursor protein expression pattern and increases Bsibsi M, Bajramovic JJ, Van Duijvenvoorden E, Persoon C,
amyloid-f3production. J. Neurosci. 2010; 30: 15927.4. Ravid R, Van Noort JM, Vogt MH. Identification of soluble
14. Salminen A, Ojala J, Kauppinen A, Kaarniranta K, SuuronenT. CD14 as an endogenous agonist for Toll-like receptor 2 on
Inflammation in Alzheimer's disease: arnyloid-betaohgomers human astrocytes by genome-scale functional screening of
trigger innate immunity defence via pattern recognition glial cell derived proteins. Glia 2007; 55: 473-482.
receptors. Prog Neurobiol. 2009; 87: 181-94. American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical
15. L6pez-Hernandez GY, Thinschmidt JS, Morain P, et al. Manual of MentalDisorders.4*ed. Washington,DC: American
Positive modulation of alpha7- nAChR responses in rat hip- Psychiatric Association; 1994.
pocampal interneurons to full agonists and the alpha-s4ective Petersen RC, Smith GE, Kokmen E. Mild cognitive impair-
partial agents, 40H-GTS-21 and S 24795. Neuropharmcology ment. Clinical characterization and outcome. Arch Neurol.
2009; 56: 821-30. 1999; 46: 303-8.
16. Mega MS. The cholinergic deficit in Alzheimer's Disease Fillenbaum GG, van Belle G, Morris JC, Mohs RC, Mirra
impact on cognition, behavior and function. Int J Neurop- SS, Davis PC, Tariot PN, Silverman JM, Clark CM, Welsh-
harmacol. 2000; 3: 3-12. Bohmer KA, Heyman A. Consortium to Establish a Registry
17. Abramov E, Dolev I, Fogel H, Ciccotosto GD, Rusf E and for Alzheimer's Disease (CERAD): the first twenty years.
Slutsky I. Amyloid-b as a positive endogenous regulator of Alzheimers Dement. 2008; 4: 96-109.
release probability at hippocampal synapses Nature! Neuro- Nasreddine ZS, Phillips NA, Bedirian V, et al. The Montreal
science. 2009; 12: 1567 - 76. Cognitive Assessment, MoCA: a brief screening tool for mild
18. Querfurth HW, LaFerla FM. Alzheimer's disease. N Engl J cognitive impairment. J Am Geriatr Soc. 2005; 53: 695-9.
Med 2010; 362: 329-344 Palmer K, Wang HX, Backman L, Winglad B, Fratiglioni L.
19. Panza F, Solfrizzi V, Frisardi V, et al. Beyond the neurotrans- Differential evolution of cognitive impairment in nonde-
mitter-focused approach in treating Alzheimer's disease: mented older person : results from the Kungsdholmen Project.
drugs targeting beta-amyloid and tau protein. Aging Clin Exp Am J Psychiatry. 2002; 159: 436-442.
Res. 2009; 21: 386-406. Wolf H, Grundwald M, Ecke GM, et al. The prognosis to mild
20. Hayes A, Thaker U, Iwatsubo T, Pickering- Brown SM, Mann cognitive impairment in the elderly. J Neural Transm Supp.
DM' Pathological relationships between microglial cell 1998; 54: 31-50.
activity and tau and amyloid beta protein in patients with Lopez OL, Becker JT, Sweer RA. Non-cognitive symptoms
Alzheimer's disease. Neurosci Lett 2002; 331: 171-4. in mild cogrutive impairment subjects. Neurocase. 2005; 11:
21. Tarkowski E, Liljeroth AM, Minthon L, Tarkowski A, Wallin 65-71.
A, Blemow K: Cerebral pattern of pro- and anti-mflammatory Cumming JL. Behavioral and neuropsychiatric outcomes in
cytokines in dementias. Brain Res Bull 2003; 61: 255-50. Alzheimer' disease. CNS Spectr 2005; 10 (Supp 18): 22-25.
22. Cunningham C, Campion S, Lumon K, et al. Systemic in- Palmer K, Berger AK, Monastero R, Windblad B, Baeckman
flammation induces acute behavioral and cognitive changes L, Fratilioni L. Predictors of progression from mild
and accelerates neurodegenerative disease. Biol Psychiatry cognitive impairment to Alzheimer disease. Neurology. 2007;
2009; 65: 304-12. 68: 1596-1602.
23. Forlenza OV, Diniz BS, Talib LL, et al. Increased Serum IL-1P Di Carlo A, Balderesch A, Amaducci L, eta. Cogmtive impair-
Level in Alzheimer's Disease and Mild Cognitive Impairment. ment without dementia in older people: prevalence, vascular
Dement Geriatr Cogn Disord. 2009; 28: 507-12. risk factors, impact on disability. The Italian Longitudinal
24. Graeber MB. Changing face of microglia. Science. 2010; 330: Study on Aging. J Am Geriatr Soc. 2000; 48: 775-82.
783-8. Kivipelto M, Helkala EL, Hanninen T, et al. Midlife vascular
25. Fuhrmam M, Bittner T, Jung CK, et d. Microglial Cx3crl risk factors and late-life mild cognitive impairment. A
knockout prevents neuron loss in a mouse model of Alzhe- population-based study. Neurology. 2001; 56: 1683-9.
imer's disease. Nat Neurosci 2010; 13: 411-3. Ficker C, Ferris SH, Reisberg B. Mild cognitive impairment
26. Tahara K, Kim HD, Jin JJ, Maxwell JA, Li L, Fukuchi K. Role in the elderly predictors of dementia. Neurology. 1991; 41:
of toll-likereceptor signalling in Abeta uptake and clearance. 1006-9.
Brain. 2006 ;129: 3006 -19. Tobinick E, Gross H, Weinberger A, Cohen H. TNF-alpha
27. Haydon PG. Neuroglial networks: neurons and glia talk to Modulation for Treatment of Alzheimer's Disease: A 6-Month
each other. Curr Biol. 2000; 10: R712-4. Pilot Study. Medscape GenMed. 2006; 8: 25.
28. Sofroniew MV, Bush TG, Blumauer N, Lawrence K, Mucke Tan ZS, Beiser AS, Vasan RS, et al. Inflammatory markers
NEUROSAINS D A N PENYAKll ALZHEIMER

and the risk of Alzheimer disease: the Framingham Study. Rev Neurol. 2010; 6: 131-144.
Neurology. 2008; 70: 1222-3. 68. Samgard K, Zetterberg H, Blemow K, Hansson 0 , Minthon
Purba JS, Hoogendijk WJG, Hofman MA, Swaab DF. In- L, Londos E. Cerebrospinal fluid total tau as a marker of
creased number of vasopressin and oxytocin expressing Alzheimer's disease intensity. Int J Geriatr Psychiatry. 2010;
neurons in the paraventricular nucleus of the hypothalamus 25: 403-10.
in depression. Arch Gen Psychiatr. 1996; 53: 137-43. 69. Blom ES, Giedraitis V, Zetterberg H, et al. Rapid progression
McEwen BS. Effects of adverse experiencesforbrain structure from mild c o p t i v e impairment to Alzheimer's disease in
and function. Biol Psychiatry. 2000; 48: 721-31. subjects with elevated levels of tau in cerebrospinal fluld and
Graves AB, MortimerJA, Kramer J et al. Head size as a riskfac- the APO epsilon4/epsilon4 genotype. Dement Geriatr Cogn
tor for cognitive impairment in elderly Japanese-Americans. Disord 2009; 27: 458-64.
Neurobiol Agng. 1994; 15: S72. 70. Buerger K, Ewers M, Andreasen N, et al. Phosphorylated tau
Mullan M. Familial Alzl~eimer'sdisease: second gene locus predicts rate of c o p t i v e decline inMCI subjects:a compara-
located. BMJ. 1992; 305: 1108-9. tive CSF study. Neurology 2005; 65: 1502-3.
Schellenberg GD, Boehnke M, Wijsman EM, et al. Genetic 71. Buerger K, Ewers M, Pirttila T, et al. CSF phosphorylated tau
association and linkage analysis of the locus and familial protein correlates with neocortical neurofibrillary pathology
Alzheimer's disease. AM Neurol1992; 31: 223-7. in Alzheimer's disease. Brain 2006; 129: 3035-3041.
Van Crevel H. Clinical approacl~ingto dementia. In: Swaab 72. Tapiola T, Alafuzoff I, Herukka SK, et al. Cerebrospinal
DF, Fliers E, Mirmiran M, Van Goo1 WA, Van Haaren FPAJ fluid {beta)-amyloid42 and tau proteins as biomarkers of
(Eds.).Aging of Brain and Senile Dementia. Progress in Brain Alzheimer-type pathologc changes in the brain. Arch Neurol
Res 1986, vol. 70. Elsevier, Amsterdam, p. 3-14. ,2009; 66: 382-9.
McKha~ G, Drachman D, Folstein M, Katzman R, Price D,
Standlan EM. Clinical diagnosis of Alzheimer's disease: Re-
-
73. Fagan AM, Mintun MA, Mach RH, et al. Inverse relation
between in vivo amyloid imaging load and cerebrospinal fluid
port of the NINCDSADRDA Work Group under the auspices Abeta42 in humans. Ann Neurol. 2006; 59: 512-9.
of department of Health and Human Services Task Force on 74. Forsberg A, Engler H, Alrnkvist 0,et al. PET imagng of amy-
Alzheimer's disease. Neurology. 1984;34: 939-44. loid deposition in patients with mild cognitive impairment.
Roman GC, Tatemichi TK, Erkinjuntti T, et al. Vascular Neurobiol Aging. 2008; 29: 1456-65.
dementia: Diagnostic criteria for research studies. Report 75. Mattsson N, Zetterberg H. Future screening for incipient
of the NINDS-AIREN International Workshop. Neurology Alzheimer's disease - the influence of prevalence on test
,1993; 43: 1194-8. performance. Eur Neurol. 2009; 62: 200-3.
Reisberg B, Ferris SH, De Leon MJ, Crook T. The Global 76. Hinton DR, Sadun AA, Blanks JC, Miller CA. Optic-nerve
Deterioration Scale for assessment of primary degenerative degeneration in Alzheimer's disease. N Engl J Med 1986;
disease. Am J Psychiatr. 1982; 137: 1136-9. 315: 485-487.
Mendez MF, Cherrier MM, Meadows RS. Depth perception in 77. Wostyn P, KAudenaert K, De Deyn PP. Alzheimer's disease and
Alzheimer's disease. Percept Mot Skills. 1996; 83: 987-995. glaucoma: Is there a causal relationslup? Br J Ophthalmol.
Trick GL, Trick LR, Morris P, Wolf M. Visual field loss in 2009; 93:1557-9.
senile dementia of the Alzheimer's type. Neurology. 1995; 78. Rizzo JF, 3rd, Cronin-Golomb A, Growdon JH, et al. Retino-
45: 68-74. calcarine function in Alzheimer's disease: a clinical and
Green J, Morris JC, Sandson J, McKeel DWJr, Miller JW. Pro- electrophysiological study. Arch Neurol1992; 49: 93-101.54.
gressive aphasia: a precursor of global dementia?. Neurology Armstrong RA. Visual field defects in Alzheimer's disease
1990; 40: 423-9. patients may reflect differential pathology in the primary
61. Gustafson L, Brun A, Johanson A, Passant U and Reisberg visual cortex. Optom Vis Sci 1996; 73: 677-682.
J. Early clinical manifestations and course of Alzheimer's 79. Armstrong RA. Visual field defects in Alzheimer's disease
disease related to regional cerebral blood flow and neuro- patients may reflect differential pathology in the primary
pathology. In: Iqbal K, Mortimer JA, Windblad B and visual cortex. Optom Vis Sci 1996; 73: 677-682.
Wisniewski HM (Eds.). Research Advances in Alzheimer's 80. Goldstein LE, Muffat JA, Chemy RA. Cytosolic beta-amyloid
disease and related disorders. John Wiley & Sons, Chichester deposition and supranuclear cataracts in lenses from people
1995: p. 209-218. with Alzheimer's disease. Lancet 2003; 361:1258-1265.
62. McKeith IG, Bartholomew PH, Irvine EM, et al. Single pho- 81. Berisha F, Feke GT, Trempe CL, McMeel JW, Schepens CL.
ton emission computerized tomography in elderly patients Retinal Abnormalities in Early Alzheimer's Disease. Invest
with Alzheimer's disease and multi-infarct dementia. Br J Ophthal Visual Science 2007; 48: 2285-9.
Psycluatry 1993; 163: 597-603. 82. Donnelly RJ, Friedhoff AJ, Beer B, Blume AJ, Vitek MP.
63. Hulstaert F, Blennow K, Ivanoniu A, et al. Improved discrimi- Interleukin-1 stimulates the beta-amyloid precursor protein
nation of ADpatients using P-amyloid (1-42)and tau level in promoter. Cell Mol Neurobiol1990; 10: 485-95.
CSF. Neurology. 1999; 52: 1555-62. 83. Kawas CH, Corrada MM, Brookmeyer R, et al. Visualmemory
64. Growdon JH. Advance in the diagnosis of Alzheimer's predicts Alzheimer's disease more than a decade before di-
disease. In: Iqbal K, Mortimer JA, Windblad Band Wisniewski agnosis. Neurology 2003; 60:1089-93.
HM (eds.). Research Advances in Alzheimer's disease and 84. Salehi A, Lucassen PJ, Pool CW, Gonatas NK, Ravid R, Swaab
related disorders. John Wiley & Sons, Chichester. 1995; p. DF. Decreased neuronal activity in the nucleus basalis of
139-153. Meynert in Alzheimer's disease as suggested by the size of
65. Duykaerts C, Delaere P, Hauw JJ,et al. Rating of the lesions in the Golgi apparatus. Neurosci 1994; 59: 871-80.
senile dementia of the Alzheimer type: concordance between 85. Swaab DF, Grundke-Iqbal I, Iqbal K, Kremer HPH, Ravid
laboratories. J Neurol Sci. 1990; 97: 295-323. R, Van de Nes JAP. Tau and ubiquitin in the human hypo-
66. Mirra SS, Heyman A, McKeel D, Sumi SM, et al. The Consor- thalamus in aging and Alzheimer's disease. Brain Res 1992;
tium to Establish a Registry for Alzheimer's disease (CERAD) 590: 239-49.
Part 11. Standarization of the Neuropathologic assessment of 86. de Craen A.J., Gussekloo J.,Vrijsen B., et al. Meta-analysis of
Alzheimer's disease. Neurology. 1991; 41: 479-486. nonsteroidal antiinflammatory drug use and risk of dementia.
67. Ble~ow K, Hampel H, Weiner M, Zetterberg H. Cerebrospi- Am J Epidemiol2005; 161:114-120.
nal fluid and plasma biomarkers in Alzheimer disease. Nat 87. Douglas W, Lih-Fen L. Anti-inflammatory and Immune
DASAR-DASAR I L M U PENYAKIT DALAM

Therapy for Alzheimer's Disease: Current Status and Future pezil Study Group. Arch Intern Med 1998; 158: 1021-31.
Directions. Current Neuropharmacol2007; 5: 232-4?. 107. MendezMF, Younesi FL, Perryman KM.Use of donepezil for
88. in t'Veld B, Ruitenberg A, Hofman A, et al. Nonsteroidal vascular dementia: preliminary clinical experience.J Neurop-
anti-inflammatory drugs and the risk of Alzheimer's disease. sychiatry Clin Neurosci 1999; 11: 268-70.
N Engl J Med 2001; 345:1515-21. 108. Hashimoto M, Kazui H, Matsumoto K, Nakao Y, Yasuda M,
89. SzekelyCA, Green RC, Breitner JC,et al. No advantage 3f A beta Mori E. Does donepezil treatment slow the progression of
42-lowering NSAIDs for prevention of Alzheimer dementia hippocampal atrophy in patients with Alzheimer's disease?.
in six pooled cohort studies. Neurology 2008; 70: 2291-8. Am J Psychiatry 2005; 162: 676-82.
90. Hoozemans JJ, Veerhuis R, Rozemuller AJ, Eikelenjoom P. 109. Rosler M, Anand R, Cicin-Sain A, et al. Efficacy and safety
Non-steroidal anti-mflammatory drugs and cyclooxygenase of rivastigmine in patients with Alzheimer's disease: intema-
in Alzheimer's disease. Curr Drug Targets 2003; 4: 461-8. tional randomized controlled trial. BMJ 1999; 318: 633-8.
91. Jantzen PT, Connor KE, DiCarIo G, et al. M~croglialactiva- 110. Mesulam MM, Geula C. Butyrylcholinestrasereactivity differ-
tion and beta -amyloid deposit reduction caused by a nitric entiates the amyloid plaques of aging from those of dementia.
oxide-releasing nonsteroidal anti-inflammatory drug in Ann Neurol1994; 36: 722-7.
amyloid precursor protein plus presenilin-1 transgenic mice. 111. Grossberg GT, Stahelin HB, Messina JC, h a n d R, Veach J.
J Neurosci 2002; 22: 2246-54. Lack of adverse pharmacodynamic drug interactions with
92. Danysz W, Parsons CG, Mobius HJ, Stoffler A. Neuroprotec- rivastigmine and twenty-two classes of medications. Int J
tive and symptomatological action of memantine relevant for Geriatr Psychiatry 2000; 15: 242-47.
Alzheimer's disease - a unified glutamatergic hypothesis on 112. Corey-Bloom J, h a n d R, Veach J. A randomized trial evaluat-
the mechanism of action. Neurotoxicity Res 2000; 2: 85-97. ing the efficacyand safety of ENA 713 (rivastigmine tartrate)
93. Wenk GL, Danysz W and Mobley SL. MK-801, memantine a new acetylcholinesterase inhibitor, in patients with mild to
and amantadineshow neuroprotective activity in thC nucleus moderately severe Alzheimer's disease. In t J Geriatr Psychop-
basalis magnocellularis. Eu J Pharmac Env Tox Pharmacol harmaco11998; 1: 55-65.
1995; 293: 267-70 113. Maelicke A. Allosteric modulations of nicotinic receptors as a
94. Hampel H, Blennow K, Shaw LM, Hoessler YC, Zetterberg treatment strategy for Alzheimer's disease. Dementia Geriatr
H, Trojanowski JQ. Total and phosphorylated tau protein Cogn Disord 2000; (Supp):Sl: 11-8.
as biological markers of Alzheimer's disease. Exp Gerontol 114. Newhouse PA, Potter A, Levin ED. Nicotinic system involve-
2010; 45: 30-40. ment in Alzheimer's and Parkinson's diseases : implications
95. TrojanowskiJQ, Schuck T, Schmidt ML, Lee VM. Distribution for therapeutics. Drugs and Aging 1997; 11:206-28.
of tau proteins in the normal human central and peripheral 115. NewhousePA, KeltonM. Nicotinic systems incentral nervous
nervous system. J Histochem Cytochem 1989; 37: 209-15. system disease : degenerative disorders and beyond. Pharm
96. Lovestone S, Reynolds CH. The phosphorylation of tau: a acta Helv 2000; 72: 91-101.
critical stage in neurodevelopment and neurodegenerative 116. Alkondon M, Rocha ES, Maeliecke A and Albuquerque EX.
processes. Neuroscience 1997; 78: 309-24. Diversity of nicotinic acetylcholine receptors in rat brain.
97. El Khoury J, Toft M, Hickman SE, Means TK, Terada K, Geula a-Bungarotoxin-sensitivenicotinic receptors in olfactorybulb
C, Luster AD. Ccr2 deficiency impairs microglial accumula- neurons and presynaptic modulation of glutamate release. J
tion and accelerates progression of Alzheimer-like disease. Pharmacol Exp Ther 1996; 278: 1460-71.
Nat Med 2007; 13: 432-8. 117. Santos MD, Alkondon M, Pereire EFR, et al. The nicotinic
98. Weiner HL, Frenkel D. Immunology and immunotl-ierapyof allosteric potentiating ligand galantamine facilitates synaptic
Alzheimer's disease. Nat Rev Immunol2006; 6: 4-04-16, transmission in the mammalian central nervous system. Mol
99. Streit WJ. Microglia and neuroprotection: implications for Al- Pharmacol2002; 61: 1222-34.
zheimer's disease. Brain Res Brain Res Rev 2005; 481 234-9. 118. Perry EK, Morris CM, Court JA, et al. Alteration in nicotinic
100. Morgan D. Immunotherapy for Alzheimer's Disease (Key binding sites in Parkinson's disease, Lewy body dementia and
Symposium). J Intern Med 2011; 269: 54-63. Alzheimer's disease : possible index of early neuropathology.
101. Swaab DF, Grundke-Iqbal I, Iqbal K, Kremer HPH, Ravic Neuroscience 1995; 64: 385-95.
R, Van de Nes JAP. Tau and ubiquitin in the human hypo- 119. Schrattenholz A, Pereira EFR, Roth U, et al. Agonist responses
thalamus in aging and Alzheimer's disease. Brain Res 1992.: of neuronal iucotuuc acetyl choline receptors are potentiated
590: 239-49. by a novel class of allosterically acting ligands. Mol Pharmacol
102. Salehi A, LucassenPJ, Pool CW, Gonatas NK, Ravid R, Swaab 1996; 49: 1-6.
DF. Decreased neuronal activity in the nucleus bhsalis of 120. Danysz W, Parsons CG, Mbbius HJ, Stbffler A. Neuroprotec-
Meynert in Alzheimer's disease as suggested by the size of tive and symptomatological action of inemantine relevant for
the Golgi apparatus. Neurosci 1994; 59: 871-80. Alzheimer's disease - a unified glutamatergic hypothesis on
103. Katzman R. Education and prevalence of dementia and Al- the mechanism of action. Neurotoxicity Res 2000; 2: 85-97.
zheimer's disease. Neurology 1993; 43: 13-20. Ott A,Breteler 121. Lipton SA, Rosenberg PA. Excitatory amino acids as final
MMB, Van Harskamp F, et al. Prevalence of Alzheimer's common pathway for neurologic disorders. N Eng J Med
disease and vascular dementia association with education 1994; 330: 613-622.
The Rotterdam study. BMJ 1995;310: 970-3. 122. Reisberg B, Doody R, Stoeffler A, Schmitt F, Ferris S, Moebius
104. Terry RD, Katzman R. Senile dementia of the Alzheimer HJ. Memantine in moderate-to-severe Alzheimer's disease.
type: defining a disease. In: Bick KL, Katzman R, Terry RE NEngl J Med 2003; 348: 1333-41.
(Eds). Alzheimer Disease. Raven Press Ltd. New York 1994- 123. Jonsson L. Cost-effectiveness of memailtine for moderate to
pp.51-84. severe Alzheimer's disease in Sweden. Am J Geriat Pharma-
105. Rogers SL, Friedhoff LT. The efficacy and safety of dcnepezil cother 2005; 3: 77-86.
in patients with Alzheimer's disease: results of US multi cen- 124. Eikelenboom P, Zhans SS, Van Gool WA, Allosp D. Inflamma-
tre randomized, double-blind, placebo controlled trial. The tory mechanisms in Alzheimer's disease. Trends Pharmacol
donepezil Study Group. Dementia 1996; 7: 293-03. Sci 1994; 15: 447-50.
106. Rogers SL, Doody RS, Mohs RC, Friedhoff LT. Donepezil 125. McGeer PL, McGeer EG. The Inflammatory response system
improves cognition and global function in Alzheimer disease: of brain: implications for therapy of Alzheimer and other
a 15week, double-blind, placebo controlled study. Tke done- neurodegenerative disease. Brain Res 1995; 21: 195-218.
NEUROSAINS DAN PENYAKIT ALZHEIMER

126. Irizarry MC and Hyman BT. Brain isoprostanes. A marker disease. Behav Brain Res 1995a; 67: 211-21.
of lipid peroxidation and oxidative stress in AD. Neurology 145. Scherder EJA, Bouma A, Steen AM, Swaab DF. Peripheral
2003; 61: 436-7. stunulationin Alzheimer'sdsease a meta-analysis. Alzheimer's
127. Floyd RA. Antioxidants, oxidative stress, and degenerative Research 1995; 1: 183-4.
neurological disorders. Proc Soc Exp Biol Med 1999; 222: 146. Mishima K, Okawa M, Hishikawa Y, et al. Morning bright
23645. light therapy for sleep and behaviors in elderly patients with
128. Peny G, Nonomura A, Hirai K, et al. Is oxidative damage dementia. Acta Psychiat Scand 1994; 89: 1-7.
the fundamental pathogenic mechanism of Alzheimer's and 147. Van Someren EJW, Minniran M, Swaab DF. Non-pharmaco-
other neurodegenerative diseases?. Free Radic Biol Med logical t r e a l e n t of sleep and wake disturbances in aging and
2002; 33: 1475-9. Alzheimer's disease: chronobiological perspectives. Behav
129. Smith CD, Carney JM, Stake-Reed PE, et al. Excess brain Brain Res 1993; 57: 235-53.
protein oxidation and enzyme dysfunction in normal aging
and Alzheimer disease. Proc Nat Acad Sci USA 1991; 88:
10540-3.
130. Behl C, Davis JB, Cole GM, Schubert D. Vitamin E protect
nerve cells from amyloid beta protein toxicity. Biochem
Biophys Res Commun 1992; 186: 944-50.
131. Multhaup G, Schliksupp A, Hesse L, et al. The amyloid
precursor protein of Alzheimer's disease in the reduction of
copper (11) to copper (I). Science 1996; 271: 1406-9.
132. Thomas T, Thomas D, McLendon C, Sutton T, Mullan M.
P-Amyloid-mediated vasoactivity and vascular endothelial
damage. Nature 1996; 380: 168-71.
133. Irizarry MC and Hyman BT. Brain isoprostanes. A marker
of lipid peroxidation and oxidative stress in AD. Neurology
2003; 61: 436-7.
134. McGeer PL, McGeer EG. The Inflammatory response system
of brain: implications for therapy of Alzheimer and other
neurodegenerative disease. Brain Res 1995; 21: 195-218.
135. Morris M, Beckett L, Scheer P, et al. Vitamin E and vitamin
C supplement use and risk of incident AD. Alzheimer Dis
Assoc Disord 1998; 12: 121-6.
136. Gillis JC, Benefield P, McTavish D. Idebenone. A review of
its pharmacodynamic and pharmacokinetic properties, and
therapeutic use in age -related cognitive disorders. Drugs
Aging 1994; 5: 133-52.
137. Nitta A, Hasegawa T, Nabeshima T. Oral administration of
idebenone, a stimulator of NGF synthesis, recovers reduced
NGF content in aged rat brain. Neurosci Lett 1993; 1163:
219-22.
138. Nitta A, Murakami Y, Furukawa Y, et al. Oral administration
of idebenone induced nerve growth factor in the brain and
improves learning and memory in basal forebrain-lesioned
rat. Naunyn Schmiedebergs Arch Pharmacol 1994; 349:
401-7.
139. Beal MF. Coenzyme Q,, as potential treatment for neurode-
generative disease. The first Conference of the International
Coenzyme Q,, Association. Boston USA, May 21-24, 1998,
Abstract, p. 52-3.
140. 140. Leuner K, Kurz C, Guidetti G, Orgogozo JM, Miiller
WE. Improved Mitochondria1 Function in Brain Aging and
Alzheimer Disease - the New Mechanism of Action of the
Old Metabolic Enhancer Piracetam Front Neurosci 2010; 4:
44-60.
141. Benegovh 0. Neuropathobiology of senile dementia and
mechanism of action of nootropic drugs. Drugs Aging 1994;
4: 285-303.
142. Croisile B, Trillet M, Fondarai J, et al. Long-term and high-
dose piracetam t r e a l e n t of Alzheimer's disease. Neurology
1993; 43: 301-5.
143. Scherder EJA, Bouma A, Steen AM. Effects of simultaneously
applied short-term transcutaneus electrical nerve stimulation
and tactile stimulation on memory and affective behavior of
patients with probable Alzheimer's disease. Behav Neurol
1995; 8: 3-13.
144. Scherder EJA, Bouma A, Steen AM. Effects of short-term
transcutaneus electrical nerve stimuIation on memory and
affective behavior of patients with probable Alzheimer's
PSIKONEUROIMUNOENDOKRINOLOGI
E. Mudjaddid, Hamzah Shatri, R. Putranto

Sistem saraf otonom-vegetatif memiliki fungsi mengatur menemukan bahwa imunosupresi dapat terjadi akibat
dan mempertahankan homeostasis terhadap gangguan perubahan tingkah laku. Sejak itu diperkenalkan istilah
yang mungkin timbul baik akibat faktor lingkungan, psikis psikoneuroimunologi.
atau terhadap penyakit. Sistem saraf otonom-vegetatif Baik psikoneuroendokrinologi maupun psiko-
terdiri atas sentra-sentra vegetatif di korteks serebri, neuroimunologi merupakan suatu rangkaian proses yang
mesensefalon dan diensefalon, nuklei vegetatif di medula terkait satu sama lain sehingga kemudian dikenal istilah
oblongata, medula spinalis dan ganglia parasimpatik psikoneuroimunoendokronologi.
di saraf perifer. Serat saraf simpatik dan parasinpatik
memasuki sistem organ perifer. Sistem limbik yang
berperan dalam integrasi emosi berhubungan dmgan PSIKONEUROENDOKRINOLOGI
hipotalamus sebagai pusat sistem saraf otonom-vegetatif
dan berhubungan dengan sistem lain seperti korteks Neurosekresi sebagai dasar neuroendokrinologi ialah
serebri sebagai pusat intelektualitas, formasio retikularis kemampuan sel-sel neuron tertentu yang berada di
yang mengatur kesadaran dan irama tidur serta hipofisis hipotalamus dan hipofisis untuk mengeluarkan zat-zat
sebagai pusat endokrin. Jadi terdapat hubungan antara sekresi yang memiliki sifat-sifat hormon, kemudian
pusat vegetatif, kesadaran dan endokrin yang saat ini mengalirkan zat-zat tersebut ke organ-organ sasaran
dikenal sebagai psikoneuroendokrinologi. melalui darah. Sel-sel peptidergis di hipotalamus
Psikoneuroendokrinologi meneliti perubahan sistem dipengaruhi oleh sel-sel otak yang lain, sebagai lazimnya,
endokrin yang disebabkan oleh stres psikis. Bekmerapa melalui berbagai jenis transmiter di sinaps. Sistem
penelitian baik pada binatang maupun pada manusia neurosekresi terpenting berada di neuro-hipofisis (lobus
membuktikan bahwa stres psikis ataupun perubahan emosi posterior) dan adenohipofisis (lobus anterior).
dapat mempengaruhi fungsi sistem hormonal misalnya Hipofisis posterior berisi vasopresin dan oksitosin,
peningkatan produksi katekolamin, bertambahnya yang dibuat di hipotalamus kemudian dialirkan melalui
sekresi Adrenocorticotropin hormone (AC'TH) yang neuro-sekresi ke hipofisis posterior.
mengakibatkan bertambahnya sekresi steroid dari kxteks Hipofisis anterior menyimpan ACTH, STH, TSH, LH
anak ginjal, kenaikan produksi hormon pertumtluhan, dan prolaktin. Sekresi hormon-hormon ini dikontrol
prolaktin dan sebagainya, ataupun sebaliknya produksi oleh hipotalamus dengan mengalirkan hormon-hormon
hormon bukan meningkat tetapi menurun. Dikenal hipofisiotrop dari hipotalamus ke hipofisis anterior.
juga istilah somatopsikis psikosomatik, yaitu terjadinya Hormon-hormon hipofisiotrop ialah: TRH, luteotrop
perubahan-perubahan fungsi psikis pada hampir semua releasing hormone, growth hormone releasing hormone,
penyakit endokrin seperti terjadinya kecemasan pada GNRH, dan sebagainya.
hipertiroidisme atau sebaliknya terdapat gejala-gejala Stres psikis mempengaruhi fungsi endokrin,
depresi pada pasien hipotiroid. telah dikemukakan oleh Cannon. Stimulasi emosional
Dalam ilmu kedokteran psikosomatik, paradigma baru menimbulkan perubahanfisiologis melalui sistem endokrin,
mengenai mind-body connection (hubungan psik s dan yaitu kelenjar adrenal. Dalam keadaan stimulasi yang hebat,
fisik), berkembang sejak Cohen dan Adler pada tahun 1975 pada aktivitas fisis (latihan), keadaan demam atau infeksi,
PSIKONEURO IMUNOENDOKRINOLOGI

pola reaksi tersebut rnulai bekerja. Akibatnya tercapailah hubungan antara sistem stres, sistern saraf (otonorn),
kompleks penyesuaian yang luas dan terintegrasi, yang sisterr irnun serta sistern endokrin, sehingga lebih tepat
rnenggerakkan surnber energi badan dengan rnelibatkan disebut sebagai psikoneuroirnunoendokrinologi. Respons
sistern saraf otonorn dan sistern endokrin. irnun dipengaruhi secara kirniawi oleh sistem saraf dan
Pola yang dilukiskan Cannon ini, bersifat adaptif, karena endokrin. Sebaliknya sistern endokrin dapat dipengaruhi
seringkali timbul dalam keadaan darurat, keadaan luka-luka oleh sistem imun secara kimiawi melalui zat kirnia yang
dan sebagainya untuk rnenyiapkan organisme rnengatasi disekresikan oleh sistern irnun. Hubungan antara stres,
situasi-situasi tersebut. Perubahan-perubahanyang terjadi sisterr adrenergik dan neuron di otak adalah suatu jaringan
sebagian besar mengenai sistern kardiovaskular, respirasi, yang terjadi melalui komunikasi psikologis dan neurologis
kelenjar-kelenjar dan sistem-sistem lain. Dasar pola adaptif (gambar 1).Telah lama diketahui bahwa perubahan pada
ini ialah sekresi kelenjar adrenal (suatu hormon), yang sistem adrenergik berperan dalarn terjadinya depresi
memperkuat dan mempertahankan reaksi emergensi, akibat stres. Hubungan antara sistem saraf pusat (SSP),
yang biasanya digerakkan terutama oleh sistem saraf endokrin dan imun sangat kompleks.
sirnpatik. Kelenjar adrenal bekerja sarna dengan sistern Hubungan SSP dengan locus ceruleus (LC) dalam
saraf sirnpatik rnelaksanakan pola respons fisiologis yang berkomunikasi terjadi lewat 40.000 neuron melalui
adaptif tersebut sehingga terjadi keadaan sirnpatikotoni. hipokarnpus, arnigdala dan lobus lirnbik yang berperan
Pola adaptif yang rnerupakan reaksi darurat sistem dalarn afek perasaan dan emosi serta berhubungan
saraf sirnpatis ialah: l).Produksi epinefrin (adrenalin) oleh dengan korteks serebral yang rnernpengaruhi kognisi. LC
kelenjar adrenal yang kernudian rnasuk aliran darah; 2). terletak bilateral pada dorsal pons didekat dasar ventrikel
Epinefrin rnelepaskan glikogen di hati, kernudian berubah keern3at, dan rnerupakan surnber utarna norepinefrin (NE).
menjadi karbohidrat, rnasuk ke dalarn aliran darah hingga LCjuga rnernpengaruhi doparnin, asetilkolin dan serotonin.
rneningkatkan kadar glukosa darah. Hal itu dibutuhkan Jaringan LC rnempengaruhi hormon lewat hipotalarnus.
untuk rnetabolisrne energi; 3). Bronkioli paru melebar, Sistern lirnbik (ernosi), hipotalarnus (horrnon)
hingga pernapasan dan arnbilan oksigen lebih sempurna; dan frontal korteks (pikiran abstrak dan afek) saling
4). Irarna jantung dan curah jantung naik, hingga sirkulasi berhubungan. Neuropeptida yang rnernpengaruhi emosi
darah rneningkat. Hal itu dibutuhkan untuk suatu kerja (enkefalin dan b-endorphin) dilepas dari hipotalarnus
fisik. 5). Vasodilatasi perifer, hingga darah dialirkan lebih sedangkan hipofisis dan kelenjar adrenal rnengawasi
banyak ke otot-otot perifer dan fungsi rnotorik menjadi rnigrasi monosit sel irnun. Monosit ini akan berubah
optimal. rnenj3di rnakrofag bila rneninggalkan sirkulasi rnenuju
Pengetahuan kita rnengenai faktor-faktor psikis yang jaringan target untuk fagositosis.
rnenirnbulkan penyakit endokrin rnasih sangat sedikit. Sel sekretoris di hipotalamus dirnodulasi oleh persepsi
Gangguan psikis yang sangat berat sekalipun, rnisalnya stres, kernudian rnelepaskan neuropeptida ke hipofisis dan
psikosis akut, belum diketahui menirnbulkan reaksi bagian lain di otak. Pesan ini rnernodulasi pengeluaran
endokrin yang jelas walaupun anatornis sel-sel peptidergis beberapa horrnon seperti adrenocorticotropin (ACTH),
dapat dipengaruhi oleh rangsang-rangsangpsikis melalui yang rnengaktifkan kortikosteroid di korteks adrenal.
sel-sel neuron bagian otak yang lain. Beberapa penyakit Secara bersarnaan, neuron di hipotalarnus rnernbangkitkan
endokrin yang sangat dipengaruhi faktor psikis rnernegang sistern saraf simpatis pada saat stres dan dilepasnya
peranan penting antara lain adalah hipertiroidisrne, katekolarnin dari rnedula adrenal. Reseptor neuropeptida
diabetes rnelitus, anoreksia nervosa dengan arnenorea juga diternukan pada sel irnun. Sel irnun rnernpunyai
fungsional, sindrorn Cushing dan obesitas. kernernpuan belajar, rnengingat kernbali dan rnernproduksi
Sebaliknya, berrnacarn-rnacarn horrnon perifer neuropeptida lebih lanjut. Selain itu astrosit dapat
rnernpengaruhi pusat saraf seperti hipotalarnus dan rnenjadi perantara suatu respons irnun di otak. Sitokin
sistern limbik, yang rnerupakan pusat sistern saraf otonorn, suatu protein yang rnempengaruhi proliferasi lirnfosit
sehingga dapat dirnengerti rnengapa setiap penyakit juga rnernpengaruhi otak rnelalui kornpleks reseptor.
endokrin dapat rnenirnbulkan gejala-gejala psikopatologis. Jadi 3danya gangguan satu sistem akan rnernpengaruhi
Tidak jarang gejala-gejala psikis pada suatu penyakit sistern yang lain.
endokrin lebih berat dari pada rnanifestasi gangguan
keseirnbangan horrnonalnya sendiri.
EFEK STRES TERHADAP SISTEM I M U N D A N
PROSES INFLAMASI
PSIKONEUROIMUNOLOGI
Aktifasi aksis Hypothalamic-pituitary-adrenal (HPA) oleh
Konsep utarna psikoneuroirnunologi adalah konsep stres akan rnenyebabkan pengharnbatan pada respons
82 DASAR-DASAR ILMU PENYAW DALAM

Fungsi
Neuroendokrin

dengan variabel Psikososial lmunitas Penyakit


(IL-I, IL-6, TNF-a)

Garnbar 1. Hubungan fungsi psikoneuroirnunoendokrin dengan stresor psikososial

imun inflamasi, karena seluruh komponen sistem imun sirkulasi sistemik. Aktivitas LL-6 dihambat oleh sekresi
dihambat oleh kortisol. Pada tingkat selular, terjadi glukokortikoid dan melalui penekanan sekresi TNF-a, dan
gangguan pada fungsi dan lalu lintas lekosit, penurunan IL-1 yang berperan penting dalam kontrol inflamasi.
produksi sitokin dan mediator inflamasi lainnya. Hambatan Garnbaran umum konsep psiko-neuro-imuno-
tersebut terhadap organ target terjadi rnelalui efek endokrinologi ini lebih mernudahkan dalam mernahami
antiinflamasi dan imunosupresi sebagai akibai: efek gangguan psikosomatik pada penyakit endokrin rnaupun
hormon glukokortikoid. Efek ini terjadi saat istirahat [basal) pada penyakit-penyakit inflarnasi.
dan selama stres inflarnasi, saat konsentrasi glukokortikoid
rneningkat.
Hubungan yang luas antara anatomi, kirniawi dan REFERENSI
molekular menyebabkan terjadinya komunikasi tidak
hanya diantara mereka, tetapi juga antara sistern imun Ader R, Cohen N. Behaviorally conditioned immunosupression.
Psychosom Med. 1975 ;37:333-40.
dan endokrin. Sistem adreno-medular atau eferen
Assaad G. Psychosomatic disorder, theoritical and clinical aspect.
simpatis berperan penting dalam interaksi aksis HFA dan Brunner/Mazel, Inc. 1996 :p29.
stres imun atau stres inflarnasi, seperti hubungan antara Budihalim S, SukatmanD. Ketidakseimbanganvegetatg, in Buku
sistern Corticotropin Releasing Hormon (CRH), transmisi ajar Ilmu Penyakit Dalam I1 edisi 3, Suyono S et a1 (eds). BP
humoral, sinyal saraf, dan organ limfoid melalui tempat FKUI, Jakarta, 2001.
inflamasi pada neuron simpatis postganglion. Sel imun Chrousos GP, Gold PW. The concept of stress and stress system
disorders : overview of physical and behavioral homeostasis.
dan asesori sel irnun rnemiliki reseptor untuk merespons
JAMA 1992 ;9:1244-152.
neurotransrniter, neuropeptida dan neuro-horrnor yang Herbert TB, Cohen S. Stress and immunity in humans : A meta-
disekresikan oleh neuron sirnpatis pascaganglion atau analytic review. Psychosom Med. 1993; 55:364-79.
medula. Sel mast diaktifasi oleh produk neurohorrnon Kaye et al. Stress, Depression, and Psychoneuroimmunology. J
seperi CRH. Hal ini menjelaskan stres akut menginduksi Neurosc Nurs 32: 93-100,2000.
O'Connor TM, Hlloran DJ, Shanal~anF. The stress response and
keadaan alergi seperti asma dan dermatitis atau penyakit
HPA-axis: from molecule to melancholia. Q J Med. 2000;
vaskular fungsional seperti sakit kepala migrain. 93:323-33 .
Sistem otonom dapat diaktifasi saat stres juga Watkins A. Mind-Body Medicine: A Clinician's Guide to
secara sistemik dapat terjadi pada irnun humoral Psychoneuro immunology. Churchill Livingstone, 1997.
dengan menginduksi sekresi interleukin6 (IL-6) ke Aalarn
IMUNOLOGI DASAR
Karnen Garna Baratawidjaja, Iris Rengganis

PENDAHULUAN waktu sebelum memberikan responsnya. Sistem tersebut


disebut nonspesifik, karena tidak ditujukan terhadap
Imunologi dasar pada tulisan berikut ini diuraikan dalam 3 mikroorganisme tertentu.
bab, yaitu sistem iImun, antigen dan antibodi, dan reaksi
hipersensitivitas. Pertahanan Fisik
Kulit, selaput lendir, silia saluran napas, batuk dan bersin
dapat mencegah berbagai kuman patogen masuk ke
SISTEM IMUN dalam tubuh. Kulit yang rusak misalnya oleh luka bakar
dan selaput lendir yang rusak oleh karena asap rokok akan
Keutuhan tubuh dipertahankan oleh sistem pertahanan meningkatkan risiko infeksi.
yang terdiri atas sistem imun nonspesifik (natural/innate)
dan spesifik (adaptive/acquired). Komponen-komponen Pertahanan Larut
sistem imun nonspesifik dan spesifik terlihat dalam
gambar 1. Pertahanan Biokimia. Bahan yang disekresi mukosa
saluran napas, kelenjar sebaseus kulit, kelenjar kulit,
telinga, spermin dalam semen merupakan bahan yang
SISTEM IMUN NONSPESIFIK berperan dalam pertahanan tubuh. Asam hidroklorik
dalam cairan lambung, lisosim dalam keringat, ludah,
Sistem i m u n nonspesifik merupakan pertahanan air mata dan air susu dapat melindungi tubuh terhadap
tubuh terdepan dalam menghadapi serangan berbagai kuman Gram positif dengan jalan menghancurkan dinding
mikroorganisme, karena sistem imun spesifik memerlukan kuman tersebut. Air susu ibu mengandung pula laktoferin

- Kulit Biokirnia - Fagosit Sel B -Sel T


- Selaput lendir - Lisozirn(keringat) - Mononuklear - IgD - Thl
- Silia - Sekresi sebaseus - Pol~rnorfonuklear - IgM - Th2
- Batuk - Asarn larnbung - Sel NK - IgG - TsTTrTTh?
- Bersin - Laktoferin - Sel mast - IgE - Tdth
- Asarn neurarninik - basofil - IgA - CTLTTc

Gambar 1. Sistem Imun. NK= Natural Killer; Tdth = T delayed type hypersensitivity; CTLflc = Cytotoxic T Lymphocyte/
T cytotoxic/T cytolytic; Ts = T supresor; Tr = T regulator

83
DASAR-DASAR ILMU PENYAKIT DALAM

dan asam neuraminik yang mempunyai sifat antibakterial


terhadap E. coli dan stafilokok.
Lisozim yang dilepas makrofag dapat menghancurkan
kuman negatif-Gram dengan bantuan komplemen.
Laktoferin dan transferin dalam serum dapat mengikat zat
besi yang dibutuhkan untuk hidup kuman pseudomonas
(Gambar 2).

Organisme penyebab infeksi Pertahanan

Udara
Virus
n
Bakleri Mata dan Daral
Jamur ?
!': L~soz~m Gambar 3. Fungsi Komplemen
Makanan dan air -
2 IgA
Virus
Bakteri
Jamur Interferon. Interferon adalah suatu glikoprotein yang

-
Protozoa Saluran napas
Cacing mukus
s~lla
dihasilkan berbagai sel manusia yang mengandung
Kullt nukleus dan dilepas sebagai respons terhadap infeksi
Bakteri
Jamur
Kulit
Asani Lemak
virus. Interferon mempunyai sifat antivirus dengan
Protozoa
Caclng
jalan menginduksi sel-sel sekitar sel yang telah
Lambuhg terserang virus tersebut. Di samping itu, interferon

-
pH akam
dapat pula mengaktifkan n a t u r a l k i l l e r c e l l / sel
usus usus W K u n t u k m e m b u n u h virus dan sel neoplasma
Virus Pept~da
Bakteri ant~baktertal (Gambar 4).
Protozoa
Cacing Urine
pH asam
- - - -

Gambar 2. Pertahanan eksternal tubuh

Udara yang kita hirup, kulit dan saluran cerna,


mengandung banyak mikroba, biasanya berupa bakteri
dan virus, kadang jamur atau parasit. Sekresi kulit yang
bakterisidal, asam lambung, mukus dan silia di saluran
napas membantu menurunkan jumlah mikroba yang Sel resisten
masuk tubuh, sedang epitel yang sehat biasanya dapat
mencegah mikroba masuk ke dalam tubuh. Dalam darah
dan sekresi tubuh, enzim lisosom membunuh banyak
bakteri dengan mengubah dinding selnya. IgA juga
merupakan pertahanan permukaan mukosa.
Pertahanan Humoral

Komplemen. Komplemen mengaktifkan fagosit dan


membantu destruksi bakteri dan parasit dengan jalan
opsonisasi (Gambar 3). Gambar 4. Fungsi sel NK

1. Komplemen dapat menghancurkan sel membran


banyak bakteri (C8-9)
Sel NK membunuh sel terinfeksi virus intraselular,
2. Komplemen dapat berfungsi sebagai faktor kemo-
sehingga dapat menyingkirkan reservoir infeksi.
taktik yang mengerahkan makrofag ke tempat bakteri
Sel NK memberikan respons terhadap IL-12 yang
(C5-6-7)
diproduksi makrofag dan melepas IFN-y yang meng-
3. Komplemen dapat diikat pada permukaan bakteri
aktifkan makrofag untuk membunuh mikroba yang sudah
yang memudahkan makrofag untuk mengenal
dimakannya.
(opsonisasi) dan memakannya (C3b, C4b).
Kejadian-kejadian tersebut di atas adalah fungsi C-Reactive Protein (CRP). CRP dibentuk tubuh pada
sistem imun nonspesifik, tetapi dapat pula terjadi atas infeksi. Peranannya ialah sebagai opsonin dan dapat
pengaruh respons imun spesifik. mengaktifkan komplemen (Gambar 5).
IMUNOLOGI DASAR 85

spesifik mempunyai kemampuan untuk mengenal benda


hfeks~#$ Perbaikan . yang dianggap asing bagi dirinya. Benda asing yang
pertama timbul dalam badan yang segera dikenal sistem
Titer imun spesifik, akan mensensitasi sel-sel sistem imun
CRP tersebut. Bila sel sistem tersebut terpajan ulang dengan
benda asing yang sama, yang akhir akan dikenal lebih
cepat dan dihancurkannya. Oleh karena itu sistem tersebut
diseb ~t spesifik.
hari Sistem imun spesifik dapat bekerja sendiri untuk
menghancurkan benda asing yang berbahaya bagi badan,
tetapi pada umumnya terjalin kerja sama yang baik antara
antibodi, komplemen, fagosit dan antara sel T-makrofag.
Komplemen turut diaktifkan dan ikut berperan dalam
menimbulkan inflamasi yang terjadi pada respons imun.

Sistem Imun Spesifik Humoral


Garnbar 5. C-Reactive Protein (CRP) Sistem imun spesifik humoral. Berperan dalam
sistem imun spesifik humoral adalah limfosit B atau
Pertahanan Selular sel B. Sel B tersebut berasal dari sel asal multipoten
Fagosit/makrofag, sel NK dan sel mast berperan dalam dalam sumsum tulang. Pada unggas sel asal tersebut
sistem imun nonspesifik selular. klerdiferensiasi menjadi sel B di dalam alat yang
Fagosit. Meskipun berbagai sel dalam tubuh dapat cisebut Bursa Fabricius yang letaknya dekat cloaca.
melakukan fagositosis, sel utama yang berperan pada F.ila sel B dirangsang benda asing, sel tersebut akan
pertahanan nonspesifik adalah sel mononuklear (monosit berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi sel plasma
dan makrofag) serta sel polimorfonuklear seperti neutrofil. yang dapat membentuk antibodi. Antibodi yang
Kedua golongan sel tersebut berasal dari sel hemopoietik dilepas dapat ditemukan di dalam serum. Fungsi
yang sama. utama antibodi ialah mempertahankan tubuh terhadap
Fagositosis dini yang efektif pada invasi kuman, akan infeksi bakteri, virus dan menetralisasi toksin.
dapat mencegah timbulnya penyakit. Proses fagositosis 2. Sistem imun spesifik selular. Berperan dalam sistem
terjadi dalam beberapa tingkat sebagai berikut: kemotaksis, imun spesifik selular adalah limfosit T atau sel T. Fungsi
menangkap, membunuh dan mencerna. sel T umumnya ialah:
- membantu sel B dalam memproduksi antibodi
Natural Killercell (sel NK). Sel NK adalah sel limfosit tanpa - mengenal dan menghancurkan sel yang ter-
ciri-ciri sel limfoid sistem imun spesifik yang ditemukan infeksi virus
dalam sirkulasi. Oleh karena itu disebutjuga sel non B non - mengaktifkan makrofag dalam fagositosis
T atau sel populasi ke tiga atau null cell. Morfologis, sel - mengontrol ambang dan kualitas sistem imun
NK merupakan limfosit dengan granul besar, oleh karena
itu disebut juga Large Granular LymphocyteAGL. Sel NK Sel T juga dibentuk dalam sumsum tulang, tetapi
dapat menghancurkan sel yang mengandung virus atau diferensiasi dan proliferasinya terjadi dalam kelenjar
sel neoplasma. Interferon mempercepat pematangan dan timus atas pengaruh berbagai faktor asal timus. Sembilan
meningkatkan efek sitolitik sel NK. puluh sampai sembilan puluh lima persen semua sel timus
tersebut mati dan hanya 5-10% menjadi matang dan
Sel mast. Sel mast berperan dalam reaksi alergi dan juga meninggalkan timus untuk masuk ke dalam sirkulasi dan
dalam pertahanan pejamu yang jumlahnya menurun kelenjar getah bening. Fungsi utama sistem imun selular
pada sindrom imunodefisiensi. Sel mast juga berperan ialah pertahanan terhadap mikroorganisme yang hidup
pada imunitas terhadap parasit dalam usus dan terhadap intraselular seperti virus, jamur, parasit dan keganasan.
invasi bakteri. Berbagai faktor nonimun seperti latihan Berbeda dengan sel B, sel T terdiri atas beberapa sel subset
jasmani, tekanan, trauma, panas dan dingin dapat pula seperti sel T naif, Thl, Th2, T Delayed Type Hypersensitivity
mengaktifkan dan menimbulkan degranulasi sel mast. (Tdth), Cytotoxic T Lymphocyte (CTL) atau T cytotixic atau T
cytolytic flc) dan T supresor (Ts) atau T regulator (Tr).

SISTEM IMUN SPESIFIK Sel T Naif (virgin). Sel T naif adalah sel limfosit yang
meninggalkan timus, namun belum berdiferensiasi,
Berbeda dengan sistem imun nonspesifik, sistem imun belum pernah terpajan dengan antigen dan menunjukkan
DASAR-DASAR I L M U PENYAKIT DALAM

molekul permukaan CD45RA. Sel ditemukan dalani organ makrofag dan sel inflamasi lainnya ke tempat terjadinya
limfoid perifer. Sel T naif yang terpajan dengan antigen reaksi hipersensitivitas tipe lambat.
akan berkembang rnenjadi sel Tho yang selanjutnya Atas pengaruh sitokin 1L-4, IL-5, IL-10, IL-13 yang
dapat berkernbang rnenjadi sel efektor T h l dan Th2 dilepas sel mast yang terpajan dengan antigen atau cacing,
yang dapat dibedakan atas dasar jenis-jenis sitokin yang Tho berkembang rnenjadi sel Th2 yang rnerangsang sel B
diproduksinya. Sel Tho rnemproduksi sitokin dari ke 2 jenis untuk meningkatkan produksi antibodi. Kebanyakan sel Th
sel tersebut seperti IL-2, IFN dan IL-4. adalah CD4' yang rnengenal antigen yang dipresentasikan
di permukaan sel APC yang berhubungan dengan rnolekul
Sel T CD4' (Thl dan Th2). Sel T naif CD4' rnasuk sirkulasi
MHC-11.
dan rnenetap di dalarn organ limfoid seperti kelenjar getah
bening untuk bertahun-tahun sebelurn terpajan dengan Sel T CD8' (Cytotoxic T Lymphocyte/ CTL / Tcytotoxic
antigen atau mati. Sel tersebut rnengenal antigen yang /Tcytolytic/Tc). Sel T CD8' naif yang keluar dari timus
dipresentasikan bersarna rnolekul MHC-I1 oleh APC dan disebut juga CTL/Tc. Sel tersebut rnengenal antigen yang
berkembang rnenjadi subset sel T h l atau sel Tdth (Delayed dipresentasikan bersarna rnolekul MHC-I yang ditemukan
Type Hypersensitivity) atau Th2 yang tergantung dari pada sernua sel tubuh yang bernukleus. Fungsi utarnanya
sitokin lingkungan. Dalarn kondisi yang berbeda dapat ialah menyingkirkan sel yang terinfeksi virus dengan
dibentuk dua subset yang berlawanan (Gambar 6). rnenghancurkan sel yang rnengandung virus tersebut.
IFN-y dan IL-12 yang diproduksi APC seperti makrofag Sel CTL/Tc akan juga rnenghancurkan sel ganas dan sel
dan sel dendritik yang diaktifkan rnikroba rnerangsang histoirnkompatibel yang rnenimbulkan penolakan pada
diferensiasi sel CD4' rnenjadi Thl/Tdth yang berperan transplantasi. Dalam keadaan tertentu, CTL/Tc dapat juga
dalarn reaksi hipersensitivitas larnbat (reaksi tipe 4 Gell rneng-hancurkan sel yang terinfeksi bakteri intraselular.
dan Coombs). Sel Tdth berperan untuk rnengerahkan I s t ~ l a hsel T inducer digunakan untuk menunjukkan
aktivitas sel Th dalarn rnengaktifkan set subset T lainnya.
Sel Ts (T supresor) atau sel Tr (T regulator). Sel Ts
(supresor) yang juga disebut sel Tr (regulator) atau Th3
berperan rnenekan aktivitas sel efektor T yang lain dan
APC sel B. Menurut fungsinya, sel Ts dapat dibagi rnenjadi sel
Ts spesifik untuk antigen tertentu dan sel Ts nonspesifik.
Tidak ada petanda unik pada sel ini, tetapi penelitian
menernukan adanya petanda molekul CD8'. Molekul CD4'
kadang dapat pula supresif.
Kerja sel T regulator diduga dapat mencegah respons
sel dendritik sel Thl. APC yang rnernpresentasikan antigen ke sel T naif
akan melepas sitokin IL-12 yang rnerangsang diferensiasi
sel T naif rnenjadi sel efektor Thl. Sel T h l rnernproduksi
IFN-y yang mengaktifkan makrofag dalarn fase efektor.
Sel T regulator dapat mencegah aktivasi sel T melalui
mekanisrne yang belurn jelas (kontak yang diperlukan
antara sel regulator dan sel T atau APC). Beberapa sel T
regulator melepas sitokin irnunosupresif seperti IL-10 yang
rnencegah fungsi APC dan aktivasi makrofag dan TGF-P
yang mencegah proliferasi sel T dan aktivasi rnakrofag.

ANTIGEN DAN ANTIBODI

Antigen
Antigen poten alamiah terbanyak adalah protein besar
dengan berat molekul lebih dari 40.000 dalton dan
kompleks polisakarida rnikrobial. Glikolipid dan lipoprotein
I
Sel hi Sel ~ h 2 dapat juga bersifat irnunogenik, tetapi tidak demikian
halnya dengan lipid yang dirnurnikan. Asarn nukleat dapat
Gambar 6. Diferensiasi Sel Naif CD4 Menjadi Thl dan Th2 bertindak sebagai irnunogen dalarn penyakit autoimun
IMUNOLOGI DASAR 87

tertentu, tetapi tidak dalam keadaan normal. 4. Pembagian antigen menurut sifat kimiawi
- Hidrat arang (polisakarida). Hidrat arang pada
Pembagian Antigen
umumnya imunogenik. Glikoprotein yang
1. Pembagian antigen menurut epitop
-
merupakan bagian permwkaan sel banyak
Unideterminan, univalen. Hanya satu jenis
mikroorganisme dapat menimbulkan respons
determinan/epitop pada satu molekul.
- Unideterminan, multivalen. Hanya satu jenis imun terutama pembentukan antibodi. Contoh lain
adalah respons imun yang ditimbulkan golongan
determinan tetapi dua atau lebih determinan
darah ABO, sifat antigen dan spesifisitas imunnya
tersebut ditemukan pada satu molekul.
- berasal dari polisakarida pada permukaan sel
Multideterminan, univalen. Banyak epitop yang
darah merah
bermacam-macam tetapi hanya satu dari setiap
- Lipid. Lipid biasanya tidak imunogenik, tetapi
macamnya (kebanyakan protein).
menjadi imunogenik bila diikat protein pembawa.
- Multideterminan, multivalen. Banyak macam
Lipid dianggap sebagai hapten, contohnya adalah
determinan dan banyak dari setiap macam pada
satu molekul (antigen dengan berat molekul yang sfingolipid
- Asam nukleat. Asam nukleat tidak imunogenik,
tinggi dan kompleks secara kimiawi). (Gambar 7).
tetapi dapat menjadi imunogenik bila diikat
protein molekul pembawa. DNA dalam bentuk
Jenis antigen Contoh heliksnya biasanya tidak imunogenik. Respons
7 imun terhadap DNA terjadi pada pasien dengan
Unideterminan Hapten Lupus Eritematosus Sistemik (LES)
univelan - Protein. Kebanyakan protein adalah imunogenik
dan pada umumnya multideterminan dan
Unideterminan Polisakarida univalen.
multivalen
Imunogen dan Hapten. Antigen yang juga disebut
Multideterminan Protein imunogen adalah bahan yang dapat merangsang respons
univalen

~~
imun atau bahan yang dapat bereaksi dengan antibodi
yang sudah ada tanpa memperhatikan kemampuannya
Kimia kornpleks
untuk: merangsang produksi antibodi. Secara fungsional
antigen dibagi menjadi imunogen dan hapten. Bahan
Gambar 7. Berbagai antigen dan epitop k i m i i ukuran kecil seperti dinitrofenol dapat diikat
antibodi, tetapi bahan tersebut sendiri tidak dapat
mengaktifkan sel B (tidak imunogenik). Untuk memacu
2. Pembagian antigen menurut spesifisitas
respcns antibodi, bahan kecil tersebut perlu diikat oleh
-Heteroantigen, yang dimiliki oleh banyak spesies
molekul besar. Kompleks yang terdiri atas rnolekul kecil
-Xenoantigen, yang hanya dimiliki spesies
(disebut hapten) dan molekul besar (disebut carrier atau
tetentu
-
mole<ul pembawa) dapat berperan sebagai imunogen.
Aloantigen (isoantigen), yang spesifik untuk
Contoh hapten ialah berbagai golongan antibiotik dan
individu dalam satu spesies
- obat ainnya dengan berat molekul kecil. Hapten biasanya
Antigen organ spesifik, yang hanya dimiliki organ
dikenal oleh sel B, sedangkan molekul pembawa oleh sel T.
tertentu
- Molekul pernbawa sering digabung dengan hapten dalam
Autoantigen, yang dimiliki alat tubuh sendiri
usaha memperbaiki imunisasi. Hapten membentuk epitop
3. Pembagian antigen menurut ketergantungan ter-
pada molekul pembawa yang dikenal sistem imun dan
hadap sel T
- T dependen, yang memerlukan pengenalan oleh merangsang pembentukan antibodi (Gambar 8).
F.espons sel B terhadap hapten yang memerlukan
sel T terlebih dahulu untuk dapat menimbulkan
protein pembawa (carrier) untuk dapat dipresentasikan
respons antibodi. Kebanyakan antigen protein
ke sel Th.
termasuk dalam golongan ini
- T independen, yang dapat merangsang sel B Epitop. Epitop atau determinan antigen adalah
tanpa bantuan sel T untuk membentuk antibodi. bagian dari antigen yang dapat membuat kontak fisik
Kebanyakan antigen golongan ini berupa molekul dengan reseptor antibodi, menginduksi pembentukan
besar polimerik yang dipecah di dalam tubuh antibodi; dapat diikat dengan spesifik oleh bagian dari
secara perlahan-lahan, misalnya lipopolisakarida, antiklodi atau oleh reseptor antibodi. Makromolekul
ficoll, dekstran, levan, flagelin polimerik bakteri dapat memiliki berbagai epitop yang masing-masing
88 DASAR-DASAR ILMU PENYAKIT DALAM

Antigen
kornpleks
stafilokok diikat TCRp dan MHC-II.

1 MHC-II
Peptide
pembawadari yang
p r o t e i n y ~
lkatan dengan MHC tidak melalui
alurllekuk biasa

1 dipresentasikan
dalam MHC-I1

Gambar 8. Respons sel B terhadap hapten Gambar 10. Superantigen

merangsang produksi antibodi spesifik yang berbeda. ANTIBODI


Pararop ialah bagian dari antibodi yang mengikat epitop.
Respons imun dapat terjadi terhadap semua golongan Antibodi atau imunoglobulin (Ig) adalah golongan protein
bahan kimia seperti hidrat arang, protein dan asam yang dibentuk sel plasma (proliferasi sel B) setelah terjadi
nukleat (Gambar 9). kontak dengan antigen. Antibodi ditemukan dalam serum
Lokasi epitop dan paratop (bagian dari antibodi) dalam dan jaringan dan mengikat antigen secara spesifik. Bila
interaksi antara antigen dan TCR dan reseptor sel B serum protein dipisahkan secara elektroforetik,Ig ditemukan
Epitop adalah bagian dari antigen yang membuat terbanyak dalam fraksi globulin g meskipun ada beberapa
kontak fisik dengan reseptor Ab = antibodi; Ag = yang ditemukan juga dalam fraksi globulin a dan b.
antigen. Semua molekul I g mempunyai 4 polipeptid dasar
yang teridiri atas 2 rantai berat (heavy chain) dan 2 rantai
ringan (light chain) yang identik, dihubungkan satu dengan

I A lainnya oleh ikatan disulfida (Gambar 11).

MHC

Gambar 9. Epitop Gambar 11. Unit dasar antibodi

Unit dasar antibodi yang terdiri atas 2 rantai berat


Superantigen. Superantigen (Gambar 10) adalah molekul
dan 2 rantai ringan yang identik, diikat menjadi satu oleh
yang sangat poten terhadap mitogen sel T. Mungkin
ikatan disulfida yang dapat dipisah-pisah dalam berbagai
lebih baik bila disebut supermitogen, oleh karena dapat
fragmen.
memacu mitosis sel CD4+tanpabantuanAPC. Superantigen
A = rantai berat (berat molekul: 50.000-77.000)
berikatan dengan berbagai regio dari rantai p reseptor sel
B = rantai ringan (berat molekul: 25.000)
T. Ikatan tersebut merupakan sinyal poten untuk mitosis,
C = ikatan disulfida
dapat mengaktifkan sejumlah besar populasi sel T. Sampai
20% dari semua sel T dalam darah dapat diaktifkan oleh Ada 2 jenis rantai ringan (kappa dan lambda) yang
satu molekul superantigen. Contoh superantigen adalah terdiri atas 230 asam amino serta 5 jenis rantai berat yang
enterotoksin dan toksin yang menimbulkan sihdrom tergantung pada kelima jenis imunoglobulin, yaitu IgM,
syok toksin yang diproduksi stafilokokus aureus. Molekul IgG, IgE, IgA dan IgD (Gambar 12).
tersebut dapat memacu penglepasan sejumlah besar
sitokin seperti IL-1 dan TNF dari sel T yang berperan I9G
dalam patologi jaringan lokal pada syok anafilaktik oleh IgG merupakan komponen utama (terbanyak) imuno-
stafilokokus. globulin serum, dengan berat molekul 160.000. Kadarnya
IMUNOLOGI DASAR 89

a erbagai strukt$
respons imun primer tetapi tidak berlangsung lama,
karera itu kadar IgM yang tinggi merupakan tanda adanya
infeksi dini.

I
E.ayi yang baru dilahirkan hanya mempunyai IgM 10%
Regio Fab dari kadar IgM dew\asa oleh karena IgM tidak menembus
mengenal plasenta. Fetus umur 12 minggu sudah dapat membentuk
antigen
Kelas lg pada IgM bila sel B nya dirangsang oleh infeksi intrauterin

I
manusia seperti sifilis kongenital, rubela, toksoplasmosis dan virus
Regio Fc sitomegalo. Kadar IgM anak mencapai kadar IgM dewasa
Regio efektor
biologis pada usia satu tahun. Kebanyakan antibodi alamiah seperti
isoaglutinin, golongan darah AB, antibodi heterofil adalah
IgM. I g M dapat mencegah gerakan mikroorganisme
Gambar 12. Berbagai kelas antibodi patogen, memudahkan fagositosis dan merupakan
a g l u ~ i n a t o rkuat terhadap butir antigen. I g M juga
dalam serum yang sekitar 13 mg/ml merupakan 75% dari merupakan antibodi yang dapat mengikat komplemen
semua Ig. IgG ditemukan juga dalam berbagai cairan dengan kuat dan tidak menembus plasenta.
lain antaranya cairan saraf sentral (CSF) dan juga urin.
IgG dapat menembus plasenta dan masuk ke janin dan I9D
berperan pada imunitas bayi sampai umur 6-9 bulan. IgD ditemukan dengan kadar yang sangat rendah dalam
IgG dapat mengaktifkan komplemen, meningkatkan darah (1% dari total imunoglobulin dalam serum). IgD
pertahanan badan melalui opsonisasi dan reaksi inflamasi. tidak mengikat komplemen, mempunyai aktivitas antibodi
IgG mempunyai sifat opsonin yang efektif oleh karena terhadap antigen berbagai makanan dan autoantigen
monosit dan makrofag memiliki reseptor untuk fraksi sepe-ti komponen nukleus. Selanjutnya IgD ditemukan
Fc dari IgG yang dapat mempererat hubungan antara bersama IgM pada permukaan sel B sebagai reseptor
fagosit dengan sel sasaran. Selanjutnya opsonisasi dibantu antigen pada aktivasi sel B.
reseptor i ~ n t u kkomplemen pada permukaan fagosit. IgG
terdiri atas 4 subkelas yaitu I g l , Ig2, Ig3 dan Ig4. Ig4 dapat I9E
diikat oleh sel mast dan basofil. IgE ditemukan dalam serum dalam jumlah yang sangat
sedikit. IgE mudah diikat mastosit, basofil, eosinofil,
I9A makrofag dan trombosit yang pada permukaannya
IgA ditemukan dalam jumlah sedikit dalam serum, tetapi memiliki reseptor untuk fraksi Fc dari IgE. IgE dibentuk
kadarnya dalam cairan sekresi saluran napas, saluran cerna, juga setempat oleh sel plasma dalam selaput lendir saluran
saluran kemih, air mata, keringat, ludah dan kolostrum napas dan cerna. Kadar IgE serum yang tinggi ditemukan
lebih tinggi sebagai IgA sekretori (sIgA). Baik IgA dalam pada alergi, infeksi cacing, skistosomiasis, penyakit hidatid,
serum maupun dalam sekresi dapat menetralisir toksin trikirosis. Kecuali pada alergi, IgE diduga juga berperan
atau virus dan atau mencegah kontak antara toksin/ pada imunitas parasit. IgE pada alergi dikenal sebagai
virus dengan alat sasaran. sIgA diproduksi lebih dulu dari antitodi reagin.
pada IgA dalam serum dan tidak menembus plasenta.
sIgA melindungi tubuh dari patogen oleh karena dapat
bereaksi dengan molekul adhesi dari patogen potensial REAKSI HIPERSENSITIVITAS
sehingga mencegah adherens dan kolonisasi patogen
tersebut dalam sel pejamu. Hipersensitivitas adalah respons imun yang berlebihan
IgA juga bekerja sebagai opsonin, oleh karena dan yang tidak diinginkan karena dapat menimbulkan
neutrofil, monosit dan makrofag memiliki reseptor untuk kerusakan jaringan tubuh. Reaksi tersebut oleh Gell dan
Fca (Fca-R) sehingga dapat meningkatkan efek bakteriolitik Coombs dibagi dalam 4 tipe reaksi menurut kecepatannya
komplemen dan menetralisir toksin. IgA juga diduga dan mekanisme imun yang terjadi. Reaksi ini dapat terjadi
berperan pada imunitas cacing pita. sendiri-sendiri, tetapi di dalam klinik dua atau lebih jenis
reaksi tersebut sering terjadi bersamaan.
I9M
IgM (M berasal dari makroglobulin) mempunyai rumus Reaksi Tipe I atau Reaksi Cepat
bangun pentamer dan merupakan Ig terbesar. Kebanyakan Reaksi Tipe I yang disebut juga reaksi cepat, reaksi
sel B mengandung IgM pada per-mukaannya sebagai anfilaksis atau reaksi alergi dikenal sebagai reaksi yang
reseptor antigen. I g M dibentuk paling dahulu pada segera timbul sesudah alergen masuk ke dalam tubuh.
90 DASAR-DASAR ILMU PENYAKIT DALAM

Istilah alergi yang pertama kali digunakan Von P rquet


pada tahun 1906 diartikan sebagai "reaksi pejamu yang Sel ~nflamasi
berubah" bila terjadi kontak dengan bahan yang sama
untuk kedua kali atau lebih.
Antigen yang masuk tubuh akan ditangkap oleh
@
fagosit, diprosesnya lalu dipresentasikan ke sel Th2. Sel
yang akhir melepas sitokin yang merangsang sel B untuk
membentuk IgE. IgE akan diikat oleh sel yang memiliki
Gambar 14. Tipe 11: IgM, IgG terhadap perrnukaan sel atau
reseptor untuk IgE (Fce-R) seperti sel mast, basofil dan antigen rnatriks ekstraselular
eosinofil. Bila tubuh terpajan ulang dengan alerger yang
sama, alergen yang masuk tubuh akan diikat IgE (spesifik)
pada permukaan sel mast yang menimbulkan degranulasi Reaksi Tipe I11 atau Reaksi Kompleks Imun
sel mast. Degranulasi tersebut mengeluarkan berbagai Reaksi tipe 111 yang juga disebut reaksi kompleks imun
mediator antara lain histamin yang didapat dalam terjadi akibat endapan kompleks antigen-antibodi dalam
granul-granul sel dan menimbulkan gejala pada reaksi jaringan atau pembuluh darah. Antibodi di sini biasanya
hipersensitivitas tipe I(Gambar 13). jenis IgG atau IgM. Kompleks tersebut mengaktifkan
komplemen yang kemudian melepas berbagai mediator
terutama macrophage chemotactic factor. Makrofag yang
1 Sel mast dikerahkan ke tempat tersebut akan merusak jaringan
sekitar tempat tersebut. Antigen dapat berasal dari
infeksi kuman patogen yang persisten (malaria), bahan
yang terhirup (spora jamur yang menimbulkan alveolitis
ekstrinsik alergi) atau dari jaringan sendiri (penyakit
autoimun). Infeksi tersebut disertai dengan antigen dalam
jumlah yang berlebihan, tetapi tidak disertai dengan
respons antibodi efektif. Pembentukan kompleks imun
yang terbetuk dalam pembuluh darah terlihat pada
Gambar 13. Tipe I: Alergen, IgE, sel mast, mediator
Gambar 15.

Penyakit-penyakit yang timbul segera sesudah tubuh


terpajan dengan alergen adalah asma bronkial, rinitis,
urtikaria dan dermatitis atopik. Di samping histamin,
mediator lain seperti prostagladin dan leukotrin (SRS-A)
yang dihasilkan metabolisme asam arakidonat, berperan
pada fase lambat dari reaksi tipe I yang sering timbul
beberapa jam sesudah kontak dengan alergen.

Reaksi Tipe I1 atau Reaksi Sitotoksik


-
~ o m p l e k santigen antibodi
I I
Reaksi tipe 11 yang disebut juga reaksi sitotoksik terjadi
Gambar 15. Reaksi Tipe 111: Kompleks imun yang terdiri atas
oleh karena dibentuk antibodi jenis IgG atau IgM teriadap
antigen dalam sirkulasi dan IgM atau IgG3 yang diendapkan
antigen yang merupakan bagian sel pejamu Ikatan dalam rnernbran basal vaskular
antibodi dengan antigen yang merupakan bagian dari
sel pejamu tersebut dapat mengaktifkan komplemen
dan menimbulkan lisis (Gambar 14). Lisis sel dapat pula Antigen (Ag) dan antibodi (Ab) bersatu membentuk
terjadi melalui sensitasi sel NK sebagai efektor Antibody kompleks imun. Selanjutnya kompleks imun mengaktifkan
Dependent Cell Cytotoxicity (ADCC). Contoh reaksi tipe I1 C yang melepas C,a dan CSadan merangsang basofil dan
adalah destruksi sel darah merah akibat reaksi transfusi dan trombosit melepas berbagai mediator antara lain histamin
penyakit anemia hemolitik pada bayi yang baru dilahirkan yang meningkatkan permeabilitas vaskular. Sebab-sebab
dan dewasa. Sebagian kerusakan jaringan pada penyakit reaksi tipe I11 dan alat tubuh yang sering merupakan
autoimun seperti miastenia gravis dan tirotoksikos s juga sasaran penyakit kompleks imun terlihat pada Tabel 1.
ditimbulkan melalui mekanisme reaksi tipe 11. Anemia Dalam keadaan normal kompleks imun dimusnahkan
hemolitik dapat ditimbulkan oleh obat seperti penisilin, oleh sel fagosit mononuklear terutama dalam hati, limpa
kinin dan sulfonamid. dan paru tanpa bantuan komplemen. Dalam proses
IMUNOLOGI DASAR 91

Reaksi tuberkulin. Reaksi tuberkulin adalah reaksi dermal


pyakii Komplek~I~,un:
Sebab, Anfigegdan
yang berbeda dengan reaksi dermatitis kontak dan terjadi
mp~eicsMehgendap
20 jam setelah terpajan dengan antigen. Reaksi terdiri
Sebab Antigen Tempat kompleks
atas infiltrasi sel mononuklear (50% adalah limfosit dan
mengendap
sisanya monosit). Setelah 48 jam, timbul infiltrasi lirnfosit
Infeksi Antigen Organ yang
persisten mikroba diinfeksi, ginjal dalarr!jumlah besar sekitar pembuluh darah yang merusak
Autoimunitas Antigen sendiri Ginjal, sendi, hubungan serat-serat kolagen kulit. Bila reaksi menetap,
pembuluh darah, reaksi tuberkulin dapat berlanjut menimbulkan kavitas atau
kulit granuloma. 2). Dermatitis kontak. Reaksi DTH dapat terjadi
Ekstrinsik Antigen Paru sebagai respons terhadap bahan yang tidak berbahaya
lingkungan dalam lingkungan seperti nikel yang menimbulkan
dermatitis kontak. Dermatitis kontak dikenal dalam klinik
tersebut, ukuran kompleks imun merupakan faktor sebagai dermatitis yang timbul pada kulit tempat kontak
penting. Pada umumnya kompleks yang besar, rnudah dengan alergen. Reaksi maksimal terjadi setelah 48 jam
dan cepat dimusnahkan dalam hati. Kornpleks yang larut dan merupakan reaksi epidermal. Sel Langerhans sebagai
terjadi bila antigen ditemukan jauh lebih banyak dari pada antigen presenting cell (APC), sel T h l dan makrofag
antibodi yang sulit untuk dimusnahkan dan oleh karena itu memsgang peranan pada reaksi tersebut. 3). Reaksi
dapat lebih lama ada dalam sirkulasi. Kornpleks imun yang granuloma. Pada keadaan yang paling menguntungkan
ada dalam sirkulasi meskipun untuk jangka waktu lama, DTH berakhir dengan hancurnya mikrooorganisme oleh
biasanya tidak berbahaya. Permasalahan akan timbul bila enzim lisosom dan produk makrofag lainnya seperti
kompleks imun menembus dinding pembuluh darah dan peroksid radikal dan superoksid. Pada beberapa keadaan
mengendap di jaringan. Gangguan fungsi fagosit diduga terjaci ha1 sebaliknya, antigen bahkan terlindung, misalnya
dapat merupakan sebab mengapa kompleks imun sulit telur skistosoma dan mikobakterium yang ditutupi kapsul
dimusnahkan. lipid. DTH kronis sering rnenimbulkan fibrosis sebagai hasil
sekresi sitokin dan growth factor oleh makrofag yang dapat
Reaksi Tipe I V atau Reaksi Hipersensitivitas menimbulkan granuloma.
Lambat P.eaksi granuloma merupakan reaksi tipe IV yang
Reaksi tipe IV yang juga disebut reaksi hipersensitivitas dian~gappaling penting oleh karena menimbulkan banyak
larnbat, timbul lebih dari 24 jam setelah tubuh terpajan efek patologis. Hal tersebut terjadi oleh karena adanya
dengan antigen. Dewasa ini, reaksi Tipe 4 dibagi dalam antigen yang persisten di dalam makrofag yang biasanya
Delayed Type Hyper-sensitivity yang terjadi rnelalui sel berupa mikroorganisrne yang tidak dapat dihancurkan
CD4+ dan T cell Mediated Cytolysis yang terjadi melalui atau kornpleks imun yang menetap misalnya pada
sel CD8+ (Gambar 16). alveolitis alergik.
F.eaksi granuloma terjadi sebagai usaha badan untuk
Delayed Type Hypersensitivity ( D T H ) . Pada DTH, membatasi kehadiran antigen yang persisten dalam tubuh,
sel CD4'Thl yang mengaktifkan makrofag berperan sedangkan reaksi tuberkulin merupakan respons imun
sebagai sel efektor. CD4'Thl melepas sitokin (IFN-y) selular yang terbatas. Kedua reaksi tersebut dapat terjadi
yang mengaktifkan makrofag dan menginduksi inflamasi. akibat sensitasi terhadap antigen rnikroorganisme yang
Pada D'TH, kerusakan jaringan disebabkan oleh produk sama misalnya M tuberkulosis dan M lepra. Granuloma
makrofag yang diaktifkan seperti enzirn hidrolitik, oksigen terjadi pula pada hiper-sensitivitas terhadap zerkonium
reaktif interrnediet, oksida nitrat dan sitokin proinflarnasi. sarkcidosis dan rangsangan bahan non-antigenik seperti
Sel efektor yang berperan pada DTH adalah makrofag. bedak (talcum). Dalam ha1 ini makrofag tidak dapat
Contoh-contoh reaksi DTH adalah sebagai berikut: 1). mernusnahkan benda inorganik tersebut. Granuloma
nonimunologis dapat dibedakan dari yangimunologis
oleh karena yang pertama tidak mengandung limfosit.
Dalam reaksi granuloma ditemukan sel epiteloid yang
diduga berasal dari sel-sel makrofag. Sel-sel raksasa yang
memiliki banyak nukleus disebut sel raksasa Langhans. Sel
tersebut mempunyai beberapa nukleus yang tersebar di
bagia'n perifer sel dan oleh karena itu diduga sel tersebut
merupakan hasil diferensiasi terminal sel monosit/
makrofag.
Garnbar 16. Reaksi hipersensitivitas lambat Grariuloma imunologik ditandai oleh inti yang terdiri
92 DASAR-DASAR ILMU PENYAKIT DALAM

Gambar 17. Pembentukan granuloma

atas sel epiteloid dan makrofag, kadang-kadangditemukan Sel CD8+ spesifik untuk antigen atau sel autologus
sel raksasa yang dikelilingi oleh ikatan limfosit. Di samping dapat membunuh sel dengan langsung. Pada banyak
itu dapat ditemukan fibrosis (endapan serat kolagen; yang penyakit autoimun yang terjadi melalui mekanisme selular,
terjadi akibat proliferasi fibroblas dan peningkatan sintesis biasanya ditemukan baik sel CD4' maupun CD8+ spesifik
kolagen. Pada beberapa penyakit seperti tuberkolusis, di untuk self antigen dan kedua jenis sel tersebut dapat
bagian sentral dapat ditemukan nekrosis dengan hilangnya menimbulkan kerusakan.
struktur jaringan (Gambar 17).
Sel TH1 berhubungan dengan tuberkulosis bzntuk
ringan oleh karena sitokin TH1 mengerahkan dan REFERENSI
mengaktifkan makrofag (A), menimbulkan terbentuk-
nya granuloma (B) yang mengandung kuman. Sel TH1 Abbas AK, Lichtman AH. Basic immunology. 2nd edition.
Philadelphia: WB Saunders Company; 2004.
spesifik diaktifkan oleh kompleks peptida MHC dan Abbas AK, Lichtman AH, Pober JS. Cellular and molecular
melepas sitokin yang bersifat kemotaktik untuk berbagai immunology. Philadelphia: WB Saunders Company; 2003.
sel, termasuk monosit/makrofag. Sitokin TH1 yang lain Altman LC, Becker JW, Williams PV. Allergy in primary care.
Philadelphia: WB Saunders Company; 2000.
terutama IFN-)I, mengaktifkan makrofag di jaringan (A).
Anderson WL. Immunology. Madison: Fence Creek Publishing;
Dalam bentuk kronik atau hipersensitivitas lambat, terjadi 1999.
susunan sel-sel terorganisasi, yang spesifik dengan sel T Austen KF, Burakoff SJ, Rosen FS, Strom TB. Therapeutic
di perifer dan mengaktifkan makrofag yang ada di dalam immunology. 2nd edition. Oxford: Blackwell Science; 2001.
Baratawidjaja KB. Sistem imun. Imunologi dasar. Edisi ke-6.
granuloma dan menimbulkan kerusakan jaringan (6). Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2004. p. 1-31.
Beberapa makrofag berfusi menjadi sel datia dengan Baratawidjaja KB. Sistem imun nonspesifik. Imunolog dasar. Edisi
banyak nukleus atau berupa sel epiteloid. ke-6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2004. p. 32-50.
Baratawidjaja KB. Sistem imun spesifik. Imunologi dasar. Edisi
T Cell Mediated Cytolysis. Dalam T cell mediated cyb3lysis, ke-6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2004. p. 51-72.
Baratawidjaja KB. Antigen dan antibodi. Imunologi dasar. Edisi
kerusakan terjadi melalui sel CD8+/Cytotoxic TLymphocyte
ke-6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2004. p.73-91.
(CTL/Tc) yang langsung membunuh sel sasaran. Penyakit BaratawidjajaKB. Reaksi hipersensitivitas. Imunologi dasar. Edisi
hipersensitivitas selular diduga merupakan sebab ke-6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2004. p. 171-90.
autoimunitas. Oleh karena itu, penyakit yang ditimbulkan Decker JM. Introduction to immunology. Oxford: Blackwell
Science; 2000.
hipersensitivitas selular cenderung terbatas kepada Kreier, JP. Mection, resistance and immunity. Edisi ke-2. An Arbor:
beberapa organ saja dan biasanya tidak sistemik. Pada Taylor and Francis; 2002.
penyakit virus hepatitis, virus sendiri tidak sitopatik, Male D. Immunology, an illustrated outline. 3rd edition. London:
M Mosby; 1998.
tetapi kerusakan ditimbulkan oleh respons CTL terhadap Playfair JHL, Lydyard PM. Medical immunology. 2nd Edition.
hepatosit yang terinfeksi. Edinburgh: Churchill Livingstone; 2000.
Roitt I, Rabson A. Really essential medical immunology. Oxford:
Blackwell Science; 2000.
INFLAMASI
Soenarto

Istilah inflamasi yang berasal dari kata inflammation yang komponen imunologik, dan i n i difokuskan pada
artinya radang, peradangan. Sedang istilah inflamasi kaskade inflamasi pada target khusus, apakah waktunya
sendiri asalnya dari bahasa latin yaitu: lnflamation: diper~endekatau diperpanjang, dan mengurangi atau
lnflammare yang artinya membakar. Inflamasi adalah meniadakan intensitasnya.
respons protektif setempat yang ditimbulkan oleh cedera Inflamasi secara normal adalah proses yang self-
atau kerusakanjaringan, yang berfungsi menghancurkan, limitiqg, bila faktor-faktor yang mempengaruhi dapat
mengurangi atau mengurung suatu agen pencedera dilenyapkan, maka inflamasi dapat hilang. Keadaan
maupun jaringan yang cedera itu. Pada bentuk akut demikian merupakan rangkaian yang umum tampak pada
ditandai oleh tanda klasik yaitu: nyeri (dolor), panas peristiwa inflamasi akut. Inflamasi yang umum tampak
(kalor), kemerahan (rubor), bengkak (tumor), dan pada peristiwa inflamasi akut. Inflamasi kronis tidak
hilangnya fungsi (fungsiolesa). dapat dipungkiri karena faktor yang mula-mula ada tidak
Secara histologis, menyangkut rangkaian kejadian dapat dilenyapkan, karena mereka melengkapi lagi atau
yang rumit, yaitu mencakup dilatasi arteri, kapiler, dan mencekalkan diri, atau melalui kegagalan dari mekanisme
venula, dan disertai peningkatan permeabilitas dari aliran diri yang gagal dalam proses inflamasi. Kemudian proses
darah, eksudasi cairan, termasuk protein plasma, dan inflamasi akan berubah bentuk dari mekanisme protektif,
migrasi leukosit ke dalam fokus peradangan. dan pada kebanyakan kasus menjadi kerusakan yang
Jadi dengan kata lain, inflamasi atau radang merupakan ireversibel dari jaringan normal.
proses sentral dalam patogenesis dan juga merupakan
suatu fungsi pertahanan tubuh terhadap masuknya
organisme maupun gangguan lain. Peristiwa timbulnya RESPONS BAWAAN (ALAMI) DAN PENYESUAIAN
inflamasi kini lebih dapat difahami dengan penemuan- (DIDAPAT)
penemuan berbagai macam zat yang merupakan mediator
dalam peran sertanya mengatur, mengaktifkan sel-sel, baik Terdapat dua bagian fungsi pertahan tubuh, yaitu sistem
dari darah maupun jaringan dan kemudian dapat timbul imun bawaan (tidak spesifik), dan penyesuaian (spesifik).
gejala dari jaringan yang menderita. Gejala akut yang tabel 1.
klasik seperti tertera di atas. Dikenal adanya inflamasi Masing-masing terdiri dari bermacam-macam sel
akut, subakut dan kronis; dan bila dilihat dari proses dan faktor-faktor yang larut. Sel-sel dari respons bawaan
timbulnya, maka ada yang disebabkan karena infeksi dan adalah neutrofil fagositosis, dan makrofag, bersama-sama
yang non infeksi. dengan basofil, sel-sel mast, eosinofil, trombosit, monosit
Inflamasi, merupakan keadaan perubahan dinamik dan .el-sel pembunuh alami [Natural Killer (IVK) cells].
yang konstan, yaitu suatu reaksi dari jaringan hidup guna :,el-sel yang termasuk dalam fungsi penyesuaian
melawan berbagai macam rangsang. Peristiwa tersebut adalih antibodi, imunoglobulin IgG, IgM, IgA, IgE dan
bercirikan adanya pancaran ke bawah (kaskade) dari sel- IgD, :/ang dihasilkan oleh limfosit B dan sel plasma, dan
sel dan fenomena humoral. limfokin-limfokin yang kebanyakan diproduksi oleh limfosit
Hampir semua kejadian inflamasi, termasuk yang T. Sedangkan faktor yang bawaan yang larut adalah lisosim,
dipengaruhi rangsang "non-antigenik", mempunyai inter'eron, sitokin, komplemen protein fase akut.
94 DASAR-DASAR I L M U PENVAKIT DALAM

Tabel 1. Radang Onflamasi) dan berpons Tubuh


Alami (tak spesifik) Didapat (Penyesuaian Spesifik)
Sel-sel ~ e t r olf Sel B dan T
~osindfil APC
Basofil Sel - sel dendritik
~romdosit Sel - sel Langerhans
Makrd'ag
Monosit
Sel st
Sel NY
Faktor-faktor yang larut Lisoziljn sitokin ANTIBODI
INF ANTIBODI
komplemen IgG dan subklas, Ig M
~ r o t e i hfase akut Ig A, Ig E, Ig D
Limfokin

KULlT JARINGAN PEMBULUH DARAH

Ant~gen(Presented)

TRAU

Sinar

llr
Sel Endotelial

I
I I
Keratinoc tes
I

Garnbar 1.

Respons bawaan merupakan garis pertahanan selanjutnya.


terhadap invasi ke jaringan oleh mikroorganism? dan Bila faktor-faktor pemrakarsa telah menyingkirkan
berguna dalam pengenalan oleh antigen spesifik atau kasus-kasus inflamasi akut, dan jika respons bawaan
kemahiran dalam mengingat. Sedangkan sistem imun gagal menyingkirkan faktor-faktor tersebut, baru respons
penyesuaian menggunakan ingatan untuk menjelaskan penyesuaian diaktifkan. Hal ini akan menghasilkan
ke tingkat limfosit T dan 6. pengeluaran dari pencetus inflamasi, dan kaskade
dihilangkan. Inflamasi kronis terjadi bila faktor-faktor
yang memprakarsai kaskade tersebut masih ada, atau
INFLAMASI AKUT D A N KRONIS bila kemampuan memadamkan tidak ada, maka akan
terjadi kegagalan mekanisme guna melaksanakan tugas
Jika kaskade inflamasi teraktifkan maka sistem bawaan dan tersebut, hingga inflamasi berlanjut. Keadaan tersebut
penyesuaian berinteraksi guna mengatur perkembangan dapat digambarkan sebagai berikut;
INFLAMASI 95

!
-. -
1 Rangsang
2 I

4 I 1
Sistern irnun
Dihilangkan penyesuaian diaktifkan

Menghasilkan Arnplifikasil
sel-sel pengingat Pengerasan
spesifik
~-

Gambar 2.

INFLAMASI DAN FAGOSITOSIS patogenesis rnikroba. Dari studi yang telah dilakukan
rnenyangkut interaksi Lipopol~sakarid(LPS) dari bakteri
Fagositosis dari rnikroorganisrne rnerupakan pertahanan gram negatif dan glycosylphosphatidylinositol (GPI) yang
alarni tubuh yang utarna guna rnernbatasi perturnbuhan rnenonjol di rnernbran protein CD14 yang terdapat di
dan penyebaran dari bahan-bahan patogen. Sel-sel perrnukaan fagosit-fagosit profesional, terrnasuk rnakrofag
pernangsa dengan cepat rnenyerbu ke ternpat infeksi yang beredar dan yang terikat di jaringan dan PMN.
yang bersamaan dengan perrnulaan dari inflarnasi. Eentuk cair CD14 terdapat pula dalarn plasma dan
Dengan rnernangsa rnikroorganisrne baik yang dilakukan perrnukaan. Suatu protein plasma, "LPS binding protein"
oleh rnakrofag jaringan dan fagosit-fagosit yang sering (LBP), rnengirirnkan LPS ke ikatan rnernbran CD14 yang cair.
berpindah rnernungkinkan guna rnernbatasi kernarnpuan Bentuk cairan CD14/ LPS/ LBP kornpleks terikat pada banyak
rnikroba untuk rnenirnbulkan penyakit. Farnili dari rnolekul- tipe .el dan dapat berada di dalarn sel untuk rnengawali
rnolekul yang berkaitan, dinarnakan "collectins", "Soluble respclns selular terhadap rnikroba yang patogen. Telah
defense collagens", atau 'pattern-recognition molecules", diketahui bahwa peptidoglikan dan asarn Lipoteichoic
dijurnpai dalarn darah ("mannose-binding lectins'?, dalarn dari bakteri gram positif dan produk sel perrnukaan dari
paru ("surfaktan protein A dan D"), dan dernikian pula di miko3acteria dan spiroseta dapat berinteraksi dengan
lain-lain jaringan dan juga yang terikat pada karbohidrat CD14. Tonjolan reseptor GPI tidak rnernpunyai daerah
di perrnukaan rnikroba guna rneningkatkan pernbersihan sandi di dalarn sel, dan "Toll-like receptors" (TLRs) dari
oleh fagosit. Bakteri yang patogen tarnpaknya dirnangsa rnarnalia yang rnelangsungkan sandi guna rnengaktifkan
terutarna oleh neutrofil polirnorfonuklear (PMN), sedangkan sel-sel akibat ikatan LPS. TLRs rnengawali aktivitas selular
eosinofil sering dijurnpai di ternpat infeksi oleh protozoa lewat rangkaian rnolekul pernbawa sandi, yang berperan
atau parasit rnultiselular. Patogen yang rnarnpu bertahan, pada translokasi inti dari faktor transkripsi NF-kB, suatu
akan dapat rnenghindari pernbersihan oleh fagosit yang tornbol induk guna rnenghasilkansitokin-sitokin inflarnasi
profesional, dan rnarnpu rnernbuat di perrnukaannya suatu yang penting seperti Tumor necrosis Factor a CrNFa) dan
rnolekul dengan berat rnolekul yang besar sebagai antigen interleukin (1L)l.
polisakarid diperrnukaannya. Kebanyakan bakteri yang Ferrnulaan dari inflarnasi dapat tirnbul tidak hanya
patogen dapat rnernbuat kapsul antifagositik. dengan LPS dan peptidoglikan tapi juga oleh partikel virus
Selain aktivasi dari fagosit-fagosit lokal di jaringan dan lain-lain hasil rnikroba seperti polisakarida, enzirn-
yang rnerupakan kunci tahap awal dari inflarnasi dan enzirn, dan toksin. Bakteri flagela rnengaktif-kan inflarnasi
rnigrasi dari fagosit-fagosit rnenuju ternpat infeksi, dengjn rnengikatkan pada TLRs. Bakterijuga rnenghasilkan
narnun kini banyak perhatian yang diarahkan pada faktor proporsi yang tinggi dari rnolekul DNA dengan residu
rnikroba yang rnengawali inflarnasi. Dalam kaitan ini telah GpG yang tak rnengalami rnetilasi, yang rnengaktifkan
pula diteliti tentang struktur, rnekanisrne rnolekuler dan inflanasi rnelalui TLR9. TLR3 pengenal double stranded
DASAR-DASAR I L M U P E N Y A W DALAM

RNA, suatu bentuk pengenal molekul yang dihasilkan oleh Interleukin (IL) - la, -3, -4, -5, -6, -8, -13, -16,GM-CSF
banyak virus selama siklus pembelahan. TLRl dan TLR6 (Granulocyte Macrophage Colony Stimulating Factor),
bersekutu dengan TLR2 guna meningkatkan pengenalan TNF-a (Tumor Necroting Factor-a), [NF-y (Interferon y)
dari protein-protein mikroba yang mengalami asetilasi terrnasuk "immunomodulating" bersarna IL-10, IL-13
dan peptida-peptida.
Kemokin-kemokin yang diturunkan/dihasilkan oleh
Molekul mieloid diferensiasi faktor 88 (MyD88) adalah
sel Mast: RANTES (Regulated upon Activation Normal
protein adaptor yang urnum, yang terikat pada daerah
Tcell Expressed and T-cell Secreted), MCP-1 (Monocyte-
sitoplasma dari sernua TLRs yang dikenal dan juga pada
Chemoattractant Protein), MIP-b(Macrophage Inhibitory
reseptor-reseptor yang merupakan bagian dari I L - I (IL-1
Protein), MIP-la, IL-16
Rc) famili. Sejumlah studi rnenunjukkan bahwa "MyD88-
mediated transduction" dari sandi dari TLRs dan IL-1Rc Faktor penumbuh yang diturunkan oleh sel mast: VEGF,
adalah keadaan yang kritis untuk resistensi bawaan FGF, NGF, FGF-P, SCF
terhadap infeksi.

KEGIATAN PRODUK DARI SEL MAST


FUNGSI BERBAGAI SEL
Seperti yang telah diungkap dalam proses inflamasi
Fungsi dan kegiatan Makrofag, sel mast, neutrofil, limfosit berbagai fungsi mediator pilihan yang rnernacu kegiatan
dan Antigen-Precenting cells dalarn proses inflamasi yaitu yaitu: Histamin, Heparin, Triptase, Kirnase, Prostaglandin,
rnenangkap, rnenghalau, rnernangsa, rnernbersihkan macam-macam Leukotrien (LTC,, LTD,, L-TE,, Platelet
dan usaha rnenyingkirkan dari tempat di rnana antigen Activating Factor (PAF), Enzim sernacarn kalikrein, dan
tersebut ada dalarn jaringan tubuh. Usaha tersebut dapat berbagai sitokin. Berbagai fungsi akan dibahas.
dilaksanakan karena sel-sel yang berfungsi rnelawan Histamin, kegiatannya menarnpilkan tiga respons dari
antigen atau patogen telah rnerniliki zat-zat yang ada dalarn Lewis yaitu: Vasodilatasi, kontraksi sel-sel endotel, dan
sel yang telah siap dibentuk sebelurn ada rangsang atau rneningkatkan perrneabilitas.
pacu. Kernudian dapat dikeluarkan dan berfungsi dalam Aksi yang lain meliputi Refleks akson (H,), Pruritus (H,),
pertahanan tubuh guna rnengatasi inflarnasi, dengan zat aktivasi kondrosit (H,), Regulasi dari rnikro-sirkulasi
atau bahan yang berfungsi sebagai mediator. sinovial, induksi dari P-selektin pada sel-sel endotel,
Sel-sel pemangsa (fagosit) rnerupakan per-tahanan dan pengeluaran Interleukin-11 (IL -11)
dalarn lini pertarna guna rnernbinasakan zat-zat patogen,
dan yang berfungsi dalarn ha1 ini terrnasuk rnakrofag dan Heparin, Zat ini rnernpunyai efek: antikoagulasi;
neutrofil. antikomplemen ( C l q : C, C, C, aktivasi, C,b & b
Sel-sel yang ada dalarn tubuh dilengkapi dengan convertase); rnernacu angiogenesis; rneningkatkan aktivitas
reseptor-reseptor yang ada di perrnukaan sel. Di samping elastase; rnernodulasi hormon paratiroid kalsitonin guna
itu dari sel-sel dilengkapi pula zat yang dapat dikeluarkan rnernpengaruhi osteoporosis; rnernacu sintesis kolagenase;
dengan fungsi untuk pengaktifan atau pernicu terhadap rnengharnbat kolagenase yang diaktifkan; potensiasi
sel lain agar rnenjadi aktif. Zat-zat tersebut rneru~akan ikatan fibronektin pada kolagen; proliferasi fibroblas, dan
mediator. potensiasi dari Fibroblast Growth Factor (FGF)

Suatu contoh dari mediator sel mast rnanusia adalah;


Triptase. Zat ini rnerupakan pecahan dari substrat tripsin,
dan berperan dalarn inaktivasi fibrinogen dan kininogen
Yang telah dibentuk sebelurnnya dan rnudah dikeluarkan dengan berat molekul tinggi, aktivasi dari urinary-tipe
yaitu: Histarnin, faktor kernotaktik eosinofil, super cksida, plasminogen activator, aktivasi dari "Latent Synovial
alkil sulfatase A, elastase,b-heksosarnidase, b-gluko- Collagenasse" lewat konversi dari prostrornelisin, degradasi
sarnidase, b-galaktosid, enzirn sebangsa kalikrein. dari Vasoactive Intestinal Peptide (VIP), bronkokonstriksi,
rnernacu kernotaksis dari fibroblas, proliferasi sintesis
Yang dibentuk sebelumnya dan berkaitan dengan butir- kolagen, rnenginduksi proliferasi sel epitel, rnernacu
butir yang ada yaitu: Heparin/Kondroitin sulfat E, Triptase pengeluaran IL-8, peningkatan ICAM-1, rneningkatkan
(I, P/II, 111, dan a), Cymase, Karboksipeptidase, Katepsin G, kernajuan rnigrasi dari sel endotel, dan pernbentukan
Superoksidase disrnutase, Katalase saluran vaskular.
Yang baru terbentuk yaitu:Leukotrienes (LTC, LTD,. LTE,), Kimase, Zat ini bekerja rnernecah substrat kernotripsin,
I, Platelet Activating factor (PAF), ~ r o s t a ~ l a n d i n ' ( ~ ~ ~ , ) pengubahan dari angiotensin Ike 11, rnernecah substansi
Sitokin-sitokin yang diturunkan/dihasilkan oleh se mast: rnernbran basalis (Lasminin, kolagen tipe 11, fibronektin,
INFLAMASI

dan elastin), pemecahan dari pertemuan dermal- Eerbagai penggerak sel mast dapat dikelompokkan
epidermal, mengadakan degradasi dari neuropeptide VIP dalam dua bagian yaitu: respons imun alami/bawaan, dan
dan substansi-P, memperbanyak pengaruh histamin dalam respons imun didapat/penyesuaian.
pengembangan jentera, mengubah endotelin-1 yang
Respons imun alami terdiri dari:
besar menjadi "vasoactive endothelin-l", membebaskan
Jalur yang tergantung pada IgE yaitu: alergen-alergen
aktivasi "Laten TGF-p" dari progelatinase b, meningkatkan
multivalen, IgE Complexes, IgE Rheumatoid Factor, Anti
sekresi dari kelenjar mukosa, memecah "membrane-
Fc, R, antibodies, IgE-dependent HRE
associated SCF"
Jalur yang bebas dari IgE yaitu:
Prostaglandin Prostaglandin (PGD,). Zat zat ini berfungsi - Macam-macam kemokin seperti Monocyte
sebagai: bronkonkonstriktor, kemoatraktan, penghambat Chemoatractant Protein (MCP), MCP-1, MCP-2,
agregasi trombosit, vasodilatasi, pontensiator dari LTC, MCP-3, Regulated upon T-cell Activation Normal
pada vasa darah. T-cell Expressed and Secreted (RANTES), Macro-
phage Inhibitory Protein (MIP-la, MIP-1P)
Berbagai Leukotrien (LTC,, LTD,, LTE,). Berbagai
zat ini berfungsi sebagai: "Slow-Reacting Substance of
- Endotelin-1
- Complement-derived peptides" C,a, C,a, Ca,
anaphylaxis", pemacu kontraksi otot polos, vasodilator,
- Macam-macam Protease: "tripsin", "kemotripsin"
pengaktifan sel endotel
- Stem cell Factor (SCF)
PAF (PlateletActivating Factor), Zat ini berfungsi untuk - Kinin
mengaktifkan: neutrofil, trombosit, kontraksi otot polos, - Paratormon
permiabilitas vaskular, kemotaksis untuk neutrofil dan - Produk-produk degradasi kolagen
eosinofil, guna menginduksi immune complex-mediated - Eosinophil-derived major basic protein
vasculitis. - Substansi P
Enzim sebangsa kalikrein, merupakan keturunan Respons imun penyesuaian/didapat, terdiri dari zat-zat
bradikinin yang dibentuk guna melawan:
Produk bakteri seperti lipopolisakarida, Fimbriae,
Sitokin Mempunyai Efek Imunologik dan Efek pada
Jaringan Ikat Hemolisinis, Toksin.
Pada keadaan tertentu sekresi sitokin tergantung pada Parasit-parasit seperti Schistosoma mansoni
pengeluaran histamin. "NuclearfactorofActivated T-cells" Lirus-virus seperti influenza-A
(NFAT-I), dan keluarga protein tersebut dalam mengatur TNF-a, IL-12
peningkatan "transcriptional cytokine" dalam menanggapi Lebih lanjut tentang keluarga sitokin dan keluarga
terhadap "IgE cross-Linking" atau SCF. Stimulasi sel Mast reseptor sitokin dapat disimak pada tabel.
pada organ explant atau in vivo, meng-akibatkan aktivasi
sel endotelmikrovaskular, yang mengalami refleksi
dengan adanya peningkatan E-selektin dan ICAM-1. SITOKIN-SITOKIN DAN RESEPTOR-RESEPTOR
Peningkatan aktivasi sel endotel dapat ditekan dengan cara SITOKIN
menambahkan sebelumnya antibodi yang menetralisir
terhadap TNF-a. IL-la, p, memiliki reseptor tipe 1IL-IR dan tipe 2 IL-IR.
Seperti tertera di atas, sel mast juga mensintesis, Sitokin IL-la,b dihasilkan oleh: monosit/makrofag, sel-sel
menyimpan dan mengeluarkan VEGF dan PFGF, ha1 ini B, fibroblas, sebagian besar sel-sel epitel termasuk epitel
menambah pandangan bagaimana sel ini mempunyai timus cian sel-sel endotil. Target sel yang dipengaruhi
kontribusi dalam 'iRemodelling"jaringan ikat. Di samping ialah semua sel. Dan aktivitas biologiknya meningkatkan
itu mempunyai implikasi pada penyakit-penyakit yang pengaturan penampilan molekul adhesi.
sering berhubungan dengan neovas-kularisasi. Sel mast, IL-2, memiliki reseptor IL-2Ra,p, dan y yang umum.
mampu menampilkan MHC I1 antigen pada permukaan Sitokin ini dihasilkan oleh sel-sel T. Target dari zat ini
selnya dan juga molekul tambahan seperti ICAM-1. adalah sel-sel T, sel-sel B, dan sel-sel NK, monosit/
Molekul permukaan ini memungkinkan interaksi yang makrofag. Dan aktivitas biologiknya ialah aktivasi sel T
produktif antara Limfosit dengan sel mast. dan proliferasi, pertumbuhan sel B, proliferasi sel NK dan
Jadi dengan menghasilkan macam-macam sitokin, aktivasi, peningkatan aktivitas monosit/makrofag.
akan mempunyai fungsi bermacam-macam terhadap IL-3, memiliki reseptor IL-3R, dan p yang umum.
respons biologis yang berkaitan dengan pertumbuhan, Dihasilkan oleh sel-sel T, sel-sel NK, dan sel-sel mast.
perbaikan dan inflamasi, serta mempunyai dampak pada Sasaran targetnya ialah: monosit/makrofag, sel-sel
macam-macam penyakit dari manusia. mast, eosinofil, sel-sel pendahulu sumsum tulang. Dan
DASAR-DASAR I L M U PENYAKIT D A L A M

aktivitas biologiknya yaitu memacu sel-sel pendahulu


Tabel 3. Keluarga Reseptor Sitokin
hematopoietik.
IL-4, memiliki reseptor IL-4 R a, dan p yang umum. Keluarga Anggota Gambaran
Reseptor Umum
Sitokin ini dihasilkan oleh: sel-sel T, sel-sel mast dan basofil.
IL-1R IL-IR1, IL-IR 11, Daerah seperti lg
Sasaran target selnya adalah: sel-sel T, sel-sel B,,sel-sel NK, IL-IRAcR IL-18Ra, IL- ekstraselular
monosit/makrofag, neutrofil, eosinofil, sel-sel endotel dan 18RP, TI/ST, IL-IRrp2
fibroblas. Sitokin ini berfungsi memacu T,2 helper T-cell
'I Toll-Like R TLR1-10 Daerah kaya
differentation " dan proliferasi, memacu sel B klas Ig yang leucine extrasel
berubah ke IgG 1dan IgE; bekerja anti-inflamasi terhadap TNFR TNFR1, TNFR 11, Fas Daerah kaya
CD 27, CD30, LTPR, sistein ekstra-
sel-sel T dan monosit.
NGFR, RANK,BAFFR, selular
IL-5, memiliki reseptor IL-5Ra, dan p yang urnum. BCMA, TAC 1,TRAIL
Dihasilkan oleh sel-sel T, sel-sel mast dan eosinofil. Target R1,2,3
selnya adalah eosinofil, basofil, dan murin sel-sel B. Sitokin Hernato- IL-2R, IL-3R, IL-4R, C-terminal W-S-
poietin R IL-5R, IL-6R, IL-7R, X-W-S motifs
ini mengatur migrasi eosinofil dan mengaktifkan.
IL-9R, IL-13R, IL-15R,
G-CSFR, GM-CSFR,
EPOR, TPOR
IFNR IFR-a/P R, IFN-y R, "Clustered four
Anggota Keluarga Anggota I IL-lOR,IL-19R,IL-20R, Cysteine"
IL-22R, IL-24R
TN F TNF-a, LT-a, LT-P, CD~OL, I FasL, Chemokine R CXCR1-4, CCR1-8 CR, "Seven trans-
BAFF, TRAIL,RANKL, NGF, CD27-L,
C3XCR membrane span-
CD30L, OX-40L, 4-1 BBI, Aq3IL
ning domains"
IL-la, IL-1P, IL-IRa, IL-18, IL-IF5 TGF-P R TGF-P R1, TGF-P RII, Serine-threonine
sarnpai IL-IF10 BMPR, Activin R kinase

Ikatan sitokin sitokin


IL-6, LIF, OSM, IL-11, CNTF, CT-1,
CLC
IL-2, [L-4, IL-7, IL-9, IL-15,1~-21
~ Growth
Factor R
EGFR,PDGFR, FGFR,
M-CSFR (C-fms),
SCFR (C-kit)
Tyrosine kinase

adalah ikatan y yang BAFF, Bcell-Activating factor; BCMA, Bcell Maturation Antlgen;
sering BMP, Bone Morphologic Protein; EGF, Epidermal Growth Factor; FGF,
IL-10 IL-10, IL-19, IL-20, IL-22, 11-24, Fibroblast Growth Factor; G-CSF, Granulocyte Colony Stimulating
IL-26, IL-28, IL-29 I Factor; GM-CSF, Granulocyte-Macrophage Colony-Stimulating
IL-12 IL-12, IL-23, IL-27
I Factor; IL, Interleukin; IL-lRacP, Interleukin-Accessory Protein; IL-
IL-17
Sitokin sitokin
Hernatopoietik
IL-17A, sarnpai IL-17F, IL- 5
SCF, IL-3, TPO, EPO, G -CSF,
G-CSF, M-CSF
4 1Rrp2, IL-1R Reloted Protein; M-CSF, Monocyte Colony Stimulating
Factor; NGF, Nerve Growth Factor; PDGF, Platelet Derlve Growth
Factor; RANK, ReceptorActivator of Nuclear Factor K B; SCF, Stem Cell
Factor; TACI, Transmembrane Activator and Calcium modulator and
Interferon (IFN)
CXC Kernokines
CC Kemokines
CXCLl sarnpai CXCL16
CCLl sarnpai CCL 28
~
IFN-a SUBFAMILY, IFN-P, ~ F N - ~ Cyclophilin Ligand Interactor; TGF, Transformtng Growth Factor; TLR,
Toll-Like Receptor; TNF, Tumor Necrosis Factor; TPO, Trombopoietin;
TRAIL, TNF-Related lnducing Ligand

C Kernokines XCL1, XCL2


CX3C Kemokines CXC3CLI LL-6, memiliki reseptor IL-6R, gp 130. Dihasilkan
TGF-P Superfamily TGF-P, BMP family, acitivin, oleh: monosit/makrofag, sel-sel B, fibroblas kebanyakan
inhibin, MIS, noctal, leftys epitelium termasuk epitel timus, dan sel-sel endotel. Target
Faktor-faktorpenurnbuh PDGF, EGF, PGF, IGF, VEGFI selnya adalah: sel-sel T, sel-sel B, sel-sel epitel, sel-sel
hati, monosit/makrofag. Aktivitasnya ialah menginduksi
APRIL, A Proliferation-Inducing Ligand; BAFF, B-cell Activatinc Factor; untuk pertumbuhan dan diferensiasi sel T dan sel B,
BMP, Bone Morphogenitic Protein; CLC, Cardiotrophin-Like Cytokine; pertumbuhan sel myeloma, dan pertumbuhan serta
CNTF, Ciliary Neutrophic Factor; CT, Cardiotrophin; EGF, Ep:dermal
Growth Factor; ENA, Epithelial Neutrophil Activating peptide; EPO,
aktivasi osteoklas.
Erythropoietin; FGF, Fibroblast Growth Factor;,G-CSF, Grarulocyte IL-7, memiliki reseptor IL-7 a, dan y yang umum.
Colony Stimulating Factor; GM-CSF, Granulocyte-Macr3phage Sitokin ini dihasilkan dari sumsum tulang, sel-sel epitel
Colony-Stimulating Factor;IFN, Interferon; IGF, Insulin-Like Growth
timus. Sasaran target selnya adalah: sel-sel T, sel-sel B,
factor, IL, Interleukin; IL-lRa, Interleukin-1 Receptor Antogonist;
L, Ligand; LIF, Leukemia lnhitory Factor; LT, Lymphotoxin; M-CSF, sel-sel sumsum tulang. Aktivitasnya untuk diferensiasi
Monocyte Colony Stimulating Factor; MIS, MOllerian In.5ibiting sel-sel pendahulu B, T dan NK serta mengaktifkan sel-sel
Substance; NGF, Nerve Growth Factor; OSM, Oncostatin-M; PDGF, T dan NK.
Platelet Derive Growth Factor; RANK, Receptor Activator of Nuclear
Factor kB; SCF, Stem Cell Factor; TGF, Transforming Growth Factor
IL-8, reseptornya ialah CXCR1, CXCR2. Sebagai sumber
TNF, Tumor Necrosis Factor; TPO, Trombopoietin; TRAIL,TNF-Related penghasil adalah monosit/makrofag, sel-sel T, neutrofil,
lnducing Ligand; VEGF, Vascular Endothelial Growth Factor fibroblas, sel-set endotel dan sel-sel epitel. Sebagai target
INFLAMASI

selnya adalah: neutrofil, sel-sel T, monosit/makrofag, sel- IFN-0, dengan reseptor tipe-1 interferon. Dihasilkan
sel endotel dan basofil. oleh semua sel. Sel targetnya adalah semua sel. Aktivitas
Aktivitas biologiknya yaitu menyebabkan migrasi biologiknya sama dengan IFN-a.
neutrofil, monosit, dan sel T, menyebabkan neutrofil IFN-y, dengan reseptor tipe 11. Dihasilkan oleh sel-
melekat pada sel-sel endotel dan mengeluarkan histamin sel T dan NK. Sel targetnya adalah semua sel. Aktivitas
dari basofil; memacu angiogenesis; menekan proliferasi biologiknya adalah: mengatur aktivasi marofag dan sel LIK;
dari sel-sel pendahulu hati. memacu sekresi imunoglobulin oleh sel-sel B; menginduksi
IL-10, memiliki reseptor IL-1OR. Sebagai penghasil antigen "histocompatibility" klas 11; mengatur diferensiasi
adalah: monosit/makrofag, sel-sel T dan B, keratinosit "TH1cell".
dan sel-sel mast.Target sel sasarannya adalah: monosit/ TNF-a, dengan reseptornya TNF-RI, TNF-RII. Sumber
makrofag, sel-sel T dan B, sel-sel NK dan sel-sel mast. penghasilnya ialah: monosit/makrofag, sel-sel mast, basofil,
Aktivitas biologiknya ialah: menghambat produksi sitokin eosinofil, sel-sel NK, sel-sel B, sel-sel T, Keratinosit, fibroblas,
proinflamasi dari makrofag; mengurangi pemakaian sel-sel epitel timus. Sel targetnya ialah: semua sel kecuali
sitokin klas I1 antigen, dan mengurangi peningkatan B7-1 sel darah merah. Aktivitas biologiknya ialah: demam,
dan B7-2, menghambat diferensiasi "TH1helper T-cells"; anoreksia, syok, sindrom kebocoran kapiler, meningkatkan
menghambat fungsi sel NK; memacu proliferasi dan fungsi sitotdsisitas leukosit, meningkatkan fungsi sel NK, sintesis
sel mast dan aktivasi sel B dan diferensiasi. prote n fase akut, induksi sitokin proinflamasi.
IL-11, dengan reseptor IL-11R, gp 130. Berasal dari G-CSF, dengan reseptornya G-CSFR, dan gp 130. Sel-sel
sel-sel stroma sumsum tulang. Target selnya adalah penghasilnya adalah: monosit/makrofag, fibroblas, sel-sel
megakariosit, sel-sel B dan sel-sel hati. Aktivitas biologiknya endotel, sel-sel epitel timus, sel-sel stroma. Sel targetnya
ialah mempengaruhi pembentukan koloni, megakariosit adalah: sel-sel mieloid dan sel-sel endotel. Sedangkan
dan pendewasaan; meningkatkan respons antibodi, aktiv tas biologiknya ialah mengatur mielopoiesis;
memacu produksi protein fase akut. meningkatkan survival dan fungsi neutrofil; digunakan
IL-12, terdapat dua sub unit yaitu dengan berat 35-k di klinik guna mengatasi neutropeni setelah kemoterapi
Da dan 40-k Da. Reseptornya ialah IL-12R. Dihasilkan dari dengan obat sitotoksik.
makrofag; sel-sel dendrit dan neutrofil yang diaktifkan. EM-CSF, dengan reseptornya GM-CSFR; dan 0 yang
umurn. Dihasilkan oleh: sel-sel T, monosit/makrofag,
Sebagai target selnya adalah sel-sel T dan NK. Sedang
fibroblas dan sel-sel endotel. Tentang aktivitas biologisnya
aktivitas biologiknya mempengaruhi pembentukan TH1
yaitu: mengatur mielopoiesis; meningkatkan aktivitas
helper T-cell dan pembentukan "lyphokine-activated killer
bakterisidal dan tumorisidal dari makrofag; mediator dari
cell"; meningkatkan aktivitas CD, + CTL.
matu-asi dan fungsi sel dendrit.
IL-13, reseptornya adalah IL-13/IL-4R. Dihasilkan oleh
hl-CSF, dengan reseptor M-CSFR (C-fims protoon-
sel-sel T (TH,). Sasaran targetnya ialah: monosit/makrofag,
kogen). Dihasilkan oleh: fibroblas, sel-sel endotel, monosit/
sel-sel B, sel-sel endotel dan keratinosit. Aktivitas
makrofag, sel-sel T, sel-sel B, sel-sel epitel termasuk epitel
biologiknya ialah: meningkatkan regulasi VCAM-1 dan
timus. Sel targetnya adalah monosit/makrofag. Aktivitas
ekspresi kemokin C-C pada sel-sel endotel; meningkatkan
biologiknya mengatur produksi dan fungsi monosit/
pengaturan aktivasi dan diferensiasi sel B; menghambat
makrofag.
produksi sitokin proinflamasi dari makrofag.
Fraktalkin, dengan reseptornya CX3CRI. Dihasilkan
IL-17, reseptornya ialah IL-17R. Dihasilkan oleh CD,
oleh sel-sel endotel yang diaktifkan. Sel targetnya
+ sel-sel T. Target selnya adalah: fibroblas, endotel dan
adalah: sel-sel NK, sel-sel T, monosit/makrofag. Aktivitas
epitel. Aktivitas biologiknya ialah meningkatkan sekresi
biologiknya adalah: "Cell surface chemokine/mucin hybrid
sitokin yang memperkembangkan respons TH1 yang
molecule" yang berfungsi sebagai kemo-atraktan, aktivator
predominan.
leukosit, dan cell adhesion molecule.
IL-18, dengan reseptor IL18 (IL-1R-Related Protein).
Clari hasil penelitian dilaporkan bahwa mediator-
Dihasilkan oleh keratinosit dan makrofag. Sebagai target
mediator bioaktif pada sel mast hewan coba (tikus) yang
selnya adalah sel-sel T, B, dan NK. Aktivitas biologiknya
diaktifkan akan menghasilkan:
adalah meningkatkan pengaturan produksi IFN-y,
meningkatkan sitotoksisitas sel NK. hlediator-mediator lipid yaitu : Leukotrien B4, Leukotrien
IFN-y, dengan reseptor tipe-1 interferon. Dihasilkan C4, Plateled-Activating Factor, dan prostaglandin D2
oleh semua sel. Sebagai sel targetnya adalah semua sel. hlediator-mediator yang dibentuk sebelumnya dari
Dan aktivitas biologiknya yaitu: aktivitas antivirus; memacu s2kresi granula yaitu: histamin, proteoglikans, Triptase
sel T, makrofag dan aktivitas pengaturan ekspresi MHC dan Kimase, Karbopeptidase A.
klas I;digunakan untuk terapi terhadap virus dan kondisi Sitokin sitokin yaitu : IL-3, IL-4, IL-5, IL-6, GM-CSF,
autoimun. IL-13, IL-1, INF-P, TNF-a
100 DASAR-DASAR ILMU PENYAKIT DALAM

Dari ketiga kelompok mediator tersebut akan meningkatkan molekul-molekul adhesi limfosit dan
menimbulkan respons pada Leukosit, fibroblas, substrat kemokin untuk menarik "antigen-spesific" limfosit-
dan mikrovaskular. limfosit; menghasilkan IL-12 guna menarik T,1 helper
Dari respons leukosit, dapat mengadakan perlekatan, T-cell Responses; meningkatkan pengaturan ikut memacu
kemotaksis, produksi Ig E, proliferasi sel mast, aktivitas bersama molekul-molekul MHC guna memfasilitasi limfosit
Eosinofil. T dan B guna mengenali dan aktivasi ; sel-sel makrofag dan
Dari respons Fibroblas, dapat mengadakan proliferasi, dendrit, setelah adanya isyarat dari LPS, dan meningkatkan
vakuolisasi, produksi Globopentaosyl-ceramide, produksi pengaturan pacuan bersama molekul-molekul 87-1 (CD80)
kolagen. dan B7-2 (CD86) yang diperlukan guna menggiatkan dari
Dari respons substrat dapat mengadakan aktivasi sel-sel T antigen-specific antipathogen, dan selanjutnya
matriks metaloprotease, aktivasi dari kaskade koagulasi. juga protein-protein Toll-like pada sel-sel B dan sel-sel
Sedang dari respons mikrovaskular, dapat timbul dendrit yang setelah terikat LPS menyebabkan CD80 dan
permeabilitas venuler terganggu, perlekatan leukosit, CD86 pada sel-sel tersebut menyampaikan kepada sel T
konstriksi dan dilatasi. antigenpresenting.
Berikut ini akan disajikan bagaimana rangsang
Sel-sel dendritik plasrnasitoid (DCs) dari garis keturunan
inflamasi memicu kegiatan leukosit, serta tabel in~eraksi
Limfoid, peran utamanya ialah: menghasilkan sejumlah
molekul adhesi dari leukosit/sel endotel. Dan berikutnya
besar interferon (1NF)a yang mempunyai aktivitas anti
adalah gambar neutrofil dan proses inflamasi.
tumor dan anti virus, dan didapatkan dalam zona sel
T dari organ-organ Limfoid; Sel-sel tersebut beredar
dalam darah. :[FN-amerupakan aktivator yang poten pada
KOMPONEN UTAMA DARI SISTEM I M U N BAWAAN makrofag dan DSs yang dewasa guna memangsa patogen-
DALAM MEMICU IMUNITAS ADAPTIF patogen yang masukdan menyampaikan antigen-antigen
patogen kepada sel T dan sel B.
Sel-sel sistem imun bawaan dengan peran utamanya
dalam memicu imunitas adaptif tergantung pada tipe Terdapat dua tipe sel-sel dendritik rnieloid, yaitu: yang
sel-sel yang berperan. Berikut ini akan dipaparkan macam- diturunkan dari sel intersisial dan Langerhans.
macam sel yang terlibat. DCs intersisial adalah penghasil kuat IL-2 dan IL-10 dan
terletak di zone-zone sel T dari organ-organ Limfoid; dan
Sel-sel rnakrofag,peran utamanya dalam imunitas bawaan
sel-sel tersebut ada dalam darah, dan ada dalam sela-sela
ialah: mengadakan fagositose dan membunuh bakteri,
dari paru, jantung, dan ginjal; DCs Langerhans adalah
di samping itu menghasilkan peptide anti mikrobial;
penghasil kuat dari IL-12; dan letaknya di zone-zone
mengikat lipopolisakarida (LPS); dan menghasilkan jitokin
sel T dari Limfonodi, epitel kulit, dan medula timus; dan
sitokin inflamator.
beredar dalam darah. Peran utama dalam imunitas adaptif
Peran dalam imunitas adaptif yaitu menghasilkan
dari DCsinterstiel adalah APC yang poten untuk sel-sel T
interleukin (1L)l tumor necrosis factor (TNF)a guna
dan yang pertama-tama mampu mengaktifkan sel B guna

Mediator-med~abr
lnflamasi
&!
!!IKemoatraktan

Makrofagjaringan
Atau sel mast

I
Ranqsanq lnflamasi

Gambar 3.
INFLAMASI 101

Tabel 4. Ifiterahi Molekul Adhesi dari Leukosit / Sel menghasilkan antibodi; sedangkan DCs langerhans adalah
Endotelial APC yang poten untuk "T cell priming".
Interaksi Molekul Molekul Sel-sel pembunuh alami/natural killer (NK)cells.
Adhesi Adhesi Tugasnya membunuh sel-sel asing dan penjamu (host)
Endotil Lekosit yang memiliki kadar rendah dari "MHC + self petides".
(1

Menggelinding E-selectin ESL-1" Menampilkan reseptor-reseptor yang menghambat fungsi


P-selectin PSGL-1 NK dengan adanya penampilan yang banyak dari "self-
HA CD44 MHC". Dalam peran utamanya sebagai imunitas adaptif,
Tak diketahui L-selectin
sel ini menghasilkan TNF-a dan IFN-y yang merekrut TH,
VCAM-1 VLA-4
helper T cells responses.
Melekat ICAM-1 LFA-1, Mac-1
menyatu ICAM-2 LFA-1 Sel-sel NK-T, peran utamanya dalam imunitas bawaan
VCAM-1 VLA-4 merupakan limfosit-limfosit baik dari kedua sel T dan
HA CD44 petanda permukaan NK yang dapat mengenali antigen
Ernigrasi ICAM-1 LFA-1, Mac-1 Lipid yang ada dalam sel bakteri, misalnya M.Tuberculosis
ICAM-2 LFA-1 oleh molekul-molekul CDI dan kemudian membinasakan
VCAM-1 VLA-4 sel-sel host yang terinfeksi dengan bakteria intraselular
PECAM-1 PECAM-1, Lain-lain?
tersebut. Peran utama dalam imunitas adaptif, sel-sel
JAM Pengikat (Ligand)
NK-T menghasilkan IL-4 guna merekrut "TH, helper T-cell
rnultipel
responses", dan memproduksi I g G l dan IgE.

Neutrofil dan proses inflamasi


Memb~nuhmikroba
Sirkulasi Kerusakan jaringan
Aktivas,i dari lain anggota badan
atau p ~ t a h a n a n
Surnsum
Tulang

\
Rubor
/ (rnerah)
Sel lnduk C3a

Histarnin
-
\
, Vasodilatasi ,
kebocoran calran
Tumor
(Edema)
Dolor C,H,O,,OH

-
HOCl (pemutih)
(Hangat)

G-CSF
Steroid
Diapedesis

lntegrins
Chernoki,n,Lain
chemoattactant

Memangsa
bakteri atau
jarnur
d
Endotoxin

Dernam
r
Sekresi Sitokin
IL-8,TNF+b-12

ENDOTEL
rnakrofag
Lirnfosit

Skema kejadian dalam hasil neutrofil, perek-utan dan inflamasi


Tanda Kardinal (rubor, tumor, calor, dolor)
PMN (polimorfonuclear)
SkeG-CSF (Granulocyte Colony Stimulating Factor)
1
Cambar 4.
102 DASAR-DASAR ILMU PENYAKIT DALAM

Neutrofil, peran utamanya dalam imunitas bawaan ialah


memangsa dan membunuh bakteri, dan memproduksi
peptida-peptida antimikrobial. Sedang peran utama
Ikatan pqotein dalam imunitas adaptif ialah menghasilkan "Nitric Oxide
(FLAP) Synthaser'dan "Nitric Oxide" yang menghambat apoptosis
dan Limfosit-limfosit dan dapat memperpanjang respons
imunitas adaptif.
Eosinofil, peran utamanya dalam imunitas bawaan ialah
membunuh parasit-parasit yang masuk. Sedang peran
utamanya dalam imunitas adaptif ialah menghasilkan IL-5
yang merekrut "Ig-specific antibody responses".
Sel-sel mast dan basofil, peran utamanya dalam imunitas
Synthase
n bawaan ialah mengeluarkan TNF-a, IL-6, IFN-y dalam
merespons pada macam-macam dari "bacterial PAMPs"
(Pathogen-AssociatedMoleculer atterns).
Dalam kaitannya dengan peran utama sebagai

a
imunitas adaptif sel-sel tersebut menghasilkan IL-4 yang
receptor Transport merekrut "TH, helper cell Responses" dan merekrut I g G l
dan "IgE-spesific antibody Responses':
Sel-sel epitelial, peran utamanya dalam imunitas bawaan
PG: Prostaqlandin ialah memproduksi peptida-peptida anti-mikrobial;
Gambar 5 dan jaringan epitel spesifik menghasilkan mediator

Vasodilatation
I Arachidonicacid I
inhibit aggregation
- Smooth muscle
@ contraction
- inhibit agregation

Prostacyclin
Peroxidase
Hydrolisis

Endoteliun
Brain,
PGH2 Mast Cells

Nonenzymatic - Smooth muscle


hydrolysis contract~on
- - . ... .
- . .
-

I Vasodilatation - Bronchoconstricto
4 Hyperalgesia - Aborlifactant
Fever
TXB2 Diuresis
inactive
lmmunomodulations

Gambar 6
INFLAMASI

dari imunitas bawaan lokal, misalnya sel-sel epitel 8,11,14-Eicosatrienoice acid (dihomo-g-linolenic acid)
paru memproduksi protein-protein surfaktan (protein- 5,8,11,14-Eicosatetraenoic acid (= asam arakidonat)
protein dalam keluarga collectin) yang mengikat dan 5,8,11,14,17-Eicosapentaenoic acid
memperkembangkan/ rneningkatkan pembersihan dari
Asal asam arakidonat dari derivat rnakanan yang
rnikroba yang masuk dalam paru.
rnengandung linolic acid (9,12-oktadecadienoic acid) atau
Dalarn aktivitas peran utama dalam irnunitas adaptif,
dari konstituen makanan yang mengandung 5,8,11,14,17-
menghasilkan TGF-P yang rnernicu "IgA-spesific antibody
Eicosapentaenoic acid yang terdapat banyak dalam minyak
responses". ikan.
Arakidonat di esterifikasia fosfolipid dari membran
sel atau lain kornpleks lipids. Kadar arakidonat dalam sel
PRODUK YANG DISEKRESI DARI EOSINOFIL sangat rendah, dari biosintesis dari eikosanoid terutama
Protein-protein dari granule terdiri atas "major basic tergantung adanya arakidonat terhadap enzirn-enzim
protein" eosinofil peroxidase, protein eosinofil cationic, eichosgnoid-synthese, ini sebagai hasil dari pengeluaran
neurotoxin yang berasal dari eosinofil,B-Glucuronidase, dari simpanan sel-sel dari lipid oleh acylhydiolases, yang
asam fosfatase dan arilsulfatase B. kebanjlakan adalah fosfolipid A,. Peningkatan biosintesis
Sitokin-sitokin, yaitu IL-1, IL-3, IL-4, IL-5, IL-6, IL-8,IL-10, dari eikosanoid diatur dengan cermat dan tampaknya
IL-16, GM-CSF, RANTES, TNF-a, TGF-a, TGF-B, dan MIP merupakan respons terhadap pengaruh yang sangat luas
Mediator-mediator Lipid, yaitu leukotrien B, (Jumlahnya dari rangsangan fisik, kirniawi dan hormonal.
sedikit), leukotrien C, leukotrien C, 5 hidroksi 6,8,15-
di HETE, 5-okso-15-hidroksi 6,8,11,13-ETE (eicosate-
traenoic acid), Prostaglandin El dan prostaglandin E, MACAM-MACAM POSTAGLANDIN
6-keto-prostaglandin F,, Troboksane ,, PAF (platelet-
activating factor). PGA, PGB, PGB adalah keton yang tak jenuh yang
Enzim-enzirn:elastase, protein kristal Charcot-Leyden, dihasilkan dari bentuk non enzimatik PGE selama prosedur
kolagenase, g2-kd radikal. ekstraksi; tampaknya zat tersebut ada secara biologik.
Reactive oxygen intermediates : superoxide radical Seri PGE dan D adalah hidroksiketones, sedangkan
anion, H,O, dan Hydroxy Radicals. Fa prostaglandin adalah 1,3-diols. Zat-zat ini adalah
produk dari prostaglandin G (PGG) dan H (PGH), cyclic
endoperoxides. PGJ, dan komponen sekeluarga adalah hasil
dari dehidrasi prostasiklin (PGI,) memiliki struktur cincin
EOSINOFIL KEMOATRAKTAN
ganda; termasuk cincin siklopentan, cincin kedua dibentuk
Ini terdiri atas: olehjembatan oksigen antara karbon 6 dan 9. Tromboksan
Kemokin-kernokin yaitu Eotaksin, Eotaksin 2, Eotaksin (TX,) terdiri atas 6 anggota cincin oksan di sarnping cincin
3, MCP,, MCP,, MCP,, RANTES, MIPIa, IL-8. siklopentan dari prostaglandin. Baik PGI, dan TX, adalah
Sitokin-sitokin yaitu: IL-16, IL-12 hasil dari metabolisme PGG dan PGH.
Primers yaitu: IL-3, IL-5, GM-CSF
Mediator-mediator hormonal yaitu: PAF, C,a, C,a, ILTB,
LTD,, DIHETES dan Histarnin. TROMBOSIT (PLATELET) D A N MEDIATOR-
Molekul-rnolekul adhesi adalah protein permukaan sel MEDIATOR INFLAMASI
berfungsi ganda yang bertindak sebagai penengah interaksi
baik antara sel dengan sel dan sel dengan matriks. Trornbosit diturunkan dari megakariosit dalam sumsum
Di sarnping itu peranannya dalam perneliharaan dari
strukturjaringan dan keutuhan protein tersebut ikut serta COX isoforms I
dalarn proses kegiatan selular seperti motilitas, mernberi ARACHIDONIC ACID
isyarat dan pengaktifan. /- c Would healing
COX-1 -O Resolution of
(CONSTITUVE)
I inflarnation
PROSTAGLANDIN PADA INFLAMASI KELUARGA
PROSTAGLANDIN, LEUKOTRIEN DAN KOMPONEN Stoma.:h
lpgs +COX-2, inhibitor
.1.
1
Disease Targets :
YANG BERHUBUNGAN Kidney Artritis
Intestine Pain
Platelet Cancer
Eikosanoid-20-carbon essential fatty acid yang berisi 3,4 .. .
.

atau 5 double bound: Gambar 7


DASAR-DASAR ILMU PENYAKll DALAM

Konsep Baru dihasilkan yaitu: PDGF, FGF, TGF-P dan RANTES. Lain-
ElCOSANOlD lain mediator yang ada ialah: PGE, LTC, TxA,, 12.HETE,
PAF, Faktor-faktor koagulasi, fibrinogen, fibronektin dan
I Arachidonic acid I adenosin (periksa tabel dan gambar)
Dalam keadaan normal perlekatan trombosit ke
protein matriks ekstraselular memerlukan faktor Von
COX-2 Willebrant (v WF) yang terikat pada glikoprotein trombosit
Ib/lX dan menyampaikan sebagai jembatan molekuler
COX1 82 5.LO
P,450 Biosynthesis antara trombosit dan kolagen subendotelial. Trombosit
v dapat pula diaktifkan melalui reseptor-reseptornya untuk
Leukotrienes
1
EETS
1
Lipoxins IgG, IgE, PAF, C-reactive protein dan substansi P dan
(Eicosatetraenoicacid) melalui komponen-komponen yang diaktifkan. Dengan
Initiation lnflamation Resolution diaktifkannya trombosit, akan mengeluarkan isi granuler
P 450: yang memperkembangkan pembekuan dan lebih lanjut
Epoxygenases
(Epoxyeicosatetraenoic acid)
terjadi pengumpulan trombosit.
Berbagai macam dari protein dan mediator yang
diturunkan dari lipid mempunyai aktivitas kemotaktik,
Gambar 8
proliferatif, trombogenik, dan proteolitik. Pacuan yang
mengaktifkan trombosit guna mengadakan perlekatan dan
degranulasi juga merupakan pemicu pengeluaran AA dari
Tabel 5. Kerja Molekul-molekulyang Diturunka
Lipid pada Inflamesi. membran melalui PLA, yang memprakarsai sintesis dari
TXA,, lewat COX-1 dan produk dari Lipoxygenase 12-HETE
1nhihitor
Gejala Utama Mediator Lipid yang kemudian dimetaboliser menjadi lipoksin.
Endoden
Nyeri dan PGE, LTB, PAF
hiperalgesia Tabel 6. Fungsi Golongan Prostaglandin
Kemerahan PGE, PGL,, LTB, I

vasodilatasi) LIP,, PAF M e n i n g k a t k a n Proses M e r e d a m Proses


Proses Radang Radang
Panas (lokan dan PGE, PGI, LTA, PAF
sistemik) ! Pengaturan aliran t -+ PGE1, PGE2 meng-
Edema PGE, LTB, LTC, ~i~okdin, darah dan pefusi hambat produksi dari
LTD,LTE, PAF ATL 1 organ macrophage migration
inibiting factor (MIF)
ATL : Aspirin -Triggered - Lipoxi
LT : Leukotrien oleh sel - sel T
LX : Lipoksin Vasodilatasi (PGE2, t -+ PGE2 menghambat
PAF : Platelet Activating Factor, pGI2, pgd2, PGII) proliferasi limfosit T
PG : Prostaglandin -+ Menekan proliferasi sel
sinovial
tulang dan berfungsi untuk hemostatis, penyembuhan Menekan pem-
bentukan plasminogen
luka, dan respons selular terhadap jejasltraurna.
Trombositjuga merupakan sel-sel efektor inflamasi. Baik
Meningkatkan t -+ Menghambat produksi
permeabilitas vaskular dari radikal oksigen dan
PAF (Platelet Activating Factor) dan fragmen-fragmen (interaksi dengan Ca5, pengeluaranenzim oleh
kolagen menyebabkan kemotaksis trombosit ke daerah LTB4, dan Histamin) neutrofil.
aktivasi endotelium atau daerah jejasltrauma dan hasil- Potensiasi nyeri t
hasil yang dikeluarkan setelah aktivasi, merekrut lain-lain (interaksi Bradikinin)
sel dan mempunyai andil untuk meningkatkan reaksi Mengaktifkanlimfosit t
inflamasi. dan produksi dari
Trombosit akan menghasilkan zat yang hersifat limfokin PGI
kemoatraktan yaitu PAF dan kolagen. Di samping itu Agregasi trombosit. t
Pengeluaran PAF dan
zat-zat yang berfungsi mengaktifkan seperti PAF, MBP,
PGI2
fibrinogen, trombin, CRP, Substansi P, IhgG, FceR 11,
Desuppressor T t
komponen-komponen komplemen. suppressor cells dan
Mediator-mediator dalam granula t r o m b o s i t meningkatkan RF
menghasilkan ADP, serotonin, PF-4, V.WF, PLA,, Resopsi dari tulang
trombospodin dan tromboglobulin. Sitokin-sitok n yang
INFLAMASI

Produk-produk dan granula-granula trombosit juga antigen T8 dan mernbentuk T8s. terdapat pula klas sel-
rnernprakarsai reaksi inflamasi lokal. Granula-granula sel T sitotoksik yang juga T8 positif, Dan kebanyakan
padat berisi ADP, suatu agonis yang rnengaktifkan ikatan respois antibodi pada antigen-antigen adalah sel T
fibrinogen dari trornbosit pada sisi dari b, integrin yang dependen, dan fungsi utarna sel-sel T helper untuk
glikoprotein I1b/ IIIa, dan serotonin, suatu vasokonstriktor menyediakan faktor yang diperlukan oleh sel B menjadi
yang poten yang rnengaktifkan neutrofil dan sel-sel dewasa dan mensintesis antibodi.
endotelial. Sel-sel penolong juga diperlukan guna mempengaruhi
Alfa granul berisi PF4 dan b-troboglobulin, yang sel-se T sitotoksik guna mengikat dan membunuh sel-sel
mengaktifkan leukosit-leukosit rnononuklir dan PMN yang terinfeksi dengan virus dan menyerang sel-sel tumor.
dan juga ternpat dihasilkan PDGF dan TGF-P, yang Di sarnping itu sel-sel penolong mengaktifkan sel-sel
keduanya rnemacu proliferasi sel-sel otot polos dan supresor T dan sebaliknya menekan atau mengurangi
fibroblas dan sangat penting dalam perbaikan jaringan regul~sioleh sel-sel tersebut. Sel-sel T yang merespons
dan angiogenesis. Di samping itu granul trombosit terhadap adanya antigen, akan mensekresi zat-zat yang
menghasilkan trornbospodin yang memprakarsai neutrofil, rnenyarnpaikan pesan yang ada dalam sel dan ini disebut
faktor koagulasi F V, VII, vWF, fibrinogen dan fibronektin. Lirnfokin yang berbeda dengan antibodi-antibodi yang
dihasilkan oleh sel-sel B yang telah diaktifkan.
Limfokin-limfokin yang penting terrnasuk interleukin
RESPONS PENYESUAIAN (ADAPTIF) 2 (IL-2), Gamma Interferon (IFN y), dan Macrophage
Inhibitor Factor (MIF). M[F merangsang makrofag untuk
Limfosit bertanggung jawab untuk respons imun melalcsanakanfagositosis aktif dan sekaligus menghambat
penyesuaian (adaptif). Limfosit pendahulu beredar migrasi dari sel-sel tersebut dari daerah di mana sel-sel
dalam darah. Limfosit ini akan berkembang rnenjadi sel Th tertumpuk.
B dan sel T. Sel B yang awal rnelanjutkan perturnbuhan-
nya dalarn sumsum tulang. Sedang sel T yang awal
berpindah ke tirnus. Pendahulu kedua tipe sel tersebut SEL-SEL T SUPPRESSOR DAN PENOLONG (HELPER)
rnengalami penyusunan ulang dari gen untuk mernbentuk
reseptor-reseptor antigen. Reseptor-reseptor sel B dan IL-2 yang disekresi oleh sel-sel Th adalah faktor penumbuh
sel T, keduanya heterodimer, yang terdiri dari dua ikatan yang nemacu proliferasi dari sel-sel T sehingga mereka
yang berbeda, yaitu rantai ikatan disulfid, di mana sifat memproduksi clone-clone sel-sel antigen spesifik yang
ikatannya dapat dikenal dari rangkaian protein sebagai akan menjadi sel-sel sitoksik, penolong (helper), atau
hasil dari kornbinasi yang tampak pada tingkat genetik. suppressor. Sel-sel T suppressor mengurangi pengaturan
Bagian dari reseptor antigen yang akan meningkat pada respois dari lain-lain sel-sel T dan B.
antigen diturunkan dari dua atau tiga fragmen gen yaitu Ada p u l a a n g g a p a n bahwa p r o s t a g l a n d i n -
segrnen yang berubah-ubah, yang aneka ragam dan prostaglandin diturunkan sebagai bagian dari proses
pengikat. i n f l a n a s i dari f o s f o l i p i d - f o s f o l i p i d membran sel
Sel B dan T memiliki reseptor antigen yang spesifik. yang dapat mengurangi regulasi sel-sel T suppressor.
Pengenalan rnolekul untuk antigen pada sel-sel B adalah Selanjutnya priksa tentang keluarga prostaglandin dan
membrane associated-immunoglobulin, sedangkan bagan tentang asam arakidonat. Sel-sel B, rnempunyai
reseptor antigen pada sel-sel T adalah rnolekul yang petanda perrnukaan pada awal stadium akan menjadi
berbeda, yang bukan imunoglobulin. Bila diaktifkan oleh dewasa. Langkah awal adalah pengaturan kembali gen-
adanya antigen, maka sel-sel B berkembang rnenjadi gen dari irnunoglobulin rantai berat. Proses ini meliputi
antibodi yang rnenghasilkan sel-sel plasma, dan sel-sel pecahan "germline chromosome" dan penggabungan
yang rnernelihara ingatan pada antigen. dari V, D, dan ,J yang kemudian rnenjadi bentuk VDJH.
Sel-sel T juga berkembang rnenjadi sel-sel effector Terakhir, terminal deoksitransferase (TdT) banyak terdapat
dan pengingat. Awal dari reaksi ini disebut respons primer. dalam sel yang mengalami pengaturan ulang, dan
Berikutnya terdapat periode laten kurang lebih tujuh hari rnenanbah bahan dasar ekstra pada fragrnen-fragmen
sebelum perkembangan lebih lanjut. sebelum diadakan rekombinasi. Hasilnya akan terbentuk
Sel T mempunyai beberapa sub-set. Ada beberapa banyak macam gen imunoglobulin dari macam-macam
sub-set sel T yang penting yang berpengaruh pada sel- sel pelopor dari B.
sel T dan B terhadap antigen dan termasuk mengaktifkan Kemudian sel-sel yang berhasil rnembentuk protein
makrofag. Ini adalah sel-sel T helper (penolong) yang ikatar-berat yang ditampilkan di permukaan sel, akan
rnemproses antigen T4 pada perrnukaannya dan juga nembentuk kompleks rantai-ringan. Kornpleks
rnembentuk T4H dan sel-sel T suppressor guna merniliki ikatan berat dan ikatan ringan pada sel-sel B dan rnolekul
106 DASAR-DASAR ILMU PENYAKIT DALAM

Mitokondria Platelet surface Phospolipids :


GP lib llla \ ,,/important role in coagulation

Membrane plasma

Glycoge~

GP Ib : Platelet Surface
glycoprotein Ib
Fungsi adhesi & agregasi

Lysosomes : acid hydrolases

I
Dense granules :
ADP,ATP,Ca,Mg,Serotonin
/
Alpha granule :
- Pthrornboglobulin - Alburpin
- PF4 - Thrombospodin,fibronectin
- PDGF - ADP
- TGF- beta - VEGF (vascular endotelin growth F)
- Chernotactic factor - Serotonin
- Fibrinogen
- V.WF

Gambar 9. Platelet/trombosit

Faktor yang Diturunkan dari Trombosit I Respons Inflamasi


1

Thromboxane A, (Cyclooxgenase dependent) i Vasokonstriksi, agregasi trombosit


12-L-hydroperoxyeicosatetraenoid acid (Lyp xygenase Vasokonstriksi, stimulasi dari leucocyte leukotsiene B, syn-
dependent)
12-L-Hydroxyeicosatetraenoic acid (lypoxygen
i thesis, inhibisi cyclooxygenase
Kemotaxis, stimulasi aktivasi monosit procoagulant
dent)
Glycoprotein adhesif : Thrombospodin, I Adhesi sel
Faktor-faktor penumbuh : PDGF, VEGF, TGF-P (a/-granules) Kemotaxis, fibrinogenesis, chondrogenesis, angiogenesis
Platelet-spesific protein : P-~hrombo-mobulin,PF, Aggregasi trombosit, kemotaxis
(a-granules)

i
Cationic protein : chemotactic factor, pe meability
factor (a-granules)
i
Kemotaxis, permeabilitas vaskular, release histamin.

Acid hydrolases (lysosomes) Memangsa jaringan


Serotonin (dense granule) Vasokonstriksi, permeabilitas vaskular, fibrinogenesis
imunoglobulin yang lengkap pada sel Byang belum dewasa dijumpai CD19 dan CD21. Di samping itu terdapat pula
bersamaan dengan pasangan protein transmembran yang CD32 iFc. Reseptor).
disebut Iga dan I g i . Ini adalah molekul pembawa signal
yang diperlukan guna seleksi yang positif dari sel-sel B
guna dapat melewati titik-titik pemeriksaan. RESPONS INFLAMASI PADA SYOK
Setelah diferensiasi sel B berlangsung, dan sel-sel
yang bertahan hidup dalam proses seleksi akan keluar Aktivasi dari jaringan sistem mediator inflamasi yang
dari sumsum tulang sebagai sel yang terbentuk baru, sangat luas berperan dengan nyata dalam perkembangan
kemudian sel B yang dewasa melakukan perjalanan ke syok dan mempunyai saham dalam menghasilkan jejas
limpa, dan masuk ke daerah PALS (Periarteriolar lymphoid dan gangguan dari organ-organ.
Sheath), di mana sel-sel B. Antigen yang ada diangkut Mediator-mediator humoral yang multipel d i -
masuk dalam PALS, di mana telah ada kerja sama antara aktifkan selama syok dan kerusakan jaringan. Kaskade
sel T dan sel B. kompl.emen, diaktifkan melalui kedua jalur klasik dan
Sel B yang ada di daerah perbatasan kemudian masuk alternatif, menghasilkan anafilaktoksin C3a dan C5a. Fiksasi
ke dalam pulpa merah lalu mengadakan diferensiasi komplemen secara langsung pada jaringan yang rusak
menjadi plasmablas, yang dengan cepat mempunyai dapat berkembang guna menyerang secara rumit C5-C9,
respons awal terhadap zat yang patogen. Disini terjadi selanjutnya mengakibatkan kerusakan sel. Pengaktifan
kerja sama yang unik antara sel-sel T, B dan folikular kaskade koagulasi menyebabkan trombosis mikrovaskular,
dendritik. Sel B menyajikan pada sel T lewat MHC klas dengan akibat selanjutnya terjadi lisis utama pada
I1 yang ada pada sel B.Sel-sel B yang diaktifkan dapat peristiwa yang berulang dari iskemik dan reperfusi.
menampilkan CD80 atau CD86 (B7.1 atau B7.2). Sel B Komponen-komponen dari sistem koagulasi, seperti
yang demikian kini dapat menyampai-kan dua isyarat trombin, merupakan mediator proinflamasi yang poten.
kepada sel T yaitu satu ikatan dari reseptor antigen sel T Yang mengakibatkan peningkatan dari molekul-molekul
ke MHC klas 11-peptid kompleks pada sel B, dan yang lain adhesipada sel-sel endotel dan mengaktifkan neutrofil,
dengan mengikat CD28 pada sel T oleh CD80 dan CD86 utamanya pada kerusakan pada mikrovaskular. Koagulasi
pada sel B. Aktivasi dua isyarat demikian itu bermanfaat yang nengaktifkan kaskade kalikrein-kininogen, yang
untuk meningkatkan kadr dari sekresi IL-2 dan proliferasi mempunyai andil pada kejadian hipotensi.
dari sel T.
Setelah cukup stimulasi, sel - sel B membelah diri jadi
sel-sel plasma dan menghasilkan imunoglobulin yaitu
IgG dengan subklas 1, 2, 3, 4; IgA dengan dua subklas; trombosit
(platelet
IgM, IgD, serta IgE. Pengatur molekul dari fungsi limfosit,
adkesion)
dilakukan oleh reseptor-reseptor permukaan sel dan Fagisitosis
adanya interaksi antar sel.
1 \ meningkat 1
Dengan adanya rangsangan awal, sel T menerima
Percantian
bantuan dalam menetapkan tipe sel efektor apa dari sel trombosit
tersebut yang timbul. Pada tiap kasus, sel T menadi aktif

I
dan sekresi arakhidonat
dan menampilkan molekul permukaan yang baru, CD154
yang juga dikenal sebagai Pg39 atau CD40L. Ini adalah Yang berkaitan
dengan pernapasan
lawan reseptor untuk CD40, suatu keluarga dari reseptor
TNFa superfamily, yang ada pada sel-sel B. Ikatan dari lexpresi
CD40 memungkinkan isyarat sehingga sel B dilindungi
dari program kematian. Molekul baru CD80 dihasilkan
dari ikatan CD154 pada CD40. CD80 merupakan lawan leukosit
reseptor untuk CD28 pada sel T.
Ikatan CD40 pada sel B mempengaruhi peningkatan
lain molekul pada sel B yaitu ikatan CD95 (CD154, Fas
I
\Ir
Periekatan
leukosit 1
LTB,
I Penaerahan I
lezkosit I
1I
Ligand). Secara normal ikatan CD95 Ligand mempengaruhi
kematian sel. Namun sel-sel B yang telah menerima
isyarat dari reseptor seperti lewat CD40 akan dilindungi, PDGF . Platelet Derive Growth Factor
bila tidak ia akan mati. Pada stadium akhir dalam aktivasi, PF4: Platelet Factor 4
LTBA . Platelet Factor 4
ikatan dengan CD28 akan mengirim pesan ke sel T guna
menampilkan CD152 (CTLA-4). Pada permukaan sel B Gambar 10. Partisipasi trombosit pada awal kejadian radang
DASAR-DASAR I L M U PENYAKIT DALAM

Sejurnlah Ekosanoid suatu vasoaktif dan rnerupakan Gabay C.Cytokines and cytolune receptors In. ibid: 423.Weaver
hasil dari irnunornodulator dari metabolisrne asam CT
Haynes BF, Fauci AS.Introduction to the immune sistem In.p.1907-
arakidonat yang termasuk pula turunan asal dari 30
siklooksigenase juga prostaglandin dan trornboksan Maier RV. Approach to the patient with shock inflammatory
A, yang merupakan vasokonstriktor yang poten dan responses. In Harrison's principles of internal medicine. Mc
Graw-Hill 16th.Vol I1 2005: 1601-2.
rnempunyai andil pada hipertensi pulrnonal dan nlkrosis
Morrow JD, Roberts I1 LJ. Lipid derived autacoids. eicosanoids
tubuler akut pada syok. and platelet-activating factor .In: Goodman & Gilman's.
the pharmacological basis of theurapeutics 10 th. edition;
2001.p.669-731
KESIM PULAN Philips MR Cronstein B.N.Structure and function of neutrophils.
in. p. 351-73
Pier GB.Molucular mechanisms of microbial pathogenesis. In:
Inflamasi adalah respons protektif seternpat yang di- Harrison's principles of internal medicine.16"' Edition. Mc
tirnbulkan oleh cedera atau kerusakan jaringan, yang GrawHi11;2005.p.700-6
Saleh MN Lobuglio AF.131atelets In: Rheumatic diseasesin : .p.
berfungsi rnenghancurkan, rnengurangi atau rnengurung
411-22.
suatu agen pencedera maupun jaringan yang cedera itu.
Pada bentuk akut ditandai adanya tanda klasik yaitu: dolor,
kalor, rubor, tumor dan fungsiolesa.
Dikenal adanya inflarnasi akut, subakut dan kronis.
Inflamsi merupakan keadaan dinamik yang konstan yaitu
suatu reaksi dari jaringan hidup guna rnelawan berbagai
rangsangan. Dalarn rnelawan inflarnasi, dari tubuh rnerniliki
respons alarni dan penyesuaian. Yang alarni (tidak s~esifik)
terdiri dari sel-sel: neutrofil, eosinofil, basofil, trornbosit,
rnakrofog, rnonosit, sel mast dan sel NK, serta faktor-faktor
yang larut yang terdiri dari lisozim, sitokin, interferon,
kornplernen, dan protein fase akut.
Sedang yang penyesuaian yang bersifat spesifik terdiri
dari sel B, sel T, antigen presenting cell (APC), sel-sel dendrit
dan sel Langerhans, serta faktor-faktor yang larut seperti
antibodi, irnunoglobulin G (IgG) dengan subklasnya I g M,
I g A, Ig E, Ig D dan lirnfokin.
Selain itu sel-sel yang ada rnerniliki pula reseptor di
perrnukaan sel. Dengan demikian mernudahkan cara kerja
sel-sel tersebut.
Mediator inflarnasi terdiri dari: kornplernen, vasoaktif
arnin, nitric oxide, histarnin, serotonin, adenosin, sistern
pernbekuan, bentuk 0, yang diaktifkan, rnetabolisrne
asarn arakidonat, prostaglandin,trornboksan A,, dan
leukotrien.

REFERENSI

Austen KF. Allergic, anaphylaxis, and systemic mastocytosis In:


Harrison's principles of internal medicine.Mc Graw Hill. lbdl
Ed. Vol. I1 2005: 1947-56
Bullard CD.Cel1 adhesion molecules in the rheumatic diseases
In .p.477-8
Crow MK.Structure and function of macrophages a r d other
antigen-presenting cells. In Arthritis and allud conditions
Koopmen, Moreland. A Textbook of rheumatology. Lippincott
Williams & Wilkins 15* Ed Vol. 11,2005: 305-26.
Carter RH Weaver CT.Structure and function of lymphocytes
in.p.327-50.
Gruber B.L Kaplan AP.Mast cells, eosinophilis,and rheumatic
diseases.in: ibid 375-409.
APOPTOSIS
Kusworini Handono, Beny Ghufron

PENDAHULUAN dan inti ke dalam lingkungan interseluler sehingga


merangsang timbulnya keradangan. Walaupun nekrosis
Rudolf Virchow seorang ahli patologi pada akhir tahun merupakan suatu respon yang penting pada kerusakan
1800 membahas tentang kernatian sel dan jaringan akut atau inflamasi jaringan tertentu, namun nekrosis
sebagai sebuah proses pasif. Ketika seorang penderita bukan mekanisrne kernatian sel secara normal. Sarnpai
infark miokard akut dilakukan otopsi rnaka daerah otot awal tahun 1970-an, nekrosis rnerupakan satu-satunya
jantung yang terkena infark rnengalarni perubahan cara kernatian sel yang diketahui dengan jelas, sehingga
warna, kecerahan, dan tekstur. Sel dan rnitokondrianya rnenjadikan kernatian sel nampak sebagai kejadian yang
rnernbengkak dan kehilangan integritas rnembran non fisiologis dan r n e r ~ g i k a n . ~ . ~
yang akhirnya melepaskan isi sel dan mencetuskan Apoptosis rnerupakan proses kernatian sel yang
proses inflarnasi. Andrew Wyllie. pada awal tahun fisiologis dan terprograrn. Berbeda dengan nekrosis
1972 berdasarkan studi pada perkembangan ernbrio yang merupakan proses patologis akibat jejas yang kuat
(embriogenesis) rnendapatkan bahwa rnorfogenesis atau zat toksik pada sel, apoptosis dimulai dari proses
bukan rnerupakan proses proliferasi saja tetapi beberapa interaksi antara ligan-reseptor yang teregulasi dengan
sel rnenghancurkan dirinya sendiri dan rnembatasi tepat dan dirangkai dengan proses fagositosis yang
pertumbuhannya. Mereka rnendapati bahwa sel rnenjadi bertujuan mengelirninasi sel yang rusak atau sel normal
mengkerut, sitoplasrna dan kromatin terkondensasi tanpa yang tidak diperlukan lagi. Proses awal apoptosis ditandai
ada perubahan pada rnitokondria dan tidak ada proses dengan berkurangnya volume sel beserta intinya. Dengan
inflarnasi. Mernbran sel tidak mengalarni disintegrasi (lisis) menggunakan mikroskop cahaya akan tampak perubahan
tetapi mernbentuk badan-badan kecil yang akan di fagosit pada rnernbran sel berupa pernbentukan bula (blebbing),
dan dihancurkan oleh rnakrofag atau sel tetangganya. Para kondensasi dan fragrnentasi DNA. Walaupun secara in
ahli selanjutnya rnenyebut perubahan tersebut sebagai vitro apoptosis ditandai dengan fragrnentasi sel akan
proses apoptosis yang dalarn bahasa ~ u n a nkuno i berarti tetapi secara in vivo sel-sel yang mengalarni apoptosis
"daun gugurn.l biasanya hanya terlihat di dalarn rnakrofag. Garnbaran
Organisrna m u l t i s e l u l a r h i d u p mernerlukan khas apoptosis berupa degradasi DNA krornosom oleh
keseirnbangan antara proses proliferasi sel dan kernatian enzirn endonuklease rnenjadi beberapa oligorner yang
sel. Ketidak seirnbangan kedua proses tersebut berdampak rnengandung 180 pasang basa yang pada analisis gel
pada timbulnya atau progresivitas berbagai penyakit. tampak sebagai "ladder" DNA (tabel l).2.3
Secara urnum sel-sel mengalami kernatian melalui salah
satu dari dua cara yang telah diketahui tergantung dari
konteks dan penyebab kematiannya, yaitu nekrosis dan APOPTOSIS PADA CAENORHABDITIS ELEGANS
apoptosis. Nekrosis rnerupakan proses kernatian sel DAN MAMALIA
yang terjadi secara akut akibat perubahan non fisiologis
(rnisalnya infark jaringan pada stroke iskhernik atau Pernaharnan proses apoptosis diperoleh dari penelitian
karena efek toksin). Sel yang rnengalarni nekrosis akan pada cacing nernatoda Caenorhabditis elegans. Selarna
rnembengkak dan lisis, mengeluarkan isi sitoplasma perkernbangan hidupnya, cacing C elegans mernproduksi
110 DASAR-DASAR ILMU PENYAKIT DALAM

Gambaran Nekrosis Apoptosis

I
Rangsangan Toksin, hip0 sia, gangguan masif Kondisi Fisiologis dan patologis
Histologi Sel memben kak Kondensasi kromatin
Kerusakan o ganel, Benda-benda apoptotik
Tanda-tanda kematian jaringan Kematian sel
Pola kerusakan DNA Fragmen tidbk beraturan Potongan fragmen 180
pasangan basa
Membran plasma Lisis 1 Utuh, menggelembung,
Perubahan molekular
Fagositosis dari sel Makrofag imligran Sel sekitar
Reaksijaringan Keradangan 1 Tidak ada keradangan

sebanyak 1.090 sel di mana 131 sel akan mati. Sejumlah Gambar 1: Pada sel hidup, ced-4 dan ced-3 menjadi
gen yang mengaktivasi dan meregulasi proses kematian satu dalam bentuk monomer inaktif dengan ced-9. Apabila
sel ini telah di identifikasi. Menariknya, sebagian proses sel akan mengalami apoptosis domain BH3 dari egl-1
tersebut sama dengan yang ada di mamalia. Pada menyebabkan lepasnya ikatan ced-3 sehingga ced-3
dasarnya C. elegans memiliki 4 macam gen yang menyandi mengalami oligomerisasi dan menjadi aktif.
apoptosis: ced-9, egl-1, ced-4, dan ced-3. Gen ced-9 Penelitian selanjutnya pada mamalia menunjukkan
bersifat mencegah apoptosis sedangkan egl-1, ced-r bahwa ced-9 secara struktur dan fungsi homolog dengan
dan ced-3 menyebabkan apoptosis. Ced-9 terikat pada protein anti-apoptosis Bcl-2, egl-1 homolog dengan
membran luar mitokondria dan mengikat ced-4 dan ced-3. protein pro-apoptotic Bcl-2, ced-4 homolog dengan
Ikatan ini menyebabkan ced-3 tidak aktif sehingga sel protein Apaf-1 sedangkan ced-3 homolog dengan famili
tetap hidup. Dengan adanya egl-1 maka komplek ikatan caspase (Gambar 2).4
ced-4/ced-3 dengan ced-9 akan terlepas dan komplek Gambar 2: Persamaan antar proses apoptosis
ced-4/ced-3 mengalami oligomerisasi menjadi aktif pada C elegans dan mamalia. ced-9 homolog dengan
dengan akibat kematian sel (Gambar 1). protein Bcl-2, ced-4 homolog dengan Apaf-1 sedangkan

Oligomerisasi aktif

Mitokondria
i

Mitokondria

L I

Gambar 1. Pada sel hidup, ced-4 dan ced-3 menjadi satu dalam bentuk monomer inaktif dengan ced-9. Apabila sel akan menga-
lami apoptosis domain BH3 dari egl-1 menyebabkan lepasnya ikatan ced-3 sehingga ced-3 mengalami oligomerisasi dan menjadi
aktif.
APOPTOSIS 111 ,A

C. Elegans l m a l i a
kematian

I Bcl-2
EGLl CED9 I BAD

Caspase
I
/ Menghambat

Menginduksi

I I

Gambar 2: Persarnaan antar proses apoptosis pada C elegans dan rnarnalia. ced-9 homolog dengan protein Bcl-2, ced-4 hornolog
dengan Apaf-1 sedangkan ced-3 hornolog dengan caspase dengan hasil akhir sel rnengalarni apoptosis.

ced-3 homolog dengan caspase dengan hasil akhir sel


mengalarni apoptosis.
~esebtorKematian Ligan Kematian
~ a d / ~ ~ 9 5 / ~ ~ o l FasL/CD95L
APOPTOSIS ATAS RANGSANGAN DARI LUAR TNF dan limfotoksin-a
Apo3L atau TWEAK
Apoptosis dapat dipicu melalui dua jalur molekuler yang Apo2L atau TREAL
berbeda yaitu rnelalui jalur reseptor kernatian (jalur Tidak diketahui
ekstrinsik) dan jalur mitokondria (jalur intrinsik). Tahap Regdlator Apoptosis
akhir dari kedua jalur tersebut adalah aktivasi berbagai ~ e / u a r Bcl-2
~a
protease intraseluler (terutama kelompok enzim proteolitik
disebut caspases) dan endonuklease. Sebuah sel akan setelah rnengikat ligan kematian. Reseptor Fas dan
rnengalami apoptosis atau tidak tergantung pada 2 rnacam reseptor TNF rnerupakan bagian integral dari rnembran
sinyal yaitu (i) sinyal yang diperlukan untuk bertahan protein dengan domains reseptor terletak dipermukaan
hidup (sinyal positif) dan (ii) sinyal yang menyebabkan sel. Ikatan reseptor tersebut dengan ligan kernatian FasL
kematian (sinyal negatif). Contoh sinyal positif antara lain dan TNF maka dalam beberapa detik akan mengaktivasi
faktor pertumbuhan (growth factor) pada neuron atau sisten caspase yang mengakibatkan kematian sel dalam
interleukin-2 (IL-2) pada lirnfosit. Sinyal negatif antara lain beberapajam. FasL merupakan protein yang diekspresikan
peningkatan kadar oksidan bebas dalam sel, kerusakan oleh sel T sitotoksik untuk membunuh virus atau antigen
DNA, serta aktivator kernatian seperti TNF-alfa, lirnfotoksin yang berbahaya. Pada domain reseptor kematian yang
dan ligan Fas (FasL). berada di sitoplasrna (cytoplasmic domain) terdapat
Proses menuju apoptosis atas rangsangan dari luar struktur hornolog yang disebut domain kematian (death
(jalur ekstrinsik) dapat dibagi menjadi lima langkah yaitu dom~in),yang mampu menggerakkan rnesin apoptosi~.~
: (i) interaksi reseptor oleh ligannya (ii) keluarnya sitokrom
c dari mitokondria (iii) aktivasi protease (caspase) (iv)
pemecahan protein dan DNA (v) proses fagosit oleh APOPTOSIS MELALUI INTERAKSI RESEPTOR FAS.
makrofag atau sel tetangganya.Apoptosis diawali dengan (CD95) DAN UGAN FAS (FASL).
interaksi ligan-reseptor yang memerlukan energi dan
menghasilkan perubahan rnorfologi dalarn sel. Terdapat Fas/CD95 dan FasL secara fisiologis berperan dalam
beberapa macam reseptor kematian beserta ligannya apoptosis berbagai macam sel antara lain delesisel limfosit
(tabel 2). T m a x r di perifer, apoptosis sel yang terinfeksi virus atau
Reseptor kematian adalah suatu reseptor pada sel kanker yang dilakukan oleh lirnfosit T sitoksik dan
permukaan sel yang rnentransrnisikan sinyal apoptosis natural killer cell (sel NK) dan mematikan sel irnun pada
DASAR-DASAR I L M U P E N Y A W DALAM

tempat tertentu seperti pada mata. Reseptor FasJCD95 dengan reseptor TNF (TNFRl), TNF meng-aktifkan NF-KB
merupakan suatu molekul homotrimerik seperti artggota dan AP-1 sehingga terjadi induksi gen proinflamasi dan
famili TNF yang lain. imunomodulator. Pada beberapa sel, TNF menyebabkan
Pada reseptor Fas terdapat suatu segmen yang terdiri apoptosis apabila protein yang menekan proses apoptosis
dari 90 asam amino yang disebut domain kenatian dihambat. Ekspresi protein supresor ini dikendalikan oleh
yang mengawali proses apoptosis. Pada saat trimerisasi NF-KB dan c-jun NH2 terminal kinase JNK/AP 1. Pada
dengan FasL, domain kematian sitoplasma reseptor Fas TNFR-1juga terdapat protein yang mirip dengan domain
membentuk death inducing signal complex (DISC). DISC kematian. Perbedaannya dengan Fas adalah adanya
bekerja pada fas-associated death domain (FADD atau protein adaptor TRADD (TNFR-1associateddeath domain)
MORTI) yang berfungsi sebagai protein adaptor dan yang berinteraksi dengan FADD (Gambar4).8Ikatan TRAIL
meneruskan sinyal apoptosis dengan menarik FADD- dengan reseptornya yaitu TRAIL-R1 dan TRAIL-R2 yang
like interleukin-converting enzym (FLICE/ICE/caspase 8). tidak mempunyai protein adaptor langsung mengaktivasi
Selanjutnya caspase 8 akan mengaktifkan sistem caspase caspase.
sampai terjadi apoptosis (Gambar 3).6r7
TRAIL 1
FasL

DISC

pq
I Caspase cascade
f
Intrinsic pathway 1
Apoptosis

Gambar 3. Ligan Fas merupakan suatu molekul trirner yang


bila berhubungan dengan reseptor Fas akan rnenyebabkan
trimerisasi reseptor yang rnengakibatkan pengelorrpokan
death domain (DD) yang ada di dalarn sel. Hal ini akan Gambar 4. Terikatnya TNF pada TNFRl rnenyebabkan
rnenyebabkan protein adaptor (FADD) berinteraksi lewat trirnerisasi reseptor dan pengurnpulan domain kematian intra
struktur yang hornolog pada death domain. FADD rrerniliki sel. Selanjutnya akan tejadi ikatan dengan rnolekul adaptor
death affector domain (DED) yang rnarnpu rnengikat pro- TRADD (TNFR-associated death domain) rnelalui domain
caspase 8 sehingga rnenjadi caspase 8 aktif? kernatian. TRADD rnernpunyai kernarnpuan untuk rnengikat
berbagai rnacarn protein terrnasuk FADD yang selanjutnya
akan menarik dan rnengaktifkan pro-caspase 8 (kiri). TRAIL
APOPTOSIS MELALUI INTERAKSITNF DAN TNFRl, (TNF-relatedinducing ligand)terikat pada reseptor TRAIL-R1/2
selanjutnya rnengaktivasi caspase sehingga terjadi apoptosis
TRAIL DAN TRAIL- R1/2

Seperti telah dijelaskan di atas, jalur ekstrinsik diawali


dengan interaksi famili reseptor kematian seperti reseptor Ikatan ligan-reseptor menginduksi beberapa
Tumor Necrosis Factor 1(TNF-Rl), Fas/CD95 dan reseptor proenzymes (yaitu, procaspase-8 dan -10) pada domain
TNF related inducing ligan 1dan 2 (TRAIL-R1 dan TRAIL- intraselular u n t u k membentuk kompleks disebut
R2) dengan ligannya (TNF-a, Fas ligan (FasL)/ CD95L, sebagai DISC (death inducing signalling complex). Sinyal
TRAIL). TNF terutama di produksi oleh makrofag dan yang dihasilkan oleh DISC dan caspases aktif akan
limfosit T sebagai respon adanya infeksi. Setelah berikatan menyebabkan kematian sel, dan tergantung pada jenis
APOPTOSIS 113

sel, apakah memerlukan keterlibatan mitokondria atau PERAN FAMIU PROTEIN BCL- 2 PADA REGULASI
tidak. Jalur intrinsik (jalur mitokondria) dipicu oleh sinyal APOPTOSIS
ekstra-intraseluler yang berbeda, seperti iradiasi y, stres
oksidatif, bahan racun, intermediet reaktif metabolisme Penelitian tentang aktivasi dan supresi apoptosis ternyata
xenobiotik, berkurangnya faktor pertumbuhan, atau telah diidentifikasi adanya famili protein lain yang
beberapa obat-obat kemoterapi yang menyebabkan mempengaruhi jalur sinyal kematian (death signaling
disfungsi mitokondria. Akibatnya, arsitektur organel pathway). Bcl-2 merupakan famili protein yang pertama
dan permeabilitas membran mitokondria mengalami kali ditemukan. Identifikasi selanjutnya didapatkan bahwa
perubahan, dan protein-protein mitokondria dilepaskan prote n anti apoptosis Bcl-2 (subfamili Bcl-2) secara
ke sitosol, termasuk sitokrom c, SMAC/ DIABLO (kedua struktur dan fungsinya homolog dengan ced-9, sedangkan
aktivator berasal dari caspase mitokondria), faktor induksi pro-apoptosis Bcl-2 (subfamili Bax dan BH3) homolog
apoptosis, dan endonuklease G, yang berkontribusi dengan egl-1 pada C elegan. Tampak pada gambar 6
terhadap aktivasi protease dan degradasi kromatin. bahwa Bcl-2 dan Bcl-XL mempunyai 4 domain BH1, BH2,
Jalur ekstrinsik dan intrinsik tidak bekerja sendiri- BH3, dan BH4, Bax mempunyai domain BH1, BH2, BH3
sendiri, karena beberapa sel, termasuk sel hepatosit dan tanpa BH4, sedangkan Bad dan Bid merupakan anggota
cholangiosit, telah terbukti memerlukan keterlibatan subfamili BH3 hanya mempunyai domain BH3 saja. Pada
mitokondria untuk memperkuat sinyal apoptosis dari Bcl-2juga terdapat lokasi fosforilasi, dimerization domain
reseptor kematian (gambar 5).a dan domain pore-forming 9.

JALUR INTRlNSlK JALUR EKSTRI NSIK

Stres, virus, dl1

Gambar 5. Kerjasama jalur ekstrinsik dan jalur intrinsik dalam memicu apoptosis. Interaksi ligan-reseptor menginduksi beberapa
procaspase-8 dan -10 pada domain intraseluler untuk membentuk kompleks DISC (death inducing signalling complex) akan
menyebabkan kematian sel. Jalur intrinsik dipicu oleh sinyal seperti stres o<sidatif, virus dsb menyebabkan disfungsi mitokondria.
Akibatnya, protein-protein mitokondria dilepaskan ke sitosol, termasuk si:okrom c, SMAC / DIABLO dan endonuklease G, yang
berkontribusi terhadap aktivasi protease dan degradasi kromatin. Keterlibatan mitokondria diperlukan untuk memperkuat sinyal
apoptosis dari reseptor kematian.
114 DASAR-DASAR ILMU PENYAKIT DALAM

Anti Apoptosis
Subfamlli Bcl-2

Bcl-2

Bcl-x,

Bcl-w

MCCI

A1

NR-13

BHRFI

LMWS-HL

ORF16

KS-Bcl-2

ElBl9K

CELL9

Pro Apoptosis
Subfamili Bax

Bax

Bak

B0k

Subfamili BH3

Bik

Blk

Hrk

BNlP3

Bim,

Bad

Bid

EGL-1

Gambar 6: Farnili Bcl-2, terdiri dari subfarnili Bcl-2, subfarnili Bax dan subfarnili BH3. Subfarnili Bcl-2 bersifat anti-apoptosis sedangkan
subfarnili Bax dan BH3 bersifat pro-apoptosis.

Struktur kristal famili Bcl-2 memudahkan pemahaman dari anggota famili lain, bak (Gambar 7). Dengan demikian
akan fungsi yang dimiliki famili ini. Domain BH1,BHZ dan maka protein-protein ini dapat membentuk homodimer
BH3 membentuk kantong ("pocket? yang mengikat domain atau heter~dimer.~
BH3 dari anggota famili lainnya. Tampak bahwa kantong Rasio antara subfamili anti-apoptosis Bcl-2 dengan
yang dibentuk BHl,BH2, dan BH3 meng~katd o m ~ i nBH3 subfamili pro-apoptosis Bcl-2 menentukan apakah sel
APOPTOSIS

Bcl-2 Bax Bax Bcl-2

Gambar 8. Model hubungan antara Bcl-2 dan Bax dalam


proses apoptosis. (A) Bcl-2 menghambat apoptosis dan Bax
menghilangkan hambatan tersebut. (B) Bax menginduksi
apoptosis dan Bcl-2 menghambat Bax. (C) Bcl-2 meng-hambat
apoptosis dan Bax menginduksi apoptosis 5.

transkripsi, p53, suatu protein pengikat DNA akan


mengaktifkan gen-gen terkait apoptosis Bax sehingga
terjadi kelebihan Bax. Akibat kelebihan Bax maka terjadi
Gambar 7: Struktur kristal Bcl-2 yang terdiri dari domain BH1, homodimer Bax yang menyebabkan keluarnya sitokrom
BH2, BH3 yang membentuk kantong dan mengikat domain c dari mitokondria dan aktivasi pro-apoptitic protease
BH3 dari Bak 4.
activating factor-1 (Apaf-1).
Mekanisme lain terjadi pada tingkat post-translasi di
akan mengalami apoptosis atau tidak. Studi dengan mana protein pro-apoptosis Bcl-2 (subfamili BH3) seperti
menggunakan X-ray kristalografi menunjukkan bahwa pada Bad hanya mempunyai gugus BH3 saja. Oleh karena
struktur kristal protein Bcl-2 sangat mirip dengan protein bentuk kantong dari protein Bcl-2 mengikat domain BH3,
pore-forming dari bakteri. Dengan demikian dapat maka Bad dan Bcl-2 membentuk dimer melalui domain
diartikan bahwa protein Bcl-2 bisa membuat lubang BH3 sehingga Bcl-2 tidak dapat mengikat Bax yang
pada membran luar mitokondria sehingga sitokrom c dari akhirnya terjadi Bax-Bax homodimer. Contoh lain untuk
dalam mitokondria terlepas ke sitoplasma. Kesimpulan modifikasi pada tingkat post-translasi terjadi pada anggota
ini didukung oleh bukti bahwa anggota protein Bcl-2 subfamili BH3: Bid. Mekanismeyang terjadi diawali dengan
mempunyai membrane anchors pada C-terminus. Jadi terikatnya ligan Fas (FasL) pada reseptor kematian Fas
protein anti-apoptosis Bcl-2 mencegah terlepasnya yang mengakibatkan aktivasi caspase 8 pada plasma
sitokrom c dari dalam membran mitokondria dengan membran. Caspase-8 memecah bentuk tidak aktif Bid
membentuk ikatan homodimer dan dengan membentuk menjadi 2 yang salah satunya rnerupakan bentuk Bid aktif
ikatan heterodimer dengan kelompok protein pro- yang mernpunyai BH3 domain. Aktif Bid bertranslokasi ke
apoptosis Bcl-2. Apabila terjadi perubahan keseimbangan mitokondria dan rnenginduksi apoptosis. Bid aktif terikat
antara pro-apoptosis dan anti-apoptosis maka Bax akan pada Bax sehingga terjadi perubahan konformasi pada Bax
membentuk homodimer dan membuat lubang pada sehingga sitokrom c terlepas dari mit~kondria.~
membran luar mitokondria sehingga sitokrom c terlepas
ke dalam sitoplasma.
Rasio protein anti-apoptosis (contoh: Bcl-2) dan pro- PERAN MITOKONDRIA DALAM MEKANISME
apoptosis (contoh: Bax) memegang peran penting dalam APOFTOSIS
mengawali atau menghambat apoptosis. Berbagai model
yang ada tampak pada gambar 8.5 Mitokondria berperan penting didalam regulasi apoptosis.
Model pertama mengatakan bahwa Bcl-2 menghambat Beberapa mekanisme yang diketahui antara lain melalui
apoptosis dan Bax menghilangkan hambatan apoptosis. lepasnya sitokrom c, hilangnya potensial transmembran
Model kedua mengatakan bahwa Bax menginduksi mitokondria, gangguan oksidasi-reduksi (redoks) sel,
apoptosis dan Bcl-2 menghambat proses ini sedangkan dan peran protein bcl-2 pro dan anti apoptosis. Sitokrom
model ketiga mengatakan bahwa secara indipenden Bcl-2 c merupakan bagian integral dari rantai respirasi yang
menghambat apoptosis dan Bax menginduksi apoptosis. berada dan larut di antara membran luar dan membran
Tampaknya dari ketiga model yang ada, gabungan dari dalam mitokondria.
ketiga nya merupakan model yang lebih t e ~ a t . ~ Gangguan transport elektron dan metabolisme
Rasio protein anti-apoptosis dan pro-apoptosis energi telah lama diketahui mempunyai peran di dalam
dikendalikan pada berbagai tingkat. Pada tingkat apoptosis. Mitokondria adalah sumber utama anion
DASAR-DASAR I L M U PENYAKIT DALAM

superoksid dalarn sel. Selarna transfer electron kepada pore yang besar sehingga sitokrorn c lepas ke dalarn
rnolekul oksigen sebanyak 1sampai 5 % dari elektron sitoplasma dan rnenyebabkan apoptosis. Berbagai rnacarn
tersesat dari rantai respirasi sehingga terbentuk 02.. Dalarn stimulus untuk keluarnya sitokrorn c dari rnitokondria
keadaan normal reactive oxygen species (ROS) rnarnpu antara lain Bax, oksidan, kalsiurn yang berlebihan, cerarnid
diatasi oleh manganous superoxide dismutase. Pada sel dan caspase 5.
yang mengalarni apoptosis terjadi produksi ROS yang
berlebihan, sehingga mengakibat-kan kerusakan rnernbran
mitokondria yang berakhir dengan terlepasnya sitokrorn AKTIVASI SISTEM CASPASE SEBAGAI EFEKTOR
c. Keadaan seperti ini terutarna terjadi pada fase akhir APOPTOSIS
apoptosis disertai dengan peningkatan kadar superoksid
dan lipid peroksida.1 Caspase rnerupakan kelornpok protein yang berfungsi
Famili protein anti-apoptosis Bcl-2 seperti Bcl-2, Bcl- sebagai efektor utama apoptosis. Caspase adalah suatu
XL terletak di membran luar rnitokondria dan rnenghalangi cysteine protease yang bekerja secara unik dengan cara
apoptosis. Anggota pro-apoptosis Bcl-2 seperti Bad dan rnernecah protein setelah residu asarn aspartat. Secara
Bax juga bekerja rnelalui mernbran mitokondria dengan alarniah enzirn ini ada di dalarn sel dalarn bentukzyrnogen.
cara berinteraksi dengan Bcl-2 dan Bcl-XL atau secara Zyrnogen dipecah menjadi bentuk enzirn aktif dirnana
langsung berinteraksi dengan mernbran mitokondria. subunit besar dan subunit kecil bersama-sarna rnernbentuk
Mitokondria berperan dalarn apoptosis dengai cara heterodirner (garnbar 10).
rnelepaskan sitokrom c yang bersarna-sarna dengan
Apaf-1, ATP dan pro-caspase 9 rnembentuk kornplek
apoptosorne sehingga caspase 9 menjadi aktif yang I Ternpat pernecahan
I I

- -
selanjutnya mengaktifkan jalur caspase (Garnbar 9).
Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa Bax dan 1 YN --,-- , COOH 1
anggota protein Bcl-2 mempunyai kerniripan dengan Aktlvasl rnelalu~pernecahan 1
I_-_ L ~ r e k ~ proc&ase
sd inaktif 1
protein pore-forming dari bakteri yang rnenyebabkan Subun~tbesar
lubang pada rnernbran luar rnitokondria, akibatnya
sitokrom c dan (AIF) terlepas dari dalam rnitokondria ke
Prodornain
sitosol. Bcl-2 dan dan Bcl-XL menghambat pembentukan Subunit kecil
lubang pada mitokondria. Protein Bax dan Bad juga dapat
rnenyebabkan pernbentukan permeability transition (PT)

Garnbar 10: Pada precursor procaspase terdapat tiga domain


L Apoptotlc slgnals
dasar yaitu : prodornain, subunit besar (p20) dan subunit kecil
(~10).

Sarnpai saat ini dapat diidentifikasi tiga belas anggota


caspase, yang pada prinsipnya dapat dibagi rnenjadi dua
kelornpok dasar yaitu caspase inisiator dan caspase efektor.
release of Bad Perbedaan pada caspase inisiator akan memberikan
sinyal yang berbeda pula dalarn menginduksi apoptosis.
Yang terrnasuk caspase inisiator adalah caspase 8 yang
berhubungan dengan apoptosis yang dicetuskan oleh
reseptor kernatian sedangkan caspase 9 berperan dalarn
apoptosis akibat agen sitotoksik.
Sinyal apoptosis rnelalui reseptor kematian akan
mengaktivasi caspase inisiator seperti caspase 8 dan 9.
Procaspase 9 berinteraksi dengan CARD domain (caspase
recruited domain) pada Apaf-1 dan rnernbutuhkan
sitokrorn c dan deoksiadenosin trifosfat. Aktivasi caspase
Garnbar 9. Peran rnitokondra dalarn apoptosis adalah nelalui 8 rnernbutuhkan hubungan dengan kofaktor FADD
keluarnya sitokrorn c dari dalarn rnitokondria ke sitosol, yang rnelalui DED pada reseptor kematian Fas. Interaksi ini
bersarna-sarna dengan Apaf-1 dan ATP rnembentuk komplek rnenyebabkan pernecahan dan aktivasi dari caspase
dengan procaspase 9 yang rnenghasilkan aktivasi caspase 9
dan kaskade caspase ll. inisiator. Caspase initiator selanjutnya akan rnengaktifkan
APOPTOSIS 117

mitokondria

sitokrom c

Gambar 11.Caspase-9 matur akan memecah dan mengaktifasi caspase efektor seperti caspase 3 dan caspase 7. Selanjutnya cas-
pase 3 akan memecah dan mengaktifkan caspase 6, caspase 2 dan memecah caspase inisiator caspase 9. Caspase 6 akan memecah
dan mengaktifkan caspase 8 dan caspase 10. Aktivasi sistern caspase seperti ini dimaksudkan untuk menjarnin bahwa kernatian sel
bersifat irreversibel.

kaskade caspase yang akhirnya mengaktifkan efektor Pemecahan protein penyusun inti
caspase seperti caspase 3 dan caspase 6. Caspase-caspase Lamin m e r u p a k a n p r o t e i n i n t r a n u k l e a r y a n g
ini selain dapat dihidrolisis oleh caspase lainnya, juga mempertahankan kerangka nukleus dan berfungsi sebagai
mampu melakukan autokatalisasi. Sebagai akibat dari mediator interaksi antara kromatin dan membran inti.
aktifnya caspase efektor, maka akan terjadi pemecahan Caspase 6 akan menyebabkan degradasi lamin sehingga
substrat inti sel seperti yang terlihat pada gambaran terjadi kondensasi kromatin dan fragmentasi inti sel seperti
morfologis apoptosis (gambar 11). yang tampak pada sel yang mengalami apoptosis.

Pemecahan DNA
KERUSAKAN I N T I SEL SEBAGAI AKIBAT DARI Fragmentasi DNA menjadi unit-unit nukleosom disebabkan
AKTIVITAS CASPASE oleh enzim caspase activated DNase (CAD). Enzim ini tidak
aktif apabila berikatan dengan ICAD (inhibitor of CAD atau
Salah satu tanda penting apoptosis adalah dipecahnya DNA fragmentation factor45). Selama apoptosis ICAD
DNA kromosom sepanjang 180 pasang basa menjadi unit- dipecah oleh caspase 3 sehingga CAD terlepas dan DNA
unit nukleosom. Degradasi DNA setelah terjadi aktivasi inti mengalami pemecahan yang cepat.
caspase pada apoptosis terjadi melalui berbagai macam
cara antara lain:
APOPTOSIS AKIBAT KEKURANGAN FAKTOR
Inaktivasi enzim untuk perbaikan DNA PERTUMBUHAN
Poly ADP-ribosa polymerase (PARP) merupakan enzim
yang berperan dalam perbaikan DNA yang rusak dengan UntuC: mempertahankan hidup, beberapa sel tergantung
cara mengkatalisasi sintesa poly ADP-ribose. Kemampuan pada sitokin atau faktor pertumbuhan. Apabila suatu
PARP untuk memperbaiki DNA yang rusak di hambat oleh limfosit tidak mendapatkan rangsangan dari faktor
caspase dengan cara memecah PARP. pertumbuhan maka protein pro-apoptosis Bcl-2 (subfamili
Bax dan BH3) akan berpindah dari sitosol ke permukaan
Inaktivasi enzim untuk replikasi sel luar nembran mitokondria dan merubah rasio anggota
DNA topoisomerase I1 merupakan enzim inti sel yang famill Bcl-2 yang pro-apoptosis dan anti-apoptosis.
penting untuk replikasi dan perbaikan DNA. Caspase Akibatnya akan terjadi peningkatan permiabilitas membran
dapat menginaktivasi enzim ini sehingga terjadi kerusakan mitokondria sehingga sitokrom c terlepas ke dalam sitosol
DNA. dan akan mengaktivasi sistem caspase.1
118 DASAR-DASAR I L M U PENYAKIT DALAM

Seperti yang terjadi pada protein pro-apoptoti,: Bcl-2 terjadi aktivasi gen yang rnencetuskan proses apoptosis.
subfarnili BH3, Bad. Suatu protein yang disebut AC:t atau Bax dan IGF-BP3 rnerupakan gen responsif p53 yang
PKB akan diaktivasi oleh P13-K. Selanjutnya Ak: akan rnernbawa pesan kernatian untuk sel. Aktivasi Bax akan
rnernfosforilasi Bad. Ketika Bad sudah difosforilasi rnaka rnengakibatkan apoptosis sedangkan IGF-BP3 akan terikat
Bad akan terikat pada protein yang disebut 14-3-3 dan Bad pada insulin-like growth factor (IGF) dan rnenyebabkan
berada tersebar di sitoplasrna. Akibatnya Bad tidak dapat apoptosis akibat harnbatan IGF-mediated intracellular
terikat pada Bcl-2 dan tidak terjadi apoptosis. Proses yang signaling
terjadi di atas dipengaruhi oleh survival factor interleukin-3
('[L-3). Apabila Bad rnengalarni defosforilasi oleh suatu
calcium-dependent phosphatase (calcineurin) rnaka akan PROSES FAGOSITOSIS OLEH MAKROFAG PADA
terjadi disosiasi Bad dari 14-3-3 dan Bad akan terikat pada APOPTOSIS
Bcl-2 sehingga terjadi Bax-Bax hornodirner. Perubahan ini
akan rneningkatkan perrniabilitas rnernbran mitokondria Sel y a n g rnengalarni apoptosis rnengekspresikan
untuk sitokrorn c dan selanjutnya akan rnengaktivasi sistern fosfatidilserin, trornbospondin pada bagian luar rnernbran
kaspase seperti yang telah dijelaskan. sel. Pada sel normal distribusi fosfolipid asirnetri pada
rnernbran sel dipertahankan oleh adenosin triphosphat (ATP)
dependent translokase, yang secara spesifik rnentransport
APOPTOSIS KARENA KERUSAKAN LANGSUNG arninofosfolipid dari luar ke dalarn rnernbran sel. Selarna
PADA DNA apoptosis, enzirn tersebut mengalarni downregulasi
dan enzirn scrarnblase teraktivasi, akibatnya fosfolipid
Sel yang terpapar bahan kernoterapi dan radiasi terrnasuk berpindah dari dalarn ke perrnukaan luar rnernbran sel.
sinar ultraviolet akan rnengalarni kerusakan DN.4 dan Beberapa reseptor makrofag terrnasuk reseptor untuk
dengan rnelibatkan tumor supresor gene (p53), rnzka sel fosfatidilserine, trombospondin dan glikoprotein yang
akan rnengalarni apoptosis. Protein p53 adalah fosfoprotein telah kehilangan terminal sialic residues rnengenali
inti yang penting untuk integritas DNA dan kendali ligannya yang terdapat pada badan-badan apoptosis
pernbelahan sel. Protein ini terikat pada rantai DNA yang selanjutnya rnakrofag melakukan proses fagositosis tanpa
spesifik dan rneregulasi ekspresi berbagai gen pengatur rnengeluarkan mediator keradangan ataupun rnenganggu
perturnbuhan. Dalarn keadaan normal gen p53 tidak jaringan sekitarnya.
aktif. Apabila ada kerusakan DNA, ekspresi protein p53 Apoptosis rnernpunyai peran p e n t i n g didalarn
akan rneningkat yang akan rnenyebabkan perturnbuhan rnengatur jumlah cadangan sel T dan B. Pada individu
sel terhenti dalarn fase G I untuk rnernberikan aaktu rnuda hanya sekitar 2% dari set induk T dan sel induk B
bagi perbaikan DNA. Mekanisrne untuk rnengaktifkan yang berkernbang secara normal, lainnya sebesar 98%
. sistern efektor kernatian (caspase) sangat komplel.:~dan dirnusnahkan rnelalui rnekanisrne apoptosis selarna
tampaknya diregulasi pada tingkat transkripsi. perkernbangannya.13
Dalarn keadaan normal, sel rnernpunyai kandungan
protein p53 intrasel yang rendah. Apabila ada rangsangan
seperti radiasi, sinar ultraviolet, hipoksia dan bahan IMPUKASI TERAPI PADA APOPTOSIS
rnutagenik, rnaka konsentrasi protein ini akan men ngkat
secara cepat dengan waktu paruh yang rnakin panjang. Setelah 30 tahun ilrnu apoptosis berkernbang rnaka
Akurnulasi protein p53 akan terikat pada DIVA dan segi paling rnenarik adalah terdapatnya irnplikasi klinis
rnerangsang transkripsi beberapa gen yang rnenyandi tentang pentingnya kendali jurnlah dan fungsi sel
berhentinya siklus sel dan apoptosis. Berhentinya siklus rnelalui keseirnbangan antara sel yang rnati dan sel
sel akibat pengaruh p53 terjadi pada saat akhir f ~ s eG I yang hidup. Aktivasi proses apoptosis yang berlebihan
akibat rneningkatnya cyclin-dependent kinase inhibitorp21. akan rnenyebabkan penyakit yang berhubungan dengan
Akibat peningkatan protein p53 juga terjadi peningkatan berkurangnya sel seperti pada kelainan pertahanan tubuh
transkripsi GADD45 (growth Arrest and DNA Da,nage) (immune defect) pada AIDS dan penyakit neurodegeneratif.
yaitu suatu protein untuk perbaikan DNA. GADD45 juga Sebaliknya, apoptosis yang kurang akan rnenirnbulkan
rnengharnbat siklus sel pada fase G1 dengan rnekanisrne penyakit yang berhubungan dengan adanya akumulasi
yang belurn diketahui. sel seperti pada kanker, penyakit inflarnasi kronis dan
Apabila perbaikan DNA berhasil rnaka akan yerjadi autoirnun. Kelainan irnunitas pada AIDS adalah akibat
peningkatan protein rndrn2 yang akan terikat dan rnenurunnya jurnlah populasi sel T CD4+ secara drastis
rnernberikan urnpan balik negatif pada p53 sehingga p53 akibat apoptosis. Penyakit neurodegeneratif seperti
rnenjadi tidak aktif. Jika perbaikan DNA tidak berhasil, akan Alzheimer's, Hutington's chorea, penyakit Parkinsons,
APOPTOSIS

dan amyotrophic lateral sclerosis yang ditandai dengan REFERENSI


hilangnya sel sarafjuga dapat diterangkan melalui proses
apoptosis.14 n Jock KF, Karla JH and Jeff BK. Apoptosis in the germ
J ~ h AR,
lne. Reproduction. 2011;141:139-50.
Berbagai macam pendekatan terapi untuk meng- Andrea V and Carlo CM. Apoptosis: small molecules have
hentikan proses apoptosis yang berlebihan saat ini gained the license to kill. Endocrine-Related Cancer. 2010;
mulai banyak dibicarakan. Seperti yang telah dibahas 17:F37-F50.
Susan E. Apoptosis: A Review of Programmed Cell Death.
sebelumnya bahwa enzim proteolitik caspase memegang Toxic01 Pathol. 2007;35:495-516.
peran penting pada apoptosis. Beberapa perusahaan J~slynKB and Anthony L. Control of mitochondria1 apoptosis
farmasi sedang mengembangkan suatu caspase inhibitor by the Bcl-2 family. J Cell Science. 2009;122:437-41.
yang kuat dan spesifik walaupun pemahamannya pada Grant D and Ruth KM. Mechanisms by w h c h Bak and Bax
permeabilise mitochondria during apoptosis. J Cell Science.
manusia masih dalam penelitian. Suatu caspase inhibitor 2009;122:2801-8.
nonspesifik yang diberikan secara invitro pada hewan ICohlhaas SL, Craxton A, Sun XM, Pinkoski MJ, Cohen GM.
coba (murine) tampaknya memberikan harapan yang Receptor mediated endocytocis is not required for tumor
necrosis factor related apoptosis inducing ligand (TRAIL)
menjanjikan. Pada penyakit limfoma tertentu pengobatan induced apoptosis. J Biol Chem. 2007;282(17):12831-41.
dengan mengunakan antisense oligonucleotide (yang Watson AJM. Apoptosis and colorecatal cancer. GUT.
menghambat transkripsi gen) ke Bcl-2 cukup mempunyai J.Gastroentero1and Hepatol. 2004; 53:1701-9.
masa depan. Suatu sitokin yang menginduksi apoptosis Guicciardi ME, Gores GJ. Apoptosis: a mechanism of acute
a d chronic liver injury. GUT. J.Gastroentero1and Hepatol.
dari famili TNF seperti TRAIL memberikan harapan untuk 2005; 541024-1033.
dipakai pada kanker kolon. Bukti-bukti baru menunjukkan Pdchard JY & Andreas S. The Bcl-2 protein family: opposing
bahwa sel normal dan sel kanker mempunyai kepekaan yang cctivities that mediate cell deat. Nature Reviews Molecular
Cell Biology. 2008;9:47-59.
berbeda untuk mengalami apoptosis setelah dirangsang Lee HC and Wei YH. Oxidative Stress, Mitochondria1
oleh TRAIL. Jadi apoptosis tidak lagi hanya sebagai suatu DNA Mutation, and Apoptosis in Aging. Exp Biol Med.
fenomena patologi tetapi mekanisme apoptosis sedang 2007;232:592-606.
dipakai sebagai dasar untuk mengembangkan berbagai Anonimus. Death Receptor In: Reproductive and Cardio-
vascular Disease Research Group. St George's Hospital
macam obat.15 Medical School, University of London. http://www.sghms.
hc.~k/depts./irnrnunology I-dash/apoptosis/signaling.html;
21th maret 2012.
Boris Z and Sten 0.Carcinogenesis and apoptosis: paradigms
KESIMPULAN and paradoxes. Carcinogenesis. 2006;27:1939-45.
Rahul K and Jim H. Dendritic Cell Apoptosis: Regulation of
Apoptosis merupakan proses kematian sel terprogram Tolerance versus Immunity. J Immunol. 2010;185:795-802.
yang tergantung energi, ditandai oleh gambaran Ghavami S, Hashemi M, Ande S R, Yeganeh B, et all. Apop-
tosis and cancer: mutations within caspase Genes. J Med
morfologi dan biokimia yang spesifik di mana aktivasi Genet. 2009;46:497-510.
caspase memainkan peran utama. Meskipun berbagai Ghafourifar P, Mousavizadeh K, Parhar MS, Nazarewicz RR,
protein apoptotic kunci yang diaktivasi atau yang Parihar A, Zenebe WJ. Wtochondria in multiple sclerosis.
Frontiers in Bioscience. 2008;13:3116-26.
disupresi pada jalur apoptosis telah teridentifikasi,
namun mekanisme molekuler bagaimana protein-protein
tersebut bekerja tidak sepenuhnya dimengerti dan
masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Kepentingan
memahami mekanisme mesin apoptosis sangatlah
penting mengingat program kem.atian sel merupakan
komponen sehat atau sakit, yang dipicu oleh berbagai
stimuli fisiologik atau patologik. Lebih lanjut keterlibatan
secara luas apoptosis dalam patofiologi berbagai penyakit
memungkinkan dilakukannya intervensi terapeutik pada
beberapa tempat-tempat tertentu. Memahami mekanisme
apoptosis dan beberapa variasi program kematian
sel pada tingkat molekuler menghasilkan pengertian
yang mendalam pada berbagai proses penyakit dan
memungkinkan pengembangan strategi pengobatan
yang lebih baik.
KEDOKTERAN REGENERATIF:
PENGENALAN DAN KONSEP DASAR
Ketut Suastika

PENDAHULUAN Selarna lebih dari 140 tahun penelitian sel punca (stem
cell) yang rnenjadi bagian dari biologi per-kernbangan dan
Kedokteran regeratif (regerative medicine) rnerupakan reproduktif telah dilakukan, narnun rnasih sedikit perhatian
bidang keilrnuan yang relatif baru; dikernbangkan oleh terhadap ha1 ini dari kornunitas kedokteran.Dengan
peneliti dari berbagai keilrnuan, dengan tujuan sarna yaitu rnakin berkernbangnya ketertarikan dalarri terapi selular
rnernperbaiki kehidupan rnanusia dengan penyernbuhan untuk penyakit degeneratif dan kedokteran regeneratif,
penyakit. Tubuh, kenyataannya ada bagian yang rnati penelitian tentang biologi sel punca berkernbang
atau rusak dan perlu diperbaiki atau diganti. Perhatian dengan pesatperkernbangan selanjutnya ditandai oleh
utarna kedokteran regeneratif ini adalah bahwa pada kejadian yang berrnakna pada tahun 2007. Hadiah Nobel
rnanusia suatu sel tunggal rnernpunyai potensi rnenjadi dalarn bidang Fisiologi dan Kedokteran pada tahun
suatu badan dewasa. Masing-masing sel kita mernpunyai 2007 diberikan kepada Mario Capecchi, Martin Evans,
potensi luarbiasa dalarn bentuk laten. Para peneliti telah dan Oliver Smithies atas temuannya "dasar pengenalan
berusaha untuk rnernpelajari bagairnana rnengidentlfikasi modifikasi gen spesifik pada tikus dengan menggunakan
molekul yang digunakan tubuh untuk terus tumbuh ber- sel punca ernbrionik". Hadiah tersebut rnenjadi tanda
kesinarnbungan. Dan kini telah dapat disolasi, dipelajari, penting yang rnenandai pengembangan sel punca sebagai
dan dihasilkan bahan-bahan tersebut dalam jumlah tidak bahan penelitian dalam kedokteran modern.Arah baru
terbatas dan digunakannya untuk meregenerasi jar~ngan utama biologi sel punca kini terbuka dan rnemungkinkan
atau organ tubuh rnanusia. pengernbangan sel "seperti-punca (stem-like)" pluripoten
Kedokteran regeneratif merupakan cara baru dalam dan multipoten yang berasal dari sel bukan ernbryonik
pengobatan penyakit dengan menggunakan jar ngan untuk berbagai aplikasi.Pentingnya sel punca di bidang
atau sel yang tumbuh secara khusus ( t e r m a s ~ ksel kedokteran juga ditangkap oleh perkembangan yang
punca), bahan yang dibuat di laboratorium, dan organ cepat dalam bidang kedokteran regeneratif dan rekayasa
artifisial. Bidang ini merupakan keilmuan baru yang jaringan fungsional.
melibatkan berbagai keahlian seperti biologi, kimia, ilmu
kornputer, rekayasa, genetik, kedokteran, robotik:, dan
bidang lainnya untuk rnenemukan solusi dari masalah SEL PUNCA
kedokteran yang dihadapi oleh rnanusia. Jadi, kedokteran
regeneratif dapat didefinisikan sebagai berikut: "bidang Fokus kedokteran regeneratif adalah sel manusia.Sel
interdisipliner baru dalam ha1 penelitian dan penerapan punca mernpunyai potensi untuk berkembang rnenjadi
klinik yang terfokus pada perbaikan (repair), penggantian tipe sel yang berbeda pada tubuh sepanjang kehidupan
(replacement) atau regenerasi sel, jaringan atau Drgan dan pertumbuhan dini. Jika sel punca rnembelah, masing-
untuk rnengernbalikan fungsinya yang terganggu akibat masing sel baru rnempunyai potensi untuk tetap sebagai
berbagai penyebab, terrnasuk kelainan kongenital, sel punca dan rnenjadi sel tipe lain yang mempunyai fungsi
trauma dan penuaan". khusus, seperti sel otot, sel darah merah atau sel otak
KEDOKTERAN REGENERATIF: PENGENALAN DAN KONSEP DASAR

(garnbar 1).Para peneliti kini banyak bekerja dengan dua merujuk suatu asal uniseluler dari organisrne rnultiseluler.
rnacarn sel punca, yaitu sel punca embryonikdan sel punca Belakangan juga diterapkan untuk sel yang telah
dewasa atau sornatik.Dan belakangan dikernbangkan sel difertilisasi karena sel ini rnerupakan langkah pertarna
punca pluripotent terinduksipengernbangan sel pluripotent dalarn rnenggenerasi sel totipotent dan pluripotent
ini menjadi rnenarik karena: adanya keterbatasan dalarn dan selanjutnya berkernbang menjadi seluruh jaringan
pengernbangan sel sornatik dan penggunaan sel punca organisrne.
dari embryo rnanusia bukan sumber ideal dari segi teknik, Sel p u n c a m e m p u n y a i kernarnpuan u n t u k
dan rnenyisakan rnasalah etika dan moral. rnernperbaharui diri dengan rnembelah diri asirnetrik
Sel punca dapat digolongkan berdasarkan plastisitas dan sirnetrik secara berulang, dan menjadi sel khusus
dan surnbernya. Berdasarkan surnber atau tipenya sel yang berbeda yang akan rnernbentuk aneka jaringan.
punca dapat digolongkan rnenjadi: (1)sel punca embryonik Kemarnpuan diferensiasi rnenjadi berbagai jalur sel ini
(berasal dari bagian dalam blastosis); (2) sel punca disebut sebagai pluripotensi dalarn sel punca ernbryonik
dewasa (dari endodermal seperti sel punca epitel paru, yang berasal dari blastosis. Sel ini dapat berdiferensiasi
mesodermal seperti sel punca hemato-poetik, ectoderrnal menjadi berbagai sel di dalarn tubuh, sehingga rnempunyai
seperti sel punca saraf); (3) sel punca kanker (contohnya kernarnpuan untuk rneregenerasi berbagai jaringan
sel punca leukemia rnyeloid akut, sel punca tumor otak dan tubuh.
kanker payudara); dan (4) sel punca pluripotent terinduksi. Para ahli sekarang bisa mengisolasi rnasa sel bagian
Kalau rnelihat potensinya, sel punca digolongkan atas: dalarn dari blastosit dan menurnbuhkannya pada media
sel totipoten (zigot, spora, rnorula; rnernpunyai potensi khusus dan rnereplikasi sel tersebut dalarn suatu keadaan
berkernbang menjadi sernua sel rnanusia, seperti sel tidak berdeferensiasi.Dengan penarnbahan faktor
otak, hati, darah atau jantung; dan dapat berkernbang pertumbuhan khusus, sel ini dapat dirangsang untuk
menjadi organisme fungsional keseluruhan); sel pluripoten berdeferensiasi menjadi berbagai tipe sel.Dari pertarna
(sel punca ernbryonik, kalus; sel ini dapat berkernbang kali dilakukan pada sel punca tikus dan kernudian pada
menjadi semua jaringan, tetapi tidak bisa berkembang manusia oleh Thompson dkk pada tahun 1998, telah
menjadi organisrne keseluruhan); sel rnultipoten (sel rnenjadi daya tarik penggunaan sel punca ernbryonik
progenitor, seperti sel punca hernatopoetik dan sel punca rnanusia untuk terapi selular dalam regenerasi organ
rnesensirnal; sel ini dapat berkernbang rnenjadi rentang sel dan perbaikan jaringan dengan rnenyuntikkan sel secara
yang terbatas di dalam satu tipe jaringan); sel unipoten langsung ke dalarn organ atau jaringan yang rusak. Usaha
(sel prekursor). ini rnendapat tantangan dalam rnernbuat sediaan sel
punca yang arnan secara klinik. Efikasi klinik transplantasi
Apakah yang dimaksud dengan sel punca? sel punca juga belum terwujud karena pernaharnan
yang belum baik tentang perilaku sel punca dalarn
mengendalikan regenerasi organ, kecuali pada keganasan
hernatologik.
d d l r ~ n y send~r~,
a atau
yang
Sebuah
dapat
sel

SEL PUNCA DEWASA

Sel punca dewasa adalah sel tidak terdiferensiasi


berbagai
\l'- .&Y P rnacarn sel (undifferentiated cell) yang diternukan diantara sel
terdiferensiasi pada suatu jaringan atau organ yang dapat
rnernperbaharui diri sendiri dan dapat berdiferensiasi
.^
..,.
rnenjadi beberapa atau keseluruhan tipe sel khusus dari
Gambar 1.Sel punca. jaringan atau organ. Peran utarna sel punca dewasa pada
Dikutip dari Katie PhD. http://www.katiephd.com/spray-on-some- organisrne hidup adalah untuk rnernpertahankan atau
stem-cells-and-grow-your-own-skin/.Diakses pada tanggal 23
November 2011. rnernperbaiki jaringan. Sel punca dewasa juga disebut sel
punca sornatik atau nonernbryon~k,ha1 ini rnengacu pada
sel dari tubuh bukan sel germ, sperrna atau telur.
Pemanfaatan sel punca dewasa ini menarik perhatian
SEL PUNCA EMBRYONIK peneliti, karena ternyata sel ini banyak diternukan pada
jaringan dewasa, seperti otak, surnsurn tulang, darah
Sel punca pertarna kali disebutkan di dalarn literatur oleh tepi, pernbuluh darah, otot skeletal, kulit, gigi, jantung,
biologis jerman Ernst Haeckel pada tahun 1868 untuk usus, hati, epiteliurn ovarium, dan testis. Suatu fakta, sel
DASAR-DASAR I L M U P E N Y A W DALAM

hematopoetik dewasa atau sel punca pembentuk darah kesempatan yang baik untuk mengetahui pembentukan
(blood-forming stem cell) dari sumsum tulang telah jaringan baik pada orang normal maupun patologik,
digunakan untuk transplantasi selama 40 tahun. yang selailjutnya bisa mendiagosis penyakitnya dan
Hanya sejumlah kecil sel punca dewasa ditemukan mengembangkan pengobatannya. Bagaimana sel punca
pada masing-masingjaringan, dan sekali dikeluarkan dari pluripotent terinduksi dikembangkan dari sel fibroblast
tubuh kapasitasnya untuk membelah adalah terbatas; ha1 kulit, secara skematik dapat dilihat pada gambar 2.
ini menyulitkan dalam pengembangannya dalam jumlah
besar. Para peneliti berusaha menemukan cara yang lebih
baik untuk menumbuhkan sel punca dewasa dalamjumlah
.\ Pasien
yang lebih banyak pada biakan sel dan memanipulasinya
menjadi tipe sel khusus, sehingga dapat digunakan
untuk mengobati injuri dan penyakit. Beberapa contoh berbasis
sel
penggunaannya adalah untuk meregenerasi tulang dari sel
yang berasal dari stroma sumsum tulang, pengembangan
sel penghasil insulin untuk penderita diabetes melitus tipe
1,dan perbaikan ototjantung yang rusakakibat serangan
jantung dengan sel otot jantung.

SEL PUNCA PLURIPOTEN TERINDUKSI


Pemilihan sel ips Selpunca
pluripoten
Adanya implikasi etik, sosial dan politis penggunaan sel terinduksi

punca embrionik, maka dikembangkan alternatif sel punca Sel vana terdiferensiasi. s e ~ e r t i fibroblast pada kulit, terisolasi dan
(diprogrirn/dlrancang) J ang men.ad opscs meal^ n t r o a ~ k soar
~ beberapa gen,
lain yang berasal dari sel somatik. Takahashi dan Yamanaka seoertl ~ o ~ s f 1 d a n n a n o .Selanl~tnya,
e pscs b sad ter~rnadanterd~f~erens
as Llang
menjadisel danjaringan;egene;atifyang bersifat terapeutikal.
pada tahun 2006 telah berhasil membuat sel seperti-punca
embrionik dari fibroblast tikus, dengan menransfeksi 4 Gambar 2. Sel punca pluripotentterinduksi dari fibroblast kulit.
gen kritis retrovirus ke dalam sel fibroblast, yaitu Oct3/4, (Dikutip dari Tsao, 2008).
Klf4, Sox2, dan c-Myc. Sel tersebut kini disebut sel punca
pluripotent terinduksi (inducedpluripotentstem [iPS]cells),
secara sistematik didentifikasi dari satu set 24 gen yang SEL PUNCA KANKER
telah diketahui untuk mengatur siklus sel pada sel punca
dan garis seluler lainnya. Dengan cara yang sama dalam Kanker terjadi karena pembelahan sel yang cepat,
waktu singkat sel iPS dapat dibuat dari fibroblast manusia. abnormal dan tidak terkendali pada berbagai organ
Temuan ini menjadi terobosan penting, mengingat sel di dalam tubuh yang menyebabkan keganasan dan
iPS identik dengan sel punca embrionik yang kini dapat metastasis. Kelompok John Dick dari Universitas Toronto
dibuat dari sel somatik tanpa menggunakan jaringan pertama kali mengusulkan keberadaan sel "seperti-punca"
embryo atau fetal. (stem-like) pada leukemia myeloid akut. Sel punca kanker
Tantangan berikutnya adalah bagimana membuat sel adalah sel punca yang ada pada masa tumor, yang bisa
iPS dari sel matur yang berasal dari individu yang sakit berkembang menjadi berbagai tipe sel kanker. Berdasarkan
untuk memahami lebih besar biologi dan jalur signaling hipotesis, asal tumor adalah sel punca kanker yang
yang berkontribusi terhadap patologi penyakit.Generasi berkembang dengan proliferasi dan diferensiasi menjadi
sel iPS spesifik-penyakit telah menjadi kenyataan dan berbagai tipe sel. Jumlah sel punca kanker hanya bagian
telah dilaporkan oleh kelompok dari Harvard.Di dalam kecil dari masa tumor (sekitar 0.i-1% dari masa total) dan
publikasinya, Park dkk. Menemukan generasi sel iPS dari dapat dibedakan dari sel lain di dalam masa tumor dengan
penderita dengan berbagai penyakit genetik dengan antigen permukaan khusus seperti CD34'. Keunikan dari
penurunan Mendelian atau kompleks; penyakit ini sel punca kanker dibandingkan dengan sel punca normal
termasuk adenosine deaminase deficiency-related severe adalah bertumbuh diluar kendali.
combined immunodeficiency, sindrom Shwachman- Dengan kemoterapi kanker konvensional atau
Bodian-Diamond, penyakit Gaucher tipe 111, distrofi terapi radiasi, sel yang mengalami diferensiasi akan
muskulorum Duchenne dan Becker, penyakit Parkinson, terbunuh, namun sel punca kanker karena kepuncaan-
penyakit Huntington, diabetes mellitus tipe 1, sindrom nya dan tidak aktif, tidak tersentuh dan bisa menghindar
Down/trisomi 21, dan pembawa keadaan sindrom Lesch- atau resitensi. Dan dipercaya bahwa sel punca kanker
Nyhan. Sel iPS spesifik-penyakit seperti ini memb'erikan ini menjadi sumber benih kanker yang menyebabkan
KEDOKTERANREGENERATIF: PENGENALAN DAN KONSEP DASAR 123
I"

kekarnbuhan dan metastasis kanker. Berdasarkan konsep


ini, induksi sel punca kanker agar berdiferensiasi akan
menguntungkan dalam pengobatan kernoterapi; dengan Tubuh
dernikian diharapkan adanya perbaikan angka harapan
hidup penderita kanker.
Glukosa
02

JARINGAN BIOARTIFISIAL Insulin


Sel lrnun
Jaringan bioartifisial atau rekayasa jaringan meliputi Antibodi
Kornplernen
rancangan, modifikasi, pertumbuhan, dan pemeliharaan
jaringan hidup yang ditanam di dalarn perancah (scaffold)
alamiah atau sintetik untuk marnpu melaksanakan Gambar 3. Gambar skematik pankreas bioartifisial (PBA)
fungsi biokimia kornpleks, termasuk kendali adaptif dan (Dikutip dari Surni S. J hepatobiliary Pancreat Sci 2011; 18: 6-12).
penggantianjaringan hidup normal. Keilmuan ini awalnya
karena adanya usaha untuk mencari terapi alternatif berasal dari jaringan binatang dengan teknik khusus atau
pada penderita dengan gagal organ terminal yang dari kornponen buatan. Di dalarn laboratoriurn, sel tumbuh
mernbutuhkan donor organ untuk pembedahan cangkok pada matriks dan keseluruhannya rnengawali jaringan
organ.Beberapa keadaan yang rnendorong rnengapa bioartifisial autologus; (3) akhirnya, setelah tercapainya
rekayasa jaringan ini menjadi tantangan dan penting: tingkat kematangan tertentu di laboratorium, jaringan
(1)keterbatasan fungsi biologis jaringan atau organ bioartifisial ini ditanam sebagai jaringan pengganti ke
artifisial yang dibuat dari material buatan manusia saja; tubuh penderita.Kini teknologi dasar untuk meningkatkan
(2) kekurangan jaringan atau organ donor untuk cangkok mutu dan ketersedian jaringan bioartifisial sudah sangat
organ; (3) perkembangan yang pesat dalam mekanisme berkernbang.Secara rinci dapat dibaca pada artikel yang
regenerasi yang dibuat oleh ahli biologi molekuler; dan (4) ditulis oleh Kagami dan kawan2 pada buku Regenerative
pencapaian dalam bioteknologi modern untuk pernbiakan Medi'zine and Tissue Engineering-Cells and Biomaterials
jaringan dan produksi faktor pertumbuhan skala besar. (2011).
Arah ke depan area ini adalah bagaimana rneng-
optirnalkan inplan dan menghasilkan alat nanobiologis
yang akurat. Hal ini akan dicapai bila dibantu oleh 3 REFERENSI
hal: (1)rnenggunakan material biornirnetik nanostruktur
yang dimanipulasi secara molekuler; (2) penerapan Haseltine WA. The emergence of regenerative medicine:
2 new field and a new society. http://www.scienceboard.
mikroelektronik dan nanoelektronikuntuk penginderaan net/community/perspectives.5.htlm.Diakses pada tanggal
(sensing) dan kendali; (3) penerapan pengantaran obat dan 28 November 2011.
nanosistem medis untuk menginduksi, memelihara, dan Hui H, Tang Y, Hu M, Zhao X. Stem cells: general features
rnengganti fungsi yang hilang yang tidak dapat diganti a d charateristics. In Stem cells in clinic and research. Gho-
lamrezanezhad A (Editor). Published by InTech, Rijeka,
dengan sel hidup dan untuk mempercepat regenerasi Croatia. 2011. Pp. 3-20.
jaringan. Kini telah banyak diteliti dan dimanfaatkan Kagarni H, Agata H, kato R, Matsuoka F, Tojo A. Fundamental
kegunaan jaringan bioartifisial ini untuk rnenggantikan technological developments required for increased avaibility
of tissue engineering. In Regenrative medicine and tissue
berbagai kelainan menetap organ-organ tubuh.Beberapa engineering-cells and biomaterials. Eberli D (Editor). Publish
keuntungan dari jaringan bioartifisial ini adalah: tidak by In Tech, Rijeka, Croatia. 2011. Pp. 3-20.
ditemukan penolakan, karena berasal dari jaringan Katie PhD. http://www.katiephd.com/spray-on-some-
stem-cells-and-grow-yowlown-skin/ .Diakses pada tanggal
autologous; potensi regenerasi dari jaringan hidup yang
23 November 2011.
ditanarn pada kasus injuri, operasi atau infeksi di kemudian lvlanson C and Dunhill P. A brief definition of regenerative
harinya; dan potensi turnbuh dari implan jika ditanamkan medicine.Regen Med 2008; 3: 1-5.
pada anak-anak.Salah satu model skematik dari organ National Institute of HealthStem cell basic.http:// stemcells.
nih.gov/mfo/ basics /basicslO.asp. Accessed on November
bioartifisial adalah pankreas bioartifisial seperti yang 23,2011.
terlihat pada gambar 3. Wirmalanandhan VS and Sittampalam GS. Stem cells in drugs
Pengembangan jaringan bioartifisial ini secara discovery, tissue engeneering, and regenerative medicine:
Emerging opportunities and challenges. J Biomol Screen
prinsipnya melalui 3 langkah: (1)sel penderita (autologus)
2009; 14: 755-768.
diambil dengan prosedur biopsy, kernudian sel diisolasi Park IH, Arora N, Huo H, Maherali N, Ahfeldt T, Shirnamura
dan ditingkatkan jumlahnya di dalarn laboratoriurn; (2) sel A, et al: Disease-specificinduced pluripotent stem cells. Cell
ditransfer ke dalam suatu struktur pernbawa (rnatriks)yang 2008;134:877-86.
124 DASAR-DASAR ILMU PENYAKIT DALAM

9. Prokop A. Bioartificial organs in the twenty-first century:


nanobiological devices. Ann N Y Acad Sci 2001; 944: 472-90.
10. Sumi S. Regenerativemedicine for insulin deficiency:c:eation
of pancreatic islets and bioartficial pancreas. J Hepatobiliary
Pancreat Sci 2011; 18(1): 612-.
11 Takahashi K, Yamanaka S: Induction of pluripotent stem
cells from mouse embryonic and adult fibroblast cultkres by
defined factors. Ce112006;126:663-76.
12. Takahashi K, Tanabe K, Ohnuki M, Narita M, Ichsaki T, To-
moda K, et al: Induction of pluripotent stem cells frolh adult
human fibroblasts by defined factors. Cell 2007;131:861-872
13. Thomson JA, Itskovitz-Eldor J, Shapiro SS, Wakrutz MA,
Swiergiel JJ, Marshall VS, et al: Embryonic stem cell lines
derived from human blastocysts. Science 1998;282:1145-7.
14. Tissue Engneering. http://www.bioartihcial-organs.net/
en/home/tissue-engineering.htlm. Diakses pada tanggal 28
November 2011.
15. Tsao H. J Wach Dermatol June 13, 2008. http://dermatol-
ogy.jwatch.org/cg/content/full/2008/613/1 Accessed on
November 23,2011.
16. Ueda M. Preface. In Applied tissue engineering.Ueda M (Edi-
tor). Published by Intech Rijek, Croatia. 2011. Pp. VII-IX.
I
FIS S
f L
Supartondo, Bambang Setiyohadi

Tidak seperti dokter hewan, maka seorang dokter anamnesis) bila keadaan pasien tidak memungkinkan
"manusia" harus melakukan wawancara seksama terhadap untuk diwawancarai, misalnya keadaan gawat-darurat,
pasien atau keluarga dekatnya mengenai masalah yang afasia akibat strok dan lain sebagainya.
menyebabkan pasien mendatangi pusat pelayanan Dalam melakukan anamnesis, tanyakanlah hal-ha1
kesehatan. Wawancara yang baik seringkali dapat yang logik mengenai penyakit pasien, dengarkan dengan
mengarahkan masalah pasien ke diagnosis penyakit baik apa yang dikatakan pasien, jangan memotong
tertentu. Di dalam Ilmu Kedokteran, wawancara terhadap pembicaraan pasien bila tidak perlu. Bila ada hal-ha1
pasien disebut anamnesis. Tehnik anamnesis yang baik yang tidak jelas atau pasien menceriterakan suatu ha1
disertai dengan empati merupakan seni tersendiri dalam secara tidak runut, maka tanyakanlah dengan baik agar
rangkaian pemeriksaan pasien secara keseluruhan dalam pasien menjelaskan kembali. Selain melakukan wawancara
usaha untuk membuka saluran komunikasi antara dokter (verbal), pada anamnesis juga harus diperhatikan sikap
dan pasien. Empati mendorong keinginan pasien agar non verbal yang secara tidak sadar d i t u ~ j u k k a noleh
sembuh karena rasa percaya kepada dokter. Penting pasien. Sikap non-verbal seringkali mengungkapkan
diperhatikan bahwa fakta yang terungkap selama arti terpendam saat ekspresi wajah dan gerak tangan
anamnesis harus dirahasiakan (Mc Kellar: Provacy Laws, yang secara tidak sadar muncul, misalnya gelisah, mimik
2002) meskipun di zaman yang modern ada beberapa kesakitan, sedih, marah dan lain sebagainya. Anamnesis
bagian yang dapat dikecualikan. yang baik akan berhasil bila kita membangun hubungan
Perpaduan keahlian mewawancaraidan pengetahuan yang baik dengan pasien, sehingga pasien merasa aman
mendalam tentang gejala (symptom) dan tanda (sign) dari dan nyaman untuk menceritakan masalah penyakitnya
suatu penyakit akan memberikan hasil yang memuaskan dengan dokter.
dalam menentukan diagnosis banding sehingga Dalam melakukan wawancara, harus diperhatikan
dapat membantu menentukan langkah pemeriksaan bahwa pengertian sakit (illness) sangat berbeda dengan
selanjutnya, termasuk pemeriksaan fisis dan pemeriksaan pengertian penyakit (disease). Sakit (illness) adalah
penunjang. Anamnesis harus dilakukan secara tenang, penilaian seseorang terhadap penyakit yang dideritanya,
ramah dan sabar, dalam suasana yang nyaman dan berhubungan dengan pengalaman yang dialaminya,
menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh bersifat subyektif yang ditandai oleh perasaan tidak enak.
pasien. Sebelum melakukan anamnesis, perkenalkan Sedangkan penyakit (disease) adalah suatu bentuk reaksi
diri dulu kepada pasien, dan tanyakan juga nama pasien biologik terhadap suatu trauma, mikroorganisme, benda
secara baik; harap jangan salah menyebutkan nama asing sehingga menyebabkan perubahan fungsi tubuh
pasien. Buatlah catatan penting selama melakukan atau organ tubuh; yang bersifat obyektif. Tidak seluruh
anamnesis sebelum dituliskan secara lebih baik di dalam rasa sakit yang dialami oleh pasien merupakan tanda
rekam medik pasien. Rekam medik adalah catatan medik dari suatu penyakit, sebaliknya seringkali suatu penyakit
pasien yang memuat semua catatan mengenai penyakit juga dapat tidak memberikan rasa sakit pada pasien,
pasien dan perjalanan penyakit pasien. Anamnesis dapat sehingga seringkali diabaikan oleh pasien dan ditemukan
langsung dilakukan terhadap pasien (auto-anamnesis) secara kebetulan, misalnya pada waktu pasien melakukan
atau terhadap keluarganya atau pengantarnya (alo- general check up.
126 ILMUDIAGNOSTIKRSXS

Anarnnesis yang baik terdiri dari identitas, keluhar~ Keluhan utarna ditelusuri untuk rnenentukan penyebab;
utarna, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit tanya jawab diarahkan sesuai dengan hipotesis (dugaan)
dahulu, riwayat obstetri dan ginekologi (khusus wanita), yang dapat berubah bila jawaban pasien tidak cocok.
riwayat penyakit dalarn keluarga, anarnnesis berdasarkan Diharapkan bahwa hipotesis akhir dapat dipastikan
sistern organ dan anarnnesis pribadi (rneliputi keadaan secepatnya. Perubahan hipotesis selarna wawancara
sosial ekonorni, budaya, kebiasaan, obat-obatan, dan akan menghindari tirnbulnya diagnosis sernentara dan
lingkungan). Pada pasien usia lanjut perlu dievaluasi diagnosis banding, yang dirnasa lalu dibahas pada
juga status fungsionalnya, seperti ADL (activities of daily penetapan masalah, yaitu pada akhir perneriksaan,
living), IADL (Instrumental activities of daily living) (lihat sebelurn pengobatan. Hipotesis akan rnernberikan
bab Geriatri). Pasien dengan sakit rnenahun, perlu dicatat pengarahan yang diperkuat dengan hasil perneriksaan
pasang-surut kesehatannya, termasuk obat-obatannya dan jasrnani. Ketelitian seluruh pemeriksaan rnernberikan
aktivitas sehari-harinya. garnbaran lengkap mengenai rnasalah pasien. Berdasarkan
anarnnesis yang baik, dapat diputuskan dengan cerrnat
jenis perneriksaan penunjang yang diperlukan oleh pasien
IDENTITAS untuk rnenarnbah kepastian diagnosis.
Riwayat perjalanan penyakit disusun dalarn bahasa
Identitas rneliputi narna lengkap pasien, urnur atau tanggal Indonesia yang baik sesuai dengan apa yang diceritakan
lahir, jenis kelarnin, narna orang tua atau suarni atau isteri oleh pasien, tidak boleh menggunakan bahasa kedokteran,
atau penanggung jawab, alarnat, pendidikan, pekerjaan, apalagi rnelakukan interpretasi dari apa yang dikatakan
suku bangsa d a n agarna. Identitas perlu ditanyakan oleh pasien. Dalam rnewawancarai pasien gunakanlah
untuk rnernastikan bahwa pasien yang dihadapi adalah kata tanya apa, mengapa, bagaimana, bilamana, bukan
rnernang benar pasien yang dirnaksud. Selain itu identitas pertanyaan t e r t u t u p sehingga pasien hanya dapat
ini juga perlu untuk data penelitian, asuransi dan iain rnenjawab y a dan tidak, kecuali bila akan rnernperjelas
sebagainya. sesuatu yang kurang jelas. Pasien harus dibiarkan
bercerita sendiri d a n jangan terlalu banyak disela
pernbicaraannya.
KELUHAN UTAMA (CHIEF COMPLAINT) Dalarn rnelakukan anarnnesis, harus diusahakan
rnendapatkan data-data sebagai berikut :
Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan pasien 1. Waktu dan larnanya keluhan berlangsung,
sehingga rnernbawa pasien pergi ke dokter atau rnencari 2. Sifat dan beratnya serangan; rnisalnya mendadak,
pertolongan. Dalarn rnenuliskan keluhan utarna, harus perlahan-lahan, terus rnenerus, hilang tirnbul,
disertai dengan indikator waktu, berapa lama paslen cenderung bertarnbah berat atau berkurang dan
rnengalami ha1 tersebut. Contoh: Buang air besar encer sebagainya,
seperti cucian beras sejak 5 jam yang lalu. 3. Lokasi dan penyebarannya; rnenetap, menjalar,
Bila pasien rnengatakan "Saya sakit jantung" atau berpindah-pindah,
"Saya sakit maag", rnaka ini bukan keluhan utama. 4. Hubungannya dengan waktu; rnisalnya pagi lebih sakit
Seringkali keluhan utarna bukan rnerupakan kalimat yang dari pada siang dan sore, atau sebaliknya, atau terus
pertarna kali diucapkan oleh pasien, sehingga dokter harus rnenerus tidak mengenal waktu,
pandai rnenentukan rnana keluhan utarna pasien dari 5. Hubungannya dengan aktivitas; misalnya bertarnbah
sekian banyak cerita yang diungkapkan. Hal lain yang juga berat bila melakukan aktivitas atau bertarnbah ringan
harus diperhatikan adalah pasien seringkali rnengeluhkan bila beristirahat,
hal-ha1 yang sebenarnya bukan rnasalah pokok atau 6. Keluhan-keluhan yang menyertai serangan; rnisalnya
keluhan utarna pasien tersebut, rnisalnya rnengeluh lernas keluhan yang rnendahului serangan, atau keluhan lain
dan tidak nafsu rnakan sejak beberapa hari yang lalu, tetapi yang bersarnaan dengan serangan,
sesungguhnya ia menderita dernarn yang tidak diceritakan 7. Apakah keluhan baru pertarna kali atau sudah
segera pada waktu ditanyakan oleh dokter. berulang kali,
8. Faktor risiko dan pencetus serangan, termasuk
faktor-faktor yang mernperberat atau rneringankan
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG serangan,
9. Apakah ada saudara sedarah, atau ternan dekat yang
Riwayat perjalanan penyakit rnerupakan cerita yang rnenderita keluhan yang sarna,
kronologis, terinci dan jelas rnengenai keadaan kesehatan 10. Riwayat perjalanan ke daerah yang endernis untuk
pasien sejak sebelurn sakit sarnpai pasien datang berobat. penyakit tertentu,
ANAMNESIS

,A

11. Perkembangan penyakit, kemungkinan telah terjadi 6. Tenggorok: nyeri menelan, susah menelan, tonsilitis,
komplikasi atau gejala sisa, kelainan suara
12. Upaya yang telah dilakukan dan bagaimana hasilnya, 7. Leher : pembesaran gondok, kelenjar getah bening
jenis-jenis obat yang telah diminum oleh pasien; 8. Jantung: sesak napas, ortopneu, palpitasi, hipertensi
juga tindakan medik lain yang berhubungan dengan 9. Paru : batuk, dahah, hemoptisis, asma
penyakit yang saat ini diderita. 10. Gastrointestinal: nafsu makan, defekasi, mual,
muntah, diare, konstipasi, hematemesis, melena,
Setelah semua data terkumpul, usahakan untuk
hematoskezia, hemoroid,
membuat diagnosis sementara dan diagnosis banding.
11. Saluran kemih: nokturia, disuria, polakisuria, oliguria,
Bila mungkin, singkirkan diagnosis banding, dengan
poliuria, retensi urin, anuria, hematuria,
menanyakan tanda-tanda positif dan tanda-tanda negatif
12. Alat kelamin: fungsi seksual, menstruasi, kelainan
dari diagnosis yang paling mungkin.
ginekologik, good morning discharge
13. Payudara: perdarahan, discharge, benjolan
14. Neurologis : kesadaran, gangguan saraf otak,
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
paralisis, kejang, anestesi, parestesi, ataksia, gangguan
fungsi luhur,
Bertujuan untuk mengetahui kemungkinan adanya
15. Psikologis: perangai, orientasi, ansietas, depresi,
hubungan antara penyakit yang pernah diderita dengan
psikosis
penyakitnya sekarang.Tanyakan pula apakah pasien pernah
16. Kulit: gatal, ruam, kelainan kuku, infeksi kulit
mengalami kecelakaan, menderita penyakit yang berat dan
17. Endokrin: struma, tremor, diabetes, akromegali,
menjalani perawatan di rumah sakit, operasi tertentu,
kelemahan umum
riwayat alergi obat dan makanan, lama perawatan, apakah
18. Muskuloskeletal: nyeri sendi, bengkak sendi, nyeri
sembuh sempurna atau tidak. Obat-obat yang pernah
olot, kejang otot, kelemahan otot, nyeri tulang,
diminum oleh pasien juga harus ditanyakan; termasuk
ril~ayatgout
steroid, dan kontrasepsi. Riwayat transfusi, kemoterapi,
dan riwayat imunisasi juga perlu ditanyakan. Bila pasien
pernah melakukan berbagai pemeriksaan, maka harus
dicatat dengan seksama, termasuk hasilnya, misalnya RIWAYAT PENYAKIT DALAM KELUARGA
gastroskopi, Popanicolaou'ssmear, mamografi, foto paru-
Penting untuk mencari kemungkinan penyakit herediter,
paru dan sebagainya.
familial atau penyakit infeksi. Pada penyakit yang bersifat
kongenital, perlu juga ditanyakan riwayat kehamilan dan
kelahiran.
RIWAYAT OBSTETRI

Anamnesis terhadap riwayat obstetri harus ditanyakan pada


setiap pasien wanita. Tanyakan mengenai menstruasinya, R I W N A T PRIBADI
kapan menars, apakah menstruasi teratur atau tidak,
Riwayat pribadi meliputi data-data sosial, ekonomi,
apakah disertai rasa nyeri atau tidak. Juga harus ditanyakan
pendidikan dan kebiasaan. Pada anak-anak perlu juga
riwayat kehamilan, persalinan dan keguguran.
dilakukan anamnesis gizi yang seksama, meliputi jenis
makanan, kuantitas, dan kualitasnya. Perlu ditanyakan
pula apakah pasien mengalami kesulitan dalam kehidupan
ANAMNESIS SISTEM ORGAN (SYSTEMS REVIEW)
sehari-hari seperti masalah keuangan, pekerjaan dan
sebacainya. Kebiasaan pasien yang juga harus ditanyakan
Anamnesis sistem organ bertujuan mengumpulkan
adalah kebiasan merokok, minum alkohol, termasuk
data-data positif dan negatif yang berhubungan dengan
penyalahgunaan obat-obat terlarang (narkoba). Pasien-
penyakit yang diderita pasien berdasarkan sistem organ
pasien yang sering melakukan perjalanan juga harus
yang terkena. Anamnesis ini juga dapat menjaring masalah
ditanyakan tqjuan perjalanan yang telah dilakukan
pasien yang terlewat pada waktu pasien menceritakan
untut: mencari kemungkinan tertular penyakit infeksi
riwayat penyakit sekarang.
1. Kepala: sefalgia, vertigo, nyeri sinus, trauma kapitis tertentu di tempat tujuan perjalanannya. Bila ada indikasi,
2. Mata: visus, diplopia, fotofobia, lakrimasi riwayat perkawinan dan kebiasaan seksualnya juga harus
ditanyakan. Yang tidak kalah penting adalah anamnesis
3. Telinga: pendengaran, tinitus, sekret, nyeri
mengenai lingkungan tempat tinggal, termasuk keadaan
4. Hidung: pilek, obstruksi, epistaksis, bersin,
5. Mulut: geligi, stomatitis, salivasi rumah, sanitasi, sumber air minum, ventilasi, tempat
128 ILMU DIAGNOSTIK FISIS

pembuangan sampah dan sebagainya. Pada pasien-


pasien dengan kecenderungan ansietas dan depresi, harus
dilakukan anamnesis psikologik secara khusus.

REFERENSI

1. Supartondo. rekam medik berorientasi masalah (RMOM):.


Dalam Ikut berperan dalam perubahan kurikulurp FKUI.
pemikiran dan pandangan dalam bidang pencidikan
kedokteran, Pusat Penerbitan Departemen Ilmu P-nyakit
Dalam FKUI, Jakarta 2006: 33-63.
2. Epstein 0, Perkin GD, Cookson J, de Bono DP. Clinical
examination. 3rd ed. Mosby, Edinburg, 2003.
3. Delph MH, Manning RT. Major's physical diagnosis. An
Introduction to Clinical Process. 9th ed. WB Saunders Co,
Philadelphia 1981.
4. Talley N, O'Connor S. Pocket Clinical Examination. 2nd ed.
Elsevier Australia, NSW, 2004.
5. Lamsey JSP, Bouloux PMG. Clinical examination of the
patient. 1st ed. Buttorsworsh, London, 1994.
6. Bates B, Bikcley LS, Hoekelman RA. A Guide to fiysical
examination and History Taking. 6th ed. JB Lippincott,
Philadelphia, 1995:123-30.
7. Wahidiyat I, Matondang C, Sastroasmoro S. Diagnosis Fisis
pada Anak. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI, Jakarta,
1989.
PEMERIKSAAN FISIS UMUM DAN KULIT
Bambang Setiyohadi, Imam Subekti

Pemeriksaan fisis mempunyal nilai yang sangat penting atletih~s;pasien yang kurus memiliki habitus astenikus; dan
untuk mernperkuat temuan-temuan dalam anamnesis. pasier~yang gemuk memiliki habitus piknikus. Keadaan
Teknik pemeriksaan fisis meliputi pemeriksaan secara gizi pasien juga harus dinilai, apakah kurang, cukup atau
visual atau pemeriksaan pandang (Inspeksi), pemeriksaan berlebih.
melalui perabaan (Palpasi), perneriksaan dengan ketokan Berat badan dan tinggi badan juga harus diukur
(Perkusi) dan pemeriksaan secara auditorik dengan sebelum pemeriksaan fisik dilanjutkan. Dengan menilai
menggunakan stetoskop (Auskultasi). Sikap sopan santun berat badan dan tinggi badan, maka dapat diukur Indeks
dan rasa hormat terhadap tubuh dan pribadi pasien Massa Tubuh (IMT), yaitu berat badan (kg) dibagi kuadrat
yang sedang diperiksa harus diperhatikan dengan baik tinggi badan (cm). IMT 18,s-25 menunjukkan berat badan
oleh pemeriksa. Hindarkan segala tindakan yang dapat yang ideal, bila IMT < 18,s berarti berat badan kurang,
mengakibatkan rasa malu atau rasa tidak nyaman pada IMT > 25 menunjukkan berat badan lebih dan IMT >30
diri pasien. Sebaliknya pemeriksajuga tidak boleh bersikap rnenunjukkan adanya obesitas.
kaku dan canggung, karena akan mengurangi kepercayaan
pasien terhadap pemeriksa. Hindarkan membuka pakaian
pasien yang tidak diperlukan. Periksalah pasien secara KESADARAN
sistematik dan senyaman mungkin, mulai melihat keadaan
umum pasien, tanda-tanda vital, pemeriksaan jantung, Kesadaran pasien dapat diperiksa secara inspeksi dengan
paru, abdomen dan ekstremitas. Pemeriksaan pada daerah melihat reaksi pasien yang wajar terhadap stimulus visual,
sensitif, misalnya payudara, anorektal dan urogenital auditorik maupun taktil. Seorang yang sadar dapat tertidur,
sebaiknya dilakukan atas indikasi. tapi segera terbangun bila dirangsang. Bila perlu, tingkat
kesadaran dapat diperiksa dengan memberikan rangsang
nyeri.
KEADAAN UMUM

Sebelum melakukan pemeriksaan fisis, dapat diperhatikan TINGKAT KESADARAN


bagaimana keadaan umum pasien melalui ekspresi wajahnya,
gaya berjalannya dan tanda-tanda spesifik lain yang segera Kompos mentis, yaitu sadar sepenuhnya, baik terhadap
tampak begitu kita melihat pasien, (eksoftalmus, cusingoid, dirinya maupun terhadap lingkungannya. Pasien dapat
parkinsonisme dan sebagainya). Keadaan umum pasien menjawab pertanyaan pemeriksa dengan baik.
dapat dibagi menjadi tampaksakit ringan, sakit sedang, atau
Apatis, yaitu keadaan di mana pasien tampak segan dan
sakit berat. Keadaan umum pasien seringkali dapat menilai
acuh tak acuh terhadap lingkungannya.
apakah keadaan pasien dalam keadaan darurat medis atau
tidak. Delirium, yaitu penurunan kesadaran disertai kekacauan
Hal lain yang segera dapat dilihat pada pasien adalah motorik dan siklus tidur bangun yang terganggu. Pasien
keadaan gizi dan habitus. Pasien dengan berat badan tampak gaduh gelisah, kacau, disorientasi dan meronta-
dan bentuk badan yang ideal disebut memiliki habitus ronta.
ILMU DIAGNOSTIK FISIS

Somnolen (letargia, obtundasi, hipersomnia), yaitu SKALA KOMA GLASGOW


keadaan mengantuk yang masih dapat pulih penuh bila
dirangsang, tetapi bila rangsang berhenti, pasien akan Skala koma Glasgow merupakan ukuran perkembangan
tertidur kembali. tingkat kesadaran yang menilai 3 komponen, yaitu
membuka mata, respons verbal (bicara) dan respons
Sopor (stupor), yaitu keadaan mengantuk yang dalam.
m o t o r i k (gerakan). Secara lengkap, skala tersebut
Pasien masih dapat dibangunkan dengan rangsang
tercantum pada tabel 1.
yang kuat, misalnya rangsang nyeri, tetapi pasien tidak
terbangun sempurna dan tidak dapat memberikan
jawaban verbal yang baik.
Parameter Nilai
Semi-koma (koma ringan), yaitu penurunan kesadaran
a. Membuka mata
yang tidak memberikan respons terhadap rangsang verbal,
- Spontan 4
dan tidak dapat dibangunkan sama sekali, tetapi refleks - Terhadap perintah (suruh pasien membuka 3
(kornea, pupil) masih baik. Respons terhadap rargsang mata)
nyeri tidak adekuat. - Dengan rangsang nyeri(tekanan pada saraf 2
supraorbita atau kuku jari)
Koma, yaitu penurunan kesadaran yang sangat dalam, - Tidak ada reaksi(dengan rangsang nyeri) 1
tidak ada gerakan spontan dan tidak ada respons terhadap
rangsang nyeri. b. Respons verbal (bicara)
- Baik, tak ada disorientasi 5
(dapat menjawab. dengan kalimat yang
baik)
- Kacau (confused) 4
(dapat bicara, tetapi terdapat dis-
orientasi waktu dan tempat)
Sinkop adalah penurunan kesadaran sernentara (tra,lsient)
- Tidak tepat 3
yang biasanya berhubungan dengan penurunan aliran (dapat mengucapkan kata-kata, tetapi
darah d i otak. Sinkop dapat berhubungan dengan tidak berupa kalimat, dan tidak tepat)
kolaps postural dan dapat rnernbaik sendiri tanpa - Mengerang 2
gejala sisa. Sinkop dapat terjadi tiba-tiba tanpa gejala ( t i d a k m e n g u c a p k a n kata, hanya
mengerang)
yang rnendahului, atau dapat j u g a didahulu oleh - Tidak ada jawaban 1
gejala presinkop seperti nyeri kepala, pusing, kelernahan c. Respons motorik (gerakan)
urnurn, rnuntah, p e n g l i h a t a n kabur, t i n i t u s a t a u - Menurut perintah 6
berkeringat. - Mengetahui lokasi nyeri 5
Sinkop harus dibedakan dengan serangan epileptik. - Reaksi menghindar 4
Serangan epileptik biasanya timbul tanpa penyebab yang
- Reaksi fleksi (dekortikasi) 3
(rangsang nyeri memberikan respons
khas dan tidak dipengaruhi oleh posisi pasien, tetapi fleksi siku)
pasien akan merasakan sensasi abnormal sebelurnnya - Reaksi ekstensi (deserebrasi) 2
yang disebut aura, rnisalnya halusinasi, menciulm bau (rangsang nyeri mernberikan respons
yang aneh dan sebagainya; sedangkan sinkop seringkali ekstensi siku)
- Tidak ada reaksi 1
didahului oleh penyebab tertentu, misalnya nyeri akut, (rangsang nyeri t i d a k memberikan
ansietas, bangun dari posisi berbaring atau duduk. respons apapun)
Pasien sinkop biasanya menunjukkan gejala perifer Nilai maksimal adalah 15, sedangkan nilai minimal adalah
pucat (palor) sedang serangan epileptik seringkali 3 (koma)
disertai sianosis. Penurunan kesadaran akibat epilepsi
biasanya lebih lama dibandingkan penurunan kes-d aran M A T I BATANG OTAK
akibat sinkop.
Penyebab sinkop dalam garis besarnya dapat dibagi Akhir dari berbagai kelainan struktural dan rnetabolik yang
3, yaitu kelainan tonus vaskular atau volume darah menyerang otak adalah kerusakan otak yang perrnanen
(terrnasuk sinkop vasovagal dan hipotensi ortostatik), yang menghasilkan korna yang dalarn sehingga fungsi
kelainan kardiovaskular (aritrnia, infark rniokardial) respirasi harus dibantu dengan alat. Terdapat bukti-bukti
dan kelainan serebrovaskular. Kelainan lain yang juga yang rnenguatkan bahwa bila fungsi batang otak telah
dapat rnenyebabkan sinkop adalah hipoksia, anemia, berhenti maka kemungkinan pasien akan pulih sangat kecil
hipoglikemia, ansietas atau reaksi histeris. sekali.Oleh sebab itu penilaian terhadap kernungkinan telah
PEMERIKSAAN FISIS U M U M DAN KUUT

terjadi mati batang otak sangat penting untuk menentukan radiasi atau konveksi; sedangkan bila suhu sekitar tinggi,
apakah dukungan alat penyambung hidup masih akan maka suhu akan dikeluarkan dari tubuh melalui evaporasi
diberikan atau tidak. Penilaian mati batang otak harus (berkeringat). Tubuh dapat mengatur pengeluaran suhu
dilakukan secerrnat mungkin untuk menghindari berbagai dari tubuh melalui peningkatan aliran darah ke permukaan
penyebab korna yang bersifat reversibel, rnisalnya icorna tubuh (kulit) sehingga suhu dapat diangkut ke perifer oleh
akibat obat-obatan atau rnetabolik. Biasanya penentuan darah dan dikeluarkan. Cara lain adalah dengan evaporasi
mati batang otak dilakukan setelah 24 jam keadaan (berkeringat yang diatur oleh saraf sirnpatik dan sistern
pasien dipertahankan dan tidak rnenunjukkan gejala vagus).
perbaikan. Kernatian batang otak harus dilakukan oleh Suhu diatur oleh pusat suhu di otaic, yaitu hipotalarnus,
beberapa dokter dan dilakukan evaluasi beberapa kali, di tuber senereum melalui proses fisik dan kimiawi. Pada
misalnya setiap 2, 3, 6 atau 12 jam, di rnana pasien tidak binatang percobaan yang dipotong hipotalarnusnya, rnaka
mendapatkan obat penekan saraf pusat atau pelernas otot suhu tubuhnya akan berubah-ubah sesuai dengan suhu
atau obat yang rnenyebabkan hipotermia. Adapun tanda- lingkungannya; keadaan ini disebutpoikilotermis. Bila suhu
tanda rnati batang otak adalah: 1). Refleks pupil. Gunakan tubuh tidak dapat dipengaruhi oeh suhu lingkungan, maka
larnpu senter untuk rnengonfirrnasikan bahwa refleks pupil disebut homoeotermis.
terhadap cahaya negatif; 2). Refleks kornea. Gunakan kapas Untuk rnengukur suhu tubuh, digunakan terrnorneter
yang halus dan secara hati-hati usap pada bagian lateral dernarn. Tempat pengukuran suhu rneliputi rektum (2-5
kornea, pada rnati batang otak tidak didapatkan refleks rnenit), rnulut (10 rnenit) dan aksila (15 rnenit). Di rumah
kornea; 3). Refleks vestibule-okuler. Dilakukan hanya bila sakit, suhu tubuh diukur berulang kali dalarn waktu 24
rnernbran timpani utuh dan tidak ada serurnen. Dengan jam, kernudian dibuat grafik. Stadium peningkatan suhu
rnenggunakan kateter, masukkan 50 rnl air es ke dalam dari suatu penyakit disebut stadiumprodromal, sedangkan
liang telinga luar, pada rnati batang otak tidak akan stadium penurunan suhu disebut stadium rekonvalesensi.
ditemukan deviasi okuler. Ulangi tes pada telinga yang lain; Selain rnernbuat grafik suhu, rnaka frekuensi nadi juga
4j. Respons rnotorik pada saraf otak. Dilakukan dengan harus diukur. Pada dernarn tifoid didapatkan bradikardia
cara rnernberikan respons nyeri pada glabela dan pasien relatif, di rnana kenaikan suhu tidak diikuti kenaikan
tidak rnenunjukkan respons; 5). Respons trakeal. Rangsang frekuensi nadi yang sesuai. Biasanya, setiap kenaikan
palatum atau trakea dengan kateter isap dan pasien tidak suhu 1C akan diikuti kenaikan frekuensi nadi 10 kali
rnenunjukkan respons apapun; 6). Reaksi pernapasan per-menit. Pada keadaan syok, frekuensi nadi rneningkat,
terhadap hiperkapnia. Berikan 95% 0, dan 5% CO, rnelalui tapi suhu tubuh menurun; keadaan ini disebut sebagai
respirator sehingga PCO, rnencapai 6,O kPa (40 mrnHg), crux mortis.
kernudian lepaskan respirator, tapi berikan oksigen 100% Bila dinilai lebih lanjut, grafik suhu dapat dibagi atas
lewat kateter trakea 6 L/menit, perhatikan apakah tirnbul 3 stadium, yaitu stadium inkrementi, stadium fastigium
respons pernapasan pada waktu PCO, rnencapai 6,7 kPa dan stadium dekrementi. Stadium inkrementi adalah
(50 rnrnHg). stadium di rnana suhu tubuh rnulai rneningkat, dapat
perlahan-lahan atau rnendadak; biasanya akan diikuti
oleh rasa letih, lernah, muntah dan anoreksia. Stadium
TANDA-TANDA VITAL fastigium adalah puncak dari dernarn. Ada beberapa
rnacam dernarn berdasarkan stadium fastigiumnya, yaitu:
Suhu a). Febris kontinua, yaitu bila variasi suhu kurang dari 1C,
Suhu tubuh yang normal adalah 36"-37C. Pada pagi hari terdapat pada pneumonia dan dernarn tifoid; b). Febris
suhu rnendekati 36"C, sedangkan pada sore hari rnendekati remiten, bila variasi suhu 1C; c). Febris intermiten, yaitu
37C. Pengukuran suhu di rektum lebih tinggi 0,5"-1C bila variasi suhu lebih dari 1C, sehingga kadang-kadang
dibandingkan suhu rnulut dan suhu rnulut 0,5"C lebih suhu terendah dapat mencapai suhu normal. Keadaan
tinggi dibandingkan suhu aksila. Pada keadaan dernarn, ini dapat diternukan pada malaria, tuberkulosis rnilier
suhu akan rneningkat, sehingga suhu dapat dianggap dan endokarditis bakterialis; d). Tipus inversus, yaitu bila
sebagai terrnostat keadaan pasien. Suhu rnerupakan didapatkan suhu pagi rneningkat, sedangkan suhu siang
indikator penyakit, oleh sebab itu pengobatan dernarn dan sore rnenurun. Keadaan ini dapat diternukan pada
tidak cukup hanya rnernberikan antipiretika, tetapi harus tuberkulosis paru dengan prognosis yang buruk.
dicari apa etiologinya dan bagairnana rnenghilangkan Stadium dekrementi adalah stadium turunnya suhu
etiologi tersebut. tubuh yang tinggi. Bila suhu turun secara mendadak
Selain diproduksi, suhu juga dikeluarkan dari tubuh, disebut krisis, sedangkan bila suhu turun perlahan disebut
tergantung pada suhu disekitarnya. Bila suhu sekitar lisis. Bila suhu yang sudah mencapai normal rneningkat
rendah, rnaka suhu akan dikeluarkan dari tubuh rnelalui kernbali, maka disebut residif, sedangkan bila suhu
ILMU DIAGNOSTIK FISlS

meningkat sebelum turun sampai batas normal disebut Frekuensi nadi yang normal adalah sekitar 80 kali permenit.
rekrudensi. Bila grafik suhu bergelombang sedemikian Bila frekuensi nadi lebih dari 100 kali per menit, disebut
rupa sehingga didapatkan 2 puncak gelombang dengan takikardia (pulsus frequent); sedangkan bila frekuensi nadi
variasi diantara 1-3 minggu, maka disebut febris undulans, kurang dari 60 kali per-menit, disebut bradikardia (pulsus
misalnya didapatkan pada limfoma Hodgkin, kolesistitis rarus). Bila terjadi demam, maka frekuensi nadi akan
dan pielonefritis. meningkat, kecuali pada demam tifoid, frekuensi nadi
justru menurun dan disebut bradikardia relatif
Tekanan Darah
Irama denyut nadi harus ditentukan apakah teratur
Tekanan darah diukur dengan menggunakan tensimeter
(reguler) atau tidak teratur (ireguler). Dalam keadaan
(sfigmomanometer), yaitu dengan cara melingkarkan
normal, denyut nadi akan lebih lambat pada waktu ekspirasi
manset pada lengan kanan 1% cm di atas fossa kubiti
dibandingkan pada waktu inspirasi; keadaan ini disebut
anterior, kemudian tekanan tensimeter dinaikkan sambil
sinus aritimia. Pada keadaan fibrilasi atrium, denyut nadi
meraba denyut A. Radialis sampai kira-kira 20 mmHg
sangat ireguler, frekuensinyajuga lebih kecil dibandingkan
di atas tekanan sistolik, kemudian tekanan diturunkan
dengan frekuensi denyut jantung; keadaan ini disebut
perlahan-lahan sambil meletakkan stetoskop pada fossa
pulsus defisit. Pada gangguan hantaran jantung (aritmia),
kubiti anterior di atas A. Brakialis atau sambil melakukan
dapat terjadi 2 denyut nadi dipisahkan oleh interval yang
palpasi pada A. Brakialis atau A. Radialis. Dengan cara
panjang, keadaan ini disebut pulsus bigeminus. Bila tiap 3
palpasi, hanya akan didapatkan tekanan sistolik saja.
denyut nadi dipisahkan oleh interval yang panjang, maka
Dengan menggunakan stetoskop, akan terdengar denyut
disebut pulsus trigeminus. Kadang-kadang, dapat teraba
nadi Korotkov, yaitu:
ekstrasistole, yaitu denyut nadi datang lebih dulu dari
Korotkov I, suara denyut mulai terdengar, tap1
seharusnya yang kemudianjuga diikuti oleh interval yang
masih lemah dan akan mengeras setelah tekanan
panjang. Pada keadaan demam, misalnya demam tifoid,
diturunkan 10-15 mmHg; fase ini sesuai dsngan
dapat ditemukan nadi dengan 2 puncak yang disebut
tekanan sistolik,
dicrotic pulse (bisferiens); sedangkan pada stenosis aorta,
Korotkov 11, suara terdengar seperti bising jantung
akan didapatkan anacrotic pulse, yaitu puncak nadi yang
(murmur) selama 15-20 mmHg berikutnya,
rendah dan tumpul. Pada kelainan jantung koroner, dapat
Korotkov 111, suara menjadi kecil kualitasnya dan
ditemukan pulsus alternans, yaitu denyut nadi yang kuat
menjad~lebihjelas dan lebih keras selama 5-7 mmHg
dan lemah terjadi secara bergantian.
berikutnya,
Isi nadi dinilai apakah cukup, kecil (pulsusporvus) atau
Korotkov IV suara akan meredup sampai kemudian
besar (pulsus magnus). Pulsus parvus didapatkan pada
menghilang setelah 5-6 mmHg berikutnya,
keadaan perdarahan, infark miokardial, efusi peri-kardial
Korotkov V titik di mana suara menghilang; fase ini
dan stenosis aorta, sedangkan pulsus magnus didapatkan
sesuai dengan tekanan diastolik.
pada keadaan demam atau pada keadaan sedang bekerja
Perbedaan antara tekanan sistolik dan diastolik
keras. Pengisian nadi juga harus dinilai apakah selalu sama
disebut tekanan nadi Bila terdapat kelainan jantung atau
(ekual) atau tidak sama (anekual). Pada inspirasi, denyut
kelainan pembuluh darah, maka tekanan darah harus
nadi akan lebih lemah dibandingkan dengan pada waktu
diukur baik pada lengan kanan maupun lengan kiri, bahkan
ekspirasi, karena pada waktu inspirasi darah akan ditarik ke
bila perlu tekanan darah tungkai juga diukur. Faktor-faktor rongga toraks; keadaan ini disebut pulsusparadoksus. Bila
yang turut mempengaruhi hasil pengukuran tekanan denyut nadi melemah hanya pada waktu inspirasi dalam
darah adalah lebar manset, posisi pasien dan emosi dan kembali normal pada akhir inspirasi, maka disebut
pasien. Dalam keadaan normal, tekanan sistolik akan turun pulsus paradoksus dinamikus. Bila denyut nadi melemah
sampai 10 mmHg pada waktu inspirasi. Pada tamponade pada seluruh fase inspirasi dan baru kembali normal pada
perikardial atau asma berat, penurunan tekanan sistolik awal ekspirasi, misalnya pada perikarditis konstriktif, maka
selama inspirasi akan lebih dari 10 mmHg. keadaan ini disebut pulsus paradoksus mekanikus.

Nadi Kualitas nadi, tergantung pada tekanan nadi. Bila tekanan


Pemeriksaan nadi biasanya dilakukan dengan melakukan nadi besar maka pengisian dan pengosongan nadi
palpasi A. Radialis. Bila dianggap perlu, dapat juga akan berlangsung mendadak, dan disebut pulsus celer
dilakukan di tempat lain, misalnya A. Brakialis di fosa kubiti, (abrupt pulse), sedangkan sebaliknya bila pengisian dan
A Femoralis di fosa inguinalis, A. Poplitea di fosa poplitea pengosongan berlangsung lambat, disebut pulsus tardus
atau A. Dorsalis pedis di dorsum pedis. Pada pemeriksaan (plateau pulse), misalnya pada stenosis aorta.
nadi, perlu diperhatikan frekuensi denyut nadi, irama nadi, Kualitas dinding arteri, juga harus dinilai dengan
isi nadi, kualitas nadi dan dinding arteri. seksama. Pada keadaan aterosklerosis, biasanya dinding
PEMERIKSAAN FlSIS UMUM DAN KUUT

arteri akan mengeras. Demikian juga pada arteritis TANDA RANGSANG MENINGEAL
temporalis.
Perangsangan meningeal (selaput otak) dapat terjadi
Frekuensi Pernapasan bila selaput otak meradang (meningitis) atau terdapat
Dalam keadaan normal, frekuensi pernapasan adalah benda asing di ruang subaraknoid (misalnya perdarahan
16-24 kali per menit. Bila frekuensi pernapasan kurang subaraknoid). Seringkali perangsangan meningeal juga
dari 16 kali per menit, disebut bradipneu, sedangkan bila disertai dengan kekakuan punggung sehingga kepala
lebih dari 24 kali permenit, disebut takipneu. Pernapasan dan punggung melekuk ke belakang (ekstensi) dan
yang dalam disebut hiperpneu, terdapat pada pasien disebut opistotonus. Tanda-tanda spesifik perangsangan
asidosis atau anoksia; sedangkan pernapasan yang meningeal meliputi Kaku kuduk, Tanda Lasegue, Tanda
dangkal disebut hipopneu, terdapat pada gangguan Kernig, Tanda Brudzinski I, Tanda Brudzinski 11.
susunan saraf pusat. Kesulitan bernapas atau sesak
Kaku Kuduk (nuchal rigidity), merupakan gejala yang
napas disebut dispneu, ditandai oleh pernapasan cuping
sering didapatkan. Tangan pemeriksa diletakkan di bawah
hidung, retraksi suprasternal, dapat disertai sianosis dan
kepala pasien yang sedang berbaring, kemudian fleksikan
takipneu. Pada pasien gagal jantung, akan didapatkan
kepala pasien semaksimal mungkin agar dagu menyentuh
sesak napas setelah pasien tidur beberapa jam, biasanya
dada; bila terdapat tahanan, maka kaku kuduk positif.
pada malam hari, disebut paroxysmal nocturnal dyspneu.
Pada pasien yang koma, kadang-kadang kaku kuduk
Pada pasien gagal jantung atau asma bronkiale, seringkali
menghilang atau berkurang. Kaku kuduk juga dapat
pasien akan mengalami sesak napas bila berbaring dan
positif pada keadaan miositis otot paraservikal, abses
akan lebih nyaman bila dalam posisi tegak (berdiri atau
retrofaringeal atau artritis servikal.
duduk); keadaan ini disebut ortopneu. Sifat pernapasan
pada perempuan biasanya abdomino-torakal, yaitu Tanda Lasegue, diperiksa dengan cara pasien berbaring
pernapasan torakal lebih dorninan, sedangkan pada dengan kedua tungkai ekstensi; kemudian satu tungkai
laki-laki torako-abdominal, yaitu pernapasan abdominal difleksikan pada sendi panggul (koksa), sementara tungkai
lebih dominan. Pada keadaan asidosis metabolik, akan yang satu lagi tetap ekstensi. Pada keadaan normal,
didapatkan pernapasan yang dalam dan cepat, keadaan tungkai yang difleksikan dapat mencapai sudut 70"; bila
ini disebut pernapasan Kussmaul. Pada kerusakan otak, pasien sudah merasa nyeri sebelum mencapai sudut 70,
dapat ditemukan irama pernapasan Biot atau pernapasan maka menunjukkan tanda Lasegue positif. Selain sebagai
Cheyne-Stokes. Pernapasan Biot adalah pernapasan yang tanda perangsangan meningeal, tanda Laseguejuga dapat
tidak teratur irama dan amplitudonya dengan diselingi positif pada iskialgia, hernia nucleus pulposus (HNP)
periode henti napas (apneu), sedangkan pernapasan lumbal dan keiainan sendi panggul.
Cheyne-Stokes, adalah irama pernapasan dengan Tanda Kering, diperiksa dengan cara pasien berbaring
amplitudo yang mula-mula kecil, kemudian membesar dengan fleksi panggul 90, kemudian sendi l u t u t
dan mengecil kembali dengan diselingi periode apneu. diekstensikan sampai sudut antara tungkai bawah dan
Pada pleuritis sika (Schwarte) akan didapatkan asimetri tungkai atas mencapai 135". Bila sudut tersebut tidak
pernapasan, di mana dinding toraks kiri dan kanan tercapai menunjukkan tanda Kernig positif, yaitu terdapat
tidak bergerak secara bersamaan selarna inspirasi dan perangsangan meningeal atau iritasi radiks lumbal. Pada
ekspirasi. rangsang meningeal, tanda Kernig akan positif bilateral,
sedangkan pada iritasi radiks lumbal biasanya unilateral.

Tanda Brudzinski I (Brudzinski's neck sign), dilakukan


dengan cara pasien berbaring dengan tungkai ekstensi,
kemudian leher difleksikan sampai dagu rnenyentuh dada
seperti memeriksa kaku kuduk; bila tanda Brudzinski I
positif, maka pasien akan memfleksikan kedua lututnya.
Sebelum pemeriksaan harus diperhatikan bahwa pasien
tidak lumpuh.

Tanda Brudzinski I1 (Brudzinski'scontralateral leg sign),


i diperiksa dengan cara membaringkan pasien dengan
Pernapasan Cheyen Stokes ,
kedua tungkai ekstensi, kemudian salah satu tungkai
I diekstensikan pada sendi panggulnya, bila kernudian
tungkai kontralateral ikut terfleksi, menunjukkan tanda
Gambar 1.Tipe-tipe pernapasan Brudzinski I1 positif.
134 ILMUDIAGNOSTIKFISIS

Palor, yaitu warna kulit kepucatan, yang dapat terjadi


karena gangguan vaskularisasi (sinkop, syok) atau akibat
Kualitas Kulit vasospasme.
Kelembaban kulit. Dapat dibagi atas hiperhidrosis dan Ikterus, yaitu warna kekuningan; biasanya mudah dilihat di
hipohidrosis.Hiperhidrosis didapatkanpada hipertiroidisme, sklera. Ikterus akan mudah terlihat di bawah sinar matahari.
setelah serangan malaria, tuberkulosis (keringat malam) Ada bermacam-macam ikterus, misalnya kuning seperti
atau efek obat-obatan (salisilat); sedangkan hipohidrosis jerami (pada ikterus hemolitik, anemia pernisiosa); kuning
didapatkan pada miksedema, lepra (anhidrosis lokal, tanda kehijauan (pada ikterus obstruktif), kuning keabu-abuan
Gunawan) dan obat-obatan (atropin). (pada sirosis hepatis); kuning agak jingga (pada penyakit
Weil).
Elastisitas kulit (turgor), diperiksa pada kulit dindinc perut,
di kulit lengan atau kulit punggung tangan, yaitu dengan Pseudoikterus(karotenosis), yaitu kulit bewarna kekuningan,
cara mencubitnya. Turgor yang menurun didapatkan pada tetapi sklera tetap normal; disebabkanoleh hiperkarotenemia,
keadaan dehidrasi, kaheksia atau senilitas. Bila kehilangan misalnya banyak makan wortel atau pepaya. Gejala ini akan
elastisitas kulit hanya sebagian tanpa disertai perubahan hilang sendiri dengan memperbaiki dietnya.
berarti pada bagian kulit yang lain disebut anetoderma,
Klorosis,yaitu warna kulit hijau kekuningan, biasanya terdapat
misalnya pada striae gravidarum.
pada orang yang tidak pernah terpapar sinar matahari (green
Atrofi kulit, yaitu penipisan kulit karena berkurangnya sickness). Pada perempuan juga sering diakibatkan dilatasi
satu lapisan kulit atau lebih, sehingga kulit tampak pucat, pembuluh darah (chlorosis cum rubra).
turgornya menurun dan dalam keadaan yang berat,
Eritema, yaitu warna kemerahan pada kulit akibat
kulit teraba seperti kertas. Dapat disertai meningkatnya
vasodilatasi kapiler. Bila ditekan, warna merah akan
tegangan kulit, rnisalnya pada skleroderma (sklerosis
hilang (diaskopi positif). Didapatkan pada berbagai
sistemik) atau tanpa tegangan kulit, misalnya pada
infeksi sistemik, penyakit kulit dan alergi. Bila bersifat
gangguan sirkulasi. Pada sindrom Ehler-Danlos, didapatkan
temporer, disebut flushing. Bila eritema hanya didapatkan
atrofi kulit dengan turgor yang meninggi.
di muka, maka disebut eritema faciei, misalnya pada
Hipertrofi kulit, yaitu penebalan kulit karena ber- demam tinggi, stenosis mitral, hipertensi, intoksikasi
tambahnya jumlah sel atau ukuran sel pada satu lapisan karbonmonoksida, plumbum. Pada perempuan yang
kulit atau lebih. Bila penebalan tersebut disertai dengan berusia 40-60 tahun, dapat timbul eritema faciei yang
relief kulit yang bertambah jelas, maka disebut likenlfikasi, disebut rosacea. Pada pasien sirosis hepatis, dapat
misalnya pada neurodermatitis. Bila penebalan kulit terjadi didapatkan eritema pada permukaan tenar dan hipotenar
pada lapisan korneum, maka disebut hiperkeratosis, telapak tangan yang disebut eritema palmilris (palmor
sedangkan b~lapenebalan terdapat pada lapisan spinosum, erythem). Eritema dengan bentuk yang beragarn, timbul
maka disebut akantosis. serentak dengan kecenderungan melebar ke perifer dan
menipis ditengahnya disebut eritema multiforma. Bila
Warna Kulit eritema disertai nodus di bawah kulit, berukuran 2-4 cm
Melanosis, yaitu kelainan warna kulit akibat berkurang dan nyeri, maka disebut eritema nodosum. Kedua jenis
atau bertambahnya pembentukan pigmen melanin pada eritema tersebut dapat ditemukan pada sindrom Stevens-
kulit. Bila produksi pigmen bertambah, maka disebut Johnson, lupus eritematosus, artritis reumatoid dan juga
hipermelanosis (melanoderma), sedangkan bila produksi tuberkulosis. Pada penyakit jantung reumatik, dapat
pigmen berkurang disebut hipomelanosis (leukoderma). ditemukan eritema berbentuk cincin yaug tidak menimbul
dan tidak nyeri, disebr~teritema marginatum.
Albinisme (akrornia kongenital), yaitu tidak adanya
pigmen melanin di kulit, rambut dan mata, dapat bersifat Sianosis, yaitu warna biru pada kulit, karena darah
parsial atau generalisata. Pasien biasanya sensitif terhadap banyak mengandung reduced-Hb (red-Hb). Penyebabnya
cahaya. bermacam-macam. Sianosis dapat bersifat umum
(sianosis sentral), misalnya sianosis pulmonal (akibat
Vitiligo, yaitu hipomelanosis yang berbatas jelas
ganggrlan ventilasi alveoli, misalnya pada Penyakit
(sirkumskripta),biasanya disertai tepi yang hiperpigmentasi. Paru Obstruktif Menahun/ PPOK) dan sianosis kardial
Rambut di daerah vitiligo dapat tidak bewarna (akromik),
(misalnya pada penyakit jantung kongenital). Sianosis
dapat pula bewarna seperti biasa. juga dapat bersifat lokal (sianosis perifer), biasanya
Piebaldisme (albinisme partial), yaitu bercak kulit yang disebabkan oleh sirkulasi perifer yang bnruk. Sianosis
tidak mengandung pigmen yang ditemukan sejak lahir yang disebabkan meningkatnya kadar red-Hb disebut
dan menetap seumur hidup. sianosis Vera, sedangkan bila penyebabnya adalah
PEMERIKSAAN FISIS U M U M D A N KUUT

peningkatan kadar sulf-Hb atau met-Hb, disebut sianosis Kista, yaitu rongga berkapsul berisi cairan atau massa
spuria (palsu). lunak.

Kulit coklat, disebabkan peningkatan pigmen dalam kulit,


B. Efloresensi Sekunder
misalnya akibat terlalu sering terpapar sinar matahari, atau
pada penyakit Addison. Pada intoksikasi Arsen (melanosis Skuama, yaitu pengelupasan lapisan lapisan korneum. Bila
Arsen) atau intoksikasi perak (argirosis), kulit akan bewarna pengelupasannya lebar seperti daun disebut eksfoliasi.
coklat keabu-abuan. Skuama yang berbentuk lingkaran (circiner) disebut
colorette.
Melasma (kloasma), yaitu pigmentasi kulit yang tak
berbatas tegas, umumnya pada muka dan simetrik, disertai Krusta, yaitu cairan tubuh yang mengering di atas kulit.
hiperpigmentasi areola payudara dan genitalia eksterna. Bila berasal dari serum, maka warnanya kuning muda; bila
Dapat bersifat idiopatik atau akibat kehamilan (kloasma berasql dari darah, warnanya merah tua atau hitam; bila
berasal dari pus bewarna kuning tua atau coklat; dan bila
gravidarum).
berasal dari jaringan nekrotik bewarna hijau.
Poikiloderma of civatte, yaitu pigmentasi retikuler pada
Erosi, yaitu hilangnya jaringan kulit yang tidak melampaui
muka, leher, bagian atas dada dan bersifat simetrik.
lapisan basal; pada permukaannya biasanya akan tampak
Terdapat pada keadaan menopause akibat gangguan
serum,
endokrin.
Ekskoriasi, yaitu kehilangan jaringan kulit yang telah
Dermatografia, yaitu warna kemerahan yang menimbul
melewati lapisan basal; pada permukaannya tampak
akibat suatu iritasi, misalnya goresan benda tumpul.
darah,
Gambaran ini akan hilang dalam 3-4 menit.
Ulkus, yaitu kehilanganjaringan kulit yang dalam sehingga
Cafe au lait patches, yaitu bercak-bercak bewarna
tampak tepi, dinding, dasar dan isi,
seperti kopi dengan permukaan rata, dapat berukuran
beberapa sentimeter, misalnya terdapat pada penyakit Fisura (rhagade), yaitu belahan kulit tanpa kehilangan
von Recklinghausen. jaringan kulitnya,

Sikatriks, yaitu jaringan parut dengan relief tidak normal,


Efloresensi (Ruam)
perm~kaanlicin mengkilat, adneksa kulit tidak ada. Bila
A. Efloresensi Primer tampak cekung disebut sikatriks atrofik, sedangkan bila
menonjol disebut sikatriks hipertrofik,
Makula, yaitu perubahan warna semata-mata yang
berbatas tegas (sirkumskripta), Keloid, yaitu sikatriks hipertrofik yang pertumbuhannya
melampaui batas luka.
Papula, yaitu benjolan padat berbatas tegas yang menonjol
di permukaan kulit dengan ukuran milier (seujung jarum Lesi Lain pada Kulit
pentul), lentikuler (sebesar biji jagung) atau kurang dari
1cm. Bila ukurannya lebih dari 1cm (numuler) disebut Edema, adalah akumulasi eksesif dari cairan di dalam
tuber. Bila ukurannya lebih dari 1cm dan permukaannya rongga-rongga jaringan yang jarang. Kulit yang edema,
datar, disebut plakat (plaque), permukaannya akan mengkilat dan bila ditekan akan
meletuk (pitting). Pada limfedema, misalnya filariasis,
Nodus, yaitu benjolan padat berbatas tegas pada ederr~anyatidak melekuk bila ditekan (non-pitting), oleh
permukaan kulit yang letaknya lebih dalam dari papula,
sebab itu bukan merupakan edema sejati. Penyebab
sehingga tidak menonjol. Bila ukurannya lebih kecil, maka
edema bermacam-macam, misalnya ekstravasasi (akibat
disebut nodulus.
tekaran intravaskular yang meningkat), vaskulitis, alergi
Urtika, yaitu edema setempat yang timbul mendadak dan (peningkatan permeabilitas kapiler akibat histamin),
hilang perlahan-lahan, tekamn koloid menurun (misalnya akibat hipoproteinemia).
Vesikel, yaitu gelembung berisi cairan serosa yang Awal edema, seringkali tampak di daerah palpebra, disebut
mempunyai atap dan dasar, dengan ukuran kurang dari edem pa(pebra; biasanya didapatkan pada kelainan ginjal,
1cm. Bila berisi pus disebut pustula dan bila berisi darah seperti sindrom nefrotik. Bila edema bersifat merata di
disebut vesikel hemoragik, seluruh tubuh, disertai efusi pleural, asites dan kadang-
kadang efusi perikardial, disebut edema anasarka.
Bula, yaitu gelembung berisi cairan serosa, mempunyai
atap dan dasar, dengan ukuran lebih dari 1cm. Bila berisi Emfisema subkutis, adalah akumulasi udara atau gas pada
pus disebut bula purulen, dan bila berisi darah disebut jaringan kulit. Keadaan ini dapat menyertai pneumotoraks,
bula hemoragik, pneumomediastinum atau tindakan yang mengenai kulit
136 ILMU DIAGNOSTIK FISIS

dan jaringan subkutis yang lama, misalnya trakeostomi, hidung, kelopak mata atas atau leher. Hemangioma yang
pemasangan WSD (water sealed drainage); atau dapatjuga lebih besar disebut hemangioma kavernosa, terdapat di
ditemukan pada gas gangren. kulit atau di bawah kulit, bersifat merata dan luas.
Pruritus, adalah rasa gatal tanpa kelainan kulit yang Teleangiektasis, adalah pelebaran pembuluh darah
nyata. Dapat disebabkan oleh ikterus hemolitik, diabetes kapiler yang menetap di kulit.
melitus yang tidak terkontrol, usia tua (pruritus senilis,
Nevus pigmentosus, yaitu daerah hiperpigmentasi yang
terutama di daerah anogenital), penyakit kulit atau
menetap, kadang-kadang disertai pertumbuhan rambut,
psikogenik. Kelainan kulit yang ditandai oleh rase gatal
nyeri dan ulserasi.
dengan efloresensi papula dan bersifat kronik dan rekurens
disebut prurigo. Spider naevi, adalah arteriol yang menonjol dan
kemerahan serta bercabang-cabang dengan diameter
Purpura, adalah ekstravasasi darah ke dalam kulit atau
3-10 mm. Banyak didapatkan pada orang hamil, sirosis
mukosa, sehingga bila ditekan maka warna kemerahannya
hepatis. Bila pusatnya ditekan dengan ujung yang runcing,
tidak akan hilang (diaskopi negatifl. Bila ukurannya sejarum
maka cabang-cabangnya akan menghilang
pentul disebut petekie; bila ukurannya 2-5 mm, disebut
purpuric spot; bila lebih besar lagi disebut ekimoses; dan Striae, adalah garis putih kemerahan dari daerah kulit
bila lebih besar lagi sehingga menonjol di permukaan yang atrofik yang dikelilingi oleh kulit yang normal. Banyak
kulit, maka disebut hematoma. Purpura dapat disebabkan didapatkan pada perempuan hamil (striae gravidarum),
oleh trombositopenia (purpura trombositopenik), misalnya orang gemuk dan sindrom Cushing.
pada trombositopenia idiopatik (ITP), Lupus eritematosus
Eksantema, adalah kelainan kulit yang timbul dalam
sistemik (SLE), sepsis, leukemia dan sebagainya. Purpura
waktu yang singkat yang biasanya didahului oleh demam,
dapat juga terjadi tanpa disertai oleh trombositcpenia
misalnya morbili. Eksantema yang berbentuk lentikuler
(purpura non-trombositopenik), misalnya pada pLrpura
disebut eksantema morbiliformis; bila berbentuk difus,
Henoch-Schonlein.
berupa eritema numuler, dapat generalisata atau
Xanthoma, adalah deposit lipid yang sirkumskripta dengan terlokalisir, disebut eksantema skarlatiniformis. Bila
ukuran 1 mm-2 cm dengan warna merah kekuningan, kelainan tersebut timbul pada mukosa, maka disebut
berhubungan dengan gangguan metabolisme lipid yang enantema.
dapat ditemukan di kulit, sarung tendon, dinding arteri,
Gumma, adalah infiltrat lunak, berbatas tegas, kronik
kelenjar getah bening dan kadang-kadang pada xgan
dan destruktif yang dikemudian hari dapat mengalami
lain. Biasanya ditemukan di kelopak mata (xanthoma
palpebrarum) atau telapak tangan (xanthoma planum) ulserasi dan membentuk ulkus gummosum. Kelainan ini
atau siku atau bokong (xanthoma tuberosum), atau pada hanya terdapat pada 4 penyakit kulit, yaitu sifilis, frambusia
sarung tendon Achiles (xanthoma tendinosum). Xanthoma tropika, tuberkulosis kulit dan mikosis dalam.
dapat hilang timbul tergantung pada kadar lipid di dalam
darah dan disebut xanthoma eruptif. Pada sindrom ians-
Schuller-Christian, xanthoma dapat ditemukan pada KEPALA D A N WAJAH
kornea dan mukosa, jarang ditemukan di kulit.
Kepala
Komedon, yaitu gumpalan bahan sebasea dan kzratin
Untuk pemeriksaan kepala, pasien disuruh duduk
yang bewarna putih kehitaman yang menyurnbat tolikel
dihadapan pemeriksa dengan mata pasien sama tinggi
pilosebasea. Penyakit kulit yang disebabkan penyumbatan
folikel pilosebasea disebut akne (jerawat). Bila akne tirnbul dengan mata pemeriksa. Bentuk dan ukuran kepala
pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri disebur: akne harus diperhatikan dengan seksama. Bila diameter
vulgaris. kepala fronto-oksipital lebih besar daripada diameter
bitemporal, maka disebut dolikosefalus (kepala panjang),
Miliaria, yaitu kelainan kulit akibat retensi keringat, di~andai sedangkan bila diameter fronto-oksipital kurang lebih
adanya vesikel milier, berukuran 1-2 mm pada bagian badan sama dengan diameter bitemporal disebut brakisefalus
yang banyak berkeringat.Pada keadaanyang lebih berat dapat (kepala bulat). Pada hidrosefalus, ukuran kepala sangat
timbul papul merah atau papul putih.
besar dibandingkan dengan ukuran muka dengan dahi
Angioma adalah tumor yang berasal dari sistem menonjol sedangkan mata tampak tenggelam; sutura
pembuluh darah (hemangioma) atau dari pembuluh limfe mudah teraba karena hubungan antara tulang-tulang
(limfangioma). Hemangioma yang berasal dari kapiler kepala longgar; bila dilakukan perkusi akan terdengar
disebut hemangioma kapilaris, biasanya terdapat pada seperti suara kendi yang retak (crack pot sign). Ukuran
anak-anak, berwarna kemerahan, di daerah paqgkal kepala yang kecil dengan dahi dan kalvaria kecil dan
PEMERIKSAAN FISIS U M U M D A N KUUT

rnui<a tarnpak seperti orang yang terbelakang mental Kelebatan rarnbutjuga dapat bertarnbah. Bila rarnbut
disebut mikrosefalus. Penutupan sutura yang prematur bertarnbah pada tempat-tempat yang biasa diturnbuhi
seringkali rnenyebabkan kelainan bentuk kepala yang rarnbut disebut hipertrikosis. Bila perturnbuhan rarnbut
khas. Secara kolektif kelainan ini disebut kraniosinostosis yang rnerupakan tanda seks sekunder, seperti kurnis,
atau kraniostenosis. Bila penutupan prematur terjadi pada janggul atau jarnbang turnbuh berlebihan pada perernpuan
sutura sagitalis rnaka akan tirnbul penonjolan di frontal dan anak-anak, rnaka disebut hirsutisme. Pada pasien
dan oksipital dan kepala rnenjadi panjang dan sernpit, miksedema akibat hipotiroidisrne akan didapatkan rambut
disebut skafosefali. Bila penutupan prernatur terjadi yang jarang, kasar, kering dan tampak tidak bercahaya.
pada sutura koronal sehingga kepala rnenjadi tinggi dan Pigrnen rarnbutjuga dapat berkurang atau rnenghilang,
kecil, disebut akrosefali (kepala menaru). Bila penutupan sehingga akan tirnbul uban dan disebut kanitis. Kanitis
prernatur hanya terjadi pada sutura koronal dan larnbdoid dapat bersifat bawaan (rnisalnya pada pasien albino), atau
pada satu sisi, rnaka akan terjadi kraniostenosis asirnetrik akibat usia rnenua (kanitis senilis). Ubanjuga dapat tirnbul
yang disebut plagiosefali. Bila akrosefali disertai sindaktili pada usia yang lebih rnuda, disebut kanitis prernatur.
(jari-jari rnelekat) yang berat, hipertelorisme (jarak kedua Kadang-kadang didapatkan uban hanya pada jarnbul di
rnata yang rnelebar), hipoplasi rnaksila, rnaka akan tirnbul dahi, disebut white forelock. Pada Sindrom Warrdenburg,
akrosefalosindaktili (sindrom Apert). Pada sindrom Crouzon, didapatkan white forelock, tuli, alis rnata lebat dan pangkal
terjadi penutupan sutura sagital dan koronal sejak lahir hidung yang lebar.
disertai penutupan fontanel dan sutura frontalis yang
prernatur, hipertelorisrne, hipoplasi rnaksila dan letak daun Wajah
telinga yang rendah. Pucat, ikterus dan sianosis akan segera terlihat pada wajah
Pada kelainan vertebra servikalis, seringkali didapatkan pasien. Sianosis akan diternukan pada pasien kelainan
posisi kepala yang terdorong ke depan, rnisalnya pada jantung bawaan dengan shunt dari kanan ke kiri, penyakit
Sindrom Klippel-Feil. Pada pasien dengan insufisiensi aorta paru ostruktif rnenahun atau keadaan hipoksia lainnya.
akan didapatkan gerak kepala mengangguk dan rnenengadah Pasien lupus eritematosus akan rnenunjukkan
berulang-ulang (to and fro bobbing) seirarna dengan garnbaran eriterna pada kedua pipinya yang disebut
denyut jantung; keadaan ini disebut tanda Musset. ruam malar atau butterfly rash. Pasien lepra juga akan
Kernungkinan adanya benjolan di kepala juga harus rnenunjukkan wajah yang khas akibat infiltrasi subkutan
dicari, yang sering didapatkan adalah kista aterorn pada pada dahi, pipi dan dagu disertai dengan pendataran dan
kulit kepala. Penonjolan pada glabela atau pertengahan pelebaran pada hidung sehingga wajah rnirip dengan
dahi bawah yang berdeny~itbila ditekan, dengan lubang wajah singa dan disebut facies leonina.
didasarnya akibat cacat bawaan pada tulang, rnerupakan Ekspresi wajahjuga seringkali rnenunjukkantanda yang
tanda dari ensefalokel. khas. Pembesaran kelenjar adenoid akan rnenyebabkan
Pada kelainan pernbuluh darah, seringkali dapat ekspresi wajah dengan rnulut tergantung rnenganga dan
didengar bising k r a n i a l pada auskultasi kepala, dagu sedikit ke belakang. Pasien yang dehidrasi akan
rnisalnya pada fistula arteriovenosa pernbuluh darah rnenunjukkan ekspresi wajah seperti orang susah, rnata
serebral, aneurisrna sakuler intrakranial, tumor otak dan cekung, kulit kering, telinga dingin yang disebut fasies
sebagainya. Hipocratic. Pada pasien Parkinsonisrne, tampak wajah
tanpa ekspresi yang disebut muka topeng. Pada pasien
Rambut skleroderrna, akan tarnpak kulit yang rnenipis dan tegang
Rarnbut rnerupakan salah satu adneksa kulit yang dapat sehingga pasien tidak dapat rnenutup rnulut dan tidak
diternukan pada seluruh tubuh, kecuali telapak tangan, dapat tersenyurn. Pasien tetanus akan rnengalarni spasrne
telapak kaki, kuku dan bibir. Kerontokan rarnbut disertai tonik pada otot-otot wajah, sehingga alis terangkat, sudut
tidak turnbuhnya rarnbut (kebotakan) disebut alopesia. rnata luar tertarik ke atas dan sudut mulut tertarik ke
Bila alopesia rnengenai seluruh tubuh, disebut alopesia sarnping membentuk wajah yang disebut risus sardonikus
universalis; bila hanya rnengenai seluruh rarnbut kepala (muka setan)
disebut alopesia totalis dan bila kebotakan tirnbul hanya Beberapa penyakit genetik, seperti sindrorn Down,
seternpat dan berbatas tegas disebut alopesia areata. Pada juga rnenunjukkan wajah yang tidak normal (dismorfik),
laki-laki sering didapatkan alopesia androgenika, ditandai rnisalnya hipertelorisme (jarak antara kedua pupil lebih
oleh kerontokan rarnbut kepala secara bertahap rnulai dari dari normal, normal 3,5-5,5 crn), telekantus (kantus medial
bagian verteks dan frontal pada awal urnur 30 sehingga tertarik ke lateral) dan sebagainya.
dahi rnenjadi terlihat lebar. Kerontokan rambut dapatjuga Asirnetri rnuka dapat diternukan pada paralisis N.
tanpa disertai kebotakan, rnisalnya setelah pengobatan VII, rnisalnya pada Bell's palsy. Otot wajah yang terserang
sitostatika; keadaan ini disebut efluvium. akan rnengalarni paralisis dan pasien tidak dapat bersiul.
I L M U DIAGNOSTIK FISlS

Bila pasien dirninta rnengerutkan dahinya, maka dahi


pada sisi yang lumpuh akan tetap rata. Mata pada sisi
yang lumpuh juga tidak dapat menutup, sehingga kornea
akan rnengering yang bila didiamkan akan rnenyebabkan
keratitis dan ulkus kornea.
Pada pasien spasmofilia akan didapatkan tanda
Chovstek,yaitu kontraksi pada sudut mulut atau di sekitar
rnata bila dilakukan ketokan pada garis antara sudut mulut
Gambar 2. Tanda Chovstek dan tanda Trosseau
dengan telinga. Pada tic fasialis, didapatkan otot-otot
wajah yang bergerak secara spontan tak terkendali. Gerak Bola Mata. Motilitas okuler perlu diperiksa untuk
Sensibilitas wajah juga harus diperika untuk mencari kelainan pada N. I11 (okulopmotorius), N.IV
mengetahui fungsi sensorik N. Trigeminus (N. V). Bagian (troklearis) dan N.VI (abdusen).Gerak bola mata yang normal
sensorik N V terdiri dari ramus oftalmik, yang rnengurus adalah gerak terkonjugasi yaitu gerak bola mata kiri dan
sensibilitas dahi, mata, hidung, selaput otak, sinus kanan yang selalu bersama-sarna. Lirikan yang terkonjugasi
paranasal dan sebagian rnukosa hidung; ramus maksilaris, dapat berlangsung cepat sebagai suatu respons terhadap
rnengurus sensibilitas rahang atas, bibir atas, pipi, palatum stimulus visual di perifer yang rnendadak disebut saccade..
durum, sinus maksilaris dan mukosa hidung; dan ramus Pemeriksaan dapat juga dilakukan dengan menyuruh
mandibularis, yang mengurus sensibilitas rahang bawah, pasien mengikuti jari pemeriksa yang digerakkan ke lateral,
gigi bawah, bibir bawah, mukosa pipi, */, bagian depan medial, atas, bawah, atas lateral, medial bawah, atas medial
lidah, sebagian telinga luar dan selaput otak. Gangguan dan bawah lateral sehingga terjadi lirikan rnata yang rnulus
refleks kornea, seringkali juga merupakan gejala dini yang disebut pursuit. Perhatikan apakah bola mata pasien
gangguan N.V. dapat mengikuti gerak jari pemeriksa dan apakah gerak
bola matanya mulus atau kaku. Bila respons stimulus
Mata saccade dan pursuit tidak dapat dilakukan, dapat dilakukan
refleks okulosefalik (Doll's head manoevre), yaitu dengan
Pemeriksaan mata dapat dirnulai dengan mengamati
menyuruh pasien memfiksasi penglihatannya pada mata
pasien waktu masuk ke ruang periksa, misalnya apakah
pemeriksa, kemudian pemeriksa memegang kepala pasien
pasien dibimbing oleh keluarganya, atau mernegang satu
dan memutarnya pada bidang horizontal dan vertikal;
sisi kepalanya (yang menunjukkan adanya nyeri kepala
bila pandangan pasien tidak berubah, tetap ke arah mata
yang hebat), mata merah, atau mata berdarah.
pemeriksa, maka respons pasien dikatakan baik. Pada waktu
Eksoftalmus,yaitu bola mata keluar karena fisura pglpebra memeriksa gerak bola mata, tanyakan apakah pasien rnelihat
melebar, dapat dijumpai pada tirotoksikosis, trombosis kembar (diplopia) yang biasanya disebabkan kelurnpuhan
sinus kavernosus atau tumor orbita. Pada aneurisrna otot penggerak mata. Juga harus diperhatikan apakah ada
intrakranial atau fistula arteriovenosa kadang-kadang deviation conjugee, yaitu mata selalu dilirikkan ke satu arah,
didapatkan eksoftalmusyang berdenyut, sedangkan pada tidakdapat dilirikkan ke arah lain; kadang-kadang kepalajuga
trombosis sinus kavernosus, selain didapatkan eksoftalrnus berdeviasi ke arah yang sama. Deviation conjugee biasanya
juga didapatkan edema di mata dan kelumpuhan otot disebabkan oleh lesi otak kortikal.
mata. Ada beberapa pemeriksaan yang rnenyokong Strabismus, yaitu keadaan di rnana mata tidak dapat
keberadaan eksoftalmus, yaitu: l).Tanda Stellwag, yaitu digerakkan ke suatu arah, biasanya terjadi akibat kelurnpuhan
mata jarang berkedip; 2). Tanda von Graefe, yaitu bila salah satu otot penggerak bola mata sehingga pasien akan
melihat ke bawah, palpebra superior tidak ikut turun rnengalami diplopia. Berdasarkan penyebabnya, strabismus
sehingga sklera atas tarnpak seluruhnya; 3). Tanda Moebius, dapat dibagi 2, yaitu strabismus konkomitans (non-paralitik),
yaitu sukar rnelakukan atau rnenahan konvergensi; 4). disebabkan oleh kerusakan saraf penggerak rnata dan
TandaJoffroy, yaitu jika melihat ke atas, dahi tidak berkerut; sudut deviasi menetap pada semua lapang pandang; dan
5). Tanda Rosenbach, yaitu tremor pada palpebra bila strabismus inkomitans (paralitik), akibat kelumpuhan saraf
mata ditutup. penggerak bola rnata dengan sudut deviasi yang tidak
Enoftalmus, yaitu bola mata tertarik ke dalam, biasanya sama pada semua lapang pandang. Berdasarkan arah bola
didapatkan pada dehidrasi atau sindrom Horner. Sindrom mata, strabismus juga dapat dibagi 2, yaitu strabismus
Horner disebabkan oleh kerusakan saraf simpatis pada divergens (eksotrofia), bila mata cenderung untuk melihat
mata sehingga menimbulkan gejala enoftalmus, ptosis ke lateral; strabismus konvergens (esotrofia), bila mata
ringan, miosis (pupil mengecil), vasodilatasi pembuluh cenderung melihat ke medial; strabismus hipertrofia, bila
darah kepala dun konjungtiva sisi ipsilateral, anhidrosis rnata cenderung deviasi ke atas; dan hipotrofia, bila mata
kepala dun muka sisi ipsilateral. cenderung deviasi ke bawah.
PEMERIKSAAN FISIS UMUM DAN KUUT

Nistagmus, yaitu gerak bolak-balik bola mata yarrg 30 rnrn, di mana ujung yang satu diselipkan di forniks
involunter dan ritmik, dapat horizontal, vertikal atau konj~r~gtiva bulbi inferior dan ujung yang lain dibiarkan
rotatoir. Bila gerak bolak-balik bola mata tersebut sama menggantung; bila setelah 5 menit kertas tidak basah
cepatnya, disebut nistagmuspenduler, dapat dijumpai pada merrunjukkan sekresi air mata kurang. Bila bagian kertas
pasier~dengan visus buruk sejak bayi, kelainan makula, yang basah kurang dari 10 mm, menunjukkan sekresi
korioretinitis, albinisme dan lain sebagainya. Bila gerak air mata terganggu, sedangkan bila lebih dari 10 mm
bola mata memiliki komponen gerak cepat dan lambat, menunjukkan hipersekresi air mata. Bila kertas yang basah
maka disebutjerk nystagmus. Arah nistagmus ditentukan kurang dari 10 mm, maka harus dllakukan tes Schirmer
oleh komponen gerak cepatnya, misalnya nistagmus 11, yaitu pada satu mata diteteskan anestesi lokal cian
horizontal kanan, maka komponen gerak cepatnya ke arah diletakkan kertas filter, kemudian hidung dirangsa~g
horizontal kanan. Untuk memeriksa adanya nistagmus, dengan kapas selama 2 menit. Bila setelah 5 menit kertas
pasien disuruh melirik ke satu arah dan dipertahankan filter tidak basah menunjukkan refleks sekresi gagal total,
selama 5 detik, tetapi lirikannyajangan terlalujauh, karena sedangkan bila setelah 5 menit kertas filter basah sampai
dalam keadaan normal juga dapat timbul nistagmus yang 15 mm menunjukkan keadaan yang normal.
disebut endposition nystagmus. Nistagmus akibat kelainan
Konjungtiva. Konjungtiva adalah selaput mata yang
labirin atau N VIII akan disertai dengan vertigo dan disebut
melap lsi palpebra (konjungtiva tarsal superior dun inferior)
nistagmus vestibuler atau nistagmus perifer: Bila kelainan
dan bola mata (konjungtiva bulbi). Pada keadaan anemia,
terletak di otak, maka akan timbul nistagmus sentral, yang
konjungtiva akan tampak puca: (anemik). Pada radang
dapat bersifat horizontal, vertikal atau rotatoar, tergantung
konjungtiva (konjungtivitis), tampak konjungtiva bewarna
letak lesinya. Bila nistagmus terjadi atau bertambah berat
merah, rnengeluarkan air mats dan kadang-kadang sekret
pada posisi kepala tertentu, maka disebut nistagmus
mukopurulen. Trakoma merupakan ko~jungtivitisyang
posisional.
disebabkan oleh Chlamya'ia trachornatis. Peradangan
Palpebra. Kelainan palpebra harus diperhatikan dengan konjungtiva yang disertai neovaskularisasi disekitarnya,
seksama. Edema palpebra, biasanya didapatkan pada disebut flikten. Kadang-kadangdidapatkan pelebaran arteri
sindrom nefrotik, penyakit jantung atau dakrioadenitis. konjungtiva posterior yang disebut injeksi konjungtival.
Edema palpebra dapat juga berbatas tegas, biasanya Bila pelebaran pembuluh darah terjadi pada pembuluh
akibat peradangan, misalnyd blefaritis (radang palpebra), perikclrneal atau arteri siliaris anterior, maka disebut
dakriosistitis (radang kelenjar air mata), kalazion (radang injeksi siliar; sedangkan bila pelebaran pembuluh darah
pada tarsus), iridcsiklitis (uveitis). Bila tepi palpebra terjadi pada pembuluh episklera dan arteri siliaris
melipat ke arah luar, misalrlya akibat senilitas, sikatriks longus disebut injeksi episklera. Peradangan konjungtiva
atau tumor palpebra, maka disebut ektropion; sedangkan seringkali disertai dengan perlekatan konjungtiva dengan
bila melipat ke dalam, terutama pada palpebra inferior, kornea arau palpebra yang disebut simblefaron. Pada
disebut entropion. Pada trakoma, entropion didapatkan avitaminosis A (xeroftalmia) akan didapatkan bercak
pada palpebra superior. Bila palpebra tidak dapat menutup Bitot, jaitu bercak segitiga bewarna perak di kedua sisi
sempurna, disebut lagoftalmus. Bila palpebra superior kornea pang berisi epitel yang keras dan kering. Kadang-
tidak dapat diangkat, sehingga fisura palpebra menyempit, kadang didapatkan bercak degenerasl pada konjungtiva
disebut ptosis, misalnya didapatkan pada kelumpuhan N di daerah fisura palpebra yang berbentuk segitiga di
111, miastenia gravis dan sindrom Horner. Bila palpebra bagian nasal dan temporal yang disebut pinguekula.
superior tidak dapat diangkat karena bebannya, misalnya Lesi lain pada konjungtiva adalah pterigium, yaitu proses
pada edema palpebra, enoftalmus atau ftisis bulbi, maka proliferas1 dengan vaskularisasi pada konjungtiva yang
disebut pseudoptosis. Bila bulu mata tumbuh salah arah berbe7tuk segit~gayang meluas ke arah kornea. Selain
sehingga dapat melukai kornea, disebut trikiasis. Pada itu juga terdapat lesi yang disebur pseudopterigium,
pasien dislipidemia, seringkali didapatkan deposit bewarna yaitu perlekatan konjungtiva dengan kornea yang cacat
kekuningan pada palpebra yang disebutxantelasma. Pada yang biasanya terjadi pada penyembuhan ulkus kornea,
radang palpebra (blefaritis), hipertiroidisme dan sindrom sehingga letaknya tidak selalu pada fisura palpebra.
Vogt-Koyanagi-Harada, bulu mata dapat rontok dan Kerapuhan pembuluh darah kolijungtiva, rnisalnya akibat
disebut madorosis. umur, hipertensi, aterosklerosis atau akibat konjungtivitis
hemoragik, atau akibat trauma atau batuk rejan, dapat
Sekresi Air Mata. Sekresi air mata dapat diuji dengan
terjad perdarahan (hematoma) subkonjungtival.
melakukan tes Schirmer Idan 11. Tes Schirmer Ibertujuan
untuk memeriksa berkurangnya produksi air mata, Sklera. Perhatikan warna sklera dengan baik. Pada pasien
misalnya pada Sindrom Schogren (kerotokonjungtivitis kelainan metabolisme bilirubin, akan didapatkan sklera
sika). Disini digunakan sepotong kertas filter sepanjang yang ikterik yaitu sklera yang bewarna kekuningan.
I L M U DIAGNOSTIK FISIS

Sedangkan pada pasien osteogenesis irnperfekta, akan Bila cahaya diarahkan pada pupil dan didapatkan rniosis
didapatkan sklera yang bewarna biru (blue scierae). Pada pupil kontralateral, disebut refleks pupil tidak langsung.
reaksi hipersensitivitas atau penyakit autoirnun (Artritis Bila konyungtiva, kornea dan palpebra dirangsang, rnaka
Reurnatoid, Lupus Eriternatosus), dapat diternukan akan didapatkan rniosis, keadaan ini disebut refleks
episkleritis atau skleritis. Episkleritis adalah reaksi-adang okulopupil. Bila pasien dirninta rnelihatjauh, lalu disuruh
jaringan ikat vaskular yang terletak antara konjungtiva dan rnelihat tangannya sendiri pada jarak 30 crn dari rnatanya,
perrnukaan sklera, urnurnnya unilateral dengan raca nyeri rnaka akan tirnbul rniosis; disebut refleks akomodasi-
yang ringan. Sedangkan skleritis adalah radang sklera yang konvergensi (refleks dekat). Bila reaktivitas pupil terhadap
bersifat bilateral, ditandai rnata rnerah berair, fotofobia dan cahaya langsung dikalahkan oleh rangsang cahaya tidak
penurunan visus, serta nyeri yang hebat yang rnenialar ke langsung yang dapat diuji dengan rnenyinari rnata kanan
dahi, alis dan dagu. dan kiri berganti-ganti, disebut pupil Marcus-Gunn, yang
didapatkan pada pasien neuritis optika, ablasi retina, atrofi
Kornea. Diameter kornea yang normal adalah 12 rnrn;
papil saraf optik dan oklusi arteri retina sentralis. Reaksi
bila ukurannya lebih disebut makrokornea, sedangkan
pupil akan negatif pada keadaan ruptur sfingter, sinekua
bila ukurannya kurang disebut mikrokornea. Pada usia
posterior, pangguan parasirnpatis, atau akibat obat rniotika
lanjut, seringkali didapatkan cincin putih kelabu yanq
dan rnidriatika atau pada kebutaan total. Pada pupil Argyl
rnelingkari bagian luar kornea yang disebut arkus senilis
Robeertson, didapatkan refleks cahaya negatif, sedangkan
Pada penyakit Wilson (degenerasi hepatolentikule,-) akan
refleks dekat positif kuat. Pada sindrom Holmes-Ardy
didapatkan cincin lengkung hijau yang rnengelilingi
akan didapatkan anisokori pupil, refleks pupil negatif,
kornea yang disebut cincin Kayser-Fleischer Pada
penglihatan kabur dan refleks tendon rnenurun.
trakorna, dapat diternukan pannus, yaitu sel radang
dengan pernbuluh darah yang rnernbentuk tabir pada Bilik mata depan (kamera o k u l i anterior). Diperiksa
kornea. Peradangan pada kornea (keratitis) seringkali apakah dalarn atau dangkal. Bilik rnata yang dalarn
rnengakibatkan tirnbulnya infiltrat dan ulkus kornea didapatkan pada keadaan afakia (tanpa lensa), miopia dan
Infiltrat akan rnernberikan uji plasido positit; sedangkan glaukoma kongenital. Bilik rnata depan dangkal didapatkan
ulkus kornea akan rnernberikan uji fluoresein ,positif pada dislokasi lensa, sinekia anterior atau glaukoma
Pada xeroftalrnia atau keratokonjungtivitis sika; dapat subakut. Penimbunan sel radang pada bagian bawah bilik
diternukan keringnya perrnukaan kornea yang disebut rnata depan disebut hipopion, yang biasanya berhubungan
xerosis kornea. Penyernbuhan ulkus atau radang kornea dengan ulkus kornea, uveitis berat, endoftalmitis atau
akan rneninggalkan sikatriks pada kornea sehingga kornea tumor intraokuler. Bila bilik rnata depan berisi sel darah,
menjadi ireguler dan rnernberikan tes plasido positif Bila rnaka disebut hifema, biasanya berhubungan dengan
sikatriks hanya berbentuk kabut halus disebut nebuia; trauma rnata atau hernofilia.
bila lebih jelas dan berbatas tegas disebut m a k u ! ~ dan
;
Lensa. Dalarn keadaan normal lensa tidak bewarna (jernih).
bila bewarna putih padat disebut leukoma. Bila leukorna
Kekeruhan lensa disebut katarak. Katarak kongenital dapat
disertai penernpelan iris pada perrnukaan belakang kornea,
diternukan pada infeksi rubela kongenital, toksoplasrnosis,
disebut leukoma aderens. Untuk rnenilai sensibilitas kornea
herpes sirnpleks dan sitornegalovirus. Untuk rnenilai
yang rnerupakan fungsi dari N.V (trigerninus), dapa:
derajat kekeruhan lensa, dapat dilakukan tes bayangan
dilakukan tes refleks kornea, yaitu dengan cara rneiyuruh
iris, yaitu dengan cara rnengarahkan larnpu senter ke
pasien rnelihat jauh ke depan, kernudian bagian lateral
arah pupil dengan sudut 45" dan dilihat bayangan iris
kornea diusap dengan kapas kering dan dilihat refleks
pada lensa yang keruh; letak bayangan jauh dan besar,
mengedip, rasa nyeri dan rnata berair. Bila tes ini positif,
berarti katarak imatur; seangkan bila bayangan kecil dan
menunjukkan fungsi N.V baik. dekat pupil, berarti katarak matur. Bila katarak rnengalarni
Pupil. Bentuk pupil normal adalah bulat dengan ukuran degenerasi lanjut rnenjadi keras atau lernbek dan rnencair
normal adalah 4-5 rnrn pada penerangan sedang. Bila disebut katarak hipermatur.
ukuran pupil lebih dari 5 rnrn disebut midriasis, sedangkan Bila lensa rnata diangkat, rnaka keadaan ini disebut
bila ukuran pupil kurang dari 2 rnrn disebut rniosis; bila afakia dan rnata akan rnengalarni hipermetropia tinggi.
ukuran pupil sangat kecil disebut pin point pupil. Bila Tajam penglihatan (acies visus). Diperiksa dengan
ukuran pupil kiri dan kanan sarna disebut isokor; sedangkan rnenggunakan tabel Sneiien (untuk rnelihat jauh), atau
bila tidak sarna disebut anisokor. Posisi pupil normal adalah tabel Jagger (untuk rnelihat dekat). Tajarn penglihatan juga
di tengah, bila letak pupil agak eksentrik, disebut ektopia. dapat diperiksa dengan rnenyuruh pasien rnenghitung
Refleks pupil dapat dilakukan dengan rnernberikan cahaya jari perneriksa pada jarak tertentu (normal jari perneriksa
pada rnata. Bila cahaya diarahkan langsung pada pupil dan rnasih terlihat sarnpai jarak 60 rn) atau rnenyuruh pasien
mernberikan hasil rniosis, disebut refleks pupil langsung. rnernbaca huruf-huruf dalarn buku. Bila penglihatan
PEMERIKSAAN FISIS U M U M DAN KUUT

sernpurna, rnaka proyeksi benda yang dilihat akan jatuh yang b i n (retinitis pigmentosa, ablasio retina). Pada retinopati
pada retina; keadaan ini disebut mata emetropia. Pada diabelik akan didapatkan mikroaneurisrna, perdarahanretina,
pelihat jauh (mata hipermetropia), proyeksi bayangan dilatasi pernbuluh darah retina, eksudat, neovaskularisasidan
dari benda yang dilihat akan jatuh di belakang retina; edema retina. Retinitis pigrnentosa adalah kelainan genetik
sedangkan pada pelihat dekat (mata miopia), bayangan yang mengakibatkan degenerasi epitel retina terutarna sel
benda yang dilihat akan jatuh di depan retina. Pada orang batang dan atrofi saraf optik dengan garnbaran klinis yang
tua akan terjadi gangguan akornodasi sehingga proyeksi khas tidak dapat melihat di rnalarn hari dengan lapang
bayangan dari benda yang dilihat akan jatuh di belakang pandang yang rnakin rnenyernpit. Ablasio retina adalah
retina; keadaan ini disebut mata presbiopia. Bila berkas lepasnya retina dari koroid yang biasanya berhubungan
sinar tidak difokuskan pada 1titik di retina, tetapi pada dengan trauma atau rniopia atau degenerasi retina. Pasien
2 garis titik api yang saling tegak lurus, rnaka disebut ablasio retina akan rnengeluh lapang pandang yang
astigmatisme; keadaan ini terjadi akibat kelainan lengkung terganggu seperti rnelihat adanya tabir yang rnengganggu
permukaan kornea. lapang pandangnya dan pada funduskopi akan terlihat retina
bewa-na abu-abu dengan pernbuluh darah yang terlihat
Penglihatanwarna. Penglihatan warna diperankan oleh sel
terangkat dan berkelok-kelok.
kerucut retina. Warna primer utarna pada pigrnen sel kerucut
adalah merah, hijau dan biru. Orang yang rnerniliki ketiga
Telinga
pigrnen sel kerucut, disebut trikromat; bila hanya 2 pigmen
Untuk memeriksa telinga pasien, suruh pasien duduk
sel kerucut, disebut dikromat; dan bila hanya rnerniliki 1
dengan posisi badan agak condong sedikit ke depan dan
pigrnen sel kerucut disebut monokromat atau akromatopsia.
kepali lebih tinggi sedikit dari kepala perneriksa sehingga
Penglihatanwarna-warna yang tidak sernpurna disebut buta
perneriksa dapat rnelihat liang telinga luar dan mernbran
warna, yang dapat bersifat kongenital atau didapat akibat
tirnpzni.
penyakit tertentu, rnisalnya buta warna merah-hijau dapat
Pertama-tama, perhatikan daun telinga, kernudian
disebabkan oleh kelainan saraf optik, sedangkan buta warna
bagian belakang telinga, daerah mastoid, adakah tanda
biru-kuning dapat disebabkan oleh glaukorna atau kelainan
peradangan atau sikatriks. Pada pasien yang diduga gout,
retina. Untuk rnengetahui defek penglihatan warna dapat
daun telinga harus diperiksa dengan cermat untuk rnencari
dilakukan tes Ishihara.
kemungkinan adanya tofus, yaitu benjolan keras akibat
Lapang pandang (kampus visus), yaitu kemarnpuan penirnbunan kristal monosodium urat. Untuk melihat liang
mata yang yang difiksasi pandangannya ke satu titik telinca dan mernbran timpani, tarik daun telinga ke atas-
untuk melihat benda-benda disekitarnya. Lapang pandang belakang sehingga liang telinga lebih lurus. Bila terdapat
dapat diperiksa dengan tes konfrontasi, kampimetri, serumen di dalarn hang telinga, maka harus dibersihkan
perimetri atau layar Byerrum. Lapang pandang normal dulu flengan kapas, pengait atau pinset, tergantung
adalah 90" temporal, 50" kranial, 50" nasal dan 65" kaudal. konsistensinya. Setelah liang telinga bersih, perhatikan
Penyempitan lapang pandang sehingga tinggal separuh memxan timpani, apakah masih utuh atau tidak, apakah
disebut hemianopsia. Pada waktu memeriksa lapang sifat tembus sinar normal, adakah retraksi membran
pandang, juga harus dicari adanya skotoma, yaitu daerah timpani yang menunjukkan perlekatan di telinga tengah.
atau bercak yang tidak terlihat pada lapang pandang Adanya otitis media dengan supurasi akan menyebabkan
seseorang. Dalam keadaan normal, kita memiliki bercak membran timpani menonjol (bulging) ke arah telinga
buta yang disebut skotoma fisiologik yaitu bercak dimana luar. Bila didiamkan saja, maka membran timpani dapat
bayangan benda yang dilihatjatuh pada bintik buta retina mengalami ruptur. Sekret yang keluar dari liang telinga
(papila nervi optici). disebut otore. Perhatikan apakah otore tersebut jernih,
Funduskopi, yaitu pemeriksaan retina dengan meng- mukcid atau berbau. Bila otore bercampur darah harus
gunakan oftalmoskop. Pada waktu melakukan funduskopi, dicurigai kemungkinan infeksi akut yang berat atau tumor,
perhatikan warna retina yang kemerahan dengan pembuluh sedangkan bila jernih harus dicurigai kemungkinan likuor
darahnya yang dapat menggambarkan keadaan pembuluh seretrospinal. Bila didapatkan nyeri telinga (otalgia),
darah di seluruh tubuh. Perhatikan pula fovea sentralis, daerah harus diperhatikan apakah nyeri berasal dari telinga atau
makula dan papila nervi optici. Papila n. Optici berbentuk merupakah-nyeri pindah (referred pain) dari jaringan
bulat, bewarna merah muda, berbatasjelas dengan cupping sekitarnya. Nyeri pada tarikan daun telinga menunjukkan
normal berukuran 2/, diameter papil. Perlu pula diperhatikan tande-tanda adanya otitis eksterna; sedangkan nyeri pada
adanya papil edema (papil berbatas kabur, terdapat pada proscsus mastoideus menunjukkan adanya mastoiditis,
peninggian tekanan intra-kranial), atrofipapil (papil tarnpak yang seringkali merupakan komplikasi otitis media.
pucat, mengecil dengan batas bertambah jelas), kehinan Untuk menilai fungsi pendengaran, dapat d~lakukan
vaskular (akibat hipertensi, DM, trombosis), kelainan retina tes ende en gar an dengan cara tes berbisik dan tes
garpu tala. Untuk perneriksaan yang lebih khusus
dapat dilakukan perneriksaan audiornetri. Gangguan
pendengaran (tulq, dapat dibagi 2, yaitu tuli koniluktif,
akibat kelainan pada telinga luar dan telinga tengah; tuli
saraf (sensorineural), akibat kelainan pada koklea, N.VIII
atau pusat pendengaran; dan tuli campuran. Pada pasien
usia lanjut, seringkali didapatkan tuli saraf frekuensi tinggi
yang dapat rnenyerang kedua telinga dan dapat d!rnulai
Gambar 3. Tes Weber dan tes Rinne
pada usia 65 tahun; keadaan ini disebut presbiakusis.
Tes berbisik, rnerupakan perneriksaan semi-kuarrtitatif,
rnenentukan derajat ketulian secara kasar. Perneriksaan
harus dilakukan di ruangan yang tenang dengan pknjang
minimal 6 meter.
Tes penala rnerupakan tes kualitatif. Ada berrnacarn-
rnacarn tes penala, diantaranya tes Rinne, tes Weber don tes
Schwabach. Tes Rinne bertujuan untuk rnembandiigkan Gambar 4. Rinoskopi posterior dan laringoskopi indirek
hantaran rnelalui udara dan hantaran rnelalui tulang pada
telinga yang diperiksa. Garpu tala digetarkan, kerrudian resonansi suara; turut rnernbantu proses bicara; dan
tangkainya diletakkan di prosesus rnastoideus; setelah refleks nasal. Perneriksaan hidung rneliputi perneriksaan
tidak terdengar, garpu tala dipegang di depan tslinga hidung bagian luar; rinoskopi anterior; rinoskopi posterior;
pada jarak 2,5 crn; bila masih terdengar, disebut Rinne dan bila diperlukan dilakukan nasoendoskopi. Lakukan
(+),rnenunjukkan pendengaran yang normal atau adanya perneriksaan hidung kiri dan kanan. Pada perneriksaan
tuli saraf; dan bila tidak terdengar disebut Rinne (-), hidung luar, perhatikan bentuk luar hidung, apakah ada
menunjukkan adanya tuli konduktif. Tes Weber berlujuan
deviasi atau depresi septum, serta pernbengkakan hidung.
untuk rnernbandingkan hantaran tulang telinga kiri dan
Pada pasien sifilis, sering terjadi erosi tulang hidung
kanan. Garpu tala digetarkan, kernudian tangkai garpu
sehingga akan terbentuk hidung pelana yang khas. Pada
tala diletakkan di garis tengah kepala (verteks, dahi, di
rinofima hidung kelihatan berwarna rnerah, besar dan
tengah-tengah gigi seri, dagu). Bila bunyi garpu tala
berbentuk seperti urnbi. Pada pasien Lupus Eritematosus,
terdengar lebih keras pada salah satu telinga, rnaka disebut
khas tarnpakgarnbaran ruarn kupu-kupu pada hidung yang
Weber lateralisasi ke telinga tersebut. Bila bunyi garpu
sayapnya rnernbentang sarnpai ke kedua pipi. Perneriksaan
tala tidak dapat dibedakan apakah lebih keras ke arah
rongga hidung disebut rinoskopi anterior, yaitu dengan
satu telinga atau tidak, rnaka disebut Weber tidhk ado
rnenggunakan spekulurn hidung. Pada perneriksaan rongga
lateralisasi. Pada tuli konduktif, akan terjadi latefalisasi
hidung, perhatikan vestibulum nasi, septum bagian anterior,
ke telinga yang sakit; sedangkan pada tuli saraf akan
terjadi lateralisasi ke telinga yang baik. Tes Schwabach konka dan rnukosa hidung. Perhatikan kernungkinan
bertujuan rnernbandingkan fungsi pendengaran ~ a s i e n adanya polip nasi, yaitu kelainan rnukosa hidung berupa
dengan fungsi pendengaran perneriksaan yang normal. rnassa lunak yang bertangkai, berbentuk bulat atau
", lonjong, bewarna putih kelabu dengan perrnukaan licin
Garpu tala digetarkan kernudian tangkainya diletakkan di
prosesus rnasteoideus pasien sarnpai tidak terdengar lagi yang bening karena banyak rnengandung cairan. Untuk
suaranya, kernudian dipindahkan ke prosesus rnastoideus melihat hidung bagian belakang, terrnasuk nasofaring,
perneriksa; bila perneriksa masih dapat rnendengar rnaka dilakukan perneriksaan rinoskopi posterior, yaitu dengan
disebut Schwabach memendek. Bila perneriksajuga tidak menggunakan kaca nasofaring yang dilihat rnelalui rongga
rnendengar, maka perneriksaan dibalik, mula-mula garpu rnulut. Pada rinoskopi posterior akan dapat terlihat koana,
tala yang telah digetarkan, tangkainya diletakkan di ujung posterior septum, ujung posterior konka, sekret yang
prosesus mastoideus perneriksa, setelah tidak terdengar keluar dari hidung ke nasofaring (post nasal drip), torus
1 I kernudian dipindahkan ke prosesus rnastoideus pasien. Bila tubarius, osteiurn tuba dan fossa Rosenmuller.Hidung yang
pasien rnasih dapat rnendengar rnaka disebut Schwabach rnengalarni perdarahan disebut epistaksis. Epistaksis bukan
memanjang; bila pasien juga tidakjuga rnendengar, rnaka rnerupakan suatu penyakit, tetapi rnerupakan gejala suatu
*I dikatakan Schwabach soma dengan pemeriksa. penyakit, rnisalnya hipertensi, infeksi, neoplasrna, kelainan
darah, infeksi sisternik, perubahan tekanan atrnosfer dan
Hidung sebagainya.
Hidung berfungsi sebagai jalan napas; pengatur 'kondisi Fungsi rnenghidu juga harus diperiksa, satu persatu
udara pernapasan; penyaring udara; indra penghidu; untuk rnasing-rnasing lubang hidung dengan cara
PEMERIKSAAN FlSIS U M U M D A N KUUT

menutup 1 lubang hidung secara bergantian. Sebelum menunjukkan kemungkinan sinus maksilaristerisi pus atau
memeriksa fungsi menghidu, pastikan bahwa lubang mukosa sinus maksilaris menebal atau terdapat neoplasma
- hidung tidak meradang dan tidak tersumbat. Gunakan zat di dalam sinus maksila. Transluminasi sinus frontalis
pengetes yang dikenal sehari-hari, misalnya kopi, jeruk, seringkali memberikan hasil yang meragukan, karena
tembakau. Jangan menggunakan zat pengetes yang dapat seringkali sinus frontalis tidak berkembang dengan baik.
merangsang mukosa hidung, seperti alkohol, mentol, Bila dicurigai adanya kelainan pada sinus paranasal, dapat
cuka atau amoniak. Kemampuan menghidu secara normal dilakukan pemeriksaan radiologi dengan posisi Waters, PA
disebut normosmia; bila kemampuan menghidu meningkat dan lateral. Bila hasil pemeriksaan radiologis meragukan
disebut hiperosmia; bila kemampuan menghidu menurun dapat dilakukan pemeriksaan CT-scan sinus paranasal.
disebut hiposmia; dan bila kemampuan menghidu hilang
disebut anosmia. Bila dapat menghidu, tetapi tidak dapat Mulut
mengenal atau salah menghidu, maka disebut parosmia.
Bibir dan mukosa mulut. Perhatikan warnanya, apakah
Sinus paranasal. Sinus paranasal adalah rongga-rongga di pucat, merah atau sianosis. Bibiryang tebal terdapat pada
sekitar hidung dengan bentuk bervariasi yang merupakan pasien akromegali dan miksedema. Bibir yang retak-retak
hasil pneumatisasi tulang kepala. Ada 4 pasang sinus, terdapat pada pasien demam dan avitaminosis. Luka pada
yaitu sinus maksilaris, sinus frontalis, sinus etmoidalis sudut h u l u t menandakan adanya ariboflavinosis. Radang
dan sinus sfenoidalis. Semua sinus mempunyai muara pada bibir disebut keilitis. Pada pasien morbili, dapat
(ostium) ke dalam rongga hidung. Muara sinus maksilaris, ditemukan bercak Koplik, yaitu bercak kecil, bewarna
frontalis dan etmoidalis anterior terletak pada sepertiga biru keputihan, dikelilingi oleh tepi yang merah, terdapat
tengah dinding lateral hidung yang mem~likistruktur pada mukosa pipi yang letaknya berhadapan dengan gigi
yang rumit yang disebut kompleks osteo-meatal. Fungsi molar dekat muara kelenjar parotis. Pada pasien Stomatitis
sinus paranasal adalah sebagai pengatur kondisi udara aftosa akan didapatkan 1-3 ulkus yang dangkal, berbentuk
pernapasan; penahan suhu; membantu keseimbangan bundar, terasa nyeri dan tidak mengalami indurasi. Oral
suara; membantu resonansi suara; peredam perubahan thrush akibat infeksi Candida albicans ditandai oleh
tekanan udara; dan membantu produksi mukus untuk bercak-bercak membran putih, menimbul, seperti sisa-sisa
membersihkan rongga hidung. Untuk pemeriksaan sinus susu di mukosa mulut, bila dipaksa angkat akan timbul
paranasal dilakukan inspeksi, palpasi dan transluminasi. perdarahan. Pada sindrom Peutz-Jeghers, akan didapatkan
Pada inspeksi, perhatikan adanya pembengkakan pipi bercak pigmentasi berbatas tegas bewarna kebiruan atau
dan kelopak mata bawah yang menggambarkan adanya coklat pada mukosa bibir, mulut, hidung dan kadang-
sinusitis maksilaris akut; sedangkan pembengkakan pada kadang di sekitar mata.
kelopak mata atas menunjukkan sinusitis frontalis akut.
Gigi geligi. Perhatikanjumlah gigi, oklusi gigi dan adanya
Nyeri tekan pada pipi dan nyeri ketok pada gigi
gigi berlubang (karies). Oklusi normal gigi terjadi bila
menunjukkan adanya sinusitis maksilaris; sedangkan
barisan gigi pada rahang atas dan rahang bawah dapat
nyeri tekan pada bagian medial atap orbita menunjukkan
saling menangkap secara tepat. Anomali kongenital atau
adanya sinusitis frontalis; dan nyeri tekan daerah kantus
fraktur rahang akan menyebabkan timbulnya maloklusi.
medius menunjukkan adanya sinusitis etmoidalis.
Pada pasien sifilis kongenital, dapat ditemukan gigi seperti
Pemeriksaantransluminasi digunakan untuk melihatadanya
gergaji yang disebut gigi Hutchinson. Bila air minum
sinusitis maksilaris atau frontalis. Bila pada pemeriksaan
banyak mengandung fluorida, maka gigi akan berlubang
transluminasi didapatkan gelap pada daerah infra-orbita
kecil-kecil dan berwarna kuning, disebut fluorosis (mottled
enamel). Pada intoksikasi timah hitam, akan tampak garis
timah bewarna kebiruan pada batas antara gusi dan gigi.
Pada pemeriksaan gigi, juga harus diperhatikan keadaan
gusi. Radang gusi disebut ginggivitis. Padapyorrhoea, akan
tampak gusi membengkak dan bila ditekan akan keluar
nanah. Pada pasien leukemia monoblastik akut atau pasien
yang mendapatkan pengobatan fenitoin akan didapatkan
hiperplasigusi. Kadang-kadang didapatkan neoplasiajinak
gusi yang disebut epulis.
Lidah. Perhatikan ukuran lidah, apakah normal, lebih
besar (makroglosus), atau lebih kecil (mikroglosus).
Kadang-kadang terdapat kelainan kongenital dimana
Gambar 5. Sinus paranasal lidah bercabang yang disebut lingua bifida. Pada parese N
144 ILMU DIAGNOSTIK FISIS

XII, lidah akan membelok bila dikeluarkan. Pada kelainan fenilketonuria akan memberikan bau napas seperti rumput
pseudobulbar, pasien akan sukar menggerakkan dan kering yang baru disabit. Pasien kanker rongga mulut
mengeluarkan lidahnya. Lidah yang pucat menunjukkan akan memberikan bau napas yang busuk yang sangat '

adanya anemia, sedangkan lidah yang merah tua dan spesifik.


nyeri menunjukkan adanya defisiensi asam nikotinat. Pada
Angina plaut vincent (stomatitis ulseromernbranosa),
keadaan dehidrasi, lidah akan tampak kering, sedangkan
merupakan infeksi spirilum tian basil fusiformis di
pada uremia lidah akan kering dan berwarna kecoklatan.
rongga mulut akibat kurangnya higiene muiut. Kelainan
Lidah yang kering dan kotor, dalam keadaan normal
ini ditandai oleh demam yang tinggi dengan nyeri di
ditemukan pada perokok atau orang yang bernapas
mulut; bau mulut (fetor ex ore); mukosa mulut dan faring
lewat mulut. Pada pasien demam tifoid akan didapatkan
hiperemis dilapisi oleh membran putih keabuan di atas
lidah yang kering dan kotor, tepi yang hiperemis dan
tonsil, uvula, faring dan gusi.
tremor bila dikeluarkan perlahan-lahan. Lidah yang
merah, berselaput tipis dengan papil yang besar-besar
Faring dan Laring
didapatkan pada pasien demam skarlatina, yang disebut
Faring dan laring diperiksa bersama-sama dengan
strawberry tongue. Lidah yang licin karena atrofi papil
pemeriksaan mulut. Untuk memeriksa faring, tekan lidah
disebut lingua grabia, didapatkan pada pasien anemia
ke bawah dengan penekan lidah, sehingga faring akan
pernisiosa, tropical sprue, pelagra. Pada leukoplakia, lidah
tampak. Perhatikan dinding belakang faring, apakah
diselubungi oleh lesi-lesi yang keras, berwarna putih
terdapat hiperemi yang biasanya berhubungan dengan
dan mengalami indurasi yang kelihatan seperti kerak
infeksi saluran napas atas. Pada sinusitis, biasanya akan
dan sulit diangkat. Lidah pasien angina Ludovici, tampak
tampak post nasal drips. Pada anak-anak yang menderita
meradang merah dan bengkak sehingga menonjol keluar
difteria, akan didapatkan selaput putih pada dindirlg faring
dari mulut. Kadang-kadang pada lidah dapat ditemukan
yang sulit diangkat, bila dipaksa diangkat akan timbul
bercak-bercak seperti peta yang disebut geographic
perdarahan; selaput ini disebut pseudomembran.
tongue; keadaan ini sering didapatkan pada pasien
Selanjutnya, periksa nasofaring dengan cara
depresi dan tidak berbahaya. Lidah yang kelihatan aneh
menggunakan cermin laring yang menghadap ke atas
adalah lidah skrotum, yang memiliki alur-alur seperti
yang ditempatkan di belakang palatum mole setelah lidah
skrotum. Kadang-kadang di bawah lidah di sisi frenulum
ditekan. Batas nasofaring adalah dasar tengkorak sampai
didapatkan kista retensi yang transparan bewarna
palatum mole. Di anterior nasofaring adalah rongga
kebiruan yang disebut ranula.
hidung. Pada nasofaring bermuara saluran dari telinga
Pada waktu memeriksa lidah,jangan lupa memeriksa
tengah yang disebut tuba Eustachius.
fungsi pengecapan, dengan cara menaruh berbagai
Selanjutnya perhatikan tonsil. Tonsil adalah massa
zat secara bergantian pada permukaan lidah, misalnya
jaringan limfoid yang terdiri atas 3 macam, yaitu tonsil
garam, gula, bubuk kopi dan sebagainya. Hilangnyd fungsi
laringeal (adenoid), tonsil palatina, dan tonsil lingua yang
pengecapan disebut ageusia.
ketiganya membentuk lingkaran yang disebut cincin
Langit-langit (palatum). Pertama-tama,perhatikan apakah Waldeyer. Adenoid merupakan massa jaringan limfoid
terdapat celah langit-langit (palatoskizis). Kadang-kadang yang terletak pada dinding posterior nasofaring. Pada
pada garis tengah palatum didapatkan benjolan yang anak-anak yang sering mengalami infeksi saluran napas
membesar seperti tumor yang disebut torus palatinus). atas, seringkali terjadi hiperplasi adenoid sehingga koana
Perhatikanjugalengkungan palatum durum, apakah simetris serta tuba Eustachius tertutup dan pasien bernapas melalui
atau tidak. Kelumpuhan palatum mole seringkali mer,upakan mulut. Pasien hiperplasi adenoid akan menunjukkan muka
gejala sisa dari difteri. Palatum dengan lengkung tinggi yang khas (fasies adenoid) yang ditandai oleh hidung
didapatkan pada pasien sindrom Ehlers-Danlos, Marfan, yang kecil, gigi seri prominen, arkus faring menonjol,
Rubenstein-Taybi dan Trecher-Collins. sehingga memberi kesan tampak seperti orang bodoh.
Tonsil palatina yang biasa disebut tonsil saja terletak di
Bau pernapasan (Halitosis, foetor ex ore). Bau napas dalam fosa tonsil yang dibatasi oleh arkus faring anterior
aseton ditemukan pada pasien ketoasidosis diabetik atau dan posterior. Permukaan tonsil biasanya mempunyai
pasien kelaparan (starvation). Pada pasien uremia, napas banyak celah yang disebut kriptus. Perhatikan ukuran
akan berbau amoniak. Pasien dengan abses paru- par^ tonsil. Bila fosa tonsil kosong, disebut To; tonsil yang
atau higiene mulut yang buruk akan memberikan b a ~ normal berukuran TI; bila ukuran tonsil lebih besar dari
napas yang busuk (gangren). Pasien ensefalopati hepatik fosa tonsil, maka disebut T;, dan bila ukuran tonsil sangat
akan menunjukkan bau napas yang apek yang disebut besar hampir mencapai uvula, disebut T,.
fetor hepatikum. Bau napas alkohol akan didapatkar~ Kemudian periksalah laring. Batas atas laring
pada pasien alkoholisme. Anak-anak yang menderita adalah epiglotis. Untuk memeriksa laring, pegang lidah
PEMERIKSAAN FISIS U M U M DAN K U W

hati-hati dengan rnenggunakan kasa, kemudian tarik Kelenjar getah bening leher. Hampir semua bentuk
keluar perlahan-lahan, kernudian ternpatkan cermin radang dan keganasan kepala dan leher akan melibatkan
yang sebelurnnya telah dipanaskan sedikit, menghadap kelenjar getah bening leher. Bila ditemukan pembesaran
ke bawah, di palaturn mole, di depan uvula, gerakkan kelenjar getak bening di leher, perhatikan ukurannya;
cerrnin hati-hati untuk rnelihat pita suara. Suruh pasien apakah nyeri atau tidak; bagaimana konsistensinya, apakah
rnengucapkan huruf "EEE", perhatikan gerak pita suara lunak, kenyal atau keras; apakah melekat pada dasar atau
apakah sirnetris atau tidak. pada kulit. Menurut Sloan Kattering Memorial Cancer
infeksi pada rongga rnulut rnaupun saluran napas atas Center Classification, kelenjar getah bening leher dibagi
seringkali rnenyebabkan kornplkasi abses leher dalam, yang atas 5 daerah penyebaran, yaitu :
terdiri dari abses peritonsil (Quinsy), abses retrofaring, abses I. Kelenjar yang terletak di segitiga subrnental dan
parafaring, abses submandibula dan angina Ludovici. subrnandibula,
Abses peritonsil (Quinsy), rnerupakan komplikasi 11. Kelenjar yang terletak di I/,atas dan terrnasuk kelenjar
tonsilitis akut, ditandai oleh demam yang tinggi, odinofagia getah bening jugularis superior, kelenjar digastrik dan
(nyeri menelan), otalgia (nyeri telinga) pada sisi yang kelenjar servikal posterior,
sama, fetor ex ore (mulut berbau), muntah, rinolalia (suara 111. Kelenjar getah bening jugularis di antara bifurkasio
sengau), hipersalivasi (banyak meludah) dan trismus (sukar kerotis dan persilangan rn. Ornohioid dengan rn.
membuka rnulut). Pada perneriksaan akan tampak tonsil Sternokleidomastoideus dan batas posterior rn.
rnembengkak dan uvula terdorong ke sisi yang sehat. Sternokleidornasteoideus,
Abses retrofaring, banyak didapatkan pada anak-anak IV. ~ r kelenjar
" ~ getah bening di daerahjugularis inferior
di bawah 5 tahun. dan supraklavikula,
Abses submandibula, ditandai oleh nyeri leher dan V. Kelenjar getah bening yang berada di segitiga
pernbengkakan di bawah rnandibula yang berfluktuasi posterior servikal.
bila ditekan.
Angina Ludovici, rnerupakan infeksi ruang submandibula Kelenjar tiroid. Tiroid diperiksa dengan cara inspeksi
yang ditandai oleh pernbengkakan submandibula tanpa dan palpasi. Palpasi tiroid dilakukan dari belakang
pernbentukan abses, sehingga teraba keras. pasien, kemudian pasien disuruh rnenelan, bila yang
teraba tiroid, rnaka benjolan tersebut akan ikut bergerak
sesuai dengan gerak menelan.Pembesaran tiroid disebut
LEHER struma. Perhatikan ukuran tiroid, konsistensinya, apakah
noduler atau difus, adanya nyeri tekan. Kemudian lakukan
Bentuk Leher auskultasi, b ~ l aterdengan bising (bruit), menunjukkan
Leher yang panjang terdapat pada orang-orang dengan strum3 tersebut banyak vaskularisasinya. Struma yang
bentuk badan ektomorf kahektis, atau pasien tuberkulosis noduler disebut struma nodosa; sedangkan struma
par11 yang lama. Leher yang pendek dan gernuk terdapat yang difus disebut struma difusa. Berdasarkan fungsi
pada orang dengan bentuk badan endomorf obesitas, tiroidnya, maka struma dengan gambaran tirotoksikosis
sindrom Cushing, miksedema, kretinisme. Leher bersayap disebut struma toksik; sedang strurna yang tidak disertai
(webed neck) terdapat pada pasien sindrorn Turner. tirototsikosis, disebut struma non-toksik. Pada waktu
rnelakukan auskultasi, dengarkan juga bising napas akibat
Otot-otot leher. Dengan rnenyuruh pasien rnenengok ke surnbatan laringltrakea yang disebut stridor. Selain itu,
kiri dan ke kanan, kita dapat rnemeriksa m. Sternokleido- lakukan juga perkusi sternum atas, bila terdengar suara
rnastoideus. Bila pasien tidak dapat menengok, rnungkin
terdapat kelumpuhan otot ini.
Otot lain yang juga harus diperiksa adalah m.
Trapezius. Perhatikan keadaan otot ini dalam keadaan
istirahat, perhatikan posisi bahu, apakah sama tinggi. Bila
terdapat kelurnpuhan rn. Trapezius, rnaka bahu sisi yang
lumpuh akan lebih rendah daripada bahu sisi yang sehat.
Kemudian letakkan kedua tangan kita masing-masing
pada bahu kiri dan kanan pasien; suruh pasien mengangkat
bahunya dan kita tahan dengan tangan; bandingkan
kekuatan otot itu kiri dan kanan.
Kontraksi o t o t leher yang berlebihan, akan
rnengakibatkan kepala dan leher berdeviasi dan berputar;
keadaan ini disebut tortikolis. Garnbar 6. Webbed neck Garnbar 7. Palpasi tiroid
redup mungkin didapatkan struma retrosternal. Kemudian PAYUDARA
suruh pasien mengangkat tangan ke atas kepala setinggi
mungkin, bila timbul kemerahan atau sianosis pada muka, Payudara adalah organ khas hewan kelas Mammalia,
menujukkan adanya sumbatan akibat struma retrosternal, termasuk manusia. Bentuk payudara pada perempuan
keadaan ini disebut tanda Penberton. Kadang-kadang seperti kuncup terletak pada hemitoraks kanan dan kiri
di atas atau di bawah pertengahan korpus hioidterlihat mulai dari iga 11-111di superior sampai iga VI-VIII di inferior;
benjolan di garis tengah yang ikut bergerak pade waktu dan dari tepi sternum di medial sampai garis aksilaris
proses menelan; benjolan ini merupakan sisa saluran turun anterior di lateral. Walaupun demikian, jaringan payudara
tiroid dari pangkal lidah yang disebut kista atal-I sinus dapat mencapai klavikula di superior dan m. Latisimus
duktus tiroglosus. dorsi di lateral. Adakalanya kelenjar payudara sampai ke
ketiak dan berhubungan dengan payudara unilateral dan
Tekanan vena jugularis. Tekanan vena jugularis diperiksa
disebut mamma oberans. Adakalanya terbentuk payudara
pada posisi pasien berbaring telentang dengan kepala
tambahan di tempat lain, dapat lengkap, dapat pula hanya
membentuk sudut 30" dengan bidang datar. Aturlah posisi
areola dan puting, dan selalu tumbuh pada garis susu
kepala sedemikian rupa sehingga aliran vena jugularis
embrionikyang berjalan dari aksila ke lipat paha unilateral.
tampak jelas. Tekanlah bagian distal vena jugul3ris (di
Parenkim payudara dibentuk oleh kurang lebih 15-20 lobus
bawah mandibula), tandai batas bagian vena yang kolaps.
yang masing-masing mempunyai saluran tersendiri yang
Kemudian buat bidang datar melalui angulus Ludovici, ukur
bermuara di puting susu. Tiap lobus terdiri dari lobulus-
jarak antara bidang tersebut dengan batas bagian vena
lobulus yang masing-masing terdiri dari 10-100 kelompok
yang kolaps. Bilajaraknya 2 cm, maka ha1 ini menunjukkan
asini. Payudara dibungkus oleh fasia pektoralis superfisialis
tekanan vena jugularis adalah 5-2 cm H20yang merupakan
dan permukaan anterior dan posterior dihubungkan oleh
ukuran normal tekanan vena jugularis. Bidang datar yang
ligamentum Cooper yang berfungsi sebagai penyangga.
dibuat melalui angulus Ludovici, merupakan bidarg yang
berjarak 5 cm di atas atrium kanan dan dianggap titik 5 + Perneriksaan payudara. Pemeriksaan payudara harus
0 cmH,O. Pada pasien gagaljantung atau efusi perikardial, dilakukan secara baik dan halus, tidak boleh keras
maka tekanan vena jugularis akan meningkat di atas 5 dan kasar, apalagi bila ada dugaan keganasan karena
-2 cmH20. kemungkinan akan menyebabkan penyebaran.
Arteri karotis. Denyut nadi karotis menunjukkan Inspeksi. Pasien duduk di muka pemeriksa dengan posisi
gambaran denyut jantung yang lebih baik dibandingkan sama tinggi dengan pemeriksa. Pertama kali posisi tangan
denyut arteri brakialis. Denyut arteri karotis kanan dapat pasien bebas di samping tubuhnya, kemudian tangan
diraba dengan menggunakan ibu jari tangan kiri yang pasien diangkat ke atas kepala dan terakhir tangan pasien
diletakkan di samping laring dekat m. Sternotleido- pada posisi di pinggang. Perhatikan simetri payudara kiri
mastoideus. Selain itu juga dapat diraba dari belakang dan kanan, kelainan puting susu, letak dan bentuk puting
dengan menggunakan empatjari pemeriksa pada tempat susu, adakah retraksi puting susu, kelainan kulit, tanda-
yang sama. Pada stenosis aorta, denyut arteri karo~isakan tanda radang, edem kulit sehingga memberi gambaran
teraba lebih lemah daripada keadaan normal; sedangkan
seperti kulit jeruk (peau d'oranges) yang berhubungan
pada insufisiensi aorta, denyut arteri karotis akan teraba
dengan adanya kanker payudara.
kuat dan keras.
Palpasi. Dilakukan pada posisi pasien berbaring dan
Trakea. Perhatikan letak trakea, apakah di tengah atau
diusahakan agar payudara jatuh merata di atas bidang
bergeser atau tertarik ke samping. Untuk melakukan
dada, bila perlu bahu atau punggung dapat diganjal
palpasi trakea, letakkan jari tengah tangan pemeriks3
dengan bantal kec~l.Palpasi dilakukan dengan falang
pada suprasternal notch, kemudian secara hlati-hati

t
distal dan falang tengah jari 11, I11 dan IV pemeriksa dan
geserjari tersebut ke atas dan agak ke belakan sampai
dilakukan secara sistematis mulai dari iga I1 sampai ke
trakea teraba. Bilaztrakea bergeser ke salah s tu sisi,
inferior di iga V I atau secara sentrifugal dari tepi ke sentral.
maka ruang d i sisi kontralateral trakea akan lebih
Jangan lupa memeriksa puting susu dengan memegang
luas dibandingkan dengan ruang yang searah dengan
puting susu di antara ibu jari dan jari telunjuk pemeriksa,
pergeseran trakea. Lakukan pemeriksaan i n i secara
perhatikan adakah cairan yang keluar dari puting susu
hati-hati, karena tidak menyenangkan bagi pasien.
(nipple discharge). Dalam keadaan normal cairan dapat
Pada aneurisma aorta, akan tampak adanya tracheal
keluar dari puting susu pada perempuan pada masa
tug, yaitu tarikan-tarikan yang teraba sesuai dengan
laktasi, perempuan hamil atau perempuan yang lama
sistole jantung dengan sedikit dorongan keatas pada
menggunakan pi1 kontrasepsi. Bila cairan yang keluar
os krikoid; tampak jelas pada posisi duduk atau berdiri
dari puting susu berdarah, harus dicurigai kemungkinan
dengan sedikit menengadah.
adanya papiloma intraduktal atau papilokarsinoma.
PEMERIKSAAN RSIS U M U M DAN K U W 147

Luar bawah

Garnbar 8. Segmen payudara Garnbar 11. Palpasi payudara


1
Pembukaan duktus

I
Garnbar 9. Struktur payudara

Gambar 12. Palpasi puting susu

Pemeriksaan massa pada payudara. Bila ditemukan


massp pada payudara, perhatikan letaknya, ukurannya,
bentyknya, konsistensinya, adakah nyeri tekan atau tidak,
apakah bebas atau terfiksir baik pada kulit maupun pada
dasar, dan yang sangat penting adalah pembesaran
kelenjar getah bening regional. Untuk menemukan adanya
kanker payudara secara dini, Haagenson mengemukakan
bahwa ada 5 kelompok perempuan yang memiliki
risiko tinggi yang harus diperiksa secara rutin, yaitu:
l).Perempuanyang memiliki anggota keluarga menderita
kanker payudara; Z).Perempuan yang menderita kista
di kedua payudaranya; 3). Perempuan yang menderita
Garnbar 10. Garis susu
kanker payudara pada 1 sisi; 4). Perempuan yang
menderita perubahan-perubahan lobuler pada kedua
pay~daranya;5).Perempuan yang mempunyai banyak
papi'oma di kedua payudaranya.
Kelenjar getah bening regional. Ada 3 kelompok
odus posterior kelenjar getah bening regional yang berhubungan dengan
Nodus anterior payudara, yaitu kelenjar getah bening aksila, kelenjar
Nodus mamaria interna getah bening prepektoral dan kelenjar getah bening
marraria interna. Kelenjar getah bening aksila, terdiri dari
Nodus palpable 6 kelompok, yaitu : 1). Kelenjar getah bening mamaria
eksterna, yang terletak pada tepi lateral m. pektoralis
Garnbar 11. Kelenjar getah bening aksila mayor sepanjang tepi medial aksila. Kelompok kelenjar
ILMU DIAGNOSTIK FISIS

ini dibagi 2, yaitu kelompok superior, yang terletak PUNGGUNG DAN PINGGANG
setinggi interkostal 11-111; dan kelompok inferior, yang
terletak setinggi interkostal IV, V dan VI; 2). Kelenjar getah Pemeriksaan punggung dan pinggang harus dilakukan
bening skapula, terletak sepanjang vena subskapularis bila ditemukan adanya nyeri radikuler, deformitas tengkuk,
dan torakodorsalis, mulai dari percabangan v. aksilaris punggung dan pinggang, nyeri di sekitar vertebra,
menjadi v. subskapularis, sampai ke tempat masuknya v. gangguan miksi dan defekasi, serta kelemahan lengan
torakodorsalis ke dalam m. latisimus dorsi; 3). Kelenjar dan tungkai.
getah bening sentral, terletak di dalam jaringan lemak Pemeriksaan punggung dan pinggang terdiri dari
di pusat aksila, merupakan kelenjar yang terbanyak. dan inspeksi, palpasi, gerakan dan refleks-refleks ekstremitas.
terbesar ukurannya dan paling mudah dipalpasi;4). Keknjar Pada inspeksi, perhatikan sikap pasien, cara berjalan, posisi
getah bening interpektoral (Rotter's nodes), terletak di bahu, punggung, pinggang, lipatan gluteal dan lengkung
antara m. pektoralis mayor dan minor, sepanjang rami vertebra. Pada palpasi, rabalah otot-otot paraspinal,
pektoralis v.torakoakromialis; 5). Kelenjar getah bening prosesus spinosus, sudut ileo-lumbal, sendi sakro-iliakal
v. aks~laris,terletak sepanjang v. aksilaris bagian lateral dan cekungan pangkal paha. Pada pasien dengan dugaan
mulai dari tendon m.latisimus dorsi ke arah medial sampai peradangan ginjal, dapat dilakukan pukulan yang hati-hati
, percabangan v. aksilaris menjadi v. torakoakromialis; 6). di sudut kostovertebral, bila pasien merasa nyeri (nyeri
Kelenjar getah bening subklavikula, terletak sepanjang v. ketok kostovertebral) menunjukkan adanya peradangan
aksilaris, mulai dari sedikit medial percabangan v. aksilaris ginjal. Kemudian lakukan gerak aktif dan pasif tulang
menjadi v. torakoakromialis sampai v aksilaris menghilang belakang yang meliputi fleksi ke anterior, ekstensi dan
di bawah tendon m. subklavius. laterofleksi. Pada pasien Ankilosing spondilitis, akan
didapatkan kekakuan tulang belakang yang dapat
Kelenjar getah bening prepektoral, merupakan kelenjar dinilai dengan melakukan tes Schober, yaitu dengan cara
tunggal yang terletak di bawah kulit atau di dalamjaringan menentukan 2 titik yang berjarak 10 cm pada pinggang
payudara, di atas fasia pektoralis pada payudara kuadran pasien di garis tengah (di atas vertebra lumbal), kemudian
lateral. Kelenjar getah bening mamaria interna, tersebar pasien disuruh membungkuk semaksimal mungkin, dalam
di sepanjang trunkus limfatikus mamaria interna, kira- keadaan normal kedua titik tersebut akan menjauh 5 cm
kira 3 cm dari tepi sternum, di dalam lemak di atas fasia sehingga jaraknya menjadi 15 cm. Bila terdapat kekakuan
endotorasika pada sela iga. tulang belakang, maka pasien tidak dapat membungkuk
Pemeriksaan kelenjar getah bening aksila. Dilakukan secara maksimal dan jarak kedua titik tersebut tidak akan
pada posisi pasien duduk, karena pada posisi ini fosa mencapai perpanjangan 5 cm; dikatakan tes Schober
aksilaris menghadap ke bawah sehingga mudah diperiksa positif
dan akan lebih banyak kelenjar yang dapat dicapai. Lengan Sendi sakroiliakal juga harus diperiksa, karena pada
pasien pada sisi aksila yang akan diperiksa diletakkan pada ankilosing spondilitis sering disertai adanya sakroiliitis.
lengan pemeriksa sisi yang sama, kemudian pemeriksa Pemeriksaan sendi ini adalah dengan cara menekan
melakukan palpasi aksila tersebut dengan tangan kedua sisi pelvis ke bawah dalam posisi pasien berbaring
kontralateral. Pada posisi ini yang dipalpasi adalah kelenjar telentang, bila timbul nyeri di bokong menunjukkan
getah bening mamaria eksterna di bagian anterior dan adanya sakroiliitis.
di tepi bawah m. pektoralis mayor, kelenjar getah bening Selanjutnya, untuk mernpelajari pemeriksaan tulang
subskapularis di posterior aksila, kelenjar getah bening belakang secara rinci, silahkan membaca bab pemeriksaan
sentral di pusat aksila, dan kelenjar getah bening ~ p i k a l reumatologi.
di ujung atas fossa aksilaris. Pada palpasi dinilai jumlah
kelenjar, ukuran, konsistensi, terfiksir atau tidak, aoakah Beberapa Kelainan Tulang Belakang
nyeri tekan atau tidak. Selain kelenjar getah bening aksila, Tortikolis, yaitu kepala dan leher berdeviasi dan berputar
juga harus diperiksa kelenjar getah bening suprz dan ke satu sisi secara menetap,
infraklavikula.
Kaku kuduk, yaitu leher kaku, tidak dapat ditekuk ke
Ginekomastia. Ginekomastia adalah pembekaran depan, ke belakang maupun ke samping, didapatkan
payudara pada laki-laki, biasanya berhubungan dengan pada pasien dengan perangsangan meningeal, misalnya
hipogonadisme, sirosis hati, obat-obatan (spironolbkton, meningitis, perdarahan subaraknoid,
digoksin, estrogen), tirotoksikosis, keganasan (bronkogenik,
Kifosis, yaitu lengkung tulang belakang ke arah belakang;
adrenal, testis). Pada palpasi, ginekomastia tkraba
lordosis, yaitu lengkung tulang belakang ke arah depan;
sebagai massa jaringan di bawah puting dan areola
dan skoliosis, yaitu lengkung tulang belakang ke arah
payudara.
samping,
PEMERIKSAAN FISlS U M U M DAN K U W

Gibbus, yaitu penonjolan tulang belakang karena korpus (membesar), atau hipotrofi/atrofi (mengecil). Tonus otot
vertebra hancur, didapatkan pada pasien spondilitis juga harus diperiksa secara pasif, yaitu dengan cara
tuberkulosis. Bila penonjolan tersebut runcing disebut mengangkat lengan atau tungkai pasien, kemudian
gibbus angularis, sedangkan bila tidak bersudut disebut dijatuhkan. Pada keadaan hipotonus, anggota gerak tadi
gibbus arkuatus. akan jatuh dengan cepat sekali, seolah tanpa tahanan.
Tonus otot yang tinggi disebut hipertonus (spastisitas).
Opistotonus, yaitu kontraksi otot-otot erektor trunci
Spastisitas dapat diperiksa dengan cara memfleksikan
sehingga vertebra mengalami hiperlordosis (melekuk ke
atau mengekstensikan lengan atau tungkai, akan terasa
depan); keadaan ini didapatkan pada pasien tetanus,
suatu tahanan yang bila dilawan terus akan menghilang
Spina bifida, yaitu kelainan kongenital yang mengakibatkan dan disebut fenomena pisau lipat. Selain spastisitas,juga
arkus vertebra tidak terbentuk. Bila disertai penonjolan terdapat rigiditas dimana pada pemeriksaan seperti
lunak (berisi meningen dan likuor serebrospinal), maka spastisitas akan terasa tersendat-sendat dan disebut
disebut spina bifida sistika, sedangkan bila tidak disertai fenomena roda bergerigi.
penonjolan disebut spina bifida okulta. Perneriksaan otot yang lain adalah pemeriksaan
kekuatan otot. Ada 5 tingkatan kekuatan otot, yaitu :
Derajat 5 : kekuatan normal, dapat melawan tahanan
yang diberikan pemeriksa berulang-ulang,
Derajat 4 : masih dapat melawan tahanan yang ringan,
Derajat 3 : hanya dapat melawan gaya berat,
Derajat 2 : otot hanya dapat digerakkan bila tidakada gaya
berat,
Derajat 1 : kontraksi minimal, hanya dapat dirasakan
dengan palpasi,tidak menimbulkan gerakan,
Derajat 0 : tidak ada kontraksi sama sekali

Sendi
Semua sendi pada ekstremitas harus diperiksa secara
inspeksi, palpasi dan lingkup geraknya, termasuk sendi
bahu, siku, pergelangan tangan, metakarpofalangeal,
interfalang proksimal, interfalang distal, panggul, lutut,
pergelangan kaki, metatarso falangeal. Untuk mempelajari
perneriksaan send1 secara rinci, silahkan membaca Bab
Gambar 14. Deformitas tulang belakang
Pemeriksaan Reumatologi.
Cara berdiri. Perhatikan cara berdiri pasien secara
keseluruhan, adakah kelainan bentuk badan, asimetri atau
deformitas. Pada posisi berdiri juga dapat d~lakukantes
keseimbangan, yaitu tes Romberg, dengan cara pasien
disuruh berdiri dengan kedua kaki rapat, kemudian disuruh
menutup mata; bila pasien jatuh, maka dikatakan tes
Romberg positif
Cara berjalan. Pasien disuruh berjalan pada garis lurus,
mula-mula dengan mata terbuka, kemudian dengan mata
tertutup.
Langkah ayam, yaitu berjalan dengan mengangkat kaki
setinggi mungkin supaya jari-jari kaki yang masih tertinggal
menyentuh tanah dapat terangkat, kemudian pada waktu kaki
Gambar 15. Tes schober dijatuhkan ke tanah,jari-jari kaki akan lebih dulu menyentuh
tanah: kelainan ini terdapat pada pasien polineuritis.
EKSTREMITAS Langkah mabuk, yaitu pasien berjalan dengan kedua
kaki yang terpisah jauh (wide basedgait), dan bila disuruh
otot berjalan lurus, pasien akan terhuyung jatuh ke satu sisi;
Perhatikan bentuk otot, apakah eutrofi (normal),hipertrofi keadaan ini terdapat pada pasien ataksia serebelar.
I L M U DIAGNOSTlK FISIS

Langkah menggeser, yaitu pasien berjalan dengan


langkah pendek dan kaki menyeret tanah, hampir-hampir
tak pernah terangkat; bila langkah makin cepat dan
pendek, pasien cenderung terjatuh ke depan @repulsion)
atau ke belakang (retropulsion);keadaan ini terdapat pada
pasien Parkinsonisme.
Langkah spastik, yaitu pasien berjalan dengan cara
melempar tungkainya keluar sehingga membentuk
setengah lingkaran dan jari tetap menyentuh tanah
dengan lengan serta tangan dan jari-jari ipsilateral dalam
keadaan fleksi; keadaan ini terdapat pada pasien paralisis
spastik, biasanya akibat strok.
Berjalan dengan mengangkat pinggul, terdapat pada
Gambar 16. Tes jari-hidung-jari
pasien poliomielitis.
Gerakan spontan abnormal. Tremor, yaitu gerak
involunter bolak-balik pada anggota tubuh, sehingga
tampak seperti gemetar. Pada pasien Parkinsonisme,
tremor ini kasar sehingga ibu jari bergerak-gerak seperti
gerakan rnenghitung uang. Biasanya tremor tampak waktu
istirahat dan hilang waktu bekerja.
Atetosis, yaitu gerakan involunter pada otot lurik yang
terjadi pada bagian distal dan terjadi secara perlahan-
lahan.
Khorea, yaitu gerakan involunter yang tidak teratur,
tanpa tujuan, asimetrik, sekonyong-konyong, cepat dan
sebentar.
Balismus, yaitu gerakan involunter yang sangat kasar,
sebentar, berulang-ulang, dan kuat sehingga anggota Gambar 17. Tes tumit-lutut
tubuh seakan-akan berputar-putar tidak teratur.
Spasme, yaitu ketegangan otot yang menyebabkan
pergerakan yang terbatas. duduk, lengan bawah pronasi rileks di atas paha, kemudian
ibu jari pemeriksa menekan tendon biseps di atas fosa
Tes koordinasi gerak. Tes jari-hidung-jari, yaitu pasien
kubiti dan diketok, bila positif akan timbul fleksi lengan
dengan lengan dan tangan ekstensi penuh, kemudian
bawah.
diminta menunjuk hidungnya sendiri dan jari perneriksa
Refleks brakioradialis, pasien dalam posisi sama
secara bergantian; kemudian pemeriksa memindahkankan
dengan di atas, lengan bawah pada posisi di antara
posisi jarinya ke berbagai tempat dan pasien diminta
pronasi dan supinasi, kemudian ujung distal radius, 5 cm
melakukan gerakan menunjuk jari-hidung-jari berulang-
proksimal pergelangantangan diketok sambil mengamati
ulang dengan cepat,
dan merasakan adanya kontraksi yang mengakibatkan
Tes jari hidung, yaitu pasien pada posisi lengan dan
fleksi dan supinasi lengan bawah.
tangan ekstensi diminta menunjuk hidungnya berulang- Refleks triseps, pasien pada posisi yang sama dengan
ulang, mula-mula lambat kemudian makin cepat. di atas, kemudian dilakukan ketokan pada tendon triseps
Tes pronasi-supinosi, yaitu pasien dalam posisi duduk, dari belakang, 5 cm di atas siku, amati adanya kontraksi
diminta meletakkan tangannya pada posisi pronasi di triseps.
bagian distal pahanya; kemudian disuruh melakukan Refleks lutut (refleks patela; Kniepessreflex, KPR), pasien
gerakan supinasi dan pronasi berulang-ulang dengan dalam posisi duduk, tungkai bawah tergantung, atau
cepat. pasien pada posisi tidur dengan posisi tungkai bawah
Tes tumit-lutut, yaitu pasien dalam posisi berbaring rileks rileks difleksikan; kemudian dilakukan ketokan pada
diminta meletakkan turnit kanan di lutut kiri, kemudian tendon patela, bila positif akan tampak ekstensi tungkai
disuruh menggeser tumit kanannya sepanjang tibia kiri ke bawah atau kontraksi kuadriseps femoris.
arah dorsum pedis kiri berulang-ulang bergantian untuk Refleks Achiles (Achillespeesreflex), pasien dalam
kedua tungkai. posisi duduk dengan kaki dorsifleksi maksimal secara
Refleks fisiologis. Refleks biseps, pasien dalam posisi pasif, kemudian dilakukan ketokan pada tendon Achiles,
PEMERIKSAAN FISIS U M U M D A N KUUT

bila positif akan tampak kontraksi m. gastroknemius dan Sensibilitas


gerakan plantarfleksi. Hubungan manusia dengan dunia luar terjadi melalui
Refleks kremaster, dilakukan pada posisi pasien rese~torsensorik, yaitu : 1).Reseptor eksteroseptif, yang
telentang dengan paha sedikit abduksi, kemudian merespons rangsang visual, pendengaran dan taktil;
permukaan dalam paha di gores dengan benda tajam, 2). Reseptor proprioseptif, yang menerima inforrnasi
bila posistif akan tampak kontraksi m. kremaster dan mengenai posisi bagian tubuh atau tubuh di dalam
penarikan testis ke atas. ruancjan; 3). Reseptor interoseptif mendeteksi kejadian
di dalam tubuh.
Refleks patologis. Refleks Babinsky, dilakukan dengan
Femeriksaan sensibilitas merupakan pemeriksaanyang
cara rnenggoreskan telapak kaki dengan benda runcing
tidak rnudah dan sangat subyektif, bahkan kadang-kadang
mulai dari tumit menuju ke pangkal ibu jari kaki, bila
pasien meng-iya-kan apa yang disugestikan dokternya.
positif akan terjadi dorsofleksi kaki dengan pemekaran
Pada pemeriksaan sensibilitas eksteroseptif, diperiksa
jari-jari kaki.
rasa aaba, rasa nyeri dan rasa suhu. Untuk rnemeriksa
Refleks Chaddock, bila bagian bawah maleolus lateralis
digoreskan kearah depan, akan timbul tanda Babinsky. rasa raba, digunakan sepotong kapas atau kain dengan
ujung sekecil mungkinyang diusapkan pada seluruh tubuh
Refleks Oppenheim, tanda Babinsky akan ditimbulkan
pasien. Rasa nyeri, diperiksa dengan cara menusukkan
dengan cara mengurut permukan kulit di atas tibia dari
jarum pada permukaan tubuh pasien. Pemeriksaan rasa
lutut ke bawah.
suhu dilakukan dengan rnemeriksa rasa panas dan rasa
Refleks Gordon, tanda Babinsky ditimbulkan dengan
d i n g i ~ yaitu
, dengan rnenggunakan tabung reaksi yang
cara menekan m. gastroknemius.
Refleks Schaeffer, tanda Babinsky ditimbulkan dengan
diisi air panas atau air dingin dan diusapkan ke seluruh
tubuh pasien.
cara memijit tendon Achiles.
Refleks Rossolimo, yaitu bila bagian basis telapak
F'emeriksaan rasa gerak dan rasa sikap d~lakukan
jari-jari kaki diketok, maka bila positif akan timbul fleksi dengan menggerak-gerakkanjari pasien secara pasif dan
jari-jari kaki. menanyakan apakah pasien merasakan gerakan tersebut
Refleks Mendel-Bechterew, sama dengan refleks
dan kemana arahnya.
Rossolimo, tapi ditimbulkan dengan cara mengetok bagian F'emeriksaan rasa getar dilakukan dengan cara
dorsal basis jari-jari kaki. menempelkan garpu tala yang telah digetarkan pada
Refleks Hoffmann-Tromner; bila kukujari telunjuk atau ibu jari kaki, maleolus lateral dan medial, tibia, spina
jari tengah dipetik, maka bila positif akan terlihat gerakan iliaka anterior superior (SIAS), sakrum, prosesus spinosus
mencengkeram. vertebra, sternum, klavikula, prosesus stiloideus radius
Refleks Leri, pergelangan tangan difleksikan maksimal, dan ulna serta jari-jari tangan.
dalam keadaan normal siku akan fleksi, tetapi bila refleks F'emeriksaanrasa tekan (rasa raba kasar), dilakukan
ini positif, rnaka fleksi siku tidak akan terjadi. dengan cara menekan tendon atau kulit dengan jari atau
Refleks Mayer, seperti refleks Leri, tetapi ditimbulkan benda tumpul. Tekanan tidak boleh terlalu kuat, karena
dengan cara melakukan hiperhiperfleksi maksimal sendi akan rnenimbulkan nyeri.
metakarpofalangeal jari tengah. Femeriksaanrasa nyeri dalam, dilakukan dengan cara
Klonus, diperiksa dalam posisi tungkai pasien rileks, menekan otot atau tendon dengan keras, atau menekan
kemudian pemeriksa menyentak kaki ke arah dorsofleksi tiba- bola mata atau menekan testis.
tiba, bila positif akan timbul gerakan plantarfleksi kaki tersebut
berulang-ulang. Selain itu dapat juga dilakukan dengan Nyeri
mendorong patela secara tiba-tiba ke bawah, bila positif akan Nyeri adalah rasa dan pengalaman emosional yang tidak
timbul gerakan patela ke atas yang berulang-ulang. nyarnan yang berhubungan atau potensial berhubungan
dengan kerusakan jaringan seperti kerusakan jaringan.
Nyeri merupakan sensasi dan reaksi terhadap sensasi
tersebut. Nyeri dapat mengakibatkan i m p a i r m e n t
dan disabilitas. Impairment adalah abnormalitas atau
hilang-nya struktur atau fungsi anatomik, fisiologik
maupun psikologik. Sedangkan disabilitas adalah hasil
dari Impairment, yaitu keterbatasan atau gangguan
kemarnpuan untuk rnelakukan aktivitas yang normal.
Persepsi yang diakibatkan oleh rangsangan yang
poteisial dapat menyebabkan kerusakan jaringan
Gambar 18. Tes rasa getar Gambar 19. Tes rasa nyeri disebut nosisepsi, yang merupakan tahap awal proses
ILMU DIAGNOSTIK FISIS

tirnbulnya nyeri. Reseptor yang dapat rnernbedakan atau radiks 51, disebut Skiatika. Neuralgia yang tersering
rangsang noksius dan non-noksius disebut nosis~ptor. adalah neuralgia trigerninal.
Pada rnanusia, nosiseptor rnerupakan terminal yang
Nyeri tabetik, yaitu salah satu bentuk nyeri neuropatik
tidak terdiferensiasi serabut a-delta dan serabut c.
yang tirnbul sebagai kornplikasi dari sifilis.
Serabut a-delta merupakan serabut saraf yang d lapisi
oleh rnielin yang tipis dan berperan rnenerirna rangsang Nyeri sentral, yaitu nyeri yang diduga berasal dari otak
mekanik dengan intensitas rnenyakitkan, dan disebutjuga atau rnedula spinalis, rnisalnya pada pasien stroke atau
high-threshold mechanoreceptors. Sedangkan serabut c pasca trauma spinal. Nyeri terasa seperti terbakar dan
rnerupakan serabut yang tidak dilapisi rnielin. lokasinya sulit dideskripsikan.
Intensitas rangsang terendah yang rnenirnbulkan
Nyeri pindah (referredpain) adalah nyeri yang dirasakan
persepsi nyeri, disebut ambang nyeri. Arnbang nyeri biasanya
di ternpat lain, bukan di ternpat kerusakanjaringan yang
bersifat tetap, rnisalnya rangsang panas lebih dari 50C akan
rnenyebabkan nyeri. Misalnya nyeri pada infark rniokard
menyebabkan nyeri. Berbeda dengan arnbang nyeri, tokransi
yang dirasakan di bahu kiri atau nyeri akibat kolesistitis
nyeri adalah tingkat nyeri tertinggi yang dapat diterirna
yang dirasakan di bahu kanan.
oleh seseorang. Toleransi nyeri berbeda-beda antara satu
individu dengan individu lain dan dapat dipengaruhi oleh Nyeri fantom yaitu nyeri yang dirasakan pada bagian
pengobatan. Dalarn praktek sehari-hari, toleransi nyeri tubuh yang baru diarnputasi; pasien rnerasakan seolah-
lebih penting dibandingkan dengan arnbang nyeri. olah bagian yang diarnputasi itu rnasih ada.

Alodinia adalah nyeri yang dirasakan oleh pasien akibat Substansi algogenik adalah substansi yang dilepaskan
rangsang non-noksius yang pada orang normal, tidak oleh jaringan yang rusak atau dapat juga diinjeksi
rnenimbulkan nyeri. Nyeri ini biasanya didapatkan pada subkutaneus dari luar, yang dapat rnengaktifkan
pasien dengan berbagai nyeri neuropatik, rnisalnya nosiseptor, rnisalnya histarnin, serotonin, bradikinin,
neuralgia pasca herpetik, sindrorn nyeri regional kronik substansi-P, K+, Prostaglandin. Serotonin, histarnin, K+,
dan neuropati perifer lainnya. H+, dan prostaglandin terdapat di jaringan; kinin berada
di plasma; substansi-P berada di terminal saraf aferen
Disestesi adalah adalah parestesi yang nyeri. Keadsan ini primer; histarnin berada di dalarn granul-granul sel mast,
dapat diternukan pada neuropati perifer alkoholik, atau basofil dan trornbosit
neuropati diabetik di tungkai, Disestesi akibat kompresi
nervus fernoralis lateralis akan dirasakan pada sisi lateral Nyeri akut, yaitu nyeri yang tirnbul segera setelah
tungkai dan disebut neuralgia parestetika. rangsangan dan hilang setelah penyernbuhan.

Parestesi adalah rasa seperti tertusukjarurn atau titik-titik Nyeri kronik, yaitu nyeri yang rnenetap selarna lebih dari 3
yang dapat tirnbul spontan atau dicetuskan, rnisalnya bulan walaupun proses penyernbuhan sudah selesai.
ketika saraf tungkai tertekan. Parestesi tidak selalu d~sertai
nyeri; bila disertai nyeri rnaka disebut disestesi Rasa Somestesia Luhur
Rasa Somestesia luhur adalah perasaan yang rnernpunyai
Hiperpatia adalah nyeri yang berlebihan, yang ditirnbul- sifat diskrirninatif dan bersifat tiga dirnensi. Terrnasuk
kan oleh rangsang berulang. Kulit pada area hiperpatia kelornpok ini adalah rasa diskriminasi, barognosia,
biasanya tidak sensitif terhadap rangsang yang r ngan, stereognosia, topognosia, frafestesia.
tetapi rnernberikan respons yang berlebihan pada
rangsang rnultipel. Kadang-kadang, hiperpatia d sebut Rasa diskriminasi,adalah kernarnpuan untuk rnernbedakan
juga disestesi sumasi. 2 titik yang berbeda pada tubuh. Barognosia adalah
kernarnpuan untuk rnengenal berat suatu benda yang
Hipoestesia adalah turunnya sensitivitas terhadap dipegang dan rnernbedakan berat suatu benda dengan
rangsang nyeri. Area hipoestesia dapat ditirntulkan benda yang lain. Stereognosia adalah kernernpuan
dengan infiltrasi anestesi lokal. untuk rnengenal bentuk benda dengan jalan rneraba
Analgesia adalah hilangnya sensasi nyeri pada rangsangan tanpa rnelihat. Topognosia adalah kernarnpuan untuk
nyeri yang normal. Secara konsep, analgesia rnerupakan rnelokalisasi ternpat dengan cara meraba. Grafestesia
kebalikan dari alodinia. adalah kemampuan untuk rnengenal huruf atau angka
yang dituliskan pada kulit dengan rnata tertutup.
Anestesia dolorosa, yaitu nyeri yang tirnbul di daerah
yang hipoestesi atau daerah yang didesensitisasi.
Kelainan Kuku
Neuralgia yaitu nyeri yang tirnbul di sepanjang di$tribusi
Jari tabuh (clubbing fingers, Hippocratic fingers), ujung jari
suatu persarafan. Neuralgia yang tirnbul di saraf sciatika
rnengernbung terrnasuk kuku yang berbentuk konveks;
PEMERIKSAAN FlSlS U M U M DAN KUUT

REFERENSI

Bates B, Bikcley LS, Hoekelman RA. A Guide to Physical


ezamination and History Taking. 6th ed. Philadelphia: JB
Lippincott ;1995.p.123-30.
Budimulja U. Morfologi dan cara membuat diagnosis. Dalam :
Quanda A, Hamzah M, Aisah S (editors). Ilmu penyakit kulit
dan kelamin. 4th ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI:2005.p.34-
42.p.
Delph MH, Manning RT. Major's physical diagnosis. An
Introduction to Clinical Process. 9th ed. Philadelphia: WB
Saunders Co; 1981.
Djuanda S. Hubungan kelainan kulit dan penyakit sistemik.
Dalam : Djuanda A, Hamzah M, Aisah S (editors). Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin. 4th ed. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI;2005.p. 318-26
Gambar 20. Tes rasa diskriminasi EpsteinO, PerkinGD, CooksonJ, de Bono DP. Clinical examination.
3rd ed. Edinburg, Mosby, 2003.
Ilyas 5. Ilmu Penyakit Mata. Ed 3 cet 2. Jakarta: Balai Penerbit
terdapat pada penyakit paru kronik, kelainan jantung FKUI; 2005.p.14-54.
Lamsey JSP, Bouloux PMG. Clinical examination of the patient.
kongenital. 1st ed. London: Buttorsworsh; 1994.
Lumbantobing SM. Neurologi Klinik. Pemeriksaan fisis dan
Koilonikia (spoon nails), kuku tipis dan cembung dengan m.enta1. Cet 7. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2005.
tepi yang mininggi; terdapat pada gangguan metabolisme Talley N, O'Comor S. Pocket Clinical Examination. 2nd ed. NSW,
besi, sindrom Plummer Vinsen. Elsevier Australia 2004.
Ramli M. Kanker Payudara. Dalam: Reksoprodjo S et a1 (eds).
Onikauksis, kuku menebal tanpa kelainan bentuk; terdapat Kumpulan kuliah ilmu bedah. Jakarta: Bagan Bedah FKUI/
pada akromegali, psoriasis. E C M , Jakarta; 1995.p.342-63.
Soepardiman L. Kelainan rambut. Dalam: Quanda A, Hamzah
Onikogrifosis, kuku berubah bentuk, menebal seperti M, Aisah S (eds). Ilmu penyakit kulit dan kelarnin. 4th ed.
cakar, biasanya disebabkan pemotongan kuku yang tidak JAarta: Balai Penerbit FKUI;2005p.301-11.
Soepardiman L. Kelainan kuku. Dalam : Quanda A, Hamzah M,
teratur. Aisah S (eds).Ilmu penyakit kulit dan kelamin. 4th ed. Jakarta
:Falai Penerbit FKUI; 2005.p.312-7.
Anonikia, yaitu tidak tumbuhnya kuku, biasanya Supardi EA. Pemeriksaan telinga, hidung dan tenggorok. Dalam:
berhubungan dengan kelainan kongenital, iktiosis, infeksi Saepardi EA, Iskandar N (eds). Buku ajar ilmu kesehatan
berat dan fenomena Raynaud. telinga, hidung, tenggorok, kepala, leher. 5th ed. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI; 2004.p.1-8.
Onikoatrofi, yaitu kuku menjadi tipis dan lebih kecil; Supartondo, Sulaiman A. Abdurrachman N, Hadiarto,
biasanya berhubungan dengan kelainan vaskular, Eendarwanto. Perut. Dalam: Sukaton U editor. Petunjuk
tentang riwayat penyakit dan pemeriksaan jasmani. Jakarta.
epidermolisis bulosa dan liken planus. B+gian Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Cetakan ke 2.1986.
Wahidiyat I, Matondang C, Sastroasmoro S. Diagnosis fisis pada
Onikolisis, yaitu terpisahnya kuku dari dasarnya, terutama anak. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI, Jakarta, 1989.
bagian distal dan lateral; biasanya berhubungan dengan
infeksi jamur, trauma atau zat kimia. Bila disebabkan oleh
infeksi Pseudomonas aeruginosa, maka warna kuku akan
berubah menjadi hijau.
Pakionikia, yaitu penebalan lempeng kuku; biasanya
berhubungan dengan hiperkeratosis dasar kuku.
Kuku psoriasis, yaitu kelainan kuku pada pasien psoriasis
yang ditandai oleh warna kuku yang menjadi putih
(leukonikia) dan adanya terowongan dan cekungan
transversal (Beau's line) yang berjalan dari lunula ke arah
distal sesuai dengan pertumbuhan kuku.
Paronikia, yaitu reaksi inflamasi yang meliputi lipatan kulit
di sekitar kuku; biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri
atau jamur.
Onikomikosis, yaitu infeksi jamur pada kuku.
PEMERIKSAAN TORAKS DAN PARU
Cleopas Martin Rumende

PENDAHULUAN abnormal. Dalam keadaan abnormal penyebab tersering


adalah infeksi virus yang umumnya bersifat akut dan
Walaupun teknologi kedokteran sudah sangat maju, namun self-limiting. Batuk berfungsi untuk mengeluarkan sekret
anamnesis yang baik dan pemeriksaan fisis yang sist~matis dan partikel-partikel pada faring dan saluran napas. Batuk
masih sangat diperlukan dalam mendiagnosis kelainan biasanya merupakan suatu refleks sehingga bersifat
sistem respirasi. Banyak gangguan sistem pernapasai yang involunter, namun dapatjuga bersifat volunter. Batuk yang
dapat ditegakkan diagnosisnya berdasarkan anamnesis involunter merupakan gerakan refleks yang dicetuskan
dan pemeriksaan fisik yang baik serta pemeriksaan foto karena adanya rangsangan pada reseptor sensorik mulai
toraks dan pemeriksaan fungsi ventilasi yang sederhana. dari farings hingga alveoli.
Keluhan yang sering didapatkan pada penyak t paru Bunyi suara batuk dan keadaan-keadaan yang
dan saluran napas antara lain: batuk, banyak dahak, batuk menyertainya dapat membantu dalam menegakkan
darah, sakit dada, sesak napas, napas berbunyi, serta diagnosis. Batuk ringan yang bersifat non-explosive
keluhan umum lainnya seperti demam, keringat nalam, disertai dengan suara parau dapat terjadi pada pasien
dan berat badan menurun. dengan kelemahan otot-otot pernapasan, kanker paru
Semua keluhan tersebut dapatjuga terjadi walaupun dan aneurisma aorta torakalis yang mengenai nervus
tidak ada gangguan pada sistem pernapasan misalnya rekuren laringeus kiri sehingga terjadi paralisis pita suara.
pada infark miokard akut dengan komplikasi ederha paru Pasien dengan obstruksi saluran napas yang berat (asma
didapatkan keluhan sakit dada, sesak napas dan napas dan PPOK) sering mengalami batuk yang berkepanjangan
berbunyi. Pada diabetes dengan komplikasi ketoasidosis disertai dengan napas berbunyi, dan kadang-kadang
didapatkan adanya sesak napas dan berat badan yang bisa sampai sinkope akibat adanya peningkatan tekanan
menurun. Beberapa penyakit saluran napas (misalnya intratorakal yang menetap sehingga menyebabkan
pneumonia, asma, PPOK dan bronkiektasis) dapat gangguan aliran balik vena dan penurunan curahjantung.
menimbulkan gejala yang hampir sama yaitu 3atuk, Batuk akibat adanya inflamasi, infeksi dan tumor pada
berdahak dan sesak napas, namun masing-masing keluhan laring umumnya bersifat keras, membentak dan nyeri
tersebut menunjukkan karakterisitik yang berbeda. serta dapat disertai dengan suara parau dan stridor. Batuk
Karena itu tidaklah cukup bila hanya menanyakan ada yang disetai dengan dahak yang banyak namun sulit untuk
atau tidak adanya keluhan, dan setiap keluhan tersebut dikeluarkan umumnya didapatkan pada bronkiektasis.
perlu diuraikan secara rinci mengenai awal mula keluhan, Batuk dengan dahak yang persisten tiap pagi hari pada
lamanya, progresivitas, faktor yang memperberat atau seorang perokok merupakan keluhan khas bronkitis
memperingan serta hubungannya dengan keluhan- kronik. Batuk kering (non-produktif) disertai nyeri dada
keluhan lain. daerah sternum dapat terjadi akibat trakeitis. Batuk pada
malam hari yang menyebabkan gangguan tidur dapat
terjadi akibat asma. Batuk dapat disebabkan oleh adanya
BATUK occult gastro-oesophageal reflux da n sinusitis kronik yang
disertai dengan post-nasal drip dan umumnya timbul pada
Batuk bisa merupakan suatu keadaan yang normal atau siang hari. Penggunaan ACE inhibitor untuk pengobatan
PEMERIKSAAN TORAKS DAN PARU

hipertensi dan gagal jantung dapat menyebabkan enzyme verdoperoxidase. Pada pneumococcal pneumonia
batuk kering khususnya pada perempuan. Keadaan ini stad~umawal dapat diternukan sputum yang berwarna
disebabkan karena adanya bradikinin dan substance-P coklat kernerahan akibat adanya inflamasi parenkirn paru
yang norrnalnya didegradasi oleh angiotensin-converting yanc rnelalui fase hepatisasi rnerah. ~ u s(Blood-stained
t ~
enzyme. Batuk yang timbul pada saat dan setelah menelan sputum) menunjukan adanya hemoglobin/sel eritrosit.
cairan menunjukkan adanya gangguan neuromuskular Sputum yang berbusa dengan bercak darah yang difus
orofaring. Paparan dengan debu dan asap di lingkungan dapat terjadi pada edema paru akut (gambar 1).
kerja dapat menyebabkan batuk kronik yang berkurang Bau sputum. Sputum yang berbau busuk rnenunjukkan
selama hari libur dan akhir pekan.

SPUTUM (DAHAK)

Ada 4 jenis sputum yang rnempunyai karakteristik yang


berbeda :
Serous : - Jernih dan encer, pada edema paru
akut.
- Berbusa, kernerahan, pada alveolar
celi cancer.
Mukoid : - Jernih keabu-abuan, pada bronkitis
kronik.
- Putih kental, pada asrna.
Purulen : - Kuning, pada pneumonia,
- Kehijauan, pada bronkiektasis, abses
paru. Gambar 1. Berbagai rnacam warna sputum. (A) Putih.(B)
Rusty (Blood-stained): Kuning tua/coklat/rnerah-kecokla- Kuning.(C) Hijau.(D) Rusty (merah kecoklatan).
tan seperti warna karat, pada Pneumococcal pneumonia
dan edema paru. adanya infeksi oleh kuman-kurnan anaerob dan dapat
terjadi pada bronkiektasis dengan infeksi sekunder, abses
Hal-ha1 yang perlu ditanyakan lebih lanjut mengenai
paru dan empierna.
sputum adalah:
Solid material. Pada asma dan allergic broncho
Jumlah. Produksi sputum purulen yang banyak dan pulmonary aspergillosis dapat terjadi akumulasi sekret
dipengaruhi posisi tubuh khas untuk bronkiektasis. Produksi yang kental pada saluran napas. Bila sekret ini dibatukkan
sputum purulen dalam jumlah besar yang mendadak pada keluar akan tarnpak struktur yang rnenyerupai cacing yang
suatu episode rnenunjukan adanya ruptur abses paru atau merupakan cetakan bronkus.
empiema ke dalam bronkus. Sputum encer dan banyak yang
disertai dengan bercak kernerahan pada pasien dengan
sesak napas rnendadak menunjukan adanya edema paru. BATLIK DARAH
Sputum yang encer dan banyak bisa juga didapatkan pada
alveolar cell cancer. Batuk darah (hemoptisis) terjadi karena adanya darah
Warna. Warna sputum dapat membantu dalam yang dikeluarkan pada saat batuk yang berasal dari
menentukan kemungkinan penyebab penyakit. Sputum saluran napas bagian bawah. Batuk darah dapat bervariasi
yang jernih atau mukoid selain didapatkan pada PPOK jurnlshnya rnulai dari blood-streakedsputum hingga batuk
(tanpa infeksi) bisa juga diternukan akibat adanya inhalasi darah masif. Hemoptisis dengan sputum purulen dapat
zat iritan. Sputum kekuningan bisa didapatkan pada terjadi pada bronkiektasis terinfeksi. Batuk darah rnasif
infeksi saluran napas bawah akut (karena adanya neutrofil yanc potensial fatal sering didapatkan pada bronkiektasis,
aktif), danjuga pada asma (karena mengandung eosinofil). tubeckulosis dan kanker paru.
Sputum kehijauan yang rnengandung neutrofil yang rnati
didapatkan pada bronkiektasis dan dapat mernbentuk 3
lapisan yang khas yaitu lapisan atas yang rnukoid, lapisan SAKIT DADA
tengah yang encer dan lapisan bawah yang purulen
Sputum purulen biasanya berwarna kehijauan karena Sakitdada dapat berasal dari dinding dada, pleura dan
adanya sel-sel neutrofil yang lisis serta produk hasil organ-organ mediastinurn. Paru mendapatkan persarafan
katabolisrnenya akibat adanya enzirn green-pigmented otonom secara eksklusif sehingga tidak dapat rnenjadi
156 ILMU DIAGNOSTIK FISIS

sumber nyeri dada. Nyeri dada harus diuraikan secara rinci menyebabkan nyeri sentral yang menyerupai iskemik
yang mencakup lokasi nyeri serta penyebarannya, awal miokard.
mula keluhan, derajat nyeri, faktor yang memperberat/
meringankan misalnya efek terhadap pernapasan dan
pergerakan. SESAK NAPAS
Sakit dada dapat berasal dari nyeri dinding dada, nyeri
pleura dan nyeri mediastinum. Orang yang sehat dalarn keadaan normal tidak rnenyadari
akan pernapasannya. Sesak napas (dispnea) rnerupakan
Nyeri Pleura keluhan subyektif yang tirnbul bila ada perasaan tidak
Karakteristik nyeri pleura yaitu bersifat tajarn, rnenusuk dan nyarnan rnaupun gangguan atau kesulitan lainnya saat
sernakin berat bila menarik napas atau batuk. Iritasi pleura bernapas yang tidak sebanding dengan tingkat aktivitas.
parietal pada daerah 6 iga bagian atas dirasakan sebagai nyeri Rasa sesak napas ini kadang-kadang diutarakan pasien
yang terlokalisir, sedangkan iritasi pada pleura parietal yang sebagai kesulitan untuk rnendapatkan udara segar, rasa
meliputi diafragma yang dipersarafi oleh nervus prenikus terengah-engah atau kelelahan.
dirasakan sebagai nyeri yang menjalar ke leher atau puncak Saat anamnesis mengenai sesak napas ini harus
bahu. Enam nervus interkostalis bagian bawah mernpersarafi ditanyakan rnengenai awal rnula keluhan, larnanya,
pleura parietal bagian bawah dan lapisan luar diafragarna progresivitas, variabilitas, derajat beratnya, faktor-faktor
sehingga nyeri pada daerah ini dapat menjalar ke abdomen yang rnernperberat/mernperingan dan keluhan yang
bagian atas. berkaitan lainnya. Tentukan apakah sesak napas terjadi
secara rnendadak dan semakin rnernberat dalarn waktu
Nyeri Dinding Dada beberapa rnenit (rnisalnya akibat pneurnotoraks ventil,
Nyeri pada dinding dada dapat terjadi akibat adanya emboli paru rnasif, asrna, aspirasi benda asing), atau
gangguan pada saluran napas rnaupun kelainan pada terjadi secara bertahap dan sernakin rnernberat secara
rnuskuloskeletal. Tidak jarang pasien dengan batuk progresif dalarn waktu beberapa jam atau hari (akibat
atau sesak napas yang kronik (pasien asrna dan PPOK) pneumonia, asrna, PPOK eksaserbasi akut) atau bahkan
mengalarni rasa nyeri yang difus. Ada beberapa gejala rnernberat dalam waktu beberapa rninggu, bulan atau
yang dapat mernbedakan antara nyeri pleura dan nyeri tahun (akibat efusi pleura, PPOK, TB paru ,anemia,
dada. Nyeri yang tirnbul mendadak dan terlokalisir setelah gangguan otot-otot pernapasan). Sesak napas akibat
mengalarni batuk-batuk yang hebat atau trauma langsung gangguan psikis seringkali timbul rnendadak dirnana
menunjukan adanya injuri pada otot-otot interkostal pasien mengeluh tidak dapat menghirup cukup udara,
ataupun fraktur iga. Herpes zoster dan kornpresi pada sehingga harus rnenarik napas dalam. Keluhan sesak
radiks nervus interkostalis dapat rnenyebabkan nyeri dada ini dapat disertai dengan keluhan lainnya seperti
pada daerah yang sesuai dengan distribusi derrnatorn. pusing, kesernutan pada jari-jari dan sekitar mulut,
Nyeri dada akibat kanker paru, mesoteliorna dan rnetastase dada rasa penuh dan walaupun jarang dapat disertai
pada tulang urnurnnya bersifat turnpul, iritatif, tidak sinkop.
berhubungan dengan pernapasan dan sernakin memberat Keadaan atau aktivitas apa yang dapat menimbulkan
secara progresif. Nyeri akibat Pancoast tumor pada apeks sesak perlu diketahui, karena dapat mernberi petunjuk
paru akibat erosi pada iga 1sering kali menjalar ke lengan akan kernungkinan penyebabnya. Sesak saat berbaring
bagian medial akibat adanya invasi pada radiks pleksus (ortopnea) seringkali didapatkan pada pasien dengan
brakhialis bagian bawah. gagal jantung kiri dan pasien dengan kelelahan otot-
otot pernapasan akibat keterlibatan diafragrna. Narnun
dernikian ortopnea ini dapat juga terjadi pada sernua
Nyeri Mediastinurn
peyakit paru yang berat. Sesak yang menyebabkan pasien
Nyeri rnediastinurn rnempunyai ciri-ciri yaitu bersifat
terbangun pada rnalarn hari rnerupakan gejala khas asrna
sentral atau retrostrenal serta tidak berkaitan dengan
dan gagal jantung kiri. Pasien asma urnurnya terbangun
pernapasan ataupun batuk. Narnun dernikian nyeriyang
di antara jam 03.00-05.00 dan disertai dengan rnengi.
berasal dari trakea dan bronkus akibat infeksi rnaupun Sesak napas yang berkurang pada setiap akhir pekan atau
iritasi oleh debu-debu iritan dapat dirasakan sebagai pada saat hari libur rnenunjukan kernungkinan adanya
rasa panas pada daerah retrosternal, yang semakin berat asrna akibat kerja. Pada asma perlu ditanyakan adanya
bila pasien batuk. Nyeri turnpul yang bersifat progresif paparan dengan alergen atau iritan yang kemungkinan
sehingga mengganggu tidur dapat terjadi akibat adanya sebagai pencetus sesak napas. Derajat beratnya sesak
keganasan pada kelenjar getah bening rnediastinum napas harus ditentukan berdasarkan kaitannnya dengan
atau akibat tirnorna. Trornboernboli paru masif yang aktivitas sehari-hari.
rnenyebabkan peningkatan tekanan ventrikel kanan dapat
PEMERIKSAAN TORAKS DAN PARU

NAPAS BERBUNYI (WHEEZING, MENGI)


I Angulus Lekuk
supra-sternal
I
Wheezing atau mengi adalah adalah bunyi siulan yang
1 sternalis
Iga 2
bernada tinggi yang terjadi akibat aliran udara yang melalui
saluran napas yang sempit. Umumnya wheezing terjadi pada
saat ekspirasi, namun pada keadaan yang berat dapat ter-
dengar baik pada ekspirasi maupun inspirasi. Pasien sering
menggambarkan wheezing sebagai bunyi yang mendesir
akibat adanya sekret pada saluran napas atas. Wheezing yang
timbul pada saat melakukanaktivitas merupakan gejala yang
sering didapatkan pada pasien asma dan PPOK. Wheezing
yang menyebabkan pasien terbangun pada malam hari
didapatkan pada asma sedangkan wheezing yang timbul
pada saat bangun pagi didapatkan pada PPOK. I Processus Processus
I spinosus ~7 spyosus TI I
PEMERIKSAAN FISIK PARU

Agar dapat melakukan pemeriksaan fisik paru dengan


baik perlu dipelajari mengenai anatomi dinding dada dan Angulus
rior scapula
paru (gambar 2).

Manubriurnsterni Lekuk supra strenal


Angulus sternalis Ludovici
Iga 2

Garnbar 3. Dinding dada bagian anterior (A) dan


posterior (B)
Sela iga 2
Rawan iga 2
iga maka payudara harus disingkirkan kearah lateral.
Costochondraljunction Perhazikan bahwa tujuh rawan iga pertama melekat pada
sternum sedangkan rawan iga ke- 8, 9 dan 10 melekat
Angulus costae
pada rawan iga yang berada di atasnya. Iga ke 11dan 12
yang nerupakan iga melayang bagian anteriornya tidak
Garnbar 2. Anatomi dinding dada dan paru mengadakan perlekatan. Ujung rawan iga 11 biasanya
dapat di raba pada daerah lateral, sedangkan ujung iga
Menentukan Lokasi pada Dinding Dada 12 pada daerah posterior.
Lokasi kelainan pada dada dapat ditentukan dalam 2 Untuk menentukan lokasi kelainan pada dada bagian
dimensi yaitu sepanjang aksis vertikal dan sepanjang posterior dapat dilakukan beberapa cara yaitu: 1). Cara yang
lingkar dada. umum dilakukan yaitu dengan menggunakan pedoman
Penentuan lokasi bedasarkan aksis vertikal dilakukan processus vertebrae prominens (penonjolan processus spinosus
dengan menghitung sela iga. Angulus sternalis Ludovici vertebrae cervical 7). Dengan melakukan palpasi dapat
dapat digunakan sebagai pedoman dalam menghitung d i h i t u ~ gprocessus yang ada di bawahnya khususnya pada
sela iga. Untuk mengidentifikasi angulus sternalis ini tulang belakang yang lentur; 2). Untuk menentukan lokasi
pertama-tama letakkan jari pada suprasternal notch, pada dada bagian posterior yaitu dengan menggunakan
kemudian gerakan jari ke kaudal kira-kira 5 cm untuk pedornan iga ke-12 sebagai titik awal penghitungan.Letakkan
mendapatkan angulus tersebut yang merupakan jari sa ah satu tangan pada tepi bawah iga 12, kemudian ke
penonjolan (sudut) yang dibentuk oleh manubrium sterni arah kranial dihitung sela iga seperti tampak pada gambar
dan corpus sterni. Dengan menggerakanjari ke arah lateral 3. Car3 ini khususnya dapat membantu menentukan lokasi
akan didapatkan perlengketan iga ke 2 pada sternum. kelainan pada daerah dada posterior bagian bawah; 3). Cara
Selanjutnya dengan menggunakan 2 jari dapat dihitung lain yaitu dengan menggunakan angulus inferior skapula
sela iga satu persatu dengan arah oblique seperti tampak (yang biasanya terletak pada iga/sela iga 7) sebagai pedoman
pada gambar 3. Pada perempuan untuk menghitung sela dalarr penghitungan.
158 ILMU DIAGNOSTIK FISIS

Untuk menetukan lokasi di sekitar lingkar dada Garis aksilaris posterior: Garis vertikal yang melalui
digunakan beberapa garis vertikal seperti tampak pada lipat aksila posterior.
Gambar 4 dan Gambar 5 yaitu: Garis skapularis: Garis vertikal yang melalui angulus
Garis midsternal: Garis vertikal yang rrelalui inferior skapula.
pertengahan sternum. Garis vertebralis (Midspinalis): Garis vertikal yang
Garis midklavikula: Garis vertikal yang melalui melalui processus spinalis vertebrae.
pertengahan klavikula
Garis aksilaris anterior: Garis vertikal yang rnelalui Teknik Pemeriksaan
lipat aksila anterior. Pemeriksaan dada dan paru bagian depan dilakukan pada
Garis midaksilaris: Garis vertikal yang rnelalui puncak pasien dengan posisi berbaring terlentang, sedangkan
aksila. perneriksaan dada dan paru belakang pada pasien dengan
posisi duduk. Pada saat pasien duduk kedua lengannya
menyilang pada dada sehingga kedua tangan dapat
diletakkan pada masing-masing bahu secara kontralateral.
Dengan cara ini kedua skapula akan bergeser ke arah
lateral sehingga dapat memperluas lapangan paru yang
diperiksa. Pakaian pasien diatur sedemikian rupa sehingga
seluruh dada dapat diperiksa. Pada perempuan pada saat
rnemeriksa dada dan paru belakang maka dada bagian
depan ditutup. Pada pasien dengan keadaan umum yang
lemah bila perlu dibantu agar bisa didudukkan sehingga
dada bagian posterior dapat diperiksa. Bila ha1 ini tidak
memungkinkan maka pasien dirniringkan ke salah satu
sisi, kernudian ke sisi yang lainnya.
Sebelum melakukan perneriksaan fisik paru rnaka
dilakukan pengarnatan awal untuk rnengetahui adanya
kelainan di luar dada yang mungkin berkaitan dengan
penyakit paru. Selain itu juga diarnati apakah ada suara-
suara abnormal yang langsung terdengar tanpa bantuan
stetoskop.
Kelainan pada ekstrernitas yang berhubungan dengan
penyakit paru seperti:
Jari tabuh atau clubbing pada penyakit paru supuratif
dan kanker paru (Garnbar 6)
Sianosis perifer (pada kuku jari tangan )rnenunjukkan
Gambar 4. Garis-garis vertikal di sepanjang dinding dada hipoksemia
bagian anterior (A) dan lateral (0) Karat nikotin, pada perokok berat,
Otot-otot tangan dan lengan yang rnengecil karena
penekan; In nervus torakalis Ioleh tumor di apeks paru
(sindrorn Pancoast).

Garnbar 5. Dinding dada bagian posterior Gambar 6. Jari tabuh


PEMERIKSAAN TORAKS DAN PARU 159

Kelainan pada daerah kepala yang berkaitan dengan - Sela iga sempit, iga lebih miring, Angulus
kelainan pada paru yaitu: costae < 90
Sindrom Horner: Ptosis, miosis, enoftalmus dan Terdapat pada pasien dengan malnutrisi
anhidrosis hemifasialis - Dada emfisema (Barrel-shape):
Sianosis pada ujung lidah akibat hipoksemia. - Dada mengembang, diameter anteroposterior
lebih besar dari diameter latero-lateral.
Di samping melihat keadaan-keadaan pada gambar
- Tulang punggung melengkung (kifosis),
6, pemeriksaan hendaknya juga mendengar kelainan yang
Angulus costae >90
langsung dapat didengar tanpa bantuan alat pemeriksa, - Terdapat pada pasien dengan bronkitis
seperti:
kronis, PPOK.
Suara mengi (wheezing), suara napas seperti musik - Kifosis: Kurvatura vertebra melengkung secara
yang terdengar selama fase inspirasi dan ekspirasi
berlebihan ke arah anterior. Kelainan ini akan
karena terjadinya penyempitan jalan udara,
terlihatjelas bila pemeriksaan dilakukan dari arah
Stridor, suara napas yang mendengkur secara teratur.
lateral pasien (gambar 8 A).
Terjadi karena adanya penyumbatan daerah laring.
- Skoliosis: Kurvatura vertebra melengkung secara
Stridor dapat berupa inspiratoar atau ekspiratoar.
berlebihan ke arah lateral. Kelainan ini terlihat
Yang terbanyak adalah stridor inspiratoar, misalnya
jelas pada pemeriksaan dari posterior (gambar
pada tumor, peradangan pada trakea, atau benda c3 n\
0 D).
asing di trakea,
- Pectus excavatum: dada dengan tulang sternum
Suara serak (hoarseness), terjadi karena kelumpuhan
yang mencekung ke dalam (gambar 9 A).
pada saraf laring atau peradangan pita suara.
- Pectus carinatum (pigeon chest atau dada burung);
Setelah melakukan pengamatan awal dilakukan dada dengan tulang sternum menonjol ke depan
pemeriksaan fisik paru yang terdiri dari inspeksi, palpasi, (gambar 9 B).
perkusi dan auskultasi. 3. Frekuensi pernapasan. Frekuensi pernapasan normal
Inspeksi. Inspeksi dilakukan untuk mengetahui 14-20 kali per menit. Pernapasan kurang dari 14 kali per
adanya lesi pada dinding dada, kelainan bentuk dada,
menilai frekuensi, sifat dan pola pernapasan.
1. Kelainan dinding dada. Kelainan-kelainan yang bisa
didapatkan pada dinding dada yaitu parut bekas
operasi, pelebaran vena-vena superfisial akibat
bendungan vena, spider naevi, ginekomastia tumor,
luka operasi, retraksi otot-otot interkostal dan lain-
lain (Gambar 7).

Gambar 8. Kelainan dinding dada berupa kifosis (A) dan


skoliosis (6)

Gambar 7. Lesi pada dinding dada berupa parut bekas operasi


(A) dan pelebaran vena-vena superfisial (6).

2. Kelainan bentukdada. Dada yang normal mempunyai


diameter latero-lateral yang lebih besar dari diameter
anteroposterior.
Kelainan bentuk dada yang bisa didapatkan yaitu:
- Dada paralitikum dengan ciri-ciri:
- Dada kecil, diameter sagital pendek. Gambar 9. Pectus excavatum (A) dan Pectus carinatum (B)
I L M U DIAGNOSTIK FISIS

menit disebut bradipnea, misalnya akibat pemekaian


obat-obat narkotik, dan kelainan serebral. Perna3asan Normal
lebih dari 20 kali per menit disebut takipnea, m15alnya
pada pneumonia, ansietas, dan asidosis.
Napas Chenstokes
4. Jenis pernapasan:
- Torakal, misalnya pada pasien saklt t ~ m o r
Ekspirasi memanjang
abdomen, peritonitis umum.
- Abdominal misalnya pasien PPOK lanjut,
- Kombinasi (jenis pernapasan ini yang terbanyak). Napas obstruktif

Pada perempuan sehat umumnya pernapasan


Napas cepat dan dangkal
torakal lebih dominan dan disebut to-ako- (tak~pnea)
abdominal Sedangkan pada laki-laki sehat,
Napas =pat dan dalam
pernapasan abdominal lebih dominan dan dkebut (hiperpnealhiperventilasi)
abdomino-torakal. Keadaan ini disebabkan
bentuk anatomi dada dan perut perempuan Napas lambat
(bradipnea)
berbeda dari laki-laki. Perhatikan juga apakah
terdapat pemakaian otot-otot bantu pernapasan Sighing respiration
misalnya pada pasien tuberkulosis paru lanjut
atau PPOK. Di samping itu adakah terlihat bagian
Gambar 10. Gambaran irama pernapasan yang normal dan
dada yang tertinggal dalam pernapasan dan bila abnormal
ada, keadaan ini menunjukkan adanya gangguan
pada daerah tersebut.
- Jenis pernapasan lain yaitu pursed lips brecthing - Sighing respiration: pola pernapasan normal yang
(pernapasan seperti menghembus sesuatu diselingi oleh tarikan napas yang dalam.
melalui mulut, didapatkan pada pasien FPOK) Palpasi. Palpasi dinding dada dapat dilakukan pada
dan pernapasan cuping hidung, misalnya pada keadaan statis dan dinamis.
pasien pneumonia. 1. Palpasi dalam keadaan statis. Pemeriksaan palpasi
5. Pola Pernapasan yang dilakukan pada keadaan ini adalah sebagai
- Pernapasan normal: Irama pernapasan yang beri kut:
berlangsung secara teratur ditandai dengan - Pemeriksaan kelenjar getah bening. Kelenjar getah
adanya fase-fase inspirasi dan ekspirasi yang silih bening yang membesar di daerah supraklavikula
berganti. Pada gambar 10 dapat dilihat gam3aran dapat memberikan petunjuk adanya proses di
irama pernapasan yang normal dan abnormal. daerah paru seperti kanker paru. Perneriksaan
- Takipnea: napas cepat dan dangkal. kelenjar getah bening ini dapat diteruskan ke
- Hiperpnea/hiperventilasi: napas cepat dan dalam. daerah submandibula dan kedua aksila.
- Bradipnea: napas yang lambat. - Pemeriksaan u n t u k m e n e n t u k a n p o s i s i
- Pernapasan Cheyne Stokes: irama pernapasan mediastinum. Posisi mediastinum dapat ditentukan
yang ditandai dengan adanya periode Epnea dengan melakukan pemeriksaantrakea dan apeks
(berhentinya gerakan pernapasan) kemudian jantung.
disusul periode hiperpnea (pernapasan mula- - Pergeseran mediastinum bagian atas dapat
rnula kecll amplitudonya kemudian cepat menyebabkan deviasi trakea. Pemeriksa
membesar dan kemudian mengecil lagi).'Siklus berada di depan pasien kemudian ujung
ini terjadi berulang-ulang. Terdapat pada pasien jari telunjuk tangan kanan diletakkan pada
dengan kerusakan otak, hipoksia kronik. Hal lni suprasternal notch lalu ditekan ke arah
terjadi karena terlambatnya respons reseptor trakea secara perlahan-lahan (gambar 11
klinis rnedula otak terhadap pertukaran gas. A). Adanya deviasi trakea dapat di-ketahui
- Pernapasan Biot (Ataxicbreathing) :jenis pernapasan dengan cara meraba dan rnelihat. Pergeseran
yang tidak teratur baik dalam ha1frekuensi mLupun ringan trakea ke arah kanan bisa didapatkan
amplitudonya. Terdapat pada cedera otak. b n t u k pada orang normal. Pergeseran trakea dapat
kelainan irama pernapasan tersebut, kaldang- juga terjadi pada kelainan paru yaitu akibat
kadang dapat ditemukan pada orang normal tapi scwarte atau fibrosis pada apeks paru.
gemuk (obesitas) atau pada waktu tidur. Keadaan in1 - Jarak antara suprasternal notch dengan
biasanya merupakan pertanda yang kurang ~ a i k . kartilago krikoid normal selebar 3-4 jari.
PEMERIKSAAN TORAKS DAN PARU

(garnbar 11 B). Berkurangnya jarak ini pasien rnenarik napas dalarn kedua i b u jari
menunjukkan adanya hiperinflasi paru. Pada akan bergerak secara simetris (gambar 12).
keadaan hiperinflasi yang berat dapat terjadi Berkurangnya ekspansi dada pada salah satu
tracheal tug yaitu pergerakan jari-jari (yang sisi akan menyebabkan gerakan kedua ibu jari
ada pada trakea) ke arah inferior pada setiap menjadi tidak simetris dan ini memberikan
kali inspirasi. petunjuk adanya kelainan pada sisi tersebut.
Pemeriksaan vokal fremitus. Pemeriksaan ini
dilakukan dengan cara meletakkan kedua telapak
tangan pada permukaan dinding dada, kemudian
pasien diminta menyebutkan angka 77 atau 99,
sehingga getaran suara akan lebih jelas. Rasakan
dengan teliti getaran suara yang ditimbulkannya
(gambar 12 A dan B).

(A)

Gambar 11. Pemeriksaan trakea

- Deviasi pulsasi apeks jantung menunjukkan


adanya pergeseran mediastinum bagian
bawah. Perpindahan pulsasi apeks jantung
tanpa disertai deviasi trakea biasanya di-
sebabkan oleh pembesaran ventrikel kiri.dan
walaupun lebih jarang bisa juga didapatkan
pada skoliosis, kifoskoliosis atau pada pectus
Gambar 12. Perneriksaan palpasi paru bagian anterior (A) dan
excavatum yang berat.
posterior (B).
- Pemeriksaan palpasi selanjutnya diteruskan ke
daerah dada depan dengan jari tangan untuk
rnengetahui adanya kelainan dinding dada Pemeriksaan ini disebut tactile fremitus. Bandingkan
rnisalnya tumor, nyeri tekan pada dinding dada, tactile fremitus secara bertahap dari atas ke tengah dan
krepitasi akibat ernfiserna subkutis, dan lain- seterusnya ke bawah baik pada paru bagian depan rnaupun
lain. belakang (Gambar 13 A dan B). Pada saat pemeriksaan kedua
2. Palpasi dalam keadaan dinamis. telapak tangan harus selalu disilang secara bergantian. Hasil
Pada keadaan ini dapat dilakukan pemeriksaan pemeriksaan fremitus ini dilaporkan sebagai normal, rnelernah
untuk rnenilai ekspansi paru serta pemeriksaan vokal atau mengeras. Frernitus yang rnelernah didapatkan pada
frernitus. penyakit empierna, hidrotoraks, atelektasis. Fremitus yang
- Pemeriksaan ekspansi paru. Dalam keadaan mengeras terjadi karena adanya infiltrat pada parenkirn paru
n o r m a l kedua sisi dada harus sarna-sarna (rnisalnya pada pneumonia, tuberkulosis paru aktif).
rnengernbang selarna inspirasi biasa rnaupun
inspirasi rnaksirnal. Pengernbangan paru bagian
atas dilakukan dengan rnengamati pergerakan
kedua klavikula. Berkurangnya gerakan pada salah
satu sisi rnenunjukkan adanya kelainan pada sisi
tersebut. Untuk rnenilai pengernbangan paru
bagian bawah dilakukan perneriksaan dengan
rneletakkan kedua telapak tangan dan ibu jari
secara sirnetris pada masing-masing tepi iga,
sedangkan jari-jari lainnya rnenjulur sepanjang
sisi lateral lengkung iga. Kedua ibu jari harus
saling berdekatan atau hampir bertemu di garis
tengah dan sedikit diangkat ke atas sehingga
Gambar 13. Lokasi untuk perneriksaan vocal frernitus pada
dapat bergerak bebas saat bernapas. Pada saat dada anterior (A) dan posterior (B)
162 ILMU DIAGNOSTIK FISIS

Perkusi. Perkusi dilakukan dengan meletakkan telapak


tangan kiri pada dinding dada dengan jari-jari sedikit
meregang. Jari tengah tangan kiri tersebut ditekan ke dinding
dada sejajar dengan iga pada daerah yang akan diperkusi.
Bagian tengah falang medial tangan kiri tersebut kemudian
diketuk dengan menggunakan ujung jari tengah tangan
kanan, dengan sendi pergelangantangan sebagai penggerak
(Gambar 14). Jangan menggunakan poros siku, karerla akan
memberikan ketokanyang tidak seragam. Sifat ketokan selain
didengar, juga harus dirasakan olehjari-jari.

Gambar 15. Lokasi untuk melakukan perkusi perbandingan


dan auskultasi paru depan

sela iga ke 6. Setelah batas paru hati diketahui selanjutnya


dilakukan tes peranjakan antara inspirasi dan ekspirasi.
Pertama-tama pasien dijelaskan mengenai apa yang akan
dilakukan, kemudian letakkan 2 jari tangan kiri tepat di
bawah batas tersebut. Pasien diminta untuk menarik napas
dalam dan kemudian ditahan, sementara itu dilakukan
Gambar 14. Cara melakukan perkusi perkusi pada ke 2 jari tersebut. Dalam keadaan normal
I
akan terjadi perubahan bunyi yaitu dari yang tadinya redup
kemudian menjadi sonor kembali. Dalam keadaan normal
Berdasarkan patogenesisnya bunyi ketukan yang didapatkan peranjakan sebesar 2 jari. (Gambar 16)
terdengar dapat bermacam-macam yaitu: a). Sonor Untuk menentukan batas paru lambung dilakukan
(resonant): terjadi bila udara dalam paru (alveoli) cukup perkusi sepanjang garis aksilaris anterior kiri sampai
banyak, terdapat pada paru yang normal; b). Hipersonor didapatkan perubahan bunyi dari sonor ke timpani.
(Hiperresonant): terjadi bila udara di dalam paru/dada Biasanya didapatkan setinggi sela iga ke-8. Batas ini sangat
menjadi jauh lebih banyak, misalnya pada emfisema paru, dipengaruhi oleh isi lambung.
kavitas besar yang letaknya superfisial, pneumotoraks dan Pada paru belakang dilakukan juga pemeriksaan
bula yang besar; c). Redup (dull), bila bagian yang padat perkusi perbandingan secara zigzag seperti tampak
lebih banyak daripada udara misalnya : adanya infiltrat/ pada gambar 17. Selanjutnya untuk menentukan batas
konsolidasi akibat pneumonia, efusi pleura yang sedang. paru belakang bawah kanan dan kiri dilakukan dengan
d). Pekak (flat / stony dull ) : terdapat pada jaringan pemeriksaan perkusi sepanjang garis skapularis kanan
yang tidak mengandung udara di dalamnya, misalnya dan kiri. Dalam keadaan normal didapatkan hasil perkusi
pada tumor paru, efusi pleura masif; e). Bunyi timpani: yang sonor pada kedua paru.
terdengar pada perkusi lambung akibat getaran udara di
dalam lambung.
Pada paru bagian depan dilakukan pemeriksaan ~erkusi
perbandingan secara bergantian kiri dan kanan (jigzag).
(Gambar 15). Dalam keadaan normal didapatkan hasil perkusi
yang sonor pada kedua paru.
Pemeriksaan lain yang dilakukan pada paru iclepan
adalah perkusi untuk menentukan batas paru h # i dan
paru lambung.
Untuk menentikan batas paru hati dilakukan ~erkusi
sepapjang garis midklavikula kanan sampai didabatkan
adanya perubahan bunyi dari sonor menjadi redup.
Perubahan ini menunjukan batas antara paru den hati.
Tentukan batas tersebut dengan menghitung mulai dari
sela iga ke 2 kanan, dan umumnya didapatkan setinggi Gambar 16. Pemeriksaan peranjakan paruh hati
PEMERIKSAAN TORAKS DAN PARU

sistern trakeobronkial. Pemeriksaan auskultasi ini meliputi


pemeriksaan suara napas pokok, pemeriksaan suara napas
tambahan dan jika didapatkan adanya kelainan dilakukan
pemeriksaan untuk mendengarkan suara ucapan atau
bisikan pasien yang dihantarkan melalui dinding dada. Pola
suara napas diuraikan berdasarkan intensitas, frekuensi
serta lamanya fase inspirasi dan ekspirasi. Auskultasi
dilakukan secara berurutan dan selang seling baik pada
paru 2agian depan maupun belakang (gambar 1 5 dan
17).
Suara napas pokok yang normal terdiri dari:
V2sikular: suara napas pokok yang lembut dengan
Gambar 17. Lokasi untuk melakukan perkusi perbandingan frekuensi rendah dimana fase inspirasi langsung
dan auskultasi paru belakang diikuti dengan fase ekspirasi tanpa diselingi jeda,
dengan perbandingan 3: 1 (Gambar 19). Dapat di-
Skapula sebaiknya dikesampingkan dengan cara dengarkan pada hampir kedua lapangan paru.
meminta pasien menyilang kedua lengannya di dada. Bronkovesikular:suara napas pokok dengan intensitas
Biasanya batasnya adalah setinggi vertebrae torakalis 10 dan frekuensi yang sedang, di mana fase ekspirasi
untuk paru kiri sedangkan paru kanan 1jari lebih tinggi. menjadi lebih panjang sehingga hampir menyamai
Daerah aksila dapat diperkusi dengan cara meminta fase inspirasi dan diantaranya kadang - kadang dapat
pasien mengangkat tangannya ke atas kepala. Pemeriksa djselingi jeda. Dalam keadaan normal bisa didapatkan
menaruh jari-jari tangan setinggi mungkin di aksila pasien pada dinding anterior setinggi sela iga 1dan 2 serta
untuk diperkusi. Perkusi pada daerah Kronig yaitu daerah h e r a h interskapula.
supraskapula seluas 3 sampai 4 jari di pundak. Perkusi di
daerah ini sonor. Hilangnya bunyi sonor pada daerah ini
menunjukkan adanya kelainan pada apeks paru, misalnya
tumor paru, tuberkulosis paru.
B ~ l aada cairan pleura yang cukup banyak akan
didapatkan Garis Ellis Damoiseau yaitu garis lengkung
konveks dengan puncak pada garis aksilaris media.
Selain itu bisa didapatkan adanya segitiga Garland dan
segitiga Grocco. Segitiga Garland: daerah timpani yang
dibatasi oleh ver-tebra torakalis, garis Ellis Damoiseau
dan garis horizontal yang melalui puncak cairan. Segitiga
Grocco: daerah redup kontralateral yang dibatasi oleh
garis vertebra, perpanjangan garis Ellis Damoiseau ke
kontralateral dan batas paru belakang bawah. gambar
18). I I I
Auskultasi. Auskultasi merupakan pemeriksaan Gambar 19. Gambaran skematis suara napasvesikular (A) dan
yang paling penting dalam menilai aliran udara melalui bronkial (B). perhatikan adanya jeda antara fase inspirasi dan
fase ekspirasi.

Eronkial: suara napas pokok yang keras dan


terfrekuensi tinggi, dimana fase ekspirasi menjadi
lebih panjang dari fase inspirasi dan diantaranya
ciselingi jeda. Terjadi perubahan kualitas suara
sehingga terdengar seperti tiupan dalam tabung
(Gambar 19). Dalam keadaan normal dapat didengar
pada daerah manubrium sterni.
Trakeal: suara napas yang sangat keras dan kasar,
Gambar 18. Segitiga Garland dan Grocco (A) serta garis Ellis dapat didengarkan pada daerah trakea.
Damoiseau (B) Amforik: suara napas yang didapatkan bila terdapat
164 ILMU DIAGNOSTIK FISIS

kavitas besar yang letaknya perifer dan berhubungan Bunyi gesekan pleura (Pleural friction rub): Terjadi
dengan bronkus, terdengar seperti tiupan dalam karena pleura parietal dan viseral yang meradang
botol kosong. saling bergesekan satu dengan yang lainnya. Pleura
yang ,meradang akan menebal atau menjadi kasar.
Dalam keadaan normal suara napas vesikular yang
Bunyi gesekan ini terdengar pada akhir inspirasi dan
berasal dari alveoli dapat didengar pada hampir seluruh
awal ekspirasi.
lapangan paru. Sebaliknya suara napas bronkial tidak akan
Hippocrotes succussion:suara cairan pada rongga dada
terdengar karena getaran suara yang berasal dari bronkus
yang terdengar bila pasien digoyang-goyangkan.
tersebut tidak dapat dihantarkan ke dinding dada karena
Biasanya didapatkan pada pasien dengan hidro-
dihambat oleh udara yang terdapat di dalam alveoli. Dalam
pneumotoraks.
keadaan abnormal misalnya pneumonia dimana alveoli
Pneumothorax click: Bunyi yang bersifat ritmik dan
terisi infiltrat maka udara di dalamnya akan berkurang atau
sinkron dengan saat kontraksi jantung, terjadi bila
menghilang. Infiltrat yang merupakan penghantar getaran
didapatkan adanya udara di antara kedua lapisan
suara yang baik akan menghantarkan suara bronkial
pleura yang menyelimuti jantung.
sampai ke dinding dada sehingga dapat terdengar sebagai
suara napas bronkovesikuler (bila hanya sebagian alveoli
yang terisi infiltrat) atau bronkial (bila seluruh alveo i terisi
Bunyi Hantaran Suara
Bila pada pemeriksaan auskultasi didapatkan adanya
infiltrat) (Gambar 20).
bising napas bronkovesikuler atau bronkial, maka
pemeriksaan dilanjutkan untuk menilai hantaran bunyi
suara. Stetoskop diletakkan pada dinding dada secara
simetris, kemudian pasien diminta untuk mengucapkan
sernbilan puluh sembilan. Dalam keadaan normal suara
yang dihantarkan ke dinding dada tersebut akan menjadi
tidak jelas. Bila suara yang terdengar menjadi lebih jelas
dan keras disebut bronkoponi. Pemeriksaan dengan cara
ini disebut pemeriksaan auditory fremitus.
Pasien diminta juga untuk mengucapkan "ee': dimana
I Vesikular ~ronkavdikular Bronkial dalam keadaan normal akan terdengar suara E panjang
Gambar 20. Suara napas pokok dalam keadaan norrral dan yang halus. Bila suara "ee" terdengar sebagai "ay" maka
abnormal perubahan "En menjadi "A'' ini disebut egofoni, rnisalnya
pada pneumonia. Pasien kemudian diminta untuk berbisik
Suara napas tambahan terdiri dari: dengan mengucapkan kata sembilan puluh sembilan.
Ronki basah (crackles atau rules): Suara napas yang Dalam keadaan normal suara berbisik itu terdengar
terputus-putus, bersifat nonmusical, dan bissanya halus dan tidakjelas. Bila suara berbisik tersebut menjadi
terdengar pada saat inspirasi akibat udara yang semakin jelas dan keras disebut whispered pectoriloquy
melewati cairan dalam saluran napas. Ronki basah (Gambar 21).
lebih lanjut dibagi menjadi ronki basah h a l ~ sdan
kasar tergantung besarnya bronkus yang terkena.
Ronki basah halus terjadi karena adanya cairan pada
bronkiolus, sedangkan yang lebih halus lagi terasal
dari alveoli yang sering disebut krepitasi, ak~bat
terbukanya alveoli pada akhir inspirasi. Krepitasi
terutama dapat didengar fibrosis paru. Sifat ronki
basah ini dapat bersifat nyaring (bila ada infiltrat
misalnya pada pneumonia) ataupun tidak nyaring
(pada edema paru).
Ronki kering: Suara napas kontinyu, yang bsrsifat
musical, dengan frekuensi yang relatif rendah, yerjadi
karena udara mengalir melalui saluran napaz yang (A) (B)

menyempit, misalnya akibat adanya sekret yang tental. Gambar 21. A. Paru yang normal. B. Paru yang rnengalarni
pneumonia di rnana seluruh udara dalarn alveoli pada paru
Wheezing adalah ronki kering yang frekuensinya tinggi bagian atas rnenghilang akibat terisi oleh inflitrat sehingga
dan panjang yang biasanya terdengar pada serangan bisa didapatkan adanya bronkofoni, egofoni dan whispered
asma. pectoriloquy
PEMERIKSAAN TORAKS DAN PARU 165

REFERENSI

Bahar A, Suwondo A. Pemeriksaan fisis paru. Dalam: Markum


HMS, ed. Penuntun anamnesis d m pemeriksaan fisis. Ja-
karta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyalat Dalam
FKUI;2005.p.103-23.
Bickley L, Szilagyi P. Bates B. Guide to Physical Examination and
History Taking; St"ed.Tokyo : Lippincott Willams & Willkms;
2003.p. 209-43.
Devereux G, Douglas G. The Respiratory System. In: Douglas G,
Nicol F, Robertson C, ed. Macleod's Clinical Examination; l l U '
ed. Toronto: Elsevier Churchill Livingstone; 2005.124-52.p.
Hanley ME. The History & Physical Examination in Pulmonary
Medicine. Dalam: Hanley ME, Welsh CH, ed. Current
Diagnosis & Treatment in Pulmonary Medicine; Toronto:
Lange Medical Books/McGraw-Hill; 2003.p. 16-25.
Irwin RS. Symptoms of respiratory disease. ACCP Pulmonary
Bord Review 2003; Northbrook: 2003.p. 327-54.
PEMERIKSAAN JANTUNG
Simon Salim, Lukman H. IYakmun

PENDAHULUAN penilaian 1-10?


Apakah rasa nyeri menjalar ke leher, bahu, punggung,
Pemeriksaan kardiovaskular biasanya dilakukan karena atau turun ke tangan?
berbagai alasan, antara lain1: Apakah ada gejala penyerta seperti sesak napas,
1. Untuk mengonfirmasi dan menilai adanya kecurigaan berkeringat, palpitasi, atau mual?
penyakit atau lesi pada jantung. Apakah rasa nyerinya sampai membangunkan waktu
2. Adanya penemuan abnormal di jantung dalam pemer- malam?
iksaan fisik (seperti murmur) atau hasil laboratorium Apakah yang biasanya dilakukan untuk membuat rasa
(seperti hasil EKG, rontgen toraks, atau ekokardiogram nyerinya berkurang?
yang abnormal).
3. Adanya gejala pada jantung (seperti dispneu, nyeri Berdebar-Debar
dada, atau sinkop). Apakah anda menyadari detakjantung anda? Seperti
apa? (minta pasien untuk mengetuk-ngetuk sesuai
irama dengan jarinya)
ANAMNESIS Apakah detakjantung anda cepat atau lambat?Teratur
atau tidak? Berapa lama?
Anamnesis memiliki peranan penting dalam mendiagnosis Jika terdapat episode detak jantung yang terasa
penyakit kardiovaskular. Banyak gejala dapat bersumber cepat, apakah mulai dan berhenti secara tiba-tiba
dari kelainan kardiovaskular, seperti nyeri dada, be-debar- atau bertahap?
debar, sesak napas yang dipicu oleh aktivitas fisik,
orthopneu, paroxysmal nocturnal dyspnea (PND), dan Sesak napas
kaki bengkak (edema).2 Keluhan lain yang bi3sanya Adakah anda merasa sesak saat beraktivitas?Seberapa
juga dirasakan oleh pasien antara lain sinkop, fatigue berat aktivitas yang menimbulkan rasa sesak?
(kelelahan), kebiruan, dan sianosk3 (dyspnea on effort)
Pertanyaan pada anamnesis sebaiknya membantu Apakah anda dapat tidur telentang tanpa merasa
mengarahkan kepada diagnosis tertentu, sehingga sesak? Jika tidak, biasanya berapa bantal yang anda
gejala yang ditanyakan sebaiknya bersifat spesifik. gunakan saat tidur? (orthopneu)
Contoh pertanyaan yang dapat digunakan untuk sistem Apakah anda pernah terbangun di malam hari karena
kardiovaskular antara lair^:^,^ sesak? Apakah disertai mengi atau batuk? (PND)

Nyeri Dada Edema


Apakah anda merasa nyeri atau perasaan tidak nyaman Apakah anda pernah mengalami bengkak di perge-
di bagian dada? langan kaki? Kapan terjadinya? Apakah memburuk
Apakah nyerinya berhubungan dengan aktivitas? saat pagi atau malam?Apakah anda memakai sepatu
Aktivitas seperti apa yang memicu nyeri? terlalu sempit?
Seberapa intens nyeri yang dirasakan jika diberikan Apakah anda bengkak di bagian tubuh lainnya?
PEMERIKSAAN JANTUNG 167

Keluhan Lainnya
Apakah anda pernah rnengalarni pingsan/gelap rnata
tanpa ada gejala pendahulu (tiba-tiba)? (serangan
stokes adarn)
Apakah anda pernah mengalarni pingsan/gelap rnata
saat aktivitas? (AS berat/kardiorniopati hipertropi)
Apakah ada rasa nyeri di daerah tungkai bawah saat
aktivitas? (klaudikasio)
Apakah tangan atau kaki anda terasa dingin atau
biru? (sianosis)
Apakah anda pernah dikatakan menderita demarn
rernatik, serangan jantung, atau tekanan darah
tinggi?
Gambar 1. Posisijantungs

PEMERIKSAAN FISIS
s rnidklavikula
Pada saat rnelakukan perneriksaan fisis kardiovaskular,
pengetahuan rnengenai anatomi dan fisiologi jantung
,
Batas atas
serta sistern pernbuluh darah harus diketahui dengan baik. I

Bagian-bagian jantung beserta posisi dari sernua katup LBatas kiri


jantung harus diingat dengan benar.
Dua pertiga bagian jantung terletak di rongga dada
kiri dan sepertiga sisanya terletak di sebelah kanan. Di Batas bawah
bagian bawah berbatasan langsung dengan diafragrna
dan di bagian atas terdapat vena kava superior, aorta
ascendens, dan arteri pulmonalis dengan percabangan
Gambar 2. Batas-batasjantung secara skernatis
kiri dan kanan. Sisi kanan jantung dibentuk oleh atrium
kanan, sedangkan sisi kiri dibentuk oleh sebagian besar
ventrikel kiri dan sisanya oleh atrium kiri. Atrium kiri Suprasternal notch, terletak di puncak sternum dan
dan ventrikel kiri dibatasi oleh pinggang jantung. Basis dapat dirasakan sebagai bagian terendah di dasar
jantung mengarah ke superior dan posterior, setinggi iga leher.
ke 3 sebelah kanan. Sedangkan apeks jantung terletak di Sternomanubrial angle, merupakan tulang yang
bagian anterior setinggi sela iga ke-5 bagian medial dari rnenonjol yang terletak kira-kira 5 crn di bawah
garis midklavikular sebelah kiri (Garnbar 1).5,6Batas-batas sqprasternal notch. Titik ini disebut juga angle of Louis.
jantung dijelaskan sebagai berikut5-' (Gambar 2): Jika pemeriksa rnenggerakkanjarinya ke arah lateral,
Batas atas jantung: dimulai dari batas bawah tulang maka iga terdekat adalah iga ke 2 dan di bawahnya
rawan iga ke-2 sebelah kiri ke batas atas tulang rawan terdapat sela iga ke 2.
iga ke-2 sebelah kanan. Garis midsternal rnerupakan garis yang precise,
Batas bawah jantung: dimulai dari tulang rawan iga dibentuk oleh garis tengah yang ditarik mulai dari
ke 6 kanan hingga ke apeks jantung di sela iga ke-5 rnanubriurn sternum hingga processus xyphoideus.
garis midklavikula kiri. Garis midclavicular merupakan garis yang ditarik
Batas kanan dan kiri jantung: rnengikuti garis yang secara vertikal dari titik tengah klavikula dan ter-
rnenghubungkan ujung kiri dan kanan batas atas dan diri atas garis midclavicular kiri dan kanan. Untuk
bawah jantung. Batas kanan dan kiri jantung disebut menentukannya adalah dengan rneraba keseluruhan
juga batas pulrnonal. tulang klavikula, kemudian tentukan titik tengahnya.
Dalam rnelakukan perneriksaan fisik jantung secara Dari titik tengah ini ditarik garis lurus ke kaudal.
akurat, pemeriksa harus memahami topografi dinding Biasanya pada pria normal garis midclavicula ini
jantung dengan rnenggunakan patokan berupa garis-garis melewati papila rnamrnae.
dan titik-titik tertentu. Patokan yang digunakan adalah Garis aksila anterior adalah garis yang ditarik secara
sebagai b e r i k ~ t ~ ~ ( G a r n3):
bar vertikal dari lipatan aksila anterior (rnassa otot yang
Sternum rnernbatasi aksila).
Klavikula Garis aksila posterior adalah garis yang ditarik secara
ILMU DIAGNOSTIK FISIS

vertikal dari lipatan aksila anterior (massa otot yang atau hipertensi sistemik bisa mengalami sleep apnea
membatasi aksila). syndrome yang ditandai dengan sering tidurnya pasien
Garis midaksila adalah garis yang ditarik dari puncak saat dianamnesis.
aksila, paralel dengan garis midsternal, dan berada
di tengah antara garis aksila anterior dan garis aksila Tinggi badan
posterior. Pasien dengan sindrom Marfan biasanya memiliki
Secara umum, pemeriksaan jantung meliputiL3: regurgitasi aorta, aneurisma diseksi aorta, dan prolaps
Keadaan umum: kesadaran, tinggi badan, berat,badan, katup mitral. Ciri-ciri pasien dengan sindrom Marfan
dan inspeksi pasien. adalah: postur tinggi kurus, dengan panjang rentangan
Tanda-tanda vital: tekanan darah dan denyut arteri. tangannya melebihi tingginya, ectopia lentis (pergeseran
Penilaianjugular venous pulse atau malposisi lensa mata), jari tangan yang panjang
Pemeriksaan jantung: inspeksi, palpasi (meraba), (Gambar 4A), sendi yang hiperekstensi, dan palatum yang
perkusi (mengetuk-ngetukdinding dada), dan auskultasi tinggi.l
(mendengarkan bunyi-bunyi jantung). Pasien dengan sindrom Turner memiliki kecenderungan
Pemeriksaan edema untuk mengalami coarctation of aorta. Ciri-ciri pasien
dengan sindrom turner adalah: pasien perempuan, tinggi
< 5 kaki atau <152,4 cm, dengan webbing di leher, puting
yang lebar, dan jari keempat yang panjang (Gambar
4B).l

Berat Badan
M enurut World Health Organization (WHO) expert
consultation, orang Asia memiliki faktor risiko diabetes tipe
2 dan penyakit kardiovaskular pada orang yang memiliki
indeks massa tubuh (IMT) dengan cut-offpoint yang lebih
rendah dibandingkan standar IMT WHO. Cut-off point
IMT untuk risiko yang diamati untuk populasi orang Asia
bervariasi dari 22 kg/m2 hingga 25 kg/m2. Sedangkan
untuk yang berisiko tinggi memiliki IMT bervariasi dari
26 kg/m2hingga 31 kg/m2.10Obesitas yang terlokalisasi di

Garnbar 3 Garis dan titik patokan dalam perneriksaan fisis


jantung2

KEABAAN UMUM

Hal yang pertama kali harus dilakukan pemeriksa sebelum


memeriksa j a n t ~ ~ npasien
g adalah melakukan observasi
keadaan umum pasien, misalnya apakah pasien tampak
sesak, lemah atau pucat. Pemeriksaan keadaan umum ini
juga dilakukan dengan memperhatikan kesadaran pasien,
tinggi badan, berat badan, dan inspeksi pasien.

Kesadaran Gambar 4 (A) Pasien dengan sindrom Marfan (6) Pasien dengan
Pasien dengan obesitas, polisitemia, cor pulmonale, sindrorn Turnerg
PEMERIKSAAN JANTUNG

abdomen (tipe sentral) memiliki insidensi yang tinggi untuk Xanthsmata. Xanthomata tendon merupakan sebuah
terkena hipertensi dan diabetes. Pasien dengan asitesjuga niassa yang keras dan berwarna kekuningan yang berisi
harus dipikirkan kemungkinan memiliki penyakit hati, Ca sel 1ip;d-laden foam dan biasanya ditemukan di tendon
ovarium pada wanita, atau gagal jantung kanan, namun ekstensor dari jari. Xanthomata tendon merupakan
gagal jantung kanan lebih jarang terjadi.l pathognomonic untuk hiperkolestrclemia familial. Selain
ditemukan di tendon, xanthomata juga bisa ditemuican
Inspeksi Pasien di wajah dan perut dalam bentuk xanthomata eruptif
Inspeksi pasien dilakukan dengan memperhatikan kulit, (Gambar 5).3
jari dan kuku, dan kepala pasien.

Inspeksi Krslit
Inspeksi pada kuiit dilakukan dengan memperhatikan
warna kulit, merasakan suhu tubuh melalui kulit pasien,
ada atail tidaknya xanthornata dan/atau rash.
Warna kulit. Perhatikan warna kulit pasien, apakah
terdapat sianosis, anemia, periodic facial flushing, jaundice, Gambar 5. Xanthomata tendon dan xanthomata eruptif pada
atau bronzed pigmentati~n.~. abdomen3
Sianosis adalah perubahan warna kulit menjadi
k e b i r u a n saat t e r j a d i p e n i n g k a t a n konsentrasi Rash. Adanya eritema maginatum pada pasien demam
deoksitiemoglobin (2,38 g/dL) yang terakumulasi di darah dapat mengerah ke diagnosis demam rematik a k ~ t . ~
arteri.1-3Sianosis sentral biasanya berhubungan dengan
clubbing dan polisitemia, dan biasanya terlihat saat Inspeksi Jari clan Kuku
saturasi arteri Ikurang dari 80%. Sianosis sentral paling
Myeri pada jari. Nodus osler adalah lesi yang nyeri yang
baik terlihat.di bawah lidah. Sianosis sentral dapat terlihat
muncul di lempeng jari pada pasien dengan endokarditis
pada pasien dengan shunt kanan-ke-kiri intrakardiak
infektif.3
(misalnya pada Tetralogy of Fallot), fistula arterivena
pulmonalis, atau slrunt intrapulmonalis (misalnya pada Clubbing finger. Clubbing finger adalah pembengkakan
COPD, infaric pulmonalis). Sedangkan sianosis perifer jaringan lunak pada bayian distal dari jari tangan atau
terjadi karena redahnya output atau adanya obstruksi kaki, di dasar kuku (gambar 6A).2Clubbing finger ditandai
vena terlokalisasi. Sianosis perifer biasanya terlihat dengan hilangnya sudut normal antara kuku derrgan
pada pasien dengan gagal jantung konyestif, penyakit
Raynaua, atau obstruksi vena kava.l
Anemia ditandai dengan pucat, paling baik dilihat dari
konjungtiva. Anemia dapat terjadi pada aliran murmur
pulmonalis, bruit de diable, venous hum, dan kegagalan
high-0utput.l
Periodic flushing biasanya terlihat di kulit wajah, leher,
dan dada dan dapat ditemukan pada pasien dengan
sindrom karsinoid. Pasien dengan sindrom karsinoid
memiliki insidensi tinggi terhadap regurgitasi trikuspid
dan stenosis pulnional.l
Jaundice terlihat kekuningan pada kulit, mukosa
subglukosa, atau skiera. Biasanya dapat ditemukan pada
pasien dengan 1) kongesti hati karena gagal jantung
kanan, regurgitasi trikuspid, atau perikarditis konstriktif
atau 2) hemolisis yang berhubungan dengan disfungsi
katup pr0stetik.l
GamOer 6. (A) i-lilangnya sudut normal antara kuku dengan
Suhu. Anemia berat, beriberi, dan tirotoksikosis cenderung lipatei kuku proksimal pada clubbing finger. Sudutnya
rr~embuatkulit terasa lebih hangat. Sedangkan pada meningkat hingga lebih dari 180'. (B) & (C) Schamroth sign.
Pada kuku normal (B), saat didekatkan satu sarna lain, akan
klaudikasio intermiten biasanya kulit di ekstremitas bawah terbertuk 'jendela' berbentuk diamond. Pada clubbirlg finger
terasa lebih dingin jika dibandingkan dengan kulit di (C), hilangnya sudut antara kuku dengan lipaian kuku proksimal
ekstremitas atas.j nienyebabkan hilangnya 'jendelalYersebut.
170 ILMU DIAGNOSTIK FISIS

lipatan kuku proksimal dan hilangnya 'jendela yang


terbentuk antara 2 jari yang didempetkan (Gambar 6B
dan 6C).l Terdapat beberapa teori yang menjelaskan
tentang terjadinya clubbing finger, antara lain vasodilatasi
dengan peningkatan aliran darah ke bagian distal jari
dan perubahan jaringan ikat akibat hipoksia, perubahan
inervasi, genetik, atau platelet derivedgrowth factor :PDGF)
dari megakariosit dan kumpulan trombosit berukuran
besar yang tidak dapat mencapai sirkulasi arteri perifer
pada ujung jarL2 Clubbing finger dapat ditemukan pada
pasien dengan penyakit jantung kongenital siano:ik dar
endokarditis infektif.l
Splinter hemorrhage. Splinter hemorrhage terlihat
sebagai garis tipis berwarna coklat kemerahan, d i bawah Gambar 8. Karakteristik pasien dengan stenosis aorta supra-
kuku yang biasanya ditemukan pada pasien endokarditis valvular12
infektif (Gambar 7).3
. <
k e l o ~ a kmata vana benakak dan hilananva se~ertiaa
< 4 . . <

luar alis terlihat pada pasien dengan hipotiroidisme yang


biasanya juga menderita kardiomiopati. Earlobe/diagonal
crease atau Lichtstein's sign (lipatan oblik dan biasanya
bilateral) sering ditemukan pada pasien di atas 50 tahun
yang menderita CHD signifikan (Gambar 9).

Gambar 7. Splinter Hemorrhage

Inspeksi Kepala
Saat melakukan inspeksi kepala pasien, ha1 yang perlu
dilakukan pemeriksa adalah memerhatikan wajah,telinga,
Gambar 9. Earlobe creases3
mata, dan mulut pasien. Kelainan pada kepala yang
berhubungan dengan kelainan jantung akan dijelaskan
sebagai berikut. Tipe facies lainnya yang berhubungan dengan kelaian
kardiovaskular dijelaskan dalam tabel 1.
Wajah 1
Beberapa facies dikenal memiliki korelasi kuat Idengan Mata
kelainan kardiovaskular. Pasien dengan widely set eyes, Beberapa kelainan di mata yang berhubungan dengan
strabismus, low-set ears, upturned nose, dan hi~oplasia kelainan pada jantung, antara lain3:
mandibula berhubungan dengan terjadinya stenosis aorta Xanthelasma (plak kekuningan di kelopak mata)
supravalvular (Gambar 8). meningkatkan kecurigaan terhadap adanya hiper-
Moon facies dengan jarak mata yang lebar mengarah lipoproteinemia.
ke stenosis pulmonal. Wajah tanpa ekspresi dengan Arcus senilis (garis lengkung kelabu berada di sekeliling
PEMERIKSAAN JANTUNG 171

yang sintron dengan


sign ditemukan pada
, stroke volumq yaqg ti~ggi.

akibat tendahriya ~ u r a ~ j a r i t u nyang


g menetap. I

mata) meningkatkan kecurigaan terhadap adanya langsung dengan sphygmomanometer.Sphygmomanometer


hiperkolesterolemia. terdiri atas sebuah manset terbuat dari karet yang bisa
Perdarahan konjungtiva dan Roth's spot sering terlihat digembungkan, sebuah bulb terbuat dari karet unutk
pada endokarditis infektif. mengcembungkan manset, dan sebuah manometer untuk
Hipertelorism berhubungan dengan penyakitjantung mengukur tekanan di dalam manset3 Saat ini terdapat
kongenital, terutama pada stenosis pulmonal dan 3 jenis manometer yang banyak digunakan: merkuri,
stenosis aorta supravalvular. aneroid, dan hybrid.14 Prinsip pengukuran menggunakan
Blue sclera pada osteogenesis imperfecta berhubungan sphygmomanometer adalah mendeteksi muncul dan
dengan regurgitasi aorta. hilangnya suara korotkoff di atas arteri yang terkompres
Perpindahan lensa (displac~mentof lens) sering terlihat dengai menggunakan stetoskop. Suara korotkoff adalah
pada sindrom marfan, yang merupakan penyebab suara bernada rendah yang berasal dari pembuluh darah
regurgitasi aorta. yang berhubungan dengan turbulensi yang dihasilkan oleh
arteri yang tersumbat sebagian oleh cuff.3
Mulut Pevgukuran tekanan darah dimulai dengan pasien
Kelainan di mulut yang biasanya berhubungan dengan yang diminta beristirahat selama 5 menit, kemudian
kelainan pada jantung antara lain1-? pemeriksa memilih ukuran manset yang tepat. American
Sianosis sentral paling jelas terlihat di bibir, mukosa Heart hssociation (AHA) mengeluarkan rekomendasi
mulut, dan lidah. Sianosis bisa menjadi tanda-tanda ukuran manset agar mendapatkan hasil tekanan darah
adanya penyakit jantung pada seseorang, terutama yang t pat.15 Rekomendasi dari AHA untuk ukuran manset
penyakit jantung kongenital dengan shunting kanan-
7'
dijelaskan dalam tabel 2.
ke kiri.
Lengkung arkus palatum yang tinggi biasanya ber-
hubungan dengan penyakitjantung kongenital seperti
pada prolaps katup mitral.
Ptechiae di palatum juga sering dihubungkan dengan
endokarditis infektif. 12~ $ 2 .c$ mil)
2 ($&&a
~EJTTW fif&%a) -
ig~j$~;;&(~t)
TAN DA-TANDA VITAL 16x a di+#h L br&ij%evirasa)
atau bayi 4.x.8om
Penilaian tanda vital yang penting pada pasien dengan
kecurigaan penyakit jantung atau yang memang sudah
memiliki riwayat penyakit jantung adalah pengukuran
tekanan darah dan denyut arteri. Kemudian setelah pasien diistirahatkan, pasien
diposisikan sedemikian rupa agar pemeriksa bisa
Tekanan darah mendapatkan hasil tekanan darah yang optimal.
Tekanan darah dapat diukur secara langsung dengan Rekomendasi AHA mengenai pengu.kuran tekanan darah
menggunakan kateter intra-arterial atau secara tidak dijelaskan dalam tabel 3."14015
172 ILMU DIAGNOSTIK FISIS

tekanan sistolik.

20- 30 mrllHg~dliah&<denylrt
nadi radialis hilang. ,

bunki korotkoff.
2 mmHglde$ki$ampai$te~dbhgar

terdapat 5 fase smai;a;-yaitu!

pengukuran. menyimpang
Sumber: AHA
PEMERIKSAAN JANTUNG

pengukuran tekanan darah di paha, manset diletakkan di


sekeliling bagian posterior tengah paha dan stetoskop
diletakkan di arteri fossa popliteal. Jika tidak terdapat
manset paha, maka pengukuran dilakukan di bagian
kaki dengan batas distal manset diletakkan di maleolus
dan stetoskop diletakkan di arteri tibialis posterior atau
dorsalis pedis.

Tamponade Jantung
Tamponade jantung dapat dicurigai pada pasien yang
memihki tekanan darah arteri rendah dan pulse yang cepat
dan lemah. Ciri khas tamponade jantung adalah terjadinya
pulsus paradoksus, yaitu turunnya tekanan darah secara

Gambar 10. Cara pengukurantekanan darah meng-


berlebihan > 10 mmHg saat inspirasi. "
gunakan sphygmomanometer2 Untuk mengukur pulsus paradoksus, pasien diminta
bernapas seperti biasanya. Naikan tekanan hingga tidak
Tekanan darah sebaiknya diperiksa di kedua tangan, ada suara yang terdengar. Kemudian turunkan tekanan
baik secara berurutan maupun bersama-sama. Pada hingga terdengar suara yang muncul saat pasien ekspirasi.
keadaan normal, perbedaan pengukuran kurang dari Catat tekanan tersebut. Kemudian tekanan diturunkan
10 mmHg. Pada beberapa keadaan, terdapat hasil lagi secara perlahan hingga terdengar suara yang muncul
pengukuran tekanan darah yang abnormal. Berikut adalah saat pasien inspirasi. Catat tekanan tersebut. Seseorang
beberapa kelainan pada jantung yang mempengaruhi hasil dicurigai mengalami tamponade jantung jika perbedaan
pengukuran tekanan darah. di antara kedua tekanan tersebut > 10 mmHg.

Hipotensi Ortostatik Denyut Arteri


Untuk mengetahui adanya hipotensi ortostatik pada Pada iaat pemeriksaan denyut arteri, ada 3 ha1 yang harus
seseorang, harus dilakukan pengukuran tekanan darah diperhatikan: 1) kecepatan dan irama jantung; 2) kontur
dengan posisi yang berbeda: berbaring dan duduk/berdiri. deny~t;3) amplitudo denyut3
Seseorang dikatakan memiliki hipotensi ortostatik jika
terjadi penurunan tekanan darah sistolik sebanyak 20 Kecepatan dan Irama Jantung
mmHg danlatau diastolik lebih dari 10 mmHg, terhadap Denyut jantung per menit dapat ditentukan secara cepat
respons perubahan posisi dari berbaring ke berdiri dalam 3 dengan menghitung denyut arteri perifer dari berbagai
menit, disertai munculnya gejala pusing atau p i n g ~ a n .Pada
~~~' tempat. Tempat yang paling sering digunakan untuk
sebagian besar pasien hipotensi ortostatik juga disertai menilai denyut arteri adalah arteri radiali~.~.Pemeriksa
peningkatan denyut jantung. meraba arteri radialis pasien dengan menggunakan
jari kedua, ketiga, dan keempat. Jika iramanya regular
Supravalvular Aortic Stenosis dan kecepatannya normal, hitung denyut dalam 30
Untuk mengetahui adanya supravalvular aortic stenosis, detik kemudian dikali 2 untuk mendapatkan jumlah
pemeriksa harus membandingkan tekanan darah kiri dan denyut per menit.2* Frekuensi denyut jantung normal
kanan tanpa membandingkan perubahan posisi. Pada 60-100 denyut per menit. Namun, jika irama denyut
pasien dengan stenosis aorta supravalvular, biasanya tidak reguler, maka irama jantung harus dihitung selama
didapatkan lengan kanan hipertensi dan lengan kiri 60 detik. Tentukan apakah ketidakteraturan denyutnya
hipotensi dengan perbedaan lebih dari 10 mmHg di antara regular (regularly irregular) atau tidak regular (irregularly
keduanya.ll irregular). Irama yang regularly irregular merupakan
denyut yang tidak regular namun memiliki pola tertentu.
Coarctation of Aorta Sedarrgkan irregularly irregular tidak memiliki pola. Pada
Kecurigaan adanya coarctation of aorta muncul jika saat ketidakteraturan denyut terjadi, keberadaan aritmia
didapatkan perbedaan tekanan darah di kaki dan di patut dicurigai. Pada keadaan ini, denyut arteri mungkin
lengan, dimana tekanan darah sistolik di kaki lebih rendah tidak menggambarkan denyut jantung secara tepat.
dari tekanan darah sistolik di lengan dengan perbedaan Pengukuran denyut jantung dan arteri harus dilakukan
minimal 20 mmHg.3 secara simultan dengan meletakkan stetoskop ke bagian
Pengukuran tekanan darah di paha/kaki prinsipnya apeksjantung dan meraba denyut arteri secara bersamaan.
sama dengan pengukuran tekanan darah di lengan. Untuk Jika ternyata kecepatan denyutjantung di apex lebih cepat
174 ~LMU
DIAGNOSTIK FISIS

dari denyut arteri, ha1 itu dinarnakan pulsus defisit. Pada


keadaan seperti itu, denyutjantung yang didengarkan di
apeks jantunglah yang lebih akurat.

Gambar 12. Pengukuran denyut arteri karotid


Sumber: Video pemeriksaan fisik jantung IPD RSCM-
FKUI

tekanan darah dan denyutjantung. Masingmasing arteri


karotid harus dinilai secara terpisah dan tidak boleh diukur
secara bersamaan.
Gambar 11.Teknik pengukuran denyut arteri Untuk menilai kontur dan amplitudo, tangan perneriksa
radialis3 menekan karotid arteri dengan cukup ltuat sedemikian
rupa sehingga terasa dorongan maksimal. Pada saat ini,
Kontur dan Amplitudo Denyut gelombang biasanya bisa terlihat. Denyut nadi dapat
Kontur adalah bentuk dari gelombang. Biasanya digambarkan dengan normal, kurang, meningkat, atau
digambarkan dengan kecepatan upslope, downslope, double-peaked. Gelornbang karotid normal biasanya
dan durasi dari gelombang. Pemeriksaan kontur dan rnemiliki gambaran yang halus, dengan upstrokeyang lebih
amplitudo biasanya dilakukan di arteri karotid. Sebelum tajarn dan lebih cepat dibandingkan dengan downstroke.
rnelakukan palpasi, sebaiknya perneriksa rnendengarkan Sedangkar~denyut yang kurang biasanya kecil dan lemah.
ada atau tidaknya bruit. Jika ternyata terdengar bruit, maka Denyut yang meningkat digambarkan dengan denyut
jangan memalpasi arteri. Untuk mernalpasi arteri karotid, yang besar, kuat, dan hiperkinetik. Denyut double-peaked
letakkan jari telunjuk dan jari tengah di tiroid kartilago memiliki perkusi yang mencolok dan gelornbang tidal
dan kemudian geser ke arah laterah antara trakea dan dengan atau tanpa gelombang d i k r ~ t i k . ~
otot sternokleidomastoid. Palpasi sebaiknya dilakukan Macam-macam i s t i l a i ~pulsus abnormal yang
di leher bawah untuk menghindari penekanan terhadap menggambarkan kelainan pada jantung dijelaskan dalam
sinus karotid yang dapat mengakibatkan refleks turunnya tabel 4.2.3, 11, 16. 17

Pulsus~pa~ado,ksus Eenqqunan tekanan darah sizitolik lebih dari 10 rnmHg Pulsus paradoksus dapat terpalpasi saat
saat inspirasi. perbedaan tekanan melebihi 15j20 rnmHg.
Pulsus paradoksus tidag spe$ifik untuk
' D'erdksi ;optimal pulsus ini biasanya membutuhkan tamponade perikardial dan bisatditemukan
"ph~ghohanometer, meskipun dapat pula hanya pada keadaan lainnya sepertiembcfli paru, syok

-
-rit&hjgiqiakan palpasi (deny~tmenguat saat ekspirasi, hemorrhagik; penyakit paru obstruktif berat,
bdak&elAmalf atau hilang saat inspirasi). Paling baik atau tension pneumothoraks.
, didef&sl$pada arteri perifer.
Pulsus.alt~~~?ns '. Va!aci&ilj@s, dani beat-to-bear amplitudo pulse. Denyut Pulsus alternans biasanya ditemukan pada
{teraka kyat dan lemah, bergsntian dengan irama yang pasien dengan gagal jantupg kbpgestif dan
k;A ? regular. , kardiomiopati.
Pul~usbi9$ni ~qi&;s'iq miripdengan puls~r alternans, muncul dalam Penyebabnya adalah denyut normal yang diikuti
' bentuk,yan,g berpasangan dengan kekuatan yang kontraksi prematur.
ber&$da (denyut normal dan denyut akibat kontraksi
P~~~ p"bxnone pkmatur). Karena berhubu~qandengan ekstrasistole
Ffiak8 iramanya ireguler.
PEMERIKSAAN JANTUNG 175

t
Pulsus bisferiens Peningkatan pulsus arteri dengan double systolic eak. Bisa ditemukdn pada regurgitasi aorta,
Puhcak pulsus pada sistolik teraba dua buah de gan kombinasi stenosis~dafr'iegu~gita~i$orta,'pada

k'
J \
kekuatan yang serupa, amplitudo yang tinggc dan kondisilhigh output:
kecepatan naiklturun yang cepat
I
I
'

~ulsusbifid Pulsus dengan 2 puncak. Pulsus ini dikarakte an pulsus klasik~an$!itemukan PJadabfdiomiopati

s., dengan kontur spike dan dome. Spike ter uk hipertropik obsrrukif.
dari pengosongan ventrikel saat early systol
beriangspng dengan sangat cepat, kemudiandii
peng6so.ngan sistolik yang lebih lambat, me
gambaran dome, Perbedaannya denga
bisferiens adalah biasanya pulsus ini tidak terd
I gemerikdaan 6sik di bedside, kecuali terdapa
outflow yang berat. , . i L. ail I i

Pulsus hipdkinetik Pulsus dengah amplitudo yang menghil Biasany2 dit@mpka,Q-p?&b ke,?&an yang
meliputi pulsus tardus dan pulsus parvus. memb,uat pe.nygu.neh $t<g{e volume, seperti

A
Pulsus hip&kinet$/
"
~ulsusprvys: Pulsus dengan amplitudo y
tanpa disertai perlambatan peningkatan
Pulsus tardus: Pulsus dengan peningka
puncak yang lambat.
Pulsus dengan amplitudo besar dan penin
hipovalemia, tkte'n6si's>okta,
dan stenbdis 'iiiirtal.
, , gaga1ventrike'l kiri,

Amplitude he-sar 'm&e.nVriju.kk-an stroke


celer cepat. volume yang: bgsaq, peningkatan yang cepat
A menggambarkan kecepatan bntrakri.

*, ,
:%t ':

,
..'6%. .".
.I

,
6-i
L 3,
Pulsus dikrfik ~ u i s u s r d . ~ ~ ~ ~ i d , ~ a ~ , u 'pertama ~ ~ n cc dan
~ ~ a k , sistoli a k Pulsus dikrotik dapat di'temdkan pada pasien
p u ~ ~ k k & d ~ ~ l:d
$ ,.\ .~c$
~ f*p dapat
, +l i~~' . ~ 4 ~ a n y a dari muda dengad dirf~lh@d~~iok~8diril
j ' l a ~dideteks berat, b k e
patpasi $,~erii<arpIz,@sQ- volumb yang: rendaK.'dan; resiiterlsi sistemik
<, t,
/,
yang tinggi.
4. '
Pulsus y$ng.:@hiWki gambaran amplitudo yanE kecil Biasanya ditemukan pada,stenosisaorta.
(paryus);: up4'i$okee'-yanglambat atau slow rising uulse
(tardus) derlgan notch dltermukan pada ascending limb
, (anacrotic notch). Pulsus ini disebutjuga pulvus p17rvus
et tardus.
P u I s u s C o r r i g a n Merupakanjenis pulsus yang mengembang saat Ditemukan pada +gurgika$iaorta. Berhubungan
(waterhammer) dengan cepat dan tiba-tiba. Pulsus yang dengan taiid.a DD ~Mb.&et'atbu~ihcbln.
(bounding) dan kolaps secara cepat.
n'
Pulsus durus Pulsus yang sangat keras sehingga sulit si. Ditemukan pada aterosklerosis dan dapat
berhubdngan dengan tanda Osler.

PENILAIAN TEKANAN VENA JUGULARIS vena kava atau atrium kanan, yang dimana, saat tidak ada
stenois trikuspid nilainya sama dengan tekanan ventrikel
Pemeriksa, dalam ha1 ini dokter, harus memeriksa vena di kanan saat end-dia~tolic.~
leher untuk mendeteksi peningkatan tekanan vena sentrail Psmeriksaan tekanan vena paling baik dilihat
central venous pressure (CVP) dan mendeteksi kelainan dari pulsasi di vena jugularis interna, karena selain
spesifik dari bentuk gelombang vena, yang merupakan menggambarkan tekanan di atrium kanan, vena jugularis
karakteristik dari aritmia dan beberapa kelainan katup, interra juga memberikan informasi mengenai bentuk
perikardium, dan miokardium.18CVP merupakan tekanan gelombang. Pulsasi vena jugularis interna berada di bawah
ILMU DIAGNOSTIK FISIS

otot sternokleidomastoid. Pemeriksaan juga sebaiknya tekanan vena menurun secara tiba-tiba.18 Berikut adalah
dilakukan dari sisi kanan pasien, karena vena di sebelak gambaran karakter normal pulsasi denyut vena jugularis
kanan memiliki rute langsung ke jantung, berbeda dari (Gambar 14).
sebelah kiri yang harus melewati mediastinum terlebih
dahulu sebelum mencapai jantung.
Jika pulsasi di vena jugularis interna tidak terlihat,
maka pemeriksa dapat mencari vena jugularis e k ~ t e r n a . ~
Posisi vena jugularis eksterna menurun dari sudut
mandibula hingga ke medial klavikula pada batas posterior Jarang teraba Teraba
otot s t e r n o k l e i d ~ m a s t o i d .Meskipun
~~ vena jusularis Halus, bifasik, undulasi, Daya d o r o n g ,yang k u t
biasanya dengan 2 elevasi dengan satu ldomponen
eksterna lebih mudah untuk ditemukan, namun hasil yang
dan 2 palung per denyut outward I
digambarkannya kurang akurat3
~ulsasimenghilang dengan Pulsasi tidak qenghilang
tekanan ringan pada vena dengan pinekanbn
Menentukan Bentuk Gelombang Jugularis Interna tepat di atas ujung sternal
Untuk melihat bentuk gelombang jugular, pasien harus dari klavikula
berbaring pada meja pemeriksaan yang datar tanpa Tinggi dari pulsasi berubah Tinggi pulsasi t i b k berubah
bantal, sehingga leher pasien tidak fleksi dan menggmggu dengan posisi, lebih turun dengan p$sisi '
p u l s a ~ i Kemudian
.~ posisi pasien dielevasi sedemikian saat pasien di posisi yang
lebih tegak
rupa sehingga pemeriksa dapat melihat ujung \lena.18
Tinggi pulsasi biasanya T i n g g i p u l s a s i t i d a k
Namun, pada beberapa literatur, dinyatakan posisi ~ a s i e n
jatuh dengan inspirasi dipengaruhi inspirasi
dielevasi 30 derajat2 atau 45 derajat.l Semakin tinggi
tekanan vena, semakin besar elevasi yang dibutuhkan;
dan semakin rendah tekanan, semakin kecil elevasi yang
dibutuhkan. Kepala pasien sebaiknya sedikit menengok ke
arah kanan dan sedikit diturunkan untuk merelaksasikan
otot ~ternokleidornastoid.~
Pemeriksa berdiri di sebelah kanan pasien, dengan
tangan kanan memegang senter, diletakkan c i atas
sternum pasien dan senter menyinari sisi kanar leher
pasien secara tangensial (Gambar 13). Dengan teknik
seperti ini diharapkan bayangan dari pulsasi terbentuk di
belakang pasien. Jika tidak terbentuk bayangan, pemeriksa
sebaiknya menurunkan sudut kepala tempat tidur. Sebagai
catatan, denyut jugular harus dibedakan dari denyut
arteri karotid (tabel). Perbedaan yang paling mencolok Gambar 13. Teknis untuk melihat bentuk gelombang
jugular3
di antara keduanya adalah karakter dari pergerakannya.
Pulsasi vena memiliki pergerakan ke arah dalam atau
menurun. Sebaliknya, pulsasi arteri memiliki pergerakar~
ke arah luar atau naik. Teknik tersebut ditampilkan dalarr
gambar berikut inL3
Karakteristik denyut atau pulsasi vena jugularis
cukup sulit bahkan bagi yang sudah berpengalaman
sekalipun. Terdapat 3 gelombang positif (A, C, dan V) dan
3 gelombang negatif (turunan x, x', dan y). Gelonbang
A menggambarkan kontraksi atrium kanan; turunan x - -

menggambarkan relaksasi atrium kanan; gelombang C Gambar 14 Gelombang pulsasi venal8


menggambarkan kontraksi ventrikel kanan dan penutupan
katup trikuspidl turunan x' terjadi karena lantai dari
atrium kanan bergerak ke bawah, menjauh dari vena Menilai Tekanan Vena Jugular/Jugular Vein Pressure
jugular saat kontraksi ventrikel kanan; gelombang V (JVP)
menggambarkan pengisian atrium kanan; dan turunan Atrium kanan normal berfungsi sebagai ruang kapasitansi.
muncul saat pembukaan katup trikuspid di awal diastol, Tekanan atrium kanan rata-rata cukup rendah, yaitu
mengakibatkan atrium mengosongkan ke ventrikel dan kurang dari 5 mmHg.l Untuk menilai tekanan di sisi kanan
PEMERIKSAAN JANTUNG 177

jantung, pemeriksa harus terlebih dahulu menentukan Untuk menentukan JVP, pertama-tama pemeriksa
external reference level, yaitu level titik nol. Hingga saat harus menentukan tinggi distensi vena dengan menandai
ini terdapat 2 titik referensi yang umum digunakan: sudut puncak gelombang d i pulsasi vena jugularis interna.
sternal/ manubriosternal dan sumbu phlebostatic. Pada ~ e m e i k s aharus membuat garis horizontal imajiner ke arah
metode sudut sternal, JVP sama dengan jarak vertikal sudut kternal. Kemudian perneriksa mengukurjarak antara
antara titikvena leher paling atas ditambah 5 cm. Metode sudut sternal ke garis imajiner tersebut. Sudut elevasi
ini biasanya disebut "method of Lewis" (Gambar 15).18 kepala tempat tidur juga harus diperkirakan. McGee18
Lima sentimeter merupakan jarak dari sudut sternal d a l a q bukunya menyatakan bahwa pemeriksa dapat
ke titik tengah atrium pada manusia dengan ukuran mengatur posisi pasien hingga vena di leher terlihat.
dan bentuk dada normal dan dalam segala p o s i ~ i .l~8 , Wda beberapa keadaan, visualisasi ini dapat dibantu
Sedangkan titik sumbu phlebostatic adalah titik tengah dengan membendung bagian bawah vena jugularis interna
antara permukaan anterior dan posterior dada pada sehingga vena terisi penuh (Gambar 17A), kemudian
level ICS keempat (gambar 16). Sudut sternal merupakan dilanjutkan dengan membendung bagian atasvenajugularis
titik referensi yang lebih baik untuk pemeriksaan d i interna di bawah mandibula (Gambar 17B), lalu lepaskan
samping tempat tidur, karena dokter dapat menentukan bendungan di bagian bawah (Gambar 17C).Vena akan kolaps
lokasi sudut sternal lebih mudah dibandingkan sumbu setelah dilepaskan bendungan di bagian bawah, dan biasanya
phlebostatic.18 titik kdaps teratas akan lebih mudah tervisualisasi.

Tinggi tekanan vena


dari titik acuan

Garnbar 15. Pengukuran tekanan vena menggunakan method of Lewiss

Phlebostatic axis crosses


of transducer tfie right atrium of heart
1
I
I

II I

Garnbar 16. Pengukuran CVP menggunakan metode sumbu phlebostatic


Sumber: https:Nmy.methodistcollege.edu/ICSFileServer/cp/pd/onll77/ONLl77~print.html
178 ILMU DIAGNOSTIK FISIS

Gambar 17. Langkah-langkah untuk rnengideAtifikasiritik kolaps (Sumber: Video pemeriksaan firik umum IPD RSCM-
FKUI)

Berdasarkan penjelasan di atas, CVP dikatakan Sebelumnya pemeriksaan ini dinamakan refluks
meningkat apabila: 1) JVP melebihi 8 cm H20 menggunakan hepatojugular yang dikenalkan oleh Pasteur tahun 1885
"method of Lewis" ( > 3 cm di atas sudut sternal + 5 cm), sebagai tanda pathognomonic dari regurgitasl trikuspid.
atau 2) lebih dari 12 cm H 2 0 dengan menggunakan Narnun, pada tahun 1925, dokter menyadari bahwa
metode sumbu phlebostatic.18 penekanan yang dilakukan di bagian abdomen manapun,
Peningkatan JVP menggambarkan peningkatan tidak hanya hepar, akan mernunculkan refluks ini l8
tekanan end-diastolic ventrikel kanan dan penurunan
ejection fraction ventrikel kanan, dan ha1 ini mening,katkan
risiko kematian dari gagal jantung. PEMENKSAAN JANTUNG

Evaluasi Refluks Abdominojugular Dalam melakukan pemeriksaan jantung, pasien sebaiknya


Tes ini dilakukan untuk rnenilai fungsi ventrikel kanan dan berada dalam posisi telentang (supinasi), dengan bagian
mendeteksi adanya gagaljantung ventrikel kanan subklinis, atas tubuh dinaikan sekitar 30'. Terdapat 2 posisi lainnya
tricuspid regurgitasi, atau gagal jantung kiri simtomatik. yang juga dibutuhkan dalam melakukan perneriksaan
Tes ini dilakukan dengan cara menekan abdomen jantung: 1) menghadap ke arah kiri (left lateral decubitus)
untuk mellhat distensi pada vena jugular. Prosedur dan 2) duduk dan menjorok ke depan. Pemeriksa berdiri
pelaksanaannya adalah dengan pasien dibaringkan di di sisi kanan p a ~ i e n Pemeriksaan
.~ jantung terdiri atas
tempat tidur dengan mulut terbuka dan diminta bernapas inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.
seperti biasa. Hal ini dilakukan untuk rnencegah valsava
maneuver yang nantinya membuat hasil perneriksaantidak Inspeksi
akurat. Penekanan dilakukan pada perut bagian tengah Sebelum menilai kondisi jantung pasien, pemeriksa
selama 10-30 detik ke arah dalam dengan tekanan sebesar sebaiknya mernerhatikan beberapa ha1 yang dapat dilihat
8 kg.l l8 Penekanan dapat dibantu dengan meletakkan dari dinding dada pasien, seperti pernapasan pasien,
manset sphygmomanometeryang dikembangkan sebagian kelainan kulit atau tanda bekas operasi jantung, bentuk
antara tangan pemeriksa dan abdomen pasien hingga tulang punggung yang tidak normal (seperti kifoskoliosis)
mencapai tekanan 35 mmHg, setara dengan beban 8 kg.4 yang dapat mengubah posisi jantung, deformitas tulang
Penekanan harus dilakukan dengan gentle untuk berat yang dapat mengganggu fungsi paru, dan benjolan
menghindari rasa nyeri dan tidak nyaman kerena jika alat pacu jantung yang biasanya terletak di bawah
pasien merasakan nyeri, hasil pemeriksaan bisa menjadi muskulus pectoris kanan atau kiri. Selanjutnya pemeriksa
false positive. Respon normal pada proses ini adalah harus memperhatikan lokasi apeks jantung atau point
terjadinya peningkatan distensi (sebanyak 4 cm H20), of maximal impulse (PMI).2 Posisi apeks normal adalah
baik pada vena jugular interna maupun eksterna, yang sekitar 1cm medial dari garis mid klavikula pada sela iga
bersifat sementara (satu atau dua denyut) sdbelum ke 5 sebelah kiri. Dalam rnelakukan inspeksi, sebaiknya
kembali menjadi normal atau di bawah normal. Hal ini pemeriksa menggunakan penerangan. Gunakan palpasi
terjadi karena adanya peningkatan aliran darah dari vena untuk mengonfirmasi karakteristik impuls a p e k ~ . ~
splanchnic menuju jantung akibat peningkatan tekanar,
abdomen.l,ls Pemeriksaan ini dianggap positif (rnisalnya Palpasi
pada gagal ventrikel kanan atau peningkatan tekanan Palpasi dilakukan untuk mengonfirmasi impuls apeks yang
pulmonaryartery wedge) jika ditemukan peningkatan JVP sebelumnya sudah dilihat saat inspeksi, dan mengevaluasi
sepanjang penekanan abdomen dan turun secara cepat ventrikel kanan, arteri pulmonal, serta pergerakan ventrikel
(minimal 4 cm) setelah penekanan di abdomen dilepas kiri.2.
PEMERIKSAAN JANTUNG 1 79

Palpasi dilakukan dengan rnenggunakan ujung-ujung Perneriksaan palpasi yang dilakukan rneliputi:
jari atau telapak tangan, tergantung sensitivitasnya. Area lctus cordis atau point of maximul impuls (PMI)
yang digunakan untuk rneraba pulsasi prekordial adalah Ictus cordis merupakan pulsasi d i apeks. Denyut
area apeks, parasternal bawah, basis kiri (parasternal apeks jantung harus dipalpasi dan ditentukan letak
ICS kedua sebelah kiri, "area pulmonal"), basis kanan posisinya. Posisi denyut apeksjantung dapat bergeser
(parasternal ICS kedua sebelah kanan, "area aorta"), dan dari normal jika terjadi pembesaran jantung, penyakit
area sternoklavikular (Garnbar 18). paru, aneurisma aorta, atau kelainan tulang. Luas
daerah ictus cordis biasanya adalah sebesar koin.
sternoclavicular
I 1 Untuk merneriksa ictus cordis, pemeriksa sebaiknya
berdiri di sisi kanan pasien, dengan ukuran tempat
tidur dibuat senyaman mungkin bagi pemeriksa.
Pasien diposisikan supinasi atau left lateral decubitus
(LLD). Dari literatur dinyatakan bahwa denyut apeks
pada 2 0 4 0 % orang dewasa teraba di posisi supinasi,
sedangkan 50% teraba pada posisi LLD, terutama pada
rnereka yang kurus.2 Gunakan ujung jari di daerah
dada sela iga ke lima, garis midklavikula, karena
daerah tersebut merupakan daerah yang paling
Garnbar 18. Lokasi pergerakan prekordialls sensitif (gambar 20). Jika impuls apeks tidak terasa,

Garnbar 19. Letak palpasi pada perneriksaanjantung. A) palpasi apeks; B) palpasi trikuspid; C) palpasi septal;
D) palpasi pulrnonal: E) palpasi aorta. (Surnber: Video perneriksaan fisik jantung IPD RSCM-FKUI)
, 180 ILMU DIAGNOSTIK FISIS

karena adanya murmur yang minimal derajat 3. Thrill


dibedakan menjadi thrill sistolik dan thrill diastolik
tergantung di fase mana berada. Thrill sistolik
merupakan thrill yang bersamaan dengan denyutan
apeks jantung, sedangkan thrill diastolik merupakan
thrill yang tidak bersamaan dengan denyutan apeks
jantung. Thrill dapat terjadi pada pasien dengan
stenosis aorta, patent ductus arteriosus, ventricular
septa1 defect, dan stenosis mitral (jarang terjadi).2
Heaves
Heaves merupakan denyut apeksjantung yang penuh
tenaga dan menetap. Untuk merasakan heaves atau
lifts, gunakan fingerpads atau bagian proksimal dari
Garnbar 20. Palpasi untuk memeriksa PMI (Sumber: Video tangan untuk memalpasi berbagai area besar dari
pemeriksaan fisikjantung IPD RSCM-FKUI) pergerakan ke arah luar (any large area of sustained
outward motion).
maka tangan pemeriksa pindah ke daerah apeks Heaves terjadi karena overload ventrikel kiri akibat
jantung. PMI biasanya sekitar 10 crn di garis midsternal berbagai kondisi yang meningkatkan laju pengisian
dan diameternya tidak lebih dari 2-3 cm. ventrikel selama diastol yang terjadi setelah impuls
Thrill utama ventrikel kiri. Heaves biasanya ditemukan pada
Thrill merupakan sensasi getaran superfisial yang pasien dengan stenosis aorta, hipertensi, insufisiensi
dirasakan di kulit sekitar area turbulensi. Thrill paling mitral.
baik dirasakan menggunakan kepala dari tylang Lifts

ai
metakarpal dibandingkan ujung jari. Tangan seb iknya
diletakkan dengan lembut ke kulit, karenajika terlalu
Lifts yaitu rasa dorongan terhadap tangan pemeriksa
(gambar 22). Hal ini terjadi karena adanya peningkatan
kencang, maka thrill tidak akan terasa. Thrill terjadi tekanan di ventrikel, seperti pada stenosis mitral.

Garnbar 21. Deskripsi gerakan heaves (Sumber: Video pemeriksaan fisik jantung IPD RSCM-FKUI)

Garnbar 22. Deskripsi gerakan lifts (Sumber: Video pemeriksaan fisik jantung IPD
RSCM-FKUI)
PEMERIKSAAN JANTUNG

Perkusi diastol, serta murmur sistolik dan diastolik.*


Perkusi merupakan metode pemeriksaan dengan cara Lokasi titik pemeriksaan auskultasi adalah (Gambar
rnengetuk-ngetuk permukaan, dalam ha1 ini dinding 24): z, la
dada, untuk rnenentukan struktur yang ada di bawahnya.' Apeks, bagian paling lateral dari impulsjantung yang
Dalarn rnelakukan perkusi dada, perneriksa meletakkanjari teraba atau disebutjuga area rnitral, untuk rnendengar
tengah tangan kiri di dinding dada pasien paralel dengan h n y i jantung yang berasal dari katup mitral
ruangan di antara tulang iga, sedangkan telapak dan Sqla iga ke 4-5 parasternal kiri dan kanan, disebut
keernpat jari lainnya diangkaL3Tujuannya adalah supaya juba area trikuspid atau left lowersternal border, untuk
tidak rneredam suara ketukan. Jari yang digunakan untuk m'endengarkan bunyi jantung yang berasal dari katup
rnengetuk adalahjari tengah kanan dengan menggunakan tri kuspid
ujungnya. Pada waktu pengetukan, sebaiknya perneriksa Sela iga ke-3 kiri untuk mendengarkan bunyi patologis
rnenggerakkan sendi pergelangan tangannya, bukan sendi yang berasal dari septa1 bila ada kelainan seperti ASD
siku, untuk menghasilkan gerakan yang cepat dan tajam atau VSD.
mengarah ke terminal phalanx (Garnbar 23).3 Sela iga ke-2 kiri di samping sternum, disebut juga
area pulrnonal atau left base, untuk mendengarkan
b$nyi jantung yang berasal dari katup pulmonal.
q l a iga ke-2 kanan di samping sternum, disebutjuga
area aorta atau right base, untuk mendengarkan bunyi
jalntung yang berasal dari katup.
Prteri karotis kanan dan kiri untuk mendengarkan bila
ada penjalaran murmur dari katup aorta ataupun kalau
ada stenosis di arteri karotis sendiri.
Gambar 23. Teknik perkusi jantung (Surnber: Video
perneriksaan fisik jantung IPD RSCM-FKUI)
&la iaa ke-2 : Sela iga ke-2

Perkusi jantung dilakukan di sela iga ke-3, 4, dan


5 (hingga sela iga ke 6 pada beberapa keadaan) dari
garis aksila anterior kiri rnengarah ke medial. Secara
normal, akan terjadi perubahan nada dari resonance ke
dullness di sekitar 6 crn lateral dari sisi kiri sternum. Nada
dullness rnenandakan daerah jantung. Dalarn menentukan
kardiornegali, nada perkusi dullness lebih dari 10,5
crn pada sela iga ke-5 rnerniliki sensitivitas 94,4% dan
spesifisitas 67,2% .
Teknik perkusi sebenarnya sudah digantikan oleh
teknik palpasi dalarn rnenentukan ukuranj a n t ~ n gDalarn
.~
sebuah literatur juga dinyatakan bahwa perkusi jantung
hanya rnerniliki hubungan yang moderat dengan batas
jantung yang sebenarnya.18 Rata-rata kesalahan dalarn
Gambar 24. Lokasi titik pemeriksaan auskultasijantungZ
rnenentukan batasjantung, baik batasjantung kiri rnaupun
-
kanan, adalah sekitar 1-2 crn (standar deviasi lcrn). la
Pada perneriksaan auskultasi, masing-masing sisi
Auskultasi stetoskop rnerniliki fungsi yang berbeda. Bagian bell dari
Perneriksaan auskultasi merupakan pemeriksaan fisik stetoskop berfungsi untuk arnplikasi gelornbang suara
terpenting pada j a n t ~ n g .Dengan
~ auskultasi, perneriksa dan efektif untuk mendengarkan suara merniliki frekuensi
dapat rnendengarkan bunyi jantung, baik yang normal rendah, seperti murmur diastolik jantung atau gallop.
rnaupun tidak normal, serta bising jantung (murmur) bila Sedangkan bagian diafrafrna dari stetoskop lebih cocok
ada kelainan di jantung. Perneriksaan jantung dilakukan untuk rnendengarkan suara yang memiliki frekuensi tinggi,
dengan alat stetoskop. seperti murmur sistolik atau bunyi jantung IV.18
Untuk rnendapatkan hasil auskultasi yang baik, Selain posisi supinasi atau berbaring, terdapat
perneriksa harus rnelakukan perneriksaan dalarn ruangan bebe-apa rnanuver posisi lainnya yang dilakukan untuk
yang tenang."Ia Auskultasi dilakukan untuk rnengidentifikasi rnendapatkan hasil pemeriksaan auskultasi yang lebih
bunyi jantung 51 dan 52, suara tarnbahan pada sistol dan baik pada beberapa keadaan. Posisi dekubitus lateral
182 ILMU DIAGNOSTIK FISIS

Gambar 25. Lokasi auskultasi pada pemeriksaan fi:ik jantLng. A) Apeks; B) Katup trikuspid kiri; C) Katup trikuspid kanan; D)
Septal; E) Katup pulrnonal; F) Katup aorta (Surnber:l'ideo pemeriksaan fisik jantung IPD RSCM-FKUI)

kiri, yaitu dengan meminta pasien berbaring menghadap meraba arteri radialis atau arteri karotis atau ictus cordis,
kiri, membuat ventrikel kiri lebih dekat ke dinding dada dimana S 1 sinkron dengan denyut arteri-arteri tersebut
(gambar 26A). Posisi ini akan menonjolkan suara S3 dan atau dengan denyut ictus cordis.
54 di sisi kiri dan suara murmur dari katup mitral, terutama Fase antara S l dan 52 disebut fase sistolik, sedangkan
stenosis mitral. Pemeriksaan sebaiknya dilakukan dengan fase antara 52 dan S 1 disebut fase diastolik. Fase sistolik
menggunakan bagian bell dari stetoskop. Posisi lainnya lebih pendek daripada fase diastolik.
yaitu posisi tegak condong ke depan, dengan meminta
pasien duduk agak condong ke depan, ekshalasi Bunyi Jantung S1
penuh dan kemudian berhenti saat ekshalasi (gambar S 1 tedengar baik dengan bell ataupun diafragma dari
26B). Posisi ini akan menonjolkan suara murmur dari stetoskop. Frekuensi S l lebih rendah dibandingkan 52,
katup aorta, terutama murmur akibat regurgitasi katup karena itulah biasanya S 1 dideskripsikan dengan suara
aorta.2, "lub" dan 52 dengan suara "dup".18 S 1 merupakan bunyi

Gambar 26. Manuver posisi lain pada pemeriksaanaustultasi.


Bunyi jantung S2
(A) Posisi dekubitus lateral kiri. (B) Posisi tegak condong ke Pada orang muda normal, terdapat splitting normal
depan2 bunyi jantung 52. Komponen pertama dari 52 adalah
menutupnya katup aorta (A2), sedangkan komponen
Bunyi Jantung Normal kedua adalah menutupnya katup pulmonal (P2). Saat
Bunyijantung normal terdiri atas bunyi jantung S l dan 52. inspirasi, interval A2 dan P2 terpisah sekitar 20-30
Di area apeks dan trikuspid, bunyi jantung S 1 lebih keras milidetik. Saat ekspirasi, pendengaran manusia hanya
daripada 52, sedangkan di area basal (pulmonal dan aorta), menangkap satu suara pada kebih dari 90% orang normal.
bunyi jantung S1 lebih lemah daripada 52. Bunyi jantung Sedangkan pada saat inspirasi, pendengaran manusia
S1 merupakan suara yang dihasilkan dari penLtupan dapat menangkap kedua komponen tersebut (splitting
katup mitral dan trikuspidal, sedangkan bunyi jantung 52 fisiologis pada 6 5 7 5 % orang dewasa normal) atau tetap
merupakan suara yang dihasilkan dari menutupnya katup hanya menangkap satu suara. Semakin tua seseorang, 52
aorta dan pulmonal. Untuk menentukan S1 adalah cengan hanya terdengar sebagai satu suara.18
PEMERIKSAAN JANTUNG

Bunyi Jantung Tambahan karena komponen 52 terbalik: A2 mengikuti P2 dan


seiring P2 melambat saat inspirasi, suaranya muncul
Split bersama. Sedangkan pada saat ekspirasi, penutupan
Splitting S1 katup pulmonal bertambah cepat sehingga semakin
Splitting S1 kadang bisa terdengar di batas kiri bawah rrienjauh dari aorta.
sternum, ketika penutupan katup trikuspid tertunda
karena RBBB. Bunyi Jantung 53
Bunyi jantung 53 yaitu bunyi jantung yang terdengar
Splitting 52 saat fase awal diastolik (early diastole), sekitar 0,12-0,18
Splitting merupakan karakteristik dari S2 karena katup setelah S2.18 Bunyi 53 memiliki nada rendah dan tumpul
aorta dan pulmonal menutup di saat yang bervariasi (dul[: atau h a l ~ s . ~53. ldihasilkan
~ akibat pengisian darah
mengikuti siklus respirasi. Splitting 52 dapat dibagi di ventrikel kiri dari atrium kiri yang berlangsung dengan
menjadi splitting fisiologis, wide physiologic splitting, cepat dan mendadak berhenti pada fase awal diastolik. 53
wide fixed splitting,dan paradoxical splitting atau reversed dianggap fisiologisjika ditemukan pada anak dan dewasa
splitting (Gambar 27). muda hingga usia 35-40.2 S3 juga sering ditemukan pada
Splitting fisiologis kehamilan trimester akhir. Bunyi 53 patologis, atau disebut
Pada splitting fisiologis, A2 dan P2 terpisah saat juga ventriculargallop, menyerupai 53 fisiologis. Jika bunyi
inspirasi karena inspirasi memperlambat P2. Splitting 53 d temukan pada pasien berusia di atas 40, maka ha1
ini disebabkan karena pada saat inspirasi, aliran itu hampir dipastikan p a t o l o g i ~Bunyi
.~ 53 juga dianggap
venous return ke ventrikel kanan bertambah sehingga pato ogis jika disertai gejala.17 Penyebab terjadinya 53
penutupan katup pulmonal melambat, sedangkan patologis antara lain penurunan kontraktilitas miokardium,
aliran venous return ke jantung kiri, sehingga gagal jantung kongesti, dan overload volume ventrikel,
penutupan katup aorta bertambah cepat. seperti pada kasus regurgitasi mitral atau t r i k u ~ p i d . ~
Wide physiologic splitting Bunyi 53 yang berasal dari ventrikel kiri (left-sided 53)
Wide physiologic splitting berarti splitting yang terjadi paling jelas terdengar di apeks dengan posisi dekubitus
selama inspirasi dan ekspirasi meskipun interval A2 lateral kiri, sementara itu bunyi 53 dari ventrikel kanan
dan P2 bertambah lebar saat inspirasi. (right-sided 53) paling jelas terdengar di left lower sternal
Wide Fixed Splitting border.2,l7 Auskultasi bunyi 53 paling baik dilakukan
Wide fixed splitting berarti splitting yang terjadi selama dencan menggunakan bagian bell dari s t e t o ~ k o p . ~ , l ~
inspirasi dan ekspirasi, namnun interval A2 dan P2
tetap konstan. Bunyi Jantung 54
Paradoxical splitting atau reversed splitting Bunyi jantung 54 yaitu bunyi jantung yang terdengar
Paradoxical splitting berarti splitting yang terjadi saat sesaat sebelum S1, pada fase akhir diastolik (late diastolic)
ekspirasi dan menghilang saat inspirasi. Hal ini terjadi atau presi~tolik.~. l7 Bunyi 54 memiliki nada rendah dan
tumpul (dull) atau halus. 54 dihasilkan akibat kontraksi

I Expiration Inspiration
I atrium yang lebih kuat dari biasanya untuk memompakan
darah ke ventrikel yang mengalami peningkatan resistensi.
Peningkatan resistensi di ventrikel mungkin terjadi karena
adanya hipertropi atau fibrosis di ventrikel. Oleh karena
itu, bunyi 54 dapat disebut juga atrial gallop. Bunyi 54
dapat ditemukan pada orang normal, terutama pada
atlet profesional dan orang t ~ a Beberapa . ~ keadaan
r---------------' lainnya yang dapat menyebabkan terbentuknya 54
Wide
antara lain hipertensi, stenosis aorta, coarctation of aorta,
physiolog/c j II kardiomiopati hipertropi, penyakit arteri koroner, dan
pemanjangan interval P-R.17
FAirip seperti bunyi 53, bunyi 54 yang berasal dari sisi
kiri (left-sided 54) paling jelas terdengar di apeks dengan
posisi dekubitus lateral kiri.2 Sementara itu, bunyi 54
dari sisi kanan lebih jarang ditemukan, meskipun dapat
ditemukan pada keadaan hipertensi pulmonal dan stenosis
p u l m ~ n a l i sAuskultasi
.~ bunyi 53 paling baik dilakukan
Gambar 27. Splitting BJ 1118 dengan menggunakan bagian bell dari ~tetoskop.~
ILMU DlAGNOSTIK FISIS

Opening snap murmur late systolic rnenyamarkan bunyi S2, narnun


Opening snap merupkan bunyi patologis yang k.eras, mempertahankan S1. Murmur holosystolic rnulai
snapping, pendek, bernada tinggi dan biasanya diternukan dengan S1 dan berhenti saat S2, tanpa adanya gap
pada fase awal diastolik.17 Opening snap terjadi akibat antara murmur dan bunyi jantung. Oleh karena itu
terbukanya katup rnitral yang kaku dengan rnendadak, holosystolic menyarnarkan baik S1 rnaupun S2.2,18
oleh karena itu paling sering diternukan pada kasus
stenosis mitral. Pada pasien dengan stenosis trikuspid
juga dapat terdengar opening snap, namun seluruh pasien Murmur midsystolic
tersebut biasanya juga memiliki stenosis mitral.18 Makin Biasanya ditemukan pbda stenosis
dekat jarak opening snap dengan S2,rnakin berat derajat
stenosis mitral. s,
Opening snap paling jelas terdengar di lower left papillari. .
sternal border dan paling baik jika menggunakan bagian
diafragma dari stetoskop. 1 I I I Murmur pansystolic I
Aortic click
Aortic click adalah bunyi yang dihasilkan karena katup I
Il l l l l l l l l l l l l I
b'
SZ "q
Biasanya ditemhcan pads regurgltasi
mitral, ventricu(orsseptd defect
(VSD), regurgitd~itrlkuspid (tekanan
tinggi), dan stegosis a o ~ a .
I
aorta yang membuka secara cepat dan didapat pada
kelainan stenosis aorta.
Murmur lotesysbic
Biasanya ditemdkan pads mitral
Pericardial Rub valve profapse (YVP)dr(n disfungsi
otot papilar~.
Pericardial rub didapat pada kasus perikarditis konstriktiva, s, s* s,
I I
terjadi gesekan antara perikard lapis viseral dan lapis
Gambar 28. Ilustrasi waktu murmur sistolik2
parietal. Bunyi ini tidak dipengaruhi oleh pernapasan.
Bunyinya kasar dan dapat didengar di area trikuspidal dan
Murmur diastolik diklasifikasikan rnenjadi
apikal dan bisa terdengar pada fase sistolik atau diastolik
early diastolic, mid diostolic, dan late diostolic
atau keduanya.
(presystolic) (Gambar 29).2cl8 Murmur early diostolic
rnulai segera setelah bunyi S2, tanpa adanya gap,
Bising Jantung atau Murmur
dan kernudian menghilang sebelurn S1 selanjutnya.
Pada tiap kali melakukan auskultasi pada titik-titik area,
Murmur mid diastolic rnulai tidak lama setelah bunyi
pemeriksa harus rnernperhatikan apakah terdapat bising
S2. Bunyi murmur bisa rnenghilang atau rnenyatu
jantung (murmur). Bila ada murmur, beberapa karakteristik
dengan murmur late diastolic. Murmur late diastolic
yang harus diperhatikan antara lain waktu, bentuk, lokasi
(presystolic) rnulai di akhir diastolik dan biasanya
intensitas rnaksimal, penjalaran, dan inten~itas.~
berlangsung hingga S1.2*18
1. Waktu
Berdasarkan waktu, murmur diklasifikasikan menjadi
sistolik, diastolik, dan berkelanjutan (contin~ous).~,
Murmur sistolik terjadi kapanpun dari S1-S2;
Murmur diastolik terjadi kapanpun dari S2 hingga
S1 setelahnya; Murmur berkelanjutan rnulai saat
sistol narnun memanjang hingga melewati diastol.18
Pemeriksa dapat mernalpasi denyut karotid untuk

1 I, 1
Murmur mjddia&lic
menentukan waktu murmur. Murmur yang bertepatan
Biasanya dibrnukad pada
dengan upstroke denyut karotid adalah sistolik r e g u r g i ~&i ~ r n o noekanan
~
Murmur sistolikdiklasifikasikan menjadi midsystolic, S, S, s; rendah). ' I
late systolic, dan holosystolic (pansystolic)(gambar 28).2
McGee18dalam bukunya juga rnenyertakan murmur
early systolic. Murmur early systolic rnenyarnarkan
bunyi S1, namun rnernpertahankan S2. Murmur
midsystolic rnulai setelah bunyi S1 dan berhenti
1 1 S,
,,ll,~rl
S,
Murmur 14e dla&llc
fpresysCli4)
~Biasanya
~ ~ d i b u k a h pada
stenosis mifral dan;stenosis
trikuspid.
sebelurn S2,sehingga suarajantung tidak disarnarkan.
Murmur late systolic biasanya mulai saat rnic atau
Gambar 29. Ilustrasi waktu murmur diastolik2
late systole dan berlangsung hingga S2, sehingga
PEMERIKSAAN JANTUNG 185

Murmur berkelanjutan (continuous) merupakan aksilari.


murmur yang dimulai saat sistol dan berlanjut tanpa Bila pada apeks kurang keras, misal karena obesitas,
jeda melewati 52 hingga melewati diastol. Murmur pasien dapat dimiringkan ke kiri, sehingga murmur
jenis ini biasanya terjadi pada pasien dengan patent dapat terdengar lebih jelas. Untuk trikuspid, supaya
ductus arteriosus (PDA), fistula arteriovena, venous hum, lebih jelas, pasien disuruh bernapas dalam (inspirasi)
mammary souffle, dan coarctation of aorta kemudian tahan. Murmur jantung akan terdengar
Khusus untuk murmur sistolik perlu diperhatikan lebih keras pada inspirasi dan pada ekspirasi murmur
bahwa tidak semuanya terjadi akibat dari kelainan organik akan melemah. Untuk mendengar murmur di katup
katup jantung. Ada kemungkinan karena volume yang aorta dan pulmonal, pasien disuruh duduk dengan
berlebihan, misalnya pada anemia berat dan perempuan stetoskop tetap di lokasi.
hamil. Biasanya murmur sistolik ini halus dan terdengar
4. Penjalaran atau transmisi dari titik intensitas mak-
pada semua ostia. Pembesaran ventrikel, biasanya pada
simal
ventrikel kanan akibat dilatasi sekunder karena stenosis
Penjalaran tidak hanya menggambarkan tempat
mitral, terjadi pelebaran annulus trikuspidal sehingga
murmur berasal namun juga intensitas dari murmur
akan terdengar arus regurgitasi pada katup trikuspidal.
dan arah aliran darah. Periksa daerah di sekitar
Pada tumor miksoma yang menutupi katup mitral akan
murmur dan tentukan lokasi dimana pemeriksa
menyebabkan terbentuknya murmur diastolik.
juga dapat mendengar murmur.2 Misal pada kasus
2. Bentuk insufisiensi mitral akan terjadi penjalaran ke lateral dan
Bentuk atau konfigurasi murmur ditentukan oleh ke aksila, sedangkan pada kasus mitral valve prolapse
intensitasnya. Bentuk murmur diklasifikasi menjadi (MVP) tidak terjadi pevjalaran murmur. Pada kasus
murmur crescendo (semakin keras), decrescendo dengan kelainan katup aorta, murmur akan menjalar
(semakin lembutlpelan), crescendo-decrescendo ke arteri karotid, sehingga perlu dilakukan auskultasi
(intensitasnya meningkat di awal kemudian menurun), pada karotis.
dan plateau (memiliki intensitas yang sama d i
5. Intensitas
sepanjang murmur) (Gambar 30).
Derajat intensitas murmur biasanya digambarkan
dengan skala 6 poin, y a i t ~ : ~ ~ . ~ ~
- Derajat 1 (intensitas paling rendah) terdengar
samar-samar. Biasanya susah terdengar oleh
Murmur cmscendo
pemeriksa yang tidak berpengalaman. Tidak
S, : S, s, disertai thrill.
- Derajat 2 (intensitas rendah) terdengar halus, tapi
langsung terdengar setelah stetoskop diletakkan
di dada oleh pemeriksa yang tidak berpengalaman.
Tidak disertai thrill.
- Derajat 3(intensitas medium) terdengar agak
keras. Tidak disertai thrill.
- Derajat 4 (intensitas medium) terdengar keras.
Namun, stetoskop harus kontak sempurna den-
gan kulit. Biasanya disertai thrill.
- Derajat 5 (intensitas keras) terdengar sangat keras.
Dapat terdengar dengan stetoskop sebagian
dilepas dari dada. Biasanya disertai thrill.
- Derajat 6 (intensitas paling keras) terdengar
sangat keras; Dapat terdengar meskipun steto-
Gambar 30. Ilustrasi bentuk murmur2 skop tidak diletakkan di dinding dada. Biasanya
disertai thrill.
3. Lokasi intensitas maksimal 6. Perubahan murmur akibat maneuver hemodinamik
Lokasi ini merupakan tempat dimana murmur - Inspirasi
berasal. Cari lokasi dengan mengeksplor area dimana Saat inspirasi, suara murmur yang berasal dari
pemeriksa mendengar murmur, misal pada sela iga jantung kanan (baik stenosis maupun regurgitasi
atau posisi yang berhubungan dengan sternum, katup trikuspid dan pulmonalis)terdengar semakin
apeks, atau pada garis midsternal, midclavicular, atau keras karena pada saat inspirasi aliran balik vena
ILMU DIAGNOSTIK FISlS

ke jantung kanan meningkat. Sebaliknya, suara Pemeriksaan Lainnya


murmur dari jantung kiri terdengar lebih pelan
Abdomen
karena aliran darah ke jantung kiri m e n ~ r u n . 4 ~ ~
Pada abdomen, pemeriksaan fisis yang perlu dicari adalah
- Manuvervalsava
ada atau tidaknya asites dan pembesaran hati. Kedua ha1
Manuver ini menurunkan ukuran ventrikel kiri
tersebut dapat terjadi akibat kongesti pada gagal jantung.
dan menurunkan aliran darah balik vena ke
Splenomegali kadang juga bisa ditemukan pada pasien
jantung kanan kemudian diikuti penurunan
dengan endokarditis infektif.
ke jantung kiri. Oleh karena itu, murmur yang
berasal baik dari jantung kanan dan kiri (stenosis
Ekstremi tas
aorta, regurgitasi mitral, dan stenosis trikuspid)
terdengar lebih pelan. Sementara itu, murmur Edema
akibat kardiomiopati obstruktif hipertropi, prolaps Saat tekanan vena perifer tinggi, seperti yang terjadi pada
katup mitral, dan murmur diastolik stenosis mitral gagaljantung kongestif, tekanan di vena terdistribusi secara
akan terdengar lebih kera~.~O berkebalikan ke pembuluh darah kecil. Terjadi transudasi
Saat manuver valsava dilepaskan, aliran darah ke cairan kejaringan sehingga volume cairan meningkat dan
ventrikel kiri meningkat sehingga suara murmur mengakibatkan edema yang pitting. Edema pitting dapat
akibat stenosis aorta, regurgitasi aorta (setelah 4 ditemukan dengan melakukan penekanan dengan jari ke
atau 5 denyut) dan regurgitasi ataupun stenosis daerah pretibial, kemudian ketika jari diangkat, angkat
pulmonal terdengar lebih keras. Sebaliknya, pada terlihat atau teraba lekukan bekas penekananjari di daerah
murmur akibat stenosis trikuspid, suara murmur tersebut (Gambar 31)..lika pemeriksa menemukan edema
terdengar lebih ~elan.~O pitting, sebaiknya pemeriksa juga membedakan antara
- Latihan isometrik pitting lambat dan cepat, karena masing-masing memiliki
Salah satu bentuk latihan isometrik adalah sit penyebab yang berbeda.
up dalam waktu 20 detik.4 Latihan isometrik Edema pitting lambat (>40 detik) berhubungan
akan meningkatkan afterload dan resistensi dengan kadar albumin yang normal, sebaliknya edema
arteri perifer sehingga membuat murmur akibat pitting cepat (<40 detik) berhubungan dengan kadar
regurgitasi mitral, regurgitasi aorta, dan murmur albumin yang rendah.4 Edema dengan kadar albumin
diastolik stenosis mitral terdengar lebih kera~.~O yang normal terjadi karena adanya hipertensi sistem
Sedangkan, pada stenosis aorta, kardiomiopati vena. Hipertensi sistem vena dapat disebabkan karena
obstruktif hipertropi, dan prolaps katup mitral, kelainan sistemik (gagal jantung kongestif, penyakit
suara murmur akan terdengar lebih pelan. ?O perikardial, regurgitasi trikuspid) atau kelainan regional
Pada stenosis aorta, suara murmur terdengar (sindrom vena kava inferior, trombosis vena, insufisiensi
lebih pelan karena adanya gradien tekanan vena tungkai bawah)
yang menurun. Sedangkan pada kardiomiopati
obstruktif hipertropi dan prolaps katup mitral
murmur terdengar lebih pelan karena volume
ventrikel yang meningkat."
- Posisi berjongkok (squatting)
Posisi ini membuat aliran balik vena ke jantung
kanan menurun seiring dengan meningkatnya
afterload dan resistensi perifer. Hal i t u
menyebabkan suara murmur akibat regurgitasi
mitral, stenosis aorta, prolaps katup mitral,
dan regurgitasi mitral, serta murmur diastolik Gambar 31. Tes untuk edema pitting3
stenosis mitral terdengar lebih keras. Sementara
itu, murmur akibat kardiomiopati obstruktif
hipertropik, prolaps katup mitral, atau disfungsi
otot papilari akan terdengar lebih pelan.
Penyakit Gejala knampilan Umum Tanda Vital JVP Prekord Pemeriksaan fisis
lainnva
Stenos~saorta Pasien dengan stenosis aorta bisa Wilhams syndrome: Pulse:anacroticpulse(amplitudo JVP b ~ s anormal I& Pa: sustained, thrusting apex
asimtomatik hingga muncul gejala Retardasi fisikdan mental yang kecil, upstroke yang atau gelombang beat merupakan karakteristik
saat orifisium katup aorta menyempit dengan karakter facies lambat atau slow rising pulse, A terlihat jelas hipertropi ventrikel kiri. Sistolic
hingga 1/3 dari ukuran normalnya. yang khas: depressed dan prominen di brak~alisdan Terdapat brutt. thrill terpalpasi di sela ke 2
Gejala utama: nyeri dada, exertionof nasal bridge dan coarse karotid) kanan.
syn9coj3S:~,k"xertionaidyspneo, dan poutingkpi. Biasanyapada A: bunyi j a n t u n g S2 yang
suddenG d & h . jindrom ini juga terdapat rnengeras, bunyi S4 kiri, splitting
Gejaia "4,ain: fatigue, palpitasi, sten~sisarteri pulrnonalis paradoxical pada yang ringan
gejala=~@5-padararang tua, dan perifer yang rnultipel. dan splitting wide persistent pada
gangger;n"l5&ng%h$m.
in. , yang berat, te~dengac,earlysystolic
ejection souh~..~ufhur: eXction
systolic yansBH@ga't pada area
aorta (&la iga'ke2):'ba~s.stdmal
kiri, ap&$Qg$ '&=n
karotid-dengdrwnada rendah,
kasar, dan b8rg&muruti, bentuk
crescendo-decrescendo, grade 3/6
pada obstruksi+yangsignifikan.
Regurgitasi aorta Gejala utama: palpitasi, breathlessness, Sindrom Marfan: Beberapa karakteristik denyut Suara murmur di I& Pa: denyut ape& bergeser ke Edema tungkal
exertion01 chest pain, dan gejala A s t h e n ic b o d y, padaregurgitasiaorta: leher yang mirirp arah inferior dan lateral.
gagal ventrikel kiri (ketidaknyamanan ekstremitas yang panjang, Pulsus Corrigan: pulsasi karotid venous hum A: Bunyi jantuhg S2 komponen
abdomen dan edema tungkai). arachnodactaly,subluksasi yang rnenonjol (rapid upstroke Bunyi jantung S2 aorta melemah/menghilang,
Gejala jika AR berat: lensa. dan kolaps dengan cepat), komponen aorta galop S3, systolic ejection click
Nye~iletlt?~,r~yetidbdur~let~, p~blutdlTetddpdl blue s ~ l e ~padd
a lrrlilrul pada pasiarl der~ganyang melemah yang keras dl sepanjang batas
dizziness. berkeringatyang berlebihan osteogenesis imperfeda. AR berat. Pulsus Corrigan galop S3 sternal kiri. Murmur: eorlydiastolic
di trunk Corvisart's facies: Muka dinamakanjuga water homer. m u r m u r e a r l y yang terdengar di sela iga ke 2/
y a n g b e n g k a k d a n deMusset'sslgn: head bobblng dlastollk (betat) batas sternal kiri/apeks/batas
sianosis, dengan kelopak mengikuti denyut jantung. sternal kanan dengan karakteristik
mata yang puffy dan mata Traube's sign: suara jantung frekuensi tinggi/lembut/blowing/
mengkilap. pistol-shot yang terdengar di musical, grade 3/6. Biasanya juga
arteri femoral baik saat sistol terdengar murmur systolic ejection
maupun diastol. di basis dan Austin Flint murmur.
Muller's sign: pulsasi sistolik
di uvula.
Duroziez's sign: terdeng ar
murmur sistolik di arteri femoral
saat ditekan (kompres) secara
proksimal dan murmur diastolik
saat ditekan secara distal, atau
murmur sistolik'dan diastolik
dengan peningkatan kompresi
di arteri femoralis.
Quincke's sign: pulsasi kapiler
yang terlihat di nail bed.
Hill's sign: tekanan sistolik
manset popliteal melebihi
tekanan sistolik manset
brachials( r W m m m f .
Becker's sign: pulsasi arteri
yang terlihat di arteri retinalis.
Stenosispulrnonalis Gejala: dyspneo on exertion, anglna, P a d a st e n o s i s Gelornbang A yang Pa: t h r i l l sistolik pada area
palpitasi, dan tanda-tanda gagal pulrnonaliskongenital menonjol pada JVP pulmonalis, sustained porosternol
jantung kanan. biasanya terdapat tanda- heave akibat hipertropi ventrikel
tanda berikut: kanan
Moon face A: Hilangnya suara pulmonic,
Noonan's syndrome wide splif 53. 54 di ventrikel
Hipertelorisrne kanan, terdapat ejection systolic
Malformasiangiomatous click. Murmur: midsistolik yang
di seluruhkulit terdengar di sela iga ke 2 di batas
sternal k i r ~dan tidak rnenjalar,
dengan bentuk crescendo-
decrescendogrode4/6.
Biasanya tidak terdapat gejala awal Ps P2 rnenonjol pada pasien dengan
hingga kondisi ini progresif menjadi regurgitasipulmonalisakibat
gagal jantung yang mernunculkan hipertensi, terdapat wide splitting
g e j a l a n y e r i dada, f a t i g u e , 52, terdengar 53 dan 54 di sela
lightheodedness, atau pingsan. iga ke 4 parasternal kiri. Murmur:
earlydiostolic yang dapat didengar
pada batas sternal kiri dengan
nada tinggi, blowing decrescendo.
Murmur ini disebut juga Grohom
Steel murmur.
190 ILMU DIAGNOSTIK FISIS

REFERENSI

Ranganathan N, Sivaciyan V, Saksena FB. The Art Sci-


ence of Cardiac Physical Examination. New Jersey: Hllmana
Press; 2007.
Bickley LS, Szilagyl PG. Bates' Guide to Physical Examina-
tion and History Taking. l l t h ed. Philadelphia: Lip?incott
Williams & Wilkins; 2013.
Swartz MH. Textbook of Physical Diagnosis. 6th ed. Phila-
delphia: Saunders Elseviers; 2010.
Ranitya R, Salim S, Alwi I. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
Kardiovaskular. In: Setiati S, Nafrialdi, Alwi I, Syam AF,
Simadibrata M, editors. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
Komprehensif. Jakarta: Interr~aPublishing; 2013.
Roberts KP, Weinhaus AJ. Anatomy of the Thoracic Wall,
Pulmonary Cavities, and Mediastinum. In: Iaizzo PA, editor.
Handbook of Cardiac Anatomy, Physiology, and Devices.
New York: Humana Press; 2005.
Wernhaus AJ, Roberts KP. Anatomy of the Human H ~ a r tIn: .
Iaizzo PA, editor. Handbook of Cardiac Anatomy, Physiology,
and Devices. New York: Humana Press; 2005.
Tortora GJ, Derrickson B. Principles of Anatomy and Physiol-
ogy. l l t h ed. Hoboken: Wiley; 2006.
Bickley LS, Szilagyl PG. Bates' Guide to Physical Examina-
tion and History Taking. 10th ed. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins; 2009.
Vulliamy DG. Turner's syndrome with coarctation of the
aorta. Proc R Soc Med. 1953 Apr;46(4):279-80.
Appropriate body-mass index for Asian populations and its
implications for policy and intervention strategies. Lancet.
2004 Jan 10;363(9403):157-63.
Fang JC, O'Gara PT. The History and Physical Examhation:
An Evidence-Based Approach. In: Braunwald E, Bonc~wRO,
Mann DL, Zipes DP, Libby P, editors. Braunwald's Heart
Disease A Textbook of Cardiovascular Medicine. 9th ed.
Philadelphia: Elsevier Saunders; 2012.
WilliamsJC, Barratt-Boyes BG, Lowe JB. Supravalvular aortic
stenosis. Circulation. 1961 Dec;24:1311-8.
Murthy PRK. Heart in Fours Cardiology for Residents and
Practitioners. 1st ed. New Delh: Jaypee Brothers Medical
Pub; 2013.
Pickering TG, Hall JE, Appel LJ, Falkner BE, Graves J, Hill
MN, et al. Recommendationsfor blood pressure measurement
in humans and experimental animals: part 1: blood pressure
measurement in humans: a statement for professiona:~from
the Subcommittee of Professional and Public Education of the
American Heart Association Council on High Blood Pressure
Research. Circulation. 2005 Feb 8;111(5):697-716.
Smith L. New AHA Recommendations for Blood Pressure
Measurement2005[cited 2014 Jan 231: Available from: http://
www.aafp.org/afp/2005/1001/p1391.html.
Morris DC. The Carotid Pulse. In: Walker HK, Hall WD, Hurst
JW, editors. Clinical Methods: The History, Physical, and
Laboratory Examinations. Boston: Butterworths; 1990.
Mangione S. Physical DiagnosisSecrets. 2nd ed. Philadelpha:
Elsevier Inc.; 2008.
McGee S. Evidence-Based Physical Diagnosis. 3rd ed Phila-
delphia: Elsevier Saunders; 2012.
A p ~ l e f e l dMM. The Jugular Venous Pressure and Pulse
Contour. In:Walker HK, Hall WD, Hurst JW, editors. Clinical
Methods: The History, Physical, and Laboratory Ex3mina-
tions. 3rd ed. Boston: Butterworths; 1990.
Shea MJ. Cardiovascular Examination2013 [cited 2013 Feb
111: Available from: http://www.merckmanuals.com/pro-
fessional/cardiovascular~disorders/approach~to~the~~ar-
diac~patient/cardiovascular~examination.htd.
PEMERIKSAAN ABDOMEN
Marcellus Simadibrata K

PENDAHULUAN

Perneriksaan fisik abdomen atau perut merupakan


bagian dari perneriksaan fisik urnurn secara keseluruhan.
Secara urnurn tujuan perneriksaan abdomen yaitu untuk
rnencari atau rnengidentifikasi kelainan pada sistern
gastrointestinal, atau sistem organ lain yang terdapat
di abdomen seperti sistern ginjal dan saluran kemih,
atau genitalia/perineurn (jarang). Sebelurn rnelakukan
perneriksan fisik abdomen, sangat diperlukan anarnnesis Gambar 1. Pembagian daerah abdomen (4 kuadran)
yang cerrnat untuk rnendeteksi adanya kelainan sistern
saluran cerna atau sistern lainnya di abdomen.

DEFINISI

Abdomen didefinisikan sebagai suatu rongga dalarn badan


di bawah diafragrna sarnpai dasar pelvis. Sedangkan
yang dirnaksud dengan pemeriksaan fisik abdomen yaitu
perneriksaan daerah abdomen atau perut di bawah arkus
kosta kanan-kiri sarnpai garis lipat paha atau daerah
inguinal. Gambar 2. Pernbagian daerah abdomen (9 regio)
Pembagian regional abdomen
Ada beberapa cara untuk rnernbagi perrnukaan
dengan rnenarik dua garis sejajar dengan garis median
dinding perut dalarn beberapa regio
dan dua garis transversal yaitu yang rnenghubungkan
1. Dengan rnenarik garis tegak lurus terhadap garis
dua titik paling bawah dari arkus kosta dan satu garis
median melalui urnbilikus. Dengan cara ini dinding
lagi yang rnenghubungkan kedua spina iliaka anterior
depan abdomen terbagi atas 4 kuadran atau lazirn
superior(S1AS). Berdasarkan pernbagian yang lebih
disebut sebagai berikut: a). Kuadran kanan atas,
rinci tersebut perrnukaan depan abdomen terbagi atas
b).Kuadran kiri atas, c).Kuadran kiri bawah d). Kuadran
9regio: 1.Regio epigastriurn 2. Regio hipokondrium
kanan bawah
kanan 3. Regio hipokondrium kiri 4. Regio umbilikus
K e p e n t i n g a n pernbagian i n i y a i t u u n t u k
5. Regio lurnbal kanan 6. Regio lurnbal kiri 7. Regio
rnenyederhanakan penulisan laporan misal untuk
hipogastriurn atau regio suprapubik 8. Regio iliaka
kepentingan konsultasi atau perneriksaan kelainan
kanan 9. Regio iliaka kiri
yang rnencakup daerah yang cukup 1uas.l
2. Pernbagian yang lebih rinci atau lebih spesifik yaitu Kepentingan pembagian ini yaitu bila kita rneminta
pasien untuk menunjukkan dengan tepat lokasi rasa nyeri merupakkan titik VIII. Garis ini digunakan untuk
serta melakukan deskripsi penjalaran rasa nyeri tersebut. menyatakan pembesaran limpa.
Dalam kondisi ini sangat penting untuk membuat peta
lokasi rasa nyeri beserta penjalarannya, sebab sudah
diketahui karakteristik dan lokasi nyeri akibat kelainan
masing-masing organ intraabdominal berdasarkan
hubungan persarafan viseral dan somatik.
Secara garis besar organ-organ di dalam abdomen
dapat diproyeksikan pada permukaan abdomen walaupun
tidak setepat dada antara lain:
a. hati atau hepar berada di daerah epigastrium dan di
daerah hipokondrium kanan
b. lambung berada di daerah epigastrium
c. limpa berada di daerah hipokondrium kiri
d. kandung empedu atau vesika felea seringkali berada
pada perbatasan daerah hipokondrium kanan dan Gambar 4. Penentuan titik Mc Burney(a) Penentuan garis
epigastrium Schuffner(b)
e. kandung kencing yang penuh dan uterus pada orang
hamil dapat teraba di daerah hipogastrium PEMERIKSAAN ABDOMEN
f. apendiks berada di daerah antara daerah iliaka kanan,
lumbal kanan dan bagian bawah daerah umbilikal. Pemeriksaan ini dilakukan dengan posisi pasien terlentang,
kepala rata atau dengan satu bantal, dengan kedua tangan
disisi kanan-kirinya. Usahakan semua bagian abdomen
dapat diperiksa termasuk xiphisternum dan mulut hernia.
Sebaiknya kandung kencing dikosongkan dulu sebelum
pemeriksaan dilakukan. Pemeriksaan abdomen ini terdiri
4 tahap yaitu inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.

Pemeriksaan lnspeksi
Pemeriksaan ini dilakukan dengan melihat abdomen baik
NYERl BlLlER NYERl KOLON
bagian depan ataupun belakang (pinggang). lnspeksi
ini dilakukan dengan penerangan cahaya yang cukup
sehingga dapat dicermati keadaan abdomen seperti
simetris atau tidak, bentuk atau kontur, ukuran, kondisi
dinding perut (kulit, vena, umbilikus, striae alba) dan
pergerakan dinding abdomen.
Pada pemeriksaan tahap awal ini diperhatikan secara
visual kelainan-kelainan yang terlihat pada abdomen
seperti jaringan parut karena pembedahan, asimetri
abdomen yang menunjukkan adanya masa tumor, striae,
NYERl ULKUS NYERl PANKREAS vena yang berdilatasi, caput medusae atau obstruksi vena
Gambar 3. Proyeksi nyeri organ pada dinding depan abdomen kava inferior, peristalsis usus, distensi dan hernia.
Pada keadaan normal terlentang, dinding abdomen
Selain peta regional tersebut terdapat beberapa titik terlihat simetris. Bila ada tumor atau abses atau pelebaran
dan garis yang sudah disepakati: setempat lumen usus membuat abdomen terlihat tidak
1. Titik Mc Burney yaitu titik pada dinding perut kuadran simetris. Pada keadaan normal dan fisiologis, pergerakan
kanan bawah yang terletak pada 113 lateral dari garis dinding usus akibat peristaltik usus tidak terlihat. Bila
yang menghubungkan SIAS dengan umbilicus. Titik terlihat gerakan peristaltik usus maka dapat dipastikan
Mc Burney tersebut dianggap lokasi apendiks yang adanya hiperperistaltik dan dilatasi sebagai akibat
akan terasa nyeri tekan bila terdapat apendisitis. obstruksi lumen usus. Obstruksi lumen usus ini dapat
2. Garis Schuffner: yaitu garis yang menghubungkan disebabkan macam-macam kelainan antara lain tumor,
titik pada arkus kosta kiri dengan umbilikus (dibagi perlengketan, strangulasi dan skibala.
4) dan garis ini diteruskan sampai SIAS kanan yang Bentuk dan ukuran abdomen dalam keadaan normal
PEMERIKSAAN ABDOMEN

bervariasi tergantung habitus, jaringan lemak subkutan stetoskop, biasanya setelah makan atau dalam keadaan
atau intraabdomen dan kondisi otot dinding abdomen. lapar. Dalam keadaan normal bising usus terdengar lebih
Pada keadaan starvasi bentuk dinding abdomen cekung kurang 3 kali permenit. .lika terdapat obstruksi usus, suara
dan tipis, disebut bentuk skopoid. Pada keadaan ini peristaltik usus ini akan meningkat, lebih lagi pada saat
dapat terlihat gerakan peristaltik usus. Abdomen yang timbul rasa sakit yang bersifat kolik. Peningkatan suara
membuncit dalam keadaan normal dapat terjadi pada ~ s u sini disebut borborigmi. Pada keadaan kelumpuhan
pasien gemuk. Pada keadaan patologis, abdomen usus (paralisis) misal pada pasien pasca-operasi atau pada
membuncit disebabkan oleh ileus paralitik, ileus obstruktif, keadaan peritonitis umum, suara ini sangat melemah dan
meteorismus, asites, kistoma ovarii, dan kehamilan. jarang bahkan kadang-kadang menghilang. Keadaan
Tonjolan setempat menunjukkan adanya kelainan organ di ini juga bisa terjadi pada tahap lanjut dari obstruksi
bawahnya, misal tonjolan regio suprapubis terjadi karena usus dimana usus sangat melebar dan atoni. Pada ileus
pembesaran uterus pada wanita atau terjadi karena retensi obstruksi kadang terdengar suara peristaltik dengan nada
urin pada pria tua dengan hipertrofi prostat atau wanita yang tinggi dan suara logam (metallic sound).
dengan kehamilan muda. Pada stenosis pilorus, lambung Suara sistolik atau diastolik atau murmur mungkin
dapat menjadi besar sekali sehingga pada abdomen dapat didengar pada auskultasi abdomen. Bruit sistolik
terlihat pembesaran setempat. dapat didengar pada aneurisma aorta atau pada pem-
Pada kulit abdomen perlu diperhatikan adanya besaran hati karena hepatoma. Bising vena (venous hum)
sikatriks akibat ulserasi pada kulit atau akibat operasi yang kadang-kadang disertai dengan terabanya getaran
atau luka tusuk. (thrill), dapat didengar di antara umbilikus dan epigastrium.
Adanya garis-garis putih sering disebut striae alba Pada keadaan fistula arteriovenosa intraabdominal
yang dapat terjadi setelah kehamilan atau pada pasien kadang-kadang dapat didengar suara murmur.
yang mulanya gemuk atau bekas asites. Striae kemerahan
dapat terlihat pada sindrom Cushing. Pulsasi arteri pada
dinding abdomen terlihat pada pasien aneurisma aorta
atau kadang-kadang pada pasien yang kurus, dan dapat
terlihat pulsasi pada epigastrium pada pasien insufisiensi
katup trikuspidalis.
Kulit abdomen menjadi kuning pada berbagai macam
ikterus. Adakah ditemukan garis-garis bekas garukan
yang menandakan pruritus karena ikterus atau diabetes
melitus.
Pelebaran vena terjadi pada hipertensi portal.
Pelebaran disekitar umbilikus disebut kaput medusae
Gambar 5. Jaringan parut abdomen
yang terdapat pada sindrom Banti. Pelebaran vena akibat
obstruksi vena kava inferior terlihat sebagai pelebaran
vena dari daerah inguinal ke umbilikus, sedang akibat Pemeriksaan Palpasi
obstruksi vena kava superior aliran vena ke distal. Palpasidinding abdomen sangat penting untuk menentukan
ada tidaknya kelainan dalam rongga abdomen.
Pemeriksaan Auskultasi Palpasi dilakukan secara sistematis dengan seksama,
Pemeriksaan ini sekarang lebih banyak dilakukan para pertama kali tanyakan apakah ada daerah-daerah yang
dokter setelah pemeriksaan inspeksi, sehingga gerakan nyeri tekan. Perhatikan ekspresi wajah pasien selama
dan bunyi usus tidak dipengaruhi pemeriksaan palpasi peme~iksaanpalpasi. Sedapat mungkin seluruh dinding
dan perkusi. perut terpalpasi. Kemudian cari apakah ada pembesaran
massa tumor, apakah hati, limpa dan kandung empedu
Pemeriksaan ini dilakukan untuk memeriksa:
membesar atau teraba. Pada pemeriksaan ginjal,
suara/bunyi usus: frekuensi danpitch meningkat pada
dilakukan pemeriksaan ballotement (periksa apakah ginjal,
obstruksi, menghilang pada ileus paralitik
ballottement positif atau negatif). Palpasi dilakukan dalam
Succussion splash - untuk mendeteksi obstruksi
2 tahap yaitu palpasi permukaan (superficial) dan palpasi
lambung.
dalam (deep palpation). Palpasi dapat dilakukan dengan
Bruit arterial
satu tangan dapat pula dua tangan (bimanual) terutama
Venous hum pada kaput medusa.
pada pasien gemuk. Biasakan palpasi dengan seksama
Dalam keadaan normal, suara peristaltik usus kadang- meskipun tidak ada keluhan yang bersangkutan dengan
kadang dapat didengar walaupun tanpa menggunakan penyakit traktus gastrointestinal. Pasien diusahakan dalam
ILMU DIAGNOSTIK FISlS

posisi terlentang dengan bantal secukupnya, kecuali bila Pemeriksaan Perkusi


pasien sesak napas. Perneriksa berdiri di sebelah kanan Perkusi abdomen dilakukan dengan cara tidak langsung,
pasien, kecuali pada dokter yang kidal. sama seperti pada perkusi di rongga toraks tetapi dengan
penekanan yang lebih ringan dan ketokan yang lebih
Palpasi permukaan perlahan.
Posisi tangan menernpel pada dinding perut. Umurnnya
Pemeriksaan ini digunakan untuk:
penekanan dilakukan oleh ruas terakhir dan ruas zengah
mendeteksi kandung empedu atau vesika urinaria,
jari-jari, bukan dengan ujung jari. Sisternatika palpasi
dimana suaranya redup/pekak
dilakukan dengan hati-hati pada daerah nyeri yang
rnenentu~anukuran hati dan lirnpa secara kasar
dikeluhkan oleh pasien. Palpasi superfisial tersebut
rnenentukan penyebab distensi abdomen: penuh gas
bisa juga disebut palpasi awal untuk orientasi sekaligus
(timpani), massa tumor (redup-pekak) dan asites.
memperkenalkan prosedur palpasi pada pasien.
Perkusi abdomen sangat rnembantu dalam rnenentukan
Palpasi dalam apakah rongga abdomen berisi lebih banyak cairan atau
Palpasi dalarn dlpakai untuk identifikasi kelainanlrasa nyer udara. Dalarn keadaan normal suara perkusi abdomen
yang tidak didapatkan pada palpasi perrnukaan dan untuk adalah timpani, kecuali di daerah hati suara perkusinya
lebih menegaskan kelainan yang didapat pada palpas1 adalah pekak. Hilangnya sama sekali daerah pekak hati
perrnukaan dan yang terpenting yaitu untuk palpas organ dan bertarnbahnya bunyi timpani di seluruh abdomen
secara spesifik rnisalnya palpasi hati, lirnpa, dan ginjal. harus dipikirkan akan kernungkinan adanya udara bebas
Palpasi dalarn juga penting pada pasien yang gernuk atau didalarn rongga perut, rnisal pada perforasi usus.
pasien dengan otot dinding yang tebal. Dalarn keadaan adanya asitesl cairan bebas di
Perinci nyeri tekan abdomen antara lain, berat dalarn rongga abdomen, perkusi di atas dinding perut
ringannya, lokasi nyeri yang rnaksirnal, apakah ada tahanan rnungkin timpani dan di sarnpingnya pekak. Dengan
(peritonitis), apakah ada nyeri "rebound bila tak ada rnerniringkan pasien ke satu sisi, suara pekak ini akan
tahanan. Perinci massa tumor yang ditemukan antara lain, berpindah-pindah (shifting dullness). Perneriksaan shifting
lokasi, dan ukuran (diukur dalarn crn), bentuk, perrnukaan dullness sangat patognornonis dan lebih dapat dipercaya
(rata atau ireguler), konsistensi (lunak atau keras), pinggir dari pada rnerneriksa adanya gelornbang cairan. Suatu
(halus atau ireguler), nyeri tekan, rnelekat pada kulit atau keadaan yang disebut fenornena papan catur (chessboard
tidak, rnelekat pada jaringan dasar atau tidak, dapat phenomen) dirnana pada perkusi dinding perut diternukan
di"indentU(tinja"indentable")?,berpulsasi (rn~salaneurisrna bunyi timpani dan redup yang berpindah-pindah, sering
aorta), terdapat lesi-lesi satelit yang berhubungan (rnisal diternukan pada peritonitis tuberkulosa.
metastasis), transiluminasi (rnisal kista berisi cairan) dan
adanya bruit. Pada palpasi hati, rnulai dari fosa iliaka Beberapa Cara Pemeriksaan Asites:
kanan dan bergerak ke atas pada tiap respirasi, jari-jari a. Cara pemeriksaan gelombang cairan.
harus mengarah pada dada pasien. Pada palpasi kandung Cara ini dilakukan pada pasien dengan asites yang
ernpedu, kandung ernpedu yang teraba biasanya selalu cukup banyak dan perut yang agak tegang. Pasien
abnormal. Pada keadaan ikterus, kandung ernpedu yang dalarn keadaan berbaring terlentang dan tangan
teraba berarti bahwa penyebabnya bukan hanya batu perneriksa diletakkan pada satu sisi sedangkan
kandung empedu tapi juga harus dipikirkan karsinorna tangan lainnya rnengetuk-ngetukdinding perut pada
pankreas. Pada palpasi lirnpa, rnulai dekat urnbilikus, raba sisi lainnya. Sernentara untuk rnencegah gerakan
lirnpa pada tiap inspirasi, bergerak secara bertahap te atas yang diteruskan rnelalui dinding abdomen sendiri,
dan kiri setelah tiap inspirasi dan jika tidak teraba, ulangi rnaka tangan perneriksa lainnya (dapat pula dengan
perneriksaan pasien dengan posisi rnenyarnping te kiri, pertolongan tangan pasien sendiri) diletakkan di
dengan pinggul kiri dan lutut kiri ditekuk. Pada palpasi tengah-tengah perut dengan sedikit tekanan.
ginjal, palpasi birnanual dan pastikan dengan perneriksaan b. Perneriksaan rnenentukan adanya redup yang
ballottement. berpindah (shifting dullness)
Usahakan dapat rnernbedakan lirnpa dengan ginjal. c. Untuk cairan yang lebih sedikit dan rneragukan
Bila lirnpa, tak dapat mencapai bagian atasnya, bergerak dapat dilakukan perneriksaan dengan posisi pasien
dengan respirasi, redup-pekak pada perkusi, ada notch teng kurap dan rnenungging (knee-chest position).
atau incisura lirnpa, negatif pada ballottement. Bila ginjal, Setelah beberapa saat, pada daerah perut yang
dapat mencapai bagian atasnya, tidak dapat dige-akkan terendahjika pada saat diperkusi terdapat cairan akan
(atau bergerak lambat), beresonansi pada perkusi, tidak terdengar bunyi redup.
ada notch atau incisura dan positif pada ballottement. d. Perneriksaan Puddle sign
PEMERIKSAAN ABDOMEN

Seperti pada posisi knee-chest d a n d e n g a n perrnukaannya teraba berbenjol


rnenggunakan stetoskop yang diletakkan pada - Apakah terdapat nyeri tekan. Hal ini dapat terjadi
bagian perut terbawah didengar perbedaan suara pada kelainan antara lain, abses hati, tumor hati.
yang ditirnbulkan karena ketukan jari-jari pada sisi Selain itu pada abses hati dapat dirasakan adanya
perut pada saat stetoskop digeserkan dari satu sisi fluktuasi.
ke sisi lainnya. Pzda keadan normal, hati tidak akan teraba pada
e. Pada pasien pada posisi tegak rnaka suara perkusi palpasi kecuali pada beberapa kasus dengan tubuh
redup didengar di bagian bawah. yang kurus (sekitar 1jari). Terabanya hati 1 - 2 jari
di bawah lengkung iga harus dikonfirrnasi apakah
ha1 tersebut rnernang suatu pernbesaran hati atau
PEMERIKSAAN JASMANI ORGAN ABDOMEN kzrena adanya perubahan bentuk diafragrna (rnisal
ernfiserna paru). Untuk rnenilai adanya pernbesaran
Hati lobus kiri hati dapat dilakukan palpasi pada daerah
Pada inspeksi harus diperhatikan apakah terdapat garis tengah abdomen ke arah epigastriurn. Batas atas
penonjolan pada regio hipokondriurn kanan. Pada keadaan hati sesuai dengan perneriksaan perkusi batas paru
pernbesaran hati yang ekstrirn (misal pada tumor hati) hati (normal pada sela iga 6). Pada beberapa keadaan
akan terlihat perrnukaan abdomen yang asirnetris antara patologis rnisal ernfisema paru, batas ini akan lebih
daerah hipokondriurn kanan dan kiri. rendah sehingga besar hati yang normal dapat teraba
Berikut ini adalah langkah-langkah perneriksaan hati: tepinya pada waktu palpasi. Perkusi batas atas dan
a. Posisi pasien berbaring terlentang dengan kedua bawah hati (perubahan suara dari redup ke timpani)
tungkai kanan dilipat agar dinding abdomen lebih berguna untuk rnenilai adanya pengecilan hati (misal
lentur. Dinding abdomen dilernaskan dengan cara siposis hati). Pekak hati rnenghilang bila terjadi udara
menekuk kaki sehingga rnernbentuk sudut 45-60", bebas di bawah diafragrna karena perforasi. Suara
b. Pasien dirninta untuk rnenarik napas panjang bruit dapat terdengar pada pembesaran hati akibat
c. Pada saat ekspirasi rnaksirnal jari ditekan ke bawah, tumor hati yang besar.
kernudian pada awal inspirasi jari bergerak ke kranial
dalarn arah parabolik. Lirnpa
d. Diharapkan, bila hati rnernbesar akan terjadi sentuhan TekniE: palpasi lirnpa tidak berbeda dengan palpasi hati.
antara jari perneriksa dengan hati pada saat inspirasi Pada keadaan normal lirnpa tidak teraba. Lirnpa rnernbesar
rnaksimal. rnulai dari bawah lengkung iga kiri, rnelewati umbilikus
Palpasi dikerjakan dengan rnenggunakan sisi palrnar sarnp3i regio iliaka ikanan. Seperti halnya hati, limpa
radial jari tangan kanan (bukan ujung jari) dengan juga bergerak pada saat inspirasi. Palpasi dirnulai dari
posisi ibu jari terlipat di bawah palrnar rnanus. Lebih regio iliaka kanan, rnelewati urnbilikus di garis tengah
tegas lagi bila arahjari rnernbentuk sudut 45"dengan abdomen, rnenuju ke lengkung iga kiri. Pernbesaran lirnpa
garis median. Ujung jari terletak pada bagian lateral diukur dengan rnenggunakan garis Schuffner, yaitu garis
rnuskulus rektus abdorninalis dan kernudian pada garis yang dimulai dari titik di lengkung iga kiri menuju ke
median untuk rnerneriksa hati lobus kiri. umbilikus dan diteruskan sarnpai di spina iliaka anterior
Palpasi dirnulai dari regio iliaka kanan rnenuju ke superior(S1AS) kanan. Garis tersebut dibagi rnenjadi 8
tepi lengkung iga kanan. Dinding abdomen ditekan bagian yang sarna.
ke bawah dengan arah dorsal dan kranial sehingga Palpasi lirnpa j u g a dapat diperrnudah dengan
akan dapat rnenyentuh tepi anterior hati. Gerakan ini merniringkan pasien 45 derajat ke arah kanan (ke arah
dilakukan berulang dan posisinya digeser 1-2 jari ke perneriksa). Setelah tepi bawah lirnpa teraba, rnaka
arah lengkung iga. Penekanan dilakukan pada saat dilakukan deskripsi sebagai berikut:
pasien sedang inspirasi. Bila pada palpasi kita dapat Berapajauh dari lengkung iga kiri pada garis Schuffner
rneraba adanya pernbesaran hati, maka harus dilakukan (S-I sarnpai dengan S-VIII)?
deskripsi sebagai berikut: Bagairnana k o n s i s t e n s i n y a ? A p a k a h k e n y a l
- Berapa lebar jari tangan di bawah lengkung iga (splenornegali karena hipertensi portal) atau keras
kanan? seperti pada malaria?
- Bagairnaan keadaan tepi hati. Misalnya tajarn pada Lntuk rneyakinkan bahwa yang teraba i t u adalah
hepatitis akut atau turnpul pada tumor hati? lirnpa, harus diusahakan rneraba incisuranya.
- Bagairnana konsistensinya? Apakah kenyal
(konsistensi normal) atau keras (pada tumor hati)? Ginjal
- Bagairnana perrnukaannya? Pada tumor hati Ginjal terletak pada daerah retroperitoneal sehingga
ILMU DIAGNOSTIK FISIS

pemeriksaan harus dengan cara bimanual. Tangan kin Pemeriksaan Anorektal


diletakkan pada pinggang bagian belakang dan tangar Pemeriksaan ini terdiri dari inspeksi dan palpasi, serta
kanan pada dinding abdomen bagian depan. Pembesarar pasien dalam posisi miring lateral dekubitus kiri.Pada
ginjal(akibat tumor atau hidronefrosis) akan teraba pemeriksaan inspeksi diperhatikan kelainan anus misal
di antara kedua tangan tersebut, dan bila salah satu adanya hemoroid eksterna, keganasan dan lain-lain.
tangan digerakkan akan teraba benturannya di tangan Pada palpasi dilakukan pemeriksaan colok dubur (digiti
lain. Fenomena ini dinamakan ballotement positil Pada manual atau rectal toucher). Oleskan jari telunjuk tangan
keadaan normal pemeriksaan ballottement negatif. kanan yang telah memakai sarung tangan dengan jeli
atau vaselin dan juga oleskan pada anus pasien. Beritahu
Pemeriksaan Sudut Kostovertebral Pinggang pasien bahwa kita akan memasukkan jari ke dalam anus.
Pemeriksaan dilakukan dengan meletakkan telapak Letakkan bagian palmar ujungjari telunjuk kanan pada tepi
tangan kiri di sudut kostovertebral kanan atau kiri, lalu anus dan secara perlahan tekan agak memutar sehingga
tangan kanan yang telah dikepalkan dipukulkan pada jari tangan masuk kedalam lumen anus. Masukkan lebih
punggung tangan kiri. B~lapada pemeriksaan tersebut dalam secara perlahan-lahan sambil menilai apakah
pasien mengeluh nyeri menunjukkan adanya infeksi terdapat spasme anus (misalnya pada fisura ani), hemoroid
pielonefritis akut. interna beserta derajatnya, masa tumor, rasa nyeri, mukosa
yang teraba ireguler, pembesaran prostat pada laki-laki
Pemeriksaan Inguinal atau penekanan dinding anterior oleh vagina/rahim pada
Pada daerah inguinal kanan dan kiri dilakukan inspeksi, dan wanita.Pada waktu jari telunjuk sudah dikeluarkan dari
palpasi untuk menentukan adanya pembesaran kelenjar anus, perhatikan pada sarung tangan apakah terdapat
getah bening. Ditentukan ukuran pembesaran kelenjar darah (merah atau hitam), lendir ataupun feses yang
getah bening serta diperiksa apakah terfiksir dengan menempel. Pada akhir pemeriksaan colok dubur jangan
dasarnya atau tidak. Diperiksa juga pemeriksaan untuk lupa membersihkan dubur pasien dari sisa jeli/kotoran
mendeteksi adanya hernia inguinal, dengan melelakkan dengan menggunakan kertas toilet.
telunjuk jari di inguinal media, kemudian pasien disuruh
menarik napas dan mengedan. Bila teraba benjolan atau
usus yang keluar di inguinal media, dapat dipastikan REFERENSI
bahwa pasien mengalami hernia inguinal.
I. Djojoningrat D, Rani HAA, Daldiyono H. Pemeriksaan fisis
abdomen. Dalam: Markum HMS editor. Anamnesis dan
Perineum pemeriksaan fisis. Jakarta: Pusat penerbitan bagian ilmu
Pemeriksaan abdomen akan lengkap dengan pemeriksan penyakit dalam FKUI.Jakarta; 2000.p. 107-26.
perineum dan colok dubur. 2. Leung W-C. Clinical examination passing your medical finals.
London Oxford University Press. 1996
Untuk pemeriksaan ini penting dijelaskan terlebih 3. Sidharta P. Pemeriksaan klinis umum. Cetakan ketiga.
dahulu pada pasien tentang tujuan dan manfaatnya. Jakarta. PT Dian Rakyat.1983.
Pasien berbaring dalam posisi lateral dekubitus kiri 4. Delp MH, Manning RT. Major's physical diagnosis. 8th
edition Asian edition. WB Saunders Co. Tokyo Japan.1975.
dengan kedua lutut terlipat kearah dada. Pemeriksa
5. Supartondo, Sulaiman A. Abdurrachman N, Hadiarto,
memakai sarung tangan. Dengan penerangan cahaya Hendarwanto. Perut. Dalam: Sukaton U editor. Petunjuk
yang adekuat, bokong kanan pasien ditarik ke atas dengan tentang riwayat penyakit dan pemeriksaan jasmani. Jakarta.
menggunakan tangan kiri pemeriksa sehingga kita dapat Bagan Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Cetakan ke 2.1986.p.55-
63.
melakukan inspeksi perineum dengan baik. Adanya 6. Lumley JSP, Bouloux PMG. Clinical examination of the
hemoroid eksterna atau interna yang prolaps, fisura ani, patient. 1st edition. London. Butterworth. 1994.p.110-30.
jaringan parut, perianal tags, dermatitis, keganasan, ul kus, 7. Bates B, Bickley LS, Hoekelman RA. A guide to physical
examination and history taking 6th edition. Philadelphia. JB
ataupun tumor dapat dinilai dengan baik. Lippincott. 1995.p.331-60.
8. Examination of the Abdomen. Available from url: http://
Pemeriksaan Urogenital Eksterna medinfo.ufi.edu/yearl/ bcs/clist/abdomen.html . Accessed
4 December 2011.
Pemeriksaan ini merupakan ha1 yang penting, walaupun
9. Abdominal Exam. Available from url: h t t p : / / w w w .
agak sensitif karena harus mendapat ijin dari pasien tipalagi prohealthsys.com/physical/abdominal~exam.php. Accessed
bila dokter dan pasien berbeda kelamin. Bila ditemukan 5 december 2011.
kelainan genital dapat dikonsulkan ke dokter kulit kelamin 10. PCM1: Abdominal Exam. Available from url: http://
ohsubooks.com/objectives/index.php?title=PCMl:~
atau dokter kandungan pada penderita wanita. Yang perlu Abdominal-Exam. Accessed 5 December 2011
diperhatikan tentu semua kelainan bawaan, penyakit
seksual dan lainnya dari genital eksterna.
PEMERIKSAAN FISIS INGUINAL,
ANOREKTAL DAN GENITALIA
Rudi Hidayat

PENDAHULUAN kurang 12 cm. Bagian pangkalnya bersambung dengan


kolon sigmoid, sedangkan bagian distalnya berbatasan
Anatomi inguinal dengan anus di anorectal junction yang mempunyai
Inguinal atau daerah pangkal paha dikenali dari batas bentuk anatomi seperti gigi gergaji (sawtooth-like). Pada
anatomisnya yaitu di antara spina iliaka superior anterior laki-laki, dinding posterior kelenjar prostat dapat dipalpasi
(SIAS), dan tuberositas pubis, serta adanya ligamen denganjari (pemeriksandalarn), dengan permukaan yang
inguinal di antara keduanya. Kanalis inguinalis adalah konveks, dan terdapat cekungan yang memisahkan lobus
saluran tempat berjalannya vas deferens dari skrotum ke kiri dan kanan.
rongga abdomen, dan terletak paralel dengan ligamen
inguinal. Kejadian hernia banyak yang berkaitan dengan Anatomi Genitalia Laki-Laki
kanalis inguinalis ini. Selain itu banyak kelenjar limfe Organ genitalia laki-laki tersusun dari penis, testis,
yang didapatkan di sekitar ligamen inguinal yang sering epididimis, skrotum, kelenjar prostat dan vesikula
kali membesar dan nyeri jika didapatkan inflamasi dari semin~lis.Penis terdiri dari dua korpus kavernosa di sisi
ekstremitas bawah.l dorsal dan satu korpus spongiosum di ventral yang berisi
saluran uretra dan membentuk glans penis di distal. Kulit
Anatomi Ansrektal penis tipis dan longgar sehingga memungkinkan untuk
Rektum dan anus membentuk bagian paling akhir dari ereksi, .denganwarna yang lebih gelap dibandingkan warna
sistim saluran cerna/gastrointestinal. Saluran anus kulit di tempat lain. Kulit penis yang menutupi glans penis
mempunyai panjang kira-kira 2,5-4 cm dan berujung di disebut preputium (akan dipotong pada saat sirkumsisi). Di
bagian posterior perineum. Ujung saluran anus tertutup bagian preputium (jika tidak disirkumsisi) dapat ditemukan
oleh otot konsentrik yang melingkar, berupa sfingter smegma, berupa bahan lemak yang padat berwarna putih
internal dan eksternal. Sfingter internal adalah otot polos yang merupakan hasil sekresi kelenjar sebaseus dan
yang berada di bawah kendali saraf otonom involunter. deskuamasi sel epitel glans penis. Skrotum juga ditutupi
Keinginan untuk defekasi muncul ketika rektum terisi feses kulit ya,ng lebih gelap. Organ ini terdiri dari dua ruangan
yang menimbulkan rangsangan berupa relaksasi sfingter yang dipisahkan oleh septum/sekat, dan masing-masing
internal. Defekasi akhirnya dikendalikan oleh sfingter ruang terdiri dari testis, epididimis, korda spermatikus
eksternal yang merupakan otot lurik di bawah kendali dan kremaster. Testis bentuk-nya oval dengan ukuran
saraf ~ o l u n t e r . ~ , ~ + 4 x 3 ~ 2cm, mempunyai fungsi untuk memproduksi
Bagian dalam saluran anus terdapatjaringan mukosa spermatozoa dan hormon testosteron. Epididimis adalah
yang kaya anastomosis vena dan dapat ditemukan saluran sperma dari testis, konsistensinya lunak dengan
melebar pada kondisi hemoroid interna. Sedangkan bentuk seperti tanda koma, berlokasi di sisi postero-lateral
pada bagian bawah anus didapatkan pleksus vena yang sedikit superior dari testis. Organ ini berfungsi sebagai
dapat melebar pada kelainan hemoroid ek~terna.~ Rektum tempat penyimpanan, pematangan dan transit sperma.
terletak superior dari anus dengan panjang saluran lebih Vas deferens (saluran sperma lanjutan epididimis) dimulai
198 ILMU DIAGNOSTIK FISIS

dari ekor epid~dirnis,naik ke korda spermatikus rnelalui dan/atau mengedan, rnenunjukkan hernia reponibilis.
kana!is ingu~nalisdan rnenyatu dengan vesikula serninalis Adanya benjolan yang rnenetap dengan perubahan
untuk rnernbentuk duktus ejakulatorius. Kelenjar prostat posisi harus dicurigai hernia irreponibilis, dan jika disertai
terdapat di sekitar pangkal uretra pada leher kandung nyeri rnaka menunjukkan adanya hernia inkarserata yang
kernih, dengan ukuran kira-kira sebesar testis. Kelenjar ini rnernerlukan tindakan segera. Pemeriksaan kelenjar lirnfe
rnernproduksi sebagian besar cairan yang akan rnenbentuk sepanjang inguinal harus dilakukan, dan jika ada rnaka harus
cairan ejakulat bersarna-sarna dengan sperrna yaqg akan diidentifikasi jurnlah, ukuran, konsistensi, dapat digerakkan
diekskresikan lewat duktus ejakulator~uske uretra. Selain atau ada perlekatan, nyeri tekan dan tanda radang yang
itujuga didapatkan pertumbuhan rambut pubis di pangkal 1ain.l
penis sebagai salah satu tanda seks sekunder, dengan
ciri rambut yang berornbak, kasar dan rnembentuk pola
seperti diamond dari urnbilikus ke anus.lz2 PEMERIKSAAM AMOREKTAL

Anatorni Genitalia Perempuan Anamnesis


Organ genitalia perernpuan dibedakan rnenjadi organ Anarnnesis yang penting rneliputi perubahan kebiasaan
eksternal dan internal. Organ eksternal terdiri dari vulva defekasi yang dapat rnenunjukkan adanya gangguan fungsi
yang rneliputi rnons pubis (area berarnbut dan berlernak dari saluran cerna, khususnya anorekta!. Harus ditanyakan
di atas sirnfisis pubis), labia mayora dan labia minora. Area frekuensi defekasi, konsistensi dan adanya darah/lendir
yang dibatasi labia rninora disebut vestibule yang bagian pada feses, perdarahan di anus, ada tidaknya gejala lain
posteriornya terdapat pintu rnasuk vagina (introitus vagina) seperti inkontinensia, flatus, nyeri, rnual, rnuntah dan
yang biasa ditutupi hirnen (urnumnya pada virgin). Perineum krarn perut. Selain itu perlu dijelaskan tentang onset dan
adalah area di antara introitus vagina dan anus. Salurm uretra durasi gejala serta hubungannya dengan rnakanan atau
terdapat di vestibule bagian anterior dengan dua <elenjar kondisi stres psikis, rnaupun hubungannya dengan obat-
parauretral (Skene's gland) di kanan kirinya. Sedmgkan obatan yang dikonsumsi. Pada laki-laki ditanyakan juga
kelenjar Bartholini terletak di kanan kiri dan posterior dari gejala-gejala gangguan pada prostat seperti inkontinensia
introitus vagina. Vagina menyerupai tabung berujung pada urin, urgensi, nokturia, gangguan aliran kencing, serta
fornix anterior, posterior, dan lateral yang dipisahkan oleh adanya riwayat pernbesaran prostat atau prostatitis
serviks yaitu Gagian bawah uterus yang menofijol ke vagina. sebelurnnya.Gejala-gejala sisternik yang rnenyertai
Uterus adalah struktur fibromuskuler yang berbentuk seperti harus juga dapat diidentifikasi, baik akibat penyakit
buah pear terbalik, terdiri dari korpus dan serviks. Tuba falopii akut seperti demarn dan nyeri, rnaupun penyakit kronik
yang terdapat di kanan kiri uterus menjadi saluran sel telur seperti penurunan berat badan dan nafsu makan, rnaupun
dari ovariurn ke uterus? dernam berkepanjangan. Riwayat penyakit sebelurnnya
rnaupun keluarga difokuskan pada riwayat penyakit infeksi,
autoirnun rnaupun keganasan di saluran cerna rnaupun
PEMERIKSAAN INGUINAL di sistirn organ lain. Berbagai faktor risiko untuk berbagai
penyakit akut maupun kronik juga ditanyakan seperti
Anamnesis kebiasaan diet, rnerokok, alkohol, aktivitas dan olahraga,
Pada anarnnesis ditanyakan adakah benjolan yang ras/suku, gangguan hormon, dan lain-1ain.l."
rnernbesar hilang tirnbul di daerah inguinal lateral rnaupun
medial, yang menandakan kernungkinan adanya hernia Pemeriksaan Fisik
inguinalis reponibilis, atau benjolan yang rnenetap dan Perneriksaan anorektal secara urnurn dirasakan pasien
disertai nyeri, yang menandakan adanya hernia inpuinalis sebagai perneriksaan yang tidak rnenyenangkan, sehingga
irreponibilis atau inkarserata. Benjolan-benjolan kecil yang pemeriksaan ini tidak rutin dilakukan, kecuali ada indikasi.
rnenetap dengan atau tanpa nyeri, sering dida~atkan Perneriksaan ini dapat dilakukan pada berbagai posisi
sebagai lirnfadenopati inguinal akut atau kronik, akibat pasien seperti knee chest position, berbaring miring ke
proses inflamasi/infeksi maupun kegana5an.l kiri dengan fleksi pada persendian panggul dan lutut,
atau posisi litotomi terutarna pada wanita. Diawali dengan
Pemeriksaan Fisik pemeriksaan daerah sacrococcigeal dan perianal. Diperiksa
Perneriksaan kernungkinan adanya hernia inguinalis dengan adakah kelainan kulit, jaringan parut, dan bengkak, nyeri
inspeksi dan palpasi daerah inguinal, yang perlu dikonfirmasi tekan. Waspadai adanya kelainan seperti rnanifestasijarnur,
adanya bising usus pada benjolan tersebut. Benjolan yang cacing, abses perianal rnaupun fistula/fisura perianal.
bisa rnenghilang atau rnengecil dengan posisi pasien yang Perneriksaan dilanjutkan ke daerah anus, dengan cara
terlentang, kemudian membesar dengan posisi berdiri rnembuka celah di antara kedua pantat pasien, lalu dicari
PEMERIKSAAN FISIS INGUINAL, ANOREKTAL, DAN GENITAUA

adanya fistula, fisura, prolaps rekti, hemoroid eksterna kecuali ada indikasi, baik berupa keluhan atau ada kaitan
ataupun hemoroid interna yang sudah keluar. Pemeriksaan dengan keluhan di tempat lain. Pemeriksaan inspeksi
dalam dilakukan dengan jari telunjuk (bersarung tangan) dan palpasi dilakukan mulai dari rambut pubis, dengan
yang sudah diberikan lubrikan/pelicin. Pasien diminta memperhatikan distribusi dan kelainan lainnya. Selanjutnya
untuk rileks, kemudian jari pemeriksa masuk ke anus. pemeriksaan penis mulai dari pangkal, batang dan glans
Pasien diminta untuk mengkontraksikan sfingter anal penis, untuk mendapatkan tanda-tanda radang, ulkus atau
eksterna, sehingga bisa dinilai tonusnya. Selanjutnya dinilai nyeri tekan. Pada pasien yang tidak dilakukan sirkumsisi,
mukosa anus, adakah nyeri, benjolan yang teraba atau diusahakan membuka preputium untuk mengevaluasi
feses yang tertahan, dan harus didiskripsikan ukuran dan glans penis (inflamasi/balanitis, atau ulkus), serta ada
lokasinya. Palpasi dinding mukosa anterior dapat sekaligus tidaknya smegma. Selanjutnya diperhatikan meatus
menilai kelenjar prostat (pada laki-laki), baik ukuran, kontur, uretra eksterna dan mukosanya, adakah stenosis, ulkus,
mobilisasi dan konsistensinya, juga adakah pembesaran dan adakah discharge (jika perlu lakukan penekanan di
atau nyeri tekan di lokasi tertentu. Prostat yang normal glans p e n i ~ ) . l . ~ , ~
berdiameter lebih kurang 4 cm dengan konsistensi yang Pemeriksaan skrotum dimulai dari inspeksi dan
kenyal, halus, dan bisa sedikit digerakkan. Terdapat celah palpasi kulit dan kelenjar sebaseus, serta rambut pubis.
(sulcus) yang memisahkan kedua lobus yang simetris. Dicari adakah pembengkakan, dan tanda radang yang
Pembesaran prostat pertama kali bisa dideteksi dengan lain termasuk nyeri tekan. Testis bisa diraba dengan
hilangnya celah ini, baik yang bersifat jinak maupun menggunakan ibu jari dan dua jar; lain kiri dan kanan,
maligna. Pada pembesaran yangjinak biasanya konsistensi sehingga bisa merasakan bentuk dan ukuran testis,
masih lunak, sedangkan konsitensi yang lebih keras bisa serta ada tidaknya pembengkakan dan nyeri tekan.
didapatkan pada keganasan, prostatic calculi ataupun Pembengkakan di skrotum selain testis dapat dibedakan
fibrosis kronik.Sedangkan konsistensi yang lunak dengan dengan pemeriksaan transiluminasi, yaitu menyorotkan
fluktuasi harus dicurigai adanya abses prostat. Terakhir sinar dari flashlight dari belakang skrotum, pada ruangan
saat mengeluarkan jari (selesai pemeriksaan), feses yang yang gelap. Sinar kemerahan yang terlihat dari depan
menempel di jari pemeriksa dinilai warna dan konsistensi dianggap sebagai transiluminasi positif yang berarti
feses, dan apakah disertai darah.1,2 adanya cairan serosa seperti hidrokel. Sedangkan pada
jaringan padat seperti testis yang normal, tumor ataupun
hernia, dan juga adanya cairan berupa darah akan
PEMERIKSAAN GENITAUA LAB-LAB memberikan hasil transiluminasi negatif.'z2z3
Kemungkinan adanya hernia diperiksa dengan cara
Anamnesis inspeksi adakah benjolan di daerah kanalis inguinalis
Anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk sistim genitalia jika pasien berdiri dan diminta mengedan. Pemeriksaan
laki-laki sangat berhubungan dengan sistim saluran selanjutnya dilakukan dengan palpasijari yang dimasukkan
kemih. Pertanyaan yang diajukan antara lain tentang ada lewat skrotum ke arah lateral atas menuju kanalis
tidaknya kelainan anatomi seperti luka/ulkus, bengkak/ inguinalis. Pasien diminta mengedan atau batuk, jika
edema, eritema dan kelainan kulit lainnya, sudahkah terdapat hernia indirek maka ujung jari pemeriksa akan
dilakukan sirkumsisi, ada tidaknya discharge dari uretra. menyentuh jaringan yang viskus. Jika jaringan viskus
Selanjutnya fungsi ereksi juga dievaluasi, baik lamanya, tersebut dirasakan di sisi medial jari, maka kemungkinan
adakah kesulitan mempertahankan, dan kaitannya dengan terdapat hernia inguinalis direk. Jika hernia yang timbul
hubungan seks, adanya nyeri (di penis atau skrotum), adalah hernia skrotalis maka pembesaran di salah satu/
atau adanya perubahan bentuk penis saat ereksi. Fungsi kedua ruang skrotum akan nyata pada inspeksi.12
seksual lain seperti ejakulasi dan orgasme, serta fertilitas
juga menjadi data yang perlu digali. Selanjutnya fungsi
berkemih juga ditanyakan apakah ada hambatan, retensi PEMBRIKSAAN GENITAUA PEREMPUAN
urin, disuria, polakisuria, dan hematuria serta adakah
riwayat kencing disertai keluarnya batu. Beberapa Anamnesis
pertanyaan yang berkaitan dengan faktor risiko infeksi Anamnesis yang terkait genitalia perempuan meliputi
organ urogenitalia seperti riwayat hubungan seks siklus menstruasi, kehamilan, persalinan dan kontrasepsi,
berganti-ganti pasangan, masturbasi, serta riwayat gejala vulvovaginal, dan fungsi seksual. Siklus menstruasi
kesehatan pasangan seksualnya. yang harus ditanyakan adalah usia awal menstruasi
(menarche), pola dan keteraturannya, adakah gejala
Pemeriksaan Fisik semacam nyeri atau rasa tidak nyaman saat menstruasi,
Pemeriksaan daerah urogenitalia tidak rutin dilakukan dan periode menopause. Berbagai istilah yang berkaitan
ILMU DIAGNOSTIK FISIS

dengan siklus menstruasi antara lain amenorea primer REFERENSI


dan sekunder, oligomenorea, polimenorea, dismenorea,
maupun menoragia dan metroragia. Menopause biasanya 1. Bickley LS.Bate's guide to physical examination and history
taking. Lippincott : Williams & Wilkins;2007.p. 367-437.
terjadi pada akhir dekade keempat, dengan batasan tidak 2. Seidel HM, Ball JW, Dains JE, Benedict GW. Mosby's guide to
mendapatkan menstruasi minimal 12 bulan berturut- physical examination. 601ed. Philadelphia : Mosby Elsevier;
turut. Perdarahan pasca-menopause dan gejala-gejala 2006.p. 641-78.
lain seperti hot flush, banyak berkeringat dan gangguan 3. Talley NJ, O'Connor S. Clinical examination : A systemic
g u d e to physical examination.Sydney : Church11Livingstone
tidur, harus ditanyakan. Keluhan lain yang harus juga Elsevier;2010.p. 21521-.p.
mendapat perhatian adalah premenstrual syndrome
(PMS), meliputi berbagai gejala ketegangan, kebingungan,
iritabilitas, depresi, gangguan mood, penambahar berat
badan, edema, dan sakit kepala. Riwayat kehamilan dan
persalinan, termasuk abortus atau proses patologis
yang lain (seperti gangguan metabolisme glukosa, atau
gangguan pembekuan darah) harus ditanyakan.1Gejala
vulvovaginal yang umum adalah gatal dan vaginal
discharge, yang harus dicari deskripsi tentang jumlah,
warna, konsistensi dan bau. Ditanya pula apakah disertai
gejala lain di vulva seperti nyeri dan gatal. Aktivitas seksual
harus ditanyakan dengan hati-hati baik tentang kuantitas
maupun kualitas, gejala yang mengganggu seperti nyeri
(disparineu) maupun vaginismus yang mengganggu
kualitas. Terakhir tentang riwayat atau ada tidaknys risiko
penyakit menular seksual.l

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan daerah pelvis tidak rutin dilakukan, kecuali
pada beberapa indikasi seperti gangguan menstruasi
(amenorea, perdarahan berlebihan atau dismenorea,
nyeri perut yang sulit dijelaskan, vaginal discharge).
Dimulai dengan pemeriksaan eksterna, meliputi inspeksi
dan palpasi mons pubis, labia mayora dan labia minora,
vestibule, introitus vagina dan saluran uretra, serta kelenjar
parauretral (Skene's) dan kelenjar Bartholini. Beberapa
kelainan yang dapat ditemukan seperti edema, ekskoriasi,
maupun tanda peradangan terutama di kelenjar-kelenjar.
Discharge dari introitus vagina maupun saluran uretra
eksterna mungkin bisa ditemukan. Pemeriksaan untuk
organ genitalia internal bisa dilakukan denganjari maupun
dengan bantuan spekulum. Pemeriksaan dengan jari
telunjuk dan jari tengah yang dimasukkan ke vagina,
dan tangan yang lain di dinding abdomen, disebut juga
sebagai pemeriksaan bimanual. Pada tehnik ini dapat
dilakukan pemeriksaan palpasi dinding vagina, serviks,
porsio, maljpun uterus (bimanual) dan ovarium, berupa
bentuk dan ukuran, maupun adanya nyeri atau bevjolan/
massa yang dapat teraba. Pada pemeriksaan dengan
spekulum, kita dapat melihat dinding vagina, serviks serta
portio, sekaligus dapat melakukan pengambilan sampel
untuk berbagai pemeriksaan termasuk sitologi seperti
pada pemeriksaan papaniculou smear.ls3
ANAMNESIS DAN PEMEiRIKSAAN FISIS
PENYAKIT MUSKULOSKELETAL
Harry Isbagio, Bambang Setiyohadi

TERMINOLOGI mzlekatnya ligamen, tendon, atau kapsul sendi ke


periosteum tulang).
Sebelum melangkah lebih lanjut sebaiknya terlebih dahulu
dikenali berbagai terminologi yang sering digilnakan
dalarn bidang penyakit rnuskuloskeletal. Hal ini diperlukan RIWAYAT PENYAKIT
untuk kesarnaar: pengertian agar kita tidak rancu dalarn
rnenggunakannya. Kiwaydt penyakit sangat penting dalarn langkah awal
Berbagai istilah yang perlu diketahui adaiah : diagnosis sernua penyakit, terrnasuk pula penyakit
Artralgia: rnerupakan keluhan subyektif berupa rasa rnusk~loskeletal.Sebagairnana biasanya diperlukan riwayat
nyeri di sekitar sendi, pada perneriksaan fisik tidak penyakit yang deskriptif dan kronologis; ditanyakan pula
didapatkan kelainan. faktor yang rnernperberat penyakit dan hasil pengobatan
Artritis: kelainan sendi obyektif, berupa inflarnasi sendi untuk rnengurangi keluhan pasien.
disertai tanda inflarnasi yang lengkap (tumor, rubor,
kalor, dolor, gangguan fungsi) Umur
Monoartritis: artritis yang hanya mengenai satu sendi Penyakit rnuskuloskeletal dapat rnenyerang sernua urnur,
saja. tetapi frekuensi setiap penyakit terdapat pada kelornpok
Oligo artritislpausi-artikular: artritis yang rnenyerang umur tertentu. Misalnya osteoartritis lebih sering
2 sarnpai 4 sendi atau kelornpok sendi kecil. Dalarn ditern~kanpada pasien usia lanjut dibandingkan dengan
ha1 ini sendi interfalang distal = DIP, sendi interfalang usia rnuda. Sebaliknya lupus eriternatosus sisternik lebih
proksirnal = PIP, sendi rnetakarpofalangeal = MCP, sering di ternukan pada wanita usia rnuda dibandingkan
sendi karpalis, sendi rnetatarsofalangeal = MTP dan d e n g ~ nkelornpok usia lainnya.
sendi tarsalis rnerupakan kelornpok sendi yang kecil
yang dihitung sebagai satu sendi walaupun yang Jenis Kelamin
terserang beberapa sendi. Contoh bila yang diserang Pada penyakit rnuskuloskeletalperbandinganjenis kelarnin
sendi PIP 11, PIP 111, PIP IV, dan PIP V baik secara berbeda pada beberapa kelornpok penyakit. Pada tabel 2
sereritak atau berurutan rnaka di hitung hanya sebagai dapat dilihat perbedaan tersebut.
satu sendi yang terserang.
Poliartritis: artritis yang rrienyerang lebih dari 4 sendi Nyeri Sendi
atau kelornpok sendi kecil. Nyeri sendi rnerupakan keluhan utarna pasien reurnatik.
Sinovotis: inflarnasi sinovia sendi yang klinis nyata Pasien sebaiknya diminta menjelaskan lokasi nyeri serta
Tenosinovitis: inflarnasi sarung tendon punctym maximumnya, karena rnungkin sekali bila nyeri
Tendinitis: inflarnasi tendon tersebut rnenjalar ke ternpat jauh rnerupakan gejala
Bursitis : inflarnasi bursa yang disebabkan oleh penekanan radiks saraf. Penting
Entesopati: inflarnasi atau kelainan entesis (tempat untuk rnernbedakan nyeri yang disebabkan perubahan
ILMU DIAGNOSTIK FISIS

rnekanik dengan nyeri yang disebabkan inflamasi. Nyeri


yang timbul setelah aktivitas dan hilang setelah istirahat
serta tidak timbul pada pagi hari merupakan tanca nyeri Artritis reumatoid Pria iwanita (1: 3)
rnekanik. Sebaliknya nyeri inflamasi akan bertambah Lupus eritematosus sistemik Pria < wanita
berat pada pagi hari saat bangun tidur dan disertai Spondilitis ankilosis Pria > wanita
kaku sendi atau nyeri yang hebat pada awal gerak dan Penyakit Reiter Pria > wanita
Artritis psoriatik Pria < wanita
berkurang setelah melakukan aktivitas. Pada artritis
Artropati intestinal Pria = wahita
reurnatoid, nyeri yang paling berat biasanya pada pagi Artropati reaktif Pria = wahita
hari, rnernbaik pada siang hari dan sedikit lebih berat Artritis gout Pria > wanita
pada malam hari. Sebaliknya pada osteoartritis nyeri Osteoartritis koksae Pria = wanita
paling berat pada rnalarn hari, pagi hari terasa lebih Osteoartritis lutut dan tangan Pria < wanita
ringan dan membaik pada siang hari. Pada artrit s gou:
nyeri yang terjadi biasanya berupa serangan yana heba: Kaku Sendi
pada waktu bangun pagi hari, sedangkan pada rnalam Kaku sendi rnerupakan rasa seperti diikat, pasien rnerasa
hari sebelumnya pasien tidak rnerasakan apa-apa, rasa sukar untuk rnenggerakan sendi (worn off). Keadaan ini
nyeri ini biasanya self limiting dan sangat responsif biasanya akibat desakan cairan yang berada di sekitar
dengan pengobatan. Nyeri rnalarn hari terutarna bili- jaringan yang rnengalami inflamasi (kapsul sendi, sinovia,
dirasakan seperti suatu regangan merupakan nyeri akibat atau bursa). Kaku sendi rnakin nyata pada pagi hari atau
peninggian tekanan intra-artikular akibat suatu nekrosi: setelah istirahat. Setelah digerak-gerakkan, cairan akan
avaskular atau kolaps tulang akibat artritis yang berat. rnenyebar dari jaringan yang mengalarni inflarnasi dan
Nyeri yang rnenetap sepanjang hari (siang dan rnalam) pasien rnerasa terlepas dari ikatan (wears off). Lama dan
pada tulang rnerupakan tanda proses keganasan. beratnya kaku sendi pada pagi hari atau setelah istirahat
biasanya sebanding dengan beratnya inflamasi sendi (kaku
sendi pada artritis reumatoid lebih lama dari osteoartritis;
kaku sendi pada artritis reurnatoid berat lebih lama
daripada artritis reumatoid ringan).
Usia Usia hsia
Muda pertengahan I njut
(2-25 th)
Bengkak Sendi dan Deformitas
(30-50 th) (6$+ th)
Pasien yang sering mengalarni bengkak sendi, ada
Penyakit Still + +/-
perubahan warna, perubahan bentuk atau perubahan
Spondilitis ankilosis ++ +
Penyakit Reiter ++ + posisi struktur ekstrernitas. Biasanya yang dimaksud pasien
Demam reumatik ++ + dengan deformitas ialah posisi yang salah, dislokasi atau
Artritis pada kolitis + ++ su blukasi.
ulseratif
Artritis septik
Gonoliok ++ + Disabilitas dan Handicap
Stafilokok dan + ++ Disabilitas terjadi apabila suatu jaringan, organ atau
infeksi lain sistem tidak dapat berfungsi secara adekuat. Handicap
Artritis gout +/- ++ terjadi bila disabilitas rnengganggu aktivitas sehari-hari,
Lupus eritematosus ++ + ++ aktivitas sosial atau mengganggu pekerjaanljabatan
sistemik
Artritis reumatoid ++ ++ pasien. Disabilitas yang nyata belurn tentu menyebabkan
Polimiositis + ++ handicap (seorang yang amputasi kakinya di atas lutut
Skleroderma + ++ mungkin tidak akan mengalarni kesukaran bila pekerjaan
SLE akibat obat + + yang bersangkutan dapat dilakukan sambil duduk saja).
Penyakit paget + Sebaliknya disabilitas ringan justru dapat mengakibatkan
Osteoartritis +
Polimialgia reumatika - handicap.
Penyakit deposit
kalsium pirofosfat + Gejala Sistemik
Osteopenia Penyakit sendi inflamatoir baik yang disertai rnaupun
Mestastasis + +/-
karsinoma atau + tidak disertai keterlibatan rnultisistem lainnya akan
mieloma multipel rnengakibatkan peningkatan reaktan fase akut seperti
peninggian LED (laju endap darah) atau CRP (C-reactive
- : hampir tak pernah terjadi; +/- : sangat jarang;
+ : jarang; ++ : sering terjadi; + + + : sering terjadi protein). Selain itu akan disertai gejala sistemik seperti
panas, penurunan berat badan, kelelahan, lesu dan
ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIS PENYAKIT MUSKULOSKELETAL 203

rnudah terangsang. Kadang-kadang pasien mengeluh Gaya berjalan paraparetik spastik, kedua tungkai
ha1 yang tidak spesifik, seperti merasa tidak enak badan. me akukan gerakan fleksi dan ekstensi secara kaku
Pada orang usia lanjut sering disertai gejala kekacauan dan jari-jari kaki rnencengkeram kuat sebagai usaha
mental. agar tidak jatuh.
Gaya berjalan paraparetik flaksid (high stepping
Gangguan Tidur dan Depresi gaif=steppage gait), yaitu gaya berjalan seperti ayam
Faktor yang berperan dalam gangguan pola tidur antara jantan, tungkai diangkat vertikal terlalu tinggi karena
lain: nyeri kronik, terbentuknya reaktan fase akut, serta terdapat foot drop akibat kelemahan otot tibialis
penygunaan obat anti inflamasi nonsteroid (indometasin). anterior.
Pada artropati berat terutama pada koksae dan lutut Gaya berjalan hemiparet~k,tungkai yang parese akan
akan berakibat gangguan aktivitas seksual yang akhirnya digerakkan ke samping dulu baru diayun ke depan
akan rr~enimbulkanproblem perkawinan dan sosial. Perlu karena koksae dan lutu: tidak dapat difleksikan.
diperhatikan pula adanya gejala depresi terselubung Gaya berjalan ataktik/serebelar (broad base gait),
seperti retardasi psikomotor, konstipasi, mudah menangis kedba tungkai dilangkahkan secara bergoyang-
dan sebagainya. goyang ke depan dan ditapakkan secara ceroboh di
atas lantai secara berjauhan satu sama lain.
Gaga berjalan parkinson (stopping, festinant gait),
PEMERIKSAAN JASMANI gerak berjalan dilakukan perlahan, setengah diseret,
tertatih-tatih dengan jangkauan yang pendek-pendek.
Pemeriksaanjasmani khusus pada sistem muskuloskeletal Tubuh bagian atas fleksi ke depan dan selama gerak
rr~eliputi: be-jalan, lengan tidak diayun.
Inspeksi pada saat diam / istirahat Sc~ssorgait, yaitu gaya berjalan dengan kedua
Inspeksi pada saat gerak tungkai bersikap genu velgum sehingga lutut
Palpasi yang satu berada di depan lutut yang lain secara
bergantian.
Gaya Berjalan
Gaya berjalan yang normal terdiri dari 4 fase, yaitu heel
strike phose, loading/stance phase, toe off phase dan
swing phose. Pada heel strike phase, lengan diayun diikuti
gerakan tungkai yang berlawanan yang terdiri dari fleksi
sendi koksae dan ekstensi sendi lutut. Pada loading/
stance phase, pelvis bergerak secara simetris dan reratur
melakukan rotasi ke depan bersamaan dengan akhir
gerakan tungkai pada heel strike phase. Pada toe offphase,
sendi koksae ekstensi dan tumit mulai terangkat dari lantai.
Pada swing phase sendi lutut fleksi diikuti dorsofleksi sendi
talokruralis.

Gaya berjalan yang abnormal:


Gaya berjalan antalgik, yaitu gaya berjalan pada pasien Gambar 1.Gaya beljalan
artritis di mana pasien akan segera mer~gangkat 1. heel strike phase; 2. loading/stance phose;3. toe off phose;
tungkai yang nyeri atau deformitas sementara pada 3. swing phase
tungicai yang sehat akan lebih lama diletakkan di
lantai; biasanya akan diikuti oleh gerakan lengan Si&ap/Postur Badan
yang asimetri. Perlu diperlhatikdn bagaimana cara pasien mengatur posisi
Gaya berjalan Trendelenburg, disebabkan oleh bagiar badan yang sakit. Sendi yang meradang biasanya
abduksi koksae yang tidak efektif setiingga panggul mernpunyai tekanan intraartikular yang tinggi, oleh
kontra-lateral akan jatuh pada swing phase. karena itu pasien akan berusaha menguranginya dengan
Waddle gait, yaitu gaya berjalan Trendelenburg mengatur posisi sendi tersebut seenak rnungkin, biasanya
bilateral sehingga pasien akan berjalan dengan pantat dalam posisi setengah fleksi. Pada sendi lutui. sering
bergoyang. diganjal dengan bantal. Pada sendi bahu (glenuhomeral)
Gaya berjalan histerikal/psikogenik, tidak memiliki dengai cara lengan diaduksi dan endorotasi, mirip dengan
pola tertentu. waktu menggendong tangan dengan kain pada fraktur
ILMU DIAGNOSTIK FISlS

lengan. Sebaliknya bila dilakukan abduksi dan eksorotasi segitiga di antara klavikula dan otot deltoid di atas
maka pasien akan merasa sangat kesakitan karena terjadi otot pektoralis.
peningkatan tekanan intraartikular. Ditemukannya postur Pada efusi sendi pergelangan kaki akan terjadi
badan yang rnembengkok ke depan disertai pergerakan pernbengkakan pada sisi anterior.
vertebra yang terbatas merupakan gambarin khas
Bulge sign ditemukan pada keadaan efusi sendi dengan
spondilitis ankilosa.
jumlah cairan yang sedikit dalam rongga yang terbatas.
Misalnya pada efusi sendi lutut bila dilakukan pijatan pada
Deformitas cekungan medial maka cairan akan berpindah sendiri ke
Walaupun deformitas sudah tarnpak jelas pada keadaan sisi medial. Baloon sign ditemukan pada keadaan efusi
diam, tetapi akan lebih nyata pada keadaan gerak. Perlu dengan jumlah cairan yang banyak. Bila dilakukan tekanan
dibedakan apakah deforrnitas tersebut dapat d koreksi pada satu titik akan menyebabkan penggelembungan di
(misalnya disebabkan gangguan jaringan lunak) atau ternpat lain. Keadaan ini sangat spesifik pada efusi sendi.
tidak dapat dikoreksi (misalnya restriksi k a p s ~ lsendi Pernbengkakan kapsul sendi rnerupakan tanda spesifik
atau kerusakan sendi). Berbagai deformitas di lutut sinovitis. Pada pembengkakan tergambar batas kapsul
dapat terjadi antara lain genu varus, genu valgus, genu sendi, yang makin nyata pada pergerakan dan teraba pada
rekurvatum, subluksasi tibia posterior dan deforrnitas pergerakan pasif.
fleksi. Demikian pula deformitas fleksi di siku. Pada
jaringan tangan antara lain boutonniere finger, s w m neck Nyeri Raba
finger, ulnar deviation, subluksasi sendi rnetakar3al dan Menentukan lokasi nyeri raba yang tepat rnerupakan
pergelangan tangan. Pada ibu jari tangan ditemukan ha1 yang penting untuk menentukan penyebab keluhan
unstable-Z-shaped thumbs. Pada kaki ditemukan telapak pasien. Nyeri raba kapsular/artikular terbatas pada daerah
kaki bagian depan melebar dan miring ke samping sendi merupakan tanda artropati atau penyakit kapsular.
disertai subluksasi ibu jari kaki ke atas. Pada pergelangan Nyeri raba periartikular agakjauh dari batas daerah sendi
kaki terjadi valgue ankle. merupakan tanda bursitis atau entesopati.

Perubahan Kulit Pergerakan


Kelainan kulit sering rnenyertai penyakit rnuskulojkeletal Pada pemeriksaan perlu dinilai luas gerak sendi pada
atau penyakit kulit sering pula disertai penyakit keadaan pasif dan aktif dan dibandingkan kiri dan
muskuloskeletal. Kelainan kulit yang sering ditemukan kanan.
antara lain psoriasis dan eritema nodosum. Kerr~erahan Sinovitis akan menyebabkan berkurangnya luas
disertai deskuarnasi pada kulit di sekitar sendi menunjukkan gerak sendi pada sernua arah. Tenosinovitis atau lesi
adanya inflamasi periartikular, yang sering pula merupakan periartikular hanya menyebabkan berkurangnya gerak
tanda artritis septik atau artritis kristal. sendi pada satu arah saja. Artropati akan mernberikan
gangguan yang sama dengan sinovitis. Bila gerakan
Kenaikan Suhu Sekitar Sendi pasif lebih luas dibandingkan dengan gerakan aktif
Pada perabaan dengan menggunakan punggung tangan maka kernungkinan ada gangguan pula pada otot atau
akan dirasakan adanya kenaikan suhu di sekitar sendi yang tendon. Nyeri gerak merupakan tanda diagnostik yang
mengalami inflamasi. bermakna, nyeri ringan hingga sedang yang meningkat
tajam bila dilakukan gerakan semaksimal rnungkin
Bengkak Sendi sampai terasa tahanan disebut sebagai stress pain. Bila
Bengkak sendi dapat disebabkan oleh cairan, jaringan didapatkan stress pain pada semua arah gerak, maka
lunak atau tulang. Cairan sendi yang terbentuk b asanya rnaka keadaan tersebut rnerupakan tanda khas untuk
akan menurnpuk di sekitar daerah kapsul sendi yang gangguan yang berasal dari luar sendi (tenosinovitis).
resistensinya paling lernah dan mengakibatkan bentuk Nyeri yang dirasakan sarna kualitasnya pada semua arah
yang khas pada tempat tersebut, misalnya : gerak sendi, lebih menunjukkan gangguan mekanik dari
Pada efusi lutut maka cairan akan rnengisi cekungan nyeri inflamasi. Resisted active movement merupakan
medial dan kantung suprapatelar rnengakibatkan suatu cara pemeriksaan untuk rnenemukan adanya
pembengkakan di atas dan sekitar patela yang gangguan periartikular. Pemeriksaan tersebut dilakukan
berbentuk seperti ladam kuda. dengan cara pasien melawan gerakan yang dilakukan
Pada sendi interfalang pembengkakan terjadi pada oleh tangan pemeriksa, akibatnya terjadi kontraksi otot
sisi posterolateral di antara tendon ekstensor dan tanpa disertai gerakan sendi. Bila timbul rasa nyeri rnaka
ligamen kolateral bagian lateral. ha1 tersebut berasal dari otot, tendon, atau insersi tendon,
Efusi sendi glenohumeral akan mengisi cekungan rnisalnya pada:
ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIS PENYAKIT MUSKULOSKELETAL 205

Tahanan pada aduksi sendi koksaeyang rnengakibatkan trauma atau radang pada ligarnen atau kapsul sendi.
tirnbulnya rasa nyeri pangkal paha rnerupakan tanda Pada artropati dapat terjadi sendi goyah sebagai akibat
tendinitis aduktor. kerusiikan rawan sendi atau inflarnasi kapsul atau ruptur
Tahanan pada aduksi glenohurneral yang rneng- ligarnenl perlu dibandingkan sendi yang goyah dengan
akibatkan tirnbulnya rasa nyeri pada lengan atas sendi sisi lainnya.
rnerupakan tanda gangguan otot suprasinatus dan
lesi pada tendon. Gangguan Fungsi
Tahanan pada ekstensi siku yang menyebabkan nyeri Fungsi sendi dinilai dengan observasi pada penggunaan
pada epikondilus lateralis rnerupakan tanda tennis normal; seperti bangkit dari kursi dan berjalan dapat
elbow. digunakan untuk rnenilai sendi koksae, lutut dan kaki.
Kekuatan genggarn dan ketepatan rnenjepit benda halus
Sarna halnya dengan di atas, pada passive stress test,
untuk rnenilai tangan. Sedangkan aktivitas hidup sehari-
bila pasien rnengikuti gerakan tangan perneriksa akan
hari (activities of daily living = ADL) seperti rnenggosok
tirnbul rasa nyeri sebagai akibat regangan ligarnen atau
gigi, buang air besar, rnernasak dan sebagainya lebih
tendon, rnisalnya uji Finkelstein pada tenosinovitis De
tepat ditanyakan dengan kuesioner daripada diperiksa
Quervain (passive stress otot abduktor polisis longus dan
langsung.
ekstensor polisis brevis rnenirnbulkan rasa nyeri).

Nodul
Krepitus
Nodul sering diternukan pada berbagai artropati, urnumnya
Krepitus rnerupakan bunyi berderak yang dapat diraba
diternukan pada perrnukaan ekstensor (punggung tangan,
sepanjang gerakan struktur yang terserang. Krepitus
siku, turnit belakang, sakrum). Nodul sering diternukan
halus rnerupakan krepitus yang dapat didengar dengan
pada artritis gout (tofi) dan artritis reurnatoid (nodul
rnenggunakan stetoskop dan tidak dihantarkan ke tulang
reurnatoid).
di sekitarnya. Keadaan ini diternukan pada radang sarung
tendon, bursa atau sinovia. Pada krepitus kasar, suaranya
Perubahan Kuku
dapat terdengar dari jauh tanpa bantuan stetoskop dan
Perubahan kuku sering diternukan pada penyakit
dapat diraba sepanjang tulang. Keadaan ini disebabkan
rnuskuloskeletal, antara lain:
kerusakan rawan sendi atau tulang.
Jari tabuh (clubbing finger) berhubungan dengan
osteoartropati hipertrofik pulrnoner dan fibrotik
Bunyi Lainnya alveolitis.
Ligamentous snaps rnerupakan suara tersendiri yang keras Thimble pitting onycholysis (lisis kuku berbentuk
tanpa rasa nyeri. Keadaan ini rnerupakan ha1 yang biasa '
lubang) dan distrofi kuku berhubungan dengan
terdengar di sekitar femur bagian atas sebagai clicking
artropati psoriatik dan penyakit Reiter kronik.
hips. Cracking rnerupakan bunyi yang diakibatkan tarikan
Serpihan berdarah (splinter haemorhages) pada
pada sendi, biasanya pada sendi jari tangan, keadaan ini
vaskulitis pernbuluh darah kecil.
disebabkan terbentuknya gelernbung gas intraartikular.
Cracking tidak dapat diulang selama beberapa rnenit
Lesi Membran Mukosa
sebelurn gas tersebut habis diserap. Cloncking rnerupakan
Keadaan ini sering tanpa gejala (pada penyakit Reiter atau
suara yang ditirnbulkan oleh perrnukaan yang tidak teratur
artropati reaktif) atau dengan gejala (lupus eriternatosus
(ireguler), suara ini diternukan rnisalnya pada gesekan
sisternik, vaskulitis, sindrorn Behcet). Perlu diperhatikan
antara skapula dengan iga.
adanya ulkus pada oral, genital dan rnukosa hidung,
telangiektasia.
Atrofi dan Penurunan Kekuatan Otot
Atrofi otot rnerupakan tanda yang sering diternukan. Gangguan Mata
Pada sinovitis segera tetjadi harnbatan refleks spinal lokal Gangguan rnata rneliputi :
terhadap otot yang bekerja untuk sendi tersebut. Pada Episkleritis dan skleritis pada artritis reurnatoid,
artropati berat dapat terjadi atrofi periartikular yang luas. vaskulitis dan polikondritis.
Sedangkan padajepitan saraf, gangguan tendon atau otot Iritis pada spondilitis ankilosis dan penyakit Reiter
terjadi atrofi lokal. Perlu dinilai kekuatan otot, karena ini kronik.
lebih penting dari besar otot. Iridosklitis pada artritis juvenil kronik jenis pausi-
artikular.
KetidakstabilanIGoyah Konjungtivitis pada penyakit Reuter akut dan sindrorn
Sendi yang tidak stabiI/goyah dapat tetjadi karena proses sika.
206 ILMU DIAGNOSTIK FISIS

EVALUASI SENDI SATU PERSATU dengan pemeriksaan lingkup gerak sendi. Pertarna kali,
pemeriksa harus merneriksa kemungkinan cedera dan
Sendi Temporomandibular (temporomandibular rotator cuff. Tendon yang rnembentuk rotator cuff terdiri
joint = TMJ) dari ligarnen supraspinatus, infraspinatus, teres minor dan
TMJ terletak di anterior liang telinga, dibentuk oleh subskapularis. Untuk mencari adanya lesi pada tendon-
kondilus rnandibula dan fossa ternporalis. Sendi ini tendon bahu, dilakukan resisted active movements sendi
dapat d i palpasi dengan meletakkan jari di anterior bahu, yaitu tes Speed dan tes Yergasson untuk rnencari lesi
liang telinga dan menyuruh pasien untuk membuka pada tendon bisep, resisted active abduction untuk mencari
dan rnenutup mulut dan menggerakan rnandibula ke lesi pada tendon supraspinatus, resisted active external
lateral kiri dan kanan bergantian. Gerak vertikal TMJ rotation untuk rnencari lesi pada tendon infraspinatus
dapat diukur dengan rnengukur jarak gigi seri atas dan dan teres minor dan resisted active internal rotation untuk
bawah pada pada waktu pasien rnembuka mulut secara rnencari lesi pada tendon suskapularis.
rnaksirnal, normal sekitar 3-6 cm. Berbagai artritis dapat Tes Speed dilakukan pada posisi siku ekstensi,
rnengenai TMJ, seperti artritis kronik juvenilis yang dapat kemudian pasien melakukan fleksi sendi bahu sernentara
menyebabkan pertumbuhan tulang rnandibula terhenti pemeriksa menahannya. Tes ini positif bila pasien rnerasa
dan mengakibatkan mikrognatia. Pada artritis yang berat, nyeri pada bahunya. Pada tes Yergasson, siku pasien
dapat dipalpasi dan pada auskultasi didapatkan bunyi difleksikan 90, kernudian pasien melakukan supinasi,
krepitus atau clicking. sernentara perneriksa berusaha rnenahan agar supinasi
tidak terjadi. Tes positif bila pasien kesakitan. Pada resisted
Sendi Sternoklavikular, Manubriosternal dan active abduction pasien rnelakukan abduksi sendi bahu dan
Sternokostal perneriksa menahannya. Tes positif bila pasien kesakitan.
Sendi sternoklavikular dibentuk oleh u j u n g medial Bila pasien nyeri pada lateral sendi bahu tetapi resisted
klavikula dan kedua sisi batas atas sternum. Di keduanya actived abduction pasien tidak rnenirnbulkan nyeri, maka
terdapat sendi sternokostal I.Sendi rnanubriosternal nyeri berasal dari bursa subakromnion. Pada resistedactive
terletak setinggi sendi sternokostal 11. Sendi sternokostal external rotation pasien rnelakukan rotasi eksternal sendi
In sampai dengan W terletak sepanjang kedua sisi sternum bahu dan perneriksa menahannya. Tes positif bila pasien
di distal sendi sternokostal 11. Dari ketiga sendi tersebut, kesakitan, sedangkan resisted active internal rotation
hanya sendi sternoklavikular yang bersifat diar-rosis, pasien rnelakukan rotasi internal sendi bahu dan perneriksa
sedangkan sendi yang lain merupakan arnfiartrosis atau rnenahannya. Tes positif bila pasien kesakitan. Selain
sinkondrosis. Sendi sternoklavikular, berada tepat di bawah kelainan di atas, juga harus dicari kernungkinan robekan
kulit, sehingga sinovitis pada sendi ini akan rnudah dilihat rotator cuff yang dapat diperiksa dengan drop-arm sign,
dan dipalpasi. Sendi ini juga sering terserang spondilitis yaitu pasien tidak marnpu rnenahan abduksi pasif 90"
ankilosa, artritis reumatoid dan osteoartritis. Pada sendi sendi bahu.
sternokostal, sering didapatkan nyeri pada sendi tersebut
atau rawan iga, keadaan ini disebut osteokondritis. Sendi Siku
Sendi siku dibentuk oleh 3 sendi, yaitu sendi humeroulnar
Sendi Akromioklavikular (acromioclavicularjoint yang rnerupakan sendi engsel serta sendi radiohumeral
= ACJ) dan radioulnar proksimal yang rnemungkinkan rotasi
ACJ dibentuk oleh ujung lateral klavikula dan tepi medial lengan bawah. Untuk rnemeriksa sendi siku, jernpol
prosesus akrornion skapula. Pada orang tua sering perneriksa diletakkan di antara epikondilus lateral dan
didapatkan penebalan tulang pada sendi ini. Nyeri lokal lateral sulkus paraolekranon, sedangkan 1 atau 2 jari
pada bahu bersarnaan dengan aduksi lengan melewati lainnya pada medial olekranon. Siku harus dalam keadaan
depan dinding dada, rnenunjukkan adanya kelainan pada santai, digerakkan fleksi, ekstensi dan rotasi secara pasif,
ACJ. dicari keterbatasan gerak dan krepitus. Bursitis olekranon,
akan tampak dan teraba di atas olekranon, biasanya timbul
Sendi Bahu setelah trauma atau akibat artritis. Pada siku pasien gout
Sendi bahu rnerupakan sendi peluru yang dibentuk juga dapat tirnbul tofus. Nyeri pada epikondilus lateral dan
oleh kaput humeri dan fossa glenoid skapula. Nyeri medial rnenandakan adanya epikondilitis lateral (tennis
pada bagian lateral sendi ini rnungkin berasal dari bursa elbow) dan epikondilitis medial (golfer elbow).
subdeltoid, sedangkan nyeri sepanjang kaput longus Dalarn keadaan normal, sendi siku dapat difleksikan
bisep biasanya berasal dari tendinitis bisipitalis. Efusi, bila 150" - 160" dan ekstensi 0". Gangguan ekstensi penuh
terlihat, akan rnenggernbung ke anterior. Palpasi sendi rnenunjukkan tanda awal sinovitis. Hiperekstensi lebih
bahu dan struktur-struktur di sekitarnya harus di ikuti dari 5" rnenunjukkan hiperrnobilitas.
ANAMNESIS D A N PEMERIKSAAN FISIS PENYAWT MUSKULOSKELETAL

PERGELANGANTANGA
,, Fleksi - ekstensi

40

1 ? ?
PERGELANGANTANGAN
deviasi radio-unlar 30 ?O i0.Y in? I

10
W
BAHU
dolo abduksi- adduksi Y~3010,n

Gambar 3. Gerak pergelangan tangan


Sendi rnetakarpopalangeal, interfalang proksirnal dan distal
(Metacaipophalangeal, proximal and distal interphalangeal
joints = VICP, PIP, DIP)

tumpang tindih. Dalam keadaan normal, pergelangan


tangan dapat difleksikan 80"-90, ekstensi 70, deviasi
ulnar 50" dan deviasi radial 30".
Jepitan nervus medianus pada terowongan karpal,
akan msnyebabkan carpal tunnel syndrome, yang dapat
diketahui dengan melakukan perkusi nervus medianus
L R pada retinakulum fleksor yang akan menyebabkan
parestesia pada daerah yang dipersarafi nervus medianus,
RADIO-ULNAR
yaitu jempol, telunjuk dan jari tengah (tanda tinel). Palmar
fleksi sendi pergelangan tangan selama 30-60 detik juga
akan msncetuskan parestesi (Phallen's wrist flexion sign).
Pada tenosinovitis otot abduktor polisis longus
dan ekstensor polisis brevis (de quervain's stenosing
Gambar 2. Gerak sendi siku
tenosynovitis), deviasi ulnar secara pasif dengan posisijari-
jari dalam keadaan fleksi akan menimbulkan nyeri pada
Pergelangan Tangan daerah radial pergelangan tangan (tes Finkelstein).
Pergelangan tangan merupakan sendi yang kompleks. Berbagai deformitas yang dapat terjadi antara lain
Tulang-tulang karpal, terdiri dari 8 tulang pendek skafoid, adalah squaring pada tangan, akibat osteofitosis pada
lunatum, trikuetrum, pisiform, trapezium, trapezoid, sendi karpometakarpal.
kapitatum dan hamatum. Kedelapan tulang tersebut, di Sendi MCP, PIP dan DIP merupakan sendi engsel. Pada
proksimal bersendi dengan radius dan ulna, sedangkan di waktu jari-jari fleksi, dasar proksimal falang akan bergeser
distal bersendi dengan tulang-tulang rnetakarpal. Tendon ke d e ~ a nkaput metakarpal. Kulit pada permukaan
otot-otot fleksor longus tangan melewati bagian folar palmar tangan cukup tebal yang menutupi lemak dan
pergelangan tangan di dalarn sarung tendon di bawah tulang rnetakarpal di bawahnya sehingga palpasi pada
fleksor retinakulum (ligamen transversum karpal). Fleksor permukaan palmar tangan lebih sukar dibandingkan
retinakulum dan dasar tulang-tulang karpal membentuk permukaan dorsal tangan.
terowongan karpal. Nervus medianus melalui terowongan Artritis reumatoid merupakan kelainan yang sering
ini superfisial terhadap tendon fleksor. Aponeurosis palmar terjadi pada pergelangantangan dan tangan yang di tandai
juga menyebar keluar ke daerah palma manus dari fleksor oleh pembengkakan pada sendi interfalang proksimal
retinakulum. Pada kontraktur Dupuytren, aponeurosis menyebabkan jari berbentuk fusiformis; deviasi ulnar;
palmar menebal dan kontraktur sehingga jari-jari terfleksi deformitas swan neck yang merupakan fleksi kontraktur
pada sendi metakarpal. Yang sering terkena adalah jari sendi MCP, hiperekstensi sendi PIP dan fleksi sendi D:[P;dan
ketiga, disusul jari keempat dan kelima. Jari pertama dan deformitas boutonniere yang merupakan kontraktur fleksi
keduajarang terkena. Pada sisi dorsal pergelangantangan, sendi FIP dan hiper-ekstensi sendi. Selain itu dapat juga
sering timbul pembesaran kistik yang disebut ganglion. di temukan deformitas Z jari I yang merupakan kombinasi
Sinovitis pada pergelangan tangan, lebih mudah terlihat fleksi sendi metakarpofalangeal I dan hiperekstensi
dari sisi dorsal, karena banyak tendon pada sisi polar yang interfalang I.Pada osteoartritis tangan sering didapatkan
208 ILMU DIAGNOSTIK FISIS

adanya nodus Herberden pada sendi interfalang distal dan


nodus Bouchard pada sendi interfalang proksimal.

8!$z
Kelainan lain adalah jari teleskopik akibat resorpsi
falang pada artritis psoriatik sehingga menimbulkan
lipatan kulit yang konsentrik (opera-glass hand atau la
main en lorgnette).
Selain kelainan sendi, kelainan pada kulit can k u ~ u
KOKSAE 100 90 80
juga harus diperhatikan, misalnya fenomena Reynaud, 05:3 Fleks~- (lutut d~lekuk)~l& 5040

sklerodaktili pada sklerosis sistemik, onikolisis dan


hiperkeratosis subungual yang khas untuk artritis 20
k, i i
30
20

psoriatik dan jari tabuh (clubbing finger) yang khas untuk O


' _ . 10
0 --.O

osteoartritis hipertrofik. 10

KOKSAE 1
Sendi Koksae
Sendi koksae dibentuk oleh kaput femoris dan ase:abulum.
Lingkup geraknya cukup luas, tapi tidak seluas sendi
bahu. Stabilitas sendi dijaga oleh kapsul sendi yang kuat
-- -.I0

-40
dan dikelilingi oleh berbagai ligamen seperti ligamen 20 20
D
iliofemoral Bertini, ligamen pubofemoral dan ligamen
iskiokapsular. Sendi koksae juga dikelilingi oleh c~tot-otot
yang kuat. Otot fleksor yang utama adalah otot iliopsoas
yang dibantu oleh otot sartorius dan rektus femoris. Aduksi
koksae, dilakukan oleh otot-otot aduktor longus, brevis
dan magnus dan dibantu oleh otot grasilis dan pektineus.
Otot gluteus rnaksimus merupakan otot abduktor utama,
Cambar 4. Gerak sendi koksae
sedangkan gluteus maksimus dan harmstring muscle
merupakan otot ekstensor koksae.
Perneriksaan koksae dimulai dengan mengameti dari SIAS ke maleolus medialis dengan perbedaan yang
pasien dalam keadaan berdiri di muka pemerigsa. Bila dapat di toleransi adalah 1cm atau kurang. Bila pelvis
panggul terlihat miring, maka mungkin terdapat skoliosis, miring atau terdapat kontraktur abduksi atau aduksi, maka
anatomic leg-length discrepancy atau kelainan koksae. pengukuran dilakukan dari maleolus medial ke titik tubuh
Kontraktur koksae akan ditandai oleh deformitas abduksi yang tetap, rnisalnya xifisternum dan hasilnya disebut
dan aduksi. Pada kontraktur aduksi, pelvis akan miring apparent leg-length discrepancy. Lokasi nyeri pada sendi
ke atas pada sisi yang sehat, dan kedua tungkai ekstensi. koksae sangat penting untuk menilai sumber nyeri. Nyeri
Pasien dengan kelainan sendi koksae, akan memiliki 2 gaya pada daerah lateral, biasanya diakibatkan oleh bursitis
berjalan yang abnormal yaitu gaya berjalan antalgik akibat trokanterik. Nyeri pada daerah anterior atau inguinal
nyeri pada koksae danlatau gaya berjalan Trendelenburg biasanya berasal dari bursitis iliopsoas, atau kelainan
pada kelemahan otot abduktor. Untuk rnenilai kelemahan lain seperti hernia, aneurisma femoral atau abses psoas.
otot abduktor gluteus medius, dapat dilakukan tes Sedangkan nyeri di daerah posterior biasanya berasal dari
Trendelenburg, yaitu dengan menyuruh pasier~berdiri sendi sakroiliaka, vertebra lurnbal atau bursa iskial. Nyeri
pada sisi tungkai yang sakit; pada keadaan normal, otot akibat kelainan sendi koksae biasanya terasa di daerah
abduktor akan rnenjaga agar pelvis tetap mendatar, bila anterior atau inguinal.
pelvis pada sisi yang sehatjatuh, maka dikatakan tes positif Untuk menilai secara cepat gerak sendi koksae, dapat
dan terdapat kelemahan otot.gluteus medius. dilakukan tes Patrick,yaitu dengan meletakkan tumit pada
Pada posisi terlentang, kontraktur fleksi koksae dapat bagian medial lutut kontralateral,kemudian menekan lutut
dilihat dari adanya lordosis lumbal dan pelvis yang mirirg ke lateral menuju permukaan meja. Bila kedua lutut dalam
sehingga tungkai tetap lurus pada meja pemeriksaan. keadaan fleksi 90" dan dilakukan prosedur yang sama,
Untuk menilai adanya kontraktur fleksi, dapat dilakuksn maka disebut tes Fabere.
tes Thomas, yaitu dengan memfleksikan tungk:ai yang
sehat sehingga lordosis lumbal hilang, akibatnya tungkai Sendi Lutut
yang sakit akan ikut fleksi. Pada posisi terlentang, juga Sendi lutut merupakan gabungan dari 3 sendi, yaitu
dapat diukur leg-length discrepancy, yaitu pada posisi patelofemoral, tibiofemoral medial dan tibiofemoral
kedua tungkai ekstensi. True leg-length discrepancy diu kur lateral. Pada sendi tibiofemoral, terdapat meniskus lateral
ANAMNESIS D A N PEMERIKSAAN FlSIS PENYAIm MUSKULOSKELETAL

dan medial. Sendi lutut diperkuat oleh kapsul sendi yang tungkai diekstensikan secara penuh, kemudian tangan
kuat, ligamen kolateral lateral dan medial yang rnenjaga perneriksa yang satu rnenggenggarn lutut pasien dengan
kestabilan lutut agar tidak bergerak ke lateral dan medial; posisi jempol pada 1sisi dan jari-jari yang lain pada sisi
dan ligamen krusiatum anterior dan posterior yang yang satu lagi, kernudian tangan perneriksa yang satu
rnenjaga agar tidak terjadi hiperfleksi dan hiperekstensi lagi rnemegang pergelangan kaki pasien. Pada posisi
sendi lutut. Fleksi lutut, akan diikuti rotasi internal tibia, tungkai bawah rotasi eksterna 15", bunyi snap yang
sedangkan ekstensi lutut akan diikuti rotasi eksternal teraba atau terdengar pada waktu tungkai bawah pasien
femur. Patela mernpunyai fungsi untuk rnernperbesar di gerakkan dari posisi ekstensi ke fleksi 90"rnenunjukkan
tA
rnomen gaya pada waktu lutut ekstensi sehingga kerja otot adanya robekan rneniskus medial. Bunyi yang sarna yang
quadriseps fernoris tidak terlalu berat. Pada inspeksi lutut, terdengar pada waktu tungkai bawah dirotasi internal
harus diperhati-kan kernungkinan adanya genu varus, 30" dan digerakkan dari fleksi ke ekstensi, rnenunjukkan
genu valgus dan genu rekurvaturn. Pernbengkakan di atas robekan pada rneniskus lateral.
patela, biasanya berasal dari bursitis prepatelar, sedangkan.
sinovitis lutut biasanya lebih difus. Pembengkakan Pergelangan Kaki
posterior di fossa poplitea, biasanya berasal dari kista Pergelangan kaki terdiri dari 2 sendi, yaitu sendi tibiotalar
baker. Nyeri pada sisi medial tibia di bawah sendi lutut, (true ankle joint) yang rnerupakan sendi engsel dengan
biasanya berasal dari bursitis anserin. Nyeri pada bagian pergerakan dorsofleksi dan plantar-fleksi, sedangkan sendi
bawah patela pada usia rnuda biasanya berasal dari subtalar rnernungkinkan gerak inversi dan eversi dari kaki.
sindrorn Sinding-Larsen-Johansson, sedangkan pada usia Maleoli tibia dan fibula rnernanjang ke bawah, rnenutupi
yang lebih tua biasanya berasal dari tendinitis patelar talus dari medial dan lateral dan rnernberikan kestabilan $1

bumper's knee). Nyeri pada tuberositas tibia pacia anak sendi pergelangan kaki. Kapsul sendi pergelangan kaki
rnuda, biasanya disebabkan oleh epifisiolisis (Osgood- sangat kuat pada bagian posterior dan rnernungkinkan
Schlatter's disease) untuk pergerakan dorso dan plantar-fleksi.
Pada waktu palpasi lutut, dapat teraba krepitus Pada bagian belakang sendi ini terdapat tendon
pada waktu lutut difleksikan atau diekstensikan. Hal ini achiles jtang rnerupakan tendon otot gastroknernius dan
menunjukkan kerusakan rawan sendi, rnisalnya pada soleus yang rnernanjang ke bawah dan berinsersi pada
osteoartritis. Selain itu, pada waktu palpasi juga dapat perrnukaan posterior os kalkaneus. Radang pada tendon
diperiksa adanya efusi sendi. Stabilitas ligarnen kolateral ini, rnenyebabkan rasa nyeri bila banyak berjalan atau
dapat diperiksa dengan rnernfleksikan lutut 100"; kondilus bila tendon itu di tekan atau penekanan pada insersinya
femoral dipegang dengan tangan perneriksa yang satu di kalkaneus. Gerak plantar-fleksi dilakukan oleh otot
sernentara tangan yang lain rnenggerakan tungkai gastroknernius dan soleus, dorso-fleksi oleh otot tibialis
bawah ke depan dan kebelakang. Untuk rnenilai stabilitas anterior, sedangkan inversi oleh otot tibialis posterior dan
ligamen krusiaturn, lutut di fleksikan 90, kernudian eversi oleh otot peroneus longus dan brevis.
tungkai bergerak (drawer sign positif), berarti sudah
ada kelernahan ligarnen krusiaturn. Kerusakan rneniskus
dapat diperiksa dengan rnelakukan tes Mc-Murray, yaitu

Gambar 6. Gerak pergelangan kaki

Kaki

1 ~2-y& 1
"ang dirnaksud dengan kaki adalah mid foot yang terdiri
dari 5 tulang-tulang tarsal selain talus dan kalkaneus dan
fore foot yang terdiri dari tulang-tulang metatarsal dan
LUTUT
(Fleks~1 jari-jari kaki. Kaki rnernpunyai struktur rnelengkung ke
dorsal yang rnernungkinkan penyebaran berat badan ke
\>
B .?
-
20
10
10
10 ,!.
... kalkaneus di posterior dan ke-2 tulang sesarnoid pada
tulang metatarsal Idan kaput metatarsal 11-V di anterior.
Gambar 5. Deformitas sendi lutut dan gerak sendi lutut Fungsi lengkung kaki adalah untuk rnenjaga fleksibilitas
I L M U DIAGNOSTIK FISlS

menyebabkan nyeri radikular atau parestesia. Tes Valsava


digunakan untuk menilai adanya tumor intra tekal atau
KAKl hernia nukleus pulposus. Pasien disuruh ekspirasi dalam
inversi-eversi
keadaan glotis tertutup, adanya kelainan di atas akan
menyebabkan nyeri yang menjalar ke dermatom yang
I I
sesuai. Tes Adson, digunakan untuk menilai adanya jepitan
Gambar 7. Kaki pada arteri subklavia. Pemeriksa melakukan palpasi pada
denyut arteri radialis, kemudian pasien melakukan inspirasi
kaki pada waktu berjalan dan berlari. Lengkung ini dapat maksimal sambil melakukan rotasi maksimal kepala ke sisi
betambah akibat kelainan neurologik dan disebut pes yang diperiksa, jepitan arteri subklavia akan menyebabkan
cavus atau berkurang dan disebut pes planus. Deformitas denyut arteri radialis melemah atau menghilang.
lain pada kaki adalah hallux valgus, hammertoe deformity, Pada pemeriksaan vertebra lumbal, pasien sebaik-
mallet toe dan cock-up toe. Hallux valgus adalah deviasi mya disuruh melepaskan pakaiannya, sehingga dapat
medial metatarsal sehingga kaki menjadi lebar dan dinilai berbagai deformitas seperti lordosis lumbal, kifosis
kadang-kadang timbul bunion. Hammertoe deformity torak dan skoliosis. Gaya berjalan dan gerakan pinggul
adalah hiperekstensi sendi metatarsofalangeal (MTP) juga harus diperhatikan. Lingkup gerak tulang-tulang
diikuti fleksi sendi PIP. Deformitas fleksi sendi DIP spinal, dapat dinilai dengan melakukan tes Schober, yaitu
manghasilkan mallet toe, sedangkan fleksi sendi PIP dan dengan menyuruh pasien melakukan antefleksi maksimal,
DIP yang diikuti ekstensi dan subluksasi plantar sendi MTP kemudian ditentukan 4 titik mulai dari prominentia
disebut cock-up toe deformity spinosus sakralis superior ke arah atas dengan jarak
Nyeri pada tumit, sering disebabkan oleh plantar, spur, antara satu titik dengan titik lainnya masing-masing 10
sedangkan peradangan pada MTP I,sering disebabkan cm. Kemudian pasien disuruh berdiri tegak dan jarak
oleh artritis gout. titik-titik tersebut diukur lagi, dalam keadaan normal akan
terjadi pemendekan jarak titik-titik tersebut berturut-turut
Vertebra dari bawah ke atas adalah SO%, 40% dan 30%. Cara lain
Vertebra harus diperiksa dalam posisi duduk atau adalah dengan mengukurjarak C7-Th12 dan T12-51 dalam
berbaring telungkup, tetapi untuk menilai kesogarisan keadaan berdiri tegak, kemudian pasien disuruh antefleksi
vertebra, pemeriksaan harus dilakukan dalam posisi maksimal, maka jarak C7-TI2 akan memanjang 2-3 cm,
berdiri. Kemiringan pelvis dan bahu mencurigakan ke arah sedangkan jarak T12 - S1 akan memanjang 7-8cm.
kelainan kurvatura vertebra atau leg-length discrepancy. Untuk menilai iritasi radiks, dapat dilakukan tes
Otot-otot paraspinal harus selalu di palpasi untuk mencari Lasegue dan Femoral nerve stretch test. Tes Lasegue (SLR
adanya nyeri dan spasmus. = sraightleg raising) merupakan tes yang sering dilakukan.
Gerak vertebra servikal, meliputi anteflcksi 45", Pasien disuruh berbaring telentang dalam keadaan santai,
ekstensi 50"-6O0, laterofleksi 45" dan rotasi 50"-80". kemudian tungkai bawah difleksikan perlahan-lahan
Separuh dari fleksi dan ekstensi total servikal terjadi sampai 70" dengan lutut dalam keadaan ekstensi, catat
pada ketinggian oksiput C1, sedangkan sisany~terbagi sudut yang dicapai pada waktu pasien merasakan nyeri.
rata pada C2-C7. Selain itu, separuh dari rotasi servikal Kemudian pasien disuruh memfleksikan lehernya sampai
terjadi pada sendi atlantoaksial (odontoid) sedangkan dagunya menyentuh dinding dada, atau secara pasif
sisanya terbagi rata pada C2-C6. Pada laterofleksi, semua kakinya didorsofleksi-kan, nyeri yang timbul menandakan
vertebra servikal mempunyai andil yang sama besar. regangan dura, misalnya pada HhIP sentral; bila nyeri
Pemeriksaan khusus yang harus dilakukan vertebra tidak timbul, maka nyeri SLR diakibatkan oleh kelainan
servikalis adalah foraminal compression test, tes Valsava otot harmstring, atau nyeri dari daerah lumbal atau
dan tes Adson. Tiga tes yang pertama digunakan untuk sakroiliakal. Bila pada waktu SLR dilakukan, timbul nyeri
menilai adanya jepitan saraf. Pada foraminal compression pada tungkai kontra lateral (cross over sign atau well leg
test, leher dirotasi dan d~laterofleksike sisi yang sakit, raises test), menandakan adanya kompresi intratekal oleh
kemudian kepala ditekan kebawah, bila ada jepitan saraf
akan menimbulkan nyeri yang menjalar ke lengan atau
sekitar skapula. Bila kepala distraksi ke atas (dirtraction
test), nyeri akan berkurang. Pada shoulder depression test,
1 tangan pemeriksa diletakkan pada bahu dan tangan
pemeriksa yang lain diletakkan pada kepala kemudian
bahu di tekan ke bawah sedangkan kepala dilaterofleksi
ke arah yang berlawanan, jepitan pada saraf servikal akan Gambar 8. Gerak servikal
$

ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIS PENYAWT MUSKULOSKELETAL


1 21 1
i

lesi yang besar. Bila kedua tungkai difleksikan bersama REFERENSI 1


(SLR bilateral), nyeri yang timbul sebelum sudut mencapai 1
70" mungkin berasal dari sendi sakroiliaka, sedangkan Doherty M, Doherty J. clinicale x t i o n h a t o l o . London
:Woke Publishing;l992.
bila nyeri timbul pada sudut 70" mungkin berasal dari
daerah lumbal.
Pada femoral nerve stretch test, pasien disuruh
berbaring pada sisi yang tidak sakit dengan koksae dan
lutut sedikit fleksi, pinggang dan punggung lurus dan
kepala difleksikan. Kemudian secara perlahan, fleksi lutut
ditambah dan koksae diekstensikan. Bila timbul nyeri pada
Foundation. 1993.p.64:6. I
tungkai bagian anterior, menandakan adanya iritasi pada i

L2, L3 dan L4.


Sendi sakroiliakajuga harus diperiksa dengan seksama,
karena pada spondiloartropati seronegatif, sering disertai
sakroilitis. Pemeriksaan khusus untuk sendi ini adalah tes
- distraksi dan tes lutut ke bahu. Pada tes distraksi, kedua
sisi pelvis ditekan ke bawah pada pasien dalam keadaan
berbaring terlentang atau pada satu sisi, tes positif bila
timbul nyeri. Pada tes lutut ke bahu, pasien dalam posisi
berbaring terlentang, koksae difleksikan dan diaduksi,
kemudian lutut difleksikan ke arah bahu kontralateral.
Tes ini hanya bermakna bila lumbal dan koksae dalam
keadaan normal.

. . .

Modified Schober Test

Bilateral SLR 1 ( Femoral nerve Stretch Test 1


Gambar 9. Schober test, Laseque test, Femoral Nerve Strech Test
Radiologi.Jantung321
Pemeriksaan Radiografi
Abd'omen;~o,los,OMD,
Usus Halus dun Enema
Barium 326
Uroflowmetri dun
Piel0grafi lntr'avena 334
Dasar-dasar CT/MSCT,
MRI, danMRCP 343
~edokteranNuklir atau
Radio Nuklir dun PET-CT
347
Radiografi
Muskuloskeletal 356
Pemeriksaan
Densitometri Tulang -363

peni6,da
:? ..
Tumor don
.\

~pli&@$i Klinik 282


., ,.
:

.. ,
BIOKIMIA GLUKOSA DARAH, LEMAK, PROTEIN,
ENZIM DAN NON-PROTEIN NITROGEN
Suzanna Imanuel

Biokimia berupaya rnemberikan kajian tentang proses fosfat rnelalui hexose monophosphat shunt (HMP shunt)
kimia yang terjadi pada makhluk hidup. Biokimia begitu penting untuk rnenanggulangi stress oksidatif pada
luas sehingga dapat juga menyentuh aspek biologi sel, eritrosit Metabolisrne 1,2 difosfogliserat (1,3-DPG) rnelalui
biologi rnolekular, genetika rnolekular, fisiologi, patologi Luebering-Rapoport shunt juga penting untuk proses
dan ilrnu klinik.' Glukosa, lernak, protein, enzirn dan transport oksigen t u b ~ h . ~
non-protein nitrogen yang akan dibahas secara ringkas Dicalarn rnulut, ketika rnakanan dikunyah, rnakanan
dalam tulisan ini, merupakan analit yang rnemiliki arti akan bercampur dengan enzim saliva yang menghidrolisis
klinik yang penting. Status metabolisme glukosa, lernak, tepung rnenjadi disakarida maltosa, sukrosa dan laktosa.
protein, enzim dan non-protein nitrogen menunjukkan Enterosit pada vili usus halus rnengandung empat enzim:
keadaan sistemik tubuh. Pemaharnan tentang biokirnia, laktase, sukrase, rnaltase dan a-dekstrinase. Enzim-enzirn
fisiologi dan patofisiologi penting dalam upaya penyaring, ini aka7 memecahkan disakarida laktosa, sukrosa dan
penegakan diagnosis, penatalaksanaan, pemantauan dan maltosa terrnasuk juga polimer glukosa lainnya menjadi
prognosis penyakit. rnonosskarida. Laktosa dipecah menjadi satu rnolekul
galaktosa, dan satu molekul glukosa. Sukrosa dipecah
menjadi satu molekul fruktosa, dan satu molekul glukosa.
METABOLISME GLUKOSA Maltosa dan polimer glukosa lainnya diubah menjadi
molekul-molekul glukosa. Hasil pencernaan karbohidrat
Karbohidrat adalah derivat aldehid atau derivat keton dari berupa rnonosakarida diabsorpsi masuk sirkulasi portaL6
alkohol polihidroksi atau senyawa yang rnenghasilkan Di dalam hepatosit, glukosa akan mengalami
derivat ini pada hidrolisis. lstilah karbohidrat berhubungan serangkaian proses metabolisme yaitu glikogenesis,
dengan rumus kimia senyawa ini yang mengandung satu glikogenolisis dan glukoneogenesis. Glikogenesis
molekul air per satu atom karbon (rumus umum Cx(H20) adalah konversi glukosa menjadi glikogen sedangkan
y).'. Karbohidrat sederhana seperti glukosa disebut glikogenolisisadalah pemecahan,glikogenmenjadi glukosa.
monosakarida. Dua monosakarida yang dihubungkan Pembentukan glukosa dari zat non-karbohidrat seperti
dengan ikatan glikosidik mernbentuk disakarida. Lebih asam amino, gliserol dan laktat disebut glukoneogenesis.
dari dua monosakarida yang dihubungkan dengan ikatan Kemudian hati melepaskan monosakarida ke sirkulasi
glikosidik membentuk p~lisakarida.~ darah, harnpir seluruhnya berupa glukosa. Glukosa
Karbohidrat adalah surnber energi utama dalam di degradasi di dalam sel rnelalui proses glikolisis
metabolisme tubuh. Oksidasi glukosa rnelaluijalur glikolitik sebagai sumber energi utama untuk proses metabolisrne
dan siklus asam trikarboksilat menghasilkan adenosin {Gambar
trifosfat (ATP) yang adalah sumber energi universal untuk Hati, pankreas dan kelenjar endokrin lain ikut serta
reaksi b i ~ l o g i k Gula
. ~ ribosa dan deoksiribosa adalah dalam pengaturan konsentrasi glukosa pada rentang
komponen struktur utama asam deoksiribonukleat (DNA) tertentu. Pengaturan kadar glukosa darah terutama
dan asam ribonukleat (RNA).2 Metabolisme glukosa-6- dilakukan oleh insulin dan glukagon yang diproduksi oleh
pemecahan protein. Glukagon, diproduksi sel alfa
pankreas merangsang glikogenolisis, glukoneogenesis dan
lipolisis di hati. Epinefrin disekresi oleh medulla adrenal,
menyebabkan glikogenolisis o t o t dan merangsang
pengeluaran glukosa dari hati yang mengandung glikogen.
Glukokortikoid meningkatkan glukoneogenesis. Growth
hormone dan ACTH mengurangi ambilan glukosa oleh
jaringan dan meningkatkan pengeluaran glukosa hati dan
lipolisis. Hormon tiroid meningkatkan absorbsi glukosa,
merangsang glikogenolisis dan meningkatkan degradasi
insulin.
Transport glukosa ke dalam sel dibantu oleh
protein transporter. Pada saluran usus halus dan qinjal
- -
Gambar 1. Homeostasis glukosa6 cotransporter glukosa dan natrium berperan untuk ambilan
glukosa dan galaktosa dari lumen. Pada permukaan sel
pankreas. Kontrol juga dilaksanakan oleh hormon adrenal terdapat glucose transporters (GLUTs). Distribusi GLUTs
(epinefrin dan kortisol), hipofisis anterior (GH dan ACTH), dan fungsi disajikan pada tabel 1.7
tiroid (tiroksin) dan somatostatin (Gambar 2). 2,3 GLUTs berdasarkan kemiripan urutan asam amino
Insulin, d i p r o d u k s i o l e h sel beta penkreas, dapat dibagi menjadi kelas I (GLUT 1-4), kelas II (GLUT
menyebabkan penurunan kadar glukosa darah dengan 5,7,9,11), dan kelas Ill (GLUT 6,8,10,12). GLUT4 diketahui
cara meningkatkan ambilan glukosa oleh 4aringan memiljki peran penting karena bergantung pada regulasi/
o t o t dan lemak, meningkatkan glikogenesis dan stimulasi insulin sehingga bersifat rate limiting. Insulin
lipogenesis, menghambat glukoneogenesis d i hati, akan menyebabkan translokasi GLUT4 ke membran plasma
merangsang pembentukan protein dan menghambat untuk transport glukosa kedalam otot dan sel lemak.'

METABOLISME LEMAK

Lemak adalah substansi yang esensial bagi kehidupan


manusia. Secara kimia, lemak (lipid) adalah senyawa yang
menghasilkan asam lemak setelah hidrolisis atau suatu
kompleks alkohol yang bergabung dengan asam lemak
untuk membentuk ester.8
Beberapa fungsi lemak antara lain adalah untuk
penyimpanan energi dan sumber bahan bakar metabolik,
membantu pencernaan, sebagai hormon atau prekursor
hormon, sebagai komponen fungsional dan struktural
pada membran sel, membentuk insulasi untuk konduksi
elektrik pada sel saraf, serta untuk mencegah kehilangan
Garnbar 2. Pengaruh hormon pada metabolisme karbohidrat pana~.~

Nama' ~attrib'dn Fungsi


GLUT1 Tersebar luas, terutama pada otak, ginjal, usus besar, Transpor glukosa basal
jaringan fetal
GLUT2 Hati, sel;beta pankreas, usus halus, ginjal Transpor glukosa non-rate limiting
GLUT3 Telsebar luas, terutarna neuron, plasenta, testis Transpor glukosa di neuron
GLUT4 ' Ot6t skeletal, otot jantung, jaringan lemak Transpor glukosa distimulasi insulin
GLUT5 Usus halus, ginjal, otot, otak, jaringan lemak Transpor fruktosa
GLUT6 Leukosit, otak Transpor glukosa
GLUT7 Hati Pelepasan glukosa d a r i r e t i k u l u m
endoplasma
GLUT8 Tespis; ,blastokista, otak, otot, jaringan lemak Transpor glukosa
Jantung, ojot Transpor glukosa
Otot, otot jantung, jaringan lemak dan payudara Transpor glukosa
BIOKIMIA GLKOSA DARAH, LEMAK, PROTEIN, ENZIM DAN NITROGEN 215

Karena lipid bersifat tidak larut pada lingkungan air, menyebabkan partikel ini lebih mudah masuk kebawah
maka transport lipid dalam plasma terjadi melalui suatu tunika intima pembuluh darah. Adanya faktor cedera
bentuk kompleks makrornolekul yang disebut lipoprotein. endotel dibarengi dengan kolesterol LDL yang tinggi
Sekitar 60% kolesterol total dalarn plasma dari subjek rnemperrnudah terbentuknya aterosklerosis. Stress
berpuasa dibawa oleh LDL.9Partikel lipoprotein berbentuk oksidatif bisa mernodifikasi LDL rnenjadi LDL-teroksidasi
sferis dan terdiri dari banyak molekul lernak dan protein dan/atau LDL-glikat. Bentuk-bentuk LDL termodifikasi ini
lo, yang diikat oleh ikatan nonkovalen.ll Lernak utama rnempunyai afinitas yang lebih rendah kepada reseptor
dari lipoprotein adalah kolesterol, trigliserida (TG) dan LDL (LDL-R) dan dapat dikenali oleh rnakrofag sebagai
fosfolipid (PL). Struktur lipoprotein dikatakan terdiri benda asing sehingga rnernpermudah terbentuknya
dari lapisan luar hidrofilik dengan PL, kolesterol tak foam cell.
teresterifikasi, dan protein (apolipoprotein, apo), dengan LDL beredar dalarn sirkulasi selama + 3 hari.12
inti lipid netral hidrofobik yang didominasi kolesterol ester Kernudian LDL diarnbil oleh hepar dan sel perifer melalui
(CE) dan TG. l1 LDL-R dirnana protein LDL kernudian didegradasi dan
Lipoprotein mempunyai ciri fisika dan biokimiawi kolesterol yang ada digunakan dalarn rnetabolisme sel.
yang berbeda-beda karena rnengandung proporsi lipid Sekitar 33-66% LDL didegradasi rnelalui sistern LDL-R,
dan protein yang berbeda. Lipoprotein dapat dibedakan sedangkan sisanya melalui sistern sel scavenger?
sesuai dengan rnobilitas elektroforetik mereka (contohnya
mobilitas a untuk HDL, dan P untuk LDL).12,13Lipoprotein HDL
juga dikategorikan berdasarkan pada densitas mereka Persentasi lipid dan protein pada HDL "dewasa" adalah
setelah ultrasentrifugasi, yaitu chylomicrons (CM), very low- sekitar 1:l dan waktu paruh dalam plasma bervariasi 3,3
density lipoprotein (VLDL), intermediate-densitylipoprotein - 5,8 hari.16Fungsi HDL penting dalarn transpor kolesterol
(IDL), low-density lipoprotein (LDL), high-density lipoprotein balik dari jaringan perifer ke hepar. ApoA-l adalah protein
(H DL), dan lipoprotein(a) [Lp(a)]. l4 struktural utarna. Kadar HDL-C yang tinggi diasosiasikan
dengan penurunan risiko penyakit kardiovaskular.
CM (chylomicron)
CM adalah esensial dalam transport lipid eksogen. CM Lipoprotein (a)
terutarna terdiri dari trigliserida sedangkan komponen lain Lipoprotein (a) secara struktural berhubungan dengan
adalah kolesterol, fosfolipid dan apolipoprotein spesifik. LDL. Pada satu partikel Lp(a) terdapat satu apo(a), suatu
Mantel perrnukaanCM terdiri dari PL, free cholesterol(FC), protein yang kaya karbohidrat, dan satu apoB-100. Apo(a)
apoB-48, apoAl, apoA-ll, and apoA-IV. Dalarn keadaan terikat secara kovalen dengan apoB-100.8
puasa 10-12 jam, tidak ada CM yang diternukan dalam
darah orang normal. Adanya CM membuat serum terlihat Jalur Metabolisme Lipoprotein
keruh atau seperti s u ~ u . ~ ~ Terdapat tiga jalur metabolisme lipoprotein yaitu jalur
eksogen (diet), jalur endogen (hepatik) dan jalur transpor
VLDL HDL (reverse cholesterol transport). Ketiga jalur ini saling
Partikel VLDL terdiri dari trigliserida (55%), fosfolipid (12%), berhubungan dan saling berinteraksi satu sarna lain
kolesterol (25%) dan protein (8%).15 Bersama-sama CM, (Gambar 3). Melalui jalur eksogen, lemak dari rnakanan
VLDL disebut sebagai triglyceride-rich lipoprotein. Pada ditranspor oleh kilomikron menuju hati. Melalui jalur
dinding endotel, lipoprotein lipase (LPL) menghidrolisis endogen, dari hati, lemak disekresikan dalarn bentukVLDL.
VLDL sehingga mengeluarkan isi trigliseridanya dan Lipoprotein lipase (LPL) rnenghidrolisis lemak dari partikel
menghasilkan IDL. VLDL sehingga partikelnya semakin rnenyusut menjadi
IDL dan kemudian LDL. LDL kernudian kembali diambil
IDL oleh hati. Dalam sirkulasi sebagian kolesterol ditransfer
Disebutjuga VLDL remnant yaitu merupakan bentuk lanjut oleh cholesterol ester transfer protein (CETP) dari LDL ke
setelah VLDL dihidrolisis oleh LPL. Hidrolisis selanjutnya HDL. Selain itu kolesterol dari sel di transfer oleh lecithin
oleh lipase hepatik (LH) membuat partikel lipoprotein ini cholesterolacyl transferase (LCAT) ke HDL yang kernudian
rnenjadi semakin kecil dan rnenjadi LDL. diambil oleh hati.8

LDL Dislipidemia
LDL adalah produk hasil hidrolisis IDL, dirnana 80% Abnormalitas kadar lipid plasma disebut dislipidemia.18
partikel terdiri dari lipid dan 20% protein. Kadar LDL Peningkatan k o l e s t e r o l t o t a l a t a u k o l e s t e r o l
dalarn darah dikenal sebagai faktor penting dalam LDL tanpa peningkatan trigliserida disebut hiper-
penyakit aterosklerotik. Ukuran partikel yang lebih kecil kolesterolemia sedangkan peningkatan trigliserida
Klasifikasi hiperlipidemia berdasarkan fenotip berguna
sebagai pedoman untuk terapi tetapi tidak menentukan
apakah hiperlipidemia yang terjadi adalah primer atau
sekunder. Klasifikasi Fredrickson yang dikembangkan
pada National Institutes of Health (NIH) Ameriksa Serikat
dan kemudian diadopsi oleh WHO, disajikan pada tabel
2. Kadar K-HDL tidak disertakan dalam sistem klasifikasi
ini.18
Hiperlipidemia sekunder adalah kelainan metabolisme
lipid yang ditemukan bersamaan dengan penyakit
metabolik atau organik yang mendasarinya. Keadaan
yang sering ditemui dengan hiperlipidemia sekunder
adalah diabetes melitus, penyakit tiroid, penyakit hati dan
penyakit ginjal (Tabel 3).8 Hiperlipidemia sekunder dapat
diklasifikasikan juga menurut lipid yang dominan (Tabel
4)serta menurut fenotip (Tabel 5).19
Penilaian pola lipid untuk penyaring umumnya
Gambar 3. Jalur transport lipoproteinq7 menggunakan kadar kolesterol total dan kadar trigliserida.
Untuk pola lipid yang lebih lengkap memeriksa K-total,
trigliserida, K-HDL dan K-LDL. Pemeriksaan lainnya dapat
disebut hipertrigliseridemia. Peningkatan kolesterol dan dilakukan seperti pemeriksaan elektroforesis lipid, apoB,
trigliserida disebut hiperlipidemia kombinasi. Kolesterol apo(a), dan lain-lain.
HDL yang rendah juga termasuk dislipidemia, baik K-HDL Banyak faktor dapat mempengaruhi pemeriksaan
saja ataupun bersama-sama dengan abnormalitas lipid profil lipid. Sumber variasi preanalitik dapat berasal dari
lainnya. Karena hubungan metabolik yang erat dengan faktor biologik, gaya hidup, keadaan klinik serta teknik
trigliserida, peningkatan trigliserida seringkali disertai sampling (Tabel 6).8 Faktor lingkungan/musim juga
dengan K-HDL yang rendah. Hiperlipidemia dapat dilaporkan mempengaruhi hasil pemeriksaan terutama
diklasifikasikan menurut fenotip menurut Fredrickson. pada daerah dengan 4 musim.
Menurut etiologinya dapat diklasifikasikan dislipidemia
primer (genetik) dan dislipidemia sekunder yaitu yang Kolesterol Total
disebabkan oleh penyakit lain, obat-obatan atau faktor Nilai kolesterol lebih tinggi 8% pada musim dingin
gaya hidup.18 dibanding musim panas. Nilai kolesterol lebih rendah 5%

Tipe ~e"inq(&an' oles sterol Trigliserida Serum puasa Elektroforesis %


Fredrickson lipobrgtein setelah 12 jam lipoprotein relatif
Normal <220 mg/dL < 1 50 mg/dL Jernih Normal
Tipe I Kilomikron <260 mg/dL >1000mg/dL Supernatan ter- K i l o m i k r o n pada <I%
d a p a t l a p is a n origin, penurunan pita
meng ambang p, pre-P dan a.
seperti susu (milky).
lnfranatanjernih
Peningkatan pita P
"I
Tipe Ila LDL >300mg/dL <I50 mg/dL Jernih 10%
Tipe Ilb LbL &VLDL >300mg/dL 150-300mg/dL Jernih atau keruh Peningkatan pita P 40%
dan pre-P
Tipe Ill IDL 350 - 500 mg/ 350 - 500 mg/dL Keruh Peningkatan pita P, <I%
dL pre-P, penurunan
pita a.
Tipe IV VLDL <260 mg/dL 200-1000mg/dL Keruh atau seperti Peningkatan pre-P, 45%
susu penurunan a
Tipe V VLDL & >300 mg/dL >I000mg/dL Lapisan Kilomikron pada 5%
Kilomikron mengambang asal, peningkatan
seperti susu, pre-P
infranatan keruh
BlOKlMlA GLKOSA DARAH, LEMAK, PROTEIN, ENZlM DAN NITROG

Gangguan Penyebab Tipe Tige The T i p . Tipe


Eksogen Obat: kortikosteroid, isotretinoin, 1 ,,ajilt; 111 4'jqtJ~
tiazid, antikonVulsan;P-bloker, steroid
anabolik, beberapa ~kontrasepsioral
Alkohol
Obesitas
Endokrin dan Porfiria intermiten akut obstiukif . ,

metabolik
DM Konsumsi alkohol,
Hipopituitarisme
Hipotiroidisme
Lipodistrofi
Kehamilan
Storage diseases Penyakit penimbunan cystine
Penyakit Gaucher
Penyakit penimbunan glikogen
Penyakit Tay-Sachjuvenile Sindrom Werner
Penyakit Niemann-Pick
Penyakit Tay-Sach
Ginjal Gagal ginjal kronik
HUS (hemolytic-uremic syndrome) k'qkf
Sindrom nefrotik Sumber variasi KT: 1 $4,' ,>

Hati Kolestasis intrahep\&ik.knigna rekuren Variasi biologik 6,5% 23;?36+ +,8,2% ,' 73%
Atresia biliar kdngenital intraindividual
Akut dan transien Luka bakar
Hepatitis
Trauma,akut gembedahan)
lnfark miokard
Infeki baktefi dan viral
Sebab lain Anoreksia ndvbsa
Starvasi
Hiperkalsemia idiopatik
Sindrom Klinefelter
Progeria (Sindrom Hutchinson
-Gilford)
Lupus eritematosus sistemik
Sindrom Werner

Hiperkolesterolemia Hipertfiqliseridemia

Sindroma nefrotik Obesitab


Disgammaglobulinemia ~ankrbatitis
Porfiria Gagal:ginjsll kronik
Penyakit hati Disgammaglobulin'emia
Penyakit penimbunan glikogen

pada pasien duduk dibanding pasien berdiri, dan berbeda


10-15% pada pasien tidur dibanding pasien berdiri. Bila
memakai sarnpel plasma, maka nilai kolesterol dari EDTA
plasma harus dikali 1.03 nilai untuk mendapatkan nilai
kolesterol serum yang ekuivalen.16
Peningkatan nilai kolesterol total serum dapat
terjadi akibat hiperkolesterolemia idiopatik, hiper-
Keterangan: +, peningkatan minimal sampai moderat, ++,
lipoproteinernia, obstruksi bilier, penyakit von Gierke,
peningkatanmoderat sampai tinggi, - , penurunan minimal sampai
hipotiroidisme, nefrosis, penyakit pankreas (DM, total moderat, - -, penurunan moderat sarnpai berat.
pankreatektomi, pankreatitis kronik), kehamilan, dan deLong dimana Tg/6. Karena banyak ketidaktepatan
obat-~batan.~O dalam menentukan nilai K-LDL dengan rumus rnaupun
metode tidak langsung, maka sekarang dianjurkan metode
Trigliserida langsung homogen (direct homogenous assay^).^'
Beberapa penyebab peningkatan trigliserida serum yaitu Penyebab peningkatan K-LDL antara lain adalah
hiperlipidemia genetik, penyakit hati, sindrom nefrotik, hiperkolesterolemia familial, hiperlipidemia kombinasi
hipotiroidisme, diabetes mellitus, alkoholisme, gout, familial, diabetes rnellitus, hipotiroidisme, sindroma
pankreatitis, penyakit von Gierke, infark miokard akut, nefrotik, gagal ginjal kronik, diet tinggi kolesterol total
obat-obatan rnisalnya kontrasepsi oral, estrogen dosis dan lemakjenuh, kehamilan, mielorna multipel, disgamma-
tinggi, beta-bloker, hidroklorotiazid, steroid anabolik, globulinernia, porfiria, anorexia nervosa, serta obat-obatan
kortikosteroid, serta gesta~i.~O seperti steroid anabolik, beta-bloker antihipertensi,
Trigliserida serum yang rendah dapat disebabkan oleh progestin, karbarnazepin. Penurunan K-LDL dapat terjadi
keadaan abetalipoproteinemia, malnutrisi, perubahan diet karena penyakit berat, abetalipoproteinernia dan terapi
dalam 3 minggu, kehilangan berat badan, latihan fisik, estrogen oral. 20
obat-obatan e.g. bloker alfa-1 r e s e p t ~ r . ~ ~

Kolesterol HDL PROTEIN


Penyebab peningkatan K-HDL serum adalal-1 latihan
fisik, peningkatan bersihan trigliserida, konsumsi alkohol Protein adalah senyawa organik yang terbanyak pada
sedang, terapi insulin, terapi estrogen oral, 3enyakit tubuh orang sehat. Lebih dari setengah berat kering
lipid familial, hiperalfalipoproteinernia (kelebihan HDL), sel tubuh manusia terdiri dari protein.22Protein adalah
hipobetalipoproteinemia. polimer asam amino yang diikat oleh ikatan peptida.
Penurunan K-HDL dapat terjadi karena st-ess dan Terdapat lebih dari 50.000 jenis protein manusia dengan
penyakit seperti infark rniokard akut, stroke bedah, 3000 -4000 protein berbeda dalam satu sel dan 1400jenis
trauma; starvasi, obesitas, kurang latihan fisik, merokok, protein dalam serum.23 Asam amino diikat dengan ikatan
diabetes rnelitus, hipotiroid dan hipertiroid, penyakit kovalen rnembentuk peptida. Sebanyak 2-5 residu disebut
hepar akut dan kronik, nefrosis, uremia, anemia kronik dan oligopeptida, > 6 residu disebut polipeptida. Bila jumlah
penyakit mieloproliferatif, obat-obatan rnisalnya stercid -
asam amino melebihi 40 residu (EM 5 kDa), rantai telah
anabolik, progestin, beta-bloker antihipertensi tiazida, membentuk protein. Tipikal protein terdiri dari 200-300
neornisin, fenotiazin. Kadar HDL yang rendah dapat juga asam amino.
karena penyakit genetik seperti pada hipertrigliseridemia
familial, hipoalfalipoproteinemia familial, penyakit Tangier Klasifikasi
homozigot, defisiensi LCAT dan penyakit 'fish eye', penyakit Protein dapat diklasifikasikan dalam dua kelompok utarna
IViernann-Pick nonneuropatik, defisiensi HDL dengan yaitu kelornpok protein sederhana (simple) dan terkonjugasi.
xantoma planar, defisiensi Apo A-l dan apo C-Ill varian Termasuk dalam protein sederhana adalah protein globular
I dan (albumin, globulin, histon, protamin) dan protein fibrosa
(kolagen, elastin, keratin). Protein terkonjugasi terdiri
Kolesterol LDL dari dua kornponen yaitu protein (disebut apoprotein)
Seperti pengukuran kadar K-HDL, beberapa rnetode dan gugus prostetik nonprotein. Terrnasuk protein
juga tersedia untuk penentuan K-LDL seperti rnetode terkonjugasi/senyawa adalah nukleoprotein (DNA, RNA),
ultrasentrifugasi (metode rujukan), elektroforesis mukoprotein, glikoprotein, lipoprotein, metaloprotein dan
lipoprotein, presipitasi, kalkulasi (rurnus Friedewald) dan fosfoprotein?
metode homogen direk.
Menurut Friedewald, dari nilai kolesterol total, K-HDL Struktur
dan trigliserida dapat diperoleh nilai K-LDL dengan Struktur protein dapat diuraikan dalam ernpat tingkat
rurnus: yaitu struktur primer, sekunder, tersier dan k~arterner.~
Struktur primer dibentuk sesuai urutan asam amino pada
K-LDL=total kolesterol-(K-HDL)- (trigliseride/S).
rantai polipeptida (Gambar 4). Struktur sekunder berupa
Kadar K-VLDL diperkirakan dari trigliserida yairu konformasi segmen rantai polipeptida dapat berupa
trigliserida/5. Terdapat keterbatasan pada rumus ini a-heliks, pita+, gulungan (coils) dan lekukan (turns).
sehingga rurnus ini tidak akurat bila kadar trigliserida Struktur ini tergantung pada jurnlah ikatan hidrogen dan
>400 mg/dL atau terdapat dislipoproteinemia, kelainan disulfida pada molekul protein. Struktur tersier terbentuk
tipe I atau tipe Ill. Pada keadaan ini, diusulkan rumus berdasarkansusunan elemen sekunder dan interaksi antar
BIOKIMIA GLKOSA DARAH, LEMAK, PROTEIN. ENZIM DAN NITROGEN 219

elemen sehingga terbentuk struktur tiga dimensi yang Protein dari sirkulasi akan mengalami endositosis untuk
karakteristik. Konformasi ini terbentuk oleh adanya ikatan didegradasi dalam sel. Degradasi protein dilaksanakan
elektrovalen, ikatan hidrogen, ikatan disulfida, gaya van oleh protease. Protease lisosom (katepsin) mendegradasi
der Waals dan interaksi hidrofobik. Struktur kuarterner protein yang masuk lisosom. Protein sitoplasmik yang
adalah struktur molekul yang terdiri dari beberapa subunit akan diurai, diikat oleh ubiquitin yang berinteraksi dengan
sehingga terbentuk molekul protein yang l e n g k a ~ . ' ~ proteasom untuk mendegradasi protein. Produk degradasi
berupa asam amino akan dirnetabolisme untuk sintesis
Sintesis, Metabolisme dan Degradasi protein baru atau untuk menjadi sumber energi.25
Proses sintesis protein dimulai dari transkripsi DNA di
nukleus membentuk mRNA kernudian proses translasi Fungsi
rnRNA menjadi rantai asam amino (polipeptida) oleh Protein memiliki banyak fungsi dalam tubuh yaitu untuk
ribosom di sitosol (Gambar 5). Selarna atau setelah proses fungsi katalisis, transpor molekul, struktural, kontraktil,
translasi rantai polipeptida mengalami proses lipatan nutrititif irnunologik, hormonal, koagulasi, keseimbangan
dan rnodifikasi menjadi protein matang dengan bantuan asam basa, tekanan onkotik dan sebagai reseptor. Fungsi
protein yang disebut chaperone. Protein pada ribosom dan contoh protein disajikan pada tabel 7.26
dengan menempel pada retikulum endoplasrna kasar
yang kernudian digunakan atau dipindah dalam badan Protein Plasma
golgi untuk kemudian disekresikan melalui eksositosis Sebagian besar protein plasma disintesis di hati kecuali
keluar imunoglobulin yang disintesis oleh sel B dan hormon
Dalam keseimbangan, sintesis dan degradasi protein oleh organ endokrin. Protein plasma tersebut disekresi
berkisar 300-400 g/hari. Di dalam sel, protein terus oleh hepatosit ke ruang Disse dan masuk sirkulasi melalui
menerus mengalami pergantian (sintesis dan degradasi). sinusoid hati. Setelah bersirkulasi, kebanyakan protein
plasma kehilangan asam sialat yang menjadi tanda
Alanin
I
.,'. bersihan dan degradasinya oleh hati.
Glisin 'j Berrlasarkan sifat elektroforetiknya protein plasma
I terdiri dari fraksi albumin dan prealbumin (RBP,
Serin
I transthyretin), alfa-I (a1-antitripsin, a1-acid glycoprotein,
Valin
I a1 -fetoprotein), alfa-2 (haptoglobin, a2-rnakroglobulin,
Leusin
I seruloplasmin), beta-1 (transferrin, C4), beta-2 (C3, p2-
Lisin

GJsin ,*'
rnikroglobulin) dan gamma (IgG, IgA, IgM, CRP). Fungsi
I ,P dan korzlasi klinik beberapa protein plasma secara ringkas
1 Valin'

I Primer
Sekunder Tersier ~uaternary I disajikan pada tabel 8."

Gambar 4. Struktur molekul proteinz4

Enzim adalah polimer biologik yang mampu mengkatalisis


reaksi kimia. Umumnya enzirn adalah protein kecuali
beberapa molekul RNA yang memiliki kapasitas
katalitik.28

Struktur Molekular
Molekul enzim memiliki struktur primer, sekunder dan
tersier sesuai karakteristik protein. Kebanyakan enzim
juga memiliki struktur kuarterner. Struktur primer dibentuk
sesuai urutan asam amino. Struktur sekunder berupa
konformasi segmen rantai polipeptida apakah berupa
cr-heliks, pita-0, gulungan (coils) dan belokan-p (p-turns).
Struktur tersier terbentuk berdasarkan susunan elemen
sekunder dan interaksi antar elemen sehingga terbentuk
strukturtiga dimensi yang karakteristik.Struktur kuarterner
adalah struktur molekul yang terdiri dari beberapa subunit
Gambar 5. Sintesis dan degradasi proteinz5 sehingga terbentuk molekul enzim yang lengkap dan
fungsional. Enzim dengan struktur homomultimer terdiri disandi oleh gen yang berbeda namun mengkatalisis reaksi
dari beberapa subunit yang sama (misalnya LDH H4), karakteristik yang s a ~ n a . ~ ~
sedangkan struktur heteromultimer terdiri dar subunit
yang berbeda (misalnya CK-MB). Enzim dengan variasi Spesifitas dan Nomenklatur
struktur yang disebut isoenzim (misalnya CK-MM, CK- Enzim hanya berikatan dengan substrat pada bagian
MB). lsoenzim memiliki struktur yang berbeda karena spesifik (active site) sehingga reaksi yang terjadi adalah

Kqtalisis Enzim
Transport molekul, Transkortin (Cortisol), thyroxin-binding-globulin(tiroksin),,alhumin (asam lemak, bilirubin tak
, terkonjugasi, kalsium, hemoglobin (O,, CO,), lipoprotein (kolesterol, triasilgliserol).
Struktural Kolagen pada tulang dan jaringan ikat, keratin pada kuit, rambut dan kuku. Protein juga
membentuk strukur endoskelet selular. Kromosom mengandung histon untuk stabilisasi
gulungan DNA.
Kontraktil Aktin, miosin untuk kontraksi otot
Nutrisi Albumin
imunologik Anfibodi, interleukin
RegulasVhormtinal Neurotransmiter, hormon: insulin, dll.
Koagulasi ~ib'rinogen I

Keseimbangatrasarnibasa* Protein: komponen penyangga keasaman darah


Tekanan onkotik Albumin
Reseptor Reseptor estriol

Albumin P'l'oY&'in t r a n s p o r t , Dehidrasi Malnutrisi, malabsorpsi, sirosis hati,


.msnjag\a t e k a n a n infeksi,eklarnpsia, sindrom~h$frotik
osm~tik
a,-antitsipsin Iphibitor pr,o.teqse Inflamasi, stres, infeksi, infeksi Defisiensi herediter, emfs,ema awal,
tirad neonatal respiratory distress syndrome,
hipoproteinemia.
Haptoglobin Mengikat hemoglobin Pe ny a k i t k o l a g en, i n f e ks i, Hemolisis, reaksi transfusi, katup prostetik,
bebas kerusa kan jaringan, nefritis, penyakit hati, hematoma, perdarahan
k o l i t i s ulseratif, neoplasia, jaringan.
obstruksi bilier
Seruloqlasmin Tran$~por$Cu, reaktan Keh a m i 1.a n, ti r o t 0 k s i k ~ ss, i P,enya,kit Wilson, fisiologi bayi 5 6 bln,
fase akut. kecanasan, reaksi radang akat, s,iry@$$tnefrotilc, kelaqaacan, sindrom
sirosis bilier, intoksikasi Cu. Metikgs.
Transferrin frariiport ion, reaktan Anemia defisiensi besi Sit!osi6 h&patis
fase akut 7

C3 & C4 Faktor komplemen Reaksi fase akut Penurunan ~RidenaanC4 norya~:&ivasi


' ',"? jalur alternat~f$~@is, endotoksiinf.:--
, . Penurunan C+ d hgan atau tanpa, C3:
B
aqiyasijalur kla!ik,:, :ESPpenyakit kompleks
i$un).
p,-mikmjlbbulin ~e?m&a
in leukosit Li rnfoma, leukemia, mi'el9ma; d@iproteinern'ia
* .
penyakit ginjal, rejeksi tra,ta&&an :, .d
ginjal, infeksi viral, radvgngkr:o?,%:-
<? ;;?
Imunoglobulin Antibadi: Hipergamma globuli'n 'poliE~o~@~-,.>$$pa ma
r infeksi, penyakit bati, pkn)pk4@ Qhjpog
kolagen. Monoklonalf, m,ielggmii . @k$de
makroglobulinemia Waldensgr6m; ' %* ' ,R
leukemia
CRP Pertahanan n o n -
spesifik
BlOKlMlA GLKOSA DARAH, LEMAK, PROTEIN, ENZlM DAN NITROGEN 221

reaksi yang spesifik. Enzim juga bersifat stereoselektif yang membangun struktur molekul en~irn.'~
karena asimetrisitas bagian aktifnya. Enzim hanya Beberapa enzim membutuhkan senyawa non-
mengenali satu bentuk enantiomerik dari suatu substrat. protein dengan berat molekul rendah untuk aktivitasnya.
Protease misalnya, hanya berikatan dengan polipeptida Senyawa yang berikatan lemah dengan enzim disebut
yang terdiri dari asam amino-L (tidak dengan asam koenzim, sedangkan yang berikatan kuat disebut gugus
amino-D). Enzim juga dapat menunjukkan spesifitas prostetik. Bentuk inaktif enzim (apoenzim) akan menjadi
geometrik, misalnya fumarase, hanya bereaksi dengan bentuk aktif (holoenzim) setelah berikatan dengan gugus
fumarat (isomer trans) dan tidak dengan maleat (isomer prosteti k n ~ a . ' ~
Laju reaksi enzimatik juga dapat dipengaruhi oleh
Enzim (E) bekerja melalui pembentukan kornpleks suhu, keasaman dan adanya substansi lain yaitu inhibitor
enzim-substrat (ES). Substrat akan terikat di situs aktif pada atau aktivator. lnhibitor dibagi atas tipe ireversibel dan
enzim (gambar 6).Setelah itu terjadi transformasi substrat reversibel. lnhibitor ireversibel berikatan kovalen dengan
menjadi produk (P) dan enzim terlepas kembali: enzim sehingga metode fisik seperti dialisis, filtrasi gel,
E+S* ES+P+E kromatografi tidak dapat memisahkannya. lnhibitor
reversibel dapat berupa inhibitor kompetitif yang memiliki
Berdasarkan tipe reaksinya, enzim diklasifikasikan
kemiripan struktural dengan substrat atau berupa
dalam enam kelas yaitu oksidoreduktase, transferase,
inhibitor nonkompetitif yang berikatan dengan enzim
hidrolase, liase, isomerase dan ligase. Penamaan dan kode
pada lokasi yang berbeda dengan tempat ikatan enzim-
sistematik oleh the International Union of Biochemistry
substrat. Contoh inhibitor misalnya aspirin menginhibisi
(IUB) menetapkan Enzyme Commission (EC) yaitu kode
siklooksigenase (COX-1 dan COX-2) yang memproduksi
nomor enzim yang terdiri dari, kelas, sub kelas, sub-
prostaglandin dan tromboksan, sehingga dapat menekan
subkelas, dan nomor enzim dalam sub-subkelas. Misalnya
peradangan dan rasa sakit. Sianida yang merupakan
kreatin kinase (kelas transferase, subkelas fosfotransferase,
inhibitor enzim ireversibel, yang bergabung dengan
sub-subkelas grup nitrogenik atau akseptor) memiliki
tembaga dan besi pada bagian aktif enzim sitokrom c
nama sistematik ATP: creatine N-phosphotransferase
oksidase dan menghambat respirasi
dengan nomor EC 2.7.3.2 ',2g
Aktivator enzim dapat meningkatkan laju reaksi
dengan mendukung pernbentukan konformasi paling
aktif pada enzim atau pada substrat. Banyak enzim
rnembutuhkan ion metal untuk stabilisasi struktur tersier
dan kuarternernya untuk berfungsi lebih aktif. Aktivitas
Wsu strate amilase akan meningkat tiga kali lipat dengan adanya
aktivator yaitu CI-. Kreatinin kinase membutuhkan Mg2+,

C1-1 Active site

Garnbar 6. Kompleks enzim substrat30


Es complex
sedangkan ALP rnembutuhkan Mg2' dan Zn2+.2g

Regulasi dan Kinetika Enzim


Regulasi enzim dapat terjadi melalui beberapa mekanisme
yaitu pengaturan senyawa yang berikatan dengan bagian
aktif enzim, perubahan konformasi enzim, perubahan
jumlah enzim dan regulasi jalur m e t a b ~ l i k . ~ ~
Pengaturan senyawa yang berikatan dengan enzim
terkait dengan pengaturan konsentrasi substrat. Pada
Aktivitas Enzim konsentrasi enzim konstan, penambahan kadar substrat
lntegritas struktur molekul enzim penting untuk aktivitas akan meningkatkan terbentuknya produk sesuai laju reaksi
biologiknya. Kerusakan pada struktur (denaturasi) akan orde satu (first order kinetic) pada kurva Michaelis-Menten
menyebabkan enzim kehilangan kemampuan biologiknya. (Garnbar 7). Pada kadar substrat yang maksimal maka
Denaturasi dapat terjadi reversibel ataupun ireversibel. terjadi laju reaksi orde no1 sehingga jumlah produk yang
Beberapa keadaan dapat menyebabkan denaturasi enzim terbentuk menjadi konstan (zero order kine ti^).^'
yaitu perubahan suhu, pH dan penambahan zat kimia Perubahan konformasi enzim termasuk regulasi
tertentu. lnaktivasi oleh pemanasan terjadi umumnya pada alosterik, modifikasi kovalen, interaksi protein-protein
suhu diatas 60C. Lingkungan pH ekstrem menyebabkan can pernecahan zimogen. lnhibitor atau aktivator
perubahan konformasi molekul enzim. Penambahan zat tsrtentu menyebabkan perubahan konformasi alosterik
tertentu seperti urea menyebabkan inaktivasi enzim karena enzim sehingga mempengaruhi bagian aktif enzim.
mengganggu ikatan hidrogen dan interaksi hidrofobik Modifikasi kovalen seperti fosforilasi oleh protein kinase
..........................
Kecepatan Maksimum
.+-
I
Y
m
e!
Enzim 1
C~-k-
Enzim 2
Enzim 3 ~nzim-8

-C
m
m
a
Enzim gG
8
Y" Garnbar 8. Pola Regulasijalur m e t a b ~ l i k ~ ~

Faktor produksi enzim juga mempengaruhi kadar


enzim dalam darah. Karena adanya pergantian sel menua
Gambar 7. Kurva reaksi Michaelis-Menten3' maka secara normal terdapat enzim dengan kadar rendah
dalam darah. Enzim yang diproduksi oleh lebih banyak
atau defosforilasi oleh protein fosfatase menyebabkan sel (misalnya ALT oleh hepatosit) akan lebih cepat naik
perubahan konformasi pada bagian katalitik sehingga bila terjadi kerusakan organ itu dibandingkan enzim yang
mempengaruhi aktivitas e n ~ i m . ' ~ berasal dari organ dengan massa kecil seperti prostat.
Perubahan konsentrasienzim dapat melalui pengaturan lnduksi produksi enzim dapat meningkatkan kadarnya
sintesis enzim dengan induksi atau represi transkripsi qen dalam darah. Peningkatan GGT dalam serum dapat terjadi
atau melalui degradasi oleh proteosome dan c~spase.'~ karena induksi oleh barbiturat, fenitoin atau asupan
Regulasi enzim dapat juga terjadi melalui regulasi etanol. Obstruksi bilier menyebabkan induksi sintesis ALP
jalur metabolik. Pola yang umum ditemukan adaiah oleh hepat~sit.'~ Peningkatan enzim mempunyai korelasi
adanya satu enzim (rate limiting enzyme) yang diregulasi klinik dengan organ yang memproduksi enzirn tersebut
sintesisnya sehingga kadar enzim ini akan me~entukan (Tabel 9).29
pembentukan produk akhir dari suatu jalur metabolik. Waktu paruh enzim dalam plasma bervariasi dari
Mekanisme lain adalah adanya melalui inhibisi umpan beberapa jam sampai beberapa hari. Rerata waktu paruh
balik, regulasi balik oleh jalur metabolik oponen, atau enzim adalah 6 - 48 jam. Bersihan enzim dari darah
kompartementasi enzim sehingga terjadi pembatasan umumnya melalui endositosis yang dimediasi reseptor
akses enzim atau ~ubstrat.'~ pada sistem retikuloendotelial (hati, limpa, sumsum
tulang) walaupun bersihan amilase dapat melalui ginjal.
Enzim Dalam Darah Perubahan struktur pada enzim, seperti sialylation pada
Secara klinis, perubahan aktivitas atau kadar enzim dalam ALP dari sel maligna menyebabkan penurunan bersihan
darah dapat menjadi tanda status fisiologi atau patologi ALP oleh reseptor galaktosil hepatosit sehingga kadarnya
tubuh. Faktor yang mempengaruhi kadar enzim dalam meningkat dalarn darah.29
darah adalah faktor masuknya enzim dari sel asal kedarah
serta bagaimana enzim itu hilang dari darah.
Tiga mekanisme utama rnasuknya enzim kedalam NON-PROTEIN NITROGEN
darah yaitu bocornya membran sel, effluks erzim oleh
sel yang rusak, dan perubahan produksi enzim. K:erusaE:an lstilah substansi nonprotein nitrogen (NPN) berasal
atau kematian sel rnenyebabkan kebocoran membran sel dari masa lalu ketika penentuan kadar kelornpok analit
sehingga enzirn intrasel keluar ke ekstrasel. Kecepatan ini menggunakan metode yang mengharuskan protein
effluks enzim setelah bocornya membran sel tergantung disingkirkan dari serum sebelum dilakukan analisis. Dari
pada perbedaan kadar enzim intrasel dan ekstrasel, setelah presipitasi dan filtrasi protein, konsentrasi total
ukuran rnolekul, serta jalur pelepasan enzim kedalam NPN filtrat diukur dengan fotometer setelah reaksi dengan
darah. Lokasi intrasel enzim mempengaruhi kadarnya reagen Nessler. Perneriksaan total NPN telah diganti
dalarn darah. Enzirn sitosolik lebih cepat masuk dalam perneriksaan komponen-komponennya. Terdapat sekitar
darah dibanding enzirn dalam struktur subselular seperti 15 senyawa NPN narnun yang memiliki arti klinik adalah
rnitokondria. Enzirn pada eksterior sel seperti y-glutamil ureurn (45-50% dari NPN plasma), asam amino (25%),
transferase (GGT) meningkat dalam darah karera adanya asam urat (lo%), kreatinin (5%), kreatin (1-2%) serta
akumulasi garam empedu yang melepaskannya dari amonia (0,2%).32 Berikut akan diuraikan tentang ureum,
dinding hepatosit. kreatinin dan asam urat.
BIOKIMIA GLKOSA DARAH, LEMAK. PROTEIN, ENZIM DAN NITROGEN 223

.. ,,
. . .
1 __1 I.

Tabel.9. Sumber Enzlm dansKare*si &&nip I

Enzim Sumber utama enzim dalam darah Korelasi klinik


Alanin aminotransferase (ALT) Hati, otot rangka Penyakit parenkim hati
Alkali fosftatase (ALP) Hati, tulang, mukosa intestinal, Penyakit hepatobilier, penyakit tulang
plasenta
Amilase Kelenjar ludah, pankreas Penyakit pankreas
Aspartat aminotransferase (AST) Hati, otot rangka, jantung, eritrosit Penyakit parenkim hati, penyakit otot,
jantung
Kolinesterase (CHE) Keracunan insektisida organofosfat,
sensitivitas suksametonium, penyakit
parenkim hati.
Kreatinin kinase (CK) Otot rangka, jantung Penyakit otot, infarkjantung
y-glutamil transferase (GGT) Hati, ginjal Penyakit hepatobilier
Laktat dehidrogenase (LDH) Jantung, hati, otot rangka, eritrosit, Hemolisis, penyakit parenkim hati, infark
trombosit, kelenjar getah bening jantung
Lipase Pankreas Penyakit pankreas

Ureum Fcrmula Cockroft-Gault tidak memasukkan ureum dalam


Ureum CO[NH2]2, dalam bahasa Belanda: ureum, Inggris: perhitungan laju filtrasi glomerulus, tetapi ureum/BUN
urea, BM 60 Da adalah produk katabolisme protein utama masuk dalam formula Levey atau the Modification of Diet da

yang diekskresi tubuh (Garnbar 9). Protein mengalami


proteolisis menjadi asam amino yang selanjutnya
mengalami transaminasi dan deaminasi oksidatif
menghasilkan amonia. Di hati amonia dikonversi menjadi El
ureum melalui akt~vitasenzim-enzim pada jalur siklus
urea.
Lebih dari 90% ureum diekskresi melalui ginjal,
/ElI
selebihnya melalui saluran cerna dan kulit. Konsep lama
menyatakan bahwa tidak ada sekresi atau absoprsi aktif
/\
p
urea pada tubulus ginjal, hanya ada difusi pasif. Namun
penelitian mutakhir menemukan adanya transporter urea
(UT-A1, UT-A3) pada tubulus kolligentes medulla bagian
dalam (inner medullary collecting duct, IMCD) (Gambar Gambar 9. Struktur ureum3*
10). Transporter ureum dipengaruhi oleh antidiuretik
hormon (ADH). ADH meningkatkan fosforilasi UT sehingga
meningkatkan permeabilitas terhadap ureum. 33,35 Adanya
transporter jelas menjelaskan akumulasi urea pada
interstitium rnedula ginja1.36
Ureum serum sering digunakan untuk penilaian
fungsi ginjal namun perlu diperhatikan bahwa konsentrasi
ureum serum tidak hanya tergantung pada fungsi ginjal
namun juga oleh produksi urea yang tergantung terutama
pada asupan protein. Karena adanya reabsorpsi ureum,
pemeriksaan klirens ureum kurang sesuai dengan iaju filtrasi
glomerulus. Jumlah ureum yang direabsorbsi tergantung
pada volume vaskular efektif. Pada deplesi volume, terjadi
peningkatan reabsorpsi ureum di tubulus proksimalis. Pada
keadaan ginjal normal tanpa deplesi volume sirkulasi renal,
klirens ureum sekitar 50% klirens kreatinin. IVamun pada
deplesi volume yang berat, klirens ureum menjadi lebih
kecil sampai 10% klirens kreatinin. Namun, pada penyakit
ginjal tahap akhir, klirens ureum menjadi prediktor laju
Transport urea oleh transporter urea
filtrasi glomerulus yang lebih baik dari klirens kreatinin.33
UT: urea transporter, AQP: aquaporin, NKCC2: transporter Na,K, CI.
in Renal Peningkatan kadar urea darah disebut azoternia.
Pada kadar yang sangat tinggi dapat rnenyebabkan I
sindrorna urernik. Peningkatan kadar ureurn dapat terjadi HN\ /NH, HN\ /NH-P-~
prerenal, renal dan post renal. Penyebab prerenal dapat
C Creatline kluase C II
I I 0
karena penurunan perfusi ginjal (gagal jantung kongestif,
syok, perdarahan, dehidrasi), peningkatan ka:abolisrne H,C CH, ATP H,C CH,
protein atau diet tinggi protein. Peningkatan renal karena
I I
penyakit ginjal seperti gagal ginjal, nefritis glornerular dan
tubular nekrosis. Peningkatan kadar ureurn postrenal dapat Creatine Phospocreatine
karena obstruksi saluran kernih rnisalnya oleh urolitiasis.
Penurunan konsentrasi ureurn dapat terjadi karena asupan
protein rendah, rnuntah dan diare berat, penyak t hati dan
kehar~ilan.~~
Perlu diperhatikan bahwa laporan pemeriksaan
laboratoriurn ureurn bervariasi. Beberapa pihak rnelaporkan
dalarn blood urea nitrogen (BUN). BUN dikonversi rnenjadi - -

ureurn dengan faktor perkalian 2,14 (Ureurn[mg/dL] = Garnbar 11. lnterkonversi kreatin, kreatin fosfat dan kreatinin37
BUN[rng/dl-1 2,14).
Rasio ureurn/kreatinin (normal 40-100:l) arau ataupun su bstrat eksogen (inulin, 7Z51-iothalamate,
rasio BUN/kreatinin (normal 10-20:l) dapat rnernbantu metastable technetiumg9-labeled diethyle triamine
rnernbedakan azotemia prerenal. Gangguan prerenal akan pentaacetid acid [99mTc-DTPA],chromium5'-labeled
rnenyebabkanrasio yang tinggi karena peningkatan ureurn ethylenediaminetetraacetic acid [51Cr-EDTA1).33
Klirens suatu
tanpa peningkatan kreatinin. Peningkatan rasio dengan zat yang diukur dapat ditentukan dengan rumus:
peningkatan kreatinin urnumnya ditemui pada gangguan Klirens = U / B x V x f
postrenal. Rasio yang rendah diternui pada pmurunan U= kadar zat dalarn urin
produksi ureurn rnisalnya karena asupan protein rendah, B = kadar zat dalarn darah
nekrosis tubular akut dan penyakit hati berat. 32 V= diuresis dalarn rnL/rnenit
f= faktor luas perrnukaan tubuh
Kreatinin Untuk menghitung perkiraan/estirnasi GFR berdasarkan
Kreatinin (BM 113 Da) terbentuk spontan dari kreatin dan kadar kreatinin, telah diajukan beberapa rumus berikut:
kreatin fosfat di otot dan dieksreksikan ke plasma secara
konstan (1%-2%/hari) sesuai rnassa otot. Konversi menjadi Formula Cockroft dan Gault (1976) rnasih disukai karena
kreatinin lebih tinggi pada suhu tinggi dan pH rendah.33 cara perhitungan yang rnudah:
Kreatin disintesis di hati, ginjal dan pankreas dari arginin, eGFR = ([I40 - umur [thn]] x [berat badan [kg]]) /
glisin dan rnetionin. Dalarn otot kreatin dikonversi menjadi (72 x Kreatinin Serum)
kreatin fosfat (Garnbar 11). Dehidrasi nonenzimatik (X 0,85 bila wanita)
ireversibel kreatin dan fosfokreatin menghasilkar~kreatinin
Formula Levey (formula MDRD dengan 6 variabel),
yang kernudian rnasuk sirkulasi dan diekskresi oleh ginjal. 37
laju filtrasi glomerulus (GFR):
Kreatinin ditemukan pada semua cairan tubuh dan
eGFR = 170 x Kreatinin ~ e r u r n -[rng/dL]
~,~~~
dibersihkan dari sirkulasi dengan filtrasi glc~merulus.
x Urn~r-O-'~~
Hanya sedikit kreatinin direabsorpsi dan sejumlah kecil
x 10,762 bila wanita]
disekresi oleh tubulus proxirnalis. Terdapat vari~sidiurnal
x [1,180 bila kulit hitarn]
kadar kreatinin yaitu terendah pada jam 07.00 dan
x BUN-0,170[rng/dL]
tertinggi pada jam 19.00 (20-40% lebih tinggi dari pagi
x Albumin [g/dL]
hari) dengan variasi harian kadar kreatinin kurang dari
10% pada jam yang sarna. 38,39 Formula MDRD sederhana (4 ~ a r i a b e l )untuk~~
Bersihan (klirens) suatu substansi dari ginjal adalah rnetode selain rnetode isotope dilution mass spectrometry
jurnlah substansi itu dibersihkan dari plasma oleh ginjal (IDMS):
dalarn unit w a k t ~ . ~ Perneriksaan
O bersihan kreatinin
eGFR = 186 x Kreatir~in-'.'~~
x U m ~ r x- 1,212
~ , ~ (kulit
~ ~ hitarn)
rnerupakan cara sederhana dan cukup reliabel untuk
x 0,742 (wanita)
rnenilai laju filtrasi glomerulus (glomerular filtration rate,
GFR). Penentuan GFR dapat rnenggunakan substrat Formula MDRD sederhana (4 ~ a r i a b e l )untuk
~ ~ rnetode
endogen (cystatin C, kreatinin, ureurn, p-trace protein) IDMS atau dikalibrasi ke IDMS:
BlOKlMlA GLKOSA DARAH. LEMAK, PROTEIN, ENZlM DAN NITROGEN

eGFR = 175 x Kreatinin-1,154


x U m u r - Ox~1,212
~ ~ ~ (kulit hitam)
x 0,742 (wanita)
1 Filtrasi 1
Formula Chronic Kidney Disease Epidemiology Collaboration
(CKD-EP1)41:

x (1,018 wanita) x (1,159 (kulit hitam)) Reabsorpasi


tubular proksinal
Dimana k=0,7 pada wanita, k=0,9 pada pria, a=-0,329 pada 99%
wanita, a=-0,411 pria, min=minimum kreatinin/k atau 1,
Sekresi
max=rnaksimum kreatinin/ atau 1. tubular
50%
Formula Schwartz untuk anak3?
Reabsorpasi
eGFR = 0,55 x tinggi (cm) / kreatinin serum (mg/dL) tubular
40%
Modifikasi MDRD untuk formula Schwartz 33:
eGFR (mL/min/l.73m2)=
39,l (tinggi [m]] / Kreatininos516[mg/dL]) x
(1,8 / cystatin C0.294[mg/L])
(30 / BUN0,169 [mg/dL]) [ I ,099 pria] Gambar 12. Ekskresi asam urat di ginjal 42
(tinggi [m]/l ,4)0,1e8
Kreatinin kurang dipengaruhi oleh diet dibanding overprclduksi purin, 25% pasien dengan peningkatan
ureum, namun kreatinin dapat meningkat pada asupan aktivitas fosforibosilpirofosfat (PRPP)-amidotransferase
daging yang cukup besar. Peningkatan kreatinin umumnya (E.C.2.4.2.14), penurunan ekskresi urat oleh ginjal, dan
bila telah penurunan 50% fungsi ginjal. Peningkatan peningkatan asupan purin. Peningkatan primer lain
kreatinin ditemukan pada penyakit ginjal, obstruksi relatifjarang ditemui seperti pada sindroma Lesch-Nyhan
saluran kemih, rabdomiolisis, akromegali dan gigantisme. (defisiensi hipoxantin-guanin fosforibosil transferase
Setiap penurunan laju filtrasi glomerulus SO%, terjadi (HGPRT, E.C.2.4.2.8), mutasi PRPP sintase dan defisiensi
peningkatan kadar kreatinin serum sekitar dua kali lipat. glukosa-6-fosftase. Penyebab peningkatan sekunder
Penurunan kreatinin ditemukan pada debilitasi dan misalnya asupan purin tinggi, peningkatan pergantian sel
penurunan massa otot misalnya pada distrofi rnuskular (misalnya leukemia), penyakit ginjal, obat diuretik. 37
dan miastenia gravis. 27 Hipourisemia dapat terjadi pada penyakit hati berat
karena penurunan sintesis purin dan aktivitas xantin
Asam Urat oksidase misalnya karena allopurinol dosis tinggi;
Asam urat adalah senyawa nitrogenik (C5H4N40/2,6,8- gangguan reabsorpsi asam urat di tubuli ginjal misalnya
trihidroksipurin) yang merupakan produkakhir katabolisme pada sindroma Fanconi. Defisiensi xantin oksidase
purin nukleosida adenosin dan guanosin. Asam urat selain menyebabkan hipourisemia juga disertai dengan
terutama dihasilkan oleh hati, 400 mg/hari dan 300 mg antin nu ria.^^
dari diet. Pada pria dengan diet bebas purin, total pool
asam urat diperkirakan sekitar 1200 mg (wanita 600 mg),
pada penderita artritis gout, pool asam urat diperkirakan REFERENSI
>18.000 mg. Sekitar 75% asarn urat diekskresi di ginjal
dan 25% rnelalui saluran cerna. Dalam ginjal, asam 1. Murray RK. Biochemistry and medicine. In: Murray RK,
urat seluruhnya rnelewati glomerulus, selanjutnya 98% Grmner DK, Mayes PA, Rodwell VW, editors. Harper's
illustrated biochemistry. 26th ed. New York: Lange Medical
mengalami reabsorpsi tubuli proksirnal, sekresi tubuli
Bosks/McGraw-Hill; 2003. p. 1-4.
distal dan reabsorpsi lagi pada tubuli distal. Total ekskresi 2. Sacks DB. Carbohydrates. In: Burtis CA, Ashwood ER, Bruns
asam urat adalah sekitar 10% dari jumlah yang difiltrasi DE, editon. Tietz textbook of clinical chemistry and molecular
(Gambar 12).37r42 Asam urat memiliki pKa 5,57 sehingga diagnostics. 4th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2006.
p. 337-901.
pada pH lebih rendah asam urat bersifat insolubel. Pada 3. Freeman VS. Carbohydrates. In: Bishop ML, Duben-
pH lebih tinggi, asam urat lebih mudah larut. Engelkirk JL, Fody EP, editors. Clinical chemistry: principles,
Hiperurisernia dapat terjadi primer atau sekunder. prscedures, correlations. 4th ed. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins; 2000. p. 215-31.
Hiperurisemia primer ditemukan dapat karena kombinasi
4. Dods RF. Diabetes mellitus. In: Kaplan LA, Pesce AJ,
Kazmierczak SC, editors. Clinical chemistry: theory, analysis, Elsevier Saunders; 2006. p. 533-95.
correlation. 4th ed. St Louis: Mosby; 2003. p. 580-601. Tymchak LL. Amino acids and proteins. In: Bishop ML,
5. Hoffbrand AV, Pettit JE, Moss PAH. Essential haematology. Fody EP, Schoeff LE, editors. Clinical chemistry: principles,
4th ed. Oxford: Blackwell science; 2001. procedures, correlations. 6th ed. Philadelphia: Lippincott
6. Gaw A, Cowan RA, O'Reilly DSJ, Shepherd J. Clinical Williams & Wilkins; 2010. p. 223-65.
biochemistry: an illustrated colour text. 2nd ed. Edinburgh: Smith CM, Marks AD, Lieberman MA. Mark's basic medical
Churchill Livingstone; 1999. biochemistry: a clinical approach. 2nd ed. Philadelphia:
7. Sacks DB. Carbohydrates. In: Burtis CA, Ashwood ER, Lippincott Williams & Wilkins; 2005.
Bruns DE, Sawyer BG, editors. Tietz fundamentals of clinical Tortora GJ, Derrickson B. Principles of anatomy and
chemistry. 6th ed. St. Louis: Saunders Elsevier; 2008. p. 373- physiology. 13th ed. Hoboken: John Wiley & Sons; 2012.
401. Pagana KD, Pagana TJ. Mosby's manual of diagnostic and
8. Rifai N, Wamick GR. Lipids, lipoproteins, apolipoproteins, laboratory tests. 4th ed. St. Louis: Mosby Inc.; 2010.
and other cardiovascular risk factors. In: Butis CA, Ashwood Rodwell VW, Kennellly PJ. Enzymes: mechanism of action.
ER, Bruns DE, editors. Tietz textbook of clinical chemistry In: Murray RK, Granner DK, Mayes PA, Rodwell VW, editors.
and molecular diagnosis. 4th ed. St. Louis: Elsevier Saunders; Harper's illustrated biochemistry. 26th ed. New York: Lange
2006. p. 903-81. Medical Books/McGraw-Hill; 2003. p. 49-59.
9. Kaplan LA, Naito HK, Pesce AJ. Classifications and Bais R, Panthegini M. Principles of clinical enzymology. In:
descriptions of proteins, lipids and carbohydrates. In: Kaplan Burtis CA, Ashwood ER, Bruns DE, editors. Tietz textbook
LA, Pesce AJ, Kazrnierczak SC, editors. Clinical chemistry: of clinical chemistry and molecular diagnostics. 4th ed.
theory, analysis, correlation. 4th ed. St Louis: Mosby; 2003. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2006. p. 191-218.
p. 1024-42. Pincus MR, Abraham Jr NZ. Clinical enzymology. In:
10. Ginsberg HN, Goldberg IJ. Disorders of lipoprotein McPherson RA, Pincus MR, editors. Henry's clinical
metabolism. In: Braunwald E, Fauci AS, Kasper EL, Hauser diagnosis and management by laboratory methods. 22th ed.
SL, Longo DL, Jameson JL, editors. Harrison's principles of Phladelphia: Elsevier Saunders; 2011. p. 273-95.
internal medicine. 15th ed. New York: McGraw-Hill; 2001. Rodwell VW, Kennellly PJ. Enzymes: kinetics. In: Murray
p. 2245-61. RK, Granner DK, Mayes PA, Rodwell VW, editors. Harper's
11. Segrest JP, Jones MK, De Loof H, Dashti N. Structure of illustrated biochemistry. 26th ed. New York: Lange Medical
apolipoprotein B-100 inlow density lipoproteins. J Lipid Res. Books/McGraw-Hill; 2003. p. 60-71.
2001;42(9):1346-67. Frank EL. Nonprotein nitrogen compounds. In: Bishop ML,
12. Have1 RJ, Kane JP. Introduction: structure and metabolism Fody EP, Schoeff LE, editors. Clinical chemistry: principles,
of plasma lipoproteins. In: Scriver CR, Beaudet AL, Sly WS, procedures, correlations. 6th ed. Philadelphia: Lippincott
Valle D, Childs B, Kinzler KW, et al., editors. The metabolic Williams & Wilkins; 2010. p. 266-80.
and molecular bases of Inherited disease. 8th ed. New York: Oh MS. Evaluation of renal function, water, electrolytes and
McGraw-Hill; 2001. p. 2705-16. acid base balance. In: McPherson RA, Pincus MR, editors.
13. Oncley J, Scatchard G, Brown A. Physical-chemical Henry's clinical diagnosis and management by laboratory
characteristics of the certain proteins of normal human methods. 22th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2011. p.
plasma. J Phys Chem. 1947;51:184. 169-92.
14. Roberts WL, McMillin GA, Burtis CA, Bruns DE. Reference Fenton RA, Knepper MA. Urea and renal function ill the 21st
information for the clinical laboratory. In: Burtis CA, century: insights from knockout mice. J Am Soc Nephrol.
Ashwood ER, Bruns DE, editors. Tietz textbook of clinical 2007;18(3):679-88.
chemistry and molecular diagnostics. 4th ed. Phdadelphia: Pallone TL. Aquaporin 1, urea transporters, and renal vascular
Elsevier Saunders; 2006. p. 2251-318. bundles. J Am Soc Nephrol. 2007;18(11):2798-800.
15. Mayne PD. Clinical chemistry in diagnosis and treatment. 6th Sands JM, Blount MA, Klein JD. Regulation of renal urea
ed. London: ELBS; 1994. transport by vasopressin. Trans Am Clin Climatol Assoc.
16. Naito HK. Lipids. In: Kaplan LA, Pesce AJ, Kazmierczak SC, 2010;122:82-92.
editors. Clinical chemistry: theory, analysis, correlation. 4th Lamb EJ, Price CP. Creatinine, urea, and uric acid. In: Burtis
ed. St Louis: Mosby; 2003. p. 1030-35. CA, Ashwood ER, Bruns DE, Sawyer BG, editors. Tietz
17. Sethi AA, Warnick GR, Remaley AT. Lipids and lipoproteins. fundamentals of clinical chemistry. 6th ed. St. Louis: Saunders
In: Bishop ML, Fody EP, Schoeff LE, editors.Clinicalchemistry: Elsevier; 2008. p. 363-72.
principles, procedures, correlations. 6th ed. Philadelphia: Wilson DD. McGraw-Hill's manual of laboratory and
Lippincott Williams & Wilkins; 2010. p. 328-55. diagnostic tests. New York: McGraw-Hill; 2008.
18. Carlson LA, Gotto AM, Illingworth DR. C u r r e n t Fist MR. Renal function.In: Kaplan LA, Pesce AJ, Kazmierczak
hyperlipidaemia. London: Science Press Ltd; 1999. SC, editors. Clinical chemistry: theory, analysis, correlation.
19. Assmann G. Lipid metabolism and atherosclerosis. Stuttgart: 4th ed. St Louis: Mosby; 2003. p. 477-91.
Central laboratory of the medical faculty University of Delaney Ml', Price CP, Lamb EJ. Kidney function and disease.
Munster and Institute for arteriosclerosis research at the In: Butis CA, Ashwood ER, Bruns DE, Sawyer BG, editors.
University of Munster - Schattauer; 1982. Tietz fundamentals of clinical chemistry. 6th ed. St. Louis:
20. Wallach JB. Interpretation of diagnostic tests. 6th ed. New Saunders Elsevier; 2008. p. 631-54.
York: Little, Brown & Co; 1996. Levey AS, Stevens LA, Schmid CH, Zhang YL, Castro AF,
21. Suryaatmadja M. Pemeriksaan pola lipid dan penafsiramya. 3rd, FeldmanHI, et al. Anew equation to estimate glomerular
In: Suryaatmadja M, editor. Pendidikan Berkelanjutan filtration rate. Ann Intern Med. 2009;150(9):604-12.
Patologi Klinik 2002. Jakarta; 2002. p. 54-65. Marshall WJ, Bangert SK. Clinical chemistry. 5th ed.
22. Bhagavan NV. Medical biochemistry. 4th ed. San Dieso: Edinburgh: Mosby; 2004.
Harcourt/Academic Press; 2002.
23. Johnson AM. Amino acids, peptides and proteins. In: Burtis
CA, Ashwood ER, Bruns DE, editors. Tietz textbook of clinical
chemistry and molecular diagnostics. 4th ed. Philadelphia:
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
PADA KELAINAN PANKREAS
Ina S . Timan

PENDAHULUAN duodenum terjadi sekresi melalui stimulan intraluminal


mllalui mekanisme neural dan humoral. Fase intestinal
Pankreas adalah suatu organ berukuran antara 12-20 cm mulai saat khimus masuk ke duodenum, dimediasi
pada orang dewasa, dengan berat 70-1 10 g. Pankreas oleh hcrmon dan reflek vagovagal. Sekretin akan
adalah organ endokrin dan eksokrin. Sebagai organ mengakibatkan sekresi air dan bikarbonat serta enzim
eksokrin pankreas tersusun dari asinus dengan duktus pankreas,jumlah yang deskresikan berbanding langsung
intralobular yang akhirnya menjadi duktus pankreatik dan dengan-umlah asam yang masuk ke duodenum. Sekretin
bermuara ke duodenum. Sekresi pankreas sebagai organ ak.an bersinergi memperkuat kerja kolesistokinin dan
eksokrin adalah enzim digestif, cairan dan elektrolit serta asetilkolin. Asam lemak dengan rantai karbon lebih
bikarbonat. Sekresi pankreas ini dipengaruhi rangsangan dari 8 dan asam empedu juga meningkatkan sekretin
hormon gastrin, sekretin dan kolesistokinin yang dan menambah sekresi getah pankreas. Bikarbonat
diproduksi oleh gaster dan duodenum. Sekresi pankreas bersifat alkali dan berfungsi menetralkan khimus yang
sebagai kelenjar eksokrin terjadi baik dalam keadaan asam dari lambung. Kolesistokinin adalah mediator
puasa (status interdigestif) hingga setelah makan humoral utama yang dipengarui makanan untuk
(digestif). Sekresi sebelum makan dimulai segera setelah mensekresi enzim digestif. Pankreas adalah produsen
sistem gastrointestinal selesai mencerna makanannya. utama ~ e k u r s o renzim pencernaan (zimogen) untuk
Sekresi interdigestif bersifat siklik mengikuti pola makan lipid dan protein sedangkan enzim yang mencerna
seseorang, dipengaruhi oleh migrating myoelectric polisakarida terutama diproduksi oleh enterosit. Protease
complex (NIMC), terdapat pola pengeluaran sekresi utama yang diproduksi pankreas adalah tripsinogen dan
pankreas secara periodik tiap 60-120 menit disertai kemotrixinogen, enzim untuk mencerna lemak adalah
peningkatan aktivitas motorik di gaster dan duodenum. lipase pankreas dan untuk mencerna karbohidrat adalah
Pengeluaran sekret juga disertai sekresi bikarbonat dan amilase pankreas. Pankreas juga mensekresi fosfolipase
garam empedu ke duodenum. Hal ini dipengaruhi oleh A2, lisofosfolipase dan kolesterol esterase. B~lazimogen
aktivasi sistim kolinergik dan dapat dihambat dengan bsrada di duodenum maka enzim enteropeptidase dari
pemberian antikolinergik. Pancreatic polypeptide dan mukosa usus akan mengaktivasi tripsinogen menjadi
motilin berperan dalam proses sekresi tersebut melalui tripsin, tripsin akan mengaktivasi tripsinogen kembali
pengaturan MMC.' serta khemotripsinogen menjadi kemotripsin. Bila terjadi
Sekresi pankreas terjadi melalui 3 fase yaitu aktivasi zimogen di pankreas maka akan terjadi autodigesti
sefalik, gastrik dan intestinal. Fase sefalik dipengaruhi dan aut12degradasijaringan pankreas dan mengakibatkan
oleh nervus vagus. Fase gastrik dimulai saat terdapat terjadinya pankreatitis. Sistim regulasi sekresi pankreas
makanan yang masuk, pada saat ini terutama terjadi terjadi melalui inhibisi kolesistokinin yang dilakukan
sekresi enzim dengan sedikit air dan bikarbonat. melalui glukagon, somatostatin, peptida YY. Regulasijuga
Pada waktu makanan dan getah lambung masuk ke terjadi melalui polipeptida pankreas (PP).'r2
PEMERIKSAAN FUNGSI SEKRETORIK PANKREAS dan dapat menyebabkan berbagai komplikasi serta
keadaan yang gawat darurat dengan mortalitas yang
Beberapa jenis pemeriksaan dapat dilakukan untuk cukup tinggi. Terjadi aktivasi berbagai enzim pankreas
mengetahui fungsi pankreas, baik secara direk maupun yang akan mengakibatkan kerusakan fokal, menyeluruh
dengan indirek. Pemerisaan direk meliputi pe3guku,an dan nekrosis. Aktivitas lipase akan menyebabkan nekrosis
aktivitas sekretin dan atau kolesistokinin d e n ~ a n jaringan lemak interstisium, peripankreas dan pembuluh
mengukur terbentuknya bikarbonat dan enzim yang darah. Kerusakan vaskuler pankreas akan menyebabkan
disekresi. Pemeriksaan ini dilakukan dengan bantuan terjadinya trombosis dan perdarahan disertai infiltrasi
intubasi atau endoskopi untuk mendeteksi clisfungsi netrofil. Reaksi inflamasi dan nekrosis dapat meluas
pankreas. Pemeriksaan indirek meliputi Lundh test meal ke daerah sekitar pankreas. Baberapa sistem skoring
dengan mengukur akitivitas tripsin setelah konsumsi digunakan untuk mengetahui keadaan pankreatitis akut
makanan tertentu, pemeriksaan ini juga memerlukan dan prognosanya, seperti kriteria Ranson, Glasgow dan
intubasi atau endoskopi dan digunakan utuk mendeteksi APACHE. 3 ~ 4
disfungsi pankreas. ' Diagnosis pankreatitis diketahui dari pemeriksaan
Pemeriksaan yang tidak memerlukan intubasi arau fisik, laboratorik serta radiologik. Peningkatan enzim
endoskopi adalah dengan mengukur jumlah lemak amilase dan lipase yang tinggi merupakan petanda
tinja, pemeriksaan kemotripsin dan fekal eiastase 1 adanya pankreatitis akut. Untuk menilai pankreatitis
(Elastase-I). Pemeriksaan NBT-PABA (bentiromida) serta sesuai kriteria di atas dibutuhkan berbagai parameter
fluoresein-dilaurat, breath test. Pemeriksaan lemak di laboratorium. Pada penggunaan kriteria Glasgow kasus
tinja dilakukan dengan mengukur lemak tinja setelah dianggap berat bila terdapat minim1 3 dari kriteria
mengkonsumsi sejumlah tertentu makanan, tes ini sebagai berikut : usia > 55 tahun, PO, < 60 mmHg,
dianggap kurang spesifik untuk pankreas dan sudah leukosit > 15.000/uL, kalsium < 2 mmol/L, urea > 16
tak digunakan lagi. Pengukuran pankreatik Elastase-I mmol/L, lakktat dehidrogenase (LDH) > 600 IU/L, aspartat
tinja merupakan pemeriksaan yang dianggap baik untuk transaminase (AST) > 200 IU/L, albumin < 3,2 g/dL,
mendeteksi penurunan fungsi pankreas. Pemeriksaan glukosa > 10 mmol/L. 5,6
NBT-PABA (bentiromida) serta fluoresein-dilaurat Pada kriteria Ranson diperlukan data laboratorium
dianggap baik untuk mendeteksi keadaan gangguan setelah 48 jam seperti tertera pada tabel 1. Bila dijumpai
pankreas yang sudah lanjut dan kurang sensitif pada > 3 kriteria pada Ranson maka dianggap prognosis
disfungsi ringan.',' kurang baik. Ranson > 8 dianggap terdapat nekrosis
pankreas. Peningkatan nilai dianggap juga akan
meningkatkan persentase kemungkinan mortalitas
penderitanya. 5 ~ 7
Penilaian menurut APACHE II (Acute Physiology and
Pankreatitis adalah inflamasi dari pankreas keadaan ini Chronic Health Evaluation) meliputi penilaian adanya efusi
terjadi bila proenzim pankreas mengalami aktivasi bukan pleura hemoragik, obesitas, hipotensi (sistolik < 90 mmHg)
di duodenum tetapi di pankreas sendiri, terutama enzim atau takikardia (> 130/menit), PO, < 60 mmHg, oliguria (<
tripsin yang dapat mengaktivasi enzim lain. Frosesnya 50 mL/jam) atau peningkatan ureum/kreatinin, penurunan
dapat akut, berlangsung tiba-tiba atau bersifat kronik kalsium serum (i1.9 mmol/L) atau serum albumin (<3.2 g/
berlangsung tahunan. Penyebab pankreatitis beragam dl). Nilai dengan skor > 8 dianggap mempunyai prognosis
dengan berbagai gejala yang menyertainya. yang kurang baik. 4*6
Sebagian besar pankreatitis dihubungkan dengan
adanya batu empedu dan alkohol, terutama di negara 3
barat. Penyebab lain adalah peningkatan tr gliserjda Saat datang ~eteiah.48,jam . ,

plasma, penggunaan beberapa jenis obat, hiperkalsemia Umur > 55 t'ahun Penurunan hematokrit >
serta adanya infeksi bakterial maupun viral dan toksin, 10%
adanya trauma, pasca tindakan dan operasi serta berbagai
Leukosit . 16.000/iL BUN meningkat > 5 mg/dL
kelainan bawaan.'
Laktat dehidrogtyase,(LDH). Kalsium < B.mg/dL
> 50 1U/L
Aspartat transaminase (AST) PaO, < 60 mmHg
PANKREATITIS AKUT > 250 1U/L
Glukosa > 200 mg/dL Defisit basa > 4 mg/dL,
Pankreatitis akut adalah suatu keadaan yang ditandai
sekuestrasi cairan > 6 L
dengan terjadinya inflamasi akut dari parenkim pankreas
PEMERIKSAAN LABORATORIUM PADA KELAINAN PANKREAS 229

PEMERIKSAAN LABORATORIUM dengan baik di usus, akan terjadi maldigesti serta


rnalabsorpsi pada penderitanya. Keluhan pada penderita
Pemeriksaan laboratorium awal yang diperlukan adalah adalah ad3nya penurunan berat badan, timbulnya diabetes
pemeriksaan amilase dan lipase darah, dapat juga melitus serta steatorea. Prognosis dari pankreatitis
dideteksi dalam urin. Amilase akan meningkat dalam kronis sangat bervariasi tergantung dari penanganan
waktu 2-12 jam setelah onset, rnencapai puncaknya penyebabnya. Seringkali pada pemeriksaan dijumpai
setelah 48 jam dan akan kembali normal setelah 3 - 5 aktivitas amilase dan lipase yang normal, pada keadaan
hari. Dalam waktu yang lebih lambat amilase juga akan eksaserbasi dapat dijumpai sedikit peningkatan. Diagnosis
dijumpai peningkatannya di urin. Amilase yang meningkat ditegakkan berdasar pemeriksaan fisik, radiologik dan
hingga 3 kali batas atas normal disertai kelainan fisik adanya sedikit intoleransi terhadap glukosa karena juga
yang mendukung dianggap sebagai pemeriksaan yang ada disfungsi dari fungsi endokrin pankreas. Pada keadaan
memastikan adanya pankreatitis akut dengan nilai positive maldigesti yang berlanjut maka akan dijumpai penurunan
predictive value mendekati 100%. Pemeriksaan amilase albumin serum. 2*8
lebih banyak tersedia dibandingkan lipase, pemeriksaan
lipase tidak mudah dilakukan dan distandarisasi, bila
pemeriksaan lipase memungkinkan untuk diperiksa maka PEMERIKSAAN LABORATORIUM
lipase dianggap lebih spesifik. Lipase akan meningkat
4-8 jam setelah onset dan mencapai puncaknya pada Dapat dilakukan perneriksaan amylase dan lipase serum,
24 jam, dan bertahan lebih lama dibandingkan amilase tetapi umumnya tidak dijumpai adanya peningkatan.
yaitu 8-14 hari. Terdapat beberapa keadaan yang dapat Adanya maldigesti dapat diketahui dari penurunan
mengakibatkan peningkatan amilase darah antara lain protein 3an albumin serum, adanya malabsorpsi dari
kolesistitis akut, obstruksi duktus bilier, perforasi gaster pemeriksaan tinja lengkap. Untuk pemeriksaan yang
dan intestin, apendisitis akut, kehamilan ektopik, mumps, dianggap lebih spesifik dapat dilakukan pemeriksaan
keganasan paru, insufisiensi ginjal, makroamilasemia fekal elastase-I, kadarnya akan menurun bila terdapat
ketoasidosis diabetik, dan berbagai keadaan lainnya. 2.3 insufisiensi pankreas sejalan dengan derajat kerusakan
Pemeriksaanlain yang diperlukan untuk memperkirakan yang ada. Dapat pula dilakukan pemeriksaan tripsinogen
berat ringannya pankreatitis, perjalanan penyakit atau di serum. Untuk kerusakan pada endokrin pankreas dapat
prognosisnya yaitu : pemeriksaan hematologi lengkap, dilakukan pemeriksaan gula darah puasa/ 2 jam post
ureum, kreatinin, AST, ALT, fosfatase alkali, gama glutamil prandial tes toleransi glukosa atau HbAlc. Bila diduga
transferase (GGT), bilirubin, protein total - albumin, penyebabnya adalah autoimun maka dapat dilakukan
glukosa, kalsium, pemeriksaan gas darah, elektrolit, LDH. pemeriksaan komplemen, immunoglobulin, ANA, CRP dan
Untuk mengetahui derajat inflamasi-infeksi dilakukan faktor r h e u m a t ~ i d . ~ , ~ , ~
pemeriksaan C-reaktif protein (CRP), prokalsitonin (PCT),
interleukin-6, TNF-alfa dan komplemen. Pemeriksaan CRP
dan PCT merupakan parameter yang peningkatannya FlBROKlSTlK PANKREAS
digunakan untuk memonitor apakah penderita mengalami
infesi berat sistemik, akan terjadi kegagalan organ dan Kelainai fibrokistik pankreas adalah suatu kelainan
jatuh ke systemic inflammatory response syndrome (SIRS). herediter resesif autosomal yang lebih sering diumpai
Peningkatan hematokrit dan CRP dihubungkan dengan di etnit: Eropa. Kelainan ini ditandai dengan sekresi
terjadinya nekrosis. Bila dicurigai timbulnya disseminated abnormal berbagai organ eksokrin seperti pankreas,
intravascular coagulation (DIC) maka perlu dilakukan kelenja- liur, peritrakheal dan peribronkial, kelenjar
pemeriksaan hemostasis lengkap dan D-Dimer. Untuk lakrimalis, kelenjar di intestin dan duktus biliaris serta
mencari penyebab infeksi dapat dilakukan pemeriksaan berbagai organ lain. Gangguan pada kelenjar di intestin
mikrobiologik. mengakibatkan terjadinya ileus rnekonium pada bayi
saat baru lahir. Pada masa kanak-kanak dijumpai adanya
gangguan pertumbuhan akibat malabsorpsi sedangkan
PANKREATITIS KRON lK pada masa yang lebih dewasa dijumpai adanya penyakit
paru k r o n i ~ . ~ , l ~ , l l
Pankreatitis kronis ditandai dengan terjadinya destruksi Gangguan yang terjadi adalah gangguan transpor
progresif ireversibel dari pulau-pulau dan jaringan asinar sodium dan klorida melalui epitelium sehingga terbqntuk
pankreas dan akhirnya menimbulkan inflamasi menahun sekret dan mukus yang kental sekali. Fibrokistik pankreas
dan fibrosis. Pada keadaan ini terjadi penurunan produksi disebabkan oleh mutasi gen untuk protein cystic fibrosis
enzim pankreas sehingga digesti nutrien tidak berjalan transmembrane conductance regulator (CFTR). Gen ini
230 LABORATORIUM KLINIK

i-
berperan pada requlasi komponensekret dari b e r b-~ aorqan pancreas, including cystic fibrosis. In Feldman MF, Friedman
tublh. ~ a d akeadaan tertentu akibat malabsorpsi mungkin LS, Sleisinger ~ ~ ~ d a s t r o i n t e s t iand
n a l Liver Disease. Eds.
7th ed. Saunders, Philadelpha 2002pp.881-906.
terjadi gangguan malabsor~sivitamin dan beratibat pada 11. Rowe SM, Miller S, Sorcher EJ. Cystic fibrosis. N Engl J Med
gangguan hemostasis terutama pada anak.ll 2005;352:1992-2001.
12. WangL, Freedman SD. Laboratory test for the diagnostic of
cystic fibrosis. Am J Clin Path01 2002;117(suppll):S109-115.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Pemeriksaan gen membutuhkan fasilitas laboratorium yang


canggih untuk mencari mutasi pada gen CFTR. llara yang
lebih umum untuk mengetahui adanya kelainar~ini dapat
dilakukan pemeriksaan kadar Na dan CI dalam keringat.
Dengan adanya kemajuan tekhnologi pemeriksaan pada
keringat dapat dilakukan dengan alat otomatik sama
seperti pemeriksaan elektrolit dari serum.
Pada anak bila ditemukan kadar klorida > 60 meq/L
sebanyak 2 kali berturut-turut dianggap terdapat fibrokistik
pankreas. Kadar antara 40-60 meq/L dianggap borderline
dan kadar < 40 meq/L dianggap negative. K ~ d a rpada
wanita dewasa bervariasi, puncaknya adalah 5-10 hari
sebelum haid, yaitu sedikit di bawah 65 meq/L. 'ads laki-
laki dewasa kadarnya berfluktuasi sekitar 70 meq/L. Bila di
suatu negara dijumpai cukup banyak fibrosis kistik maka
dapat dilakukan pemeriksaan penapisan pada bayi baru
lahir (newborn screening) dengan menggunakan kertas
saring. Bila dicurigai infeksi berulang dapat dilakukan
pemeriksaan biakan dan resisten~i.~.'~

1. Pandol SJ. Pancretic physiology and secretory testing. In


Feldman MF, Friedman LS, Sleisinger MH. Gastrointestinal
and Liver Disease. Eds. 7th ed. Saunders, Pluladelphia
2002:pp.871-80.
2. Bluth MH, hardin RE, Tenner S, Zenilman ME, Theattre
GA. Laboratory diagnosis of gastrointestinal and pancreatic
disorders. In McPherson & Pincus: Henry's Clinical Diagnosis
and Management by Laboratory Methods. Eds Zlst. W B
Saunders Company, Philadelphia 2006:pp1421-9.
3. Dimagno EP, Chari S. Acute pancreatitis. In Feldman MI;,
Friedman LS, Sleisinger MH. Gastrointestinal and Liver
Disease. Eds. 7th ed. Saunders, Philadelphia 2C02pp.913-
41.
4. Blamey SL, Irnrie CW, O'Neil J, Gilmour WH, Carter DC.
Prognostic factors in acute pancreatitis. Gut 1984;25:1340-6.
5. UK Worlung Party on Acute Pancreatitis. UK Guidelines for
the management of acute pancreatitis. Gut 2005;54(suppl
1II):iiil-9.
6. Moore EM. A useful mnemonic for severity stratification in
acute pancreatitis. Ann R Coll Surg Engl2000;82:16-7.
7. Banks PA, Freeman ML. Practice guidelines in acute
pancreatitis. Am J gastroenterol2006;101:2379-4013.
8. Frosmark CE. Chronic pancreatitis. In Feldman MF, Friedman
LS, Sleisinger MH. Gastrointestinal and Liver Disease. Eds.
7th ed. Saunders, Philadelphia 2002pp.943-69.
9. Steer ML, Waxman I, Freedman S. Chronic pancreatitis. N
Engl J Med 1995;332:1482-90.
10. Whitcomb DC. Hereditary and childhood disorders of the
URINALISIS
Diana Aulia, Aida Lydia

PENBAHULUAN

Pemeriksaan urin dapat memberikan banyak informasi Untuk mendapatkan spesimen yang benar-benar
tentang keadaan fisiologi dan patologi tubuh. Pemeriksaan menunjukkan keadaan pasien, perlu diperhatikan
urin memberikan informasi tentang keadaan sistemik beberapa aspek yaitu waktu dan periode pengumpulan,
secara umum maupun lebih khusus pada keadaan ginjal makanan dan obat-obatan yang dimakan pasien, serta
dan saluran kemih. cara pengambilan.
Sejarah pemeriksaan urin telah ada sejak Hippocrates, Spesimen yang didapat harus ditampung dalam
Aristoteles dan Mesir kuno. Namun, uroskopi menggunakan wadah yang bersih dan kering. Tutup wadah tidak mudah
labu urin pertama kali dipublikasikan oleh Johannes de bocor, dengan bukaan minimal 5 cm. Wadah urin harus
Ketham (Fasciculus Medicinae) pada tahun 1491, terutama dilabel dengan baik. Spesimen harus dikirim segera
melihat warna urin.' ke laboratorium dan dilakukan pemeriksaan sebelum
Pemeriksaan urinalisis saat ini terdiri dari pemeriksaan 2 jam, jika terjadi keadaan-keadaan dimana urin tidak
makroskopik, mikroskopikl sedimen dan kimia urin. dapat diperiksa dalam waktu kurang dari 2 jam, maka
Pemeriksaan kimia urin dapat dikerjakan menggunakan perlu pengawetan urin. Tabel 2 menunjukkan beberapa
carik celup, yang terdiri dari pemeriksaan pH, berat jenis, keuntungan dan kerugian pengawet urin.
protein, glukosa, keton, eritrosit, bilirubin, urobilinogen,
nitrit, dan leukosit. Pemeriksaan sedimen urin dikerjakan
untuk mendeteksi dan mengidentifikasi partikel yang PEMERIKSAAN MAKROSKOPIK
tidak larut dalam urin secara mikroskopik. Cara baru
menggunakan alat otomatis untuk pemeriksaan partikel Pemeriksaan makroskopik terutama melihat warna dan
urin berdasarkan flowcytometry. partikel yang terlihat dalam urin. Tabel 3 menunjukkan
penyebab perubahan warna urin. Kekeruhan urin dapat
disebabkan oleh keadaan patologik misalnya karena
adanya eritrosit, leukosit, bakteri, jamur, sel epitel, kristal
abnormal, cairan limfa maupun lemak. Penyebab kekeruhan
Pasien perlu diinformasikan tentang jenis pemeriksaan non patologik dapat berupa sel epitel skuamosa, mukus,
dan syarat spesimen yang diinginkan. Untuk menghindari semen, kontaminasi fekal, kontras media radiografik,
kontaminasi urin, perlu dilakukan pembersihan sekitar bedak ataupun krim vaginaL4
uretra sebelum urin dikumpulkan. Tabel 1 menyajikan Urin normal beraroma khas akibat adanya asam volatil.
tipe spesimen urin dan cara pengambilannya. Hubungan Urin tanpa bau dapat dijumpai pada nekrosis tubular. Bau
seksual perlu dihindari satu hari sebelum pengambilan pada urin dapat disebabkan oleh keadaan patologik atau
urin untuk menghindari peningkatan protein, sel masalah pengelolaan spesimen urin. Bau busuk dapat
atau kontaminasi oleh semen. Menstruasi dapat dijumpai pada infeksi saluran kemih. Bau seperti buah
mengkontaminasi urin. Kehamilan dapat menyebabkan dapat dijumpai pada ketonuria. Penyakit asam amino dapat
pyuria f i ~ i o l o g i k . ~ memberikan bau spesifik seperti bau tikus (fenilketonuria),
Tipe spesimen Cara Pengambilan Spesimen Untuk Pemeriksaan
Sewaktu Urin diambil ketika akan dilakukan pemeriksaan Pemeriksaan rutin
Pagi Sebelum tidur berkemih, kemudian urin pagi pertama Pemeriksaan rutin
ditampung (sehingga urin telah berada di kandung Pemeriksaan kehamilan
kemih selama 8 jam) Pemeriksaan protein ortostatik
Puasa Urin pagi pertama ditampung setelah puasa dalam Pemant'auan diabetes
jangka waktu tertentu
2 jam postprandial Urin diambil setelah 2 jam puasa Pemantauan diabetes
Tes glukosa
Tes toleransi glukosa Urin dikumpulkan bersamaan dengan pengambilan Tes toleransi glukosa
(GTl-1 sampel darah selama GTT. Jumlah spesimen tergantung Keton
lamanya tes, biasanya terdiri dari urin puasa, 1/2,1,2,3 (Dilaporkan bersama dengan hasil tes
jam atau ditambah 4,5,6 jam. darah)
24 jam Hari I, jam 7 pagi pasien berkemih, urin dibuang. Pemeriksaan kimia kuantitatif (misal:
Setelah itu semua urin ditampung sampai jam 7 pagi kreatinin urin)
hari II, pasien berkemih dan urin ditampung.
Kateterisasi Urin dalam keadaan steril dikumpulkan dengan kateter Kultur bakteri
melalui uretra ke kandung kemih
Midsteram c1ean;lcatch Meptus uretra dan sekitarnya dibersihkan dengan Skrining rutin
antiqep$ik ringan,misal: heksaklorofen/betadin untuk Kultur bakteri
wankta dan benzalkonium/alkohol untuk laki-laki. (lebih tidak invasif daripada kateterisasi)
Pasien disuruh membuang urin pertama, kemudian urin
selanjutnya ditampung pada wadah steril
Aspirasi suprapubik Urin gidapatkan langsung dari kandung kemih melalui Sitologi
Bsdrasi Kultbr bakteri
3 Gelas (3 pot'si) Pasien diminta untuk menampung urin pagi pertama lnfeksi prostat
ddngan cara:
Urin pertama 20-30 ml
Urin kedua ditampung pada saat tengah berkemih
Urin ketiga ditampung menjelang akhir berkemih
Spesimen pediatrik Urin didapatkan dengan cara menempelkan Pemeriksaan rutin
I kantong plastik khusus (urinal bag) pada alat genital, Kultur bakteri
kateterisasi, supra pubik aspirasi

tengik/anyir (tirosinuria), sirup maple, kubis (malabsorpsi epitel transisional, epitel gepeng dan epitel tubuli ginjal.
metionin), keringat (asam isovalerik/glutarik), ikan busuk Epitel transisional melapisi pelvis ginjal hingga uretra
(trimetilamin~ria).~ bagian proksimal. Epitel ini berukuran 2-4 kali leukosit,
bentuk bulat seperti buah pir. Epitel gepeng melapisi
uretra bagian distal dan vagina, berbentuk gepeng,
PEMERIKSAAN MlKROSKOPlK besar, tepi tidak beraturan dengan inti kecil. Epitel
tubuli ginjal berukuran sedikit lebih besar dari limfosit,
Evaluasi mikroskopik urin dilakukan melalui evaluasi inti bulat dan besar, dapat bentuk gepeng, kubus atau
sedimen dari hasil sentrifugasi 12 mL urin. Tabel 4 dan lonjong. Peningkatan jumlah epitel tubuli dapat dijumpai
Tabel 5 memberikan ringkasan dan gambaran unsur-unsur pada kerusakan tubulus ginjal seperti pada pielonefritis,
pada pemeriksaan sedimen urin. nekrosis tubulus akut, intoksikasi salisilat, reaksi penolakan
transplantasi ginjal.

UNSUR.ORGANIK Eritrosit
Eritrosit normal pada sedimen urin hanya 0-l/LPB. Pada
Epitel urin yang encer (hipotonik) eritrosit akan menggembung
Epitel normal hanya sedikit dijumpai pada sedimen urin, sedangkan urin yang pekat (hipertonik) eritrosit akan
jumlahnya dapat meningkat pada keadaan radang. Jenis mengkerut. Eritrosit yang menggembung dapat sulit
epitel yang dapat dijumpai pada sedimen urin adalah dibedakan dengan leukosit. Untuk membedakannya
Pengawet Keuntungan Kerugian Informast bmbahan
Pendinginan Tidak mengganggu tes Peningkatan beratjenis Dapat mencegah pertumbuhan
kimia Presipitat fosfat dan urat bakteri seiama 24jam
amorf w
Timol Baik menyimpan glukosa dan Menganggu tes presipitasiasam
(1 butir untuk sedimen untuk protein
urin 24 jam) Kadar tinggi dapat menggangu
tes 0-toiuidin.
Asam borat Menyimpan protein dan Jum l a h b a n y a k d a p a t Menjagap'kberkisar 6.0
- elemen yang terbentuk menyebabkan presipitat kristal Bakteriostatik (tidak baktesisidal)
dengan baik pada 18gA1; dapat digunakan
Tidak menganggu dengan untuk transpor kultur
analisis rutin sel~inpH men gang*^ analisi's obat dan
hormon .
Formalin atau Sang a t b a i k u n t u k Menganggu pemeriksaan Penampvng untukchitung sel dapat
formaldehid 40% pemeriksaan sedimen reduksi cuprum dinaikkan dengan formalin untuk
(1-2 ml untuk urin Menyeba bkan c l u m p i n g penyimpanan sel dan casts lebih
24 jam) sedimen balk '
Kloroform Tidak ada Ten g g e l a m pa da d a sa r Dapat meriyebabkan perubahan sel
spesimen, mengganggu analisis
sedimen
Toluen Tida k menga ng g u tes Mengambang pada permukaan .
(2-5 ml untuk urin rutin spesimen dan berikatan pada
24 jam) pipet dan bahan tes
Sodium fluorida Mencegah glikolisis Menghambat strip reagen Tidak a~kan,menganggu tes
Baik untuk menyimpan untuk pemeriksaan glukosa, heksokin~$euntUkglukosa
analisis obat darah, dan leukosit Sodillrm - b ~ n z o a tl e b i h baik
digunakan~dibandingfluorida
Fen01 Tidak mempengaruhi tes Menyebabkan perubahan bau
( 1 t e t e s / o n s rutin
spesimen)
C o m m e r c i a 1 N y a m a n d i g u na k a n Dapat mengandung satu atau Teliticko*mposisi tablet untuk
preservative tablet ketika pendinginan tidak lebih pengawst diatas termasuk menent'tlkan kimungkinan efek
memungkihkan sodium fluorida pada pemeriksaan
Konsentrasi d i k o n t r o l
untuk meminimalkan
gangguan
Urin C + S Urinalisis dan kultur dapat Menurunkan pH Pengawet: asam Borat
Transporkit d i l a k u k a n pada saat
(Becton Dikinson) bersamaan

tarnbahkan beberapa larutan asarn asetat 2%, eritrosit akan Leukosit


pecah sedangkan leukosit tidak. Eritrosit perlu dibedakan Pada keadaan normal ditemukan leukosit 0-5/LPB. Pada
dengan sel ragi dan tetesan lemak. Sel ragi berbentuk oval urin yang hipotonik dan basa, leukosit akan membengkak
dan mempunyai tunas (budding), dinding selnya tampak dan pecah. Pada urin yang hipertonik, leukosit akan
seperti 2 lapis. mengkerut. Peningkatanjumlah leukosit dapat ditemukan
Morfologi eritrosit dapat memberikan petunjuk p3da keadaan infeksi seperti pielonefritis, sistitis, uretritis,
apakah hematuria glomerular atau ekstraglomerular. rnaupun pada keadaan lain seperti: glomerulonefritis,
Pada hematuria glomerular ditemukan eritrosit dehidrasi, demam, SLE.
dismorfik >70%. Eritrosit berbentuk akantosit >5%
mungkin disebabkan oleh glomerulonefritis. Hematuria Silinder
glomerular juga sering ditandai dengan ditemukannya Terbentl~kdi tubulus distalis dan tubulus kontortus. Silinder
silinder eritrosit dan proteinuria. Hernaturia dengan ini merrberikan garnbaran mikroskopik mengenai keadaan
eritrosit eumorfik terutama berasal dari saluran nefron. Faktor-faktor penunjang untuk terbentuknya
kemih bawah dapat disebabkan oleh tumor, batu atau s~linderantaralain berkurangnya aliran urin, suasana asam,
infek~i.~ urin yang pekat, dan proteinuria.
", Warna urin Penyebab Korelasi klinik
Tidak berwarna Konsumsi cairan Biasanya diamati dengan spesimen sewaktu
KuninglStraw Poliuria atau diabetes insipidus Peningkatan volume urin 24 jam
Kuning pucat Diabetes melitus Peningkatan berat jenis dan tes glukosa positif
Kuning Gelap Urin terkonsentrasi Normal setelah berolahraga dan spesimen pagi hari
Amber
Oranye Dehidrasi dari demam atau luka bakar
Bilirubin Busa kuning waktu dikocok dan tes kimia bilirubin positif
Tes bilirubin negatif dan kemungkinan floresensi hijau
Akriflavin Larut dalam petroleum eter
Wortel /vitamin A Obat untuk infeksi saluran kemih
Piridium Dapat mempunyai busa oranye dan pigmen oranye yang dapat
menganggu pembacaan strip reagen
Antibiotik diberikan untuk infeksi saluran kemih
Nitrofurantoin
Kuning hijau Bilirubin teroksidasi menjadi Busa berwarna dalam urin asam dan false negatif pada tes kimia
Kuning coklat biliverdin untuk bilirubin
Hijau lnfeksi pseudomonas Kultur urin positif
Biru-hijau Amitriptilin Antidepresan
Metokarbamol Relaksan otot
Klorets
lndikan lnfeksi bakteri
Biru metilen
Fenol Ketika teroksidasi
Merah muda Sel darah merah Spesimen keruh dengan tes kimia positif untuk darah dan sel darah
Merah terlihat pada mikroskop
Spesimen jernih dengan tes kimia positif; plasma mungkin
Hemoglobin merah
Urin jernih dengan tes kimia positif; plasma tidak berwarna
Mioglobin Tersedia tes identifikasi yang spesifik
Tes kimia darah negatif
Dideteksi dengan tes skrining Watson-Schwartz atau floresensi
Porfirin dibawah sinar ultraviolet
Urin alkali pada orang yang dicurigai dengan kelainan genetik
Spesimen keruh dengan sel darah merah, mukus, dan bekuan
Anti koagulan
Beets

Kontaminasi menstruasi
Fenomendione
Coklat Seldarah merah teroksidas menjadi Terlihat pada urin asam setelah berdiri; tes kimia untuk darah
Hitam methemoglobin positif
Methemoglobin Hemoglobin denaturasi
Asam homogen (alkapton~ria) Tampak urin basa setelah berdiri; terdapat tes spesifik
Melanin atau melanogen Urin menggelap setelah berdiri dan bereaksi terhadap nitropruside
dan ferri clorida
Derivat fenol Menganggu pemeriksaan reduksi cuprum
Argirol (antiseptik) Warna menghilang dengan ferri klorida
Metildopa atau levodopa Antihipertensi
Metronidazol Flagyl, menggelap pada saat dibiarkan
Unsur Keterangan Gambar Sumber
Eritrosit Tanpa inti, bulat, bikonkaf

Leukosit Ukuran sekitar 2 kali


eritrosit, dengan inti/sitoplasma
granular

Epitel
Skuamosa Ukuran besar, 5-7x eritrosit, D&partemen Patologi Klinik
sitoplasma tipis, inti kecil FKUV~SUPNCM

dua inti.

Renal

Silinder Seperti silinder dengan sisi


~aralel,batas ielas.
Hialin i i d a k ' b e r w i r n a , homogen, - Diepartemen Patologi Klinik
semitransparan FKUI/RSUPNCM

Eritrosit Berisi eritrosit


Departemen Patologi Klinik
FKUIIRSUPNCM

Mundt a

Departemen Patologi Klinik


FKUI/RSUPNCM

Jenis-ienis silinder urin adalah sebaqai


- berikut: Ditemukannya silinder leukosit di urin rnenandakan
infeksi atau inflarnasi pada nefron. Leukosit yang paling
a. Silinder hialin
sering dijumpai rnembentuk silinder ialah netrofil. Bila
Silinder yang paling sering terbentuk, sebagian besar
terjadi degenerasi sel terbentuklah silinder berbutir
terdiri dari protein Tamm-Horsfall, tidak berwarna,
yang dapat dijumpai pada pielonefritis kronik dan
hornogen, transparan. Normal 0-2/LPK, d3n dapat
glomerulonefritis kronik.
dijumpai pada urin normal.
d. Silinder berbutirlgranula halus
b. Silinder eritrosit
Berasal dari degenerasi silinder leukosit dan agregasi
Menandakan adanya hernaturia. Dijurnpai pada
protein serum ke dalarn mukoprotein. Bila stasis
keadaan-keadaan yang rnenyebabkan kerusakan
berlangsung lama rnaka butir kasar akan berubah
glomerulus, atau kapiler ginjal seperti pada
menjadi butir halus. Dijurnpai pada penyakit ginjal
glomerulonefritis akut, trauma ginjal, infark ginjal,
tahap lanjut.
sindrom Goodpasture yang terdiri dari perdarahan
e. Silinder lilin
paru, glomerulonefritis dan adanya a n t i b o d i
Berasal dari silinder berbutir halus yang mengalami
rnembrana basalis. Silinder eritrosit mudah dikenali
degenerasi lebih lanjut. Bersifat refraktil dengan
karena refraktil dan warnanya bervariasi dari kuning
tekstur yang kaku sehingga mudah rnengalarni
hingga coklat.
fragmentasi ketika rnelewati tubulus. Bentuknya tidak
c. Silinder leukosit
teratur, dan kadang-kadang terlihat sebagai "cork-
screw" appearance. Dijumpai pada keadaan gagal Unsur Anorganik
ginjal kronik, nefropati diabetik, amiloidosis ginjal. Dalam keadaan normal dapat ditemukan unsur anorganik
f. Silinder epitel berupa kristal kalsium oksalat, kristal tripel fosfat, urat
Terbentuk dari deskuamasi sel-sel epitel tubuli ginjal. amorf dan fosfat amorf. Dalam keadaan patologis dapat
Dijumpai pada degenerasi dan nekrosis tubulus ginjal ditemukan kristal kolesterol, kristal sistin atau kristal
misalnya pada infeksi virus (hepatitis, sitomegalo), leusin.
reaksi penolakan transplantasi ginjal.
g. Silinder lemak
Mengandung butir-butir lemak bebas yang merupakan PEMERIKSAAN KlMlA URlN
degenerasi lemak dari epitel tubuli dan oval fat bodies.
Dijumpai pada sindrom nefrotik, glomerulonefritis Pemeriksaan kimia urin dilakukan dengan menggunakan
kronik, dan LES. uji carik celup, biasanya terdiri dari 10 parameter yaitu
I"
berat jenis, pH, darah, protein, glukosa, keton, bilirubin,
Mikroba urobilinogen, leukosit esterase dan nitrit. Tabel 6 secara
Bakteri, parasit dan jamur dapat ditemukan dan membantu ringkas menunjukkan makna klinis pemeriksaan kimia
menegakkan diagnosis infeksi saluran kemih. pada uji carik celup urin.

Unsur Keterangan Gambar Sumber

Urin asam
Urat amorf Granulasi kuning kemerahan,
seperti debu bata

Asam urat Bentuk oval derrggn .ujung Departemen Patologi Klinik


tajam, seperti lemon atau FKUI/RSUPNCM
tong.Patologik pada bahan
segar.

Kalsium oksalat

Urin basa
Fosfat amorf
Bentuk seperti amplop

m Departemen Patologi Klinik


FKUI/RSUPNCM
+&$~&I;i&><.:;.;' A,>, [ j!,$VV.
, ,. .,
Si.$,:. <S Z -*' ::,*-;. < .,

..
.-,; ;' i "',r - .,.:i.; ,*,:
. ;;. "..-' :. ....$* ,w.-
'l..." :. ' <,,
!-',..';
" .:,A .,.
?.! :dka$s~&~$~g!:2!:&&@#$$~&&~$$$$;:
U S .. . . ., : . ,. :, e$j"diiga" Gambar Sumber
. . . .. . . ..; ,.. ,,,; . .. ., ..
Tripelz$osfat. + , Een$uk.sepertitutup peti Departemen Patologi Klinik
FKUI/RSUPNCM

Kalsiutp4carbohati .>Gr;anulrhalus seperti barbell Strasinger


~duiitbbell

Siegenthaler

Strasinger

Siegenthaler

Departemen Patologi Klinik


FKUI/RSUPNCM
Berat Jenis perubahan warna pada indikator pH tertentu berbeda
Pemeriksaan beratjenis pada carik celup didasarkan pada antara urin yang mengandung protein dengan urin yang
perubahan konstanta disosiasi (pKa) dari polielektrolit tidak mengandung protein.Tanpa adanya dapar, jika tidak
(methylvinyl ether maleic anhydride). Polielektrolit yang terdapat protein, indikator seperti tetrabromphenolblue
terdapat pada carik celup akan mengalami ionisasi, akan berwarna biru pada pH 4, tetapi jika terdapat
menghasilkan ion hidrogen (H+). Ion H+ yang dihasilkan proteir, akan terjadi perubahan warna rnenjadi biru pada
tergantung pada jumlah ion yang terdapat dalam urin. pH 3. Cengan adanya dapar asam yang mempertahankan
Pada urin dengan berat jenis yang tinggi, ion H+ yang pH 3, indikator tetrabromphenol blue akan berwarna
dihasilkan lebih banyak, sehingga pH pada pad carik kuning jika tidak ter-dapat protein dan akan berubah
celup menjadi asam dan menyebabkan perubahan warna menjadi hijau sampai biru sesuai dengan
warna indikator bromthymol blue. Bromthymol blue akan konsentrasi protein dalam spesimen. Hasilnya dilaporkan
berwarna biru tua hingga hijau pada urin dengan berat sebagai negatif, trace, I + (30 mg/dL), 2+ (100 mg/dL),
jenis rendah dan berwarna hijau kekuning-kuninganjika 3+ (300 mg/dL) atau 4+ (2000 mg/dL). Pemeriksaan ini
berat jenis urin tinggi.4 dipengaruhi oleh pH urin yang sangat basa (pH 9), yang
tidak dapat diatasi sistem dapar, sehingga pH pada uji
pH carik cslup berubah dan mempengaruhi hasil pembacaan
Pemeriksaan pH menggunakan indikator ganda (methyl protein. Penting diketahui bahwa uji carik celup terutarna
red dan bromthymol blue), akan terjadi perubahan warna untuk mendeteksi albumin urin. Sensitivitas reagen
sesuai pH yang berkisar dari jingga hingga kuning uji carik celup untuk deteksi protein bervariasi pada
kehijauan dan biru. Kisaran pemeriksaan pH meliputi pH 5-30 mg/dL.8 Adanya protein Bence Jones dicurigai
5.0 sampai 8.5 dengan interval 0,5.8 apabila pada tes dipstik negatif (terutama mendeteksi
albumin), akan tetapi pada pemeriksaan proteinuria
Protein kuantitatif ditemukan protein dalam jumlah berlebihan.
Prinsip pemeriksaan protein dengan carik celup adalah Untuk mendeteksi adanya immunoglobulin light chain
"protein error of indicators". Fenomena ini berarti bahwa diperlukan tes imunofiksasi?
(1
Pemeriksaan Makna klinis
Berat jenis Diabetes insipidus, sosthenuria (kehilangan kemapuan konsentrasi tubular)
PH Kemampuan ginjal untuk ekskresi asam, disfungsi tubular distal, pH rendah pada asidosis, tinggi
pada alkalosis dan infeksi saluran kemih
Darah Perdarahan saluran kemih karena trauma atau iritasi, infeksi kandung kemih,
glomerulonefritis, pielonefritis, luka bakar,tumor, paparan bahan kimia, reaksi transfusi, menstruasi,
mioglobin
Protein Kerusakan membrar glomerular, defek reabsorpsi tubular, protein BenceJones, nefropati diabetik,
peningkatan transien karena demam, latihan fisik, dehidrasi, fase akut penyakit, kehamilan,
proteinuria ortostat:k/postural
Glukosa Diabetes melitus, kehamilan, defek reabsorpsi tubular
Keton Diabetes melitus, diet, kelaparan
Bilirubin Kerusakan hati, obstruksi saluran empedu
Urobilinogen Kerusakan hati, hemolisis, porfirinuria
Leukosit esterase lnfeksi saluran kemi?: sistitis, pielonefritis
Nitrit Sistitis, pielonefritis

Glukosa dari kuning hingga biru gelap. Hasilnya dilaporkan sebagai


Glukosa oksidase pada uji carik ce!up akan mengkatalisis negatif, non-hemolyzed trace (10 eritrosit/pL, hemolyzed
reaksi oksidasi glukosa sehingga terbentuk asam glukonat trace, 1+ (25 eritrosit/vL), 2+ (80 eritrosit/pL) atau 3+
dan hidrogen peroksida. Enzim kedua pada uji carik celup (200 eritrosit/vL). Sensitivitas carik celup bervariasi pada
adalah peroksidase yang mengkatalisis reakci antara 5-20 eritrosit/pL atau 0,05-0,3 mg/dL h e m ~ g l o b i n . ~
hidrogen peroksida dengan kalium iodida. Kalium iodida Penting untuk diingat hasil positif juga bisa ditemukan
akan teroksidasi membentuk senyawa yang berwarna dari pada keadaan dimana tidak ada eritrosit, seperti
biru muda, hijau sampai coklat tua. Hasilnya dilaporkan pada hemoglobinuria akibat hemolisis intravaskular,
sebagai negatif, trace (100 mgldL), I + (250 mg/dL), 2+ miogl~binuria.~
(500 mg/dL), 3+ (1000 mg/dL) atau 4+ (>2000'mg/
dL). Hasil negatif palsu dapat disebabkan oleh zat yang Bilirubin
mengganggu reaksi enzimatik atau zat reduktor, seperti Reaksi bilirubin dengan senyawa diazotizeddichloroaniline
asam askorbat, asam homogentisat, aspirin dan levodopa. dalam suasana asam kuat akan menghasilkan suatu
Sensitivitas reagen uji carik celup untuk deteksi glukosa kompleks yang berwarna coklat muda hingga merah
bervariasi pada 50 - 150 mg/dL? coklat. Hasilnya dilaporkan sebagai negatif, 1+ (0,5 mg/
dl), 2+ (1 mg/dL) atau 3+ (3 mg/dL). Sensitivitas reagen
Keton uji carik celup untuk deteksi bilirubin bervariasi pada 0,2
Uji ini didasarkan pada reaksi antara asam asetoasetat - I mg/dL.8
dalam urin dengan senyawa nitroprusida. Warna yang
dihasilkan adalah coklat muda jika tidak terjadi reaksi Nitrit
dan ungu untuk hasil yang positif. Hasilnya dilaporkan Nitrat yang terdapat dalam urin akan mengalami
sebagai negatif, trace (5 mg/dL), 1+ (15 mg/dL:, 2+ (40 reduksi oleh bakteri yang mempunyai reduktase
mg/dL), 3+ (80 mg/dL) atau 4+ (160 mg/dL). Sensitivitas menghasilkan nitrit. Perubahan menjadi nitrit ini
reagen uji carik celup untuk deteksi keton bervariasi pada memerlukan waktu sekurangnya 4 jam. Nitrit yang
5 - 10 mg/d L.8 terbentuk akan bereaksi dengan asam p-arsanilat,
membentuk senyawa diazonium yang bergabung dengan
Darah senyawa 1,2,3,4-tetrahydrobenzo(h)quinolin dalam suasana
Reagen pada uji carik celup urin dapat mendeteksi eritrosit, asam, sehingga pita yangberwarna putih akan berubah
hemoglobin bebas dan mioglobin. Eritrosit intak akan menjadi merah muda. Derajat warna merah muda yang
lisis pada test pad. Hemoglobin dan mioglobin nemiliki bagaimanapun dapat diartikan sebagai reaksi yang positif.
aktivitas pseudoperoksidase yang akan bereaksi dengan Hasilnya dilaporkan sebagai negatif atau positif. Faktor
H,O, menghasilkan On On akan mengoksidasi substrat yang mempengaruhi adalah diet yang tidak mengandung
kromogen sehingga terjadi perubahan warna kromogen nitrat, antibiotika yang menghambat metabolisme bakteri
URINALISIS

dan reduksi nitrit menjadi nitrogen. Bakteri penyebab PENYEBAB POSITIF PALSU DAN NEGATIF PALSU
infeksi saluran kemih yang menghasilkan nitrit adalah E.
coli, Enterobacter, Citrobacter, Klebsiella dan Proteus sp. Faktor tertentu dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan
Untuk reduksi nitrat menjadi nitrit, urin harus terpapar urinalisis sehingga perlu evaluasi teliti untuk interpretasi
bakteri saluran kemih selama minimal 4 jam. Sensitivitas urinalis s. Tabel 7 menyajikan faktor yang dapat
reagen uji carik celup untuk deteksi nitrit bervariasi pada menyebabkan hasil palsu pada pemeriksaan uji carik
0,05 - 0,l mg/dL.8 celup urin.

Urobilinogen
Uji ini didasarkan pada modifikasi uji reaksi Ehrlich, POLA HASlL URINALISIS PADA BEBERAPA
p-diethylaminobenzaldehyde bereaksi dengan urobilinogen KEADAAN
urin dalam suasana asam kuat menghasilkan warna
berkisar darijingga sampai merah tua. Sensitivitas reagen Pada inf2ksi saluran kemih sering ditemukan nitrit positif,
uji carik celup untuk deteksi urobilinogen umumnya pada jumlah leukosit meningkat, bakteri positif. Pada pielonefritis
0,2 EU.5 Hasilnya dilaporkan dalam Ehrlich Units (EU), dapat ditemukan silinder leukosit. Mikrohematuria sering
yaitu 0,2 EU, 1 EU, 2 EU, 4 EU atau 8 EU. 1 EU sebanding dijumpai dengan proteinuria ringan, eritrosit eumorfik atau
dengan 16 pmol/L. sebagian dismorfik dan tanpa peningkatan leukosit. Pada
sindrom nefrotik ditemukan proteinuria masif, silinder hialin,
Leukosit Esterase silinder lilin, droplet lemak, oval fat bodies dan silinder
Pemeriksaan ini menunjukkan adanya reaksi esterase lemak. Fada sindrom nefritik ditemukan protein (+ +) sampai
granulosit yang menghidrolisis derivat ester naftil. Naftil (+++), nemoglobin positif, eritrosit dismorfik, akantosit
yang dihasilkan, bersama dengan garam diazonium akan dan silinder eritrosit. Pada nekrosis tubular akut ditemukan
menghasilkan warna ungu. Hasilnya dilaporkan sebagai glukosuria ringan, silinder kasar dan silinder epitel. Pada
negatif, trace (15 leukosit/pL), 1 + (70 leukosit/pL), 2+ (125 nefritis tubulointerstisial akut ditemukan proteinuria ringan,
leukosit/pL) atau 3+ (500 leukosit/pL). Sensitivitas reagen leukosituria, silinder leukosit, eritrosituria, eosinofiluria.
uji carik celup untuk deteksi leukosit bervariasi pada 5 - Tabel 8 menunjuk-kan perbandingan tanda pada beberapa
20 le~kosit/yL.~ keadaan gl~merulopati.~

Bilirubin Piridium Klorpromaain, seleniqy


Darah Dehidrasi, latihan fisik, hemoglobinuria, darah Captopril, penin$kg$an b g a t jenis,' $H <5,1,
, ' # , , -- ,
menstruasi, mioglobinuria proteinuria, vitamyn:C+ ' ,
Glukosa Keton, levodopa Peningkatan berat je&, asam ura$,ivifipin~

Keton Urin asam, peningkatan berat jenis, mesnex, Keterlambatan p & n e l k a a n ~ e ~ f i


fenolftalein, metabolit levodopa

Leukosit esterase Kontarninasi Peningkatan berat jqnis, ,gNkosuria, ketonuria,


proteinuria, o'bat oxidetor (ste*taleksin,
nitrofurantaoin, tetl;asiklin,, gentamisin), vitamin
C
Nitrit Kontarninasi, paparan carik celup pada udara, Peningkatan bera~J'enisi,psnj~gkapnnu[oA>ilinagen,
fenazopiridin bakteria nitrit redu~gsenebatif, pHk6,h vitamin
C
Protein Urin alkali atau terkonsentrasi, fenazopiridin. Urin asam atau terdilusi, prote5n,selain~albumin
senyawa amonia
Berat jenis Larutan dextran, pewarna radiologi, proteinuria Urin alkali
Urobilinogen Peningkatan nitrit, fenazopiridin
Glomerulopati Temuan
Sindrom nefritik akut Hematuria dengan eritrosit dismorfik (akantosit), silinder eritrosit,
proteinuria
Tanda gagal ginjal akut, hipertensi, edema
Sindrom nefrotik Proteinuria >3,5 g/24jam, lipiduria
Edema hipoalbuminemia, hiperlipidemia, tendensi trombosis dan infeksi
Rapidly progressive glomerulonephritis (RPGN) Hematuria (moderate-severe), proteinuria
Gagal ginjal dengan kehilangan fungsi 50% dalam beberapa hari,
minggu,bulan, hipertensi
Asimptomatik Hematuria atau proteinuria terisolasi
Glomerulonefritis kronik Temuan urin nonspesifik

REFERENSI

Turgeon ML. Linne & Ringsrud>sClinical Laboratory Science.


6th ed. Maryland Heights: Elsevier Mosby; 2012. p. 358-436.
European Confederation of Laboratory Medicine. European
urinalysis guidelines. Scand J Lab Invest. 2000;60:1-96.
McPherson RA, Ben-Ezra J. Basic examination of urine.
In: McPherson RA, Pincus MR, editors. Hemy>s clinical
diagnosis and management by laboratory methois. 22"' ed.
Philadelphia: Elsevier Saunders; 2011. p. 445-79.
Strasinger SK, Di Lorenzo MS. Urinalysis and body fluids. 5U'
ed. Philadelphia: F.A. Davis Company; 2008.
Sawyer B. Urinalysis and body fluid analysis. In: Hubbard
JD, editor. A concise review of clinical laboratory science.
Pd ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2010.
p. 313-59.
Siegenthaler W. Siegenthaler's differential dia~nosisin
internal medicine. Stuttgart: Georg Thieme Verlag; 2007. p.
831-41.
Fogo AB, Neilson EG. Atlas of urinary sediments m d renal
biopsies. In: Fauci AS, Kasper DL, Longo DL, Braunwald E,
Hauser SL, Jameson JL, et al., editors. Harrison>s principles
of internal medicine. 17th ed. New York: McGraw-Hill; 2008.
p. e53-60.
Mundt LA, Shanahan K. Graff>s textbook of urin~lysisand
body fluids. Pd ed. Philadelphia: Lippincott W-lliams &
Wilkins; 2011.
SimenrilleJA, Maxted WC, Pahwa JJ.Urinalysis: a comprehen-
sive review. Am Fam Physician. 2005;71(6):1153-62.
PEMERIKSAAN TINJA
Diana Aulia

Pemeriksaan tinja biasanya terdiri dari perneriksaan obstruktif atau pada pernakaian garam barium pada
makroskopik dan mikroskopik ditambah pemeriksaan perneriksaan radiologik. Warna merah rnuda biasanya
kimia, hernatologi, irnunologi, dan mikrobiologi. oleh perdarahan yang segar di bagian distal, rnungkin
Pemeriksaan kimia dapat terdiri dari pemeriksaan pH, pula oleh rnakanan seperti bit. Warna coklat dihubungkan
lemak, karbohidrat, tripsin, elastase, serta osmolalitas. dengan perdarahan proksimal atau dengan makanan,
Pemeriksaan hernatologi berupa pemeriksaan darah samar seperti coklat atau kopi. Warna hitarn disebabkan oleh
dan uji Apt. Pemeriksaan imunologik rnisalnya deteksi karbomedisinalis, obat-obatan yang rnengandung besi,
toksin Clostridium dan alfa-I antitripsin. Pemeriksaan atau melena.'
mikrobiologik dan parasitologi untuk deteksi rnikroba dan
Bau. Bau normal tinja disebabkan oleh indol, skatol, dan
parasit dalam tinja.
asam butirat. Tinja menjadi lindi oleh karena pembusukan
protein yang tidak dicerna dan kernudian dirombak oleh
flora usus. Tinja dapat berbau asam karena peragian zat
PEMERIKSAAN TINJA RUTlN
gula yang tidak dicerna seperti pada diare. Tinja dapat
berbau tengik karena perombakan zat lemak dengan
Persiapan dan Pengumpulan Bahan pelepasan asam lemak.
Tinia untuk pemeriksaan sebaiknva vancl
- 2 - berasal dari
defekasi spontan. Jika pemeriksaan sangat diperlukan, Konsistensi.Tinja normal agak lunakdan berbentuk. Pada
bolehjuga sampel tinja diambil denganjari bersarung dari diare, konsistensi tinja rnenjadi sangat lunak atau cair,
rektum. Tinja hendaknya diperi ksa dalam keadaan segar; ~edangkanpads konsti~asid i d a ~ atinja
t keras. Peragian
kalau dibiarkan mungkin sekali unsur-unsur dalam tinja itu karbohidrat dalam usus menghasilkan tinja yang lunak dan
menjadi rusak. Wadah sebaiknya yang terbuat dari kaca bercam~urgas. TinJa lengket dapat disebabkan karma
atau dari bahan lain yang tidak dapat ditembus seperti banyak mengandung lemak (steat~rrhea).'.~
plastik. Wadah harus berrnulut lebar. Jika akan memeriksa Lendir. Adanya lendir berarti rangsangan atau radang
tinja, pilihlah bagian dengan kemungkinan terbesar dinding usus. Kalau lendir itu hanya didapat di bagian luar
terdapat kelainan misalnya bagian yang bercarnpur darah tinja, lokasi iritasi mungkin di usus besar. Apabila lendir
atau lendir.' bercampur dengan tinja, lokasi iritasi mungkin sekali
di usus kecil. Pada disentri, intususepsi, dan ileokolitis
Makroskopik mungkin didapat lendir saja tanpa tinja. Kalau lendir berisi
banyak leukosit, terdapat nanah pada feses.'
Warna. Warna tinja yang dibiarkan di udara rnenjadi
lebih tua karena terbentuk lebih banyak urobilin dari Darah. Perhatikan apa darah segar (merah terang), coklat
urobilinogen yang diekskresikan lewat usus. Urobilinogen atau hitam, serta apakah bercampur baur atau hanya
tidak berwarna sedangkan urobilin berwarna coklat di bagian luar tinja saja. Makin proksirnal terjadinya
tua. Warna kuning bertalian dengan susu, jagung, obat perdarahan, makin bercampur darah dengan tinja dan
santonin, atau bilirubin yang belurn berubah. Warna abu- rnakin hitarn warnanya. Jurnlah darah yang besar mungkin
abu mungkin disebabkan oleh karena tidak ada urobilin disebabkan oleh ulkus, varises dalam esofagus, karsinoma,
dalam saluran makanan dan ha1 itu didapat pada ikterus atau hemoroid.
Parasit. Parasit bentuk dewasa seperti cacing ascaris, Sel epitel. Sel epitel dari dinding usus bagian distal
ancylostoma, mungkin terlihat. dapat ditemukan dalam keadaan normal. Jumlah epitel
bertambah banyak kalau ada perangsangan atau
Mikroskopik peradangan dinding usus itu.
Pemeriksaan mikroskopik dilakukan dengan cara
Kristal. Kristal-kristalumumnya tidak bermakna. Pada tinja
memeriksa sejumlah kecil suspensi tinja. Secara kualitatif
normal dapat ditemukan kristal tripelfosfat, kalsiumoksalat,
dapat dinilai adanya leukosit serta sisa makanan yang
dan asam lemak. Kelainan mungkin dijumpai kristal Charcot-
tidak tercerna dengan baik seperti lemak, serat daging,
Leyden dan kristal hematoidin.
dan serat t ~ m b u h a n . ~
Untuk mencari protozoa dan telur cacing, dapat Telur dan jentik cacing. Ascaris lumbricoides, Necator
dipakai larutan eosin 1-2% sebagai bahan pengencer americanus, Enterobius vermicularis, Trichiuris trichiura,
tinja atau juga larutan lugol 1-2%. Selain itu, larutan asam Strongyloides stercoralis, termasuk genus cestoda dan
asetat 10% dipakai untuk melihat leukosit lebih jelas, trematoda mungkin didapatkan pada pemeriksaan tinja.
sedangkan untuk melihat unsur-unsur lain larutan garam
0,9% yang sebaiknya dipakai untuk pemeriksaan rutin.
Sediaan hendaknya tipis agar unsur-unsur jelas terlihat PEMERIKSAAN K I M I A 'TINJA
dan dapat dikenal.'
Keasaman Tinja (pH)
Leukosit. Leukosit lebih jelas terlihat kalau tinja dicampur
Pemeriksaan pH tinja berhubungan dengan konsumsi serat,
dengan beberapa tetes larutan asam asetat 10%. Kalau
produksi asam lemak rantai pendek dan rantai panjang,
hanya dilihat beberapa dalam seluruh sediaan, tidak a,da
serta dikaitkan kepentingannya dengan kanker kolon.
artinya.1 Adanya leukosit lebih dari 13/lapangan pandang
Telah dilaporkan hubungan antara pH alkali tinja dengan
besar (Ipb) menunjukkan suatu keadaan inflamasi. Untuk
penurunan asam lemak rantai pendek terutama asam
meningkatkan kemampuan identifikasi leukosit pada
butirat. Peningkatan pH tinja disertai berkurangnya asam
sediaan basah, dapat dilakukan pewarnaan dengan Wright
lemak rantai pendek (short chain fattyacidlSCFA) menunjang
atau biru metilen.2
adanya proses pencernaan yang tidak ~empurna.~
Eritrosit. Pada tinja normal tidak terlihat eritrosk3Eritrosit
hanya terlihat kalau terdapat lesi abnormal pada kolon, Pemeriksaan Lernak Tirrja 72 Jam (Kuantitatif)
rektum atau anus. Bahan pemeriksaan berupa kumpulan tinja 72jam (minimal
Lernak. Adanya peningkatan lemak dalam tinja secara 1509 tinja). Pasien harus mendapat asupan 70-100g lemak
makroskopik, dapat dipastikan dengan pemeriksaan per hari selama 4 hari sebelum dan selama pemeriksaan.
mikroskopik menggunakan zat warna Sudan Ill, Sudan IV, Dapat dilakukan metode gravimetrik atau titrimetrik. 5
atau Oil Red 0. Lemak tampak sebagai globul berwarna Metode titrasi Van de Kamer sering digunakan.
oranye sampai merah.2 Interpretasi. Rentang rujukan total lipid normal <20
Pada keadaan normal dijumpai < I 0 0 globul/lpb mmo1/24 jam7 atau <6 9/24 jam. Dikatakan steatorea
dengan ukuran globul <4 pm atau sekitar separui ukuran bila kadar lemak >6 g/24jam.5,8 Bila berdasarkan asupan
eritrosit. Peningkatanjumlah dan ukuran globul yang besar lemak, kadar normal lemak tinja berkisar pada 4-6% dari
mencapai 40-80 pm, menandakan suatu steat~rrhea.~,-l lemak yang dimakan.
Penilaian terhadap hasil pemeriksaan lemak tinja Pemeriksaan ini baik untuk mendeteksi steatorea
pada kedua kaca obyek bermanfaat dalam membeda- namun nonspesifik karena tidak dapat memberi informasi
kan maldigesti dengan malabsorpsi. Jumlah lemak netral penyebab ~teatorea.~ Steatorea dapat disebabkan oleh
pada kaca obyek pertama disertai peningkatan jumlah penyakit pankreas, bilier, atau intestinal. Pengumpulan
lemak total pada kaca obyek kedua menunjukkan suatu bahan yang inadekuat dapat menyebabkan kegagalan
malabsorpsi. Sebaliknya, peningkatanjumlah lemak netral, dalam mendeteksi steatorea.'
menandakan suatu m a l d i g e ~ t i . ~ . ~
Serat sisa rnakanan. Untuk melihat adanya serat sisa Pemeriksan Karbohidrat (Uji Reduksi Clinitest)-
makanan, baik serat daging atau serat tumbuhan, Peningkatan konsentrasi karbohidrat dapat dideteksi
dilakukan pemeriksaansuspensi tinja dengan larutan eosin dengan uji reduksi cuprum. Uji reduksi cuprum dapat
10% dalam alkohol. Beberapa penelitian menunjukkan dilaksanakan dengan menggunakan tablet Clinitest
korelasi yang baik antara ditemukannya peningkatan (Miles Diagnostics). Bahan berupa satu bagian tinja yang
jumlah serat daging dengan maldigesti. Pada keadaan diemulsikan dalam 2 bagian air.
normal tidak ditemukan serat daging dalam tinja dan bisa Hasil berupa adanya zat pereduksi 0,5 g/dL
dijumpai 1-4 serat t~mbuhan/lpb.~ mengindikasikan adanya intoleransi k a r b ~ h i d r a t Pada
.~
anak dianjurkan disertai dengan perneriksaan pH. pH osrnotik, dapat juga dilihat perbedaan osrnolalitas hitung
normal tinja berkisar pada 7-8. Peningkatan peng-gunaan dan osrnolalitas ukur. Osrnolalitas hitung didapatkan dari
karbohidrat oleh flora usus akan rnenurunkan pH rnenjadi rumus:
<5,5 pada intoleransi karbohidrat.
Osrr~olalitashitung = 2 x ( Na+ 2 K+,, )

Pemeriksaan Tripsin Bila perbedaan antara osrnolalitas ukur dengan


Tidak adanya enzirn tripsin untuk pencernaan protein osrnolalitas hitung lebih dari 20 rnOsrn per kg, kernungkinan
dapat dideteksi dengan uji penyaring rnenggunakan kertas adalah diare o ~ r n o t i k . ~ , ~
film. Adanya tripsin akan rnenyebabkan digesti gelatin
pada kertas film dan rneninggalkan daerah bening.
Bahan harus diperiksa dalarn 30 rnenit karena PEMERIKSAAN HEMATOLOGIK
aktivitas tripsin rnenurun dengan cepat. Selain itu,
aktivitas proteolitik oleh bakteri dari tinja lama dapat Pemeriksaan Darah Samar Tinja
juga menyebabkan positif pals^.^ Tidak adanya digesti Pada keadaan normal, kurang dari 2,5 mldarahlhari keluar
gelatin rnengindikasikan defisiensi tripsin yang dapat bersarna tinja, yang setara dengan 2 rng hemoglobin per
dihubungkan dengan adanya insufisiensi pankrea~.~ gram ti7ja. Pemeriksaan darah sarnar tinja berdasarkan
atas aktivitas pseudoperoksidase hemoglobin yang
Pemeriksaan Elastase Tinja bereaksi dengan hidrogen peroksida untuk rnengoksidasi
Elastase-I pankreas rnerupakan enzirn pankreas yang dapat suatu irtdikator tidak berwarna rnenjadi kornponen yang
dijurnpai utuh di tinja sehingga dapat rnenggarnbarkan berwarna. Sebagai indikator, dapat digunakan benzidin,
fungsi eksokrin pankreas. Perneriksaan ini dianggap orthotoluidin, dan guaiac. Saat ini benzidine sudah jarang
rnempunyai korelasi yang baik dengan uji bentirornida digunakan karena bersifat karsinogenik.*
dan rnernpunyai sensitivitas lebih baik dari perneriksaan Prinsip pemeriksaan darah sarnar tinja berdasarkan
arnilase dan lipase dalarn darah untuk rnendeteksi pseudoperoksidase-peroksidase adalah:ll
penurunan fungsi eksokrin pankreas.
Perneriksaan elastase tinja dapat mernbantu
H,O + Indikator Pseudoperoksida Oksidase indikator + H,O
rnembedakan fibrosis kistik dan insufisiensi pankreas (tidak berwarna) atau peroksidase' (berwarna)
pada anak. Elastase-I yang arnat rendah ditemukan
pada berbagai genotip CFTR dengan kadar enzirn
tidak terdeteksi ( < I 5 prn/g tinja) pada genotip AF508 Reaksi oksidasi ini sensitif untuk rnendeteksi adanya
hornozigot. Elastase tinja yang rendah (<200 pg/g darah. Narnun dernikian, adanya zat lain dalarn tinja seperti
tinja) setelah urnur 4 rninggu rnengindikasikan adanya mioglobin, klorofil yang berasal dari sayuran, serat hewan, ,"
insufisiensi pankreas. Perneriksaan elastase-I tinja juga dan beberapa bakteri usus dapat rnenyebabkan reaksi
rnemiliki sensitivitas tinggi dalarn deteksi pankreatitis positif ~alsu.Oleh sebab itu, interpretasi hasil perneriksaan
kronik berat dan sedang pada orang dewasa, walaupun darah sarnar harus dllakukan dengan hati-hati pada orang
kurang spesifik.1 tanpa pernbatasan diet tertenh2

Fecal osmotic (osmolal) gap


Osrnolalitas air tinja normal adalah seperti serum
(290 rnosrnlkg). Fecal osmolal gap (FOG) rnenyatakan
perbedaan antara osrnolalitas tinja normal teoritis dengan Positif Palsu Negerif Palsu
kontribusi ion Na dan K. Kadar IVa dan K diperiksa dari
Warna rnerah dari daging Vitamin C > 500 mg/hari
supernatan emulsi tinja setelah sentrifugasi. FOG dihitung
atau ikan Terlalu banyak t i n j a
dengan rurnus: l o Sayuran, seperti lturnips dipakai
FOG = 290 - [2 (Na+ + Ka+tinja)] (lobak), brokoli, Cauliflower Terl alu sedi k i t t i n j a
(kembang kol), horseradish, dipakai
IVilai FOG >SO rnOsm/kg konsisten dengan diare Buak, seperti cantaloupe Kontaminasi dengan zat
osrnotik seperti pada rnalabsorpsi karbohidrat atau diare (melon), pisang, pear, plum kimia dari toilet
yang diinduksi magnesium. Sebaliknya, FOG <50 mOsrn/ Peroksidase bakteri usus
kg rnenunjukkan diare sekretorik. lo Obat, seperti aspirin, obat
yang merangsang saluran
cerna dan preparat besi
Osmolalitas Ukur dan Osmolalitas Hitung
Untuk rnernbedakan diare sekretorik dengan diare
Uji Apt dengan sensitivitas hanya 50%. Bersihan AT dihitung
Uji Apt berdasarkan sifat hemoglobin fetal yang tahan dengan rumus sebagai berikut:1
terhadap alkali sehingga bahan pemeriksa3n yang
Bersihan AT (rnL/hari) =
mengandung darah neonatus dengan penarnbahan
larutan NaOH 0,25 mol/L akan berwarna pink, sedang- (berat tinja [g/hari] x konsentrasi AT tinja [rng/kg])
kan HbA yang didapat dari darah ibu tidak tahan larutan Konsentrasi AT serum [mg/L]
alkali akan berubah menjadi warna kuning kecoklatan.
Sebelum melakukan pemeriksaan Apt, perlu dilakukan
uji saring darah samar dari bahan pemeriksaan. Bila PEMERIKSAAN MlKROBlOLOGl BAHAN TINJA l4
bahan pemeriksaan menunjukkan darah sarnar positif,
berarti bahan perneriksaan tersebut mengandung darah Gambaran Umum
dan pemeriksaan Apt diteruskan. Perneriksaan darah Perneriksaan mikrobiologik tinja dilakukan untuk rnencari
sarnar negatif berarti bahan pemeriksaan tersebut tidak bakteri penyebab diare, infeksi parasit, dan penyakit lain
mengandung darah sehingga pemeriksaan Apt tidak perlu yang rnenyebabkan perubahan pada tinja. Bahan tinja yang
dilakukan. diperiksa sebaiknya dalam keadaan segar.

Pengumpulan Spesimen Tinja


PEMERIKSAAN IMUNOLOGI Tinja dikurnpulkan dalam wadah yang bersih (steril),
dengan mulut yang lebar, dan penutup yang kuat.
Deteksi Antigen Toksin Clostridium difficile Wadah ini dapat pula digunakan untuk pemeriksaan
Tes ini diindikasikan pada pasien dengan diare dan langsung beberapa virus seperti Norwalk, rotavirus,
telah menggunakan antibiotik lebih 5 hari. Pada pasien dan adenovirus. Wadah ini tidak boleh rnengandung
imunokompromais pemeriksaan ini dapat dilakukan pengawet, detergen, atau ion logarn. Kontaminasi
walaupun pasien tidak menerirna antibiotika. dengan urin harus dihindarkan. Jika dicurigai adanya
lnfeksi Clostridium diflicile dapat terjadi pada penderita parasit intestinal seperti Entamoeba histolytica, Giardia
imunokornpromais atau yang sedang menggunakan lamblia atau spesies Cryptosporidium, sebagian dari
antibiotik spektrum luas seperti klindamisin, ampisilin, spesirnen tinja ini dapat ditambahkan pengawet seperti
dan sefalosporin. lnfeksi terjadi karena penurunan jumlah polyvinyl alcohol dan forrnalin 10%. Spesimen tinja harus
flora normal usus sehingga terjadi perturnbuhan C. diflicile segera diperiksa dalam waktu kurang dari 2 jam. Bila
yang berlebihan. Diare karena C. dificile biasanya bersifat tidak memungkinkan, dapat digunakan media transport.
cair dan volume banyak. Gejala biasanya muncu14-10 hari Media transport Cory-Blair cocok untuk semua kurnan
setelah dimulainya terapi antibiotika. enterik patogen (Salmonella, Shigella, Yersinia spp dan
Clostridium difficile melepaskan toksin yang Campylobacter), sedangkan media cair pepton alkali
menyebabkan nekrosis epitel kolon. Deteksi toksin cocok untuk Vibrio spp (1 mL spesimen dalam 10 mL
pada tinja menegakkan diagnosis enteroko1i:is oleh cairan alkali pepton steril).
Clostridium. Toksin Clostridia dapat dideteksi dengan Pada beberapa keadaan diperlukan pengumpulan
teknik imunoassay. l 2 spesimen dengan cara usap rektal, terutarna pada bayi
baru lahir. Dikarenakan beberapa strain dari spesies
Alfa-1 antitripsin Shigella rentan terhadap pendinginan dan pemanasan,
Protein alfa-I antitripsin (alAT) adalah glikoprotein maka usap rektal lebih efektif untuk kuman ini. Pada usap
dengan berat molekul 54.000 yang disintesis di hati dan rektal ini harus dihindarkan kontak langsung dengan
akan keluar rnelalui tinja bila terdapat enteropati hilang material tinja dalarn rekturn. Usap rektal ini harus segera
protein (EHP).1 Protein alAT stabil dan tidak rusak oleh diinokulasikan pada media kultur atau dimasukkan ke
enzim pankreas sehingga dianggap mencerninkan dalam media transport untuk mencegah pengeringan.
kehilangan protein endogen melalui saluran cerlla. Usap rektal juga digunakan untuk diagnosa infeksi
Alfa-1 antitripsin dapat diperiksa kadarnya dengan gonococcal pada rektal dan deteksi Clostridium diflicile
menggunakan rnetode imunologik seperti radial pada penderita yang dirawat di rumah sakit.
immunodiffusion atau ELISA. Kadar normalnya yaitu <54 Tinja harus segera diperiksa dan dikultur setelah
mg/dL. pengambilan. Tinja yang masih hangat sangat baik untuk
Beberapa peneliti rnenggunakan bersihan AT sebagai melihat tropozoit motil pada penderita yang dicurigai
penanda relaps klinik penderita penyakit Crohn. Pada cut- amebiasis. Tinja yang sudah dingin akan menurunkan pH
off 120 rnL/hari dikatakan ditemukan nilai prediktif negatif tinja sehingga dapat rnenghambat pertumbuhan beberapa
94% untuk terjadinya relaps dalam 6 bulan kedepan, tetapi spesies Shigella dan Salmonella.
Pemeriksaan mikroskopik langsung atau dengan coklat dengan konsistensi berbentuk atau semiformed.
pewarnaan dari ernulsi tinja untuk rnenilai adanya leukosit, Tinja bayi kuning kehijauan dan semiformed.
ragi atau parasit, dan komponen atipikal lainnya (darah, 2. Pemeriksaan mikroskopik :
rnukus, lernak). Adanya leukosit tidak dapat dinilai dari Rut n :
spesirnen tinja pada media transport, yang dibekukan atau - Sediaan salin dan eosin untuk rnencari parasit.
disirnpan dalarn lernari es atau dari usap rektal. Emulsi Sediaan eosin jangan terlalu tebal supaya
tinja dapat dibuat dengan media cair untuk kultur, larutan tarnpak arnuba atau kista. Amuba dan kista dapat
garam fisiologis, atau air: 1 atau 2 tetes diletakkan di atas dideteksi dengan sediaan eosin: latar belakang
gelas objek dan dipakai kaca penutup. warna merah, sedangkan kista dan arnuba tidak
Jika perneriksaan tidak dapat segera dilakukan, rnaka berwarna. Jika kista tarnpak, konfirmasi dengan
harus digunakan pengawet. Buffer natriurn fosfat atau satu tetes larutan iodin pada sediaan salin. lodin
kaliurn fosfat dan gliserol dapat digunakan untuk bakteri akan rnewarnai inti dan vakuola glikogen kista,
patogen. Polyvinyl alcohol dapat digunakan untuk parasit tapi tidak rnewarnai badan kromatoid kista E.
dan telurnya. histolytica.
Tambahan :
Media untuk Kultur Tinja - Sediaan biru rnetilen untuk mencari leukosit tinja
Media kultur tinja yang biasa digunakan adalah agar Mac jika tinja tidak berbentuk. Leukosit tinja: cari set
Conkey atau agar EMB, agar Xylose-lysine-deoxycholate MIV dan PMN (sel pus). Sel pus berhubungan
(XLD) atau agar Hektoen Enteric (HE), GN enricment dengan bakteri yang menyebabkan inflamasi
broth, dan Campy-Bap untuk menurnbuhkan spesies usus besar, seperti Shigella, Salmonella (kecuali
Campylobacter. 5. typhi), dan Campylobacter. Banyak sel pus
Kombinasi agar Mac Conkey, agar HE, dan GN juga diternukan pada kolitis ulseratif. Sel pus
enrichment broth paling sering digunakan untuk kultur yang sedikit pada disentri amuba dan infeksi
tinja. Sebagai tambahan, dapat digunakan media agar yang disebabkan strain invasive E. coli (EIEA).
phenylethyl alcohol (PEA) atau agar colistin-nalidixic Tidak ada atau sedikit pada infeksi toxigenic E.
acid (CAN) untuk rnenurnbuhkan staphylococci atau coli (ETEC), diare rotavirus dan kolera. SelMN
ragi dari spesirnen tinja neonatus atau penderita yang terutama ditemukan pada tifoid dan beberapa
rnernakai antibiotika jangka panjang. Media selektif infeksi parasit termasuk disentri amuba.
seperti agar Wilson-Blair bismuth sulfite digunakan untuk - Hapusan basic f u c h s i n u n t u k m e n c a r i
rnenumbuhkan Salmonella typhi. Agar sorbitol MacConkey Campylobacter bila tinja tidak berbentuk dan atau
banyak digunakan untuk identifikasi strain E. coli terdapat darah, pus, atau mukus. Campylobacter
enterohaemorrhagic 01 57:H7 (sorbitol negatif dan terlihat tampak sebagai bakteri yang kecil licin, berbentuk
koloni yang tidak berpigmen). Untuk rnenurnbuhkan C. spiral, sering seperti sayap burung camar, bentuk
Dificile, dapat digunakan agar cycloserine cefoxitin egg S, atau bentuk spirochaeta pendek.
yolk fructose (CCFA). - Motilitas dan tes irnobilisasi slide jika dicurigai
Pemeriksaan rnikrobiologi rnembutuhkan waktu sekitar kolera. Periksa kultur vibrio dalam larutan alkali
empat hari. Perneriksaan rnikrobiologi tinja hari ke-1:14 pepton. Sediaan terbaik diperiksa dengan
1. Makroskopik: warna, konsistensi tinja, ada tidaknya rnikroskop lapangan gelap. Jika rnotilitas
rnukus, darah, pus, cacing. Tinja normal berwarna khas tarnpak pada pemeriksaan kultur vibrio

: ,>*I , 1

Kuman Patogen Kuman.Koy*qclgF


Gram positif Gram negatif Gram positif Gramalegj$if
Clostridium perfringens Shigella sp Enterococci 5s~h8[&hi,aj,c~li,
(tipe A dan C) Annaerobrc streptococci Pro@$, , , ,4

Clostridium difficile Salmonella sp LactobaciUi Ent'er~bacter


Bacillus cereus(toksin) Escherichia coli Clostridia -Ha&ic
I
(ETEC,EIEC,EPEC) Citcobactef 1L

5.aureus (toksin) Vibrio cholerae 0 7 Prgvidenncia


Vibrio sp lain ~o$~~a@ella
Yersinia enterocolitica '~er'r&ia . '
Klebsiella
Batteroides sp
Pseudomonas aeroginosa
dalam larutan alkali pepton, berikan 1 tetss Pemeriksaan hari ke-2, dan seterusnya: l 4
antisera polivalen V: cholerae 0 group 1. Bila
Kultur:
menjadi tidak bergerak dalam 5 menit kuman
Rutin:
tersebut kemungkinan V: cholerae 07. Tapi jika - Kultur agar XLD dan larutan selenite. Shigellae dan
tidak,diagnosis kolera belum dapat disingkirkan
Salmonella typhi menghasilkan koloni merah 1-2
karena kadang-kadang V: cholerae 01 tidak
mm pada agar XLD, juga beberapa strain Proteus,
menggumpal dengan antisera polivalen V:
Edwardsiella, Arizona. E. coli, Serratia, Citrobacter,
cholerae 0 group 1 menggunakan cara tersebut.
Klebsiella dan beberapa strain Proteus berwarna
3. Kultur
kuning.
Jika tinja berbentuk atau semiformed, buat suspensi
tebal dalam 1 mL larutan pepton steril. Tambahan :
Rutin: - Kultur media Campylobacter. C. jejuni dan C.
- Agar Xylose lysine deoxycholate (XLD) dan coli menghasilkan koloni nonhemolitik. Jika ada
kaldu selenite, diinkubasi 24 jam, 37 'C. Agar pertumbuhan, lanjutkan dengan melakukan tes
XLD merupakan media selektif untuk y a r g oksidase dan katalase. Campylobacter kedua tes
direkomendasikan untuk isolasi Salrronellae tersebut positif. Kemudian periksa hapusan basic
dan Shigellae dari spesimen tinja, mengandung fuchsin dan sediaan salin. Jika mikroaerofilik, oksi-
indikator merah fenol. Basa warna merah, asan dase dan katalase positif, bentuk spiral dan aktif
warna kuning, pH media 7,4. Shigellae membentuk bergerak diidentifikasi sebagai Campylobacter.
koloni merah karena tidak memfermentasi laktosa, - Kultur agar TCBS. V: cholerae memfermentasi
sukrosa, atau xylosa. Salmonellajuga menbentuk sukrosa dan menghasilkan koloni kuning 2-3
koloni merah, walaupun memfermentasi xylosa mm dan media warna kuning. Dengan inkubasi
karena memecah lisin yang menghasilkan basa. diperpanjang (48 jam atau lebih) koloni menjadi
H2S dihasilkan dengan tengah koloni warra hitam. hijau. V: parahaemolyticus tidak memfermentasi
Beberapa strain Proteus, Arizona, dan Edw87rdsiel!a sukrosa dan menghasilkan koloni hijau biru,
membentuk koloni merah dengan bagiar~tengah 2-3 mm pada agar TCBS. Vmimicus juga tidak
hitam. Spesies E. coli, Enterobacter, dan baberapa memfermentasi sukrosa. Spesies Aeromonas
Enterobacter lain menghasilkan koloni kuning dan enterococci menghasilkan koloni kuning
karena mem-fermentasi karbohidrat. kecil. Strain Proteus menghasilkan koloni kuning
Selenite F broth merupakan media selektif dan atau kehijauan dengan bagian tengah hitam.
enrichment untuk salmonellae. Beberapa strain Pseudomonas membentuk
koloni hijau kecil. lsolasi dicurigai V: cholerae
Tam ba han:
0 1 bila fermentasi sukrosa, oksidase positif,
- Media Campylobacter: jika pasien di kawah 2
Gram negatif, dan aglutinasi antisera polivalen
tahun atau dicurigai Campylobacter enteritis.
V: cholerae 01. V: parahaemolyticus dicurigai bila
lnkubasi dalam candlejar 42C 24 jam atau 37C
tidak memfermentasi sukrosa, oksidase positif
48 jam.
Gram negatif, tidak tumbuh pada larutan pepton
- Larutan alkali pepton dan agar TCBS: jik.3 kolera
tanpa NaCl atau NaCl 10 %, tapi tumbuh di NaCl
atau keracunan makanan V: parahaemolyticus
8%. Bila tumbuh di larutan pepton tanpa NaCI,
dicurigai. lnokulasi dalam larutan p e p t m alkali,
tapi tidak tumbuh di NaCl 8% dan 10% dicurigai
inkubasi 35-37C 5-8jam. Subkultur ke agar TCBS
V: mimicus.
( tiosulfat sitrat bile salt sukrosa), inkubasi 35- - Kultur agar Mac Conkey atau SS pada suhu kamar.
37C 24 jam. V: cholerae juga dapat tumbvh paca Setelah inkubasi 24-48 jam 20-28"C, kebanyakan
suhu kamar.
strain L: enterocolitica menghasilkan koloni kecil
- Agar Mac Conkey atau SS jika dicurigai Yersinia
0,5-1 mm tidak memfermentasi laktosa. lsolasi
enterocolitica. lnkubasi secara aerob suhu kamar dicurigai Y: enterocolitica jika motil pada suhu
48 jam. 20-28C tapi non motil pada suhu 35-37OC, urease
- lnvestigasi enteritis yang disebabkan patogenik
positif fenilalanin deaminase negatif, oxidase
E. coli negatif, pada KIA basa asam tanpa gas dan tanpa
- lnvestigasi keracunan makanan yang disebabkan
H,S. Kebanyakan strain menunjukkan pewarnaan
clostridia, S. aureus, 13. cereus. bipolar.
ANALISIS TINJA 249

REFERENSI

1. Gandasoebrata R. I'enuntun laboratorium klinik. Jakarta:


Dian Rakyat. 1984. p.180-5.
2. Sukartini N. Update analisis tinja [Naskah Lokakarya
B]. Pendidikan Berkesinambungan Patologi Klinik 2005.
Jakarta: Departemen Patologi Klinik FKUl / RSUPN Cipto
Mangunkusumo. 2005.
3. Wallach JB. Interpretation of diagnostic tests. 8th ed. New
York: Lippincott Williams & Wilkins. 2007.
4. Brunzel NA. Fundamentals of urine body fluid analysis. 2nd
ecl. Philadelphia : Saunders. 2004.
5. Jacobs DS, Kasten BL, DeMott WR, Wolfson WL. Laboratory
test handbook. 2nd ed. Baltimore: Lexi-Comp Inc. Williams
& Wilkins. 1990.
6. StrasingerSK. Urinalysis and body fluids. 3rd ed. Philadelphia:
F.A.Davis Company; 1994.
7. McPherson J, editor. Manual of use and interpretation
of pathology tests. 2nd ed. Sydney: The Royal College of
Pathologtsts of Australasia. 1997.
8. Tietz NW. Pancreatic function and intestinal absorption.
In: Tietz NW, editor. Fundamentals of clinical chemistry.
Pltiladelphia: W.B. Saunders co. 1970. p. 806-32.
9. Timan IS. Malabsorpsi dan diare [Naskah Lokakarya
B]. Pendidikan Berkesinambungan Patologi Klinik 2005.
Jakarta: Departemen Patolog Klinik FKUl / RSUPN Cipto
Mangunkusumo.
10. Hill PG. Gastric, pancreatic and intestinal function. In: Burtis
CA, Ashwood ER, Bruns DE, editors. Tietz textbook of clinicaI
chemistry and molecular diagnostics. 4th ed. Pluladelplua:
Elsevier Saunders. 2006. p. 1849-89.
11. Wirawan R. Pemeriksaan darah dalarn tinja [Naskah
Lokakarya B]. Pendidlkan BerkesinambunganPatologiKliruk
2005; Jakarta: Departemen Patologi Klinik FKUI / RSWN
Cipto Mangunkusumo.
12. Pagana KD, Pagana TJ. Mosby's manual of diagnostic and
laboratory tests. 2nd ed. St. Louis: Mosby Inc.. 2002.
13. C. difficile toxin A+B antigen detection microwell ELISA
[package insert]. ~ a l a b a s a iDiagnostic
: Automation, Inc.
2004.
14. Cheesbrough M. Medical laboratory manual of tropical
countries. Oxford: Butterworth I-Ieinemann. 1984.
15. Frankel S, Reitman S, Sonnenwirth AC. Gradwohl's clinical
laboratory methods and diagnosis. 7th ed ed. St. Louis: CV
Mosby. 1970.
16. Mac Faddin JF. Biochemical test for identification of medical
bacteria. 3rd ed. Baltimore: Williams & Wilkins. 1999.
17. Communicable Disease Surveillance and Response Vaccines
and Biological WHO. Background document: the diagnosis,
treatment and prevention of typhoid fever. Geneva: W i O .
2003.
TES FUNGSI GINJAL
Aida Lydia, Pringgodigdo Nugroho

Sebelum membahas tes fungsi ginjal, sebaiknya kita bahas gangguan ginjal dan untuk mengikuti perjalanan penyakit
sedikit mengenai fisiologi normal ginjal. Ginjal melakukan ginjal, tetapi LFG tidak memberikan informasi mengenai
beberapa proses penting: penyebab penyakit ginjal. Bab ini akan membahas perihal
Ginjal mempunyai peranan dalam memelihara penilaian LFG.
lingkungan ekstraseluler yang dibutuhkan sel untuk
berfungsi secara adekuat. Hal tersebut dicapai LAJU FlLTRASl GLOMERULUS
dengan ekskresi sisa produk metabolisme (seperti Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) merupakan produk dari rata-
urea, kreatinin, dan asam urat) dan dengan mengatur rata laju filtrasi setiap nefron, unit filtrasi ginjal, dikalikan
ekskresi air dan elektrolit agar sesuai dengan asupan dengan jumlah nefron di kedua ginjal. Pemeriksaan ini
dan produksi endogen. Ginjal dapat mengatur secara masih merupakan indikator fungsi ginjal yang terbaik.
mandiri ekskresi air dan solut seperti natrium, kalium Untuk setiap nefron, filtrasi dipengaruhi oleh aliran
dan hidrogen, dengan cara mengubah reabsc-rpsidan plasma, perbedaan tekanan, luas permukaan kapiler dan
sekresi di tubulus. permeabilitas kapiler.
Ginjal mempunyai fungsi sekresi hormcln y a r g Nilai laju filtrasi glomerulus bergantung pada jenis
berperan dalam mengatur hemodinamik renal dan kelamin, usia, ukuran tubuh, aktivitas fisik, diet, terapi
sistemik (renin, prostaglandin, dan bradikinir), farmakologi dan keadaan fisiologis tertentu seperti
produksi sel darah merah (eritropoietin), den kehamilan. Untuk wanita, nilai laju filtrasi glomerulus
metabolisme kalsium, fosfor dan tulang (1,25- yang normal adalah 120 ml/menit per 1,73 m2,
dihydroxy-vitamin D3 atau kalsitriol). sedangkan untuk pria nilai normalnya adalah 130 ml/
Pada pasien dengan penyakit ginjal, beberapa atau menit per 1,73 m2. Laju filtrasi glomerulus bervariasi
semua fungsi tersebut dapat menurun atau sama sekali sesuai dengan ukuran tubuh, sehingga perlu disesuaikan
tidak berfungsi. Sebagai contoh, pasien dengan Diabetes dengan area permukaan tubuh, yaitu 1,73 m2. Walaupun
lnsipidus Nefrogenik mempunyai penurunan kemampuin telah disesuaikan dengan area permukaan tubuh, LFG
untuk mengkonsentrasikan urin, tetapi fungsi lainnya diperkirakan 8% lebih tinggi pada pria dibandingkan
normal. Sedangkan pada pasien dengan Penyakit Ginjal wanita. Setelah usia 40 tahun, LFG menurun sebanyak
Tahap Akhir, semua fungsi ginjal dapat terganggu secara 0,75 ml/menit tiap tahunnya. Selama kehamilan, LFG
signifikan, sehingga menyebabkan retensi toksin uremia, meningkat sebanyak 50% pada trimester pertama dan
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit yang nyata, kembali normal setelah melahirkan. LFG memiliki variasi
anemia, dan gangguan mineral dan tulang. diurnal dan 10% lebih rendah pada tengah malam
Pada saat penyakit ginjal didiagnosis, adanya disfungsi dibandingkan sore hari.
atau derajat gangguan fungsi dan kecepatan progresi
perlu dinilai, dan penyakit yang mendasarinya didiagnosis. PENGUKURAN LAJU FlLTRASl GLOMERULUS
Walaupun anamnesis dan pemeriksaan fisik penting, Laju filtrasi glomerulus tidak dapat diukur secara langsung,
tetapi informasi yang berguna didapat dari estimasi Laju oleh karena itu untuk menentukan nilai LFG dilakukan
Filtrasi Glomerulus (CFG) dan pemeriksaan sedimen urin. pengukuran terhadap klirens urin dari suatu petanda
Estimasi LFG digunakan di klinik untuk menilai derajat filtrasi tertentu.
TES FUNGSI GINJAL 25 1 ,a

Konsep Klirens mengukur laju filtrasi glomerulus. Nilai klirens inulin pada
Klirens suatu zat didefinisikan sebagai volume plasma dewasa nuda yang sehat sekitar 127 ml/menit per 1,73 m2
yang dibersihkan dari suatu petanda filtrasi dengan cara untuk pria dan 118 ml/menit per 1,73 rn2 untuk wanita.
ekskresi per satuan waktu. Klirens suatu zat x (Cx) dapat M l t o d e yang digunakan untuk menilai klirens inulin
dihitung dengan rumus Cx = Ax/Px dimana Ax adalah memerl~kaninfus inulin secara IV yang terus menerus
jumlah x yang dibersihkan dari plasma, Px adalah rerata serta pengumpulan urin yang membutuhkan waktu cukup
konsentrasi plasma, dan Cx disebutkan dalam satuan lama. Karena sulitnya teknik ini, dan juga pengukuran
volume perwaktu. Klirens suatu zat x adalahjumlah klirens inulin rr~embutuhkanpemeriksaan kimia yang cukup
urin dan klirens ekstrarenal. Untuk zat yang dieliminasi rumit, maka klirens inulin tidak digunakan secara umum
melalui ginjal dan jalur ekstrarenal, klirens plasma lebih pada praktek klinis untuk rnenilai fungsi ginjal. Teknik ini
tinggi dari klirens urin. biasanya digunakan sebagai suatu alat penelitian. Selain
itu, inulii juga mahal dan sulit untuk didapatkan.
Klirens Urin Selain inulin, petandaeksogen lainyangdapatdigunakan
Klirens urin adalah istilah yang diperkenalkan oleh antara lain iothalamate,iohexol, ethylenediaminetetraacetic
Homer Smith untuk menilai LFG. Jumlah suatu zat x yang acid, and diethylenetriaminepentaacetic acid. Pengukuran
diekskresikan di urin dapat dihitung sebagai produk laju klirens menggunakan petanda eksogen masih sangat
aliran urin (V) dan konsentrasi urin (Ux). Sehingga, klirens mahal, kompleks dan sulit untuk dilakukan di praktek
urin didefinisikan sebagai berikut: klinis.

Cx =(Ux.V)/Px
Petanda Filtrasi Endogen
Ekskresi suatu zat dalam urin bergantung pada filtrasi Terdapat beberapa jenis petanda endogen yang dapat
di glomerulus, sekresi tubulus dan reabsorbsi tubulus. digunakan untuk menilai laju filtasi glomerulus antara lain
Suatu zat yang dapat difiltrasi namun tidak disekresi atau urea, kroatinin dan sistatin C. Urea dan kreatinin paling
direabsorbsioleh tubulus adalah petanda filtrasi yang ideal sering digunakan karena mudah didapatkan. Sistatin C
karena klirens zat tersebut di urin dapat digunakan untuk merupakan petanda baru yang cukup menjanjikan untuk
mengukur LFG. Untukzat-zat tertentu yang dapat difiltrasi menilai laju filtrasi glomerulus.
dan juga disekresikan oleh tubulus, klirens lebih tinggi dari
Kreatinin. Kreatinin merupakan suatu asam amino
LFG, sedangkan untuk zat yang terfiltrasi dan direabsorbsi
endogen yang memiliki berat molekul 113 dalton dan
kembali, nilai klirens lebih rendah dibandingkan LFG.
difiltrasi secara bebas oleh glomerulus. Zat ini adalah
Pengukuran klirens urin memerlukan pengumpulan urin
hasil katabolisme otot dari kreatinin dan kreatinin
dalam waktu tertentu untuk mengukur volume urin, dan
fosfat nelalui proses dehidrasi nonenzimatik. Laju
konsentrasi urin dan plasma dari petanda filtrasi. Perhatian
produksi kreatinin sesuai dengan jumlah massa otot di
khusus diperlukan untuk mencegah pengumpulan urin
tubuh yang dapat diperkirakan dari usia, jenis kelamin,
yang tidak komplit, yang akan mempengaruhi akurasi
ras dan ukuran tubuh. Sumber lain kreatinin adalah
penghitungan klirens.
kreatinin yang berasal dari daging yang dimakan dan
suplerr~enkreatinin. Kreatinin juga terdapat dalam
Klirens Plasma
sekresi intestin, dan dapat didegradasi oleh bakteri
Klirens plasma menghindari perlunya pengumpulan urin
usus. Pada keadaan laju filtrasi glomerulus yang turun,
dalam waktu tertentu pada pengukuran klirens urin. LFG
rute eliminasi kreatinin ekstrarenal ini turut meningkat.
dihitung dari klirens plasma (Cx) setelah injeksi intravena
Antibictik dapat meningkatkan kadar serum kreatinin
bolus petanda filtrasi eksogen. Klirens (Cx) dihitung
dengar cara menghancurkan flora normal usus, sehingga
dari jumlah petanda yang diberikan (Ax) dibagi dengan
mengganggu eliminasi kreatinin ekstrarenal.
konsentrasi plasma (Px). Sama seperti klirens urin, klirens
Penggunaan kreatinin sebagai petanda untuk
plasma dari suatu zat bergantung pada filtrasi glomerulus,
mengukur laju filtrasi glomerulus memiliki beberapa
sekresi dan reabsorpsi tubulus serta eliminasi ekstrarenal.
keuntuigan seperti pemeriksaannya murah dan mudah
Laju filtrasi glomerulus diukur dari klirens plasma dengan
didapatkan. Kreatinin dilepaskan ke sirkulasi secara
rumus sebagai berikut :
konstai, zat ini tidak terikat pada protein dan secara
Cx = Ax/Px bebas difiltrasi melewati membran glomerulus. Zat ini
tidak cireabsorbsi di tubulus dan hanya sebagian kecil
Petanda Filtrasi Eksogen yang disekresikan lewat tubulus.
lnulin merupakan suatu polimer fruktosa berukuran 5200 Beoerapa o bat seperti trimetophrim dan cimetidine
dalton dan klirensnya merupakan standar baku emas untuk merupakan penghambat kompetitif sekresi kreatinin
dan menurunkan klirens kreatinin. Obat-obatan ini akan Rumus Cockcroft-Gault
menyebabkan peningkatan kadar kreatinin serum tar~pa Rumus ini pertama kali dikembangkan pada tahun
mempengaruhi laju filtrasi glomerulus. 1973 dari data 249 laki-laki dengan klirens kreatinin
Klirens kreatinin dapat diukur dengan pengukuran berkisar antara 30-130 ml/menit. Rumus Cockcroft-
ekskresi kreatinin dalam urin 24 jam dan pengukuran Gault mengestimasi klirens kreatinin berdasarkan usia,
tunggal kadar kreatinin serum. Pada pengukuran seperti jenis kelamin, berat badan dan kadar serum kreatinin.
ini, ekskresi kreatinin sekitar 20-25 mg/kg BB per hari Untuk wanita, formulasi ini disesuaikan dengan asumsi
untuk laki-laki dan 15-20 mg/kgBB per hari untuk wanita. kadar kreatinin pada wanita 15% lebih rendah karena
Klirens kreatinin secara sistematis overestimate laju filtrasi jumlah massa otot.
glomerulus karena adanya sekresi kreatinin dari tubulus. Ccr(ml/min)=
Dahulu, jumlah kreatinin yang diekskresikan dari tubulus 1[(140-usia(thn))x berat badan (kg)] x 0.85 (jika perempuan))
relatif kecil yaitu sekitar 10%-I 5%, namun dengan adar~ya ([Kreatininserum (mg/dl) x 721)
pemeriksaan yang lebih akurat diperkirakan nilai yang
Keterbatasan yang dimiliki oleh rumus ini adalah 1).
diekskresikan tersebut lebih besar. Pada keadaan nilai
Rumus ini kurang akurat untuk LFG di atas 60 ml/
laju filtrasi glomerulus yang rendah, jurnlah treatinin
menit. 2). Rurnus ini lebih memperhitungkan klirens
yang diekskresikan oleh sekresi tubulus melebihi jumlah
kreatinin daripada laju filtrasi glomerulus, sehingga
kreatinin yang difiltrasi.
dapat terjadi overestimasi LFG. 3). Pemeriksaan yang
Pemeriksaan Kreatinin digunakan untuk mengukur kadar kreatinin saat
Metode yang paling banyak digunakan untuk rnembuat rumus ini adalah dengan perneriksaan lama,
pemeriksaan kreatinin adalah metode Jaffe (metode sehingga tidak dapat dikalibrasikan dengan rnetode
alkalin pikrat) yang didasarkan pada reaksi dari pemeriksaan kreatinin terbaru.
kreatinin dan alkalin pikrat. Berbagai kromogen Berbagai obat diekskresikan oleh ginjal dan
selain kreatinin dapat menganggu perneriksaan, dan harus dilakukan penyesuaian dosis saat laju filtrasi
menyebabkan kesalahan pada sekitar 20% subjek. glomerulus rnenurun. Rurnus Cockcroft-Gault telah
Keton, glukosa, fruktosa, protein, urea d m asam digunakan secara luas untuk penyesuaian dosis obat
askorbat dapat beraksi pula dengan pikrat, sehingga tersebut.
menyebabkan peningkatan kadar kreatin n palsu. Rumus Studi Modification of Diet in Renal Disease
Tanpa menghilangkan kromogen non-kreatinin, (MDRD)
nilai normal kreatinin dengan metode Jaff? adalah Rumus MDRD dikembangkan pada tahun 1999
1,6-1,9 mg/dl untuk orang dewasa. Sedangtan, saat dengan menggunakan data dari 1628 pasien
kromogen non-kreatinin dihilangkan, maka nilai dengan penyakit ginjal kronik. Rurnus ini awalnya
normal kreatinin sekitar 1,2-1,4 mg/dl. Kadar untuk menggunakan enam variabel yang kernudian direvisi
wanita 0,l-0,2 mg/dL lebih rendah. menjadi empat varibel yaitu kadar serum kreatinin,
Kreatinin dapat pula diukur secara eizimatik usia, jenis kelarnin dan ras. Rurnus ini telah divalidasi
menggunakan creatinine amidohydrolcse atau untuk pasien dengan penyakit ginjal diabetik, resipien
creatinine iminohydrolase. Pengukurar secara transplan ginjal serta untuk pasien dengan ras Afrika-
enzimatik ini tidak rnendeteksi kromogen selsin Amerika. Validitas rumus ini independen terhadap
kreatinin, sehingga nilai kreatinin yang ditujutan lebih etiologi penyakit ginjal kronik. Pada tahun 2004, The
rendah dibandingkan dengan metode Jaffe. National Kidney Disease Education Program of the
Rumus untuk Estimasi Laju Filtrasi Glomerulus National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney
Menggunakan Kreatinin Plasma Diseases rnerekornendasikan penggunaan rurnus ini
Laju filtrasi glomerulus dapat diprediksi dari kadar untuk rnemprediksi nilai laju filtrasi glomerulus.
serum kreatinin menggunakan rurnus yang memiliki LFG (ml/min/1.73 m2) = 186 x Scr (rng/dl)-1,154 x
variabel antara lain usia, jenis kelamin, ras, ukur.sn Umur-0,203 x 0,742 (jika perernpuan) x 1,210 (jika
tubuh. Berbagai rurnus telah dibuat untuk rrengukur ras Afrika-Arnerika)
laju filtrasi glomerulus seakurat rnungkin namun
Rumus ini merniliki beberapa keunggulan, antara
masih saja ditemui berbagai keterbatasan terutarna
lain tidak rnernbutuhkan tinggi atau berat badan dan
untuk pasien-pasien yang diamputasi, rnemiliki ukuran
telah divalidasi untuk resipien transplan ginjal rnaupun
tubuh yang lebih besar atau lebih kecil dari rata-rata,
ras Afrika Amerika.
pasien dengan muscle wasting syndrome ataupun
pasien dengan diet daging yang lebih tinggi atau Rumus Chronic Kidney Disease Epidemiology
lebih rendah dari rata-rata. Collaboration (CKD-EPI)
TES FUNGSI GINJAL

Rumus baru CKD-EPI dibuat berdasarkan data sebagai penanda kerusakan dari sel epitel tubulus dalam
subyek yang banyak dari studi dengan karakteristik ha1 ini se! tubulus proksimal ginjal. Pembentukan sistatin
populasi yang beragam, pasien dengan atacr C tidak terlalu bervariasi antara satu individu ke individu
tanpa penyakit ginjal kronik, diabetes dan pasien yang lainnya bila dibandingkan dengan kreatinin. Laju
transplantasi. Rumus ini masih menggunakan empat produksi sistatin C tidak dipengaruhi oleh faktor massa
variabel rumus MDRD tetapi menggunakan model otot, jenis kelamin dan juga ras. Dari beberapa penelitian
hubungan antara LFG dan kreatinin serum yang didapatkan inflamasi, jaringan lernak, penyakit tiroid,
berbeda. Model yang berbeda ini secara sebagian keganasan tertentu dan penggunaan kortikosteroid dapat
memperbaiki underestimasi LFG pada nilai yang lebih meningkatkan kadar sistatin C.
tinggi yang didapatkan pada rumus MDRD. Sehingga Terdapat dua jenis pemeriksaan yang dapat diguna-
rumus CKD-EPI sama akuratnya dengan rumus MDRD kan untuk menilai sistatin C yaitu particle enhanced
pada LFG dibawah 60 ml/min per 1,73 m2 dan lebih turbidimetric immunoassay (PETIA) dan particle-enhanced
akurat pada nilai LFG yang lebih tinggi. nephelometric immunoassay (PENIA). Beberapa penelitian
terakhir membandingkan kadar serum kreatinin dan
LFG (ml/min/1.73 m2)= 141 x min(Scr/~,l)x max(Scr/
sistatin C sebagai prediktor fungsi ginjal. Dari penelitian
~,1)1,209x 0,993umur x 1,018 (jika perempuan) x
tersebut disimpulkan bahwa Sistatin C jauh lebih baik
1,157 (jika ras Afrika-Amerika)
dibandingkan kreatinin. Walaupun demikian, sistatin C
Rumus ini dapat memberikan estimasi LFG pada
masih mahal dan belum terlalu banyak digunakan.
seluruh kisaran nilai LFG tanpa bias yang bermakna.
Pada populasi tertentu seperti pada anak-anak,
Beberapa penulis berpendapat bahwa rumus CKD-EPI
orang tua, pasien transplantasi, pasien dengan penyakit
sebaiknya digunakan di klinik untuk menggantikan
neuromuskular atau liver serta individu dengan nilai LFG
rumus MDRD.
yang tinggi, sistatin C dapat memprediksi fungsi ginjal
Urea. Urea adalah suatu molekul dengan berat molekul dengan lebih baik. Pasien dengan gagal ginjal akut, kadar
60 d, dihasilkan dari katabolisme protein oleh hati. serum sistatin C meningkat lebih cepat dibandingkan
Beberapa faktor yang meningkatkan produksi urea serum kreatinin. Walaupun demikian, masih dibutuhkan
meliputi peningkatan jumlah protein dalam tubuh lebih banyak data untuk menyatakan bahwa sistatin C lebih
akibat hiperalimentasi ataupun reabsorbsi darah akurat dalam mendeteksi perubahan fungsi ginjal.
setelah terjadinya perdarahan gastrointestinal. Infeksi,
penggunaan kortikosteroid atau kemoterapi juga
meningkatkan produksi urea. Penurunan produksi urea APLlKASl K L l N l S ESTlMASl LAJU FlLTRASl
terjadi pada keadaan malnutrisi berat dan penyakit GLOMERULUS
liver. Kadar urea serum mempunyai peran yang terbatas
untuk menilai LFG disebabkan banyaknya variabel non- Estimasi laju filtrasi glomerulus diperlukan untuk
LFG yang berpengaruh, terutama pembentukannya dan mendeteksi, evaluasi dan penatalaksanaan penyakit
reabsorpsinya di tubulus. ginjal 1:ronik. Penggunaan kadar serum kreatinin saja
Urea difilrasi secara bebas oleh glomerulus dan untuk menilai laju filtrasi glomerulus tidak menunjukkan
direabsorbsi kembali secara pasif di nefron proksimal hasil sang mernuaskan, dan dapat menyebabkan
dan distal. Penurunan perfusi ginjal seperti pada keterlambatan dalam mendeteksi penyakit ginjal kronik
keadaan kekurangan cairan dan keadaaan antidiuresis, serta pengklasifikasian derajat penyakit ginjal kronik.
meningkatkan reabsorpsi urea. Akibat reabsorpsi tubulus Rumus yang digunakan untuk mengestimasi laju
ini, klirens urin urea menunjukkan nilai estimasi LFG yang filtrasi ginjal menggunakan kadar serum kreatinin masih
lebih rendah. rnempclnyai kekurangan, terutama untuk pasien yang
memiliki permasalahan dengan jumlah massa otot. Pada
Sistatin C. Sistatin C adalah suatu asam amino dengan keadasn seperti ini, pengukuran laju filtrasi glomerulus
berat molekul 13kD, inhibitor cysteine proteinase yang menggunakan petanda eksogen atau klirens urin lebih
dapat difiltrasi secara bebas di glomerulus. Seluruh sel akurat.
berinti memproduksi substansi ini dan laju produksi- Pada gangguan ginjal akut terdapat keterlambatan
nya relatif konstan dari usia 4 bulan hingga 70 tahun. sebelum terjadi peningkatan kadar serum petanda filtrasi
Zat ini sedang dikembangkan sebagai pengganti serum endogen akibat perlunya waktu untuk retensi. Sebaliknya,
kreatinin untuk memprediksi laju filtrasi glomerulus. setelah terjadi perbaikan LFG, terdapat keterlambatan
Setelah difiltrasi, sistatin C direabsorbsi seluruhnya dan penurunan kadar serum petanda akibat perlunya waktu
dikatabolisme oleh sel epitel tubulus. Oleh karena itu, untuk ekskresi petanda yang tadinya teretensi. Walaupun
ditemukannya sistatin C di dalam urin dapat digunakan beg it^, perubahan estimasi LFG pada keadaan akut dapat
berguna sebagai indikator besar dan arah perubahan
LFG.

REFERENSI

Inker LA, Perrone RD. Assessment of kidney function: Serum


creatinine; BUN; and GFR. In: UpToDate, Basoti., DS (Ed),
UpToDate, Waltham, MA, 2011.
Stevens LA, Shastri S, Levey AS. Assesment of Renal Function.
1n:Floege J, Johnson R, Feehally J (Ed), Comprehensive
Clinical Nephrology 4th edition. Philadelphia: WB Saunders;
2010.
McPherson RA, Pincus MR. Henry's Clinical Diagnosis
and Management by Laboratory Methods 21st edition.
Philadelphia: WB Saunders; 2007.
Stevens LA, Cores11 J, Greene T, Levey AS. Assesing Kidney
Function: Measured and Estimated Glomerular Filtration
Rate. N Engl J Med 2006. 354247343,
Levey A, Coresh J, Balk E, Kausz AT, Levin A, Steffes MW, et. Al.
National Kidney Foundation Practice Guidelines for Chronic
Kidney Disease: Evaluation, Classification, and Stratification.
Ann Intern Med. 2003: 139; 137-47.
Stevens L, Levey A. Measured GFR as a Conhrmatory Test for
Estimated GFR. J Am Soc Nephrol2009.20: 2305-13.
TES PENANDA DIAGNOSTIK JANTUNG
Marzuki Suryaatmadja

PENDAHULUAN dianjurkan adalah peningkatan CK dan CKMB (sebagai


baku emas) pada 2 hari pertama sakit dan juga LDH dan
Penemuan peningkatan kadar serum glutamateoxaloacetate HBDH bila pasien datang lambat, lewat 2 hari setelah
transferase (SGOT) atau aspartate transaminase (AST) serangan, sesuai dengan pola perubahan keaktifan (kadar)
dalam darah yang berasal dari 2 orang pasien dengan enzim-enzim tersebut. Sebagai penanda biokimiajantung,
infark miokard akut (IMA) oleh Wroblewski dan La Due kemudian dari penanda enzim diperluas dengan berbagai
pada tahun 1954 yang dilaporkan dalam jurnal Science protein seperti myoglobin, troponin (TnT dan Tnl), heart
telah membuka era baru yaitu enzimologi diagnostik f ~ t t acid
y bindingprotein (HFABP), dan lain-lain. Pada tahun
dimana peningkatan kadar/aktivitas enzim dalam darah 2000 para cardiologist telah memilih troponin sebagai
menunjukkan adanya kerusakan sellorgan tertentu. baku emas baru penanda IMA dan ditegaskan kembali
Penemuan AST dilanjutkan dengan enzim lactate psda tahun 2007.1,4
dehydrogenase (LDH) dan hydroxybutyrate dehydrogenase Selain sebagai penanda nekrosis miokard, ada banyak
(HBDH), kemudian creatine kinase (CK) total dengan penands biokimia lain yang berkaitan dengan berbagai
isoenzim creatine kinase-MB (CKMB) sebagai penanda proses penyakit kardiovaskular (PKV) seperti dislipidemia
enzim untuk infark miokard akut. Pada kriteria WHO untuk sebagai penanda pembentukan aterosklerosis, c-reactive
diagnosis IMA pada tahun 1978, penanda jantung yang protein (CRP) sebagai penanda inflamasi dan risiko, ,I

ketidakstabilan plak, iskemia, ruptur plak, fungsi trombosit


dan hemostasis, dan B-natriuretic peptide (BNP) dan
N-terminal B-natriuretic peptide (NT-BNP) sebagai

I
CK-MB mass 3-12 jam 12-24 jam 2-3 harl

2- 6 jam 6-12 jam 1 hari

3-8 jam 12-24 jam 7-10 harl


,a

3-8 lam 1246 lam 7-14 harl I

Gambar 1. Triage diagnosis sindrom koroner akut berdasarkan


ESC (2001) Gambar 2. Perubahan kadar penanda jantung pada IMA
METODE PEMERIKSAAN PENANDA JANTUNG

Pada awalnya perneriksaan keaktifan CK dan CK-MB


dilakukan dengan cara fotornetris. Kernudian CK-MB juga
diperiksa dengan rnetoda irnunologis (immunoassay), yang
berdasarkan reaksi antigen-antibodi, sebagai CK-MB mass.
Dengan pengernbangan penanda-penanda dari enzirn
ke protein/peptida rnaka urnurnnya dipergunakan cara
irnunoiogis, rnisalnya irnunoturbidirnetri, irnunonefelornetri,
enzyme-link-immuno-sorbent-assay (ELISA), enzyme-
immunoassoy (EIA), micro-particle-enzyme-immunoassay
(MEIA), elektrokernilurninesen (electrochemiluminescent-
immunoassay = ECLIA), dll. Oleh karena diperlukan
kecepatan hasil perneriksaan penanda jantung pada SKA
Garnbar 3. Grafik Perubahan Kadar Penanda Jantung pada
rnaka dikernbangkan uji cepat yang dikenal sebagai point-
STEMI.
of-care-testing (POCT). Uji ini dapat dikerjakan di ternpat
penanda stres hernodinarnik. Pendekatan ini dikenal pasien, kebanyakan dengan metoda irnunokrornatografi,
sebagai penanda ganda (multi markers). Kini penanda yang rnenggunakan reagen kering. Pada perrnulaan cara
biokirnia kardiovaskular telah rnanjadi bagian dari penata- ini rnernberikan hasil kualitatif (positif atau negatif) karena
laksanaan pasien dengan penyakit kardiovaskular u n x k dibaca ada-tidaknya garis pada daerah uji. Kernudian cara
pencegahan primer, diagnosis dini dan percegakan ini dikernbangkan rnenjadi kuantitatif (hasil berupa angka
sekunder penyakit kardiovaskular, juga untuk progncgsis kadar) dengan bantuan alat pernbaca.
dan stratifikasi r i ~ i k o . ~ Bahan untuk perneriksaan dengan cara irnuno-
Oleh karena penanda untuk diagnosis IMA pada krornatografi biasanya dengan darah utuh, sedangkan
pasien yang rnasuk ke instalasi gawat darurat (IGD) atau untuk fotornetris dan immunoassay biasanya dengan
emergency room (ER) dengan sindrorn koroner akut (SKA) serum atau plasma heparin, atau EDTA atau sitrat.
arnat penting dan diperlukan hasilnya secepatnya rnaka Dengan dernikian terdapat pilihan perneriksaan
perneriksaan penanda jantung khususnya untuk deteksi dikerjakan di Laboratoriurn pusat atau di iaboratoriurn satelit
nekrosis rniokard dapat dikerjakan di laboratori~rnpusat atau seternpat, dan dikerjakan dengan cara immunoassay
atau d i laboratoriurn satelit atau d i ternpat dengan atau uji cepat POCT. Keterbatasan perneriksaan POCT adalah
rnenggunakan alat point-of-care testing (POCT). kinerja analitiknya (ketelitian, kepekaan dan batas deteksi)
Pada rnakalah ini akan dibahas secara singkat yang urnurnnya kurang baik dibandingkan dengan rnetoda
beberapa penanda jantung seperti hsCRP, CK dan CK-MB, di laboratoriurn pusat yang rnenggunakan immunoassay
troponin, hs-troponin, HFABP, dan BNP/ NT-BNP. Juga dengan reagen kirnia basah. Keunggulan perneriksaan POCT
akan dibahas rnetoda pemeriksaan penanda-penanda adalah terutarna faktor kecepatan (waktu periksa sarnpai
tersebut. hasil = turn-around-time) dan kernudahan pengerjaannya.

Garnbar 4. Pendekatan Kelainan Jantung lskernik dengan Garnbar 5. Perneriksaan Penandajantung dengan cara kualitatif
Banyak Penanda Jantung pada berbagai tahap perubahar. dan kuantitatif rnenggunakan alat Point-of-care Testing dan Alat
otomatis di Laboratoriurn Pusat.
TES PENANDA DlANOSTlK JANTUNG

HIGH SENSITIVE C-REACTIVE PROTEIN (HSCRP) mendapat infark miokard dan penyakit vaskular perifer
berat. Namun kadar hsCRP > 10 mg/L perlu diulang dalam
CRP berupa molekul 105 kilo Dalton (kD), yang terdiri jangka waktu 2 minggu untuk menyingkirkan pengaruh
dari 5 rantai polipeptida yang identik yang membentuk inflamasi a k ~ t . ~ , ' ~
suatu cincin. Sebagai protein fase akut (PFA) klasik,
CRP diproduksi di hati, yang paling pertama kadarnya
meningkat dengan cepat selama proses inflamasi.
Kompleks CRP mengaktifkan sistem komplemen, dimulai
dengan Clq, kemudian CRP mengawali opsonisasi
dan fagositosis sel penyerang tetapi fungsi utamanya
adalah mengikat dan mendetoksifikasi bahan toksik
endogen yang diproduksi sebagai hasil dari kerusakan
jaringan.6
Beberapa penelitian telah menyimpulkan bahwa
CRP pada kadar rendah, yang diperiksa dengan metoda
khusus, (high sensitive CRP) merupakan penanda yang
memprediksi risiko penyakit jantung koroner pada
seseorang yang tampak sehat dan sebagai indikator
prognosis kekambuhan. Peningkatan kadar CRP tidak
spesifik dan penafsirannya harus dilakukan bersama Gambar 6. Penafsiran kadar high sensitivity-C Reactive Protein
sebagai xediktor risiko kardiovaskular.
riwayat klinis lengkap Beberapa pedoman telah di-
terbitkan oleh the American Heart Asssociation (AHA)
dan Centers for Diseases Control and Prevention (CDC) di
Amerika Serikat mengenai penggunaan tes hsCRP pada CREATINE KINASE (CK)
penilaian risiko kardiovaskular. Pengujian risiko tidak boleh
dilakukan bila terdapat indikasi infeksi, inflamasi sistemik, Cahulu enzirn ini dinamakan creatine phospho-kinase
dan trauma. Hasil pemeriksaan hsCRP > I 0 mg/L yang (CPK) namun sekarang dikenal sebagai creatine kinase
menetap dan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya (CK). Enzim ini ditemukan pada awal tahun 1960-an,
harus dinilai untuk penyebab bukan kardiovaskular. terdapat di otot jantung, otot rangka, otak dan beberapa
Pengulcuran harus dilakukan pada pasien dengan organ lain. Pada tahun 1970-an dengan penemuan
keadaan metabolik stabil dan dibandingkan dengan data isoenzim maka CK sebagai enzim dimerik dapat dibedakan
sebelumnya. Secara optimal, diambil rerata kadar hsCRP dalam 4 bentuk, yaitu isoenzim sitosolik CK-MM (tipe
dari 2 nilai yang diukur terpisah dalam jangka waktu 2 otot /muscle type), CK-BB (tipe otak / brain type), CK-MB,
minggu. Parameter hsCRP ini tidak disarankan untuk dan isoenzim mitokondrial. Oleh karena itu CK total tidak
menggantikan faktor risiko kardiovaskular tradisional. spesifil-: sebagai penanda miokard. Pada pemeriksaan
Penapisan pada populasi orang dewasa tidak dianjurkan. keaktifan CK totai dengan cara fotometris, nilai rujukan
PenatalaksanaanSindrom Koroner Akut (SKA) tidak boleh (tergantung metodik) umumnya <I90 U/L untuk laki-laki
tergantung semata pada hasil hsCRP dan juga penerapan dan < 167 untuk perempuan.
cara pencegahan sekunder tidak boleh hanya berdasarkan
kadar hsCRP tetapi harus berdasarkan penilaian risiko
global. Pemantauan pengobatan tidak boleh didasarkan CREATINE KINASE- ISOENZIM MB ( C K - M B )
pada pengukuran hsCRP secara serial.
Pengukuran kadar hsCRP dapat dilakukan dengan CK-ME adalah isoenzim CK yang terdapat terutama (15-
banyak metoda, umumnya secara immunoassay misalnya 20%) di miokard dan sedikit di otot rangka (terutama
nefelometri, turbidimetri dan aglutinasi. Nilai rujukan CRP pada atlit). Pada IMA, CK-MB dideteksi dalam darah
yang dianut ada beberapa versi satuan, yaitu <0,5 mg/ 3-8 jam setelah timbulnya gejala jantung dan masih
dL menurut IFCC/CRM 4780, atau <5,0 mg/L atau <47,6 dapat dideteksi selama beberapa waktu tergantung dari
nmol/L; sekarang ini umumnya dipakai <5,0 mg/L. Untuk perjalanan kelainan. CK-MB juga dapat dideteksi pada
hsCRF: berdasarkan rekomendasi CDC/AHA untuk penilaian kelainan di luarjantung misalnya pada rhabdomiolisis dan
risiko penyakit kardiovaskular, kadar berturut-turut < strok. lalam lingkup diagnostik laboratorium, penetapan
1,O; 1.0-3.0; dan 3.0-10.0 mg/L ditafsirkan memberikan CK total dan troponin dapat membantu membedakan
risiko relatif berturut-turut rendah, sedang, dan tinggi. gambaran klinis tersebut. Kepekaan (sensitivity)penetapan
Kadar hsCRP yang lebih tinggi lebih besar kemungkinan CK-MB tergantung dari waktu pengambilan sampel darah.
Karena itu penting pemantauan dengan pemeriksaan dibedakan antara jenis T, I , dan C; yang penting untuk
ulang/ serial. Diagnosis IMA didasarkan pada 5 temuan, diagnostikjantung adalah Troponin T (TnT) dan Troponin
yaitu CK total > 190 U/L, CK-MB >24 U/L dan rasio CK-LIB/ I (Tnl). Meskipun fungsi Troponin sama pada semua
CK total >6% (umumnya 6-25%). otot lurik, TnT dan Tnl yang berasal dari otot jantungl
Pemeriksaan CK-MB dapat dilakukan dengan beberapa miokardium dapat dibedakan dari yang berasal dari
cara. Ada yang berdasarkan keaktifannya sebagai enzim otot skelet dengan menggunakan antibodi monoklonal,
(CK-MB act), ada pula sebagai massa (CK-NB mass). dikenal sebagai cTnT dan cTnl. Berat molekul cTnT, 39,7
Pengukuran CK-MB berdasarkan keaktifannya dilakukan kD sedangkan cTnl 23,9 kD. Keduanya bersifat spesifik
dengan fotometer, biasanya dengan cara immunomhibition, dan sensitif untuk kerusakan miokardium. Pada IMA,
dan hasilnya dinyatakan secara kuantitatif dengan kadar cTnT serum meningkat sekitar 3-4 jam setelah
nilai rujukan <25 U/L. Pengukuran CK-MB berdasarkan gejala jantung dan dapat tetap tinggi sampai 14 hari,
massanya, dengan uji cepat kualitatif atau kuantitatif dan sedangkan kadar cTnl mulai meningkat sekitar 3-6
dengan cara elektrokemiluminesen immunoassay dengan jam setelah timbul gejala, mencapai puncaknya pada
nilai rujukan <72 ng/mL untuk laki-laki dan <E8 ng/mL 12-16 jam, dan dapat menetap selama 4-9 hari. cTnT
untuk perempuan. Untuk diagnosis penafsiran hasil harus merupakan penanda prognosis bebas (independent)
selalu dilakukan dengan mempertimbangkan riwayat sakit, yang dapat memprediksi akibat jangka dekat, sedang,
pemeriksaan klinis dan temuan lain.11 dan lama pasien dengan SKA, juga berguna untuk
mengenal pasien yang mendapat manfaat dari terapi
antitrombotik.
MlOGLOBlN (MG) Komisi bersama dari the European Society of
Cardiology (ESC), dan the American College of Cardiology
Mioglobin merupakan protein sitoplasmikdalam otot lurik (ACC) telah mendefinisi ulang IMA yaitu IMAdidiagnosis
jantung dan skelet, ikut berperan pada angkutan oksigen bila kadar cardiac Troponin di atas 99 %-ti1 batas rujukan
di dalam miosit dan juga sebagai penampung oksigen. (dari populasi sehat) pada keadaan klinis iskemia
Berat molekul mioglobin 17,8 kD, cukup kecil, yang akut. Pada kadar tersebut ketidaktelitian (imprecision),
memungkinkannya untuk lewat dengan cepat ke sirkulasi dinyatakan dengan koefisien variasi (CV), untuk tiap
setelah adanya kerusakan miosit. Penetapan rrlioglobin tes harus < I 0 %.I3 Oleh karena itu pasien dengan SKA
dalam serum penting untuk diagnosis IMA, reinfark dini, didiagnosis IMA (STEM1 atau NSTEMI) bila cTn dan /
dan reperfusi yang berhasil pasca terapi lisis. Kadarnya atau CK-MB meningkat dan angina tidak stabil (unstable
sudah meningkat sekitar 2jam setelah timbul gejala. Oleh angina = UA) bila cTn dan CK-MB masih dalam batas
karena itu mioglobin digolongkan sebagai penanda dini rujukan. Berdasarkan definisi ulang tersebut telah
untuk IMA. Tergantung dari tindakan reperfusi pengobatan diterbitkan beberapa pedoman.14
yang dilakukan, kadar mioglobin serum mencapai puncak Perlu diketahui bahwa kenaikan Tn oleh karena jejas
4-12 jam setelah mulainya infark dan turun ke tingkat miokard juga dijumpai pada gagal jantung kongestif,
normal setelah kira-kira 24 jam. Kadar rnioglobin juga kardiomiopati, miokarditis, kontusiojantung, transplantasi
meningkat pada kerusakan otot skelet dan gangguan jantung, disfungsi ventrikel kiri pada renjatan septik,
berat fungsi ginjal. terapi intervensi seperti bedah jantung, PTCA, dan
Pemeriksaan mioglobin dapat dilakukan dengan cara kardiotoksisitas oleh karena obat. Tn dapat mendeteksi
cepat kualitatif atau kuantitatif dengan cara immcnoassay. infark mikro miokard. Oleh karena itu kadar Troponin
Bahan pemeriksaan dapat berupa darah utuh untuk cara yang meningkat mengindikasikan jejas miokardial tetapi
imunokromatografi, dan serum atau plasma heparin, EDTA tidak sinonim dengan mekanisme iskemik dari jejas.
atau sitrat untuk immunoassay.Nilai rujukan sekitar 28-72 Peningkatan kadar cTnT dilaporkan pula pada pasien
ng/rnL pada laki-laki dan 25-58 ng/mLpada perernpuan, dengan gagal ginjal, emboli paru, strok, bedah bukan
menggunakan cara kerniluminesen. Nilai rujukan jantung, juga pada rhabdomiolisis, dan polimiositis.
mungkin berbeda berdasarkan metoda dan populasi. Bahan pemeriksaan dapat berupa darah utuh, serum
Tiap laboratorium disarankan untuk menetap;<an nilai atau plasma heparin, EDTA, atau sitrat. Pemeriksaan
rujukannya sendiri dengan populasi setempat.12 dapat dilakukan dengan uji cepat dan dapat pula dengan
metoda immunoassay. Nilai rujukan dengan metoda
elektrokemiluminesen untuk cTnT < 0,010 pg/L, sedangkan
TROPONIN (TN) untuk cTnl <0,160 pg/L. Karena kinetik pelepasan cTn maka
hasil rendah pada pemeriksaan padajam-jam pertarna dari
Troponin merupakan komponen aparatus kontraktil otot awitan gejala belum dapat menyingkirkan diagnosis IMA
lurik, sebagai protein pengatur kunci. Troponin dapat dan perlu dipantau secara ~ e r i a l . ' ~ ~ ' ~
TES PENANDA DlANOSTlK JANTUNG

TROPONIN HIGH SENSITIVE (HSTROPONIN) Troponin generasi sebelurnnya maka diagnosis IMA dapat
ditegakkan lebih dini.22,23
Pada diagnosis NSTEMI penting sekali perneriksaan
penanda nekrosisjantung. Menurut definisi universal yang
baru, IMA didiagnosis bila didapatkan peningkatan kadar HEART FATTYACID BINDING PROTEIN (HFABP)
cTn di atas 99%-ti1 batas rujukan (dari populasi sehat)
bersama dengan adanya bukti iskemia miokardium (gejala, Protein pengikat asam lemak kardiak ini ditemukan pada
perubahan EKG, atau pencitraan). Definisi ini memerlukan tahun 1988, merupakan protein sitoplasrna terdiri dari
pemeriksaan troponin dengan ketidaktelitian, dinyatakan 132 residu asarn amino dengan berat molekul 15kD,
dengan CV, yang 510 % pada kadar di nilai batas rujukan berikatar,dengan asam lemak rantai panjang dan berperan
tersebut. Pada pedoman yang baru cTn juga merupakan penting intraseluler sebagai pembawa asarn lemak rnasuk
penanda jejas miokardium yang disukai untuk diagnosis ke mitokhondria. Selain di jantung FABP juga dapat
dan pengobatan NSTEM1.17,18 ditemukan di jaringan lain seperti usus dan hati. FABP
Kadar rendah cTnT dapat dideteksi pada pasien yang berasal dari jantung, HFABP, dapat dibedakan dari
dengan keadaan klinis stabil seperti pasien dengan gagal yang lain dan diukur tersendiri menggunakan antibodi
jantung baik yang iskernik maupun yang tidak iskernik, rnonokl~nal.~~
berbagai bentuk kardiomiopati, gagal ginjal, sepsis, dan Setelah serangan iskemia rniokard, kadar asarn lemak
diabetes. Peningkatan kadar cTnT berhubungan dengan intraseluler mulai meningkat secara bermakna dalam 20-
beratnya penyakit arteri koroner dan hasil buruk tidak 45 menit, terakumulasi di jaringan miokardium dan ha1
tergantung pada kadar natriuretic peptide. Kadar rendah ini dihubungkan dengan terjadinya aritmia, peningkatan
troponin T merupakan prediktor bebas (independent)dari ukuran infark miokardium dan penurunan kontraktilitas
kejadian kardiovaskular termasuk timbul dan kekambuhan miokardium. Pada keadaan iskernia, HFABP penting
fibrilasi atrium.lg untuk mencegah kerusakan jaringan. Pada IMA, HFABP
Pemeriksaan hsTnT menggunakan cara immunoassay dilepaskan ke aliran darah oleh miosit yang rusak dan
kerniluminesen dengan 2 jenis antibodi monoklonal secara cepat dibersihkan dari darah oleh filtrasi ginjal.
yang khusus ditujukan pada jantung Troponin T rnanusia, Kadar HzABP plasma/ serum dilaporkan meningkat di atas
mengenali 2 epitop di bagian tengah, yaitu asam amino nilai r u j ~ k a ndalam 1,5-3 jam pertarna dari permulaan
125-131 dan 136-147. Selain pengernbangan cTnT juga infark, dan kembali normal dalam 24 jam. McCann dkk
ada pengernbangan hsTnl dengan nilai rujukan tersendiri. rnendapatkan bahwa pengukuran HFABP dalam serum
Bahan perneriksaan dapat serum atau plasma EDTA, atau penderira dengan nyeri dada iskemik akut pada waktu
heparin. Nilai rujukan menggunakan cara kernilurninesen awal akan membantu diagnosis dini IMA dan melengkapi
pada nilai batas 9 %-ti1adalah hsTnT 14 ng/L (atau pg/mL) pengukuran Troponin T kardiak (cTrop-T). Untuk
dengan 95 % confidence interval 12,7-24,9 ng/L (pg/rnL). penderita yang datang dalam 4 jam dari mulainya gejala,
Kadar terendah dengan CV 10 %, sebagaimana persyaratan kepekaan (sensitivity)HFABP lebih tinggi secara bermakna
Universal definition, adalah 13 ng/L (pg/mL).20-21 Dengan dibandiqgkan cTrop-T tetapi spesifisitasnya (71%) lebih
kepekaan hsTroponin yang jauh lebih baik daripada rendah daripada cTrop-T (95%).25

i
1
-
-- CK-MB
cTnl - H-FABP
w"0
1 cTnT
Penanda Jantung Infark Miokard:
HFABP, Mioglobin lebih cepat daripada CK-MB, cTnI, cTnT
Garnbar 7. Perubahan kadar hs-Troponin T dan cTroponin T Garnbar 8. Penandajantung infark rniokard
pada pasien dengan Non-STEMI.
Pemeriksaan HFABP dapat dilakukan dengan uji cepat menunjukkan NT-proBNP merupakan prediktor bebas
baik kualitatif maupun kuantitatif. Bahan pemeriksaan terkuat untuk kematian dalam 1 tahun bagi pasien dengan
berupa darah utuh ataupun serum atau plasma heparin. SKA.30Parameter ini juga berguna untuk membedakan
Nilai rujukan pada individu yang sehat kadar HFABP relatif penyebab kardiak dari non-kardiak dan membantu
rendah, yaitu 5 6 ng/m1.26*27 mengenali subyek dengan disfungsi ventrikel kiri. Task
Force dari ESC untuk diagnosis dan pengobatan gagal
jantung kronis menganjurkan dalam pedoman yang
B-NATRIURETIC PEPTIDE diterbitkannya bahwa BNP dan NT-proBNP mungkin
paling bermanfaat secara klinis untuk menyingkirkan
Kelompok peptida natriuretik terdiri dari natriuretik A diagnosis gagal jantung berdasarkan nilai prediktif negatif
(A-type natriuretic peptide atau dahulu dikenal sebagai yang amat tinggi dan k~nsisten.~' Perubahan kadar NT-
atrial natriuretic peptide = ANP), natriuretik B (B-type proBNP dapat dipergunakan untuk menilai keberhasilan
natriuretic peptide atau dahulu dikenal sebagai brain pengobatan pasien dengan disfungsi ventrikel kiri, juga
natriuretic peptide = BNP) dan C-type natriuretic peptide baik untuk menilai remodeling vaskular dan membantu
(CNP). ANP dan BNP merupakan antagonis pengaruh prosedur rehabilitasi perorangan. Kadar NT-proBNP juga
sistem renin-angiotensin-aldosteron dengan kerjanya mewakili fungsijantung dan mengindikasikan peningkatan
sebagai diuretik/ natriuretik dan vasodilator terhadap risiko retensi cairan pada pasien yang direncanakan untuk
keseimbangan elektrolit dan aira an.^^ diberikan obat yang potensial kardiotoksik atau intervensi
Disfungsi jantung terjadi dan berkembang mulai dari yang menyebabkan retensi cairan atau volume overload,
tanpa gejala sampai yang berat. Klasifikasi yang dianut misalnya penghambat COX-2, dan NSAID.
umumnya mengacu kepada New York Heart Asociation Pemeriksaan BNP dapat ditujukan kepada fragmen
(NYHA) yang membagi dalam kelas 1-4 berdasarkan aktif BNP atau fragmen tidak aktif NT-proBNP. Penggunaan
beratnya gangguan. Pada subyek dengan disfungsi
ventrikel kiri, terjadi peningkatan kadar proBNP yang
terdiri dari 108 asam amino, yang disekresi terutama
dari ventrikel. ProBNP tersebut kemudian dibelah secara
enzimatik menjadi fragmen aktif BNP (asam amino 77-
108) dan fragmen tidal: aktif NT-proBNP (asam amino
1-76).28
Berdasarkan banyak penelitian dinyatakan bahwa
NT-proBNP dapat dipergunakan untuk diagnostik
dan prognostik kelainan disfungsi ventrikel kiri. Fisher
dkk menyimpulkan bahwa pada pasien gagal jantung
kongestif, nilai NT-proBNP di atas median menunjukkan
5 3 % kematian dalam 1 tahun dibandingkan 11%
bila nilainya di bawah median.29Penelitian GUSTO IV Garnbar 10. Algoritme Diagnosis Gagal Jantung dengan BNP
dan NT-proBNP

Garnbar 9. Penglepasan B-Natriuretic Peptide (BNP dan NT- Garnbar 11. Nilai Potong NT-proBNP berdasarkan Usia
proBNP) pada Rangsangan Ventrikel. pasien.
TES PENANDA DIANOSTIK JANTUNG 261

keduanya sebagai penanda jantung sejajar hanya nilai Danesh J, Wheeler JG, Hirschfield GM, et al. C-Reactive
rujukannya berbeda dengan beberapa perbedaan sifat. Protein and other circulating markers of inflammation in
the prediction of coronary heart disease. N Eng J Med 2004;
Pemeriksaan menggunakan cara immunoassay. Bahan 350 (14): 1387-97.
pemeriksaan berupa serum atau plasma heparin dan Cobas. CRPHS Tina-quant a Cardiac C-reactive Protein
EDTA.32 (1Latex) high sensitive. 2009-02 V 16 English, Roche
Diagnostics, 2009.
hlilai rujukan untuk BNP dan NT-proBNP berbeda, Cobas. CK-MB. CK-MB -the MB isoenzyme of creatine kinase.
berdasarkan metodik dan pabrik pembuat reagen serta Ref 11821598 322,2010-08, V 12 English, Roche Diagnostics,
populasi yang diteliti. Selalu dianjurkan agar tiap pusat/ 2010.
RS menetapkan nilai rujukannya sendiri. Beberapa Cobas. Myoglobin. Ref 12178214122,2010-07, V 13 English.
Roche Diagnostics, 2010.
penelitian dengan cara kemiluminesen mendapatkan nilai Alpert JS, Thygessen K. Myocardial infarction redefined
batas 125 pg/mL untuk NT-proBNP; kadar < I 2 5 pg/mL - A consensus document of the joint European Society of
menyingkirkan disfungsijantung dengan tingkat kepastian Cardiology / American College of Cardiology committee
for the redefinition of myocardial infarction. JACC 2000; 36:
tinggi pada pasien tersangka gagal jantung dengan sesak, 959-69.
sedangkan kadar > 125 pg/mL mungkin mengindikasikan Braunwald E, Antman EM, Beaslev JW, et al. ACC/AHA
disfungsijantung dan berkaitan dengan peningkatan risiko guidelines for the management o i patients with unstable
penyulitjantung seperti infark miokard, gagal jantung dan .,
angina and non-ST-elevationmvocardialinfarction:Executive
summary and recommendation. Circulation 2000; 102: 1193-
kematian. Gustafsson dkk mendapatkan pada 721 pasien 1209.
dengan gagal jantung stabil dibandingkan dengan 2264 Cobas. Troponin T. Troponin T, cardiac T. Ref 04491815 190,
orang kelompok rujukan bahwa nilai batas 125 pg/mL 2010-11, V 6 English. Roche Diagnostics, 2010.
Cobas. Troponin I. Ref 05094810 190,2010-02, V 3 English.
memberikan kepekaan (sensitivity) 88% dan kekhasan Roche Diagnostics, 2010.
(specificity) 92%, nilai prediktif positif (NPP) 80,6% dan The Task Force for the diagnosis and treatment of Non-
0 33.34
nilai prediktif negatif (NPP) 96,7h. ST Segment Elevation Acute Coronary Syndrome of the
European Society of Cardiology. Guidelines for the diagnosi
and treatment of non-ST-elevationacute coronary syndrome.
Eur Heart J 2007; 28: 1598-1660.
Thygessen K, Alpert JS, White HD on behalf of the Joint
ESC/ACCF/AHA/HWHF Task Force for the Redefinition
Panteghini M, Apple FS, Christenson RH, Dati F, Mair J, Wu of Myocardial Infarction: universal definition of myocardial
AH. Proposals from IFCC Committee on Standardization of mfarction. Eur Heart J 2007; 28: 2525-38.
Markers of Cardiac Damage (C-SMCD): recommendations Rossing P, Jorsal A, Tamow L, Parving HH. Plasna hs-
on use of biochemical markers of cardiac damage in acute Troponin T predicts cardiovascular and all cause mortality
coronary syndromes. Scan J Clin Lab Invest, Supplementum, as well as deterioration in kidney function in type 1diabetic
1999; 230:103-12. patients with nephropathy. Abstract EASD 2008.
Joint European Society of Cardiology/American College of Cobas. Troponin T hs.05092744 190, 2011-02, V 4 English.
Cardiology Committee. Myocardial infarction redefined -a Roche Diagnostics, 2011.
consensus document of the joint European Society of White HD. Higher sensitivity troponin levels in the
Cardiology/American College of Cardiology Committee community: what do they mean and how will the diagnosis
for the Redefinition of Myocardial Infarction. Eur Heart J of myocardial infarction be made? Am Heart J 2010; 159:
2000; 21:1502-13. 9334.
Apple FS, Wu AHB. Myocardial infarction redefined: Role of Hochholzer W, Morrow DA, Giugliano RP. Novel biomarkers
cardiac troponin testing. Clin Chem 2001; 47: 377-9. in cardiovascular disease: Update 2010. Am Heart J
Thygesen K, Alpert JS, White HD; Joint ESC/ACCF/AHA/ 160(4):583-94
WHF Task Force for the Redehtion of Myocardial Infarction. Giannitsis E, Kurz K, Hallermayer K, Jarausch J, Jaffe AS,
Universal definition of myocardial infarction. Eur Heart J Katus HA. Analytical validation of a high-sensitivity cardiac
2007; 28: 2525-38. troponin T assay. Clin Chem 2010; 56: 254-61.
de Lemos J. Cardiovascular biomarkers for acute coronary Kilcullen N, Viswanathan K, Das R, et al, for the EMMACE-2
syndromes Using a multi-marker strategy. Emerg Med Investigators. Heart-type fatty acid-binding protein predicts
Critical Rev 2006; 20-22. long-term mortality after acute coronary syndrome and
Ridker PM, Hennekens CH, Buring JE, Rifai N. et al. identifies high-risk patients across the range of troponin
C-Reactive Protein and other markers of inflammation in the values. J. Am. Coll. Cardiol2007;50:2061-7.
prediction of cardiovascular disease in women. N Eng J Med McCann CJ, Glover BM, Menown IBA, et al. Novel biomarker
2000; 342 (112); 836-43. in early diagnosis of acute myocardial infarction compared
Ridker PM. Clinical application of C-Reactive Protein for with cardiac Troponin T. Eur Heart J. 2008;29:2843-50.
cardiovascular disease detection and prevention. Circulation C a w s U, Coskun F, Yavuz B et al. Heart type - fatty acid
A

2003; 107: 363-9. binding proteincan be a diagnostic marker in acute coronary


Pearson TA, Mensah GA, Alexander RW, et al. Markers of syndromes. J Nat Med Ass. 2006;98:1067-70.
inflammation and cardiovascular disease. Application to Azzazy HM, Pelsers MMAL, Cristenson RH. Unbound free
clinical and public health practice. a statement for healthcare fatty acid and heart type fatty acid binding protein: diagnostic
professionals from the Centers for Disease Control and assay and clinical application. Clin Chem.2006;52:19-29.
Prevention and the American Heart Association. Circulation Valli N, Gobinet A, Bordenave L. Review of 10 years of the
2003; 107: 499-511. clinical use of brain natriuretic peptide in cardiology. J Lab
Clin Med 1999; 134: 437-44.
29. Fisher C et al. NT-proBNP predicts prognosis in p~tients with
chronic heart failure. Heart 2003; 89: 879-81.
30. James SK, Lindback J, Tillyet J, al. NT-proBNP and other
risk markers for the separate prediction of mortality and
subsequent myocardial idarction in patients with unstable
coronary artery disease. GUSTO IV substudy. Circulation
2003; 108: 275-81.
31. Remme WJ, SrwedbergK. The European Society of Cardiology
Task Force Report:Guidelines for the diagnosis and treatment
of chronic heart failure. Eur Heart J 2001; 22: 1527-60.
32. Prontera C, Emdin M, Zucchelli GC, Ripoli A, Passino C,
Clerico A. Analytical performance and diagnostic accuracy
of a fully automated electrochemiluminescent assay for the
N-termoinal fragment of the proo-peptide odf brain natri-
uretic peptide in patients with cardiomyopathy: comparison
with imrnunoradiometric assay methods for brain natriuretic
peptide and atrial natriuretic peptide. Clin Chem Lab Med
2004; 42: 37-44.
33. Cobas. proBNP 11, N-terminal pro B-type natriuretic peptide.
Ref 04842464 190, 2010-05, V 5 English. Roche Diagnosiics,
2010.
34. Gustafsson F, Badskjaer J, Hansen FS, et al. Value of
N-terminal proBNP in the diagnosis of left ventricular
systolic dysfunction in primary care patients r;ferred for
echocardiographyHeart Drug 2003; 3: 141-6.
TES FUNGSI PENYAKIT HIPOFISIS
John MF. Adam

PENDAHULUAN tes suprssi glukosa.: Pada orang normal kadar hormon


tumbuh sekitar 1,5 ng/mL. Pada akromegali kadar hormon
Kelenjar hipofisis terdiri atas tiga bagian yaitu hipofisis tumbuh pada keadaan puasa meningkat sampai > I 0 ng/
bagian depan (anterior), hipofisis bagian tengah mL. Oleh karena sekresi hormon tumbuh pada akromegali
(intermediate), dan hipofisis bagian belakang (posterior). terjadi esisodik, maka pemeriksaan hormon tumbuh perlu
Hipofisis bagian depan mengeluarkan lima jenis hormon dilakuken beberapa kali.
yaitu somatotropin, corticotropin atau adrenocorticotropic Pemeriksaan tes supresi glukosa disebut juga tes
hormone (ACTH), tirotropin, gonadotropin yaitu follicle- tolerans glukosa menggunakan beban glukosa 100 mg. Tes
stimulating hormone dan luteinizing hormone, serta supresi glukosa merupakan tes yang mudah dilakukan dan
prolaktin. Hipofisis posterior menghasilkan dua hormon spesifik ~ n t u diagnosis
k akromegali. Dalam keadaan puasa
yaitu vasopresin dan oksitosin. Oleh karena banyaknya penderita diberikan minum glukosa 100 gram, kemudian
hormon dengan fungsi yang berbeda yang dihasikan oleh setelah satu jam diperiksa kadar hormon tumbuh. Pada
kelenjar hipofisis, maka tes fungsi penyakit hipofisis akan orang sehat kadar hormon tumbuh akan menurun dan
berbeda untuk tiap penyakit. meningkat kembali seiring dengan meningkatnya kadar
Perlu diingat bahwa sebagian besar dari penyakit glukosa plasma. Tes supresi glukosa pada orang sehat akan
hipofisis adalah suatu tumor yang menghasilkan hormon. menurunkan kadar hormon tumbuh > 1 ng/mL. Sebaliknya
Oleh karena itu, selain tes fungsi hormon, sangat pada akromegali penurun hormon tumbuh tidak lebih
dibutuhkan pemeriksaan pencitraan seperti CT-scan dan dari 1 ng/mL.
MRI. Pada makalah ini hanya akan dibahas mengenai tes
fungsi endokrin penyakit akromegali, prolaktinorna, dan Pemetiksaan IGF-1 (insulin-like growth factor)
diabetes insipidus. Kadar IGF-1 berkaitan dengan sekresi hormon tumbuh dan
meningkat pada akromegali. Oleh karena itu, pemeriksaan
ini spesifik untuk diagnosis akromegali.' Seperti sudah
AKROMEGALI d i s e b ~ t k a nsebelurnnya, pemeriksaan pencitraan
penting sekali selain menentukan besarnya tumor, juga
Penyakit akromegali adalah suatu tumoryang menghasilkan menenzukan lokalisasi tumor untuk menentukan tindakan I*

hormon tumbuh yang berlebihan pada usia dewasa. Secara bedah.


klinis akromegali dapat didiagnosis dengan mudah.
Pemeriksaan laboratorium untuk mendiagnosis akromegali
tidak hanya sekadar mendiagnosis penyakit tersebut tetapi PROLAKTINOMA
juga dibutuhkan untuk menentukan apakah penyakit
tersebut masih aktif atau tidak. Prolaktinoma adalah tumor hipofisis yang menghasilkan
hormon prolaktin. Prolaktinoma merupakan tumor
Pemeriksaan Hormon Tumbuh hipofisis yang paling sering ditemukan. Dari semua tumor
Hormon tumbuh dapat diperiksa dengan dua cara yaitu hipofisis, prolaktinoma diperkirakan sekitar 40% dari
kadar homon pada keadaan puasa dan dengan melakukan semua tumor hipofi~is.~ Gambaran klinis yang khas adalah
I*
adanya galaktore yang disertai dengan disfungsi seksual Apabila jurnlah air seni mencapai 1 liter rnaka perlu
seperti amenorea pada wanita dan impotensi pada pria. ditimbang berat badan. Apabila air seni tampung
Kadar horrnon prolaktin yang normal, pada wsnita < 25 rnernpunyai osrnolalitas < l o % dan berat badan
ug/L dan pria < 20 ug/LI. menurun >2% dari awalnya, maka perlu diperiksa
Meningkatnya kadar hormon prolaktin dapat kadar sodium dan osrnolalitas plasma. Tes dehidrasi
disebabkan oleh beberapa ha1 yaitu pada wanita hamil dan dihentikan apabila berat badan penderita menurun
beberapa obat seperti obat antidepresi (tricyclic inhibitor sarnpai 3 kg.
MAO) dan antihipertensi seperti veraparnil. Oleh karena
itu, diagnosis prolaktinoma berdasarkan meningkatnya Tes desmopresin
kadar horrnon prolaktin hanya dapat ditegakksn setelah Tes dehidrasi dilanjutkan dengan tes desmopresin
menyingkirkan semua penyebab sekunder. Hal yang yaitu penderita diberikan suntikan 2 pg desmopressin,
paling penting untuk mendiagnosis prolaktinona adalah dan setelah 2 jam diukur kembali jumlah air seni dan
garnbaran klinis, khususnya galaktore, hiperpro aktinemi, pemeriksaan osmolalitas.
dan hasil pencitraan adanya tumor h i p o f i ~ i s . ~
Pemeriksaan kadar vasopresin plasma
Bagaimana menginterpretasi hasil tes di atas.
1. Polidipsi primer
DIABETES INSIPIDUS Jumlah air seni rnenurun dan osmolalitas urin
meningkat, serta tidak bereaksi dengan pemberian
Diabetes insipidus adalah penyakit yang ditandai oleh
desmopresin
jurnlah air seni yang berlebihan yang bersifat hipotonik
2. Diabetes insipidus hipotalarnik
dan disebabkan oleh kurang/ tidak adanya horrnon
Konsentrasi air seni tidak berubah atau sedikit sekali.
vasopressin atau respons terhadap horrnon vasopressin
Osrnolalitas air seni meningkat setelah pemberian
yang tidak adekuat. Jumlah air seni > 4 liter sehari patut
desrnopresin. Selain itu, yang paling penting adalah
dicurigai adanya diabetes in~ipidus.~
Dikenal ernpat bentuk
perneriksaan kadar vasopresin darah rendah, bahkan
diabetes insipidus y a i t ~ . ~
tidak terdeteksi
1. Diabetes insipidus hipotalamik (diabetes insipidus
3. Diabetes insipidus nefrogenik
sentral) sebagai akibat berkurangnya atau tidak
Sama halnya dengan diabetes insipidus hipo-talarnik,
adanya hormon vasopresin
konsentrasi air seni tidak berubah. Berbeda dengan
2. Diabetes insipidus nefrogenik disebabkan oleh
diabetes insipidus hipotalamik, pada diabetes insipidus
respons ginjal terhadap hormon vasopresin yang
nefrogenik osmolalitas air seni tidak rneningkat
menurun.
setelah pemberian desrnopresin. Penting sekali untuk
3. Diabetes insipidus pada kehamilan yang disebabkan
rnendiagnosis diabetes insipidus nefrogenik adalah
oleh rnetabolisrnehormon vasopresin yang berlebihan
perneriksaan kadar vasopresin darah yang sangat
dan bersifat sementara.
rneningkat.
4. Diabetes insipidus dikenal dengan polidipsia primer
sebagai akibat minum yang berlebihan.
Mendiagnosis diabetes insipdus tidak terlalu sulit,
cukup dengan mengukur jumlah urin selarne 24 jam.
Yang sulit adalah membedakan jenis diabetes insipidus,
terutama untuk membedakan antara polidipsi primer dan
penyebab diabetes insipidus lainnya. Untuk itu, pada saat
ini yang dianggap sebagai tes diagnostik terbaik adalah
tes dehidrasi, perneriksaan kadar vasopressin plasma, dan
respons terhadap suntikkan de~mopresin.~
Urutan tes yang dibutuhkan untuk rnendiagnosis
diabetes insipidus adalah sebagai berikut:

Tes dehidrasL5r7
Penderita ditimbang dan sekaligus diarnb I contoh
darah untuk pemeriksaan kadar sodium dan
osmolalitas plasma Gambar 1. Perubahan osrnolalitas air seni pada diabetes
Penderita dipuasakan dan kemudian jumlah air seni insipidus yang berbeda selarna tes dehidrasi dan pemberian
ditakar setiap jam untuk pemeriksaan osrnc~lalitas. desrn~presin.~
TES FUNGSI PENYAKIT HIPOFISIS 265

REFERENSI

Javorsky BR, Aron DC, Finding JW, Tyrrell JB. Hypothalamus


and pituitary gland. 11) Gardner DG, Shoback D, eds.
Greenspan's: Basic and Clinical Endocrinology. 9th ed.
McGraw-Hill; 2011. p. 65 - 114.
Melmed S, Kleinberg D, Ho K. Pituitary physiology and
diagnostic evaluation. In: Melmed S, Polonsky KS, Larsen PR,
Kronenberg HM, eds. William Textbook of Endocrinology.
12th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2011. p. 175 - 228.
Mancini T, Casanueva FF, Giustina A. Hyperprolactinemia
and prolactinomas. Acta Endcrinol Metab N Am 2008; 37:
67 - 9.
Loh JA, Verbalis JG. Disorders of and salt metabolism
associated with pituitary disease. In: Barkan AL, ed.
Endocrinol and Metab Clin of North America. Philadelphia:
Saunders Company.; 2008; 37. p. 213-34.
Robinson AG, Verbalis JG. Posterior pituitary. In: Melmed
S, Polonsky KS, Larsen PR, Kronenberg HM, eds. Williams
Textbook of Endocrinology, 12th ed. Philadelphia: Elsevier
Saunders.; 2011. p. 291-323.
Robinson AG. The Posterior Pituitary (Neurohypophysis). In
Gardner DG, Shoback D, eds. Greenspan's : Basic and Clinical
Endocrinology. 9th ed. McGraw-Hill.; 2011. p. 115 - 128.
Victorina WM, Rydstedt LL, Sowers JR. Clinical disorders of
vasopressin. In: Lavin N, ed. Manual of Endocrinology and
Metabolism, 3rd ed. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins.; 2002. p. 68-82.
Miller M, Dalakos T, Moses AM, Fellerman H, Streeten
D. Recognition of partial defects in antidiuretic hormone
secretion. Ann Int Med 1970; 73: 721 - 9.
TES FUNGSI PENYAKIT KELEN JAR ADRENAL
John MF Adam

PENDAHULUAN liur, perneriksaan kadar kortisol air seni 24 jam, dan tes
"I
supresi deksametason. Menurut Niernan dan kawan-
Kelenjar adrenal atau suprarenal terdiri atas dua bagian kawan3, untuk rnernbuktikan adanya sindrorn skrining
yaitu bagian korteks dan medula yang masing-masing sebaiknya rnenggunakan dua tes skrining yang berlainan
rnengeluarkanhorrnon yang berbeda. Sarna halnya dengan (lihat garnbar 1).
penyakit kelenjar hipofisis, perneriksaan pencitraan sangat
Cara skrining untuk mendiagnosis adanya sindrorn
berperan untuk diagnosis penyakit kelenjar adrenal.
Cushing
Pernbahasan rnengenai tes fungsi kelenjar adrenal hanya
1. Pemeriksaan kadar kortisol cairan liur
akan dibatasi pada sindrorn Cushing, penyakit Addison,
Kadar kortisol cairan liur yang diambil pada jam
aldosteronisrne primer, dan feokromositoma.
23.00. Pemeriksaan ini biasanya dilakukan dua hari
berturut-turutP
2. Perneriksaan kadar kortisol bebas di air seni 24 jam
Kadar kortisol diperiksa dari air seni 24 jam. Pada
orang sehat kadar kortisol air seni 24 jam <50 pg/
Sindrorn Cushing adalah suatu keadaan dirnana terjadi
24 jam. Apabila ditemukan angka yang lebih tinggi,
peningkatan horrnon glukokortikoid. Sindron: Cushing
kernungkinan besar orang tersebut rnenderita
dibagi atas dua jenis yaitu, a) sindrorn Cushing akibat
sindrorn Cushing'
ACTH yang meningkat (ACTH dependent) yang terdiri atas
Perneriksaan tes supresi deksametason
penyakit Cushing akibat adenoma hipofisis (sekitar 80%
Penderita diberikan deksarnetason 1 rng pada jam
dari sernua sindrorn Cushing) dan akibat neoplasna bukan
23.00, kernudian pada pagi harinya diperiksa kadar
dari kelenjar hipofisis (ectopicACTH), b) sindrom Cushing
kortisol plasma. Pada orang sehat kadar kortisol
bukan akibat kadar hormon ACTH yang rneningkat (ACTH
plasma pagi hari setelah pemberian dexarnetason
independent), terrnasuk disini adenorna neoplasmal
akan rnenurun tetapi tidak lebih dari 1,8 pg/dl.'
karsinorna adrenal, hiperplasi noduler, dan iatrogenik
akibatkortikosteroid berlebihan.' Tes untuk membedakan penyebab sindrom Cushing
Mendiagnosis sindrorn Cushing secara klinik
rnudah karena tidak tergantung dari penyeba~nyadan Pemeriksaan kadar ACTH plasma
rnernpunyai garnbaran klinis yang khas. Perneriksaan Pemeriksaan kadar ACTH plasma pagi hari penting
untuk rnendiagnosis sindrom Cushing harus dilakukan sekali untuk rnembedakan antara sindrorn Cushing yang
secara bertahap yaitu tergantung pada kadar ACTH (ACTH dependent Cushing)
a) skrining untuk rnenentukan apakah betul sindr9m dan sindrorn Cushing yang tidak tergantung pada ACTH
Cushing, disebut juga tes skrining, dan b) apabila tes (ACTH independent Cushing). Kadar ACTH plasma normal
skrining positif, rnaka dilanjutkan dengan tes untuk < 5 pg/rnL. Pada urnurnnya apabila diternukan kadar ACTH
rnenentukan penyebab sindrorn C u ~ h i n gSkrining
.~ untuk yang tinggi > I 0 pg/rnL rnenunjukkan sindrom Cushing
"I
rnenentukan sindrom Cushing dapat dilakukan dengan tergantung ACTH. Walaupun bukti klinis rnernperlihatkan
beberapa cara yaitu peneriksaan kadar kortisol dari air kadar ACTH plasma jauh lebih tinggi pada tumor ektopik
TES FUNGSI PENYAKIT KELENJAR ANDRENAL 267

Curiga sindrom Cushing

Periksa apakah ada penggunaan kortikxteroid


I
Lakukan salah satu tes di bawah ini

) 24 jam KB * air seni (22 ter) Tes DXM** 1-mg i<ortirolcairan air liur (2tes) I
Apabila ada hasii yang tidak normal Normal (Tidak rnungkin SC)

I
Tes mencari penyebab
I

( Kadar ACTH plasma, CRH tes metyapon 1

I
Sindrorn Cushing
I I

*KB = kortisol bebas


**DXM = deksametason
Gambar 1. Alur cara skrining untuk menentukan ada tidaknya sindrorn Cushing (rnodifikasi). ' 3

dibandingkan adenoma hipofisis, masih perlu tes lain Inferior petrosal sinus sampling (IPPS) *
yang mernbedakan antara keduanya. Dalam ha1 demikian tvlanfaat tes ini untuk membedakan antara penyakit
pemeriksaan pencitraan sangat berperan. Cushing dan tumor ektopik apabila dengan pemeriksaan di
atas dan pencitraan MRI belum dapat membedakan antara
Tes Corticotropin-Releasing Hormone (CRH-test)* klduanya. Darah vena dari kedua bagian hipofisis mengalir
Pemeriksaan ini dilakukan untuk membedakan antara melalui inferior petrosal sinus. Dengan rnenggunakan
tumor ektopik dan tumor hipofisis. Tes dilakukan dengan kateter diambil contoh darah dari inferior petrosal sinus.
memberikan suntikkan intravena CRH sebanyak 1 pg/kg Pada ektopik tumor maka rasio ACTH antara kadar dari ,.
berat badan pada pagi hari. Sebelum tes dilaksanakan, IPPS dan kadar plasma vena kurang dari 1,4:1,0 sedang
diperiksa terlebih dahulu kadar ACTH dan kortisol plasma pada penyakit Cushing rasio tersebut lebih tinggi yaitu
puasa, kemudian diarnbil kadar ACTH dan kortisol setiap 15 lebih tinggi dari 2:l.
menit selama satu atau dua jam. Pada orang sehat setelah
suntikan CRH, kadar AC'TH dan kortisol akan meningkat
masing-masing 15% dan 20%. Pada penyakit Cushing kadar PENYAKIT ADDISON
ACTH plasma akan meningkat >505 pg/ml dan kortisol
>20%, sedang pada tumor ektopik tidak ada perubahan. Penyakit Addison dikenal juga dengan nama insufisiensi
adrenokortikal primer, disebabkan oleh berbagai penyebab
Tes metyrapon2 antara lain penyakit autoimun, perdarahan adrenal, dan
Metyrapon menghambat enzim 7 7b-hydroxylase yang infeksi seperti tuberkulosis. Pemeriksaan yang penting #A

berperan padajalur pembentukkankortisol sehingga kadar untuk menegakkan diagnosis penyakit Addison adalah':
kortisol plasma menurun. Sebagai akibat dari menurunnya 1. Pemeriksan elektrolit yaitu kadar sodium rendah (90%)
kortisol plasma, maka akan terjadi mekanisme balik sedang kadar potassium meningkat (65%).
merangsang hipofisis melepaskan ACTH. Metyrapon secara 2. Tes stimulasi ACTHI
suntikkan intravena setiap 4 jam selama 24 jam. Pada Tes ini digunakan sebagai tes skrining untuk
penyakit Cushing kadar ACTH plasma akan meningkat, mlmbuktikan apakah ada insufisiensi adrenal.
sedangkan pada tumor ektopik tidak. Pada orang sehat pemberian suntikkan ACTH akan
meningkatkan kadar kortisol, sedangkan pada <30 tahun, dan hipertensi berat. Walaupun tidak semua
penyakit Addison tidak. Tes ini untuk membuktikan aldosteronisme primer ditemukan hipokalemia, tetapi
adanya insufisiensi adrekortikal, tetapi tidak u n x k adanya hipokalemi harus dilanjutkan dengan pemeriksaan
membedakan sebab primer atau sekunder. kadar konsentrasi aldosteron plasma (KAP) dan aktivitas
3. Kadar ACTH plasma1 renin plasma (ARP), biasanya diambil pada pagi hari antara
Setelah tes stimulasi ACTH perlu dibedakan antara jam 8.00 - 10.00.
penyebab primer/ penyakit Addison dan penyebab Adanya kadar KAP yang tinggi biasanya > I 5 ng/
sekunder maka dilakukan pengukuran kadar ACTH dL, dan ARP rendah yaitu <1,0 ng/mL menunjang
puasa. Pada penyebab primer kadar ACTH plasma puasa aldosteronisme primer. Bila dilakukan rasio KAP-ARP maka
sangat meningkat mencapai >52 pg/mL, sedangkan pada rasio >20 ng/dL per ng/mL dianggap sangat mencurigakan
I penyebab sekunder kadar ACTH plasma puasa tetap adanya aldoteronisme primer (gambar 2). Pada keadaan
normal yaitu 10 pg/mL bahkan dapat lebih rendah. demikian perlu dilanjutkan dengan tes konfirmasi .

Tes Konfirmasi
ALDOSTERONISME PRIMER Dikenal dua jenis tes konfirmasi yaitu tes dengan sodium
oral dan tes infus salin intravena. Pada prinsipnya kedua
S i n d r o m aldosteronisme p r i m e r d i t a n d a i o l e h tes itu untuk mengukur kadar aldosteron di urin dan
adanya hipertensi, supresi aktivitas plasma renin, dan plasma. Pada orang normal pemberian sodium akan
meningkatnya kadar aldosteron plasma. Dikenal dua menurunkan kadar aldosteron air seni atau plasma sedang
bentuk aldosteronisme primer yaitu akibat suatu adenoma pada hiperaldosteronisme primer tidak terjadi supresi
(sindrom Conn) dan hiperaldosteronisme idiopatik aldosteron
I bilateral. Pendekatan diagnosis aldosteronisme primer
terdiri atas tiga tahap yaitu tes skrining, tes konfirmasi, Tes Mencari Penyebab
dan tes untuk mendeteksi p e n ~ e b a b . ~ , ~ Untuk mencari penyebab penting selcali pemeriksaan
pencitraan untuk mengetahui adanya adenoma. Tes
Tes Skrining yang lebih sulit adalah dengan mengambil contoh darah
Adanya aldosteronisme primer harus dipikirkan pada dari masing-masing vena adrenal kanan dan kiri. Tes ini
keadaan-keadaan: hipertensi disertai hipokalemia, dimaksud untuk membedakan apakah penyakit bersifat
hipertensi yang resistan terhadap pengobatan dua atau unilateral atau bilateral.
tiga jenis obat, penderita hipertensi usia muda ya tu

Dipertimbangkan aldosteron p-imer bila ditemukan hal-ha1 sebagi berikut 1


- Hipertensi/hipokalemi
- Hipertensi resisten terhadap obat (dua atau tiga jenis obat)
- Hipertensi umur muda (< 30 tahun)
- Hipertensi berat (2 163 mmHg sistolik atau 2 100 mmHg diastolik)

( Tes skrining 1
Pemeriksaan darah untuk:
- Kadar E:onsentrasi aldosteron plasma (KAP)
- Aktivit~srenin plasma (ARP)

I
$-
KAP(215 ng/dC; 2 416 pmol/L)
ARP (<1.0 ng/mL/h)
dan
Rasio KAP-ARP >?O ng/dC per ng/mL/h (555 pmol/C per ng/mVh)
I

Gambar 2. Tes skrining untuk mendeteksi aldosteronisme primer.5


TES FUNGSI PENYAKIT KELENJAR ANDRENAL 269

FEOKROMOSITOMA

Feokromositoma adalah tumor yang berasal dari medula


adrenal. Sama halnya dengan penyakit endokrin lainnya
pada feokromositoma didahului dengan tes skrining
barulah dengan tes konfirmasi, selain pemeriksaan
pencitraan.

Tes skrining
Tes skrining yang paling banyak dan yang paling baik
adalah pemeriksaan metanefrin di air seni 24jam ataupun
kadar dalam plasma.7.8
Tes lama yaitu vanilylmandilic acid (VMA) di air seni
saat ini jarang digunakan lagi.

Tes Konfirmasi
Tes supresi dengan menggunakan klonidin. Klonidin
adalah suatu obat antihipertensi yang rnenekan sekresi
norepinefrin dari saraf simpatik. Dengan demikian, kadar
norepinefrin dan normetanefrin akan menurun dalam
plasma. Pada penderita feokromositoma, normetanefrin
berasal dari tumor dengan demikian pemberian klonidin
tidak akan memengaruhi kadar normetanefrin dalam
darah

REFERENSI

Carroll TB, Aron DC, Finding JW, l'yrrell JB. Glucocorticoids


and adrenal androgens. In Gardner DG, Shoback D, eds.
Greenspan's : Basic and Clinical Endocrinology. 9th ed.
McGraw-Hill. 2011. p. 285-327.
Stewart PM, Krone NP. The Adrenal Cortex. In: Melmed
S, Polonsky KS, Larsen PR, Kronenberg HM, eds. Williams
Textbook of Endocrinology, 12th ed. Philadelphia: Elsevier
Saunders. 2013.. p. 479-543.
NiemanLK. The diagnosis of C u s h g synfrome: an Endocrine
Society Clinical Practice Guide line. J Clin Endocrinol Metab
2008; 93: 1526.
Raff I-I, Finding JW. A physiological approach to diagnosis of
Cushing's syndron~e.Ann Intern Med 2003; 138:980-91.
Young William F, Jr. Endocrine hypertension. In Gardner
DG, Shoback D, eds. Greenspan's : Basic and Clinical
Endocrinology. 9th ed. McGraw-Hill. 2011. p. 329-44.
Young William F, Jr. Endocrine hypertension. In: Melmed
S, Polonsky KS, Larsen PR, Kronenberg HM, eds. Williams
Textbook of Endocrinology, 12th ed. Philadelplua: Elsevier
Saunders. 2011. p. 545-77.
Sowers KM, Sowers JR. Pheocromocytomas. In: Lavin N,
ed. Manual of Endocrinology and Metabolism, 3rd ed.
Philadelpl~ia:Lippincott Williams & Wilkins. 2002. p. 68-82.
Fitzgerald PA. Adrenal Medulla and paraganglia. In Gardner
DG, Shoback D, eds. Greenspan's: Basic and Clinical
Endocrinology. 9th ed. McGraw-Hill. 2011. p. 345-93.
ANALISIS CAIRAN
Ina S. Timan

Dalam berbagai rongga tubuh seperti rongga peritoneal, adalah infeksi hepatitis, steatohepatitis alkoholik dan non
pleura serta perikardial, terdapat sejumlah kecil cairan yang alkoholik. Sebagian kecil asites disebabkan oleh proses
terletak di antara 2 membran, yaitu membran viseralis dan nonhepatik dengan retensi cairan.
parietalis. Membran viseralis melapisi organ terkait yang Terdapat beberapa teori terjadinya asites, terutama
ada dalam rongga sedangkan membran parietalis melapisi pada penderita sirosis hati. Teori yang digunakan saat ini
rongga tersebut. Cairan yang terletak dalam rongga umumnya adalah gabungan dari berbagai teori sebelumnya,
tersebut disebut sebagai cairan serosa yang tlerfungsi yaitu adanya dilatasi arterial perifer. Sebelumnya dikenal
sebagai pelumas antar 2 permukaan membrsn untuk adanya teori underfill dan overflow. Prosesnya dimulai
mempermudah pergerakan organ dalam rongga tersebut. dengan terjadinya hipertensi portal, peningkatan tekanan
Dalam keadaan normal hanya terdapat sejumlah kecil portal di atas critical threshold akan menyebabkan
cairan karena produksi cairan dan reabsorpsinya berjalan peningkatan local splanchnic vasodilators, terutama nitrit
dengan seimbang. Bila terjadi ketidakseimbangan maka oksida, yang berakibat terjadinya vasodilatasi arteriolar
akan terdapat peningkatan jumlah cairan tersebut, efusi splanchnic. Hal itu akan menyebabkan peningkatan
cairan yang berlebih itu dapat berupa cairan t-ansudat tekanan di kapiler, peningkatan permeabilitas, dan
atau eksudat.' penurunan volume arteri efektif. Akibatnya akan terjadi
peningkatan produksi cairan limf dan kompensasi berupa
aktivasi sistem renin angiotensin aldosteron (RAAS),
susunan saraf simpatis dan hipersekresi dari hormone
antidiuretik sehingga akhirnya terbentuk a~ites.',~
Asites berasal dari kata Yunani "askos" yang berarti Asites ringan mungkin tidak terlihat, tetapi asites berat
kantong, asites diartikan sebagai terkumpulnya cairan akan tampak sebagai distensi abdomen dan penderitanya
bebas secara patologik di rongga peritoneum. Asites mengeluh adanya rasa pertambahan beban di perut
menandakan suatu proses yang serius dan sebagian besar dan sesak. Pada pemeriksaan fisik asites dapat dideteksi
diakibatkan oleh proses kronis pada hati dan merupakan dengan terlihatnya pembesaran abdomen, adanya shifting
tanda adanya kerusakan hati lanjut. Asites seringkali dullness, dan fluid thrill daerah abdominal. Terdapat 3
dijumpai pada sirosis hati mengikuti terjadinya hipertensi gradasi asites, yaitu tahap 1 hanya dapat dideteksi dengan
portal. Selain itu, asites juga dijumpai pada penderita pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan computerized
tumor atau keganasan seperi karsinomatosis peritoneal, tomographyscanning (CT-scan), tahap 2 dideteksi dengan
keganasan hati, limfoma yang dapat mengakibatkan adanya pembesaran abdomen pada saat berbaring dan
terjadinya asites khilus, gagal jantung atau kelainan shifting dullness, dan tahap 3 jelas terlihat pembesaran
ginjal. Asites juga dapat disebabkan oleh kelainan bilier dan adanya fluid thrill.'
atau pankreas, pascapembedahan abdomen serta infeksi. Cairan asites diperoleh dengan melakukan pungsi
Peritonitis bakterialis spontan merupakan suatu keadaan parasentesis. Parasentesis dilakukan untuk mencari
yang dapat menyertai asites yang telah ada. Sebagian penyebab asites, melakukan analisis terhadap cairan yang
besar penderita dengan asites juga menderita sirosis. diperoleh, mendeteksi adanya infeksi dini, serta sebagai
Di Amerika penyebab sirosis tersering yang dilaporkan bagian dari terapi. Parasentesis sebaiknya dilakukan pada
ANALISIS CAIRAN 271

semua penderita pada saat awitan asites serta semua sedangkan bila akibat trauma pungsi maka pada tabung
penderita asites yang di rawat inap. Parasentesisjuga perlu yang awil akan mengandung lebih banyak darah. Trauma
diulang bila diduga terjadi infeksi dengan berbagai gejala pungsi dapat mengakibakan timbulnya bekuan bila tidak
yang timbul (rasa sakit di abdomen, peningkatan suhu digunakan penampung dengan antikoagulan. Warna
tubuh, ensefalopati, hipotensi, gagal ginjal, leukositosis, merah muda dapat disebabkan oleh jumlah eritrosit
dan lainnya). Kontraindikasi parasentesis antara lain > 10.000iuL, sedangkan jumlah eritrosit yang lebih sedikit
adalah koagulopati berat, terdapatnya fibrinolisis atau DIC sering tidak menimbulkan warna, kadang dapat sedikit
(disseminated intravascular coagulation).' memberi kekeruhan. Bila jumlah eritrosit >20.000/uL
Cairan asites dapat digolongkan menjadi cairan maka cairan akan tampak kemerahan. Bila dijumpai
transudat dan eksudat. Umumnya untuk membedakannya cairan dengan warna kemerahan umumnya dicurigai
dilakukan pemeriksaan SAAG (serum asites albumin acanya riwayat perdarahan sebelumnya, trauma, atau
gradient). Bila SAAG tinggi (>1,1 g/dL) dianggap asites keganas,an.'**
adalah transudat, disebabkan oleh hipertensi portal Kekeruhan disebabkan oleh jumlah sel yang
Jika SAAG rendah (<1,1 g/dL) dianggap eksudat dan meningkat ( > I.OOO/uL), warna dapat menjadi sangat
penyebabnya bukan hipertensi portal. Penyebab dari keruh b la jumlah sel >5.000/uL. Cairan asites dengan
transudasi (SAAG tinggi) terutama adalah sirosis, gagal warna keruh juga dapat diakibatkan oleh adanya lipid,
jantung, oklusi vena, perikarditis serta malnutrisi. bervariasi dari kekeruhan ringan hingga keruh seperti susu.
Penyebab dari adanya cairan eksudat (SAAG rendah) Kekeruhan biasa disebabkan oleh peningkatan trigliserida
antara lain adalah keganasan (primer atau metastasis), antara 200-1.000 mg/dL. Pada sebagian besar penderita
infeksi (tuberkulosis, spontaneous bacterial peritonitis1 sirosis umumnya cairan hanya mempunyai kekeruhan yang
SBP), pankreatitis, sindrom nefrotik serta berbagai kelainan sangat ringan. Warna kuning tua-kecoklatan pada cairan
Iain.'a3 asites dapat diakibatkan peningkatan bilirubin, umumnya
bila terdapat perlukaan pada saluran bilier.1,4a5

PEMERIKSAAN CAIRAN ASITES Pemeriksaan Mikroskopik


Perneriksaan mikroskopik meliputi hitung sel dan hitung
Bahan Pemeriksaan jenis sel. Sel yang dilaporkan adalah jumlah leukosit,
Bahan pemeriksaan yang diperlukan adalah minimal sekitar bila jumlah eritrosit cukup banyak maka jumlahnya juga
10 -20 mL untuk pemeriksaan hitung sel, kimiawi, serta dilaporlcan. Sebaiknya cairan diperiksa sebelum 1 jam
biakan mikrobiologi. Bila akan melakukan pemeriksaan sejak pungsi, sebelum terjadi perubahan sel. Pemeriksaan
sitologi untuk mendeteksi adanya keganasan, maka hitung sel dan hitung jenis sel dapat dilakukan dengan
ditambah dengan minimal sejumlah sama. Sebaiknya alat hitung otomatik atau dilakukan secara manual
sejak awal cairan sudah terbagi menjadi 4 penampung, menggm~nakankamar hitung. Bila dalam cairan terdapat
untuk hitung sel sebaiknya digunakan tabung steril bekuan maka jumlah sel yang dihitung jumlahnya akan
dengan antikoagulan cair (tabung K,EDTA, Na-sitrat atau berkurang dan tidak mengggambarkan jumlah yang
heparin) untuk menghindari terjadinya bekuan. Untuk sebenarnya karena sebagian terperangkap dalam bekuan
pemeriksaan kimia dapat dikirim tanpa antikoagulan tersebut. Pada pemeriksaan cairan asites sebaiknya juga
sedangkan untuk biakan dilakukan pengiriman dengan disertai dengan contoh darah dengan antikoagulan
penampung steril atau menggunakan botol biakan darah K3EDTAuntuk melakukan perbandingan bila terjadi pungsi
(Bactec). Pemeriksaan cairan asites meliputi pemeriksaan traumatik atau bila dijumpai adanya sel abnormal seperti
makroskopik, mikroskopik, kimiawi, enzim, serologi, blas. Pemeriksaan hitung jenis sebaiknya menggunakan
imunologi, mikrobiologi serta pemeriksaan khusus sediaan yang dibuat dengan sitospin sehingga penyebaran
Iainn~a.',~ dan morfologi sel tetap baik. Sediaan hitung sel dipulas
dengan pewarnaan Wright dan dilakukan hitung sel
Pemeriksaan Makroskopik dengan membedakan sel PMN (polimorfonuklear) dan
Penilaian meliputi warna cairan, kejernihan, adanya bekuan MN (mononuklear). Bila terdapat banyak variasi sel lain
serta ha1 lain yang mungkin ada. Pada cairan transudat maka dilakukan hitung jenis leukosit sama seperti hitung
cairan tampak kekuningan, jernih tanpa adanya bekuan jenis sel darah. 2,4
atau darah. Warna menjadi lebih tua pada eksudat dan Pada cairan transudat akibat sirosis umunya dijumpai
bila terdapat netrofilia. Warna kemerahan disebabkan jumlah sel <500/uL, jumlahnya dapat agak meningkat
adanya darah, dapat berupa asites hemoragik attau akibat bila penderita sedang mendapat diuretik. Dominasi sel
prosedur parasentesis. Bila disebabkan asites hemoragik terutama adalah limfosit, jumlah PMN biasa <250/uL
maka warna cairan di semua tabung penampung sama, dan jumlah ini dianggap sebagai batas cut off dalam
menentukan adanya infeksi. Pada proses inflamasi U/L. Bila dicurigai adanya perforasi kandung empedu atau
dan infeksi akan terjadi peningkatan jumlah sel. SBP salurannya, maka dapat ditemukan kadar bilirubin cairan
merupakan penyebab tersering kenaikanjumlah sel total yang lebih besar dibanding kadar bilirubin serum. Pada
maupun PMN. Jumlah PMN pada SBP dapat mencapai dugaan adanya khilus dilakukan pemeriksaan kolesterol
70%jumlah total sel. Pada tuberkulosis dan karsinomatosis dan trigliserida cairan dibandingkan terhadap serum.
peningkatan sel umumnya didominasi sel limfosit atau Bila terdapat kontaminasi dengan khilus maka kadarnya
MN. Pada pemeriksaan hitung jenis dapat dijumpai sel meningkat melebihi kadar dalam serum. Pemeriksaan pH
lain seperti mesotel, makrofag, sel plasma, eosinofil serta cairan < 7,3 lebih mengarah pada eksudat.'
sel atau kelompok sel yang berbentuk tidak beraturan dan Pemeriksaan lain yang juga sering dilakukan pada
dicurigai ganas. 2.4'5 penderita dengan asites adalah pemeriksaan hematologi
lengkap, hemostasis termasuk D-Dimer dan elektrolit.
Perneriksaan Kirniawi Beberapa peneliti juga memeriksa penanda tumor dari
Dahulu penentuan transudat dan eksudat dilakukan cairan asites, yaitu AFP dan CEA, atau ADA untuk deteksi
dengan pemeriksaan Rivalta, yaitu meneteskan 1 tetes M. tuberculosis. ' ~ 5
cairan ke dalam larutan akuadestilata yang diasamkan.
Bila pada tes Rivalta terbentuk kekeruhan maka dianggap Pemeriksaan Mikrobiologi
cairan mengandung banyak protein dan merupakan Pemeriksaan mikrobiologi meliputi pemeriksaan terhadap
eksudat. Selain itu, dilakukan juga dengan pemeriksaan sediaan langsung dan biakan resistensi. Sediaan langsung
kadar protein cairan. Bila kadar protein total < 2.5 g/dL dipulas dengan pewarnaan Gram atau pewarnaan untuk
maka cairan tersebut dianggap transudat. Kedua cara bakteri tahan asam (Ziehl Neelsen) atau pemeriksaan PCR
ini sudah jarang digunakan. Untuk menentuan pakah untuk M, tuberculosis.'
cairan asites tergolong transudat dan eksudat digunakan
modifikasi dari kriteria Light. Untuk itu dilakukan Pemeriksaan Sitologi
pemeriksaan kadar protein, glukosa, dan LDH dari cairan Pemeriksaan sitologi cairan asites dipulas dengan
dan serum kemudian dihitung rasionya. Kriteria Light yang Hematoksilineosin atau pulasan Papanicolaou. Pemeriksaan
dimodifikasi menggunakan kriteria yang sama dengan terutama digunakan untuk mencari adanya keganasan baik
cairan pleura, yaitu cairan dianggap eksudat bila rasio primer atau meta~tases.',~
protein cairan/serum >0,5, rasio glukosa cairanlserum
>0,6, dan LDH cairanlserum >0.6. Atau kadar LDH cairan
>200 U/L. Terdapat modifikasi dari beberapa peneliti
yang menambahkan pemeriksaan rasio kolesterol cairan/
serum >0,3 agar pemeriksaan lebih sensitif dan spesifik 1. Runyon BA. Ascites and spontaneous bacterial peritonitis. Jn
Feldman MF, Friedman LS, Sleisinger MH. Gastrointestinal
untuk membedakan antara transudat dan eksudat. Cairan and Liver Disease. Eds. 7"' ed. Saunders, Philadelphia
berupa eksudat bila kadar kolesterol cairan > 60 mg/dL. 2002:pp.1517-41.
Bila digunakan gabungan antara rasio protein dan LDH 2. Thrall MJ, Giampoli EJ. Routine review of ascites fluid from
patients with cirrhosis or hepatocellular carcinoma is a low-
maka pemeriksaan dianggap mempunyai sensitivitas 100% yield procedure: An observational study. CytoJoumal2009,
dan spesifisitas 71%. Bila cairan hemoragik maka harus 6:16-8.
hati-hati dalam menggunakan pemeriksaan LDH sebagai 3. Glickman RM. Abdominal swelling and ascites. In Kasper
salah satu criteria menentukan e k s ~ d a t ? ~ ~ ~ ~ . ~ DL, Braunwald E, Fauci A, Hauser SL, Longo DL, Jameson
JL. Harrisons principles of internal medicine. 16'" ed New
Pemeriksaan lain yang digunakan untuk membedakan York, McGraw Hill, 2005;pp.243-6.
transudat dan eksudat adalah perhitungan SAAG. SAAG 4. More KP, Wong F, Gines P, bernardi M, Ochs A, Salerno F,
dihitung dengan rumus sebagai berikut: kadar albumin Angeli P, et all. The Management of Ascites in Cirrhosis:
Report on the Consensus Conference of the International
serum - kadar albumin cairan asites. Bila SAAG tinggi Ascites Club. Hepatologi 2003;38:258-66.
(> 1,l g/dL ) dianggap transudat dan bila SAAG rendah 5. Kuiper JJ, De Man RA, Buuren HR. Review article:
(<1,1 g/dL ) dianggap eksudat. Pemeriksaan SAAG management of ascites and associated complications in
patients with cirrhosis. Aliment Pharinacol Ther 26 (Suppl
mempunyai ketepatan hingga 97% untuk mendeteksi 2),183-193.
adanya hipertensi p ~ r t a l . ' , ~ , ~ 6. Light RW. Pleural effusion. N Engl J Med,2002; 346:1971-7.
Beberapa pemeriksaan tambahan dapat dilakukan 7. ParamothayanNS, BarronJ. New criteria for the differentiation
pada keadaan tertentu. Bila dicurigai adanya proses pada between transudates and exudates. J Clin Path01 2002;55:69-
pankreas maka dilakukan pemeriksaan amilase. Pada
transudat karena sirosis tanpa komplikasi, kadar amilase
sekitar 50 U/L, tetapi dalam keadaan pankreatitis akut
atau perforasi intestinal, amilase akan meningkat >2000
ANALISIS CAIRAN

CAIRAN PLEURA agak putih kekuningan kental, berisi sisa sel yang rusak
serta fibrin. 5,6
Cairan pleura terletak dalam rongga pleura yang dibatasi
oleh lapisan mesotelium pleura viseralis dan parietalis.
Rongga pleura dalam keadaan normal mengandung PEMERIKSAAN CAIRAN PLEURA
sedikit cairan yang berfungsi sebagai pelumas pergesekan
ke dua membran tersebut. Cairan pleura berasal dari Bahan Pemeriksaan
filtrasi kapiler dari pleura parietalis, diproduksi secara Bahan pemeriksaan berupa caian pleura diperoleh dengan
terus menerus sesuai dengan tekanan hidrostatik, tekanan melakukan thorakosentesis. Pungsi dilakukan di bagian
onkotik plasma, serta permeabilitas kapiler. Cairan ini akan belakang rongga pleura di daerah interkostal 6, 7, atau
diabsorpsi kembali melalui saluran limf dan venula dari 8 pada garis midaksila. Akhir-akhir ini dianjurkan untuk
pleura viseralis. Bila terjadi ketidakseimbangan antara melakukan torakosentesis selain atas dasar pemeriksaan
produksi cairan yang berlebih terhadap kemampuan fisikjuga dengan bantuan ultrasonografi (USG), terutama
reabsorpsinya maka akan terjadi akumulasi cairan dan pada efusi yang tidak terlalu banyak untuk menghindari
disebut sebagai efusi pleura. Umumnya cairan ini akan terjadinya komplikasi serta kegagalan. Penggunaan
dibedakan menjadi cairan transudat dan eksudat. 'm2 USG juga dianggap sebagai standard dalam melakukan
Transudat biasanya terjadi bilateral karena gangguan torakosentesis pada efusi parapneumonik serta pada
sistemik yang mengakibatkan peningkatan tekanan pemasangan drainase. 's3

hidrostatik atau adanya penurunan tekanan onkotik Sama seperti pada pengambilan bahan pemeriksaan
plasma. Penyebab efusi pleura dengan cairan transudat, untuk cairan lain, sebaiknya digunakan 3 buah penampung,
antara lain: gagal jantung, sirosis hepatis, sindrom nefrotik yaitu untuk pemeriksaan kimiawi dan imunologi, tabung
dan hipoproteinemia. Eksudat lebih sering terjadi unilateral dengan antikoagulan K3EDTAatau heparin untuk hitung
dihubungkan dengan gangguan lokal atau setempat yang dan analisis sel serta tabung steril atau tang biakan
mengakibatkan peningkatan permeabilitas vaskuler atau (misalnya botol Bactec, atau media aerob dan anaerob lain)
gangguan resorpsi limfatik. Penyebab cairan eksudat, untuk pemeriksaan mikrobiologi. Seringkali antikoagulan
antara lain: infeksi (pneumonia, tuberkulosis, virus), mutlak diperlukan karena terdapat kemungkinan
neoplasma, limfoma, metastasis keganasan, mesotelioma, terben~uknyabekuan setelah pungsi cairan pleura karena
infark pulmoner dan berbagai proses inflamasi, lupus kadar fibrinogen atau proteinnya yang tinggi.Hal itu
eritematosus sistemik dan kelainan reumatoid. Cairan akan mengakibatkan jumlah sel atau hitung jenisnya
juga bisa berasal dari luar rongga pleura, antara lain pada tak dapat dilakukan. Untuk analisis cairan pleura juga
pankreatitis, ruptur esophagus dan urin~thoraks.',~ diperlukan contoh sampel darah K3EDTAdan darah beku
Kelainan pada pleura seringkali sukar ditentukan ~Jntukperhitungan rasio dalam menentukan jenis cairan
penyebabnya, begitu pula efusi pleura kadang sukar transudat atau eksudat. Biasanya pada thorakosentesis
diketahui penyebabnya. Pemeriksaan cairan pleura akan clapat diperoleh cukup banyak cairan. Sebaiknya cairan
membantu mengetahui penyebabnya, membedakan terseb~tdikirim cukup banyakjumlahnya ke laboratorium
adanya inflamasi, infeksi, serta keganasan yang untuk dianalisis baik sitologi maupun mikr~biologi.~,~
menyebabkan efusi pleura atau efusi parapneumonik. Pemeriksaan analisis cairan pleura yang dilakukan
Terdapat beberapa jenis obat yang dapat menyebabkan m e l i p ~ t protein
i total, laktat dehidrogenase (LDH),
efusi pleura seperti amiodaron, nitrofurantoin, fenitoin, albumin, amilase, pH dan glukosa, hitung sel dan
metotreksat, penisilinamin, siklofosfamid. Efusi pleura diferensiasinya serta sitologi. Selain itu juga dilakukan
dapat berlanjut menjadi empiema, patogen yang sering pemeriksaan mikrobiologi termasuk pewarnaan Gram,
berperan adalah tuberkulosis, kuman anaerob, dan jamur. ADA, dan PCR untuk mengetahui adanya tuberkulosis.
Empiemajuga dapat menyertai keganasan paru, limfoma, Kriteria yang digunakan untuk membedakan antara
atau metastasis endobronkhial dan dapat berlanjut transudat dan eksudat menggunakan kriteria Light yang
menjadi piothoraks. Untuk deteksi kecurigaan ini perlu dimodifikasi, yaitu dianggap eksudat bila rasio protein
dilakukan pemeriksaan r a d i ~ l o g i k . ~ , ~ cairan/serum >0,5, rasio LDH cairan dan darah >0,6, dan
Efusi parapneumonik adalah suatu efusi pleura yang kadar LDH cairan 2/3 jumlahnya di nilai batas atas LDH
disebabkan oleh pneumonia (baik community acquired serurrl atau dianalisis pula kadar kolesterol hasilnya >45
pneumonia hingga nosocomial pneumonia) atau abses mg/d -. 2,3
paru, dan biasanya menyebabkan efusi pleura eksudatif. Kriteria Light dianggap relatif baik untuk menentukan
Efusi parapneumonik dibedakan menjadi 3 bentuk, transudat dan eksudat, meskipun dari beberapa laporan
yaitu bentuk parapneumonik tanpa komplikasi, dengan terdapat ketidaksesuaian. Pada keadaan tersebut perlu
komplikasi, dan empiema. Pada empiema cairan keruh dilakukan pemeriksaan albumin cairan dan serum. Bila
perbedaan antara albumin cairan dan serum ;1.2 g,'dL diakibatkan adanya khilus akibat perlukaan pada duktus
maka dianggap cairan tersebut transudat. Bila dianggap thoraksikus atau merupakan pseudokhilus yang dijumpai
perlu dapat dilakukan pemeriksaan bilirubin cairan, lalu pada proses inflamasi kronis. Untuk membedakan adanya
dibandingkan dengan kadarnya di serum. Clianggap khilus dilakukan ekstraksi dengan eter, bila terbentuk
transudasi bila perbandingannya <0,6.1*4.5 cairan yang jernih maka cairan tersebut adalah khilus. Bila
cairan yang mengandung khilus diwarnai dengan Sudan
.
Tabel 1 Perbedaan Transudat dan Eksudat Ill akan tampak positif sedangkan pada pseudokhilus
akan negatif. Cairan pada khilothoraks mengandung
Parameter Transudat Eksudat
trigliserida yang meningkat tertapi tidak mengandung
Warna jernih keruh
kristal kole~terol.'.~
Berat jenis < 1.015 > 1.015
Protein total <3.0g/dL <3.0g/dL
Pemeriksaan Mikroskopik
Rasio protein cairan/serum < 0.5 > 0.5
Pada pemeriksaan mikroskopikdilakukan hitung sel. Jumlah
LDH (Laktat Dehidrogenase) < 200 IU > 20C IU
Rasio LDH cairan/serum < 0.6 > 0.6 sel > 1000/uL dianggap meningkat. Dilakukan hitung jenis
Jumlah sel < 1000uL > l000uL untuk melihat adanya sel mononuklear (MN) yang terdiri
Bekuan spontan Tak ada Kemungkinan dari limfosit dan monosit, serta sel polimorfonuklear
ada (PMN) yang berupa neutrofil. Pada infeksi tuberkulosis
Kolesterol cairan < 55 mg/dL > 55 mg/dL akan dijumpai dominasi limfosit dan disertai adanya sel
plasma, sedangkan dominasi neutrofil dijumpai pada
infeksi bakteri lain. Limfositosisjuga dapat dijumpai pada
Umumnya perbandingan protein dan LDH cairan keganasan, limfoma, sarkoidosis, khilothoraks dan penyakit
terhadap serum merupakan parameter yang cukup rheumatoid. Eosinofil dapat meningkat pada keganasan,
I+ baik untuk membedakan antara transudat dan eksudat. efusi parapenumonik, asbestosis, infark pneumonik, serta
Parameteryang digunakan untuk criteria Light adalah rasio infeksi parasit. Eosinofil perlu dilaporkan bila jumlahnya
protein cairan/serum >0,5, LDH cairan/serum 0,6 dan LDH mencolok. Pada parapneumonik dan empiema dapat
cairan > 2/3 batas atas nilai normal LDH serum. Feberapa dijumpai peningkatan jumlah sel dengan morfologi sel
peneliti juga menambahkan parameter kolesterol gradien yang degeneratif, dan seringkali sudah sukar dikenali.'z3
albumin dan pH untuk memperbaiki sensitiv tas dan Pada cairan pleura juga dapat dijumpai sel lain
spesifisitasnya terutama pada penderita yang mendapat seperti mesotel, makrofag, serta sel ganas. Mesotel
di~retika.~.~ berasal dari lapisan membran pleura. Mesotel yang
reaktif berwarna lebih tua, dapat mempunyai inti lebih
Pemeriksaan Makroskopik dari satu dan biasanya dijumpai pada inflamasi. Mesotel
Sama seperti pada cairan serosa lain dilakukan penilaian yang berkelompok perlu dibedakan dengan sel ganas.
terhadap warna cairan, kejernihan, adanya bekuan serta Pada penyakit lupus eritematosus sistemik dapat dijumpai
I,

kelainan lain yang mungkin tampak. Pada cairai pleura adanya sel LE di cairan pleura. Selain sel pada cairan
jenis transudat, cairan akan tampak kekuningai, jernih yang dicurigai juga perlu dilakukan pemeriksaan sitologi
tanpa adanya bekuan atau darah. Warna menjadi lebih untuk mencari sel abnormal seperti adanya keganasan
tua pada eksudat dan bila terdapat peningkatan jumlah atau metastasis sel ganas. Sel ganas umumnya memiliki
sel, misalnya pada infeksi. Warna kemerahan disebabkan membran sel yang iregular, sitolpasma dan inti yang
hemothoraks atau trauma pada saat pungsi cairan. mengalami moulding. Perlu dibedakan antara mesotelioma
Trauma pungsi dapat mengakibatkan timbulnya bekuan dengan adenokarsinoma. Dijumpainya sel mesotelioma
bila mengandung cukup banyak fibrinogen sehingga yang tak beraturan atau menampakkan morfologi yang
sebaiknya digunakan penampung dengan antikoagulan. abnormal perlu dilanjutkan dengan pemeriksaan sitologi
Untuk membedakan antara hemothoraks pada perdarahan untuk kecurigaan mesotelioma maligna. 2.3
dengan trauma maka dilakukan pemeriksaan hematokrit
cairan dan darah, bila hematokrit cairan meryerupai Pemeriksaan Kimiawi
hematokrit darah maka dianggap terdapat hemothoraks Cairan pleura berasal dari hasil ultrafiltrasi plasma oleh
karena cairan yang terkumpul berasal dari perdarahan. karena itu komposisinya menyerupai plasma. Selain
Pada perdarahan kronik akan terjadi efusi juga secara parameter protein dan LDH untuk membedakan transudat
kronik sehingga hematokrit akan menjadi lebih rendah. dan eksudat,parameter lain yang diperiksa adalah glukosa,
Cairan pleura yang keruh hingga berbentuk p ~ dapat
s pH dan amilase. Penurunan kadar glukosa dijumpai pada
disebabkan oleh adanya infeksi atau empiema. Cairan infeksi, tuberkulosis, serta inflamasi akibat rheumatoid
pleura yang sangat keruh seperti susu umumnya arthritis. Bila terdapat penurunan pH menjadi <7,2
ANALISIS CAIRAN

dicurigai adanya pneumonia sedangkan pH >7.4 sering REFERENSI


dijumpai pada keganasan. Bila pH sangat rendah perlu
1. Knight AJ, KjeIdsberg CR. Cerebrospinal, Synovial, and
dicurigai adanya perforasi pada esofagus sehingga
Serous Body Fluids. In McPherson & Pincus: Henry>s Clinical
terjadi percampuran dengan getah lambung yang asam. Diagnosis and Management by Laboratory Methods. Eds 21"'.
Peningkatan amilase dihubungkan dengan adanya proses W B 3aunders Company, Philadelphia 2006:pp1393-9.
kelainan pada pankreas, umumnya dilakukan pemeriksaan 2. Strasinger SK. Urinalysis and body fluids. 3'" ed FA Davis
Co, Philadelphia 1994pp.171-8.
amilase bila penyebab efusi pleura belurn diketahui. Bila 3. Brunzel NA. Urine and body fluid analysis. 2""ed. Saunders
dijumpai pH <7,28 dianjurkan untuk melakukan drainase, Philadelphia 2004pp.361-9.
begitu pula pada hasil glukosa cairan <40 rnd/dLatau rasio 4. Heffner JE, Highland K, Brown LK. A meta-analysis
cairan/serum glukosa < 0,4 dengan LDH > I 0 0 0 IU/L.1.5 derivation of continous likehood ratios for diagnosing pleural
fluid exudates. Am J respire Crit Care med 2003;167:1591-9.
5. Orts D, Femandez C, candeira CMSR, Hernandez L, Brufao
Pemeriksaan serologi SR. Is it meaningful to use biochemical parameters to
Pemeriksaan serologi dilakukan untukmembedakanadanya discriminate between transudative and exudative pleural
effusion? Chest 2002;122:1524-9.
keganasan, membedakan inflarnasi dan infeksi. Dapat 6. Sahn SA. Diagnosis and management of parapneumonic
dilakukan pemeriksaan carcinoembyonic antigen (CEA), effusion and empyema. CID 2007;45:1480-6.
komplemen, antinuclear antibody (ANA), immunoglobulin
serta pemeriksaan lain yang dianggap perlu. Pemeriksaan
adenosine deaminase activity (ADA) dengan hasil > 30
U/L dianggap menyokong adanya infeksi Mycobokterium
tuberkulosis.

Pemeriksaan Mikrobiologi
Sama seperti pada cairan serosa lain, pemeriksaan
mikrobiologi meliputi pemeriksaan terhadap sediaan
langsung dan biakan resistensi rnikroorganisme dan
terhadap kuman tuberkulosis. Sediaan langsung dipulas
dengan pewarnaan Gram atau pewarnaan untuk bakteri
tahan asam (Ziehl Neelsen) atau pemeriksaan PCR untuk
M. tuberculosis. Aspirasi yang berupa pus menandakan
terdapatnya empiema, bila penderita telah mendapat
terapi antibiotika sebelumnya maka mungkin saja hasil
kultur tidak tumbuh mikroorganisme. Untuk meningkatkan
hasil biakan sebaiknya cairan harus segera dimasukkan ke
dalam botol inokulasi untuk biakan dengan ~egera.'.~
CAIRAN PERIKARDIAL perikardiajenis transudat cairan akan tampak kekuningan,
jernih tanpa adanya bekuan atau darah. Warna menjadi
Cairan perikardial adalah cairan yang berada dalsm lebih tua pada eksudat dan bila terdapat peningkatan
rongga perikardium, yaitu rongga yang dibatasi oleh jumlah sel, misalnya pada infeksi atau keganasan. Warna
membran perikardial viseralis dan parietalis. Dalam yang bercampur agak kemerahan disebabkan kerusakan
keadaan normal hanya terdapat sejumlah kecil cairan, membran pada trauma pungsi, infeksi tuberkulosis atau
yaitu antara 10-50 mL. Efusi perikardial sebagian besar keganasan. Trauma pungsijuga mengandung cukup banyak
diakibatkan oleh gangguan permeabilitas membran akibat fibrinogen sehingga sebaiknya digunakan penampung
infeksi, keganasan atau gangguan metabolik yang akan dengan antikoagulan agar tak terbentuk bekuan yang
mengakibatkan ketidakseimbangan antara produksi dan akan mengganggu hitung sel dan hitung jenis sel. Warna
reabsorpsi. Peningkatanjumlah cairan atau efusi tersebut yang sangat merah dapat diakibatkkan adanya trauma
akan mengakibatkan peningkatan tekanan intraperikardial berat, luka tusukjantung serta penggunaan antikoagulan
dan akan mengganggu kerja jantung karena terjadi yang tak terkontrol. Cairan yang keruh seperti susu dapat
kompresi. Bila jumlah cairan cukup banyak akan terjadi disebabkan tercemar dengan k h i l u ~ . ' , ~
tamponade jantung. Jenis efusi perikardial dapat berupa
transudat, eksudat dan h e m ~ r a g i k . ~ . ~ Pemeriksaan Kimiawi
Cairan transudat dapat disebabkan oleh gacal Pemeriksaan yang dilakukan adalah melihat perbandingan
jantung, sindrom nefrotik, myxedema atau telainan antara kadar cairan terhadap serum (rasio) antara protein,
metabolik. Cairan eksudat dapat disebabkan infet:si antara albumin, glukosa, LDH, kolesterol serta berat jenis dan
lain tuberkulosis dan empiema. Cairan sangat keruh atau SAAG. Pada efusi perikardial juga digunakan kriteria Light,
hemoragik dapat dijumpai pada keganasan, trauma, dianggap terdapat transudat bila rasio protein <0,5 dengan
aneurisma, pasca operasi dan akibat obat antikoagulan). rasio LDH <0,6 atau LDH <200 IU/L dan SAAG < 1.2 g/dL,
Adanya efusi perikardial dapat dideteksi dengan kolesterol < 60 mg/dL. Penurunan glukosa berhubungan
mendeteksi keluhan sakit dada, rasa tekanan, perr~eriksaan dengan adanya infeksi bakterial. Berat jenis <1.015
fisik, elektrokardiografi serta radiologik.
's3 dianggap transudat, pH pada kelainan non-inflamasi adalah
7.42 + 0.06 dan pada inflamasi pH sekitar 7.06. 4,5

PEMERIKSAAN CAIRAN PERKARDIAL Pemeriksaan Mikroskopik


Pemeriksaan mikroskopik meliputi hitung sel dan hitung
Bahan Pemeriksaan jenis sel. Sel yang dilaporkan adalah jumlah leukosit,
Bahan pemeriksaan berasal dari pungsi daerah perikardial, bila jumlah eritrosit cukup banyak maka jumlahnya juga
perikardiosentesis. Dianjurkan untuk melakukan yindakan dilaporkan. Bila jumlah leukosit > 1000/uL maka dianggap
ini dengan bantuan radiologik dan setelah itu memasang terdapat infeksi. Bila pada hitung jenis dijumpai banyak
drain untuk beberapa saat. Sama seperti pada pengambilan neutrofil dianggap infeksi kemungkinan endokarditis
bahan pemeriksaan untuk cairan lain, sebaiknya digunakan bakterial. Perlu diamati juga adanya sel ganas serta sel
3 buah penampung, yaitu untuk pemeriksaan kimiawi abnormal lainnya. Jumlah eritrosit yang sangat banyak >
dan imunologi, tabung dengan antikoagulan K3EDTAatau 10.000/uL dianggap terdapat kemungkinan trauma atau
heparin untuk hitung dan analisis sel, serta t a b ~ n gsteril keganasan. 2,4
atau media biakan (misalnya botol Bactec, atau media
aaerob dan anaerob lain) untuk pemeriksaan mikr~biologi. Pemeriksaan Serologi
Seringkali antikoagulan mutlak diperlukan karena terdapat Pemeriksaan serologi dilakukan untuk membedakan adanya
kemungkinan terbentuknya bekuan setelah pungsi caran infeksi dan keganasan. Pemeriksaan Adenosine deaminase
perikardia karena kadar fibrinogen atau proteinnya yang activity (ADA) dengan hasil >30 U/L dianggap menyokong
tinggi. Hal itu akan mengakibatkan jumlah sel atau hitung adanya infeksi Mycobacten'um tuberculosis. Dapat dilakukan
jenisnya tak dapat dilakukan. Untuk analisis cairan juga pemeriksaancarcinoembyonic antigen (CEA),serologi untuk
diperlukan contoh sampel darah K3EDTAdan darah betu infeksi jamur, PCR untuk M. tuberculosis serta pemeriksaan
untuk perhitungan rasio dalam menentukan jenis cairan lain yang dianggap perlu. ',4.5
transudat atau eksudat.lc3

Pemeriksaan Makroskopik REFERENSI


Sama seperti pada cairan serosa lain dilakukan penilaian
1. Strasinger SK. Urinalysis and body fluids. 3'" ed FA Davis
terhadap warna cairan, kejernihan, adanya bekuan serta
Co, Pl~iladelphia1994:py.171-8.
kelainan lain yang mungkin tampak. Pada cairan cairan
ANALISIS CAIRAN

2. Brunzel NA. Urine and body fluid analysis. 2"*ed. Saunders Penurunan tekanan secara cepat dapat mengakibatkan
Philadelphia 2004:pp.361-9. herniasi. Umumnya dapat dikeluarkan sekitar 10-20 mL
3. Knight AJ, Kjeldsberg CR. Cerebrospinal, Synovial, and
Serous Body Fluids. In McPherson & Pincus: H e m p s Clinical cairan pada dewasa. Sebaiknya klinisi mengetahui jumlah
Diagnosis and Management by Laboratory Methods. Eds 21". minimal yang diperlukan untuk melakukan seluruh analisis
W B Saunders Company, Philadelphia 2006:pp1393-9. yang diperlukan. Pada analisis cairan otak diperlukan
4. Burgess LJ, Keuter H, taljaard JJF, Doubell AF. Role of sampel darah K3EDTAdan darah beku yang diambil sekitar
biochemical test in the diagnosis of large perikardial effusions.
Chest 2002;121:495-9.
2 jam sebelumnya untuk pembanding serta perhitungan
5. Seferovic PM, Ristic AD, Erbel M, Reinmuller R, Adler Y, rasio berbagai ~arameter.'.~
Tomkowski WZ, et all. Guidelines on the diagnosis and Spesimen biasa ditampung dalam 3 tabung sesuai
management of perikardial diseases. Executive summary. urutan pengambilan. Tabung pertama digunakan
Eur Heart J 2004;25:587-610.
untuk pemeriksaan kimiawi dan serologi, tabung ke-2
digunakan untuk biakan mikrobiologi, dan tabung ke-3
untuk hitung sel. Cairan otak harus segera dibawa ke
CAIRAN OTAK
laboratorium karena sel yang terkandung di dalamnya
mudah mengalami degradasi setelah.30 menit.',2
Cairan otak diproduksi di pleksus koroideus dan diabsorpsi
di vilus arakhmoid. Setiap hari akan diproduksi sejumlah
20 mL cairan serebrospinalis dan total volume cairan
Pemeriksaan Cairan Otak
Pemeriksaan cairan otak m e l i p u t i pemeriksaan
di ruang tersebut pada orang dewasa berkisar antara
makroskopik, mikroskopik, kimiawi, serologi, imunologi,
140-170 mL dan 10-60 mL pada neonatus. Produksi
mikrobiologi serta pemeriksaan khusus lainnya.
cairan terjadi melalui proses ultrafiltrasi akibat tekanan
hidrostatik sepanjang kapiler koroidal serta transpor aktif
sel epitelnya. Cairan otak berfungsi sebagai pembawa Pemeriksaan Makroskopik
nutrisi ke jaringan saraf, membawa sisa hasil metabolisme Pada pemeriksaan makroskopik dilaporkan warna,
sel, membentuk bantalan untuk menjaga otak serta kejernihan serta kelainan lain yang tampak seperti adanya
medulla spinalis dari trauma. Lapisan sel yang melapisi bekuan, endapan, serta keadaan lainnya. Cairan otak
rongga cairan terdiri dari endotel kapiler dan pleksus normal tak berwarna dan jernih seperti air. Cairan berwarna
koroid. Antar sel terdapat suatu tightjunction yang akan kemerahan dan sedikit keruh bila terdapat perdarahan,
menghambat makromolekul seperti protein, lipid dan kekeruhan dapat disebabkan juga oleh peningkatanjumlah
molekul lain untuk masuk ke dalamnya. Hal ini dikenal leukosit. Cairan sangat keruh atau seperti susu dapat
sebagai blood brain barrier atau sawar otak. Komposisi disebabkan peningkatan protein atau lipid di dalamnya.
cairan otak tidak sama seperti plasma karena adanya Warna xantokhrom dapat disebabkan oleh perdarahan
transpor aktif dari beberapa substansi.',* dan kemudian terjadi degradasi eritrosit. Warnanya
bervariasi dari agak merah muda (oksihemoglobin),
agak jingga akibat hemolisis atau kekuningan akibat
PEMERIKSAAN CAIRAN OTAK perubahan oksihemoglobin mejadi bilirubin. Penyebab
warna xantokhrom lain adalah peningkatan kadar bilirubin,
Bahan Pemeriksaan pigmen karoten, peningkatan protein yang tinggi, pigmen
Cairan otak biasa diperoleh dengan pungsi lumbal, sisternal melanoma serta juga dapat dijumpai pada fungsi hati yang
atau lateral servikal. Untuk pungsi lumbal dilakukan antara kurang baik pada ne~natus.'-~
vertebra lumbal 3-4 atau lumbal4-5. Tindakan harus hati- Warna kemerahan pada cairan otak harus dibedakan
hati dan memperhatikan tekanan intrakranial serta tak apakah berasal dari trauma pungsi atau memang terdapat
boleh mencederai jaringan saraf. Sebaiknya digunakan perdarahan otak. Pada perdarahan akibat trauma pungsi
manometer utuk mengukur tekanan sebelum dilakukan maka jumlah darah tidak homogen pada ketiga tabung.
pengambilan cairan otak. Dalam keadaan normal pada Tabung pertama akan mengandung lebih banyak darah
dewasa tekanan berkisar antara 90-180 mm, dapat dibandingkan tabung ke tiga3. Cairan dengan trauma
mencapai 250 mm pada pasien obese. Peningkatan pungsi cenderung lebih sering membentuk bekuan. Warna
tekanan >250 mm air dapat disebabkan oleh meningitis, xantokhrom seringkali disebabkan adanya perdarahan
perdarahan intrakranial dan tumor. Bila tekanan >200 mm yang telah berlangsung lebih dari 2 jam sebelumnya.
maka sebaiknya maksimal hanya dikeluarkan 2 mL cairan Kontaminasi dengan darah hingga 200-300 uL darah
saja. Pengambilan cairan harus dihentikan bila tekanan seringkali masih menampakkan cairan yang jernih.3c4
menurun sebesar 50% dari tekanan awal. Penurunan
tekanan dapat dijumpai pada blok spinal-subarakhnoid, Pemeriksaan Mikroskopik
dehidrasi, kolaps sirkulasi, dan kebocoran cairan otak. Pemeriksaan mikroskopik meliputi hitung sel dan hitung
jenis sel. Sel yang dilaporkan adalah jumlah leukosit, elektroforesis protein untuk melihat fraksinya. Dalam
bila jumlah eritrosit cukup banyak maka jumlahnya juga keadaan normal cairan otak hanya sedikit sekali
dilaporkan. Sebaiknya cairan diperiksa sebelum 30 menit mengandung protein karena cairan tersebut merupakan
dari sejak pungsi, sebelum terjadi lisis dari sel. Pada ultrafiltrasi selektif dari plasma. Jumlah protein normal
pemeriksaan cairan otak sebaiknya juga disertai contoh berkisar antara 15-45 mg/dL, jumlah yang sedikit lebih
darah dengan antikoagulan K,EDTA untuk melakukan tinggi dijumpai pada bayi dan orang tua. Urnumnya
perbandingan bila terjadi trauma pungsi atau bila dijumpai fraksi protein yang dapat dijumpai sama dengan fraksi
adanya sel abnormal seperti blas. Cairan otak dewasa protein plasma, kekhususan pada cairan otak adalah
normal mengandung 0-5 sel/ uL, pada anak jumlahnya adanya protein tau. pada analisis pemeriksaan cairan otak
lebih tinggi, pada neonatus dapat mencapai 30 sel/uL. sebaiknya disertakan juga sampel dari serum agar dapat
Perneriksaanjumlah sel umumnya tak dapat mengunakan dilaku kan ~erbandingan.~
alat hitung otomatik dan untuk menghitungnya digunakan Pemeriksaan protein total cairan otak dilakukan
kamar hitung kon~ensional.~,~ dengan reaksi warna atau dengan metode turbidimetri.
Pemeriksaan hitung jenis sebaiknya menggunakan Hasil pemeriksaan protein yang sedikit meningkat dapat
sediaan yang dibuat dengan alat sitospin sehingga disebabkan oleh rembesan protein susunan saraf pusat
penyebaran dan morfologi sel tetap baik. Sediaan hitung tetapi peningkatan protein yang nyata menandakanadanya
sel dipulas dengan pewarnaan Wright dan dilakukan hitung kerusakan pada sawar otak, produksi imunoglobulin pada
sel dengan membedakan sel PMlV (polimorfonuklear) sistem saraf pusat, berkurangnya bersihan protein, serta
dan M N (mononuklear). Bila terdapat banyak variasi sel degenerasi dari susunan saraf pusat. Penyebab tersering
lain maka dilakukan hitung jenis leukosit sama seperti dari kerusakan sawar otak adalah karena meningitis
hitung jenis sel darah. Sel yang sering dijumpai adalah dan perlukaan yang mengakibatkan perdarahan.
sel limfosit dan monosit (MN) dan kadang dapat dijumpai Beberapa kelainan neurologis juga dapat mengakibatkan
netrofil (PMN). Pada anak lebih sering dijumpai limfosit peningkatan protein. Pungsi cairan otak traumatik juga
sedang pada orang dewasa monosit. Pada inflamasi dan akan menyebabkan peningkatan protein cairan disertai
infeksi akan terjadi peningkatan jumlah leukosit dan bila adanya peningkatan jumlah komponen selnya. Dapat
jumlahnya sangat meningkat disebut sebagai pleositosis. dilakukan koreksi hasil pada pungsi traumatik bila
Dapat dijumpai adanya eosinofil, sel plasma, dan makrofag. pengirirnan cairan otak disertai dengan pengiriman sampel
Sel abnormal yang dapat dijumpai, antara lain sel ganas, darah dengan antiakoagulan dan serum.'
sel granulosit imatur hingga sel blas pada leukemia. Bila Selain pemeriksaan protein total cairan otak, juga
peningkatan sel didominasi oleh PMN maka dicurigai dapat dilakukan pemeriksaan fraksi protein seperti
adanya meningitis yang disebabkan oleh bakterial dan pemeriksaan albumin, IgG serta pemeriksaan elektroforesis
bila dominasinya M N maka dugaannya meningitis protein untuk melihat fraksi lainnya. Pemeriksaan ini
viral, tuberkulosa atau parasitik. Pada sklerosis multipel dilaporkan dalarn bentuk rasio terhadap kadarnya dalam
dijumpai dominasi limfosit dengan jumlah sel kurang serum. Pemeriksaan tersebut dilakukan untuk menunjang
dari 25 sel/uL. Adanya rnakrofag yang memfagositosis diagnosis adanya berbagai kelainan neurologis. Pada
eritrosit menandakan kemungkinan riwayat perdarahan penderita slerosis multipel akan dijumpai peningkatan
sebelumnya atau adanya sepsis. Peningkatan eosinofil fraksi IgG. Untuk membedakan apakah peningkatan
sering dijumpai sebagai reaksi terhadap adanya parasit tersebut merupakan produksi dari susunan saraf pusat
serta intracranial shunt malformation. Adanya limfosit maka dihitung rasio antara IgG/albumin dan IgG indeks.
reaktif dan limfosit berbentuk plasmositoid dijumpai IgG indeks= (IgG cairan/serum)/(albumin cairan/
pada infeksi viral serta sklerosis multipel. Pada hitung albumin serum)
jenis juga perlu dilaporkan pula benda lain seperti Dalam keadaan normal IgG indeks lebih kecil dari 0,6
adanya bakteri intraseluler, jamur, ragi, dan Cryptococcus. sedangakan pada multiple sclerosis IgG indeks > 0,77.
Untuk konfirmasi adanya Cryptococcus dapat dilakukan Selain itu pada elektroforesis dapat dijumpai adanya
pembuatan sediaan basah dengan pulasan tinta India, band oligoklonal yang tidak dijumpai dalam serum
terlihat gambaran yang khas berupa lingkaran halo tak penderitanya. Band oligoklonal dapat pula dijumpai pada
berwarna dari k a p ~ u l n y a . ~ - ~ beberapa kelainan lain seperti AIDS, tetapi band ini dapat
dijumpai juga di serum. Pada penderita sklerosis dapat
Pemeriksaan Kimiawi Cairan Otak dilakukan monitoring kadar myelin basic protein (MBP)
Pemeriksaan kimiawi yang sering dilakukan adalah yang ada dalam cairan otak. Protein ini juga dilaporkan
perneriksaan protein total, glukosa, dan elektrolit. meningkat pada sindrom Guillian-Barre.',2
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan Fraksi protein lain yang dapat dianalisis adalah a-,-
albumin, fraksi protein seperti transferin, imunoglobulin, makroglobulin (A2M) yang meningkat pada kerusakan
ANALISIS CAIRAN

sawar otak dan meningitis, P,-mikroglobulin (B2M) yang Tabel 1. Kadar Elektrolit Cdiian O;dkl
meningkat pada leukemia leptomeningeal, C reaktif protein
(CRP) untuk membedakan meningitis bakterial dan viral, Elektrolit Kadar Satuan
Fibronektin yang peningkatannya digunakan sebagai Natrium 135-1 50 mEq/L
petanda prognosis buruk pada leukemia limfositik akut Kalium 2.6-3.0 mEq/L
anak, beta amiloid protein 42 - atau protein sebagai petanda Khlorida 115-1 30 mEq/L
pada Alzheimer dan protein 14-3-3 sebagai petanda Kalsiurr 2.0-2.8 mEq/L
ensefalopati spongiform seperti penyakit Creutzfeldt-Jacob. Magnesium 2.4-3.0 mEq/L
Beta 1 transferin suatu isoform transferin sering digunakan Fosfor 1.2-2.0 mg/dL
sebagai petanda rinorea dan otorea."s4 Laktat 10-22 mg/d L
C02 20-25 mEq/L
Osmolalitas 280-300 mOsm/L
Pemeriksaan Glukosa Cairan
Glukosa masuk dalam cairan otak melalui transpor selektif
dengan kadar sekitar 60-70% kadar glukosa serum, yaitu peningkatan LDH dengan perdarahan intrakranial. LDH
sekitar 50-80 mg/dL. Sebaiknya dilakukan pemeriksaan juga digunakan utuk membedakan meningitis bakterial
kadar glukosa serum secara bersamaan, dengan dan viral. Kadarnya pada meningitis bakterial > 40U/L.4-G
pengambilan bahan darah 2 jam sebelum dilakukan pungsi
cairan otak. Pemeriksaan glukosa harus segera dilakukan Pemeriksaan Mikrobiologi Cairan Otak
setelah pungsi agar tidak terjadi penurunan kadarnya. Pemeriksaan digunakan untuk mencari penyebab infeksi.
Hasil pemeriksaan kadar galukosa yang tinggi harnpir Bahan perneriksaan harus ditampung dalam botol
selalu diakibatkan karena kadarnya dalam serum yang penampung steril serta dikirim secepatnya ke laboratorium.
meningkat. Kadar glukosa yang lebih rendah berguna Edak diperkenankan untuk menyimpan bahan tersebut
untuk menentukan penyebab meningitis. Penurunan yang di lemari es karena akan mengganggu pertumbuhan
lebih nyata dijumpai pada meningitis bakterial terutama kuman tersebut. Dapat dilakukan pemeriksaan sedian
bila disertai dengan peningkatan PMN. Bila penurunan langsung yang dipulas dengan pewarnaan Gram atau
disertai peningkatan limfosit maka lebih dicurigai adanya ETA serta pemeriksaan dengan tinta India. Untuk deteksi
meningitis tuberk~losa.'~~ mikroorganisme dan jamur juga dapat menggunakan
pemeriksaan imunologi. Pemberian antibiotik sebelum
Pemeriksaan Kimiawi Lain dilakutan kultur akan mengurangi kemungkinan
Selain protein dan glukosa dapat pula dilakukan tumbuhnya mikroorgani~me.~
pemeriksaan kadar laktat, elektrolit, enzim, dan glutamat.
Laktat dalam cairan otak berkisar antara 10-22 mg/dL,
kadar di cairan otak sering tidak berhubungan dengan
kadarnya di plasma. Peningkatan laktat cairan dikaitkan
dengan adanya hipoksia jaringan otak serta ha1 lain yang 1. Knight AJ, Kjeldsberg CR. Cerebrospinal, Synovial, and
Serous Body Fluids. In McPherson & Pincus: Henry>s Clinical
menyebabkan gangguan sirkulasi darah dan transpor Diagnosis and Management by Laboratory Methods. Eds 21st.
oksigen ke otak, hidrosefalus, perdarahan, edema otak W B Saunders Company, Philadelphia 2006:pp1393-9.
serta meningitis. Peningkatan laktat yang berkepanjangan 2. Strasinger SK. Urinalysis and body fluids. 3rd ed FA Davis
menandakan prognosis yang buruk. ',3 Co, Philadelphia 1994:pp.135-51.
3. Bronze1NA. Urine and body fluid analysis. 2nd ed. Saunders
Kadar elektrolit cairan otak yang sering diminta adalah Philadelphia 2004:pp.325-41.
Na, K dan CI, tetapi selain itu dapat dilakukan analisis 1. DeisellhammerF, Bartosb A, Egga R, Gilhusc NE, Giovannonid
terhadap Ca, Mg, C02 dan osmolalitasnya. Kadar substansi G, Rauere S, SellebjergF. Guidelines on routine cerebrospinal
fluid analysis. Report from an EFNS task Force. European
tersebut dapat dilihat pada tabel 1. Journal of Neurology 2006,13: 913-22.
Berbagai enzim dapat diperiksa di cairan otak 5. Lolli F, Franchiotta D. Standardization of procedures and
seperti adenosin deaminase (ADA) yang peningkatannya methods in neuroimmunology from the Italian Association
of Neuroirnmunology. http://www.aini.it/files/pdf/48094.
dikaitkan dengan infeksi tuberkulosis. Enzim kreatinin pcf. Retrieved March 2012.
kinase (CK) yang peningkatannya sering dijumpai pada 6. Seehusen DA, Reeves MM, Fomin DA. Cerebral Fluid
infark otak, hidrosefalus, perdarahan serta tumor. CK- Analysis. Am fam Physician 2003:68;1103-8.
BB isoenzimnya yang khas untuk otak meningkat 6 jam
setelah terjadinya infark otak. Enzim laktat dehidrogenase
(LDH) terutama isoenzim LDH 1 dan 2 mempunyai aktivitas CAIRAN SEND1
tinggi di jaringan otak. Pemeriksaan ini digunakan untuk
membedakan trauma pungsi yang tak menampakkan Cairan sendi atau cairan sinovial adalah cairan kental
yang terdapat di rongga sendi. Cairan sendi berasal dari meningkat. Cairan pleura yang sangat keruh seperti susu
ultrafiltrasi plasma melalui membran sinovial ditambah umumnya diakibatkan adanya kristal. Z , 3
dengan sekresi sel sinovial berupa suatu mukopo'isakarida
yang mengandung asam hialuronat dan protein. Pemeriksaan Viskositas
Ultrafiltrasi tidak bersifat selektif, kecuali untuk protein Cairan sendi lebih kental karena adanya polimerisasi
bermolekul besar, sehingga dalam keadaar normal asam hialuronat. Arthritis akan menyebabkan viskositas
komposisi cairan sendi menyerupai komposisi plasma. berkurang. Pemeriksaan viskositas dilakukan dengan cara,
Cairan sinovial membawa nutrisi bagi sendi, terutama di antara lain melihat kemampuan cairan sendi meregang
permukaan yang bergerak. Dalam keadaan normal cairan bila diteteskan. Dalam keadaan normal panjangnya dapat
sinovial berjumlah < 3.5 mL, jumlahnya akan meningkat mencapai 4-6 cm. Dapat juga dinilai dengan mucin clot
bila terjadi inflamasi dan infeksi serta proses lain di test, kemampuan cairan untuk membentuk bekuan yang
sendi. Cairan synovial berada di setiap sendi tetapi untuk baik pada pH asam. Dilaporkan sebagai bekuan yang baik,
mengambil sampel cairan biasa dilakukan pungsi dari sedang, buruk serta tidak membentuk bekuan. 2,3
sendi lutut. Analisis cairan sendi dilakukan untuk mencari
penyebab kelainan yang ada.'z2 Pemeriksaan Mikroskopik 2.4
Cairan sendi kadang terlalu kental sehingga terdapat
kesulitan untuk melakukan hitung sel serta hitung jenis
PEMERIKSAAN CAIRAN SEND1 selnya. Dilakukan hitung leukosit dan eritrosit serta sel lain
yang banyak dijumpai. Hitung sel harus segera dilakukan
Bahan Pemeriksaan < I jam pasca aspirasi karena setelah itu netrofil akan
Bahan pemeriksaan berupa caian sinovial d peroleh mengalami degenerasi dan menyebabkan jumlahnya
dengan melakukan arthrosentesis, aspirasi dengan jarum berkurang. Dalam keadaan normal dapat dijumpai hitung
di rongga sendi. Arthrosentesis dilakukan paling sering sel leukosit <200 sel/uL. Jumlah leukosit akan sangat
di sendi lutut. Sebaiknya bahan aspirasi ditampung meningkat hingga 100.00 sel/uL pada infeksi berat.
dalam 3 buah tabung, yaitu untuk pemeriksaan kimiawi Pada hitung jenis cairan sendi normal dijumpai
dan imunologi, tabung dengan antikoagulan K3EDTA predominasi sel mononuklir seperti limfosit, monosit
cair atau heparin untuk hitung dan analisis sel serta makrofag, dan sel sinovial. Jumlah netrofil < 25% jumlah
tabung steril atau media inokulasi (misalnya botcl Bactec, sel total. Peningkatanjumlah netrofil menandakan adanya
atau media aerob dan anaerob lain) untuk pemeriksaan arthritis septik, sedangkan peningkatan sel mononuklear
mikrobiologi. Seringkali mutlak diperlukan antikoagulan menandakan adanya proses non-inflamasi. Perlu
karena terdapat kemungkinan terbentuknya bekuan dilaporkan adanya eosinofil, sel LE (Lupus eritematosus),
setelah aspirasi karena kadar fibrinogen yang tinggi. Hal sel Reiter dan sel RA (rheumatoid arthritis) atau adanya
ini akan mengakibatkan jumlah sel atau hitung jenisnya Ragosit. Untuk memperoleh gambaran dan penyebaran
tak dapat dilakukan. Untuk analisis cairan sinovial juga yang baik, maka pembuatan sediaan hitung jenis dilakukan
diperlukan contoh sampel darah beku dan kadang darah dengan mengunakan sitosentrifugasi. Pada trauma juga
dengan K3EDTA. dapat dijumpai adanya butir lemak.
Pemeriksaan cairan sendi meliputi pemeriksaan Pada pemeriksaan mikroskopik juga diperlukan
makroskopik, mikroskopik, viskositas, identifikasi kristal, identifikasi kistal untuk mendiagnosis adanya crystal
kimiawi, sero-imunologi dan mikrobiologi. induced arthritis. Pemeriksaan kristal harus dilakukan
sesegera mungkin karena kristal mudah berubah dengan
Pemeriksaan ~ g k r o s k o ~ i k adanya perubahan suhu atau pH. Bila cairan sendi
Pada cairan sinovia dilakukan penilaian terhadap warna disimpan di lemari es akan terjadi peningkatan kristal
cairan, kejernihan, adanya bekuan serta kelainan lain monosodium uratnya. Kristal yang umum dijumpai
yang mungkin tampak. Pada keadaan normal, cai-an akan dalam cairan sendi adalah monosodium urat (asam urat)
tampak kuning muda, jernih tanpa adanya bekuan atau yang dijumpai pada gout, sedangkan kristal kalsium
darah. Warna mepjadi lebih tua bila terdapat inflamasi, pirofosfat dijumpai pada pseudogout. Selain itu juga dapat
infeksi dengan peningkatan jumlah sel. Warna kemerahan dijumpai kristal kolesterol, apatit, kalsium oksalat serta
disebabkan trauma pada saat pungsi cairan atau gangguan kristal kortikosteroid pada penderita yang diberi injeksi
koagulasi. Trauma pungsi dapat mengakibakan timbulnya kortikosteroid. Bila pada aspirasi menggunakan sarung
bekuan bila mengandung cukup banyak fibeinogen tangan yang mengandung bedak kadang dapat dijumpai
sehingga sebaiknya digunakan penampung dengan artefak kristal talkum. Bila kristal didiamkan lama dalam
antikoagulan. Cairan sendi yang keruh hingga berbentuk udara terbuka dapat terbentuk tambahan kistal kalsium
pus dapat disebabkan oleh adanya leukosit y a r g fosfat.
ANALISIS CAIRAN 281

Pemeriksaan Kimiawi
Cairan sendi berasal dari hasil ultrafiltrasi plasma oleh
karena itu komposisinya menyerupai plasma. Dilakukan
analisis glukosa cairan, laktat, protein dan asam urat. Kadar
glukosa cairan menurun pada arthritis septik atau adanya
infeksi. Dalam keadaan normal perbedaan glukosa cairan
dan plasma tidak lebih dari 10 mg/dL. Pemeriksaan laktat
dengan hasil <7,5 mmol/L dianggap dapat menyingkirkan
adanya arthritis septik, sedangkan kadar >7,5 mmol/L
dapat dijumpai pada arthritis septik atau arthritis
rheumatoid. Pada keadaan normal, protein molekul besar
tidak difiltrasi sehingga kadar protein normal < 3 g/dL.
Peningkatan protein dijumpai pada inflamasi atau keadaan
hemoragik. Pemeriksaan asam urat cairan dilakukan untuk
mengetahui peningkatannya terutama bila kristal urat tak
dapat ditemukan secara mikro~kopik.',~

Pemeriksaan Serologi
Pemeriksaan serologi dilakukan untuk mengetahui adanya
proses imunologik dan inflamasi. Pemeriksaan terhadap
faktor rheumatoid dapat dilakukan di cairan maupun
plasma, begitu juga pemeriksaan untuk serologi terhadap
lupus eritematosus. Pemeriksaan CRP, prokalsitonin,
komplemen cairan serta berbagai sitokin dilakukan untuk
mengetahui adanya proses septik dan imunologik. 4.5

Pemeriksaan Mikrobiologi
Pemeriksaan mikrobiologi meliputi pemeriksaan tuntuk
mencari penyebab inflamasi dan infeksi. Pemeriksaan
dilakukan terhadap sediaan langsung dan biakan resistensi
mikroorganisme, baik terhadap kuman tuberkulosis,
jamur, viral maupun bakteri lain. Sediaan langsung dipulas
dengan pewarnaan Gram atau pewarnaan untuk bakteri
tahan asam (Ziehl Neelsen) atau pemeriksaan PCR untuk M.
tuberculosis. Untuk meningkatkan hasil biakan sebaiknya
cairan harus segera dimasukkan ke dalam botol inokulasi
untuk biakan dengan segera. Kadang dilakukan inokulasi
untuk mencari Neisseria dan Hemophilus. 2.4rs

REFERENSI

1. Knight AJ, Kjeldsberg CR. Cerebrospinal, Synovial, and Se-


rous Body Fluids. In McPherson & Pincus: Henry>s Clinical
Diagnosisand Management by Laboratory Methods. Eds 21"'.
W B Saunders Company, Pluladelplua 2006:pp1393-9.
2. Strasinger SK. Urinalysis and body fluids. 3'"d FA Davis
Co, Philadelphia 1994:pp.171-8.
3. Brunzel NA. Urine and body fluid analysis. 2"*ed. Saunders
Philadelphia 2004:pp.361-9.
4. Li SF, Cassidy C, Chang C, Gharib S, Torres J. Diagnostic
utility of laboratory test in septic arthritis. Emerg Med J
2007;24:75-7.
5. Carpenter CR, Schuur JD, Everett WW, Pines JM. Evidence
based diagnostics: Adult Septic arthritis. Acad Emerg med
2011;781-96.
PENANDA TUMOR DAN APLIKASI KLINIK
Ketut Suega

PENDAHULUAN Jenis Perneriksaan


Banyak jenis pemeriksaan (assays) yang dapat dipakai
Deteksi tumor fase awal merupakan masalah yang penting untuk mendeteksi PT (seperti pada tabel I), akan tetapi
bagi para klinisi (oncologist) oleh karena pada fa:e inilah immunoassay merupakan teknik pemeriksaan yang paling
terapi diharapkan memberikan hasil maksimal. Seperti sering digunakan oleh karena menghasilkan akurasi dan
diketahui penyebab primer dan faktor yang mengawali presisi yang baik (sensitivity dan specivity). lnterpretasi
proses karsinogenesis adalah adanya defek pada proto- hasil akhir pemeriksaan PT lebih disukai yang memakai
onkogen, gen supresor dan beberapa gen esensial sistem otomatis dibandingkan dengan identifikasi visual.
lainnya. Defek tersebut tidak saja dianggap sebagai Sebagian besar laboratorium klinik pemeriksaan PT
faktor patogenetik tapi juga sebagai penanda tumor memakai sistem otomatis. Banyak jenis immunoassays
oleh karena faktor yang terdeteksi pada cairan biologis yang ada sehingga pemilihan sistem yang terbaik
tubuh merupakan petunjuk adanya pertumbuhan tumor. menjadi pekerjaan yang cukup sulit. Demikian halnya
Penanda tumor (PT) adalah suatu molekul,substansi belum ada standardisasi hasil sehingga tak jarang hasil
atau proses yang dapat diukur dengan suatu pemeriksaan pemeriksaan dengan sistem yang sama pada satu jenis PT
(assay) baik secara kualitatif maupun kuantitatif pada bisa berbeda. Tergantung dari jenis molekul PT diperiksa,
kondisi pra-kanker dan kanker. Penanda tumor sendiri apakah DNA, RNA, protein atau molekul lainnya. PT yang
dapat berupa DNA, mRNA, protein, atau bagian dari sama misalnya: HER2/neu apakah yang diperiksa ekspresi
protein (seperti proses dari proliferasi, angiogenesis, gennya, RNA ataukah proteinnya, akan memberikan
apoptosis, dan lainnya). Penanda tumor dapat ditemukan interpretasi klinik yang berbeda walaupun dikerjakan
dalam darah dan urin penderita. Disamping itu jaringan, air dengan sistem yang sama. Oleh karena itu setiap assay
ludah, cairan tubuh dan sel sendiri dapat dipakai sebagai yang dipakai harus dievaluasi performannya baik aspek
bahan untuk pemeriksaan PT.3-6 teknis, klinis, operasional dan aspek ekonomi-nya. Dari
Ada banyak jenis PT, beberapa diantaranya hanya aspek teknis yang perlu diperhatikan adalah sensitifitas,
diproduksi oleh satu jenis tumor sedang ada PT yang sama spesifisitas, akurasi, kualitas, stabilitas kalibrasi dan lain-
dibuat oleh beberapajenistumor. Perkembangan dibidang lain. Aspek klinik yang paling perlu diperhatikan adalah
pemeriksaan PT sangat pesat dan beberapa pemeriksaan akurasi diagnostik dari alat tersebut sudah dievaluasi
yang canggih dan baru seperti DNA microarrays, serial dengan nilai referensi dan oleh hasil penelitian tentang
analysis ofgene expression (SAGE) dan mass spectrometry, penyakit dimana PT tersebut terbukti. Oleh karenanya
studi proteomics untuk mengetahui susunan protein kualitas (quality assurance) dari pemeriksaan tersebut
dari setiap sel, terus dikembangkan walupun beberapa harus sudah terpenuhi (baik preanalytic, analytic dan
diantaranya hanya digunakan untuk keperluan riset ~aja.~,',' post analytic). Beberapa faktor yang bisa mempengaruhi
Namun demikian sampai saat ini belum ditemukan suatu performa assay antara lain: preparasi sampel dan bahan,
PT yang betul-betul ideal untuk satu jenis kanker. Di klinik fiksasi, antigen yang digunakan, spesifisitas antibodi, reaksi
PT digunakan tidak saja sebagai proses skrining dijgnosis immunohistokimia dan aspekvisualisasinya, referensi dan
dan monitoring, akhir-akhir ini PT juga digunakan untuk kontrol, presisi, interpretasi dan p e l a p ~ r a n . ' ~ - ' ~
meramalkan toksisitas terhadap pengobatan. Beberapa tehnik prosedur yang berbeda akan bisa
PENANDA TUMOR DAN APLIKASI KLINIK 283

menyebabkan seberapa baik hasil pemeriksaan tersebut IDENTIFIKASI PENANDA TUMOR


sesuai dengan kondisi biologis dan klinis dari pasien
tersebut. Oleh karenanya aspek tehnik ini harus dimengerti Sejarah perkembangan PT dimulai sejak ditemukannya
untuk masing - masing jenis PT dan penggunaan pertama kali oleh Henry Bence-Jones pada tahun 1846
kliniknya. Sebagai contoh: mutasi p53 bisa terdeteksi endapan protein dalam kencing yang diasamkan dari
dengan analisis sekuensial, bisa dengan single-strand seorang penderita mieloma multipel dan sampai saat
conformational polymorphism screening of DNA, atau ini masih digunakan sebagai salah satu tanda adanya
dengan immunohistochemicaf analyisis of tissue for p53 imunogl2bulin rantai ringan, dan sejak saat itu telah
protein. Masing-masingjenis analisis ini akan memberikan ditemukan makin banyak PT yang ~ o t e n s i a l . ~ , ~
hasil yang berbeda tergantung dari penggunaan klinis dan Tidac seperti penemuan obat-obat baru sampai pada
p53 tersebut sebagai faktor prognostik. Demikian pula, pengesanannya sebagai obat standar, sudah ditentukan
satu jenis reagen yang dipakai untuk berbagai jenis assay tata cara penangannya, prosedur untuk pemeriksaan PT
yang berbeda akan memberikan hasil yang berbeda pula. mulai dari penelitian laboratorium sampai aplikasi klinik
Suatu jenis antibodi monoklonal yang diperiksa dengan belum ditentukan dengan jelas. Untuk mengatasi ha1 ini
tehnik imunohistokimia untuk memeriksa ekspresi antigen, National Cancer Institute merekomendasikansuatu strategi
atau diperiksa dengan teknik ELISA untuk mengukur secara untuk rrenentukan suatu PT. Penanda biologis dengan
kuantitatif antigen yang sama. Kedua tehnik ini akan potensi diagnostik dan prediktif tersebut mula-mula akan
memberikan hasil analisis yang berbeda dan berbeda pula diperiksa pada fase I yang terdiri dari pilot study. Pada fase
interpretasi klinisnya.14-l7 ini metode yang dipakai tersebut akan dites menggunakan
Oleh karena itujaminan kualitas suatu alat pemeriksaan material baik yang berasal dari jaringan normal maupun
PT adalah mendeteksi PT dengan reliabilitas, validitas, dan jaringan tumor untuk mengetahui perubahan kadar
efikasi yang baik di dalam perannya dalam setiap aspek molekul yang bersangkutan. Apabila pemeriksaan cukup
penatalaksanaan peng-obatan pasien. Hal ini meliputi meyakinkan baik secara kualitatif maupun kuantitatif,
aspek preanalitik dan post analitik, yaitu mulai dan kemudian dilakukan studi fase II yang merupakan studi
mempersiapkan bahan yang memiliki standar pemeriksaan retrospektif dengan menggunakan sampel klinik yang
termasuk mencatat beberapa kondisi klinis seperti penyakit sudah ditentukan untuk mendapatkan nilai klinik PT yang
hati dan ginjal yang akan mempengaruhi hasi, metode potensial. Setelah itu akan diikuti dengan fase Ill dengan
dan standardisasi dari alat yang bersangkutan, sampai studi kclmfirmasi menggunakan sekelompok pasien dan
prosentase dalam interpretasi hasil serta penggunaannya fase IV yang merupakan fase validasi kadar PT dengan
didalam penatalaksanaan p a ~ i e n . ~ ~ ~ ~ ~ ' ~ melakukan studi terbuka pada banyak institusi seperti
pada trial klinik.14~'9-21

Tabgl 1. Molekul atau Bqhan Jrang:Dapat atau Memungkinkanuntuk Diukur,Alpt Uk


Tumor (dikutip :14)
Molekul atau Kelainan apa yang Bagaimana bentuk Apa reagen yang Bagaimana APa yang
proses apa yang dapat dideteksi pengukuran? digunakan? persyaratannya? dipertimbangkan
diukur? dalam pengukuran? sebagai hasil
positif?
Gen Amplifikasi, delesi, Southern, CDGE, Probe(panjang Stringency, dl1 Tergantung tes,
mutasi. dl1 SSCPE, PCR/ penuh, pasrial, kemungkinan
sekuens, dl1 sekuen-c primer, beragam
dll)
RNA Ekspresi berlebihan, Nothern, r e v e r s e Sama dengan di Sarna dengan di Sama dengan di
rnutasi, dl1 PCR, hibridisasi in atas atas atas
situ
Produk ( protein, Ekspresi berlebihan, ELISA, EIA, RIA, IRMA, Antibodi poli- Konsentrasi dari Sama dengan di
karbohidrat, glikosilasi abnormal, irnunohisto-kimia kional, antibody reagen, langsung atas
lemak, dll) l o k a s i s e l u l e r (imunoperoksidase, r n o n o r l o n a l , vs tidak langsung,
abnormal, dl1 fluoresensi, dll) ligan, dli dl1
Proses ( p e r - M u n c u I ny a Imunopatologi, Kernungkinan Sarna dengan di Sama dengan di
turn b u h a n pembuluh darah pengukuruan beragarn atas atas
pembuluh darah, baru, peningkatan seluler in vitro, dl1
respon seluler, dll) respon seluler, dl1
CDGE =continues denaturation gel electrophoresis; SSCPE=single-strand conformational polymorphism electrophoresis;
PCR= polymerase chain reaction; ELISA= enzyme-linked immunosorbent assay; EIA= enzyme-linked immunoassay; RIA=
radioimmunoassay; IRMA= immune-radiomimetic assay.
, , Salah satu langkah penting untuk identifikasi dan fosfatase, alkali fosfatase, amilase, kreatin kinase,
memastikan manfaat suatu PT adalah merancang suatu gamma glutamyl transferase, laktat dehidrogenase,
bentuk tersendiri yang layak dan sesuai. Salah satu dan deoksinukleotidil transferase.
format yang baik untuk tersebut adalah yang dirancang 2. Reseptor jaringan. Reseptor jaringan merupakan
oleh ASCO yang disebut TMUGS (The Tumor Marker protein yang berkaitan dengan rnembran sel. Reseptor
Utility Grading System). Masing-masing PT ditentukan ini berikatan dengan hormon dan faktor perturnbuhan
penggunaan kliniknya berdasarkan LOE (Level ofevidence), serta mernpengaruhi kecepatan perturnbuhan tumor.
t dimana LOE I merupakan PT yang didukung oleh desain Beberapa reseptor petanda tumor yang penting
yang terbaik, sedangkan LOE V merupakan PT yang adalah reseptor estrogen reseptor progesteron,
dukungan buktinya paling minimal. Sesuai dengan sistem reseptor interleukin-2, dan epidermal growth factor
ini, PT ideal seharusnya didukung oleh rancangan disain receptor (EGFR).
studi yang prospektif, dengan kekuatan (power) yang 3. Antigen. Antigen onkofetal adalah protein yang
memadai, terandomisasi dan secara spesifik menilai aspek terbuat dari gen yang memiliki aktivitas tinggi saat
penggunaan dari PT yang diperiksa, apakah sebagai rnasa perturnbuhan fetal, narnun berfungsi sangat
penanda prognosis, prediktif atau lainnya.14,17,21 minimal saat masa setelah kelahiran. Petanda tumor
Demikian halnya dalam melaporkan hasil studi perlu yang penting dalam kelornpok ini adalah alfa feto
dilakukan strandardisasi rnengenai elemen yang penting protein (AFP), antigen karsinoembrionik (CEA), antigen
dari sebuah PT yaitu: kegunaan kliniknya, kekuatan dari spesifik prostat (PSA), cathespin D, HER-2/neu, CA-
I PT yang bersangkutan dan reliabilitasnya. Untuk ini 125, CA-19-9, CA-I 5-3, dan lainnya.
telah dikembangkan suatu format laporan yang disebut 4. Onkogen. Beberapa petanda tumor adalah produk
REMARK (reporting recommendation for tumor marker dari onkogen, yang rnerupakan gen yang berperan
prognostic studies) oleh NCI-EORTC. Dalam guidelines ini aktif dalam masa fetal dan mencetuskan perturnbuhan
perlu di tetapkan tujuan dari studi, identifikasi dengan tumor saat gen ini teraktivasi pada sel rnatur. Beberapa
jelas populasi pasien dan kontrol, end-point dari studi dan onkogen penting contohnya adalah BRAC-I, myc,
faktor - faktor pengganggu yang potensial yang mungkin p53, gen R B (retinoblastoma), dan kromosom
ada (3,22). Philadelphia.
Penanda tumor yang ideal adalah PT yang sangat 5. Hormon. Kelompok terakhir dari petanda tumor ini,
spesifik artinya dia hanya ada pada tumor tersebut termasuk kelompok hormon yang secara normal
dan juga perlu sensitifitas 'yang tinggi artinya dapat disekresi oleh jaringan yang mengalami perubahan
rnendeteksi tumor pada kondisi pra-kanker. Akan tetapi rnalignansi, di rnana hormon ini juga diproduksi oleh
sampai saat ini belum ada satupun PT yang ideal dan jaringan yang secara normal tidak menghasilkan
perneriksaan hanya satu jenis PT tidak dapat dipakai horrnon (produksi ektopik). Beberapa horrnon yang
sebagai pegangan untuk diagnosis suatu tumor oleh terkait dengan proses malignansi adalah adrenal
karena: 1. kadar PT dapat meningkat pada penderita tanpa cortico tropic hormon (ACTH), kalsitonin, katekolarnin,
kanker; 2. kadar PT tidak meningkat pada setiap penderita gastrin, human chorionic gonadotropin (hCG) dan
kanker, lebih-lebih pada kanker stadium dini; 3. banyak prolaktin.
PT meningkat kadarnya pada berbagai jenis tumor. Akan
Keuntungan dari penggunaan petanda tumor: 4.29
tetapi kadar PT akan sangat berguna apabila digunakan Memberikan lebih banyak informasi tentang penyakit
bersama-sama dengan pemeriksaan rontgen dan tes darah
dan memungkinkan untuk penyesuaian pengobatan
lainnya untuk menegakkan diagnosis kanker pada individu
yang digunakan, termasuk dalarn mencapai
yang diketahui rnernpunyai risiko tinggi untuk kanker.4p23
t peningkatan efikasi dan survival.
Mencegah efek samping dari pemberian terapi yang
tidak diperlukan.
JENlS PETANDA TUMOR Melakukan cara diagnostik yang kurang invasif.
Meningkatkan kualitas hidup
Banyak macam penggolongan yang dapat ditemukan
Mengurangi biaya
rnengenai jenis dan macarn PT, tapi pada dasarnya ada
5 jenis PT yaitu : Kelemahan yang potensial dari menggunakan petanda
1. Enzirn. Beberapa enzim yang terdapat di beberapa
jaringan kadarnya akan rneningkat dalarn plasma Variasi hasil dan juga interpretasinya dari berbagai
bila terjadi keganasan yang melibatkan jaringan metode pemeriksaan
tersebut. Beberapa contoh enzim yang kadarnya Rendahnya reliabilitas
meningkat pada kasus keganasan adalah asarn Protein dan atau protein yang dimodifikasi sangat
PENANDA TUMOR DAN APLIKASI KLlNlK

bervariasi pada tiap individu, diantara beberapa tipe kanker hepatoseluler. Kadar normal AFP tidak lebih dari 20
sel, dan bahkan pada sel yang sama sekalipun yang ng/ml, kadarnya rneningkat sesuai dengan peningkatan
mengalami stimulus yang berbeda atau stadium ukuran tumor.
penyakit yang berbeda. Jadi sangat sulit untuk
mengetahui apakah nilai/ kadar yang diperoleh dari Carcino Embryonic Antigen (CEA)
individu adalah sesuatu yang akurat dan nilai/ kadar CEA diproduksi selama perkembangan bayi dan setelah
pada tiap pasien yang menunjukkan adanya suatu la.lir produksi CEA akan berhenti dan tak terdeteksi
abnorrnalitas. pada orang dewasa normal. CEA ditemukan pertarna
Sel normal seperti sel kanker memproduksi banyak kali pada adenokarsinoma kolon pada tahun 1965.
petanda tumor. CEA dimetabolisme di hepar dengan half-life sekitar
Petanda tumor tidak selalu muncul pada kanker 1-8 hari. Beberapa penyakit hati dan obstruksi biliaris
stadium awal. akan menghambat klirensnya sehingga akan terjadi
Petanda tumor dapat muncul pada kondisi non peningkatan kadar CEA.27CEA adalah PT yang digunakan
malignansi. untuk penderita dengan kanker kolorektal. Kadar diatas
Pasien dengan kanker biasa saja tidak mengalami 5 u/ml sudah dianggap abnormal. Kadar yang tinggi juga
peningkatan petanda tumor pada sampel darahnya. d!jumpai pada kanker paru, payudara, pankreas, tiroid, hati,
Bahkan pada petanda tumor kadarnya tinggi, serviks dan kandung kemih. Dalam kondisi normal kadar
petanda tumor belum tentu cukup spesifik untuk CEA rneningkat pada perokok. Kadar CEA akan meningkat
mengkonfirmasi keberadaan suatu kanker. setelah kankernya sendiri terdeteksi sehingga CEA tidak
digunakan sebagai alat diagnostik.

PENANDA TUMOR SPESIFIK Cancer Antigen 15-3 (CA 15-3)


CA 15-3 pertama kali digunakan pada kanker payudara.
Human Chorionic Gonadotropin (HCG) Kadarnya hanya rneningkat kurang lebih 10% pada kasus
HCG dalam keadaan normal disekresikan oleh jaringan yang dini tapi akan meningkat sampai 75% pada kanker
plasenta dan mencapai kadar tertinggi pada umur yang sudah lanjut. Kadar normal CA 15-3 adalah sekitar
kehamilan 60 hari. Hormon ini terdiri dari 2 subunit yaitu 25 U/ml, dan kadar setinggi 100 U/ml bisa dideteksi
alpha subunit dan beta subunit, dengan half-life sekitar pada wanita yang tidak menderita kanker. CA 15-3 juga
12-24 jam. Kadar normal HCG adalah 1-5 ng/ml dan menin~katpada kanker lainnya seperti kanker pankreas,
sedikit meningkat pada wanita post menopause (sampai paru, ovarium dan hati. Pada hepatitis dan sirosis juga
10 ng/ml). Kadar yang tinggi dari HCG dapat ditemukan ditemukan kadar CA 15-3 yang meningkat 28.
pada kehamilan mola, korio karsinoma. Peningkatan kadar
HCG dapatjuga dijumpai pada adenokarsinoma pankreas, Cancer Antigen 125 (CA 125)
tumor sel islet, kanker usus kecil dan besar, hepatoma, CA 125 adalah PT standar untuk kanker epitelial ovarium.
larnbung, paru, ovarium, payudara dan kanker ginjal. Untuk Kadar referensi yang banyak dianut adalah 0-35 ku/L,
pemeriksaan penanda tumor biasanya diperiksakan HCG namur~hampir 99% wanita normal post-menopause
intak dan beta subunit HCG karena ada jenis tumor yang mempunyai kadar < 20 kU/L. Kadar antara 100 kU/L dan
hanya memproduksi subunit beta saja (25,30,31). lebih dapat dijumpai pada wanita premenopause pada saat
menstruasi.17Lebih dari 90% penderita mempunyai kadar
Alpha fetoprotein (AFP) CA 125 lebih dari 30 u/ml apabila kanker sudah lanjut.Akan
AFP akhir-akhir ini diperiksa dengan immunometricassay tetapi masalahnya banyak wanita dengan kadar > 30 u/
dengan menggunakan antibodi monoklonal atau poliklonal ml tidak didapatkan dengan kanker ovarium. Kadar yang
dan hasilnya dikalibrasi dengan standar internasional (IS) tinggi juga ditemukan pada wanita dengan endometriosis,
72/225. AFP biasanya didapatkan pada fetus yang sedang pada kanker paru dan individu yang mempunyai kanker
tumbuh, bayi baru lahir dan wanita hamil, mempunyai ~ e b e l u m n y a .Kadar
~ CA 125 yang meningkat juga
kadar tertinggi sekitar 15 ug/l setelah tahun pertama ditemukan pada kondisi non malignan seperti penyakit
dari kehidupan dan akan meningkat pada kelainan hati hati, fibroid, kista ovarium, dan p e r i t o n i t i ~ . ~ , ~ ~ , ~ ~
dan keganasan lainnya. Protein ini diproduksi oleh hati
bayi dan yolk sac. Peningkatan kadar AFP lebih dari 100 Cancer Antigen 19-9 (CA 19-9)
ng/ml paling sering dijumpai pada kanker sel germinal CA 19-9 dijumpai pada epitel lambung bayi, saluran usus
dan kanker hati primer, akan tetapi juga meningkat pada halus dan hati serta pankreas bayi serta pada serum
kanker lambung, kolon, pankreas dan paru yaitu sekitar penderita dengan keganasan. Kadar abnormal CA 19-9
20%26.Kadar AFP dijumpai lebih tinggi pada 2/3 penderita adalah diatas 37 u/ml. CA 19-9juga dapat meningkat pada
kanker saluran cerna jenis lainnya seperti kanker dukrus rnenentukan prognosis. Penderita dengan kadar > 3 ng/ml
biliaris. Kadar yang meningkat juga dapat dilihat pada akan mempunyai prognosis yang lebih jelek.4,30r31
hepatitis, sirosis, pankreatitis dan kelainan saluran cerna
lainnya. Keadaan ikterus akan mempengaruhi spesifisitas' Cancer Antigen 27.29 (CA 27.29)
CA 19-9, karena pada kondisi dengan ikterus didapatkan CA inijuga dipakai untuk kanker payudara, akan tetapi dia
kadar CA 19-9 yang rneningkat sehingga CA 19-9 kurang tidak lebih baik dari pada CA 15-3. Akan tetapi dia lebih
sensitif dalam rnendeteksi kanker pankreas fase awal dan jarang positif pada individu yang sehat. Kadar normal
hanya 55% penderita kanker pankreas dengan kadar CA biasanya kurang dari 38-40 u/ml. Penanda ini ternyata
19-9 yang tinggi apabila masa tumor < 3 cm. 3 2 juga dapat rneningkat pada kanker yang lain.4

Prostate Spesific Antigen (PSA) HER-2/ neu (c-erbB-2)


Dalarn kondisi normal kadar PSA < 3 ng/rnl pada laki HER-2/neu rnerupakan penanda yang ditemukan pertama
dewasa. Prostate SpesificAntigen diproduksi di sel prostat kali pada sel kanker payudara dan dapat dilepaskan ke
dan kadar diatas 4 ng/ml ditemukan pada penyakit prostat sirkulasi darah. Protein ini dijumpai pada perrnukaan
baik kasus malignan maupun kasus jinak seperti prostat sel epitel dan berfungsi sebagai reseptor untuk faktor
hiperplasia. Prostate Spesific Antigen satu-satunya PT perturnbuhan sel. Pada set kanker protein ini akan
yang sudah diakui sebagai alat skrining untuk kanker kehilangan respon norrnalnya untuk faktor regulator
prostat. Pemeriksaan PSA terdiri dari PSA free dan PSA act lainnya sehingga akan menyebabkan kontrol regulasi
yang merupakan kornpleks antara PSA dengan alpha-7 terhadap suatu sel hilang dan timbulah kanker. HER-2/neu
antichymotrypsin. PSA act rnerupakan rasio antara total juga dapat dijumpai pada kanker lain. Umumnya penanda
PSA dengan PSA free, dan digunakan untuk rnernbedakan ini tidak diperiksa melalui darah tapi rnemeriksa sel
antara kasusjinak seperti prostat hipertrofi dengan kanker kankernya dengan rnenggunakan immunohistochemistry
prostat. Kadar dibawah 4 ng/ml menu~jukantidak adanya atau pewarnaan khusus pada jaringan kankernya. Kadar
lesi rnalignan sedang kadar diatas 10 ng/rnl rnenmdakan normal dalarn darah adalah dibawah 450 fmol/ml. 34.35
lesi kanker, sedang nilai antara 4-10 ng/rnl rnerupakan
area abu-abu yang masih rnernerlukan pemeriksaan Lipid Associated Sialic Acid in Plasma (LASA-P)
tambahan atau PSA serial. Kadar PSA free yang rneningkat LASA-P telah diteliti sebagai penanda pada kanker
jarang diikuti oleh adanya kanker, dan kadar PSA free ovariurn dan kanker lainnya. Narnun belum rnenunjukkan
lebih besar 25% dari total PSA umumnya merupakan lesi rnafaat yang besar sehingga penggunaannya sudah mulai
jinak. Dibawah 15% kemungkinan suatu kanker rneningkat ditinggalkan."
diatas 20% dan apabila < 10% rnaka kernungkinal kanker
meningkat rnenjadi sekitar 30-60%.4 Umumnya kadar NMP22
diatas 4 ng/ml mengharuskan tindakan biopsi prcstat dan NMP22 merupakan protein yang ditemukan pada urin
kadar > 20 ng/rnl rnenunjukkan kanker sudah menyebar penderita kanker kandung kernih. Awalnya digunakan
dan biasanya tidak bisa di~embuhkan.~,~'-~' untuk follow-up pasien dengan kanker kandung kemih
Banyak faktor lain yang rnempengaruhi ka3ar PSA untuk menghindari pemeriksaansistoskopi yang berulang.
yaitu umur tua akan cenderung mempunyai kadar yang Perneriksaan ini sudah rnulai ditinggalkan karena tidak
lebih tinggi. Demikian pula pada penderita BPH (benign ensi it if.^,^^,^'
prostate hypertrophy). Kadar PSA berkorelasi linier dengan
pertumbuhan tumor, rnakin besar jaringan tumor makin Neuron Spesific Enolase (NSE)
tinggi peningkatan kadar PSA . NSE disekresi oleh sel saraf dan sel neuroendokrin susunan
saraf pusat dan tepi. Peningkatan kadar NSE > 12 ng/ml
Beta 2-Microglobulin (P2M) biasanya dianggap abnormal. NSE kadang dipakai untuk
P2M rnerupakan protein yang berhubungan dengan kanker paru khususnya pada kanker sel kecil. Protein
mernbran luar dari banyak sel terrnasuk sel lirnfosit. Dia ini didapatkan lebih baik dari pada CEA untuk follow-
merupakan unit kecil dari molekul MHC klas I dan d-a up pasien kanker sel kecil. Penanda ini juga ditemukan
diperlukan untuk transport rantai berat klas I dari retikulurn pada beberapa tumor neuroendokrin yaitu karsinoid,
endoplasrnik ke permukaan sel. Pada kadar ya7g kecil neuroblastoma, kanker rnedula tiroid, tumor Wilm's dan
P2M dapat ditemukan pada serum, urin dan cairan spinal phe~chr~m~cytoma.~~~~~
orang normal. P2M meningkat pada lekemia lirnfoblastik
akut, lekemia kronik, rnieloma rnultipel dan beberapa Thyroglobulin (hTG)
lirnfoma. Pada pakreatitisjuga didapatkan kadar P2M yang Thyroglobulin diproduksi oleh kelenjar tiroid dan kadarnya
meningkat. Pada mieloma multipel P2M sangat baik untuk rneningkat pada kelainan tiroid. Apabila kanker tiroid telah
PENANDA TUMOR D A N APLlKASl KLlNlK

diangkat dan kadar thyroglobulin meningkat diatas 10 Penanda Skrining


ng/ml maka dapat diduga terjadi kekambuhan. Kadar ini Penanda ini merupakan bagian dari penanda diagnosis.
juga dapat diikuti untuk mengevaluasi hasil terapi pada Hal yang penting diperhatikan pada penanda ini adalah
kanker tiroid yang metastase. Kadar hTG yang meningkat sensitivitas dan spesifisitas dari PT dalam menunjang
juga dapat dijumpai pada tumor W i l m ' ~ . ~ diagnosis. Untuk dapat berfungsi sebagai penanda
yang dapat mengenal tumor pada fase awal maka PT
5- 100 yang bersangkutan harus mempunyai sensitivitas dan
5-700 berhubungan dengan melanoma malignan. Pada spesifisitas yang tinggi. Namun demikian, tergantung dari
studi awal diketahui terjadi peningkatan pada hampir jenis tumor tingkat sensitivitas dan spesifisitasnya dapat
semua penderita dengan melanoma malignan. Hal bervariasi. Sebagai contoh skrining untuk tumor kolon
ini sedang diteliti dan tes pemeriksaan 5-100 masih memerl~kanspesifisitas yang tinggi oleh karena semua
pelajarL4 penderita dengan tes positif akan menjalani pemeriksaan
kolonosl.:opi suatu prosedur invasif dan mahal. Sebaliknya
Cancer Antigen 72-4 (CA 72-4) pada kanker payudara walaupun dengan spesifisitas yang
CA 72-4 merupakan tes yang relatif baru untuk kanker tidak terlalu tinggi asalkan disertai dengan sensitivitas
ovarium dan kanker yang berasal dari saluran cerna. Tidak tinggi tstap dapat diterima karena akan dilanjutkan
lebih baik dari CA 125 tapi dapat menambahkan nilai dengan pemeriksaan mammography yang dianggap
diagnosis dan ha1 ini masih dalam penelitian l a n j ~ t a n . ~ murah 3an lebih mudah. Hal ini akan mengurangi
jumlah penderita yang menjalani pemeriksaan sekaligus
Squamous Cell Carcinoma Antigen (SCC) memastikan mereka yang dengan tes positif (sensitivitas)
SCC pertama kali di identifikasi pada kanker serviks. Ini harus menjalani pemeriksaan lanjutan. Di samping ha1
merupakan penanda dari kanker sel squmous yang dapat itu, pre;lalensi kanker yang bersangkutan juga dapat
terjadi pada serviks, kepala dan leher, paru dan kulit. Kadar menyebabkan tingkat spesifisitas suatu tes dapat diterima
dari SCC dapat dipakai membantu menetapkan stadium sebagai tes skrining. Seperti misalnya penelitian pada
dari karsinoma dan menentukan respon terapi. 4r36s37 kelompok penderita dengan risiko tinggi maka hasil nilai
Beberapa pemeriksaan penanda lainnya dapat prediksi positif akan tinggi, oleh karena hasil positif palsu
digunakan sebagai petunjuk adanya lesi kanker, seperti lebih banyak pada populasi yang tidak diteliti. Akan tetapi
misalnya pemeriksaan metabolit katekolamin pada kasus perlu diingat bahwa disini sensitivitas tidak mempunyai
neuroblastoma, hormon adrenokortikotropik dan anti- pengaruh yang besar dan ha1 ini dapat diatasi misalnya
diuretik hormon pada kasus kanker paru sel kecil.Alpha 2 dengan melakukan pemeriksaan PT lain yang tidak ada
macroglobulin dapat berikatan dengan PSA dan kompleks hubungannya dengan PT yang ~ e r t a m a . ~
ini dapat digunakan pada kanker prostat. Kadarferitin yang Sanpai saat ini hanya ada 2 jenis PT yang diterima
tinggi juga dihubungkan dengan beberapa jenis kanker sebagai tes skrining yaitu PSA, yaitu suatu PT untuk
seperti kanker testis, neuroblastoma, limfoma Burkitt's, mendiagnosis kanker prostat dan pemeriksaan hemoglobin
leukemia dan kanker laring. Pada kanker nasofaring pada feses untuk skrining kanker kolon. PSA mempunyai
didapatkan bahwa DNA EBV (Epstein Burr Virus) dalam sensitivitas yang tinggi tapi spesifisitas yang kurang. Hal ini
plasma dapat digunakan sebagai PT baik sebelum, selama dapat diterima karena pemeriksaan biopsi prostat dianggap
maupun sesudah terapi diberikar~.'~ prosed~ryang relatif mudah. IVamun demikian banyak
usaha 3aru yang dilakukan dalam rangka menemukan
suatu kahan lain yang dapat dikombinasikan dengan PSA
APLlKASl KLlNlK PENANDA TUMOR untuk meningkatkan spesifisitas. Suatu kit pemeriksaan
darah tersamar pada feses dengan spesifisitas yang tinggi
Penggunaan PT d i klinik ditujukan terutama untuk telah dipasarkan walaupun sensitivitasnya masih belum
mendapat informasi tambahan yang dapat mempengaruhi maksima1.3~4~13
penatalaksanaan suatu penyakit. Penanda tumor akan Sa ah satu kesulitan tes skrining ini adalah tingkat
sangat berguna dalam evaluasi dan penatalaksanaan kepatuhan pasien. Untuk rneningkatkan kepatuhan
beberapa kondisi klinik seperti penentuan risiko suatu penderita syarat tes skrining haruslah tidak terlalu invasif
tumor, skrining tumor, diferensial diagnosis, menentukan dan prosedur yang tidak rumit sehingga bisa mudah
prognosis dan monitoring perjalanan suatu tumor. dikerjakan. Di samping tentu saja hasil pemeriksaan PT
Berdasarkan aspek klinik penggunaan PT dibedakan yang bersangkutan akan membawa keuntunganyang lebih
rnenjadi penanda untuk skrening dan diagnosis, prognosis, pada penderita yaitu tingkat kesembuhan yang tinggi.
prediktif, monitoring, dan penanda t o k ~ i s i t a s . ~ , ' ~ , ' ~ . ~ ~
Penanda Prognostik respon sekitar 20-25% saja. Oleh karena itu banyak para
Penanda ini akan memberikan informasi mengenai hasil sarjana masih meneliti biological predictive marker yang
pengobatan dan juga tentang tingkat keganasan dari lainya sebagai target potensial di masa depan seiring
tumornya. Umumnya penanda ini dievaluasi pada saat dengan berkembangnya teknologi pemeriksaan yang
pemberian terapi pertama pada masing individu. jalah satu makin ~ a n g g i h . ~ ~ ~ ~
contoh PT yang dapat memberikan informasi prognosis
yang banyak digunakan di klinik adalah uPA (~rokinase- Penanda Monitoring
type plasminogen activator) dan PAI-1 (pla-cminogen Penanda ini dapat digunakan pada beberapa keadaan.
activator inhibitor type-7) pada kanker payudera. PT ini Pertama, PT yang sudah baku dapat dipakai untuk
merupakan yang pertama dilakukan validasi dengan level memonitor manfaat atau respon terapi yang diberikan.
of evidence yang tinggi. Kornbinasi kedua PT ini daoat Artinya perubahan dari status penyakitnya juga diikuti
menggambarkan prognosis penderita dengan kanker dengan perubahan dari kadar PT. Juga dapat digunakan
payudara berdasarkan risk-group nya khususnya pada sebagai alat follow-up setelah pemberian terapi awal
kasus yang node-negative. Penanda lainnya yang juga dengan tujuan melihat onset timbulnya dan beratnya
mendapat validasi dan evaluasi yang konsisten sebagai recurrent disease. Pengukuran kadar PT untuk evaluasi
penanda prognosis adalah proliferation marker thymidine terapi sering dipakai sebagai surrogate end p o i n t
labelling indexjuga untuk kanker payudara. 13,39 dari manfaat terapi tersebut. PT jenis ini jelas sangat
Beberapa ha1 yang perlu untuk diperhatikar sebelum bermanfaat untuk pergantian dan pemilihan terapi lainnya
rnenetapkan suatu PT sebagai penanda prognosis adalah apabila tidak dijumpai adanya respon terhadap terapi yang
PT ini sebaiknya hanya dievaluasi pada pasien yang tidak diberikan atau adanya toksisitas obat sehingga penderita
menerima terapi sistemik setelah pemberian terapi loko- terhindar dari paparan obat terlalu lama!
regional, oleh karena pemberian terapi sistemik akan Pada penderita kanker sel germinal, alpha fetoprotein
mempengaruhi perjalanan penyakit secara signifikan. Hal dan HCG dipakai sebagai alat monitor dari keberhasilan
yang kedua adalah PT yang berkaitan langsung dengan terapi. Sedang pada pasien dengan kanker saluran
perjalanan dari suatu tumor tidak akan memberi manfaat cerna CEA dan CA 19-9 digunakan sebagai alat untuk
klinik. Manfaat dari penanda prognosis dan juga lainnya mengetahui kekambuhan penyakit setelah terapi awal. Hal
tergantung dari apakah hasilnya akan mempengaruhi yang sama pada kanker ovarium, CA 125 umumnya dipakai
penatalaksanaan selanjutnya. Misalnya pada pasien dengan untuk mengetahui adanya proses kekambuhan. Namun
kemampuan yang sangat terbatas tentunya penentuan perlu untuk diingat, agar PT klas ini mempunyai manfaat
prognosis tidak akan memberikan manfaat makrimal.3c'3 klinik yang jelas, harus dapat dibuktikan bahwa dengan
dilakukannya deteksi dini akan meningkatkan kemampuan
Penanda Prediktif hidup penderita. Pada kanker payudara ternyata tidak
Penanda prediktif memprediksi respon terapi sedang- didapatkan manfaat dengan mengukur kadar PT secara
kan penanda prognostik memprediksi terjadinya reguler pada follow-up setelah terapi primer sehingga
kekambuhan atau progresi dari penyakitnya. Akan tetapi pemeriksaan PT pada fase ini tidak direkomendasikan
banyak penanda mempunyai kedua sifat tersebut. Pada walaupun hasil yang didapatkan dapat merupakan alat
kanker payudara, penanda yang banyak diteliti sebagai monitor yang berguna selama terapi sistemik pada kanker
penanda prediktif adalah reseptor hormon stsroid. ER payudara yang mengalami kekambuhan!.13
(estrogen receptor) dan PgR (progesterone receptor) dapat
memprediksi respon terapi hormonal. Pende-ita yang Penanda Toksisitas
berespon dengan dengan terapi hormonal mempunyai Kemoterapi adalah obat yang dikenal toksik terhadap
korelasi positif dengan kadar ER pada tumor primer dan tubuh. Seperti halnya dengan penanda lainnya,pada
pada kasus yang lanjut. Keberhasilan terapi lebih banyak pasien yang mendapatkan kemoterapi tentunya akan
dijumpai pada kasus dengan tumor dengan kadar ER dan lebih menguntungkan apabila ditemukan penanda khusus
PgR yang tinggi.I3 yang bisa menentukan efek toksik dari kernoterapi yang
Selarna hampir 20 tahun keberadaan dari EF: dan PgR diberikan. Sampai saat ini hanya ditemukan 2jenis penanda
pada tumor primer merupakan petunjuk utama bagi para toksisitas yaitu TMPT (Thiopurine Methy1trasfrase)untuk
klinisi untuk mengobati kanker yang recurrent dengan memprediksi toksisitas thiopurine dan UDP-Glucorunosyl
terapi hormonal. Akan tetapi status reseptor hormonal ini transferase 1A7 (UGT 1Al) yang mernprediksi adanya
tidak sepenuhnya dapat memprediksi mana pasien yang toksisitas dari pemakaian irinotecan. Beberapa penanda
akan memberi respon ataukah resisten dengan terapi lainnya seperti DPD (dehydropyrimidine dehydrogenase)
hormonal. Pada pemberian terapi hormonal adjuvant sedang dalam evaluasi untuk memprediksi toksisitas 5
pada kanker payudara dengan ER positif hanya memberi FU, namun belum dipakai dalarn klinik.13
PENANDA TUMOR D A N APLlKASl KLlNlK

PENANDA TUMOR DAN KAITAN DENGAN IsO-yGTP, CK18,CKlg ,Alpha Fucosyl transferase, plasma
KANKER proteosome dan lainnya masih dalam proses e~aluasi.4~

Banyakjenis PT yang tersedia secara komersial akan tetapi Penanda tumor pada Kanker Kandung Kemih
tidak semuanya bermanfaat secara klinik. Ada juga PT Sampai saat ini belum ada PT yang direkomendasikan
yang hanya digunakan oleh para peneliti di dalam riset penggunaan klinik secara regular pada kasus dengan
saja sehingga tidak tersedia di laboratorium komersial kanker kandung kemih, termasuk apakah dipakai untuk
dan hanya apabila diketahui mempunyai nilai klinik maka diferensial diagnosis, prognosis stadium penyakit maupun
PT yang bersangkutan akan dapat diperiksakan pada untuk monitoring. Belum ada studi prospektif yang
laboratorium klinik. Untuk idealnya, nilai referensi untuk mendapatkan validasi penggunaan PT yang diajukan
masing-masingjenis TM dengan tehnik pemeriksaan yang walaupun sudah disetujui oleh FDA seperti BTA-STAT dan
dipakai harus dicantumkan oleh karena adanya variasi TRAK, NMP22, lmmunocyt test, maupun Urovysion test.
hasil diantara beberapa metode assay yang ada (between Namun demikian BTA (bladder tumor antigen) banyak
method variation). di,.umpai pada urin penderita dengan kanker kandung
kemih. Dan bersama dengan NMP 22 digunakan sebagai
Penanda Tumor pada Kanker Hati tes untuk memonitor rekurensi kanker. Hal ini belum
Banya kasus kanker hati stadium awal adalah asimtomatik, banyak digunakan ,masih dilakukan studi lanjutan. Akan
dan kanker hati lebih sering terlambat terdiagnosis tetapi banyak ahli masih menganggap sitoskopi lebih
sehingga kesembuhan sukar didapatkan. Oleh karena baik dari pada penanda ini.4 Tes BTA hanya disetujui oleh
sangat raional pemeriksaan reguler dengan USG hati FDA apabila dikombinasikan dengan sistoskopi untuk
ditambah pemeriksaan PT untuk mendeteksi fase awal monitoring keberadaan kanker 43,4
dari suatu kanker hati. Pada kanker hati AFP merupakan PT
yang paling banyak digunakan di klinik. Direkomendasikan Penanda Tumor pada Kanker Servik
pemeriksaan AFP dan USG abdominal setiap 6 bulan pada Pada kanker servik tipe skuamus PT yang terbaik adalah SCC
mereka yang dengan risiko tinggi seperti penderita sirosis (squamous cell carcinoma) antigen, dimana konsentrasinya
hati olehkarena hepatitis Bdan C. Kadar > 20ug/L dan dalam serum berkorelasi dengan stadium tumor, ukuran
dengan tendensi meningkat mengharuskan pemeriksaan tumor, residual tumor, progresivitas tumor dan survival .
lanjutan walaupun hasil USG negatif (LOE Ill). Pasien Pada tipe adenokarsinoma servik, dapat dipergunakan
dengan risiko tinggi dengan kadar AFP yang tetap CEA dan CA 125 walaupun masih memerlukan studi
meningkat dan adanya nodul < I c m maka dilakukan lanjutan untuk komfirmasi penggunaannya. Penggunaan
monitoring dengan interval 3 bulan. Apabila nodul 1-2 cm TM sebagai penanda skrening atau diagnosis kanker
maka pemeriksaan seperti MRI dan CT scan diperlukan, servik tidak dianjurkan (LOE Ill) berdasarkan guideline
dan kalau nodul tersebut sesuai dengan kanker hati maka NACB. Akan tetapi kadar SCC sebelum pengobatan
masih dibutuhkan biopsi jaringan hati. Akan tetapi bila dapat memberikan informasi tambahan karena kadar
nodul> 2cm dan AFP > 200 ug/L dengan gambaran nodul yang tinggi mencerminkan adanya keterlibatan kelenjar
yang sesuai maka diagnosis kanker hati dapat ditegakkan getah bening dan membutuhkan pengobatan ajuvan (LOE
tanpa harus biopsi (LOE Ill). AFPjuga bisa dipakai sebagai IV/V). Demikian pula kadar SCC yang tinggi merupakan
faktor prognosis dimana kadar yang tinggi mencerminkan faktor prognosis yang independen, namun pengaruhnya
prognosis yang jelek (LOE IV). pemeriksaan AFP untuk tehadap rencana pengobatan belum konsisten, sehingga
monitoring setelah terapi reseksi atau transpantasi, terapi belum direkomendasikan sebagai tindakan yang rutin
ablatif dan terapi paliatif untuk monitoring rekurensi pada wanita dengan kanker servik (LOE Ill). Kadar SCC
dilakukan dengan interval 3 bulan dalam 2 tahun pertama setelah pengobatan berkorelasi kuat dengan perjalanan
kemudian selanjutnya tiap 6 bulan (LOE IV).Menurut klinik pasien dengan kanker servik tipe skuamosa akan
guideline NACB , AFP merupakan satu-satunya PT yang tetapi tidak ada bukti kuat bahwa penangan awal akan
direkomendasikan secara klinik untuk kanker hati, baik memperbaiki hasil terapi sehingga penggunaan TM ini
sebagai skrening dan awal diagnosis pada group pasien untuk monitoring belum direkomendasikan dalam praktik
dengan risiko tinggi, prognosis, dan monitoring setelah sehari-hari (LOE Ill). Beberapa TM yang lain seperti baik
pengobatan dengan LOE Ill-IV. CA 125, CEA dan Cytokeratins masih memerlukan studi
PT yang baru seperti DCP (Des-y-Carboxy- tambahan sebelum bisa dipakai dalam klinik (LOE III-
Prothombin) danGPC-3(Glypican-3) cukup menjajnjikan IV).43
tapi sumbangannya untuk pengobatan yang ada masih
belum diketahui sehingga diperlukan studi lanjutan. Penanda Tumor pada Kanker Lambung
Beberapa PT yang lain seperti soluble NH2 fragment, Beberapa jenis PT pada kanker lambung seperti CEA, Ca
19-9, CA 72.4, Cytokeratins tidak direkomendasikan untuk Penanda Tumor pada Kanker Prostat
skrining dan diagnosis kanker lambung (LOE Ill). Faktor Pengobatanyang optimal pada kanker prostat memerlukan
prognosis yang paling penting yang mempengaruhi pemeriksaan PSA pada semua kondisi kelianan prostat.
survival penderita kanker lambung adalah luasnya Pemeriksaan isoform dari PSAjuga diperlukan pada kondisi
dan stadium kliniknya. Akan tetapi belum ada PT yang tertentu. Sampai saat ini hanya pemeriksaan PSA dan
mempunyai n ~ l a iprognosis yang independen pada isoform nya yang direkomendasikan pada kanker prostat
kanker lambung sehingga penggunaan klinik PT pada dan diperlukan pada semua kondisi kelainan prostat (LOE
kanker lambung tidak direkomendasikan (LOE Ill-IV). Ill). Oleh karena adanya kontroversi tentang penggunaan
Demikian halnya pada proses monitoring terhadap respon PSA untuk mendeteksi tumor yang kecil, menurunkan
pengobatan tidak direkomendasikan pemeriksaan rutin batas PSA dibawah 4 ug/L akan meningkatkan sensitivitas
CEAdan CA 19-9, walaupun beberapa studi mendapatkan akan tetapi menurunkan spesifisitas kecuali disertai
pemeriksaan CEA dan CA 19-9 pada penderita yang di dengan pemeriksaan lain yang dapat meningkatkan
follow-up mampu memberikan manfaat dalam ha1 deteksi spesifisitasnya. Sebaliknya meningkatkan batas PSA diatas
awal rekurensi dari t ~ m o s n y a . ~ ~ 4 ug/L akan menurunkan sensitivitas sehingga banyak
kasus yang justru akan mendapatkan manfaat dari terapi
Penanda Tumor pada Kanker Testis awal akan terlewatkan. Oleh karenanya nilai referensi dari
PT pada kanker testis mempunyai peran penting dalam PSA sebaiknya berdasarkan kelompok umur penderita
penatalaksanaannyayaitu dalam ha1 diagnosis, penentuan (LOE: expert opinion). Kadar total dari PSA dalam serum
stadium dan penilaian risiko, evaluasi respcn terapi mempunyai korelasi dengan kadar PSA bebas (free PSA)
dan deteksi dini dari proses kekambuhannya Bahkan dan PSA-ACT, dimana kadar fPSA berkisar antara 5-40%
peningkatan kadar PT cukup kuat untuk memulai terapi. dari total PSA. Beberapa pemeriksaan komposit PSA
AFP, PhCG dan LDH merupakan beberapa >T pada ditujukan untuk meningkatkan spesifisitas PSA untuk
kanker testis yang cukup penting peranannya di klinik. mendeteksi fase awal dari kanker prostat, seperti PSA
Pada sebagian kanker testis yang seminoma, ,DH dan density, PSA velocity, PSA doubling time, percent free PSA
PhCG merupakan PT yang penting, sedang p;da yang (%fPSA). Pemakaian %fPSA direkomendasikan sebagai
non seminoma sering dijumpai peningkatan dsri ketiga bagian dari usaha untuk membedakan antara pasien
PT tersebut. Beberapa PT yang lain pada kanker testis kanker prostat dengan kelainan yang jinak. Keputusan
hanya mempunyai nilai yang terbatas seperti N5E, PLAP, klinik sebaiknya divalidasi untuk setiap kombinasi antara
CD 30, cKlT dan lainnya. Apabila dicur~gaikeberadaan fPSAdan PSAtotal. Penggunaan PSA sebagai alat skrining
dari kanker testis pemeriksaan PhCG, LDH dan AFP pada populasi masih belum bisa direkomendasikansampai
sebelum tindakan merupakan sesuatu yang diwajibkan hasil dari studi ERSPC di Eropa yang merupakan studi
(LOE 11). Menurut the International Germ Cell Consenssus prospektif randomisasi mendukung ha1 tersebut. PSA
Classification pemeriksaan PhCG, LDH dan AFP diharuskan direkomendasikan sebagai alat monitoring status penyakit
pada penetuan stadium klinik dan penilaian risiko dari setelah pengobatan (LOE Ill). Pemeriksaan PSA dilakukan
kanker testis ( LOE I). Apabila kadar PT ini meningkat sebelum dilakukan manipulasi pada prostat dan beberapa
sebelum terapi maka dilakukan pemeriksaan mingguan minggu setelah prostattitis. Beberapa PT lainnya seperti
sampai kadar PT tersebut normal. Kadar yang tinggi PCA-3, AMACR ,hK2, P27, PTEN, Ki67, PSCA dan lainnya
setelah terapi menandakan adanya sisa dari tumornya dan masih dilakukan eksplorasi kegunaannya di klinik.33.45
dilakukan pemeriksaan tambahan untuk menyiigkirkan
keberadaannya (LOE 11). Pemeriksaan serial ketiga PT ini Penanda Tumor pada Kanker Kolorektal
direkomendasikan walaupun kadarnya tidak msningkat Walaupun pembedahan merupakan terapi kuratif
sebelum terapi oleh karena adanya perubahan ekspresi pilihan, tidak jarang sekitar 40-50% penderita kanker
dari PT selama pengobatan. Oleh karena kadar basal kolorektal akan mengalami relaps atau metastasis. Dalam
dari PT ini bervariasi, sangat individual, maka adanya rangka deteksi awal ini pemeriksaaan PT (misalnya CEA)
peningkatan lebih bermakna klinik dibanding kadar merupakan salah satu PT yang dianggap cukup penting
absolut. Mengingat adanya pengaruh yang non spesifik dalam penatalaksanaan kanker ini. Pemeriksaan CEA
(hipogonadism iatrogenik) maka peningkatan kadar tidak bisa digunakan sebagai skrining untuk mendeteksi
yang sekali harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan fase awal kanker kolorektal pada populasi sehat (LOE
ulang (LOE 11). Peningkatan kadar AFP, PhCG dan LDH IV/V), akan tetapi kadar CEA preoperatif dapat digunakan
dapat ditemukan pada kondisi non kanker mauFun pada bersama sama dengan faktor lainnya untuk perencanaan
kanker non testis sehingga ha1 ini harus tetap menjadikan tindakan pembedahan, namun tidak untuk menentukan
I,
pertimbangan dalam menginterpretasi hasil pemeriksaan perlunya pemberian kemoterapi ajuvan. Kadar > 5
PT t e r ~ e b u t . ~ ~ ug/L menandakan adanya kemungkinan metastasis
PENANDA TUMOR DAN APLIKASI KLINIK 29 1

jauh (LOE Ill). CEA diperiksa setiap 3 bulan selama 3 dengan terapi hormonal (LOE I). Kalau dikombinasikan
tahun sejak diagnosis kanker kolorektal stadium II dan dengan beberapa prognostik faktor seperti stadium tumor,
Ill ditegakkan, kalau pasien yang bersangkutan akan derajat tumor, keterlibatan kelenjar getah bening, maka
menjalani pembedahan atau mendapat terapi sistemik penggunaan reseptor estrogen dan progesteron dapat
untuk kasus metastasis (LOE I). Pada kasus yang berat dipakai untuk menentukan prognosisjangka pendek pada
yang mendapatkan terapi kemoterapi sistemik, kadar CEA pasien kanker payudara yang baru terdiagnosis (LOE Ill).
harus diperiksa rutin, dan peningkatan > 30% menandakan Disamping itu HER-2 juga harus diperiksa terutama
adanya progresivisitaspenyakit (LOE Ill ). Sedang untuk PT pada pas)endengan kanker payudara yang invasif, dimana
yang lain seperti CA 19-9, Ca 242, TIMP-I (tissue inhibitor tujuannya adalah untuk menseleksi pasien yang akan
of metafloproteinases type 7) tidak direkomendasi untuk mendapat terapi trastuzumab (LOE I). Pemeriksaan HER-2
pemeriksaan rutin pada kanker kolorektal (LOE III/IV). ini juga menetukan pasien yang akan mendapat manfaat
Beberapa PT yang berasal dari jaringan seperti TS, MSI, dari kemoterapi ajuvan yang mengandung regimen
DCC, uPA, PAI-1, p53 tidak dianjurkan untuk kanker ini. antrasiklin (LOE II/III ).
Akan tetapi PT K-Ras mutation memberikan manfaat Penanda uPA dan PAI-1 digunakan di klinik untuk
tambahan untuk memprediksi respon terapi dengan memilah pasien yang tidak akan mendapat kemo terapi
anti-EFGR. ajuvan atau hanya mendapat manfaat minimal dari
NACB juga merekomendasikan, pasien dengan umur kemoter3pi ajuvan. PT ini harus diperiksa dengan standar
50 tahun atau lebih melakukan skrining test untuk kanker ELISA, menggunakan bahan dari jaringan tumor yang
kolorektal. Oleh karena metode yang paling efektif belum segar atau sedian beku yang segar (LOE I).
diketahui maka pilihannya tergantung pada risiko terkena Untuk PT yang lain seperti CEA, CA 15-3 dan BR
kanker, ketersediaan alat, dan pengalaman personal 27.29 tidak rutin digunakan untuk deteksi dini rekurensi
dari klinisi. FOBT (fecal occult blood test) merupakan test atau metastasis pada kasus asimtomatik, namun demikian
yang telah teruji baik untuk skrining kanker kolorektal masih diginkan sepanjang ada persetujuan dari pasien yang
(LOE I) akan tetapi pemeriksaan DNA pada fekal juga bersangkutan (LOE Ill). Apabila dikombinasikan dengan
merupakan pilihan yang baik. Disamping itu sekrining pemeriksaan radiologi dan klinik kedua, PT dan CEA
genetik untuk kanker kolorektal harus disertai dengan mungkin bisa digunakan untuk monitoring kemoterapi
anamnesis keluarga yang lengkap. Sebelum dilakukan pada pasien yang advance. Dan kadar meningkat pada
pemeriksaan genetik, keluarga harus mendapatkan pasien - pasien yang non-assessable menunjukan adanya
konseling yang memadai. Untuk mereka yang dicurigai progres:fvitas penyakit (LOE Ill ).
dengan poliposis adenoma familial, pemeriksaan genetic Pemeriksaan mutasi gen BRCAI dan BRCA2 mungkin
bisa untuk konfirmasi diagnosis dan untuk menilai risiko bzrguna untuk menentukan wanita yang berisiko tinggi
pada anggota keluarga yang lain (LOE : Expert opinion). untuk mnderita kanker payudaraatau kanker ovarium pada
Pada individu yang ditemukan dengan MSI (microsatellite kelompok keluarga dengan risko tinggi. Mereka-mereka ini
instability) yang tinggi uji genetik untuk mengetahui harus di lakukan skrining sejak umur 25-30 tahun, namun
mutasi MLHI, MSH2, MSH6, atau PMS2, harus dikerjakan strategi pemeriksaannya dan surveilans nya belum bisa
(LOE III/IV). 33,42,46 ditentukan karena kekurangan data. Pada mereka yang
melakukan pemeriksaaan BRCA diperlukan konseling
Penanda Tumor pada Kanker Payudara genetik yang baik. (LOE ;expert opinion). Pemeriksaan
Terapi utama pada kanker payudara yang lokal adalah Oncotype DX merupakan faktor prediktor yang meramalkan
pembedahan atau radiasi. Setelah terapi primer, rekurensi pada kasus yang kelenjar getah beningnya negatif
hampir semua pasien dengan tumor yang invasif akan dan reseptor estrogennya positif dan sedang mendapatkan
membutuhkan terapi ajuvan baik kemoterapi maupun terapi tamoksifen. Pasien dengan prediksi hasil yang baik
hormonal ataupun kombinasi hormonal dan kemoterapi. tentu bisa dihindarkan dari pemberian ajuvan kemoterapi
Namun demikian tidak semua pasien ini akan sembuh (LOE II/III). Pasien dengan oncotype DXjuga bisa diramalkan
dengan terapi tersebut sehingga diperlukan beberapa PT mendapat manfaat dari ajuvan kemoterapi (CMF) pada
yang reliable baik untuk prognosis maupun prediktif yang kasus dengan node-negative dan reseptor estrogen positif
menuntun pemilihan pengobatan yang lebih baik. (LOE 111 ) (33,42,47).
Pemeriksaan yang rutin untuk reseptor estrogen
dan progesteron pada kasus kanker payudara yang baru Penanda Tumor pada Kanker Ovarium
merupakan suatu keharusan sesuai dengan rekomendasi Karsinoma ovarium menurut FIG0 dan WHO dibagi
dari NACB, EGTM, ESMO dan St.Gallen Consenssus Panel. rnenjadi 5 jenis: serous, musinus, endometroid, clear cell,
Tujuan utama pemeriksaan ini adalah untuk menentukan transisional. Untuk mencari PT yang efektif diperlukan
pasien-pasien kanker payudara yang mungkin berespon pemak.aman tentang kejadian molekular dari kanker
ovarium. Dari beberapa PT yang ada pada kanker ovarium, Sampai saat ini masing-masing PT seperti NSE,SCCA,
CA 125 rnerupakan PT yang paling banyak dipelajari. Untuk CYFRA, CEA maupun ProGRP belurn direkomendasikan
pemeriksaan CA 125 analisanya harus dikerjakan segera penggunaannya sebagai alat skrining untuk kanker paru
setelah bahan disentrifugasi dan bahan tersebu: disimpan baik pada populasi sehat maupun mereka yang berisiko
pada suhu 4C (1 - 5 hari) atau -20C (2 minggu - 3 bulan) seperti perokok. Pada kasus-kasus yang tidak operabel
atau -70C untuk penyimpanan jangka panjang. Akan tapi tidak ada hasil histologi maka peningkatan kadar
tetapi CA 125 ini tidak direkomendasikan untuk skrining NSE dan ProGRP menunjukkan lebih kearah kanker paru
pada wanita yang tidak mempunyai gejala. CA 125 ini sel kecil, sedang peningkatan kadar SCCA lebih kearah
direkomendasikan bersama-sama dengan sonografi kanker paru bukan sel kecil. CEA dan CYFRA 21-1 dapat
transvagina untuk deteksi awal dari kanker ovarium diukur kadarnya selama terapi sistemik pada kanker paru
pada wanita dengan riwayat keluarga (LOE Ill). CA 125 bukan sel kecil dan kadar NSE dan ProGRP selama terapi
ini juga direkomendasikan sebagai data tambaian untuk sistemik pada kanker paru sel kecil, untuk melihat respon
membedakan apakah masa serviks itu ganas ataupunjinak terapi dan progresifitas penyakit. Yang lebih penting
terutama pada wanita-wanita postmenopause (LOE IIIjIV). pemeriksaan serial dari PT yang sesuai akan banyak
Demikian pula pemeriksaan kadar CA 125 bisa dipakai membantu menilai keberhasilan pengangkatan tumor
untuk memonitor respon kemoterapi. Sampe pertema dan mendeteksi rekurensi awal. Pemeriksaan serial ini
diambil 2 minggu sebelum terapi dan selanjutnya pada 2 mengharuskansetiap PT yang diperiksa memakai satu jenis
atau 4 minggu selama pengobatan dan dengan interval metode pemeriksaan yang sama. NSE direkomendasikan
2 - 3 minggu selama follow-up. Metode pemeriksaannya penggunaannya untuk diferensiasi tumor paru dimana
harus sama dan pasien yang mendapat terapi anti CA 125 kadar yang tinggi menunjukkan tumor yang kita hadapi
tidak bisa dievaluasi (LOE 1/11). Khususnya pemeriksaan adalah kanker paru sel kecil. Pada kadar yang tinggi
CA 125 pada saat follow-up untuk kasus-kas~sdimana juga membantu meramalkan prognosis yang jelek baik
kadar awal CA 125nya meningkat. Evaluasi bisa dilakutan pada SCLC maupun NSCLC (LOE Ill). NSE juga dipakai
setiap 2 - 4 bulan selama 2 tahun dan kemudian dikurangi untuk monitoring hasil terapi pada SCLC. CYFRA banyak
(LOE Ill). Untuk menentukan prognosis kanke- ovariurn dipakai untuk menilai prognosis dimana kadar yang
pemeriksaan CA 125 bisa dilakukan oleh karena baik kadar tinggi meramalkan prognosis yang jelek pada NSCLC
preoperatif dan postoperatif akan menentukan dimana stadium awal maupun lanjut (LOE 1-11), disamping juga
peningkatan yang menetap menunjukan progrosis yang dipergunakan untuk monitoring terapi pada kasus NSCLC
jelek (LOE Ill). yang lanjut (LOE Ill). ProGRP juga dipakai untuk prediksi
Beberapa PT yang potensial juga dilaporkan pada prognosis dan monitoring hasil terapi pada SCLC (LOE Ill)
penderita kanker ovarium baik yang ditemukan pada Kadar SCCA yang tinggi menunjukkan probabilitas yang
cairan tubuh maupunjaringan walaupun PT ini menjanjikan lebih besar pada kanker paru bukan sel kecil terutama sel
sebagai PT yang baru untuk skrining, diagnosis, skuamosa (LOE
monitoring, masih belum jelas apakah PT ini mempunyai
manfaat klinik. PT ini anatara lain : the kallikr~infamily,
osteopontin prostasin, TPA (tissue polypeptide antigen), KESIMPULAN
LPA (lysophospatidic acid), TAT1 (tumor associated trypsin
inhibitor), CEA, CASA, hCG, HER-2, dan l a i n n ~ a . ~ ~ PT adalah alat yang penting bagi para klinisi untuk
membantu memberikan informasi mengenai deteksi awal
Penanda Tumor pada Kanker Paru suatu tumor, estirnasi prognosis pasien, memprediksi
Berdasarkan perilaku klinik dan sensitivitas yang berbeda respon terapi dan monitoring penyakit. Namun sebuah
terhadap kemoterapi dan radioterapi kanker paru PT sebelum diakui bermanfaat secara klinik harus
dibedakan menjadi dua golongan besar yaitu kanker paru melalui suatu studi validasi dan penilaian kualitas pada
sel kecil (small cell lung carcinoma SCLC) dan kanker paru beberapa tingkatan. Suatu penanda harus terbukti
bukan sel kecil (non-small cell lung carcinoma NSCLC). memberi manfaat lebih pada penderita, meningkatkan
Untuk mendiagnosis kanker paru disamping pemeriksaan kualitas dan menurunkan biaya perawatan penderita
fisik dan pemeriksaan laboratorium serta *adiologi sebelum di aplikasikan dalam praktek klinik sehari-hari.
penunjang lainnya, pemeriksaan PT juga mempunyai Ada banyak jenis penanda dan manfaatnya akan lebih
peran yang cukup potensial baik untuk diagnosis maupun baik apabila dilakukan pemeriksaan serial dan kombinasi
stadium kanker. Beberapa PT yang sering didapatkan pada dibandingkan hanya dengan pemeriksaan tunggal. Yang
kanker paru seperti NSE (neuron specific enolase), CEA, perlu juga diperhatikan adalah kualitas dan prosedur dari
cytokeratin-19 (CYFRA 21-I), ProGRR SCCA (squamous cell pemeriksaan, karena pemeriksaan dengan metode yang
carcinoma antigen). lain akan mendapatkan hasil yang beda sehingga perlu
PENANDA TUMOR DAN APLIKASI KLlNlK

dilakukan standarisasi. Dengan perkembangan teknologi 20. Kyzas PA, Denaxa-Kyza D, Ioannidis JPA. Quality of reporting
kedokteran yang pesat diharapkan di masa depan suatu of cancer prognostic marker studies: association with reported
prognostic effect. J Natl Cancer Inst 2007;99:236-43.
penanda yang ideal bisa ditemukan yaitu penanda yang 21. Saegent DJ, Conley BA, Allegra C, Collette L. Clinical trial
dengan sensitivitas dan spesifitas tinggi, mudah dan designs for predictive marker validation in cancer treatment
murah pemeriksaannya. trials J Clin Oncol2005;23:2020-7.
22. McShane LM, Altman DG, Sanuerbrei W, Taube SE, Gion M,
Clark GM. Reporting Recommendations for Tumor Marker
Prognostic Studies (REMARK).Journal of the National Cancer
REFERENSI Institute 2005;97(16):1180-4.
23. Phllips L. Tumor Markers. Available at: http://www.google.
1. Lichtenstein AV, Potapova GI. Genetic Defects as Tumor com. Accessed 31/01/05.
Markers. Moleculer Biology 2003;37:159-69. 24. Kobayashi T, Kawakubo T. Prospective Investigation of
2. Bartels CL, Tsoi~galisGJ. MicroRNAs: Novel biomarkers for Turr.or markers and Risk Assessment in Earlv Cancer
human cancer. Clinical Chemistly 2009;55(4):623-31. Screening. Available at: http://www.google.com. Accessed
3. Schrohl AS, Holten-Andersen M, Sweep F, Schmitt M, 04/Cz2/05.
, ,

Harbeck N, Foekens J, et al. Tumor Markers from Laboratory European Group on Tumor Markers . Tumour Markers in
to Clinical Utility. Review. Molecular & cellular proteomics Germ Cell Cancer-EGTM Recommendations. Available at:
2.6 2003: 378-87. http.//www.google.com. Accessed 04/02/05.
4. American Cancer Society. Tumor Markers. Available at: Smith IF. Tumor Markers. Available at: http://www.google.
http:// www.cancer.org.. Accessed 15/10/11. corn Accessed 15/01/05.
5. Lindblom A, Liljegren A. Tumour Markers in Malignancies. Norrlerson NJ. Tumor Markers. Available at: http://www.
Clinical Review. BMJ 2000;320:424-7. google.com. Accessed 04/02/05.
6. Sturgeon CM, Hoffman BR, Chan DW, Clung SL, Hammond Sidransky D. Emerging molekuklar markers of cancer. Nature
E, Hayes DF, et al. National Academy clinical biochemistry Rev. Cancer 2002; 2: 210-19
laboratory medicine practice guidelines for use of tumor CISN. How do tumor markers work ? Available at : http://
markers in clinical practice: quality requirements. Clinical cisncancer.org/ research/ new-treatment/ tumor-markers
chemistry 2008;54(8):e1-10. .Accessed at 10/23/201.
7. Hermeking H. Serial Analysis of Gene Expression and Cancer. Cigna Healthcare Coverage Position. Tumor markers
Current Opinion in Oncology 2003;15:44-49. for diagnosis and management of cancer. Available at :
8. Srinivas PR, Verma M, Zhao Y, Srivastava. Proteomics for http://www.~lideshow.net.section~index.html. Accessed
Cancer Biomarker Discovery. Clin Chem 2002;48:1160-9. at 11/28/2011.
9. Sturgeon C. Practice Guidelines for Tumor Marker Use AETNA. Clinical Policy Bulletin : Tumor markers. Availbel at :
in the Clinic. Cancer Diagnostic: Review. Clin Chem / / ~Z:/Users/INTERNA/Documents/TM/TM policy .html.
2002;48:1151-9. European Group on Tumor Markers . Tumour Markers in
10. Duffy MJ. Predictive markers in breast and other cancer: a Gastrointestinal Cancers-EGTM Recommendations. Available
review. Clinical Chemistry 2005;51(3):494-503. at: http://www.google.com. Accessed 04/02/05.
11. Duffy MJ. Serum tumor markers in breast cancer: are they of Sturgeon CM, Diamandis EP. Laboratoly Medicine Practice
clinical value? Clinical Chemistry 2006;52(3):345-51, Guidelines . Use of tumor markers in testicular, prostate,
12. McShane LM, Altman DG, Sauerbrei W. Identification of colorectal, breast, and ovarian cancers. National Academy
clinically useful cancer prognostic factors: what are we of Clinical Biochemistry
missing? Journal of The Cancer Institute 2005;97(14):1023-4. Varsney D, Zhou YY, Giller SA, Alsabel R. Determination
13. Duffy MJ, Crown J. A personal approach to cancer treatment of I-IER-2 status and Chromosome 17 Polysomy in Breast
: how biomarkers can help . Clinical chemistry 2008;54:1774- Carcinoma Comparing Hercep test and Pathvysion. Am.J
78 Clix Pathol. 2004; 121: 70-77
14. Hayes DF, Bast RC, Desch CE, Fritsche H, Kemeny NE, Jessup Baselga J. Is Circulating HER-2 More Than Just a Tumor
JM, et al. Tumor Marker Utility Grading System: a Framework Marker? Editorial. Clin Cancer Res 2001;7:2605-7.
to Evaluate Clinical Utility of Tumor Markers. Special Article. Eu~opeanGroup on Tumor Markers . Tumour Markers in
J Natl Cancer Inst 1996;88:1456-66. L u l g Cancer-EGTMRecommendations. Available at: http://
15. Sturgeon CM. Limitation of assay techniques for tumor wvm.google.com. Accessed 04/02/05.
markers. In : Diamandis EP, Fritsche HA, Lilja H, Chan Stieber P, Hatz R, Holdemeider S, Molina R, Nap M, vanpawel
DW, Schwartz MK, eds. Tumor markers : physiology, J, et.al. Guideline for the use of tumor marker in lung cancer.
pathobiology, technology and clinical applications. AACC availble at : www.google.com. Accessed at 11/25/2011
press, USA, 2002 p. 65-80 Shoterlersuk K, Khorpraset C, Sakdikul S, Pomthanakasem
16. Hammond EH. Quality control and standardization for W, Voravud N, Mutirangura A. Epstein-Barr Virus DNA
tumor markers. In : Diamandis EP, Fritsche HA, Lilja H, in Serum/PIasma as a Tumor Marker for Nasopharyngeal
Chan DW, Schwartz MK, eds. Tumor markers : physiology, Cancer. Clin Cancer Res 2000;6:1046-51.
pathobiology, technology and clinical applications. AACC Harbech N, Kates RE, Schmit HM. Clinical relevance
press, USA, 2002 p. 25-32 invasion factors Urokinase type Plasminogen Activator and
17. Henry NL, Hayes DF. Uses and abuses of tumor markers Plaminogen Activator Inhibitor type-1 for individualized
in the diagnosis, monitoring and treatment of primary and therapy decision in primary breast cancer is greatest when
metastatis breast cancer. The oncologst 2006; 11: 541-52. used in combination. J Clin.Onco1.2002; 19: 1000-07
18. Buckhaults P, Rago C, StCroix B. Secreted and Cell Surface Ecropean Group on Tumor Markers . Tumour Markers in
Genes Expressed in Benign and Malignant Colorectal Tumors. Breast Cancer-EGTM Recommendations. Available at: http://
Cancer Res. 2001; 61: 6996-01 w~~.google.com Accessed
. 04/02/05.
19. Cordon-Cordo C. p53 and RB: Simple Interesting Correlates
or Tumor Markers of Critical Pred~ctiveNature? J Clin Oncol
2004;22:975-7.
41. Bast RC, Ravdin P, Hayes DF, Bates S, Frische H, Jessup JM,
et al. 2000 Update of Recommendation for the Us? of Tumor
Markers in Breast and Colorectal Cancer: Clinical Practice
Guidelines of the American Society of Clinical Oncology.
Asco Special Arhcle. J Clin Oncol2001;19:1865-7E.
42. Smith RA, Cokkinides V, Eschenbach AC, Levin B, Cohen
C, Runowich CD, et al. American Cancer Society Zuidelines
for the Early Detection of Cancer. Ca Cancer J Clin 2002;52:8-
22.
43. Sturgeon CM, Duffy MJ, Hoffmann BR, Larnerz R, Fritsche
HA, Gaarenstroom K,et al. National Academy of clinical
biochemist j laboratory medicine practice guidelines for
use of tumor markers in liver, bladder, cervical, and gastric
cancers. Clinical Chemistry 2010;56(6):el-e48.
44. Wang XS, Zhang Z, Wang HC, Cai JL, Xu QW, Li MQ. Rapid
identification of ucal as a very sensitive and spesific unique
marker for human bladeer carcinoma. Clin Cancer Res
2006;12(16):4851-56
45. Sardana G, Dowell B, Diamandis EP. E m e r p g Eiomarkers
for the diagnosis and prognosis of prostate cancer. Clinical
Chemistry 2008;54(12):1951-60.
46. Locker GY, Hamilton S, Harris J, Jessup JM, Kemeny N,
Macdonald JS,et al,. American Society of Clinical Oncology
2006 Update of recommendations for the use of tumor
markers in gastrointestinal cancer. Journal cf Clinical
Oncology 2006;24(33):5313-27.
47. Harris L, Fritsche H, Mennel R, Norton L, Ravdh P, Taube
S, et al,. American Society of Clinical Oncology 2,307for the
use of tumor markers in breast cancer. Journal of Clinical
Oncology 2007;25(33):5287-312.
ELEKTROKARDIOGRAFI
Sunoto Pratanu, M. Yamin, Sjaharuddin Harun

PENDAHULUAN jantung dirangsang, sifat permeabel membran berubah


sehingga ion Na+masuk ke dalam sel, yang menyebabkan
Sejak Einthoven pada tahun 1903 berhasil mencatat potensiil membran berubah dari -90 mV menjadi +20
potensial listrik yang terjadi pada waktu jantung mV (potsnsial diukur intraselular terhadap ekstraselular).
berkontraksi, pemeriksaan elektrokardiogram (EKG) Perubahan potensial membran karena stimulus ini disebut
menjadi pemeriksaan diagnostik yang penting. Saat ini depolarisasi. Setelah proses depolarisasi selesai, maka
pemeriksaan jantung tanpa pemeriksaan EKG dianggap potensial membran kembali mencapai keadaan semula,
kurang lengkap. Beberapa kelainan jantung sering hanya yang disebut proses repolarisasi.
diketahui berdasarkan EKG saja. Tetapi sebaliknya juga,
jangan memberikan penilaian yang berlebihan pada Potensial Aksi
hasil pemeriksaan EKG dan mengabaikan anamnesis dan Bila kit^ mengukur potensial listrik yang terjadi dalam
pemeriksaan fisik. Keadaan pasien harus diperhatikan sel otot jantung dibandingkan dengan potensial di luar
secara keseluruhan, misalnya umur, jenis kelamin, berat sel, pada saat sel mendapat stimulus, maka perubahan
badan, tekanan darah, obat-obat yang diminum, dan potensial yang terjadi sebagai fungsi dari waktu, disebut
sebagainya. EKG adalah pencatatan grafis potensial listrik potens~alaksi. Kurva potensial aksi menunjukkan
yang ditimbulkan oleh jantung pada waktu berkontraksi. karakteristik yang khas dan dibagi menjadi 4 fase yaitu:
Fase 0: awal potensial aksi yang berupa garis vertikal ke
atas yang merupakan lonjakan potensial hingga mencapai
KONSEP DASAR ELEKTROKARDIOGRAFI
+20 mL: Lonjakan potensial dalam daerah intraselular ini
disebabkan oleh masuknya ion Na+ dari luar ke dalam sel.
Sifat-sifat Listrik Sel Jantung
Sel-sel ototjantung mempunyai susunan ion yang berbeda Fase 1: masa repolarisasi awal yang pendek, di mana
antara ruang dalam sel (intraselular) dan ruang luar sel potensial kembali dari +20 mV mendekati 0 mV.
(ekstraselular). Dari ion-ion ini, yang terpenting ialah ion
Fase 2: fase datar di mana potensial berkisar pada 0 mV.
Natrium (Na') dan ion Kalium (K'). Kadar K+ intraselular
Dalam fase ini terjadi gerak masuk dari ion Ca" untuk
sekitar 30 kali lebih tinggi dalam ruang ekstraselular
mengimbangi gerak keluar dari ion K+.
daripada dalam ruang intraselular.
Membran sel otot jantung ternyata lebih permeabel Fase 3: masa repolarisasi cepat dimana potensial kembali
untuk ion negatif daripada untuk ion Na'. Dalam keadan secara lajam pada tingkat awal yaitu fase 4.
istirahat, karena perbedaan kadar ion-ion, potensial
membran bagian dalam dan bagian luar tidak sama. Sistem Konduksi Jantung
Membran sel otot jantung saat istirahat berada pada Pada umumnya, sel ototjantung yang mendapat stimulus
keadaan polarisasi,dengan bagian luar berpotensial dari luar, akan menjawab dengan timbulnya potensial aksi,
lebih positif diban dingkan dengan bagian dalam. Selisih yang disertai dengan kontraksi, dan kemudian repolarisasi
potensial ini disebut potensial membran. yang dalam yang d sertai dengan relaksasi. Potensial aksi dari satu sel
keadaan istirahat berkisar -90 mV. Bila membran otot ototjantung akan diteruskan ke arah sekitarnya, sehingga
sel-sel otot jantung di sekitarnya akan mengalami juga
proses eksitasi, kontraksi, dan relaksasi. Penjalaran -- ..
Simpul SA
peristiwa listrik ini disebut konduksi. Jalur Bach~nan

Berlainan dengan sel-sel jantung biasa, dalam --.--. Jalur-jalur


.-. internodal
jantung terdapat kumpulan sel-sel jantung khusus yang
..Simpul AV
mempunyai sifat dapat menimbulkan potensial aksi sendiri
tanpa adanya stimulus dari luar. Sifat sel-sel ini disebut sifat
Cabang berkas kiri
automatisitas. Sel-sel ini terkumpul dalam suatu sistem
- Cabang berkas kanan
yang disebut sistem konduksi jantung.
Fasikel kiri posterior
Sistem konduksi jantung terdiri atas : Fasikel kiri Anterior
Simpul Sinoatrial (sering disebut nodus sinus, disingkat
sinus). Simpul ini terletak pada batas antara vena kava
superior dan atrium kanan. Simpul ini mempunyai sifat Gambar 4. Sistem konduksi jantung
automatisitas yang tertinggi dalam sistem konduksi
jantung. Simpul ario-ventrikular (sering disebut nodus
Sistem konduksi intraatrial. Akhir-akhir ini dianggap atrioventrikular disingkat nodus). Simpul ini terletak di
bahwa dalam atrium terdapat jalur-jalur khusus sistem bagian bawah atrium kanan, antara sinus koronarius dan
konduksi jantung yang terdiri dari 3 jalur internodal yang daun katup trikuspid bagian septal.
menghubungkan simpul sino-atrial dan simpul atrio- Berkas His. Berkas His adalah sebuah berkas pendek
ventrikular, dan jalur Bachman yang menghubungkan yang merupakan kelanjutan bagian bawah simpul
atrium kanan dan atrium kiri. atrioventrikular yang menembus anulus fibrosus dan
septum bagian membran. Simpul atrioventrikular bersama
berkas His disebut penghubung atrio-ventrikular.
Cabang berkas. Ke arah distal, berkas His bercabang
menjadi dua bagian, yaitu cabang berkas kiri dan cabang
berkas kanan. Cabang berkas kiri memberikan cabang-
cabang ke ventrikel kiri, sedangkan cabang berkas kanan
bercabang-cabang ke arah ventrikel kanan.

I I Fasikel. Cabang berkas kiri bercabang menjadi dua bagian,


Gambar 1. Sel ototjantung dalam keadaan istirahat, membran yaitu fasikel kiri anterior dan fasikel kiri posterior.
sel dalam keadaan polarisasi
Serabut purkinje. Bagian terakhir dari sistem konduksi
jantung ialah serabut-serabut Purkinje, yang merupakan
anyaman halus dan berhubungan erat dengan sel-set
otot jantung.

Pengendalian Siklus Jantung


Pengendali utama siklusjantung ialah simpul sinus yang
mengawali timbulnya potensial aksi yang diteruskan
"I
Gambar 2. Sel ototjantung mengalami aktivasi, membran sel melalui atrium kanan dan kiri menuju simpul AV, terus
dalam keadaan depolarisasi ke berkas His, selanjutnya ke cabang berkas kanan
dan kiri, dan akhirnya mencapai serabut-serabut
Purkinje.
lmpuls listrik yang diteruskan melalui atrium
menyebabkan depolarisasi atrium, sehingga terjadi sistol
atrium. lmpuls yang kemudian mencapai simpul AV,
Istirahat Repolarisasi) mengalami perlambatan konduksi, sesuai dengan sifat
fisiologis simpul AV. Selanjutnya, impuls yang mencapai
Gambar 3. Proses aktivasi ototjantung. Suatu stimulus listrik serabut-serabut Purkinje akan menyebabkan kontraksi
menyebabkan aktivasi yang disusul dengan repolarisasi otot-otot ventrikel secara bersamaan sehingga terjadi
1,
sistol ventrikel.
Karena merupakan pengendali utama siklus jantung, Sandapan-sandapan pada Elektrokardiografi
simpul sinus disebut pemacu jantung utama. Untuk membuat rekaman EKG, pada tubuh dilekatkan
elektroda-elektroda yang dapat meneruskan potensial
Gambaran Siklus Jantung pada Elektrokardiogram listrik dari tubuh ke sebuah alat pencatat potensial
Elektrokardiogram (EKG) adalah rekaman potensial listrik yang disebut elektrokardiograf. Pada rekaman EKG yang
yang timbul sebagai akibat aktivitas jantung. Yang dapat konvensional dipakai 10 buah elektroda, yaitu 4 buah
direkam adalah aktivitas listrik yang timbul pada waktu elektroda ekstremitas dan 6 buah elektroda prekordial.
otot-otot jantung berkontraksi. Sedangkan potensial aksi Elektroda-elektrodaekstremitas masing-masing dilekatkan
pada sistem konduksi jantung tak terukur dari luar karena pada: lengan kanan (LKa), lengan kiri (LKi), tungkai kanan
terlalu kecil. (TKa), turlgkai kiri (TKi).
Rekaman EKG biasanya dibuat pada kertas yang ElektvodaTKa selalu dihubungkan dengan bumi untuk
berjalan dengan kecepatan baku 25 mmldetik dan defleksi menjamin potensial no1 yang stabil.
10 mm sesuai dengan potensiall mV. Gambaran EKG yang
normal menunjukkan bentuk dasar sbb:
Gelombang P. Gelombang ini pada umumnya berukuran kecil
dan merupakan hasil depolarisasi atrium kanan dan kiri.
Segmen PR. Segmen ini merupakan garis isoelektrik yang
menghubungkan gelombang P dan gelombang QRS.
Gelombang Kompleks QRS. Gelombang kompleks
QRS ialah suatu kelompok gelombang yang merupakan
hasil depolarisasi ventrikel kanan dan kiri. Gelombang
kompleks QRS pada umumnya terdiri dari gelombang
Q yang merupakan gelombang ke bawah yang pertama,
gelombang R yang merupakan gelombang ke atas yang
pertama, dan gelombang S yang merupakan gelombang
ke bawah pertama setelah gelombang R. Gambar 6. Elektroda-elektroda ekstremitas
Segmen ST. Segmen ini merupakan garis isoelektrik yang
Elektroda-elektroda prekordial diberi narna-nama V1
menghubungkan kompleks QRS dan gelombang T.
sampai V6, dengan lokalisasi sebagai berikut :
Gelombang T. Gelombang T merupakan potensial V1 : garis parasternal kanan, pada interkostal IV
repolarisasi ventrikel kanan dan kiri. V2 : garis parasternal kiri, pada interkostal IV,
Gelombang U. Gelombang ini berukuran kecil dan sering V3 : titik tengah antara V2 dan V4,
tidak ada. Asal gelombang ini masih belum jelas. V4 : garis klavikula tengah, pada interkostal V,
V5 : garis aksila depan, sama tinggi dengan V4,
Gelombang yang merupakan hasil repolarisasi atrium V6 : ga-is aksila tengah, sama tinggi dengan V4 dan VS.
sering tak dapat dikenali karena berukuran kecil dan
biasanya terbenam dalam gelombang QRS. Kadang-
kadang gelombang repolarisasi atrium ini bisa terlihatjelas
pada segmen PR atau ST, dan disebut gelombang Ta.

Gambar 5. Bentuk dasar EKG dan nama-nama interva Gambar 7. Elektroda-elektroda prekordial
ELEKTROKARDIOGRAFI

Kadang- kadang diperlukan elektroda-elektroda Selanjutnya vektor-vektor yang proyeksinya pada


prekordial sebelah kanan, yang disebut V3R, V4R, VSR bidang F dan H dapat diproyeksikan lagi pada garis-garis
dan V6R yang letaknya berseberangan dengan V3, V4, sumbu yang dibuat pada bidang F dan bidang H.
V5 dan V6. Dari sandapan-sandapan konvensional, ternyata
sandapan-sandapan yang diperoleh itu terletak dalam
Sandapan Standard Ekstremltas bidang frontal dan bidang horizontal sebagai berikut :
Dari elektroda-elektroda ekstremitas d i d a ~ a t k a n3 I. Pada bidang frontal: I, 11, Ill, aVR, aVL, aVF
sandapan dengan rekaman potensial bipolar yaitu : II. Pada bidang horisontal : V1, V2,V3,V4, V5, V6
I = Potensial LKi -Potensial LKa
II = Potensial LKa -Potensial TKi
Ill = Potensial TKi -Potensial LKi SISTEM SUMBU PADA BIDANG FRONTAL
Untuk mendapatkan sandapan unipolar, gabungan
Sesuai dengan nama sandapan, maka sumbu-sumbu pada
dari sandapan I, II dan Ill disebut Terminal Sentral dan
bidang frontal disebut sumbu I, 11, Ill, aVR, aVL, dan aVF.
dianggap berpotensial nol. Bila potensial dari suatu
elektroda dibandingkan dengan terminal sentral, maka
didapatkan potensial mutlak elektroda tersebut dan
sandapan yang diperoleh disebut sandapan unipolar.
Sandapan-sandapan berikut ini semuanya adalah
sandapan unipolar yaitu:
Sandapan prekordial. Sesuai dengan nama-nama
elektrodanya, sandapan prekordial disebut: V1, V2, V3,
V4, V5, dan V6.
Sandapan ekstremitas unipolar. Sandapan i n i
menunjukkan potensial mutlak dari masins-masing
Gambar 9. Sistem sumbu pada bidang frontal
ekstremitas, yaitu :
aVR = Potensial LKa
aVL = Potensial LKi Penelitian menunjukkan bahwa letak sumbu-sumbu
aVF = Potensial Tungkai itu ialah sebagai berikut :
0 = pusatjantung
I = garis mendatar 00
KONSEP VEKTOR PADA ELEKTROKARDIOGRAFI II = membuatsudut 60 dengan I, searah jarum
jam,yaitu +60
Karena gaya listrik mempunyai besar dan arah, maka ia 111 = +120
adalah sebuah vektor. Suatu vektor dapat dinyatakan aVR = -1 50
dengan sebuah anak panah dengan arah anak panah aVL = - 30
menunjukkan arah vektor dan panjang anak panah aVF = +90
menyatakan besarnya vektor.
Dalam satu siklusjantung, terjadi gaya listrik pada saat
depolarisasi atrium, ventrikel, dan repolarisasi ~entrikel.
Pada rekaman disebut sebagai gelombang P, 3RS dan
T. Yang sebenarnya gelombang P, QRS, dan T ini adalah
vektor-vektor ruang yang selalu berubah-ubah besar
dan arahnya sehingga disebut vektor P, vektor QRS, dan
vektor T.
Untuk mempelajari vektor pada umumnya dipakai
suatu sistem sumbu. Untuk vektor ruang. dipakai sistem
sumbu ruang yang terdiri dari tiga buah bidzng yang
saling tegak lurus. Untuk mempelajari vektor-vektor listrik
pada jantung, ketiga bidang berikut ini dipilih : bidang
Horisontal. (H), bidang Frontal (F) dan bidang Sagital (S). I I
Untuk keperluan elektrokardiografi yang konvensional,
Gambar 9. Sistem sumbu pada bidang frontal
cukup dipakai dua bidang saja yaitu bidang H dan bidang F .
SISTEM SUMBU PADA BIDANG HORISONTAL

Sesuai dengan nama sandapan, maka sumbu- sumbu pada


bidang horisontal disebut sebagai berikut :
V6 = garis mendatar O0
v5 = +22O
v4 = +47O
V3 = +58O
v2 = +94O
V1 = +115O

F.

Ka. KI.
p0st.r
Gambar 11. Bulatan vektor QRS pada bidang F. 1, 2, 3, dan
4 adalah beberapa kedudukan vektor dalam perjalanannya
membentuk bulatan QRS. M adalah vektor rata-rata atau
surnbu listrik

Ant. 7
SUMBU LlSTRlK VEKTOR QRS

Sumbu listrik vektor QRS dapat disingkat dengan sumbu


QRS saja. Sumbu QRS dapat ditentukan dari hasil rekaman
EKG konvensional.

Gambar 10. Sistem sumbu pada bidang horisontal Menentukan Sumbu QRS pada Bidang Frontal
Dari 6 sandapan yang ada pada bidang F, 2 sandapan
sudah cukup untuk rnenentukan sumbu QRS. Untuk
Bila selama siklus jantung kita tinjau vekltor-vektor praktisnya penentuan sumbu QRS dapat dilakukan
listrik yang timbul, maka selama depolarisasi atrium, dengan beberapa cara, antara lain : 1). Pilih 2 sandapan
terjadi vektor Pdalam ruang yang dimulai dari nol, muncul yang termudah yaitu saling tegak lurus misalnya I dan
dengan besar dan arah yang berubah-ubah dan akhirnya aVF. Tentukan jumlah aljabar defleksi pada masing-
menjadi no1 lagi. Bila vektor P ini diproyeksikan pada masing sandapan dan gambarkan sebagai vektor pada
bidang H dan bidang F, maka terdapat garis tertutup yang masing-masing sumbu. Dari kedua vektor ini dapat dibuat
mulai dari titik awal 0 dan kembali lagi pada titik 0. Garis resultade yang menggambarkan sumbu QRS; 2). Pilihlah
tertutup yang menggarnbarkan perjalanan dari vektor P (bila ada) satu sandapan yang mempunyai jumlah aljabar
ini disebut bulatan I? defleksi no1 (defleksi positif sama dengan defleksi negatif).
Jadi depolarisasi atrium menghasilkan bulatan P pada Maka sumbu QRS adalah tegak lurus pada sandapan ini.
bidang F dan juga pada bidang H. Demikian juga selama
depolarisasi ventrikel, timbul bulatan QRS pada bidang
F dan bidang H. Pada repolarisasi dari ventrikel timbul
juga bulatan T.
Dari ketiga bulatan vektor itu, bulatan vektor QRS ialah
yang terpenting dan terbesar ukurannya.
Suatu vektor yang menjalani bulatan vektor,
besar dan arahnya selalu berubah-ubah. Tetapi
selama perubahan itu, dapat ditentukan satu vektor
yang merupakan rata-rata atau sumbu listrik. Secara
pendekatan, sumbu listrik ialah vektor yang membagi
( Jumlah= +7mm Jumlah= t5mm

bulatan vektor menjadi dua yang sama. Sumbu listrik Gambar 12. Menentukan sumbu listrik QRS pada bidang
merupakan sifat penting dari masing-masing ruang frontal dengan menggunakan sandapan I dan aVF. V adalah
jantung. sumbu QRS
Dalam menentukan arah sumbu QRS, dapat ditinjau salah
satu dari sandapan lainnya, untuk memilih satu dari dua
arah.
Untuk lebih tepatnya, yang diukur bukan tingginya
defleksin, tetapi dari luas area yang berada di bawah
defleksi itu.

Kelainan Sumbu QRS pada Bidang Frontal


Sumbu QRS pada bidang frontal yang dianggap normal Gambar 14. Menentukan sumbu listrik QRS pada bidang
bervariasi antara -300 hingga +90. frontal dengn mencari sandapan yang jurnlah defleksinya not,
1. Sumbu QRS antara -30" hingga -90 disebut deviasi dalarn contoh ini aVL. Maka surnbu listrik ialah tegak lurus
pada aVL. Selanjutnya untuk menentukan arah ke atas atau ke
sumbu ke kiri (DSKi) bawah, diperhatikanjurnlah defleksi pada I; karena defleksinya
2. Sumbu QRS antara +90 hingga -180 disebut deviasi positif, maka arah surnbu ialah ke kanan
sumbu ke kanan (DSKa)
3. Sumbu QRS antara +180 hingga -90 disebut sumbu
superior.
1 Sumbu superior 1 Deviasi surnbu (

Menentukan Sumbu QRS pada Bldang Horisontal


Pada.dasarnya menentukan sumbu QRS pada bidang
horisontal adalah sama dengan sumbu QRS pads bidang
frontal. Yang umum dipakai ialah cara II, yaitu mencari
sandapan yang jumlah aljabar defleksinya nol. Dari sini
didapatkan arah vektor yaitu tegak lurus pada sadapan
ini. Suatu kebiasaan, bahwa sumbu QRS pade bidang ke kanan I
horisontal tidak dinyatakan dalam derajat, tetapi cukup
Gambar 15. Kelainan surnbu QRS pada bidang frontal. Sumbu
ditentukan sadapan yang tegak lurus pada sumbu itu. listrik yang mendekati O0 sering disebut "jantung horisontal"
Jadi cukup ditentukan sadapan yang mempunyai jumlah yang rnendekati 90 disebut 'Tantung vertikal"
aljabar defleksi nol. Sadapan ini disebut daerah transisi
pada bidang prekordial.
Dianggap bahwa daerah transisi yang normal ialah
V3 dan V4. Bila daerah transisi berpindah ke arah jarum
jam (dilihat dari arah tungkai), misalnya di V5 3tau V6,
maka dikatakan bahwa sumbu QRS mengalami rotasi
searah jarum jam. Bila daerah transisi berpindah ke I ' V1 V3=T

arah V2, maka dikatakan terjadi rotasi lawan arah jarum V1 V2 V3 V4 V5 V6


jam. Gambar 16. Surnbu listrik QRS pada bidang horisontal yang
normal. Dari sandapan-sandapan prekordial ditentukan
sandapan yang jurnlah defleksinya nol, dalam ha1ini didapatkan
V3. Maka sumbu listrik QRS ialah tegak lurus pada V3. V3
disebut daerah transisi (T)

R = +4 mm, lebar 1 mm - luas rh/2:x4xl=+4


S = -4 mm, lebar 2mm - Luas (%)x4x2 = -8

aVF

R = +7 mm, lebar 1 mm - luas (%)x7x1= -7


S = -3 mm, lebar l m m - Luas (%)-3x2 = -3
aVF jumlah = +d

Gambar 13. Seperti pada gambar 12, tetapi lebar defleksi tidak
sarna, yaitu di sandapan I. Di sini dipakai perhitungan luas.
Karena bentuk segitiga, rnaka luas defleksi ialah 12/ x tinggi x
lebar. Faktor 12/dapat dihilangkan karena yang dipakai adalah Gambar 17. Surnbu IistrikQRS pada bidang horisontal. Daerah
perbandingan transisi di V5, yang rnenunjukkan rotasi searah jarurn jam
SUMBU LlSTRlK VEKTOR P

Cara menentukan sumbu P pada dasarnya sama dengan


penentuan sumbu QRS. Karena defleksi gelombang P kecil,
maka cara menentukan sumbu P sering tak bisa terlalu
tepat, dan biasanya dipakai cara II.

Sumbu P pada Bidang Frontal


Gambar 20. Vektor P sinus. Pada bidang frontal: antara 0-75O.
Gelombang P yang berasal dari simpul sinus mempunyai Pads bidang horisontal: V1 dan V6
sumbu yang bervariasi antara 0 hingga +75O. Gelombang
P yang berasal dari penghubung AV mempunyai sumbu
antara 180 dan -90%. Dikatakan sumbu P ini mempunyai
arah lawan-arus. Gelombang P yang berasal dari atrium,
arahnya tergantung dari letak pemacu ektopik di atrium.
Sering sumbunya mempunyai arah antara +90 dan 180.
Pa
Sumbu P pada Bidang Horisontal
1 aVF
Gelombang P yang berasal dari simpul sinus mempunyai
sumbu yang arahnya sekitar di tengah-tengah antara V1 Gambar 21. Sumbu P bukan dari sinus, pada bidang frontal.
dan V6. Sumbu P yang bukan berasal dari simpul sinus Sumbu P dari penghubung AV (Pp), mempun~aiarah lawan
arus, yaitu berlawanan dengan arah sumbu P dari sinus. Sumbu
a i yang tergantung dari letak pemacu
m e m ~ u n ~arah
p dari atrium (Pa),sering mempunyaiarah antara900-1800
ektopik dari gelombang P.

. .' .n
QRS
aVF

Gambar 22. Sumbu T yang normal mempunyai arah yang


hampir sama dengan sumbu QRS. Bila ada gangguan konduksi
intraventrikular, maka sumbu T juga berubah, yang disebut
perubahan T yang sekunder. Dalam ha1ini sumbu T dan sumbu
QRS berlawanan arah

Gambar 18. Menentukanvektor P pada bidang frontal. Karena


Sumbu Listrik Gelombang T
total defleksi no1 terdapat pada sandapan Ill, maka vektor P
harus tegak lurus pada sandapan I l l dan arahnya ke kanan, Pada umumnya sumbu vektor Tjarang diperhatikan karena
karena total defleksi di sandapan I iaalah positif morfologi gelombang T mempunyai ciri-ciri khas di luar
sumbu vektornya. Secara umum dapat dikatakan bahwa
sumbu T yang normal lebih kurang mempunyai arah yang
sama dengan sumbu QRS.
Bila ada kelainan depolarisasi ventrikel, gelombang
T mengalami kelainan juga, yang disebut kelainan
gelombang T yang sekunder. Dalam ha1 ini T adalah
terbalik dibanding defleksi QRS, atau vektor T dan vektor
QRS berlawanan arah.

INTERPRETASI ELEKTROKARDIOGRAM
Gambar 19. Menentukan vektor P pada bidang horisontal.
Karena total defleksi no1terdapat pada V2, makavektor P harus 3ila kita membuat rekaman sebuah elektrokardiogram,
tegak lurus pada V2 dan arahnya searah dengan V6, karena pada awal rekaman kita harus membuat kalibrasi, yaitu
defleksi P pada V6 positif satu atau lebih defleksi yang sesuai dengan 1 milivolt
(mV). Secara baku, defleksi 10 mm sesuai dengan 1 rnV. Gelombang Kompleks QRS
Kecepatan kertas perekarn secara baku adalah 25 rnm/ Kompleks ini rnenunjukkan depolarisasi ventrikel. Istilah-
dt. istilah tentang bagian-bagian kompleks QRS ialah :
Garis rekaman mendatar tanpa ada potensi kstrik 1). Gelombang Q yaitu defleksi negatif pertarna; 2).
disebut garis isoelektrik. Defleksi yang arahnya ke atas Gelombang R yaitu defleksi positif pertama. Defleksi
disebut defleksi positif dan yang ke bawah disebut defleksi berikutnya disebut gelombang R', R" dan seterusnya; 3).
negatif. Gelombang S yaitu defleksi negatif pertarna setelah R.
Gelombang S berikutnya disebut S', S" dan seterusnya.

Gambar 27. Istilah-istilah untuk berbagai bentuk gelombang


kompleks QRS
Gambar 23. Kalibrasi standard: Defleksi 10 rnrn = 1 mV,
kecepatan kertas 25 rnrn/detik. 1 rnrn = 0,04 detik, 5 rnn: =
0,20 detik, 10 rnrn =0,40 detik QRS yang monofasik terdiri dari satu defleksi saja yaitu
R atau defleksi tunggal negatif yang disebut QS. Untuk
defleksi yang lebih dari 5 rnrn, dipakai huruf-huruf besar
Gelombang P
Q R dan S. Sedangkan untuk defleksi yang kurang dari 5
Gelombang P ialah defleksi pertama siklus jantung yaqg
mm dipakai huruf kecil q,r, dan s.
menunjukkan aktivasi atrium. Gelornbang P bisa positif,
negatif, bifasik, atau bentuk lain yang khas.
Gelombang T
Gelombang ini rnenunjukkan repolarisasi ventrikel.
Gelombang T bisa positif, negatif atau bifasik.

Gelombang U
Gelombang U adalah gelombang kecil yang mengikuti
gelombang T yang asalnya tidak jelas.
Gambar 24. Gelombang P sinus, dengan sumbu +30
Pengukuran Waktu
Penentuan frekuensi. Frekuensi jantung (atrial atau
ventrikular) dapat dihitung berdasarkan kecepatan
kertas. Karena kecepatan kertas ialah 2 5 mm/detik,
rnaka kertas rnenernpuh 60 x 25 rnrn = 1500 rnrn dalarn
1 menit. Jadi frekuensi jantung adalahl500 yaitu sama
dengan jarak siklus dalarn rnrn (yaitu jarak R-R atau
"I
P-P).
Gambar 25. Gelornbang P dari penghubung AV, dengan
surnbu -100 Penentuan interval-interval Untuk pengukuran suatu
interval, rnaka dengan kecepatan baku 25 rnm/detik
terdapat 1 mm = 1/25 detik = 0,04 detik, atau 5 mm =
0,20 detik.
lnterval PR : interval PR diukur dari awal gelombang P
hingga awal kompleks QRS. lnterval QRS : interval ini diukur
dari awal kornpleks QRS h~nggaakhir dar~kompleks QRS.
lnterval QT : Interval ini diukur dari awal QRS hingga akhir
dari gelornbang T.
Gambar 26. Gelombang P dari atrium dengan surnbu +I500
I,
ELEKTROKARDIOGRAM NORMAL lnterval QT
lnterval ini tergantung dari frekuensi jantung, yang
Gelombang P dapat ditentukan dengan suatu rumus atau tabel. Untuk
Bentuk gelombang P pada sandapan konvensional dapat praktisnya, diberikan 3 nilai sebagai berikut: frekuensi 601
diperoleh dengan I,II dan aVF dan negatif di aVR. Sedangkan menit : 0,33-0,43 detik, 80 kali/menit: 0.29-0,38 detik, dan
di aVL dan Ill bisa positif, negatif, atau bifasik. 100 kali/menit :0,27-0,35 detik.
Pada bidang horisontal biasanya bifasik atau negatif
di V1 dan V2, dan positif di V3 hingga V6.
Gelombang P dari sinus yang normal tidak lebih lebar ABNORMALITAS ATRIUM
dari 0,11 detik dan tingginya tak melebihi 2,5 mm.
Akhir-akhir ini dianggap bahwa konduksi impuls dari
Kompleks QRS simpul :inus ke arah simpul AV melibatkan jalur-jalur
lmpuls listrik yang datang dari simpul AV melanjutkan khusus ;/aitu jalur-jalur internodal. Sedangkan atrium
diri melalui berkas His. Dari berkas His ini keluar cabang kiri dicapai melalui jalur Bachman. Bila terjadi gangguan
awal yang mengaktivasi septum dari kiri ke kanan. Ini konduksi intra-atrial, maka bentuk gelombang P
mengawali vektor QRS yang menimbulkan gelombang mengalami kelainan yang disebut abnormalitas
Q di I, 11, Ill, aVL, V5 dan V6, tergantung dari arah vektor gelombang P. Abnormalitas gelornbang P tidak selalu
awal tersebut. disebabkan pembesaran atau hipertrofi atrium seperti
Selanjutnya impuls berlanjut melalui cabang berkas yang dianggap di masa lalu. Aktivasi atrium kanan
kiri (CBKi), cabang berkas kanan (CBKa), dan mengaktivasi terjadi lebih dulu daripada atrium kiri sehingga suatu
ventrikel kiri dan kanan. Karena dinding ventrikel kanan abnormalitas gelombang P dapat menunjukkan suatu
jauh lebih tipis daripada ventrikel kiri, maka gaya listrik abnormalitas atrium kiri atau abnormalitas atrium
yang ditimbulkan ventrikel kiri jauh lebih kuat dari pada kanan. Dalam ha1 i n i "abnormalitas" merupakan
ventrikel kanan. kelainan konduksi dengan atau tanpa pembesaran atau
Gambaran kompleks QRS pada bidang horisontal hipertrofi.
yang normal mernpunyai corak khas. Sandapan V1 dan
V2 terletak paling dekat dengan ventrikel kanan sehingga Abnormalitas Atrium Kanan (AAKa)
disebut kompleks ventrikel kanan. Di sini gaya listrik
Tinjauan vektor :
dari ventrikel kanan menimbulkan gelombang R yang
1. Paca bidang frontal: sumbu P bergeser ke arah kanan
selanjutnya diikuti gelombang S yang menggambarkan
2. Pada bidang horisontal : sumbu P bergeser ke arah
gaya listrik dari ventrikel kiri. Sebaliknya, sandapan V5 dan
lawan jarum jam.
V6 paling dekat dengan ventrikel kiri sehingga sandapan
ini disebut kompleks ventrikel kiri. Di sini gelombang Q Kriteria EKG untuk AAKa :
menggambarkan aktivasi ventrikel kanan atau septum, 1. P tlnggi dan lancip di 11, Ill dan aVF : tinggi 2 2,5 mm
sedangkan gelombang R menggambarkan aktivasi dan interval 2 0,11 detik
ventrikel kiri. Dengan demikian gambaran kompleks QRS 2. Defleksi awal di V1 1,5
, mm. Bentuk gelombang P
pada bidang horisontal ialah gelombang R meningkat pada AAKa sering disebut P pulmonal
dari V1 ke V6, sedangkan gelombang S mengecil dari
V1 ke V6.

Gelombang T
Pada orang dewasa, biasanya gelombang T adalah tegak
di semua sandapan kecuali di aVR dan V1.

Gelombang U Gambar 28. Abnormalitas atrium kanan


Gelombang U biasanya tegak dan paling besar terdapat di
V2 dan V3. Sering gelombang U tak jelas karena bersatu
dengan gelombang T. Abnormalltas Atrium Kiri (AAKi)

Nilai Normal untuk Interval-Interval Tinjauan vektor :


Interval PR (durasi) : kurang dari 0,12 detik 1. P ~ d abidang frontal: sumbu P bergeser ke arah kiri
Interval PA : 0, 12 -0,20 detik 2. Pada bidang horisontal : sumbu P bergeser ke arah
Interval QRS (durasi) : 0,07 -0, 10 detik jarum jam.
Kriteria EKG untuk AAKi : 1. R atau S di sandapan ekstremitas 2 20 mm, atauS
Interval P di II melebar (20, 12 detik). Sering gelombang di kompleks VKa 2 25 mm. atau R di kompleks VKi
P berlekuk, karena mempunyai 2 puncak. Defleksi term nal > 25 mm, atau S di VKa + R di VKi 2 35 mm.
V1 negatif dengan lebar 2 0,04 detik dan ddam , 1 2.
-
Depresi ST dan invesi T di kompleks VKi Ini sering
mm. disebut strain pattern
Kriteria ini disebut kriteria Morris. Bentuk P pada AAKi 3. AAKi
sering disebut p mitral. 4. Sumbu QRS pada bidang frontal 2 -15O
5. Interval QRS atau WAV di kompleks VKi memanjang:
* Interval QRS 2 0,09 detik
* WAV 2 0,04 detik ' I
Beberapa catatan tentang HVKi antara lain :
1). Gambaran HVKi pada EKG terutama berkorelasi
dengan masa otot ventrikel kiri, dan kurang berkorelasi
dengan tebal otot atau volumenya; 2). Pada HVKi yang
Gambar 29. Abnormalitas atrium kiri disebabkan karena beban volume, gambaran EKG
terutama menunjukkan aktivasi septa1 awal yang menonjol,
yaitu adanya gelombang Q di I, aVL,V5 dan V6, dan
gelombang R yang menonjol di V1 dan V2; 3). Pada HVKi
HI PERTROFI VENTRI KEL
yang disebabkan karena beban tekanan, gambaran EKG
terutama menunjukkan R yang tinggi disertai depresi ST
Hipertrofi Ventrikel Kiri (HVKi)
dan inversi T pada sandapan ventrikel kiri (V5 dan V6).
Hipertrofi ventrikel kiri memberikan tanda-tanda yang
cukup jelas pada EKG. Meskipun demikian, akurssinya tak
, dapat dianggap mutlak.
Berbagai kriteria telah disusun untuk mempert~nggi
sensitivitas dan spesifisitas diagnosis HVKi pada EKG.
Tinjauan vektor pada HVKi :
Pada umumnya vektor QRS membesar dalsm
ukurannya.
Penebalan septum menyebabkan vektor QRS awal
membesar, sehingga terlihat gelombang Q yang lebih
dalam di I,II,III, aVL, V5 dan V6, dan gelombarg R yang
lebih besar di V1. - -

Pada sumbu QRS terjadi pergeseran sebagai berikut :


Gambar 30. Hipertrofi ventrikel kiri, beberapa kriteria:
1). Pada bidang frontal: sumbu QRS bergeser ke arzih
"I
kiri; 2). Pada bidang horisontal: sumbu QRS 3ergeser A. Kriteria voltase: S di V1, V2, yang dalam dan R di V5,
ke arah lawan jarum jam. V6 yangtinggi
8. Depresi ST dan inversi T di V6 (V5)
Waktu Aktivasi Ventrikel C. Waktu aktivasi ventrikel memanjang di V6 (V5)
Waktu yang berlangsung antara awal QRS hingga puncak
gelombang R disebut Waktu Aktivasi Ventrikel (WAV). Hipertrofi Ventrikel Kanan (HVKa)
Defleksi tajam ke bawah yang mulai dari puncak R disebut Karena dinding ventrikel kanan jauh lebih tipis dari
defleksi intrinsikoid. WAV menggambarkan waktu yang pada dinding ventrikel kiri, maka HVKa baru nampak
diperlukan untuk depolarisasi masa otot jantung yang pada EKG bila HVKa sudah cukup menonjol untuk dapat
ada di bawah elektroda prekordial. Jadi makin tebal otot mempengaruhi gaya-gaya listrik ventrikel kiri yang
jantung (ventrikel), makin panjang waktu yang diperlukan besar.
untuk depolarisasi. Dengan demikian WAV memanjang
pada HVKi. Tinjauan vektor :
1. Pada bidang frontal: sumbu QRS bergeser ke kanan
Kriteria EKG untuk HVKi 2. Pada bidang horisontal : sumbu QRS bergeser searah
1. Kriteria Voltase : Voltase ventrikel kiri meninggi jarum jam.
Ada macam-macam kriteria dan dapat dipilih salah Kriteria EKG untuk HVKa :
satu yaitu : 1. Rasio R/S yang terbalik :
- R/SdiVl > 1 fase yang terakhir, vektor berasal dari ventrikel kanan,
- R/SdiV6<1 yang mengarah ke depan (pada bidang H) dan ke kanan
2. Sumbu QRS pada bidang frontal yang bergeser ke (pada bidang F).
kanan, meskipun belum mencapai DSKa. Dari sini didapatkan gambaran EKG pada BCBKa : 1).
3. Beberapa kriteria tambahan yang tidak begitu kuat, Interval 2RS memanjang 2 0,lO detik; 2). S yang lebar di
misalnya: WAV di V1 2 0,035 detik, depresi ST dan I dan V6; 3). R' yang lebar di V1.
inversi T di V1, S, di I,II, dan Ill. Bila interval QRS 0, 10-0,12 detik, maka disebut BCBKa
inkomplit.
Beberapa catatan tentang HVKa :
Bila interval QRS 2 0, 12 detik, maka disebut BCBKa
1. Diagnosis HVKa pada EKG mempunyai sensitivitas
komplit.
yang rendah tapi spesifisitas yang tinggi.
2. Kriteria EKG untuk HVKa yang paling kuat ialah rasio
R/S di VI.
Berdasarkan konfigurasi QRS di V1, maka HVKa dibagi
menjadi 3 tipe: 1). Tipe A: di sini terdapat R yang tinggi.
Sering disertai depresi ST dan inversi T di V1 dan V2. Tipe
ini menunjukkan beban tekanan yang tinggi; 2). Tipe B:
di sini terdapat bentuk RS, yang menunjukkan HVKa
yang sedang; 3). Tipe C: di sini terdapat bentuk rsR', yang
merupakan blok cabang berkas kanan yang inkomplit.
Bentuk ini biasanya menunjukkan adanya hipertrofi jalur
keluar dari ventrikel kanan. Gambar 32. Blok cabang berkas kanan. QRS melebar, S yang
lebar dan dalam di I dan V6 (V5), dan berbentuk RR' di V1
('J2)

Blok Cabang Berkas Kirl (BCBKi)


Bila CBKi mengalami blok, maka depolarisasi ventrikel kiri
mengaami kelambatan. Pada awal depolarisasi ventrikel,
QRS inisial menggambarkan depolarisasi ventrikel kanan
dan septum, kemudian menyusul depolarisasi ventrikel
Gambar 31. Hipertrofi ventrikel kanan. Kriteria terpenting: rasio
kiri. Jaci pada BCBKi vektor terminal berasal dari ventrikel
R/S terbalik di V1 (V2) dan V6 (V5)
kiri yang kuat, yang bergeser ke arah kiri (pada bidang F)
dan ke arah belakang (pada bidang H).
Dari sini didapatkan gambaran EKG pada BCBKi :
DEFEK KONDUKSI INTRA VENTRIKULAR
1. Interval QRS melebar 2 0,10 detik
2. Gelombang R yang lebar, sering berlekuk di I, V5 dan
Gangguan penghantaran impuls melalui suatu jalur
V6, dengan WAV > 0,08 detik
disebut blok. Yang dimaksudkan dengan konduksi
3. rS atau QS di V1, disertai rotasi searah jarum jam.
intraventrikular ialah konduksi melalui cabang berkas
Bila interval QRS 0,lO-0,12 detik, maka disebut BCBKi
kanan (CBKa), cabang berkas kiri (CBKi), fasikel-fasikel dan
inkomplit
serabut-serabut Purkinje.
Bila interval QRS 2 0,12 detik, maka disebut BCBKi
Menurut tempatnya, blok intraventrikular dapat
komplit.
dibagi :
Blok Cabang Berkas Kanan (BCBKa)
Blok lntraventrikular Nonspesifik
Blok Cabang Berkas Kiri (BCBKi)
lstilah ini dipakai bila interval QRS melebar (> 0,10 detik)
Blok lntraventrikular Nonspesifik
tetapi tidak khas untuk BCBKa atau BCBKi.
Blok Fasikular : 1). Blok fasikular kiri anterior; 2). Slok
fasikular kiri posterior.
Blok Fasikular
Blok Fasikular sering disebut juga hemiblok.
Blok Cabang Berkas Kanan (BCBKa)
Bila CBKa mengalami blok, maka depolarisasi ventrikel Blok fasikular kiri anterior. Fasikel kiri anterior
kanan mengalami kelambatan, dan septum mengalami menghantarkan impuls dari puncak septum ke muskulus
depolarisasi disusul oleh ventrikel kiri lebih dulu. Pada papilaris anterior. Bila terjadi blok pada jalur ini, maka
dan superior, sehingga terbentuk r kecil di I dan aVL, dan
1 kecil di II,III, dan aVF. Vektor QRS awal selama 0,06 detik
mengarah ke bawah, sehingga terbentuk R tinggi di 11,
Ill, dan aVF dan S di I dan aVL.Sumbu QRS bergeser ke
kanan 2 + I lo0.
Sebagai ringkasan, gambaran EKG pada blokfasikular
kiri posterior ialah :
Interval QRS memanjang 0,09 - 0 , l l detik
Sumbu QRS bergeser ke kanan L + 110"
rS di 1 dan aVL
R di 11, Ill dan aVF. Blok Fasikular Kiri Posterior jauh
Gambar 33. Blok cabang berkas kiri. QRS yang rnelebar, bentuk lebih jarang dari pada blok fasikular kiri anterior.
R di I dan V6 (VS), dan S yang dalarn di V1 (V2, V3)

bagian posterior-inferior mengalami depolarisasi lebih


dulu dari pada bagian anterior-superior.
Vektor QRS awal selama 0,02 detik mengarah ke
bawah dan ke kanan, sehingga terbentuk r kecil di 11, 111,
dan aVF, dan q kecil di 1, aVL dan kadang-kadang di VS
dan V6. Vektor QRS awal selama 0,04 detik mengarah ke
&
QRS
+IQRS

aVF
kiri dan ke atas, sehingga terbentuk R tinggi menyusul q
di 1, dan aVL, dan S dalam menyusul r di II,III, 3an aVF Gambar 35. Blok fasikular kiri posterior. Tanda terpenting
(bentuk QI-SIII). Sumbu QRS mengalami deviasi ke kiri ialah surnbu QRS pada bidang frontal: deviasi ke kanan lebih
dari +110, tanpa adanya penyebab lain dari deviasi surnbu
hingga > -45O
ke kanan
Sebagai ringkasan, gambaran EKG pada 81ok Fasikular
Kiri anterior ialah : l).lnterval QRS sedikit memanjang
0,09- 0,11 detik; 2). Sumbu QRS deviasi ke kiri > -4S0. Ini Sindrom Pre-eksitasi
disebut kriteria yang paling kuat; 3). Di I dan aVL terdapat Sindrom pre-eksitasi ialah suatu sindrom EKG di mana
R tinggi, dengan atau tanpa q; 4). Di II,III dan aVF terdapat ventrikel mengalami depolarisasi lebih awal dari biasa. Hal
rS, dengan S yang dalam. ini disebabkan karena adanya jalur-jalur lain di samping
jalur-jalur pada sistem konduksi jantung. Jalur-jalur ini
disebut jalur-jalur aksesori.
Ada 3 macamjalur aksesori, yaitu : 1). Jalur Kent. Jalur
ini ialah yang terpenting di antara jalur-jalur aksesori. Jalur
ini menghubungkan atrium langsung dengan ventrikel,
tanpa melalui simpul -AV. Jalur ini menembus cincin AV
di tempat-tempat yang berbeda. 2). Jalur James. Jalur ini
berawal dari atrium dan berakhir di berkas His. 3). Jalur
Mahaim. Jalur ini berawal di berkas His dan berakhir di
ventrikel.
Jalur-jalur aksesori dianggap sebagai kelainan
Gambar 34. Blok fasikular kiri anterior. Tanda terpenting kongenital dan terdapat pada 1-2 permil dari populasi
ialah sumbu QRS pada bidang frontal: deviasi ke kiri lebih
umum. Jalur aksesori bisa bersifat non fungsional pada
dari -45"
waktu lahir dan manifes pada masa kanak atau dewasa.

Blok fasikular kiri posterior. Fasikel kiri posterior


menghantarkan impuls dan CBKi ke muskulus papilaris CAMBARAN EKG PADASINDROM PRE-EKSITASI
posterior dari ventrikel kiri. Suatu blok pada -slur ini
mengakibatkan bagian anterior-superior dari bentrikel Pre-eksitasi pada Jalur Kent
I

kiri mengalami depolarisasi lebih dahulu dari pada bagian Pre-eksitasi pada jalur Kent disebut juga sindrom Wolff
posterior-inferior. Parkinson White (WPW).
Vektor QRS awal selama 0'02 detik mengarah ke kiri Gambaran EKG pada sindrom WPW menggambarkan
kompleks fusi antara aktivasi ventrikel melalui jalur normal Sindrom W P W tipe B. Di sini jalur Kent terletak di sebelah
dan melalui jalur aksesori. lmpuls dari atrium yang melalui kanan, sehingga aktivasi dini terjadi di ventrikel kanan.
jalur Kent lebih cepat sampai di ventrikel karena tidak Gambaran EKG menyerupai bentuk BCBKi, dengan defleksi I*

melewati simpul AV yang mempunyai sifat memperlambat QRS yang negatif di V1 dan V2.
impuls. lmpuls yang melalui jalur Kent ini mengawali
depolarisasi ventrikel di suatu tempat di ventrikel, yang Pre-eksitasl pada Jalur James
menyebabkan timbulnya suatu gelombang khas pada awal Pre-eksitasi pada jalur James disebutjuga sindrom Lown-
kompleks QRS, yang disebut gelombang delta. Ganong-Levine (L-G-L). Gambaran EKG pada sindrom
Gelombang delta merupakan bagian landai pada L-G-L menggambarkan interval PR yang memendek
awal kompleks QRS. Adanya gelombang delta ini karena impuls yang melalui jalur ini mencapai ventrikel
menyebabkan kompleks QRS melebar. Waktu konduksi lebih cepat karena tidak diperlambat oleh simpul-AV.
atrio-ventrikular yang memendek menyebabkan interval Tetapi aktivasi ventrikel ini berpangkal dari berkas His
PR yang memendek. Dengan demikian gambaran EKG sehingga jalur aktivasi ini tidak berbeda dari aktivasi
pada sindrom W-P-W ialah: 1). Interval PR memendek 5 normal. Ini menghasilkan kompleks QRS yang normal,
0,12 detik; 2). Adanya gelornbang delta; 3). Kompleks QRS tanpa gelombang delta.
melebar (karena gelombang delta). Dengan demikian gambaran EKG pada sindrom L-G-L
ialah : 1). Interval PR memendek (0,12 det); 2). Tak ada
gelombanq- delta, kompleks QRS normal.

Pre-eksitasi pada Jalur Mahaim


Karenajalur Mahaim dimulai dari berkas His, maka interval
PR tidak terpengaruh. Jalur Mahaim mengawali aktivasi
pada sebagian ventrikel, sehingga terjadi gelombang
delta.
1 Jalur Kent Jalur James Jalur Mahalm
I
1 Dengan demikian gambaran EKG pada sindrom pre-
eksitasi melalui ialur Mahaim ialah: 1). Interval PR normal;
Gambar 36. Jalur-jalur aksesori
2). Terdapat gelombang delta, kompleks QRS melebar.

1
I-
ada gelornbang delta, 1
QRS rnelebar ( I - tak ada gelombang delta,
QRS tak melebar

Gambar 37. Pre-eksitasi padajalur Kent: sindrom WPW. lrnpuls Gambar 38. Pre-eksitasi jalur James: Sindrom Lown Ganong
dari sinus menempuh dua jalur: jalur 1 ialah jalur normal, jalur Levine. lmpuls dari sinus rnenempuh dua jalur: jalur 1 ialah
2 melalui jalur Kent. lmpuls yang melalui jalur 2 rnencapai jdur normal, jalur 2 rnelalui jalur James. lmpuls melalui jalur
ventrikel lebih awal dan mengaktivasi suatu daerah D di 2 mencapai berkas His lebih awal karena tidak mengalami
ventrikel, yang pada EKG menggambarkan gelombang delta perlarnbatan di simpul AV, sehingga interval PR memendek,
(D).Aktivasi ventrikel melaluijalur2 menyusul sehingga bentuk sedangkan bentuk kompleks QRS normal. Aktivasi melalui
akhir EKG ialah fusi antara aktivasi melalui jalur 1 dan jalur 2 jalur 2 tak rnempunyai efek karena ventrikel dalam periode
refakter mutlak

Meskipun letakjalur Kent sangat bervariasi, pada garis PENYAKIT JANTUNG KORONER
besarnya dapat dibedakan 2 tipe, yaitu :
Elektrokardiografi ialah sarana diagnostik yang penting
Sindrom W - P - W tipe A. Di sini jalur Kent terletak di
untuk penyakit jantung koroner.Yang dapat ditangkap
sebelah kiri, sehingga aktivasi dini terjadi di ventrikel kiri.
oleh EKG ialah kelainan miokard yang disebabkan oleh
Gambaran EKG menyerupai bentuk BCBKa, dengan Ryang
terganggunya aliran koroner.
tinggi di V1 dan V2.
rniokard, tetapi tanda ini tidak terlalu spesifik. Yang lebih
spesifik ialah bila gelombang T ini simetris dan berujung
lancip.
lnversi U. Gelombang U yang negatif (terhadap 1) cukup
spesifik untuk iskernia rniokard.

lnjuri
Ciri dasar injuri ialah elevasi ST dan yang khas ialah
konveks ke atas. Pada umurnnya dianggap bahwa elevasi
Gambar 39. Pre-eksitasijalur Mahaim. ImpuIs dari sinus hingga ST rnenunjukkan injuri di daerah subepikardial, sedangkan
simpul AV berjalan biasa, sehingga tak ada pengaruh terhadap injuri di daerah subendokordial rnenunjukkan depresi ST
interval PR. lrnpuls rnelali jalur 2 yang berawal dari berkas His,
mencapai suatu daerah D di ventrikel (sedikit) lebih awal dari yang dalam.
pada aktivsi ventrikel melaluijalur biasa (I), sehingga pada EKG
terdapat gelombang delta. Selanjutnya terjadi fusi dari aktivasi Nekrosis
melalui kedua jalur tersebut Ciri dasar nekrosis rniokard ialah adanya gelombang
Q patologis yaitu Q yang lebar dan daJam, dengan
syarat-syarat: lebar 2 0,04 detik dalarn 2 4 mrn atau 2 25%
Terganggunya aliran koroner rnenyebabkan kerusakan tinggi R
miokard yang dapat dibagi menjadi 3 tingkat : 1). Iskernia,
kelainan yang paling ringan dan masih reversibel; 2). Injuri, Lokalisasi Dinding Ventrikel pada EKG
yaitu kelainan yang lebih berat, tetapi rnasih reversibel; Karena iskernia rniokard sebagian besar mengenai
3). Nekrosis, yaitu kelainan yang sudah ireversibel, karena
ventrikel kiri, rnaka adalah penting untuk menentukan
kerusakan sel-sel miokard sudah permanen. lokalisasi bagian-bagian dinding ventrikel kiri pada
Masing-masing kelainan ini mernpunyai ciri-ciri
EKG.
yang khas pada EKG. Pada urnurnnya iskemia dan injuri Pada u m u m n y a dipakai istilah-istilah sebagai
rnenunjukkan kelainan pada proses repolarisasi miokard, berikut:
yaitu segmen ST dan gelombang T. 1. Daerah anteroseptal : V1 -V4
Nekrosis miokard rnenyebabkan gangguan pada 2. Daerah anterior ekstensif : V1-V6, I dan aVL
proses depolarisasi, yaitu gelornbang QRS. 3. Daerah anterolateral: V4-V6, I dan aVL
4. Daerah anterior terbatas : V3-V5
5. Daerah inferior: 11, Ill dan aVF
6. Daerah lateral tinggi : I dan aVL
7. Daerah posterior rnurni rnemberikan bayangan cerrnin
dari V1, V2 dan V3 terhadap garis horisontal.
Proyeksi dinding-dinding ventrikel kanan pada
urnumnya terlihat pada V4R-V6R. Sering bersarnaan
dengan II,III, dan aVF.

- -

Gambar 40. Berbagai derajat iskemia pada infar miokard

lskemia
Depresi ST. Ini ialah ciri dasar iskemia miokard. Ada 3
macam jenis depresi ST, yaitu : a). Horisontal, b). Landai
ke bawah, c). Landai ke atas
Yang dianggap spesifik ialah a dan b. Depresi ST Gambar 41. Depresi ST pada iskemia miokard
dianggap bermakna bila lebih dari 1 mrn, makin dalam
rnakin spesifik. a. Depresi ST horisontal, spesifik untuk iskemia
lnversi T. Gelombang T yang negatif (vektor T berlawanan b. D e ~ r e sST
i landai ke bawah, s~esifikuntuk iskernia
arah dengan vektor QRS) bisa terdapat pada iskernia c. Depresi ST landai ke atas, kurang spesifik untuk iskernia
a. Bentuk qR: nekrosis dengan sisa miokard sehat yang
cukup
b. Benbk Qr: nekrosis tebal dengan sisa miokard sehat
yanc tipis
c. Bentuk QS: nekrosis seluruh tebal miokard, yaitu
transmura

: I II
p~

I.0 , ~ !&- ! .i i . / lnlerior


Gambar 42. Depresi T pada iskemia miokard . Lateral lfnggi
Anleroseptal

a. lnversi T pada umumnya kurang spesifik untuk iskemia Anterior ekrtensil


Anlerolateral
b. lnversi T yang berujung lancip dan simetris (seperti Anterior terbatas

ujung anak panah), spesifik untuk iskemia Ventrikel kana1


Poslerior rnurni
[ (Bayangan cerminll 1
Gambar 46. Lokalisasi dinding ventrikel pada EKG

1
Gambar 43. lnversi U, cukup spesifik untuk iskemia

Gambar 47. Gambaran EKG pada infark miokard akut


evolusi
a. Fas? hiperakut
b. Fase ovulasi lengkap
c. Fase infark lama

Gambar 44. lnjuri miokard GAMBARAN EKG PADA INFARK MIOKARD AKUT
a. Elevasi ST cembung ke atas, spesifik untuk injuri
(epikard) Umumnya pada infark miokard akut terdapat gambaran
b. Elevasi ST cekung ke atas, tidak spesifik iskemiz, injuri dan nekrosis yang timbul menurut urutan
c. Depresi ST yang dalam, menunjukkan injuri sub- tertentu sesuai dengan perubahan-perubahan pada
endokardial miokard yang disebut evolusi EKG. Evolusi terdiri dari
fase-fase sebagai berikut:

Fase awal atau fase hiperakut: 1). Elevasi ST yang


nonspesifik, 2).T yang tinggi dan melebar.

Fase evolusi lengkap : 1). Elevasi ST yang spesifik, konveks


ke atas, 2). T yang negatif dan simetris, 3). Q patologis.

Fase infark lama: 1). Q patologis, bisa QS atau Qr. 2). ST


yang kambali iso-elektrik, 3). T bisa normal atau negatif

Beberapa catatan tentang EKG pada infark miokard :


1). Timbulnya kelainan-kelainan EKG pada infark miokard
Gambar 45. Nekrosis miokard. Pada umurnnya dianggap: Q
menunjukkan tebalnya nekrosis, R menunjukkan sisa miokard akut k,isa terlambat, sehingga untuk menyingkirkan
yang masih hidup diagnosis infark miokard akut, diperlukan rekaman EKG
ELEKTROKARDIOGRAFI

serial; 2). Fase evolusi berlangsung sangat bervariasi, Sering U yang prominen dikira T sehingga seolah-olah
bisa beberapa jam hingga 2 minggu. Bila elevasi ST interval QT memanjang.
bertahan hingga 3 bulan, maka dianggap telah terjadi
aneurisma ventrikel; 3). Selama evolusi atau sesudahnya, Hiperkalsemia
gelombang Q bisa hilang sehingga disebut infark Kelainan EKG yang terpenting ialah interval QT yang
miokard non-Q. Ini terjadi 20-30% kasus infark miokard; rnemendek.
4). Gambaran infark miokard subendokardial ~ a d aEKG
tidak begitu jelas dan memerlukan konfirmasi klinis dan Hipokalsemia
laboratoris. Pada umumnya terdapat depresi ST yang Kelainan EKG yang terpenting ialah perpanjangan segmen
disertai inversi T yang dalam yang bertahan beberapa ST, sehingga interval QT memanjang.
hari; 5). Pada infark miokard pada umumnya dianggap
bahwa Q menunjukkan nekrosis miokard, seljangkan Digitalis
R menunjukkan miokard yang masih hidup, sehingga Digitalis dapat mempengaruhi bentuk QRS-T, yang disebut
bentuk Qr menunjukkan infark non-transmural sedangkan efek digitalis: 1). Memperpendek interval QT, 2). Depresi
bentuk QS menunjukkan infark transmural. Pada infark ST, mulai dengan menurun landai disusul bagian akhir
miokard non-Q, berkurangnya tinggi R menunjukkan yang naik dengan curam. 3). Sering menjadi rendah. Selain
nekrosis miokard; 6). Pada infark miokard dinding itu bisa terjadi gangguan pembentukan dan penghantar
posterior murni, gambaran EKG menunjukkan bayangan impuls.
cermin dari infark miokard anteroseptal terhadap garis
horisontal, jadi terdapat R yang tinggi di V1, V2, V3 dan
disertai T yang simetris.

1 K*= normal bK' rneningkat 1


Gambar 49. Gambaran EKG pada hiperkalemia. Bila kadar Kt
makin meningkat:
a. T meninggi dan lancip, R menjadi pendek
b. QRS melebar dan bersatu dengan T
c. P merendah dan hilang

Gambar 48. Contoh lokasi infark miokard


a.
b.
lnfark akut anteroseptal
lnfark akut posterior murni
1 K' normal . K+ menurun

Gambar 50. Gambaran EKG pada hipokalemia. Bila K' makin


menurun:
a. U prominen, T mendatar
ANEKA KELAINAN ELEKTROKARDIOGRAFI
b. Depresi ST, T terbalik, PR memanjang

Hiperkalemia
Bila kadar kaliurn darah rneningkat, berturut-t~rutakan
nampak kelainan: 1).T menjadi tinggi dan lancip, 2). R
rnenjadi lebih pendek, 3). QRS menjadi lebar, 4). QRS
bersatu dengan T, sehingga segmen ST hilang, 5). P
mengecil dan akhirnya menghilang.
I
Normal II Hipokalsemia II Hiperkalsemia (
Hipokalemia Gambar 51. Gambaran EKG pada hip0 dan hiperkalsemia
Bila kadar kalium darah menurun, berturut-turut akan
Hipokalsernia : QT memanjang terutama karena
tampak kelainan-kelainan: 1). U menjadi prominen, 2).T perpanjangan ST
makin mendatar dan akhirnya terbalik, 3). Depresi ST, 4). Hiperkalsemia : QT memendek, terutama karena
Interval PR memanjang. pemendekan ST
Castellan~sA, Kessler KM, Meyerburg RJ. The resting electrocar-
diogram. In: Hurst, The Heart, Eight Edition, McGraw-Hill1
nc. 1994,321-52,
Fish C. Electrocardiography and vectocardiog- raphy. In: Braun-
wdd, Heart Disease, Fourth Edition, WB Saunders Company.
1992 116-60.
Hein J.J.Wellens, Mary B. Conover. The ECG in Emergency Ded-
1 Normal )( Efek digitalis 11 sion Making WB. Saunders Com- pany.1992.
Mark Silverman E. Myerburg RJ. Willis HurstJW. Electrocardiog-
Gambar 52. Efek digitalis. QT yang memendek, depresi ST rapk-y,Basic Concepts and Clinical Application. McGraw-Hill
yang menurun landai dan kemudian naik dengan curam dan Book Company, 1983.
T yang rendah Thomas 3igger, J.Jr. The electrical activity of the heart. In :Hurst
.The Heart,, Eight Edition, 1994: 645-57.
M'aldo AL, Wit AL. Mechanism of cardiac arrhythmias and con-
ducSon disturbances. In: Hurst, The Heart, Eight Edition,
McGraw-Hilllnc. 1994: 656-97.
WHO ISFC Task Force. Classification of cardiac arrhytmias and
conduction disturbances. Am Heart J, 1979; 98(2): 263-7.
WHO/ISFCTaskForce. Definition of terms related to cardiac
rhytm. Am Heart J, 1978; 95(6): 796-806.

Gambar 53. Perikarditis akut. Elevasi ST kurang dari 5 mm,


bentuk cekung ke atas, tidak timbul Q

Pada perikarditis, biasanya teriadi peradangan pada


epikard, sehingga gambaran EKG menyerupai gambaran
iniuri pada epikard berupa elevasi ST. Pada perikarditis
yang hanya sedikit menimbulkan peradangan pada
epikard maka EKG bisa normal.
Kelainan EKG yang khas untuk perikarditis ialah
sebagai berikut:
1. Elevasi segmen ST : a). Biasanya luas kecuali V l dan
aVR, b).Bentuk konkaf ke atas, c). Kurang dari 5 mrn
2. T menjadi terbalik, terutarna setelah segmen ST
kembali ke garis isoelektrik.
3. Tidak tirnbul Q.

Pada efusi perikardial, tanpa adanya peradangan


epikardial, tidak terdapat elevasi ST. Dalam ha1 ini
gambaran EKG hanya menunjukkan voltase yang rendah
pada QRS dan T.
Mengenai gambaran EKG pada kelainan irama jantung
(aritmia) dibahas khusus pada topik khusus di bagian lain
buku ini.

REFERENSI

Arrhytmia -a Guide to Clinical Electrocardiology. Erik Sandoe,


Bjame Sigurd. Publishing Partners Verlags GmbH., 1991.
Arrhytmia. Diagnosis and Management. Erit Sandoe, Bjarne Sigurd
Fachmed AG-Verlag fur Fach-medien, 1984.
ELEKTROKARDIOGRAFI
PADA UJI LATIH JANTUNG
Ika Prasetya Wijaya

PENDAHULUAN 1 Tabel 1. Kontraindikasi Uji Latih Jantung

Uji latih jantung dengan menggunakan treadrril sering Mutlak


lnfark miokard akut dalam 2 hari
dikenal dengan tes treadmil. Uji latih ini sudah sering
Angina tak stabil yang risiko tinggi
dilakukan sebagai cara untuk mengetahui adanya
Aritmia jantung tak terkontrol dengan gejala dan
gangguan pada pembuluh darah koroner, gangguan irarna
gangguan
serta menjadi bahan referensi untuk pemeriksaan lanjutan
hemodinamik
untuk mengetahui adanya kelainan jantung. Ada dua cara
Stenosis aorta berat dengan gejala
I+
yang dikenal sebagai uji latih yakni dengan treacmil atau
lnfark paru atau emboli paru akut
dengan sepeda ergometri. Perikarditis atau miokarditis akut
Sebelum pelaksanaantes semua alat dan perlengkapan Diseksi aorta akut
guna tindakan kedaruratan harus tersedia dalam Relatif
jangkauan tenaga pelaksana. Defibrilator, oksigen dan Stenosis di pembuluh koroner left main
obat-obat untuk mengatasi terjadinya gangguan pada Penyakit jantung katup stenosis yang sedang
jantung merupakan ha1 yang wajib tersedia. Tenaga Gangguan elektrolit
yang melaksanakan harus mengerti tatalaksana tindakan Hipertensi berat
kedaruratan kardiak dan sudah menjalani p2latihan Takiaritmia dan bradiaritmia
sebelumnya. Kardiorniopati hipertrofi dan bentuk lain hambatan aliran
Alat treadmil sebaiknya mempunyai jalur aman ke luar jantung
I, di sisinya untuk menjaga keamanan pasien. Lengan Gangguan fisik dan mental yang mengganggu jalannya
pasien juga harus bebas dari alat agar mudah dilakukan pemeriksaan
pemeriksaan tekanan darah oleh pemeriksa. Blok atrioventrikular derajat tinggi

Pelaksana tes wajib pula mengetahui obat-obat


PERSIAPAN SEBELUM TES yang dikonsumsi pasien sebelum melaksanankan
tes. Penggunaan obat penghambat R sebaiknya tidak
Pasien disarankan untuk tidak makan, minum dan nerokok dihentikan bila memang sangat diperlukan pasien walau
dua jam sebelum tes. Lakukan anamnesis tentang riwayat dapat mempengaruhi hasil tes. Persiapan juga dilakukan
penyakit pasien dan kemampuan aktivitas fisik pasien terhadap kebersihan kulit agar tidak menimbulkan banyak
terakhir untuk melengkapi status. Laksanakan perreriksaan artefak pada rekaman EKG.
+ awal dalam keadaan istirahat pada pasien dalam pos~si Pemeriksaan EKG 12 lead wajib dilakukan sebelum
yang nyaman. Semua ini untuk mengetahui apakah pasien tes baik pada posisi berbaring dan berdiri. Pemasangan
memiliki gejala yang menjadi kontra~ndikasimutlak maupun elektroda sebaiknya menghindari daerah lengan agartidak
relatif tes ini. (Tabel 1). menimbulkan gangguan rekaman. Jadi elektrode lengan
ELEKTROKARDIOGRAFIPADA UJI LATlH JANTUNG

sebaiknya diletakkan di bahu, elektroda hijau (ground) di Untuk mengetahui kemampuan pasien sesungguhnya,
spina pinggang dan untuk kaki kanan di bawah umbilikus, dapat digunakan skala Borg.
atau rnodifikasi lainnya.

FASE PEMULIHAN SETELAH TES


PELAKSANAAN TES
Setelah mencapai kemampuan maksimal, maka pasien
Komplikasi dapat diketahui segera bila kita tetap melakukan
diminta untuk berhenti secara teratur. Setelah alat teadrnil
pengawasanpada tekanan darah, mengawasi hasil rekaman
berhenti sempurna, pasien tetap menggerakkan kakinya
EKG, bertanya pada pasien tentang gejala yang dialami
seperti jalan di tempat dengan santai. Hal ini untuk
dan gejala keletihan dan rnelakukan penilaian terhadap
rnengurangi terjadinya perubahan gambaran EKG. Setelah
semua gejala atau tanda yang rnuncul saat tes. Selama tes
dianggap cukup, pasien duduk atau dapat pula berbaring
berlangsung sebaiknya lengan pasien tidak memegang
sarnbil tetap dilakukan pengawasan dan rekaman 10
dengan kencang pada tempat pegangan agar tidak
detik pertama setelah kaki berhenti. Pengawasan pasca
menimbulkan hasil yang tidak sesuai dengan kemarnpuan
tes dilakukan selama 5 menit walau terkadang dilakukan
pasien.
lebih lama sampai gejala atau garnbaran perubahan EKG
Target frekuensi nadi sebaiknya tidak terlalu bergantung
berkurang atau hilang.
pada umur agartidak mengacaukan kemampuanyang dimiliki
pasien, karena kernampuan yang ada bersifat individual.
Walau demikian sebagai patokan pencapaian kerja fisik dapat Tabel 3.
digunakan. Kapan kita melakukan penghentian tes dapat 15-Grade Scale I,ll-Grade Scale
dilihat di tabel 2. 6 0 Nothing
7 Very, very light 0.5 Very, very weak (just ..
Tabel 2. lndikasi Menghentikan Uji Latih 8 1 Very weak
Mutlak 9 Verylight 2 Weak (light)
Tekanan darah sistolik turun drastis > 10 rnmHg dari hasil 10 3
perneriksan sebelurn uji latih disertai bukti lain adanya 11 Fairly light 4 Somewhat strong
gejala iskernia
12 5 Strong (..)
Angina sedang ke berat
Gejala sistern saraf rneningkat (seperti ataksia, rnengantuk 13 Somewhat hard 6
dan gejala sinkop) 14 7 Very strong
Tanda rendahnya perfusi (sianosis dan pucat) 15 Hard 8
Sulit untuk evaluasi EKG dan tekanan darah
16 9
Pasien rnerninta berhenti
Takikardia ventrikel rnenetap 17 10 Very, verystrong(harnpir
Elevasi ST (>1.0 rnrn) tanpa ada diagnosis gelombang Q rnaksirnum)
(selain lead Vlatau aV) 18
Relatif 19 Very, veryhard Maksirnum
Tekanan darah sistolik turun drastis > 10 rnrnHg dari hasil 20
perneriksaan sebelurnnya narnun tanpa disertai gejala
iskernia * From berg GA. Med Sport. 1982;14:377-381.Reproduced
Perubahan ST dan QRS seperti rnenurunnya ST (>3 rnrn with permission
penutunan segrnen ST baik horisontal rnaupun downsloping)
atau petubahan aksis tetap
Aritrnia selain aritrnia ventrikel sustained t PROTOKOL YANG DIGUNAKAN
Hipertensi berat
Takiaritrnia dan bradiaritrnia Ada beberapa macam protokol. Yang sering digunakan
Lemas, sesak napas, tirnbul rnengi, krarn kaki atau gejala adalah protokol Bruce dan Naughton. Pada metode Bruce,
klaudikasio selama menjalani uji latih, pasien akan rnendapatkan
Terjadi bundle branch block pada konduksi intraventrikular beban dari alat dengan menaikkan ban berjalan
yang tidak dapat dibedakan dengan takikardia ventrikel beberapa derajat disertai penarnbahan kecepatan
IVyeri dada yang rneningkat setiap peningkatan stage. Metode Naughton hanya ada
Hipertensi yang rneningkat peningkatan kecepatan perlahan saja.
FREKUENSI N A D l
A.resting ST elevation---+ Exercise induced ST depression
or at PQ level
Target denyutjantung yang akan dicapai sebaiknya bukan
menjadi masalah untuk tidak rnernastkan bahwa hasil tes
tidak dapat diolah. Sernua hasil tes disirnpulkan sesuai
dengan gejala atau gambaran rekaman yang terjadi selarna
1SoelekB1cIlne - -- .------------
pelaksanaan tes. PO P O I ~ ~I "- Idepress~on
Measured ST

SIandlng pro- exerclse


Exerctse response
.-- . - - . - -
2 .

PEMULIHAN DENYUT JANTUNG


B. When the ST level begins below the isoelectric line:

Denyut Jantung atau frekuensi nadi akan berkurang dengan


cepat setelah tes dihentikan. Apabila berkurangnya denyut
! Stand~ngpre- exercise
Exerclse response
1
jantung kurang dari 20 kali/rnenit pada rnenit pertarna
dan kedua, maka ini menjadi prediktor rneningkatnya
risiko kernatian. ---- -
lsoeiektricline .---- ---- - ----- - - -..- ----- -- -
PO. Point
1 ;:*-- \
Measured ST
depresston
J-Junction -+ \ ~ e s l l r gS T depression w~lh
Exerc~seInduced S l depress~on

TEKANAN DARAH C 1 D
j Resllng ST depreslon I Resung ST depreaan
with spasmor exerclse : wilh spasmor nxerclse
Tekanan darah sistolik seharusnya naiksaattes berlangsurg. onduced STeleval~an Induced ST elevetlon

Bila terjadi penurunan tekanan darah di bawah tekanan


darah sebelurn tes, bisa menjadi kriteria yang diwaspad.ai.
Bila terjadi aktivitas yang menyebabkan terjadinya
hipotensi, maka dianggap terjadi disfungsi ventrikel kiri, _ -. __-- - _---I
iskernia atau obstruksi aliran keluar. Peningkatan tekanan - -

darah yang cepat saat tes berlangsung rnenjadi penilaian E.Wall motion abnormality I

adanya kemungkinan timbulnya iskemia. (Not ischemia) I


I

St elevalion with tachycardia


over diagnosis Q waves
KAPASITAS FUNGSIONAL

Kernarnpuan rnencapai kapasitas rnaksirnal saat aktivitas


rnenjadi salah s a t ~pen~laian.Untuk rnengetahui dapat
disesuaikan dengan skala MET. (Tabel 4). PC! Point -II M e a s u r e d ST
depression
---

i
I
I

I
- S t a n d i n g pro- e x e r c l s e
... ...,......, ...,
.. Exercise
- resoonse I '~
I
1 MET istirahat
Gambar 1. Berbagai profil/ depresi segmen ST yang sesuai
2 METs Setara berjalan dengan kecepatan 2 mil;
dengan iskernia dan non iskemia
jam
I
4 METs Setara berjalan dengan kecepatan 4 mil/
jam INTERPRETASI EKG
<5 METs Prognosis buruk: puncakkebutuhan untuk
Depresi ST segrnen rnenunjukkan iskemia subendokardial.
aktivitas dasar sehari-hari
Digunakan garnbaran pada lead V5, serta II dan aVF.
10 METs prognosis dengan terapi medis sama baiknya Garnbaran EKG pada kernampuan rnaksirnal (excercise
dengan operasi pintas arteri koroner maximai) dan masa 3 rnenit saat recovery rnenjadi waktu
13 METs prognosis baik terlepas dari respon latihan yang perlu diwaspadai.
lain Aktivitas tes yang menirnbulkan elevasi atau depresi
18 METs Atlet ketahanan lebih segrnen ST rnenunjukkan adanya iskernia. Elevasi
20 METs Atlet kelas dunia rnenggambarkan terjadinya iskemia transmural yang
ELEKTROKARDIOGRAFIPADA UJI LATIH JANTUNG 315 ,I

bersifat aritmogenik, biasa berhubungan dengan spasme


EXERCISE CAPACITY
dan lesi yang jelas pada arteri. Elevasi juga bisa menjadi (%of normal in referral males)
patokan lokasi lesi. Depresi biasanya berhubungan dengan
iskemia subendokardial yang tidak aritmogenik dan tidah
berhubungan dengan spasme maupun lokasi lesi.
Uji latih jantung juga dapat menimbulkan timbulnya
aritmia. Yang sering terjadi adalah kontraksi ventrikular
prematur (PVC). Biasa terjadi pada orang usia lanjut
dengan penyakit kardiovaskular,PVC saat istirahat maupun
akibat iskemia. Baik akibat aktivitas maupun istirahat, PVC
menjadi prediktor timbulnya perburukan.

SKOR TES AKTlVlTAS

ACC/AHA menganjurkan untuk menggunakan skor guna


meningkatkan kemampuan tes untuk mencapai hasil yang
sesuai denga keadaan penyakit pasien. Dapat digunakan
nomogram berikut. (Gambar 2).
Skor yang sering digunakan adalah skor Duke's --I -. -- -- .-- -.-----
Skor treadmil= lama excercise (5 kali deviasi ST (4 kali Gambar 2. Norrnograrn kapasitas latihan pada pria dewasa
indeks angina TM) normal
Lama excercise dalam menit, deviasi ST dalam mm
dan indeks angina TM (treadmil) adalah: 0 untuk tidak Sebelum melakukan tes aktivitas sebaiknya kita
ada angina, 1 untuk angina yang tidak mempengaruhi mengetahui kira-kira pasien perlu menjalani pemeriksaan
excercise, 2 untuk angina yang menyebabkan hambatan aqgiografi atau tidak. Untuk menilainya dapat digunakan
excercise. Bila skor kurang atau sama dengan -11 maka tabel berikut. Bila pasien telah menjalani uji latih jantung
risiko meningkat. Sedangkan skor lebih atau sama dengan maka untuk tindakan lanjut yang diperlukan pasien dapat
+5 risiko rendah. diprediksi melalui tabel-tabel di bawah ini:

( Variabel 1 Lingkari Jawaban

I I Negatif = 3 1 i I
9-15 =
Kemunqkinan
1 Obesitas I

Merokok "a = 1
I
L Total Skor
1
I Variabel 1 Lingkari Jawaban I Jumlah Wanita I

Deprsi segmen ST 1 -2 mm =6 rendah

Riwayat angina Pasti/tipikal =10 I menengah


I Murgkidatipikal =6 (
1 I Nveri non iantuna =2 1 1 1

1 Status Estroaen I Positif =-5. Neaatif=5


, ., I I
1 I
Total skor: 1 1
I Variabel I Lingkari Jawaban I Jumlah I Pria I

setelah aktivitas
40-60 =
Kemungkinan
1
menengah
Riwayat angina Pasti/tipikal =5 I
I Mungkin/atipikal = 3 I >60 =
Kemungkinan
Tinggi

1 Tdtai skar:: 1 1 1

REFERENSI

Chaitrnan BR. Exercise stress testing. Dalam Braunwdd's et a1


editor. Heart disease, a textbook of cardivascular medicine.
Edisi 7. New York. 2005.153-85
Engel G et al. ECG exercise testing. Dalam: Fuster V et a1 editor.
Hurst's the heart. Edisi 11. New York, McGraw-311. 2004:
467-80.
PEMANTAUAN IRAMA JANTUNG
(HOLTER MONITORING)
M. Yamin, Daulat Manurung

PENDAHULUAN kernbali. Bila pasien rnengalami gejala maka dapat


dilakukan interogasi dengan alat khusus yang disebut
Ada tiga ha1 penting yang harus diketahui oleh seorang programmer. ILR dapat dipakai selarna satu tahun. Alat ini
dokter yang dihadapkan pada kasus gangguan irama bermarrfaat untuk diagnosis aritrnia yang sangat jarang
jantung (aritmia) yaitu jenis aritmia, gejala yang berkaitan muncul yang biasanya disertai sinkop.
dengan aritmia tersebut, dan penyebab atau penyakit yang
mendasarinya. Rekaman EKG permukaan 12 sandapan
sering tidak dapat mernberikan informasi tersebut secara
lengkap. Untuk tujuan ini pemantauan irama jantung
ambulatori yang non-invasif (Holter Monitoring) telah lndikas penggunaan HM adalah:
digunakan secara luas. Selain untuk mendeteksi aritrnia Mfnilai gejala yang mungkin berkaitan dengan
HM kerap dipakai untuk mernbantu diagnosis penyebab aritrnia:
sinkop. Teknik ini pertama kali diperkenalkan oleh Holter - Pasien dengan sinkop atau near-syncope yang
pada tahun 1950-an. tidak dapat diterangkan atau gejala pusing
Komponen pada Holter Monitoring (HM) terdiri dari dengan penyebab yang tidak jelas
alat perekam (recorder) 24 jam yang berbentuk kaset, - Pasien dengan palpitasi berulang dan tidak dapat
penanda waktu internal, catatan aktivitas dan gejala, dan diterangkan
tombol penanda gejala (symptom-indicatorbutton).Sistem Menilai Terapi antiaritmia
ini dihubungkan dengan elektrode dua sadapan untuk Menilai fungsi alat pacu jantung dan implantable
mendapatkan garnbaran EKG yang optimal. cardioverter defibrillator (ICD)
HM biasanya digunakan pada pasien dengan gejala
aritmia yang muncul setiap hari karena hanya dipasang
selama 24 jam. Untuk pasien dengan aritmia yang jarang
(muncul dalarn dua atau tiga hari sekali), digunakan
modifikasi HM yaitu alat perekarn kejadian (eventrecorder) Beberapa ha1 penting yang harus diperhatikan dalam
yang merekarn EKG secara terus-menerus pada pita dan interprstasi hasil HM adalah aritmia muncul intermiten,
hanya kejadian 30 sarnpai 90 detik terakhir yang dapat variasi diurnal terhadap irarna jantung, adanya pengaruh
diputar ulang. Saat pasien merasakan gejala aritmia aktivitas fisik dan tekanan emosi (stress emotional)
rnaka ia dapat mengaktifkan tombol dan menghentikan terhadap aritmia.
rekarnan serta mengirim data rnelalui telepon ke pusat Hasil rekaman data dianalisis secara otomatis oleh
penerima data. Modifikasi HM yang tercanggih adalah komplrter. Teknisi akan mernbantu pelacakan (scanning)
ILR (implanttable loop recorder) yang ditanarn di bawah dan menyunting data. Sistern komputer akan rnenghitung
kulit seperti pacu jantung. Alat ini merekam EKG secara laju jantung, premature atrial dan ventricular beat, dan
berkesinarnbungan selama 24 jam dan menghapusnya takikardia lainnya.
Dokter yang rnelakukan penafsiran harus rnengaitkan - Disfungsi sinus node
data rekaman dengan garnbaran klinis dan gejala yang - Takikardia supraventrikel
dirasakan pasien. Sering didapatkan kelainan irama pada - Blok AV derajat 1
pasien denganjantung normal dan tidak bergejala seperti - PVC kompleks tanpa kelainan iantuna
sinus bradikardia berat (laju nadi kurang dari 40 :</menit),
Setelah menentukan jenis aritrnia yang didapat,
sinus pause, premature atrial dan ventricular beat, bahkan
langkah selanjutnya adalah rnencari gejala yang berkaitan
blok atrioventrikular tipe Wenckebach (terutarna saat
dengan aritrnia tersebut. Secara urnurn gejala yang
tidur). Adanya sinus aritmia dan sinus bradikardia berat
dikeluhkan pasien adalah palpitasi, pusing, harnpir pingsan,
dalarn keadaan istirahat pada atlit terlatih adalah normal.
dan kehilangan kesadaran (sinkop). Aritrnia yang disertai
Sebaliknya bila didapatkan irarna sinus normal ~ a d asaat
kehilangan kesadaran menandakan adanya gangguan
pasien rnerasakan gejala yang berat maka harus dipikirkan
hemodinarnik. Bradiaritrnia atau takiaritrnia seperti ini
penyebab non-aritrnia.
berisiko tinggi untuk terjadinya kernatian rnendadak.
Jenis aritrnia yang diternukan dapat dikelonpokkan
Gejala tersebut dikelornpokkan rnenjadi:
ke dalarn tiga kategori berikut ini:
1. Risiko tinggi: harnpir pingsan, pingsan, dan aborted
Risiko tinggi:
sudden death
- Takikardia ventrikel
2. Risiko sedang: pusing, palpitasi berat, perburukan
- Fibrilasi ventrikel
- Blok AV total dengan escape beat yang tidak gejala gagal jantung
3 . Risiko rendah: pusing ringan, palpitasi.
mernadai
- Wolf-Parkinson-White dengan konduksi cepat Garnbar 1 rnemperlihatkan rekarnan HM pada pasien
saat fibrillasi atrial (AF) dengan keluhan utama berdebar dan harnpir pingsan.
Risiko sedang: Data berikutnya yang harus dicari adalah penyakit
- Premature Ventricular Contraction (PVC) kornpleks yang rnendasari aritrnia tersebut. Diternukannya PVC
yang disertai penyakit jantung kompleks pada pasien dengan jantung normal tidak
- Blok AV derajat 2 rnemberikan nilai prognostik yang berrnakna. Sebaliknya
- Blok AV derajat 3 dengan escape beat yang PVC kornpleks pada pasien dengan penurunan fungsi
mernadai ventrikel kiri rnemberikan irnplikasi yang berrnakna untuk
Risiko rendah terjadinya kematian rnendadak.
- Premature atrial complex Dengan semua inforrnasi di atas maka dapat ditentukan
- PVC strategi penanganan yang tepat: rnenghilangkan gejala
atau mencegah kematian rnendadak.

DlAGNOSTlK STRIPS

, , ,

, . , , , . , 4
, , . , . , . , . ,

a , , a . . . . . . . . . . . .
I

.
,
.
,
.
. .
I , - ,
. .
.. ,
.
. . . . . .. . . .
, , , ---, - . -. , , , .. . . , , .
L-\.-t, <. .h.
. - l L . ~ - ~ ! - i - . A , . A . . , ,.:.- <~-. .<-,,. 3 8.. !,-.<..I... A..
J-. &. -J ..\.,A. 1. .!...I .l.,~l, .' .l I. .t .> .t.. 3.. 8 .<...~',- < ~ - l - ~
--*. -J ,!.-<.
>LA-l, I-,). - 1 l,L.<..J:!..J. -I-..J.,J, I-

16:311801
; w : s ; ,
t
PAUSE
,
9
.
8
,
8
,
a
,
t
,
PWO S K
. .
t
,
8
a1 BPM
, ,
t
.
!
,
I :3wlp: : ; 1 8 * : - : : 8 '

, , , , , a , . , .
, . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

,
, ,

rLJ-LM>d-J--LU
,
,
,
.
,
,
'
,
,
,
,
,
,
.
,
,
,
*
,
, ,
,
,
,
,
,
.
>
,

-
,
,
>
.
,
.

i
:
,
, a
%
m
, .

.
- 4
3

.~__.I__
p d - - i ! L - . . !

t.-h
.
a
,
r
%
!

l..~
.
,

-J.
(..-I
,
a

.-.Id
m
*
.
,

JL.,--,
J...---- L . ~ L,>.--
.
J..>,,',-~L.
>
. #
,

L
~ .
r
m

1 . ~

-. !.-I.-]
t
n

).- ....
...-
.
<

:.,.
\L.

-'I1
-
a

Gambar 1. Rekaman Holter monitoring pada pasien dengan keluhan utama palpitasi dan hampir pingsan. Terekam aritmia berupa
fibrilasi atrial dan henti sinus (sinus arrest).
PEMANTAUAN IRAMA JANTUNG (HOLTERMONITORING) 319

KESIMPULAN

Diagnosis a r i t m i a t i d a k selalu d a p a t d i t e g a k k a n
dengan rekaman EKG permukaan sesaat. Apalagi untuk
menghubungkan antara aritmia dengan gejala yang
dirasakan pasien. Holter Monitoring (HM) merupakan
alat sederhana yang bersifat noninvasif yang dapat
memberikan jalan keluar atas kesulitan tersebut.
lnterpretasi hasil HM harus dilakukan secara
holistik dengan mengintegrasikan gejala, jenis aritmia
yang ditemukan, dan penyakit/kelainan jantung yang
mendasarinya. Berdasarkan itu dilakukan stratifikasi risiko
rendah, sedang, dan tinggi. Penanganan aritmia secara
umum diarahkan untuk mengurangi gejala dan mencegah
kematian mendadak akibat aritmia fatal.

REFERENSI

Dougherty AH and Naccarelli GV. Noninvasive evaluation in


patient with cardiac arrhythmias. In: Vlay SC. A practical
approach to cardiac arrhythmias. 2nd Ed, Liitle, Brown and
Company, 1996
Fogoros RN. Electrophysiolo~ctesting. 3rd Ed, Blackwellscience,
1999
Lee H. Ambulatory electrocardiography and electrophysiology
testing. In: Zipes DP, Libby P, Bonow RO, et al. Heart diease:
a textbook of cardiovascular medicine.7th Ed, Elsevier
Sauders, ZOOS.
Wrought RA and Wagner GS. Electrocardiographic monitoring.
1n:Waught RA, Ramo BW, Wagner GS (Eds). Cardiac
arrhythmias: a practical guide for clinician.2nd Ed, FA Davis
Company, 1994.
RADIOLOGI JANTUNG
Idrus Alwi

RADlOLOGl D A D A N O R M A L Jantung mudah dibedakan dari paru-paru karena


jantung lebih mengandung darah dengan densitas air
Pada pembacaan foto rontgen dada, pendekatan secara lebih besar dibandingkan dengan udara. Karena darah
sistematis penting untuk dilakukan, dimulai dari penilaian melemahkan x-ray lebih kuat dibandingkan dengan
anatomi dan selanjutnya fisiologi. Pendekatan ini tentu udara, jantung relatif tampak berwarna putih (namun
saja didasarkan pada pemahaman mengenai apa yang kurang putih dibandingkan dengan tulang) dan paru-
dimaksud dengan normal. paru relatif hitam (kurang hitam dibandingkan dengan
Pada pemeriksaan rontgen dada posterio-arterior (PA) ujung-ujung film di mana tidak ada jaringan yang
yang baku, diameter keseluruhan jantung yang normal rrengh~langi).Bantalan lemak dengan ketebalan yang
adalah kurang dari setengah diameter tranversal toraks. berbeda mengelilingi apeks jantung. Lemak memiliki
Jantung pada daerah toraks kisarannya tiga perempat ke kepadatan yang lebih besar dibandingkan dengan udara
kiri dan seperempat ke kanan dari tulang belakang. Area dan sedikit lebih kecil dibandingkan dengan darah.
mediastinum lebih sempit. Biasanya aorta descendens Kantong perikardium tidak dapat didefinisikan secara
dapat didefinisikan dari arkus ke kubah diafragma di sisi n ~ r m a l Pinggiran
. dari siluet jantung biasanya cukup
kiri. Di bawah arkus aorta, dapat dilihat hilus pulmonal, tajam n3mun konturnya tidak tajam secara keseluruhan.
sedikit lebih tinggi pada bagian kiri dibandingkan dengan Meskipun waktu pajanan terhadap sinar x sangat singkat
bagian kanan. Pada foto lateral, arteri pulmonalis utama (kurang dari 100 milidetik), biasanya terdapat gerakan
kiri dapat terlihat superior dan posterior dibandingkan jantung yang cukup mengakibatkan agak buramnya siluet
dengan yang kanan. Pada penampakan frontal sekaligus tersebut. Jika sebagian pinggiran jantung tidak bergerak,
lateral, aorta asendens (akar aorta) biasanya terhalang seperti dalam kasus aneurisma ventrikel kiri, pinggirannya
oleh arteri pulmonalis utama dan kedua atrium. Lokasi nampak:tajam. Arkus aorta biasanya terlihat, karena aorta
pulmonary outflow tract biasanya jelas pada foto lateral. mengalirkan darah secara posterior dan dikelilingi oleh
udara. Sebagian besar aorta desendensjuga dapat terlihat.
Posisi dan ukuran masing-masingdapat dievaluasi dengan
RUANG JANTUNG D A N AORTA mudah pada pandangan frontal dan lateral.

Pada pandangan PA, kontur bagian kanan mediastinum


berisi atrium kanan, aorta asendens dan vena kava. PARU D A N VASKULARISASI PARU
Ventrikel kanan, setengahnya menutupi ventrikel kiri
pada penampakan frontal sekaligus lateral. Atrium kiri Clkurar. paru-paru bervariasi sesuai dengan fungsi
terdapat inferior dari hilus pulmonal kiri. Pada kondisi inspirazi, usia, bentuk tubuh, kandungan air, dan proses-
normal, terdapat cekungan pada tingkat ini, yaitu pada proses patologis intrinsik. Dengan adanya peningkatan
left atrial appendage. Atrium membentuk sebagian atas disfungsi ventrikular kiri, cairan interstisial dalam paru-
kontur osteriorjantung pada foto lateral namun tak dapat paru m2ningkat dan ekspansi paru-paru menurun. Di sisi
dipisahkan dari ventrikel kiri. Ventrikel kiri membentuk lain, paru-paru nampak lebih besar dan lebih gelap jika
apeks jantung pada pandangan frontal seperti halnya disertai penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) dengan
sloping bagian inferior mediastinum pada foto lateral. pembentukan bula. Jika ekspansi paru-paru menurun,
RADlODlAGNOSTlK PENYAKIT DALAM

jantung nampak sedikit lebih besar meskipun jantung paru-paru maksimal, sehingga mungkin akan membuat
sebenarnya tidak berubah ukurannya. Namun, ukuran jantung normal nampak sedikit lebih besar. Pasien dengan
jantung tersebut tidak melebihi setengah diameter pektus ekskavatum memiliki diameter AP jantung yang
transversal dada pada foto PA yang berkualitas baik kecuali menyempit, sedangkan diameter transversal meningkat,
jika benar-benar ada kardiomegali. Penting untuk diingat sehingga jantung mungkin nampak membesar pada
bahwa pembesaran yang nyata kemungkinan disebabtan penampakan frontal, namun diameter AP yang sempit
oleh pembesaran jantung secara keseluruhan, pelebaran yang terlihat pada penampakan lateral dapat menjelaskan
satu ruang jantung atau lebih, atau cairan perikardial. Pada ha1 ini. Kifosis atau skoliosis juga dapat menyebabkan
pasien-pasien dengan PPOK, jantung seringka i nampak jantung atau mediastinum nampak abnormal. Oleh karena
berukuran kecil atau normal pada kondisi disfungsi itu, penting untuk memeriksa tulang belakang dan struktur
jantung. tulang lainnya secara sistematis saat memerhatikan
Pada subjek normal, arteri pulmonalis biasanya radiografi dada.
dapat terlihat dengan mudah pada hilus dan secara
bertahap berkurang pada daerah yang lebih perifer.
Arteri-arteri pulmonalis kanan dan kiri utama biasanya EVALUASI FOTORONTGENDADA PADA PENYAKIT
tak dapat diidentifikasi secara terpisah, karena mereka JANTUNG
terletak dalam mediastinum. Jika paru-paru diandaikan
terbagi menjadi tiga bagian, arteri utama berada di Penyakit kardiovaskular menyebabkan perubahan yang
bagian sentral, arteri-arteri kecil yang mudah dibedakan beragam dan kompleks pada gambar foto rontgen dada.
dengan jelas di zona tengah, dan arteri-arteri kecil dan Kardiomegali secara keseluruhan dapat ditentukan dengan
arteriol yang biasanya di bawah batas reso usi pada akurat pada pandangan frontal dengan mencatat apakah
zona luar. Pada kondisi baku, pandangan frontal berdiri, diameter jantung melebihi setengah diameter toraks
arteri-arteri pada zona yang lebih rendah terlihat lebih atau tidak. Kardiomegali paling sering terlihat karena
besar dibandingkan dengan yang berada di zona yang kardiomiopati iskemia yang mengikuti infark miokard.
lebih tinggi, pada jarak yang sama dari hilus. Tampilan Dalam penilaian foto rontgen dada secara sistematis,
tersebut berhubungan dengan efek gravitasi pada langkah pertama adalah menetapkan tipe film apa yang
sirkulasi paru-paru bertekanan rendah yang normal. Hal akan dievaluasi-PA dan lateral, PA saja, atau AP (entah
tersebut terjadi demikian, jika gravitasi mengarah pada portabel atau satu diambil dalam pandangan AP karena
volume intravaskular yang sedikit lebih besar pada dasar pasien tidak mampu berdiri). Langkah berikutnya adalah
paru-paru dibandingkan dengan pada zona-zona yang menentukan apakah foto-foto sebelumnya tersedia untuk
lebih tinggi. Sudut yang dibuat oleh paru-paru dengan perbandingan.
diafragma biasanya sangat tajam dan dapat ditandai
dari dua sisi pada penampakan frontal daq lateral.
Kontur yang dibentuk oleh vena kava inferior dengan PARU D A N VASKULARISASI PARU
jantung terlihatjelas pada foto lateral. Jika posisi pasien
diletakkan pada sisinya dengan sisi kiri menghadap film, Pemeriksaanterhadap pola vaskularisasi paru merupakan
bagian kanan relatif sedikit diperbesar dibandingkan ha1 yang sulit namun sangat penting. Pemeriksaan
dengan yang kiri. tersebut bervariasitergantung posisi pasien (berdiri versus
berbaring) dan berubah secara mendasar sesuai dengan
penyakit paru yang mendasarinya. Cara terbaik untuk
VARlASl N O R M A L menilai vaskularisasi paru adalah dengan memerhatikan
zona tengah paru-paru (misalnya sepertiga dari paru-paru,
Variabel anatomis dan penuaan yang menyebabkan di antara daerah hilus dan daerah perifer lateral) dan
penurunan compliance paru merupakan tantangan dalam membandingkan daerah pada lapangan paru atas dengan
evaluasi foto rontgen dada. Aorta dan pembuluh darah daerah yang lebih rendah pada jarak yang sebanding dari
besar biasanya menyempit serta menjadi lebih berliku hilus. Pembuluh darah harus lebih besar pada paru-paru
(tourtuous) dan lebih jelas seiring bertambaknya usia, bagian bawah namun berbeda dengan jelas pada zona-
mengarah pada pelebaran mediastinum superior. Jantung zona atas dan bawah. Pada kondisi normal, pembuluh-
nampak lebih besar karena penurunan complicnce paru. pembuluh menyempit dan bercabang-cabang dan sulit
Namun, kecuali jika memang ada penyakit jantung, ditemukan pada sepertiga luar dari paru-paru. Dalam
jantung ukurannya kurang dari setengah diameter kondisi normal tak terlihat di dekat pleura.
transversal dada pada pandangan PA. Pasien yang obes Pada pasien dengan high-output state (misalnya
lebih mungkin memiliki derajat hambatan ekspansi kehamilan, anemia berat seperti pada penyakit sickle
RADIOLOGI JANTUNG 323

menjadi tidak jelas, pembuluh-pembuluh pada zona


rendah menyempit dan yang berada pada zona lebih tinggi
membesar, serta pembuluh-pembuluh menjadi lebih jelas
ke arah pleura, pada sepertiga luar paru-paru. Dengan
tekanan akhir diastolik ventrikel kiri (left ventricular end-
diastolic pressure =LVEDP) atau left atrial pressure yang
meningkat, edema interstisial meningkat dan akhirnya
muncul edema paru. Biasanya terdapat korelasi pola
vaskular paru dan pulmonary capillary wedge pressure
(PCWP). Pada PCWP yang lebih kecil dari 8 mm Hg, pola
vaskular adalah normal. Sementara PCWP meningkat
menjadi 10 sampai 12 mm Hg, diameter pembuluh-
Garnbar 1. A). Proyeksi frontal jantung dan pembuluh darah; pembuluh pada zona lebih rendah nampak sebanding atau
B).Gambar garis pads ~ r o ~ e kfrontal
si menunjukkan hubungan lebih kecjl dari p e m ~ u ~ u ~ - p e m
pada ~ u ~yang lebih
~ urona
katup jantung, cincin, dan sulci ke garis mediastinal. A=
ascending aorta; AA= aortic arch; AZ= azygous vein; LA= /efi tinggi. Pada tekanan 12 sampai 18 m m ~ batas-batas
~ ,
atrial appendage; LB = left lower border of pulmonary artery; LV = p e m b u l ~ hmenjadi lebih buram secara bertahap karena
left ventricle; PA= mainpulmonaryartery; RA= right atrium; S= meningkatnya ekstravasasi cairan ke dalam interstisium.
superior vena cava; SC= subclavian artery Efek ini terkadang mudah dikenali sebagai Kerley B lines,
yang horizontal, basis pada pleura, dan densitas linier
perifer. Eersamaan dengan meningkatnya PCWP melebihi
18 sampai 20 mmHg, muncul edema paru dengan adanya
cairan interstisial dalam jumlah cukup untuk mengakibatkan
gambartn bat wing perihilar.Gambaran khas tersebut dapat
berubah untuk beberapa hal. Pada pasien fibrosis paru
luas atau bula multipel, terdapat pola vaskular abnormal
pada baseline danjika terdapat peningkatan PCWP,tak ada
perubahm yang dapat diprediksi. Pada pasien gagal jantung
kronis, terdapat perubahan-perubahan kronis pada pola
vaskular paru yang tidak berhubungan dengan perubahan
yang muncul pada pasien dengan tekanan ventrikel kiri
yang normal pada baseline.

RUANG-RUANG JANTUNG DAN PEMBULUH BESAR

Evaluasi terhadap jantung harus dilakukan secara


sistematis. Setelah menilai ukuran keseluruhan dan pola
vaskula- paru sebagai cerminan dari status fisiologis
jantung bagian kiri, selanjutnya ruang jantung harus
diperiksa. Seperti telah disebutkan, tidak mungkin
untuk menunjukkan ruang jantung dengan jelas pada
sebuah foto rontgen dada normal. Pada penyakit valvular
yang didapat dan pada banyak jenis penyakit jantung
kongen tal, ditemukan pembesaran ruang jantung.
Gambar 2. A). Radiografi dada lateral; B). Gambaran anatomis
ruang jantung dan pembuluh darah; C). Diagram proyeksi
lateral pada ruang jantung, cincin katup dan sulci
ATRIUM KANAN

cell, hipertiroidisme) atau shunt kiri ke kanan, karena Perbesa.an atrium kanan biasanya tak pernah berdiri sendiri,
aliran arteri pulmonalis meningkat, pembuluh-pembuluh (isolated) kecuali bila terdapat atresia trikuspid kongenital
pulmonalis dapat terlihat lebih jelas dibandingkan dengan atau kelainan Ebstein, namun keduanya jarang terjadi
biasanya pada paru-paru perifer. Pada keadaan tekanan meskipun pada kelompok usia anak. Atrium kanan dapat
arteri pulmonalis yang meningkat, batas-batas pembuluh melebar pada kasus hipertensi pulmonal atau regurgitasi
RADlODlAGNOSTlK PENYAKIT DALAM

trikuspid, namun pelebaran ventrikel kanan biasanya dan dikelilingi oleh paru-paru. Yang terakhir, pada foto
melebihi atau rnenghalangi atrium. Kontur atrium kanan lateral, pernbesaran atrium kiri nampak sebagai tonjolan
bergabung dengan vena kava superior, arteri pulmonalis khas yang rnengarah ke posterior.
utama kanan dan ventrikel kiri. Pembesaran atrium kiri yang terbatas pada orang
dewasa paling sering terlihat pada stenosis mitral, dan
pembesaran atrium kiri merupakan ciri penyakit katup
VENTRIKEL K A N A N mitral. Pada stenosis mitral, atrium kiri mernbesar,
terdapat bukti redistribusi vaskular paru (seringkali dengan
Tanda klasik pembesaran ventrikel kanan adalah jantung Kerley B lines), dan pada akhirnya terdapat pembesaran
"boot-shaped dan pemenuhan (filling in) ruang ucara ventrikel kanan. Ventrikel kiri tetap berukuran normal.
retrosternal. Pemenuhan tersebut disebabkan oleh Pada regurgitasi mitral, atrium dan ventrikel kiri keduanya
pergeseran letak tranversal apeks ventrikel kanan saat bertambah besar karena meningkatnya aliran. Redistribusi
ventrikel kanan melebar. Karena pada orang dewasa vaskular paru lebih bervariasi pada regurgitasi mitral
ventrikel kanan jarang melebar tanpa pelebaran ventrikel dibandingkan dengan stenosis mitral, seperti halnya
kiri secara bersamaan, bentuk boot ini seringkali tidak pelebaran ventrikel kanan.
jelas. Bentuk tersebut paling sering terlihat pada penyakit
jantung kongenital, biasanya pada tetralogi Fallot.
Bersamaan dengan melebarnya ventrikel kanan, ventrikel VENTRIKEL KlRl
tersebut meluas secara superior juga secara lateral dan
posterior, mernenuhi ruang udara retrosternal. Ajaran yang Pembesaran ventrikel kiri dicirikan dengan kontur apeks
klasik adalah pada foto rontgen dada lateral, pada pasien yang jelas dan mengarah ke bawah, yang dibedakan dari
normal densitas jaringan lunak terbatas pada kurang dari pergeseran letak transversal seperti yang terlihat pada
sepertiga jarak dari suprasternal notch sampai ke ujung pembesaran ventrikel kanan. Kontur keseluruhan jantung
xyphoid. Jika jaringan lunak tersebut memer~uhilebih biasanya juga membesar, meskipun ha1 ini tidak spesifik.
dari setengah jarak ini, ha1 tersebut rnerupakan indikasi Selain itu, penting mengevaluasi ventrikel kiri pada posisi
pernbesaran bilik kanan yang dapat dipercaya. lateral, di rnana tarnpak sebagai tonjolan posterior, di
Pembesaran ventrikel kanan paling sering citemutan bawah anulus mitral. Pembesaran ventrikel kiri fokal pada
pada penyakit katup mitral, setelah terjadi hipertensi orang dewasa paling sering terlihat pada insufisiensi aorta
pulmonal. Yang lebih jarang adalah karena hipertensi atau regurgitasi mitral (dengan pelebaran atrium kiri).
pulmonal primer. Pelebaran ventrikel kiri lebih jarang pada stenosis aorta,
meskipun ha1 tersebut dapat terjadi, bersarnaan dengan
gagal jantung kongestif.
ATRIUM KlRl

Terdapat beberapa tanda klasik yang menunjukkan


pembesaran atrium kiri. Yang pertama adalah pelebaran
left atrial appendage di mana biasanya tarnpak sebagai Arteri pulmonalis utama dapat terlihat abnormal pada
cembungan fokal. Dalam keadaan normal, terdapat banyak keadaan. Pada stenosis pulrnonal, arteri pulmonalis
cekungan di antara arteri pulmonalis utama kiri dan batas utarna dan arteri pulmonalis kiri melebar. Pelebaran ini
kiri ventrikel kiri pada penampakan frontal. Yang kedua, dianggap disebabkan oleh efekjet melalui katup stenotik.
dikarenakan lokasinya, bersamaan dengan rnernbesarnya Pernbesaran ini dapat terlihat dengan hilus kiri yang jelas
atrium kiri, ha1 tersebut akan mengangkat left main stem pada penampakan frontal dan prominent pulmonary
bronchus sehingga akan melebarkan sudut ka-ina. Yang outflow tract pada penampakan lateral. Penting untuk
ketiga bersamaan dengan membesarnya atrium kiri diingat bahwa katup pulmonal berada lebih tinggi dan
secara posterior, ha1 tersebut mungkin menjlebabkan perifer daripada outflow tractdibandingkan dengan katup
membengkoknya aorta torakalis tengah sampai yang aorta. Katup tersebut juga terletak di depan katup aorta
rendah ke arah kiri. Pembengkokan ini dapat dibedakan pada pandangan lateral.
dari liku (tourtuous) yang terlihat pada aterosklerosis, yang
melibatkan aorta torasik desendens pada b a g i ~ natasnya
atau keseluruhan. Selanjutnya, dengan pembesaran A 0 RTA
atrium kiri yang khas, densitas ganda dapat dilihat
pada pandangan frontal, karena atrium kiri rnernberikan Pada foto dada frontal, pelebaran aorta terlihat sebagai
proyeksi secara lateral ke arah kanan juga secara posterior tonjolan mediastinurn tengah ke arah kanan. Juga
RADIOLOCI JANTUNG 325

terdapat sebuah tonjolan pada anterior mediastinum pada siluetjantung tersebut memiliki bentuk "water bottle" jika
pandangan lateral, di belakang dan superior terhadap terdapat efusi perikard berat, namun bentuk seperti itu
pulmonary outflow tract. Pelebaran aortic root paling sendiri tidak memastikan diagnostik.
sering terlihat pada hipertensi sistemik lama yang tak Kalsifikasi pleura sekaligus perikard dapat muncul,
terkontrol. Pembesaran aortic rootjuga ditemukan pada namun seringkali tidak jelas. Kalsifikasi perikardial
penyakit katup aorta. berhubungan dengan riwayat perikarditis dan paling
Pada stenosis aorta, biasanya terdapat pelebaran sering berhubungan dengan tuberkulosis dan juga
fokal aorticroot yang seringkali jelas, dan seringkali tanpa karena etiologi lainnya, seperti infeksi viral, biasanya tipis
disertai pembesaran ventrikel kiri. Ventrikel kiri biasanya dan linear serta mengikuti kontur perikardium. Karena
menjadi hipertrofi sebagai respons terhadap peningkatan kalsifikasi tersebut tipis, ha1 tersebut seringkali hanya
resistensi outflow dibandingkan dengan melebar seperti terlihat pada satu sisi.
yang terjadi sebagai respons terhadap peningkatan volume
aliran yang terjadi karena insufisiensi aorta. Penebalan
dinding ventrikel pada hipertrofi dapat dilihat dengan REFERENSI
pemeriksaan ekokardiografi, CT atau MRI, namun ventrikel
mungkin tampak normal pada pemeriksaan foto rontgen Bettmann MA. The chest radiograph in cardiovascular disease.
In: Braunwald E, Zipes DP, Libby P, eds. Heart disease: a
dada walaupun terdapat stenosis katup aorta berat. Pada textbook of cardiovascular medicine. 7th ed. Philadelphia:
keadaan di mana sudah terjadi dekompensasi ventrikel kiri, WB Saunders;2005.p.271-86.
terdapat pembesaran aortic root dan ventrikel kiri. Bovt LM. Radiology of the right ventricle. Radiol CIin North Am.
1999;37:379.
Pada regurgitasi aorta, keterlibatan aorta biasanya
Lipton MJ, Coulden R. Valvular heart disease. Radiol Clin North
lebih difus dibandingkan dengan stenosis aorta dan lebih Am. 1999;37:31.
mudah terlihat. Pada regurgitasi aorta murni, atrium kiri Murray JG, Brown AL, Anagnostou EA, et al. Widening of the
biasanya tidak membesar. INamun, seiring dengan waktu, tracheal bifurcation of chest radiographs:value as a sign of
left atrial enlargement.AJR.1995;164:1089.
mungkin muncul pelebaran anulus mitral sekunder Thomas JT, Kelly RF, Thomas SJ et al: Utility of history, physical
terhadap pelebaran ventrikel kiri dengan hasil regurgitasi examination, electrocardiogram, and chest radiograph for
mitral dan pelebaran atrium kiri. Meskipun regurgitasi differentiating normal from decreased systolic function in
patients with heart failure. Am J Med. 2002;112:437.
aorta secara klasik muncul pada demam reumatik (dengan
penyakit katup mitral yang terkait), defek kongenital, atau
penyakit katup degeneratif, mungkin juga disebabkan oleh
penyakit pada aortic root, termasuk cystic medial necrosis,
dengan atau tanpa sindrom Marfan. Pada cystic medial
necrosis, keterlibatannya difus, dan biasanya terdapat
pelebaran aorta pada tingkatan katup setidaknya melalui
arkus. Pada sifilis tersier, (kasusnya sudah sangat jarang),
penemuan khasnya adalah pelebaran khas aorta dari akar
sampai ke arkusnya, namun mendadak menjadi normal
diameternya pada tingkatan ini. Pelebaran aneurisma
aorta asendens juga terjadi pada cystic medial necrosis.
Kelainan aorta lainnya, seperti diseksi akut atau kronis
dan ruptur traumatik atau pseudoaneurisma, lebih baik
dilihat dengan CT.

PLEURA D A N PERlKARDlUM

Perikardiumjarang dapat dibedakan pada pemeriksaanfoto


rontgen dada. Terdapat dua keadaan di mana perikardium
dapat dilihat. Pada efusi berat, perikardium viseral dan
parietal akan terpisah. Karena terdapat bantalan lemak
yang berhubungan dengan masing-masing, terkadang
mungkin untuk membedakan dua garis lucentyang paralel
pada foto lateral, biasanya pada daerah puncak (apeks)
jantung, dengan kepadatan (cairan) di antaranya. Biasanya,
PEMERIKSAAN RADIOGRAFI
ABDOMEN POLOS, OMD, USUS HALUS DAN
ENEMA BARIUM
I Wayan Murna Y

PENDAHULUAN Batu radiopak pada traktus urinarius, saluran empedu


dan pankreas
Sejak ditemukan sinar X oleh Prof. W.C. Roentgen Benda asing radiopak pada saluran pencernaan atau
pada tahun 1895, ilmu radiologi telah berkembang intrabdomen
pesat dan diterima sebagai metode pencitraan untuk Massa tumor yang berdensitas jaringan lunak atau
mengidentifikasi berbagaijenis penyakit. Saat ini kemajuan yang berkalsifikasi
teknologi telah membawa ilmu radiologi be-kembang lleus
lebih jauh, bukan hanya menggunakan sinar pengion dan Meteorismus
energi foton, tetapi juga menggunakan gelombang suara, Asites
energi magnetik, dan zat radioaktif.' Pneumoperitoneum, dan lain-lainnya.
Walaupun terdapat perkembangan dan kemajuan
Pada beberapa kasus foto polos abdomen memberikan
yang sangat canggih dari alat-alat radiologi yang ada
gambaran spesifik yang bisa dipakai sebagai petunjuk
saat ini, pemeriksaan radiologi konvensional sederhana
untuk menegakkan diagnosis. Tetapi sering pula
masih memegang peranan penting untuk mengetahui
didapatkan gambaran radiologi yang tidak spesifik bahkan
dan menggambarkan struktur anatomi dan fungsi dari
dapat "menyesatkan", sehingga pada kasus tersebut
saluran pencernaan.
diperlukan pemeriksaan radiologi dengan modalitas lain
seperti pemeriksaan dengan menggunakan kontras media,
ultrasonografi (USG), computed tomography (CT-scan),
RADIOGRAFI ABDOMEN POLOS
magnetic resonance imaging (MRI), radiologi intervensi,
ataupun kedokteran n ~ k l i r . ' . ~ , ~
Radiografi abdomen atau foto polos abdomen (sering
disebut sebagai BNO) merupakan pemeriksaar radio,ogi
Teknik Pemeriksaan Foto Polos Abdomen
awal yang sangat sederhana, namun sangat berperanan
Sebaiknya foto polos abdomen dilakukan dalam beberapa
untuk pemeriksaan radiologi berikutnya, seperti
posisi, agar interpretasi foto dapat dilakukan dengan lebih
pemeriksaan traktus digestivus atau traktus urinarius
te~at.'.~,~
dengan kontras media. Pemeriksaan foto polos abdomen
Sebagai foto standar adalah foto abdomen polos
juga merupakan pemeriksaan yang sangat penting
posisi tidur terlentang (supine) dengan arah sinar vertikal
pada kasus-kasus kegawatdaruratan seperti kasus akut
dan foto toraks posisi tegak (erect) dengan arah sinar
abd~men.'~~~~
horisontal. Tetapi, pada kasus akut abdomen orang
Foto polos abdomen sering memberikan informasi
dewasa, harus dilakukan pemeriksaan dalam 3 posisi,
penting sebelum pemeriksaan berikutnya dilakukan,
sebagai berikut:
seperti :
PEMERIKSAAN RADIOGRAFI ABDOMEN POLOS, OMD, USUS HALUS DAN ENEMA BARIUM 327

1. Posisi pasien tidur terlentang dengan arah sinar dis ngkat menjadi OMD (oesofagomaagduodenografi).
roentgen vertikal dari anterior (AP), Pemeriksaan ini sebaiknya menggunakan fluoroskopi yaitu
2. Posisi pasien tegak, atau apabila kondisi pasien tidak alat roentgen yang mengeluarkan sinar x terus menerus
memungkinkan dapat dilakukan posisi semirecumbent dan real time untuk dapat mengamati pergerakan organ
(setengah duduk), dengan arah sinar roentgen di layar monitor.
horisontal dari anterior (AP), Pemeriksaan OMD ini umumnya menggunakan media
3. Posisi pasien tidur miring ke kiri (left lateral dewbitus/ kontras positif seperti barium sulfat yang dicampur dengan
LLD), dengan arah sinar roentgen horizontal dari air sehingga membentuk suspensi, dapat dilakukan
anterior (AP). dengan leknik kontras tunggal (single contrast) atau
kontras ganda (double contr~st).~,~
Batas-batas foto, harus mencakup seluruh abdomen
yaitu dinding abdomen lateral kanan-kiri, diafragma
kanan-kiri, dan simfisis pubis.

Evaluasi Foto Polos Abdomen


Sebaiknya penilaian foto dilakukan secara sistematis
sehingga tidak ada bagian yang terlewatkan. Hal-ha1yang
dinilai pada foto polos abdomen, adalah:
a. Posisi terlentang:
Dinding abdomen, yang penting yaitu: lemak
preperitoneal kanan dan kiri apakah baik atau
meng hilang.
Ga m ba r 1 Fo t o polos Gambar 2. Tumor berdensitas
Garis psoas kanandan kiri:apakah baik, menghilang jaringan lunak di abdomen
abdomer normal
atau adanya perlembungan (bulging). sisi kanan
Batu radiopak, kalsifikasi atau benda asing yang
radiopak.
Kontur ginjal kanan-kiri.
Gambaran udara usus :
- normal
- pelebaran lambung, usus halus, kolon
- distribusi dari usus-usus yang melebar
- keadaan dinding usus
- jarak antara 2 dinding usus yang berdampingan
Kesuraman yang dapat disebabkan oleh cairan di
luar usus atau massa tumor.
Posisi duduklsetengah duduk (semirecumbent):
Gambaran udara-cairan (air-fluid level) di lumen
usus atau di luar usus, misalnya abses Gambar 3. Foto polos abdo- Gambar 4. Udara usus di
Gambaran udara bebas di bawah diafragma men normal skrotum,
skrotalis pasien dengan hernia
Gambaran cairan d i rongga pelvis atau
abdomen
c. Posisi tidur miring ke kiri (LLD):
Hampir sama seperti pada posisi duduk, hanya
saja udara bebas letaknya antara hati dengan
dinding abdomen atau antara pelvis dengan
dinding abdomen.

PEMERIKSAAN OMD

Pada saluran pencernaan atas yang meliputi esofagus,


Gambar 5. Udara bebas di Gambar 6. Rigler sign pada
lambung dan duodenum, pemeriksaan konvensional
bawah d afragma menunjukkan pneumoperitoneum
yang dilakukan adalah esofagografi (barium swallow) . ,~neumo~eritoneum
adanva
dan maagduodenografi (barium meal) atau yang biasa (perforasi usus)
328 RADIODIAGNOSTIK PENYAKIT DALAM

lndikasi dan kontra-indikasi pemeriksaan OMD.


Pemeriksaan OMD dapat membantu mendeteksi adanya
kelainan-kelainan anatomi dan fungsi organ seperti?
Akalasia
Barret's esofagus
Refluks gastroesofageal (GERD)
Hypertrophyc pyloric stenosis (HPS)
Ulkus
Skar atau striktur yang menyebabkan
penyempitan lumen
Hernia hiatal
Divertikula
Varises esofagus
G a m b a r 7 . T u m o r Gambar 8. Batu rad opak ginjal
berkalsifikasi intrabdomen kanan Gastritis
Tumor (jinak/ ganas)
Bezoar
Benda asing
Pemeriksaan OMD dilakukan pada pasien dengan
keluhan dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah,
kesulitan menelan, refluks gastroesofagus, penurunan
berat badan yang tidak diketahui penyebabnya, dan lain-
lain yang berhubungan dengan saluran cerna atas.
Kontraindikasi pemeriksaan OMD yaitu apabila
terdapat sensitivitas terhadap media kontras, adanya
aspirasi pulmonal dan kerusakan integritas dinding saluran
cerna.4,5c6,7

Gambar 9. Single bubble sign Gambar 10.Double bubble


pada atresia pilorus sign pada atresia d~odenum

Esofagus

Lambung

Duodenum

Gambar 12. Anatomi esofagus, larnbung dan duodenum

Gambar 11 .Obstruksi usus besar oleh tumor fi kolon


desendens distal (tanda panah
PEMERIKSAAN RADIOGRAFI ABDOMEN POLOS, OMD, USUS HALUS DAN ENEMA B A R I U ~ 329

Persiapan Pemeriksaan OMD (double ccntrast). Teknik kontras tunggal merupakan teknik
Pasien diberikan penjelasan singkat tentang tujuan yang relatif mudah dikerjakan, karena pasien hanya minum
pemeriksaan, prosedur pemeriksaan dan lamanya waktu suspensi barium, kemudian gambar-gambar diambil saat
yang dibutuhkan untuk pemeriksaan OMD ini. Pasien saluran cerna atas sudah terisi oleh barium.'
diharuskan puasa karena saluran cerna bagian atas harus Seda~gkanteknik kontras ganda adalah kombinasi
kosong sama sekali dari makanan atau sisa makanan pada antara cairan barium dan udara yang menyebabkan
saat pemeriksaan dilakukan. Umumnya puasa dilakukan mukosa dapat terlihat lebih rinci. Teknik ini relatif lebih
selama 8 jam sebelum pelaksanaan pemeriksaan, yaitu sulit dilakukan karena selain minum barium, pasien juga
pasien tidak diijinkan makan atau minum. Selama waktu diberikan udara melalui granul effervescent pembentuk
ini pasien juga dilarang merokok dan mengunyah permen gas. Kristal effervescent ini diminum bersamaan dengan
karet karena dapat meningkatkan sekresi asam lambung cairan barium dan akan aktif membentuk gas ketika
dan air liur yang dapat menghambat penempelan barium bercampur dengan cairan barium. Gas menyebabkan
ke mukosa lambung. lambung distensi dan memperluas permukaan lambung
Apabila pernah mengalami alergi terhadap obat- yang dilapisi barium sehingga akan memperlihatkan
obatan atau terhadap makanan tertentu, maka pasien detil-det'l lapisan lambung tersebut. Beberapa gambar
harus memberitahukan kepada dokter radiologi, karena dalam pc,sisiyang berbeda diambil untuk dianalisis lebih
barium dapat menyebabkan alergi walaupun kejadiannya lanjut.'
sangat jarang. Perempuan yang sedang hamil harus
memberitahukan kepada dokter radiologi karena fetus Komplikasi Pemeriksaan OMD
dalam perkembangannya sangat sensitif terhadap Komplikesi yang paling sering terjadi setelah pemeriksaan
radiasi sinar x. Obat-obatan anti alergi dan alat-alat OMD ini adalah konstipasi ringan karena dalam beberapa
untuk tindakan emergensi juga harus tersedia di ruang jam setelah pemeriksaan OMD, barium akan keluar lewat
pemeriksaan OMD ini untuk mengatasi apabila terjadi feses. Akibat pemberian gas yang cukup banyak maka
reaksi hipersensitivita~!.~,~ pasien akan merasa kembung.
Cairsn barium sangat jarang menyebabkan obstruksi
Teknik pemeriksaan OMD usus. Untuk mencegah terjadinya konstipasi atau obstruksi
Pemeriksaan OMD dilakukan oleh spesialis radiologi atau usus, maka setelah pemeriksaan OMD ini, pasien harus
radiografer di rumah sakit atau pusat pelayanan rawat minum banyak air untuk membantu mengeluarkan barium
jalan. dari saluran cerna.
Posisi pasien duduk atau berdiri di depan sebuah Meskipun jarang terjadi, barium j u g a dapat
mesin sinar x kemudian diberikan minum cairan warna menyebabkan reaksi alergi, yang dapat diobati dengan
putih yaitu suspensi barium. Barium ini akan melapisi antihistamin. Beberapa cairan barium mengandung
permukaan dalam (mukosa) saluran pencernaan bagian perasa, yang juga dapat menyebabkan reaksi alergi.
atas sehingga menyebabkan kelainan yang ada di Risiko kerusakan jaringan akibat radiasi sinar x setelah
permukaan saluran cerna terlihat lebih jelas pada sinar x. pemeriksaan OMD ini adalah rendah.
Fluoroskopi atau video sinar x digunakan untuk melihat
pergerakan cairan barium melalui esofagus, lambung dan
duodenum.
Selanjutnya, posisi pasien diubah menjadi posisi
berbaring di atas meja sinar x, bila perlu perut pasien
ditekan-tekan atau meminta pasien untuk mengubah
posisi menjadi posisi miring kanan atau kiri dan
tengkurap, agar seluruh mukosa saluran cerna atas
dapat dilapisi oleh barium. Beberapa gambar tambahan
diambil pada posisi ini untuk mendapatkan gambar
dari sudut pandang yang berbeda, karena sering lesi
kecil yang saling tumpang tindih dengan organ lainnya
menjadi tidak terdeteksi. Setelah pemeriksaan selesai,
foto radiografi yang didapat akan dianalisis oleh spesialis
radiologi untuk menentukan kelainan-kelainan yang ada
pada organ t e r s e b ~ t . ~ , ~ , ~
Ada 2 teknik pemeriksaan OMD ini, yaitu teknik
Gambar 13. Esofago- Gambar 14. Radiografi gaster normal
kontras tunggal (single contrast) dan teknik kontras ganda gram no-rnal
330 RADIODIAGNOST~KPENYAKIT DALAM

Gambar 15. Radiografi duodenum normal Gambar 16. Divertikulosis duodenum Gambar 17. Akalasia esofagus.
Esofagus distal menyerupai ekor
tikus

Gambar 20. Ulkus gaster benigna, tampak


gambaran seperti bintang di mukosa lambung
(tanda panah).

Gambar 18. Tumor esofagus Garnbar 19. Tumor oesophago-gastricjunction

PEMERIKSAAN RADlOLOGl USUS HALUS

Barium FollowThrough
Pemeriksaan ini sangat mudah dan sederhana. Setelah
pasien menelan suspensi barium sekitar 200-500 cc, pasien
terlentang di atas meja pemeriksaan kemudian perjalanan
barium diawasi dengan pesawat fluoroskopi sampai
kontras memasuki sekum. Radiografi serial diambil untuk
dokumentasi, seperti foto 5 menit setelah minurn barium,
10 menit, 20 menit, dan seterusnya sampai barium mengisi
sekum. Waktu pengisian usus halus sampai mencapai
sekum dihitung (transittime) dan foto-foto serial dievaluasi
Garnbar 21. Tumor duodenum apakah terdapat kelainan sepanjang usus halus. Di samping
PEMERIKSAAN RADlOGRAFl ABDOMEN POLOS, OMD, USUS HALUS DAN ENEMA BARIUM 33 1

mengetahui kelainan secara anatomis, pemeriksaan inijuga PEMERIKSAAN RADlOLOGlK KOLON: ENEMA
dapat mengetahui pergerakan (peristaltik) usus halus di BARIUM
bawah fluoroskopi. Persiapan sebelurn perneriksaan sama
seperti OMD, yaitu pasien puasa agar usus halus bersih Pemeriksaan enema barium yang dikenal juga dengan
dari sisa rnakanan. Pemeriksaan barium foilow through ini istilah colon in loop adalah perneriksaan radiografi dari
disebut juga sebagai pemeriksaan enema kontras tunggal usus besar (kolon dan rektum) rnenggunakan suspensi
(single contrast) usus h a l u ~ . ~ , ~ barium sulfat sebagai media k o n t r a ~ . ~ , ~

Enteroclysis Persiapan Pasien


Sebelum dilakukan pemeriksaan enteroclysis maka terlebih Keberhasilan pemeriksaan ini sangat tergantung pada
dahulu dipasang kateter dari hidung sampai duodenum kebersihan saluran cerna. Banyak cara yang dilakukan
(nasogastric tube) yang panjangnya sekitar 135 cm. Ujung untuk mencapai kebersihan saluran cerna. Pola makan
kateter ditempatkan di duodenum distal atau di duodenum diubah menjadi makanan dengan konsistensi lunak,
bagian ke-3. Selanjutnya kontras barium dimasukkan rendah serat, dan rendah lemak. Di samping itu, pasien
rnelalui kateter ini untuk mengisi usus halus. Untuk harus rninum sebanyak-banyaknya agar tinja tetap
mengembangkan usus halus maka dipompakan udara lernbek. Pencahar yang digunakan biasanya bertindak
atau irigasi dengan cairan rnetil selulosa ke dalam usus, meningkatkan ekskresi fekal dan air dengan merangsang
sehingga tercapai distensi usus halus. Pemeriksaan ini juga peristaltik usus. Pencahar hanyalah sebagai pelengkap saja
disebut sebagai enema usus halus kontras ganda. Kelebihan dan biasanya diberikan pada beberapa keadaan pasien
pemeriksaan ini dibandingkan dengan barium follow seperti orang tua, pasien rawat baring yang lama, dan
through adalah terlihatnya mukosa usus dengan lebih detil sembelit kronis.
dan mernungkinkan mendeteksi lesi lesi kecil intralumen. Lamanya persiapan berkisar antara 1 sampai 2 hari,
Foto-foto radiologi yang diperoleh dari pemeriksaan tergantung pada keadaan dan klinis pasien. Di samping itu,
enteroclyris ini diperiksa oleh dokter spesialis radiologi dapat pula dilakukan tindakan untuk membersihkan feses
untuk menentukan ada tidaknya kelainan.2,8 dari kolon dan rekturn dengan cara enema air (klisma) atau
pemberian supositoria per rektal.

lndikasi Enema Barium 3d9

ldentifikasi dan evaluasi inflamasi usus pada


inflammatory bowel diseases (IBD), seperti kolitis
ulseratif atau penyakit Crohn.
Mencari penyebab kelainan struktur kolon seperti
daerah penyernpitan (striktur) atau kantongan
(divertikel) pada dinding usus.
Untuk terapi intususepsi ileokolik yang sering terjadi
pada anak-anak berupa protrusi usus halus ke kolon.
Evaluasi keluhan yang berhubungan dengan saluran
cerna, seperti nyeri, darah dalam feses, atau perubahan
Garnbar 22. Barium follow Garnbar 23. Enteroclysis,
kebiasaan buang air besar.
through, gambaran usus halus gambaran usus halus normal
normal Evaluasi masalah anemia atau penurunan berat badan
yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya.
Adanya riwayat keganasan pada pasien ataupun
keluarga pasien.

Kontraindikasi
Perneriksaan ini tidak boleh dilakukan pada perempuan
hamil, bila terdapat kecurigaan adanya perforasi usus,
rnegakolon toksik, pasca pemeriksaan kolonoskopi
atau setelah dilakukan biopsi kolon dalam waktu
dekat, atau pasien diketahui alergi terhadap kontras
barium.
Garnbar 24. Divertikel besar Gambar 25. Polip usus halus
dari usus halus
RADlODlAGNOSTlK PENYAKIT DALAM

Komplikasi Selesai pemeriksaan, tuba enema dilepaskan.


Ujung kateter enema atau distensi kolon yang Pasien kemudian buang air besar agar barium keluar
berlebihan dapat menyebabkan perforasi rektum atau sebanyak-banyaknya.Apabila diperlukan, dapat dilakukan
kolon sehingga dapat terjadinya infeksi lokal (abses) pengambilan gambar pasca-evakuasi.
atau infeksi luas (peritonitis). Hal tersebut biasanya
terjadi karena tekanan yang tinggi saat memasukkan Evaluasi Hasil Pemeriksaan Enema Barium
barium atau memang ada kelemahan dinding kolon Hasil normal adalah kalau kontras barium mengisi kolon
seperti pada penyakit ulcerative colitis atau Crohn's secara merata mulai dari rektum sampai sekum dan
disease. menunjukkan gambaran mukosa, bentuk serta posisi kolon
Kadang-kadang barium yang tersisa mengeras yang normal, dan tidak ada hambatan aliran k o n t r a ~ . ~ , ~
menyebabkan konstipasi berat (impaksi) atau Gambaran kolon yang abnormal dapat merupakan
o bstruksi aki bat terjadinya barium stone (bariocolith). tanda-tanda penyakit seperti:
Barium juga dapat menyebabkan inflamasi yang Apendisitis akut
disebut barium granuloma. Kolitis karena penyakit Crohn atau kolitis ulseratif
Karsinoma kolorektal
Teknik P e m e r i k ~ a a n ~ ~ ~ . ~ Polip kolorektal
Pemeriksaan enema barium ada dua tipe: Divertikulitis
Enema barium kontras tunggal (single contrast), yaitu Volvulus
hanya menggunakan bahan kontras barium saja Penyakit Hirschsprung
sebagai media kontras positif. Obstruksi usus
Enema barium kontras ganda (double contrast), yaitu Intususepsi, dl1
menggunakan kontras barium dan gas (udara) sebagai
kontras negatif. Udara akan menyebabkan kolon
dilatasi sehingga dapat memberikan gambaran lebih
baik yang memungkinkan lesi-lesi berukuran kecil
dapat terlihat (seperti polip, striktur, inflamasi dan
karsinoma yang berukuran kecil).
Prosedur pemeriksaan adalah seperti berikut:
setelah persiapan pasien dianggap cukup baik dengan
mengevaluasi foto polos abdomen yang telah dibuat
I, sebelumnya, pasien dalam posisi tidur miring kiri di
atas meja pemeriksaan, kemudian dimasukkan tuba
enema ke dalam rektum. Balon kecil pada tuba enema
dikembangkan untuk menahan supaya tuba tidak
keluar dari anus dan mencegah kontras mengalir keluar Gambar26.Enemabariumyang G a m b a r 2 7 . M u l t i p e l
dari anus saat pemeriksaan berlangsung. Selanjutnya menunjukkan kolon normal poliposis kolon
dimasukkan suspensi kontras barium berbentuk cair
sampai mengisi seluruh kolon. Aliran barium diamati di
monitor di bawah tuntunan pesawat roentgen fluoroskopi.
Selama pemeriksaan, posisi pasien dan meja pemeriksaan
diubah-ubah agar kontras barium dapat mengisi seluruh
*I kolon sampai sekum. Setelah kontras barium mengisi
seluruh kolon sampai sekum, udara sebagai kontras
negatif dimasukkan untuk mengembangkan usus
sehingga didapatkan gambar double contrast. Radiografi
diambil dalam beberapa posisi untuk mendapatkan Gambar 29. Fistula rekto-
gambar yang terbaik dan terjelas. Foto-foto tersebut vagina
dievaluasi lebih lanjut apakah ada kelainan pada kolon
dan rektum.
Gambar 28. Tumor sekum
PEMERIKSAAN RADlOGRAFl ABDOMEN POLOS, OMD, USUS HALUS DAN ENEMA BARIUM 333

Gambar 30. Penyakit Chron's Gambar 31. Kolitis radiasi Gambar 36. Kolitistuberkulosis. Gambar 3 7 . Metastasis
Tanpak keterlibatan sekum karsinoma mammae ke kolon
dan ileum terminal.

REFERENSI

Davis M, Houston JD.Fundamentals of GastrointestinalRadiology.


W.B. Saunders Company 2002.
Halligan S. The small bowel and peritoneal cavity. In: Sutton D,eds.
Textook of Radiology and Imaging. 7"'ed. Elsevier Churchill
Livingstone, 2006.p.615-34.
Halligan S. The large bowel. In: Sutton D,eds. Text book of
Radiology and Imaging, 7"'edition, Elsevier Churchill
Livingstone 2006; chap 21, pp 635-62.
Chapman AHA. The salivary glands, pharynx and oesophagus.
In: Sutton D,eds.Textbook of Radiology and Imaging. 7Lhed.
Gambar 32. Pankolitis, pada Gambar 33. Intususepsi. Coiled Else-~ierChurchill Livingstone, 2006.6533-74.
appearance di kolon SuginoY. Diseasesof theoesophagus,stomachand duodenum. In:
penyakit colitis ,,lserailf.
asendens. Peh WCG, Hiramatsu Y,eds. The Asian-Oceanian Textbook
of Radiology. Singapore: TTG Asia Media Pte Ltd, 2003.p
677-32.
Chapman AHA. The stomach and duodenum. In: Sutton D,eds.
Textbook of Radiology and Imagmg. 7"'ed.Elsevier Churchill
Livingstone. 2006.p 575-613.
Levin MS, Rubesin SE, Laufer I. Double Contrast Gastrointestinal
Radiology. 3"d. W.B. Saunders Company, 2000.
Corr PD. Diseases of the Small Bowel. In: Peh WCG, Hiramatsu Y
(ed).The Asian-OceanianTextbook of Radiology.Singapore:
TTC Asia Media Pte Ltd, 2003.p 693-701.
Abdullah BJJ, Kumar G. Diseases of the colon and rectum. In: Peh
WCG, Hiramatsu Y,eds. The Asian-Oceanian Textbook of
Radiology. Singapore: TTC Asia Media Pte Ltd, 2003.p.703-
32.

Gambar 34. Polip bertangkai Gambar 35 Tumor rektum.


yang tampak pada posisi en Tampak gam baran a p p l e
profile. core pada f o t o lateral
rektosigmoid.
UROFLOWMETRI DAN PIELOGRAFI INTRAVENA
Chaidir Arif Mochtar, Harrina E. Rahardjo, Widi Atmoko

PENDAHULUAN Prinsip Kerja Pemeriksaan


Uroflowmetri dilakukan dengan meminta pasien untuk
,Keluhan di bidang urologi, khususnya keluhan seputar berkemih ke dalam suatu cerobong yang terhubung
proses berkemih, merupakan ha1 yang sering ditemukan dengan instrumen pengukur elektronik. Alat pengukur
di klinik. Lower Urinary Tract Symptoms (LUTS) m erupakan ini akan mengkalkulasi jumlah urin yang diproduksi sejak
kumpulan keluhan yang terdiri dari keluhan iritatif mulainya berkemih sampai selesai. Hasil pengukuran
(frekuensi, urgensi, disuria, nokturia) dan keluhan ini akan diplot ke grafik aksis x dan aksis y dimana laju
I,
obstruktif (berkemih yang tidak lampias, mengedan, pancaran (ml/s) sebagai ordinat dan waktu sebagai
terminal dribbling, hesitancy, pancaran urin yarg lemah, ab~is.~
dan pancaran urin yang terputus-putus). Pada tahun Laporan uroflowmetri dideskripsikan dengan pola dan
2008, dari jumlah populasi di dunia (4,3 miliar penduduk) pancaran. Pola dapat bersifat kontinyu atau intermiten.
ditemukan 45,2% mengalami salah satu gangguan LUTS. Kurva pancaran kontinyu adalah ketika keseluruhan proses
Dan pada tahun 2018, diperkirakan angka ini akan naik berkemih selesai saat laju pancaran mencapai angka 0
menjadi 63,6%. Kondisi ini paling tinggi dialami di Asia.' untuk yang pertama kali setelah mulai berkemih. Pola ini
Dengan semakin meningkatnyajumlah manusia lanjut dideskripsikan sebagai kurva atau dapat berfluktuasi ketika
usia (lansia) di Indonesia maka jumlah kasus urologipun terdapat puncak pancaran yang multipel selama pancaran
akan meningkat, sehingga diperlukan pemeriksain- berkemih yang kontinyu. Kurva pancaran intermiten adalah
pemeriksaan diagnostik yang tepat. Pemeriksaan ketika kurva dua kali atau lebih mencapai angka 0 sebelum
I+
uroflowmetri dan Pyelografi lntravena (Intravencus proses berkemih ~elesai.~
Pyelography = IVP) merupakan sebagian pemeriksaan di Beberapa terminologi pancaran yang digunakan pada
bidang urologi yang sering dikerjakan. Pada artikel ini akan pemeriksaan uroflowmetri antara lain:3c4
dijelaskan detail dari kedua pemeriksaan tersebut. a. Laju pancaran (flow rate) :volume urin yang dikeluar-
kan melalui uretra per satuan waktu. Laju pancaran
dinyatakan dalam satuan milliliter per detik (ml/s).
UROFLOWMETRI lnformasi dasar yang dapat berpengaruh pada
laju pancaran antara lain jumlah total urin yang
Pendahuluan dikeluarkan, kondisi lingkungan serta posisi pasien
Uroflowmetri merupakan salah satu metode dalam saat berkemih. Perlu diperhatikan juga apakah
pemeriksaan urodinamik. Uroflowmetri menggunakan pengisian kandung kemih berjalan secara normal
I+ alat yang sederhana dan non-invasif yang berguna untuk atau pasien menggunakan diuretik, atau apakah
mengukur laju pancaran berkemih. Pemeriksaan ini pada kandung kemih sedang terpasang kateter (baik
merupakan pemeriksaan lini pertama ketika menjumpai melalui uretra maupun suprapubik).
pasien dengan dugaan disfungsi saluran kemih bawah. b. Laju pancaran maksimum (maximum flow rate /
Dengan pemeriksaan yang sederhana ini, tenaga medis Qmax) : laju pancaran yang paling maksimum setelah
dapat memperoleh informasi yang bersifat obyektif dan artefak terkoreksi.
kuantitatif dalam usaha untuk mengerti keluhan pada fase c. Volume berkemih (voided volume / VV) :jumlah total
pengisian dan fase berkemih pa~ien.'.~ urin yang keluar melalui uretra
UROFLOWMETRY DAN PLEOGRAFI INTAVENA

d. Lama pancaran (flow time/ TQ) : lama pancaran yang seperti pada infeksi saluran kemih yang rekuren, dan juga
diukur secara aktual. Ketika pancaran terpotong atau pada pria dengan LUTS.3
bersifat intermiten, selang interval antar pancaran
tidak diukur Kelebihan dan Kekurangan
e. Laju pancaran rata-rata (average flow rate/ Qave) : Pemeriksaan uroflowmetri mempunyai beberapa
volume berkemih (voidedvolume)dibagi dengan lama keterbatasan. Pancaran berkemih yang rendah dapat
pancaran (flow time) disebabkan tidak hanya obstruksi outlet, akan tetapi juga
f. Lama berkemih (voiding time) :total durasi berkemih, bisa disebabkan karena adanya gangguan kontraktilitas
termasuk ketika terjadi interupsi. Ketika berkemih detrusor ataupun rendahnya volume berkemih. Hanya
tidak terganggu oleh interupsi, lama berkemih sama dengan membaca kurva uroflowmetri, tenaga medis tidak
dengan lama pancaran. dapat membedakanantara obstruksi outlet kandung kemih
g. Lama waktu mencapai pancaran rnaksimum (time dan gangguan kontraktilitas detrusor. Selain itu, obstruksi
to maximum flow/ TQmax) : lama waktu dari awal outlet kandung kemih dan gangguan kontraktilitas
berkemih sampai pancaran maksimum tercapai. Pada detrusor terdapat pada keadaan yang dinamakan high
pasien dengan pancaran yang kontinyu atau tidak ada flow urethral obstruction dimana sebenarnya tekanan
interupsi, TQmax biasanya terletak di sepertiga awal, detrusor tinggi sekali walaupun pada uroflowmetrinya
baik pada pasien yang normal maupun pada pasien tidak ditemukan kelainan.3r4
dengan obstruksi berkemih, karena pemanjangan lama Aka? tetapi, uroflowmetri masih menjadi modalitas
berkemih pada pasien dengan obstruksi saluran kemih sangat berguna untuk menilai kualitas berkemih
terjadi karena pemanjangan dari penurunan grafik seseorang. Dengan volume berkemih yang cukup (> 150
pancaran berkemih (setelah pancaran maksimum ml), uroflowmetri merupakan pemeriksaan skrining yang
tercapai). sangat bermanfaat. Pada pria dengan gangguan LUTS,
pancaran berkemih yang rendah dapat disebabkan
Laporan uroflowmetri minimal harus terdiri dari
oleh obstruksi uretra pada 65% kasus dan gangguan
laju pancaran maksimum, volume berkemih, dan residu
kontraktilitas detrusor pada 35% k a ~ u s . ~
~rin.~

lndikasi dan Kontraindikasi TekniWPersiapan Pemeriksaan


Pasien diinstruksikanuntuk datang ke tempat pemeriksaan
Uroflowmetri merupakan pemeriksaan skrining yang baik
uroflon-metri dengan kondisi kandung kemih yang
pada pasiendengan LUTS. Pemeriksaanini dapat digunakan
penuh secara normal dan menunggu sampai timbul
untuk memeriksa adanya kemungkinan obstruksi outlet
keinginan untuk berkemih sebelum mulai berkemih pada
kandung kemih dan dapat memberikan bantuan dalam
alat uroflowmetri. Akan tetapi, biasanya pasien tidak
memberikan petunjuk mengenai kontraktilitas otot
melakukan ha1 ini, sehingga ketika pasien datang (dan
detrusor. Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada semua
berkemih di kamar mandi karena mereka tidak dapat
usia dan kedua jenis kelamin p a ~ i e n . ~
menahznnya), pasien diinstruksikan untuk minum sampai
Anak. Uroflowmetri merupakan pemeriksaan skrining satu liter air sampai mereka merasakan sensasi seperti
pada semua anak dengan kondisi neurologi normal yang mereka alami ketika ingin berkemih secara normal
dengan adanya kemungkinan gangguan obstruksi outlet kemudim dilakukan pemeriksaan USG kandung kemih
kandung kemih.3 untuk mengetahui jumlah urin di dalamnya. Bila sudah 2
Perempuan. Ketika diperlukan pembedahan pada kasus 150 ml pasien boleh berkemih di alat uroflowmetri bila rasa
inkontinensia stress, uroflowmetri menunjukkan fungsi ingin berkemihnya sudah kuat. Setelah selesai berkemih,
detrusor yang normal bila laju pancaran urinnya normal. dilakukan pemeriksaan USG kandung kemih kembali
Laju pancaran urin yang menurun dapat menjadi suatu untuk mengukur volume residu urin pasca berkemih (post
tanda adanya masalah berkemih pasca operasi. Pada void residual urine volume) (gambar 1). Contoh klinik
perempuan tua, uroflowmetri dapat digunakan untuk uroflowmetri dapat dilihat dari gambar 2.3
mengeksklusi residu urin, yang dapat menjadi penyebab
infeksi saluran kemih r e k ~ r e n . ~ Gambaran Normal
Pada gambaran yang normal, kurva laju pancaran urin
Pria. Uroflowmetri merupakan pemeriksaan skrining berbentuk genta (Gambar 3). Laju pancaran urin maksimum
untuk pria pada semua usia dengan keluhan yang dicapai pada sepertiga awal dan 5 detik setelah pancaran
mengarah ke obstruksi outlet kandung kemih (Bladder berkemih dimulai. Laju pancaran urin dipengaruhi oleh
Outlet Obstruction = BOO). Pemeriksaan ini juga dapat volume berkemih. Otot detrusor ketika meregang ke titik
digunakan pada pria dengan keluhan klasik yang minim, tertentu akan memberikan performa yang optimal, akan
336 RADIODIAGNOSTIK PENYAKIT DALAM

Gambar 1. A. Pemeriksaan USG kandung kemih sebelum berkemih. B. Perneriksaan USG kandung kernih setelah berkemih

Gambar 2. Klinik uroflowrnetri

tetapi apabila rneregang terlalu banyak akan rnenadi tidak 200 rnl sarnpai 400 ml. Pada kisaran ini, laju pancaran urin
efisien. Pada volume berkemih lebih dari 400 ml, efisiensi cenderung konstan. Pada kenyataannya,definisi normal pada
otot detrusor akan menurun dan Qrnax akan m e n ~ r u n . ~ . ~ pemeriksaan uroflowrnetri dapat dengan beberapa cara. Cara
Laju pancaran urin rnencapai angka tertinggi dan termudah adalah dengan menggunakan nilai minimal laju
dapat dipercaya pada kisaran volume berkernih antara pancaran sesuai dengan jenis kelamin dan usia (tabel
UROFLOWMETRY DAN PLEOGRAFI INTAVENA

A
25- Laju pancaran
(rnlls)

20 - Laju pancaran
rnaksirnurn

15-

10-

5 -
0 .
(5 lo p
Lama wpMu mencapel
*O 25 WaMu(s)
Gambar 4. Kurva pancaran berkemih "supranormal" pada
pancaranmakslmum
+-Lama panoaran --+%
overaktivitas detrusor3

Gambar 3. Gambaran normal uroflowmetri Kurva Pancaran Kontinyu

Overaktivitas Detrusor
Tabel 1. Laju Pqncaren Makrimum*TerendahBerdasarkan Laju pancaran maksimum yang sangat tinggi dapat
Usia, Jenis Kelamin, dan Volume Berkemih Minimum3 terjadi pada pasien dengan overaktivitas detrusor. Terjadi
Usia Volume berkemih Pria Perempuan peningkatan yang cepat pada laju pancaran dalam waktu
(tahun) minimum (ml) (mils) (ml/s) yang singkat (1 sampai 3 detik) (gambar 4). Peningkatan
4-7 100 10 10 yang cepat pada laju pancaran terjadi karena kontraksi
8-13 100 12 15 detrusor sudah membuka lebar leher kandung kemih
14-45 200 21 18 terlebih dahulu sehingga menurunkan resistensi ~ r e t r a . ~ - ~
46-65 200 12 15
66-80 200 9 10 Obstruksi Outlet Kandung Kemih
Kurva pancaran pada pasien obstruksi dicirikan dengan
rendahnya laju pancaran maksimum dan rendahnya laju
Gambaran Kelainan yang Dapat Ditemui pancaran rata-rata, dengan laju pancaran urin rata-rata
Laju pancaran tergantung dari interaksi antara dorongan lebih tinggi dibandingkan setengah nilai laju pancaran
mengeluarkan urin (kontraksi detrusor ditambah adanya maksimum. Laju pancaran urin maksimum dicapai lumayan
tekanan dari abdomen) dan resistensi ~ r e t r a . ~ - ~ cepat (3-10 detik), akan tetapi laju pancaran menurun
secara perlahan (Gambar 5).2-5

Results of UROFLOWMETRY
Voiding Time T I 00 72 S
Flow Time TQ 60 S
Time to max Flow Tqmax 9 S
max Flow Rate Qmax 8.3 mils
Average Flow Rate Qave 5.2
Voided volume Vcomp 312 ml

Gambar 5. Kurva pancaran berkemih pada obstruksi outlet kandung kemih


338 RADIODIAGNOSTIK PENYAKIT DALAM

Flow rate 25 mlfs

Gambar 6. Kurva pancaran pada pasien 50 tahun dengan riwayat striktur uretra (Qmax = 5 rnl/s)

Obstruksi dapat bersifat "kompresif", contohnya pada


hiperplasia prostat jinak, atau "konstriktif" pada striktur
uretra. Kedua tipe ini rnernberikan gambaran yang berbeda
pada kurva. Tipe obstruksi "konstriktif" memberikan
garnbaran "plateau" dengan sedikit perubahan pada laju
pancaran urin dan perbedaan yang tidak terlalu besar
antara Qrnax dan Qave (Gambar 6).2-3
Pada obstruksi "kompresif", sepertiga awal kurva akan
terlihat seperti normal, walaupun Qmax akan rnenurun.
Bagian akhir dari kurva akan memanjang dan terlihat
seperti ekor (Garnbar 5).2-3

Detrusor Underactivity
Diagnosis ini dapat dicurigai jika pada kurva pancaran Gambar 7. Kurva pancaran berkernih pada detrusor
underactivity
terdapat garnbaran sirnetris dengan laju pancaran
rnaksirnurn yang rendah (Garnbar 7). Karakteristik detrusor
Kurva Pancaran lntermiten
underactivity adalah waktu mencapai laju pancaran
rnaksimum yang sangat bervariasi, dan laju pancaran
Mengedan
rnaksimum biasanya dapat tercapai pada pertengahan
Beberapa pasien rnerniliki kebiasaan rnenggunakan
kurva. Karena variasi kurva yang cukup luas, kelainan
otot diafragma dan abdornennya untuk meningkatkan
bisa tumpang tindih dengan kelainan obstruksi, sehingga
pancaran urin. Kebiasaan ini akan rnernbentuk kurva yang
diagnosis kelainan detrusorunderactivity hanya bisa bersifat
interrniten (Garnbar 8). Garnbaran kurva pada keadaan ini
sebagai diagnosis dugaan. Diagnosis pasti dapat ditentukan
sangat bervariasi dan dapat terjadi bersarnaan dengan
melalui perneriksaan urodinamik pre~sure-flow.~-~

Gambar 8. Mengedan mernbentuk gambaran k u ~ yang


a interrniten
UROFLOWMETRY DAN PLEOGRAFI INTAVENA 339
,I

oleh tenaga m e d i ~ . ~

PlELOGRAFl INTRAVENA INTRAVENA (INTRA-


VENOUS PYELOGRAPHY = IVP)

Pendahuluan
Sejakdu u pielografi intravena (IVP) merupakan modalitas
pencitraan primer untuk mengevaluasi saluran kemih.
Saat ini, berbagai modalitas pencitraan lainnya seperti
ultrasonografi (USG), CT-Scan, dan MRI sudah mulai
banyak digunakan untuk mengatasi keterbatasan IVP
dalam mengevaluasi penyakit saluran kemih. Sama
halnya seperti IVP, modalitas-modalitas tersebut juga
Gambar 9. Perubahan kurva pancaran yang disebabkan
memilik kekurangan. Kemampuan dalam menganalisis
karena artefak "cruising". Perubahan laju pancarannya cepat
dan bersifat bifasik pemeriksaan IVP dengan mengkombinasikannya dengan
modalitas pemeriksaan lainnya merupakan kemampuan
adanya obstruksi dan/ atau kelainan kontraksi detrusor. yang penting dalam mendiagnosis kelainan pada saluran
Pemeriksaan lebih lanjut dengan urodinamikpressure-flow kemih."
dapat dilakukan untuk memastikan
Prinsip Kerja
+a
Artefak IL'P merupakan pemeriksaan yang menggunakan X-ray
untuk melihat kelainan pada ginjal, ureter, kandung
"Cruising" kemih, dan uretra. Saluran kemih tidak dapat diperlihatkan
Keadaan ini biasanya dilakukan oleh pasien pria dimana dengan jelas oleh foto X-ray yang biasa. Dengan IVP,
pasien menggerakkan arah jatuhnya urin di dalam bahan kontras dimasukkan melalui vena. Kontras akan
cerobong uroflowmetri. "Puncak" pancaran terjadi ketika mengal r melalui pembuluh darah dan terkonsentrasi di
pasien menggerakkan arah jatuhnya ke urin mendekati ginjal, setelah itu kontras akan turun ke ureter dengan urin
tempat keluarnya di dalam cerobong tersebut (Gambar 9). yang dihasilkan oleh ginjal. Bahan kontras akan terdeteksi
Gambaran "lembah" terjadi ketika pasien menggerakkan oleh X-,-ay sehingga struktur ginjal, ureter, dan kandung
lagi arah jatuhnya urin menjauhi tempat keluarnya ~ r i n . ~ kemih dapat terlihat dengan jelas (berwarna putih) pada
foto X-ray (Gambar 1
"Squeezing"
Beberapa pria memiliki kebiasaan menekan ujung penisnya lndikasi dan Kontraindikasi
ketika berkemih (Gambar 10). Kebiasaan ini menimbulkan Pemeriksaan IVP diindikasikan pada keadaan u n t ~ k : ~
gambaran dengan banyak puncak pada kurva pancaran a. Mdihat sistem pelviokalises ginjal dan ureter
berkemih. Artefak ini tidak dapat dideteksi oleh mesin b. Menginvestigasi lokasi obstruksi ureter
uroflowmetri sehingga harus diperiksa secara manual c. Mernberikangambaran opak sistem pelviokalises ketika

Gambar 10. Gambaran artefak "squeezing" pada kurva pancaran


RADlODlAGNOSTlK PENYAKIT DALAM

jam sebelum pemeriksaan serta pemberian enema 2 jam


sebelum pemerik~aan.~,'~
Sebelum diberikan zat kontras, pemeriksaan foto
BNO atau KUB (kidney, ureter, bladder) dilakukan untuk
memperlihatkan regio dari ginjal, keseluruhan pelvis,
sampai simfisis pubis. Foto ini dapat memeriksa apakah
persiapan pembersihan saluran cerna cukup atau tidak,
mengkonfirmasi apakah posisi pasien sudah benar, serta
dapat melihat batu ginjal atau batu kandung kemih.7,13r14
Kontras diinjeksi secara bolus atau drip sebanyak
50 sampai 100 mL. Bahan kontras yang dipakai biasanya
adalah low osmolality contrast media (LOCM) dengan dosis
300 mg/kg berat badan atau 1 ml/kg. Beberapa menit
setelah injeksi, fase nefrografik memperlihatkan gambaran
parenkim ginjal. Beberapa tomogram ginjal dapat
dilakukan untuk memperjelas visualisasi parenkim ginjal.
Gambar 11. Gambaran normal IVP Foto berikutnya diambil 5 menit setelah injeksi kontras
dan dilakukan pengambilan foto tambahan berikutnya
dilakukan extracorporeal shock wave 1ithotr:psy atau
dengan interval 5 menit. Pada menit ke-5 setelah injeksi,
saat akses perkutan ke dalam sistem pelviokalises
sistem pelviokalises dapat terlihat dan fase pielografik
d. Menilai fungsi ginjal pada evaluasi pasien tidak stabil
dapat terlihat.1 Kompresi abdomen dapat dilakukan untuk
(di atas meja operasi)
memvisualisasi ureter lebih baik. Kompresi cukup penting
e. Melihat anatomi ginjal dan ureter pada keadasn khusus
dilakukan jika kontras yang digunakan memiliki nilai
(contoh: ptosis ginjal, setelah transureteroureterostomi,
osmolar yang rendah karena diuresis osmosis dan distensi
setelah diversi urin)
sistem pelviokalisestidak sebaikjika menggunakan kontras
Kontraindikasi IVP menurut American College of yang tinggi nilai osmolarnya. Kontraindikasi dilakukannya
Radiology tahun 2009 antara lain:1 kompresi abdomen antara lain adanya bukti obstruksi pada
a. Terdapat kontraindikasi relatif pada penggunaaan foto menit ke-5, aneurisma aorta atau massa abdomen
high-osmolality iodinated contrast media (HOCM) lainnya, riwayat operasi abdomen, nyeri abdomen yang
pada pasien dengan mieloma multipel, s;ckle cell berat, dugaan adanya trauma saluran kemih, dan adanya
disease, dan feokromositoma diversi urin atau transplantasi ginjal. Lima menit setelah
b. Pasien dengan gangguan fungsi ginjal yarg mem- kompresi abdomen dilakukan, foto dapat diambil untuk
butuhkan terapi medikasi spesial dan regimen hidrasi melihat sistem pelviokalises lebih jelas lagi.7>10
c. Hamil Lima belas menit setelah pemberian kontras, foto
diambil untuk memperlihatkan saluran ureter-kandung
Kelebihan dan Kekurangan kemih. Flouroskopi dapat digunakan untuk memastikan
Seperti sudah dijelaskan sebelumnya bahwa setiap seluruh lumen ureter dapat terlihat. Jika flouroskopi tidak
pemeriksaan memiliki keterbatasannya, IVP ,nemiliki tersedia, posisi oblik dapat d~lakukan.'~ Manuver gravitasi
keunggulan tersendiri. Saluran kemih tidak divisualisasik3n seperti posisi tengkurap atau oblik dapat membantu
secara luas dengan pemeriksaan USG. CT-scan tidak dapat memvisualisasi ureter yang tidak terlihat karena ureter
memberikan gambaran anatomi yang cukup detail untuk akan "tergantung" dalam posisi ini. Pada kasus yang
mengevaluasi kelainan neoplasma uroepitelial yang kecil/ demikian, foto delayed juga dapat dilakukan sampai
halus atau penyakit sistem pelviokalises lainnya.",12 MRI opasifikasi obstruksi terjadi atau sampai ditentukan bahwa
tidak dapat memperlihatkan kalsifikasi atau tidak dapat ekskresi ginjal terganggu yang dapat menyebabkantidak
memperlihatkan keadaan urotelial dengan resolusi yang terjadinya o p a ~ i f i k a s i . ~ ~ ' ~ ~ ' ~ , ' ~
baik untuk melihat kelainan yang h a k 7 Jika ada kemungkinan mengarah ke kelainan
I
kandung kemih, foto delayed dapat membantu distensi
Teknik/Persiapan kandung kemih. Selain itu foto oblik, tengkurap, atau
Sebelum dilakukan pemeriksaan IVP ada b2berapa pasca berkemih dapat digunakan untuk mengevaluasi
tahapan yang harus dilakukan. Persiapan saluran cerna filling defect pada kandung kemih. Foto pasca berkemih
diperlukan agar dapat membantu memvisualisasi seluruh dilakukan untuk mengevaluasi adanya obstruksi outlet,
ureter dan sistem pelviokalises.Pembersihan saluran cerna pembesaran prostat, divertikel, dan bladder filling defects
dilakukan dengan memberikan cairan bersih 12 sampai 24 termasuk batu dan kanker ~ r o t e l i a l . ~ , ' ~
UROFLOWMETRY DAN PLEOGRAFI INTAVENA 341

Secara singkat prosedur pemeriksaan IVP dapat dilihat


di tabel 2.

Langkah Deskripsi
1 Pencitraan awal: foto BNO
Tambahan: foto oblik, tomogram ginjal
2 Pemberian bahan kontras dengan injeksi bolus
atau drip
3 Fase nefrografik (didapatkan 1 sampai 3 menit
setelah pemberian bahan kontras)
Tambahan: f o t o n e f r o g r a f i k o b l i k ,
nefrotomogram oblik
Gambar 12. Hidronefrosis.Terdapat gambaran parenkirn yang
4 Radiografi KUB (didapatkan 5 menit setelah tipis dengan garnbaran "clubbing" pada kaliks
pemberian bahan kontras)
5 Kompresi abdomen (dilakukan segera setelah
foto menit ke-5) juga dapat mernbentuk "double contour" pada foto. Tidak
6 Fase pielografik (5 menit setelah kompresi, 10 adanya fase nefrografik dapat mengarah ke kista ginjal.
menit setelah pemberian bahan kontras) Ditemukannya gambaran massa pada pemeriksaan IVP
Tambahan: foto oblik, tomogram ulangan rnemerlukan konfirmasi dengan pemeriksaan lainnya. USG
7 Fase ureter-kandung kemih (didapatkan 15 digunakan saat dugaan mengarah ke kista, sedangkan
menit setelah pemberian bahan kontras dan CT-scan digunakan saat dugaan mengarah ke massa yang
segera setelah kompresi abdomen dilepas) s01id,7.13.14
Tambahan: flouroskopi ureter, foto posisi
Posisi ginjal juga harus diperhatikan saat membaca
tengkurap, foto oblik, foto delayed
8 Fase kandung kemih hasil IVP Perubahan pada aksis dan posisi dapat merupakan
Tambahan: foto delayed, oblik, tengkurap, atau tanda adanya massa abdomen atau retroperitoneal,
pasca berkemih perubahan ukuran viseral, atau kelainan ginjal kongenital.
Pada kcndisi horseshoe kidney terdapat perubahan aksis
dan posisi ginjaL7
lnterpretasi Pemeriksaan Paca pengisian ureter, adanya gambaran standing
Parenkim ginjal dapat dilihat pada fase nefrografik column bahan kontras pada ureter menunjukkan adanya
IVP. Kontur keseluruhan ginjal harus diperiksa, dan obstruksi (Gambar 13) atau ileus ureter (dilatasi non-
nefrotornografi dapat dilakukan untuk melihat parenkim
ginjal lebih jelas. Kontur ginjal harus halus dan simetris.
Fase nefrografik yang baik memerlukan pancaran
pembuluh darah ke ginjal yang cukup, fungsi ekskresi
parenkim ginjal yang baik tanpa obstruksi, dan pancaran
vena yang normal. Ukuran ginjaljuga dapat diperiksa saat
fase nefrografik. Ginjal yang normal berukuran 9 sampai
13 cm pada panjang sefalokaudal, dengan ginjal kiri lebih
besar 0,5 cm dibandingkan ginjal kanan dan ginjal pada
pria lebih besar dibandingkan ginjal perempuan. Banyak
metoda dalam pengukuran ginjal, akan tetapi kesimetrisan
ukuran ginjal harus diperhatikan. Ukuran ginjal kanan lebih
besar 2 1,5 cm dibandingkan ginjal kiri atau ginjal kiri 2
2 cm lebih besar dibandingkan ginjal kanan merupakan
suatu tanda adanya kelainan.7~13~14
Obstruksi ringan dan sedang diindikasikan dengan
gambaran halus pada margin forniks (Gambar 12).Obstruksi
yang lama dan yang lebih berat akan menimbulkan
hilangnya impresi papiier dan kaliks yang c l ~ b b i n g . ~ ~ ' ~ Gambar 13. Dilatasi sistern pelviokalises.Garnbaranfoto menit
ke-I 5 rnemperlihatkan standing column bahan kontras dari
Penebalan parenkim ginjal disertai dengan distorsi ureterooelvic iunction samoai ureterovesical iunction kiri. Batu
pada sistem kaliks mengarah ke adanya suatu massa. Massa terdapit di u~eterovesical~unction
342 RADIODIAGNOSTIK PENYAKIT DALAM

obstruktif berkaitan dengan inflamasi, tingginya r~ancaran Multidetector computerized tomography urography is more
urin (diuresis, diabetes insipidus), atau reflux). 3iameter accurate than excretoryurography for diagnosing transitional
cell carcinoma of the upper urinary tract in adults with
ureter z 8 mm merupakan kriteria dilatasi ysng pasti hematuria. J Urol. 2010;183(1):48-55.
menurut beberapa p e n ~ l i s . ~ 12. Becker JA, Pollack HM, McClennan BL. Urog~aphysurvives
Pada foto menit ke-15 sampai menit ke-30, kandung (letter). Radiology 2001; 218:299-300.
13. Friedenberg RM, Harris RD. Excretory urography in the
kemih biasanya sudah terisi penuh. Ketika kandung kemih
adult. In: Pollack HM, McClennan BL, Dyer R, Kenney PJ,
terisi penuh, kontras intralumen akan berbentuk bulat dan editors. Clinical urography. 2"" ed. Philadelphia: Saunders;
dengan batas yang halus dan dinding kandung kemih 2000. p. 147-257.
yang tidak terlalu terlihat. Posisi dan bentuk bulijuga perlu 14. Dunnick NR, Sandler CM, Newhouse JH, Amis ES Jr.
Textbook of uroradiology. 3rd ed. Philadelphia: Lippincott
diperhatikan apakah terdapat distorsi atau tidak karena Williams & Wilkins, 2001.
penekanan dari m a ~ s a . ~ 15. Katzberg RW. Iodinated contrast media for urological imag-
Penebalan dinding kandung kemih dan gambaran ing. In: Pollack HM, McClennan, Dyer R, Kemey PJ, editors.
Clinical urography. 2"" ed. Philadelphia: Saunders; 2000. p.
bahan kontras lumen yang iregular berkaitan dengan 19-66.
filling defect yang merupakan tanda obstruksi outlet
kandung kemih karena penyakit prostat. Kontur sbnormal
karena divertikulum juga dapat terlihat. Foto pengisian
kandung kemih disertai foto pasca berkemih merupakan
pemeriksaan yang paling sensitive untuk mengevaluasi
filling defects. Foto oblik dapat digunakan untuk
memastikan bahwa gambaran filling defects tidak
disebabkan karena gas enterik. Foto pasca kerkemih
juga berguna untuk mengevaluasi pasien dengan dilatasi
saluran kemih bagian atas. Adanya gambaran dilatasi yang
persisten menunjukkan obstruksi yang menetap.7~13~14

1. IrwinDE, Kopp ZS, Agatep B, Milsom I, Abrarns P. Worldwide


prevalence estimates of lower urinary tract symptoms,
overactive bladder, urinary incontinence and bladder outlet
obstruction. BJU International. 2011;108:1132-8.
2. Schafer W, Abrams P, Liao L, Mattiasson A, Pesce F,
Spangberg A, et al. Good urodynamic practices: urof-owmetry,
filling cystometry, and pressure-flow studies. Neurourol.
Urodynam. 2002;21:261-74.
3. Abrams P. Uroflowmetry. In: Abrams P. Urodynanics Third
Edition. London: Springer; 2006. p. 20-38.
4. BlaivasJ, Chancellor MB, Weiss J,VerhaarenM. Urof-owmetry.
In: Blaivas J, Chancellor MB, Weiss J, Verhaaren M. Atlas
of Urodynamics Second Edition. New York: Blackwell
Publishing; 2007. p. 37-45.
5. Kelly CE, Krane RJ. Current concepts and controversies in
urodynamics. Current Urology Reports 2000;1:217-226.
6. Fusco F, Groutz A, Blaivas JG, Chaikin DC, 'Neiss JP.
Videourodynarnic studies in men with lower urinary tract
symptoms: a comparison of community based versls referral
urologcal practices. J Urol. 2001;166:910-913.
7. Amis ES Jr. Epitaph for the urogram (editorial). Radiology
.
1999:213:639-40.
-

8. Dyer RB, Chen MY, Zagoria RF. Intravenous urography:


technique and interpretation. RadioGraph~cs20111;21:799-
824.
9. Fulgham PF, Bishoff JT. Urinary Tract Imaging: Basic
Principles. In: Kavoussi LR, Novick AC, Partin AW,
Peters CA, editors. Campbell-Walsh Urology lo0' Edition.
Philadelphia: Elsevier Saunders; 2012. p. 105.
10. [Guideline] ACR Practice Guideline for the Performance of
Excretory Urography, Accessed December 14 2010.
11. Wang LJ,Wong YC,Huang CC, Wu CH,Hung SC, Chen HW.
DASAR-DASAR CTIMSCT, MRI, DAN MRCP
Sawitri Darmiati

PENDAHULUAN memperlihatkan organ atau kelainan dari berbagai


sudut sesuai dengan k e b ~ t u h a n . ~
Perkembangan ilmu teknologi dan komputer yang pesat Keuntungan lain MSCT dibandingkan dengan CT
berdampak luas terhadap perkembangan ilmu radiologi. ialah mampu mengurangi artefak akibat gerakan pasien,
Perkembangan ini juga mencakup peranti keras, peranti terutama pada pasien trauma, nyeri hebat atau pada
lunak, pesawat serta postprocessing, sehingga dihasilkan pasien anak. Kelebihan lain ialah meningkatkan manfaat
pencitraan multidimensi yang berperan penting dalam penggunaan kontras media2, seperti pada pencitraan
menegakkan diagnosis dan penatalaksanaan pasien hepar bifasik, karena pada 75% kasus tumor hepartampak
termasuk evaluasi hasil terapi. Computed Tomography pada fase arteri, sedangkan 25% baru tampak padaportal
(CT),Multislice Computed Tomography (MSCT), Magnetic phase. Oleh karena itu, untuk mengetahui kelainan di hepar
Resonance Imaging (MRI) serta Magnetic Resonance dianjurkan untuk menggunakan pemeriksaan b i f a ~ i k . ~
Cholangiopancreatography (MRCP) termasuk modalitas Selain itu, pencitraan pankreas bifasikjuga dapat dilakukan
radiologi yang menggunakan instrumen-instrumen di dengan MSCT.
atas. Perkembangan kemampuan dalam rekonstruksi Kerugian MSCT terletak pada lebih banyaknya radiasi
pencitraan secara komputerisasi menghasilkan gambar yang diterima pasien2,karena itu perlu dipertimbangkan
yang mempermudah proses analisis dan interpretasi. Bab pemakaian CT untuk penapisan. Prinsip ALARA (as low
ini membahas modalitas tersebut di atas sebagai dasar as reasonable achievable) yaitu menggunakan radiasi
dalam penerapan klinis. serendah mungkin tetapi dengan kualitas gambar yang
optimal harus selalu diperhatikan.
American College of Radiology (ACR)4menyarankan
COMPUTED TOMOGRAPHY (CT)/ MOLTISLICE indikasi pemeriksaan CT abdomen dan pelvis untuk
COMPUTED TOMOGRAPHY (MSCT) antara lain :
Evaluasi nyeri abdomen, pinggang dan pelvis, massa
Computed Tomography (CT) merupakan pemeriksaan ginjal dan adrenal, massa abdomen atau pelvis
radiologi yang non invasif, tetapi dengan meningkatnya termasuk massa ginekologis, serta kelainan traktus
kualitas pencitraan ( i m a g i n g ) yang dihasilkan, urinarius dengan CT urografi.
penggunaan CT juga semakin meningkat. Pemeriksaan Evaluasi keganasan primer atau sekunder, penyakit
ini menggunakan meja pemeriksaan yang bergerak hepar difus dan sistem bilier, termasuk CT kolangio-
melalui scanner berbentuk bulat. Di dalam scanner, grafi.
emitter sinar x akan berputar di sekitar pasien pada * Evaluasi tumor setelah operasi, mendeteksi kelainan
potongan aksial dan sinar ini akan dideteksi oleh setelah operasi abdomen dan pelvis.
detektor yang terletak dalam scanner tersebut juga. Evaluasi proses inflamasi di abdomen dan pelvis
MSCT menggunakan multidetektor sehingga dihasilkan termasuk penyakit inflamasi usus, infeksi usus serta
potongan gambar lebih banyak pada saat yang sama, komplikasinya, dengan atau tanpa CT enterografi.
potongan gambar yang lebih tipis,' serta waktu Evaluasi kelainan vaskular abdomen dan pelvis, CT
pemeriksaan dan rekonstruksi yang lebih singkat. angiografi non- invasif untuk melihat kelainan aorta
MSCT menghasilkan gambar 3 dimensi yang dapat dan cabang-cabangnya, serta venografi.
344 RADIODIAGNOSTIK PENYAKIT DALAM

Evaluasi trauma abdomen dan pelvis, obstruksi usus sebagai informasi dasar dalam menganalisis dan
halus dan usus besar, kelainan kongenital organ menginterpretasi gambar yang d i p e r ~ l e h . ~ . ~
abdomen atau pelvis, pre atau post-transplantasi.
Konfirmasi kelainan modalitas radiologis lain atau
hasil laboratorium. MAGNETIC RESONANCE IMAGING (MRI)
Pedoman pemeriksaanatau terapi intervensional pada
abdomen atau pelvis. Magnetic Resonance Imaging merupakan pemeriksaan
Deteksi kanker dan polip kolon dengan CT kolonografi, radiologi yang menggunakan medan magnet
CT planning untuk radiasi dan kemoterapi, serta untuk mendeteksi nukleus hidrogen. Kelebihan MRI
evaluasi respons tumor terhadap terapi. dibandingkan dengan CT adalah pemeriksaan MRI dapat
dilakukan terhadap 3 potongan, yaitu aksial, koronal, dan
CT/MSCT dengan Kontras :
sagital, sedangkan pada CT untuk memperoleh potongan
Kontras intraluminal gastrointestinal dapat diberikan
koronal dan sagital dilakukan rekonstruksi pada post
secara oral, per rektal atau melalui nasograstric tube
processing.
bila tidak ada kontraindikasi.
American College of Radiology (ACR)8menganjurkan
Kontras intravena pada pemeriksaan CT diberikan bila
pemeriksaan MRI abdomen dengan indikasi tersebut di
tidak ada kontraindikasi." Pemberian kontras harus
bawah ini:
selalu mempertimbangkan kemungkinan terjadinya
Tumor atau infeksi pankreas, kelainan pankreas yang
contrast-medium-induced nephropathy (CIN), karena
tidak dapat diidentifikasi oleh pemeriksaan radiologis
itu harus selalu dicantumkan hasil kreatinin pasien
lain, obstruksi atau dilatasi serta kelainan duktus
untuk penghitungan laju filtrasi glomerulus (LFG).=
pankreatikus, follow up terapi.
Thomsen dkk5 menyatakan risiko terjadinya C!N
Kelainan lien yang tidak dapat diidentifikasi oleh
ditemukan pada 0,6% pasien dengan LFG > 40 ml/
pemeriksaan radiologis lain, evaluasi lien asesorius
menit dan 4,6% pada pasien dengan LFG < 40 ml/
serta kelainan lien yang difus.
menit tetapi > 30 mllmenit, serta 7,8% pada pasien
Kelainan ginjal yang tidak dapat diidentifikasi oleh
dengan GFR < 30 mllmenit.
pemeriksaan radiologis lain, deteksi tumor ginjal
American College of Radiology (ACR)6 menyarankan termasukvena renalis dan vena kava inferior, evaluasi
indikasi pemeriksaan CT toraks termasuk : traktus urinarius (MR urografi) dan retroperitoneal,
Evaluasi kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan follow up terapi.
toraks foto atau secara klinis diduga ada kelainan. Deteksi pheochromocytoma dan adenoma adrenal
Staging dan follow up keganasan paru atau organ fungsional.
toraks lainnya, serta deteksi metastasis. Evaluasi kelainan vaskular intraabdominal.
Evaluasi kecurigaan kelainan dinding toraks, kelainan Deteksi dan evaluasi tumor, batu kandung empedu,
vaskular toraks, penyakit pleura, kelainan kongenital kelainan kongenital dan duktus biliaris, dilatasi duktus
toraks, dan trauma. biliaris, staging cholangiocarcinoma.
Evaluasi dan follow up penyakit traktus respiratorius Evaluasi tumor traktus gastrointestinal, staging
dan pasien pasca-operasi. karsinoma rektum, proses inflamasi usus dan
CT planning untuk radioterapi. mesenterium, nyeri abdomen misalnya apendisitis
Evaluasi emboli paru6. pada pasien hamil.
Cardiac CT untuk melihat kelainan di pericardium, Deteksi dan evaluasi tumor primer atau metastasis di
ruang jantung, pembuluh darah besar, fungsi jantung peritoneum atau mesenterial.
dan katupjantung, evaluasi arteri dan vena koronaria, Deteksi cairan intraabdominal dan kelainan
miokardium ventrikel, serta kal~ifikasi.~ ekstraperitoneal.
Sebagai pemeriksaan alternatif CT untuk mengurangi
Tidak ada kontraindikasi absolut untuk pemeriksaan
dampak radiasi pada evaluasi abdomen perempuan
CT scan abdomen dan pelvis, namun pemeriksaan ini
hamil atau anak-anak atau terdapat kontraindikasi
harus dipertimbangkan pada pasien hamil atau diduga
kontras media yang mengandung y o d i ~ m . ~
hamil?,6 Demikian pula tidak ada kontraindikasi absolut
Deteksi dan evaluasi lesi fokal di hepar, untuk melihat
untuk pemeriksaan CT toraks, risiko dan keuntungan
spesifikasi lesi hepar seperti kista, lemak, hemangioma,
harus dipertimbangkan pada saat pemberian kontras
karsinoma hepar, metastasis, focal nodular hyperplasia,
intra~ena.~
dan adenoma hepatik.
Data pasien, gejala atau riwayat penyakit serta
Evaluasi kelainan kongenital, infeksi, kelainan lain di
diagnosis kerja sangat penting dicantumkan dalam
hepar dan vaskular termasuk Budd-Chiari.
permintaan pemeriksaan, sehingga dapat digunakan
DASAR-DASAR CT/MSCT.MRI, MRCP 345
1

Evaluasi kelainan di hepar pada pasien dengan lndikasi MRCP antara lain :
kelainan hasil pemeriksaan radiologis lain atau Batu kandung empedu dengan pankreatitis, nyeri
laboratorium kandung empedu dengan kemungkinan kecil batu
Evaluasi donor hepar p o t e n ~ i a l . ~ duk~usbilier, pseudokista pankreas, trauma prankeas,
Evaluasi penyakitjantung didapat seperti kardiomiopati, pankreatitis berulang.
fibrosis dan infark miokard, iskemia miokard kronis, Evaluasi pankreatikobilier daerah proksimal obstruksi
sindrom koroner akut, massa kardiak, penyakit yang tidak dapat dicapai oleh ERCP, atau pada pasien
perikardium, kelainan katup jantung, penyakit arteri dengan kontraindikasi ERCP.
koroner, dan kelainan vena pulmonalis. * Kelainan anatomi atau kongenital traktus pankreatiko-
Kelainanjantung kongenital seperti congenital shunts, bilier
kelainan perikardium, kelainan jantung kongenital Pasien dengan riwayat ERCP dan masih membutuhkan
yang kompleks, kelainan katup kongenital, kelainan pemeriksaan lebih lanjut.14
vaskular ekstrakardiak.1
Kontras yang digunakan pada pemeriksaan MRI
umumnya merupakan turunan gadolinium dan biasanya
digunakan untuk kasus inflamasilinfeksi atau tumor.
CT/MSCTjelas mempunyai keunggulan dalam menegakkan
Pernberian kontras harus selalu rnernpertimbangkan
diagnosis dan penatalaksanaan pasien, tetapi tetap harus
kemungkinan terjadinya nephrogenic systemic fibrosis
dipertinbangkan pajanan radiasi yang diterima pasien,
(NSF), karena itu harus selalu dicanturnkan hasil kreatinin
sehingga bila diagnosis telah dapat ditegakkan dengan
pasien untuk penghitungan laju filtrasi glomerulus (LFG).
perneritsaan yang menggunakan radiasi pada pasien
ACR rnenganjurkan untuk dapat mendeteksi risiko tinggi
lebih rendah seperti radiografi, USG, MRI, atau Kedokteran
terjadinya NSF pada pasien dengan LFG < 30 mllmin atau
bluklir, maka CT tidak perlu dilakukan.
trauma ginjal akut."
Data pasien, gejala atau riwayat penyakit serta
Kontraindikasi pemeriksaan ini antara lain : peralatan
aiagnosis kerja sangat penting dicanturnkan dalam
elektronik ferrornagnetik yang ditanam di dalam tubuh
permintaan pemeriksaan, sehingga dapat digunakan
seperti pacemaker, defibrillators, cochlear implants1,c1ipsl2
sebagai informasi dasar dalarn menganalisis dan
dll, serta klaustrofobia yang berat.' Sampai saat ini belum
mengir~terpretasigambar yang diperoleh.
diketahui efek negatif terhadap fetus."

REFERENSI
M A G N E T I C RESONANCE C H O L A N G I O -
PANCREATOGRAPHY (MRCP) 1. Pretorius ES, Solomon JA. Introduction to ultrasound, CT,
and MRI. In Radiology Secrets. 2nded. Mosby Elsevier. 2006.
Magnetic resonance cholangio pancreatography (MRCP) p.15-22
2. Cahir JG, Freeman AH, Courtney HM. Multislice CT of the
merupakan perneriksaan yang tidak invasif13 untuk
abdomen. BJR. 2004; 77: 564-73.
rnengevaluasi sistern bilier dan duktus pankreatikus.14 3. Gibson J. Spiral CT of the liver : is biphasic or triphasic
Bila pemeriksaan klinis, ultrasonografi atau scanning the routine in your department ? 24 Desember
laboratorium tidak menunjukkan kelainan yang spesifik 2011. Diunduh dari: http://imaging-radiation-oncology.
ad~~anceweb.com/article.
u n t u k rnelihat obstruksi sistern bilier, umurnnya 4. ACR-SPR practice guideline for the performance of computed
d i l a k u k a n pemeriksaan Endoscopic Retrograde tomography (CT) of the abdomen and Computed Tomogra-
Cholangiopancreatography (ERCP). Perneriksaan ini selain phy (CT) of the pelvis. Practice Guideline (Resolution 32).
2011.25Desember 2011. Diunduh dari: http://www.acr.org/
membutuhkan sedasi, dapat mengakibatkan pankreatitis
SecondaryMainMenuCategories/quality_safety/guidelines/
akut.13 Meskipun dernikian, ERCP tetap merupakan pediatric/CT-Abdomen-pelvis.pdf.
pilihan utama untuk terapi intervensi.14Keunggulan lain 5. T h m s e n HS, Morcos SK. Risk of contrast-medium-mduced
MRCP ialah tidak menggunakan radiasi, tidak tergantung ne?hropathy in high-risk patients undergoing MDCT- a
posled analysis of two randomized trials. Abstract. Eur Rndiol
kepada operator, serta dapat mendeteksi kelainan ekstra 2009; 19 (4):891-7.
duktal. Kerugian MRCP adalah tidak dapat rnendeteksi 6. ACR practice guideline for the performance of pediatric and
kelainan duktus intrahepatik perifer, pankreatitis, dan adult thoracic computed tomography (CT). Practice Guide-
line (Resolution 23). 2008.25 Desember 2011. Diunduh dari:
rendahnya deteksi kelainan duktus kecil, karena itu masih htfp://www.acr.org/secondarymainmenucategories/qual-
tetap dianjurkan dilakukan ERCP pada pasien dengan ity-safety/guidelines/ pediatric/CT-thoracic.aspx.
obstruksi bilier dan pada pasien yang membutuhkan 7. ACR-NASCI-SPR practice guideline for the performance and
tindakan intervensi.15 interpretation of cardiac computed tomography (CT).Practice
Guideline (Resolution 38). 2011.25 Desember 2011 Diunduh
346 RADIODIAGNOSTIK PENYAKIT DALAM

dari: l~ttp://www.acr.org/SecondaryMainMenuCategories/
quality-safety/guidelines/ pediatric/CT-cardiac.pdf.
8. ACR practice guideline for the performance of Magnetic
Resonance Imaging (MRI) of the abdomen (excluding the
liver). Practice Guideline (Resolution 16). 2010.26 Desember
2011. Diunduh dari : http://www.acr.org/SecondaryMain-
MenuCategories/quality-safety/ guidelines/dr / gastro/
mri-abdomen.aspx.
9. ACR practice guideline for the performance of Magnetic
Resonance Imaging (MRI) of the Liver . Practice Guideline
(Resolution 14). 2010. 26 Desember 2011 Diunduh dari:
http:/ /www.acr.org/SecondaryMainMenuCategories/qud-
ity-safety/guidelines/dx/gastro/ mri-1iver.aspx.
10. .,
ACR-NASCI-SPR practice guideline for the performance
and interpretation of cardiac magnetic resonance imaging
(MRI).Practice Guideline (Resolution 25). 2011.26 Desemkser
2011.' Diunduh dari: http.;//www.acr.&g/seconiarymain-
menucategories/quality-safety/ guidelines/dx/cardio/
mri-cardiac.aspx.
11. ACR Committee on drugs and contrast media. Nephro-
genic systemic fibrosis. In: ACR Manual on Contrast Media
Version 7. 2010. p49-55. 26 Desember 2011 DiunSuh dari:
http://www.acr.org/SecondaryMainMenuCategories/qual-
ity~safety/contrast&ual/ ~u1l~anual.a~~~.
12. ACR practice guideline for performing and interpreting Mag-
netic Resonance Imagmg (MRI). Practice Guideline (Resolu-
tion 19).2011.26Desember2011. Diunduh dari: h t p / / w w w .
acr.org/SecondaryMainMenuCategories/quality~safet~~/
-
~

guidelhes/med-phys/ mri.aspx.
13. Taylor ACF, Little AF, Hennessy OF, Banting SW, Smith PJ,
Desmond PV. Prospective assessment of magnetic resonance
cholangiopancreatography for noninvasive imaging of the
biliary tree. Gastrointestinal endoscopy. 2002; 55(1):17-22
14. MR Cholangiopancreatography (MRCP) in Abdomen Imag-
ing Guidelines . MedSo1utions.Inc. 2010. p 29.26 Desember
2011. Diunduh dari : http://www.tmhp.com/RadiologyCl
inicalDecisionSupport/2010/ABDOMEN%20 Imagng%20
GUIDELINES%202010.
15. Vitellas KM, Keogan MT, Spritzer CE, Nelson RC. MR cholan-
giopancreatogra~hyof biliand pancreatic duct abnormalities
with emphasis on the single-shot fast spin echo t-.chmque.
KEDOKTERAN NUKLIR ATAU
RADIO NUKLIR DAN PET-CT
Kahar Kusumawidjaja

PENDAHULUAN Beb5rapa pemeriksaan pencitraan radionuklid sering


dilakuksn seperti tiroid, paru, ginjal, tulang, jantung,
Radio nuklir merupakan salah satu bagian dari disiplin dan lain-lain. Meskipun saat ini sudah ada pemeriksaan
ilmu radiologi yang memanfaatkan radio nuklid buatan radiologi yang canggih seperti CT scan, MRI dan USG,
(radio-isotop buatan) untuk keperluan diagnostik, terapi, tetapi semua ini merupakan pencitraan anatomik, dimana
dan penelitian. Radio farmaka adalah gabungan antara kelainan dapat dideteksi setelah ada perubahan morfologi-
radio nuklid dengan senyawaan yang dapat membawa anatomi sedangkan pemeriksaan radionuklid lebih banyak
radiofarmaka tersebut menuju ke organ yang ingin dilakukan menilai fungsi suatu organ dan dapat mendeteksi lebih
pemeriksaan. Beberapa radio nuklid dapat digunakan untuk awal bila sudah terjadi kelainan metabolisme sel, sebelum
terapi, baik untuk tujuan terapi kuratif maupun untuk terjadi perubahan morfologi-anatomi. Hal ini penting
terapi paliatif suatu keganasan. Selain itu, radio nuklid untuk n-endeteksi suatu keganasan baik primer maupun
kadang-kadang digunakan untuk terapi kasus yang bukan sekund~rlebih dini.
keganasan seperti penyakit hipertiroidi dan artritis. Radio
farmaka dapat diberikan pada pasien melalui parenteral
(IV; intra-arteri), intra-tekal, intra-dermal/subkutis, perfusi, TIROID'
dan ventilasilinhalasi. Syarat suatu radiofarmaka perlu
diperhatikan. Harus dipilih radio farmaka yang memberikan Kelenjar tiroid terdiri atas 2 lobus kanan dan kiri yang
radiasi sekecil mungkin, dengan memilih radio nuklid yang dihubur~gkanoleh isthmus. Besar kedua lobus antara 3-4
memiliki waktu paruh yang singkat, makin singkat waktu cm kali 1,5-2 cm. Pemeriksaan tiroid dilakukan dengan
paruh makin kecil radiasinya. Syarat lain adalah tidak tiroid scgn dan uji penangkapan radio nuklid. Umumnya
toksik, tidak memengaruhi metabolisme tubuh yang pemeriksaan tiroid menggunakan radio nuklid 99mTc-
fisiologis, serta mudah dan cepat diekskresikan. perteknetat intravena antara 1-2 mCi, selanjutnya 10-15
Pesawat yang dipakai adalah gamma kamera @lannar), menit pasca-injeksi dilakukan pemindaian. Pemeriksaan
SPECT-CT dan PET-CT. Sinar gamma yang dipancarkan tiroid dapat pula dengan pemberian Na-1131 per-oral
dari organ yang telah banyak mengandung radiofarmaka sebanyak 50 uCi, kemudian dilakukan pemeriksaan 24
direkam oleh kollimator pesawat berupa denyutan jam setelah pemberian. Uji penangkapan radio nuklid
elektrik. Makin besar pancaran radiasi, makin tinggi dilakukan untuk mengetahui daya tangkap kelenjar tiroid,
denyutan elektrik. Denyutan elektrik tersebut diperkuat namun tidak dapat mengetahui kadar hormon hasil sintesis
oleh perangkat elektronik yang kemudian dijelmakan dalam t roid. Tiroid scan dapat menilai besar dan bentuk
sebagai pencitraan atau dalam grafik atau besaran kedua lobus, (Gambar I), lokasi kelenjar tiroid (termasuk
aktivitas dalam countslmenit. Dengan perkembangan tiroid ektopik), penyebaran aktivitas kedua lobus, struma
kecanggihan pesawat seperti SPECT-CTdan PET-CT maka difusa (Gambar 3; Gambar 4), serta menentukan sifat
hasil pemeriksaan kedokteran nuklir menjadi lebih sensitif, nodul apakah suatu "cold nodule" (Gambar. 4), atau "hot
lebih spesifik, dan akurat. nodule' (Gambar 5). Selain itu, tiroid scan juga dapat
RADlODlAGNOSTlK PENYAKIT DALAM

untuk menilai hasil operasi total pada karsinona tiroid


jenis papiliforum dan folikular berdiferensiasi baik, serta
mencari lesi metastasis.
Pengobatan karsinoma tiroid dapat berupa pengobatan
tambahan dan pengobatan pada lesi metastasis contoh
pengobatan non-keganasan adalah kasus hipertiroid yang

Gambar. 4. Nodul dingin /cold nodule di lobus kanan bawah

Gambar 1. Sidik tiroid normal

KLD NUKLIR
THYROLO 8CltW
Tc-99.

Gambar 5 . nodul panaslhot nodule di lobus kanan

gagal dengan pengobatan medikamentosa dan menolak


untuk dilakukan operasi.
Gbr 2. Struma difusa pada sidik tiroid

Pemeriksaan radionuklir pada penyakit paru terdiri atas


sidik perfusi dan sidik ventilasi (inhalasi) (Gambar 6).
Pemeriksaan tersebut bermanfaat untuk menilai kasus
emboli paru dan gangguan fungsi pernapasan (emfisema
paru atau penyakit paru obstruksi menahun/PPOK/COPD).
Kasus emboli paru akan menunjukkan suatu luput aktivitas
secara segmental atau lobaris pada sidik perfusi, namun
sidik ventilasi biasanya normal (Gambar 7), sedangkan
kasus emfisema atau PPOK memberikan gambaran
penyebaran aktivitas inhomogen atau berbercak pada
sidik perfusi atau ventilasi (Gambar 8).
Pada kasus keganasan, penggunaan sidik perfusi
atau ventilasi kurang bermanfaat, tetapi pemeriksaan
Gambar. 3. Struma difusa yang menjalar ke retro-zternal hibrid atau gabungan pemeriksaan sidik PET dan CT
KEDOKTERAN NUKLIR ATAU RADIO NUKLIR D A N PET-CT 349

Garnbar 6. Sidik perfusi (baris 1, Ill) dan sidik ventilasi (:baris II, IV)norrnal.

Garnbar. 7. Emboli paru multipel terlihat pada sidik pcrfusi, sedangkan sidik ventilasi normal
350 RADIODIAGNOSTIK PENYAKIT DALAM

Gambar 8. PPOK tampak inhomogen baik pada sidik perfusi maupun sidik ventilasi.

dapat mernbedakan proses keganasan dari proses jinak r-


atau jaringan parut, selain itu dapat ditentukan staging -
lebih tepat dan rnencari lesi metastasis lebih akurat, serta
rnenilai hasil terapi (operasi, radiasi, dan kernoterapi).

GINJAL3

Fungsi tiap ginjal dapat dinilai secara kual tatif dan


kuantitatif. Penilaian kualitatif rnelalui kurva -enograrn
yang terdiri atas 3 fase, fase I: fase vaskular/perfusi, Time (Minute)
fase II: fase sekresi/akurnulasi dan fase Ill: fase ekskresi Gambar. 9. Kurva renogram normal, terdiri atas 3 fase
(Garnbar 9). Fase vaskular rnenilai vaskularisasi ke area
kedua ginjal, fase sekresi rnenilai fungsi parenkirn ginjal
L
atau fungsi nefron, sedangkan fase ekskresi rnenilai
kelancaran ekskresi apakah ada obstruksi rnasing rnasing
ginjal (Garnbar 10). Penilaian kuantitatif dapat rnenentukan -
B

!A
fungsi absolut nilai GFR @lomularfiltration rate) dan ERPF .c.
(effective renal plasma flow) kedua ginjal secara terpisah. 6
Sidik renal berrnanfaat rnenilai bentuk dan besar kedua
R
ginjal (Garnbar 1I ) , kerusakan parenkirn ginjal (pyelo-
nefritis kronis, garnbar. 12), lokasi ginjal (ektopik, gambar
Time (Minute)
14), kelainan kongenital (horse kidney). Radionuklir dapat
pula rnenilai hasil ginjal pencangkokan rnengenai hasil 'he regnogram pattern in patien with unilateral obstructive
LT side) showing an absent third phase
vaskularisasi ke ginjal transplan (Gambar 15), ttau terjadi
penolakan (rejection). Gambar 10. Kuwa renogram ginjal kiri rnenunjukkan obstruksi
KEDOKTERANNUKLIR ATAU RADIO NUKLIR DAN PET-CT 351

Gambar. 11. Gambaran normal sidik ginjal dengan 99rnTc- Gambar 14. Sidik ginjal transplantasi yang berhasil
DMSA
Radiofarmaka untuk kurva renogram menggunakan
1311-hippuran atau 99mTc-MAG3, radiofarmaka untuk GFR
dengan 99mTc-DTPA, dan ERPF dengan 99mTc-MAG3,
sedangkan untuk sidik renal dengan 2-5 mCi 99mTc-
DMSA. Evaluasi pencangkokan ginjal dapat menggunakan
fungsi CFR atau ERPF.

Gambar 12. Sidik ginjal menunjukkan kerusakan parenkim


ginjal kiri (pielo-nefritis kronis)

Gambar 15. Kurva renogram kiri menunjukkan kurva obstruksi


(k:urva merah)

,
.. .+ .' . .I.
...--,..:......
0 w
..,.
'
...... ,
i 'a' '.'
.' ..
.,.->.,.d~
,:,
. . . . .".*a
-<.*
,h...",...
,,>A,
.-.,.L->.
,,..<, .::
>.s-.w. ,
r.......

Gambar. 16. Setelah pemberian diuretika intravena. tarnpak


kurva renograrn kiri menurun tajam, berarti suatu obstruksi
Gambar. 13. Ektopik ginjal kanan yang berada di rongga pelvis fungsional, bukan obstruksi rnekanik (batu/stenosis)
RADlODlAGNOSTlK PENYAKIT DALAM

Renografi Diuretik
Pemeriksaangabungan antara renografi dengan pemberian
obat diuretika (biasanya diberikan furosemid intravena)
", untuk membedakan antara suatu kurva renogram obstruksi
fungsional dengan obstruksi mekanik (batu; stenosis
ureter).

Uji Kaptopril Renografi


Pemeriksaan ini untuk membedakan suatu hipertens1
renalis d a r ~hipertensi non-renal dengan menilai efek
pemberian kaptopril (25-50 mg kaptopril per-oral 1 jam
sebelum dilakukan pemeriksaan) terhadap f u n p i ginjal
(GFR/ERPF). Bila setelah pemberian kaptopril terjadi

I+
penurunan fungsi (GFR/ERPF), maka hipertensi disebabkan
oleh ginjal. Y . I
anmor 1 %, "

paltl~O1

Gambar 18. Sid~ktulang dengan tanda metastasis tulang


torakal dan tulang pelv~s

sangat mungkin lesi tersebut rnerupakan lesi ganas


Pemeriksaan radionuklir t u l a n g terutama untuk primer di tulang, sedangkan bila fase perfusi dan fase
mendeteksi lesi metastasis dengan 99mTc-MDP (methylene blood pool tinggi, tetapi fase bone scan tidak ada aktivitas
diphosphonate).Sidik tulang normal mernberikan garnbaran rnaka dapat dikatakan lesi tersebut merupakan lesi primer
aktivitas merata pada tulang (Gambar 17), hasil positif lesi jaringan lunak yang ganas. Tiga fase bone scan dapat
metastasis tulang hanya berguna untuk metastasis tulang pula digunakan untuk membedakan suatu lesi ganas dari
jenis osteoblastik (Gambar 18), sedangkan osteolitik tidak suatu proses inflamasi, yaitu bila aktivitas ketiga fase tidak
akan rnenangkap radiofarmaka tersebut. Pendeteksi begitu tinggi, keadaan tersebut kemungkinan merupakan
metastasis tulang jauh lebih sensitif bila dibandingkan proses inflamasi.
foto konvensional. Selain rnendeteksi lesi metastasis
tulang, kadang-kadang dengan pemeriksaan 3 fase bone
scan dapat rnembedakkan suatu lesi ganas atau jinak di
jaringan lunak atau tulang. Tiga fase tersebut terdiri atas
fase perfusi, fase blood pool dan fase bone scan atau late Perneriksaan radionuklirjantung dapat rnenentukan stroke
scan. Bila ketiga fase menunjukkan aktivitas yang tinggi, volume (ventrikulografi) dengan perhitungan penentuan
aktivitas saat sistol dan diastol, tetapi lebih penting adalah
sintigram rniokard dengan 20'lTI atau 99mTc-sestarnibi.
Pemeriksaan ini dapat menentukan bagian miokard yang
rnengalami area injuri atau iskerni dan infark. Saat ini
penting dilakukan untuk pengobatan penanaman sel
punca (stem cell) dimana area injuri dan iskerni rnemberi
kemungkinan keberhasilan dengan penanaman sel
punca.

Pencitraan fungsional otak rnerupakan refleksi dari


gambaran fungsi biokirniawi, fisiologis atau kernampuan
elektrik dari sel neuron otak. Kemajuan pencitraan otak
saat ini dengan teknik SPECT-CT dan PET-CT. SPECT

_-
serebral normal menggambarkan penyebaran aktivitas
yang simetris, dimana bagian aktivitas korteks lebih
L --...- lUl
I P01I@fIOI tinggi dibandingkan daerah white matter (Gambar. 19).
Gambar '17. S~diktulang yang normal Radiofarrnaka untuk SPECT yang sering dipakai adalah
KEDOKTERAN NUKLIR ATAU RADIO NUKLIR DAN PET-CT

99mTc-DTPA dan 99mTc-HMPAO, sedangkan PET dipakai pemeriksaan radio nuklir untuk mendeteksi keganasan
18F-FDG. Peran klinik pemeriksaan pencitraan ini meliputi payudara dengan radio farmaka 99mTc-Sestamibi
kelainan serebro-vaskular (infark), demensia, kejang (methoxyisobtylisonitrile) intravena. (Gambar. 21).
(epilepsi), psikiatri, sedangkan pada kasus trauma CT Hasil pemeriksaan ini lebih sensitif, spesifik, dan
lebih berperan karena mudah, lebih cepat, lebih sensitif, akurat dibandingkan modalitas radiologi konvensional.
dan spesifik. SPECT terutama berperan untuk kasus Sensitiviyas 86-95% untuk tumor payudara yang teraba
infark, tumor, demensia, dan mencari fokus epileptikus. dan 60-91% untuk tumor payudara yang tidak teraba,
PET terutama untuk kasus onkologi, membedakan tumor dengan ;pesivitas 62-93%.
jinak dari ganas mencari lesi metastasis, residu, dan residif.
Fokus epileptikus lebih sensitif, akurat dan spesifik dengan
PET-CT.
Hasil pencitraan SPECT pada kasus infark, demensia,
dan t u m o r memberikan gambaran lesi h i p o - n o n
aktif (Gambar 20), sedangkan kasus epilepsi saat iktal
memberikan gambaran lesi hiperaktif. Hasil PET pada lesi
ganas memberikan gambaran hipermetabolik, sedangkan
infark, demensia dan fokus epileptikus (inter-iktal)
memberikan lesi hipo-non hipermetabolik. Gambar. 21. Sintimammogram, tampak lesi keganasan di
payudara kanan

PET DAN PET-CT

Positron emission tomography (PET scan) memanfaatkan


radio nuklid yang memancarkan elektron positron yang
akan mengalami suatu proses annihilisasi dengan elektron
negatif menghasilkan pancaran foton dengan energi yang
cukup tinggi (511 kev, dibandingkan dengan 99mTc hanya
140 kev:. Radionuklid positron merupakan hasil siklotron.
Pada unumnya radionuklid positron mempunyai waktu
paruh yang singkat. Radionuklid yang sering dipakai adalah
Gambar. 19. Pada sidik cerebral normal, penyebaran aktivitas 18F dengan waktu paruh 110 menit. Selain itu, dipakai
kanan kiri simetris juga C, N, 0. Farmaka yang dipakai adalah FDG (fluor-
dextro-glucose) dan diikat dengan 18F. Radiofarmaka ini
mempu7yai sifat kimia yang sama dengan glukosa yang
dipakai untuk metabolisme fisiologis, hanya FDG akan
terikat oleh sel ganas lebih banyak dan retensi FDG sel
ganas lebih lama dibandingkan dengan sel normal. Sifat-
sifat ini tarena sel ganas mempunyai reseptor khusus dan
terjadi neo-angiogenesis.
Keunggulan PET adalah dapat mendeteksi sel ganas
lebih sensitif tetapi kurang spesifik dan lokalisasi secara
anatomik. Dengan kemajuan teknologi, gabungan PET
dan CTscan menjadi selain lebih sensitif, lebih spesifik dan
akurat menentukan lokasi terjadi lesi patologis (Gambar
22, 23, 24, 25, 26). Keunggulan lain dari PET-CT adalah
Gambar 20. Pada demensia berat, penyebaran rendah dan
membedakan antara keganasan dan jinak, membedakan
inhomogen
jaringan ikat dari residif atau residu, menentukan staging
lebih tepat dan restaging, mencari lesi metastasis yang sulit
ditemukan dengan pemeriksaan pencitraan lain (Gambar
SlNTlMAMMOGRAFl 27), menilai kemajuan pengobatan (Gambar 28) pasca
operasi atau radiasi dan kemoterapi, serta dapat pula
Sintimammografi merupakan salah satu metoda memantau residif suatu keganasan (Gambar 29).
354 RADlODlAGNOSTlK PENYAKIT DALAM

Gambar 23. Metastasis medula spinalis yang sulit dideteksi


dengan pemeriksaan lain
KEDOKTERAN NUKLIR ATAU RADIO NUKLIR DAN PET-CT 355

REFERENSI

1. Martin P.Sandler, Willian H.Martin, Tana A. Power. Thyroid


imagmg. In: M.P. Sandler, R.E.Coleman,F.J. Th.Wacker et.al.
3th ed. Diagnostic Nuclear Medicine. Baltimore: Williams &
Williams. 1996.p. 911-36.
2. H.Dirk Sosman, Ronald D.Neuman, Alexander Gott Schath
in, MP.Sandler, R.E. Coleman, F.J.Th.Wackeret.al. 3th ed.
Diagnostic Nuclear medicine. Baltimore: Willians & Williams.
1996. p585-99.
3. Michelle G.Campbel1, Thomas A. Power. In: M.P.Sandler,
R.E.Coleman, F.J.Th.Wackeret.al. 3th ed. Diagnostic Nuclear
Medizine. Baltimore: Williams & Williams, 1996. p. 477-88
4. E.Edmund Kim, Bruce J.Barron, Lamk M.Lamki et.al.
Genitourinary Nuclear Medicine I. In: M.P.Sandler,
R.E.CoIeman, F.J.Th.Wackeret.al. 3th ed. Diagnostic Nuclear
Medicine. Baltimore: Williams & Williams, 1966. p. 1196-98.
5. BruceJ.Barron,Lamk M.Lamlu,E.Edmund Kim,Genitourinary
Nuclear Medicine 11. In: M.P. Sandler, R.E.Coleman,
F.J.Th.Wacker et.al. 3th ed. Diagnostic Nuclear Medicine.
Ba1timore:Williams& Williams, 1966. p. 1209-17.
6. Martm Charson, Manuel L.Brown,Primary and metastic bone
disease. In: M.P.Sandler, R.E.Coleman, F.J.Th.Wacker et.al.
Gambar 28. Menilai hasil terapi pada lirnforna rnaligna dirnana 3th ed. Diagnostic Nuclear Medicine. ~altimore:Williams &
penyakit tidak aktif lagi Williams, 1966.p. 649-64.
7. Manin W.Kronenberg, Lewis C.Becker, General concepts
of ventricular function, myocardial perfusion and exercise
physiology relevant to nuclear cardiology. In: M.P.Sandler,
R.E.Colemen, F.J.Th.Wackeret.al. 3th.ed. Diagnostic Nuclear
Med:cine. Baltimore: Williams & Williams, 1966. p. 396-99.
Chales R.Noback, David L., Daniels, et.al. Normal and
correlative anatomy. In: Ronald L.van Heertum, Ronald
S.Tikofsky, CerebralSPECX imaging, Pd.ed.NewYork: Raven
press, 1995.p. 31-40.
J o h n Buscomge, J o n a t h a n Hill, Santilal Parbhoo,
Scintimammography. A Guide to good practice.Birmingham:
Gibbs Associates limited, 1998.
Todd M.Blodgett, Alex Ryan, Marios Papachristou.
Intrc,duction to Pet/CT imaging. In: Blodgett, Ryan Almusa,
Papzchristou et.al. Specialty Imaging Pet/CT, ls'.ed. Canada:
Amirsys, 2009. p. 1-6.
Stefano Fanti, Mohsan Farsad, Lunigi Mansi. Contrast
enhanced CT in PET-CX (PET-CECT). In: Atlas of PET-CT,
A guide qiucke to image interpretation. Berlin: Heidelberg,
Springer, 2009 .p. 25-39.

Gambar. 29. Kekarnbuhan pada lirnforna rnaligna, aktivitas


KGB para-aorta tirnbul lagi

Kekurangan pemeriksaan PET-CT adalah bila lesi tidak


ada aktivitas (hipermetabolik), rneskipun suatu keganasan
dan organ yang aktif sering memberikan gambaran
hipermetabolik yang dapat keliru suatu proses ganas
seperti korteks otak, rniokard, dinding usus terutarna
bagian sekum dan rekto-sigmoid. Pada pasien dengan
kadar glukosa darah tinggi sering rnemberikan hasil
negatif. Demikian pula pada pasien pasca-radiasi, pasca-
kemoterapi, serta pasca operasi. Dalam keadaan tersebut,
perlu diberikan jeda waktu cukup untuk dapat dilakukan
perneriksaan PET-CT, agar hasil pemeriksaan PET-CT dapat
memberikan hasil yang tepat.
RADIOGRAFI MUSKULOSKELETAL
Zuljasri Albar

PENDAHULUAN pembesaran. Resolusi kontrasnya memang tidak sebaik


CT-scan atau MRI. Keterbatasan ini terutama dirasakan
Teknik pencitraan dapat membantu penegakkan diagncsis, jika kita ingin mengevaluasi jaringan lunak.
memungkinkan penilaian aktivitas/beratnya penyakit, Sensitivitasnya yang rendah terhadap kontras
distribusi penyakit, respons terhadap pengobatan secara jaringan lunak tidak memungkinkan kita melihat secara
objektif, menilai komplikasi dan kelainan ekstra-artikuler, langsung jaringan sinovium yang meradang, rawan
serta meningkatkan pemahaman baru tentang proses sendi, edema sumsum tulang, meniskus, ligamen dan
penyakit. Beberapa pemeriksaan pencitraan yang penting tendon periartikular. Radiografi konvensional hanya
dalam bidang reumatologi ialah foto polos, tsmografi, dapat menunjukkan erosi tulang dan penyempitan celah
computerized tomography (CT-scan), magnetic resona.oce sendi yang merupakan akibat lanjut yang ireversibel dari
imaging (MRI), ultrasound, radionuclide imaging, xtrografi, sinovitis. Peranannya dalam menilai aktivitas penyakit
pengukuran densitas tulang, dan angiografi. sangat terbatas.
Oleh karena itu diperlukan pengetahuan dasar Pemeriksaan radiografi konvensional atau sering
tentang keuntungan dan keterbatasan pemeriksaar di juga disebut foto polos merupakan titik tolak sebagian
atas, sehingga dapat diketahui pemeriksaan rrana yang besar pemeriksaan pencitraan penyakit-penyakit reumatik
paling tepat dan paling cost-effective. Di bawah ini akan walaupun mungkin setelah itu akan dilakukan pemeriksaan
dibicarakan teknik pencitraan dasar dengan melihat aspek MRI. Meskipun foto polos merupakan sarana yang
spasial dan resolusi (yang menentukan struktur mana yang berguna untuk menilai pengaruh massa jaringan lunak
dapat dilihat dengan baik), dosis radiasi terhadap pasien, terhadap tulang yang berdekatan atau untuk mendeteksi
kemudahan didapat, tingkat keahlian yang diperlukan kalsifikasi dalam jaringan lunak, teknik ini tidak cocok
untuk menginterpretasikan hasil pemeriksaan, serta untuk mengevaluasi jaringan lunak.
pemakaian spesifik dalam menilai keluhan dan geiala Dosis radiasi yang dihasilkan pada pemeriksaan
muskuloskeletal. struktur perifer seperti tangan dan kaki relatif rendah,
sehingga pemeriksaan serial dapat dilakukan tanpa harus
kuatir terhadap radiasi yang berlebihan. Di lain pihak,
RADIOGRAFI KONVENSIONAL pemeriksaan terhadap struktur sentral seperti vertebra
lumbal dan bagian lain tubuh mengakibatkan radiasi dosis
Secara tradisional, pemeriksaan radiografi korvensional tinggi terhadap pasien. Kedekatan dengan kelenjar kelamin
merupakan langkah pertama dalam evaluasi radiologik dan sumsum tulang meningkatkan potensi timbulnya efek
pasien dengan kecurigaan artritis. Selain peranannya dalam yang merugikan terhadap penderita. Sedapat mungkin
penegakkan diagnosis dan memastikan adanya artritis, daerah panggul perempuan hamil atau yang masih dapat
radiologi konvensionaljuga digunakan dalam memantau hamil tidak terkena radiasi. Demikianjuga radiasi terhadap
progresivitas penyakit serta efikasi pengobatan. anak-anak hendaklah diusahakan seminimal mungkin.
Resolusi spasialnya tinggi, sehingga detil trabekula Jika pada pasien ini memang diperlukan pemeriksaan
dan erosi kecil tulang dapat dilihat dengan baik. Jika radiologik, ahli fisika radiasi dapat menghitung dosis
diperlukan, resolusi dapat ditingkatkan dengan teknik radiasi minimum yang diperlukan untuk pemeriksaan
RADlOGRAFl MUSKULOSKELETAL

pencitraan. Prinsip dasar ini berlaku untuk semua jenis CT dalam pencitraan di bidang reumatologi ialah evaluasi
pemeriksaan pencitraan. preoperatif pasien dengan kelainan sendi yang akan
Kelebihan radiografi konvensional ialah tidak mahal, menjalar:i operasi.
mudah diperoleh sehingga tetap merupakan andalan Meskipun relatif mahal, CT-scan lebih murah
dalam pemeriksaan radiologi dasar pada artritis. Di daripada MRI. Resolusi spasial lebih baik daripada MRI,
samping itu, pengetahuan tentang kelainan radiologi tetapi l e ~ i hburuk daripada foto konvensional. CT-scan
(konvensional) pada bermacam-macam penyakit reumatik dapat memperlihatkan kelainan jaringan lunak lebih baik
sudah banyak diketahui dan sudah tersebar has. daripada foto konvensional, walaupun tidak sebaik MRI.
CT tersebar luas dan banyak dokter dapat membaca hasil
fotonya.
TOMOGRAFI CT-scan merupakan teknik yang sangat baik untuk
mengevaluasi penyakit degeneratif diskus intervertebralis
Teknik ini sangat berguna untuk pemeriksaan daerah dan kemungkinan hernias; diskus pada orang tua.
dengan anatomi yang kompleks, dimana struktur yang Penekanan tulang pada kanalis spinalis dan foramen
berhimpitan akan mengaburkan gambaran anatomi. intervertebralis lebih mudah dievaluasi daripada MRI.
Biayanya hampir sama dengan CT-scan. Resolusi struktur Mielogrzfi CT dan CT-scan dengan bahan kontras intravena
tulang sedikit lebih baik, sedangkan visualisasi jaringan merupakan teknik tomografi lain yang digunakan untuk
lunakjauh lebih buruk. Dosis radiasi lebih tinggi daripada mengevaluasi penyakit diskus intervertebralis dan kelainan
CT-scan. Dalam praktek, teknik ini telah digantikan oleh vertebra lain. MRI lebih disukai sebagai pilihan kedua -
CT-scan. setelah foto polos - untuk menyelidiki penyakit diskus
intervertebralis, tetapi CT-scan merupakan alternatif
yang ba k dan mungkin bermanfaat pada situasi dimana
COMPUTED TOMOGRAPHY (CT) keterangan lebih lanjut tentang osteofit sangat diperlukan.
CT-scanjuga bermanfaat untuk mengevaluasi struktur di
Sejak perkembangannya pada awal 1970-an, CT telah daerah dengan anatomi yang kompleks dimana struktur
diterapkan secara luas pada hampir semua cabang radiologi yang saling berhimpitan menyulitkan pandangan pada foto
dan efektif menggantikan tomografi konvensional. konvensional. Misalnya koalisi talokalkaneus yang tidak
Keunggulan utama CT-scan dibandingkan dengan dapat dilihat pada foto konvensional, sakroiliitis (terutama
radiografi konvensional ialah resolusi kontras yang lebih yang disebabkan infeksi) dan kolaps kaput femoris akibat
besar, penampakan bayangan yang secara potong lintang osteonekrosis yang memerlukan penggantian sendi atau
serta kesanggupan membentuk bayangan pada bidang Uoint replacement). Sendi sternoklavikula yang sangat
yang berbeda-beda. Sifat dasarnya yang tomografik sulit dilihat dengan foto konvensional, cukupjelas terlihat
memungkinkan visualisasi lebih baik pada sendi yang dengan CT-scan.
struktur anatominya kompleks atau yang disamarkan Dosis radiasi CT-scan relatif lebih tinggi dibandingkan
oleh struktur lain seperti sendi sakroiliaka, subtalar, dan dengan satu foto konvensional pada daerah yang sama.
sternoklavikular. Dosis radiasi ini sebanding jika diperlukan beberapa foto
Peranan CT dalam evaluasi kelainan sendi sakroiliaka konvensional pada satu daerah. Akibatnya, dosis radiasi
telah diselidiki dalam berbagai penelitian. Gambaran lebih rendah daripada tomografi konvensional pada
CT sendi sakroiliaka biasanya dianggap lebih konsisten banyak keadaan.
dan sensitif untuk melihat perubahan patologik awal Beriubung sejumlah penyakit reumatik berkaitan
dibandingkan dengan radiografi konvensional. CT juga dengan kelainan paru-paru, cukup beralasan bahwa
dapat membantu dalam aspirasi sendi sakroiliaka dan pemeriksaan CT-scan dengan resolusi tinggi pada paru-
suntikan kortikosteroid intra-artikular. paru dapat memperlihatkan detil penyakit yang tidak
Walaupun CT menawarkan kontras yang jelas antara dapat dilihat dengan CT-scan irisan tebal. Terlihatnya
tulang dengan jaringan lunak di sekitarnya dan sangat infiltrat <ground glass> menunjukkan proses aktif yang
baik untuk mengevaluasi struktur tulang dan kalsifikasi, mungki? memberikan respon terhadap pengobatan.
sensitivitasnya terhadap kontras jaringan lunak relatif
kurang baik dan tidak cukup untuk melihat struktur
intra-artikular. Sampai batas tertentu, keterbatasan CT MAGNETIC RESONANCE IMAGING (MRI)
dalam mengevaluasi rawan sendi, jaringan sinovium,
dan ligamen dapat diatasi dengan menyuntikkan kontras MRI menghasilkan pencitraan tomografi tubuh dengan
mengandung yodium, udara, atau kedua-duanya ke kualitas tinggi pada setiap bidang. MRI merupakan satu-
dalam sendi (artrografi CT). Penerapan lain penggunaan satunya modalitas pencitraan yang secara langsung dapat
RADlODlAGNOSTlK PENYAKIT DALAM

memperlihatkan komponen tulang, rawan sendi, dan dapat dinilai. MRI makin populer untuk mengevaluasi
jaringan lunak pada sendi sekaligus. Keunikan MRI berasal ligamen antara tulang-tulang karpal dan fibrokartilago
dari kontras jaringan lunaknya yang sangat baik. Pada trianguler.
dekade yang lalu, penerapan MRI dalam penilaian artritis Kalsifikasijaringan ikat terlihat tidak sebaik foto biasa
meningkat dengan pesat baikdalam praktik klinik maupun karena pancaran sinyal yang rendah. Mula-mula diduga
dalam penelitian. Berbagai faktor berperan dalarn ha1 ini, bahwa tulang yang juga mempunyai pancaran sinyal
termasuk diantaranya ketersediaanalat, perbaikan resolusi yang rendah akan menirnbulkan masalah. Tetapi karena
dan perkembangan baru sekuens MRI untuk mengevaluasi sumsum tulang mempunyai sinyal tinggi, MRI rnenjadi
jaringan yang berbeda-beda. sangat sensitif untuk rnendeteksi kelainan tulang. Dalarn
MRI mernbawa keuntungan besar bagi pencitraan praktik, rnikrofraktur akibat trauma atau stres yang sering
rnuskuloskeletal karena kesanggupannya u n t u k disebut bone bruises, tidak dikenal sebelurn MRI. Sekarang,
rnernperlihatkan struktur jaringan lunak yang tidak dapat keberadaan mikrofraktur ini penting untuk diketahui.
diperlihatkan oleh pemeriksaan radiologi konbensional. Sebagai contoh, kebanyakan nyeri yang rnenyertai robekan
Teknik ini mernperoleh inforrnasi struktur berdasarkan rneniskus akut mungkin disebabkan oleh rnikrofraktur yang
densitas proton dalam jaringan dan hubungan proton ditemukan bersama-sarna. Ketika mikrofraktur menyernbuh,
ini dengan lingkungan terdekatnya. MRI dapat memberi nyeri hilang walaupun robekan rneniskus masih ada.
penekanan pada jaringan atau status metabolik yang Penernuan ini rnernpunyai pengaruh penting dalarn
berbeda-beda. Dengan perkataan lain, pencitraan yang pengobatan. Ini juga rnernbantu rnenerangkan rnengapa
berbeda dapat diperoleh dari ternpat anatorni yang sama MRI lutut pada usia tua sering rnenunjukkan robekan
dengan rnengubah parameter tertentu. rneniskus yang asimtornatik. Mikrofrakturjuga rnempunyai
MRI relatif lebih rnahal daripada perneriksaan hubungan erat dengan cedera ligarnen.
pencitraan lain, terutarna karena harga peralatan dan Setelah foto polos, MRI rnerupakan cara yang bagus
waktu yang diperlukan untuk melakukan pemeriksaan. untuk mernelajari tulang belakang dan isinya, seperti pada
Di rnasa depan, perlu dipertirnbangkan pengurangan kasus tersangka herniasi diskus intervertebralis, terutama
sekuens pencitraan sehingga dapat menurunkan pada pasien muda karena tidak menimbulkan ionisasi.
biaya pemeriksaan. Juga perlu dikernbangkan sekuens MRI rnerupakan sarana terbaik untuk rnendiagnosis
pencitraan yang lebih cepat, yang dapat meigurangi osteonekrosis. Osteonekrosis dapat menyerupai penyebab
waktu dan biaya MRI, di samping rnemungkinkan studi lain nyeri sendi, terutama sendi panggul. Pada rnasa
dinarnika gerakan sendi. awal penyakit, foto polos tidak rnenunjukkan kelainan.
MRI bebas dari bahaya ionisasi akibat radiasi, suatu MRI juga merupakan cara terbaik untuk rnengevaluasi
keuntungan besar dalam rnemeriksa bagian sentral luasnya neoplasma jaringan lunak dan tulang, dan telah
tubuh dimana pemeriksaan radiologi rnenimbulkan rnenggantikan CT-scan dalam ha1 ini, rneskipun foto
dosis radiasi yang tinggi. Meskipun dernikian, ada juga polos tetap merupakan cara terbaik untuk mendiagnosis
beberapa bahayanya. Medan magnet yang kuat dapat tumor tulang. CT-scan rnungkin juga berrnanfaat dalarn
menggerakkan obyek metal seperti logam asing dalarn mengidentifikasi karakteristik kalsifikasi rnatriks yang akan
rnata, menyebabkan gangguan alat pacu jantung, rnembantu diagnosis jenis tumor.
rnernanaskan bahan logarn sehingga menirnbulkan luka MRI sensitif terhadap adanya infeksi tulang karena
bakar, dan rnenarik bahan logarn ke dalarn magnet. Bahan perubahan sinyal sumsurn tulang. Ini rnerupakan pilihan
logarn yang berdekatan dengan medan rnacnet juga yang baik untuk mengevaluasi daerah tertentu yang
dapat rnernengaruhi kualitas pencitraan MRI. Karena itu, diduga terkena osteornielitis, rneskipun radionuclide bone
operator MRI harus rnenyaring pasien dan pengunjung scan lebih disukai untuk penilaian proses hernatogenik
lain dengan teliti. Kadang-kadang penderita kuring cocok yang rnultifokal. MRl juga dapat rnengidentifikasi abses
dengan gadolinium, suatu bahan kontras yang digunakan jaringan lunak.
pada pemeriksaan MRI. Selain itu, pasien perlu dilengkapi Kelainan otot seperti robekan dan rnernar dapat
dengan proteksi telinga karena pengaktifan medan diidentifikasi dengan MRI. Aktivitas masing-masing otot
magnet menirnbulkan bising. selarna gerakan sendi dapat dipelajari dengan rnernerhatikan
Struktur jaringan lunak sendi seperti rneniskus dan perubahan sinyal yang terjadi selarna aktivitas otot. MRI
ligamen krusiatum lutut dapat diperlihatkan dengan jelas. merupakan perneriksaan terpilih untuk rnengevaluasi
Jaringan sinoviurn juga dapat dilihat, terutarna dengan osteokondritis disekans, jika kita ingin rnengetahui apakah
menggunakan bahan kontras pararnagnetik -ntravena sebuah fragrnen tulang terlepas atau tidak.
seperti gadolinium. Dernikian juga kelainan lain seperti Perubahan rawan sendi dapat dilihat dengan MRI.
efusi sendi, kista poplitea, gangliorna, kista rneniskus dan Tetapi harus diingat bahwa penernuan kelainan minimal
bursitis dapat dilihat dengan jelas dan intergritas tendon hanya berrnanfaat secara klinis jika ha1 ini rnengubah
RADlOGRAFl MUSKULOSKELETAL 359

pengobatan yang diberikan. Pengobatan medikamentosa seperti 99m technisium metilen difosfat (99mTc MDP)
biasanya diteruskan sampai diperlukan penggantian sendi, untuk pemindaian tulang, 99mTc sulphur colloid untuk
yang dapat didiagnosis dengan foto polos biasa. pemindaian sumsum tulang, galium sitrat (67Ga citrate)
MRI menawarkan beberapa kelebihan dibandingkan dan lekosit yang diberi label dengan Indium ( 7 77ln-labeled
dengan radiografi konvensional dan pemeriksaan klinis WBCs) berguna untuk mengevaluasi berbagai macam
dalam mengevaluasiAR awal. MRI sanggup memerlihatkan ke~ainanmuskuloskeletal. Biaya pemeriksaannya hampir
sinovitis inflamatif dengan atau tanpa kontras. MRI dapat sama dengan CT-scan dan dosis radiasinya sebanding
menemukan erosi tulang pada AR awal sebelum erosi ini dengan pemeriksaan CT-scan abdomen.
terlihat pada radiografi konvensional. Edema sumsurn Sintigrafi tulang yang negatif dapat mengeksklusi
tulang merupakan penemuan penting lain dari MRI yang artritis aktif pada penderita dengan poliartralgia persisten.
berkaitan dengan artritis inflamatif dan diduga merupakan Di samping itu, sintigrafi merupakan cara yang nyaman
pendahulu erosi tulang. Informasi berharga yang diberikan untuk menelisik seluruh tulang dalam ha1 luas serta
MRI ini dapat digunakan untuk rnemperbaiki ketepatan distribusi penyakit sendi. Kekurangan utamanya ialah
diagnosis, memperkirakan prognosis dan memantau bahwa bone scan dengan 99mTc-MDP tetap positip dalarn
efektivitas pengobatan dalam praktik klinik. jangka waktu lama setelah sinovitis mereda dan hasilnya
Dalam waktu dekat diperkirakan MRI akan berperan tidak spesifik.
penting sebagai petanda prognosis dan juga sebagai alat Beberapa teknik baru sintigrafi seperti radiolabeled cell
pengukur luaran dalarn penanganan AR. Tetapi, untuk determinant 4 (CD4), E-selectin antibodies, cytokines, and
rnencapai keadaan ini diperlukan pengembangan lebih somatostatin receptor imaging, and 99mTc-immunoglobulin
lanjut dalam ha1 studi longitudinal dan standardisasi G (IgG) scintigraphy sedang diteliti kegunaannya
protokol scanning MRI, nomenklatur dan sistem skor agar untuk rnenilai aktivitas penyakit. Laporan sementara
reproducible dan dapat dipercaya. menunjukkan bahwa dibandingkan dengan bone scan
Penerapan klinis lain MRI pada artritis inflamatif yang konvensional, sintigrafi 99mTc-lgG lebih spesifik dalam
telah digunakan secara luas ialah untuk mengevaluasi mendeteksi aktivitas sinovitis dan dapat membedakan
berbagai komplikasi yang mungkin timbul akibat penyakit berbagai derajat aktivitas penyakit pada AR.
atau pengobatannya, seperti robekan tendon, fraktur Sintigrafi cukup sensitif untuk rnenernukan banyak
minimal, osteonekrosis, dan kompresi batang otak atau proses penyakit, dan seluruh tubuh dapat diperiksa
sumsum tulang belakang. sekaligus. Tetapi teknik ini tidak spesifik karena sejumlah
Pada saat ini kekurangan utama MRI ialah biayanya proses penyakit dapat menyebabkan akumulasi
yang tinggi dan ketersediaannya yang masih terbatas. radionuklid. Jika terdapat daerah dengan ambilan
MRI memerlukan waktu pemeriksaan yang lebih lama (uptake) yang rneningkat, sering diperlukan pemeriksaan
dibandingkan dengan sebagian besar modalitas pencitraan tambahan seperti pemeriksaan radiologik untuk
lain. Pasien harus tidak bergerak selama prosedur pemindaian meningkatkan spesivisitas guna mengidentifikasi jenis
karena gerakan akan membuat kualitas gambaran yang kelainan. Pada situasi klinis dimana kelainan tulang
diperoleh kurang baik. MRI dikontraindikasikanpada pasien tidak jelas, pemindaian tulang mungkin berguna untuk
dengan alat pacu jantung, implan koklear, dan benda asing menyingkirkan penyakit.
intraokular atau ditempat lain. Sendi yang mengalami proses inflamasi atau
Pada keadaan tertentu, MRI merupakan pilihan pertama degeneratif menunjukkan uptake yang meningkat
yang cost effective dalam menilai sendi lutut dirnana diduga dan dapat memetakan luas penyakit dalam 1 kali
terdapat kerusakan internal, karena artroskopi terbukti tidak pemeriksaan. Secara umum ha1 ini tidak selalu berguna,
perlu pada sebagian besar kasus. tetapi mungkin bermanfaat pada keadaan tertentu.
Misalnya pada pasien dengan artritis inflamasi dan
kelainan yang luas pada perneriksaan radiologik, sintigrafi
dapat membantu rnenentukan daerah dimana terdapat
inflamasi aktif. Pernindaian tulang merupakan pilihan
Peranan sintigrafi dalam evaluasi berbagai macam yang masuk aka1 untuk penemuan dini osteonekrosis jika
kelainan sendi masih terbatas. Sintigrafi dengan 99m tidak ada MRI. Pemindaian tulang juga dapat mendeteksi
Tc-diphosphonates merupakan cara yang lebih sensitif cedera akibat stres, seperti avulsi tendon, fraktur akibat
untuk menemukan penyakit sendi inflamatif dibandingkan stres, dan shin splints yang kadang-kadang menyerupai
dengan radiografi konvensional. keluhan artritis.
Teknik ini merupakan cara yang rnudah untuk rnelihat Dalam ha1 penilaian fraktur minimal tulang dan
pola keterlibatan sendi dan keadaan aktivitas penyakit. nekrosis avaskular tulang terkait penyakit sendi, MRI lebih
Sintigrafi setelah pernberian intravena beberapa bahan sensitif dan spesifik dibandingkan dengan bone scan.
RADlODlAGNOSTlK PENYAKIT DALAM

USG tidak rnerniliki garnbaran potong lintang yang


lengkap untuk rnenentukan orientasi, sulit bagi orang
Perkernbangan rnutakhir teknologi US telah rnernperluas yang tidak hadir pada waktu perneriksaan dilakukan
penerapan US rnuskuloskeletal. Diternukannya transducer rnenginterpretasikan hasil perneriksaan orang lain.
linear resolusi tinggi telah rnernungkinkan pencitraan Pada beberapa pusat perneriksaan telah terbukti
panorama tendon, otot, dan pernbuluh darah. Pencitraan bahwa USG dapat rnendeteksi robekan rotator cuff
3 dirnensi rnernungkinkan multiplanar reformatting, dengan tepat. Hasilnya juga baik dalarn rnengevaluasi
rnernungkinkan visualisasi optimal pada bidang terte7tu penurnpukan cairan seperti efusi sendi, kista poplitea
yang rnungkin tidak dapat dicapai secara langsung. dan gangliorna, sehingga dapat dipakai untuk rnenuntun
Keuntungan US adalah sifatnya yang noninvasif, aspirasi cairan sendi rnaupun diternpat lain. Tendon yang
rnudah dibawa, relatif rnurah dan tidak ada radiasi. terletak superfisial seperti tendon Achiles dan patela dapat
Kelernahan utarnanya ialah bahwa gelornbang US tidak diperiksa untuk kernungkinan adannya robekan.
dapat rnenernbus tulang; atas dasar alas an ini,tulang dan USG sangat baik untuk rnernbedakan trornboflebitis
struktur dibawah tulang tidak dapat dilihat. Disarnping dengan pseudotrornboflebitis. Dengan teknik real-time
itu, evaluasi struktur intraartikular rnenjadi terbatas, dan penekanan, trornbosis vena dan kista poplitea dapat
bergantung kepada tercapai tidaknya struktur tersebut diidentifikasi.
oleh berkas sonografi. Hanya sebagian rawan sendi, USG tarnpak rnenjanjikan untuk evaluasi osteoporosis.
jaringan sinoviurn dan ligament intraartikular yang dapat Hantaran gelornbang rnelaluitulang rnernberikaninforrnasi
diperiksa. tentang struktur rnikrotrabekula yang berkaitan dengan
Salah satu penerapan US rnuskuloskeletal yang telah kekuatan tulang, tetapi tidak dapat dinilai langsung
digunakan secara luas ialah dalarn evaluasi robekan rotator dengan teknik radiografi. lnforrnasi ini saling rnelengkapi
cuff. Setiap tendon yang terletak pada ternpat yang dapat dengan inforrnasi tentang kornposisi mineral tulang dalarn
diakses oleh berkas US dapat diperiksa terhadap robekan, rnengevaluasi risiko fraktur pada penderita. USGjuga telah
tenosinovitis dan subluksasi atau dislokasi. Kesanggupan US dipakai untuk rnenilai sifat perrnukaan rawan sendi.
untuk rnerneriksa secara real-time rnernungkinkan evaluasi
dinarnika tendo.
Karena cairan rnerupakan penghantar baik untuk ARTROGRAFI
suara/gelornbang, penurnpukan cairan seperti kista Baker,
bursitis dan ganglion dapat dilihat dengan rnudah rnelalui Pada artrografi, rnateri kontras yang radioopak disuntikkan
US. USjuga dapat rnernberikan panduan untuk rnelakukan kedalarn sendi, kadang-kadang disertai udara (double-
aspirasi, biopsi dan suntikan intraartikular obat anestetik contrast arthrography) untuk rnelihat batas-batas/tepi
atau steroid. struktur intraartikular dan kapsul sendi. Dahulu, artrografi
Potensi penerapan US dalarn evaluasi AR telah rnulai sering digunakan untuk rnengevaluasi jejas rawan
dirnanfaatkan. Penelitian telah rnenunjukkan bahwa sistern sendi, rneniskus, ligarnen dan rotator cuff, serta sebagai
skoring dalarn penilaian sinovitis penderita AR berdasarkan perneriksaan penunjang pada rnonoartritis. Pada rnasa
suatu reference atlas rnernpunyai nilai intra dan interrater sekarang, prosedur ini telah digantikan oleh rnodalitas
reliability yang tinggi. pencitraan lain lain, terutarna MRI.
US Doppler dengan atau tanpa kontras rnerupakan Biaya perneriksaan lebih rnudah daripada CT-scan
rnetode yang potensial untuk rnenilai aktifitas sinobitis atau MRI dan dapat dilakukan jika tersedia fluoroskopi.
pada AR dengan jalan rnengukur perubahan vaskularisasi Tetapi kernungkinan rnasuknya bakteri ke dalarn sendi
rnernbran sinoviurn. Juga telah diperlihatkan efikasi US atau adanya reaksi terhadap bahan kontras atau anestesi
resolusi tinggi dalarn rnenernukan erosi tulang pada sendi lokal harus dipertirnbangkan, rneskipun kornplikasi ini
kecil penderita AR awal. sangat jarang.
USG rnernberikaninforrnasi unik dengan rnenirnbulkan Salah satu alasan utarna rnelakukan artrografi ialah
, garnbaran berdasarkan lokasi interface akustik dalarn untuk rnerneriksa struktur dalarn sendi seperti rneniskus
jaringan. Relatif rnurah, rnudah didapat dan bebas dari sendi lutut yang tak dapat dilihat dengan perneriksaan
bahaya radiasi. Resolusi spatial sarna dengan CT-scan radiologi konvensional. Sekarang struktur ini sudah dapat
dan MRI, bergantung kepada transducer. Tetapi resolusi dilihat secara non-invasif dengan MRI. Meskipun dernikian,
dibatasi oleh dalarnnya jaringan yang diperiksa. Resolusi rnasih ada ha1 tertentu yang rnernerlukan artrografi.
jauh lebih baik pada jaringan superfisial. Artrografi konvensional - rnenggunakan bahan
Salah satu kekurangan USG ialah ketergantunganrlya kontras yang rnengandung yodiurn, baik sendiri rnaupun
kepada operator. Seorang peneliti tidak selalu dapat dikornbinasikan dengan udara - dapat dengan tepat ,

rnengulang hasil perneriksaan peneliti lain. Karena rnendeteksi robekan total rotator cuff. CT-scan dapat
FtADlOGRAFl MUSKULOSKELETAL

ditambahkan pada artrogram udara-kontras (artrografi beda. Dzri nilai konsentrasi materi dan pengaruhnya
CT), memberikan hasil yang sangat baik untuk memelajari terhadap pengurangan CT dibuat sebuah kurva standar,
labrum glenoidalis yang sebanding dengan - atau mungkin dan kem~diandensitas tulang pada setiap lokasi yang
lebih baik daripada - MRI. disidik ditentukan dengan merujuk ke kurva standar. Biaya
Artrogram lutut dapat memastikan diagnosis kista pemeriksaannya sedang dan dosis radiasi cukup rendah,
poplitea dan memungkinkan dilakukannya suntikan meskipun tidak serendah DEXA. Keuntungan teknik ini
steroid pada waktu yang sama. Teknik ini merupakan ialah dapat mengevaluasi bagian tengah vertebra karena
pengganti yang tepat untuk rnengevaluasi meniskus korteks dan bagian posterior vertebra tidak diukur. Bagian
pada penderita klaustrofobia atau penderita yang ukuran trabekul~rlebih cepat terpengaruh dibandingkan dengan
badannya menyebabkan pemeriksaan MRI tidak mungkin korteks pada waktu terjadi kehilangan massa tulang. I"

dilakukan.
Artrografi pergelangan tangan sangat baik untuk
mengevaluasi integritas fibrokartilago trianguler, ligamen
antara os skafoid dan os lunatum serta ligamen antara os
lunatum dan os trikuetrurn. Dalam keadaan ini, sebagian Arlgiografi berguna dalam mendiagnosis penyakit
besar klinikus lebih menyukai artrografi daripada MRI. reumatik dimana terdapat komponen vaskular. Pada
Artrografi MRI dilakukan dengan mengembangkan sendi poliarteritis nodosa, adanya aneurisma kecil yang multipel
bahu mernakai bahan kontras larutan encer Gadolinium. pada arteri viseral yang berukuran sedang merupakan
Teknik ini telah dipelajari dengan mendalam dan mungkin gambaran yang penting. Pada lupus eritematosus sistemik,
meningkatkan ketepatan diagnosis robekan labrum angiografi mungkin bermanfaat dalam mendiagnosis
glenoidalis dan rotator cuff. keterlibatan susunan saraf pusat.
1
Artrografi dengan kontras digunakan u n t u k Biaya angiografi lebih tinggi daripada MRI dan
memastikan lokasi jarum intraartikuler setelah aspirasi merupakan prosedur invasif. Sebaiknya hanya dilakukan
cairan sendi dari sendi yang diduga terinfeksi. Artrografi pada situasi tertentu dimana cara lain tidak dapat
merupakan satu-satunya cara yang dapat diandalkan memberrkan data diagnostik yang diperlukan.
untuk memastikan asal spesimen.
Teknik pencitraan lain yang kadang-kadang dipakai
misalnya :
1. Sialografi : untuk memerlihatkan pengaruh sindrom
DENSITOMETRI TULANG sika terhadap kelenjar ludah dan membedakannya
denyan sumbatan mekanik akibat batu kelenjar
Densitometri t u l a n g digunakan terutama u n t u k
ludah.
mengevaluasi osteoporosis. Dua teknik yang akurat
2. Tencngrafi : untuk memerlihatkan ruptur tendon atau
dan telah dipergunakan secara luas ialah dual-energy
massa akibat hipertrofi sinovium.
x-ray absorptiometry (DEXA) dan quantitative computed
3. Miel~grafi,radikulografi, ascending lumbar venography,
tomography (QCT).
dan diskografi: untuk menilai nyeri pinggang atau
DEXA menggunakan berkas sempit sinar-X yang
penyakit reumatik pada vertebra serfikal.
mengubah energi. Sebuah reseptor yang sensitif
4. Termografi : dasarnya ialah pancaran panas infra-
mendeteksi fraksi sinar-X yang melintasi tubuh, yang
merah dari kulit di atas tulang dan sendi. Aktivitas
menghasilkan profil jumlah radiasi yang didefleksikan oleh
sinovitis dan respons terhadap pengobatan dapat
tubuh. Karena karakteristik absorpsi tulang dan jaringan
dilihat dan diukur.
lunak tidak sama pada tingkat energi sinar x yang berbeda-
beda, jumlah radiasi yang diabsorpsi oleh tulang dapat Tekrik ini juga dapat digunakan untuk menyelidiki
dihitung. Dari hasil ini, jumlah tulang pada jalur sinar x aliran darah perifer yang berkurang misalnya pada
pada setiap titik sepanjang penyidik dapat ditentukan. fenomena Raynaud dan peningkatan aliran darah pada
DEXA relatif murah dan radiasinya rendah. Jadi tulang, misalnya pada penyakit Paget.
merupakan pilihan yang baik untuk pemeriksaan yang
harus diulang-ulang. Setiap bagian tubuh dapat diperiksa.
Telah dibuat nilai standar untuk vertebra lumbal dan PEMILIHAN PEMERIKSAAN PENCITRAAN
bagian proksimal femur, yang merupakan bagian yang
paling banyak dipelajari. Hampir semua pemeriksaan pencitraan sebaiknya dimulai
QCT menyidik beberapa vertebra lumbal bersama- dengan foto polos. Sering pemeriksaan foto polos ini
sama dengan sebuah fantom yang berisi materi yang saja sudah cukup. Jika diperlukan informasi diagnostik
bone-equivalent dengan konsentrasi yang berbeda- lain yang mungkin akan mengubah tindakan klinis, MRI
RADlODlAGNOSTlK PENYAKIT DALAM

sering rnerupakan pilihan kedua. Dalarn banyak kasus, REFERENSI


hasil perneriksaan MRI harus dikorelasikan dengan foto
polos karena MRI tidak dapat rnernerlihatkan kalsifikasi Bellamy N, Buchanan WW : Clinical evaluation in the rheumatic
diseases.h Koopman WJ (Ed.)Arthritis and allied conditions
atau erosi ringan pada korteks. A textbook of Rheumatology. 13'" ed., Williams and Wilkins,
Penelitian MRI akhir-akhir ini rnenunjukkan bahwa Baltimore, 1997, Vol. I, Ch. 3, p 47-70.
sering terdapat kelainan anatorni yang tidak berkaitan Katthagen B-D: Ultrasonography of the shoulder. Thieme Med
Pub1 Inc., New York, 1990.
dengan keluhan. Karena itu gejala klinis dan kelainan
Marcelis S, Daenen B, Ferrara MA: Peripheral Musculoskeletal
pencitraan harus dinilai bersarna-sama. Peneriksaan Ultrasound Atlas. (Edited by Dondelinger RF), Thieme Med
pencitraan sebaiknya tidak dilakukan, kecuali jika rnereka Pub1 Inc., New York, 1996.
rnernpunyai potensi untuk menjawab pertanyam klinis. Peterfy CG, Genant HK : Magnetic resonance imaging in arthritis.
Dnlntii Koopman WJ (Ed.) Artluitis and allied conditions - A
Pada kebanyakan kasus, perneriksaan pencitraan yang textbook of Rheumatoloby. 13"' ed., Williams and Wilkins,
biayanya rnurah sudah dapat rnernberikan infornasi yang 1997, Baltimore, Vol. I, Ch. 6, p 115-149.
diperlukan untuk rnengarnbil keputusan klinis. Jika foto Resnic D, Yu JS, Sartoris D : Diagnostic tests and procedures in
rheumatic diseases - Imaging. D n l n ~ i rKelley WN et a1 (Eds.)
polos bahu rnemerlihatkan subluksasi kaput humeri ke atas
Textbook of rheumatology. 5"' ed., WB Saunders Co., 1.997,
d a r ~rnenyentuh bagian inferior akrornion, klinikus dapat Vol. 1, Sec. V, Ch. 42, p 626-86.
rnernastikan - tanpa perneriksaan MRI - bahv~arotator Scott Jr WW : Imaging techniques. D n l n ~ i rKlippel JH (Ed.) Primer
c u f f telah robek dan atrofi. Foto lutut anterclposterior on the Rheumatic Diseases. Artluitis Foundation, Atlanta,
GA, 11"'ed, 1997, p 106-15.
dan posteroanterior (fleksi) dalarn keadaan b ~ r d i r baru
i Van Holsbeeck M, Introcaso JH : Musculoskeletal Ultrasound.
dapat rnernerlihatkan kelainan jika rawan sendi sudah Mosby-Year Book, Inc., St. Louis, 1991.
habis, tetapi tidak dapat rnernerlihatkan erosi minimal Hammer HB, Bolton-King P, Bakkeheim P, et al. Examination of
intra and interrater reliability with a new ultrasonograpluc
yang tarnpak pada MRI. reference atlas for scoring of synovitis in patients with
Akhirnya, sangat penting bagi klinikus untuk bekerja rheumatoid arthritis. Ann Rheum Dis 2011;70(11):1995-8.
sama dengan ahli radiologi untuk rnernutuskan dengan
tepat apa yang diharapkan dari pemeriksaan pencitraan,
lalu rnenetapkan perneriksaan apa yang dip lih untuk
rnernperoleh inforrnasi tersebut. MRI dapat mernberikan
banyak inforrnasi dari beragarn struktur, sehingga
perneriksaan MRI secara mendalarn rnungkin tepat pada
penyakit sendi yang rnernbingungkan. Pada situasi lain,
perneriksaan MRI standar atau perneriksaan pencitraan
lain yang lebih sederhana mungkin dapat rnernberikan
inforrnasi diagnostik yang spesifik dalam waktu yang lebih
singkat dengan biaya yang lebih rnurah.
PEMERIKSAAN DENSITOMETRI TULANG
Bambang Setiyohadi

Osteoporosis adalah kelainan skeletal sistemik yang lebih gelap. Pada tulang yang mengalami demineralisasi, I#

ditandai dengan compromised bone strength sehingga gambarannya akan lebih gelap mendekati gambaran
tulang mudah fraktur. Osteoporosis merupakan keadaan jaringan lunak. Walaupun demikian, dibutuhkan kehilangan
yang sering didapatkan karena setelah menopause, massa tulang minimal 30% agar didapatkan gambaran
seorang wanita akan kehilangan hormon estrogen di yang jel3s pada pemeriksaan radiologik konvensional.
dalam tubuhnya dan proses resorpsi tulang menjadi tidak Karena metode ini tidak sensitif, maka dikembangkan
terkendali dan tidak dapat diimbangi oleh proses formasi metode pengukuran secara radiologik, yaitu dengan
tulang. Di Amerika, 44 juta penduduknya mengalami cara ab:orpsiometri radiografik (fotodensitometri) dan
osteoporosis atau densitas massa tulang yang rendah. radiogrametri. Pada teknik absorpsiometri radiografik,
Osteoporosis merupakan keadaan yang serius karena keabu-abuan gambaran radiografik dikalibrasi dengan
akan mengakibatkan fraktur dan meningkatkan angka menggunakan potongan alumunium atau hidroksiapatit
morbiditas dan mortalitas. Diagnosis osteoporosis yang berbentuk baji yang diletakkan di permukaan film
sangat mudah dilakukan, yaitu dengan cara mengukur dan difoto bersama dengan objeknya. Sedangkan teknik
densitas massa tulang (Bone Mineral Density, BMD) dan radiogremetri mengukur ketebalan korteks tulang pada
osteoporosis akan dapat dideteksi lebih dini sebelum film, bizsanya diambil tulang-tulang tangan, humerus
fraktur terjadi. Pengobatan osteoporosis juga tersedia atau radius. Yang tersering diambil adalah pada mid-
lengkap saat ini yang dapat menurunkan risiko fraktur metakarpal II.
sampai 50%.
Single Energy Densitometry. Teknik ini menggunakan
Densitometri tulang merupakan teknik non-invasif
gelombang radiasi yang melalui lengan bawah distal
yang dapat mengukur kepadatan tulang. Ada bermacam-
dan dibandingkan antara radiasi yang dipancarkan
macam teknik densitometri mulai dari yang sederhana
oleh alat (radiasi insidens) dengan radiasi yang keluar
sampai yang canggih. Saat ini yang banyak digunakan
setelah nelalui objek (disebut radiasi tarnsmisi) sehingga
adalah teknik Dual X-ray Absorptiometry (DXA).
didapatkan penipisan radiasi (atenuasi) karena diserap oleh
obyek tersebut. Makin tinggi mineralisasi tulang, makin
besar atenuasinya. Densitas massa tulang diukur dengan
TEKNIK DENSITOMETRI
cara membagi bone content (sesuai dengan atenuasi)
dengan area tulang yang diukur. Walaupun demikian, cara
Sebelum membicarakan DXA secara lebih detil, ada
ini memiliki beberapa kelemahan, misalnya :
baiknya dibicarakan dulu berbagai teknik densitometri
1. Teknik ini membutuhkan isotop radioaktif sebagai
secara garis besar yang meliputi teknik radiografik, single
sunber radiasi yang harganya mahal dan dapat
energy densitometry, dual energy densitometry, quantitative
menghasilkan eror pada pengukuran bila sumber
computed tomography, dan quantitative ultrasound.
tersebut diganti. Karena itu, teknik ini disebut juga
Teknik radiografik. Berkembang sebelum densitometer Single Photon Absorptiometry (SPA).
kuantitatif berkembang seperti saat ini. Teknik ini 2. Teknik ini tidak praktis, karena objek yang akan diukur a
membandingkan gambaran tulang pada film radiografik harus direndam dalam air dengan tujuan untuk
yang lebih terang dibandingkan dengan sekitarnya yang menghilangkan absorpsi radiasi pada jaringan lunak
RADlODlAGNOSTlK PENYAKIT DALAM

yang akan mengganggu pengukuran densitas tulang. yang tersebar di Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya,
Oleh sebab itu, teknik ini hanya dapat mengukur densitas Balikpapan, dan Makassar. DXA merupakan baku emas
tulang perifer, seperti lengan bawah distal atau tumit untuk pengukuran BMD yang dapat mengukur tulang-
dan tidak dapat digunakan untuk mengukur densitas tulang sentral (aksial) yang meliputi tulang belakang dan
tulang aksial. femur proksimal; serta tulang-tulang perifer seperti lengan
bawah, bahkan dapat mengukur BMD seluruh tubuh
Dengan berkembangnya teknik radiologik, maka
(total body). Data epidemiologik osteoporosis dengan
penggunaan isotop sebagai sumber radiasi akhirnya
menggunakan DXA juga sudah banyak dipublikasikan
diganti dengan sinar-X dan teknik ini disebut SingleX-ray
dan secara in vitro diketahui berkorelasi baik dengan
Absorptiometry (SXA).
kekuatan tulang. Tujuan pengukuran BMD adalah untuk
Dual Energy Absorptiometry. Menggunakan 2 energi mendiagnosis osteoporosis, memprediksi risiko fraktur
radiasi sehingga pengaruhjaringan lunak dapat dieliminir. dan memonitor terapi.
Semula sumber energi yang digunakan adalah isoiop Pada pengukuran BMD dengan DXA, akan didapatkan
sehingga teknik ini disebut Dua Photon Absorptiometry nilai BMD areal (dalam satuan gr/cm2),T-score dan Z-score.
(DPA), kemudian sumber energinya diubah menjadi sinar-X T-score adalah perbandingan nilai BMD pasien dengan
dan teknik ini disebut Dual X-ray Absorptiome:ry (DXA). rerata BMD orang muda normal dan dinyatakan dalam
Teknik DXA inilah yang saat ini banyak digunakan, karena skor simbang baku; sedang Z-score membandingkan nilai
dapat mengukur densitas tulang di daerah lumbal, femur BMD pasien dengan rerata BMD orang seusia pasien,juga
proksimal, lengan bawah, dan bahkan seluruh tubuh (total dinyatakan dalam skor simpang baku.
body). Dengan perkembangan teknologi, digunakan teknik Pada pengukuran BMD spinal (tulang belakang),
fan beam geometry yang dapat meningkatkan waktu maka semua L1-L4 harus diukur rerata BMDnya, kecuali
scanning. bila terdapat perubahan struktur atau artefak pada ruas
vertebra yang bersangkutan. Dalam ha1 ini, gunakan 3
Quantitative Computed Tomography (QCT), merupakan
ruas vertebra bila 4 ruas tidak mungkin, atau 2 ruas bila 3
satu-satunya teknik non-invasif yang dapat mengukur
ruas tidak mungkin, tetapi tidak dapat diukur bila hanya
densitas tulang secara 3 dimensi. Hasil dari teknik QCT
digunakan 1 ruas vertebra. Selain itu, pengukuran spinal
adalah densitas volumetrik (dalam gram/cm3). QCT
lateraljuga tidak dapat digunakan untuk diagnosis, kecuali
sangat baik digunakan untuk mengukur densitas tulang
untuk pemantauan, karena memiliki presisi yang lebih
belakang dan sementara ini belum dapat d'gunakan
burukdibandingkandengan BMD spinal PA, tetapi memiliki
untuk mengukur area yang lain. Walaupun demikian, QCT
respons yang baik terhadap pengobatan. Pada penyakit
membutuhkan radiasi yang besar dibandingkan dengan
degeneratif (osteoartritis) lumbal atau adanya fraktur pada
DXA, karena DXA hanya membutuhkan radiasi 1-5 mSv,
ruas-ruas tulang lumbal, akan menyebabkan BMDnya
sedangkan QCT membutuhkan radiasi sampai 60 mSv.
lebih tinggi, sehingga dalam ha1 ini ruas-ruas lumbal yang
Quantitative Ultrasound (QUS). Dengan menggunakan mengalami penyakit degeneratif atau mengalami fraktur
teknik ultrasonografik, dapat diukur densitas tulang, tetapi tidak dapat ikut dinilai untuk mendiagnosis osteoporosis.
terbatas pada tulang-tulang perifer, misalnya tumit, jari Beberapa artefak lain yang juga dapat mengganggu
atau lengan bawah. Walaupun demikian, sanpai saat penilaian BMD spinal adalah kalsifikasi aorta, laminektomi,
ini tidak jelas, struktur tulang yang mana yang diukur fusi spinal, kontras gastrointestinal, tablet kalsium, batu
dengan teknik ini, mungkin ukuran trabekula atau ukuran ginjal atau kandung empedu, kalsifikasi pankreas, alat-
kristal atau struktur lainnya. Walaupun teknik ini sangat alat metal yang diimplan ke dalam tubuh, kancing baju,
menjanjikan karena ukurannya yang kecil, waktuscanning dompet, perhiasan, dan lain sebagainya.
yang relatif cepat dan tidak ada radiasi, tetapi presisinya Pada BMD panggul, dapat dipilih apakah akan diukur
buruk dan akurasinya juga diragukan bila dibandingkan sisi kiri atau kanan, karena tidak ada perbedaan BMD
dengan teknik sinar-X, sehingga sementara ini hanya yang bermakna. Dari ROI ini yang dapat digunakan untuk
digunakan untuk penapisan massal dan belum digunakan diagnosis adalah BMD yang terendah dari femoral neck,
untuk patokan terapi. total proximal femur, atau trokanter. Ward's area tidak
boleh digunakan untuk diagnosis osteoporosis karena
akan didapatkan hasil positif palsu, karena area Ward
DXA pada hasil DXA hanya menunjukan area kecil di leher
femur yang terendah BMDnya dan tidak sesuai dengan
DXA merupakan teknik BMD yang banyak dipakai secara area Ward secara anatomis. Selain itu, BMD pada Ward
luas. Di Amerika sendiri saat ini terdapat sekitar 10.000 area memiliki presisi dan akurasi yang buruk dan tidak
alat DXA. Di Indonesia terdapat sekitar 15 alat DXA termasuk dalam kriteria WHO. Pengukuran rata-rata BMD
PEMERIKSAAN DENSITOMETRI TULANG

panggul kiri dan kanan juga tidak perlu dilakukan, karena 3 ~ R e g i o ~ # ~ ~ & & C ~ ~ #' $"& '
tidak ada data yang menggambarkan rerata nilai tersebut
lebih baik untuk diagnosis osteoporosis. Bagian-bagian tulang yang diukur (Region of Interest, ROO:
1. Tulang belakang (L1-L4)
Secara rutin, untuk diagnosis osteoporosis cukup
2. Panggul
dilakukan BMD pada ROI spinal dan femur proksimal. - Femoral neck
Walaupun demikian, bila kedua ROI tersebut tidak dapat - Total femoral neck
dinilai atau pada keadaan sangat obes atau pada pasien - Trokanter
hiperparatiroidisme, dapat dilakukan pengukuran BMD 3. Lengan bawah (33% radius), bila :
pada lengan bawah. Berbeda dengan lumbal maupun - Tulang belakang dan/atau panggul tak dapat
femur proksimal, BMD lengan bawah merupakan prediktor diukur
yang baik untuk menilai densitas tulang kortikal. Pada - Hiperparatiroidisme
ROI ini, pilihlah ROI 33% radius (kadang-kadang disebut
- Sangat obes
113 radius) pada lengan bawah non-dominan. Kriteria Dari ketiga lokasi tersebut, maka nilai T-score yang
WHO tidak boleh digunakan untuk menilai BMD perifer, terendah yang digunakan untuk diagnosis osteoporosis
kecuali pada ROI 33% radius. BMD periferjuga tidak dapat
..I I.. ..
g@& $H~!Y
. . . ..> . . .. .1 : : , ' , .., ., ..
Perempuan berusia di atas 65 tahun
Perempuan pasca menopause berusia < 65 tahun Klasifikasi T-score
dengan faktor risiko Normal -1 atau lebih besar
Laki-laki berurhur 70 tahun atau lebih Osteopenia Antara -1 dan -2,5
Orang dewasa dengan fraktur fragilitas
Osteoporosis -2,5 atau kurang
Orang dewasa dengan risiko fraktur panggul,
misalnya tinggi badan > 5 f t 7 in, berat badan Osteoporosis berat -2,s atau kurang dan fraktur fragilitas
< 127 Ib, riwayat merokok, riwayat maternal dengan
fraktur panggul
Orang dewasa dengan penyakit atau kondisi yang
berhubungan dengan derisitas massa tulang yang
rendah atau kehilangai.1 massa tulang, misalnya T-score Risiko fraktur Tindakan
hiperparatiroidisme, sindrom malabsorpsi, > +I Sangat rendah Tidak ada terapi
hemigastrektomi, hipertiroidisme, dan sebagainya Ulang densitometri
Orang dewasa yang minum obat-obatanyang potensial tulang bila ada indikasi.
menyebabkan densitas massa tulang rendah atau 0 s/d +I Rendah Tidak ada terapi
kehilangan massa tulang, misalnya glukokortikoid, anti Ulang densitometri
konvulsan, heparinisasi kronik, dan sebagainya tulang setelah 5 tahun
Setiap orang yang dipertimbangkan memerlukan terapi -1 s/d 0 Rendah Tidak ada terapi
farmakologik untuk asteoporosis Ulang densitometri
Seseorang dalam tertipi osteop'orosis, untuk memantau tulang setelah 2 tahun
efek pengobatan -1 s/d -2,5 Sedang Tindakan pencegahan
Seseorang yang terbukti mengalami kehilangan osteoporosis
massa tulang yang karena satu dan lain ha1 sehingga Ulang densitometri
tidak mendapatkan terapi, walaupun sesungguhnya tulang setelah 1 tahun
membutuhkan terapi <-2,5 Tinggi Tindakan pengobatan
r a n p a osteoporosis
fraktur Tindakan pencegahan
dilanjutkan
BMD pasien - rerata BMD orang dewasa muda
T-score =---------------------------------------------------
Ulang densitometri
ISD rerata BMD orang dewasa muda tulang dalam 1-2 tahun
<-2,5 Sangat tinggi Tindakan pengobatan
BMD pasien - rerata BMD orang seusia pasien
Z-score =---------------------------------------------------
dengan osteoporosis
1 SD rerata BMD orang seusia pasien fraktur Tindakan pencegahan
dilanjutkan
Z-score yang rendah ( < -2,O) mencurigakan ke arah Tindakan bedah atas
kemungkinan osteoporosis sekunder, walaupun tidak ada indikasi
data pendukung. Selain itu, setiap pasien harus dianggap Ulang densitometri
menderita osteoporosis sekunder sampai terbukti tidak ada tulang dalam6 bulan -1
penyebab osteoporosis sekunder. tahun
RADlODlAGNOSTlK PENYAKIT DALAM

digunakan untuk memantau hasil terapi, kecuali untuk fraktur yang lebih tinggi dibandingkan dengan pasien
menilai risiko fraktur. berumur 50 tahun dengan T-score yang sama. Data risiko
ROI lain yang dapat dinilai pada pemeriksz~anBMD fraktur pada orang berusia lanjut ternyata hampir sama
adalah total body. BMD total body sangat baik untuk pada semua lokasi tulang walaupun lokasi yang diukur
menilai tulang kortikal, karena 80% rangka manusia terdiri dan mesin yang digunakan berbeda. Oleh sebab itu,
atas tulang kortikal. Kadang-kadang BMD total bodyjuga hasil BMD yang rendah pada satu lokasi tulang sudah
digunakan untuk menilai komposisi tubuh, misalnya lean menunjukkan penurunan BMD pada tulang-tulang yang
bodymass, persentase lemak tubuh. Dalam ha1yang terakhir lain. Kekecualian hanyalah pada prediksi risiko fraktur
ini diperlukan piranti lunak yang khusus dan standardisasi panggul, karena yang nilai prediksinya paling tinggi hanya
tersendiri yang biasanya sudah disediakan oleh pebrik yang BMD pada femoral neck.
memproduksi mesin BMD yang bersangkutan. 6MD total Saat ini diketahui bahwa faktor kekuatan tulang
bodyjuga menjadi pilihan ROI untuk menilai densitas tuleng memegang peran yang sangat penting sebagai faktor
anak-anak di bawah umur 20 tahun, selain BMD lumbal. risiko fraktur akibat osteoporosis. Ada 2 variabel yang
Nilai T-score -2,5 atau kurang, tidakselalu menunjukkan harus diperhitungkan yang menentukan kekuatan tulang,
osteoporosis, karena pada osteomalasia j ~ g aakan yaitu kuantitas tulang dan kualitas tulang. Kuantitas tulang
memberikan hasil T-score yang rendah. Selain itu, meliputi ukuran tulang dan densitas tulang, sedangkan
diagnosis osteoporosis juga dapat ditegakkan walaupun kualitas tulang meliputi bone turnover, arsitektur tulang,
T-score lebih besar dari -2,5, misalnya bila dirjapatkan akumulasi kerusakan tulang, derajat mineralisasi dan
fraktur vertebra atraumatik. Pada pengguna glukokortikoid kualitas kolagen pada jaringan tulang tersebut.
jangka panjang ( > 6 minggu) atau dosis tinggi (dcsis
prednison >7,5 mg/hari), maka terapi dapat dimulai bila
nilai T-score -1,5 atau lebih rendah. Selain itu nilz~iT-score DIAGNOSIS OSTEOPOROSIS PADA PEREMPUAN
yang rendah juga tidak berhubungan dengan penyebab PRA-MENOPAUSAL, LAKI-LAKI, D A N ANAK-
osteoporosis, sehingga harus dilakukan evaluasi terhadap ANAK
kemungkinan adanya faktor risiko osteoporosis yang
mungkin membutuhkan penatalaksanaan tersendiri. Setiap Kriteria klasifikasi diagnosis osteoporosis tidak dapat
pasien osteoporosis harus dianggap menderita osteoporosis digunakan untuk kelompok perempuan pramenopausal
sekunder sampai dapat disingkirkan semua kemungkinan sehat (umur 20 tahun sampai usia menopause), laki-laki,
penyebab osteoporosis yang diderita pasien, apalagi bila dan anak-anak.
didapatkan Z-score -2 atau lebih rendah. Pada perempuan pra-menopausal, tidak ada data
Mengapa untuk diagnosis osteoporosis digunakan hubungan BMD dengan risiko fraktur sebagaimana
T-score dan bukan Z-score ? didapat pada perempuan pasca menopause. Oleh sebab
Nilai T-score berhubungan dengan kekuatan tulang itu, adanya fraktur pada perempuan pramenopausal
dan risiko fraktur. Bila digunakan nilai Z-sccre untuk yang disertai BMD yang rendah sudah cukup untuk
diagnosis osteoporosis maka akan didapatkan banyak mendiagnosis osteoporosis. Dalam ha1 ini, nilai Z-score
hasil negatif palsu walaupun terdapat fraktur fragilitas lebih memiliki nilai diagnostik daripada T-score.Selain itu,
dan osteoporosis tidak akan makin meningkat dengan osteoporosis pada perempuan premenopausal juga dapat
bertambahnya umur. didiagnosis bila didapatkan BMD yang rendah dengan
penyebab osteoporosis sekunder, misalnya pengguna
steroid jangka panjang, pengguna anti konvulsan,
PREDlKSl RlSlKO FRAKTUR hipogonadisme, hiperparatiroidisme, dan sebagainya.
Pada laki-laki yang berumur 65 tahun atau lebih atau
Sampai saat ini masih diperdebatkan, apakah BMD yang laki-laki yang berumur 50-64 tahun dengan faktor risiko
rendah merupakan prediktor fraktur fragilitas yzng osteoporosis, maka nilai T-score dapat digunakan untuk
penting. Beberapa faktor risiko fraktur yang lain yang juga mendiagnosis osteoporosis dan osteoporosis didiagnosis
harus diperhatikan adalah tinggi badan > 5 ft 7 in, berat bila didapatkan nilai T-score -2,5 atau lebih rendah.
badan <I27 Ib, merokok dan riwayat maternal dengan Pada laki-laki yang berumur 20-50 tahun atau laki-laki
fraktur panggul. Setiap penurunan BMD 1 SD identik yang berumur 50-64 tahun tetapi tidak memiliki faktor
dengan peningkatan risiko fraktur relatif sebesar 1,9-3,O. risiko osteoporosis, maka tidak dapat digunakan T-score
Tetapi ha1 ini juga ditentukan oleh umur pasien, karena untuk mendiagnosis osteoporosis. Dalam ha1 ini, sama
ternyata umur di atas 60 tahun merupakan faktor risiko halnya dengan diagnosis osteoporosis pada perempuan
frakturtersendiri yang tidak tergantung pada BhlD. Pasien pramenopausal, dimana nilai Z-score lebih berkorelasi
berumur 80 tahun dengan T-score -1,9 akan memiliki risiko dengan risiko fraktur daripada nilai T-score. Walaupun
PEMERIKSAAN DENSITOMETRI TULANG 367

demikian, nilai-nilai ini masih memerlukan standardisasi risiko kehilangan massa tulang yang bermakna atau
lebih lanjut. Diagnosis osteoporosis pada laki-laki yang terdapat indikasi untuk terapi osteoporosis. Selain itu,
berumur <50 tahun tidak dapat hanya didasarkan pada BMD serial juga dapat menilai respons terhadap terapi
nilai BMD. Bila didapatkan risiko osteoporosis sekunder osteoporz~sis.Dalam ha1 ini, pada pasien-pasienyang tidak
pada laki-laki pada setiap umur, maka diagnosis memberikan respons yang baik terhadap pengobatan,
osteoporosis dapat ditegakkan secara klinis. dapat dilakukan re-evaluasi terhadap terapi yang diberikan
Pada anak-anak, baik laki-laki maupun perempuan atau eva uasi terhadap kemungkinan adanya penyebab
yang berumur <20 tahun, nilai T-score tidak dapat osteoporosis sekunder yang harus diterapi secara terpisah.
digunakan untuk diagnosis osteoporosis, sebagai gantinya Interval BMD serial tergantung pada keadaan klinik pasien.
digunakan nilai Z-score. Selain itu, diagnosis osteoporosis Pada pasien yang baru mendapatkan terapi atau baru
pada anak-anak tidak boleh hanya didasarkan pada nilai diubah terapinya, maka BMD ulangan dapat dilakukan
BMD. Terminologi BMD rendah pada anak-anak ditetapkan setiap tahun dan bila hasilnya sudah menetap, maka dapat
bila nilai Z-score <-2,O. Selain itu ROI yang dianjurkan pada dilakukan BMD serial tiap 2 tahun. Pada pasien-pasien
anak-anak adalah lumbal dan total body. Penggunaan nilai dengan risiko kehilangan massa tulang yang besar, seperti
BMD untuk prediksi fraktur pada anak-anak sampai saat pada pengguna steroid, maka BMD serial dapat dilakukan
ini masih belum ditentukan. lebih cepat, misalnya setiap 6 bulan.
Untuk melakukan BMD serial, setiap Pusat BMD harus
menentukan Least Significant Change (LSC). Selain itu,
BMD SERIAL setiap pergantian sistem DXA atau perubahan operator
BMD, juga harus dihitung presisinya. Bila perubahan
BMD serial dilakukan untuk menentukan bilamana terapi BMD serial sama atau lebih dari LSC yang telah dihitung,
osteoporosis dapat dimulai pada pasien-pasien dengan maka perubahan tersebut dianggap bermakna. Pada BMD

Gambar 1. Macam-macam alat densitometri


RADlODlAGNOSTlK PENYAKIT DALAM

serial, yang dibandingkan adalah nilai BMD areal, bukan BMD yang rneliputi ROI, BMD areal dalarn gr/crn2, T-score,
nilai T-score. Selain itu, BMD yang dilakukan dengan alat Z-score, kriteria diagnostik WHO, risiko fraktur, anjuran
yang berbeda tidak dapat dibandingkan, karena rnungkin evaluasi rnedik untuk rnencari kernungkinan penyebab
berbeda surnber energinya, berbeda kalibrasinya, berbeda osteoporosis sekunder, anjuran untuk BMD ulangan
detektornya, dan berbeda ROlnya. berikutnya.
Pada p e l a p o r a n B M D u l a n g a n (serial) harus
dicanturnkan ROI yang sebelurnnya dan berikutnya yang
PELAPORAN BMD dibandingkan, nilai LSC di Pusat BMD tersebut, pelaporan
adanya perubahan yang berrnakna atau tidak, baik dalarn
Pelaporan hasil perneriksaan BMD awal dan BMD ulangan g/crn2 maupun dalarn%, dan anjuran untuk perneriksaan
berbeda dan harus diperhatikan baik oleh operator, analis BMD berikutnya.
yang rnengevaluasi hasil BMD rnaupun dokter yang Selain itu, pada pelaporan BMDjuga dapat dicantumkan
rnernbaca hasil BMD tersebut. rekornendasi untuk menyingkirkan kernungkinan etiologi
Pelaporan BMD awal harus rneliputi data dernografik osteoporosis sekunder, evaluasi laboratoriurn, identifikasi
(urnur, jenis kelarnin, ras, tinggi badan, berat badan), faktor risiko fraktur dan kehilangan rnassa tulang yang
dokter yang rnerninta perneriksaan BMD, dokter yang cepat, evaluasi radiologik, tindakan pencegahan urnurn
rnernbaca hasil perneriksaan BMD, indikasi perneriksaan, dan anjuran terapi.
status menopause pasien, alat BMD yang digunakan, hasil

Reference: L1-L4
BMD (glcw Y A T-Score

Gambar 2. Densitometri lurnbal


PEMERIKSAAN DENSITOMETRI TULANG 369

Left Femur Bow Dmitv


Reference:Neck
BmAD (Fz) YA TScore

1
6uD
Il.gbn (*Id) m) 1
- (*) -2
Nedc 0.719 80 -1.5 86 -1.0
Wards 0.93 62 -2.6 68 -1.9
Tm3 0.%5 75 -1.7 76 -1.7
mart 1.OV
Total 0.791 85 -1.2 117
----1.0
Gambar 3. Densitometri panggul

Reference: Radius UD
ma0 (@m YA T-SCOW?

Radius UD 0.222 62 -3.8


UIM UD 0.185
Radi~s33% 0.408 71 -2.7
I#M 33% 0.556
m m 0.210
Both 33% 0.521
Rarjnss TCgl 0.359 68 -3.4
Ulna Tats( 0.405
%!Xll T- 0.377

Garnbar 4. Densitometri lengan bawah


370 RADIODIAGNOSTIK PENYAKIT DALAM

REFERENSI

Bonnick SL. Bone Densitometry in Clinical Practice: Application


and Interpretation. New Jersey,Hurnana Press, 1998, .
Bonnick SL, Faulkner KG, Miller PD, McClung MR. ISCD
CertificationCourse Clinical Track: Learning objectives, Core
teaching points and Suggested readings. Jnternational society
of Clinical Densitometry, 2000.
Faulkner KG. Clinical Use of Bone Densitometri. In: Marcus R,
Feldman D, Kelsey J (eds). Osteoporosis, vol2, 2nd edition.
San Diego, Academic Press, 2001.p.433-58.
Kanis JA. Assessment of fracture risk: who should be screened ?
In: Favus MJ et a1 (eds).Primer on the Metabolic one Diseases
and Disorders of Mineral Metabolism. 5th ed. Washington
DC ,American Society of Bone and mineral Research,
2003.p.316-22.
Miller PD, Bonnick SL. Clinical application of bone densitometry.
In: Favus MJ et a1 (eds). Primer on the Metabolic one Diseases
and Disorders of Mineral Metabolism. 4th ed. Washington
'DC,American Society of Bone and mineral Research,
1999.p.152-9.
ESOFAGOGASTRODUODENOSKOPI
Ari Fahrial Syam

PENDAHULUAN sejak saat itu berbagai penelitian melaporkan efektivitas


penggunaan endoskopi melalui transnasal tersebut.
Pemeriksaan esofagogastroduodenoskopi (EGD) Berbagai kelemahan dari skup yang kecil ini diupayakan
merupakan pemeriksaan yang perlu dilakukan untuk untuk diperbaiki terutama mengenai kemampuan untuk
mengevaluasi saluran cerna atas. Dengan pemeriksaan melakukan biopsi dengan skup yang diameternya lebih
EGD kita dapat melihat secara detail struktur mukosa kecil. Sampai pada akhirnya alat EGD yang saat ini ada
saluran cerna khususnya saluran cerna atas. dipasaran mempunyai kualitas lebih baik dan mampu
Berbagai kelainan yang dapat ditemukan pada mengambil has11biopsi walaupun menggunakan skup
pemeriksaan EGD antara lain adanya mukosa yang yang kecil dengan cukup a d e k ~ a t . ~
hiperemis, erosi, ulserasi; dan berbagai bentuk tumor dari
polip kecil, polip sesil, polip bertangkai sampai kanker.
Besar kecilnya varises dapat dinilai baik pada esofagus 'TEKN I K M E L A K U K A N EGD
dan gaster. Adanya perubahan anatomi berupa stenosis
atau penyempitan juga dapat dinilai. Tujuan pemeriksaan EGD adalah untuk melihat lumen
Tindakan esofagogastroduodenoskopi (EGD) salurar~cerna atas dan daerah sekitarnya melalui skup
merupakan tindakan yang aman walaupun pernah endoskopi. Pemeriksa harus melihat dengan jelas dan
dilaporkan komplikasi serius pada tindakan tersebut mengetahui arah dari skup tersebut. Posisi pasien pada
antara lain aspirasi pada saat terjadinya perdarahan waktu dilakukan endoskopi adalah pada posisi miring
saluran cerna atas, perforasi pada esofagus, gaster serta sudah terpasang mouthpiece dan penyangga gigi
atau duodenum pada endoskopi terapeutik. Selain itu sehingga skup tidak tergesek dengan gigi saat masuk.
perlu juga menjadi perhatian adanya efek samping Pada saat sudah melalui lidah dan menuju hipofaring
penggunaan sedasi berupa gangguan kardiovaskuler posisi ujung skup tetap berada di tengah menqju sfingter
selama tindakan EGD.' krikofaringeal. Kemudian pasien diminta untuk menelan
Saat ini ada 2 macam pendekatan pemeriksaan dan diiarapkan ujung skup akan meluncur ke esofagus
EGD yaitu melalui transnasal atau melalui transoral. proksimal. Biasanya para endoskopis akan memilih untuk
Perbedaan mendasar dari kedua pemeriksaan ini adalah mengontrol endoskopi (antara lain tombol udara, air
pemeriksaan EGD pada teknik transoral skup masuk dan penghisap) dalam satu tangan yaitu tangan kiri.
melalui rongga mulut sedangkan pada teknik transnasal Sedangkan tangan kanan akan mengarahkan masuknya
skup masuk melalui lubang hidung. Oleh karena itu skup dan mengendalikan arah skup ke kanan dan ke kiri
maka skup untuk transnasal mempunyai diameter jauh atau ke atas dan ke bawah.
lebih kecil dibandingkan skup yang dari mulut. Dengan Setelah skup melewati esofagus (biasanya esofagus
diameter yang lebih kecil maka skup transnasal ini lebih berada 20-40 cm dari gigi insisivus) selanjutnya skup
nyaman dibandingkan skup yang biasanya digunakan rnenuju gaster. Pada saat masuk gaster, udara diinsuflamasi
untuk EGD. ke dalam gaster sehingga struktur dapat terlihat dengan
Pendekatan pemeriksaan endoskopi melalui transnasal jelas. Skup kemudian diarahkan menuju korpus, antrum
pertama kali diperkenalkan oleh Shaker tahun 1994, dan kita dapat mengamati pilorus. Pilorus diperhatikan
apakah membuka dan menutup atau tetap terbuka KON'TRAIN D I K A S I ESOFAGOGASTRO D U O -
(pyloric gapping). Setelah itu skup diarahkan menuju DENOSKOPI
duodenum, bulbus, post bulber dan duodenum pars
desendens. Kemudian skup ditarik kembali menuju gaster Kontraindikasi tindakan EGD antara lain infark miokard
dan dilakukan posisi U turn yaitu ujung skup diputar akut, serangan asma bronkial akut, gagaljantung kongestif
180 derajat. Posisi retrofleksi ini bertujuan untuk melihat berat serta keadaan hemodinamik tidak stabil.
fundus dan kardia gaster. Salah satu kelebihan dari Secara umum kontraindikasi pemeriksaan EGD
endoskopi adalah kita bisa melakukan biopsi, dimana transnasal lebih sedikit. Pasien dengan gagal jantung
forsep biopsi akan masuk melalui channel biopsi. relatif dapat dilakukan EGD transnasal. Pasien juga
tidak terlalu traumatik saat dilakukan pemeriksaan EGD
transnasal.
INDlKASl ESOFAGOGASTRODUODENOSKOPI Esofagogastroduodenoskopitransnasal tidak diindikasi
untuk evaluasi perdarahan saluran cerna atas. Seperti yang
Beberapa indikasi pemeriksaan EGD yaitu dispepsia (baik telah disebutkan di atas karena diameter yang kecil maka
berupa nyeri ulu hati maupun gejala mual dan muntah), otornatis saluran untuk penghisap (suction) juga kecil
disfagia, refluks esofagus/GERD, evaluasi adanya tumor sehingga tidak dapat digunakan untuk evakuasi darah.
baik yang ditemukan saat pemeriksaan fisik maupun
"I
berdasarkan hasil evaluasi radiologi, evaluasi drug
induced injury, evaluasi benda asing, evaluasi ulkus
Dispepsia atau refluks esofagus yang tidak respons dengan
peptikum serta evaluasi hematemesis melena. (lihat obat
tabel Mual dan muntah yang persisten.
Selain u n t u k pemeriksaan diagnostik, EGD Disfagia dan odinofagia.
juga dapat digunakan untuk tindakan terapeutik; Hematemesis atau melena.
antara lain ligasi varises esofagus, sklerosing varises Cepat kenyang atau anoreksia dengan penurunan berat
esofagus/fundus/kardia. Dengan EGD kita juga dapat badan.
Nyeri dada tanpa kelainanjantung.
melakukan penyuntikan adrenalin, kliping, koagulasi
Defisiensi besi dengan hasil kolonoskopi normal.
baik dengan heat probe maupun dengan argon plasma,
Riwayat Menelan zat kaustik.
esofagogastroduodenoskopijuga dapat digunakan untuk Curiga malabsorbsi (untuk biopsi usus halus).
melakukan tindakan bedah minimal seperti polipektomi, Gagal terjadinya penurunan berat badan atau kenaikan berat
endoscopic mucosal resection (EMR) dan juga endoscop;~ badan kembali setelah operasi obesitas.
submucosal disection (ESD). Selain itu EGD juga dapat Evaluasi abnormalitas dari pemeriksaan barium meal.
digunakan untuk melakukan dilatasi esofagus (baik Lesi berbentuk massa.
dengan balon maupun dengan businasi), dilatasi stenosis Fold atau lekukan yang abnormal.
pilorus dan juga pemasangan stent baik pada esofagus Ulkus besar pada esofagus dan gaster.
Deformitas atau jaringan parut pada pasien yang
maupun duodenum.
bergejala.
Berbeda dengan pemeriksaan EGD transoral, EGD
Skrining kanker.
transnasal mempunyai indikasi yang lebih terbatas. Hal Barrett's Esofagus.
ini disebabkan karena skup yang digunakan lebih kecil Poliposis familial.
sehingga terdapat keterbatasan untuk melakukan evakuasi Tindak lanjut polip gaster adenomatosus.
darah atau sisa makanan. Akalasia yang tidak diobati dengan adekuat.
Beberapa indikasi pemeriksaan endoskopi transnasal Endoskopi t&apeutik.
yaitu dispepsia (baik berupa nyeri ulu hati maupun Kontrol perdarahan.
Ligasilsklerosing varises.
gejala mual dan muntah), disfagia, refluks esofagus/
Dilatasi striktur atau stoma yang menyempit.
GERD, evaluasi adanya tumor baik yang ditemukan saat
Gastrostomi perendoskopi.
pemeriksaan fisik maupun berdasarkan hasil evaluasi Polipektomi.
radiologi. Stent tumor esofagus.
Selain untuk pemeriksaan diagnostik, endoskopi Laser atau kauterisasi tumor.
transnasal ini dapat digunakan untuk pemasangan naso Mengeluarkan benda asing.
gastric tube (NGT) melalui endoskopi dengan diameter Penempatan tube feeding di duodenum.
skup yang lebih kecil. Adanya stenosis atau penyempitan Tindak lanjut endoskopi.
I lumen yang tidak dapat dilalui oleh skup dengan diameter Evaluasi ulkus esofagus dan gaster.
Evaluasi sklerosis varises.
10 mm yang biasa terdapat pada EGD transoral dapat
Evaluasi laser atau kauterisasi tumor.
dijangkau dengan skup transnasal. Memindahkan gastrostomi.
ESOFAGOGASTRODUODENOSKOPI

Jika dipaksakan tentu akan terjadi penyumbatan. Efek sarnping yang dapat terjadi rnelalui pemeriksaan
Adanya masalah pada rongga hidung seperti polip transnasal ini adalah timbulnya epistaksis walaupun efek
yang besar atau mukosa hidung yang rapuh dan mudah samping yang terjadi ini ringan. Dengan rnengistirahatkan
berdarah merupakan ha1 yang tidak rnemungkinkan pasien maka epistaksis dapat berhenti spontan.
untuk dilakukan tindakan endoskopi melalui transnasal
ini. Kegagalan yang sering terjadi dalam melakukan
pemeriksaan endoskopi transnasal ini antara lain kesulitan PENUTUP
saat skup ini melalui rongga hidung karena adanya
perubahan anatomi dari rongga hidung tersebut. Perneriksaan e n d o s k o p i s a l u r a n cerna atas
(esofagogastroduodenoskopi/EGD) merupakan
pemeriksaan utama untuk mengevaluasi adanya kelainan
PENGALAMAN TEKNlK TRANSNASAL pada mukosa saluran cerna atas. Selain untuk tujuan
diagnostik, EGD dapat digunakan juga untuk terapeutik
Saat ini alat EGD sudah tersedia di beberapa RS di Jakarta. dan tindak lanjut pengobatan.
Sampai saat ini sudah puluhan kasus saluran cerna atas
kami evaluasi dengan perneriksaan transnasal.
Dibandingkan dengan EGD transoral, pemeriksaan REFERENSI
EGD transnasal ini tetap dapat mengevaluasi mukosa
dan struktur saluran cerna atas, serta mengidentifikasi 1. Thompson AM, Wright DJ, Murray W, Ritchie GL, Burton
HE, Stonebridge PA: Analysis of 153 deaths after upper
varises esofagus, erosi, hiperernis dan ulkus peptikurn gastrointestinal endoscopy: room for improvement? Surg
dengan jelas. Endosc. 2004;18:22-5
Kelebihan EGD transoral dibandingkan dengan 2.
ooesophagogastroduodenoscopy (T-EGD): technique.
-
S h a k e r R. U n s e d a t e d t r a n s n a s a l p h a r h v,n g -
EGD transnasal, pasien biasanya merasa lebih nyaman
Gastrintest Endosc. 1994;40:346-8.
selama dilakukanya pemeriksaan. Bahkan karena skup 3. Tytgat GJ. Upper Gastrointestinal Endoscopy. In: Yamada
ini rnelalui lubang hidung, pasien dapat berbicara dan T, Alpers DH, Kaplowitz N, et al., eds. Textbook of
berkomunikasi dengan pemeriksa selarna tindakan Gastroenterology. 4th ed. Philadelphia, PA: Lippincott
Williams and Wilkins; 2003
dilakukan. Hal ini tidak rnungkin dilakukan jika kita 4. Morrissey JF, Reichelderfen M. Gastrointestinal endoscopy.
menggunakan EGD transoral. Selama tindakan pasienjuga N Engl J Med. 1991;325:1143.
tidak mernerlukan sedasi sehingga efek sarnping yang 5. Al-Karawi MA, Sanai FM, Al-Madani A, Kfoury H, Yasawy MI,
Sandokji A. Comparison of peroral versus ultrathin transnasal
bisa timbul akibat penggunaan sedasi tidak terjadi karena endoscopy in the diagnosis of upper gastrointestinal pathology.
selama pemeriksaan endoskopi transnasal ini pasien tetap Armals S Medicine. 2000;20:328-30.
dalam keadaan sadar. 6. Murata A, Akahoshi K, Sumida Y, Yarnarnoto H. Nakamura K,
Penelitianyang dilakukan oleh Murata dkk, melibatkan Nawata H. Prospective randomized trial of transnasal versus
peroral endoscopy using an ultrathin videoendoscope in
124 pasien dimana 64 pasien dilakukan EGD transoral dan unsedated patients. J Gastroenterol Hepatol. 2007;24:482-5.
60 pasien sisanya dilakukan EGD transnasal membuktikan 7. Campo R, Monsterrat A, Brullet E. Transnasal gastroscopy
bahwa pasien yang menjalani teknik transnasal merasa compared to conventional gastroscopy: a randomized study of
feasibility, safety and tolerance. Endoscopy. 1998;30:448-52.
lebih nyaman dibandingkan dengan teknik transoral.
Kelebihan lain EGD transnasal selain kenyarnanan bagi
pasien, risiko tersedak dan kerusakan alat akibat tergigit
juga dapat dihindari.
Biopsi rnerupakan ha1 penting yang perlu dilakukan
selama tindakan EGD jika memang ada indikasi. Tindakan
biopsi terutama ditujukan untuk mengambil sampel
biopsi untuk pemeriksaan kuman H.pylori. Sampai sejauh
ini sampel yang diambil melalui saluran (channel) biopsi
pada skup EGD transnasal cukup adekuat untuk dinilai oleh
ahli patologi. Hal ini juga dibuktikan oleh penelitian yang
dilakukan oleh Al Karawi dkk, yang membandingkan hasil
biopsi pasien yang dilakukan rnelalui transnasal dengan
melalui oral. Ternyata pemeriksaan dengan EGD transnasal
dapat dilakukan secara sukses baik untuk pemeriksaan
diagnostik maupun untuk pengambilan sampel untuk
evaluasi histopatologi.
PEMERIKSAAN ENDOSKOPI
SALURAN CERNA
Marcellus Simadibrata K

PENDAHULUAN

Pemeriksaan endoskopi pada awalnya merupakan Endoskop yaitu suatu alat yang digunakan untuk
I pemeriksaan penunjang u n t u k mendiagnosis memeriksa organ di dalam tubuh manusia visual dengan
kelainan-kelainan organ di dalam tubuh. Bidang ilmu cara mengintip melalui alat tersebut (rigid/fiber-scope)
gastroenterologi dan hepatologi berkembang sangat atau langsung melihat pada layar monitor (skop Evis),
pesat dengan ditemukannya alat endoskopi, terlebih sehingga kelainan yang ada pada organ tersebut dapat
dengan ditemukannya alat endoskop lentur (flexitle dilihat dengan jelas.
endoscope/fiberscope) dan video endoscope (skop Evis). Pemeriksaan endokopi adalah pemeriksaan penunjang
Dengan ditemukannya skop lentur pandang samping yang memakai alat endoskop untuk mendiagnosis
(side view) dapat dilakukan pemeriksaan endoscopic kelainan-kelainan organ di dalam tubuh antara lain saluran
retrograde cholangiopancreatography (ERCF') untuk cerna, saluran kemih, rongga mulut, rongga abdomen,
mendiagnosis kelainan bilier, dan pankreas. Untuk dan lain-lain.
mendiagnosis kelainan hati, peritoneum, dan rongga Esofagoskopi y a i t u pemeriksaan e n d o s k o p i
I abdomen dikembangkan pemeriksaan peritoneoskopi. untuk mendiagnosis kelainan di esofagus. Gastroskopi
Perkembangan mutakhir terbaru, untuk memeriksa yaitu pemeriksaan endoskopi untuk mendiagnosis
kelainan di usus halus telah ditemukan dan dikembangkan kelainan di gaster/lambung. Duodenoskopi yaitu
pemeriksan endoskopi yang tidak menggunakan selang pemeriksaan endoskopi untuk mendiagnosis kelainan
endoskop tetapi dengan kapsul, sehingga disebut di duodenum. Enteroskopi yaitu pemeriksaan endoskopi
endoskopi kapsul. untuk mendiagnosis kelainan di usus halus. Kolonoskopi
Dengan pemeriksaan endoskopi ini kelainan-kelainan yaitu pemeriksaan endoskopi untuk mendiagnosis
di saluran antara lain esofagus, gaster, duodenum, kelainan di kolon/usus besar. Endoskopi kapsul yaitu
jejunum, ileum, kolon, saluran bilier, pankreas, dan pemeriksaan endoskopi menggunakan endoskop
hati dapat dideteksi lebih mudah dan tepat. Dalam berbentuk kapsul untuk mendiagnosis kelainan di usus
perkembangannya, selain digunakan untuk diagnostik, halus.
I, alat endoskop juga dipakai untuk tindakan terapeutik
antara lain skleroterapi/ ligasi varises, hemostatik
perendoskopik pada perdarahan akut, terapi laser, JENlS ENDOSKOPI
polipektomi perendoskopik pada perdarahan akut,
skleroterapi atau ligasi hemoroid, sfingterotomi papila Endoskopi kaku ( rigid scope)
vateri, ekstraksi batu bilier perendoskopik waktu ERCP, Endoskopi lentur (fiber cope)
pemasangan stent bilier/pankreas waktu ERCF, dilatasi Video endoscope (Evis scope)
stenosis saluran cerna dan lain sebagainya. Endoskop kapsul (capsule endoscope)
PEMERIKSAAN ENDOSKOPI SALURAN CERNA 375

SEJARAH ILMU ENDOSKOPI SALURAN CERNA diagnostik dan terapeutik dilaporkan pertama kali oleh
Lesmana L dkk. Terapi Laser parendoskopi dikembangkan
Sejarah di Luar Negeri pertama kali oleh Daldiyono H. Ligasi varises esofagus
Periode I, yaitu periode endoskop kaku atau straight dilaporkan oleh Hermono H dan dan Rani AA. Ligasi
rigid tubes, antara tahun 1795-1932. ganda \arises esofagus dilaporkan oleh Hermono H
Periode II, yaitu periode setengah lentur atau dan Simadibrata M. Tindakan Percutaneus Endoscopic
semiflexible tube endoscopy, antara tahun 1932- Gastrostomy (PEG) dilakukan oleh Hermono H dan
1958. Chudahman Manan.
Periode Ill, yaitu periode endoskop lentur atau flexible Pemeriksaan usus halus proksimal dan ileum terminal
endoscope, yang diawali pada tahun 1958. Sejak itu dengan kolonoskop pediatrik yang dimodifikasi dan
perkembangan endoskopi maupun gastroenterologi kolonoskopi panjang dikembangkan Simadibrata M sejak
terasa sekali sangat pesat. tahun 1997.
Sejak ditemukannya endoskop serat optik, diproduksi Sesudah i t u pemeriksaan enteroskopi (push
juga enteroskop serat optik yang panjang yang dapat enterosc.3~~)untuk pemeriksaan usus halus secara lengkap
memeriksa kelainan-kelainan di usus halus. Beberapa mulai dilakukan dan dikembangkan Bambang Handana
senter di Jepang mengawali pemeriksaan push enteroscopy dkk di Jakarta.
menggunakan enteroskop tersebut untuk memeriksa usus Endoskopi kapsul mulai diperkenalkan dan dilakukan
halus, yang lalu diikuti oleh beberapa negara maju lainnya. di Jakarta lndonesia sejak tahun 2004, yang digunakan
Setelah era video endoskopi, enteroskopi diproduksi untuk memeriksa kelainan-kelainan di usus halus.
sesuai sistem video endoskopi. Akhir-akhir ini di Jepang
dibuat lagi enteroskop memakai balon yang disebut
double balloon enteroscope untuk memeriksa kelainan JENlS PEMERIKSAAN ENDOSKOPI SALURAN
usus halus. CERNA BAGIAN ATAS
Sejak tahun 2000 ditemukan dan dikembangkan
pemeriksaan endoskopi kapsul tanpa selang dan tanpa Diagnostik
kabel, menggunakan kapsul endoskop yang digunakan Esofagogastrosduodenoskopi dan biopsi.
untuk memeriksa kelainan usus halus. Jej~noskopidan biopsi
Enteroskopi dan biopsi
Sejarah di Dalam Negeri Encoskopi kapsul
Perkembangan endoskop di lndonesia hampir mirip
dengan perkembangan di luar negeri, yaitu juga diawali Terapeutik
dengan endoskop kaku. skleroterapi dan ligasi-varisesesofagus
Endoskop kaku yang pernah dipakai y a i t u skleroterapi histroakril varises lambung
rektosigmoidoskop yang semula banyak dipakai di bidang hemostatik endoskopik perdarahan non varises:
bedah. Pang pada tahun 1958 memelopori penggunaan adrenalin + etoksisklerol, berryplast, koagulasi elektrik,
laparaskop kaku di Indonesia. Endoskop setengah lentur bip3larprobe, endosclips dan lain-lain.
pertama kali pada tahun 1967 digunakan di lndonesia oleh polipektomi polip esofagus-gaster-duodenum
Simadibrata. Selanjutnya dilaporkan hasil pemeriksaan endoscopic mucosal resection (EMR)
gastroskop lentur (Olympus GTFA) oleh Supandiman d terapi laser untuk tumor, perdarahan dan lain-lain.
Bandung (tahun 1971). Sejak itu makin banyak laporan dilatasi esofagus: dengan busi Hurst atau Savary-
hasil pemakaian endoskop lentur di Indonesia, apalagi Guillard
setelah didirikan Perhimpunan Endoskopi Gastrointestinal pemasangan stent esofagus
lndonesia (PEGI) pada tahun 1974 yang diketuai oleh pemasangan percutaneus endoscopic gastrostomy
Pang. (PEG)
Kolonoskopi lentur digunakan pertama kali sejak pemasangan selang makanan/NGT-flocare per-
Oktober 1973 oleh Hilmy dkk. Tindakan polipektomi endoskopik
endoskopk juga dilaporkan Hilmy dkk tahun 1978.
Skleroterapi endoskopik juga sudah dikembangkan di
lndonesia dilaporkan pertama kali oleh Hilmy dkk (1984). JENlS PEMERIKSAAN ENDOSKOPI SALURAN
Pemasangan prostesis esofagus pertama kali dilaporkan CERNA BAGIAN BAWAH
Simadibrata R. Tindakan dilatasi esofagus dengan Savary
dilaporkan oleh Rani AA dan Chudahman Manan dkk. Diagnostik
Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography (ERCP) En-eroskopi dan biopsi
ENDOSKOPI

Kapsul endoskopi Pasien dengan gejala rnenetap (disfagia, nyeri


Ileo-kolonoskopi & biopsi epigastrium, rnuntah-rnuntah)yang pada perneriksaan
Rektosigrnoidoskopi & biopsi radiologis tidak didapatkan kelainan.
Anoskopi Bila perneriksaanradiologis rnencurigai suatu kelainan
rnisalnya tukak, keganasan atau obstruksi pada
Terapeutik esofagus; indikasi endoskopi untuk mernastikan
skleroterapi dan ligasi hemoroid lebih lanjut lesi tersebut dan rnernbuat perneriksaan
hemostatik endoskopik perdarahan non varises: fotografi, biopsi, atau sitologi.
adrenalin + aethoxyscerol, berryplast, electric Perdarahan akut saluran cerna bagian atas rnernerlukan
coagulation, bipolar probe, endosclips dll. perneriksaan endoskopi secepatnya dalarn waktu 24
polipektomi polip kolon jam untuk rnendapatkan diagnosis surnber perdarahan
endoscopic mucosal resection (EMR) yang paling tepat.
terapi laser untuk tumor, perdarahan dll. Perneriksaan endoskopi yang berulang-ulang
dilatasi striktur/ stenosis kolon diperlukanjuga untuk rnernantau penyernbuhantukak
pemasangan stent kolon yang jinak dan pada pasien-pasien dengan tukak yang
dicurigai kernungkinan adanya keganasan(deteksi dini
karsinorna larnbung)
ENDOSCOPIC RETROGRADE CHOLANGIO Pada pasien pascagastrektorni dengan gejala/keluhan
PANCREATOGRAPHY (ERCP) saluran cerna bagian atas diperlukan perneriksaan
endoskopi karena interpretasi radiologis biasanya
Diagnostik sulit; iregularitas dari larnbung dapat dievaluasi paling
Melihat duktus bilier, sistikus, kandung empedu dan baik dengan visualisasi langsung melalui endoskopi.
duktus pankreatikus Pasien sindrorn dispepsia dengan usia lebih dari 45
tahun atau di bawah 45 tahun dengan "tanda bahaya",
Terapeutik pernakaian obat anti-inflarnasi non-steroid (OAINS)
pernasangan stent bilier dan stent pankreas dan riwayat kanker pada keluarga. Yang dirnaksud
dengan tanda bahaya yaitu rnuntah-rnuntah hebat,
sfingterotomi atau papilotorni endoskopik
demarn, hernaternesis, anemia, ikterus dan penurunan
ekstraksi batu atau cacing dari saluran empedu.
berat badan.
pemasangan nasal biliary drainage (NBD)
Prosedur terapeutik seperti polipektorni, pernasangan
selang rnakanan (nasogastric tube), dilatasi pada
stenosis esofagus atau akalasia, dan sebagainya.
Kontraindikasi perneriksaan endoskopi SCBA:
Diagnostik 1. Kontraindikasi absolut :
- pasien tidak kooperatif atau rnenolak prosedur
melihat kelainan peritoneum dan hati
perneriksaan tersebut setelah indikasinya
Terapeutik dijelaskan secara penuh.
- Renjatan berat karena perdarahan dan sebab
untuk mengambil batu kandung ernpedu dan
kolesisektomi dikembangkan tindakan laparaskopik lain.
- Oklusi koroner akut
kolesisektomi yang mernakai peralatanperitoneoskopi
tersebut.
- Gagal jantung berat
- Korna
- Emfiserna dan penyakit paru obstruktif berat
Pada keadaan-keadaan tersebut, perneriksaan
INDlKASl DAN KONTRAlNDlKASl ENDOSKOPI
endoskopi harus ditunda dulu sarnpai keadaan
SALURAN CERNA
penyakitnya rnernbaik.
lndikasi pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian Kontraindikasi relatif :
atas (SCBA): - Luka korosif akut pada esofagus, aneurisrna aorta,
aritrnia jantung berat.
Untuk melihat langsung abnormalitas yang didapatkan
- Kifoskoliosis berat, divertikulurn Zenker, osteofit
pada pemeriksaan radiologis yang rneragukan atau
bear pada tulang servikal, strurna besar. Pada
tidak jelas, atau untuk menentukan dengan lebih
keadaan tersebut, perneriksaan endoskopi harus
pasti/ tepat kelainan radiologis yang didapatkan pada
dilakukan dengan hati-hati dan "halus".
esofagus, lambung atau duodenum
PEMERIKSAAN ENDOSKOPI SALURAN CERNA

Pasien gagal jantung Kehamilan trisemester pertama, penyakit peradangan


Penyakit infeksi akut (misal pneumonia, peritonitis, panggul.
kolesistitis). Penyakit anal atau perianal akut.
Pasien anemia berat misal karena perdarahan, Dugaan perforasi kolon atau belum lama menjalani
harus diberi transfusi darah terlebih dulu sampai operasi kolon.
Hb sedikitnya 10 gldl. * Aneurisma aorta abdominal atau aneurisma iliakal.
Toksemia pada kehamilan terutama bila disertai - Nyeri perut, demam, distensi perut dan adanya
hipertensi berat atau kejang-kejang. penurunan tekanan darah sewaktu pembersihan
Pasien pascabedah abdomen yang baru. kolon.
Gangguan kesadaran.
Tumor mediastinum.
lndikasi pemeriksaan ERCP : .
lkterus dengan penyebab tidak jelas.
lndikasi pemeriksaan endoskopi kapsul: Batu saluran empedu.
Perdarahan saluran cerna atas dan bawah yang Keganasan pada sistem hepatobilier dan pankreas.
disebabkan kelainan usus halus Pankreatitis kronik.
- Diare kronik yang disebabkan kelainan usus halus Tumor pankreas, termasuk kista.
Diabetes mellitus, dengan nyeri perut atau berat
Kontra indikasi pemeriksaan endoskopi kapsul:
badan menurun, untuk menyingkirkan pankreatitis
Obstruksi saluran cerna
atau karsinoma.
Stenosisl striktur saluran cerna
Divertikel duodenum sekitar papil.
lndikasi pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian Metastasis tumor ke sistem bilier atau pankreas.
bawah (SCBB): Nyeri perut bagian atas, tanpa kelainan pada pankreas,
Mengevaluasi kelainan yang didapat pada hasil lambung, duodenum dan hati.
pemeriksaan enema barium misal striktur, gangguan Gallstone pankreatitis.
pengisian (filling defect) menetap.
Kontraindikasi pemeriksaan ERCP :
Perdarahan rektum yang tidak dapat diterangkan
Sesuai dengan kontraindikasi pemeriksaan endoskopi
penyebabnya. Selain itu bila darah samar positif atau
SCBA.
perdarahan nyata, indikasi mutlak kolonoskopi.
Keadaan umum lemah atau buruk.
Penyakit radang usus besar (Crohn, kolitis ulserosa,
Alergi kontras yodium.
kolitis mikroskopik)
Keganasan dan polip dalam kolon (ditegakkan dengan lndikasi pemeriksaan laparaskopil peritoneoskopi:
biopsi histopatologi) Memeriksa hati dan melakukan biopsi terpimpin pada
Evaluasi diagnosis keganasan rcktum atau kolon yang penyakit yang diduga setempat atau difus, termasuk
ditegakkan sebelumnya. evaluasi filling defect pada pemeriksaan pencitraan
Kolonoskopi pascabedah; evaluasi anastomosis. hati dan limpa.
Surveilens, pada kelompok resiko tinggi (misal Memeriksa kandung empedu untuk kemungkinan
pada kolitis ulseratif) dan pemantauan sesudah penyakit atau pembesaran yang disebabkan oleh
pembuangan polip atau kanker. penyumbatan pada duktus koledokus.
Prosedur terapeutik seperti polipektomi, pengambilan Menetapkan etiologi tumor abdomen.
benda asing, dan lain-lain Menilai kemungkinan operasi pasien tumor ganas dan
Penelitian evaluasi penyakit kolon pada pasien dengan menentukan adanya metastasis.
anemia yang tidak dapat diterangkan penyebabnya, Menetapkan etiologi asites, terutama yang resisten
penurunan berat badan, adenokarsinoma metastatik terhadap pengobatan.
dengan lesi primer yang kecil. Evaluasi nyeri abdomen yang gambaran klinisnya tidak
Kontraindikasi pemeriksaan endoskopi SCBB: jelas, termasuk nyeri daerah pelvis yang mungkin
disebabkan radang. Atau penyakit lain atau adhesi
Setiap proses peradangan akut dan berat seperti
kolitis ulseratif, penyakit Crohn atau kolitis iskemik, dengan peritoneum atau organ lain.
Evaluasi organ dalam pelvis.
kolitis radiasi. Pada keadaan akut dan berat dapat
timbul perforasi. Menentukan stadium penyakit Hodgkin dan limfoma
lain.
Divertikulitis akut dengan gejala-gejala sistemik. Nyeri
hebat pada abdomen, peritonitis (bahaya perforasi). Kontraindikasi pemeriksaan peritoneoskopi:
lnfark jantung baru dan gangguan kardiopulmoner Kelainan pembekuan darah
berat. Pasien tidak kooperatif
ENDOSKOPI

Penyakit kardiopulrnoner berat HASlL PEMERIKSAAN ENDOSKOPI SALURAN


Asites yang amat besar CERNA Dl RSUPN-CIPTO MANGUNKUSUMO
Hernia diafragrnatika atau dinding abdomen
Obstruksi usus Dari kasus-kasus dispepsia yang dilakukan pemeriksaan
Keadaan obesitas berat endoskopi SCBA didapatkan kelainan yang sering yaitu
Perneriksa yang belurn rnerniliki pengalarnan gastritis diikuti gastritis erosif, duodenitis. Dari kasus-
kasus perdarahan SCBA yang dilakukan perneriksaan EGD
Penyulit Komplikasi didapatkan penyebab yang sering yaitu pecah varises
esofagus diikuti kornbinasi kelainan SCBA, gastritis erosif,
1. Perneriksaan endoskopi SCBA : gastropati hipertensi portal.
- Reaksi terhadap obat-obatan: korna karena Kelainan yang sering diternukan pada perneriksaan
diazepam, gangguan pernapasan. kolonoskopi yaitu hernoroid diikuti, polip, kolorektal, kolitis
- Pneumonia aspirasi infektif, kanker kolorektal.
- Perforasi Hasil perneriksaan endoskopi tersebut dapat dilihat
- Perdarahan pada tabel 1, 2, dan 3.
- Gangguan kardiopulrnoner
- Penularan infeksi Tabel 1. Jenis dan Prevalensi Penyakit Saluran Cerna
- Instrumental impaction. Bagian Atas (SCBA) Kasus Dispepsia pada Tahun 1994
Divisi Gastroenterologi Bagian llmv Penyakit Dalam
2. Perneriksaan endoskopi SCBB: FKUI/RSUPNCM
- Gangguan kardiovaskuler dan pernapasan
Jenis Penyakit
- Perforasi kolon
Normal
- Perdarahan
Gastritis ,

- Reaksi vasovagal Gastritis erosive


- Distensi pascakolonoskopi Duodenitis
- Flebitis Esofagitis
- lnfeksi Gastritis refluks empedu
- Volvulus Tukak duodenum
- Efek samping biopsi : perforasi, perdarahan, Tukak lambung
Gastropati hipertensi portal
infeksi dll.
Tumor gaster
3. Perneriksaan ERCP : Sliding hernia
- perdarahan Kandidiasis esofagus
- perforasi Tumor esofagus
Atrofi gaster
- pembentukan kista submukosa duodenum Dikutip dari Daldiyono H
- infeksi : kolangitis supuratif akut, kista pankreas
terinfeksi, sepsis, pankreatitis akut. Tabel 2. Jenis dan Prevalensi Penyebab Perdarahan
- Sepsis dan kernatian. dengan Endoskopi SCBA Divisi Gastroenterologi Tahun
1996-1998
4. Laparaskopi/peritoneoskopi :
- Yang berhubungan dengan pneumoperitoneum Jenis Penyakit Persentase (%)
(ernfisema subkutan-rnediastinum, perdarahan Pecah varises esofagus 27,2
Kombinasi kelainan-kelainan 22,l
ternpat sayatan, pneumotoraks, renjatan, henti
Gastritis erosif 19,O
jantung, tertusuknya organ dalam abdomen, 11,7
Gastropati hipertensi portal
emboli udara, nyeri abdomen dan bahu, hernia Ulkus duodenum 5,7
diafragmatika atau dinding abdomen). Ulkus gaster 5,5
- Yang berhubungan dengan laparaskopi (nyeri Pecah varises lambung 1 ,a
waktu rnenggerakkan trokar, nyeri waktu skup Karsinoma duodenum 1,1
rnengenai peritoneum parietal, perdarahan organ Karsinoma gaster 0,9
atau tumor yang terkena skup, perforasi usus, Esofagitis erosive 0,7
Ulkus esofagus 0,4
emboli udara, rnerembesnya cairan asites dari
Duodenitis erosif 02
sayatan dinding abdomen).
Polip gaster 02
- Yang berhubungan dengan tindakan biopsi Angiodisplasia/hemangioma 02
(perdarahan, nyeri, peritonitis empedu). Tak ditemukan kelainan 3.3
Dikutip dari Sirnadibrata M, Rani AA
PEMERIKSAAN ENDOSKOPI SALURAN CERNA 379
,"

hepatologi. Perhimpunan endoskopi gastrointestinal


Tabel 3. Jenis dan Prevalensi Penyakit Saluran Cerna Indonesia. Jakarta. Balai Penerbit FKUI. 1987.p. 243-55.
Bagian Bawah (SCBB) Hasil Kolonoskopi Tahun 1996 Nurman A. Persiapan dan perawatan pasien sebelum dan
sesudah endoskopi. Dalam: Hadi S, Thahir G, Daldiyono,
Jenis penyakit Penentase(%) Rani A, Akbar N eds. Endoskopi dalam bidang gastroentero-
Normal 12,70 hepatologi. Perhimpunan endoskopi gastrointestinal
Hemoroid 25,75 Indoxesia. Jakarta. Balai Penerbit FKUI. 1987.p. 29-45.
Polip kolorektal 11,70 Rani AA, Manan C, Djojoningrat D, Simadibrata M. Sindrom
Kolitis infektif 10,70 dispepsia- Diagnosis dan penatalaksanaan dalam praktek
sehari-hari(buku panduan diskusi). Pusat Informasi dan
Kanker kolorektal 9,03
Penerbitan Bagan Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSUPNCM.
Kolitis ulseratif 6,02 Apri; 1999.
Kolitis nonspesifik 5,68 Rzni AA. Kolangio-pankreatografi retrograd endoskopik
Divertikel kolon 4,68 (KPFE=ERCP).Dalam Hadi S, Thahir G, Daldiyono, Rani
Trikuriasis 3,67 A, Akbar N eds. Endoskopi dalam bidang gastroentero-
Ileitis infektif 2,67 hepatologi. Perhimpuan Endoskopi Gastrointestinal
Tuberculosis kolon 2 Indonesia. Jakarta. Balai Penerbit FKUI 1987.p. 169-77
Restogi A, Schoen RE, Slivka A. Diagnostik yield and clinical
Kolitis iskemik 1,67
outcomes of capsul endoscopy (Abstract).Gastrointes Endosc
Penyakit Crohn 1,33 2004: 60(6). http://www2.us.elsevierhealth.com/scripts/
Kolitis amebic 1,33 om.dll/ serve?action=searchDB&searchDB for: 1-2.
Kolitis radiasi 1 Sears DM, Avots-Avotins A, Culp K, Gavin MW. Frequency and
Dlkut~pd a r ~Dald~yono Clinical outcomeof capsuleretentionduringcapsule endoscopy
for GI bleeding of obscure origin(Abstract). Gastrointes
Endosc 2004; 60(5). http://www2.us.elsevierhealth.com/
scri~ts/om.dll/serve?action=searchDB&serachDB for: 1-2
KESIMPULAN SirnadibrataM, Rani AA. Upper gastrointestinalbleeding.Abstracts
for t3e 11"'Asian Pacific Congress of Gastroenterology and
the 8th Asian Pacific Congress of Digestive Endoscopy.
Pemeriksaan e n d o s k o p i m e r u p a k a n pemeriksaan Hongkong-China. March 10-14,2000.p. BM(A212).
penunjang yang penting dalam menegakkan diagnosis
penyakit gastrointestinal, bilier dan hati. Pemeriksaan
endoskopi harus selalu dipandang sebagai cabang ilmu
kedokteran yang akan berkembang terus.

REFERENSI

Adler DG, Knipschield M, Gostout C. A Prospective comparison


of capsule endoscopy and push enteroscopy in patients with
GI bleeding of obscure origin(Abstract). Gastrointes Endosc
2004; 59(4). http://www2.us.elsevierhealth.com/scripts/
om.dll/serve?action=searchDB& searchDB for: 1-2.
Chong AKH, Taylor A, Miller A, Hennessy 0,Connell W, Desmond
P. Capsule endoscopy vs push enteroscopy and enteroclysisin
suspected small-bowel Crohn's disease(Abstract).Gastrointes
Endosc 2005; 61(2). http://www3.us.elsevierhealth.com/
scripts/om.dll/serve?action= searchDB&searchDB for: 1-2.
Daldiyono H. Aplikasi dan teknologi endoskopi dalam bidang
gastroenterologi ilmu penyakit dalam. Pidato pada upacara
pengukuhan sebagai guru besar tetap dalam ilmu penyakit
dalam pada fakultas kedokteran universitas Indonesia.
Jakarta. 20 September 1997.
Geng F, Swain P, Mills T. Wireless endoscopy. Gastrointest Endosc
2000; 51: 725-9.
Hadi S. Sejarah perkembangan endoskopi d i luar negeri dan
di Indonesia. Dalam: Hadi S, Thahir G, Daldiyono, Rani
A, Akbara N eds. Endoskopi dalam bidan gastroentero-
hepatoogi. Perhimpunan Endoskopi Gastrointestinal
1ndonesia.Jakarta. Balai Penerbit FKUI. 1987.p. 1-7.
Iddan G, Meron G, glukhovsky A et.al. Wireless capsule
endoscopy. Nature 2000; 25: 405-17.
Kasugai T. Endoscopic diagnosis in gastroenterology. 1%' edition.
Tokyo-NewYork. Igaku Shoin . 1982.p.1-2.
Noer HMS. Laparoskopi. Dalam: Hadi A, Thahir G, Daldiyono,
Rani A, Akbar N eds. Endoskopi dalam bidang gastroentero-
EKOKARDIOGRAFI TRANS ESOFAGEAL (ETE)
Lukman H. Makmun

PENDAHULUAN TEKNIK PEMERIKSAAN

Pemeriksaan Ekokardiografi Trans Esofageal (E-E) Persiapan Alat


merupakan pemeriksaan lanjutan Ekokardiografi Trans Alat transduser Trans Esofageal (probe) sebelumnya
Torakal (ETT). Letak perbedaan antara kedua cara dibersihkan lebih dahulu dengan air kemudian disterilkan
pemeriksaan ini adalah pada FrE transduser diletakkan dalam cairan kirnia (rnisal:Cidex) selarna 20 rnenit.
di belakang organ jantung dengan cara memasukkannya Seterusnya dibilas dengan air (biasanya dengan cairan
melalui esofagus seperti melakukan pem2riksaan infus dekstrosa) dan dikeringkan.
esofagogastroduodenoskopi. Hasil yang didapat ada ah Disiapkan Jelly xylocain dan dengan kain kasa
gambaran (imaging) struktur jantung yang I ~ b i h jelas dioleskan pada probe mulai dari ujung sarnpai sepanjang
dibandingkan dengan hasil ekokardiografi trars torakal 30-40 cm. Atau kalau rnernungkinkan dibuatkan sarung
dengan transduser berukuran 5 MHz. karet (seperti kondom panjang) untuk menyarungi probe;
Transduser terletak pada ujung pipa fiber yang dapat jelly dirnasukkan ke dalarn ujung sarung karet supaya
diputar-putar dengan rnodus biplane atau mdtiplave. terdapat kontak yang baik antara transduser dengan
Biplane berarti transduser hanya dapat digerakkan untuk sarung karet dan pada bagian luar sarung karet diolesi
mendapatkan horizontal dan vertikal view saja yang juga jelly tadi untuk memudahkan masuknya probe ke
berbeda 90". Sedangkan pada multiplane dapat digerakkan dalarn esofagus.
secara bebas dalarn perubahan setiap derajat sehingga Elektroda EKG dipasang untuk rnelihat EKG di monitor
didapat gambaran yang diinginkan oleh pemeriksa artinya rnesin eko. Probe dihubungkan dengan rnesin eko dan di
dapat rnelihat view semua arah. set untuk perneriksaan ETE.
Dengan ETE ini sesuai dengan standar pemeriksaan
ekokardiografi, dapat dilakukan Eko colordan Dopler u n ~ u k Persiapan Pasien:
melihat dan mengukur flow. Dilakukan pemeriksaan HBsAg bila alat TEE hanya
ada satu, karena takut bahaya
. penularan.
. Kalau
rnernungkinkan untuk pasien HBsAg digunakan
sarung karet untuk probe.
Pasien dipuasakan terlebih dahulu selama 6 jam
supaya tidak rnuntah.

Cara Kerja
Pasien dibaringkan dengan posisi miring ke kiri, bagian
atas badan agak tinggi, tanpa bantal dan leher diganjal
dengan pengganjal. Gigi palsu dilepas dahulu. Faring
disemprot denganxylocain spray beberapa kali. Bila pasien
agak takut dapat disuntikkan rnidazolarn (DormicumR)
0.07 - 0.1 mg/kgBB iv. Hati-hati pada pasien usia lanjut
Garnbar 1 Garnbar alat probe transduser karena dapat terjadi depresi napas.
EKOKARDIOGRAFITRANSESOFAGUS

Pasien dirninta rnenggigit Mouth piece disuruh gigit. Foramen ovale persistent
Badan pasien bagian distal agak rnelengkung ke dalarn Mitrul valve prolaps (MVP)
dan kepala agak menekuk sehingga dapat melihat kakinya Garr baran vegetasi pada katup.
sendiri. Fungsi protese katup
Probe diatur sehingga ujungnya agak fleksi (rnelekuk Kelainan katup rnitral, aorta, trikuspid
ke dalarn) sesuai dengan bentuk faring dan ditahan. Penonjolan foramen ovale pada strok non hemoragik
Gerakan menyarnping probe supaya dikunci. Keleinan pada aorta torakalis, rnisal plak atau
Probe dirnasukkan secara perlahan ke dalarn aneurisrna.
mulut, lidah pasien di dalam dan kalau perlu ditekan.
Pada pasien obesitas, emfiserna paru dan deformitas
Sesarnpainya probe di faring, kondisi fleksi probe yang
dada kadang-kadang sulit untuk rnendapatkan gambaran
tadi ditahan dengan tangan supaya dilepaskan sehingga
struktur jantung dengan TTE biasa, karena itu diperlukan
probe tadi bebas dan rnenyesuaikan diri dengan bentuk
pemqriksaan dengan ETE i n i untuk rnendapatkan
keadaan esofagus. Pasien disuruh rnengarnbil napas
garnbaran yang lebih jelas.
dalarn supaya tenang dan disuruh rnenelan. Sarnbil pasien
rnenelan, probe didorongkan perlahan dengan lembut
Kontraindikasi:
ke dalarn. Bila ada tahanan jangan dipaksakan, tetapi
Kontraindikasi perneriksaan ETE ini adalah sebagai
cabut sedikit, kernudian arah disesuaikan lagi. Biasanya
berikut:
kalau sudah rnelewati laring, probe dengan rnudah dapat
kelainan esofagus
didorongkan ke distal esofagus. Kernudian dilihat rnelalui
aritrnia berat
monitor posisi transduser.
trombo tes yang sangat rendah, takut bahaya
Biasanya setelah rnelewati 30 cm, transduser sudah
perdarahan
berada di belakang jantung. Bila lebih dalarn lagi akan
hipertensi rnaligna.
rnasuk ke dalam larnbung dan akan terlihat ventrikel kanan
dan kiri. Kernudian probe ditarik lagi sarnpai terlihat sernua
ruang jantung.
Dengan rnernanipulasi tornbol pengarah, perneriksa
dapat rnengarnati bagian-bagian struktur jantung
terrnasuk LAA (Left Atrial Appendage).
Setelah selesai perneriksaan, probe ditarik pelan-pelan
sarnbil rnelihat kernbali struktur aorta. Kernudian pasien
dipuasakan tidak rnakan dan rninurn selama 3 jam, karena
efek xylocain spray tadi.

Gambar 3. Gambaran ETE dengan struktur jantung yang


normal, di mana dimensi ruang-ruang jantungnya normal.

Gambar 2. Cara memasukkan alat probe

Indikasi:
lndikasi perneriksaan ETE ini adalah untuk melihat struktur
jantung dengan lebih jelas, yaitu:
dugaan trornbus di LAA rnisal pada kasus strok non
hernoragik Gambar 4. Gambaran trombus di LAA, di mana di lokasi
ini tidak bisa di deteksi dengan pemeriksaan TTE biasa.
dugaan trornbus di ventrikel. Keadaan patologis ini merupakan penyebab utama strok non
ASD dan VSD dengan rnelihat aliran shunt. hemoragik.
Cambar 5. Gambaranseptum inter atrial, tampakintakdengan vegetasi pada daun k a t u ~t r i k u s ~ i ddan
septum ventrikel.
tidak ada defek.

Perlu diperhatikan kemungkinan terjadinya refleks


vagal, sehingga perlu disiapkan juga sulfas atropin
ampul.
Pemeriksaan ETE ini kurang nyaman bagi pasien
karena harus menelan probe, meskipun sudah diberikan
anestesi lokal.

REFERENSI

Hatle L, Angelsen B.Doppler Ultrasound in Cardiology.


Philadelphia : Lea & Fabiger. 2nd ed.1985.
Oka Y., Konstadt SN.Clinica1 Transesophageal Ekokardiografi
cardio graphy. Philadelphia Lippincott-Raven. 1996.
S i g l o w V.,Schofer J, M a t h e y D. T r a n s o e s o p h a g e a l e
Ekocardiographie. Thieme Verlag Stuttgart.1993.

Garnbar 6. VSD. Tampak celah pada septum ventrikl. Kondisi


seperti ini saat ini dapat dilakukan penutupan dengan teknik
kateterisasi.

Garnbar 7. MVP (Mitral valve prolaps) Di sini terlit-at dengan


jelas katup mitral tidak menutup dengan rapat.
BRONKOSKOPI
Bambang Sigit Riyanto, 4ka Trisnawati M

PENDAHULUAN INDIKASI DAN KONTRA-INDIKASIBRONKOSKOPI


(DIAGNOSTIK DAN TERAPEUTIK)1,2*3
Sejarah Bronkoskopi
Bronkoskopi pertama kali dilakukan pada tahun 1867 lndikasi bronkoskopi diagnostik adalah sebagai
oleh seorang dokter berkebangsaan Jerman, Gustav berikut1v4:
Killian. Jenis b r o n k o s k o p i yang dilakukan oleh 1. Riwayat penyakit pasien. Gejala-gejala penyakit
d r Killian pada saat i t u adalah t i p e bronkoskopi yang dialami pasien dengan riwayat penyakit pasien
rigid/ kaku. Bronkoskopi serat optik fleksibel pertama sangatlah penting. Seorang dokter harus siap
kali dilakukan oleh Profesor lkeda pada t a h u n untuk memutuskan melakukan bronkoskopi hanya
1960. Selama beberapa tahun setelahnya, berbagai berdasarkan riwayat anamnesis pasien saja.
teknologi baru telah dikembangkan dan diperkenalkan, 2. Hemoptisis yang sering atau berulang-ulang (namun
seperti kamera video berwarna oleh lkeda dan Ono sedikit) dengan atau tanpa tanda-tanda fisik atau
pada tahun 1971, bronchoalveolar lavage (BAL) oleh penemuan radiologis yang abnormal.
Reynolds pada tahun 1974, endoskopi video oleh Ikeda 3. Batuk yang baru dialami, tidak dapat dijelaskan
pada tahun 1987, stent oleh Dumon pada tahun 1989 peiyebabnya dan persisten, dengan atau tanpa
dan Endobronchial Ultrasound (EBUS) oleh Becker pada dahak. Yang jarang dikenali, namun penting, adalah
tahun 1999.' perubahan dalam kebiasaan batuk yang sering tidak
terlewatkan pada bronkitis kronis, dengan riwayat
Definisi Bronkoskopi pasien sudah lama mengalami batuk dan berdahak.
Bronkoskopi adalah teknik visualisasi untuk melihat Karsinoma bronkial sering ditemukan dalam bentuk
bagian dalam saluran napas untuk tujuan diagnostik semacam ini.
dan terapeutik. Sebuah alat (bronkoskop) dimasukkan 4. Bersin yang onsetnya baru saja terjadi dan terus-menerus,
ke dalam saluran napas, biasanya melalui hidung atau secara khusus, yaitu adanya mengi unilateral yang tidak
mulut, atau kadang-kadang melalui trakeostomi. Hal ini hilang dengan batuk atau, jika hilang, selalu muncul
memungkinkan praktisi medis untuk memeriksa dan atau kembali di tempat yang sama.
melakukan terapi untuk berbagai kelainan pada saluran 5. Dispneu
napas pasien seperti masuknya benda asing, perdarahan, 6. Aspirasi. Kemungkinan terjadinya aspirasi benda asing,
tumor, atau peradangan. Spesimen dapat diamb~ldari muntahan atau darah, terutama pada anak, tidak boleh
dalam paru-paru. Konstruksi bronkoskop beragam dilupakan saat melakukan anamnesis.
dari tabung logam yang kaku hingga jenis perangkat 7. Adanya perubahan radiologis.
pencahayaan melekat pada instrumen fleksibel serat optik - Pneumonia persisten atau berulang
dengan peralatan video untuk melihat langsung ke dalam - Kolaps pulmoner
saluran napas pada saat yang sama (real time). Area kerja - Pembesaran bayangan hilus yang khas
seorang bronkoskopis meliputi daerah saluran pernapasan - Lebih banyak bayangan periferal, terutama jika
di bawah pita suara.'c2 terus-menerus, dan mengalami pembesaran.
- Banyak informasi tentang segmen atau wonkus 3. Toilet pulmoner
yang terlibat dapat diperoleh tanpa pemandangen Membersihkan saluran bronkial dari sekresi yang
langsung tumor itu sendiri. disebut dengan toileting, merupakan aplikasi yang
8. Bermacam-macam indikasi lainnya paling sering dari bronkoskopi terapeutik. Bronkoskop
- Efusi pleura (untuk mengetahui penyeb~bnya) yang digunakan adalah yang memiliki pengisap
- Pleuritik nyeri tanpa efusi berukuran besar, dan biasanya ha1 ini diperlukan di
- Bonkiektasis Unit Perawatan lntensif (Intensive Care Unit/ ICU).
- Trauma dada berat 4. Bronchoalveolar lavage (BAL)
- Menemukan sel ganas pada dahak, bahkan Lavage seluruh paru pada pasien yang menderita
dalam ketiadaan gejala, tanda-tanda fisik atau PulmonaryAlveolar Proteinosis (PAP) memiliki peranan
perubahan radiologis. diagnostik maupun terapeutik.
9. lndikasi ekstra toraks. 5. Kolaps lobus
Jika terdapat manifestasi ekstra toraks yang tidakjelas 6. lntubasi
penyebabnya, bronkoskopi harus dilakukan. Indikasi- 7. Pemeliharaanjalan napas
indikasi tersebut diantaranya : 8. Tatalaksana jaringan endobronkial yang jinak maupun
- Limfadenopati pada leher atau ketiak ganas
- Eritema nodosum yang tidak dapat dijelaskan - Kauter elektrik (electrocautery) dan koagulasi
- Obstruksi vena kava superior plasma argon
- Osteoartropati paru hipertrofik dan/ atau jari-jari Kauter elektrik dapat digunakan melalui saluran
tabu h bronkoskop dalam mode kontak maupun
- Berbagai neuromiopati non-kontak. Tindakan ini memiliki kelebihan
- Ganggguan endokrin dibandingkan laser karena waktu yang diperlukan
- Ginekomastia untuk melakukan prosedur ini lebih singkat dan
- Perubahan suara karena keterlibatan nervus biayanya lebih murah. lndikasi untuk kauter
laringeus kiri berulang akibat adanya penyakit elektrik meliputi terapi lesi jinak dan ganas,
intratorakal. debulking tumor dan pengambilan jaringan
10. Trauma inhalasi granulasi, tatalaksana hemoptisis, kontrol
hemostatik segera, dan koagulasi.
Beberapa indikasi bronkoskopi t e r a p e ~ t i k : l . ~ . ~ , l ~ - Fotoreseksi dengan laser
1. Aspirasi dan pengambilan benda asing Teknik fotoreseksi dengan laser digunakan
Bronkoskopi memainkan peranan yang sangat pada lesi-lesi endobronkial obstruktif yang
penting dalam' pengambilan benda asing. Fiasanya, memungkinkan patensi jalan napas dan
bronkoskopi rigid menjadi instrumen pilihan untuk selanjutnya memungkinkan ventilasi terjadi pada
pengambilan benda asing, namun kini penggunaan paru bagian distal serta untuk drainase pada
bronkoskopi serat optik fleksibel juga meningkat. pneumonia pasca-obstruksi. Lesi lainnya yang
Bronksokopi fleksibel memungkinkan akses yang lebih ditatalaksana dengan fotoreseksi laser meliputi
besar ke perifer dan dapat digunakan dengan mudah granuloma trakeal, stenosis trakeal, amiloidosis
pada pasien dengan ventilator mekanik dan mereka endobronkial dan tracheopathia osteoplastica.
yang lehernya tidak stabil. Berbagai instrumen yang - Terapi fotodinamik
digunakan untuk mengambil benda asing meliputi Photosensitizers digunakan untuk menimbulkan
snares (semacam jerat operatif), katete- balon, nekrosis jaringan. lndikasi untuk tatalaksana ini
keranjang pengambilan, dan forsep penggeqggam. meliputi tatalaksana kanker paru tahap awal atau
2. Kontrol perdarahan paliatif dari karsinoma bronkogenik yang tidak
Bronkoskopi berguna baik untuk diagnosis maupun dapat dioperasi yang menyebabkan obstruksi
tatalaksana gawat darurat pada hemoptisis. Diperlukan trakeobronkial.
suatu instrumen dengan suatu saluran yang lebih besar, - Cryotherapy Brachytherapy
penggunaan bronkoskopi rigid lebih direkomendasiksn. Cryotherapy merupakan salah satu modalitasyang
Beberapa perasat seperti penggunaan larutan salin es digunakan untuk tatalaksana lesi-lesi maligna
dan epinefrin, dapat dicoba. Kateter untuk tanponade di endobronkial. Prinsip tatalaksana ini yaitu
pada tempat perdarahan, termasuk kateter balon menciptakan pendinginan secepat mungkin pada
Fogarty dapat dicoba. Visualisasi sumber perdarahan jaringan target untuk memprovokasi terjadinya
dan penggunaan fotokoagulasi laser juga dapat pembekuan intraselular. Agen pembekuan yang
diusahakan. digunakan adalah nitrogen cair, nitrous oksida
dan karbondioksida. 3. S t a t ~ skardiovaskuler yang tidak stabil
9. Penempatan katup endobronkial 4. Asrra berat akut
Reduksi volume paru dengan bronkoskopi 5. Hipoksemia berat
menggunakan katup endobronkial untuk pasien- 6. Bronkoskopis atau tim bronkoskopisyang tidak cukup
pasien dengan paru yang mengalami hiperinflasi terlatih
pada emfisema heterogeniktelah dicoba. Penggunaan 7. lnstrumen yang tidak memadai untuk melakukan
katup endobronkial untuk tatalaksana kebocoran prosedur
pulmoner persisten telah menunjukkan hasil yang 8. Aritmia yang mengancam jiwa yang tidak dapat
efektif dan merupakan prosedur invasif minimal. diobati
10. Termoplasti bronkial 9. Ketidakmampuan untuk memberikan oksigenasi pada
11. Trauma dada pasien secara memadai selama prosedur dilakukan
12. Pneumotoraks 10. Kesagalan pernapasan akut dengan hiperkapnia
13. Pemasangan stent (kecuali pasien diintubasi dan dipasang ventilator)
Stent dipasang melalui bronkoskopi untuk melegakan
Kontraindikasi relatif r n e l i p ~ t i : ' ~ ~ , ~ ~ ~
obstruksi endoluminal. Baik bronkoskop fleksibel
1. Bat'~k yang tidak terkontrol selama prosedur
maupun rigid dapat digunakan untuk penempatan
2. Diatesis perdarahan yang tidak ditatalaksana
stent. Pasien dengan tumor saluran napas primer dapat
3. Gagal ginjal tahap lanjut
memperoleh manfaat dari tatalaksana endoluminal
4. Hipoksemia yang signifikan pada seorang pasien
dan pemasangan stent,jika operasi tidak diindikasikan
dengan paru tunggal
pada pasien yang bersangkutan. Tumor lainnya
5. P e ~ b a h a nbulosa yang ekstensif pada area yang
yang muncul berdekatan dengan saluran napas dan
akan dibiopsi
menghasilkan obstruksi dengan cara invasi langsung
6. Ditemukannya tanda-tanda radiologis adanya
atau kompresi ekstrinsik, juga dapat ditatalaksana
malformasi vaskuler yang berdekatan dengan area
paliatif dengan sukses dengan terapi endoluminal
yarig akan dibiopsi
dikombinasikan dengan pemasangan stent. Pasien
7. Pasien yang tidak kooperatif
dengan stenosis trakeal pasca intubasi seringkali
8. l nfark miokard baru (recent miocardiol infarct)
merupakan kandidat yang baik untuk dilatasi jalan
9. Obstruksi trakea letak tinggi
napas dan pemasangan stent.
10. Koagulopati yang tidak dapat dikoreksi
14. Dilatasi dengan balon
11. Bicpsi transbronkial harus dilakukan dengan hati-
Teknik ini digunakan untuk memastikan patensijalan
hati pada pasien dengan uremia, obstruksi vena
napas pada pasien-pasien dengan pneumonia retensi,
kava superior, atau hipertensi pulmonal karena
atelektasis, abses paru atau stenosis simptomatis dari
peningkatan risiko pendarahan. Namun demikian,
saluran bronkial.
inspeksi saluran napas pada pasien-pasien semacam
15. Penutupan fistula
ini tergolong aman.
ldentifikasi fistula yang sulit dijangkau dengan
menggunakan bronkoskop serat optik fleksibel
dilakukan dengan insersi serial termasuk balon
JENIS-JENIS BRONKOSKOPI
oklusif dan memeriksa apakah ada kebocoran udara.
Berbagai pelapis/penutup seperti busa jel @elfoam),
Bronkcskopi fleksibel dan rigid adalah dua metode yang
tambalan darah autologus (autologous blood patches),
berbeda untuk mendapatkan akses dan memvisualisasikan
kriopresipitat dan nitrat perak dapat digunakan untuk
saluran napas. Banyak terdapat pendapat bahwa
menutup fistula. Hampir 83% dari fistula esofageal
bronkoskopi serat optik fleksibel telah menggantikan
dapat dideteksi dengan bronkoskopi, tatalaksana
bronkoskopi kaku untuk hampir semua kepentingan
selanjutnya dapat direncanakan dengan esofagoskopi
diagncstik dan pada kebanyakan indikasi terapi.
konkomitan.
Bronkoskopi F l e k ~ i b e l ' . ~ , ~ , ~ , ~
Kontraindikasi
Bronkoskopi serat optik fleksibel memiliki berbagai
Kontraindikasi absolut r n e l i p ~ t i : ' , ~ , ~ , ~ kelebihan dibandingkan dengan teknik bronkoskopi rigid,
1. Ketidakmampuan pasien untuk kooperatif dengan karena bronkoskopi fleksibel lebih mudah dimanipulasi,
prosedur penggunaaannya sederhana, tidak memerlukan anestesi
2. Ketidakmampuan untuk menjalani anestesi umum umum dan dapat dilakukan sebagai suatu prosedur di luar
(bila diperlukan) untuk memperoleh BLB ruangan (outdoor). Berbagai ukuran bronkoskop tersedia,
yang mencakup bronkoskop ultra-tipis (untuk visualisasi saluran napas dan striktur (misalnya, stenting).
saluran napas neonatus dan saluran napas berukuran kecil), Bronkoskopi kaku sekarang digunakan hanya bila
bronkoskop pediatrik (diameter luar 2,8 mm dan saluran diperlukan peneropongan yang lebih lebar dan saluran
kerja 1,2 mm), bronkoskop dewasa (diameter luar berkisar untuk visualisasi yang lebih baik, serta instrumentasi
antara 4,9 hingga 6,O mm dan ukuran saluran setidaknya seperti pada:
2,O mm) dan bronkoskop terapeutik (diameter luar 6,O mm lnvestigasi perdarahan paru berat (dimana bronkoskop
dan saluran kerja 2,8 mm). Bronkoskop video membantu kaku dapat mengidentifikasi sumber perdarahan dan,
dalam ha1 visualisasi lesi dan penyimpanan data.' dengan saluran penghisapnya yang lebih besar, bisa
Sebuah bronkoskop serat optik fleksibel digunakan lebih baik dalam mengaspirasi darah dan mencegah
untuk memeriksa bronkus dan percabangan-percabangan sesak napas)
bronkial dan pita suara (kecuali adanya kelumpuhan Melihat dan mengeluarkan benda asing yang ter-
nervus laringeus berulang) sebelum operasi. Hal ini juga aspirasi pada anak kecil
digunakan untuk diagnosis lesi endobronkial. Teknik Melihat lesi endobronkial obstruktif (membutuhkan
tambahan seperti biopsi endobronkial dapat dilakukan debulking laser atau penempatan stent)
untuk memperoleh spesimen dari tumor memperoleh
paru endobronkial atau untuk mengambil sampel epitel
saluran pernapasan yang abnormal. Penyikatan (brushing)
bronkial dapat meningkatkan hasil diagnostik.
Pencucianbronkial dapat digunakan untuk mernperoleh Sebelum prosedur, riwayat penyakit pasien yang
sitologi pada kasus-kasus yang dicurigai sebasai suatu menyeluruh dan pemeriksaan fisik yang teliti harus
keganasan dan juga berguna untuk diagnosis infeksi dilakukan. Untuk menentukan indikasi yang tepat,
yang dicurigai, terutama TBC dan Pneumonia carinii. dokter harus memperoleh informasi mengenai terapi
Bilasan bronkial dan jumlah sel mungkin berguna untuk sebelumnya dan status kinerja saat ini. Tes laboratorium
mendapatkan diagnosis banding dari penyakit parenkim (misalnya hitung darah lengkap, elektrolit, profil koagulasi,
paru-paru (biopsi transbronkial dapat dilakuken untuk elektrokardiogram, radiografik toraks) dianjurkan. Studi
mendiagnosa penyakit parenkim paru-paru:. Selain tambahan seperti computed tomography (CT), tes fungsi
itu, aspirasi cairan getah bening transbronkial dapat paru, dan penilaian gas darah arteri mungkin diperlukan
dilakukan untuk menentukan stadium kanker paru-paru. tergantung pada sifat prosedur yang akan dilakukan.
Bronkoskopi serat optik fleksibel juga memungkinkan
untuk dilakukannya aspirasi nanah dan sekret serta
pengambilan benda asing.
Bronkoskop fleksibel yang tersedia saat ini hampir
semua dilengkapi video berwarna yang kompatibel, dapat Bronkoskopi harus dilakukan hanya oleh pulmonologis
memfasilitasi visualisasi jalan napas dan mendokumen- atau ahli bedah yang terlatih dalam suatu pengaturan
tasikan temuan. Dalam kerangka diagnosa dan tatalaksana, (setting) yang terpantau/dapat dimonitor, biasanya pada
bronkoskopi serat optik fleksibel memungkinkan untuk : suatu ruangan yang memang disediakan khusus untuk
Visualisasi j a l a n napas, t e r m a s u k b r o n k u s bronkoskopi, ruang operasi, atau ICU (untuk pasien
subsegmental dengan ventilator). Pasien harus puasa per oral selama
Pengambilan sampel sekresi pernapasan dan sel minimal 4 jam sebelum bronkoskopi dan memiliki akses
melalui pencucian bronkial, penyikatan, dan bilasan intravena, pemantauan tekanan darah intermitten, pulse
saluran napas perifer dan alveoli oxyimetry yang terpasang kontinu, dan pemantauan
Biopsi struktur endobronkial, parenkim, dan jantung. Bantuan oksigen harus tersedia. Premedikasi
mediastinum dengan 0,01 mg/ kg I M atau IV untuk mengurangi
Kegunaan terapeutik meliputi penyedotan sekret sekresi dan tonus vagal umum dilakukan, meskipun
yang sulit untuk dikeluarkan oleh pasien sendiri, praktik ini masih dipertanyakan dalam beberapa studi
penempatan stent endobronkial, pelebaran dan terbaru. Benzodiazepin kerja cepat, opioid, atau keduanya
pemasangan balon pada stenosis jalan napas. biasanya diberikan kepada pasien sebelum prosedur
untuk mengurangi kecemasan, ketidaknyamanan, dan
Bronkoskopi kaku (rigid)1,2s5 batuk. Faring dan pita suara dibius dengan nebulasi
Berbagai prosedur terapi yang lebih luas dapat dilakukan atau aerosol (1 atau 2%, maksimum 250 sampai 300 mg
dengan bronkoskopi kaku, namun diperlukan anestesi untuk pasien dengan berat badan 70 kg). Bronkoskop
umum. lndikasinya meliputi hemoptisis masif, obstruksi ini dilumasi dengan jeli dan melewati lubang hidung
jalan napas, dan terapi lokal untuk tumor yang menyerang atau melalui mulut dengan penggunaan jalan napas oral
BROKOSKOPI 387

atau gudel. Setelah rnerneriksa nasofaring dan laring, PENGAMBILAN SPESIMEN


dokter rnelewatkan bronkoskop rnelalui pita suara selarna
inspirasi, ke dalarn trakea dan kernudian lebih lanjut distal Mendapatkan spesirnen dari bronkus dan percabangan
ke dalarn saluran pernapasan. bronkial selarna endoskopi adalah bagian penting dari
diagnosis.
Spesirnen dapat diarnbil sebagai berikut4:
PROSEDUR BRONKOSKOPI FLEKSIBEL2,3-6*7
1. Sekresi. Sekresi diarnbil dengan penghisapan secara
Informed consent harus dilakukan dan pasien harus lernbut oleh alat bronkoskopi dan dikirirn untuk
berpuasa selarna 4 jam sebelum prosedur (rnengingat uji rnikroskopik rutin, kulturl sensitivitas antibiotik,
berbagai kornplikasi yang rnungkin tirnbul pada prosedur sitologi dan perneriksaan spesifik lainnya. Cuci
yang rnernbutuhkan anestesi urnurn).Pernantauan bronkial: larutan gararn fisiologis (normal saline)
saturasi oksigen dan fasilitas anestesi sangat penting. disuntikkan rnelalui bronkoskop dan kernudian
Sedasi intravena biasanya dilakukan. Pernilihan obat disedot dari saluran napas.
bervariasi tergantung operator, yang biasa digunakan
2. Bilasan bronkial. Jika kuantitas sekresi tidak rnernadai
rnisalnya rnidazolarn. Lidokain topikal disernprotkan ke
atau sangat tebal untuk diisap langsung, daerah tersebut
dalarn rongga hidung dan dibiarkan dalarn waktu yang
dapat dilakukan bilasan dengan larutan gararn fisiologis
cukup rnernungkinkan untuk anestesi. Skup serat optik
dan penghisapan dapat dilakukan. Sebanyak 50 sarnpai
dirnasukkan ke dalarn hidung dan selanjutnya lidokain
200 rnL larutan gararn fisiologis steril dirnasukkan ke
diberikan rnelalui lengan dari sisi skup untuk rnernbius
dalarn percabangan bronkoalveolardistal dan kernudian
secara progresif area hipofaring, laring dan pita suara. Saat
disedot keluar. Tindakan ini bertujuan untuk rnengarnbil
scope rnelewati trakea, seluruh percabangan trakeobronkial
sel, protein, dan rnikroorganisrne yang terletak pada
dapat divisualisasikan.
tingkat alveolar. Tirnbulnya area yang rnengalarni
edema paru selarna prosedur bilasan dilakukan dapat
rnenyebabkan hipoksernia sernentara.
PROSEDUR BRONKOSKOPI RIGIDZ-3,8
3. Sikatan bronkial (Scrappings/ bronchialbrushing) :sebuah
Informed consent diperlukan sebelurn prosedur. Pasien sikat digerakkan rnaju rnelalui bronkoskop dan
harus berpuasa sernalarn karena diperlukan anestesi digunakan untuk rnengikis lesi rnencurigakan untuk
urnurn untuk rnelakukan prosedur ini. Setelah anestesi rnendapatkan sarnpel sel. Spesirnen diperoleh dengan
urnurn diberikan, pasien berventilasi dengan inspirasi rnenggunakan penyeka, spons, kuas atau kuret dari
oksigen konsentrasi tinggi. Kedua rnata ditutup dan daerah yang mencurigakan,terutarna ketika tidakada
leher diekstensikan. Alat bronkoskop kaku dirnasukkan perturnbuhan yang terlihat.
langsung rnelalui rnulut dengan pengawasan langsung 4. Biopsi endobronkial. Forsep yang rnaju rnelalui
(harus dilakukan hati-hati supaya tidak rnelukai gusi atau bronkoskop dan saluran napas untuk rnendapatkan
gigi), rnelewati epiglotis dan pita suara dan rnasuk ke sarnpel dari satu atau lebih ternpat dalarn parenkirn
trakea. Jet ventilasi interrniten (rnelalui alat bronkoskop paru.
tersebut) diperlukan untuk rnernpertahankan pertukaran
gas selarna prosedur. Seluruh percabangantrakeobronkial 5. Aspirasijarurn transbronkial. Sebuah jarurn yang dapat
dapat dilihat dan berbagai prosedur diagnostik dan terapi ditarik dirnasukkan rnelalui bronkoskop dan digunakan
dapat dilakukan. untuk pengarnbilan sarnpel untuk pernbesaran
kelenjar getah bening rnediastinurn atau rnassa. Pasien
biasanya diberikan oksigenasi tarnbahan dan diarnati
selarna 2 sarnpai 4 jam setelah prosedur. Pulihnya
refleks rnuntah dan perneliharaan saturasi oksigen
Continuous pulse oxymetry dan prosedur pernantauan tanpa bantuan oksigen dari luar adalah dua indeks
lainnya harus dilakukan sesuai dengan pedornan lokal utarna pernulihan. Praktek standar adalah untuk rnen-
rnengenai sedasi dalarn keadaan sadar. Meskipun dapatkan foto rontgen dada posteroanterior paru
anestesi lokal dan sedasi dalarn keadaan sadar dapat setelah transbronkial biopsi untuk rnenyingkirkan
dilakukan pada bronkoskopi fleksibel, ahli bronkoskopi pneurnotoraks.
intervensi harus siap untuk rnengalihkan ke anestesi 6. Biopsi paru transbronkial. Ini adalah salah satu cara
urnurn, jika keadaan rnendesak dan rnernerlukan anestesi paling arnan untuk rnendapatkan biopsi pada parenkirn
urnurn. paru. Prosedur ini sangat rnernbantu rnenjelaskan
penyakit yang telah rnenyebar dan rnenegakkan Reaksi Umum
diagnosis lain, rnisalnya untuk kernungkinan infeksi Peningkatan suhu setelah bronkoskopi singkat yang
pneumocystis carinii pada pasien imunosupresi. dilakukan untuk rnenghilangkan benda asing metalik
Pneurnotoraks dan perdarahan adalah kernungkinan yang baru saja rnasuk biasanya tidak terjadi. Namun,
kornplikasi yang bisa terjadi. Pneurnotoraks mungkin jika sudah terdapat kondisi peradangan pada bronkus
rnernerlukan drainase. Perdarahan biasanya tidak sebelum bronkoskopi, seperti rnisalnya penyebaran
parah dan berhenti dengan cara penyurnbatan laryngotrocheobronchitis purulen yang berhubungan
bronkus oleh alat bronkoskopi. Biopsi transbronkial dengan aspirasi biji kacang, atau dengan adanya abses
biopsi dapat dilakukan tanpa panduan rontgen, tapi paru dari benda asing yang telah lama rnasuk, rnaka
bukti rnendukung adanya peningkatanhasil diagnostik peningkatan suhu skala sedang dapat terjadi.
dan insiden pneurnotoraks yang lebih rendah ketika Syok biasanya jarang terjadi. Pada anak-anak dapat
panduan fluoroskopik digunakan. Lesi harus didekati dijurnpai reaksi berupa tertidur nyenyak akibat kelelahan
dengan ujung bronkoskop dan dapat tervisualisasi selarna prosedur yang dikerjakan cukup lama.
dengan baik. Biopsi dapat diambil dengan forsep
pernukul (punch) atau forsep pernotong. Reaksi Lokal
7. Biopsi lesi perifer. Prosedur ini dilakukan dengan Reaksi lokal biasanya rnenyebabkan suara sedikit serak
anestesi urnurn. Dengan adanya fibrescope dan dan akan rnenghilang dalarn beberapa hari. Jika dispnea
instrumen yang lernbut, prosedur ini rnenjadi lebih terjadi biasanya karena :
nyaman dan aman. 7. Drowning(terbenarnnya)pasien dalarn sekresi sendiri.
Pasien yang terbenarn dalarn sekresinya sendiri
karena akurnulasi cairan di dalarn bronkus terlihat
KOMPLIKASIDAN EFEK PASCA BRONKOSKOPllO~ll~lZ paling sering pada anak-anak, dan dengan cepat
dapat pulih.
Sernua kasus benda asing harus diawasi siang dan 2. Edema subglotis. Edema supraglotis jarang
rnalarn oleh perawat khusus sarnpai semua bahaya rnenyebabkan dispnea kecuali bila dikaitkan dengan
kornplikasi disingkirkan. Komplikasi jarang terjadi jika nefritis tahap lanjut.
prosedur dikerjakan dengan hati-hati, tetapi jika sarnpai 3. Edema laring. Edema subglotis merupakan kornplikasi
kornplikasi terjadi, rnungkin rnemerlukan penanganan yang jarang terlihat kecuali pada anak di bawah 3
segera. tahun. Edema subglotis yang terjadi dalarn laring yang
Kornplikasi yang serius jarang terjadi, perdarahan sebelurnnya normal dapat rnerupakan akibat dari:
kecil dari sebuah ternpat biopsi dan demam terjadi pada - Penggunaan ukuran tube (scope) yang besar
10 sarnpai 15% pasien. Prernedikasi dapat menyebabkan - Bronkoskopi yang lama.
sedasi berlebihan dengan depresi pernapasan, hipotensi, - Kesalahan posisi pasien, rnisalnya poros tube tidak
dan aritrnia jantung. Kornplikasi yang jarang terjadi pas pada trakea.
karena anestesi topikal dapat menyebabkan spasme - Trauma dari kekuatan yang tidak semestinya atau
laring, bronkospasrne, kejang, rnethernoglobinernia arah yang tidak benar saat insersi bronkoskop
dengan sianosis refraktorik, aritrnia jantung atau henti tersebut.
jantung (cardiac arrest).Bronkoskopi sendiri mungkin - Manipulasi instrurnen.
rnenyebabkan edema laring atau cedera kecil dengan - Trauma yang diderita saat dilakukan proses
suara serak, hipoksernia pada pasien dengan pertukaran ekstraksi benda asing.
gas terganggu, aritrnia (paling sering kontraksi prernatur
atrium, denyut ventrikel prematur, atau bradikardia), Komplikasi Bronkoskopi Fleksibe13
dan, sangat jarang, penularan infeksi dari peralatan Kornplikasi mayor relatif jarang, terjadi pada 1,7%
yang disterilkan secara sub-optimal. Kematian adalah kasus, rneliputi kernatian (0,1%), gangguan pernapasan,
1 sarnpai 4 per 10.000 pasien. Orang tua dan pasien pneumonia dan obstruksi jalan napas. Komplikasi minor
dengan komorbiditas serius (PPOK berat, penyakit arteri terrnasuk reaksi vasovagal, demam, aritrnia jantung,
koroner, pneumonia dengan hipoksernia, kanker stadium perdarahan, rnual dan rnuntah, dan afonia yaitu sebesar
lanjut, disfungsi mental) mernpunyai risiko lebih besar. 6,5%. Prosedur tarnbahan seperti biopsi transbronkial
Biopsi transbronkial dapat rnenyebabkan pneurnotoraks rnernbawa risiko tarnbahan pneurnotoraks (10%).
(2 sarnpai 5%) dan perdarahan yang signifikan (1 sarnpai
1,5%); kematian rneningkat menjadi 12 per 10.000 pasien, Komplikasi Bronkoskopi RigicP
tetapi rnelakukan bronkoskopi sesuai prosedur dapat Cedera pada gusi, bibir, dan gigi dapat terjadi tetapi
rnenghindari kebutuhan untuk t o r a k o t ~ m i . ~ luka faring jarang terjadi. Perdarahan dapat terjadi
akibat trauma pada jalan napas selama prosedur ini,
tetapi perdarahan mayor jarang terjadi dan biasanya
berhubungan dengan biopsi tumor vaskular. Barotrauma
dari ventilasi jet dapat menghasilkan emfisema pasca
bedah dan atau pneumotoraks.

Diagnosis Komplikasi
Diagnosis harus ditegakkan tanpa menunggu terjadi-
nya sianosis yang mungkin tidak pernah muncul. Pucat,
gelisah, bangkit setelah tidur beberapa menit, biasanya
terjadi pada anak-anak dengan batuk berat yang ditandai
dengan batuk, suara serak dan kesulitan bernapas. Kasus-
kasus semacam ini tidak boleh lepas dari pengawasan dan
bilamana diperlukan dapat dilakukan trakeostomi. Anak
akan menjadi lelah dalam berjuang untuk mendapatkan
udara dan akan menyerah dan dapat meninggal dunia. Gambar 2. Perubahan inflamatorik pada bronkitis kronis.4
Peningkatan laju pernapasan karena "kelaparan" akan
udara, pengumpulan cairan yang tidak dapat dikeluarkan
karena gangguan motilitas glotis, sering disalahartikan
sebagai suatu pneumonia. Banyak anak yang hidupnya
bisa diselamatkan oleh trakeostomi telah meninggal dunia
akibat diagnosis yang salah tersebut.

Terapi Apabila Terjadi Komplikasi3


lntubasi merupakan prosedur terapi yang tidak begitu
aman karena sekresi tidak dapat dengan mudah
dikeluarkan melalui tube dan stenosis karena intubasi
dapat terjadi. Trakeostomi yang rendah, yaitu sayatan
trakea di bawah cincin kedua, adalah metode tatalaksana
yang paling aman dan terbaik.

POSTERIOR
POSTERIOR BASAL
BASAL ANTERIOR BASAL
(WITH MEDIAL BRANCH)
Gambar 3.Perubahan inflamatorik pada tuberkulosis dengan
suatu benang (string)sekret yang terlihat pada bronkus utama
kanan.4

MIDDLE
INFERIOR \ \ i-.h

ANTERIOR

UPPER
DIVISION

Gambar 1. Percabangan bronkial pada bronchial tree seperti


yang tervisualisasi oleh seorang bronchoscopist yang
mengoperasikan alat bronkoskop dari atas kepala seorang Gambar 4. Tampak tumor yang terdapat pada bronkus utama
pasien yang terlentang?
I . .

tun. -
n
ENDOSKOPI

7. Nickalls RWD. Fibreoptic bronchoscopy. Department of


Anaesthesia, Nottingham University Hospitals, City Hospital
Campus,Nottingham, UK, 2009.
8. Du Rand IA, Barber PV, Goldring J, Lewis RA, Mandal S,
Munavvar M, Rintoul RC, Shah PL, Singh S, Slade MG,
Woolley A. British Thoracic Society guideline for advanced
diagnostic and therapeutic flexible bronchoscopy in adults.
Thorax Journal, November 2011.
9. Haas AR, Vachani A, and Sterman DH. Advances in
Diagnostic Bronchoscopy. Am J Respir Crit Care Med. 2010;
182: 589-97.
10. Jin F, Mu D, Chu D, Fu E, Xie Y, Liu T. Severe Complications
of Bronchoscopy. Respiration 2008;76:429-33.
11. Kaparianos A, Argyropoulou E,Sampsonas F,Zania A,
Efremidis G, Tsiamita M, Spiropoulos K. Indications, results
and complications of flexible fiberoptic bronchoscopy: a
5-year experience in a referral population in Greece. European
Gambar 5. Tampak pemasangan stent silikon Dumc-nsecara Review for Medical and Pharmacological Sciences. 2008; 12:
bronkoskopik, dirnana stent tersebut diinsersikan pade bronkus 355-63.
utarna kiri13. 12. Suleman A, Ikramullah Q, Ahmed F, Khan MY. Indications
and Complications of Bronchoscopy : An Experience of 100
Cases in A Tertiary Care Hospital. JPMI 2008; 22: 210-14
13. Madkour A. Principles of Interventional Therapeutic
Bronchoscopy. Egyp J Bronchol. 2008 Vol2, No 1,

Bronkoskopi memiliki berbagai manfaat baic untuk


diagnostik maupun terapeutik. Meskipun terkait dengan
beberapa komplikasi (bahkan komplikasi mayor), namun
prosedur ini termasuk prosedur yang relatif cukup aman
jika dilakukan oleh tangan ahli. Terkadang terdap,at
klaim bahwa bronkoskopi fleksibel dapat sepenuhnya
menggantikan bronkoskopi rigid, namun pendapat ini
masih diperdebatkan. Kedua instrumen saling melsngkapi:
kelemahan dari satu alat mencerminkan keuntungan dari
yang lain.

REFERENSI

1. Narashiman R, Gayathri AR. Bronchoscopy. Textbook of


Pulmonary and Critical Care Medicine Vol.1, Chandigarh,
India : Jaypee Brothers Medical publishers (P) LTD,2011.
2. Lechtzin N. Bronchoscopy. Bronchoscopy: Diagnostic
Pulmonary Procedures. Merck Manual Professional, June,
2009 at http://www.merckmanuals.com/professional/
pulmonary~disorders/diagnostic~pulmonary_prccedures/
bronchoscopy/ html
3. Sparsha. Bronchoscopy - Indications, Types, Procedure and
Complications. India Study Channel, 2009 at http://www.
indiastudychannel.com/resources/59512-Bronchoscopy-In
dications,Types,ProcedureandComplications
4. DalalDD, VyasJJ. Diagnostic Bronchoscopy.Bombay Hospital
Journal at http://www.bhj.org/journal/1999-4103-july99/
reviews-537.htm
5. Bolliger CT, Mathur PN, Beamis JF, Becker HD, Cavaliere S,
Colt H, Diaz-JimenezJF', DumonJF, Edell E, Kovitz EX, Macha
HN, Mehta AC, Marel M, Noppen M, Strausz J, Sutedja TG.
ERS/ATS statement on interventional pulmonology. Eur
Respir J 2002; 19: 356-73
6. British Thoracic Society Bronchoscopy Guidelines Committee,
a Subcommittee of the Standards of Care Committee of the
British Thoracic Society. British Thoracic Society guidelines
on diagnostic flexible bronchoscopy. Thorax 2001;56(suppl
I): 11-121.
FLEXIBLE ENDOSCOPIC EVALUATION OF
SWALLOWING ( F E E S )
Susyana Tamin

PENDAHULUAN Pada fase esofagus terdapat kelainan dinding esofagus


atau kelainan struktur eksterna yang menghambat gerak
Disfagia merupakan keluhan pasien yang harus ditanggapi makanan dalam esofagus dan kelernahan peristaltik
dengan cermat. Kelainan kongenital, inflamasi, infeksi, esofag~s.'~~
trauma, kelainan endokrin, tumor, kelainan kardiovaskuler, Berbagai kelainan neurologik dapat menyebabkan
kelainan neurologik dan penyebab iatrogenikseperti akibat disfagia neurogenik, seperti penyakit Parkinson dirnana
operasi, kemoterapi, dan radiasi dapat menyebabkan dengan adanya degenerasi substansia nigra yang
keluhan d i ~ f a g i a . ~ , ~ , ~ menimbulkan kekakuan dan tremor otot-otot. Hal ini
Kelainan yang tampak pada disfagia berbeda pada dapat rnenyebabkan terjadi gangguan pada fase oral dan
tiap fase menelan. Pada fase oral dapat diternukan faring berupa penurunan kemampuan pergerakan lidah
kelainan berupa I ) terkumpulnya rnakanan dalam rongga dan pargkal lidah. Sering pula ditemukan gangguan pada
mulut, 2) kebocoran dari bibir, 3) kebocoran/ rnasuknya elevasi laring dan penutupan pita suara.'
makanan ke faring sebelum refleks menelan timbul yang Gangguan menelan pada pasien strok dibedakan
disebabkan oleh kelemahan dan buruknya koordinasi berdasarkan lokasi lesi yang terjadi. Pasien strok dengan
dari bibir, pipi, dan pangkal lidah @reswallowing leakage). lesi pada korteks serebri kiri dapat rnengalarni gangguan
4 ) aspirasi rnakanan pada saat inspirasi, berkaitan rnenelan fase oral dengan keterlarnbatan waktu transit
dengan kebocoran rnakanan ke faring sebelum menelan. oral dan keterlarnbatan dalarn rnernulai refleks rnenelan
@reswallowing aspiration). 5) gangguan fungsi lidah oleh fase faring yang sering kali rnenirnbulkan aspirasi. Strok
karena kelernahan bagian posterior, 6) gangguan inisiasi korteks serebri kanan menirnbulkan garnbaran proses
rnenelan oleh perubahan status mental dan kognitif yang rnenela~yang berbeda, terlihat dengan berkurangnya
rneningkatkan risiko rnenurnpuknya rnakanan dalam tenaga dorongan otot-otot rongga mulut dan larnbatnya
rongga rnulut dan risiko aspirasi. refleks penutupan jalan napas, sering juga adanya disfagia
Pada fase faring terdapat I ) disfungsi palaturn mole dan apraksia. Disfagia apraksia berupa keterlambatan dalam
faring superior yang rnenyebabkan refluks ke nasofaring, rnernulai fase oral dengan tidak adanya pergerakan lidah
2) gangguan fungsi rnuskulus palatofaring, tirohioid saat makanan ada di r n u l ~ t . ~
dan elevasi os hioid menyebabkan berkurangnya elevasi Paca strok dengan lesi batang otak terlihat fase oral
laring dan faring, sehingga meningkatkan risiko aspirasi berjalan normal, tetapi terdapat gangguan rnernulai dan
karena terganggunya pernbukaan sfingter esofagus atas, rnengontrol neurornotor fase faring berupa gangguan
3) kelernahan rnuskulus konstriktor faring menyebabkan pada pernbukaan sfingter esofagus bagian atas dan
penurnpukan sisa rnakanan (residu) di valekula dan sinus gangguan proteksi jalan napa~.~,'
piriforrnis yang juga berisiko terjadi aspirasi saat rnenelan Perlelitian di Klinik Disfagia Terpadu Departernen THT
dan setelah proses menelan selesai. 4) gangguan relaksasi, FKUl RSCM pada 48 pasien strok, baik iskemik rnaupun
distensibilitas,fibrosis, hiperplasia, atau hipertrofi rnuskulus hemoragik yang dilakukan perneriksaan FEES, menernukan
krikofaring rnenyebabkan gangguan koordinasi rnenelan. adanya standing secretion (56,3%),preswallowing leakage
ENDOSKOPI

(91,7%), residu (81,3%), penetrasi (72,9%), aspi-asi (39, mempermudah saat dimasukkan melalui hidung.?
6%) dan 73,7% diantaranya terjadi silent aspiration. Pasien Survei yang dilakukan oleh Langmore pada tahun
dengan strok iskernik dan strok berulang mempunllai risiko 1995 menernukan hanya 27 kasus dari 6000 prosedur FEES
aspirasi dan silent aspiration yang lebih tinggi. yang mengalami komplikasi. Adapun kornplikasi yang bisa
Disfagia juga rnerupakan salah satu gejala yang timbul pada pemeriksaan FEES adalah rasa tidak nyaman
ditirnbulkan akibat kanker di daerah kepala dan leher. yang biasanya ringan dan sangatjarang ditemukan adanya
Gejala ini tergantung dari ukuran dan lokasi lesi. derajat epistaksis, respons vasovagal, alergi terhadap anestesi
dan perluasan dari tumoryang direseksi, rekonstruksi atau topikal dan laringospasme.'~"
efek sarnping dari pengobatan. Pasien yang mendapat Hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko
terapi radiasi mernpunyai risiko gangguan menelan. Efek tindakan ialah rnelakukan insersi endoskop secara hati-
jangka pendek radiasi meliputi xerostomia, perdarahan, hati, membatasi penggunaan obat anestesi pada mukosa
nyeri dan mukositis. Efekjangka panjang rneliputi fibrosis, hidung dan rnenghindari penyemprotan pada laring atau
osteoradionekrosis, trismus, gangguan aliran darah, karies melakukan tindakan tanpa penggunaan anestesi sama
dentis dan gangguan sensasi p e n g e ~ a p . ~ sekaIi.',O
Wue dalarn penelitiannya menggunakan FEES untuk
evaluasi perubahan fungsi menelan pada 31 pasien
Karsinoma Nasofaring (KNF) setelah terapi radiasi. Kelainan l NDlKASl D A N KONTRAlNDlKASl
yang paling banyak diternukan adalah retensi faring
(93,5%) yang berakibat tingginya insiden aspirzsi pasca Pemeriksaan FEES tidak mernpunyai kontraindikasi mutlak.
rnenelan (77,4%).Kelainan lain berupa atrofi lidah (54,8%), Beberapa keadaan yang dapat dipertirnbangkan untuk
paralisis pita suara (29%), inkornpeten velofaring (58%), tidak melakukan pemeriksaan FEES ialah adanya gangguan
prematur leakage (41,9%),hilang atau terlambatnya refleks hernostasis, penurunan kesadaran, dan tanda vital yang
rnenelan (87,1%),konstriksi faring yang buruk (80,6%),dan tidak ~ t a b i l . " ~ , ' ~
silent aspirasi (41,9%). lndikasi FEES disesuaikan dengan informasi yang didapat
Penelitian lainnya di Klinik Disfagia Terpadu Departemen dari pemeriksaan ini antara lain melihat adanya: 1 ) perubahan
THT FKUl RSCM pada 39 pasien KNF pasca kemoradiasi pada anatomi nasofaring, orofaring atau laring yang
yang dilakukan pemeriksaan FEES menemukar adanya mempunyai pengaruh terhadapfungsi menelan 2) perubahan
standing secretion (92,4%), residu pada keseluruhan pasien, integritas sensorik dari struktur faring dan laring yang
penetrasi (35,9%),aspirasi (10,3%),tetapi tidak ditemukan menyebabkan berkurangnya kernampuan refleks menelan
adanya silent aspiration. Terjadi pernanjangan pada fase dan refleks batuk 3) kemampuan pasien dalarn mernulai
oral dan fase faring dan pernberian makanan cair akan dan mempertahankan proteksi jalan napas dalam satu
rnempercepat proses menelan. waktu tertentu yang bila menurun akan meningkatkan risiko
terjadinya aspirasi 4) perbedaan kekuatan kontraksi dinding
faring kiri dan kanan 5 ) kelelahan pada saat melakukan proses
PRlNSlP KERJA ALAT menelan berulang 6) rekaman pemeriksaan dapat dijadikan
urnpan balik bagi pasien dan keluarganya untuk rnengetahui
Pemeriksaan FEES membutuhkan pemeriksa yang mahir kelainan yang terjadi 7 ) pengaruh berbagai strategi dalarn
dalarn menggunakan endoskopi serat optik lentur, dan usaha untuk meningkatkan kemampuan rnenelan dapat
mernpunyai pengetahuan yang baik mengenai anatomi langsung dinilai pengaruhnya terhadap kemampuan menelan
kepala dan leher serta fisiologi proses menelan. ~asien.~,~
A l a t y a n g d i g u n a k a n b e r u p a s a t u set a l a t
nasofaringolaringoskop serat optik lentur teknologi
videoskop ukuran Y,T mrn berikut dengan sumber cahaya KELEBIHAN D A N KEKURANGAN
xenon (light source) dan kamera video CCD, juga video
monitor berwarna beserta alat perekarn VCD ataupun DVD. Pemeriksaan FEES merupakan pemeriksaan yang tidak
Leonardlrnenggunakan T atau Y semprot anestesia topikal rnahal dan dapat dilakukan dalam waktu singkat dan
seperti lidokain %E dan sejumlah kecil neosynephrine segera memberi hasil, bersifat tidak invasif dan tidak
(%*,To)pada salah satu lubang hidung. Di Klinik Disfagia iritatif, menggunakan makanan normal dan dapat diulang
Terpadu Departernen THT FKUl RSCM, pemeriksaan FEES sesering mungkin bila d i b u t ~ h k a n . ~
dilakukan tanpa rnenggunakan anestesi topikal untuk FEES m e m p u n y a i k e t e r b a t a s a n d i b a n d i n g
tetap mempertahankan sensasi d i daerah crofaring, videofluoroscopy Perneriksaan ini tidak dapat melakukan
sehingga tidak akan rnempengaruhi proses menelan. evaluasi pembentukan bolus pada rongga mulut, antara lain
Endoskop yang digunakan hanya diberi jeli pelurnas untuk tidak dapat melihat kernampuan pasien untuk membentuk
FLEXIBLE ENDOSCOPIC EVALUATION OF SWALLOWING ( F E E S )

dan menahan bolus di mulut, memindahkannya dari konsistensi makanan yang paling aman bagi pasien, 3).
bagian anterior ke posterior rongga mulut dan pengiriman Pemeriksaan terapi (therapeutic assessment) dengan
bolus ke faring. Kelemahan lainnya adalah tidak dapat mengaplikasikan berbagai perasat (manuver) dan posisi
melihat tingkatan konstriksi faring, pembukaan sfingter kepala, dinilai apakah terdapat peningkatan dalam
esofagus atas dan elevasi hioid/laring saat menelan.6 kemampuan menelan.5,6,g
Kekurangan lain dari FEES, pada saat terjadi refleks Pada tahap pertama, awalnya dilakukan evaluasi gerak
menelan, secara bersamaan terjadi aproksimasi pangkal lidah, elevasi palatum mole dan kemampuan otot bukal dan
lidah dan faring yang mengaburkan visualisasi saat bibir untuk mengetahui kemampuan fungsi oromotor dari
pemeriksaan (white spot). Penetrasi dan aspirasi bolus fase oral. Kemudian endoskop dimasukkan melalui kavum
saat terjadi proses menelan tidak tervisualisasi, penilaian nasi sampai ke nasofaring dan pasien diminta menelan tanpa
penetrasi dan aspirasi dilakukan sesaat setelah terjadi rrakanan (dryswallow) untuk menilai kerapatan penutupan
refleks menelan. Perhitungan waktu secara tepat seperti velofaring (velopharyngeal competence) dan juga dinilai
yang bisa diperoleh pada pemeriksaan radiologi, juga tidak penutupan velofaring saat fonasi. Selanjutnya endoskop
didapat pada pemeriksaan FEES.6 dimasukkan lagi sampai hipofaring agar dapat memvisualisasi
struktur di bawah palatum mole. Pada posisi ini, dilakukan
evaluasi pangkal lidah, valekula, sinus piriformis, dinding
TEKNIK D A N PERSIAPAN PEMERIKSAAN p2steric.r faring, dan postkrikoid. Untuk evaluasi struktur
laring, endoskop dimasukkan lagi lebih dalam, sehingga
Prosedur ini pertama kali diperkenalkan oleh Langmore pada u-iungnya berada setinggi epiglotis. Evaluasi dilakukan
tahun 2001. Pemeriksaan dilakukan dengan memasukkan terhadao gerakan plika vokalis saat fonasi dan inspirasi,
nasofaringolaringoskop serat optik lentur melalui rongga serta adanya akumulasi saliva atau sekret (standing secretion)
hidung, melewati velum dan posisinya dipertahankan di atas pada daerah valekula, sinus piriformis kanan dan kiri dan
epiglotis. Pemeriksaan FEES dapat memvisualisasi secara juga postkrikoid. Kemudian dinilai pula adanya penetrasi
langsung faring dan laring setinggi plika vokalis. Makanan dan aspirasi juga kemampuan refleks batuk.',' Pemeriksaan
dan cairan dengan konsistensi dan jumlah tertentu dilihat tersebut merupakan pemeriksaan awal (preswallowing
saat melewati faring. Pada pemeriksaan ini dinilai segmen assessment) sebelum pemeriksaan inti.5,6,9
laringofaring pada saat sebelum dan sesudah proses Pemeriksaan inti FEES berupa tes menelan dengan
menelan dan dapat mendeteksi adanya aspirasi dan silent 6 konsistensi makanan seperti uraian di atas. Dimulai
aspiration. FEES menjadi pemeriksaan pilihan yang tepat dengan memberikan 1 sendok bubur saring, pasien
untuk disfagia orofaring dimana sering terjadi gangguan diminta menahannya dalam mulut kira-kira 10 detik
fungsi pada fase oral dan fase faring.5,6,9 untuk menilai adanya kebocoran fase oral (premature oral
Protokol pemeriksaan saat ini merupakan modifikasi leakage) atau aspirasi sebelum menelan (preswalllowing
dari protokol awal oleh Bastian. Pemeriksaan dilakukan aspirati'm). Kemudian pasien diminta menelan dan pada
oleh ahli THT dan penilaian dilakukan bersama-sama saat bersamaan gambaran visualisasi akan hilang sesaat,
dengan ahli Rehabilitasi Medik dan ahli Gizi. Pemeriksaan kurang dari satu detik (white spot/blind spot) karena
dapat dilaksanakan di sisi tempat tidur, dilakukan tanpa kontraksi velofaring dan elevasi laring. Penilaian dilakukan
tindakan pembiusan dan dalam posisi pasien duduk tegak sesaat sebelum dan sesudah momen ini. Penting dicatat
atau duduk miring 45". Pemeriksaan FEES membutuhkan adanya lateralisasi aliran makanan, penetrasi atau aspirasi,
kerjasama pasien dalam mengikuti instruksi yang diberikan can residu/sisa makanan pada valekula, sinus piriformis,
selama pemeriksaan. Proses menelan dievaluasi dengan pangkal lidah, dan postkrikoid. Bila terdapat residu, maka
memberikan 6 konsistensi makanan berupa cairan encer pasien diminta menelan lagi dan dinilai apakah dengan
(thin liquid), cairan kental (thick liquid), bubur saring menelan berulang efektif untuk membersihkan residu.
Cpuree), bubur nasi (gastric rice/soft food), bubur tepung Apabila pasien mengeluh adanya regurgitasi, endoskop
(havermouth), dan biskuit. Semua konsistensi makanan dapat dipertahankan lebih lama untuk melihat adanya
kecuali biskuit diberi warna hijau atau biru untukvisualisasi regurgitasi setelah proses menelan b e r ~ l a n g . ~ , ~ , ~
yang lebih baik saat pemerik~aan.~.~,~ Pemeriksaan dilanjutkan dengan pemberian bubur
Tahap pemeriksaan pada modalitas ini dibagi menjadi nasi dan dihentikan bila terdapat aspirasi. Respons
3 tahap: 1 ) . Pemeriksaan sebelum pasien menelan terhadap aspirasi dan efektivitas refleks batuk dinilai. Bila
(preswallowing assessment) untuk menilai fungsi muskular terdapat aspirasi tanpa disertai refleks batuk menunjuk-
dari oromotor dan mengetahui kelainan fase oral dan fase kan adanya silent aspiration yang menyebabkan tingginya
faring 2). Pemeriksaan berlangsung dengan memberikan b:omplikasi terjadi infeksi paru (pneumonia). Bila tidak
beberapa konsistensi makanan (swallowing assessment), terdapat aspirasi, pemeriksaan dilanjutkan dengan 4
dinilai kemampuan menelan pasien dan mengetahui konsistensi makanan lainnya.
Terdapat 5 parameter FEES yang harus dinilai yang diambil pada sekelompok pasien dengan gangguan
saat perneriksaan seperti: 1) preswallowing leckage, 2) rnenelan akibat kelainan neurologis, neurornuskular dan
sensitivitas, 3) residu, 4) penetrasi dan 5) aspirasi.l"ll pasien keganasan kepala dan leher. Pasien-pasien tersebut
Preswallowing leakage, didefinisikan sebagai bolus dapat meningkatkan kecepatan menelan, mengurangi
makanan yang masuk ke daerah hipofaring sebelum residu dan rnengontrol terjadinya aspirasi. Penentuan sikap
tirnbulnya refleks rnenelan. Adanya preswallowing leakage tubuh mana yang harus digunakan, (teknik rnana dan kapan
rnenyebabkan mudahnya terjadi aspirasi sebelum proses harus digunakan).12.13 rnerupakan keputusan bersama yang
menelan. ditunjang juga oleh hasil perneriksaan,
Sensitivitas merupakan kernarnpuan sensori daerah Rehabilitasi perasat menelan dilakukan berdasarkan
hipofaring dilihat dari timbulnya refleks batuk atau pun penggunaan konsistensi makanan dan cairan tertentu
rnekanisme menahan bolus supaya tidak rnasuk laring untuk melatih teknik menelan dan perasat (manuver)
yang merupakan kemampuan proteksi jalan napas.l0t1l yang baik. Pasien diajarkan suatu perasat menelan yang
Residu merupakan bolus makanan yang tertinggal di bertujuan untuk meningkatkan kecepatan transportasi
hipofaring setelah terjadinya proses menelan. Hasil ukur bolus melalui orofaring ke esofagus. Keuntungan teknik ini
residu berupa ringan bila terdapat sedikit sisa makanan pada ialah dapat dilakukan tanpa makanan atau rninurnan dan
satu/ beberapa lokasi seperti pangkal lidah, valek~la,sinus efeknya dapat dilihat langsung melalui pemeriksaan FEES.
piriformis,post-krikoid, sedang bila sedikit pada seluruh lokasi Penggunaan perasat (manuver) berbeda-beda pada setiap
/ banyak pada 1 lokasi, dan berat bila banyak pada beberapa individu tergantung dari penyebab gangguan menelan.
lokasi/ seluruh l ~ k a s i . ' ~ ~ ~ ~ Beberapa cara dapat dilakukan, seperti :
Penetrasi merupakan bolus makanan yang rnasuk ke
dalam vestibulum laring saat atau setelah proses menelan Perasat Supraglotik (Supruglottic Swallow)
terjadi dan dibagi dalam ernpat tingkatan y a i t ~0 (tidak Pasien diminta menelan rnakanan sambil rnenahan napas,
ada penetrasi), 1 (bolus di atas pita suara/ vestibulurn dan batuk segera setelah menelan sebelum inspirasi yang
laring, pasien rnerasakan dan dapat mengeluarkan bolus), kemudian dilanjutkan menelan lagi. Tujuannya untuk
2 (bolus di atas pita suara/vestibulum laring, pasien tidak menutup plika vokalis dan membersihkan residu yang
merasakan), 3 (bolus di pita suara, pasien merasakan dan mungkin masuk ke laring. Perasat ini digunakan pada
mengeluarkan bolus), 4 (bolus di pita suara, pasien tidak pasien dengan kelemahan pergerakan pita suara dan
merasakan).lO~ll kelumpuhan pita suara, gangguan sensoris pada laring,
Aspirasi bila bolus makanan masuk ke dalam subglotis pada pasien pasca-intubasi lama dan pasca-operasi
saat atau setelah proses menelan terjadi. Terdapat ernpat laringektomi sup rag loti^.^^^^^
tingkatan yaitu 0 (tidak ada aspirasi), 1 (ada aspirasi dan
pasien mengeluarkan bolus secara spontan), 2 (ada aspirasi Perasat Super-Supraglotik (Super-Supraglottic
dan pasien berusaha mengeluarkan bolus akan tetapi Swallow)
tidak berhasil), 3 (ada aspirasi namun tidak ads usaha Sama dengan perasat supraglotik dengan penambahan
rnengeluarkan b o l ~ s ) . ' ~ ~ ~ ~ instruksi untuk menahan napas sedikit lebih lama dan
Perubahan posisi kepala dan teknik lain yang lebih dalam (manuver valsava). Tindakan ini bertujuan
rnernbantu rnemperbaiki proses rnenelan dilakukan saat untuk menarnbah penutupan plika vokalis atau mernbantu
pemeriksaan tahap tiga. Hasil perneriksaan direkam penutupan plika ariepiglotis dan bagian posterior plika
dalam kornputer perekarn data untuk bahan analisa vokalis. Donzeli dan Brodi seperti dikutip oleh Murry dan
selanj~tnya.~,~.~ Carrau15menyatakan pada perasat ini terjadi penutupanlaring
Tahap ke tiga merupakan pemeriksaan terapeutik, yang lebih maksirnal dan waktu menelan yang lebih cepat
pasien diminta untuk menelan dengan posisi kepala dibandingkan perasat sup rag loti^.'^^'^
tertentu atau melakukan perasat tertentu dalam usaha
meningkatkan kemarnpuan menelan. Bebera~aorang Effortful Swallow
telah memperlihatkan bahwa dengan menolehkan Pasien diminta menelan sambil menekan (squeeze) bolus
kepala ke satu sisi, rnenundukkan dagu ke bawah atau dengan kuat rnenggunakan kekuatan otot pangkal lidah
memiringkan kepala ke belakang pada saat menelan dapat dan faring. Perasat ini lebih mudah untuk diinstruksikan
mencegah atau mengurangi terjadinya aspirasi. Sikap terutama pada pasien dengan gangguan kognitif,
tubuh saat latihan menelan dapat mengurangi terjadinya anak-anak dan gangguan sensoris berat. Penekanan
aspirasi, mengurangi waktu transit oral dan faring dan juga ini rnembantu pendorongan bolus ke hipofaring pada
rnengurangijumlah residu setelah rnenelan dibandingkan kelernahan pergerakan lidah. Perasat ini harus hati-hati
tanpa penyesuaian sikap tubuh. Beberapa penelitian apabila digunakan pada pasien dengan kelemahan
membuktikan kegunaan sikap tubuh ini dilihat dari cata penutupan pita suara.12,13
FLEXIBLE ENDOSCOPIC EVALUATION OF SWALLOWING (FEES) 395

Kelainan Aplikasi postural Tujuan apiikasi postural


Pemanjangan waktu transit oral kepala defleksi Menggunakan gravitasi untuk membersihkan rongga mulut
(berkurangnya propulsi bolus ke
posterior oleh lidah)
Terlambatnya stimulasi fase faring Dagu ke bawah (chin Melebarkan valekula untuk cegah bolus masuk ke jalan napas;
(bolus meiewati ramus mandibula down) menyempitkan jalan masuk ke saluran napas, mengurangi risiko
tetapi fase faring tidak terpicu) aspirasi
Berkurangnya gerak pangkal lidah Dagu ke bawah Menekan pangkal lidah ke posterior ke arah dinding faring
ke posterior (residu di valekula)
Paralisis plika vokalis unilateralRotasi kepala ke sisi lesi Menempatkantekanan ekstrinsik pada kartilago tiroid, memperbaiki
(aspirasi selama menelan) adduksi (penutupan) plika vokalis, dan mengarahkan bolus ke sisi
lebih kuat
Berkurangnya penutupan bagian Dagu ke bawah, rotasi Menempatkan epiglotis pada posisi lebih protektif; menyempitkan
superior laring dan plika vokalis kepala ke sisi lesi aliran masuk ke laring; memperbaiki penutupan plika vokalis dengan
(aspirasi selama menelan) menggunakan tekanan ekstrinsik
Berkurangnya kontraksi faring Baring pada satu sisi Eliminasi efek gravitasi terhadap residu di faring
(residu tersebar di faring)
Paresis faring unilateral (residu Rotasi kepala ke sisi lesi Eliminasi sisi paresis faring terhadap aliran bolus
pada satu sisi faring)
Kelemahan unilateral oral dan Kepala miring ke sisi Mengarahkan bolus ke bawah pada sisi lebih sehat dengan
faring pada sisi yang sama (residu lebih kuat gravitasi
di rongga mulut dan faring pada
sisi sama
Disfungsi krikofaring (residu di Rotasi kepala Menarik kartilago krikoid menjauhkan dari dinding faring posterior,
sinus piriformis) mengurangi sisa tekanan pada sfingter krikofaring

Perasat Mendelsohn
Perasat ini digunakan untuk mempermudah terbukanya
otot sfingter esofagus atas. Pasien melakukan beberapa
kali gerakan menelan sambil merasakan tonjolan tiroid
terangkat. Kemudian pasien diminta menahan beberapa
detik saat posisi tiroid terangkat (laring terelevasi). Laring
yang dipertahankan saat elevasi akan mempermudah
relaksasi sfingter esofagus atas sehingga dapat dilalui
makanan. l 2 , l 3

Perasat Menahan Lidah


Gambar 3. Daerah hipofaring Gambar 4. Retrofleksi epiglotis
Pasien diminta untuk mengeluarkan lidah dan menahannya bebas d x i residu saat rnenelan

Gambar 1. Penutupan sfingter Gambar 2. Penutupan sfingter di hipofaring valekula, sinus piriformiskananl
velofaring saat rnenelan velofaring saat fonasi kiri, dan postkrikoid
396 ENDOSKOPI

di antara kedua gigi (atas dan bawah) pada saat menelan.


Tujuan perasat ini untuk meningkatkan tekanan pada saat
terjadi kontak pangkal lidah dengan dinding faring. Perasat
ini digunakan pada kelemahan lidah, pada pasiei pasca-
operasi regio rnulut atau keganasan lidah.12~'3

REFERENSI

Murry T, Carrau RL. Anatomy and Fuction of the Svrallowing


Mechanism. In: Murry T, Carrau RL, editors. Clinical
Management of Swallowing Disorders. Second Ehtion. San
Diego: Singular Publishing. 2006 p.19-33
Aviv JE, Murry T. FEESST Safety. In: Aviv JE, Murry T.
editors. Flexible Endoscopic Evaluation of Swallowing with
Sensory Testing. San Diego, Oxfrod: Plural Publishing Inc,
2005:p.88-95.
Mark L, Rainbow D. Subjective Assessment. In: Mark L,
Rainbows D, editors. Working with Dysphagia. A Speech-
mark Practical Therapy Manual. 1st ed. Oxon: Speechmark
Publishing Ltd. 2001. p.35-72.
Murry T, Carrau RL. The abnormal Swallow : Conditions
and Diseases In: Murry T, Carrau RL, editors Clinical
Management of Swallowing Disorders. Second Ehtion. San
Diego: Singular Publishing. 2006. p.37-80
Langmore SE, Aviv JN. Endoscopic Procedure to Evaluate
Oropharyngeal Swallowing.In. Langmore SE, ed. Endoscopic
Evaluation and Treatment of Swallowing Disorders. 1st ed.
New York, Stuttgart: Theme; 2001.~73-100.
Leonard R. SwallowEvalution with Flexible Videoendsocopy.
In: Leonard R, Kendall K, editors. Dysphaga Asses5ment and
Treatment Planning - A Team Approach. Second Edition. S m
Diego: Plural Publishing. 2008 p.161-80.
Aviv JE, Muny T. Cases. In: Aviv JE, Muny T. editors. Flexible
Endoscopic Evaluation of Swallowing with Sensory Testing.
San Diego, Oxfrod: Plural Publishing Inc, 2005:p.109-22.
Wu CH, Hsiao TY, KO JY. Dysphagia after Radiotherapy:
Endoscopic Examination of Swallowing in Patients with
Nasopharyngeal Carcinoma. Ann Otol Rhino1 Laryngol
2000;109:320-5
Tamin S, Ku PK, Cheung D. Assessment and maagement
of dysphagia with fiberoptic endoscopic examinatisn
of swallowing (FEES) and its future implementation in
Indonesia. Otorhinolaringol.Indon.2004;34 (4): 26-33
Tamin S. Disfagia orofaring. In: Iskandar N, Soepardi EA,
Bashiruddin J, Restuti RD, editors: Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi keenam.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007 p.281-4
Langrnore SE. Scoring a FEES Examination. In: Langmore
SE, ed. Endoscopic Evaluation and Treatment of Swallowing
Disorders. 1st ed. New York, Stuttgart: Thieme; 2001.p101-
43.
Murry T, Carrau RL. Non surgical Treatment of Swallowing
Disorders. In: Murry T, Carrau RL, editors. Clinical
Management of Swallowing Disorders. Second Edition. San
Diego: Singular Publishing. 2006 p.139-67.
Mark L, Rainbow D. Pharyngeal State Management. In:
Mark L, Rainbows D, editors. Working with Dysphagia.
A Speechmark Practical Therapy Manual. 1st ed. Oxon:
Speeclunark Publishing Ltd. 2001. p.130-8.
ARTROSKOPI
Andri M T Lubis

PENDAHULUAN Sementara sudut inklinasi lensa artroskopi bagian distal


bervariasi dari 10-120 derajat, namun yang terbanyak di
Seiring dengan perkembangan teknik endoskopi maka pasaran adalah lensa dengan sudut 30 dan 70 derajat.
saat ini banyak prosedur pembedahan yang sebelumnya Akan tetapi pada saat ini lebih dari 90% prosedur
memerlukan insisi atau luka yang besar menjadi jauh artroskopi dikerjakan dengan menggunakan artroskop 30
lebih minimal invasif. Endoskopi yang dipergunakan untuk derajat Alat-alat lain yang diperlukan dalam prosedur ini
daerah persendian disebut artroskopi. Profesor Kenji Takaji adalah sumber cahaya, layar monitor, motor unit untuk
(1888-19663) dari Universitas Tokyo dianggap sebagai shaver, pompa air dan alat perekam. Selain itu terdapat
orang yang pertama kali mengaplikasikan prinsip-prinsip pula instrumentasi khusus yang diperlukan untuk masing-
endoskopi pada sendi lutut, begitu pula dengan Severin masing indikasi pada prosedur artroskopi.
Nordentoft. Sementara perintis bidang artroskopi lainnya
adalah Eqgen Bircher dan Michael Purman. Setelah Perang
Dunia kedua, pengembangan teknik ini diteruskan oleh
Masaki Watanabe dari Universitas Tokyo dan Robert W.
Jackson dari Rumah Sakit Umum Toronto. Kemudian pada
tahun 1974 didirikan lnternational Arthroscopy Association
(IAA) di Philadelphia dengan Profesor Watanabe sebagai
ketua pertamanya. Saat ini organisasi tingkat dunia yang
banyak berhubungan dengan artroskopi telah bertambah
jumlahnya dan salah satu di antaranya adalah International
Society of Arthroscopy, Knee Surgery, and Orthopaedic
Sports Medicine (ISAKOS). Di samping itu, International
Cartilage Repair Society (ICRS) juga merupakan suatu
wadah yang seringkali berkaitan dengan perkembangan
artroskopi di dunia. Sedangkan di Asia telah berdiri
organisasi Asian Pacific Orthopaedic Society for Sport
Garnbar 1. Tindakan artroskopi pada sendi lutut. Luka
Medicine (APOSSM), dan Asian Arthroscopy Congress (AAC). vana diperlukan sanaat kecil. Umumnva dibutuhkan
Perkembangan teknik dan alat artroskopi yang sangat iekitar 2 sampai 3 inGsi kecil sebagai portal. Operator
pesat dalam dekade terakhir ini mengakibatkan semakin dapat rnelihat keadaan dalam sendi lutut melalui
banyak prosedur yang dapat dilakukan dengan tindakan
minimal invasif menggunakan bantuan artroskopi.

INDIKASI-INDIKASI PROSEDUR ARTROSKOPI


INSTRUMENTASI PADA ARTROSKOPI
Artroskopi saat ini dapat membantu tindakan pada
Secara garis besar tindakan artroskopi memerlukan berbagai sendi, dan prosedur ini sangat sering digunakan
artroskop dengan diameter antara 2,7 sampai 7,5 mm. terutama pada sendi besar seperti sendi lutut dan sendi
ENDOSKOPI

bahu. Artroskopi juga dapat digunakan pada kendi yang ligamentum tersebut harus dilakukan dengan teknik
lebih kecil seperti sendi pergelangan kaki (ankle), sendi operasi terbuka. Pada umumnya, luka operasi pun
siku, sendi pergelangan tangan (wrist), dan kadang kala besar karena beberapa ligamentum sulit dicapai, seperti
juga digunakan pada sendi panggul. Endoskopijuga dapat misalnya ligamentum cruciatum, sehingga patella perlu
dipakai untuk membantu operasi tulang belakang, tetapi didislokasikan untuk mencapai ligamentum tersebut.
tidak akan dibahas pada bab ini. Sebagai akibatnya nyeri pasca operasi cukup hebat, luka
Saat ini indikasi utama penggunaan alat artroskopi insisi besar, dan fase pemulihan menjadi lebih lama.
adalah untuk membantu penanganan operasi akibat Dengan bantuan artroskopi maka insisi menjadi jauh lebih
cedera olah raga dan kecelakaan di samping penanganan kecil, patella tidak perlu didislokasikan sehingga nyeri
masalah penyakit degeneratif. Oleh karena itu, d banyak pasca operasi tidak terlalu berat dan rehabilitasi menjadi
negara, ahli ortopedi yang memfokuskan diri pada lebih cepat. Agar operasi menggunakan artroskopi ini
prosedur artroskopi disebut sports surgeon. dapat berjalan optimal maka penentuan portal menjadi
sangat penting.

Pada awalnya tindakan debridement arthioscopy


terutama pada sendi lutut sangat banyak dikerjakan
dan merupakan salah satu prosedur yang palin,) sering
dilakukan dalam bidang orthopaedi. Debridement
arthroscopy pada mulanya dianggap mampu mergurangi
keluhan pada osteoartritis khususnya pada sendi lutut
Gambar 2. Contoh graft tendon semitendinosus dan gracilis
dan mengurangi sel-sel peradangan, sitokin pro-iiflamasi
yang dapat dipakai sebagai tendon graft untuk rekonstruksi
yang terdapat pada sendi lutut. Akan tetapi banyak ligamentum krusiatum anterior rnaupun ligarnenturn krusiatum
penelitian terkini menunjukkan bahwa hasil debridement posterior
arthroscopy kurang lebih sama dengan placebo bahkan
pada beberapa kasus lebih buruk daripada placebo.
American Academy of Orthopaedic Surgeon (AAOS)
maupun International Society of Cartilage Repair (ICRS)
saat ini merekomendasikan debridement arthroscopy
untuk osteoartritis hanya dilakukan apabila terdapat
dua kelainan, yaitu ruptur meniskus atau terdapat loose
bodies sehingga tindakan artroskopi dapat dipergunakan
untuk melakukan menisektomi ataupun pengeluaran
loose bodies. Akan tetapi osteoartritis perlu dibedakan
dengan suatu keadaan berupa cedera kartilago. Cedera
pada kartilago dapat berupa defek yang cukup dalam dan
besar tetapi tidak meluas pada keseluruhan serdi lutut.
Pada jenis masalah ini, dapat dilakukan penatalaksanaan
mikrofraktur dengan bantuan artroskopi. Selain itu dapat
pula dilakukan mozaicplasty, autologous chondrocyte Gambar 3. Contoh luka insisi pada rekonstruksi ligarnenturn
transplantation maupun penatalaksanaan dengan sel krusiaturn anterior. Sekalipun pada pasien ini dilakukan
punca, yang dalam pelaksanaannyadapat memanfaatkan rekonstruksi kedua bundle ligarnentum krusiatum anterior,
yaitu bundle anterornedial dan bundle posterolateral, akan
artroskopi.
tetapi hanya diperlukan tiga luka insisi untuk portal dan satu
luka kecil untuk rnengarnbilgraft.

REKONSTRLIKSI LIGAMENTLIM PADA SEND1 LUTUT


M E N I S E K T O M I D A N P E R B A I K A N (REPAIR)
Pada sendi lutut terdapat empat ligamentum utama, yaitu MENISKUS
ligamentum cruciatum anterior, ligamentum cruciatum
posterior, ligamentum kolateral medial dan ligamentum Pada sendi lutut terdapat dua menisci, yaitu meniskus
kolateral lateral. Sebelum masuk dalam era artroskopi, medial yang lebih besar dan meniskus lateral yang
apabila terjadi cedera maka rekonstruksi liganentum- lebih kecil. Meniskus tidak mempunyai perdarahan yang
ARTROSKOPI

baik, sehingga sangat sulit sembuh bila terjadi robekan. akan mengalami robekan pada labrum glenoid yang
Sebelum era artroskopi, apabila terjadi robekan pada disertai dengan mengendurnya kapsul bahu. Hal ini akan
meniskus hingga menimbulkan nyeri yang mengganggu, mengakibatkan dislokasi pada sendi bahu menjadi semakin
maka terpaksa dilakukan operasi terbuka dengan mudah dan cenderung berulang. Dislokasi yang berulang ini
melakukan menisektomi total. Bahkan sekalipun robekan akan mengakibatkan terdapatnya lesi Bankart, yang ditandai
cuma sedikit, akan tetapi sering kali seluruh meniskus dengan robekan labrum dari glenoid di sisi anteroinferior
harus diangkat/ dibuang. Dengan bantuan artroskopi, terhadap glenoid sehingga kapsul sendi bahu pun menjadi
ahli bedah orthopaedi dapat memilih bagian yang rusak semakin kendur. Pasien seperti ini memerlukan perbaikan
dan membuang bagian tersebut saja. Dengan demikian melalui operasi yang dikenal sebagai Bankarf repair. Teknik
pada cedera meniskus saat ini telah dapat dilakukan Bankartjauh lebih baik daripada teknik Bristow, karena teknik
menisektomi subtotal bahkan menisektorni parsial. Bankart lebih fisiologis dan anatomis, sedangkan teknik
Dilihat dari segi perdarahannya, meniskus dibagi Bristow dapat mengakibatkan berkurangnya gerakan rotasi
dalam tiga zona, mulai dari perifer yaitu red-redzone, red- eksterna sendi bahu pasca operasi. Dengan bantuanartroskopi
white zone dan white-white zone. Red-redzone merupakan maka operasi perbaikan lesi Bankart menjadi lebih mudah.
area yang paling baik perdarahannya, sehingga apabila Umumnjla pada Bankarf repair diperlukan tiga portal atau
robekan terjadi pada zona ini maka dengan bantuan irsisi saja, tanpa perlu memotong otot sama sekali. Dengan
artroskopi dimungkinkan perbaikan dan penjahitan demikian alat teropong sendi dapat langsung mempunyai
meniskus yang robek. Banyak penelitian membuktikan akses pada sendi bahu dan membantu operasi perbaikan.
bahwa bila seseorang tidak mempunyai meniskus lagi, Otot subskapularistidak perlu dibuka, seperti umurnnya pada
misalnya akibat menisektomi total, maka risiko terjadinya operasi konvensional tanpa bantuan artroskopi. Sementara
osteoartritis menjadi lebih besar. Bahkan pada penelitian itu, anchorscrewdan benangjuga dapat dengan lebih mudah
osteoartritis pada hewan coba ditemukan bahwa apabila diimplantasikan. Sebagai konsekuensinya, rehabilitasi akan
meniskus hewan coba tersebut diambil maka hewan lebih cepat dan baik. Oleh karena insisi tidak besar maka
tersebut akan mengalami osteoartritis. nyeri jauh lebih ringan dan secara kosmetik menjadi jauh
lebih baik.

MANFAAT LAIN PROSEDUR ARTROSKOPI PADA Penanganan Sindrom Impingement


SENDl LUTUT Saat ini masalah degeneratif sernakin banyak ditemukan
di pelbagai negara dan akan menjadi masalah yang
Selain hal-ha1 yang telah dikemukakan di atas, artroskopi semakin meningkat sejalan dengan bertambahnya
juga bermanfaat dalam mengeluarkan loose bodies (benda populasi usia lanjut. Pada populasi lanjut usia pada
lepas) di dalam sendi lutut, melakukan biopsi, terutama biopsi umumnya terjadi perubahan bentuk pada akromion
sinovium pada sendi lutut. Biopsi sinovium ini sering kali skapula. Bigliani membagi bentuk akromion menjadi
diperlukan untuk menunjang diagnosis suatu penyakit. tiga tipe, yaitu datar, curved (melengkung) dan hooked
(menyudut). Hal tersebut terjadi karena adanya
pembentukan osteofit pada ujung akrornion. Akromion
PEMANFAATANARTROSKOPI PADA SENDl BAHU yang berbentuk curved ataupun hooked mengakibatkan
ruang subskromial menyempit. Sebagai akibatnya, otot-
Artroskopi Diagnostik dan Debridement otot rotator cuff yang bergerak di bawahnya menjadi
Kadang kala diperlukan pemeriksaan artroskopi diagnostik terjepit, terutama otot supraspinatus saat gerakan
untuk menunjang suatu diagnosis penyakit. Namun abduksi bahu. Hal tersebut dapat mengakibatkan rasa
dengan adanya perneriksaan magnetic resonance imaging sakit, yang dikenal sebagai pain arch syndrome, yang
(MRI) maka pernanfaatan artroskopi untuk tujuan ditandai oleh nyeri abduksi bahu, terutarna pada 60
diagnostik semakin berkurang walaupun pencitraan MRI sampai 120 derajat.
pada bahu lebih baik apabila menggunakan artrogram Apabila penanganan konservatif, baik dengan
sehingga gambaran kelainan sendi bahu menjadi lebih pemberian antiinflamasi maupun fisioterapi, tidak
jelas. Artroskopi mempunyai peran didalam melakukan menolong maka diperlukan tindakan pembedahan berupa
pembersihan atau debridement pada sendi bahu, seperti acromioplasty atau dekompresi ruang subakromial.
pada kasus artritis sepsis, adanya loose body maupun 'JValau?un prosedur tersebut dapat dilakukan dengan
untuk tindakan biopsi. teknik operasi konvensional, akan tetapi tentunya akan
lebih baik bila menggunakan bantuan artroskopi, karena
Penanganan Dislokasi Bahu Berulang luka yang jauh lebih kecil dan tidak banyakjaringan yang
Seseorang yang mengalami dislokasi pada bahunya, rusak.
Perbaikan Robekan Otot Rotator Cuff robekan labral, peradangan sinovium dan cedera
O t o t - o t o t rotator cuff merupakan o t o t - o t 2 t yang kartilago.
melakukan gerakan perputaran pada sendi bahu. Otot-otot
tersebut adalah supraspinatus, infraspinatus,subskapularis
dan teres minor. Seperti telah dikemukakan sebelurnnya, PEMANFAATAN ARTROSKOPI PADA SENDl KEClL
sejalan dengan pertambahan usia, seseorang berisito
menderita impingement pada sendi bahunya. Akromion Pemanfaatan artroskopi pada sendi kecil memerlukan
yang rnenjadi curved ataupun hooked dapat menjadi teropong (scope)yang lebih kecil. Begitu pula instrumentasi
sangat tajam dan mengakibatkan iritasi terus nenerus yang dipergunakan, semuanya berbeda dan menggunakan
terhadap rotator cuff pada saat gerakan perputaran sendi instrumen yang jauh lebih kecil dibandingkan prosedur
bahu. Sebagai akibatnya, lama kelamaan otot-otot rotator pada sendi besar. Apabila menggunakan instrumen seperti
cufftersebut dapat putus. Pasien akan mengeluh nyeri dan pada sendi besar untuk penanganan sendi kecil, justru
terbatas gerakan pada sendi bahu. dapat rnengakibatkan cedera pada sendi yang lebih kecil
Teknik operasi untuk perbaikan otot rotatorcuffdapat tersebut.
dilakukan dengan operasi terbuka yang konvensional.Ada
pula teknik yang disebut perbaikan terbuka m ni (mini
open repair), dimana dilakukan dekompresi subacromial
atau acromioplasty dengan bantuan artrosk3pi dan
selanjutnya perbaikan otot yang robek secara terbuka. lndikasi pemanfaatan artroskopi pada sendi siku antara lain
Dengan kemajuan artroskopi yang sangat pesat rraka saat untuk debridement sendi siku, pembersihan loose bodies,
ini telah dapat dilakukan pebaikan robekan otot rotat,3r penanganan kekakuan sendi siku, penanganan tennis
cuff sepenuhnya dengan bantuan artroskopi. Dengan elbow, penanganan osteokondritis disekans, sinovektorni
demikian maka rehabilitasi pasca operasi menjadi lebih partial, penanganan pembebasan kontraktur, penanganan
cepat dan nyeri lebih ringan. instabilitas ligarnen serta rnernbantu evaluasi patah tulang.

Lesi Patologis Lain pada Sendi Bahu


Terdapat beberapa jenis lesi patologis lain yang dapat SENDl PERGELANGAN T A N G A N
diperbaiki dengan bantuan artroskopi, yaitu antara lain:
lndikasi pernanfaatan artroskopi pada sendi per-gelangan
Lesi SLAP (Superior Labrum Anterior Posterior Lesion),yang tangan antara lain untuk indikasi mernbantu diagnosis
merupakan keadaan patologis dimana terjadi -obekan yang sulit dengan pemeriksaan radiologi, penanganan
labrum pada bagian superior glenoid, di sekitar lokasi sindroma carpal tunnel, penanganan robekan kartilago
origo kaput longus otot biceps brachii. Lesi ini jauh lebih triangular, penanganan robekan scapholunate, sinovektorni,
I mudah diperbaiki dengan bantuan artroskopi. pembersihan artritis septik, pengeluaran loose bodies,
Bony Bankart yang merupakan variasi dari lesi Bankart, penanganan cedera kartilago sendi dan reseksi artroplasti.
dimana terjadi robekan labrum pada sisi anterior inferior
glenoid, akan tetapi terdapat pula fragrnen tulang glenoid
kecil yang pecah dan mengikuti labrum yans robe<. SENDl PERGELANGAN KAKl
Dengan bantuan artroskopi perbaikan cedera ini tidak
memerlukan sayatan besar ataupun perobekan cltot. lndikasi pernanfaatan artroskopi pada sendi per-gelangan
kaki antara lain untuk indikasi pernbersihanloose bodies atau
ALPSA (Anterior Labrum Periosteal Sleeve Avulsion). Lesi fragmen osteokondral, kondroplasti, sinovektomi, reseksi
ini juga rnerupakan variasi lesi Bankart dirnana terjadi jaringan lunak pada sindroma impingement, pernbersihan
robekan labrum di sisi anterior inferior glenoid, akan jaringan parut dan penanganan osteochondritis dissecans
tetapi periosteum pada tulang glenoid juga tercabik dan (OCD). Artroskopi juga dapat membantu prosedur
mengikuti labrum yang robek. artrodesis pergelangan kaki, sebagai alternatif prosedur
artrodesis terbuka.

PEMANFAATANARTROSKOPI PADASENDI PANGGUL


REFERENSI
Beberapa masalah pada sendi panggul dapat diatasi
dengan bantuan artroskopi, antara lain pada pernbersihan 1. Burkhart SS, Lo IKY, Brady P. A cowboy's guide to advanced
slioulder arthroscopy. Philadelpl~ia:Lippincot Williams &
loose bodies, pembersihan osteofit yang rnengganggu,
Wilkins; 2006.
ARTROSKOPI 40 1

Cho NS, Lubis AM, Ha JH, Rhee YG. Clinical results of


arthroscopic Bankart repair with knot-tying and knotless
suture anchors. Arthroscopy. 2006;22(12):1276-82.
Cole BI, Sekiya JK. Surgical techniques of the shoulder, elbow,
and knee in sports medicine. Pluladelphia: Saunders (Elsevier
Science USA); 2008.
Lubis AM, Sandhow L, Lubis VK, et al. Isolation and
cultivation of mesenchymal stem cells from iliac crest bone
marrow for further cartilage defect management. Acta Med
Indones. 2011;43(3):178-84.
McGinty JB, Burkhart SS, Jackson RW, Johnson DH, Richmond
JC, editors. Operative arthroscopy. 3rd ed. Philadelphia:
Lippincot Williams & Wilkins; 2003.
Miller MD, Howard RF, Plancher KD. Surgical atIas of sports
medicine. Philadelphia: Saunders (Elsevier Science USA);
2003.
Moseley JB, O>Malley K, Petersen NJ, et al. A controlled trial
of arthroscopic surgery for osteoarthritis of the knee. N Engl
J Med 2002;347(2):81-8.
Pedowitz RA, O'Connor JJ, Akeson WH, editors. Daniel's
knee injuries. Ligament and cartilage structure, function,
injury, and repair. 2nd ed. Philadelphia: Lippincot Williams
& Wilkins; 2003.
Rockwood, Jr. CA, Matsen 111 FA, Wirth MA, Lippitt SB,
editors. The shoulder. 3rd ed. Vol. 2. Philadelphia: Saunders
(Elsevier Science USA); 2004.
ULTRASONOGRAFI ENDOSKOPIK
Marcellus Simadibrata K

PENDAHULUAN incontinence; rnernpelajari lesi subrnukosa seperti nodul


atau bumps yang bersembunyi di dalarn dinding usus
Perneriksaan ultrasonografi endoskopik (Endoscopic yang tertutup rnukosa usus normal rnisal Gastrointestinal
ultrasonography, EUS) digunakan untuk rn~meriksa stromal tumor(G1ST); rnernpelajari aliran darah di dalarn
rnukosa/dinding saluran cerna bagian atas dan bawah pernbuluh darah rnenggunakan ultrasonografi Doppler;
serta organ-organ sekitarnya.' Perneriksaan ini dapat dan rnendapatkan contoh jaringan (aspirasi jarurn
rnendiagnosis beberapa penyakit rnisal kelainan pankreas, halus/ FNA) dengan mernasukkan jarum khusus, dalarn
saluran ernpedu, dan kandung empedu, pernbesaran birnbingan ultrasonografi ke dalarn kelenjar limfe yang
kelenjar getah bening karena berbagai penyebab misalnya membesar atau curiga tumor untuk perneriksaan patologi
rnetastase kanker anatornL5*6*'

Ultrasonografi endoskopik didefinisikan sebagai sebuah Komplikasi EUS terjadi pada sekitar 1 diantara 2000
prosedurtindakan medik yang rnenggabungkan endoskopi tindakan. Komplikasi yang tirnbul antara lain hives, ruarn
dan ultrasonografi untuk rnendapatkan garnbaran dan kulit atau mual akibat obat-obat yang dipakai selarna
inforrnasi mengenai dinding saluran cerna, organ-organ perneriksaan EUS. Kornplikasi serius yang dapat terjadi
dan jaringan di sekitarnya. Gelombang suara cikirirn ke tetapi jarang yaitu perfora~i.~
dinding saluran cerna rnelalui probe ultrasonografi yang
rnelekat pada ujung endoskop. Kemudian pola ekho
yang dibentuk oleh gelornbang suara yang ~erefleksi PERSIAPAN EUS
diterjemahkan ke dalarn garnbar dinding saluran cerna
oleh komp~ter.4~~ Untuk pemeriksaan EUS saluran gastrointestinal atas,
pasien harus puasa makan dan rninurn minimal 6 jam
~ebelurnnya.~~~
INDIKASI Untuk perneriksaan EUS saluran gastrointestinal
bawah (rektum dan kolon), pasien rnengonsurnsi cairan
lndikasi EUS antara lain: rnenentukan stadium kanker pembersih kolon atau diet cairan jernih dikombinasi
e s o f a g u s - l a r n b u n g - p a n k r e a s - r e k t u r n dan paru; dengan laksatif atau enema sebelurn perneriksaan.'
mengevaluasi pankreatitis kronik dan t u n o r atau Kebanyakan obat yang dikonsumsi dapat diteruskan
kista pankreas; rnemastikan kelainan saluran ernpedu sarnpai hari perneriksaan EUS. Tanyakan pada pasien
termasuk batu pada saluran empedu atau kandung obat-obat yang telah dikonsurnsi. Obat-obat antikoagulan
ernpedu; rnernastikan tumor saluran ernpedu, kandung (warfarin atau heparin) dan klopidogrel harus distop
empedu, atau hati; rnempelajari otot-otot rekturn bawah sebelurn prosedur. Insulin juga harus distop pada hari
dan anal canal dalarn rnengevaluasi penyebab fecal pemeriksaan EUS. Secara urnurn, obat aspirin dan OAlNS
ULTRASONOGRAFIENDOSKOPIK 403

(ibuprofen, naproxen, dan lain-lain) masih dapat dikonsumsi


sebelum perneriksaan EUS. Jika ada alergi terhadap lateks,
harus hati-hati kernungkinan syok anafilaktik.' Harus
ditanyakan apakah ada alergi obat atau bahan lain rnisal
iodine atau shellfish pada anamnesis. Penyakit serius juga
harus ditanyakan antara lain penyakit jantung, penyakit
paru, diabetes melitus sebelurn tindakan. Jika akan
dilakukan aspirasijarurn halus, harus dilakukan perneriksaan
pernbekuan darah. Harus ditanyakan apakah pasien memiliki
penyakit gangguan perdarahan atau rninum obat-obatan
yang mengganggu pernbekuan darah (seperti Cournadin)
atau gangguan fungsi trombosit (seperti aspirin, Motrin,
ibuprofen, Aleve dan OAlNS lainnya). Antibiotik biasanya
tidak diperlukan sehabis tindakan EUS, kecuali bila pasien
merniliki penyakit katup jantung.
EUS dilakukan dengan bantuan sedasi, jadi pasien
tidak dapat bekerja atau mengendarai mobil selarna 24 .
Gambar 1 EUS radial mendiagnosis tumor saluran cerna dan
jam. Setelah tindakan pasien harus ditemani orang lain metastaje kelenjar getah bening.
untuk mengantarnya ke rumah.

KOMPLlKASl EUS

Kornplikasi pemeriksaan EUSjarang didapatkan. Kornplikasi


yang didapatkan antara lain perdarahan akibat biopsi, sakit
tenggorokan, efek samping terhadap obat sedatif, aspirasi
isi lambung ke dalam paru, infeksi, komplikasi penyakit
jantung/paru, dan perforasi (jarang).

MACAM/TIPE EUS

Menurut tujuan perneriksaan, EUS dibagi 2 yaitu diagnostik


dan terapeutik. Menurutjenisnya alat EUS dibagi rnenjadi
EUS radial dan EUS linear. EUS radial lebih banyak dipakai Gambar 2. Punksi pseudokista pankreas memakai EUS linear
untuk diagnostik kelainan saluran cerna, sedangkan EUS
linear selain diagnostik dapat dipakai sebagai rnodalitas
terapi untuk punksi cairan kista dan biopsi jarum
hal~s(FlVAB).~(lihatgambar 1,2,3) REFERENSI

1. Understanding EUS (EndoscopicUltrasonography).Avdable


from url: http://www.asge.org/patients/patients.aspx?id=38O.
FREKUENSI EUS Accessed 4 January 2012.
2. Skordilis P, Mouzas IA, Dimoulios PD, Alexandrakis G,
Frekuensi probe EUS bervariasi dari 7,5 sampai dengan Mcschandrea J, Kouroumalis E. Is endosonography an
12 MHz9 effective method for detection and local staging of the
ampulIary carcinoma? A prospective study. BMC Surg.
20C2; 2: 1.
Saftoiu A, Cazacu SM. Linear Endoscopic Ultrasound Atlas.
2 4 .

KESIMPULAN Accessed 5 January 2011Available from url: http://www.


eusatlas.ro/ ..
4. Endoscopic ultrasonography (EUS). Accessed 19 January
Ultrasonografi endoskopik (EUS) rnerupakan salah satu 20L2. Available from url:http://medical-dictionary.
pemeriksaan penunjang yang berguna untuk rnenegakkan thefreedictionary.com/EUS
5. Endoscopic Ultrasound. Accessed 19Januari 2012. Available
diagnosis dan terapi kelainan saluran cerna dan organ-
from url: http://www.medicinenet.com/endoscopic~
organ disekitarnya. ultrasound/page2.htrn.
6. Raimondo M, Wallace MB. Diagnosis of early chronic
pancreatitis by endoscopic ultrasound. Are we there Yet? J
Pancreas(0nline) 2004;5(1): 1-7.
7. Akahoshi K, Oya M. Gastrointestinal stromal tumor of the
stomach: How to manage? World J Gastrointes Encosc. 2010;
2(8): 271-7.
8. Yahoo Indonesia. Gambar Endosonography. Aczessed 23
January 2012. Available from url://http://id.images.search.
yahoo.com/ search/images;~ylt=AhCI400XkE.e7LGns9dv.
Lxuf445;-ylc=XlMDOTYlNjQwMDQ2BF9yAzIEZnIDeWZ
wLXQtNzEzBG5fZ3BzA.
9. EUS in Benign Pancreatic Disease. Accessed 19January 2012.
Available from url: http://www.eusimaging.com/reference/
benign2.html
10. Irisawa A. Current role of radial and curved-linear arrayed
EUS scopes for diagnosis of pancreatic abnormalities in Japan.
Dig Endosc.2011; 23(Issue suppl sl): 9-11.
.: >l,

Nutrisi p&fenteral:
Cars pghimilihan, Kapan,(:
~.

dan Bagaimana 4 3 2 " ~ ~. ~ : ' "


. ,.

ia Lanjut ,441
Dukungan Nutrisi pada - ' ,

Pasien Kritis 448


Terapi Nutrisi pada
Pasien Kar~ker455

Malnutrisi di Rumah Sakit


465
DASAR-DASAR NUTRISI KLINIK PADA PROSES
PENYEMBUHAN PENYAKIT
Daldiyono, Ari Fahrial Syam

Pada suatu proses penyembuhan dibutuhkan berba-


gai rangkaian reaksi kimiawi dan enzimatik. Agar proses
Nutrisi Klinik merupakan bidang ilmu kombinasi (Inte- penyembuhan tersebut dapat berjalan sesuai dengan apa
grasi) antara ilmu gizi dan ilmu tentang penyakit, terutama yang diharapkan tergantung pula pada asupan makan
yang bersangkutan dengan proses penyembuhan. '
termasuk asupan mineral, vitamin dan air. Oleh karena itu
apabila asupan makan dan minum tidak terpenuhi maka
llmu Gizi adalah ilmu yang mempelajari zat makanan
proses penyembuhan yang diharapkan tidak berjalan
(nutrisi) dalam kaitannya dengan pemeliharaan kesehatan,
optimal seperti yang diharapkan (Gambar 2).
pencegahan dan penyembuhan penyakit, beserta proses
pengolahan dan penyajian makanan. Berbagai terminologi
sejenis.
PROSES METABOLISME ZAT GlZl

Metab~lismezat gizi secara garis besar dapat dibagi


menjadi 3 bagian besar yaitu pemecahan zat gizi untuk
utilisasi, proses pembentukan energi dan regenerasi sel.
~Gambar3)
Untuk memahami metabolisme produksijaringan dan
proses regenerasi dapat disimak perubahan dari telur ke
anak ayam. Dalam proses perubahan telur m e ~ j a dayam
i

u Gizi Medik

Gambar 1. Kaitan antara ilmu gizi, gizi medik dan nutrisi klinik
dibutuhkan energi CO, dan 0, dan proses pengeraman.
Melalui proses metabolisme dalam telur putih dan kuning
telur serta faktor genetik membentuk bagian-bagian dari
organ tubuh dari anak ayam.
Karbohidrat. Metabolisme karbohidrat meliputi: 1). Pem-
bentukan ATP melalui glukosa, galaktosa, dan fruktosa; 2).
Membentuk Karboprotein; 3). Glukosa membentuk ribosa
NUTRlSl KI-INIK DALAM BIDANG PENYAKIT untuk sintesis asam nukleat; 4). Konservasi karbohidrat
DALAM glik~gen.~

Nutrisi klinik dalam bidang penyakit dalam adalah Protei~ terdiri dari molekul-molekul besar dengan berat
nutrisi untuk orang sakit khususnya dalam bidang ilmu molek.ul yang bervariasi dari 1000 sampai lebih dari
penyakit yang berkaitan dengan proses penyembuhan, 1.000.300. Protein dapat dipecah melalui proses hidrolisis
lebih tegasnya nutrisi berperan sebagai dasar proses ke dalam bentuk-bentuk yang lebih sederhana yang kita
penyembuhan. kenal jebagai asam amino. Protein dipecah menjadi asam
406 NUTRISI KLlNlK

Metabolisme

Patofisiologi
Digesti

-
Patobiologis
absorbsi

Makan
Minurn
, Sehat Sakit
dan lain- lain
Penyernbuhan Proses recovery
Psikis
endogen dari Rekonstruksi
Tuhan jaringan
Proses defensi
Proses Irnun
Proses
Enzirnatik Enri
Glukosa + 0,
Horrnon
neurotransrniter
Reqeperasi ,
Proses e lrnlnas~

Kardiovaskular
Respirasi
Eritrosit

Gambar 2. Kesatuan ilmu nutrisi klinik (scientific entity of clinical nutrition)

I Metabolisme Nutrisi
I
dari satu asam amino berikatan dengan gugus karboksil
dari asam amino yang lain. Dipeptida saling berikatan
rnembentuk polipeptida dan selanjutnya menjadi struktur
pr~tein.~
Lipid. Lipid selain berperan sebagai sumber energi
energi gizi untuk energi regenerasi enzirn juga mernpunyai peran sebagai regulator rnetabolik,
I dan jaringan Metabolisme lipid untuk energi dari makanan. Trigliserida
terdiri dari gliserol dan asarn lemak. Gliserol akan dipecah
Gambar 3. Garis besar rnetabolisme zat gizi = nutris
menjadi gliserophosfat kernudian piruvat dan bentuk
akhirnya asetil CoA yang rnasuk proses metabolisme
rnelalui Siklus Krebs. Sedang asam lernak sendiri terdiri dari
Energi I asarn lernak esensial (Ornega3, omega 6 dan Arakhidonat)
yang dipecah rnenjadi Asetil CoA untuk rnemproduksi
Anak Ayarn k ~ l e s t e r o l .Kolesterol
~ sendiri mempunyai peran untuk
pembentukan membran sel, sebagai bagian dari garam
ernpedu untuk proses digesti lernak (ernulsi lemak) dan
Ernbrio rival
Tulang peran kolesterol lain untuk membentuk berbagai hormon
+ Darah yang dibutuhkan oleh tubuh seperti kortisol, aldosteron,
Putih Telur testosterone serta estrogen dan progesteron.
+ Kulit
Air = Pernbentuk tubuh terpenting dalam bentuk cair, 60%
Kuning Telur
berat badan terdiri dari air. Air yang ada didalarn tubuh
terdapat pada intravaskular, intraselular, cairan interstitial.
Gambar 4. Problernatik keilmuan produksi jaringan dan re- Airjuga berperan sebagai pelarut untuk eliminasi zat sisa
generasi dari zat gizi yang tak berguna (end product).

amino dan sebaliknya asam amino bergabung membentuk Mineral. Kalium dalam sel berperan untuk menjaga
protein. Ada 20 asam amino yang diternukan dialarn. Asam homeostasis keseirnbangan elektorlit dan asam basa,
amino berikatan satu sama lain dalam molekul protein Posfat berperan dalam pernbentukan mernbran fosfo-
melalui ikatan Peptida (dipeptida), dimana gugus amino lipid, sulfat untuk rnernbentuk protein. Natrium sendiri
DASAR-DASAR NUTRlSl PADA PROSES PENYEMBUHAN PENYAKIT

merupakan salah satu elektrolit utama dalam tubuh berperan karboksilase menjadi Acetyl COA + C02.
sebagai kation dan agen osmotik dari cairan ekstra- Apaaila persediaan piruvat (dari glukosa = 1 glukosa
selular. g 2 piruvat) atau kekurangan glukosa misalnya waktu
puasa, starvesi/kelaparan), terjadilah apa yang disebut
Trace Element. Sejumlah elemen dengan jumlah sangat
glukone3genesis. Sebenarnya glukoneogenesis kurang
kecil dapat sangat dibutuhkan oleh tubuh karena sangat
tepat karena lipid dan asam amino untuk di rubah ke
penting untuk proses tumbuh kembang dan menjaga
proses energi melalui berbagai jalur.
kesehatan secara umum. Beberapa zat elemen penting
Ket~rkaitanketiga unsur gizi utama ini yaitu karbo-
antara lain Fe, Sulfur, Mn, Zn, Sedan I. Fe dibutuhkan untuk
hidrat, lemak dan protein tampak lebih jelas pada proses
pembentukan hemoglobin. Trace element lain mempunyai
glukoneogenesis dan siklus Krebs. Penjabaran peristiwa
peran pada reaksi enzimatik, sebagai antioksidan dan
tersebut adalah sebagai berikut:
sebagai donor dan reseptor elektron.
Vitamin. Vitamin bekerja dalam proses enzimatik dalam
semua metabolisme dan tiap vitamin berperan secara 1 Karbohidrat 1
spesifik.
Enzim adalah katalisator dalam semua proses meta-
bolisme yang terpenting adalah donor dan/ atau reseptor
elektron.

Serat. Terdapat 2 jenis serat yang berperan dalam tubuh


manusia , yaitu:
F
C &
* Gliserol Asam Amino
non ssensial I
+-
rotem

I Y
I

1). Serat kasar, panjang dan kuat (Rough Fiber). Tidak Gambar 5. lnteraksi dan interrelasi
berubah selama pencernaan hanya hancur dalam proses
pengunyahan, berguna untuk: a). Menahan air, b). Mem-
beri volume feses agar berbentuk padat dan lunak,
menyebabkan peregangan usus dan merangsang peristalsis,
Contoh: selulose pada sayur dan buah; 1 Dari Trigliserid

2). Serat halus larut dalam air (fine fibre water soluble). 1 Gliserol I Triose Fosfat
Sitoplasma
Terdapat pada sayur dan buah yang lunak. Macam-
Piruvat
macamnya: pektin, lignin dan laktulosa.
Berfungsi sebagai prebiotik memberi makanan
-
bakteri yang baik dalam intestin dan kolon. Bakteri tersebut
disebut probiotik yaitu Laktobasilus spp, Bifidobakteria
spp, Enterobactericae spp.
P.
Asetil C P

Probiotik tersebut membentuk vitamin K, Biotin


dan merangsang terbentuk zat imun. Selain itu serat
halus dalam kolon difermentasi oleh probiotik menjadi
asam lemak rantai pendek (short chain fatty acid) yaitu
asetat, propionat dan butirat. Asam lemak rantai pendek
dikonsumsi kolonosit sebagai substrat energi yang utama.
Jadi, hidupnya kolonosit tergantung pada prebiotik dan
probiotik.
Flavoprotein

Koenzim 6
INTERAKSI D A N INTERRELASI ATP + CO, + H,O
Gambar 6. Siklus Krebs + oksidatif fosforilasi perhatikan
lnteraksi dan interrelasi terjadi antara karbohidrat, lemak
produksi CO, dan masuknya Oksigen
dan protein. Ada 2jenis lnteraksi dan lnterrelasi : a). Saling
menjadi; b). Konversi membentuk energi (Glukoneo-
genesis). Karbohidrat
Metabolisme energi berpusat pada siklus Krebs atau Molekul karbohidrat awal adalah amilum yang di dalam
siklus asam Sitrat. Sebagai awal metabolisme adalah usus dipecah menjadi glukosa-fruktosa- galaktosa.
masuknya piruvat kedalam mitokondria oleh enzim piruvat Fruktosa menjadi fruktosa 6 fosfat masuk dalam rantai
2. Degradasi menjadi karbohidrat. Ada 3 Jurusan, yaitu:
glukogenik, lipogenik, ketogenik
3. Masuk kedalam salah satu rantai glukolisis atau ke
dalam siklus Krebs.

Acid (FAA) & oksidasi Asarn 1

Acetyl COA Konservasi energi dalam badan hanya ada 2 jenis, yaitu:
1. Glikogen. Disimpan dalam sel hati dan otot, karena
4 itu ada gerakan glikogen hati dan glikogen rantai
Siklus Krebbs
otot, yang merupakan rantai glukosa. Dalam keadaan
Gambar 8. Garis besar interaksi karbohidrat --- protein---lipid puasa dimana tidak ada asupan karbohidrat, maka
dalarn rnetabolisrne energi glikogen dimobilisasi. Peristiwa ini disebut Gluneo
glikogeneoisis atau glukoneogenesis.
2. Jaringan adigosa yang tidak lain adalah molekul
glukolisis. Galaktosa dalam hati diubah menjadi glukosa.
trigliserid.
Sehingga akhirnya dapat dipahami bahwa subtrat energi
yang terpenting adalah g l u k ~ s a . ~ Glikogen dalam keadaan normal mampu mencukupi
kebutuhan kalori selama 13 jam, sedangkan jaringan
Lipid adiposa bisa sampai 40 hari baru habis. Tetapi bila berat
Lipid berasal dari kilomikron yang terdiri atas Trigliserid, badan turun sebanyak 20% akan terjadi banyak perubahan
fosfolipid dan apoprotein sebagai pembawa dalam plasma.
Trigliseride yang berasal dari kilomikron oleh enzim lipo-
protein lipase dari endothel di pecah menjadi gliserol
dan asam lemak bebas. Gliserol masuk ke rantai glukolisis
menjadi glisero fosfat kemudian menjadi piruvat.
Hidroksiprolin

Sistein
i
, Threoninil
, L
Fruktosa G Fasfat
,
Asam Lemak Bebas (Free FattyAcid =FFA) masuk ke sel
setelah diaktifkan menjadi Asil CoA, kemudian masuk ke
Glisin 1
mitokondira dengan pembawanya carnitine. Dalam mito-
kondria asam lemak yang telah aktif berkat Co enzim A
(Co A) dipotong secara berturut-turut dengan melepaskan
asetil Co A lalu masuk ke dalam siklus Krebs. Jadi ada 2 pGz+yc=r',
jalur lipid menjadi energi, yang pertama melalui gliserol Asetil CoA + Co,
masuk ke rantai glukolisis dan kedua melalui oksidasi asam
lemak membentuk Asetil Co A.

Protein
Protein disusun dari asam amino. Ada 2jenis asam amino
yaitu esensial (10 Asam Amino) yang harus di dapat dari Furnarat
makanan dan asam amino non esensial yang dapat di buat Suksinat
oleh tubuh dari asam amino yang lain (12 asam am in^).^
Masuknya asam amino ke dalam metabolisme energi Lipogenik
Tirosine Glukogenik
melalui 3 tahap, yaitu:
Phenilalanin
1. Deaminasi
Methionine

n-c-c<;+
I
R-c-oeO
+ *OH
+R-C-c
1I
40
%OH
Molekul
1 Histidine
Proline
Glutamine 1
1 -1 Propionat 1
I
NH3 NH3
Asam Amino Asam Lernak
Gambar 9. Masuknya asarn amino dalarn rnetabolisme energi
DASAR-DASAR NUTRISI PADA PROSES PENYEMBUHAN PENYAKIT 409

struktur jaringan dan membran sel. Jadi batasan starvasi


yang masih dapat ditolerir oleh badan adalah berkurang-
nya berat badan dalam waktu singkat sebanyak 20% dari
berat badan.

KESIMPULAN

Nutrisi merupakan dasar bagi proses penyembuhan. Dalam


proses penyembuhan tersebut berbagai reaksi enzimatik
terjadi dan ha1 ini membutuhkan asupan nutrisi yang baik.
Reaksi biokimiawi zat-zat nutrisi utama yaitu karbohidrat,
protein dan asam amino dan lipid berlangsung sangat
rumit. Ketiga unsur gizi utama tersebut dalam tubuh saling
berinteraksi dan berinterelasi dalam rangka menghasilkan
energi yang dibutuhkan oleh tubuh.

REFERENSI

1. Carpentier. Energy. In: Sobotka L, Allison SP, Furst P, Meier


R, Pertkiewicz M, Soeters PB et al, eds. Basics inclinical nutri-
tion. 2nd ed. Prague: Galen; 2000. p. 37-9.
2. Carpentier. Carbohydrate. In:Sobotka L, Allison SP, Furst P,
Meier R, Pertkiewicz M, Soeters PB et al, eds. Basics in clinical
nutrition. 2nd ed. Prague: Galen; 2000. p. 39-41.
3. Furst P. Protein and amino acids. In: Sobotka L, Allison SP,
Furst P, Meier R, Pertkiewicz M, Soeters PB et al, eds. Basics
in clinical nutrition. 2nd ed. Prague: Galen; 2000. p. 44-50.
4. Carpentier. Lipids. In: Sobotka L, Allison SP, Furst P, Meier R,
Pertkiewicz M, Soeters PB et al, eds. Basics in chical nutrition.
2nd ed. Prague: Galen; 2000. p. 41-4.
5. Fukagawa NK, Yu YM. Nutrition and Metabolism of Pro-
teins and Amino Acids. In: Gibney MJ, New SAL, Cassidy
A,Vorster HH. Introduction to Human Nutrition. Pd ed.
0xford:Wiley Blackwe11;2009. p. 49-73.
6. Mathers J, Wolever TMS. Digestion and Metabolism of
Carbohydrate. In: Gibney MJ, New SAL, Cassidy A,Vorster
HH. Introduction to Human Nutrition. 2""d. 0xford:Wiley
Blackwe11;2009. p. 74-85
METABOLISME NUTRISI
Nanny hlM Soetedjo

PENDAHULUAN
Mineral
Nutrisi adalah substansi organik yang dibutuhkan
organisrne yang berperan pada fungsi normal sistem
tubuh, pertumbuhan, dan pemeliharaan kesehatan.
Nutrisi didapat dari makanan dan cairan yang se anjutnya
/7: ' ,
"
Pettumbuhan
Perkembangan
& i
"I Air
diasimilasi oleh tubuh.' Kartiohidrat zat energi bringan Kontrol
metabolik
Diet adalah jumlah makanan yang dikonsumsi oleh
seseorang atau organisme tertentu. Jen~sdiet sangat
Gambar 1. Proses rnetabolisrne2
dipengaruhi oleh latar belakang asal indiv du atau
keyakinan yang dianut masyarakat tertentu. VJalaupun
manusia pada dasarnya adalah omnivora, suatu kelompok perturnbuhan dan perkernbanganjaringan. Air, protein dan
masyarakat biasanya memiliki preferensi atau pantangan vitamin diperlukan untuk mengatur metaboli~rne.~
terhadap beberapa rnakanan' Zat gizi pernbentuk energi seperti karbohidrat, lernak
Gizi yang baik merupakan ha1penting untuk kzsehatan, dan protein, dapat saling menggantikan fungsinya dalarn
pertumbuhan dan perkembangan yang optimal, serta membentuk energijika salah satu zat gizi tersebut tidak ada.
pencegahan penyakit. Selarna bertahun-tahun, orang- Vitamin, mineral dan trace elements tidak dapat digantikan
", orang sudah menghargai pentingnya rnakanan yang fungsinya dengan yang lain sehingga kekurangan salah
baik untuk penyernbuhan. Dengan perkernbangan ilmu satu dari zat gizi tersebut akan menimbulkan kelainan
pengetahuan gizi, kita sekarang dapat rnemaharni bahwa yang spesifik. Kekurangan salah satu dari zat gizi ini akan
zat gizi dan bahan makanan lainnya yang dipero eh ketika mengganggu proses perturnbuhan pada r n a n ~ s i a . ~
rnakan dapat kesehatan, mempertahankan keseinbangan Sebelum sernua zat gizi ini dapat digunakan, tubuh
metabolisrne, dan mernenuhi kebutuhan energL2 rnemulai proses metabolisme dari proses digesti (pen-
cernaan). Pada gambar 2, proses digesti dimulai dari
kavitas bukal. Makronutrien (karbohidrat, protein dan
METABOLISME NUTRlSl lernak) rnemulai proses digesti di sini, enzim arnilase
yang dihasilkan kelenjar parotis rnemulai proses hidrolisis
Metabolisme, secara singkat, adalah proses pengolahan polisakarida dari karbohidrat rnenjadi disakarida. Pada
"+
(pembentukan dan penguraian) zat-zat yang diperlui:an bayi di kavitas bukal ini dihasilkan enzirn lipase lingual
oleh tubuh agar dapat menjalankan fungsinya.' yang memulai proses hidrolisis lemak. Pada orang dewasa
Makanan rnanusia yang esens~alterdiri dari 6 proses ini terjadi di pankreas, sehingga proses hidrolisis
kornponen utama yaitu 5 zat gizi (nutrien) utarna dan air, lernak menjadi rnutlak tugas pankreas. Semakin lama kita
dirnana masing-masing rnernpunyai fungsi sendjri-sendiri rnengunyah di dalarn kavitas bukal ini, sernakin banyak
seperti dapat dilihat pada gambar 1. Karbohidrat dan enzim yang dihasilkan untuk menghidrolisis polisakarida,
lemak merupakan sumber energi utama. Protein, v~tamin, selain itu enzim ini berguna untuk rnernecah partikel
mineral dan trace elements sangat diperlukan untuk trigliserida sehingga jumlah partikelnya berkurang (ha1
ini sering digunakan untuk orang-orang obesitas, pada fruktosa) yang masuk ke dalam pembuluh darah akan
obesitas dianjurkan rnengunyah rnakanan lebih la~na).~,~ dikenali oleh reseptor pankreas sehingga rnerangsang
Seperti kita lihat pada garnbar 2, setelah kavitas bukal, sekresi insulin dari sel beta pankreas dan rnengurangi
di dalam larnbung partikel trigliserida yang telah berkurang sekresi glukagon. Perubahan horrnon ini merangsang
jumlahnya berubah rnenjadi digliserida, lalu rnenjadi absorpsi glukosa ke dalam hepar, otot dan jaringan lemak
rnonogliserida dan asam lemak. Protein mengalami proses untuk dirubah rnenjadi glikogen (Gambar 3).4
denaturasi. Polisakarida menjadi fragrnen yang lebih Di dalarn hepar, glukosa rnengalarni fosforilasi menjadi
besar. Oleh karena lemak dan protein mengalarni proses glucose-6-phosphate (G6P), oleh karena G6P tidak dapat
pernecahan di dalarn larnbung, maka konsep ini sering dirnetakolisrne langsung menjadi energi, rnaka G6P
digunakan untuk membuat perut lebih kenyang dengan dimetakolisme menjadi asam lernak dan trigliserida
cara mernperbanyak konsurnsi protein dan lemak. Sedang- serta glikogen. Glikogen rnerupakan cadangan energi
kan karbohidrat tidak mengalami proses apapun di dalam dan rnernbutuhkan banyak kapasitas, hepar hanya dapat
larnbung sehingga karbohidrat cepat rnenirnbulkan rasa menarnpung 1009 glikogen. Otot dapat rnenyimpan 0,5kg
lapar, terutama karbohidrat ~impleks.**~ glikogen, akan tetapi glikogen otot tidak dapat dipecah
Setelah rnelewati larnbung, rnakronutrien ini rnasuk rnenjadi glukosa yang rnasuk ke dalarn pembuluh darah,
ke dalarn usus halus proksimal, dan disini enzim pankreas glikogen otot hanya bisa dirubah menjadi glukosa yang
memegang peranan penting. Enzim pankreas rnenghidro- digunakan oleh otot itu sendiri sebagai energi.4.5
lisis semua komponen makronutrien rnenjadi partikel yang Oleh karena tempat untuk menyirnpan glikogen baik
bisa diabsorpsi oleh usus k e ~ i l . ~ , ~ di hepar dan otot hanya sedikit rnaka sernua karbohidrat
Setelah rnelewati proses digesti (Gambar 2 ) maka yang ditonsumsi akan dikonversi dan disimpan dalam
partikel zat gizi yang diabsorpsi usus kecil selanjutnya jaringan lemak.4,5
mengalarni proses metabolisrne. Karbohidrat dalarn Protein merupakan komponen yang selalu seimbang
bentuk rnonosakarida (glukosa, galaktosa maupun antara pemecahan dan pembentukan. Untuk 100 g
protein dari makanan yang diabsorpsi usus kecil, akan
ditambahkan 70 g protein yang berasal dari endogen
Karbohidrat Lemak Proteln
(tubuh sendiri) seperti sekresi lambung dan usus, enzirn-
"01 rakanda rrtgllsanda

Kavitas
Bukal 1 I I
otot

Larnbung

Usus halus
Proksirnal :
Uaus halus
Urn kspr
I
Jaringan Lemak Tfg'"""a
enrim
pankreas
Gambar 3. Distribusi dan regulasi karbohidrat setelah
Asom l o m k absorpsi4

Jumlah
bwhurnng enzim pencernaan dan sel-sel rnati (garnbar 4). Proses
Mukasa digesti dan absorpsi protein sangat efisien, hampir 95%
usus halus
diabsorpsi, hanya 10 g perhari yang keluar lewat feses.

Absorpsl
Momsalstda
Wukm

Darah
1
Catran
Llmfatik
-*
Darah
Setelah melalui proses hidrolisis sebanyak 150 g asam
amino 3ebas dapat digunakan tubuh setiap h a r i n ~ a . ~
Asam amino bebas ini akan dihidrolisis ke dalam amino
ocidpo21 untuk mernbentuk berbagai macarn asam amino
Gambar 2. Prinsip digesti rnakronutrienZ (garnbar 4). Asarn amino ini sebanyak 70-80% diternukan
dalam otot, sedikit yang ada di dalam darah. Akumulasi proses degradasinya bertambah, sehingga menimbulkan
intrasel asam amino bebas ini terjadi terus menerus keseimbangan nitrogen negatif.4,6,7
secara konstan. Dari 909 protein berasal dari nakanan, Pada gambar 2 lemak diabsorpsi di usus kecil, disini
menghasilkan turnover protein sebanyak 3009 perhari. makanan yang mengandung lemak seperti trigliserida,
Pada gambar 4, dari 759 protein yang didegradasi dan fosfolipid, ester kolesterol mengalami hidrolisis sehingga
disintesis di otot, hanya 10% yang mengalami pertukaran yang dapat diserap dalam bentuk monogliserida, asam
antara otot dan plasma darah dalam pool astm amino lemak dan fosfat (Gambar 5). Pada garnbar 5 setelah lemak
bebas. Sisa mukosa usus, hasil sintesis dan degradasi mengalami proses hidrolisis menjadi asam lemak rantai
protein plasma dan sel darah juga rnempunyai kontribusi pendek dan medium, trigliserida, fosfolipid dan kolesterol
turnover p r ~ t e i n . ~ (Gambar 5 no.1). Asam lemak rantai pendek dan medium
Kecepatan turnover protein dapat diukur dengan di dalarn darah akan diikat oleh albumin, sedangkan
mengukur kecepatan turnover protein yans pendek trigliserida, fosfolipid dan kolesterol akan dirubah
hidupnya seperti prealbumin, di mana berguna untuk menjadi klomikron pada sistem limfatik (Gambar 5 no.2).
mendeteksi malnutrisi yang laten. Keseimbangan nitrogen Kilomikron dapatditemukan dalam darah setelah 1-2jam
(nitrogen balance) banyak digunakan untuk mengukur kita makan. Kilomikron mempunyai paruh hidup hanya4-5
kecepatan turnover protein. Keseimbangan nitrogen menit, tetapi apabila makanan yang kita makan sangat
rnerupakan homeostasis antara suplai dari makanan tinggi lemak maka kilomikron bisa bertahan berjam-
dengan yang dikeluarkan lewat urin dan feres, serta jam.4*8
sebagian kecil melalui keringat, rambut, menstruasi atau Setelah kilomikron mengalami rnodifikasi oleh
cairan sperma (lihat gambar 4). Asupan energi sangat Lipoprotein Lipase (LPL) menjadi kilornikron remnant,
mempengaruhi keseimbangan nitrogen ini, paca kondisi maka kilomikron remnant akan diabsorpsi ke dalam
kekurangan energi, penyakit berat, malnutriri protein hepar secara endositosis rnelalui reseptor ApoE (Gambar
dan energi, proses sintesis protein berkurang sebaliknya 5 no.3) dan mengalami metabolisme. Pada proses

Garnbar 4. Metabolisme protein pada kondisi stabi14 Garnbar 5. Metabolisme lemak postpandria14
metabolisme ini asam lernak,a-glycerol-P, dan kolesterol endocytosis dan rnerupakan suplai kebutuhan kolesterol
dihidrolisis menjadi komponen trigliserida (TG), fosfolipid untuk sel. Kecepatan turnover LDL lebih rendah daripada
(PL), kolesterol ester (CE) yang tetap akan berada dalam VLDL, dimana hanya 45% LDL dieliminasi setiap harinya. I-

darah. Ketiga komponen ini juga dapat berasal dari HDL mengarnbil kelebihan kolesterol ester dan fosfolipid
glukosa kecuali jika ada kolesterol dari luar rnaka akan dari sel tersebut (gambar 5 no.6) untuk dibawa kembali
menghambat pem-bentukan glukosa menjadi asam lemak. ke dalam hepar (gambar 5 no.7). HDL merupakan kunci
Komponen lemak yang tidak dibutuhkan oleh hepar akan utarna untuk sistem transportasi lemak.4,9
dikeluarkan dalam bentuk apoprotein dan dikeluarkan Pada gambar 6, kita dapat melihat bahwa semua
dalam darah sebagai Very Low Density Lipoprotein (VLDL) makronutrien dapat menghasilkan energi melalui siklus
(gambar 5 no.4). VLDL ini dihidrolisis oleh LPL. VLDL sitrat, penghasil energi utama adalah karbohidrat dan
mempunyai paruh hidup 1-3 jam, lebih lama daripada lemak. Pada tabel 1 kita dapat melihat secara ringkas
kilomikr~n.~,~ makronutrien dan peranannya9
Asarn lemak yang dibentuk oleh VLDL hasil hidrolisis Pada gambar 7 kita dapat melihat peranan vitamin B
LPL, disimpan sebagai trigliserida pada jaringan lemak dalam proses metabolisme. NAD dan NADP (niacin), TPP +I

atau sebagai sumber energi untuk otot. Sebagian asam (thiamin), CoA (panthothenic acid), B12 (vitamin B12), FMN
lemak ini dirubah menjadi IntermediateDensityLipoprotein dan FAD (riboflavin), THF (asam folat) dan biotin berperan
(IDL), lalu IDL ini oleh Lecithin CholesterolAcyi Transferase dalam membantu metabolisme baik melalui asetil-CoA dan
(LCAT) menjadi Low Density Lipoprotein (LDL) (gambar 5 siklus sitrat (citrate cycle). Hal ini rnembuktikan perlunya
no.5) melalui proses esterifikasi kolesterol. LDL ditangkap integrasi antara makronutrien dan mikronutrien (vitamin
oleh hampir semua jaringan melalui receptor-mediated dan mineral) dalam mengatur proses m e t a b ~ l i s m e . ~ ~ ~ ~

Bahan Daear Jalur Bersama

Garnbar 6. Produksi energi dari rnakronutrieng

Makronutrien Menghasilkan Menghasilkan MenghasilkanAsam Amino dan Menghasilkan


Energi Glukosa Protein Tubuh Cadangan Lemak
Karbohidrat Ya Ya Ya, ketika ada nitrogen, dapat meng- Ya
(glukosa) hasilkan asam amino nonesensial
Lemak Ya Tidak Tidak Ya
(asam lemak)
Lemak Ya Ya, ketika karbohidrat Ya, ketika ada nitrogen, dapat meng- Ya
(gliserol) tidak ada hasilkan asam amino esensial
Protein Ya Ya, ketika karbohidrat Ya
(asam amino) tidak ada
*semua komponen makronutrien apabila dikonsumsi dalamjumlah berlebih, maka akan berkontribusi ke jaringan lemak
Otak merupakan organ yang sangat sensitif dan melalui jalur glikolitik, akan tetapi tidak dapat masuk ke
sangat tergantung dengan glukosa untuk energinya. pembuluh darah sebagai glukosa, karena glukosa ini hanya
Oleh karena otak tidak dapat menyimpan cadangan dipakai otot itu sendiri.'
energi untuk proses oksidasi maka otak merupakan Trigliserida yang disimpan dalam jaringan lemak
organ yang harus disuplai glukosa secara konstan baik merupakan sumber cadangan energi dalam tubuh
pada keadaan puasa atau starvasi, sehingga kadar gula manusia. Untuk mengesterifikasi asam lemak, jaringan
darah harus dipertahankan pada kadar tertentu supaya lemak memerlukan pengaktifan gliserol. Enzim glisero-
otak mendapatkan suplai glukosa dan masih berfungsi. kinase digunakan untuk mengaktifkan gliserol. Gliserol
Otak menggunakan 120 gram glukosa setiap hari, yang dihasilkan selama proses hidrolisis trigliserida tidak
selama keadaan puasa atau starvasi otak menggunakan dapat digunakan untuk membuat lemak yang baru. Untuk
benda keton sebagai penggantinya tetapi dalam jumlah membuat lemak baru, gliserol yang aktif harus disediakan
tertentu.'r7 melalui proses glikolisis. Sintesis lemak di dalam sel hanya
Otot menyimpan banyak cadangan glikogen, saat terjadi apabila tidak tersedia cukup glukosa, prinsip
diperlukan seperti kondisi anaerob yaitu adanya aktivitas ini yang banyak digunakan diet-diet tertentu untuk
mendadak, maka cadangan glikogen ini akan dirubah menurunkan berat badan."
menjadi glucose-6-phosphate yang akan dimetabolisme Hepar merupakan organ yang mengontrol proses

Glikogen

]/
i
Glukosa

ILemak

Garnbar 7. Jalur metabolisme yang melibatkan vitaminlo


I
METABOLISME NUTRISI 415
,"

Tabel 2. Jumlah Kalori yang Dihasilkan Makronutrien pada Organ Tubuh2


Darah Liver Otak Otot Jaringan Lemak
Glukosa atau Glikogen 60 Kkal 390 Kkal 8 Kkal 1200 Kkal 90 Kkal
Trigliserida 45 Kkal 450 Kkal 0 Kkal 450 Kkal 135.000 Kkal
Protein 0 Kkal 390 Kkal 0 Kka 24.000 Kkal 37 Kkal
*kkal yang dihasilkan berdasarkan laki-laki dengan berat badan 70kg

rnetabolisrne. Organ ini dapat rnengarnbil sebanyak yang d i ~ u n a k a nsebagai surnber energi untuk otot
mungkin glukosa untuk disirnpan dalarn bentuk glikogen tersebut. Katekolarnin (adrenalin) yang dihasilkan saat
sehingga kadar gula darah stabil. Selarna masih cukup aktivitas atau stres juga rnempunyai efek yang sama.
suplai energi dan zat gizi, hepar dapat mensintesis asam Peningkatan horrnon glukagon juga mernbuat hidrolisis
lemak, dan mengesterifikasi ke dalam lipid lalu mengirim trigliserida menjadi asam lernak. Selain hormon glukagon,
ke jaringan perifer sebagai lipoprotein? acetyl-CoA, adrenalin dan sistem saraf simpatis juga
merangsang proses hidrolisis trigliserida (Gambar 8).4,5,"
Pada gambar 9, selarna masa starvasi atau puasa lama,
METABOI-ISME NUTRlSl PADA KONDlSl PUASA hepar memecah protein menjadi asarn amino (Gambar
ATAU STARVASI 9 no.1) yang digunakan untuk proses glukoneogenesis
melalui s klus sitrat (citrate cycle) (Gambar 9 no.3) untuk
Dalam kondisi puasa atau starvasi lama, kadar glukosa mernpertahankan kebutuhanglukosa dalam darah (Gambar
dalam darah turun, sehingga regulasi hormon menjadi 9 no.4). Sisa dari proses glukoneogenesis ini adalah urea
kebalikan daripada saat absorpsi, yaitu sekresi hormon yang dikeluarkan melalui ginjal dan dikeluarkan bersarna
glukagon akan naik dan sekresi hormon insulin akan urin (Ganbar 9 no.2). Hepar juga memecah asam lemak
menurun. Glukagon menstimulasi pemecahan glikogen menjadi acetyl-CoA (Gambar 9 no.5), tetapi acetyl-CoA
hepar (glikogenolisis) dan meningkatkan aktivitas ini tidak dapat rnasuk ke dalarn siklus sitrat (Gambar 9
enzim untuk proses glukoneogenesis dari asam amino no.6) selama oksaloasetat yang dihasilkan asam amino
(Gambar 8). Semakin rendah kadar insulin plasma akan masih tercukupi, sehingga acetyl-CoA yang dihasilkan dari
menyebabkan pemecahan glikogen otot menjadi glukosa pemecahan asam lemak ini digunakan untuk membentuk

. Glukagon - ,
Sol darah
merah

Pankreas
,+ t / Gluknsa
darah 1
-CNS
( a l ~ ~ u.,nlut
t n pg u ~ )

'i
GIU~OSU
,\: h;: r;
Gula darah
MADPH +- - --
t+
r:',f.i,[J (; 1.; Gllkogen
[.:
RIBOSE
Tidak ada arupan
alauKadar
dalam dl1
I ::,!;~,,;,!;,,;v!,l\,

Hepar PI, ,"I \;I .( , I

Adrenalin
A 1.1.' (( 1 Glukagon

Kerja

Noradrenalin
Sistern saraf simpatis)
' Jaringan Lemsk

Gambar 8. Distribusi dan regulasi karbohidrat selama puasa atau starvasi4


NUTRlSl KLlNlK

benda keton (Gambar 9 n0.7), lalu oleh darah benda keton Pada gambar 11 dan tabel 3 merupakan ringkasan
ini dibawa ke otak dan digunakan sebagai sumber energi proses metabolisme pada keadaan setelah makan dan
oleh otak (Gambar 9 n0.8).~ pada keadaan puasa atau star~asi.~~"
Cadangan lemak pada tubuh manusia cukup untuk
memenuhi kebutuhan energi selama 2 bulan Sedang-
kan protein hanya 3kg yang dapat digunakan dan hanya PENGARUH GENETIKTERHADAP METABOI-ISME
mencukupi kebutuhan glukosa susunan saraf pusat selama NUTRlSl
15 hari. Setelah itu maka sumber energi utama yang
digunakan adalah benda keton dari lemak. Protein yang Nutritional genomics ("nutrigenomics") rnerupakan suatu
dirubah menjadi asam amino sangat sedikit dikarenakan perkembangan ilmu multidisiplin yang baru dalam bidang
mekanisme ini merupakan proteksi tubuh untuk meng- kedokteran dan penelitian. Pengetahuan tentang nutri-
hindari pemecahan protein lebih lanjut dari otot Sehingga genomics terus meningkat sehingga menjadi suatu alat
+ mekanisme ini membuat manusia dapat bertahan sampai yang tangguh untuk para tenaga medis yang profesional
beberapa minggu pada keadaan puasa atau starvasL4 dalam memelihara kesehatan manusia dan mencegah
Pada gambar 10, dapat dilihat perbedaan antara penyakit-penyakit kronis.12
hari ke-3 dan hari ke-40 di mana pada hari ke-3 glukosa Nutrigenomics muncul dan sedang berkembang
merupakan sumber energi yang digunakan otak berdasarkan kemajuan teknologi biomedikal dan
dibandingkan benda keton, terjadi pemecahan protein pengetahuan kita terus meningkat dalam dasar molekular
dalam otot dan pembentukanglukosa di hepar; sedangkan dari interaksi-interaksi antara lingkungan dan genom
pada hari ke-40 benda keton merupakan sumber energi rnanusia. Nutrigenomics adalah lahan pengetahuan yang
utama yang digunakan oleh otak, pemecahan protein dihasilkan oleh aplikasi tingkat tinggi dari genomics tools
dan pembentukan glukosa di hepar berkurang. Prinsip dalam penelitian nutrisi. Apabila dapat dimanfaatkan
ini sering digunakan untuk jenis diet tertentu dalam dengan bijaksana, maka ha1 tersebut akan meningkatkan
menurunkan berat badan seperti diet atkins atau tiger diet, pemaharnan bagaimana nutrisi mempengaruhi jalur
dimana pada fase pertama (kurang lebih 2 minggu) hanya metabolisme dan pengontrolan homeostatis tubuh,
mengkonsumsi protein dan lemak tanpa karbohidrat4 bagaimana pengaturan ini terganggu pada awal tahap dari

"+.,,, :*
.A

..:*. "'- '. .~.. . ,


'----'?-...:
? -,... ..- ~ . .
" ,
.P~,Y>>
.if l-.
.
- . .. . . .,. . . . .

Gambar 9. Proses Metabolisme di Hepar Selama Puasa atau Starvasi4


METABOLISME NUTRISI 417

Sumkr Ernrgl Glukosa dl produlol


yg dlgunakan btrk melalul Olukonmogonwlr

I.

dnlrn O b l
tamenya Puase delam Hari
$; : Had 3 Had 40
Jumlah ymg Lerbentuk stau digunakan dalm 24 jarn(gr)

Gambar 10. Proses metabolisme selama puasa atau starvasi4

Olub + Glub (3li9@roi c Asem k m a k m.bmim + ~ # m . ~ m l n o

OlibsrOf Asem Lemak 4sfmAfalno

Gambar 11. Proses anabolik dan katabolikg

suatu penyakit yang terkait dengan diet dan genotipe- mem~er~garuhi proses metabolisme nutrisi baik dari tahap
genotipe mana yang peka terhadap penyakit-penyakit digesti, metabolisme, hidrolisis dan seI.l3
seperti itu.13 Apa~ilakita dapat melakukan pemetaan (mapping)
Pada akhirnya, nutrigenomics akan menghasilkan gen pada seseorang maka kita bisa mengetahui makanan
suatu strategi dalam melakukan intervensi yang efektif mana yang baik dan buruk untuk metabolisme, sehingga
untuk mempertahankan homeostasis normal dan untuk suatu saat kita dapat mencegah timbulnya penyakit
mencegah penyakit-penyakit terkait dengan diet. Sebagai dengan mengkonsumsi makanan yang sesuai dengan
ringkasan nutrigenomik adalah bagaimana peranan gen gen kita.13
dipecah tubuh
A. Feasting atau Overeat
Suatu kondisi dimana Kar~ohidrat b
- Glukosa Disimpan dalam
seseorang mengalami
kelebihan energi dari yang
diperlukan, sehingga tubuh
menyimpan kelebihan energi
dalam bentuk glikogen (dalam
Lemak - - Asam Lemak
bentuk glikogen di
hepar dan otot

Disimpan dalam
jaringan lemak

-
jumlah kecil) dan lemak (dalam
jumlah besar). Nitrogen dikeluarkan
di urin (urea)
Protein Asam Amino
Protein tubuh

B. Fasting
Saat nutrient (zat gizi) tidak Cadangan glikogen di -
b Glukosa Energi untuk otak,
susunan saraf pusat
mencukupi kebutuhan energi hepar dan otot*
(SSP) dan
(2-3 j a m setelah makan),
sel darah merah
tubuh mulai memecah gliko-
gen dan cadangan lemak
sebagai sumber energi. Cadangan jaringan -bAsam Lemak -b Energi untuk sel-sel lain -
lemak nYa

~ r ~ ~ a bkondisi
i l a Fasting
berlanjut terus Nitrogen dikeluarkan di
Setelah 24 jam starvasi, tubuh urin (urea)
mulai memecah protein yang
ada di otot dan jaringan lain-
nya menjadi asam amino Protein tubuh -b Energi untuk otak dan
Amino
untuk membentuk glukosa SSP
bagi otak dan SSP. Selain itu
Benda
hepar mengkonversi lemak Energi untuk sel lainnya
menjadi benda keton yang
digunakan sebagai energi
alternatif untuk otak sehingga Jaringan lemak -b Asam
Lemak
pemecahan protein tubuh
diperlambat.
Glikogen dalam otot hanya menyediakan glukosa untuk otot dimana glikogen tersebut disimpan

KESIMPLILAN akan mengalami metabolisme sesuai jenis komponennya.


lntinya semua proses ini tujuan untuk menghasilkan
llmu gizi merupakan ha1 yang wajib dipahami semua energi dan menyimpan cadangan dalam tubuh (proses
dokter, karena gizi yang baik merupakan ha1 penting ana boli k).
untuk kesehatan, pertumbuhan dan perkembangan yang Pada keadaan puasa atau starvasi maka terjadi proses
optimal, dan pencegahan penyakit. katabolik, di mana cadangan yang ada akan digunakan
"I
Proses metabolisme nutrisi dimulai dari digesti di melalui proses glikogenolisis dan glukoneogenesis, untuk
mana semua makanan mengalami hidrolisis menjadi menghasilkan glukosa yang digunakan sebagai sumber
partikel yang bisa diserap oleh tubuh. Setelah itu pada energi. Selain itu pada kondisi tertentu benda keton akan
saat setelah kita makan, maka semua komponer~makanan digunakan sebagai sumberenergi. Protein yang ada di dalam
METABOLISME NUTRlSl

REFERENSI

1. Sardesai VM. Introduction: fundamentaIs of nutrition. In:


Introduction to clinical nutrition. 2nd ed. New York: Marcel
Dekker; 2003. p. 1-15,
Kecenderungan pola rnakan 2. Biesalski HK, Grimm P. Introduction. In: Pocket atlas of
(Kultural sosial dan ekonorni genetik) nutrition. 2nd ed. Stuttgart: Thieme; 2006. p. 1-54.
I
3. Beyer PL. Digestion, absorption, transport, and excretion of
nutrients. In: Mahan LK, Escott-stump S, eds. Krause's food,
Asupan diet nutrition, and diet therapy. 11th ed. Philadelphia: Saunders;
2004. p. 2-20.
I 4. Biesalski HK, Grirnrn P. The nutrients. In: Pocket atlas of
nutrition. 2nd ed. Stuttgart: Thieme; 2006. p. 56-302.
5. Tappy L. Carbohydrate metabolism. In: Sobotka L, Allison
Proses digesti dan
SP, Furst P, Meier R, Pertkiewicz M, Soeters P, eds. Basics in
clinical nutrition. 3rd ed. Prague: Galen; 2004. p. 66-71.
6. Deutz NEP. Protein and amino acid metabolism. In: Sobotka
L, Allison SP, Furst P, Meier R, Pertkiewicz M, Soeters P,
eds. Basics in clinical nutrition. 3rd ed. Prague: Galen; 2004.
Metabolisme p. 78-82.
nutrien 7. Berdaner CD. Nutritional biochemistry. In: Berdanier CD,
Dwyer J, Feldman EB, eds. Handbook of nutrition and food.
1' 8.
2nd ed. Boca Raton: CRC Press; 2008. p. 121-158.
Carpentier Y, Sobotka L. Lipid metabolism. In: Sobotka L,
Protein Allison SP, Furst P, Meier R, Pertkiewicz M, Soeters P, eds.
Basics in clinical nutrition. 3rd ed. Prague: Galen; 2004. p.
72-8.
9. Rolfes SR, Pinna K, Whitney E. Metabolism: transformations
and interactions. In: Understanding normal and clinical
Sintesis protein 1 10.
nutrition. 8th ed. Belmont: Wadsworth; 2009. p. 213-247.
RoKes SR, Pinna K, Whitney E. The water soluble vitamins:
I B vitamins and vitamin C. In: Understanding normal and
clinical nutrition. 8th ed. Belmont: Wadsworth; 2009. p.

I
323-366.
Genetik makeup 11. Ettinger S. Macronutrients: carbohydrates, proteins and
lipids. In: Mahan LK, Escott-stump S, eds. Krause's food,
nutrition, and diet therapy. l l t h ed. Philadelphia: Saunders;
2004. p. 37-74.
12. DeBusk RM. Introduction to nutritional genomics. In: Mahan
Mendelian LK, Escott-stump S, eds. Krause's food, nutrition, and diet
therapy. l l t h ed. Philadelphia: Saunders; 2004. p. 390-406.
13. Lucock M. Molecular mechanisms of genetic variation linked
to diet. In: Molecular nutrition and genomics, nutrition and
the ascent of humankind. 1st ed. New Jersey: John Wiley and
Gambar 12. Peranan genetik terhadap metabolisme nutrien14 Sons; 2007. p. 19-39.
14. Eastwood M. Factors influencing how an individual
otot tidak dapat digunakan untuk sumber energi pada saat metabolises nutrients. In: Principles of human nutrition. 1st
ed. Edinburgh: Blackwell; 2003. p. 102-8.
starvasi, oleh karena apabila terjadi starvasi maka glikogen
dalam otot akan dipecah, dan energi yang dihasilkannya
hanya dapat digunakan oleh otot itu sendiri.
Proses metabolisme nutrisi pada tubuh manusia saat
ini menjadi ha1 yang menarik dalam ilmu gizi, oleh karena
munculnya ilmu nutrigenomik, yaitu suatu disiplin ilmu
yang mempelajari bagaimana pengaruh gen terhadap
metabolisme nutrisi pada tubuh manusia, baik dari proses
digesti sampai dengan pembentukan energi. Sehingga
saat ini banyak para ilmuwan meneliti gen-gen yang
berperan pada proses ini dan apakah bisa dilakukan
mapping gen pada seseorang, apabila ha1 ini dapat
dilakukan maka dapat dilakukan pencegahan terhadap
suatu penyakit dengan mengkonsumsi makanan yang
sesuai dengan gen kita.
PENILAIAN STATUS GIZI
Tri Juli Edi Tarigan, Yaldiera Utami

PENDAHULUAN METODE PENILAIAN STATUS GlZl

Status gizi tiap individu sangat dipengaruhi oleh asuoan Pada dasarnya penilaian status gizi dapat dilakukan
dan penggunaan zat-zat gizi oleh tubuhnya. Adanya rnelalui dua rnetode, y a i t ~ : ~ ~ ~
ketidakseirnbangan antara asupan dan penggunaan 1. Metode langsung
zat gizi tersebut dapat menyebabkan suatu kondisi - Penilaian klinis
yang disebut sebagai ma1nutrisi.l Kondisi rnalnutrisi - Pengukuran antropometri
didefinisikan sebagai suatu gangguan status gizi akut, - Perneriksaan biokimia
subakut atau kronik, dirnana terjadi defisiensi asupan - Pemeriksaan biofisik
gizi, gangguan metabolisme gizi, atau kelebihan zat gizi 2. Metode tidak langsung
yang dapat atau tanpa disertai inflamasi yang berakibat - Survei konsumsi makanan
terjadinya perubahan komposisi tubuh dan terganggunya - Statistik vital
fungsi. Hal ini dapat meningkatkan morbiditas dan - Faktor ekologi
mortalitas pada pasiem2Oleh karena itu pencegahan
terjadinya malnutrisi melalui penilaian status gizi sedini
mungkin dianggap lebih efektif daripada bertindak METODE LANGSUNG
setelah pasien mengalami kondisi rnalnutrisi.'
Menurut American Society for Parenteral and Enterol Penilaian Klinis
Nutrition (ASPEN), penilaian status gizi rnerupakan Pemeriksaan klinis atau pemeriksaan fisik standar
suatu proses komprehensif dan teliti dalam rnenentukan rnerupakan salah satu metode penting dalarn menentukan
status gizi melalui pengarnbilan data nutrisi dan medis, status gizi suatu individu. Adapun keuntungan dari
pemeriksaan fisik, pengukuran antropometri, status pemeriksaan ini adalah sangat rnudah dan praktis untuk
fungsional dan ekonomi, data laboratorium, mengestimasi dilakukan terutarna untuk mendeteksi secara cepat
kebutuhan nutrisi, dan rencana penatalaksanaan.3 Hal tanda-tanda klinis umurn dari kekurangan salah satu atau
ini bertujuan untuk mengidentifikasi pasien-pasien yang lebih zat gizi. Selain itu, tidak mahal dan dapat dilakukan
memiliki risiko malnutrisi terutama pasien dengan oleh petugas kesehatan manapun yang telah dilatih
penyakit sistemik, untuk mencegah terjadinya kekurangan sebelumnya melalui pengawasan supervisor?
atau kelebihan nutrisi, yang mungkin akan berpengaruh Perneriksaan ini dilakukan dengan rnenilai perubahan-
terhadap prognosis.' Melalui adanya penilaian status perubahan yang dianggap berkaitan dengan kondisi
gizi ini, akan dihasilkan suatu rekomendasi-rekomendasi malnutrisi dan dapat terlihat pada jaringan epitel
untuk rneningkatkan status gizi seperti misalnya perubahan permukaan tubuh terutama kulit, rnata, rarnbut, dan
diet, pemberian nutrisi enteral atau parenteral, penilaian mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan
medis lanjutan, atau saran untuk penapisan ~ l a n g . ~ permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid. 4.5
Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah bahwa Berikut adalah beberapa gambaran dari keadaan
penilaian status gizi sebaiknya dilakukan oleh tim yang gangguan gizi pada organ-organ superfisial yang telah
terkait. disebutkan di a t a ~ : ~
PENILAIAN STATUS GIZI 42 1

Pemeriksaan klinis tersebut dapat memberikan Pengukuran Antropometri


informasi berharga kepada petugas kesehatan terutama Pengukuran antropometri meliputi pengukuran berbagai
di daerah-daerah yang memiliki angka kejadian malnutrisi macam 3imensi dan komposisi tubuh untuk melihat
cukup tinggi. Namun terdapat beberapa ha1 yang perlu apakah terdapat ketidakseimbangan asupan protein dan
diper-hatikan dalam melakukan pemeriksaan klinis, yaitu energi. P.danya ketidakseimbangan dapat dilihat melalui
adanya kesalahan prosedur pemeriksaan dan bias dari pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh
petugas pemeciksa. Hal ini menjadikan pemeriksaan klinis seperti Icmak, otot, dan jumlah air dalam t u b ~ h Hasil
.~
kurang akurat bila dibandingkan dengan pemeriksaan pengukuran menggambarkan status gizi saat ini dan tidak
meng-gunakan metode lainnya. dapat membedakan apakah kondisi tersebut bersifat akut
Selain itu, terdapat beberapa kondisi fisik yang tidak atau k r ~ r l i k . ~
spesifik untuk suatu defisiensi nutrisi tertentu, melainkan Antropometri sebagai indikator status gizi dapat
terjadi karena adanya pengaruh faktor lingkungan. Sebagai dilakukan dengan mengukur beberapa parameter, yaitu
contoh, stomatitis angular yang merupakan gejala dari berat badan, tinggi badan, lingkar kepala, lingkar lengan,
ariboflavinosis dapat ditemukan pada populasi India akibat lirlgkar pinggang, dan tebal lemak di bawah k ~ l i t . ~
mengkonsumsi sejenis kacang yang banyak mengandung a. Beret badan6
zat iritan. Contoh lain yaitu kondisi kulit kering yang identik Pengukuran berat badan dilakukan menggunakan
dengan keadaan xerosis dapat ditemukan pada daerah timbangan beam-balance yang diletakkan pada
dengan iklim panas, kering, berangin? permukaan datar dan keras serta dikalibrasi secara
Dalam praktek sehari-hari terdapat bermacam- teratur (Gambar 1).
macam instrumen yang dapat dipakai sebagai alat untuk Apabila akan dilakukan pemantauan terhadap
melakukan penilaian gizi, di antaranya seperti yang tertera perubahan berat badan, maka sebaiknya penimbangan
di tabel 2. dilakukan pada waktu yang sama setiap harinya karena

Tabel 1.:Manifpsbii Defisiensi*Z4t.Gitiipada Berbagai Bagian Tubu


No. Jaringan/Organ Kondisi Jenis Malnutrisi
1. Rambut Jarang, tipis Defisiensi protein, zinc, biotin
Mudah dicabut Defisiensi protein
Bercabang, keriting Defisiensi vitamin A dan C
2. Mulut Glositis Defisiensi Riboflavin, Niasin
Asam folat, B12
Gusi mudah berdarah Defisiensi vitamin A, C, K, asam
folat, niasin
Stomatitis, angular Cefisiensi B2, B6, niasin
cheilosis, fisura pada lidah
Leukoplakia Cefisiensi vitamin A, 812, B kompleks, asam folat,
riasin
Mulut dan lidah kering Defisiensi vitamin B12, 86, vit C, niasin, asam folat
dan besi
3. Mata Rabun senja, eksoftalmia Defisiensi vitamin A
Silau, kabur, radang konjungtiva Defisiensi vitamin 82, vitamin A
4. Kuku Bentuk kuku sendok Defisiensi besi
Garis transversal pada kuku Defisiensi protein
5. Kulit Pucat Defisiensi asam folat, besi, vitamin b12
Hiperkeratosis folikuler Defisiensi vitamin B dan vitamin C
Flaking dermatitis Defisiensi vitamin 82, vitamin A, zink, niasin
Pigmentasi, deskuamasi Defisiensi niasin
Hematom, purpura Defisiensi vitamin K, vitamin C, asam folat
6. Kelenjar tiroid Pembesaran kelenjar Defisiensi iodin
7. Sendi dan tulang Defisiensi vitamin D
NUTRISI KLlNlK

Tabel 2. Beberapa lnstrumen Penilaian Status Gizi dan Parameter yang Dinilai

lnstrumen Antropometri atau Asupan Keparahan Penyakit Lain-lain (Gejala fisik atau
psikis)
Birmingham N u t r i t i o n Risk Penurunan berat badan, IMT, nafsu Fa k t o r stres, (keparahan
Score. makan, kernampuan rnakan diagnosis)
Malnutrition Screening Tool Nafsu rnakan, berat badan
turun tanpa disadari
Malnutrition Universal Screen- IMT, perubahan berat bzdan Adanya penyakit akut
ing Tool
Maastricht Index. Persentase berat badan ideal Albumin, prealburnin, hitung
lirnfosit
Nutrition Risk Berat badan turun, Fungsi gastrointestinal
Classification persentase berat 3adan
ideal, asupan nutrisi
Nutrition Risk Index Berat badan sekarang dan Albumin
sebelumnya
Nutrition Risk Screening Berat badan turun, IMT, asupan Diagnosis
2002 gizi Albumin, prealburnin, C-reactive
Prognostic Inflammatory protein, a1-acid glycoprotein
and Nutritional lndex
Prognostic Nutritional Lipatan lengan trisep Albumin, transferin,
lndex sensitivitas kulit
Simple Screening Tool. IMT, persentase Albumin
kehilangan berat badan
Short Nutritional Riwayat berat badan,
Assessment Questionnaire nafsu makan,
penggunaan supl-=men
ora atau NGT
Nutritional Assessment Tool.
Mini Nutritional Tinggi, berat, lingkar Albumin, prealburnin, persepsi diri rnengenai
Assessment lengan atas, lingkar betis, kolesterol, hitung lirnfosit nutrisi dan kesehatan
riwayat diet, nafsu rnakan,
cara pernberian rnakanan
Subjective Global Riwayat berat badan, Diagnosis utama, tingkat stres Gejala fisik (lemak subku-
Assessment riwayat diet tan, ankle edema, sacral
edema, ascites), kapasitas
fungsional,
gejala gastrointestinal
IMT, lndeks Massa Tubuh

rnakanan, rninurnan, kondisi kandung kernih, bahkan Setelah dilakukan pengukuran berat badan, perlu
gerakan usus dapat rnernpengaruhi hasil pernbacaan. dinilai apakah individu tersebut termasuk dalam batas berat
Apabila seseorang ditirnbang berulang kali setiap badan normal atau apakah terlalu kurus/gemuk. Untuk
hari, rnaka dapat terjadi fluktuasi berat badan sebesar rnengetahui ha1 tersebut, perlu dilakukan pernbandingan
+1,0 kg. antara berat badan dengan tinggi badan.
Seorang klinisi sangat tertarik untuk rnengetahui
b. Tinggi badan6
interpretasi hasil pengukuran berat badan, apakah
Pengukuran tinggi badan lebih sulit dibandingkan
seseorang yang ditimbang tersebut rnengalarni kekurangan
pengukuran berat badan. Untuk anak-anak dan
atau kelebihan berat badan, atau apakah szseorang
dewasa harus berdiri pada lantai yang datar serta
tersebut mengalami kenaikan atau penurunan berat badan.
dibutuhkan dinding yang rata. Subjek harus berdiri
Selain itu mereka juga tertarik untuk rnernperkirakan
tegak dengan bagian belakang kepala, bahu, dan
komponen tubuh mana yang mempengaruhi berat badan
bokong menyentuh dinding; turnit datar dan dirapat-
dan perubahan-perubahannya. Gambaran rnengenai
kan; bahu rileks; lengan di samping tubuh. Kepala
kornposisi kornpartemen tubuh orang dewasa sehat
dalam posisi tegak dan pandangan lurus ke depan
dapat dilihat pada gambar 2. Terdapat hubungan antara
serta batas rnata sebelah bawah dalam posisi sejajar
antropometri (bagian abu-abu), komposisi t ~ b u h dan ,
dengan meatus akustikus eksterna (the Frankfurt
cadangan energi.
PENILAIAN STATUS GIZI 423

Gambar 3. Posisi yang benar saat melakukan pengukuran


tinggi b3dan
Gambar 1. Tirnbangan bayi (a) dan tirnbangan anak-anak dan
dewasa (b)
subjek. Metode ini dianggap paling praktis dalam
menentukanapakah seseorang mengalami kekurangan
I Berat badan I atau kelebihan berat badan karena hanya memerlukan
dua parameter yaitu berat badan (satuan kg) dan
Massa bebas lemak
tinggi badan (satuan meter) serta perhitungan yang
Tulang Otol
Otot non skeletal
Lemak
tid3k rumit. Adapun cara menghitungnya adalah
jaringan lunak
sebagai berikut:'
Mineral Protein Air Trisilgliserol
lulang 1
IMT = BB/(TB)2
Gambar 2. Kornposisi Kornparternen Tubuh
WHO rnengklasifikasikan hasil pengukuran IMT ter-
sebut ke dalam beberapa kategori, yaitu:
plane). Posisi pengukuran dapat dilihat pada gambar 3. IMT < 18,5 (BB kurang)
Pembacaan hasil sebaiknya dilakukan oleh dua orang IMT 18,5-22,9 (BB Normal)
untuk memperoleh hasil yang akurat. Terdapat variasi IMT 23-24,9 (BB lebih)
sirkadian pada tinggi badan seseorang di mana pada pagi IMT 25-29,9 (Obese I)
hari biasanya lebih tinggi 1-2 cm sedangkan pada siang IMT > 30 (Obese II)
hari diskus intervertebra mengalami kompresi.
Untuk bayi atau balita yang belum dapat berdiri Hasil IhlT tersebut tetap perlu disesuaikan untuk berbagai
sempurna, pengukuran tinggi badan d~lakukandengan kelompok etnik karena terdapat perbedaan komposisi
berbaring dalam posisi supinasi pada suatu papan tu buh.
pengukur. Hal ini membutuhkan dua orang pemeriksa d. Lingkar pinggang5
untuk mempertahankan bayi atau balita tersebut dalarn Pengukuran lingkar pinggang dilakukan pada level
posisi yang tepat dan nyaman. umbilikus saat akhir ekspirasi normal. Subjek berdiri
Pada orang dewasa yang mengalami deformitas tegak lurus dengan otot perut rileks, lengan di
(misalnya skoliosis) atau tidak dapat bangun dari tempat samping tubuh dan kaki dirapatkan. Pengukuran
tidur, maka perkiraan tinggi badan ditentukan dengan jaringan lemak abdomen ini dianggap berhubungan
mengukur knee height, arm span, atau demispan. dengan kelebihan berat badan atau komplikasi
c. lnterpretasi lndeks Massa Tubuh (IMT)6 metabolik lainnya. Hasil identifikasi risiko melalui
P e n g u k u r a n I M T d i l a k u k a n d e n g a n cara metode ini sangat berbeda-beda untuk tiap populasi
membandingkan berat badan dengan tinggi badan dan tergantung pada tingkat obesitas serta adanya
Tabel 3. Lingkqy,Pinggangdan kaitannya dengan Risiko metabolisme tubuh meskipun belum ditemukan gejala
~ardiometa bdilk klinis pada ~eseorang.~ Beberapa serum protein yang bisa
dipakai untuk penilaian status gizi di antaranya adalah
Pria Wanita
albumin, transferin, prealbumin, retinol-binding protein,
Level 1 -> 90 cm > 80 c n
-
IGF-1, dan fibronektin.
Level 2 -> 120cm > 88 c n
-

Pemeriksaan Biofisik
faktor kardiovaskular lainnya. Rekomendasi WHO Pemeriksaan ini dilakukan dengan melihat kemampuan
untuk lingkar pinggang populasi Asia Selatan dan fungsi suatu jaringan dan melihat perubahan struktur
Cina dapat dilihat pada tabel 3.6 dari jaringan. Umumnya dapat digunakan dalam situasi
Angka pada level 1 menunjukkan lingkar pinggang tertentu seperti misalnya kejadian buta senja epidemik.
maksimum pada dewasa sedangkan angka pada Cara yang digunakan adalah tes adaptasi g e l a ~ . ~
level 2 menunjukkan adanya obesitas dan ~erlunya
pengaturan berat badan untuk menurunkan risiko
DM tipe 2 dan komplikasi kardiovaskular. METODE TlDAK LANGSUNG
Pengukuran antropometri bersifat objektif
dengan spesifitas dan sensitivitas tinggi, tidak Survei Konsumsi Makanan
mahal, dan mudah untuk dilakukan. Namun terdapat Metode ini dilakukan dengan cara menghitung jumlah
beberapa kelemahan yaitu dapat terjadi kesalahan dan jenis zat gizi yang dikonsumsi. Beberapa cara yang
pengukuran serta adanya kesulitan penent-ran nilai dapat dilakukan y a i t ~ : ~ , ~
standar (standar lokal versus standar interna~ional).~ a. 24 hours dietary recall
- Petugas kesehatan mengajukan pertanyaan
Pemeriksaan Biokimia mengenai makanan dan minuman apa saja yang
Pemeriksaan biokimia merupakan pemeriksaan spesimen dikonsumsi oleh subjek selama 24 jam terakhir.
berupa darah, urin, tinja ataujaringan tubuh lainnya seperti - Metode ini sangat cepat, mudah, dan tergantung
rambut dan kuku secara laboratoris untuk meniiai status pada i n g a t a n subjek serta t i d a k d a p a t
mikronutrien suatu i n d i v i d ~ .Berbeda
~,~ dengan pegukuran menggambarkan pola konsumsi subjek.
antropometri, pemeriksaan ini terdiri atas berbagai macam
b. Food frequency questionnaire
jenis pemeriksaan yang memerlukan biaya cukup mahal
- Melalui metode ini, subjek diberikan suatu daftar
untuk pengumpulan sampel dan penggunaan peralatan
jenis-jenis makanan beserta porsinya dan diminta
laboraturium serta reagen kimiawi. Selain itu juga di-
untuk menandai jenis makanan yang biasa
butuhkan tenaga terlatih untuk mengerjakan pemeriksaan
dikonsumsi per hari/minggu/bulan sekaligus
serta menginterpretasikan hasil pemeriksaan. O l ~ karena
h
berapa porsi yang biasa dikonsumsi.
itu, pemeriksaan biokimia perlu dilakukan berdasarkan
- Metode ini cukup praktis, mudah digunakan, dan
kebutuhan klinis subjek sehingga dapat dipercleh hasil
tidak mahal.
yang mendukung diagnosk6
- Beberapa kelemahannya adalah daftar kuesioner
Beberapa tujuan pemeriksaan biokimia yaitu sebagai cukup panjang, terdapat kemungkinan salah
beri kut? perkiraan porsi yang dikonsumsi, serta perlu
a. Untuk mengetahai adanya malnutrisi deng,an tanda adanya pembaharuan daftar makanan sesuai
klinis yang tidak spesifik dengan perubahan pola makan subjek akibat
b. Untuk memastikan diagnosis suatu penyaki: adanya produk-produk makanan baru.
c. Untuk memantau pengaturan zat gizi pada perawatan
c. Dietary history since early life
intensif dengan nutrisi parenteral
- Metode ini bersifat cukup akurat karena data
d. Untuk diagnosis hematologi
yang dikumpulkan oleh petugas kesehatan
e. Untuk mendeteksi adanya defisiensi mikronutrisi
mencakup detail mengenai pola, asupan makanan
subklinis pada survei komunitas
berupa jenis, jumlah, frekuensi, dan waktu makan
f. Untuk pengukuran validitas asupan makanan
subjek.
g. Untuk melihat hasil program edukasi nutrisi secara
objektif d. Food dairy technique
h. Untuk mendiagnosis kelebihan suplemen nutrisi - Melalui metode ini, subjek diminta untuk mencatat
Pemeriksaan biokimia bersifat tepat da7 aku-at jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsinya
serta dapat mendeteksi adanya perubahan cini pada secara langsung saat waktu makan.
PENILAIAN STATUSGIZI 425

- Waktu pencatatan biasanya selama 1-7 hari. statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan
- Data yang diperoleh cukup detail, namun sulit umur, angka kesakitan dan kematian akibat penyebab
untuk memastikan subjek benar-benar mengisi tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan
lembaran data setiap harinya. gizi.
Beberapa masalah yang muncul dalam penggunaan
Observed food consumption
- rr~etodeini di antaranya adalah kesulitan pengumpulan
Metode ini jarang digunakan namun sangat
data akibat tidak lengkapnya informasi yang tersedia di
dianjurkan untuk penelitian karena melihat
sarana kesehatan setempat serta masalah interpretasi
langsung apa yang dikonsumsi oleh subjek
- data yang sering dipengaruhi oleh faktor-faktor sosio-
Jenis makanan yang dikonsumsi subjek ditimbang
ekonomi. Oleh karena itu, pengumpulan data statistik
dan porsinya dihitung sedemikian rupa
- hanya dapat digunakan sebagai sumber rujukan mengenai
Sangat akurat namun cukup mahal dan memerlu-
status gizi suatu masyarakat dan tidak dapat dijadikan
kan waktu serta tenaga.
- indikator dalam menentukan perencanaan program gizi
lnterpretasi data yang diperoleh dapat dilakukan
suatu k o m u n i t a ~ . ~
secara kualitatif maupun kuantitatif. Metode
kualitatif menggunakan piramida makanan dan
Faktor Ekologi
membagi makanan ke dalam 5 kelompok seperti
hlalnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil
dalam gambar 4. Tentukan jumlah porsi konsumsi
interaksi beberapa faktor fisik, biologis, dan lingkungan
dari tiap grup dan bandingkan dengan jumlah
budaya.Jumlah makanan yang tersedia sangat tergantung
minimal yang dibutuhkan oleh t ~ b u h . ~
dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi,
Sedangkan pada metode kuantitatif, jumlah energi ~'enyimpanan dan transportasi bahan pangan serta kondisi
danjenis zat nutrisi yang terkandung dalam tiap makanan ekonomi suatu populasi. Oleh karena itu, pengukuranfaktor
yang dikonsumsi dihitung menggunakan tabel komposisi ekologi dipandang sangat penting untuk mengetahui
makanan dan dibandingkan dengan kebutuhan harian penyebab malnutrisi di suatu masyarakat sebagai dasar
tubuh. Metode ini cukup mahal dan memerlukan waktu untuk melakukan program intervensi gizL5
yang cukup lama, kecuali menggunakan kornputerisasi. Adapun faktor ekologi yang dianggap berpengaruh
terhadap status gizi dibagi menjadi beberapa kelompok,
Statistik Vital yaitu?
Metode ini dilakukan dengan cara menganalisis data

+ KaMtnn, Vitamin 0,
Makanan borlemak, Mtamln 8-12
berminyak dan manis
krpl-n

Gambar 4. Piramida makanan


a. Penyakit lnfeksi f. Pelayananan pendidikan dan kesehatan
Terdapat hubungan antara infeksi bakteri, v i r ~ s , Meskipun tidak berkaitan secara langsung dengan
maupun parasit dengan keadaan malnutris. Hal ini kondisi malnutrisi, namun data mengenai pelayanan
berhubungan dengan salah satu atau beberapa pendidikan dan kesehatan mungkin diperlukan dalam
mekanisme patologi sebagai berikut: mensukseskan program perbaikan gizi di suatu
- Kurang asupan gizi akibat hilangnya selera makan, daerah.
gangguan penyerapan makanan, atau larangan
konsumsi suatu jenis makanan pada penyakit
tertentu. REFERENSI
- Hilangnnya zat gizi akibat muntah, diare, atau
perdarahan ringan kronik. 1. Seres, DS. Nutritional assessment: current conceDts and
guidelines for the busy physician. Practical gastroenterology
- M e n i n g k a t n y a kebutuhan zat g i z i baik
2003,8:30-39.
oleh host maupun organisme/parasit yang 2. A.S.P.E.N. Board of directors and clinical guidelines task force.
bertanggungjawab terhadap suatu penyakit Guidelines for the use of parenteral and enteral nutrition in
tertentu. adult and pediatric patients. JPEN, 2002; 26(1 Supp).
3. Mueller, C., Compher, C., Ellen, D.M., et al., "A.S.P.E.N.
b. Konsumsi makanan Clinical guidelines for nutrition screening, assessment, and
intervention in adults", JPEN, 2011: 35,16-24
Penilaian dilakukan oleh t i m survei gizi yang 4. Elamin, Abdelaziz. Assessment of nutritional status. College
mendatangi tiap rumah dan mencatat kuantitas of Medicine. Sultan Qaboos University, Oman. Powerpoint
seluruh makanan yang dikonsumsi dalam periode presentation.
5. Supariasa, I Dewa Nyoman, Bachyar Bakri dan Ibnu Fajar.
waktu tertentu serta mengukur jumlah porsi yang
Penilaian status gizi. EGC. Jakarta. 2001.
dihidangkan berdasarkan tabel komposisi makanan. 6. Truswell, Stewart. Assessment of nutritional status and
Kemudian nilai yang diperoleh di-bandingkan dengan biomarkers. In: Essential of human nutrition 2nd Edition.
jumlah yang dibutuhkan oleh tubuh dan disssuaikan Oxford University Press. 2002.
dengan umur, usia, berat badan, dan kondisi-kondisi
lainnya seperti misalnya hamil atau menyusui. Hasil
yang diperoleh secara keseluruhan pada suatu
komunitas dapat dijadikan data pendukurfg unt-lk
menentukan rencana program gizi ~elanjutr~ya.

c. Pengaruh budaya
Pengetahuan mengenai budaya setempat sangat
penting untuk memahami etiologi dari suatu keadaan
malnutrisi. Pola budaya ini meliputi food attitude,
disease causation, child rearing, dan food production.

d. Faktor sosio-ekonomi
Kondisi sosio-ekonomi cukup sulit untukdinibi karena
kebanyakan orang tidak bersedia memberikan detail
mengenai pendapatan dan kekayaan lainnya. Penilaian
terhadap faktor sosio-ekonomi sebaiknya dilakukan
secara terpisah dengan daftar sebagai berikut:
- Data sosial: populasi komunitas, susunan keluarga,
pendidikan, perumahan, dapur, penyimpanan bahan
makanan, persediaan air bersih, dan jamban
- Data ekonomi: pekerjaan, penghasilan keluarga,
kekayaan materi, pengeluaran, dan harga pangan

e. Produksi pangan
Penilaian terhadap produksi pangan sanga: penting
untuk mengetahui bagaimana ketersediaan suatu
bahan makanan dalam keluarga. Adapun a s ~ e k
penting yang berkaitan dengan status gizi adalah
persediaan pangan, metode pertanian, lahan pangan,
ternak dan perikanan, keuangan, dan distribusi.
NUTRISI ENTERAL
Marcellus simadibrata K

PENDAHULUAN 2. Polimerik (Purpose/intact). Nutrisi ini memiliki


kekentalan penuh (full strength):viskositasnya rendah,
Saluran cerna berfungsisebagai tempat masuknya makanan, osmolaritas 300-500 mOsm/kg, 1-1,2 kkal/ml, bebas
mencerna makanan, dan mengabsorpsi sari makanan, laktosa, protein 30-40 g/L, tidak mahal, dikenal juga
elektrolit serta air. Nutrisi enteral merupakan makanan sebagai makanan umum atau pengganti makanan.
yang ditujukan masuk ke dalam saluran cerna melalui Contoh: entrasol/entramix, ensure, nutrison, parenteral.
selang nasogastrik atau selang gastrostomi/jejunostomi 3. Monomerik (defined/hydrolyzed). Nutrisi ini digunakan
atau langsung per oral bila pasien menginginkann~a.'.~ untuk pasien dengan gangguan saluran cerna
Nutrisi enteral atau per oral sangat penting untuk saluran yarg membutuhkan nutrisi yang terhidrolisa untuk
cerna karena dapat mencegah atrofi villi usus, menjaga memperbaiki pencernaan, osmolaritas bergantung
kelangsunganfungsi usus, enterosit, dan kolonosit. Levine pada proses hidrolisisnya, 1-1,2 kkal/ml, bebas laktosa,
telah mendemonstrasikandalam penelitiannya pada tikus, prctein 30-45 g/L, lebih mahal dibanding general
bahwa nutrisi enteral lebih unggul dibandingkan parenteral purposeformula, disebut sebagai chemically defined,
dalam mempertahankan fungsi gastrointestinal.'-4 peptide base, elemental formula. Contoh: peptamen.
Beberapa penelitian melaporkan peran nutrisi enteral 4. Semi elemental, digunakan untukpasien dengan fungsi
sebagai nutrisi pokok atau suplemen dalam memperbaiki saluran cerna terbatas, mengandung asam amino
status nutrisi pasien yang dirawat di bidang ilmu penyakit bebas, sedikit lemak, sedikit residu, hiperosmolar,
dalam atau perawatan intensif. viskositas rendah 1 kkal/ml, protein 40 g/L, mahal,
juga disebut sebagai formula asam amino bebas (free
aminoacid formula). Contoh: Pepti-2000
5. Khusus penyakit tertentu, dibuat untuk keadaan
disfungsi organ tertentu atau gangguan metabolik
Nutrisi enteral merupakan metoda pemenuhan zat tertentu, kandungan nutrisinya biasa saja tidak
gizi menggunakan saluran cerna, melalui bantuan alat lengkap, sebagian besar hiperosmolar. Produknya
selang makanan (nasogastrik, nasojejunal, gastrostomi, spesifik misal untuk gangguan hati, ginjal dan paru,
jejunostomi), bila pasien tak dapat makan atau asupan int~leransiglukosa, gangguan fungsi imun, dan
melalui mulut tidak m e n ~ u k u p i . ~ , ~ t r a ~ m a, harganya mahal. Contoh untuk penyakit hati
(mengandung BCAA): aminoleban EN, Falkamin; untuk
penyakit ginjal: nephrisol; untuk penyakit diabetes
KLASIFIKASI melitus: diabetasol, dianeral; untuk konstipasi kronik:
susu sereal energen dan lain-lain.
Nutrisi enteral dapat dibagi atas nutrisi enteral komersial 6. Rehidrasi, untuk pasien yang membutuhkan rasio yang
dan nutrisi enteral formula rumah ~ a k i t . Nutrisi
~ ~ ~ , enteral
~ optimal dari karbohidrat sederhana sampai elektrolit,
komersial dapat dibagi atas: unruk keperluan absorpsi karbohidrat dan elektrolit
1. Umum (general). Digunakan untuk pasien normal atau yang optimal dan juga rehidrasi diberikan: oralit,
dengan gangguan protein utuh. Contoh susu sapi full pharolit, pocari-sweat dan lain-lain.
cream, susu soya kacang kedelai. 7. Modular: formula yang mengandung komposisi zat
428 NUTRISI KLINIK

nutrisi yang terdapat pada formula komersil atau KONTRAlNDlKASl NUTRlSl ENTERAL
makanan. Formula ini berperan terhadap kadar
elektrolit dan meningkatkan osmolaritas atau renal Kontraindikasi nutrisi enteral yaitu bila ada gangguan fungsi
I
solute road, biaya mahal, membutuhkan teknik saluran cerna (misal perdarahan saluran gastrointestinal
pencampuran yang aman, disebut formula modular. berat, vomitus persisten, ileus obstruktif, diare berat,
8. Prebiotik dan probiotik: Susu/makanan cair yang enterokolitis berat).6r7,8
mengandung serat untuk memacu pertumbuhan
bakteri normal usus (misal vegeta dll.) atau yang Keuntungan Nutrisi Enteral
mengandung bakteri normal usus ant3ra lain Keuntungan nutrisi enteral yaitu : ekonomis, memacu
lactobacillus (yakult mengandung lactobacillus sekresi hormon pencernaan, mencegah atrofi villi,
casei) menghambat pertumbuhan bakteri dan translokasi bakteri
9. Kombinasi cairan rehidrasi,elektrolit, karbohidrat serta tidak memiliki risiko sepsis dan flebitis seperti pada
dan BCAA: aminofluid oral. Digunakan untuk nutrisi parenteral
suplemen meningkatkan protein otot, memperbaiki
keseimbangan nitrogen pasien ataupun orang normal. Komplikasi Nutrisi Enteral
I
10. Kombinasi nutrisi polimerik dan serat (FOS), misal Komplikasi yang ditemukan pada pemberian nutrisi enteral
Nutrensol antara lain : diare, hidrasi berlebih, muntah, hiperglikemia,
konstipasi dan aspirasi.

I N D l W S l NUTRlSl EN'TERAL
PENlLAlAN STATUS GlZl
lndikasi nutrisi enteral yaitu pada pasien dengan gangguan
asupan melalui oral atau asupan oral tidak mencukupi Penilian status gizi pasien merupakan ha1 yang penting
antara lain ~ a d a : ~ , ~ , ~ dalam menentukan kebutuhan nutrisi yang diperlukan.
1. Penyakit neurologi dan psikiatri: strok (cerebrovascular Penilaian status gizi antara lain, anamnesis riwayat diet,
accidents), neoplasma, trauma, inflamasi, penyakit pengukuran antropometrik dan pemeriksaan laboratorium
I
demielinisasi, depresi berat, anoreksia nervosa, gagal (biokimia).'r2
untuk hidup. Pada anamnesis perlu dilakukan food recall dalam 24
2. Penyakit orofarings dan esofagus: neoplasma, jam, pola makan yang lazim dan frekuensi makan pasien,
inflamasi, trauma apa ada alergi, kegemaran makan, adanya intoleransi
3. Penyakit gastrointestinal: pankreatitis, peny3kit usus terhadap makanan, riwayat berat badan.
inflamatorik, sindrom usus pendek, penyakit usus Pada pengukuran antropometrik diukur berat badan
neonatus, malasbsorpsi, persiapan usus preoperatif, (kg), tinggi badan (cm), indeks masa tubuh (IMT), lingkar
fistula lengan atas (LLA), lipatan kulit triseps(LLT), rasio pinggang:
4. Lain-lain: luka bakar, kemoterapi, terapi radiasi, AIDS, panggul. Rumus IMT= berat badan(kg): tinggi badan (m)2.
transplantasi organ. nilai standar: < 20 underweight, 20-25 berat normal, 25-30

&#&3?$sb32; "2- ;
: r 7 I?.,
4 - I
4

Nutrisi Enteral ~hmula. RQmahSakit Nutrisi Enteral Formula Komenial


Kandunqa,n.uutrien
Terbatas untuk pe'menuhan kalori sedikit vitamin Lebih Lengkap dalarn kalori, karbohidrat, vitamin,
dan mineral tambahan vitamin rnudah disesuaikan
Bentuk kandungan nutriennya tertentu Nutriennya rnudah disesuaikan dengan kebutuhan
Rasa
Kurang disukai Lebih disukai karena banyak rasa
Omolaritas
Tidak terukur Terukur
Hanya via bolus Bisa bolus, interrniten, kontinyu
Higienitas
Kurang terjarnin Lebih terjarnin
Kepraktisan
Tidak dapat diberikan sewaktu-waktu Dapat disajikan setiap saat
Lain-lain
Biaya operasi tinggi Biaya operasi rendah
NUTRISI ENTERAL

overweight, >30 obeslgemuk. Rumus berat badan ideal dapat masuk ke dalam saluran cerna atau memang
(relatif) = 90% x (tinggi badan-100). nilai standar < 90% harus dipuasakan per orallentera1 (misal pada disfagia,
underweight, 90-1 10% berat normal, > 110% overweight, ileus, pankreatitis akut, operasi usus), nutrisi diberikan
> 120% obeslgemuk. melalui parenteral. Sedangkan pada penyakit saluran
Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan yaitu cerna di mana nutrisi per orallenteral masih dapat
kadar elektrolit serum, indikator status cairan, indikator diberikan (misal dispepsia, sindrom usus iritabel, diare)
status mineral (zat besi dll), kadar vitaminlmikronutrien, sebaiknya diberikan per oral atau enteral atau dapat
keseimbangan nitrogen, prealbumin, albumin, transferin diberikan kombinasi oral/ enteral dengan parenteral pada
dan lain-lain. tahap awal. Nutrisi enteral diberikan bila makanan tak
Perhitungan Kebutuhan Kalori, Protein, Lemak dan dapat diberikan melalui mulut dan esofagus, jadi nutrisi
Cairan - elektrolit diberikan melalui selang nasogastrik (pada stenosisl
Perkiraan kebutuhan kalori basal: 25-35 kkal/kgBB/ striktur esofagus) atau melalui gastrostomi (pada
hari, wanita 25-30 kcal/kgBB/hari, pria 30- 35 kkalIkbBB1 stenosisl striktur esofagus, kanker esofagus distal atau
hari. Kebutuhan ini ditambah lagi bila ada kegiatan fisik, tumor lambung, obstruksilstenosis pilorus, pankreatitis
stres, infeksi dan lain-lain. Beberapa pusat penelitian akut). (Gambar 1)
memakai rumus Harris Benedict untuk mengukur
kebutuhan kalori.
TEE = BEE x AF x SF (TEE=total energy expenditure; BEE PENGALAMAN PEMBERIAN NUTRlSl ENTERAL
= basal energy expenditure; AF = activity factor; SF=stress PADA PASIEN D l RUANG RAWAT PENYAKIT DALAM
factor). Laki-laki: BEE= 66,47+ [13,75 x berat (kg] + [5,0
x tinggi (cm)] - [6,76 x usia (tahun)]. Wanita :BEE=655,1 Enam belas pasien malnutrisi dengan penyakit dasar infeksi
+ [9,56 x berat(kg)] + [1,85 x tinggi(cm)] - [4,68 x usia tuberkulosis paru, diberikan nutrisi enteral suplemen yang
(tahun)]. mengandung susu kedelai (Proten) 40 gram hari selama 2
Kebutuhan protein dewasa: IgIkgBBlhari. Kebutuhan minggu. Pasien-pasientersebut tetap mendapat makanan
lemak = 20% dari total kalori, sebaiknya lemaktidakjenuh standard rumah sakit. Dari penelitian ini didapatkan hasil
:jenuh = 2:l; dosis 1-3 g/kgBB/hari bahwa susu kedelai sebagai suplemen dapat meningkatkan
Kebutuhan cairan: 25-40 ml/kgBB/hari; dewasa muda indeks masa tubuh (Body Mass Index=BMI) pada hari ke-7
(16-30 tahun) kebutuhan 40 ml/kgBB/hari; dewasa rerata dibanding hari ke-I: 14,6 2 2,6 vs 14,l 2 2,6 (p=0,010),
(25-55 tahun) kebutuhan 35 mllkgBB1hari; usia tua (55- tetapi tak bermakna pada hari ke 14 dibanding hari ke- 7:
65 tahun) 30 mllkgBB1hari; manula (>65 tahun) 25 m l l 14,9 + 3,O vs 14,62 2,6 (p=0,06). Pemberian suplemen
kgBB1hari. susu kedelai tersebutjuga dapat meningkatkan kadar pre-
Kebutuhan elektrolit: 1). Kebutuhan natrium: pada albumin darah hari ke-7 dibanding hari ke-1, yaitu 0,130 +
pasien muda (16-25 tahun)dan dewasa (25-55 tahun) 0,078 vs 0,108 + O,057(p=0,019), tapi tak bermakna pada
yaitu 60-100 mmol/hari, pada pasien tua (56-65 tahun) hari ke-14 dibandingkan hari ke-7, yaitu 0,121 2 0,068
> 60 mmollhari dan pasien geriatri (> 65 tahun) > 50 \IS 0,130 + 0,078 (p=0,534). Yang jelas terlihat bahwa
mmol/hari. 2). Kebutuhan kalium: pada pasien muda (16- pemberian suplemen susu kedelai ini dapat memperbaiki
25 tahun) , dewasa (25-55 tahun) dan pasien tua (56-65 keseimbangan nitrogen pasien-pasien malnutrisi pada hari
tahun) yaitu > 60 mmollhari, sedangkan pada pasien ke-I4 dibandingkan hari ke- 1: + 2,546 24,976 vs -4,062
geriatri (> 65 tahun) yaitu > 50 mmollhari. 3). Kebutuhan - + 8,371. Tidak ditemukan efek samping pemberian susu
kalsium: pada pasien muda (16-25 tahun), dewasa (25- terseb~t.~
55 tahun) dan pasien tua (56-65 tahun) yaitu 15 mEq1 Sembilan puluh enam pasien sirosis hati dekompensata
hari, sedangkan pada pasien geriatri (> 65 tahun) yaitu dengan ensefalopati hepatik diberikan nutrisi enteral
10 mEq/hari. 4). Kebutuhan fosfat: pada pasien muda mengandung Branched-Chain Amino Acid (BCAA)
(16-25 tahun), dewasa(25-55 tahun pasien tua (56-65 (Aminoleban EN) 1 sachet (50 gr) tiga kali sehari selama 6
tahun) dan geriatri(>65 tahun) yaitu 20-50 rnmollhari. 4. Sulan atau lebih. Dari penelitian ini didapatkan perbaikan
Kebutuhan magnesium: pada pasien muda(l6-25 tahun), rasio Fischer, perbaikan performance Karnofsky setelah
pasien dewasa(25-55 tahun), pasien tua(56-65 tahun) pemberian susu BCAA. Perbaikan rasio Fischer adalah
dan geriatri(> 65 tahun) yaitu 8-20 mEq/hari. terjadinya peningkatan BCAA dan penurunan asam amino
aromatik (AAA). Protein total serum pasien menunjukkan
peningkatan sejak minggu kedua sampai bulan 3
PRlNSlP D A N JALUR PEMBERIAN NUTRlSl pemberian susu BCAA tersebut. Efek samping didapat
pada 20% kasus antara lain, distensi abdomen, diare,
Pada penyakit saluran cerna di mana makanan tidak berkurangnya nafsu makan.10~11~12
Penilaian Nutrisi

1
Saluran cerna berfungsi
Peritonitis difus
Obstruksi usus
Muntah intractable, ileus
Ya Tidak
Diare intractable
1
Nutrisi enteral
Iskerni gastrointestinal
Nutrisi parenteral

Gastrostorni
jejunostorni
I
Jangka panjang Jangka pendek
Nasogastrik
Nasoduodenal
Nasojejunal
Fungsi GI

Nutrien standar Formula khusus Ya I


NP perifer
atau
restriks' cairan

1
NP sentral

Tidak
Toleransi nutrien Fungsi GI kernbali

Adekuat Tak adekuat Adekuat


rnaju ke rnakanan oral Suplernentasi NP rnaju ke diet lebih kornpleks

1 dan rnakanan oral yang dapat

Maju ke rnakanan enteral total


di toleransi

ASPEN.J Parenteral and Enteral Nutrition 2002.26(1)suppl.)

Gambar 1. Jalur pernberian nutrisi suportif khusus


(dikutip dari the ASPEN. Clinical Pathways and Algorithms for Delivery of Parenteral and enteral nutrition support in adults)g

Beberapa studi rnendapatkan hasil yang rnasih kontroversi


dari pernberian irnunonutrisi yang mengandung nutrien
Nosogostric tube glutarnin, arginin, omega-3 fatty acids dan nukleotida
pada pasien-pasien infeksi dan berat. Banyak studi yang
rnelaporkan efek baik dari irnunonutrisi tersebut tapi ada
studi-studi yang rnelaporkan tidak ada efeknya terutama
pada pasien sangat berat dan kritis. Hal ini rnemerlukan
penelitian atau studi lebih lanjut dan lebih dalam serta
pasien yang lebih banyak."

KESIMPULAN

Nutrisi enteral merupakan salah satu pernenuhan


kebutuhan gizi pasien yang berguna untuk meningkatkan
satus n u t r i s i d a n m e m p e r c e p a t p e n y e m b u h a n
penyakit.

Gambar 2.
NUTRlSl ENTERAL 43 1

REFERENSI

Daldiyono, Dharmika, Simadibrata M, Syadra B. Nutrisi pada


penyakit gastrointestinal(1). Dalam: Daldiyono-Thaha AH,
editors. Kapita Selekta Nutrisi Klinik. 1998.p.117-23.
Simadibrata M, Daldiyono. Nutrisi p a d a penyakit
gastrointestinal(2). Dalam: Daldiyono-Thaha AH, editors.
Kapita Selekta Nutrisi Klinik. 1998.p.124-35.
Rombeau JL.-Rolandelli RH. Eds. Clinical Nutrition Enteral
and Tube Feeding.Philade1phia-London:WB Saunders Co;
1997.
Betzhold J, Howard L, Enteral nutrition and gastrointestinal
disesases. In: Rombeau JL-Caldwell MD(eds). Enteral and
Tube Feeding. Clinical Nutrition volume 1. Philadelphia-
London-Toronto: WB Saunders; 1984.p.338-61.
Marshall A, West S. Nutritional intake in the critically ill:
improving practice through research. Aust Crit Care 2004;
17:6-8,lO-5.
Syam AF, Simadibrata M, Manan C, Daldiyono, Wirawan R,
Helsi. A Randomized trial comparing the effect of soy protein
diet supplement versus hospital standard supplement on
clinical and laboratory parameters in malnutrition patients.
Indones J Gastroenterol hepatol dig Endosc 2003;4:70-4.
Dewenis C. Enteral nutrition in severe acute pancreatitis:
future development. JOP.Jpancreas(online) 2004:5(2): 60-3.
PT. Otsuka Indonesia. Buku saku nutrisi klinik. Edisi 2.
2003.
ASPEN Board of Directors and The Clinical Guidelines
Task Force. Guidelines for the use of parenteral and enteral
nutrition in adult and pediatric. ASPEN. J Parenteral and
Enteral Nutrition 2002;26(l)suppl: 85A
10. Ichida T, Shibasaki K, Muto Y, Satoh S, Watanabe A, Ichda
F. Clinical study of an enteral branched-chain amino acid
solution in decompensated liver cirrhosis with hepatic
encephalopathy. Nutrition 1995;ll: 238-44.
11. AmericanSocietyfor Parenteraland Enteral Nutrition(ASPEN).
What is Enteral Nutrition. Available from url: http://www.
nutritioncare.org/wcontent.aspx?id=266.Accessed 4 De-
cember 2011.
12. Choudry HA, Pan M, Karinch AM, Souba WW. Branched-
Chain Amino Acid-enriched Nutritional Support in Surgical
and Cancer patients. J. Nutri 2006;136: 314s-8s.
NUTRISI PARENTERAL:
CARA PEMILIHAN, KAPAN, DAN BAGAIMANA
Imam Subekti

PENDAHULUAN mengingat teknik NE kurang invasif dan lebih murah, maka


bila masih memungkinkan teknik yang dipilih adalah NE.
Diperkirakan sekitar 50% pasien yang dirawat di rumah Tetapi dalam kondisi tertentu, di mana teknik NE tidak
sakit berisiko menjadi malnutrisi karena tidak mampu memungkinkan, NPE menjadi pilihan.
memenuhi kebutuhan kalori dan protein. Kondisi dengan Namun demikian, perlu dipahami bahwa pemberian
penyakit tersebut menyebabkan pasien tidak mampu nutrisi dengan cara parenteral tidak dapat menggantikan
memetabolisasi nutrien secara efektif, pasien tidak mau fungsi alamiah usus, karena NPE merupakan jalan
makan (selera makan kurang) dan dapat menysbabkan pintas sementara sampai usus dapat berfungsi normal
berbagai komplikasi seperti lama rawat yang lebih panjang, kembali. Disadari bahwa harga NPE relatif mahal, tetapi
dan sering kembali masuk ke rumah sakit. Salah satu aspek jika digunakan dengan benar pada pasien yang tepat,
pengelolaan yang penting untuk proses pemeliharaan pada akhirnya akan dapat dihemat banyak biaya yang
dan penyembuhan penyakit adalah nutrisi pasien. Oleh semestinya keluar untuk obat-obatan dan waktu tinggal
karena itu program nutrisi perlu disiapkan sejak pra-rawat, di rumah sakit.
evaluasi selama rawat, dan program pasca r a ~ a t l . ~ Mengingat banyak ha1 yang perlu dipertimbangkan
Tubuh manusia membutuhkan makanan untuk hidup dalam pemberian NPE, makalah ini akan membahastentang
dan aktivitas. Zat kimia yang menyusun makanan manusia cara pemilihan, kapan dan bagaimana NPE itu diberikan.
dalam jumlah besar adalah karbohidrat, lerrak, dan
protein, dikenal dengan istilah makronutrien. Makronutrien
dibutuhkan tubuh untuk memenuhi kebutuhan erlergi dan PENGERTIAN
pembentukan serta perbaikan strukturtubuh hingga dapat
berfungsi semestinya. Kebutuhan energi tubuh dapat Yang dimaksud dengan terapi nutrisi parenteral ialah
dibagi menjadi kebutuhan untuk memenuhi metabolisme semua upaya pemberian zat nutrien melalui infus.Tujuan
basal; untuk aktivitas dan specific dynamic effect NPE tidak hanya untuk mencukupi kebutuhan energi basal
Kebutuhan nutrisi untuk orang sakit sering lebih besar, dan pemeliharaan kerja organ, tetapi juga menambah
karena pada saat sakit terdapat peningkatan hormon konsumsi nutrisi untuk kondisi tertentu, seperti keadaan
stres yang memerlukan tambahan energi, nisalnya stres (sakit berat, trauma, operasi), untuk perkembangan
pada keadaan infeksi atau keadaan yang memerlukan dan pertumbuhan. Dengan pengertian tersebut, maka
pengaturan makanan secara khusus. Pada k2adaan- terapi NPE dapat dibagi menjadi 2 kategori, yaitu :
keadaan tersebut, untuk dapat memenuhi keoutuhan 1. Terapi nutrisi parenteral parsial (suportif atau
nutrisi, pasien harus tetap mendapat makanan baik suplemen), diberikan bila:
secara enteral, disebut nutrisi enteral (NE) yaitb mela ui - Dalam waktu 5-7 hari pasien diharapkan mampu
selang nasogastrik atau secara parenteral, disebut nutrisi menerima nutrisi enteral kembali
parenteral (NPE). Walaupun manfaat klinik yang didapat - Masih ada nutrisi enteral yang dapat diterima pasien
baik melalui NE maupun NPE boleh dikatakan setara, tetapi NPE parsial ini diberikan dengan indikasi relatif.
NUTRlSl PARENTERAL: CARA PEMILIHAN, KAPAN, DAN BAGAIMANA 433

2. Terapi nutrisi parenteral total, diberikan jika batasan akses enteral diletakkan di distal fistula atau volume
jumlah kalori ataupun batasan waktu tidak terpenuhi. output<200 mL/hari), peritonitis difus, obstruksi
NPE total ini diberikan atas indikasi absolut. intestinal, diare, dan iskemi saluran cerna.
4. Pemberian nutrisi tambahan dimulai pada pasien yang
diperkirakan tidak dapat memenuhi kebutuhan secara
oral selama 7-14 hari.
Nutrisi parenteral tidak dapat langsung diberikan pada
Padadasarnya pemberian makan secara NE lebih dianjurkan
keadaan:
dibanding NPE. Oleh karena itu, yang perlu ditentukan Pasien 24 jam pascabedah yang masih dalam Ebb
terlebih dulu ialah apakah memang ada atau tidak ada
phase, masa di mana kadar hormon stres masih
indikasi NPE.Nutrisi enteral berperan menjaga fungsi tinggi. Sel-sel resisten terhadap insulin dan kadar
saluran cerna dan merangsang sistem imun saluran cerna. gula darah meningkat. Pada fase ini cukup diberikan
Dengan alasan tersebut, NE boleh diberikan pada pasien cairan elektrolit dan dekstrosa 5%. Jika keadaan
critical ill. Sedangkan PNE dapat bersifat imunosupresif sudah tenang yaitu demam, nyeri, renjatan, dan gagal
dibanding NE karena tidak mempertahankan mukosa napas sudah dapat diatasi, krisis metabolisme sudah
saluran cerna dan gut-associatedlymphoid tissue. Namun, lewst, maka NPE dapat diberikan dengan lancar
PNE merupakan alternatif pemberian makan bagi pasien dan bermanfaat. Makin berat kondisi pasien, makin
yang tidak dapat memenuhi kebutuhan nutrisi melalui oral lambat dosis NPE total (dosis penuh) dapat dimulai.
atau NE. Sebelum keadaan tenang flow phase) tercapai, MPE
Secara umum, NPE diindikasikan pada pasien yang total hanya menambah stres bagi tubuh pasien.
mengalami kesulitan mencukupi kebutuhan nutrisi untuk Fase tenang ini ditandai dengan menurunnya kadar
waktu tertentu. Tanpa bantuan nutrisi, tubuh memenuhi kor~isol,katekolamin, dan glukagon.
kebutuhanenergi basal rata-rata 25-30 kkal/kgBB/hari. Jika Pasien gagal napas (p02 <80 dan pC02 >50) kecuali
cadangan habis, kebutuhan glukosa selanjutnya dipenuhi dengan respirator. Pada pemberian NPE penuh,
melalui proses glukoneogenesis, antara lain dengan metabolisme karbohidrat akan meningkatkan produksi
lipolisis dan proteolisis 125-150 g/hari. Puasa lebih dari C02 dan berakibat memperberat gagal napasnya.
24 jam menghabiskan glukosa darah (20 g), cadangan Pasien renjatan dengan kekurangan cairan ekstra-
glikogen di hati (70 g) dan otot (400 g). Sedangkan selular
cadangan energi lainnya, lemak (12.000 g), dan protein Pasien penyakit terminal, dengan pertimbangan
(6.000 g) habis dalam waktu kira-kira 60 hari. cost-benefit
Kondisi pasien yang memerlukan NPE adalah sebagai
berikut:
Pasien Kritis
Sebuah penelitian multisenter membandingkan pemberian
Pasien tidak dapat makan (obstruksi saluran pen-
NEsaja, NE dengan penambahan NPE dini, dan NE dengan
cernaan seperti striktur atau keganasan esofagus, atau
penambahan NPE akhir. Pada pasien kritis, pemberian
gangguan absorbsi makanan)
dini LIE dan MPE memberikan hasil yang baik. Pemberian
Pasien tidak boleh makan atau pasien post operasi
dini NE dalam 24-48 jam di ICU dapat meng-optimalisasi
(seperti fistula intestinal dan pankreatitis)
fungsi saluran intestinal, meningkatkan sistem imun dan
Pasien tidak mau makan (seperti akibat pemberian
mengu~angistresoksidatif. Tetapi NE saja tidak cukup
kemoterapi)
memenuhi kebutuhan nutrisi. Diperlukan NPE pada fase
Berdasarkan ASPEN Guidelines (American Society of awal pasien kritis, terutama pasien yang tergolong risiko
Parenteral & Enteral Nutrition) 2002 terdapat beberapa tinggi yaitu pasien dengan IMT <20, disfungsi saluran
indikasi pemberian nutrisi tambahan: intestinal persisten sebaiknya NPE mulai diberikan
1. Nutrisi tambahan harus diberikan pada pasien yang setelah 72 jam menggunakan IYE. Pada kelompok yang
tidak dapat memenuhi kebutuhan nutrisi melalui menda3at NE dan penambahan NPE dini, didapatkan
oral angka rnortalitas yang lebih rendah, massa otot yang lebih
2. Jika dibutuhkan pemberian nutrisi tambahan, NE lebih baik, dan proses penyembuhan lebih cepat.
diutamakan dibanding NPE
3. Jika pemberian nutrisi tambahan diindikasikan, NPE
digunakan pada pasien dengan gangguan saluran STRATEGI PEMBERIAN NPE
cerna atau tidak dapat memenuhi kebutuhan secara
oral dan NE, seperti ileus paralitik, iskemi mesenterik, Sebelun memulai NPE, tahapan yang perlu dilakukan
obstruksi usus, fistula saluran cerna (kecuali jika ialah:
1. ldentifikasi status gizi nyeri daerah epigastrium, sehingga memerlukan
2. Menentukan problem nutrisi nutrisi parenteral.1 Pada saat awal di mana pasien
3. Menghubungkan tujuan NPE dengan penyakit menampakkan tanda-tanda dehidrasi, sebaiknya
primernya diberikan infus kristaloid, selanjutnya diberikan infus
4. Menghitung kebutuhan nutrien per hari dekstrose 5-10%. Bila perlu dapat diselingi dengan
5. Menyusun kebutuhan nutrien dengan preparat cairan cairan infus yang mengandung asam amino esensial
yang tersedia yang cukup.
6. Menentukan cara pemasangan infus Pada gangguan hati kronik, seperti sirosis
hati, umumnya nutrisi parenteral baru diberikan
ldentifikasi Status Gizi bila disertai komplikasi, misalnya asites masif,
ldentifikasi status gizi harus dilakukan sebelum memulai hematemesis melena, ensefalopati, dan formula cairan
terapi NPE. Dengan mengetahui status gizi pasien, lebih- yang diberikan disesuaikan dengan masalah klinik
cukup atau kurang, dapat diputuskan saat mulai dan yang dihadapi. Pada ensefalopati hepatik misalnya,
komposisi nutrisi yang akan diberikan. Pada pasien dengan langkah pertama yang penting ialah pemberian
gizi cukup, IVPE baru dimulai pada hari ketiga, setelah Ebb dekstrosa 10% atau maltosa 10% sebagai sumber
phase dilewati.Bila gizi pasien kurang, NPE dimulai lebih kalori, koreksi gangguan keseimbangan elektrolit, dan
awal yaitu setelah 24-48 jam. langkah berikutnya ialah pemberian cairan kaya AARC.
Tujuan pemberian AARC ialah mencegah masuknya
Menentukan Problem Nutrisi AAA ke dalam jaringan otak, di samping untuk
Pada tahap ini ditentukan sifat dukungan IVPE yang akan menurunkan katabolisme protein dan mengurangi
diberikan, apakah untuk suportif (parsial) dan berapa konsentrasi amonia darah.
lama, atau NPE total. Keputusan ini bergantung pada
b. Gangguan ginjal
kondisi pasien:
Pada pasien gagal ginjal, kekurangan air (dehidrasi)
apakah bisa menerima makanan per oral penuh,
dan kekurangan garam adalah 2 kelainan yang sering
sebagian atau sama sekali tidak bisa/ tidak diper-
ditemukan. Kelainan ini bersifat reversibel dan apabila
bolehkan,
koreksi tidak segera dilaksanakan, akan merupakan
berapa lama kondisi tersebut diperkirakan akan
tahap pertama dari rangkaian kelainan yang akan
berlangsung.
menurunkan faal ginjal. Di samping itu, pada pasien
gagal ginjal terdapat gangguan ekskresi nitrogen,
Menghubungkan Tujuan Nutrisi Parenteral dengan sehingga pengurangan masukan protein akan
Penyakit Primer
memperbaiki keadaan. Yang harus diperhatikan ialah
Keadaan seperti status gizi, proses katabolisme dan
bagaimana caranya memberikan kalori yang cukup
penyakit pasien mempengaruhi tujuan, saat mu ai, dosis,
dengan diet rendah protein tanpa membuat pasien
jenis dan susunan nutrisi yang akan digunakai. Pasien
mengalami malnutrisi kalori-protein.
dengan masalah khusus (gizi kurang, diabetes melitus, Pemberian nutrisi parenteral yang mengandung asam
gangguan ginjal dan hati), maka NPE dapat diberikan lebih
amino esensial dan glukosa pada gagal ginjal akut
dini, yaitu setelah 24-48 jam. Juga, jenis penyakit, seperti memberikan angka kelangsungan hidup lebih baik
gangguan hati atau ginjal misalnya, akan menentukan
dibanding glukosa saja.
pilihan jenis formula maupun dosis yang akan dipakai.
Beberapa pertimbangan NPE pada pasier. dengan c. Diabetes melitus
gangguan khusus, seperti tersebut di bawah ini Pada orang normal, NPE biasanya diberikan pada hari
a. Gangguan hati ketiga.Sedang pada pasien DM, karena umumnya
Pasien dengan gangguan hati akut atau kronik mudah jatuh dalam keadaan hipokalorik, maka NPE
mengalami penurunan kadar asam amino rantai pada pasien DM dimulai lebih dini. Syarat NPE pada
cabang (AARC) dan peningkatan asam amino DM ialah setelah kadar glukosa darah kurang dari
aromatik (AAA) di plasma dan otak. Laporan penelitian 250 mg/dl. Bila kadar glukosa darah masih di atas
menyebutkan bahwa NPE dengan formula tinggi AARC angka tersebut dan harus segera mulai NPE, untuk
dan rendah AAA memberikan imbangan nitrogen menurunkan kadar glukosa dapat dilakukan regulasi
yang lebih baik, mengurangi risiko ensefalopati dan cepat dengan insulin.
memperbaiki angka kelangsungan hidup pasien.
Peradangan hati akut dengan sebab apaoun, akan Menghitung Kebutuhan Nutrien Per hari
didahului stadium preikterik yang ditandai dengan Dalam menghitung kebutuhan nutrien, di samping
rasa mual yang sangat, nafsu makan menJrun dan kebutuhan untuk keadaan sehat,juga perlu diperhitungkan
NUTRlSl PARENTERAL: CARA PEMILIHAN, KAPAN, DAN BAGAIMAI

kondisi penyakit yang mendasarinya.Kalori adalah unsur - 25 kkal/kgBB, untuk kondisi tanpa stres
yang mutlak harus diberikan cukup.Sumber kalori yang - 30 kkal/kgBB, untuk stres ringan
utama dan harus selalu ada adalah glukosa. Otak dan - 35 kkal/kgBB, untuk stres sedang
eritrosit mutlak memerlukan glukosa ini setiap saat. Jika - 40 kkal/kgBB, untuk stres berat
tidak tersedia cukup, tubuh melakukan glukoneogenesis
2.1. Sumber Kalori
dari substrat lain. Selain karbohidrat, sumber kalori yang
Dua sumber utama kalori adalah karbohidrat dan lemak.
lain ialah lipid. Untuk keperluan regenerasi sel, sintesis
Tetapi bila kebutuhan NPE hanya dipenuhi oleh karbohidrat,
enzim dan protein diperlukan sumber protein, yaitu asam
ada beberapa ha1 yang harus diperhatikan, terutama bila
amino. Komponen nutrisi penting lainnya ialah vitamin
cairan dekstrosenya bersifat hipertonis, yaitu:
yang larut lemak dan larut air, elektrolit, trace element.
* trombosis
Albumin, insulin, dan obat-obatan lain mungkin diperlukan
meningkatkan kebutuhan insulin
sesuai kondisi tertentu. Jenis nutrient yang dibutuhkan
bahaya hipoglikemia bila infus dekstrose hipertonis
ialah sebagai berikut:
dihentikan mendadak
1. Cairan meningkatkan BMR
Pemenuhan kebutuhan cairan dipengaruhi oleh adanya meningkatkan produksi C02
penyakit yang mendasarinya, seperti gagal jantung, Untuk mengatasi keadaan ini, setengah sumber kalori
gangguan respirasi, ginjal dan hati. Kebutuhan cairan
nonpro~eindapat digantikan dengan emulsi lemak karena
pasien dewasa pada umumnya berkisar 1-2,2 mL/ produksi C02 akan ditekan. Jangan menggunakan protein
kkal atau 20-50 mL/kgBB/hari, atau rata-rata 35 ml/ sebagai sumber energi, karena protein penting untuk
kgBB. Bila terdapat kehilangan cairan yang abnormal, regenerasi sel dan sintesis protein viseral seperti enzim,
seperti diare atau muntah, cairan perlu ditambahkan albumin, imunoglobulin.
sejumlah yang hilang tersebut.Bila terdapat demam,
cairan ditambah sebanyak 150 mL/peningkatan 1"C. 2.2. Karbohidrat
Dalam ha1 hilangnya cairan lambung, berarti juga Glu kosa
hilangnya komponen mineral/elektrolit, maka perlu Glukosa adalah karbohidrat pilihan untuk nutrisi
diperhitungkan dalam menentukan formula NPE. parenteral, karena glukosa merupakan substrat
paling fisiologis, secara natural ada dalam darah,
2. Kalori banyak persediaan, murah, dapat diberikan dalam
Kebutuhan kalori secara sederhana dapat diperkirakan berbagai konsentrasi, dengan nilai kalori 4 kkal/g.
dari berat badan. Untuk menghitung resting metabolic Untuk dapat memberikan pengaruh maksimum ter-
expenditure (RME), rumus yang biasa digunakan ialah hadap keseimbangan nitrogen, minimal diperlukan
rumus Harris-Benedict: 100-1 50 g glukosa. Kebutuhan tersebut juga
Laki-laki: RME (kkal/hari) = 66,5+13,8xBB (kg)+5xTB digunakan untuk memenuhi energi yang diperlukan
(cm) -6,8xUmur(th) oleh susunan saraf pusat dan perifer, eritrosit,
Perempuan:RME (kkal/hari) = 655+9,6xBB (kg)+l,8x*rB leukosit, fibroblas yang aktif dan fagosit tertentu
(cm) - 4,7xUmur (th) yang menggunakan glukosa sebagai satu-satunya
Di samping kebutuhan basal tersebut, tambahan kalori sumber energi.
diperhitungkan bila menghadapi stres atau aktivitas, Untuk menghindari hiperglikemi yang tiba-tiba,
sebagai berikut: peningkatan konsentrasi glukosa, misalnya dari 5%
- 1,2 x RME, untuk kondisi tanpa stres menuju 20% harus bertahap, (start slow @ go slow).
- 1,5 x RME, untuk kondisi stres sedang seperti Kecepatan infus yang dianjurkan ialah 6-7 mg/kgBB/
trauma dan operasi menit. Beban glukosa akan merangsang pankreas
- 2,O x RME, untuk kondisi stres berat seperti sepsis mengeluarkan insulin. Pada keadaan produksi insulin
dan luka bakar > 40% permukaan tubuh menurun, seperti pada sepsis, infus glukosa yang
Dalam pemberian NPE, tambahan kalori yang berlebihan atau kecepatan infus lebih dari yang
diperlukan untuk aktivitas (energy expenditure of dianjurkan berakibat meningkatnya konsumsi oksigen,
activitylEEA) tidak perlu lagi, karena dalam RME produksi dan konsumsi energi akibat lipogenesis, yang
kebutuhan untuk spesifik dinamic action sudah akan memperburuk keadaan. Bila terjadi hiperglikemia,
diperhitungkan. untuk selanjut-nya lebih baik mengurangi kecepatan
Untuk kepentingan praktis, mengingat rumus i n k glukosa dibanding dengan pemberian insulin.
Haris Benedict rumit, Howard Lyn menyederhanakan Jika larutan glukosa diselingi cairan lain, besar
perhitungan menjadi: kemungkinan kadar glukosa darah berfluktuasi karena
overshoot insulin dari waktu ke waktu. Agar fluktuasi lernak, karena hati dapat menggunakan asam lemak
seminimal rnungkin, larutan karbohidrat dibagi rata sebagai sumber energi, sekaligus mensintesis asam
sepanjang 24 jam. lernak untuk penyimpanan energi. Lemak penting
untuk integritas dinding sel, sintesis prostaglandin
Fruktosa dan sebagai pelarut vitamin yang larut lemak. Nutrisi
Fruktosa rnerupakan surnber kalori yang potensial parenteral dengan kemasan bebas lemak untuk
karena tidak mernerlukan insulin untuk masuk ke jangka lama menyebabkan defisiensi asam lemak
dalam sel, lebih sedikit iritasi vena, dimetabolisasi esensial yang terlihat sebagai alopesia, dermatitis,
lebih cepat di hati dan mernpunyai efek hemat perlernakan hati dan gangguan fungsi irnunitas.
nitrogen lebih baik.Tetapi kebanyakan jaringan tidak Berbagai penelitian menunjukkan bahwa pemberian
menggunakan fruktosa secara langsung. Perubahan emulsi lemak sebesar 30-40% dari kalori total
menjadi glukosa terutama terjadi dalam hati, dan merupakan jumlah yang optimal. Untuk mencegah
jaringan hanya dapat rnenggunakan glukosa sebagai defisiensi asam lemak esensial, perlu diberikan
sumber energi. Kerugian lain penggunaan fruktosa asam lernak esensial sebanyak 4-8% dari kalori total
ialah bila infus terlalu cepat atau berlebihan dapat sehari.
menyebabkan asidosis laktat, hipofosfatemia, Emulsi lemak 10% dan 20% tidak hipertonis,
penurunan nukleotida adenin hati, peningkatan dapat diberikan rnelalui vena perifer. Kecepatan
bilirubin dan asam urat. infus ernulsi lemak tidak melebihi 0,5 g/kgBB/jarn,
Gula alkohol (sorbitol dan xylitol) sesuai dengan batas maksimal kemampuan ambilan
Jenis karbohidrat ini juga tidak memerlukan insulin lemak. Tiap 500 mL diberikan dalam waktu 6-8 jam,
untuk rnenembus dinding sel. Keduanya tidak dapat dapat diteteskan bersarna karbohidrat dan asam
digunakan langsung sebelum diubah menjadi glukosa amino.Sebagai sumber kalori, lemak perlu dikombinasi
di hati.Mengingat adanya risiko asidosis laktat, dengan kalori karbohidrat dalam perbandingan 1:l.
peningkatan asam urat darah dan diuresis osmotik, Misalnya untuk 1200 kkal, diberikan 1509 glukosa
gula alkohol ini tidak mempunyai keunggulan dan 709 lemak. Keuntungan kombinasi sumber kalori
dibanding glukosa. Untuk rnendapatkan efek positif, ini adalah dihindarkannya penyulit hiperosmolar dan
xylitol diberikan dalam kemasan kombinasi dengan hiper-glikemia. Mengingat harga emulsi lemak mahal
glukosa dan fruktosa (GFX=Glukosa-Fruktosa-Xylitol) untuk digunakan secara rutin, emulsi cukup diberikan
dengan perbandingan 4:2:1 yang dianggap ideal sekali tiap minggu.
secara metabolik. 2.4. Protein
Maltosa Asam amino yang rnenyusun protein hampir
Maltosa memiliki beberapa keuntungan sebagai seluruhnya tergolong asam amino-a. Asam amino
karbohidrat alternatif, terutama pada pasien DM, yang tidak disintesis tubuh disebut asam amino
karena: esensial.Asam amino diperlukan untuk regenerasi
sel, pembentukan enzim dan sintesis protein somatik
- rnengandung 2 molekul glukosa
- dan viseral, serta sintesis hormon peptida (insulin
tidak memerlukan insulin saat menembus dinding
dan glukagon). Pemberiannya harus dilindungi kalori
sel
- Isotonis, sehingga dapat diberikan melalui agar asam amino tersebut tidak dibakar menjadi
energi (glukoneo-genesis). Jangan memberikan asam
vena perifer, dan dapat dicampur dengan
amino bila kebutuhan energi dasar belum dipenuhi.
cairan lain yang hipertonis (untuk merurunkan
Untuk melindungi tiap gram nitrogen diperlukan
osmolaritas)
80-150 kkal karbohidrat (25 kkal per gram asam
Meskipun tidak memerlukan i n s u l i i untuk
amino). Kalori yang berasal dari asam amino tidak
rnasuk sel, tetapi proses intraselular mutlak masih
ikut diperhitungkan sebagai sumber protein untuk
memerlukannya. Pemberian dosis yang aman dan
kalori.Kebutuhan nitrogen berkisar 0,2g/kgBB/hari,
efisien adalah 1,5 g/kgBB/hari. lnfus yang berlebihan
setara dengan protein 1,25g/kgBB/hari, atau 1,591
menyebabkan pemborosan melalui urin, bisa sampai
kgBB/hari asam amino. Kebutuhan ini akan berkurang
ekskresi melebihi 25% dari maltosa yang diinfuskan.
pada keadaan gangguan fungsi ginjal dan hati dan
2.3. Lemak meningkat pada keadaan katabolik. Kebutuhan
Selain karbohidrat, lemak juga berfungsi sebagai protein pada keadaan katabolik bisa sampai 1,591
sumber energi dengan nilai 9 kkal/g, lebih tinggi nilai kgBB/hari untuk menginduksi keseimbangan nitrogen
energinya per unit volume dibanding karbohidmt. positif dan membangun kembali massa tubuh yang
Hati merupakan organ terpenting dalam rnetabolisrne normal.
NUTRlSl PARENTERAL: CARA PEMILIHAN. KAPAN, DAN BAGAIMANA

Kebutuhan asam amino pada keadaan sepsis hipoprotrombinemi. Kebutuhan vitamin yang
lebih tinggi lagi, 2-3g/kgBB/hari. Jika pasien sepsis diberikan melalui intravena lebih besar dibanding
tidak mendapat kalori eksogen, akan terjadi destruksi melalui oral, diduga akibat ekskresi melalui ginjal
jaringan otot 750-1000 gram sehari. Namun pemberian yang lebih besar. Sedangkan kelebihan vitamin A
protein yang dianjurkan cukup 1-1,5 g/kgBB/hari. dan D dapat menyebabkan berturut-turut dermatitis
Proteolisis akan mengganggu dan menghambat eksfoliativa dan hiperkalsemia.
sintesis protein viseral 'waktu paruh pendek', terutama
Kebutuhan vitamin yang direkomendasikan:
enzim-enzim di hati.
Vitamin A 1mg (3300 IU)
2.5. Elektrolit Vitamin D 5ug (200 IU)
Elektrolit merupakan komponen esensial pada NPE. Vitamin E 1Oug (10 IU)
Kebutuhan elektrolit pada NPE bervariasi, tergantung Vitamin C 100 mg
keadaan klinik. Umumnya kebutuhan dasar elektrolit Asam Folat 400 ug
per kgBB/hari pada dewasa adalah: Nikotinamid 40 mg
Riboflavin 3,6 mg
- Natrium (Na) : 1,O-2,O mmol atau 100-200
Tiamin 3 mg
mEq/hari
Piridoksin 4 mg
- Kalium (K) : 0,7-1 mmol atau 50-100
Si~nokobalamin 5 Ug
mEq/hari
Asam Pantotenat 15 mg
- Kalsium (Ca) : 0,l mmol atau 7,5-10 mEq/
Biotin 60 ug
hari
- Magnesium (Mg) : 0,l mmol atau 10-12 mEq/ 2.6. Tr~ceElement
hari Seng (Zn) merupakan unsur esensial dari berbagai
- Fosfor (P) : 0,4 mmol atau 12-16 mEq/ enzim.Defisiensi Zn menyebabkan dermatitis dan
hari penyembuhan luka lambat yang dapat terjadi dalam
beberapa minggu. Defisiensi ini dapat dicegah
Kalium merupakan elektrolit esensial untuk
dengan pemberian 3 mg Zn perhari, dan ada diare
sintesis protein. Kebutuhan K biasanya lebih banyak
perlu tambahan 12 mg per hari setiap 1 liter cairan
pada awal-awal NPE(total), diduga karena disimpan
yang keluar.
dalam hati dan masuk ke dalam sel. Kebutuhan K
Besi (Fe) penting untuk sintesis hemoglobin (Hb),
meningkat pada saat terjadi masukan glukosa.
sedang cadangan dalam tubuh sedikit.Tembaga (Cu)
Kalsium diperlukan pada NPE jangka lama, di
diperlukan untuk maturasi eritrosit dan metabolisme
mana biasanya terdapat kehilangan Ca endogen
lipid.
akibat imobilisasi.Kalsium juga diperlukan lebih
Mangan (Mg) penting untuk metabolisme
banyak pada pankreatitis.
kalsiuml posfor, proses reproduksi dan pertumbuhan.
Fosfor diperlukan untuk metabolisme tulang,
Kobalt (Co) merupakan unsur penting vitamin
sintesis jaringan dan fosforilasi KrP. Hipopospatemia
8-12.
dapat terjadi segera pada kemasan NPE tanpa I? Akibat
Trace element yang direkomendasikan (ug/hari):
yang berbahaya ialah menurunnya kadar eritrosit yang
Seng 2500-6000
berakibat berkurangnya suplai 0 2 ke jaringan, otot
Tembaga 500-1500
menjadi lemah dan berpengaruh pada respirasi.
Iodine 130-910
Magnesium penting dalam anabolisme dan
Mangan 150-800
pada sistem enzim, khususnya enzim yang berkaitan
Florid 950
dengan aktivitas metabolik di otakdan hati. Kebutuhan
Kromium 10-15
meningkat pada keadaan diare, poliuria, pankreatitis
Selenium 200
dan keadaan hiperkatabolik. Kehilangan Mg paling
Molibdenum 20
banyak melalui cairan gastrintestinal.
2.6. Vitamin Menyusun Kebutuhan Nutrien dengan Kemasan
Vitamin diperlukan untuk penggunaan komponen- yang Tersedia
komponen nutrisi. Defisiensi vitamin yang sering Setelah berhasil menentukan kebutuhan nutrien per hari,
dilaporkan pada NPE total 1-2 minggu sampai 3 kita dapat memilih kemasan infus yang sesuai dengan
bulan ialah defisiensi asam folat dengan gambaran kebutuhan tersebut.
pansitopenia, defisiensi tiamin dengan gambaran Nutrisi parenteral komersial yang dapat dipakai antara
ensefalopati, defisiensi vitamin K dengan gambaran lain:
Mengandung kalori karbohidrat saja, kurang mendapat monitoring yang adekuat,dan 49%
Dekstrose 5%; Dekstrose 10%; Dekstrose 40% pasien diantaranya memiliki komplikasi metabolik yang
Mengandung karbohidrat dan elektrolit, dapat dihindari (avoidable metabolic complications).
Triparen 1; Triparen 2; Triofusin E 1000; Komplikasi yang dimaksud adalah hipofosfatemia,
KA-EN 1B; KA-EN 3A/B hipomagnesemia, hiperglikemi, aritmia, gagal jantung
Mengandung karbohidrat dan asam amino dan henti jantung mendadak. Penting untuk memahami
Aminovel600; Aminofusin 1000; Pan Amin G; Kabiven potensi komplikasi metabolik yang dapat timbul pada
Peripheral; Clinimix pasien dengan NPE dan melakukan monitoring yang
Mengandung lemak adekuat. ldentifikasi dini dan penanganan komplikasi
lntralipid 10%; lntralipid 20%; lvelip 20% dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas.

Menentukan Cara Pemasangan lnfus


Tabel 1. Komplikasi Nutrisi Pendukung
Program nutrisi parenteral parsial untuk jangka pendek
dapat diberikan melalui vena perifer, karena sebagian besar Metabolik Hepatobilier dan Gastrointestinal
larutannya bersifat isotonis (osmolaritas <800 mOsm/ Steatosis, kolestasis, stasis kandung
kgBB).Vena perifer dapat menerima osmolaritas cairan ernpedu dan kolelitiasis
sampai maksimal 900 mOsm. Makin tinggi osrnolaritas Atrofi gastrointestinal
(makin hipertonis) makin mudah terjadi kerusakan dinding Hipersekresi asarn larnbung dan
vena perifer seperti tromboflebitis atau trombcemboli. hiperasiditas
Sedangkan NPE total yang diprogram untuk jangka Nutrisi
panjang, harus diberikan melalui vena sentral karena Overfeeding atau underfeeding; gangguan
larutannya bersifat hipertonis dengan osmolaritas >900 keseirnbangan energi
mOsm. Melalui vena sentral, aliran darah menjadi lebih Gangguan keseirnbangan glikernik
cepat sehingga tidak sampai merusak dinding vena. Gangguan status hidrasi
KetidakseirnbanganpH
Ketidakseirnbanganasarn amino/amonia
KOMPLlKASl Gangguan vitamin, mineral, elektrolit
Sindrom refeeding
Komplikasi pemberian nutrisi pendukung dapat
Jangka panjang
dikelompokkan menjadi 3, yaitu (tabel 1):
Metabolic bone disease
1. Metabolik
2. Mekanik Mekanik Oklusi trombotik dan nontrornbotik
3. lnfeksi Flebitis
lnfiltrasi
Komplikasi mekanik yang sering terjadi ialah akibat Efusi pleura
pemasangan kateter vena sentral. Oleh karena i t u Emboli kateter
pernasangan vena sentral harus dikerjakan olet dokter Malposisi kateter
yang terampil untuk itu. Untuk mengatasi nasalah Pneurnotoraks dan hematoraks
ganguan keseimbangan cairan dan nutrisi, terapi NPE Hidrornediastinurn
harus dimulai dengan dosis rendah (start lcw) dan lnfeksi lnfeksi karena kateter
dinaikkan secara perlahan (go slow), dengan pemantauan Bakteri
yang ketat. Jarnur
lnfeksi melalui kateter pada NPE jarang t e r j ~ dpada
i Translokasi bakteri intestinal dan per-
72 jam pertama. Bila ada panas selama 72 jam Fertama, tumbuhan bakteri berlebihan
harus dicari kemungkinan penyebab dari sumber lain. Sepsis
Untuk memastikan adanya infeksi melalui kateter harus
dilakukan kultur mikroorganisme ujung kateter.

KESIMPULAN
MONITORING
Nutrisi pasien merupakan salah satu aspek penting dalam
Peningkatan jumlah komplikasi metabolik pada pasien pengelolaan penyakit.Namun disadari bahwa kondisi
dengan NPE dapat terjadi karena monitoring NPE yang sakit menyebabkan pasien mengalami kesulitan dalam
tidak adekuat. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di memenuhi kebutuhan nutrisi yang sering lebih banyak
lnggris pada tahun 201 1, sebanyak 46 % dari 21 1 pasien dari kebutuhan dalam keadaan biasa.
NUTRlSl PARENTERAL: CARA PEMILIHAN, KAPAN, D A N BAGAIMANA 439

Penilaian Nutrisi

Keputusan untuk rnernulai


(Obstruksi,
nutrisi khususdukungan peritonitis, ileus,
v
Fungsi saluran pencernaan pankreatitis,
short bowel
Ya Tidak syndrome,
rnunrah refrakter)
Penilaian Nutrisi Nutrisi Parental
I
I
Jangka
1
Jangka Jangka Jangka panjang
panjang pendek Pendak atau pernbatasan
I cairan
Nasogastrik
Gastrostorni,
nasoduodenal, v
jejunostorni
nasojejunal Nutrisi Nutrisi
parenteral parenteral

Normal nutrisi
lengkap

4 I 4
Adekuat Tidak
Adekuat
lanjut ke adekuat NPE
lanjut ke
rnakanan oral sebagai
P
diet lebih
suplernen
I kornpleks dan
rnekanan
sesuai
penerirnaan

Dilanjutkan ke nutrisi

Garnbar 1. Algoritrne pernberian dukungan nutrisi

Pada keadaan pasien tidak bisa makan, tidak boleh REFERENSI


makan atau tidak mau makan, maka terapi nutrisi
parenteral menjadi pilihan. Mengingat teknik NPE yang 1. ASPEN Board of Directors: Guidelines for the use of paren-
teral and enteral nutrition in adult and paediatric patients.
tidak mudah, komplikasi yang bisa terjadi, dan harga JPEN. 1993;17.
relatif mahal, perlu dipahami betul pemilihan pasien (tepat 2. Daldiyono, Darmawan I, Kadarsyah.Pencegahan malnutrisi
pasien), bagaimana menghitung kebutuhan nutrisi, kapan di rumah sakit. Dalam Kapita Glekta ~ u $ s i Klinik. Seri 1.
Daldiyono, Abd Razak Thaha (editor).PERNEPARI (Perhim-
dimulai, berapa lama, dan bagaimana cara pemberiannya.
punan Nutrisi Enteral dan Parenteral Indonesia).1998:1-22.
Yang tidak kalah penting ialah pemantauan timbulnya 3. Daldiyono.Terapi nutrisi parenteral dalam bidang ilmu pe-
kom~likasi,sehinclaa
4 u
secara keseluruhan akan memberikan nyalut dalam. ~ a l a r n~aldiyono,
: Abd Razak ~ h & a(editor).
hasil terapi nutrisi yang maksimal. Kapita Selekta ~ u t r i sKlinik.
i Seri 1.PERNEPARI ( ~ e r h i m ~ u -
nan Nutrisi Enteral dan Parenteral Indonesia). 1998:107-13.
Howard L. Enteral and Parenteral nutrition therapy. Dalam:
KasperDL, Braunwald E, Fauci AS, Hauser SL, Longo DL,
Jameson JL (editor). Hamson's Principles of Internal Medi-
cine. Edisi 16, USA, McGraw HillCompanies, Inc 2005:415-
22.
Jeejeebhoy KN. Nutrition in critical illness. Dalam: Stephen
MA, Ake G, Peter RH (editor). Textbook of Critical Care
1I.Edisi 3. Philadelphia, USA, WB Saunders Company
1995:1106-15.
Kutsogannis J, Alberda C. Early use of supplemental
parenteral nutrition in critically ill patients: results of an
international multicenter observational study. Critical Care
Med.2011;39:1-9.
Martin K, DeLegge M, Nichols M, Chapman E, Sollid R,
Grych C. Assessing appropriate parenteral nutrition ordering
practices in tertiary care medical centers. JPEN J Parenteral
Enteral Nutr. 2011;35:122-30.
Phillips GD. Parenteral nutrition. Dalam: T.E. Oh (editor).
Intensive Care ManuaLEdisi 4. Oxford: Buttemorth-Heine-
mann. 1997724-32.
Rahardjo E. Pola umum pelaksanaan nutrisi parenteral (per-
timbangan pengetrapan dalam sarana terbatas). Simposium
Terapi Cairan 111.Lab UPF Anestesiologidan Penyakit Dalam
FK Unair RSUD Dr. Sutomo Surabaya.1992:13-27.
Silberman H. Parenteral nutrition: general principles. Dalam
Parenteral and Enteral Nutrition.Edisi 2. California USA:
Appleton & Lange. 1989:189-222.
Tjokoprawiro A. Nutrisi parenteral pada diabetes melitus.
Simposium Terapi Cairan 111. Lab UPF Anestesiologi dan
Penyakit Dalam FK Unair RSUD Dr. Sutomo Surabaya.
1992:29-54.
GANGGUAN NUTRISI PADA USIA LANJUT
Nina Kemala Sari

PENDAHULUAN meninglcatkan risiko timbulnya penyakit kronik. Hal ini


disebut transisi nutrisi yang terjadi demikian cepat di
Sepanjang kehidupan, nutrisi merupakan penentu seluruh dunia. Ringkasan transisi nutrisi dari diet tinggi
yang sangat penting terhadap kesehatan, fungsi fisis serat rendah lemak menjadi tinggi lemak hewani, gula,
dan kognitif, vitalitas, kualitas hidup keseluruhan, dan dan produk olahan pada masyarakat tradisional pedesaan
panjangnya usia. Status nutrisi memiliki dampak utama yang bergeser menjadi seperti pola lingkungan perkotaan
pada timbulnya penyakit dan hendaya pada usia lanjut. dapat dilihat pada bagan berikut.
Kecenderungan pola diet saat ini di negara-negara yang
sedang berkembang adalah menuju diet tinggi lemak
dan semakin halus yang ikut menambah risiko penyakit KELEMAHAN NUTRlSl (NUTRITIONAL FRAILTY)
kronik. Pada saat yang sama, perubahan dan demografi
menempatkan usia lanjut pada risiko ketidakamanan Kelemat-annutrisi merujuk pada hendaya yang terjadi pada
makanan dan malnutrisi. usia lanjut karena kehilangan berat badan fisiologis dan
Prevalensi malnutrisi meningkat seiring dengan patologis yang tidak disengaja dan sarkopenia. Sarkopenia
timbulnya kelemahan dan ketergantungan fisis. Tentunya merupakan penurunan massa dan kekuatan otot yang
biaya kesehatan yang dikeluarkan akan bertambah mungkin terjadi pada usia lanjut sehat. Anoreksia pada
dengan adanya problem malnutrisi. Pasien dengan usia lanjut merupakan penurunan fisiologis nafsu makan
penyakit gastrointestinal, respirasi, dan neurologis dengan dan asupan makan yang menyebabkan kehilangan berat
mal-nutrisi perlu peningkatan konsultasi sejumlah 6%, badan ysng tidak diinginkan.
mendapat lebih banyak obat sejumlah 9%, dan 26% Pada gambar 2 dapat dilihat bagan kelemahan nutrisi
mengalami perawatan lebih sering daripada mereka yang pada usia lanjut yang disebabkan oleh faktor-faktor
bergizi baik. Selain malnutrisi, obesitas dan defisiensi fisiologis dan nonfisiologis yang membentuk lingkaran
mikronutrien juga kerap terjadi pada populasi usia lanjut spiral yang kian memperburuk status nutrisi dan berakhir
yang kemudian akan mencetuskan berbagai penyakit pada kematian.
kronik.

JENlS GANGGUAN NUTRlSl PADA USIA LANJUT


TRANSlSl NUTRlSl
Malnutrisi Energi Protein
Penyebab kematian utama pada usia lanjut di seluruh Malnutrisi energi protein adalah kondisi di mana energi
dunia adalah penyakit vaskular dan penyakit kronik dan atau protein yang tersedia tidak mencukupi kebutuhan
yang menyertainya. Upaya-upaya pencegahan penyakit- metabolik. Malnutrisi energi protein dapat terjadi karena
penyakit ini dilakukan melalui pola hidup sehat yang buruknya asupan protein atau kalori, meningkatnya
mencakup aktivitas fisis, diet bergizi, dan tidak merokok kebutuhan metabolik bila terdapat penyakit atau trauma,
atau salah guna obat. Sayangnya, bersamaan dengan atau meningkatnya kehilangan zat gizi.
pesatnya peningkatan populasi usia lanjut, juga terdapat Usia lanjut merupakan kelompok yang rentan ter-
bukti perubahan perilaku dan pola aktivitas fisis yang hadap malnutrisi. Banyaknya penyakit serta meningkatnya
Urbanisasi, pertumbuhan ekonomi progresivita- Ketersediaan makanan olahan
Diet tradisional pedesaan I Diet barat modern
I Kurangnya variasi I Beraneka raqam
- 1
1 1
Kurangnya lemak Tinggi lemak
Tinggi serat Rendah serat

1 Tidak adekuat Adekuat dan hati-hati Tidak hati-hati I


'Gizi kurang
1
Nutrisi optimal
4
Obesitas
Penyakit infeksi Penyakit kronik

I -. - J
Gambar 1. Transisi nutrisi. Diadaptasi dari lnformasi pada Studi Popkin, dkk dan Vorster, dkk.

Gangguan sintesis p r o t e i n Berkurangn~acadangan


protein

1
1/ \
Berkurangnya asupan nutrisi
(anoreksia pada usia lanjut)
+ Sarkopenia
Berkurangnya kapasitas terhadap
kebutuhan ekstra sintesis protein
t pada keadaan adanya penyakit dan
1 trauma
I
Imobilisasi
I

penyakit + Meningkatnya kelemahan '


hospitalisasi
+I
Kematian
--

Gambar 2. Spiral menurun kelemahan nutrisi

hendaya berkaitan dengan indikator-indikator risiko dan sebanyak 14,7% memiliki indeks masa tubuh < I 7 kg/
nutrisi. Status nutrisi pasien usia lanjut yang dirawat atau rn2.Selain itu, kadar hemoglobin pada kelompok ini juga
baru keluar dari perawatan biasanya masih tetap buruk relatif rendah, sebanyak 25% pria dan 32% perempuan
dan membutuhkan perhatian khusus di rumah. Penilaian menderita anemia (sesuai kriteria WHO 1994, anemia bila
status nutrisi sangat rnenentukan pada populasi ni karena kadar hemoglobin pada pria < I 3 mg/dl dan perempuan
terjadi kondisi kurang gizi progresif dan ser~ngtidak < I 2 mg/dl). Di ruang rawat akut diternukan 40-55% usia
terdiagnosis. lanjut rnenderita malnutrisi dan 23% menderita malnutrisi
Data dari Poliklinik Geriatri Departemen llmu Penyakit berat. Tingginya prevalensi malnutrisi pada usia lanjut
Dalam FKUI/RS-Cipto Mangunkumo menunjukkan 9,4% rnengingatkan perlunya penilaian status nutrisi secara
pasien memiliki indeks masa tubuh < 18,5 kg/rn2dan 3,5% rutin.
dengan indeks rnasa tubuh < 17 kg/m2. Bila rnenggunakan Status nutrisi rnernengaruhi berbagai sistern pada usia
penapisan malnutrisi secara dini dengan Penilaisn Nutrisi lanjut seperti irnunitas, cara berjalan dan keseirnbangan,
Mini (Mini Nutritional Assessment) diternu kan sebesar fungsi kognitif, serta merupakan faktor risiko untuk
29% pasien berisiko mengalarni rnalnutrisi. Studi Lukito tirnbulnya infeksi, jatuh, delirium, serta rnengurangi
pada masyarakat ekonomi lemah di Jakarta mendapatkan manfaat pengobatan. Terdapat hubungan antara mal-
sebanyak 26,6% merniliki indeks rnasa tubuh <18,5 kg/rn2, nutrisi dengan rnortalitas, lama rawat, banyaknya
GANGGUAN NUTRlSl PADA USlA LANJUT 443

komplikasi, dan perawatan kembali. transferin serum kurang dari 80 U/ul, biasanya telah terjadi
Pada usia lanjut, stres ringan jangka pendek sudah malnutrisi berat.
dapat menyebabkan timbulnya malnutrisi energi protein.
Karena itu, malnutrisi energi protein sering terjadi pada Obesitas
pasien usia lanjut yang menderita infeksi paru dan saluran Berat badan lebih per definisi adalah indeks massa tubuh
kemih ringan dan sering ditemukan segera setelah > 25 kg/m2. Pasien disebut menderita obesitas bila indeks
prosedur operasi elektif. massa tubuh > 30 kg/m2. Terdapat kontroversi apakah
pedoman ini bisa menjadi acuan pada usia lanjut juga.
Patofisiologi. Malnutrisi energi protein dapat terjadi
Data morbiditas memperlihatkan konsistensi antara risiko
sebagai akibat dari asupan yang tidak adekuat, atau
penyakit dan berat badan lebih namun data mortalitas
berhubungan dengan mekanisme fisiologis penyakit yang
kurang konsisten. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat
memengaruhi metabolisme tubuh, komposisi tubuh, dan
pengaruh kondisi kesehatan masing-masing individu. Pada
selera makan (contoh: kakeksia). Pada keadaan defisiensi
individu yang lebih aktif, pedoman ini lebih sesuai namun
kalori primer, tubuh beradaptasi dengan menggunakan
pada usia lanjut yang lemah diperlukan pertimbangan
cadangan lemak sambil menghemat protein dan otot.
berbeda.
Perubahan fisiologis yang terjadi sering reversibel dengan
Paralel dengan perubahan diet, terdapat peningkatan
kembalinya asupan dan aktivitas seperti biasa. Kakeksia
pesat prevalensi obesitas di seluruh dunia. Faktor-faktor
dicirikan dengan tingginya respons fase akut yang berkaitan
yang berkaitan dengan obesitas di negara-negara yang
dengan peningkatan mediator-mediator inflamasi (seperti
sedang berkembang adalah urbanisasi, mortalitas bayi
TNF-a dan interleukin-I) serta meningkatnya degradasi
yang lebih rendah dan meningkatnya umur harapan
protein dan otot yang dapat pulih dengan membaiknya
hidup, mekanisasi dan tenaga kerja yang menggunakan
asupan. Meskipun kakeksia biasanya berhubungan dengan
lebih sedikit tenaga, televisi dan gaya hidup kurang gerak
kondisi penyakit kronik spesifik (Contoh: kanker, infeksi,
lainnya, serta pertumbuhan makanan cepat saji dengan
artritis inflamasi), keadaan ini dapat timbul pada usia lanjut
diet padat energi.
tanpa penyakit yang jelas.
Data dari Poliklinik Geriatri De~artemenllmu Penvakit
Presentasi klinis. Penilaian status nutrisi dengan Dalam FKUI/RS. Cipto Mangunkusurno memperlihatkan
antropometri standar, biokimia, dan pengukuran sebanyak 54% pasien usia lanjut yang berobat jalan
imunologis sangat kompleks. memiliki indeks massa tubuh > 25 kg/m2. Sebanyak 10%
Monitor ketat berat badan yang mencerminkan pasien rawat jalan tersebut memiliki indeks massa tubuh
ketidakseimbangan antara asupan kalori dan kebutuhan lebih dari 30 kg/m2. Bahkan di wilayah Jakarta dengan
energi, merupakan cara yang paling sederhana dan paling mayoritas penduduk berstatus sosioekonomi rendah,
dapat dipercaya untuk menilai malnutrisi. Perubahan dalam studi Lukito, sebanyak 12,3% populasi usia lanjut
berat badan dinyatakan dalam persentase perubahan memiliki indeks massa tubuh lebih dari 25.
dibandingkan saat sebelum sakit. Kehilangan > 5% dari Dengan meningkatnya usia, biasanya terjadi
berat badan biasanya berkaitan dengan meningkatnya peningkatan massa lemak total serta berkurangnya
morbiditas dan mortalitas. Bila kehilangan berat badan massa t ' ~ b u kering
h dan massa tulang. Lemak terdistribusi
> l o % biasanya berkaitan dengan penurunan status secara sentral dengan pertambahan lemak viseral yang
fungsional dan hasil pengobatan. Kehilangan berat dicerminkan oleh lingkar pinggang. Bertambahnya berat
badan 15-20% atau lebih biasanya secara tidak langsung badan dan massa lemak berkaitan dengan perubahan-
menunjukkan terdapatnya malnutrisi berat. Pengukuran perubahan metabolik dan fisiologis yang memengaruhi
antropometri cadangan lemak (lipatan kulit) dan massa kesehalan dan fungsi fisis. Terdapatnya faktor-faktor
otot (lingkar lengan atas) dapat membantu penilaian risiko kardiovaskular berupa hipertensi, dislipidemia dan
mal-nutrisi namun variabilitas antar pemeriksa cukup diabetes mencerminkan adanya peningkatan berat badan
besar. Meskipun kurang sensitif, evaluasi klinis kehilangan dan lemak tubuh. Pada tingkat yang lebih tinggi, lemak
turgor kulit, adanya atrofi otot interosseus tangan dan intraabdominal berhubungan dengan resistensi insulin
otot temporalis kepala dapat menilai hilangnya lemak yang dapat menimbulkan abnormalitas metabolik meski-
subkutan dan massa otot. Karena parameter-parameterini pun tidak terdapat kelebihan berat badan yang jelas.
dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor nonnutrisi, penilaian Lemak juga berperan penting dalam promosi
status nutrisi yang efektif membutuhkan data lengkap dari inflamasi. Lemak merupakan jaringan penyimpan energi
anamnesis, pemeriksaan fisis, dan biokimia. Meskipun tak aktif utama untuk produksi steroid seks dan metabolisme
ada kriteria definitif untuk klasifikasi derajat malnutrisi glukokortikoid. Saat ini diketahui bahwa jaringan lemak
energi protein, bila berat badan turun >20% berat badan secara aktif memproduksi dan mensekresi sejumlah
sebelurn sakit, albumin serum kurang dari 2,l mg/dl, dan hormon dan protein, yang disebut adipokin yang memiliki
444 NUTRlSl KLlNlK

efek lokal dan sistemik. Faktor-faktor ini mencakup leptin, ini (usia 70-79 tahun), pengguna vitamin C dan E atau
angiotensin, resistin, adiponektin, plasminogen-activator vitamin E saja memiliki nilai skor kognitif global yang
inhibitor 1, dan sitokin IL-6 dan TNF-a. Banyak zat-zat lebih baik daripada yang tidak meminum vitamin atau
ini berhubungan dengan morbiditas kardiovaskular, yang hanya merninum vitamin C saja. Pada studi lain juga
hendaya, atau risiko mortalitas. Keseirnbangan antara ditemukan bahwa penggunaan vitamin E dari rnakanan
kalori dan aktivitas tidak cukup lengkap untuk rnenjelaskan rnungkin berkaitan dengan berkurangnya risiko Penyakit
timbulnya perubahan kornposisi tubuh pada usia lanjut. Alzheirner. Juga terdapat bukti bahwa suplernen vitamin
Di sisi lain, latihan daya tahan dapat meningkatkan C dan zink pada usia lanjut dengan ulkus dekubitus akan
kekuatan dan rnassa otot bahkan pada usia yang sangat rnernpercepat penyernbuhan luka.
lanjut, rnenunjukkan bahwa kehilangan massa otot untuk Kalsiurn dan vitamin D juga rnerupakan zat gizi
sebagian reversibel dan diperantarai oleh fakt~r-faktor yang sangat perlu rnendapat perhatian pada usia lanjut.
biornekanik atau neurohumoral. Dengan bertarnbahnya usia, penurunan fungsi ginjal
Berat badan lebih rnerupakan penyebab utarna rnenyebabkan rnalabsorpsi kalsium dan rneningkatnya
osteoartritis lutut dan panggul. Pada persrnpuan kehilangan rnassa tulang. Kebutuhan akan vitamin D juga
pasca menopause, kegernukan berkaitan dengan risiko rneningkat pada usia lanjut. Meskipun tinggal di negara
kanker payudara dan kanker kolon. Kegernukan juga tropis, seringkali para usia lanjut kurang terpajan sinar
rneningkatkan risiko diabetes dan penyakit jantung rnatahari daripada orang dewasa rnuda. Selain itu, pada
koroner. Risiko tirnbulnya hendayajuga berkaitan dengan proses rnenua, kernarnpuan kulit rnernbentuk previtarnin
kegernukan, terutarna pada perernpuan. D-3 dari sinar ultraviolet berkurang. Rendahnya kadar
kalsiurn dan vitamin D dalarn diet rnayoritas penduduk
Defisiensi Vitamin dan Mineral negara berkernbang, bersarna dengan perubahan pola
Tidak mernadainya asupan rnikronutrien sering terjadi rnakan dan aktivitas akan mernbuat osteoporosis sebagai
pada usia lanjut, bahkan pada negara yang telah sangat rnasalah besar yang kian rneningkat pada usia lanjut.
rnaju, yang berkaitandengan rneningkatnya risiko penyakit Dengan transisi nutrisi menuju diet tinggi lernak dan
kronik. Sebagai contoh, vitamin B-6, 8-12, dan asarn foiat rendah serat, perlu dijaga dan ditingkatkan asupan buah,
dibutuhkan untuk mencegah akurnulasi hornosistein, sayuran, dan biji-bijian utuh yang akan sangat mernbantu
suatu asarn amino yang secara konsisten berhubungan rnengontrol peningkatan insidensi penyakit kronik.
dengan risiko penyakit vaskular. Juga terdapat hubungan Menariknya, kebutuhan terhadap zat besi dan vitamin
antara rendahnya konsentrasi vitamin B dan rnerurunnya A pada usia lanjut, lebih rendah daripada dewasa rnuda.
fungsi kognitif. Data dari beberapa studi mernpe~lihatkan Pada usia lanjut terdapat penurunan klirens vitamin A
bahwa kadar vitamin B yang rendah sering terjadi pada lewat hepar danjaringan perifer lainnya. Cadangan zat besi
usia lanjut. Untuk Indonesia, studi Lukito pada 204 orang pada usia lanjut terakumulasi dan tingginya kadar feritin
usia lanjut di kota Jakarta rnernperlihatkan ssbanyak serum berkaitan dengan rnakin besarnya risiko penyakit
36,6% subyek rnemiliki kadar tiarnin (vitamin B1) rendah jantung koroner.
dan sebanyak 32,4% rnengalarni defisiensi vitamin 8-12
(bila rnernakai cut-off point untuk usia lanjut, yang lebih
tinggi, 258 pmol/L, sesuai saran Allen dan Casterline 1994 PENDEKATAN PRAK'TIS PENlLAlAN STATUS
dan Lindenbaurn 1994). Selain itu juga diperoleh data NUTRlSl
rendahnya status biokimia vitamin A dan asam folat.
Data ini terkait dengan rendahnya asupan zat gizi PertimbanganUmum Anamnesis dan Pemeriksaan
tertentu dalarn pola makan sehari-hari. Asupan tiarnin Fisis
kurang dari setengah asupan harian yang dianjurkan yaitu Perlu dicurigai adanya problem nutrisi bila terdapat
1,2 rng. Dernikian pula asupan asarn folat. penyakit-penyakit yang sering terkait dengan tirnbulnya
Terdapat beberapa bukti manfaat suplernentasi rnalnutrisi seperti gangguan kognitif, gangguan rniokard
vitamin pada fungsi kognitif dan penyernbuhan ulkus. kronik, gangguan ginjal kronik, atau rnasalah paru,
Pada sebuah studi, suplernentasi rnikronutrien oral dalarn sindrom rnalabsorpsi, dan polifarrnasi. Selain itu, bila
jurnlah sedang (vitamin, copper, selenium, iodine, zink, terdapat riwayat anoreksia, rasa cepat kenyang, rnual,
dsb) rnernperbaiki skor tes fungsi kognitif sementara perubahan pola defekasi, fatigue, apatis, atau hilangnya
plasebo tidak rnernberikan efek pada kelornpok sukarela daya ingat, harus rnendapat perhatian penuh. Ternuan fisis
usia lanjut sehat (usia 66-86 tahun). Pada Studi Kesehatan yang rnenandakan adanya defisit nutrisi adalah kondisi
Perawat Longitudinal, informasi tentang penggunaan gigi geligi yang buruk, keilosis, stornatitis angularis, dan
vitamin C dan E diperoleh tahun 1980 dan juga follow-up glositis. Ulkus dekubitus atau larnbatnya penyernbuhan
fungsi kognitif antara tahun 1995 dan 2000. P ~ d astudi luka, edema, dan dehidrasi rnerupakan ternuan fisis
GANGGUAN NUTRlSl PADA USlA LANJUT

yang sering pada penderita malnutrisi berat. Urnurnnya, label 1. Penyebab Turunnya Beiat 'Badan pada Usia
faktor-faktor risiko malnutrisi dapat dikategorikan rnenjadi bnjut
gangguan yang menirnbulkan anoreksia, asupan yang Anoreksia
tidak adekuat, dan rnasalah sosial atau ekonorni. Faktor- Depresi
faktor risiko rnalnutrisi tersebut dapat dilihat dalarn Obat-obatan: digoksin, SSRl
tabel 1. Penyakit: kanker, gagal organ kronik (jantung, ginjal,
Seringkali kornbinasi f a k t o r - f a k t o r r i s i k o i n i paru)
rnenyebabkan kehilangan berat badan pada usia lanjut, Infeksi kronik: tuberkulosis
Polimialgia reumatika dan penyakit vaskular kolagen
terutarna mereka yang~berusia75 tahun lebih dan lernah.
la nnya
Penyebab-penyebab kehilangan berat badan yang sering Defisisiensi nutrisi spesifik yang mempengaruhi cita
terjadi dan dapat diatasi bisa diingat dengan istilah "Meals rasa
on Wheels" seperti terlihat dalarn tabel 2. dan selera: vitamin A, zink
Malabsorpsi
lskemi intestinal
TATALAKSANA PROBLEM NUTRlSl PADA USlA Penyakit seliak
Gangguan menelan
LANJUT Neurologis
Kandidiasis esofagus
Turunnya Berat Badan dan Berat Badan Kurang Strikturjaringan
Langkah awal adalah mengidentifikasi penyebab Penyakit rongga mulut
kehilangan berat badan yang dapat dikoreksi seperti Metabolik
penggunaan obat (digoksin, fluoksetin), tirotoksikosis, Penyakit tiroid
Diabetes
dan depresi. Bila penyebabnya adalah kurangnya asupan
Penyakit hati
kalori, dapat diatasi dengan pemberian diet yang lebih lskemi intestinal
enak bagi pasien, seringkali berupa diet tinggi lemak lskemi intestinal
dan protein. Pada pasien-pasien ini risiko hiperkolesterol Sosial
rendah. Makanan porsi kecil dan sering harus dianjurkan. lsolasi
Studi terbaru rnenunjukkan bahwa peningkatan asupan Kemiskinan
kalori dapat dicapai bila terapi nutrisi dibarengi dengan Kelelahan pramurawat
Terabaikan
program olah raga/ aktivitas yang agresif dan proaktif.
Kekerasan fisis
Makanan tidak sesuai keinginan
Malnutrisi Energi Protein P lihan makanan tidak memadai
Pada penderita dengan penyakit akut, perhatian pertarna Fisis
ditujukan untuk rnengatasi problem akut tersebut seperti Ksterbatasan fisis sehingga tidak sanggup pergi
rnengatasi infeksi, kontrol tekanan darah, dan rnenjaga berbelanja makanan atau buku masak
kondisi keseirnbangan metabolik, elektrolit, dan cairan. Blrkurangnya aktivitas
Tanpa sebab
Setelah rnasalah akut teratasi, pasien dirninta untuk
secara sadar mengkonsurnsi sebanyak rnungkin rnakanan.
Tujuannya adalah rnemberikan asupan kalori kira-kira 35 label 2. Penyebab Kehilangan Berat Badan
kkal/kgBB ideal. Karena biasanya hanya sekitar 10% orang M Medication effects
tua yang rnengkonsurnsi cukup rnakanan untuk rneng- E Emotion01 problems, terutama depresi
atasi defisiensinya rnaka perlu dilakukan upaya intervensi A Anorexio tordive (nervoso), alcoholism
nutrisi yang lebih agresif. Sebagai patokan umurn, dalam L Late-life paranoia
48 jam pertarna perawatan sudah diberikan asupan gizi S Swallowing disorders
0 Crol factors (contoh: gigi palsu yang tidak pas, gigi
adekuat. Pendekatan yang diarnbil tergantung kondisi
berlubang)
klinis pasien, apakah memerlukan dukungan nutrisijangka
N KO money
pendek atau jangka panjang. Bagi yang membutuhkan
W Wandering and other dementia-related behaviours
dukungan jangka pendek (kurang dari 10 hari), diberikan
H hyperthyroidism, hypothyroidism, hyperpara-thyroidism,
hiperalirnentasi rnelalui vena perifer berupa larutan asam hypoadrenalism
amino, dekstrosa lo%, dan intralipid. E Eqteric problems (contoh: malabsorpsi)
Pemberian diet per NGT harus dihindari pada pasien E Eating problems (contoh: tidak mampu makan sendiri)
usia lanjut dengan delirium rnengingat risiko aspirasi L Low-solt, low cholesterol diets
dan tarikan selang oleh pasien. Bila pasien tidak delirium S~ciolproblems (contoh: isolasi, tidak memperoleh
dapat diberikan diet per flowcare. Selang ini tidak rneng- 2
446 NUTRISI KLINIK

iritasi dan tidak terlalu mengganggu mobilitas atau memperbaiki massa otot sangatlah penting. Latihan fisis
kemampuan menelan makanan. Sangat penting untuk yang sesuai dapat dilakukan untuk tujuan ini. Sangatlah
meyakini bahwa selang benar-benar telah masuk ke penting memahami perlunya pendekatan terpadu
dalam lambung sebelum diet cair diberikan. Untuk pasien dalam tatalaksana malnutrisi pada usia lanjut. lntervensi
yang membutuhkan terapi nutrisi selama 6 minggu atau nutrisi agresif hanya merupakan bagian dari strategi
lebih dianjurkan pemberian melalui gastrostomi atau keseluruhan.
yeyunostomi. Diet cair harus mengandung tidak lebih
dari 1 kkallml agar tidak terlalu kental dan dapat masuk Obesitas
ke selang dengan mudah. Diet cair via flowcare maupun Tujuan program penurunan berat badan haruslah
gastrostomi diberikan dengan kecepatan 25 mlljam. untuk mencapai penurunan berat badan sedang yang
Kecepatan dapat ditingkatkan secara bertahap sehingga menyebabkan membaiknya status kesehatan. Upaya-
dalam waktu 48 jam kebutuhan kalori dan protein total upaya meningkatkanaktivitas fisis dan mengurangi asupan
harian dapat dipenuhi. Diet enteral memiliki efek samping kalori lebih diutamakan daripada penggunaan obat. Terapi
utama yang harus diwapadai. Salah satu akibat tersering farmakologis harus dipertimbangkan bila tampaknya sulit
adalah retensi cairan berlebihan. Bila terapi nutrisi telah untuk mengontrol akibat metabolik obesitas (contoh:
diberikan, akan diperoleh peningkatan berat badan dalam hipertensi sulit terkontrol atau kontrol diabetes tidak
waktu 2-3 hari pertama yang mencerminkan adanya adekuat untuk jangka lama) atau berada dalam keadaan
retensi cairan bila pertambahan berat badan berkaitan dimana obesitas akan menimbulkan gangguan dalam
dengan penurunan bermakna kadar hemoglobin dan mengatasi masalah kesehatan yang lain seperti operasi
albumin serum. Bila ha1 ini terjadi pada pasien dengan penggantian lutut.
gangguan fungsi ginjal dapat terjadi edema perifer atau Bila program penurunan berat badan diambil, penting
bahkan gagal jantung. Pada kondisi ini diet dimodifikasi diingat bahwa tulang dan otot akan turut berkurang
dalam bentuk yang lebih padat. Bila terjadi hiponatremia selama periode penurunan berat badan. Orang tua
dan hipokalsemia, hipofosfatemia, dan berkurangnya mengalami kehilangan berat badan dalam proporsi sama
kadar magnesium serum, waspadai timbulnya atau dengan lemak dan otot seperti pada dewasa muda namun
perburukan delirium. Masalah lain yang mungkin timbul demikian karena mereka mulai dengan massa tubuh kering
dengan diet enteral ini adalah diare berat. Risiko diare lebih sedikit, berlanjutnya penurunan berat badan akan
dapat diminimalkan bila diet diberikan dalam infus lambat. menyebabkan penurunan berat di bawah ambang risiko
Pemberian diet cair secara bolus melalui NGT pada usia fraktur serta hilangnya kekuatan otot. Perlu dilakukan
lanjut akan meningkatkan risiko diare, muntah, serta upaya guna mencegah kehilangan massa tulang dan
pneumonia aspirasi. otot seperti latihan aerobik dan daya tahan atau terapi
Target utama rehabilitasi pada pasien geriatri adalah antiosteoporotik lainnya.'selain itu, restriksi kalori perlu
memperbaiki kemandirian fungsional dan meningkatkan ditambahkan guna memastikan asupan adekuat zat gizi
kekuatan otot sehingga strategi yang bertujuan untuk dan vitamin selama periode diet.

Identifikasi dan atasi penyebab Prognosis dan kualitas


hidup membaik

Tak ada sebabltak ada BB meningkat


Tak ada peningkatan BB

1.Dukungan nutrisi
- Diet porsi kecil dan sering
- ~ i n ~lemak
b i dan protein
suplemen sebagai penggant?
Berat badan
tidak bertambah -\ I
I
\
diet Pertimbangkan diet enteral
- Snack tengah malam Tak ada penyakit terminal
2. Terapi fisis: olahraga enteral Informasi pada pasien dan keluarga
3. Terapi okupasi terminal Prognosis buruk
4. Agen anabolik? Keluarga

Gambar 3. Bagan tatalaksana rasional kehilangan berat badan pada usia lanjut
GANGGUAN NUTRlSl PADA USlA LANJUT

Perawatan usia lanjutjuga membutuhkan identifikasi dari prote n dibandingkan yang hanya menerima 16% kalori
waktu-waktu yang paling rnungkin menimbulkan risiko yang berasal dari protein. Perbaikanterjadi pada 76% pasien
tinggi kehilangan berat badan, terutarna massa tubuh dengan d et tinggi protein sedangkan pada pasien dengan
kering. Hal ini mencakup saat terserang penyakit akut yang diet protein lebih rendah, perbaikan hanya pada 36%.
menyebabkan imobilisasi dan masa penyembuhan yang
lama, perubahan pola aktivitas harian seperti memasuki Dukungan Nutrisi Enteral Jangka Panjang
masa pensiun, merawat pasangan atau teman yang sakit, Pada pasien imobilisasi, kebutuhanenergi ditentukan secara
atau trauma ringan seperti regangan atau keseleo yang eksklusif melalui laju metabolik istirahat. Pertambahan
membatasi aktivitas biasanya, atau obat-obat baru yang berat badan biasanya dicapai dengan pemberian 25 kkall
rnenghalangi aktivitas penuh akibat pengaruh sensoris kgBB/hari. Jumlah ini harusditambah bila terdapat penyakit I"
atau kognitif seperti sedasi ringan atau instabilitas. akut seperti infeksi atau ulkus dekubitus. Diet protein
Anamnesis dan pemeriksaan fisis yang berhubungan diberikan sebanyak 20% dari total kalori. Kebutuhan
dengan berat badan harus mencakup pengamatan cairan rata-rata 35 ml/kgBB/hari. Jika asupan cairan tidak
kondisi-kondisi kesehatan yang berhubungan dengan terpenuhi, dehidrasi mudah terjadi yang selanjutnya akan
berat badan, terutama yang dapat diatasi dengan menimbulkan keadaan kebingungan akut, dan cepat
penurunan berat badan seperti hipertensi, hiperlipidemia, berkembangnya penyakit serius yang mengancam nyawa.
diabetes tipe 2, artritis lutut dan panggul, serta penyakit Pasien dsn keluarga harus diedukasi tentang pentingnya
vaskular perifer. Riwayat berat badan terperinci harus mernelihara cairan yang adekuat setiap saat dan secara
menjadi evaluasi awal pada semua pasien geriatri dan hati-hati memonitor asupan bila tirnbul gejala penyakit
harus mencakup berat badan masa dewasa muda, usia ringan atau jika kebutuhan cairan meningkat seperti pada
pertengahan, berat badan maksimum dan minimum, serta keadaan demam. Pada pasien yang dirawat di rumah sakit,
1
perubahan berat akhir-akhir ini. Bila tak ada gangguan kemungkinan adanya kondisi kebingungan akut/deliriurn
kognitif berat, riwayat berat badan yang dilaporkan akan yang disebabkan oleh dehidrasi harus menjadi prioritas
cukup akurat. Bahkan pada pasien berat badan lebih, dalam daftar diagnosis banding. Dokter harus memastikan
penurunan berat badan yang tak dapat dijelaskan harus bahwa pasien mendapat akses adekuat terhadap cairan.
menjadi perhatian khusus dan evaluasi seksama terhadap Selain it^, asupan cairan total perlu secara hati-hati
faktor-faktor yang mempengaruhi seperti kondisi medis, dimonitor dengan cara sering menimbang berat badan
psikologis, atau fungsional. Pencegahan pertarnbahan dan mengukur asupan dan keluaran.
berat badan juga menjadi pertimbangan lain, terutama
pada yang mengalami imobilisasi. Pasien harus didukung
untuk rnelakukan aktivitas fisis teratur seperti latihan daya REFERENSI
tahan dan peregangan. Aktivitas ini dapat dirancang sesuai
Alibhai Smh, Greenwood C, Payette H. An approach to the
tingkat latihan dan fungsi. +I

m m g e m e n t of unintentional weight loss in elderly people.


Kegernukan, bersamaan dengan abnormalitas CMAJ 2005; 1726.
rnetabolik atau kesulitan mengontrol gejala penyakit atau Azad N, rvlurphy J, Amos Ss, Tophan J. Nutrition Survey in an
polifarmasi, membutuhkan program penurunan berat Elderly Population. CMAJ 1999; 161:5.
Bohmer T, Mowe M. The association between atrophic glossitis
badan. Apakah program penurunan berat badan ber- and protein-calorie malnutrition in old age. Age and Age-
manfaat pada usia lanjut? Uji klinik memperlihatkan bahwa ing 21100; 29.
penurunan berat badan dapat dicapai dan menyebabkan Juguan Ja, Lukito W, Schultink W. Thiamin deficiency is prevalent
in a selected group of urban Indonesian elderly people. J.
perbaikan hipertensi, diabetes, serta gejala-gejala osteo- Nutr 1999;129.
artritis lutut. Lipschitz Da. Nutrition. In Geriatric Medicine, An Evidence-Based
Approach, Cassel CK, Leipzig RM, Cohen HJ, Larson EB,
Meier DE (eds). Springer; 2003. p. 1009-21.
Dukungan Nutrisi pada Pasien dengan lllkus
Soini H, Routasalo P, Lagstrom H. Characteristics of the Mini-
Dekubitus Nutritional Assessment in elderly home-care patients. Eur
Banyak hasil penelitian yang memperlihatkan bahwa terapi J Clin Nut 2004; 58.
dan pencegahan defisiensi nutrisi dapat menurunkan Sullivan Dh, Johnson Le. In Principles of geriatric medicine &
gerontology, Hazzard WR, Blass JP, Halter JB, Ouslander JG,
risiko ulkus dekubitus dan membantu penyembuhan Tinetti ME (eds). McGraw-Hill; 2003. p. 1587-91.
luka. Juga terdapat hasil studi yang menunjukkan bahwa Tucker IU,Buranapin S. Nutrition and aging in developing coun-
penyembuhan ulkus dekubitus dapat dipercepat dengan tries. American Society for Nutritional Sciences 2001.
Vines M-c, Hermann Fr, Gold G, Michel J-p, Rizzoli R. Does the
pemberianzink dan vitamin C dosis besar. Selain itu asupan Mini Nutritional Assessment predict hospitalisation out-
protein total juga berpengaruh. Pada studi terbaru terlihat comes in older people? Age and Ageing 2001; 30.
peningkatan penyembuhan luka tekan pada pasien yang Visvanathan R, Newbury Jw, Chapman I. Malnutrition in older
menerima formula tinggi protein di mana 25% kalori berasal p e o ~ l e ,screening and management strategies. Australian
Famlly Physician. 2004; 33:lO.
DUKUNGAN NUTRISI PADA PASIEN KRITIS
Arif Mansjoer

PENDAHULUAN Pada fase selanjutnya, fase flow, terjadi hipermeta-


bolisrne, katabolisrne, dan peningkatan penggunaan 0 2 .
Kondisi pasien kritis dapat terjadi pada berbagai kasus Hal ini terjadi akibat pelepasan sitokin dan sinyal saraf
atau penyakit akut seperti trauma, luka bakar, operasi, atau aferen dan jaringan yang rusak. Fase ini rnerupakan fase
infeksi berat. Proses terjadinya sangat cepat, berfluktuasi respons rnetabolik yang rnengubah penggunaan energi
dan rnenyebabkan rnorbiditas dan rnortalitas. Keadaan dan protein untuk rnenyelarnatkan fungsi organ penting
ini rnernerlukan penanganan yang cepat dan tepat serta dan rnernperbaiki kerusakan jaringan. Substrat endogen
pengawasan yang ketat. secara aktif dilepas seperti glukosa dari glikogen, asarn
Kegagalan rnultiorgan sering terjadi pada keadaan amino dari otot rangka, asarn lernak dari jaringan adiposa.
ini dan tidak jarang rnembutuhkan dukungan sernentara Pada fase inilah dukungan nutrisi diberikan.
sebelum organ yang terganggu pulih seperti penggunaan
ventilator sebagai alat bantu napas pada kasus g ~ g anapas
l
atau alat hernodialisis sebagai alat pengganti fungsi ginjal
pada kasus gagal ginjal akut. Dukungan l a i n n y ~yang tak
kalah pentingnya adalah dukungan nutrisi. Pada tulisan Fase Ebb Fase Flow
berikut ini akan dibahas tentang respons rnetabolik pada Glukosa darah Mening kat Normal atau sedikit
penyakit kritis dan tahapan-tahapan pernberian nutrisi rneningkat
pada pasien dengan penyakit kritis, yaitu: status nutrisi, Asarn lernak bebas Meningkat Normal atau sedikit
masalah nutrisi, kebutuhan nutrisi, saat dan dosis pern- rnening kat
berian, nutrisi enteral, dan nutrisi parenteral. Insulin Menurun Normal atau meningkat
Katekolarnin Meningkat Meningkat
Curah jantung Menurun Meningkat
Konsurnsi oksigen Menurun Meningkat
RESPONS METABOLIK PADA PENYAKIT KRlTlS
Suhu tubuh Menurun Meningkat
Trauma, luka bakar, operasi, infeksi berat rnerupakan stres
bagi tubuh. Tubuh akan rnernberikan respons rnetabolik
yang rnenyebabkan hiperrnetabolisrne, hiperkatabolisme. PENGKAJIAN STATUS NUTRlSl
Pada awal adanya stres terjadi fase ebb (fase syok, fase
resusitasi) dan diikuti fase flow (fase akut). Pengkajian status nutrisi rnerupakan ha1 yang penting
Pada fase ebb terjadi ketidakstabilan hern3dinarnik, selain pengkajian kondisi medis pasien. Tujuan dari
tekanan darah menurun, curah j a n t u n g rnenurun, pengkajian nutrisi adalah rnengindentifikasi pasien yang
penggunaan 0 2 menurun, suhu tubuh rendah, serta terjadi mengalami atau rnerniliki risiko terjadinya malnutrisi,
peningkatan kadar glukagon, katekolarnin, asarn lernak rnenentukan derajat rnalnutrisi pasien, dan mernantau
bebas. Fase ini dapat terjadi hingga 12-24 jam dan terapi hasil dukungan nutrisi yang diberikan. Langkah awal
ditujukan untuk resusitasi cairan hingga herrodinamik pengkajian nutrisi adalah anarnnesis, perneriksaan fisis,
stabil. dan perneriksaan penunjang.
NUTRlSl PADA PASIEN KRlTlS 449

. .
Pada pasien kritis sering kali perlu dilakukan allo- Tibi,i!i;ii..s$g&&: . .

$#:a:.
.,
*. - " * ,r<:;:.:--
anamnesis pada keluarga atau kerabat dekat. Hal L&&&&-@&;,2 :..,,;>.; . . ,
,,,,, . ./.
...
,,:,:,., , '
. , :.',
,
, , > ,
,,
;. .. ., .. ~

:,
.. > . c:.. -8, , '. . ,: -' ,,/
yang perlu digali adalah riwayat penyakit saat ini dan ,

Pemeriksaan W a k t u
sebelumnya, lama sakit, asupan nutrisi, dan adanya gejala (satuan) paruh Status nutrisi
gastro-intestinal seperti rnual, muntah, atau diare. Perlu . 1/21
(t - .
ditanyakan pula adanya riwayat penurunan berat badan Normal Deplesi Sedang Berat
yang sering rnenjadi penyebab rnalnutrisi. Malnutrisi ringan
adalah gangguan status nutrisi akibat kurangnya asupan Albumin 20 hari > 3,5 2,8 3,5 2,2 - 2,8 < 2,2 -
nutrisi, terganggunya rnetabolisrne nutrien, atau nutrisi (g/d L)
berlebih. Faktor yang rnengarahkan adanya rnalnutrisi Transferin 9 hari > 200 1 50 - 1 00 - < 100
adalah penurunan 10% atau lebih berat badan selama (mg/dL) 200 150
Prealburnin 1-2hari > 18 10- 18 5 - 10 <5
6 bulan, penurunan 5% atau lebih berat badan selarna 1
(mg/dL)
bulan, atau berat badan lebih atau kurang 20% dari berat
badan ideal.
Pemeriksaan fisik yang penting adalah berat badan akut dari suatu penyakit kronik seperti keganasan. Apakah
(BB), tinggi badan (TB), dan perneriksaan antropornetrik keadaan akut tersebut dapat rnenyebabkan gangguan
lain. Berdasarkan BB dan TB dapat ditentukan indeks massa proses pencernaan yang perrnanen.
tubuh (IMT), yaitu :
IMT= BB (dalarn kilogram) / TB2 (dalarn meter)
PENENTUAN KEBUTUHAN NUTRlSl
lntepretasi < 18,5 kg/m2 BB kurang
18,5- 22,9 kg/rn2 BB normal
Pada pasien kritis, pemberian nutrisi hendaknya diberikan
> 23,O kg/rn2 BB lebih
dalarn 24-48 jam pertarna narnun hendaknya tidak saat
23,O - 24,9 kg/m2 + dengan risiko
pasien masih berada dalarn fase ebb, syok, atau resusitasi.
25,O - 29,9 kg/rn2 + obesitas I
Kebutuhan kalori diberikan bertahap untuk rnenjaga
> 30 kg/rn2 + obesitas II
toleransi penerirnaan usus pada pemberian nutrisi enteral
Pada pasien kritis sukar untuk rnelakukan perneriksaan dan untuk rnenjaga agar keseirnbangan nitrogen tidak
BB, TB, atau perneriksaaanantopornetrik sehingga data BB terlalu r~egatifpada pernberian nutrisi parenteral. Pada
dan TB sering didapatkan dari menaksir atau menanyakan hari pertarna dapat diberikan 1/3 kebutuhan kalori, hari
pada keluarga atau kerabat dekat. Kadar albumin, kedua M - 2/3 kalori, dan pada hari ketiga dapat diberikan
transferin, dan prealburnin yang diproduksi oleh hati dukungan nutrisi penuh.
rnerupakan penanda cadangan protein viseral dan juga
rnerupakan indikator status gizi. Kebutuhan Kalori
Kebutuhan energi basal (basal energy expenditure, BEE)
dapat cihitung dengan berbagai cara, salah satunya
PENGKAJIAN MASALAH NUTRlSl adalah dengan rurnus Harris Bennedict yang ditentukan
berdasarkanjenis kelarnin, urnur (U), berat badan (BB), dan
Pada setiap pasien ditentukan dahulu perrnasalahan tinggi badan (TB), yaitu
asupan nutrisi. Apakah pasien tidak dapat rnakan, tidak
Laki-laki: BEE = 66,47 + (13,75 x BB) + (5,OO x TB)-(6,76 x U)
boleh makan, atau makan tidak adekuat sehingga tidak
Perernpuan : BEE = 655,2 + (9,56 x BB) + (1,7 x TB)-(4,77 x U)
rnencukupi kebutuhan. Apakah terdapat indikasi atau
terdapat kontraindikasipernberian nutrisi oral, enteral, atau
parenteral. Kesadaran menurun pada pasien dengan
penyakit kritis merupakan indikasi pernberian terapi
nutrisi. Metoda yang dipilih adalah pemberian nutrisi Faktor aktivitas Faktor stres
enteral bila fungsi absorpsi saluran gastrointestinal baik. Tirah baring. : 1,2 Bedah Minor : 1,l - 1,3
Narnun bila saluran gastrointestinal tidak berfungsi, atau Aktivitas : 1,3
terdapat peritonitis difus, obstruksi usus, rnuntah-muntah, Demam : 1,13tiap derajat Bedah mayor : 1,5
ileus paralitik, dan iskemia gastrointestinal rnaka dipilih di atas 37" C
metode pemberian nutrisi parenteral. lnfeksi :1,2-1,6
Perlu pula ditentukan perkiraan larnanya pasien akan Trauma : 1,l - 1,8
membutuhkan dukungan nutrisi. Apakah keadaan kritis ini Sepsis :1,4- 1,9
merupakan keadaan akut saja atau merupakan keadaan Luka bakar : 1,9- 2,l
Langkah selanjutnya adalah rnenentukan kebutuhan rnalnutrisi berat atau keadaan hiperkatabolik kebutuhan
energi total (total energy expenditure, TEE). Faktor-faktor protein rneningkat rnenjadi 1,5 - 1,8 g/kgBB/hari
seperti bedah, infeksi, trauma, atau stres lain rnenarnbah Pada pasien sirosis hati terkornpensasi dapat diberikan
kebutuhan energi. Untuk rnenghitungnya digunakan protein 1,O-1,2 g/kgBB/hari, sedangkan bila disertai
rurnus TEE = BEE x faktor stres x faktor aktivitas. rnalnutrisi dengan asupan tidak adekuat diberikan 1,5 g/
Rurnus Harris Benedict dan faktor-faktornya pada kgBB/hari. Pada keadaan kronis tersebut tidak dilakukan
Iiteratur sangat bervariasi dan tidak praktis. Secara praktis, pernbatasan pernberian protein. Sedangkan pada keadaan
pada pasien kritis (hiperrnetabolisrne) untuk rnencari akut yaitu ensefalopati hepatik pernberian protein dibatasi.
kebutuhan kalori total dapat digunakan rurnus 20-25 Ensefalopati hepatik derajat 1-11 diberikan 0,5 g/kgBB/
kkal/kgBB/hari saat fase akut atau awal dari penyakit hari, selanjutnya dinaikkan rnenjadi 1,O-1,5 g/kgBB/hari.
kritis. Sedangkan pada fase penyernbuhan atau mabolik, Jika terdapat intoleransi, pada pasien dapat diberikan
kebutuhan kalori 25 - 30 kkal/kgBB/hari. protein nabati atau suplernen asarn amino rantai cabang
Karbohidrat, protein, dan lernak rnerupakan surnber (branch chain amino acid, BCAA) yaitu isoleusin, leusin,
kalori. Satu gram karbohidrat rnenghasilkan 4 kkal, 1 valin. Pada ensefalopati hepatik derajat Ill-IV diberikan
gram protein 4 kkal, dan 1 gram lernak 9 kkal. Pada terapi protein 0,5 - 1,2 g/kgBB/hari berupa asarn amino yang
nutrisi kebutuhan kalori didapat dari karbohidrat dan terutarna BCAA. Pada keadaan ensefalopati hepatik terjadi
lernak. Karbohidrat diberikan 60 - 70 % dari kebutuhan ketidakseirnbangan BCAA dan asarn amino arornatik dalarn
kalori total sedangkan lernak 30 - 40 % dari kebutuhan plasma rnaupun sistern saraf pusat yang berrnanifestasi
kalori total. gangguan kesadaran.
Pernberian karbohidrat akan rneningkatkan produksi Pada pasien kritis ada penelitian yang rnernberikan
C02. Hal ini dinilai dengan respiratory quotient (34) yaitu tarnbahan asarn amino tertentu seperti glutarnin, arginin,
rasio produksi karbohidrat (VC02) dan penggLnaan 0 2 dl1 untuk rneningkatkan irnun. Pernberian irnunonutrisi ini
(V02). Nilai ini berrnanfaat dalarn perencanaan pernberian dapat dipertirnbangkan. Pernberian asarn amino seirnbang
nutrisi. Nilai normal RQ(0,7-1,2) dipengaruhi asupan lernak, untuk rnencegah katabolisrne pasien kritis juga telah
protein, dan karbohidrat. Nilai RQ lernak 0,7, protein, 0,8, dilaporkan.
dan karbohidrat 1,O. Nilai RQ > 1,O rnenggarnbarkan
pernberian karbohidrat atau kalori yang berlebih sehingga Kebutuhan Cairan dan Elektrolit
produksi C02 rneningkat dan rnenyebabkan kesulitan Pasien kritis rnernbutuhkan cairan yang berbeda-beda
penyapihan (weaning) dari ventilator. Berdasarkan ha1 baik jurnlah rnaupun kandungannya. Secara urnurn
tersebut rnaka pada kelainan paru persentase pernberian kebutuhan cairan adalah 30-40 rnl/kgBB/hari atau 1-1,5
karbohidrat dikurangi sedangkan persentase lernak rnl/kkal dari kalori yang diberikan. Kebutuhan elektrolit
dinaikkan hingga 50%. bervariasi tergantung keadaan klinis. Natriurn, dalarn
Hal-ha1 yang perlu diperhatikan dan dapat tubuh rnanusia, rnerupakan kation utarna pada cairan
rnenyebabkan tidak tercapainya estirnasi kebutuhan ekstraselular dan berperan dalarn osmolalitas cairan.
kalori adalah restriksi asupan cairan, intoleransi glukosa, Kaliurn dibutuhkan dalarn sintesis protein, yaitu 6 sebanyak
gangguan fungsi ginjal, pengosongan larnbung rnelarnbat rnrnol/g nitrogen dibutuhkan untuk rnetabolisrne asarn
atau berkurangnya absorpsi rnakanan di larnbuqg, diare, amino secara optimal. Kebutuhan kaliurn rneningkat pada
atau puasa untuk persiapan tindakan. Kebutuhan minimal hari-hari pertarna pernberian nutrisi parenteral total. Hal ini
karbohidrat sejurnlah 2 g/kg glukosa perhari. Kondisi terjadi diduga karena penyirnpanan awal dalarn hati dan
hiperglikernia pun, kadar gula darah di atas 1813 rng/dL, perpindahan ke dalarn sel. Kebutuhan kaliurn rneningkat
rneningkatkan risiko rnortalitas pada pasien kritis dan saat terjadi rnasukan glukosa, sehingga perlu dilakukan
harus dicegah untuk rnencegah kornplikasi infetsi. pernantauan kaliurn pada peningkatan jurnlah glukosa
yang rnasuk agar tidak terjadi hipokalernia.
Kebutuhan Protein Suplernen kalsiurn diperlukan pada nutrisi parenteral
Pada keadaan kritis kebutuhan protein berkisar 1,2-2,O jangka panjang karena kalsiurn endogen sering hilang
g/kgBB/hari. Pada pasien dengan penyakit ginjal kronik akibat irnobilisasi. Kalsiurn dibutuhkan pula pada kondisi
(chronic kidney disease, CKD) yang tidak dilakukan dialisis lain seperti pankreatitis. Fosfat dibutuhkan untuk
kebutuhan protein 0,6-0,8 g/kgBB/hari, sedangkan bila rnetabolisrne tulang, sintesis jaringan, dan fosforilasi
dilakukan hernodialisis 1,2 g/kgBB/hari, peritoneal dialisis ikatan ATP. Hipofosfaternia terjadi pada awal pernberian
1,2-1,3 g/kgBB/hari, atau hernofiltrasi kontinu 1,O g/kgBB/ nutrisi parenteralyang tidak rnengandung fosfat. Hal yang
hari. Sedangkan pada pasien cedera ginjal akut (acute berbahaya adalah penurunan kadar eritrosit sehingga
kidney injury, AKI) pernberian asarn amino esensial dan terjadi penurunan suplai oksigen ke jaringan, kelernahan
non-esensial harus seirnbang. Pada pasien AKI dengan otot, dan dapat rnengganggu respirasi.
NUTRISI PADA PASIEN KRITIS 45 1

Tabel 4. Kebutuhan Elektrolit Harl&n4


Elektrolit Pemberian Trace Pemberian
Pemberian Enteral Pemberian Parenteral
Parenteral Element Enteral
Natriurn (Na). 500 rng (22 rnEq/kg) 1 - 2 rnEq/kg Krorniurn (Cr) 30 ug 1 0 - 15ug
Kaliurn (K) 2 g (51 rnEq/kg) 1 - 2 rnEq/kg Ternbaga (Cu) 0 3 rng 0,3 - 0,5 rng
Klorida (Cl) 750 rng (21 rnEq/kg) Diberikan sesuai Fluoride (F) 4 mg Belurn diketahui benar
kebutuhan untuk lodin (I) 150 ug Belurn diketahui benar
rnernpertahankan Besi (Fe) 18 rng Tidak rutin diberikan
keseirnbangan Mangan (Mg) 2 3 rng 60 - 100 ug
asarn basa bersarna Molybdenum 45 ug Tidak rutin diberikan
dengan asetat Selenium 55 ug 20 - 60 ug
Kalsiurn (Ca) 1200 rng (30 mEq/kg) 5 -7,5 rnEq/kg Zink (Zn) 11 rng 2,5 - 5 rng
Magnesium (Mg) 420 rng (17 rnEq/kg) 4 - 10 rnEq/kg
Fosfor (P) 700 rng (23 rnEq/kg) 20 - 40 rnEq/kg
hemoglobin. Mangan (Mg) digunakan pada metabolisme
Magnesium penting pada proses anabolisrne kalsiurn/fosfor, proses reproduksi dan perturnbuhan.
dan pada sistem enzim, khususnya yang melibatkan Molibdenurn rnerupakan kornponen pada oksidasi,
aktivitas metabolik otak dan hati. Kebutuhan magnesium sedangkan selenium pada glutation peroksidase. Zink
meningkat pada keadaan diare, poliuria, pankreatitis, dan merupakan bahan yang penting dalarn pembuatan enzim.
keadaan hipermetabolik. Defisiensi Zn dapat terjadi dalam beberapa rninggu dengan
manifestasi dermatitis dan luka yang lama sembuh.
Kebutuhan Vitamin dan Mineral Contoh: Pada pasien kritis laki-laki 30 tahun dengan
Vitamin dan mineral merupakan nutrien esensial yang berat badan 50 kg diberikan dukungan nutrisi dasar,
berperan sebagai koenzirn dan kofaktor dalam proses yaitu:
rnetabolisme. Defisiensi vitamin yang larut dalarn air Kalori total = 30 kkal/kg x 50 kg = 1500 kkal
cepat terjadi. Pada pemberian nutrisi parenteral total Glukosa = 60 % x 1500 kkal = 900 kkal
selama beberapa minggu hingga 3 bulan sering terjadi Lernak = 40 % x 1500 kkal = 600 kkal
defisiensi asam folat berupa pansitopenia, defisiensi Protein = 1,2 g/kgBB x 50 kg = 60 gram
tiarnin berupa ensefalopati, dan defisiensi vitamin K Pada perhitungan di atas protein tidak diperhitungkan
berupa hipoprotrombinemia. Kebutuhan vitamin yang sebagai sumber kalori. Ada pula pendapat yang rnasih
diberi secara intravena lebih besar dibanding dengan kontroversi untuk rnemasukkan protein dalam perhitungan
pemberian enteral. jumlah total kalori.
Kromium (Cr) diperlukan untuk metabolisrne glukosa
normal. Ternbaga (Cu) sangat penting untuk pematangan
eritrosit dan rnetabolisme lemak. lodin (I) dibutuhkan NUTRlSl ENTERAL
untuk sintesis tiroksin. Besi (Fe) penting untuk sintesis Nutrisi enteral adalah metode pernberian nutrien ke dalarn
saluran cerna (gastrointestinal) melalui pipa. Metode ini
Tabel 5. Kebutuhan Vitqmin Haridn4 digunakan sebagai dukungan nutrisi pada pasien yang
Vitamin Pemberian Pemberian tidak mau, tidak boleh, atau tidak dapat rnakan sehingga
Enteral Parenteral makanan tidak dapat masuk secara adekuat, narnun fungsi
Tiarnin. 1 2 rng 3 mg saluran gastrointestinal masih baik.
Riboflavin 1 3 rng 3,6 rng Keuntungan nutrisi enteral : 1) Nutrisi enteral bersifat
Niasin 16 rng 40 rng fisiologis karena rnakanan dirnasukkan ke dalam tubuh
Asarn folat 400 ug 400 ug rnelalui saluran cerna yang normal sehingga fungsi dan
Asarn pantotenat 5 rng 15 rng struktur alat cerna tetap dipertahankan; 2) Nutrisi enteral
Vitamin B-6 1,7 rng 4 mg lebih efektif menaikkan berat badan, keseirnbangan
Vitamin B-12 2,4 ug 5 Ug nitrogen cepat menjadi positif, dan imunitas tubuh
Biotin 30 ug 60 ug
cepat meningkat; 3) Kornplikasi pada nutrisi enteral
Kolin 550 rng Belurn diketahui benar
lebih sedikit dibanding nutrisi parenteral; 4) Pada nutrisi
Asarn askorbat 90 rng 100 rng
enteral kebutuhan kalori tinggi lebih rnudah dicapai; 5)
Vitamin A 900 ug 1000 ug
Pfmasangan NGT lebih mudah dilakukan baik oleh dokter
Vitamin D 15 ug 5 Ug
rnaupun perawat; 6) Biaya nutrisi enteral lebih rnurah 10
Vitamin E 15 rng 10 rng
- 20 kali dibanding nutrisi parenteral.
Vitamin K 120 ug 1 mg
Syarat nutrisi enteral : 1) Cairan nutrisi enteral rnemiliki jangka panjang (lebih dari 30 hari) atau diberikan bila
kepadatan kalori tinggi. ldealnya 1 kkal/ml, namun bila terjadi obstruksi yang tidak memungkinkan masuknya
cairan perlu dibatasi rnaka dapat diberikan 1,5 - 2 kkal/rnl; pipa rnelalui nasal (hidung).Pernasangan pipa enterostorni
2) Kandungan nutrisi harus seirnbang, yaitu mengandung dapat secara bedah (laparotorni, laparoskopi), radiologi,
kebutuhan harian kalori, protein, elektrolit; 3) Cairan nutrisi atau endoskopi. Cara terakhir inilah yang sering dipakai
enteral harus memiliki osrnolalitas yang sarna dengan yaitu percutaneous endoscopic gastrostomy (PEG) dan
osrnolalitas cairan tubuh. ldealnya 350 - 400 mOsm; 4) percutaneous endoscopic jejunostomy (PEJ).
Kornponen bahan baku hendaknya mudah diresorpsi; 5) Pada pasien gawat darurat atau kritis, pipa yang sering
Nutrisi enteral tidak atau sedikit rnengandung serat dan digunakan adalah pipa nasogastrik (nasogastrictube, NGT).
laktosa; 6) Nutrisi enteral yang bebas dari bahan-bahan Pipa enterik memiliki ukuran yang bervariasi 8 - 16 French.
yang rnengandung purin dan kolesterol. Pipa yang kecil untuk jalur nasogastrik sedangkan pipa
lndikasi nutrisi enteral adalah pasien tidak dapat yang besar untukjalur nasoduodenum dan nasoyeyunum.
rnakan secara adekuat namun fungsi gastrointestinal Prosedur pernasangan pipa nasogastrik
baik sehingga masih dapat mencerna dan rnengabsorpsi Surat ijin tindakan (inform consent)
makanan cair yang diberikan melalui pipa ke saluran Persiapan alat dan bahan
gastrointestinal. lndikasi khususnya adalah: 1) Disfagia - Pipa nasogastrik (NGT)
berat akibat obstruksi atau disfungsi orafaring atau - Pompa Syringe 50 rnl
esofagus; 2) koma atau delirium; 3) anoreksia persisten; 4) - Jeli xilokain
nausea atau rnuntah; 5) obstruksi gaster atau usus halus; - Sarung tangan
6) fistula pada usus halus distal atau kolon; 7) malabsorpsi Prosedur pernasangan
berat; 8) aspirasi berulang; 9) penyakit atau kelainan yang - Tentukan batas panjang pipa yang akan
mernbutuhkan cairan khusus; 10) peningkatan kebutuhan dirnasukan
nutrisi yang tidak tercapat dengan nutrisi oral; 11) induksi - Berikan jeli xilokain pada ujung pipa
perturnbuhan pada anak dengan penyakit Chron. - Masukan pipa melalui hidung
lndikasi lainnya adalah mernpertahankan mukosa - Bila pasien sadar, saat pipa akan mernasuki
saluran gastrointestinal agar tetap baik dan mencegah esofagus rninta pasien agar menelan agar pipa
atrofinya. Sedangkan kontraindikasi nutrisi enteral adalah dapat masuk ke esofagus
pasien dengan obstruksi intestinal total, ileus paralitik, - Masukkan hingga mencapat batas yang telah
obstruksi pseudointestinal berat, diare berat, atau ditentukan sebelumnya
rnalabsorpsi berat. - Konfirmasi letak ujung pipa dengan metode
auskultasi. Beberapa penulis rnenganjurkan
Formula Makanan Enteral konfirmasi secara radiologi.
Macam formula makanan enteral dapat berupa formula
komersial atau formula rurnah sakit. Formula komersial Pemberian Nutrisi Enteral
berupa bubuk atau cair dan dapat diberikan langsung Pada pasien kritis pemberian nutrisi enteral dini dilakukan
rnelalui pipa ukuran kecil dengan risiko kontaminasi bakteri dalam 24-72jam. Pernberian ini ditujukan untuk memberi
minimal. Sedangkan formula rurnah sakit berupa rnakanan nutrisi untuk usus agar mukosa saluran cerna tetap utuh
cair atau blender. Berdasarkan zat yang dikandunanya (intak). Kebutuhan nutrisi dapat diberikan bertahap hingga
formula rnakanan enteral dapat dibedakan menjadi kebutuhan kalori total dapat tercapai pada hari ketiga. Saat
makanan blender (alami), cairan polirner, cairan monomer, mernberikan nutrisi enteral hendaknya pasien pada posisi
dan cairan untuk kebutuhan rnetabolik khusus. 1/2 duduk (elevasi 30-45 derajat).

Pipa Nutrisi Enteral Metode Pemberian


Pipa nutrisi enteral berdasarkan cara masuknya terbagi Ada dua metode pernberian nutrisi enteral, yaitu bolus
menjadi dua, yaitu pipa nasoenterik dan pipa enterostorni. dan kontinu. Metode bolus lebih singkatwaktu pemberian,
Pipa nasoenterik adalah pipa yang dimasukan rnelalui lebih nyaman bagi pasien, lebih rnudah digunakan bila
hidung (pipa nasogastrik, nasoenteral). Pipa ini digunakan dibandingkan dengan rnetode kontinu. Metode bolus tidak
untuk jangka pendek (kurang dari 4 rninggu) karena mernbutuhkan pompa pengatur serta dapat diberikan
kornplikasi sedikit, relatif tidak mahal, dan mudah rnelalui pipa suntik (syringe) dengan sedikit tekanan dan
dipasang. Pipa ini juga digunakan sernentara sebelurn mernanfaatkan gaya gravitasi.
pipa enterostorni dipasang. Pipa enterostorni sdalah pipa Metode bolus digunakan bila ujung pipa berada di
yang dimasukan melalui dinding abdomen (gastrostomi, lambung (menggunakan pipa nasogastrik).Setelah cairan
duodenostomi, yeyunostomi). Pipa ini digunakan untuk nutrisi di bolus ke dalam lambung, masuknya cairan ke
NUTRISI PADA PASIEN KRlTlS

dalam duodenum diatur oleh lambung dan sfinkter pilorus. tahankan dan mernperbaiki status nutrisi dan metabolik
Bila ujung pipa berada di duodenum atau yeyunurn, pada pasien kritis yang dalam 3 (tiga) hari tidak akan dapat
cairan nutrisi harus diberikan secara kontinu baik dengan diatasi dsngan nutrisi oral atau nutrisi enteral. lndikasi
drip atau pompa pengontrol untuk menghindari distensi khusus k i n nutrisi parenteral:
intestinal. Sindrorn malabsorpsi (intestinal, tubulus renal, atau
Pada metode bolus, kebutuhan nutrisi dibagi menjadi k o m i n a s i ) dengan banyak kehilangan cairan dan
6 kali pernberian 250 - 350 ml (tiap 3 - 5 jam). Pernberian elektrolit yang tidak dapat diatasi dengan nutrisi oral
makanan cair ini dilakukan selama 15 menit. Sebelurn dan atau enteral. Sindrom ini dapat terjadi pada:
sesudah pernberian makanan, pipa nasogastrik dibilas - Short bowel syndrome berat
dengan air 20 - 30 ml. Pernberian air setelah pernberian - Keadaan yang diinduksi infeksi, inflamasi, kelainan
bertujuan mencegah dehidrasi hipertonik dan rnencegah irnunologi, obat, atau radiasi
koagulasi protein pada pipa nasogastrik. Pada rnetode - Fistula gastrointestinal high output yang tidak
kontinu kecepatan pemberian dapat mencapai 150 mlljarn. dapat dilewati pipa enteral
Obat prokinetik seperti metoklopramid 4 x 10 mg intravena - Yelainan tubulus renal berat dengan banyak
dapat diberikan bila terjadi intoleransi pemberian rnakanan tehilangan cairan dan elektrolit.
yaitu, banyak residu di larnbung atau muntah. Pernberian Gangguan rnotilitas
glutamin enteral dapat dipertimbangkan pada pasien luka - leus persisten (akibat pasca-operasi atau
bakar atau trauma. z~enyakit)
- ?seudo-obstruksi intestinal berat
-
,"
Tabel f.:.Komplikasf:Pernberian!NutrisbiErlteml. Muntah yang menetap dan berat akibat obat,
t u m o r otak, a t a u p e n y a k i t l a i n (misalnya
Pipa makanan
h~peremesisgravidarurn)
- Komplikasi akibat memasukkan pipa
0bs:ruksi mekanik saluran cerna yang tidak segera
- Faringeal: trauma, perdarahan, perforasi
daerah retrofaring, abses diatasi secara bedah
- Dada: perforasiesofagus, pneumomediastinum, Masa perioperatif dengan malnutrisi berat
pneumotoraks, perdarahan pulmonal, Pasien kritis khususnya yang hipermetabolisme saat
pneumonitis, efusi pleura, ernpiema nutrisi enteral rnerupakan kontraindikasi atau telah
- Abdomen: perforasi gaster, perforasi usus gaga1
- Gagal memasukkan pipa, pipa salah letak, atau
Nutrisi parenteral dapat diberikan melalui vena perifer
pipa tersumbat
- Sinusitis atau vena sentral. Pertirnbangan pemilihan jalur pem-
- Aerofagia beriannya adalah:
Makanan enteral Vena perifer
- lnfeksi nosokomial dari makanan yang ter-kon- - Asupan enteral terputus dan diharapkan dapat
tarninasi bakteri dilanjutkan kembali dalam 5-7 hari
- Nausea, distensi abdomen, dan rasa tidak nyaman - Sebagai tambahan pada nutrisi enteral atau pada
di perut fase transisional hingga nutrisi enteral dapat
- Regurgitasi atau muntah memenuhi kebutuhan
- Aspirasi makanan ke dalam paru-paru - Malnutrisi ringan hingga sedang, keperluan
- Diare intervensi untuk rnencegah deplesi
- Pseudoobstruksi intestinal - Keadaan m e t a b o l i k n o r m a l a t a u s e d i k i t
- lnteraksi dengan obat enteral rneningkat
Kandungan makanan - Tidak ada kegagalan organ yang rnemerlukan
- Hiperglikemia restriksi cairan
- Azotemia - Osrnolalitas cairan yang dapat diberikan kurang
- Hiperkarbia
dari 900 rnOsrn
- Gangguan elektrolit
Vena sentral
- Kelainan defisiensi spesifik pada pemakaianjangka
- Tidak dapat mentoleransi asupan enteral lebih
panjang
dari 7 hari
- Keadaan m e t a b o l i k s e d a n g a t a u s a n g a t
NUTRISI PARENTERAL meningkat
Nutrisi parenteral adalah metode pemberian nutrien ke - Malnutrisi sedang hingga berat dan tidak dapat
dalarn pembuluh darah. lndikasinya adalah rnernper- diatasi dengan nutrisi enteral
- Gagal jantung, ginjal, hati, atau kondisi lain yang Mustafa I, Sutanto LB, Lukito W, Moenadjat Y, Oetoro S, George
memerlukan restriksi cairan YWH, et al. Konsensus nutrisi enteral. Jakarta: Working
Group on Metabolism and Clinical Nutrition, 2004.
- Akses vena perifer terbatas Phillips GD. Parenteral nutrition. In: 011 TE, ed. Intensive care
- Memiliki akses vena sentral manual. 4th ed. Oxford: Butterworth-Heinemann, 1998.p.
- Osrnolalitas cairan dapat lebih dari 900 mOsm 724-32.
Shike M. Enteral Feeding. In: Sluls ME, Olson JE, Shike M, Ross RC,
eds. Modem nutrition in health and disease. 9th ed. Philadel-
Tabel 8. Komplikasi NutrisiParenteral Total phia: Lippincott William & Wilkins, 1999.p. 1643-56.
Shikora SA, Ogawa AM. Enteral nutrition and the critically ill.
Komplikasi pemasangan kateter vena sentral Postgrad Med J. 1996;72:395-402.
Segera terjadi: trauma (kerusakan arteri, Vera, duktus Smith MK, Lowry SF. The hypercatabolic state. In: Shils ME, Olson
torasikus, pleura, mediastinum, jantung, saraf), gagal JE, Shike M, Ross RC, eds. Modem nutrition in health and
atau salah posisi, emboli kateter atau guide wire, aritmia, disease. 9th ed. Philadelphia: Lippincott Willian & Wilkins,
emboli udara 1999.p. 1555-68.
Susla GM. Nutritional support in the critically 111 patient. ACCP
Terjadi kernudian: infeksi (septikemia, endokarditis), critical care board review-course syllabus 2005. Illinois:
trombosis vena, tromboflebitis, emboli paw, oklusi American College of Chest Physicians, 2005.p. 205-17.
kateter Tanra A. Dasar-dasar nutrisi enteral. In: Daldiyono, Thaha A,
Komplikasi infeksi dan sepsis: tempat rnasuknya kateter, eds. Kapita selekta nutrisi klinik. Jakarta: PERNEPARI,
kontaminasi cairan 1998.p. 79-93.
Kreymann KG, Berger MM, Deutz NE, Hiesmayr M, Jolliet P, Ka-
Kornplikasi metabolik:dehidrasi akibat diuresis, osmotik,koma
zandjiev G, et al; European Society for Parenteral and Enteral
hiperglikemik, hiperosmolar non-ketotik, hipoglikernia akibat Nutrition. ESPEN Guidelines on enteral nutrition: intensive
pemberhentian nutrisi secara tiba-tiba, hipomajnesemia care. Clin Nutr. 2006;25(2):210-23
atau hipokalsemia atau hiperkalsemia, hiperfosfatlmia atau Singer P, Berger MM, Van den Berghe G, Biolo G, Calder P, Forbes
hipofosfatemia, asidosis metabolik hiperkloremik, uremia, A, et al; European Society for Parenteral and Enteral Nutrition.
hiperamonemia, gangguan elektrolit, defisiensi mineral, ESPEN Guidelines on parenteral nutrition: intensive care. Clin
defisiensi asarn lernak esensial, hiperlipidemia Nutr. 2009;28(4):387-400.
Cano NJ, Aparicio M, Brunori G, Carrero JJ, Cianciaruso B, Fi-
accadori E, et al; European Society for Parenteral and Enteral
Nutrition. ESPEN Guidelines on Parenteral Nutrition: adult
renal failure. Clin Nutr. 2009;28(4):401-14.
KESIMPULAN Ziegler TR. Parenteral nutrition in the critically ill patient. N Engl
J Med. 2009;361(11):1088-97.
Dukungan nutrisi pada pasien kritis diperlukan untuk Casaer MP, Mesotten D, Hermans G, Wouters PJ, Schetz M,
menekan morbiditas dan mortalitas. Pengkajian status Meyfroidt G, et al. Early versus late parenteral nutrition in
critically ill adults. N Engl J Med. 2011;365(6):506-17.
nutrisi dan kondisi pasien akan menentukan kebutuhan Brown RO, Compher C; American Society for Parenteral and
nutrisi pada pasien. Pilihan waktu pemberian d3n jumlah Enteral Nutrition Board of Directors. A.S.P.E.N. clinical
nutrisi serta cara pemberian sangat tergantung pada guidelines: nutrition support in adult acute and chronic renal
failure. J Parenter Enteral Nutr. 2010;34(4):366-77.
kondisi pasien. Evaluasi pemberian nutrisi setiap hari
Mueller C, Compher C, Ellen DM; American Society for Parenteral
sangat penting untuk menghindari terjadinya kekurangan and Enteral Nutrition Board of Directors. ASPEN clinical
pemberian makanan (underfeeding) atau kelebihan guidelines: Nutrition screening, assessment, and intenrention
pemberian makanan (overfeeding). in adults. 1 Parenter Enteral Nutr. 2011;35(1):16-24.
McClave SA, Martindale RG, Vanek VW, ~ c k & t hM,~Roberts
P, Taylor B, et al; ASPEN Board of Directors; American
College of Critical Care Medicine; Society of Critical Care
REFERENSI Medicine. Guidelines for the Provision and Assessment of
Nutrition Support Therapy in the Adult Critically I11 Patient:
Society of Critical Care Medicine and American Society for
August D, Teitelbaum D, Albina J, Bothe A, Guenter P, Heitkemper Parenteral and Enteral Nutrition. J Parenter Enteral Nutr.
M, et al. Guidelines for the use of parenteral and enteral
nutrition in adult and pediatric patients. JPEN. 2002;26 2009;33(3):277-316.
(supp1):Sl-938.
Berger R, Adams L. Nutritional support in the critical :are setting
(part 1). Chest. 1989;96:139-50.
Chan S, McCowen KC, Blackburn GL. Nutrition M m g e m e n t in
the ICU. Chest. 1999;115:S145-58.
Daldiyono, Darmawan I, Kadarsyah. Pencegahan rnalhutrisi di
rumah sakit. In: Daldiyono, Thaha AR, eds. Ka?ita selekta
nutrisi klinik. Jakarta: PERNEPARI, 1998.p. 1-22.
Heyland DK, Dhaliwal R, Drover JW, Gramlich L Dodek P.
Canadian clinical practice guidelines for nutrition support
in mechanically ventilated, critically ill adult patients. JPEN.
2003;27:355-73.
Malone AM. Methods of assessing energy expenditure in the
intensive care unit. Nutr Clin Prac. 2002;17:21-8.
TERAPI NUTRISI PADA PASIEN KANKER
Noorwati Sutandyo

PENDAHULUAN yang optimal untuk mengatasi kakesia kanker terdiri


dari auspan nutrisi yang adekuat, nutraceutical dan
Nutrisi merupakan bagian yang penting pada pelaksanaan obat-obatan. Pemberian nutrisi yang asekuat dapat
kanker, baik pada pasien yang sedang menjalani terapi, membar~tumengatasi kakesia dan oleh karenanya terapi
pemulihan dari terapi, pada keadaan remisi maupun untuk nutrisi yang adekuat baikjumlah, komposisi maupun cara
mencegah kekambuhan. Status nutrisi pada pasien kanker pemberian yang tepat harus dimulai sejak dini (sejak awal
diketahui berhubungan dengan respons terapi, prognosis terdiagnosis).
dan kualitas hidup. Kurang lebih 30-87% pasien kanker
mengalami malnutrisi yang berhubungan dengan kanker
sebelum menjalani terapi. lnsiden malnutrisi tersebut KAKESIA KANKER
bervariasi tergantung pada asal kanker, misalnya pada
pasien dengan kanker pankreas dan gaster mengalami Kakesia secara umum dapat didefinisikan sebagai sindrom
malnutrisi sampai 85%, 66% pada kanker paru, dan 35% multifaktorial yang ditandai dengan penurunan berat
pada kanker payudara. Selain itu diperkirakan bahwa 20% badan yang berat, kehilangan massa otot dan lemak,
pasien kanker meninggal tiap tahunnya akibat malnutrisi dan peningkatan katabolisme protein akibat penyakit
dan kakesia yang berhubungan dengan kanker atau tertentu (underlying disease). Jadi kakesia merupakan
disebut kakesia kanker. akibat dari gabungan yang kompleks antara penyakit
Kanker merupakan masalah klinik yang paling sering penyerta, perubahan metabolisme dan, pada beberapa
dijumpai terutama pada pasien kanker stadium lanjut, dan kasus, pengurangan ketersedian nutrisi (karena kurangnya
memberi dampak negatif terhadap prognosis. Malnutrisi asupan nakan, gangguan absorbsim dan kombinasi dari
pada pasien kanker bukan hanya disebabkan oleh keadaan ini). lstilah kakesia berbeda dengan malnutrisi atau
penurunan asupan makan saja tetapi juga karena tidak starvasi. Malnutrisi adalah keadaan status nutrisi dimana
adanya respons adaptasi terhadap starvasi seperti pada terdapa: kekurangan atau kelebihan (ketidakseimbangan)
orang normal, sehingga terjadi perubahan metabolisme. energi, protein dan nutrient lainnya dan menyebabkan efek
Penyebab kakesia kanker belum dapat dipastikan, yang d ~ p a diukur
t pada bentuk jaringan/tubuh (bentuk
diperkirakan multifaktorial. Di samping anoreksia, tubuh, ukuran dan komposisi) dan fungsi dan keluaran
peningkatan keluaran energi, perubahan metabolisme, klinis. hleskipun masalah malnutrisi yaitu asupan yang
jenis dan lokasi tumor yang menganggu saluran pen- tidak adekuat juga dijumpai pada kakesia dan berperan
cernaan dan jenis terapi kanker diperkirakan mempunyai dslam patogenesis kakesia, namun penting untuk diingat
peran dalam terjadinya kakesia kanker. Selain itu saat ini tidak semua pasien malnutrisi adalah kakesia, dan semua
telah ditemukan adanya peranan berbagai sitokin terhadap pasien kakesia tanpa kecuali pasti malnutrisi
kejadian anoreksia dan berbagai gangguan metabolisme Diagnosis kakesia dapat ditegakkan jika ditemukan 3
yang kemudian mendasari kejadian kakesia kanker. dari 5 kondisi berikut penurunan berat badan sedikitnya
Kakesia kanker juga merupakan yang berpengaruh 5% selama 12 bulan terakhir (atau BMI < 20 kg/m2),
pada keberhasilan terapi medik termasuk radiasi dan penurunan kekuatan otot, fatigue, anoreksia, indeks massa
kemoterapi. Selain mempengaruhi hasil pengobatan, bebas lemak rendah, pemeriksaan laboratorium biokimia
kakesia tidakjarang menyebabkan kematian. Manajemen abnormal (peningkatan penanda inflamasi seperti CRP,
PENYAKIT JANTUNG KORONER

Pencegahan dan
Penatalaksanaan
~teiosjclerosis1425
Angin9 Pektoris Stabil
(APS)%gb
ngina Rqkttoris Tak Stabill
fark ~ i g k a r d
Akut
anpa Elevasi ST 1449
lnfark Mibkard Akut
dengan Elevasi ST 1457
Antitrombotik,

Koroner i475
lntervensi Koroner

Op'&rasi Pintas Koroner


1491
PENCEGAHAN DAN
PENATALAKSANAAN ATEROSKLEROSIS
Pudji Rusrnono Adi

PENDAHULUAN sejak usia dini.2 Jadi dalarn usaha pencegahan dan


penanganannyapun sudah harus dirnulai pada usia dini
Aterosklerosis digarnbarkan sebagai "pernbuluh darah bahkan sudah harus diantisipasi pada saat rnasih dalarn
arteri yang kaku". Merupakan suatu proses inflarnasi kandungan ibu.
yang kronik yang dalarn patofisiologinya melibatkan
lipid, thrombosis, dinding vaskular dan sel-sel irnun.'
Proses aterosklerosis ini sudah rnulai terbentuk pada ATEROSKLEROSIS PADA A N A K D A N REMAJA
usia yang sangat dini, bahkan saat rnasih ada di dalarn
kandungan i b ~ . Sejalan
~ . ~ dengan bertarnbahnya usia, Proses aterosklerosis sebenarnya sudah dirnulai sejak rnasa
dan dengan adanya faktor-faktor risiko proses akan anak-anak. Guratan Lernak (fatty streak) sudah rnuncul di
sernakin berkembang dan rnernunculkan penyakit- tunika intirna aorta pada anak usia 3 tahun. Guratan Lernak
penyakit yang berhubungan dengan aterosklerosis beserta (GL) ini bisa berkernbang lebih lanjut atau tetap atau
kornplikasinya.(Garnbar 1). rnungkin bisa r e g r e ~ i . Dari
~ . ~ penelitian otopsi pada anak
Sebagai faktor risiko, kolesterol plasma terutarna baru lahir dan rernaja yang rneninggal karena penyakit
lipoprotein yang aterogenik yaitu Low Density Lipo-protein non kardiovaskular rnenunjukkan adanya perkernbangan
(LDL) berperan sangat khusus. Faktor-faktor risiko lain awal aterosklerosis. Pada pernbuluh darahnya diternukan
seolah-olah hanya rnernpercepat rnunculnya penyakit GL dan lesi aterosklerosis awal dengan predileksi ternpat
aterosklerosis. Mekanisrnenya tidak jelas, tetapi rnungkin yang sama dengan dewasa, dan ini berhubungan dengan
keadaan-keadaantersebut akan rnenaikkan aterogenisitas kadar kolesterol ibu.3~5~6
LDL atau rnenaikkan kerentanan dinding arterL4 Data pada anak-anak sangat terbatas. Faktor-faktor
Secara patofisiologis aterosklerosis disebabkan karena risiko biasanya ada secara bersarna-sarna (tabel 1). Pada
disfungsi endotel dan inflarnasi. Endotel vaskular akan hasil otopsi dari anak-anak dengan berat badan lebih,
rnengatur homeostasisvaskular dengan rnenghasilkanzat- rnenupjukkan adanya perubahan aterosklerotik pada aorta
zat yang bisa rnenyebabkan penggurnpalan (clotting) atau dan arteri koronarianya. Selain itu obesitas juga akan
anti penggurnpalan (anti clotting). Nitrogen rnonoksida rnenaikkan risiko untuk penyakit lain rnisalnya: hipertensi
(NO) adalah bahan antiaterogenik utarna yang dihasilkan dan Diabetes Melitus (DM). Pada anakdengan berat badan
endotel sebagai faktor protektif. Adanya faktor inflarnasi lebih atau obes dengan dislipidernia, akan rnenyebabkan
dan faktor-faktor risiko lain akan rnenyebabkan hilangnya Tebal lntirna Media (Intima Media tickness) karotis
efek proteksi endotel tersebut.' bertarnbah dibandingkan dengan yang normal. Dan secara
Ada perubahan konsep dalarn rnelihat proses urnurn biasanya anak-anak obes akan cenderung inaktif
aterosklerosis. Bukan hanya sekedar penyakit degeneratif secara fisik dan mernpunyai henti napas obstruktif saat
kronik yang berkaitan dengan usia lanjut tetapi adalah tidur (obstructive sleep apnea) yang berhubungan dengan
penyakit inflarnasi kronik yang sudah ada atau rnuncul penyakit kardiovaskular (PKV) saat dewasa.
PENYAKIT JANTUNG KORONER

Riwayat alamiah perjalananaterosklerosis Secara urnurn anak-anak yang terrnasuk kelompok


70- lnfark Stroke Gangren Aneurismarisiko tinggi untuk terkena PKV adalah yang mernpunyai:
hiperkolesterolernia familial, DM tipe 1/11, Penyakit Ginjal
Kronik (PGK), tranplantasi jantung, penyakit Kawasaki,
60-

50-
q /J F-O
penyakit inflarnasi kronik, karsinorna anak dan penyakit
jantung kongenital. Pada kelornpok ini harus dikelola risiko
kardio~askularnya.~
.--------------------------
Batas klinis----------------------. Jadi pencegahan primer PKV akan lebih efektif apabila
Kalsifikasi dilakukan pada saat usia dini bahkan sebenarnya sudah
40-
0
Lesi kornplikasi:
perdarahan,
harus dinilai dan diantisipasi saat rnasih dalarn kandungan

30- t
m)@
ulseras~,
trombosis

Plak f~brosa
ibu sehingga dapat mengontrol lebih baik penyakitnya
sejak awal

2G
0
+*
Lapisan lemak
Secara patofisiologis aterosklerosis adalah sekumpulan
10-
proses yang kornpleks yang melibatkan darah dan material
yang dikandungnya, endotel vaskular, vasa vasorurn dan
I,
0- rnungkin juga lingkungan intra uterin.5 Ada daerah-
Gambar 1. Riwayat alamiah aterosklerosis.(Dikutip dari 2) daerah predileksi aterosklerosis seperti aorta dan arteri
koronaria.
Proses diawali dari berubahnya k-LDL menjadi lebih
Ta be1 1. Faktor-faktor Risiko Aterosklerosis pada Ana k- aterogenik mungkin setelah proses oksidasi dan berubah
Anak.z rnenjadi LDL yang teroksidasi (Ox LDL). Di sisi lain pada
Berat badan lebih atau obesitas. daerah-daerah rawan/predileksi aterosklerosis (misalnya:
Hipertensi. aorta dan arteri koronaria) endotel bisa rnengalarni
Dislipidernia. gangguan (intak tetapi bocor) sehingga rnenjadi aktif
Riwayat keluarga. dan terjadi gangguan fungsi, lama kelarnaan bisa terjadi
Merokok. deendotelisasi dengan atau tanpa disertai proses adesi
Hiperglikemia.
trornbosit. Berdasarkan ukuran dan konsentrasinya,
molekul plasma dan partikel lipoprotein lain bisa melakukan
ekstravasasi rnelalui endotel yang rusak/bocor dan rnasuk
Pada anak dengan hipertensi, setelah dev~asaakan ke ruang subendotelial. LDL yang aterogenik (Ox LDL)
cenderung rnenjadi hipertensi juga. Tebal lntima Media akan tertahan dan berubah menjadi bersifat sitotoksik,
(TIM) dan kekakuan arterinya bertambah, memberi kesan proinflamasi, khemotaktik dan proaterogenik. Karena
ada percepatan terjadinya aterosklerosis. pengaruh aterogenesis dan stimuli inflamasi tersebut
Anak yang mempunyai orang tua, kakek atau nenek endotel menjadi aktif. Endotel akan mengeluarkan sitokin.
dengan riwayat serangan jantung/stroke dini, pada NO (Nitrogen monoksida) yang dihasilkan endotel menjadi
usia pertengahan mempunyai kemungkinan penyakit berkurang sehingga fungsi dilatasi endotelpun akan
kardiovaskular (PKV) 2 kali lebih sering. berkurang, selain itu juga akan mengeluarkan sel-sel adesi
Merokok aktif atau pasif akan rnenaikkan risiko (Vascular Cell Adhesion Molecule- 7, InterCellular Adhesion
kardiovaskular. Remaja yang merokok akan cenderung Molecule- 7, E selectin, P selectin) dan menangkap monosit
tetap merokok sehingga menyebabkan tirnbulnya PKV dan sel T. Monosit akan berubah menjadi makrofag yang
yang dini. Rokok akan memperluas GL dan menambah akan menangkap Ox-LDL dan berubah menjadi sel busa
lesi di a. abdominalis. Mekanisrnenya rnernang belurn (foam cell) yang kernudian akan berkembang rnenjadi inti
jelas. Tetapi rokok akan menaikkan inflamasi, memicu lemak (lipidcore) dan mempunyai pelindungfibrosa (Fibrouse
pernbentukan trornbus dan oksidasi kolesterol-LDL cap). Pelindung Fibrosa (PF) ini bisa rapuh sehingga memicu
(k-LDL). Jadi rokok akan menaikkan stres oksidatif dan proses trombogenesis yang berakibat terjadinya sindrom
mengawali disfungsi kardiovaskular. koroner akut (SKA). Gangguan fungsi dilatasi endotel inilah
Hiperglikemi berhubungan dengan luasnya GL baik di yang dianggap sebagai disfungsi endotel. Dan sel apoptotik
a. koronaria atau di aorta abdominalis. Pada anak dengan yang dihasilkan Ox-LDL akan menyebabkan instabilitas/plak
DM tipe I didapati TIM bertambah. dan memicu terbentuknya tr~rnbus.~,'
PENCEGAHAN DAN PENATALAKSANAAN ATEROSKLEROSIS 1427 ,I)

KadarTrigliserida(TG) yang tinggi (hipertrigliseridemia) Tabel 3. Evaluasi Dalam 10 Menit.g


juga merupakan faktor risiko tersendiri yang lepas dari Lakukan anarnnesis.
faktor risiko yang lain. Karena sebagian besar merupakan Tanyakan tentang:
trigliserida yang kaya akan lipoprotein (TG rich lipoprotein) Usia
terutama khilomikron remnant dan Very-low Density Kebiasaan rnerokok
Lipoprotein (VLDL) remnant. Remnant lipoprotein ini Tingkat aktivitas fisik
ukurannya kecil sehingga dapat masuk ke dalam sub Asupan rnakanan
endotel dan selanjutnya akan menyebabkan aterosklerosis. Riwayat kejadian kardiovaskular dini dalarn keluarga
Riwayat penyakit dahulu: diabetes rnelitus, hipertensi,
Dari sisi lain, kadar High-Density Lipoprotein cholesterol
sindrornarnetabolik
(kolesterol-HDL) yang tinggi dapat menurunkan risiko Ukur tinggi dan berat badan dan hitung IMT
KV. HDL akan menyebabkan tranpor kolesterol balik Ukur tekanan darah
(reverse cholesterol transport) yang merupakan mekanisme Lakukan perneriksaan fisik berupa pemeriksaan
protektif dari progresi ateroskler~sis.~ jantung, paru, aorta dan arteri-arteri utama
Dorong perilaku makan sehat dan olah raga untuk
keluarga
PENCEGAHAN ATEROSKLEROSIS
PKV yang nyata setelah dewasa karena pengaruh faktor
Yang dimaksud dengan pencegahan primer (primary risiko. Apabila ada riwayat keluarga PKV premature harus
prevention) adalah usaha pencegahan untuk menghindari dilakukan penapisan dislipidemia sejak usia dini. Dan
kejadian KV pada pasien yang asimptomatik. Dan dasar apabila tidak ditemukan riwayat keluarga disarankan
dari usaha pencegahan tersebut adalah pengenalan dan pemeriksaan klinis dan asesmen risiko PKV secara teliti
intervensi faktor risiko. Penapisan dimulai dari individu- pada saat usia remaja. Keluarga harus diberi semangat
individu secara perorangan, dinilai dengan akurat faktor untuk hidup sehat dengan Diet/gaya hidup dan olah raga
risiko global dan jangka panjang untuk terjadinya yanc sehat pula.g
PKV aterosklerotik dan dihitung (prediksi) berapa % Dari studi MESA (Multi Etnic Study of Atherosclerosis)
kemungkinan untuk terjadinya serangan PKV.6.9 pada individu asimtomatik didapatkan bahwa riwayat
Secara global faktor risiko dibagi menjadi faktor risiko keluarga dengan PKV premature pada orang tua dan
yang tidak bisa dirubah (unmodified risk factors) seperti: saudara kandung mempunyai arti prediktif yang sangat
usia lanjut, laki-laki dan riwayat keluarga. Dan faktor kuat untuk terjadinya aterosklerosis yang asimptomatik dan
risiko yang bisa dirubah (modified risk factors) seperti: terlepas dari faktor risiko yang lain. Ditemukannya 1 faktor
dislipidemia, merokok, hipertensi, DM/sindrom rnetabolik, risiko saja (misalnya: DM, riwayat keluarga) sebenarnya
dan aktifitas fisik yang kurang (Tabel 2). Selain itu dikenal sudah mencerminkan risiko yang besar, padahal pada
pula faktor risiko yang baru (novel risk factors), seperti: kenyataannya kebanyakan ditemukan kombinasi beberapa
high sensitive C-Reactive Protein (hsCRP), Lipoprotein-a faktor risiko pada seseorang sehingga menempatkan
(Lp-a), fibrinogen, homosistein, apolipoprotein-B (apo-6) i n d i ~ i d utersebut pada kelompok risiko sangat tinggi
d11,9.10.11.12 terjadinya aterosklerosis asimtomatik. Jadi stratifikasi faktor
Penilaian faktor risiko harus dimulai sejak usia risiko perlu dan modifikasi semua faktor risiko sangatlah
anak-anak (Tabel 3). Sebab proses aterosklerosis sudah penting. Skore Framingham membagi pasien dalam
dimulai sejak anak-anak (bahkan sudah ada sejak dalam kelompok risiko tinggi, moderate dan ringan berdasarkan
kandungan ibu) dan akan semakin berkembang menjadi adanya faktor risiko, dan meramalkan terjadinya penyakit
kardiovaskular dalam 10 tahun ke depan. (Lihat Lampiran).
Pada praktek sehari-hari kecenderungannya adalah pada
Tabel 2. Faktor Risiko bdiov&kular.
indiv du-individu dengan risiko yang tinggi biasanya akan
Faktor risiko yang dapat diubah sege-a ditangani, tetapi pada individu-individu dengan
Dislipidemia (LDL meningkat, HDL rnenurun) risiko ringan-sedang cenderung terlewatkan atau ditangani
Merokok kurang adekuat. Karena itu diperlukan suatu alat/cara
Hipertensi
sederhana untuk dapat menangkap keadaan seperti
Diabetes rnelitus, sindrom metabolik
terse3ut dan selanjutnya supaya mendapat penanganan
Kurang aktivitas fisik
yang baik (Gambar 2).
Faktor risiko yang tidak dapat diubah Pena~isanfaktor risiko:
Usia lanjut Profil lipid puasa. National Cholesterol Education
Jenis kelarnin laki-laki Program (NCEP) menganjurkan pemeriksaan profil
Herediter lipid puasa sejakusia 20 tahun. Naiknya kadar kolesterol
PENYAKIT JANTUNG KORONER

darah rnerupakan prediktor PKV prernatur yang 3aik. rnerokok, kadar HDLdan tekanan sistolik. Hasilnya pasien
Dan penurunan LDL sangat berarti. dikelompokkan dalam kategori:
Hipertensi. Tekanan darah (TD) ,140/90 akan 1. Risiko tinggi: kalkulasi risiko 220%. Disini terrnasuk
rnenaikkan risiko PKV. Penurunan tekanan darah pasien y a n g mernpunyai p e n y a k i t vaskular
ringan (-61-3 rnmHg) pada penderita prehiperrensi aterosklerotik seperti: PJK, penyakit serebrovaskular
akan menurunkan risiko stroke, gagal jantung dan atau penyakit arteri perifer, termasuk pasien dengan
infark miokard. Secara umum penurunan TD akan Penyakit Ginjal Kronik (PGK) dan DM.
menurun-kan risiko relatif kejadian KV. 2. Risiko moderat: kalkulasi risiko antara 10%-19%.
DM. DM sama dengan risiko tinggi. Pasien DM yang 3. Risiko rendah: Kalkulasi risiko <IO%.l3
asimptomatik rnempunyai risiko yang sama dengan
Pada implementasinya dan disesuaikan dengan hasil
seseorang yang pernah rnengalami infark miokard
penelitian terbaru. Pasien dikelornpokkan berdasarkan
+ sebelumnya. DM menaikkan >3 kali lipat risiko KV.
adanya faktor risiko (Tabel 5) dan dikaitkan dengan target
Perlu diperiksa pada usia 2 45 tahun, atau pada usia
penurunan k-LDL rnenjadi:
yang lebih rnuda apabila berat badannya lebih. HbAlc
harus diperiksa setiap 3 bulan, dan target HbAlc
adalah < 7%. Tabel 5. Faktor %@Ubvliltranil,SeI~iniLR)L
(Karena LDL
Sindrom metabolik (SMet). Obesitas sentral, Merupakan ~ a r ~ e k % e ? a ~ ) ~ ~
dislipidemia aterogenik (TG tinggi, HDL rendah, LDL Merokok
tinggi), hipertensi, resistensi insulin dan inflarnasil Hipertensi (TD > 140190 mmHg atau dalam pengobatan
status protrombotik secara bersama-sama menaitkan antihipertensi)
risiko PKV lepas dari kadar LDL. Pada individu dengan Kolesterol HDL rendah (<40 mg/dl)t
PJK dan SMet akan lebih sering mengalami kejadian Riwayat penyakit jantung koroner dini dalam keluarga
KV. Menurunkan berat badan dan meningkatkan (Penyakit jantung koroner pada laki-laki keturunan
keluarga pertama yang berusia<55 tahun; Penyakit
aktifitas fisik adalah lini pertama dalam rnengatasi
jantung koroner pada perempuan keturunan keluarga
SMet dan menjaga kadar kolesterol darah pada kadar pertama yang berusia<65 tahun)
aman adalah target utama? (Tabel 4). Usia (pria>45 tahun; wanita>55 tahun)*
*Dalarn ATP Ill, diabetes dianggap sebagai risiko penyakit
jantung vaskular yang setara.
tKolesterolHDL >60 rng/dl dihitung sebagai faktor risiko
Komponen khas dan nilai yang berkaitan dengan risiko "negatif"; keberadaannya rnenyingkirkan satu faktor risiko
dari perhitungan total.
kardiovaskular rendah:
Kolesterol totalltotal cholesterol (TC) <200 mgldl
Kolesterol LDLILDL-C <I00 mgldl
Kolesterol HDVHDL-C 240 mgldl 1. Risiko tinggi: pasien dengan P.IK atau yang mernpunyai
Trigliserida (TG) <I50 mgldl risiko PJK yang ekuivalen. Kalkulasi risiko >20%.
Kolesterol Non-HDL-C <I30 mgldl (bermanfaat 2. Risiko tinggi moderat: rnempunyai 2 faktor risiko
bila TG >200 mgldl) selain k-LDL. Kalkulasi risiko 210% - 20%.
Rasio TCIHDL-C <3.0
3. Risiko moderat: mempunyai 2 faktor risiko selain
Metode penentuan klasik:
k-LDL. Kalkulasi risiko < 10%.
Pengukuran langsung: kolesteroltotal, kolesterol
HDL dan trigliserida 4. Risiko rendah: mempunyai 0 - 1 faktor risiko. l4
Dihitung: Di negara Eropa dengan memakai sistem SCORE
LDL-C = TC - HDL-C - TG/5
pasien dikelompokkan menjadi:
Non-HDL-C = TC - HDL-C
1. Risiko sangat tinggi: Pasien mempunyai PKVjelas yang
sudah terbukti baik dengan pemeriksaan invasive atau
Ada beberapa cara untuk asesmen faktor risiko, yang noninvasive (angiografi koroner, nuklir, ekokardiografi
, dengan beban, ultrasonografi plak karotis), pernah
paling umum dipergunakan adalah memakai Skore Risiko
Framingham (Lihat lampiran), di negara Eropa dipakai infark miokard, SKA, riwayat revaskularisasi koroner
sistem SCORE (Systematic Coronary Risk Estimatilx?) . baik intervensi koroner perkutan atau operasi pintas
Hasilnya adalah kalkulasi risiko terjadinya kejadiar PJK jantung koroner atau prosedur revaskularisasi arteri
(infark miokard dan kematian karena penyakit koroner) yang lain, pernah rnengalami stroke iskemik dan
penyakit arteri perifer; pasien dengan DM tipe 2 atau
dalam 10 tahun rnendatang.
tipe 1 dengan kerusakan organ target; pasien dengan
Pada skore Framingharn kornponen yang diperiksa
PGK moderate sarnpai berat; perhitungan risiko 10
adalah: jenis kelarnin, usia, kadar kolesterol total, status
TERAPI NONFARMAKOLOGIK DIABETES MELITUS

Neuropati Autonomik REFERENSI


Neuropati autonomik mempunyai risiko akan menurunnya
.knerican Diabetes Association. Nutrition Principles and Rec-
respon jantung terhadap latihan fisik, hipotensi ommendations in Diabetes. Diabetes Care 2004;27 (Suppll):
postura1,gangguan termoregulasi oleh karena gangguan 536-S46
aliran darah kulit dan gangguan berkeringat, gangguan Xmerican Diabetes Association. Nutrition Recommenda-
tions and Interventions for Diabetes. A position statement
penglihatan malam hari oleh karena terjadi gangguan reaksi of the American Diabetes Association. Diabetes Care 2008;
papiler dan gangguan rasa haus sehingga meningkatkan 31 (Suppll):S61-S74
risiko dehidrasi, gastroparesis menyebabkan asupan American Diabetes Association.Standard of Medical Care of
makanan yang tidak bisa diprediksi. lleuropati autonomik Diabetes-2011. Diabetes Care 2011; 34 (Suppl 1): Sll-S61
Xmerican Diabetes Asociation. Physical Activity/Exercise
pada diabetesi mempunyai hubungan yang sangat kuat and Diabetes Mellitus. Diabetes Care 2003;26 (Suppll):S73-
dengan penyakit kardiovaskular. 577
Pada diabetisi dengan komplikasi neuropati autonomik American Association of Clinical Endocrinologists.Medical
Guidelines for Clinical Practice for Developing Diabetes Mel-
bila ingin melakukan latihan fisik yang lebih intesif dari litus Comprehensive Care Plan.Endocrine Practice 2011;17
biasanya harus dilakukan evaluasi terlebih dahulu kondisi CSUPP~ 2)
jantungnya. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsensus Pengelo-
Iaan dan Pencegahan Diabetes Melitus T i p 2 di Indonesia
2011.
Mikroalbuminuria dan Nefropati Tjokroprawiro A. The Dietetic Regimen For Indonesian
Latihan fisik bisa meningkatkan eksresi protein secara Patients With Diabetes Mellitus (An experimental study on
200 orally treated and 60 insulin treated diabetic patients).
mendadak, ha1 ini terkait dengan meningkatnya tekanan Disertation for PhD Degree in Medical Science Airlangga
darah secara mendadak. Para ahli menyarankan pada University.Airlangga University Press 1978
diabetisi dengan komplikasi nefropati diabetikum (diabetic Tjokroprawiro A. Medical Nutrition Therapy: Principles of
Parentera! Nutrition. On the Basis of Clinical Experiences:
kidney disease) latihan fisikdilakukan dengan intensitas f x u s on DM. MKDU. Surabaya, 2 August 2005A
ringan-sedang, asal tekanan darah tidak meningkat >200 TjokroprawiroA. Kuliah Diabetes Mellitus untuk Mahasiswa
mmHg selama latihan fisik.18 !Semester 7. Surabaya, 12 September 2005B
Tjokroprawiro A. PPN: Peripheral Parenteral Nutrition (Ba-
sic Principles and Clinical Experiences in Diabetic Patients).
SDW-6. Surabaya, 17 June 2006A
PERTUNJUK UMUM PELAKSANAAN LATIHAN Tjokroprawiro A. Par Enteral Nutrition (Lipid Emulsion in
Daily Practice, Esp in Pts with DM). Surabaya, 19 September
FlSlK B06B
Tjokroprawiro A. Par Enteral Nutrition in Internal Medicine
1. Kontrol metabolik,sebelum latihan fisik periksa (3asic Principlesin Daily Clinical Practice).SDW-7. Surabaya,
glu kosa darah 18 November 2006C
Tjokroprawiro A. Medical Nutrition Therapy (MNT) In Daily
- Hindari latihan fisik bila glukosa darah puasa Fractice Oral - Enteral - Parenteral Clinical Formulas Based
>250 mg/dl dan didapatkan ketosis, namun bila on Clinical Experiences (Examplesof Formulas : x12, -1, x2,
glukosa darah >300 mg/dl dan tidak didapatkan 25-1,5-1, Etc.). MKDU. Surabaya, 6 February 2007A
Tjokroprawiro A. Basic Principles of Parenteral Nutrition in
ketosis maka latihan fisik harus dilakukan dengan Clinics (PracticalGuidelines for Patients with Diabetes Mel-
hati-hati litus). Workshop PKB-22. Surabaya, 10-12 August 20078
- Tambah asupan karbohidrat bila glukosa darah Tjokroprawiro A. Medical Nutrition Therapy (MNT) In
<I00 mg/dl Clinical Practice Oral - Enteral - Parenteral The Empirical
Fxmulas in P.E.N.: -1 , x12, 3 , x2, 2.5-1 , 5-1, Etc. (Based
2. Monitoring glukosa darah sebelum dan sesudah on Clinical Experiences : 1978-2009). MKDU. Surabaya, 17
latihan fisik F-bruary 2009
- Perhatikan apakah perlu dilakukan perubahan Tjokroprawiro A. Medical Nutrition Therapy (MNT) In
Clinical Practice Oral - Enteral - Parenteral The Empirical
dosis insulin atau asupan makan F,~rmulas in P.E.N. : -1 , x12,3, x2, 2.5-1, 5-1 ,Etc. (Based
- Pelajari respon glikemia terhadap kondisi latihan 02 Clinical Experiences : 1978-2010). MKDU. Surabaya, 8
fisik yang berbeda February 2010A
Tjokroprawiro A. Garis Besar Diet Oral - Enteral, dan Par
3. Asupan makanan
Enteral pada Diabetes (21Macam Diet-Diabetes- Diet-Enteral
- Bila perlu tambahlah asupan karbohidrat untuk El s/d E6 - 10 Petunjuk NPE). Workshop Nutrisi. Surabaya,
menghindari hipoglikemia 6 March 2010B
- Makanan yang mengandung karbohidrat harus Sigal RJ, Kenny GP, Wasserman DH, Sceppa CC, White RD.
P:~ysicalActivity/ Exercise and Type2 Diabetes (A consensus
siap tersedia selama dan sesudah melakukan statement from the American Diabetes association).Diabetes
kegiatan latihan fisik4*l8 Care 2006; 29:1433-1438
2346 DIABETES MILITUS

19. Sri Murtiwi. The 21 Diabetic Diets Available at Dr.Soetomo


Hospital Surabaya (From the B Diet to 81-L Diet) In Joint
Symposium: Surabaya Diabetes Update-XVIII(SDU-XVIII)
-Metabolic Cardiovascular Disease Surabaya Update-3
(MECARSU-3),Editors : Askandar Tjokroprawiro, Ari
Sutjahjo, Agung Pranoto, Sri Murtiwi, Soebagijo Adi, Sony
Wibisono. JW Marriott Hotel 13-14 December 2008:112-124
20. Sri Murtiwi. Possible Application of Dianeral in the Medical
Nutrition Therapy . In Symposium : Dianeral as Rationale
Dietary Approach in Medical Nutrition Therapy. JW Marriott
Hotel Surabaya, 12 June 2010A
21. Sri Murtiwi. Possible Use of Dianeral in El-E6 Formulas of
Enteral Nutrition (Focus on Patients with Diabetes Mellitus).
In Forum Endocrine and Diabetes Regonal Sumatra-3.Palem-
bang, 15-16 October 2010B:103-113
22. Sri Murtiwi. 21 Macam Diet Oral Diabetes di RS dr.Soetomo.
Workshop Nutrisi Para Ahli Gizi.Pusat Diabetes dan Nutrisi
Surabaya (PDNS),GDC Lt7.6 Maret 2010C
INSULINOMA
Asman Manaf

PENDAHULUAN anak, umur rata-rata penderita 30-60 tahun (median 35


tahun).
Khusus mengenai insulinoma, perlu dibicarakan secara
khusus karena penting dalam kaitannya dengan kejadian
hipoglikemia. Meskipun pengobatan secara kuratif untuk
insulinoma adalah melalui tindakan bedah, pada tahap
tahap awal kelainan ini baik penatalaksanaan, diagnostiK, lnsulinoma adalah tumor yang berasal dari sel beta
dan pengobatannya seringkali melibatkan bidang penyakit Langerhans yang sebagian besar menghasilkan hormon
dalam. Terapi konservatif diperlukan sebelum tindakan insulin, di samping hormon lainnya seperti ACTH, glukagon,
operatif dapat dilaksanakan. somatostatin, gastrin, dan khorionik gonadotropin. Insulin
yang diproduksi oleh tumor ini disekresikan secara
mendadak sehingga dalam waktu pendek menyebabkan
kadar glukosa darah sangat berfluktuasi. Sekitar 10%
insulinoma bersifat multiple. Sejumlah 50% dari multiple
lnsulinoma (Islet cells adenoma) merupakan suatu tumor insulinoma adalah multiple endocrine neoplasma
neuroendokrin yang berasal dari sel-sel pulau Langerhans type 7.
pankreas yang menghasilkan insulin secara berlebihan.
Sebagian besar (90%) tumor ini bersifat jinak (benign),
sisanya (10%) bersifat ganas (malignant). lnsidensinya
jarang, ukurannya biasanya kecil tidak melebihi diameter
2 cm.
Berbeda dengan sel beta normal, sekresi insulin pada
insulinoma tidak memerlukan rangsangan glukosa, dan
tidak berhenti meskipun kadar glukosa telah normal.
Insulin yang diproduksi secara terus-menerus tersebut
merupakan penyebab turunnya kadar glukosa darah di
bawah normal (hipoglikemi).

EPIDEMIOLOGI. Garnbar 1. Histopatologi insulinoma (pancreatic endocrine


tumor)
lnsulinoma merupakan tumor pankreas tersering, biasanya
bersifat single, kadang-kadang multiple. lnsidensinya 3-4
kasus per 1 juta penduduk per tahun, merupakan 55% ETIOLOGI
dari total tumor neuroendokrin. Tumor jenis ini dapat
ditemukan pada semua ras. Perempuan berbanding lnsulinoma merupakan penyakit dengan kelainan
laki-laki sekitar 3 : ?. Tumor ini jarang sekali terjadi pada genetik.
DIABETES MILITUS

DIAGNOSIS PENATALAKSANAAN

Secara fisik, pada umumnya tumor ini tidak memperlihatkan Pengaturan Makan (diet)
kelainan terkait dengan tumornya. Kelainannya muncul Tidakjarang insulinoma yang "ringan" berhasil ditasi dengan
apabila keadaan hipoglikemia telah terjadi dan untuk ini pengaturan makan (diet) dan cara ini merupakan pilar
diagnosis didasarkan kepada Trias Whipple. dari pengobatan secara konservatif. Penjadwalan waktu
Diagnosis insulinoma dapat dibuat atas dasar: 1. makan yang tepat dapat mengatasi atau menghindarkan
Klinis hipoglikemi, 2. kadar insulin, proinsulin, d3n C- hipoglikemi. Pada prinsipnya dilakukan pemendekan jarak
peptida serum meningkat, disertai kadar glukosa darah antara dua jadwal waktu makan. Bila perlu dirancang
yang menurun, dan 3. Didukung oleh pembuktian adanya ada jadwal makan malam mernjelang tidur (jam 23.00).
tumor menggunakan CT Scan atau MRI. Kadang-kadang Demikian pula dapat dilakukan berbagai variasi jadwal
diperlukan pemeriksaan lanjutan seperti Endoscopic USG, makan pada menjelang tengah hari, dan menjelang
Octreotide Scan, atau angiografi. malam. Patut diingat untuk menghindari karbohidrat yang
Tes supresi (suppression test) meru pakan sarana cepat diserap (glukosa), sebaiknya digunakan karbohidrat
diagnostik yang dapat digunakan pada insulinoma dengan yang diserap relatif lebih lama (tepung, roti, kentang, nasi),
cara sbb: supaya tidak merangsang sekresi insulin secara segera.
Penderita dalam keadaan puasa, periksa kadar GD
setiap 4 jam sampai tercapai kadar GD 60 mg/dL. lnfus Dekstrose
Selanjutnya, kadar GD diperiksa setiap jam sampai Bila keadaan lebih berat, dapat segera diberikan untuk
kadar GD 49 mg/dL. Pada tingkat kadar glukosa darah mengatasi hipoglikemi. Terapi konservatif untuk mengatasi
tersebut, atau bila terlihat gejala hipoglikemi, tes hipoglikemi pada insulinoma sama seperti menghadapi
dihentikan dan penderita boleh makan atau bila perlu kejadian hipoglikemi seperti diuraikan di atas. Upaya
diberi infuse dekstrose setelah sampel darah diambil. stabilisasi glukosa darah juga penting dilakukan sebelum
Pada kadar GD tersebut, atau bila secara klinis tindakan operatif. Bila usaha mengatasi hipoglikemi tidak
ditemukan gejala hipoglikemi, sampel darah diperiksa berhasil dengan cara-cara di atas, beberapa jenis obat-
untuk menentukan kadar GD, insulin, proinsulin, dan obatan dapat digunakan.
C-peptida. Tidak terlihatnya penurunan kadar insulin
seiring dengan menurunnya kadar GD membuktikan Kortikosteroid
kecurigaan kearah insulinoma. Kortikosteroid dapat membantu stabilissi glukosa darah
pada kadar yang aman, misalnya menggunakan prednison
I mg/kgBB.
GAMBARAN KLINIS Long acting somatostatin analogue seperti octreotide
(Sandostatin) dapat berperan mengurangi produksi
Tidak jarang insulinoma cepat berkembang dan insulin.
memberikan gejala hipoglikemia yang tergolong Diaxozide (Proglycem) 150-450 mg/hari digunakan
neuroglikopeni seperti kejang-kejang dan koma. Gejala- pada tumor yang inoperable, atau bila diperlukan
gejala neurogenik akibat peningkatan katekholamir. Berat penundaan operasi. Digunakan untuk menghambat
badan seringkali bertambah dalam waktu singkat. sekresi insulin dan merangsang proses glikogenolisis.
Pada umumnya gejala klinis dari insulinoma 3dalah Biasanya dikombinasikan bersama natriuretik
gejala-gejala hipoglikemi, seperti palpitasi, rasa lemah, benzothiadiazin (trikhlormethiazid) 2-8 mg/hari,
penglihatan kabur, dan pada keadaan berat dapat karena efek samping diaxozide yakni retensi sodium/
kejang-kejang dan menjadi tidak sadar. Keluhan ataupur edema.
gejala klinis ini dapat dirasakan oleh penderita semenjak Calcium channel blocker seperti verapamil, dapat
beberapa minggu bahkan beberapa tahun sebelum menghambat sekresi insulin.
terdiagnosis. Gejala biasanya lebih sering dirasakan Glukagon akan meningkatkan kadar glukosa darah,
pada malam atau dini hari, namun dapat timbul segera namun pada saat yang bersamaan dapat juga
atau beberapa jam setelah makan. Gejala akan menjadi menstimulasi sekresi insulin.
lebih berat pada exercise, konsumsi alkohol, diet *endah Sreptozotocin atau kemoterapi atau kombinasi
kalori, dan penggunaan obat sulfonilurea. Sekitar 20-40% keduanya d i g u n a k a n u n t u k k a r s i n o m a p p
penderita biasanya mengalami kelebihan berat badan, Langerhans.
dan penambahan berat badan biasanya terjadi akibat
hiperinsulinemi. Jarang sekali terdapat keluhan lokal pada Enukleasi
abdomen akibat massa tumor pankreas. Tindakan operasi terhadap tumor (enukleasi) dapat di-
lakukan. Kadang-kadang Juga dilakukan pengangkatan
sebagian kelenjar pankreas apabila t u m o r rnultipel.

1. Hipoglikemia
2. Metastase (pada Ca. p p Langerhans)

REFERENSI

1. Amiel SA, Iatrogenic hypoglycemia. In: Joslin's Diabetes


Mellitus, 14th ed. Philadelphia: Lippincot William & Wilkins;
2005: chap 40.
2. Cryer PE. Glucose homeostasis and hypoglycemia. In:
Kronenberg HM, Shlomo M, Polonsky KS, Larsen PR, eds.
Williams Textbook of Endocrinology. 11th ed. Phladelphia,
Pa: Saunders Elsevier; 2008: chap 33.
3. Doppman JL, Chang R, Fraker DL, et al. (Aug1995)."Localiza-
tion of insulinomas to regions of the pancreas by intra-arterial
stimulation with calcium". Ann of Int Med. 123 (4):269-73.
4. Glaser B, Leibowitz G. Hypoglycemia. In: Joslin's Diabetes
Mellitus, 14th ed. Philadelphia: Lippincot William & Wilkins;
2005: chap 69.
5. Jensen RT, Norton JA. Endocrine tumors of the pancreas and
gastrointestinal tract. In: Feldman M, Friedman IS, Brandt
LJ, eds. Sleisenger and Fordtran's Gastrointestinal and Liver
Disease. 9th ed. Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier; 2010:
chap 32..
INSULIN : MEKANISME SEKRESI
DAN ASPEK METABOLISME
Asman Manaf

PROSES PEMBENTUKAN D A N SEKRESI INSULIN glukosa.Tahap pertarna adalah proses melewati membran
sel.Untuk dapat melewati membran sel beta dibutuhkan
Insulin merupakan hormon yang terdiri dari rangkaian bantuan senyawa lain. Glucose transporter (GLUT) adalah
asam amino, dihasilkan oleh sel beta kelenjar pankreas. senyawa asam amino yang terdapat di dalam berbagai
Dalam keadaan normal, bila ada rangsangan pada sel beta, sel yang berperan dalam proses metabolisme glukosa.
insulin disintesis dan kemudian disekresikan ke dalam Fungsinya sebagai "kendaraan" pengangkut glukosa
darah sesuai kebutuhan tubuh untuk keperluan regulasi masuk dari luar ke dalam sel jaringan tubuh. Glucose
glukosa darah. transporter 2 (GLUT 2) yang terdapat dalarn sel beta
Sintesis insulin dirnulai dalarn bentuk preproinsulin misalnya, diperlukan dalam proses masuknya glukosa
(precursor hormon insulin ) pada retikulum endoplasma dari dalam darah, melewati membran, ke dalam sel.
sel beta. Dengan bantuan enzim peptidase, preproinsulin Proses ini penting bagi tahapan selanjutnya yakni
mengalami pemecahan sehingga terbentuk proinsulin. molekul glukosa akan mengalami proses glikolisis dan
yang kemudian dihirnpun dalam gelembung-gelembung fosforilasidi dalam sel dan kemudian membebaskan
(ecretory vesicles ) dalam sel tersebut. Di sini, sekali lagi molekul ATP. Molekul ATP yang terbentuk, dibutuhkan
dengan bantuan enzirn peptidase, proinsulin diurai untuk tahap yakni proses rnengaktifkan penutupan K
menjadi insulin dan peptida-C (C-peptide) yang keduanya channel pada membran sel. Penutupan ini berakibat
sudah siap untuk disekresikan secara bersamaan melalui terhambatnya pengeluaran ion K dari dalam sel yang
membran sel.' menyebabkan terjadinya tahap depolarisasi membran
Mekanisme di atas, diperlukan bagi berlangsungnya sel, yang diikuti kernudian oleh proses pembukaan Ca
proses metabolisme secara normal, karena fungsi insulin channel. Keadaan inilah yang memungkinkan masuknya
memang sangat dibutuhkan dalam proses utilisasi ion Ca sehingga meningkatkan kadar ion Ca intrasel.
glukosa yang ada dalam darah. Kadar glukosa dareh yang Suasana ini dibutuhkan bagi proses sekresi insulin
meningkat, merupakan komponen utama yang mernberi melalui mekanisme yang cukup rumit dan belurn
rangsangan terhadap sel beta dalam memproduksi seutuhnya dapat dijela~kan.~(Gambar 1)
insulin.Di samping glikos, beberapa jenis asam amino dan Seperti disinggung di atas, aktivasi penutupan K
obat-obatan, dapat pula memiliki efek yang sama dalam channel terjadi tidak hanya disebabkan oleh rangsangan
rangsangan terhadap sel beta. Mengenai bagaimana ATP hasil proses fosforilasi glukosa intrasel, tapi juga
mekanisme sesungguhnya dari sintesis dan sekresi insulin dapat oleh pengaruh beberapa faktor lain terrnasuk obat-
setelah adanya rangsangan tersebut, merupakan ha1 yang obatan. Namun senyawa obat-obatan tersebut misalnya
cukup rumit, dan belum sepenuhnya dapat dipahami oabat anti diabetes sulfonil urea, bekerja pada reseptor
secara jelas.' tersendiri, tidak pada reseptor yang sama dengan glukosa
Diketahui ada beberapa tahapan dalam proses yang disebut sulphonylurea receptor (SUR) pada membran
sekresi insulin, setelah adanya rangsangan oleh nolekul sel beta.4
INSULIN: MEKANISME SEKRESI DAN ASPEK METABOLISME 235 1

Kanal kaliurn kanal kalsiurn Penaeluaran


menutup membuka
Glukosa
GLUT-2

Sekretori

C peptide + insulin

Glucose s~gnallng

Sel B ~roiisulin

t
Preproinsulin
Sintesis insulin
Gambar 1. Mekanisrne sekresi insulin pada sel beta akibat stirnulasi Glukosa
( Krarner,95 )

D l N A M l K A SEKRESI I N S U L I N nya fase 1, tugas pengaturan glukosa darah selanjutnya


diarnbil alih oleh sekresi fase 2. Sekresi insulin fase 2 yang
Dalarn keadaan fisiologis, insulin disekresikan sesuai berlangsung relatif lebih lama, seberapa tinggi puncaknya
dengan kebutuhan tubuh normal oleh sel beta dalarn (secara kuantitatif) akan ditentukan oleh seberapa besar
dua fase, sehingga sekresinya berbentuk biphasic. Seperti kadar glukosa darah di akhir fase 1, di sarnping faktor
dikernukakan, sekresi insulin normal yang biphasic ini resistensi insulin. Jadi, terjadi sernacarn mekanisme
akan terjadi setelah adanya rangsangan seperti glukosa penyesuaian dari sekresi fase 2 terhadap kinerja fase 1
yang berasal dari makanan atau rninurnan. Insulin yang sebelurnnya. Apabila sekresi fase 1 tidak adekuat, terjadi
dihasilkan ini, berfungsi menjaga regulasi glukosa darah mekanisme kornpensasi dalarn bentuk peningkatan sekresi
agar selalu dalarn ba~as-batasfisiologis, baik saat puasa insulin pada fase 2. Peningkatan produksi insulin tersebut
rnaupun setelah mendapat beban. Dengan demikian, pada hakikatnya dimaksudkan mernenuhi kebutuhan
kedua fase sekresi insulin yang berlangsung secara sinkron tubuh agar kadar glukosa darah (postprandial) tetap dalam
tersebut, menjaga kadar glukosa darah normal, sebagai batas-batas normal. Dalam prospektif perjalanan penyakit,
cerminan metabolisme glukosa yang fisiologis. fase 2 sekresi insulin akan banyak dipengarui oleh fase
Sekresi fase 1 (acute insulin secretion responce = AIR) Pada gambar di bawah ini (Garnbar 2) diperlihatkan
adalah sekresi insulin yang terjadi segera setelah ada dinarnika sekresi insulin pada keadaan normal, toleransi
rangsangan terhadap sel beta, muncul cepat dan berakhir glukosa terganggu (Impaired Glucose Toleranca =IGT), dan
cepat. Sekresi fase 1 (AIR) biasanya mernpunyai puncak diabetes melitus tipe 2.
yang relatif tinggi, karena ha1 itu memang diperlukan Biasanya, dengan kinerja fase 1 yang normal, dan
untuk mengantisipasi kadar glukosa darah yang biasanya disertai pula oleh aksi insulin yang juga normal di
meningkat tajarn, segera setelah rnakan. Kinerja AIR yang jaringan (tanpa resistensi insulin), sekresi fase 2 juga akan
cepat dan adekuat ini sangt penting bagi regulasi yang berlangsung normal. Dengan demikian tidak dibutuhkan
normal karena pasa gilirannya berkontribusi besar dalam tambahan (ekstra) sintesis maupun sekresi insulin pada
pengendalian kadar glukosa darah postprandial. Dengan fase 2 di atas normal untuk dapat mempertahankan
demikian, kehadiran AIR yang normal diperlukan untuk keadaan norrnoglikemia. Ini adalah keadaan fisiologis yang
rnempertahankan berlangsungnya proses rnetabolisrne memang ideal karena tanpa peninggian kadar glukosa
glukosa secara fisiologis. AIR yang berlangsung normal, darah yang dapat memberikan darnpak glucotoxicity,
bermanfaat dalarn mencegah terjadinya hiperglikemia akut juga tanpa hiperinsulinernia dengan berbagai dampak
setelah makan atau lonjakan glukosa darah postprandial negatifnya.
(postprandial spike) dengan segala akibat yang ditimbulkan
termasuk hiperinsulinemia kornpensatif.
Selanjutnya, setelah sekresi fase 1 berakhir, muncul AKSl I N S U L I N
sekresi fase 2 (sustained phase, latent phase), di mana
sekresi insulin kembali meningkat secara perlahan dan Insulin berperan penting pada berbagai proses biologis
bertahan dalam waktu relatif lebih lama. Setelah berakhir- dalam tubuh terutama metabolisme karbohidrat. Hormon
DIABETES MILITUS

I I
Sekresi
Stimulasi glukosa intravena
Fase kedua
insulin Normal

T B

Gambar 2. Dinamika sekresi Insulin setelah beban glukosa intravena pada keadaan
normal dan keadaan disfungsi sel beta (Ward, 84)

ini sangat krusial perannya dalam proses utilisasi glukosa insulin, rnaka efek inhibisi horrnon tersebut terhadap
oleh harnpir seluruh jaringan tubuh, terutama pada otot, rnekanisme produksi glukosa endogen secara berlebihan
lemak, dan hepar. menjadi tidak optimal. Semakin tinggi tingkat resistensi
Padajaringan perifer seperti jaringan otot dan lernak, insulin, semakin rendah kemampuan inhibisinya terhadap
insulin berikatan dengan sejenis reseptor (insulin receptor proses glikogenolisis dan glukoneogenesis, dan semakin
substrate = IRS) yang terdapat pada rnembran sel. lkatan tinggi tingkat produksi glukosa dari hepar.
antara insulin dan reseptor akan rnenghasilkan sernacarn
signal yang berguna bagi proses regulasi atau metabolisrne
glukosa di dalarn sel otot dan lernak, rneskipun mekanisrne EFEK METABOLISME DARl INSULIN
kerja yang sesungguhnya belum begitu jelas. Setelah
berikatan, transduksi siyal berperan dalam meningkatkan Gangguan, baik dari produksi maupun aksi insulin,
kuantitas GLUT-4 ( glucose transporter-4 ) dan selanjutnya rnenyebabkan gangguan pada rnetabolisme glukosa,
juga rnendorong penempatannya pada rnemljran sel. dengan berbagai dampak yang ditirnbulkannya. Pada
Proses sintesis dan translokasi GLUT-4 inilah yang dasarnya ini bermula dari hambatan dalarn utilisasi
bekerja memasukkan glukosa dari ekstra ke intrasel untuk glukosa yang kemudian diikuti oleh peningkatan kadar
selanjutnya rnengalarni rnetabolisrne (Gambar 3). Untuk glukosa darah. Secara klinis, gangguan tersebut dikenal
rnendapatkan proses metabolisrne glukosa normal, selain sebagai diabetes melitus. Pada diabetes melitus tipe 2
diperlukan mekanisme serta dinarnika sekresi yang normal, (DMT2), yakni jenis diabetes yang paling sering ditemukan,
dibutuhkan pula aksi insulin yang berlangsung normal. gangguan rnetabolisme glukosa disebabkan oleh dua
Rendahnya sensitivitas atau tingginya resistensi jaringan faktor utarna yakni tidak adekuatnya sekresi insulin
tubuh terhadap insulin rnerupakan salah satu faktor etilogi (defisiensi insulin) dan kurang sensitifnya jaringan tubuh
terjadinya diabetes, khususnya diabetes tipe 2. terhadap insulin (resistensi insulin), disertai oleh faktor
Baik atau buruknya regulasi glukosa darah tidahk lingkungan (environment). Sedangkan pada diabetes tipe
hanya berkaitan dengan rnetabolisrne glukosa di jaringan 1 (DMTI), gangguan tersebut murni disebabkan defisiensi
perifer, tapi juga di jaringan di mana GLUT-2 berfungsi insulin secara absolut.
sebagai kendaraan pengangkut glukosa meewati Gangguan metabolisrne glukosa yang terjadi,
membrana sel ke dalarn sel. Dalarn ha1 in~lahjaringanhepar diawali oleh kelainan pada dinarnika sekresi insulin
ikut berperan dalam mengatur homeostasisglukosa tubuh. berupa gangguan pada fase 1 sekresi insulin yang tidak
Peninggian kadar glukosa darah puasa, lebih ditentukan sesuai kebutuhan (inadekuat). Defisiensi insulin ini
oleh peningkatan produksi glukosa secara endogen yang secara langsung rnenirnbulkan darnpak buruk terhadap
berasal dari proses glukoneogenesis dan glikogenolisis homeostasis glukosa darah. Yang pertarna terjadi adalah
di jaringan hepar. Kedua proses ini berlangsung secara hiperglikemia akut postprandial (HAP) yakni peningkatan
normal pada orang sehat karena dikontrol oleh hormon kadar glukosa darah segera (10 - 30 menit) setelah beban
insulin. Manakala jaringan (hepar) resistensi terhadap glukosa(rnakan atau rninum)
INSULIN:MEKANISME SEKRESI DAN ASPEK METABOLISME 2353

GLUKOSA
INSULIN INSULIN
h

MICROSOMAL MICROSOMAL

Gambar 3. Mekanisme normal dari aksi insulin dalam transport glukosa jaringan perifer (Girard, 1995)

Kelainan berupa disfungsi sel beta dan resitensi insulin diabetes. Tingginya kadar glukosa darah @lucotoxicity)
merupakan faktor etiologi yang bersifat bawaan (genetik). yang diikuti pula oleh dislipidemia (lipotoxicity) ber-
Secara klinis, perjalanan penykait ini bersifat progresif dan tanggung jawab terhadap kerusakan jaringan baik secara
cenderung melibatkan pula gangguan metabolisme lemak langsung melalui sters oksidatif, dan proses glikosilasi
ataupun protein. Peningkatan kadar glukosa darah oleh yang meluas.
karena utilisai yang tidak berlangsung sempurna pada R2sistensi insulin mulai menonjol peranannya
gilirannya secara klinis sering memunculkan abnormalitas semenjak perubahan atau konversi fase TGT menjadi DMT2.
dari kadar lipid darah. Untuk mendapatkan kadar glukosa Dikatakan bahwa pada saat tersebut faktor resistensi insulin
yang normal dalm darah diperlukan obat-obatan yang mulai dominan sebagai penyebab hiperglikemia maupun
dapat merangsang sel beta untuk peningkatan sekresi berbagai kerusakan jaringan. Ini terlihat dari kenyataan
insulin (insulin secretagogue) atau bila diperlukan secara bahwa pada tahap awal DMT2, meskipun dengan kadar
substitusi insulin, di samping obat-obatan yang berkhasiat insulin serum yang cukup tinggi, namun hiperglikemia
menurunkan resistensi insulin (insulin sensitizer) masih dapat terjadi. Kerusakan jaringan yang terjadi,
Tidak adekuatnya fase 1, yang kemudian diikuti terutama mikrovaskular, meningkat secara tajam pada
peningkatan kinerja fase 2sekresi insulin, pada tahap tahap diabetes, sedangkan gangguan makrovaskular telah
awal belum akan menimbulkan gangguan terhadap muncul semenjak prediabets. Semakin tingginya tingkat
kadar glukosa darah. secara klinis, barulah pada tahap resistensi insulin dapat terlihat pula dari peninghkatan
dekompensasi, dapat terdeteksi keadaan yang dinamakan kadar glikosa darah puasa maupun postprandial. Sejalan
toleransi glukosa terganggu yang disebut juga sebagai dengan itu, pada hepar semakin tinggi tingkat resistensi
prediabetic state. Pada tahap ini mekanisme kompensasi insulin, semakin rendah kemampuan inhibisinya terhadap
sudah mulai tidak adekuat lagi, tubuh mengalami proses glikogenolisis dan glukoneogenesis, menyebabkan
defisiensi yang mungkin secara relatif, terjadi peningkatan semakin tinggi pula tingkat produksi glukosa dari hepar.
kadar glukosa darah postprandial. Pada toleransi Jadi, dapat disimpulkan perjalanan penyakit DMT2,
glukosa terganggu (TGT) didapatkan kadar glukosa pada awalnya ditentukan oleh kinerja fase 1 yang
darah postprandial, atau setelah diberi beban larutan kemudian memberi dampak negatif terhadap kinerja fase
75 g glukosa dengan tes toleransi glukosa oral (TTGO), 2, dan berakibat langsung terhadap peningkatan kadar
berkisar di antara 140-200 mg/dl. Juga dinamakan sebagai glukosa darah (hiperglikemia). Hiperglikemia terjadi tidak
prediabetes, bila kadar glukosa darah puasa antara 100- hanya disebabkan oleh gangguan sekresi insulin (defisiensi
260 mg/dl, yang disebutjuga sebagai glukosa darah puasa insulin), tapi pada saat bersamaan juga oleh rendahnya
terganggu (GDPT) responsjaringan tubuh terhadap insulin (resistensi insulin).
Keadaan hiperglikemia yang terjadi,baik secara kronis Gangguan atau pengauruh lingkungan seperti gaya hidup
pada tahap diabetes, atau hiperglikemia akut postprandial atau cbesitas akan mempercepat progresivitas perjalanan
yang terjadi berulang kali setiap hari sejak tahap TGT, penyakit. Gangguan metabolisme glukosa akan berlanjut
memberi dampak buruk terhadap jaringan yang secara pada gangguan metabolisme lemak dan protein serta
jangka panjang menimbulkan komplikasi kronis dari proses kerusakan berbagai jaringan tubuh. Rangkaian
2354 DIABETES MILITUS

kelainan yang dilatarbelakangi oleh resistensi insulin,


selain daripada intoleransi te rhadap glukosa beserta
berbagi akibatnya, sering menimbulkan kumpulan gejala
yang dinamakan sindrom metabolik.

REFERENSI

Aslzcroft FM, Gribble FM, 1999. ATP-sensitive K' channels


and insulin secretion : Their role in health and disease.
Diabetologa 42: 903-919.
Ashcroft FM, Gribble FM, 1999. Differential sensitivity of beta-cell
and extrapancreatic K .,,channels to gliclazide. Diabetologa
42: 845-848. Suryohudoyo P, 2000. Ilmu kedokteran molekuler.
Ed I, Jakarta: Perpustakaan Nasional, hlm 48-58.
Cerasi E, 2001.The islet in type 2 diabetes: Back to center stage.
Diabetes 50: 51 - 53.
Ceriello A, 2002. The possible role of postprandial hyperglycemia
in the pathogenesis of diabetic complications. Diabetologia
42117-122
Ferrnnnini E, 1998. Insulin resistance versus insulin deficiency
in non insulin dependent diabetes mellitus: Problems and
prospects. Endocrine Reviews 19: 477-490
Gerich IE, 1998. The genetic basis of type 2 diabetes mellitus:
impaired insulin secretionversus impaired insulin sensitivity.
Endocrine Reviews 19: 491 - 503.'
Nielsen MF, Nyholin B, Caumo A, Clzandrntnouli V, Schumann WC,
Cobelli C, etal, 2000. Prandial glucose effectivenessand fasting
gluconeogenesis in insulin-resistant first-degree re1a:ives of
patients with type 2 diabetes. Diabetes 49: 2135-2141.
Prnto SD, 2002. Loss of early insulin secretion leads to postprandial
hyperglycaemia. Diabetologia 29 : 47-53.
Suzuki H, Fukushima M, Usami M, lkedn M, Taniguchi A, Nakni Y,
et a1,2003.Factors responsible for development from normal
glocose tolerance to isolated postchallenge hyperglpcemia.
Diabetes Care 26: 1211-1215.
Tjokroprnwiro A, 1999. Diabetes mellitus and syndrome 32 (A
step forward to era of globalisation - 2003). JSPS DNC
symposium, Surabaya : 1- 6.
Weyer C, Bogardus C, Mort DM, Tntnranni PA, Prntley RE, 2000.
Insulin resistance and insulin secretory dysfunct-on are
independent predictors of worsening of glucose tolerance
during each stage of type 2 diabetes development. Ciabetes
Care 24: 89-94.
Weixensberx, Cruz ML, Goran MI, 2003. Association between insulin
-sensitivity and post-glucose challenge plasma insulin value in
overweight Latino youth. Diabetes Care 26: 2094-2099.
HIPOGLIKEMI: PENDEKATAN KLINIS
DAN PENATALAKSANAAN
Asman Manaf

PENDAHULUAN

Hipoglikerni secara definisi didasarkan rendahnya kadar Diantara hipoglikerni yang disebabkan oleh faktor luar
glukosa darah (GD) pada seseorang. Ironisnya, kejadian (eksogen), obat-obatan rnerupakan penyebab tersering,
hipoglikerni justru sering berkaitan dengan diabetes dan diantara obat-obatan tersebut, obat diabetes yang
rnelitus, baikdiabetes tipe 1 (DMT1) rnaupun tipe 2 (DMTZ), berperan dalarn rneningkatkan kadar insulin serum
oleh karena rnasalah ini berhubungan dengan penanganan merupakan penyebab utarna. Berdasarkan penelitian,
penyakit tersebut. Semakin intensif pengendalian kadar terjadi peningkatan insidensi hipoglikerni pada penderita
glukosa darah, risiko hipoglikerni sernakin rneningkat. yang diobati dengan obat-obatan diabetes, sejalan
Fenornena ini pula yang rnenyebabkan kenapa persentase dengan kebijakan pengendalian kadar glukosa darah
pengendalian kadar glukosa darah yang benar-benaroptimal secara intensif (Diabetes Control and Complication Trial
hanya sedikit saja. Sebagian besar para praktisi kesehatan dan United Kingdom Prospective Diabetes Study). Sebagai
rnerasa lebih arnan apabila kadar glukosa darah telah conto?, terjadi peningkatan angka kejadiadepisode
"sedikit di atas normal". Kekhawatiran akan terjadinya hipo- hipoglikemia berat dari 20 episode per 100 penderita/
glikerni karena rnemang batas aman tersebut sangat sernpit. tahun (dengan pengobatan "konvensional" rnenjadi
Narnun dernikian, sebagian kecil dari kejadian 60 ep sode per penderita/tahun) dengan pengobatan
hipoglikerni disebabkan oleh penyebab lainnya. Termasuk "intensif" pada diabetes tipe 1 yang diobati dengan insulin.
di dalarn ini rnisalnya tumor pankreas, penyakit hati Angka kejadian hipoglikemi pada DMTI lebih tinggi dari
kronis, penyakit ginjal kronis, tumor pankreas, keganasan, pada DM tipe 2, tapi darnpak yang ditimbulkannya justru
konsurnsi obat-obatan tertentu (selain obat diabetes), dan lebih serius bila ini terjadi pada DMT2. Pada DMT2, apalagi
beberapa kelainan yang jarang diternukan. dengan usia lanjut, hipoglikernia tidakjarang rnencetuskan
Hipoglikerni adalah suatu keadaan klinis yang serius gejala serius seperti stroke, infark rniokard, gagal jantung
dan bahkan dapat rnernbawa kernatian. Oleh karena itu, akut, dan aritrnia ventrikular.
baik para pelayan kesehatan rnaupun rnereka yang berisiko
tinggi terhadap kejadian ini harus rnernaharninya.

Tubuh rnernerlukan kadar GD yang normal rnelalui


regulasi GD yang fisiologis untuk rnernenuhi kebutuhan
Hipoglikerni merupakan suatu terrninologi klinis yang energi jaringan. Pada kejadian hipoglikemi, mekanisrne
digunakan untuk keadaan yang disebabkan oleh pertahanan tubuh yang berfungsi akan rnengaktivasi
rnenurunnya kadar glukosa dalarn darah sampai pada beberapa sistem neuroendokrin, tidak berlangsung
tingkat tertentu sehingga rnernberikan keluhan (symptom) secar2 adekuat atau mengalarni gangguan. Gangguan
dan gejala (sign). rnekanisrne tersebut rnenyebabkan keadaan hipoglikerni
2356 DIABETES MILITUS

karena tubuh gagal mempertahankan kadar normal GD


baik oleh penyebab dari luar maupun dalam tubuh sendiri.
Kemampuan regulasi glukosa secara normal diatur melalui Secara etiologis hipoglikemi disebabkan oleh :
rangkaian beberapa proses yang terjadi secara seimbanc 1. Penggunan obat-obatan diabetes seperti insulin,
dalam tubuh. Terjadi keseimbangan antara beberapa sulfonilurea yang berlebihan. Penyebab terbanyak
proses diantaranya absorbsi glukosa di saluran cerna, hipoglikemia umumnya terkait dengan diabetes.
uptake glukosa oleh jaringan, glikogenesis, glikogenolisis. 2. Obat-obatan lain meskipun jarang terjadi namun
glukoneogenesis, yang secara keseluruhan dipengaruhi dapat menyebabkan hipoglikemia adalah beta-
oleh seperangkat hormon. blockers, pentarnidine, kombinasi sulfometoksazole
Beberapa horrnon utama yang berperan dalam dan trirnethoprim.
mengatur keseimbangan tersebut diantaranya insulin, 3. Sehabis rninum alkohol, terutama bila telah lama
glukagon, epinefrin (adrenalin), kortisol, dan growth berpuasa dalam keadaan lama.
hormone. Ada tiga sistern neuroendokrin penting yang 4. Intake kalori yang sangat kurang.
berperan dalam mengatasi hipoglikemi, yang tekerja 5. Hipoglikemia reaktif.
secara simultan: 6. lnfeksi berat, kanker yang lanjut, gagal ginjal, gagal
1. Sel alfa pp. Langerhans: memberi efek penekanan hepar.
sekresi insulin (sel beta), serta meningkatkan sekresi 7. lnsufisiensi adrenal.
glukagon, yang akan meningkatkan kadar GD melalui 8. Kelainan kongenital yang menyebabkan sekresi insulin
mekanisme glikogenolisis dan glukoneogen;.sis di berlebihan (pada bayi).
hepar. 9. Hepatoma, rnesothelioma, fibrosarkoma.
2. Hypothalamic glucose sensor di otak: mengaktivasi 10. lnsulinoma (topik ini akan dibicarakan tersendiri).
sistem saraf simpatis untuk menghasilkan adrenalin
yang aksinya di hepar akan meningkatkan kadar
glukosa darah melalui rnekanisme yang sama dengan DIAGNOSIS
glukagon.
3. Hipofise anterior: mensekresikan hormon ACTH yang Untuk mernbuat diagnosis hipoglikemi, berdasarkan
menstimulasi kelenjar adrenal rnelepaskan kortisol definisi diperlukan adanya trias dari Whipple (Whipple
kedalam sirkulasi darah, yang menimbulka7 efek triad) yang terdiri atas: 1. Adanya gejala klinis hipoglikemi,
yang sama seperti glukagon. Demikian pula growth berdasarkan anamnesis dan peneriksaan jasrnani, 2.
hormone, disekresikan oleh hipofise anterio- yang Kadar glukosa dalam plasma yang rendah pada saat
juga berdampak pada peningkatan produksi glukosa yang bersaman, berdasarkan pemeriksan penunjang/
di hepar. Patut dicatat bahwa khusus untuk hormon laboratorium, dan 3. Keadaan klinis segera rnembaik
kortisol dan growth hormone, dapat memberikan segera setelah kadar glukosa plasma menjadi normal
efek sebaliknya yakni menurunkankan kadar glukosa setelah diberi pengobatan dengan pemberian glukosa.
melalui mekanisme deposit glukosa di jaringan
perifer. Namun efek ini baru timbul setelah beberapa
GEJALA KLlNlS
jam setelah pemberian sehingga pada p r o l ~ n g e d
hipoglikemia, fenornena ini harus dipikirkan.
Pada dasarnya, keluhan maupun gejala klinis hipoglikemi,
Regulasi GD yang normal diperlukan tubuh untuk terjadi oleh karena dua penyebab utama yakni: 1.
memenuhi kebutuhan energi di jaringan. Pada keadaan Terpacunya aktivitas sistem saraf otonorn, terutama
normal, terjadi keseimbangan antara proses aksorbsi simpatis, dan 2. Tidak adekuatnya suplai glukosa ke
glukosa di saluran cerna, uptake glukosa oleh jaringan, jaringan serebral (neuroglikopenia). Cukup banyak
glikogenesis, glikogenolisis, glukoneogenesis, yang kejadian hipoglikemi luput dari pengarnatan pasien dan
dipengaruhi oleh seperangkat hormon. Hipoglikemi dokter disebabkan spektrum gambaran klinis yang cukup
terjadi ketika tubuh gagal mempertahankan kadar normal lebar serta kurangnya pemahaman pasien terhadap
glukosa darah (GD) oleh penyebab dari luar ataupun hipoglikemi tersebut. Pada tahap awal hipoglikernia,
dalam tubuh. Keadaan ini disebabkan oleh ketidak- respon pertama dari tubuh adalah peningkatan hormon
m'a'mpuan tubuh dalam rnengatur regulasi glukosa melalui adrenalin/epinefrin, sehingga menimbulkan gejala
rangkaian beberapa proses yang terjadi secara seimbang. neurogenik seperti.
Keseimbangan tersebut dipengaruhi oleh beberapa Gemetaran
hormon yang penting, diantaranya insulin, glukagon, Kuli lembab dan pucat
epinefrin (adrenalin), kortisol, dan growth hormone. Rasa cemas
HIPOGLIKEMI: PENDEKATAN KLlNlS D A N PENATALAKSANAAN

Keringat berlebihan
Tabel 1. Rentang Kadar Glukosa Serum yang Normal
Rasa lapar
Mudah rangsang Rentang batas kadar glukosa darah (GD) normal
Penglihatan kabur atau kembar Pada subjek yang tidak menderita diabetes

Gejala klinis biasanya muncul pada kadar glukosa Kadar GD bangun pagi
(berpuasa)
darah (GD) <60 mg/dL, meskipun pada orang tertentu
sudah dirasakan di atas kadar tersebut (<70 mg/dL). Tapi Setelah makan 70-140 rng/dL
pada umumnya pada kadar GD <50 mg/dL, telah memberi Kadar GD subjek penderita diabetes
dampak pada fungsi serebral.
Sebelum makan 70-130 mg/dL
Pada tahap lanjut, hipoglikemia akan memberikan
1-2jam setelah mulai
gejala defisiensi glukosa pada jaringan serebral (gejala
rnakan
neuroglikopenik) yakni:
Sulit berpikir
Bingung
Sakit kepala PENGOBATAN
Kejang-kejang
Koma Tqjuan pengobatan pada prinsipnya untuk mengembalikan
tadar glukosa darah kembali normal, sesegera mungkin.
Bila keadaan hipoglikemia tidak cepat teratasi, maka
dapat menimbulkan kecacatan bahkan kematian. .4. Pad3 penderita hipoglikemia dengan gambaran klinis
-ingan sadar, dan kooperatif, penanggulangan biasanya
akan cukup efektif dengan memberikan makanan atau
BATAS (CUT-OFF) KADAR GLUKOSA PLASMA ninuman yang manis mengandung gula seperti pilihan
tdi bawah ini:
Mengenai batas (cut-off) kadar glukosa plasma berapa 2-3 tablet glukosa, atau 2-3 sendok teh gula atau
yang disebut rendah yang secara klinis disebut hipoglikemi, madu
masih kontroversi. Debat mengenai cut-off ini berkembang 120-175 jus jeruk
karena masing-masing pihak punya argumentasi sendiri- Segelas (+200 cc) susu 'non fat' (lemak dan coklat akan
sendiri. Beberapa pertimbangan yang mempengaruhi cara memperlambat absorpsi glukosa di usus)
penentuan nilai tersebut yakni: 1. Cara pemeriksaan kadar Setengah kaleng 'soft drink' misalnya coca cola, dll.
glukosa plasma, dan 2. Umur subjek yang diperiksa.
Pada umumnya dalam 20 menit keadaan hipoglikemia
Cara pemeriksaan: Sampel darah yang diambil
:elah teratasi, kadar glukosa kembali normal. Bila dengan
mempengaruhi hasil yang didapatkan. Darah plasma
lcara di atas tidak teratasl, maka dilanjutkan ke pengobatan
dan serum tidak banyak berbeda. Darah arteri akan
~ahapanjut.
memberikan hasil yang relatif lebih tinggi daripada
darah vena, terutama apabila yang diukur adalah kadar 3. Pada hipoglikemi tahap lanjut, terutama yang telah
glukosa darah postprandial (perbedaan +lo%), dan darah ~lernperlihatkangejala neuroglikopeni, rnemerlukan
kapiler terletak diantaranya. Jika sampel darah berasal pengobatan lebih intensif:
dari whole blood, pada perneriksaan menggunakan lnfus larutan dextrosa, dianggap sebagai first /me
glukometer dari darah ujung jari misalnya, maka hasilnya treatment karena paling efektif dalam waktu cepat.
10-15% lebih rendah daripada darah plasma vena. Bila tidak berhasil, d~tambahkansuntikan glukagon
Beberapa keadaan yang dapat pula berpengaruh dalarn intravena atau intramuskuler. Biasanya dalam 10 menit
pengukuran kadar glukosa darah adalah hematokrit yang akan mengembalikan kesadaran penderita. Glukagon
abnormal, polisitemia, keterlambatan pemeriksaan setelah akan lebih efektif apabila sebelumnya pada penderita
darah diambil, dan beberapa faktor lainnya yang jarang masih tersedia cadangan glikogen dan kurang atau
ditemukan. ticak efektif pada mereka yang sebelumnya telah
Umur dari subjek yang diperiksa: Faktor usia dalam keadaan puasa dalam jangka waktu lama.
berpengaruh terhadap batasan kadar glukosa darah yang Ur~tukinsufisiensi adrenal, suntikan hidrokortison
normal. Kadar glukosa darah puasa anak-anak ternyata inrramuskuler berperan dalam memacu proses
lebih rendah daripada dewasa. Sekitar 5% dari orang glukoneogenesis.
dewasa memiliki kadar glukosa darah puasa di bawah 70 Te-utama pada anak-anak: suntikan growth hormone
mg/dL, sedangkan lebih dari 5% anak-anak memiliki kadar Jika masih gagal, diaxozide (Proglycem), atau
glukosa darah puasa di bawah 60 mg/dL. streptozotocin (Zanosar) yang berkhasiat menekan
2358 DIABETES MILITUS

sekresi insulin oleh sel beta. Diazoxide efektif untuk


pengobatan hipoglikernia akibat sekresi insulin
berlebihan oleh tumor
Tindakan operatif untuk penyebab tumor (insulinorna),
atau non islet cell tumor hypoglycemia (NICTH).

PENCEGAHAN

Penting untuk rnernberikanpengertian rnengenaipenyebab


kejadian hipoglikemia, gejala yang ditimbulkann;ia dan
pengetahuan tentang cara rnengatasi keadaan tersebut
kepada rnereka yang berisiko. Edukasiterhadap penderita
diabetes rnengenai apa itu diabetes dan apa efek yang
ditirnbulkan obat-obatan terhadap kadar glukosa darah.
haruslah terrnasuk dalarn bagian dari pengelolaan.

REFERENSI

1. American Diabetes Association. Standards of medical care ir.


diabetes 2011. Diabetes Care. 2011;34 Sup11:Sll-S61
2. Amiel SA, Iatrogenic hypoglycemia. In: Joslin's Lliabetes
Mellitus, 14th ed. Philadelphia: Lippincot William & Wilkins:
2005 : chap 40.
3. Cryer PE, Axelrod L, Grossman AB, Heller SR, Montori
VM, Seaquist ER, Service FJ (March 2009). "Evaluation and
management of adult hypoglycemic disorders: an Endocrine
Society Clinical Practice Guideline". J. Clin. Endocrinol.
Metab.94 (3): 709-28.
4. Cryer PE. Glucose homeostasis and hypoglycernia. In
Kronenberg HM, Melmed S, Polonsky KS, Larsen PR.
Kronenberg: Williams Textbook of Endocrinology. Llth ed
Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier; 2008:chap 33.
5. Holt P. Hypoglycemia. In: Diabetes in Hospital: A Fractical
Approach for Healthcare Proffesionals, 1st ed. Hong Kong
SNP Best Typesetter; 2009: pp 61.-70.
307
KOMPLIKASI KRONIK DIABETES:
MEKANISME TERJADINYA,DIAGNOSIS,
DAN STRATEGI PENGELOLAAN
Sarwono Waspadji

PENDAHULUAN banyak dilaksanakan pada tingkat pelayanan kesehatan


prime- sebagai mini klinik diabetes. Demikian pula
Dari berbagai penelitian epidemiologis sudah jelas berbagai rumah sakit dengan sarana pengelolaan yang
terbukti bahwa insidensi diabetes melitus (DM) meningkat lebih canggih akan disibukkan dengan rujukan untuk
menyeluruh di sernua ternpat di bumi kita ini. Penelitian kasus yang lebih kornpleks. Baik apabila para penyandang
epidemiologis yang dikerjakan di Indonesia dan terutama diabetss rnelitus tersebut di kelola pada tingkat pelayanan
di Jakarta dan berbagai kota besar di Indonesia juga kesehatan primer maupun kernudian di tingkat pelayanan
jelas menunjukkan kecenderungan serupa. Peningkatan kesehatan yang lebih lengkap peralatannya, jelas tidak
insidensi diabetes melitus yang eksponesial ini tentu dirag~kanlagi perlunya identifikasi dini orang yang
akan diikuti oleh meningkatnya kemungkinan terjadinya rnempunyai risiko tinggi untuk terjadinya komplikasi dan
komplikasi kronik diabetes melitus. Berbagai penelitian kemudian perlunya ditegakkan diagnosis dini kornplikasi
prospektif jelas menunjukkan meningkatnya penyakit kronik DM. Sernua ha1 tersebut diharapkan akan dapat
akibat penyurnbatan pembuluh darah, baik mikrovaskular rnengurangi beban biaya yang harus dipikul rnasyarakat
seperti retinopati, nefropati maupun makrovaskular dibandingkan dengan mengelola komplikasi yang sudah
seperti penyakit pembuluh darah koroner dan juga terjadi.
pernbuluh darah tungkai bawah. Retinopati merupakan Walaupun jelas akan terjadinya beban komplikasi
sebab kebutaan yang paling mencolok pada penyandang kronik DM yang semakin menggunung di depan kita, saat
diabetes melitus. Penyandang diabetes rnelitus sernakin ini agaknya nasib para penyandang DM rnungkin akan
banyak memenuhi ruang dialisis dibanding dengan lebih cerah. Dari berbagai penelitian berskala besar sudah
beberapa dekade sebelurnnya. Dernikian pula halnya dapat dibuktikan bahwa dengan cara pengelolaan yang
dengan penyakit jantung koroner. Tentu saja pengaruh modern, disertai dengan pemantauan yang juga lebih baik
terhadap kesehatan rnasyarakat terutarna jika ditinjau akan dapat dicapai pengendalian keadaan metabolik yang
dari sudut biaya yang perlu dikeluarkan untuk mengelola lebih baik lagi. Demikian pula halnya dengan pengaruh
kornplikasi kronik tersebut akan sangat rnernbengkak. yang jelas nyata dan baik dari pendidikan dan penyuluhan,
Berbagai penelitian baik di negara maju maupun negara semuanya bersama secara bermakna akan dapat
berkembang seperti di Republik Rakyat Cina jelas mencegah kemungkinanterjadinya komplikasi kronik DM,
menunjukkan peningkatan biaya yang harus dikeluarkan setidaknya mengurangi laju perburukan komplikasi DM
jika komplikasi kronik diabetes sudah terjadi. yang sudah terjadi.
Mengelola penyandang diabetes merupakan tugas Mengingat adanya berbagai kernajuan dalam bidang
yang akan menjadi semakin penting pada pelayanan ilmu biologi kedokteran danjuga teknologi inforrnasi, para
kesehatan saat ini. Pengelolaan diabetes melitus akan klinisi dan para peneliti ditantang untuk selalu rnenarnbah
DIABETES MILITUS

khasanah pengetahuannya dan menerapkan apa yang rinci pada berbagai kesempatan lain.
diketahuinya sedemikian rupa sehingga bermanfaat untuk Patogenesisterjadinya kelainanvaskular pada diabetes
efisiensi dan keberhasilan pengelolaan kesehatan terutama melitus meliputi terjadinya imbalans metabolik maupun
untuk penyandang diabetes. Diabetes memk,erikan hormonal. Pertumbuhan sel otot polos pernbuluh darah
pengaruh terhadap terjadinya kornplikasi kronik nelalui niaupun sel mesangial keduanya distimulasi oleh sitokin.
adanya perubahan pada sistern vaskular. Pada penyandang Kedua macarn sel tersebut juga berespons terhadap
diabetes melitus terjadi berbagai macarn perubahan berbagai susbtansi vasoaktif dalarn darah, terutarna
biologis vaskular dan perubahan-perubahan tersebut angiotensin II. Di pihak lain adanya hiperinsulinernia
rneningkatkan kernungkinan terjadinya kornplikasi seperti yang tarnpak pada DM tipe 2 atau pun juga
kronik diabetes rnelitus. Dengan demikian, pengetahuan pernberian insulin eksogen ternyata akan mernberikan
rnengenai diabetes dan kornplikasi vaskularnya baik stimulus mitogenik yang akan rnenambah perubahan yang
mengenai mekanisme terjadinya, rnetoda deteksi dini terjadi akibat pengaruh angiotensin pada sel otot polos
rnaupun strategi pengelolaannya rnenjadi penting untuk pernbuluh darah maupun pada sel mesangial. Jelas baik
dimengerti dan diketahui. faktor hormonal maupun faktor metabolik berperan dalarn
patogenesis terjadinya kelainan vaskular diabetes.
Jaringan kardiovaskular, demikian juga jaringan lain
MEKANISMETERJADINYAKOMPLIKASI KRONIK yang rentan terhadap terjadinya komplikasi kronik diabetes
DIABETES MELITUS (jaringan syaraf, sel endotel pembuluh darah dan sel retina
serta lensa) rnempunyai kemampuan untuk mernasukkan
Jika dibiarkan tidak dikelola dengan baik, diabetes rnelitus glukosa dari lingkungan sekitar ke dalam sel tanpa harus
akan menyebabkan terjadinya berbagai komplikasi kronik, rnemerlukan insulin (insulin independent), agar dengan
baik mikroangiopati maupun makroangiopati. Adanya demikian jaringan yang sangat penting tersebut akan
perturnbuhan sel dan juga kernatian sel yang tidak diyakinkan mendapat cukup pasokan glukosa sebelurn
normal merupakan dasar terjadinya komplikasi kronik glukosa tersebut dipakai untuk energi di otot rnaupun
diabetes melitus. Kelainan dasar tersebut sudah dibuktikan untuk kemudian disimpan sebagai cadangan lemak. Tetapi
terjadi pada para penyandang diabetes melitus maupun pada keadaan hiperglikemia kronik, tidak cukup terjadi
juga pada berbagai binatang percobaan. Perubahan down regulation dari sistem transportasi glukosa yang
dasarldisfungsi tersebut terutama terjadi pada endotel non-insulin dependen ini, sehingga sel akan kebanjiran
pernbuluh darah, sel otot polos pembuluh darah maupun masuknya glukosa; suatu keadaan yang disebut sebagai
pada sel mesangial ginjal, semuanya rnenyebabkan hiperglisolia.
perubahan pada pertumbuhan dan kesintasan sel, yang Hiperglisolia kronik akan mengubah homeostasis
kernudian pada gilirannya akan rnenyebabkan teradinya biokimiawi set tersebut yang kemudian berpotensi untuk
komplikasi vaskular diabetes. Pada retinopati diabetik terjadinya perubahan dasar terbentuknya komplikasi kronik
proliferatif, didapatkan hilangnya sel perisit dan terjadi diabetes, yang meliputi beberapa jalur biokimiawi seperti
pembentukan mikroaneurisrna. Di samping itu juga terjadi jalur reduktase aldosa,jalur stres oksidatif sitoplasmik,jalur
hambatan pada aliran pernbuluh darah dan kernudian pleiotropik protein kinase C dan terbentuknya spesies
terjadi penyumbatan kapiler. Semua kelainan terseb~takan glikosilasi lanjut intraselular.
meyebabkan kelainan mikrovaskular berupa lokus iskemik
dan hipoksia lokal. Sel retina kemudian merespons dengan Jalur Reduktase Aldosa
meningkatnya ekspresi faktor pertumbuhan endotel Pada jalur reduktase aldosa ini, oleh enzim reduktase
vaskular (Vascular Endothelial Growth Factor=VEGF) dan aldosa, dengan adanya coenzim NADPH, glukosa
selanjutnya memacu terjadinya neovaskularisasi pembuluh akan diubah menjadi sorbitol. Kemudian oleh sorbitol
darah. Pada nefropati diabetik, terjadi peningkatan dehidrogenase dengan memanfaatkan nikotiamid adenin
tekanan glomerular, dan disertai meningkatnya rnatriks dinukleotida teroksidasi (NAD+), sorbitol akan dioksidasi
ekstraselular akan menyebabkan terjadinya penebalan menjadi fruktosa. Sorbitol dan fruktosa keduanya tidak
membran basal, ekspansi mesangial dan hipertrofi terfosforilisasi, tetapi bersifat sangat hidrofilik, sehingga
glomerular. Semua itu akan menyebabkan berkurangnya lamban penetrasinya melalui membran lipid bilayer.
area filtrasi dan kemudian terjadi perubahan selanjutnya Akibatnya terjadi akumulasi polio1 intraselular, dan sel
yang mengarah ke terjadinya glomerulosklerosis. akan kembang, bengkak akibat masuknya air ke dalam
Terjadinya plak aterosklerosis pada daerah sukintimal sel karena proses osmotik. Sebagai akibat lain keadaan
pembuluh darah yang kemudian berlanjut pada terbentuknya tersebut, akan terjadi pula imbalans ionik dan irnbalans
penyumbatan pembuluh darah dan kemudian s ndrom metabolit yang secara keseluruhan akan mengakibatkan
koroner akut semuanya sudah dibicarakan dengan lebih terjadinya kerusakan sel terkait.
KOMPLlKASl KRONIK DIABETES: MEKANISME TERJADINYA, DlAGNIOSIS DAN STRATEGI PENCELOLAAN 2361

Aktivasijalur polio1 akan menyebabkan meningkatnya juga akan berpengaruh menurunkan aktivitas fibrinolisis.
turn over NADPH, diikuti dengan rnenurunnya rasio Semua keadaan tersebut akan rnenyebabkan perubahan-
NADPH sitosol bebas terhadap NADP+. Rasio sitosol perubahan yang selanjutnya akan mengarah kepada
NADPH terhadap NADP+ ini sangat penting dan kritikal proses angiopati diabetik.
untuk fungsi pembuluh darah. Menurunnya rasio NADPH
sitosol terhadap NADP+ ini dikenal sebagai keadaan Jalur Stres Oksidatif
pseudohipoksia. Hal lain yang penting pula adalah bahwa Stres oksidatif terjadi jika ada peningkatan pembentukan
sitosolik NADPH juga sangat penting dan diperlukan radikal bebas dan menurunnya sistern penetralan
untuk proses defens antioksidans. Glutation reduktase dan p,embuangan radikal bebas tersebut. Adanya
juga memerlukan sitosolik NADPH untuk rnenetralisasikan peningkatan stres oksidatif pada penyandang diabetes
berbagai oksidans intraselular. Menurunnya rasio NADPH akan menyebabkan terjadinya proses autooksidasi glukosa
terhadap NADP+ dengan demikian menyebabkan dan berbagai substrat lain seperti asam amino dan lipid.
terjadinya stres oksidatif yang lebih besar. Terjadinya Peningkatan stres oksidatif juga akan rnenyebabkan
hipergliksolia melalui jalur sorbitol ini juga memberikan terjadinya peningkatan proses glikasi protein yang
pengaruh pada beberapa jalur rnetabolik lain seperti kernudian berlanjut dengan rneningkatnya produk
terjadinya glikasi nonenzirnatik intraselular dan aktivasi glikasi lanjut. Peningkatan stres oksidatif pada gilirannya
protein kinase C. akan rnenyebabkan pengaruh langsung maupun tidak
langsung terhadap sel endotel pembuluh darah yaitu
Jalur Pembentukan Produk Akhir Glikasi Lanjut dengan terjadinya peroksidasi rnernbran lipid, aktivasi
Proses glikasi protein non-enzimatik terjadi baik intra faktor transkripsi (NF-KB), peningkatan oksidasi LDL dan
rnaupun ekstraselular. Proses glikasi ini dipercepat oleh kemudian juga pernbentukan produk glikasi lanjut.
adanya stres oksidatif yang meningkat akibat berbagai Memang didapatkan saling pengaruh antara produk
keadaan dan juga oleh peningkatan aldosa. Modifikasi glikasi lanjut dan spesies oksigen reaktif (reactive oxygen
protein oleh karena proses glikasi ini akan menyebabkan spesies = ROS). Produk glikasi lanjut akan memfasilitasi
terjadinya perubahan pada jaringan dan perubahan pada pembentukan spesies oksigen reaktif, sebaliknya spesies
sifat sel rnelalui terjadinya cross linking protein yang oksigen reaktif akan mernfasilitasi pembentukan produk
terglikosilasi tersebut. Perubahan ini akan rnenyebabkan glikasi lanjut. Spesies okigen reaktif akan merusak lipid
perubahan fungsi sel secara langsung, dapat juga secara dan protein melalui proses oksidasi, cross linking dan
tidak langsung rnelalui perubahan pengenalan oleh fragrnentasi yang kemudian memfasilitasi rneningkatnya
reseptornya atau perubahan pada tempat pengenalannya produksi AGE. Sebaliknya produksi AGE juga akan
sendiri. rnernfasilitasi pembentukan ROS, melalui perubahan
Pengenalan produk glikasi lanjut yang berubah oleh struktural dan perubahan fungsi protein (pembuluh darah,
reseptor AGE (RAGE = Receptor for Advanced Glycation rnembran sel dsb)
End Product) rnungkin merupakan ha1 yang penting Seperti telah dikernukakan, proses selanjutnya setelah
untuk kernudian terjadinya komplikasi kronik diabetes. berbagai jalur biokimiawi yang rnungkin berperan pada
Segera setelah perikatan antara RAGE dan ligandnya, pembentukan kornplikasi kronik DM melibatkan berbagai
akan terjadi aktivasi mitogen activated protein kinase proses patobiologik seperti proses inflamasi, prokoagulasi
(MAPK) dan transforrnasi inti dari faktor traskripsi NF-kB, dan sistem renin angiotensin. PPAR juga dikatakan
sehingga terjadi perubahan transkripsi gen target terkait mungkin terlibat pada proses patobiologik terjadinya
dengan rnekanisrne proinflamatori dan rnolekul perusak kornplikasi kronik DM.
jaringan.
lnflamasi
Jalur Protein Kinase Dari pembicaraan di atas tampak bahwa berbagai
Hiperglikemia intraselular (hiperglisolia) akan rnenyebabkan mekanisme dasar mungkin berperan dalarn terbentuknya
meningkatnya diasilgliserol (DAG) intraselular, dan komplikasi kronik DM yaitu antara lain aktivasi jalur
kemudian selanjutnya peningkatan protein Kinase C, reduktase aldosa, stres oksidatif, terbentuknya produk
terutama PKC Beta. Perubahan tersebut kemudian akan akhir glikasi lanjut atau prekursornya serta aktivasi PKC,
berpengaruh pada sel endotel, menyebabkan terjadinya yang sernuanya itu akan menyebabkan terjadinya disfungsi
perubahan vasoreaktivitas melalui keadaan meningkatnya endotel, mengganggu dan mengubah sifat berbagai
endotelin 1 dan menurunnya e-NOS. Peningkatan PKC protein penting dan kemudian akan memacu terbentuknya
akan menyebabkan proliferasi sel otot polos dan juga sitokin proinflamasi serta faktor perturnbuhan seperti
menyebabkan terbentuknya sitokin serta berbagai faktor TGF-B dan VEGF. Berbagai macam sitokin seperti
pertumbuhan seperti TGF Beta dan VEGF. Protein kinase C rnolekul adhesi (ICAM, VICAM, E-selectin, P-selectin
DIABETES MILITUS

dsb.) dengan jelas sudah terbukti meningkat jumlahnya polos, endotel dan monosit. Ligand terhadap PPAR alpha
pada penyandang DM. Prototipe petanda adanya proses terbukti mempunyai efek inflamasi. Pada tikus percobaan
inflamasi yaitu CRP dan NF-KB pada penyandang DM juga yang tidak mempunyai PPAR alpha didapatkan respons
jelas meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi inflamasi yang memanjang jika tikus tersebut distimulasi
Alc. Jelas bahwa proses inflamasi penting pada terjadinya dengan berbagai stimulus. Pada sel otot polos pembuluh
komplikasi kronik DM. darah, asam fibrat, (suatu ligand PPAR) terbukti dapat
menghambat signal proinflamatori akibat rangsangan
Peptida Vasoaktif sitokin dari NF-KB dan API. Dari beberapa kenyataan
Berbagai peptida berpengaruh pada peng.aturan tersebut, dapat disimpulkan bahwa PPAR terkait juga
pembuluh darah, dan disangka mungkin berperan pada dengan terjadinya komplikasi kronik DM.
terjadinya komplikasi kronik DM. Insulin merupakan Setelah melihat berbagai kemungkinan jalur
peptida pengatur yang terutama mengatur konsentrasi mekanisme terjadinya komplikasi kronik DM serta
glukosa darah. selanjutnya keterlibatan berbagai proses patobiologik
lnsulin juga mempunyai peran pengatur mitogenik. lain, tampak bahwa yang terpenting pada pembentukan
Pada konsentrasi yang biasa didapatkan pada penyandang dan kemudian lebih lanjut progresi komplikasi vaskular
DM dan hipertensi, insulin dapat memfasilitasi terjadinya diabetes adalah hiperglikemia, resistensi insulin, sitokin
proliferasi sel seperti sel otot polos pembuluh darah. dan substrat vasoaktif. Tampak pula bahwa apa pun jalur
Insulin juga mempunyai pengaruh lain yaitu sebagai mekanisme yang terjadi dan proses lain yang terlibat
hormon vasoaktif. Insulin secara fisiologis melalui yang terpenting adalah adanya hiperglikemia kronik dan
NO dari endotel, mempunyai pengaruh terhadap selanjutnya peningkatan glukosa sitosolik (hiperglisolia).
terjadinya vasodilatasi pembuluh darah. Pengaruh ini Apakah dengan menurunkan dan memperbaiki keadaan
bergantung pada banyaknya insulin dalam darah (dose hiperglikemia ini kemudian dapatterbukti akan menurunkan
dependent). Pada keadaan resistensi insulin dengan komplikasi kronik DM?
adanya hiperinsulinemia pengaruh insulin untuk terjadinya Beberapa penelitian epidemiologis dalam skala besar
vasodilatasi akan menurun. dan jangka lama seperti LlKPDS telah dapat membuktikan
Peptida vasoaktif yang lain adalah angiotensin II, yang dengan sangat baik bahwa dengan memperbaiki
dikenal berperan pada patogenesisterjadinya pertumbuhan hiperglikemia melalui berbagai cara dapat secara
abnormal pada jaringan kardiovaskular dan jaringan bermakna menurunkan komplikasi kronik DM, terutama
ginjal. Pengaruh angiotensin II dapat terjadi melalui 2 komplikasi mikrovaskular, yang merupakan komplikasi
macam reseptor yaitu reseptor AT1 dan reseptor AT2. kronik khas DM akibat hiperglikemia. Sedangkan untuk
Sebagian besar respons fisiologis terhadap angiotensin komplikasi makrovaskular walaupun jelas didapatkan
berjalan melalui reseptor ATI. Penghambatan terhadap penurunan tetapi penurunan tersebut tidak bermakna.
kerja angiotensin II memakai Ace inhibitor terbukti Kemungkinan besar karena untuk terjadinya komplikasi
dapat mengurangi kemungkinan terjadinya penyakit makrovakular banyak sekali faktor lain selain hiperglikemia
kardiovaskular. yang juga berpengaruh, seperti faktor tekanan darah dan
juga faktor lipid. Pada UKPDS jelas didapatkan bahwa
Prokoagulan menurunkan tekanan darah tinggi dapat memberikan
Segera setelah terjadi aktivasi PKC akan terjadi penurunan pengaruh yang nyata bermakna terhadap penurunan
fungsi fibrinolisis dan kemudian akan menyebabkan komplikasi makrovaskular DM. Berbagai faktor lain terkait
meningkatnya keadaan prokoagulasi yang kemudian pada komplikasi kronik DM, termasuk merokok tentu saja harus
gilirannya akan menyebabkan kemungkinan penyumbatan diperhatikan dalam usaha menurunkan tingkat kejadian
pembuluh darah. Pada penyandang DM dengan adanya berbagai komplikasi kronik DM. Pada pembicaraan berikut
hiperglikemia melalui berbagai mekanisme akan akan dikemukakan hal-ha1 yang perlu dikerjakan untuk
menyebabkan terjadinya gangguan terhadap pengaturan berbagai faktor terkait komplikasi DM tersebut, yaitu untuk
berbagai macam fungsi trombosit, yang kemudian juga diagnosis dini dan strategi pengelolaannya.
akan menambah kemungkinan terjadinya keadaan
prokoagulasi pada penyandang DM. Dengan demikian
jelas adanya peran faktor prokoagulasi pada kemungkinan CARA DIAGNOSIS DIN1
terjadinya komplikasi kronik DM.
Mencegah jauh lebih baik dari mengobati. Pemeo ini juga
PPAR sangat tepat untuk diterapkan pada komplikasi kronik
Ekspresi PPAR didapatkan pada berbagai jaringan vaskular DM. Biaya yang diperlukan akan sangat membengkak
dan berbagai kelainan vaskular, terutama pada sel otot sekiranya sudah terjadi komplikasi kronik DM. Oleh karena
KOMPLlKASl KRONIK DIABETES: MEKANISME TERJADINYA, DIAGNOS;IS DAN STRATEGI PENGELOLAAN 2363

itu rnengenal berbagai faktor risiko terjadinya kornplikasi untuk terjadinya komplikasi kronik DM seperti tekanan
vaskular kronik DM dan kernudian usaha rnenegakkan darah, lipid dan kegemukan serta merokok. Penyandang
diagnosis dini rnenjadi sangat penting maknanya. D M d ~ n g a nrnikroalburninuria seyogyanya dikelola
oleh dokter yang berpengalarnan dan murnpuni dalam
Retinopati mernodifikasi berbagai faktor risiko terkait terjadinya
Berbagai kelainan akibat DM dapat terjadi pada retina, komplikasi kronik DM. Penyandang D M dengan laju
mulai dari retinopati diabetik non-proliferatif sampai filtrasi glomerulus atau bersihan kreatinin <30 rnL/rnenit
perdarahan retina, kernudian juga ablasio retina dan lebih seyogyanya sudah dirujuk ke ahli penyakit ginjal untuk
lanjut lagi dapat rnengakibatkan kebutaan. Diagnosis menjajagi kernungkinan dan untuk persiapan terapi
dini retinopati dapat diketahui melalui pemeriksaan pengganti bagi kelainan ginjalnya, baik nantinya berupa
retina secara rutin. Pada praktik pengeloaan DM sehari- dialisis rnaupun transplantasi ginjal.
hari, dianjurkan untuk merneriksa retina mata pada
kesernpatan pertarna perternuan dengan penyandang Penyakit Jantung Koroner
DM dan kernudian setiap tahun atau lebih cepat lagi kalau Kewaspadaan untuk kernungkinan terjadinya penyakit
diperlukan sesuai dengan keadaan kelainan retinanya. pernbuluh darah koroner harus ditingkatkan terutarna
Ada beberapa cara untuk rnerneriksa retina: untuk mereka yang rnernpunyai risiko tinggi terjadinya
Cara Langsung dengan rnernanfaatkan oftalrnoskop kelainan aterosklerosis seperti rnereka yang rnernpunyai
standard riwayat keluarga penyakit pernbuluh darah koroner atau
Oftalrnoskopi lndirek dengan slit lamp pun riwayat keluarga DM yang kuat. Jika ada kecurigaan
biornicroscope seperti rnisalnya ketidak-nyamanan pada daerah dada,
Fotografi Retina (cara penjaringan yang paling harus jegera dilanjutkan dengan pemeriksaan penjaring
dianjurkan) yang teliti untuk rnencari dan rnenangkap kemungkinan
Kelainan yang ada pada retina sangat bervariasi. adanya penyakit pernbuluh darah koroner, paling sedikit
Beberapa keadaaan rnernerlukan rujukan pada ahli d e n g ~ nperneriksaan EKG saat istirahat, kernudian
penyakit rnata. dilanjutkan dengan perneriksaan EKG dengan beban, serta
Rujukan harussesegera rnungkin: retinopati proliveratif, sarana konfirrnasi diagnosis lain untuk deteksi dini CAD.
rubeosis iridis/glaukorna neovaskular, perdarahan Pada penyandang DM, rasa nyeri rnungkin tidak nyata
vitreous, retinopati lanjut akibat adanya neruopati yang sering sekali terjadi pada
Rujukan sedini mungkin: Perubahan-perubahan penyandang DM.
pre-proliveratif, Makulopati, Menurunnya tajarn
penglihatan lebih dari 2 baris pada kartu Snellen Penyakit Pembuluh Darah Perifer
Rujukan Rutin: katarak, retinopati diabetik n o n Mengenali dan rnengelola berbagai faktor risiko terkait
proliferatif yang tidak rnengancarn rnakula/fovea terjadiiya kaki diabetes dan ulkus diabetes rnerupakan ha1
yang paling penting dalarn usaha pencegahan terjadinya
Nefropati rnasalah kaki diabetes. Adanya perubahan bentuk kaki
Kelainan yang terjadi pada ginjal penyandang D M (callus. kapalan, dll.), neurupati dan adanya penurunan
dirnulai dengan adanya rnikroalburninuria, dan kernudian suplai ldarah ke kaki rnerupakan ha1 yang harus selalu dicari
berkernbang rnenjadi proteinuria secara klinis, berlanjut dan diperhatikan pada praktik pengelolaan D M sehari-
dengan penurunan fungsi laju filtrasi glomerular dan hari. Penyuluhan pada para penyandang DM rnengenai
berakhir dengan keadaan gagal ginjal yang mernerlukan diabetes rnelitus pada urnurnnya serta perawatan kaki
pengelolaan dengan pengobatan substitusi. Perneriksaan pada khususnya harus digalakkan. Mernberdayakan
untuk rnencari rnikroalburninuria seyogyanya selalu penyandang diabetes agar dapat rnandiri rnencegah dan
dilakukan pada saat diagnosis DM ditegakkan dan setelah rnengelola berbagai ha1 sederhana terkait terbentuknya
i t u diulang setiap tahun. Penilaian terhadap adanya ulkus kaki diabetes rnaupun berbagai kornplikasi kronik DM
rnikroalburninuria harus dilakukan dengan cerrnat dan lain rnerupakan ha1 yang sangat penting untuk dilewatkan
perlu diulang beberapa kali untuk rnemberikan keyakinan begitu saja. Penggunaan rnonofilarnen SernrnesWeinstein
yang lebih besar. Beberapa keadaan dapat rnernberikan yang sangat mudah dan sangat sederhana perlu digalakkan
hasil positif palsu, seperti rnisalnya latihan jasrnani, untuk rnendeteksi insensitivitas pada kaki yang potensial
infeksi saluran kemih, hernaturia, rninurn berlebihan, cara rentar~untuk rnenyebabkan terjadinya rnasalah kaki
penarnpungan yang tidak tepat dan juga semen. diabetes dan ulkus diabetes. Dernikian juga pengukuran
Ditemukannya rnikroalburninuria rnendorong dan rutin indeks ankle-brachial merupakan ha1 yang harus
rnengharuskan agar dilakukan pengelolaan DM yang lebih dilakukan pada setiap pengunjung poliklinik DM.
intensif termasuk pengelolaan berbagai faktor risiko lain Pendekatan rnultidisipliner dengan rnengaktifkan tirn
DIABETES MILITUS

rnultidisiplin pengelola kaki sangat penting dikernbang- Pengendalian Lipid


kan di setiap sarana pengelola DM. Setiap penyandang Mengenai pengelolaan lipid pada penyandang diabetes
DM seyogyanya rnendapatkan pencerahan dan kernudahar: rnelitus juga sudah dibicarakan secara ekstensif. Pada
untuk rnendapat layanan tirn rnultidisipliner tersebut. pengelolaan dislipidernia, DM dianggap sebagai faktor
Perneriksaan kaki lengkap berkala setiap tahun rnerupakan risiko yang setara dengan penyakit jantung koroner,
ha1 yang perlu dikerjakan untuk rnencegah terjadinya sehingga adanya DM pada dislipidernia harus dikelola
kaki diabetes/ulkus-gangren diabetes yang rnerupakan secara lebih agresif dan sasaran pengelolaan lipid untuk
salah satu kornpliksai kronik DM yang paling ditakuti para penyandang DM seyogyanya lebih rendah daripada orang
penyandang DM rnaupun para pengelola DM. yang normal, non-DM, yaitu konsentrasi kolesterol LDL
kurang dari 100 rng/dL. Dianjurkan untuk rnenurunkan
konsentrasi kolesterol LDL sampai 70 rng/dL pada pasien
STRATEGI PENGELOLAANBERBAGAIKOMPLlKASl dengan penyakit pernbuluh darah koroner yang disertai
KRONIK D M DM atau dengan berbagai komponen sindrorn rnetabolik
lain seperti konsentrasi kolesterol HDL yang rendah, dan
Dengan rnengetahui berbagai faktor risiko terkait konsentrasi trigliserida yang tinggi. Demikianjuga dengan
terjadinya komplikasi kronik diabetes rnelitus secara adanya faktor risiko lain yang kuat, seperti rnisalnya pada
urnum rnaupun faktor risiko khusus kornpikasi kronik perokok berat.
diabetes rnelitus yang tertentu seperti rnikroalburninuria
untuk nefropati atau pun deforrnitas kaki untuk penyakit Faktor Lain
pernbuluh darah perifer, kernudian dapat segera dilakukan
Pola hidup sehat. Pengubahan pola hidup ke arah pola
berbagai usaha urnum untuk pencegahan kernungkinan
hidup yang lebih sehat merupakan dasar penting utarna
terjadinya komplikasi kronik diabetes melitus.
usaha pencegahan dan pengelolaan kornplikasi kronik DM.
Pola hidup sehat harus selalu diterapkan dan dibudayakan
Pengendalian Konsentrasi Glukosa
sepanjang hidup.
Saat ini pilar utarna pengelolaan DM meliputi penyuluhan,
Walaupun belurn ada bukti yang meyakinkan,
pengaturan rnakan, kegiatan jasrnani dan pernakaian obat
merokok dikatakan dapat rnernpercepat tirnbulnya
hipoglikerniak oral rnaupun insulin, baik sendiri rnaupun
rnikroalburninuria dan kernudian perkernbangan lebih
dengan cara kornbinasi berbagai obat hipoglikerniak.
lanjut ke arah makroproteinuria. Merokok juga sudah
Usaha rnenggabungkan berbagai sarana pengelolaan
dengan sangat jelas berperan penting pada terjadinya
tersebut sudah terbukti dapat dengan berrnakna
kelainan rnakrovaskular pada penyandang DM. Oleh
rnenurunkan insidensi kornplikasi kronik DM, seperti yang
karena itu berhenti rnerokok rnerupakan satu anjuran
sudah dibuktikan pada studi UKPDS, dan studi Kumarnoto
yang harus digalakkan bagi semua penyandang DM
pada DM tipe 2 serta studi DCCT pada penyandang DM
dalarn rangka pencegahan terjadinya kornplikasi kronik
tipe 1.Banyak sekali ditemui berbagai algoritrna dan
DM secara urnurn.
petunjuk praktis pengelolaan DM, terrnasuk yang diajukan
oleh Perkurnpulan Endokrinologi Indonesia pada tahun Perencanaan rnakan. Perencanaan rnakan yang sesuai
2002. Mengenai sasaran pengelolaan konsentrasi glukosa dengan anjuran pelaksanaan pola hidup rneliputi anjuran
darah untuk dapat rnenghasilkan pencegahan kornplikasi rnengenai jumlah rnasukan kalori secara keseluruhan
kronik yang maksirnal juga banyak didapatkan pada rnaupun persentase rnasing komponen d i e t baik
berbagai buku dan surnber/bacaan lain. rnakronutrien rnaupun rnikronutriennya, yang tercakup
secara keseluruhan dalarn anjuran gizi seirnbang bagi
Tekanan Darah penyandang DM.
Untuk mendapatkan tekanan darah yang sebaik-baiknya Walaupun hubungan antara rnasukan protein tinggi
guna rnencegah kornplikasi kronik DM, sudah banyak dengan risiko terjadinya rnikroalburninuria rnaupun
buku petunjuk dan algoritma yang dikemukakan,juga oleh perburukan lebih lanjut rnikroalbumiuria belum secara
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Obat pengharnbat konklusif terbukti, pada rnetanalisis sudah dapat
sistern renin angiotensin (Inhibitor ACE, ARB atau pun ditunjukkan bahwa paling sedikit pada penyandang
kornbinasi keduanya) dapat dipergunakan untuk mencegah DM tipe 1 yang disertai nefropati, restriksi rnasukan
kernungkinan terjadinya dan kernungkinan semakin protein terbukti dapat mernperlarnbat perburukan laju
bertarnbah beratnya rnikroalburninuria. Cara rnenurunkan filtrasi glomerular. Saat ini dianjurkan untuk rnernberikan
tekanan darah dan sasaran tekanan darah yang harus rnasukan protein sebanyak 0,8 g /kg berat badan idarnan
dicapai pada penyandang DM juga sudah dibicarakan bagi penyandang DM dengan nefropati. Dianjurkan untuk
dengan lebih rinci pada bagian lain buku ini. rnernberikan protein dengan nilai biologis yang tinggi.
KOMPLIKASI KRONIK DIABETES: MEKANISMETERJADINYA, DIAGNOSIS DAN STRATEGI PENGELOLAAN 2365

Sebagai pencegahan primer terjadinya kornplikasi gorong-gorong (stent) rnerupakan cara yang banyak
kronik DM, Aspirin sebanyak 75-162 rng terbukti dirnanfaatkan untuk rnernperbaikifungsi pernbuluh darah
berrnanfaat dan dianjurkan pada sernua penyandang DM koronerjantung. Beberapa kasus lain rnernerlukantindakan
di atas urnur 40 tahun yang rnernpunyai risiko tambahan operatif bedah pintas koroner untuk rnernperbaiki fungsi
untuk terjadinya kornplikasi seperti riwayat keluarga jantungnya.
yang kuat, adanya hipertensi, dislipernia, rnerokok dan
rnikroalbuniuria. Penyakit Pembuluh Darah Perifer
Alfa tokoferol, asarn alfa lipoik, dan asarn askorbat Usaha mencegah terjadinya ulkus dan gangren kaki
rnerupakan zat yang dikatakan dapat rnengurangi efek diabetik sering gagal dan penyandang DM jatuh ke
negatif stres oksidatif dan inflarnasi pada penyandang keadaan terjadinya ulkus bahkan kernudian disertai
DM. gangren yang dapat rnerenggut nyawa. Usaha untuk
rnenyelarnatkan kaki dengan rnengoptirnalisasikan
pengelolaan kaki rnenjadi sangat penting untuk
CARAKHUSUSPENCEGAHANDAN PENGELOLAAN dikerjakan. Pada pengelolaan ulkuslgangren kaki
BERBAGAI KOMPLlKASl KRONIK D M diabeyik harus selalu diperhatikan bahwa berbagai
aspek pengelolaan harus dicerrnati dengan baik: kendali
Di sarnping usaha pencegahan primer kornplikasi kronik rnetabolik, kendali infeksi, kendali vaskular, keharusan
DM secara urnum seperti yang sudah dikernukakan di atas, untuk rnengistirahatkan kaki untuk tidak rnendapat
berbagai usaha khusus dapat dikerjakan untuk rnasing- beban, penyuluhan agar penyandang DM dengan ulkus
rnasing kornplikasi kronik DM, baik berupa pencegahan dan gangren DM dapat bekerja sama mencapai tujuan
primer kornplikasi kronik rnaupun usaha mernperlarnbat untuk rnenyelarnatkan kaki, sernua harus dikerjakan
progresi kornplikasi kronik yang sudah terjadi. secara rnenyeluruh.
Pendekatan pengelolaan dengan rnernanfaatkan kerja
Retinopati sarna tirn akan sangat rnernbantu tercapainya keberhasilan
Pengobatan koagulasi dengan sinar laser terbukti dapat usaha penyelarnatan kaki diabetes ini.
berrnanfaat rnencegah perburukan retina lebih lanjut
yang kernudian mungkin akan rnengancarn rnata. Foto Neuropati
koagulasi dapat dikerjakan secara pan-retinal. Tindakan Adanys keluhan dan kernudian ditegakkannya diagnosis
lain yang rnungkin dilakukan adalah vitrektomi dengan neuropati diabetik rnengharuskan kita untuk berusaha
berbagai rnacarn cara. Dernikian pula tindakan operatif lain rnengsndalikan konsentrasi glukosa darah sebaik
seperti perbaikan ablasio retinanya dapat dilakukan untuk rnungkin.
rnenolong rnencegah perburukan fungsi rnata. Pengelolaan keluhan neuropati urnumnya bersifat
sirntomatik, dan sering pula hasilnya kurang rnernuaskan.
Nefropati Pada keadaan neuropati perifer yang disertai rasa sakit,
Setelah berbagai cara pencegahan konservatif tidak berbagai usaha untuk pencegahan dan pengelolaan DM
berhasil rnengharnbat laju perburukan filtrasi glornerular, serta berbagai faktor risikonya harus juga dikerjakan.
dan kernudian sudah rnencapai tahap gagal ginjal- Berbagai obat sirntornatik untuk nyerinya dapat pula
penyakit ginjal tahap terminal, dapat dilakukan diberikan, narnun urnurnnya tidak banyak rnenjanjikan
pengelolaan pengganti untuk rnernbantu fungsi ginjal, hasil yang baik. Saat ini didapatkan berbagai sarana
baik berupa hernodialisis rnaupun dialisis peritoneal. Di jlang dapat diberikan untuk rnengatasi keluhan rasa
sarnping kedua rnodalitas tersebut di atas, transplantasi nyeri yang hebat pada penyandang neuropati DM
ginjal rnerupakan pilihan lain terapi pengganti fungsi dengan nyeri ini. Berbagai obat untuk rnengurangi rasa
ginjal yang dapat dilakukan pada penyandang DM nyeri dapat diberikan, Dernikian pula obat berupa obat
dengan gagal ginjal. gosok seperti krirn Capsaicin (Capzacin) dapat dipakai
~ a d apenyandang DM dengan neuropati yang
Penyakit Pembuluh Darah Koroner menyakitkan.
Pengelolaan konservatif untuk penyakit pernbuluh darah Dengan adanya pengetahuan baru rnengenai
koroner dapat diberikan kepada penyandang DM. Berbagai terjadinya kornplikasi kronik DM, dan berbagai cara baru
obat tersedia untuk keperluan ini. Saat ini banyak cara baik untuk rnendeteksi dan kernudian rnengelola kornplikasi
semi-invasif rnaupun invasif yang dapat dipakai untuk kronik DM dapat dirnungkinkan keberhasilan usaha
rnenolong penyandang DM dengan penyakit pernbuluh luntuk rnencegah, rnernperbaiki, atau paling sedikit
darah koroner. Tindakan melebarkan pernbuluh darah mengurangi berbagai akibat kornplikasi kronik DM ini.
koroner secara peniupan dengan balon dan pernasangan Nasib penyandang DM diharapkan akan lebih cerah.
DIABETES MILITUS

KESIMPULAN D A N SARAN Marrero MB, Stem DM. Structure and Function of the Vessel Wall.
In: Marso SP, Stem DM, Eds. Diabetes and Cardiovascular
Disease: Integrating Science a n d Clinical Medicine.
lnsidensi DM dan kornplikasi kronik akibat DM Philade1phia:LipincotWilliams & Wilkins; 2004.p. 3-18.
rneningkat dengan pesat di seluruh dunia, terrnasuk Meeking D, Holland E, Land D. Diabetes and Foot Disease.
di Indonesia In: Shaw KM and Curnrnings MH, Eds. Diabetes Chronic
Mekanisrne terjadinya kornplikasi kronik DM sangat Complications. Second Edition. John Wiley & Sons Ltd;
2005.p. 21-41.
kornpleks, rnencakup beberapa jalur rnekanisrne Shotliff K, Duncan G. Diabetes and the Eye. In : Shaw KM and
biokirniawi dan beberapa proses patobiologik Cummings MH, Eds. Diabetes Chronic Complications.
Deteksi dini berbagai kornplikasi kronik DM seyogyanya Second Edition. John Wiley & Sons Ltd. 2005.p. 1-21.
The Indonesian Society of Endocrinology. Guidelines for the
rnerupakan bagian rutin praktik pengelolaan DM Management of Diabetes in Indonesia. Jakarta 2002.
sehari-hari The American Diabetes Association. Standard of Medical Care in
Usaha pencegahan terjadinya kornplikasi kronik DM Diabetes. Diabetes Care. 2004; 27(1); 515-35.
The American Diabetes Association. Nutrition Principles and
seyogyanya dilakukan dengan cerrnat dan sedini
Recommendation in Diabetes. Diabetes Care. 2004; 27(1);
rnungkin, yaitu dengan rnelakukan pengelolaan S36-46.
DM sedernikian rupa sehingga tercapai sasaran The American Diabetes Association. Preventive foot care in
pengendalian rnetabolik DM secara kornprehensif diabetes 2004; 27(1); S63-4.
The American Diabetes Association. Dyslipidemia danagement in
dan holistik (rnencakup bukan hanya rnengenai adults with diabetes. Diabetes Care. 2004; 27(1); S68-71.
konsentrasi glukosa darah, tetapi juga rnengenai The American Diabetes Association. Smoking and diabetes.
tekanan darah, lipid, kegernukan dan mencegah Diabetes Care. 2004; 27(1); S74-5.
The American Diabetes Association. Aspirin in diabetes. Diabetes
merokok serta berbagai faktor risiko terjadinya Care. 2004; 27(1); 572-3.
kornplikasi DM yang lain) The American Diabetes Association. Nephropathy in diabetes.
Kernungkian terjadinya komplikasi kronik DM harus Diabetes Care 2004; 27(1); S79-83.
The American Diabetes Association. Retinopathy in Diabetes.
diantisipasi sedini rnungkin dengan usaha deteksi
Diabetes Care 2004; 27(1); 934-87.
dini, dan kernudian kornplikasi yang sudah tirnbul The American diabetes association. Hypertension Management
segera dikelola sebaik-baiknya dengan memanfaatkan in Adults with Diabetes Mellitus. Diabetes Care 2004, 27(1):
berbagai sarana dan cara yang rnungkin dilakukan S65-7.
West IC. Radicals and oxidative stress in diabetes. Diabetic
baik cara yang non invasif rnaupun kemudian juga Medicine. 2000;17:171-80.
berbagai cara yang invasif

Devaraj S, Vega-Lopez S, Jialal I. Antioxidants, oxidative stress


and inflammation in diabetes. In: Marso SP, Stem DM, Eds.
Diabetes and Cardiovascular Disease: Integrating Science
and Clinical Medicine. Philadelphia: Lipincot Williams &
Wilkins; 2004.p. 19-29.
Fisher M, Shaw KM. Diabetes and the heart. In: Shaw FM and
Cummings MH, Eds. Diabetes Chronic complications,Second
Edition. John Wiley &Sons Ltd; 2005.p. 121-41.
Grant PJ, Lucinda K, Summers M. Diabetes, impaired fibrinolysis
and thrombosis. In: Marso SP, Stem DM, Eds. Diabetes and
Cardiovascular Disease: Integrating Science and ~Ilinica:
Medicine. Phladelphia: Lipincot Williams & Wilkins; 2004.p.
269-85.
Grundy SM, et al. Circulation 2004;110:227-39.
He Zhiheng, Ma RCW, King GL. Role of Protein Kinase C Isoforms
in Diabetic Vascular Dysfunction. In: Marso SF, Stem DMI
Eds. Diabetes and Cardiovascular Disease: Integrating Science
and Clinical Medicine. Philadelpha: Lipincot Williams &
Wilkins; 2004.p. 37-48.
Kelly R, Steinhubl SR. Platelet Dysfunction. In: Marso S?, Stem
DM, Eds. Diabetes and Cardiovascular Disease: Integrating
Science and Clinical Medicine. Philadelphia: Lpincot
Williams& Wilkins; 2004.p. 251-61.
LaRosa JC et al. N Engl J Med 2005;352:e-pages.
MacIsaac RJ, Watts GF. Diabetes and the IOdney. In: Shaw KM
and Cumrnings MH, Eds. Diabetes Chronic Complications.
Second Edition. John Wiley &Sons Ltd. 2005.p. 2141.
KAKI DIABETES
Sarwono Waspadji

PENDAHULUAN rnenorrnalkan konsentrasi glukosa darah untuk rnencegah


terjadinya berbagai kornplikasi DM tipe 2 sudah terbukti
Diabetes rnelitus (DM) adalah suatu sindrorn klinis kelainan pada berbagai penelitian epiderniologis skala besar dan
rnetabolik, ditandai oleh adanya hiperglikernia yang lama seperti rnisalnya pada UKPDS.
disebabkan oleh defek sekresi insulin, defek kerja insulin Hiperglikernia pada D M dapat t e r j a d i karena
atau keduanya. Dari berbagai penelitian epiderniologis, rnasukan karbohidrat yang berlebih, pernakaian glukosa
seiring dengan perubahan pola hidup didapatkan bahwa di jaringan tepi berkurang, akibat produksi glukosa hati
prevalensi D M rneningkat terutarna di kota besar. Jika yang bertarnbah, serta akibat insulin berkurang jurnlah
tidak ditangani dengan baik tentu saja angka kejadian rnaupun kerjanya. Dengan rnernperhatikan rnekanisrne
kornplikasi kronik DM juga akan rneningkat, terrnasuk asal terjadinya hiperglikernia ini, dapat diternpuh berbagai
kornplikasi kaki diabetes, yang akan rnenjadi topik bahasan langkah yang tepat dalarn usaha untuk rnenurunkan
utarna kali ini. konsentrasi glukosa darah sarnpai batas yang arnan untuk
Pada penyandang D M dapat terjadi kornplikasi menghindari terjadinya kornplikasi kronik DM.
pada sernua tingkat sel dan sernua tingkatan anatornik. Pilar pengelolaan diabetes terdiri dari penyuluhan,
Manifestasi kornplikasi kronik dapat terjadi pada tingkat perencanaan rnakan yang baik, kegiatan jasrnani yang
pernbuluh darah kec~l(rnikrovaskular) berupa kelainan mernadai dan penggunaan obat berkhasiat rnenurunkan
pada retina rnata, glomerulus ginjal, syaraf dan pada otot konsentrasi glukosa darah seperti golongan sekretagog
jantung (kardiorniopati). Pada pernbuluh darah besar, insulin (sulfonilurea, repaglinid dan nateglinid), golongan
rnanifestasi kornplikasi kronik D M dapat terjadi pada metforrnin, golongan inhibitor alfa glukosidase, golongan
pernbuluh darah serebral, jantung (penyakit jantung tiazolidindion dan insulin. Dengan rnengkornbinasikan
koroner) dan pernbuluh darah perifer (tungkai bawah). oerbagai rnacarn obat berkhasiat rnenurunkan konsentrasi
Kornplikasi lain D M dapat berupa kerentanan berlebih glukosa darah, akan dapat dicapai sasaran pengendalian
terhadap infeksi dengan akibat rnudahnya terjadi infeksi tonsentrasi glukosa darah yang optimal untuk rnencegah
saluran kernih, tuberkulosis paru dan infeksi kaki, yang terjadinya kornplikasi kronik DM.
kernudian dapat berkernbang rnenjadi ulkus/gangren
diabetes.
Berbagai teori dikernukakan untuk rnenjelaskan KAKI DIABETES
patogenesis terjadinya kornplikasi DM. Di antaranya yang
terkenal adalah teori jalur poliol, teori glikosilasi dan Kaki diabetes rnerupakan salah satu kornplikasi kronik
terakhir adalah teori stress oksidatif, yang dikatakan dapat DM yang paling ditakuti. Hasil pengelolaan kaki diabetes
rnenjelaskan secara keseluruhan berbagai teori sebelurnnya sering rnengecewakan baik bagi dokter pengelola rnaupun
(unifying mechanism). Apapun teori yang dianut, sernuanya penyandang DM dan keluarganya. Sering kaki diabetes
rnasih berpangkal pada kejadian hiperglikernia, sehingga berakhir dengan kecacatan dan kernatian. Sarnpai saat
usaha untuk rnenurunkan terjadinya kornplikasi DM harus ini, di Indonesia kaki diabetes rnasih rnerupakan rnasalah
dilakukan dengan rnernperbaiki, rnengendalikan dan yang rurnit dan tidak terkelola dengan rnaksirnal, karena
rnenorrnalkan konsentrasi glukosa darah. Manfaat usaha sedikit sekali orang berrninat rnenggeluti kaki diabetes.
DIABETES MILITUS

Juga belurn ada pendidikan khusus untuk rnengelola kaki Texas yang lebih kornpleks tetapi juga lebih rnengacu
diabetes (podiatrist, chiropodist belurn ada). Di sarnping kepada pengelolaan kaki diabetes. Suatu klasifikasi
itu, ketidak-tahuan rnasyarakat rnengenai kaki diabetes rnutakhir dianjurkan oleh International
rnasih sangat rnencolok, lagi pula adanya perrnasalahan Working Group on Diabetic Foot (Klasifikasi PEDlS
biaya pengelolaan yang besar yang tidak terjangkau oleh 2003-lihat lampiran). Adanya klasifikasi kaki diabetes
rnasyarakat pada urnurnnya, sernua rnenarnbah peliknya yang dapat diterirna semua pihak akan rnernperrnudah
rnasalah kaki diabetes. para peneliti dalarn rnernbandingkan hasil penelitian
Di negara rnaju kaki diabetes rnernang juga rnasih dari berbagai ternpat di rnuka burni. Dengan klasifikasi
rnerupakan rnasalah kesehatan rnasyarakat yang besar, PEDlS akan dapat ditentukan kelainan apa yang lebih
tetapi dengan kernajuan cara pengelolaan, dan adanya dominan, vaskular, infeksi atau neuropatik, sehingga arah
klinik kaki diabetes yang aktif rnengelola sejak pencegahan pengelolaan pun dapat tertuju dengan lebih baik. Misalnya
primer, nasib penyandang kaki diabetes rnenjaci lebih suatu ulkus gangren dengan critical limb ischemia (P3)
cerah. Angka kernatian dan angka arnputasi dapa: tentu lebih rnernerlukan tindakan untuk rnengevaluasi
ditekan sarnpai sangat rendah, rnenurun sebanyak 49- dan rnernperbaiki keadaan vaskularnya dahulu. Sebaliknya
85% dari sebelumnya. Tahun 2005 International Diabetes kalau faktor infeksi rnenonjol (14), tentu pernberian
Federation rnengarnbil tema Tahun Kaki Diabetes antibiotik harus adekuat. Dernikian juga kalau faktor
rnengingat pentingnya pengelolaan kaki diabetes untuk rnekanik yang dorninan (insensitivefoot, S2), tentu koreksi
dikernbangkan. untuk rnengurangi tekanan plantar harus diutarnakan.
Di RSUPN dr CiptoMangunkusurno, rnasalah kaki Suatu klasifikasi lain yang juga sangat praktis dan
diabetes rnasih merupakan rnasalah besar. Se3agian sangat erat dengan dengan pengelolaan adalah klasifikasi
besar perawatan penyandang DM selalu rnenyangkut yang berdasar pada perjalanan alarniah kaki diabetes
kaki diabetes. Angka kernatian dan angka a r p u t a s i (Edrnonds 2004-2005):
rnasih tinggi, masing-masing sebesar 16% dan 25% (data Stage 7 :Normal Foot
RSUPNCM tahun 2003). Nasib para penyandang DL4 pasca Stage 2 :High Risk Foot
arnputasi pun rnasih sangat buruk. Sebanyak 14,3 YO akan Stage 3 : Ulcerated Foot
rneninggal dalarn setahun pasca arnputasi,dan se3anyak Stage 4 :Infected Foot
37% akan rneninggal 3 tahun pasca arnputasi. Stage 5 : Necrotic Foot
Stage 6 : Unsalvable Foot

Untukstage 1 dan 2, peran pencegahan primer sangat


PATOFlSlOLOGl K A K l DIABETES penting, dan sernuanya dapat dikerjakan pada pelayanan
kesehatan primer, baik oleh podiatrist/chiropodist rnaupun
Terjadinya rnasalah kaki diawali adanya hiperglikernia
oleh dokter urnurn/dokter keluarga.
pada penyandang DM yang rnenyebabkan kelainan
Untuk stage 3 dan 4 kebanyakan sudah rnernerlukan
neuropati dan kelainan pada pernbuluh darah. Neuropati,
perawatan di tingkat pelayanan kesehatan yang lebih
baik neuropati sensorik rnaupun motorik dan autonornil:
rnernadai urnurnnya sudah rnernerlukan pelayanan
akan rnengakibatkan berbagai perubahan pada kulit dan
spesialistik.
otot, yang kernudian rnenyebabkan terjadinya perubahan
Untukstage 5, apalagi stage 6, jelas rnerupakan kasus
distribusi tekanan pada telapak kaki dan selanjutnya akan
rawat inap, dan jelas sekali rnernerlukan suatu kerja sarna
rnernperrnudah terjadinya ulkus. Adanya kereqtanan
tirn yang sangat erat, di rnana harus ada dokter bedah,
terhadap infeksi rnenyebabkan infeksi rnudah merebak
utamanya dokter ahli bedah vaskular/ahli bedah plastik
rnenjadi infeksi yang luas. Faktor aliran darah yang kurang
dan rekonstruksi.
juga akan lebih lanjut rnenambah rurnitnya pengzlolaan
Untuk optirnalisasi pengelolaan kaki diabetes, pada
kaki diabetes (gambar patofisiologi terjadinya kaki
setiap tahap harus diingat berbagai faktor yang yang harus
diabetes-lampiran).
dikendalikan, yaitu:
mechanical control-pressure control
metabolic control
KLASlFlKASl K A K l DIABETES
vascular control
Ada berbagai rnacarn klasifikasi kaki diabetes, r n ~ l adari
i educational control
yang sederhana seperti klasifikasi Edmonds dari King's wound Control
College Hospital London, Klasifikasi Liverpool yang sedikit microbiological Control-Infection Control
lebih ruwet, sarnpai klasifikasi Wagner yang lebih terkait Pada tahap yang berbeda diperlukan optimalisasi
dengan pengelolaan kaki diabetes, dan juga klasifikasi ha1 yang berbeda pula. Misalnya pada stadium 1 dan
KAKl DIABETES

2 tentu saja faktor wound control dan infection control P~ngelolaankaki diabetes terutarna ditujukan untuk
belurn diperlukan, sedangkan untuk untuk stadium 3 dan pencegahan terjadinya tukak, disesuaikan dengan
selanjutnya tentu semua faktor tersebut harus dikendalikan, keadaan risiko kaki. Berbagai usaha pencegahan dilakukan
disertai keharusan adanya kerjasama multidisipliner yang sesuai dengan tingkat besarnya risiko tersebut. Peran
baik. Sebaliknya, untuk stadium 1 dan 2, peran usaha ahli rehabilitasi rnedis terutama dari segi ortotik sangat
pencegahan untuk tidak terjadi ulkus sangat mencolok. besar pada usaha pencegahan terjadinya ulkus. Dengan
Peran rehabilitasi rnedis dalarn usaha rnencegah terjadinya rnemberikan alas kaki yang baik, berbagai ha1 terkait
ulkus dengan usaha mendistribusikan tekanan plantar kaki terjadinya ulkus karena faktor mekanik akan dapat
rnemakai alas kaki khusus, serta berbagai usaha untuk diceg~h.
non-weight bearing lain rnerupakan contoh usaha yang Penyuluhan diperlukan untuk semua kategori risiko
yang sangat bermanfaat untuk rnengurangi kecacatan tersebut: Untuk kaki yang kurang merasa/insensitif
akibat deforrnitas yang terjadi pada kaki diabetes. (kategxi 3 dan 5), alas kaki perlu diperhatikan benar, untuk
melindungi kaki yang insensitif tersebut.
Kalau sudah ada deforrnitas (kategori risiko 2 dan
PENGELOLAAN KAKl DIABETES 5), peelu perhatian khusus mengenai sepatu/alas kaki
yang dipakai, untuk rneratakan penyebaran tekanan pada
Pengelolaan kaki diabetes dapat dibagi menjadi 2 ka ki.
kelornpok besar, yaitu pencegahan terjadinya kaki diabetes Untuk kasus dengan kategori risiko 4 (permasalahan
dan terjadinya ulkus (pencegahan primer sebelum terjadi vaskular), latihan kaki perlu diperhatikan benar untuk
perlukaan pada kulit) dan pencegahan agar tidak terjadi memperbaiki vaskularisasi kaki.
kecacatan yang lebih parah (pencegahan sekunder dan Untuk ulkus yang complicated, tentu saja semua
pengelolaan ulkus/gangren diabetik yang sudah terjadi). usaha dan dana seyogyanya perlu dikerahkan untuk
mencoba menyelamatkan kaki dan usaha ini masuk ke
usaha pencegahan sekunder yang akan dibahas lebih
PENCEGAHAN PRIMER lanjut di bawah ini.

Kiat-kiat Pencegahan Terjadinya Kaki Diabetes


Penyuluhan mengenai terjadinya kaki diabetes sangat PENCEGAHAN SEKUNDER
penting untuk pencegahan kaki diabetes. Penyuluhan ini
harus selalu dilakukan pada setiap kesempatan pertemuan Pengelolaan Holistik Ulkus/Gangren Diabetik
dengan penyandang DM, dan harus selalu diingatkan Dalam pengelolaan kaki diabetes, kerja sarna multi-
kernbali tanpa bosan. Anjuran ini berlaku untuk sernua disipliner sangat diperlukan. Berbagai ha1 yang harus
pihak terkait pengelolaan DM, baik para ners, ahli gizi, ditangani dengan baik agar diperoleh hasil pengelolaan
ahli perawatan kaki, maupun dokter sebagai dirigen yang maksimal dapat digolongkan sebagai berikut, dan
pengelolaan. Khusus untuk dokter, sernpatkan selalu semuEnya harus dikelola bersama:
melihat dan merneriksa kaki penyandang DM sambil mechanical control-pressure control
rnengingatkan kembali mengenai cara pencegahan wound control
dan cara perawatan kaki yang baik. Berbagai kejadian/ microbiological control-infection control
tindakan kecil yang tarnpak sepele dapat mengakibatkan v~scularcontrol
kejadian yang mungkin fatal. Demikian pula pemeriksaan metabolic control
yang tampaknya sepele dapat rnernberikan manfaat yang educational control
sangat besar. Periksalah selalu kaki pasien setelah mereka
melepaskan sepatu dan kausnya. Untuk pengelolaan ulkudgangren diabetik yang
Keadaan kaki penyandang diabetes digolongkan optimal, berbagai ha1 di bawah ini merupakan penjabaran
berdasar risiko terjadinya dan risiko besarnya masalah lebih rinci dari keenam aspek tersebut pada tingkat
yang mungkin tirnbul. Penggolongan kaki diabetes pencegahan sekunder dan tersier,yaitu pengelolaan
berdasar risiko terjadinya masalah (Frykberg): 1). sensasi optimal ulkus/gangren diabetik
normal tanpa deforrnitas; 2). sensasi normal dengan Kontrol metabolik. Keadaan urnum pasien harus
deforrnitas atau tekanan plantar tinggi; 3). insensitivitas dipert-atikan dan diperbaiki. Konsentrasi glukosa darah
tanpa deformitas; 4). iskernia tanpa deformitas; 5). diusahakan agar selalu senormal rnungkin, untuk
kornbinasi/cornplicated: (a) kombinasi insensitivitas, memperbaiki berbagai faktor terkait hiperglikernia yang
iskemia dan/atau deformitas, (b) riwayat adanya tukak, dapat menghambat penyernbuhan luka. Urnurnnya
deforrnitas Charcot. diperlukan insulin untuk menorrnalisasi konsentrasi
2370 DIABETES MILITUS

glukosa darah. Status nutrisi harus diperhatikan dan rnendapatkan gambaran pernbuluh darah yang lebih jelas,
diperbaiki. Nutrisi yang baikjelas rnembantu kesernbuhan sehingga dokter ahli bedah vaskular dapat lebih rnudah
luka. Berbagai ha1 lain harus juga diperhatikan dan rnelakukan rencana tindakan dan mengerjakannya.
diperbaiki, seperti konsentrasi albumin serum, konsentrasi Untuk oklusi yang panjang dianjurkan operasi bedah
Hb dan derajat oksigenisasi jaringan. Dernikian juga pintas terbuka. Untuk oklusi yang pendek dapat dipikirkan
fungsi ginjalnya. Sernua faktor tersebut tentu akan untuk prosedur endovascular-PTCA. Pada keadaan
dapat rnengharnbat kesembuhan luka sekiranya tidak surnbatan akut dapat pula dilakukan trornbo-arterektorni.
diperhatikan dan tidak diperbaiki. Dengan berbagai teknik bedah tersebut, vaskularisasi
daerah distal dapat diperbaiki, sehingga hasil pengelolaan
Kontrol vaskular. Keadaan vaskular yang burul.: tentu
ulkus diharapkan lebih baik. Paling tidak faktor vaskular
akan rnengharnbat kesernbuhan luka. Berbagai langkah
sudah lebih rnemadai, sehingga kesernbuhan luka tinggal
diagnostik dan terapi dapat dikerjakan sesuai keadaan
bergantung pada berbagai faktor lain yang juga rnasih
pasien dan juga sesuai kondisi pasien. Urnurnnya kelainan
banyak jumlahnya.
pernbuluh darah perifer dapat dikenali melalui berbagai
cara sederhana seperti: warna dan suhu kulit, perabaan Terapi hiperbarik dilaporkan juga berrnanfaat untuk
arteri Dorsalis Pedis dan arteri Tibialis Posterior serta mernperbaiki vaskularisasi dan oksigenisasi jaringan
ditambah pengukuran tekanan darah. Di sarnp ng luka pada kaki diabetes sebagai terapi ajuvan. Walaupun
saat ini jugs tersedia berbagai fasilitas rnutakhir untuk dernikian masih banyak kendala untuk rnenerapkan terapi
mengevaluasi keadaan pernbuluh darah dengan cars hi~erbariksecara rutin pada pengelo1aanurnurn kaki
non-invasif maupun yang invasif dan semiinvasif, seperti diabetes.
perneriksaan index, pressure, Woundcontro[. Perawatan luka sejak pertarna kali pasien
pressure^ TcP021 dan perneriksaan e k h O d O ~ l edan
r datang rnerupakan ha1 yang harus dikerjakan dengan
kernudian perneriksaan arteriografi. baik dan teliti. Evaluasi luka harus dikerjakan secerrnat
Setelah dilakukan diagnosis keadaan vaskularnya. rnungkin, Klasifikasi ulkus PEDIS dilakukan setelah
da~a dilakukan
t pengelolaan untuk kelainan penbuluh debridernen yang adekuat, Saat ini terdapat banyak sekali
darah perifer dari sudut vakular, yaitu berupa: rnacarn dressing (pernbalut) yang masing-masing tentu
dapat dirnanfaatkan sesuai dengan keadaan luka, dan
Modifikasi Faktor Risiko juga letak luka tersebut. Dressing yang rnengandung
Stoprnerokok komponen zat penyerap seperti carbonated dressing,
Mernperbaiki berbagai faktor risiko terkait alginate dressing akan bermanfaat pada keadaan luka yang
aterosklerosis rnasih produktif. Dernikian pula hydrophilic fiber dressing
Hiperglikernia atau silver impregnated dressing akan dapat berrnanfaat
Hipertensi untuk luka produktif dan terinfeksi. Tetapi jangan lupa
Dislipidemia bahwa tindakan debridernen yang adekuat merupakan
Walking Program-Latihan kaki rnerupakan domain syarat rnutlak yang harus dikerjakan dahulu sebelurn
usaha yang dapat diisi oleh jajaran rehabilitasi rnedik. menilai dan mengklasikasikanluka. Debridement yang baik
dan adekuat tentu akan sangat rnernbantu rnengurangi
Terapi Farmakologis jaringan nekrotik yang harus dikeluarkan tubuh, dengan
Kalau rnengacu pada berbagai penelitian yang sudah dernikian tentu akan sangat rnengurangi produksi pus/
dikerjakan pada kelainan akibat aterosklerosis di ternpat cairan dari ulkudgangren.
lain (jantung, otak), rnungkin obat seperti aspirin dan Berbagai terapi topikal dapat dimanfaatkan untuk
lain sebagainya yang jelas dikatakan berrnanfaa:, akan mengurangi mikroba pada luka, seperti cairan salin
berrnanfaat pula untuk pernbuluh darah kaki penyandang sebagai pembersih luka, atau yodine encer, senyawa silver
DM. Tetapi sampai saat ini belum ada bukti yang cukup sebagai bagian dari dressing, dll. Demikian pula berbagai
kuat untuk rnenganjurkan pemakaian obat secara rutin cara debridemen non surgikal dapat dimanfaatkan untuk
guna memperbaiki patensi pada penyakit pernbuluh darah rnempercepat pernbersihanjaringan nekrotik luka, seperti
kaki penyandang DM. preparat enzirn.
Jika luka sudah lebih baik dan tidak terinfeksi
Revaskularisasi lagi, dressing seperti hydrocolloid dressing yang dapat
Jika kernungkinan kesernbuhan luka rendah atau dipertahankan beberapa hari dapat digunakan. Tentu
jikalau ada klaudikasio intermiten yang hebat, tindakan saja untuk kesernbuhan luka kronik seperti pada luka
revaskularisasi dapat dianjurkan. Sebelum tirdakan kaki diabetes, suasana sekitar luka yang kondusif untuk
revaskularisasidiperlukan perneriksaan arteriografi untuk penyernbuhan harus dipertahankan. Yakinkan bahwa luka
KAKl DIABETES

selalu dalam keadaan optimal, dengan demikian penyem- Crutches


buhan luka akan terjadi sesuai dengan tahapan yang harus Wheelchair
selalu dilewati dalam rangka proses penyembuhan. Electric carts
Selama proses inflamasi masih ada, proses * Craddled insoles
penyembuhan luka tidak akan beranjak pada proses
Berbagai cara surgikal dapatdipakai untuk mengurangi
selan-jutnya yaitu proses granulasi dan kemudian
tekanan pada luka seperti: 1). Dekompresi ulkus/abses
epitelialisasi.
dengan insisi abses, 2). Prosedur koreksi bedah seperti
Untuk rnenjaga suasana kondusif bagi kesernbuhan
o p e r x i untuk hammer toe, metatarsal head resection,
luka dapat pula dipakai kasa yang dibasahi dengan salin.
Achilles tendon lengthening, partial calcanectomy.
Cara tersebut saat ini dipakai di banyak sekali ternpat
Education control. Edukasi sangat penting untuk
perawatan kaki diabetes.
semLa tahap pengelolaan kaki diabetes. Dengan penyuluhan
Berbagai sarana dan penemuan baru dapat
yang baik, penyandang DM dan ulkus/gangren diabetik
dimanfaatkan untuk wound control seperti: dermagrafl,
maupun keluarganya diharapkan akan dapat membantu
apligraft, growth factor, protease inhibitor dsb, untuk
dan rnendukung berbagai tindakan yang diperlukan untuk
rnempercepat kesembuhan luka. Bahkan ada dilaporkan
kesernbuhan luka yang optimal.
terapi gen untuk mendapatkan bakteri E coli yang dapat
Rehabilitasi rnerupakan program yang sangat penting
rnenghasilkan berbagai faktor pertumbuhan. Ada pula
yang harus dilaksanakan untuk pengelolaan kaki diabetes.
dilaporkan pemakaian maggot (belatung) lalat (lalat hijau)
Bahkan sejak pencegahan terjadinya ulkus diabetik dan
untuk rnembantu mernbersihkan luka. Berbagai laporan
kernudian segera setelah perawatan, keterlibatan ahli
tersebut umumnya belum berdasar penelitian besar dan
rehabilitasi medis sangat diperlukan untuk mengurangi
belum cukup terbukti secara luas untuk dapat diterapkan
kecacatan yang mugkin tirnbul pada pasien. Keterlibatan
dalarn pengelolaan rutin kaki diabetes.
ahli rehabilitasi medis berlanjut sampai jauh sesudah
Microbiological control. Data rnengenai pola kurnan amputasi, untuk rnemberikan bantuan bagi para amputee
perlu diperbaiki secara berkala untuk setiap daerah yang menghindari terjadinya ulkus baru. Pemakaian alas kaki/
berbeda. Di RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta data sepax khusus untuk mengurangi tekanan plantar akan
terakhir rnenunjukkan bahwa pada pasien yang datang sangat rnembantu mencegah terjadinya ulkus baru. Ulkus
dari luar, umumnya didapatkan infeksi bakteri yang yang terjadi berikut mernberikan prognosis yang jauh lebih
multipel, anaeob dan anerob. Antibiotik yang dianjurkan buruc daripada ulkus yang pertama.
harus selalu disesuaikan dengan hasil biakan kuman
dan resistensinya. Sebagai acuan, dari penelitian tahun
2004 di RS. Dr.Cipto Mangunkusumo Jakarta, umurnnya REFERENSI
didapatkan pola kurnan yang polirnikrobial, campuran
gram positif dan gram negatif serta kuman anaerob untuk American Diabetes Association Expert Committee. Report of the
Expert Committee on the Diagnosis and Classification of
luka yang dalam dan berbau. Karena itu untuk lini pertama Diabetes Mellitus. Diabetes Care 1997;20-1183.
pemberian antibiotik harus diberikan antibiotik dengan American Diabetes Association. Peripheral Arterial Disease in
spektrum luas, mencakup kurnan gram positif dan negatif People with Diabetes. Diabetes Care 2003;26(12): 3333-41.
Boulton AJM. The Diabetic Foot. Medicine International
(seperti rnisalnya golongan sefalosporin), dikombinasikan
ZOO2;2(1):36-40.
dengan obat yang bermanfaat terhadap kuman anaerob Edmonds ME, Foster AVM, Sanders LJ. A Practical Manual of
(seperti misalnya metronidazol). Diabetic Footcare. Blackwell Publishing Ltd. 2004.
Edmonds ME, Foster AVM. Managmg the Diabetic Foot. Second
Pressure control. Jika tetap dipakai untuk berjalan edition. Blackwell Publishing Ltd. 2005.
Flakol PJ, Carlson M, Cherington A. Physiologic actionof insulin.
(berarti kaki dipakai untuk menahan berat badan-weight Dalam: Diabetes Mellltus. A Fundamental and Clinical
bearing), luka yang selalu mendapat tekanan tidak akan Text. LeRoith D, Taylor SI, Olefsky JM (eds). Edisi ke-2.
sernpat menyembuh, apalagi kalau luka tersebut terletak Philadelphia: Lippincot- Williams & Wilkins; 2000. p.148-61
di bagian plantar seperti luka pada kaki Charcot. Peran Giugliano D, Ceriello A. Paulisso G Oxidative stress and diabetic
vascular complications. Diabetes Care 1996;19(3):257-67.
jajaran rehabilitasi medis pada usaha pressure control ini International Working Group on the Diabetic Foot. International
juga sangat mencolok. Consensus on the Diabetic Foot. Noordwijkerhout, the
Berbagai cara untuk mencapai keadaan non weight- Netherland 2003.
Kusrr.ardi Sumarjo. Hubungan gambaran klinis pasiendan jenis
bearing dapat dilakukan antara lain dengan: h m a n penyebab infeksi kaki diabetes. Tesis PPDS Ilmu
Removable cast walker Penyakit Dalam FKUl2005.
Total contact casting Levin ME. Pathogenesis and general management of foot lesions in
the diabetic patients. Dalam: Levin ME, O'Neal LW, Bowker
* Temporary shoes JH,Pfeifer MA, editors. The Diabetic Foot, Edisi 6, St Louis.
Felt padding The CV Mosby Company 2001.
DIABETES MILITUS

Perkeni. Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus di Indcnesia.


Jakarta:PB Perkeni; 2002.
Retno Gustaviani. Data Perawatan Kaki Diabetes di Ruang Rawat
Inap Kelas 2 dan 3 RSWN dr. CiptoMangunkusumo 2003.
Sanvono Waspadji. Pengelolaan Kaki Diabetes Sebagai Suatu
Model Pengelolaan Holistik, Terpadu dan Komprehensif
di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Pidato pada Upacara
Pengukuhan sebagai Guru Besar Tetap IPD FKUI 2004
Sarwono Waspadji. Antibiotic choices in the infected diabetic foot/
ulcer. Acta Medica Indonesiana 2005;37(2):94-101.
KAKI DIABETES 2373

Lampiran 2. Klasifikasi Texas


Tingkat
Stadium
1

Tanpa tukak atau pasca tukak, Luka superfisial, tidak sampai Luka sampai tendon Luka sampai
kulit intak/utuh tulang tendon atau kapsul sendi atau kapsul sendi tulangl sendi

...........................................................D e n g a n lnfeksi ...............................................................


............................................................ D e n g a n lskemia ...............................................................
....................................................... Dengan infeksi dan iskemia .............................................................

Hiperlipidemia
Merokok
4
Penyakit vaskular periperal
I 1
Somatik Neuropati Autonomic neuropathy

1
Pain sensation menurun Masalah Limitedjoint Keringat menurun Altered blood flow
Proprioseptive menurun Ortopedi Movement

1 Otot hipotropik
Plantar Pressure 7 Dty skin fissura

Ulkus pada khaki t Ischemic limb


I
Engorged vein,
Warm foot

lnfeksi

Lampiran 1. Patofisiologi terjadinya ulkus pada kaki diabetik (Sumoer: Boulton AJM. Diabetic Med. 1996;3:(supp1.1))
2374 DIABETES MILITUS

It bmpiran~3:~1&j~~~l#us~~i~~ik

Klasifikasi PEDlS lnternqtional Consenpus on the Diabetic Foot 2003


Impaired Perfusion 1 = none
2 = PAD + but not critiml
3 = critical limb ischemia
Size/Eitent in mm2
Tissue Loss/Depth 1 = superficil fulllhickness, not deeper than dermis
2 = deep ulcec below dermis, involving subcutaneous structures, fascia, muscle or tendon
3 = all subsequent layers of the foot involved including bone and orjoint
Infection 1 = no symptoms or signs of infection
infection of skin and subcutaneous tissue only
2 =
erythema >icm or infection
3 = involving subcutaneous structure(s). No systemic sign(s) of inflammatory response
infection with systemic manifestation: Fever, leucocytosis, shift to the left, metabolic
4 =
instability, hypotension, azotemia
lmpaired 1 = absent
Sensation 2 = present
KlasifikasiWagner (klasifikasi yang saat ini masih banyak dipakai)
0.Kulit intaklutuh
1. Tukak superfisial
2. Tukak dalam (sampai tendo, tulang)
3. Tukak dalam dengan infeksi
4. Tukak dengan gangren pada 1-2 jari kaki
5. Tukak dengan gangren luas seluruh kaki
Klasifikasi Liverpool
Klasifikasi primer : vaskular
neuropati
neuroiskemik
Klasifikasi sekunder : Tukak sederhana, tanpa
komplikasi
Tukak dengan komplikasi
KETOASIDOSIS DIABETIK
Tri Juli Edi Tarigan

PENDAHULUAN

Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah salah satu komplikasi Kekerapan KAD berkisar 4-8 kasus pada setiap 1000
akut diabetes yang sangat berhubungan dengan kualitas pengidap diabetes dan masih menjadi problem yang
edukasi yang diberikan kepada seorang pengidap merepotkan di rumah sakit terutama rumah sakit dengan
diabetes melitus (DM) tipe 2, sementara pada DM fasilitas minimal. Angka kematian berkisar 0,5-7%
tipe 1, seringkali ketoasidosis merupakan pintu awal tergentung dari kualitas pusat pelayanan yang mengelola
diagnosis. Sekitar 80% dari pasien KAD telah mengetahui KAD tersebut. Di negara Barat yang banyak pengidap
bahwa mereka pengidap diabetes sehingga pencegahan diabetes tipe 1, kematian banyak diakibatkan oleh
sangatlah penting dan berhubungan dengan beratnya edema serebri, sedangkan di negara yang sebagian besar
keadaan saat datang ke rumah sakit. Pada dekade 10 pengidap adalah diabetes tipe 2, penyakit penyerta dan
tahun terakhir tidak terlalu banyak perubahan pada pencetus KAD sering menjadi penyebab kematian.
konsep teori maupun pengelolaan KAD, masih berbasis
pada pemberian cairan yang rasional, insulin intravena,
koreksi elektrolit, penanganan komorbid, dan koreksi PATOGENESIS
asam basa jika diperlukan. Walaupun demikian, terdapat
hal-ha1 baru dalam pengelolaan seperti rekomendasi Kombinasi dari defisiensi insulin absolut atau relatif dan
untuk penggunaan ketonometer bedside, tidak harus peningkatan kadar hormon kontra regulator (glukagon,
memberikan insulin priming, kalau tidak perlu cukup katekolamin, kortisol, hormon pertumbuhan, dan
memeriksa pH vena, dan meneruskan insulin long acting somatostatin) akan mengakibatkan akselerasi kondisi
jika sebelumnya sudah memakainya. Hanya saja belum katabolik dan inflamasi berat dengan akibat peningkatan
semua kalangan memakai rekomendasi baru tersebut di prod~ksiglukosa oleh hati dan ginjal (via glikogenolisis
tempat praktek masing-masing. dan glukoneogenesis) dan gangguan utilisasi glukosa di
perifer yang berakibat hiperglikemia dan hiperosmolaritas.
Defisiensi insulin dan peningkatan hormon kontra
regulator terutama epinefrin juga mengaktivasi hormon
lipase sensitif pada jaringan lemak yang mengakibatkan
KAD adalah fenomena unik pada seorang pengidap peningkatan lipolisis. Peningkatan lipolisis dan ketogenesis
diabetes akibat defisiensi insulin absolut atau relatif dan akan memicu ketonemia dan asidosis metabolik. Populasi
peningkatan hormon kontra regulator, yang mengakibatkan benda keton utama terdiri dari 3-beta hidroksibutirat,
lipolisis berlebihan dengan akibat terbentuknya benda- asetoasetat, dan aseton. Sekitar 75-85% benda keton
benda keton dengan segala konsekuensinya. KAD perlu terutama adalah 3-beta hidroksibutirat, sementara aseton
dikenali dan dikelola segera karena jika terlambat maka send~risebenarnya tidak terlalu penting. Walaupun sudah
akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas dengan dibentuk banyak benda keton untuk sumber energi, sel-sel
perawatan yang mahal. tubu-~tetap masih lapar dan terus membentuk glukosa.
2376 DIABETES MILITUS

Hiperglikemia dan hiperketonemia mengakibatkan diuresis PENCETUS


osmotik, dehidrasi, dan kehilangan elektrolit. Perutahan
tersebut akan memicu lebih lanjut hormon stres sehingga Pencetus tersering terjadinya KAD adalah infeksi. Pencetus
akan terjadi perburukan hiperglikemia dan hiperketonemia. lain diantaranya adalah menghentikan atau mengurangi
Jika lingkaran setan tersebut tidak diinterupsi dengan insulin, infark miokard, stroke akut, pankreatitis, dan
pemberian insulin dan cairan, maka akan terjadi dehidrasi obat-obatan. Awitan baru atau penghentian pemakaian
berat dan asidosis metabolik yang fatal. Ketoasidosis akan insulin seringkali menjadi sebab DM tipe 1 jatuh pada
diperburuk oleh asidosis laktat akibat perfusi jaringan keadaan KAD. Pada beberapa pasien yang dianggap DM
yang buruk. tipe 2, kadang-kadang tidak ditemukan pencetus yang
Defisiensi insulin relatif terjadi akibat konsentrasi jelas dan setelah diberikan insulin dalam periode pendek
hormon kontra regulator yang meningkat sebagai respon keadaannya cepat membaik, bahkan tidak membutuhkan
terhadap kondisi stres seperti sepsis, trauma, penyakit medikasi sama sekali. Varian diabetes seperti tersebut
gastrointestinal yang berat, infark miokard akut, stroke, dalam literatur disebut diabetes tipe 1,5.
dan lain-lain. Dengan adanya kondisi stres metabolik
tertentu, keberadaan insulin yang biasanya cukup untuk
menekan lipolisis menjadi tidak cukup secara relatif k ~ e n a DIAGNOSIS
dibutuhkan lebih banyak insulin untuk metabolisme dan
untuk menekan lipolisis. Untuk menegakkan diagnosis tentu selalu dilakukan

Defisiensi Hormon Defisiensi


Insulin Absolut Kontra Regulator Insulin Relatif
A

71

v
Lipolisist
1
Sintesis Protein& Proteolisist
'
I

1 1
- Asam Lemak
Bebas di Hatit

I
t Substrat Glukoneogenikt

1 I
4
Persediaan Alkali&
I

w Ketpasidosis

+
---+ Triasilgliserol
Glikosuria (diuresis osrnotik)

1 Berkurang
Kehilangan cairan asupan cairan
dan elektrolit

LPenurunan Fungsi Ginjal


I SHH I
I I
Gambar 1. Patogenesis KAD
I*
Tabel 1. Petbedaah KAD dzin SHH'
KAD Ringan KAD Sedang KAD Berat HHS
Glukosa Plasma (mg/dL) > 250 > 250 >250 > 600
pH Arteri 7.25-7.30 7.00-7.24 <7.00 <7.30
Serum Bikarbonat (mEq/L) 15-18 10-15 <10 <I5
Keton Urin Positif Positif Positif Rendah
Keton Serum Positif Positif Positif Rendah
Beta-Hidroksibutirat Tinggi Tinggi Tinggi Normalflinggi
Osmolalitas Serum (mOsm/kg) Variasi Variasi Variasi > 320
Anion Gap > 10 > 12 >I2 Variasi
Kesadaran Sadar Sadar/Ngantuk Sopor/Koma Sopor/Koma

dengan anamnesis yang detail, pemeriksaan fisik yang seperti itu jika angka HC03 kurang dari 18 mEq/l ditambah
teliti, dan dibantu dengan pemeriksaan penunjang yang dengan keadaan klinis lain yang sesuai, maka sudah cukup
diperlukan. Dari anamnesis bisa ditemukan riwayat untuk menegakkan KAD.
seorang pengidap diabetes atau bukan dengan keluhan Pada saat rnasuk rumah sakit seringkali terdapat
poliuria, polidipsi, rasa lelah, kram otot, rnual muntah, dan lekositosis pada pasien KAD karena stres metabolik dan
nyeri perut. Pada keadaan yang berat dapat ditemukan dehidrasi, sehingga jangan terburu-buru memberikan
keadaan penurunan kesadaran sarnpai koma. antibiotik jika jumlah lekosit antara 10.000-15.000 m3.
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda-tanda
dehidrasi, nafas Kussmaul jika asidosis berat, takikardi,
hipotensi atau syok, flushing, penurunan berat badan, DIAGNOSIS B A N D I N G
dan tentunya adalah tanda dari masing-masing penyakit
penyerta. Ketoasidosis harus dibedakan dengan status hiperglikemi
Trias biokimiawi pada KAD adalah hiperglikemia, hiperosmolar (SHH), walaupun pengelolaannya hampir
ketonemia dan atau ketonuria, serta asidosis metabolik sama tetapi prognosisnya sangat berbeda. Pada SHH
dengan beragarn derajat. Pada awal evaluasi tentu hiperglikernia biasanya lebih berat, dehidrasi juga berat,
kebutuhan pemeriksaan penunjang disesuaikan dengan selalu disertai gangguan kesadaran tanpa ketoasidosis
keadaan klinis, umumnya dibutuhkan pemeriksaan dasar yang berat.
gula darah, elektrolit, analisis gas darah, keton darah dan Beberapa keadaan ketoasidosis karena sebab lainjuga
urin, osrnolalitas serum, darah perifer lengkap dengan harus dipikirkan saat berhadapan dengan pasien yang
hitung jenis, anion gap, EKG, dan foto polos dada. dicurigai KAD. Ketosidosis alkoholik dan ketosis starvasi
Kunci diagnosis pada KAD adalah adanya peningkatan dapat disingkirkan dengan anamnesis yang baik dan hasil
total benda keton d i sirkulasi. Metode lama untuk gula darah yang rendah sampai meningkat ringan saja.
rnendeteksi adanya benda keton d i darah dan urin Biasanya hasil HC03 jarang di bawah 18 mEq/l. Asidosis
adalah dengan rnenggunakan reaksi nitropruside yang metabolik anion gap tinggi karena sebab lain harus
meng-estimasi kadar asetoasetat dan aseton secara disingkirkan seperti karena obat-obatan (salisilat, ethylene
semikuantitatif. Walaupun sensitif t e t a p i m e t o d e glycol, dan paraldehyde), asidosis laktat, dan juga asidosis
tersebut t i d a k dapat m e n g u k u r keberadaan beta rnetabolik pada gagal ginjal akut atau kronik.
hidroksibutirat, benda keton utama sebagai produk
ketogenesis. Peningkatan benda-benda keton tersebut
akan rnengakibatkan peningkatan anion gap. PENATALAKSANAAN
Gula darah lebih dari 250 mg/dl dianggap sebagai
kriteria diagnosis utarna KAD, walaupun ada istilah KAD Kesuksesan pengelolaan KAD membutuhkan koreksi
euglikemik, dengan dernikian setiap pengidap diabetes terhadap dehidrasi, hiperglikemia, gangguan elektrolit,
yang gula darahnya lebih dari 250 mg/dl harus dipikirkan kornorbiditas, dan monitoring selama perawatan. Karena
kernungkinan ketosis atau KAD jika disertai dengan spektrurn klinis sangat beragam maka tidak semua kasus
keadaan klinis yang sesuai. Derajat keasaman darah (pH) KAD harus dirawat di ICU, hanya saja karena kasus yang
yang kurang dari 7,35 dianggap sebagai ambang adanya ringan sekalipun membutuhkan monitor yang intensif,
asidosis, hanya saja pada keadaan yang terkornpensasi maka sebaiknya minimal perawatan adalah di ruangan
seringkali pH menunjukkan angka normal. Pada keadaan yang bisa dilakukan monitor intensif (high care unit).
DIABETES MILITUS

Secara urnurn pernberian cairan adalah langkah awal jika pH darah kurang dari 6,9. Hanya saja pada keadaan
penatalaksanaan KAD setelah resusitasi kardiorespirasi. dengan gangguan fungsi ginjal yang signifikan, seringkali
Terapi cairan ditujukan untuk ekspansi cairan intraselular, sulit rnembedakan apakah asidosisnya karena KAD atau
intravaskular, interstisial, dan restorasi perfusi ginjai. .lika karena gagal ginjalnya. Efek buruk dari koreksi bikarbonat
tidak ada masalah kardiak atau penyakit ginjal kronik yang tidak pada tempatnya adalah rneningkatnya risiko
berat, cairan salin isotonik (NaCI 0,9%) diberikan dengan hipokalemia, menurunnya asupan oksigenjaringan, edema
dosis 15-20 cc/kg BB/jarn pertarna atau satu sampai satu serebri, dan asidosis susunan saraf pusat paradoksal.
setengah liter pada jam pertama. Tindak lanjut cairan
pada jam-jam berikutnya tergantung pada keadaan
hernodinamik, status hidrasi, elektrolit, dan produksi FOSFAT
urin. Penggantian cairan dapat dilakukan sampai dengan
24 jam, dan penggantian cairan sangat rnempengaruhi Meskipun terjadi hipopasfaternia pada KAD, serum fosfat
pencapaian target gula darah, hilangnya benda keton, sering ditemukan dalam keadaan normal atau rneningkat
dan perbaikan asidosis. saat awal. Kadar fosfat akan turun dengan pemberian
insulin. Dari beberapa studi tidak ditemukan manfaat yang
nyata pemberian fosfat pada KAD, bahkan pernberian
INSULIN fosfat yang berlebihan akan rnencetuskan hipokalsemia
berat. Pada keadaan konsentrasi serum fosfat kurang dari
Insulin merupakan farmakoterapi kausatif utama KAD. 1 mg/dl dan disertai dengan disfungsi kardiak, anemia,
Pemberian insulin intravena kontinyu lebih disukai atau depresi nafas akibat kelemahan otot, rnaka koreksi
karena waktu paruhnya pendek dan rnudah dititrasi. Dari fosfat menjadi pertimbangan penting.
beberapa studi prospektif dengan randomisasi didapatkan
bahwa pemberian insulin regular dosis rendah intravena
merupakan cara yang efektif dan terpilih. Jika dosis insulin TRANSlSl KE INSULIN SUBKUTAN
intravena yang diberikan sekitar 0,l-1,15 unit/jam, maka
sebenarnya tidak diperlukan insulin bolus (priming dose) Setelah krisis hiperglikemia teratasi dengan pemberian
di awal. Dengan pemberian insulin intravena dosis rendah insulin intravena dosis rendah, maka langkah selanjutnya
diharapkan terjadi penurunan glukosa plasma dengan adalah memasiikan bahwa KAD sudah memasuki fase
kecepatan 50-100 mg/dl setiap jam sampai glukosa turun resolusi dengan kriteria gula darah kurang dari 200 rngl
ke sekitar 200 mg/dl, lalu kecepatan insulin diturunkan dl dan dua dari keadaan berikut: serum bikarbonat lebih
rnenjadi 0,02-0,05 unit/kgBB/jam. Jika glukosa sudah atau sama dengan 15 mEq/l, pH vena >7,3,dan anion gap
berada di sekitar 150-200 mg/dl maka pemberian infus hitung kurang atau sama dengan 12 mEq/l.
dekstrose dianjurkan untuk mencegah hipoglikemia. Agar tidak terjadi hiperglikemia atau KAD berulang
maka sebaiknya penghentian insulin intravena dilakukan
2 jam setelah suntikan subkutan pertama. Asupan
nutrisi rnerupakan pertimbangan penting saat transisi
ke subkutan, jika pasien masih puasa karena sesuatu ha1
Sejatinya pasien KAD akan mengalarni hiperkalemia rrelalui atau asupan masih sangat kurang rnaka lebih baik insulin
rnekanisme asidemia, defisiensi insulin, dan hipertonisitas. intravena diteruskan.
Jika saat masuk kalium pasien normal atau rendah, maka Jika pasien sudah terkontrol regimen insulin tertentu
sesungguhnya terdapat defisiensi kalium yang berat di sebelum rnengalami KAD, maka pemberian insulin dapat
tubuh pasien sehingga butuh pemberian kalium yang diberikan ke regimen awal dengan tetap mempertimbang-
adekuat karena terapi insulin akan menurunkan kaliurn kan kebutuhan insulin pada keadaan terakhir. Pada pasien
lebih lanjut. Monitorjantung perlu dilakukan pada keadaan yang belum pernah mendapat insulin maka pemberian
tersebut agar jangan terjadi aritrnia. Untuk mencegah injeksi subkutan terbagi lebih dianjurkan. Jika kebutuhan
hipokalemia rnaka pemberian kaliurn sudah dimulai insulin masih tinggi maka regimen basal bolus akan lebih
rnanakala kadar kalium di sekitar batas atas nilai normal. menyerupai insulin fisiologis dengan risiko hipoglikemia
yang lebih rendah.

BIKARBONAT

.lika asidosis memang murni karena KAD, maka koreksi


bikarbonat tidak direkomendasikan diberikan rutin, kecuali Komplikasi tersering adalah hipoglikernia, hipokalemia,
T Kalium

I pH 2 6.9
I
pH< 6.9
I
Rute N
(KAD dan SHH)
~ u tN
e
( W D dan SHH)
4
Tentukan status hidrasi
4
I HCO; I
4
mmol dlm 1 I Fungsi gin,al adekuat
(urine output 50ml/jam)

Hipovolemi Hipovolemi Syok


Berat Ringan Kardiogenik selama 2 jam N drip insulin

Berikan
0.9% NaCl
(1.0 L/jam)
I
Evaluasi
serum Na+
Monitor
hemodinamik

Ulangi tiap 2 j a m
bdlllpdi pH 27.
Jika glukosa serum tidak turun
10?b ddldlll l j d l l l pelLdllld, bt!likdl~
0.14 U/kg bolus IV,
hprikan Zn-?I?mEq/jam
sampai K' > 3 mEq/L
Jangan berikan K',
tapi cek serum I(.*
tiap 2 jam
Monitor serum K-

1 Serum Na'
tiap 2 jam lanjutkan dengan Rx sebelumnya

normal rendah
I

7-0.45% NaCl

(250-500 ml/jam)
1
0.9% NaCl
(250-500 ml/jam)
Jika serum glukosa mencapai
200 mg/dL, kurangi infus insulin
menjadi 0.02-0.05 U/kg/jam N,
atau berikan rapid acting
Jika serum glukosa
mencapai 300 mg/dL,
kurangi infus insulin menjadi
0.02-0.05 U/kg/jam N.
tergantung tergantung insulin 0.1 U/kg SC tiap 2 jam.
Jaga serum glukosa diantara
status hidrasi status hidrasi Jaga serum glukosa diantara
200-300 mg/dL
150-200 mg/dL sampai resolusi
sampai pasien sadar

+
Periksa elektrolit, pH darah, kreatinin dan glukosa tiap 2-4 jam sampai stabil.
Serum glukosa mencapai Setelah resolusi KAD atau SHH dan pasien dapat makan,
200 mg/dL (KAD) atau berikan multidosis SC insulin regimen.
Berikan 20-30 mEq K*
300 mg/dL (SHH) ganti Untuk transfer dari N ke SC, lanjutkan infus insulin I V
tiap liter cairan N untuk menjaga
menjadi 5% dextrose selama 1-2 jam setelah insulin SC mencapai
K' serum antara 4-5 mEq/L
dengan 0.45% NaCl level insulin plasma yang adekuat.
150-250 ml/jam Pada pasien insulin naiv, mulai dari
0.5 U/kg-0.8 U/kgbb/hari dan sesuaikan kebutuhan insulin.

Gambar 2. Protokol manajemen KAD (Kitabchi 2009)


DIABETES MILITUS

dan hiperglikernia berulang. Hiperklorernia juga s.ering PROGNOSIS


didapatkan hanya saja biasanya sernentara dan tidak
rnernbutuhkan terapi khusus. Agar jangan terjadi Urnurnnya pasien rnernbaik setelah diberikan insulin
kornplikasi tersebut rnaka diperlukan monitoring yang dan terapi standar lainnya, jika kornorbid tidak terlalu
ketat (gula darah diperiksa tiap 1-2jarn) dan penggunaan berat.Biasanya kernatian pada pasien KAD adalah karena
insulin dosis rendah. Harus rnenjadi catatan bahwa pasien penyakit penyerta berat yang datang pada fase lanjut.
KAD yang rnengalarni hipoglikernia seringkali tidak Kernatian rneningkat seiring dengan rneningkatnya usia
rnenunjukkan gejala hiperadrenergik. dan beratnya penyakit penyerta.
Kornplikasi lain yang juga harus rnenjadi perhatian
adalah kelebihan cairan, terrnasuk edema paru, sehingga
pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal dan gagal REFERENSI
jantung, pernberian cairan dimodifiksasi sesuai dengan
risiko terjadinya kelebihan cairan. Kitabchi AE, Miles JM, Umpierrez GE, Fisher JN. Hyperglycemic
crises in adult patients with diabetes. Diabetes Care. 2009;vol
Hal lain yang jarang rnendapatkan perhatian edalah 32,No 7:1335-43.
kornplikasi edema serebri, walaupun jarang didapatkan Joint British Diabetes Society Inpatient Care Group. The
pada usia dewasa. Keadaan ini tetap harus rnenjadi management of diabetic ketoacidosis in adult. March 2010.
Wolfsdorf J, Craig ME, Daneman D, Dunger D, Edge J, Lee W,
perhatian jika kita rnendapatkan pasien KAD yang Rosenbloom, Sperling M, Hanas R. Diabetic ketoacidosis in
kesadarannya tidak rnernbaik dengan terapi standar children and adolescent with diabetes. Pediatric diabetes.
atau bahkan mernburuk. Pada kasus seperti ini evaluasi 2009; 10 9 supp1.12):118-33.
Trachtenbarg D. Diabetic ketoacidosis.American Family Pl~ycisian
neurologis rnutlak diperlukan karena mernbutuhkan
2005. Vol71, NO.9; 1705-14.
pengelolaan tambahan. Soewondo P. Ketoasidosis diabetik. In: Sudoyo AW, Setiyohadi
B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. Edisi IV. Intema Publislkg. 2009.1906-11
KitabchiAE, Umpierrez GE, Fisher JN, Murphy MB, Stentz FB.
PENCEGAHAN T h t y years of personal experience in hyperglycemic crises:
diabetic ketoacidosis and hyperglycemic hyperosmolar state.
Edukasi merupakan tulang punggung pencegahan KAD, J Clin Endocrinol Metab 2008.93 (5):1541-52.
karena untuk sampai ke keadaan KAD tentu rrelalui
proses dekompensasi metabolik yang berkepanjangan
dan membutuhkan waktu. Ketosis merupakan keadaan
sebelum terjadinya KAD sehingga jika kita menemukan
di fase ketosis biasanya keadaan klinisnya lebih ringan
dan pengelolaannya lebih mudah. Tabel 2 rnerupakan
beberapa strategi untuk pencegahan KAD.

Tabel 2. Strategi Pencegahan Ketoasidosis Diabetik


Edukasi paripurna tentang diabetes untuk pasien dan
keluarga
Monitoring gula darah secara terstruktur
Manajemen hari- hari sakit
Memantau keton dan beta-hidroksibutirat
Suplementasi insulin kerja singkat saat dibutuhkan
Diet makanan cair mudah cerna saat sakit
Mengurangi, tetapi bukan menghentikan insulin, saat
pasien tidak makan
Pedoman saat pasien butuh perhatian medis
Pemantauan ketat pada pasien risiko tinggi
Edukasi khusus untuk pasien pengguna pompa insulin
KOMA HIPEROSMOLAR
HIPERGLIKEMIK NONKETOTIK
Pradana Soewondo

Ketoasidosis diabetik (KAD) dan koma hiperosrnolar dibagi rnenjadi enarn kategori: infeksi, pengobatan,
hiperglikernik non ketotik (HHNK) merupakan komplikasi noncompliance, DM tidak terdiagnosis, penyalahgunaan
akut/ernergensi Diebetes Melitus (DM). Sindrom HHNK obat, dan penyakit penyerta (Tabel 2). lnfeksi rnerupakan
ditandai oleh hiperglikemia, hiperosmolar tanpa disertai penyebab tersering (57.1%). Compliance yang buruk
adanya ketosis. Gejala klinis utama adalah dehidrasi berat, terhadap pengobatan DM juga sering rnenyebabkan
hiperglikernia berat dan seringkali disertai gangguan HHNK (21%).
neurologis dengan atau tanpa adanya ketosis.
Perjalanan klinis HHNK biasanya berlangsung dalarn
jangka waktu tertentu (beberapa hari sampai beberapa
minggu), dengan gejala khas meningkatnya rasa haus
disertai poliuri, polidipsi dan penurunan berat badan. Faktor yang rnemulai timbulnya HHNK adalah diuresis
Koma hanya ditemukan kurang dari 10% kasus. glukosuria. Glukosuria mengakibatkan kegagalan pada
Ditinjau dari sudut patofisiologi, HHNK dan KAD kemzmpuan ginjal dalarn mengkonsentrasikan urin, yang
merupakan suatu spektrum dekompensasi metabolik akan sernakin memperberat derajat kehilangan air. Pada
pada pasien diabetes; yang berbeda adalah awitan (onset), keadaan normal, ginjal berfungsi mengeliminasiglukosa di
derajat dehidrasi, dan beratnya ketosis. (Tabel 1) atas ambang batas tertentu. Narnun dernikian, penurunan
volume intravaskular atau penyakit ginjal yang telah ada
sebelumnya akan rnenurunkan laju filtrasi glornerular,
rnenyebabkan konsentrasi glukosa meningkat. Hilangnya
air yang lebih banyak dibanding natrium menyebabkan
Data di Arnerika rnenunjukkan bahwa insidens HHNK keadaan hiperosmolar. Insulin yang ada tidak cukup untuk
sebesar 17,5 per 100.000 penduduk. lnsiden ini sedikit lebih menurunkan konsentrasi glukosa darah, terutarna jika
tinggi dibanding insiden KAD. HHNK lebih sering diternukan terdapat resistensi insulin.
pada perernpuan dibandingkan dengan laki-laki. HHNK Tidak seperti pasein dengan KAD, pasien HHNK tidak
lebih sering ditemukan pada orang lanjut usia, dengan mengalami ketoasidosis, namun tidak diketahui dengan
rata-rata usia onset pada dekade ketujuh.Angka mortalitas jelas alasannya. Faktor yang diduga ikut berpengaruh
pada kasus HHlVK cukup tinggi, sekitar 10-20%. adalah keterbatasan ketogenesis karena keadaan
hiper~smolar,konsentrasi asam lernak bebas yang rendah
untul.: ketogenesis, ketersediaan insulin yang cukup untuk
FAKTOR PENCETUS menghambat ketogenesis namun tidak cukup untuk
mencegah hiperglikemia, dan resistensi hati terhadap
HHNK biasanya terjadi pada orang tua dengan DM, yang glukagon.
mernpunyai penyakit penyerta yang rnengakibatkan Tidak tercukupinya kebutuhan insulin rnenyebabkan
menurunnya asupan rnakanan.' Faktor pencetus dapat timbulnya hiperglikemia. Penurunan pernakaian glukosa
Tabel 1. Pefibandingaq?WD.dengan
HHNK
KAD
Variabel HHNK
Ringan Sedang Berat
Kadar Glukosa Plasma (rng/dL) >250 >250 >250 > 600
Kadar pH arteri 7,25-7,30 7,OO-7,24 <7,00 >7,30
Kadar Bikarbonat Serum (rnEq/L) 15-18 10-<I5 <I0 >I5
Keton pada Urine atau Serum Positif Positif Positif Sedikit/ negatif
Osrnolaritas Serum Efektif (rnOsrn/kg) Bervariasi Bervariasi Bervariasi >320
Anion gap > 10 >12 >I2 Bervariasi
Kesadaran Sadar Sadar, drowsy Stupor, korna Stupor, korna
Dikutip dari Kitabchi AE, Urnpierrez GE, Murphy MB, Barrett EJ, Kreisberg RA, Malone JI, et al. Hyperglycemic crises
in diabetes. Diabetes Care 2004;27(suppIl):S95.

Tabel 2. Faktor bncetus UHNC;


Penyakit Penyerta Pengobatan
lnfark rniokard akut Antagonis kalsiurn
Tumor yang rnenghasilkan horrnon adrenokortikotropin Obat kernoterapi
Kejadian serebrovaskular Klorprornazin (thorazine) Simetidin (tagarnet)
Sindrorn cushing Diazoxid (hyperstat)
Hiperterrnia Glukokortikoid
Hipoterrnia Loop diuretics
Trornbosis rnesenterika Olanzapin (zyprexa)
Pankreatitis Fenitoin (dilantin)
Emboli paru Propranolol (inderal)
Gagal ginjal Diuretik tiazid
Luka bakar berat Nutrisi parenteral total
Tirotoksikosis
lnfeksi Noncompliance
Selulitis Penyalahgunaan obat
lnfeksi gigi Alkohol
Pneumonia Kokain
Sepsis DM tidak terdiagnosis
lnfeksi saluran kernih

Dikutip dari Stoner, Hyperglycemic hyperosrnol3r state, American Academy of Family Physician, http://www.aafp.
org/afp/20050501 /1723.html

oleh jaringan perifer termasuk oleh sel otot dan sel lemak, konsentrasi protein plasma yang mengikuti hilangnya
ketidakmampuan rnenyimpan glukosa sebagai glikogen cairan intravaskular menyebabkan keadaan hiperosmolar.
pada otot dan hati, dan stimulasi glukagon pada sel hati Keadaan hiperosrnolar ini rnemicu sekresi hormone anti
untuk glukoneogenesis mengakibatkan sernakin naiknya diuretik. Keadaan hiperosrnolar ini juga akan rnernicu
konsentrasi glukosa darah. Pada keadaan dirnana insulin tirnbulnya rasa haus.
tidak rnencukupi, rnaka besarnya kenaikan konsentrasi Adanya keadaan hiperglikernia dan hiperosrnolar
glukosa darah juga tergantung dari status hidrasi dan ini jika kehilangan cairan tidak dikompensasi dengan
masukan karbohidrat oral. rnasukan cairan oral rnaka akan tirnbul dehidrasi dan
Hiperglikernia rnengakibatkan tirnbulnya diuresis kernudian hipovolernia. Hipovolernia akan rnengakibatkan
osrnotik, dan rnengakibatkan menurunnya cairan tubuh hipotensi dan nantinya akan rnenyebabkan gangguan
total. Dalarn ruang vaskular, dimana glukoneogenes s dan pada perfusi jaringan. Keadaan korna rnerupakan suatu
rnasukan rnakanan terus menarnbah glukosa, kehilangan stadium terakhir dari proses hiperglikernik ini, dirnana
cairan akan sernakin mengakibatkan hiperglikemia dan telah tirnbul gangguan elektrolit berat dalarn kaitannya
hilangnya volume sirkulasi. Hiperglikernia dan peningkatan dengan hipotensi.
KOMA HIPEROSMOLAR HlPERGLlKEMlK NON-KETOTIK

GEJALA KI-INIS pasien mengidap penyakit ginjal atau kardiovaskular,


pernah ditemukan penyakit akromegali, tirotoksikosis,
Pasien dengan HHNK, umumnya berusia lanjut, belum dan penyakit Cushing.
diketahui mempunyai DM, dan pasien DM tipe-2 yang Sering disebabkan oleh obat-obatan, antara lain
mendapat pengaturan diet dan atau obat hipoglikemik tiazid, furosemid, manitol, digitalis, reserpin, steroid,
oral. Seringkali dijumpai penggunaan obat yang semakin k:lorpromazin, hidralazin, dilantin, simetidin dan
memperberat masalah, misalnya diuretik. haloperidol (neuroleptik).
Keluhan pasien HHNK ialah: rasa lemah, gangguan FAempunyai faktor pencetus misalnya infeksi, penyakit
penglihatan, atau kaki kejang. Dapat pula ditemukan k.ardiovaskular, aritmia, pendarahan, gangguan
keluhan mual dan muntah, namun lebih jarang jika keseimbangan cairan, pankreatitis, koma hepatik
dibandingkan dengan KAD. Kadang, pasien datang dan operasi.
dengan disertai keluhan saraf seperti letargi, disorientasi,
hemiparesis, kejang atau koma.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda PEMERIKSAAN LABORATORIUM
dehidrasi berat seperti turgor yang buruk, mukosa pipi
yang kering, mata cekung, perabaan ekstremitas yang Temuan laboratorium awal pada pasien dengan HHNK
dingin dan denyut nadi yang cepat dan lemah. Dapat adalah konsentrasi glukosa darah yang sangat tinggi
pula ditemukan peningkatan suhu tubuh yang tak terlalu (>600 mg per dl) dan osmolaritas serum yang tinggi (>320
tinggi. Akibat gastroparesis dapat pula dijumpai distensi mOsm per kg air [normal=290+5]), dengan pH lebih besar
abdomen, yang membaik setelah rehidrasi adekuat. dari 7.30 dan disertai ketonemia ringan atau tidak. Separuh
Perubahan pada status mental dapat berkisar dari pasien akan menunjukkan asidosis metabolik dengan
disorientasi sampai koma. Derajat gangguan neurologis anion gap yang ringan (10-12). Jika anion gap nya berat
yang timbul berhubungan secara langsung dengan (> 12), harus dipikirkan diagnosis diferensial asidosis laktat
osmolaritas efektif serum. Koma terjadi saat osmolaritas atau penyebab lain. Muntah dan penggunaan diuretik
serum mencapai lebih dari 350 mOsm per kg (350 mmol tiazid dapat menyebabkan alkalosis metabolik yang dapat
per kg). Kejang ditemukan pada 25% pasien, dan dapat menutupi tingkat keparahan asidosis. Konsentrasi kalium
berupa kejang umum, lokal, maupun mioklonik. Dapat dapat meningkat atau normal. Konsentrasi kreatinin,
juga terjadi hemiparesis yang bersifat reversibel dengan blood urea nitrogen (BUN), dan hematokrit hampir selalu
koreksi defisit cairan. meningkat. HHNK menyebabkantubuh banyak kehilangan
Secara klinis HHNK akan sulit dibedakan dengan berbagai macam elektrolit.
KAD terutama bila hasil laboratorium seperti konsentrasi Konsentrasi natrium harus dikoreksi jika konsentrasi
glukosa darah, keton dan analisis gas darah belum ada glukosa darah pasein sangat meningkat. Jenis cairan yang
hasilnya. Berikut di bawah ini adalah beberapa gejala dan diberi kan tergantung dari konsentrasi natrium yang sudah
tanda sebagai pegangan: dikoreksi, yang dapat dihitung dengan rumus:
Sering ditemukan pada usia lanjut yaitu usia lebih dari
60 tahun, semakin muda semakin berkurang, dan pada sodium + 165 x (alukosa darah (ma per dL) - 100)
anak belum pernah ditemukan. (rEq/L) 100
Hampir separuh pasien tidak mempunyai riwayat DM
Misalkan, konsentrasi natrium hasil pemeriksaan 145
atau DM tanpa insulin.
mEq per L (145 mmol per L) dan konsentrasi glukosa
Mempunyai penyakit dasar lain, ditemukan 85%
darah 1.100 mg perdL (61.1 mmol per L) maka konsentrasi
n a t r i ~ mkoreksi:
Tabek3. ICshilangdll Efdk@alftpadA#HNK
Elektrolit Hilang 135 + 165 ~(1.100- 100) = 145 + 16,5 = 161,5 rnEq/L
Natriurn 7 - 13 mEq per kg 100
Klorida 3 - 7 rnEq per kg
Untuk menghitung osmolaritas serum efektif dapat
Kalium 5-15 rnEq per kg
70 - 140 rnrnol per kg digunakan rumus:
Fosfat
Kalsiurn 50 - 100 rnEq per kg 1'2x sodium (rnEq per L) + Glukosa darah (ma per dU
Magnesium 50 - 100 rnEq per kg
18
Air 100 - 200 mL per kg
Misalkan, konsentrasi natrium 150 mEq per L (150
Dlkut~pdar~Stoner, Hyperglycemlc hyperosmolar state,
Amerlcan Academy of Famlly Phys~clan,http//wwwaafp.org/ mmol per L), dan konsentrasi glukosa darah 1,100 mg per
afp/20050501/ 1723 html dL. Maka osmolaritas serum efektifnya:
DIABETES MILITUS

akan terlihat ketika diberikan insulin, karena ini akan


mengakibatkan kalium serum masuk ke dalam sel.
Konsentrasi elektrolit harus dipantau terus-menerus dan
irama jantung pasien juga harus dimonitor.
PENATALAKSANAAN Jika konsentrasi kalium awal <3.3 mEq per L (3.3
mmol per L), pemberian insulin ditunda dan diberikan
Penatalaksanaannya serupa dengan KAD, hanya cairan kalium (2/3 kalium klorida dan 1/3 kalium fosfat sampai
yang diberikan adalah cairan hipotonis (1/2N, 2A). tercapai konsentrasi kalium setidaknya 3.3 mEq per L).
Pemantauan konsentrasi glukosa darah harus lebih ketat, Jika konsentrasi kalium lebih besar dari 5.0 mEq per L (5.0
dan pemberian insulin harus lebih cermat dan hati-hati. mmol per L), konsentrasi kalium harus diturunkan sampai
Respons penurunan konsentrasi glukosa darah lebih baik. di bawah 5.0 mEq per L, namun sebaiknya konsentrasi
Walaupun demikian, angka kematian lebih tinggi, karena kalium ini perlu dimonitor tiap dua jam. Jika konsentrasi
lebih banyak terjadi pada usia lanjut, yang tentu saja lebih awal kalium antara 3.3-5.0 mEq per L, maka 20-30mEq
banyak disertai kelainan organ-organ lainnya. kalium harus diberikan dalam tiap liter cairan intravena
Penatalaksanaan HHNK memerlukan monitoring ketat yang diberikan (2/3 kalium klorida dan 1/3 kalium fosfat)
terhadap kondisi pasien dan responsnya terhadap terapi untuk mempertahankan konsentrasi kalium antara 4.0 mEq
yang diberikan. Pasien-pasien tersebut harus dirawa:, dan per L (4.0 mmol per L) dan 5.0 mEq per L.
sebagian besar dari pasien-pasien tersebut sebaiknya
dirawat di ruang rawat intensif atau intermediate. Insulin
Penatalaksanaan HHNK meliputi lima pendekatan: 1). Hal yang penting dalam pemberian insulin adalah perlunya
Rehidrasi intravena agresif; 2). Penggantian elektro it; 3). pemberian cairan yang adekuat terlebih dahulu. Jika
Pemberian insulin intravena; 4). Diagnosis dan manajemen insulin diberikan sebelum pemberian cairan, maka cairan
faktor pencetus dan penyakit penyerta; 5). Pencegahan. akan berpindah ke intrasel dan berpotensi menyebabkan
perburukan hipotensi, kolaps vaskular, atau kematian.
Cairan Insulin sebaiknya diberikan dengan bolus awal0,I 5U/
Langkah pertama dan terpenting dalam penatalaksaan kgBB secara intravena, dan diikuti dengan drip 0,1 U/kgBB
HHNK adalah penggantian cairan yang agresif, dimana perjam sampai konsentrasi glukosa darah turun antara 250
sebaiknya dimulai dengan mempertimbangkan perkiraan mg per dL (13.9 mmol per L) sampai300 mg per dL. Jika
defisit cairan (biasanya 100 sampai 200 mL per kg, atau konsentrasi glukosa dalam darah tidakturun 50-70 mg/dL
total rata-rata 9 L). Penggunaan cairan isotonik akan per jam, dosis yang diberikan dapat ditingkatkan. Ketika
dapat menyebabkan overload cairan dan cairan hipcltonik konsentrasi glukosa darah sudah mencapai di bawah 300
mungkin dapat mengkoreksi defisit cairan terlalu cepat mg/dL, sebaiknya diberikan dekstrosa secara intravena dan
dan potensial menyebabkan kematian dan lisis mielin dosis insulin dititrasi secara sliding scale sampai pulihnya
difus. Sehingga pada awalnya sebaiknya diberikan 1L kesadaran dan keadaan hiperosmolar.
normal saline per jam. Jika pasiennya mengalami syok
hipovolemik, mungkin dibutuhkan plasma expanders.Jika
pasien dalam keadaan syok kardiogenik, maka diperlukan IDENTlFlKASl D A N MENGATASI FAKTOR
monitor hemodinamik. PENYEBAB
Pada orang dewasa, risiko edema serebri rendah
sedangkan konsekuensi dari terapi yang tidak memadai Walaupun tidak direkomendasikan untuk memberikan
meliputi oklusi vaskular dan peningkatan mortalita;. antibiotik kepada semua pasien yang dicurigai mengalami
Pada awal terapi, konsentrasi glukosa darah akan infeksi, namun terapi antibiotik dianjurkan sambil
menurun, bahkan sebelum insulin diberikan, dan ha1 ini menunggu hasil kultur pada pasien usia lanjut dan
dapat menjadi indikator yang baik akan cukupnya terapi pada pasien dengan hipotensi. Berdasarkan penelitian
cairan yang diberikan. Jika konsentrasi glukosa darak tidak terkini, peningkatan konsentrasi C-reactive protein dan
bisa diturunkan sebesar 75-100 mg per dL perjam, i a l ini interleukin-6 merupakan indikator awal sepsis pada pasien
biasanya menunjukkan penggantian cairan yang kurang dengan HHNK.
atau gangguan ginjal.

Elektrolit
Kehilangan kalium tubuh total seringkali tidak diketahui
pasti, karena konsentrasi kalium dalam tubuh Aapat Komplikasi dari terapi yang tidak adekuat meliputi oklusi
normal atau tinggi. Konsentrasi kalium yang seberlarnya vaskular, infark miokard, low-flow syndrome, disseminated
KOMA HIPEROSMOLAR HlPERGLlKEMlK NON-KETOTIK

intravascular coagulopathy dan rabdomiolisis. Overhidrasi Soewondo P. Ketoasidosis diabetik. Dalam: Penatalaksanaan
dapat menyebabkan adult respiratory distress syndrome Kedaruratan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat
Irformasi dan Penerbitan Bap;ianIlmu
" Penvakit Dalam Fakultas
dan edema serebri, yang jarang diternukan namun Kedokteran Universitas Indonesia ;2000.p. 89-96
fatal pada anak-anak dan dewasa muda. Edema serebri Stoner. Hyperglycemic hyperosmolar state. American Academy
ditatalaksana dengan infus mnitol dengan dosis 1-2g/kgBB of Family Physician, Accessed from : http://www.aafp.org/
afp/20050501/1723.htrnl. Accessed at : 20th Januari 2006.
selarna 30 menit dan pemberian deksametason intravena.
Trachtenbarg D. Diabetic ketoacidosis. Am Fam Physician. 2005;
Memperlambat koreksi hiperosmolar pada anak-anak, 7 _ (9):1705-14.
dapat mencegah edema serebri. Osama Hamdy. Diabetic ketoacidosis. Accessed from: www.
emedicine.com. Accessed at: 20th November 2005. Last
updated: June 13,2004.
Waspedji Sarwono. Kegawatan pada diabetes melitus. Dalam:
PENCEGAHAN Prnatalaksanaan Kedaruratan di Bidang Ilmu Penyakit
Dalam. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
Hal yang harus diperhatikan dalam pencegahan adalah 2000.~.83-8.
perlunya penyuluhan mengenai pentingnya pemantauan
konsentrasi glukosa darah dan compliance yang tinggi
terhadap pengobatan yang diberikan. Hal lain yang
juga perlu diperhatikan adalah adanya akses terhadap
persediaan air. Jika pasein tinggal sendiri, teman atau
anggota keluarga terdekar sebaiknya secara rutin
menengok pasien untuk memperhatikan adanya
perubahan status mental dan kemudian menghubungi
dokter jika ha1 tersebut ditemui.
Pada tempat perawatan, petugas yang terlibat
dalam perawatan harus diberikan edukasi yang memadai
mengenai tanda dan gejala HHMK dan juga edukasi
mengenai pentingnya asupan cairan yang memadai dan
pemantauan yang ketat.

PROGNOSIS

Biasanya buruk, tetapi sebenarnya kematian pasien


bukan disebabkan oleh sindrom hiperosmolar sendiri
tetapi oleh penyakit yang mendasari atau menyertainya.
Angka kematian berkisar antara 30-50%. Di negara maju
dapat dikatakan penyebab utama lematian adalah infeksi,
usia lanjut dan osmolaritas darah yang sangat tinggi.
Di negara maju, angka kematian dapat ditekan menjadi
sekitar 12%.

Boedisantoso Asman. Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Non


Ketotik. Dalam : Sjaifullah Noer Mh et a1 Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid I. Edisi Ketiga. Jakarta. Balai Penerbit
FKUI, 1996. 627-30.
Delaney MF, Zisman A and Kettyle WM. Diabetic ketoacidosis
and hyperglycemic hyperosmolar nonketotic syndrome.
Endocrinol and Metab Clin North Am 2000 ;29 : 683-705.
Kitabchi AE, Umpierrez GE, Murphy MB, Barrett EJ, Kreisberg RA,
Malone JI, et al. Hyperglycemic crises in diabetes. Diabetes
Care 2004;27(suppll):S95.
Sagarin M. Hyperosmolar Hyperglycemic nonketotic coma.
Accessed from: www.emedicine.com.Accessed at : November
20,2005. Last updated : January 13,2005.
NEFROPATI DIABETIK
Hendromartono

PENDAHULUAN pasien DM yang menjalani terapi pengganti ginjal


menderita DM tipe 2 dibandingkan DM tipe
Nefropati DM merupakan penyebab utama penyakit ginjal
pada pasien yang mendapat terapi pengganti ginjal dan
terjadi pada 40% dari seluruh pasien DM tipe 1 dan tipe
2. Penyakit ini meningkatkan angka kematian terutarna
karena pengaruh kardiovaskular, dan didefinisikan sebagai Nefropati DM merupakan penyebab paling sering terjadinya
peningkatan eksresi albumin urin tanpa adanya gangguan penyakit ginjal tahap akhir yang memerlukan dialisis di
ginjal. Hiperglikemia, peningkatan tekanan d a r a ~ ,dan AS. lnsiden nefropati DM di negara ini meningkat secara
faktor genetik merupakan faktor risiko utama timbulnya substansial dalam beberapa tahun terakhir.3 Nefropati
nefropati DM. Peningkatan lipid serum, kebiasaan merokok, diabetik ditandai dengan adanya mikroalburninuria.
dan jumlah konsumsi protein juga berperan sebagai faktor Risiko terjadinya nefropati pada mikroalbuminuria 20 kali
risiko. Menjaga kondisi metabolik, mengobati hipertensi, lipat lebih besar dibandingkan dengan normoalbuminuria.
menggunakan obat-obatan dengan efek blockade RAS, Mikroalbuminuria sering telah didapatkan pada saat
dan rnengobati dislipidemia merupakan strategi yang diagnosis DM tipe 2 ditegakkat~.~,~
efektif untuk mencegah timbulnya mikroalbuminuria, Penelitian pada orang kulit hitam di Arnerika tahun
dalam usaha menghambat progresivitas nefropati dan 1996 mendapatkan bahwa penyandang yang baru di-
mengurangi mortalitas kardiovaskular pada pasien DM diagnosis DM tipe 2 mernpunyai angka kejadian makro-
tipe 1 dan tipe 2.'~' albuminuria 3,8% dan mikroalbuminuria sebesar 23,4%,
sedangkan penelitian di India Selatan pada tahun 1998
mendapatkan angka kejadian mikroalbuminuria pada DM
tipe 2 sebesar 36,3%.6 Faktor-faktor yang mempengaruhi-
nya adalah pengendalian konsentrasi glukosa darah,
Nefropati DM ditandai dengan adanya mikroalbuminuria tekanan darah, kolesterol, dan lamanya rnenyandang
(30mg/hari, atau 20pg/menit) tanpa adanya gar~gguan DM.7
ginjal, disertai dengan peningkatan tekanan darah Sitompul R, pada tahun 1991 melaporkan angka
sehingga mengakibatkan menurunnya filtrasi glomerulus kejadian mikroalbuminuria pada DM tipe 2 sebesar 6,9-
dan akhirnya menyebabkan gagal ginjal tahap akhir. 31,3% dan makroalbuminuria 4,4-8,6%.7 Haryono, pada
Akhir-akhir ini kaitan erat antara nefropati dan penyakit tahun 1992 melaporkan angka kejadian mikroalbuminuria
kardiovaskular telah mengarah kepada inklusi penyakit pada DM tipe 2 sebesar 31,3% dan makroalburninuria
kardiovaskular dini, risiko kardiovaskular meningkat seiring 4,4%.8 Pada pengamatan selanjutnya, setelah 1,s tahun
dengan albuminuria. Saat ini nefropati DM merupakan kemudian 40,4% penyandang normoalbuminuria ber-
satu-satunya penyebab paling sering terjadinya gagal kembang menjadi mikroalbuminuria, sedangkan pada
ginjal tahap akhir di seluruh dunia dan diketahui sebagai kelornpok mikroalbuminuria ternyata 8,4% berkembang
faktor risiko independen untuk penyakit kardiovaskular. menjadi makroalbuminuria. Penelitian di Divisi Ginjal
Pada berbagai negara, termasuk Timur Tengah mayoritas Hipertensi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, FKUI/ RSUPN
NEFROPATI DlABETlK

Cipto Mangunkusumo tahun 2000-2001 mendapatkan degradasi protein.13Pembentukan dan degradasi matriks
bahwa pasien yang baru pertama kali menjalani cuci juga diatur sebagian oleh interaksi sel dengan m a t r i k ~ . ' ~ . ' ~
darah mempunyai angka kejadian nefropati diabetik Penelitian terbaru membuktikan bahwa patologi ginjal
sebesar l5%P yang mengakibatkan perubahan struktur dan fungsi pada
Apabila tidak diobati, 80% dari penderita DM tipe 1 nefropati karena DM tipe 2 sama dengan yang terjadi
dan mikroalbuminuria akan berkembang menjadi overt pada DM tipe 1.16
nephropathy (proteinuria yang ditandai dengan ekskresi Patologi pada nefropati diabetik ini disebabkan oleh
albumin > 300 mg/hari), sedangkan hanya 20-40% pasien perubahan-perubahan metabolik, hemodinamik, dan
yang menderita DM tipe 2 selama lebih dari 15 tahun intraselular yang kompleks. Pada aspek metabolik, terdapat
akan berkembang menjadi overt nephropathy. Nielsen et pembentukan AGES sebagai konsekuensi hiper-glikemia
a1 menjelaskan lebih dari sepuluh tahun yang lalu bahwa dan peningkatan jalur reduktase aldosa. Perubahan-
petanda dini dan jelas dari adanya perkembangan penyakit perubahan metabolik ini mengaktifkan berbagai sinyal
adalah meningkatnya tekanan darah sistolik, meskipun intraselular yang rumit, salah satunya menyebabkan
dalam kisaran prehipertensi. Diantara pasien yang penimbunan protein MES di mesangium. Aspek hemo-
menderita DM tipe 1 dengan nefropati dan hipertensi, dinamik diwakili oleh peran vasokonstriktor seperti
50% akan berkembang menjadi penyakit ginjal tahap angiotensin II (ATII) dari SRA, endotelin (ET) dan nitric oxide
akhir dalam waktu 10 tahun. Mortalitas diantara pasien (NO) yang berperan dalam perkembangan dan perburukan
dialisis dengan DM sekitar 22% lebih tinggi dalam tahun komplikasi mikrovaskular. Namun, SRAjuga memiliki efek
pertama diikuti oleh mulainya terapi dialisis dan 15% lokal non-hemodinamik yang bekerja secara autokrin
lebih tinggi pada 5 tahun pertama dibandingkan dengan dan parakrin di sel-sel ginjal sebagai pemicu proliferasi
pasien tanpa DM.3 sel dan berbagai sitokin lainnya. Pada tahap yang lanjut
akan terlihat adanya fibrosis tubulus interstisialis. Setelah
terjadi ekspansi selama bertahun-tahun, fibrosis mulai
PATOGENESIS berkembang karena pengaruh TGF-P yang merangsang
Manifestasi patologis nefropati diabetik adalah pembuatan kolagen dan fibronektin. l7
glomerulosklerosis dengan penebalan membran basalis
di glomerulus dan ekspansi mesangial serta peningkatan
penimbunan MES. Perubahan dini yang terjadi pada ginjal GEJALA DAN TANDA
diabetik adalah hiperfiltrasi di glomerulus, hipertrofi
glomerulus, peningkatan ekskresi albumin urin (EAU), Nefropati DM dikategorikan menjadi mikroalbuminuria
peningkatan ketebalan membran basal, ekspansi mesangial dan makroalbuminuria berdasarkanjumlah eksresi albumin
dengan penimbunan protein-protein MES seperti kolagen, urin. Nilai normal yang digunakan berdasarkan American
fibronektin, dan laminin. Nefropati diabetik lanjut ditandai Diabetes Association (waktu tertentu, 24 jam, dan urin
dengan proteinuria, penurunan fungsi ginjal, penurunan sewaktu) untuk diagnosis mikro dan makro-albuminuria
bersihan kreatinin, glomerulosklerosis, dan fibrosis serta gejala klinis utama untuk tiap-tiap tahap, dijelaskan
interstisial. pada tabel 1.
Penebalan membran basalis dan ekspansi mesangial *Sampel urin sewaktu. + Pengukuran proteinuria
dengan peningkatan penimbunan MES pertama kali total (2500 mg/24 jam atau 2430 mg/l pada sampel urin
diamati pada penyandang DM tipe 1 (insulin-dependent sewaktu) dapat digunakan untuk mendefinisikan tahap
diabetes mellitus) yang menyebabkan gambaran ini.
glomerulosklerosis. Derajat ekpansi mesangial ini Terdapat beberapa bukti yang menunjukkan bahwa
berhubungan langsung dengan tingkat keparahan risiko munculnya nefropati DM dan penyakit kardiovaskular
proteinuria, hipertensi dan kerusakan ginjal.1 Ekspansi terjadi saat nilai ekskresi albumin urin masih berada dalam
mesangial pada glomerulosklerosis diabetik dapat kisaran normoalbuminuria. Progresifitas menjadi mikro
dianggap sebagai akibat ketidakseimbangan antara atau makroalbuminuria lebih sering terjadi pada pasien
produksi protein matriks mesangial dan degradasinya penderita DM tipe 2 dengan dasar ekskresi albumin urin
sehingga terjadi penimbunan protein matriks. Produksi di atas rata-rata (2.5 mg/24 jam).'
protein matriks yang berlebihan dapat disebabkan oleh
hipertensi glomerular, pembentukan sitokin-sitokin
prosklerotik seperti TGF-P, angiotensin II, dan faktor
pertumbuhan lainnya.",'* Peningkatan konsentrasi glukosa
juga dapat menghambat degradasi protein matriks melalui Penyebab pasti nefropati DM masih belum diketahui,
proses glikosilasi non-enzimatik dan penghambatan jalur namun beberapa t e o r i yang telah dikemukakan
2388 DIABETES MILITUS

Tahap Albuminuria cut-off values Clinical characteristics


Mikroalbuminuria 20-1 99 pglmenit Penurunan dan peningkatan BP nokturnal yang abnormal
30-299 mgl24 jam Peningkatan trigliserida, kolesterol total dan HDL serta asam
lemak jenuh
30-299 mglg* Peningkatan frekuensi komponen sindrom metabolik
Disfungsi endotelial
Hubungan dengan retinopati DM, amputasi, dan penyakit
kardiovaskular
Peningkatan mortalitas kardiovaskular
GFR stabil
Makroalbuminuria ->200 pglmenit Hipertensi
,300 mg/24 jam Peningkatan trigliserida, kolesterol total, dan LDL
> 300 mg/g* lskemia miokardial asimptomatik
Penurunan GFR progresif
*Sampel urin sewaktu. t Pengukuran proteinuria total (2500 mg/24 jam atau ,430 mg/l pada sampel urin sewaktu) dapat digunakan
untuk mendefinisikan tahap ini.

menyebutkan hiperglikemia (menyebabkan hiperfiltrasi glikasi protein, dan aktivasi enzim protein kinase C (PKC).
dan lesi ginjal), produk glikosilasi lanjutan, dan aktivasi Hipertensi sistemik dan intraglomerular merupakan
sitokin. Terjadinya interaksi faktor-faktor metabolik dan bagian dari aspek hemodinamik yang antara lain
hemodinamik disebabkan oleh penyakit DM. Dalam disebabkan oleh hormon vasoaktif seperti AT II. Interaksi
faktor-faktor metabolik terdapat metabolisme glukosa antara kedua aspek tersebut mengarah pada aktivasi
yang tidak normal yaitu peningkatan jalur poliol, proses sitokin-sitokin intraselular, yang terpenting di antaranya

METABOLIK HEMODlNAMlK

Sitokon
(TGF-P, VEGF)

Gambar 1. Skema interaksi antara faktor metabolik dan hemodinamik pada patogenesis nefropati
diabetik.lB
NEFROPATI DIABETIK 2389

adalah TGF-P, dan berakhir pada penimbunan MES serta glukosa dengan merangsang ekspresi GLUT-1. Kemudian,
peningkatan perrneabilitas vaskular yang menyebabkan aktivasi jalur pensinyalan ini rnerangsang ekspresi
proteinuria (Gambar 1).18 prote n MES dan menyebabkan ekspansi rnesangium
Perubahan-perubahan fungsional di glomerulus dan glornerular.
sel-sel rnesangial terjadi akibat kelainan metabolik pada Ksadaan hiperglikemia dapat rnembangkitkan
DM, terutarna pada jalur sinyal yang dipicu oleh adanya reactive oxygen species (ROS) yang dapat rnengaktivasi
glukosa. Pertarna-tarna, glukosa diangkut ke dalam sel berbagai kaskade peristiwa (Gambar 2).20Salah satu
melalui reseptor GLUT-1 dan terutarna dirnetabolisrne kaskade adalah aktivasi TGF-P dari bentuk latennya
melalui jalur glikolitik. Narnun, jika terdapat dalarn rnelalui pernbentukan AGES ekstraselular dan interaksi
jumlah berlebihan, glukosa juga akan dimetabolisme TGF-0 aktif dengan reseptornya. ROS yang dihasilkan
oleh berbagai jalur pensinyalan lain, yaitu jalur poliol, intraselular dari metabolisrne glukosa dan ikatan AGE
diasilgliserol (DAG) dan heksoarnin yang terdapat di dengan reseptornya (RAGE) memicu aktivasi PKC dan
sel-sel rnesangial. l9 jalur MAPK. Kornbinasi tersebut mernicu faktor-faktor
Peningkatan pernbentukan DAG denovo menyebabkan transk.ripsi seperti NF-KB, fos dan jun (AP-I), dan lainnya.
peningkatan aktivasi PKC dan mitogen-activated protein Faktor-faktor transkripsi ini bersarna-sarna dengan iarnili
kinase (MAPK). Selain itu, glukosa juga diubah rnenjadi protein Smad (yang diaktifkan oleh TGF-P dan reseptor
sorbitol oleh reduktase aldosa (AR) dan kemudian TGF-p,) rnengatur transkripsi berbagai gen, termasuk
rnenjadi fruktosa oleh sorbitol dehidrogenase (SDH). Jalur angio~ensinogen.Kernudian angiotensinogen merangsang
biosintetik heksosamin rnuncul dari glikolisis fruktosa-6- terbentuknya ROS dan ekspresi TGF-P. lnduksi protein-
fosfat (F-6-P) dengan bantuan enzirn glutarnin-fructos-6- protein MES rnernbutuhkan aktivasi TGF-P dan sitokin
phosphate-arninotransferase (GFAT). Aktivasi PKC-MAPK prosklerotik lain yaitu connective tissue growth factor
dapat rnerangsang gen-gen tertentu seperti gen TGF-P. (CTGF). Pernbentukan CTGF di sel-sel ginjal juga dipicu
Aktivasi TGF-P selanjutnya akan merangsang arnbilan oleh keadaan hiperglikernia, AGES, dan ROS melalui

j
.
. S - .:.
*.;.= > d.2 - * ,
pr*tain
*" ,
,, ,.r ;
7 -
..=:.;-,, , . ..., .-..-.- ~,- ...* 1 ,,;> . a*; i ~
40 \ - i . . v

Gambar 2. Model mekanisme hiperglikemia memicu akumulasi protein metriks ekstraselular oleh sel-sel rnesangial.20
DIABETES MILITUS

aktivasi TGF-P. CTGF merupakan salah satu produk Episode singkat hiperglikemia, infeksi saluran kemih,
TGF-P pada sel-sel mesangiaL2' lnduksi CTGF oleh TGF-P hipertensi, gagal jantung, dan demam febril akut, dapat
tampaknya tergantung oleh PKC dan MAPK.22Bersama- menyebabkan peningkatan transien pada ekskresi
sama dengan TGF-P, CTGF merupakan mediator penting albumin urin. Jika tes mikroalbuminuria tidak tersedia,
dalam merangsang ekspresi protein MES. maka skrining dengan reagen tablet atau dipstick dapat
dilakukan, karena memiliki sensitivitas 95% dan spesifisitas
93% apabila dikerjakan oleh petugas yang terlatih. Karena
SKRINING DAN DIAGNOSIS strip reagen hanya menunjukkan konsentrasi dan tidak
mengkoreksi kreatinin seperti halnya albumin urin sewaktu
Pengenalan awal terhadap adanya perubahan pada ginjal terhadap rasio albumin-kreatinin, strip ini sangat rentan
meningkatkan kesempatan untuk mencegah terjadinya terhadap adanya kesalahan akibat perubahan konsentrasi
progresi dari nefropati insipien menjadi overt. Suatu urin. Seluruh hasil tes yang positif berdasarkan strip atau
tes untuk mengetahui adanya mikroalbuminuria harus tablet reagen harus dikonfirmasi menggunakan metode
dilakukan pada saat diagnosis pasien DM tipe 2. Mikro- yang lebih spesifik. Selain itu, terdapat variasi ekskresi
albuminuriajarang terjadi dalam waktu singkat pada pasien albumin per hari yang signifikan, sehingga pengumpulan
DM tipe 1; oleh karena itu, skrining pada penderita DM sampel sebanyak dua dari tiga kali dalam periode 3-6
tipe 1 harus dimulai setelah 5 tahun diagnosis. Beberapa bulan harusnya dapat menunjukkan peningkatan kadar
penelitian mengatakan bahwa diabetes pada masa albumin sebelum mendiagnosis mikroalbuminuria pada
prepubertas mungkin berperan penting pada munculnya pasien. Algoritma skrining mikroalbuminuria dapat dilihat
komplikasi mikrovaskular; oleh karena itu, penilaian klinis pada gambar 3.
berperan penting dalam menegakkan diagnosis. Akibat Pemeriksaan mikroalbuminuria per tahun tidak begitu
adanya kesulitan dalam menentukan kapan onset DM jelas setelah ditegakkannya diagnosis mikroalbuminuria
tipe 2, skrining harus dimulai saat tegaknya diagnosis. dan pemberian terapi ACEIARB serta kontrol tekanan darah.
Setelah skrining awal dan tidak adanya tanda-tanda Banyak ahli menyarankan pemantauan berkelanjutan untuk
mikroalbuminuria sebelumnya, tes mikroalburrinuria menilai baik respons terhadap terapi dan perkembangan
harus dilakukan setiap tahun. Skrining mikroalbuminuria penyakit. Sebagai tambahan terhadap penilaian ekskresi
dapat dilakukan melalui 3 metode, yaitu pengukuran rasio albumin urin, penilaian fungsi glomerulus juga penting
albumin-kreatinin pada sampel urin sewaktu, sampel urin untuk pasien dengan nefropati DM. 23
24 jam dengan kreatinin (pengukuran secara bersamaan
dengan klirens kreatinin), dan sampel berdasarkan waktu
(4 jam atau overnight). PENATALAKSANAAN
Metode pertama merupakan metode yang paling
mudah dilakukan dan bersifat informatif sehingga lebih Setelah ditegakkan diagnosis mikro atau makro-
sering diterapkan; sampel urin pagi hari sangat baik karena albuminuria, pasien harus menjalani evaluasi lengkap
adanya variasi diurnal ekskresi albumin, tapi jika waktu termasuk pemeriksaan untuk faktor penyebab lain,
ini tidak bisa digunakan, kesamaan waktu pengumpulan penilaian fungsi ginjal, dan ada/tidaknya hubungan
sampel yang berbeda pada individu yang sama harus dengan faktor komorbid lainnya.
diterapkan. Uji spesifik harus dilakukan untuk mendeteksi Diagnosis banding biasanya muncul berdasarkan
adanya mikroalbuminuria karena standar uji laboratorium riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, hasil lab, dan
rumah sakit untuk protein urin tidak cukup sensitif untuk gambaran ginjal. Diagnosis nefropati DM sangat mudah
mengukur level tersebut. Mikroalbuminuria dianggap ditegakkan pada pasien DM tipe 1 dengan durasi sakit
positif bila ditemukan ekskresi albumin urin senilai 230 yang sudah lama ( > I 0tahun), terutama apabila ditemukan
mg/24 jam (sama dengan 20 pg/menit pada sampel pula adanya retinopati. Nefropati DM juga muncul pada
berdasarkan waktu atau 30 mg/g kreatinin pada sampel pasien DM tipe 2 dengan proteinuria dan retinopati.
sewaktu) (Tabel 2).23 Namun, terkadang sulit untuk mendiagnosis nefropati

Tabel 1. Deteksi Albuminuria


Sampel sewaktu Sampel24 jam Sampel berdasar waktu
Kategori
(pg/mg kreatinin) (mg/24 jam) (pg/mnt)
Normal < 30 < 30 < 30
Mikroalbuminuria 30-293 30-299 20-1 99
Makroalbuminuria 2300 2300 2200
Tidak Kondisi lain Tidak
penyebab albuminuria

Ya

4 Ulangi tes. Protein +/-

Ulangi tes mikroalburninuria 2x


dalam periode 3-6 bulan

v 1
Skrining ulang
setelah 1tahun
Jidak 2 dari 3 tes
menunjukkan hasil (+)

Ya

Mikroalburninuria,
rnula terapi

Gambar 3. Skrining untuk rnikroalburninuriaZ3

DM pada pasien DM tipe 2 karena onset diabetes tidak nefropati DM. Adanya risiko penyakit kardiovaskular
diketahui pasti dan tidak ditemukan retinopati pada sekitar yang tinggi pada pasien nefropati DM mengharuskan
28% pasien DM tipe 2. dilakukannya pemeriksaan rutin untuk memeriksa ada/
GFR merupakan parameter terbaik dalam menilai tidaknya penyakit jantung koroner, tanpa adanya gejala
fungsi ginjal dan harus diukur atau diperkirakan pada jantung. Komplikasi aterosklerotik lainnya seperti penyakit
pasien diabetes dengan mikro dan makroalbuminuria. Pada karotis, penyakit arteri perifer, dan stenosis arteri ginjal
pasien mikroalbuminuria, GFR tetap pada keadaan stabil, harus dinilai.
namun beberapa pasien menunjukkan adanya penurunan Tujuan dari terapi adalah u n t u k mencegah
kadar GFR yang cepat. Pada pasien DM tipe 1 dengan perkernbangan dari mikro menjadi makroalbuminuria,
mikroalbuminuria yang tidak diterapi, GFR menurun sekitar mencegah penurunan fungsi ginjal pada pasien dengan
1.2 ml/menit/bulan. Pada pasien DM tipe 2, penurunan makroalbuminuria, dan munculnya kejadian kardiovaskular.
GFR lebih bervariasi. Suatu penelitian melaporkan bahwa Strategi dan target terapi dijelaskan dalam tabel 3.'
-
rata-rata penurunan GFR sebesar 0.5 ml/menit/bulan,
meskipun pada beberapa pasien GFR tetap stabil untuk
jangka waktu lama. Pasien dengan penurunan GFR yang KONTROL GULA DARAH KETAT
cepat biasanya mengalami glomerulopati lanjut dan
kontrol metabolik yang buruk. Efek cari kontrol gula darah ketat pada perkembangan
Retinopati sangat penting untuk diperiksa karena mikro menjadi makroalbuminuria dan penurunan fungsi
sering muncul pada nefropati DM dan merupakan salah ginjal 3ada pasien makroalbuminuria masih kontroversial.
satu petunjuk untuk diagnosis nefropati DM. Suatu Pada studi DCCT, kontrol gula darah ketat tidak menurun-
penelitian terhadap pasien DM tipe 2 menunjukkan bahwa kan angka progresivitas menjadi makroalbuminuria pada
retinopati DM merupakan petanda adanya perkembangan pasien DM tipe 1 yang sudah mengalami mikroalbuminuria
DIABETES MILITUS

Tabel 3. Strategi dan Target Terapil


Target
Terapi
Mikroalbuminuria Makroalbuminuria
ACE inhibitor dan/atau ARB dan diet Penurunan alburninuria atau kernbali Proteinuria serninirnal rnungkin atau
rendah protein (0.6- 0.8 g/kgBB/hari rnenjadi n3rmoalburninuria <0.5 g/24jarn
Stabilisasi GFR Penurunan GFR <2rnl/rnenit/tahun
Obat-obatan antihipertensi Tekanan darah <130/80 atau 125/75 rnrnHgt
Kontrol glukosa ketat Alc < 7%
Statin Kolesterol LDL (1 00 rng/dl*
Asarn asetil salisilat Pencegahan trornbosis
Hindari rnerokok Pencegahan perkernbangan aterosklerosis
* Diet rendah protein: Efikasinya belurn terbukti pada pasien mikroalburninuria. +Target:125/75 mmHg dengan peningkatan kreatinin
serum dan proteinuria >1.0 g/24jam. *Kolesterol LDL <70 rng/dl dan adanya penyakit kardiovaskular.

pada awal studi. Pada pasien DM tipe 2, sangat sedikit menurunkan makroalbuminuria rnenjadi rnikroalburninuria
penelitian yang menganalisa peranan kontrol gula pada pasien DM tipe 2.
darah pada progresivitas nefropati DM. Pada studi yang Meskipun belum ada penelitian yang rnernbandingkan
dilakukan oleh Kumamoto, penurunan progresivitas antara efek ACE-inhibitor dan ARB pada progresivitas
tersebut dinilai rnelalui suatu terapi intensif. Meskipun efek rnikroalburninuria menjadi overt nefropati, keduajenis obat-
dari kontrol gula darah ketat pada progresivitas ne'ropati obatan tersebut terbukti dapat mengurangi albuminuria.
DM masih belumjelas, namun tetap harus dilakukan pada Oleh karena itu, penggunaan ACE-inhibitor atau ARB
seluruh pasien. direkornendasikan sebagai terapi lini pertarna untuk pasien
Beberapa obat-obatan antihiperglikemik cangat DM tipe 1 dan tipe 2 dengan mikroalbuminuria meskipun
berguna. Rosiglitazone, jika dibandingkan dengan mereka normotensif.
glyburide, rnemiliki kemampuan untuk menurunkan
ekskresi albumin urin pada pasien DM tipe 2. Beberapa
obat-obatan sebaiknya tidak digunakan pada pasien I N T E R V E N S I DIET1
dengan penurunan fungsi ginjal. Oleh karena itu,
kebanyakan pasien DM tipe 2 dengan nefropati harus Pada suatu penelitian diperoleh bahwa mengganti daging
diterapi rnenggunakan insulin. dengan ayarn dapat rnengurangi ekskresi albumin urin
hingga 46% dan menurunkan kolesterol total, kolesterol
LDL, dan apolipoprotein B pada pasien DM tipe 2 dengan
TERAPI I N T E N S I F 'TEKANAN D A R A H D A N mikroalburninuria. Hal ini rnungkin berkaitan dengan
BLOKADE RAS rendahnyajurnlah lernakjenuh dan tingginya asarn lernak
tak jenuh pada daging ayam jika dibandingkan dengan
Banyak penelitian telah membuktikan bahwa penanganan daging sapi. Efek rnenguntungkan dari asam lemak
hipertensi pada pasien DM tipe 1 dan tipe 2 dengan tak jenuh pada fungsi endotel juga dapat rnenurunkan
mikroalbuminuria membawa efek baik. Blokade RAS ekskresi albumin urin. Diet protein dengan ayarn sebagai
dengan obat-obatan ACE- inhibitor atau ARB memberi satu-satunya sumber daging dapat dijadikan strategi
keuntungan pada fungsi ginjal. Efek renoprotektif tersebut tambahan untuk terapi pasien DM tipe 2 dengan
tidak berhubungan dengan penurunan tekanan darah mikroalbuminuria. Suatu metaanalisis dari 5 penelitian
dan mungkin berkaitan dengan penurunan tekanan yang melibatkan total 108 pasien, diet dengan restriksi
intraglornerular dan lewatnya protein melalui tubulus protein dapat rnernperlambat progresivitas nefropati
proksimal. Obat-obatan ini menurunkan ekskresi albumin DM pada pasien DM tipe 1. Penelitian terbaru pada 82
urin dan laju progresivitas mikroalbuminuria rnenjaci tahap pasien DM tipe 1 dengan nefropati DM yang progresif
nefropati DM yang lebih lanjut. Suatu rnetaanalisis dari menunjukkan bahwa diet rendah protein (0.9 g/kgBB/
12 penelitian yang melibatkan 698 orang pasien DM tipe hari) rnenurunkan risiko gagal ginjal tahap akhir atau
1 nonhipertensif dengan mikroalbuminuria menunjuk- kematian hingga 76%, rneskipun tidak berpengaruh pada
kan bahwa terapi dengan ACE-inhibitor menu-unkan penurunan GFR. Mekanisme penurunan progresivitas
risiko progresivitas menjadi makroalbuminuria ebesar nefropati DM melalui diet rendah protein masih belurn
60% dan meningkatkan kemungkinan regresi rnenjadi diketahui, namun rnungkin berkaitan dengan rnembaiknya
norrnoalbuminuria. Obat-obatan ARB juga efektif dalam profil lipid dan/atau hemodinamik glomerulus.
NEFROPATI DlABETlK

darah dengan target HbAlc 7%dapat menurunkan angka


komplikasi mikrovaskular secara keseluruhan (retinopati
Target kolesterol LDL sekitar <I00 mg/dl untuk pasien DM dan nefropati) hingga 25% tanpa memperhitungkan
secara umum dan <70 mg/dl untuk pasien DM dengan bagaimana mencapai keadaan normoglikemia.
risiko kardiovaskular. Efek penurunan lipid oleh obat-
obatan antilipemik pada progresivitas nefropati DM masih
belum diketahui. Sejauh ini, belum ada penelitian yang PENCEGAHAN PROGRESIVITAS
menganalisa apakah terapi dislipidemia dapat mencegah
perkembangan nefropati DM atau mencegah penurunan Untuk mencegah progresivitas mikroalbuminuria atau
fungsi ginjal. Meskipun demikian, terdapat beberapa proteinuria, perlu dilakukan usaha yang terintegrasi
bukti yang menyatakan bahwa terapi dislipidemia dapat meliputi kontrol tekanan darah melalui terapi farmakologi
menjaga kestabilan GFR dan menurunkan proteinuria dengan blokade RAS oleh ACE-inhibitor atau ARB, kontol
pada pasien DM. glikemik yang intensif, berhenti merokok, penurunan BB
jika diperlukan, dan restriksi protein. Penurunan GFR secara
signifikan berkurang pada pasien DM tipe 2 yang men-
INTERVENSI MULTIFAKTORIAL dapat terapi seperti yang telah disebutkan di a t a ~ . ~ ~

lntervensi multifaktorial terdiri atas pelaksanaan beberapa


langkah seperti perubahan gaya hidup, terapi farmakologis,
diet rendah lemak, program olahraga ringan 3-5 kali
seminggu, program berhenti merokok, dan penggunaan Gross JL, De Azevedo MJ, Silveiro SP. Diabetic nephropathy:
diagnosis, prevention, and treatment. Diabetes Care, Volume
ACE-inhibitor atau ARB dan aspirin. Melalui terapi 28, Number 1, January 2005.
tersebut dapat dicapai penurunan risiko terjadinya makro- Obineche EN, Adem A. Update in diabetic nephropathy. Int
albuminuria hingga 61% dan penurunan risiko retinopati J Diabetes & Metabolism (2005) 13: 1-9.
Kovacs GL. Diabetic nephropathy. Diabetic Nephropathy -
serta neuropati autonom sebesar 58 dan 63%.'
eJIFCC20/012009. Diunduhdari http://www.ifcc.orgpada
tanggal 30 November 2011.
Molitch ME, DeFronzo RA, Frans MJ, Keane WF, Mogensen
PENCEGAHAN CE, Parving HH. Diabetic nephropathy. Diabetes Care.
2003;26 Suppll:S94-8.
Vsrghese A, Deepa R, Rema M, Mohan V. Prevalence of
Pencegahan Onset microalbuminuria in type 2 diabetes mellitus at a diabetes
Suatu konsensus dari American DiabetesAssociation (ADA) centre in southern India. Postgrad Med J. 2001;77:399-402.
Kohler KA, McCellan WM, Ziemer DC, Kleinbaum DG,
telah dibuat sebagai rekomendasi untuk pencegahan Boring JR. Risk factors for microalbuminuria in black
progresivitas nefropati DM. Tabel 4 memberikan rangkuman Americans with newly diagnosed type 2 diabetes. Am J
informasi yang diperlukan mengenai pencegahan tersebut. Kdney Dis. 2000;36(5):903-13.
Sitompul R. Albuminuria pada penderita NIDDM dan
Suatu penelitian oleh Kumamoto menyebutkan bahwa
hubungannya dengan berbagai keadaan klinis. Jakarta:
terapi intensifikasi insulin dapat mencegah onset dan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1991.
progresivitas komplikasi mikrovaskular DM termasuk Hariyono. Mikroalbuminuria pada NIDDM: Faktor-faktor
nefropati pada pasien DM tipe 2. Sama halnya dengan yang mempengaruhi perkembangannya. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 1994.
UKPDS yang menemukan bahwa kontol ketat terhadap gula Lydia A, Siregar P, Prodjosudjadi W. The one-year profile
of new hemodialysis patients in Cipto Mangunkusumo
Hospital, Jakarta. Divisi Ginjal Hipertensi, Departemen
Tabel 4. Pencegahan Onset Nefropati DM2' Penyakit Dalam, FKUI/RSCM, Jakarta; 2001
Mencapai TD normal serendah rnungkin yang bisa Danne T, Spiro MJ, and Spiro RG. Effect of high glucose on
type IV collagen production by cultured glomerular epithelial
ditoleransi dengan ACE-inhibitor atau ARB cells, endothelial and mesangial. Diabetes. 1993;42:170-7.
Restriksi garam ( < 6 g/hari), intake protein Steffes MW, Bilous RW, Sutherland DER, and Mauer SM.
direkornendasikan sebesar 0.8 to 1.0 g/kgBB Cell and matrix components of the glomerular mesangium
Kontrol hiperglikernia (target HbAlc < 7.0) in type I diabetes. Diabetes. 1992;41:679-84.
Berhenti rnerokok White KE, Bilous RW. Type 2 diabetic patients with
Penggunaan statin nephropathy show structural-functional relationships that
are similar to type I disease. J Am Soc Nephrol. 2000;11:1667-
Penurunan BB (jika gernuk), olahraga aerobik ringan
73.
secara teratur 13. SchrijversBF, De Vriese AS, Flyvbjerg A. From hyperglicemia
Hindari penggunaan analgesik minor to diabetickidney disease:the role at metabolic, hernodynamic,
Hindari penggunaan obat-obatan nefrotoksik (media intrasellular factors and growth factors/cytokines. Endorc
kontras, antibiotik, nonsteroid) Rev. 2004;25:971-1010.
14. Cooper Mark E. Pathogenesis, prevention, and treatment of
2394 DIABETES MILITUS

diabetic nephropathy. The Lancet. 1998;352:213-19.


15. Haneda M, Koya D, Isono M, fikkawa R. Overview of glucose
signaling in mesangial cells in diabetic nephropath).. J Am
Soc Nephrol. 2003;14:1374-82.
16. Mason RM, Wahab NA. Extrasellular matrix metabolism in
diabetic nephropathy. J Am Soc Nephrol. 2003;14:1358-73.
17. Blom I, Dijk Van, Wieten L, Duran K, Ito Y, Kleji L, et al. In
vitro evidence for differential involvement of CGTF, TGFbeta,
and PDGG-BB in mesangial response to injury. Nephrol Dial
Transplant. 2001;16:1139-48.
18. Chen Y, Blom IE, Sa S, Goldschmeding R, Abraham DJ,
Leask A. CTGF expression in mesangial cells: infolvement of
SMADs, MAP kinase and PKC. Kidney Int. 2002;62:1149-59.
19. Anderson AR, Christiansen JS, Anderson JK, et al. Diabetic
nephropathy in type 1 (insulin-dependent) diabetes: an
epidemiological study. Diabetologa. 1983;25:496-501.
20. Krolewsla AR, Warrarn JH, ChriestliebAR, et al. The changmg
natural history of nephropathy in type I diabetes. American
Journal of Medicine. 1985;78:785-93.
21. Rippin D. Jonathan, Pate1 Ashok, Bain C. Stephen. Genetic of
diabetic nephrophaty. Best Practice & Research Clinizal and
Metabolism. 2001;15:pp.345-58.
22. Seaquist RW, Goetz FC, Rich S, and Barbosa J. Familial
clustering of diabetic kidney disease. Evidence for genetic
susceptibility to diabetic nephropathy. N Engl I Med.
1989;320:1161-5.
23. American Diabetes Association. Nephropathy in diabetes.
Diabetes Care, Volume 27, Supplement 1,January 2 0 4 .
24. Wolf G, Ritz E. Diabetic nephropathy in type 2 diabetes
prevention and patient management. J Am Soc Nephrol14:
1396-1405,2003
NEUROPATI DIABETIK
Imam Subekti

PENDAHLILUAN tidak mengurangi keluhan, sehingga kualitas hidup dapat


diperbaiki.
Neuropati diabetik (ND) merupakan salah satu komplikasi Dengan demikian, memahami mekanisme terjadinya
kronis paling sering ditemukan pada diabetes melitus (DM). ND dan faktor-faktor yang berperan, merupakan landasan
Risiko yang dihadapi pasien DM dengan ND antara lain penting dalam pengelolaan dan pencegahan ND yang
ialah infeksi berulang, ulkus yang tidak sembuh-sembuh lebih rasional.
dan amputasi jari/ kaki. Kondisi inilah yang menyebabkan
bertambahnya angka kesakitan dan kematian, yang
berakibat pada meningkatnya biaya pengobatan pasien
DM dengan ND.'rZ
Hingga saat ini patogenesis ND belum seluruhnya Dalan konferensi neuropati perifer pada bulan Februari
diketahui denganjelas. Namun demikian dianggap bahwa 1988 di San Antonio, disebutkan bahwa ND adalah istilah
hiperglikemia persisten merupakan faktor primer. Faktor deskriptif yang menunjukkan adanya gangguan, baik klinis
metabolik ini bukan satu-satunya yang bertanggung jawab maupun subklinis, yang terjadi pada diabetes melitus
terhadap terjadinya MD, tetapi beberapa teori lain yang tanpa penyebab neuropati perifer yang lain. Gangguan
diterima ialah teori vaskular, autoimun dan nerve growth neuropati ini termasuk manifestasi somatik dan atau
f c ~ c t o rStudi
.~ prospektif oleh Solomon dkk, menyebutkan otonom dari sistem saraf perifer.=
bahwa selain peran kendali glikemik, kejadian neuropati
juga berhubungan dengan risiko kardiovaskular yang
potensial masih dapat dimodifika~i.~ PREVALENSI
Manifestasi ND bisa sangat bervariasi, mulai dari tanpa
keluhan dan hanya bisa terdeteksi dengan pemeriksaan Berbagai studi melaporkan prevalensi ND yang bervariasi.
elektrofisiologis, hingga keluhan nyeri yang hebat. Bisa Bergantung pada batasan definisi yang digunakan,
juga keluhannya dalam bentuk neuropati lokal atau kriteria diagnostik, metode seleksi pasien dan populasi
sistemik, yang semua itu bergantung pada lokasi dan jenis yang diteliti, prevalensi ND berkisar dari 12-50%. Angka
saraf yang terkena l e ~ i . ~ kejad an dan derajat keparahan ND juga bervariasi sesuai
Mengingat terjadinya ND merupakan rangkaian dengan usia, lama menderita DM, kendali glikemik, juga
proses yang dinamis dan bergantung pada banyak faktor, fluktuasi kadar glukosa darah sejak diketahui DM. Pada
maka pengelolaan atau pencegahan ND pada dasarnya suatu penelitian besar, neuropati simtomatis ditemukan
merupakan bagian dari pengelolaan diabetes secara pada 28,5% dari 6.500 pasien DM. Pada studi Rochester,
keseluruhan. Untuk mencegah agar ND tidak berkembang walau-pun neuropati simtomatis ditemukan hanya
menjadi ulkus diabetik seperti ulkus atau gangren pada pada 13% pasien DM, ternyata lebih dari setengahnya
kaki, diperlukan berbagai upaya khususnya pemahaman ditemukan neuropati dengan pemeriksaan k l i n i ~Studi
.~
pentingnya perawatan kaki. Bila ND disertai dengan nyeri, lain melaporkan kelainan kecepatan hantar saraf sudah
dapat diberikan berbagai jenis obat-obatan sesuai tipe didapati pada 15,2% pasien DM baru, sementara tanda
nyerinya, dengan harapan menghilangkan atau paling klinis neuropati hanya dijumpai pada 2,3%.'
2396 DIABETES MILITUS

PATOGENESIS Kelainan V a ~ k u l a r ~ , ~
Penelitian rnernbuktikan bahwa hiperglikernia juga
Proses kejadian ND berawal dari hiperglikernia rnernpunyai hubungan dengan kerusakan rnikrovaskular.
berkepanjangan yang berakibat terjadinya peningkatan Hiperglikernia persisten rnerangsang produksi radikal
aktivitas jalur poliol, sintesis advance glycosilation end bebas oksidatif yang disebut reactive oxygen species (ROS).
products (AGEs), pernbentukan radikal bebas dan aktivasi Radikal bebas ini rnernbuat kerusakan endotel vaskular dan
protein kinase C (PKC).Aktivasi berbagai jalur tersebut ber- rnenetralisasi NO, yang berefek rnenghalangi vasodilatasi
ujung pada kurangnya vasodilatasi, sehingga aliran ldarah rnikrovaskular. Mekanisrne kelainan rnikrovaskulartersebut
ke saraf rnenurun dan bersarna rendahnya rnioinxitol dapat rnelalui penebalan rnernbrana basalis; trornbosis
dalarn sel terjadilah ND. Berbagai penelitian rnernbuktikan pada arteriol intraneural; peningkatan agregasi trornbosit
bahwa kejadian IVD berhubungan sangat kuat d ~ n g a n dan berkurangnya deforrnabilitas eritrosit; berkurangnya
lama dan beratnya DM. aliran darah saraf dan peningkatan resistensi vaskular;
stasis aksonal, pernbengkakan dan dernielinisasi pada saraf
Faktor Metabolik3e5 akibat iskernia akut. Kejadian neuropati yang didasari oleh
Proses terjadinya ND berawal dari hiperglikernia yang kelainan vaskular rnasih bisa dicegah dengan rnodifikasi
berkepanjangan. Hiperglikernia persisten rnenyebabkan faktor risiko kardiovaskular, yaitu kadar trigliserida yang
aktivitasjalur poliol rneningkat, yaitu terjadi aktivasi enzirn tinggi, indeks rnassa tubuh, rnerokok dan hipertensi.
aldose-reduktase, yang rnerubah glukosa rnenjadi so-bitol,
yang kernudian dirnetabolisasi oleh sorbitol dehidroge- Mekanisme Imun3
nase rnenjadi fruktosa. Akurnulasi sorbitol dan fruktosa Suatu penelitian rnenunjukkan bahwa 22% dari 120
dalarn sel saraf rnerusak sel saraf rnelalui rnekanisrne yang penyandang DM tipe 1 rnerniliki complementfixingantisciatic
belurn jelas. Salah satu kernungkinan-nya ialah akibat nerve antibodies dan 25% DM tipe 2 rnernperlihatkan
akurnulasi sorbitol dalarn sel saraf rnenyebabkan keadaan hasil yang positip. Hal ini rnenunjukkan bahwa antibodi
hipertonik intraselular sehingga rnengakibatkan ?dern tersebut berperan pada patogenesis ND. Bukti lain yang
saraf. Peningkatan sintesis sorbitol berakibat terharnkatnya rnenyokong peran antibodi dalarn rnekanisrne patogenik
rnioinositol rnasuk ke dalarn sel saraf. Penurunan rnioinosi- ND adalah adanya antineural antibodies pada serum
to1 dan akurnulasi sorbitol secara langsung rnenirnbulkan sebagian penyandang DM. Autoantibodi yang beredar
stres osrnotik yang akan rnerusak rnitokondria dan akan ini secara langsung dapat rnerusak struktur saraf rnotorik
rnenstirnulasi protein kinase C (PKC). Aktivasi PKC in akan dan sensorik yang bisa dideteksi dengan irnunofloresens
rnenekan fungsi No-K-ATP-ase, sehingga kadar Na intra- indirek. Disarnping itu adanya penurnpukan antibodi
selular rnenjadi berlebihan, yang berakibat terharnbatnya dan kornplernen pada berbagai kornponen saraf suralis
rnioinositol rnasuk ke dalarn sel saraf sehingga terjadi rnernperlihatkan kernungkinan peran proses irnun pada
gangguan transduksi sinyal pada saraf. patogenesis ND.
Reaksi jalur poliol ini juga rnenyebabkan turunnya
persedjaar? NADPH saraf yang rnerupakan kofaktor Peran nerve growth factor (NGF)3
penting dalarn rnetabolisrne oksidatif. Karena NADPH NGF diperlukan untuk rnernpercepat dan rnernpertahan-
rnerupakan kofaktor penting untuk glutathion dan nitric kan perturnbuhan saraf. Pada penyandang diabetes, kadar
oxide synthase (NOS), pengurangan kofaktor tersebut NGF serum cenderung turun dan berhubungan dengan
rnernbatasi kernarnpuan saraf untuk rnengurangi radikal derajat neuropati. NGF juga berperan dalarn regulasi
bebas dan penurunan produksi nitric oxide (NO). gen substance P dan calcitonin-gen-regulated peptide
Disarnping rneningkatkan aktivitas jalur ~ o l i o l , (CGRP). Peptida ini rnernpunyai efek terhadap vasodilatasi,
hiperglikernia berkepanjangan akan rnenyebsbkan rnotilitas intestinal dan nosiseptif, yang kesernuanya itu
terbentu k-nya advance glycosilation end products (AGEs). rnengalarni gangguan pada hID.
AGEs ini sangat toksik dan rnerusak sernua protein tubuh,
terrnasuk sel saraf. Dengan terbentuknya AGE5 dan
sorbitol, rnaka sintesis dan fungsi NO akan rnenurun, yang KLASIFIKASI
berakibat vasodilatasi berkurang, aliran darah ke saraf
rnenurun, dan bersarna rendahnya rnioinositol dalarn sel Neuropati diabetik rnerupakan kelainan yang heterogen,
saraf, terjadilah ND. Kerusakan aksonal rnetabolik awal sehingga diternukan berbagai ragarn klasifikasi. Secara
rnasih dapat kernbali pulih dengan kendali glikernik yang urnurn MD yang dikernukakan bergantung pada 2 hal,
optimal. Tetapi bila kerusakan rnetabolik ini berlanjut pertarna, rnenurut perjalanan penyakitnya (lama rnenderita
rnenjadi kerusakan iskernik, rnaka kerusakan struktural DM) dan kedua, rnenurutjenis serabut saraf yang terkena
akson tersebut tidak dapat diperbaiki lagi. lesi.
NEUROPATI DlABETlK

1. Menurut perjalanan penyakitnya, ND dibagi rnenjadi? Pada evaluasi tahunan, perlu dilakukan pengkajian
- Neuropati fungsional/subklinis, yaitu gejala yang terhadap:ll
rnuncul sebagai akibat perubahan biokirniawi. 1. ~ e f l e k smotorik
Pada fase ini belurn ada kelainan patologik 2. Fungsi serabut saraf besar dengan tes kuantifikasi
sehingga rnasih reversibel. sensasi kulit seperti tes rasa getar (biotesiorneter)
- Neuropati struktural/klinis, yaitu gejala timbul dan rasa tekan (estesiorneter dengan filarnen mono
sebagai akibat kerusakan struktural serabut saraf. Sernmes-Weinstein)
Pada fase ini masih ada komponen yang reversible. 3. Fungsi serabut saraf kecil dengan tes sensasi suhu.
- Kematian neuronhingkat lanjut, yaitu terjadi 4. Untuk mengetahui dengan lebih awal adanya gangguan
penurunan kepadatan serabut saraf akibat hantar saraf dapat dikerjakan elektromiografi.
kernatian neuron. Pada fase ini sudah irreversible.
Bentuk lain ND yang juga sering ditemukan ialah
- Kerusakan serabut saraf pada urnumnya dimulai
neuropati otonorn (parasimpatis dan simpatis) atau
dari distal rnenuju ke proksirnal, sedangkan proses
diabetic autonomic neuropathy (DAN).''
perbaikan mulai dari proksimal ke distal. Oleh Uji komponen parasirnpatis DAN dilakukan dengan:
karena itu lesi distal paling banyak difemukan, - Tes respons denyut jantung terhadap maneuver
seperti polineuropati simetris distal.
valsava
2. Menurut jenis serabut saraf yang terkena l e ~ i : ~ - Variasi denyutjantung (interval RR) selama napas
- Neuropati difus
dalarn (denyut jantung maksirnurn-minimum
- Polineuropati sensori-motor sirnetris distal
Uji komponen simapatis DAN dilakukan dengan:
- Neuropati otonom:neuropati sudornotor, - Respons tekanan darah terhadap berdiri
neuropati otonom kardiovaskular, neuropati
(penurunan sistolik)
gastrointestinal, neuropati genitourinaria - Respons tekanan darah terhadap genggarnan
- Neuropati lower limb motor sirnetris proksimal
(peningkatan diastolik)
(amiotropi)
- Neuropati vokal
- lleuropati kranial
- Radikulopati/pleksopati PENGELOLAAN
- Entrapment neuropathy
Strategi pengelolaan pasien DM dengan keluhan
Klasifikasi ND di atas berdasarkan anatomi serabut
neuropati diabetik dibagi ke dalarn 3 bagian. Strategi
saraf perifer yang secara urnum dibagi atas 3 sistern yaitu
pertarna adalah diagnosis ND sedini rnungkin, diikuti
sistern rnotorik, sensorik dan sistem otonorn.
strategi kedua dengan kendali glikernik dan perawatan
Manifestasi klinis ND bergantung dari jenis serabut
kaki sebaik-baiknya, dan strategi ketiga ditujukan pada
saraf yang mengalarni lesi. Mengingat jenis serabut
pengendalian keluhan neuropati/ nyeri neuropati diabetik
saraf yang terkena lesi bisa yang kecil atau besar, lokasi
setelah strategi kedua dikerjakan.1
proksirnal atau distal, fokal atau difus, motorik atau
Mengingat ND merupakan komplikasi kronik dengan
sensorik atau otonom, rnaka manifestasi klinis ND menjadi
berbagaifaktor risiko yang terlibat, maka pada pengelolaan
bervariasi, rnulai kesernutan; kebas; tebal; mati rasa; rasa
ND perlu rnelibatkan banyak aspek, seperti perawatan
terbakar; seperti ditusuk; disobek, ditikarn dll.
urnurn, pengendalian glukosa darah dan parameter
metabolik lain sebagai kornponen tak terpisahkan secara
terus rnenerus.''
DIAGNOSIS

Polineuropati sensori-motor sirnetris distal atau distal Perawatan Umum/Kaki


symmetrical sensorymotorpo/yneuropathy(DPN) rnerupakan Jaga kebersihan kulit, hindari trauma kaki seperti sepatu
jenis kelainan ND yang paling sering terjadi. DPN ditandai yang sempit. Cegah trauma berulang pada neuropati
dengan berkurangnya fungsi sensorik secara progresif kornpresi.
dan fungsi rnotorik (lebih jarang) yang berlangsung pada
bagian distal yang berkernbang ke arah proksirnal.1 Pengendalian Glukosa Darah
Diagnosis neuropati perifer diabetik dalam praktek sehari- Berdasarkan patogenesisnya, maka langkah pertama yang
hari, sangat bergantung pada ketelitian pengarnbilan harus dilakukan ialah pengedalian glukosa darah clan monitor
anamnesis dan perneriksaan fisik. Hanya dengan jawaban HbAlc secara berkala. Di samping itu pengendalian faktor
tidak ada keluhan neuropati saja tidak cukup untuk metabolik lain seperti hemoglobin, albumin, dan lipid
rnengeluarkan kemungkinan adanya neuropati. sebagai kornponen tak terpisahkan juga perlu dilakukan.
DIABETES MILITUS

Tiga studi epidemiologi besar, Diabetes Control and dll. Pemahaman terhadap mekanisme nyeri penting agar
Complications TrialTz(DCCT), Kumamoto Study13 dan dapat memberi terapi yang lebih rasional, meskipun
United Kingdom Prospective Diabetes Study14 (UKPDS) terapi nyeri neuropati diabetik pada dasarnya bersifat
membuktikan bahwa dengan mengendalikan glukosa simtomatis.
darah, komplikasi kronik diabetes termasuk neuropati- Pedoman pengelolaan ND dengan nyeri, yang dian-
dapat dikurangi. Pada DCCT, kelompok pasien dengan jurkan ialah:
terapi intensif yang berhasil menurunkan HbAlc dari 9 ke NSAlD (ibuprofen 600mg 4x/hari, sulindac 200mg
7%, telah menurunkan risiko timbul dan berkembangnya 2x/hari)
komplikasi mikrovaskular, termasuk menurunkan risiko Antidepresan trisiklik (amitriptilin 50-150mg malam
timbulnya neuropati sebesar 60% dalam 5 tahun. Pada hari, imipramin 100ng/hari, nortriptilin 50-150mg
studi Kumamoto, suatu penelitian mirip DCCT tetapi malam hari, paroxetine 40mg/hari)
pada DM tipe 2, juga membuktikan bahwa dengan terapi A n t i k o n v u l s a n ( g a b a p e n t i n 9 0 0 m g 3x/hari,
intensif mampu menurunkan risiko komplikasi, termasuk karbamazepin 200mg 4x/hari)
perbaikan kecepatan konduksi saraf dan ambang rangsang Antiaritmia (mexilletin 150-450mg/hari)
vibrasi. Demikian juga dengan UKPDS yang memberikan Topikal: capsaicin 0,075% 4x/hari, fluphenazine 1mg
hasil serupa dengan 2 studi sebelumnya. 3x/hari, transcutaneous electrical nerve stimulation.

Dalam praktek sehari-hari, jarang ada obat tunggal


Terapi M e d i k a m e n t o s a
mampu mengatasi nyeri neuropati diabetes. Meskipun
Sejauh ini, selain kendali glikemik yang ketat, belum ada
demikian, pengobatan nyeri umumnya dimulai dengan
bukti kuat suatu terapi dapat memperbaiki atau mencegah
obat anti-depresan atau anti-konvulsan tergantung ada
neuropati diabetik.4 Namun demikian, untuk mencegah
tidaknya efek samping. Dosis obat dapat ditingkatkan
timbulnya atau berlanjutnya komplikasi kronik DM
hingga dosis maksimum atau sampai efek samping
termasuk neuropati, saat ini sedang diteliti penggunaan
muncul. Kadang-kadang kombinasi anti-depresan dan
obat-obat yang berperan pada proses timbulnya
anti-konvulsan cukup efektif. Bila dengan rejimen ini belum
komplikasi kronik diabetes, y a i t ~ : ~ . ' ~
atau kurang ada perbaikan nyeri, dapat ditambahkan obat
Golongan aldose reductase inhibitor, yang berfungsi
topikal. Bila tetap tidak atau kurang berhasil, kombinasi
menghambat penimbunan sorbitol dan fruktosa
obat yang lain dapat d i l a k ~ k a n . ~
PenghambatACE
Neurotropin
Eduka~i~~,'~
- Nerve growth factor Disadari bahwa perbaikan total sangat jarang terjadi,
- Brain-derived neurotrophic factor
sehingga dengan kenyataan seperti itu, edukasi pasien
Alpha Lipoic Acid, suatu antioksidan kuat yang dapat
menjadi sangat penting dalam pengelolaan nyeri IVD.
membersihkan radikal hidroksil, superoksida dan
Target pengobatan dibuat serealistik mungkin sejak awal,
peroksil serta membentuk kembali glutation.
dan hindari memberi pengharapan yang berlebihan.
Penghambat Protein Kinase C
Perlu penjelasan tentang bahaya kurang atau hilangnya
Gangliosides, merupakan komponen utama membran
sensasi rasa di kaki, perlunya pemeriksaan kaki pada
sel
setiap pertemuan dengan dokter, dan pentingnya evaluasi
Gamma linoleic acid (GLA), suatu prekursor membran
secara teraturterhadap kemungkinan timbulnya ND pada
fosfolipid
pasien DM.
Aminoguanidin, berfungsi menghambat pembentukan
AGES
Human intravenous immunoglobulin, memperbaiki
KESIMPULAN
gangguan neurologik maupun non neurologik akibat
penyakit autoimun. Neuropati diabetik merupakan salah satu komplikasi
Sedangkan untuk mengatasi berbagai keluhan nyeri, kronik DM dengan prevalensi dan manifestasi klinis amat
sangat dianjurkan untuk memahami mekanisme yang bervariasi. Dari 4 faktor (metabolik, vaskular, imun dan
mendasari keluhan nyeri tersebut, antara lain aktivasi NGF) yang berperan pada mekanisme patogenik ND,
reseptor N-methyl-D-aspartate (NMDA) yang berlokasi hiperglikemia berkepanjangan sebagai komponen faktor
di membran post sinaptik spinal cord dan pengeluarari metabolik merupakan dasar utama patogenesis ND.
substance P dari serabut saraf besar A yang berfungsi Oleh karena itu, dalam pencegahan dan pengelolaan
sebagai neuromodulator nyeri. Manifestasi nyeri dapat ND pada pasien DM, yang penting ialah diagnosis diikuti
berupa rasa terbakar; hiperalgesia; alodinia, nyeri menjalar pengendalian glukosa darah dan perawatan kaki sebaik-
NEUROPATI DIABETIK 2399

baiknya. Usaha mengatasi keluhan nyeri pada dasarnya


bersifat simtomatis, dilakukan dengan memberikan obat
yang bekerja sesuai mekanisme yang mendasari keluhan
nyeri tersebut. Pendekatan nonfarmakologis termasuk
edukasi sangat diperlukan, mengingat perbaikan total
sulit bisa dicapai.

REFERENSI

1. Vinik Al.,Park TS., Stansbeny KB., dkk. Diabeticneuropathes.


Diabetologia 2000;43:957-973.
2. Jude EB., Boulton AJM. The diabetic foot. Dalam Diabetes
Current Perspective. Betteridge DJ (ed). Martin Dunitz Ltd,
United Kingdom 2000:179-196.
3. Vinik AI. Diabetic neuropathy: pathogenesis and therapy.
Am J Med 1999; 107(2B):17S-26s.
4. Tesfaye S., Chatumedi N., Eaton SEM., dkk. Vascular risk
factors and diabetic neuropathy. N Engl J Med 2005;352:341-
350.
5. Duby JJ.,Campbell RK., Setter SM., dkk. Diabetic neuropathy:
an intensive review. Am J Health-Syst Pharm 2004;61(2):160-
176.
6. Report and Recommendation of the San Antonio Conference
on Diabetic Neuropathy. Diabetes 1988;37:1000-1004.
7. Lehtinen JM., UUsitupa M., Siitonen O., dkk. Prevalence of
neuropathy in newly diagnosed NIDDM and non diabetic
control subjects. Diabetes 1989;38:1307-1313.
8. Vinik AI. Neuropathy: new concepts in evaluation and
treatment. Shouth Med J 2002;95(1):21-23.
9. Thomas PK. Classification,differential diagnosis and stagmg
of diabetic peripheral neuropathy. Diabetes 1997;46(suppl
2):S54-S57.
10. Feldman EL., Stevens MJ., Greene DA. Diabetic neuropathy.
Dalam Diabetes in the New Millennium.John R Turtle, Toshio
Kaneko and Shuichi Osato (ed). The Endocrinology and
Diabetes Research Foundation of the University of Sidney,
Sidney, NSW 2006, Australia 1999:387-402.
11. Boulton AJM. Management of diabetic peripheral neuropathy.
Prescribers' Journal 2000;40:107-112.
12. DCCT Research Group. N Eng J Med 1993;329:977-986.
13. Shichiri M., Kishikawa H., Ohkubo Y., dkk. Long-term results
of the Kumamoto study on optimal diabetes control in type 2
diabetic patients. Diabetes Care 2000;23(Suppl2):B21-B29.
14. American Diabetes Association Position Statement:
Implications of the United Kingdom Prospective Diabetes
Study. Diabetes Care 2003;26(Suppll):S28-S32.
15. Malik RA. Current and future strategies for the management
of diabetic neuropathy. Treat Endocrinol2003;2(6):389-400.
RETINOPATI DIABETIK
Karel Pandelaki

PENDAHULUAN

Retinopati diabetik merupakan penyebab kebutaan yang Prevalensi retinopati diabetik pada pasien diabetes tipe 1
paling sering ditemukan pada usia dewasa antara 20- setelah 10-15 tahun sejak diagnosis ditegakkan berkisar
74 tahun.' Pasien diabetes melitus (diabetes) memiliki antara 25-50%. Sesudah 15 tahun prevalensi meningkat
risiko 25 kali lebih mudah untuk mengalami retiropati menjadi 75-95% dan setelah 30 tahun mencapai
dibanding nondiabetes. Risiko mengalami retinopati Pasien diabetes tipe 2 ketika diagnosis diabetes ditegakkan
pada pasien diabetes meningkat sejalan dengan sekitar 20% di antaranya sudah ditemukan retinopati
lamanya menderita diabetes. Penyebab retinopati diabetik. Setelah 15 tahun kemudian prevalensi meningkat
diabetik belum diketahui pasti, narnun hiperglikernia menjadi lebih dari 60-85Y0.~Di Amerika Utara dilaporkan
yang berlangsung lama diduga rnerupakan faktor risiko sekitar 12.000-24.000 pasien diabetes rnengalami
utama.'s3 Oleh sebab itu kontrol glukosa darah sejak dini kebutaan setiap t a h ~ n Di. ~ lnggris dan Wales tercatat
penting dalam rnencegah timbulnya retinopati diabetik. sekitar 1000 pasien diabetes setiap tahun mengalami
Metode pengobatan retinopati diabetik dewasa ini juga kebutaan sebagian sampai kebutaan total.' Di Indonesia
mengalami kernajuan pesat sehingga risiko k e b ~ t a a n belum ada data mengenai prevalensi retinopati diabetik
banyak b e r k ~ r a n g .Terapi
~ , ~ fotokoagulasi dengan sinar secara nasional. Namun apabila dilihat dari jumlah pasien
laser, vitrektomi, vitreolisis, penggunaan obat-o3atan diabetes yang meningkat dari tahun ke tahun, rnaka
seperti sorbinil, anti protein kinase C (PKC), anti vascular dapat diperkirakan bahwa prevalensi retinopati diabetik
endothelial growth factor (VEGF), somatostatin dan anti di Indonesia juga cukup tinggi.
inflamasi merupakan modalitas terapi yang dewasa ini
digunakan untuk pengobatan maupun pencegahan
retinopati diabetik. Namun demikian retinopati diabetik PATOFISIOLOGI
tetap rnasih rnenjadi masalah global rnengingat angka
kejadian diabetes di seluruh dunia cenderung makin Retina rnerupakan suatu struktur berlapis ganda dari
rneningkat. fotoreseptor dan sel saraf. Kesehatan dan aktivitas
rnetabolisrne retina sangat tergantung pada jaringan
kapiler retina. Kapiier retina membentuk jejaring yang
menyebar ke seluruh perrnukaan retina kecuali suatu daerah
yang disebut fovea.6 Kelainan dasar dari berbagai bentuk
Retinopati diabetik ialah suatu kelainan mata pada retinopati diabetik terletak pada kapiler retina tersebut.
pasien diabetes yang disebabkan karena kerusakan Dinding kapiler retina terdiri dari tiga lapisan berturut-
kapiler retina dalam berbagai tingkatan, sehingga turut dari luar ke dalam yaitu sel perisit, membrana basalis
menirnbulkan gangguan penglihatan mulai dari yang dan sel endotel. Sel perisit dan sel endotel dihubungkan
ringan sarnpai berat bahkan sarnpai terjadi kebutaan oleh pori yang terdapat pada rnernbrana sel yang terletak
total dan perrnanen.1~2~5 di antara keduanya. Dalarn keadaan normal, perbandingan
RETINOPATI DlABETlK

jumlah sel perisit dan sel endotel kapiler retina adalah 1:l timbulnya retinopati diabetik yaitu aktivasi jalur poliol,
sedangkan pada kapiler perifer yang lain perbandingan glikasi nonenzimatik dan peningkatan diasilgliserol
tersebut mencapai 20:l. Fungsi sel perisit antara lain yang menyebabkan aktivasi PKC.1.3Selain itu, hormon
ialah untuk mempertahankan struktur kapiler, mengatur pertumbuhan dan beberapa faktor pertumbuhan lain
kontraktilitas, membantu mempertahankan fungsi barrier seperti VEGF diduga juga berperan dalam progresifitas
dan transportasi kapiler serta mengendalikan proliferasi retiropati diabetik.4,5
sel endotel. Membrana basalis kapiler berfungsi sebagai
barrier untuk mempertahankan permeabilitas agar tidak Aktivasi Jalur Poliol
terjadi kebocoran. Sel endotel saling berikatan erat satu Hiperglikemia yang berlangsung lama menyebabkan
sama lain dan bersama-sama dengan matriks ekstra sel dari peningkatan aktivitas enzim aldose reduktase sehingga
membrana basalis membentuk pertahanan yang bersifat produksi poliol yaitu suatu senyawa gula dan alkohol
selektif terhadap beberapa jenis protein dan molekul meningkat dalam jaringan termasuk di lensa, pembuluh
kecil, termasuk bahan kontras fluoresein yang digunakan darah dan saraf optik. Salah satu sifat dari senyawa poliol
untuk diagnosis penyakit kapiler retina. Perubahan ialah tidak dapat melewati membrana basalis sehingga
histopatologis kapiler retina pada retinopati diabetik akar~tertimbun dalam jumlah yang banyak di dalam sel.',lo
dimulai dari penebalan membrana basalis kemudian Penimbunan senyawa poliol dalam sel tersebut akan
disusul dengan hilangnya sel perisit dan meningkatnya menyebabkan peningkatan tekanan osmotik sehingga
proliferasi sel endotel. Pada keadaan lanjut, sel perisit menimbulkan gangguan morfologi dan fungsional sel.
tidak mampu lagi mengendalikan proliferasi sel endotel Perc~baanpada hewan yang diberi inhibitor enzim aldose
sehingga perbandingan antara sel endotel dan sel perisit reduktase (aminoguanidin)ternyata dapat mengurangi atau
kapiler retina meningkat sampai mencapai 10:1.7 memperlambat terjadinya retinopati diabetik." Namun uji
Patofisiologi retinopati diabetik melibatkan lima klinik pada pasien diabetes tipe 1 yang diberi aminoguanidin
proses yang terjadi di tingkat kapileryaitu: 1) pembentukan kem ~ d i a n
diamati selama 3-4 tahun ternyata tidak memberi
mikroaneurisma, 2) peningkatan permeabilitas, 3) pengaruh terhadap timbulnya maupun perlambatan
penyumbatan, 4) proliferasi pembuluh darah baru progresifitas retinopati diabetik. Sampai saat ini masih terus
(neovascular) dan pembentukan jaringan fibrosis, dilakukan penelitian dengan menggunakan inhibitor enzim
5) kontraksi jaringan fibrosis kapiler dan v i t r e u ~ . ~ aldose reduktase yang lebih kuat.'.'
Penyumbatan dan hambatan perfusi (nonperfusion)
menyebabkan iskemia retina sedangkan kebocoran Glikasi Nonenzimatik
dapat terjadi pada semua komponen darah.6,9Kebutaan Glikasi nonenzimatik terhadap protein dan asam
akibat retinopati diabetik dapat terjadi melalui beberapa deoksiribonukleat (DNA) yang terjadi selama hiperglikemia
mekanismeyaitu: 1) edema makula atau nonperfusi kapiler, akan menghambat aktivitas enzim dan keutuhan
2) pembentukan pembuluh darah baru dan kontraksi DNA. Protein yang terglikosilasi membentuk radikal
jaringan fibrosis sehingga terjadi ablasio retina (retinal bebas dan akan menimbulkan perubahan fungsi el.^,^
detachment), 3) pembuluh darah baru yang terbentuk Penggunaan aminoguanidin, yaitu suatu bahan yang juga
menimbulkan perdarahan preretina dan vitreus, 4) terjadi bekerja menghambat pembentukan advanced glycation
glaukoma yang juga merupakan akibat dari pembentukan end product (AGE) pada tikus diabetes dilapurkan
pembuluh darah bar^.^,^ Perdarahan adalah bagian dari dapat mengurangi pengaruh diabetes terhadap aliran
stadium retinopati diabetik proliferatif dan merupakan darah di retina, permeabilitas kapiler dan parameter
penyebab utama kebutaan ~ e r m a n e n Selain .~ itu, mikrovaskuler yang lain. Aminoguanidin terbukti juga
kontraksi dari jaringan fibrovaskular sehingga terjadi dapat menghambat produksi senyawa oksida nitrat yang
ablasio retina (terlepasnya lapisan retina)juga merupakan merupakan vasokonstriktor kuat6
penyebab kebutaan yang terjadi pada retinopati diabetik
pr~liferatif.~ Diasilgliserol dan Aktivasi Protein Kinase C
Protein kinase C diketahui memiliki pengaruh terhadap
permeabilitas vaskular, kontraktilitas, sintesis membrana
ETIO-PATOGENESIS basalis dan proliferasi sel vaskular. Dalam kondisi hiper-
glikemia, aktivitas PKC di retina dan sel endotel meningkat
Meskipun penyebab retinopati diabetik sampai saat ini akibat peningkatan sintesis de novo diasilgliserol, yaitu
belum diketahui secara pasti, namun keadaan hiper- suatu regulator PKC dari gukosa.3 Diasilgliserol terbukti
glikemia yang berlangsung lama dianggap sebagai diproduksi dalam jumlah yang banyak di retina anjing
faktor risiko ~ t a m a . "Beberapa
~ proses biokimiawi yang dengan galaktosemia yang disertai retinopati. Dewasa
terjadi pada hiperglikemia dan diduga berkaitan dengan ini para ahli sedang melakukan uji klinik penggunaan
2402 DIABETES MILITUS

ruboxistaurin yaitu suatu penghambat PKC p-isoform pada Retinopati Diabetik Nonproliferatif
pasien retinopati diabetik.13 Retinopati diabetik nonproliferatif merupakan bentuk
Beberapa hipotesis mengenai mekanisme patogenesis r e t i n o p a t i yang paling ringan dan sering t i d a k
retinopati diabetik yang kemungkinan dapat dikembangkan memperlihatkan gejala. Stadium ini sulit dideteksi hanya
menjadi target intervensi farmakologis dapat dilihat pada dengan pemeriksaan oftalmoskopi langsung maupun
tabel 1. tidak langsung. Cara pemeriksaan yang paling baik ialah
dengan menggunakan foto warna fundus atau dengan
FFA. Mikroaneurisma yang terjadi pada kapiler retina
DIAGNOSIS DAN KLASIFIKASI merupakan tanda awal yang dapat ditemukan pada
RDNP. Dengan oftalmoskopi atau foto warna fundus,
Diagnosis retinopati diabetik didasarkan atas hasil mikroaneurisma tampak berupa bintik merah dan sering
pemeriksaan funduskopi. Pemeriksaan dengan firndal kelihatan pada bagian posterior.' Penyebab timbulnya
fluorescein angiography (FFA) merupakan m e ~ o d e mikroaneurisma masih belum jelas. Diduga ada hubungan
pemeriksaan yang paling dipercaya. Namun dalam klinik dengan faktor vasoproliferatif yang dihasilkan endotel,
pemeriksaandengan oftalmoskopi masih dapat digunakan kelemahan dinding kapiler akibat berkurangnya sel perisit,
untuk pemeriksaan penyaring.' Klasifikasi retinopati serta meningkatnya tekanan intra lumen kapiler.' Kelainan
diabetik umumnya didasarkan atas beratnya perubahan morfologi yang lain ialah penebalan membrana basalis,
yang terjadi pada mikrovaskular retina dan ada atau perdarahan ringan, eksudat keras yang tampak sebagai
tidakadanya pembentukan pembuluh darah baru. Early bercak warna kuning dan eksudat lunak yang tampak
Treatment Diabetic Retinopathy Research Study Group sebagai bercak halus (cotton wool spot). Perdarahan
(ETDRS)8 membagi retinopati diabetik atas dua stadium terjadi akibat kebocoran eritrosit, eksudat terjadi akibat
yaitu nonproliferatif dan proliferatif. Retinopati d i a ~ e t i k kebocoran dan deposisi lipoprotein plasma, sedangkan
nonproliferatif (RDNP) hanya ditemukan perubahan ringan edema terjadi akibat kebocoran plasma.6 Retinopati
pada mikrovaskular retina. Kelainan fundus pada RDNP diabetik nonproliferatif berat sering juga disebut sebagai
dapat berupa mikroaneurisma atau kelainan intrarstina retinopati diabetik iskemik, retinopati obstruktif atau
yang disebut intra-retinal microvascular abnormalities retinopati preproliferatif. Gambaran yang dapat ditemukan
(IRMA).6s9Penyumbatan kapiler retina akan menimbulkan yaitu bentuk kapiler yang berkelok tidak teratur akibat
hambatan perfusi yang secara klinik ditandai dengan dilatasi yang tidak beraturan dan cotton wool spot, yaitu
perdarahan, kelainan vena dan IRMA. lskemia retina yang suatu daerah retina dengan gambaran bercak warna putih
terjadi akibat hambatan perfusi akan merangsang proli'erasi pucat dimana kapiler mengalami sumbatan.' Dalam waktu
pembuluh darah baru (neo~askular).'~~ Pembent~kan 1-3 tahun RDlVP berat (retinopati reproliferatif) sering
pembuluh darah baru merupakan tanda khas dari berkembang menjadi retinopati diabetik proliferatif, baik
retinopati diabetik proliferatif (RDP).5,9 disertai maupun tidak disertai dengan edema makula.

Tabel 1. Hipotesis Patogenesis Retinopati Diabetik


Mekanisme Cara kerja Terapi
Aldose reduktase Meningkatkan produksi sorbitol, menyebabkan kerusakan Aldose reduktase inhibitor
sel
lnflamasi Meningkatkan perlekatan leukosit pada endotel kapiler, Aspirin
hipoksia, kebocoran, edema macula
Protein kinase C Diaktifkan oleh DAG, mengaktifkan VEGF Inhibitor PKC p-isoform
ROS Merusak enzim dan komponen sel yang penting Antioksidan
AGE Mengaktifkan eniim-enzim yang merusak Aminoguanidin
Nitrit oxide synthase Meningkatkan produksi radikal bebas dan VEGF Aminoguanidin
Menghambat ekspresi gen Menghambatjalur metabolisme sel ' Belum ada
Apoptosis sel perisit dan endotel Penurunan aliran darah ke retina, menyebabkan hipoksia Belum ada
VEGF Meningkat pada hipoksia retina, menimbulkan kebocoran, Fotokoagulasi, anti VEGF
edema makula, neovaskular
PEDF Menghambat neovaskularisasi, menurun pada hiper- lnduksi produksi PEDF oleh
glikemia gen
GH dan IGF-1 Merangsang neovaskularisasi Hipofisektomi, GH-receptor
blocker, octreotide
PKC=protein kinase C; VEGF=vascular endothelialg r o h factor; DAG=diacylglycerol;ROS= reactive oxygen species; AGE=advanced
glycation end-product; PEDF=pigmentepithelium derived factor; GH=growth hormone; IGF-I =insulin-likegrowth factor I .
RETINOPATI DlABETlK

Pasien diabetes dengan keadaan tersebut rnerupakan baru yang rneliputi satu per ernpat daerah diskus, adanya
calon untuk rnendapat terapi fotokoagulasi. perdarahan preretina, pernbuluh darah baru yang terjadi
di rnana saja (neovascularizationelsewhere) yang disertai
Retinopati Diabetik Proliferatif perdarahan, atau terdapat perdarahan di lebih dari separuh
Retinopati diabetik proliferatif ditandai dengan pada daerah diskus atau v i t r e ~ s . ~ ~ ~ ~ ~
pernbentukan pernbuluh darah baru. Dinding pembuluh
darah baru tersebut hanya terdiri dari satu lapis sel endotel Makulopati Diabetik
saja tanpa sel perisit dan rnernbrana basalis sehingga Makulopati diabetik rnerupakan penyebab kebutaan
sangat rapuh dan rnudah rnengalarni perdarahan.6 paling sering pada pasien diabetes. Makulopati diabetik
Pernbentukan pembuluh darah baru tersebut sangat cenderung berhubungan dengan diabetes tipe 2 usia
berbahaya karena dapat turnbuh secara abnormal keluar lanjut sedangkan retinopati diabetik proliferatif cenderung
dari retina rneluas sarnpai ke vitreus, rnenyebabkan diternukan pada usia m ~ d aTergantung
.~ perubahan
perdarahan di sana dan dapat menirnbulkan kebutaan.6 utama yang terjadi pada kapiler retina, rnakulopati
Perdarahan dalarn vitreus akan rnenghalangi transrnisi diabetik dapat dibedakan dalarn beberapa bentuk yaitu
cahaya ke dalam mata dan pada lapangan penglihatan makulopati iskernik, rnakulopati eksudatif dan edema
rnernberi penampakan berupa bercak warna rnerah, m a k ~ l aMakulopati
.~ iskernik terjadi akibat penyurnbatan
abu-abu atau hitarn. Apabila perdarahan terus berulang, yang luas dari kapiler di daerah sentral retina. Makulopati
dapat terbentuk jaringan fibrosis atau sikatriks pada eksudatif terjadi karena kebocoran seternpat sehingga
retina. Oleh karena retina hanya berupa lapisan tipis terbentuk eksudat keras seperti yang diternukan pada
yang terdiri dari beberapa lapis sel saja, maka sikatriks RDNP. Makulopati eksudatif perlu segera dilakukan terapi
dan jaringan fibrosis yang terbentuk dapat rnenarik retina fotokoagulasi untuk rnencegah hilangnya visus secara
sampai terlepas sehingga terjadi ablasio retina (retinal perrnanen. Edema makula terjadi akibat kebocoran yang
detachment). Pernbuluh darah baru dapatjuga terbentuk difus. Apabila keadaan tersebut rnenetap, rnaka akan
dalarn strorna dari iris dan bersarna-sarna dengan jaringan terbentuk kista berisi cairan yang dikenal sebagai edema
fibrosis dapat meluas sarnpai ke chamber anterior. Keadaan rnakula kistoid. Bila keadaan ini terjadi rnaka gangguan
tersebut dapat rnenghambat aliran keluar dari aqueous visus akan rnenetap dan sukar diperbaiki. Dibanding
humor sehingga menirnbulkan glaukoma neovaskular dengan rnetode diagnostik yang lain, optical coherence
yang ditandai dengan meningkatnya tekanan intraokular. tomography (OCT) rnerupakan rnetode yang paling baik
Kebutaan dapat terjadi apabila diternukan pernbuluh darah untuk rnendiagnosis makulopati diabetik.5

Tabel 2. Klasifikasi Retinopati Diabetik Menurut ETDRS8

Retinopati diabetik nonproliferatif


1. Retinopati nonproliferatif minimal: terdapat satu atau lebih tanda berupa dilatasi vena, rnikroaneurisma, perdarahan in-
traretina yang kecil atau eksudat keras
2. Retinopati nonproliferatif ringan sampai sedang: terdapat satu atau lebih tanda berupa dilatasi vena derajat ringdn, per-
darahan, eksudat keras, eksudat lunak atau IRMA
3. Retinopati nonproliferatif berat: terdapat satu atau lebih tanda berupa perdarahan dan mikroaneurisma pada 4 kuadran
retina, dilatasi vena pada 2 kuadran, atau IRMA ekstensif minimal pada 1 kuadran
4. Retinopati nonproliferatif sangat berat: ditemukan dua atau lebih tanda pada retinopati non-proliferatif berat.

Retinopati diabetik proliferatif


1. Retinopati proliferatif ringan (tanpa risiko tinggi): bila ditemukan minimal adanya neovaskular pada diskus (NVD) yang
mencakup lebih dari satu per empat daerah diskus tanpa disertai perdarahan preretina atau vitreus; atau neovaskular di
mana saja di retina (NVE) tanpa disertai perdarahan preretina atau vitreus
2. Retinopati proliferatif risiko tinggi: apabila ditemukan 3 atau 4 dari faktor risiko sebagai berikut, a) ditemukan pembuluh
darah baru di mana saja di retina, b) ditemukan pembuluh darah baru pada atau dekat diskus optikus, c) pernbuluh darah
baru yang tergolong sedang atau berat yang rnencakup lebih dari satu per ernpat daerah diskus, d) perdarahan vitreus
Adanya pembuluhdarah baru yangjelas pada diskus optikus atau setiapadanya pembuluhdarah baru yang disertai perdarahan,
merupakan dua garnbaran yang paling sering ditemukan pada retinopati proliferatif dengan risiko tinggi.
ETDRS = Early Treatment Diabetic Retinopathy Study; NVD = new vessels on disc; NVE = new vessels elsewhere
DIABETES MILITUS

PENCEGAHAN DAN PENGOBATAN dengan insulin selama 36 bulan mengalami penurunan


risiko terjadi retinopati sebesar 76%. Demikian juga pada
Pencegahandan pengobatan retinopati diabetik merupakan kelornpok yang sudah menderita retinopati, terapi intensif
upaya yang harus dilakukan secara bersarna untuk rnencegah dapat mencegah risiko perburukan retinopati sebesar
atau rnenunda tirnbulnya retinopati dan rnernperlarnbat 54%.16Efek perlindungan melalui mengendalikan glukosa
proses perburukan. Tujuan utama pengobatan retinopati darah juga terlihat dari hasil penelitian United Kingdom
diabetik ialah untuk mencegah terjadinya kebutaan Prospective Diabetes Study (UKPDS) terhadap pasien
perrnanen. Pendekatan multidisiplin dengan melibatkan diabetes tipe 2. Pasien yang diterapi secara intensif, setiap
ahli diabetes, perawat edukator, ahli gizi, spesialis mata, penurunan 1% HbAl c akan diikuti dengan penurunan risiko
optometris dan dokter urnum, akan memberi harapan bagi kornplikasi mikrovaskular sebesar 35%.' Hasil penelitian
pasien untuk mendapatkan pengobatan optimal sehingga DCCT dan UKPDS tersebut mernperlihatkan bahwa
kebutaan dapat dicegah.14Kontrol glukosa darah yarg baik rneskipun kontrol glukosa darah secara intensif tidak dapat
rnerupakan dasar dalam mencegah timbulnya retinopati mencegah terjadinya retinopati secara sempurna, namun
diabetik atau memburuknya retinopati diabetik yang sudah dapat mengurangi risiko timbulnya retinopati diabetik dan
ada.l4*l5Pencegahan dan pengobatan retinopati diabetik mernburuknya retinopati diabetik yang sudah ada. Secara
melip~ti:l,~ klinik, kontrol glukosa darah yang baik dapat rnelindungi
kontrol glukosa darah visus dan mengurangi risiko kemungkinan menjalani terapi
kontrol tekanan darah fotokoagulasi dengan sinar laser.',16
kontrol profil lipid
ablasi kelenjar hipofisis rnelalui pernbedahan atau Kontrol Tekanan Darah
radiasi (jarang dilakukan)
Untuk rnengetahui pengaruh hipertensi terhadap
fotokoagulasi dengan sinar laser:
retinopati diabetik, UKPDS melakukan penelitian terhadap
- fotokoagulasi panretinal untuk RDP atau glaukoma
1148 pasien hipertensi dengan diabetes tipe 2 yang
neovaskular
dibagi atas dua kelompok yaitu kelornpok yang dilakukan
- fotokoagulasi fokal untuk edema makula
kontrol tekanan darah tidak ketat (<180/105rnmHg) dan
vitrektomi/vitreolisis untuk perdarahan vitreus atau
kelompok yang dilakukan kontrol tekanan darah ketat
ablasio retina ( < I 50/85mmHg). Pasien mendapat pengobatan dengan
intervensi farmakologi (urnumnya masih dalam tahap
angiotensin concerting enzyme inhibitor (ACE-inhibitor)
percobaan) seperti pemberian inhibitor enzim aldose
atau B-blocker dan dilakukan pengamatan rata-rata selama
reduktase, inhibitor hormon pertumbuhan, anti VEGF,
8,4 tahun. Hasil penelitian rnenunjukkan kelornpok pasien
inhibitor PKC dan anti inflamasi.
dengan kontrol tekanan darah ketat mengalami penurunan
Pasien diabetes dengan retina normal atau RDNP risiko progresifitas retinopati sebanyak 34%.17Apropriate
minimal perlu diperiksa setiap tahun karena pasien Blood Control in Diabetes (ABCD) Study melakukan
yang sebelumnya tanpa retinopati pada waktu diagnosis penelitian terhadap kelompok pasien diabetes yang juga
diabetes ditegakkan, 5%-10% akan mengalami ret nopati menderita hipertensi dan diterapi dengan target tekanan
setelah 1 tahun. Pasien RDNP derajat sedang dengan diastolik <75mmHg dit9anding dengan kelornpok yang
mikroaneurisrna, perdarahan yang jarang, atau ada diterapi dengan target tekanan darah diastol antara 80-89
eksudat keras tetapi tidak disertai edema makula, perlu mmHg. Sebanyak 470 pasien diberi terapi nisoldipin atau
pemeriksaan ulang setiap 6-12 bulan karena sering enalapril secara acak kemudian dilakukan pengamatan
progresif. Suatu penelitian terhadap pasien diabetes rata-rata selama 5,3 tahun. Tekanan darah rata-rata yang
tipe 1 ditemukan 16% dari RDNP derajat sedang yang dicapai pada kelompok pertarna adalah 132/78 mmHg
hanya ditandai eksudat keras dan mikroaneurisma, dapat sedangkan kelompok kedua rnencapai tekanan darah rata-
berkernbang kearah stadium proliferatif hanya dalarn rata 138/86 mmHg. Meskipun kelompok terapi intensif
waktu 4 t a h ~ n . ' . ~ mengalami penurunan angka kematian cukup berrnakna,
namun hasil analisis statistik ternyata antara kedua
Kontrol Glukosa Darah kelornpok tidak ditemukan perbedaan berrnakna dalarn
Beberapa penelitian skala besar rnembuktikan bahwa rnencegah progresifitas retinopati. Saat ini tekanan darah
kontrol glukosa darah yang baikdapat mencegahtirnbulnya pasien diabetes dianjurkan kurang dari 130/85 mrnHg.18
dan rnernburuknya retinoapti diabetik. Diabetes Control
and Complication Trial (DCCT) rnelakukan penelitian pada Ablasi Kelenjar Hipofisis
1441 pasien diabetes tipe 1 yang belum disertai retinopati Dugaan adanya hubungan antara growth hormone
dan yang sudah menderita RDNP. Kelompok pasien yang dan retinopati diabetik didasarkan atas laporan dari
belum disertai retinopati dan mendapat terapi intens'f sarjana Poulsen pada tahun 1953 mengenai kasus
RETINOPATI DIABETIK 2405

retinopati diabetik pada seorang pasien diabetes wanita Terapi Farmakologi


yang mengalarni infark hipofisis sewaktu melahirkan. Proses biokimiawi dan hormonal yang terjadi pada
Setelah dilakukan hipofisektomi ternyata retinopati keadaan hiperglikemia diduga terkait dengan timbulnya
diabetik yang sudah ada mengalami perbaikan. Sejak retin2pati diabetik. Dewasa ini sedang dilakukan uji klinik
itu tindakan hipofisektomi sering dilakukan pada pasien beberapa obat yang ditujukan pada proses tersebut seperti
diabetes yang disertai retinopati diabetik proliferatif. misa nya inhibitor enzim aldose reduktase (aminoguanidin,
Peran growth hormone terhadap timbulnya retinopati benfotiamin), inhibitor PKC (ruboxistaurin), anti-VEGF
diabetik didasarkan atas fakta bahwa retinopati diabetik intravitreal (pegaptanib, bevacizumab, ranibizumab),
berkembang cepat selama usia pubertas. Pada masa anti inflamasi (aspirin, kortikosteroid) dan analog
tersebut kepekaan jaringan terhadap growth hormone ~omatostatin.'~
sangat tinggi. Bukti lain yang memperkuat hipotesis
tersebut yaitu pasien kerdil akibat defisiensi growth lnhibitor aldose reduktase. Penggunaan aminoguanidin
hormone yang juga menderita diabetes ternyata tidak (Sorbinilo) pada hewan percobaan terbukti dapat
pernah mengalarni retinopati diabetik dan juga penyakit menyhambat timbulnya dan memburuknya retinopati
mikrovaskular yang lain. Meskipun demikian, hipofisektomi diaketik.1 Namun pada manusia penggunaan
pada pasien diabetes dengan retinopati diabetik saat ini amiroguanidin tersebut ternyata tidak memberikan
sudah hampir tidak pernah dilakukan. hasil yang memuaskan. Dewasa ini sedang dilakukan
berbagai penelitian pada hewan maupun manusia dengan
Fotokoagulasi menggunakan inhibitor aldose reduktase yang lebih kuat
Suatu uji klinik berskala besar yang dilakukan National yaitu ARI-809.12
Institutes of Health di Amerika Serikat jelas menunjukkan lnhibitor protein kinase C. Penelitian pada hewan
bahwa pengobatan fotokoagulasi dengan sinar laser menunjukkan penggunaan ruboxistaurin mesilat yaitu
apabila dilakukan tepat pada waktunya, sangat efektif suatu inhibitor selektif dan kuat terhadap PKC-8 isoform,
untuk pasien dengan retinopati diabetik proliferatif dan potensial mencegah timbulnya retinopati diabetik. Suatu
edema makula. lndikasi terapi fotokoagulasi dengan sinar uji klinik fase Ill pemberian ruboxistaurin 32 mg sehari
laser ialah retinopati diabetik proliferatif, edema makula dengan kontrol plasebo yang dilakukan pada 685 pasien
dan neovaskular yang terletak pada sudut chamber diabetes di 70 senter selama 36 bulan, menunjukkan angka
anteri~r.~ Ada
. ' ~tiga metode terapi fotokoagulasi dengan kejacian hilangnya visus pada kelompok yang mendapat
sinar laser yaitu: 1) scatter (panretinal) photocoagulation, terapi ruboxistaurin hanya 5,5%, sedangkan pada
dilakukan pada kasus dengan kemunduran visus yang kelompok plasebo 9,1%. Setelah dilakukan pengamatan
cepat dan untuk menghilangkan neovaskular pada saraf selama 3 tahun ternyata 40% dari pasien dengan RDNP
optikus dan permukaan retina atau pada sudut chamber sedang, dapat dicegah perkembangannya menjadi RDNP
anterior; 2 ) focal photocoagulation, ditujukan pada berat.22
mikroaneurisma di fundus posterior yang mengalarni
kebocoran untuk mengurangi atau menghilangkan Anti VEGF. Beberapa uji klinik membuktikan bahwa VEGF
edema makula; 3) grid photocoagulation, suatu teknik berperan penting dalam timbulnya retinopati diabetik.
penggunaan sinar laser dimana pembakaran dengan Efek biologis VEGF terjadi melalui ikatannya terhadap
bentuk kisi-kisi diarahkan pada daerah edema.2,8,19 Terapi reseFtor permukaan sel yang spesifik. Suatu uji klinik fase
edema makula sering dilakukan dengan menggunakan II menunjukkan pasien retinopati diabetik yang mendapat
kombinasi focal dan grid photocoagulation. suntikan anti VEGF pegaptanib setiap 6 minggu mengalami
perbaikan visus sehingga tidak lagi memerlukan terapi
Vitrektomi f o t o k ~ a g u l a s i Suntikan
.~~ anti VEGF bevacizumab
Vitrektomi dini perlu dilakukan pada pasien yang intraditreal juga menyebabkan regresi neovaskular
mengalami kekeruhan (opacity) vitreus, perdarahan dan pada RDP. Anti VEGF lain yang juga cukup potensial
yang mengalarni neovaskularisasi aktif. Vitrektomi dapat ialah ranibizumab. Suntikan intravitreal ranibizumab
juga membantu bagi pasien dengan neovaskularisasiyang 4 dosis selama 6 minggu pada 10 pasien diabetes
ekstensif atau yang mengalami proliferasi fibrovaskular. deng.3n penurunan visus menunjukkan 85% diantaranya
Selain itu, vitrektomi juga diindikasikan bagi pasien yang mengalami perbaikan visus secara b e r n ~ a k n a . ~ ~
mengalami ablasio retina, perdarahan vitreus setelah Analog somatostatin. Hipofisektomi merupakan salah
fotokoagulasi, RDP berat, dan perdarahan vitreus yang satu cara yang dilakukan zaman dulu untuk pengobatan
tidak mengalami perbaikan.*J Selain vitrektomi, dapat RDP FAetode pengobatan tersebut sekarang dikembangkan
juga dilakukan vitreolisis dengan menggunakan enzim dengan menggunakan analog somatostatin kerja panjang
hialuronidase (Vitraseo), plasmin atau m i k r ~ p l a s m i n . ~ ~ , ~ ~untuk: mencegah RDP. Suatu uji klinik terapi octreotide
DIABETES MILITUS

(suatu analog somatostatin kerja panjang) berskala segera diterapi dengan fotokoagulasi. Teknik yang
kecil pada 23 pasien diabetes dengan RDNP berat dilakukan ialah dengan scatter photocoagulation. Pasien
atau RDP rnenunjukkan penurunan jurnlah pasien yang RDP risiko tinggi yang disertai CSME, terapi fotokoagulasi
rnemerlukan terapi fotokoagulasi dibanding dengan yang dirnulai dengan rnenggunakan rnetode fokal dan
rnendapat terapi konvensional. Narnun dalarn skala besar panretinal (scatter). Oleh karena rnetode fotokoagulasi
penggunaan terapi octreotide ternyata pengaruhnya panretinal dapat rnenirnbulkan eksaserbasi dari edema
terhadap progresifitas retinopati tidak dapat disirnpulkan rnakula, rnaka untuk terapi dengan metode panretinal
rneskipun secara klinik terjadi perbaikan v i ~ u sSekarang
.~~ (scatter) perlu dibagi dalarn 2 tahap atau lebih.'.14
sedang dicoba dengan menggunakan analog somatostatin
yang lebih selektif.
REFERENSI
Anti inflamasi. Dua studi rnengenai penggunaan aspirin
pada pasien retinopati diabetik yaitu Joint French-UK Fong SD, Aiello L, Gardner TW, et al. Retinopathy in diabetes.
Diabetes Care 2004,27: suppl. 64-87
Aspirin and Dipyridamole Trial dan ETDRS. Studi yang
Constable IJ. Diabetic retinopathy: pathogenesis, clinical
pertarna rnenggunakan aspirin 330rng tiga kali sehari feature, and treatment. In: Turtle JL, eta], editor. Diabetes in
dengan atau tanpa kornbinasi dipiridarnol. Setelah 5 the New Millennium. Sydney: University of Sydney, 1999:
tahun dievaluasi ternyata hanya sedikit yang rnengalarni p. 365-76
Brownlee M. The pathobilogy of diabetic complications, a
pernbentukan rnikroaneurisrna bar^.^^ Meskipun ternuan undying mechanism. Diabetes 2005; 54: 1615-1625
tersebut secara statistik berrnakna, namun rnanfaatnya Masharani U, German MS. Panceatic hormones and diabetes
hanya sedikit. Hasil penelitian dalarn skala yang lebih mellitus. In: Gardner DG, Shoback D, editor. Basic & Clinical
Endocrinology, 9th edition. New York; McGrawHill, 2011:
lebih besar dari ETDRS rnenunjukkan penggunaan aspirin p. 573-644
650 rng sehari pada 3711 pasien dengan retinopati yang SilvaSP, CavalleranoJD,Aiello LM, et al. Ocular complications.
lebih berat, tidak rnernberikan efek. Sejauh ini, penelitian- In: Lebovitz HE, editor. 5th edition. Therapy for Diabetes
Mellitus and Related Disorders. Alexandria: American
penelitian yang dilakukan dengan rnenggunakan aspirin
Diabetes Association, 2009: p.458-473
dosis tinggi hanya bermanfaat untuk rnencegah tirnbulnya Heaven CJ, Boase DL. Diabetic retinopathy. In: Shaw KN,
retinopati diabetik. Penggunaan kortikosteroid seperti editor. Diabetic Complications. Baffin Lane; John Wiley &
triarnsinolon asetonida intravitreal dilaporkan cukup Son, 1996: p. 1-26
King GL, Banskota NK. Mechanism of diabetic rnicrovascular
efektif untuk pengobatan retinopati diabetik narnun dapat complications. In: Kahn CR, Weir GC, editor. Joslin's Diabetes
rnenirnbulkan kornplikasi peningkatan tekanan intraokuler Mellitus. 13th edition. Phladelphia; Lea & Febiger, 1994: p.
dan infeksi. 631-647
Chew EY. Pathophysiology of diabetic retinopathy. In:
LeRoith D et al, editor. Diabetes Mellitus a Fundamental and
Clinical Text, 2nd edition. Philadelphia; Lippincott William
PERJALANAN KLlNlS DAN PROGNOSIS & Wilkins, 2000: p. 890-898
Frank RN. Diabetic retinopathy. N Eng J Med. 2004; 35:
48-58
Pasien RDNP minimal yang hanya ditandai rnikroaneurisrna Cheung SS, Chung SK. Aldose reductase in diabetes
yang jarang, rnerniliki prognosis baik sehingga cukup microvascular complications. Curr Drug Targets 2005; 6 (4):
dilakukan perneriksaan ulang setiap 1 tahun.' Pasien yang 475-486
Oishi N, Kubo E, Takamura Y, et al. Correlation between
tergolong RDNP sedang tanpa disertai edema rnakula, erythrocyte aldose reductase level and human diabetic
perlu dilakukan perneriksaan ulang setiap 6-12 bulan oleh retinopathy. Br J Ophthalmol. 2002; 86: 1361-1366
karena sering bersifat p r ~ g r e s i f Pasien
.~ RDNP derajat Sun W, Oates DJ, Coutcher JB, et al. A selective aldose
reductase inhibitor of a new structural class prevents or
ringan sarnpai sedang dengan disertai edema makula
reverses early retinal abnormalities in experimental diabetic
yang secara klinik tidak signifikan, perlu diperiksa kernbali retinopathy. Diabetes 2006; 55(10): 2575-2562
dalarn waktu 4-6 bulan oleh karena rnerniliki risiko besar 13. Lang GE. Treatment of diabetic retinopathy with protein
untuk berkernbang rnenjadi edema rnakula yang secara kinase C subtype f3 inhibitor. Dev Ophthalmol. 2007; 39:
157-165
klinik signifikan (CSME).5 Untuk pasien RDNP dengan 14. Walkins PJ. ABC of diabetic retinopathy. BMJ 2003; 329:
CSME harus dilakukan terapi fotokoagulasi. Pasien RDNP 924-926
berat rnerniliki risiko tinggi rnenjadi RDP. Separuh dari 15. Chalam KV, Lin S, Mostafa S. Management of diabetes
retinopathy in the twenty-first century. Spring; Northeast
pasien RDNP berat akan berkernbang rnenjadi RDP dalarn Florida Medicine, 2005: p. 8-15
1 tahun di rnana 15% diantaranya tergolong RDP dengan 16. The Diabetes Control and Complications Trial Research
risiko tinggi. Pasien RDNP sangat berat, risiko rnenjadi Group. The effect of intensive treatment of diabetes on the
RDP dalarn 1 tahun adalah 75% dirnana 45% diantaranya development and progression of long-term complications
in insulin dependent diabetes mellitus. N Eng J Med. 1993;
tergolong RDP risiko tinggi. Oleh sebab itu pasien RDNP 329: 977-986
yang sangat berat perlu dilakukan perneriksaan ulang 17. UK Prospective Diabetes Study (UKPDS) Group. Intensive
setiap 3-4 bulan.' Pasien dengan RDP risiko tinggi harus blood glucose control with sulphonylureas or insdincompared
RETINOPATI DIABETIK 2407

with conventional treatment and risk of com~licationsin


patients with type 2 diabetes (UKPDS 33). anl let 1998; 352:
837-853
18. Estacio RO, Jeffers BW, Gifford N, et al. Effect of blood
pressure control on diabetic microvascular complications in
patiens with hypertension and type 2 diabetes. Diabetes Care
2000; 23 (suppl.2): B54-864
19. Neubauer AS, Ulbig MW. Laser treatment in diabetic
retinopathy. Ophthalmology 2007; 221 (2): 95-102
20. Kuppermam BD, Thomas EL, deSmet MD, et al. VitraseB
for Vitreus Haemorrhage Study Groups. Safety results of two
phase 111trials of an intravitreous injection of hghly purified
ovine hyaluronidase (VitraseB)for the management of vitreus
haemorrhage. Am J Ophthalmol. 2005; 140 (4): 585-597.
21. Sakuma T, Tanaka M, Mirota A, et al. Safety of in vivo
pharmacolog~cvitreolysis with recombinant microplasmin
in rabit eyes. Invest Ophthalmol Vis Sci. 2005; 46 (9): 3295-
3299
22. Aiello LP, Davis MD, Girach A, et al. Effect of ruboxistaurin
on visual loss in patients with diabetic retinopathy.
Ophthalmology 2006; 113 (12): 2221-2230
23. Adamis AP, Altaweel M, Bressler NM, et al. Changes in retinal
neovascularization after pegaptanib (Macugen) therapy in
diabetic individuals. Ophthalmology 2006; 113 (1):23-28
24. Averyl RL, Pieramici DJ, Rabena MD, et al. Intravitreal
bevacizumab (Avastin) for neovascular age-retated macular
degeneration. Ophthalmology 2006; 113 (3):363-372
25. Boehm BO. Use of long-acting somatostatin analogue
treatment in diabetic retinopathy. Dev Ophthalmol. 2007;
39: 111-121
26. Zheng L, Howell SJ, Hatala DA, et al. Salycilate-based anti
inflammatory drugs inhibit the early lesion of diabetic
retinopathy. Diabetes 2007; 56 (2): 337-345.
KARDIOMIOPATI DIABETIK
Alwi Shahab

PENDAHULUAN gejala selama beberapa tahun sebelurn tirnbul gejala-


gejala dan tanda-tanda klinis yang nyata. Stadium awal
Hubungan antara payah jantung dan diabetes melitus dari kardiomiopati diabetik ditandai dengan perubahan
telah lama diketahui orang, namun adanya kardiomiopati patologik didalam interstisiurn rniokardium. Hiperglikerni
diabetik sebagai suatu kelainan klinis tersendiri masih terus kronik merupakan faktor penyebab utarna terjadinya
diperdebatkan. Pada tahun 1881,Leyden rnengemukakan kardiomiopati diabetik, karena dapat menyebabkan
bahwa payahjantung merupakan penyulit DM yang sering kelainan ditingkat kardiomiosit yang pada akhirnya akan
diternukan. Mayer rnenyatakan bahwa penyakit jantung rnenirnbulkan gangguan struktur dan fungsi jantung.
pada diabetes melitus dapat terjadi akibat gangguan
metabolisme. Pada tahun 1972,Rubler dan kawan kawan
mengernukakan istilah kardiomiopati diabetik, setelah
melakukan studi post rnortem terhadap 4 orang pasien
diabetes melitus yang rneninggal akibat payah jantung Bukti-bukti epidemiologi dari seluruh dunia menunjukkan
tanpa adanya riwayat alkoholisrne, hipertensi, penyakit bahwa kornplikasi rnakrovaskular (Penyakit arteri koroner,
jantung koroner atau penyakit jantung katup. Diseksi Penyakit vaskuler perifer dan stroke) lebih sering
anatornikdarijantung pasien-pasientersebut menunjukkan diternukan diantara pasien diabetes melitus dibandingkan
adanya hipertrofi ventrikel kiri dan fibrosis tanpa atheroma populasi non diabetes. Angka kematian akibat penyakit
arteri koroner. Kelainan ini kemudian dikenal dengan arteri koroner 3 kali lebih sering terjadi pada pasien DM
kardiomiopati diabetik. Kardiorniopati diabetik merupakan dibandingkan populasi non DM pada urnur dan jenis
entitas klinis yang masih mernbingungkan, walaupun kelamin yang sama. Prevalensi payah jantung pada
penelitian klinis dan biornolekular telah dilakukan lebih populasi urnum berkisar antara 1 sarnpai 4%, namun
dari 3 dekade. Hal ini antara lain dikarenakan belurn pada pasien DM sebesar 12%. Prevalensi meningkat
ada kesepakatan dalam mendefinisikan kardiomiopati sebesar 22% pada pasien di atas usia 64 tahun. Lebih
diabetik. sepertiga dari sernua pasien yang masuk rumah sakit
dengan payahjantung adalah pengidap Diabetes Melitus.
Diabetes Melitusjuga rnerupakan prediktor kuat terhadap
rnorbiditas dan mortalitas kardiovaskular serta merupakan
faktor risiko independen terhadap kernatian pada pasien
Kardiomiopati diabetik adalah kelainan kardiovaskular dengan payah jantung.
yang terjadi pada pasien Diabetes Melitus, ditandai The Framingham Heart Study rnelaporkan sebesar
dengan dilatasi dan hipertrofi miokardium, penurunan 2,4 kali peningkatan angka kejadian payah jantung
fungsi sistolik dan diastolik dari ventrikel kiri serta proses pada laki-laki DM dan sebesar 5,l kali pada wanita DM,
terjadinya tidak berhubungan dengan penyebab-penyebab dibandingkan populasi non DM. Studi lain dengan populasi
urnum dari penyakit jantung seperti penyakit jantung yang lebih besar juga menunjukkan hasil yang sama. The
koroner, penyakit jantung katup dan penyakit jantung Cardiovascular Health Study (CHS) yang dilaku kan pada
hipertensif. Kardiomiopati diabetik dapat terjadi tanpa pasien-pasien di atas urnur 65 tahun menunjukkan bahwa
DM disertai dengan peningkatan angka kejadian payah perkembangan kardiomiopati diabetik telah lama
jantung. The Strong Heart Study (SHS) menunjukkan adanya diketahui. Densitas reseptor Angiotensin II dan ekspresi
hubungan yang kuat antara DM dan massa ventrikel kiri, mRNA mengalami peningkatan pada jantung pasien
penebalan dinding ventrikel, peningkatan kekakuan arteri DM. Aktivasi sistem renin angiotensin pada DM disertai
dan disfungsi diastolik, dibandingkan dengan kelompok dengan peningkatan kerusakan oksidatif, apoptosis dan
kontrol. lnformasi terbaru dari studi MESA (Multi-Ethnic nekrcsis kardiomiosit serta sel endotel. Hambatanterhadap
Study of Atherosclerosis) melaporkan adanya perbedaan sistem renin angiotensin dapat mengurangi produksi ROS
inter-rasial dari massa ventrikel kiri, volume ventrikel kiri (reactive oxygen species) pada hewan percobaan, dimana
dan fungsi ventrikel kiri diantara pasien DM. efeknya menyerupai efek terapi anti oksidan. Juga pada
Studi UKPDS (UK Prospective Diabetes Study) hewai percobaan menunjukkan bahwa terapi dengan ACE-
mendapatkan peningkatan prevalensi payahjantung pada inhibitor kaptopril memberikan efek kardioprotektif.
pasien DM tipe 2, yang berkorelasi dengan tingginya kadar
HbAlc. Setiap kenaikan 1% dari kadar HbAlc, risiko untuk Peningkatan Stres Oksidatif
mengalami payah jantung meningkat sebesar 8%. Penir~gkatanproduksi ROS pada jantung pasien DM
rneru~akanfaktor pendukung terjadinya dan progresivitas
kardiomiopati diabetik. Kerusakan dan disfungsi sel
akibat pengaruh superoksida akan terjadi bila terjadi
ketidakseimbangan antara pembentukan ROS dan
Patogenesis kardiomiopati diabetik bersifat multifaktorial. kemampuan degradasi ROS. Meningkatnya pembentukan
Beberapa hipotesis telah dikernukakan, antara lain akibat ROS dan menurunnya mekanisme pertahanan antioksidan
disfungsi otonom, gangguan metabolisme, abnormalitas akan meningkatkan stress oksidatif pada jantung pasien
homeostasis ion, perubahan struktur protein dan fibrosis DM. Dalam kondisi fisiologis, sebagian besar ROS
interstisium. Hiperglikemi yang berkepanjangan akan dihasilkan oleh mitokondria. Peningkatan produksi ROS
meningkatkan glikosilasi protein-protein interstisium didalam mitokondria dapat terjadi diberbagai jaringan
seperti kolagen yang mengakibatkan kekakuan miokardium seperti di dalam sel endotel sebagai akibat pajanan yang
dan gangguan kontraksi rniokardium. Mekanisme lama dari hiperglikemi.
terjadinya gangguan kontraksi miokardium antara lain Bukti-bukti dari beberapa penelitian menunjukkan
disebabkan karena beberapa keadaan, antara lain: 1). adanya peningkatan produksi ROS dari sumber-sumber
Gangguan homeostasis kalsium; 2). Aktivasi sistem renin- diluar mitokhondria seperti NADPH oxidase atau
angiotensin; 3). Peningkatan stres oksidatif; 4). Perubahan menLrunnya aktivitas neuronal nitric oxide synthase
substrat metabolisme; 5). Disfungsi mitokondria. (NOS 1) disertai dengan meningkatnya aktivasi xanthine
oxidoreductase. Peningkatan produksi ROS disertai
Gangguan Homeostasis Kalsium dengan peningkatan apoptosis, kerusakan DNA dan
Kalsium intraseluler merupakan regulator utama kontraksi penurunan aktivitas jalur DNA repair.
jantung. Di dalam kardiomiosit, rnasuknya kalsium memicu Cisamping menimbulkan kerusakan ditingkat selular,
aktivasi depolarisasi rnembran sel. Kalsium kemudian akan peningkatan produksi ROS juga dapat menyebabkan
berdiffusi melalui ruang sitosol untuk mencapai protein gangguan fungsi jantung melalui mekanisme lain,
kontraksi, berikatan dengan troponin C. Selanjutnya akan seperti peningkatan aktivasi Protein Kinase C, Advanced
memicu terjadinya pergeseran filamen tipis dan tebal, Glycosylation End Products dan Jalur Aldose Reductase.
yang menyebabkan kontraksi jantung pada fase sistolik.
Kalsium kemudian kembali ke kadar diastolik melalui Perubahan Substrat Metabolisme
aktivasi Sarcoplasmic Reticulum Ca+ +2 pump (SERCA2a), Diabetes melitus ditandai dengan penurunan metabolisme
sarcolemmal Na+-Ca+2 exchanger dan sarcolemmal Ca2+ glukcsa dan laktat serta peningkatan metabolisme
ATPase. Gangguan homeostasis kalsiurn yang merubah asam lemak. Pada tikus percobaan diabetes, didapatkan
fungsi jantung pada DM terjadi akibat penurunan: peningkatan ambilan asam lemak yang melebihi kecepatan
aktivitas enzim ATP ase oksidasinya didalam jantung, sehingga menyebabkan
kemampuan ambilan kalsium oleh retikulum akumulasi lemak didalam miokardium yang akan
sarkoplasma menimbulkan lipotoksisitas. Hasil-hasil sampingan
aktivitas sarcolemmal Na+-Ca+2 exchanger dan enzim metabolisme lemak seperti ceramide akan menyebabkan
sarcolemmal Ca2+ ATP ase. apoptosis kardiomiosit.

Aktivasi Sistem Renin Angiotensin Disfungsi Mitokondria


Peranan aktivasi sistem renin angiotensin dalam Diabetes melitus menyebabkan perubahan fungsi dan
2410 DIABETES MILITUS

Gambar 1. Kontributor utarna dalarn patogenesis kardiomiopati diabetik


FFA=FreeFatty Acid; PDK4=Pyruvatedehydrogenase kinase 4; PPARa=Peroxisome Proliferator Activated Receptor-a; MCD=Malonyl-
coenzyme A decarboxylase; TG=Triglyceride; MCoA=Malonyl-coenzyme A; GLUT=Glucose Transporter; ACoA=Acetyl-coenzyme
A; ACC=Acetyl coenzyme A carboxylase; CPTI =Carnitine-pdmitoyl-transferase 7; PDH=Pyruvate dehydrogenase; CE=Cardiac
eflciency; PKC=Protein kinase C; AGE=Advancedglycation end products; ROS=ReactiveOxygen Species

struktur mitokondria. Gangguan fungsi mitokondria pada indeks massa ventrikel kiri (menggunakan cardiac MRI).
DM merupakan refleksi dari gangguan transkripsi gen Temuan ini juga didukung oleh penelitian dengan jumlah
yang terlibat dalam proses fosforilasi oksidatif, namun sampel yang lebih besar di Swedia yang menunjukkan
bukan gen yang terlibat dalam oksidasi asam lemak. adanya hubungan antara sindrom metabolik, resistensi
Produksi hidrogen peroksida meningkat sedangkan insulin dan peningkatan massa dan ketebalan dinding
kadar glutathione menurun pada jantung DM, ha1 ini ventrikel kiri.
menunjukkan terjadinya peningkatan produksi ROS yang
berasal dari mitokondria. Disfungsi Diastolik
Disfungsi diastolik ditandai dengan gangguan relaksasi
dan pengisian pasif dari ventrikel kiri, sedangkan dikatakan
GEJALA DAN TANDA payah jantung diastolik bila disfungsi diastolik disertai
dengan peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel
Gejala-gejala dan tanda-tanda klinis kardiorriopati kiri, gambaran klinis payah jantung dengan fraksi ejeksi
diabetik dapat berupa perubahan struktur jantung ventrikel kiri yang normal.
yang berhubungan erat dengan perubahan fungsinya. Disfungsi diastolik merupakan temuan umum
Perubahan-perubahantersebut antara lain: baik pada orang normal maupun pada pasien-pasien
kardiomiopati diabetik yang asimtomatik. Oleh karena
Hipertrofi Ventrikel Kiri (HVK) itu, disfungsi diastolik merupakan pertanda gangguan
Beberapa penelitian membuktikan adanya hubungan fungsi dini pada kardiomiopati diabetik. Dalam suatu
antara DM dan HVK. The Strong Heart Study (SHS) studi terhadap pasien DM tipe 2 dengan kendali glukosa
melaporkan terjadi peningkatan massa ventrikel kiri dan darah yang baik, 47% ditemukan mengalami disfungsi
ketebalan dinding ventrikel kiri baik pada wanita maupun diastolik.
pria dengan DM. Temuan yang samajuga dilaporkan pada
the Cardiovascular Health Study (CHS) dan the Multi- Disfungsi Sistolik
Ethnic Study of Atherosclerosis (MESA). Studi terbaru Disfungsi sistolik adalah suatu keadaan dimana jantung
pada pasien DM tipe 2 di Jepang, melaporkan adanya tidak mampu memompa darah pada fase sistolik. Payah
hubungan antara resistensi insulin, kekakuan a r t x i dan jantung sistolik adalah keadaan dimana terjadi tanda-
tanda dan gejala-gejala payah jantung sebagai akibat sensitif dan spesifik untuk payahjantung kongestif, narnun
dari disfungsi sistolik. Garnbaran khas dari disfungsi tidak dapat rnernbedakan antara payah jantung sistolik
sistolik adalah rnenurunnya fraksi ejeksi ventrikel kiri. dan diastolik, sehingga rnernbatasi kegunaannya dalarn
Pada kardiomiopati diabetik, disfungsi sistolik terjadi rnenciagnosis kardiorniopati diabetik.
belakangan, setelah sebelurnnya pasien telah mengalarni
disfungsi diastolik yang berat.Jadi apabila telah ditemukan
disfungsi sistolik pada pasien dengan kardiomiopati PENATALAKSANAAN
diabetik, rnenandakan prognosis yang buruk, dirnana
dalarn suatu penelitian rnenunjukkan angka kernatian Kendali Glikemik
sebesar 15-20% pertahun. Kendali glikernik yang buruk pada pasien DM, akan
rneniigkatkan risiko kematian kardiovaskular, dirnana
setiap kenaikan 1% kadar HbAlc terjadi peningkatan
DIAGNOSIS kernatian kardiovaskular sebesar 11%. Perbaikan kendali
glikemik akan memberikan efek menguntungkan terhadap
Walaupun tidak ada uji diagnostik khusus untuk penurunan rnorbiditas dan mortalitas kardiovaskular.
rnenegakkan diagnosis kardiorniopati diabetik, narnun LlKPDS (United Kingdom Prospective Diabetes Study)
dengan berbagai rnodalitas pencitraan yang berbeda gagal membuktikan rnanfaat kendali glukosa darah intensif
diharapkan dapat mendeteksi garnbaran kelainanjantung. dalam menurunkan angka kejadian penyakit kardiovaskular
Saat ini pendekatan diagnostik yang umurn digunakan pada pasien DM tipe 2 menggunakan sulfonilurea
dalam praktik klinis rneliputi: 1). Ekokardiografi; 2). atau insulin. Sangat penting dicatat bahwa terdapat
Cardiac MRI; 3 ) . Cardiac biornarker seperti NT-BNP keterbatasan rnetodologi dalarn penelitian UKPDS dalarn
[(N-Terminal pro-BNP (brain natriuretic peptide)] ha1 interpretasi hasil penelitian.
Pada penelitian DCCT (Diabetes Control and
Ekokardiografi Complication Trial), sebanyak 1441 pasien DM tipe 1
Ekokardiografi rnerupakan pemeriksaan penunjang non secara acak diberikan terapi konvensional atau intensif
invasif dan praktis dalarn menentukan struktur dan fungsi selarna rata-rata 6,5 tahun. Jurnlah pasien yang mengalami
jantung. Penilaian kuantitatif dan kualitatif jantung dapat kornplikasi makrovaskular major sebanyak 40 orang pada
dibuat melalui perneriksaan geometri ventrikel kiri, wall kelornpok yang rnendapat terapi konvensional, sedangkan
motion, fungsi sistolik dan diastolik serta anatomi dan fungsi pada kelompok yang mendapat terapi intensif ditemukan
katup-katup jantung. Two dimensional echocardiography sebanyak 23 orang. Secara statistik tidak berrnakna,
rnerupakan cara terpilih dalam rnendeteksi dan rnenilai walaupun terjadi perbaikan profil lipid pada kelompok
hipertrofi ventrikel kiri. Walaupun rnerupakan baku terapi intensif.
emas untuk rnenilai fungsi diastolik ventrikel kiri, narnun
kateterisasijantung jarang digunakan untuk mendiagnosis Beta-blocker
disfungsi diastolik karena bersifat invasif. Pulse-wave Stimulasi kronik dari sistem syaraf sirnfatis akan
Doppler echocardiography rnerupakan rnetoda yang paling rneningkatkan denyut jantung dan perubahan ekspresi
praktis dan sering digunakan untuk menilai fungsi diastolik gen yang akan menyebabkan remodelling jantung baik
sedangkan Tissue Doppler lmaging (TDI) echocardiography pada pasien dengan payah jantung rnaupun diabetes
rnerupakan metoda yang lebih sensitif dalarn rnendeteksi rnelitus. Secara tradisionil, terdapat keberatan penggunaan
kelainan fungsi Ventrikel Kiri yang ringan. beta bloker pada pasien DM karena kekawatiran terhadap
efek samping resistensi insulin dan meningkatkan risiko
Cardiac Magnetic Resonance Imaging (MRI) terjadinya hypoglycemia unawereness.
Cardiac MRI mempunyai akurasi yang lebih baik daripada Narnun dengan kernajuan pernaharnan terhadap
ekokardiografi, dan rnerupakan baku ernas dalarn payah jantung dan kenyataan betapa pentingnya peranan
rnengukur rnassa ventrikel kiri (left ventricular mass). sisten saraf sirnfatis dalam pelepasan zat-zat vasoaktif,
Narnun penggunaannya terbatas hanya untuk tujuan riset rnaka beta bloker rnenjadi penting peranannya dalarn
dikarenakan biayanya rnahal, mernakan waktu lama dan peng~batanpayah jantung. Jadi beta bloker berperan
rnernerlukan keahlian khusus. penting dalam rnencegah bahkan memperbaiki remodelling
jantung, sehingga dapat rnernperbaiki fungsi ventrikel kiri
Cardiac Biomarkers dan rnenurunkan mortalitas. Pada studi ClBlS II (Cardiac
Brain Natriuretic Peptide (BN P) rnerupa kan hormon lnsufliciency Bisoprolol Study II) dan M ERIT-HF (Metoprolol
jantung yang dihasilkan sebagai respons terhadap Controlled-release Randomised Intervention Trial in Heart
kelebihan tekanan dan volume ventrikel. Walaupun BNP Failure) yang meneliti pasien-pasien dengan payah
DIABETES MILITUS

jantung ringan sampai sedang menunjukkan penu-unan Statin (HMG-CoA Reductase Inhibitors)
angka kematian 32 dan 34%. Kemampuan statin dalam menurunkan kadar kolesterol
Carvedilol, suatu beta bloker generasi ketiga yang serum dan mengurangi risiko Penyakit Jantung Koroner
dapat menghambat reseptor alfa dan beta, bahkan telah dijadikan bagian dari lipid hypothesis.
menunjukkan efek yang sangat baik dalam menurunkan Disamping efek langsung terhadap metabolisme
morbiditas dan mortalitas (penurunan sampai 67%). kolesterol, statin juga memiliki manfaat tambahan, yaitu
Pada studi yang lebih baru, the COVERNICUS (Carvedilol menghambat isoprenoid intermediates, memodifikasi
Prospective Randomized Cumulative Survival) study group ikatan protein GTP seperti Rho, meningkatkan aliran darah
menunjukkan penurunan mortalitas yang bermakn~pada kolateral, meningkatkan aktivitas enzim NO synthase yang
pasien-pasien dengan payahjantung yang diobati dengan diproduksi oleh sel endotel, mencegah aktivasi nuclear
carvedilol. factor kappa B dan mencegah up-regulasi mRNA VEGF.
Scandinavian Simvastatin Survival Study membuktikan
ACE-inhibitor terjadi penurunan kejadian Penyakit Jantung Koroner
Studi multisenter terhadap kaptopril menunjukkan setelah pemberian Simvastatin.
perbaikan yang bermakna dalam kemampuan latihan fisik
dan gejala-gejala klinis payah jantung, tanpa pengaruh Thiazolelidindione (TZD)
terhadap mortalitas. The CONSENSUS study group TZD adalah golongan obat baru dalam pengobatan DM
merupakan kelompok studi pertama yang menunjdkkan tipe 2, yang bekerja meningkatkan sensitivitas insulin pada
penurunan mortalitas dengan enalapril pada pasien-pasien otot rangka dan jaringan lemak melalui ikatan dan aktivasi
payah jantung berat. Peneliti-peneliti dari the SOLVD PPAR-gamma, suatu reseptor inti yang mempunyai peran
(Studies of Left Ventricular Dysfunction) memperkuat regulasi proses differensiasi sel.
temuan ini dan juga mendapatkan bahwa enalapril dapat Disamping itu TZD juga bekerja pada PPAR-alfa dan
mencegah onset terjadinya payah jantung baru. meningkatkan kadar HDL cholesterol dan menurunkan
Beberapa penelitian post infark miokardium juga kadar trigliserida. TZD juga meningkatkan ekspresi
menunjukkan penurunan mortalitas dan morbiditas den- dan fungsi GLUT 4 didalam otot jantung, sehingga
gan ACE inhibitor dibanding plasebo. Manfaat yang jelas memperbaiki metabolisme glukosa dan menurunkan
terhadap penurunan morbiditas dan mortalitas kardio- utilisasi NEFA oleh miokardium. Oleh karena itu TZD
vaskular ditemukan pada HOPE (Heart Outcomes P~even- dapat melindungi jantung dari jejas miokardium yang
tion Outcome) study yang menggunakan ramipril terhadap menyertai iskemi dan memperbaiki fungsijantung setelah
9297 pasien dengan risiko tinggi, dimana manfaat hasil terjadi iskemi. Namun pemberian TZD harus hati2 pada
studi lebih jelas pada pasien-pasien DM. Selanjutnya dari pasien dengan payahjantung, karena sifatnya yang dapat
HOPE study didapatkan penurunan sebanyak 3304 dari menimbulkan retensi cairan.
timbulnya payah jantung baru dan penurunan sebanyak
44% dari risiko terjadinya DM tipe 2. PARP Inhibitors
PARP-1 (Poly Adenosine Diphosphate Ribose Polymerase-1)
Angiotensin 11 Receptor Antagonists yang termasuk dalam golongan enzim PARP merupakan
Angiotensin II merupakan pemain utama dalam terjadinya protein inti yang berfungsi sebagai suatu DNA-nick-sensor
disfungsi jantung. The ELITE (Evaluation of Losartan in enzyme. Didalam sel endotel, dapat terjadi overproduksi
the Elderly) study yang membandingkan losartan dengan superoksida akibat hiperglikemi, yang akan menyebabkan
kaptopril pada pasien usia lanjut dengan payah jaqtung, terbelahnya rantai DNA. Keadaan ini akan menyebabkan
mendapatkan bahwa losartan sama amannya dengan aktivasi PARP yang menghambat GAPDH (Glyceraldehyde-
kaptopril dalam secondary end pointnya. 3-phosphate dehydrogenase). Akibatnya akan terjadi
aktivasi sejumlah transduser utama dari kerusakan akibat
Ca+ + Channel Antagonists hiperglikemi (polyol pathway, pembentukan AGES dan
Studi pada hewan percobaan menunjukkan adanya aktivasi Protein Kinase C).
perbaikan dari kardiomiopati diabetik dengan verapamil. Selain memiliki efek langsung terhadap kerusakan
Walaupun demikian studi dgn verapamil, diltiazem dan DIVA, PARP juga memodulasi proses inflamasi dan
nifedipine menunjukkan efek merugikan terhadap payah kerusakan sel sistem kardiovaskular melalui aktivasi
jantung. Amlodipin dan felodipin yang diteliti dalam studi terhadap NF-kB dan overekspresi endothelin-1 (ET-1) dan
PRAISE (Prospective Randomized Amlodipine Survival reseptor ET. Blokade aktivitas PARP dengan competitive
Evaluation) dan Val-HeFT Ill (Valsartan Heart Failu-e Trial PARP inhibitor, merupakan pendekatan rasional dalam
Ill), tidak menunjukkan manfaat lebih dibandingka~ mencegah kerusakanjaringan akibat aktivasi berbagaijalur
dengan pengobatan konvensional. yang disebabkan karena hiperglikemi kronik. Obat-obat
KARDIOMIOPATI DIABETIK 2413

baru yang masih dalam penelitian, antara lain:


AGES inhibitor: aminoguanidine dan pyridoxamine
AGES cross-link breaker: alanine aminotransferase
71 1
Modulator metabolisme asam lemak bebas:
trimetazidine
GLP- 7 recombinant: Exenatide
Copper chelator: trientine

REFERENSI

1. Aneja A, Tang W I N , Bansilal 5, Garcia MJ, Farkouh ME.


Diabetic Cardiomyopathy. Insight into pathogenesis,
diagnostic challenges and therapeutic options.Am J Med.
2008;121:748-57.
2. Asghar 0, Al-Sunni A, Khavandi K. Diabetic cardiomyopathy.
Clinical Science 2009;116:741-60.
3. Boudina S, Abel ED. Diabetic cardiomyopathy revisited.
Circulation 2007;115: 3213-23.
4. BoudinaS. Clinical marufestations of diabeticcardiomyopathy.
Heart Metab.2009;45:10-4.
5. FangZ.Y., Prins J.B., Ma1wickT.H. Diabetic Cardiomyopathy:
Evidence, Mechanism, and Therapeutic Implications.
Endocrine Reviews 2004;25:543-67.
6. Farhangkhoee H, Khan ZA, Kaur H, et.al. Vascular endothelial
dysfunction in diabetic cardiornyopathy: Pathogenesis and
potential treatment targets. Pharmacology & Therapeutics
2006;111:384-99.
7. Havat S.A.,bPatel B.,bKhattar R.S.,bMalik R.A. Diabetic
cardiornyopathy: mechanisms, diagnosis and treatment.
Clinical Science 2004;107:539-57.
8. Voulgari C, Papadogiannis D, Tentolouris N. Diabetic
cardiornyopathy: from the pathophysiology of the cardiac
myocyte to current diagnosis and management strateges.
Vascular Health and Risk Management 2010;6:883-903.
KOMPLIKASI KRONIK DM:
PENYAKIT JANTUNG KORONER
Alwi Shahab

koroner pada pasien DM belum diketahui secara pasti.


Dari hasil penelitian didapatkan kenyataan bahwa:
Penyebab kematian dan kesakitan utama pada pasien 1). Angka kejadian aterosklerosis lebih tinggi pada
DM (baik DM tipe 1 maupun DM tipe 2) adalah Penyakit pasien DM dibanding populasi non DM; 2). Pasien DM
Jantung Koroner, yang merupakan salah satu perlyulit mempunyai risiko tinggi untuk mengalami trombosis,
makrovaskular pada diabetes melitus. Penyulit makrovaskular penurunan fibrinolisis dan peningkatan respons inflamasi;
ini bermanifestasi sebagai aterosklerosis dini yang dapat 3). Pada pasien DM terjadi glikosilasi protein yang akan
mengenai organ-organ vital (jantung dan otak). Penyebab mempengaruhi integritas dinding pembuluh darah.
aterosklerosis pada pasien DM tipe 2 bersifat multifaktorial, Haffner dan kawan-kawan, membuktikan bahwa
melibatkan interaksi kompleks dari berbagai keadaan seperti aterosklerosis pada pasien DM mulai terjadi sebelum timbul
hiperglikemia, hiperlipidemia, stres oksidatif, penuaan onset klinis DM. Studi epidemiologi juga menunjukkan
dini, hiperinsulinemia dan/atau hiperproinsulinemia terjadinya peningkatan risiko payah jantung pada pasien
serta perubahan-perubahan dalam proses koagulasi dan DM dibandingkan populasi non DM, yang ternyata
fibrinolisis. Pada pasien DM, risiko payah jantung korgestif disebabkan karena kontrol glukosa darah yang buruk
meningkat 4 sampai 8 kali. Peningkatan risiko ini tidak dalam waktu yang lama. Disamping itu berbagai faktor
hanya disebabkan karena penyakit jantung iskemik. Dalam turut pula memperberat risiko terjadinya payah jantung
beberapatahun terakhir ini diketahui bahwa pasien DM dapat dan strok pada pasien DM, antara lain hipertensi, resistensi
pula mempengaruhi otot jantung secara independen. insulin, hiperinsulinemia, hiperamilinemia, dislipidemia, dan
Selain melalui keterlibatan aterosklerosis dini arteri gangguan sistem koagulasi serta hiperhomosisteinemia.
koroner yang menyebabkan penyakit jantung iskemik Semua faktor risiko ini kadang-kadang dapat terjadi
juga dapat terjadi perubahan-perubahan berupa fibrosis pada satu individu dan merupakan suatu kumpulan gejala
interstisial, pembentukan kolagen dan hipertrofi sel- yang dikenal dengan istilah sindrom resistensi insulin atau
sel otot jantung. Pada tingkat seluler terjadi gangguan sindrom metabolik. Lesi aterosklerosis pada pasien DM
pengeluaran kalsium dari sitoplasma, perubahan struktur dapat terjadi akibat:
troponin T dan peningkatan aktivitas piruvat kinase.
Perubahan-perubahan ini akan menyebabkan gangguan Hiperglikemia
kontraksi dan relaksasi otot jantung dan peningkatan Hiperglikemia kronik menyebabkan disfungsi endotel
tekanan end-diastolic sehingga dapat menimbulkan melalui berbagai mekanisme antara lain:
kardiomiopati restriktif. hiperglikemia kronik menyebabkan glikosilasi non
enzimatik dari protein dan makromolekul seperti DNA,
yang akan mengakibatkan perubahan sifat antigenik
dari protein dan DNA. Keadaan ini akan menyebabkan
perubahan tekanan intravaskular akibat gangguan
Dasar terjadinya peningkatan risiko penyakit ja7tung keseimbangan Nitrat Oksida (NO) dan prostaglandin.
",
241
KOMPLIKASI KRONIK DIABETES MELITUS: PENYAKIT JANTUNG KORON

hiperglikernia meningkatkan aktivasi PKC intraselular konsentrasi insulin fisiologis mendapatkan bahwa hormon
sehingga akan rnenyebabkan gangguan NADPH pool ini d ~ p a meningkatkan
t konsentrasi dan aktivitas rnRNA
yang akan menghambat produksi NO. dari NOS sebesar 2 kali lipat setelah 2-8 jam inkubasi sel
over ekspresi growth factors rneningkatkan proliferasi endotel. Peneliti ini menyimpulkan bahwa insulin tidak
sel endotel dan otot polos pembuluh darah sehingga hanya memiliki efek vasodilatasi akut melainkan juga
akan terjadi neovaskularisasi. mem~dulasitonus pembuluh darah. Toksisitas insulin
hiperglikemi akan meningkatkan sintesis diacylglyerol (hiperinsulinemi/hiperproinsulinemi) dapat menyertai
(DAG) melalui jalur glikolitik. Peningkatan konsentrasi keadaan resistensi insulin/ sindrom metabolik dan stadium
DAG akan meningkatkan aktivitas PKC. Baik DAG awal dari DM tipe 2. Insulin meningkatkanjumlah reseptor
maupun PKC berperan dalarn memodulasi terjadinya AT-1 dan mengaktifkan Renin Angiotensin Aldosterone
vasokonstriksi. System (RAAS). Akhir-akhir ini telah dapat diidentifikasi
sel endotel sangat peka terhadap pengaruh stres adanya reseptor AT-1 di dalam sel-sel beta pankreas dan
oksidatif. Keadaan hiperglikemia akan meningkatkan didalam sel-sel endotel kapiler pulau-pulau Langerhans
tendensi untuk terjadinya stres oksidatif dan pankreas. Jadi, hiperinsulinemi mempunyai hubungan
peningkatan oxidized lipoprotein, terutama small dengan Ang-ll dengan akibat akan terjadi peningkatan
dense LDL-cholesterol (oxidized LDL) yang lebih stres sksidatif didalam pulau-pulau Langerhans pankreas
bersifat aterogenik. Disamping itu peningkatan akibat peningkatan konsentrasi insulin, proinsulin dan
konsentrasi asam lemak bebas dan keadaan hiper- amilin.
glikemia dapat rneningkatkan oksidasi fosfolipid
dan protein. Hiperamilinemi
hiperglikemia akan disertai dengan tendensi Amilin atau disebut juga Islet Amyloid Polypeptide (IAPP)
protrornbotik dan agregasi platelet. Keadaan ini rnerupakan polipeptida yang mempunyai 37 gugus
berhubungan dengan beberapa faktor antara lain asam amino, disintesis dan disekresi oleh sel-sel beta
penurunan produksi NO dan penurunan aktivitas pankreas bersama-sama dengan insulin. Jadi keadaan
fibrinolitik akibat peningkatan konsentrasi PAI-1. hiperinsulinemi akan disertai dengan hiperamilinemi dan
Di sarnping itu pada DM tipe 2 terjadi peningkatan sebaliknya bila terjadi penurunan konsentrasi insulin akan
aktivitas koagulasi akibat pengaruh berbagai faktor disertai pula dengan hipoamilinemi. Hiperinsulinemi dan
seperti pembentukan advanced glycosylation end hiperamilinemi dapat menyertai keadaan resistensi insulin/
products (AGES) dan penurunan sintesis heparan sindrom metabolik dan DM tipe 2. Terjadinya arniloidosis
sulfat. (penumpukan endapan amilin) didalam islet diduga
walaupun tidak ada hubungan langsung antara berh~bungan dengan lama dan beratnya resistensi insulin
aktivasi koagulasi dengan disfungsi endotel, namun dan DM tipe 2. Sebaliknya , penumpukan endapan arnilin
aktivasi koagulasi yang berulang dapat menyebabkan didalam sel-sel beta pankreas akan rnenurunkan fungsinya
stimulasi yang berlebihan dari sel-sel endotel sehingga dalam mensekresi insulin. Sakuraba dan kawan-kawan
akan terjadi disfungsi endotel. dalam penelitiannya mendapatkan bahwa pada pasien DM
tipe 2, peningkatan stres oksidatif berhubungan dengan
Resistensi Insulin dan Hiperinsulinemia peningkatan pembentukan IAPP di dalam sel-sel beta
Jialal dan kawan-kawan menemukan adanya reseptor pankreas. Dalarn keadaan ini terjadi penurunan ekspresi
terhadap insulin yaitu IGF-I dan IGF-II pada sel-sel enzim Super Oxide Disrnutase (SOD) yang menyertai
pembuluh darah besar dan kecil dengan karakteristik ikatan pernkntukan IAPP dan penurunan massa sel beta. Temuan
yang sama dengan yang ada pada sel-sel lain. Peneliti ini ini menunjukkan adanya hubungan antara terjadinya stres
menyatakan bahwa reseptor IGF-I dan IGF-II pada sel oksidatif dan pembentukan IAPP serta penurunan massa
endotel terbukti berperan secara fisiologik dalarn proses dan densitas sel-sel beta pankreas. Amilin juga dapat
terjadinya komplikasi vaskular pada pasien DM. Defisiensi merangsang lipolisis dan merupakan salah satu mediator
insulin dan hiperglikemi kronik dapat meningkatkan terjacinya resistensi insulin. Baru-baru ini ditemukan
konsentrasi total protein kinase C (PKC) dan diacylglycerol pula arnylin binding site didalam korteks ginjal, dimana
(DAG). Insulin juga mernpunyai efek langsung terhadap arnilir dapat mengaktivasi RAAS dengan akibat terjadinya
jaringan pembuluh darah. Pada penelitian terhadap peningkatan konsentrasi renin dan aldosteron.
jaringan pernbuluh darah dari obesezuckerrat didapatkan Janson dan kawan-kawan mendapatkan adanya
adanya resistensi terhadap sinyal PI3-kinase. Temuan ini partikel-partikel amiloid (intermediate sized toxic amyloid
membuktikan bahwa resistensi insulin akan menimbulkan particles=ISTAPs) yang bersifat sitotoksik terhadap sel-sel
gangguan langsung pada fungsi pembuluh darah. King beta pankreas, dapat mengakibatkan apoptosis dengan
dan kawan-kawan dalam penelitiannya menggunakan cara nerusak rnembran sel beta pankreas.
DIABETES MILITUS

lnflamasi sel T yang akan meningkatkan pelepasan interferon-y.


Dalam beberapa tahun terakhir, terbukti bahwa inflarnasi Pelepasan interferon y akan rnenyebabkan gangguan
tidak hanya rnenirnbulkan komplikasi sindrorn koroner homeostasis sel-sel pembuluh darah. Aktivasi sel T juga
akut, tetapi juga merupakan penyebab utarna dalam akan rnengharnbat proliferasi sel-sel otot polos pembuluh
proses terjadinya dan progresivitas aterosklerosis. darah dan biosintesis kolagen, yang akan rnenirnbulkan
Berbagai pertanda inflarnasi telah diternukan didalarn vulnerable plaque, sehingga menirnbulkan komplikasi
lesi aterosklerosis, antara lain sitokin dan growth factors sindrorn koroner akut.
yang dilepaskan oleh rnakrofag dan sel T. Sitokir akan Sampai sekarang masih terdapat kontroversi tentang
meningkatkan sintesis platelet activating factor (PAF), rnengapa pada perneriksaan patologi anatomi, plak pada
merangsang lipolisis, ekspresi molekul-molekul adhesi DM tipe 1 bersifat lebih fibrous dan calcified, sedangkan
dan upregulasi sintesis serta ekspresi aktivitas prokoagulan pada DM tipe 2 lebih selular dan lebih banyak mengandung
di dalarn sel-sel endotel. Jadi sitokin memainkan peran lipid. Dalam suatu seri pemeriksaan arteri koroner pada
penting tidak hanya dalam proses awal terbentuknya lesi pasien DM tipe 2 setelah sudden death, didapatkan area
aterosklerosis, melainkan juga progresivitasnya. Pelepasan nekrosis, kalsifikasi dan ruptur plak yang luas. Sedangkan
sitokin lebih banyak terjadi pada pasien DM, karena pada pasien DM tipe 1 ditemukan peningkatan kandungan
peningkatan dari berbagai proses yang mengaktivasi jaringan ikat dengan sedikit foam cells didalarn plak yang
makrofag (dan pelepasan sitokin), antara lain oksidasi rnernungkinkan lesi aterosklerosisnya relatif lebih stabil.
dan glikoksidasi protein dan lipid. Pelepasan sitokin
yang dipicu oleh terbentuknya Advanced Glycosflation
Endproducts (AGES) akan disertai dengan over produksi
Diabetes Melitus akan disertai dengan keadaan protrombotik
berbagai growth factors seperti:
yaitu perubahan-perubahan proses trornbosis d a n
PDGF (Platelet Derived Growth Factor)
fibrinolisis. Kelainan ini disebabkan karena adanya
IGF I (Insulin Like Growth Factor I)
resistensi insulin terutarna yang terjadi pada pasien DM
GMCSF (Granulocyte/Monocyte Colony S t i m ~ l a t i n g
tipe 2. Walaupun demikian dapat pula ditemukan pada
Factor)
pasien DM tipe 1. Peningkatan fibrinogen serta aktivitas
TGF-a (Transforming Growth Factor-a)
faktor VII dan PAI-1 baik di dalam plasma maupun di
Sernua f a k t o r i n i rnernpunyai p e n g a r u h besar dalarn plak aterosklerotik akan rnenyebabkan penurunan
terhadap fungsi sel-sel pernbuluh darah. Di samping urokinase dan meningkatkan agregasi platelet. Penyebab
i t u terjadi pula peningkatan pembentukan kornpleks peningkatan fibrinogen diduga karena rneningkatnya
imun yang mengandung modified lipoprotein. Tingginya aktivitas faktor VII yang berhubungan dengan terjadinya
konsentrasi kornpleks imun yang rnengandung modified hiperlipiderni post prandial.
LDL, akan meningkatkan risiko komplikasi makrovaskular Over ekspresi PAI-1 diduga terjadi akibat pengaruh
pada pasien D M baik D M tipe 1 rnaupun D M tipe 2. langsung dari insulin dan pro insulin. Penelitian terbaru
Kornpleks imun ini tidak hanya merangsang pelepasan rnenunjukkan bahwa penurunan konsentrasi PAI-1
sejumlah besar sitokin tetapi juga merangsang ekspresi setelah pengobatan DM tipe 2 dengan tiazolidinedione
dan pelepasan matrix rnetalloproteinase-I (MMP-1: tanpa menyokong hipotesis adanya peranan resistensi insulin
merangsang sintesis inhibitornya. Aktivasi makrofag oleh dalam proses terjadinya over ekspresi PAI-1. Peningkatan
kompleks imun tersebut akan merangsang pelepasan PAI-1 baik di dalam plasma maupun di dalam plak
Tumor Necrosis Factor-a (TNF-a), yang menyetabkan aterosklerotik tidak hanya mengharnbat migrasi sel otot
up regulasi sintesis C-reactive protein. Baru-baru ini polos pernbuluh darah, melainkan juga disertai penurunan
telah ditemukan C-reactive protein dengan konssntrasi ekspresi urokinase didalam dinding pembuluh darah dan
yang cukup tinggi pada pasiendengan resistensi insulin. plak aterosklerotik. Terjadinya proteolisis pada daerah
Peningkatan konsentrasi kompleks imun pada 2asien fibrous cap dari plak yang menunjukkan peningkatan
DM tidak hanya rnenyebabkan timbulnya aterosklerosis aktivasi sel T dan makrofag akan rnemicu terjadinya
dan progresivitasnya, melainkan juga berperan dalarn ruptur plak dengan akibat terjadinya sindrom koroner
proses rupturnya plak aterosklerotik dan kornplikasi akut. Mekanisrne yang rnendasari terjadinya keadaan
Jantung Koroner selanjutnya. Kandungan m a t r o f a g hiperkoagulasi pada pasien DM dan resistensi insulin,
didalam lesi aterosklerosis pada pasien DM mengalami rnasih dalam penelitian lebih lanjut.
peningkatan, sebagai akibat dari peningkatan rekrutrneri
rnakrofag kedalam dinding pembuluh darah karena Dislipidemia
pengaruh tingginya konsentrasi sitokin. Peningkatan Dislipidemia yang akan rnenimbulkan stres oksidatif
oxidized LDL pada pasien D M akan meningkatkan aktivasi umum terjadi pada keadaan resistensi insulin/sindrom
KOMPLIKASI KRONIK DIABETES MELITUS: PENYAKIT JANTUNG KORONER 2417

metabolik dan D M tipe 2. Keadaan ini terjadi akibat terjadi gangguan fungsi ginjal. Peningkatan konsentrasi
gangguan metabolisrne lipoprotein yang sering disebut homosistein biasanya rnenyertai penurunan laju filtrasi
sebagai lipid triad, meliputi: 1. peningkatan konsentrasi glomerulus. Hiperhomosisteinemi dapat menyebabkan
VLDL atau trigliserida, 2. penurunan konsentrasi kolesterol inaktivasi nitrat oksida rnelalui hambatannya terhadap
HDL, 3. terbentuknya small dense LDL yang lebih bersifat ekspresi glutathione peroxidase (GPx).
aterogenik.
Peningkatan konsentrasi VLDL, trigliserida dan small
dense LDL kolesterol serta penurunan konsentrasi HDL
kolesterol yang bersifat anti-aterogenik, anti oksidan dan
anti inflamasi akan rnengurangi cadangan anti oksidan Pada individu non DM, Penyakit Jantung Koroner dapat
alarniah. rnern3erikan manifestasi klinis berupa :
Lipoprotein rnernpunyai fungsi rnengangkut lipid
Angina pektoris. Rasa nyeri dada dan sesak napas yang
keseluruh tubuh, dirnana LDL terutarna berperan dalarn
disebabkan karena gangguan suplai oksigen yang tidak
transport apolipoprotein (Apo) B 100; VLDL berperan dalarn
rnencukupi kebutuhan ototjantung. Keadaan ini terutama
transpor trigliserida yang mengandung Apo E, sedangkan
terjadi pada saat latihan fisik atau adanya stres.
HDL berperan dalam rnengangkut kembali kolesterol
yang mengandung anti inflarnasi dan anti oksidan Angina pektroristidak stabil. Dikatakan angina pektoris
alamiah yaitu Apo A. Molekul protein dari lipoprotein tidak stabil bila nyeri timbul untuk pertama kali, atau bila
ini akan mengalarni modifikasi karena proses oksidasi, Angina Pektoris sudah ada sebelumnya namun menjadi
glikosilasi dan glikoksidasi dengan hasil akhir akan terjadi lebih berat. Dan biasanya dicetuskan oleh faktor yang
peningkatan stres oksidatif dan terbentuknya spesies lebih ringan dibanding sebelumnya. Keadaan ini harus
oksigen radikal. Di sarnping itu modified lipoprotein akan diwaspadai karena kelainan bisa berlanjut menjadi berat,
mengalami retensi di dalarn tunica intima yang memicu bahkan menjadi infark miokard.
terjadinya aterogenesis. lnfarkrniokard. 1). Kerusakan ototjantung akibat blokade
arteri koroner yang terjadi secara total dan rnendadak.
Hipertensi Biasanya terjadi akibat ruptur plak aterosklerosis didalam
Hipertensi rnerupakan salah satu faktor dalam resistensi arteri koroner. 2). Secara klinis infark miokard ditandai
insulin/sindrorn rnetabolik dan sering rnenyertai D M tipe dengan nyeri dada seperti pada Angina Pektoris, namun
2. Sedangkan pada pasien D M tipe 1, hipertensi dapat lebih berat dan berlangsung lebih lama sarnpai beberapa
terjadi bila sudah diternukan tanda-tanda gangguan fungsi jam. Tidak seperti pada AP yang dicetuskan oleh latihan
ginjal yang ditandai dengan rnikroalbuminuri. Adanya dan dapat hilang dengan pemakaian obat nitrat d i
hipertensi akan rnernperberat disfungsi endotel dan bawan lidah, pada infark miokard biasanya terjadi tanpa
rneningkatkan risiko Penyakit Jantung Koroner. Hipertensi dicetuskan oleh latihan dan tidak hilang dengan pemakaian
disertai dengan peningkatan stres oksidatif dan aktivitas nitrat 3). Kadang-kadang gejala bisa berupa sesak napas,
spesies oksigen radikal, yang selanjutnya akan memediasi
atau sinkop (kehilangan kesadaran). 4). Biasanya disertai
terjadinya kerusakan pernbuluh darah akibat aktivasi kornplikasi seperti; gangguan irarna jantung, renjatan
Ang II dan penurunan aktivitas enzim SOD. Sebaliknya jantung (shock cardiogenic), gagal jantung kiri, bahkan
glukotoksisitas akan rnenyebabkan peningkatan aktivitas kernalian rnendadak (sudden death).
RAAS sehingga akan rneningkatkan risiko terjadinya
hipertensi. Penelitian terbaru rnendapatkan adanya Sindrom koroner akut: Spektrum klinis yang terjadi
peningkatan konsentrasi amilin (hiperamilinernia) pada mulai dari angina pektoris tidak stabil sampai terjadi infark
individu yang mernpunyai riwayat keluarga hipertensi dan rniokard akut.
dengan resistensi insulin. Pada pasien DM, terjadinya iskemi atau infark miokard
kadang-kadang tidak disertai dengan nyeri dada yang
Hiperhomosisteinemia khas (angina pektoris). Keadaan ini dikenal dengan Silent
Pada pasien DM baik DM tipe 1 maupun DM tipe 2 diternukan Myocardial lschaemia atau Silent Myocardial Infarction
polimorfisme gen dari enzim methylene tetrahydrofolate (SMI). Terjadinya SMI pada pasien D M diduga disebabkan
reductase yang dapat rnenyebabkan hiperhornosisteinerni. karena:
Polimorfisme gen ini terutama terjadi pada pasien yang Gangguan sensitivitas sentral terhadap rasa nyeri
kekurangan asam folat di dalam dietnya. Hiperhomo- Penurunan konsentrasi B endorphin
sisteinemi dapat diperbaiki dengan suplementasi asam Neuropati perifer yang menyebabkan denervasi
folat. Homosistein terutama rnengalami peningkatan bila sensorik.
DIABETES MILITUS

DIAGNOSIS PENATALAKSANAAN

Diagnosis Penyakit Jantung Koroner pada pasien Diabetes Berdasarkan rekomendasi ADA, penatalaksanaan
Melitus ditegakkan berdasarkan: terhadap semua pasien DM terutama ditujukan terhadap
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis penurunan risiko kardiovaskular secara komprehensif,
Pada pasien DM tipe I,yang umumnya datang tanpa yaitu meliputi:
disertai faktor-faktor risiko tradisional, lamanya Pengobatan hiperglikemia dengan diet, obat-obat
menderita DM dapat dijadikan sebagai prediktor hipoglikemiak oral atau insulin
penting terhadap timbulnya PenyakitJantung Koroner. Pengobatan terhadap dislipidemia
Karena DM tipe 1 sering terjadi pada usia muda, Pemberian aspirin
Penyakit Jantung Koroner dapat terjadi pada usia Pengobatan terhadap hipertensi untuk mencapai
antara 30 sampai 40 tahun. Sebaliknya pada pasien DM tekanan darah <130/80 mmHg dengan ACE inhibitor,
tipe 2, sering disertai dengan berbagai faktor risiko, angiotensin receptor blockers (ARB) atau penyekat b
dan PJK biasanya terjadi pada usia 50 tahun keatas. dan diuretik
Seringkali, DM baru terdiagnosis pada saat pasien Menasihati pasien untuk berhenti merokok.
datang dengan keluhan angina, infark miokard atau Rekomendasi ADA tentang target yang harus dicapai
payah jantung. Sedangkan pada pasien DM dengan dalam penatalaksanaan Diabetes Melitus dalam upaya
SMI, gejala yang timbul biasanya tidak khas seperti menurunkan risiko kardiovaskular:
mudah capek, dyspnoe d'effort atau dispepsia.
Pemeriksaan Laboratorium. Terdiri atas : 1. darah Target yang harus di-
rutin, 2. konsentrasi gula darah puasa, 3. profil lipid: No Parameter
capai
kolesterol total, kolesterol HDL, kolesterol LDL, 1. Kontrol glikemik:
Trigliserida 4. Enzim-enzim jantung, 5. C-reactive AIC < 7%
protein (CRP), 6. Mikroalbuminuri atau proteinuri Kadar glukosa darah 90-1 30 mg/dl
Elektrokardiografi preprandial (5.0-7.2 mmol/l)
Uji latih (treadmill test) Kadar glukosa darah <I80 mg/dl
Pemeriksaan foto dada postprandial ( < I0.0 mmol/l)
Ekokardiografi 2. Tekanan darah < I30/80 mmHg
Pemeriksaan baku emas adalah angiografi koroner 3. Lipid:
(kateterisasi) LDL
Trigliserida
The American Diabetes Association (ADA) merekomendasi- HDL
kan pemeriksaan-pemeriksaan sebagai berikut:
Elektrokardiografi (EKG) sebagai pemeriksaan awal
terhadap setiap pasien DM
Uji latih (Treadmill test) dilakukan terhadap pasien REFERENSI
DM dengan:
- Gejala-gejala angina pektoris American Diabetes Association. Standards of Medical Care for
- Dyspnoe d'effort Patients with Diabetes Mellitus (PositionStatement). Diabetes
Care 2003; 26 (Sl): 33-50.
- Gejala gastrointestinal Aronow WS. Silent MI. Prevalence and prognosis in older
- EKG istirahat menunjukkan tanda-tanda iskemi patients diagnosed by routine electrocardiograms. Geriatrics
atau infark miokard 2003;58:24-40.
- Disertai penyakit arteri perifer atau oklusi arter- Calles-Escandon J, Mirza SA, Garcia-Rubi E, Mortensen A. Type 2
DM: one disease, multiple cardiovascular risk factors. Coron
karotis Artery Dis 1999; 10:23-30.
- Disertai adanya 2 atau lebih faktor-faktor risiko Giugliano D, Ceriello A, Paolisso G. Oxidative stress and diabetic
vascular complications. DM Care 1996; 19:257-67.
kardiovaskular sebagai berikut: kolesterol total
Haffner SM, Lehto S, Ronnemaa T, Pyorala K, Laakso M. Mortality
>240 mg/dl, kolesterol LDL > 160 mg/dl, kolesterol from coronary heart disease in subjects with Type 2 diabetes
HDL <35 mg/dl, tekanan darah >140/90 mmHg, and in nondlabetic subjects with and without prior myocardial
merokok, riwayat keluarga menderita P.IK, mfarction. N Engl J Med 1998;339:229-34.
Hayden MR, Tyagi SC. "A" is for amylin and amyloid in type 2
mikroalbuminuria atau proteinuria DM mellitus. JOP. J Pancreas (Online) 2001;2:124-39.
KOMPLIKASI KRONIK DIABETES MELITUS: PENYAKIT JANTUNG KORONER 2419

Hogikyan RV, Galecki AT, Pitt B, Halter JB, Greene DA, Supiano
MA. Specific impairment of endothelium-dependent
vasodilation in subjects with type 2 DM independent of
obesity. J Clin Endocrinol Metab 1998;83:1946-1952.
Jialal I, Crettaz M, Hachiya HL, Kahn CR, Moses AC, Buzney SM,
King GL. Characterization of the receptors for insulin and
the insulin-like growth factors on micro-and macrovascular
tissues. Endocrinology 1985;117:1222-9.
Krauss RM. Lipids and Lipoproteins in Patients With Type 2
Diabetes Diabetes Care 2004;27:1496-504.
Lauer MS. Coronaiy artery disease in diabetes: Which (if any) test
is best? Cleveland Clin J Med 2005;72 (1):6-9.
Pinkney JH, Downs L, Hopton M, Mackness MI, Bolton CH.
Endothelial dysfunction in Type 1DM mellitus: relationshp
with LDL oxidation and the effects of vitamin E. Diabet Med
1999;16:993-999.
Quyyumi AA. Endothelial function in health and disease: new
insights into the genesis of cardiovascular disease. Am J Med
1998;105:325-39s.
Steinberg HO, Chaker H, Leaming R, Johnson A, Brechtel G,
Baron AD. Obesity/insulin resistance is associated with
endothelial dysfunction. Implications for the syndrome of
insulin resistance. J Clin Invest 1996;97:2601-2610.
Tabibiazar R, EdelmanS. Silent Ischemia in People With Diabetes:
A Condition That Must Be Heard. Clin Diab 2003;21(1):5-9.
Zellweger MJ,Pfisterer ME. Silent coronary artery disease
in patients with diabetes mellitus. Swiss Med Wkly
2001;131:427-432.
DIABETES MELITUS PADA USIA LANJUT
Wasilah Rochmah

PENDAHULUAN pengelolaan diabetes yang timbul pada usia lanjut


sama dengan diabetes yang telah diderita sejak usia
Umur merupakan salah faktor yang sangat penting dalam muda? Hal ini perlu difikirkan dan dicermati mengingat
pengaruhnya terhadap prevalensi diabetes maupun bahwa populasi ini umumnya telah disertai dengan
gangguan toleransi glukosa. Dalam studi epidemiologi. berbagai penurunan baik fisis, psikis maupun finansial
baik yang dilakukan secara cross-sectional maupun dengan segala akibat-akibatnya.
longitudinal, menunjukkan bahwa prevalensi diabetes
maupun gangguan toleransi glukosa naik bersama
bertambahan umur, dan membentuk suatu plateau TUA DAN PROSES MENUA
dan kemudian menurun. Waktu terjadinya kenaikan
dan kecepatan kenaikan prevalensi tersebut serta Menjadi tua atau menua (aging) adalah suatu keadaan
pencapaian puncak dan penurunannya sangat be-variasi yang terjadi karena suatu proses yang disebut proses
diantara studi yang pernah dilakukan. Namun d~mikian menua. Proses menua merupakan fenomena universal,
tampaknya para peneliti mensepakati bahwa k~naikan yang kecepatannya atau laju prosesnya bervariasi dari satu
prevalensi didapatkan mulai sejak awal masa dewasa. ke lain individu. Perbedaan ini dipengaruhi oleh faktor-
WHO menyebutkan bahwa setelah seseorang mencapai faktor endogen (genetis dan biologis) serta faktor-faktor
umur 30 tahun, maka konsentrasi glukosa darah akan naik eksogen (lingkungan, gizi, pola dan gaya hidup, sosial,
1-2 mg%/tahun pada saat puasa dan akan naik sekitar budaya, ekonomi dan penyakit). Menua adalah proses
5,6-13 mg% pada 2 jam setelah makan. Berdasartan ha1 sepanjang hidup, yang dimulai sejak permulaan kehidupan
tersebut tidaklah mengherankan apabila umur mer~pakan itu sendiri, tidak dimulai dari umur 55 tahun, atau umur
faktor utama tetjadinya kenaikan prevalensi diabetes serta 60 tahun, atau dari umur 65 tahun sebagai batas umur
gangguan toleransi glukosa. Dalam dua dekade terakhir ini usia lanjut menurut WHO. Oleh karena itu proses menua
dari pengamatan berbagai peneliti tentang perkemsangan merupakan suatu proses sepanjang hidup, yang dimulai
penduduk dunia, jumlah usia lanjut semakin bertambah. dari sejak kehidupanjanin, berkembang ke kehidupan bayi,
Pada saat ini statistik penduduk dunia menunjukkan balita, anak-anak, remaja, dewasa muda, dewasa tua, dan
bahwa jumlah usia lanjut umur 65 tahun ataL lebih, akhirnya proses menua ini akan sampai pada segmen akhir
berjumlah sekitar 450 juta jiwa (7% dari jumlah total kehidupan. Segmen akhir kehidupan menurut Krammer
penduduk dunia). Diperkirakan bahwa jumlah tersebut dan Schrier dibagi menjadi tiga subkelas, yaitu kelasyoung
pada tahun 2025 dapat mencapai dua kali lipatjumlah saat old, umur antara 65-74 tahun, kelas aged (old) umur antara
ini. Dari beberapa hasil penelitian yang pernah dilakukan, 75-84 tahun, dan yang terakhir oldest old atau extreme
usia lanjut yang mengalami gangguan toleransi glukosa aged ialah mereka yang berumur lebih dari 84 tahun.
mencapai sekitar 50-92%. Dapat dibayangkan bahwa Proses menua yang berlangsung sebelum umur
dengan laju kenaikan jumlah penduduk usia lanjut yang 30 tahun, akan berjalan bersama dengan proses-
semakin cepat, maka prevalensi pasienganguan toleransi tumbuh kembang yang bersifat lebih dominan. Kedua
glukosa dan diabetes usia lanjut akan meningkat lebii proses yang betjalan bersama ini akan mengakibatkan
cepat pula. Yang menjadi pertanyaan sekarang: Apakah perubahan anatomis, fisiologis, dan biokimiawi menuju
DIABETES MELITUS PADA USIA LANJUT

suatu titik kehidupan maksimal sebagai seorang manusia set lo,^, 4. Teori pemendekan telomer Hastie dkk, 5. Teori
pada puncak kehidupan produktif. Proses menua yang rnutari DNA mitokondria (mtDNA), mengatakan bahwa
berlangsung sesudah umur 30 tahun akan mengakibatkan telah lama diduga kalau metabolisme energi dan nutrisi
perubahan-perubahan anatomis, fisiologis dan biokimiawi yang berlangsung dalam mitokondria berperan penting
juga, tetapi menuju jalan penurunan kualitas hidup dalam proses menua.
sebesar 1% tiap tahun. Selanjutnya Miller mengatakan hlanusia dapat dipandang sebagai suatu mesin
bahwa proses menua ini mengubah seorang dewasa sehat dengan kehebatan susunan dan ketahanannya. Narnun
menjadi seorang tua yang rapuh (frail),yang mengalami suatc; mesin yang tanpa henti-hentinya menunaikan
penurunan dari hampir seluruh sistem fisiologis tubuh. tugas yang menjadi bebannya, cepat atau lambat akhirnya
Penurunan ini akan meningkatkan kerentanan tubuh akan nengalami penyusutan, dan akhirnya cacat. Tingkat
terhadap penyakit, dan akhirnya rneninggal dunia. kecacatan atau kerusakan yang terjadi pada suatu mesin
Pada usia 60 tahun, proses menua berjalan lebih cepat, tergantung kompleksitas komposisi mesin tersebut.
sehingga memperlihatkan penurunan fisik yang tampak Derajat paling rendah adalah kerusakan yang tidak dapat
progresif. Menua, karakteristis ditandai oleh kegagalan dielakkan karena umur suatu bahan dasar dari salah satu
tubuh dalam mempertahankan homeostasis terhadap komponen, sedangkan tingkat tertinggi adalah kerusakan
suatu stres walaupun stres tersebut masih dalam batas- dari beberapa komponen mesin yang mengampu satu
batas fisiologis. Kegagalan mempertahankan homeostasis fungsi. Demikian pula yang terjadi pada proses menua, ada
akan menurunkan ketahanan tubuh untuk hidup dan tiga tiigkatan sampai terjadinya kecacatan atau kerusakan.
mengakibatkan meningkatnya kemudahan kerusakan Kerusakan yang pertama pada tingkat sel, kedua pada
pada diri individu tersebut. Tiga fakta yang penting dalam tingkatjaringan, dan akhirnya pada tingkat organ. Tingkat
biologi rnenua yaitu: pertama sifatnya yang universal kerusakan tertinggi pada apabila terjadi pada berbagai
(semua yang hidup dimanapun juga akan mengalaminya), organ yang mengampu satu fungsi. Salah satu contoh
kedua deteriorative (rnakin lama akan makin memburuk), yang dapat diibaratkan fungsi pada suatu mesin adalah
dan yang ketiga walaupun memburuk tidak menyebabkan fungs homeostasis glukosa.
berhentinya fungsi suatu sistem secara total. Toleransi t u b u h terhadap glukosa merupakan
Tua adalah suatu keadaan yang dapat dipandang dari manifestasi dari tanggung jawab beberapa komponen
tiga sisi, yaitu sisi kronologis, biologis, dan psikologis. tubuh yang mengampu satu fungsi, yaitu fungsi ambilan
Sesuatu dianggap atau dipandang tua apabila dinyatakan glukosa. Komponen yang dimaksud di atas adalah sel-
telah berumur lama. Hal tersebut pertama kali dilontarkan sel beta pankreas yang menghasilkan hormon insulin,
oleh Weismann pada tahun 1882, kemudian dipelajari sel-sel jaringan target yang menggunakan glukosa,
oleh Pearl tahun 1928 dan Wartin tahun 1929, dan sistem lain seperti sistem saraf dan peran hormon-
muncul kemudian theories related to wear and tear. WHO hormon lain yang diproduksi oleh berbagai organ seperti
memberikan definisi bahwa seseorang disebut tua atau glukagon, kortikosteroid, epinefrin dan lain sebagainya.
usia lanjut apabila orang tersebut secara kronologis telah Walaupun demikian kornpleksnya fungsi homeostasis
berumur 65 tahun atau lebih. Seseorang yang belum glukosa tersebut, tetapi tubuh selalu berusaha untuk
berurnur 65 tahun, tetapi secara fisik sudah tampak setua mempertahankannya. Namun demikian, seperti halnya
usia 65 tahun karena suatu stres emosional, maka orang mesin, akhirnya terjadi kecacatan yang dapat kita amati
tersebut masuk dalam definisi tua psikologis; lain halnya dengan timbulnya apa yang disebut gangguan toleransi
apabila seseorang tampak tua karena menderita suatu glukosa (GTG). Dikatakan bahwa 50-92% usia lanjut
penyakit kronik, maka orang tersebut termasuk tua fisik. menderita GTG. Gangguan toleransi glukosa yang timbul
Cox mengatakan bahwa tua kronologis disebut menua pada ~ s i lanjut
a tersebut, ada yang masuk kriteria toleransi
primer dan yang lainnya disebut menua sekunder. Seperti glukosa terganggu, ada yang masuk kriteria diabetes
telah disebutkan sebelumnya, Miller mengatakan bahwa melitus. Hal tersebut menggarnbarkan adanya penurunan
proses menua adalah suatu proses yang mengubah kemampuan ambilan glukosa oleh sel-sel jaringan sasaran,
seorang dewasa sehat. menjadi seorang tua yang bersifat khususnya otot rangka. Seperti disebutkan dalam teori-
rapuh. Apa yang terjadi dan apa yang bisa menyebabkan teori proses menua sebelumnya, kemampuan ambilan
keadaan seperti itu, sampai saat ini belum ada satu teori glukosa ini tidak lepas dari peran mitokondria, yang
ataupun pembuktian yang dapat menerangkan dengan merupakan pusat metabolisme energi. Dampak yang
jelas. Lebih dari 200 teori menua yang pernah diajukan, ditimb~lkanoleh penurunan kemarnpuan ambilan glukosa
namun sekarang tinggal beberapa saja yang masih banyak lersebut adalah terjadinya kelambatan pembentukan
pendukungnya, antara lain adalah: 1. Teori radikal bebas molekul ATP (adenosintrifosfat) sebagai energi siap pakai.
Harmon, 2. Teori glikosilasi Monnier, 3. Teori laju reparasi Hal ini akan mengakibatkan kelambatan aktivitas dalam
DNA Hart dan Setlow, merupakan hasil penelitian Hart dan sel, jaringan dan akhirnya organ dan rnanifestasinya
DIABETES MELITUS

dapat terlihat dari penampilan seorang usia lanjut, k3rena masa tubuh dan naiknya lemak tubuh mengakibatkan
penurunan fungsi sistem muskuloskeletal, neuro-muckuler, kecenderungan timbulnya penurunan aksi insulin pada
dan berbagai penurunan fungsi sistem lain, seperti sistem jaringan sasaran. Timbulnya gangguan toleransi glukosa
kardiovaskular dan respirasi. pada usia lanjut semula oleh sementara ahli diduga karena
Proses menua yang berjalan setelah seseorang berusia menurunnya sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Hal ini
30 tahun, secara fisik memberikan akibat terhadap susunan didasarkan atas adanya perubahan gambaran histologis
komposisi tubuh. Pada saat umur di bawah 30 tahun, tubuh pankreas yang diketemukan pada otopsi dari mereka
terdiri atas 61% air, 19% sel solid, 14% lemak, 6% tulang yang meninggal dunia pada usia lanjut. Sedangkan ahli-
dan mineral. Pada usia lebih dari 65 tahun, komposisi ahli lain menemukan konsentrasi insulin plasma yang
tubuh tersebut berubah menjadi air 53%, sel solid 12%, cukup tinggi pada 2 jam setelah pembebanan glukosa
lemak 30%, sedangkan tulang dan mineral menurun 1% 75 gram dengan konsentrasi glukosa yang tinggi pula,
sehingga tinggal 5%. Perubahan fisik karena perubahan oleh karena itu kenaikan konsentrasi glukosa darah 2
komposisi tubuh yang menyertai pertambahan umur jam setelah makan atau setelah pembebanan glukosa
umumnya bersifat fisiologis, seperti kulit yang k ~ r i p u t , pada usia lanjut diduga disebabkan oleh karena adanya
turunnya tinggi badan, berat badan, kekuatan otot. daya resistensi insulin. Kedua pendapat di atas merupakan
lihat, daya dengar, kemampuan berbagai rasa (senses), pendapat yang bersifat kontroversial. Goldberg dan Coon
dan penurunan fungsi berbagai organ termasuk apE yang menyebutkan bahwa umur memang sangat erat kaitannya
terjadi terhadap fungsi homeostasis glukosa. dengan terjadinya kenaikan konsentrasi glukosa darah,
sehingga pada golongan umur yang makin tua prevalensi
gangguan toleransi glukosa akan meningkat dan demikian
TUA DAN PERUBAHAN HOMEOSTASISGLUKOSA pula prevalensi diabetes melitus berdasarkan kriteria yang
telah disetujui.
Secara garis besar konsentrasi glukosa darah pada orang Timbulnya resistensi insulin pada usia lanjut
dewasa normal merupakan manifestasi dari kemampuan disebabkan oleh 4 faktor yaitu pertama adanya perubahan
sekresi insulin oleh pankreas dan kemampuan anbilan komposisi tubuh sepeti telah diterangkan sebelumnya.
glukosa oleh sel-sel jaringan sasaran. Pada situasi te-tentu Penurunan jumlah masa otot dari 19% menjadi 12%,
konsentrasi glukosa darah dipengaruhi oleh berbagai disamping peningkatan jumlah jaringan lemak dari
hal, seperti proses glukogenolisis pada saat puasa, 14% menjadi 30%, mengakibatkan menurunnya jumlah
glukoneogenesis apabila diperlukan sumber tenaga serta sensitivitas reseptor insulin. Faktor yang kedua
tambahan karena sumber tenaga dari karbohidrat tidak adalah turunnya aktivitas fisik yang akan mengakibatkan
dapat memenuhi kebutuhan. penurunan jumlah reseptor insulin yang siap berikatan
Gangguan toleransi glukosa (GTG) adalah suatu dengan insulin sehingga kecepatan translokasi GLUT-4
keadaan perubahan homeostasis glukosa sehingga juga menurun. Kedua ha1 tersebut akan menurunkan
didapatkan konsentrasi glukosa darah 2 jam sesudah baik kecepatan maupun jumlah ambilan glukosa. Ketiga
makan lebih tinggi dari 140 mg/dl. Apabila konsentrasi perubahan pola makan pada usia lanjut yang disebabkan
tersebut lebih tinggi atau sama dengan 200 mg/dl keadaan oleh berkurangnya gigi geligi sehingga prosentase bahan
tersebut dimasukkan dalam kriteria diabetes melitus makanan karbohidrat akan meningkat. Faktor keempat
(DM). WHO2 menyebutkan bahwa tiap kenaikai satu adalah perubahan neuro-hormonal, khususnya insulin-like
dekade umur, konsentrasi glukosa darah puasa akan naik growth factor- 7 (IGF-1) dan dehydroepandrosteron (DHEAS)
sekitar 1-2 mg/dl dan 5,6-13 mg/dl pada 2 jam sesudah plasma. Konsentras IGF-1 serum turun sampai 50% pada
makan. Morrow dan Halter, mengatakan bahwa KGD 2 usia lanjut. Penurunan hormon ini akan mengakibatkan
jam sesudah pembebanan glukosa sebanyak 75 gram penurunan ambilan glukosa karena menurunnya
akan naik 15mg/dl tiap penambahan 1 dekade umur sensitivitas reseptor insulin serta menurunnya aksi insulin.
apabila seseorang telah melampaui umur 30 tahun. Hal Hal ini didasarkan atas percobaan in vitro serta in vivo
ini didapatkan dari hasil penelitian terhadap 3 kelompok bahwa IGF-1 meningkatkan baik ambilan glukosa maupun
umur, yaitu kelompok umur dekade 4, 5 dan 6. Sampa~ kecepatan oksidasi. Demikian pula konsentrasi DHEAS
saat ini, belum ada laporan bagaimana KGD usia di atas 30 plasma menurun pada usia lanjut. Tampaknya penurunan
tahun pada 3 jam setelah makan atau setelah pembebanan DHEAS tersebut ada kaitannya dengan kenaikan lemak
glukosa. Namun demikian Morrow & Halter selanjutnya tubuh serta turunnya aktivitas fisik. Hal ini dibuktikan
mengatakan bahwa patofisiologi gangguan toleransi dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa penurunan
glukosa pada usia lanjut sampai saat ini belum jelas atau DHEAS mernpunyai hubungan terbalik dengan tingginya
dapat dikatakan belum seluruhnya diketahui. Selain fakto* konsentrasi insulin plasma puasa. Keempat faktor di atas
intrinsik, faktor ekstrinsik seperti menurunnya ~ k u r a n menunjukkan bahwa kenaikan konsentrasi glukosa darah
DIABETES MELITUS PADA USlA LANJUT

pada usia lanjut karena resistensi insulin. tubuh terhadap glukosa. Hampir setiap studi epidemiologi
Barbieri et al menemukan adanya penurunan resistensi baik yang bersifat cross-sectional maupun longitudinal
insulin pada usia lanjut umur 90-100. Dari penemuan ini menunjukkan bahwa prevalensi gangguan toleransi
Barbieri et al. mengajukan suatu hipotesis yang isinya glukosa dan diabetes meningkat bersama pertambahan
bahwa selama proses menua berjalan, terjadi metabolic umur. Umumnya diabetes orang dewasa hampir 90%
age remodeling yang menumbuhkan age related metabolic masuk diabetes tipe 2. Dari jumlah tersebut dikatakan
adaptation sehingga pada usia lanjut terdapat age bahwa 50% adalah pasien berumur lebih dari 60 tahun.
related insulin action dan preserved insulin action despite Kita menyadari bahwa penyakit diabetes tidak hanya
age. Wasilah pada studi tes toleransi glukosa terhadap sekedar adanya kenaikan konsentrasi glukosa darah atau
usia lanjut sehat tanpa kelainan fungsi hati dan ginjal hiperglikemia. Selain terjadi gangguan metabolisme
dengan beban 75 gram yang diikuti sampai jam ke 3, gula pada pasien diabetes mengalami juga gangguan
menemukan bahwa konsentrasi glukosa darah rerata metabolisme lipid, sering disertai kenaikan berat badan
usia lanjut sehat tersebut lebih rendah dari konsentrasi sampai terjadinya obesitas dan tidak sedikit pula timbul
glukosa darah puasanya, dengan konsentrasi insulin gejala hipertensi. Kalau keadaan tersebut didapatkan pada
plasma dalam batas normal puasa. Sedangkan pada saat seorang diabetes maka yang kita hadapi adalah seorang
2jam setelah pembebanan masih didapatkan konsentrasi pasien sindroma metabolik. Patofisiologi diabetes tipe 2
glukosa darah yang lebih tinggi dari 140mg% dengan secara garis besar disebabkan oleh kegagalan kelenjar
konsentrasi insulin rerata yang tinggi pula. Hasil tes klem pankreas dalam memproduksi insulin dan/atau terjadinya
euglikemik menunjukkan bahwa kecepatan ambilan resistensi insulin baik pada hati maupun pada jaringan
glukosa oleh seljaringan sasaran pada usia lanjut rnemang sasaran. Kedua ha1tersebut mengakibatkan kegagalan hati
lebih rendah kecepatannya dibanding pada usia muda. dalam meregulasi pelepasan glukosa dan menyebabkan
Hasil studi tersebut memberikan kesan adanya suatu ketidakmampuanjaringan otot sertajaringan lemakdalam
inefisiensi insulin. bukan resistensi insulin, karena fungsi tugas ambilan glukosa. Sampai saat ini masih merupakan
homeostasis glukosa pada usia lanjut tersebut akhirnya pendapat yang bersifat kontroversi antara kemungkinan
selesai walaupun diselesaikan sampai 3 jam. penyebab diabetes usia lanjut. Apakah suatu resistensi
Berdasarkan teori proses menua baik teori radikal insulin, inefisiensi insulin atau penurunan produksi
bebas yang menimbulkan stres oksidatif atau teori mutasi insulin? Penyebab tersebut memang akan rnemberikan
DIVA mitokhondria serta hasil penelitian di atas, dapat penanganan yang agak berbeda modelnya, walaupun
dikatakan terjadinya perubahan toleransi tubuh terhadap dasar dan tujuannya sama. Perlu ditentukan dahulu apakah
glukosa pada usia lanjut cenderung karena proses pasca diabetes yang diderita usia lanjut memang dimulai sejak
reseptor. Penelitian dasar tentang mitokondria sehubungan waktu dewasa, atau baru diderita pada saat menjelangl
dengan metabolisme karbohirdat pada usia lanjut sangat sudah tua (usia lanjut)?
diperlukan. Sedangkan di bidang klinis tampaknya perlu Untuk menentukan apakah diabetes usia lanjut
difikirkan apakah diagnosis diabetes pada usia lanjut baru timbul pada saat tua, pendekatan selalu dimulai
memerlukan hasil konsentrasi glukosa darah 3jam sesudah dengan anamnesis, yaitu tidak adanya gejala klasik
makan atau akan tetap seperti konsensus, mengingat seperti poliuri polidipsi dan polivagi. Demikian pula
bahwa proses menua memang berperan dalam terjadinya gejala komplikasi seperti neuropati, retinopati dan lain
perubahan homeostasis glukosa. Hal ini sangat berkaitan sebagainya, umumnya bias dengan perubahan fisik
dengan pengelolaan yang akan dilakukan, khususnya pada karena proses menua, oleh karena itu memerlukan
pemberian terapi medikarnentosa yang sangat berisiko konfirmasi pemeriksaan fisik, kalau perlu dengan
terjadinya hipoglikernia. Di bidang Geriatric Medicine dapat pemeriksaan penunjang. Pada pemeriksaan fisis,
diambil manfaat bahwa pada diabetes usia lanjut tidak pasien diabetes yang timbul pada usia lanjut dikatakan
harus diketernukan adanya resisitensi insulin, dan dari kebanyakan tidak diketemukan adanya kelainan-kelainan
fakta bahwa pada diabetes usia lanjut terjadi preserved yang sehubungan dengan diabetes seperti misalnya
insulin action despite age atau ineficienfy insulin despite kaki diabetes serta tumbuhnya jarnur pada tempat-
age menggambarkan suatu model gaya hidup yang baik tempat tertentu. Konsentrasi glukosa darah, sampai saat
yang merupakan ciri successful metabolic aging. ini baik diabetes usia lanjut yang diderita sejak muda
atau timbul setelah tua, kriteria yang dipakai adalah
konsentrasi glukosa darah puasa > I 2 6 mg% menurut
T U A D A N DIABETES MELITUS American Diabetes Association. Sedangkan menurut
WHO konsentrasi glukosa darah puasa > I 4 0 mg% dan/
Urnurternyata merupakan salah satu faktor yang bersifat atau 2 jam sesudah makan >200 mg%. Oleh karena itu
mandiri dalam pengaruhnya terhadap perubahan toleransi pemeriksaan konsentrasi insulin plasma baik pada saat
DIABETES MELITUS

puasa dan 2 jam sesudah makan sangat membantu waktu makan, sedangkan usia lanjut pola makan sering
untuk menentukan penyebab diagnosis tersebut, apakah rnengalarni perubahan, baik waktu, jumlah rnaupun
produksi insulin yang menurun atau resistensi insulin. frekuensi. Mana yang makan pokok dan mana yang
Narnun di Indonesia perneriksaan insulin atau peptida-C makan tarnbahan sulit dibedakan. Oleh karena itu
belurn lazim dilakukan untuk pendukung diagnosis. pernberian acarbose atau rnetformin masih memerlukan
Berdasarkan hasil penelitian Wasilah, bahwa konsentrasi pertirnbangan pula. Untuk sulfonilurea perlu dipilih
glukosa darah rerata usia lanjut pada 3 jam setelah yang mempunyai sifat rnenaikkan sensitivitas insulin di
pernbebanan glukosa, tanpa perlakuan apapun rnenurun perifir, efek hipoglikernik yang rendah, meningkatkan
sendiri sarnpai setinggi sebelurn pernbebanan glukosa, glikogen sintase dan rnenurunkan pembentukan
walaupun pada 2 jam sesudah pernbebanan rnasuk glukosa hepatik. Saat ini telah banyak sulfonilurea
kriteria gangguan toleransi glukosa. Hal ini rnernberikan generasi kedua yang dibuat sedernikian rupa sehingga
kesan bahwa pada usia lanjut terjadi inefisiensi insulin. dapat rnengatur konsentrasi insulin yang alarni. Obat-
Oleh karena i t u apakah prosedur perneriksaan 3 obat tersebut diharapkan lebih arnan bagi kedua jenis
jam sesudah makan dapat dipertimbangkan guna diabetes pada usia lanjut. Khusus diabetes usia lanjut
rnenentukan apakah diabetes pada usia lanjut tersebut yang dirnulai sejak urnur lebih rnuda prinsipnya sarna
disebabkan oleh resistensi insulin atau karena inefisiensi dengan diabetes tipe 2, obat yang telah dipakai dan
insulin. Hal ini akan lebih rnendasar lagi apabila dilakukan cocok dapat dilanjutkan, hanya dosis rnungkin perlu
pemeriksaan insulin basal guna rnendukung penilaian diturunkan rnengingat protein binding drug pada
adanya resistensi insulin. Semua itu sangat penting untuk usia lanjut sangat rnenurun, agar tidak sampai terjadi
rnernpertirnbangkan pemberian terapi farrnakologis, agar hipoglikerniaa. Dari pernbicaraan di atas tarnpaknya
kemungkinan terjadinya hipoglikerniaa dapat dihindari. perlu dipertirnbangkan suatu konsensus khusus dalarn
Mengingat pola makan dan pola hidup usia lanjut rnenangani pasien diabetes usia lanjut.
sudah berbeda dengan usia rnuda, rnaka terapi diet dan
latihan tidak dapat diharapkan sebagaimana mestinya.
Narnun dernikian, bagairnanapun juga konsentrasi
glukosa darah kapan saja lebih dari 165 rng% baik akut
rnaupun kronis akan mernudahkan tirnbulnya berbagai Diabetes rnelitus usia lanjut, prevalensinya sernakin'
gangguan, antara lain hernoreologi, vaskular atau rneningkat. Hal ini disebabkan oleh karena jumlah
neuropati. Oleh karena itu apabila konsentrasi glukosa usia lanjut yang makin rneningkat pula. Jumlah pasien
darah seorang usia lanjut sewaktu atau T jam pasca diabetes usia lanjut terdiri atas pasien diabetes yang
rnakan melarnpaui kriteria konsensus diagnosis diabetes, telah dirnulai sejak rnuda, karena urnur harapan hidup
tentu saja ha1 ini akan rnernbawa konsekuensi pernberian yang rnakin tinggi sebagai dampak kernajuan ilrnu
terapi. Menurut Orimo indikasi pengobatan diabetes pengetahuan dan teknologi dan pasien diabetes yang
usia lanjut apabila konsentrasi glukosa darah puasa sarna tirnbul karena pertarnbahan usia. Patofisiologi diabetes
atau lebih dari 140 mg%, atau HbAlC sama atau lebih yang tirnbul pada usia lanjut belurn dapat diterangkan
dari 7%, atau konsentrasi glukosa darah 2 jam pasca seluruhnya, narnun dapat didasarkan atas faktor-
rnakan setinggi 250 mg% dan pasien mernperlihatkan faktor yang muncul oleh perubahan proses rnenuanya
adanya retinopati diabetik atau rnikroalburninuria. sendiri. Faktor-faktor tersebut antara lain perubahan
Lain halnya dengan pendapat dari Edelman & Chau kornposisi tubuh, rnenurunnya aktivitas fisik, perubahan
indikasi pengobatan diabetes pada usia lanjut rnemakai life-style,faktor perubahan neuro-hormonal khususnya
dasar kriteria ADA (American Diabetes Association) penurunan konsentrasi DHES dan IGF-1 plasma, serta
Mengingat farrnakokinetik dan farrnakodinamik obat rneningkatnya stres oksidatif. Pada usia lanjut diduga
pada usia lanjut mengalami perubahan, serta terjadinya terjadi age related metabolic adaptation, oleh karena
perubahan kornposisi tubuh, rnaka dianjurkan dosis itu rnunculnya diabetes pada usia lanjut kernungkinan
obat yang diberikan dirnulai dengan dosis rendah dan karena age related insulin resistance atau age related
kenaikannya dilakukan secara larnbat baik rnengenai insulin inefficiency sebagai hasil dari preserved insulin
dosis rnaupun waktu (start low go slow). Pernilihan action despite age. Berdasarkan ha1 tersebut maka pada
obat didasarkan atas kasus perkasus, bisa dengan guar diabetes usia lanjut tidak harus diketernukan adanya
gum (belurn beredar di Indonesia), alpha glucosidase resistensi insulin, sehingga seorang usia lanjut sehat
inhibitor (acarbose), bisa dengan biguanide (rnetformin) rnerupakan contoh model gaya hidup dari successful
dan dapat juga dengan sulfonilurea. Acarbose dan metabolic aging. Dasar diagnosis diabetes usia lanjut
rnetformin urnumnya diberikan bersarna dengan perlu dikembangkan, serta perlu rnodifikasi terapi dari
konsensus-konsensus yang telah ada.
DIABETES MELITUS PADA USIA LANJUT

REFERENSI Haffner SM, Valdez RA,. Endogenous sex hormones: impact on


lipids, lipoproteins and insulin. Am J Med 1995;98 (Suppl.
Aguilar-Salinas CA,Garcia-Garcia E, Lerman-Garber I, Perez FJG, 1.4): 40547s.
Rull JA. Making Things Easier Is Not So Easy. The 1997 Hall EA. Theory of Ageing, The Biomedical Basic of Gerontology,
American Diabetes Association Criteria and Glucose Tolerance. 1984: 18-47
Diabetes Care 1998;21:1027-8. Harmon D. Aging: A theory based on free radical and radiation
Askandar Tjokropawiro, Diabetes Mellitus: Kapita Selekta-1999A chemistry. J Gerontol, 1956;11:298.
(DM-Praktis dan O H 0 dalam Menyongsong Milenium Baru). Hart EW, and Setlow RB. Correlation between deoxyribonucleic
Kumpulan Naskah Lengkap Simposium Diabetes Mellitus acid excision repair and lifespan in a number of mammalian
1999;145 species. Proc Natl Acad Sci USA, 1974;71:2169.
Barbieri M, Rizzo MR, Manzella D, Paulisso G. Age-related insulin Hastie ND, Dempster M, Dunlop MG. Telomere reduction in
resistance: is it an obligatory h d i n g ? The lesson from healthy human colorectal carcinoma and with ageing . Nature,
centerians. Diabetes Metab Res Rev 2001;17:19-26. 1990;346:866.
Brocklehurst JC & Allen SC. Theory on the nature of aging. Dalam Katz F'; Dube D. and Calkins E. Aging and Disease. Dalam Calkin
Geriatric Medicine for Student, 3rd ed. London New York: E. Davis PJ, and Ford AB (Eds.) The Practice of Geriatrics.
Churchill Livingstone; 1987: 3-12. Philadelphia London Toronto: WB Saunders Company;
Broughton DL, Taylor R. Deterioration of Glucose Tolerance 1986.p.1-2.
with Age: The Role of Insulin Resistance. Age and Ageing, Kramer AM & Schrier RW. Demographic, Social, and Economic
1991:20:221-225. Issues. Dalam R. W. Schrier (Ed.) Geriatric Medicine.
Carter RJM. Energy metabolism, nutrition and ageing. Congress of Philadelphia London Toronto: W. B. Saunders Company;
Gerontology. Austr J Ageing (Suppl), 1997;17 (1):56-9. 199O.p.l-10.
Chechade JM and Mooradian AD. Drug therapy: Current and Meneilly GS. Pathophysiology of Diabetes in the Elderly in Sinclair
Emergmg Agents, in Sinclair AJ & Finucane P (Eds.) Diabetes AJ & Finucane P (Eds.)Diabetes in Old Age, 2nd ed. New York
in Old Age, 2nd ed. John Wiley & Son LTD Chichester New Smgapore: John Wiley & Son LTD Chichester; 2001.p.17-23.
York Singapore, 2001: 199-214. Merriman A. Handbook of International Geriatric Medicine.
Cox HG. Later Life. The Reality of aging. 2nd ed. New Yersey: Singapore Hongkong New Delhi Boston Auckland: PG
Prentice-Hall, Englewood Cliffs; 1988.p. 1-21. Publishmg; 1989.p.117-123.
Cox GH, Cortright RN, Dohm GL, et al. Effect of aging on response Morrow LA and Halter JB. Treatment of the Elderly with Diabetes
to exercise training in humans: Skeletal muscle GLUT-4 and Mellitus dalam CR Kahn &CG Weir (Eds.) Joslin's Diabetes
insulin sensitivity. J Appl Physiol1999;86: 2019-25. Mellitus 13th ed. Philadelphia London Tokyo: Lea & Febriger,
Cusi K, De Fronzo RA. Treatment of NIDDM, IDDM and other A Waverly Company; 1994.p.552-559.
insulin resistant state with IGF-1. Physiological and clinical Miller RA. The biology of aging and longevity. In: Hazzard
considerations. Diabetes Rev 1995;3: 206-36. WR, Bierman EL, Blass JP, Ettinger Jr. WH, Halter JB (eds.)
Davidson, MB. The effect of aging on carbohydrate metabolism. Principle of Geriatric Medicine and Gerontology, 3rd ed. New
A. review of the English literature and a practical approach York: McGraw-Hill Inc; 1994.p.3-18.
to the diagnosis of diabetes mellitus in elderly. Metabolism O'Sull~van,J.B.& Mahan, C. Relationshipof age to diagnosticblood
1979;28: 688-705. g:ucose level. Diabetes 1969; 28:1039- 1042.
Davidson, MB. Diabetes Mellitus Diagnosis and Treatment. New Orimc H. Management of diabetes mellitus in the elderly. Asian
York Brisbane Toronto: A Wiley Medical Publication John & Med. J. 1997:40(6):310-315.
Sons; 1981.p. 3-24. Ramachandran A, Snehalatha C, Syiamak P, Vijay V & Viswanathan
deFronzo RA. Glucose intolerance and aging: evidence for tissue M. High prevalence of NIDDM & IGT in an Elderly South
insensitivity to insulin. Diabetes, 1979; 28:1095-101. Indian population with low rates of Obesity. Diabetes Care,
Dimitriadis G, Parry-Billing M, Bevan S, et al. Effect of insulin 1994,Oct.; 17(10):1190-2.
like growth factor 1 on the rates of glucose transport and Razay G & Wilcock GK. Hyperinsulinemia and Alzheirner Disease.
utilisation in rat skeletal muscle in vitro. Biochem J 1992, Age and Ageing, 1994;Sep.23(5):396-9.
285:269-74. Sell DR, Momier VM. End-stage renal disease and diabetes
Ebeling P, Kolvisto PA. Physiological importance of catalyze the formation of a pentose-derived cross-link from
dehydroepiandrosterone. Lancet 1994;343:1479-81. agmg human colIagen. J Clin Invest 1990;85:380.
Edelman SV and Chau D. Clinical Management of Diabetes in the Sinha Band Nattras SS. Efficacy of New Drug Therapiesfor Diabetes
Elderly. Clinical Diabetes 2001;19(41:172-75. ir. Elderly. Annals of Long-Term Care 2001;9(6):23-9.
. \ ,

Fink R.I. Mechanism of insulin resistance on aging. J. Clin. Invest. Walker M. Obesity, Insulin Resistance and its link to Non Insulin
1983: 71:1523-1535 Dependent Diabetes Mellitus. Metabolism, 1995:Sep. 44 (9
Finucane P & Popplewell P. Diabetes Mellitus and Impaired Snpp1.3):18-20.
Glucose Regulation in Old Age: The Scale of the Problem. Wasilch-Rochmah. Hubungan antara Konsentrasi Insulin dan
In Sinclair AJ, Finucane P (Eds.) Diabetes in Old Age, 2nd Kadar Glukosa Plasma Darah pada Golongan Lanjut usia,
ed. New York Singapoe Toronto: John Wiley & Sons, LTD Laporan penelitian DPP UGM.1994.
Chichester; 2001.p. 3-14. Wasilah-Rochmah. Gangguan toleransi glukosa pada usia lanjut
Goldberg, AP & Coon PJ. Diabetes Mellitus and Glucose laki-laki: Kajian pengaruh pembebanan glukosa terhadap
Metabolism in the Elderly dalam W. R. Hazzard, E. L. sekresi insulin dan peran insulin dalam ambilan glukosa oleh
Bierman, J. P. Blass, W. H. Ettinger Jr., J. B. Halter (Eds.), sel jaringan sasaran (in vivo). Desertasi Universitas Gadjah
R. Andres (Ed.Em.) Principle of Geriatric Medicine and Mada, 2002.
Gerontology, 3rd ed. International Ed. New York Paris WHO Diabetes Mellitus. Report of a WHO Study Group. WHO
Sydney Tokyo: McGraw-Hill, Inc; 1994.p. 825-43. Technical Report Series 727.1985.
Haffner SM, Valdez RA, Mykkanen I, et al. Decreased testosteron Williams DP, Boyden TW, Pamenter RW, et al. Relationship
and dehydroepiandrosterone sulfate cocentrations are of body fat percentage a n d fat distribution w i t h
associated with increased insulin and glucose concentrations dehydroepiandrosterone sulfat in premenopausal women.
in nondiabetic men. Metabolism 1994;43:599-603. J Clin Endocrinol Metab 1993;77: 80-5.
DIABETES MELITUS GESTASIONAL
John M.F. Adam, Dyah Purnarnasari

PENDAHULUAN sebelumnya dan kemudian menjadi hamil (Diabetes


Melitus Hamil/ DMH/ DM pragestasional) dan 2) DM yang
Publikasi pertama mengenai diabetes melitus dan kehamilan baru ditemukan saat hamil (Diabetes Melitus Gestasional/
dilaporkan oleh Duncan pada tahun 1982 yang melaporkan DMG). Diabetes melitus gestasional didefinisikan sebagai
sebanyak 22 wanita diabetes melitus hamil. Peel dkk pada suatu intoleransi glukosa yang terjadi atau pertama kali
tahun 1909 mengumpulkan 66 kasus diabetes melitus ditemukan pada saat hamil. Definisi ini berlaku dengan
hamil, dimana 22% di antaranya meninggal saat hamil tidak memandang apakah pasien diabetes melitus hamil
atau 1-2 minggu setelah persalinan. Seperdelapan dari yang mendapat terapi insulin atau diet saja, juga apabila
kehamilan berakhir dengan abortus, sedang sepertiga dari pada pasca persalinan keadaan intoleransi glukosa masih
kehamilan aterm melahirkan bayi yang mati. Kecendenrngan menetap. Demikian pula ada kemungkinan pasien tersebut
kematian ibu dan janin yang tinggi berkurang setelah sebelum hamil sudah terjadi intoleransi glukosa. Meskipun
ditemukan insulin pada tahun 1922. Setelah era insulin memiliki perbedaan pada awal perjalanan penyakitnya, baik
angka kematian ibu menurun dengan mencolok, dari 45% penyandang DM tipe 1 dan 2 yang hamil maupun DMG
menurun sampai hanya 2% (gambarl). Namun demikian memiliki penatalaksanaan yang kurang lebih sama.
angka kematian perinatal menurun sangat lambat, dari Prevalensi diabetes melitus gestasional sangat
angka kematian sekitar 80% menurun sampai meicapai bervariasi dari 1-14%, tergantung dari subyek yang diteliti
sekitar 3-5% di sentra yang maju. dan terutama dari kriteria diagnosis yang digunakan.
Menurunnya angka kematian perinatal disebabkan Dengan menggunakan kriteria yang sama yaitu yang
karena penatalaksanaan diabetes melitus yang semakin digunakan oleh American Diabetes Association prevalensi
baik, antara lain melalui penatalaksanaanterpadu, zdanya berkisar antara 2-3%. Penelitian di Makassar menggunakan
insulin jenis baru, dan diperkenalkannya cara memantau kriteria yang sedikit berbeda melaporkan angka prevalensi
glukosa darah sendiri oleh pasien untuk mencapai sebesar 2,0%. Ksanti melakukan studi retrospektif pada
kendali glikemik yang ketat. Pada saat ini di sentra 37 wanita hamil yang dikelola sebagai DMG di RSLIPN
yang maju pasien diabetes melitus ham11diperlakukan Dr. Cipto Mangunkusumo dalam rentang tahun 2000-
sebagai kehamilan dengan risiko tinggi, karena itu perlu 2003. DMG lebih banyak didapatkan pada usia di atas 32
penatalaksanaan terpadu antara ahli penyakit dalam/ tahun dan lebih dari 50% memiliki riwayat keluarga DM.
endokrinologis, ahli obstetri-ginekologi, dan ahli gizi. Pada kelompok DMG dengan hasil pemeriksaan TTGO
Dengan penatalaksanaan diabetes melitus yang semakin menunjukkan TGT (3 dari 37 subyek), semuanya dapat
baik, komplikasi perinatal akan lebih ditentukai oleh terkendali dengan pengaturan diet saja. Sedangkan pada
keadaan normoglikemi sebelum dan selama hamil. kelompok yang memenuhi kriteria DM pada pemeriksaan
awal (18 dari 37 subyek), sebanyak 70% mendapat terapi
insulin. Sedangkan pada kelompok DMG yang meragukan
DEFlNlSl D A N PREVALENSI (tidak memenuhi kriteria diagnosis ADA 1997 maupun
Perkeni 2002 untuk DMG), sebanyak 80% dikelola dengan
Secara umum, DM pada kehamilan dibagi menjadi dua pengaturan diet saja. Tidak ada pemakaian insulin analog
kelompok yaitu 1) DM yang memang sudah dibetahui pada periode tersebut.
I -
Tahun
Tahun
I
Gambar 1. Garnbar A rnernperlihatkan penurunan kernatian ibu yang tajam setelah era insulin, dan garnbar B tarnpak penurunan
kematian perinatal yang lebih larnbat setelah era insulin dibandingkan dengan kematian ibu

Pada saat ini terdapat dua kriteria diagnosis yaitu yang


banyak dipakai diperkenalkan oleh American Diabetes
Pada kehamilan terjadi resistensi insulin fisiologis akibat Association dan umumnya digunakan di negara Amerika
peningkatan hormon-hormon kehamilan (human placental Utare, dan kriteria diagnosis dari WHO yang banyak
lactogenlHPL, progesterone, kortisol, prolaktin) yang digunakan di luar Amerika Utara.
mencapai puncaknya pada trimester ketiga kehamilan.
Tidak berbeda pada patofisiologi DM tipe 2, pada DMG Kriteria American Diabetes Association
juga terjadi gangguan sekresi sel beta pankreas. Kegagalan American Diabetes Association menggunakan skrining
sel beta ini dipikirkan karena beberapa ha1 diantaranya: 1) diabetes melitus gestasional melalui pemeriksaan glukosa
autoimun, 2) kelainan genetik dan 3) resistensi insulin darah dua tahap. Tahap pertama dikenal dengan nama
kronik. Studi oleh Xiang melaporkan bahwa pada wanita tes tantangan glukosa yang merupakan tes skrining.
dengan DMG mengalami gangguan kompensasi produksi Pada semua wanita hamil yang datang di klinik diberikan
insulin oleh sel beta sebesar 67% dibandingkan kehamilan minum glukosa sebanyak 50 gram kemudian diambil
normal. Ada sebagian kecil populasi wanita ini yang contclh darah satu jam kemudian. Hasil glukosa darah
anti-body isclet cell (1,6-3,8%). Sedangkan sekitar 5% dari (umunnya contoh darah adalah plasma vena) >I40 mg/dl
populasi DMG diketahui memiliki gangguan sel beta akibat diseb~ttes tantangan positif dan harus dilanjutkan dengan
defek pada sel beta seperti mutasi pada glukokinase. t a h a ~kedua yaitu tes toleransi glukosa oral. Untuk tes
Resistensi insulin selarna kehamilan merupakan tolersnsi glukosa oral harus dipersiapkan sama dengan
mekanisme adaptif tubuh untuk menjaga asupan nutrisi pada pemeriksaan bukan pada wanita hamil. Perlu diingat
ke janin. Resistensi insulin kronik sudah terjadi sebelum apabila pada pemeriksaan awal ditemukan konsentrasi
kehamilan pada ibu-ibu dengan obesitas. Kebanyakan glukosa plasma puasa >I26 mg/dl atau glukosa plasma
wanita dengan DMG memiliki keduajenis resistensi insulin sewactu >200 mg/dl, maka mereka hanya dilakukan
ini yaitu kronik dan fisiologis sehingga resistensi insulinnya pengulangan tes darah, apabila hasilnya sama maka
biasanya lebih berat dibandingkan kehamilan normal. diagnosis diabetes melitus sudah dapat ditegakkan dan
Kondisi ini akan membaik segera setelah partus dan akan tidak diperlukan lagi pemeriksaan tes toleransi glukosa
kembali ke kondisi awal setelah selesai masa nifas, dimana oral.
konsentrasi HPL sudah kembali seperti awal. Lntuk tes toleransi glukosa oral American Diabetes
Association mengusulkan dua jenis tes yaitu yang disebut
tes toleransi glukosa oral tiga jam, dan tes toleransi
PENJARINGAN D A N DIAGNOSIS glukosa oral dua jam. Perbedaan utama ialahjumlah beban
glukosa, yaitu pada yang tiga jam menggunakan beban
Berbeda dengan diabetes melitus yang sudah mempunyai glukosa 100 gram sedang yang pada dua jam hanya 75
keseragaman kriteria diagnosis, diabetes melitus gram (Gambar 2).
gestasional sampai saat ini belum ada kesepakatan Penilaian hasil tes toleransi glukosa oral untuk
mengenai kriteria diagnosis mana yang harus digunakan. menyatakan diabetes melitus gestasional, baik untuk tes
DIABETES MILITUS

toleransi glukosa tiga jam maupun yang hanya du3 jam


Tabel 2. Nilai Glukosa Plasma Puasa dan Tes Toleransi
berlaku sama yaitu ditemukannya dua atau lebih angka Glukosa Oral dengan Beban Glukosa 75 Gram
yang abnormal (Tabel 1).
Glukosa plasma puasa
Normal <I10 mg/dl
Glukosa puasa terganggu 21 10 mg/dl - < 126 mg/dl
Wanita hamil
Diabetes melitus > 126 mg/dl
-

Glukosa plasma.2 jam setelah pemberian 75 gram


glukosa oral
Normal <I40 mg/dl
Toleransi glukosa terganggu ,140 mg/dl-<200 mg/dl
sedang puasa < 126 mg/dl
TTGO - 2 jam Diabetes melitus >200 mg/dl
-
Normal
100 (75) gr glukosa
Dinyatakan diabetes melitus gestasional bila glukosa plasma
r----l puasa > 126 mg/dl dan/atau 2jam setelah beban glukosa > 200
Normal DMG
mg. atau toleransi glukosa terganggu. Definition, Diagnosis and
classification of diabetes mellitus and its complications. Report
Gambar 2. Tes toleransi glukosa oral 2 jam dengan beban of a WHO Consultation. World Health Organization, Geneva
glukosa 75 g 7999 (Tech Rep Ser 894)

Tabel 1. Penilaian Hasil Tes Toleransi Glukosa Oral 3 Jam Siapa yang Harus Diskrining dan Kapan Harus
dengan Beban Glukosa 100.9, dan 2 Jam dengan Beban Diskrining
Glukosa 75 gr Wanita dengan diabetes melitus gestasional hampir tidak
Hasil tes toleransi glukosa Hasil tes toleransi glukosa pernah memberikan keluhan, sehingga perlu dilakukan
oral 3 jam dengan beban oral 2 jam dengan beban skrining. Oleh karena hanya sekitar 3-4% dari wanita
glukosa 100 gr (mg/dl) glukosa 100 gr (mg/dl)
hamil yang menjadi diabetes melitus gestasional, menjadi
Puasa 95 Puasa 95 pertanyaan apakah semua wanita hamil harus dilakukan
I -jam 180 I -jam 180 skrining untuk diabetes melitus gestasional atau hanya
2 -jam 155 2 -jam 155 pada mereka yang dikelompokkan sebagai risiko tinggi.
3 -jam 140 Penelitian di Makassar oleh Adam dari 2074 wanita
hamil yang diskrining ditemukan prevalensi 3,0% pada
Diagnosis diabetes melitus gestaslonal dltegakkan a~ablla
dltemukan dua atau leblh angka yang abnormal mereka yang berisiko tinggi dan hanya 1,2% pada mereka
yang tanpa risiko. Sebaiknya semua wanita hamil harus
dilakukan skrining untuk diabetes melitus gestasional.
Kriteria Diagnosis Menurut WHO Beberapa klinik menganjurkan skrining diabetes melitus
WHO dalam buku Diagnosis and classification of diubetes gestasional hanya dilakukan pada mereka dengan risiko
mellitus tahun 1999 menganjurkan untuk diagnosis tinggi diabetes melitus gestasional. Pada mereka dengan
diabetes melitus gestasional harus dilakukan tes toleransi risiko tinggi, skrining sebaiknya sudah dimulai pada saat
glukosa oral dengan beban glukosa 75 gram. Kriteria pertama kali datang ke klinik tanpa memandang umur
diagnosis sama dengan yang bukan wanita hamil yaitu kehamilan. Apabila hasil tes normal, maka perlu dilakukan
puasa > I 2 6 mg/dl dan dua jam pasca beban >203 mg/ tes ulangan pada minggu kehamilan antara 24-28 minggu.
dl, dengan tambahan mereka yang tergolong tokransi Sedang pada mereka yang tidak berisiko tinggi tidak perlu
glukosa terganggu didiagnosis juga sebagai diabetes dilakukan skrining.
melitus gestasional. (Tabel 2). Faktor risiko DMG yang dikenal adalah:
Dinyatakan diabetes melitus gestasional bila g ukosa a. Faktor risiko obstetri
plasma puasa > I 2 6 mg/dl dan/atau 2 jam setelah beban Riwayat keguguran beberapa kali
glukosa >200 mg. atau toleransi glukosa terganggu. Riwayat melahirkan bayi meninggal tanpa sebab
Definition, Diagnosis and classification of diabetes jelas
mellitus and its complications.Report of a WHO Consurtation. Riwayat melahirkan bayi dengan cacat bawaan
World Health Organization, Geneva 1999 (Tech Rep Ser Riwayat melahirkan bayi >4000 gram
894). Riwayat pre eklamsia
Polihidramnion
DIABTES MELITUS GESTASIONAL 2429

b. Riwayat umum Penatalaksanaan harus dimulai dengan terapi nutrisi


Usia saat hamil >30 tahun medik yang diatur oleh ahli gizi. Secara umum, pada
Riwayat DM dalam keluarga trimester pertama tidak diperlukan penambahan asupan
Riwayat DMG pada kehamilan sebelumnya kalori. Sedangkan pada ibu hamil dengan berat badan
lnfeksi saluran kemih berulang saat hamil normal secara umum memerlukan tambahan 300 kcal
pada trimester kedua dan ketiga. Jumlah kalori yang
Di Indonesia, untuk dapat meningkatkan diagnosis
dianjurkan adalah 30 kcallberat badan saat hamil. Pada
lebih baik, Perkeni menyarankan untuk melakukan
mereka yang obes dengan indeks massa tubuh >30 kg/
penapisan pada semua ibu hamil pada pertemuan pertama
m2maka pembatasan kalori perlu dilakukan yaitu jumlah
dan mengulanginya pada usia kehamilan 26-28 minggu
kalori hanya 25 kcall kg berat badan. Asupan karbohidrat
apabila hasilnya negatif.
sebaiknya terbagi sepanjang hari untuk mencegah
Perkeni memodifikasi cara yang dianjurkan WHO
ketonemia yang berdampak pada perkembangan kognitif
dengan menganjurkan pemeriksaan TTGO menggunakan
bayi.
75 gram glukosa dan penegakan diagnosis cukup melihat
Aktivitas fisik selama kehamilan sempat menjadi
hasil pemeriksaan glukosa darah 2 jam pasca pembebanan
topik yang kontroversial karena beberapa tipe olah raga
glukosa. Seperti yang tercantum pada consensus Perkeni
seperti sepeda ergometer, senam erobik dan treadmill
2006, persiapan TTGO adalah sebagai berikut:
dapat memicu kontraksi uterus. Para ahli menyarankan
Tiga hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti
pada setiap ibu hamil yang sedang berolah raga untuk
kebiasaan sehari-hari (dengan karbohidrat yang
meraba perut selama berolah raga agar dapat mendeteksi
cukup) dan tetap melakukan kegiatanjasmani seperti
kontraksi subklinis dan bila ada segera menghentikan olah
biasa.
raganya. Namun, mengingat dampak positif yang didapat
Berpuasa paling sedikit delapan jam (mulai malam
dengan berolah raga (penurunan Alc, glukosa puasadan 1
hari) sebelum pemeriksaan, minum air putih tanpa
jam post prandial), ADA menyarankan untuk melanjutkan
gula tetap diperbolehkan.
aktifits fisik sedang pada ibu hamil tanpa kontraindikasi
Diberikan glukosa 75 gram yang dilarutkan dalam 250
medis maupun obstetrik.
ml air dan diminum dalam waktu lima menit.
Sasaran glukosa darah yang ingin dicapai adalah
Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah
konsentrasi glukosa plasma puasa puasa < I 0 5 mgldl
untuk pemeriksaan dua jam setelah minum larutan
dan dua jam setelah makan < 120 mg/dl. Apabila sasaran
glukosa selesai
tersebut tidak tercapai maka perlu ditambahkan insulin.
Diperiksa konsentrasi glukosa darah 2 jam sesudah
Beberapa klinik menganjurkanapabila konsentrasi glukosa
beban glukosa
plasma puasa > 130 mg/dl dapat segera dimulai dengan
Selama proses pemeriksaan subyek yang diperiksa
insulin (Gambar 3).
tetap beristirahat dan tidak merokok.
Jenis insulin yang
- .dipakai adalah insulin human. Insulin
Hasil pemeriksan TTGO dibagi menjadi 3 yaitu: analog belum dianjurkan untuk wanita hamil mengingat
Glukosa darah 2 jam <I40 mg/dL = normal struktur asam aminonya berbeda dengan insulin human.
Glukosa darah 2 jam 140 - <200 mg/dL = TGT Perbedaan struktur ini menimbulkan perbedaan afinitas
Glukosa darah 2 jam >200 mg/dL = DM antara insulin analog dan insulin human terhadap reseptor
Pada kehamilan, subyek dengan hasil pemeriksaan
TTGO menunjukkan TGT akan dikelola sebagai DMG.

* GDP 5 130 mgldl GDP > 130 & g / d ~ I


PENATALAKSANAANDANTARGET PENGENDALIAN 1
Perencanaan
Penatalaksanaan DMG sebaiknya dilaksanakan secara Makan 1 minggu
terpadu oleh spesialis penyakit dalam, spesialis I
obstetric ginekologi, ahli gizi dan spesialis anak. Tujuan
GDP < 105 dan GD 2 jam GDP > 105 dan GD 2 jam
penatalaksanaan adalah untuk menurunkan angka setelah makan < 130 setelah makan > 130
kesakitan dan kematian ibu, kesakitan dan kematian
perinatal. Penggunaan obat hipoglikemi oral sejauh ini
Teruskan Perencanaan makan
tidak direkomendasikan. Beberapa ahli tidak mutlak perencanaan makan + insulin
melarang penggunaan O H 0 pada kehamilan untuk
daerah-daerah terpencil dengan fasilitas kurang dan Gambar 3. Bagan penatalaksanaan diabetes rnelitus
belum ada insulin. gestasional
DIABETES MILITUS

insulin dan reseptor IGF-1. Mengingat kerja Human PEMANTAUAN PASCA PERSALINAN
Placental Lactogen (HPL) melalui reseptor IGF-1, maka
perubahan afinitas ini dikhawatirkan dapat mempengaruhi Mestman et al (1972) meneliti kekerapan kejadian
janin atau kehamilan. Beberapa studi tentang pemakaian gangguan toleransi glukosa pasca persalinan sampai
insulin lispro menunjukkan dapat memperbaiki profil dengan lima tahun kemudian pada 360 wanita hamil. Pada
glikemia dengan episode hipoglikemia yang lebih sedikit, masa kehamilan, sebanyak 51 subyek (14,2%) memiliki
pada usia kehamilan 14-32 minggu. Namun dirasa peningkatan glukosa darah puasa, 181 subyek (50,3%)
masih perlu penelitian jangka penjang untuk menilai memiliki hasil pemeriksaan TTGO abnormal, 90 subyek
keamanannya pada kehamilan dan FDA mengkategorikan (25%) memiliki hasil positif pada Prednisolone Glucose
keamanannya di tingkat B. Tolerance Test (PGTT) dan 38 subyek (10,5%) sisanya
Dosis dan frekuensi pemberian insulin sangat normal. Pada kelompok dengan GDP meningkat, hanya
tergantung dari karakteristik rerata konsentrasi glukosa 2% yang menunjukkan pemeriksaan GDP, TTGO dan PGTT
darah setiap pasien. Berbeda dengan diabetes hamil normal selama pemantauan post partum hingga 5 tahun
pragestasional, pemberian insulin pada diabetes melitus kemudian. Sedangkan pada kelompok TTGO abnormal,
gestasional selain dosis yang lebih rendah juga frekuensi PGTT positif dan normal, pada periode pemantauan,
pemberian lebih sederhana. Pemberian insulin kombinasi sebanyak 22,6%; 47,7% dan 89% tetap menunjukkan hasil
kerja singkat dan kerja sedang seperti Mixtard (Novo- normal. Ini menunjukkan tingginya kekerapan gangguan
Nordik) atau Humulin 30-70 (Eli Lilly) dilaporkan sangat toleransi glukosa pasca melahirkan pada kelompok
berhasil. wanita hamil dengan gangguan toleransi glukosa selama
Kendali glikemik ketat sangat dibutuhkan pada semua kehamilan. Hasil studi tersebut menyarankan untuk
wanita diabetes melitus dengan kehamilan. Penting sekali mengulang pemeriksaan skrining TTGO pada 6 minggu
memantau glukosa darah sendiri oleh pasien di rumah, post partum dan setiap tahun setelahnya. Studi di Ujung
terutama pada mereka yang mendapat suntikan insulin. Pandang dengan lama pemantauan selama 6 tahun pada
Pasien perlu dibekali dengan alat meter (Reflectance 46 wanita pasca DMG melaporkan angka kejadian DM tipe
meter) untuk memantau glukosa darah sendiri di 2 dan toleransi glukosa terganggu sebesar 56,6%.
rumah. Penggunaan HbAlc sebagai pemantauan belum Mengingat diabetes melitus gestasional mempunyai
menunjukkan dampak yang signifikan dalam kendali risiko tinggi untuk mendapat diabetes melitus d i
glukosa darah. kemudian hari, maka disepakati agar enam minggu pasca
persalinan harus dilakukan tes toleransi glukosa oral
untuk mendeteksi adanya diabetes melitus, glukosa puasa
KOMPLlKASl PADA IBU D A N ANAK terganggu, atau toleransi glukosa terganggu. Apabila hasil
tes toleransi glukosa oral normal, maka dianjurkan untuk
Dibandingkan dengan diabetes melitus pragestasional, tes ulangan setiap tiga tahun. Bagi mereka dengan glukosa
komplikasi pada ibu hamil diabetes melitus gestasional puasa terganggu dan toleransi glukosa terganggu harus
sangat kurang. Komplikasi dapat mengenai baik ibu dilakukan tes ulangan setiap tahun. Perlu dilakukan studi
maupun bayinya. Komplikasi yang dapat ditemukan pada epidemiologis untuk menghitung kekerapan kejadian TGT
ibu antara lain preeklamsi, infeksi saluran kemih, persalinan dan DM tipe 2 pada subyek DMG dan faktor-faktor yang
seksio sesaria, dan trauma persalinan akibat bayi besar. dapat dijadikan prediktornya, mengingat ras Asia memiliki
Hasil penelitiain di Ujung Pandang dari 40 pasien diabetes risiko kejadian DMG lebih tinggi dibandingkan ras kaukasia
melitus gestasional yang dipantau selama 3,5 tahun, seksio dan perubahan gaya hidup yang mengarah ke sedenter
sesaria dilakukan sebanyak 17,5%. pada dekade terakhir.
Komplikasi pada bayi antara lain makrosomia,
hambatan pertumbuhanjanin, cacat bawaan, hipoglikemia,
hipokalsemia dan hipomagnesemia, hiperbilirubinemia, REFERENSI
polisitemia hiperviskositas, sindrom gawat napas
neonatal. Komplikasiyang paling sering adalah terjadinya Adam JMF. Diabetes melitus gestasional: inseidens, karakteristik
ibu dan hasil perinatal. Penelitian Universitas Hasanuddin,
makrosomia, ha1 ini mungkin karena pada umumnya 1989.
diabetes melitus gestasional didiagnosis agak terlambat American DiabetesAssociation.Clinical practice recommendations.
terutama di negara kita. Diagnosis and classification of diabetes mellitus. Diabetes
Care 2004; 27 (suppl 1): S5-S10.
Selain komplikasijangkapendek,jugaterdapat komplikasi Buchanan T. Gestational diabetes mellitus. Therapy for diabetes
jangka panjang. Pada anak, dapat terjadi gangguan toleransi mellitus and related disorders 4th ed. Lebovitz HE (ed),
glukosa, diabetes dan obesitas, sedangkan pada ibu adalah 1992: 20-8.
Konsensus diagnosis dan penatalaksanaan diabetes melitus
gangguan toleransi glukosa sampai DM.
gestasional. Persatuan Endokrinologi Indonesia, 1997.
Metzger BE, Coustan DR (Eds): Proceedings of the fourth
international workshop - conference on gestational diabetes
mellitus. Daibetes Care 1998; 21 (suppl2): B1 - 8167.
Reece EA. The hstory of diabetes mellitus. Diabetes mellitus in
pregnancy 2nd ed. Reece EA, Coustan DR, 1995; 1- 10.
Report of a WHO Consultation. World Health Organization,
Geneva 1999 (Tech Rep Ser 894)
Weiss PAM. Gestational diabetes: a survey and the graz approach
to diagnosis and therapy. Weiss PAM, Coustan DR (eds).
Gestational Diabetes 1988; 1- 55.
Mestman JH, Anderson GV, Guadalupe V. Follow up study of
360 subjects with abnormal carbohydrate metabolism during
pregnancy. Obstetric Gynecology 1972; 39 (3):421-5.
Retnakaran R, Hanley AJG, Connely PW, Sermer M, Zinman B.
Ethnicity modifies the effect of obesity on insulin resistance
in pregnancy: A comparison of Asian, South Asian and
Caucasian women. J Clin Endocrinol Metab 2006; 91:93-7.
Setji TL,Brown AJ, Feinglos MN. Gestational Diabetes Mellitus.
Clinical diabetes 2005; 23:17-24.
DIABETES MELITUS DALAM PEMBEDAHAN
Supartondo

PENDAHULUAN 'TINDAKAN BEDAH MAYOR DAN MINOR

Dengan bertambahnya jurnlah penduduk berusia lanjut Tindakan bedah mayor rnenirnbulkan reaksi stres yang
di seluruh dunia, jurnlah pengidap diabetes rnelitus tipe besar, rnengakibatkan penghentian rnakan dan biasanya
2 yang terutarna ditemukan pada usia dewasa tua juga berarti membuka rongga perut, dada dan tengkorak.
bertambah. Tindakan bedah minor biasanya rnenggunakan bius
Hal ini terungkap pada survei di Arnerika Serikat yang seternpat atau endoskopi dan biasanya kesempatan makan
menghasrlkan kenaikan prevalensi DM tipe 2 dari 8,9% tidak terlalu lama mundurnya. Sekarang tindakan dengan
(1976-1980) ke 12,3% (1988-1990). rawat siang kurang dari 14jam juga terrnasukjenis minor.
Walaupun menggunakan batas umur yang berbeda, Penggolongan tindakan seperti ini berakibat cara kerja
survei epiderniologi d i Jakarta juga rnenemukan yang kurang ketat tentang penilaian pra bedah.
peningkatan dari 1,7% ke 57% dalam kurun waktu 10 Sebaiknya tindakan dianggap "berisiko tinggi" dan
tahun (1992-1993 dan 2001-2002). "rendah", bergantung pada tingkat pengendalian glukosa
Peran pengetahuan tentang patofisiologi yang makin darah, jenis komplikasi yang ada dan sifat tindakan.
lengkap serta penggunaan obat antidiabetes yang baru
seperti analog insulin (insulin lispro, insulin glargine)
dan repaglinid, troglitason di samping obat lama, telah PENlLAlAN PRA BEDAH
berhasil memperpanjang urnur pengidap diabe~es.Di
antaranya mungkin bertambah jurnlah pasien yang pada Jenis Diabetes dan Tingkat Pengendalian Glukosa
suatu saat perlu rnengalami pembedahan. DM tipe 1 perlu insulin. Pada DM tipe 2 insulin kadang-
Tanpa maksud rnengecilkan segi persiapan mental kadang dapat ditangguhkan sesudah tindakan singkat
pada seseorang yang akan mengalarni pembedahan, selesai.
tulisan ini mendahulukan aspek klinis operasi. Periksalah catatan konsentrasi glukosa darah,
Tetap perlu diingatkan bahwa petunjuk yang konsentrasi glukosa sewaktu, fruktosarnin (pengendalian
diterima oleh pasien yang akan menjalani tindakan di 2-3 minggu sebelumnya), HbAlC (pengendalian 2-3 bulan
klinik siang seperti endoskopi usus (tumor ganas?), sebelurnnya). Catatan glukosa darah sebaiknya berupa
angiografi koroner, pemasangan stent, umumnya konsentrasi puasa, postprandial dan sebelum rnakan.
menyebutkan supaya pasien datang dalarn keadaan Bila pengendalian tidak baik, pembedahan rnungkin
puasa, menghentikan semua obat (termasuk injulin!). perlu diundur untuk menetapkan dosis baru insulin atau
Dengan sendirinya timbul hiperglikemia sesudat- dosis insulin sesudah beralih dari obat hipoglikerniaa oral
tindakan yang disebut tadi, suatu akibat yang tidak (OHO).
perlu. O H 0 kerja panjang seperti klorproparnid dan
Segi persiapan mental akan mernbahas pfrlunya glibenklamid harus diganti dengan OH0 kerja pendek
menghubungi dokter primer yang biasa rnenangani pasien tanpa metabolit yang bersifat hipoglikemiaa seperti glipizid,
diabetes ini. gliklazid, atau OH0 kerja sangat singkat seperti repaglinid.
DIABTES MELITUS DALAM PEMBEDAHAN

Komplikasi Diabetes Cara Pemberian lnsulin


Pada tindakan ringan harus dipastikan penyakit jantung Para ahli mencatat 4 cara pernberian insulin pada anestesia
iskernia, hipertensi, nefropati, infeksi saluran kernih dan dan pernbedahan.
neuropati. Pemeriksaan klinis rutin dilengkapi pemeriksaan lnfus insulin dan glukosa terpisah.
laboratorium sederhana termasuk EKG, tes fungsi ginjal * lnfus glukosa - insulin - kalium kombinasi.
dan elektrolit. Secara intermiten bolus insulin kerja pendek i.v. atau
Perlu diingat kemungkinan iskemia otak dan hipotensi subkutan.
posturnal serta gangguan sirkulasi kaki. Pada tindakan Kombinasi insulin kerja pendek dan intermediet
bedah mayor seperti cangkok ginjal dan bedah vaskular, subkutan dengan dosis 30-50% di bawah dosis sehari-
pemeriksaan jantung harus lebih lengkap seperti isotope hari bila pasien rnakan.
exercise test untuk menyingkirkan penyakitjantung iskemia
Cara dengan infus lebih sering dipakai dan terutarna
dan gated isotope heart scan atau USG jantung (ECHO)
cara infus terpisah lebih luwes.
untuk menilai fungsi miokard.
Pada bedah pintas jantung atau bedah vaskular
dengan risiko hipotensi pemeriksaan Doppler ultrasound Tabel 1. Pedoman Pengelolaan Diabetes Perioperasi
pernbuluh darah leherjuga perlu. dengan lnfus Insulin
lnsulin regular 25 U dalam 250 ml NaCl 0,9% (IVI10 ml)
lnsulin diberikan dalam infus i.v.
PENGENDALIAN METABOLISME SELAMA 50 ml diguyurkan ke dalam tabung infus sebelum di-
sambungkan pada pasien. lnfus insulin ini bermuara di
PEMBEDAHAN
- infus cairan perioperasi.
lnfus cairan perioperasi harus berisi glukosa 5% (laju 100
mlljam).
Pengobatan
Yang mernerlukan insulin. Glukosa darah (GD) ditetapkan tiap jam selama operasi.
- Sernua pasien y a n g rnenggunakan insulin insulin
sebelum pembedahan perlu meneruskan insulin GD (mg/dl) U/jam ml/jam
selama tindakan.
- Pasien D M tipe 2 dengan diit dan O H 0 dan
glukosa darah puasa > 180 mg/dl, HbAlC > 10%.
Yang kadang-kadang perlu insulin. Pasien D M tipe
2 dengan diit dan OHO, glukosa darah puasa < I 8 0
mg/dl, HbAlC < l o % lama pernbedahan <2jam ruang
tubuh tidak dibuka boleh rnakan sesudah operasi
M e t f o r m i n harus dihentikan 2-3 hari sebelum
pembedahan untuk mencegah asidosis laktat dan
dapat diganti dengan sulfonilurea sementara.

Pemantauan Glukosa GD <80 mgldl: hentikan insulin, bolus glukosa 50% i.v. (25
Selama pembedahan konsentrasi glukosa harus ditetapkan: ml). Sesudah GD >80 mg, infus insulin mulai lagi. Mungkin
perlu penyesuaian pedoman ini selanjutnya.
1). Sebelum induksi anestesia; 2). 30 menit sesudah
Kebutuhan insulin berkurang: pasien dengan diit saja,
induksi; 3). Setiap 45 menit selama tindakan; 4). Pada akhir O H 0 atau insulin
tindakan; 5). 30 menit sesudah sadar; 6). Setiapjarn selama
6 jam atau sampai boleh rnakan. - 50 U sehari, penyakit endokrin lain.
Kebutuhan insulin naik: obesitas, sepsis, terapi steroid,
cangkok ginjal, pintas koronerjantung.
Pemeriksaan glukosa lebih sering (tiap 30 menit) bila
glukosa >200 mg/dl dan tiap 15 rnenit jika <80 mg/dl
selarna anestesia.
PEMBEDAHAN RAWAT JALAN
lnfus Glukosa
Tujuannya ialah pengendalian konsentrasi glukosa dan Cara ini dapat menguntungkan pasien, karena ia dapat
pencegahan hipoglikemiaa. Juga sebagai pernasok pulang sesudah tindakan bedah selesai. Walaupun tindakan
energi untuk menekan pembentukan gliserol dan asarn termasuk bedah minor, ada kemungkinan diperlukan
lemak serta mengurangi katabolisme protein, yang dapat anes~esiaumum. Dalam ha1 ini insulin perlu digunakan dan
rnengharnbat pernulihan. Laju infus 0,07-0,l g glukosal cara infus insulin sebaiknya dipakai. Jika anestesia umum
kg/jarn ternyata rnemadai. tidak diperlukan, pasien sebaiknya mendapat giliran sepagi
DIABETES MILITUS

rnungkin, jadi sebelurn atau sesudah rnakan pagi. Kalau ia PERSIAPAN PASIEN SECARA PSlKOLOGlS
harus rnenunggu lama, penggunaan insulin lalu rnernakai
cara infus insulin. Pedornan untuk tindakan bedah minor Keadaan sakit rnerupakan sesuatu yang rnernberatkan
tertera di bawah ini. pasien apalagi jika ia perlu rnenjalani pernbedahan.
Warga masyarakat yang sudah rnaju dengan rnudah
rnendapat pengetahuan berbagai bidang dan akan
ASUHAN PASCA-BEDAH rnerninta penjelasan tentang perlunya pernbedahan.
Pengetahuan akan rnenarnbah kekuatan ke arah
lnfus glukosa dan insulin dilanjutkan sarnpai pasien ldapat positif, kata Maslow, seorang psikolog dan rnengurangi
rnakan lagi dan kernudian kernbali ke cara pengo3atan kernungkinan perjalanan pascabedah yang buruk.
sebelurnnya. Informed Consent (izin berdasarkan pernaharnan) dari
Bila infus insulin akan dihentikan, insulin subtutan pasien rnernbuka 3 jalan:
harus segera disuntikkan, karena insulin i.v. tidak ber3eran pernbahasan risiko dan rnanfaat tindakan. bedah
lagi sejak 30 rnenit penghentian infus. Bagairnana kita rnenolong pasien rnernpersiapkan dirinya secara
rnulai dengan terapi insulin pasca bedah? ernosional rnenghadapi "serangan" terhadap
tubuhnya.
Gavin rnernakai cara berikut :
pengetahuan tentang kejadian pasca bedah yang
Hitung jurnlah insulin selarna 24 jam (=dosis lama)
dapat diperkirakan, rnenarnbah rasa rnarnpu kendali
Dosis baru ialah 8C-100%jurnlah ini, diberikan sebagai
pasien.
insulin reguler sebelurn rnakan pagi (25%), sebelurn
penjelasan tentang tugas dokter dan karyawan
rnakan siang (25%) sebelurn rnakan rnalarn (25%),
rurnah sakit selarna rnasa pasca bedah dapat
sebelurn tidur (25%) sebagai NPH.
rnernberikan garnbaran tentang pertolongan yang
Tujuan: GD 120-220 rng/dl.
dapat diharapkan.
Diteruskan untuk mendapat dosis insulin tepat, atau
dosis sebelurn pembedahan.

PROSES PENJAJAGAN PERSETUJUAN


Tabel 2. Pedoman untuk Tindakan Bedah Minor dan
Tindakan Pemeriksaan lhvasif pada Pasien Diabetes
Diabetes rnelitus sudah sering diternukan di Indonesia
Pasien dengan insulin Pasien dengan OH0 seperti dijelaskan sebelurn ini. Pasien tanpa komplikasi
DM tipe 1 dan DM tipe Hentikan OH0 pagi biasanya dikelola oleh dokter urnum atau spesialis
2 lnfus insulin
penyakit dalarn.
GD diperiksa tiap 2-4 Periksa GD sebelum dan
Bila tirnbul komplikasi akut dokter urnurn rnerujuk
jam sesudah tindakan
DM tipe 2 (<50 U/hari) Berikan OH0 petang pasien ke spesialis penyakit dalam. Jika ~nasalahnya
Hentikan insulin inter- Jarang perlu insulin perlu pernbedahan rujukan diteruskan ke spesialis
mediet pagi, ganti Bila perlu berikan sesuai bedah sesudah penjelasan awal disarnpaikan. Kerja sarna
dengan insulin reguler pedoman ini : antara ke tiga unsur: pasien - dokter primer (dokter
Insulin reguler (U) umum atau spesialis penyakit dalarn) - dokter konsulen
(subkutan tiap 6 jam)
(spesialis bedah) akan rnemperrnudah tercapainya
persetujuan.

Tabel 4. Butir-butir informed consent


1. Arti dan tujuan tindakan akan ditentukan dan dijelaskan
dalam bahasa awam.
2. Risiko, kendala, budaya dan masalah masa pemulihan
Tabel 3. Pengelolaan Pasca-Bedah Pasien Diabetes akan dibeberkan sehingga semua keterangan yang
GD sebelum makan Dosis baru diperlukan untuk penetapan keputusan oleh orang
wajar, disampaikan.
(mgldl) (insulin reguler)
3. Kemungkinan cara pengobatan lain akan dijelaskan.
<80 Kurangi 4 U
4. Semua pertanyaan pasien dijawab.
81 - 120 Kurangi 3 U
5. Barulah, persetujuan tanpa tekanan dapat diberikan.
121 - 180 Dosis lama
181 - 240 Ditambah 2 U Rockwell. 1979
241 - 300 Ditambah 3 U
>300 Ditambah 4 U
DIABTES MELITUS DALAM PEMBEDAHAN 2435

KESIMPULAN

Prevalensi diabetes melitus tipe 2 (DM tipe 2) meningkat


di seluruh dunia, juga di Indonesia.
Penggunaan obat baru antara lain generasi ke 2 dan
ke 3 sulfonilurea, repaglinid, troglitazon berhasil mengatur
konsentrasi glukosa darah. Penambahan umur pasien
diabetes menambah kemungkinan perlunya tindakan
bedah karena suatu sebab suatu saat.
Cara pengelolaan diabetes pada tahap pra bedah,
selama pembedahan dan pasca bedah dijelaskan.
Kerja sama antara pasien, dokter primer (dokter
umum, spesialis penyakit dalam) dan dokter konsulen
(spesialis bedah, anestetis) sangat penting.

REFERENSI

Colaguri S. Diabetes and surgery - theory and practice. In Baba


S et a1 (eds) Diabetes 1994. Proceedings 15th IDF Congress,
Kobe 1994. A 'dam: Elsevier, 1995. p. 649-52.
Diabetes towards the new Millennium (abstract), 3rd IDF Western
Pacific reg. Congress 1996 Hongkong; 1996. p. 90-4.
Gavin LA.Perioperative management of the diabetic patient.
Endocrin Metab Clin North Am 1992;21:457-73.
Kidson W. Surgery, Anesthesia and Diagnostic Procedures in
Diabetes. In Diabetes in the New Millennium, Endocrin Diab
Res Found, Univ Sydney 1999. p. 495-504.
NHANESII, Diabetes 1987; 36 : 523-534. b. NHANES 111, Diabetes
Care 1998;21:518-24.
Rockwell DA and Papitone - Rockwell F. The emotional impact of
surgery and the value of informed consent. Med Clin North
Am 1979; 63 : 1341-52.
ENDOKRINOLOGI
,$ ?!;,.>., :;;- .r?,!.J>;b,':;,A:L. ><j~.':~,:~*-+;;:~&$:3,y~,!.:~~.'<<~v:j:?; <; : : 3 ,'*: , ,,

:;<.!'?'
&; '

,;;$@,: , ,,

-$
!., : .,:'%'!.<.,
I
.i
'
.
,Y ..%

, . Qrqjptes
.,,; .,,
lnsipidus :2$37
,,., > :-,
,., : ?,,.,*
,,s',+ !: '., ,$ ,: 2
.. ,4

. . !.,
A
. ,
T u .,',<~ #....-,>,:ap o f i s i s 2 m., , :
:; r
.:,.
, C':i.O,. ' ,

.
, .>:;
. ,.,.$:$-
. ...,: ,:':$',
i':.:;;'..
. - .
,;,,*.
..(.
.,..I
.
-$+.$'-::
,'t
,,
, ,,
Hip'$.@$$&$448 ,
. , ..
/ I

. . ;;iz: ,:,,
;:, ,a"'t!?$i<i>:;2,.
:.>.g,;:.
.
, .. , .,
' :
,.
.. . Nod$ *@2455
- ., +,$
',

._
emik 24..;l"&!:
:
. "F, . :
: ,."ir,.
.';

Karsino~aTiroid 24'11
C.'
DIABETES INSIPIDUS
Asman Boedi Santoso Ranakusuma, Imam Subekti

PENDAHULUAN DIABETES INSIPIDUS SENTRAL

Diabetes insipidus adalah suatu penyakit yang jarang Diabetes insipidus sentral (DIS) disebabkan oleh
diternukan. Penyakit ini diakibatkan oleh berbagai penyebab kegagalan penglepasan horrnon anti- diuretik ADH yang
yang dapat rnengganggu rnekanisrne neurohypophyseal- secara fisiologi dapat rnerupakan kegagalan sintesis
renal reflex sehingga rnengakibatkan kegagalan tubuh atau penyirnpanan. Secara anatornis, kelainan ini terjadi
dalarn rnengkonversi air. Kebanyakan kasus-kasus yang akibat kerusakan nukleus supraoptik, paraventrikular dan
pernah diternui rnerupakan kasus idiopatik yang dapat filiforrnis hipotalarnus yang rnenyintesisADH. Selain itu DIS
berrnanifestasi pada berbagai tingkatan urnur dan jenis juga tirnbul karena gangguan pengang-kutan ADH akibat
kelarnin. kerusakan pada akson traktus supraoptikohipofisealis
dan akson hipofisis posterior di rnana ADH disirnpan
untuk sewaktu-waktu dilepaskan ke dalarn sirkulasi jika
GEJALA KLlNlS dibutuhkan.
Secara biokirniawi, DIS teriadi karena tidak adanya
Keluhan dan gejala utarna diabetes insipidus adalah sintesis ADH, atau sintesis ADH yang kuantitatif
poliuria dan polidipsia. Jurnlah cairan yang dirninurn tidak rnencukupi kebutuhan, atau kuantitatif cukup
rnaupun produksi urin per 24 jam sangat banyak, dapat tetapi rnerupakan ADH yang tidak dapat berfungsi
rnencapai 5-10 liter sehari. Beratjenis urin biasanya sangat sebagairnana ADH yang normal. Sintesis neurofisin
rendah, berkisar antara 1 001-1 005 atau 50-200 rnosrnoll suatu binding protein yang abnormal, juga dapat
kg berat badan. Selain poliuria dan polidipsia, biasanya rnengganggu penglepasan ADH. Selain itu diduga
tidak terdapat gejala-gejala lain kecuali jika ada penyakit terdapat pula DIS akibat adanya antibodi terhadap ADH.
lain yang rnenyebabkan tirnbulnya gangguan pada Karena pada pengukuran kadar ADH dalarn serum secara
rnekanisrne neurohy-pophyseal-renal reflex tersebut. radioimmunoassay, yang rnenjadi marker bagi ADH
Selarna pusat rasa haus pasien tetap utuh, konsentrasi adalah neurofisin yang secara fisiologis tidak berfungsi,
zat-zat yang terlarut dalarn cairan tubuh akan rnendekati rnaka kadar ADH yang normal atau rnenfngkat belurn
nilai normal. Bahaya baru tirnbul jika intake air tidak dapat rnernastikan bahwa fungsi ADH itu adalah normal
dapat rnengirnbangi pengeluaran urin yang ada dengan atau rneningkat. Terrnasuk dalarn klasifikasi DIS adalah
akibat pasien akan rnengalarni dehidrasi dan peningkatan diabetes insipidus yang diakibatkan oleh kerusakan
konsentrasi zat-zat yang terlarut. osrnoreseptor yang terdapat pada hipotalarnus anterior
dan disebut Verneys omoreceptor cells yang berada di
luar sawar darah otak.

Secara patogenesis diabetes insipidus dibagi rnenjadi DIABETES INSIPIDUS NEFROGENIK


2 jenis, yaitu diabetes insipidus sentral dan diabetes
insipidus nefrogenik. lstilah diabetes insipidus nefrogenik (DIN) dipakai pada
diabetes insipidus yang tidak responsif terhadap ADH MEKANISME HAUS
eksogen. Secara fisiologis DllV dapat disebabkan oleh :
Kegagalan pembentukan dan pemeliharaan gradient Peningkatan osmolalitas plasma akan merangsang pusat
osmotik dalam medula renalis. haus, sebaliknya penurunan osmolalitas plasma akan
Kegagalan utilisasi gradient pada keadaan di mana menekan pusat haus. Seperti pada mekanisme penglepasan
ADH berada dalam jumlah yang cukup dan berfungsi AVP, pengaturan osmotik rasa haus dipengaruhi oleh
normal. volume sel pusat haus di hipotalamus. Ambang rangsang
pusat haus (295 mOsmol/kg berat badan) ternyata lebih
Fisiologi Mekanisme Ekskresi Air tinggi daripada ambang rangsang osmotik penglepasan
Dalam mengatur ekskresi air, ginjal mengikut sertakan AVP (280 mOsmol/kg berat badan). Hal ini merupakan
mekanisme neurohypophyseal-renal reflex. Komponen suatu perlindungan terhadap deplesi air.
humoral dalam mekanisme ini adalah ADH yang disebut Terdapat juga suatu jalur non-osmotik terhadap
juga arginin vasopresin (AVP). AVP disintesis oleh stimulasi pusat haus. Diduga sistem renin-angiotensin
suatu molekul prekursor dalam nukleus supraoptik, merupakan salah satu mediator sistem ini dan telah
paraventrikular dan sedikit pada nukleus filifcrmis dibuktikan renin atau angiotensin eksogen dapat
I
hipotalamus. Setelah disintesis, AVP d i b u n g k ~ ske m e n i m b u l k a n rasa haus d a n n e f r e k t o m i dapat
dalam semacam neurosecretoy granules pada retikulum menghilangkan rasa haus akibat deplesi ECF.
endoplasmik di mana setiap granul tersebut mengandung
baik AVP maupun suatu molekul carrier yang disebut
neurofisin. Granul-granul tadi ditransportasikan melalui MEKANISMEAKSISELULARARGININVASOPRESIN
akson neuron hipotalamus yang berakhir pada hipofisis (AVP)
posterior. Penglepasan AVP oleh hipcfisis posterior terjadi
melalui proses eksositosis di mana baik A VP maJpun Mekanisme yang pasti bagaimana AVP dapat meningkatkan
neurofisin dilepaskan ke dalam sirkulasi. permeabilitas epithel collecting duct terhadap air sampai
sekarang belum ielas. Kemungkinan setelah dilepaskan
dari hipofisis posterior, AVP masuk ke dalam sirkulasi
I
REGLILASI ARGININ VASOPRESIN (AVP) SECARA ginjal dan terikat pada reseptornya di sisi contraluminal
OSMOTIK DAN NON-OSMOTIK (plasma) collecting duct. Penggabungan AVP dengan
reseptornya mengaktifkan adenilsiklase membran sel yang
Dalam mengatur sintesis dan penglepasan AVP di3akai mengkatalisis perubahan ATP menjadi CAMP.CAMPprotein
dua macam jalur yaitu jalur osmotik dan non-osmotik. kinase kemudian muncul untuk melakukan fosforilasi
Jalur o s m o t i k m e n g i k u t sertakan V e r n e y ' s protein membran sel yang kemudian meningkatkan
o s m o r e c e p t o r cells yang berada d i h i p o t a l ~ m u s permeabilitas dengan cara melebarkan ukuran pori dan
anterior, di luar sawar darah otak. Dengan adanya memperbanyakjumlah pori. Terdapat suatu fosfatase pada
deplesi cairan, terjadi peningkatan osmolalitas cairan membran yang dapat mengembalikan proses tersebut di
ekstra sel (ECF) yang menyebabkan penurunan volume atas. lntegritas mikrotubulus dan mikrofilamen merupakan
sel-sel osmoreseptor sehingga teriadi stimulasi listrik faktor yang penting pula dalam proses peningkatan
yang mengakibatkan depolarisasi membran sel, permeabilitas selain proses pembentukan CAMP.
eksositosis dan penglepasan A VP. Sebaliknya jika terjadi Demeklotetrasiklin, hipokalemia, l i t h i u m dan
pemasukan air maka osmolalitas ECF akan menurun dan prostaglandin dapat juga mengganggu pembentukan
pengembangan sel-sel osmoreseptor akan menghambat CAMP.
terjadinya stimulasi listrik dan depolarisasi membran
sel. timulasi non-osmotik utama yang menyebabkan
penglepasan AVP tanpa adanya perubahan osmolalitas MEKANISME KONSENTRASI
ECF adalah deplesi v o l u m e ECF dan hipotensi.
Stimulasi lain adalah keadaan-keadaan dimana teriadi ADH meningkatkan permeabilitas tubulus distal dan
peningkatan stimulasi adrenergik termasuk rasa nyeri, collecting duct terhadap air sehingga dapat berdifusi
takut, payah jantung dan hipoksia. Evolusi filogenetik secara pasif akibat adanya perbedaan konsentrasi. Dengan
jalur non-osmotik agaknya merupakan bagian yang demikianjika terdapat ADH dalam sirkulasi, misalnya pada
integral dengan reaksi terhadap stress. Dengan demikian keadaan hidropenia, akan tejadi difusi pasif di mana air
AVP akan dilepaskan juga pada keadaan stress di mana keluar dari tubulus distal sehingga terjadi keseimbangan
selain berfungsi sebagai ADH, AVP juga m e m p ~ n y a i osmotik antara isi tubulus dan korteks yang isotonis.
efek vasokonstriksi. Sejumlah kecil urin yang isotonis memasuki collecting
DIABETES INSIPIDUS

duct melewati medula yang hipertonis. Karena ADH juga terbatas sehingga walaupun disebut diuresis air murni selalu
menyebabkan keseimbangan osmotik antara collecting masih ada walaupun sangat minim zat-zat terlarut yang
ductdan jaringan interstisial medula, maka air secara keluar bersama urin. Pada diuresis umumnya zat-zat terlarut
progresif akan direabsorbsi kembali sehingga terbentuk akan membuat berat jenis urin berkisar antara 1010 atau
urin yang terkonsentrasi. 300 mOsmol/kg berat badan, yang jarang lebih tinggi lagi
karena juga disebabkan akibat aliran urin yang amat cepat
sehingga reabsorbsi airjuga terbatas. Secara singkat dapat
MEKANISME DlLUSl (PELARUTAN) dikatakan bahwa berat jenis atau osmolalitas urin yang
sangat rendah adalah diuresis air murni sedangkan berat
Jika ADH tidak disekresi, misalnya pada orang yang jenis urin yang mendeteksi iso-osmotik adalah diuresis zat-
terhidrasi baik, struktur-struktur distal tetap tidak zat terlarut atau kombinasi air dan zat-zat terlarut.
permeabel terhadap air. Dengan demikian sewaktu urin
yang hipotonis melewati tubulus distal, Na+ akan lebih
banyak dikeluarkan sehingga osmolalitas urin semakin PEMERIKSAAN KHUSUS UNTUK MENEGAKKAN
berkurang. Selanjutnya urin yang sangat hipotonis DIAGNOSIS DIABETES INSIPIDUS
memasuki collecting duct yang juga relatif tidak permeabel
sehingga memungkinkan ekskresi sejumlah besar urin Setelah dapat ditentukan bahwa poliuria yang terjadi
yang terdilusi. adalah diuresis air murni, maka langkah selanjutnya adalah
untuk menentukanjenis penyakit yang menyebabkannya.
Untuk itu tersedia uji-uji coba berikut :
DIAGNOSIS BANDING ANTARA POLlURlA DAN Hickey-Hare atau Carter-Robbins test, pem berian
DIABETES INSIPIDUS infus larutan garam hipertonis secara cepat pada orang
normal akan menurunkan jumlah urin, sedangkan pada
Pada tahap pertama perlu dijawab pertanyaan seperti di
diabetes insipidus urin akan menetap atau bertambah.
bawah ini :
Apakah bahan utama yang membentuk urin pada Pemberian pitresin akan menyebabkan turunnya jumlah
urin pada pasien DIS dan menetapnya jumlah urin pada
poliuria tersebut adalah airtanpa atau dengan zat-zat
pasien DIN.
yang terlarut.
Kekurangan pada pengujian ini adalah :
Apakah yang menyebabkan poliuria tersebut adalah
pada sebagian orang normal, pembebanan larutan
pemasukan bahan tersebut yang berlebihan ke ginjal
garam akan menyebabkan terjadinya diuresis solute
atau pengeluaran yang berlebihan.
yang akan mengaburkan efek ADH.
Apakah yang menyebabkan diuresis ini faktor renal
atau ekstrarenal. interpretasi penguiian coba ini adalah all or none
sehingga tidak dapat membedakan defect partial
Pertama ditentukan apakah diuresis tersebut atau komplit.
disebabkan oleh air atau zat-zat yang terlarutjika ternyata
zat-zat yang terlarut maka langkah selanjutnya adalah Fluid deprivation rnenurut Martin Goldberg.
menentukan jenis zat-zat yang terlarut tersebut. Jika Sebelum penguiian dimulai, pasien diminta untuk
jenis diuresis sudah dapat ditentukan berupa air, zat- zat mengosongkan kandung kencingnya kemudian di-
tertentu atau kombinasi air dan zat-zat yang tertentu, timbang berat badannya, diperiksa volume dan berat
maka selanjutnya ditentukan apakah karena terjadi suatu jenis atau osmolalitas urin pertama. Pada saat ini
pemasukan yang berlebihan atau pengeluaran yang diambil sampel plasma untuk diukur osmolalitasnya.
berlebihan. Selanjutnya harus dipisahkan apakah gejala Pasien diminta buang air kecil sesering mungkin
ini disebabkan oleh faktor renal atau ekstrarenal. paling sedikit setiap jam.
Cara yang paling sederhana untuk menentukan Pasien ditimbang setiap jam bila diuresis lebih dari
apakah pasien poliuria mengalami diuresis air atau zat- 300 ml/iam atau setiap 3 jam bila diuresis kurang
zat yang terlarut adalah dengan pengukuran berat jenis dari 300 mi/jam.
urin atau lebih baik lagi osmolalitas urin. Secara umum Setiap sampel urin sebaiknya diperiksa osmolalitasnya
diuresis air murni (pure waterdiuresis) oleh sebab apapun dalam keadaan segar atau kalau ha1 ini tidak mungkin
akan mempunyai beratjenis kurang dari 1005 atau kurang dilakukan semua sampel harus disimpan dalam botol
dari 200 mOsmol/kg berat badan. Nilai terendah pada yang tertutup rapat serta disimpan dalam lemari es.
manusia adalah 1001 atau 50 mOsmol/kg berat badan. Pengujian dihentikan setelah 16jam atau berat badan
Hal ini disebabkan karena aliran urin yang sangat cepat menurun 3-4% tergantung mana yang terjadi lebih
menyebabkan reabsorbsi zat-zat yang terlarut sangat dahulu.
Pengujian dilanjutkan dengan:
Tabel 1. Etiologi Diabetes lnslpldus yang Sensitlf
Uji nikotin ~erhada~Vdso@&~th
Pasien diminta untuk merokok dan menghisap dalam-
Bentuk idiopatik
dalam sebanyak 3 batang dalam waktu 15-20 menit. Bentuk non-familiar
Teruskan pengukuran volume, berat jenis dan Bentuk familiar
osmolalitas setiap sampel urin sampai osmolalitas/ Pasca hipofisektomi
berat jenis urin menurun dibandingkan dengan Trauma
sebelum diberikan nikotin. Fraktur dasar tulang tengkorak
Tumor
Kemudian yii coba diteruskan dengan : Karsinoma metastasis
Uji Vasopresin : Kraniofaringioma
Berikan Pitresin dalam minyak 5 m, intramuskular. Kista supraselar
Pinealoma
Ukur volume, berat jenis, dan osmolalitas urin pada
Granuloma
diuresis berikutnya atau 1 jam kemudian.
Sarkoid
Tuberkulosis
Pada Orang Normal Sifilis
Akan terjadi peningkatanosmolalitas urin maksimal sampai lnfeksi
1000 mOsmol/kg berat badan. Tidak adanya peningkatan Meningitis
osmolalitas lebih lanjut setelah pemberian nikotin dan Ensefalitis
pitresin menunjukkan adanya stimulasi penglepasan Landry-Guillain-Barre's Syndrome
ADH yang maksimal dan Respons ginjal yang maksimal Vaskular
Trombosis atau perdarahan serebral
terhadap ADH.
Aneurisma serebral
Postpartum necrosis (Sheehan's syndrome)
Defect Osmoreseptor Histiocytosis
Pada defect parsial terjadi sedikit peningkatan osmolalitas Granuloma eosinofilik
urin, pada defect yang komplit tidak terjadi peningkatan Penyakit Schuller-Christian
osmolalitas urin sama sekali. Peningkatan osmolalitas urin
setelah pemberian nikotin dan pitresin menunjukkan bahwa
stimulasi non-osmotik dapat menyebabkan peningkatan PENGOBATAN DIABETES INSIPIDUS
sekresi ADH dan tubulus ginjal belum jenuh oleh ADH
endogen. Pengobatan diabetes insipidus harus disesuaikan dengan
gejala yang ditimbulkannya. Pada pasien DIS parsial
Defect Reglo hypoth.l.miconeurohypophyse./ls dengan mekanisme rasa haus yang utuh tidak diperlukan
Pada partial fluid deprivation defect akan terjadi peningkatan terapi apa-apa selama gejala nokturia dan poliuria tidak
osmolalitas urin sedikit, sedangkan pada defect komplit mengganggu tidur dan aktivitas sehari-hari. Tetapi pasien
0s-molalitas tidak akan meningkat sama sekali. Nikotin
dengan gangguan pada pusat rasa haus, diterapi dengan
tidak menimbulkan Respons apa-apa, akan tetapi pitresin
pengawasan yang ketat untuk mencegah terjadinya
akan meningkatkan osmolalitas urin. Hal ini menunjukkan
dehidrasi. lni juga berlaku bagi orang-orang yang dalam
adanya defect sentral dan Respons tubular yang normal. keadaan normal hanya menderita DIS parsial tetapi
pada suatu saat kehilangan kesadaran atau tidak dapat
Defect Respons Tubular
berkomunikasi.
Baik deprivation test, nikotin dan pitresin, tidak akan
Pada DIS yang komplit biasanya diperlukan terapi
menghasilkan peningkatan osmolalitas urin pada defect
hormon pengganti (hormonal replacemen). DDAVP
tubular komplit. Pada partial fluid deprivation defect
(1 -desamino-8-d-arginine vasopressin) merupakan obat
akan menyebabkan sedikit peningkatan osmolalitas urin
pilihan utama untuk DIS. Obat ini merupakan analog
sedangkan nikotin dan Setelah dapat ditentukan apakah
arginine vasopressin manusia sintetik, mempunyai
diabetes insipidus yang diderita merupakan DIS atau
lama kerja yang panjang dan hanya mempunyai sedikit
DIS maka selanjutnya perlu dicari etiologinya walaupun
efek samping jarang menimbulkan alergi dan hanya
sebagian besar idiopatik. Untuk itu diperlukan anamnesis
mempunyai sedikit pressor effec). Vasopressin tannate
mengenai penyakit keluarga, trauma, operasi, radiasi,
dalam minyak (campuran lysine dan arginine vasopressin)
penyakit dahulu dan pemeriksaan khusus lainnya seperti
memerlukan suntikan setiap 3-4 hari. Vasopressin dalam
kampimetri, foto sela tursika, foto BNO-IVP, ultrasonografi,
aqua hanya bermanfaat untuk diagnostik karena lama
scanning dan lain-lain atas indikasi. Daftar penyebab
kerjanya yang pendek.
diabetes insipidus dapat dilihat seperti dalam tabel 1.
DIABETES INSIPIDUS

Selain terapi horrnon pengganti dapatjuga dipakai terapi Klorpropamid


adjuvant yang secara fisiologis rnengatur keseirnbangan Meningkatkan efek ADH yang rnasih ada terhadap tubulus
air dengan cara : ginjal dan rnungkin pula dapat rneningkatkan penglepasan
Mengurangi jurnlah air ke tubulus distal dan collecting ADH dari hipofisis. Dengan dernikian obat ini tidak dapat
duct. dipakai pada DIS kornplit atau DIN. Efek sarnping yang
Mernacu penglepasan ADH endogen. harus diperhatikan adalah tirnbulnya hipoglikernia. Dapat
Meningkatkan efek ADH endogen yang rnasih ada dikornbinasi dengan tiazid untuk rnencapai efek rnaksirnal.
pada tubulus ginjal. Tidak ada sulfonilurea yang lebih efektif dan kurang toksik
dibandingkan dengan klorproparnid pengobatan diabetes
Obat-obatan adjuvan yang biasa dipakai adalah: insipidus.

Diuretik Tiazid Klofibrat


Menyebabkan suatu natriuresis sernentara, deplesi Seperti klorproparnid, klofibrat juga rneningkatkan
ECF ringan dan penurunan GFR. Hal ini rnenyebabkan penglepasan ADH endogen. Kekurangan klofibrat
peningkatan reabsorbsi Na+ dan air pada nefron yang dibandingkan dengan klorproparnid adalah harus diberikan
lebih proksirnal sehingga rnenyebabkan berkurangnya air 4 kali sehari, tetapi tidak rnenirnbulkan hipoglikernia. Efek
yang rnasuk ke tubulus distal dan collecting duct. Tetapi sarnping lain adalah gangguan saluran cerna, rniositis,
penurunan EABV (Effective arterial blood volume) dapat gangguan fungsi hati. Dapat dikornbinasi dengan tiazid
rnenyebabkan terjadinya hipotensi ortostatik. Obat ini dan klorproparnid untuk dapat rnernperoleh efek rnaksirnal
dapat dipakai pada DIS rnaupun DIN. dan rnengurangi efek sarnping pada DIS parsial.

Karbamazepin
Tabel 2. Penyebab Diabetes Insipidus Nefrogenetik
Suatu antikonvulsan yang terutarna efektif dalarn
yang Didapat
pengobatan tic douloureux, rnernpunyai efek seperti
a. Penyakit ginjal kronik klofibrat tetapi hanya rnernpunyai sedikit kegunaan dan
-Penyakit ginjal polikistik
tidak dianjurkan untuk dipakai secara rutin.
-Medullary cystic disease
- Pielonefritis
- Obstruksi ureteral
- Gagal gainjal lanjut REFERENSI
b. Gangguan elektrolit
- Hipokalernia Goldberg, Martin. Abnormalities in the renal excretion of water
- Hiperkalsemia pathophysiology and differential diagnosis. Med Clin North
c. Obat-obatan Am, Philadelphia, London, Toronto, Sydney: WE3 Saunders
- Litium CO;1963; 47:4:91526-.
- Derneklosiklin Leaf, Alexander. Diabetes insipidus. In: Cecil Textbook of
- Asetoheksarnid Medicine. 15th ed, Tokyo:WB Saunders Co-lgaku Shoin Ltd;
- Tolazamid 1979.p.20101-.
- Glikurid Singer, Irwin. Differential diagnosis of polyuria and diabetes
- Propoksifen insipidus. Med Clin North Am, Philadelphia, London,
- Arnfolarisin Toronto, Sydney: WB Saunders Co, March; 1981 :65:2:303-
- Vinblastin 20.
- Kolkisin Schrier, Robert W, Leaf, Alenxander. Effect of hormones on water
sodium chloride and potassium metabolism. In: William's
d. Penyakit Sickle Cell
(ed), Textbook of Endocrinology, Sixth ed, Tokyo: WB
e. Gangguan diet
Saunders Co-lgaku Shoin Ltd; 1981.p.10326-.
- Intake air yang berlebihan
- Penurunan intake NaCl
- Penurunan intake protein
f. Lain-lain
- Multipel rnieloma
- Arniloidosis
- PenyakitSjogren's
- Sarkoidosis
TUMOR HIPOFISIS
Pradana Soewondo

PENDAHULUAN yang sebenarnya dilakukan untuk kondisi yang tidak ada


kaitannya dengan gangguan hipofisis.
Tumor hipofisis adalah neoplasma intrakranial yang relatif Adenoma hipofisis yang ditemukan pada pemeriksaan
sering dijumpai, serta merupakan 10-15% dari seluruh CT atau MRI tanpa disertai adanya gejala atau tanda yang
neoplasma intrakranial. Tumor jenis ini seringkali sulit menunjukkan adanya gangguan hipofisis sering disebut
diobati dan tidak jarang terjadi kambuhan, meskipun insidentaloma. Prevalensi insidentaloma hipofisis yang
telah dilakukan tindakan bedah. Walaupun telah banyak ditemukan pada MRI sebesar kurang lebih lo%, dan
penelitian mengenai tumor hipofisis, patogenesis terjadinya hampir 99.5% diantaranya merupakan mikroadenoma.
tumor ini belum jelas seluruhnya. Umumnya dianggap Mikroadenoma juga dilaporkan ditemukan pada 1.5-27%
bahwa neoplasma hipofisis merupakan tumor primer kasus otopsi tanpa kecurigaan gangguan hipofisis.
hipofisis. Penelitian biomolekular menunjukkan bahwa Sebagian besar tumor hipofisis ditemukan pada
tumor hipofisis, baik functioning maupun non-functioning, dewasa muda, namun dapat pula ditemukan pada
berasal dari pertumbuhan satu klon (monoklonal). remaja maupun usia lanjut. Sementara itu, kepustakaan
Diagnosis tumor hipofisis seringkali terlambat karena lain menuliskan bahwa tumor hipofisis dapat ditemukan
kurangnya kewaspadaan, serta gejala dan tanda klinis yang pada semua umur, namun insidensnya meningkat dengan
minimal. Dalam dua dekade terakhir, terjadi peninckatan semakin meningkatnya usia, dan puncaknya antara dekade
insiden tumor hipofisis yang disebabkan kemajuan pada ketiga dan kelima.
sarana diagnosis, seperti computed tomography (CT), Untuk dapat memperoleh perkiraan terbaik dari
magnetic resonacte imaging (MRI), dan berbagai macam prevalensi adenoma hipofis pada populasi, telah dilakukan
teknik radioimmunoassay baru untuk pemeritsaan sebuah meta analisis dari 12 manuskrip (7 pemeriksaan
hormon. otopsi dan 5 pemeriksaan radiologi). Hasil penelitian
tersebut menunjukkan bahwa, ada hubungan yang jelas
antara prevalensi dengan metodologi yang digunakan.
Dengan tehnik yang sensitif didapatkan prevalensi
mikroadenoma sekitar 20%; setidaknya 1/3 dari tumor
Tumor hipofisis merupakan 10-15% dari seluruh neoplasrna tersebut secara klinis penting karena menghasilkan satu
intrakranial; tiga perempat tumor hipofisis mensekresi atau lebih hormon hipofisis anterior; makroadenoma
hormon hipofisis dalam jumlah yang abnormal. In,-'dens ditemukan pada 1/555 penduduk berusia di atas dekade
per tahun dari neoplasma hipofisis bervariasi, yaitu antara keempat.
1-7/100.000 penduduk. Pada sebuah studi 10.370 kasus Berdasarkan temuan-temuan tersebut berarti banyak
otopsi, Prevalensi mikroadenoma hipofisis sebesa. 11%. pasien dengan mikro dan makroadenoma seringkali tidak
Sementara penelitian lain menemukan adenoma hi3ofisis terdiagnosis. Sehingga harus dilakukan upaya untuk
pada 10-25% kasus otopsi unselected dan pada 10% meningkatkan deteksi tumor tersebut karena dapat
orang normal yang menjalani pemeriksaan MRI. Dengan berpengaruh secara signifikan terhadap (peningkatan
adanya kemajuan MRI dengan resolusi tinggi, maka risiko osteoporosis, penyakit jantung) dan kualitas hidup
seringkali ditemukan lesi hipofisis pada pemeriksaan (libido, perubahan mood dan daya ingat).
TUMOR HIPOFISIS 2443

Tabel 1. Prevalensi Adenoma Hipofisis Mikroadenoma tidak secara langsung menyebabkan


mortalitas yang tinggi. Tumor ini biasanya terlalu kecil
Tipe Adenoma
untuk dapat menyebabkan erosi tulang atau untuk
GH cell adenoma
PRL cell adenoma
dapat menekan struktur sekitar, misalnya kiasma optik.
GH and PRL cell adenoma Morbiditas mikroadenoma disebabkan oleh sekresi
ACTH cell adenoma hormon yang berlebih.
Gonadotroph cell adenoma Morbiditas pada makroadenoma bervariasi, mulai
Nonfunctionlng adenoma dari tumor nonfungsional sampai makroadenoma yang
TSH cell adenoma menyebabkan disabilitas. Morbiditas disebabkan oleh
Unclassified adenoma efek nasa tumor (misalnya hemianopsia bitemporal),
ACTH=Adrenocorticotroptc hormone; GH=Growth hormone; ketidakseimbangan hormonal (defisiensi hormon hipofisis
PRL=Proloctin; TSH=Thyrotd-sttmulottng hormone karena kompresi sel hipofisis normal atau produksi hormon
yang berlebih oleh tumor), dan komorbiditas pasien. Terapi
dari makroadenoma juga dikaitkan dengan morbiditas
yang bermakna.
Adenoma hipofisis biasanya pertumbuhannya lambat
dan bersifat jinak. Berdasarkan ukurannya, tumor
hipofisis dapat dibagi menjadi mikroadenoma (diameter
il cm) dan makroadenoma (diameter z l cm). Tumor
fungsional lebih sering ditemukan pada usia yang lebih Gangguan pada hipofisis dapat memiliki gambaran klinis
muda, sedangkan tumor nonfungsional sebagian besar yang bervariasi. Gambaran klinis tersebut dapat berupa
ditemukan pada usia yang lebih tua. Tumor hipofis juga satu atau lebih gejala/tanda di bawah ini :
dapat diklasifikasikan berdasarkan karakteristik pewarnaan Defisiensi satu atau lebih hormon hipofisis
histopatologi (staining), yaitu kromofobik dan kromofilik. Kelebihan hormon (terutama prolaktin, GH, dan
Tumor kromofilik dapat dibedakan lagi berdasarkan PCTH)
pewarnaan hematoksilin eosin menjadi eosinofilik dan Efek masa tumor (sakit kepala, hemianopsia bi-
basofilik. temporal)
Walaupun demikian, klasifikasi ini terbukti tidak Ditemukan secara tidak sengaja pada pemeriksaan
mempunyai nilai klinis dan sekarang sudah mulai digantikan CT atau MRI
dengan klasifikasi yang bersifat lebih fungsional dengan T ~ m o rhipofis dapat menunjukkan gejala dan tanda
menggunakan mikroskop elektron dan imunohistokimia. yang disebabkan oleh hipofungsi atau hiperfungsi dan
Tehnik ini dapat mengidentifikasi produksi hormon pada atau efek masa tumor. Kebanyakan pasien datang dengan
adenoma kromofob, yang memungkinkan ahli patologi gejala dan tanda hipersekresi hormon, defek lapang
untuk dapat mengidentifikasikan hormon yang diproduksi pandang, sakit kepala dan hipopituitarisme (tabel 2).
oleh tumor eosinoflllk. Selain itu juga ditemukan bahwa Diabetes insipidus preoperatif sangat jarang ditemukan
banyak tumor mensekresikan lebih dari satu hormon. dan menunjukkan kemungkinan adanya keterlibatan
Bentuk mutasi dari P53, suatu gen supressor tumor, juga hipotalamus atau infark hipofisis.
dapat ditemukan secara histologis serta menunjukkan Efek masa tumor pada daerah sella yang sering
bahwa tumor tersebut pertumbuhannya akan sangat cepat. ditemukan adalah ganguan penglihatan (rnakroadenoma)
Dengan pemeriksaan histopatologi dengan pewarnaan dan sakit kepala (makro dan mikroadenoama). Penekanan
imunohistokimia, diketahui bahwa 85-90% tumor pada kiasma optikum atau cabangnya akan mengakibatkan
hipofisis merupakan tumor functioning, yang terdiri dari defek pada lapang pandang. Gangguan lapang pandang
prolaktinoma (60%), tumor yang memproduksi GH dan
ACTH masing-masing sebesar 20% dan 10%; sementara
tumor dengan hipersekresi TSH dan gonadotropik sangat Tabel 2. Gambaran Klinis Tumor~Mipofisk
jarang. Sedangkan tumor hipofisis yang non functioning Hlpersekresi hormon
hanya 10%. Gangguan lapang pandang
Saklt kepala
Hipop~tuitarisme
Apopleksi hipofisis
MORBIDITAS DAN MORTALITAS
Hidrosefalus
Gangguan saraf kranial
Morbiditas tumor hipofisis bergantung pada produksi
Epilepsi lobus temporal
hormon berlebih, ataupun defisiensi hormon tertentu.
yang sering ditemukan berupa hemianopia bitemporal. Efek hormon hipofisis tergantung dari jenis hormon
Ekstensi lateral dari masa tumor ke sinus kavernosus dapat yang terlibat. Semakin besar tumor, maka semakin besar
menyebabkan diplopia, ptosis, atau perubahan sensasi pula kemungkinan keterlibatan sebagian besar hormon.
wajah. Di antara saraf-saraf kranial yang ada, saraf kranial Sel-sel hipofisis anterior tidak semua sarna kerentanannya
Ill, merupakan saraf yang sering terkena. Mengenai sakit terhadap efek desakan massa tumor. Yang paling rentan
kepala oleh efek masa tumor, tidak ditemukan adanya pola adalah somatotrophs dan gonadotrophs, sedangkan
yang spesifik dan biasanya sangat mengganggu namun corticotrophs dan thyrotrophs bersifat lebih resisten.
dapat hilang dengan pemberian analgetik. Selain dari efek desakan massa tumor, gambaran
klinis lainnya dapat berupa penurunan libido dan ataupun
disfungsi ereksi pada laki-laki, haid yang tidak teratur atau
ANAMNESIS amenorea pada perempuan premenopause serta mudah
lelah (defisiensi hormon tiroid, kortisol, GH).
lnsidentaloma biasanya tidak mempunyai gejala. Pasien dengan akromegali biasanya sudah mempunyai
lncidentaloma terlalu kecil untuk dapat menyebabkan gejala penyakit tersebut sejak 7 tahun sebelum diagnosis
gejala yang disebabkan oleh efek masa tumor. 'asien ditetapkan. Dalam anamnesis dapat ditemukan adanya
dengan makroadenoma dapat asimtomatik atau datang pernbesaran tangan, kaki dan tulang wajah; nyeri sendi ;
dengan keluhan yang disebabkan oleh ketidakseimbangan sleep apnea; keringat berlebih ; dan skin tags. Perubahan
hormonal atau efek masa tumor. tersebut terjadi secara gradual, sehingga tidak disadari
Gambaran klinis dari makroadenorna terutama oleh pasien atau anggota keluarganya atau mungkin
berkaitan dengan efek massa tumor dan penekanannya dianggap sebagai proses menua.
terhadap struktur sekitar. Gejala yang paling sering timbul Pasien dengan sindrom Cushing biasanya mengalami
karena massa tumor di daerah sella adalah gangguan kenaikan berat badan (kecuali pada pasien yang rajin
penglihatan dan sakit kepala. Lima puluh sampai enam berolahraga yang biasanya tidak terdapat kenaikan
puluh persen gejala gangguan penglihatan disebabkan berat badan yang nyata), rasa lelah, susah tidur,
oleh kompresi struktur saraf optik. Perluasan ke lateral mudah tersinggung, depresi, hilang ingatan, kesulitan
dapat rnenyebabkan kompresi sinus kavernosus dan dapat berkonsentrasi, kelemahan otot, fraktur tulang, atau
menyebabkan oftalmoplegia, diplopia dan atau otosis. osteoporosis. Munculnya diabetes atau perburukan dari
Perluasan ke sinus sphenoidalis dapat menyebabkan kontrol diabetes dan timbulnya hipertensi atau perburukan
rinorea spontan (cairan serebrospinal). dari hipertensi yang sedang diobati juga merupakan ha1
yang sering ditemukan pada pasien dengan sindrom
:.,:r jw;pmLgj$l.#
Ta.b;er?3
'G.,>... t.3 ,. 6" .:..,
,.*~~j.".~:?-
'' ' " p$>Efqk:M$sa
(,. -._..
i..;..;
.. :. .,, .-
:
,
I
.?.;+;-..>. ,
Tumor
.
Cushing.
Sakit kepala Apopleksi hipofisis merupakan akibat infark dari
Sindrom kiasma tumor hipofisis atau dapat juga karena perdarahan tiba-
Sindrom hipotalamus tiba. Merupakan suatu kedaruratan, dan pasien biasanya
Gangguan rasa haus, nafsu makan, rasa kenyang, tidur dan datang dengan sakit kepala, kolaps tiba-tiba dan dapat
pengaturan suhu
meninggal jika tidak ditangani segera. Biasanya timbul
Diabetes insipidus
Syndrome of inappropriateADH secretion (SIADH) pada makroadenoma. Pemberian agen stimulasi, seperti
Hidrosefalus obstruktif thyroid-stimulating hormone (TSH),gonadotropin-releasing
Disfungsi saraf kranial Ill, IV, V,, V, VI hormone (GnRH), and insulin-hypoglycemia, telah
Sindrom lobus frontal dan temporal diperkirakan akan menyebabkan peningkatan kebutuhan
Rinorea cairan serebrospinal metabolik makroadenoma, yang akhirnya mengakibatkan
nekrosis.
Sakit kepala adalah gejala yang paling sering
dikeluhkan dan menjadi alasan untuk melakukan
pemeriksaan MRI. Pendapat bahwa lesi hipofisis kecil tidak PEMERIKSAAN FISIS
dapat menyebabkan sakit kepala, tidaklah sepenuhnya
benar. Mengingat ruang sella tursika cukup kecil, lesi Kebanyakan pasien dengan lesi hipofisis tampak sehat
tumor hipofisis sekecil apapun dapat menyebabkan atau pada pemeriksaan fisik, kecuali pada pasien dengan
memperberat keluhan sakit kepala. Sayangnya, tidak akromegali, sindrom Cushing dan laki-laki dengan
ada gejala sakit kepala yang khas, yang dapat menandu hipogonadisme. Gambaran klinis akromegali meliputi
kearah lesi hipofisis. Pasien mungkin akan mengeluh sakit penonjolan frontal; gambaran muka yang kasar (coarse
di daerah frontal, temporal, atau oksipital atau rasa sakit facial features) termasuk diantaranya pembesaran hidung,
di belakang mata. bibir, lidah, dan rahang (prognathism); peningkatan jarak
TUMOR HIPOFISIS

antar gigi; large beefy hands and feet; sweaty palms; dan Tabel 4. ~*aluadtbBr&i$
skin tags.
Kadar serum dar~hormon-hormon berikut ini sebaiknya
Garnbaran klinis sindrom Cushing rneliputi facies d~periksadengan menggunakan sampel darah pagi hari *
plethora, deposisi lernak supraklavikular, lernak servikal Prolaktin
posterior, acanthosis nigricans, jerawat, hirsutisrne, kulit LH, FSH dan testosteron atau estradiol
tipis, ecchymoses, and violaceous striae. Pada sindrorn TSH dan tiroksin
Cushing lanjut, dapat diternukan muscle wasting yang ACTH dan kortisol
nyata pada lengan atas dan paha, dan pasien rnungkin lnsulln like growth factor 1
tidak rnarnpu untuk berubah posisi dari duduk ke berdiri * Kadar korttsol dan testosteron pal~ngtinggi pada pagl hart
tanpa rnenggunakan bantuan tangan.
Laki-laki dengan hipogonadisrne mernpunyai testis
yang kecil dan lunak, serta perturnbuhan rambut yang Tabel 5. Tes ~iagnbsfi&bef&@@~~~m9~gt$~pdi$is
rnenurun. Hal ini menunjukkan defisiensi testosteron Aksis Tes
Growth hormone IGF-1, ITT, GH-RH/arginine, arginine
dalarn jangka cukup lama. Fine wrinkling pada kulit wajah
Adrenocorticotropic Cortisol (pagi), LDCT, SDCT, overnight
merupakan harnbaran khas dan rnungkin rnerupakan hormone rnetyrapone test, ITT
akibat defisiensi testosteron dan GH. Gonadotropins (LH Estradiol (testosteron bebas dan
Perneriksaan neurooftalmologi berupa tajam and FSH) testosteron total pada laki-laki), FSH,
penglihatan lapang pandang, dan pergerakan bola rnata LH, prolactin
penting dilakukan pada pasien dengan rnakroadenoma. Thyroid-stimulating FT, index (free T,), TSH
tajarn penglihatan dapat menurun pada satu atau hormone
FSH = Follicle-stimulating hormone; FT, = Thyroxine; GH-RH =
keduabelah rnata. Refleks cahaya pada pupil juga dapat Growth hormone-releasing hormone; IGF-1 = Insulin-like growth
abnormal. Penglihatan warna juga dapat terkena, berupa factor- 7 ; ITT = Insulin tolerance test; LDCT = Low-dose cosyntropin
hemiakrornatopsia biternporal terhadap warna merah. test; LH = Luteinizing hormone; SDCT = Standard-dosecosyntropin
test; TSH = Thyroid-stimulating hormone
Karena kiasrna optikurn terletak dekat dengan
tuberkulurn sela rnaka sering ditemukan kompresi kiasma.
'
Kelainan utama pada kornpresi kiasrna optikum adalah Tabel 6. Tes Diagnostik ~ 6 l & b i h ~ ~ l ' & m o n a ' h ~ p ~ 1 s i s
quadranopsia superior biternporal. Lesi yang lebih besar
Aksis Tes
dapat rnenyebabkan hemianopsia biternporal. Perneriksaan
PRL Prolaktin
lapang pandang selain dengan rnetode konfrontasi
GH IGF-1, OGTT
dapat juga digunakan perimetri Goldman. Namun studi
ACTH 24-h UFC, LDDST, tes LDDSTI
terbaru menganjurkan penggunaan kornputer (Allergan
CRH, midnight salivary and serum
Humphrey). cortisol
Gonadotropins (LH FSH, LH, a- and P-subunits
and FSH)
PEMERIKSAAN PENUNJANG TSH FT, index (free T,), T, TSH
ACTH = Adrenocorticotropic hormone; CRH = Cortlcotropin-
Pemeriksaan Laboratorium releasing hormone; FT, = Thyroxine, FSH = Follicle-stimulating
hormone, GH = Growth hormone; IGF-1 = Insul~n-likegrowth
Diagnosis sekresi horrnon hipofisis yang rneningkat factor- 7, LDDST = Low-dose dexamethasone suppression test;
atau rnenurun dibuat berdasarkan ternuan biokimia. LH = Luteinizing hormone; OGTT = Oral glucose tolerance test;
Hipopituitarisrne diduga pada keadaan di rnana konsentrasi PRL = Prolactin; T, = triiodothyronine; T, = Thyroxine; TSH =
Thyroid-stimulating hormone, UFC = Urinary free cortisol
hormon perifer rendah namun tanpa disertai peningkatan
horrnon tropiknya.
Perneriksaan laboratoriurn rneliputi pemeriksaan horrnon tertentu, karena ini rnerupakan pendekatan yang
kadar basal horrnon dan pengukuran dinarnis kadar paling cost-effective. Tes horrnon dinamis dilakukan untuk
horrnon, tergantung dari jenis tumornya. Sernua tumor rnenilai fungsi tumor dan untuk menyingkirkan diagnosis
harus diperiksa kadar hormon basal untuk skrining, banding. Selain itu juga dapat untuk rnenilai kapasitas
terrnasuk di dalamnya perneriksaan prolactin, thyrotropin, fungsi hipofisis anterior.
thyroxine, adrenocorticotropin, cortisol, LH, FSH, estradiol,
testosterone, g r o w t h hormone, insulinlike g r o w t h factor- 7
(IGF- 7), and a l p h a subunit glycoprotein. Sernentara itu, PENCITRAAN
kepustakaan lain hanya rnenganjurkan pemeriksaan kadar
prolaktin pada keadaan dirnana tidak ada gejala atau Foto X-rays biasa kurang baik untuk pencitraan jaringan
tanda yang rnengarahkan pada kelebihan atau kekurangan lunak, sehingga sudah digantikan oleh CTscan dan MRI.CT
scan cukup spesifik dan dapat mendeteksi tumor dengan PENGOBATAN
kalsifikasi, namun detailnya masih kalahjika dibandingkan
dengan MRI. CT scan lebih baik dalam memperlihatkan Tujuan utama pengobatan tumor hipofisis ialah
struktur tulang dan kalsifikasi pada jaringan lunak mengembalikan fungsi hipofisis senormal mungkin dan
daripada X ray dan MRI. CTscanjuga bergunajika terdapat mencegah terjadinya kambuhan massa tumor. Tujuan lain
kontraindikasiterhadap penggunaan MRI, seperti pasien adalah memperbaiki gangguan penglihatan, mengatasi
dengan pacujantung. Kelemahan CTscan yang lain adalah gangguan neurologis, serta memperbaiki gangguan
pajanan terhadap sinar radiasi yang tinggi. Hal-ha1 inilah endokrin dan metabolik.
yang membuat MRI merupakan modalitas terpilih untuk Cara pengelolaan terbaik untuk tumor hipofisis,
pencitraan hipofisis. harus ditentukan secara komprehensif dengan memper-
MRI lebih mahal jika dibandingkan dengan CT scan, timbangkan beberapa faktor, yaitu: adanya gangguan
namun memberikan gambaran yang lebih jelas terhadap endokrin terkait, besar dan ekspansi massa tumor, usia
strukturjaringan lunak dan pembuluh darah, selain itu juga serta keadaan klinis pasien.
tidak terjadi pajanan terhadap radiasi pengion. Resolusi Pilihanterapi yang tersedia ialah: terapi medikamentosa
yang tinggi membuat MRI dapat mengenali lesi kecil dan primer (terapi supresi hormon dengan bromokriptin dan
dapat diperlihatkan pula hubungannya dengan struktur analog somatostatin) dan terapi substitusi hormon
sekitar. Sensitivitas MRI untuk mendeteksi mikroadenoma (perioperatif dan post operatif), radiasi eksterna dan
(yang dibuktikan dengan operasi) mencapai loo%, jauh tindakan bedah (adenomektomi).Pada umumnya, pasien
lebih baik jika dibandingkan dengan CTscan yang hanya dengan tumor hipersekresi ACTH dan GH dilakukan
mencapai 50%. Spesifitas dan sensitivitas MRI mecapai terapi tindakan bedah. Sedangkan untuk pasien dengan
90% pada tumor sekretori. Pemberian gadolinium prolaktinoma pilihannya menjadi lebih sulit serta masih
diethylenetriamine pentaacetic acid (DTPA) meningkat kan banyak silang pendapat. Terapi gen merupakan terapi
tingkat deteksinya. Angiografi serebral tidak dikerjakan alternatif yang dapat dipertimbangkan, disamping terapi
secara rutin, dan hanya dikerjakan jika dicurigai terdapat klasik yang selama ini dilaksanakan.
lesi vaskular. Apapun terapi yang dipilih, kasus dengan tumor
hipofisis harus selalu diamati untuk menilai terjadinya
kambuhan penyakit ataupun kemungkinan hipopituitarism.
DIAGNOSIS Edukasi perlu diberikan sehubungan dengan terapi
substitusi hormon dalam rangka meningkatkan kualitas
Penatalaksanaan pasien dengan tumor hipofisis tentunya hidup pasien.
dimulai dengan diagnosis yang akurat. Diagnosis yang
akurat memerlukan beberapa unsur, yaitu :
Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lengkap dan KESIMPULAN
seksama
Review gambaran radiologis (terutama MRI) Adanya gejala dan tanda endokrin dapat merupakan
Penentuan ada tidaknya hipersekresi atau defisiensi pertanda dini tumor hipofise
hormon Penilaian status hormonal sebaiknya dilakukan pada
Korelasi antara temuan klinis, anatomis dan semua tumor hipofisis
hormonal. Pilihan pengobatan sebaiknya dilakukan secara
komprehensif
Diagnosis biasanya sudah cukupjelas setelah anamnesi
Tindak lanjut dan edukasi sangat penting bagi kualitas
dan pemeriksaan fisik, namun perlu dikonfirmasikan
hidup pasien
dengan pemeriksaan radiologis dan laboratorium.
Telah terdapat beberapa konsensus mengenai
diagnosis dan penatalaksanaan akromegali dan
REFERENSI
prolaktinoma, namun sayangnya belum ada konsensus
mengenai gangguan hipofisis yang lain. Namun secara Daniels Gilbert, Joseph Martin. Neuroendocrine regulation and
umum, jika pasien sudah didiagnosis menderita tumor diseases of the anterior pituitary and hypothalamus. Dalam :
hipofisis maka diperlukan follow up seumur hidup untuk Isselbacher, Braunwald, et al. Harrison's Principles of Internal
Medicine. Volume 2. Thirteenth Edition. McGraw-Hill; 1994.
mendeteksi rekurensi, memonitor pemberian hormon dan p. 1891-918.
untuk mengobati komplikasi yang timbul karena tumor Hamrahian Amir. Pituitary Disorders. The Cleveland Clinic.
tersebut. Published July 19, 2002. Disitasi dari : h t t p : / / w w w .
TUMOR HIPOFISIS 2447

clevelandclinicmeded.com/ d i s e a s e m a n a g e m e n t 1
endocrinology/ pituitary/pituitary.htm Disitasi tanggal 30
Januari 2006.
Hurley David, Ken KY Ho. Pituitary disease in adults. Series Editors:
Donald J Cl~isholmand Jefiey D Zajac. MJA Practice Essentials
-Endocrinology. MJA 2004; 180 (8): 41925- Disitasi dari :
http://www.mja.com.au/public/issues /180-08-1904041
hurl05ll-fm.htm1 Disitasi tanggal 30 Januari 2006.
Indrajit IK, N Chidambaranathan, K Sundar, 1 Ahme. Value of
dynamic MRI imaging in pituitary adenomas. Ind J Radio1
Imag 2001 11:4:185190-. Disitasi dari : http://www.ijri.
org/20011104/neurorad.htm Disitasi tanggal 30 Januari
2006.
Kattah Jorge. Pituitary tumors. Disitasi dari : http://www.
emedicine.com/ neuro/ topic312.htm. Last Updated: January
18,2002 Disitasi tanggal 30 Januari 2006.
Klachko David. Pituitary microadenomas. Disitasi dari : http://
www.emedicine.com/ med/ topic2973.htm Last Updated:
August 16,2005 Disitasi tanggal 30 Januari 2006.
Levy, Lightman. Fortnightly Review: Diagnosis and management
of pituitary tumours. University of Bristol, Department of
Medicine, Bristol Royal Infirmary. BMJ 1994;308:108791-
23) April). Disitasi dari : http://bmj.bmjjournals.com/cgr/
content/ fu11/3081087/6936/ Disitasi tanggal 30 Januari
2006.
Mary Lee Vance. Treatment of patients with a pituitary adenoma:
one clinician's experience. Neurosurg Focus 16(4), 2004.
American Association of NeurologicalSurgeons.MEDSCAPE.
Diabetes and Endocrinology. Disitasi dari : http://www.
medscape.com/viewarticle/474897?src=search.Disitasi
tanggal 30 Januari 2006.
Mulinda James. Pituitary macroadenomas. Disitasi dari : http://
www.emedicine.com/ med/ topicl379.htm. Last Updated:
January 17,2006 Disitasi tanggal 30 Januari 2006.
Pituitary Network Association. One out of five adults worldwide
may have a pituitary tumor, new study shows one third
of these mostly non-cancerous tumors may cause serious
disorders. San Antonio, TX - May 4th, 2001. Last Revised
: August 2003. Disitasi dari : http://www.pituitary.com/
news/Pituitary News Updates/PituitaryNews/PNA
Pharmacia News Flash. php Disitasi tanggal 30 Januari
2006.
HIPOTIROID
Achmad Rudijanto

tubuh.Berbagai keadaan dapat menimbulkan hipotiroid


baik yang melibatkan kelenjar tiroid secara langsung
Hipotiroid merupakan suatu keadaan dimana tubuh maupun tidak langsung. Mengingat bahwa hormon ini
kekurangan hormon tiroid. Hormon t i r o i d sangat sangat berperan pada setiap proses dalam sel termasuk
diperlukan untuk kegiatan metabolisme, sehingga dalam otak, menurunnya kadar hormon ini dalam tubuh
kekurangan hormon ini akan menimbulkan tandz dan akan menimbulkan akibat yang luas pada seluruh tubuh.
gejala sebagai akibat menurunnya kegiatan metabolisme
dalam tubuh.
Hipotiroid merupakan salah satu kelainan ho-mon
yang sering dijumpai. Angka prevalensi yang pasti tidak
diketahui dan bervariasi dari satu negara ke negara lain, Penyebab terjadinya hipotiroid dapat dikelompokkan
namun diperkirakan terdapat pada sekitar 5% dari seluruh menjadi beberapa golongan (tabel 1).
populasi. Pada wanita angka prevalensi bahkan lebih Meskipun berbagai faktor dapat merusak kelenjar tiroid
tinggi, mencapai sekitar lo%, sedangkan pada populasi sehingga tidak mampu memproduksi hormon tiroid yang
usia muda kurang dari 22 tahun angka prevalensinya mencukupi, penyebab yang paling sering dijumpai adalah:
lebih rendah.
Hormon tiroid berkerja pada hampir setiap sel Penyakit Otoimun
dalam tubuh. Hormon ini mempengaruhi metabolisme Pada beberapa orang, sistem imun yang seharusnya
karbohidrat, lemak, dan protein maupun vitamin, menjaga atau mencegah timbulnya penyakit justru
sehingga sel tubuh dapat mempergunakan enersi dari mengenali secara salah sel kelenjar tiroid dan berbagai
hasil proses metabolisme bahan-bahan tersebut. Hormon yang disintesis di kelenjartiroid, sehingga merusak sel atau
tiroid juga membantu regulasi pertumbuhan tulang enzim tersebut. Sebagai akibatnya hanya tersisa sedikit sel
(bekerjasama dengan hormon pertumbuhan), si7tesa atau enzim yang sehat dan tidak cukup untuk mensitesis
berbagai protein serta maturasi jaringan syaraf termasuk hormon tiroid dalamjumlah yang cukup untuk kebutuhan
otak.Hormon ini sangat diperlukan untuk pertumbuhan tubuh.Hal ini lebih banyak timbul pada wanita dibanding
dan diferensiasi sel dengan baik.Pengaruh hormon tiroid pria.Tiroiditis otoimun dapat timbul mendadak atau timbul
yang lain adalahmeningkatkan kepekaan tubuh terhadap secara perlahan. Bentuk yag paling sering dijumpai adalah
katekolamin. Apabila kadar hormon tiroid dalam darah tiroiditis Hashimoto dan tiroiditis atrofik
terlalu rendah, sel akan kekurangan hormon sehigga terjadi
ganguan metabolisme, petumbuhan dan diferensiasi sel, Tindakan bedah
maupun aktifitas lain di dalam sel. Pasien dengan nodul tiroid, kanker tiroid atau morbus
Basedow, yang menjalani tindakan bedah mempunyai
risiko untuk terjadinya hipotiroid. Apabila keseluruhan
atau terlalu banyakjaringan kelenjar yang diangkat maka
produksi hormon yang diperlukan oleh tubuh tidak lagi
Hipotiroid merupakan suatu keadaan yang ditandai mencukupi. Bahkan apabila keseluruhan kelenjar diangkat
dengan adanya sintesis hormon yang rendah di dalam maka akan terjadi hipotiroid yang permanen.
Tabel 1. Penyebab Hipotiroid
Hipotiorid primer
didapat (acquired) Tiroiditis Hashimoto, defisiensi lodium, bahan goitrogenik, sitokin (INF-y, IL-2),
tiroiditis infiltratif (amiloidosis, hemokromatosis, sarkoidosis, struma-Riedel,
skleroderma)
kongenitai Kelainan transportasi iodium (NIS atau mutasi pendrin), defisiensi dehalogenasi-
iodotirosin, defisiensi TPO, gangguan sintesis tiroglobulin, agenesis atau
displasikelenjar tiroid, kelainai reseptor TSH)
Hipotiroid sementara (transient Terjadi setelah tiroiditis subakut atau tiroiditis post-partum
hypothyroidism)
Hipotiroid konsumtif (consumptive Terjadi kerusakan yang cepat akiat adanya ekspresi D3 yang berlebihan pada
hypothyroidism) hemangioma atau hemangioendotelioma
Gangguan deiodinasi dari T4 menjadi Akibat adanya kelainan seque,ice-bindingprotein 2 (SBP-2)
T3
Kerusakan kelenjar tiorid karena obat Akibat pemberian inhibitor tirosin-kinase (mis: sunitinib)
Hipotiroid sentral
didapat (acquired) Kelianan hipopise atau hipotalamus, pemberian retinoid X-reseptor agonis
(bexarotene)
kongenital Defisiensi TSH atau kelainastr~kturTSH, kelainan reseptor TSH
Hormon tiroid resisten Kelainan reseptor hormon tiroid

Terapi dengan Il3l Kekurangan asupan iodium akan berpengaruh terhadap


Terapi dengan I l 3 l bertujuan untuk merusak sel kelenjar sintesis hormon.
tiroid. Kerusakan yang terlalu banyak dari sel kelenjarjuga
akan menimbulkan hipotiroid. Kerusakan Kelenjar Hipofise
Tumor radiasi, atau tindakan bedah dapat menimbulkan
Hipotiroid Kongenital kerusakan pada hipofisis. Bila ha1 ini terjadi maka
Beberapa bayi lahir dengan kelenjar tiroid yang tidak sintesis hormon TSH (thyroid stimulating hormone) yang
terbentuk atau hanya memiliki kelenjar tiroid yang memicu kelenjar tiroid memproduksi hormon tiroid akan
terbentuk sebagian. Beberapa yang lain kelenjar tiroid berkurang. Sebagai akibatnya akan terjadi penurunan
terbentuk ditempat yang tidak seharusnya (ektopik) sintesis hormon tiroid.
atau sel-sel kelenjar tiroidnya tidak berfungsi. Terdapat Meskipun sangat jarang, beberapa penyakit dapat
juga enzim yang berperan pada sintesis hormon bekerja menyebabkan terjadinya hipotiroid. Pada penyakit
dengan tidak baik. Pada keadaan demikian ini akan terjadi sarkoidosis dapat terjadi penumpukan granuloma pada
gangguan produksi sehingga kebutuhan hormon tiroid kelenjar tiroid, sedangkan pada amiloidosis dapat terjadi
tidak tercukupi dan timbul hipotiroid. penumpukan protein amilod pada kelenjar. Demikianjuga
pada hemokromatosis dapat terjadi penumpukan besi
Tiroiditis pada jaringan kelenjar. Kesemuanya akan menimbulkan
lnfeksi tiroid oleh virus sering diikuti terjadinya proses gangguan pada fungsi kelenjar tiroid dalam mensitesis
keradangan kelenjar tiroid. Pada awalnya akan terjadi hormcn.
peningkatan sintesis hormon, akan tetapi sebagai akibat
proses yang berlanjut akan terjadi kerusakan sel kelenjar
yang kemudian diikuti dengan penurunan sintesis hormon
dan mengakibatkan terjadinya hipotiroid
Patogenesis hipotiroid sangat bervariasi, tergantung
Obat-obatan pada penyebab hipotiroid. Patogenesis hipotiroid pada
Amidodarone, litium, interferon alfa dan interlekin-2 dapat beberapa penyakit adalah sebagai berikut:
menghambat sintesis hormon tiroid. Obat-obatan ini pada
umumnya menimbulkan hipotiroid pada pasien yang Tiroiditis Autoimun
memiliki bakat genetik penyakit tiroid otoimun Pada tiroiditis Hashimoto, terjadi peningkatan inflitrasi
limfosit kedalamjaringan kelejartiroid yang mengakibatkan
Kekurangan Asupan lodium terbentuknya inti "germina", dan metaplasia oksifil. Folikel
lodium merupakan bahan dasar sintesis hormon tiroid. koloid tidak terbentuk dan terjadi fibrosis ringan sampai
sedang. Pada tiroiditis atrofik terjadi proses fibrosis yang kelenjar tiroid akibat terapi 1131akanterjadi secara bertahap
lebih banyak dengan lebih sedikit inflitrasi limfosit dan dan diperlukan waktu sekitar 6 sampai 18 minggu untuk
tidak terbentuknya folikel tiroid. terjadinya hipotiroid.
Faktor genetikdan lingkungan berpengaruh terhadap
timbulnya tiroiditis otoimun.Tiroiditis otoimun banyak Hipotiroid Kongenital
terjadi pada individu yang memiliki hubungan keluarga. Hipotiroid yang terjadi pada pada bayi baru lahir dapat
Polimorfisme HLA-DR, diketahui sangat terkait dengan berlangsung secara permanen atau sementara. Hipotiroid
tiroiditis otoimun seperti HLA-DR3, DR4 dan DR5 pada kongenital yang permanen, ditandai dengan adanya
kelompok kaukasia. Sedangkan polimorfisme sel regulator perubahan struktur, baik aplasia maupun hipoplasia atau
gen CTLA-4 diketahui mempunyai kaitan yang tidak begitu terjadi perubahan lokasi kelenjar tiroid (ektopik).
nyata dengan terjadinya tiroiditis otoimun. Polimorfisme Hasil penelitian dengan skaning menunjukkan bahwa
HLA-DR dan CTLA-4diketahui bertanggung jawab dishomogenesis (aninborn error of metabolism) yang
terhadap sekitar 50% kasus tiroiditis otoimun. disertai ganguan pada sintesis T4 (tiroksin) didapatkan
Aktifasi CD-4+, CD-8+ dan limfosit-B pada tiroiditis pada 10-20% bayi baru lahir dengan hipotiroid kongenital.
otoimum merupakan mediator terjadinya kerusakan Sedangkan resistensi TSHsebagai akibat adanya kelainan
sel kelenjar tiroid. CD-8+ merupakan mediator utama pada reseptor tirotropin didapatkan pada sekitar 10%
timbulnya proses tersebut yang menimbulkan nekrosis kasus hipotiroid kongenital.
sel akibat pengaruh perforin dan terjadinya apoptosis Berbagai penyebab terjadinya hipotiroid pada bayi
sel oleh granzyme-B. Lebih lanjut berbagai sitokin (TNF- baru lahir yang bersifat sementara antara lain: adanya
alpha, 11-1, IFN-gama) yang diproduksi oleh sel-Takan bloking antibodi ibu terhadap tirotropin, adanya paparan
memudahkan terjadinya apoptosis sel tiroid melalui terhadap obat anti tiroid yang dikonsumsi ibu, defisiensi
aktifasi death receptor. Berbagai sitokin tersebut juga iodium ataupun akibat iodium yang berlebihan.
mengganggu fungsi sel tiroid secara langsung disamping
merangsang sel tiroid menproduksi molekul pro-inflamasi
yang lain. Meskipun antibodi-TPO dan antibodi terhadap GEJALA DAN TANDA HlPOTlROlDlSME
tiroglobulin merupakan petanda adanya proses otoimun
pada kelenjar tiroid, ternyata kedua antibodi tersebut Perjalanan penyakit biasanya terjadi secara perlahan. Pasien
hanya berperan pada penguatan proses otoimun yang baru sadar mengalami hipotiroid ketika terjadi perbaikan
sudah terjadi. tanda dan gejala hipotiroid setelah mendapatkan terapi
yang memadai. Manifestasi hipotorid terlihat pada semua
Hipotiroid Akibat Defisiensi lodium organ tubuh, gejala yang timbul tergantung pada kelainan
lodium merupakan bahan dasar hormon tiroid, kekurangan yang mendasari serta berat ringannya hipotiroid.
asupan iodium dalam jangka panjang akan mengganggu Hormon tiroid sangat diperlukan untuk pertumbuhan
sintesis hormon. Kekurangan i o d i u m yang lama dan perkembangan jaringan otak dan saraf. Hipotiroid
menimbulkan gondok endemik yang sering diketemukan pada janin dalam kandungan atau bayi baru lahir akan
pada daerah dengan asupan iodium penduduk yang mengganggu pertumbuhan otak dan saraf. Bila tidak
kurang. segera dikoreksi pada masa awal kehidupan akan
berdampak pada kerusakan jaringan otak dan saraf yang
Hipotiroid pada Pemberian lodium Dosis Besar permanen. Defisiensi hormon yang terjadi pada orang
Konsumsi iodium dalam jumlah yang besar a k a ~ dewasa, tidak terlalu nyata menimbulkan kelainan otak
menghambat proses pengikatan i o d i u m dengan dan syaraf dan dapat diperbaiki dengan terapi hormon.
tiroglobulin (proses binding), serta menghambat pelepasan Gejala yang terjadi pada orang dewasa berupa penurunan
hormon tiroid dari dalam folikel. Gambaran histopatologis daya intektual, menurunnya nada bicara, ganguan memori,
pada kelainan ini adalah adanya hiperplasia yang berat. letargi, rasa ngantuk yang berlebihan dan pada orang
T4 bebas rendah dan TSH meningkat, dan kadar iodium tua terjadi demensia. Pada hipotiroid yang berat dapat
urin sangat meningkat. menimbulkan koma mixedema yang disertai kejang (ataksi
serebral), penurunan pendengaran, suara yang berat
Hipotiroid Akibat Tindakan Bedah dan Terapi 113' dan serak dan gerakan yang yang sangat lambat. Reflek
Hipotiroid yang terjadi sebagai akibat terlalu banyaknya fisiologis menurun dan pada rekam EEG menunjukkan
sel kelenjar yang terangkat akibat proses pembedahan adanya perlambatan aktifitas dan hilangnya amplitudo
ataupun rusak akibat proses ablasi. Sebagai akibatnya gelombang alfa.
tidak cukup banyak sel'kelenjar tiroid yang tersisa yang Pada kulit, hipotiroid menyebabkan terjadinya
mampu memproduksi cukup hormon tiroid. Nekrosis sel penumpukan asam-hialuronik yang akan merubah
komposisi jaringan dasar kulit ataupun jaringan lain. dan mengakibatkan terjadinya hipoksia. Kelainan yang
Oleh karena asam-hialuronik merupakan bahan yang terjadi pada organ pernapasan tersebut ikut berperan
higroskopis, penumpukan materi ini akan menimbulkan pada timbulnya koma pada mixedema.
peningkatan kandungan cairan sehingga terjadi edema, Pengaruh pada organ pencernaan antara lain
penebalan kulit dan sembab pada wajah (myxedema). terjadinya gangguan penyerapan. Meskipun diketahui
Pada penyakit tiroiditis Hashimoto, dapat disertai adanya adanya penurunan penyerapaan berbagai bahan makanan,
pigmentasi kulit yang menghilang (vitiligo) dan merupakan tidak semua bahan makanan mengalami ha1 yang sama.
ciri dari kelainan kulit akibat proses otoirnun. Hal ini dimungkinkan oleh adanya penurunan motilitas
Dampak hipotiroid padajantung akan mengakibatkan usus, sehingga masa penyerapan berlangsung lebih lama
penurunan output-kardiak sebagai akibat penurunan untuk bahan-bahantertentu. Meskipun terjadi penurunan
volume curahjantung dan bradikardi. Hal ini mencerminkan nafsu makan, sering berat badan justru rneningkat,
adanya pengaruh inotropik rnaupun kronotropik dari oleh karena adanya edema yang terjadi sebagai akibat
hormon tiroid pada otot jantung. Pada hipotiroid yang adanya retensi cairan di dalam tubuh. Hasil pemeriksaan
berat, terjadi pembesaran jantung dan suara jantung laboratorium fungsi hati pada umumnya normal, hanya
melemah yang mungkin disebabkan adanya penumpukan mungkin terjadi penigkatan transaminasi sebagai akibat
cairan di dalam perikard yang banyak mengandung terjadinya gangguan klirens.
protein dan glikosaminoglikan. Rekam EKG dapat Gejala yang dapat timbul pada otot antara lain
menunjukkan adanya bradikardi, perpanjangan waktu timbulnya rasa nyeri dan kekakuan otot yang semakin
interval PR, gelombang P dan komplek QRS yang rendah, memberat bila suhu udara menjadi dingin. Perlambatan
kelainan pada segmen ST dan gelombang T yang lebih kor~traksidan relaksasi otot berpengaruh pada gerak
mendatar. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan ekstremitas dan refleks tendon. Masa otot mungkin akan
adanya peningkatan kadar homosistein, kreatin kinase, berkurang, namun dapat terjadi pembesaran otot akibat
aspartat-amionotranferase serta dehidrogenase-laktat. adanya edema jaringan.
Gabungan kelainan ukuran jantung, perubahan EKG dan Aliran darah ke ginjal, filtrasi glomerulus, reabsorbsi
kelainan enzim disebut sebagai mixedemajantung (cardiac pada tubulus akan mengalami penurunan. Pemeriksaan
myxedema). asam urat menunjukkan adanya peningkatan, meskipun
Pada sistem pernapasan, hipotiroid dapat menirnbulkan urea nitrogen rnaupun keratin mungkin masih normal.
penurunan kapasitas pernapasan maksimal (maximal Penurunan filtrasi cairan akan menimbulkan penumpukan
breathing capacity) dan kapasitas difusi, meskipun mungkin cairan dalam tubuh, meskipun volume plasma turun.
volume paru tidak mengalami ganguan. Hipotiroid juga Hormon tiroid berpengaruh pada pertumbuhan dan
dapat menirnbulkan terjadinya efusi pleura. Pada hipotiroid fungsi sistem reproduksi wanita maupun pria. Hipotiroid
yang berat, kinerja otot pernapasan mengalami penurunan yang timbul pada masa anakdan tidakdiobati dengan benar

Tabel 2. Tanda dan Gejala Hipotiroid


Gejala Tanda
merasa lelah dan lernah Lambat bergerak
Kulit kering Larnbatberbicara
Tidak tahan terhadap suhu dingin Kulit kering dan kasar
Rambut rontok Ujung ekstrernitas yang dingin
Sulit berkonsentrasi, cepat lupa dan terkadang disertai Bengkak pada wajah, kaki dan tangan (myxedema)
gangguan mental Botak
Depresi Bradikardia
Konstipasi Edema non pitting
Berat badan bertarnbah dengan nafsu makan yang Hiporefleksi
berkurang Relaksasi tendon terlambat

- Sesak
Suara yang rnemberat
Menoragi
Sindrorn Carpal tunnel
Efusi rongga tubuh

Parestesi
Atralgi
Gangguan pendengaran
Gangguan haid
di sarnping tanda dan gejala tersebut, dapat ditemui adanya pernbesaran kelenjar tiroid yang merata (difus) pada beberapa
penyakit
akan menghambat proses pendewasaan sistem reproduks~ membantu diagnosis pasien dengan hipotiroid. Hanya
dan masa pubertas akan timbul terlambat. Pada wanita pada keadaan awal hipotiroid dan hipotiroid ringan,
dewasa hipotiroid yang berat menimbulkan penurunar, sering tanda-tanda fisik tidak diketemukan.
libido dan gagalnya ovulasi. Sekresi progresteror Pemeriksaan darah
menurunsedangkan proliferasi endometrium tetap Pemeriksaan darah untuk mengetahui kadar hormon
berlangsung dan sering menimbulkan menstruasi yanc merupakan ha1yang sangat penting guna menegakkan
tidak teratur. Sekresi LH terganggu, terjadi atrofi ovarium diagnosis. Dua macam test, yakni pengukuran kadar
dan gangguan menstruasi sampai amenoroe. Kesuburuar] TSH dan T4 (khususnya T4 bebas) merupakan
menurun, dan bila terjadi kehamilan sering mengalam pemeriksaan yang spesifik dan dipergunakan untuk
abortus spontan atau kelahiran premature. menegakkan diagnosis hipotiroid. Peningkatan kadar
Metabolisme androgen dan estrogen terganggu TSH dan menurunnya kadar T4 bebas menunjukkan
sekresi androgen mengalami penurunan dan metatolisme adanya hipotiroid.
testoteron beralih dari androsteron menjadi etiokolanolon. Pemeriksaan tunggal kadar T4 total tidak dapat
Sintesis protein (globulin) pengikat hormon sex mangalamr memberikan kepastian diagnosis hipotiroid. Hal ini
penurunan sehingga konsentrasi testoteron dan estradiol mengingat bahwa T4 setelah dilepaskan dari kelenjar
dalam bentuk terikat diplasma menurun, sedangkan tiroid akan berikatan dengan protein pengikat (thyroid
testoteron dan estradiol bebas meningkat. binding globulin = TBG, thyroid binding pre-albumin
Terjadi penurunan kecepatan metabolism^ basal = TBPA, maupun albumin) sehingga tidak aktif. Hanya
(BMR) tubuh dan produksi panas. Nafsu makan menurun. sekitar 1-2% T4 yang bebas dan dapat masuk kedalam
suhu badan cenderung rendah dan tidak tahan terhadap sel dan dirubah menjadi T3 bebas melalui proses de-
hawa dingin. Sintesis dan pemecahan protein mengalami iodinasi yangakan memberikan efek biologis.
penurunan dan ha1 ini dapat menimbulkan gangguan Algoritme evaluasi pemeriksaan laboratorium dapat
pertumbuhan jaringan otot dan tulang. Degradasijaringan dilihat pada gambar 1
lemak lebih banyak terjadi dibanding sintesisnya. Sebagai
akibatnya terjadi peningkatan kadar LDL dan trigliserida
di dalam darah. PENATALAKSANAAN

Pendekatan penatalaksanaan hipotiroid dapat dilakukan


DIAGNOSIS dengan melihat manifestasi klinis pada penderita.
Pada pasien dengan gejala hipotiroid yang nyata dan
Penegakan diagnosis dilakukan dengan melakukan disertai dengan penurunan T4 bebas dan kenaikan TSH
beberapa pendekatan, seperti: (hipotiroid klinis) memerlukan terapi levotiroksin (T4). Pada
Melakukan pemeriksaan terhadap tanda dan gejala umumnya dosis yang diperlukan sebesar 1.6 pg/kbBB/hari
yang timbul. (total: 100-150 pg/hari). Pada pasien dewasa <60 tahun
Gejala hipotiroid timbul secara perlahan da;l tidak tanpa disertai penyakit jantung dan pembuluh darah,
spesifik. Hal ini menyebabkan kesulitan detetsi dini pem'berian levotiroksin dimulai dengan dosis rendah (50
keadaan hipotiroid.Beberapa keadaan atau psnyakit pg/hari). Kadar TSH diukur 2 bulan dihitung dari mulai
lain dapat memberikan gejala yang sama dengan awal terapi. Peningkatan dosis levotiroksin dilakukan
hipotiroid. Hanya pada keadaan hipotiroid yang berat secara perlahan apabila kadar TSH belum mencapai batas
gejala yang timbul lebih mudah dikenali. normal. Penambahan sebesar 12.5 - 25 pg/hari dilakukan
Riwayat penyakit dan keluarga setiap 2 bulan (sesuai dengan pemeriksaan kadar TSH).
Adanya riwayat pengobatan kelenjar tiroid dengan Penurunan dosis sebesar 12.5 - 25 pg/hari juga dilakukan
obat, tindakan bedah, ablasi 1131, radiasi daerah apabila kadar TSH menurun dibawah normal sebagai
leher ataupun menkonsumsi obat-obat lain seperti akibat adanya penekanan produksi TSH. Pada pasien
amiodaron, interferon alfa, interleukin serta litiunl dengan penyakit Grave yang mengalami hipotiroid
akan sangat membantu dalam menegakkan diagnosij setelah pengobatan, pada umumnya membutuhkan dosis
hipotiroidisme. Demikian pula bila mempunyai riwayat levotiroksin yang lebih kecil. Hal ini mengingat masih ada
keluarga dengan kelainan tiroid. sebagian jaringan tiroid yang otonom dan menghasilkan
Pemeriksaan fisik hormon.Levotiroksin mempunyai masa paruh yang
Pemeriksaan fisik sangat membantu penegakan panjang (sampai 7 hari), sehingga apabila pasien lupa
diagnosis hipoiroid. Adanya pembesaran kelenjar, minum sekali, maka dosis yang seharusnya diminum
kulit kering, edema piting, menurunnya reflek hari itu ditambahkan pada dosis hari berikutnya. Adanya
tendon, bradikardi dan gejala-gejala yang lain dapat kelainan mal-absorbsi, pemberian berbagai macam obat
I Menaukur T4 bebas I I Diduqa kelainan hipofise I
I
i, Normal :
r

l-7 Hipotiroid
L- Hipotiroid laijutan r--l
Mengukur T4 bebas

I I
:,TPOAb+,
atau ada TPOAb-r
gejala , \,tak ada gejala/ ,
'\

Hipotiroid Lakukan
I - I
pemeriksaar untuk
menyampingkan
Evaluasi tiap penyebab pemeriksaan untuk
hipotiroid yang lair menyampingkan
dengan T4
efek obat, sick
euthyroid
syndrom,e
selanjutnya
evaluasi fungsi
hipofise anterior

Gambar 1. Evaluasi laboratorium hipotiroid

(kalsium oral, estrogen, kolesteramin, golongan statin, d i k e t ~ h u dari


i beberapa kali pemeriksaan kadar TSH.
antasida, rifampisin, amiodaron, karbamazepin, sulfas Kecenderungan menjadi hipotiroid klinis pada kelompok
ferosus) dapat menggangu penyerapan maupun sekresi ini semakin besar pada pasien yang disertai dengan hasil
levotiroksin. Sehingga pada pasien yang mendapat terapi TPO-Ab yang positif. Pemberian levotiroksin selalu dimulai
obat tersebut harus mendapatkan perhatian khusus. dengan dosis yang rendah dan dinaikkan secara bertahap.
Efek klinis terapi levotiroksin tidak segera terlihat. Pada ~ a s i e nyang tidak memerlukan terapi levotiroksin
Pasien baru merasakan hilangnya gejala 3 - 6 bulan (TSH -:I0 mU/L), pemeriksaan kadar TSH perlu dilakukan
setelah kadar TSH mencapai kadar normal. Hal ini perlu setiap tahun.
diberitahukan kepada pasien agar tidak menghentikan Berbagai keadaan khusus seperti pada orang tua atau
program pengobatan yang memang memerlukan waktu pada masa kehamilan, memerlukan pendekatan yang agak
yang panjang. berbeda. Pada orang tua pada umumnya memerlukan
Apabila kadar TSH telah dapat dipertahankan dengan dosis evotiroksin yang lebih rendah. Bila disertai dengan
dosis levotiroksin tertentu, maka pemberian levotiroksin penyakit jantung dan pembuluh darah pemberian dosis
tetap dipertahankan pada dosis tersebut. Selanjutnya awal j l ~ g alebih kecil, yakni 12.5 ug/hari.
pemeriksaan kadar TSH dapat dilakukan setiap 1 - 2 Pada wanita yang diketahui m e m i l i k i risiko
tahun sekali. hipotiroid yang tinggi harus ditetapkan status fungsi
Pada pasien h i p o t i r o i d sub-klinis belum ada tiroid sebelum konsepsi dan dipastikan tidak dalam
kesepakatan rekomendasi terapi levotiroksin. Hipotiroid keadaan hipotiroid. Hipotiroid pada wanita hamil,
sub-klinis merupakan keadaan dimana pada pasien tidak terutama pada trimester pertama akan menyebabkan
didapatkan gejala hipotiroid, kadar T4 bebas dalam terjadinya gangguan pertumbuhan otak janin yang
batas normal namun kadar TSH telah meningkat. Pada dikandungnya. Bahkan adanya TPO-Ab yang positif
umumnya terapi levotiroksin belum diberikan apabila saja pada wanita yang eutiroid dapat mengganggu
kadar TSH masih < 10 mU/L. Terapi baru diberikan apabila kehamilan yang mendorong terjadinya abortus ataupun
peningkatan TSH berlangsung lebih dari 3 bulan yang kelahiran prematur.
Brent GA, Davies TF. Hypothyroidism and Thyroiditis. In:
Williams Textbook of Endocrinology. 12" edition. S u n d e r
- USA. 2011, pp:406 - 439
Breverman LE, Utiger RD. introduction to Hypothyroid:sm. In:
The Thyroid - a Fundamental and Clinical Text. gthEd. 2000,
pp719-720
GalofreJC, Garcia-MayorRV, Fluiters E, Femandez-Calvet L, Rego
A, Paramo C & Andrade MA. Incidence of different forms
of thyroid dysfunction and its degrees in an iodine scfficient
area. Thyroidology. 1994,6:49-54.
Hunter I, Greene SA, MacDonald TM, Morris AD. Prevalence and
aetiology of hypothyroidism in the youngArch Dis Child
2000;83:207-210
Jameson JL, Weetrnan AP. Disorder of The Thyroid Gland. In:
Harrison Principle's of Internal Medicine 16thEd. 2005,
pp:2104 - 2126
Jameson JL, Weetman AP. Disorder of The Thyroid Gland. In:
Harrison Principle's of Internal Medicine 18IhEd. 2012,
pp:2911- 2922
Olney RS, Grosse SD, Vogt Jr RF. Prevalence of Congenital
Hypothyroidism - Current
Trends and Future Directions: Workshop Summary. Pe,diatrics
2010;125:S31-S36
Vanderpump MP, TunbridgeWM, French JM, Appleton D, Bates
D, Clark F, Grimley Evans J, Hasan DM, Rogers H, Tunbridge
F & Young ET. The incidence of thyroid disorders in the
community: a twenty-year follow-up of the Whickham
Survey. Clinical Endocrinology. 1995,4355-68.
NODUL TIROID
Johan S. Masjhur

PENDAHULUAN Secara klinik, nodul dibagi menjadi nodul tunggal


(soliter) atau multipel, sedangkan berdasarkan fungsinya
Nodul tiroid merupakan neoplasia endokrin yang paling bisa didapatkan nodul hiperfungsi, hipofungsl, atau
sering ditemukan di klinik. Karena lokasi anatomik berfungsi normal. Klasifikasj etiologi nodul tiroid dapat
kelenjar tiroid yang unik, yaitu berada di superfislal, dilihat pada tabel 1.
maka nodul tiroid dengan mudah dapat dideteksi baik
melalui pemeriksaan fisik rnaupun dengan menggunakan Tabel 1. Klasifikasi Nodul Tiroid Berdasarkan
berbagai moda diagnostik seperti ultrasonografi, sidik Etiologinya
- ~

tiroid (sintigrafi), atau CT scan. Yang menjadi kepedulian Adenoma Kaninoma


klinik adalah kemungkinan nodul tersebut ganas, di
Adenorna makrofolikuler Papiler (75 persen)
samping keluhan pasien seperti perasaan tidak nyaman (koloid sederhana) Folikuler (10 persen)
karena tekanan mekanik nodul terhadap organ sekitarnya Adenorna rnikrofolikuler Meduler (5 - 10 persen)
serta masalah kosmetik. Diperlukan uji saring yang (fetal) Anaplastik (5 persen)
cukup spesifik untuk mendeteksi keganasan mengingat Adenorna ernbrional Lain-lain : Lirnforna tiroid
kemungkinannya hanya sekitar 5% dari nodul yang (trabekular) (5 persen)
ditemukan di klinik. Adenorna sel Hijrthle (oksifilik,
onkositik)
Dasar pemikiran pengelolaan nodul tiroid adalah
Adenorna atipik
bagaimana mendeteksi karsinorna yang mungkin
Adenorna dengan papila
ditemukan hanya pada sebagian kecil pasien, serta Signet-ring adenomo
rnenghindarkan pembedahan atau tindakan lain yang Kista Lain-lain
sebenarnya tidak perlu pada sebagian besar pasien lainnya. Kista sederhana (simple cyst) lnflamasi tiroid
Untuk itu perlu dipahami patogenesis, karakteristik nodul Tumor kistiklpadat Tiroiditis subakut
serta penilaian risiko, rnanfaat spesifik dan keterbatasan (perdarahan, nekrotik) Tiroiditis limfositik
alat uji diagnostik serta jenis tindakan atau pengobatan kronik
yang akan dilakukan. Nodul kolloid Penjakit granulomatosa
Nodul dorninan pada struma Gangguan pertumbuhan
rnultinodosa Dermoid
Agenesis lobus tiroid
DEFlNlSl D A N KLASlFlKASl unilateral (jarang)
Sumber : Welker JO and Orlov D.
Di kepustakaan, selain istilah nodul tiroid sering digunakan
pula istilah adenoma tiroid. lstilah adenoma mempunyai
arti yang lebih spesifik yaitu suatu pertumbuhan jinak PREVALENSI
jaringan baru dari struktur kelenjar sedangkan istilah nodul
tidak spesifik karena dapat berupa kista, karsinoma, lobul Prevalensi nodul tiroid berkisar antara 5% sampai 50%
dari jaringan normal, atau lesi fokal lain yang berbeda dari bergantung pada populasi tertentu dan sensitivitas dari
jaringan normal. teknik deteksi; prevalensi nodul tiroid meningkat sesuai
dengan urnur, keterpajanan terhadap radiasi pengion dan karsinorna? Adenorna dari awalnya adalah jinak seperti
defisiensi iodiurn. Di Arnerika Serikat prevalensi nodul halnya karsinorna yang dari awalnyajuga ganas; walaupun
tiroid soliter sekitar 4-7% dari penduduk dewasa, 3-4 dernikian pada beberapa kasus (yang jarang terjadi)
kali lebih sering pada wanita dibandingkan pria. Nodul adenorna dapat bertransforrnasi rnenjadi ganas.
akan diternukan lebih banyak lagi pada waktu operasi, WHO rnenyusun klasifikasi histologi neoplasrna tiroid
autopsi, dan dari hasil perneriksaan ultrasonografi yang dengan rnernbaginya atas dua kelompok besar yaitu
luput atau tidak terdeteksi secara klinik. Pada autopsi adenorna dan tumor ganas yang perlu dipertirnbangkan
nodularitas diternukan pada sekitar 37% dari populasi, 12% dalam rnenghadapi nodul tiroid (tabel 2).
di antaranya dari kelornpok yang tadinya dianggap sebagai
nodul soliter. Untungnya hanya sebagian kecil yaitu hanya Tabel 2. Neoplasms Tiroid Wasarkan Gambaran Histologi
kurang dari 5% nodul tiroid soliter ganas. Belurn ada data (Klasifikasi WHO*)
epiderniologi rnengenai prevalensi nodul tiroid di berbagai I. Adenoma
daerah di Indonesia yang dikenal rnerniliki tipologi A Folikuler
geografis dan konsurnsi iodiurn yang bervariasi. - Varian kol'oid
- Embrional
- Fetal
- Varian sel Hurthle
PATOGENESIS D A N PERJALANAN PENYAKIT B Papiler (kemungkinan ganas)
C. Teratoma
Lingkungan, genetik dan proses autoirnun dianggap II. Tumor Ganas
rnerupakan faktor-faktor penting dalarn patogenesis A Berdiferensiasi
nodul tiroid. Narnun rnasih belum dimengerti sepenuhnya 1. Adenokarsinorna papiler
proses perubahan atau pertumbuhan sel-sel folikel tiroid - Murni adenokarsinoma papiler
menjadi nodul. Konsep yang selama ini dianut bahwa - Carnpuran papiler dan f o l l i k u l e r
(varian termasuk tall cell, folikular,
(horrnon perangsang tiroid) TSH secara sinergistik bekerja
oksifil, padat)
dengan insulin dan/ atau insulin-like growth factor I 2. Adenokarsinoma follikuler (varian :
dan rnemegang peranan penting dalarn pengaturan malignant adenomo, karsinoma sel Hurthle
pertumbuhan sel-sel tiroid perlu ditinjau kernbali. Berbagai atau oksifil, lear cell carcinoma, insular
ternuan akhir-akhir ini rnenunjukkan TSH rnungkin hanya carcinoma)
rnerupakan salah satu dari mata rantai di dalarn suatu B.. Karsinoma medular (bukan berasal dari sel
jejaring sinyal-sinyal yang kornpleks yang rnemodulasi folikel)
dan rnengontrol stimulasi pertumbuhan dan fungsi sel C. Tidak berdiferensiasi
1. Small cell (perlu dibedakan dari limfoma)
tiroid. Penelitian yang mendalam berikut implikasi klinik
2. Giant cell
dari jejaring sinyal tersebut sangat diperlukan untuk 3. Karsinosarkoma
mernaharni patogenesis nodul tiroid. D. Lain-lain
Adenorna tiroid rnerupakan pertumbuhan baru 1. Limfoma, sarkoma
rnonoklonal yang terbentuk sebagai respons terhadap 2. Karsinoma sel skuamosa epidermoid
suatu rangsangan. Faktor herediter tarnpaknya tidak 3. Fibrosarkoma
rnernegang peranan penting. Nodul tiroid ditemukan 4 4. Karsinoma mukoepitelial
5. Metastasis tumor
kali lebih sering pada wanita dibandingkan pria, walaupun
* Direvisi oleh Pacini & De Groot (6)
tidak ada bukti kuat keterkaitan antara estrogen dengan
perturnbuhan sel. Adenorna tiroid turnbuh perlahan dan
rnenetap selama bertahun-tahun; ha1 ini rnungkin terkait Yang rnasih diperdebatkan apakah tumor tiroid
dengan kenyataan bahwa sel tiroid dewasa biasanya papiler rnerupakan suatu karsinorna atau tidak? Ada
rnernbelah setiap delapan tahun. Keharnilan cenderung yang berpendapat bahwa tumor papiler harus dianggap
menyebabkan nodul bertarnbah besar dan rnenirnbulkan sebagai karsinorna, sedangkan yang lainnya'rnenyatakan
pertumbuhan nodul baru. Kadang-kadang dapat terjadi sebagian tumor papiler adalah adenorna jinak. Tumor
perdarahan ke dalarn nodul rnenyebabkan pernbesaran tiroid papiler seyogyanya dianggap sebagai karsinorna,
rnendadak serta keluhan nyeri. Pada waktu terjadi walaupun tingkat invasifnya berbeda-beda. Sama halnya
perdarahan ke dalam adenorna, bisa tirnbul tirotoksikosis dengan adenorna sel Hurthle, banyak ahli patologi yang
selintas dengan peningkatan kadar T4 dan penurunan rnenganggapnya sebagai karsinorna dengan derajat
penangkapan iodiurn (radioiodine uptake). Regresi spontan rendah (low-grade carcinoma).
adenorna dapat terjadi. Sekitar 10% adenorna folikuler rnerupakan nodul yang
Apakah suatu adenorna dapat berubah rnenjadi hiperfungsi tampak sebagai nodul panas (hot nodule) pada
NODUL TlROlD

sidik tiroid yang menekan fungsi jaringan tiroid normal Pada tabel 3 ditampilkan gambaran klinik dari nodul
di sekitarnya dan disebut sebagai nodul tiroid autonom tiroid jinak dan ganas pada pasien dengan nodul tiroid
(Autonomously Functioning Thyroid Nodule = AFTN). soliter; umumnya pasien dengan keganasan tiroid berada
Nodul tersebut dapat menetap selama bertahun-tahun, dalam keadaan eutiroid.
beberapa di antaranya menyebabkan hipertiroidisme
subklinik (kadar T4 masih dalam batas normal tetapi kadar
TSH tersupresi) atau berubah menjadi nodul autonom
toksik terutama bila diameternya lebih dari 3 cm. Sebagian
lagi akan mengalami nekrosis spontan. Sekitar 2% dari Dewasa ini tersedia berbagai modalitas diagnostik untuk
seluruh kasus tirotoksikosis disebabkan oleh nodul tiroid mengevaluasi nodul tiroid seperti biopsi aspirasi jarum
autonom toksik. halus (BAJAH; Fine Needle Aspiration Biopsy = FNAB),
Di daerah endemik sekitar sepertiga dari pasien ultrasonografi, sidik tiroid (sintigrafi; thyroid scan), dan
tirotoksikosis disebabkan adenoma hiperfungsi umumnya CT (Computed Tomography) scan atau MRI (Magnetic
berupa struma multinodosa toksik seperti yang banyak Resormnce Imaging), serta penentuan status fungsi melalui
ditemukan di beberapa daerah di Swiss. pemeriksaan kadar TSHs dan hormon tiroid. Langkah-
Bagaimana nasib suatu nodul tiroid jinak? Perjalanan langkah diagnostik yang akan diambil dalam pengelolaan
klinik dari suatu nodul belum dipahami sepenuhnya. nodul tiroid tergantung pada fasilitas yang tersedia dan
Penelitian dari Kuma dkk. (1994) melaporkan dari 134 pengalaman klinik (tabel 5).
pasien dengan nodul jinak (dibuktikan secara sitologis)
yang diamati secara fisik dan ultrasonografi selama 9
Tabel 3. Gambaran Klinik Karsinoma Tiroid pada Pasien
sampai 11 tahun tanpa diberi pengobatan apapun: 43%
nodul akan mengalami regresi spontan, 23% bertambah
-
dengan Nodul Tiroid Soliter Eutiroid
Sangat Mencurigakan
besar dan 33% menetap. Vang menarik sebagian besar
Riwayat keluarga karsinorna tiroid rnedulare atau MEN
nodul jinak tidak bertambah besar, dan kista dapat Cepzt rnernbesar, terutarna sewaktu terapi levotiroksin
menghilang atau mengecil tanpa pengobatan. Bila Nodul ada at atau keras
pasien-pasien tersebut sebelumnya diobati dengan Sukar digerakkan/melekat pada jaringan sekitar
I-tiroksin, tentu tiroksinlah yang dianggap berperan dalam Paralisis pita suara
mengecilkan nodul tersebut. Lirnfadenopati regional
Metastasis jauh
Kecurigaan Sedang
KARAKTERISTIK NODUL D A N PENlLAlAN RlSlKO Urnur di bawah 20 iahun atau di atas 70 tahun
Pria
Riwayat iradiasi pada leher dan kepala
Di klinik perlu dibedakan nodul tiroid jinak dari nodul
Nodul > 4 crn atau sebagian kistik
ganas yang memiliki karakteristik antara lain sebagai
Keluhan penekanan, terrnasuk dusfagia, disfonia, serak,
berikut:
dispnea dan batuk
Konsistensi keras dan sukar digerakkan, walaupun
Nodul jinak
nodul ganas dapat rnengalami degenerasi kistik dan Riwayat keluarga : nodul jinak
kemudian menjadi lunak; Struna difusa atau rnultinodosa
Sebaliknya nodul dengan konsistensi lunak lebihsering Besarnya tetap
jinak, walaupun nodul yang mengalami kalsifikasi BAJAH :jinak
dapat ditemukan pada hiperplasia adenomatosa yang Kista sirnpleks
sudah berlangsung lama; Nodul hangat atau panas
lnfiltrasi nodul ke jaringan sekitarnya merupakan Mengecil dengan terapi supresi levotiroksin
petanda keganasan, walaupun nodul ganas tidak Surnber : Hegedus, 2004 (dirnodifikasi oleh penulis)
selalu mengadakan infiltrasi;
20% nodul soliter bersifat ganas sedangkan nodul Tabel 4. Modalitas Diagnostik Nodul Tiroid
multipel jarang yang ganas, tetapi nodul multipel Biopsi Aspirasi Jarurn Halus (BAJAH)
dapat ditemukan pada 40% keganasan tiroid; Uji diagnostik in vivo :
IVodul yang muncul tiba-tiba atau cepat membesar Uleasonografi
Sidik tiroid
perlu dicurigai ganas.
CT scan / MRI
Nodul dicurigai ganas bila disertai dengan pembesaran
Uji diagnostik in vitro :
kelenjar getah bening regional atau perubahan suara Horrnon tiroid dan TSHs
menjadi serak. Kal:sitonin
Tabel 5. Hasil Sitologi Diagnostik BAJAH Tiroid Teknik BAJAH arnan, rnurah, dan dapat dipercaya, serta
dapat dilakukan pada pasien rawat jalan dengan risiko
Jinak (negatif)
Tiroid normal yang sangat kecil. Dengan BAJAH, tindakan bedah dapat
Nodul kolloid dikurangi sarnpai 50% kasus nodul tiroid, dan pada waktu
Kista bersarnaan rneningkatkan ketepatan kasus keganasan pada
Tiroiditis subakut tiroidektorni. Hasil sitologi BAJAH dapat dikelornpokkan
Tiroiditis Hashimoto rnenjadi jinak (negatif), curiga (indeterminate) atau ganas
Curiga (indeterminate) (positif) seperti dapat dilihat pada tabel 5.
Neoplasma sel folikular Ultrasonografi. Ultrasonografi rnernberikan inforrnasi
Neoplasma sel Hurthle tentang rnorfologi kelenjar tiroid dan rnerupakan
Ternuan kecurigaan keganasan tapi tidak pasti
rnodalitas yang andal dalarn rnenentukan ukuran dan
Ganas (positif)
volume kelenjar tiroid serta dapat rnernbedakan apakah
Karsinoma tiroid papiler
nodul tersebut bersifat kistik, padat atau campuran kistik-
Karsinoma tiroid medular
padat. Ultrasonografi juga digunakan sebagai penuntun
Karsinoma tiroid anaplastik
biopsi. Sekitar 20-40% nodul yang secara klinis soliter,
Sumber : Castro and Gharib ternyata rnultipel pada garnbaran ultrasonograrn. Narnun
dernikian belurn diketahui pasti apakah rnultinodularitas
Garnbaran ultrasonograrn atau CT scan dari suatu
tersebut (seringkali berukuran < I crn) rnerniliki rnakna
nodul dapat diklasifikasikan rnenjadi nodul padat kistik
yang sarna dengan strurna multinoduler pada perneriksaan
atau carnpuran padat-kistik. Sedangkan dari penyidikan
klinik atau sidik tiroid. Garnbaran ultrasonograrn dengan
isotopik, berdasarkan kernampuannya rnenangkap
karakteristik dan risiko kernungkinan ganas adalah apabila
(uptake) radiofarrnaka, suatu nodul dapat berupa nodul
diternukan nodul yang hipoechogenik, rnikrokalsifikasi,
hangat (warm nodule), panas (hot nodule), atau dingin
batas ireguler, peningkatan aliran vaskular pada nodul
(cold nodule).
(rnelalui perneriksaan dengan teknik Doppler), serta bila
Walaupun ada upaya untuk rnencirikan proses
diternukan invasi atau lirnfadenopati regional
keganasan dari suatu nodul, namun sampai sekarang
Masih diperdebatkan risiko keganasan lesi kistik
belurn ada teknik pencitraan yang secara spesifik dan
dorninan yang ditemukan pada ultrasonograrn; sebagian
akurat dapat rnemastikan adanya proses keganasan
peneliti rnenyatakan bahwa keganasan hanya diternukan
tersebut.
antara 0.5 sarnpai 3% pada lesi seperti itu atau bahkan
tidak ada keganasan sama sekali. Di lain pihak ada yang
Biopsi Aspirasi Jarum Halus
berpendapat tingkat keganasan hanya sedikit lebih rendah
Sebagian besar ahli endokrin sepakat rnenggunakan biopsi
dari lesi padat. Menurut beberapa peneliti lesi hipoekoik
aspirasi jarurn halus sebagai langkah diagnostik awal
cenderung ganas tetapi kernampuan diskriminannya hanya
dalarn pengelolaan nodul tiroid, dengan catatan harus
sekitar 63%, sedangkan lesi hiperekoikjarang ganas (hanya
dilakukan oleh operator dan dinilai oleh ahli sitologi yang
sekitar 4%). Adanya halo sernpurna (complete halo) di
berpengalarnan. Di tangan yang ahli, ketepatan diagnosis
sekeliling nodul lebih rnenunjukkan lesijinak, hanya sekitar
BAJAH berkisar antara 70-80%, dengan hasil r~egatif
palsu keganasan antara 1-6%. Sekitar 10% hasil sitologi
positif ganas dan sepertiganya (3-6%) positif palsu, yang
seringkali disebabkan tiroiditis Hashirnoto. Sepuluh sarnpai
20% hasil BAJAH indeterminate atau rnencurigakan; kira-
kira 20% darijurnlah tersebut berasal dari nodul garas. Hal
ini disebabkan kesukaran dalarn mernbedakan lesi ganas
dari tumor sel Hurthle yang jinak atau tumor folikuler
yang kaya sel. Sebagian besar (80%) nodul denikian
mernberikan garnbaran nodul dingin pada sidik tiroid.
Ketepatan diagnostik BAJAH akan meningkat bila
sebelurn biopsi dilakukan penyidikan isotopic ataL
ultrasonografi. Sidik tiroid diperlukan untuk rnenyingkirkan
nodul tiroid otonom dan nodul fungsional hiperplastik.
sedangkan ultrasonografi selain untuk rnernbedakan
C
nodul kistik dari padat dan rnenentukan ukuran nodul. Gambar 1. Gambar ultrasonografi: A Adenoma tiroid; B. Kista
juga berguna untuk rnenuntun biopsi. tiroid; C. Karsinoma tiroid
NODUL TIROID 2459

6% nodul dengan halo sernpurna dan 16% dengan halo IVodul tiroid autonom (Autonomously Functioning
tidak sernpurna (incomplete halo) ternyata ganas. Thyroid Nodule=AFTN) adalah nodul tiroid fungsional yg
tampaksebagai nodul panas dan menekan fungsi jaringan
Sidik tiroid. Sidik tiroid (sintigrafi tiroid; thyroid scan)
tiroid normal sekitarnya. Jaringan tiroid normal akan
merupakan pencitraan isotopik yang akan memberikan
terlihat berfungsi kembali pada sidik tiroid setelah nodul
gambaran morfologi fungsional, yang berarti hasil
tiroid otonom tersebut diablasi dengan iodium radioaktif
pencitraan merupakan refleksi dari fungsi jaringan tiroid.
atau pembedahan.
Radiofarmaka yang digunakan adalah 1-131, Tc-99m
Pencitraan isotopik (sidik tiroid) dilakukan untuk
pertechnetate, Tc-99m MIBI, TI-201 atau F-18 FDG. 1-131
mengetahui apakah suatu nodul tiroid menangkap
rnemiliki perilaku sama dengan iodium stabil yaitu ikut
radioaktivitas atau tidak, mendeteksi tiroid aberan
dalam proses trapping dan organifikasi untuk membentuk
(misalnya tiroid lingual atau substernal), mendeteksi
hormon tiroid, sedangkan Tc-99m hanya ikut dalam proses
jaringan tiroid sisa pasca-tiroidektomi atau jaringan
trapping. Oleh karena itu ada kemungkinan terdapat
metastase fungsional dari karsinoma tiroid berdiferensiasi.
diskrepansi antara sidik tiroid menggunakan 1-131 dengan
Dewasa ini dikernbangkan teknik lain yaitu SPECT/CT atau
Tc-99m pertechnetate (hot atau warm area dengan Tc-99m
PET/CT yang merupakan penggabungan antara pencitraan
pertechnetate bisa jadi coldarea dengan 1-131). Pencitraan
dengan Single Photon Emmision Computed Tomography
dengan Tc-99rn MIBI, TI-201 atau F-18 FDG digunakan
atau Positron Emitted Tomography dengan CT Scan (PET/
untuk rnendeteksi sisa jaringan residif karsinorna tiroid
CT). Dengan teknik tersebut sekaligus dapat dideteksi
pasca-tiroidektomi atau radiotiroablasi. Berdasarkan
lokasi anatomik dan fungsi dari rnassa di leher atau tempat
distribusi radioaktivitas pada sidik tiroid dapat dilihat :
lain yang dicurigai.
Distribusi difus-rata di kedua lobi (normal);
Arti klinik dari hasil pencitraan isotopik (sidik tiroid)
Distribusi kurang/tidak menangkap radioaktivitas
dari rmdul tiroid dapat dilihat pada tabel 6.
pada suatu area/nodul, disebut sebagai nodul dingin
(cold nodule);
Tabel 6. Pilihan Tempi N~d,yliTJ$$d
Penangkapan radioaktivitas pada suatu area/nodul
lebih tinggi dari jaringan sekitarnya, disebut sebagai 1. terapi supresi dengan hormon levotiroksin ;
2. bedah;
nodul panas (hot nodule);
3. iodium radioaktif
Penangkapan radioaktivitas di suatu daerah/nodul 4. suntikan ethanol (percutaneous ethanol injection) ;
sedikit meninggi/hampir sama dengan daerah 5. terapi laser dengan tuntunan ultrasonografi (US
sekitarnya disebut sebagai nodul hangat (warm nodule/ guided laser therapy) ;
area); nodul hangat disebabkan oleh hiperplasia 6. observasi, bila yakin nodul tidak ganas
jaringan tiroid fungsional di daerah tersebut.

CT scan atau M R I . Seperti halnya u~trasono~rafi, CT


scan Etau MRI merupakan pencitraan anatomi dan tidak
digunakan secara rutin untuk evaluasi nodul tiroid.
Penggunaannya lebih diutamakan untuk mengetahui
posisi anatomi dari nodul atau jaringan tiroid terhadap
organ sekitarnya seperti diagnosis struma sub-sternal dan
kompresi trakhea karena nodul.
Studi in-vitro. Penentuan kadar hormon tiroid dan TSHs
diperlukan untuk mengetahui fungsi tiroid. Nodul yang
fungsional (nodul autonom) dengan kadarTSHs tersupresi
A. Nodul panas di lobus kiri bawah B. Struma multinodosa
dan hormon tiroid normal dapat menyingkirkan keganasan.
Kadar kalsitonin perlu diperiksa bila ada riwayat keluarga
dengan karsinorna tiroid medulare atau Multiple Endocrine
Neoplilsia (MEN) tipe 2.
Algoritme diagnostik. Dalam kepustakaan dapat
ditemukan berbagai algoritma pengelolaan nodul tiroid,
yang 3isusun berdasarkan pengalaman serta fasilitas
diagnostik yang tersedia. Beberapa senter menyusun
C. Nodul dingin di lobus kiri algoritma diagnostikdengan menggunakan BAJAH sebagai
Gambar 2. Sic tiroid: A Nodul panas; B. Nodul dingin; alat u-i diagnostik awal, diikuti dengan ultrasonografi
Nodul dingin dan/atau penyidikan isotopik (kalau fasilitas kedokteran
nuklir tersedia). Sebagai contoh di bawah ini (Gambar 3) dilakukan tindakan bedah? Jawabannya tergantung dari
dicantumkan algoritma yang cukup sederhana dan praktis hasil uji diagnostik dan kebijakan masing-masing senter.
berdasarkan hasil BAJAH dan penyidikan isotopik seperti Bila risiko keganasan rendah atau hasil BAJAH negatif
diajukan oleh Mazzaferri. pilihannya adalah diamati saja perkembangannya, diberikan
Algoritme di atas memerlukan fasilitas kedokteran terapi supresi hormonal, terapi sklerosing dengan suntikan
nuklir dan dapat dimodifikasi dengan melakukan BAJAH ethanol, atau terapi laser dengan tuntunan ultrasonografi
dengan tuntunan ultrasonografi. (masih dalam taraf eksperimental). Atas pertimbangan
kosmetik tindakan bedah dapat dilakukan pada suatu
Berikutnya pada gambar 4 disajikan algoritma lain yang
nodul jinak. Sebaliknya bila hasil BAJAH positif ganas,
disusun oleh Hegedus (2004) dengan catatan sebagai
maka perlu segera dilakukan tindakan pembedahan.
beri kut:
bila secara klinis curiga ganas, dianjurkan pembedahan Perludicatat bahwa belumadadatayang membandingkan
hasil dan cost-effectiveness berbagai strategi evaluasi
tanpa melihat hasil BAJAH;
nodul (misalnya sidik tiroid dan ultrasonografi sebagai
bila kadar TSHs tersupresi, lakukan sidik tiroid; nodul
penuntun BAJAH). Demikianjuga belum cukup data untuk
yg berfungsi bukan kanker;
membandingkan hasil (termasuk kualitas hidup) dari
bila BAJAH non-diagnostik, biopsi ulangar akan
berbagai cara pengelolaan nodul jinak.
berhasil pada 50% kasus
bila pada USG ditemukan nodul lain dgn ukuran > I 0 Terapi supresi dengan I-tiroksin. Terapi supresi dengan
mm, BAJAH diulangi pada nodul. hormon tiroid (levotiroksin) merupakan pilihan yang
pilhan pengobatan tsb berlaku untuk nodul padat paling sering dan mudah dilakukan. Terapi supresi
dan kistik dapat menghambat pertumbuhan nodul serta mungkin
bila ada nodul kistik rekuren, pilihannya: ulangi BAJAH, bermanfaat pada nodul yang kecil. Tetapi tidak semua ahli
bedah atau etanol setuju melakukan terapi supresi secara rutin, karena hanya
hegedus tidak menganjurkan terapi supresi dengan sekitar 20% nodul yang responsif. Oleh karena itu perlu
I-tiroksin pada nodul tiroid. diseleksi pasien yang akan diberikan terapi supresi, berapa
lama, dan sampai berapa kadar TSH yang ingin dicapai. Bila
kadar TSH sudah dalam keadaan tersupresi, terapi dengan
PENGELOLAAN NODUL TIROID I-tiroksin tidak diberikan. Terapi supresi dilakukan dengan
memberikan I-tiroksin dalam dosis supresi dengan sasaran
Tindakan atau pilihan terapi apa yang dapat dilakukan kadar TSH sekitar 0.1 - 0.3 mlU/ml. Biasanya diberikan
pada nodul tiroid? Pilihannya dapat dilihat pada tabel 6. selama 6-12 bulan, dan bila dalam waktu tersebut nodul
Kapan nodul tiroid diamati saja perkembangannya (tanpa tidak mengecil atau bertambah besar perlu dilakukan
pengobatan), atau diberikan terapi supresi hormonal. biopsi ulang atau disarankan operasi. Bila setelah satu
sklerosing, laser, iodium radioaktif, serta kapai pula tahun nodul mengecil, terapi supresi dapat dilanjutkan.

1 - androgen

Fasikulata
- kortisol
dan
androgen

1
Retikularis
-
.-

- Epinefrin
dan
Androgen

Garnbar 3. Evaluasi nodul tiroid berdasartan hasil BAJAH dan sidik tiroid (sumber: Mazzaferri EL)
NODUL TlROlD 2461

~ - -
..

I Riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik dan TSHs

I TSHs normal atau tinggi 1


I Nodul berfungsi I
i
i
Dugaan kanker
- ~ ... .. 1 Evaluasi klinik
- I - -

1-131; alternatif;
1 ~edahl BAJAH dengan tuntunan obse~asi,bedah,
I ! USG suntikan ethanol, laser

tuntunan USG
I

1 Bedah I
. .
Alternatif; obse~asi,
bedah, terapi, levotiroksin.
I suntikan ethanol, laser 1 L-- A- - -

( Bedah 1
Gambar 4. Algoritme pengelolaan nodul tiroid soliter isumber: dimodifikasi dari Hedegus

Pada pasien tertentu terapi supresi hormonal dapat Terapi sklerosing dengan etanol dilakukan pada nodul
diberikan seurnur hidup, walaupun belum diketahui pasti jinak padat atau kistik dengan rnenyuntikkan larutan
rnanfaat terapi supresi jangka panjang tersebut. Banyak etanol (alkohol); tidak banyak senter yang melakukan
penelitian telah dilakukan tentang manfaat terapi supresi ha1 ini secara rutin karena tingkat keberhasilannya tidak
ini dengan hasil yang tidak konsisten satu sarna lain. begitu tinggi, dalam 6 bulan ukuran nodul bisa berkurang
Yang perlu diwaspadai adalah terapi supresi hormonal sebesar 45%. Di sarnping itu dapat terjadi efek samping
jangka panjang yang dapat menirnbulkan keadaan yang serius terutarna bila dilakukan oleh operator yang
hipertiroidisrne subklinik dengan efek samping berupa tidak berpengalarnan. Efek samping yang mungkin terjadi
osteopeni atau gangguan pada jantung. Terapi supresi adalah rasa nyeri yang hebat, rembesan (leakage) alkohol
hormonal tidak akan rnenimbulkan osteopenia pada pria ke jaringan ekstratiroid, juga ada risiko tirotoksikosis dan
atau wanita yang masih dalarn usia produktif, narnun paralisis pita suara.
dapat mernicu terjadinya osteoporosis pada wanita pasca-
Terapi lodium Radioaktif (1-131). Terapi dengan lodiurn
menopausewalaupun ternyata tidak selalu disertai dengan
radioaktif (1-131) dilakukan pada nodul tiroid autonorn
peningkatan kejadian fraktur.
atau nodul panas (fungsional) baik yang dalarn keadaan
Suntikan etanol perkutan (Percutaneous Ethanol eutiroid maupun hipertiroid. Terapi iodiurn radioaktifjuga
Injection). Penyuntikan etanol pada jaringan tiroid akan dapat diberikan pada struma rnultinodosa non-toksik
menyebabkan dehidrasi seluler, denaturasi protein terutarna bagi pasien yang tidak bersedia dioperasi atau
dan nekrosis koagulatif pada jaringan tiroid dan infark mernpunyai risiko tinggi untuk operasi. lodiurn radioaktif
hemoragik akibat trornbosis vaskular; akan terjadi juga dapat rnengurangi volume nodul tiroid dan rnemperbaiki
penurunan aktivitas enzim pada sel-sel yang rnasih viable keluhan dan gejala penekanan pada sebagian besar
yang rnengelilingijaringan nekrotik. Nodul akan dikelilingi pasien. Yang perlu diperhatikan adalah kernungkinan
oleh reaksi granulornatosa dengan multinucleated giant terjadinya tiroiditis radiasi (jarang) dan disfungsi tiroid
cells, dan kemudian secara bertahapjaringan tiroid diganti pasca-radiasi seperti hipertiroidisme selintas dan
.dengan jaringan parut granulornatosa hipotiroidisrne.
Pembedahan. Melalui tindakan bedah dapat dilakukan pengelolaan nodul t i r o i d yaitu mengenai langkah
dekompresi terhadap jaringan vital di sekitar nodul, di diagnostik serta tindakan medik atau bedah yang akan
samping dapat diperoleh spesimen untuk pemeriksaan dilakukan. Pertirnbangannya rneliputi kapan akan dilakukan
patologi. Hernitiroidektomi dapat dilakukan pada nodul ekstirpasi nodul atau tindakan bedah yang lebih ekstensif,
jinak, sedangkan berapa luas tiroidektorni yang akan kapan suatu nodul dibiarkan atau diobservasi saja, dan
dilakukan pada nodul ganas tergantung pada jenis kapan serta bagaimana caranya rnelakukan tindakan
histologi dan tingkat risiko prognostik. Hal yang perlu medik. Hasil survai dari Bennedbaek dan Hegedus yang
diperhatikan adalah penyulit seperti perdarahan pasca- dilaporkan dalam Journal of Clinical Endocrinology and
pembedahan, obstruksi trakea pasca-pernbedahan, Metabolism menggambarkan perbedaan penanganan
gangguan pada n. rekurens laringeus, hipoparatiroidi, nodul tiroid di antara para ahli endokrin anggota
hipotiroidi atau nodul karnbuh. Untuk menekan kejadian American Thyroid Association dengan European Thyroid
penyulit tersebut, pembedahan hendaknya dilakukan oleh Association.
ahli bedah yang berpengalaman dalam bidangnya. Biopsi Aspirasi Jarum Halus (BAJAH) rnerupakan
langkah diagnostik awal nodul tiroid di kalangan ahli
Terapi laser interstisial dengan tuntunan ultrasonografi.
endokrin Ameri ka Utara (the American ThyroidAssociation,
Terapi nodul tiroid dengan laser masih dalam tahap
eksperimental. Dengan rnenggunakan "low power laser ATA) dan Eropa (the European Thyroid Association, ETA).
energy", energi terrnik yang diberikan dapat mengakibatkan Ahli endokrin di ATA lebih jarang rnenggunakan uji
nekrosis nodul tanpa atau sedikit sekali kerusakan pada laboratorik dan pencitraan (penyidikan isotopik dan atau
jaringan sekitarnya. Suatu studi tentang terapi laser yang ultrasonografi), bahkan mayoritas anggota ATA (paling
dilakukan oleh Dossing dkk (2005) pada 30 pasien dengan kurang 2/3) tidak rnelakukan pencitraan sarna sekali.
nodul padat-ding'in soliterjinak (benign solitary solid-cold Penyidikan isotopik dilakukan tergantung hasil BAJAH
nodule) inendapatkan hasil sbb: pengecilan volume nodul (terutama bila BAJAH rnernberikan hasil indeterminate),
sebesar44% (median) yang berkorelasi dengan penurunan sedangkan ultrasonografi hanya dilakukan pada pasien
tertentu yaitu sebagai penuntun biopsi dan pada nodul
gejala penekanan dan keluhan kosmetik, sedangkan
kistik.
pada kelompok kontrol ditemukan peningkatan volume
Lebih dari setengah anggota ATA tidak memberikan
nodul yang tidak signifikan sebesar 7% (median) setelah
pengobatan khusus pada nodul tiroid jinak soliter non-
6 bulan. Tidak ditemukan efek samping yang berarti.
toksik. Walaupun ada kontroversi mengenai efektivitas
Tidak ada korelasi antara deposit energi termal dengan
dan penggunaan jangka panjang terapi supresi dengan
pengurangan volume nodul serta tidak ada perubahan
levotiroksin, lebih dari 40% anggota ETA dan ATA tetap
pada fungsi tiroid.
memberikannya dalam jangka waktu antara 3-6 bulan
sampai bertahun-tahun (tidak terbatas).
Pembedahan hanya direkornendasikan oleh 1%
KONTROVERSI PENGELOLAAN N O D U L TlROlD
anggota ATA dibandingkan 1 dari 4 anggota ETA. Pada
Seperti diutarakan masih terdapat kontroversi dalam kasus yang diduga ganas, lebih dari 90% anggota ATA

TabeL7. ~ ~ q n # g ~ b R e q p 4 @ 4 n - N oTiroid
d u l Soliter Jinak
J e n i s Kekurangan/
Keuntungan
Pengobatan Kerugian
Bedah Ablasi nodul, menghilangkan keluhan, Perlu perawatan di RS, mahal, risiko bedah: paralisis pita suara,
spesimen utk diagnostik histologi hipoparatiroidis, hipotiroidisme.
Levotiroksin Tidak perlu dirawat di RS, murah, dapat Efikasi rendah, pengobatan jangka panjang, nodul tumbuih
mernperlambat pertumbuhan nodul dan kembali setelah dihentikan, takiaritmia jantung, penurunan
menghambat pem-bentukan nodul baru densitas tulang, tidak berguna bila TSH tersupresi
I o d i u m Tidak perlu dirawat di RS, murah, efek Kontraindikasi pada wanita hamil, pengecilan nodul bertahap,
radioaktif samping rendah, nodul mengecil sampai 40?h hipotiroidisme dalam 5 tahun (10% pasien), risiko tiroiditis dan
dalam satu tahun tirotoksikosis
S u n t i k a n Tidak perlu dirawat di RS, relatif murah, tidak Pengalaman masih terbatas, efikasi rendah pada nodul besar,
etanol ada hipotiroidisme, nodul mengecil 45% keberhasilan tergantung operator, rasa nyeri hebat, risiko
dalam 6 bulan tirotoksikosis dan paralisis pita suara, perembesan etanol,
etanol mengganggu penilaian sitologi dan histologi
Terapi laser Masih dalam tahap eksperimental
Sumber : Dimodifikasi dari Hegedus, 2004 (8).
NODUL TIROID 2463

tidak rnelakukan biopsi dan langsung rnelakukan operasi; Papini E, Petrucci L., Guglielmi R., et al. Long-term changes in
sebaliknya hanya setengah anggota ETA yang rnengarnbil nodular goiter : a 5-year prospective randomized trial with
levothyroxine suppressive therapy for benign cold thyroid
langkah seperti itu. nodules. J Clin Endocrinol Metab 1998;83:7803-.
Kuma K, Matsuzuka F, Yokozawa T, et al. Fate of untreated benign
ttyroid nodules. Results of long-term follow-up. World J
Snrg 1994;18:495.
KESIMPULAN Ross DS. Evaluation of thyroid nodule. J Nucl Med 1991;32:2181-
91.
Dasar pernikiran pengelolaan nodul t i r o i d adalah Shaha AR. Controversies in the Management of Thyroid Nodule.
bagairnana rnendeteksi dan menyingkirkan kernungkinan The Laryngoscope 2000;110:18393-.
Singer PA, Cooper DS, Daniels GH et al. Treatment Guidelines for
keganasan serta rnenghindari tindakan-tindakan yang patients with thyroid nodules and well-differentiated thyroid
sebenarnya tidak perlu dilakukan. BAJAH, ultrasonografi, cancer. Arch Intern Med 1996;156:216572-.
dan penyidikan isotopik (sidik tiroid), serta penentuan Welker JO and Orlov D. Thyroid Nodule. Am Fam Phys
2003;69:55966-.
kadar TSH rnerupakan perangkat diagnostik yang paling
Wemeau J-L, Caron P, Schvartz C, et al. Effects of Thuyroid-
sering digunakan dalarn evaluasi nodul tiroid. Sedangkan S:imulating Hormone suppression with Levothyroxine
terapi supresi hormonal, terapi iodiurn radioaktif, in reducing the volume of solitary thyroid nodules and
improving extranodular nonpalpable changes: a randomized,
operasi, terapi sklerosing, atau terapi laser, bahkan
dsuble blind, palcebo-controlled trial by the French Thyroid
hanya diobservasi saja (pada nodul jinak) rnerupakan Research Group. J Clin Endocrinol Metab 2002;87:492834-.
pilihan pengobatan. Terdapat kontroversi dan perbedaan Zelmanovitz F, Gemo S, and Gross JL. Suppressive therapy with
pendekatan dalarn pengelolaan nodul tiroidi, tergantung levothyroxine for solitary thyroid nodules ;a double-blind
controlled clinical study and cumulative meta-analyses.J Clin
pada pengalarnan klinik dan fasilitas yang tersedia. Endocrinol Metab 1998;83:38815-.
Sarnpai sekarang belurn tersedia data yang cukup untuk
rnernbandingkan hasil cara-cara evaluasi diagnostik dan
pengelolaan nodul tiroid.

REFERENSI

Bennedbaek FN and Hegedus L. Management of the Solitary


Thyroid Nodule : Results of a North American Survey. J Clin
Endocrinol Metab 2000;85(7):24938-.
Castro MR, Caraballo PJ, and Morris JC. Effectiveness of thyroid
hormone suppressive therapy in benign solitary nodules : a
meta-analysis. J Clin Endocrinol Metab 2002;87:418459-.
Castro MR and Gharib H. Thyroid nodules and cancer. When to
wait and watch, when to refer. Postgrad Med 2000;107(1):113-
24.
Deiwahl M, Broecker M, and Kraiem Z. Thyrotropin May Not
Be the Dominant Growth Factor in Benign and Malignant
Thyroid Tumors. J Clin Endocrinol Metab 1999;84(3):829-
34.
Dossing H, Bennedbaek FN, and Hegedus L. Effect of ultrasound-
guided interstitial laser photocoagulation on benign solitary
cold thyroid nodules - a randomised study. Eur J Endocrinol
2005;152(3):3415-).
Gharib H. Chan~ngconceptsin the diagnosis and management of
thyroid nodules. Endocrinol and Metab Clin 1997;26(4):778-
800.
Hamburger JL. Diagnosis of thyroid nodules by fine needle biopsy
: use and abuse. J Clin Endocrinol Metab 1994;79(2):3359-.
Hegedus L. The Thyroid Nodule. N Engl J Med 2004;351:1764-
71.
Jennings A. Nonisotopic techruques of thyroid imaging. In Werner
and Ingbar's The Thyroid. Braverman LE and Utiger RD (Eds.)
6*' edition. Philadelphia, JB Lippincott Comp. 1991:52543-.
Martino E and Bogazzi F. Percutaneous ethanol injection therapy
for thyroid diseases.Thyroid International 2000;5:39-.
Mazzaferri EL. Management of a solitary thyroid nodule. N Engl
J Med 1993;328(8):5539-.
Pacini F and DeGroot LJ. Thyroid Nodule. In Thyroid and its
Disease. DeGroot LJ (Ed.). Thyroid Disease Manager. www.
thyroidmanager.org. May 2005 Edition.
GONDOK ENDEMIK
Bowo Pramono, Luthfan Budi Purnomo, Hemi Sinorita

PENDAHULUAN Negara berkembang seperti Indonesia gondok


endemik masih merupakan masalah kesehatan di
Gondok berarti pembesaran kelenjar tiroid, endemik masyarakat. Beberapa daerah di Jawa Tengah seperti
berarti kejadian yang sering/banyak dalam suatu lokasi. Wonogiri, Temanggung, Wonosobo akhir-akhir ini
Masalahnya adalah seberapa ukuran pembesaran kelenjar diberitakan oleh media masa sebagai kantong endemis
tiroid dan seberapa banyak prevalensi kejadian gondok GAKI. Kasus gondok bahkan kretin masih dijumpai
dalam suatu lokasi, jika menggunakan kriteria tersebut, di daerah-daerah t e r ~ e b u t . Pramono
~,~ et a1 (2006)
prevalensi bisa meningkat dan menurun juga perubahan mendapatkan pasien dengan gondok endemik dan kretin
status endemik menjadi non endemik dan seba iknya endemik di desa Lemahbang Wonogiri yang merupakan
's2 Dahulu gondok didefinisikan sebagai pembesaran daerah kekurangan y ~ d i u m Banyaknya
.~ kasus gondok
kelenjar tiroid sebesar 4-5 kali dari kelenjar normal, endemik di berbagai daerah di Indonesia, dan dunia
pada prakteknya lobus tiroid lebih besar dari phalanges terutama daerah pegunungan, kasus gondok endemik
terakhir ibu jari penderita. Sekarang dilakukan dengan perlu untuk dibahas walaupun beberapa daerah atau
pemeriksaan Ultra~onografi.~,~ negara dinyatakan sebagai bebas kekurangan y ~ d i u m . ~
Delange et al mengajukan variabel batas ter~inggi
volume kelenjar tiroid yang dibedakan berdasarkan usia,
seperti remaja putra dan putri usia 15 tahun batas atas
volume kelenjar tiroid 16 ml, sedangkan pada usia 6
tahun batas atasnya 5 ml. Keadaan ini terjadi pada area Gondok endemik adalah pembesaran kelenjar tiroid yang
dengan urinary iodine excretion sekitar 100 pg/L. Kriteria diakibatkan oleh berbagai macam penyebab terjadi di
ini sudah dipakai sebagai rekomendasi oleh World Health suatu daerah dengan prevalensi tertentu, biasanya dikaikan
Organisation (WHO). Untuk pria dewasa batas atas dengan lingkungan yang mengalami kekurangan yodium
25 ml, wanita batas atas 18 ml.' Sekarang cendsrung baik air minum atau tanah,jenis mineral dalam nutrisi, atau
lebih kecil batasan ukuran dari kelenjar tiroid, bahkan zat yang goitrogenik dalam makanan.' Sejak tahun 1980
pada beberapa individu berukuran kecil subklinis dan pandangan para ahli terhadap defiensi yodium berubah,
tidak teraba tapi termasuk klasifikasi sebagai struma. dari defisiensi yodium berakibat gondok endemik dan
Pembesaran subklinis yang membutuhkan lebih banyak kretin endemik saja ke pandangan defisiensi yodium
perhatian. Memperhatikan kata endemik didefinisikan
's2 merupakangangguan perkembangan manusia berupa fisik,
sebagai prevalensi >lo%,Sekarang cenderung perubahan mental dan intelektual. Karena itu istilah gondok endemik
endemik dari > 10% menjadi > 5%. Banyak daerah diubah menjadi Gangguan Akibat Kekerangan lodium
yang masuk klasifikasi karena mempunyai suatu (GAKI) yang efeknya sangat luas karena dapat mengenai
problem tentang gondok endemik. Sebagai kesimpulan, segmen yang luas dari dalam kandungan ibu hingga
menurunnya batas atas volume kelenjar tiroid berssmaan orang dewasa. Kepentingan kliniknya tidak saja akibat
dengan turunnya definisi endemik dari >lo% menjadi dari desakan mekanis akibat pembesaran kelenjar tiroid
>5% akan dipergunakan di beberapa daerah sebagai saja, tetapi terletak pada gangguan fungsi lain yang sering
klasifikasi endemik, walaupun problemnya tidak terbukti menyertainya seperti gangguan perkembanganmental, dan
signifikan.' rendahnya lQ hipotiroidisme dan kretin endemik.3,4
GONDOK ENDEMIK

Semenjak kekurangan yodium diketahui merupakan Bahan pokok pembuat hormon tiroid adalah yodium
peyebab utama dari gondok endemik, epidemiologi yang terdapat di alam, terutama dari bahan makanan
gondok ndemik cukup banyak tergantung asupan yang dari laut seperti rumput laut, ganggang laut, ikan
yodium pada populasi ditempat tersebut. Populasi laut dan sebagainya. Yodium sedikit dalam buah-buahan,
setempat yang tergantung dengan produksi makanan Mausia memerlukan sedikit sekali yodium dalam sehari,
setempat. Kadar yodium pada makanan akan rendah bila tetap harus dipenuhi secara teratur dan cukup. Hormon
kandungan yodium dalam tanah dan air dilingkungan tiroid amat vital bagi perkembangan dan pertumbuhan
tersebut rendah juga. Bila kadar yodium dalam tanah serta penyelenggaraan faal normal sel dan jaringan
dan air tidak cukup maka kadar yodim dalam makanan tubuh. Bagi orang yang kelenjar tiroidnya kurang efisien,
lokal juga tidak cukup, sehingga t i m b u l banyak kebutuhan yodiumnya agak lebih banyak dari orang
gondok endemk akibat kekurangan yodium. Dengan normal. Seandainya yodium tidak tersedia secara cukup,
perkecualian masyarakat yang cukup makan hasil laut maka produksi hormon tiroid tidak mencukupi kebutuhan
(seafood) yang kaya kandungan yodium. Tanah yang tubuh secara memadai. Sesuai prinsip sistim umpan
sedikit kandungan yodium ada didaerah pegunungan balik hipofisis-tiroid, maka hipofisis akan mengetahui
yang jauh dari laut dan juga berisiko terjadinya erosi kekurangan hormon tiroid sehingga hipofisis terangsang
terutama yang berdekatan dengan sungai. Sejak untuk mengeluarkan TSH kedalam aliran darah. Sebagai
jaman purbakala penyakit gondok sangat terkenal dan akibatnya kelenjar tiroid akan terpacu mengeluarkan
dilukiskan pada bermacam patung purbakala, termasuk h o r m ~ ntiroid unyuk memenuhi kekurangan ini. Pacuan
patung Buddha dan Ratu Cleopatra yang sangat terkenal yang lama akan membuat kelenjaar tiroid membesar dan
dari Mesir. Yodium terdapat pada permukaan tanah yang terbeituklah g o n d ~ k . ~
merupakan endapan air hujan dari penguapan air laut
yang banyak mengandung yodium. Berjuta tahun yang
lalu kikisan es pada jaman es akan mengikis timbunan ini
sehingga di beberapa tempat bahan yodium berkurang.
Akibatnya tumbuhan dan air yang berasal dari daerah Secara klasik gondok endemik dianggap disebabkan
tersebut juga miskin yodium. Contoh pegunungan karena faktor-faktor: 1. Kekurangan yodium; 2. Faktor
Andez dan Alpen, sedangkan di daerah lrian Jaya goitrogen; 3. Faktor kelebihan yodium; 4. Faktor unsur
karena pegunungan yang tinggi dan kemiringan tanah kelumit, genetik serta faktor lain; 5. Faktor nutrisi pada
yang vuram, curah hujan yang tinggi akan membuat um~mnya.~
erosi tanah yang mengandung yodium. Kini banyak ha1
yang membuat erosi lapisan tanah yang rnengandung Kekurangan Yodium
yodium, seperti penggundulan hutan, terkikisnya tanah Penyebab utama gondok endemik adalah kekurangan
di daerah aliran sungai (DAS), daerah pegunungan kapur yodiurn (95%). Tidak adanya mekanisme homeostasis
dimana tanahnya porous padahal yodium larut dalam ginjal yang menjaga kadar yodium anorganik dalam
air. Sekali daerah kekurangan yodium maka akan terus plasrr~a(PII) tetap dalam kadar normal. Fluktuasi kadar
kekurangan yodium sehingga penanganan masalah ini PI1 berhubungan langsung dengan asupan yodium.
akan berlanjut t e r ~ s . ~ Kadar rendah yodium dalam makanan maka rendah pula
Sekarang, dalam beberapa dekade terakhir prevalensi kadar PI\.' Pada sebagian besar gondok endemik asupan
gondok endemik sangat tinggi. Gondok endernik yodium kurang dari 50 pg/hari, didaerah manapun gondok
diperkirakan terdapat pada 200 juta orang didunia dan endemik faktor utama adalah tetap kekurangan y ~ d i u m . ~
merupakan problem kesehatan yang besar. Timbul di Adap:asi tehadap asupan yodium merupakan target yang
Amerika Utara dan Amerika Tenggara, beberapa daerah harus dicapai oleh mekanisme kelenjar tiroid. Kadar PI1
Amerika Selatan, pegununungan Andez, Brazil, Eropa rendah, kliren tiroid terhadap yodium (Th.Cl) meningkat,
tengah, Pegunungan Alpen, Yunani, Jepang, Turki, Afrika contoh tiroid meningkatkan pengeluaranyodium terhadap
terutama Kongo, Asia Tenggara, New Guinea, New meningkatnya voluma plasma yang berisi yodium. Pada
Zealand, Himalaya, Bukit Barisan, Pegunungan Selatan kedazn ini berlaku rumus yang berupa AIU =Th.CI x PI1 (
Jawa, Maluku, P a p ~ a . ~Pada
, ~ , ~area ini variabel proporsi Yodium yang ditangkap oleh kelenjar tiroid /AIU= Absolute
pada populasi diketahui dari gondok endemik. Pada Iodine Uptake) perubahan sebaliknya, ThCI=pengeluaran
umumnya prevalensi gondok endemik (secara palpasi) yodium oleh kelenjar tiroid). Th.CI berubah terbalik dengan
meningkat pada saat pubertas dan menurun pada saat Plluntuk mempertahankan AIU dalam batas normal. Bila
dewasa.' PI1 reidah karena kekurangan yodium maka Th.CI akan
meningkat, dan peningkatan fungsi ini bersamaan dengan Faktor Goitrogenik
meningkatnya volume kelenjartiroid menjadi gondoc atau Goitrogen adalah zat yang dapat mengganggu
struma. Kelenjar tiroid normal membutuhkan yodium 2,s hormonogenesis tiroid yang berakibat pembesaran
pg/jam untuk sintesis hormon tiroid. Bila kadar PI1 2,5pg/L kelenjar tiroid. Singkong (cassava) mengandung tiosianat,
maka kelenjar tiroid harus mengalirkan plasma sebanyak selain goitrogenik juga mempunyai potensi kekurangan
1 L dengan kandung(Thyroid Stimulating Hormonean yodium yang ringan. Sayur-mayur dari golongan Brassica
yodium 2,Spg. Bila kadar PI1 1pg/L kelenjar Tiroid harus dapat mengeluarkan zat goitrogen. Air minum yang
mengalirkan plasma sebanyak 2,5 L. Bila kadar PI1 <0,8pg/L mengandung sulphurated hydrocarbon yang berasal dari
dan kelenjar tiroid harus mengalirkan plasma >3L/jam, sedimen karang tertentu juga goitrogen Zat Goitrogen
maka timbul pembesaran kelenjar t i r ~ i d . ~ yang lain terdapat pada beberapa jenis tanaman dan air
Awal pembesaran kelenjar tiroid dapat karena TSH minum. Kadar yodium yang tinggi sendiri merupakan
(Thyroid Stimulating Hormones) yang meningkat, atau goitrogenik. Yodium goiter diketahui dari beberapa
dengan TSH normal tapijaringan tiroid lebih peka terhadap pantai di Jepang merupakan area penduduk yang banyak
rangsang. Kapan TSH terangsang? Diawali dengan produksi mengkonsumsi hasil laut yang mengandung yodium yang
hormon tiroid yang berurang atas sebab apapun (dalam merupakan zat g ~ i t r o g e n i k . ~
ha1 ini termasuk kurang bahan baku yodium atau protein,
tiroglobulin kurang dalam jumlah dan macamnya, kurang Faktor Kelebihan Yodium
enzim dalam hormonogenesis, kerusakanjaringan akibat Hipotesis gondok karena kekurangan yodium tidak
autoimun) maka produksi TSH akan meningkat.Agaknya berlaku untuk semua tempat, contohnya di pulau Hokaido
kadar yodium intratiroid rendah menyebabkan jaringan Jepang, dimana konsumsi yodiumnya sangat tinggi. Pada
lebih peka terhadap rangsangan TSH. Demikian puia ada hewan pemberian yodium dosis besar menyebabkan
bukti bahwa bukan saja TSH tetapi faktor lain, TGI (Tnyroid hambatan produksi sintesis hormon tiroid, disebut efek
Growth Immunoglobulin) yang merangsang pertumbuhan akut Wolff-Chaikof. Namun pemberian secara kronik
gondok, baik gondok sporadik maupun endemik.2,5Pada akan menyebabkan escape dari hambatan awal. Hal ini
populasi yaag kekurangan yodium tidak semua penderita dihubungkan dengan pengaruh yodium intra tiroidal
terjadi gondok. Fenomena ini terjadi karena faktor genetik. pada TSH.bagi kasus yang tidak mampu melaksanakan
Ada bukti bahwa hubungan kuat antara gondok pada escape maka akan mengalami gondok. Di hokaido yodium
kembar monozigot dibandingkan kembar dizigot. Ukuran berasal dari ganggang yang tiap kg ganggang kering
besarnya kelenjar tiroid tergantung dari perbedaan mengandung 0,8-4,5 gram (800000-4500000 pg) yodium.
dalam efisiensi pemakaian yodium contohnya ikatan Seangkan pada tiap manusia normal hanya membutuhkan
ion y ~ d i u m Adaptasi
.~ seseorang terhadap kekurangan 150-300 ~ g / h a r i . * , ~
yodium tidak hanya karena peningkatan klirens yodium
pada tiroid. Pada lokasi kekurangan yodium, peningkatan Faktor Elemen Kelumit, Genetik dan Faktor Lain
rasio T,dan T4tidak hanya pada kelenjar tiroid saja tetapi Faktor geologik merupakan faktor yang tidak boleh
termasuk pada plasma. T, mengadung lebih sedikit yodium diabaikan, contoh kemiringan tanahyang memudahkan
dibandingkan T,dan secara metabolik lebih kuat, keadaan pengikisan lapisan tanah yang mengandung yodium
ini merupakan mekanism tambahan untuk kompsnsasi (Papua tanah kemiringan >4S0 berisiko GAKI, daerah
terhadap kekurangan y o d i ~ m . ~ , ~ , ~ Merapi makin dekat aliran lahar makin tinggi risiko GAKI
Bayaimana asupan y o d i u m y a n g o p t ~ m a l ? makin ke pantai makin sedikit risiko GAKI. Beberapa
Pertimbangkan kinetik dari ion yodium. Wayne et a1 elemen kelumit berbeda dengan daerah endemik tertentu,
menyimpulkan beberapa individu dapat berad3ptasi misalnya CaCO,, Selenium (selenium suplemen mungkin
pada kadar 70pg yodium /hari, sedangkan yang lain menurunkan kadar anti TPO autoantibodi), sumber
membutuhkan 1 2 0 ~ 9tergantung
, kliren yodium di renal. air juga mengandung Yodium berbeda. Bakteri juga
Ketika 160pg yodium/hari merupakan kadar yang aman. punya pengaruh terhadap gondok, contohnya genus
Didapatkan kadar TSH serum lebih rendah ketika y3dium Paracolobactrum memprodu ksi myrosinose enzim yang
urin 150-200 pg/gCr, atau setara dengan asupan 200 pg/ mengubah progoitrin menjadi goitrin. Dalam pembiakan
harijika ekskresi melalui tinja juga diperhitungkan.'s2Banyak Clostiridium perfringens punya aktifitas stimulasi tiroid.
penulis menyetujui bahwa untuk memelihara eutiroid Faktor genetik mungkin ada. Hal ini terlihat bahwa kasus
dibutuhkan yodium 50pg/hari, pada gondok biasanya di daerah endemikpun mempunyai kecenderungan
dibutuhkan sekitar asupan yodium 150-200pg/hari. Pada mengelompok dalam k e l ~ a r g a . ' ~ ~ , ~ , ~ , ~
wanita hamil membutuhkan asupan yodium lebih banyak
ketika kehamilan terjadi peningkatan kliren yodiurr ginjal Faktor Nutrisi pada Umumnya
2x nilai normal, sehingga menurunkan kadar PII.2 Meskipun gnnguan nutrisi kronik pada anak maupun
G O N D O K ENDEMIK

Tioglikosid Goitrin

Tiosianat Isosianat Disulfid Yodida (rumput laut)

(Glikosid sianogenik) Water-borne Goitrogen Coast Goiter

Transpor Yodida Oksidasi, organifikasi dan Proteolisis Pelepasan

Coupling Dehalogenasi

r--------'
I
1 - T I .
I
I
I
- ------------------- 1

I
I
I
I

Dalam Kel Tiroid

Gambarl. Tiga kelompok natural occuring goitrogens3

dewasa rnenyebabkan perubahan pada kadar hormon mudah, peka, reliabel, obyektif dibandingkan dengan
tiroid (TSH meningkat, Respons berlebih terhadap TRH, TT, palpasi. Nilai normatif volume tiroid berbeda dari satu
rendah meskipun FT4 normal dan FT,turun), namun sernua populasi ke populasi lain.3
ini reversibel. Meskipun keadaan ini masih belum jelas
pengaruhnya terhadap besarnya tiroid., Faktor kondisi
sosial-ekonomi berperanan dalam pembentukan gondok. DIAGNOSIS D A N KLASIFIKASI
Terutama dalam terjadinya malnutrisi, karena sulitnya
mendapat protein hewani (lebih banyak mengandung Berat ringannya endemikdisamping dengan prevalensi
Yodiurn) yang mahal dibandingkan sumber sayuran/ dapatjuga dengan memeriksa ekskresi yodium urin (EYU)
nabati yang lebih murah. Kita harus lebih cermat dalam atau Urinary Excretion of Yodium (UEI). Dalam keadaan
mencari penyebab gondok endemik untuk memberikan seimbang yodium yang masuk tubuh dianggap sama
pernecahan ma~alahnya/terapi.~ dengan yang diekskresikan lewat urin. Jadi ekskresi yodium
urin dianggap sama dengan yodium yang masuk kedalam
tubuh. Jadi pemeriksaan urin dianggap menggambarkan
GEJALA D A N T A N D A asupan yodium., Data yang dimaksudkan dinyatakan
dalam 1). Jumlah mikrogram ekskresi yodium dalam
Survei epidemiologis untuk gondok endemik biasanya sehari (pg yodium/24 jam urin) atau 2). Karena sulit
didasarkan atas besarnya kelenjar tiroid dengan metoda mengumpulkan sampel urin 24 jam di pelaksanaannya
palpasi., Menurut WHO tahun 2001 kriteria palpasi: maka dinyatakan dalam mikrogram Yodium per gram
kreatinin urin sewaktu (pg yodium/g Kreatinin urin) atau
Grade 0 Tidak terlihat atau teraba gondok
3). pg yodium/dL urin sewaktu., Menurut Djokomoejanto
Grade 1 Gondok teraba tetapi tidak terlihat apabila
(2007) gondok endemik terbagi dalam 3 grade:
leher dalam posisi normal (tiroid tak terlihat mem-
Endemik Grade1 (Ringan) endemik dengan nilai
besar). Apabila ada nodul tetap masuk dalam grade
median ekskresi yodium urin >50 pg yodium/g kreatinin,
ini, meskipun secara keseluruhan tidak rnembesar
atau median urin antara 5,O-9,9 ~ g / d l .Dalam keadaan
Grade 2 Pernbengkakan di leher yang jelas terlihat
ini kebutuhan hormon tiroid untuk pertumbuhan fisik
dalam posisi normal. Dalam palpasi tiroid memang
maupun mental tepenuhi. Prevalensi gondok pada anak
membesar (membesar bila ukurannya lebih dari
sekolah 5-20%.
volume falangs terminal terahir ibu jari yang di-
Endemik Grade I1 (Sedang) endemik dimana nilai
periksa
median ekskresi yodiurn urin antara 25-50 pg yodium/g
Untuk rnasa depan, besarnya tiroid dianjurkan kreatinin, atau median antara 2,O-4,9 pg/dL. Hormon tiroid
diperiksa dengan USG (ultrasonografi). Sebab cara ini mungkin tidak mencukupi.Ada risiko hipotiroidisme tetapi
tidak terlihat kretin endernik yang jelas. Prevalensi gclndok dengan salah satu gejala ini: a). Gejala neurologis, yang
anak sekolah sarnpai 30%. mencolok terdiri dari gangguan pendengaran (bilateral
Endemik Grade 111 (Berat) Endemik dengan nilai medin dan nada tinggi) dan wicara, gangguan cara berjalan
ekskresi yodium urin <25 pg yodium/g kreatinin atau <2 (gait) dan sikap badan waktu berdiri yang khas b). Gejala
pg/dL. Terjadi risiko sangat tinggi untuk lahirnya cretin yang mencolok adalah gangguan perturnbuhan (cebol)
endernik dengan segala akibatnya. Prevalensi gc,ndok dan hipotiroidisrne ( 3 ) . Kebutuhan yodium rneningkat
anak sekolah >30%, prevalensi kretin endemik dapat pada selama keharnilan. Pada daerah kekurangan yodium
rnencapai 1-10% dengan gondok endemik, terjadi peningkatan kehamilan
Status nutrisi yodium (berdasarkan UEI anak usia yang mengalami abortus, kematian neonatal dan variasi
sekolah) rnemberikan indikasi untuk berbagai kelainan dan gangguan Barker dan Phillips mendapatkan pada 12 kota
diharapkan mampu memberi rarnalan dan interpretasinya di Inggris, insiden hipertiroidisme tinggi pada daerah
yang tercantum dalam tabel 1. yang dimasa lalu kekurangan yodium. Keaadan ini sesuai
dengan hasil penelitian akhir-ahir ini. Pada daerah yang
kekurangan yodium timbul banyak kasus gondok nodul
toksik pada kelompok lansia, sebaliknya di Eslandia daerah
yang kaya yodium banyak kasus penyakit Grave pada usia
Konsekuensi klinis yang pertama dan banyak terjadi muda dan hipotiroidisme pada lansia. Prevalensi penyakit
akibat gondok endemik akibat kekurangan yodium Grave dan hipotiroidisme yang meningkat di Eslandia
adalah akibat gondok itu sendiri. Bila cukup besar, tidak berkaitan dengan meningkatnya penyakit otoimun tiroid
hanya gangguan kosmetik saja tetapi ditambah dengan akibat asupan yodium yang tinggi ( 2 , 3 4 ) .
tekanan akibat pembesaran kelenjar tiroidnya sendiri. Akhir-akhir ini dilaporkan meningkatnya kanker
Selanjutnya kekurangan yodium dapat menyebabkan tiroid di daerah gondok endemik. Secara kontradiksi
keadaan hipotiroidisme. Pada keadaan defisiensi yodium didapatkan dari hasil patologi anatomi di daerah yang
yang beratkelenjar tiroid tidak dapat mengkompensasi cukup yodium, tidak hanya proporsi karsinoma tiroid
keadaan tersebut dengan mekanisme yang biasa terjadi papilaris yanng meningkat, tetapi juga total kanker tiroid
kedaan kekurangan yodium ringan. Kadar hormon tiroid yang meningkat. Disimpulkan pada daerah kekurangan
rendah dan kadar TSH meningkat. Suatu hasil yang tragis yodium jumlah penderita kanker tiroid lebih rendah,
akibat keadaan tersebut adalah kretin endemik, keadaan angka kematian akibat kanker tiroid meningkat berakibat
ini lebih berat lagi bila kekurangan yodium bersamaan meningkatnya kasus karsinoma papilaris agresif dan
dengan kekurangan selenium (2). karsinoma tiroid anaplastik. Di sisi lain, pada daerah yang
Pada daerah dengan kekurangan yodium yang cukup yodium, jumlah kanker tiroid meningkat, sedangkan
berat, hormon tiroid yang diproduksi oleh ibu hamil angka kematian menurun karena mayoritas tumor tiroid
tidak mencukupi untuk perkernbangan otak janin yang pada daerah cukup yodium adalah kanker tiroid subklinis
normal. Pada kehamilan yang lebih lanjut,janin juga tidak mikr~papilaris.~
mencukupi produksi hormon tiroidnya. Hasilnya adalah
kretin endemik, bersamaan dengan gejala neurologis yang
timbul akibat kekurangan hormon tiroid selama kehidupan PENATALAKSANAAN
janin dan setelah dilahirkan. Pada kretin tidak b d a k u
hukum "lengkap atau bukan kretin", pada keadaan kretin Anjuran yang dilakukan adalah pemberian yodium pada
yang jelas dapat disertai retardasi mental dan gangguan individu yang kekurangan yodium, dengan sangat baik
pendengaran (2,3). Dalam segi klinis yang terpenting dalam dilakukan untuk pencegahan. Tetapi hanya cukup efektif
kretin endernik adalah defisiensi mental yang d sertai pada gondok yang jelas. Menurut pengalaman para ahli,

Tabel 1. Nutrisi Yodium Berdasarkan UEI (sumber WHO 20013)


Median UEI pg/L Asupan Yodium Status Nutrisi Yodium
<20 Tak rnencukupi Defisiensi yodium berat
20-49 Tak rnencukupi Defisiensi yodiun sedang
50-99 Tak rnencukupi Defisiensi yodiun ringan
100-199 Cukup Optimal
200-299 Lebihdaricukup Adarisikolodine-inducedhyperthyroidisme(IIH)dalarn kurunWaktu5-10tahun
sesudah pernberian gararn beryodiurn pada Kelornpok yang rawan
>300 Berlebihan Ada risiko kesehatan yang tidak rnenguntungkan (IIH, Autoimmune Thyroid disease)
GONDOK ENDEMIK

hanya gondokdifusa pada usia muda yang dapat berubah Garam beryodium adalah ha1 yang sangat praktis untuk
mengecil, dan hanya pada ukuran tertentu. Pada gondok negara berkernbang dengan pabrik garam yang modern
nodular, pernberian yodium rnerupakan konraindikasi (bukan tradisional). lnjeksi minyak beryodium mencukupi
sejak diketahui dapat rnenyebabkan hipertiroidisme. Pada kebutuhan yodium untuk setahun atau lebih. Minyak
kasus seperti ini pernberian hormon tiroksin lebih efektif bery3dium juga bisa diberikan peroral. Sumber air
terutama pada kasus gondok yang difusa. Jika nodul tiroid minurn beryodiurn dapat diberikan pada komunitas yang
otonom timbul, hormon tiroksin eksogen ditambahkan mempunyai sumber air sentral. Penambahan yodium pada
pada hormon yang dikeluarkan nodul dan hasilnya terjadi bahan roti dan rnakanan lainnya yang dikonsumi secara
kondisi h i p e r t i ~ i d i s m e . ~ , ~ meluas akan sangt efektif dalam pencegahan penyakit
Terapi pembedahan diperlukan untuk ukuran gondok gondok endemik. Prosedur sepeti ini sudah banyak dikenal
yang besar dengan tirnbul gejala akibat penekanan dimasyarakat secara luas. Untuk memudahkan pemberian
kelenjar tiroid pada organ dibelakangnya atau/dengan yodium pada masyarakat yang memerlukan peningkatan
nodul tiroid otonom. Prosedur ini dilakukan oleh ahli spontan asupan yodium sebaiknya meliputi beberapa
bedah yang berpengalarnan dan rumah sakit yang faktcr. Faktor-faktor trsebut berupa: a). Pertumbuhan
terorganisasi dengan baik karena rnenyangkut beberapa ekonomi agar masyarakat bisa membeli makanan yang
disiplin ilmu, dan biasanya jarang terdapat pada negara lebih baik tapi juga yang mengandung kaya yodium b).
berkernbang yang biasanya terdapat daerah gondok Komunikasi dan transportasi yang lebih baik sehingga
endemik. Dibandingkan terapi pembedahan, sekarang daerah kekurangan yodium yang sebelumnya terisolasi
lebih sering dilakukan pemberian Il3l,tetapi fasilitas yang bisa mendapatkan rnakanan dari daerah yang bahan
modern merupakan ha1 yang utama. lnjeksi etanol pada rnakznannya mengandung cukup yodium c). lndustrialisasi
nodul tiroid cukup mudah dan bisa dikerjakan tanpa prod ~ k smakanan
i yang mengandung cukup y ~ d i u m . ~
peralatan yang rumit? Keberhasilan dari profilaksi gondok endemik karena
kekurangan yodium harus selalu dimonitor. Pemeriksaan
klilis ~darikelenjar tiroid sangatt penting, tetapi bila kelenjar
PENCEGAHAN tiroid sudah terlihat rnembesar (biasanya tidak bisa
mengecil lagi), lebih baik dengan memonitor IEU (ekskresi
Terapi untuk gondok endemik tidak ada yang mudah yodiurn pada urin) pada p ~ p u l a s i . ~ , ~ , ~ ~ ~ . ~
maupun efektif, pencegahan terjadinya gondok endemik Dalam pencegahan GAKl menurut John Dunn sebaiknya
harus dilakukan. Secara teoritis sangat mudah: untuk perlu diperhatikan seven deadly sins yaitu: 1). Penilaian
kekurangan yodium terapinya diberikan yodium, dan status GAKl yang kurang tepat (sebaiknya memakai UEI,
dihindari asupan zat goitrogen . Tetapi ini mudah dikatakan TSH neonatal, kalau Total Goiter Rate/TGR rnenggunakan
dibandingkan dikerjakan. Terutama zat goitrogen sangat Ultrasonografi) 2). Suplemen yang kurang pas kadar
sulit untuk dihindari. Zat goitrogen terdapat pada yodiumnya atau pendistribusiannya 3).Maksimalkan
makanan pokok yang dikonsumsi penduduk setempat peran stakeholders bukan hanya pihak rnedis, termasuk
karena situasi lingkungan, seperti singkong dan jenis padi kelompok sasaran 4). Kurangnya informasi dan edukasi
tertentu. Keadaan ini sulit untuk dianjurkan menghindari 5). Monitoring yang teratur diperlukansebab GAKl akan
makanan tersebut bila makanan sehat alternatif yang rnuncul kembali bila kita lengah 6). Memperhitungkan
lain tidak tersedia, juga sulit untuk mernodifikasi sumber biayz 7). Jaminan keberlangsungan p r ~ g r a r n . ~ ~ ~
air minum untuk menghindari zat goitrogen dalam air
minum tersebut. Bahkan dibeberapa daerah di India yang
kekurangan yodium masih didapatkan beberapa warung EFEK SAMPING PEMBERIAN YODIUM
atau toko yang menjual garam beryodium tetapi tidak
berisi yodium secara ~ t a n d a r . ~ , ~ , ~ , ~ Yodium yang diberikan untuk profilaksi gondok endemik
Semenjak diketahui bahwa kekurangan yodium rnempunyai beberapa efek yang tidak rnenguntungkan.
merupakan penyebab terbanyak dari gondok endemik, Hipe-tiroidisrne yang paling penting diperhatikan dari
maka ini merupakan dasar dari pencegahan gondok pemberian yodium jangka jang , tetapi keadaan ini juga
endemik. Yodium dapat diberikan rnelalui berbagai cara. merupakan hasil penelitian yang terbaik, yang dilakukan
Tablet yodium atau dalam bentuk lain bisa diberikan dalarn 180 tahun yang lalu oleh Coindet. Hipertiroid yang
bentuk lain yang diberikan tiap hari atau tiap rninggu d i n d ~ k s ipemberian yodium biasanya berhubungan
merupakan tindakan yang tidak praktis. Tindakan yang d e n ~ a nnodul tiroid otonom, seperti yang terjadi di
penting dapat dikerjakan untuk populasi yang kekurangan Tasmania, Inggris, Zaire dan negara lainnya. Penyakit
yodium adalah a. garam beryodium b. larutan minyak autoimun yang diinduksi oleh yodium juga merupakan
beryodium c. air minurn beryodium dan sebagainya. prob em yang tidak bisa diabaikan. Dilaporkan timbulnya
auttoantibodi antitiroid setelah pemberian ir~jeksi 5. Djokomoeljanto RJ,2011, Gangguan Akibat Kekurangan
intramuskular minyak beryodium atau Kalium lodida Yodium (GAKI) dalam Suhartono T, Pemayun TGD &
Nugroho KH (Ed):Penyakit Kelenjar Tiroid Sebuah Tinjauan
per oral. Hal ini diteliti kembali oleh beberapa ahli dan Populer, 2011, Edisi ke 3, pp 75-80, Balai Penerbit Universitas
It Kahaly et a1 pada tahun 1977 melaporkan pertama kali Diponegoro, Semarang.
adanya infiltrasi limpositik setelah pemberian yodium. 6. Pramono R.B, Pumono 5, Astuti,Sutarno A & A sdie AH,
2006, Gangguan Fungsi Luhur Pada Penderita Gondok dan
Peningkatan prevalensi penyakit tiroid autoimun juga
Kretin Endemik Di Lemahbang Kismantoro Wonogiri, Acto
dilapokan oleh pada daerah populasi dengan as.upan Medicn Indonesinnn The Indonesion Jolrnnl of Internol Medicine,
yodium tinggi. Harach dan William pada tahun 1995 2006, Vol38 (SI),l Juli, 382-4.
melaporkan di Argentina, spesimen hasil bedah dari pasien 7. Aminorroaya A, Amini M & Hovsepian S. 2010, Prevalence
of Goitre in Isfahan, Iran, Fifteen Years After Initiation of
wanita, infiltrasi limpositik meningkat dari 8% menjadi 25% Universal Saly Iodization, HeoltJ~Popt~lNutr, Aug 2010,
setelah dilakukan profilaksi dengan yodium. Sesuai dengan 28(4):351-8.
percobaan pada hewan, terjadi penyakit tiroid autc~imun 8. Chandra A.K, Tripathy S, Ghosh D, Debnath A &
Mukhopadhyay S, 2005, 1odine Nutritonal Status &
setelah mendapat terapi y o d i ~ m . ~ , ~ , ~ Prevalence of Goitre in Sundarban delta of South 24-parganas,
Kanker tiroid juga merupakan problem, terlihat West Bengal, Indian J Med Res 122, Nov 2005,419-24.
terjadi peningkatan jumlah total kasus kanker tiroid
setelah pemberian suplemen yodium. Angka kematian
akibat kanker tiroid menurun setelah diketahui bahwa
peningkatan ini karena kanker tiroid papiler subklinik dan
berhubungan dengan penurunan jumlah kanker tiroid
anaplastik dan kanker tiroid f ~ l i k u l e r .Dari
~ keseluruhan
terlihat hipertiroidism merupakan problem serius akibat
pemberian yodium. Bagaimanapu ini hanya merupakan
fenomena sementara. Kekuranganyodium arus dieradikasi
yang prakteknya jangan ada nodul tiroid otonom, juga
jangan sampai timbul hipertiroid terirlduksi yodium.
Penyakit tiroid autoimun banyak berupa penyakit Grave's
dan Hashimoto's, tetapi keduanya mudah untuk diatasi.
Disimpulkan: bila terjadi kekurangan yodium, lakukan
eradi kasi.203*8

PROGNOSIS

Prognosis kekurangan yodium yang belum timbul GAKI


adalah baik bila dilakukan eradikasi secara cepat dan tepat.
Bila sudah timbul banyak gondok endemik dan tretin
endemik maka prognosis kurang baik. Usaha yang paling
tepat adalah pencegahan GAKI dengan eradikasi. 12,3,4,5,6,8

1. Brent G. A. & Davies T.F., 2011, Hypothyroidism and


Thyroiditis in Melmed S., Polonsky K.S., Larsen P.R. &
Kronenberg H.M. (eds): Williams Textbook o f Endocrirology,
12th Ed, 406-39, Elsevier SAUNDERS, Washington USA.
2. Koutras D.A., 2002, Endemic Goiter-an update, Howones
2002,1(3):157-64.
3. Djokomoeljanto R, 2007, Gangguan Akibat Kekurangan
Iodium (GAKI) dan Kelebihan Iodium (Ekses) dalam
DjokomoeljantoR (Ed): Buku Ajar TIROIDOLOGI KLDIIK, pp
377-424, bdan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.
4. Nug~oho,KH, 2008. Gangguan Akibat Kekurangan Iodium
(GAKI) dalam Suhartono T, Pemayun TGD & Nug~ohoKH
(Ed):Naskah Lengkap Kursus Tiroid PERKENI Joglosemar,
Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2008, pp 91-100,
Semarang.
KARSINOMA TIROID
Imam Subekti

PENDAHULUAN b a n g lingkup bahasan tulisan ini adalah karsinoma


tiroid khususnya yang berdiferensiasi. Sedangkan jenis
Kelenjar tiroid termasuk bagian tubuh yang jarang karsinoma medulare dan anaplastik akan disinggung
mengalami keganasan, terjadi 0,85% dan 2,5% dari seluruh prinsjp-prinsipnya saja.
keganasan pada pria dan wanita. Tetapi di antara kelenjar
endokrin, keganasan tiroid termasuk jenis keganasan
kelenjar endokrin yang paling sering ditemukan.
Secara klinis, antara nodul tiroid yang ganas dengan
yang jinak sering sulit dibedakan, bahkan baru dapat Angka kekerapan keganasan pada nodul tiroid berkisar
dibedakan setelah didapatkan hasil evaluasi sitologi 5-10%. Prevalensi keganasan pada multinodular tidak
preparat biopsi jarum halus atau histopatologi dari jauh berbeda. Gharib H dalam laporannya mendapatkan
jaringan kelenjar tiroid yang diambil saat operasi. angka 4,1% dan 4,7% masing-masing prevalensi untuk
Tampilan klinis karsinoma tiroid pada sebagian besar nodul tunggal dan multipel. Bila dilihat dari jenis
kasus umumnya ringan. Pada nodul tiroid yang ganas, bisa karsinomanya, kurang lebih 90%jenis karsinoma papilare
saja nodul tiroid tersebut baru muncul dalam beberapa dan folikulare, 5-9% jenis karsinoma medulare, 1-2 %jenis
bulan terakhir, tetapi dapat pula sudah mengalami karsinoma anaplastik, 1-3% jenis lainnya. Anak-anak usia
pembesaran kelenjartiroid berpuluh tahun lamanya serta di b ~ w a h20th dengan nodul tiroid dingin mempunyai
memberikan gejala klinis yang ringan saja, kecuali jenis risikc keganasan 2 kali lebih besar dibanding kelompok
karsinoma tiroid anaplastik yang perkembangannya sangat dewasa. Kelompok usia di atas 60th,di samping mempunyai
cepat dengan prognosis buruk. Dari berbagai penelitian, prevalensi keganasan lebih tinggi, juga mempunyai
terdapat beberapa petunjuk yang dapat digunakan untuk tingkat agresivitas penyakit yang lebih berat, yang terlihat
menduga kecenderungan nodul tiroid ganas atau tidak, dari seringnya kejadian jenis karsinoma tiroid tidak
antara lain riwayat terekspos radiasi, usia saat nodul berdiferensiasi.
timbul, konsistensi nodul.
Dengan berbagai kemajuan teknologi kedokteran,
seperti aplikasi biopsi aspirasi jarum halus (BAJAH),
ultrasonografi (USG), thyroid stimulating hormone (TSH)
sensitif dan terapi supresi L-tiroksin, telah memungkinkan Klasifikasi karsinoma tiroid dibedakan atas dasar, 1. asal
para peneliti melakukan evaluasi nodul tiroid secara lebih sel yang berkembang menjadi sel ganas, dan 2. tingkat
cermat hingga sampai pada diagnosis nodul jinak atau keganasannya.
ganas. 1. Asal Sel
Modalitas terapi karsinoma tiroid, khususnya yang a. Tumor epitelial
berdiferensiasi, adalah operasi, ablasi lodium radioaktif - Tumor berasal dari sel folikulare.
dan terapi supresi L-tiroksin. Agresivitas terapi didasarkan Jinak : Adenoma Folikulare, Konvensional,
atas faktor risiko prognostik pada masing-masing Varia.
pasien. Untuk evaluasi hasil pengobatan, parameter yang Ganas: Karsinoma
digunakan adalah pencitraan dan petanda keganasan. - Berdiferensiasibaik : karsinoma folikulare,
karsinorna papilare (konvensional, Keluhan lain pada keganasan yang rnungkin ada ialah
varian) suara serak.
- Berdiferensiasi buruk (karsinorna Dalarn ha1 riwayat kesehatan, banyak faktor yang
insular) perlu ditanyakan, apakah ke arah ganas atau tidak.
- Tak berdiferensiasi (anaplastik) Seperti rnisalnya usia pasien saat pertarna kali nodul tiroid
b. Tumor berasal dari sel C (berhubungan dengan diternukan, riwayat radiasi pengion saat usia anak-anak,
tumor neuroendokrin) jenis kelamin pria, meskipun prevalensi nodul tiroid lebih
- Karsinorna Medulare rendah, tetapi kecenderungannya menjadi ganas lebih
c. Tumor berasal dari sel folikulare dan sel C tinggi dibandingkan pada wanita. Respons terhadap
- Sarkorna pengobatan dengan hormon tiroid juga dapat digunakan
- Lirnfoma M a l i g n u m (dan neoplasrna sebagai petunjuk dalarn evaluasi nodul tiroid.
hematopoetik yang berhubungan) Riwayat karsinoma tiroid medulare dalam keluarga,
- Neoplasrna Miselaneus penting untuk evalusi nodul tiroid ke arah ganas atau
2. Tingkat keganasan. Untuk kepentingan praktis, jinak. Sebagian pasien dengan karsinorna tiroid rnedulare
karsinorna tiroid dibagi atas 3 kategori, yaitu: herediter juga memiliki penyakit lain yang tergabung
Tingkat keganasan rendah : a). Karsinorna papilare, dalarn MEN (multiple endocrine neoplasia) 2A atau
b). Karsinoma folikular (dengan invasi minimal) MEN2B.
Tingkat keganasan menengah : a). Karsinoma
folikulare (dengan invasi luas), b). Karsinorna Pemeriksaan Fisis
medulare, c). Limfoma maligna, d). Karsinoma tiroid Perneriksaan fisik diarahkan pada kemungkinan adanya
berdiferensiasi buruk keganasan tiroid. Perturnbuhan nodul yang cepat
Tingkat keganasan tinggi : a). Karsinoma tidak merupakan salah satu tanda keganasan tiroid, terutarna
berdiferensiasi, b). Haernangioendotheliorna rnaligna jenis karsinoma tiroid yang tidak berdiferensiasi (anaplastik).
(angiosarcoma). Tanda lainnya ialah konsistensi nodul keras dan rnelekat ke
jaringan sekitar, serta terdapat pembesaran kelenjar getah
Perangai karsinorna tiroid yang berdiferensiasi
bening di daerah leher. Pada tiroiditis, perabaan nodul
baik relatif jinak, perkernbangannya larnbat dengan
nyeri dan kadang-kadang berfluktuasi karena ada abses/
kelangsungan hidup cukup panjang. Dilaporkan angka
pus. Sedangkan jenis nodul tiroid lainnya biasanya tidak
kelangsungan hidup 10 tahun berkisar 74-93% untuk
rnernberikan kelainan fisik kecuali benjolan leher.
jenis papilare dan 43-94% untuk jenis folikulare. Sedang
Untuk mernudahkan pendekatan diagnostik, berikut
karsinorna tiroid yang tidak berdiferensiasi (anaplastik)
ini adalah kurnpulan riwayat kesehatan dan perneriksaan
harnpir sernuanya rneninggal dalarn 1 tahun. Di klinik
fisik yang rnengarah pada nodul tiroid jinak, tanpa
Mayo, hanya 3.6% karsinorna berdiferensiasi buruk yang
rnenghilangkan kernungkinan adanya keganasan, yaitu :
rnarnpu bertahan hidup lebih dari 5 tahun, rneskipun
Riwayat keluarga tiroiditis Hashirnoto atau penyakit
telah rnendapat terapi operasi, radiasi eksternal dan
tiroid autoimun
kernoterapi
Riwayat keluarga dengan nodul tiroid jinak atau
goiter
Gejala hipotiroidisrne atau hipertiroidisrne
PENDEKATAN DIAGNOSIS
Nyeri dan kencang pada nodul
Lunak, rata dan tidak terfiksir
Pasien dengan karsinoma tiroid biasanya datang dengan
Strurna rnultinodular tanpa nodul dorninan dan
nodul soliter. Pengambilan keterangan riwayat penyakit
konsistensi sarna
(anarnnesis) rnerupakan bagian penting dalarn rangka
penegakan diagnosis. Sedangkan di bawah ini adalah kumpulan riwayat
kesehatan dan perneriksaan fisik yang rneningkatkan
Anamnesis kecurigaan ke arah keganasan tiroid, yaitu :usia <20th atau
Sebagian besar keganasan tiroid tidak rnernberikan gejala >60th rnernpunyai prevalensi tinggi keganasan pada nodul
yang berat, kecuali keganasan jenis anaplastik yang yang teraba. Nodul pada pria rnernpunyai kernungkinan 2
sangat cepat rnernbesar bahkan dalarn hitungan rninggu. kali lebih tinggi rnenjadi ganas dari wanita
Sebagian kecil pasien, khususnya pasien dengan nodul Keluhan suara serak, susah napas, batuk, disfagia
tiroid yang besar, mengeluh adanya gejala penekanan Riwayat radiasi pengion pada saat kanak-kanak
pada esofagus dan trakhea. Biasanya nodul tiroid tidak Padat, keras, tidak rata dan terfiksir
disertai rasa nyeri, kecuali tirnbul perdarahan ke dalam Lirnfadenopati servikal
nodul atau bila kelainannya tiroiditis akut/subakut. Riwayat keganasan tiroid sebelurnnya
KARSINOMA TlROlD

Pemeriksaan Penunjang karsinoma anaplastik tidak rnensekresi tiroglobulin. Pada


pasien dengan riwayat keluarga karsinoma tiroid rnedulare,
Biopsi aspirasi jarum halus (BAJAH). Pemeriksaan
tes genetik dan perneriksaan kadar kalsitonin perlu
sitologi dari BAJAH nodul tiroid rnerupakan langkah
dikejakan. Bila tidak ada kecurigaan ke arah karsinoma
pertama yang harus dilakukan dalarn proses diagnosis.
tiroid medulare atau neoplasia endokrin multipel 2,
BAJAH oleh operator yang trarnpil, saat ini dianggap
pemeriksaan kadar kalsitonin tidak dianjurkan sebagai
sebagai metode yang efektif untuk membedakan jinak
pemeriksaan rutin. Pemeriksaan imunohistokimia biasanya
atau ganas pada nodul soliter atau nodul dominan juga tidak dapat rnembedakan lesi jinak dari lesi ganas.
dalam strurna rnultinodular. Gharib dkk rnelaporkan
bahwa BAJAH rnernpunyai sensitivitas sebesar 83% dan Pencitraan. Pencitraan pada nodul tiroid tidak dapat
spesifisitas 92%. Bila BAJAH dikerjakan dengan baik, akan rnenentukan jinak atau ganas, tetapi dapat membantu
menghasilkan angka negatif palsu kurang dari 5%, dan mengarahkan dugaan nodul tioid tersebut cenderungjinak
angka positip palsu harnpir rnendekati 1%. Hasil BAJAH atau ganas. Modalitas pencitraan yang sering digunakan
dibagi rnenjadi 4 kategori, yaitu : jinak, mencurigakan pada nodul tiroid ialah sidik (sintigrafi) tiroid dan USG.
(termasuk adenoma folikulare, Hurthle dan garnbaran yang Sintigrafi tiroid pada keganasan hanya mernberikan
sugestif tapi tidak konklusif karsinoma papilare tiroid), gambaran hipofungsi atau nodul dingin, sehingga
ganas dan tidak adekuat. dikatakan tidak spesifik dan tidak diagnostik. Sintigrafi
Jenis karsinoma yang dapat segera ditentukan ialah tiroid dapat dilakukan dengan rnenggunakan 2 rnacarn
karsinoma papilare, medulareatau anaplastik. Sedangkan isotop, yaitu iodium radioaktif (123-1) dan technetium
untuk jenis karsinorna folikulare, untuk mernbedakannya pertechnetate (99m-T~). 123-1 lebih banyak digunakan dalam
dari adenorna folikulare, harus dilakukan pemeriksaan evaluasi fungsi tiroid, sedang 99m-Tc lebih digunakan
histopatologi yang dapat memperlihatkan adanya invasi untuk evaluasi anatorninya. Pada sintigrafi tiroid, kurang
kapsul tumor atau invasi vaskular. Mengingat secara lebih 80-85% nodul tiroid rnemberikan hasil dingin (cold)
sitologi tidak dapat membedakan adenoma folikulare dan 10-15% dari kelornpok ini mempunyai kemungkinan
dari karsinoma folikulare, maka keduanya dikelornpokkan ganas. Nodul panas (hot) diternukan sekitar 5% dengan
menjadi neoplasma folikulare intermediate atau suspicious. risiko ganas paling rendah, sedang nodul hangat (warm)
Pada kelompok suspicious, ang ka kejadian karsinoma terdapat 10-15% dari seluruh nodul dengan kernungkinan
folikulare berkisar 20% dengan angka tertinggi terjadi ganas lebih rendah dari 10%.
pada kelompok dengan ukuran nodul besar, usia USG pada evaluasi awal nodul tiroid dilakukan untuk
bertarnbah dan kelamin laki-laki. rnenentukan ukuran dan jurnlah nodul, rneski sebenarnya
Sekitar 15-20% pemeriksaan BAJAH, memberikan USG tidak dapat membedakan nodul jinak dari yang
hasil inadequat dalam ha1 material/sampel. Pada keadaan ganas. USG pada nodul tiroid yang dingin sebagian besar
seperti ini dianjurkan untuk rnengulang BAJAH dengan akan menghasilkan gambaran solid, campuran solid-
bantuan USG (guided USG) sehingga pengarnbilan sarnpel kistik dan sedikit kista simpel. Dari suatu seri penelitian
menjadi lebih akurat. USG nodul tiroid, didapatkan 69% solid, 12% campuran
Pemeriksaan potong beku (frozen section) pada saat dan 19% kista. Dari seluruh 19% kista tersebut; hanya 7%
operasi berlangsung, tidak rnernberikan keterangan banyak yang ganas, sedangkan kernungkinan ganas dari nodul
untuk neoplasma folikulare, tetapi dapat mernbantu solid atau campuran berkisar 20%. USG juga dikerjakan
mengkonfirrnasi diagnosis dugaan karsinoma papilare. untuk menentukan rnultinodularitas yang tidak teraba
dengan palpasi, khususnya pada individu dengan riwayat
Laboratorium. Keganasan tiroid bisa terjadi pada keadaan radiasi pengion pada daerah kepala dan leher. IVodul
fungsi tiroid yang normal, hiper maupun hipotiroid. Oleh soliter atau multipel yang lebih kecil dari lcrn yang
karena itu perlu diingat bahwa abnormalitas fungsi tiroid hanya terdeteksi dengan USG umumnya jinak dan tidak
tidak dengan sendirinya menghilangkan kernungkinan diperlukan pemeriksaan lanjutan lain kecuali evaluasi
keyanasan. Sering pada Hashimotojuga timbul nodul baik USG ulang secara periodik. Nodul yang terdeteksi dengan
uni/bilateral, sehingga pada tiroiditis kronik Hashimoto- USG pada pasien Graves urnurnnyajinak. Dari 31 5 pasien
pun masih rnungkin terdapat keganasan. Graves ditemukan 106 nodul ukuran 8mm atau lebih,
Pemeriksaan kadar tiroglobulin serum untuk pada evaluasi sitologi hanya ditemukan 1 (satu) kasus
keganasan tiroid cukup sensitif tetapi tidak spesifik, karsinoma.
karena peningkatan kadar tiroglobulin juga ditemukan Modalitas pencitraan lain seperti computed
pada tiroiditis, penyakit Graves dan adenoma tiroid. tomographic scanning (CT Scan) dan magnetic resonance
Pemeriksaan kadar tiroglobulin sangat baik untuk monitor imagir~g(MRI) tidak direkomendasikan untuk evaluasi
kekambuhan karsinoma tiroid pasca terapi, kecuali pada keganasan tiroid, karena disamping tidak mem berikan
karsinoma tiroid rnedulare dan anaplastik, karena sel keterangan berarti untuk diagnosis, juga sangat mahal.
CTScan atau MRI baru diperlukan bila ingin mengetahui PENGELOLAAN KARSINOMA TlROlD
adanya perluasan struma substernal atau terdapat
kompresi trakea. Operasi
Terapi supresi siroksin (untuk diagnostik). Salah satu Tiroidektomi total, bila masih memungkinkan untuk
cara meminimalisasi hasil negatif palsu pada BAJAH ialah mengangkat sebanyak mungkin tumor dan jaringan
dengan terapi supresi TSH dengan tiroksin. Yang dimaksud tiroid yang sehat, merupakan prosedur awal pada hampir
terapi supresi TSH dengan L-tiroksin ialah menekan sekresi sebagian besar pasien karsinoma tiroid berdiferensiasi.Bila
TSH dari hipofisis sampai kadar TSH di bawah batas ditemukan metastasis kelenjar getah bening (KGB) regional,
nilai terendah angka normal. Rasionalitas supresi TSH diteruskan dengan radical neck dissection. Pada karsinoma
tiroid medulare, setelah tiroidektomi total, mengingat
berdasarkan bukti bahwa TSH merupakan stimulator kuat
tingginya angka metastasis KGB regional, dilanjutkan
untuk fungsi kelenjar tiroid dan pertumbuhannya. Cara ini
dengan central and bilateral lateral node dissection. Untuk
diharapkan dapat memisahkan nodul yang memberikan
karsinoma anaplastik, mengingat perkembangannya yang
Respons dan tidak, dan kelompok terakhir ini lebih besar
cepat dan umumnya diketahui setelah kondisinya lanjut,
kemungkinan ganasnya. Tetapi dengan adanya reseptor
biasanya tidak dapat dioperasi lagi.
TSH di sel-sel karsinoma tiroid, maka terapi tersebutjuga
Beberapa pertimbangan dan keuntungan pilihan
akan memberikan pengecilan nodul. Ini terbukti dari
prosedur operasi ini adalah sebagai berikut:
13-15% pasien karsinoma tiroid mengecil dengan terapi
Fokus-fokus karsinoma papilare ditemukan di kedua
supresi. Oleh karena itu tidak ada atau adanya Respons
lobus tiroid pada 60-85% pasien.
terhadap supresi TSH tidak dengan sendirinya secara pasti
Sesudah operasi unilateral (lobektomi), 5-10%
menyingkirkan keganasan.
kekambuhan karsinoma tiroid papilare terjadi pada
Berdasarkan data-data pada evaluasi klinis dan
lobus kontralateral.
pemeriksaan penunjang, maka dapat diduga kecenderungan
Efektivitas terapi ablasi lodium radioaktif menjadi
suatu nodul tiroid jinak atau ganas. (tabel 1)
lebih tinggi.
Spesifisitas pemeriksaan tiroglobulin sebagai marker
kekambuhan menjadi lebih tinggi setelah reseksi
Tabel 1. Kecenderungan Suatu Nodul Tiroid Jinak atau tumor dan jaringan tiroid sebanyak-banyaknya.
Ganas
Meskipun demikian kontroversi mengenai luasnya
Faktor Risiko Risiko Risiko
rendah tinggi operasi masih terus berlangsung hingga kini. Pada
analisis retrospektif, dari 1685 pasien risiko rendah, angka
1 2 3 4 5
Usia Tua x kekambuhan 20 tahun setelah lobektomi sebesar 22%
Anak-anak x dibanding 8% pada pasien yang menjalani tiroidektomi
Sex : Pria x total. Jenis tindakan lain seperti tiroidektomi subtotal, yang
Wanita x menyisakanjaringan tiroid sebesar 59, tidak memperoleh
Radiasi pengion dosis x keuntungan-keuntungan seperti disebutkan di atas.
kecil masa anak-anak Sebaliknya, alasan prosedur tiroidektomi unilateral
Riwayat Keluarga x (lobektomi) adalah tidak adanya manfaat memperbaiki
Massa kistik x angka kelangsungan hidup yang nyata dari tindakan
Massa solid
agresif, disamping prosedur tiroidektomi unilateral dapat
Nodul multipel x
mengurangi risiko hipoparatiroidisme dan kerusakan
Nodul soliter
Berkembang cepat nervus laryngeus. Pada penelitian 465 pasien dengan
Berkembang pelan risiko rendah, angka kekambuhan lokal setelah follow up
Nodul panas x 20 tahun (4% vs 1%) atau angka kegagalan menyeluruh
Nodul dingin (13% vs 8%) tidak berbeda pada 276 kasus lobektomi dan
Nodul hangat 90 kasus tiroidektomi total.
BAJAH (-) Beberapa konsensus penatalaksanaan karsinoma
BAJAH (+) tiroid menyebutkan bahwa tiroidektomi total diperlukan
KGB servikal pada karsinoma tiroid papilare primer dengan diameter
Respons komplit x paling tidak Icm, khususnya bila massa telah ektensi ke
terapi supresi
luar kelenjar tiroid, atau ditemukan metastasis.
Respons parsial terapi x
supresi Pada karsinoma tiroid berdiferensiasi baik yang
Respons negatip ditemukan pada saat kehamilan berlangsung, menurut
terapi supresi Moosa M dkk, pengelolaannya dapat ditunda hingga
selesai persalinannya. Dalam laporannya, Moosa M Supresi terhadap TSH pada karsinoma tiroid pasca
dkk menyebutkan bahwa prognosis karsinorna tiroid operasi dipertimbangkan karena adanya reseptor TSH
berdiferensiasi baik sama baiknya antara wanita harnil dan di s~l-selkarsinoma tiroid, sehingga bila tidak ditekan,
tidak hamil untuk kelompok usia yang sarna dan bahwa TSH tersebut dapat rnerangsang pertumbuhan sel-sel
pada sebagian besar kasus, diagnosis dan pengelolaannya ganzs yang tertinggal. Harus dipertimbangkan untuk
dapat ditunda hingga selesai persalinan selalu dalam keseimbangan antara manfaat terapi supresi
TSH dan efek samping terapi tiroksin jangka panjang.
Terapi Ablasi lodium Radioaktif Target kadar TSH pada kelompok risiko rendah untuk
Pada jaringan tiroid sehat dan ganas yang tertinggal kesakitan dan kematian karena keganasan tiroid adalah
setelah operasi, selanjutnya diberikan terapi ablasi iodiurn 0,l-0,5 rnU/L, sedang untuk kelompok risiko tinggi adalah
radioaktif 131-I.Dosis l3'-Iberkisar 80mCi dianjurkan untuk 0,01 mU/L. Dosis L-tiroksin untuk terapi supresi bersifat
diberikan pada keadaan tersebut, mengingat adanya individual, rata-rata 2 ug/kgBB.
uptake spesifik iodium ke dalam sel folikulare, termasuk Terapi supresi dengan L-tiroksin terhadap sekresi TSH
sel ganas tiroid yang berasal dari sel folikulare. Karsinoma dalam jangka panjang dapat memberikan efek samping di
tiroid medulare dan anaplastik tidak sensitif dengan terapi berbagai organ target, seperti tulang rangka dan jantung.
ablasi 131-I.Sekali terkonsentrasi di dalam sel, l3lI akan Banysk penelitian akhir-akhir ini yang menghubungkan
mengalami penguraian b, mengeluarkan energi tinggi keadaan hipertiroidisme ini dengan gangguan metabolisme
yang menginduksi sitotoksisitas radiasi seperti pancaran tulang yaitu meningkatnya bone turnover; bone loss dan
sinar g pada sel tiroid. Ada 3 alasan terapi ablasi pada risiko fraktur tulang. Umumnya pada kelompok usia
jaringan sisa setelah operasi, yaitu: tua lebih nyata efek sampingnya dibanding usia muda.
Merusak atau m e m a t i k a n sisa f o k u s m i k r o Rata-rata efek samping yang dilaporkan terjadi setelah
karsinoma pemberian L-tiroksin dosis supresi berkisar 7-15 tahun.
Meningkatkan spesifisitas sintigrafi 131-1 untuk Pengamatan pada kelornpok pre dan post menopause yang
mendeteksi kekambuhan atau metastasis melalui mendapat terapi L-tiroksin dosis supresi jangka panjang
eliminasi uptake oleh sisa jaringan tiroid normal mem3erikan hasil yang bervariasi. Roti E. dkk melaporkan
Meningkatkan nilai pemeriksaan tiroglobulin sebagai banyak studi memperlihatkan penurunan densitas tulang
petanda serum yang dihasilkan hanya oleh sel sebagai reaksi terhadap terapi supresi terjadi baik pada pre
tiroid. maupun post menopause. Salah satu penelitian pada pre
mencpause yang mendapat terapi L-tiroksin dosis supresi
Terapi ablasi iodium radioaktif umumnya tidak
selama kurang lebih 10,7 tahun memperlihatkan penurunan
direkornendasikan pada pasien dengan tumor primer
densitas mineral tulang femoral neck yang bermakna dan
soliter diameter kurang dari Icm, kecuali ditemukan
pada kelompok ini bone turnover juga meningkat. Gharib
adanya invasi ekstratiroid atau metastasis.
dkk melaporkan hasil yang berbeda dimana penurunan
Untuk memaksimalkan uptake iodium radioaktif
setelah tiroidektorni total, kadar hormon tiroid diturunkan densi~astulang tidak berbeda bermakna antara kelompok
dengan menghentikan obat L-tiroksin, sehingga TSH premenopause dengan normal. Suatu studi meta-analsis
endogen terstimulasi hingga mencapai kadar di atas 25- yang melibatkan239 pasien, pada kelompok pre menopause
30 mU/L. Mengingat waktu paruh L-tiroksin adalah 7 hari, terdapat kehilangan massa tulang sebesar 2,7% setelah 8,2
biasanya diperlukan waktu 4-5 minggu untuk mencapai tahun. tidak berbeda dengan yang dialami kelompok wanita
kadar TSH tersebut di atas. Pasienjuga perlu menghindari normal. Sementara Schneider dkk melaporkan bahwa terapi
makanan yang mengandung tinggi iodium paling kurang 2 estrogen menghambat proses kehilangan massa tulang
minggu sebelurn sintigrafi dikerjakan, karena peningkatan yang diinduksi L-tiroksin. Terapi tiroksin yang tidak sampai
iodium non-radioaktif di dalam sel tiroid menekan uptake menetan sekresi TSH tidak menyebabkan osteopenia.
iodium radioaktif.

Terapi Supresi L-Tiroksin FAKTOR RlSlKO PROGNOSTIK


Mengingat karsinoma tiroid berdiferensiasi baik jenis
papilare maupun folikulare- merupakan 90% dari seluruh Faktor risiko prognostik digunakan sebagai bahan
karsinoma tiroid- mempunyai tingkat pertumbuhan pertimbangan dalam mengambil keputusan jenis
yang lambat, maka evaluasi lanjutan perlu dilakukan pengobatan yang akan diberikan. Diharapkan dengan
selama beberapa dekade sebelum dikatakan sembuh mengetahui faktor risiko prognostik ini pengobatan dapat
total. Selarna periode tersebut, diberikan terapi supresi dilakukan lebih selektif, sehingga tidak kecolongan pasien
dengan L-tiroksin dosis suprafisiologis untuk menekan keganasan tiroid tertentu yang memang harus mendapat
produksi TSH. pengobatan agresif, demikian juga pada pasien tertentu
dapat terhindar dari pengobatan berlebihan yang tidak Tabel 2. Angka Kel'adgsungan Hidep Pasien Kanindma
perlu. Faktor risiok prognostik tersebut adalah sebagai xmi& ~ & & & . . ~ , & & & v ~ ~ & & . . & , ? n
berikut: FaMor ~irnt;b~~&YIB~dt$
"* +

AMES (Age, Metastasis, Extent of primary cancer, @Amor AMES Risk Rendah
Size) Age : pria <41 th, wanita < 51 th/pria > 40 th, wanita > Group
Overall 98%
50 t h Metastasis : metastasis jauh/tanpa metastasis jauh
survival rate
Extent: papilare intratiroid atau folikulare dengan infasi
Disease free 95%
kapsul minimal/ papilare ekstratiroidal atau folikulare survival rate
dengan invasi mayor DAMES
Size : 5 cm/> 5 cm. Risiko rendah : 1). Setiap usia risiko Rendah Menengah Tinggi
Risk Group
rendah tanpa metastasis, 2). Usia risiko tinggi tanpa meta Disease free 92% 45% 0%
dan dengan ekstensi. dan ukuran tumor risiko reidah. survival rate
Risiko tinggi : 1). Setiap pasien dengan metastasis, atau 2). AGES PS <4
Usia risiko tinggi dengan salah satu ekstensi atau uturan 20-year 99%
tumor untuk risiko tinggi. survival rate
MACIS PS <6
DAMES (AMES + pemeriksaan DNA sel tumor dengan 20-year 99%
flow cytometry) survival rate
AMES risiko rendah + DNA euploid : risiko rendah
AMES risiko rendah + DNA aneuploid : risiko sedarg
AMES risiko tinggi + DNA aneuploid : risiko tinggi Sintigrafi Seluruh Tubuh (Whole Body ScanninglNBS)
WBS dengan iodium radioaktif perlu dikerjakan 6-12
AGES (Age, tumor Grade, tumor Extent, tumor Size)
bulan setelah terapi ablasi pertama. Bila pada WBS tidak
Skor prognostik : 0.05 x usiath(kecuali usia <40th= 3), + I
ditemukan abnormalitas, angka bebas kekambuhan dalam
(grade 2) atau +3 (grade 3 atau 4), + I (jika ekstratiroidal)
10 tahun diprediksikan sebesar 90%. Sedangkan bila
atau +3 (jika metastasisjauh), + 0.2 x ukuran tumor ldalam
dari 2 kali WBS berturut-turut tidak ada kelainan, angka
cm (diameter maksimum). Skala skor prognostik : 0-1 1.65,
bebas kekambuhan diprediksikan sebesar 95%. Dalam
median 2.6. Kategori risiko : 0-3.99; 4-4.99; 5-5.99; >6.
ha1 tidak ada uptake yodium pada WBS tetapi terdapat
MAClS (Metastasis, Age, Completeness of resection, peningkatan kadar tiroglobulin serum, atau sebaliknya
Invasion, Size) ditemukan uptake di daerah tiroid pada WBS meskipun
Skor prognostik : 3.1 (usia<3gth) atau 0.08 K usia tiroglobulinnya tidak meningkat, direkomendasikan terapi
(jika usia >40th), + 0.3 x ukuran tumor dalam cm, + I (jika ablasi 13'-1 ulangan dosis sama, atau dosis 150mCi bila
diangkat tidak komplit), + I (jika invasi lokal), +3 (jika ditemukan adanya metastasis.
metastasis jauh). Kategori risiko skor prognostik : 0-5.99;
6-6.99; 7-7.99; > 8. Ultrasonografi (USG)
Dengan pengelompokan faktor risiko prognostik Ultrasonografi berperan pada evaluasi adanya kekambuhan
tersebut, dapat diperkirakan angka kelangsungan oasien atau adanya kelenjar getah bening (KGB) lokal atau
keganasan tiroid, seperti pada tabel 2. metastasis regional. Walaupun USG ini dapat digunakan
Dengan pengelompokan seperti ini, dapat disarankan, untuk membedakan KGBjinak dari yang ganas (berdasarkan
misalnya pada pasien dengan angka kelangsungan hidup ukuran, bentuk, ekogenisitas), tetapi BAJAH guided USG
20 tahun-nya 99%, tentu tidak memerlukan pengobatan perlu dilakukan untuk konfirmasi diagnostik adanya
yang intensif, sehingga terhindar dari kemungkinan metastasis.
timbulnya penyulit akibat pengobatan itu sendiri.
Pencitraan Lain
Pemeriksaan pencitraan lain seperti CTscan, rongent dada,
MRI dan fluorodeoxyglucosepositron-emission tomography
(FDG-PET) tidak secara rutin diindikasikan.
Setelah berbagai terapi diberikan, perlu evaluasi secara
berkala, agar dapat segera diketahui adanya kekambuhan Petanda Keganasan
atau metastasis. Monitor standar untuk keperluan itu ialah Pemeriksaan petanda keganasan seperti kadartiroglobulin
pencitraan (sintigrafi seluruh tubuh dan kalau perlu USG) serum yang hanya diproduksi oleh sel folikel tiroid pada
dan pemeriksaan petanda keganasan (tiroglobulin dab karsinoma tiroid berdiferensiasi atau kalsitonin pada
kalsitonin) serum. karsinoma tiroid medulare dapat membantu mendeteksi
adanya sisa, kekambuhan dan metastasis. Tiroglobulin Lewinski A., Ferenc T., Sporny S., et al. Thyroid carcinoma:
dan TSH diperiksa setiap 6 bulan selama 3 tahun pertama, diagnostic and therapeutic approach; genetic background
(review). Endocrine Regulation 2000; 34: 99113-.
selanjutnya setiap tahun. Sesudah tiroidektomi total dan Moosa M, Mazzaferri EL. Outcome of differentiated thyroid
terapi ablasi yang berhasil, secara teoritis dalam waktu 3 carcinoma diagnosed in pregnant women. J Clin Endocrinol
bulan -meskipun kadang-kadang bisa sampai 1-2 tahun- h4etab 1997; 82: 28622866-.
Rosai J., Carcangiu ML., Delellis RA. Tumor of the thyroid gland.
tiroglobulin serum tidak akan terdeteksi lagi. Atlas of Tumor Pathology. Rosai J., Sobin LH. (eds). Armed
Oleh karena itu, bila kadar tiroglobulin serum Forces Institute of Patl~ology,Washington D.C.1992: 19205-.
meningkat, merupakan bukti tak langsung adanya sisa Roti E., Minelli R., Gardini E., dkk. The use and misuse of thyroid
jaringan tiroid normal atau tumor. Kadang ditemukan kadar hormone. Endoc Rev 1993; 14: 401423-.
Scheneider AB., Ron E. Carcinoma of follicular epithelium: 70A
tiroglobulin meningkat tanpa disertai hasil positip pada epidemiology and pathogenesis. Dalam Werner and Ingbar's
sintigrafi seluruh tubuh atau dengan teknik pencitraan -TheThyroid- a fundamental and clinical text. Braverman LE
lainnya. Caplan dkk melaporkan dari observasi sendiri dan and Utiger RD (ed), edisi 9, Philadelphia: Lippincott Williams
& Wilkins; 2005: 889906-.
dari observasi penelitian lain disimpulkan bahwa produksi Session RB, Davidson BJ. Thyroid cancer. Med Clin North Am
tiroglobulin berhubungan dengan tumor tiroid, yang 1993; 77: 517535-.
kadang-kadang karena terlalu kecil sehingga tidak dapat Sherman SI. Thyroid carcinoma. Seminar. Lancet 2003; 361: 501-
511.
dideteksi dengan berbagai macam teknik pencitraan.
Singer PA., Cooper DS., Daniels GH., dkk. Treatment guidelines for
Sensitivitas pemeriksaantiroglobulin untuk mendeteksi patients with thyroid nodules and well differentiated thyroid
kekambuhan atau metastasis sebesar 85-95% pada carcinoma. Arch Intern Med 1996; 156: 21652172-.
keadaan lepas hormon tiroid (TSH terstimulasi), dan
sensitivitasnya menurun sampai 50% pada keadaan TSH
tersupresi atau pada karsinoma tidak berdiferensiasi.

REFERENSI

American Association of Clinical Endocrinologists and the


American College of Endocrinology. AACE Clinical practice
guidelines for the diagnosis and management of thyroid
nodules. Endocr Practice 1996; 2: 78-84.
Burcl~HB. Evaluation and management of the solid thyroid nodule.
Endocrinol Metab Clin North Am 1995; 24: 663-710.
Cantalamessa L., Baldini M., Orsatti A,, et al. Thyroid nodules in
Graves disease and the risk of thyroid carcinoma. Arch Intern
Med 1999; 159: 1705-1.708.
Caplan RH., Wickus GG., Manske BR. Longterm follow up
of a patient with papillary thyroid carcinoma, elevated
thyroglobulin levels, and negative imaging studies. Case
Report. Endocrine Practice 2005; 11(1):43-48.
Fraker DL., Skarulis M., Livolsi V. Thyroid tumor. Dalam Cancer:
Principles & Practice of Oncology. Edisi 5. Devita Jr. VT.,
Hellman S., Rosenberg SA (Eds). Philadelphia: Lippincott-
Raven; 1997.p. 1629-52.
Gage1 RF., Hoff AO., Cote GJ. Medullary Thyroid Carcinoma.
Dalam Werner and Ingbar's -The Thyroid- a fundamental
and clinical text. Braverman LE and Utiger RD (ed), edisi
9. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2005.p.
967-88.
Gharib H. Changing concepts in the diagnosis and management
of thyroid nodules. Endocrinol Metab Clin North Am 1997;
26: 777-800.
G11arib H., Mazzaferri EL. Thyroxine suppressive therapy in
patients with nodular thyroid disease. Ann Intern Med.
1998; 128: 386-94.
Jodar E., Torres MM., Jimenez FE., dkk. Bone loss in hyperthyroid
patients and in former hyperthyroid patients controlled on
medical therapy: influence of aetiology and menopause. Clin
Endocrinol1997; 47: 279-85.
Kaplan MM. Clinical evaluation and management of solitary
thyroid nodules. Dalam Werner and Ingbar's -The Thyroid-
a fundamental and clinical text. Braverman LE and Utiger
RD (ed), edisi 9. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins;2005.p.996-~1010.
SINDROM CUSHING DAN PENYAKIT CUSHING
Tri Juli Edi Tarigan

PENDAHULUAN terbatas, diestimasikan insiden tahunan sindrom ini


berkisar 2,3 juta per tahun di seluruh dunia. Penyakit
Lebih kurang 70 tahun yang lalu Harvey Cushing Cushing terutama terjadi pada wanita dengan rasio wanita
mendeskripsikan suatu fenomena klinik akibat dari ke pria berkisar3:l sampai 10:l. Pada klinik endokrin tersier
adenoma hipofisis basofilik yang kemudian menjadi nama di negara maju, ditemukan prevalensi sindrom Cushing
dari penyakit tersebut, yaitu penyakit Cushing. Sampai saat sekitar 5% diantara pasien diabetes melitus yang tidak
ini pengelolaan pasien dengan kelebihan glukokortikoid terkontrol dan osteoporosis. Data tersebut tentunya akan
ini masih merupakan tantangan di bidang endokrinologi berdampak pada pengelolaan pasien-pasien diabetes,
karena kasusnya memang jarang, bervariasi, dan untuk obesitas, hipertensi, gangguan menstruasi, oleh karena
menegakkan diagnosisnya membutuhkan pemeriksaan itu menjadi penting untuk melakukan penapisan.
penunjang yang canggih dan mahal untuk ukuran negara
berkembang. Pembahasan pada tulisan ini akan difokuskan
pada sindrom Cushing endogen, yaitu kelebihan hormon ETlOLOGl DAN PATOGENESIS
glukokortikoid yang bukan karena memakai steroid dari
luar tubuh walaupun secara empirik yang sering ditemukan Kelebihan produksi hormon kortisol di korteks adrenal
adalah yang jenis eksogen (fenotip Cushingoid). bisa sebagai akibat kelebihan ACTH dari berbagai
sumber atau memang kelenjar adrenal secara otonom
memproduksi kortisol berlebihan tanpa rangsangan
dari ACTH. Kortisol adalah hormon yang sangat esensial
untuk menjaga kenormalan metabolisme glukosa dan
Sindrom Cushing dan penyakit Cushing adalah manifestasi protein, keseimbangan elektrolit, fungsi imun, dan juga
klinis dari kelebihan abnormal hormon glukokortikoid tekanan darah. Masih banyak pertanyaan yang belum bisa
dalam waktu lama dengan segala konsekuensinya. Definisi dijawab mengapa hipofisis menjadi sangat aktif sehingga
ini juga mencakup adanya insufisiensi aksis hipotalamo- mengeluarkan ACTH berlebihan, atau mengapa korteks
pituitari-adrenal dan gangguan pada ritme sekresi sirkadian adrenal secara otonom hiperaktif sehingga memproduksi
kortisol. lstilah sindrom Cushing adalah istilah umum yang kortisol berlebihan.
dipakai untuk fenomena tersebut tanpa memperhatikan Sekitar 80% sindrom Cushing adalah ACTH-dependent,
penyebabnya, sementara jika penyebabnya berasal dari dimana ACTH dapat disekresi oleh adenoma hipofisis
kelebihan ACTH (odrenocorticotrophic hormone) yang (80% dari ACTH-dependent ) atau dapat berasal dari non
diproduksi oleh kelenjar hipofisis, lalu merangsang hipofisis (ektopik, sekitar 20% dari ACTH-dependent). Sisa
produksi kortisol berlebihan di adrenal, maka istilah yanc 20% kasus ( ACTH-independent ), kortisol diproduksi secara
dipakai adalah penyakit Cushing. otonom oleh kelenjar adrenal dengan perincian: 60%
kasus adalah adenoma, 38% kasus adalah karsinoma, dan
kurang dari 2% penyebabnya adalah hiperplasia adrenal
masif yang sangat jarang, seperti primary pigmented
nodular adrenal disease ( PPNAD ) atau sindrom McCune-
Walaupun data epidemiologi sindrom Cushing sanga: Al brig ht.
I
SINDROM CUSHING

label 1. Penyebab Sindrom Cushing (n= 123) Tabel 2. Gambaran Klinis Sindrom Cushing
Diagnosis Pasien (%) Tanda Gejala
ACTH-dependent Distribusi Lemak Perubahan selera
Sindrom Cushing pada gangguan 65 Buffallo hump makan
hipofisis (penyakit Cushing) Obes~tassentral Penurunan konsentrasi
Sindrom ACTH ektopik (mis. bronchial, 7 Focies pletorik* berpikir
timus, atau pancreatic carcinoids, Moon face Penurunan libido
karsinoma tiroid meduler, dll) Kenaikan berat badan Kelelahan
Sindrom CRH ektopik <1 Gangguan memori
Gambaran protein-
ACTH-independent jangka pendek
wasting
Insomnia
Adenoma adrenal 18 Demineralisasi tulang dan
lritabilitas
Karsinoma adrenal 6 osteoporosis
Gangguan menstruasi
PPNAD (termasuk Carney complex) 1 Mudah mernar
Gangguan mood
AlMAH (ekspresi aberan dari 3 Gangguan mekanisme
Osteoporosis
reseptor membrane ektopik dan pertahanan
Pada anak-anak
eutopik: polipeptida ~nhibitorgaster, Edema tungkai
katekolamin, atau LH/HCG, vasopresin, Kelemahan otot Virilisasi genital
dan serotonin) proksimal* abnormal
Purpura Pubertas tertunda
Kulit menipis Pertumbuhan terhenti*
Striae rubrae* Pubertas
DIAGNOSIS
pseudoprekoks
Garnbaran tidak spesifik
Perawakan pendek
Manifestasi klinis sangat beragam tergantung pada derajat Hipertensi
Pertumbuhan lambat*
beratnya hiperkortisolisme, lamanya, dan sensitifitas Diabetes melitus
reseptor glukokortikoid. Langkah-langkah diagnostik yang Dislipidemia
Perubahan endokrin
dianjurkan adalah: mengenali sindrom Cushing, konfirmasi
lntolerasi glukosa
tes biokimiawi untuk membuktikan kelebihan kortisol, Kondisi hiperkoagulasi
mencari penyebab, dan mencari strategi terapi yang sesuai. Manifestasi kulit
Tentunya anamnesis yang detail (terutama membedakan
Gangguan Neuropsikiatri
sindrom Cushing eksogen atau endogen), pemeriksaan
Depresi mayor
fisik yang teliti, dan pemeriksaan penunjang yang tepat
Mania
akan membawa ke arah diagnosis etiologi yang jelas. Psikosis
Tampilan yang klasik dari aspek metabolik, kardiovaskular,
*meiandakan gejala/tanda khas untuk sindrom Cushing
kulit, muskuloskeletal, dan manifestasi psikiatrik, biasanya
mudah bagi dokter untuk mengenalinya, tetapi tidak
jarang kasusnya ringan, dan hanya beberapa tanda saja
Tabk 3. Frekuensi Gejala dan Tande sindrom Cushing
yang muncul karena kenaikan hormon kortisol yang ringan
(n=423)
dan siklik. Pada beberapa kelaianan psikiatri ( depresi,
ansietas, kelainan obsesif konvulsif ), diabetes yang tidak Gejalananda Frekuensi
terkontrol, dan alkoholisme, bisa disertai hiperkortisolisme (%I
ringan dan menghasilkan tes seperti sindrom Cushing. 0be;itas sentral 97
Pada keadaan terakhir tentu butuh usaha yang lebih Moo.7 face 89
hati-hati untuk membuktikan adanya kelebihan hormon Hipertensi 76
kortisol yang abnormal. Atro'i kulit dan memar 75
Tugas para klinisi saat mencurigai sindrom Cushing Diabetes atau intoleransi glukosa 70
tentu berusaha mengenali secermat mungkin gejala dan Disfungsi gonad 69
tanda yang berhubungan dengan hiperkortisolisme. Kelemahan otot 68
Gejala dan tanda yang mungkin timbul bisa dilihat pada Hirsutisme,jerawat 56
tabel 2. Gangguan mood 55
Pada tabel 3 dapat dilihat bagaimana keseringan dari Osteoporosis 40
masing-masing gejala dan tanda, sehingga para klinisi Edena 15
dapat memperkirakan keadaan apa yang biasanya sering Policipsi/poliuri 10
ditemukan. lnfeksi jamur 8
Truncal obesity adalah tanda yang sering dan sekresi kortisol urin yang normal maka diagnosis sindrong
seringkali mengawali tanda-tanda yang lain. Kenaikan Cushing sudah dapat disingkirkan, tentu pada fungsi ginjal
berat badan juga sering ditemukan walaupun pada yang normal.
beberapa kasus kenaikannya minimal sehingga foto serial Bentuk aktif kortisol bebas di darah proporsional
pasien beberapa tahun terakhir seringkali membantu dengan kortisol di saliva, dan konsentrasi di saliva
menunjukkan perubahan kearah moon face. Kecurigaan tidak dipengaruhi oleh keadaan produksi saliva, serta
akan semakin muncul jika ditemukan obesitas sentral konsentrasi nya stabil pada suhu kamar atau suhu
dengan penumpukan lemak pada wajah dan daerah refrigerator. Perubahan konsentrasi kortisol di darah akan
supraklavikula,cervical fatpad, kulit tipis, striae, kelemahan segera diikuti oleh perubahan konsentrasi kortisol saliva.
otot proksimal, fatigue, hipertensi, gangguan metabolisme Pada orang normal, kortisol saliva pada saat antara pukul
glukosa dan diabetes, akne, hirsutisme, dan gangguan 23.00 dan 24.00 selalu dibawah 145 ng/dl ( 4 nmol/L ).
menstruasi. Stigmata lain pada dewasa adalah atro'i atot Laporan dari beberapa negara menyebutltan pemeriksaan
dan mudah memar. Osteoporosis, fraktur, dan gangguan ini memiliki sensifisitas 92-100% dan spesifisitas 93-loo%,
neuropsikiatrik seperti depresi, emosi labil, gangguar tidur, dengan akurasi yang sama dengan pemeriksaan 24h-UFC.
dan gangguan kognitifjuga sering ditemukan. Bekrapa Saliva dikumpulkan dengan cara diludahkan secara pasif di
tanda disebut sebagai tanda spesifik untuk sindrom tabung plastik atau dengan tampon kapas yang diletakkan
Cushing seperti striae kemerahan, pletora, kelemaha~otot di mulut dan dikunyah-kunyah 1-2 menit.
proksimal, dan mudah memar, tetapi banyak juga tanda Pemeriksaan I- m g o v e r n i g h t dexamethasone
lain yang tidak spesifik dan sering ditemukan pada kondisi suppression test ( I-mg DST ) dapat membedakan pasien
lain. Untuk itu tetap dibutuhkan bukti secara laboraturium sindrom Cushing atau bukan. Pemberiar~dexametason 1
bahwa terdapat hiperkortisolisme yang patologis dan mg antara pukul 23.00 dan 24.00, lalu diikuti pemeriksaan
menetap. kortisol puasa antara pukul 08.00 sampai pukul 09.00 di
Setelah kita mencurigai secara klinis maka langkah hari berikutnya. Jika sudah cukup bukti adanya sindrom
selanjutnya adalah membuktikan bahwa terdapat Cushing dari klinis dan laboraturium, maka langkah
kelebihan sekresi hormon kortisol dan gangguan selanjutnya adalah mencari penyebab kelebihan hormon
mekanisme umpan balik aksis hipotalamus-pituitari- kortisol tersebut. Pemeriksaan ACTH adalah langkah
adrenal. Untuk pemeriksaan laboraturium awal h n y a k selanjutnya, dimanajika didapatkan hasil ACTH < 10 pg/mL
guidelines menganjurkan salah satu dari beberapa tes maka sindrom Cushing tersebut adalah ACTH-independent
berikut: dua kali pemeriksaan 24 jam kortisol b e b ~ surin ( adrenal Cushing ) dan jika ACTH normal atau menetap
( 24-h Urinary Free Cortisol ), late-night salivary cortisol, tinggi lebih dari 15 pg/mL maka termasuk kelompok yang
7-mg overnight dexamethason suppression test (DST), ACTH-dependent. Pada beberapa kasus penyakit Cushing
atau longer low-dose DST. Pada suatu survey di kalangan menunjukkan ACTH yang normal rendah dan sebaliknya
endocrinologist, ketiga pemeriksaan di atas adalah jenis beberapa adrenal Cushing menunjukkan ACTH yang tidak
pemeriksaan awal yang paling sering dilakukan untuk tersupresi jelas. Dalam keadaan demikian dianjurkan untuk
mengevaluasi kemungkinan sindrom Cushing. Seringkali mengulang pemeriksaan ACTH sebelum melanjutkan
sulit atau belum tersedia pemeriksaan-pemeriksaan yang ke pemeriksaan selanjutnya..Untuk adrenal Cushing
disebutkan di atas di negara berkembang, sehingga secara yang kadar ACTH antara 10-20 pg/mL dianjurkan untuk
pragmatis seringkali hanya memeriksa kortisol pagi. melakukan tes stimulasi CRH , dimanajika hasilnya kurang
Untuk kortisol plasma sewaktu pagi hasilnya cukup dapat maka jelas suatu adrenal Cushing sementara jika terdapat
diterima jika hasilnya ekstrim tinggi. kenaikan ringan dari ACTH maka dapat diklasifikasikan
Pemeriksaan 24h-UFC menunjukkan banyaknya sebagai penyakit hipofisis (pituitary Cushing).
sekresi kortisol 24 jam tanpa dipengaruhi oleh kadar Setelah diyakini bahwa sindrom Cushing pada pasien
corticosteroid-binding globulin (CBG). Pemeriksaan ini adalah jenis ACTH-independent maka langkah selanjutnya
mengukur kortisol yang tidak terikat dengan CBG dan adalah melakukan pencitraan terhadap adrenal untuk
terfiltrasi di ginjal tanpa mengalami perubahan. Dengan melihat ada tidaknya lesi, jenis lesi, serta unilateral
demikian tentu fungsi ginjal akan mempengarut-i hasil atau bilateral. Jika ditemukan lesi pada adrenal maka
interpretasi pemeriksaan ini karena semakin berat kemungkinannya adalah adenoma adrenal atau karsinoma
kerusakan ginjal maka akan makin sedikit kortisol yang atau bentuk yang lebihjarang AlMAH ( ACTH-independent
disekresikan ke urin. Hal penting yang harus ditekankan macronodular adrenal hyperplasia ). Jika tidak ditemukan
kepada pasien adalah semua urin harus benar-benar lesi pada adrenal maka sebagai penyebab biasanya adalah
terkumpul selama 24 jam, minum seperti biasa dan tidak PPNAD (primary pigmented nodular adrenal disease).
berlebihan, serta tidak memakai kortikosteroid bentuk Pada tumor adrenal unilateral, jaringan sekitar tumor
apapun. Jika dalam 3 kali pemeriksaan menun-ukkan dan adrenal kontralateral akan mengalami atrofi atau
SINDROM CUSHING 248 1

masih tetap normal tergantung derajat rendahnya ACTH. yang harus dipikirkan adalah kemungkinan berasal dari
Adenoma adrenal biasanya ukurannya kecil bervariasi, pituitari karena rasio penyakit Cushing dengan ektopik
homogen, batas yang jelas, densitasnya lebih rendah dari adalah 9:l. Langkah awal adalah melakukan pencitraan
air pada CT scan, tetapi sama densitasnya dengan hati pada pituitari. Pada beberapa kasus MRI pituitari tidak
pada MRI. Jika lesinya bilateral rnaka diperlukan adrenal konklusif rnaka pada keadaan tersebut diperlukan prosedur
venous sampling ( AVS) untuk rnembedakan surnber utarna BlPSS (bilateral inferior petrosus sinus sampling) untuk
hipersekresi kortisol sehingga rnernbantu ahli bedah memtedakan sumber ACTH apakah mernang berasal dari
untuk rnenentukan jenis adrenalektomi. Berbeda dengan pituitzri atau ektopik. Pasien dengan kecurigaan ACTH-
karsinoma adrenal, biasanya diameter lebih dari 6 crn, producing tumour (ektopik) rnaka dilakukan perneriksaan
tepinya iregular dengan batas yang tidak tegas, densitas PET CT.
yang tinggi dan tidak rnerata karena adanya perdarahan
dan atau nekrosis, tetapi jika dengan MRI intensitasnya
hanya rneningkat sedang. PENATALAKSANAAN
Pada ACTH-dependent langkah selanjutnya adalah
mencari sumber hipersekresi ACTH, apakah berasal Setelah diketahui penyebab persisnya rnaka pengelolaan
pituitari atau ektopik. Jika pasiennya adalah wanita rnaka disesuaikan dengan penyakit dasarnya dan lokasi organ

Kecurigaan sindrom Cushing


I
Singkirkan kernungkinan pajanan glukokortikoid eksogen
I
Lakukan salah satu tes berikut

Kortisol bebas urin 24 jam Overnight I -mg D S Late night salivary


(z2 tes) cortisol ( 22 tes )

Pertirnbangkan kontraindikasi sebelurr rnelakukan tiap tes

Gunakan 48 jam, 2-rng DST pada populasi tertentu

ABNORMAL Normal (bukan Gndrom Cushing)

Singkirkan kemungkinan penyebab fisiolog hiperkortisolisme

Konsultasi dengan ahli endokrin


I
Lakukan 1atau 2 tes diatas
Anjurkan untuk periksa ulang tes dengan hasil abnormal
1
I
Anjurkan Dex-CRH or midnight serum cortisol pada populasi
. . tertentu 1
I

I
Hasil berbeda ABNORMAL Normal (bukan sindrorn Cushing)

(anjurkan perneriksaan tarnbahan) I


Sindrom Cushing

Gambar 1. Kecurigaan sindrom Cushing


Tanda-tanda klinis

1 Peningkatan kortisol bebas di ur n (3 kali pengumpulan urin 24 jam)


7
1 Kurangnya supresi kortisol setelah uji Oevametason dosis rendah
11
1 Peningkatan kortisol liur larut rnalam (tes tidak dinilai secara komplit)

1 Jikzdiperlukan

Kortisol plasma larut rnalam


Ritrne diurnal kortisol
Tes 2 mg DST + CRH
Sindrom Cushing

1
Adrenal Hipofisis Ektopik

ACTH Rendah Normal/tinggi Normal/sangat tinggi

Tes CRH Respons (-) R espon (+) R espons jarang

DEX. 8 mg Supresi (-) Supresi (+) Supresi jarang

CT/MRI adrenal Massa (+) Normal/hiperplasia* Normal/hiperplasia*

MRI hipofisis Normal Tumor (60%) N orrnal

BIPSS Tidak dapat Gradien (+) Gradien (-)


diterapkan
( pituitari/perifer) ( pituitari/perifer)

) BIPSS: bilateral inferior petrossal sinus sampling I


Gambar 2. Gejala klinis sindrom Cushing

yang terlibat. Pilihan terapi diantaranya adalah c~perasi, invasif. Pada keadaan ectopic ACTH- dependent seringkali
radioterapi, atau medikamentosa. Pilihan tertentu bisa saja sulit untuk mencari fokus dimana tempat ACTH diproduksi
efektif untuk pasien tertentu tetapi bisajadi sangat terbatas berlebihan. Dari beberapa penelitian disebutkan distribusi
untuk pasien lain karena efek sampingnya. Untuk psnyakit surnber ACTH di luar hipofisis yang tersering (bronchial
Cushing pilihan pertama adalah operasi trans'enoid, carcinoid 25%, islet cell cancer 16%, small-cell lung
lalu dilanjutkan dengan radioterapi dan medikarrentosa carcinoma 11%, medullary thyroid cancer 8%, disseminated
jika diperlukan. Untuk adrenal Cushing pilihan terapi neuroendocrine tumour of unknown primary source 7%,
adalah operasi, sesuai dengan lesi yang ditemukan dan thymic carcinoid 5%, feokrornositoma 3%, disseminated
selalu didahului dengan pemberian anti steroidogenesis gastrointestinal carcinoid 1%, tumor lain 8%).
(ketokonazol, rnifepristone, rnitotan, metirapon). Untuk Setelah sindrorn Cushing terdiagnosis, sambil
adrenalektomi bilateral maka biasanya diperlukan menunggu konfirrnasi penyakit dasarnya, maka sebaiknya
substitusi hormonal glukokortikoid dan mineralokortikoid diberikan anti steroidogenesis (ketokonazol, mifepristone,
terus-rnenerus pasca operasi. Saat ini sedang berkernbang mitotan, metirapon) terlebih dahulu. Hal lain yang sering
adrenalektorni per laparoskopi dengan teknik ninimal dilupakan adalah karena pasien dengan sindrom Cushing
sangat rentan dengan bangkitnya kurnan kornensal REFERENSI
penumocistic carinii di paru, rnaka sebaiknya diberikan
profilaksis dengan kotrirnoxazole. 1. Boscaro M, Arnaldi G. Approach to the patient with
p~ssibleCushing's syndrome. J Clin Endocrinol Metab, Sept
2009,94(9): 3121-3131
2. Kieman LK, Biller BMK, Findling JW, Newell-Price J, Savage
K O M PLI KASl MO, Steward PM, et al. The diagnosis of Cushing's syndrome:
an endocrine society of clinical practice. J Clin Endocrinol
Metabol, May 2008,93(5): 1526-1540
Sindrorn Cushing rnengakibatkan beragarn kornplikasi 3. Arnaldi G, Angeli A, Atkinson AB, Bertagna X, Cavagnini BF,
sisternik diantaranya obesitas sentral, hipertensi, gangguan Chrousos GP, et al. Diagnosis and complications of Cuslung,~
toleransi glukosa dan diabetes, dislipidernia, trornbosis, syndrome: A consensus statement. J Clin Endocrinol Metab,
2003,88 (12):5593-5602
kelainan psikiatrik, penyakit ginjal, osteoporosis, bersarna- 4. KeweU-Price J. Diagnosis/differensial diagnosis of Cushing's
sarna dengan rneningkatnya risiko kardiovaskular. Hal syndrom: a review of best practice. Best Practice and Reseach
lain yang juga sering rnenyebabkan kernatian pada Clinical Endocrinology and Metabolism,2009, 23, Suppl.1,
55-514
sindrorn Cushing adalah infeksi dan sepsis. Rernisi dan
5. Lamberts SWJ. Handbook of Cushing's Disease. 15'ed.Bristol
norrnalisasi kortisol seringkali tidak rnenghilangkan risiko UK. Bioscientifica. April 2011
kardiovaskular tersebut dan riwayat sindrorn Cushing 6. Young WF. Adrenal Conundrums. Proceeding book: Course
adalah faktor risiko permanen dari penyakit kardiovaskular. i r ~Advanced Endocrinology. Singapore. Feb 2009
Hal terpenting yang rnernpengaruhi harapan hidup
adalah level kortisol, sehingga tujuan dari pengelolaan
adalah rnenurunkan kadar kortisol bersarnaan dengan
rnengontrol risiko kardiovaskular lain sepanjang usia.
Hal lain yang sering terlupakan adalah bahwa pasien
dengan sindrorn Cushing rnengalarni suatu keadaan
penurunan daya tahan tubuh (immunocompromissed)
yang signifikan akibat kelebihan kortisol. Akibatnya pasien
tersebut dapat terinfeksi oleh kurnan yang pada orang
normal hanya sebagai kurnan kornensal, seperti yang
terjadi pada pasien HIV, sehingga diperlukan profilaksis
untuk kurnan tertentu seperti pneumicystic carinii.

PROGNOSIS

Jika tidak diobati secara adekuat, sindrorn Cushing secara


signifikan rneningkatkan morbiditas dan rnortalitas, dan
survival median dari pasien hanya sekitar 4,6 tahun. Dari
beberapa studi didapatkan angka kematian pada sindrom
Cushing non malignansi sekitar 2-4 kali dibandingkan
dengan populasi normal, sernentara sindrom Cushing
dengan penyakit dasar keganasan prognosisnya sangat
buruk, urnurnnya rneninggal selarna dalarn usaha
pengobatan awal. Perlujuga dipaharni bahwa pasien yang
gagal dengan operasi angka kernatiannya 5 kali lebih tinggi
dibandingkan dengan populasi normal jika dibandingkan
dengan pasien yang remisi dengan operasi.
GANGGUAN KORTEKS ADRENAL
Soebagijo Adi, Agung Pranoto

Korteks adrenal memproduksi hormon steroid antara lain yang mirip dengan korteks adrenal dewasa. Korteks
yang penting adalah glukokortikoid, mineralokortikoid, dan adrenal ini kemudian tumbuh dengan cepat ukurannya
androgen Fungsi normal adrenal akan berperan dan pada usia kehamilan 4-5 bulan, ukurannya lebih
penting untuk modulasi metabolisme intermediate serta besar dari ginjal dengan zona fetus mendorninasi ukuran
respons imun melalui gkukortikoid, tekanan darah, korteks adrenal. Beberapa gen yang menyandi faktor
volume vaskular, elektrolit melalui mineralokortikoid; transkripsi penting untuk pertumbuhan dan diferensiasi
dan karakteristik seks sekunder (terutama wanita) selanjutnya, antara lain SF-I, dan gen Dosage-sensitivesex
rnelalui androgen. Gangguan dari kelenjar adrenal akan reversal-Adrenal hypoplasia (DAXI ). Mutasi dari gen DAXI
menyebabkan endokrinopati seperti sindrorn Cushing, menyebabkan hipoplasia adrenal kongenital.'
penyakit Addison, hiperaldosteronisme, dan Sindrorn Adrenal fetus dikendalikan o l e h ACTH pada
hiperplasia adrenal kongenital.' pertengahan usia kehamilan, tetapi zona fetus rnengalami
defisiensi 3P-hidroksisteroid dehidrogenase, dan
rnernproduksi terutama dehidroepiandrosterone (DHEA)
NOMENKLATUR STEROID.2 dan DHEA sulfat, yang rnerupakan prekursor untuk
estrogen maternal-plasenta.
Struktur dasar steroid disusun dari inti yang terdiri dari
5 cincin (gambar-I). Atom karbon diberi nomer urut
dimulai dari cincin A. Steroid adrenal rnengandung 19
atau 21 atom karbon. Steroid C, rnernpunyai grup methyl
pada C-I8 dan C-19. Steroid C,, dengan grup keton pada
C-I7 dinamakan 77-ketosteroids; Steroid C, rnernpunyai
aktivitas androgenik yang lebih dominant. Steroid C, Inti steroid dasar ,-
rnernpunyai 2 rantai Carbon (C-20 dan C-21) yang terletak
pada posisi 17, dan grup methyl pada C-I8 dan C19. Steroid
C, dengan grup hidroksil pada posisi 17 dinamakan 17-
hydroxykortikosteroids. Steroid C, mempunyai aktivitas
glukokortikoid dan rnineral~kortikoid.~

Steroid C-19 Steroid C-21


EMBRlOLOGl DAN ANATOMI

Embriologi
Korteks adrenal turnbuh dari mesodermal dan berasal
dari garis keturunan satu sel induk yang ditandai dengar,
4
1% O

[?/\
I,,,/.+
L
C

OH

ekspresi dari faktor-faktor transkripsi tertentu, antara lain


steroidogenic factor 1 (SF-I). Pada usia gestasi 2 bulan.
C.;:Ketosteroid 17
"
<
,\'.,
//,,

.",
Hidroksikortikosteroid 17
-~

korteks adrenal sudah bisa di identifikasi sebagi organ


yang terpisah, terdiri dari zona fetus dan zona definitif, Gambar 1. Struktur dasar steroid dan nornenclat~re.~
GANGGUAN KORTEKS ADRENAL

Zona definitif rnensintesa beberapa steroid dan bisa rnemproduksi kortisol maupun androgen. Zona
merupakan sumber utama sintesis kortisol fetus. Mutasi glornerulosa ini tidak rnempunyai struktur yang jelas,
dari gen ACTH atau gen reseptor rnelanokortin-2 akan merupakan sel-sel kecil yang sedikit sekali rnengandung
menyebabkan defisiensi glukokortikoid familial.' lema< yang menyebar di bawah kapsul adrenal.'
Zona faskikulata merupakan bagian korteks adrenal
Anatomi yang paling tebal, meliputi sekitar 75% dari korteks, dan
Anatomi zona fetus dan zona definitif dipertahankan sarnpai mernproduksi kortisol dan androgen. Sel-sel pada zona
bayi lahir. Setelah lahir, secara gradual zona fetus akan fasciculata lebih besar dan rnengandung lebih banyak
rnenghilang, dengan akibat penurunan berat dan ukuran lipid.
korteks adrenal sampai dengan usia bayi 3 bulan. Zona retikularis mengelilingi medula dan juga
Tiga tahun berikutnya, korteks adrenal dewasa akan mernproduksi kortisol dan androgen. Sel-sel pada zona
tumbuh dari sel lapisan luar dari korteks, dan mengalami retikularis tersusun rapat dan mengandung sedikit sekali
diferensiasi rnenjadi 3 zona dewasa yaitu: glornerulosa, lipid tetapi rnengandung granul lipofuscin.'
faskikulata, dan retikularis.' Zona faskikulata dan retikularis dikendalikan oleh
Kelenjar adrenal dewasa dengan berat sekitar 8-10 ACTH. Kelebihan atau defisiensi ACTH akan merubah
gram, terletak di retroperitoneum diatas atau sisi medial struktur dan fungsi. Bila terjadi defisiensi ACTH maka zona
dari pole atas dari ginjal. Kelenjar adrenal dilapisi kapsul faskikulata dan retikularis akan atropi, dan kalau terjadi
dari jaringan fibrosa. Korteks meliputi 90% dari berat keletihan ACTH akan terjadi hiperplasia dan hipertropi
kelenjar adrenal, sedang rnedula kira-kira 10% dari berat kedu3 zona tersebut.'
kelenjar adrenal.

1-
Korteks adrenal mernpunyai vaskularisasi yang
baik dan rnendapat suplai terutarna dari cabang arteri ~13rnerulosa1I - androgen
phrenikus inferior, arteria renalis, dan aorta. Arteri-arteri
ini rnembentuk pleksus di bawah kapsula, darah arteri
kernudian rnasuk dalarn sistem sinusoid yang kemudian
penetrasi sampai ke korteks dan medula dan berakhir
pada vena sentral masing-masing kelenjar. Vena adrenal
kanan akan berrnuara di aspek posterior dari vena kava;
sedang vena adrenal kiri akan masuk ke dalarn vena renalis
sinistra.

Gambar-3. Anatorni rnikroskopik kelenjar adrenal3

BIOSINTESIS DARl KORTISOL DAN ANDROGEN


ADRENAL

Horrr~onutarna yang disekresi oleh korteks adrenal, adalah


Gambar 2. Anatorni kelenjar adrenal3
kortisol, androgen dan aldosteron. Didalarn kelenjar adrenal,
asetat atau kolesterol dengan bantuan enzim akan diubah
Anatomi Mikroskopik menj3di steroid, dan setroid ini nantinya akan diubah
Secara histologis korteks terdiri dari 3 zona, yang paling menjadi androgen dan estrogen. Distribusi kelesterol
luar adalah zona glomerulosa, kemudian zona faskikulata, ke organ tubuh yang membutuhkan di laksanakan oleh
dan sebelah dalarn adalah zona retikularis. Lipoprotein (a) atau disingkat dengan Lp(a). Selain kelenjar
Zona glomerulosa memproduksi aldosteron, adreral, organ tubuh yang dapat membentuk steroid adalah
rnerupakan 1 5 % bagian dari korteks dan sangat gonad dan plasenta. Narnun hanya korteks adrenal yang
sedikit kandungan 17a-hidroksilase sehingga tidak dapa: membentuk kortisol dari steroid ini.'
Asetat atau kolesterol dirubah menjadi progesteron menjadi steroid. Lipoprotein plasma adalah sumber
yang untuk selanjutnya dengan bantuan enzim 17 utama dari kolesterol adrenal. Selain kolesterol, asetat
hidroksilase diubah menjadi 17 hidroksiprogesteror yang juga merupakan sumber steroid. Low-density lipoprotein
kemudian diubah menjadi 11 Deoksikortisol dengan ~ n z i m merupakan 80% dari kolesterol yang dikirim ke adrenal,
17 hidroksilase 11 deoksikortisol akan diubah menjadi 11 sehingga adrenal mempunyai cadangan kolesterol yang
hidroksikortikosteroid (kortisol).' cukup untuk sintesa steroid dalam waktu yang singkat
ketika adrenal mendapat rangsangan. Bila diperlukan,
bisa terjadi peningkatan hidrolisis dari cholesteryl ester
STEROIDOGENESIS DAN ZONA KORTEKSADRENAL menjadi kolesterol bebas, dan peningkatan ambilan
lipoprotein plasma, serta peningkatan sintesis kolesterol
Ada perbedaan enzimatik antara zona glomerulosa dan dalam kelenjar adrenal.
2 zona lainnya, maka korteks adrenal secara fungsional Respons akut terhadap stimuli yang steroidogenk
terbagi menjadi 2 unit terpisah, dengan perbedaan dimediasi oleh steroidogenic acute regulatory protein
regulasi dan sekresi. (StAR), suatu fospoprotein mitokondria yang akan
Zona glomerulosa yang memproduksi aldos-eron, memacu transport kolesterol dari luar ke dalam membran
mempunyai aktivitas 17a-hidroksilase yang rendai dan mitokondria. Mutasi dari gen StAR akan menyebabkan
tidak bisa mensintesa 17a-hidroksipregnolone dar 17a- kongenital lipoid adrenal hiperplasia dengan defisiensi
hidroksprogesteron, yang merupakan prekursor dari kortisol dan aldosteron yang sangat berat pada saat
kortisol dan androgen adrenal. Sintesis aldosteron pada kelahiran.'
zona ini, dikendalikan oleh sistem renin-angiotensin dan
oleh kalium. Aldosteron merupakan mineralokortikoid
utama yang dihasilkan oleh zona glomerulosa. Aldosteron SINTESA KORTISOL
merangsang tubulus renalis untuk reabsorpsi natrium dan
ekskresi kalium, oleh karena itu aldosteron meru2akan Sintesa kortisol dimulai dengan hidroksilasi 17a pada
proteksi atas kemungkinan terjadinya hipovolemia pregnenolone oleh CYP17 dalam smooth endoplasmic
Dan hiperkalemia. Sekresi aldosteron dirangsang oleh reticulum menjadi 17a-hidroksipregnolon. Steroid ini
hipovolemia melalui cara tidak langsung. Keadan kemudian dikonversi menjadi 17a-hidroksiprogresteron
hipovolemia akan menyebabkan sel juxtaglorrerulo oleh 3P-hidroksisteroid dehidrogenase yang juga terdapat
renalis mengeluarkan renin. Selanjutnya renin akan dalam smooth endoplasmic reticulum.
mengubah angiotensin I (A-I) menjadi angiotensin II Ada jalur lain yang kurang berperan yaitu yang terjadi
(A-11). A-ll merangsang sekresi aldosetron. Hiperkalemia pada zona faskikulata dan retikularis melalui konversi
secara langsung merangsang sekresi aldosteron; sekresi pregnenolone menjadi progesterone kemudian menjadi
ini dihambat oleh atrial natriureticfactor (AI\IF=ANP) dan 17a-hidroksiprogesteron (Gambar 4).
oleh dopamin.' Tahap berikutnya masih di mikrosom, melibatkan
Zona faskikulata dan dan zona retikularis memproduksi hidoksilasi 21 pada 17a-hidroksiprogresteron oleh
kortisol, androgen, dan sejumlah kecil estrogen. Zona ini CYP21A2 menjadi II-deoksikortisol, yang selanjutnya
terutama dikendalikan oleh ACTH dan tidak mengekspresikan mengalami hidroksilasi lagi di mitochondria oleh CYPI 1B1
gene CYPI 1B2, suatu gen yang menyandi aldosteron untuk membentuk kortisol.
sintase (juga dikenal sebagai P450aldo), akibatnya zona Zona faskikulata d a n zona retikularis j u g a
faskikulata dan retikularis tidak bisa mengkonversi 11- mensintesa 11-DOC, 18-hidroksideoksikortikosteron,
deoksikortikosteron menjadi aldosteron.' dan kortikosteronel. Namun, tidak adanya enzim CYPI 1B2
Kortisol adalah gukokortikoid utama yang dihasilkan dari mitokhondria menyebabkan tidak terbentuknya
oleh zona faskikulata dan zona retikularis bagian aldosteron dari dua zona ini (Gambar 5)'. Sekresi kortisol
dalam. Kortisol ini berlawanan fungsi dengan insulin, pada keadaan basal atau non stres bervariasi dari 8 sampai
yaitu menyebabkan hiperglikemia melalui mekanisme 25 mg/dl (22-69 pmol/d) dengan rerata sekitar 9.2 mg/
penghambat sekresi insulin dan meningkatkan proses dl (25 ymol/d).'
glukoneogenesis di hepar.'

SINTESA ANDROGEN

Produksi androgen adrenal berasal dari pregnenolon dan


Sintesis kortisol dan androgen oleh zona faskikulata dan progesteron membutuhkan CYP17 (a-Hydroxylation), dan
retikularis diawali dengan kolesterol, yang akan diubah tidak terjadi pada zona glomerulosa,
GANGGUAN KORTEKS ADRENAL 2487

Kolesterol
DHEA
s z ue

I '&
! I -

3llHSDllSOM
I d
nI
iidroksi-
steron
-
H Androstenedion

~ ~ i k o r t i k o s t e r ,o, an z . s i k o r t i k o s t e r o l
CH20H CHIOH

@ " I !
O' I I

P450c 11 i
Kortikosteron Kortisol
I)

:,LU~LC: Garil,'c: U b , jll:.1,6ck U. G'ICC'III.~JII's UJ5IC h C11r)lc;ll


i ~ L'drllc,).
i r ~ d ~ ~ c , ~ i?!I1 b ~ j k v~r~v~.RcCeSSlnCdtci11C'~COnl
Col:ipao~s, I n c . A l l r:yllts resc:ucd.
:..opyi~rgr~L I I I I~4c:.;ra~~~-:lll~
~

Gambar 4. Biosintesis steroid di zona fasciculata dan zona reticularis dari korteks adrenal. Produk sekresi utamanya
adalah yang diberi garis bawah. Enzirn yang berperan diberi nomer pada sisi kiri, dan sisi atas dari garnbar, dengan tahap2
katalisa ditunjukkan dengan garis-garis berwarna. O aktivitas P450sci, cholesterol 20,22-hydroxylase:20,22 desrnolase;
O aktivitas 3HSD/ISOM, 3-hydroxysteroiddehydrogenase; 5-oxosteroidisornerase; O aktivitas P450c21,21-hydroxylase;
@ aktivitas P450c11, 11-hydroxylase; O aktivitas P450c17, 17-hydroxylase; 8 aktivitas P450c17, 17,20-lyase/desmolase
activity; O aktivitas sulfokinase

Produksi utarna androgen adalah dengan cara horrnon steroid di jaringan saraf dan jantung, dirnana
konversi 17a-hidroksipregnolon rnenjadi 19-carbon jaringan saraf dan jantung ini berfungsi sebagai paracrine
compounds (C-19 steroids) DHEA dan DHEA sulfate. atau autocrine. Enzirn steroidogenik seperti rnisalnya
17a-hidroksipregnolone rnengalarni pelepasan 2 rantai 3P-hidroksisteroid dehidrogenase dan aromatase juga
karbon di posisi C17 oleh enzim CYP17 (mikrosomal dieks~residi beberapa jaringan.'
17,20-desmolase) yang rnenghasilkan DHEA. DHEA
kernudian diubah menjadi DHEA sulfat oleh adrenal
sulfokinase. Androgen adrenal yang lain, androstenedione, PENGENDALIAN SEKRESI'
diproduksi terutarna dari DHEA, dimediasi oleh CYP17,
dan kemungkinan berasal dari 17a-hidroksiprogesteron. a. Sekresi CRH dan ACTH
Androstenedione bisa dikonversi menjadi testosteron. ACTH adalah hormon tropik dari zona fasikulata
Adrenal androgen, DHEA, DHEA sulfate, dan dan reticularis dan merupakan regulator utama dari
androstenedione, rnempunyai aktivitas androgenik produksi kortisol dan androgen adrenal. Ada faktor
intrinsik yang minimal. Androgen adrenal ini berperan lain yang ikut berperan antara lain neurotransmiter,
dalarn aktivitas androgenik justru pada saat di perifer neuropeptida, dan nitrik okside.
dikonversi menjadi androgen yang lebih poten yaitu ACTH sendiri dikendalikan di hipotalarnus dan
testosteron dan dihidrotestoteron. CNS rnelalui neurotransrniter dan corticotropin-
Walaupun DHEA dan DHEA sulfate disekresi dalam releasing hormon (CRH) dan arginine vasopressin
jumlah yang besar, namun androstenedione secara (AVP). Pengendalian neuroendokrin dari CRH dan
kualitatif lebih berperanan, karena lebih cepat diubah ACTH melibatkan 3 mekanisme
menjadi testosteron di perifer. b. Efek ACTH pada korteks adrenal
Beberapa studi menunjukkan adanya sintesa beberapa Pemberian ACTH akan menyebabkan sintesis dan
terhadap stres; (3) hambatan balik oleh kortisol
Kolesterol terhadap sekresi ACTH
- Ritme sirkadian: merupakan ritrne sekresi yang
episodik yang dikendalikan oleh sistem saraf
pusat. Sekresi kortisol rendah pada rnalarn hari
dan rnenurun terus pada jam jam pertarna
Progesteron
waktu tidur, pada saat ini rnungkin konsentrasi
plasma kortisol tidak terdeteksi. Pada saat jam
ke tiga dan ke lima tidur, sekresi kortisol mulai
rneningkat, narnun puncak episode sekresi mulai
P450aldo
1
kortikosteron
pada jam ke-6 sarnpai 8 tidur dan rnulai rnenurun
setelah bangun. Sekitar separuh dari kortisol total
disekresi pada fase ini. Sekresi kortisol kernudian
rnenurun secara bertahap pada pagi dan siang
hari, narnun ada peningkatan sekresi sebagai
respons terhadap rnakan dan aktivitas fisik
(lihat garnbar 6). Ritrne sirkadian bisa bervariasi
antar dan interindividual. Ritrne ini bisa berubah
pada keadaan (1) perbahan pola tidur dan pola
makan; (2) stres fisik seperti penyakit yang berat,
pernbedahan, trauma, starvasi; (3) stres psikis,
antara lain kecernasan hebat, depresi, psikosis;
Aldosteron 1 (4) gangguan sistern saraf pusat dan gangguan
hipofisis; (5) sindrorn Cushing; (6) gangguan
Gambar 5. Biosintesis di zona glomeruloa. Tahapan dart liver dan keadaan lain yang rnengganggu
kolesterol rnenjadi 11-deoxykortikosteron adalah sami rnetabolisrne kortisol; (7) gagal ginjal kronik;
dengan zona fasciculata dan zona retikularis. Narnun Zoni dan (8) alkoholisme. Cyproheptadine dapat
glornerulosa tidak rnernpunyai 17-hidroksilasesehingga tidak
mernproduksi kortisol. Zona Glornerulosa dapat menkonversi rnengharnbat ritrne sirkadian akibat dari efek
kortikosteron rnenjadi 18-hidroksi kortikosteron dan antiserotonergik.
aldosterone. Satu enzirn P450aldo bisa mengkatalisis konversi - Respons terhadap stres. Sekresi ACTH dan
dari 11-deoksikortikosteron menjadi kortikosteron menjadi kortisol berkaitan dengan respons terhadap
18-hidroksikortikosteron menjadi aldosteronl
stress fisik. ACTH dan kortisol akan disekresi
dalam hitungan rnenit setelah stres seperti
sekresi steroids. Kadarnya dalarn plasma akan operasi dan hipoglikemia; dan Respons ini akan
naik dalam hitungan rnenit. ACTH rneningkatkan rnenghilangkan irama sirkadian kalau stresnya
RNA, DNA dan sintesa protein. Stirnulasi kronis berlangsung lama. Respons terhadap stres ini
akan rnenyebabkan hiperplasia adrenokortikal dan akan tertekan pada pernberian glukokortikoid
hipertropi. Sebaliknya defisiensi ACTH rnenyebabkan dosis tinggi, dan sebaliknya akan akan rneningkat
atropi adrenokortikal dan penurunan rnasa kelenjar pada keadaan adrenalektorni.
penurunan kandungan protein dan asarn nukleat Hambatan dengan mekanisme umpan balik
c. ACTH dan steroidogenesis (Feedback inhibition). Harnbatan dengan
ACTH berikatan dengan reseptor di rnembran plasma rnekanisrne urnpan balik oleh glukokortikoid
akan rnenyebabkan peningkatan pernbentukan adalah regulator ketiga dari sekresi ACTH
kolesterol bebas, yang kernudian dikonversi menjadi dan kortisol. Glukokortikoid rnengharnbat
pregnenolon di rnitokondria yang kemudian berlanjut CRH, ACTH, dan kortisol ditingkat hipofisis
dengan tahap-tahap steroidogenesis. dan hipotalarnus. Harnbatan ini bisa rnelalui 2
d. Pengendalian neuroendokrin mekanisme, rnekanisrne cepat, dan rnekanisrne
Sekresi kortisol diregulasi oleh ACTH dan kadar larnbat
kortisol dalarn plasma paralel dengan kadar ACTH Hambatan cepat (Fast feedback inhibition)
(Garnbar 6). rnerupakan harnbatan urnpan balik terhadap
Ada 3 mekanisme pengendalian neuroendokrin: sekresi ACTH yang "rote-dependent" dimana
(1) sekresi ACTH yang episodik dan rimtik sirkadian; respons cepat ini tergantung pada kecepatan
(2) Respons aksis hipotalarnus-pituitari-adrenal (HPP.) peningkatan glukokortikoid, bukan dosisnya.
GANGGUAN KORTEKS ADRENAL 2489

Malam 4 PM 8 PM Tengah 4AM


malam
8AM Malam
I
Gambar 6. Fluktuasi ACTH dan glukokortikoid (11-0-ICS) sepanjang hari. Peningkatan
ACTH dan glukokortikoid terbesar adalah paca pagi hari sebelum bangun tidur'.

Fase ini cepat dalam hitungan menit dan sirkulasi. Lebih dari 90% kortisol beredar dalam bentuk
berlangsung kurang dari '10 menit. Respons ini terkonjugasi atau terikat dengan protein dengan ikatan
melibatkan mekanisme reseptor non sitosolik dari yang nonkovalen dan reversibel. Sebagian besar kortisol
glukokortikoid. Sedangkan hambatan lambat yang beredar dalam darah terikat dengan karier spesifik
(delayed feedback) merupakan hambatan yaitu ylucocorticoid-binding-a2-globulin (transcortin atau
umpan balik yang "time-dependent" dan kortisol-binding globulin [CBG]).3
"dose-dependent".Pada hambatan lambat ini S ntesis dari transcortin di hepar distimulasi oleh
bila pemberian glukokortikoid berlanjut maka estrogen dan menurun pada keadaan sirosis hati. Liver
kadar ACTH akan menurun terus, menjadi tidak dan sinjal merupakan 2 tempat utama untuk inaktivasi
responsif terhadap stimulus, yang akhirnya dan eliminasi hormon. Hormon yang inaktif akan di
berakibat supresi terhadap sekresi CRH dan elimir~asimelalui urin dalam bentuk metabolit. lnaktivasi
ACTH serta atropi dari zona fasciculata dan k o r t i s ~ menjadi
l kortison dan menjadi tetrahidrokortisol
reticularis. Jaras HPA ini akan gagal merespons dan tetrahidrokortison diikuti dengan konjugasi dan
stimulasi stress dan stimulasi lainnya. Hambatan ekskresi lewat ginjal. Metabolisrne glukokortikoid di
lambat ini melalui mekanisme klasik di reseptor jaringan oleh isform dari enzim 11P-hidroksisteroid
glukokortikoid dehydrogenase berperan dalarn modulasi efek fisiologis
e. Regulasi produksi androgen oleh ACTH dari glukokortikoid.
Produksi androgen oleh adrenal juga dikendalikan Kortikosteroid I IP-hydroxysteroid dehydrogenase type
oleh ACTH. Baik DHEA maupun androstenedione I adalah low-afinity NADPH-dependent reductase yang
menunjukkan adanya ritme sirkadian yang sesuai mengkonversi balik kortison rnenjadi bentuk aktif, kortisol.
dengan ACTH dan kortisol. Konsentrasi DHEA dan Enzim ini diekspresikan di hepar, jaringan adiposa, paru,
androstenedione rneningkat dengan cepat pada otot rangka, otot polos vaskular, gonad, dan CNS.
pemberian ACTH dan diharnbat dengan pemberian Konversi sebaliknya, kortisol rnenjadi bentuk
glukokortikoid. DHEA tidak rnenunjukkan ritme rnetabolit inaktifnya kortison, dirnediasi oleh enzim I IP-
diurnal disebabkan klirens rnetaboliknya yang sangat hydro.cysteroid dehydrogenase type 11, yang rnerupakan
rendah. h i g h - a f i n i t y NAD-dependent dehydrogenase, yang
diekspresikan terutarna d i ginjal, dirnana kortisol
dikonversi rnenjadi rnetabolit inaktif kortison. Konversi
METABOLISME GLUKOKORTIKOID ini sangat penting untuk mencegah kelebihan aktivitas
mineralokortikoid akibat ikatan kortisol dengan reseptor
Kortisol bebas merupakan 5-8% dari kortisol total di mineralokortikoid.
menjadi tipe I dan tipe l13. Reseptor tipe I spesifik untuk insulin. Dijaringan tulang dan tulang rawan, glukokortikoid
mineralokortikoid tetapi juga punya afinitas yang tinggi menurunkan ekspresi dan efek dari insulin-like growth
terhadap glukokortikoid. Reseptor tipe II spesifik untuk factor I (IGF-I), insulin-like growth factor-binding protein
glukokortikoid dan diekspresi di semua sel. 1, dan hormon pertumbuhan.
Semakin tinggi konsentrasi glukokortikoid, dan Pada kadar yang tinggi, glukokortikoid memberikan
tingginya afinitas dari reseptor mineralokortikoid untuk efek katabolik dan menyebabkan penurunan massa otot
glukokortikoid serta adanya spesifitas ligan-reseptor akan dan tulang. Glukokortikoid memodulasi respons imun
menghasilkan efek fisiologis. dengan meningkatkan sintesis sitokin anti inflamasi
Beberapa faktor bisa meningkatkan spesifitas dan menurunkan sintesa sitokin proinflamasi sehingga
reseptor mineralokortikoid untuk aldosteron. Pertama, menimbulkan efek anti inflamasi. Efek anti-inflamasi ini
glukokortikoid dalam plasma akan berikatan dengan yang dimanfaatkan sehingga dikenal beberapa analog
CBG (kortisol-binding globulin) dan albumin. katan dari glukokortikoid sintetik seperti prednison, untuk
protein plasma ini akan mengendalikan sehingga hanya pengobatan penyakit inflamasi kronis.
< l o % dari hormon yang tidak terikat yang bisa secara Pada pembuluh darah, glukokortikoid mempengaruhi
bebas melewati membran sel. Kedua, sel target dari Respons dan reaktivitas dari zat-zat vasoaktif, seperti
aldosteron mempunyai aktivitas enzim 7 7P-hydroxy:teroid angiotensin II dan norepinephrine. lnteraksi ini menjadi
dehydrogenase type 11, enzim yang merubah kortisol nyata pada penderita dengan defisiensi glukokortikoid
menjadi bentuk inaktif kortison. Ketiga, ada perbedaan yang manifes dengan hipotensi dan penurunan sensitivitas
respons dari reseptor untuk mineralokortikoid terhadap terhadap pemberian vasok~nstriktor.~
aldosteron dan glukokortikoid. Aldosteron berdisosiasi
dari reseptor mineralokortikoid lima kali lebih lambat Mekanisme Molekular
daripada glukokortikoid, walaupun afinitasnya sama. Efek glukokortikoid diawali dengan masuknya steroid
Aldosteron lebih sulit mengalami disosiasi dari reseptor kedalam sel dan berikatan dengan cytosolic glucocrticoid
mineralokortikoid dibanding kortisol. receptor proteins. Cytoplasmic glucocorticoid-receptor
Mekanisme ini menunjukkan bahwa dalam C:ondisi complex meliputi 2 subunit 90-kDa heat shock protein
fisiologis, efek dan aktivitas mineralokortikoid terbatas (hsp) 90.
hanya untuk respons terhadap aldosteron. Tetapi dalarr~ Setelah berikatan, hsp90 subunit akan menyebabkan
keadaan dimana terdapat ekses dari glukokortikoid akibat disosiasi dan akan mengaktifkan hormon-receptor complex
produksi yang berlebihan atau akibat konversi kortisol memasuki inti sel dan berinteraksi dengan nuclear
menjadi kortison yang menurun, akan menyetlabkan chromatin sites. DNA binding domain dari reseptor
ikatan dan stimulasi pada reseptor mineral~kortiksid.~ merupakan daerah yang mengandung banyak cysteine,
dan bisa mengadakan chelasi terhadap Zinc, suatu proses
konformasi yang disebut zinc finger. Kompleks reseptor-
EFEK SPESlFlK HORMON KORTEKS ADRENAL glukokortikoid memberikan efek melalui dua mekanisme:
(1) mengikat DNA nucleus ditempat yang spesifik yaitu
Glukokortikoid glucocorticoid regulatory elements; (2) berinteraksi dengan
Kortisol berikatan dengan reseptor glukokortikoid tipe II. faktor transkripsi lainnya seperti nuclear factor P, yang
Kompleks hormon-reseptor akan bertranslokasi kedalam merupakan regulator penting dari gene sitokin.'
nukleus dan berikatan dengan glucocorticoid response Proses ini akan menyebabkan perubahan ekspresi
elements, suatu sequence DNA yang spesifik, dan akan gen tertentu dan transkripsi dari mRNA tertentu. Protein
menghasilkan efek fisiologis melalui proses transkripsi yang dihasilkan akan merangsang respons gukokortikoid,
dari gen. Karena semua sel mengekspresikan reseptor yang bisa bersifat inhibisi atau stimulasi tergantung
glukokortikoid, maka efek fisiologisnya multisistemik. gen dan jaringan yang dipengaruhi. Walaupun reseptor
G l u k o k o r t i k o i d mempengaruhi metab $3I Isme
' glukokortikoid d i beberapa jaringan menunjukkan
intermediate, memicu proteolisis dan glukoneogenesis, kemiripan namun protein yang disintesis sebagai respons
menghambat sintesa protein di otot, m e n i n ~ k a t k a n terhadap glukokortikoid bisa sangat berbeda dan
mobilisasi asam lemak. Efek utama dari glukokortikoid menghasilkan ekspresi gen tertentu di berbagai tipe sel
adalah meningkatkan konsentrasi glukosa dalani darah yang berbeda. Mekanisme yang mendasari pengaturan
sesuai dengan namanya "glukokortikoid". Di dalam hepar, yang spesifik ini belum diketahui secara jelas.'
glukokortikoid akan meningkatkan ekspresi dari enzirn- Analisis dari DNA untuk reseptor glukokortikoid
enzim glukoneogenik. Di jaringan otot, glukokortikoid manusia yang di clone menunjukkan homologi struktural
menghambat translokasi glucose tranporter 4 (GLUT4) ke dan urutan asam amino dengan reseptor hormon steroid
permukaan membran sehingga menyebabkan resistensi yang lain (mineralokortikoid, estrogen, progesteron) dan
GANGGUAN KORTEKSADRENAL 249 1

reseptor untuk hormon tiroid dan v-erb-A oncogene.' agonis glukokortikoid. Glukokortikoid sintetik mempunyai
Walaupun steroid-binding domain dari reseptor afinitas terhadap reseptor yang lebih t i n g g i dan
glukokortikoid mempunyai spesifitas terhadap ikatan mempunyai aktivitas glukokortikoid yang lebih tinggi
dengan glukokortikoid, kortisol dan kortison berikatan dibanding kortisol dalam konsentrasi yang ekuimolar.
dengan reseptor mineralokortikoid dengan afinitas yang Kortikosteron dan aldosteron juga mempunyai afinitas
sama dengan aldosteron. terhadap reseptor glukokortikoid, namun konsentrasinya ,A

Spesifitas d a r i r e s e p t o r m i n e r a l o k o r t i k o i d dalam plasma dalam keadaan normal jauh lebih


dipertahankan oleh ekspresi dari 11-HSD pada jaringan rendzh dibanding kortisol, sehingga steroids ini tidak
yang sensitive terhadap rnineralokortikoid.' menimbulkan efek fisiologis glukokortikoid.'
Walaupun kompleks reseptor glukokortikoid berikut
rangkaian ekspresi gen yang mengikutinya dianggap Antagonis
berperan penting pada efek glukokortikoid, efek lain bisa Antasonis glukokortikoid mengikat reseptor glukokortikoid
terjadi melalui reseptor membran plasma.' namun tidak menimbulkan efek di nukleus yang diperlukan
untuk menghasilkan respons glukokortikoid. Steroid ini
bersaing mengikat reseptor dengan steroid agonis seperti
AGONIS DAN ANTAGONIS GLUKOKOR'TIKOID kortisol, sehingga menghambat respons dari agonis.
Beberapa steroid menunjukkan efek agonis parsial. Namun
Penelitian terhadap reseptor glukokortikoid telah pada konsentrasi yang cukup, steroid agonis parsial juga
menimbulkan istilah agonis dan antagonis. Beberapa bersaing dengan steroid agonis dalam mengikat reseptor
penelitian telah menemukan beberapa steroid dengan sehingga steroid agonis parsial ini bisa berfungsi menjadi
efek agonis parsial, antagonis parsial, atau agonis parsial- steroid antagonis parsial. Steroid seperti progesteron, 11-
antagonis parsial. deoxykortisol, DOC, testosteron, dan 17-estradiol telah
Beberapa ligan reseptor glukokortikoid telah mempunyai aktivitas antagonis atau efek agonis-antagonis
dikembangkan sehingga lebih selektif dalam ha1 parsial; namun peran fisiologis dari hormon ini pada efek
ikatan terhadap reseptor dan transkripsi dari gen yang glukokortikoid masih diabaikan, karena kadarnya yang
spesifik.' rendah dalam sirkulasi.
Clbat antiprogestational mifepristonejuga mempunyai
Agonis efek antagonis glukokortikoid dan telah dipakai untuk
Pada manusia, kortisol, glukokortikoid sintetik (prednisolon, menghambat efek g l u k o k o r t i k o i d pada Sindrom
deksametason), kortikosteron, dan aldosteron adalah Gushing.'

Tabel-1. Efek Fisiologis Kortiso13


Sistem Efek
Metabolisme Degradasi protein otot dan peningkatan ekskresi nitrogen
Meningkatkan glukoneogenesis dan kadar glukosa dalam plasma
Meningkatkan sintesa glikogen h e ~ a r
Menurunkan penggunaan glukosa ~efekaqti insulin)
Menurunkan penggunaan asam amino
Meningkatkan mobilisasi lemak
Redistribusi lemak
Meningkatkan efek glukagon dan efek katekolamin
Hemodinamik Mempertahankan integritas dan reaktivitas vaskular
Mempertahankan respons terhadap efek pressor dari katekolamin
Mempertahankan volume cairan
Fungsi imun Meningkatan produksi sitokin anti-inflamasi
Menurunkan produksi sitokin proinflamas~
Menurunkan inflamasi dengan menghambat prostaglandin dan produksi leukotriene
Menghambat efek inflamasi dari bradikinin dan serotonin
Menurunkanjumlah eosinophil, basophil, dan limfosit di sirkulasi (efek redistribusi)
Mengganggu cell-mediatedimmunity
Meningkatkanjumlah neutophil, trombosit, dan sel darah merah
Susunan saraf pusat Memodulasi persepsi dan emosi
Menurunkan sekresi CRH dan ACTH
MINERALOKORTIKOID meningkatkan eksresi Kalium melalui Na+/K+-ATPase dan
epithelial Na+ and K+ channels pada sel-sel collecting
Fungsi fisiologis utama dari aldosteron adalah mengatur duct. Peningkatan K+ di cairan ekstraselular akan
reabsorpsi sodium dan ekskresi potasium, sesuai dengan merangsang sekresi aldosteron, dan penurunan K+ akan
namanya, mineralokortikoid. meng hambat sekeresi a l d ~ s t e r o n . ~
Aldosteron akan berikatan dengan res2ptor
mineralokortikoid pada sel utama dari tubulus distal dan
collecting duct dari nefron, mengakibatkan peningkatan EVALUASI LABORATORATORIUM
dari absorpsi sodium serta ekskresi potasium.
Aldosteron meningkatkan masuknya sodium di Pemeriksaan kadar steroid dalam plasma pada umumnya
membran apical dari sel nefron distal melalui amilorid- mengukur kadar total konsentrasi hormon, kurang
sensitive epithelial Na' channel (EnaC). Na+/K+-adenosine menggambarkan kadar hormon yang aktif karena harus
triphosphatase (ATPase) terletak di membran basdateral diperhitungkan juga perubahan pada protein yang
dari sel, berfungsi mempertahankan konsentrasi sodium mengikat horrnon dalam plasma. ACTH dan konsentrasi
intraselular dengan cara mengeluarkan kembali s,~dium hormon adrenal dalam plasma berfluktuasi, oleh karena
yang direabsorpsi ke ek~traselular.~ itu hanya dengan sekali pengukuran kadar dalam plasma
Efek spesifik dari aldosteron adalah meningkatkan seringkali hasilnya kurang dapat dipercaya. Kadar dalam
sintesis dan aktivitas dari Na+/K+-ATPasepada rnenbran plasma harus diinterpretasi secara hati-hati, pemeriksaan
basolateral, yang akan menarik Na+di sitosol ke interstitium diagnostik yang spesifik seringkali membutuhkan tes
dan menukarnya dengan K+ kedalarn sel. Aldostercn juga dinamik (stimulasi dan supresi) atau tes lain yang dapat
meningkatkan ekspresi dari H+-ATPasedi membran apical menggambarkan sekresi kortisol sebenarnya.'
dan Cl-/HCO,- exchanger pada membran basolateral
dari intercalated cell. Intercalated cell mengekspresikan ACTH
enzim carbonic anhydrase dan berperan dalam proses Pengukuran kadar ACTH sangat bermanfaat dalam
pengasaman urin, dan alkalinisasi plasma. menegakkan diagnosis disfungsi hipofisis-adrenal. Kadar
Mineralokortikoid berperan pada berbagai t pe sel normal ACTH dalam plasma menggunakan rnetode
tetapi tidak sebanyak tipe-tipe sel yang dipengaruhi oleh pemeriksaan immunoradiometric assay (IRMA) atau
glukokortikoid. Reseptor dari mineralokortikoid tidak immunochemiluminometric assay (ICMA), adalah 9 - 52
diekspresi sebanyak reseptor glukokortikoid. Jaringan yang pg/mL (2-1 1.1 pmol/L).'
sensitif terhadap aldosteron antara lain epitel dari nefron Interpretasi: kadar plasma ACTH sangat bermanfaat
bagian distal, epitel permukaan dari colon distal, saluran dalam membedakan disfungsi adrenal apakah disebabkan
kelenjar liur dan kelenjar jaringan keringat. Efek lain dari oleh hipofisis atau adrenal.'
aldosteron antara lain peningkatan reabsorpsi sodium di 1. Pada insufisiensi adrenal dengan penyebab primer
kelenjar liur dan keringat, dan peningkatan ekskresi K T penyakit adrenal, maka kadar ACTH akan meningkat.
pada kolon3. Sebaliknya bila penyebabnya karena gangguan
hipofisis maka kadar ACTH menurun kurang dari 10
pg/mL (2.2 pmol/L).
ANDROGENS 2. Pada sindrom Cushing akibat tumor adrenal yang
mensekresi glukokortikoid, maka kadar ACTH akan
Efek fisiologis dari DHEA dan DHEAS belum sepenuhnya rendah, dan kadar di bawah 5 pg/mL (1.1 pmol/L)
diketahui. Sejauh ini diketahui bahwa pada kadar adalah diagnostik. Pada penderita dengan penyakit
DHEA yang rendah, akan berkaitan dengan penyakit Cushing (hipersekresi ACTH di hipofisis) maka kadar
kardiovaskular pada pria dan peningkatan risiko kanker plasma ACTH meningkat
payudara pada wanita premenopause. Tetapi kadar DHEA 3. kadar ACTH meningkat nyata pada sindrom ACTH
yang tinggi juga meningkatkan risiko kanker payudara ektopik, yang sulit dibedakan dengan penyakit
pada wanita postmenopause. Pemberian DHEA p ~ d usia' a Cushing, namun kadar yang lebih rendah lebih
lanjut akan meningkatkan kadar beberapa hormon, antara mengarah pada penyakit Cushing
lain IGF-1, testosteron, dehidrotestosteron dan estradiol. 4. ACTH juga meningkat pada keadaan kongenital
Bagaimana mekanisrne DHEA meningkatkan beberapa adrenal hyperplasia.
hormon lainnya masih belum dipahami secara lengkap3.
Aldosteron meningkatkan masuknya Na+ pada Kortisol
membran apikal dari sel sel nefron distal melalui amiloride- Pengukuran kortisol pada umumnya dilakukan dengan
sensitive epithelial Na+ channel (ENaC). Aldosteron juga metode radioimmunoassay, enzyme-linked immunosorbent
i

GANGGUAN KORTEKS ADRENAL

- Angiotensin II --I
, Sel utama

eks11a s a ~ u l aLr\Tj
~
Sel duktus il 1

K'
pengumpul korteks
I
I Ruang
interstitial
/, - /'' Lumen '

lnterstitium
!

i
Inti I..
CMembran !
aoikal !

Gambar 7. Efek fisiologis aldosteron di ginjal. Aldosteron berdifusi melalui membran plasma dan berikaan dengan reseptor
sitosolik. Kompleks reseptor-hormon akan bertranslokasi ke nukleus, yang berinteraksi dengan gen target dan akan mengaktivasi
atau merepresi aktivitas transkripsi, sehingga meningkatkan tranport Na+ trans-epitelial.
Aldosteron meningkatkan masuknya Na+ pada membran apikal dari sel sel nefron distal melalui amiloride-sensitiveepithelial Na+
channel (ENaC).Aldosteron juga meningkatkan eksresi Kalium melalui Na+/K+-ATPase dan epithelial Na+ and K+ channels pada
sel-sel collecting duct. Peningkatan K+ di cairan ekstraselular akan merangsang sekresi aldosteron, dan penurunan K+ akan meng-
hambat sekeresi aldosteron3.

assay (ELISA), high-performance liquid chromatography rnencapai lebih dari 40 t o 60 pg/dL (1100-1655
(HPLC), dan l i q u i d chromatography tandem mass nmol/L).
spectroscopy (LC/MS/MS). Metode ini rnengukur kortisol 3. Keadaan dengan kadar estrogen ynag tinggi: kadar
total, baik yang terikat rnaupun yang bebas, dan tidak kortisol total dalarn plasma akan rneningkat dengan
dipengaruhi oleh obat-obatan yang sedang dikonsumsi peningkatan CBG-binding capacity, yang terjadi bila
oleh penderita. HPLC dan LC/MS/MS tidak rnenunjukkan kadar estrogen tinggi (rnisalnya selarna keharnilan,
cross-reactivity dengan glukokortikoid sintetis.' atau bila penderita rnendapat terapi estrogen,
Interpretasi: perneriksaan kortisol plasma dengan sekali atau rnernakai kontrasepsi oral). Dalarn keadaan ini
perneriksaan sangat terbatas rnanfaatnya untuk diagnostic. konsentrasi estrogen bisa mencapai 2-3 kali normal.
test dinarnik untuk HPA axis lebih berrnanfaat. 4. kondisi lain: konsentrasi kortisol plasma juga
1. Kadar normal: bervariasi tergantung metode yang rneningkat pada keadaan kecemasan hebat, depresi,
digunakan dan waktu pengarnbilan sarnpel. Dengan starvasi, anoreksia nervosa, alkoholisrne, dan penyakit
perneriksaan rasio irnrnunoassay, kadar perneriksaan ginjal kronik.
pada jam 08.00 pagi : 3-20 pg/dL (80-550 nrnol/L)
dengan rerata 10-12 pg/dl (275.9-331. I nrnol/L). Bila Kortisol saliva
sarnpel darah diarnbil sesudah jam 08.00 pagi akan Kostisol dalarn saliva kadarnya dalarn keseirnbangan
rnernberikan hasil yang lebih rendah, dan bila diarnbil dengan kadar kortisol bebas dan kortisol yang aktif secara
jam 16.00 akan rnemberikan hasil kadar setengah biologis dalarn darah. Kadar kortisol dalam saliva tidak
dari perneriksaan pagi. Perneriksaanjam 22.00-02.00, dipengaruhi oleh perubahan kortisol-binding protein, oleh
kadar kortisol akan di bawah 3 pg/dl (80nrnol/L) aliran saliva dan komposisi saliva, dan kortisol saliva ini
2. Kadar dalarn keadaan stres: kortisol akan rneningkat stabil dalam suhu ruangan sampai dengan beberapa hari.
dalarn keadaan sakit berat, selama pembedahan, Pengukuran kortisol saliva dapat dilakukan pengambilan
dan setelah trauma. Konsentrasi dalarn plasma bisa sarnpel pada malarn hari. Pengukuran kortisol saliva sering
dipakai untuk menegakkan diagnosis sindrom Cujhing. 2. nilai normal: kadar kortisol bebas dalam urin dengan
Kadar kortisol saliva juga dipakai untuk memperk rakan cara HPLC atau LC/MS/MS is 5 - 50 pg/24 h (14-135
secara akurat kadar kortisol bebas dalam darah pada nmo1124 h).
penderita dengan gangguan serum-binding proteins.' 3. manfaat diagnostik: pengukuran kortisol bebas
dalam urin bermanfaat terutama dalam membedakan
Metode Perneriksaan obesitas dengan sindrom Cushing, karena pada
Saliva sangat mudah pengambilan sampelnya dan bisa obesitas kortisol bebas dalam urin tidak meningkat.
dilakukan di rumah. Pemeriksaan kadar kortisol sama Tes ini tidak bermanfaat pada keadaan insufisiensi
dengan yang dipakai memeriksa kortisol plasme yaitu adrenal, karena pada kadar yang rendah, tes ini tidak
radioimmunoassay, ELISA, HPLC, dan LC/MS/MS.l sensitif.'
Interpretasi:
17-Hidroksikortikosteroids
1. nilai normal: dengan menggunakan radioimmuno-as-
Test ini sudah tidak banyak dipakai lagi karena sudah ada
say dan ELISA, kadar kortisol saliva pada tengah malam
pemeriksaan kortisol plasma dan kortisol bebas dalam
pada umumnya di bawah 0.15 pg/dL (4 nmol/L).
urine yang lebih bermanfaat.'
2. kegunaan untuk diagnostik: kadar kortisol saliva yang
diambil secara acak kurang memberikan manfaat,
namun pemeriksaan kadar kortisol saliva pada ~engah
malam bisa menjadi tes diagnostik yang cukup sensitif
DEXAMETHASONE SUPPRESSION TESTS
untuk sindrom Cushing. Pada orang normal, k:ortisol
plasma dan saliva mencapai titik nadir antara jam Tes Dosis Rendah
22.00-02.00. Penderita dengan sindrom Cushing tidak Tes ini merupakan prosedur untuk memastikan adanya
bisa mencapai titik nadir pada jam-jam ini. sindrom Cushingtanpa melihatpenyebabnya.Deksametason,
suatu glukokortikoid yang potent, dalam keadaan normal
Kortikol Bebas Dalam Plasma akan menghambat pelepasan dari ACTH dari hipofisis, yang
akan menyebabkan penurunan kortisol plasma dan urin,
Pengukuran meliputi kortisol bebas atau fraksi yang
biologis aktif, jadi tidak dipengaruhi oleh perubahan dari menunjukkan adanya mekanisme hambatan balik pada HPA
axis. Pada sindrom Cushing, mekanisme ini terganggu, dan
kortikosteroid-binding globulin dan kadar albumin dalam
sekresi steroid gagal dihambat seperti kondisi fisiologis.
serum. Pengukuran menggunakan radioimmunoassay
setelah dipisahkan fraksi yang terikat dan yang bebas. Deksametason dengan dosis yang digunakan pada test
ini tidak akan mengganggu pemeriksaan kadar kortisol
Walaupun pengukuran ini jarang digunakan, namun bisa
penting pada penentuan fungsi adrenal pada penderita plasma dan urin.'
dengan sakit berat dan kondisi kritis. Pada penderita ini
Overnight I-rng dexamethasone suppression test,
merupakan tes yang sering digunakan sebagai penapis
pengukuran kortisol total dalam plasma dan responsnya
untuk sindrom Cushing. Deksametason 1 mg diberikan
terhadap rangsangan ACTH akan menyebabkan over
peroral dosis tunggal pada jam 23:OO malam, dan besok
diagnosis terhadap insufisiensi adrenal, terutarr~apada
paginya diambil sampel plasma untuk pegukuran kadar
keadaan hipoalbuminemia.'
kortisol. Sindrom Cushing bisa disingkirkan bila kadar
kortisol kurang dari 1.8 pg/dL (50 nmol/L). Pemakaian
kriteria ini mempunyai sensitivitas yang tinggi, tapi
KORTIKOSTEROID URlN
dengan peningkatan positif palsu dengan spesifitas
sekitar 80-90%. Delapan puluh sampai sembilan puluh
Kortisol Bebas
persen penderita dengan sindrom Cushing menunjukkan
1. Metoda pemeriksaan: pemeriksaan terhadap kortisol Respons yang abnormal. Negatif palsu lebih banyak terjadi
bebas yang diekskresi di urin merupakan metode pada hiperkortisolisme yang ringan, dan bisa terjadi pada
yang bagus untuk menegakkan diagnosis sindrom penderita dimana metabolime deksametason melambat,
Cushing. Dalam keadaan normal kurang clari 1% sehingga kadar dalam plasma lebih tinggi dan akan
kortisol bebas yang diekskresi di urin. Pada teadaan mengakibatkan supresi yang lebih tinggi sehingga terbaca
ekses, kapasitas CBG akan terlampaui sehingga kadar normal. Pemeriksaan kadar deksametason dan kortisol
kortisol bebas dalam plasma akan meningkat, ekskresi plasma secara simultan bisa mengidentifikasi penderita
urine juga akan meningkat. Kortisol bebas dalam ini. Positif palsu terjadi pada penderita yang dirawat
urine diukur dengan cara menampung urin selama diruma sakit dan penderita dengan sakit yang kronis.
24 jam, dianalisis dengan HPLC, radioimmunoassay, Penyakit yang akut, depresi, kecemesan, alkoholisme,
dan LC/MS/MS. keadaan dengan kadar estrogen yang tinggi, dan uremia,
GANGGUAN KORTEKS ADRENAL

merupakan keadaan-keadaan yang dapat menyebabkan adalah sampling dari kadar ACTH di inferior petrosal
hasil yang positif palsu. Penderita yang mengkonsumsi sinus.
phenytoin, barbiturate, bisa mempercepat metabolisme
dexamethasone, sehingga kadarnya dalam darah terlalu Pituitary-Adrenal Reserve
rendah untuk bisa menekan ACTH.' Tes ini digunakan untuk mengevaluasi kemampuan HPA
axis untuk merespons stres. Pemberian ACTH secara
Test Dosis Tinggi langsung akan menstimulasi sekresi adrenal. Metyrapone
Test ini telah dipakai untuk membedakan penyakit Cushing menghambat sintesis kortisol, sehingga menstimulasi
(pituitary ACTH hypersecretion) dengan ectopic ACTH sekresi ACTH. Hipoglikemia yang diinduksi dengan
tumor dan adrenal tumor. Pada penderita dengan penyakit insulin akan meningkatkan sekresi ACTH dengan cara
Cushing, HPA axis akan terhambat oleh glukokortikoid meningkatkan sekresi CH. CRH saat ini digunakan untuk
dengan dosis suprafisiologis, sedang pada tumor adrenal merangsang hipofisis secara langsung untuk mensekresi
dan sindrom ACTH ektopik sekresi kortisol berjalan AC'TH'.
otonom. Namun tes ini harus diinterpretasi dengan sangat
hati-hati.' Tes stimulasi ACTH
1. overnight high-dose dexamethasone suppression 1. Tes stimulasi ACTH dosis tinggi: rapid ACTH
test: setelah basal kortisol diperiksa pada pagi hari, stimulation test mengukur respons akut adrenal
dexamethasone 8 mg per-oral dosis tunggal diberikan terhadap rangsangan ACTH dan digunakan untuk
paa jam 23:OO malam dan kemudian kortisol plasma rlendiagnosis insufisiensi adrenal baik primer maupun
diperiksa padajam 08:OO pagi keesokan harinya. Pada sekunder. Tetra-cosactin atau cosyntropin, yang
umumnya penderita dengan penyakit Cushing dapat rlerupakan sinteti k a'-24-ACTH manusia, diberi kan
menekan kadar kortisol sampai dengan kurang dari dsngan dosis 250 pg intramuskular atau intravenous
50% nilai kortisol basal. Pada sindrom ACTH ektopik setelah kadar basal kortisol diperiksa. Sampel
dan tumor adrenal ynag memproduksi kortisol akan pengukuran kadar kortisol diambil pada 30 atau
gagal menekan sekresi kortisol, karena sekresi kortisol 611 menit sesudah injeksi. Puncak Respons kortisol,
pada kasus ini otonom, dan sekresi ACTH sudah pada 30-60 menit kemudian dalam keadaan normal
terhambat akibat tingginya kadar kortisol endogen. h3rus melebihi 18-20 pg/dL (>497-552 nmol/L).
2. Two-day high-dose dexamethasone suppression Puncak Respons kortisol terhadap ACTH pada menit
test: test ini dikerjakan dengan memberikan ke-30 konstan dan tidak terkait dengan kadar basal
dexamethasone 2 mg per-oral setiap 6 jam selama kortisol.
2 hari. Urine 24 jam dikumpulkan sebelum dan pada 2. Tes stimulasi ACTH dosis rendah: dilakukan
sesudah hari kedua pemberian dexamethasone. karena dengan tes stimulasi dosis tinggi, penderita
Penderita dengan penyakit Cushing akan menunjukkan dsngan insufisiensi adrenal sekunder yang parsial
penurunan ekskresi kortisol urin ampai dengan kurang b sa menunjukkan hasil yang normal. Test stimulasi
dari 50% kadar kortisol basal, sedang pada tumor dssis rendah harus dilakukan pada pagi hari, dan
adrenal dan sindrom ACTH ektopik didapatkan ACTH 1 pg harus diberikan intravenous. Tes ini tidak
penurunan yang kecil atau bahkan tidak didapatkan p-aktis karena ACTH hanya tersedia dengan dosis
penurunan sekresi kortisol urin. Namun beberapa 230pg per vial dan merupakan larutan yang tidak
penderita dengan ectopic ACTH-secreting neoplasma stabil, menempel di siring plastik maupun selang
menunjukkan penurunan sekresi steroid dengan irfus sehingga akurasi dari tes ini dalam praktis juga
dexamethasone dosis tinggi, dan beberapa penderita kurang terpercaya.
dengan pituitary ACTH-dependent Cushing syndrome 3. R2spons yang subnormal: bila Respons kortisol ter-
gagal dalam menunjukkan penurunan sekresi hadap tes stimulasi cepat ACTH tidak adekuat, maka
steroid. Sensitivitas dan spesifitas serta akurasi dari aila adrenal insufisiensi. Pada insufisiensi adrenal
pemeriksaan high-dose dexamethasone suppression primer, kerusakan korteks adrenal menyebabkan
test hanya sekitar 80%. Spesifitas dan akurasi lebih rlenurunnya sekresi kortisol dan akan menyebabkan
baik dapat dicapai dengan menggunakan kriteria psningkatan sekresi ACTH dari hipofisis, oleh karena
yang berbeda. Namun telah jelas bahwa high-dose it^ pada insufisiensi adrenal primer, adrenal sudah
dexamethasone suppression test, terlepas dari kriteria dalam keadaan terstimulasi maksimal sehingga
yang digunakan, tidak bisa dipakai membedakan tidak akan ada lagi peningkatan sekresi kortisol.
antara hipersekresi ACTH yang hipofisis dengan non Pada keadaan insufisiensi adrenal sekunder akibat
hipofisis. Saat ini tes biokimia dengan akurasi yang defisiensi ACTH, terjadi atrofi dari zona fasciculata
cukup tinggi untuk membedakan 2 kelainan tersebut dan retikularis, sehingga adrenal bisa hiporesponsif
atau rnalah tidak responsif terhadap stirnulasi ACTH Androgen
dari luar. Evaluasi untuk kelebihan androgen dilakukan dengan
4. Respons yang n o r m a l : akan rnenyingkirkan rnengukur kadar basal dari horrnon, karena tes supresi
kemungkinan insufisiensi adrenal primer dan dan stimulasi tidak bermanfaat. Pengukuran yang bisa
insufisiensi adrenal sekunder dengan atrofi adrenal. dikerjakan adalah kadar plasma DHEA, DHEA sulfate,
Tapi respons yang normal tidak menyingkirkan androstenedione, testosteron, and dihydrotestosteron.
kemungkinan insufisiensi adrenal sekunder dengan Testosteron bebas dalarn plasma (testosteron yang tidak
kadar ACTH basal yang rnasih cukup untuk mercegah terikat oleh SHBG) dapat diukur dan rnemberikan informasi
atrofi adrenal. Namun penderita ini tidak rrlarnpu yang lebih baik tentang testosteron yang biologis aktif
rnensekresi ACTH lebih banyak lagi, sehingga akan beredar dalarn sirkulasi dari pada testosteron total.'
menunjukkan respons ACTH yang subnormal pada
stress dan hipoglikemia. Pada penderita ini tes
metyrapone, hipoglikemia atau CRH merupakan GANGGUAN KORTEKS ADRENAL
indikasi.
Penyakit adrenokortikal relatifjarang, narnun memberikan
Tes Metyrapone rnorbiditas dan rnortalitas yang cukup tinggi bila tidak
Tes metyrapone telah digunakan untuk menecakkan ditangani. Penyakit adrenokortikal diklasifikasikan
diagnosis insufisiensi adrenal dan rnemeriksa pip~itary- berdasarkan kelebihan atau kekurangan horrnon yang
adrenal reserve. Metyrapone menghambat sintesa kortisol terjadL4
dengan cara mengharnbat enzim 11- hidroksilase yans
mengkonversi II-deoxykortisol menjadi kortisol. Ini
Tabel 2 Penyakit AdrenokortikaL4
akan merangsang sekresi ACTH, yang kemudian akan Penyakit Adrenokortikal
rnerangsang sekresi II-deoxykortisol sehingga kadarnya Ekses glukokortikoid
akan meningkat dalam plasma. Overnight metyrapone test Cushing's syndrome
pseudo-Cushing 's syndrome
sering dipilih karena merupakan test yang cocok untuk
Resistensi glukokortikoid
penderita yang diduga defisiensi ACTH hipofisis.'
Defisiensi glukokortikoid
Respons normal akan menunjukkan kadar 11- hipoadrenal primer
deoxykortisol > 7 nq/dL
- (>0.2 nmol/L) dan kadar ACTH hi~oadrenalsekunder
plasma > 100 pg/rnL (>22 pmol/L) yang menurjukkan pasta terapi substitusi kortikosteroidjangka panjang
sekresi ACTH yang normal dan fungsi adrenal yang normal. Hiperplasia adrenal kongenital
Sedang respons yang subnormal menunjukkan adanya Defisiensi:
21- hidroksilase
insufisiensi adrenal. Tes metyrapone yang normal secara 3P-HSD
akurat rnenunjukkan dan memperkirakan normalnya 17a- hidroksilase
Respons HPA axis terhadap stres dan tes hipoglikemia 11P- hidroksilase
yang diinduksi insulin. P450 oxidoreductase
P450 side chain cleavage
StAR
Tes Hipoglikemia yang Diinduksi Insulin Ekses mineralokortikoid
Hipoglikemia akan menginduksi respons dari CNS, Defisiensi rnineralokortikoid
meningkatkan sekresi CRH, sehingga meningkatkan gangguan pada sintesis aldosteron
sekresi ACTH dan kortisol. Tes ini mengukur in~egritas gangguan pada kinerja aldosteron
dari HPA axis dan kemampuannya dalam merespons Hyporeninemic hypoaldosteronism
stres. Dalam keadaan normal, Respons dari kortiscl dalam Adrenal Incidentalomas, Adenomas, and Carcinomas
plasma adalah peningkatan yang rnelebihi 8 pg/dL (220
nrnol/L), dengan kadar puncak lebih dari 8-20 pg/dL Kelebihan Glukokortikoid
(497-552nmol/L). Hasil tes yang normal menyingkirkan
insufisiensi adrenal dan penurunan fungsi hipofisis.' Sindrom Cushing
Harvey Cushing pada tahun 1912 pertama kali melaporkan
Tes CRH wanita 23 tahun dengan obesitas, hirsuitisme dan
Respons dari ACTH akan meningkat pada penderita gagal amenorrhea. Baru 20 tahun kemudian Cushing memberikan
adrenal primer dan akan menghilang pada penderita postulat Sindrorn ini sebagai "polyglandular syndrome"
dengan hipopituitarism. Respons subnormal bisa terjadi dengan penyebab primer kelainan di hipofisis yang
pada penderita dengan angguan hipotalamus. Tes CRH ini menyebabkan hiperplasia adrenal. Terminologi Sindrom
dipakai untuk membedakan penyebab sindrom Cushing.' Cushing dipakai untuk menggambarkan Sindrom dengan
GANGGUAN KORTEKS ADRENAL 2497

penyebab apapun, sedang penyakit Cushing digunakan gejala dini. Insomnia sering dijurnpai, didapatkan
untuk rnenggarnbarkan sindrorn Cushing dengan penurunan REM (rapid eye movement) dan gelornbang
penyebab h i p o f i ~ i s . ~ delta pada saat tiduP. Pengobatan rnedis rnaupun bedah
Kelebihan glukokortikoid bisa berasal dari endogen yang rnenurunkan kortisol akan rnernberikan perbaikan
(kortisol), atau eksogen (rnisalnya: prednisolone, gejala psikiatri dengan cepat.
dexarnethasone). Sindrorn Cushing yang iatrogenik cukup Kualitas hidup penderita sindrorn Cushing, secara
sering dijurnpai terutarna pada penderita yang rnendapat signitikan rnenurun dan pengobatan akan rnernperbaiki
terapi kortikosteroid dalarn jangka yang Sindrorn kualitas hidup narnun tidak akan rnengembalikan ke
Cushing dengan penyebab endogen jarang duurnpai, keadaan normal.'
dirnana didapatkan gangguan rnekanisrne urnpan balik
Tulang. Bila terjadi pada rnasa kanak-kanak, rnaka gejala
dari HPA axis serta irarna sirkadian dari sekresi kortisol.
yang paling sering adalah gangguan perturnbuhan linear
lnsidens sindrorn Cushing yang pituitary-dependent
dan <enaikan berat badan. Pada beberapa penderita
diperkirakan 5-10 kasus tiap satu juta populasi per tahun.
yang telah lama rnenderita sindrorn Cushing, didapatkan
lnsidence sindrorn ACTH ektopik sarna dengan insidens
penLrunan tinggi badan akibat osteoporosis yang
dari carcinoma bronkogenik. Penyakit Cushing dan
rnenyebabkan kolapsnya vertebra. Keadaan ini bisa
adenorna adrenal 4 kali lebih sering dijurnpai pada wanita,
diketahui dengan rnengukur tinggi pada saat duduk,
sedang Sindrorn ACTH ektopik lebih sering pada ria.^
atau nernbandingkan tinggi badan dengan jarak rentang
tangan. Pada individu yang normal, tingi dan jarak rentang
Gambaran klinis Sindrom Cushing
lengzn adalah sarna. Fraktur patologis bisa terjadi spontan,
Garnbaran klasik dari sindrorn Cushing "obesitas sentral,
atau setelah trauma rnikro. Fraktur kosta sering terjadi
moon face, hirsuitisrne, dan plethora" telah diketahui sejak
tanpa disertai rasa nyeri. Osteonekrosis dari caput fernoris
Cushing rnenggarnbarkan Sindrorn ini pada 1912 dan
atau caput humeri rnerupakan garnbaran dari Sindrorn
1913. Narnun garnbaran klinis ini tidak selalu ada.4
Cush ng yang endogen. Hiperkalsiuria bisa berakibat batu
Obesitas. Peningkatan berat badan dan obesitas ginja, narnun kalsifikasi bukan garnbaran dari Sindrorn
rnerupakan gejala yang sangat sering dijurnpai pada Cush ng4.
sindrorn Cushing. Obesitas ini terjadi di abdominal.
Kulit. Hiperkortisolisrn rnenyebabkan kulit rnenjadi
Pengecualian pada penderita anak-anak, dirnana Kelebihan
rneniis dan terjadi pernisahan dari jaringan vaskular di
glukokortikoid dapat rnenyebabkan obesitas yang
subkutan. Pada perneriksaan akan kita dapatkan kerutan
rnenyeluruh (generalized). Selain obesitas abdominal,
di kulit punggung tangan sehingga narnpak seperti kertas
penderita juga rnenunjukkan adanya deposisi lernak pada
rokok, disebut sebagai tanda dari Liddle.
daerah torakoservikal atau yang dikenal dengan buffalo
Trauma yang minor bisa rnenyebabkan rnernar,
hump, pada daerah supraclavicular, dan pada pipi dan
narnpak seperti purpura senilis. Kulit yang plethoric
regio temporal, dan rnernberikan garnbaran wajah yang
sebenarnya rnerupakan sekunder akibat penipisan kulit,
bulat, seperti bulan (moon-face). Ruangan dalarn epidural
ditarnbah dengan hilangnya jaringan lernak subkutan di
bisa juga diisi oleh deposisi lernak yang abnormal, yang
~ajah.~Jerawat dan lesi papular bisa terjadi di wajah, dada
rnneyebabkan defisit neurologis4.
dan punggung. Striae yang berwarna rnerah keunguan
Organ reproduktif. Disfungsi gonad sering dijurnpai rnerupakan tanda khas, dengan lebar lebih dari 1 crn paling
dengan gangguan rnens pada wanita dan hilangnya libido sering diternukan di perut, narnun bisa juga didapatkan di
pada pria rnaupun wanita. Hirsuitisrn sering dijurnpai pada paha, payudara dan lengan. Sangat sering djurnpai pada
wanita, jerawatjuga sering pada wanita. Bentuk hirsuitirne penderita muda, dan jarang pada pasien di atas 50 tahun.
yang sering adalah vellus hypertrihosis pada wajah; yang Striae ini harus dibedakan dengan striae gravidarurn dan
harus dibedakan dengan hirsuitisrne yang disebaban oleh striae akibat penurunan berat badan yang cepat, yaitu
ACTH-mediated adrenal androgen excess, yang rnernberi dari warnanya yang lebih pucat. Pigrnentasi jarang pada
garnbaran hirsuitisrn yang lebih gelap. Hypogonadotropic penyakit Cushing narnun cukup sering pada dirnana terjadi
hypogonadism terjadi karena efek inhibisi dari kortisol stirnulasi berlebihan pada reseptor rnelanosit oleh peptida
terhadap GnRH pulsatility dan sekresi LH/FSH.6 yang berasal dari pro-opiornelanocortin (POMC).4
Otot. Miopati dan rnernar otot rnerupakan gejala yang
Gangguan psikiatri. Terjadi pada harnpir 50% penderita
sering dijurnpai. Miopati pada Sindrorn Cushing terjadi pada
dengan sindrorn Cushing, tidak rnernandang penyebabnya4.
otot-otot proksirnal dari tungkai bawah serta otot-otot bahu.
Depresi dengan agitasi, letargi rnerupakan gangguan
Tes untuk rniopati proksirnal dengan rnerninta penderita
psikiatris yang sering rnuncul, narnun paranoid dan
untuk. bangun dari posisi rnerangkak sering positif4.
psikosis juga bisa duurnpai. Mernori dan fungsi kognitif
bisa terganggu. Mudah tersinggung rnungkin rnerupakan Kardiovaskular. Hipertensi rnerupakan gejala yang
dijumpai pada sekitar 75% kasus. Hipertensi ini bersama Tabel 3. Klasifikasi Penyebab Sindrom Cushing4
dengan gangguan metabolik yang terjadi (diabetes
PENYEBAB SINDROM CUSHING
melitus, dislipidemia) menyebabkan peningkatan mortalitas
Penyebab yang ACTH-dependent
kardiovaskular pada kasus-kasus yang tidak ditangani dengan
Penyakit Cushing (pituitary-dependent)
baik.g Kejadian kardiovaskular juga sering terjadi pada
Sindrom ACTH ectopic
sindrom Cushing yang iatrogenik akibat dari pengobatan Sindrom CRH ectopic
kortikosteroidjangkan panjang.1 Tromboembolijuga sering Hiperplasia macronodular adrenal
terjadi pada penderita sindrom Cushing. latrogenik (pengobatan dengan 1-24 ACTH)
Penyebab yang ACTH-independent
lnfeksi. lnfeksi sering terjadi pada penderita sindrom
Adenoma dan karsinoma adrenal
Cushing. lnfeksi bisa asimtomatik, terjadi karena
Primary pigmented nodular hyperplasia dan Sindrorn
Respons inflamasi yang tertekan. Bila pernah menderita Carney
tuberculosis, reaktivasi bisa terjadi. lnfeksi jamur pada Sindrom McCune-Albright
kulit yang sering adalah tinea versicolor. Perforasi usus Ekspresi reseptor abberant (gastric inhibitory polypeptide,
bisa terjadi pada penderita dengan hiperkortisolism yang inteleukin 7 -P)
berat, dan hiperkortisolism akan mengaburkan gejala l a t r o g e n i k (misalnya pemberian prednisolon,
klinisnya. Infeksi dari luka sering terjadi dan menyebabkan dexamethasone dosis farmakologis)
luka sulit sembuh? Pseudo-Cushing syndrome
Alkoholik
Metabolik dan endokrin. Gangguan toleransi glukosa Depresi
dan diabetes melitus terjadi pada sepertiga dari Obesitas
kasus. Sintesa lipoprotein di liver meningkat dan akan
meningkatkan kadar kolesterol dan trigliserida dalam
darah. Hipokalemik alkalosis terjadi pada 10-15% dari PENYEBAB YANG ACTH-DEPENDENT
penyakit Cushing, namun terjadi jauh lebih sering sekitar
95% pada penderita sindrom ACTH ektopik. Ada beberapa Penyakit Cushing
faktor yang menyebabkan Kelebihan mineralokortikoid Selain iatrogenik, penyebab tersering sindrom Cushing
ini antara lain Kelebihan dari kortikosteron dan 7 7 - adalah penyakit Cushing, meliputi sekitar 70% dari
Deoxykortikosteron (DOC), namun penyebab utama semua penyebab. Kelenjar adrenal pada kasus ini akan
adalah kortisol. Kortisol akan membanjiri ginjal dengan menunjukkan hiperplasia adrenokortikal bilateral, dan
HSD11B2 yang akan berperan sebagai mineralokortikoid. pelebaran dari zona fasciculata serta zona reticularis?
Hipokalemik alkalosis lebih sering terjadi pada sindrom
ACTH ektopik karena produksi kortisol lebih tinggi dari Sindrom ACTH Ectopic
pada penyakit Cushing." Disebut juga ACTH ectopic hypersecretion, meliputi
Fungsi dari pituitary-thyroid axis dan pituitary- sekitar 10% dari penderita sindrom Cushing yang ACTH-
gonadal axis tertekan pada Sindrom Cushing akibat dependent. Produksi ACTH dari tumor bukan berasal dari
dari efek langsung dari kortisol pada sekresi TSH dan hipofisis, akan mengakibatkan hiperkortisolism yang berat,
gonadotropin4. Kortisol dapat menyebabkan keadaan namun penderita tidak selalu menunjukkan gambaran
hypogonadotropic hypogonadism yang reversibel, namun klasik dari Kelebihan glukokortikoid. Ini mungkin
kortisol juga bisa langsung menghambat fungsi sel Leydig. menggambarkan peningkatan kortisol yang terjadi akut
Sekresi hormon pertumbuhan (GH)juga ditekan. dalam perjalanan klinis penderita dengan Sindrom ACTH
Mata. Efek okular meliputi peningkatan tekanan intraokular ectopic. Gambaran klinik dari sindrom ACTH ectopic sering
dan eksoptalmos yang terjadi pada sekitar sepertiga dari didapati pada penderita tumor paru. Bronchial carcinoid
penderita sindrom Cushing. Eksoptalmos terjadi akibar dan small cell carcinoma paru merupakan 50% penyebab
peningkatan deposisi lemak retroorbital. Katarak yang sindrom ACTH ectopic. Tumor dan keganasan lain yang
sering merupakan komplikasi terapi kortikosteroid malah dapat menyebabkan sindrom ACTH ectopic dapat dilihat
jarang dijumpai pad sindrom Cushing, kecuali bila ada di tabel 4. Prognosis penderita dengan Sindrom ini jelek
komplikasi diabetes? dan sangat tergantung pada prognosis tumor primernya.
Harapan hidup penderita small cell carcinoma paru
Klasifikasi dan patofisiologi Sindrom Cushing dengan sindrom ACTH ectopic rata-rata kurang dari 12
Sindrom Cushing diklasifikasikan berdasarkan penyebab bulan. Sindrom ACTH ectopic bisa memberikan gejala
menjadi ACTH dependent, dan ACTH-independent. yang menyerupai gejala klasik penyakit Cushing, sehingga
Penyebab dari Sindrom Cushing dapat dilihat pada menyulitkan diagnosis. Beberapa tumor dilaporkan bisa
tabel 3. memberikan gejala sindrom ACTH ectopic, dan secara
GANGGUAN KORTEKS ADRENAL

radiologis mungkin tidak terdeteksi pada saat gejala PENYEBAB YANG ACTH-INDEPENDENT
muncul. Sindrom ACTH ectopic lebih sering didapatkan
pada pria dengan puncak insidens pada usia 40-60 Adenoma dan Karsinoma Adrenal yang Mensekresi
tahun. Kortisol
Kala~. penyebab iatrogenic kita singkirkan, maka adenoma
adreqal merupakan 10-15% penyebab dari sindrom
Tabel 4. Tumor yang Berkaitan dengan Sindrom Adreno
Cushing, dan carcinoma adrenal kurang dari 5%.
Corticotropic Hormon ectopic'.
Pada anak, 65% dari sindrom Cushing disebabkan
Tipe Tumor lnsiden (%)
oleh adrenal (15% adenoma, 50% karsinoma). Onset dari
Small-cell lung carcinoma g e j a l klinis gradual pada penderita dengan adenoma,
Non-small-cell lung carcinoma
tapi lebih cepat pada penderita karsinoma. Gambaran
Tumor pancreas (termasuk carcinoids)
hiperkortisolism disertai dengan nyeri pinggang dan
Tumor Thymus (termasuk carcinoids)
Carcinoids Paru abdomen. Tumor mungkin dapat diraba. Tumor dapat
Carcinoids lainnya mensekresi steroid yang lain seperti androgen, atau
Medulary Carcinoma Thyroid mineralokortikoid. Oleh karena itu pada wanita dapat
Pheochromocytoma dan tumor-tumor lain dijumpai gejala virilasi dengan hirsuitisme, clitoromegali,
yang terkait atropi payudara, suara yang berubah menjadi dalam,
Carcinoma prostat, payudara, ovarium, dan jerawat yang berlebihan. Pada adenoma yang hanya
kandung empedu, kolon
mensekresi kortisol saja, hirsuitisme jarang dijumpai.
Sindrom Cushing subklinis didapatkan apa 10% pasien
dengan incidentaloma adrenaL4
Sindrom Corticotropin-Releasing Hormon ectopic
CRH ectopic adalah penyebab yang sangat jarang Sindrom McCune-Albright
untuk sindrom Cushing yang p i t u i t a r y dependent. Pada Sindrom McCune-Albright, fibrous dysplasia dan
Beberapa kasus dilaporkan, dimana tumornya (biasanya pigmentasi kulit berkaitan dengan hiperfungsi hipofisis,
carcinoid bronchial, medulary thyroid, atau carcinoma tiroid, adrenal da'n gonad. Manifestasi yang paling
prostat) mensekresi CRH saja atau juga mensekresi sering adalah pubertas precox dan Kelebihan hormon
ACTH4. Gambaran histologis dari hipofisis menunjukkan pertumbuhan, tetapi Sindrom Cushing juga bisa menjadi
hiperplasia corticotroph, bukan adenoma. Dari gambaran gejala. Penyebab dari sindrom McCune-Albright adalah
laboratorium didapatkan hilangnya mekanisme umpan mutasi somatic pada a-subunit dari G protein, yang
balik negatif terhadap glukokortikoid. Produksi CRH berkaitan dengan adenyl cyclase, Mutasi ini menyebabkan
yang ectopic bisa menjelaskan supresi kortisol setelah aktivasi dari G protein yang mempunyai efek seperti ACTH
deksametason dosis tinggi pada beberapa penderita pada adrenal, dengan akibat produksi AC'TH dihambat dan
dengan sindrom ACTH ectopic terjadi adenoma adrenaL4

Macronodular Adrenal Hyperplasia (MAH) Sindrom Cushing latrogenik


Pada penyakit Cushing didapatkan sekitar 10-40% Timbulnya sindrom Cushing tergantung dari dosis,
hiperplasia adrenocortical disertai nodul satu atau lebih lama pemberian dan potensi dari kortikosteroid yang
dengan diameter yang mencapai beberapa sentimetep. diberikan. ACTH sangat jarang diberikan sebagai
Penderita pada umumnya telah menunjukkan gejala dalam terapi, namun bisa menyebabkan gambaran dan gejala
waktu yang cukup lama, mereka bisa menunjukkan gejala Cushingoid bila diberikan dalam jangka lama. Beberapa
klasik sindrom Cushing. Gambaran patologis menunjukkan gejala seperti peningkatan tekanan intraokular, katarak,
nodul yang lobulated. Macronodular Adrenal Hyperplasia benign intracranial hypertension, aseptic necrosis dari
(MAH) diperkirakan muncul akibat stimulasi ACTH dalam capu: femoris, osteoporosis dan pancreatitis lebih sering
jangka waktu yang lama yang mengakibatkan terjadinya dijumpai pada Sindrom Cushing iatrogenic dibanding yang
adenoma. Adrenal yang hiperplastik akan mensekresi endogenous. Sedang hipertensi, hirsuitism, amenorrhea,
lebih banyak kortisol bila terjadi peningkatan ACTH, oligomenorrhea lebih jarang didapatkan pada sindrom
yang kemudian akan menyebabkan otosupresi sebagai Cushing i a t r ~ g e n i k . ~
mekanisme hambatan umpan balik. MAH dimasukkan
dalam sindrom Cushing yang ACTH dependent, walaupun Pseudo-Gushing's Syndromes
kadar ACTH relatif rendah dan tes supresif dengan Pseudo-Cushing'ssyndromemerupakan keadaan dimana
deksametason menunjukkan hasil yang lemah dan tidak didapatkan gambaran klinis sindrom Cushing, yang bisa
sekuat penyakit Cushing yang 1ait-1.~ disertai dengan hiperkortisolisme. Bila penyebabnya
dihilangkan maka keadaan Cushingoid juga akan terikat oleh protein, hasil dari pemeriksaan konvensional
menghilang. dipengaruhi oleh obat-obatan yang dikonsumsi dan
Beberapa penyebab antara lain alkohol, depresi, dan kondisi yang mempegaruhi kadar CBG. Terapi dengan
obesitas. estrogen, atau kehamilan dapat meningkatkan CBG dan
kadar kortisol total.4
Pemeriksaan Penderita dengan Dugaan Sindrom Hilangnya ritme sirkadian merupakan test yang sensitif
Cushing tetapi karena kelemahan metode pengukurannya seperti di
Ada dua tahap dalam pemeriksaan penderita dengan atas maka pemeriksaan ini tidak banyak dipakai.
dugaan sindrom Cushing: (1) apakah benar penderita
Kortisol saliva. CBG tidak didapatkan pada saliva,
menunjukkan Sindrom Cushing?. Bila jawabannya adalah
sehingga pemeriksaan kortisol saliva memberikan
ya, maka pertanyaan berikut yang harus dijawab adalah
alternatif yang cukup sensitif. Penderita tidak perlu rawat
(2) apa penyebabnya?.
inap. Akurasi untuk pemeriksaan sekali pada tengah malam
Sangat penting diperhatikan adalah sebaiknya
telah terbukti. Kadar kortisol saliva lebih dari 2.0 ng/mL
tidak melakukan pemeriksaan ragiologis sekelum
(5.5 nmol/L) menunjukkan 100% sensitif dan 96% spesifik
Sindrom Cushing telah dipastikan dengan pemeriksaan
untuk sindrom C u ~ h i n g . ~
laboratorium.
Tes yang bisa dikerjakan antara lain pada tabel 5 Ekskresi Kortisol bebas dalam urin. Selama beberapa
tahun pemeriksaan kadar metabolit kortisol dalam urine
(ekskresi 17-hidroksikortikosteroid atau 17-oxogenic
Tabel-5. Tes yang Digunakan untuk Diagnosis dan
steroid dalam urin 24 jam), namun sensitivitas dan
Diagnosis Banding ~indromCushing4
spesifitas dari pemeriksaan ini rendah. Pemeriksaan ini
Diagnosis : apakah penderita menunjukkan Sindrom sudah mulai ditinggalkan dan diganti dengan pemeriksaan
Cushing kortisol bebas dalam urin. Pemeriksaan kortisol bebas
Ritme sirkadian dari kortisol dalam urin telah dibahas sebelumnya.
Ekskresi kortisol bebas dalam urlnk Penderita harus diperiksa dengan pengumpulan
Low-dose dexamethasone suppression test' bahan dua atau tiga kali untuk menghindari eror dalam
Diagnosis banding: apa penyebab Sindrom Cush~ng pemeriksaan dan juga mengantisipasi eksresi kortisol yang
Plasma ACTH episodik, terutama pada adenoma adrenal. Kortisol bebas
Plasma potassium, bikarbonat dalam urin bermanfaat untuk skrining, walaupun telah
High-dose dexamethasone suppression test diketahui nilainya bisa normal pada sekitar 10-15% kasus
Tes Metyrapone sindrom Cushing. Pemeriksaan rasio kortisol-kreatinin pada
Corticotropin-releasing hormon
urin pagi bangun tidur bisa digunakan untuk skrining,
Inferior petrosal sinus sampling
CT, MRI scanning of pituitary, adrenals
bila nilainya lebih dari 25 nmol/mmol pada beberapa kali
Scintigraphy pemeriksaan akan merupakan indikasi untuk pemeriksaan
Tumor markers lebih lanjut untuk membuktikan adanya hiperkorti~olism.~

Tes Supresi Deksametason Dosis Rendah


Apakah Penderita Menunjukkan Sindrom Cushing? Pada orang normal, pemberian glukokortikoid dosis
lrama sirkadian kortisol. Pada keadaan normal dapat suprafisiolgis akan mensupresi ACTH dan sekresi kortisol.
dilihat pada gambar 7. Pada penderita Sindrom Cushing Pada sindrom Cushing, apapun penyebabnya, terjadi
irama sirkadian ini hilang. Pada sebagian besar kasus. kegagalan dari supresi ini bila dexamethasone dosis
kortisol jam 09.00 pagi normal namun kadar nalam rendah kita berikan. Tes yang dilakukan tengah malam
hari meningkat. Pemeriksaan random pada pagi hari ini bermanfaat untuk skrining. Cara pemeriksaan telah
kurang memberikan manfaat untuk diagnosis, sedang dibicarakan sebelumnya, dan dengan nilai cut-off kadar
kadar kortisol tengah malam yang lebih dari 200 imol/L kortisol sesudah pemberian deksametason yang kurang
(>7.5~g/dl)mengindikasikan sindrom Cushing. Namun dari 50 nmol/L (<2pg/dL) akan menyingkirkan sindrom
beberapa faktor perlu diperhitungkan seperti stres pada Cushing. Tes ini untuk pasien rawatjalan punya sensitivitas
saat diambil darah, penyakit lain yang sedang diderita, bisa yang tinggi (95%) tapi dengan spesifitas yang rendah,
menyebabkan hasil yang positip-palsu. Idealnya, penderita sehingga perlu pemeriksaan lebih lanjut.
harus dirawat inap dirumah sakit selama 24-48 jam Dengan pemeriksaan tes48jam dengan deksametason
sebelum pengambilan darah untuk kadar kortisol tengah dosis rendah 0.5mg tiap 6 jam selama 48jam memberikan
malam. Laboratorium pada umumnya tidak memeriksa true-positive 97%-100% dengan false positif kurang dari
kortisol bebas. Karena lebih dari 90% dari kortiso serum 1%4.
GANGGUAN KORTEKS ADRENAL

Pseudo-Cushing ataukah True-Cushing's syndrome?. Penderita dengan Sindrom ACTH ectopic biasanya
Pada penderita dengan depresi, kadar kortisol bebas dalam sekresi kortisolnya lebih tinggi dan akan meningkatkan
urine bisa meningkat dan mungkin bisa memberikan enzin HSD11B2 yang akan menyebabkan hipertensi
gambaran tumpang tindih dengan penderita dengan true mine-alokortikoid yang diinduksi oleh kortisol (kortisol-
Cushing's syndrome. Kalau dibandingkan dengan pasien induced mineralocorticoid hypertension).Penderita inijuga
penyakit Cushing penderita depresi menunjukkan tingkat menunjukkan kadar ACTH-dependent mineralocorticoid,
supresi yang lebih besar setelah pemberian deksametason, DOC yang lebih tinggi4.
dan penurunan respons terhadap CRH, tapi kedua tes ini
Tes supresi dexamethasone dosis tinggi. Rasional untuk
tidak diagnostik.4
tes ini adalah pada penyakit Cushing, kendali umpan balik
Pada individu normal dan penderita depresi
negatif terhadap ACTH mengalami pengaturan ulang
endogen, hipoglikemia yang diinduksi oleh insulin akan
pada ambang yang lebih tinggi. Oleh karena itu ambang
mengakibatkan peningkatan ACTH dan kadar kortisol.
kortisol tidak tersupresi dengan pemberian deksametason
Respons ini tidak muncul pada penderita sindrom Cushing.
dosis rendah, dan menjadi tersupresi pada dosis yang
Loperamide dapat menurunkan kortisol pada penderita
lebih tinggi. Test ini telah dibahas sebelumnya. Saat ini
dengan pseudo-Cushing's syndrome, namun tidak pada
pengukilran kortisol bebas dalam urin tidak dilakukan tiap
penderita true-Cushing's ~yndrome.~
6 jam, tetapi pada jam ke-0 dan jam ke-48. Supresi yang
Pedoman klinis. Endocrine Society bekerja sama dengan lebih dari 50% dari kadar kortisol basal dinyatakan positip.
Europea~iSociety for Endocrinology, telah mengeluarkan Sekitar 90% pasien dengan penyakit Cushing menunjukkan
evidence-based guideline untuk diagnosis Sindrom hasil yang positip, dan hanya 10% dari pasien sindrom
C ~ s h i n gRekomendasi
.~ adalah dengan mulai memeriksa ACTH ectopic yang positif.4
salah satu dari 4 test skrining yang sensitif: Kortisol
Tes Metyrapone. Metyrapone menghambat konversi
bebas dalam urin, kortisol dalam saliva tengah malam,
II-deoxykortisol menjadi kortisol, dan DOC menjadi
long overnight dexamethasone, atau 2-mg/48-hour
kortikoteron, dengan cara menghambat enzim 11P-
dexamethasone. Adanya hasil abnormal dari salah satu
hidroksilase. Ini akan menurunkan kadar kortisol plasma.
test tersebut pada pasien yang secara klinis diduga
Melalui umpan balik negative, meningkatkan ACTH dalam
menderita sindrom Cushing harus dikonfirmasi dengan
plasrra, dan ACTH akan meningkatkan steroid dari adrenal.
salah satu dari beberapa test yang lain. Bila hasilnya
Metyrapone diberikan dengan dosis 750 mg setiap 4 jam
juga abnormal, maka penderita menjalani tes lebih lanjut
selama 24jam, dan penderita dengan penyakit Cushing akan
untuk menentukan penyebab dari sindrom Cushing
menunjukkan peningkatancepat kadar ACTH dalam plasma,
(Gambar 8).
dengan kadar II-deksikortisol pada 24jam melebihi 1000
nmol,'L (35 pg/dL). Pada kebanyakan penderita dengan
Apa Penyebab dari Sindrom Cushing? sindrom ACTH ectopic, Respons dari test ini minimal atau
Langkah berikut apabila Sindrom Cushing sudah tegak,
b a h k ~ ntidak ada respons, namun kadang penderita jqga
secara klinisdan laboratoris, adalah menentukan penyebab
menunjukkan respons II-deoksikortisol yang mirip dengan
dari Sindrom Cushing. Langkah-langkahnya bisa di lihat
penyakit Cushing. Mungkin pada penderita ini sumber
pada gambar 9.
ectopic juga memproduksi CRH selain ACTH.12
Pemeriksaan ACTH dengan metode yang telah
Tes m e t y r a p o n e awalnya d i g u n a k a n u n t u k
dijelaskan sebelumnya, paling baik dilakukan antara jam
membedakan penderita dengan penyakit Cushing dengan
23.00-01.00 untuk membedakan penyebab yang ACTH-
penderita yang primer disebabkan karena gangguan
dependent dan ACTH-independent. Pada sat ini sekresi
adrenal. INamun, keadaan tersebut lebih baik dibedakan
ACTH dan kortisol pada titik nadir. ACTH tengah malam
dengan pengukuran ACTH yang diikuti dengan CT scan
yang lebih besar dari 6 pmol/L (>22 pg/mL) pada penderita
adrenal. Tes ini tidakterlalu bermakna untuk membedakan
hiperkortisolisme memastikan kalau penyebabnya adalah
penyakit Cushing dengan Sindrom ACTH ectopic, dan
ACTH-dependent.
nilainya dalam endokrin modern dipertanyakan. Biasanya
Pengukuran precursor ACTH (pro-ACTH, POMC)
baru digunakan bla hasil tes yang lain meragukan. Sekitar
tidakl dilaksanakan secara rutin tetapi bisa membantu
50% penderita dengan Sindrom ACTH ectopic dengan
menentukan adanya sumber ACTH yang ectopic. Pada
penyebab bronchial carcinoid tumor menunjukkan
penderita dengan tumor adrenal, ACTH dalam plasma
supresi pada tesdexamethasone dosis tinggi. Sebaliknya
pada umumnya tidak terdeteksi ( < I p m ~ l / L ) ~ .
penderita dengan penyakit Cushing, yang disertai dengan
Kadar kalium dalam plasma. Hipokalemik alkalosisterjadi makroadenoma hipofisis yang invasif dan luas yang
pada lebih dari 95% penderita sindrom ACTH ectopic, dan mensskresi ACTH, menunjukkan tidak adanya supresi
kurang dari 10% pada penderita dengan penyakit Cushing. setelah tes deksametason dosis tinggi.4
Urin bebas DST 1mg Kortisol saliva
kortisol 24 jam semalaman rnalarn
Pertimbangkan keluhan untuk tiap tes (lihat teks)
Gunakan dexarnetason 2 mg 48jani pada populasi tertentu. (lihat teks)

1
normal
(bukan sindrom cushing)

singkirkan penyebab hiperkortisol fisiologis

Konsul ahli endokrin

Lakukan 1-2 langkah di atas


Sebaiknya ulang hasil yang abnormal.
Saran dex-CRH atau kortisol serum
tengah malam pada populasi tertentu
(liha: teks)
I
1 1
Diskrepansi
saran evaluasi tambahan) abnorma (bukan sindrorn cushin )

Garnbar 8. Algoritme untuk penderita sindrom Cushing. Kriteria diagnostik untuk sindrom Cushing yaitu urinary free cortisol (UFC)
meningkat, kortisol serum >1.8 pg/dl (>50 nmol/L) setelah pemberian 1 mg Dexarnetason (1-mgDST), dan kadar cortisol saliva
malarn hari lebih dari 145 ng/dl (>4 Iimol/L). CRH, corticotrophin releasing hormone; Dex, dexamethasone; DST, dexamethasone
suppression test4

Tes CRH (Corticotropin-Releasing Hormon). lnjeksi Pada keadaan normal, CRF akan menyebabkan
intravena human CRH dengan dosis 1 pg/kg 66 atau dosis kenaikan ACTH dan kortisol 15-20%. Respons ini akan
tunggal 100 pg. Pada beberapa senter, CRH dikonbinasi bertambah besar pada penyakit Cushing, dimana ACTH
dengan AVP, yang akan meningkatkan respons ACTH. akan meningkat lebi besar dari 50%, dan kortisol akan
Test bisa dikerjakan pada pagi atau siang hari. Setelah naik sebesar 20% diatas nilai baseline. Pada sindrom
sampling keadaan basal, CRH diberikan dan perneriksaan ACTH ectopic tidak didapatkan Respons, namun hasil
kadar AC'TH an kortisol dilakukan setiap 15 menit selarna yang false-positif telah dilaporkan. Untuk membedakan
1 sampai 2 jam.4 sindrorn Cushing yang hipofisis-dependent dengan
I . - -- - --
......-

GANGGUAN KORTEKS ADRENAL

Sindrorn cushing yang telah


dikonfirmasi secara klinis/biokirnia

Diagnosis diferensial

Penyakit tergantung ACTH


(pertirnbangkan

v
Tes 50% supresi kortisol setelah dosis tinggi
supresi deksarnetason ( 2 rng tiap jam selarna 48 jam)
>SO% increase serum cortisol post CRH (simulation test
Kaliurn dan bikarbonat normal
Pernindaian MRI pituitari yang positif

Sampling/pengarnbilan sinus petrosal


inferior dengan CRH
Gradien ACTH positif
Penyakit cushing
Hipofisektomi transfenoidal

Sindrom ACTH ektopik


Radiologi yang tepat

Gambar 9. Tes untuk rnenentukan penyebab dari sindrorn Cushing4.

sindrom ACTH ectopic, Respons ACTH dan kortisol Inferior Petrosal Sinus Sampling dan Selective
terhadap CR mempunyai spesifitas dan sensitivitas Venous Catheterization
mendekati 90%. Namun dikatakan respons positip bila Tes yang paling kuat untuk membedakan penyakit Cushing
ACTH meningkat 100% atau kortisol meningkat 50% dengan sindrom ACTH ectopic adalah lnferior Petrosal
diatas kadar basal akan menyingkirkan diagnosis sindrom Sinus Sampling (IPSS)4.Sampel darah dari kedua sinus
ACTH ectopic, yang merupakan kegunaan dari test ini. petrosus bisa membedakan penyebab hipofisis dengan
Lebih dari 10% dari penyakit Cushing tidak respons sumber ACTH yang e ~ t o p i c Rasio
.~ konsentasi ACTH di
terhadap tes CRH ini. sinus petrosus inferior dengan ACTH yang diambil dari vena
perifer adalah tidak lebih dari 1.4:l. Rasio ini meniigkat 73 1-labeled 6P-iodomethyl- 79-norcholesterol, merupakan
rnenjadi lebih dari 2.0 pada penyakit Cushing. Namun, marker dari arnbilan kolesterol di adrenokortikal. Penderita
karena sekresi ACTH yang bersifat intermitten, maka akan dengan adenoma adrenal akan menunjukkan bahwa
lebih berrnanfaat sebelum dan pada saat interval (2.5 dan isotop akan diserap oleh adenorna tetapi tidak pada
15 menit) setelah injeksi intravena 100 pg CRH sintetis. adrenal kontralateral yang mengalami supresi. Scintigraphy
Dengan menggunakan pendekatan ini, rasio ACTH sinus adrenal bermanfaat pada penderita dengan dugaan
petrosus/perifer akan lebih dari 3.0 setelah pemberian adrenocortical macronodular hyperplasia (MAH). CT scan
CRH memberikan sesitivitas 97% dengan spesivitas 100% bisa memberikan gambaran keliru dalam ha1 patologi
untuk diagnosis penyakit Cushing. IPSS secara teknis sulit yang unilateral, sedang pencitraan dengan isotop akan
dikerjakan dan berkaitan dengan komplikasi (refferedaural rnenemukan adanya patologi adrenal yang bilateral.
pain dan trombosis), serta harus dikerjakan oleh tangan
yang ahli di pusat rujukan tersier.
PENGOBATAN SINDROM CUSHING

PENCITRAAN Adrenal sebagai Penyebab

CT/MRI scanning pada hipofisis dan adrenal. Resolusi Adenoma unilateral harus dilakukan adrenalektomi.
tinggi, irisan tipis, contrast-enhanced CT atau MRI Angka kesernbuhan mencapai 100%. Laparascopic
merupakan revolusi dalam pemeriksaan sindrom Cushing. adrenalectomy merupakan pilihan untuk tumor adrenal
Namun penting disadari bahwa hasil pencitraan harus unilateral. Setelah operasi adrenal kontralateral akan
diintepretasi bersama sama dengan hasil pemeriksaan masih tersupresi dan membutuhkan waktu berbulan
laboratorium. bulan bahkan tahun untuk kembali normal. Disarankan
MRI hipofisis merupakan pilihan ketika pemeriksaan memberikan terapi sulih horrnon dengan dosis suboptimal
laboratorium rnengarah pada penyakit Cushing, dengan deksametason 0,s mg pagi hari, dengan pengukuran
sensitivitas 70% dan spesifitas 87%. Sekitar 90% dari berkala kadar kortisol pagi sebelum minum deksametason.
ACTH-secreting pituitary tumor adalah mikroadenoma Bila kadar kortisol dalam plasma pagi hari lebih dari 180
(diameter <lO mm). nmol/L (6.5p/dL), dexamethasone dapat dihentikan.
Gambaran klasik dari pituitary mikroadenoma adalah Mungkin diperlukan juga tes toleransi insulin untuk
lesi hypodense setelah pernberian kontras, yang berkaitan mengetahui apakah respons terhadap stres sudah normal
dengan deviasi dari pituitary stalk, dan permukaan atas ataukah belum. Penderita perlu diberikan kartu pengguna
yang cembung dari kelenjar hipofisis. steroid dan diberi edukasi untuk peningkatan dosis steroid
Dengan tumor yang sekecil itu, tidak mengherankar bila penderita mengalami stress atau sakit lainnya4.
kalau sensitivitas dan spesivitas dari CTscan relatif rendah Karsinoma adrenal memberikan prognosis yang buruk,
(20-60%). dan kebanyakan penderita akan meninggal dalam 2 tahun
Untuk pencitraan adrenal, CT lebih memberikan setelah diagnosis. Pengangkatan tumor primer tetap
resolusi spatial, dan rnerupakan pencitraan ~ i l i h a n , dilakukan walaupun sudah mengalami metastasis dengan
namun MRI bisa memberikan tambahan informasi tujuan untuk meningkatkan respons terhadap terapi
diagnostik pada penderita dengan carcinoma adrenal. dengan adrenolytic mitotane. Radioterapi pada tumor
Adrenal incidentalorna didapatkan pada sekitar 5% dari dan metastasis tidak memberikan manfaat.
individu normal, oleh karena itu pencitraan adrenal Terapi kombinasi meliputi antara lain etoposide,
tidak dikerjakan sebelum ada data laboratorium yang doxorubicine, dan cisplatin plus m i t o t a n e atau
mengarah pada adrenal sebagai penyebab primer streptozotocin plus rnitotane? Targeted therapy antara
(rnisalnya pada pemeriksaan ACTH yang tidak terdeteksi:. lain IGFl inhibitors, sunitinib, dan sorafenib, mungkin
Carcinoma adrenal biasanya besar dan telah menunjukkan bermanfaat pada kasus dengan kegagalan mitotane?
penyebaran metastask4
Pada penderita dengan sindrom ACTH ectopic yang Sindrom Cushing yang Pituitary-Dependent
tidakjelas asalnya darimana, pencitraan high definition CT/ Pengobatan penyakit Cushing meningkat dengan operasi
MRI pada toraks, abdomen dan pelvis dengan gambarai trans-sphenoidal. Sebelum operasi yang selektif terhadap
tiap 0.5 cm diperlukan untuk deteksi tumor karsinoid yag microadenomanya saja dikembangkan maka terapi pilihan
mensekresi ACTH yang berukuran kecil adalah adrenalektomi bilateral. Cara ini berkaitan dengan
mortalitas sampai dengan 4% dan morbiditas yang cukup
Pemeriksaan Scintigraphy. Pada penderita tertentu
tinggi. Komplikasi yang sering terjadi adalah sindrom
scintigraphy bermanfaat yaitu pada keadaan patologi yang
Nelson (hiperpigmentasi postadrenalectomi yang disertai
dugaan primer adrenal. Yang sering dipakai adalah iodine
GANGGUAN KORTEKS ADRENAL

dengan tirnbulnya tumor hipofisis) yang berkaitan dengan serta diabetes rnelitus dapat diperbaiki dengan terapi
hilangnya urnpan balik negatif setelah adrenalektorni14. rnedis. Pengobatan dari small-cell ca itu sendiri juga
Untuk rnenghindari ha1 ini, dilakukan radiasi hipofisis rnernperbaiki gejala Sindrorn ACTH ektopik. Kadang, bila
setelah adrenalektorni. Setelah adrenalektomi penderita surnber dari sindrorn ACTH ektopik tidak bisa diternukan,
rnernerlukan terapi sulih horrnon dengan hidrokortison diperlukan pernbedahan adrenalektomi bilateral, dan
dan fludrokortison. Saat ini adrenalektomi bilateral monitoring penderita secara hati-hati pasca bedah,
sudah ditinggalkan untuk penyakit Cushing, walau rnasih kadang sarnpai bertahun-tahun sebelurn tumor prirnernya
diperlukan bila pengobatan dengan operasi pituitary kernudian r n ~ n c u l . ~
mengalarni kegagalan.
Karena penyakit Cushing berbahaya kalau tidak
diobati, narnun kornplikasi operasi yang juga cukup tinggi TERAPI M E D l S S I N D R O M CUSHING
rnaka endokrinologist harus bekerja sarna dengan ahli
bedah yang rnernang pakar untuk operasi ini. Pada senter Beberapa obat telah digunakan untuk terapi sindrorn
yang baik angka kesembuhan bisa mencapai 80-90% pada Cushing. Metyrapone salah obat, yang rnenghambat 11
rnikroadenoma, dan 50% pada makroadenorna. p- hidroksilase dan merupakan obat yang paling banyak
Pada saat operasi penderita harus rnendapatkan terapi digunakan, bahkan digunakan untuk rnenurunkan kadar
kortikosteroid. Pada sentra yang tidak rnernpunyai fasilitas kortisol dalarn plasma sebelurn terapi definitif diberikan
monitoring kadar kortisol rnaka pernberian hidrokortison atau sarnbil menunggu sernentara penderita mendapat
pasca operasi sangat dianjurkan. Hidrokortison ini akan radiolerapi dan efek radioterapi belurn rnuncul.
secara perlahan diturunkan sarnpai rnencapai dosis Csosis harian harus disesuaikan dengan hasil
maintenance dalarn 3-7 hari. Pada hari ke 5 pasca operasi, pengukuran kadar kortisol bebas dalarn plasma atau
kadar kortisol jam 09.00 pagi harus diperiksa setelah urine. Target terapi adalah rnencapai kadar kortisol plasma
pemberian dosis hidrokortison dihentikan sernentara reratz sekitar 300 nrnol/L (1 1pg/dL) pada siang hari atau
selarna 24 jam. Setelah pengangkatan mikroadenorna, kadar kortisol bebas yang normal dalarn urin.
sel kortikotrofik akan rnengalarni supresi. Akibatnya, Obat biasanya diberikan dengan dosis berkisar antara
plasma kortisol pasca operasi kurang dari 30 nrnol/L (< 250 rng dua kali sehari sarnpai dengan 1, gram tiap 6 jam.
lpg/dL), dan diperlukan terapi glukocortikoid pengganti Efek sarnping yang paling sering adalah rnual-rnual, yang
yang berkelanjutan. Bila diberikan protokol pernberian bisa dikurangi dengan rnernberikan obat bersarna-sarna
deksarnetason setelah pengangkatan adenorna adrenal, dengan susu4.
Axis HPA biasanya akan rnengalarni perbaikan secara Arninoglutethirnide adalah obat pilihan yang lebih
bertahap. Angka kekarnbuhan setelah pasien dinyatakan toksik. Dosis yang tinggi akan rnengharnbat enzirn-enzirn
sembuh adalah sekitar 2%, dan pada anak angka sebell~rnjalur steroidogenik sehingga rnernpengaruhi
kekambuhan lebih tinggi sekitar 40%.4 sekresi steroid lain selain kortisol. Dosis 1,5 gram sarnpai
Radioterapi tidak direkornendasikan sebagai terapi dengan 3 gram sehari, diawali dengan 25 mg tiap 8 jam.
primer, narnun bisa rnenjadi pertimbangn pada penderita Efek sarnping yang urnum antara lain mual, letargi, dan
yang tidak respons terhadap bedah rnikro hipofisis, serin~kalidisertai ruarn pada kulit4.Obat ini sering dipakai
penderita yang rnengalami adrenalektorni bilateral, dan sebagai kornbinasi dengan rnetyrapone.
penderita dengan Nelson's syndrome. Trilosane, suatu inhibitor 3P-HSD, tidak efektif untuk
Pengelolaan penyakit Cushing yang mengalarni penyakit Cushing, karena hambatan pada steroidogenesis
kekarnbuhan rnembutuhkan pertirnbangan pernbedahan dapat dihilangkan dengan peningkatan ACTH. Narnun
ulang, pernbedahan radiologis dengan rnenggunakan obat ini bisa efektif pada penderita adenorna adrenal4.
pisau gamma, dan terapi rnedis.14 Ketoconazole adalah suatu derivat irnidazol yang
dipakai secara luas sebagai antijarnur, narnun rnenyebabkan
gangguan test fungsi liver pada sekitar 15% penderita.
S I N D R O M ACTH ECTOPIC Ketoconazole rnengharnbat steroidogenic cytochrome
P-450-dependent enzymes sehingga menurun kan kadar
Pengobatan sindrorn ACTH e k t o p i k t e r g a n t u n g kortisol. Untuk Sindrorn Cushing diperlukan dosis 400-
penyebabnya. Bila tumor bisa diidentifikasi sebagai 800 rng perhari4.
penyebab dan belurn rnenyebar, rnaka pengangkatan Setelah diternukan adanya ekspresi PPAR-y reseptor
tumor bisa rnernberikan penyernbuhan (rnisalnya pada pada !aringan yang mensekresi ACTH, rnaka obat baru
karsinoid bronkial, tirnorna). Prognosis dari small-cell untuk terapi penyakit Cushing rnernasuki rnodalitas terapi
carcinoma yang berkaitan dengan sindrorn ACTH ektopik rnedis penyakit Cushing. Thiazolidinedione rosiglitaone,
adalah buruk. Kelebihan kortisol dan alkalosis hipokalemik dengan dosis sarnpai dengan 8 mg per hari dapat rnenekan
sekresi kortisol, dan obat ini menunjukkan manfaat pada akan melambat. Fraktur vertebra dan osteonecrosis terjadi
hampir 20% kasus, namun masih diperlukan studi lebih irreversible dan menyebabkan deformitas yang permanen.
lanjut4 dan rosiglitazone telah ditarik dari peredaran Obesitas sentral dan miopati merupakan kelainan yang
karena efek sampingnya terhadap gagal jantung serta reversibel. Gangguan reproduksi dan fungsi seksual akan
peningkatan kematian kardiovaskular. kembali normal dalam 6 bulan, yang menandakan bahwa
Mitotane (o,pl-DDD) saltu obat adrenolitik yang fungsi hipofisis anterior tidak terganggu. Keseluruhan
diserap baik oleh jaringan adrenal yang normal maupun perbaikan akan memperbaiki kualitas hidup, namun skor
yan mengenai jaringan maligna. Menyebabkan atropi kualitas hidup tidak bisa kembali ke normaL4
dan necrosis jaringan adrenal. Hanya digunakan untuk
pengobatan carcinoma adrenal karena toksik. Dosis
bisa mencapai 5 g per hari untuk mengatasi Kelebihan HIPOADRENAL
glukokortikoid, namun bukti-bukti bahwa obat ini dapat
menyebabkan pengecilan tumor atau memperpanjang Hipoadrenal primer mengacu pada defisiensi
harapan hidup sangat kurang. Obat ini juga dapat glukokortikoid yang terjadi pada penyakit adrenal.
menyebabkan defisiensi mineralokortkoid dan terapi
Hipoadrenal sekunder dikaitkan dengan defisiensi ACTH
pengganti dengan glukokortikoid dan mineral okortikoid
sebagai penyebab.
mungkin d i b ~ t u h k a n .Efek
~ samping sering terjadi
Pada hipoadrenal primer defisiensi mineralocorticoid
meliputi fatique, ruam kulit, neurotoksik, dan gangguan
disertai dengan hipoadrenal primer, namun pada
gastrointestinal. Analog somatostatin seperti oktreotide
hipoadrenal sekunder hanya ACTH yang mengalami
dan lantreotide pada umumnya tidak efektif pada penyakit
defisiensi, dan axis renin-angiotensin-aldosteron masih
Cushing. Namun hasil yang menjanjikan dilaporkan cengan
intak. Penyebab lain dari insufisiensi adrenal yang penting,
pemakaian pasireotide, yang mempunyai afinitas tinggi
dimana ada disosiasi dari sekresi glukokortikoid dan
terhadap reseptor somatostatin suntipe 1,2,3, dan 5.15
mineralokortikoid adalah CAH.
Sekresi kortisol akan turun pada 75% perderita
penyakit Cushing yang diterapi dengan pasireotide 60C
pg injeksi subkutan dua kali sehari selama 15 hari. rdamun Hipoadrenal Primer
normalisasi dari kortisol bebas dalam urin hanya dicapa-
oleh kurang dari 20% penderita. Penyakit Addison
Thomas Addison adalah yang pertama menggambarkan
kondisi, yang saat itu belum diketahui disebabkan karena
PROGNOSIS SINDROM CUSHING hipoadrenal primer pada tahun 1855.
Penyakit Addison merupakan kondisi yang jarang
Sebelum ada terapi yang efektif, 50% dari penderita dijumpai dengan perkiraan insidens pada IVegara
Sindrom Cushing yang tidak mendapat obat akan berkembang sekitar 0.8 kasus per 100,000 dan prevalensi
meningal dalam 5 tahun, terutama akibat dari komplikasi sekitar 4 sampai I I kasus per 100,000 populasi. Namun
vaskular. Dengan penanganan yang modern, risiko demikian, penyakit Addison berkaitan dengan morbiditas
kardiovaskular tetap ada selama beberapa tahun jetelah dan mortalitas yang bermakna, tetapi begitu diagnosis
penderita memperlihatkan kesembuhan. ditegakkan maka penyakit Addison mudah untuk diterapi.
Secara paradoksal setelah koreksi dari hiperkortisolism, Penyebab dari penyakit Addison tercantum pada tabel 6
penderita sering merasa malah lebih berat keluhannys.
Deskuamasi kulit, arthropathi karena lepas steroid, letargi Adrenalitis Autoimun
yang lebih berat, perubahan mood, yang semuanya bisa Di western, adrenalitis autoimun meliputi 70% dari semua
berlansung beberapa minggu sampai beberapa bulan kasus hipoadrenal primer. Gambaran patologis dari
sebelum gejalanya membaik. Keluhan ini dapat dikuranqi kelenjar adrenal menunjukkan atropi dan hilangnya hampir
dengan meningkatkan dosis glukokortikoid. Penderita bisa semua sel-sel korteks, namun medula biasanya masih utuh.
menunjukkan defisiensi hormon pertumbuhan (GH), dan Auto-antobodi adrenal positip pada 75% kasus. Separuh
pemberian terapi GH akan memberikan manfaat. dari penderita ini berkaitan dengan penyakit autoimun
Setelah pengobatan, gambaran sindrom Cushing akan (tabel 6) terutama tiroid.
menghilang setelah 2 bulan sampai 12 bulan. Hipetensi Diabetes Melitus tipe 1 hanya 1% sampai 2% berkaitan
dan diabetes melitus akan membaik, namun mungb:in tidak dengan autoantibodi adrenal, dan lebih banyak berkaitan
akan menghilang sama sekali. Osteopenia karena sindrom dengan hipoparatiroidism autoimun (16%). Kondisi
Cushing akan membaik dengan cepat dalam 2 tahun ini yang dikenal dengan autoimmune polyglandulas
pertama setelah terapi namun setelah itu perbaikan ini syndromes (APS) dibedakan menjadi 2 varian.
GANGGUAN KORTEKS ADRENAL

APS tipe I yang disebutautoimmunepolyendocrinopathy- Tabel 6. Etiologi dari lnsufisiensi-Adrenokortikai


candidiasis-ectodermal dysplasia (APECED), merupa kan Etiologi insufiensi adrenokortikal (singkirkan
kondisi autosomal recessive yang jarang dijumpai, yang hiperplasia adrenai kongenital)
meliputi penyakit Addison, candidiasis mucocutaneous Penyebab primer :penyakit addison
kronis dan hipoparatiroid. Autoimun
APS t i p e II lebih sering didapatkan meliputi Sporadis
penyakit Addison, penyakit tiroid autoimun, DM, dan Sindrom poliendokrin autoimun tipe 1 (penyakit addison,
kandidiasis mukokutaneus kronik, hipoparatiroidism,
hipogonadism.
hipoplasia enamel dental, alopesia, kegagalan gonad
Pada APS tipe II, autoantibodi terhadap 21- hidroksilase
primer)
pada umumnya positif dan mempunyai nilai prediktif Sindrom poliendokrin otoimun tipe 2 (sindrom schmidt)
terhadap destruksi adrenaL4 (penyakit addison, hipotiroid primer, hipogonad
primer, diabetes tergantung insulin, anemia pernisiosa,
lnfeksi vitiligo)
Penyakit infeksi merupakan penyebab yang sering lnfeksi
dari insufisiensi adrenal primer. Termasuk antara lain Tuberkulosis
tuberculosis, jamur (histoplasmosis, cryptococcosis) dan lnfeksi jamur
sitomegalovirus
cytomegalovirus. Adrenal sering mengalami kelainan pada
HI\'
acquired immunodeficiencysyndrome (AIDS). Gaga1 adrenal
Tumor metastasis
bisa terjadi pada AIDS? lnfiltrasi
Adrenalitis bisa terjadi setelah infeksi dengan Arriloid
sitomegalovirus atau mikoobakterium atipik. Onsetnya Hemokromatosis
insidious, dan kalau dilakukan tes, lebih dari 10% Perdarahan intra adrenal ( sindrom waterhouse-friderichsen)
penderita AIDS menunjukkan respons yang subnormal setelah septikemia meningokokus)
dari kortisol terhadap test Sinakthen. lnsufisiensi adrenal Adrenoleu kodistrofl
bisa dipresipitasi oleh pengobatan anti-infeksi misalnya Hipaplasia adrenal kongenital
ketokonazol yang menghambat sintesa kortisol, atau Mutasi DAXl (NROB 1)
Mutasi SF1
rifampisin yang meningkatkan metabolisme kortisol.
Sindrom resistensi ACTH
Mutasi gen MC2R
Acquired Primary Adrenal Insufficiency Mutasi gen MRAP
Selain tuberkulosis dan gagal adrenal autoimun, penyebab Mtrtasi gen AAAS (aladin) (sindrom tripel A)
lain penyakit Addison jarang dijumpai. Nekrosis adrenal Penyebab sekunder
akibat perdarahan intraadrenal harus dipertimbangkan Terapi glukokortikoid eksogen
pada pasien dengan sakit berat, terutama dengan penyakit Hipqituitarism
dasar infeksi, trauma atau koagulopati4. Perdarahan intra Pengangkatan selektif Adenoma pituitari yang mensekresi
adrenal bisa dijumpai pada penderita sepsis, terutama ACTH
pada anak dimana penyebab infeksinya pseudomonas Tumor pituitari dan pembedahan pituitari, kraniofaringioma
Apopleksi pituitari
aeruginosa. Bila disebabkan karena meningokukus, maka
Penyakit granulomatous (tuberkulosis, sarkoid, granuloma
gejalanya disebut sebagai Waterhouse-Friederichsen
eosinofilik)
syndrome Deposit tumor sekunder (dada, bronkus)
lnfeksi pituitari postpartum (sindrom sheehan)
Inherited Primary Adrenal Insufficiency lrrad~asipltuitari (efek biasanya terlambat selama beberapa
Adrenal hypoplasia congenita (AHC) merupakan kelainan tahun)
kongenital yang X-linked. Meliputi insufisiensi adrenal Defisiensi ACTH terisolir
kongenital dengan sentral hipogonadotropik hipogonadism idiopatik
primer. Kondisi ini disebabkan karena mutasi gen DAXI Hipofisitis limfotoksik
(NROBI), suatu famili reseptor nukleus yang diekspresikan Mutasi gen TPlT
Mutasi gen PCSKl
di korteks adrenal, gonad dan hipotalamus. Manifestasi
Mutasi gen POMC
klinis bisa bervariasi. Pada kasus yang berat sering manifes
Defisiens~hormon pituitari multipel
dengan defisiensi mineralokortikoid, yang kemudian secara Mutasi gen HESXl
gradual muncul defisiensi glukokortikoid. Hipogonadism Mutasi gen LHX4
yang disertai dengan abnormalities testikel, dan kadar Mutasi gen SOX3
gonadotropin yang rendah. Manifestasi bisa juga dalam Mutasi gen PROP I
bentuk gagal adrenal yang late onset.
Mutasi pada faktor transkripsi yang lain, steroidogenik rnutasi pada POMC rnenyebabkan obesitas berat, dan
factor-I (SF-I) juga menyebabkan insufisiensi adrenal pigmentasi rambut menjadi merah.
akibat gangguan pertumbuhan dari korteks adrenal. Hipoadrenal sekunder juga bisa dijumpai pada
Regulasi transkriptional dari enzim P450 steroidogenik penderita penyakit Cushing setelah pembedahan dari
tergantung pada SFI. AHC bisa berkaitan dengan defisiensi adenoma hipofisis yang rnensekresi ACTH. Fungsi dari
gliserol kinase dan distrofi otot yang disebabkai oleh sel kortikotropik hipofisis yang normal akan tersupresi
karena delesi gen, termasuk gen DAXI. dan akan berlangsung selama berbulan-bulan setelah
pembedahan.
Hipoadrenal Sekunder (Defisiensi ACTH)
Hipoadrenal pada Kondisi Sakit Kritis
lnsufisiensi adrenal sekunder didapat (acquired Hipoadrenal bisa merupakan komplikasi dari kondisi
secondary adrenal insuficiency) sakit kritis, bahkan pada penderita yang sebelumnya
Sering dijumpai sebagai problem klinis, dan sering terjadi menunjukkan aksis HPA yang normal. Keadaan ini
bila terapi glukokortikoid dari luar tiba-tiba dihentikan. disebut sebagai fungsional adrenal insufisiensi untuk
Terapi glukokortikoid akan menekan axis HPA, cengan menggambarkan bahwa hipoadrenal adalah transient,
akibat atropi adrenal, yang bisa berlangsung .ampai dan bukan disebabkan karena lesi struktural. Functional
berbulan-bulan setelah glukokortikoid dihentikan. Atropi Adrenal lsuficiency sulit didefinisikan secara biokimia dan
adrenal dan defisiensi yang diakibatkan harus diantisipasi etiologinya juga tidak jelas
bila penderita minum steroid dengan dosis ekivalen yang Ketidakmampuan untuk rnenjaga respons kortisol
melebihi 30 mg hidrokortison perhari (7.5mg/har' untuk yang adekuat untuk rnengatasi stress atau sepsis sering
prednisolone atau >0.75 mg/hari untuk deksametason'~ rnembawa penderita ke ICU dengan peningkatan risiko
selama lebih dari 3 minggu. Selain besarnya dosis kematian selama kondisi akut. Keadaan seperti ini telah
glukokortikoid, waktu pemberian juga menentukai berat memacu untuk menetapkan batasan Functional Adrenal
tidaknya supresi adrenal. Isuficiency secara kuantitatif, dan memberikan pengobatan
Bila prednisolon diberikan 5 mg pada malam hari dan dengan kortikosteroid supplemental. Walaupun diagnosis
2.5 rng pada pagi hari, akan terjadi supresi aksis HFA yang masih sering diperdebatkan, namun bila dicurigai ada
lebih besar dibanding dengan dengan pemberian 2.5 mg respons kortisol yang suboptimal, maka rekomendasi
pada malam hari dan 5 mg pada pagi hari, karena dosis pada saat ini adalah I ) pengobatan dengan hidrokortison
malam hari yang besar akan menghambat peningkatan 200 mg/hari dalam 4 dosis terbagi, atau dengan cara
ACTH pada pagi hari. perinfus 10 mg/jam untuk penderita dengan syok septik
Hipoadrenalisme sekunder bisa juga terjaci pada dan 2) pengobatan dengan metil prednisolone dengan
kegagalan dalam memberikan terapi sulih glukokortikoid dosis 1 mg/kg BB perhari untuk penderita dengan acute
yang adekuat pada keadaan stres berat pasien yarg telah respiratory distress syndrome yang terjadi dini dan berat.
mendapat terapi glukortikoid jangka panjang. Glukokortikoid harus di tapering off sebelum dihentikan.
Pengobatan dari insufisiensi adrenal akibat kondisi kritis
lnsufisiensi Adrenal Sekunder yang Diturunkan dengan deksametason tidak direkomendasikan4.
Inherited secondary adrenal insuficiency menggambarkan
produksi yang tidak adekuat dari ACTH oleh kelenjar Gambaran Klinis dari lnsufisiensi Adrenal
hipofisis anterior. Pada beberapa kasus hormon hipofisis Penderita dengan gagal adrenal primer, biasanya akan
yang lain juga mengalami defisiensi, sehingga p~nderita menunjukkan defisiensi baik glukokortikoid maupun
bisa menunjukkan gejala hipopituitarism yang tomplit mineralokortikoid. Pada insufisiensi adrenal sekunder
maupun sebagian. Gambaran klinis dari hipopituitarism didapatkan sistem RAA masih normal. Perbedaan ini akan
ini membuat diagnosis menjadi relatif lebih mudah memberikan perbedaan balans dari garan dam cairan, dan
daripada bila didapatkan defisiensi ACTH yang isolated. memberikan gejala klinis yang berbeda.
Isolated ACTH deficiency jarang dijumpai dan diagnosis Gejala paling utama yang bisa membedakan antara
sulit ditegakkan. Bisa didapatkan pada pasien hipofisitis hipoadrenal primer dengan sekunder adalah pigmentasi
limfositik. kulit, yang selalu ada pada kasus insufisiensi adrenal
Mutasi pada TBX79, yang meregulasi ekspresi dari primer, dan tidak dijumpai pada insufisiensi sekunder.
POMC telah dilaporkan pada beberapa kasus dengan Pigmentasi dapat dilihat dikulit yang terpapar sinar
isolated ACTH deficiency yang terjadi pada neonatus. matahari, bekas luka baru, aksila, puting payudara, lipatan
Beberapa pasien menunjukan adanya mutasi pada kulit telapak tangan, daerah-daerah yang terkena tekanan,
gen POMC yang mengganggu sintesis dari ACTH, dan dan membrane mukosa (buccal, vaginal, vulval, anal).
menyebabkan defisiensi ACTH. Selain insufisiensi adrenal, Penyebab dari pigmentasi masih sering diperdebatkan,
GANGGUAN KORTEKS ADRENAL 2509

diperkirakan merupakan gambaran dari peningkatan dan gatal. Gangguan psikiatrik bisa terjadi pada kasus
stimulasi dari MCIR oleh ACTH. Pada penyakit addison kronis yang berlangsung lama, yang meliputi gangguan
otoimun mungkin dijumpai vitiligo. Gambaran klinis memori, depresi dan psikosis. Pengukuran quality of life
berkaitan dengan onset dan derajat beratnya defisiensi menunjukkan gengguan baik pada adrenal insufisiensi
adrenal. Pada beberapa kasus onsetnya tidak jelas dan primer maupun sekunder. Kelelahan seringkali menonjol,
hanya terdiagnosis ketika penderita mengalami krisis akut dan penderita mungkin didiagnosis chronic fatique
yang menyertai penyakit lain.4 syndrome atau anorexia nervosa.
P3da insufisiensi adrenal akibat hipopituitarism, gejala
Krisis Adrenal yang berkaitan dengan defisiensi hormon selain ACTH,
lnsufisiensi adrenal akut, yang disebutjuga krisis adrenal, antara lain LH/FSH (infertil, oligornenorea, amenorea,
atau krisis Addison, merupakan kondisi medis gawat libido yang rendah) dan TSH (peningkatan berat badan
darurat dengan manifestasi hipotensi dan gagal sirkulasi dan tidak tahan hawa dingin).
akut (Tabel 7). Hipoglikemia pada saat puasa terjadi akibat hilangnya
efek glukoneogenik dari kortisol, namun jarang dijumpai
Tabel 7. Garnbaran Klinis dan Laboratoris Krisis pada penderita dewasa kecuali bila penderita pecandu
Adrenal4 alkot-ol atau ada defisiensi g r o w t h hormon (GH).
Hipoglikemia menjadi gejala yang sering dijumpai pada
Garnbaran klinis dan laboratorik krisis adrenal
insufisiensi adrenal ada masa anak-anak.
Dehidrasi, hipotensi, atau syok karena beratnya penyakit
saat ini
Pemeriksaan Labratorium
Mual dan rnuntah dengan riwayat kehilangan berat badan
Pada fase awal dari destruksi adrenal mungkin tidak
dan anoreksia
dijumpai kelainan pada parameter laboratorium rutin,
Nyeri abdomen, yang disebut akut abdomen
Hipoglikernia yang tak dapat dijelaskan
Tabel 8. Gambaran Klinis dari lnsufisiensi Adrenal
Dernarn yang tak dapat dijelaskan
PrirneP
Hioonatrernia,. hioerkalemia,
, azoternia. hioerkalsernia.
, 8

eosinofilia Garnbaran klinis insufisiensi adrenal primer


Hiperpigrnentasi atau vitiligo Frekuensi
Gambaran
Defisiensi endokrin autoimun lainnya, seperti hipotiroid ("A)
atau kegagalarn gonad Gejala
Lernah, lelah, tak bertenaga
anoreksia
Anoreksia mungkin bisa muncul awal-awal penyakit, Gejala gastrointestinal
yang berlanjut menjadi mual, muntah, diare, dan mu31
kadang nyeri abdomen. Bisa didapatkan demam dan rnu7tah
hipoglikemia. Konstipasi
Penderita yang mengalami perdarahan adrenal akut IVyeri abdomen
akan menunjukkan hipotensi, nyeri daerah abdomen diare
atau nyeri dada bagian bawah, anoreksia dan muntah. Senang gararn/makanan asin
Kondisi ini sulit didiagnosis, namun adanya bukti-bukti Kepusingan postural
yang mengarah pada perdarahan tersembunyi (Hb yang Nyer otot atau sendi
turun dengan cepat), hiperkalemia yang progresif, dan tanda
shock merupakan peringatan bagi dokter untuk mengarah Hilang berat badan/berat badan turun
hiperpigrnentasi
pada diagnosis.
Hipolensi (< 110 rnrnHg sistolik)
Bisa juga penderita menunjukkan garnbaran klinis
Vitiligo
yang samar-samar dari insufisiensi adrenal yang kronis,
Kalsifikasi aurikular
antara lain kelemahan, kelelahan, berat badan turun,
Laboratorium
mual, muntah yang intermiten, nyeri abdomen, diare atau
Gangguan elektrolit
konstipasi, malaise, kramp otot, atralgia, dan hipotensi hiponatrernia
postu'ral (tabel 8). Kecenderungan konsumsi garam, dan hiperkalemia
demam ringan juga bisa didapatkan. hiperkalsernia
Sekresi androgen adrenal terhenti, dan gambaran Azoternia
klinisnya lebih jelas pada wanita, yang mengeluh anewia
rontoknya bulu aksila dan pubes, kulit menjadi kering eosinofilia
namun fungsi adrenal sudah mulai menurun antara wajib untuk memeriksa ACTH stimulation test untuk
lain produksi steroid basal mungkin masih normal atau menyingkirkan adanya insufisiensi adrenal, terutama
subnormal setelah stress. Stimulasi adrenal dengan ACTH sebelum terapi steroid dimulai.
akan memberikan abnormalitas.dimana terjadi s=.dikit Penurunan berat badan bermanfaat untuk evaluasi
peningkatan subnormal atau tidak meningkat sama sekali. apakah kelemahan dan malaise berkaitan dengan
Pada kondisi penyakit yang lebih berat, kadar nayrium, insufisiensi adrenal. Pigmentasi mungkin merupakan
khlorida, dan bicarbonat menurun dan kalium serum gambaran yang sering menyesatkan namun bila diketahui
meningkat sebelumnya maka pigmentasi yang baru saja terjadi dan
Hiponatremia disebabkan karena hilangnya natrium meningkat dengan progresif biasanya dikeluhkan oleh
lewat urin akibat defisiensi aldosteron, dan akibat pasien dengan destruksi adrenal yang bertahap.
pergerakan natrium ke cairan intraselular. Hilangnya Hiperpigmentasi biasanya tidak terjadi bila destruksi
sodium diekstravaskular menybabkan turunnya volume adrenal terjadi dengan cepat, seperti pada bilateral
cairan ekstra selular (ECFV) dan akan menyebabkan adrenal hemorrhage. Bila hiperpigmentasi disertai dengan
hipotensi. Peningkatan kadar vasopressin dan angiotensin penyakit lain maka akan makin menyulitkan diagnosis,
II dalam plasma i k u t berperan dalam timbulnya namun bentuk dan distribusi dari pigmentasi pada
hiponatremia dengan terganggunya klirens dzri air insufisiensi adrenal biasanya khas.16 Bila ada keraguan,
(free water clearance). Hiperkalemia timbul akibat dari maka pengukuran kadar ACTH dan pengujian untuk
defisiensi aldosteron dan gangguan filtrasi glomerulus fungsi cadangan adrenal dengan infus ACTH memberikan
serta asidosis. Kadar basal dari kortisol dan aldosteron gambaran yang jelas.
pada umumnya subnormal dan gagal meningkat dengan
pemberian ACTH. Pengobatan lnsufisiensi Adrenal2
Hiperkalsemia ringan sampai sedang terjadi pada 10- Semua penderita dengan insufisiensi adrenal harus
20% penderita dengan penyebab yang belum jelas. ECG mendapatkan terapi hormon pengganti yang spesifik.
bisa menunjukkan gambaran yang tidak spesifik, dan EEG Penderita membutuhkan edukasi tentang penyakitnya.
menunjukkan penurunan dan perlambatan gelombang Terapi sulih hormon harus memperbaiki baik defisiensi
yang menyeluruh. Pemeriksaan hematologis didapatkan glukokortikoid maupun mineralokortikoid. Hidrokortison
anemia normositik, limfositosis relatif, dan eosinofilia (kortisol) merupakan pilihan utama dengan dosis sekitar
20-30 mg/hari.
Diagnosis Penderita dianjurkan untuk minum obatnya bersama-
Diagnosis dari insufisiensi adrenal harus ditegakkan sama makan, atau boleh juga bersama sama dengan susu
dengan ACTH stimulation test, untuk menentukan atau antasida, karena obat bisa meningkatkan keasaman
kapasitas adrenal dalam memproduksi steroid. lambung dan menyebabkan efek toksik langsung pada
Untuk skrining, pemeriksaan kortisol60 menit setelah mu kosa gaster.
pemberian cosyntropin 250 pg IM atau IV. Kadar kortisol Untuk merangsang ritme diurnal yang fisiologis, dua
harus melebihi 495 nmol/L (18 pg/dL). Bila Respansnya pertiga dosis diberikan pada pagi hari, dan sisa dosis
abnormal, maka adrenal insufisensi primer atau sekunder diberikan pada sore hari.
dapat dibedakan dengan mengukur aldosteron dari Beberapa penderita mengalami insomnia, mudah
sampel darah yang sama. Pada insufisiensi sekunder (tidak tersinggung, dan gangguan mental lainnya setelah awal
pada primer), maka peningkatan aldosteron adalah normal terapi; bila ini terjadi maka dosis harus diturunkan. Kondisi
[> 150 pmol/L (5 ng/dL)] lain yang mengharuskan kita menurunkan dosis antara
Selain itu pada insufisiensi adrenal primer kadar lain hipertensi dan diabetes melitus. Penderita obes
ACTH dan peptida yang terkait (P-LPT) meningkat I:arena dan penderita yang mendapatkan terapi antikonvulsan
hambatan balik pada kortisol-hipotalamus-hipofisis mungkin membutuhkan dosis yang lebih besar.
meghilang. Sedang pada adrenal insufisiensi sekunder Pengukuran ACTH plasma atau kortisol, atau kortisol
kadar ACTH rendah atau subnormal.(Gambar 9) urine tidak bermanfaat untuk menentukan dosis optimal dari
glukokortikoid. Karena hidrokortison tidak bisa memenuhi
Diagnosis Banding insufisiensi mineralokortikoid, maka biasanya diperlukan
Diagnosis banding perlu dipikirkan karena keluhan lemah juga suplementasi mineralokortikoid. Kebutuhan ini bisa
dan mudah capai adalah keluhan yang umum dijumpai. dipenuhi dengan pemberian fludrokortison 0.05-0.1 mg
Diagnosis dini insufisiensi adrenal sulit ditegakkan, damun per hari. pasienjuga harus diingatkan untuk mengkonsumsi
kombinasi dari gangguan gastrointestinal yang ringan, garam (2-3 gram per hari).Kecukupanpengobatan dengan
berat badan yang turun, anoreksia, dan peningkatan mineralokortikoid dapat dtentukan dengan pengukuran
pigmentasi, bila dijumpai kumpulan gejala ini maka, tekanan darah dan kadar elektrolis serum. Tekanan darah
GANGGUAN KORTEKS ADRENAL 251 1

Gambaran klinis insufisiensi adrenal


(berat badan turun, hipotensi postural,hiperpigmentasi, hiponatrernia)
I
- - -

Skrining/konfirrnasi diagnosis
Kortisol plasma 30-60 rnenit setelah 250 pg kosintropin IM atau IV
(kortisol pasca kosintropin < 500 nmolIL)
Hernatologi lengkap, natrium, kaliurn, krsatinin, urea dan TSH serum

Diagnosis diferensial
ACTH ~lasrna,renin ~lasrna,~ldosteronserum

Insufisiensi adrenal primer Insufisiensi adrenal sekunder


(ACTH tinggi, PRA tinggi, (ACTH rendah-normal, PRA normal,

Penggantian
I Penggantian glukokortikoid
I
I Autoantibodi adrenal I MRI pituitari

Negatif

' X-ray dada, Riwayat pernberian


' 17 OHP serum, Lesi rnassa pituitari- glukokortikoid eksogen?
Adrenalitis autoirnun,
' Pada pria : hipotalarnus Riwayat cedera kepala?
' Sindrom poliglandular
asam lernak rantai Pertirnbangkan defisiensi
otoirnun
sangat panjang plasma, ACTH yang terisolasi.
CT adrenal.

Diagnosis cenderung
Infeksi adrenal (tuberkulosis), adrenalitis autoirnun
Infiltrasi (rnisal limfoma), Pada pria pertirnbangkan
Perdarahan, adrenoleukodistrofi
Hiperplasia adrenal Insufisiensi adrenal sekunder
kongenital (17 OHP meningkat) (ACTH rendah-normal,
I PRA normal, aldosteron normal)

Gambar 10. Evaluasi penderita dugaan insufisiensi adrenal16.

harus normal tanpa adanya perubahan tensi postural; Komplikasi dari glukokortikoid, kecuali gastritis,
kadar natrium, kalium, kreatinin dan urea nitrogen juga sangat jarang terjadi pada pengobatan insufisiensi
harus normal. Pengukuran kadar renin dalam plasmajuga adreral. Komplikasi pengobatan m i n e r a l o k o r t i k o i d
bermanfaat dalam titrasi dosis. m e l i p ~ thipokalemia,
i hipotensi, pembengkakan jantung,
Pada penderita wanita, androgen juga akan rendah. bahkan gagal jantung kongestif akibat retensi natrium.
Beberapa praktisi menganggap pemberian 25-50 m g Pengukuran berat badan, kadar kalium dan tekanan darah
DHEA peroral perhari dapat memperbaiki kualitas hidup secara periodik bermanfaat untuk monitoring. Semua
dan densitas tulang. penderita insufisiensi adrenal harus membawa identitas
medis, dan harus diinstruksikan untuk bisa mendapatkan mg padajam 18.00.Yang segera diturunkan menjadi 20 mg
pemberian steroid secara parenteral secara mandiri, serta pada saat bangun pagi dan 10 mg pada jam 18.00.4
harus terdaftar sebagai pasien yang sewaktu-waktu perlu
mendapatkan tindakan darurat medis Beberapa kendala terapi
Pada keadaan sakit, terutama demam, dosis hidrokortison
Penanganan Krisis Adrenal harus dinaikkan dua kali lipat.
Pengobatan ditujukan ada pengantian g1ukokor:ikoid Pada keadaan sakit berat dosis harus ditingkatkan
dalam sirkulasi serta penggantian defisit sodium dan air. menjadi 75-150 mg/hari. Bila pemberian peroral tidak
lnfus dengan glukosa 5% dalam normal saline harus memungkinkan maka diberikan secara parenteral.
segera diberikan yang kemudian segera diikuti dengan Demikian juga pada keadaan sebelum operasi, atau
pemberian hidrokortison 100 mg iv bolus yang diikuti cabut gigi, maka tambahan dosis glukokortikoid harus
dengan drip infus hidrokrotison 10 mg per jam.' diberikan. Bila pasien berolah raga cukup berat yang
Alternatif lain adalah dengan memberikan 100 mg disertai dengan berkeringat yang cukup banyak, atau
bolus iv setiap 6jam, namun hanya dengan cara pemberian dalam kondisi cuaca yang panas yang menyebabkan
drip infus yang kontinyu yang bisa mempertahankan berkeringat banyak, atau dalam keadaan diare, pasien
secara konstan kadar kortisol plasma pada keadaan stress diingatkan untuk meningkatkan dosis fludrokortison dan
yaitu > 830 nmol/L atau > 30 pg/dL. menambah garam dalam diitnya.
Pengobatan terhadap hipotensi memerlukan Cara yang mudah adalah dengan mengkonsumsi
glukokortikoid dan koreksi dari defisit natrium dan cairan. kaldu daging sapi atau daging ayam 250 cc per hari yang
Bila krisis diawali dengan nausea yang lama, muntah mengandung 35 mmol natrium. Untuk penderita insufisiensi
muntah dan dehidrasi, infus salin dalam jumlah yang adrenal yang akan menjalani operasi besar maka ada
cukup besar mungkin diperlukan pada jam jam pertama. protokol pemberian kortisol sesuai dengan tabel 9.
Vasokonstriktor seperti dopamin mung kin diperlu kan Protokol pemberian pada hari pembedahan ini
pada keadaan yang ekstrim. Dengan dosis steroid yang ditujukan untuk meniru produksi kortisol pada orang
besar 100-200 mg hidrokortison, maka penderita akan normal yang sedang mengalami stres berat yang
mendapatkan efek mineralokortikoid yang maksimal, berkepanjangan yaitu sekitar 10 mg/jam, atau 250-300
dan suplemetasi mineralokortikoid tidak diperlukar~lagi2. mg perhari.
Perbaikan klinis terutama tekanan darah akan segera Setelah itu bila pasien membaik dan tidak panas dosis
terlihat pada 4-6 jam pertama. hidrokortison diturunkan 20-35% perhari. Pemberian
Setelah 24jam pertama dosis hidrokortison ditur~nkan mineralokortikoid tidak diperlukan bila kita memberikan
menjadi 50 mg intramuskular tiap 6 jam, kemudian hidrokortison dengan dosis > 100mg per hari karena ada efek
berikutnya diberikan peroral 40 mg pada pagi hari dan 20 mineralokortikoid dari hidrokortison pada dosis b e ~ a r . ~

Tabel 9. Protokol Pemberian Kortisol Penderita lnsufisiensi Adrenal yang Mengalami Pemberdahanz.
Pemberian lnfus Hidrokortison Hidrokortison Oral Fluodrokortison
Kontinyu, mgljam Oral
8 pagi 4 sore
Terapi harian rutin 20 10
Hari sebelum operasi 20 10
Hari setelah operasi
Hari ke-1
Hari ke-2
Hari ke-3 40 20 0,1
Hari ke-4 40 20 0,1
Hari ke-5 40 20 0,1
Hari ke-6 20 20 0,1
Hari ke-7 20 10 0,1
*semua dosis steroid diberikan dalam miligram. Alternatif lain adalah pemberian hidrokortison 100 mg sebagai injeksi
bolus IV tiap 8 jam di hari operasi/pembedahan.
GANGGUAN KORTEKSADRENAL 2513

REFERENSI

1. Carroll TB, Aron DC, Findling JW, Tyrrell JB. Glucocorticoid


and Adrenal Androgens. In Gardner DG and Shoback D (Eds).
Greenspan's Basic and Clinical Endocrinology. 9th Edition.
McGraw-Hill Companies, Inc 2011.285-327
2. Williams G, Dluhy RG. Disorders of Adrenal Cortex.
1n.JamesonJL, (Ed). Harisson's Endocrinology. 2 d Edition.
McGraw-Hill Companies, Inc 2010.99-32
3. Patricia E. Molina. Adrenal Gland. In Raff H, Levitzky M
(Eds).Medical Physiology.Edition. McGraw-Hill Companies,
Inc 2011. 655-669
4. Stewart PM, Krone NP. The Adrenal Cortex. In Melmed S,
Polonsky KS, Larsen PR, Kronenberg HM (Eds). William's
Textbook of Endocrinology. 12"" Edition. Elsevier Inc
Philadelphia 2011.479-544
5. Meikle AW, Weed JA, Tyler FH. Kinetics and interconversion
of preclnisolone and prednisone studied with new
radioimmunoassays. 1 Clirr Elzdocrinol Metab. 1975;41:717-
721.
6. Luton JP, Thieblot P, Valcke JC, et al. Reversible gonadotropin
deficiency in male Cushing's disease. I Clin Endocrinol
Metnb.1977;45:488-495.
7. Lindsay JR, Nansel T, Baid S, et al. Long-term impaired quality
of life in Cushing's syndrome despite initial improvement
after surgical remission. 1Clin Endocriilol Metnb. 2006;91:447-
453.
8. Ferguson JK, Donald RA, Weston TS, et al. Skin thickness
in patients with acromegaly and Cushing's syndrome and
Response to treatment. Clin Endocrinol (Oxf).1983;18:347-35
9. Colao A, Pivonello R, Spiezia S, et al. Persistence of increased
cardiovascular risk in patients with Cushing's disease
after five years of successful cure. 1 Clin Endocrinol Metnb.
1999;84:2664-2672.
10. Wei L, MacDonald TM, Walker BR. Taking glucocorticoids
by prescriptionis associated with subsequent cardiovascular
disease. Ann liltern Med. 2004;141:764-770.
11. Quinkler M, Stewart PM. Hypertension and the kortisol-
cortisone shuttle. Clilz Endocrinol Metnb. 2003;88:2384-2392
12. Avgerinos PC, Yanovski JA, Oldfield EH, et al. The
metyrapone and dexamethasone suppression tests for the
differential diagnosis of the adrenocorticotropin-dependent
Cushing syndrome: a comparison. A n n Intern Med.
1994;121:318-327
13. Assie G, Bahurel H, Coste J, et al. Corticotroph tumor
progression after adrenalectomy in Cushing's disease: a
reappraisal of Nelson's syndrome. 1 Clin Eildocrinol Metnb.
2007;92:172-179.
14. Biller BM, Grossman AB, Stewart PM, et al. Treatment of
adrenocorticotropin-dependent Cushing's syndrome: a
consensus statement. Clin Elzdocrinol Metnb. 2008;93:2454-
2462
15. Boscaro M, Ludlam WH, Atkinson B, et al. Treatment of
pituitary dependent Cushing's disease with the multireceptor
ligand somatostatin analog pasireotide (SOM230): a
multicenter, phase I1 trial. IClirr Endocrinol Metnb. 2009;94:115-
122.
16. Arit W. Disorders of Adrenal Cortex.In. Longo Dl, Kasper DL,
Jameson JL, Fauci AS, Hauser SL, Loscalzo J (Eds).Harrison%
Principles of Internal Medicine 18* Edition.. McGraw-Hill
Companies, Inc 2012; 2940-2961.
GANGGUAN PERTUMBUHAN
Syafril Syahbuddin

PENDAHLILUAN PERAWAKAN PENDEK OLEH PENYEBAB


ENDOKRIN
Pertumbuhan seseorang menggambarkan kualitas
kesehatan fisik, mental dan lingkungan psikososialnya. Defisiensi GH
Dua macam pengukuran yang penting dalam menilai Secara etiopatogenetis, defisiensi GH dapat terjadi akibat
pertumbuhan adalah Tinggi Badan (TB) dan Berat Badan gangguan terhadap poros hipotalamus-pituitari -GH-
(BB). Data dari pemeriksaan serial TB dan BB tergambar IGF-1. Defisiensi GH idiopatik terjadi akibat defisiensi
pada grafik Tumbuh Kembang (Growth Chart) yang GH Releasing Hormone (GHRH). Pada tumor pituitari dan
memungkinkan penilaian kecepatan pertumbuhan (growth agenesis pituitari tidak terdapat produksi GH. Defek/mutasi
velocity = GV). Disamping itu, untuk menilai pertumbuhan atau tidak adanya gen-gen tertentu dapat menyebabkan
tulang diperiksa umur tulang (bone age = BA) secara defisiensi GH.
radiologik dan untuk perkembangan mental diperiksa Defisiensi GH kongenital. Pasienbiasanya pendek,
umur mental (mental age = MA). Secara keseluruhan,
gemuk, muka dan suara imatur, pematangan tulang
secara periodik di bandingkan umur tinggi (height age = terlambat, lipolisis berkurang, terdapat peningkatan
HA) dengan BA, MA dan umur kronologis (chronologicai
kolesterol total/ LDL dan hipoglikemiaa. Apabila disertai
age = CA). defisiensi ACTH, gejala hipoglikemiaa lebih menonjol,
Pertumbuhan dipengaruhi oleh faktor intrinsik apabila disertai defisiensi TSH akan terdapat gejala-gejala
(genetik) dan ekstrinsik (nutrisi, oksigen, hormon- hipotiroidisme. Biasanya IQ normal, kecuali apabila telah
hormon, faktor-faktor pertumbuhan, psikososial dan sering mengalami serangan hipoglikemiaa berat.
berbagai penyakit kronik). ~angg'uanpertumbuhan dapat
menyebabkan perawakan pendek (short stature) ataupun Defisiensi GH didapat. Biasanya keadaan ini bermula pada
perawakan jangkung (tall stature). penghujung masa kanak-kanak atau pada masa pubertas,
Dalam praktek sehari-hari, pada umumnya pasien- tersering akibat tumor-tumor pada hipotalamus-pituitari,
pasien gangguan pertumbuhan datang dengan keluhan sehingga sering disertai defisiensi hormon-hormon tropik
perawakan pendek. Hal ini antara lain disebabkan oleh lainnya (gonadotropin, TSH, dll) bahkan dapat disertai
karena masyarakat lebih memberikan aspresiasi kepada defisiensi hormon pituitari posterior. Tumor-tumor
perawakan jangkung, sebaliknya lebih kawatir akan tersebut antara lain adalah kraniofaringioma, germinoma,
perawakan pendek. Oleh karena itu pada tulisan ini glioma, histiositoma. lradiasi kronis terhadap hipotalamo-
dikemukakan sekitar masalah perawakan pendek. hipofisis juga dapat menyebabkan defisiensi GH.
Lain-lain. Termasuk kelompok ini adalah sindrom Laron
dan suku Pygmi (Afrika). Pada sindrom Laron, sudah
PERAWAKAN PENDEK terlihat perawakan sejak dari lahir oleh karena tidak
adanya Respons terhadap GH. Keadaan ini merupakan
Dikatakan perawakan pendek apabila TB lebih dari 2 SD defek reseptor/post reseptor GH yang diturunkan secara
di bawah TB rerata orang-orang yang sama usia dan jenis autosom resesif. Akibatnya, terjadi peningkatan GH serum,
kelaminnya. Perawakan pendek dapat terjadi oleh sebab- sebaliknya IGF-I hampir tidak ada. Pada Pygmi, GH serum
sebab endokrin ataupun sebab-sebab non endokrin. normal, IGF-I menurun dan IGF-II normal.
GANGGUAN PERTUMBUHAN

Diagnosis defisiensi GH ditegakkan berdasarkan Sindrom Cushing


gambaran klinis dan perneriksaan laboratoriurn. Prinsip Peningkatan kadar glukokortikoiddarah akan menyebabkan
perneriksaan diagnostik secara laboratorium adalah gangguan pertumbuhan.Penyebabnya dapat oleh penyakit
kurangnya Respons sekresi GH terhadap stimulus Cushl'ng (adenoma hipofisis yang mengeluarkan banyak
provokatif (latihan jasmani, insulin, dll) serta rendahnya ACTH), adenoma adrenal otonom, karsinorna adrenal
kadar IGF-I dan IGFBP-3. Pemeriksaan yang banyak dan :erapi dengan hormon glukokortikoid (eksogen).
dilakukan adalah pemeriksaan kadar GH pada keadaan Glukokortikoid yang berlebihan dapat menekan sekresi
hipoglikemiaa setelah pemberian insulin. GH, rnenekan pembentukan tulang, rnenekan retensi
Pengobatan perawakan pendek oleh karena defisiensi nitrogen dan menekan pembentukan kolagen.
GH pada umumnya dengan suntikan GH rekombinan satu Diagnosis sindroma Cushing ditegakkan dengan
kali dalarn seminggu atau preparat depot satu kali dalam 2 pemeriksaan supresi kortisol darah oleh deksarnetason
- 4 minggu. Biasanya terlihat hasil pertarnbahan TB paling dan 3emeriksaan kortisol bebas (free cortisol) dalam
besar dalam tahun pertama setelah suntikan. Makin dini urin. Perneriksaan MRI pituitari dapat menemukan
terapi diberikan akan rnakin besar kemungkinan tercapai kelainan anatomik setempat. Pengobatan ditujukan
tinggi akhir yang normal. Untuk menilai keberhasilan terhadap penyebabnya termasuk menghentikan terapi
pengobatan perlu dilakukan monitoring terhadap kortikosteroid dan operasi.
kecepatan pertumbuhan, urnur tulang, IGF-I, IGFBP-3
dan fosfatase alkali. Pengobatan psikologis diperlukan Pseudohipoparatirodisme
pada pasien-pasien dengan masalah-masalah ernosi dan Keadaan perawakan pendek ini disebabkan oleh kelainan
personaliti. genetik dirnana terdapat peningkatan hormon paratiroid
(PTH: dan fosfat, penurunan kalsium darah, disertai tidak
Perawakan Pendek Psikososial adanya Respons terhadap PTH eksogen. Pengobatan
Dalam ha1 ini defisiensi GH adalah bersifat fungsional adalah dengan pemberian vitamin D/kalsitriol dosis tinggi
yang berhubungan dengan kelainan psikiatris anak, akibat disarnping kalsium dan obat pengikat fosfat.
kerusakan interaksi secara kronis dengan keluarga/orang
tuanya. Secara klinis terlihat pertumbuhan yang kurang, Gangguan Metabolisme Vitamin D
perut buncit dan imatur. Keadaan ini dapat disembuhkan Rakhitisyang disebabkan defisiensivitamin D menyebabkan
(reversibel)dengan mengeluarkan pasien dari lingkungan gangguan perturnbuhan dan perawakan pendek.
keluarganya dan terapi keluarga, sehingga tidak dianjurkan F'enyebabnya berupa defisiensi vitamin D (kurangnya
pengobatan dengan GH. asupan vitamin D, malabsorpsi lemak, kurang terpapar
sinar rnatahari, antikonvulsan, penyakit hati/ginjal) dan
Hipotiroidisme dapat berupa rakhitis yang tergantung pada vitamin D
Defisiensi horrnon tiroid yang mulai sebelum atau saat secara herediter.
lahir rnengakibatkan keterlarnbatan perkembangan yang Gambaran klinis dapat berupa sabershin (kaki
berat. Apabila terjadinya setelah lahir, mengakibatkan pedang), rachitic rossary (tasbih rakhitis), hipokalsemia,
terlambatnya kecepatan pertumbuhandan perkembangan hipofosfatemia dan peninggian fosfatase alkali. Pada
tulang. x-foto tulang terlihat gambaran khas.
Hipotiroidismeyang didapat setelah lahir rnenyebabkan Pengobatan yang efektif dengan vitamin D dan fosfat
kegagalan pertumbuhan yang ditandai oleh kurangnya dapat memperbaiki pertumbuhan.
kecepatan perturnbuhan, perawakan pendek, kurangnya
BA, rasio atas/bawah (uper/lower ratio) lebih besar, apatis,
gerakan larnbat, konstipasi, bradikardi, wajah dan rambut PERAWAKAN PENDEKOLEH SEBAB-SEBAB NON-
kasar, suara serak dan terlambatnya perkernbangan ENDOKRIN
pu bertas. Termasuk dalarn kelompok ini adalah sebagai berikut :
Diagnosis hipotiroidisme kongenital, dipastikan dari
hasil perneriksaan TSH dalam darah dari tumit/umbilikus Perawakan Pendek Konstitusional
yang lebih besar dari 25 mU/I. Untuk anak yang lebih besar Keadaan pertumbuhan dan adolesen yang terlambat
diagnosis ditegakkan dari rendahnya FT4 dan tingginya secara konstusional ini hanya merupakan variasi dari
TSH serum. pert~rnbuhannormal. Dalarn ha1 ini terjadi perlambatan
Pengobatan untuk bayi adalah dengan levo-tiroksin mulainya pubertas, umur tulang BA tertinggal dari umur
10- 15 ug/kgBB/hari, untuk anak yang lebih besar kronologis. Narnun tinggi akhir tidak berkurang oleh
2-3 ug/kgBB/hari sampai tercapai kadar TSH serum karena waktu berhentinya pertumbuhan tulang juga
normal. tertunda. Biasanya terdapat anggota keluarga dengan
pola pertumbuhan yang serupa. Pada pemeriksaan PENDEKATAN DlAGNOSTlK PERAWAKAN
lengkap tidak ditemukan penyebab lainnya. Oleh karena PENDEK
itu tidak diperlukan pengobatan khusus. Yang penting
adalah menjelaskan dan meyakinkan kepada pasien Pada umumnya dari pemeriksaan dan gejala klinis yang
dan keluarganya bahwa keadaan ini adalah normal dan didapat sudah dapat ditetapkan apakah perawakan
prognosisnya baik. pendek tersebut patologis dan memerlukan pemeriksaan
yang cukup lengkap dan mahal untuk kemudian diberikan
Perawakan Pendek Genetik pengobatan sedini mungkin terhadap penyebabnya.
Keadaan ini bersifat familial tanpa keterlambatan Dengan demikian, ternyata banyak kasus yang tidak
pertumbuhan dan dan BA. TB setelah dewasa tergantung memerlukan pemeriksaan-pemeriksaan yang mahal dan
pada rerata TB kedua orang tuanya. melelahkan.
Dari anamnesis dicari informasi mengenai keadaan
Retardasi Pertumbuhan lntrauterin intrauterin, keterpaparan terhadap toksin, berat badan
Sekitar 30% bayi lahir dengan prematuritas dan retardasi lehir rendah, trauma lahir, perkembangan fisik dan mental,
pertumbuhan intrauterin, tidak dapat mengejar ketinggalan gejala-gejala penyakit sistemik, diet, TB orang tua/
pertumbuhannya setelah 1-2 tahun lahir, akhirnya tidak keluarga, umur pubertas, faktor psikososial keluarga dan
mencapai tinggi dewasa yang normal. Penyebabnya, hubungan anak -orang tua.
banyak sekali, antaralain genetik (kecebolan Russel-Silver), Data yang perlu didapat dari pemeriksaan jasmani
toksoplasma gondi, virus rubela, sitomegalo virus, herpes, adalah TB, BE, ukuran baju/sepatu, perbandingan TB dan
HIV, kokain, alkohol, fenetoin. kecepatan pertumbuhan dengan teman sebaya/sekelas,
Oleh karena pemberian GH memberikan peningkatan penyesuaian dengan tinggi rata-rata orang tua. Status
kecepatan pertumbuhan, obat ini di rekomendasikanuntuk gizi, span (perbandingan rentang lengan dengan tinggi
pengobatan retardasi pertumbuhan intrauterin. badan), lingkaran kepala, ratio U/L, gejala-gejalahindrom
penyakit dan gejala-gejala neurologik.
Sindrom-sindrom Perawakan Pendek Dari pemeriksaan laboratorium dicari kelainan darah
Termasuk dalam kelompok ini adalah sindrom Turner, dan urine rutin dan kimia darah (anemia, peningkatan
sindrom Noonan (Pseudo Turner), sindrom Prader-Willi, laju endapan darah, gangguan faal hati/ginjal, intoleransi
sindrom Lawrence-Moon, Sindrom Biedl-Bardet, gangguan glukosa, asidosis, kelainan kalsium, karoten serum, penyakit
kromosom autosom dan displasia skeletal. jaringan ikat, malabsorpsi, T4 dan TSH, IGF-I dan IGFBP-3,
Sindrom Turner yang merupakan disgenesis gonad gonadotropin, PRL, hormon sex-steroid, kortisol, antibodi
pada wanita, secara kariotip adalah 45,X. Perawakan tiroid, test provokatif untuk GH, pemeriksaan kariotip, CT-
pendek selalu ditemukan, disamping m~krognatia,lipatan ScanlMRI untuk hipotalamus/hipofisis, pemeriksaan x-ray
epikantus, telinga letak rendah, mulut ikan, ptosis, untuk BA, nutrisi dan fungsi psikologis.
leher pendek webbed neck, dada perisai dan lain-lain.
Pengobatan dengan GH cukup memberikan hasil.
Salah satu bentuk tersering dari displasia skeletal
adalah akondroplasia. Kelainan ini diturunkan secara
Attanasio AF, Howell S, Bates PC et al. Body composition, 1GF-I
dominan autosom. Pasien biasanya sangat pendek
and IGFBP-3 concentrations as outcome measures in severely
oleh karena ekstremitas pendek, kepala relatif besar, GH deficient (GHD) patients after childhood GH treatment : a
dahi menonjol, hidung pesek, lain-lainnya normal, comparison with adult onset GHD patients. J Clin Endocrinol
termasuk intraligensia. Pengobatan pembedahan tulang Metab 2002; 87 : 3368-3372.
Chiesa A, de Pependick LG, Keselman A et al. Final height in
dapat menambah TB, sedangkan pemberian GH tidak long-term primary hypothyroidism in children. J Pediatr
dianjurkan. Endocrinol Metab 1998; 11: 51.
GH Research Society.Consensus Guidelines for the diagnosis and
treatment of growth hormone (GH) deficiency in childhood
Penyakit-penyakit Kronis and adolescence : summary statement of the GH Research
Perawakan pendek dapat disebabkan oleh penyakit celiac, Society. J Clin Endocrinol Metab. 2000; 85: 3990.
enteritis regionalis, penyakit Crohn, cystic fibrosis, kanker, Grimberg A, Kutikov JK, Cucchiara AJ. Sex differences in patients
referred for evaluation of poor growth J Pediatr 2005;146 :
talasemia, artritis rematoid, gagal ginjal kronis, renai
212.
tubular acidosis dan lain-lain. Pada umumnya gangguan Hall D. Growth monitoring. Arch Dis Child 2000;82 ;10 - 15.
pertumbuhan terjadi akibat malnutrisi yang diakibatkar Lai HC, Fitasimmons SC, AllenDB et al. Risk of persistence growth
penyakit-penyakit kronis tersebut. impairment after alternate day prednisone treatment in
children with cystic fibrosis. N Engl J Med. 2000; 342 : 851.
Pengobatan yang berhasil terhadap penyakit dasarnya. Leschek EW, Rose SR, Yanowsky JA et al. Effect of growth
dapat memperbaiki ketinggalan dalam TB. hormone treatment on adult height in peripubertal children
GANGGUAN PERTUMBUHAN 2517

with idiopathic short stature. A randomized, double blind,


placebo-controlled trial. J Clin Endocrinol Metab 2004; 89 :
3140 - 3148.
Melmed S, Jameson JL. Disorder of the anterior pituitary and
hypothalamus. In Kasper DL et a1 eds. Harrison's Principles
of Internal Medicine, 16"'ed, New York, Singapore: Mc Graw-
Hill; 2005.p. 208890-,
Reiter EO, Rosenfeld RG. Normal and aberrant growth, In Wilson
JD et al. eds, Williams Textbook of Endocrinology, 10 th ed,
Saunders, 2002.
Saenger P. Groth-promoting strategies in Turner's syndrome. J
Clin Endocrinol Metab, 1999; 84 : 4345.
Saggese G, Federico G, Barsanti S, Fiore L. The effect of
administering gonadotropin releasing hormone agonist with
recombinant - human growth hormone (GH) on the final
height of girls with isolated GH deficiency: result from a
controlled study. J Clin Endocrinol Metab 2001; 86; 1900.
Styne D. Growth. In Greenspan FS, Gardner DC, eds. Basic &
Clinical Endocrinology, 7Ih ed. New york, Singapore: Mc
Graw Hill; 2004.p.176214-.
Van Wijk JJ, Smith EP. Insulin-like growth factors and skeletal
growth: Possibilities for therapeutic intervention. J Clin
Endocrinol Metab 1999; 84 : 4349.
Wit JM, Rekers-Mombarg LTM, Cutler GB Jr et al. Growth
Hormone (GH) treatment to final height in children with
idiopathic short stature: evidence for a dose effect. J Pediatr
2005; 146 : 45 - 53.
NEOPLASMA ENDOKRIN MULTIPEL
Ketut Suastika

PEN DAHULUAN 100.000 penduduk untuk MEN1 dan 2,O sampai 10 per
100.000 penduduk untuk MEN2. Sedangkan insidennya
Neoplasia endokrin multiple [multiple endocrine neoplasia diperkirakan sekitar 2 sampai 20 per 100.000 penduduk
(MEN)] merupakan sindrom herediter dari neoplasia untuk MEN1 dan 1 sampai 10 per 100.000 penduduk
endokrin jinak dan ganas, yang ditemukan pada du3 atau untuk MEN2. Awalnya, kasus ini sering ditemukan pada
lebih jaringan hormonal yang berbeda. Pada era rrodern penduduk keturunan Eropa Utara, dengan berjalannya
ini, ada beberapa orang yang berjasa terkait penyakit ini. waktu kemudian kasus ini juga dilaporkan dari Eropa
Wermeradalah orang yang pertama kali mengusulkan istilah Selatan dan Timur, Asia, dan yang lebih jarang dari Afrika
adenomatosis endokrin multipel, yang menjelaskan suatu dan Amerika Selatan!
sindrom tumor yang melibatkan kelenjar hipofisis, sel pulau
pankreas, dan kelenjar paratiroid. Sipple menjelaskan suatu
sindrom karsinoma tiroid dan feokromositoma. Schimke KLASIFIKASI
mencatat suatu subkelompok dari sindrom Sipple dengan
manifestasi neurofibromatosis dan kelainan genetik lainnya. Ada dua tipe sindrom MEN utama, yaitu: MEN1 dan
Sindrom Zollinger-Ellison, yang awalnya dikira sesuatJ yang MEN2.
terpisah, kini dianggap merupakan varian dari MEN.' 1. MEN1 terdiri dari dua atau lebih tumor yang berasal
Ada dua tipe sindrom MEN utama, yaitu: MEMI dan dari hipofisis, enteropankreatik, dan paratiroid. MEN1
MEN2. Ditemukan persamaan ciri dari MEN1 dan blEN2. merupakan sindrom tumor yang paling heterogen,
Pertama, tumor terutama berasal dari sel yang mampu menyebabkan tumor diantara 25 jaringan endokrin
menyekresi satu atau lebih hormon peptida atau amina utama (tabel I).'s4
kecil. Kedua, tumor pada MEN1 dan MEN2 sering jinak 2. MEN2 merupakan kombinasi karsinoma tiroid
dengan gejala klinis utama disebabkan oleh hipersekresi meduler (KTM), feokromositoma, dan tumor para-
hormon. Ketiga, transformasi ganas dari tipe sel tertentu tiroid. Terdapat tiga varian dari MEN2, yaitu: MEN2A,
juga merupakan komponendari masing-masing sindrom. penderita mempunyai fenotipe normal; MEN2B,
Keempat, seperti halnya banyak tumor herediter, be~erapa penderita mempunyai fenotipe berbeda (vide infra)
tumor pada MEN1 dan MEN2 terjadi relatif lebih dini dengan ganglioneuroma oral, marfanoid habitus,
dan beberapa dengan multiplisitas; multiplisitas yang saraf kornea prominen, dan umumnya tidak ada
dimaksud disini adalah fokus multipel di dalam suatu penyakit paratiroid; dan KTM familial (KTMF) yaitu
jaringan dan sebagai tumor dalam jaringan multipel. kelainan familial dimana penderita hanya mempunyai
Terakhir, kedua sindrom ini mempunyai pola pewrunan KTM.Ketiga variasi MEN2 berbeda dalam ha1 insiden,
autosomal dominan.'t3 genetik, awitan (onset)usia, kaitan dengan penyakit
lain, agresivitas KTM dan prognosis (tabel 1).4*5
- MEN2A. Ditandai oleh KrM dan kombinasi dengan
feokromositoma dan tumor multiple kelenjar
paratiroid. Tipe ini merupakan bentuk yang paling
Sindrom MEN merupakan penyakit yang jarang. sering ditemukan dari seluruh sindrom MEN (55%
Prevalensinya diperkirakan sekitar 0,2 sampai 2,O per dari seluruh kasus). Umumnya, KTM merupakan
NEOPLASMA ENDOKRIN MULTIPEL

Tabel 1. Organ yang Terlibat dan Perkiraan Persentase


- MEN2B. Merupakan bentuk paling agresif dari
Tumor pada MEN MEN2, dengan frekuensi 5-10% dari seluruh kasus.
Sindrom ini terdiri dari K'TM, feokromositoma,
Perkiraan
Organ yang terlibat ganglioneuromatosis, dan habitus marfanoid.
penetrasi tumor
Penderita dengan MEN2B secara khas mempunyai
MEN1
Paratiroid awitan penyakit pada tahun pertama kehidupan
Enteropankreatik dan bentuk KTM yang lebih agresif dengan
Berfungsi (functioning) angka morbiditas dan mortalitas lebih tinggi
Gastrina dibandingkan penderita dengan MEN2A. Mereka
Insulina
umumnya tidak mempunyai riwayat keluarga
Glukagona
Tidak berfungsi (nonfunctioning) oleh karena penyakit ini merupakan mutasi baru
Polipeptida pankreatik (de n o v ~ ) . ~
Glukagon - KTMF. Merupakan varian yang paling ringan dari
Polipeptida intestinal vasoaktif MEN2. Beberapa tahun belakangan ini makin sering
Somatostatin
Lain-lain: kalsitonin, serotonin, didiagnosis (35-40% dari seluruh kasus). KTM
krornatogranin, neurotensin, pada KTMF lebihjinak dibandingkan pada MEN2A
horrnon pertumbuhan dan MEN2B, dan dia mempunyai awitan lambat
Foregut carcinoid (nonfunctional) atau tidak manifestasi secara klinis. Prognosis
Timika
KTMF adalah relatif baik. Riwayat keluarga sering
Bronkiala
Gastric enterochromoffin-likea tidak memadai untuk mendiagnosis; biasanya
Pituitari anterior memerlukan pemeriksaan genetik dan biokimia.
Prolaktin Kedua jenis kelamin mempunyai kesempatan
Horrnon perturnbuhan dan prolactin yang sama untuk mendapatkan penyakit ink5
Horrnon pertumbuhan
Adrenokortikotropik a
Tirotropin
Nonfungsional
Tiroid
Korteks adrenal Kedua sindrom MEN merupakan penyakit yang diturunkan
Tumor Nonendokrin
Lipoma secara autosomal dominan. MEN1 berasal dari mutasi
Angiofibroma fasial gen pada kromosom 11q13. Gen ini menyandi 613 asam
Kolagenoma amino protein intranuklear yang disebut "menin", suatu
Leiornioma supresor tumor. Sekitar 80% penderita MEN1 mempunyai
MENZA satu atau lebih dari 320 mutasi kodon germline yang
Karsinoma tiroid medulera 100% menyebabkan tidak aktifnya atau hilangnya supresi tumor.
Feokromositornaa 19%-50%
Jika terjadi hilangnya allele supresor kedua, tumor akan
Paratiroid 15%-30%
Amiloidosis lichen kutaneus Jarang mulai berkembang secara konsisten dengan model mutasi
Penyakit Hirschsprung Jarang Knudson and Strong "two-hit". Tidak ditemukan hubungan
MENZB antara genotipe-fenotipe pada MEN1.3.4*6
Karsinoma tiroid rneduler" 100% Pada MEN2, paling tidak ada mutasi kodon, missense
Feokromositornaa 25% 12 germline dari proto-onkogen rearranged during
Paratiroid Jarang transfection (RET) pada kromosom 10q11.2. Lebih dari
Fenotipe ganglioneurorna 100%.
95% kasus MEN2 ditemukan mempunyai mutasi di atas.
KTMF
Aktivasi gen yang menyandi reseptor kinase tirosin ini akan
Karsinorna tiroid rneduler" 7%
menyebabkan pertumbuhan dan diferensiasi sel, dan awal
Tumor dengan potensi keganasan. Sizemore GW. Evidence-Based terjadinya tumor. Pertama, terjadinya mutasi germinal akan
Endocrinology (Camacho PM et al. Eds). 200?
meningkatkan kerentanan menuju tranformasi keganasan;
kedua, terjadi mutasi somatik yang mengubah sel mutan
menjadi sel tumor. Pada MEN2 ditemukan hubungan yang
manifestasi pertama dari MEN2A dan terjadi kuat antara genotipe-fen~tipe.~.~.'
antara umur 5-25 tahun. Ada beberapa varian Secara singkat dapat dikatakan bahwa MEN1
MEIV2A yang jarang, misalnya MEN2A dengan disebabkan oleh hilangnya fungsi atau inaktivasi gen
amiloidosis lichen kutaneus dan KTMF (atau supresor tumor, sedangkan MEN2 disebabkan oleh karena
MEN2A) dengan penyakit Hirschspr~ng.~ bertambahnya fungsi atau aktivasi dari proto-onkogen.
Tabel 2. Genetik MEN1 danaMEN2
MENl
lnsiden 2-20 per 100.000 1-10 per 100.000
Penurunan Autosomal dominan Autosomal dominan
Gen Gen MEN1 Gen RET
Lokasi Kromosorr 11 (11q13) Kromosom 10 (10q11.2)
Fungsi Gen supresor tumor Proto-onkogen
Tipe mutasi pada tumor lnaktivasi Aktivasi
Produk gen Menin, suatu protein nuklear RET, suatu protein terkait
kinase tirosin transmembran
El-Kholy LR. The Washington Manual. Endocrinology S~bspecialtyConsult (Henderson KE etl al. Eds.), 2005.

Tidak ditemukan tumpang tindih keberadaan antara Tumor Enteropankreatik


MEN1 dan MEN2. Namun demikian, ada laporar pada Tumor enteropankreatik merupakan tumor tersering kedua
satu keluarga dimana ditemukan kedua sindrom tersebut yang ditemukan, dengan perkiraan prevalensinya sekitar
secara bersamaan dan mutasi gen MEN1 dan MEN2, yang 40-75% dari individu yang mempunyai MENI. Mereka
keduanya diturunkan dari masing-masing sisi keluarga. bisa fungsional atau nonfungsional. Gejala kelebihan
Perbandingan kelainan genetik dari MEN1 dan MEN2 hormon biasanya terjadi pada usia 40 tahun, walaupun
dapat dilihat pada tabel 2.7 demikian pada penderita tumor asimtomatik dengan
pemeriksaan biokimia dan radiologi dapat dideteksi
lebih dini. Umumnya multisentrik dan ditemukan pada
G A M B A R A N KLlNlS submukosa antrum gaster, pankreas, dan duodenum.
Sebagian besar menyekresi satu hormon dengan sindrom
MENl klinik khas, namun kadang-kadang menyekresi banyak
Gambaran klinis MEN1 sangat bervariasi, namun hormon. Kromogranin A dan polipeptida pankreatik
demikiangambaran yang paling sering ditemukan 3dalah merupakan hormon lain yang disekresikan oleh tumor ini
tumor paratiroid, enteropankreatik, dan hipofisis. Sindrom dan menghasilkan kadar yang mencukupi untuk digunakan
ini umumnya muncul setelah dekade petama, dengan sebagai petanda untuk tumor enter~pankreatik.'.~,~
sebagian besar keluhan tejadi pada dekade ketiga (pada a. Gastrinoma
perempuan) dan keempat (pada laki-laki). Disamping Gastrinoma merupakan tumor enteropankreatik yang
itu, pada MEN1 juga dapat ditemukan tumor-tumor paling sering ditemukan, sekitar 40% dari penderita
yang bukan menghasilkan hormon, seperti angiofibroma MEN1. Terdiagonsisnya gastrinoma hendaknya
fasial (85%), kolagenoma trunkal (70%), lipoma (30%). menjadi tanda kecurigaan adanya MENI, karena
meningioma (5%), esophagus Barrett (5%), leiomioma 25-30% dari seluruh gastrinoma merupakan MENI.
uterus pada peremuan (30%) dan esophagus (5%), dan Tumor ini menyebabkan hipergastrinemia dengan
ependinoma (1%).'a4a7 peningkatan pengeluaran asam lambung (sindrom
Zollinger-Ellison). Tumor ini biasanya multisentrik
Tumor Paratiroid dan mempunyai potensi menjadi ganas. Sebesar
Hiperparatiroidisme merupakan kelainan endokrin 50% gastrinoma pada MEN1 telah menyebar atau
yang paling sering ditemukan pada penderita dengan metastasis sebelum diagnosis ditegakkan, walaupun
MEN1. Penyakit ini terjadi hampir 100% pada penderita tumor metastatik pada MEN1 biasanya kurang agresif
dengan umur 50 tahun. Manifestasi pertama umumnya dibandingkan dengan tumor gastrinoma sporadik.
mulai terjadi pada umur sekitar 20-25 tahun. Walaupun Tempatnya sering d i duodenum dan mungkin
umumnya asimtomatik, gejala hiperparatiroidisme terkait dengan tumor pankreas. Penderita mungkin
mungkin ditemukan termasuk osteopenia pada sekitar rnenunjukkan penyakit ulkus pektik, dimana biasanya
40% kasus. Karenanya, densitas mineral tulanghendaknya terkendali baik dengan obat penghambat pompa
diperiksa untuk mendiagnosis dan menindak-lanjuti pr~ton.'.~.~
penderita. Oleh karena hiperparatiroidisme dise2abkan
oleh hiperplasia seluruh 4 kelenjar, maka pengobatan b. lnsulinoma
dengan paratiroidektomi dengan cara mengangkat 3,s Tumor ini merupakan tumor enteropankreatik
kelenjar paratiroid, atau mengangkat seluruhnya kernudian kedua yang paling sering ditemukan, dimana terjadi
dilakukan reimplantasi satu kelenjar.'t4s7 sekitar 10% dari penderita MENI. Sebagian besar
NEOPLASMA ENDOKRIN MULTIPEL

tumor insulinoma timbul secara spontan sebab stromanya dan insiden metastasis ke kelenjar limfe yang
kurang dari 5% penderita insulinoma mempunyai tinggi, terutama bagian sentral leher.1,4.7
sindrom MENI. Penderita menunjukkan gejala
hipoglikemia. Tumor ini biasanya terlalu kecil untuk Feokromositoma
bisa terdeteksi dengan computed tomography (CT) lnsiden feokrositoma adalah sekitar 50% pada baik MEN2A
scan atau magnetic resonance imaging (MRI), namun maupun MEN2B. Bisa unilateral atau bilateral, dengan
demikian ultrasonogram intraoperatif biasanya dapat puncak presentasi pada dekade keempat sampai kelima,
mengidentifikasi tumor di dalam pankreas. 1,4,7 namun bisa terlihat pada masa kanak-kanak. Jarang
bersifat ganas. Jika tidak diketahui, dapat memberikan
Tumor Hipofisis gejala krisis hipertensi selama pembedahan pada anak-
Adenoma hipofisis anterior sering ditemukan pada anak dengan KTM.1,4.7
penderita MEIVI, dengan prevalensi bervariasi antara 18%
(temuan klinis) dan 94% (hasil autopsi) dan menunjukkan Penyakit Paratiroid
keluhan pada 4% kasus. Spektrum patologisnya bervariasi Penyakit paratiroid secara klinis atau anatomis ditemukan
dari hiperplasia, adenoma sampai kanker (jarang). Dua- pada 29% sampai 64% penderita MEN2A. Penyakit
pertiga adalah mikroadenoma, biasanya fungsional dan ini jarang ditemukan pada MEN2B. Bentuknya adalah
umumnya menyekresi prolaktin. Yang lebihjarang, tumor ini hyperplasia paratiroid pada 84% kasus dan adenoma
dapat menyekresi hormon lain: ACTH yang menyebabkan parat roid pada 16% k a s u ~ . l * ~ . ~
penyakit Cushing atau hormon pertumbuhan yang
menyebabkan akromegali. Diagnosis dan pengelolaannya
sama dengan adenoma hipofisis s p ~ r a d i k . ~ , ~ . ~ SKRINING

Tumor Lainnya MEN1


a. Lesi kortikal adrenal Pencatatan riwayat keluarga secara komprehensif dan
Ditemukan pada 20-40% kasus, bisa fungsional atau pemeriksaan analisis DNA untuk mutasi MEN1 hendaknya
nonfungsional. Hiperkortisolisme bisa sekunder akibat dikerjakan untuk penderita yang mempunyai lebih dari
adenoma hipofisis, adenoma adrenal, atau sekresi dua tumor atau mempunyai risiko penurunan MENI. Jika
ACTH ektopik dari karsinoid. Hiperaldosteronemia dari seseorang terindentifikasi berisiko tinggi untuk MEN1
adenoma adrenal juga bisa d i t e m ~ k a n . ' , ~ , ~ (uji gen positif atau adanya riwayat keluarga), skrining
b. Tumor karsinoid biokimia secara periodik harus dikerjakan. Usulan skrining
Ditemukan pada 15% kasus. Semua tumor karsinoid untuk mereka adalah sebagai berikut4,?
pada MEN1 berasal dari embryonic foregut. Karsinoid Kalsium serum setiap tahun, dimulai pada saat usia
timus terlihat terutama pada laki-laki, dapat 8 tahun.
asimtomatik sampai stadium lanjut, dan cenderung Gastrin, luaran asam lambung, dan sekretin-ter-
menjadi lebih agresif dibandingkan tumor sporadik. stimulasi gastrin: setiap tahun, dimulai pada saat
Karsinoid bronkial ditemukan terutama pada usia 20 tahun.
perempuan. Karsinoid sel seperti-enterokromafin Glukosa puasa disertai atau tanpa insulin setiap tahun,
gastrik terutama ditemukan sebagai tumor insidental dimulai pada saat usia 5 tahun.
pada saat endoskopi lambung untuk gastrinoma pada P-olaktin dan insulin growth factor-7 (IGF-1) setiap
M EN1.'a4a7 tahun, dimulai pada saat usia 5 tahun
Pcmeriksaan radiologis dapat dikerjakan bila di-
perlukan, setiap 3 tahun dengan CT scan abdomen
untuk mendeteksi karsinoid d a n l a t a u t u m o r
enteropankreatik.
Karsinoma Tiroid Meduler
KTM merupakan manifestasi MEN2 yang paling sering MEN2
dan merupakan penyebab morbiditas utama. Terjadi pada Pemeriksaan mutasi RET pada mereka dengan risiko
sekitar 90-100% kasus dan didahului oleh hiperplasia MEN2 merupakan baku emas untuk sindrom ini. Ini
sel parafolikuler atau sel C. Umumnya multisentrik, sebagai pengganti, tapi bukan menghilangkan, uji
berupa nodul tiroid denganltanpa sekresi kalsitonin. stimulasi kalsitonin untuk menemukan kasus. Jika
Kecenderungan lebih agresif pada MENZB, dengan gejala salah satu individu menunjukkan uji mutasi RET positif,
yang timbul pada usia muda, umumnya sebelum 5 tahun. maka semua anggota keluarga diberikan konsultasi dan
Tumor ini merupakan tumor solid dengan amiloid pada diperksa. Jika individu menunjukkan uji mutasi RET
negatif, dia tidak rnernpunyai risiko untuk rnendapatkan dianjurkan untuk sernua penderita. Terapi awal insulinorna
sindrorn MEN2, rnaka tidak diperlukan pernericsaan yang dianjurkan adalah pankreatektorni distal dengan
lanj~tan.~,~ rnengarnbil sekitar 85% dari kelenjar. Setelah pernbedahan,
jika terjadi hipoglikernia rnenetap dapat diterapi dengan
DIAGNOSIS DAN TERAPI diazoksida; danjika diternukan metastasis dapat diberikan
streptozosin, dakarbazin, atau analog ~ornatostatin.l*~,~

Penyakit Paratiroid
Diagnosis ditegakkan berdasarkan ternuan tingginya Karsinoma Tiroid Meduler
kadar kalsiurn serum dan horrnon paratiroid. Karena Penderita yang potensial rnendapatkan tumor, dengan
kernungkinan adanya hiperkalsernia hipokalsiurik familial hyperplasia sel C dan rnungkin rnernpunyai KTM, deteksi
jinak, rnaka rasio klirens kalsiurn/kreatinin hendaknya rnutasi RET rnernastikan diagnosisnya. Jika gejalanya
dihitung. Mengingat spektrurn kelenjar paratiroid yang sangat rnencurigakan tetapi rnutasi RET negatif, penyakit
terkena sangat bervariasi, baik dalarn jurnlah rnaupun ini dapat dipastikan dengan diternukannya kadar kalsitonin
jenis penyakitnya (hiperplasia, adenorna, ektopik), rnaka basal atau kalsitonin terstirnulasi-skretagog yang tinggi.
dibutuhkan perneriksaan radiologi sebelurn dilakukan Penderita dengan rnutasi MENZ, hyperplasia sel C, atau
tindakan pernbedahan.lndikasi pernbedahan sedikit lebih KTM rnernerlukantiroidektorni kapsuler, diseksi nodal leher
kornpleks, narnun serupa dengan penyakit sporadik. sentral, dan diseksi nodal leher lateral pada usia dini. l m 4 m 7
Pembedahan yang dilakukan adalah paratiroidektorni
subtotal dengan rnenyisakan 30-50 rng jaringan. Feokromositoma
Paratiroidektomi total dengan autotransplantasi dari Feokromositorna didiagnosis berdasarkan perneriksaan
jaringan yang terarnbil juga bisa dilak~kan.',~,~ rnetanefrin bebas plasma. Cara ini lebih sensitif dan
spesifik dibandingkan perneriksaan katekolamin plasma
Gastrinoma atau urin. Sebelurnnya, diagnosis penyakit ini dipastikan
Yang harus diperiksa untuk rnenegakkan diagnosis dengan ternuan kandungan epinefrin urin koleksi 24 jam
gastinorna adalah gastrin basal dan luaran asarn larnbung atau rasio epinefrinhorepinefrin yang tinggi. CT atau MRI
setiap jam. Gastrin (urnumnya >ZOO pg/rnl) dan sekresi dapat digunakan untuk rnernastikan lokasi tumor. Sekali
asarn larnbung yang tinggi rnerupakan tanda khas untuk terdiagnosis, obat pengharnbat adrenergik alfa dan beta
sindrom Zollinger-Ellison pada rnereka tanpa r wayat dan terapi pengganti glukokortikoid harus dirnulai. Untuk
pengobatan atau pernbedahan terkait penurunar asarn penyakit bilateral, adrenalektorni bilateral baik endoskopik
larnbung. Sebagian besar (68-97%) pasien rnenunjukkan rnaupun terbuka dapat dilakukan. Untuk yang unilateral,
sekresi asarn larnbung rnelebihi 15 rnEq/jarn. Untuk lebih disenangi adrenalektorni lapar~skopik.',~,~
tujuan perencanaan pernbedahan, perneriksaan untuk
rnengetahui lokasi perlu dikerjakan, seperti somatostatin- Penyakit Paratiroid
receptorscintigraphydengan oktreotid dan ultrasonografi Secara klinis, hyperplasia paratiroid sering diternukan
endoskopik. Kadang-kadang diperlukan pemeriksaan MRI tanpa gejala (occult), dan sebagian besar rnenunjukkan
atau CT untuk menyingkirkan penyakit rnetastatik terkait hiperkalsernia ringan. Kadar kalsiurn dan horrnon paratiroid
dengan tindakan pernbedahan. Dengan obat-obatan yang tinggi rnernastikan diagnosis penyakit ini.lndikasi dan
seperti pengharnbat pornpa proton, pengharnbat reseptor jenis paratiroidektorni serupa dengan pada MEN1. Narnun
H2, dan analog somatostatin untuk horrnon selain gastrin dernikian, karena sering tanpa gejala pada penderita
efektif untuk rnencegah rnorbiditas pada kebanyakan MENZA, dan pernbedahan rnenyebabkan rneningkatnya
penderita. Jika dilakukan tindakan pembedahan rnaka kejadian hipoparatiroidisrne, rnaka lebih dianjurkan
tindakannya biasanya rneliputi pankreatektorni distal, pendekatan konservatif dari pada paratiroidektorni pada
ultrasonografi dan palpasi intraoperatif (untuk rnengetahui MEN2. ',4r7

tumor lainnya), dan lirnfadektorni disekitar trunkus seliak


dan ligamenturn h e ~ a t i k . ' , ~ , ~ Karsinoma Tiroid Meduler Familial
KTMF rnerupakan varian dari MEN2A. Merupakan penyakit
lnsulinoma familial dan diturunkan secara autosornal dorninan dirnana
Diagnosis insulinorna berdasarkan atas ternuan KTM rnerupakan satu-satunya rnanifestasi. KTMF tarnpak
hipoglikernia (kadar glukosa serum puasa di bawah 45 pada usia yang lebih lanjut, dengan puncak kejadian pada
rng/dl) dan tingginya kadar insulin ( > I 0 rnU/rnl) secara dekade keernpat sarnpai kelirna. Perjalanan penyakit KTM
bersarna-sarna. Pembedahan adalah tindakan yang pada KTMF adalah lebih jinak dari pada individu dengan
NEOPLASMA ENDOKRIN MULTIPEL 2523

MEN2A dan MEN2B, dan tidak menunjukkan gejala klinis.


Prognosis penyakit ini relaitif baik. Terapinya adalah
tiroidektomi bagi individu dengan uji mutasi p o ~ i t i f . ' ~ ~ , ~

Neoplasia endokrin multipel [multiple endocrine neoplasia


(MEN)] merupakan sindrom herediter dari neoplasia
endokrin jinak dan ganas, yang ditemukan pada dua
atau lebih jaringan hormonal yang berbeda. Ada dua tipe
sindrom MEN utama, yaitu: MEN1 dan MEN2. Ditemukan
persamaan ciri dari MENl dan MEN2. Prevalensinya
relatif kecil, yaitu 0,2 sampai 2,O per 100.000 penduduk
untuk MENl dan 2,O sampai 10 per 100.000 penduduk
untuk MEN2. Penyebabnya adalah kelainan genetik
yang diturunkan secara autosomal dominan. Gambaran
kliniknya sangat bervariasi tergantung dari manifestasi
tumornya. Diagnosis dan terapinya juga tergantung dari
manifestasi tumor yang ditemukan.

REFERENSI

Gage1 RF and Marx SJ. Multiple endocrine neoplasia. In:


Larsen PR et al. editors. Williams textbook of endocrinology.
Tenth edition. Philadelphia:Saunders, 2003; p. 1717-1748.
Agarwal SK, Ozawa A, Mateo CM, Marx SJ. The MENl
gene and pituitary tumours. Horm Res 2009; 71 (Sup11 2):
131-138.
Dashe AM. Multiple endocrine neoplasia (MEN) syndromes.
In: Lavin N editor. Manual of endocrinology and metabolism.
Fourth Edition. Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins,
2009; p. 749-753.
Sizemore GW. Multiple endocrine neoplasia. 1n:Camacho
PM et al. editors.Evidence-based endocrinology. Second
Edition. Philade1phia:Lippincott Williams & Wilkins, 2007;
p. 225-241.
Raue F and Frank-Raue K. Multiple endocrine neoplasia type
2: 2007 Update. Horm res 2007; 68 (suppl5): 101-104.
Marx SJ. Molecular genetics of multiple endocrine neoplasia
type 1and 2. Nature rev 2005; 5: 367-375.
El-Kholy LR. Multiple endocrine neoplasia syndromes.
1n:Henderson KE et al. editors. The Washington Manual
Endocrinology SubspecialtyConcult. Washington: Lippincott
Williams & Wilkins,2005; p. 213-218.
Burgess J. How should the patients with multiple endocrine
neoplasia type1 (MENl) be followed? Clin Endocrinol2010;
72: 13-16.
AMENOREA
Budi Wiweko

PENDAHULUAN Amenorea primer didefinisikan sebagai kondisi tidak


terjadinya haid ketika pasien berumur 14 tahun dengan
Keberhasilan reproduksi perernpuan bergantung pada perturnbuhan seks sekunder tidak adekuat, atau kondisi
koordinasi interaksi antara organ hipotalarnus, hipofisis tidak terjadinya haid ketika pasien berurnur 16 tahun
dan ovarium yang akan menghasilkan 1 buah oosit matur dengan pertumbuhan seks sekunder adekuat2Amenorea
setiap bulan. Proses folikulogenesis di ovarium berjalan sekunder adalah kondisi tidak terjadinya haid selama 3
seiring dengan penebalan endometrium sebagai persiapan siklus haid berturut-turut atau dalam jangka waktu enam
implantasi embrio. Bila tidak terjadi pembuahan dan bulan pada perempuan yang sebelurnnya memiliki siklus
implantasi embrio, endometrium akan berdegenerasi haid n ~ r m a l . ~ , ~
sehingga terjadi haid. Gangguan koordinasi hipotalamus,
hipofisis, ovarium dan uterus dapat rnenyebabkan tidak
terjadinya haid atau dikenal dengan sebutan amenorea.
Arnenorea merupakan keluhan ginekolog yang
relatif umum terjadi, tetapi sering dipandang sebagai Prevalensi
rnasalahrumit yang membutuhkan rujukan spesialis. Secara Amenorea primer dapat disebabkan faktor genetik,
umum amenorea dibedakan menjadi dua, yaitu arnenorea anatomi atau gangguan endokrinologi reproduksi dengan
primer dan arnenorea sekunder. Perbedaan ini dibuat prevalensi sebesar 1-2%. Enam sarnpai ernpat puluh tiga
berdasarkan patofisiologis yang mendasari perbedaan persen amenorea terjadi pada atlet pelari, 1-21% pada
antara keduanya. remaja SMA, dan prevalensi tertinggi pada atlet balet
berkisar 69%.5Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa
variasi prevalensi arnenorea didasarkan atas ras atau etnis.
Faktor lingkungan seperti makanan dan penyakit kronis
dapat berkontribusi dalam rnenyebabkan arnenorea.Urnur
Amenorea adalah istilah rnedis untuk tidak terjadinya haid pertama (menars) bervariasi menurut lokasi geografis
haid, berasal daribahasa Yunani yaitu a berarti tidak, men sesuai studi Organisasi KesehatanDunia (WHO) di sebelas
(bulan) dan rein (mengalir). lstilah arnenorea digunakan negara yang melaporkan median umur menars adalah
ketika seorang perempuan tidak mengalami periode haid 13-16 tahun. Tingginya prevalensi obesitas di seluruh
pada urnur reproduksi. Secara urnurn, amenorea terjadi dunia juga dapat berkontribusi pada urnur menars dan
pada saat perempuan sedang hamil atau menyusui. Di luar gangguan haid yang terkait obesitas. Pajanan polusi yang
rnasa tersebut, arnenorea terjadi pada masa pra pubertas rnernpengaruhi rnetabolisme hormon reproduksi juga
dan pasca menopause.' Siklus haid dapat dipengaruhi dapat mengakibatkan gangguan haid.G
oleh faktor internal seperti hormonal, stres, penyakit
serta faktor eksternal atau lingkungan. Amenorea dapat lnsidens
terjadi secara fisiologis (pra-pubertas, hamil, laktasi, Kejadian amenorea primer di Arnerika Serikat kurang
pasca menopause) dan patologis (amenorea primer dan dari 1% sedangkan 5-7% perernpuan d i Amerika
amenorea sekunder). Serikat pernah rnengalami amenorea sekunder. Keluhan
AMENORE

arnenorea diternukan berulang pada 2-5% perernpuan. dasar untuk rnengidentifikasi penyebab arnenorea. Skema
Studi di India rnenunjukkan bahwall,l% dari rernaja regulasi fungsi organ ini dapat dilihat pada garnbar 1 . 4
mengalarni arnenorea ~ r i r n e r Berdasarkan
.~ studi di RS
Dr. Cipto Mangunkusurno Jakarta kejadian amenorea Amenorea karena Gangguan Fungsi Hipotalamus
primer dijumpai sebesar 42% pada perernpuan berumur Disfur~gsihipotalarnus akan mernpengaruhi pelepasan FSH
17-20 tahun sedangkan pada perernpuan berumur < 16 dan LH yang dapat menyebabkan gangguan ovulasi dan
tahun sebesar 13,3%.Angka kejadian amenorea sekunder amenorea. Penyebab terbanyak pada kelainan ini adalah
berkisar 1-3% pada perempuan urnur reproduksi.' amenorea hipotalamus fungsional yang ditandai dengan
abnorrnalitas sekresi GnRH, kadar FSH dan LH yang rendah,
perkernbangan folikel abnormal dan rendahnya estradiol.'
Amenorea hipotalamus fungsional dapat disebabkan oleh
gangguan pola rnakan, olahraga, atau tingkat stres fisik
Siklus haid rnerupakan proses ritrnik yang terjadi antara atau mental yang berlebihan? Amenorea hipotalamus
hipotalarnus, hipofisis, ovariurn dan uterus untuk yang terjadi bersarnaan dengan keluhan anosrnia dikenal
rnerangsang perturnbuhan folikel dan mernpersiapkan sebagai sindrorn Kallman.8
endometrium sebagai ternpat irnplantasi. Haid terjadi
ketika oosit matur yang dilepaskan oleh ovarium tidak Amenorea karena Gangguan Fungsi Hipofisis
dibuahi sperrna. Siklus haid terdiri atas 2 fase yaitu fase Defisiensi FSH dan LH dapat terjadi karena mutasi gen
folikular dan fase luteal? Setiap fase dipengaruhi oleh reseptor GnRH di hipofisis. Selain itu mutasi pada gen
horrnon yang berbeda sehingga rnernberikan darnpak FSH berhubungan erat dengan kejadian arnenorea. Pada
berbeda terhadap endometrium. Penilaian fungsi organ kondisi ini pasien rnerniliki kadar FSH dan estradiol rendah
hipotalarnus, hipofisis, ovariurn dan uterus rnerupakan sedangkan kadar LH tinggi. Hiperprolaktinernia rnerupakan

Norepinefrin
inefrin

MALNUTRlSl

HIPOTALAMUS

Eslradlol

ADlPOSlT

L I

Gambar 1. Regulasi sekresi GnRH oleh leptin dan neurotransmitter.


KESEHATAN REPRODUKSI

gangguan hipofisis yang juga dapat rnenyebabkan Hiperplasia adrenal kongenital rnerupakan salah
amenorea terutarna dikaitkan dengan pengaruhnya satu gangguan differensiasi seksual yang terjadi pada
terhadap denyutan GnRH. Empat puluh sampai lirna individu dengan kromosom 46 XX. Kelainan ini terjadi
puluh persen hiperprolaktinernia disebabkan oleh karena defisiensi enzirn 21 hidroksilase (CYP-21)
adenoma hipofisis. Tumor hipofisis lain yang dapat pada proses steroidogenesis sehingga menyebabkan
menekan sekresi gonadotropin adalah kraniofaringioma kondisi hiperandrogen intraovarium yang selanjutnya
atau germinoma. Cedera otak atau riwayat radiasi kepala mengakibatkan anovulasi dan amenorea. Sindrom
juga dapat menyebabkan amenorea. Gangguan fungsi insensitivitas androgen juga rnerupakan kondisi gangguan
hipofisis lainnya yang dapat menyebabkan amenorea differensiasi seksual dengan rnanifestasi klinis amenorea
adalah empty Sella Tursica syndrome, hemokrornatosis primer. Pasien ini memiliki fenotip perempuan karena
dan sarkoidosis. terdapat defek pada reseptor androgen.

Amenorea karena Disfungsi Ovarium


Disgenesis ovarium paling sering terjadi pada sindrorn GEJALA DAN TANDA
Turner (45, XO) dirnana terjadi deplesi folikel akibat
kelainan kromosom X. Pada kondisi ini ovarium biasanya Evaluasi arnenorea rnernbutuhkan anamnesis, pemeriksaan
sangat kecil dan dikenal dengan streakgonad. Kegagalan fisik yang baik dan pemeriksaan penunjang. Gejala yang
fungsi ovariurn primer pada pasien sindrom Turner ditandai biasanya dikeluhkan oleh perernpuan amenorea antara
dengan tingginya kadar FSH dan rendahnya est-adiol. lain:
Manifestasi klinik lain pada pasien sindrom Turner yaitu
Nyeri abdomen bawah yang berulang
tubuh pendek, leher pendek, kelainan pada ginjal (SO%),
Gejala penyakit tiroid seperti palpitasi dan penurunan/
hipertensi, metakarpal dan metatarsal pendek, obesitas
penarnbahan berat badan
dan osteoporosis.
Galaktorea
Gangguan ovulasi karena disfungsi ovarium yang banyak
Gangguan menghidu
terjadi adalah sindrom ovarium polikistik. Pada kondisi ini
Adanya penyakit kronik seperti diabetes, penyakit
gangguan ovulasi terjadi karena tingginya androgen dalam
ginjal kronik atau penyakit jantung.
ovarium sehingga menghambat pematangan oosit dan
Peningkatan atau penurunan berat badan
ovulasi. Manifestasi klinik SOPK biasanya muncul slbagai
Gejala menopause atau hirsutisme
amenorea sekunder dengan tanda hiper androgen klinis
lain seperti jerawat dan hirsutisme. Dari pemeriksaan fisik, tanda-tanda yang dapat diternukan
seperti:
Amenorea karena Kelainan Saluran Reproduksi Perkembangan seksual sekunder yang terhambat
/ Uterus Tanda-tanda virilisasi dan hirsutisme
Arnenorea primer dapat terjadi pada pasien d e n g a ~ Malformasi urogenital (pada agenesis mullerian)14
kelainan saluran reproduksi. Kegagalan pembentukan
uterus dan 2/3 atas vagina yang terjadi karena gargguan
pembentukan duktus Muller dikenal sebagai sindrom
Mayer-Rokitansky-Kuster-Hauser [MRKH]. Manifestasi
klinik sindrom ini adalah amenorea primer." Amenorea pada remaja perempuan disebabkan oleh
kelainan sistern organ dan status estrogen dalam tubuh
Amenorea karena Kerusakan Reseptor Hormon yang dapat dilihat pada tabel
dan Gangguan Differensiasi Seksual
Mutasi reseptcr FSH dan LH dapat menghambat respons Penyebab Amenorea Primer
FSH sehingga mengganggu folikulogenesis dan o.~ulasi.~ Arnenorea primer biasanya hasil dari kelainan genetik atau
Kondisi ini dikenal dengan sindrom resisten gonadotropin anatomi. Manifestasi kelainan endokrinologi amenorea
dan dapat menyebabkan kelainan amenorea. primer dapat berupa hipogonadisrne hipergonadotropik
Gangguan differensiasi seksual yang terjadi karena (48,5%), hipogonadisme hipogonadotropik (27,8%), dan
efek hiperandrogen pada perempuan dapat menyebabkan normogonadotropin (23,7%).
kelainan genitalia interna dan eksterna dengan manifestasi Hipergonadotropin hipogonadisme adalah kondisi
klinik amenorea. Gangguan differensiasi seksual dapat tingginya kadargonadotropin karena hilangnya umpan
terjadi pada individu dengan krornosom 46 XX, individu balik negatif dari kadar estradiol yang rendah. Keadaan ini
dengan kromosom 46 XY dan individu dengan masalah menggambarkan kegagalan fungsi ovarium yang terkait
jumlah kromosom seks. dengan gangguan kromosom seks (rnisalnya sindrorn
AMENORE 2527

Tabel 1. Etiologi Amenore pada Remaja Wanita


Jenis Penyebab Kekurangan Estrogen Kelebihan Estrogen
Hypothalamus Gangguan rnakan
Amenore akibat olahraga
-lrnmaturitas aksis hipotalarnus - pituitary - ovari (HPO)

Arnenore akibat obat-obatan


Penyakit kronis
Arnenore akibat stres
Sindrom Kallman
Pituitary Hyperprolactinernia
Prolaktinoma
Kraniofaringioma
Defisiensi gonadotropin terisolasi
Tiroid Hipotiroid
Hipertiroid
Adrenal Hiperplasia adrenal bawaan
Sindrorn Cushing
Ovari Disgenesis gonad (Sindrorn Turner) PCOS
Ovarian prematur Tumor ovari
Kemoterapi; iradiasi
Uteri/rahim
- Keharnilan
lnsensitivitas androgen
Perlengketan uteri (Sindrom Asherman)
Agenesis Saluran Muller
Agenesis serviks
Vagina Hirnen imperforat
Septun vaginal melintang
Agenesis vagina

Turner). Kondisi ini juga bisa terjadi pada sebagian pasien yang akhirnya dapat mengakibatkan keadaan amenorea.
dengan kromosom seks normal 46,XX. Keadaan eugonadisme atau normalnya kadar horrnon
Kelainan endokrin yang dapat menyebabkan gangguan dapat terjadi akibat dari kelainan anatomi atau gangguan
hipogonadotropin hipogonadisme adalah gangguan inter seks. Kelainan anatomi eugonadisme adalah tidak
pulsasi GnRH atau hiperplasia adrenal kongenital (CAH), adanya rahim dan vagina dan atresia serviks. Sedangkan
pseudohipoparatiroidisme dan hiperprolaktinemia. gangguan inter seks terrnasuk insensitivitas androgen,
Adenoma hipofisis yang takterklasifikasi, kraniofaringioma defisi~nsi17-ketoreductase dan urnpan balik hormon yang
dan tumor ganas yang tak terklasifikasi juga diketahui tidak tepat. Kisaran frekuensi penyebab amenorea primer
dapat menyebabkan hipogonadisrne hipogonadotropik dapa: dilihat pada tabel 2.8

Tabel 2. Kisaran Frekuensi Penyebab Amenore Primer


Kategori Kisaran Frekuensi (%)
Pertumbuhan payudara 30
Agenesis saluran Muller 10
lnsensitivitas androgen 9
Septum vagina 2
Himen irnperforat 1
Ketelarnbatan haid 8
Tidak adanya pertumbuhan payudara: kadar FSH tinggi 40
46 XX 15
46 XY 5
Abnormal 20
Tidak adanya pertumbuhan payudara: kadar FSH rendah 30
Ketelambatan haid 10
Prolaktinoma 5
' Sindrorn Kallman 2
CNS lain 3
Stres, turun berat badan, anoreksia 3
PCOS 3
Hiperplasia adreanal bawaan 3
Lainnya 1
KESEHATAN REPRODUKSI

Penyebab Amenorea Sekunder Riwayat hidup pasien yang harus diketahui berupa
Kisaran frekuensi penyebab amenorea sekunder dapat biodata (umur, pekerjaan), keluhan utama, riwayat
dilihat pada tabel 3.8 kebidanan, riwayat penyakit yang pernah diderita, pola
Sebagian besar kasus amenorea sekunder yang kegiatan sehari-hari, riwayat ketergantungan, riwayat
disebabkan oleh rendah atau normalnya kadar FSH seperti psikososial dan riwayat KB. Sedangkan riwayat hidup
anoreksia, hipotalamik nonspesifik, anovulasi kronis keluarga pasien berupa kerusakan gen, pola rambut
(PCOS, hipotiroidisme dan tumor hipofisis), disamping kemaluan, infertilitas, riwayat menars dan haid keluarga
ada pula kejadian yang disebabkan oleh tingginya kadar dan riwayat pubertas. Berikut perkembangan pubertas
FSH seperti ovarium prematur akibat kariotipe abnormal perempuan normal dapat dilihat pada tabel 4.1
(45,XO) dan disgenesis gonad, tingginya kadar prolaktin, Pemeriksaan Fisik, ditujukan untuk mengetahui
karena kelainan anatomik (sindrom Asherman) dan juga penyebab amenorea dan untuk mengetahui jenis
disebabkan oleh kondisi hiperandrogenik seperti PCOS, amenorea. Pemeriksaan fisis yang dilakukan berupa
tumor ovarium dan CAH non-klasik. pengukuran berat badan dan tinggi badan, pemeriksaan
perawakan yang tak wajar (seperti leher bergelambir,
Tabel 3. Kisaran Frekuensi Penyebab Amenore tubuh pendek), ada atau tidaknya uterus, pemeriksaan
Sekunder rambut kemaluan, pemeriksaantiroid, pemeriksaan genital
dan pemeriksaan darah. Tes darah yang dapat dilakukan
Kisaran
Kategori untuk mengecek kadar hormon, antara lain:
frekuensi (%)
7. Follicle stimulating hormone (FSH).
Kadar FSH normal atau rendah 66
Turun berat badan / anoreksia 2. Luteinizing hormone (LH).
Hipotalamik non spesifik 3. Prolactin hormone (hormonprolaktin).
Anovulasi kronis meliputi PCOS 4. Serum hormone (seperti kadar hormon testoteron).
Hipotiroidisme 5. Thyroid stimulating hormone (TSH).
Sindrom Cushing
Tumor pituitary, sella kosong, Pemeriksaan Penunjang berupa pemeriksaan
sindrom Seehan laboratorium dan radiologi. Pemeriksaan laboratorium
Kegagalan gonad: kadar FSH 12 dan radiologi dilakukan untuk melihat adanya dugaan
tinggi penyakit lain.
46 XX Berikut skema penegakan diagnosis berdasarkan
Kariotip abnormal pemeriksaan fisik, laboratorium dan penunjang dapat
Prolaktin tinggi 13 dilihat pada gambar 2 dan gambar 3 . l o
Kelainan a n a t o m i : s i n d r o m 7 Berdasarkan skema penegakan diagnosis apabila
Asherman seorang pasien amenorea memiliki payudara atau
Status hiperandrogenik 2
tidak memiliki rambut kemaluan, diagnosanya adalah
Tumor ovari
sindrom insehsitivitas androgen dimana secara fenotip
CAH non klasik
Tak terdiagnosa adalah perempuan tetapi secara genotip adalah pria.
Hal ini memerlukan analisis kromosom. Jika hasil analisis
positif, maka pasien tersebut harus melakukan operasi
penghilangan payudara untuk mencegah transformasi
DIAGNOSIS dari perempuan ke pria setelah pubertas. Apabila seorang
pasien memiliki ciri normal seksual sekunder seperti
Penegakan Diagnosis adanya rambut kemaluan, maka dokter harus melakukan
Penegakan diagnosis dibuat dengan maksud untuk MRI untuk mengetahui ada atau tidaknya uterus. Apabila
mengetahui organ mana yang menyebabkan amenorea terdapat uterus tetapi abnormal atau tidak adanya vagina
sehingga dapat mengarahkan pasien kepada pemberian maka pasien tersebut didiagnosis agenesis saluran Muller.
terapi yang tepat yaitu dengan cara mengetahui jenis Analisis kromosom diperlukan untuk mengetahui apakah
pe'nyakit, penyebab penyakit dan tingkat keparahan pasien tersebut secara genetik adalah perempuan. Selain
penyakit. Diagnosis amenorea meliputi anamnesis, seorang pasien memiliki uterus normal, obstruksi saluran
pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang. keluar perlu dianalisis. Himen imperforata atau septum
Anamnesis, ditujukan untuk mengetahui data vagina transversal dapat menyebabkan obstruksi saluran
subyektif dan data obyektif yang dapat menyebabkan keluar. Jika saluran keluar paten, maka dokter harus
amenorea. Data subyektif dan obyektif diperoleh melanjutkan pemeriksaanyang sama dengan pemeriksaan
berdasakan riwayat hidup pasien dan keluarganya. amenorea sekunder. lo
AMENORE

Tabel 4. Perkembangan Pubertas Wanita Normal (AmenorrheceEwluation & Treatment)


Tahap Tanner
Tahap Perkembangan
Gambar anatomi Perkembangan Perkembangan
(Usia dalam tahun)
payudara rambut kelamin
Perkernbangan pertarna (8 - 10 tahun) Perturnbuhan puting payudara, 1
tidak ada rarnbut kelarnin
Thelarche (9- I I tahun)

Adrenarche (9- 1I tahun)

Perturnbuhan payudara (11 - 13 tahun)

Menarche (12- 14 tahun)

Karakteristik orang dewasa (13 - 16


tahun)

Riwayat dan pemeriksaan fisik

Pemeriksaan Pemeriksaan
kadar FSH dan LH USG uterus
I I

FSH > 20 1U per L FSH Uterus abnormal Ada uterus


dan LH > 40 IU per L dan LH < 5 IU ~ e Lr atau tidak ada atau uterus normal

.(
I
Hipergonadotropik Hipogonadotropik Analis s Kerusakan
hipogonadisme hipogonadisme Kariotipe Saluran Keluar
I I
4
Analisis Kariotipe Himen Pemeriksaan
imperforate lanjutan
atau untuk
Agenesis Sindrom septum Amenore
saluran msensitivitas vagina sekunder
Mullerian androgen melintang

Ovarian Sindrom
Prematur Turner

Gambar 2. Skerna penegakan diagnosis arnenore primer


2530 KESEHATAN REPRODUKSI

Tes Kehamilan negatif

Perneriksam kadar TSH dan prolaktin

Prolaktin dan TSH Prolaktin rormal, TSH Prolaktin abnormal, TSH


normal abn'xrnal normal

Tes progestogen Penyaki tiroid Prolaktin S 100 ng per rnL Prolaktin > 100 ng per rnL
(100 mcg per L)

J+-7
Penarikan berdarah Tidak ada penarikan
1
Penyebab lain yang tak
1
Perneriksaan MRI untuk

I
Norrnogonadotropik
hipogonadisme
berdarah

Tes progestogen /
estrogen
terdiagnosa mengevaluasia adanya
prolaktinorna

1
MRI negatif; Penyebab lain
yang tak terdiagnosa

Penarikan berdarah Tidak ada penarikan


berdarah

Tes FSH dan LH Kerusak~nsaluran

A
keluar

FSH > 201U per L FSH dan


dan LH > 40 IU per L LH < 5 IU per L

Hipergonadotropik Pemeriksaan MRI untuk


hipogonadisme mengevaluasia adanya tumor
pituitary

MRI normal;
hipogonadotropik
hipogonadisme
L
Gambar 3. Skema penegakan diagnosis amenore sekunder

Pasien Amenorea Akibat Anoreksia dan Olahraga


yang Berlebihan
Amenorea dapat diklasifikasikan menjadi enam berdasarkan Hipotalamus merupakan pusat fungsional reproduksi
penyebabnya seperti terlihat pada tabel 5. Klasifikasi ini normal. Transisi masa pubertas dipacu oleh maturasi
dapat membantu pelaksanaan terapi hormon secara GnRH yang dikeluarkan oleh hipotalamus. Pada remaja
empiri~.~ perempuan umur 8-1 3 tahun, hipofisis gonadotropin
mengeluarkan hormon yang berhubungan dengan berat
badan dan proporsi lemak tubuh. Terdapat kasus dimana
PENATALAKSANAAN pada umur tersebut massa lemak yang diperlukan untuk
oleh tubuh hanya 22% sehingga lemak tubuh untuk
Penatalaksanaan pada pasien amenorea primer biasanya proses maturasi GnRH tak tercukupi. Hal ini terjadi pada
melalui terapi. Terapi yang diterapkan berbagai macarn remaja perempuan yang menderita malnutrisi khususnya
tergantung dari penyebab dari amenorea tersebut. Berikut pada remaja perempuan anoreksia dan yang melakukan
adalah beberapa terapi untuk pasien amenorea. olahraga yang berlebihan.13
AMENORE

Tabel 5. Klasifikasi Amenore Berdasarkan Penyebabnya


1. Kerusakan anatomi (saluran keluar) - Penyakit kronis
a. Agenesis saluran Muller (sindrom Mayer - Rokitansky - - Tumor
Kuster - Hauser) - Kraniofaringioma
b. Resistensi androgen - Gerrninoma
c. Sindrom Asherman - Hamartoma
d. Hymen irnperforat - Histiositosis sel Langerhans
e. Septum vagina melintang - Teratoma
f. Agenesis serviks terisolasi - Tumor sinus endodermal
g. Stenosis serviks iatrogenik - Karsinoma rnetastatik
h. Agenesis vagina terisolasi
i Hipoplasia atau aplasia endometrial bawaan 4. Pituitary
a. Prolaktinoma
2. Gonadisme primer b. Tumor pituitary yang mensekresi hormon lain
a. Disgenesis gonad (ACTH, TSH, GH, gonadotropin)
- Kariotip abnormal c. Mutasi reseptor FSH
- Sindrom Turner 45, XO d. Mutasi reseptor LH
- Mosaiksisme e. Sindrom X rapuh
- Kariotip normal f. Penyakit autoimun
- 46, XX g. Galaktosemia
- 46, XY (sindrom Swyer)
b. Agenesis gonad 8. Kelainan kelenjar endokrin
c. Defisiensi enzim a. Penyakit adrenal
- Defisiensi 17a-hidroksilase - Hiperplasia adrenal
- Defisiensi 17, 20 liase - Sindrom Cushing
- Defisiensi aromatase b. Penyakit tiroid
d. Ovari prematur - Hipotiroidisme
- ldiopatik - Hipertiroidisme
- Cedera c. Tumor ovari
- Kemoterapi - Tumor sel teka granulosa
- Radiasi - Tumor Brenner
- Gondok ooforitis - Teratoma Kistik
- Ovari resisten - Kistadenoma serosa / musin
- TumorKrukenberg
3. Hipotalamik - Kraniofaringioma
a. Disfungsional - Karsinoma metastatik
- Stress d. Ruang kosong pada organ
- Olahraga - Sella kosong
- Nutrisi (malnutrisi, diet, anoreksia nervosa, buli- - Aneurisme arteri
mia) e. Nekrosis
- Pseudocyesis - Sindrom Sheehan
b. Gangguan lainnya - Panhipopituitarisme
- Defisiensi gonadotropin terisolasi f. lnflamasi
- Sindrom Kallman - Sarkoidosis
- Hemokromatosis
- ldiopatik hipogonadotropik hipogonadisme - Limfositik hipofisitis
- lnfeksi g. Mutasi gonadotropin (FSH)
- Tuberkulosis
- Sifilis 8. Faktor lain (PCOS)
- Ensefalitis / meningitis
- Sarcoidosis
2532 KESEHATAN REPRODUKSI

Terapi: Untuk para remaja perempuan anoreksia dengan dosis 1,25 mg per malam selama lima malam
dianjurkan untuk melakukan psikoterapi. Untuk para dan dosisnya dinaikkan menjadi 7,5 mg per hari dalam
remaja perempuan yang melakukan olahraga berlebihan 3 minggu. Bagi pasien yang alergik pada bromocriptine,
biasanya memacu aktivitas hipotalamus. Masa put.ertas dapat diberikan carbergoline dengan dosis 0,25-1 mg
yang tertunda menjadi gangguan kesehatan ketika dua kali seminggu dan dinaikkan menjadi 1 mg per hari.
terdapat risiko osteoporosis. Jika osteoporosis terjadi maka Bagi pasien dengan perkembangan tumor adenoma
para remaja perempuan dianjurkan untuk melakukan:erapi dan sindrom sella kosong diperlukan operasi reseksi
oral estrogen (2mcg etin~loestradiolper hari, k e m ~ d i a n transfenoidal adenoma dan radioterapi. Bagi pasien
dosis ditambahkan dari 5-20 mcg per 6 b ~ l a n ) . ~ , l l iatrogenik diberikan antipsikotik fenotiazin, domperidon
dan metoklopramid. Bagi yang memiliki masalah defisiensi
Amenorea Akibat Penyakit Kronis, Ruang Kosong estrogen diberikan COCP? l1
pada Organ dan Sindrom Kallman
Penyakit kronis pada anak-anak menyebabkan lemahnya Amenorea Akibat Ovari Prematur, Sindrom Ovari
fungsi kerja hipotalamus. Kanker kranial pada anak- Resisten Dan PCOS
anak menyebabkan gagalnya masa pubertas seh ngga Ovari prematur dapat disebabkan oleh disgenesis
mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan gonad seprti sindrom Turner, sindrom Swyer dan
tubuh. sindrom autoimun poliglanduler. PCOS disebabkan oleh
Terapi: diperlukan kemoterapi. l1 abnormalitas hipotalamus dalam peningkatan GnRH.
PCOS berkaitan juga dengan kasus hiperandrogen dan
Ruang kosong pada hipotalamus menyebzbkan
obesitas.
amenorea karena mengganggu penghambatan dopamin
Terapi: diperlukan kemoterapi gonadotoksik dan/atau
dalam pengeluaran prolaktindan/atau menekan serta
iradiasi pelvis untuk pasien ovari prematur. Untuk pasien
merusak jaringan hipotalamus dan hipofisis seh ngga
sindrom ovari resisten, diperlukan penyumbangan oosit.11,12
menyebabkan disfungsi hormon hipofisis termasuk
Untuk pasien PCOS dengan obesitas, dianjurkan untuk diet
galaktorea.
dan olahraga yang cukup dan pemberian progestogen
Terapi: diperlukan operasi bedah kranial dan
(medroksiprogesteron asetat 10 mg per hari selama 5 hari
radioterapi. Terapi hormon diperlukan untuk mengatasi
tiap 3 bulan) atau COCP non-androgenik progestogen,
defisiensi hormon.ll
antiandrogen (cyproterone asetat) atau spironolakton
Sindrom Kallman jarang terjadi, biasanya 1:50.000
derivat dari drosperinon. Bila tak terjadi ovulasi maka
kasus dimana tidak adanya neuron GnRH menyebabkan
diperlukan induksi ovulasi dengan klomifen sitrat (denganl
badan sel gagal bermigrasi dari olfaktori ke n ~ k l e u s
tanpa metformin) jika tidak berhasil diberikan pula
arkuata hipotalamus melalui pelat berkisi di dasar
gonadotropin setiap hari.3
tengkorak, untuk menghubungkan akson saluran
tuberoinfundibular dengan pembuluh darah portal
Amenorea Akibat Saluran Muller Abnormal,
kelenjar hipofisis anterior. Kemungkinan besar diwariskan
Hipotiroid dan Sindrom lnsensitivitas Androgen
(resesif X terpaut atau autosom dominan) dan sangat
Pada saluran Muller abnormal, terdapat kerusakan anatomi
berhubungan dengan anosmia dan buta warna.
seperti tidak terdapat vagina, tidak terdapat uterus, himen
Terapi:diperlukan induksi estrogen sampai terjadi
imperforata dan septum vagina melintang.
fertilitas, diperlukan pemberian hormon pencganti
Terapi: diperlukan operasi bedah untuk memperbaiki
dengan COCP untuk perempuan menopause. IJntuk
struktur anatomi yang abnormal. Untuk menginduksi haid
disfungsi hipotalamus terisolasi, diperlukan injeksi GnRH
dianjurkan pemberian GnRH analog. Untuk hipotiroid yang
melalui subkutan untuk merangsang kerja hipofisis atau
disebabkan oleh defisiensi hormon tiroid maka diperlukan
pemberian FSH dan LH melalui ~ u b k u t a n . ~ * l l
suplemen tiroid. l1
Kariotip pada pasien sindrom insensitivitas androgen
Amenorea Akibat Hiperprolaktinemia dan
adalah 46 XY dengan fenotip perempuan. Gonad
Sindrom Sella Kosong
yang dimiliki berupa testis yang dapat memproduksi
H i p e r p r o l a k t i n e m i a d a p a t b e r k e m b a n g karena
testosteron tetapi tidak dapat melakukan spermatogenesis.
perkembangan tumor adenoma mikro (< 10 mm) atau
Perkembangan payudara terjadi karena aromatisasi
tumor adenoma makro (> 10 mm). Hiperprolaktinemia
testosteron menjadi estrogen, tidak memiliki rambut
sangat berhubungan dengan defisiensi estroger yang
kelamin dan rambut ketiak, terdapat labia minor dan
dapat menyebabkan amenorea.
vagina pendek.
Terapi: diperlukan terapi agonis dopamin terapi untuk
tumor prolaktin. Dimulai dari pemberian bromocriptine Terapi: diperlukan operasi laparo~kopi.~
AMENORE

KOMPLIKASI 8. The Practice Committee of the American Society for Repro-


ductive Medicine. Current evaluation of amenorrhea. Fertility
and Sterility. 2008;90(3):219-25.
Kernungkinan kornplikasi yang dapat ditirnbulkan akibat 9. Deligeoroglou E, Athanasopulos N, Tsirniaris P, Dimopoulos
arnenorea tergantung dari penyebabnya, diantaranya KD, Vrachnis N, Creatsas G. Evaluation and management of
obesitas, anoreksia, endometrium, kanker, bulimia, stres, adolescent amenorrhea. Ann NY Acad Sci. 2010;1205:23-32.
10. hlaster-Hunter T, Heiman DL. Amenorrhea: evaluation and
depresi, osteoporosis dan infertilitas. treatment. Am Fam Phy 2006;73:1372-82,1387.
11. Hayden C and Balen AH. Primary amenorrhoea: investigation
and treatment. Elsevier 2007; 17(7):199-204.
12. Cordts EB, Christofolini DM, dos Santos AA, Bianco B,
PENCEGAHAN
Barbosa CP. Genetic aspects of premature ovarian failure: a
literature review. Arch Ginecol Obstet. 2011;283:635-43.
Arnenorea adalah gejala, bukan penyakit, dan rnerniliki 13. Brambilla F, Monteleone P, Bortolotti F,Grave RD, Todisco P,
berbagai penyebab. Oleh karena itu arnenorea dapat Favaro A, et al. Persistent amenorrhoea in weight-recovered
anorexics: psychological and biological aspects. Elsevier.
dicegah hanya sejauh bahwa penyebab yang rnendasari
2003;118:249-57.
dapat dicegah. Arnenorea yang dihasilkan dari kondisi 14. hlazza D. Pubertal development and primary amenorrhoea.
genetik atau bawaan tidak dapat dicegah. Di sisi lain, Elsevier. 2006;3(5):202-6.
arnenorea yang dihasilkan dari diet ketat atau latihan
intensif biasanya dapat dicegah.

PROGNOSIS

Tidak teraturnya siklus haid berkaitan dengan berkurangnya


kepadatan tulang sehingga rnenyebabkan tingginya risiko
patah tulang pergelangan tangan dan pinggul baik karena
arnenorea rnaupun tidak. Interval siklus haid dan rnenars
yang lebih dari 32 hari dikaitkan dengan peningkatan risiko
patah tulang belakang. Untuk rnernpertahankan kepadatan
tulang, 'para perernpuan rnernerlukan terapi horrnon.
Masa rernaja rnerupakan periode penting untuk
perturnbuhan tulang. Haid yang teratur adalah tanda
bahwa ovariurn rnernproduksi estrogen, androgen dan
progesteron dalarn jurnlah yang normal. Ketiganya
rnernainkan peranan penting dalarn rnernbangun dan
rnernelihara rnassa tulang. Menars yang terlarnbat
rneningkatkantiga kali lipat risiko patah tulang pergelangan
tangan. Dalarn beberapa kasus, tidak teraturnya haid
rnerupakan tanda awal rnenurunnya kesuburan dan pada
beberapa kasus, deplesi folikel rnenyebabkan kernand~lan.~

REFERENSI

1. Ledger WL, Skull J. Amenorrhea: investigation and treatment.


Elsevier. 2004;14:254-60.
2. Skull J. Amenorrhea. Harcourt Publisher's. 2001;2:225-32.
3. ChldT. Investigation and treatment of primary amenorrhoea.
Elsevier. 2010;21(2):31-5.
4. Golden, NH, Carlson JL.The pathophysiology of amenorrhea
in the adolescent. A m NY Acad Sci. 2008;1135:163-78.
5. De Souza MJ, Toombs RJ. Amenorrhea associated with
the female athlete triad: etiology, diagnosis and treatment.
Springer Science. 2010;7:101-25.
6. Pandey S, Bhattacharya S. Impact of obesity on gynecology.
Wonzenb Healtli (Lond Engl). 2010;6(1):107-17.
7. Moser, KS. Profil pasien amenorea primer di poliklinik divisi
imunoendokrinologi reproduksi RSCM Januari 1997 - Juli
2007 (Tesis).Jakarta: Universitas Indonesia. 2007.
KIT D A L M E d k i VI 28%4
SINDROM METABOLIK
Sidartawan Soegondo, Dyah Purnamasari

PENDAHULUAN Di US, peningkatan kejadian obesitas mengiringi


peningkatan prevalensi sindrom metabolik. Prevalensi
Pada tahun 1988, Reaven menunjukkan konstelasi faktor sindrom metabolik pada populasi usia > 20 tahun sebesar
risiko pada pasien-pasien dengan resistensi insulin yang 25% dan pada usia > 50 tahun sebesar 45%. Pandemi
dihubungkan dengan peningkatan penyakit kardiovaskular sindrom metabolik juga berkembang seiring dengan
yang disebutnya sebagai sindrom X. Selanjutnya, sindrom peningkatan prevalensi obesitas yang terjadi pada populasi
X ini dikenal sebagai sindrom resistensi insulin dan Asia, termasuk Indonesia. Studi yang dilakukan di Depok
akhirnya sindrom metabolik. (2001) menunjukkan prevalensi sindrom metabolik
Resistensi insulin adalah suatu kondisi di mana terjadi menggunakan kriteria National Cholesterol Education
penurunan sensitivitas jaringan terhadap kerja insulin Program Adult Treatment Panel Ill (NCEP-ATP Ill) dengan
sehingga terjadi peningkatan sekresi insulin sebagai modifikasi Asia Pasifik, terdapat pada 25.7% pria dan 25%
bentuk kompensasi sel beta pankreas. Resistensi insulin wanita. Penelitian Soegondo (2004) melaporkan prevalensi
terjadi beberapa dekade sebelum timbulnya penyakit sindrom metabolik sebesar 13,13% dan menunjukkan bahwa
diabetes mellitus dan kardiovaskular lainnya. Sedangkan kriteria lndeks Massa Tubuh (IMT) obesitas >25 kg/m2 lebih
sindrom resistensi insulin atau sindrom metabolik adalah cocok untuk diterapkan pada orang Indonesia. Penelitian
kumpulan gejala yang menunjukkan risiko kejadian di DKI Jakarta pada tahun 2006 melaporkan prevalensi
kardiovaskular lebih tinggi pada individu tersebut. sindrom metabolik yang tidhkjauh berbeda dengan Depok
Resistensi insulin juga berhubungan dengan beberapa yaitu 26,3% dengan obesitas sentral merupakan komponen
keadaan seperti hiperurisemia, sindrom ovarium polikistik terbanyak (59,4%). Laporan prevalensi sindrom metabolik di
dan perlemakan hati non alkoholik. beberapa daerah di Indonesia dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Prevalensi Silrdrom Metabolik di Beberqpa Daerah di Indonesia


Prevalensi (%) Komponen sindrom
Peneliti Tahun Daerah
(usia) (ATP Ill Asia) metabolik Terbanyak (%)
Budhiarta 2004 Bali 20,3 & Kolesterol HDL (39,l)
Denpasar 24,8
D. Sangsit 19,2
D. Sernbiran 7,8
Arifin 2003 Bandung 22,94
Medical check up (bukan modifikasi)
Suhartono 2005 Sernarang (poli RS) 16,6 Hipertensi (89,7)
Pekajangan 20,3
Pranoto 2005 Surabaya 34 Obesitas sentral
(general check up) Hipertrigliseridernia (85,29)
Adam 2002 - 2004 Makasar 33,4 Obesitas sentral (58,2)
(general check up)
Dikutip dari Purnamasari. Gambaran Resistensi Insulin Subyek dengan Saudara Kandung DM tipe 2. Tesis. 2006.
SINDROM METABOLIK, DISLIPEMIA, OBESITAS

Dibandingkan dengan komponen-komponen pada tahun kemudian, pada tahun 2005, International Diabetes
sindrom metabolik, obesitas sentral paling dekat untuk Federation (IDF) kembali memodifikasi kriteria ATP Ill. IDF
memprediksi ada tidaknya sindrom metabolik. Beberapa menganggap obesitas sentral sangat berkorelasi dengan
studi di wilayah Indonesia termasuk Jakarta menunjukkan resistensi insulin, sehingga memakai obesitas sentral
obesitas sentral merupakan komponen yang paling banyak sebagai kriteria utama. IVilai cut-off yang digunakan juga
ditemukan pada individu dengan sindrom metabolik. dipengaruhi oleh etnik. Untuk Asia dipakai cut-off lingkar
Meski mendapat sebutan sindrom, namun secara perut 2 90 cm untuk pria dan 2 80 cm untuk wanita.
umum penatalaksanaan sindrom metabolik sejauh ini Beberapa kriteria sindrom metabolik dapat dilihat pada
masih merupakan penatalaksanaan masing-masing tabel 2.
komponennya. Masih menjadi perdebatan apakah sebutan Kriteria yang diajukan oleh NCEP-ATP Ill lebih banyak
sindrom ini masih memiliki arti klinis mengingat tidak ada digunakan, karena lebih memudahkan seorang klinisi untuk
perbedaan penatalaksanaan pada tiap komponennya. mengidentifikasi seseorang dengan sindrom metabolik.
Pada akhirnya tampilan klinis sindrom metabolik Sindrom metabolik ditegakkan apabila seseorang memiliki
ini sangat dipengaruhi oleh faktor etnik dan herediter, sedikitnya 3 (tiga) kriteria.
sehingga pola klinis di setiap populasi berbeda.

PATOFISIOLOGI

Pengetahuan mengenai patofisiologi masing-masing


Sejak munculnya sindrom resistensi insulin, beberapa komponen sindrom metabolik sebaiknya diketahui untuk
organisasi berusaha membuat kriteria sindrom metabolik dapat memprediksi pengaruh perubahan gaya hidup
supaya dapat diterapkan secara praktis klinis sehari-hari. dan medikamentosa dalam penatalaksanaan sindrom
Secara umum, semua kriteria yang diajukan memerlukan metabolik.
minimal 3 kriteria untuk mendiagnosis sondrom metabolik
atau sindrom resistensi insulin. World Health Organization Obesitas Sentral
(WHO) merupakan organisasi pertama yang mengusulkan Obesitas yang digambarkan deng'an indeks massa tubuh
kriteria sindrom metabolik pada tahun 1998. Menurut tidak begitu sensitif dalam menggambarkan risiko
WHO pula, istilah sindrom metabolik dapat dipakai pada kardiovaskular dan gangguan metabolik yang terjadi. Studi
penyandangi DM mengingat penyandang DM juga dapat menunjukkan bahwa obesitas sentral yang digambarkan
memenuhi kriteria tersebut dan menunjukkan besarnya oleh lingkar perut (dengan cut-off yang berbeda
risiko terhadap kejadian kardiovaskular. Setahun kemudian antara jenis kelamin) lebih sensitif dalam memprediksi
pada tahun 1999, the European Group for Study of Insulifi gangguan metabolik dan risiko kardiovaskular. Lingkar
Resistance (EGIR) melakukan modifikasi pada kriteria WHO. perut menggambarkan baik jaringan adiposa subkutan
EGIR cenderung menggunakan istilah sindrom resistensi dan visceral. Meski dikatakan bahwa lemak viseral
insulin. Berbeda dengan WHO, EGIR lebih memlih obesitas lebih berhubungan dengan komplikasi metabolik dan
sentral dibandingkan IMT dan istilah sindrom resistensi kardiovaskular, ha1 ini masih kontroversial. Peningkatan
insulin tidak dapat dipakai pada penyandang DM karena obesitas berisiko pada peningkatan kejadian kardiovaskular.
resistensi insulin merupakan faktor risiko timbulnya DM. Variasi faktor genetik membuat perbedaan dampak
Pada tahun 2001, National CholesterolEducation Program metabolik maupun kardiovaskular dari suatu obesitas.
(NCEP) Adult Treatment Panel 111 (ATP Ill) mengajukan Seorang dengan obesitas dapat tidak berkembang
kriteria baru yang tidak mengharuskan adanya komponen menjadi resistensi insulin, dan sebaliknya resistensi insulin
resistensi insulin. Meski tidak pula mewajibkan adanya dapat ditemukan pada individu tanpa obes (lean subjects).
komponen obesitas sentral, kriteria ini menganggap lnteraksi faktor genetik dan lingkungan akan memodifikasi
bahwa obesitas sentral merupakan faktor utama yang tampilan metabolik dari suatu resistensi insulin maupun
mendasari sindrom metabolik. Nilai cut-off lingkar perut obesitas.
diambil dari National Institute of Health Obesity Cliniccl Jaringan adiposa merupaka sebuah organ endokrin
Guidelines; 2 102 cm untuk pria dan 2 88 cm untuk wanita. yang aktif mensekresi berbagai faktor pro dan anti inflamasi
Untuk etnik tertentu seperti Asia, dengan cut-off lingkar seperti leptin, adiponektin, Tumor nekrosis factor a (TNF-a),
perut lebih rendah dari ATP Ill, sudah berisiko terkena Interleukin-6 (IL-6) dan resistin. Konsentrasi adiponektin
sindrom metabolik. Pada tahun 2003,AmericanAssociatio.~ plasma menurun pada kondisi DM tipe 2 dan obesitas.
of Clinical Endocrinologists (AACE) memodifikasi definisi Senyawa ini diprcaya memiliki efek antiaterogenik pada
dari ATP Ill. Sama seperti EGIR, bila sudah ada DM, maka hewan coba dan manusia. Sebaliknya, konsentrasi leptin
istilah sindrom resistensi insulin tidak digunakan lagi. Dua meningkat pada kondisi resistensi insulin dan obesitas dan
SINDROM METABOLIK 2537

Tabel 2. Beberapa Kriteria Sindrom Metabolik


Kriteria WHO(1998) EGlR ATP 111 (2001) AACE (2003) IDF (2005)
Klinis
Resistensi TGT, GDPT, DMTZ, I n s u l i n p l a s m a > Tidak ada, tetapi TGT atau GDPT Tidak ada
insulin atau sensitivitas persentil ke-75 , mempunyai 3 dari D i t a m b a h
insulin menurun* Ditambah dua dari 5 kriteria berikut sala h s a t u d a r i
Ditambah 2 dari kriteriaberikut kriteria berikut
kriteria beriNut berdasarkan
penilaian klinis
Berat badan Pria: rasio pinggang L P 2 9 4 cm pada pria LP 2 102 c m pada IMT 125 kg/m2 LP yang meningkat
panggul > 0,90 atau 2 80 cm pada pria atau 1 8 8 cm (spesifik tergantung
Wanita: rasio wanita pada wanitat populasi) ditambah
pinggang panggul dua dari kriteria
> 035 berikut
dan/atau IMT > 30
kg/m2
Lipid TG~150mg/dLdan/ TG 2 1 5 0 m g / d L T G 2 1 5 0 m g / d L TG>150mg/dL TG 2 1 5 0 m g /
atau HDL-C i35 mg/ dan/atau HDL-C i d a n HDL-C < 4 0 dL atau dalam
d L pada p r i a a t a u 39 mg/dL pada pria mg/dL pada pria pengobatan TG
< 39 mg/dL pada atau wanita HDL-C < 40 m g / ataU < 50 mg/dL HDL-C < 4 0 m g /
wanita dL pada pria atau pada wanita dL pada pria
< 50 mg/dL pada atau < 50 m g / d L
wanita pada wanita atau
dalam pengobatan
HDL-C
Te k an a n 2 140/90 m m Hg z140790mmHgatau z 130/85 mmHg 2 130/85 mmHg z130mmHgsistolik
darah dalam pengobatan a t a u 2 85 m m
hipertensi ~g diastolik atau
dalam pengobatan
hipertensi
Glukosa TGT, G D P T a t a u TGT a t a u G D P T 2 110 m g / TGT a t a u GDPT 2 100 mg/
(tetapi bukan dL (te-masuk (tetapi bukan dL (termasuk
diabetes) p e n d e r it a diabetes) diabetes)
diabetes)*
Lainnya Mikroalbuminuria Kriteria resistensi
insulin lainnya5
DMT2 menunjukkan diabetes melitus tipe 2; LP, lingkar pinggang; IMT, indeks massa tubuh; dan TG, trigliserida, semua singkatan
lainnya terdapat dalam teks.
* Sensitivitas insulin diukur pada kondisi euglikemia hiperinsulinemia, ambilan glukosa di bawah kuartil terendah sebagai latar belakang
populasi yang diteliti
tBeberapa pasien pria dapat akan mempunyai faktor-faktor risiko metabolik saat lingkar pinggang meningkat meskipun hanya sampai
nilai ambang (yakni 94 hingga 102 cm [37 sampai 39 inci]). Pasien seperti itu mungkin mempunyai kontribusi genetik yang cukup
kuat terhadap resistensi insulin. Mereka akan mendapatkan manfaat dari perubahan kebiasaan dan gaya hidup, seperti halnya pria
dengan peningkatan lingkar pinggang kategorik.
* Definisi tahun 2001 menilai kadar glukosa puasa 2 110 mg/dL (6,l mmol/L) sebagai kadar yang meningkat. Nilai ini dimodifikasi
pada tahun 2004 menjadi > 100 mg/dL (5,6 mmol/L), sesuai dengan defirisi terkini dari American Diabetes Association mengenai
definisi GDPT.46.47.77
Meliputi riwayat penyakit keluarga berupa diabetes melitus tipe 2, sindrom ovarium polikistik, gaya hidup yang kurang banyak gerak,
usia lanjut dan etnis tertentu yang rentan terhadap diabetes melitus tipe 7.
Dikutip dari Grundy et al. Diagnosis and management of metabolic syndrome. Circulation 2005

berhubungan dengan risiko kejadian kardiovaskular tidak Resistensi Insulin


tergantung dari faktor risiko tradisional kardiovaskular, Resistensi insulin mendasari kelornpok kelainan pada
I M T d a n konsentrasi CRP. Sejauh i n i belurn diketahui sindrom metabolik. Sejauh ini belurn disepakati pengukuran
apakah pengukuran pengukuran marker hormonal dari yang ideal dan praktis untuk resistensi insulin. Teknik clamp
jaringan adiposa lebih baik daripada pengukuran secara rnerupakan teknik yang ideal n a m u n tidak praktis u n t u k
anatomi dala rnernprediksi risiko kejadian kardiovaskular klinis sehari-hari. Pemeriksaan glukosa plaama puasa
d a n kelainan metabolik yang terkait. j u g a tidak ideal mengingat gangguan toleransi glukosa
2538 SINDROM METABOLIK, DISLIPEMIA, OBESITAS

puasa hanya dijumpai pada 10% sindrom metabolik. Hipertensi


Penguku ran Homeostasis Model Asessment (HOMA) dan Resistensi insulin juga berperan pada pathogenesis
Quantitative lnsulin Sensitivity Check Index (QUICKI) hipertensi. lnsulin merangsang sistem saraf simpatis
dibuktikan berkorelasi erat dengan pemeriksaan standar, meningkatkan reabsorpsi natrium ginjal, mempengaruhi
sehingga dapat disarankan untuk mengukur res stensi transport kation dan mengakibatkan hipertrofi sel otot
insulin. Bila melihat dari patofisiologi resistensi insulin polos pembuluh darah. Pemberian infus insulin akut dapat
yang melibatkan jaringan adiposa dan sistem kekebalan menyebabkan hipotensi akibat vasodilatasi. Sehingga
tubuh, maka pengukuran resistensi insulin hanya dari disimpulkan bahwa hipertensi akibat resistensi insulin
pengukuran glukosa dan insulin (seperti rumus HOFYlA dan terjadi akibat ketidakseimbangan antara efek pressor dan
QUICKI) perlu ditinjau ulang. Oleh karenanya, pengcunaan depressor. The lnsulin Resistance Atherosclerosis Study
rumus ini secara rutin di klinis belum disarankan maupun melaporkan hubungan antara resistensi insulin dengan
disepakati. hipertensi pada subyek normal namun tidak pada subyek
dengan DM tipe 2
Dislipidemia
Dislipidemia yang khas pada sindrom metabolik ditandai
dengan peningkatan trigliserida dan penurunan kolesterol
HDL. Kolesterol LDL biasanya normal, namun mengalami
perubahan struktur berupa peningkatan small dense LDL. Untuk mencegah komplikasi kardiovaskular pada individu
Peningkatan konsentrasi trigliserida plasma dipikirkan yang telah memiliki sindrom metabolik, diperlukan
akibat peningkatan masukan asam lemak bebas t e hati pemantauan yang terus menerus dengan modifikasi
sehingga terjadi peningkatan produksi trigliserida. ldamun komponen sindrom metabolik yang ada. Penatalaksanaan
studi pada manusia dan hewan menunjukkan bahwa sindrom metabolik masih merupakan penatalaksanaan
peningkatan trigliserida tersebut bersifat multifaktorial dari masing-masing komponennya (Tabel 3)
dan tidak hanya diakibatkan oleh peningkatan m3sukan Penatalaksanaan sindrom metabolik terutama
asam lemak bebas ke hati. bertujuan untuk menurunkan risiko penyakit kardiovaskular
Penurunan kolesterol HDL disebabkan peningkatan aterosklerosis dan risiko diabetes melitus tipe 2 pada
trigliserida sehingga terjadi transfer trigliserida ke pasien yang belum diabetes. Penatalaksanaan sindrom
HDL. Namun, pada subyek dengan resistensi insulin metabolik terdiri atas 2 pilar, yaitu tatalaksana penyebab
dan konsentrasi trigliserida normal dapat ditemukan (berat badan lebih/obesitas dan inaktifitas fisik) serta
penurunan kolesterol HDL. Sehingga dipikirkan terdapat tatalaksana faktor risiko lipid dan non lipid.
mekanisme lain yang menyebabkan penurunan ko esterol
HDL disamping peningkatan trigliserida. Mekanisme yang Obesitas dan Obesitas Sentral
dipikirkan berkaitan dengan gangguan masukan lipid post Pemahaman t e n t a n g hubungan antara obesitas
prandial pada kondisi resistensi insulin sehingga terjadi dan sindrom metabolik serta peranan otak dalam
gangguan produksi Apolipoprotein A-I (Apo A-I) d e h hati pengaturan energi, merupakan titik tolak yang penting
yang selanjutnya mengakibatkan penurunan ko esterc.1 dalam penatalaksanaan klinik. Pengaturan berat badan
HDL. Peran sistem imunitas pada resistensi insulin juga merupakan dasar tidak hanya bagi obesitas tapi juga
berpengaruh pada perubahan profil leipid pada subyek sindrom metabolik. Mempertahankan berat badan yang
dengan resistensi insulin. Studi pada hewan menunjukkan lebih rendah dikombinasi dengan pengurangan asupan
bahwa aktivasi sistem imun akan menyebabkan gangguan kalori dan peningkatan aktifitas fisik merupakan prioritas
pada lipoprotein, protein transport, reseptor dan enzim utama pada penyandang sindrom metabolik. Target
yang berkaitan sehingga terjadi perubahan profil lipid. penurunan berat badan 5-10% dalam tempo 6-12 bulan,
dapat dicapai dengan mengurangi asupan kalori sebesar
Peran Sistem lmunitas pada Resistensi lnsulin 500-1000 kalori per hari ditunjang dengan aktifitas fisik
lnflamasi subklinis kronik juga merupakan bagian dari yang sesuai. Aktifitas fisik yang disarankan adalah selama
sindrom metabolik. Marker inflamasi berperan pada 30 menit atau lebih setiap hari. Untuk subyek dengan
progresifitas DM dan komplikasi kardiovaskular.Creactive komorbid penyakit jantung koroner, perlu dilakukan
protein (CRP) dilaporkan menjadi data prognosis tarnbahan evaluasi kebugaran sebelum diberikan anjuran jenis-jenis
tentang keparahan inflamasi pada subyek wanita sehat olah raga yang sesuai.
dengan sindrom metabolik. Namun, belum didapatkan Pemakaian obat-obatan dapat berguna sehingga
kesepakatan alur diagnosis yang mampu menggabungkan dipertimbangkan pada beberapa pasien. Dua obat yang
peningkatan CRP, koagulasi, dan gangguan fibrinolisis dapat digunakan dalam menurunkan berat badan adalah
dalam memprediksi risiko kardiovaskular. sibutramin dan orlistat. Dengan mempertimbangkan
SINDROM METABOLIK 2539

Tabel 3. Penatalaksanaan Sindrom Metabolik


Target dan tujuan terapi Rekomendasiterapi
Faktor risiko gaya hidup Pencegahan jangka panjang penyakit KVR dan pencegahan (terapi) diabetes
melitus tipe 2
Obesitas abdomen
Mengurangi berat badan sebanyak 7% Secara konsisten rnernberikan semangat agar berat badan terjaga / berkurang
hingga 10% selama satu tahun pertarna melalui program keseirnbangan aktivitas fisik, asupan kalori dan modifikasi
terapi. Sesudah itu, teruskan penurunan perilaku formal pang sesuai, bila diperlukan, untuk rnenjaga/mencapai
berat badan sebisa mungkin dengan tujuan lingkar pinggang < 40 inci pada pria dan < 35 inci pada wanita. Mula-mula,
akhir mencapai berat badan yang diinginkan targetkan pengurangan secara perlahan sebanyak %V hingga %I* berat badan
(IMT<25 kg/m2) awal. Penurunan berat bedan yang kecil sekalipun berkaitan dengan rnanfaat
kesehatan yang signifikan.
lnaktivitas fisik
Aktivitas fisik intensitas sedang secara Pada pasien yang sudah menderita penyakit KVR, nilailah risiko dengan riwayat
teratur; setidaknya 30 menit secara kontinu aktivitas fisik yang rinci dan/atau uji latihan fisik, sebagai petunjuk dalarn
maupun intermiten (dan lebih baik bila 2 60 meresepkan. Dorong pasien untuk melakukan aktivitas fisik aerobik intensitas
menit), 5 hari/minggu, tetapi lebih baik lagi sedang selarna 3C sarnpai 60 rnenit: berjalan cepat, sebaiknya setiap hari,
bila setiap hari. ditambah dengan peningkatan aktivitas dalam gaya hidup sehari-hari (yakni
menaiki tangga pedometer, berjalan saat istirahat kerja, berkebun, mengerjakan
pekerjaan rumah tangga). Waktu latihan yang panjang dapat dicapai dengan
akumulasi latihan fisik yang dilakukan sepanjang hari. Dorong latihan tahanan
(resistance training) 2 hari/minggu. Sarankan program yang diawasi secara
medis untuk pasien berisiko tinggi (misalnya pasien dengan sindrom koroner
akut atau revaskularisasi, GJK)
Diet aterogenik
Mengurangi asupan lemak jenuh, lernak Rekomendasi: lemak j e n ~ h< 7% kalori total; kurangi lernak trans; kolesterol
trans dan kolesterol dalam diet < 200 mg/dL; lernak total 25% hingga 35% kalori total. Sebagian
besar diet lemak sebaiknjla berupa lemak tidak jenuh; gula sederhana harus
dibatasi.
Faktor risiko metabolik Pencegahanjangka pendek terhadap penyakit KVR atau terapi diabetes melitus
tipe 2
Dislipidemia aterogenik
Target primer:
LDL-C meningkat (lihat tabel 4 untuk LDL-C meningkat (lihat Tibel 4 untuk rinciannya)
rinciannya)
Target sekunder: non-HDL-C meningkat
non-HDL-C meningkat
Pasien risiko tinggi*: Mengikuti strategi di Tabel 4 untuk mencapai target LDL-C
< 130 mg/dL (3,4 mmol/L) {pilihan: < 100 Pilihan pertarna untuk mencapai target non-HDL-C: Perkuat terapi penurunan
mg/dL) [2,6 rnmol/L] untuk pasien yang LDL
berisiko sangat tinggit) Pilihan kedua untuk mencapai target non-HDL-C: Tambahkan fibrat [lebih
disukai fenofibrat] atau asam nikotinat bila kadar non-HDL-C tetap relatif tinggi
setelah terapi dengan obat penurun LDL diberikan

Pasien berisiko tinggi-sedang*: < I 6 0 mg/ Beri saran untuk menambah fibrat atau asarn nikotinat pada pasien berisiko
dL (4,l mmol/L) tinggi

Pilihan terapi: < I 3 0 mg/dL (3,4 mrnol/L) Beri saran untuk menghindari penambahan fibrat atau asam nikotinat pada
pasien berisiko tinggi sedang atau pasien berisiko sedang

Pasien berisiko sedangS: < 160 rng/dL (4,l Semua pasien: Bila TG 2 500 mg/dL, mulai dengan fibrat atau asam nikotinat
mmol/L) {sebelum terapi penurun LDL; terapi non-HDL-C untuk mencapai tujuan setelah
memberikan terapi menurunkan TG]
Pasien berisiko rendahl): < I 9 0 mg/dL (4,9
mmol/L)
2540 SINDROM METABOLIK, DISLIPEMIA, OBESITAS

Target tersier: HDL-C berkurang


HDL-C berkurang Maksinialkan terapi gaya hidup: penurunan berat badan dan peningkatan
Tidak ada target spesifik: tingkatkan HDL-C aktivitas fisik
sebisa mungkin disertai terapi standar Pertimbangkan menambahkan fibrat atau asam nikotinat setelah terapi
dislipidemia aterogenik obat penurun LDL-C sebagaimana telah disebutkan untuk non-HDL-C yang
meningkat
TD meningkat
Turunkan TD serendah mungkin hingga Untuk TD 2 120180 mmHg: awali atau jaga modifikasi gaya hidup pada semua
setidaknya mencapai TD <I40190 mmHg pasien dengan sindrom metabolik: pengendalian berat badan, meningkatkan
(atau < I30180 mmHg bila terdapat diabetes). aktivitas fisik, meredam kebiasaan alkohol, pengurangan kadar garam dan
Kurangi TD lebih lanjut sebisa mungkin merekankan banyak makan buah dan sayuran segar, dan produk-produk
melalui perubahan gaya hidup susu rendah lemak
Untuk TD? 140190 mmHg (atau 2 I30180 mmHg untuk individu dengan penyakit
ginjal kronik atau diabetes); Bila dapat ditoleransi, tambahkan pengobatan
tekanan darah sebagaimana diperlukan untuk mencapai TD target
Kadar glukosa meningkat Untuk GDPT, dorong semangat untuk menurunkan berat badan dan
Untuk GDPT, tunda perkembangan ke arah meningkatkan aktivitas fisik
diabetes melitus tipe 2. Untuk diabetes, U n t ~ diabetes
k melitus tipe 2, bila perlu, terapi gaya hidup dan farmakoterapi
hemoglobin A, < 7,0% perlu dipakai agar HbAIC mendekati normal (< 7%).
Modifikasi faktor-faktor risiko lainnya dan modifikasi perilaku (yakni obesitas
abdominal, inaktivitas fisik, TD meningkat, abnormalitas lipid)
Kondisi Protrombotik Pasien-pasien berisiko tinggi: mulai dan teruskan terapi aspirin dosis rendah;
Kurangi faktor-faktor risiko trombotik dan pada pasien dengan KVRAS, pertimbangkan klopidogrel bila aspirin merupakan
fibrinolitik korrtraindikasi.
Pasen berisiko tinggi sedang: pertimbangkan profilaksis aspirin dosis rendah
Kondisi proinflamasi Rekomendasi: tidak ada terapi spesifik yang melebihi terapi gaya hidup
TG menunjukkantrigliserida; TD, tekanan darah, KVR, penyakit kardiovaskular; GJK, gagal jantung kongestif; IMT, indeks massa tubuh,
GDPT, glukosa darah puasa terganggu dan KVRAS, penyakit kardiovaskular aterosklerotik
* Pasien berisiko tinggi adalah pasien dengan diagnosis KVRAS, diabetes, atau risiko 10 tahun terhadap penyakit jantung koroner >
20%. Untuk penyakit serebrovaskular, kondisi berisiko tinggi meliputi TIA atau stroke yang berasal dari karotid atau stenosis karotid
> 50%
tPasien berisiko sangat tinggi adalah pasien yang cenderung menderita kejadian KVR dalam beberapa tahun mendatang, dan diagnosis
bergantung pada penilaian klinis. Faktor-faktor yang dapat turut berkontribusi pada risiko sangat tinggi ini meliputi sindrom
koroner akut yang baru saja terjadi, dan diagnosis penyakit jantung koroner + salah satu dari ha1 berikut ini: faktor-faktor risiko
mayor multipel (terutama diabetes), faktor-faktor risiko berat dan terkontrol buruk (terutama kebiasaan merokok sigaret yang terus
berlanjut) dan sindroma metabolik.
SPasien berisiko tinggi-sedang adalah pasien dengan risiko 10 tahun terhadap penyakit jantung koroner sebesar 10% hingga 20%.
Faktor-faktor yang rnendukung pilihan terapi non-HDL-C < 100 mgldL adalah faktor-faktor yang dapat meningkatkan individu hingga
masuk ke kisaran atas risiko tinggi sedang meliputi: faktor-faktor risiko mayor multipel, faktor-faktor risiko berat dan terkontrol
buruk (terutama kebiasaan merokok sigaret yang brus berlanjut), sindroma metabolik dan penyakit aterosklerotik subklinis yang
nyata (yaitu ketebalan kalsium koroner atau lapisan media tunika intirna karotid > persentil ke-75 yang sesuai dengan usia dan
jenis kelamin).
Q: Pasien berisiko sedang adalah pasien dengan 2 atau lebih faktor risiko mayor dan risiko 10 tahun < 10%
11 Pasien berisiko rendah adalah pasien dengan faktcr risiko mayor 0 atau 1 dan risiko 10 tahun < 10%
Dikutip dari Grundy et al. Diagnosis and managemen?of metabolic syndrome. Circulation 2005

peranan otak sebagai regulator berat badan, sibutramin memperbaiki konsentrasi trigliserida dan kolesterol HDL.
dapat menjadi pertimbangan walaupun tanpa Terapi pembedahan dapat dipertimbangkan pada pasien-
mengesampingkan kemungkinan efek samping yang pasien yang berisiko serius akibat obesitasnya.
mungkin timbul. Cara kerjanya d i sentral memberikan efek
mengurangi asupan energi melalui efek mempercepat Hipertensi
rasa k e n y a n g d a n m e m p e r t a h a n k a n p e n g e l u a r a n Hipertensi merupakan faktor risiko penyakit kardiovaskular.
energi setelah berat badan turun dapat memberikan Hipertensi juga mengakibatkan mikroalbuminuria
efek tidak hanya untuk penurunan berat badan namun yang dipakai sebagai indikator independen morbiditas
juga mempertahankan berat badan yang sudah turun. kardiovaskular pada pasien tanpa diabetes atau hipertensi.
Demikian pula dengan efek metabolik, sebagai efek dari Target tekanan darah berbeda antara subyek dengan D M
penurunan berat badan pemberian sibutramir setelah dan tanpa DM. Pada subyek dengan D M dan penyakit
24 minggu yang disertai dengan diet dan aktif tas fisik, ginjal, target tekanan darah adalah < 130/80 mmHg,
SINDROM METABOLIK 254 1

sedangkan pada bukan, targetnya < 140/90 mmHg. dalam meregresi hipertrofi ventrikel kiri dibandingkan
Untuk mencapai target tekanan darah, penatalaksanaan dengan penghambat beta adrenergik, diuretik d a n
tetap diawali dengan pengaturan diet dan aktifitas fisik. antagonis kalsiurn. Valsartan, suatu penghambat reseptor
Peningkatan tekanan darah ringan dapat diatasi dulu angiotensin, dapat rnengurangi mikroalbuminuria yang
dengan upaya penurunan berat badan, berolah raga, diketahui sebagai faktor risiko independen ka~diovaskular.
menghentikan rokok dan konsumsi alkohol serta banyak Beberapa studi menyarankan pemakaian ACE inhibitor
rnengkonsumsi serat. Narnun apabila rnodifikasi gaya sebagai lini pertama pada penyandang hipertensi dengan
hidup sendiri tidak marnpu mengendalikan tekanan darah sindrorn metabolik terutama bila ada DM.Angiotensin
maka dibutuhken pendekatan medikarnentosa untuk receptor blocker (ARB) dapat digunakan apabila tidak
rnencegah komplikasi seperti infark miokard, gagal ginjal toleran terhadap ACE inhibitor. Meski pemakaian diuretik
kronik dan stroke. tidak dianjurkan pada subyek dengan gangguan toleransi
Dalarn suatu penelitian rneta-analisis didapatkan glukosa, namun pemakaian diuretik dosis rendah yang
bahwa enzirn pengkonversi angiotensin dan penghambat dikornbinasi dengan regimen lain dapat lebih bermanfaat
reseptor angiotensin mempunyai manfaat yang bermakna dibandingkan efek sampingnya.

Tabel 4. Kolesterol LDL sebrgai Target Tempi Utama pada subyek dengan ~ t h e ~ s c ( ) ~ ~ Qbpose
~ o ~ ~ , ~ $ ~
i
(ASCVD)
Tujuan Terapi Rekomendasi Terapi
Pasien berisiko tinggi*: < 100 mg/dL (2,6 mmol/L) Pasien berisiko tinggi: terapi gaya hidupt ditambah obat penurun LDL-C
(untuk pasien berisiko sangat tinggi* dalam kategori untuk mencapai target yang direkomendasikan.
ini, target lainnya < 70 mg/dL) Bila kadar LDL-C dasar L 100 mg/dL, mulailah terapi obat penurun
LDL.
Bila dalam pengobatan kadar LDL-CL 100 mg/dL, tingkatkan terapi obat
penurun LDL (mungkin memerlukan kombinasi obat penurun LDL)
Bila kadar LDL-C dasar < 100 mg/dL, mulai terapi penurun kadar LDL
berdasarkan penilaian klinis (yakni penilaian yang menunjukkan bahwa
pasien termasuk yang berisiko sangat tinggi)
Pasien berisiko tinggi-sedangS: < 130 mg/dL (3,4 Pasien berisiko tinggi-sedang: terapi gaya hidup + terapi obat penurun
mmol/t) (untuk pasien berisiko lebih tinggilll dalam LDL bila dibutuhkan untuk mencapai target yang direkomendasikan bila
kategori ini, target lainnya adalah < 100 mg/dL (2,6 kadar LDL-C 2 130 mg/dL (3,4 mmol/L) setelah terapi gaya hidup
mmol/L) Bila kadar LDL-C adalah 100 hingga 129 mg/dL, terapi penurun LDLdapat
dimulai saat risiko pasien dinilai berada di kisaran atas dari kategori
risiko tersebut
Pasien berisiko sedangll: < 130 mg/dL (3,4 Pasien berisiko sedang: terapi gaya hidup + obat penurun LDL-C bila
mmol/L) dibutuhkan untuk mencapai target yang direkomendasikan ketika kadar
LDL-C 2 160 mg/dL (4,l mmol/L) setelah terapi gaya hidup diberikan
Pasien berisiko rendah#: < 160 mg/dL (4,9 Pasien berisiko rendah: terapi gaya hidup + obat penurun LDL-C bila
mmol/L) dibutuhkan untuk mencapai target yang direkomendasikan ketika kadar
LDL-C 2 190 mg/dL setelah terapi gaya hidup (untuk kadar LDL-C 160
hingga 189 mg/dL, obat penurun LDL bersifat opsional)
*Pasien berisiko tinggi adalah pasien dengan diagnosis ASCVD, diabetes atau risiko 10 tahun penyakitjantung koroner > 20%. Untuk
penyakit serebrovaskular, kondisi risiko tinggi meliputi transient ischemic attack atau stroke yang berasal dari karotid atau stenosis
karotid 50%
tTerapi gaya hidup meliputi penurunan berat badan, peningkatan aktivitas fisik, dan diet antiaterogenik (lihat Tabel 3 untuk
rinciannya).
* Pasien berisiko sangat tinggi adalah pasien yang cenderung menderita kejadian KVR mayor dalam beberapa tahun mendatang,
dan diagnosis tergantung pada penilaian klinis. Faktor-faktor yang dapat turut berkontribusi pada risiko sangat tinggi ini termasuk
sindrom koroner akut yang baru saja terjadi, dan diagnosis penyakitjantung koroner + salah satu dari ha1 berikut ini: faktor-faktor
risiko mayor multipel (terutama diabetes), faktor-faktor risiko berat dan terkontrol buruk (terutama kebiasaan merokok sigaret yang
terus berlanjut) dan faktor risiko multipel dari sindroma metabolik.
SPasien berisiko tinggi-sedang adalah pasien dengan risiko 10 tahun penyakit jantung koroner sebesar 10% hingga 20%
IIFaktor-faktor yang dapat meningkatkan individu hingga masuk ke kisaran risiko tinggi sedang meliputi: faktor-faktor risiko mayor
multipel, faktor-faktor risiko berat dan terkontrol buruk (terutama kebiasaan merokok sigaret yang terus berlanjut), sindroma
metabolik dan penyakit aterosklerotik subklinis yang nyata (yaitu ketebalan kalsium koroner atau lapisan media tunika intima
karotid > persentil ke-75 yang sesuai dengan usia dan jenis kelamin)
lIPasien berisiko sedang adalah pasien dengan 2 atau lebih faktor risiko mayor dan risiko 10 tahun < 10%
#Pasien berisiko rendah adalah pasien dengan faktor risiko mayor 0 arau 1 dan risiko 10 tahun < 10%
SINDROM METABOLIK, DISLIPEMIA, OBESITAS

Gangguan Toleransi Glukosa LDL, untuk kolesterol HDL tidak ada target terapi tertentu,
lntoleransi glukosa merupakan salah satu manifestasi hanya dinaikkan saja. Panduan terapi untuk dislipidemia
sindrom metabolik yang dapat menjadi awal suatu dapat dilihat pada tabel 3.
diabetes melitus. Penelitian-penelitian yang ada
menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara toleransi
glukosa terganggu (TGT) dan risiko kardiovaskular pada KESIMPULAN
sindrom metabolik dan diabetes. Perubahan gaya hidup
dan aktifitas fisik yang teratur terbukti efektif dapat Sindrom metabolik merupakan kumpulan gejala yang
menurunkan berat badan dan TGT. Modifikasi diet secara keberadaannya menunjukkan peningkatan risiko kejadian
bermakna memperbaiki glukosa 2jam pasca prandial dan penyakit kardiovaskular dan diabetes mellitus. Obesitas
konsentrasi insulin. sentral memiliki korelasi paling erat dengan sindrom
Tiazolidindion memiliki pengaruh yang ringan tetapi metabolik dibandingkan dengan komponen yang lain.
persisten dalam menurunkan tekanan darah sistolik Penatalaksanaansindrom metabolik masih mengacu pada
dan diastolik. Tiazolidindion dan metformin juga dapat tiap komponen, sejauh ini belum ada penatalaksanaan
menurunkan konsentrasi asam lemak bebas. Pada Diabetes yang berbeda bila dibandingkan dengan komponen
Prevention Program, penggunaan metformin dapat secara individual.
mengurangi progresi diabetes sebesar 31% dan efektif
pada pasien muda dengan obesitas

Dislipidemia
Dekker JM, Girman C, Rhodes T, Nijpels G, Stehouwer CD, Bouter
Pilihan terapi untuk dislipidemia adalah perubahan gaya
LM, et al. Metabolik sindrom and 10-year cardiovascular
hidup yang diikuti dengan medikamentosa. Namun disease risk in the Hoom Study. Circulation 2005;112(5):666-
demikian, perubahan diet dan latihan jasmani saja tidak 73.
cukup berhasil mencapai target. Oleh karena itu disarankan Eckel R, Krauss R. American Heart Association call to action:
obesity as a major risk factor for coronary heart disease. AHA
untuk memberikan obat berbarengan dengan per~bahan nutrition committee. Circulation 1998;97(21):2099-100.
gaya hidup. Menurut ATP Ill, setelah kolesterol LDL sudah Einhom D, Reaven G, Cobin R, Ford E, Ganda 0 , Handelsman Y,
mencapai target, sasaran berikutnya adalah dislipidemia et al. American college of endocrinology position statement
on the insulin resistance sindrom. Endocr Prac 2003;9(3):237-
aterogenik. Pada konsentrasi trigliserida + 200 mg/dl, 52.
maka target terapi adalah non kolesterol HDL setelat- Ford E, Giles W, Dietz W. Presence of the metabolik sindrom
kolesterol LDL terkoreksi. Terapi dengan gemfibrozil among US adults: findings from the Third National Health
and Nutrition Examination Suivey. JAMA 2002;287:356-9.
tidak hanya memperbaiki profil lipid tetapi juga secara
Grundy S, Cleeman J, Daniels S, Donato K, Eckel R, Franklin 8.
bermakna dapat menurunkan risiko kardiovaskular. Diagnosis and management of the metabolik sindrom. an
Fenofibrat secara khusus digunakan untuk menurunkan American Heart Association/ National Heart, Lung, and
trigliserida dan meningkatkan kolesterol HDL, telah Blood Institute scientific statement. Circulation 2005;112.
Grundy SM, Hansen B, Smith SC, Jr., Cleeman JI, Kahn RA.
menunjukkan perbaikan profil lipid yang sangat efektif dan Clinical management of metabolik sindrom: report of the
mengurangi risiko kardiovaskular. Fenofibrat juga dapat American Heart Association/National Heart, Lung, and
menurunkan konsentrasi fibrinogen. Kombinasi fenofibrat Blood Institute/ American Diabetes Association coilference on
scientific issues related to management. Arterioscler Thromb
dan statin memperbaiki konsentrasi trigliserida, kolesterol
Vasc Biol2004;24(2):e19-24.
HDL dan LDL. Hughes K, Aw T, Kuperan P, Choo M. Central obesity, insulin
Target terapi berikutnya adalah peningkatan apoB. resistance, sindrom X, ipoprotein (a), and cardiovascular risk
Beberapa studi menunjukkan apoB lebih baik dalam in Indians, Malays, and Chinese in Singapore. J Epidemol
Community Health 1997;51:394-9.
menggambarkan dislipidemia aterogenik yang terjadi Indriyanti R, Harijanto T. Optimal cut-off value for obesity: using
dibandingkan dengan konlesterol non HDL sehingga anthropometric indices to predict atherogenic dyslipidemia
menyarankan apoB sebagai target terapi. Meskipun in Indonesian population. In: Tjokroprawiro A, Soegih R,
Soegondo S, Wijaya A, Sutardjo B, Tridjkaja B, et al., editors.
demikian, ATP Ill tetap menyarankan pemakaian kolesterol 3rd National Obesity Symposium (NOS 111) 2004. Jakarta:
non HDL sebagai target terapi mengingat di beberap3 Himpunan Studi Obesitas Indonesia (HISOBI); 2004. p.
tempat, sarana pemeriksaan apoB belum tersedia. 1-13.
Kahn R, Buse J, Ferrannini E, Stern M. The metabolik sindrom:
Apabila konsentrasi trigliserida + 500 mg/dL, maka
time for a critical appraisal Joint statement from the American
target terapi pertama adalah penurunan trigliserida Diabetes Association and the European Association for the
untuk mencegah timbulnya pancreatitis akut. Pada Study of Diabetes. Diabetologia 2005.
konsentrasi trigliserida < 500 mg/dL, terapi kombinasi National Cholesterol Education Program-ATP 111. Executive
summary of the third report of the National Cholesterol
untuk menurunkan trigliserida dan kolesterol LDL dapat Education Program (NCEP) Expert Panel on detection,
digunakan. Berbeda dengan trigliserida dan kolesterol evaluation, and treatment of high blood cholesterol in adults
SINDROM METABOLIK 2543

(adult treatment panel 111).JAMA 2002;285:2846-97.


National Instituteof Health. Clinical gmdelines on the idenhfication,
evaluation, and treatment of overweighty and obesity in
adults: the evidence report. Obes Res 1998;6(suppl 2):51S-
209s.
Nestel P. Nutritional aspect in the causation and management
of the metabolik sindrom. Endocrinol Metab Clin N Am
2004;33:483-92.
Pan W. Metabolik sindrom-an important but complex disease
entity for Asians. Acta Cardiol2002;18:24-6.
Reaven GM. The metabolik sindrom: requiescat in pace. Clin Chem
2005;51(6):931-8.
Sy R, Punzalan F. The prevalence of dyslipidemia, diabetes,
hypertension, stroke and angna pectoris in the I'hilipines.
Phil J Intern Med 2003;163:427-36.
Soegondo S. Hubungan leptin dengan dislipidemia atherogenik
pada obesitas sentral: kajian terhadap small dense low density
lipoprotein. Disertasi 2004.
Tan C, Tai E. Genes, diet and serum lipid concentrations: lessons
. from ethnically diverse populations and their relevance to
their relevance to the coronary hjeart disease in Asia. Curr
Opinion Lipidol 2004;15:5-12.
World Health Organization.Definition, diagnosis,and class~cation
of diabetes mellitus and its comp1ications:report of a WHO
consultation. In: Part 1: diagnosis and classlficationof diabetes
mellitus: WHO; 1999.
Soewondo P, Purnamasari D, Oemardi M, Waspadji S, Soegondo
S. Prevalence of Metabolik Sindrom Using NCEP/ATP I11
Kriteria in Jakarta, Indonesia. The Jakarta Primary Non-
communicable Disease Risk Factor Surveillance 2006.
Unpublished.
Purnamasari. Gambaran Resistensi Insulin Subyek dengan
Saudara Kandung DM tipe 2. Tesis. 2006.
Reilly MP, Rader DJ. The metabolic syndrome: more than the sum
of its part? Circulation 2003;108:1546-51.
Park YW, Zhu S, Palaniappan L, Heshka S, Carnethon MR,
Heymsfield SB. The metabolic syndrome. Prevalence and
associated risk factor findings in the US population from
the Third National Helth and Nutrition Examination Survey
1988-1994. Arch Intern Med. 2003;163:427-36.
PRE DIABETES
Dante Saksono Harbuwono

PENDAHULUAN Kriteria Glukosa darah


(mg/dL)
Diabetes menjadi masalah serius di seluruh belahan bumi.
Jumlah penyandang diabetes meningkat dari tahun ke tahun. Gula Darah Puasa Terganggu 100-125
Indonesia menduduki tempat ke 4 jumlah penyandang (GDPT)
diabetesnya sesudah China, India dan Amerika. Leporan Toleransi Glukosa Terganggu 140-199
prevalensi diabetes di berbagai daerah pada dekade 1980- (TGT)
an menunjukkan sebaran antara 0.8% di Tanah Toraja, 1.7
% di Jakarta. Prevalensi DM meningkat tajam, antara lain
laporan di Jakarta yang menunjukkan peningkatan 300% akan menjadi diabetes tipe 2 dalam kurun waktu 5 tahun
pada tahun 1993 menjadi 5,7% (daerah urban) dan 12,8% pertama.
pada tahun 2001 di daerah suburban Jakarta. A m e r i c a n Diabetes Association (ADA)
Penyandang diabetes mempunyai risiko penyakit merekomendasikan untuk melakukan penapisan pada
jantung dan pembuluh darah, dua sampai empat ka i lebih kelompok umur lebih dari 45 tahun, terutama pada
tinggi dibandingkan tanpa diabetes. Penyandang diabetes mereka yang masuk ke dalam kelompok berat badan
juga mempunyai risiko hipertensi dan dislipidemia yang lebih dan obesitas, dengan menggunakan pemeriksaan
lebih tinggi dibandingkan orang normal. Dengan edanya glukosa puasa dan tes toleransi glukosa oral (TTGO).
peningkatan risiko yang lebih tinggi terhadap morbiditas Sudah tentu penapisan yang dilakukan oleh ADA tersebut
dan mortalitas tersebut, maka perlu berbagai upaya yang tidak sepenuhnya sensitif untuk merekrut penderita pre
lebih agresif pada kelompok risiko diabetes dan penyakit diabetes, untuk itu perlu dilakukan modifikasi untuk
jantung dan pembuluh darah. menjaring pre diabetes pada populasi yang berbeda.
Sesungguhnya, kelainan pembuluh darah yang Berikut ini adalah salah satu modifikasi penapisan pre
terjadi pada pasien diabetes terjadi sebelum diabetesnya diabetes yang lebih baik untuk populasi di Indonesia:
didiagnosis. Kondisi yang mengawali cascade disfungsi Seperti disebutkan di atas, penapisan Pre-diabetes
vascular adalah terjadinya resistensi insulin pada kondisi sesungguhnya penapisan merupakan faktor risiko yang
yang disebut pre diabetes. berhubungan dengan sindrom metabolik. Pada pasien
Pre-diabetesadalah kondisi abnormalitas metatolisme dengan pre diabetes, target terapinya adalah menurunkan
glukosa yang ditandai dengan peningkatan gula darak, risiko menjadi diabetes dan penyakit kardiovaskular.
puasa (yang disebut Gula Darah Puasa Terganggu = GDPT) Reaven untuk pertama kalinya mengemukakan
dan/atau peningkatan gula darah post-pandrial (yang hipotesis resistensi insulin dikaitkan dengan penyakit
disebut Toleransi Glukosa Terganggu=TGT).GDPT dan TGT jantung dan pembuluh darah dikaitkan dengan hipertensi,
ditegakkan berdasarkan kriteria sebagai berikut: dislipidemia dan diabetes pada kelompok populasi yang
GDPT disebabkan karena peningkatan hepatik sebenarnya adalah kelompok pre diabetes. Setelah itu
glukoneogenesis dan penurunan fungsi par kreas. berbagai kriteria diajukan untuk mensimulasi kumpulan
Sedangkan TGT lebih banyak disebabkan karena resistensi gejala yang berkaitan dengan resistensi tersebut, antara
insulin. Kurang lebih 30-40% pasien dengan pre diabetes lain disampaikan dalam bentuk terminologi yang
DIAGNOSIS DAN PENGELOLAAN LUPUS ERITEMATOSUS SlSTEMlK 3373

nefrotik. Target terapi menurut Guidelines American 7. N e m o n i t o r toksisitas kortikosteroid, dan agen
HeartAssociation (AHA) adalah kolesterol serum < 180 sitotoksik dengan parameter berikut: tekanan darah,
mg/dL, risiko kardiovaskular pada pasien dengan SLE pzmeriksaan darah lengkap, trombosit, kalium, gula
masih meningkat pada kolesterol serum 200 mg/dL. darah, kolesterol, fungsi hati, berat badan, kekuatan
Pasien lupus dengan hiperlipidemia yang menetap otot, fungsi gonad, dan densitas massa tulang. Hal ini
diobati dengan obat penurun lemak seperti HMG dimonitor sesuai dengan situasi klinis.
Co-A reductase inhibitors 8. Pasien dianjurkan untuk menghindari salisilat dan obat
5. Deteksi dini dan terapi agresif terhadap infeksi pada aitiinflamasi non steroid, karena dapat mengganggu
pasien lupus, karena infeksi merupakan penyebab 20% fungsi ginjal, mencetuskan edema dan hipertensi
kematian pada pasien SLE serta meningkatkan risiko toksisitas gastrointestinal
6. Pasien lupus yang mendapat kortikosteroid, diperlukan (apalagi bila dikombinasi dengan kortikosteroid dan
penilaian risiko osteoporosis. Pemberian kalsium bila obat imunosupresan lainnya). Bila sangat diperlukan,
memakai kortikosteroid dalam dosis lebih dari 7,5 mg/ maka diberikan dengan dosis rendah dan dalam waktu
hari dan diberikan dalam jangka panjang. Suplemen s ngkat, dengan pemantauan yang ketat.
vitamin D, latihan pembebanan yang ditoleransi, 9. Kehamilan pada pasien lupus nefritis aktif harus
obat-obatan seperti kasitonin bila terdapat gangguan ditunda mengingat risiko morbiditas dan mortalitas
ginjal, bifosfonat (kecualiterdapat kontraindikasi) atau t a g i ibu dan janin, termasuk kejadian gagal ginjal
rekombinan PTH perlu diberikan. juga meningkat.

Derajat Histologi/Gambaran Klinis lnduksi Pemeliharaan


Proliferatif
Ringan Mesangial LN Dosis tinggi kortikosteroid (0,s-1 rng/ Dosis rendah kortikosteroid(rnis
Fokal proliferative LN tanpa faktor kg/hr prednison selarna 4-6 rninggu Prednison (0,125 rng/kg selang
buruk prognostik kernudian secara bertahap diturunkan sehari atau ditarnbah AZA (1-2
dalarn 3 bulan sarnpai 0,125 rng/kg rng/kg/hr) Pertirnbangkan penu-
selang sehsri) bila tidak rernisi dalarn runan bertahap lebih lanjut.
3 bulan atau aktivitas penyakit rnen-
ingkat dalarn tapering kortikosteroid,
tarnbahkan obat imunosupresi lain
Dosis rendah CYC (500 rng) setiap 2
minggu selarna 3 bulan
MMF (2-3 gr/hari) minimal 6 bulan
AZA (1-2 rng/kg/hari) minimal 6 bulan
Bila tidak ada renisi setelah terapi
6-12 bulan, ganti terapi lain
Sedang Fokal proliferatif LN tanpa faktor Pulse CYC saja atau kombinasi dengan Pulse CYCper tiga bulan selarna
buruk prognostik pulse MP untuk 6 bulan pertarna (To- 1 tahun setelah rernisi
Difus proliferatif LN, tidak rnemenuhi tal & pulse). Kortikosteroid 0,s rngl AZA (1-2 rng/kg/hari)
kriteria penyakit berat kg/hari selama 4 mingu, kemudian Bila remisi setelah 6-12 bulan,
di kurangi MMF diturlinkan 1, 0 gr/liari 2x
Dosis rendah CYC (500 rng) setiap perhari selarna 6-1 2bulan. Per-
2 rninggu selarna 3 bulan dengan tirnbangkan untuk menurunkan
kortikosteroidseperti diatas. dosis setiap akhir tahun bila
MMF (3 g/hari)(Atau AZA) dengan rernisi atau ganti ke AZA
kortikosteroid seperti diatas. Bila
tidak ada rernisi setelah 6-12 bulan
pertama, ganti terapi lain.
Berat Histologi apapun dengan fungsi - Pulse CYC bulanan kornbinasi den- Pulse CYC setiap 3 bulan selama 1
renal abnormal (Kreatinin meningkat gan pulse MP selerna 6-12 bulan. tahun setelahlrernisi, atau1Azathio-
minimal 30%) Bila tidak ada respon, pertirnbangkan prine ( I-2 mg/kg/hari), MMF (2-3 gr/
Difus proliferativeLN dengan rnultipel MMF atau rituxirnab hari). Optimallerapi MMF atau AZA
faktor prognostik yang buruk 'tidak di'ke&hui.'.~irebmendasikan
Mixed membranous dan proliferatif rnenggunakan minimal 1 tahun
(fokal atau difus) histologi setelah remisi,komplit. Setelah
F i b r i n o l d nekrosi's/cresen diarnbil Ee~utusanuntuk rneng-
>25%glomerulus hentikan obat, maka obat ditappering
Aktivitas dan kronisitas index yang secara ktiahap dengan monitoring
tinggi yang ketat terhadap pasien.
Penyakit yang rnoderat tidak respon
sterhadap terapi.
3374 LUPUS ERITEMATOSUS DAN SINDROM ANTlBODl ANTIFOSFOLIPID

Membranous
Ringan Non nefrotik proteinuria dan fungsi - Dosis tinggi kortikosteroid saja atau Dosis rendah kortikosteroid saja
ginjal normal kornbinasi dengan AZA atau dengan AZA
Sedangl Nefrotik proteinuria atau fungsi ginjal . Pulse CYC per 2 bulan selarna 1 tahun Dosis rendah kortikosteroid
berat abnormal (peningkatan kreatinin serum (7 pulse) AZA
lebih 30%)
Cyclcsporine A (3-5 rnglkglhari) selarna MMF (1 -2 grlhari)
1 tahun dan selanjutnya diturunkan
bertahap
MMF (2-3 grlhari) selarna 6-12 bulan
AZA, azathioprine; CYC, cyclophospharnide; LN, lupus refritis; MMF, rnycophenolate rnofetil
Karakteristik pasien dengan faktor prognostik buruk adalah:
Ras hitarn, azoternia, anemia, sindrorn anti fosfolipid, gagal terhadap terapi irnunosupresi awal, dan kekarnbuhan dengan
perburukan fungsi ginjal.

Protokol pulse siklofosfamid dapat mengacu pada based medicine pada masalah ini hanya berlaku pada
ketentuan dari NIH atau Euro-lupus nephritis p r o t o ~ o l . ~ ~ . ~penggunaan
~ anti inflamasi non-steroidal (OAINS) dan
Lihat lampiran 3 di bawah ini. meth~trexate.~'
Pada pemakaian OAINS dimana akan terjadi pengika-
tan terhadap COX1 secara permanen, dan dampak pada
VAKSlNASl PENYAKIT L A I N PADA SLE trombosit, maka obat-obatan ini harus dihentikan sebelum
tindakan operatif dengan lama 5 (lima) kali waktu paruh.
1. Pasien SLE memiliki risiko tinggi untuk terjadi infeksi Sebagai contoh ibuprofen dengan masa waktu paruh
2. Vaksinasi pada pasien SLE aman, kecuali vaksin 2,5 jam, maka 1 hari sebelum tindakan operatif tersebut
hidup harus dihentikan. Sedangkan naproxen perlu dihentikan
3. Efikasi vaksin lebih rendah pada pasien SLE 4 (empat) hari sebelum operasi karena masa waktu paruh
dibandingkan dengan orang sehat, tetapi proteksinya selama 15 jam. Kehati-hatian perlu dilakukan pada OAINS
cukup baik. dengan waktu paruh lebih ~ a n j a n g . ~ ~
Penggunaan steroid masih mengundang banyak
Tidak ada panduan khusus pemberian vaksinasi pada
kontroversi. Pada pasien dengan dosis steroid yang telah
penderita Lupus, namun pada tahun 2002 British Societyfor
lama digunakan, dosis setara 5mg prednison per harimaka
Rheumatology menerbitkan panduan praktis penggunaan
obat tersebut dapat tetap diberikan dan ditambahkan
vaksin hidup bagi penderita dengan imunodepresiS9:
dosisnya pra pera at if.^^
1. Vaksin hidup yang dilemahkan merupakan kontra-
Rekomendasiakan dosis steroid perioperatif ditentukan
indikasi untuk pasien dalam terapi imunosupresi
berdasarkanjenis operasi dan tingkat keparahan penyakit.
2. Setelah mendapat vaksinasi hidup yang dilemahkan,
Tabel dibawah ini dapat dipakai sebagai acuan pemberian
t u n g g u 4 m i n g g u sebelum memulai terapi
steroid perioperatif.
imunosupresi
Pemakaian disease modifying anti-rheumatic drugs
3. Terapi steroid pada dosis minimal 20 mg/hari mem-
(DMARDs) belum banyak kesepakatan kecuali methotrexate.
punyai efek imunosupresif sampai sesudah 2 minggu.
Pemberian IMethotrexate dapat dilanjutkan kecuali pada
Yang termasukvaksin hidup yang dilemahkan adalah: usia lanjut, insufisiensi ginjal, DM dengan gula darah tidak
vaksin polio oral, varicella, vaksin influenza hidup yang terkontrol, penyakit hati atau paru kronik berat, pengguna
dilemahkan, vaksin tifoid oral, bacillus Calmette-Guerin alkohol, pemakaian steroid di atas 1Omg/hari. Pada kondisi
(BCG), dan measles-mumps-rubella (MMR). demikian maka obat ini dihentikan 1 minggu sebelum dan
Vaksin influenza rekombinan, pneumokokus dan sesudah tindakan operatif. Leflunomide harus dihentikan
hepatitis B dilaporkan aman bagi penderita SLE.70 2 minggu sebelum operasi dan dilanjutkan kembali 3 hari
sesudahnya. Sulfasalazine dan azathioprine dihentikan
Pengelolaan Perioperatif pada Pasien dengan 1 hari sebelum tindakan dan dilanjutkan kembali 3
SLE hari setelahnya. Klorokuinl hidroksiklorokuine dapat
Banyak pertanyaan yang muncul apabila pasien dengan dilanjutkan tanpa harus dihentikan. Agen biologi seperti
SLE akan dilakukan tindakan operatif. Fokus perhatian etanercept, infliximab, anakinra, adalimumab dan rituximab
dilontarkan seputar penyembuhan luka, dan kekambuhan pada umumnya masih kurang dukungan data. Dianjurkan
serta menyangkut penggunaan berbagai obat yang secara untuk menghentikannya 1 minggu sebelum tindakan dan
rutin atau jangka panjang digunakan pasien. Evidence dilanjutkan lagi 1-2 minggu setelah tindakan.76
DIAGNOSIS DAN PENGELOLAAN LUPUS ERITEMATOSUS SISTEMIK 3375

Tabel 12. Rekomendasi ~uplement.asiKartikosteroid


Stres Medis atau operasi Dosis Kortikosteroid
Minor 25 m g hidrokortisone atau 5 m g metilprednisolone intravena pada hari
Operasi hernia inguinalis prosedur
Kolonoskopi
Demarn ringan
Mual muntah ringan sedang
Gastroenteritis
Sedang 50-75 mg hidrokortisone atau 10-1 5 mg metilprednisolone intravena pada hari
Kolesistektorni prosedur, diturunkan secara cepat dalam 1 - 2 hari ke dosis awal atau
Hemikolektorni Dosis steroid yang biasa digunakan ditarnbah + 25rng Hidrokortisone saat induksi
Demam yang tinggi +100mg hidrokortisone/hari
Pneumonia
Gastroenteritis berat
Berat 100-150 rng hidrokortison atau 20-30 rng metilprednisolon intravena pada hari
Operasi kardio toraks mayor prosedur diturunkan dengan cepat dalam 1 - 2 hari ke dosis awal.
Prosedur Whipple
Reseksi hepar
Pancreatitis
Kondisi kritis 50 mg hidrokortison intravena setiap 6 jam dengan 50 pg fludrokortisone /hari
Syok septik selama 7 hari
Hipotensi yang disebabkan oleh sepsis

*Table is a replication of that published by Coursin and Wood7$with 9 minor adaptation for the critically ill based on the
subsequent publication by Annane et al. 75

Tabel 13. ~kko-mdhdasi~eiiilkbnAWLdan-Monitoring Sistemik Lupus Eritematbus "51


Riwayat penyakit dan evaluasi sistem organ
Sakit sendi dan bengkak, fenornena raynoud
Fotosensitif, ruam dan rambut rontok
Sesak nafas, nyeri dada pleuritik
Gejala urnurn (kelelahan, depresi, demam, berubahan berat badan)
Perneriksaan fisik
Ruam (akut, subakut, kronis, nonspesifik, lainnya), alopesia, ulkus pada rnulut atau nasal
Lymphadenopathy, splenornegali, efusi pericardial atau pleural
Pemeriksaan funduskopi, edema
Gambaran klinis lain seperti yang diternukan pada riwayat penyakit dan gejala.
Pencitraan dan test laboraoriurn
Hernatologi*
Kimia darah*
PT/PTT, sindrorn antifosfolipid
Analisa urin
Serologi (ANA, ENA terrnasuk anti-dsDNA,'kornplernen 3
Rontgen thorax
EKG
Pemeriksaan lain yang didapat dari riwayat sakit dan gejala.
lndeks aktivitas penyakit (dari setiap kunjungan atau dari setiap peeubahanterapi)
Efek sarnping terapi
*Setiap 36- bulan bila stabil
' Setiap 36- bulan pada pasien dengan penyakit ginjal aktif.
ANA, antinuklear antibodi; EKG, elektrokardiograrn; ENA, extractable nuklear antigen; PT/PTT, protrombin time/partial tromboplastin
time; SI-ICC, Systemic Lupus International Collaborating Clinics.
3376 LUPUS ERITEMATOSUSDAN SINDROM ANTIBODI ANTIFOSFOLIPID

REFERENSI 23. Calvo-AlenJ, Bastian HM, Straaton KV, Burgard SL, Mikhail
IS, AlarconGS. Identification of patients subsets among those
1. Wallace DJ, Hahn BH, editors. Duboi's lupus erythematosus. presumptively diagnosed with, referred, and/or followed
5th ed. Baltimore: William & Wilkins. 1997: up for systemic lupus erythematosus at a large tertiary care
2. Lahita RG, ed. Systemic Lupus erythematosus, 3rd ed. San centre. Arthritis Rheum 1995;38:1475-84
Diego: Academic Press. 1998: 24. Guzman J, Cardiel MH, Arce-salinas, et al. Measurement of
3. Schur P, ed. The clinical management of systemic lupus disease activity in systemic lupus erythematosus. Respective
erythematosus, 2nd ed. Philadelphia: Lippincott. 1906: validation of 3 clinical indices. J Rheumatol 1992;19:1551-
4. Koopman WJ,. Arthritis and Allied conditions. 13th ed. 1558
Baltimore: William & Wilkins. 1997: Hoes JN, Jacobs JWG, Boers M, Boumpas D, Buttgereit F,
5. Klippel JH, Dieppe PA, editors. Rheumatology. London: Caeyers N, et all. EULAR evidence based recommendations
Mosby. 1998: on the management of systemic glucocorticoid therapy in
6. Klippel JH, ed. Primer on the rheumatic diseases. 12th ed. rheumatic diseases. Ann Rheum Dis,2007; 66: 1560-1567
Atlanta: Arthritis Foundation. 2001:329-334 Buttgereit F, Da Silva JAP, Boers M, Burmester G-R, Cutolo M,
7. Tan EM, Cohen AS, Fries JF, Masi AT, McShene DJ, Jacobs J et all. Standardised nomenclature for glucocorticoid
Rothfield NF, et al. The 1982 revised criteria :or the dosages and glucocorticoid treatment regimens: current
classification of systemic lupus erythematosus. Arthritis questions and tentative answers in rheumatology. Ann
Rheum 1982;25:1271-7 Rheum Dis 2002;61:718-22
8. Kelley WN, Harris ED, Ruddy S, Sledge CB, editors. Textbook Jacobs J.W.G, Bijlsma J.W.J.Glucocorticoid therapy. Kelly's
of rheumatology. 5th ed. Philadelpha: WB Sanders. 1997 Textbook of Rheumatology.Saunders Philadelphia; 2009:
9. Hochberg Mc. Updating the American College of 863-81
Rheumatology revised criteria for the classification of Kirwan JR. Systemic glucocorticoids in rheumatology. In
systemic lupus erythematosus [letter]. Arthrituis Rheum Practical Rheumatology. Third Edition. Mosby Elsevier Ltd.
1997;40:1725 2004; 121-5
10. American College of Rheumatology Ad Hoc Comrnzttee on Nieman LK, Kovacs W, Pharmacologic use of glucocorticoid.
systemic lupus erythematosus gidelines. Arthritis Rheum UpToDate 2010
1999;42(9):1785-96 Steinberg AD, Steinberg SC. Long term preservation of renal
11. ~acobsenS, Petersen J, Ullman S, Junker P, Voss A, Rasrnussen function in patients with lupus nephritis receiving treatment
JM, et al. Mortality and causes of death of 513 Danish patients that includes cyclophosphamide versus those treated with
with systemic lupus erythematosus. Scand J Rheumatol. prednisone only. Arthritis Rheum 1991;34:945-50
1999;28(2):75-80. Gourley MF, Austin HA 111, Scott D, Yarboro CH, Vauehan "
12. Paton NI, Cheong I, Kong NC, Segasothy M. Mortality EM, MI& J, et al. Methylprednisolone and cyclophosphamide,
in Malaysians with systemic lupus erythematosus. Med J alone or in combination, in patients with lupus nephritis: a
Malaysia. 1996;51(4):437-441. randomized, controlled triaf. Ann Intern id 1998;125:549-
13. Mok CC, Lee KW, Ho CT, Lau CS, Wong RW. A prospective 57.
study of survival and prognostic indicators of systemic Wallace DJ, Hahn BH, Klippel JH.Lupus nephritis In.:Wallace
lupus erythematosus in a southern Chinese population. DJ, hahn BH. Editors. Duboi's lupus erythematosus, 5th ed.
Rheumatology (Oxford). 2000;39(4):399-406. Philadelphia: Williams & Wilkins. 1997:1053-1065.
14. Kasitanon N, Louthrenoo W, Sukitawut W, Vichamun R. Boumpas DT, Fessler BJ, Austin HA 111, Balow JE, Klippel
Causes of death and prognostic factors in Thai patier-ts with JH, Lockshin MD. Systemic lupus erythematosus: emerging
systemic lupus erythematosus. Asian Pac J Allergy Imrnunol. concepts. Part 2. Dermatologic and joint disease, the
2002;20(2):85-91. antiphospholipid antibody syndrome, pregnancy and
15. Blanco FJ, G6mez-ReinoJJ, de la Mata J, Corrales A, Rodrfguez- hormonal therapy, morbidity and mortality, and pathogenesis.
Valverde V, Rosas JC, et al. Survival analysis of 306 European Ann Intern Med 1995;123:42-53.
Spanishpatients with systemic lupus erythematosus. Lupus. Hahn BH, Kantor OS, Osterland CK. Azathiprine plus
1998;7(3):159-163. prednisone versus prednisone alone in the treatment of
16. Abu-Shakra M, Urowitz MB, Gladman DD, Gcugh J. systemic lupus erythematosus: a report of a prospective,
Mortality studies in systemic lupus erythematosus. Results controlled trial in 24 patients. Ann Intern Med 1975;85:597-
from a single center. I. Causes of death. J Rheumatol. 605.
1995;22(7):1259-1264. Ntali S, Tzabakakis M, Bertsias G, Boumpas DT. What's new
17. Abu-Shakra M, Urowitz MB, Gladman DD, Gcugh J. in clinical trials in lupus. Int J Clin Rheum. 2009;4(4):473-
Mortality studies in systemic lupus erythematosus. Results 485.
from a single center. 11. Predictor variables for moryality. J Van Vollenhoven RF, Engleman EG, McGuire JL.
Rheumatol. 1995;22(7):1265-64. Dehydroepiandrosterone in systemic lupus erythematosus:
18. Urowitz MB, Bookman AAM, Koehler BE, Gordon DA, results of a double blind, placebo-controlled, randomized
Smythe HA, Ogryzlo MA. The bimodal mortality pa~ternof clinical trial. Arthritis Rheum 1995;38:1826-31.
systemic lupus erythematosus. Am J Med 1976;60:221-5 Karpouzas GA, Kitridou RC. The mother in systemic lupus
19. Feng PH, Tan TH. Tuberculosis in patients with systemic erythematosus, In: Wallace DJ, Hahn BH. Editors. Dubois'
lupus erythematosus. hRheum Dis 1982;41(1): 11-4 lupus erythematosus. Philadelphia. Lippincott Williams and
20. Shyam C, Malaviya AN. Infection-related morbi,rlity in Wilkins. 2007:992-1038.
systemic lupus erythematosus: a clinic0 epidemiological Huong D Le T, Wechsler B, Vauther-Brouzes D, Beaufils H,
study from northern India. Rheumatol Int 1996;16(1) 1-3 Lefebvre G, Piette JC. Pregnancy in past or present lupus
21. Kumar A. Indian guidelines on the management of SLE. J nephritis: a study of 32 pregnancies from a single centre. Ann
Indian Rheumatol Assoc 2002;10:80-96 Rheum Dis 2001;60:599-604
22. Kavanaugh A, Tomar R, Reveille J, Solomon DH, Horrburger Ruiz-Irastorza G. Khamashta MA. Lupus and pregnancy: ten
HA. Guideline for clinical use of the antinuclear antibody test questions and some answers. Lupus 2008; 17; 416-420
and test for specific autoantibody to nuclear antigen. Arch BertsiasGK, Ioannidis JPA, BoletisJ, Bombardieri S, Cervera R,
path01 lab med. 2000;124:71-81 Dostal C, et al. EULAR recommendations for the management
DIAGNOSIS DAN PENGELOLAAN LUPUS ERITEMATOSUS SlSTEMlK 3377

of systemic lupus erythematosus (SLE).Report of a TaskForce Rheumatism 1st ed: 2009; 257-68
of the European Standing Committeefor International Clinical Dooley M A. Clinical and laboratory features of lupus
Studies ln;luding ~ h e r a ~ e u t i (ESCISIT).
cs Ann Rheum Dis nephritis. Wallace DJ, Hahn BH, editors. Duboi's lupus
2008;67:195-205 erythematosus. 7th ed. Lippincott William & Wilkins. 2007;
Ostensen, M, Khamashta, M, Lockshin, M, et al. Anti- 1112-30.
inflammatory a n d immunosuppressive d r u g s a n d 3ssiulas 10, Boumpas DT. Clinical Features and Treatment
reproduction. Arthritis Res Ther 2006; 8: 209-227. of Systemic Lupus Erythematosus. In Kelley's Textbook of
Dhar JP. Sokol RJ. Lupus and pregnancy: Complex yet Rheumatology. 8th ed: 2009; 1263-1300
manageable. Clinical Medicine and Research 2006:4(4):310- Gabor G. lllei, James E. Balow. Kidney involvement in systemic
321 Lupus Erythematosus. Systemic Lupus Erythematosus. A
Brucato, A, Frassi, M, Franceschini, F, et al. Risk of congenital companion to Rheumatology. First Ed. 2007; 336-350
complete heart block in newborns of mothers with anti-Ro/ Houssiau.F.A. Cyclophosphamide in lupus nephritis. Lupus
SSA antibodies detected by counter immuno electrophoresis: 1005;15: 43
a prospective study of 100 women. Arthritis Rheum 2001; 'Naldman M, Appel GB. Update on the treatment of lupus
44: 1832-1835. nephritis. Kidney Intemationa1.2006; 70:1403-1412
Petri M, Kun M, KalunianK et nl. Combined oral contraceptives British Society of Rheumatology (BSR). Vaccination in the
in women with systemic lupus erythematosus. N Engl JMed immunocompromised person: guidelines for the patient
2005; 353: 2550-2558 taking immunosuppressants, steroids and the new biologic
Tincani A. Nuzzo M. Lojacono A, Cattalini M, Meini A. et al. :herapies. BSR; 2002, http://www. rheumat01ogy.0rg.uk/
Review: Contraception in adolescents with systemic lupus :,widelines/ clinical guidelines
erythematosus. Lupus 2007; 16:600-605 Millet A, Decaux 0 , Perlat A, Grosbois B, Jego P. Systemic
Graves M. Antiphospholipid antibodies and thrombosis. lupus erythematosus and vaccination. European Journal of
Lancet 1999;353:1348-43. Internal medicine 2009;20:236-241
Harris N. Antiphospholipid antibodies. In Klippel JH, Dieppe Rosandich PA., Kelley JT, Conna DL. Perioperative
PA, eds. Rheumatology. London:Mosby 1994:6,321-6 management of patients with rheumatoid arthritis in the
Klippel JH, Weyard CM, Wartman RL. Antiphospholipid 2ra of biologic response modifiers. Curr Opin Rheumatol
syndrome. In: Klippel JH, ed. Primer Primer on the rheumatic 16:192-198
diseases. 12th ed. Atlanta: Arthritis Foundation. 2001:423-6 Kuwajerwala NK, Reddy RC. Kanthimathinathan VS,
Sammaritano LR. Uptodate: Antiphospholipid antibodies. J Siddiqui RA. Perioperative Medication Management. http://
Clin Rheum 1997;3:270-78. emedicine.medscape.com/article/284801-overviewaccess at
Devine, Bridgen LM. The antiphospholipid syndrome: When November, 25th, 2010
does the presence of antiphospholipid antibody required Kelly Zarnke. Canadian Journal of General Internal
therapy. Postgrad Med 1996;99:105-122 Medicine.2007;2(4):36-8
Asherson RA, Cervera R. Anticardiolipin antibodies, , Coursin DB, Wood KE: Corticosteroid supplementation for
chronic biologic false positive for test for syphilis and adrenal insufficiency. JAMA 2002,287:236-240
other Antiphospholipid antibody. In: Wallace DJ, Hahn Annane D, Sebille V, Charpentier C, et al.: Effect of treatment
BH, Quismorio FP, Klinenberg JB, editors.: Duboi's Lupus with low doses of hydrocortisone and fludrocortisone
Erythematosus Systemic, 2nd ed. Philadelphia: Lea % Febiger on mortality in patients with septic shock. JAMA 2002,
199393-53. 288:862-871
Miyakis S, Lockshin MD, Atsumi T, et al. International Kelley JT, Conn DL. Perioperative management of the
consensus statement on an update of the classificationcriteria rheumatic disease patient. Arthritis Foundation. Bull Rheum
for definite antiphospholipid syndrome (APS). J Thromb Dis 200251.
Haemost. 2006;4: 295-306.
Carvera R. Khamashta MA, Font J, et al. Morbidity and
mortality in systemic lupus erythematosus during a-10 year
period: a comparison of early and late manifestations in a
cohort of 1000 patients. Medicine 2003;82:299-308
Huizinga TWJ, Diamond B. Lupus and the central nervous
system. Lupus 2008;17:376-379
Hanly JG. Neuropsychiatric lupus. Rheum Dis Clin N Am
2005;31:273-297
Hanly JG. Neuropsychiatric lupus. Curr Rheumatol Rep
2001;3:205-212
ACR ad hoc committee on neuropsychiatric l u p u s
nomenclature. The american college of rheumatology
nomenclature and case definitions for neuropsychiatric lupus
syndromes. Arthritis & Rheumatism 1999;42:599-608
Weening JJ, D>Agati VD, Schwartz MM, Seshan SV, Alpers
CE, Appel GB, et al. The classification of glomerulonephritis
in systemic lupus erythematosus revisited. J Am Soc Nephrol.
2004;15:241-50.
Buyon JP. Systemic lupus erythematosus a clinical and
laboratory features In: Klippel JH. Primer Primer on the
rheumatic diseases. 13th ed. Atlanta: Arthritis Foundation.
2008:303-18
Cervera R, Espinosa G, D'Cruz D. Systemic Lupus
Erythematosus: pathogenesis, clinical manifestation and
diagnosis. In Eular Compendium on Rheumatic Diseases.
BMJPublishing Group and European League Against
DIAGNOSIS DAN
PENATALAKSANAAN NEFRITIS LUPUS
Dharmeizar, Lucky Aziza Bawazier

PENDAHULUAN jarir~gan.~,' Pada sebagian kecil NL tidak diternukan deposit


komplek imun dengan sediaan imunofluoresen atau
Nefritis Lupus (NL) adalah komplikasi ginjal pada Lupus rnikroskop elektron. Kelompok ini disebut sebagai Pauci-
Eritematosus Sistemik (LES).Keterlibatan ginjal cukup sering immune necrotizing glomerulonephritis.
ditemukan, yang dibuktikan pada biopsi dan otopsi ginjal. Gambaran klinis kerusakan glomerulus dihubungkan
Sebanyak 60% pasien dewasa akan mengalarni kom~likasi dengan lokasi terbentuknya deposit kompleks imun.
ginjal yang nyata, walaupun pada awal LES kelainan ~ i n j a l Deposit pada mesangium dan subendotel letaknya
hanya didapatkan pada 25%-50% kasus. Meskipun insidens proksimal terhadap membran basalis glomerulus sehingga
dan prevalensi LES lebih tinggi pada wanita, namun pria mempunyai akses dengan pernbuluh darah. Deposit
dengan LES mempunyai insidens yang sama dengan wanita pada daerah ini akan mengaktifkan kornplemen yang
untuk terjadinya NL. Peningkatan risiko NL dihuburgkan selanjutnya akan membentuk kemoatraktan C3a dan
dengan HLA-B8, HLA-DR2 HLA-DR8, HLA-DQW1,defijiensi CSa, yang menyebabkan terjadinya influks sel netrofil dan
komplemen seperti Clq, C2, dan C4, serta produksi Turnour mononuklear.
Necrosis Factor (ThIF) yang rendah.1,2,3,4 Perjalanan klinis Deposit pada mesangium dan subendotel secara histo-
NL sangat bervariasi dan hasil pengobatan dipengaruhi patologis memberikan gambaran mesangial, proliferatif
oleh beberapa faktor antara lain kecepatan menegakkan fokal, dan proliferatif difus yang secara klinis memberikan
diagnosis, kelainan histopatologi yang didapat dari hasil gambaran sedimen urin yang aktif (ditemukan eritrosit,
biopsi ginjal, saat mulai pengobatan, dan jenis regimen lekosit, silinder sel dan granular), proteinuri, dan sering
yang dipakai.=~~ disertai penurunan fungsi ginjal.
Sedangkan deposit pada subepitelial juga akan
meng-aktifkan komplemen, tapi tidak terjadi influks
sel-sel inflamasi, karena kemoatraktan dipisahkan oleh
membran basalis glomerulus dari sirkulasi. Sehingga
Patogenesis timbulnya LES diawali oleh adanya interaksi jejas hanya terbatas pada sel-sel epitel glomerulus.
antara faktor predisposisi genetik dengan faktor lingkuigan, Secara histopatologi rnemberikan gambaran nefropati
faktor hormon seks, dan faktor sistem neuroendokrin. membranosa, dan secara klinis hanya didapatkan
lnteraksi faktor-faktor ini akan mempengaruhi dan meng- proteinuri.
akibatkan terjadinya respons imun yang rnenirnbulkan Tempat terbentuknya kompleks imun dihubungkan
peningkatan aktivitas sel-T dan sel-B, sehingga terjadi dengan karakteristik dari antigen dan antibodi:'
peningkatan auto-antibodi (DNA-anti-DNA). Sebagian Kornpleks imun yang besar atau antigen yang
dari auto-antibodi ini akan membentuk komplek imun anionik, yang tidak dapat melewati sawar dinding
bersama nukleosorn (DNA-histon), kromatin, Clq, laninin, kapiler glomerulusyang juga bersifat anionik, akan
Ro (SS-A), ubiquitin, dan ribosorn; yang kemudian akan diendapkan dalam mesangium dan subendotel.
membentuk deposit (endapan)sehingga terjadi kerusakan Banyaknya deposit imun ini akan menentukan apakah
DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN NEFRlTlS LUPUS 33 79

pada pasien akan berkembang gejala penyakit yang DIAGNOSIS


ringan (deposit imun pada mesangium), atau terdapat
gejala yang lebih berat (proliferatif fokal atau difus). Adanya hematuri, proteinuri, atau sedimen urin yang
- Hal lain yang menentukan tempat terbentuknya patologik pada pemeriksaan urinalisa, menunjukkan
kompleks imun dihubungkan dengan muatan antibodi terdapatnya NL.
dan daerah tempat berikatan dengan antigen. Antibodi Diagnosis klinis NL ditegakkan bila pada pasien LES
dapat berikatan dengan antigen pada berbagai tempat didapatkan proteinuri 2 500 mg/24 jam dengan/atau
di dinding kapiler sehingga menimbulkan manifestasi hematuri (>8 eritrosit/LPB) dengan/atau penurunan
histologis dan klinis yang berbeda. fungsi ginjal sampai 30%.lz3 Proteinuri umumnya
diperiksa dengan cara mengukur jumlah protein secara
kuantitatif dengan mengumpulkan urin selama 24 jam.
GEJALA KI-INIS Cara lain yang lebih praktis dan sekarang mulai banyak
dilakukan ialah dengan mengukur rasio protein dengan
Seperti telah disebutkan sebelumnya, hILadalah komplikasi kreatinin pada sampel urin sewaktu. Pemeriksaan ini
ginjal pada LES. Diagnosis LES ditegakkan berdasarkan lebih mudah dikerjakan, dan terutama diperiksa untuk
kriteria American Rheumatism Association yang telah menilai perubahan jumlah protein urin setelah dilakukan
dimodifikasi pada tahun 1997. Ditemukannya 4 dari 11 pengobatan.
kriteria mempunyai sensitivitas dan spesifisitas sebesar
Beberapa tes serologik yang biasa diperiksa pada
96% untuk LES. Kriteria tersebut meliputi:
pasien NL adalah:
7. Malar rash
a. Tes ANA. Tes ini sangat sensitif untuk LES, tapi tidak
2. Discoid rash
spesifik. ANA juga ditemukan pada pasien dengan
3. Fotosensitivitas
artritis rematoid, skleroderma, sindrom Syogren,
4. Ulserasi mulut
polimiositis, dan infeksi HIV. Titer ANA tidak mem-
5. Artritis nonerosif
punyai korelasi yang baik dengan berat kelainan
6. Pleuroperikarditis
ginjal pada LES.
7. Gangguan ginjal
b. Tes anti d~ DNA (anti double-stranded DNA), lebih
8. Kelainan susunan saraf pusat seperti psikosis dan kejang
spesifik tapi kurang sensitif untuk LES. Tes ini positif
9. Gangguan hematologik seperti anemi hemolitik,
pada kira-kira 75% pasien LES aktif yang belum diobati.
lekopeni, limfopeni, dan trombositopeni
Dapat diperiksa dengan tehnik Radioimmunoassay
10. Petanda imunologik seperti antibodi anti-DNA, anti-
Farr atau tehnik ELlSA (Enzyme-linkedimmunosorbent
Sm, dan antifosfolipid
assay). Anti ds DNA mempunyai korelasi yang baik
11. Antibodi anti-nuklear
dengan adanya kelainan ginjal.l0.l1
Kriteria tersebut adalah berdasarkan ditemukannya 4 c. Pemeriksaan lain adalah antibodi anti-ribonuklear
dari 11 gejala/tanda di atas. Tidak boleh dimasukkan da- seperti anti-Sm dan anti-nRNP. Antibodi anti-Sm
lam kriteria tersebut dua gejala dari satu sistem, misalnya sangat spesifik untuk LES. Beberapa penelitian
proteinuri dan peningkatan ureum kreatinin atau anemia menunjukkan bahwa antibodi-anti-Sm mempunyai
hemolitik dan trombositopeni. hubungan dengan peningkatan insidens penyakit
Manifestasi kelainan ginjal berupa proteinuri yang ginjal dan susunan saraf pusat serta menunjukkan
didapatkan pada semua pasien, sindrom nefrotik pada prognosis yang b ~ r u k . ~ ,Antibodi
" anti-nRNP
45-65% pasien, hematuria mikroskopik pada 80% pasien, ditemukan pada 35% pasien LES, j u g a pada
gangguan tubular pada 60-80% pasien, hipertensi pada penyakit-penyakit reumatologik terutama jaringan
15-50% pasien, penurunan fungsi ginjal pada 40-80% i kat
pasien dan penurunan fungsi ginjal yang cepat pada 30% d. Kadar komplemen serum menurun pada saat fase
pasien. aktif LES, terutama pada NL tipe proliferatif. Kadar
Gambaran klinis yang ringan dapat berubah menjadi C dan C4 serum sering sudah dibawah normal
3
bentuk yang berat dalam perjalanan penyakitnya. sebelum gejala lupus bermanifestasi. Normalisasi
Beberapa prediktor yang ditemukan pada saat pasien kadar komplemen dihubungkan dengan perbaikan
diketahui menderita NL dihubungkan dengan perburukan NL. Defisiensi komplemen lain seperti Clr, Cls, C2,
fungsi ginjal antara lain ras kulit hitam dan H i ~ p a n i k , ~ C3a, C5a dan C8 juga didapatkan pada LES. Kadar
hematokrit < 26%, kreatinin serum > 2.4 mg/dl, kadar C3 komplemen total kemungkinan tetap dibawah normal
< 76 mg/dl,q adanya serebritis dan NL klas IV.6 meskipun penyakit dalam keadaan inaktif."
3380 LUPUS ERITEMATOSUS DAN SINDROM ANTIBODI ANTIFOSFOLIPID
L

GAMBARAN HISTOPATOLOGI adekuat, atau muncul kembali sedimen urin aktif


setelah terjadi remisi.
Kelainan ginjal yang ditemukan pada pemeriksaan c. Hasil pemeriksaan serologi tetap aktif meskipun telah
histopatologi mempunyai nilai yang sangat penting. diberikan terapi induksi yang adekuat.
Gambaran ini mempunyai hubungan dengan gejala klinis d. Kreatinin serum yang meningkat
yang ditemukan dan juga menentukan pilihan pengobatan
yang akan diberikan. Karena itu biopsi ginjal harus
dilakukan bila tidak ditemukan kontraindikasi. PENGOBATAN
Pada tahun 2004, The International Society of
I+ Nephrology/Renal Pathology Society membuat klasifikasi Sebaiknya pengobatan diberikan setelah didapatkan
sebagai berikut13(tabel 1). hasil pemeriksaan histopatologi dari biopsi ginjal.
Pada beberapa keadaan diperlukan biopsi ulang pada Pilihan regimen pengobatan berdasarkan gambaran
pasien IVL. Biopsi ulang tersebut direkomendasikan bila histopatologi. Prinsip dasar pengobatan ialah menekan
terdapat? reaksi inflamasi lupus, memperbaiki fungsi ginjal, atau
a. Sindrom nefrotik yang menetap, meskipun telah setidaknya mempertahankan fungsi ginjal agar tidak
diberikan pengobatan yang adekuat. bertambah buruk. Perlu pula diperhatikan efek samping
b. Sedimen urin aktif yang menetap (eritrosit, kristal obat yang timbul karena pengobatan NL memerlukan
eritrosit) meskipun telah diberikan pengobatan yang waktu yang relatif lama.

I,

Klas I Nefritis lupus niesangial minimal


Glomeruli Normal pada MC, tapi didapatkan deposit imun dengan pemeriksaan IF
Klas II Nefritis lupus mesangial proliferatif
Hiperselularitas mesangial dari berbagai tingkat atau didapatkan ekspansi matriks mesangial pada
MC, disertai deposit imun mesangial
Sedikit deposit subepifel atau subendotel yang terisolasi yang dapat dilihat dengan IF atau ME, tapi
tid'ak terlihat dengan MC
Klas Ill Nefritis lupus fokal
Fokal aktif atau inaktif, GN endo atau ekstra kap~lersegmental atau global, meliputi <50% dari seluruh
glomeruli, tipikal dengan deposit imun subendotel fokal, dengan atau tanpa perubahan mesangial
Ill (A) Lesi aktif: nefritis lupus proliferatif fokal
III (A)/C Lesi aktif dan kronis: nefritis lupus proliferatif fokal dan sklerosis
Ill (C) Lesi inaktif kronis dengan jaringan parut (scars)glomerular: nefritis lupus fokal sklerosis
Klas IV Nefri!is lupus difus
Difus'aktif atau inaktif, GN endo atau ekstrakapiler segmental atau global, meliputi 250% dari seluruh
glomeruli, tipikal dengan deposit imun subendotel difus, dengan atau tanpa perubahan mesangial. Klas
ini dibagi dalammefritis lupus segmental difus (IV-S) dimana 2 50% glomeruli mempunyai lesi segmental,
dan neft4tis lupus global difus (IV-G) dimana 2 50% glomeruli mernpunyai lesi global. Segmental: bila lesi
glome[ulus meliputi <SO% glomerula tuft.
IV-S(A) Lesi aktif: nefritis lupus proliferatif segmental difus
IV-G(A) Lesi aktif: nefritsi lupus proliferative global difus
IV-S(A/C) Lesi a p i j dan krqnis: nefritis lupus proliferatif dan sklerosis segmental difus
IV-G(A/C) Lesi aktif dan kronis: nefritis lupus proliferatif dan sklerosis global difus
IV-S (C) Lesi inaktif kronis dengan jaringan parut (scars): nefritis lupus sklerosis segmental difus
IV-G (C) Lesi inaktif kronis dengan jaringan parut (scars): nefritis lupus sklerosis global difus
Ktas V Nefritis lupus membranosa
Deposit imun subepitel global atau segmental atau sequelae morfologi pada pemeriksaan MC, IF, dan ME,
dengan atau tanpa perubahan mesangial
NL klas V dapat terjadi dengan kombinasi dengan klas 111 atau IV
NL klas V dapat menunjukkan sklerosis lanjut
Klas VI Nefritis lupus sklerotik lanjut
290% glomeruli menunjukkan sklerosis global tanpa aktivitas sisa
Keterangan:
MC=Mikroskop Cahaya, IF= immunofluoresence, ME=Mikroskop Elektron, NL=Nefritis Lupus
DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN NEFRITIS LUPUS 3381

Bila pasien tidak bersedia di biopsi atau belurn a. Pulse glukortikoid


rnernungkinkan untuk di biopsi oleh karena keadaan Pada pasien dengan lupus yang sangat
urnurnnya, atau tidak ada fasilitas untuk biopsi rnaka aktif (Acute Kidney Injury, rapidly progresive
diperlukan suatu penilaian dari gejala klinis, untuk glomerulonephritis, dan kelainan ekstra renal yang
rnenentukan kemungkinan kelainan histopatologinya. berat), diberikan pulse rnetilprednisolon sebanyak
Beberapa gejala klinis yang dinilai adalah sebagai berikut: 500-1000 mg iv/hari untuk menginduksi efek anti-
Jurnlah proteinuri inflarnasi yang cepat. Setelah 3 hari pernberian,
Adanya hernaturia dilanjutkan dengan prednison dengan dosis
Adanya hipertensi 0.5-1.0 rng/hari. Prednison diberikan bersarna
Adanya sindrorn nefrotik obat-obat irnunosupresan yang lain.
Gangguan fungsi ginjal
b. Siklofosfarnid
Hubungan tersebut dapat dilihat pada tabel 2 di Siklofosfamid diberikan dengan dosis 750 rng/
bawah ini: rn2tiap bulan selarna 6 bulan. Diberikan bersarna
prednison dengan dosis 0.5 rng/kg/hari, yang
Nefritis Lupus Klas I kemudian diturunkan perlahan-lahan sarnpai
Tidak mernerlukan pengobatan spesifik. Pengobatan lebih dosis 0.25 mg/kg/hari terutarna untuk mengontrol
ditujukan pada gejala-gejala ekstra renal. gejala ekstra rena1.15r'6
c. Mikofenolat rnofetil
Nefritis Lupus Klas II
Sejak kurang lebih 10 tahun terakhir, mikofenolat
.lika tidak disertai oleh proteinuria yang bermakna
rnofetil dipakai untuk terapi induksi NL kelas Ill
( > I gram/24jarn) dan sedirnen tidak aktif, maka tidak
dan lV,'7,'8.19
terutama untuk menghindari efek
diperlukan pengobatan yang spesifik.
samping siklofosfamid (hipoplasia gonad, dan
Jika disertai dengan proteinuri yang >1 grarn/24jam,
sistitis hemoragik). Untuk terapi induksi dosis
titer anti-ds-DNA yang tinggi dan hernaturi, diberikan
mikofenolat mofetil yang dianjurkan 1 gram 2x
prednison 0.5-1.0 mg/kg/hari selarna 6-12 minggu.
sehari diberikan sarnpai 6 bulan
Kernudian dosis diturunkan perlahan-lahan (5-10 mq) -
tiap 1-3 minggu dan dilakukan penyesuaian dosis d Azatioprin
untuk menekan aktivitas lupus Diberikandengan dosis 2 mg/kg/hari dikombinasikan
dengan prednison 0.5 mg/kg/hariFODosis prednison
Nefritis Lupus Klas Ill dan IV kemudian diturunkan perlahan-lahan sampai
0,25 mg/kg/hari. Untuk terapi induksi, azatioprin
Terapi lnduksi
diberikan selarna 6 bulan.
Tujuan terapi induksi adalah untuk mencapai keadaan
remisi aktivitas lupus yang ditandai oleh resolusi e Rituximab
gejala-gejala ekstra renal, manifestasi serologik Rituxirnab adalah suatu anti CD-20 yang bekerja
menjadi lebih baik, serta resolusi dari hematuri, kristal pada limfosit B. Digunakan untuk menginduksi
seluler, dan konsentrasi kreatinin serum berkurang rernisi pada pasien nefritis lupus yang berat, yang
atau paling tidak menetap Obat-obat yang dipakai
5a14
tidak memberikan respons dengan pemberian
untuk terapi induksi adalah: siklofosfamid atau MMF. Meskipun hasil beberapa

..
+:.i4-r;.;/';.:,g5
Nefritis Lupus Proteinuria Hematuria Hipertensi Sindrom Nefrotik ' Gariggu'an Fungsi Ginjal
Klas I 1 gr/24-jam Tidak ada Tidak ada Tidak ada N
Klas II 1-3 gr/24-jam Tidak ada Tidak ada Tidak ada N
Klas Ill >3 gr/24-jam pada Ada Ada Ada ? kreatinin pada 25%
25-35% pasien pasien
Klas IV > 3 gr/24-jam pada Sering Sering Sering ? kreatinin
50% pasien
Klas V >3 gr/24-jam Yaflidak Yaflidak Sering N atau &
Klas VI 1 gr/24-jam Yaflidak Yaflidak Yaflida k & lambat
3382 LUPUS ERITEMATOSUSDAN SINDROM ANTIBODI ANTIFOSFOLIPID

penelitian tidak menunjukkan perbeziaaan lebih aman dibandingkan dengan penggunaan


bermakna, tetapi masih dimungkinkan perrr berian imunosupresan lainnya
rituximab pada pasien yang resisten, mer~cegah e. Siklosporin, diberikan dengan dosis 2-2.5 mg/kg/
flare, dan mengurangi jumlah atau dosis hari, selama 2 tahun
immunosupresan lain.21
f. Rituximab, sebagai terapi aditif pada penggunaan
Tacrolimus + MMF atau Azatioprin + steroid
dengan MMF atau siklofosfamid intravena
Dipakai pada pasien nefritis lupus proliferatif
(klas IV) yang superimposed dengan refritis g. Abatacept, suatu modulator selektif sel T
lupus membranosa (klas V). Remisi yang terjadi h. Belimumab, suatu antibodi monoklonal yang
pada pemakaian obat ini lebih tinggi dari pada mengikat stimulator limfosit B soluble
hanya memakai siklofosfamid+steroid. Selain itu, i. ACTH, merupakan pilihan terapi yang potensial
efek samping yang terjadi juga lebih sedikit pada terutama ~ a d anefritis l u ~ u sklas V.21
pasien yang mendapat tacrolimus + MMF atau
azatioprin + steroid. Untuk mengurangi efek samping siklofosfamid
Regimen yang terdiri dari tacrolimus + MMF yang mungkin terjadi pada pemberian untuk waktu
atau azatioprin + steroid disebut imunosupresan yang lama, beberapa penelitian menganjurkan
m~ltitarget.~' pemberian Azatioprin atau mikofenolat mofetil setelah
induksi denqan ~ i k l o f o s f a m i d . ~ ~ , ~ ~
f. Obat lain
Beberapa obat lain yang juga dipakai untuk Nefritis Lupus Klas V
induksi adalah: Bila pada hasil biopsi ginjal didapatkan tipe campuran
- lmunoglobulin iv NL Klas V dengan Klas Ill atau Klas IV, maka terapi
- Siklosporin diberikan sesuai untuk terapi NL Klas Ill dan IV
- Leflunomid Pada IVL Klas V diberikan prednison dengan dosis 1
- Antibodi monoklonal mg/kg/hari selama 6-12 minggu. Prednison kemudian
- Inhibitor komplemen diturunkan menjadi 10-15 mg/hari selama 1-2 tahun.
- Pemakaian obat-obatan ini masih terbatas Beberapa penelitian mengkombinasikan prednison
dan hasil pengobatan belum j e l a ~ . ~ , ' ~ dengan siklosporin, klorambusil, azatioprin, atau
Terapi Pemeliharaan (maintenance therapy) mikofenolat mofetil.
Tujuan terapi pemeliharaan adalah untuk mencegah Pengobatan optimal untuk NL Klas V belum jelas,
relaps dan menekan aktivitas penyakit, mencegah perjalanan klinis dan prognosis sangat bervariasi,
progresifitas ke arah penyakit ginjal kronis dan men- meskipun dari beberapa penelitian pengunaan MMF untuk
cegah efek samping pengobatan yang lama. terapi induksi dan pemeliharaan banyak dilaporkan.
a. Kortikosteroid, tetap merupakan komponen
utama dalam terapi pemeliharaan nefritis lupus, Nefritis Lupus Klas VI
dan tidak ad~astudi klinis yang tidak memakai/ Pengobatan lebih ditujukan pada manifestasi ekstra renal.
menggunakan steroid dalam terapi pemeliharaan. Untuk memperlambat penurunan fungsi ginjal dilakukan
Dosis kortikosteroid dipertahankan sem nimal terapi suportif seperti restriksi protein, pengobatan
mungkin, yang dengan dosis tersebut aktivitas hipertensi, pengikat fosfor, dan vitamin D.
lupus tetap terkontrol
b. Siklofosfamid, diberikan dengan dosis 0.75 gram
iv setiap 3 bulan sampai 2 tahun PENGOBATAN UMUM PADA N L
Saat ini pemakaian siklofosfamid >3-6 tulang
Restriksi protein 0.6-0.8 gram/kgBB/hari bila sudah
sebaiknya dihindari karena efek siklofosfamid
seperti alopesia, sistitis hemoragika, kanker
kandung kencing, kerusakan gonad dan
- terdapat gangguan fungsi ginjal
Pemberian ACE-i dan ARB untuk mengurangi
proteinuri
menopause yang lebih a ~ a l . ~ '
Mengontrol faktor-faktor risiko dan efek samping obat
c. Mikofenolat mofetil, dosis diberikan sebanyak 1-2 - Dislipidemia, dianiurkan pemberian statin
gram sehari sekurang-kurangnya 2 tahun - Hipertensi,dengan ACE-I atau ARB sebagai pilihan
d. Azatioprin, diberikan dengan dosis 2 mg/kg/hari utama dengan target TD <130/80 mmHg
sekurang-kurangnya 2 tahun - Sindrom antifosfolipid, diberikan golongan
Penggunaan azatioprin selama kehamilan, aspirin
DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN NEFRITIS LUPUS

- Pemberian vitamin D C~meron JS. Lupus Nephritis. J Am Soc Nephrol1999;10:413-


- Kontol gula darah, dengan mempertahankan 421
Mok CC, Lan CS. Pathogenesis of systemic lupus
HbAlC <7% eryjthematosus. J Clin Path01 2003; 56: 481490.
Schur PH, Falk RJ, Appel GB. Overview of therapy and
prognosis of Lupus Nephritis. Up to Date 2008, version 16.3
Ioamidis JPA, Boki KA, Katsorida ME et al. Remission,
MONITORING RESPONS PENGOBATAN relapse, and re-remission of proliferative lupus nephritis
treated with cyclophosphamide. Kidney Int 2000; 57: 258-
Terapi yang efektif dihubungkan dengan menurunnya 264
manifestasi inflamasi, berkurangnya gejala ekstra renal, Rose BD, Appel GB, Schur PH. Types of renal disease in
systemic lupus erythematosus. Up to Date 2009, version
membaiknya kadar C3, C4 dan titer anti-ds-DNA. Untuk 17.1
kelainan ginjalnya sendiri akan didapatkan berkurangnya Waldman M, Appel GB. Update on the treatment of lupus
aktivitas sedimen urin, membaiknya kadar kreatinin nephritis. Kidney Int 2006; 70: 1403-1412
Austin 111 HA, Boumpas DT, Vaughan EM, Balow JE.
plasma, dan berkurangnya proteinuri. P:edicting renal outcomes in severe lupus nephritis:
countribution of clinical and histologic data. Kidney Int
1994; 45: 544-550
Cxtes-Hemandes J, Ordi-Ros J, Iabrador M et al. Antihisto
PROGNOSIS and anti-double stranded deoxyribonuclecicacid antibodies
are associated with renal disease in SLE. Am J Med 2004;
Pada nefritis lupus klas I dan II hampir tidak terjadi 116: 165-170
penurunan fungsi ginjal yang bermakna sehingga secara Schur PH. Antibodies to DNA, Sm and RNP. Up to Date
2009, version 17.1
nefrologis kelompok ini memiliki prognosis yang baik. Tjoko GC. Exploring complement activation to develop
Nefritis lupus klas Ill dan IV hampir seluruhnya akan blomarkers for systemic lupus erythematosus. Arthritis
menimbulkan penurunan fungsi ginjal. Pada nefritis Rheum 2004; 50: 3404-3407
lupus klas Ill yang keterlibatan glomerulus <SO% akan Weening JJ,D'Agati VG, Schwartz MM et al. The classification
of glo&erulon~phritisin systemic lupus erythematosus
memberikan prognosis yang lebih baik dibandingkan systemic revisited. Kidney Int 2004; 65: 521-530
dengan kelompok yang keterlibatan glomerulusnya S h u r PH, Falk RJ, Appel GB. Therapy of diffuse or severe
>SO%, dimana prognosis kelompok ini menyerupai focal proliferative or severe membranous lupus nephntis. Up
to Date 2009, version 17.1
prognosis nefritis lupus klas IV yaitu buruk. IVefritis lupus Boumpas DT, Austin I11 HA, Vaughn EM et al. Controlled
klas V memiliki prognosis yang cukup baik sama dengan trial of pulse methylprednisolone versus two regmens of
nefropati membranosa primer, sebagian kecil akan pulse methylprednisolone versus two regimens of pulse
cjrclophosphamide in severe lupus nephritis. Lancet, 1992;
menimbulkan sindrom nefrotik yang berat.
340: 741-745
Gowley MF, Austin I11 HA, Scott D et al. Methylprednisolone
and cyclophosphamide, alone or in combination, in patients
KESIMPULAN with lupus nephritis. A randomized controlled trial. Ann
Intern Med 1996; 125: 549-557
Chan TM, Li FK, Tang CS et al. Efficacy of mycophenolate
1. Nefritis lupus merupakan salah satu komplikasi yang mofetil in patients with diffuse proliferative lupus nephritis.
cukup sering dijuipai pada LES. Hong Kong - Guangzhou Nephrology Study Group. N Engl
2. Kelainan histopatologi yang didapatkan dari biopsi J Med 2000; 343: 1156-1162
Chan TM, Tse KC, Tang CS et al. Long-term study of
ginjal menentukan pilihan pengobatan. nycophenolate mofetil as continuous induction and
3. Dalam pengobatan NL perlu dilakukan pemeriksaan maintenance treatment for diffuse proliferative lupus
klinis dan laboratorik secara berkala untuk melihat r.ephritis. J Am Soc Nephrol2005; 16: 1076-1084
LValsh M, James M, Jayne D et al. Mycophenolate mofetil for
keberhasilan pengobatan. hduction therapy of lupus nephritis: A systematic review and
4. Perlu pemantauan efek samping obat-obat yang neta-analysis. Clin J Am Soc Nephrol2007; 2: 968-975
dipakai dalam pengobatan nefritis lupus karena GrootscholtanC, LigtenbergG, Hogen EC et al. Azathioprine/
methylpredmsoloneversus cyclophospharnide in proliferative
jangka waktu pengobatan relatif lama
lupus nehpritis. A randomized controlled trial. Kidney Int
2006; 70: 732-742
Fomback AS, Appel G. Updates on the treatment of lupus
REFERENSI nephritis. JASN 2010;21;2025-2035
H o u s s i a n FA, Vasconcelos C, D ' C r u z D e t a l .
Immunosuppressive therapy in lupus nephritis: The Ewo-
1. Wallace DJ, H a m BH, Klipel JH. Lupus Nephritis. &:D e l Lupus Nephritis Trial, a randomized trial of low dose versus
JW, Bevra HH (ed),Dubois Lupus Erythematosus,5 ed~hon. lugh dose intravenous cyclophosphamide. Arthritis Rheum
Baltimore; William-Wilkins, 1996: 1053-1065 2002: 46: 2121-2131
2. Kashgarian M. Lupus Nephritis. Pathology, Pathogenesis, Contreras G, Pardo V, Leclerg B et al. Sequential therapies
l Bevra HH
Clinical Correlations,and Prognosis. h t p ~ . eJW, for proliferative lupus nephritis. N Engl J Med 2004; 350:
(ed), Dubois Lupus Erythematosus, 5 edlhon. Baltimore; 2171-980
William-Wilkins,1996:1037-1051
DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN NEURO-
PSIKIATRI SISTEMIK LUPUS ERITEMATOSUS
Liida Kurniaty Wijaya

PENDAHULUAN ini. The American College of Rheumatology (ACR) telah


rnernbuat formula definisi, standard pelaporan dan
Sisternik Lupus Eriternatosus (SLE) rnerupakan penyakit rekornendasi perneriksaaan untuk sindrorn neuropsikiatri
inflarnasi autoirnun kronis yang belurn diketahui SLE ini. Definisi selengkapnya dapat dilihat pada alarnat
etiologinya dengan rnanifestasi klinis beragarn, tennasuk internet: www. Rheurnatology.org/publications/ar/l999/
rnanifestasinya neuropsikiatri. aprilappendix.asp?aud=mern.
Neuropsikiatri Sisternik Lupus Eriternatosus (NPSLE) Berdasarkan definisi dari American College of
adalah sindrorn neurologi sentral, perifer, sistem saraf Rheumato-logy, rnanifestasi neurologi dan psikiatri pada
autonorn dan psikiatri yang terdapat pada pasien SLE pasien SLE, rnulai dari prevalensi yang paling sering
dimana penyebab lainnya sudah disingkirkan. Sejak sarnpai sedikit adalah disfungsi kognitif, sakit kepala,
laporan pertarna berupa stupor dan korna pada pasien gangguan suasana hati, penyakit cerebrovaskular, kejang,
SLE oleh Hebra dan Kaposi pada tahun 1875, banyak polineuropati, ansietas dan psikosis. Meningkatnya
laporan sindrorn neuropsikitari yang dilaporkan pada sirnptorn neuropsikiatri ini dikarenakan karena lebih
pasien SLE. Manifstasi ini dapat rnendahului rnunzulnya baiknya perneriksaan dan rneningkatnya kewaspadaan
lupus atau dapat rnuncul pada waktu kapan saja; rnereka dokter.
dapat rnuncul pada saat SLE aktif atau pada saat tenang, Oleh karena banyaknya rnanifestasi neuro-
juga dapat rnuncul sebagai kejadian neurologi yang single psikiatri yang dilaporkan pada pasien SLE, tentu
atau multiple pada satu individu. tidaklah hanya satu rnekanisrne patogenesis yang
Dalarn literatur bahasa Inggris, rnanifestasi ne~rologi terjadi. Kejadian NPSLE dapat disebabkan karena
dan psikiatri SLE disebut sebagai cental nervous system rnanifestasi primer dari lupus, kornplikasi sekunder
(CNS) vasculitis, CNS lupus, neurolupus, neuropsikiatri dari penyakit atau pengobatan seperti hipertensi, infeksi,
lupus, atau lupus serebritis. Sebutan "CNS lupus" kurang atau kejadian yang bersamaantetapi tidak ada hubungannya
tepat karena sistem saraf perifer juga dapat terlibat; dengan lupus. Manifestasi primer NPSLE rnerupakan
sebutan "neuro-" tidak termasuk rnanifestasi psikiatri; carnpuran dari mekanisrne patogenesis abnormalitas
dan sebutan cerebritis dan vasculitis rnenyatakan proses vaskular, autoantibodi dan produksi lokal mediator
inflarnasi yang tidak harus selalu ada. Sehingga sebutan inflarnasi.
"neuropsikiatri lupus" mencakup rnanifestasi yang luas, Penelitian rnenunjukkan 50-78 persen epidose
oleh karena itulah istilah ini digunakan. neurologi disebabkan oleh faktor sekunder, yaitu:
Manifestasi neurologi dan psikiatri rnuncul pada 10- infeksi, berhubungan dengan terapi irnunosupresi.
80% pasien SLE baik pada saat diagnosis baru ditecakkan kornplikasi rnetabolik karena gagal organ, seperti
atau rnuncul dalarn perjalanan penyakitnya. Bervariasinya uremia
prevalensi ini dikarenakan berbedanya kriteria yang hipertensi
digunakan untuk rnenegakkan masalah neuropsikiatri Efek toksik terapi (rnisal: kortikosteroid)
DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN NEURO-PSIKIATRI LUPUS ERITOMATOSUS 3385

Tabel 1. Sindrom Neuropsikizitti Wda Sistemic Lupus Erithematosus (NPSLE) Seperti ybdg DCjC&rktm olrlf:Ahierican I#

College Of Rheumatology Nomenklatur


Sindrorn NPSLE yang berhubungan dengan keterlibatan sistern saraf pusat
Aseptic meningitis
Cerebrovascular disease (stroke, transient ischemic attack, cerebral sinus trombosis)
Demyelinating syndrome
Headache (tension, migrain)
Movement disorder (chorea)
Myelopathy
Seizure disorders
Acute confusional state (delirium)
Anxiety disorder
Cognitive dysfunction (mild to severe cognitive disorder, dementia)
Mood disorders
Psychosis

Sindrorn NPSLE yang berhubungan dengan keterlibatan sistern saraf perifer


Guillain-Barre syndrome
Autonomic disorder
Mononeuropathy (single/multiplex)
Myasthenia gravis
Neuropathy (cranial)
Plexopathy
Polyneuropathy
Dikutip dari American College of Rheumatology Case Definitions (7999, Arthritis & Rheumatism 42599-608)

PATOFISIOLOGI KETERLIBATAN SISTEM SARAF juga berkonstribusi juga terhadap kejadian stroke
pada pasien SLE. Perubahan arteri ini ditandai dengan
SLE dapat mempengaruhi sistem saraf pada bermacarn- perubahan patologi pada arteri sedang dan besar, yang
rnacarn tingkatan, dengan neuropatologi yang berbeda. ditandai dengan terdapatnya plaque, stenosis, dan
ldentifikasi patofisiologi ini, dapat membantu membuka rneningkatnya ketebalan intirna - media yang dapat dilihat
kemungkinan mekanisme dari i m m u n e - m e d i a t e d arteri karotid atau aorta.
gangguan neuropsikiatri dan membantu pengobatan yang
lebih akurat dan efektif.
AUTOANTIBODI

VASKU LOPATI Penelitian menunjukkan bahwa sejurnlah autoantibodi


pada pasien SLE berhubungan dengan keterlibatan sistem
Keterlibatan sistem saraf pada SLE, awalnya dipikirkan saraf.
karena vaskulitis. Tetapi ternyata, kejadian vaskulits yang Anti neuronal antibodi dilaporkan pada 45 persen
murni jarang pada pasien SLE dengan simtom neurologi. pasien dengan CNS lupus, kebalikan dengan pasien
Banyak pasien memiliki vaskulopati sehingga rnenyebabkan SLE yang tidak mempunyai keterlibatan sistem saraf
terjadi kerusakan langsung dan dapat berefek ter-hadap ditemukan hanya sebesar 5%.
sawar darah otak, sehingga menyebabkan antibodi masuk Disfungsi kognitif dihubungkan dengan antibodi
ke dalam sistem saraf. Vaskulopati ini ditandai dengan limphositotoksik
sedikit sampai banyaknya akumulasi sel mononuklir pada Antifosfolipid antibodi memperlihatkanrneningkatkan
perivascular,tanpa terjadinya kerusakan (nekrosis fibrinoid) risiko terjadinya sindrorn stroke, kejang berulang, dan
dari pembuluh darah. Dapat terjadi infark kecil karena berhubungan dengan meningkatnya prevalensi risiko
oklusi luminal. Patogenesis vaskulopati dan vaskulitis ditemukannya magnetic resonance imanging (MRI)
tidak diketahui secara pasti. Autoantibodi tertentu telah yang abnormal.
dihubungkan dengan beberapa aspek dari lupus CNS, Antibodi Antiribosomal P protein banyak dilaporkan
tetapi tidak dengan pembuluh darahnya sendiri. berhubungan dengan kejadian lupus psikosis dan
Antibodi antifosfolipid mernpunyai peranan pada depresi, tetapi tidak dengan disfungsi kognitif atau
vaskulopati pada beberapa pasien, dimana dihubungkan distress psikologis.
dengan kejadian sindrorn stroke. Kejadian aterosklerosis Satu penelitian rnenernukan tingginya kadar auto-
LUPUS ERITEMATOSUS DAN SINDROM ANTlBODl ANTlFOSFOLlPlD

antibodi 50 kDa antigen yang terdapat pada plasma


membrane dari sinaptic terminal otak pada 19 dari
20 pasien SLE yang memiliki keterlibatan CNS. Kadar Manifestasi dari disfungsi kognitif adalah gangguan
yang rendah terdapat pada 35 persen pasien SLE aktivitas mental (misalnya daya ingat, berpikir abstrak dan
tanpa keterlibatan CNS, antibodi ini tidak terceteksi mengambil keputusan). Hal ini cukup sering didapati pada
pada kontrol normal. pasien SLE. Ketika tes batere neuropsikologi dilakukan
Reaksi silang antibodi diternukan pada serum untuk menilai funsi kognitif ternyata defisit ditemuka pada
dan cairan serebrospinal pasien, dirnana terdapat 20 sampai 80 persen pasien.
kemarnpuan mengikat double stranded DlV.4 dan
reseptor excitatory N-methyl-D-aspartate. Antibodi
ini neurotoksik baik secara in vitro dan secara in vivo SINDROM STROKE
model tikus.
Stroke dilaporkan pada 15 persen pasien SLE.
Masih belum bisa dipastikan apakah antibod yang
Dari pengalarnan Schur pada 120 pasien yang dilihat
disebutkan diatas berhubungan dengan CNS lupus karena
dari tahun 1978 dan 1985, didapati:
mereka rnerusak sistem saraf atau rnerupakan suatu
Stroke sindrorn pada 7 persen, baik berupa transient
respons jejas pada sistern saraf.
ischemic attack (TIA) atau infark otak ischernik.
Kebanyakan stroke ini rnuncul dalam lirna tahun
pertarna penyakit.
Didapati stroke berulang
Terdapat hubungan yang kuat antara kejadian sindrorn
Sitokine, neuropeptide, stres oksidatif, nitrit oxide, dan
stroke dengan kejadian episodik trornbotik lainnya
keterlibatan neurotransmitterjuga rnempunyai konstribusi
dan antibodi antifosfolipid.
terhadap kerusakan saraf dan CNS lupus
Pada studi autopsi ditemukan kelainan pada pernbuluh
darah kecil dan besar.
T9&&?,:
6kij$'d#t,, i.2~ ~3.2~ ~ u ~.;.,? b i .Sistemik..
. , ,, ,
? ! r : Lupus
i ~ ,

PRIMARY NPSLE
Kelainan pembuluh darah
~askulopstinon inflamasi
Vaskulitis Vaskulopati ++i
Trombosis Autoantibodi
Autoantibodi Antineuron +
Antibodi antineural Antiribosom ++
Antibodi antiribosom P Antifosfolipid +++ +
Antibodi antifosfolipid Mediator inflamasi + +i
Mediator lnflamasi
IL-2, -6, -8, and -10
Interferon-a
Tumor necrosis factor-a
&
-
(5
(&
-Dy-1
disease,,
-1

Matrix metalloproteinase (MMP)-9


NPSLE sekunder Kelainan neuropsik~atri
non SLE konkuren
MANIFESTASINEUROLOGIPADASISTEMIKLUPUS Komplikasi SLE (mis. uremia, hipertensi)
Kornplikasiterapi SLE (mis. steroid, infeksi
ERITEMATOSUS
Gambar 2. Faktor-faktor yang terlibat pada patogenesis
Manifestasi neurologi pada SLE yang sering sdalah neuropiskiatri (NP) sistemik lupus eriematosus (SLE)
disfungsi kognitif, stroke, kejang dan neuropati perifer.
Pengobatan bervariasi, tergantung dari rnanifestasi.
Misalnya stroke karena antibodi antifosfolipid diobati Antibodi Antifosfolipid
dengan antikoagulan, gangguan kognitif akan berespons Suatu l a p o r a n d i l i t e r a t u r j u g a m e l a p o r k a n
dengan steroid, anti depresan, dengan/atau ansiolitik. terdapatnya hubungan yang sangat bermakna antara
Siklofosfamid dan plasmaferesisjuga rnernpunyai peranan antibodiantifosfolipid dengan dengan stroke pada pasien
pada keadaan tertentu. SLE. West melakukan evaluasi terhadap 96 pasien SLE
DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN NEURO-PSIKIATRI LUPUS A

dengan manifestasi CNS (stroke primer, transient ischemic terdapatnya faktor risiko lainnya (misalnya tidak ada
attack, dan kejang) dimana tidak ada penyebab lain selain atrial fibrilasi, tidak ada vegetasi dengan pemeriksaan
SLE. Antibodi antifosfolipid ditemukan pada 55 persen eC:okardiogarfi, tidak ada arterial stenosis ekstrakranial
dan 20 persen pada kontrol group SLE tanpa keterlibatan yang signifikan, tidak ada antibodi antifosfolipid) dan
CNS atau tromboembolik. Hanya kira-kira setengah dari MRI memperlihatkan trombosis pada pembuluh darah
pasien ini yang terbukti lupusnya aktif pada saat muncul kecil, direkomenasikan untuk memberikan dosis kecil
keterlibatan CNS. Antibodi antifosfolipid ini berhubungan aspirin (81 mg/hari)
dengan terdapatnya intensitas yang tinggi yang kecil pada U-~tukpasien SLE dengan kadar antibodi antifosfolipid
lapisan putih pada MRI ha1 ini menunjukkan vaskulopati. moderate atau tinggi, direkomendasikan memberikan
Kehadiran kombinasi antibodi aPL; anti-kardiolipin/ antikoagulan warfarin dengan target INR 2 sampai 3
beta2-gliko-protein I dan antiphosphatidyl-serine/antibodi Pemberian glukokortikoid dan pertimbangan
protrombin mempunyai hubungan yang sangat kuat siklofofamid bisa diberikan bila terdapat aktivitas lupus
dengan infark serebral dibandingkan dengan hanya lupus yang meningkat kembali (termasuk vaskulitis aktif).
antikoagulan saja yang positif. Selanjutnya kombinasi Sebaliknya steroid tidak diberikan pada pasien dengan
dari antibodi ini secara in vitro menghasilkan aktifasi stroke dan antibodi antifosfolipid tanpa adanya bukti
trombosit, dimana dapat berkonstribusi pada keadaan lupus aktif. Pemberian steroid biasanya tidak efektif dalam
hipercoagulasi. ha1 i n .

SUBTIPE STROKE LAINNYA KEJANG

Selain antibodi antifosfolipid, sindrom stroke pada Kejang terdapat pada 10-20 persen pasien SLE. Kejang yang
-. pasien SLE juga mempunyai penyebab lainnya. Misalnya terjadi dapat berupa kejang umum dan parsial. Selanjutnya
hipertensi dan aterosklerosis yang terjadi lebih cepat, dapat kompleks (epilepsi lobus temporal) atau simpel
keduanya berhubungan dengan pemakaian terapi steroid (fokal epilepsi). Kejang dapat merupakan manifestasi awal
jangka panjang merupakan suatu faktor risiko stroke yang lupus atau dapat muncul dalam perjalanan penyakitnya.
sering. Meningkatnya kadar plasma homosistein juga Penyebab dari kejang bervariasi, dapat diakibatkan
diidentifikasikan sebagai salah satu faktor risiko stroke oleh episode akut inflamasi atau kerusakan CNS yang lama
dan kejadian tromboemboli lainnya pada pasien SLE. terjadi parut. Faktor lainnya yang dapat berkonstribusi
Infeksi, vaskulitis, penyakit jantung katup, emboli, dan/ termasuk antibodi antifosfolipid, gangguan metabolik
atau trombosis dapat berefek terhadap pembuluh darah (seperti uremia), hipertensi, infeksi, tumor, trauma
besar atau kecil, dimana mengakibatkan penyumbatan kepala, stroke, penghentian pengobatan yang tiba-tiba,
pembuluh darah besar dan infark atau TIA. Stroke vaskulopati atau efek toksik obat (misalnya dosis tinggi
hemmorhagic karena perdarahan intraserebral atau sub- antimalaria, nitrogen mustard)
arachnoid juga dapat muncul. SLE merupakan faktor risiko Pisiko terjadinya kejang berhubungan dengan
untuk terjadinya semua subtipe stroke, kecuali perdarahan anti-50kDA, anti-Sm, dan antibodi antifosfolipid. Faktor
subarachnoid. risikcn lainnya termasuk bersamaan dengan simptom
neuro-psikiatri dan bukti aktivitas penyakit yang tinggi.
Pengobatan Kejang berulang lebih sering terdapat pada mereka
Terapi antikoagulan jangka panjang dengan warfarin dengan antibodi antifosfolipid, riwayat stroke, komplikasi
atau aspirin diindikasikan pada sebagian pesar pasien neurologi SLE lainnya dan aktivitas penyakit yang tinggi.
dengan sindrom stroke karena antibodi antifosfolipid Terdapatnya kejang focal dengan etiologi yang tidak
atau trombosis begitu mereka stabil dan tidak ada bukti jelas, negatif angiogram, CT dan MRI dapat disebabkan
hemorrhagik. oleh vaskulopati. Vasculitis saja jarang menimbulkan
Pemberian antikoagulan warfarin atau aspirin harus kejang. Schur dkk telah melihat baik kejang umum ataupun
dipertimbangkan dalam pencegahan stroke setelah kejang partial pada 25 persen pasien SLE. Kejang kompleks
serangannya. parsid lebih sering ditemukan daripada kejang umum
Meskipun belum ada pendekatan yang optimal primer, kemudian menjadi lebih lebih sering pada pasien
terhadap pengobatan stroke nonhemoragik pada dengan lupus nefritis dan hipertensi. Kejang kompleks
pasien SLE, dan menyadari akan pentingnya melakukan parsid lebih sering ditemukan sebagai manifestasi awal
penilaian akan risiko dan benefit pasien maka Schur dari SLE dan berkorelasi kuat dengan munculnya psikosis
merekomendasikan: (ditandai dengan ide paranoid) dan fokal elektroensefalo-
Pada pasien SLE dengan ischemik stroke dimana tidak grafi abnormal, terutama pada lobus temporalis.
LUPUS ERITEMATOSUS DAN SINDROM ANTlBODl ANTlFOSFOLlPlD

Pengobatan ringan, bisa melibatkan lebih dari satu saraf (polineuropati


Belum ada penelitian randomized clinical trials yang atau mononeuritis multipleks) dan dampak terhadap saraf
secara khusus melakukan penelitian pengobatan terhadap sensori lebih banyak dari saraf motorik. Presentasi dapat
kejang pada pasien SLE. Bermacam-macam pengobatan berupa bilateral (tetapi tidak murni simetris) parestesia
antikonvulsan bisa diberikan tergantung dari tipe kejang. dan kebas pada jari-jari yang sering memberat pada
Evaluasi dan penatalaksanaan kejang pada SLE tidak malam hari. Serabut halus neuropati dapat muncul
berbeda dengan keadaan kejang lainnya. pada SLE, mengakibatkan perasaan sakit dimana tidak
Kejang umum biasanya ditatalaksana dengan terdapat abnormalitas dari studi konduksi saraf atau
phenitoin dan barbiturat. perubahan refleks. Hal ini dapat terjadi bersama atau tanpa
Kejang parsial komplek dan psikosis berhubungan polineuropati serabut saraf besar.
dengan kejang lebih baik diobati dengan karbamazepin, Kebalikan dengan kejang biasanya neuropati periferal
clonazepam, asam valproat dan gabapentin. tidak muncul pada awal penyakit SLE.
Adanya laporan tentang obat yang mencetuskan SLE,
yang mana salah satu obatnya adalah obat antikonvulsan Pengobatan
(seperti phenitoin, carbamazepin), tetapi apabila kejang Neuropati bisanya berespon baik dengan kortikosteroid
merupakan pertanda awal dari SLE, maka pemberian obat dalam dosis yang agak tinggi (prednison 30 sampai 60
ini tidak perlu kita hindari. Bila kejang muncul sebagai mg/hari), walaupuan tidak semua pasien menunjukkan
kejadian akut secara bersamaan muncul tanda-tanda aktif, perbaikan. Respons komplit memerlukan waktu berminggu
pengobatan steroid (prednison 1 mg/kg per hari dalam hingga berbulan, oleh karena lambatnya regenerasi saraf.
dosis terbagi) dapat diberikan untuk pencegahan m2njadi Bila nyeri dan parestesia yang tidak tertahankan lagi,
fokus permanen epileptik. dan konduksi saraf abnormal, glucocorticoid (contohnya
prednison 1 mg/kg perhari) dengan gabapentin (dosisawal
100 mg tiga kali sehari) atau dosis rendah antidepresan
SAKlT KEPALA trisiklik misalnya amitriptilin (dosis awal 25 mg/hari) dapat
diberi.
Sakit kepala cukup sering terdapat pada pasien SLE, tetapi
tidak terdapat hubungan sebab akibat. Analisa yang
dilakukan dari data penelitian kontrol dan tidak terkontrol, MANIFESTASI PSIKIATRI PADA SISTEMIK LUPUS
yang menggunakan kriteria diagnosis International ERITEMATOSUS
Headche Society (IHS), menemukan 57,l persen sakit
kepala pada pasien SLE (37,l persen migren, 23,5 persen Manifestasi psikiatri karena CNS lupus juga ditegakkan
tension) tetapi prevalensi dari semua tipe sakit k:epala berdasarkan diagnosis eksklusi; semua penyebab seperti
tidak berbeda dengan kontrol. Meskipun migren dan infeksi, gangguan elektrolit, gagal ginjal, efek obat, massa,
sakit kepala tension sering ditemukan, penyebab jarang emboli arteri, dan gangguan psikiatri primer (gangguan
lainnya juga perlu dipertimbangkan sebagai diagnosis bipolar, stress disorder berat karena penyakit yang kronik
banding. Gangguan organik harus dipertimbangkan bila dan mengancam nyawa) harus dipertimbangkan. Biasanya
datangnya tiba-tiba dimana sebelumnya pasien tidak ada episode akut psikiatri muncul dalam dua tahun pertama
keluhan sakit kepala, berhubungan dengan perubahan SLE.
neurologi, atau perubahan personaliti. Pengobatan sakit Beberapa peneliti mendapatkan hubungan yang
kepala pada pasien SLE tidak berbeda dengan pasier~yang kuat antara munculnya sindrom otak organik dengan
tidak menderita lupus kecuali bila didapati manifestasi antibodi antineuronal. Juga hubungan antara antibodi
CNS lupus lainnya. antiribosomal P dengan kejadian lupus psikosis dan
depresi. Defek kognitif dapat berhubungan dengan
antibodi antineuronal atau antibodi antifosfolipid.
Proses fungsional (psikologis) dipikirkan bila pasien
terdapat defek kognitif dengan antibodi negatif, MRI dan
Kira-kira 10 sampai 15 persen pasien SLE memiliki EEG normal, pada pemeriksaan psikometri tidak terdapat
neuropati periferal yang diakibatkan vaskulopati pada gangguan organik.
arteri kecil yang menyuplai saraf terkena. Neuropati
autonomi juga terjadi pada beberapa pasien, seperti pada
gastrointestinal, saluran kemih, kardiak, pupillary atau GANGGUAN PSIKIATRI PRIMER
berkeringat yang abnormal.
Neuropati periferal karena SLE biasanya asimmetri, Psikosis, defek kognitif dan dimensia merupakan
DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN NEURO-PSIKIATRI LUPUS ERITOMATOSUS 3389

gangguan psikiatri primer yang terdapat pada pasien gangguan dalam mengambil keputusan, berpikir abstrak,
dengan CNA lupus. aphasia, apraxia, agnosia, dan perubahan personaliti.
Defek kognitif ditemukan cukup sering pada pasien SLE,
dengan insidensi bervariasi dari 21 persen samapai 80
persev pada studi dengan menggunakan test seperti
Stanfcrd-Binet Intelligence test, the Wechler Adult
Psikosis organik muncul kira-kira dalam 5% pasien SLE, intelligence Scale, The ComplexAttention Task dan Pattern
dan biasanya terdapat dalam tahun pertama diagnosis. Comparison Task.
Ward menemukan 61% kejadian psikosis primer pada 36
pasien SLE dengan kejadian psikosis primer dalam tahun Pengobatan
pertama sejak diagnosis SLE ditegakkan. Episode ulangan Pengobatan dilakukan berdasarkan e t i o l o g i dan
muncul pada 10 pasien dengan median delapan bulan abnornalitas kognitifnya. Bila ha1 dipikirkan karena
setelah serangan pertama. steroid pertimbangkan untuk mengurangi dosis sterid
Psikosis ditandai dengan terdapatnya gangguan berpikir atau menghentikan pengobatan dengan steroid. Bila ha1 ini
yang aneh sering muncul dilusi dan halusinasi. Pada beberapa berhubungan dengan antibodi antifosfolipid, pemberian
pasien juga dapat muncul delirium yang berfluktuasi, atau antikoagulan diberikan. Bila berhubungan dengan antibodi
kesadaran yang berkabut, yang biasanya muncul pada malam antine~ronal,makan pemberian steroid (0,5 mg/kg untuk
hari. Gejala lain yang biasanya menyertai adalah susah untuk beberapa minggu) bermanfaat. Latihan kognitif dengan
memusatkan perhatian, gampang terganggu perhatian, menggunakan kombinasi fungsi strategi training dan
misinterpretasi terhadap sekitarnya, agitasi atau bertingkah dukungan psikososial dapat efektif untuk pasien yang
laku seperti mau perang. yang memiliki simptom yang menetap.
Simtom i n i dapat diakibatkan karena terapi Pemakaian aspirin dapat membantu mencegah
kortikosteroid atau yang lebih sering oleh CNS lupus. penurunan kognitif, terutama untuk pasien yang lebih tua.
Pemberian aspirin juga dipertimbangkan untuk diberikan
Pengobatan sebagai pencegahan kejadian kardiovaskular.
Psikosis karena organik pada SLE yang aktif, biasanya akan
berespon terhadap steroid. Pengobatan harus diberikan
segera untuk mencegah kerusakan yang permanen.
Prednison (1 sampai 2 mg/kg perhari) diberi dalam
beberapa minggu dalam dosis terbagi memberikan hasil Dimensia ditandai oleh disfungsi kognitif yang berat,
yang cukup baik. Bila tidak ada kemajuan yang dapat terdapat gangguan daya ingat, berpikir abstrak dan
diberikan pemberian terapi sitotoksik (misalnya pulse penurunan kemampuan melakukan pekerjaan yang
siklofosfarnid). Neuwelt pada suatu studi melakukan simpel;. Pasien juga terdapat gangguan rnengarnbil
evaluasi terhadap 31 pasien neuropsikiatri lupus berat keputusan atau mengontrol keinginan.Sindrom ini pada
yang gagal dengan terapi kortikosteroid sebelurnnya, pasier lupus dapat rnerefleksikan rnultipel stroke iskernik
pada beberapa kasus juga sudah ada yang mendapat kecil yang disebabkan oleh antibodi antifosfolipid.
sitotoksik oral. Pasien-pasien ini kemudian diobati dengan
pulse siklofosfamide intravena dan, pada delapan pasien
dilakukan plasmaferesis. Kemajuan yang besar dilihat MANlFESTASl PSlKlATRl LAIN
pada 61 persen dan kemajuan parsial terdapat pada 29
persen. Pada pengobatan kelanjutan azathioprine dapat Mesk pun depresi, ansietas dan kelakukan manik
dipertimbangkan. sebagai suatu terapi yang efektif dan biasanya rnerefleksikan keterlibatan organik, simptom
aman. ini lebih menunjukkan keadaan fungsional. Perbedaan
Pengobatan dengan obat antipsikotik (misalnya antara kelainan berupa organik atau fungsional adalah
haloperidol), dukungan aktif dari keluargan dan paramedis berdasarkan testing fungsional, yang diikuti dengan
juga diperlukan dalam penatalaksanaannya. perneriksaan CT scan, magnetic resonance imaging,
SPECT scans, evoked potensial, elektroensefalogram,
analisa cairan serebrospinal, dan interview psikiatri bila
DEFEK KOGNlTlF pemeriksaan awal tidak jelasl meragukan.
Gsjala psikologis spesifik yang dapat muncul adalah
Defek kognitif adalah sindrom mental organik yang fobia, depresi, ansietas, mania, parestesi, sakit kepala,
ditandai oleh kombinasi simptom berikut ini: gangguan mood swings, agorafobi (dengan atau tanpa panik), fobia
daya ingat jangka pendek ataupun jangka panjang; sosial, penyalahgunaan alkohol, problem kognitif seperti
3390 LUPUS ERITEMATOSUSDAN SINDROM ANTIBODI ANTIFOSFOLIPID

susah berkonsentrasi, gangguan memori, dan kesulitan


mencari kata atau orientasi tempat. Pola individual yang
muncul ini biasanya merupakan refleksi mekanisme Beberapa pasien berkembang menjadi berkelakukan
koping yang digunakan untuk menghadapi stress karena mani k organi k personality disorder. Ditandai dengan
penyakit kronis. meningkatnya energi dan aktivitas, iritabilitas dan tidur
berkurang. Kelakukan ini juga bisa diakibatkan oleh dosis
tinggi steroid atau oleh macam-macam sebab lain seperti
yang dibahas diatas.

Gejala psikologi yang juga banyak ditemukan pada pasien


SLE adalah depresi. Gejala depresi ini biasanya mulai secara DIGNOSIS D A N PENATALAKSANAAN NEURO-
akut. Depresi ini merefleksikan reaksi pasien terhadap PSlKlATRl SlSTEMlK LUPUS ERITEMATOSUS
penyakit kronis dan keterbatasan gaya hidup yang harus
dijalani, termasuk kesulitan dengan kehamilan, kelelahan, Langkah pertama penatalaksanaan pasien SLE yang datang
keterbatasan dengan paparan sinar matahari, dan pemaka- dengan kejadian neuropsikiatri (NP) adalah menentukan
ian obat-obatan jangka panjang. Pada beberapa kasusjuga apakah kejadian ini berhubungan dengan SLE, komplikasi
didasari dengan kelainan organik. Pada beberapa pasien dari penyakit atau terapi, atau ia merupakan suatu
depresi, didapati peningkatan beberapa antibodi atay juga kejadian yang terjadi secara kebetulan bersama dengan
mempunyai penyakit penyerta. penyakitnya. Hal ini tercapai melalui proses ekslusi,
Terdapat hubungan yang dilaporkan antara depresi tidak terdapat diagnostik baku emas untuk pemeriksaan
yang berat dengan antibodi antiribosomal P, tetapi tidak manifestasi neuropsikiatri yang terdapat pada SLE. Oleh
dengan antibodi lainnya. Peningkayan kadar antibodi karenanya diagnosis yang betul adalah melalui analisis
antiribosomal P protein ditemukan pada 70 sarr~pai80 yang cermat dari klinis, laboratorium, dan pencitraan
persen pasien ini. berdasarkan kasus perkasus.
Kebanyakan pasien membaik dalam waktu satu tahun Penilaian cairan serebrospinal sebaiknya dilakukan
dengan bantuan keluarga, teman, dakter dan xofesi terutama untuk menyingkirkan penyebab infeksi. Analisa
lainnya. Banyak pasien yang memasukkan depresi ke autoantibodi, sitokin dan biomarker kerusakan neurologi
dalam personalitinya, akhirnya menimbulkan banyak cairan serebrospinal masih dalam area penelitian. Dalam
keluhan psikosomatis, seperti insomnia, anoreksia, ha1 pemeriksaan autoantibodi, antibodi antifosfolipid
konstipasi, mialgia, artralgia, dan fatiq. Selanjutnya pasien menunjukkan nilai diagnostik yang paling tinggi.
juga dapat berkembang menjadi psikotik, seperti menjadi Pemeriksaan neuroimanging sebaiknya termasuk modalitas
putus asa, hilang harapan, bahkan tindakan untuk bunuh penilaian struktur otak dan penilaian fungsi otak.
diri, intervensi psikiatri perlu segera diberikan pada Penatalaksanaan pasien memerlukan penyesuaian
keadaan seperti ini. tergantung dari keadaan pasien. Bila diagnosis NPSLE

Tabel 3. Pena&hIa@anaanKejadian Neuropsikiatripada


Pasien ~iltemili~~si~~4.~!rtteh&6'su's
Diagnosis NPSLE sudah tegak
Setelah diagnosis SLE ditegakkan atau setelah eksaserbasi
Tentukan faktor pemberatnya
akut, bebrapa pasien menunjukkan gejala ansietas, Hipertensi
atau dapat juga disertai dengan depresi. Pasier dapat lnfeksi
menjadi cemas akan konsekuensi yang ak,an dia Gangguan metabolik
hadapi dalam hidupnya, seperti ketidakmampuan , Terapi simptomatik
ketergantungan, kehilangan pekerjaan, isolasi sos al atau Antikonvulsan
bahkan kematian. Psikotropik
Ansiolitik
Ansietas dapat bermanifestasi sebagai palpitasi, diare,
lmmunosuppresan
berkeringat, hiperventilasi, merasa pusing, susah dalam
Kortikosteroid
berbicara, mengingat atau berkata, ketakutan menjadi gila, Azathioprine
atau sakit kepala. Keadaan ini dapat memburuk nenjadi Cyclophosphamide
berkelakuan obsessif kompulsif, phobia, hipokordriasis, Deplesi B-Lymphosit
gangguan tidur, berkurangnya interaksi dan kontak Antikoagulan
sosial. Heparin
Warfarin
DIAGNOSIS D A N PENATALAKSANAAN NEURO-PSIKIATRI LUPUS ERITOMATOSUS

sudah ditegakkan, langkah pertama adalah menentukan Neurology 2001;57:496-500


dan mengobati faktor-faktor yang memperberatnya 6. Schur PH, KhoshbinS. Neurologic manifestations of systemic
lupus erythematosus. Available at URL: http://www.
seperti hipertensi, infeksi dan gangguan metabolik. u~todate.com
Pengobatan simptomatik, misalnya dengan antikonvulsan, 7. Ghur pH, Khoshbin S. Psychiatri manifestations of systemic
antide~resan,dan ~ lupus erythematosus. Available at URL: http://www.
, e n a o b a t a na n t i ~ s i k o t i k~ e r l u
d
uptodate.com
dipertimbang kan bila diperlukan. Terapi imunosupresan 8, Neuwelt CM, Lacks S, Kaye BR, et al. Role of intravenous
dengan kortikosteroid dosis tinggi, siklofosfamid dan cyclophosphamide in the treatment of severe neuropsikiatric
azathioprine telah dipakai banyak untuk pengobatan SLE. k m j ~ e d1995;
. 98:32
manifestasi NPSLE. Pengobatan imunosupresi terhadap 9. Liang MH, Karlson EW. Neurologic Manifestations of Lupus.
In Schur PH. The Clinical Management of Systemic Lupus
target seperti deplesi B limfosit menggunakan anti- Erythematosus, 2"* ed. Philadelphia: Lippincott-Raven
CD 20 yang digunakan sendiri atau kombinasi dengan Publisher;1996:141-54
siklofosfamid menjanjikan,akan tetapi masih memerlukan 10. Rogers MP, Kelly MJ. Psychiatric Aspects of Lupus. In
Schur PH. The Clinical Management of Systemic Lupus
penelitian lebih lanjut. Antikoagulan sangat diperlukan Erythematosus, 2""ed. Philadelphia: Lippincott-Raven
untuk penyakit fokal bila terdapat antifosfolipid antibodi Publisher;1996:155-73
dan pengobatan ini bisa seumur hidup. 11. Brey RL, Petri MA. Neuropsychiatric systemic lupus
erythematosus. Miles to go before sleep.Neurology.2003;61:9-
10
12. Kzrassa FB, Afeltra A, Arnbrozic A, Chang DM, Keyser FD,
KESIMPULAN Doria A. et al. Accuracy of Anti-Ribosomal P Protein Antibody
Tsting For the Diagnosis of aeuropsychiatric Systemic Lupus
~rythematosus. International Meta-Analysis.Ann Rheum
Keterlibatan sistem saraf pada pasien SLE memiliki Dis2006;54:312-24
spektrum yang luas baik dari neurologi maupun gambaran 13. Fragoso-loyo HE, Gerrero JS. Effect of Severe Neuropsychiatric
psikiatri yang beratribusi pada manifestasi primer SLE, Mmifestation on Short-term Damage in Systemic Lupus
komplikasi penyakit atau terapi atau keadaan yang Elythematosus. J Rheumatol2007;34;1:76-80
14. West SG. Neuropsychiakic lupus. Rheum Dis Clin North
bersamaan. ACR nomenklatur dan definisi kasus membuat Am 1994;20:312.
dasar klasifikasi dan katergori penyakit neuropsikiatri lupus
yang standar untuk dapat digunakan sebagai studi klinis
NP-SLE. Etiologi NP primer adalah multifaktor termasuk
injuri vaskular pembuluh darah intracranial, autoantibodi
terhadap antigen neuronal, ribosom dan fosfolipid, sitokin
intrakranial dan keterlibatan mediator inflamasi lainnya.
Oleh karena tidak terdapat pemeriksaan diagnosis baku
emas untuk diagnosis NPSLE, maka diperlukan beberapa
pemeriksaan untuk menentukan diagnosis klinis dan
beratnya penyakit. Kemajuan teknologi telah menempatkan
MRI ke tempat yang menjanjikan. Penatalaksanaan
adalah menggunaan terapi immunosupresi, pengobatan
simptomatik dan pengobatan terhadap faktor non SLE.

1. Hermosillo-Romo D, Brey RL. Diagnosis and management of


patients withneuropsychiatric systemic lupus erythematosus
(NPSLE). Best Practise&Research Clinical Rheumatology.
2002;16:2; 229-44
2. Hanly J G. Neuropsychatric Lupus. Rheum Dis Clin N Am
2005; 31: 273-98
3. ACR AD HOC Committee On Neuropsychiatric Lupus
Nomenclature. The American College of Rheumatology
Nomenclature and Case Definitions For Neuropsychiatric
Lupus Syndromes. Arthritis Rheum 1999; 42:599-608
4. Brey RL, Holliday SL, Saklad Ar, et al. Neuropsychiatric
syndromes in lupus. Prevalence using standardizes
definitions. Neurology 2002; 58: 1214-20
5. Ainila H, Loukkola MA, Peltola J. Et al. The Prevalence of
neuropsychatric syndromes in systemic lupus erythematosus.
KELAINAN HEMATOLOGI PADA
LUPUS ERITEMATOSUS SISTEMIK
Zubairi Djoerban

PENDAHULUAN tulang hiposelularitas rnenyeluruh (47,6%), peningkatan


proliferasi retikulin (76,2%) dengan rnielofibrosis pada satu
Lupus eritematosus sistemik (systemic lupus erythematosus, pasien, dan nekrosis (19%). Plasmasitosis tarnpak pada
SLE) dapat mempengaruhi banyak organ di tubuh dan 26,7% pasien dan cadangan besi menurun atau tidak ada
rnenunjukkan rnanifestasi klinis dan imunologis dengan pada 73,3% pasien.
spektrum yang luas. Kelainan hernatologi ser ngkali
ditemukan pada SLE. Anemia dan trornbositc,penia,
kelainan hernatologi yang sering terjadi pada perjalanan ANEMIA
penyakit pasien SLE, biasanya bukan merupakan kondisi
yang fatal, narnun pada beberapa pasien dapat terjadi Prevalensi
gangguan yang berat sehingga membutuhkan rnanajernen Sebagian besar pasien menderita anemia pada suatu waktu
yang agresif. Leukopeniajuga sering terjadi, harnpir selalu di sepanjang perjalanan penyakitnya. Prevalensinya cukup
merupakan limfopenia, bukan granulositopenia, kondisi ini tinggi, sekitar 51-98% pasien pernah menunjukkan kadar
jarang rnenjadi predisposisi terjadinya infeksi dan biasanya hemoglobin kurang dari 12 g/dl. Pada umurnnya, yang
tidak mernbutuhkan terapi. Trornbosis rnerupakan salah terjadi adalah anemia derajat sedang, tetapi beberapa
satu penyebab kernatian pada pasien SLE. pasien menunjukkan anemia berat.
Kriteria Diagnosis SLE dari ACR pada 1971 menyatakan
bahwa leukopenia, trombositopenia, dan anemia hemolitik Etiologi
merupakan kriteria individual untuk SLE. Sementara pada Anemia pada pasien SLE dapat rnerupakan penyakit
revisi tahun 1982 dinyatakan bahwa kelainan hernatologi irnun atau non-irnun. Anemia yang merupakan penyakit
dikelornpokkan rnenjadi satu kelornpok yang terdiri dari: non-irnun adalah anemia pada penyakit kronik, anemia
1) anemia hemolitik autoimun, 2) leukopenia (<4000! defisiensi besi, anemia sideroblastik, anemia pada penyakit
pl pada dua kali atau lebih perneriksaan), 3) limfopenia ginjal, anemia diinduksi obat, dan anemia sekunder
(<1500/pl pada dua kali atau lebih pemeriksaan) dan 4) terhadap penyakit lain (rnisalnya anemia sel sabit).
trombositopenia (<100.000/pl tanpa pernberian obat). Anemia yang diperantarai irnun pada pasien SLE adalah
Pada Carolina Lupus Study, dari 265 pasien SLE yang anemia hernolitik autoimun, anemia hemolitik diinduksi
didiagnosis antara 1995 sarnpai 1999, frekuensi kelainan obat, anemia aplastik, pure red cell aplasia, dan anemia
hematologi pada diagnosis awal adalah 11% anemia pernisiosa. Voulgarelis dkk. melaporkan pada dari 132
hemolitik, 18% leukopenia, 21% lirnfopenia, den 11% pasien SLE, 37,1% rnenderita anemia pada penyakit kronik,
trombositopenia. 35,6% anemia defisiensi besi, 14,4% anemia hemolitik
Sumsum tulang menjadi target pada pasien SLE autoimun dan 12,9% karena penyebab lain.
dengan sitopenia. Sebuah penelitian pada pasien- Salah satu penyebab anemia pada penyakit kronik
pasien SLE dengan sitopenia, yang tidak rnengg~nakan dan anemia karena sebab lainnya adalah berkurangnya
obat imunosupresif, rnelaporkan gambaran surnsum produksi eritropoietin dan resistensi eritropoietin pada
KELAINAN HEMATOLOCI PADA LUPUS ERITOMATOSUS SlSTEMlK 3393

sel eritroid. Resistensi terhadap eritropoietin dapat terjadi pasien SLE terlambat dikenali akibat manifestasi klinisnya
karena adanya autoantibodi terhadap eritropoietin (anti- jlang serupa tersebut. Diduga bahwa abnormalitas pada
Epo). Voulgarelis melaporkan bahwa anti-Epo ditemukan jalur alternatif dari komplemen pada hemoglobinopati sel
pada 21% pasien SLE dengan anemia dan berhubungan sabit dapat menjadi predisposisi untuk menjadi kelainan
bermakna dengan aktivitas penyakit. Respons peningkatan kompleks imun, termasuk SLE. Namun tidak ada bukti
eritropoietin juga akibat penurunan hemoglobinjuga tidak bahwa SLE lebih sering ditemukan pada pasien dengan
adekuat pada 41,2% pasien anemia hemolitik autoimun hemoglobinopati sel sabit.
dan 42,4% pasien anemia penyakit kronik.
Anemia yang Diperantarai lmun
Anemia yang Tidak Diperantarai lmun Anemia hemolitikautoimun, Anemia hemolitik autoimun
Anemia pada penyakit,kronik merupakan jenis anemia (AHA) merupakan penyebab anemia pada 5-19% pasien
yang paling sering ditemukan pada pasien SLE. Gambaran SLE. Eeberapa sindrom klinik terjadi, masing-masing
apus darah tepi menunjukkan sel-sel yang normositik diperantarai oleh autoantibodi (IgG atau IgM) yang
atau normokrom. Konsentrasi besi serum menurun dan berbeda yang menyerang sel darah merah. Akibatnya,
kapasitas pengikatan besi total tidak berubah atau sedikit sel darah merah lebih cepat dirusak sehingga jumlah
rendah. Dijumpai pula penurunan saturasi besi pada berkurang di sirkulasi. Anemia hemolitik autoimun
transferin. Pemeriksaan sumsum tulang memberikan hasil biasanya ber-kembang secara bertahap pada sebagian
yang normal dengan cadangan besi yang adekuat. Anemia besar pasien, namun terkadang dapat juga berkembavg
berkembang dengan lambat jika tidak ada komplikasi cepat sehingga terjadi krisis hemolitik yang progresif.
dengan faktor lain, seperti perdarahan. Hitung retikulosit Anemia hemolitik autoimun dapat dihubungkan
rendah bila dibandingkan dengan derajat anemianya. dengan adanya antibodi antikardiolipin, atau dapat
Mekanisme anemia pada penyakit kronik masih sulit menjadi bagian dari sindrom antifosfolipid, yang mana
dimengerti. Hasil pada beberapa penelitian patogenesis dihubungkan dengan adanya antibodi antifosfolipid,
artritis rematoid mengindikasikan bahwa banyak faktor tromt,osis, trombositopenia, dan keguguran berulang.
yang terlibat seperti gangguan pelepasan besi oleh Voulg3relisjuga melaporkan adanya antibodi anti-dsDNA
sistem fagositik mononuklear, besi terikat dengan protein pada hampir semua pasien dengan AHA. Adanya AHA
pengikat, penurunan respons eritropoietin, dan efek juga diperkirakan dapat mengidentifikasi subkelompok
supresif interleukin terhadap eritropoiesis. khusus dari pasien SLE karena adanya hubungan beberapa
Pengobatan anemia ini pada pasien SLE ditujukan karakteristik serologik tersebut dengan manifestasi klinik.
pada proses penyakitnya, tidak dianjurkan pemberian Kelly dkk. melaporkan bahwa terdapat bukti yang kuat
terapi besi atau intervensi spesifik lainnya. keterlibatan gen rentan SLE, SLEHI, pada kelompok
keluarga Afro-Amerika yang mempunyai paling tidak satu
Anemia Defisiensi Besi biasanya ditemukan pada pasien
anggota keluarga dengan SLE dengan anemia hemolitik.
SLE yang mendapat obat anti-inflamasi non steroid K-iteria ACR tidak mendefinisikan derajat keparahan
(OAINS) atau mengalami menorrhagia. Ditemukan anerria hemolitik. Anemia h e m o l i t i k yang berat
penurunan penggunaan besi. Radioaktivitas pada banyak (didefinisikan sebagai hemoglobin <8g/dl, tes Coomb
organ berbeda dari normal, dengan peningkatan kadar positif, retikulositosis, dan penurunan hemoglobin 3 g/dl
radioaktivitas pada limpa dan hati. Peningkatan jumlah
sejak pemeriksaan terakhir) mempunyai hubungan yang
besi yang diabsorpsi tidak digunakan untuk sintesis bermakna dengan keterlibatan organ sistemik lainnya yaitu
hemoglobin melainkan untuk disimpan. Di lain pihak, ginjal dan susunan saraf pusat.
turnover besi plasma meningkat pada sebagian besar
pasien. Usia eritrosit lebih pendek tanpa adanya hemolisis.
Klasifikasi
Jadi, anemia pada penyakit kronik pada pasien SLE d a ~ a t
AHA dapat diklasifikasikanrnenjadi dua tipe utama menu-
men~ebabkanter)adin~aaktivitas sumsum tulang yang
rut antibodi yang terlibat dalam destruksi eritrosit dan
rendah, pemendekan umur eritrosit. dan mungkin uptoke
suhu optimal dari reaktivitas antibodi pada permukaan
besi yang buruk.
eritrosit. AHA tipe hangat diperantarai oleh antiboi IgG
Anemia Set Sabit dan SLE menunjukkan manifestasi klnik di msna reaksi dapat berlangsung optimal pada suhu
yang serupa seperti artralgia, nyeri dada, efusi pleura, 37C. AHA aglutinin dingin diperantarai oleh antibodi-
kardiomegali, nefropati, strok, dan kejang. Pasien dengan komplemen I g M yang terikat optimal pada antigen
hemoglobinopati sel sabitjuga menunjukkan peningkatan eritrojit pada suhu 4C.
prevalensi autoantibodi, termasuk ANA. KO-eksistensiSLE
AHA tipe Tipe ini merupakanjenis yang paling
dan anemia sel sabit telah dilaporkan, dan pada beberapa
banyak terladi pada pasien SLE, Sel darah merah yang
LUPUS ERITEMATOSUS DAN SINDROM ANTlBODl ANTlFOSFOLlPlD

dilapisi oleh antibody IgG hangat pindah ke sirkulasi, yang menunjukkan efek samping yang serius dengan
terutama oleh sekuestrasi pada lirnpa. Sel darah merah terapi steroid.
yang dilapisi antibodi kemudian mengalami perubahan Secara umum, splenektomi kurang efektif untuk AHA
membran, sehingga terbentuk sferosit. Penelitian yang tipe hangat dibandingkan trombositopenia autoimun.
memeriksa struktur limpa pada pasien SLE denga? AHA
Transfusi. Sebaiknya transfusi darah dihindari, tidak hanya
menemukan bahwa eritrosit dilapisi dengan IgG dan
karena risiko penularan penyakit infeksi, tetapi juga karena
komplemen yang kernudian difagositosis secara lengkap
pengamatan menunjukkan adanya isoantibodi rnelawan
oleh makrofag limpa, dan sebagian kecil oleh sel-sel
sel darah merah pada pasein SLE. Pasien yang mendapat
endotelial sinus. Kebalikannya, di hati, fagositosis e-itrosit
transfusi berulang dapat rnembentuk isoaglutinin terhadap
tersensitisasi oleh sel Kupfer hanya terjadi sesekali.
beberapa antigen eritrosit yang berbeda.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa lirnpa adalah lokasi
Sangat sedikit indikasi untuk melakukantransfusi pada
.utarna destruksi eritrosit
pasien SLE, di antaranya aalah perdarahan masif akut,
Gejala klinis pada AHA sangat bervariasi. Gejala
dengan kadar hemoglobin turun sampai kurang dari 6
disebabkan karena anemianya seperti kelelahan, pusing,
g/dl, atau disertai dengan penyakit jantung atau iskernia
dan dernam.Bukti adanya hemolisis, terrnasuk kuning dan
serebrovaskular yang berat. Respons pasien SLE dengan
urin seperti teh dapat ditemukan. AHA pada pasien SLE
anemia hernolitik autoirnun terhadap kortikosteroidsecara
berkembang secara bertahap pada sebagian besar pasien,
umum sangat baik, sehingga transfusi darah biasanya
tetapi terkadang dapat muncul sebagai krisis hemolitik
tidak diperlukan. Antibodi antieritrosit di sirkulasi dapat
progresif yang cepat.
membuat uji cocok silang darah mepjadi sulit.
Kombinasi AHA hangat dan dingin, Suatu penelitian
rnelaporkan bahwa 7% pasien AHA yang mendapat
transfusi rnempunyai antibodi anti eritrosit IgG hangat TROMBOSITOPENIADANKELAINANTROMBOSIT
dan IgM dingin, kedua antibodi tersebut berkontribusi LAINNYA
terhadap terjadinya hernolisis. Sekitar 20% pasien dari
kelornpok tersebut menderita SLE. Frekuensi dan Masalah
Trombositopenia, didefinisikan sebagai kadar trombosit di
Pengobatan bawah 150.000/rnm3, cukup sering ditemui pada pasien
Terapi medikamentosa. Kortikosteroidsistemik, 1-1-5 mg/ SLE. Sebuah studi multisenter di Eropa melaporkan
kg prednison setiap hari, cukup efektif. Steroid diberikan trombositopenia terjadi pada 13% pasien SLE, sernentara
secara parenteral pada pasien dengan penyakit akut dan angka di Asia rnenunjukkan frekuensi yang lebih tinggi
kemudian diganti rnenjadi obat oral setelah keadaannya yaitu sekitar 30%.
stabil dan mernbaik. Dosis tersebut diberikan selama 4-6 Adanya trombositopenia dapat dijadikan indikator
rninggu dan secara bertahap diturunkan. untuk rnemperkirakan prognosis pasien SLE. Sebuah
Pada pasien yang responsif dengan steroid, respons studi kohort pada 408 pasien dengan waktu pemantauan
klinis akan terjadi dalam waktu satu rninggu. Stabilisasi median selarna 11 tahun menyatakan bahwa adanya
hematokrit terjadi dalam 30-90 hari setelah terapi dimulai. trombositopenia berhubungan dengan peningkatan risiko
Pasien dengan anemia hemolitik berat dan progresif mortalitas yang terkait SLE sebanyak 2,36 kali.
cepat dapat diberikan metilprenisolon 1 g IV selama Penelitian pada 38 keluarga yang memiliki sekurang-
3 hari berturut-turut, diikuti dengan dosis steroid kurangnya 2 orang anggota keluarga dengan SLE
konvensional. Hitung retikulosit dapat digunakan melaporkan bahwa trombositopenia berhubungan denban
sebagai indikator respons terapi dan untuk mendeteksi bentuk SLE familial yang berat dengan gangguan pada gen
relaps saat dosis steroid diturunkan. Hitung retikulosit 1q22-23 dan IIp l 3 yang berkontribusi terhadap garnbaran
yang menurun drastis dihubungkan dengan relaps fenotip yang berat dan mortalitas yang tinggi.
proses hemolitik.
Pengobatan lainnya yang telah dilakukan sdalah Etiologi
pernberian azatioprin 2-2,5 mg/kg dikombinasikan dengan Penyebab trombositopenia pada SLE dapat dibagi menjadi
prednison 10-20 rng/hari pada pasien-pasienyang gagal tiga, yaitu 1) kegagalan produksi yang disebabkan
dengan pemberian prednison. oleh pengobatan atau penyakitnya sendiri, 2) distribusi
Splenektomi. Splenektorni dilakukan pada pasien dengan abnormal, seperti pooling di lirnpa, atau 3) destruksi
AHA tipe hangat idiopatik yang membutuhkan dosis besar-besaran seperti pada sindrom antifosfolipid, anemia
pemeliharaan prednison yang tinggi (20 mg/hari atau hemolitik rnikroangiopatik atau trombositopenia yang
lebih), pasien dengan relaps yang sering, atau mereka diperantarai antibodi.
KELAINAN HEMATOLOGI PADA LUPUS ERITOMATOSUS SlSTEMlK

Purpura Trombositopenik lmun Purpura Trombositopenik Trombotik


Purpura Trornbositopenik lrnun (Immune Thrombocytopenic Kelainan ini rnerupakan kelainan yang jarang terjadi
Purpura, ITP) rnempunyai hubungan yang khusus dengan pada pasien SLE, namun rnerupakan kornplikasi yang
SLE. Kedua penyakit ini urnurnnya rnengenai perernpuan rnengancam jiwa. Kelainan ini ditandai dengan dernarn,
rnuda, selain itu sebagian pasien ITP yang awalnya diduga disfungsi ginjal, anemia hernolitik rnikroangiopatik,
rnerupakan penyakit idiopatik ternyata di kernudian hari trornbsitopenia, dan kelainan neurologis.
rnenarnpakkan garnbaran klasik SLE. Lebih jauh lagi, Pengobatannyadalah dengan kortikosteroid dan infus
purpura trornbositopenik,secara klinik dibedakan dari ITP, plasma, dengan atau tanpa plasrnaferesis.
dapat terjadi sepanjang perjalanan penyakit SLE.
Kelainan Sel Darah Putih
Manifestasi klinis, rnanifestasi klinis trornbositopenia
Leukopenia terjadi pada sekitar 18-50% pasien SLE selarna
pada pasien SLE secara urnurn serupa dengan yang terlihat
perjalanan penyakit. Neutrofil dan/atau lirnfosit di sirkulasi
pada pasien ITP atau trornbositopenia akibat penyebab
dapat rnenurun akibat beberapa sebab. Pengobatan
lain, dan tergantung pada jurnlah hitung trornbosit. Saat
dengan kortikosteroid rnaupun irnunosupresif dapat
hitung trornbosit di bawah 50.000/rnrn3, perdarahan
menekanjumlah lirnfosit absolut akibat sekuestrasi lirnfosit
spontan atau purpura dapat terjadi. Faktor lain yang
di limga dan surnsurn tulang.
rnempengaruhi perdarahan spontan tersebut selain hitung
Lirnfopenia sering terjadi pada pasien SLE dengan
trombosit adalah defek trombosit secara kualitatif dan usia
penyakit yang aktif dan rnempunyai arti patologis yang
trornbosit. Perdarahan biasanya rnuncul sebagai petekie
bermakna. Limfopenia dapat terjadi tanpa leukopenia.
dan/atau ekimosis, terutarna pada tungkai bawah, dengan
Penysbabnya rnungkin karena adanya antibodi
adanya peningkatan tekanan kapiler. Perdarahan hidung,
lirnfositotoksik dan apoptosis lirnfosit.
rnenorrhagia, epistaksis, dan perdarahan gusi dapat
Seperti leukopenia, lirnfopenia dapat disebabkan
pula terjadi. Perdarahan spontan pada otak rnerupakan
oleh faktor selain SLE sendiri. Pengobatan dengan
kornplikasi yang ditakuti dan dapat berakibat fatal.
kortikosteroid dan obat sitotoksik, infeksi, dan perawatan
Pengobatan, urnumnya dianjurkan terapi dengan kortiko- di runah sakit dapat berkontribusi terhadap penurunan
steroid sistemik, yaitu prednison 1-1,5 rng/kg/hari. Terapi hitung lirnfosit, yang rnana rnungkin bukan rnerupakan
kortikosteroidini ekuivalen dengan "splenektorni rnedikal" cerminan aktivitas penyakit.
karena rnencegah sekuestrasi trornbosit berlapis antibodi Limfopenia dapat berkembang pada stadium akut
pada lirnpa. Sebagian besar pasien rnenunjukkan per- pada 84% pasien dan dihubungkan dengan peningkatan
baikan dalarn 1-8 minggu. sedimsntation rate. Saat diagnosis, lirnfopenia diternukan pada
Metilprednisolon IV dosis tinggi juga digunakan untuk 75% ~asien,narnun pada pernantauan selanjutnya, beberapa
trornbositopeniayang berat, narnun kelebihannya dibanding pasien kernudianjuga rnengalarni lirnfopenia sehingga secara
terapi steroid konvensional belurn terbukti. Pemberian yang kurnulatif 93% pasien rnengalarni lirnfopenia.
berulang akan rnengurangi respons trornbosit. L rnfopenia absolut berkorelasi dengan aktivitas
Berbeda dengan ITP idiopatik, splenektornipada pasien penyakit. Pasien dengan hitung lirnfosit absolut kurang dari
SLE dengan trornbositopenia yang resisten steroid tidak 1500 ;el/rnm3 pada saat diagnosis rnenunjukkan frekuensi
dianjurkan karena peningkatan risiko infeksi yang berat dernarn, poliartritis, dan keterlibatan susunan saraf pusat
setelah splenektorni dan terlihat adanya rnanfaat efikasi yang lebih tinggi, sementara prevalensi trornbositopenia
pada pernberian obat-obat yang lain. Danazol dilaporkan dan/ztau anemia hernolitik lebih rendah.
efektif pada beberapa pasien dengan trornbositopenia
yang refrakter terhadap steroid, obat sitotoksik, dan/atau Trombosis
splenektorni. Danazol diberikan dengan dosis rata-rata Trorn3osis merupakan salah satu penyebab kernatian
200 mg, tiga atau ernpat kali sehari. pada SLE selain akibat penyakit SLE aktif, infeksi, dan
Siklofosfarnid IV interrniten juga efektif pada pasien keganasan. Sebuah studi kohort di Eropa pada 1000 pasien
SLE yang refrakter terhadap steroid atau splenektorni atau SLE rnelaporkan bahwa 12 dari 45 pasien pada 5 tahun
rnernbutuhkan peningkatan dosis steroid yang tinggi. pertarna dan 6 dari 23 pasien pada 5 tahun berikutnya
Obat lain yang dilaporkan efektif adalah azatioprin, rneninggal akibat trornbosis. Yang dapat rnenjadi catatan
siklosporin, dapson, dan vinkristin. Gamma globulin IV adalah bahwa trornbosis merupakan penyebab kernatian
juga efektif, narnun efeknya tidak dapat bertahan lama. utarn3 pada pasien SLE setelah 5 tahun.
Seperti pada ITP idiopatik, gamma globulin paling berguna
untuk pengobatan perdarahan yang rnengancarn jiwa Lupus Eritematosus Sistemik dan Sindrom
atau untuk rnempersiapkan pasien rnenjalani operasi Antifosfolipid
gawat-darurat. Sindrorn antibodi antifosfolipid didefinisikan sebagai
.UPUS ERITEMATOSUS DAN SINDROM ANTlBODl ANTlFOSFOLlPlD

penyakit trombofilia autoimun yang ditandai adanya pada endotelium dan agregasi, menurunnya PGll dan
antibodi antifosfolipid yang menetap serta kejadian peningkatan sintesis tromboksan. Terikatnya antibodi
berulang dari trombosis vena/arteri, keguguran, atau atau kompleks imun dari sirkulasi juga dapat menjadi awal
trombositopenia. Trombosis pada pasien SLE hampir selalu terbentuknya mikrotrombus, aktivasi komplemen lokal,
dihubungkan dengan sindrom antibodi antifosfolipid. dan kemudian kerusakan endotel.
Kejadian trombotik yang sering terjadi adalah strok, oklusi
arteri koronaria, dan emboli pulmoner.
Kemungkinan adanya sindrom antifosfolipid pada REFERENSI
pasien SLE harus ditelusuri pada pasien perempuan
muda (kurang dari 40 tahun) yang mengalami strok, Al-Shahi R, Mason JC, Rao R, et al. Systemic lupus erythematosus,
thrombocytopenia, microangiopathic haemolytic anaemia
perempuan hamil dengan keguguran berulang atau and anti CD25 antibodies. Br J Rheumatol. 1997;36:794-8.
adanya riwayat trombosis vena dalam. Pemeriksaan Castelino DJ, McNair P, Kay TW. Lymphocytopenia in a
laboratorium ditemukan antibodi antikardiolipin IgG dan/ hospital population-what does it signify? Aust NZ J Med.
1997;27:170-4.
atau IgM positif, atau antikoagulan lupus positif, biasanya
Cervera R, Khamashta MA, Font J, et al. Morbidity and mortality
disertai dengan pemanjangan masa protrombin atau masa in systemic lupus erythematosus during a 10-year period a
protrombin teraktivasi. comparison of early and late manifestations in a Cohort of
Antibodi antifosfolipid, seperti antibodi antikardiolipin 1,000 patients. Medicine. 2003;82(5):299-308.
Cooper GS, Parks CG, Treadwell EL, et al. Differences by race, sec,
(anticardiolipin antibody, ACA) dan antikoagulan lupus and age in the clinical and immunologic features of recently
(lupus anticoagulant, LA), seringkali ditemukan pada SLE. diagnosed systemic lupus erythematosus patients in the
Falc5o dkk. melaporkan antibodi antifosfolipid ditemukan southeastern United States. Lupus. 2002;11:161-7.
Falclo CA, Alves IC, Chahade WH, Duarte ALBP, Lucena-Silva
pada 50% dari 70 pasien SLE di mana LA dan ACA masing- N. Echocardiographic abnormalities and antiphospholipid
masing ditemukan pada 10% dan 443% pasien. Fraksi IgG antibodies in patients with systemic lupus erythematosus.
dari plasma yang mengandung ACA dan LA pada pasien Arq Bras Cardiol. 2002;79:285-91.
Georgescu L, Vakkalanka RK, Elkon KB, Crow MK. Interleukin-10
SLE dapat meningkatkan aktivasi trombosit yang dipicu
promotes activation-induced cell death of SLE lymphocytes
oleh ADF) sementara IgG yang tidak mengandung ACA dan mediated by Fas ligand. J Clin Invest. 1997;100:2622-33.
LA tidak menunjukkan efek tersebut. Oleh karena itu ACA Hahn BH. Systemic lupus erythematosus. In: Kasper DL, Fauci
dan LA diduga dapat bekerjasama untuk aktivasi platelet AS, Lango DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL, editors.
Harrison's principles of internal medicine. 16("edition. New
dan berperan dalam trombosis arterial pada pasien SLE. York: McGraw Hill; 2005. p. 1960-7.
Antibodi antikardiolipin dan antikoagulan lupus Kao AH, Manzi S, Ramsey-Goldman R. Review of ACR
berikatan dengan fosfolipid membran dengan perantaraan hematologic criteria in systemic lupus erythematosus. Lupus.
2004;13:865-8.
protein plasma seperti a2 glikoprotein I (P2GPI), Kelly JA, Thompson K, Kilpatrick J, et al. Evidence for a
protrombin', protein C, protein S, atau annexin V. Nojima susceptibility gene (SLEH1) on chromosome l l q 1 4 for
melaporkan antibodi antifosfolipid dependen P2GPI, systemic lupus erythematosus (SLE) families with hemolytic
protrombin, aprotein C, protein S, annexin V ditemukan anemia. Proc Natl A Sci. 2002;99(181:11766-71.
Kokori SJ,Ioannidis J, Voulgarelis M, i.zibufas AG, Moutsopoulos
pada masing 30%, 56%, 21%, 28%, dan 30% pasien SLE HM. Autoimmune hemolvtic anemia in ~atients with svstemic
dan berhubungandengan trombosis arteri dan/atau vena, lupus erythematosus. A; J Med. 2000>08:198-204. '
trombositopenia, dan keguguran.Antibodi anti-P2GPI dan Nojima J, Suehisa E, Kuratsune H, Machii T, Koike T, Kitani T,
et al. Platelet activation induced by combined effects of
antiprotrombin merupakan faktor risiko bermakna untuk anticardiolipin and lupus anticoagulant IgG antibodies
trombosis arterial, antibodi anti-protein S untuk trombosis in patients with systemic lupus erythematosus-possible
vena, dan anti-annexin V untuk keguguran. association with thrombotic and thrombocytopenic
complications. Thromb Haemost. 1999;81:436-41.
Nojima J, Kuratsune H, Suehisa E, et al. Association between the
Mikroangiopati Trombotik prevalence of antibodies to 22-Glycoprotein I, prothrombin,
Mikroangiopatiktrombotik adalah istilah yang digunakan protein C, protein S, and amexin V in patients with systemic
untuk menggambarkan kondisi-kondisi dimana terjadi lupus erythematosus and thrombotic and thrombocytopenic
complication. Clin Chem. 2001; 47(6):1008-15.
trombosis mikrovaskular terlokalisasi atau difus. Sindrom Pereira RM, Velloso ER, Menezes Y, Gualandro S, Vassalo J,
ini paling sering ditemukan pada pasien dengan lupus Yoshinari NH. Bone marrow findings in systemic lupus
aktif, dimana perusakanjaringan dan aktivasi komplemen erythematosus patients with peripheral citopenias. Clin
Rheumatol. 1998;17(3):219-22.Abstrak.
sedang terjadi. Quismorio Jr. FP. Hemic and lymphatic abnormalities in SLE. In:
Etiologi mikroangiopati trombotik sangat sedikit Wallace DJ, Hahn BH, editors. Dubois' lupus erythematosus.
diketahui tetapi sepertinya trombosit, faktor humoral 4* ed. Pensylvania: Lea & Febiger; 1993. p. 41830-.
Scofield RH, Bruner GR, Kelly JA, et al. Thrombocytopenia
(antibodi dan komplemen) dan endotelium mikrovaskular
identifies a severe familial phenotype of systemic lupus
memegang peranan penting pada patogenesisnya.Cedera ertythematosus and reveals genetic linkages at lq22 and
pada pembuluh darah kecil merangsang adhesi trombosit llp13. Blood. 2003;101:9927-.
KELAINAN HEMATOLOCI PADA LUPUS ERITOMATOSUS SlSTEMlK 3397

Sultan SM, Begum S, Isenberg DA. Prevalence, patterns of disease


and outcome in patients with systemic lupus erythematosus
who develop severe haematological problems.Rheumatology.
2003;42:230-4.
Voulgarelis M, Kokori SIG, Ioannidis JPA, Tzioufas AG, Kyriaki D,
Moutsopoulos HM. Anaemia in systemiclupuserythematosus:
aetiological profile and the role of erythropoietin. Ann Rheum
Dis. 2000;59:21722-.
Ward MM, Pyun E, Studenski S. Mortality risk associated
with specific clinical manifestations of systemic lupus
erythematosus. Arch Intern Med. 1996;156:133744-.
Winfield JB. Anti-lymphocyte antibodies is systemic lupus
eryhematosus. Clin Rheum Dis. 1985;11:523. Abstrak.
SINDROM ANTIFOSFOLIPID ANTIBODI
Sumartini Dewi

PENDAHULUAN dengan fosfolipid anion (antibodi antifosfolipid-aPL).


Sindrom antifosfolipid antibodi diklasifikasikan pada
Sindrom antifosfolipid antibodi, pertama kali dilaporkan tahun 1999 oleh The Sapporo lnternational Consensus
oleh Hughes, Harris dan Gharavi pada tahun 1986, dikenal Statement on Preliminary Criteria for the Classification of
juga sebagai sindrom Hughes. Sindrom antifosfolipid the Antiphospholipid Syndrome, dan diperbaharui pada
antibodi ini merupakan penyakit autoimun trombofilia tahun 2006.
yang didapat, ditandai dengan adanya autoantibodi yang
membentuk fosfolipid dan protein pengikat fosfolipid.
Manifestasi klinisnya bervariasi dari tanpa keluhan DIAGNOSIS
sampai bentuk yang sangat berat dan mengancam jiwa
seseorang (catastrophic APSICAPS). Kriteria diagnosis sindrom antifosfolipid (2006 The
Secara umum telah dilaporkan bahwa presentasi klinis lnternational Consensus Statement on an Update of
terbanyak dari sindrom antifosfolipid antibodi itu adalah the Classification Criteria for Definite Antiphospholipid
trombosis vena dalam, terjadi pada 29-55% pasien dalam Syndrome)
6 tahun. Pada pasien-pasien tersebut, sedikitnya 50% Diagnosis pasti dari sindrom antifosfolipid antibodi
mengalami emboli paru. ditegakkan bila didapatkan minimal 1 kriteria klinis dan 1
Sindrom antifosfolipid antibodi primer umumnya kriteria laboratorium.
ditemukan pada penderita dengan aPL positif dengan
trombosis idiopatik tanpa disertai penyakit autoimun atau Kriteria Klinis
faktor pencetus seperti infeksi, keganasan, hemodialisis Mengalami 1 atau lebih episode trombosis vena, arterial
atau aPL yang terinduksi obat. atau pembuluh darah kecil pada jaringan atau organ
lstilah sindrom antifosfolipid antibodi sekun3er di- tubuh, danlatau morbiditas kehamilan.
gunakan untuk pasien dengan gambaran klinis yans terkait Trombosis: dibuktikan dengan pemeriksaan imaging
dengan penyakit autoimun (lupus eritematosus s stemik atau histopatologi
primer dan artritis reumatoid) yang disertai tronbosis (Terbukti secara klinis adanya trombosis pada organ
dengan aPL. tubuh akibat trombosis pada pembuluh darah
besar atau kecil. Trombosis vena lebih banyak
ditemukan daripada kejadian trombosis pada arterial.
Pemeriksaan serial radiologi didapat trombosis pada
59% pembuluh vena, 28% pada arterial, dan 13%
Sindrom antifosfolipid antibodi termasuk ke dalam pada keduanya)
golongan penyakit autoimun yang bersifat sistemik (organ Morbiditas kehamilan: satu atau lebih kematian janin
nonspesifik), dengan karakteristik adanya trombosis dengan morfologi normal pada usia kehamilan 5 10
vaskular (arterial atau vena) danlatau morbiditas minggu , atau
kehamilan yang berhubungan dengan tingginya titer Satu atau lebih kelahiran prematur sebelum usia
antibodi terhadap suatu plasma protein yang bcrikatan kehamilan 34 rninggu karena eklarnpsi, preeklarnpsi
berat atau insufisiensi plasenta, atau berfungsi sebagai antikoagulan plasma natural, sehingga
Tiga atau lebih kematian janin (< 10 minggu)/abortus adanya antibodi terhadap protein ini dapat merangsang
habitualis, tanpa adanya kelainan kromosom ayah dan terjadinya trombosis, karena fungsinya sebagai pengontrol
ibu atau kelainan anatomi uterus ibu atau kelainan aktivitas fosfolipid prokoagulan (PL) yang mengandung
hormonal. enzim fosfolipase A2 (PLA2). P2GPI merupakan enzim yang
terikat oleh apolipoprotein-H (apo-H) sebagai penghambat
Kriteria Laboratorium enzim PLA2. Selain dari P2GPI, secara alamiah tubuhjuga
Memiliki titer antiphospholipid antibodies (aPL) yang tinggi membentuk annexin V atau placental anticoagulantprotein
secara menetap, pada pada 2 atau lebih pemeriksaan yang I yang disebutjuga sebagai placental aPL, yang sangat kuat
berbeda dalam jangka waktu minimal 12 minggu dan menghambat enzim PLA2, terutama pada kehamilan dan
tidak lebih dari 5 tahun sebelum terjadi manifestasi klinis, kemalian sel (apoptosis). Penghambat PLA2 yang secara
terdeteksi menurut guideline the International Society on patologis terbentuk dikenal sebagai inhibitor Lupus yang
Trombosis and Hemostasis. Antikoagulan Lupus (LA) yang terdiri dari 2 subgrup, yaitu:
1 . Antibodi antikardiolipin baik dalam bentuk isotipe
IgG maupun IgM antibodi pada serum atau plasma,
berada dalam titer medium atau tinggi (> 40GPL/MPL, Tabel 2. Mekanisme yang Diduga Bqcpp~nDalam
atau > 99 persentil, dengan ELISA) Terjadinya Trombosis (hypercoagulable state) pada
2. Adanya aktivitas Lupus antikoagulan pada plasma Sindrom
3. Antibodi P2-glikoprotein I (P2-GPI) dalam bentuk lnteraksi antara sel endotelial-aP1:
isotipe IgG atau IgM pada serum atau plasma (dengan Antibodi antikardiolipin dan antibodi P2GPI akan
titer > 99 persentile). meningkatkan aktivasi dan adhesi trombosit pada
endotel.
Adanya kerusakan atau aktivasi endotel vaskular yang
Tabel 1. Beberapa Perubahan Penting pada Kriteria akan rneningkatkan ekspresi molekul adhesi.
Revisi Diternukan adanya antibodi antiendotelial
aPL rnenginduksi adhesi monosit pada sel-sel
Penambahan kategori diagnosis sindrorn pre-antifosfolipid
endotelial
Penambahan kategori diagnosis sindrom fosfolipid
peningkatan ekspresi dari tissue factor pada per-
mikroangiopatik rnukaan monosit
Kriter~auntuk diagnosis pa!ti sindrorn antifosfolipid:
mengganti perneriksaan aCL dengan anti- P2-GPI lnteraksi dari aP1-trombosit:
Penambahan perneriksaan IgA untuk aPL aktivasi trornbosit
Penarnbahan perneriksaan antibodi anti-protrornbin merangsang produksi trornboksan
Penambahan perneriksaan antibodi anti-annexin V pada
pasien dengan riwayat abortus berulang lnteraksi antara aPL dengan sistem koagulasi:
Penarnbahan perneriksaan untuk jenis lain dari aPL Fengharnbatan aktivasi dari Protein C rnelalui kompleks
Anjuran pendekatan terbaik untuk mendeteksi lupus trornbornodulin-trornbin
Fenghambatan aktivasi dari Protein C melalui jalur
antikoagulan
kofaktor protein S
lnteraksi antara aPL dengan substrat dari protein C aktif,
PATOGENESIS DAN PATOFlSlOLOGl seperti faktor Va dan Vllla
17teraksi antara aPL dengan annexin V, anticoagulant
shield
Antibodi Antifosfolipid lnhibisi aktivitas protein C, protein S dan faktor-
Antibodi antifosfolipid (aPLA) didefinisikan sebagai faktor koagulasi lain. Pada penderita dengan antibodi
imunoglobulin yang bereaksi dengan dinding sel bagian antifosfolipid dapat ditemukanjuga antibodi terhadap
luar yang komponen utamanya adalah fosfolipid. Antibodi heparidheparan sulfat, protrornbin, platelet-activating
antifosfolipid ini mempunyai aktivitas prokoagulan factor, tissue-type plasminogen activator, protein S,
terhadap protein C, annexin V, trombosit, dan menghambat annexin (2, IV dan V), trornboplastin, oxidized low density
lipoprotein, trombomodulin, kininogen, factor VII, Vlla
fibrinolisis. Fosfolipid antikoagulan disebut juga sebagai
dan XII. Antibodi terhadap oxidized low density lipopro-
antifosfolipid (aPL), yang secara struktural hampir
tein rnerupakan factor yang berperan dalam terjadinya
menyerupai komplemen. Secara alamiah/fisiologis, aPL aterosklerosis.
yang dibentuk oleh tubuh adalah P2-glikoprotein I (P2GPI). Antibodi terhadap heparinlheparan sulfat pada
p2GPI akan berikatan dengan fosfolipid yang bermuatan tempat ikatan dengan antitrombin Ill dapat mengakti-
negatif dan menghambat aktivitas kontak kaskade vasi koagulasi dengan cara mengharnbat pernbentukan
koagulasi dan konversi protrombin-trombin. P2GPI kompleks heparin-antitrombin-trombin.
LUPUS ERITEMATOSUS D A N SINDROM ANTlBODl ANTlFOSFOLlPlD

LA tromboplastin sensitif yang menghambat konpleks setidaknya 30% pasien tersebut tidak rnengalami sindrom
Vlla, Ill, PL, dan Ca2+,mengakibatkan pemanjangar~rnasa antifosfolipid antibodi.
protrombin (PT), dan LA tromboplastin non-sensitif yang The Montpellier Antiphospholipid study, dengan 1014
menghambat kompleks Vllla, IXa, PL, Ca2+- jumlah subjek yang datang berobat ke poli penyakit dalam
Aktivasi kornplemen melalui perlekatan aPL ke per- dengan berbagai diagnosis penyakit, diternukan 7.1%
mukaan endotel dapat menimbulkan kerusakan eidotel dengan aCL tapi hanya 28% dari jumlah tersebut yang
dan rnerangsang trornbosis yang berperan dalam memiliki rnanifestasi klinis dari sindrom antifosfolipid
terjadinya kematian janin. antibodi.
Risiko trornbosis pada pasien dengan sindrom
Kehilangan Janin/Kehamilan (Pregnancy loss) antifosfolipid antibodi diperkirakan sekitar 0,5% - 30%.
Pada penelitian terhadap 1000 pasien yang dilaporkan
dalam the multicenter Euro-Phospholipid Project, sindrorn
Slstem imun
antifosfolipid antibodi lebih banyak diternukan pada
wanita dibandingkan pria dengan rasio 5:l.
Pada pasien lupus eriternatosus sisternik, rasio pria/
wanita lebih tinggi. Pasien wanita juga mernperlihatkan
gambaran klinis arthritis livedo retikularis, dan migrain
yang lebih sering dibandingkan pria, yang terutama
memberikan gejala klinis yang lain seperti infark miokard,
epilepsi, dan trornbosis arteri pada tungkai bawah.
Manifestasi klinis dari sindrom antifosfolipid anti-
bodi, terutama terjadi pada usia rata-rata 31 tahun.
Penyakit ini dapat ditemukan pada anak-anak ataupun
usia lanjut, meskipun 85% pasien yang dilaporkan pada
Garnbar 1. Mekanisme abortus/kematian janin pada sindrom the Euro-Phospholipid Project hanya ditemukan pada usia
antifosfolipid antibodi 15 -85 tahun, jarang ditemukan pada usia >60 tahun.
Pada pasien yang rnanifestasi klinisnya baru terjadi pada
usia > 50 tahun, pria lebih banyak terkena dengan gejala
klinis stroke dan angina pektoris dan jarang disertai livedo
retikularis.

Manifestasi Klinis
Secara umurn, dikenal 5 kelompok Sindrom antifosfolipid
antibodi:
1. Sindrom antifosfolipid antibodi yang tidak berkaitan
dengan penyakit reumatik
2. Sindrorn antifosfolipid antibodi yang berkaitan
dengan penyakit reumatik/autoimun
3. Catastrophic APS (CAPS)
4. aPL antibodi (tanpa gejala)/pre-probable APS
5. Sindrom antifosfolipid antibodi seronegatif.

Sindrom Antifosfolipid Antibodi yang tidak


Berkaitan dengan Penyakit Reumatik
Manifestasi klinis yang khas dengan atau tanpa adanya
Prevalensi hasil test positif untuk serologi aPL, namun tidak disebut
Lupus antikoagulan dan antibodi antikardiolipin arltibodi sebagai definite APS, melainkan dinamakan sebagai
(aCL) pada dewasa muda yang sehat hanya ditemukan probable APS/pre-APS. Pasien-pasien ini diklasifikasikan
1-5%. sebagai probable APS atau pre-APS.
Prevalensi meningkat seiring peningkatan usia, ter- Manifestasi klinisnya meliputi: livedo retikularis, chorea,
utarna pada usia lanjut dengan penyakit kronis. Meskipun trornbositopenia, abortus, dan lesi pada katup jantung.
trombosis dapat terjadi pada 50 - 70% pasien dengan aPL Kelainan kulit yang paling sering ditemukan pada
dan lupus eriternatosus sisternik dalam 20-tahun follow-up, sindrorn antifosfolipid antibodi adalah livedo retikularis.
vena idiopatik, pada pemeriksaan sPL pertama hasilnya
negatif. Pemeriksaan pada beberapa bulan berikutnya
baru memberikan hasil positif .

Sindrom Antifosfolipid Antibodi yang Berkaitan


dengan Penyakit Reumatik/Autoimun
Penyakitjaringan ikat yang banyak disertai sindrom anti-
fosfolipid antibodi adalah lupus eritematosus sistemik
I (tanpa LES-"Prime?)
APS (LES/lupus) dan artritis reumatoid. Penyakit autoimun lain
yang dilaporkan bersamaan dengan aPL adalah polimialgia
reumatika, sindrom Behcet's, skleroderma, sindrom
Sjogren's, poliarteritis nodosa, polikondritis berulang,giant
cell arteritis, arteritis Takayasu, anemia hemolitik autoimun,
sindrom Evan's, dan imun trombositopenia purpura.
Gambar 2. Spektrum klinis dari sindrom antifosfolipid Hubungan antara sindrom antifosfolipid antibodi
antibodi. dengan lupus eritematosus sistemik dan artritis reumatoid
banyak ditemukan, namun hubungan dengan penyakit lain
Beberapa penelitian mendapatkan bahwa manifestasi baru didapatkan pada laporan kasus.
kelainan kulit merupakan menifestasi awal Sindrom Kurang lebih 12 - 34% pasien lupus diketahui disertai
antifosfolipid antibodi yang terjadi pada > 41% pasien. aPL. Sekitar 12 - 30% memiliki antikardiolipin antibodi/aCL
Livedo reticularis sendiri dapat memprediksi adanya dan lupus antikoagulan berkisar antarq 15-34%, dan 20%
sindrom antifosfolipid antibodi dan komplikasi stroke didapatkan P2-GPI. Pada pasien lupus dengan aPL, 50 -
serta bentuk trombosis yang lainnya. Pasien-pasien 70% menjadi sindrom antifosfolipid antibodi yang didapat
ini dapat disertai hipertensi, kelainan katup jantung, pada pengamatan selama 20 tahun. Namun demikian
epilepsi dan kelainan pada arteria renalis. Pemeriksaan sekitar 30% pasien dengan aPL tidak memper-lihatkan
lanjutan diperlukan untuk menilai apakah seorang pasien gejala klinis kejadian komplikasi trombosis. Kelangsungan
yang memenuhi kriteria pre-APS tersebut mendapatkan hidup secara kumulatif pada pasien lupus dengan sindrom
keuntungan untuk terapi antikoagulan untuk mencegah antifosfolipid antibodi (65%) secara signifikan 15 tahun
kejadian trombosis vascular di kemudian hari. lebih rendah daripada pasien yang tanpa disertai sindrom
Diperkenalkanjuga satu jenis sindrom antifosfolipid antifosfolipid antibodi (90%).
antibodi baru, yang merupakan jenis sindrom antifos-
folipid antibodi mikroangiopati.
Kriteria tahun 2006 juga memperkenalkan pasien
dengan manifestasi klinis yang khas untuk sindrom
antifosfolipid antibodi hasil serologis aPL-nya negatif
(seronegative APSISNAP), seperti yang ditemukan pada Jenis kelamin Pecsentase
pasien Sneddon's syndrome (dengan tiga gejala klinis: Anemia hemolitik
stroke, livedo retikularis, dan hipertensi). Sebagian Trombosipenia purpura imun
pasien ini mengalami kejadian trombosis arteri atau Artritis juvenil
Artritis reumatoid
Artritis psoriatik
Skleroderma
Sindrom Behcet's
Trombosis vena dalam (DVT) : 31.7% Sindrom Sjogren
Trombositopenia : 21.9% Mixed connective tissue disease
Livedo retikularis : 20% Polimiositis dan dermatomiositis
Stroke : 13.1% Polimialgia reumatika
Tromboflebitis superfisialis : 9.1% Osteoartritis
Emboli fulmonal : 9.0%
Gout
Kematian Fetus : 8.3%
Multipel sklerosis
Tmnsient ischemic attack : 7.0%
Anemia hemolitik : 6.6% Vaskulitis
Catastrophic APS : sebagian kecil (0,8%) Penyakit tiroid autoimun
LUPUS ERITEMATOSUS D A N SINDROM ANTlBODl ANTlFOSFOLlPlD

Pasien dengan sindrom antifosfolipid antibodi dan pada 78%, dan 66% dengan keterlibatan paru, 56% dengan
lupus lebih sering memberikan gejala klinis artritis, keterlibatan sistem vena sentral, 50% dengan keterlibatan
livedo retikularis, trombositopenia, leukopenia, atau jantung, dan 50% dengan kelainan kulit. CAPS lebih sering
anemia hemolitik. Dapat terjadi sumbatan pembuluh ditemukan pada wanita (66%) dibandingkan pria (34%).
darah berbagai ukuran pada pasien lupus dan sindrom Sebanyak 28 pasien (56%) memiliki sindrom antifosfolipid
antifosfolipid antibodi akibat trombosis. antibodi primer, 15 pasien (30%) ditemukan dengan lupus,
Pada pemeriksaan histopatologi ditemukan sebukan 6 pasien (12%) memiliki sindrom "menyerupai lupus", dan
sel radang pada dinding pembuluh darah pasien lupus 1 pasien (2%) dengan artritis reumatoid. Trombositopenia
dengan vaskulitis bukan akibat sindrom antifosfolipid didapatkan pada 34 (68%) pasien, dan anemia hemolitik
antibodi. Tromboemboli kardiak dapat terjadi pada pasien pada 13 (26%) pasien.
lupus akibat vegetasi dari Libman-Sacks verukosa, yang Antibodi yang ditemukan,terutama: lupus antikoagulan
juga diduga bertanggungjawab sebagai penyebab stenosis (94%), aCL (94%), anti-double-stranded DNA (87% pasien
valvular, insufisiensi, dan dekompensasi jantung. Lesi dengan Lupus), antibodi antinuklear (58%), anti-Ro/SS-A
pada katup mitral dan aorta, berkaitan dengan aCL dan (8%), protein anti-ribonukleat (8%), dan anti-LaISS-B
manifestasi klinis sindrom antifosfolipid antibodi danjuga (2%). Faktor-faktor presipitasi berperan dalam terjadinya
berkaitan dengan pasien lupus, lama penyakit dan aktivitas CAPS pada 11 kasus (22%), 3 kasus dengan infeksi, 3
penyakit. Pasien dengan aPL dapat memiliki kelainan kasus menggunakan kontrasepsi oral, 4 kasus mengalami
jantung lain, bukan akibat dari penyakit lupusnya. prosedur operasi (3 operasi minor dan 1 operasi major),
withdrawal pemakaian antikoagulan pada 2 kasus, dan
Catastrophic APS (CAPS) histerektomi pada 1 kasus.
Penderita sindrom antifosfolipid dapat mengalami Analisis yang dilakukan oleh Asherson dan Cervena
trombosis yang luas dengan gagal organ multipel. CAPS, pada tahun 2003 mencatat bahwa infeksi dapat men-
adalah suatu sindrom yang mengenai sistem multiorgan cetuskan kejadian CAPS hingga 40%. Trombosis awal dapat
sebagai manifestasi klinis dari sindrom antifosfolipid berupa trombosis akut yang khas pada pasien dengan
antibodi, pertama kali dilaporkan oleh Asherson. sindrom antifosfolipid antibodi, kemudian dapat secara
Sindrom ini dikenal dengan nama sindrom Asherson's cepat berkembang menjadi mikroangiopati sistemikyang
pada tahun 2003. Terjadi pada kurang dari 1% pasien dilaporkan oleh Kirchens sebagai suatu thrombotic storm.
sindrom antifosfolipid antibodi, sindrom ini dikenali Catastrophic APS sering berakibat fatal dengan
dengan adanya penyumbatan multipel pada pembuluh angka mortalitas44-48%, meskipun telah diberikan terapi
darah kecil, yang kemudian menyebabkan kegagalan antikoagulan dan imunosupresif.
multi organ dan meningkatkan morbiditas dan mortalitas
penyakit ini. Sindrom ini memiliki onset yang akut dan
Tabel 6. Kriteria.untukgKllsifi~siRsien CAPSa
ditemukan keterlibatan sedikitnya 3 sistem organ tubuh
yang berbeda dalam hitungan hari atau minggu. Secara 1. Terbukti melibatkan 3 organ, sistern, danlataujaringan
tubuh
histopatologi, ditemukan bukti adanya penyumbatan pada
2 Manifestasi klinis yang terjadi berlangsung < 1 rninggu
pembuluh darah kecil dan besar. Gambaran yang khas
3. Terbukti pada garnbaran histopatologi dari penyum-
pada sindrom ini adalah adanya suatu mikroangiopati batan pembuluh darah kecil sedikitnya pada satu organ1
akut, dibanding-kan penyumbatan pada pembuluh darah jaringan tubuh.
besar, yang lebih sering ditemukan pada pasien baik 4. Konfirrnasi Laboratoriurn: aPL (+) (lupus antikoagulan
sindrom antifosfolipid antibodi primer maupun sekunder. danlatau aCL danlatau P2-GPI antibodi)
Gambaran klinis berkaitan dengan adanya iskernik organ Disebut Diagnosis Pasti CAPS bila mernenuhi ke-4
dan jaringan, termasuk gagal ginjal akibat renal thrcmbotic kriteria di atas
Disebut Probable CAPS bila rnemenuhi kriteria 2,3, dan
micro-angiopathy, acute respiratory failure akibat dari adult
4, disertai bukti keterlibatan 2 organ, sistern, danl atau
respiratory distress syndrome, injuri serebral akibat dari jaringan tubuh:
mikrotrombi dan mikroinfark, dan gagal jantung akibat - Ke-4 kriteria tersebut, tanpa konfirmasi laboratorium
dari mikrotrombi. terhadap perneriksaan aPL dalarn 6 rninggu setelah
Analisis yang dilakukan oleh Asherson dan kawan- had(+) yang pertama (karena kematian yang terjadi
kawan pada tahun 1998 terhadap 50 pasien (5 dari klinik sebelurn pasien sernpat mengulangnya sebelurn
merika dan 45 yang didapat dari studi literatur), ditemukan te jadi CAPS)
sekitar 28% pasien dengan gambaran klinis yang khas dari - Kriteria 1,2, dan 4
- Kriteria 1,3, dan 4, ditarnbah episode kejadian ke-3
suatu disseminated intravascular coagulation. Kematian
dalam > I rninggu <I bulan, tanpa mendapat terapi
yang ditemukan pada dua studi besar, terhadap total 130 antikoagulan
pasien, lebih besar dari 48%. Keterlibatan ginjal terjadi
SINDROM ANTIFOSFOLIPID ANTIBODI 3403 ,"

aPL Antibodi Tanpa Gejala Klinis/Asimptomatik 5. Sindrom tipe V:


Pasien dapat ditemukan dengan aPL positif meski tanpa - Trombosis vaskular plasenta
gejala klinis trombosis yang jelas atau manifestasi klinis - Fetal wastage (sering pada trimester I, dapat
yang lain. Pasien dengan infeksi, keganasan, hemodialisis, terjadi pada trimester 2 dan 3)
dan aPL terinduksi obat, kejadian trombosis lebih jarang - Trombositopeni maternal
ditemukan. 6. Sindrom tipe VI:
Adanya aPL dalam tubuh seseorang masih belum - Antibodi antifosfolipid tanpa manifestasi klinis
dimengerti patogenesisnya. Penjelasan tentang seseorang
dengan aPL tanpa disertai penyakit yang mendasarinya 1
Tabel 7. Distribus@J$ri,,l ~~@e,~n$f@&@jjp'~Antibodi
pada Sindrom ~n&osfo<ipl&'"'
juga masih belum diketahui. Mengapa kemudian sebagian
penderita tersebut mengalami trombosis dan sebagian 36% igG antibodi antifosfolipid
lainnya tidak terjadi juga masih menjadi pertanyaan besar. 17% IgM antibodi antifosfolipid
Bila keberadaan aPL dianggap sebagai faktor predispo- 14% IgA antibodi antifosfolipid
sisi, maka adanya faktor pencetus atau 'double hit, dapat 33% merniliki carnpuran dari ke-3 isotipe
menimbulkan kejadian trombosis pada seseorang.
Penting sekali untuk dapat mengenali berbagai
faktor risiko pada aPL atau sindrom antifosfolipid M A N IFESTASI KLINISSINDROMANTIFOSFOLIPID
antibodi asimptomatik (tanpa trombosis) yaitu dengan ANTlBODl
ditemukannya lupus antikoagulan, dan peningkatan kadar
Berdasarkanjenis pembuluh darah yang terkena:
IgG aCL. Berbagai laporan telah menyebutkan bahwa
masing-masing faktor risiko tersebut meningkatkan risiko 1. Trornbosis pada vena-vena besar
terjadinya trombosis hingga lima kali lipat. Ditemukannya a. Kelainan neurologi: transient ischemic attack,
aPL yang menetap dalam waktu lama juga secara progressif stroke iskemik, chorea, kejang, demensia, mielitis
meningkatkan risiko kejadian trombosis. transversa, ensefalopati, migrain, pseudotumor
cerebri, trombosis vena cerebri, mononeuritis
Sindrom Antifosfolipid Antibodi Seronegatif multipleks.
Merupakan kelompok pasien yang sudah teridentifikasi b. Kelainan mata: trombosis vena danlatau arteri
memberikan gambaran klinis sidnroma antifosfolipid retina, amaurosis fugax
antibodi, tanpa adanya aPL, lupus antikoagulan,b2-GPI, c. Kelainan kulit: flebitis superfisial, ulkus pada tung-
antifosfolipid subtipe antibodi, atau sebagian pasien kai, iskemik distal, blue toe syndrome
ditemukan aPL pada pemeriksaan laboratorium. Kelompok d. Kelainan jantung: infark miokard, vegetasi pada
pasien ini disebut memiliki sindrom SNAP. Sebagian katup, trombus pada intrakardiak, aterosklerosis
pasien ini mengalami kejadian trombosis arteri atau e. Kelainan paru: emboli paru, hipertensi pulmonal,
vena idiopatik dan pada pemeriksaan pertama untuk trombosis arteri pulmonari, perdarahan alveolar.
aPL hasilnya negatif. Pemeriksaan pada beberapa bulan f. Kelainan pada arterial: trombosis aorta, trombosis
berikutnya baru memberikan hasil positif. pada arteri besar dan kecil.
Sindrom trombosis yang berhubungan dengan g. Kelainan ginjal: trombosis arteri dan vena renalis,
antibodi antifosfolipid: infark ginjal, gagal ginjal akut, proteinuria,
1. Sindrom tipe I: hematuria, sindrom nefrotik
- Trombosis vena dalam dengan atau tanpa emboli h. Kelainan gastrointestinal: sindrom Budd-Chiari,
paru infark hepar, infark kandung empedu, infark
2. Sindrom tipe II: usus, infark limpa, pankreatitis, asites, perforasi
- Trombosis arteri koroner esofagus, kolitis iskemik.
- Trombosis arteri perifer i. Kelainan endokrin: infark atau krisis adrenal,
- Trombosis aorta infark testis, prostat, dan infark serta kegagalan
- Trombosis arteri karotis hipofise.
3. Sindrom tipe Ill: j. Trombosis vena: Trombosis pada ekstremitas,
- Trombosis arteri retina trombosis adrenal, trombosis hepatik, trombosis
- Trombosis vena retina mesenterika, trombosis pada vena-vena limpa,
- Trombosis serebrovaskular trombosis vena cava.
- Transient cerebral ischemic attacks k. Komplikasi obstetri: abortus, intrauterine growth
4. Sindrom tipe IV: retardation, anemia hemolitik, peningkatan enzim
- Sindrom tipe campuran dari tipe I, II dan Ill hepar, dan trombositopenia (sindrom HELLP),
3404 LUPUS ERITEMATOSUS DAN SINDROM ANTIBODI ANTIFOSFOLIPID

oligo-hidramnion, preeklampsia.
I. Kelainan hematologi: Trombositopenia, anemia
hemolitik, sindrom hemolilik-uremik, purpura
trombotik trombositopeni.
m. Lain-lain: perforasi septum nasalis, nekrosis
avaskular pada tulang,
2. Trornbosis arteri
Trombosis arterial lebihjarang dijumpai dibandingkan
dengan trombosis vena dan terjadi sebagai bagian
Subungual splinter haemorrhage
dari gejala klinis sindrom antifosfolipid antibodi
primer.
Pasien-pasiendengan trombosis arteri, urnumnya
mengalami transient ischemic attack atau stroke
(50%) atau infark miokard (23%). Kejadian serangan
sumbatan arteri tersebut umumnya d i d u g ~suatu
sindrom antifosfolipid antibodi , bila terjaci pada
individu tanpa faktor risiko aterosklerosis. Umumnya
terjadi pada usia < 60 tahun, tanpa faktor risiko klasik
untuk aterosklerosis (riwayat keluarga, merokok,
h i,~ e r l,i ~ i d e m. i ahiwertensi,
8
. diabetes mellitusl.
Ditemukannya aCL mer~~pakan faktor risiko untuk Vaskulitis perifer
kejadian stroke. Trornbosis arterial pada pasien
sindrom antifosfolipid antibodi dapatjuga terjadi pada
pembuluh darah besar dan kecil, yang tidak khas untuk
penyakit thrombophilic disorders lain atau penyakit
sumbatan aterosklerotik lainnya. Lokasi trombosis
arteri ini umumnya terjadi pada arteri brakialis dan
subklavia, arteri axillaris (sindrom arkus aorta:, aorta,
iliaka, femoralis, renalis, mesenterika, retinal, den arteri
perifer lainnya. Manifestasi klinis tentunya berkaitan
denqan ukuran diameter pembuluh darah dan lokasi
<

arteri yang terkena. Livedo retikularis

3. Trornbosis Mikrovaskular Berdasarkanjenis organ atau jaringan tubuh yang terlibat:


a. Kelainan pada mata: retinitis
Kelainan kulit
b. Kelainan kulit: livedo retikularis, gangren
Manifestasi kelainan kulit dapat merupakan gejala
superfisial, purpura, ekimosis, nodul subkutan
klinis pertama dari APS. Secara histopatologi,
c. Kelainan jantung: infark miokard, mikrotrombi
gambaran yang umum ditemukan adalah trombosis
miokard, miokarditis, kelainan katup
vaskular yang bersifat non inflamasi. Secara klinis,
d. Kelainan paru: acute respiratory distress syndrome,
pasien-pasien tersebut memiliki kelainan kulit
perdarahan alveolar
seperti livedo retikularis, necrotizing vaskulitis,
e. Kelainan ginjal: gagal gjnjal akut, trombosis mik-
livedoid vaskulitis, ulserasi dan nekrosis kulit, makula
roangiopati, hipertensi
eritematosus, purpura, ekimosis, nodul kulit yang
f. Kelainan gastrointestinal: infark atau gangren
terasa nyeri, dan subungual splinter hemorrhages.
usus, hepar, dan limpa
Anetoderma, discoid lupus erythematosus, cutaneous
g. Kelainan hematologi: disseminated intravascular
T-cell lymphoma, dan penyakit-penyakit yang serupa
coagulation/DIC (hanya terjadi pada CAFS)
dengan sindrom Degos dan Sneddon's juga pernah
h. Lain-lain: mikrotrombi, mikroinfark
dilaporkan meskipunjarang ditemukan. Pasien dengan
Beberapa gambaran klinis yang dapat ditemukan livedo retikularis dan APS sering disertai kejadian
pada pemeriksaan fisis pasien s i n d r o m trombosis pada jantung dan serebral, epilepsi, dan
antifosfolipid antibodi: migraine headaches.
SINDROM ANTIFOSFOLIPID ANTlBODl

2. Kelainan paru trombositopeni autoimun telah dikenal sejak tahun


Garnbaran utarna dari kelainan paru yang terkait 1985 yang dilaporkan oleh Harris dan kawan-kawan
dengan APS adalah PE. Trombosis in situ juga pernah dan baru-baru ini dilaporkan pada 38% pasien
dilaporkan pada suatu kejadiantromboembolisrne. aPL sindrom antifosfolipid antibodi. Pada follow-up
berhubungan dengan hipertensi pulrnonal, dan pada ditemukan trombosis pada 60% pasien aPLdan hanya
suatu penelitian terhadap 38 pasien dengan hipertensi 2 3% pada pasien tanpa aPL. Untuk membuktikan
pulrnonal prekapiler, ditemukan 30% memiliki aPL. bahwa trornbositopenia yang terjadi pada pasien
Vaskulopati pulrnonal refrakter noninflamasi ditandai benar-benar terkait dengan aPL, pasien-pasien yang
dengan adanya trornbosis rnikrovaskular dapat berdiri diduga memiliki aPL-associated thrombocytopenia
sendiri atau terkait dengan CAPS. apabila mereka memiliki aPL yang memenuhi criteria
laboratorium dengan trombositopenia (trombosit
3. Kelainan gastrointestinal
~ 1 0 0 , 0 0 0 yang
) ditemukan sedikitnya dalam 2
Trombosis pada vena hepatica sebagai manifestasi
kali perneriksaan, dalam jangka waktu 12 minggu
klinis sindrom antifosfolipid antibodi akibat dari
dan dibuktikan tidak memiliki TTP, disseminated
sindrom Budd-Chiari. Trombosis mesenterika dan
intravascular coagulation, pseudotrombositopenia,
vena porta pada sindrom antifosfolipid antibodi
atau heparin-induced thrombocytopenia.
telah banyak dilaporkan. Manifestasi klinis lain dari
trombosis pada pembuluh darah besar dan kecil 8. Perdarahan
pada hati rneliputi infark hati, pankreatitis, nekrosis Pada pasien dengan sindrom antifosfolipid antibodi
esofagus, iskemia dan infark usus dan ulserasi kolon, jarang terjadi perdarahan yang hebat. Perdarahan
kolesistitis akalkulus dengan nekrosis kandung capat diakibatkan oleh komplikasi koagulopati
empedu, dan ulserasi pada giant gastric. a'isseminatedintravascular coagulation, yang mung kin
terjadi pada pasien dengan CAPS. Kasus-kasus
4. Manifestasi pada ginjal
yang disertai perdarahan yang hebat pada sindrom
Manifestasi utama sindrom antifosfolipid antibodi
antifosfolipid antibodi rnerupakan tanda dari beratnya
pada ginjal terkait dengan adanya trombosis
penyakit, akibat hipo-protrombinemia didapat.
mikroangiopati, dikenal dengan nama aPL-associated
Pemanjangan masa protrornbin dan aktivasi dari
nephropathy. Komplikasi lain dapat berupa trombosis
masa parsial thromboplastin dapat berkaitan dengan
vena renalis, infark ginjal, stenosis arteri renalis, dan
keberadaan lupus antikoagulan dan tidak selalu terkait
trombosis vaskular pada allograft.
dengan beratnya defisiensi protrombin.
5. Kelainan retina
Trombosis vena dan arteri pada pembuluh dara retina Keadaan-Keadaan Lain yang Berhubungan dengan
sudah banyak dikenal sebagai manifestasi dari sindrom Antibodi Antifosfolipid
antifosfolipid antibodi. Garnbaran yang paling sering
diduga karena suatu aPL adalah sumbatan difus pada Nekrosis avaskular. Kejadian nekrosis avaskular
arteri retina, vena atau keduanya, dan neovaskularisasi meningkat pada pasien dengan aPLpositif, biasanya terjadi
pada saat yang bersamaan. Manifestasi kelainan pada pada pasien yang ketergantungan terhadap kortikosteroid:
mata lainnya adalah berupa neuropati optik dan 73% pasien SLE dengan nekrosis avaskular diternukan
sumbatan arteri silioretina. rnemiliki aPL. Pada penelitian terbaru, didapatkan kejadian
asim~tomatiknekrosis avaskular melalui MRI pada 20%
6. Manifestasi klinis yang lain pasien sindrom antifosfolipid primer.
Beragam gejala klinis lain yang telah dilaporkan terkait
dengan sindrorn antifosfolipid antibodi telah banyak Sindrom antifosfolipid antibodi akibat induksi obat.
dilaporkan. Jarang ditemukan namun cukup penting Sejurnlah obat-obatan telah terbukti dapat mencetuskan
adalah perdarahan adrenal, nekrosis sumsum tulang penyakit aPL. Diantaranya adalah chlorpromazine,
(terutarna pada CAPS), dan kehilangan pendengaran phenytoin, hydralazine, procainamide, fansidac quinidine,
tiba-tiba. interferon, dan cocaine. Terutama aPL dengan tipe IgM,
ditemukan pada kadar rendah, dan tidak berkaitan dengan
7. Kelainan hematologi peningkatan insidensi kejadian trombosis.
Trombositopenia (trombosit ~ 1 0 0 , 0 0 0 didapatkan
)
pada 20% - 40% pasien sindrom antifosfolipid antibodi lnfeksi dengan sindrom antifosfolipid antibodi.
dan umurnnya bersifat ringan. Trombositopenia berat Beberapa agen infeksius dapat mencetuskan terjadinya
sering diternukan pada kasus CAPS dan disertai aPL. Antibodi-antibodi yang terinduksi oleh infeksi ini
adanya disseminated intravascular anticoagulation dikenali sebagai anionicphospholipid epitopes yang secara
atau TTP. Hubungan antara aPL dengan purpura langsung bereaksi melalui kofaktor p2-GP I. Autoantibodi
3406 LUPUS ERITEMATOSUS DAN SINDROM ANTIBOD! ANTIFOSFOLIPID

yang lebih sering diternui adalah IgM dibandingk~nIgG Keadaan-keadaan Lain


aCL. Antibodi antifosfolipid juga ditemukan pada sickle cell
Garnbaran klinis khas sindrom antifosfolipid antibodi anemia, anemia pernisiosa, diabetes mellitus, inflammatory
jarang diternukan pada aPL yang disebabkan infeksi. bowel disease, terapi pengganti ginjal dialysis dan sindrorn
Beberapa infeksi, telah dibuktikan terkait dengan Klinefelter.
pembentukan aPL dan P2-GPI dan berhubungan dengan
kejadian trombosis: Pemeriksaan Penunjang
Bakteri: septikerni, leptospirosis, sifilis, Lyme aisease IgG, IgM dan IgA antibodi antikardiolipin
(Borreliosis), tuberkulosis, lepra,endokarditis infektif, IgG, IgM dan IgA anti P2-Glikoprotein I
demam reurnatik post infeksi streptokokus, infeksi Test lupus antikoagulan
klebsiela.

--
Virus: parvovirus B19, HIV, HTLV-1, hepatitis virus Diagnosis Banding
A,B dan C, mumps, cytomegalovirus, varicella-zoster, Keguguran, kelahiran premature karena sebab lain
Epstein-Barr, adenovirus, Rubella [56]. (kelainan hormonal, kelainan kromosorn atau kelainan
Parasit: malaria, pneumocystic carinii, leishmaniasis. anatomi uterus dan jalan lahir)
Sumbatan vena karena sebab lain (kelainan koagulasi,
lnfeksi berperan sebagai faktor pencetus pad2 lebih
kanker, penyakit rnieloproliferatif, sindrorn nefrotik)
kurang 40% kasus-kasus CAPS.
Surnbatan arterial karena sebab lain (aterosklerosis,
Keganasan dengan sindrorn antifosfolipid antibodi. emboli karena fibrilasi atrial, miksorna, endokarditis)
Telah diketahui bahwa keganasan rnerupakan 'aktor Trombotik trornbositopeni purpura
risiko besar untuk terjadinya trornbosis vena. Variasi Sindrorn hernolitik urernik
jenis keganasan baik berbentuk solid atau keganasan
hernatologi telah dilaporkan berkaitan dengan aPL. Penatalaksanaan
Hubungan antara keganasan dengan kejadian aP-, dan Ditemukannya faktor risiko kejadian trornbosis, tanpa
trombosis masih sulit dimengerti. Antibodi antifosfolipid adanya riwayat trornbosis sebelumnya, pemberian
diternukan pada kanker paru, kolon, serviks,prostat, ginjal, anti-koagulan sebagai terapi pada individu dengan aPL
ovarium, payudara, tulang, lirnfoma Hodgkin d a non ~ asimptomatik tidak mempunyai landasan ilrniah.
Hodgkin, rnielofibrosis, polisiternia Vera, leukemia rnieloid Berbeda dengan pasien aPL asirnptomatik dan pasien
dan limfositik. sindrom antifosfolipid antibodi dengan bukti adanya

Penyakit yang terkait APS Gejala yang terkait APS

$-
Memendek
$-
Normal
+
Memanjang

1 Tes AC A 1 1 Tes LA pegatif

Palsu Benar
Tesxfik

Positif Negatif

1 Menetapnya IgM dalam 6 minggu. IgG dalam 12 minggu. LA dalam 6 minggu


~
Gambar 4. Diagnosis laboratorium untuk sindroma antifosfolipid antibodi. Bila hasil test negatif, namun secara klinis terdapat
kecurigaan, dapat dilakukan test terhadap subgroup a~tibodiantifosfolipid.
kejadian trombosis pada vena besar ataupun kecil, atau heparin 5000 unit setiap 12 jam segera setelah
pada abortus, penting sekali dikenali secara individual konsepsi
yang tanpa gejala klinis, karena memiliki risiko yang 6. Sindrom tipe VI
besar dan memerlukan monitoring yang ketat terhadap - Tidak ada indikasi yang jelas untuk pemberian
kejadian trombosis. Trombosis arteri merupakan risiko terapi antitrombotik
yang bermakna untuk pasien dengan aPL, penting juga Catatan: terapi antitrombotik tidak boleh dihentikan
mengenali pasien dengan faktor risiko lain untuk kejadian sebelum hasil pemeriksaan ulang antibodi antikardiolipin
trombosis arteri dan untuk melakukan intervensi dalam
menjadi negatif dalam waktu 4-6 bulan.
mengurangi faktor-faktor risiko tersebut sebaik-baiknya.
Pada setiap faktor risiko untuk trombosis vena atau arteri,
Kejadian Trombosis Pertama
risiko meningkat dalam merubah seorang pasien dari
Direkomendasikan pemberian antikoagulan warfarin
keadaan aPL asimptomatik menjadi sindrom antifosfolipid
dengan target INR antara 2-3 pada penderita dengan
antibodi primer dengan kejadian trombosis.
trombosis vena dalam atau emboli paru yang pertama kali
terjadi. Warfarin diberikan selama minimal 6 bulan.
Terapi u n t u k Trombosis pada Sindrom
Antifosfolipid Antibodi adalah: Kejadian Trombosis Berulang
heparin dan warfarin. Pada umumnya warfarin saja
Direkomendasikan pemberian warfarin seumur
sudah memadai untuk terapi trombosisvena. Namun,
hidup dengan target INR 2-3. Bila terjadi trombosis
penambahan aspirin atau dipiridamol pada terapi
berulang selama terapi warfarin dengan target INR 2-3,
warfarin dapat mencegah trombosis arteri berulang.
direkomendasikan untuk menaikkan target INR menjadi
Antiplatelet: aspirin, dipiridamol, klopidogrel.
3,l- 4 dan /atau dengan penambahan aspirin dosis
Klopidogrel diduga mempunyai peranan dalam terapi
rendah.
dan profilaksis primer dan sekunder APS, terutama
pada penderita dengan riwayat alergi terhadap
Terapi Profilaksis:
aspirin.
Terapi profilaksis diberikan pada penderita asimptomatik
Hidroksiklorokuin
dengan aPL tanpa riwayat trombosis. lnsidensi terjadinya
Data penelitian mengenai pemberian hidroksiklorokuin
trombosis pada keadaan ini berkisar antara 10-75% pada
dalam pencegahan tromboemboli pada sindrom
titer antibody yang sangat tinggi. Terpai profilaksis yang
a n t i f o s f o l i p i d a n t i b o d i i n i masih tebatas.
direkomendasikan adalah:
Hidroksiklorokuin lebih sering digunakan pada
Aspirin 81 mg/hari pada penderita asimptomatikyang
penderita tanpa tromboemboli arterial.
tidak hamil
Kombinasi aspirin dan hidroksiklorokuin (56,5 mg/
Rekomendasi Regimen Antitrombotik pada
kg/hari)
Trombosis yang Disertai Antibodi Antifosfolipid
1. Sindrom tipe I
Catastrophic APS
- Heparin unfractionated/low molecular weight
Pada pasien dengan CAPS, terapi agresif diberikan berupa
heparin jangka pendek diikuti pemberian jangka
pemberikan anticoagulation, immune globulin intravena,
panjang heparin subkutan
dan plasma exchange.
- Klopidogrel jangka panjang
2. Sindromtipell Rekomendasi terapi pada CAPS:
- Heparian unfractionated/low molecular weight Terapi factor pencetus (misalnya infeksi)
heparin jangka pendek diikuti pemberian jangka Heparin, diikuti warfarin (target INR 2-3)
panjang heparin subkutan Metilprednisolon 1 gram IV/hari selama 3 hari,
- Klopidogrel jangka panjang. diikuti steroid parenteral atau oral ekivalen dengan
3. Sindrom tipe Ill prednisone 1-2 mg/kgBB
- Serebrovaskular: klopidogrel dengan heparin sub Plasma exchange dan/atau lVlG (400mg/kg/hari
kutan jangka panjang selama 5 hari) bila didapatkan adanya mikroangiopati
- Retinal: klopidogrel, bila gagal, ditambahkan (trombositopenia, anemi hemolitik mikroangiopati)
heparin sub kutan jangka panjang. Siklofosfamid (diberikan pada sindrom antifosfolipid
4. Sindrom tipe IV yang berhubungan dengan lupus eritematosus
- Terapi tergantung jenis trombosis sistemik dengan komplikasi yang mengancamjiwa.
5. Sindrom tipe V Terapi eksperimental (masih dalam penelitian):
- Aspirin 81 mg/hari sebelum konsepsi, diikuti fibrinolitik, prostasiklin, ancrod, defibrotide, anti-
3408 LUPUS ERITEMATOSUS DAN SINDROM ANTIBODI ANTIFOSFOLIPID

sitokin, immunoadsorptioin, anti sel B antibodi REFERENSI


(rituximab)
Hughes G, Harris EN,GharaviA. The anticardiolipin syndrome. J
Rheumatol1986;13:486-9.
Levine IS, Branch DW, Rauch J. The antiphospholipid syndrome.
KESIMPULAN N Engl J Med, 2002;346(10):752-63.
WilsonW, Gharavi A, Koike T, et al. International consensus
Sindrom antifosfolipid antibodi adalah suatu penyakit statement on preliminary class~ficationkriteria for definite
dengan karakteristik manifestasi klinis yang beragam. antiphospholipid syndrome: report of an international
workshop. Arthritis Rheum 1999;42:1309-11.
Gejala klinisnya meliputi banyak sistem organ atau jaringan Miyakis S. International consensus statement on an update of the
tubuh yang terkena akibat dari trombosis pada pembuluh classification kriteria for dehnite antiphospholipid syndrome
darah besar dan kecil. Spektrum klinisnya sangat luas (APS).J Thromb Haemost, 2006;4:295-306.
Asherson R, Khamashta M, Ordi-Rios J, et al. The "primary"
pada seorang penderita dengan aPL, dari yang tanpa antiphospholipid syndrome: major clinical dan serologcal
gejala klinis hingga sangat berat dan mengancam jiwa features. Medicine (Baltimore)1989;68:366-74.
seseorang pada CAPS. Pasien-pasien dapat memberikan Vianna JL, Khamashta M, OrdiT, et al. Comparison of the primary
dan secondary antiphospholipid syndrome: a European
gambaran klinis sindrom antifosfolipid antibodi namun
multicenter study. Am J Med 1994;96:3-9.
tidak memenuhi kriteria lnternasional untuk suatu Alarcon-Segovia D, Deleze M, 0 CV, et al. Antiphospholipid
diagnosis pasti untuk sindrom antifosfolipid antibodi. antibodies d a n the antiphospholipid syndrome in
Pasien dengan SNAPS memperlihatkan trombosis systemiclupus erythematosus: a prospective analysis of 500
consecutive patients. Medicine (Baltimore) 1989;68:353-65.
idiopatik yang khas, namun tidak selalu ditemukan aPL Merkel PA, Chang Y, Pierangeli SS, et al. The prevalence dan
pada awal pemeriksaan. Seorang pasien didiagnosis pasti clinical associations of anticardiolipin antibodies in a large
sindrom antifosfolipid antibodi memperlihatkan adanya inception cohort of patients with connective tissue diseases.
Am J Med 1996;101(6):576-83.
trombosis baik pada vena maupun arteri, baik dengan Cervera R, Piette JC, Font I, et al. Antiphospholipid syndrome:
atau tanpa penyakit lupus eritematosus sistemik. Sindrom clinical dan immunologic manifestations dan patterns of
antifosfolipid antibodi mikroangiopati dapat terjadi disease expression in a cohort of 1,000 patients. Arthritis
Rheum, 2002;46:1019-27.
dengan kerusakan jaringan atau organ yang terlokalisir
Asherson RA. New subsets of the antiphospholipid syndrome
dan dapat berkembang menjadi suatu thrombotic storm in 2006: "PRE-APS" (probable APS) dan microangiopathic
pada CAPS. antiphospholipid syndromes ("MAPS). Autoimmun Rev,
Penatalaksanaan atau terapi sindrom antifosfolipid 2006;6(2):76-80.
Schofield Y. Systemic antiphospholipid syndrome. Lupus
yang umumnya dilakukan adalah pemberian antikoagulan 2003;12:497-8.
untuk trombosis atau untuk pencegahan pada kehamilan. Hughes GR, Khamashta MA. Seronegative antiphospholipid
Tidak ditemukan data-data yang menganjurkan syndrome. Ann Rheum Dis, 2003;62(12):1127.
Petri M. Epidemiology of the antiphospholipid antibody syndrome.
pemberian antikoagulan untuk profilaksis terapi pada
T Autoimmun, 2000;15(2):145-51.
penderita dengan aPL-positif tanpa gejala tlinis, ~ e v * e SR, Salowich-PalmL, Sawaya KL, et al. IgG anticardiolipin
namun penelitian besar terhadap kasus ini masit- terus antibody titer >40 GPL, dan the risk of subsequent thrombo-
berlangsung. Rekomendasi terkini untuk kasus tersebut occlusive events dan death. A prospective cohort study.
Stroke 1997;28(9):1660-5.
adalah pemberian aspirin dosis kecil (81 mg/hari) hingga Khamashta M, Cuadrado M, Mujic F, et al. The management of
ditemukan data-data penunjang lain. Hindari faktor risiko trombosis in the antiphospholipid-antibody syndrome. N
trombosis yang bersifat reversibel (misalnya merokok Engl J Med 1995;332:993-7.
Miret C, Cervera R, Reverter JC, et al. Antiphospholipid syndrome
atau pemakaian oral kontrasepsi), dan pencegahan without antiphospholipid antibodies at the time of the
pada periode dengan risiko tinggi seperti menghadapi thrombotic event: transient "seronegative" antiphospholipid
operasi atau pada kondisi imobilisasi merupakan ha1 yang syndrome? Clin Exp Rheumatol1997;15:541-4.
Parkpian V, Verasertniyom 0 , Vanichapuntu M, et al. Specificity
penting.
dan sensitivity of antibeta(2)-glycoprotein I as compared
Kelompok penderita aPL yang ditandai dengan with anticardiolipin antibody dan lupus anticoagulant in
adanya aPL dan komplikasi kehamilan saja; tidak secara Thai systemic lupus erythematosus patients with clinical
rutin mendapatkan terapi profilaksis setelah persalinan. features of antiphospholipid syndrome. Clin Rheumatol
Mar 2,2007.
pasien yang mendapatkan terapi aspirin dosis rendah Koenig M, Roy M, Baccot S, et al. Thrombotic microangiopathy
terus menerus ditemukan angka kejadian trombosis yang with liver, gut dan bone mfarction (catastrophic antiphos-
lebih rendah 10%. Berdasarkan data tersebut, rekomendasi pholipid syndrome) associated with HELLP syndrome. Clin
Rheumatol2005;2:166-8.
terbaru terhadap penderita dengan komplikasi kehamilan Asherson R, Cervera R. Antiphospholipid antibodies dan
akibat sindrom antifosfolipid antibodi, pemberian aspirin mfections. Ann Rheum Dis 2003;62:388-93.
dosis rendah sangat dianjurkan. Zuckerman E, Toubi E, Golan T, et al. Increased thromboembolic
incidence in anti-cardiolipin-positive patients with
malignancy. Br J Cancer 1995;72:447-51.
Piette JC, Cervera R, Levy RA, et al. The catastrophic
antiphospholipid syndrome-Asherson's syndrome. Ann
Med Interne (Paris) 2003;154:195-6.
Asherson RA. Catastrophic antiphospholipid syndrome:
international consensus statement on classification kriteria
dan treatment guidelines. Lupus 2003;12:530-4.
Erkan D, Cewera R, AshersonRA. Catastrophic antiphospholipid
syndrome. Arthritis Rheum 2003;48(12):3320-7.
Kirchens C. Tlvombotic storm: when trombosis begets trombosis.
Am J Med 1998;104: 381-5.
Sanna G, Bertolaccini ML, Hughes GR. Hughes syndrome, the
antiphospholipid syndrome: a new chapter in neurology.
Ann N Y Acad Sci 2005;1051:465-86.
Carp HJA. Antiphospholipid syndrome in pregnancy. Curr Opin
Obstet Gynecol2004;16:129-35.
Gibson G, SuW, Pittelkow M. Antiphospholipid syndrome dan
the skin. J Am Acad Dermatol1997;36:970-82.
Toubi E, Krause I, Fraser A, et al. Livedo reticularis as a marker
for predicting multisystem trombosis in antiphospholipid
syndrome. Clin Exp Rheumatol2005;23:499-504.
Galli M, Finazzi G, Barbui T. Thrombocytopenia in the
antiphospholipid syndrome: pathophysiology, clinical
relevance d a n treatment. Ann Med Interne (Paris)
1996;147(Suppll):24-7.
Atsumi T, Furukawa S, Amengual 0, et al. Antiphospholipid
antibody associated thrombocytopenia. Lupus 2005;14:499-
504.
William F. Baker, WF, Bick RL. The clinical spectrum of
antiphospholipid syndrome, Hematol oncol clin N Am 22
(2008): 3352-.
William F. Baker, WF, Bick RL. Controversies and Unresolved
Issuesin Antiphospholipid Syndrome. Pathogenesis and
Management. Hematol oncol clin N Am 22 (2008): 155174-.
Hoppensteadt DA,Fabbrini N, Messmore HL. Laboratory
Evaluation of the Antiphospholipid Syndrome. Hematol
oncol clin N Am 22 (2008):1932-
SINDROM ANTIBODI ANTIFOSFOLIPID:
ASPEK HEMATOLOGIK DAN PENATALAKSANAAN
Shufrie Effendy

Pengharnbat PLA2 yang secara patologis terbentuk


diketahui sebagai inhibitor Lupus yang lebih dikenal
Sindrorn antibodi antifosfolipid (antibody antiphosphzdipid sebagai Anti koagulan Lupus (Lupus Anticoagulant, LA)
syndrome, APS) didefinisikan sebagai penyakit trorntlofilia yang terdiri dari 2 subgrup, yaitu: a). LA sensitif trornbo-
autoirnun yang ditandai dengan adanya 1) ant bodi plastin yang rnengharnbat kornpleks Vila, Ill, PL, dan Cat+,
antifosfolipid (antibodi antikardiolipin danfatau rnengakibatkan pernanjangan rnasa protrornbin (PT),
antikoagulan lupus) yang rnenetap (persisten) serta 2) khususnya pada perneriksaan dengan "diluted PT'; b). LA
kejadian berulang trornbosis venalarteri, keguguran atau non-sensitif trornboplastin yang rnengharnbat kornpleks
trornbositopenia. Vllla, IXa, PL, Ca++rnengakibatkan pernanjangan rnasa
Sindrorn ini pertarna kali diusulkan oleh Hughej dan trornboplastin teraktifasi parsial (aPTT) danlatau yang
Harris antara tahun 1983-1986, oleh karena itu sindrorn rnengharnbat kornpleksxa, Va, PL, dan Ca++rnengakibatkan
ini dikenal juga sebagai sindrorn Hughes. pernanjangan dRVVT-1 pada dRVVT-2 normal.
Berbagai jenis aPLA dapat dibangun oleh berbagai
antigen yang terikat pada epitopefosfolipid pada bagian luar
AN'TIBODI ANTIFOSFOLIPID dinding biologis sel yang terpapar. Sebagai contoh, aPLA
dependen protrornbin dibangun oleh epitope fosfolipid
Antibodi antifosfolipid (antiphospholipid antibody, aPLA) pengikat apolipoprotein, pengikat LA atau protrornbin;
didefinisikan sebagai immunoglobulin yang bereaksi aPLA dependen P2-GPI dibangun oleh epitope fosfolipid
dengan dinding biologis sel bagian luar yang kornponen pengikat Apo-H pengikat P2-GPI; dan aPLA dependen
utarnanya adalah fosfolipid. anneksin V dibangun oleh epitope fosfolipid pengikat
Fosfolipid antikoagulan disebut juga sebagai apolipoprotein-pengikat annexin V; sedangkan aPLA
antifosfo-lipid (antiphospholipid, aPL), yang secara dependen LDL teroksidasi dibangun oleh epitopefosfolipid
struktural harnpir rnenyerupai kornplernen.Secara al~rniah pengikat apolipoprotein-pengikat LDL teroksidasi.
(fisiologis), aPL yang dibentuk oleh tubuh adalzh P2 KebanyakanjenisaPLAyang diternukan dapat bereaksi
glikoprotein I (P2GPI), berfungsi sebagai pengontrol langsung terhadap kofaktor plasma protein (apolipoprotein)
aktivitas fosfolipid prokoagulan (PL) yang rnengandung yang terikat kardiolipin (difosfatidil-gliserol) yang dapat
enzirn fosfolipase A, (phospholipase A, PLA,). ks2GPI dideteksi secara ELISA atau radioimmunoassay (RIA),
rnerupakan enzirn yang terikat oleh apolipoprotein-H disebut sebagai antibodi antikardiolipin (anticardioplipin
(Apo-H) sebagai pengharnbat enzirn PLA2. Selair dari antibody, ACA).
P2GPI, secara alarniah tubuh juga rnernbentuk annexin V
atau "placental anticoagulantprotein 7" yang disebu: juga
sebagai "placental aPL", yang sangat kuat rnengharnbat
enzirn PLA2 terutarna pada keharnilan dan kernatian sel
(apoptosis). Antibodi antifosfolipid dijurnpai sejak usia rnuda, prevalensi
SINDROM ANTIFOSFOLIPID: ASPEK HEMATOLOGIK DAN PENATALAKSANMN 341 1

ACA dan LA pada subyek kontrol sehat adalah 1-5%. kontrol sehat, tidak cukup untuk memperhitungkan
Sebagaimana autoantibodi lainnya, prevalensi antibodi persentase mereka yang rnerniliki antibodi antifosfolipid
antifosfolipid rneningkat seiring dengan bertambahnya dan akan menunjukkan gejala trornbosis atau komplikasi
umur, khususnya di antara pasien usia lanjut dengan kehamilan yang sesuai dengan APS. Sebaliknya, APS
penyakit kronis penyerta. dapat berkernbang dalam 20 tahun pada 50-70% pasien
Di antara pasien dengan SLE, prevalensi ACA positif baik dengan lupus eritematosus sistemik maupun
sekitar 12-30%,dan sekitar 15-34% dengan antibodi antibsdi antifosfolipid. Meskipun demikian, harnpir 30%
LA positif. Banyak pasien yang rnenunjukkan bukti pasien lupus eriternatosus sistemik dan dengan antibodi
laboratorium adanya antibodi antifosfolipid, tidak antikardiolipin, sedikit sekali menunjukkan bukti klinis APS
menunjukkan gejala klinis. Data yang ada untuk subyek pada pemantauan sekitar 7 tahun.
Studi prospektif telah menunjukkan hubungan antara
antibodi antifosfolipid dan episode pertama dari trombosis
Kepala hidrofilik
vena dan infark miokard, serta strok berulang. Oleh karena
itu, ha1 yang rnenjadi penting adalah identifikasi pasien
dengan antibodi antifosfolipid yang risikonya ter-hadap
kejadian trombotik meningkat. Faktor risiko penting adalah
riwayat trombosis, adanya antibodi antikoagulan lupus, dan
peningkatan kadar antibodi antikardiolipin IgG. Masing-
rnasing rneningkatkan risiko trornbosis sampai lima kali
lipat, meskipun tidak semua studi melaporkan hasil yang
sarna. Narnun, kecuali riwayat kejadian trombotik, faktor
Ekor h~drofob~k
risikcl yang lain tidak cukup untuk digunakan sebagai
faktor prediktif dilakukannya terapi.

-
Gambar 1. Antigen fosfolipid pada perrnukaan dinding sel,
protein spesifik antigenik, protein kofaktor plasma
Diagiosis APS ditegakkan dengan 1 kriteria klinis dan
1 kriyeria laboratorium, sesuai dengan konsensus pada
simpssiurn internasional mengenai antibodi antifosfolipid
(apolipoprotein),dan fosfolipid di Sapporo pada 1998.

I PLA2
Antibodi Antifosfolipid
I
P2GPI 0 La aPs

Annexin V
Protein kofaktor plasma

..a
Tromboplastin Apo-H Tromboplastin
non-sensitif
PL tergantung p2-GPlh +anti p2-glikoprotein I
Ps +anti phosphatidilserene
PE +anti phosphatidilethanolamine
PI +anti phosphatidil inositol
Diphosphatidil glycerol +anticardiolipin

Gambar 2. Antibodi Antifosfolipid (PLAZ=fosfolipase A2, pZGPI= P2 glikoprotein I, LA


(= antikoagulan lupus, Apo-H=apolipoprotein H, aPs=antifosfatidil serin
3412 LUPUS ERITEMATOSUSDAN SINDROM ANTIBODI ANTIFOSFOLIPID

ldiopatik .Antigen4 Trauma, infeksi,


I binding apolipoprotein bind phospholipids dan lain-lain
4
I
+
L~ntibodi)an- , pertubation
Endotelial
I I

Herediter,
Eguiseta
Trombomodulir
Protein C.L
Protein SJ.
Hiperagregasi
Keaaaan
hiperkoagylabiitas-
I
-
trombosit, defisiensi
fibrinolitik, statis, Keadaan Trombofilik
hiperviskositas,
dan lain-lain 1
Trombosis

Gambar 3. Patogenesis trombosis akibat adanya antibodi antifosfolipid

(Scientific Subcommitte on Lupus Anticoagulants/


Phospholipids-Dependent Antibodies).
Trombosis Pembuluh Darah
Satu atau lebih episode klinis dari trombosis arteri, vena
atau pembuluh darah kecil pada jaringan atau organ
yang dapat dikonfirmasi dengan pemeriksaan pencitraan/
Doppler atau histopatologis (tanpa inflamasi dinding Asosiasi klinik trombosis dari anti-P2GPI dan anti-anneksin
pembuluh darah) V berupa trombosis vena dan/atau arteri; antioksidan LDL
berupa trombosis arteri; sedangkan LA (aPL dependen
Morbiditas Kehamilan protrombin) dapat berupa perdarahan atau trombosis,
Satu atau lebih kematianjanin berusia 10 minggu atau tetapi trombosis vena dan/atau arteri lebih sering dijumpai
kurang, yang tidak dapat dijelaskan-diketahui dengan daripada perdarahan.
ultrasonografi atau pemeriksaan langsung, atau
Satu atau lebih kelahiran prematur dari neonatus
normal berusia 34 minggu atau kurang, akibat TROMBOGENESIS
eklampsia atau insufisiensi plasenta berat, atau
Tiga atau lebih aborsi spontan konsekutif sebelum Trombosis dapat terjadi melalui beberapa mekanisme
usia kehamilan 10 minggu yang tidak dapat dijelaskan berikut ini:
dimana kelainan anatomi, genetika, atau hormonal Antibodi antifosfolipid merupakan antagonis P2GPI
telah disingkirkan. mengakibatkan ekspresi berlebihan PL-A2
Antibodi antifosfolipid merupakan antagonis
Kriteria Laboratorium Anneksin V mengakibatkan ekspresi berlebihan PL-
IgG Antibodi Antikardiolipin, dan/atau isotipe IgM A2
pada titer sedang atau tinggi pada 2 atau lebih Antibodi antifosfolipid merupakan antagonis
pemeriksaan dengan interval sekurang-kurangnya 6 trombomodulin, sehingga secara tidak langsung
minggu, diukur dengan ELlSA terstandarisasi untuk antibodi antifosfolipid menghambat aktivasi protein C.
antibodi dependen P2GPI. Antibodi antifosfolipid secara langsung menginaktivasi
Adanya Antikoagulan Lupus dalam plasma pada 2 protein S sebagai kofaktor protein C.
atau lebih pemeriksaan dengan interval sekurang- Antibodi antifosfolipid secara langsung menginaktivasi
kurangnya 6 minggu, dideteksi menurut panduan dari protein C mengakibatkan aktivitas FV dan FVlll
The International Society on Thrombosis and Hemostasis berlebihan mengakibatkan hiperkoagulasi.
SINDROM ANTIFOSFOLIPID: ASPEK HEMATOLOGIK DAN PENATALAKSANAAN 3413

Antibodi antifosfolipid secara langsung berinterferensi - Adanya trombosis


dengan autoantibodi kompleks heparan-antitrombin, - Arteri, vena atau pembuluh darah kecil pada
mengaktifkan reseptor Fc sel imunoefektor meng- jaringan atau organ.
ekspresikan tromboplastinjaringan yang akan meng- - Sindrom antibodi antifosfolipid katastrofa.
aktivasi koagulasi.
Sindrom antibodi antifosfolipid katastrofa adalah
kegagalan
- - organ multisistem,sekunderterhadaptrombosis/
infark dan menunjukkan gambaran mikroangiopati pada
KLASlFlKASl APS pemeriksaan histologi.

Pada "The 7 7rh lnternational Congress on Antiphospholipid


Antibodies" di Sydney, 2004, telah diusulkan klasifikasi
MANlFESTASl KLlNlS
sebagai berikut:
APS sebagai penyakit tunggal
- APS yang berhubungan dengan penyakit lain
Aspek klinis pada sindrom antifosfolipid dapat berupa
aspek klinis seluler dan sistem. Aspek klinis selular adalah
termasuk SLE
sebagai berikut:
APS katastrofa
Anemia hemolitik
Klasifikasi ini memenuhi untukstratifikasi risiko dan pilihan Apoptosis trofoblastik, sehingga terjadi penurunan
terapi. hormon hCG.
Sebelumnya, pada "The ath lnternational Congress Leukopenia
on Antiphospholipid Antibodies" di Sapporo, 1998, APS '
Aspek klinis sistem dapat berupa perdarahan dan
diklasifikasikan menjadi: 1). APS Primer, jika tidak ada
trombosis. Perdarahandisebabkan oleh 1). trombositopenia,
SLE atau kelainan autoimun lain. 2). APS Sekunder, jika
2). PT memanjang (tromboplastin sensitif-fosfolipid
dijumpai SLE.
inefis'en), 3). aPTT memanjang (Defisiensi FXlc dan/
atau tromboplastin sensitif-fosfolipid inefisien), dan 4).
hipoprotrombinemia didapat.
Sementara trombosis disebabkan oleh: 1)apoptosis
Protein Sel endotelial, sehingga terjadi pelepasan mikropartikel
Fosfolipid anionik + +
Trofoblas Apoptosis penuwnanekspresi endotelial dan material adhesi, 2)trombosit teraktivasi,
Glikoprotein I-P2 HCG sehingga terjadi sticky platelet syndrome, 3)keadaan
Anneks~nV Endotel .)4pp~te~js~~?,,p,elepasarl FMP hiperkoagulabilitas, dan 4)keadaan trombofilik.
+&?-7, Fdh-7, E-selectin,
Faktor Jaringan
Trombomodulin ~ r o r n b o i i ~ ~ # i e @ $&
a&ekspresi
~ ~ ~ ber-
Gejala dan Tanda
Protein C lebih~n'C;Pilb/iItd~9~@p~osis;~ pelepasan Kejadian vasospastik atau vaso-oklusif dapat terjadi
Protein-S tPL.2, pada setiap sistem organ, maka pada anamnesis sangat
+
PMP Trombositopenia penting untuk mendapatkan riwayat penyakit pasien
Protrp~bin Eritrosit Agemia; h*emqlitik dan kemungkinan manifestasi pada organ yang spesifik.
Faktor Xlc Penyakit ini memiliki spektrum klinis yang has, mulai dari
IL-3 $$M-CSF Ekwresi 1,L-.3 ,& .GM-CSF *+ yang asimptomatik secara klinis dan indolen sampai yang
.. 8 , &qs??qia * perjalanan penyakitnya progresif secara cepat.
EMP = endothelidmicroparticle, PMP = ~latelet~microparticle, Mata. Penglihatan kabur atau ganda, gangguan
PAF = platelet activating factors, cPLA2 = cytosol phospholi-
penglihatan (melihat kilatan cahaya), kehilangan
pose A2
penglihatan (sebagian lapang pandang, total)
Kardiorespirasi.Nyeri dada, menjalar ke lengan; napas
SPEKTRUM G A M B A R A N KLlNlS APS pendek
Gastrointestinal. Nyeri perut, kembung, muntah.
Asimptomatik pada LA dan/atau ACA positif P?mbuluh darah perifer. Nyeri atau pembengkakan
Simptomatik pada LA dan/atau ACA positif: tungkai, klaudikasio, ulserasi jariltungkai, nyeri jari
- Perempuan dengan: tangan/kaki yang dicetuskan oleh dingin.
- Riwayat infertilitas primer tanpa kelainan tvluskuloskeletal. Nyeri tulang, nyeri sendi
ginekologis dan kesuburan. Kulit. Purpura dan/atau petekie, ruam livedo retikularis
- Riwayat keguguran. temporer atau menetap,jari-jari tanganlkaki kehitam-
- Riwayat toksemia kehamilan hitaman atau terlihat pucat.
3414 LUPUS ERITEMATOSUS DAN SINDROM ANTIBODI ANTIFOSFOLIPID

IVeurologi dan psikiatri. Pingsan, kejang, nyeri kepala - Endokrin: kelemahan otot, kekakuan progresif
(rnigrain), parestesi, paralisis, ascending weakness, pada otot-otot pelvis dan paha dengan kontraktur
tremor, gerakan abnormal, hilangnya memori, masalah fleksi yang berhubungan dengan insufisiensi
dalam pendidikan (sulit berkonsentrasi, rnengerti yang adrenal (infark/perdarahan adrenal).
dibaca dan berhitung). Mata
Endokrin. Rasa lernah, fatigue, artralgia, nyerl - Oklusi arteri retina
abdomen (gambaran Penyakit Addison) - Trornbosis vena retina
Urogenital. Hematuri, edema perifer Manifestasi kulit:
Riwayat kehamilan. Keguguran berulang, ke ahirar - Livedo retikularis
prematur, pertumbuhan janin terhambat - Lesi purpura
Riwayat keluarga. Risiko APS rneningkat pada pasier~ - Trornboflebitis superfisial
yang memiliki anggota keluarga dengan: - Vasospasme (fenomena Raynaud)
- Keguguran berulang, kelahiran prematur. - Splinter hemorrhages (perdarahan di bawah kuku)
pertumbuhan janin terhambat, oligohidramnion. periungual atau subungual
khorea gravidarum, infark plasenta, preeklarnpsi. - lnfark perifer (digital pitting)
t o k s e m i a kehamilan, t r o m b o e m b c ~ l i s m e - Ulserasi
neonatorurn. - Mernar (berhubungan dengan trornbositopenia)
- lnfark miokard atau strok pada anggota keluarga Kelainan sistem saraf pusat atau perifer
yang berusia kurang dari 50 tahun - Strok
- Trombosis vena dalam, flebitis atau emboli - TIA
pulmoner - Parestesia, polineuritis atau mononeuritis
- Migrain, penyakit Raynaud, atau TIA multipleks (iskerniahnfark vasovorum)
Riwayat pengobatan. Menggunakan kontrasepsi - Paralisis, hiperrefleksi, rasa lernah (transverse
oral myelitis, sindrorn Guillain-Barre)
- Kelainan pergerakan-tremor khoreiform (infark
Pemeriksaan Fisis serebral, serebelum, basal ganglia)
Pada pemeriksaan fisis akan ditemukan tanda yanc sesuai - Kelainan yang rnenyerupai sklerosis multipel
dengan organ yang terkena dan dapat rnelibatkan sistem - Kehilangan memori jangka pendek
organ apapun.
Pembuluh darah perifer
- Palpasi tulang atau sendi: nyeri tekan (infark PEMERIKSAAN PENUNJANG
tulang)
- Nyeri saat sendi digerakkan, tanpa artritis Pemeriksaan Laboratorium
(nekrosis avaskular) Pemeriksaan antibodi antifosfolipid
- Pembengkakan tungkai (trombosis vena dalam) ldentifikasi trombosis intrarenal, arteri renalis atau
- Penurunan pengisian kapiler, denyut nadi, dan vena renalis:
perfusi (trombosis arterial/vasospasrn) - Analisis urin dipstik untuk hemoglobin atau
- Gangren (trombosis arteri atau infark) protein
Paru: Respiratory distress, takipnea (emboli pu rnone; - Pemeriksaan urin: adanya sel darah rnerah
hipertensi pulmoner) - Urin 24jam untuk pemeriksaanprotein dan klirens
Ginjal kreatinin
- Hipertensi (trombosis arteri renalis, lesi pembuluh ldentifikasi trornbositopenia persisten atau anemia
darah intrarenal) hemolitik:
- Hematuria (trombosis vena renalis) - Pemeriksaan darah perifer lengkap
Jantung: - LDH, bilirubin, haptoglobin
- Murmur pada katup aorta atau rnitral (endokarditis'r - Tes Coombs direk/indirek
- Nyeri dada, diaforesis (infark miokard) - Analisis urin dipstik untuk hemoglobin
Gastrointestinal: - Antibodi antiplatelet (untuk mengevaluasi adanya
- Nyeri tekan pada abdomen kuadran kanan atas, hubungan dengan purpura trombositopenik
hepatornegali (sindrorn Budd-Chiari, trornbosis autoirnun)
pembuluh darah kecil hati, infark hati) Defisiensi sistern koagulasi:
- Nyeri tekan a b d o m e n ( t r o m b o s i s a r t e r i - Protein C
mesenterika) - Protein S
SINDROM ANTIFOSFOLIPID: ASPEK HEMATOLOGIK DAN PENATALAKSANAAN 3415

- Antitrombin Ill primer.


- Antibodi protein koagulasi, seperti antibodi anti- Penting untuk dicatat bahwa karena waktu
faktor II (protrombin) tromboplastin parsial teraktivasi yang normal tidak
- Polimorfisme genetik:
- Mutasi Faktor V Leiden
menyingkirkan adanya antibodi antikoagulan lupus,
seorang pasien yang menunjukkan kejadian trombotik
- Mutasi gen protrombin 20210A pertama kali harus diskrining terhadap antibodi
- Mutasi Methylene tetrahydrofolate reductase antikardiolipin dan pemeriksaan lain yang sensitif dengan
(MTHFR) (mengarah ke hiperhomosisteinemia) antibodi antikoagulan lupus. Diagnosis dapat tidak
diperkirakan pada pasien yang sindrom antifosfolipid-
Pemeriksaan Radiologis nya menunjukkan proses yang kronik dan lebih indolen,
Untuk kejadian trornbotik (mis. Trombosis Vena mengakibatkan terjadinya iskemia dan hilangnya fungsi
Dalam) organ yang lambat dan progresif.
- Ultrasonografi (USG) Doppler Faktor risiko sekunder yang meningkatkan
- Venografi kecenderungan trombosis harus dicari. Beberapa faktor
- Ventilation/perfusion scan (untuk emboli dapat mernpengaruhi dinding vena dan arteri, termasuk
pulrnoner) stasis, cedera vaskular, obat-obatan seperti kontrasepsi
Untuk kejadian trombotik arterial (mis. oklusi/iskemia oral, dan faktor risiko tradisional untuk aterosklerosis.
pembuluh darah serebral, jantung, perifer): Sangst penting untuk menghilangkan atau mengurangi
- Computerizedtomography (CT) faktor-faktor ini, karena kehadiran antibodi antifosfolipid
- Magnetic resonance imagint (MRI) saja tidak cukup untuk menyebabkanterjadinya trombosis;
- Arteriografi "serangan kedua" dikombinasikan dengan dengan
- USG Doppler a n t i b ~ d iantifosfolipid diperlukan untuk terjadinya
Untuk kelainanjantung: trombosis. Akhirnya, bahkan pada pasien yang terbukti
- Ekokardiografi dua dimensi menderita sindrom antifosfolipid, menguraikan penyebab
- Ekokardiografi transesofageal dan efeknya dapat sangat sulit. Sebagai contoh, sindrom
- Angiografi dengan kateterisasi antifosfolipid dikaitkan dengan sindrom nefritis, yang juga
merupakan faktor risiko tromboemboli.
Patologi
Penyakit lain yang berhubungan dengan APS adalah
Biopsi dari organ yang terkena, seperti kulit atau ginjal,
seperti berikut:
mungkin diperlukan untuk menegakkan diagnosis
ITP (Immune Thrombocytopenic Purpura), Anemia
vaskulopati/mikroangiopati pada APS.
hemolitik autoimun
Pemeriksaan histologi pada mikroangiopatitrombotik
Kelainan autoimun sekunder:
menunjukkan adanya vaskulopati non-inflamasi tanpa - SLE, dan penyakit kolagen lainnya (artritis
vaskulitis. Fibrin thrombi dihubungkan dengan obstruksi
reumatoid dan Behqet's)
dan hiperplasia intima fibrosa dengan rekanalisasijaringan - lnduksi obat-obatan (drug induced), oleh
penyambung intima. Lesi ginjal, terutama, ditandai dengan
prokainamid, hidralazin, kuinidin, fenotiazin,
oklusi vaskular yang fibrotik dengan trombosis akut
penisilin.
dan lesi vasooklusif pada pembuluh-pembuluh darah
Penyakit kanker:
intrarenal. Juga dapat diternukan fibrosis interstisial dan
- Kanker hematologi (mis.leukemia, penyakit
atrofi tubuler.
limfoproliferatif dan sel plasma, dll)
- Kanker padat
Penyakit infeksi:
DIAGNOSIS BANDING - Viral (misalnya CMV, Hepatitis C, HIV, HTLV-1,
dll)
Sindrom antifosfolipid adalah satu dari beberapa keadaan - Bakterial (misalnya S. hemolyticus, H. pylori,
protrombotik dimana trombosis terjadi baik pada vena
Rickettsia spp, dll.)
atau arteri. Meskipun kondisi lain yang dapat menjadi
- Parasit (misalnya malaria)
predisposisi terjadinya trombosis arteri dan vena (misal.
Penyakit hati kronis/sirosis hati:
trombositopenia diinduksi heparin, homosisteinemia,
- Alkoholik, Hepatitis C
kelainan mieloproliferatif, dan hiperviskositas) dapat
Sindrom hemolitik
dideteksi melalui pemeriksaan laboratorium rutin, adanya - lnkompatibilitas ibu dan bayi (ABO, Rh, HLA)
antibodi antifosfolipid mungkin menjadi satu-satunya
- Talasernia
kelainan pada pasien dengan sindrom antifosfolipid
LUPUS ERITEMATOSUS DAN SINDROM ANTlBODl ANTlFOSFOLlPlD

PENGOBATAN Modifikasi faktor risiko sekunder untuk aterosklerosis


sebaiknya dilakukan, sehubungan dengan peranan cedera
Pengobatan digolongkan dalam 4 kelompok: 1). Profilaksis, vaskular dalam pembentukan trombosis yang berhubungan
trombosis pembuluh darah kecil; 2). Pencegahan trombosis dengan antibodi antifosfolipid, dan hubungannya dengan
lanjutan pada pembuluh darah sedang dan besar; 3). antibodi antifosfolipid dan LDL teroksidasi.
Pengobatan mikroangiopati trombotik akut, dan 4).
Penanganan keharnilan yang berhubungan dengan ad 2
antibodi antifosfolipid. Peranan antikoagulan dalam menurunkan angka kejadian
Uraian berikut akan membahas mengenai pengobatan trombosis berulang telah ditunjukkan melalui tiga penelitian
dua kelompok pertarna. Jenis-jenis obat yang digunakan retrospektif. Studi pada 19 pasien dengan sindrom
dalam terapi medikamentosa APS dapat dilihat pada antifosfolipid menunjukkan angka rekurensi pada 8 tahun
tabel 2. sebesar 0% pada pasien yang mendapat antikoagulan
oral. Pada pasien yang pengobatan antikoagulannya
dihentikan, angka rekurensinya adalah 50% setelah 2 tahun
dan 78% setelah 8 tahun. Dua seri studi lain yang lebih
besar menunjukkan tingkat proteksi terhadap trombosis
Nama Dosis
vena dan arteri berhubungan langsung dengan tingkat
Aspirin 1-2 mg/kg/hari
antikoagulasinya. Pada 70 pasien sindrom antifosfolipid,
Tiklopidin 250 mg, 2 kali sehari
pengobatan dengan warfarin intensitas menengah (untuk
Dipiridamol 75-400 mg/hari, 3 atau 4 kali sehari
mencapai International NormalizedRatio (INR) 2,O-2,9) dan
Heparin Dosis inisial: 40-170 U/kg IV
intensitas tinggi (INR 3,O atau lebih) mengurangi angka
lnfus pemeliharaan: 18 U/kg/jzm IV
atau: trombosis rekurens secara bermakna, dimana pengobatan
Dosis inisial: 50 U/kg/jam IV, diikuti dengan intensitas rendah (INR 1,9 atau kurang) tidak memberikan
infus 15-25 U/kg/jam, dosis ditingkatkan 5 proteksi yang bermakna. Hasil yang serupa dilaporkan
U/kg/jam q4h prn berdasarkan hasil PTT oleh studi pada 147 pasien dengan sindrom antifosfolipid.
Enoksaparin Profilaksis (dosis rata-rata): 30 mg sub- Pada kedua studi tersebut, aspirin saja tidak efektif dalam
kutan, setiap 12jam menurunkan angka trombosis rekurens.
Terapi: 1 mg/kg, subkutan setiap 12 jam Pasien APS primer dengan trombosis vena dapat di-
Warfarin 5-15 mg/hari, dosis dinaikkan berdasarkan obati dengan terapi inisial yang terdiri dari heparin diikuti
INR yang ingin dicapai (2.5-3.5)
dengan warfarin atau heparin berat molekul rendah (low
molecular weight heparin, LMWH). Risiko kekambuhan
tertinggi terjadi dalam 6-12 minggu pertama setelah
ad 1 trombosis, namun biasanya pengobatan diteruskan
Pasien asimptomatik tanpa faktor risiko dan riwayat setidaknya sampai 6 bulan pada pasien tanpa faktor
keluarga dengan trombosis arteri/vena atau keguguran risiko lain.
tidak diberikan terapi yang spesifik. Pasien APS primer dengan trombosis arteri/infark
Pasien asimptomatik dan terdapat anggota keluarga tanpa faktor risiko lain dapat diobati dengan aspirin,
yang menderita trombosis vena/arteri atau keguguran sementara pemberian antikoagulan masih kontroversial.
dapat diberikan profilaksis dengan aspirin, Narnun Sebagian menganjurkan pemberian antikoagulan jangka
sebagian klinisi tidak menganjurkan pengobatan ini jika panjang, narnun Antiphospholipid Antibodies i n Stroke
tidak terdapat faktor risiko yang lain. Study (APASS) melaporkan bahwa tidak ada perbedaan
Sebuah studi potong lintang pada the Physicians' bermakna dalam rekurensi stroke antara kelompok
Health Study meneliti peranan aspirin 325 mg p l r hari yang diobati dengan aspirin saja dibandingkan dengan
sebagai obat profilaksis. Aspirin tidak menimbulkan kelompok yang diobati dengan aspirin dan warfarin.
proteksi terhadap trombosis vena dalam dan emboli paru Pasien APS sekunder dengan trombosis arteri atau
pada pria dengan antibodi antikardiolipin. Sebaliknya, vena diindikasikan untuk pemberian terapi antiplatelet
aspririn dapat menimbulkan proteksi terhadap trombosis (seringkali merupakan kombinasi antar asipirin, hidrok-
pada perempuan dengan sindrom antifosfolipid dan siklorokuin dan pentoksifilin) ditambah antikoagulan
riwayat keguguran. Hidroksiklorokuin dapat memproteksi (warfarin atau LMWH). Pasa pasien dengan LA positif dan
pasien lupus eritematosus sistemik dan sindrom memiliki faktor risiko lain (seperti mutasi faktor V Leiden,
antifosfolipid sekunder terhadap terjadinya trombosis. gen protrombin, atau MTHFR) pemberian antikoagulan
Tentunya, faktor-faktor lain yang menjadi predisposisi seumur hidup mungkin diperlukan.
trombosis harus disingkirkan. Beberapa ha1 penting harus diperhatikan. Pertama,
SINDROM ANTIFOSFOLIPID: ASPEK HEMATOLOGIK DAN PENATAL

penghentian warfarin tampaknya berhubungan dengan keguguran berulang pada trimester kedua atau setelahnya,
p e n i n g k a t a n risiko t r o m b o s i s d a n b a h k a n kematian, preeklampsi berulang atau berat, atau abrupsio, disaran-
khususnya pada e n a m b u l a n p e r t a m a setelah t e r a p i kan p ~ m b e r i a naspirin dosis m i n i di samping profilaksis
antikoagulan dihentikan. Karena angka rekurensi pada UFH atau L M W H dosis kecil (Grade 2C). Saat pascapartum,
pasien yang telah mendapat antikoagulan optimal dapat juga disarankan pemberian antikoagulan pada perempuan
mencapai 70%, pengobatan dengan warfarin seharusnya ini (Grade 2C).
d i l a k u k a n j a n g k a panjang, j i k a t i d a k s e u m u r h i d u p .
Kedua, masih b e l u m jelas apakah pasien dengan sindrom
antifosfolipid dapat diobati dengan aman menggunakan REFERENSI
warfarin intensitas menengah atau apakah dibutuhkan
p e n g o b a t a n intensitas t i n g g i . H a l i n i m e r u p a k a n ha1 Alarcon-Segovia D, Deleze M, Oria CV, et al. Antiphospholipid
antibodies and the antiphospholipid syndrome in systemic
penting yang belum terpecahkan, karena warfarin intensitas lupus erythematosus: a prospectiveanalysis of 500 consecutive
t i n g g i menyebabkan risiko lebih t i n g g i u n t u k terjadinya patients. Medicine (Baltimore). 1989;68:353-65.
komplikasi perdarahan. Pada beberapa studi, warfarin Alarcor-SegoviaD, Perez-Vazquez ME, Villa AR, Drenkard C, Cabiedes
J. 'reliminary classification criteria for the antiphospholipid
intensitas menengah telah menunjukkan efek penekanan
syndrome within systemic lupus erythematosus. Semin
koagulasi yang sepenuhnya efektif, sebagaimana dinilai Arthritis Rheum. 1992; 21:27S-86.
m e n u r u t kadar f r a g m e n p r o t r o m b i n d a n pencegahan Alarcon-Segovia D, Sanchez-Guerrero J. Primary antiphospholipid
t r o m b o s i s rekurens. Akhirnya, p e m a n t a u a n t i n g k a t syndrome. J Rheumatol. 1989;16:482-8.
Ames PRJ. Antiphospholipid antibodies, thrombosis and
antikoagulasi pada pasien sindrom antifosfolipid dipersulit atherosclerosis i n systemic lupus erythematosus: a
oleh kurangnya reagen terstandarisasi u n t u k penentuan unifying 'membrane stress syndrome' hypothesis. Lupus.
INR d a n kemungkinan potensial adanya interferensi oleh 1994;3:371-7.
Arnout J. The pathogenesis of the antiphospholipid syndrome:
antibodi antifosfolipid pada pengukurannya.
a hypothesis based on parallelisms with heparin-induced
thrombocytopenia. Thromb Haemost. 1996;75:536-41.
Arvieux J, Roussel B, Jacob MC, Colomb MG. Measurement of
PENGOBATAN PADA IBU H A M I L antiphospholipid antibodies by ELlSAusing beta 2-glycoprotein
I as an antigen. J lmmunol Methods. 1991;143:223-9.
Ashercon RA, Khamashta MA, Ordi-Ros J, et al. The "primary"
Perempuan hamil dengan antibodi antifosfolipid positif antiphospholipid syndrome: major clinical and serological
dan riwayat d u a atau lebih kehilangan kehamilan dini atau features. Medicine. 1989;68:366-74.
Asherson RA. Antiphospholipid antibodies and syndromes. In:
satu atau lebih kehilangan kehamilan akhir, preeklampsi,
Lahita RG, editor. Systemic lupus erythematosus. 2nd edition.
pertumbuhan janin terhambat, atau abrupsio, disarankan New York: Churchill Livingstone; 1992. p. 587-635.
p e m b e r i a n a s p i r i n a n t e p a r t u m d i t a m b a h profilaksis Bajaj SP, Rapaport SI, Barclay S, Herbst KD. Acquired
heparin (unfractioned heparin,UFH, atau LMWH) dosis h:~poprothrombinemia due to non-neutralizing antibodies
t o prothrombin: mechanism and management. Blood.
kecil atau sedang (Grade 28). 1985;65:1538-43.
Perempuan h a m i l d e n g a n a n t i b o d i a n t i f o s f o l i p i d Bernird JC, Buchanan GR, Ashcraft J. Hypoprothrombinemia and
positif tanpa riwayat trornboemboli vena atau kehilangan severe hemorrhage associated with a lupus anticoagulant. J
Psdiatr. 1993;123:937-9.
kehamilan harus dipertimbangkan mempunyai peningkatan
Bevers EM, Galli M, Barbui T, Comfurius P, Zwaal RFA. Lupus
r i s i k o t i m b u l n y a t r o m b o s i s v e n a dan, b a r a n g k a l i , a~ticoagulantIgG's (LA) are not directed to phospholipids
kehilangan kehamilan. Pendekatan yang dapat dilakukan only, but to a complex of lipid-bound human prothrombin.
adalah observasi, pemberian heparin dosis kecil, profilaksis Tiromb Haemost. 1991;66:629-32.
Brand: JT, Triplett DA, Alving B, Scharrer I. Criteria for the diagnosis
LMWH, dan/atau aspirin dosis rendah, 75-162 m g sehari of lupus anticoagulants: an update. Thromb Haemost.
(semua Grade 2C). 1995;74:1185-90.
Pasien dengan APLA d a n riwayat trornbosis vena, pada Cabral AR, Amigo MC, Cabiedes J, Alarcon-Segovia D. The
antiphospholipid /cofactor syndromes: a primary variant
u m u m n y a mendapat antikoagulan oral jangka panjang
with antibodies t o b2-glycoprotein-l but no antibodies
o l e h karena risiko k a m b u h y a n g tinggi. Selama dalam detectable in standard antiphospholipid assays. Am J Med.
masa kehamilan, di samping pemberian aspirin dosis mini 1996;101:472-81.
direkomendasikan dosis terapi L M W H atau UFH. Saat Carreras LO, Forastiero RR, Martinuuo ME. Which are the best
biological biological markers of the antiphospholipid
pascapartum, terapi antikoagulan oral jangka panjang syndrome? J Autoimmun. 2000;15:163-72.
dilanjutkan (Grade IC). Cervera R, Khamashta MA, Font J, et al. Systemic lupus
Perempuan homozygous MTHFR varian t e r m o l a b i l erythematosus: clinical and immunologic patterns of
cisease expression in a cohort of 1,000 patients. Medicine.
(C677T), disarankan p e m b e r i a n s u p l e m e n asam f o l a t
1993;72:113-24.
sebelum konsepsi atau, jika telah hamil, secepat mungkin, de Groot PG, Derksen RHWM. Specificity and clinical relevance of
d a n selama kehamilan (Grade 2C). lupus anticoagulant. Vessels. 1995;1:22-6.
Erkan D, Lockshin MD. What is antiphospholipid syndrome? Curr
Perempuan dengan suatu trombofilia kongenital d a n
F:hem Reports. 2004;6:451-7.
LUPUS ERITEMATOSUS DAN SINDROM ANTlBODl ANTlFOSFOLlPlD

Esmon NL, Safa 0, Smirnov MD, Esmon CT. Antiphospholipid Mutioz-Rodriguez FJ, Reverter JC, Font J, et al. Prevalence and
antibodies and the protein C pathway. J Autoimmun. clinical significance of antiprothrombin antibodies in
2000;15:221-5. patients with systemic lupus erythematosus or with primary
Galli M, Comfurius P, Barbui T, Zwaal RFA, Bevers EM. Anticoagulant antiphospholipid syndrome. Haematologica. 2000;85:632-7.
activity of b2-glycoprotein I is potentiated by a distinct Ohlson 5, Zetterstrand K. Detection of circulating immune
subgroup of anticardiolipin antibodies. 'Thromb Haemosr. complexes by PEG precipitation combined with ELISA. J
1992;68:297-300, lmmunol Methods. 1985;77:87-93.
Galli M, Comfurius P, Maassen C, et al. Anticardiolipin antibodies Oosting JD, Derksen RHWM, Bobbink IWG, Hackeng TM, Bouma
(ACA) directed not to cardiolipin but to a plasma protein BN, de Groot PG. Antiphospholipid antibodies directed against
cofactor. Lancet. 1990;335:1544-7. a combination of phospholipids with prothrombin, protein C
Galli M. Should we include anti-prothrombin antibodies in the or protein S: an explanation for their pathogenic mechanism?
screening for the antiphospholipid syndrome?J Autoimmun. Blood. 1993;81:2618-25.
2000;15:101-5. Permpikul P, Rao LV, Rapaport SI. Functional and binding
Gruel Y. Antiphospholipid syndrome and heparin-induced studies of the roles of prothrombin and P2-glycoprotein
thrombocytopenia: update on similarities and differences. J I in the expression of lupus anticoagulant activity. Blood.
Autoimmun. 2000;15:265-8. 1994;83:2878-92.
Harris EN, Gharavi AE, Boey ML, et al. Anticardiolipin antibodies: Pernod G, Arvieux J, Carpentier PH, Mossuz P, Bosson JL,
detection by radioimmunoassay and association with Polack B. Successful treatment of lupus anticoagulant
thrombosis in systemic lupus erythematosus. Lancet. hypoprothrombinemia syndrome using intravenous
1983;2:1211-4. immunoglobulins. Thromb Haemost. 1997;78:969-70.
Hift RJ, Bird AR, Sarembock BD. Acquired hypoprothrombinaemia Petri M. Epidemiology of the antiphospholipid antibody syndrome.
and lupus anti-coagulant: response to steroid therapy. Br J J Autoimmun. 2000;15:145-51.
Rheumatol. 1991;30:308-10. Piette J-C, Wechsler B, Frances C, Papo T, Godeau I? Exclusion
Horkko S, Miller E, Dudl E, et al. Antiphospholipid antibodies criteria for primary antiphospholipid syndrome. J Rheumatol.
are directed against epitopes of oxidized phospholipids: 1993;20:1802-4.
recognition of cardiolipin by monoclonal antibodies to Price BE, Rauch J, Shia MA, etal. Anti-phospholipid autoantibodies
epitopes of oxidized low density lipoprotein. J Clin Invest. bindtoapoptotic, but notviable,thymocytesina b2-glycoprotein
1996;98:815-25. ldependent manner. J Immunol. 1996;157:2201-8.
Hughes GRV, Harris EN, Gharavi AE. The anticardiolipin syndrome. Rand JH, Wu X-X, Andree HAM, et al. Pregnancy loss in
.I Rheumatol. 1986;13:486-9. the antiphospholipid- antibody syndrome - a possible
Hughson MD, McCarty GA, Brumback RA. Spectrum of vascular thrombogenic mechanism. N Engl J Med. 1997;337:154-60.
pathology affecting patients with the antiphospholipid Roubey RAS. Tissue factor pathway and the antiphospholipid
syndrome. Hum Pathol. 1995;26:716-24. syndrome. J Autoimmun. 2000;15:217-20.
Kandiah DA, Krilis SA. Beta2-glycoprotein I. Lupus. 1994;3:207- Roubey RAS. Immunology of the antiphospholipid antibody
12. syndrome. Arthritis Rheum. 1996;39:1444-54.
Levine JS, Subang R, Koh JS, Rauch J. Induction of anti-phospholipid Shi W, Chong BH, Chesterman CN. b2-Glycoprotein I is a
autoantibodies by b2-glycoprotein I bound to apoptotic requirement for anticardiolipinantibodies binding to activated
thymocytes. J Autoimmun. 1998;11:413-24. platelets: differences with lupus anticoagulants. Blood.
Lie JT. Pathologyof the antiphospholipidsyndrome. In: Asherson RA, 1993;81:1255-62.
C e ~ e r aR, Piette J-C, Shoenfeld Y, editors. The antiphospholipid Tincani A, Balestrieri G, Allegri F, et al. Overview on anticardiolipin
syndrome. Boca Raton, Fla.: CRC Press; 1996. p. 89-104. ELISA standardization.J Autoimmun. 2000;15:195-7.
Lotz BP, Schutte C-M, Colin PF, Biermann LD. Sneddon's syndrome Vaarala 0, Alfthan G, Jauhiainen M, Leirisalo-Repo M, Aho K,
with anticardiolipinantibodies- complications and treatment. Palosuo T. Crossreaction between antibodies to oxidised
S Afr Med J. 1993;83:663-4. low-density lipoprotein and to cardiolipin in systemic lupus
Mclntyre JA, Wagenknecht DR. Anti-phosphatidylethanolamine erythematosus. Lancet. 1993;341:923-5.
(aPE) antibodies: a survey. J Autoimmun. 2000;15:185-93. Vianna JL, Khamashta MA, Ordi-Ros J, et al. Comparison of
McNeil He Chesterman CN, Krilis SA. Immunology and clinical the primary and secondary antiphospholipid syndrome:
importance of antiphospholipid antibodies. Adv Immunol. a European multicenter study of 114 patients. Am J Med.
1991;49:193-280. 1994;96:3-9.
McNeil HP,Simpson RJ, Chesterman CN, Krilis SA. Anti-phospholipid Viard J-P, Amoura Z, Bach J-F. Association of anti-P2 glycoprotein
antibodies are directed against a complex antigen that includes I antibodies with lupus-type circulating anticoagulant and
a lipid-binding inhibitor of coagulation: b2-glycoprotein thrombosis in systemic lupus erythematosus. Am J Med.
I (apolipoprotein H). Proc Natl Acad Sci, 87:4120-4.Hunt 1992;93:181-6.
JE, McNeil HP, Morgan GJ, Crameri RM, Krilis SA. 1992. A Williams S, Linardic C, Wilson 0, Comp R Gralnick HR. Acquired
phospholipids beta 2-glycoprotein I complex is an antigen for hypoprothrombinernia: effects of danazol treatment. Am J
anticardiolipin antibodies occurring in autoimmune disease Hematol. 1996;53:2726-.
but not with infection. Lupus. 1990;1:75-81. Wilson WA, Gharavi AE, Koike T, et al. International consensus
Merkel PA, Chang YC, Pierangeli SS, Convery K, Harris EN, Polisson statement on preliminary classification criteria for definite
R!?The prevalence and clinical associations of anticardiolipin antiphospholipid syndrome: report of an international
antibodies in a large inception cohort of patients with workshop. Arthritis Rheum. 1999;42:130911-.
connective tissue diseases. Am J Med. 1996;101:576-83. Wurm H. P2-Glycoprotein-l (apolipoprotein H) interactions with
Meroni PL, Del Papa N, Raschi E, et al. b2-Glycoprotein I as a phospholipid vesicles. Int J Biochem. 1984;16:5115-.
'cofactor' for anti-phospholipid reactivity with endothelial
cells. Lupus. 1998;7(Suppl 2):S44-57.
Meroni PL, Raschi E, Camera M, et al. Endothelial activation by
aPL: a potential pathogenetic mechanism for the clinical
manifestationsof the syndrome. J Autoimmun. 2000:15:237-
40.
DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN
SINDROM ANTIFOSFOLIPID KATASTROFI
Laniyati Hamijoyo

PENDAHULUAN 1. Adanya bukti klinis keterlibatan organ rnultipel yang


terjadi dalam waktu singkat
Sindrorn antifosfolipid (SAF) adalah suatu kelainan 2. B ~ k thistopatologis
i oklusi pembuluh darah kecil yang
autoimun yang ditandai oleh trombosis vaskular dan/ te-jadi di berbagai lokasi (sebagian kecil penderita
atau gangguan kehamilan (keguguran/kematian janin bahkan terjadi trornbosis pada pernbuluh darah
dalam kandungan) serta ditemukan adanya antibodi besar)
antifosfolipid. Sindrom ini dikenal juga sebagai sindrorn 3. Konfirrnasi laboratoriurn terdapat antibodi anti-
Hughes.' Keadaan ini dapat terjadi primer rnaupun fosfolipid, umurnnya dengan titer yang tinggi.
merupakan bagian dari penyakit lain, contohnya lupus
Srringkali SAFK ini didahului oleh suatu pencetus,
eriternatosus sistemik.
paling sering adalah infeksi. Pencetus lain yang diternukan
Pada tahun 1992, dr Asherson memperkenalkan
adalah tindakan operasi, trauma, keganasan, putus
sindrom antifosfolipid katastrofi (SAFK) yaitu suatu
antikoagulan, komplikasi obstetrik, flare lupus dan
keadaan sindoma antifosfolipid yang menyebabkan
pengsunaan kontrasepsi oraL5
kegagalan multiorgan akibat trombosis va~kular.~,~Sampai
saat ini belum didapatkan regimen terapi yang optimal
dan angka kernatian kasus ini mencapai kurang lebih 50%
DIAGNOSIS
walaupun sudah diterapi dengan rnak~imal.~,~ Karena itu
SAFK perlu mendapat perhatian serius.
Kriteria preliminari yang digunakan saat ini adalah
berdasarkan konsensus internasional sindrom antifosfo-
lipid katastrofi yang disusun oleh dr Asherson dkk.
(Tabel 1):
Kasus SAFK termasuk sangat jarang terjadi, persentasi
kejadiannya hanya 1% dari seluruh sindrom antifosfolipid,
namun berakibat fatal dan mengancarnj i ~ aBerdasarkan
.~ PENATALAKSANAAN
suatu registrasi internasional kasus SAFK, didapatkan
rata-rata usia penderita adalah 38 tahun dengan rentang Penatalaksanaan optimal sindrom antifosfilipid katastrofi
antara 7 sampai 74 tahun, dan perbandingan wanita lebih sarnpai saat ini belum diketahui dengan pasti, namun yang
banyak dari pada pria (2,3:1).5 jelas mernbutuhkan penanganan yang serius dan harus
meliputi tiga ha1 yaitu2:
1. Terapi faktor pencetus (antara lain: segera berikan
antibiotik jika ada dugaan infeksi, arnputasi segera
jaringan nekrosis yang ada, pengawasan ketat pada
Manifestasi penderita dengan SAFK memiliki kesamaan pmderita SAF yang akan rnenjalani operasi ataupun
yaitu3: prosedur invasif)
LUPUS ERITEMATOSUS DAN SINDROM ANTlBODl ANTlFOSFOLlPlD

Tabel 1. Kriteria Preliminari Klasifikasi Sindrom Garnaglobulin intravena


Antifosfolipid Katastrofi2 Jika berhubungan dengan kekarnbuhan dari lupus
1. Adanya bukti keterlibatan tiga atau lebih: organ, (flare) rnaka siklofosfarnid rnerupakan terapi yang
sistern, dan/atau jaringan tubuha urnurnnya diberikan kepada penderita SAFK
2. Munculnya manifestasi klinis secara serentak atau Beberapa laporan rnenggunakan terapi fibrinolitik,
kurang dari satu minggu prostasiklin, defibrotid, danazol, siklosporin,
3. Konfirmasi histopatologi terdapat oklusi pembuluh azathioprine, hernodialisis dan splenektorni.
darah kecil pada sekurang-kurangnya satu 3rgan
atau jaringanb Jika secara klinis terdapat dugaan adanya sindrorn
4. Konfirmasi laboratorium terdapat ant b o d i antifosfolipid katastrofi (rnisalnya diternukan 2 dari
antifosfolipid (lupus antikoagulan (LAC) dar/atau kriteria klasifikasi), terapi berdasarkan konsensus ini, lihat
antibodi antikardiolipin (aCL)C algoritrne (Garnbar I ) , dapat diadopsi sebagai terapi
Sindrom antifosfolipid katastrofi pasti: ernpirikal dan harus segera diberikan rnengingat sindrorn
Terdapat 4 kriteria di atas ini sangat fatal.
Mungkin sindrorn antifosfolipid katastrofi: Perneriksaan petanda laboratoriurn a n t i b o d i
Terdapat 4 kriteria di atas, namun hanya 2 organ, antifosfolipid rnernbutuhkan waktu untuk bisa rnenentukan
sistem dan/ atau jaringan yang terlibat adanya antibodi antifosfolipid yang positif, kadang-
Terdapat 4 kriteria di atas, namun tidak ada kadang bahkan dapat rnernberikan hasil negatif pada saat
konfirrnasi laboratorium antibodi antifosfolipid (aPL) kejadian trornbosis, sehingga terapi perlu segera diberikan
yang dilakukan sekurang-kurangnya dalam jangka
secepatnya bila secara klinis dicurigai adanya SAFK.
waktu 6 minggu dari tes laboratorium sebelunnya,
Sebagai tarnbahan terhadap terapi ini, pengawasan
akibat kematian dini penderita yang belum pernah
dilakukan pemeriksaan antibodi antifosfolipid yang ketat dan perawatan yang intensif rnernegang
sebelum terjadi SAFK. peranan penting akan keberhasilan terapi terhadap
Terdapat kriteria 1,2 dan 4 penderita dengan SAFK.
Terdapat kriteria 1,3 dan 4 dan munculnya manifestasi
klinis yang ketiga terjadi lebih dari 1 minggu taamun
kurang dari 1 bulan, walapun sudah diberikan PROGNOSIS
antikoagulan.
Keadaan rnengancarn jiwa pada SAFK apabila terdapat
a) Biasanya bukti klinis terjadi oklusi pembuluh darah, keterlibatan organ-organ vital (otak, jantung, paru-paru,
dikonfirmasikan dengan radiologi jika memungkinkan.
ginjal dan kelenjar adrenal) dan terjadi suatu kegagalan
Keterlibatan ginjal didefinisikan sebagai kenaikan beatinin
serum sebesar 50%, hipertesi berat (>180100/ mmHg) dan! organ.
atau proteinuria (>500mg/24jam). Dalarn suatu laporan penelitian terhadap 130 kasus,
blUntuk konfirmasi histopatologi, harus terdapat bukti signifikan
usia yang lebih tua dan sernakin banyak organ yang
trombosis, meskipun kadang-kadang dapat terjadi bersamaan
dengan vaskulitis. terlibat berhubungan dengan kernatian. Dalarn laporan ini
c, Jika penderita belum pernah didiagnosis SAF sebe umnya, tidak didapatkan hubungan antara terapi yang diberikan
konfirmasi laboratorium memerlukan antibodi antifosfolipid pada penderita SAFK yang selarnat dan rnereka yang
yang terdeteksi pada dua kali pemeriksaan atau lebih dengan
rneningga1.4s7
jangka waktu sekurang-kurangnya 6 minggu antara satu test
dengan test berikutnya (tidak harus test pada saat terjadi SAFK),
sesuai dengan kriteria untuk sindrom antifosfolipid.
KESIMPULAN
2. Mencegah and rnengatasi kejadian trornbosis yang
sedang berlangsung Sindrorn antifosfilipid katastrofi rnerupakan suatu keadaan
3. Menekan jurnlah sitokin yang berlebihan. yang fatal dan rnengancarnjiwa sehingga penatalaksanaan
yang segera dan tepat sangat rnenentukan kelangsungan
Meskipun belurn ada standarisasi penatalaksanaan hidup para penderitanya. Belurn adanya terapi yang
SAFK ini, terapi yang biasa digunakan antara lain2: optimal terhadap sindrorn ini meskipun demikian terapi
Antikoagulan (biasanya heparin intravena diikuti oleh secara ernpirikal disertai perawatan yang intensif dapat
antikoagulan per oral) digunakan untuk rnenyelarnatkan nyawa penderita
Kortikosteroid sindrorn antifosfolipid katastrofi.
Plasma exchange
DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN SINDROM ANTIFOSFOLIPID KATASTROFI 342 1

Curiga SAFK secara kinis (misalnya terdapat 2 kriteria klasifikasi)*


I
.I.
Terapi faktor-faktor presipitasi (rnisalnya aqtibiotik)

*I
Kondisi rnengancam jiwa?

Tidak

4
a) Antikoagulasi efektif d e n g a n a) Antikoagulasi efektif dengan heparin iv
b) + Steroid dosis tinggi b) + Steroid dosis tinggi
I C) + imunoglobulin iv d a n plasma exchange

klinis J
embaik? / klinis membaik

Ya Tidak
/ % ' - / A
Ya Tidak

tapering steroid
1 Tambah terapi lain:
- Siklofosfamid (jika SLE aktif)
atau prostasiklin
I at211fihrinnlitik
Gambar 1. Algoritrne penatalaksanaan sindrom antifosfolipid katastrofi.
* Pertirnbangkan untuk eksklusi sindrorn rnikroangiopati yang lain (urnurnnya trornbotik trornbositopenia purpura dan trornbositopenial
trornbosis akibat induksi heparin)
** Plasma exchange dilakukan dengan fresh frozen plasma (FFP) dan diindikasik~nterutarnajika terdapat anemia hernolitik rnikroangiopati
(rnisalnya terdapat schistocytes, dalarn garnbaran darah tepi).

REFERENSI

1. Miyakis S, Lockshin MD, Atsumi T, et al. International


consensus statement on an update of the classificationcriteria
for definite antiphospholipid syndrome (APS). J Thromb
Haemost 2006; 4:295-306
2. Asherson RA, Cemera R, de Groot PG, Erkan D, Boffa MC,
Piette JC, et al. Catastrophic antiphospholipid syndrome:
international consensus statement on classlhcation criteria
and treatment guidelines. Lupus 2003;12:530-4.
3. Asherson RA. The catastrophe antiphospholipid antibody
syndrome. [Editorial.] J Rheumatol1992; 19: 508-512.
4. Asherson RA, Cewera R, Piette JC, Shoenfeld Y, Espinosa G,
Petri MA, et al. Catastrophic antiphospholipid syndrome:
clues to the pathogenesis from a series of 80 patients. Medicine
(Baltimore) 2001;80:355-77.
5. Camera R, Font J, Gomez-Puerta JA, Espinosa G, Cucho M,
Bucciarelli S, et al. Validation of the preliminary criteria for
the classificationof catastrophic antiphospholipid syndrome,
Ann Rheum Dis 2005;64:1205-1209
6 . Cervera R, Piette JC, Font J et al. Antiphospholipid syndrome:
Clinical and immunologic manifestations and patterns of
disease expression in a cohort of 1,000 patients. Arthritis
Rheum 2002; 46: 1019-1027.
7. Asherson RA, Cewera R, Piette JC et al. Catastrophic antibody
syndrome. Clinical and laboratory features of 50 patients.
Medicine (Baltimore) 1998; 77: 195-207.
PENYAKIT SKELETAL
STRUKTUR DAN METABOLISME TULANG
Bambang Setiyohadi

PENDAHULUAN belum sepenuhnya diketahui, tetapi diduga berperan


pada transmisi signal dan stimuli dari satu sel dengan
Tulang adalah organ vital yang berfungsi untuk alat gerak sel lainnya. Baik osteoblas maupun osteosit berasal dari
pasif, proteksi alat-alat di dalam tubuh, pembentuk tubuh, sel mesenkimal yang terdapat di dalam sumsum tulang,
metabolisme kalsium dan mineral, dan organ hemopoetik. Deriosteum, dan mungkin endotel pembuluh darah. Sekali
Tulang juga merupakan jaringan ikat yang dinamis yang Dsteoblas selesai mensintesis osteoid, maka osteoblas
selalu diperbarui melalui proses remodeling yang terdiri akan langsung berubah menjadi osteosit dan terbenam
dari proses resorpsi dan formasi. Dengan proses resorpsi, di dalem osteoid yang disintesisnya.
bagian tulang yang tua dan rusak akan dibersihkan dan Osteoklas adalah sel tulang yang bertanggung jawab
diganti oleh tulang yang baru melalui proses formasi. terhadap proses resorpsi tulang. Pada tulang trabekular,
Proses resorpsi dan formasi selalu berpasangan. Dalam osteoklas akan membentuk cekungan pada permukaan
keadaan normal, massa tulang yang diresorpsi akan tulang yang aktif yang disebut lakuna Howship. Sedangkan
sama dengan massa tulang yang diformasi, sehingga pada tulang kortikal, osteoklas akan membentuk kerucut
terjadi keseimbangan. Pada pasien osteoporosis, proses sebagai hasil resorpsinya yang disebut cutting cone, dan
resorpsi lebih aktif dibandingkan formasi, sehingga terjadi osteoklas berada di apex kerucut tersebut. Osteoklas
defisit massa tulang dan tulang menjadi semakin tipis merupakan sel raksasa yang berinti banyak, tetapi berasal
dan perforasi. dari sel hemopoetik mononuklear.
Sebagaimana jaringan ikat lainnya, tulang terdiri dari
komponen matriks dan sel. Matriks tulang terdiri dari
serat-serat kolagen dan protein non-kolagen. Sedangkan DlFERENSlASl OSTEOBLAS
sel tulang terdiri dari osteoblas, osteoklas dan osteosit.
Osteoblas adalah sel tulang yang bertangung jawab Seperii dijelaskan di muka, osteoblas berasal dari dari
terhadap proses formasi tulang, yaitu berfungsi dalam stromal stem cell atau connective tissue mesenchymal stem
sintesis matriks tulang yang disebut osteoid, yaitu cell yang dapat berkembang menjadi osteoblas, kondrosit,
komponen protein darijaringan tulang. Selain itu osteoblas sel otot, adiposit dan sel ligamen. Sel mesenkimal ini
juga berperan memulai proses resorpsi tulang dengan cara memerlukan tahap-tahap transisi sebelum menjadi sel
membersihkan permukaan osteoid yang akan diresorpsi yang matang. Setiap tahap transisi tersebut membutuhkan
melalui berbagai proteinase netral yang dihasilkannya. faktor aktifasi dan supresi tertentu. Untuk diferensiasi
Pada permukaan osteoblas, terdapat berbagai reseptor dan maturasi osteoblas dibutuhkan faktor pertumbuhan
permukaan untuk berbagai mediator metabolisme tulang, lokal, seperti fibroblast growth factor FGF), bone morpho-
termasuk resorpsi tulang, sehingga osteoblas merupakan genetic proteins (BMPs) dan W n t proteins. Selain itu
sel yang sangat penting pada bone turnover. juga diubutuhkan faktor transkripsi, yaitu Core binding
Osteosit merupakan sel tulang yang terbenam di factor 7 (Cbfa I ) atau Runx2 dan Osterix (Osx). Prekursor
dalam matriks tulang. Sel ini berasal dari osteoblas, osteoblas ini akan berproliferasi dan berdiferensiasi
memiliki juluran sitoplasma yang menghubungkan antara menjadi pre-osteoblas dan kemudian menjadi osteoblas
satu osteosit dengan osteosit lainnya dan juga dengan yang matur. Osteoblas selalu ditemukan berkelompok
bone lining cells di permukaan tulang. Fungsi osteosit pada per-mukaan tulang yang dapat mencapai 100-400
3424 PENYAKIT SKELETAL

sel kuboidal per bone-forming site. Di bawah rnitroskop rnanusia akan rnenyebabkan gangguan perturnbuhan
cahaya, osteoblas tarnpak rnerniliki inti yang bulat pada tulang. Efek GH langsung pada tulang adalah melalui
basal sel yang berdekatan dengan perrnukaan tulang interaksi dengan reseptor GH pada perrnukaan osteo-
dengan sitoplasdrna yang basofilik kuat dan kornpleks blas, sedangkan efek tidak langsungnya rnelalui produksi
Golgi yang prorninen di antara inti dan apeks .el yang ~ -
insulin-like growth factor- I(IGF-1).
rnenunjukkan aktivitas biosintesis dan sekresi yang tinggi.
Insulin-like Growth Factor-7 dan 2 (IGF-1 dan IGF-2).
Selain itu osteoblasjuga rnerniliki retikulurn endoplasrnik
IGF rnerupakan growth hormone-dependent polypeptides
kasar yang berkernbang baik dengan cisterra yang
yang memiliki berat molekul 7.600. Ada 2 macarn IGF,
berdilatasi dan berisi granul-granul padat.
yaitu IGF I dan IGF II, yang disintesis oleh berbagai
Osteoblas selalu tarnpak rnelapisi rnatriks tulang
rnacarn jaringan, terrnasuk tulang, dan rnernpunyai efek
(osteoid) yang diproduksinya sebelurn dikalsifikasi.
biologik yang sarna, walaupun IGF I lebih poten 4-7 kali
Osteoid yang diproduksi oleh osteoblas tidak langsung
dibanding-kan IGF II. IGF I rnernpunyai efek rnerangsang
dirnineralisasi, tetapi rnernbutuhkan waktu sekitar 10 hari,
sintesis rnatriks dan kolagen tulang dan juga rnerangsang
sehingga secara rnikroskopik, osteoid yang belurn di-
replikasi sel-sel turunan osteoblas. Selain itu, IGF I juga
rnineralisasiini akan selalu tarnpak. Di belakang osteoblas,
rnenurunkan degradasi kolagen tulang. Dengan dernikian
selalu tarnpak sel rnesenkirnal yang sudah teraktifasi dan
IGF I rnernegang peranan yang penting pada forrnasi
preosteoblas yang rnenunggu rnaturasi untuk rnenjadi
tulang danjuga berperan rnernpertahankan rnassa tulang.
osteoblas.
Berbagai faktor sisternik dan lokal turut berperan rnengatur
Mernbran plasma osteoblas kaya akan fcsfatase
sintesis IGF-1 oleh osteoblas, antara lain, estrogen, PTH,
alkali dan rnerniliki resentor untuk horrnon paratiroid
PGE, dan BMP-2, sedangkan PDGF dan glukokortikoid
dan prostaglandin, tetapi tidak rnerniliki reseptcr untuk
rnengharnbat ekspresi IGF-1 dan 1,25(OH),D3, TGFb dan
kalsitonin. Selain itu, osteoblas juga rnengekspresikan
FGF-2 rnerniliki efek stimulator dan inhibitor ekspresi
reseptor estrogen dan reseptor vitamin D, berbagai
IGF-1. Di dalarn sirkulasi, IGF akan terikat pada IGF binding
sitokin, seperti colony stimulating factor l(CSF-1) dan
proteins (IGFBPs). Sarnpai saat ini telah diternukan 6
reseptor anti nuklear factor kB ligand (RAIVEL) dan
IGFBP yang diproduksi oleh sel tulang, dan jurnlah yang
osteoprotegrin (OPG). RANKL berperan pada rnaturasi
terbanyak adalah IGFBP-3. IGFBP rnerniliki afinitas yang
prekursor osteoklas karena prekursor osteoklas rnerniliki
tinggi terhadap IGF, menghambat interaksi IGF dengan
reseptor RANK pada perrnukaannya. Sedangkan efek
reseptornya dan rnernpengaruhi aksi IGF.
RANKL akan dihambat oleh OPG.
Cbfa 1 atau Runx2 rnerupakan faktor transkripsi yang Bone Morphogenetic Proteins (BMPs). Merupakan
sangat penting bagi rnaturasi osteoblas, baik pada osifikasi anggota superfarnili TGFP, terdiri dari BMP-2 sarnpai -7.
intrarnernbranosa rnaupun endokondral. Cbfa 1 akan BMP disintesis oleh jaringan skeletal dan ekstraskeletal,
berikatan dengan osteoblast-specific cis-acting dement sedangkan BMP-2, -4 dan -6 disintesis oleh sel-sel seri
(OSE2) dan rnengaktifkan ekspresi osteoblast-specificgene osteoblas dan berperan pada diferensiasi osteoblas. Selain
Osteokalsin (OG2). Terdapat 2 isoforrn Cbfal, yaitu Tipe I itu BMPs juga berperan pada osifikasi endokondral dan
dan II. Cbfa tipe I diekspresikan olehjaringan rnesenkirnal kondrogenesis.
non-oseus dan sel progenitor osteoblas yang tidak akan Protein W n t . Protein Wnt rnerniliki aktivitas yang
berubah selarna diferensiasi osteoblas. Sedangkan Cbfa 1
sama dengan BMP dan rnenginduksi diferensiasi sel.
tipe II rneningkat ekspresinya selarna diferensiasi osteoblas Signat Wnt yang optimal pada osteoblas rnernbutuhkan
dan promieloblas sebagai respons terhadap BMP-2. Cbfa lipoprotein receptor-related protein 5 (LRP 5). LRP 5
1 juga berperan pada rnaturasi kondrosit. diekspresikan oleh osteoblas dan sel strornal dan
Faktor transkripsi lain yang berperan pada diferensiasi distirnulasi oleh BMF?Mutasi yang rnenyebabkan inaktifasi
osteoblas adalah osterix (Osx) yang diekspresikan pada LRP 5 rnenyebabkan penurunan densitas tulang sedangkan
sernua tulang yang sedeang turnbuh dan dibutuhkan pada rnutasi yang rnenyebabkan LRP 5 resisten terhadap
diferensiasi osteoblas dan formasi tulang. inaktifasi rnenyebabkan peningkatan rnassa tulang.

TGF P. Merupakan polipeptida dengan BM 25.000. Pada


FAKTOR PERTUMBUHAN OSTEOGENIK rnarnalia didapatkan 3 isoforrn yang rnerniliki aktivitas
biologik yang sarna dan diekspresikan oleh sel tulang dan
Hormon pertumbuhan (Growth Hormone, GH). 4orrnc.n sel osteosarkorna, yaitu TGF PI, TGF P2 dan TGF P3. TGF
ini rnernpunyai efek langsung dan tidak langsung tzrhadap p berfungsi rnenstirnulasi replikasi preosteoblas, sintesis
osteoblas untuk rneningkatkan remodeling tulang dan kolagen dan rnengharnbat resorpsi tulang dengan cara
perturnbuhan tulang endokondral. Defisiensi CH pada rnenginduksi apoptosis osteoklas.
STRUKTUR D A N METABOLISME TULANG

Fibriblast Growth Factors (FGFs). FGF 1 dan 2 adalah pada pertumbuhan osteoblas. Leptin yang disekresikan
polipeptida dengan BM 17.000, bersifat angiogenik dan olehjariigan adiposa dan osteoblas memiliki efekanabolik
berperan pada neovaskularisasi, penyembuhan luka dan terhadap osteoblas. Selain itu leptin juga dapat meng-
reparasi tulang. FGF 1 dan 2 akan merangsang replikasi induksi apoptosis sel stromal sumsum tulang. Nampaknya
sel tulang sehingga populasi sel tersebut meningkat Ieptin merupakan regulator yang penting pada sel tulang
dan memungkinkan terjadinya sintesis kolagen tulang. dan mengkontrol pertumbuhan tulang dan aktivitas
Walaupun demikian, FGF tidak akan meningkatkan osteoblx melalui berbagai mekanisme.
diferensiasi osteoblas secara langsung. Selain itu, FGF
juga memiliki peran yang kecil pada resorpsi tulang, yaitu
dengan meningkatkan ekspresi MMP 13 yang berperan OSTEOKLAS D A N REMODELING TULANG
pada degradasi kolagen dan remodeling tulang.
Setelah pertumbuhan berhenti dan puncak massa tulang
Platelet-Derived Growth Factor (PDGF). Merupakan
tercapai, maka proses remodeling tulang akan dilanjutkan
polipeptida dengan BM 30.00 dan pertama kali diisolasi
pada p5rmukaan endosteal. Osteoklas akan melakukan
dari trombosit dan diduga berperan penting pada
resorpsi tulang sehingga meninggalkan rongga yang
awal penyembuhan luka. PDGF merupakan dimer yang
disebut lakuna Howship pada tulang trabekular atau
dihasilkan oleh 2 gen, yaitu PDGF-A dan -B. PDGF-AB dan
rongga kerucut (cutting cone) pada tulang kortikal.
-BB merupakan isoform yang terbanyak didapatkan dalam
Setelah resorpsi selesai, maka osteoblas akan melakukan
sirkulasi. Sama dengan FGF, PDGF berfungsi merangsang
formasi tulang pada rongga yang ditinggalkan osteoklas
replikasi sel dan sintesis kolagen tulang. Selain itu PDGF-
membentuk matriks tulang yang disebut osteoid,
BB juga berperan meningkatkan jumlah osteoklas dan
dilanjutkan dengan mineralisasiprimer yang berlangsung
menginduksi ekspresi MMP 13 oleh osteoblas.
dalam waktu yang singkat dilanjutkan dengan mineralisasi
Vascular Endothelial Growth Factors (VEGF). Merupakan sekunder dalam waaktu yang lebih panjang dan tempo
polipeptida yang berperan pada angiogenesis yang yang lebih lambat sehingga tulang menjadi keras.
sangat penting pada perkembangan skeletal. Osteoblas Proses remodeling tulang merupakan proses yang
mengekspresikan 2 tipe reseptor VEGF, yaitu VEGFR-1 kompleks dan terkoordinasi yang terdiri dari proses
dan -2. VGEF berperan sangat penting pada osifikasi resorpsi dan formasi tulang baru yang menghasilkan
endokondral. Selama osifikasi endokondral, terjadi invasi pertumbuhan dan pergantian tulang. Hasil akhir dari
pembuluh darah kedalam rawan sendi selama mineralisasi remodeling tulang adalah terpeliharanya matriks tulang
matriks, apoptosis kondrosit yang hipertrofik, degradasi yang termineralisasi dan kolagen. Aktivitas sel-sel tulang
matriks dan formasi tulang. lnaktifasi VEGF pada tikus terjadi disepanjang permukaan tulang, terutama pada
yang berumur 24 hari menyebabkan penekanan invasi permukaan endosteal. Proses resorpsi dan formasi tulang,
pembuluh darah, peningkatan zona hipertrofik kondrosit tidak t ~ r j a d idisembarang tempat disepanjang tulang,
dan gangguan formasi tulang trabekular. tetapi merupakan proses pergantian tulang lama dengan
tulang baru. Pada tulang dewasa, formasi tulang hanya
terjadi bila didahului oleh proses resorpsi tulang. Jadi
REGULASI H O R M O N A L FORMASI TULANG urutan proses yang terjadi pada tempat remodeling adalah
aktifasl-resorpsi-formasi (urutan ARF). Pada fase antara
Steroid dan hormon polipeptida berperan pada per- resorpsi dan formasi (fuse reversal), tampak beberapa sel
tumbuhan osteoprogenitor dan pertumbuhannya menjadi monoruklear seperti makrofag pada tempat remodeling
osteoblas yang matur. PTH berperan pada pertumbuhan membentuk cement line yang membatasi proses resorpsi
populasi osteoprogenitor sedangkan PTHrP berperan dan merekatkan tulang lama dan tulang baru.
pada diferensiasi osteoblas. Glukokortikoid berperan pada Osteoklas yang bertanggung jawab terhadap proses
diferensiasi sel mesenkimal menjadi osteoblas in vitro, resorpsi tulang, berasal dari sel hemopoetiklfagosit
tetapi penggunaan glukokortikoid untuk pengobatan monoruklear. Diferensiasinya pada fase awal membutuhkan
justru menghambat formasi tulang dan menyebabkan faktor transkripsi PU-1 dan MiTf yang akan merubah sel
osteoporosis. Vitamin D [1,25(OH),D,] merupakan regulator progenitor menjadi sel-sel seri mieloid. Selanjutnya
transkripsi gen yang poten yang berperan meningkatkan dengan rangsangan M-CSF, sel-sel ini berubah menjadi
atau menurunkan ekspresi berbagai gen fenotip osteoblas, sel-sel monositik, berproliferasi dan mengekspresikan
misalnya meningkatkan sintesis osteokalsin. Hormon reseptor RAIVK. Selaipjutnya, dengan adanya RANK
steroid seks memiliki efek anabolik terhadap tulang dan ligand (RANKL), sel ini berdiferensiasi menjadi osteoklas.
osteoblas. Asam retinoat berperan pada pertumbuhan Berbeda dengan sel makrofag, osteoklas mengekspresikan
tulang selama masa embrional. Andrenomedulin berperan beribu-ribu reseptor RANK, kalsitonin dan vitronektin
PENYAKIT SKELETAL

(integrin ayb3).Setelah selesai proses resorpsi, osteoklas itu, insulin juga sangat penting pada mineralisasi tulang
akan mengalami apoptosis dengan pengaeuh estrogen. yang normal, dan merangsang produksi IGF I oleh hati.
Pada defisiensi estrogen, menopause atau ovariektomi, Peranan insulin pada sintesis matriks terutama pada fungsi
apoptosis osteoklas akan terhambat sehingga terjadi diferensiasi osteoblas, sedangkan IGF I meningkatkan
resorpsi tulang yang berlebihan. jumlah sel yang dapat mensintesis matriks tulang.
Proses remodelingtulang diatur oleh sejumlah hormon
Hormon pertumbuhan (growth hormon, GH) tidak
dan faktor-faktor lokal lainnya. Hormon yang berperan
mempunyai efek langsung terhadap remodeling tulang,
pada proses remodeling tulang adalah hormon paratiroid
tetapi melalui perangsangan terhadap IGF I, GH dapat
(PTH), insulin, hormon pertumbuhan, vitamin D, kalsitonin,
mengatur formasi tulang. Efek langsung GH pada formasi
glukokortikoid, hormon seks dan hormon tiroid.
tulang sangat kecil, karena sel-sel tulang hanya meng-
Osteoprotegrin (OPG)/RANKL/RANK. OPG adalah ekspresikan reseptor GH dalam jumlah yang kecil.
anggota superfamili reseptor TNF yang tidak memiliki
1.25-Dihydroxyvitamin-D, [1,25(OH),D,], merupakan
domain transmembran sehingga akan disekresikan ke-
hormon yang disintesis secara primer oleh ginjal dan
dalam sirkulasi. Ekspresi OPG akan menghambat resorpsi
mempunyai fungsi yang sama dengan PTH, yaitu
tulang yang fisiologik maupun patologik. Ligand OPG
merangsang resorpsi tulang dan efek ini berlangsung
hanya 2, yaitu RANKL dan TRAIL. Perlekatanan OPG pada
melalui peningkatan ekspresi RANKL oleh osteoblas.
RANKL akan menghambat perlekatan RANKL terhadap
Selain itu 1,25(OH),D3 juga dapat meningkatkan sintesis
RANK di permukaan progenitor osteoklas, sehingga akan
osteokalsin oleh osteoblas, menghambat sintesis kolagen
menghambat maturasi osteoklas dan resorpsi tulang. OPG
tulang, meningkatkan ikatan IGF I pada pada reseptornya
juga menghambat formasi osteoklas yang diinduksi oleh
yang terdapat di set-sel turunan osteoblas dan merangsang
hormon osteotropik dan sitokinseperti 1,25(OH),D3, PTH,
selected IGF binding proteins yang dapat memodifikasi
PGE,, IL-1 dam IL-11. Ekspresi OPG di sel stromal dan
aksi dan konsentrasi IGF. 1,25(0H),D3 juga merupakan
osteoblas akan ditingkatkan oleh TGFP, ha1 ini mungkin
imunomodulator yang poten yang dapat menghambat
yang menerangkan mekanisme penghambatan resorpsi
proliferasi sel T dan produksi IL-2.
tulang oleh TGFP. RANKL merupakan protein membran tipe
II yang diekspresikan oleh sel-sel seri osteogenik termasuk Kalsitonin merupakan inhibitor yang poten terhadap
osteoblas yang matur. Dengan pengaruh M-CSF RANKL efek resorpsi tulang dari osteoklas, tetapi efek ini hanya
akan merangsang maturasi osteoklas dan akibatnya, proses sementara, terutama pada pemberian kalsitonin yang
resorpsi tulang meningkat. 1,25(OH),D3, PTH, PGE,, IL-1b, berkepanjangan. Kalsitonin menyebabkan kontraksi
TNF-a, IL-1I,IL-6 dan FGF ternyata dapat meningkatkan sitoplasma &teoklas dan pemecahan osteoklas menjadi
kadar mRNA RANKL. RANK adalah protein transrrembran sel mononuklear dan menghambat pembentukan
tipe I, yang merupakan anggota superfamili TPJFR dan osteoklas.
satu-satunya reseptor untuk RANKL. RANK diekspresikan Glukokortikoid mempunyai efek merangsang resorpsi
pada permukaan osteoklas dan berperan pada diferensiasi tulang, mungkin melalui penurunan absorbsi kalsium yang
osteoklas dari sel progenitor hematopoetik dan aktifesi kemudian akan diikuti oleh peningkatan PTH. Pemberian
osteoklas yang matur. Over-ekspresi RANK pada fibroblas glukokortikoid jangka pendek pada konsentrasi fisiologik,
embrio manusia menginduksi aktifasi ligand independen dapat merangsang sintesis kolagen tulang. Tetapi
NF-kB dan berhubungan dengan peningkatan diferensiasi pemberian jangka panjang dapat menurunkan replikasi
dan maturasi osteoklas yang independen terhadap sel preosteoblastik, sehingga jumlah osteoblas menurun
RANKL. dan pembentukan matriks tulang terhambat. Selain itu,
Hormon paratiroid berperan merangsang formasi dan glukokortikoid juga menghambat sintesis IGF I oleh sel
resorpsi tulang in vitro maupun in vivo, tergantung pada tulang dan ha1 ini mungkin berperan pada penghambatan
cara pemberiannya apakah intermiten atau terus menerus. formasi tulang.
Mekanisme kerja yang berbeda ini tidak jelas, tetapi Estrogen dan Androgen memegang peranan yang sangat
diduga melalui jalur Cbfa, karena Cbfa merupakan faktor penting pada maturasi tulang yang sedang tumbuh dan
transkripsi untuk diferensiasi osteoblas, selain itu Cbfa mencegah kehilangan massa tulang. Reseptor estrogen
juga mengatur ekspresi RANKL. Jadi efek PTH terhadap pada sel-sel tulang sangat sedikit diekspresikan, sehingga
osteoklas tidak bersifat langsung karena osteoldas tidak sulit diperlihatkan efek estrogen terhadap resorpsi dan
merniliki reseptor PTH. Selain PTH, PTHrP juga memiliki formasi tulang. Estrogen dapat menurunkan resorpsi
efek bifasik terhadap tulang. tulang secara tidak langsung melalui penurunan sintesis
Insulin mempunyai peranan dalam merangsang sintesis berbagai sitokin, seperti IL-I, TNF-a dan IL-6. IL-6
matriks tulang dan pembentukan tulang rawan. Selain diketahui banyak terdapat pada lingkungan-mikro tulang
STRUKTUR DAN METABOLISME TULANG

dan berperan merangsang resorpsi tulang. dan fungsinya juga banyak tumpang tindih dengan IL-I.
Bahkan reseptornya juga sama dengan reseptor IL-I.
Hormon tiroid berperan merangsang resorpsi tulang.
Hal ini akan menyebabkan pasien hipertiroidisme akan IL-6 juga berperan pada resorpsi tulang dengan jalan
disertai hiperkalsemia dan pasien pasca-menopause yang mengerahkan sel-sel osteoklas. IL-6 diekspresikan dan
mendapat supresi tiroid jangka panjang akan mengalami disekresikan oleh sel tulang sebagi respons terhadap PTH,
osteopenia. Hormon tiroid ( dan
l , T), merupakan regulator 1,25(OH),D3 dan IL-I. Sintesis IL-6 akan dihambat oleh
pertumbuhan tulang yang penting. Terdapat 4 isoform estrogen dan ha1 ini nampak pada penurunan resorpsi
reseptor hormon tiroid, yaitu TRal, TRa2, TRbl dan TRb2 iulang pada terapi estrogen.
yang kesemuanya diekspresikan pada kondrosit pada CSF-1 diproduksi oleh sel stromal dalam lingkungan
tempat osifikasi endokondral. mikro osteoklas. Ekspresinya berrhubungan dengan
RANKL dan TGF-P akan menyebabkan resorpsi tulang
Prostaglandin merupakan mediator inflamasi yang
oleh osteoklas.
merupakan metabolit asam arakidonat dan memiliki
TGF-P merupakan polipeptida yang multifungsional
efek yang kompleks terhadap tulang. Prostaglandin
yang diproduksi oleh sel sistem imun dan juga sel stromal
berhubungan dengan hiperkalsemia dan resorpsi tulang
dan osteoblas. TGF-P akan merangsang prostaglandin
pada keganasan dan keradangan kronik. Walaupun
dan menyebabkan resorpsi tulang. Selain itu, TGF-P
demikian, efek prostag-landin terhadap tulang pada
juga akan menghambat formasi osteoklas dengan cara
manusia masih belum jelas. PGE, pada dosis rendah
menghambat proliferasi dan diferensiasi osteoklas. TGF-P
ternyata berperan merangsang formasi tulang, sedangkan
juga meningkatkan proliferasi osteoblas, meningkatkan
pada dosis tinggi berperan meningkatkan resorpsi tulang
protein matriks tulang dan meningkatkan mineralisasi
tanpa menghambat formasi tulang. Pada fase resorps
tulang.
tulang, produksi PGE, akan meningkat, sedangkan pada
formasi tulang atau fase penyembuhan, produksi PGE,
akan menurun.
INFLAMASI D A N REMODELING TLILANG
Leukotrien. Sama halnya dengan prostaglandin,
leukotrien juga merupakan mediator inflamasi dan Secara molekular, ternyata remodeling tulang memiliki
metabolit asam arakidonat yang diproduksi melalui kesamaan dengan proses inflamasi. lnflamasi dimulai oleh
jalur enzim 5-lipoksigenase (5-LO). Leukotrien berperan rangsangan, baik akibat trauma maupun benda asing,
mengaktifkan osteoklas dan berhubungan dengan resorpsi sedangkan remodeling dicetuskan oleh faktor mekanik
tulang pada giant cell tumors pada tulang. Leukotrienjuga yang mengenai permukaan tulang yang termineralisasi.
diketahui berperan pada inflamasi kronik,seperti artritis Pada inflamasi, trauma atau benda asing akan merangsang
reumatoid, asma bronkiale, psoriasis, penyakit periodontal makrofag menghasilkan berbagai sitokin yang akan
dan kolitis inflamatif. Metabolit 5-LO juga diketahui merangsang produksi dan migrasi sel darah putih lainnya
menurunkan fungsi osteoblas dan formasi tulang pada ke tempat inflamasi. Berbagai sitokin yang dihasilkan
inflamasi akut, misalnya pada artritis reumatoid. Inhibitor pada inflamasi merupakan stimulator yang kuat terhadap
sintesis leukotrien atau antagonis reseptor leukotrien telah diferensiasi osteoklas dan resorpsi tulang oleh osteoklas.
digunakan secara baik untuk terapi asma bronkiale dan IL-I dan TNF-a yang dihasilkan pada inflamasi akan
diduga memiliki efek formasi tulang. merangsang osteoblas untuk mengekspresikan RANKL
dan M-CSF dan menghambat produksi OPG. Selain
Sitokin juga berperan pada remodeling tulang. IL-I
itu, dengan pengaruh IL-I , TNF-a akan meningkatkan
merupakan sitokin yang berperan pada remodelingtulang.
diferensiasi makrofag menjadi osteoklas. IL-I dan TNF-a,
Ada 2 macam IL-I, yaitu IL-la dan IL-1P, yang mempunyai
terutama dihasilkan oleh monosit, sedangkan beberapa
efek biologik yang sama dan bekerja pada reseptor yang
sitokin yang dihasilkan oleh sel T, bersifat menghambat
sama pula. IL-1 dilepaskan oleh sel monosit yang aktif
osteoklastogenesis, misalnya Interferon (IFN)-y, GM-
dan juga oleh sel yang lain seperti osteoblas dan sel
CSF, IL-4 dan IL-13.m, sedangkan sitokin dari sel T yang
tumor. Peranan IL-1 pada proses remodeling tulang cukup
merangsang osteoklastogenesis adalah IL-17.
banyak, antara lain adalah merangsang resorpsi tulang,
Seperti diketahui, estrogen berperan menghambat
replikasi sel tulang dan meningkatkan sintesis IL-6. IL-I,
proliferasi dan diferensiasi prekursor osteoklas melalui ,
nampaknyajuga berperan pada mekanisme hiperkalsemia
mekanisme yang belum jelas. Reseptor estrogen,
pada keganasan hematologik. Pada beberapa kasus
ditemukan pada permukaan monosit, osteoblas, prekursor
osteoporosis, ternyata kadar IL-1juga meningkat. Efek IL-I
osteoklas maupun osteoklas. Defisiensi estrogen akan
pada tulang diketahui melaluijalur RANKL. Limfotoksin dan
mengakibatkan peningkatan produksi IL-I, TNF, IL-6 dan
TNFa merupakan sitokin yang berhubungan dengan IL-1
kompleks reseptor IL-6, M-CSF dan GM-CSF.
PENYAKIT SKELETAL

Pada fase lanjut dari inflamasi, akan terjadi pengerahan diresorpsi dan diformasi atau LCSnya dibiarkan kosong
fibroblast yang akan menghasilkan matriks untuk dan mengalami mineralisasi.
mengisolasi benda asing penyebab inflamasi dari jaringan Pada tulang yang osteoporotik, terjadi diskoneksi
lain. Berbagai faktor pertumbuhan, seperti fibroblast antara prosesus-prosesus tersebut dan osteosit dapat
growth factor (FGF) turut berperan pada proses ini. terpencil sendiri dan berubah bentuk. Akibatnya transduksi
Persamaan proses ini dengan remodeling tulang adalah mekano-bio-elektro-kemikal tidak berjalan dengan
pengerahan osteoblas yang akan menutupi area resorps . sempurna dan proses remodeling tulang juga tidak
FGF 1 dan 2 adalah polipeptida dengan BM 17.00C, sempurna, sehingga tulang akan kehilangan kemampuan
bersifat angiogenik dan berperan pada neovaskularisasi, melakukan proses formasi setelah resorpsi berlangsung,
penyembuhan luka dan reparasi tulang. FGF 1 dan 2 akibatnya pada tulang yang osteoporotik, akan didapatkan
akan merangsang replikasi sel tulang sehingga populasi banyak lakuna Howship yang pada akhirnya akan
sel tersebut meningkat dan memungkinkan terjadinya menyerbabkan turunnya kekuatan tulang. Hal yang sama
sintesis kolagen tulang. Walaupun demikian, FGF tidak juga terjadi pada pasien yang mengalami imobilisasi
akan meningkatkandiferensiasi osteoblas secara langsung. lama, karena rangsangan beban pada tulang berkurang,
Selain itu, FGFjuga memiliki peran yang kecil pada resorpsi sehingga transduksi mekano-bio-elektro-kemikal juga
tulang, yaitu dengan meningkatkan ekspresi MMP 13 menjadi hilang, sehingga tulang menjadi osteoporotik.
yang berperan pada degradasi kolagen dan remodeling
tulang.
Pada proses inflamasi, terjadi neovaskularisaji yang KOLAGEN DALAM TULANG
dirangsang oleh FGF, VEGF dan sitokin lainnya. Pada
osteogenesis, VEGF berperan pada angiogenesis dan Kolagen merupakan protein ekstraselular yang terpentiong
formasiu osteoklas. Faktor lain yang juga penting pada di dalam tubuh dan di dalam tulang, kolagen merupakan
remodeling tulang adalah osteopontin yang dihasilkan 65% bagian dari total komponen organik di dalam
oleh makrofag pada proses inflamasi, maupun makrofag tulang.
yang banyak terdapat pada jaringan tumor. Kolagen terdiri dari struktur tripel heliks rantai
polipeptida yang panjang, yaitu rantai a (alfa). Ada 13
tipe kolagen atau lebih di dalam tubuh manusia, yang
di-kelompokkan menjadi kolagen fibrilar (tipe I, 11, Ill dan
V) dan kolagen non-fibrilar. Kolagen fibrilar merupakan
Osteosit merupakan sel yang berbentuk stelat yang kolagen yang terbanyak dan ditemukan pada seluruh
mempunyai juluran sitoplasma (prosesus) yang sangat jaringan ikat di dalam tubuh. Kolagen tipe I merupakan
panjang yang akan berhubungan dengan prosesus kolagen yang terbanyak ditemukan di dalam tulang,
osteosit yang lain dan juga dengan bone linning cells. Di kulit dan tendon. Setiap kolagen tersusun atas rantai a
dalam matriks, osteosit terletak di dalam rongga yang yang berbeda yang dikode oleh gen yang spesifik juga.
disebut lakuna, sedangkan prosesusnya terletak di-dalam Kolagen tipe I terdiri dari 2 rantai a1 (I) yang dikode oleh
terowongan yang disebut kanalikuli. Lakuna dan kanalikuli gen COLIAI pada kromosom 17, dan 1 rantai a2(1) yang
berhubungan satu sama lain, termasuk dengan lakuna dikode oleh gen COLlA2 di kromosom 7.
dan kanalikuli dari osteosit lain dan bone linning cells
dipermukaan tulang membentuk jaringan yang disebut Tabel 1. Tipe-tipe Kolagen Fibrilar
sistem lakunokanalikular (LCS). Sistem LCS berisi cairan Tipe Gen Rumus Jaringan
yang merendam osteosit dan prosesusnya dan turut Mulekul
berperan pada mekanisme penyebaran rangsang mekanik I COLIA al(l) a2(1) Tulang, dentin, kulit,
dan kimia yang diterima tulang melalui transduksi mekano- COLI A2 tendon, d i n d i n g
bio-elektro-kemikal. pembuluh darah,
saluran cerna
JaringanLCS sangat penting untuk kehidupanjaringan
II COLZAI [aI()] Rawan sendi, cairan
tulang yang sehat. Osteosit merupakan mekanosensor bagi
vitreus, diskus
jaringan tulang. Adanya rangsang mekanik dan kimia pada intervertebral
jaringan tulang akan diteeruskan ke semua osteclsit dan Ill COL3A1 [al(lll)]3 Jaringan fetal dengan
jaringan tulang melalui struktur padat jaringan tulans, kolagen tipe I pada
atau tekanan pada cairan di dalam sistem LCS, sehingga semua jaringan
semua osteosit terangsang dan proses remodeling tulang V COL5Al [a1(V),a(V)], Jaringan vaskular, otot
berjalan dengan normal. Bila osteosit mati, maka lakuna COLSA2 dan bentuk polos
yang ditempatinya dan matriks tulang disekitarnya akan COL5A3 lain
STRUKTUR D A N METABOLISM TULANG

Biosintesis kolagen terdiri dari beberapa tahap. akibat penambahan ion-ion pada kristal dan dan agregasi
Pertama kali akan disintesis protokolagen. Kemudian kristal-kristal itu sendiri. Setelah osteoid dibentuk oleh
akan terjadi beberapa modifikasi antara lain di osteoblas osteoblas, terdapat jeda 10-15 hari sebelum mineralisasi
akan terjadi hidroksilasi prolin dan lisin membentuk ~erlangsung.Dua-pertiga mineralisasi akan berlangsung
hidroksiprolin dan hidroksilisin. Selanjutnya rantai a akan dengal cepat, sedang sepertiga sisanya akan berlangsung
membentuk tripel heliks sebelum disekresikan. Kemudian selama beberapa bulan.
terminalLC dan -N propeptida terpisah bersamaan dengan Kalsium berperan sangat penting sejak awal
sekresinya. Selanjutnya tropokolagen membentuk serabut- mineralisasi. Kalsium memiliki afinitas yang kuat terhadap
serabut kolagen. Sementara itu struktur dasar tripel heliks tetrasiklin sehingga labelisasi tetrasiklin dapat digunakan
akan dipertahankan sebbagai tulang punggung molekul untuk menilai derajat mineralisasi dengan menggunakan
diperkuat dengan ikatan (cross-link) kovalen selama mikroskop fluoresensi. Total kalsium tubuh adalah 1300gr
maturasi kolagen. Ikatan tersebut terdiri dari piridinolin dan dan 93,9% berada di dalam tulang. Di dalam sirkulasi,
deoksipiridinolin yang teryutarna terletak pada terminal-C kalsium dapat dibagi dalam 3 komponen, yaitu kalsium ion,
dan -N, dimana struktur tripel heliks digantikan dengan kalsium yang terkat albumin dan kalsium dalarn bentuk
domain non-tripelyang disebut telopeptida. Pada turnover gararr kornpleks. Dari ketiga bentuk ini, hanya kalsium
kolagen, maka ikatan piridinolin dan deoksipiridinolin atau ion yang berfungsi untuk sel hidup, yaitu untuk formasi
peptida yang mengandung keduanya akan dilepas dan tulanc, metabolisme, konduksi saraf, kontraksi otot, kontrol
diekskresikan lewat urin. Pengukuran keduanya di dalam hemojtatik dan integritas kulit.
urin dapat menjadi petanda rwesorpsi tulang karena ikatan Selain kalsium, kation yang penting juga untuk
ini hanya didapatkan pada kolagen yang matur. Di dalam minenlisasi tulang adalah magnesium sedangkan elemen
jaringan tulang, kolagen berinteraksi dengan komponen lain yang juga penting adalah fosfor dan fluorida.
jaringan lainnya, termasuk proteoglikan, glikoprotein dan Pada urnumnya, sel-sel jaringan ikat akan berinteraksi
mineral. Selain di tulang, kolagen tipe I juga didapatkan dengan lingkungan ekstraselularnya termasuk perlekatan
pada jaringan lain, tetrapi yang mnengalami mineralisasi, dengan makrornolekul ekstraselular. Sel tulang minimal
hanya kolagen tripe I di tulang. Proses degradasi kolagen mensintesis 9 protein yang akan menjadi mediator
membutuhkan kolagenase dan pelepasan mineral karena perlekatan sel dengan struktur ekstraselularnya, termasuk
mineral melindungi kolagen dari proses denaturasi. Hasil anggota keluarga SIBLING (smallintegrin-binding ligand, N
degradasi matriks tulang yang meliputi berbagai perptida glyco~ylatedproteins),yaitu osteopontin, bone sialoprotein
dan asam amino termasuk hidroksiprolin dan hidroksilisin (BSP), matrix extracellular phosphoglycoprotein (MEPE),
akan dilepas ke aliran darah, kemudian diekskresikan dentin matrix protein- 7 (DMP-I), osteonectin dan bone
melalui urin. acidic glycoprotein-75 (BAG-75). Selain itu juga disintesis
kolagen tipe I, fibronektin, trombospondin, vitroneektin,
fibrilin dan osteoadherin. Tabel 2 menunjukkan fungsi
MlNERALlSASl TULANG protein-protein tersebut pada mineralisasi tulang.

Mineral tulang yang matur adalah hidroksiapatit dengan


rumus molekul Ca,,(PO,),(OH), yang bentuk kristalnya PETANDA BONE TURNOVER
hanya dapat dilihat d i bawah mikroskop elektron,
sedangkan di bawah mikroskop cahaya tampak amorf. Bone turnover merupakan mekanisme fisiologik yang
Hidrosiapatit akan mengisi lubang-lubang di dalam serat sangat penting untuk rnemperbaiki tulang yang risak atau
kolagen dan menyebar sehingga membentuk tulang mengganti "tulang tua" dengan "tulang baru". Petanda
yang terkalsifikasi secara sempurna. Pada tulang yang bone turnover, yang meliputi petanda resorpsi dan petanda
rnatur, kristal-kristal mineral akan bertarnbah besar formasi tulang, merupakan komponen matriks tulang atau

Merangsang Formasi Apatit Menghambat Mineralisasi Berfungsi Ganda Tidak Jelas Efeknya
Kolagen tipe I Agrekan Biglikan Dekorin
Proteolipid a2-HS glikoprotein Osteonektin BAG-75
Matrix gla protein (MGP) Fibronektin Lurnikan
Osteopontin Bone Sialoprotein (BSP) Tetranektin
Osteokalsin Osteoaderin
Trornbospondin
PENYAKIT SKELETAL

enzim yang dilepaskan dari sel tulang atau matriks tulang kemudian 20% di ansa Henle dan sekitar 8% di tubulus
pada waktu proses remodeling tulang. Petanda ini dapat distal. Pengaturan ekskresi kalsium di urin, terutama
menggambarkan dinamika remodeling tulang, t e t a ~tidak
i terjadi di tubulus distal. Sekitar 90% kalsium yang terikat
mengatur remodeling tulang. Yang termasuk petanda protein, terikat pada albumin dan sisanya terikat pada
resorpsi tulang adalah hidroksiprolin (HYP), piridinolin globulin. Pada pH 7,4, setiap gr/dl albumin akan mengikat
(PYD), Deoksipiridinolin (DPD), N-terminal cross-linking 0,8 mg/dl kalsium. Kalsium ini akan terikat pada gugus
telopeptaide of type I collagen (NTX) dan C-terminal cross- karboksil albumin dan ikatannya sangat tergantung pada
linking telopeptide of type I collagen (CTX); sedangkan pH serum. Pada keadaan asidosis yang akut, ikatan ini
petanda formasi tulang adalah Bone alkalinephosphatase akan berkurang, sehingga kadar Ca + akan meningkat,
(BSAP), Osteokalsin (OC), Procollagen type I C-propeptide dan sebaliknya pada alkalosis akut.
(PICP) dan Procollagen type 1 C-propeptide (PII\I P).
Secara fisiologis, Ca '+ ekstraselular memegang
Pengobatan dengan anti resorptif akan menurunkan
peranan yang sangat penting, yaitu :
kadar petanda bone turnover lebih cepat dibandingkan
Berperan sebagai kofaktor pada proses pembekuan
dengan perubahan densitas massa tulang yang diukur
darah, misalnya untuk faktor VH, IX, X dan pro-
dengan alat DEXA. Penurunan ini terjadi lebih cepat
trom bin.
daripada perubahan BMD, sehingga dapat digunakan
Memelihara mineralisasi tulang.
untuk mengukur efektivitas pengobatan. Pada penelitian
Berperan pada stabilisasi membran plasma dengan
dengan risedronat (VERT study) didapatkan bahwa
berikatan pada lapisan fosfolipid dan mepjaga
penurunan IVTX urin > 60% dan CTX urin > 40% jetelah
permeabilitas membran plasma terhadap ion Na+.
pengobatan 3-6 bulan berhubungan dengan penurunan
Penurunan kadar Ca2+serum akan meningkatkan
risiko fraktur vertebra dalam waktu 3 tahun.
permeabilitas membran plasma terhadap Na+ dan
Walaupun demikian, terdapat hubungan yang
menyebabkan peningkatan respons jaringan yang
kompleks antara turnover tulang dengan kualitas tulang.
mudah terangsang.
Tidak selamanya penekanan turnover tulang jangka
panjang menghasilkan kualitas tulang yang baik, karena Kadar Ca2+di dalam serum diatur oleh 2 horrnon
tulang menjadi sangat keras akibat mineralisasi sekunder penting, yaitu PTH dan 1,25(OH), Vitamin D. Di dalam
yang berkepanjangan dan tulang menjadi getas dan sel, pengaturan homeostasis kalsium sangat kompleks.
mudah fraktur. Sekitar 90-99% kalsium intraselular, berada di dalam
mitokondria dan mikrosom. Rendahnya kadar Ca di
dalam sitosol, diatur oleh 3 pompa yang terletak pada
KALSIUM (Ca) membran plasma, membran mikrosomal dan membran
mitokondria yang sebelah dalam. Pada otot rangka dan
Tubuh orang dewasa diperkirakan mengandung 1000 otot jantung, kalsium berperan pada proses eksitasi dan
gram kalsium. Sekitar 99% kalsium ini berada di dalam kontraksi jaringan tersebut. Pada otot rangka, mikrosom
tulang dalam bentuk hidroksiapatit dan 1% lagi berada di berkembang sangat baik menjadi retikulum sarkoplasmik
dalam cairan ekstraselular dan jaringan lunak. Di dalam dan merupakan gudang kalsium yang penting di dalam sel
cairan ekstraselular, konsentrasi ion kalsium (Ca '+) adalah yang bersangkutan. Depolarisasi membran plasma akan
M, sedangkan di dalam sitosol lo-=M. '+
diikuti dengan rnasuknya sedikit Ca ekstraselular kedalam
Kalsiurn memegang 2 peranan fisiologik yang penting sitosol dan ha1 ini akan mengakibatkan terlepasnya Ca '+

di dalam tubuh. Di dalam tulang, garam-garam kalsium secara berlebihan dari retikulum sarkoplasmik kedalam
berperan menjaga integritas struktur kerangka, sedmgkan '+
sitosol. Kemudian Ca akan berinteraksi dengan troponin
di dalam cairan ekstraselular dan sitosol, Ca '+ sangat yang akan mengakibatkan interaksi aktin-miosin dan ter-
berperan pada berbagai proses biokimia tubuh. Kedua jadilah kontraksi otot. Proses relaksasi otot, akan didahului
kompartemen tersebut selalu berada dalam keadaan oleh reakumulasi Ca '+ oleh vesikel retikulum secara cepat
yang seimbang. dari dalarn sitosol, sehingga kadar Ca di dalam sitosol
'+

Di dalam serum, kalsium berada dalam 3 fraksi, yaitu akan kembali normal.
Ca '+ sekitar 50%, kalsium yang terikat albumin sekitar Sel utama kelenjar paratiroid sangat sensitif terhadap
40% dan kalsium dalam bentuk kompleks, terutama kadar Ca '+ di dalam serum. Peran PTH pada reabsorpsi
sitrat dan fosfat adalah 10%. Kalsium ion dan kalsium Ca di tubulus distal, resorpsi tulang dan peningkatan
kompleks mempunyai sifat dapat melewati membran absorpsi kalsium di usus melalui peningkatan kadar
semipermeabel, sehingga akan difiltrasi di glomerulus 1,25(OH),Vitamin 0, sangat penting untuk menjaga
secara bebas. Reabsorpsi kalsium di tubulus ginjal stabilitas kadar Ca '+di dalam serum. Selain itu, peningkatan
terutama terjadi di tubulus proksimal, yaitu sekitar 70%, PTH akan menurunkan renal tubularphosphate threshold
STRUKTUR DAN METABOLISME TULANG

(TmPIGFR) sehingga fosfat yang diserap dari usus dan ultraviolet B (UVB) sinar matahari pada tingkat energi
dimobilisasi dari tulang akan diekskresi oleh ginjal. 290-315 nm, dan berubah menjadi previtamin D,. Sekali
terbentuk, previtamin D, akan mengalarni isomerisasi oleh
panas dan berubah menjadi vitamin D,. Kemudian vitamin
FOSFOR (P) 3,,akan masuk kedalam sirkulasi dan berikatan dengan
protein pengikat vitamin D. Pada orang kulit berwarna dan
Tubuh orang dewasa mengandung sekitar 600 mg fosfor. Drang tua, produksi vitamin D oleh kulit akan berkurang,
Sekitar 85% berada dalam bentuk kristal di dalam tulang, karena melanin merupakan penahan sinar matahari
dan 15% berada di dalam cairan ekstraselular. Sebagian yang sangat baik, sehingga fotosintesis vitamin D akan
besar fosfor ekstraselular berada dalam bentuk ion fosfat berkurang, sedangkan pada orang tua, konsentrasi 7-DHC
anorganik dan di dalamjaringan lunak, hampir semuanya yang tidak teresterifikasi juga berkurang.
dalam bentuk ester fosfat. Fosfat intraselular, memegang, Sumber vitamin D dari makanan sangatjarang, hanya
peran yang sangat penting dalam proses biokimia intrasel, didapatkan dari lemak ikan dan minyak ikan. Institute
termasuk pada pembentukan dan transfer energi selular. of Medicine, pada 1997, merekomendasikan kebutuhan
Di dalam serum, fosfat anorganik juga terbagi dalam vitamin D pada bayi, anak-anak dan orang dewasa <50
3 fraksi, yaitu ion fosfat, fosfat yang terikat protein dan tahun adalah 200 IU (5 pg)/hari. Pada orang tua 51-70
fosfat dalam bentuk kompleks dengan Na, Ca dan Mg. tahun dan > 70tahun, kebutuhanvitamin D masing-masing
Fosfat yang terikat protein hanya sekitar 10% sehingga adalah 400 IU (10 pg)/hari dan 600 IU (15 pg)/hari. Pada
tidak bermakna dibandingkan keseluruhan fosfat an- wanita hamil dan laktasi, pada semua umur, kebutuhan
organik di dalam serum. Dengan demikian, sekitar 90% vitamin D adalah 200 IU/hari. Pada keadaan tanpa sinar
fosfat (ion dan kompleks) akan dengan mudah di filtrasi matahari, kebutuhan vitamin D pada semua umur harus
di glomerulus. ditambah 200 IU/hari. Batas atas asupan vitamin D yang
Ginjal memegang peranan yang sangat penting pada direkcmendasikan pada bayi adalah 1000 IU/hari dan pada
homeostasis fosfor di dalam serum. Beberapa faktor, baik usia di atas 1 tahun adalah 2000 IUIhari.
intrinsik maupun ekstrinsik, yang mempengaruhi renal V,tamin D yang bersumber dari minyak ikan dan
tubular phosphorus threshold (TmPIGFR), akan dapat lemak ikan adalah dalam bentuk vitamin D, sedangkan
mempengaruhi kadar fosfat di dalam serum, misalnya yang berasal dari ragi dan tanaman adalah vitamin D,.
pada hiperparatiroidisme primer, TmP/GFR akan menurun, Kedua bentuk tersebut, di dalam sirkulasi akan berikatan
sehingga terjadi ekskresi fosfat yang berlebihan, akibatnya dengan protein pengikat vitamin D dan dibawa ke hepar
timbul hipofosfatemia. Sebaliknya, pada gangguan fungsi dan dihidroksilasi oleh cytochrome P4,,-vitamin D-25-
ginjal dan hipoparatiroidisme, TmP/GFR akan meningkat, hydroxylase menjadi 25-hidroksi vitamin D [25(OH)D].
sehingga ekskresi fosfat menurun dan terjadilah 25(OH)D akan masuk kedalam sirkulasi dan merupakan
hiperfosfatemia. bentuk vitamin D yang terbesar di dalam sirkulasi.
Secara biologik, hasil kali Ca X P selalu konstan, Hidroksilasi vitamin D di hepar tidak diatur secara ketat,
sehingga peningkatan kadar fosfat di dalam serum akan sehingga produksi yang berlebihan di kulit atau asupan
diikuti dengan penurunan kadar Ca serum, dan yang yang berlebihan dari makanan akan meningkatkan
terakhir ini akan merangsang peningkatan produksi PTH kadar 25(OH)D di dalam serum, sehingga kadar 25(OH)
yang akan menurunkan TmP/GFR sehingga terjadi ekskresi D di dalam serum dapat digunakan untuk mendeteksi
fosfat melalui urin dan kadar fosfat di dalam serum kembali kecukupan, defisiensi atau intoksikasi vitamin D. 25(OH)
menjadi normal, demikian pula kadar Ca di dalam serum. D merupakan bentuk vitamin D yang inaktif, yang akan
Pada gagal ginjal kronik, terjadi hiperfosfatemia yang dibawa ke ginjal, dimana hidroksilasi yang kedua oleh
menahun, sehingga timbul hipertiroidisme sekunder cytochrome P4,,-monooxygenase, 25 (0H)D-la-hidroksilase,
akibat kadar Ca serum yang rendah. akan merubah 25(OH)D menjadi 1,25 dihidroksivitamin
D[1,25(OH),D]. Secara biokimiawi, vitamin D yang telah
mengalami 2 kali hidroksilasi akan lebih hidrofilik,
VITAMIN D walaupun masih sangat larut di dalam lemak. Ginjal
merupakan produsen utama 25 (0H)D-la-hidroksilase;
Vitamin D diproduksi oleh kulit melalui paparan sinar produsen lainnya adalah monosit dan sel kulit. Selain
matahari, kemudian mengalami 2 kali hidroksilasi oleh itu, p asenta pada wanita harnil juga dapat memproduksi
hepar dan ginjal. menjadi vitamin D yang aktif, yaitu 1,25- 1,25(OH),D. Walaupun demikian, pada keadaan anefrik,
dihidroksivitamin D [ 1,25 (OH),D]. ternyata produsen 25 (0H)Dla-hidroksilase ekstrarenal
Akibat paparan sinar matahari, provitamin D, tidak efektif mengatur homeostasis kalsium. Pada keadaan
(7-dehidrokolesterol, 7-DHC), akan menyerap radiasi hipokalsemia, kadar PTH akan meningkat dan ini akan
PENYAKIT SKELETAL

rneningkatkan perubahan 25(OH)D rnenjadi 1,25(OH),D. kalsiurn kedalarn sel usus rnelalui rnernbran plasma,
1,25(OH) ,D juga dapat rnengatur produksinya sendiri rneningkatkan gerakan kalsium rnelalui sitoplasrna dan
baik secara langsung rnelalui umpan balik negatif keluarnya kalsiurn dari dalam sel melalui rnernbran
produksi 25(0H)D-la-hidroksilase, maupun secara tak basilateral ke sirkulasi. Mekanisrne yang pasti dari proses
langsung dengan rnengharnbat ekspresi gen PTH. Selain ini belum diketahui secara pasti, walaupun telah diketahui
itu, beberapa horrnon, seperti hormon pertumbuhan bahwa 1,25(OH)2D akan meningkatkan produksi dan
dan prolaktin, secara tak langsung akan meningkatkan aktivitas CABP, fosfatase alkali, ATPase, brush-border actin,
produksi 1,25(OH)2D oleh ginjal. Pada orang tua, seringkaii kalrnodulin dan brush-border protein. CABP rnerupakan
terjadi kegagalan peningkatan produksi 1,25(OH)2D yang protein utama yang berperan pada fluks Ca melalui
dirangsang oleh PTH, sehingga pada orang tua sering mukosa gastrointestinal.
terjadi gangguan absorpsi Ca di USUS. Di tulang, 1,25(OH)2D akan rnenginduksi monocytic
1,25(OH)2D akan dirnetabolisme di organ target- stem cells di sumsurn tulang untuk berdiferensiasi rnenjadi
nya (tulang dan usus) dan hati serta ginjal rnelalui osteoklas. Setelah berdifirensiasi rnenjadi osteoklas,
beberapa proses hidroksilasi rnenjadi asarn kalsitroat sel ini akan kehilangan kernarnpuannya untuk bereaksi
yang secara biologik tidak aktif Baik 25(OH)D rnaupun terhadap 1,25(OH),D. Aktivitas osteoklas akan diatur oleh
1,25(OH)2Djuga akan rnengalarni 24-hidroksilasi rnenjadi 1,25(OH)2D secara tidak langsung, rnelalui osteoblas
24,25(OH)2D dan 1,24,25(OH)3D yang secara biologik yang rnenghasilkan berbagai sitokin dan hormon yang
juga tidak aktif. dapat rnernpengaruhi aktivitas osteoklas. 1,25(OH)2Djuga
Semua organ target vitamin D, rnerniliki reseptor akan rneningkatkan ekspresi fosfatase alkali, osteopontin
vitamin D pada inti selnya (VDR). VDR rnerniliki afinitas dan osteokalsin oleh osteoblas. Pada proses rnineralisasi
terhadap 1,25(OH)2D 1000 kali lebih besar daripada tulang, 1,25(OH)2D berperan rnenjaga konsentrasi Ca dan
terhadap25(0H)D dan rnetabolit vitamin D lainnya. P di dalarn cairan ekstraselular, sehingga deposisi kalsiurn
Setelah rnencapai organ target, 1,25(OH)2D akan hidroksiapatit pada rnatriks tulang akan berlangsung
terlepas dari protein pengikatnya, kernudian rnasuk dengan baik.
kedalarn sel dan berinteraksi dengan VDR. Kemudian Di ginjal, 1,25(OH)2D, rnelalui VDR-nya berperan
kompleks 1,25(OH)2D-VDR akan berinteraksi lagi dengan rnengatur sendiri produksinya rnelalui urnpan-balik negatif
retinoic acid X receptor (RXR) rnernbentuk heterodimer produksinya dan rnenginduksi metabolisrne horrnon ini
yang kemudian akan berinteraksi dengan v i t a m i n rnenjadi asarn kalsitroat yang inaktif dan larut di dalarn
D-responsive element (VDRE) di dalarn DNA. lnteraksi ini air.
akan rnenghasilkan transkripsi dan sintesis MRNA baru Beberapa jaringan dan sel lain yang bersifat
untuk biosintesis berbagai protein, baik dari osteoblas nonkalsernik, juga diketahui rnemiliki VDR, rnisalnya sel
(osteokalsin, osteopontin, fosfatase alkali) rnaupun dari tumor. Paparan 1,25(OH)2D pada sel tumor yang rnerniliki
usus (protein pengikat kalsium, calcium-binding protein, VDR, akan rnenurunkan aktivitas proliferasinya dan juga
CABP). Bagian VDR yang berikatan dengan 1,25(OH)2D diferensiasinya. Walaupun demikian, penggunaannya
adalah pada daerah terminal-C, yang disebut hormone- sebagai obat kanker tidak menunjukkan hasil yang
bipiding domain, sedangkan bagian yang berikatan dengan memuaskan. Sel epidermal kulit juga rnerniliki VDR,
DNA adalah pada daerah terrninal-N, yang disebut DNA sehingga efek antiproliferatif 1,25(OH)2Ddapat digunakan
-binding domain yang rnerniliki jari-jari Zn. pada penyakit kulit hiperproliferatif nonrnalignan, seperti
Gen VDR rnerniliki 9 ekson. Mutasi khusus pada psoriasis.
ekson tersebut akan rnenyebabkan resistensi terhadap
1,25(OH)2D yang disebut vitamin D-dependent rickets
type 11. HORMON PARATIROID (PTH)

Horrnon paratiroid (PTH) dihasilkan oleh kelenjar para-


FUNGSI BlOLOGlK VITAMIN D tiroid. Pada tulang, PTH rnerangsang pelepasan kalsium
dan fosfat, sedangkan di ginjal, PTH rnerangsang reabsorpsi
Fungsi utarna vitamin D adalah rnenjaga homeostasis kalsiurn dan rnenghambat reabsorpsi fosfat. Selain itu, PTH
kalsiurn dengan cara rneningkatkan absorpsi kalsium di juga rnerangsang produksi la-hidroksilase oleh ginjal,
usus dan rnobilisasi kalsiurn dan tulang pada keadaan yang berperan rnengubah 25(OH)D rnenjadi 1,25(OH)2D,
asupan kalsiurn yang inadekuat. sehingga terjadi peningkatan absorpsi kalsiurn di usus.
VDR di usus terdapat pada seluruh dinding usus Hasil dari sernua aksi PTH ini adalah peningkatan kadar
halus, dengan konsentrasi tertinggi di dalam duodenum. kalsiurn di dalam darah dan penurunan kadar fosfat di
1,25(OH)2D berperan secara langsung pada rnasuknya dalarn darah.
STRUKTUR DAN METABOLISME TULANG 3433

Horrnon paratiroid (PTH) berperan rnerangsang Hiperparatiroidisrne juga dapat terjadi secara
resorpsi tulang, tetapi tidak bersifat langsung karena sekunder, akibat hipokalsernia yang lama. Biasanya
osteoklas tidak rnerniliki reseptor PTH. PTH rnerniliki terjadi pada penyakit ginjal terminal, defisiensi vitamin
efek yang kornpleks terhadap forrnasi tulang karena D atac keadaan yang resisten terhadap vitamin D.
dapat rnerangsang dan rnengharnbat forrnasi tulang. Seringkali, hipokalsernia yang lama dapat rnenyebabkan
Efek anabolik PTH diperantarai oleh peningkatan sintesis sekresi PTH yang otonorn sehingga tirnbul hiperkalsernia
Insulin-like Growth Factor I (IGF I) yang diduga rnernpunyai seperti garnbaran hiperparatiroidisrne primer; keadaan
peran yang besar pada fungsi PTH yang dapat rnerangsang ini disebut hiperpara-tiroldisrne tertier. Selain itu, dapat
resorpsi dan forrnasi tulang. juga hiperparatiroidisrne sekunder yang berat, tidak
PTH pada rnarnalia rnerupakan rantai tunggal rnenunjukkan perbaikan yang berrnakna, walaupun
polipeptida yang rnerniliki 84 asarn amino. Daerah terminal kelainan rnetaboliknya telah dikoreksi; keadaan ini disebut
amino dari PTH rnerupakan daerah yang berperan pada hiperparatiroidisrne sekunder yang refrakter.
aktivitas biologik horrnon itu.
Regulator terpenting dari sintesis dan sekresi PTH
adalah kadar kalsiurn plasma, dirnana kalsiurn yang PARATHYROID HORMONE RELATED PROTEIN
rneningkat akan rnenurunkan produksi dan sekresi (PTHRP)
PTH dan sebaliknya penurunan kalsiurn plasma akan
rneningkatkan produksi dan sekresi PTH. Selain itu, Parathyroid-hormone-related protein (PTHrP) pertarna
1,25(OH)2D juga berperan rnengharnbat sintesis PTH kali diketahui sebagai penyebab hiperkalsernia pada
dan proliferasi sel paratiroid, sedangkan kadar fosfat teganasan. Protein ini rnerniliki 8 dari 13 asarn amino
plasma akan rnerangsang ekspresi gen PTH, dan secara oertarna yang sarna dengan PTH, sehingga dapat
tak langsung rnelalui kalsiurn serum rnerangsang sekresi mengaktifkan reseptor PTH. Dibandingkan dengan PTH
PTH dan proliferasi sel Paratiroid. Hipornagnesernia yang hanya rnerniliki 84 asarn amino, PTHrP yang terdiri
dan hiperrnagnesernia yang berat, ternyata juga dapat dari 3 isoforrn, rnerniliki jurnlah asarn amino yang lebih
rnengharnbat sekresi P'rH, sedangkan litiurn dapat banyak, masing-masing 139, 141 dan 174 asarn amino.
rnerangsang sekresi PTH, sehingga terapi dengan litiurn Karena PTHrP juga dapat berikatan dengan reseptor
sering rnenyebabkan hiperkalsernia akibat peningkatan PTH, rnaka aksi biologiknya juga sarna dengan PTH, yaitu
produksi PTH. akan rnenyebabkan hiperkalsernia, hipofosfaternia dan
Pada keadaan hipokalsernia akut, PTH akan peningkatan resorpsi tulang oleh osteoklas. Walaupun
disekresikan dalarn waktu beberapa detik sarnpai rnenit dernikian, ada reseptor PTH yang tidak dapat diikat oleh
secara eksositosis. Pada hipokalsernia kronik, degradasi PTHrP, yaitu reseptor PTH-2. Dernikian juga, ada pula
PTH intraselular di dalarn sel paratiroid akan dikurangi, reseptor PTHrP yang tidak dapat berikatan dengan PTH
sedangkan ekspresi gen PTH ditingkatkan, dernikian yaitu <eseptor PTHrP yang terdapat di otak dan kulit.
juga aktivitas proliferasi sel paratiroid. Proses ini sernua Selain itu, ada beberapa perbedaan aksi biologik PTHrP
dikontrol oleh calcium sensing receptor (CaR) yang terdapat dibandingkan dengan PTH, yaitu PTH akan rneningkatkan
baik pada perrnukaan sel paratiroid, sel tubular ginjal, sel reabsorpsi kalsiurn di tubulus ginjal, sedangkan PTHrP
tulang dan sel epitel usus. Pada keadaan hiperkalsernia, tidak, sehingga akan terjadi hiperkalsiuria. Selain itu, PTHrP
produksi PTH akan ditekan, walaupun dernikian, juga tidak rneningkatkan produksi 1,25(OH),D dan absorpsi
penekanan ini tidak berlebihan, walaupun kadar kalsiurn kalsiurn di ginjal. Di tulang, PTH akan rneningkatkan
serum sangaat tinggi. aktivitas osteoblas dan osteoklas, sedangkan PTHrP hanya
Hiperparatiroidisrne primer dan keganasan merupakan rneningkatkan aktivitas osteoklas, sehingga resorpsi tulang
penyebab hiperkalsernia yang terbanyak. Hiperpara- tidak diirnbangi oleh formasi yang adekuat.
tiroidisrne primer rnerupakan kelainan endokrin terbanyak Beberapa tumor yang secara spesifik rnenghasilkan
setelah diabetes rnelitus dan hipertiroidisrne. Biasanya PTHrP adalah karsinorna sel skuarnosa, ginjal dan payudara.
penyebabnya adalah adenorna soliter kelenjar paratiroid. Pada hiperkalsernia akibat keganasan, akan didapatkan
Pada tulang, hiperparatiroidisrne akan rnenyebabkan peningkatan kadar PTHrP dan hiperkalsernia, sedangkan
osteitis fibrosa sistika. Kelainan ini ditandai oleh resorpsi kadar PTH akan ditekan. Pada hiper-paratiroidisrne,
subperiosteal tulang-tulang falang distal, kista tulang kadar PTH akan rneningkat, sedangkan PTHrP tetap
dan brown tumor pada tulang-tulang panjang. Diagnosis normal. Oleh sebab itu, kadar P'rHrP dapat digunakan
hiperparatiroidisrne primer ditegakkan berdasarkan sebagai parameter keberhasilan terapi dan pernbedahan
perneriksaan biokirnia, yaltu adanya hiperkalsernia dan kegarasan yang bersangkutan.
tanpa penekanan produksi PTH, sehingga kadar PTH dapat Pada keharnialn dan laktasi, produksi PTHrP juga
rneningkat atau normal tinggi. akan rneningkat. Pada keharnilan, peningkatan kadar
PENYAKIT SKELETAL

PTHrP disebabkan oleh produksi dari jaringan janin Efek biologik utarna kalsitonin adalah sebagai
dan ibu, seperti plasenta, amnion, desidua, tali pusat penghambat osteoklas. Dalarn beberapa rnenit setelah
dan payudara. Peningkatan produksi ini berperan untuk pemberian, efek tersebut sudah mulai bekerja sehingga
rnernpertahankan kadar kalsiurn untuk mencukupi aktivitas resorpsi tulang terhenti. Selain itu, kalsitoninjuga
kebutuhan kalsium pada proses rnineralisasi tulang janin. rnernpunyai efek rnengharnbat osteosit dan rnerangsang
Pada rnasa laktasi, peningkatan kadar P'rHrP terutama osteoblas, tetapi efek ini rnasih kontroversial. Efek lain
disebabkan oleh produksinya di payudara. Kadar PTHrP di yang penting adalah analgesik yang kuat. Banyak hipotesis
dalarn AS1 diketahui lebih tinggi 10.000 kali dibandingkan yang rnenerangkan rnekanisrne efek analgesik kalsitonin,
dengan kadarnya di dalarn darah orang normal rnaupun rnisalnya peningkatan kadar b-endorfin, penghambatan
pasien hiperkalsernia pada keganasan. sintesis PGE,, perubahan fluks kalsiurn pada mernbran
Dalarn keadaan normal, PTHrP yang beredar di dalarn neuronal, terutarna di otak, rnempengaruhi sistern
tubuh sangat rendah, dan nampaknya tidak berperan katekolaminergik, efek anti depresan maupun efek lokal
pada rnetabolisme kalsiurn. Walaupun dernikian, PTHrP sendiri. Kalsitonin juga akan rneningkatakan ekskresi
diduga berperan pada proses fisiologik lokal dari sel-sel kalsiurn dan fosfat di ginjal, sehingga akan rnenirnbulkan
dan jaringan penghasilnya, rnisalnya jaringan fetal, rawan hipokalsernia dan hipofosfaternia. Efek lain adalah efek
sendi, jantung, ginjal, folikel rarnbut, plasenta dan epitel anti inflarnasi, merangsang penyernbuhan luka dan fraktur,
permukaan. Pada payudara normal, PTHrP berperan pada dan rnengganggu toleransi glukosa.
rnorfogenesis payudara. Konsentrasi kalsium plasma rnerupakan regulator
sekresi kalsitonin yang penting. Bila kadar kalsiurn plasma
rneningkat, rnaka sekresi kalsitonin juga akan rneningkat,
KALSlTONlN (CT) sebaliknya bila kadar kalsium plasma rnenurun, sekresi
kalsitonin juga akan rnenurun. Walaupun dernikian, bila
Kalsitonin (CT) adalah suatu peptida yang terdiri dari 32 hiperkalsernia dan hipokalsernia berlangsung lama rnaka
asarn amino, yang dihasilkan oleh sel C kelenjartiroid dan efeknya terhadap sekresi kalsitonin narnpaknya tidak
berfungsi rnenghambat resorpsi tulang oleh osteoklas. adekuat, rnungkin terjadi kelelahan pada sel C tiroid untuk
Aksi biologik ini digunakan di dalam klinik untuk rneng- rnrerespons rangsangan tersebut.
atasi peningkatan resorpsi tulang, rnisalnya pada pasien Beberapa peptida gastrointestinal, terutama dari
osteoporosis, penyakit Paget dan hiperkalsemia akibat kelornpok gastrin-kolesistokinin rnerupakan sekretagogs
keganasan. kalsitoninyang poten bila diberikan secara parenteral pada
Sekresi CT, secara akut diatur oleh kadar kalsiurn ci dosis suprafisiologik.
dalam darah dan secara kronik dipengaruhi oleh unur dan Kalsitonin, rnerupakan obat yang telah direkornen-
jenis kelarnin. Kadar CT pada bayi, akan tinggi, sedangkan dasikan oleh FDA untuk pengobatan penyakit-penyakit
pada orang tua, rendah kadarnya. Pada wanita, kadar CT yang miningkatakan resorpsi tulang dan hiperkalsernia
ternyata juga lebih rendah daripada laki-laki. yang diakibatkannya, seperti Penyakit Paget, Osteopo-
Saat ini, telah diketahui struktur kalsitonin dari 10 rosis dan hiperkalsemia pada keganasan. Pemberian-
spesies yang berbeda, yang secara urnum terdiri deri glisin nya secara intranasal, narnpaknya akan rnempermudah
pada rersidu 28, arnida prolin pada terrnninal karboksi penggunaan daripada preparat injeksi yang pertama
dan kesamaan pada 5 dari 9 asam amino pada t2rminal kali diproduksi.
amino.
Sel C kelenjar tiroid rnerupakan surnber primer
kalsitonin pada marnalia, sedangkan pada hewan HORMON STEROID GONADAL
submamalia, dihasilkan oleh kelenjar ultirnob-ankial.
Selain itu gen kalsitonin juga menghasilkan calcitonin Yang termasuk horrnon steroid gonadal adalah estrogen,
gene relatedproduct (CGRP) yang merupakan pepticla yang androgen dan progesteron. Horrnon-horrnon ini disintesis
terdiri dari 37 asarn amino yang rnemiliki aktivitas biologik setelah ada perintah dari otak yang akan rnengirirnkan
berbeda dengan kalsitonin, yaitu sebagai vasodilator stimulus dari hipotalamus ke hipofisis untuk rnenghasilkan
dan neurotransrniter dan tidak bereaksi dengan reseptcr follicle-stimulating hormone (FSH) dan luteinizing hormone
kalsitonin.Jaringan lain yang juga menghasilkan kalsitonin (LH). Pada wanita, harmon-horrnon ini akan rnerangsang
adalah sel-sel hipofisis dan sel-sel neuroendokr n yang sintesis estrogen dan progestereon oleh ovariurn,
tersebar diberbagai jaringan, tetapi kalsitonin nontiroidal sedangkan pada laki-laki akan rnerangsang sintesis
ini tidak rnernpunyai peran yang penting pada kader testosteron oleh testes.
kalsitonin di perifer. Kalsitonin merupakan petanda tumor Pragesteran, selain rnerniliki aktivitas biologik
yang penting pada karsinoma tiroid rneduler. sendiri, juga berperan sebagai prekursor horrnon
STRUKTUR DAN METABOLISME TULANG

steroid lainnya, yaitu estron, estradiol dan testosteron. sepenuhnya dimengeri. Lingkungan mikro di dalarn
Enzirn aromatase merupakan enzim yang sangat surnsum tulang mernegang peranan yang sangat penting
penting untuk sintesis estron dan estradiol, baik pada osteoklastogenesis, karena disini dihasilkan berbagai
dari androstenedion, rnaupun testosteron. Enzim ini, sitokin seperti tumour necrosis factors (TNF) dan berbagai
merupakan enzim sitokrorn P-450, yang terdapat di rnacam interleukin. Faktor-faktor sistemik yang turut
dalam ovarium, testes, adiposit dan sel tulang. Baik menurdang suasana ini adalah berbagai hormon seperti
estron maupun estradiol, berada dalam keseimbangan hormon paratiroid (PTH), estrogen dan 1,25(0H),vitamin
yang reversibel, dan keseimbangan ini diatur oleh enzirn D, yang turut berperan merangsang osteoklastogenesis
17b-hidroksisteroid dehidrogenase yang dihasilkan oleh rnelalui perangsangan reseptor pada permukaan sel
hati dan usus. Pada wanita pasca menopause, estrogen turunzn osteoblas. Osteoblas diketahui menghasilkan
yang banyak beredar di dalarn tubuhnya adalah estron, berbagai faktor yang dapat menghambat rnaupun
yang kemudian akan mengikuti 2 jalur metabolisrne rnerangsang osteoklastogenesis. Osteoprotegerin adalah
menjadi 16a-hidroksiestron dan 2-hidroksiestron. anggata superfamili TNF yang larut yang dihasilkan oleh
Keseirnbangan kedua estron yang terhidroksilasi ini osteblas yang dapat rnenghambat osteoklastogenesin.
rnemegang peranan yang penting pada timbulnya Sedangkan faktor yang merangsang osteoklastogenesis
kanker payudara, osteoporosis, SLE dan sirosis hati. yang cihasilkan osteoblas adalahreseptor nuklear factor k-B
Pada laki-laki, testosteron rnerupakan steroid gonad (RANK) ligand (RANKL), yang akan rnelekat pda reseptor
utarna yang diproduksi testes, walaupun, estradiol juga RANK pada perrnukaan osteoklas. Selain itu, osteoblas
diproduksi dalam jumlah yang kecil. Di gonad, tulang dan sel strornal sumsum tulang juga menghasilkan
dan otak, testosteron akan diubah rnenjadi metabolit macrophage colony stimulating factor (M-CSF) yang akan
yang aktif, yaitu dihidroksitestosteron oleh 5a-reduktase, meningkatkan proliferasi sel prekursor osteoklas.
dan estrogen oleh arornatase. Ekspresi yang berlebih dari osteoprotegerin akan
rnenghasilkan tulang yang sangat keras yang disebut
osteopetrosis, sedangkan ablasi genetik osteoprotegerin
K E H I L A N G A N MASSA T U L A N G PAQA akan menghasilkan osteoporosis, karena tidak ada
MENOPAUSE p e n g ~ a r n b a tosteoklastogenesis. Sebaliknya ablasi
genetik RANKL dan RANK juga akan akan menghasilkan
Pada awalnya, proses remodeling ini berlangsung osteooetrosis, karena tidak ada osteoklastogenesis.
seimbang, sehingga tidak ada kekurangan rnaupun Defisiensi estrogen pada laki-laki juga berperan pada
kelebihan rnassa tulang. Tetapi dengan bertarnbahnya kehilangan rnassa tulang. Penurunan kadar estradiol
urnur, proses forrnasi menjadi tidak adekuat sehingga di bal~ah40 pMol/L pada laki-laki akan rnenyebabkan
rnulai terjadi defisit rnassa tulang. Proses ini diperkirakan osteoporosis. Falahati-Nini dkk rnenyatakan bahwa
rnulai pada dekade ketiga kehidupan atau beberapa estrogen pada laki-laki berfungsi rnengatur resorpsi
tahun sebelum menopause. Sampai saat ini, belum tulang, sedangkan estrogen dan progesteron rnengatur
diketahui secara pasti, apa penyebab penurunan formasi forrnasi tulang. Kehilangan rnassa tulang trabekular pada
tulang pada usia dewasa, rnungkin berhubungan dengan laki-laki berlangsung linier, sehingga terjadi penipisan
penurunan aktivitas individu yang bersangkutan, atau trabewla, tanpa disertai putusnya trabekula seperti pada
urnur osteoblas yang rnernendek, atau urnur osteoklas wanita. Penipisan trabekula pada laki-laki terjadi karena
yang rnemanjang atau sinyal rnekanik dari osteosit yang penurunan formasi tulang, sedangkan putusnya trabekula
abnormal. pada wanita disebabkan karena peningkatan resorpsi yang
Defisiensi estrogen pada wanita menopause telah berlebihan akibat penurunan kadar estrogen yang drastis
lama diketahui memegang peran yang penting pada pada waktu menopause.
perturnbuhan tulang dan proses penuaan. Penurunan Peningkatan remodeling tulang akan rnenyebabkan
kadar estrogen akan rnernacu aktivitas remodeling kehilangan rnassa tulang yang telah terrnineralisasi
tulang yang rnakin tidak seirnbang karena osteoblas tidak secara sernpurna (rnineralisasi primer dan sekunder)
dapat mengirnbangi kerja osteoklas, sehingga rnassa dan akan digantikan tulang baru yang mineralisasinya
tulang akan rnenutrun dan tulang menjadi osteoporotik. belum sernpurna (hanya rnineralisasi primer). Pemeriksan
Aktivitas osteoklas yang rneningkat akan mennyebabkan densitometri tulang tidak dapat membedakan penurunan
terbentuknya lakuna Howship yang dalarn dan putusnya densitas akibat penurunan rnassa t u l a n g yang
trabekula, sehingga kekuatan tulang akan mwnjadi turun termineralisasi atau remodeling yang berlebih sehingga
dan tulang rnudah fraktur. tularg terdiri dari campuran tulang tua yang sudah
Selain itu, defisiensi estrogen juga akan rneningkatkan rnengalami rnineralisasi sekunder dan tulang rnuda yang
osteoklastogenesis dengan rnekanisrne yang belurn baru rnengalarni rnineralisasi primer.
PENYAKIT SKELETAL

Secara biomekanika, derajat mineralisasi memegang terjadi demineralisasi tulang selama laktasi. Proses demin-
peran yang sangat penting terhadap fragilitas dan eralisasi ini tidak disebabkan oleh PTH atau 1,25(OH),-D,
kekuatan tulang karena tulang yang terlalu keras akibat tetapi oleh peningkatan PTHrP dan penurunan kadar
mineralisasi yang lanjut akan menjadi getas, sebaliknya estrogen di dalam darah. Selama laktasi kadar PTH dan
tulang yang belum sempurna mineralisasinya akan 1,25(OH),D akan turun, sedanmgkan PTHrP akan men-
menjadi kurang keras. ingkat. Produksi utama PTHrP selama kehamilan adalah
payudara dan di dalam ASI, kadar PTHrP meningkat lebih
dari 10.000 kali kadarnya di dalam darah orang normal
PERUBAHAN TULANG SELAMA KEHAMILAN maupun pasien hiperkalsemia akibat keganasan. Peran
peningkatan PTHrP selama laktasi tidak diketahui secara
Kebutuhan kalsium selama kehamilan akan meningkat pasti, tetapi pada binatang percobaan diketahui hubungan
karena janin dan plasenta akan memobilisasi kalsium peningkatan PTHrP dengan morfogenesisdan aliran darah
dari tubuh ibu untuk menieralisasi tulang pada tubnuh ke payudara. Selain itu PTHrPjuga akan mempertahankan
janin. Lebih dari 33 gram kalsium terakumulasi pada kadar kalsium palsma dengan cara meningkatkan resorpsi
tubuh janin selama perkembangan tulang, dan sekitar kalsium dari tulang, mengurangi ekskresi kalsium di ginjal
80% terjadi pada trimester ketiga dimana mineralisasi dan secara tak langsung menghambat sekresiPTH.
tulang terjadi dengan sangat cepat. Kebutuhan kalsium ini Absorpsi kalsium d i usus selama laktasi tidak
akan menjadi lebih besar lagi, karena terjadi peningkatan meningkat, walaupun kebutuhan kalsium meningkat;
absorpsi kalsium di usus sampai 2 kali lipat atas pengaruh ha1 ini mungkin disebabkan tidak meningkatnya kadar
1,25(OH),D dan faktor-faktor lain. Kadar 1,25(OH),D 1,25(OH),D.
meningkat selama kehamilan sampai aterm. Peningkatan Secara biokimiawi, petanda resorpsi tulang dan
ini tidak berhubungan dengan peningkatan PTH, karena formasi tulang meningkat selama laktasi. Densitas massa
PTH tetap normal atau rendah selama kehamilan. Kadar tulangpun menurun selama laktasi. Peningkatan bone
PTHrP meningkat selama kehamilan, karena dihasilkan turnover ini diduga lebih disebabkan oleh peningkatan
oleh beberapa jaringan janin dan ibu, termasuk plasenta, PTHrP dan bukan karena penurunan estrogen setelah
amnion, desidua, tali pusat, paratiroid janin dan payudara. persalinan.Walaupun demikian, kehilangan densitas massa
Walaupun demikian, tidak dapat dipastikan jaringan tulang akan pulih kembali setelah masa laktasi selesai.
mana yang berperan pada peningkatan kadar PTHrP. Sama halnya denga selama kehamilan, osteoporosis pada
Diduga PTHrP yang berperan pada peningkatar kadar laktasi bukan merupakan problem yang serius, kecuali bila
1,25(OH),D di dalam tubuh ibu. Selain itu PTHrP juga didapatkan faktor risiko osteoporosis lainnya.
berperan pada pengaturan tranport kalsium ke tubuh janin
lewat plasenta, dan melindungi tulang ibu karena bagian
terminal karboksil PTHrP mempunyai efek menghambat TULANG PADA USlA LANJUT
kerja osteoklas.
Penelitian biokimiawi menunjukkan bahwa bone Dengan bertambahnya umur, remodelingendokortikal dan
turnover menurun pada pertengahan pertama kehamilan, intrakortikal akan meningkat, sehingga kehilangan tulang
tetapi meningkat pada akhir trimester ketiga yanc sesuai terutama terjadi pada tulang kortikal dan meningkatkan
dengan peningkatan mineralisasi tuylang pada tubuh risiko fraktor tulang kortikal, misalnya pada femur
janin. Walaupun demikian, penelitian epidem ologik proksimal.Total permukaan tulang untukremodeling tidak
tidak mendapatkan pengaruh yang bermakna antara berubah dengan bertambahnya umur, hanya berpindah
kehamilan dengan densitas massa tulang dan risiko fraktur. dari tulang trabekular ke tulang kortikal.
Peningkatan fragilitas dan risiko fraktur pada kehamilar, Risiko fraktur pada orang tua juga meningkat akibat
biasanya berhubungan dengan penyebab lain, seperti peningkatan risiko terjatuh, kebiasaan hidup yang tidak
obat-obatan. menguntungkan bagi tulang dan tingginya remodeling
tulang; oleh sebab itu tindakan pencegahan sangat
penting untuk diperhatikan.
PERUBAHAN TULANG SELAMA LAKTASI Densitas massa tulang pada orang tua akan menurun
dan setiap penurunan T-Score 1 SD pada leher femur akan
Rata-rata kehilangan kalsium melalui air susu ibu (ASI) meningkatkan risiko fraktur 2,5 kali lipat. Selain itu faktor
sehari dapat mencapai 200-400 mg, walaupun ada umur juga sangat berperan. Wanita 80 tahun dengan
beberapa laporan yang menyatakan kehilangan kalsium BMD 0,700 g/cm2 akan lebih besar risiko frakturnya
ini dapat mencapai 1000 mg/hari. Untuk mengatasi dibandingkan dengan wanita 50 tahun dengan BMD
peningkatan kebutuhan kalsium selama laktasi, maka yang sama.
STRUKTUR D A N METABOLISME TULANG

Selama kehidupannya, seorang wanita akan kehilangan lnsidens fraktur akibat osteoporosis pada pengguna
massa tulang pada daerah spinal mencapai 42% dan pada steroic tidak diketahui secara pasti. Selain itu, peng-
daerah femoral mencapai 58%. Pada dekade ke-8 dan 9, gunaan steroid dosis rendah termasuk inhalasijuga dapat
kehilangan massa tulang akan meningkat sama dengan menyebabkan osteoporosis. Dari berbagai penelitian,
pada massa perimenopausal, karena proses resorpsi akan diketahui bahwa penggunaan prednison lebih dari 7,5
lebih aktif dibandingkan dengan proses formasi. mg/hari akan menyebabkan osteoporosis pada banyak
Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan pasien.
kehilangan massa tulang pada usia lanjut antara lain : Gl~kokortikoid,sering menimbulkan berbagai efek
oada netabolisme tulang, yaitu:
Faktor Nutrisi
yn;g paling sering adalah defisien kalsium dan vitamion Histornorfornetri
D. Defisiensi vitamin D biasanya berhubungan dengan Secara histomorfometri,glukokortikoid akan mengakibatkan
asupan yang kurang, penurunan respons kulit terhadap penurunan tebal dinding tulang trabekular, penurunan
ultraviolet, gangguan konversi 25(OH)D menjadi mineralisasi, peningkatan berbagai parameter resorpsi
1,25(OH),D di ginjal, penurunan VDR di usus dan tulans, supresi pengerahan osteoblas dan penekanan
gangguan pengikatan vitamin D pada VDR. Kesemuanya fungsi osteoblas.
ini akan menyebabkan hiperparatiroidisme sekunder
dan meningkatkan resorpsi tulang. Selain itu, defisiensi Efek pada Osteoblas dan Formasi Tulang
vitamin K juga akan meningkatkan risiko fraktur, tetapi Penggunaan glukokortikoid dosis tinggi dan terus
pato-genesisnya masih belum jelas. menerus akan mengganggu sintesis osteoblas dan
kolagen. Replekasi sel akan mulai dihambat setelah 48
Faktor Hormonal jam paparan dengan glukokortikoid. Selain itu juga terjadi
Defisiensi estrogen tidak hanya menjadi masalah penghambatan sintesis osteokalsin oleh osteoblas.
penyebab osteoporosis pada wanita pasca menopausal,
tetapi juga pada wanita-wanita tua. Pada laki-laki tuajuga Efek pada Resorpsi Tulang
diketahui bahwa penurunan kadar testosteron berperan In vitro, glukokortikoid menghambat diferensiasi osteoklas
pada proses peniurunan densitas massa tulang. Faktor dan resorpsi tulang pada kultur organ. Efek peningkatan
hormonal lain yang berperanan pada proses osteo- resorpsi tulang pada pemberian glukokortikoid in vivo,
porosis pada orang tua adalah penurunan produksi IGF-1, berhubungan dengan hiperparatiroidisme sekunder
dehidr-oepindrosterone (DHEA) dan dehidroepiandros- akibat penghambatan absorpsi kalsium di usus oleh
teron sulphate (DHEA-S). glukokortikoid.

Faktor Keturunan dan Lingkungan Efek pada Hormon Seks


Faktor genetik diduga berperan pada proses osteoporosis Glukokortikoid menghambat sekresi gonadotropin oleh
pada usia lapjut. Demikian juga faktor lingkungan, seperti hipofisis, estrogen oleh ovarium dan testosteron oleh
merokok, alkohol, konsumsi obat-obatan tertentu, seperti testes. Hal ini akan memperberat kehilangan massa tulang
glukokortikoid dan anti konvulsan. pada pemberian steroid.

Absorpsi Kalsium di Usus dan Ekskresi Kalsiurn


EFEK GLUKOKORTIKOID PADA TULANG di Ginjal
Peng,gunaan glukokortikoid dosis farmakologik akan
Hormon steroid lain yang juga mempunyai efek terhadap mengganggu transport aktif transelular kalsium.
tulang adalah glukokortikoid. Glukokortikoid sangat Mekanisme yang pasti tidak diketahui dan tidak
banyak digunakan untuk mengatasi berbagai penyakit, berhubungan dengan vitamin D. Gangguan absorpsi
terutama penyakit otoimun. Pada penggunaan jangka kalsium di usus dan reabsorpsi kalsium di tubulus
panjang, glukokortikoid sering menyebabkan kehilangan ginjal menurun secara bermakna pada pengguna
massa tulang yang ireversibel. Efek glukokortikoid pada glukokortikoid. Ekskresi kalsium urin dan kadar hormon
tulang trabekular jauh lebih besar daripada efeknya paratiroid (PTH) akan meningkat dalam 5 hari setelah
pada tulang kortikal, dan kehilangan massa tulang yang seseorang menggunakan glukokortikoid. Gangguan
tercepat sampai terjadi fraktur pada umumnya terjadi pada transport ini akan makin memburuk pada asupan
vertebra, iga dan ujung tulang panjang. Kehilangan massa Natrium yang t i n g g i dan akan menurun dengan
tulang tercepat terjadi pada tahun pertama penggunaan pembatasan asupan Natrium dan pemberian diuretik
steroid yang dapat mencapai 20% dalam 1 tahun. tiazid.
3438 PENYAKIT SKELETAL

Efek pada Metabolisme Hormon Paratiroid dan susunan trabekulasi pada tulang tersebut, termasukjumlah,
Vitamin D ketebalan, jarak dan interkoneksi antara satu trabekula
Kadar PTH dan 1,25 dihidroksivitamin D (1,25(OH),D) di dengan trabekula lainnya. Dengan bertambahnya umur,
dalarn serum rneningkat pada pengguna glukokortikoid, jumlah dan ketebalan trabekula akan rnenurun, jarak
walaupun kadar kalsium serum tinggi. Hal ini diduga antara satu trabekula dengan trabekula lainnya bertambah
berhubungan dengan perubahan reseptor kalsiurn jauh dan interkoneksi juga makin buruk karena banyak
sel yang mengubah transport kalsiurn. Glukokortikoid trabekula yang putus.
rneningkatkan sensitivitas osteoblas terhadap PTH, Trabekulasi tulang pada tulang trabekular terdiri dari
meningkatkan pengharnbatan aktivitas fosfatase alkali trabekula yang vertikal dan horizontal. Trabekula yang
oleh PTH dan rnenghambat sintesis kolagen. vertikal sangat penting, terutama pada tulang-tulang spinal
Efek 1,25(OH)2Djuga diharnbat oleh glukokortikoid, untuk menahan gaya kornpresif. Pada umurnnya trabekula
walaupun kadar 1,25(OH),D meningkat di dalam darah. yang vertikal lebih tebal dan lebih kuat dibandingkan
Hal ini diduga akibat perubahan respons rnernbran sel dan dengan trabekula yang horiontal. Trabekula horizontal
perubahan reseptor. Ekspresi osteokalsin oleh osteoklas berfungsi untuk pengikat trabekula vertikal, sehingga
yang dirangsang oleh 1,25(OH),D, juga dihambat oleh rnernbentuk arsitektur yang kuat yang rnenentukan
glukokortikoid. kekuatan tulang. Kehilangan trabekula pada osteoporosis
dapat terjadi akibat penipisan trabekula atau putusnya
Efek pada Sitokin trabekula sehingga trabekula tersebut tidak menyatu lagi
Interleukin-1 (IL-1) dan IL-6 rnernpunyai efek peningkatan dan kekukatan tulangpun akan menurun. Trabekula yang
resprsi tulang dan rnenghambat formasi tulang. rnenipis masih dapat pulih kernbali dengan rnengurangi
Glukokortikoid akan rnengharnbat produksi IL-1 dan IL-6 resorpsi tulang, tetapi trabekula yang putus biasanya tidak
oleh limfosit-T. Pada pasien Artritis Reumatoid, pemberian akan pulih kernbali. Dengan bertambahnya usia, rnaka
glukokortikoid akan rnenurunkan aktivitas peradangan jurnlah trabekula yang putus akan makin banyak sementara
sehingga penurunan massa tulang juga diharnbat. formasi dan resorpsi terganggu sehingga penyernbuhan
Walaupun dernikian, para ahli masih berbeda pendapat, trabekula yang rusak akan terganggu. Selain itu dengan
apakah ha1 ini merupakan efek glukokortikoid pada tulang bertarnbahnya usia, terjadi perubahan pada rnatriks tulang
atau ada faktor-faktor lainnya. termasuk penurunan kualitas kolagen yang ditandai oleh
penipisan kulit dan fragilitas pernbuluh darah.
Osteonekrosis Jurnlah trabekula ternyata sangat penting dalarn
Osteonekrosis (nekrosis aseptik, nekrosis avaskular), menentukan kekuatan tulang dibandingkan dengan
rnerupakan efek lain glukokortikoid pada tulang. Bagian ketebalan trabekula. Penelitian Silva dan Gibson rnen-
tulang yang sering terserang adalah kaput fernoris, kaput dapatkan bahwa penurunanjurnlah trabekula sarnpai batas
humeri dan distal femur. Mekanisrnenya belurn jelas, penurunan densitas rnassa tulang 10% akan rnenurunkan
diduga akibat emboli lemak dan peningkatan tekanan kekuatan tulang sampai 70%, sedangkan penurunan
intraoseus. ketebalan trabekula sarnpai batas penurunan densitas
massa tulang lo%, hanya akan rnenurunkan kekuatan
tulang 25%. Oleh sebab itu, rnernpertahankan jurnlah
MIKROPATOANATOMI OSTEOPOROSIS DAN trabekula sangat penting pada pasien usia lanjut. Terrnasuk
KEKUATAN TULANG dalarn ha1 ini adalah terapi terhadap osteoporosis, ditujukan
untuk rnernpertahankan atau memperbaikijumlah trabekula
Sifat mekanikal tulang sangat tergantung pada sifat material daripada rnempertahankan ketebalan trabekula.
tulang tersebut. Pada tulang kortikal, kekuatan tulang Pada penelitian terhadap penggunaan risedronat
sangat tergantung pada densitas tulang dan porositasnya. pada pasien osteoporosis, dilakukan biopsi pada krista
Sernakin bertambahnya urnur, tulang sernakin keras karena iliaka pasien yang inendapat risedronat dan kontrol yang
rneneralisasi sekunder semakin baik, tetapi tulang sernakin tidak rnendapat terapi, kernudian dilakukan perneriksaan
getas, tidak rnudah menerima beban. dengan rnenggunakan high resolution 3 - 0 micro-
Pada tulang trabekular, kekuatan tulang juga computed tomography dan dianalisis rnikrosarsitektur
tergantung pada densitas tulang dan prositasnya. jaringan tulang tersebut. Ternyata setelah 1 tahun,
Penurunan densitas tulang trabekular sekitar 25%: sesuai kelornpok yang rnendapat risedronat menunjukkan tidak
dengan peningkatan umur 15-20 tahun dan penurunan ada perubahan dalarn rnikroarsitekturnya diabndingkan
kekuatan tulang sekitar 44%. dengan data dasar, sebalinya dengan kelompok plasebo
Selain densitas tulang, sifat rnekanikal tulang rnenunjukkan perburukan mikroarsitektur yang signifikan.
trabekularjuga ditentukan oleh rnikroarsitekturnya, yaitu Selain itu, pada kelompok plasebo juga didapatkan
STRUKTUR D A N METABOLISME TULANG 3439

putusnya trabekula yang tidak didapatkan pada kelompok Remodeling. In: Bromer F, Farach-Carson MC (eds). Bone
risedronat. Putusnya trabekula bersifat ireversibel dan Formation, 1st ed. Springer-Verlag. London 2004: 44-70.
Hollick MF. Vitamin D: Photobiology, Metabolism, Mechanism
sangat sulit dibentuk kembali, sehingga mengakibatkan of action, and clinical aplication. In : Favus MJ (ed). Primer
kekuatan tulang menurun. Penelitian yang dilakukan on the Metabolic Bone Diseases and Disorders of Mineral
selama 3 tahun juga menunjukkan hasil yang serupa Metabolism. 4th edition. Lippincott-Raven Publ 1999:92-8.
Harlap S. The benefits and risks of hormone replacement
dengan penilitian yang sdilakukan selama 1 tahun. Oleh therapy: An Epidemiologic overview. Am J Obstet Gynecol
sebab itu pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa 1%8;166(6,pt2):1986-92.
risedronat dapat mempertahankan kekuatan tulang Lee CA, Einhom TA. The Bone Organ System: Form and Function.
dibandingkan dengan plasebo. In: Marcus R, Feldman D, Kelsey J (eds). Osteoporosis. Vol 1,
2r.d ed, Academic Press, San Diego, California 2001:3-20.
Faktor lain yang juga turut berperan pada penurunan Lian JE;, Stein GS. Osteoblast biology. In: Marcus R, Feldman D,
kekuatan tulang adalah retakan mikro (mocrodamage, Kelsey J (eds). Osteoporosis. Vol 1,2nd ed, Academic Press,
microcracks) yang jumlahnya makin banyak dengan Szn Diego, California 2001:21-72.
Lems WJ, Jacobs JWG, Bijlsma JWJ. Corticosteroid-induced
bertambahnya usia. Diduga, retakan mikro ini berhubungan osteoporosis. Rheumatology in Europe 1995;24(suppl
dengan pembebanan yang repetitif yang dapat dimulai 2):76-9.
pada tingkat kolagen termasuk putusnya agregat kolagen- ~ u n d GR,
y Chen D, Oyajobi BO. Bone Remodeling. In: Favus MJ,
Cmistakos S (eds).Primer on the Metabolic Bone Diseases and
mineral maupun rusaknya serabut-serabut kolagen tersebut.
Disorders of Mineral Metabolism. 5th ed. American Society of
Bertumpuknya retakan mikro ini dapat dilihat dengan Bone and Mineral Research, Washington 2003:46-57
mikroskop cahaya. Walaupun belum diketahui secara Marcus R, Majumber S. The Nature of Osteoporosis. In: Marcus
pasti hubungan retakan mikro dengan sifat biomekanik R. Feldman D, Kelsey J (eds). Osteoporosis. Vol 2, 2nd ed,
Academic Press, San Diego, California 2001:3-18.
tulang secara invivo, banyak peneliti mendapatkan bahawa Orwoll ES. Towards on Expanded Understanding of the Role
bertumbuknya tulang yang rusak dan tulang yang mati of The Periosteum in Skeletal Health. J Bone Miner Res
pada jaringan tulang akan menurunkan kekuatan tulang 2003;18(6):949-54
Paschalis EP, Boskey AL, Kassem M, Eriksen EF. Effect
tersebut. Sehingga retakan mikro secara in vivo mungkin
of Hormone Replacement Therapy on Bone Quality
mempunyai peran yang tidak sedikit dalam peningkatan in Early Postmenopausel Women. J Bone Miner Res
fragilitas tulang pasien usia lanjut. 21)03:18(6):955-9.
Robey PG, Boskey AL. Extracellular matric and Biomineralization
of Bone. In: Favus MJ, Christakos S (eds). Primer o n
the Metabolic Bone Diseases and Disorders of Mineral
hfetabolism. 5th ed. American Society of Bone and Mineral
Research, Washington 2003:3845
Bukka P, McKee MD, Karaplis AC. Molecular Regulation of Osteo- Riggs B, Khosla S, Melton J. A Unitary model for involutional
blas Differentiation. In: Bromer F, Farach-Carson MC (eds). osteoporosis: Estrogen deficiencycauses both type I and type
Bone Formation, 1st ed. Springer-Verlag.London 2004: 1-17. I1 osteoporosis in postmenopausal women and contributes to
Baron R. General Principles of Bone Biology. In: Favus MJ, bone loss in aging men. J Bone Mmer Res 1998; 13:763-73.
Christakos S (eds). Primer on the Metabolic Bone Diseases and Recker RR, Barger-Lux MJ. Bone Remodeling Findings in
Disorders of Mineral Metabolism. 5th ed. American Society of Osteoporosis. In: Marcus R, Feldman D, Kelsey J (eds).
Bone and Mineral Research, Washington 2003:l-8 Osteoporosis. Vol 1, 2nd ed, Academic Press, San Diego,
Broadus AE. Mineral balance and homeostasis. In: : Favus MJ California 2001:59-70.
(ed). Primer on the Metabolic Bone Diseases and Disorders Rubir. C, Turner AS, Muller R et al. Quantity and Quality of
of Mineral Metabolism. 4th edition. Lippincott-Raven Publ Trabecular Bone in the Femur Are Enhanced by Strongly
1999:74-80. Anabolic, Noninvasive Mechanical Intervention. J Bone Mmer
Banse X, Devogelaer J, Delloye C et al. Irreversible Perforation in Res 2002;17(2):349-57.
Vertebral Trabeculae? J Bone Miner Res 2003;18(7):1247-53. Seeman E. Bone Quality. Advances in Osteoporotic Fracture
BanseX, Sims TJ, Bailey AJ.MechanicalPropertiesof Adult Vertebral Management 2002;2(1):2-8
Cancellous Bone: Correlation With Collagen Intermolecular Seeman E. Pathogenesis of bone fragility in women and men.
Cross-Links, J Bone Miner Res 2002;17(9):1621-8. Lancet 2002;359:1841-50
Borah B, Dufresne TE, Chmielewski PA. Risedronate Preserves Tate PLK, Tami AEG, Bauer TW, Knothe U. Micropathoanatomy
Trabecular Architecture and Increase Bone Strength in of Osteoporosis: Indications for a Cellular Basis of Bone
Vertebra of Ovariectomized Minipigs as Measured by Three- Disease. Advances in Osteoporotic Fracture Management
Dimensional Microcomputed Tomography. J Bone Miner Res 2'002;2(1):9-14
2002;17(7):113947. The European Prospective Osteoporosis Study (EPOS) Group.
Everts V, Delaisse JM, Korper W et al. The Bone Lining Cell: Its The Relationship Between Bone Density and Incident
Role in Cleaning Howship's Lacunae and Initiating Bone Vertebral Fracture in Men and Women. J Bone Miner Res
Formation. J Bone Miner Res 2002;17(1):77-90. 2002;17(12):2214-21.
Eastell R, Barton I, Hannon RA et al. Relationshp of Early Changes Van 3 e r Linden JC, Homminga J, Verhaar JAN, Weinans H.
in Bone Resorption to the Reduction in Feacture Risk With lviechanical Consequence of Bone Loss in Cancellous Bone. J
Risedronate. J Bone Mmer Res 2003;18(6):1051-6. Bone Miner Res 2001;16(3):457-65.
Frost H M . O n t h e Estrogen-Bone R e l a t i o n s h i p a n d Wolf AD, Dixon ASJ. Osteoporosis: A Clinical guide. 1st ed. Martin
Postmenopausal Bone Loss: A New Model. J Bone Miner Dunitz, London 1998:l-56
Res 1999;14(9):1473-7. Watts NB. Bone Quality: Getting Closer to a Definition. J Bone
Hurley MM, Lorenzo JA. Systemic and Local Regulation of Bone Miner Res 2002;17(7):114850-.
PERAN ESTROGEN PADA
PATOGENESIS OSTEOPOROSIS
Bambang Setiyohadi

PENDAHULUAN 1990-an, Riggs dan Melton memperbaiki hipotesisnya


dan mengemukakan bahwa estrogen menjadi faktor yang
Osteoporosis adalah kelainan skeletal sistemik yang sangat berperan pada timbulnya osteoporosis primer, baik
ditandai oleh compromised bone strength sehingga pasca menopause maupun senilis.
tulang mudah fraktur. Osteoporosis dibagi 2 kelompok,
yaitu osteoporosis primer (involusional) dan osteoporosis
sekunder. Osteoporosis primer adalah osteoporosis yang PERAN ESTROGEN PADA TULANG
tidak diketahui penyebabnya, sedangkan osteoporosis
sekunder adalah osteoporosis yang diketahui penyebabnya. Struktur estrogen vetebrata terdiri dari 18 karbon dengan
Pada tahun 1940-an, Albright mengernukanan pentingnya 4 cincin. Estrogen rnanusia dapat dibagi 3 kelornpok,
estrogen pada patogenesis osteoporosis. Kernudian pada yaitu estron (El), 77h-estradiol (E2), estriol (E3). Selain itu
tahun 1983, Riggs den Melton, membagi osteoporosis juga terdapat jenis-jenis estrogen lain, seperti estrogen
primer atas osteoporosis tipe I dan tipe II. Osteoporosis dari tumbuh-turnbuhan (fitoestrogen), estrogen sintetik
tipe I, disebut juga osteoporosis pasca menopause, (misalnya etinilestradiol, dietilstilbestrol, klomifen sitrat),
disebabkan oleh defisiensi estrogen akibat rnenoDause. xenobiotik (DDT, bifenol dll). Saat ini terdapat struktur
Osteoporosis tipe II, disebut juga osteoporosis senilis, lain yang dikenal sebagai anti-estrogen, tetapi pada organ
disebabkan oleh gangguan absorpsi kalsiurn di usus non-reproduktif bersifat estrogenik; struktur ini disebut
sehingga menyebabkan hiperparatiroidisme sekunder selective estrogen receptor modulators (SERMs).
yang mengakibatkan timbulnya osteoporosis. Belakangan Estrogen yang terutarna dihasilkan oleh ovariurn
konsep itu berubah, karena ternyata peran estrogen juga adalah estradiol. Estron juga diohasilkan oleh tubuh
rnenonjol pada osteoporosis tipe II. Selain itu pernberian rnanusia, tetapi terutarna berasal dari luar ovarium,
kalsium dan vitamin D pada osteoporosis tipe ll juga tidak yaitu dari konversi androstenedion pada jaringan perifer.
rnernberikan hasil yang adekuat. Akhirnya pada tahun Estriol rnerupakan estrogen yang terutarna didaopatkan

Tipe l Tipe II
Urnur (tahun) 50-75 > 70
Perernpuan : laki-laki 6:1 2:l
Tipe kerusakan tulang Terutama trabekular Trabekular dan kortikal
Bone turnover Tinggi Rendah
Lokasi fraktur terbanyak Vertebra, radius distal Vertebra, kolurn femoris
Fungsi paratiroid Menurun Meningkat
Efek estrogen Terutama skeletal Terutarna ekstraskeletal
Etiologi utarna Defisiensi estrogen Penuaan, defisien estrogen
PERAN ESTROGEN PADA PATOGENESIS OSTEOPOROSIS 344 1

di dalarn urin, berasal dari hidroksilasi-16 estron dan densitas tulang, sedangkan perusakan gen ERP pada
estradiol. Estrogen berperan pada perturnbuhan tanda wanite ternyata rneningkatan bone mineral content (BMC)
seks sekunder wanita dan rnenyebabkan perturnbuhan tulang kortikal walaupun pada tikus tidak rnernberikan
uterus, penebalan rnukosa vagina, penipisan rnukus perubahan pada tulang kortikal rnaupun trabekular.
serviks dan perturnbuhan saluran-saluran pada payudara. Delesai gen ERa dan ERP juga rnenurunkan kadar IGF-1
Selain itu estrogen juga rnernpengaruhi profil lipid dan serum.
endotel pernbuluh darah, hati, tulang, susunan saraf Estrogen rnerupakan regulator perturnbuhan dan
pusat, sistern irnun, sistern kardiovaskular dan sistern homeostasis tulang yang penting. Estrogen rnerniliki efek
gastrointestinal. langsung dan tak langsung pada tulang. Efektak langsung
Saat ini terlah diternukan 2 rnacarn reseptor estrogen rneliputi estrogen terhadap tulang berhubungan dengan
(ER), yaitu reseptor estrogen-a (ERa) dan reseptor homeostasis kalsiurn yang rneliputi regulasi absorpsi
estrogen$ (ERP). ERa dikode oleh gen yang terletak di kalsium di usus, rnodulasi 1,25(OH),D, ekskresi Ca di ginjal
krornosorn 6 dan terdiri dari 595 asarn amino, sedangkan dan sekresi horrnon paratiroid (PTH).
ERP, dikode oleh gen yang terletak di krornosorn 14 dan Terhadap sel-sel tulang, estrogen rnerniliki beberapa
terdiri dari 530 asarn amino. Sarnpai saat ini, fungsi ERP efek, seperti tertera pada tabel 3. Efek-efek ini akan
belurn diketahui secara pasti. Selain itu, distribusi kedua rneningkatkan forrnasi tulang dan rnengharnbat resorpsi
reseptor ini bervariasi pada berbagai jaringan, rnisalnya tulang oleh osteoklas.
di otak, ovariurn, uterus dan prostat. Reseptor estrogen
juga diekspresikan oleh berbagai sel tulang, terrnasuk
osteoblas, osteosit, osteoklas dan kondrosit (lihat tabel HORMON STEROID GONADAL
2). Ekspresi ERa dan ERP rneningkat bersarnaan dengan
diferensiasi dan rnaturasi osteoblas. Laki-laki dengan Yang terrnasuk horrnon steroid gonadal adalah estrogen,
osteo-porosis idiopatik rnengekspresikan rnRNA ERa andrcgen dan progesteron. Horrnon-horrnon ini disintesis
yang rendah pada osteoblas rnaupun osteosit. Delesi E R a seteleh ada perintah dari otak yang akan rnengirirnkan
pada tikus jantan dan betina rnenyebabkan penurunan stimulus dari hipotalarnus ke hipofisis untuk rnenghasilkan
follicle-stimulating hormone (FSH) dan luteinizing hormone
(LH). 'ads wanita, hormon-horrnon ini akan rnerangsang
sintesis estrogen dan progestereon oleh ovariurn, sedang-
kan ~ a d alaki-laki akan rnerangsang sintesis testosteron
Sel Tulang Reseptor Estrogen
oleh testes.
Osteoblas ERa dan ERP Progesteron, selain rnerniliki aktivitas biologik sendiri,
Osteosit ERa dan ERP juga berperan sebagai prekursor horrnon steroid lainnya,
Bone marrow stromal cells ERa dan EftP yaitu estron, estradiol dan testosteron. Enzirn arornatase
Osteoklas ERa dan ERP (?) rnerupakan enzirn yang sangat penting untuk sintesis
Kondrosit ERa dan ERP estroi dan estradiol, baik dari androstenedion, rnaupun

Osteoblas Osteosit Osteoklas Kondrosit


? proliferasi osteoblas, & apoptosis osteosit, ? c-fos, c-jun, TSF-P, ? pertumbuhan endokondral selama
? sintesis DNA, ? ekspresi ERa, & TRAP, cathepsin B, D pubertas, mempercepat penutupan
I' alkali fosfatase, I' apoptosis ostzoklas, lempeng epifisis
& kolagen tipe I, & formasi osteoklas
'? mineralisasi tulang,
'? sintesis IGF-1,
? sintesis TGF-P,
? sintesis BMP-6,
& sintesis TNF-a,
'? sintesis OPG
-1 aksi PTH,
I' ekspresi ERa,
& apoptosis osteoblas
PENYAKIT SKELETAL

testosteron. Enzirn ini, rnerupakan enzirn sitokrorn P-450, rnenunjang suasana ini adalah berbagai horrnon seperti
yang terdapat di dalarn ovariurn, testes, adiposit dan horrnon paratiroid (PTH), estrogen dan 1,25(0H),vitarnin
sel tulang. Baik estron rnaupun estradiol, berada dalarn D, yang turut berperan rnerangsang osteoklastogenesis
keseirnbangan yang reversibel, dan keseirnbangan ini melalui perangsangan reseptor pada perrnukaan sel
diatur oleh enzirn 17P-hidroksisteroid dehidrogenase turunan osteoblas. Osteoblas diketahui rnenghasilkan
yang dihasilkan oleh hati dan usus. Pada wanita pasca berbagai faktor yang dapat rnengharnbat rnaupun
menopause, estrogen yang banyak beredar di dalarn rnerangsang osteoklastogenesis. Osteoprotegerin adalah
tubuhnya adalah estron, yang kernudian akan rnengikuti anggota superfarnili TNF yang larut yang dihasilkan oleh
2 jalur rnetabolisrne rnenjadi 16a-hidroksiestron dan osteblas yang dapat rnengharnbat osteoklastogenesin.
2-hidroksiestron. Keseirnbangan kedua estron yang Sedangkan faktor yang rnerangsang osteoklastogenesis
terhidroksilasi ini rnernegang peranan yang penting pada yang dihasilkan osteoblas adalah reseptor nuklearfactor K-B
tirnbulnya kanker payudara, osteoporosis, SLE dan sirosis (RANK) ligand (RANKL), yang akan rnelekat pda reseptor
hati. RANK pada perrnukaan osteoklas. Selain itu, osteoblas
Pada laki-laki, testosteron rnerupakan steroid gonad dan sel strornal surnsurn tulang juga rnenghasilkan
utarna yang diproduksi testes, walaupun, estradiol juga macrophage colony stimulating factor (M-CSF) yang akan
diproduksi dalarn jurnlah yang kecil. Di gonad, tulang dan rneningkatkan proliferasi sel prekursor osteoklas.
otak, testosteron akan diubah rnenjadi rnetabolit yang Ekspresi yang berlebih dari osteoprotegerin akan
aktif, yaitu dihidroksitestosteron oleh 5a-reduktase, dan rnenghasilkan tulang yang sangat keras yang disebut
estrogen oleh arornatase. osteopetrosis, sedangkan ablasi genetik osteoprotegerin
akan rnenghasilkan osteoporosis, karena tidak ada
pengharnbat osteoklastogenesis. Sebaliknya ablasi
KEHILANGAN MASSATULANG PADA MENOPAUSE genetik RANKL dan RANK juga akan akan rnenghasilkan
osteopetrosis, karena tidak ada osteoklastogenesis.
Pada awalnya, proses remodeling ini berlangsung Defisiensi estrogen pada laki-laki juga berperan pada
seirnbang, sehingga tidak ada kekurangan rnaupun kehilangan rnassa tulang. Penurunan kadar estradiol
kelebihan rnassa tulang. Tetapi dengan bertarnbahnya dibawah 40 pMol/L pada laki-laki akan rnenyebabkan
I+
urnur, proses formasi rnenjadi tidak adekuat seiingga osteoporosis. Falahati-Nini dkk rnenyatakan bahwa
rnulai terjadi defisit rnassa tulang. Proses ini diperkirakan estrogen pada laki-laki berfungsi rnengatur resorpsi
mulai pada dekade ketiga kehidupan atau beberapa tahun tulang, sedangkan estrogen dan progesteron rnengatur
sebelum menopause. Sampai saat ini, belurn diketahui forrnasi tulang. Kehilangan rnassa tulang trabekular pada
secara pasti, apa penyebab penurunanforrnasi tularg pada laki-laki berlangsung linier, sehingga terjadi penipisan
usia dewasa, rnungkin berhubungan dengan penArunan trabekula, tanpa disertai putusnya trabekula seperti pada
aktivitas individu yang bersangkutan, atau urnur os:eoblas wanita. Penipisan trabekula pada laki-laki terjadi karena
yang rnernendek, atau urnur osteoklas yang rnemanjang penurunan forrnasi tulang, sedangkan putusnya trabekula
atau sinyal rnekanik dari osteosit yang abnormal. pada wanita disebabkan karena peningkatan resorpsi yang
Defisiensi estrogen pada wanita menopause telah berlebihan akibat penurunan kadar estrogen yang drastis
lama diketahui rnernegang peran yang penting pada pada waktu menopause.
perturnbuhan tulang dan proses penuaan. Penurunan Peningkatan remodeling tulang akan rnenyebabkan
kadar estrogen akan rnernacu aktivitas remodeling kehilangan rnassa tulang yang telah terrnineralisasi
tulang yang rnakin tidak seirnbang karena osteoblas tidak secara sernpurna (rnineralisasi primer dan sekunder)
dapat rnengirnbangi kerja osteoklas, sehingga rnassa dan akan digantikan tulang baru yang rnineralisasinya
tulang akan rnenutrun dan tulang rnenjadi osteoporotik. belurn sernpurna (hanya rnineralisasi primer). Perneriksan
Aktivitas osteoklas yang rneningkat akan rnennyebabkan densitornetri tulang tidak dapat nrnernbedakan
terbentuknya lakuna Howship yang dalarn dan putusnya penurunan densitas akibat penurunan rnassa tulang yang
trabekula, sehingga kekuatan tulang akan rnwnjadi turun terrnineralisasi atau remodeling yang berlebih sehingga
dan tulang rnudah fraktur. tulang terdiri dari carnpuran tulang tua yang sudah
Selain itu, defisiensi estrogenjuga akan meningkatkan rnengalarni rnineralisasi sekunder dan tulang rnuda yang
osteoklastogenesis dengan rnekanisrne yang belurn baru rneng-alarni mineralisasi primer.
sepenuhnya dirnengeri. Lingkungan rnikro di dalarn Secara biornekanika, derajat rnineralisasi rnernegang
surnsurn tulang rnernegang peranan yang sangat penting peran yang sangat penting terhadap fragilitas dan
pada osteoklastogenesis, karena disini dihasilkan berbagai kekuatan tulang karena tulang yang terlalu keras akibat
sitokin seperti tumour necrosis factors (TNF) dan berbagai rnineralisasi yang lanjut akan rnenjadi getas, sebaliknya
rnacarn interleukin. Faktor-faktor sisternik yang turut tulang yang belurn sernpurna rnineralisasinya akan
rnenjadi kurang keras.
PERAN ESTROGEN PADA PATOGENESIS OSTEOPOROSIS 3443

Y
Menopause

Labsorpsi &reabsorbs1
Osteoklas
Stromal cell + sel kalsium di usus kalsium ginjal

Hipokalsemia

23Osteoporosis

Gambar 1. Patogenesis osteoporosis pasca menopause

PATOGENESIS OSTEOPOROSIS TlPE I 1,25(OH),D, sehingga pemberian estrogen akan meningkat-


kan konsentrasi 1,25(OH),D di dalam plasma. Tetapi
Setelah menopause, maka resorpsi tulang akan meningkat, pemberian estrogen transdermal tidak akan meningkatkan
terutama pada dekade awal setelah menopause, sehingga sintesis protein tersebut, karena estrogen transdermal
insidens fraktur, terutama fraktur vertebra dan radius tidak diangkut melewati hati. Walaupun demikian,
distal meningkat. Penurunan densitas tulang terutama estrogen transdermal tetap dapat meningkatkan absorpsi
pada tulang trabekular, karena memiliki permukaan kalsium di usus secara langsung tanpa dipengaruhi
yang luas dan ha1 ini dapat dicegah dengan terapi sulih vitamin D. Untuk mengatasi keseimbangan negatif kalsium
estrogen. Petanda resorpsi tulang dan formasi tulang, akibat menopause, maka kadar PTH akan meningkat
keduanya meningkat menunjukkan adanya peningkatan pada wanita menopause, sehingga osteoporosis akan
bone turnover. Estrogen juga berperan menurunkan semakin berat. Pada menopause, kadangkala didapatkan
produksi berbagai sitokin oleh bone marrowstromal cells1 peningkatan kadar kalsium serum, dan ha1 ini disebabkan
dan sel-sel mononuklear, seperti IL-1, IL-6 dan TNF-a oleh menurun-nya volume plasma, meningkatnya kadar
yang berperan meningkatkan kerja osteoklas. Dengan albumin dan bikarbonat, sehingga meningkatkan kadar
demikian penurunan kadar estrogen akibat menopause kalsium yang terikat albumin dan juga kadar kalsium dalam
akan meningkatkan produksi berbagai sitokin tersebut bentuk garam kompleks. Peningkatan bikarb~natpada
sehingga aktivitas osteoklas meningkat. menopause terjadi akibat penurunan rangsang respirasi,
Selain peningkatan aktivitas osteoklas, menopausejuga sehingga terjadi relatif asidosis respiratorik. Walaupun
menurunkan absorpsi kalsium di usus dan meningkatkan terjadi peningkatan kadar kalsium yang terikat albumin
ekskresi kalsium di ginjal. Selain itu, menopause juga dan kalsium dalam garam kompleks, kadar ion kalsium
menurunkan sintesis berbagai protein yang membawa tetap sama dengan keadaan premenopausal.
3444 PENYAKIT SKELETAL

PATOGENESIS OSTEOPOROSIS TIPE II Aspek nutrisi yang lain adalah defisiensi protein yang
akan menyebabkan penurunan sintesis IGF-1. Defisiensi
Selama hidupnya seorang wanita akan kehilangan tulang vitamin K juga akan menyebabkan osteoporosis karena
spinalnya sebesar 42% dan kehilangan tulang femurnya akan meningkatkan karboksilasi protein tulang, misalnya
sebesar 58%. Pada dekade ke delapan dan sembilan osteokalsin.
kehidupannya, terjadi ketidakseimbangan remodeling Defisiensi estrogen, ternyatajuga merupakan masalah
tulang, dimana resorpsi tulang meningkat, sedangkan yang penting sebagai salah satu penyebab osteoporosis
formasi tulang tidak berubah atau menurun. Hal ini pada orang tua, baik pada laki-laki maupun perempuan.
akan menyebabkan kehilangan massa tulang, perubahan Demikianjuga kadar terstosteron pada laki-laki. Defisiensi
mikroarsitektur tulang dan peningkatan risiko fraktur. estrogen pada laki-laki juga berperan pada kehilangan
Peningkatan resorpsi tulang merupakan risiko fraktur massa tulang. Penurunan kadar estradiol dibawah 40
yang independen terhadap BMD. Peningkatan osteokalsin pMol/L pada laki-laki akan menyebabkan osteoporosis.
seringkali didapatkan pada orang tua, tetapi ha1 ini lebih Karena laki-laki tidak pernah mengalami menopause
menunjukkan peningkatan turnover tulang dan bukan (penurunan kadar estrogen yang mendadak), maka
peningkatan formasi tulang. Sampai saat ini belum kehilangan massa tulang yang besar seperti pada wanita
diketahui secara pasti pebnyebab penurunan fungsi tidak pernah terjadi. Falahati-Nini dkk menyatakan bahwa
osteoblas pada orang tua, diduga karena penurunan kadar estrogen pada laki-laki berfungsi mengatur resorpsi
estrogen dan IGF-1. tulang, sedangkan estrogen dan progesteron mengatur
Defisiensi kalsium dan vitamin D juga sering di- forrnasi tulang. Kehilangan massa tulang trabekular pada
dapatkan pada orang tua. Hal ini disebabkan oleh asupan laki-laki berlangsung linier, sehingga terjadi penipisan
kalsium dan vitamin D yang kurang, anoreksia, malabsorpsi trabekula, tanpa disertai putusnya trabekula seperti pada
dan paparan sinar matahari yang rendah. Akibat defisiensi wanita. Penipisan trabekula pada laki-laki terjadi karena
kalsium, akan timbul hiperparatiroidisme sekunder yang penurunan formasi tulang, sedangkan putusnya trabekula
persisten sehingga akan semakin meningkatkan resorpsi pada wanita disebabkan karena peningkatan resorpsi yang
tulang dan kehilangan massa tulang, terutama pada berlebihan akibat penurunan kadar estrogen yang drastis
orang-orang yang tinggal di daerah 4 musim. pada waktu menopause.

I
--IF\- 7
I
I
Defisiensi vitamin D,
Caktifitas 1-a
hidroksilase
I .I Cabsorpsi Ca
di usus
I
I

Gangguan fungsi T Risiko terjatuh


( T kekuatan otot,
Caktivitas otot, medikasi,
gangguan keseimbangan,
gangguan penglihatan,
Osteoporosis

I Fraktur I
Gambar 2. Patogenesis Osteoporosis tipe II dan fraktur
PERAN ESTROGEN PADA PATOGENESIS OSTEOPOROSIS

Dengan bertambahnya usia, kadar testosteron pada PTH tetap normal atau rendah selama kehamilan. Kadar
laki-laki akan menurun sedangkan kadar sex hormone PTHrP meningkat selama kehamilan, karena dihasilkan
binding globulin (SHBG) akan meningkat. Peningkatan oleh beberapa jaringan janin dan ibu, termasuk plasenta,
SHBG akan meningkatkan pengikatan estrogen dan amnion, desidua, tali pusat, paratiroid janin dan payudara.
testosteron membentuk kompleks yang inaktif. Laki-laki \Nalaupun demikian, tidak dapat dipastikan jaringan
yang menderita kanker prostat dan diterapi dengan mana yang berperan pada peningkatan kadar PTHrP.
antagonis androgen atau agonis gonadotropin juga akan Diduga PTHrP yang berperan pada peningkatan kadar
mengalami kehilangan massa tulang dan peningkatan 1,25(OH),D di dalam tubuh ibu. Selain ituy PTHrP juga
risiko fraktur. berperan pada pengaturan tranport kalsium ke tubuhjanin
Penurunan hormon pertumbuhan (GH) dan IGF-1,juga ewat plasenta, dan melindungi tulang ibu karena bagian
berperan terhadap peningkatan resorpsi tulang. Tetapi terminal karboksil PTHrP mempunyai efek menghambat
penurunan kadar androgen adrenal (DHEA dan DHEA-S) kerja csteoklas.
ternyata menunjukkan hasiol yang kontroversial terhadap Penelitian biokimiawi menunjukkan bahwa bone
penurunan massa tulang pada orang tua. turnover menurun pada pertengahan pertama kehamilan,
Faktor lain yang juga ikut berperan terhadap tetapi meningkat pada akhir trimester ketiga yang sesuai
kehilangan massa tulang pada orang tua adalah faktor dengan peningkatan mineralisasi tuylang pada tubuh
genetik dan lingkungan (merokok, alkohol, obat-obatan, janin. Walaupun demikian, penelitian epidemiologik
imobilisasi lama). tidak mendapatkan pengaruh yang bermakna antara
Dengan bertambahnya umur, remodeling endokortikal keharr:ilandengan densitas massa tulang dan risiko fraktur.
dan intrakortikal akan meningkat, sehingga kehilangan Peningkatan fragilitas dan risiko fraktur pada kehamilan,
tulang terutama terjadi pada tulang kortikal dan meningkat- biasanya berhubungan dengan penyebab lain, seperti
kan risiko fraktor tulang kortikal, misalnya pada femur obat-obatan.
proksimal. Total permukaan tulang untuk remodeling tidak
berubah dengan bertambahnya umur, hanya berpindah
dari tulang trabekular ke tulang kortikal. Pada laki-laki tua, PERUBAHAN TULANG SELAMA LAKTASI
peningkatan resorpsi endokortikal tulang panjang akan
diikuti peningkatan formasi periosteal, sehingga diameter Rata-rata kehilangan kalsium melalui air susu ibu (ASI)
tulang panjang akan meningkat dan menurunkan risiko sehari dapat mencapai 200-400 mg, walaupun ada
fraktur pada laki-laki tua. beberapa laporan yang menyatakan kehilangan kalsium
Risikofrakturyangjuga harus diperhatikan adalah risiko ini dapat mencapai 1000 mglhari. Untuk mengatsi
terjatuh yang lebih tinggi pada orang tua dibandingkan peningkatan kebutuhan kalsium selama laktasi, maka terjadi
orang yang lebih muda. Hal ini berhubungan dengan demineralisasitulang selama laktasi. Proses demineralisasi
penurunan kekuatan otot, gangguan keseimbangan dan ini tidak disebabkan oleh PTH atau 1,25(OH),D, tetapi
stabilitas postural, gangguan penglihatan, lantai yang licin oleh peningkatan PTHrP dan penurunan kadar estrogen
atau tidak rata dan lain sebagainya. Pada umumnya, risiko di dalam darah. Selama laktasi kadar PTH dan 1,25(OH),D
terjatuh pada orang tua tidak disebabkan oleh penyebab akan turun, sedanmgkan PTHrP akan meningkat. Produksi
tunggal. utama PTHrP selama kehamilan adalah payudara dan di
dalam ASI, kadar PTHrP meningkat lebih dari 10.000 kali
kadamya di dalam darah orang normal maupun penderita
PERUBAHAN TULANG SELAMA KEHAMILAN hiperkalsemia akibat keganasan. Peran peningkatan PTHrP
selarra laktasi tidak diketahui secara pasti, tetapi pada
Kebutuhan kalsium selama kehamilan akan meningkat binatang percobaan diketahui hubungan peningkatan
karena janin dan plasenta akan memobilisasi kalsium PTHrP dengan morfogenesis dan aliran darah ke payudara.
dari tubuh ibu untuk menieralisasi tulang pada tubnuh Selain itu PTHrPjuga akan mempertahankan kadar kalsium
janin. Lebih dari 33 gram kalsium terakumulasi pada palsma dengan cara meningkatkan resorpsi kalsium dari
tubuh janin selama perkembangan tulang, dan sekitar tulang, mengurangi ekskresi kalsium di ginjal dan secara
80% terjadi pada trimester ketiga dimana mineralisasi tak langsung menghambat sekresi PTH.
tulang terjadi dengan sangat cepat. Kebutuhan kalsium ini Absorpsi kalsium di usus selama laktasi tidak
akan menjadi lebih besar lagi, karena terjadi peningkatan meningkat, walaupun kebutuhan kalsium meningkat;
absorpsi kalsium di usus sampai 2 kali lipat atas pengaruh ha1 ini mungkin disebabkan tidak meningkatnya kadar
1,25(OH),D dan faktor-faktor lain. Kadar 1,2S(OH),D 1,25(13H),D.
meningkat selama kehamilan sampai aterm. Peningkatan Zecara biokimiawi, petanda resorpsi tulang dan
ini tidak berhubungan dengan peningkatan PTH, karena formasi tulang meningkat selama laktasi. Densitas massa
3446 PENYAKIT SKELETAL

tulangpun menurun selama laktasi. Peningkatan bone diooforektomi, ternyata estrogen dapat menghambat
turnover ini diduga lebih disebabkan oleh peningkatan pelepasan prostaglandin.
PTHrP dan bukan karena penurunan estrogen setelah Efek HRT terhadap produksi kalsitonin in vivo
persalinan. Walaupun demikian, kehilangan densitaj massa masih kontroversial, sementara pada penelitian in
tulang akan pulih kembali setelah masa laktasi selesai. vitro didapatkan bahwa 17P-estradiol ternyata dapat
Sarna halnya denga selama kehamilan, osteoporosis pada merangsang sel C-tiroid untuk meningkatkan produksi
laktasi bukan merupakan problem yang serius, kecl~alibila kalsitonin.
didapatkan faktor risiko osteoporosis lainnya. Absorpsi estrogen sangat baik melalui kulit, mukosa
(misalnya vagina) dan saluran cerna. Pemberian estradiol
transdermal akan mencapai kadar yang adekuat di dalam
TERAPI SULlH ESTROGEN darah pada dosis 1/20 dosis oral. Estrogen oral akan
mengalami metabolisme terutama di hati. Estrogen yang
Secara pasti, tidak diketahui bagaimana rnekanisme anti beredar di dalam tubuh sebagian besar akan terikat dengan
resorptif estrogen terhadap tulang, walaupun demikian sex hormone-binding globulin (SHBG) dan albumin, hanya
diduga ada 2 mekanisme yaitu mekanisme langsung dan sebagian kecil yang tidak terikat, tapi justru fraksi inilah
tidak langsung. yang aktif. Estrogen akan diekskresi lewat saluran empedu,
Reseptor estrogen ditemukan baik pada os~eoblas kemudian direabsorpsi kembali di usus halus (sirkulasi
normal maupun pada populasi osteoblast-likeosteosxcoma enterohepatik). Pada fase ini, estrogen akan dimetabolisme
cell. Reseptor pada sel-sel tersebut relatif dalam menjadi bentuk yang tidak aktif dan diekskresikan lewat
konsentrasiyang rendah bila dibandingkan dengan resptor ginjal. Merokok ternyata dapat menurunkan aktivitas
pada sel target estrogen yang lain. Pada penelitian in vitro, estrogen secara bermakna. Efek samping estrogen
ternyata 17P-estradiol akan meningkatkan mRNA ~ a d sel a meliputi nyeri payudara (mastalgia), retensi cairan,
osteoblas yang bertanggung jawab pada sintesis rantai peningkatan berat badan, tromboembolisme dan pada
a1 prokolagen tipe I. Selain itu 17P-estradiol juga akan pemakaian jangka panjang dapat meningkatkan risiko
meningkatkan mRNA insulin-like growth factor- 7 (IGF-1) kanker payudara.
dan PTH yang dirangsang oleh aktivitas adenilat siklase. Beberapa preparat estrogen yang dapat dipakai
I L - I dan ThlF merupakan sitokin yang akan dengan dosis untuk anti resorptifnya adalah estrogen
meningkatkan stimulasi osteoblas untuk pertumbuhan terkonyugasi 0,625 mglhari, 17P-estradiol oral 1-2 mg/
dan pematangan osteoklas dari prekursornya di sumsum hari, 17P-estradiol transdermal 50 pg/hari, 17P-estradiol
tulang. Selain itu, kedua sitokin tersebut juga akan perkutan 1,5 mg/hari dan 17P-estradiol subkutan 25-50
meningkatkan pelepasan mediator-mediator lain yang mg setiap 6 bulan.
juga berperan untuk pematangan osteoklas, seperti IL-6, Kontraindikasi absolut penggunaan estrogen adalah
M-CSF dan GM-CSF. Pada penelitian, dapat dibuktikan kanker payudaran kanker endometrium, hiperplasi
bahwa estradiol dapat menghambat pelepasan TNF oleh endometrium, kehamilan, perdaran uterus disfungsional,
monosit dan wanita yang telah mengalami ooforektomi hipertensi yang sulit dikontrol, penyakit tromboembolik,
menunjukkan peningkatan konsentrasi IL-I sampai IL-6. karsinoma ovarium dan penyakit hati yang berat.
Selain itu estrogen juga akan menghambat produksi Sedangkan kontraindikasi relatif termasuk infark miokard,
IL-6 baik oleh osteoklas maupun sumsum tulang. Pada strokee, hiperlipidemia familial, riwayat kanker payudara
penelitian biopsi tulang, didapatkan bahwa kadar mRNA dalam keluarga, obesitas, perokok, endometriosis,
yang mengkoding IL-la, IL-'IP, TNFa dan IL-6 pada melanoma malignum, migrain berat, diabetes melitus yang
wanita yang menggunakan HRT ternyata lebih rendah tidak terkontrol dan penyakit ginjal.
dibandingkan pada spesimen tanpa HRT. Penelitian lain Kombinasiestrogen dan progesteronakan menurunkan
rnenunjukkan bahwa konsentrasi estrogen yang normal risiko kanker endometrium dan harus diberikan pada
akan menekan pelepasan IL-I oleh monosit darah setiap wanita yang mendapatkan HRT, kecuali yang telah
perifer. menjalani histerektomi. Kombinasi ini dapat diberikan
Faktor lokal lain adalah prostaglandin, terutarna secara kontinyus maupun siklik. Pemberian konyinyus
PGE, yang pada kadar rendah akan merangsang formasi akan menghindari perdarahan bulanan.
tulang sedangkan pada kadar tinggi akan merangsang Tibolon merupakan steroid sintetik yang dapat
resorpsi tulang melalui osteoblas. Efek estrogen terhadap mengkontrol gejala sindrorn defisiensi estrogen, terrnasuk
prostaglandin tidak diketahui secara jelas, tetapi pada osteoporosis, tetapi tidak menyebabkan perdarahan
kultur jaringan tulang yang diambil dari tikus yang uterus.
PERAN ESTROGEN PADA PATOGENESIS OSTEOPOROSIS 3447

RALOKSIFEN Bone Diseases and Disorders of Mineral Metabolism. 5th ed.


American Society for Bone and Mmeral Research, Washington
DC, 2003:316-23.
Raloksifen merupakan anti estrogen yang mempunyai 9, Kmis JA,BorgstromF,DeLaetCetal.Assessment of fracture
efek seperti estrogen di tulang dan lipid, tetapi tidak risk. Osteoporosis Int 2005(16):581-9.
menyebabkan perangsangan endometrium dan payudara.
Golongan preparat ini disebut juga selective estrogen
receptor modulators (SERM). Obat ini dibuat untuk peng-
obatan osteoporosis dan FDA juga telah menyetujui
penggunaannya untuk pencegahan osteoporosis.
Dibandingkan dengan 17P-estradiol, raloksifen
memiliki efek konservasi tulang yang sama pada tikus yang
diovariektomi yang diperiksa dengan alat DXA.
Mekanisme kerja raloksifen terhadap tulang, sama
dengan estrogen, tidak sepenuhnya diketahui dengan
pasti, tetapi diduga melibatkan TGFP, yang dihasilkan
oleh osteoblas dan osteoklas dan berfungsi menghambat
diferensiasi osteoklas dan kehilangan massa tulang. Pada
penelitian terhadap 251 wanita pasca menopause, ternyata
raloksifen dapat menurunkan kadar kolesterol 5-10% tanpa
merangsang endometrium dan menurunkan petanda
resorpsi dan formasi tulang sama dengan estrogen. Gejala
klasik anti estrogen, seperti hot flushes, didapatkan pada
12-20% wanita yang mendapatkan raloksifen, sementara
mastalgia lebih banyak didapatkan pada wanita yang
mendapat estrogen.
Aksi raloksifen diperantarai oleh ikatan raloksifen pada
reseptor estrogen, tetapi mengakibatkan ekspresi gen
yang diatur estrogen yang berbeda pada jaringan yang
berbeda. Dosis yang direkomendasikan untuk pengobatan
osteoporosis adalah 60 mg/hari.
Pemberian raloksifen peroral akan diabsorpsi dengan
baik dan mengalami metabolisme di hati. Raloksifen akan
menyebabkan kecacatan janin, sehingga tidak boleh
diberikan apada wanita yang hamil atau berencana untuk
hamil'.

REFERENSI

Favus J Murray et a1 (eds). Primer on The Metabolic


Bone Disease and Disorders of Mineral Metabolism. 5th
ed. American Societry for Bone and Mineral Research,
Washington DC, 2003.
Marcus R, Feldman D, Kelsey J (eds). Osteoporosis,v o l 2 2nd
ed. Academic Press, San Diego, 2001.
Meunier PJ. Osteoporosis: Diagnosis and Management. 1st
ed. Mosby, London, 1998.
Wolf AD, Dixon AJ. Osteoporosis: A Clinical Guide. 2nd ed.
Martin Dunitz, London 1998.
Seeman E. Bone Quality. Advances in Osteoporotic Fracture
Management 2002;2(1):2-8
Watts NB. Bone Quality: Getting Closer to a Definition.J Bone
Miner Res 2002;17(7):1148-50.
Seeman E. Pathogenesis of bone fragility in women and men.
Lancet 2002;359:1841-50
Kanis JA. Assessment of Fracture Risk. Who Should be
Screened ? In: Favus MJ et a1 (eds). Primer on the Metabolic
FRAGILITAS SKELETAL DAN OSTEOPOROSIS
Bambang Setiyohadi

PENDAHULUAN massa tulang sebesar 1 standard deviasi, identik dengan


peningkatan risiko fraktur 2 kali lipat, tetapi peningkatan
Tulang merupakan jaringan penyokong yang berrfungsi densitas massa tulang sebesar 1 standard deviasi sebagai
sebagai penyokong tubuh, penguat, alat gerak pajif dan hasil pengobatan osteoporosis, tidak identik dengan
melindungi organ-organ di dalam tubuh kita. Sebagai penurunan risiko fraktur menjadi setengahnya. Hal ini
organ penyokong dan penguat, tulang harus bersifat berhubungan dengan proses mineralisasi tulang sebagai
keras sehingga dapat menerima beban yang besar. dilain hasil pengobatan. Peningkatan densitas tulang setelah
pihak, tulang juga harus lentur sehingga dapat menyerap pengobatan ternyata merupakan hasil mineralisasi yang
energi saat pembebanan, dan tidak mudah patah. Bila berlebihan, sehingga tulang menjadi keras, tetapi kurang
tulang terlalu lunak, maka tulang tersebut tidak akan lentur, sehingga mudah fraktur.
dapat mengangkat atau menahan beban yang berat. Dari masalah tersebut diatas, maka disimpulkan bahwa
Sebaliknya bila tulang terlalu keras, maka akan rrenjadi kekuatan tulang memegang peran yang sangat penting
getas dan rnudah patah bila menerima bebar yang sebagai faktor risiko fraktur akibat osteoporosis.Ada 2
berat. Kelenturan adalah kemampuan dari suatu benda variabel yang harus diperhitungkan yang menentukan
untuk berubah bentuk bila mendapat gaya atau beban kekuatan tulang, yaitu kuantitas tulang dan kualitas tulang.
dan kembali ke bentuk semula setelah gaya atau beban Kuantitas tulang meliputi ukuran tulang dan densitas
tersebut hilang. Di dalam tubuh kita, tulang yang keras tulang, sedangkan kualitas tulang meliputi boneturnover,
dimiliki oleh tulang-tulang panjang, sedangkan tulang arsitektur tulang, akumulasi kerusakan tulang, derajat
yang lentur didapatkan pada korpus vertebra. Tulang mineralisasi dan kualitas kolagen pada jaringan tulang
panjang memiliki bagian tulang termineralisas yang tersebut.
jauh dari aksis longitudinal, sehingga meningkatk~narea
potong lintangnya dan meningkatkan resistensi terhadap
beban dan tidak mudah berubah bentuk maupun ditekuk. DENSITAS TULANG DAN OSTEOPOROSIS
Tulang trabekular memiliki struktur seperti jaring sehingga
mampu menyerap energi saat mendapat beban, mampu Tulang yang termineralisasi dibatasi oleh periosteum
berubah bentuk dan kembali ke ebntuk semula, tetapi disebelah luar dan endosteum disebelah dalam. Aktivitas
ketahanan terhadap beban lebih kecil dibandingkan selular pada tulang yang meliputi proses formasi dan
tulang panjang. resorpsi selama pertumbuhan dan penuaan akan
Akhir-akhir ini, ada perubahan paradigma dalarn menghasilkan perubahan pada ukuran, bentuk, arsitektur,
pengobatan osteoporosis.Tujuan pengobatan osteoporosis massa dan kekuatan tulang tersebut. Formasi tulang
tidak hanya sekedar untuk menurunkan resorpsi tulang periosteal akan memperbesar tulang pada penampang
atau meningkatan densitas tulang, tetapi yanc lebih melintang, sedangkan formasi dan resorpsi endosteal
penting adalah mencegah fraktur. Dahulu diangap akan menyebabkan pertambahan atau penguranganjarak
bahwa peningkatan densitas tulang sudah cukup untuk antara periosteum dan endosteum, sehingga menentukan
mencegah terjadinya fraktur akibat osteoporosis, tetap- ketebalan tulang tersebut. Pada tingkat trabekula, formasi
ternyata tidak sesederhana itu. Penurunan densitas tulang akan mempertebal trabekula, sedangkan resorpsi
FRAGlLlTAS SKELETAL DAN OSTEOPOROSIS

tulang akan mempertipis trabekula, menyebabkan matriks tulang yang disebut osteoid, dilanjutkan dengan
perforasi trabekula bahkan putusnya trabekula. mineralisasi primer yang berlangsung dalam waktu yang
Selama pertumbuhan, bila dilakukan pengukuran singkat dilanjutkan dengan mineralisasi sekunder dalam
densitas massa tulang (BMD), tampak peningkatan yang waaktu yang lebih panjang dan tempo yang lebih lambat
bermakna, tetapi ha1 ini tidak menggambarkan bahwa sehingga tulang menjadi keras.
densitas tulang juga meningkat meningkat, karena yang Pada awalnya, proses remodeling ini berlangsung
bertambah adalah ukuran tulangnya, tidak densitasnya. seimbang, sehingga tidak ada kekurangan maupun
Pada proses penuaan, terjadi resorpsi pada daerah kelebihan massa tulang. Tetapi dengan bertambahnya
endokortikal, intrakortikal dan permukaan trabekula, umur, proses formasi menjadi tidak adekuat sehingga
sehingga trabekula menipis atau menghilang dan korteks mulai terjadi defisit massa tulang. Proses ini diperkirakan
tulang menipis dan menjadi porous. Secara bersamaan, mulai pada dekade ketiga kehidupan atau beberapa tahun
terjadi formasi periosteal yang akan mengkompensasi sebelum menopause. Sampai saat ini, belum diketahui
penipisan tulang dari arah endosteum. Pada laki-laki, secara pasti, apa penyebab penurunan formasi tulang pada
proses aposisi periosteal lebih besar dibandingkan yang usia dewasa, mungkin berhubungan dengan penurunan
terjadi pada wanita, sehingga pada usia tua, tulang wanita aktivitas individu yang bersangkutan, atau umur osteoblas
akan lebih tipis dibandingkan dengan tulang pada laki-laki, yang memendek, atau umur osteoklas yang memanjang
sehingga wanita lebih mudah fraktur. atau sinyal mekanik dari osteosit yang abnormal.
Fraktur akibat osteoporosis pada laki-laki dan wanita Defisiensi estrogen pada wanita menopause telah
pada umumnya disebabkan densitas tulang yang rendah. lama diketahui memegang peran yang penting pada
Pada penderita osteoporosis, terjadi penurunan densitas pertumbuhan tulang dan proses penuaan. Penurunan
tulang yang merata pada seluruh tulang, tetapi penurunan kadar estrogen akan memacu aktivitas remodeling
densitas yang terberat adalah pada lokasi dimana fraktur tulang yang makin tidak seimbang karena osteoblas tidak
terjadi. dapat mengimbangi kerja osteoklas, sehingga massa
Vertebra merupakan bagian tulang yang paling sering tulang akan menutrun dan tulang menjadi osteoporotik.
mengalami fraktur pada penderita osteoporosis, karena Aktivitas osteoklas yang meningkat akan mennyebabkan
korpus vertebra merupakan tulang yang relatif lebih kecil terbentuknya lakuna Howship yang dalam dan putusnya
ukurannya dengan korteks yang tipis dan trabekulasi yang trabekula, sehingga kekuatan tulang akan mwnjadi turun
juga menipis atau malah menghilang, terutama trabekula dan tulang mudah fraktur.
yang horizontal. Kehilangan trabekula pada laki-laki Selain itu, defisioensi estrogen juga akan meningkat-
berbeda daripada wanita. Pada wanita proses osteoporosis kan osteoklastogenesis dengan mekanisme yang belum
terjadi karena penurunan kadar estyrogen yang drastis, sepenuhnya dimengeri. Lingkungan mikro di dalam
sehingga resorpsi osteoklas terjadi berlebihan dan tidak sumsum tulang memegang peranan yang sangat penting
dapat diimbangi oleh formasi osteoblas. Akibatnya, terjadi pada osteoklastogenesis, karena disini dihasilkan berbagai
perforasi trabekula dan putusnya trabekula. Pada laki-laki, sitokin seperti tumour necrosis factors (TNF) dan berbagai
walaupun resorpsi lebih aktif dibandingkan pada usia macam interleukin. Faktor-faktor sistemik yang turut
muda, tetapi formasi jauh menurun dibandingkan dengan menunjang suasana ini adalah berbagai hormon seperti
peningkatan resorpsi, sehingga hasilnya adalah penipisan hormon paratiroid (PTH), estrogen dan 1,25(0H),vitamin
trabekula tanpa perforasi atau putusnya trabekula. Oleh D, yang turut berperan merangsang osteoklastogenesis
sebab itu, tulang laki-laki juga relatif lebih kuat dibanding- melalui perangsangan reseptor pada permukaan sel
kan dengan wanita. turunan osteoblas. Osteoblas diketahui menghasilkan
berbagai faktor yang dapat menghambat maupun
merangsang osteoklastogenesis. Osteoprotegerin adalah
KEHILANGAN MASSA TLILANG PADA PROSES anggota superfamili TNF yang larut yang dihasilkan oleh
PENUAAN osteblas yang dapat menghambat osteoklastogenesin.
Sedangkan faktor yang merangsang osteoklastogenesis
Setelah pertumbuhan berhenti dan puncak massa tulang yang dihasilkan osteoblas adalah nuklear factor kappa B
tercapai, maka proses remodeling tulang akan dilanjutkan (RANK) ligand (RANKL), yang akan melekat pda reseptor
pada permukaan endosteal. Osteoklas akan melakukan RANK pada permukaan osteoklas. Selain itu, osteoblas
resorpsi tulang sehingga meninggalkan rongga yang di- dan sel stromal sumsum tulang juga menghasilkan
sebut lakuna Howship pada tulang trabekular atau rongga macraphage colony stimulating factor (M-CSF) yang akan
kerucut (cuffing cone) pada tulang kortikal. Setelah resorpsi meningkatkan proliferasi sel prekursor osteoklas.
selesai, maka osteoblas akan melakukan formasi tulang Ekspresi yang berlebih dari osteoprotegerin akan
pada rongga yang ditinggalkan osteoklas membentuk menghasilkan tulang yang sangat keras yang disebut
PENYAKIT SKELETAL

osteopetrosis, sedangkan ablasi genetik osteoprotegerin sernbuh dari luka tanpa rnernbentukjaringan parut. Seperti
akan rnenghasilkan osteoporosis, karena tidak ada diketahui, ada 4 rnacarn set pada jaringan tulang, yaitu sel
pengharnbat osteoklastogenesis. Sebaliknya ablasi osteoprogenitor, osteoblas, osteoklas dan osteosit. Osteo-
genetik RANKL dan RANK juga akan akan rnenghasilkan klas berfungsi rnelakukan resorpsi tulang, rnernbuang
osteopetrosis, karena tidak ada osteoklastogenesis. bagian-bagian tulang yang rusak yang kernudian akan diisi
Defisiensi estrogen pada laki-laki juga berperan pada kernbali oleh osteoblas rnelalui proses forrnasi sehingga
kehilangan rnassa tulang. Penurunan kadar es~radiol terbentuk jaringan tulang yang baru. Osteoblas berasal
dibawah 40 pMol/L pada laki-laki akan rnenyebabkan dari sel osteoprogenitor. Setelah osteoblas rnenyelesaikan
osteoporosis. Falahati-Nini dkk rnenyatakan bahwa tugasnya, rnaka osteoblas akan berubah rnenjadi osteosit
estrogen pada laki-laki berfungsi rnengatur r ~ s o r p s i dan terbenarn di dalarn rnatriks tulang yang baru. Sebagian
tulang, sedangkan estrogen dan progesteron rnengatur osteoblas akan berjajar pada perrnukaan tulang dan
forrnasi tulang. Kehilangan rnassa tulang trabekulsr pada berubah bentuk rnenjadi bone linning cells yang sarnpai
laki-laki berlangsung linier, sehingga terjadi penipisar sekarang belurn diketahui fungsinya. Diduga, bone linning
trabekula, tanpa disertai putusnya trabekula seperti pada cells berfungsi sebelurn resorpsi dan forrnasi terjadi.
wanita. Penipisan trabekula pada laki-laki terjadi karens Osteoklas tidak dapat rnelakukan resorpsi pada tulang
penurunan forrnasi tulang, sedangkan putusnya trabekula yang tidak terrnineralisasi. Perrnukaan tulang dilapisi
pada wanita disebabkan karena peningkatan resorpsi yang oleh kolagen yang tidak termineralisasi. Sebelurn resorpsi
berlebihan akibat penurunan kadar estrogen yang drastis terjadi, bone linning cells akan rnernbersihkan lapisan ini,
pada waktu menopause. sehingga tulang yang terrnineralisasi akan terbuka. Setelah
Dengan bertarnbahnya urnur, remodeling endokortikal resorpsi selesai dan lakuna Howship terbentuk, kernbali
dan intrakortikal akan rnenuingkat, sehingga kehilangan bone linningcells bekerja rnernbersihkan lakuna Howship
tulang terutarna terjadi pada tulang kortikal dan dari sisa-sisa pekerjaan osteoklas, baru osteoblas bekerja
rneningkatkan risiko fraktor tulang kortikal, rnisalnya pada rnelakukan proses forrnasi tulang. Osteoblasjuga berperan
femur proksirnal.Total perrnukaantulang untuk remodeling rnernbersihkan kolagen yang tidak terrnineralisasi di
tidak berubah dengan bertarnbahnya urnur, hanya ber- perrnukaan tulang sebelurn osteoklas bekerja, yaitu
pindah dari tulang trabekular ke tulang kortikal. dengan cara rnengeluarkan proteinase neutral.
Faktor lain yang turut berperan pada kehilangan Osteosit rnerupakan sel yang berbentuk stelat yang
rnassatulang, baik pada laki-laki rnaupun wanita tua adalah rnernpunyai juluran sitoplasrna (prosesus) yang sangat
rnalabsorpsi kalsiurn di usus sehingga kadar kalsiurn di panjang yang akan berhubungan dengan prosesus
dalam serum rnenurun dan tirnbul hiperparatiroidisme osteosit yang lain dan juga dengan bone linning cells. Di
sekunder yang akan rneningkatkan remodeling tulang. dalam rnatriks, osteosit terletak di dalarn rongga yang
Peningkatan remodeling tulang akan rnenyebabkan disebut lakuna, sedangkan prosesusnya terletak di dalarn
kehilangan rnassa tulang yang telah terrnineralisasi terowongan yang disebut kanalikuli. Lakuna dan kanalikuli
secara sernpurna (rnineralisasi primer dan sekunder) berhubungan satu sarna lain, terrnasuk dengan lakuna
dan akan digantikan tulang baru yang rnineralisasinya dan kanalikuli dari osteosit lain dan bone linning cells
belum sernpurna (hanya rnineralisasi primer). Perneriksan diperrnukaan tulang rnernbentuk jaringan yang disebut
densitornetri tulang tidak dapat nrnernbedakan penurunan sistem lakunokanalikular (LCS). Sistern LCS berisi cairan
densitas akibat penurunan rnassa tulang yang ter- yang rnerendarn osteosit dan prosesusnya dan turut
rnineralisasi atau remodeling yang berlebih sehingga berperan pada rnekanisrne penyebaran rangsang rnekanik
tulang terdiri dari carnpuran tulang tua yang sudah rneng- dan kirnia yang diterima tulang rnelalui transduksi mekano-
alami rnineralisasi sekunder dan tulang rnuda yang baru bio-elektro-kemikal.
rnengalarni rnineralisasi primer. Jaringan LCS sangat penting untuk kehidupanjaringan
Secara biornekanika, derajat rnineralisasi rnenegang tulang yang sehat. Osteosit merupakan mekanosensor bagi
peran yang sangat penting terhadap fragilitas dan jaringan tulang. Adanya rangsang rnekanik dan kimia pada
kekuatan tulang karena tulang yang terlalu keras akibat jaringan tulang akan diteeruskan ke sernua osteosit dan
rnineralisasi yang lanjut akan rnenjadi getas, sebaliknya jaringan tulang rnelalui struktur padat jaringan tulang,
tulang yang belurn sempurna rnineralisasinya aka1 atau tekanan pada cairan di dalarn sistern LCS, sehingga
rnenjadi kurang keras. sernua osteosit terangsang dan proses remodeling tulang
berjalan dengan normal. Bila osteosit rnati, rnaka lakuna
yang diternpatinya dan rnatriks tulang disekitarnya akan
MIKROPATOANATOMI OSTEOPOROSIS diresorpsi dan diforrnasi atau LCSnya dibiarkan kosong
dan mengalarni rnineralisasi.
Tulang rnerupakan jaringan di dalarn tubuh yang dapat Pada tulang yang osteoporotik, terjadi diskoneksi
FRAGILITAS SKELETAL DAN OSTEOPOROSIS

antara prosesus-prosesus tersebut dan osteosit dapat Pada penelitian terhadap penggunaan risedronat pada
terpencil sendiri dan berubah bentuk. Akibatnya transduksi pendrita osteoporosis, dilakukan biopsi pada krista iliaka
rnekano-bio-elektro-kemikal tidak berjalan dengan penderita yang rnendapat risedronat dan kontrol yang
sempurna dan proses remodeling tulang juga tidak tidak mendapat terapi, kemudian dilakukan pemeriksaan
sempurna, sehingga tulang akan kehilangan kemampuan dengan rnenggunakan high resolution 3 - 0 micro-
melakukan proses forrnasi setelah resorpsi berlangsung, computed tomography dan dianalisis mikrosarsitektur
akibatnya pada tulang yang osteoporotik, akan didapatkan iaringan tulang tersebut. Ternyata setelah 1 tahun,
banyak lakuna Howship yang pada akhirnya akan kelornpok yang mendapat risedronat menunjukkan tidak
menyerbabkan turunnya kekuatan tulang. ada perubahan dalam mikroarsitekturnya diabndingkan
Hal yang sarna juga terjadi pada penderita yang dengan data dasar, sebalinya dengan kelompok plasebo
mengalami imobilisasi lama, karena rangsangan beban menunjjuikkan perrburukan mikroarsitektur yang
pada tulang berkurang, sehingga transduksi rnekano- signifikan. Selain itu, pada kelompok plasebo juga
bio-elektro-kernikaljuga rnenjadi hilang, sehingga tulang didapatkan putusnya trabekula yang tidak didapatkan
rnenjadi osteoporotik. pada kelornpok risedronat. Putusnya trabekula bersifat
ireversibel dan sangat sulit dibentuk kembali, sehingga
mengakibatkan kekuatan tulang rnenurun. Penelitian yang
MIKROARSITEKTURTULANGDAN OSTEOPOROSIS dilakukan selarna 3 tahun juga rnenunjukkan hasil yang
serupa dengan penilitian yang sdilakukan selama 1 tahun.
Sifat mekanikal tulang sangat tergantung pada sifat Oleh sebab itu pada penelitian ini dapat disimpulkan
material tulang tersebut. Pada tulang kortikal, kekuatan bahwe risedronat dapat mernpertahankan kekuatan tulang
tulang sangat tergantung pada densitas tulang dan dibandingkan dengan plasebo.
porositasnya. Semakin bertambahnya urnur, tulang Fsktor lain yang juga turut berperan pada penurunan
semakin keras karena rneneralisasi sekunder sernakin kekuatan tulang adalah retakan rnikro (mocrodamage,
baik, tetapi tulang semakin getas, tidak mudah rnenerima microcracks) yang jurnlahnya rnakin banyak dengan
beban. bertambahnya usia. Diduga, retakan mikro ini berhubungan
Pada tulang trabekular, kekuatan tulang juga dengsn pembebanan yang repetitif yang dapat dirnulai
tergantung pada densitas tulang dan prositasnya. pada tingkat kolagen termasuk putusnya agregat kolagen-
Penurunan densitas tulang trabekular sekitar 25%, sesuai mineral maupun rusaknya serabut-serabut kolagen
dengan peningkatan umur 15-20 tahun dan penurunan tersebut. Berturnpuknya retakan rnikro ini dapat dilihat
kekuatan tulang sekitar 44%. dengan mikroskop cahaya. Walaupun belum diketahui
Selain densitas tulang, sifat mekanikal tulang secara pasti hubungan retakan mikro dengan sifat
trabekular juga ditentukan oleh mikroarsitekturnya, yaitu bio-rrekanik tulang secara invivo, banyak peneliti men-
susunan trabekulasi pada tulang tersebut, termasukjumlah, dapatkan bahawa bertumbuknya tulang yang rusak dan
ketebalan, jarak dan interkoneksi antara satu trabekula tulang yang mati pada jaringan tulang akan menurunkan
dengan trabekula lainnya. Dengan bertarnbahnya umur, kekuatan tulang tersebut. Sehingga retakan mikro secara
jumlah dan ketebalan trabekula akan menurun, jarak in vim mungkin mempunyai peran yang tidak sedikit
antara satu trabekula dengan trabekula lainnya bertarnbah dalarr~peningkatan fragilitas tulang penderita usia lanjut.
jauh dan interkoneksi juga makin buruk karena banyak
trabekula yang putus.
Jurnlah trabekular ternyata sangat penting dalam GEOMETRI TULANG DAN OSTEOPOROSIS
menentukan kekuatan tulang dibandingkan dengan
ketebalan trabekula. Penelitian Silva dan Gibson mendapat- Seperti diketahui bahwa pada tulang panjang, resorpsi
kan bahwa penurunan jumlah trabekula sampai terut3ma terjadi pada permukaan endosteal yang
batas penurunan densitas rnassa tulang 10% akan kernudian akan dikornpensasi dengan aposisi pada
rnenurunkan kekuatan tulang sampai 70%, sedangkan perrnukaan periosteal. Akibatnya, diameter tulang akan
penurunan ketebalan trabekula sarnpai batas penurunan bertanbah, tetapi ketebalan korteks mungkin berkurang.
densitas massa tulang lo%, hanya akan rnenurunkan Dengan bertambahnya diamerter tulang, maka tulang
kekuatan tulang 25%. Oleh sebab itu, mempertahankan panjang akan semakin tahan terhadap gaya yang akan
jumlah trabekula sangat penting pada penderita usia rnenekuk tulang termasuk gaya torsi terhadap tulang.
lanjut. Termasuk dalarn ha1 ini adalah terapi terhadap Proses remodeling tulang panjang pada laki-laki ternyata
osteoporosis, ditujukan untuk rnempertahankan atau juga berbeda dengan wanita. Proses resorpsi endosteal
memperbaiki jurnlah trabekula daripada mernpertahankan terjadi baik pada laki-laki maupun wanita, tetapi aposisi
ketebalan trabekula. periosteal terutarna terjadi pada laki-laki, sehingga
PENYAKIT SKELETAL

pada usia lanjut korteks tulang laki-laki lebih tebal rnenyebabkan vertebra rnelekuk dan juga beban pada
dibandingkan wanita, akibatnya tulang laki-lakijuga lebih vertebra akibat rnengangkat beban (sekitar 10%).
kuat dibandingkan wanita. Pada kolurn fernoris, kekuatan ditentukan oleh ukuran,
Pada korpus vertebra, perubahan ukuran seiring bentuk dan densitas rnassa tulang pada daerah itu. Gaya
dengan peningkatan urnur tidak terlalu nyata. Ericksen yang dibutuhkan untuk terjadinya fraktur femur pada
rnendapatkan bahwa ukuran rnelintang korpus vertebra stance phase selarna berjalan, adalah sekitar 1000-13.000
L3 dan L4 rnernanjang sedikit, baik pada laki-laki N. Courtney dkk rnendapatkan bahwa kekuatan tulang
rnaupun wanita, sedangkan Mosekilde rnendapatkan akan rnenurun seiring bertarnbahnya usia. Selain usia,
ukuran rnelintang korpus vertebea lurnbal pada I&-laki besar beban, arah beban dan geornetri kolurn fernorisjua
rneningkat 25-30% dari urnur 20-90 tahun, sedangkan rnenentukan kapasitas femur proksirnal dalarn rnenahan
pada wanita tidak ada perubahan ukuran. beban. Makan besar femur, rnakin tinggi kapasitas
Penelitian perubahan ukuran geornetri kolurn fernoris penahanan bebannya. Pada kolurn fernoris, kapasitas ini
sesuai dengan perubahan urnur dilakukan oleh Beck dkk juga ditentukan oleh luas area kolurn fernoris, lebar kolurn
yang rnelibatkan 1044 wanita berurnur 18-89 tahun. Pada fernoris dan panjang aksis kolurn fernoris; rnakin besar
wanita dibawah 50 tahun, terjadi penurunan densitas sernua faktor tersebut, rnakin besar kapasitasnya untuk
tulang 4% per-dekade, tetapi tidak ada perubahan pada rnenahan beban.
geornetri kolurn fernoris. Sebaliknya pada wanita diatas 50
tahun, terjadi penurunan dnsitas tulang 7% per-dekade
diikuti dengan penurun are rnelintang kolurn fernoris 7% BONE TURNOVER DAN OSTEOPOROSIS
per-dekade dan momen inertia 5% per-dekade. Pa.Ja laki-
laki, tidak ada perubahan geornetri pada kolurn fernoris Bone turnover rnerupakan rnekanisme fisiologik yang
dengan bertarnbahnya usia. Dengan dernikian, pada sangat penting untuk mernperbaiki tulang yang risak atau
wanita, terjadi peningkatan tekanan pada kolurn fernoris rnengganti "tulang tua" dengan "tulang baru". Petanda
dari 25-40% seiring dengan bertarnbahnya usia dari bone turnover, yang rneliputi petanda resorpsi dan petanda
50-80 tahun. Dengan dernikian, kekuatan tulang wanita formasi tulang, rnerupakan kornponen rnatriks tulang atau
akan rnakin rnenurun seiring dengan bertarnbahnya enzirn yang dilepaskan dari sel tulang atau rnatriks tulang
usia. pada waktu proses remodeling tulang. Petanda ini dapat
rnenggarnbarkan dinarnika remodeling tulang, tetapi tidak
rnengatur remodeling tulang. Yang termasuk petanda
BlOMEKANlKA KEKUATAN KORPUS VERTEBRA resorpsi tulang adalah hidroksiprolin (HYP), piridinolin
DAN KOLUM FEMORIS (PYD), Deoksipiridinolin (DPD), N-terminal cross-linking
telopeptaide of type I collagen (NTX) dan C-terminal cross-
Korpus vertebra tersusun atas tulang trabekular ditengah- linking telopeptide of type I collagen (CTX); sedangkan
nya dengan kulit tipis yang terdiri dari tulang kortikal petanda forrnasi tulang adalah Bone alkalinephosphatase
disebelah luarnya. Pada vertebra, beban tekanan (BSAP), Osteokalsin (OC), Procollagen type IC-propeptide
akan dipindahkan dari diskus intervertebrsl ke korpus (PICP) dan Procollagen type I C-propeptide (PINP).
vertebral didekatnya. Dengan bertarnbahnya urnur, Pengobatan dengan anti resorptif akan rnenurunkan
terjadi perubahan pada diskus intervertebral, kulit korpus kadar petanda bone turnover lebih cepat dibandingkan
vertebral dan bagian tengah korpus vertebral. Ketebalan dengan perubahan densitas rnassa tulang yang diukur
kulit korpus vertebral menurun dari 400-500 prn pada dengan alat DEXA. Penurunan ini terjadi lebih cepat
urnur 20-40 tahun rnenjadi 200-300 prn pada usia 70-80 daripada perubahan BMD, sehingga dapat digunakan
tahun dan 120-i50 prn pada penderita osteoporotik. untuk rnengukur efektifitas pengobatan. Pada penelitian
Kulit korpus vertebra rnenentukan 10-30% kekuatan dengan risedronat (VERT study) didapatkan bahwa
korpus vertebra. Pada penelitian di laboratoriurn, ternyata penurunan NTX urin > 60% dan CTX urin > 40% setelah
kekuatan vertebra torakolumbal rnenurun dar 8000- pengobatan 3-6 bulan berhubungan dengan penurunan
10.000 N pada usia 20-30 tahun rnenjadi 1000-2000 N risiko fraktur vertebra dalarn waktu 3 tahun.
pada usia 70-80 tahun. Pada penderita osteoporosis, Walaupun dernikian, terdapat hubungan yang
kekuatan tulang vertebra rnungkin lebih rendah lagi. kompleks antara turnover tulang dengan kualitas tulang.
Berbagai penelitian rnenunjukkan bahwa kekuatan tulang Tidak selarnanya penekanan turnover tulang jangka
vertebra tergantung pada densitas rnassa tulang dan panjang rnenghasilkan kualitas tulang yang baik, karena
geornetri tulang vertebra tersebut. Fraktur pada tulang tulang rnenjadi sangat keras akibat rnineralisasi sekunder
vertebra terutama berhubungan dengan risiko ~erjatuh yang berkepanjangan dan tulang rnenjadi getas dan
(sekitar 40%), sedangkan faktor lainnya adalah gaya yang rnudah fraktur.
FRAGlLlTAS SKELETAL DAN OSTEOPOROSIS 3453

KOLAGENDAN MATRIKSYANGTERMINERALISASI Cellular Basis of Bone Disease. Advances in Osteoporotic


Fracture Management 2002;2(1):9-14
DAN OSTEOPOROSIS 5 Bouxsein ML. Biomechanics of Age-Related Fractures. In:
Marcus R, Feldman D, Kelsey J (eds). Osteoporosis. Vol 1,
- ditentukan oleh sifat kolaqen
Kualitas tulanq- -iuqa - dan 2nd ed. Academic Press, London, 2001:509-34.
rnatriks tulang yang terrnineralisasi,terrnasukjurnlah dan 6. Rubin CT, Rubin J. Biomechanics of Bone. In: Favus MJ (ed).
Prmer on the Metabolic Bone Diseases and Disorders of
sifat mineral dan rnatriks tulang, ukuran kristalit rnineral Mineral Metabolism. 4th ed. Lippincot Williams & Wilkins.
tulang, tipe dan jurnlah collagen cross-link. Paschalis Phi-adel~hia1999:39-44.
dkk, rnelakukan penelitian pada spesirnen hasil biopsi 7. n Homminga J, Verhaar JAN, Weinans H.
Van ~ e r ' ~ i n d eJC,
krista iliaka dengan rnenggunakan Fourier Transform Mechanical Consequence of Bone Loss in Cancellous Bone. J
Bone Miner Res 2001;16(3):457-65.
infrared ~icroscopicimaging (FI'TRI). Pada ~enelitianini 8, The European Prospective Osteoporosis Study (EPOS)
- spesimen sebelurn dan sesudah diberikan
dibandinqkan Grctup. The Relationship Between Bone Density and Incident
terapi pengganti hormonal (HRT) selarna 2 tahun. ~erte'bralFracture in Men and Women. J one Miner Res
2002;17(12):2214-21.
dipresentasikan secara skala pseudo-co1or, 9. Bar:seX,Devogelaer J, DelloyeCet al. IrreversiblePerforation
yaitu minimum ditunjukkan dengan warna biru dan in Vertebral Trabeculae? J Bone Miner Res 2003;18(7):1247- ..
rnaksirnurn ditunjukkan dengan warna rnerah. Ternyata 53.
10. Everts V, Delaisse JM, Korper W et al. The Bone Lining Cell:
setelah RT selarna 2 tabu n, didapatkan peningkatan
Its Xole in Cleaning Howship's Lacunae and Initiating Bone
kernatangan kristal yang ditunjukkan dengan peningkatan Formation. 1 Bone Miner Res 2002;17(1):77-90. ,,
ukuran kristal, rasio mineral: rnatriks beraeser
., kearah 11. Banse X. ~ i m TI, s Bailev, AT. *
~ k c h a n i c a lP r o ~ e r t i e sof
rnakin banyaknya rnatriks yang termineralisasi dan juga Adult ~ e r t e b r a i ' c a n c e l l o u sBone: corre1a;ion With
Collagen Intermolecular Cross-Links, J Bone Miner Res
didapatkan peningkatan rasio collagen cross-link, yang 20C2;17(9):1621-8.
, \ ,

juga menunjukkan kernatangan tulang. 12. Orwoll ES. Towards on Exuanded Understanding of tlie
Dari penelitian inui dapat disirnpulkan bahwa peng- Role of The Periosteum in ~ i e l e t aHealth. l J Bone ~ y n eRes r
obatan dengan antiresorptif, dalarn ha1 ini HRT dapat 20C 3;18(6):949-54
13. Ru-in C, Turner AS, Muller R et al. Quantity and QuaIity
rneningkatkan rnaturitas tulang, sehingga rnernperbaiki of Trabecular Bone in the Femur Are Enhanced by Strongly
kualitas tulang. Anabolic, Noninvasive Mechanical Intervention. J Bone Miner
Res 2002;17(2):349-57.
14. Borah B, Dufresne TE, Chmielewski PA. Risedronate
Preserves Trabecular Architecture and Increase Bone Strength
KESIMPULAN in Vertebra of Ovariectomized Minipigs as Measured by
Three-Dimensional Microcomputed Tomography. J Bone
Miner Res 2002;17(7):1139-47.
Kualitas tulang dan kuantitas tulang rnerupakan kornponen
15. Eastell R, Barton I, H a m o n RA et al. Relationship of Early
integral dari kekuatan tulang. Mernpertahankan dan Changes in Bone Resorption to the Reduction in Feacture Risk
rnemperbaiki rnikroarsitektur tulang sangat penting untuk With hsedronate. J Bone Miner Res 2003;18(6):1051-6.
mernpertahankan kualitas tulang. Turnover tulang yang :6. Paschalis EP, Boskey AL, Kassem M, Eriksen EF. Effect
of Hormone Replacement Therapy o n Bone Quality
tidak seirnbang akan berpengaruh terhadap rnineralisasi in Early Postmenopausel Women. J Bone Miner Res
tulang dan akhirnya juga berpengaruh terhadap kualitas 2003:18(6):955-9.
tulang dan kekuatan tulang. Salah satu faktor yang juga
berperan pada kualitas tulang adalah sifat kolagen dan
rnatriks tulang yang terrnineralisasi. Kekuatan tulang
rnerupakan faktor yang penting yang akan menentukan
apakah tulang rnudah fraktur atau tidak. Dengan dernikian
tujuan pengobatan osteoporosis yang terpenting
adalah rnenurunkan risiko fraktur, yaitu dengan cara
rnempertahankan kualitas dan kekuatan tulang.

REFERENSI

1. Seeman E. Bone Quality. Advances in Osteoporotic Fracture


Management 2002;2(1):2-8
2. Watts NB. Bone Quality: Getting Closer to a Definition. J Bone
Miner Res 2002;170:1148-50.
3. Seeman E. Pathogenesis of bone fragility in women and men.
Lancet 2002;359:1841-50
4. T a t e MLK, T a m i AEG, B a u e r TW, K n o t h e U.
Micropathoanatomy of Osteoporosis: lndications for a
PENDEKATAN DIAGNOSIS OSTEOPOROSIS
Bambang Setyohadi

PENDAHULUAAN massa tulang, pemeriksaan radiologik dan fungsi beberapa


organ terkait, seperti ginjal, hati, saluran cerna, tiroid dan
Osteoporosis adalah kelainan skeletal sistemik yang sebagainya.
ditandai oleh compromised bone strength sehingga
tulang mudah fraktur. Osteoporosis merupakan penyakit
metabolik tulang yang tersering didapatkan, ditandai oleh ANAMNESIS
densitas massa tulang yang menurun sampai melewati
ambang fraktur. Berbagai fraktur yang berhubungan Anamnesis memegang peranan yang penting pada evaluasi
dengan osteoporosis adalah kompresi vertebral, fraktur penderita osteoporosis. Kadang-kadang, keluhan utama
Colles dan fraktur kolum femoris. Prevalensi fraktur dapat langsung mengarah kepada bdiagnosis, misalnya
kompresi vertebral adalah 20% pada wanita Kaukasus fraktur kolum femoris pada osteoporosis, bowing leg pada
pasca menopause, sedangkan fraktur kolum femoris riket, atau kesemutan dan rasa kebal di sekitar mulut dan
meningkat secara bermakna pada wanita diatas 50 tahun
atau laki-laki diatas 60 tahun.
Tabel 1. Faktor Risiko Osteoporosis
Osteoporosis dibagi 2 kelompok, yaitu osteoporosis
primer (involusional) dan osteoporosis sekunder. Umur
Osteoporosis primer adalah osteoporosis yang tidak Setiap peningkatan umur 1 dekade berhubungan dengan
peningkatan risiko 1,4-1,8
diketahui penyebabnya, sedangkan osteoporosis sekunder
Genetik
adalah osteoporosis yang diketahui penyebabnya.
Etnis (Kaukasus/Oriental > orang hitam/Polinesia
Osteoporosis primer dibagi 2, yaitu osteoporosis tipe Gender (Perempuan > Laki-laki
I (dahulu disebut osteoporosis pasca menopause) dan Riwayat keluarga
osteoporosis tipe II (dahulu disebut osteoporosis senilis) Lingkungan
Makanan, defisiensi kalsium
Aktivitas fisik dan pembebanan mekanik
Obat-obatan, misalnya kortikosteroid, anti konvulsan,
PENDEKATAN DIAGNOSIS
heparin,
Merokok
Seorang dokter harus waspada terhadap kemungkinan
Al kohol
osteoporosis bila didapatkan : Jatuh (trauma)
Patah tulang akibat trauma yang ringan Hormon endogen dan penyakit kronik
Tubuh makin pendek, kifosis dorsal bertambah, nyeri Defisiensi estrogen
tulang Defisiensi androgen
Secara kebetulan ditemukan gambaran radiologik Gastrektomi, sirosis, tirotoksikosis, hiperkortisolisme
yang khas Sifat fisik tulang
Densitas massa tulang
Untuk mengetahui penyebab osteopenia, diperlukan Ukuran dan geometri tulang
evaluasi yang lengkap, seperti anamnesis, pemeriksaan Mikroarsitektur tulang
fisik, pemeriksaan biokimia tulang, pengukuran densitas Komposisi tulang
PENDEKATAN DIAGNOSIS OSTEOPOROSIS 3455

Tabel 2. Rasio Risiko Fraktur Panggul pada Berbgai Faktor Risiko Osteoporosis ~isesuaihn
dengan Umur dan BMD
lndikator risiko fraktur Tanpa BMD Dengan BMD
RR 95% CI RR 95% CI

lndeks massa tubuh (20 vs 25 kg/m2)


(30 vs 25 kg/m2)
Riwayat fraktur setelah 50 tahun
Riwayat parental dg fraktur panggul
Merokok
Pengguna kortikosteroid
Pengguna alkohol > 2 unit/hari
Artritis reumatoid

ujung jari pada hipokalsemia. Pada anak-anak, gangguan tipe 11, jering didapatkan alopesia, baik total atau hanya
pertumbuhan atau tubuh pendek, nyeri tulang, kelemahan berambut jarang.
otot, waddling gait, kalsifikasi ekstraskeletal, kesemuanya Pada rikets, beberapa penemuan fisik sering dapat
mengarah kepada penyakit tulang metabolik. mengarahkan ke diagnosis, seperti perawakan pendek,
Faktor lain yang harus ditanyakan juga adalah fraktur nyeri tulang, kraniotabes, parietal pipih, penonjolan sendi
pada trauma minimal, imobolisasi lama, penurunan tinggi kostokondral (rashitic rosary), bowing deformity tulang-
badan pada orang tua, kurangnya paparan sinar matahari, tulang panjang dan kelainan gigi.
asupan kalsium, fosfor dan vitamin D, latihan yang teratur Hipokalsemia ditandai oleh iritasi muskuloskeletal,
yang bersifat weight-bearing. yang berupa tetani. Biasanya akan didapatkan aduksi
Obat-obatan yang diminum dalam jangka panjang jempol tangan, fleksi sendi MCP dan ekstensi sendi-sendi
juga harus diperhatikan, seperti kortikosteroid, hormon IP. Pada keadaan yang laten, akan didapatkan tanda
tiroid, anti konvulsan, heparin, antasid yang mengandung Chovstek dan Trosseau.
alumunium, sodium-fluorida dan bifosfonat etidronat. Pada penderita hipoparatiroidisme idiopatik,
Alkohol dan merokok juga merupakan faktor risiko pemeriksa harus mencari tanda-tanda sindrom kegagalan
osteoporosis. poliglandular, seperti kandidiasis mukokutaneus kronik,
Penyakit-penyakit lain yang harus ditanyakan yang penyakit Adison, alopesia, kegagalan ovarium prematur,
juga berhubungan dengan osteoporosis adalah penyakit diabetes melitus, tiroiditis otoimun dan anemia pernisiosa.
ginjal, saluran cerna, hati, endokrin dan insufisiensi 'ads penderita hiperparatiroidisme primer, dapat
pankreas. ditemukan band keratoplastyakibat deposisi kalsium fosfat
Riwayat haid, umur menarke dan menopause, pada t ~ plimbik
i kornea.
penggunaan obat-obat kontraseptif juga harus Penderita dengan osteopoprosis sering menunjukkan
diperhatikan. Riwayat keluarga dengan osteoporosis juga kifosis dorsal atau gibbus (Dowager's hump) dan
harus diperhatikan, karena ada beberapa penyakit tulang penurJnan tinggi badan. Selain itu juga didapatkan
metabolik yang bersifat herediter. protutleransia abdomen, spasme otot paravertebral dan
kulit yang tipis (tanda McConkey).

PEMERIKSAAN FlSlS
PEMERIKSAAN BlOKlMlA TULANG
Tinggi badan dan berat badan harus diukur pada setiap
penderita osteoporosis. Demikian juga gaya berjalan Pemeriksaan biokimia tulang terdiri dari kalsium total
penderita, deformitas tulang, leg-length inequality, nyeri dalam serum, ion kalsium, kadar fosfor di dalam serum,
spinal dan jaringan parut pada leher (bekas operasi kalsium urin, fosfat urin, osteokalsin serum, piridinolin urin
tiroid ?). dan bila perlu hormon paratiroid dan vitamin D.
Sklera yang biru biasanya terdapat pada penderita Kalsium serum terdiri dari 3 fraksi, yaitu kalsium yang
osteogenesis imperfekta. Penderita ini biasanya juga terikat pada albumin (40%), kalsium ion (48%) dan kalsium
akan mengalami ketulian, hiperlaksitas ligamen dan kompleks (12%). Kalsium yang terikat pada albumin tidak
hipermobilitas sendi dan kelainan gigi. Cafe-au-lait spots dapat difiltrasi di glomerulus. Keadaan-keadaan yang
biasanya didapatkan pada sindrom McCune-Albright. mempengaruhi kadar albumin serum, seperti sirosis
Pada anak-anak dengan vitamin 0-dependent rickets hepatik dan sindrom nefrotik akan mempengaruhi kadar
3456 PENYAKIT SKELETAL

kalsiurn total serum. lkatan kalsiurn pada albumin sangat pengaruh 1,25 dihidroksivitarnin D,. Walaupun osteokalsin
baik terjadi pada pH 7-8. Peningkatan dan penurtunan dan alkali fosfatase rnerupakan indikator turnover tulang
pH 0,l secara akut akan rnenaikkan atau rnenurunkan yang sangat baik, tetapi peningkatannya tidak selalu
ikatan kalsiurn pada albumin sekitar 0,12 rng/dl. Pada paralel. Pada penyakit Paget, peningkatan alkali fosfatase
penderita hipokalsernia dengan asidosis rnetabolik yang jauh rnelebihi peningkatan osteokalsin, sehingga pada
berat, rnisalnya pada penderita gagal ginjal, koreksi penyakit ini, alkali fosfatase rnerupakan indikator aktivitas
asidernia yang cepat dengan natriurn bikarbonat akan penyakit yang sangat sensitif.
dapat rnenyebabkan tetani karena kadar ion kalsiurn akan Untuk rnenilai resorpsi tulang, dapat diukur
turun secara drastis. ekskresi hidroksiprolin (HYP), Pyridinoline (PYD) and
Ion kalsiurn rnerupakan fraksi kalsiurn plasma yang deoxypyridinoline (DPD) cross-links, di dalarn urin atau
penting pada proses-proses fisiologik, seperti kmtraksi N-terminal cross-linking telopeptaide of type I collagen
otot, pernbekuan darah, konduksi saraf, sekresi horrncn (NTX) dan C-terminal cross-linking telopeptide of type
PTH dan rnineralisasi tulang. Pengukuran kadar ion kal- I collagen (CTX) di dalarn serum atau urin.
siurn jauh lebih berrnakna daripada pengukuran kadar Pyridinoline cross-links berfungsi rnengikat
kalsiurn total. beberapa rnolekul monomer kolagen rnenjadi serat
Ekskresi kalsiurn urin 24 jam juga harus diperhatikan kolagen. lkatan piridiniurn ini hanya dapat dilepas pada
walaupun tidak secara langsung rnenunjukkan kelainan degradasi serat kolagen selarna proses resorpsi tulang
rnetabolisrne tulang. Pada orang dewasa dengan asupan dan ekskresi piridinolin di dalarn urin dapat dipakai
kalsiurn 600-800 rng/hari, akan rnengekskresikan kalsiurn sebagai ukuran resorpsi tulang. Ekskresi piridinolin urin
100-250 rng/24 jam. Bila ekskresi kalsiurn kurzng dari berkorelasi berrnakna dengan garnbaran histornorfornetrik
100 rng/24 jam, harus dipikirkan kernungkinan adanya tulang. Secara kirniawi, ada 2 bentuk piridinolin, yaitu
rnalabsorbsi atau hiperparatiroidisrne akibat retensi hidroksilisilpiridinolin(piridinolin sederhana, PYD) dan
kalsiurn oleh ginjal. Peningkatan ekskresi kalsiurn urin lisilpiridinolin (deoksipiridinolin, DPD). Secara teoritis,
yang disertai asidosis hiperklorernik rnenunjukkar adanya penggunaan ekskresi DPD dalarn urin sebagai petanda
asidosis tubular renal (RTA). resorpsi tulang, lebih sensitif daripada ekskresi PYD urin.
Untuk rnenentukan turnover tulang, dapat diperiksa
Bone alkaline phosphatase (BSAP), Osteokalsin (OC),
Procollagen type IC-propeptide (PICP) dan Procollagen
type I N-propeptide (PINP).
Alkali fosfatase rnerupakan enzirn yang dieksxesikan Perneriksaan radiologik untuk rnenilai densitas rnassa
oleh rnernbran sel hepar, tulang, ginjal dan plasenta. tulang sangat tidak sensitif. Seringkali penurunan densitas
Surnber utarna alkali fosfatase adalah tulang dan ha:i. rnassa tulang spinal lebih dari 50% belurn rnernberikan
Alkali fosfatase diproduksi oleh osteoblas dan prekursor garnbaran radiologik yang spesifik.
osteoblas dan sangat berperan pada rnineralisasi tulang. Garnbaran radiologik yang khas pada osteoporosis
Dengan perkernbangan perneriksaan secara antibodi adalah penipisan korteks dan daerah trabekuleryang lebih
rnonoklonal, saat ini sudah dapat diperiksa alkali f ~ f a t a s e lusen. Hal ini akan tarnpak pada tulang-tulang vertebra
yang spesifik berasal dari tulang yang disebut bone yang rnernberikan garnbaran picture-frame vertebra.
spesific alkaline phosphatase (BAP). Bowing deformity pada tulang-tulang panjang,
Osteokalsin (bone gla-protein, BGA) me-upakan sering didapatkan pada anak-anak dengan osteogenesis
polipeptida yang hanya diproduksi oleh osteoblas atas irnperfekta, rikets dan displasia fibrosa.

Tabel 3. ~e'hnda~iokimiaTulang
Petanda Formasi Petanda Resorpsi
Serum
Fosfatase alkali spesifik tulang (BSAP) Aminoterminal telopeptide of type I collagen
Osteokalsin (OC) Carboxyterminal telopeptide of type I collagen
Procollagen I carboxyterminal propeptide
Procollagen I aminoterminal propeptide
Urin
Aminoterminal telopeptide of type I collagen (NTX)
Carboxyterminal telopeptide of type I collagen (CTX)
Pyridinoline and deoxypyridinoline cross-links
PENDEKATAN DIAGNOSIS OSTEOPOROSIS

langkah diagnosis dan terapi selanjutnya.


Tabel 4. Evaluasi untuk Mencari Penyebab Osteoporosis
3. Penderita yang memperoleh glukokortikoid jangka
Pada semua penderita osteoporosis panjang, untuk mendiagnosis penurunan densitas massa
25-OH vitamin D
tulang dan penentuan langkah terapi selanjutnya.
Ca, P, fosfatase alkali, kreatinin, albumin, protein total
LED, Darah Perifer Lengkap, Hitung Jenis 4. Pada penderita dengan hiperparatiroidisme primer
SGOT, SGPT asimtomatik, untuk menilai penurunan densitas massa
Ca, kreatinin urin 24 jam tulang dan menentukan tindakan pembedahan pada
Atas indikasi paratiroid.
Petanda biokimia tulang (lihat tabel 5) 5. Evaluasi penderita-penderita :
iPTH serum 6. Tidak responsif terhadap terapi yang diberikan
Free T4, TSH serum - Penurunan densitas massa tulang yang cepat.
Evaluasi terhadap insufisiensi gonadal - Evaluasi penderita-penderita dengan risiko tinggi
Evalusi terhadap hiperkortisolisme
osteoporosis :
Evaluasi terhadap keseimbanan asam-basa
Elektroforesa protein/lmunoelektroforesa protein - Amenore
Biopsi tulang dengan labelisasi tetrasiklin berganda - Hiperparatiroidisme sekunder
- Anoreksi nervosa
- Alkoholisme
PEMERIKSAAN DENSITAS MASSATULANG (BONE - Terapi antikonvulsan
MASS DENSITOMETRY, BMD) - Fraktur multipel atraumatik.

Densitas massa tulang berhubungan dengan kekuatan


tulang dan risiko fraktur. Berbagai penelitian menunjukkan REFERENSI
peningkatan risiko fraktur pada densitas massa tulang
yang menurun secara progresif dan terus menerus. Rosen CJ (ed). Primer in the metabolic bone diseases and
Densitometri tulang merupakan pemeriksaan yang disorders of mineral metabolism. 7th ed. ASBMR, Washington
DC 2009
akurat dan tepat untuk menilai densitas massa tulang, Marcus R, Feldman D, Kelsey J (eds). Osteoporosis, v o l 2 2nd
sehingga dapat digunakan untuk menilai faktor prognosis, ed. Academic Press, San Diego, 2008
prediksi fraktur dan bahkan diagnosis osteoporosis. Saag KG. Osteoporosis: A. Epidemiology and Clinical
Assessment. In: Klippel JH, Stone JH, Crofford LJ, White PH
Berbagai metode yang dapat digunakan untuk menilai (eds). Primer on The Rheumatic Diseases. 13th ed. Springer
densitas massa tulang adalah single-photon absorptiometry Science+BusinessMedia, New York 2008: 576-83
(SPA) dan single-energy X-ray absorptiometry (SPX) lengan SambrookP. Osteoporosis:B. Pathology and Pathophysiolog.
bawah dan tumit; dual-photon absorptiometri (DPA) dan In: Klippel JH, Stone JH, Crofford LJ, White PH (eds).
Primer on The Rheumatic Diseases. 13th ed. Springer
dual-energy X-ray absorptiometry (DPX) lumbal dan Science+BusinessMedia, New York 2008: 584-91
proksimal femur; dan quantitative computed tomography Watts NB. Osteoporosis : C. Treatment of Postmenopausal
(QCT). Osteoporosis. In: Klippel JH, Stone JH, Crofford LJ, Whte PH
(eds). Primer on The Rheumatic Diseases. 13th ed. Springer
Untuk menilai hasil pemeriksaan densitometri tulang, Science+BusinessMedia, New York 2008: 592-8
digunakan kriteria Kelompok Kerja WHO, yaitu : Meunier PJ. Osteoporosis: Diagnosis and Management. 1st
Plormal, bila densitas massa tulang di atas -1 SD ed. Mosby, London, 1998.
rata-rata nilai densitas massa tulang orang dewasa Wolf AD, Dixon AJ. Osteoporosis: A Clinical Guide. 2nd ed.
Martin Dunitz, London 1998.
muda (T-score). American College of Rheumatology Ad Hoc Committe on
Osteopenia, bila densitas massa tulang diantara -1 Glucocorticoid-Induced Osteoporosis. Recommendatiom
SD dan -2,5 SD dari T-score. for the Prevention and Treatment of Glucocorticoid-Induced
Osteoporosis: 2001 Update. Arthritis Rheum2001;44(7):1496-
Osteoporosis, bila densitas massa tulang -2,5 SD 1503.
T-score atau kurang. 9. Seeman E. Bone Quality. Advances in Osteoporotic Fracture
Osteoporosis berat, yaitu osteoporosis yang disertai Management 2002;2(1):2-8
10. Watts NB. Bone Quality: Getting Closer to a Definition.J Bone
adanya fraktur.
Miner Res 2002;17(7):1148-50.
lndikasi densitometri tulang : 11. Seeman E. Pathogenesis of bone fraglity in women and men.
Lancet 2002;359:1841-50
1. Wanita dengan defisiensi estrogen, untuk menilai 12. Kanis JA. Assessment of Fracture Risk. Who Should be
penurunan densitas massa tulang dan keputusan Scrcened ? In: Favus MJ et a1 (eds). Primer on the Metabolic
pemberian terapi pengganti hormonal. Bone Diseases and Disorders of Mineral Metabolism. 5th ed.
AmericanSocietyfor Bone and Mineral Research, Washington
2. Penderita dengan abnormalitas tulang belakang
DC, 2003:316-23.
atau secara radiologik didapatkan osteopenia, untuk 13. Kanis JA, BorgstromF, De Laet C et al. Assessment of fracture
mendiagnosis osteoporosis spinal dan menentukan risk. Osteoporosis Int 2005(16):581-9.
PENATALAKSANAAN OSTEOPOROSIS
Bambang Setyohadi

EDUKASI D A N PENCEGAHAN 10. Pada penderita yang memerlukan glukokortikoid do-


sis tinggi dan jangka panjang, usahakan pemberian
1. Anjurkan penderita untuk melakukan aktivitas fisik glukokortikoid pada dosis serendah mungkin dan
yang teratur untuk memelihara kekuatan, kelenturan sesingkat mungkin,
dan koordinasi sistem neuromuskular serta kebugaran, 11. Pada penderita artritis reumatoid dan artritis
sehingga dapat mencegah risiko terjatuh. 6erbagai inflamasi lainnya, sangat penting mengatasi aktivitas
latihan yang dapat dilakukan meliputi berjalan 30-60 penyakitnya, karena ha1 ini akan mengurangi nyeri
menit/hari, bersepeda maupun berenang. dan penurunan densitas massa tulang akibat artrituis
2. Jaga asupan kalsiurn 1000-1500 mg/hari, baik melalui inflarnatif yang aktif.
makanan sehari-hari maupun suplernentasi,
3. Hindari rnerokok dan rninum alkohol,
Tabel 1:iDa~~~~n~qhgamWI.siu~~Pe1!1100,
gr r l h a n
4. Diagnosis dini dan terapi yang tepat terhadap Makanan z2 , -, -
defisiensi testosteron pada laki-laki dan menopause
Kelornpok Bahan Bahan Makanan Mg CaI100gr
awal pada wanita. Makanan bahan
5. Kenali berbagai penyakit dan obat-obatan yang dapat
Susu dan Susu sapi 116
menimbulkan osteoporosis, produknya Susu kambing 129
6. Hindari rnengangkat barang-barang yang berat pada Susu manusia 33
penderita yang sudah pasti osteoporosis Keju
7. Hindari berbagai ha1 yang dapat menyebabkan Yoghurt
penderita terjatuh, rnisalnya lantai yang licin, obat- lkan Teri kering
obat sedatif dan obat anti hipertensi yang dapat Rebon
menyebabkan hipotensi ortistatik, Teri segar
8. Hindari defisiensi vitamin D, terutama pada orang- Sarden kalengan
(dg tulang)
orang yang kurang terpajan sinar rnatahari atau pada
Sayuran Daun pepaya
penderita dengan fotosensitifitas, misalnya SLE. Bila
Bayam
diduga ada defisiensi vitamin D, rnaka kadar?5(OH:D
Sawi
serum harus diperiksa. Bila 25(OH)D serum menurun, Brokoli
rnaka suplementasi vitamin D 400 IU/hari atau 800 IU/ Kacang-kacangan Kacang panjang 347
hari pada orang tua harus diberikan. Pada penderita dan hasil olahan- Susu kedelai (250 ml) 250
dengan gagal ginjal, suplernentasi 1,25(OH),D harus nYa Tempe 129
dipertirnbangkan. Ta hu 124
9. Hindari peningkatan ekskresi kalsiurn lewat ginjal Serealia Jali 213
dengan rnernbatasi asupan Natrium sarnpai 3 gram/ Havermut 53
hari untuk meningkatkan reabsorpsi kalsiurn di tubulus Sumber : Wolf AD, Dixon AJ. Osteoporosis: A Clinical Guide,
ginjal. Bila ekskresi kalsiurn urin > 300 rng/hari, berikan 2nd ed, Martin Dunitz, London 1998; Daftar Komposisi Bahan
Makanan, Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI, Penerbit
diuretik tiazid dosis rendah (HCT 25 rng/har).
Bhratara, Jakarta 1996.
PENATALAKSANAAN OSTEOPOROSIS 3459

L A T I H A N D A N PROGRAM REHABlLlTASl p~lihanpengobatan berikutnya.


Bisfosfonat merupakan analog pirofosfat yang ter- I*
Latihan dan program rehabilitasi sangat penting bagi d ~ rdari
i 2 asam fosfonat yang diikat satu sama lain oleh
penderita osteoporosis karena dengan latihan yang atom karbon dan mempunyai efek menghambat kerja
teratur, penderita akan menjadi lebih lincah, tangkas dan osteoklas. Secara farmakodinamik, absorpsi bisfosfonat
kuat otot-ototnya sehingga tidak mudah terjatuh. Selain sangat buruk, sehingga harus diberikan dalam keadaan
itu latihan juga akan mencegah perburukan osteoporosis perut kosong dengan dibarengi 2 gelas air putih dan
karena terdapat rangsangan biofisikoelektrokemikal yang setelah itu penderita harus dalam posisi tegak selama 30
akan meningkatkan remodeling tulang. menit. Seklain itu, bisfosfonat generasi I juga memiliki
Pada penderita yang belum rnengalami osteoporosis, efek samping lain, yaitu mengganggu mineralisasi tulang,
maka sifat latihan adalah pembebanan terhadap tulang, sehingga tidak boleh diberikan secara kontinyus, harus
sedangkan pada penderiota yang sudah osteoporosis, siklik, m~salnyaetidronat dan klodronat. Efek samping
maka latihan dimulai dengan latihan tanpa beban, bisfosfonat adalah refluks esofagitis dan hipokalsemia.
kemudian ditingkatkan secara bertahap sehingga Oleh sebab itu, penderita yang memperoleh bisfosfonat
mencapai latihan beban yang adekuat. harus dioperhatikan asupan kalsiumnya.
Selain latihan, bila dibutuhkan maka dapat diberikan 1. Alendronat, merupakan aminobisfosfonat yang
alat bantu (ortosis), misalnya korset lumbal untuk penderita sangat poten. Untuk terapi osteoporosis, dapat
yang mengalami fraktur korpus vertebra, tongkat atau alat diberikan dengan dosis 10 mglhari setiap hari secara
bantu berjalan lainnya, terutama pada orang tua yang kontinyu, karena tidak mengganggu mineralisasi
terganggu keseimbangannya. tulang. Untuk penyakit Paget, diberikan dosis 40 mg/
Hal lain yang juga harus diperhatikan adalah hari selama 6 bulan. Saat ini telah dikembangkan
mencegah risiko terjatuh, misalnya menghindari lantai pemberian alendronat 70 mg seminggu sekali. Dosis
atau alas kaki yang licin; pemakaian tongkat atau re1 in1 dikembangkan untuk meningkatkan kepatuhan
pegangan tangan, terutama d i kamar mandi atau pasien. Efek samping gastrointestinal pada dosis
kakus, perbaikan penglihatan, misalnya memperbaiki ini ternyata tidak berbeda bermakna dengan efek
penerangan, menggunakan kaca mata dan lain sebagainya. samping pernberian setiap hari.
Pada umumnya fraktur pada penderita osteoporosis 2. Risedronat, juga merupakan bisfosfonat generasi
disebabkan oleh terjatuh dan risiko terjatuh yang paling ketiga yang poten. Untuk mengatasi penyakit
sering justru terjadi di dalam rumah, oleh sebab itu Paget, diperlukan dosis 30 mglhari selama 2 bulan,
tindakan pencegahan harus diperhatikan dengan baik, dan sedangkan untuk teragi osteoporosis diperlukan
keluarga juga harus dilibatkan dengan tindakan-tindakan dosis 5 mglhari secara kontinyu. Berbagai penelitian
pencegahan ini. membuktikan bahwa risedronat merupakan obat yang
efektif untuk mengatasi osteoporosis dan mengurangi
risiko fraktur pada wanita dengan osteoporosis pasca
PENGOBATAN MEDIKAMENTOSA menopause dan wanita dengan menopause artifisial
akibat pengobatan karsinoma payudara. Sama halnya
Bisfosfonat dengan alendronat, untuk pengobatan osteoporosis,
Bila terdapat kontra-indikasi terapi hormonal, atau pada saat ini tengah diteliti pemberian risedronat 35 rng
osteoporosis pada laki-laki, maka bisfosfonat merupaikan seminggu sekali.

Tabel 2. Generasi Bisfosfonat


Modifikasi kimia Contoh R, R2 Potensi a n t i - resorptif
relatif
Generasi I Etidronat CH3 1
Alkil pendek atau Klodronat CI 10
rantai sarnping halida
Generasi II Tiludronat
Grup amino-terminal Pamidronat
Alendronat
Generasi Ill Risedronat
Rantai samping siklik lbandronat
Zoledronat
PENYAKIT SKELETAL

3. Ibandronat, juga meerupakan bisfosfonat generasi Untuk mendeteksi kemungkinan kanker payudara,
ketiga. Pemberian per-oral untuk gterapi osteoporosis harus dilakukan mamografi sebelum pemberian terapi
dapat diberikan 2,5 mg/hari atau 150 mg, sebulan hormonal, kemudian diulang setiap tahun. Estrogen
sekali. diketahui dapat menghambat kehilangan massa tulang
4. Zoledronat, merupakan bisfosfonat terkuat yang saat dan penningkatan BMD rata-rata 3% selama 3 tahun.
ini ada. Sediaan yang ada adalah sediaan intravena The Women's Health Initiative juga mendapatkan
yang harus diberikan perdrip selama 15 menit untuk bahwa estrogen dapat menurunkan risiko fraktur
dosis 5 mg. Untuk pengobatan osteoporosis, cukup verterbra dan panggul secara klinik sebesar 34% dalam
diberikan dosis 5 mg setahun sekali, sedangkan untuk 5 tahun terapi. Walaupun demikian, pada tahun 2002,
pengobatan hiperkalsemia akibat keganasan d a p a ~ WHl jugha mendapatkan bahwa terapi pengganti
diberikan 4 mg per-drip setiap 3-4 minggu sekali hormonal berhubungan dengan peningkatan risiko
tergantung responsnya. infark miokard, strokee, kanker payudara, emboli paru
dan trombosis vena dalam.
Raloksifen
b. Pada wanita pra-menopause
Raloksifen merupakan anti estrogen yang mempunyai
Estrogen terkonyugasi diberikan pada hari 1 sampai
efek seperti estrogen di tulang dan lipid, tetapi tidak
dengan 25 siklus haid, sedangkan medroksiprogesteron
menyebabkan perangsangan endometrium dan payudara.
diberikan pada hari 15 s/d 25 siklus haid. Kemudian
Golongan preparat ini disebut juga selective estrogen
kedua obat tersebut dihentikan pemberiannya
receptor modulators (SERM). Obat ini dibuat untuk
pada hari 26 s/d 28 siklus haid, sehingga penderita
pengobatan osteoporosis dan FDAjuga telah menyetujui
mengalami haid. Hari 29, dianggap sebagai hari 1
penggunaannya untuk pencegaha';i osteoporosis.
siklus berikutnya dan pemberian obat dapat diulang
Dibandingkan dengan 17P-estradiol, ralclksifen
kembali seperti semula.
memiliki efek konservasi tulang yang sama pada tikus yang
di-ovariektomi yang diperiksa dengan alat DXA. c. Pada laki-laki
Mekanisme kerja raloksifen terhadap tulang, sama Pada laki-laki yang jelas menderita defisiensi
dengan estrogen, tidak sepenuhnya diketahui dengan testosteron, dapat dipertimbangkan pemberian
pasti, tetapi diduga melibatkan TGFP, yang dihasilkan testosteron
oleh osteoblas dan osteoklas dan berfungsi menghamba:
diferensiasi osteoklas dan kehilangan massa tulang. Pada Kalsitonin
penelitian terhadap 251 wanita pasca menopause, ternyata Kalsitonin, merupakan obat yang telah direkomendasikan
raloksifen dapat menurunkan kadar kolesterol5-10% tanpa oleh FDA untuk pengobatan penyakit-penyakit yang
merangsang endometrium dan menurunkan petanda meningkatkan resorpsi tulang dan hiperkalsemia yang
resorpsi dan formasi tulang sama dengan estrogen. Gejala diakibatkannya, seperti Penyakit Paget, Osteoporosis dan
klasik anti estrogen, seperti hot flushes, didapatkan pada hiperkalsemia pada keganasan. Hanya ada 1 trial besar
12-20% wanita yang mendapatkan raloksifen, sementara yang menunjukkan bahwa pemberian kalsitonin 200 IU
mastalgia lebih banyak didapatkan pada wanita yang intranasal selama 5 tahun dapat menurunkan risiko fraktur
mendapat estrogen. vertebral sebesar 21%. Tidak ada bukti bahwa kalsitonin
Aksi raloksifen diperantarai oleh ikatan raloksifen pada dapat menurunkan risiko fraktur non-vertebral, Pemberian
reseptor estrogen, tetapi mengakibatkan ekspresi gen kalsitonin secara intranasal, sehingga mempermudah
yang diatur estrogen yang berbeda pada jaringan yang penggunaan daripada preparat injeksi yang pertama
berbeda. Dosis yang direkomendasikan untuk pengobatan kali diproduksi. Dosis yang dianjurkan untuk pemberian
osteoporosis adalah 60 mg/hari. intra nasal adalah 200 U perhari. Kadar puncak di dalam
Pemberian raloksifen peroral akan diabsorpsi dengan plasma akan tercapai dalam waktu 20-30 menit, dan
baik dan mengalami metabolisme di hati. Raloksifen akan dimetabolisme dengan cepat di ginjal. Pada sekitar
akan menyebabkan kecacatan janin, sehingga tidak boleh separuh pasien yang mendapatkan kalsitonin lebih dari 6
diberikan apada wanita yang hamil atau berencana untuk bulan, ternyata terbentuk antibodi yang akan mengurangi
hamil. efektivitas kalsitonin. Pemberian kalsitonin subkutan
ternyata efektif menurunkan nyeri pada fraktur spinal.
Terapi Pengganti Hormonal
a. Pada wanita pasca menopause Strontium Ranelat
Estrogen terkonyugasi 0,3125 - 1,25 mg/hari, Strontium ranelat merupakan obat osteoporosis yang
dikombinasi dengan medroksiprogesteron asetat 2,5 memiliki efek ganda, yaitu meningkatkan kerja osteoblas
-10 mg/hari, setiap hari secara kontinyu. dan menghambat kerja osteoklas. Akibatnya tulang
PENATALAKSANAAN OSTEOPOROSIS

endosteal terbentuk dan volume trabelar meningkat. sitrat yang mengandung kalsium elemen 21 1 mg/gram,
Mekanisme kerja strontium ranelat belum jelas benar, kalsium laktat yang mengandung kalsium elemen 130 mg/
diduga efeknya berhubungan dengan perangsangan gram d m kalsium glukonat yang mengandung kalsium
Calsium sensing receptor (CaSR) pada permukaan sel-sel elemen 90 mg/gram.
tulang. Dosis strontium ranelat adalah 2 gram/hari yang
dilarutkan di dalam air dan diberikan pada malam hari Fitoestrogen
sebelum tidur atau 2 jam sebelum makanan atau 2 jam Fitoestrogen adalah fitokimia yang memiliki aktivitas
setelah makan. Sama dengan obat osteoporosis yang lain, estrogenik. Ada banyak senyawa fitoestrogen, tetapi yang
pemberian strontium ranelat harus dikombinasi dengan telah diteliti adalah isoflavon dan lignans. lsoflavon yang
Ca dan vitamin D, tetapi pemberiannya tidak boleh ber- berefek. estrogenik antara lain genistein, daidzein dan
samaan dengan pemberian strontium ranelat. Efek samping gliklosidanya yang banyak ditemukan pada golongan
strontium ranelat adalah dispepsia. Pada beberapa kasus kacang-kacangan(Leguminosae)seperti soy bean dan red
juga dilaporkan tromboemboli vena dan reaksi obat yang clover. Sampai saat ini belum ada bukti dari cilincal trial
disertai eosinofilia dan gejala sistemik lainnya. bahwa fitoestrogen dapat mencegah maupun mengobati
osteop'~rosis(Alekel, 2000; Potter 1998).
Vitamin D
Vitamin D berperan untuk meningkatkan absorpsi kalsium
di usus. Lebih dari 90% vitamin D disintesis di dalam PENATALAKSANAANOSTEOPOROSISPADALAKI-
tubuh dari prekursornya dibawah kulit oleh paparan sinar LAKl
ultraviolet. Pada orang tua, kemampuan untuk aktifasi
vitamin D dibawah kulit berkurang, sehingga pada orang Asl~pankalsium yang adekuat
tua sering terjadi defisiensi vitamin D. Kadar vitamin D di - Pada laki-laki muda dan anak laki-laki preadolesen
dalam darah diukur dengan cara mengukur kadar 25-OH : 1000 mg/hari
vitamin D. - Pada laki-laki > 60 tahun dan anak laki-laki
Pada penelitiandidapatkansuplementasi 500 IU kalsiferol adolesen : 1500 mg/hari
dan 500 mg kalsium peroral selama 18 bulan ternyata Asupan vitamin D yang adekuat, terutama pada
mempu menurunkan fraktur non-spinal sampai 50% penderita yang tinggal di negara 4 musim
(Dawson-Hughjes, 1997). Vitamin D diindikasikan pada Latihan fisik yang teratur, terutama yang bersifat
orang-orang tua yang tinggal di Panti Werda yang kurang pembebanan dan isometrik
terpapar sinar matahari, tetapi tidak diindikasikan pada Hiidari merokok dan minum alkohol
populasi Asia yang banyak terpapar sinar matahari. Kenali defisiensi testosteron sedini mungkin dan
berikan terapi yang adekuat
Kalsitriol Kenali faktor risiko osteoporosisdan lakukan tindakan
Saat ini kalsitriol tidak diindikasikan sebagai pilihan pencegahan
pertama pengobatan osteoporosis pasca menopause. Kenali faktor risiko terjatuh dan lakukan tindakan
Kalsitriol diindikasikan bila terdapat hipokalsemia yang pencegahan
tidak menunjukkan perbaikan dengan pemberian kalsium Berikan terapi yang adekuat
peroral. Kalsitriol juga diindikasikan untuk mencegah Risedronat dan Alendronat merupakan terapi pilihan
hiperparatiroidisme sekunder, baik akibat hipokalsemia Bila ada hipogonadisme, dapat dipertimbangkan
maupun akibat gagal ginjal terminal. Dosis kalsitriol pemberian testosteron
untuk pengobatan osteoporosis adalah 0,25 pg, 1-2 kali
per-hari.
PENGOBATAN OSTEOPOROSISAKIBAT ST EROlD
Kalsium
Asupan kalsium pada pendyuduk Asia pada umumnya lebih Penatalaksanaan umum
rendah dari kebutuhan kalsium yang direkomendasikan - Gunakan steroid dengan dosis efektif serendah
oleh Institute of Medicine, National Academy of Science mungkin dan sesingkat mungkin
(1997), yaitu sebesar 1200 mg. Kalsium sebagai mono- - Latihan yang bersifat pembebanan dan isometrik
terapi, ternyata tidak mencukup untuk mencegah fraktur - Memelihara status gizi sebaik mungkin
pada penderita osteoporosis. Preparat kalsium yang Menghindari hiperparatiroidisme sekunder
terbaik adalah kalsium karbonat, karena mengandung - Restriksi Na sampai 3 gr/hari untuk mencegah
kalsium elem 400 mg/gram, disusul Kalsium fosfat yang hiperkalsiuriadan meningkatkanabsorpsi kalsium;
mengabndung kalsium elemen 230 mg/gram, kalsium bila perlu tambahkan tiazid
PENYAKIT SKELETAL

Tabel 3. Daftar Obat Osteoporosis yang Ada di Indonesia


Kelompok Nama generik Kemasan Dosis
Bisfosfonat Risedronat Tablet, 35 mg, 5 mg Osteoporosis : 35 mg, seminggu sekali atau
5 mg/hari
Alendronat Tablet 70 mg, 10 mg Osteoporosis : 70 mg, seminggu sekali atau
10 mg/hari
lbandronat Tablet, 150 mg Osteoporosis : 150 mg sebulan sekali
Zoledronat Vial, 4 mg, Osteoporosis : 5 mg per-drip selama 15
5 mg menit, diberikan setahun sekali
Hiperkalsemia akibat keganasan :4 mg per-
drip dalam 15 menit, dapat diulang dalam
waktu 7 hari.
Metastasis tulang : 4 mg per-drip dalam 15
menit, tiap 3-4 minggu sekali
Pamidronat Vial 15 mg/lO ml, 30 Hiperkalsemia akibat keganasan, osteolisis
mg/lO ml, 60 mg/5ml akibat keganasan:60-90 mg, per-drip selama
4 jam.
Klodronat Vial 300 mg/5 ml Hiperkalsemia akibat keganasan, osteolisis
akibat keganasan: 300 mg/hari per-drip
selama 2 jam, 5 hari berturut-turut
Selective-estro-gen re- Raloksifen Tab, 60 mg Osteoporosis : 60 mg/hari, setiap hari
ceptor modulators
(SERMs)
Kalsitonin Kalsitonin Amp 50 mg/ml, 100 mg/ Osteoporosis : 200 IU/hari Nasal spray
ml
Nasal spray 200 IU/do-
sis
Hormon seks Estrogen terkonyugasi Tab, 0,3 mg, 0,625 mg, Sindrom defisiensi estrogen : 0,3 - 1,25
alamiah 1,25 mg mg/hari
Osteoporosis : 0,625-1,25 mg/hari dikom-
binasi dengan MPA 2,5 - 5 mg/hari.
Medroksiprogesteron Tab, 2,5 mg, 10 mg 2,5 - 5 mg/hari sebagai kombinasi dengan
asetat (MPA) estrogen
Testosteron undecanoate Tablet 40 mg Hipogonadisme, osteoporosis akibat defi-
siensi androgen : 120-160 mg/hari selama
2-3 minggu, dilanjutkan dosis pemeliharaan
40-1 20 mg/hari
Kombinasi testos-teroi Vial, 250 mg/ml Hipogonadisme, osteoporosis akibat defi-
propionat, tes-tosteroi siensi androgen : 1 ml IM, 3-4 minggu
fenilpro-pionat, testos- sekali
teron dekanoat
Strontium ranelat Bubuk, 2 grm/ bungkus Osteoporosis : 2 gram/hari, dilarutkan dalam
air, diminum pada malam hari, atau 2 jam
sebelum makan atau 2 jam setelah makan
Vitamin D Kalsitriol Softcap, 0,25 pg Osteoporosis, osteodistrofi renal, hiper-
paratitoidisme, refractory rickets : 0.25 pg,
1 - 2 kali perhari
Alfakalsidol Kapsul, 025 pg, 1,0 ~g Hipokalsemia, osteodistrofi renal : 1,O pg/
hari
Kalsium Kalsium karbonat Bu buk Suplementasi kalsium : 500 mg, 2-3 kali
per-hari
Kalsium hidrogen-fosfat Tablet, 500 mg Suplementasi kalsium, 1 tablet, 2-3 kali/hari
PENATALAKSANAAN OSTEOPOROSIS 3463

Tabel 4. Algoritme Penatalabanaan bsteoporosis


Presentasi Pendekatan dioagnostik Penatalaksanaan
klinik
Fraktur karena trauma minimal Diagnosis osteoporosis tegak Edukasi dan pencegahan
Latihan dan rehabilitasi
Terapi farmakologik
Pembedahan atas indikasi
Dugaan fraktur vertrbra (nyeri Radiografi spinal untuk memastikan adanya fraktur Edukasi dan pencegahan
punggung/ping-gang, hiperkifosis, vertebra Latihan dan rehabilitasi
tinggi badan turun,) Terapi farmakologik
Pembedahan atas indikasi
Pasien usia 2 60 tahun Densitometri tulang T-score < -2,5 Edukasi dan pencegahan
Latihan dan rehabilitasi
Terapi farmakologik
Pembedahan atas indikasi
Edukasi dan pencegahan
Latihan dan rehabilitasi
Edukasi dan pencegahan
Latihan dan rehabilitasi
Faktor risiko osteoporo-sis atau Densitometri tulang T-score < -2,5 Edukasi dan pencegahan
fraktur lainnya : Latihan dan rehabilitasi
Wanita pasca menopause Terapi farmakologik
Berat badan kurang Pembedahan atas indikasi
Asupan kalsium rendah
Aktivitas fisik kurang
Edukasi dan pencegahan
Riwayat osteoporosis atau
Latihan dan rehabilitasi
fraktur osteoporotik dalam
keluarga
Risiko terjatuh

Edukasi dan pencegahan


Latihan dan rehabilitasi

Pengguna glukokorti-koid jangka Densitometri Edukasi dan pencegahan


panjang Latihan dan rehabilitasi
Terapi farmakologik
Pembedahan atas indikasi
Edukasi dan pencegahan
Latihan dan rehabilitasi

- Menjaga asupan kalsium 1200-1500 mg/hari yang harus diperhatikan pada terapi bedah penderita
- Menjaga asupan vitamin D, terutama di negara osteoporosis adalah :
4 musim 1. Penderita osteoporosis usia lanjut dengan fraktur,
Evaluasi densitas massa tulang dengan alat DEXA 6 bila diperlukan tindakan bedah, sebaiknya segera
bulan sekali, Mulai pengobatan bila T-score < -1 dilakukan, sehingga dapat dihindari irnobilisasi lama
Pengobatanosteoporosis, bisfosfonat, yaitu risedronat dan kornplikasi fraktur yang lebih lanjut
atau alendronat merupakan obat pilihan 2. Tujuan terapi bedah adalah untuk mendapatkan fiksasi
yang stabil, sehingga mobilisasi penderita dapat
dilakukan sedini mungkin
PEMBEDAHAN 3. Asupan kalsiurn tetap harus diperhatikan pada
pnderita yang menjalani tindakan bedah, sehingga
Pernbedahan pada penderita osteoporosis dilakukan bila rnineralisasi kalus menjadi sernpurna
terjadi fraktur, terutarna fraktur panggul. Beberapa prinsip 4. VJalaupuntelah dilakukan tindakan bedah, pengobatan
3464 PENYAKIT SKELETAL

medikamentosa osteoporosis dengan bisfosfonat, 11. Wolf AD, Dixon AJ. Osteoporosis: A Clinical Guide, 2nd ed,
atau raloksifen, atau terapi pengganti hormonal, Martin Dunitz, London 1998
12. Daftar Komposisi Bahan Makanan, Direktorat Gizi
maupun kalsitonin, tetap harus diberikan. Departemen Kesehatan RI, Penerbit Bhratara, Jakarta 1996.
13. Hauselmann HJ. Osteoporosis in men. Rheumatology in
Pada fraktur korpus vertebra, dapat dilakukan
Europe 1995;24(suppl2):73-6.
vertebroplasti atau kifoplasti. Vertebroplasti adalah 14. Sambrook PN. GlucocorticoidInduced-Osteoporosis. Dalam
tindakan penyuntikan semen tulang ke dalam korpus : Favus MJ (ed). Primer on the metabolic bone diseases and
vertebra yang mengalami fraktur, sedangkan kifoplasti disorders of mineral metabolism. 6th ed. American Society of
Bone and Mineral Research, Washington DC 2006:296-301
adalah penyuntikan semen tulang kedalam balon yang 15. American College of Rheumatology Ad Hoc Committe on
sebelumnya sudah dikembangkan d i dalam korpus Glucocorticoid-Induced Osteoporosis. Recommendatiom
verterbra yang kolaps akibat fraktur. for the Prevention and Treatment of Glucocorticoid-Induced
Osteoporosis: 2001 Update. Arthritis Rheum2001;44(7):1496-
1503.

EVALUASI HASlL PENGOBATAN

Evaluasi hasil pengobatan dapat dilakukan dengan


mengulang pemeriksaan densitometri setelah 1-2 tahun
pengobatan dan dinilai peningkatan densitasnya. Bila
dalam waktu 1 tahun tidak terjadi peningkatan maupun
penurunan densitas massa tulang, maka pengobatan
sudah dianggap berhasil, karena resorpsi tulang sudah
dapat ditekan.
Selain mengulang pemeriksaan densitas massa tulang,
maka pemeriksaan petanda biokimia tulang juga dapat
digunakan untuk evaluasi pengobatan. Penggunaa?
petanda biokimia tulang, dapat menilai hasil terapi lebih
cepat yaitu dalam waktu 3-4 bulan setelah pengobatan.
Yang dinilai adalah penurunan kadar berbagai petanda
resorpsi dan formasi tulang.

1. Favus J Murray et al (eds). Primer on The Metabolic


Bone Disease and Disorders of Mineral Metabolism. 6th
ed. American Societry for Bone and Mineral Research,
Washington DC, 2008
2. Seeman E. Bone Quality. Advances in Osteoporotic Fracture
Management 2002;2(1):2-8
3. Watts NB. Bone Quality: Getting Closer to a Definition. J Bone
Miner Res 2002;17(7):1148-50.
4. Seeman E. Pathogenesis of bone fraglity in women and men.
Lancet 2002;359:1841-50
5. Kanis JA. Assessment of Fracture Risk. Who Should be
Screened ? In: Favus MJ et a1 (eds). Primer on the Metabolic
Bone Diseases and Disorders of Mineral Metabolism. 5th ed.
American Society for Bone and Mineral Research, Washington
DC, 2003:316-23.
6. Kanis JA, Borgstrom F, De Laet C et al. Assessment of fracture
risk. Osteoporosis Int 2005(16):581-9.
7. Marcus R. Feldman D, Nelson DA (eds). Osteoporosis. 3rrl
ed. Vol2. Elsevier Academic Press, London, 2008
8. Bonnick SL. Bone Densitometry in Clinical Practice:
Application and Interpretation, 1st ed. Humana Press,
Totowa, New Jersey, 1998.
9. Meunier PJ. Osteoporosis: Diagnosis and Management. 1st
ed. Mosby, London, 1998.
10. Wolf AD, Dixon AJ. Osteoporosis: A Clinical Guide. 2nd ed.
Martin Dunitz, London 1998.
OSTEOPOROSIS AKIBAT GLUKOKORTIKOID
B.P. Putra Suryana

PENDAHULUAN resmi dibandingkan dengan nama steroid-induced


osteopcrosis atau corticosteroid-induced osteoporosis.
Glukokortikoid dipakai secara luas sebagai anti-radang GIOP termasuk dalam klasifikasi osteoporosis
maupun imunosupresan untuk berbagai penyakit sekunder yaitu osteoporosis yang terjadi akibat kehilangan
autoimun dan alergi seperti artritis reumatoid, lupus, massa tulang yang disebabkan oleh gangguan klinis
asma bronkial dan lain-lain. Pada kondisi radang kronis, yang jelas dan spesifik. Sedangkan pada osteoporosis
pemakaian glukokortikoid sering diberikan dalam jangka primer terjadi kehilangan massa tulang yang disebabkan
waktu yang lama dengan dosis yang bervariasi. Pemakaian oleh p-oses penuaan. Penyebab osteoporosis sekunder
glukokortikoid bermanfaat menekan proses radang dan sangat banyak seperti gangguan endokrin, gangguan
proses autoimun, dan telah menyelamatkan hidup banyak gastrointestinal, penyakit ginjal, kanker dan pengaruh
pasien dengan kegawatdaruratan. Akan tetapi, berbagai obat-obatan termasuk glukokortikoid.'
efek samping glukokortikoid juga dapat timbul, terutama
pada penggunaan dosis yang tinggi dan pemberikan
dalam waktu yang lama. Salah satu efek samping akibat
glukokortikoid adalah osteoporosis dan peningkatan risiko
patah tulang. Pemakaian glukokortikoid sekitar 1% pada populasi
Osteoporosis akibat glukokortikoid mempunyai dewasa, dan jumlahnya meningkat pada usia yang lebih
beberapa karakteristik khusus yang membedakannya tua menjadi sekitar 3% pada usia antara 70 dan 79 tahun.'
dengan osteoporosis post-menopause yaitu keh~langan Sepertiganya menggunakan glukokortikoid dengan dosis
massa tulang yang cepat pada tahap awal terapi lebih cari 7,5 mg metil-prednisolon perhari. Lama terapi
glukokortikoid, disertai dengan peningkatan risiko biasanyajangka pendek, sedangkan 22,1% menggunakan
patah tulang pada periode awal tersebut. Selain itu, glukokortikoid oral lebih dari 6 bulan, dan 4,3% lebih dari
glukokortikoid juga menekan pembentukan tulang. 5tahu~.~
Semua ha1 tersebut menyebabkan terjadi penurunan Kehilangan massa tulang akibat glukokortikoid paling
massa tulang dan peningkatan risiko patah tulang yang besar terjadi pada 6 sampai 12 bulan pertama terapi.
cepat setelah terapi glukokortikoid dimulai, sehingga Kehilangan massa tulang trabekular 20% sampai 30%
perlu perhatian khusus pada pasien yang mendapat terapi terjadi pada tahun pertama pemakaian gluk~kortikoid.~
glukokortikoid. Pemakaian glukokortikoid juga terbukti meningkat-
kan risiko fraktur, walaupun dengan dosis yang rendah
2,5-7,5 mg perhari, risiko tersebut semakin meningkat
denga? meningkatnya dosis perhari dan dosis kumulatif.
Peningkatan risiko fraktur tersebut mulai tampak 3-6
Osteoporosis akibat glukokortikoid disebut dengan bulan pertama setelah terapi dan berkorelasi dengan
glucocorticoid-induced osteoporosis (GIOP). Terminologi kehilangan massa tulang yang cepat pada panggul dan
GIOP saat ini lebih sering dipakai dalam berbagai publikasi tulang belakang.5
3466 PENYAKIT SKELETAL

tulang, disertai dengan penurunan pembentukan


tulang yang terjadi selama terapi glukokortikoid. Proses
Glukokortikoid mempengaruhi sel-sel tulang secara tersebut meliputi peningkatan produksi macrophage
langsung melalui berbagai mekanisme yaitu stimulasi stimulating factor dan receptor activator of nuclear
osteoklastogenesis, menurunkan fungsi d a r ~umur factor KP ligand (RANKL) oleh sel-sel osteoblast, dan
osteoblast, meningkatkan apoptosis osteoblsst dan downregulation osteoprotegerin (OPG) sehingga terjadi
mengganggu pembentukan p r e o ~ t e o b l a s t Gluko-
.~ peningkatan osteoklastogenesis dan bertambah-
kortikoid juga meningkatkan apoptosis osteosit. Osteosit panjangnya umur osteoklast. Selain itu juga terbukti
merupakan sel tulang yang paling banyak jumlahnya dan bahwa pemakaian glukokortikoid jangka panjang
terhubung satu dengan yang lainnya membentuk suatu berkaitan dengan menurunnya osteoblastogenesis dan
jaringan komunikasi yang memberikan informasi kepada meningkatnya apoptosis osteoblast seperti tercantum
unit remodeling tulang mengenai lokasi pada tulang yang pada gambar 1.5
memerlukan proses remodeling. Apoptosis pada osteosit Mekanisme lainnya yang juga berperan pada GlOP
menyebabkan terputusnya proses signaling t e r s e ~ t . ' adalah gangguan pada hormon yang mengatur kalsium
Efek glukokortikoid pada tingkat molekular adalah dan hormon steroid seks. Absorpsi kalsium menurun
menghambat efek stimulasi dari insulin-like g r o h factor akibat pengaruh steroid, disertai dengan penurunan
7 pada pembentukan t ~ l a n g menghambat
,~ WWbeta- reabsorpsi kalsium pada tubulus ginjal. Selain itu juga
catenin signaling menyebabkan penurunan pembentukan terjadi gangguan pada sekresi hypothalamic gonadotropin-
t ~ l a n gmeningkatkan
,~ kadar receptor activator of nuclear releasing hormone yang menyebabkan penurunan kadar
kappa ligand (RANKL) dari macro-phage colony-stimulating testosteron dan estradiol serum. Terapi glukokortikoid
factor, menurunkan kadar osteoprotegerin menyebabkan diduga juga mempengaruhi respon selular dalam micro-
peningkatan osteo-klastogenesis serta peningkatan environment tulang melalui modulasi sitokin yang bekerja
resorpsi tulang.1 lokal untuk mengatur remodeling, faktor tersebut meliputi
GlOP terjadi akibat peningkatan resorpsi tulang interleukin- 7, tumour necrosis factor dan insulin-like growth
yang menyebabkan peningkatan kecepatan remodeling factor."

A
Glukokortikoid

Osteoklas

Peningkatan resorpsi tulang

Gambar 1. Efek langsung glukokortikoid terhadap osteoklast dan osteoblast pada osteoporosis akibat glukokortikoid
(Dikutip dari Compston, 2010).
OSTEOPOROSIS AKIBAT GLUKOKORTIKOID

Mekanisme glukokortikoid meningkatkan risiko patah efektif glukokortikoid yang paling rendah, mengurangi
tulang belum diketahui dengan jelas. Efek glukokortikoid faktor risiko lainnya seperti merokok, menjaga asupan
terhadap risiko patah tulang sebagian tidak tergantung kalsium yang adekuat, mengikuti program latihan fisik
densitas massa tulang (BMD), yang menunjukkan bahwa untuk mencegah penurunan massa otot dan mengurangi
perubahan komposisi mineral tulang dan matriks berperan risiko jatuh. Untuk terapi farmakologi, obat-obat yang
pada peningkatan fragilitas tulang. Selain itu, peningkatan menjadi pilihan adalah kalsium, vitamin D, kalsitonin,
risikojatuh pada pasien dengan glukokortikoid akibat dari bisfosfonat dan hormon paratiroid (PTH).12
kelemahan otot atau kondisi penyakitnya mungkin juga
berperan pada peningkatan risiko fraktur t e r ~ e b u t . ~ Penilaian Risiko Patah Tulang
Faktor risiko patah tulang telah banyak diteliti pada wanita
post-menopause tanpa glukokortikoid yaitu umur, jenis
DIAGNOSIS kelamir~wanita, nilai BMD rendah, riwayat patah tulang
sebelumnya, riwayat keluarga dengan patah tulang panggul,
Pasien yang mendapat terapi glukokortikoid jangka merokok, mengkonsumsialkoholjatuh dan artritis reumatoid.
lama harus dilakukan wawancara riwayat penyakit dan
Terapi glukokortikoid juga merupakan faktor risiko patah
pemeriksaan fisik untuk menilai adanya faktor risiko yang
tulang, dan telah dimasukkan dalam FRAXfractureprediction
relevan. Riwayat menstruasi dan status menopause pada
algorithm yang diterbitkan oleh WHO Collaborating Centre
wanita harus ditanyakan secara rinci. for Bone Metabolic Disease, Shefield, UK.
Pengaruh glukokortikoid terhadap bone mineral
density(BMD) dapat diukur dengan akurat menggunakan
Terapi Farmakologi
dual-energy X-ray absorptiometry (DXA) pada tulang
Beberapa obat telah diteliti untuk pencegahan dan terapi
belakang lumbal, tulang femur proksimal dan lengan
GIOP, efikasi obat-obat tersebut ternyata lebih rendah
bawah distal. Perubahan dini penurunan massa tulang
diband ngkan pada osteoporosispost-menopause. Reduksi
akibat glukokortikoid terjadi pada tulang belakang karena
risiko patah tulang pada GlOP dengan terapi tersebut
lebih banyak tersusun oleh tulang trabekular. Pemeriksaan
belum diteliti. Saat ini obat yang direkomendasi secara
BMD dengan DXA dianjurkan segera dilakukan pada
resmi untuk terapi GlOP adalah alendronate, etidronate,
subjek yang mendapat terapi glukokortikoid.12
risedronate, zoledronate dan teri~aratide.~
Pengaruh glukokortikoid pada metabolisme tulang
tampak pada perubahan yang nyata pada petanda Bisfosfonat. Bisfosfonat adalah obat yang paling banyak
biokimiawi turnover tulang. Petanda pembentukan tulang dievaluasi untuk terapi GIOP, dan dianggap sebagai pilihan
osteocalcin serum menurun dalam beberapajam setelah lini pertama. Alendronate, risedronate, etidronate dan
mulai terapi glukokortikoid sampai mencapai 30% dari zoledronate telah menjadi pilihan utama untuk pasien
kadar sebelum terapi. Derajat supresi sangat berkaitan yang mendapat terapi glukokortikoid. Mekanisme kerja
dengan dosis glukokortikoid. Petanda resorpsi tulang bisfosfonat mengurangi pengaruh glukokortikoid terhadap
meningkat setelah pemberian glukokortikoid dan menurun tulang belum diketahui dengan pasti. Penghambatan
ke normal dengan penurunan dosis g l u k o k ~ r t i k o i d . ~ ~ resorpji tulang yang menyebabkan penurunan kecepatan
Pemeriksaan biokimiawi darah, kadar kalsium, dan remodeling tulang (pada tahap awal terapi glukokortikoid)
kadar 25-hydroxy vitamin D perlu dilakukan pada awal diduga berperan pada efek terapeutiknya, akan tetapi
evaluasi. pengaruhnya pada pembentukan tulang belum jelas.
Parameter biokimiawi pada serum dan urin biasanya Semua bisfosfonat pada pasien GlOP mampu menekan
normal, petanda resorpsi tulang pada urin mungkin proseskehilangan massa tulang pada tulang belakang dan
meningkat. Kadar PTH serum mungkin normal atau sedikit femur proksimal, dan pada analisis subgroup, etidronate,
meningkat yang menunjukkan adanya hiperparatiroidism alendronate dan risedronate juga mampu menurunkan
sekunder. Alkali fosfatase fraksi tulang dan osteocalcin risiko patah tulang belakang. Dosis dan cara pemberian
menurun setelah terapi glukokortikoid dimulai yang bisfosfonat pada GlOP tercantum pada tabel
menunjukkan supresi aktivitas osteoblast. Ekskresi kalsium Pemberian injeksi bolus ibandronate setiap 3 bulan
dalam urin meningkat karena efek langsung glukokortikoid selama 2 tahun pada pasien dengan GlOP menunjukkan
pada ginjal.' peningkatan nilai BMD 11,9% pada tulang belakang, 4,7%
pada t ~ l a n g
femur proksimal, dan 15,5% pada kalkaneus.
Penin~katannilai BMD tersebut berbeda secara bermakna
PENATALAKSANAAN dibandingkan dengan pasien yang mendapat alfacalcidol.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa ibandronate potensial
Prinsip penatalaksanaanGlOP adalah menggunakan dosis untuk terapi GIOP.13
PENYAKIT SKELETAL

Tqbd 1. PilihenTerapi.Farpakplogisuntuk Osteoporosis Pernberian kalsiurn 1000 rng perhari dan vitamin D, 500 IU
Akibat ~ ~ & i ~ q 8 : i k ( i ~ i ~ ~ 0 ~ i ~ 2010) perhari
ompston, rnampu rneningkatkan nilai BMD tulang belakang
lntervensi Regimen dosis Cara 0,72% pertahun dibandingkan dengan penurunan nilai
pernberian BMD 2% pertahun pada kelornpok plasebo.17
Alendronate 5 atau 10 mg setiap hari Oral Terapi Farmakologi Lainnya. Beberapa terapi farrnakologi
70 mg seminggu sekali* lainnya telah dievaluasi pada GIOP seperti calcitonin,
Etidronate 400 mg setiap hari Oral estrogen dan sodium fluoride, tetapi belurn terdapat bukti
selarna 2 minggu setiap
yang kuat dan rneyakinkan untuk rnerekornendasikan
3 bulan
Risedronate 5 mg setiap hari obat tersebut untuk terapi Calcitonin dapat
Oral
35 mg seminggu sekali* rneningkatkan BMD pada tulang belakang sekitar 3% pada
Zoledronate 5 mg setahun sekali lnfus tahun pertarna terapi, tetapi tidak ada efek pada tulang
intravena pada panggul atau pada risiko patah tulang.18
Teriparatide 20 pg setiap hari lnjeksi Obat terbaru yang telah dipakai pada terapi osteoporosis
subkutan adalah denozurnab, suatu fullyhuman monoclonal antibody
* Hanya dosis harian yang direkomendasikanuntuk oste2poros s terhadap RANKL. Denosurnab diberikan dengan dosis 60
akibat glukokortikoid rng setiap 6 bulan subkutan, telah rnendapat persetujuan
untuk terapi osteoporosis post-menopause. Obat tersebut
saat ini sedang dalarn uji klinis untuk pasien laki-laki dan
Hormon Paratiroid. Pernberian horrnon paratiroid secara perernpuan dengan artritis reurnatoid. Data rnenunjukkan
interrniten rnenghasilkan efek anabolik pada tulang nilai BMD pada tulang belakang rnengalarni peningkatan
rnelalui stirnulasi pernbentukan tulang pada tingkat yang sebelurnnya tidak dipengaruhi oleh terapi bisfosfonat
jaringan dan selular, rnenjadi dasar rasional pernak3iannya dan glukokortikoid.lg
pada GIOP. Pengaruh teriparatide (human recorqbinant
PTH amino acid 7-34) dosis 40 pg perhari pada wanita Panduan Klinis
post-rnenopause yang rnendapat prednison oral dan Berbagai panduan untuk tatalaksana GIOP telah diterbit-
terapi sulih horrnon rnenunjukkan peningkatan berrnakna kan. Sebagian besar panduan tersebut rnenyatakan untuk
pada BMD tulang belakang setelah terapi selarna 1 individu yang rnengkonsurnsi glukokortikoid secara terus
tahun, dan tetap bertahan selarna 1 tahun setelah terapi rnenerus selarna 3-6 bulan dengan dosis 5-7,5 rng perhari
dihentikan. Sedikit peningkatan juga terjadi pada BMD harus rnendapatkan perhatian terhadap kernungkinan
panggul setelah terapi 1 tahun, tetap berlanjut setelah GIOP Batas untuk terapi pencegahan sekunder untuk GIOP
terapi dihentikan kernudian rnenjadi berrnakna setelah 2 didasarkan pada T-score dari perneriksaan BMD, dirnana
tahun.14,15Teriparatide rnenjadi pilihan terapi untuk GIOP nilai batas tersebut lebih tinggi dibandingkan untuk
pada pasien yang tidak dapat rnengkonsurnsi bisfosfonat, osteoporosis post-menopause seperti yang tercanturn
tetapi karena biaya terapi yang lebih rnahal rnenjadikannya pada tabel 2'
sebagai pilihan terapi lini k e d ~ a . ~

Calcitriol. Pernberian calcitriol bersarna dengan alfacalcidol


rnernberikan efek yang berrnanfaat pada nilai BMD tulang
belakang, tetapi efek pada nilai BMD panggul tidak
berrnakna dan penurunan risiko patah tulang belakang Patah tulang lebih sering terjadi pada pasien dengan terapi
belurn diketahui. Sarnpai saat ini rnasih lernah alasan untuk glukokortikoid, sekitar 20% pasien laki-laki usia lanjut
dan wanita post-menopause rnengalarni patah tulang
pernberian alfacalcidol dan calcitriol pada GIOP.'
belakang dalarn tahun pertarna terapi glukokortikoid.
Kalsium dan Vitamin D. Beberapa penelitian rnenunjuk- Penelitian lain rnenunjukkan prevalensi patah tulang
kan efek yang rnenguntungkan dari suplernentasi kalsiurn belakang asirntornatik 37% pada wanita post-menopause
dan atau vitamin D pada pasien dengan GIOP. (alsiurn yang rnendapat glukokortikoid jangka panjang, prevalensi
dan vitamin D diberikan secara rutin pada sebagi~nbesar tersebut sernakin rneningkat dengan bertarnbahnya
uji klinis pada GIOP, dan rnerupakan terapi tarnbahan u~ia.~O
untuk Sebuah rneta-analisis rnenyirnpulkan Terdapat peningkatan risiko patah tulang pada
bahwa pernberian kalsiurn dan vitamin D lebih efektif pernakai glukokortikoid dengan risiko relatif (RR) 1,91
dibandingkan dengan pernberian kalsiurn saja atau tanpa untuk sernua jenis patah tulang, 2,01 untuk patah tulang
terapi pada GIOP, dengan perbedaan nilai BMC tulang panggul, 2,86 untuk patah tulang belakang, dan 1,13 untuk
belakang lurnbal 3,2% dibandingkan dengan kontrol.16 patah tulang lengan b a ~ a h . ~ '
OSTEOPOROSISAKIBAT GLUKOKORTIKOID 3469

OsteoporosisAkibat Qukol$~rtikoi.d(~igq.&$&
Tabel 2. Panduan Klinis~Tatal@kssnik $0) .

'
'

American lJK Royal College of Physician


Rheumatology
Dosis glukokortikoid > 5 mg per hari selama 2 3 bulan
- Semua dosis selama 2 3 bulan
Kriteria untuk pencegahan primer Semua pasien Usia 2 65 tahun atau riwayat patah
tulang akibat trauma minimal (fragility
fracture)
lndikasi untuk pencegahan sekunder BMD T-score < -1 BMD T-score < -1,5
Suplementasi kalsium dan vitamin D Semua pasien PaSien dengan asupan kalsium rendah
dan/atau insufisiensi vitamin D
B M D : bone n7ineral density

Risiko patah tulang berkaitan dengan dosis dan REFERENS1


durasi t e r a ~alukokortikoid,
a
i
u
umur, indeks massa tubuh,
dan jenis kelamin wanita, ~ i ~ patah i k tulang
~ tersebut 1. Fitzpatrick LA. Secondary causes of osteoporosis. Mayo Clin
Proc 2002;77:453-468.
meningkat sejalandengan meningkatn~a kumulatif 2, Ettinger 8, Chidambaran P, Pressman A, Prevalence and
glukokortikoid, pasien yang mendapat dosis minimal 30 determinants of osteoporosis drug prescription among
hg/hari dan dosis kumulatif lebih dari 5 g akan memiliki patients with high exposure to glucocbrticoid drugs. ~ m ?
Manag Care 2001;7:597-605.
RR patah tulang osteoporotik sampai dengan 3,63."
3. v m Staa TI
', Leufkens HG, Abenhaim L, et nl. Use of oral
corticosteroids in the United Kingdom. QJM 2000;93:105-
111.
4. Canalis E, Giustina A. Glucocorticoid-induced osteoporosis:
PENCEGAHAN summary of a workshop. J ClinEndocrinolMetab 2001;86:5681-
5585.
Pencegahan primer terhadap GlOP dilakukan saat terapi 5. Compston J . Management of glucocorticoid-induced
glukokortikoid dimulai sampai dengan waktu 3 bulan. osteoporosis. J Nat Rev Rheumatol2010;6:82-88.
6. k'ao W, Cheng Z, Busse C, Pham A, Nakamura MC, Lane
Segera setelah terapi glukokortikoid dimulai dianjurkan
PIE. Glucocorticoid excess in mice results in early activation
untuk melakukan tindakan pencegahan meliputi berhenti of osteoclastogenesis and adipogenesis and prolonged
merokok, latihan fisik, asupan kalsium antara 1000 sampai suppression of osteogenesis: a longitudinal study of gene
1500 mg perhari, dan asupan vitamin D 800 sampai 1000 expression in bone tissue from glucocorticoid-treated mice.
Arthritis Rheum 2008;58:1674-1686.
IU per hari.23 7. Manolagas SC, Weinstein RS. New developments in the
Hasil meta-analisis dari The Cochrane Database pathogenesis and treatment of steroid-induced osteoporosis.
menunjukkan bahwa pemberian kalsium dan vitamin J Bone Miner Res 1999;14:1061-1066.
8. Canalis E, Bilezikian JP, Angeli A, Giustina A. Perspective on
D selama 2 tahun pada pasien yang mendapat terapi
glucocorticoid-induced osteoporosis. Bone 2004;34:593-598.
glukokortikoid mempunyai perbedaan bermakna 9. Ohnaka K, Tanabe M, Kawate H, Nawata H, Takayanagi
pada BMD tulang belakang lumbal lebih tinggi 2,6% R. Glucocorticoid suppresses the canonical Wnt signal in
dibandingkan dengan kelompok k ~ n t r o l Pemberian
.~~ cultured human osteeoblast. Biochem Biophys Res Commun
iOO5;329:177-181.
kalsium dan vitamin D juga aman dan murah sehingga 10. Deal C. Potential new drug targets for osteoporosis. Nat Clin
dianjurkan mengkonsumsi kalsium dan vitamin D untuk Pract Rheumatol2009;5:20-27.
setiap pasien yang mendapat terapi g l u k ~ k o r t i k o i d . ~ ~ 11. Yeap SS, Hoslung DJ. Management of corticosteroid-induced
osteoporosis. Rheumatology 2002;41:1088-1094.
Rekomendasi oleh American College of Rheumatology
12. Sambrook PN. Glucocorticoid-induced osteoporosis. In :
(ACR) dan United Kingdom (UK) guidelines menyatakan Hochberg MC, Silman A], Smolen JS, Weinblatt ME, Weisman
bahwa bisfosfonat efektif untuk pencegahan dan terapi PdH (Eds). Rheumatology,4'" ed. Philadelphia: Mosby
kehilangan massa tulang pada pasien yang mendapat Elsevier,2008:1969-1975.
13. Ringe JD, Dorst A, Faber H, Ibach K, Preuss J. Three-monthly
terapi glukokortikoid. Untuk wanita pre-menopause, ibandronate bolus injection offers favourable tolerability and
wanita post-menopause dengan terapi sulih estrogen, sustained efficacy advantage over two years in established
dan laki-laki, ACR merekomendasi risedronate 5 mg corticosteroid-induced osteoporosis. Rheumatology
2003;42:743-749.
perhari atau alendronate 5 mg perhari, sedangkan untuk 14. Lane NE, et nl. Parathyroid hormone treatment can reverse
wanita post-menopause yang tidak mendapat estrogen corticosteroid-induced osteoporosis. Results of a randomized
dianjurkan risedronate 5 mg perhari atau alendronate 10 controlled clinical trial. J Clin Invest 1998;102:1627-1633.
mg per hari (Tabel 2).23 15. Lane NE, et nl. Bone mass continue to increase at the hip
after parathyroid hormone treatment is discontinued in
glucocorticoid-induced osteoporosis: results of a randomized
3470 PENYAKIT SKELETAL

controlled clinical trial. J Bone Miner Res 2000;15:944-951.


Amin S, La Valley MP, Simms RW, Felson DT. The role
of vitamin D in corticosteroid-induced: a meta-analytic
approach. Arthritis Rheum 1999;42:1740-1751.
Buckley LM, Leib ES, Cartularo KS, Vacek PM, Cooper SM.
Calcium and vitamin D3 supplementation prevents bone loss
in the spine secondary to low-dose corticosteroids in patients
with rheumatoid arthritis. Ann Intern Med 1996;115:961-
968.
Cranney A, Tugwell P, Zytaruk N, et 01. Meta-analyses
on therapies for postmenopausal osteoporosis. VEMeta-
analyses of calcitonin for the treatment of postmenopausal
osteoporosis. Endocr Rev 2002;23:540~551.
Dore RK. How to prevent glucocorticoid-inducedosteoporosis.
Cleveland Clinic Journal of Medicine 2010;77:529-536.
Woolf AD. An update on glucocorticoid-inducedosteo~orosis.
Curr Opin Rheumatol2007;19:370-375.
van Staa TP, Leufkene HG, Cooper C. The epidemiology
of corticosteroid-induced osteoporosis: a meta-analysis.
Osteoporosis Int 2002;13:777-787.
De Vries F, Bracke M, Leufkens HG, et nl. Fracture risk with
intermittent high dose oral glucocorticoid therapy. Arthritis
Rheum 2007;56:208-214.
Dore RK, Cohen SB, Lane NE,et nl : Denosumab RA Study
Group. Effects of denosumab on bone mineral density and
bone turnover in patients with rheumatoid arthritis receiving
concurrent glucocorticoids or bisphosphonate. Ann Rheum
Dis 2010;69:872-875.
Homik J, Suarez-Almazor ME, Shea 8, Cranney A, Wells
G, Tugwell P. Calcium and vitamin D for corticosteroid-
induced osteoporosis. Cochrane Database Syst Rev
2000;(2):CD000952.
OSTEOPOROSIS PADA LAKI-LAKI
B.P. Putra Suryana

PENDAHULUAN PATOGENESIS

Osteoporosis pada laki-laki (OL) menjadi masalah Penelitian longitudinal pada laki-laki menggunakan
kesehatan yang semakin penting dengan meningkatnya volumetric bone mineral density (vBMD) menunjukkan
jumlah populasi usia lanjut. Sebelumnya, OL kurang bahwa terjadi kehilangan massa tulang trabekular yang
mendapat perhatian karena laki-laki lebih jarang bermakna pada tulang belakang, radius distal dan tibia
mengalami osteoporosis dibandingkan dengan distal sebelum usia pertengahan pada laki-laki. Kecepatan
perempuan, sehingga banyak kasus OL yang tidak penurunan vBMD pada tulang radius dan tibia distal
terdiagnosis. Bertambahnya usia pada laki-laki akan diikuti mengalami perlambatan pada usia lebih tua, tetapi tidak
dengan menurunnya bone mineral density (BMD) terus pada tulang belakang. Sebaliknya, vBMD kortikal relatif
menerus setiap tahun, disertai dengan meningkatnya tetap stabil sampai usia 65-70 tahun, kemudian terjadi
risiko patah tulang. Patah tulang osteoporosis akan kehilangan tulang kortikal pada usia selanjutnya. Hal yang
meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Walaupun serupa juga terjadi pada perempuan, yang menunjukkan
risiko patah tulang panggul pada laki-laki lebih rendah bahws pada keduajenis kelamin, kehilangan massa tulang
dibandingkan perempuan yaitu 6% berbanding dengan trabekular mulai terjadi pada usia dewasa muda, kemudian
17,5%, akan tetapi kematian akibat patah tulang panggul kehilangan massa tulang kortikal mulai terjadi setelah usia
pada laki-laki lebih tinggi yaitu 31% berbanding 17,0% pertengahan?
pada perernpuan.' Pola perubahan struktur tulang akibat usia pada
Osteoporosis pada laki-laki mempunyai gambaran perenpuan dan laki-laki berbeda. Pada laki-laki,
dan patofisiologi yang agak berbeda dengan osteo- kehilangan massa tulang trabekular terjadi akibat
porosis pada perempuan post-menopause. Masih penurunan pembentukan tulang yang menyebabkan
banyak ha1 yang belum diketahui mengenai pato- penipisan trabekula, tetapi jumlah dan konektivitas
fisiologinya, sehingga masih terdapat kesenjangan trabekula masih tetap. Sedangkan pada perempuan
dalam pemahaman patogenesis dengan terapi osteo- post-menopause, mekanisme utama yang terjadi
porosis pada laki-laki. adalah peningkatan resorpsi tulang yang menyebabkan
penguranganjumlah trabekula yang lebih banyak disertai
terputusnya konektivitas trabekula dan terjadi perforasi
tra b e k ~ l a . ~
Hormon seks steroid mempunyai peran yang penting
Osteoporosis pada umumnya dianggap sebagai penyakit pada OL walaupun tidak terjadi tanda-tanda hipogonadism
pada perempuan, terutama setelah menopause, tetapi yang nyata pada laki-laki. Hormon testosteron dan
osteoporosis juga sering didapatkan pada laki-laki. estradiol, keduanya terdapat dalam darah pada laki-laki,
Sebanyak 3% sampai 6% laki-laki yang berusia lebih dari dan sebagian besar estradiol (85%) tersebut berasal dari
50 tahun menderita osteoporosis, dibandingkan dengan testcc.teron yang mengalami aromatisasi di jaringan
22% pada p e r e m p ~ a nSatu
. ~ dari 5 orang lakiilaki akan perifer. Kadar sex hormone binding globulin (SHBG)
mengalami patah tulang oste~porotik.~ meningkat sejalan dengan bertambahnya usia, yang akan
3472 PENYAKIT SKELETAL

rnernpengaruhi bioavailabilitas hormon testosteron dan pada setiap individu. Oleh karena itu penyebab OL
estradiol, sehingga perlu dilakukan pengukuran kadar dibedakan rnenjadi penyebab primer (osteoporosisterkait
kedua hormon tersebut pada laki-laki usia lanjut. Nilai urnur atau idiopatik) dan penyebab sekunder (karena
BMD, kecepatan kehilangan massa tulang dan insiden penyakit lain atau obat) (Tabel Sebanyak 85% penyebab
patah tulang lebih dipengaruhi oleh kadar estradiol osteoporosis sekunder pada laki-laki disebabkan oleh
dibandingkan dengan kadar te~tosteron.~ Peningkatan pemakaian glukokortikoid, hipogonadism, dan minurn
turnover tulang pada laki-laki usia lanjut dapat ditekan alkohol berlebihan."
dengan pernberian horrnon estradiol, tetapi tidak dengan
hormon te~tosteron.~ Nilai batas kadar bioavailabilitas
estradiol yang menyebabkan terjadinya peningkatan DIAGNOSIS
turnover tulang dan kehilangan massa tulang pada laki-laki
dan perempuan adalah sarna, yaitu sekitar 40 p m ~ l / L . ~ Anamnesis riwayat penyakit dan perneriksaan fisik yang
Defisiensi vitamin D (kadar 25-hydroxyvitamin D lengkap dapat rnemberikan informasi tentang faktor
kurang dari 20 ng/mL) terjadi pada 26% laki-laki dengan genetik, nutrisi, Iingkungan, sosial, riwayat medis dan obat-
osteoporosis, dan insufisiensi vitamin D (kadar 25- obatan yang berperan terhadap penyebab osteoporosi
hydroxyvitamin D antara 20-29 ng/mL) sebanyak 72%.8 pada laki-laki.
Laki-laki dengan osteoporosis mempunyai kadar vitamin Diagnosis klinis osteoporosis dapat dilakukan
D-binding protein (DBP) lebih tinggi dibandingkan dengan 2 cara yaitu adanya patah tulang osteoporotik
dengan kontrol, sedangkan kadar 25-hydroxyvitamin 0 3 dan mernakai kriteria densitas tulang rnenurut World
dan 7,25-dihydroxyvitamin 0 3 bebas dalam plasma lebih Health Organization (WHO). Patah tulang akibat trauma
rendah dibandingkan dengan k ~ n t r o lPengaruh
.~ vitamin minimal (fragility fracture) merupakan karakteristik yang
D terhadap tulang diduga rnelalui beberapa mekanisrne penting pada osteoporosis akibat dari penurunan BMD
yaitu menginduksi o~teobiasto~enesis dan aktivitas dan kualitas tulang. Pengukuran standar BMD untuk
osteoblast, mengaktifkan gen onkogenik, rnencegah diagnosis osteoporosis rnenggunakan metode dual
apoptosis osteoblast, dan menghambat adipogensis pada energy X-ray absorptiometry (DXA). WHO rnendefinisikan
sumsum tulang.1 osteoporosis sebagai T-score kurang atau sarna dengan
- 2 5 (Tabel 2).12
Penilaian risiko patah tulang dapat dilakukan dengan
ETlOLOGl DAN KLASlFlKASl mernakai World Health Organization Fracture Assessment
Tool (FRAX) berdasarkan BMD leher femur dan tidak
Osteoporosis pada laki-laki merupakan suatu penyakit tergantung jenis kelarnin. FRAX dipakai untuk prediksi
klasifikasi yang heterogen, karena rnekanisme dan risiko patah tulang absolut dalarn 10 tahun dengan atau
penyebab yang rnulti pel. Beberapa faktor yang berbeda tanpa nilai BMD, dan mernasukkan faktor risiko klinis utama
dapat berperan pada terjadinya kehilangan massa tulang yaitu riwayat patah tulang sebelumnya, riwayat patah

*@$$&
, .7+.,~.: m. . r .d.anSekunder
. pada ~aki~Laki~(~i~utipdari~~hosla;2008)
Osteoporosis Primer
Osteoporosis usia lanjut Alkoholism
Osteoporosis idiopatik Glukokortikoid (endogen dan eksogen)
Hipogonadism
Hiperparatiroidism
Penyakit gastrointestinal (sindrom rnalabsorpsi, inflammatory bowel disease,
primary biiiary cirrhosis, gastrectomy)
Hiperkalsiuria
Penyakit paru obstruktif kronik
Osteoporosis post-transplantasi
Penyakit neuro-muskuler
Penyakit sistemik (artritis reumatoid, multipel myeloma, mastositosis, penyakit
keganasan)
Obat (glukokortikoid, antikonvulsan, hormon tiroid, kemoterapi)
Merokok
Aktivitas 'isik minimal atau imobilisasi lama
OSTEOPOROSIS PADA LAKI-LAKI 3473

menopause. Secara umurn sebagian besar obat tersebut


Tab* 2. Kategdri ~ i a ~ ~ o j i s ~
- ~uF nD t'Menurut
. ~k
wm menunjukkan efikasi yang sama dalarn ha1 rneningkatkan
BMD dan menurunkan risiko patah tulang pada OL
Kategori diagnosis Kriteria
maupun pada osteoporosis post-menopause. Sarnpai
BMD normal T score 2 -1,O saat ini bisfosfonat masih menjadi pilihan terapi utama
Massa tulang rendah T score antara -1,O dan -2,s
untuk osteoporosis pada laki-laki disamping obat-obat
(osteopenia)
antiosteoporosis lainnya.
Osteoporosis T score 5 -2,5
T score 5 -2,s dengan satu atau Kalsium dan Vitamin D
Osteoporosis berat
lebih at ah tulana akibat trauma Kalsium dan vitamin D direkomendasikan pada
minimal (fragility'jracture) penderita osteoporosis untuk rnernpertahankan BMD,
Menurut WHO kriteria diagnosis ini pada awalnya dibuat untuk walaupun beberapa data tentang manfaatnya rnasih
wanita post-menopause,juga berlaku untuk laki-laki. ada yang tidak konsisten. Sebuah penelitian sytematic
review yang melibatkan 64.000 orang partisipan yang
tulang panggul pada orang tua, merokok, pemakaian rnendapat kalsiurn minimal 1200 mg perhari atau
glukokortikoid, artritis reumatoid, penyebab osteoporosis kalsium dengan vitamin D minimal 800 IU perhari
sekunder lainnya, dan konsumsi alkohol. National dapat menurunkan patah tulang osteoporotik 12%
Osteeoporosis Foundation (NOF) merekomendasikan pada laki-laki dan perempuan berusia 50 tahun atau
terapi untuk laki-laki dan perempuan bila probabilitas lebih.14 Pemberian kolekalsiferol direkomendasikan
patah tulang panggul dalarn 10 tahun 3% atau lebih, atau dengan dosis 800-2000 IU perhari untuk menjaga
probabilitas patah tulang osteoporotik pada semua tulang kadar 25-hydroxyvitamin D minimal 30 ng/rnL, dan
20% atau lebih.3 asupan kalsium pada laki-laki dengan osteoporosis
Pemeriksaan lebih lanjut perlu dilakukan untuk 1200-1500 mg perhari.13
mengetahui adanya penyebab sekunder bila z-score Bisfosfonat
kurang dari -2 pada pemeriksaan BMD. Pemeriksaan Obat golongan bisfosfonat seperti alendronate,
laboratorium rutin meliputi adalah perneriksaan kalsiurn risedronate, dan zoledronate rnepunyai efek yang bai k
serum, kreatinin serum, tes fungsi hati, kadar tirotropin, pada BMD dan risiko patah tulang belakang. Bisfosfonat
dan darah lengkap. Bila terdapat indikasi klinis, dilakukan menunjukkan efikasi yang sama dalam meningkatkan
juga pemeriksaaan elektroforesis protein dan protein BMD pada perempuan dan laki-laki dengan kadar
Bence Jones dalam urin (untuk gamopati rnonoklonal), testosteron normal atau rendah, sehingga terapi
antibodi anti-tissue tranglutaminase (untuk celiac sprue), hormon androgen pada laki-laki tidak tergantung
kortisol atau kalsium urin 24 jam, dan antibodi human terapi bisf~sfonat.~Alendronate dan risedronate pada
immunodeficiency virus. Perneriksaan kadar testosteron OLefektif dalam meningkatkan BMD dan menurunkan
total direkomendasikan pada semua laki-laki dengan terjadinya patah tulang belakang.15Terapi alendronate
osteopor~sis.~~ Perneriksaan kadar 25-hydroxyvitamin D 10 mg perhari selama 2 tahun dapat rneningkatkan
dipertimbangkan pada kelompok pasien yang rnempunyai BMD pada tulang belakang dan tulang panggul, dan
predisposisi terhadap defisiensi vitamin D seperti adanya rnenekan insiden patah tulang belakang radiografik
malabsorpsi, pigmen kulit gelap, atau ~ b e s i t a s . ~ dalam 2 tahun pada laki-laki dengan osteopor~sis.~~
Terapi risedronate dengan dosis 5 mg perhari selarna
1 tahun dapat meningkatkan BMD pada tulang
PENATALAKSANAAN belakang dan tulang panggul, dan menurunkan risiko
patah tulang belakang radiografik.17Terapi risedronate
Terapi Nonfarmakologi pada laki-laki post-strokee dengan osteoporosis dapat
Latihan fisik teratur (weight-bearing exercise), meng- menurunkan risiko patah tulang panggul. Selain itu,
hentikan merokok dan alkohol perlu dianjurkan kepada bisfosfonat juga efektif pada OL dengan penyebab
pasien sebagai bagian dari terapi OL. Latihan fisik yang sekunder seperti akibat glukokortikoid, imobilisasi
teratur mampu rnenurunkan risiko jatuh sampai 25%, dan penyakit inflamasi artritis reurnatoid.15
tetapi belum ada bukti terhadap pencegahan terjadinya Laki-laki dengan karsinoma prostat yang
patah tulang.' mendapat terapi anti-androgen akan mengalami
kehilangan massa tulang dan peningkatan risiko
Terapi Farmakologi patah tulang. Terapi dengan bisfosfonat pada pasien
lnformasi farmakologi tentang obat-obat pada OL lebih tersebut dapat memberikan perlindungan terhadap
terbatas dibandingkan dengan pada osteoporosis post- terjadinya osteopor~sis.~~

Anda mungkin juga menyukai