Anda di halaman 1dari 5

IMPLEMENTASI KONSERVASI DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT

DI TAMAN NASIONAL WAKATOBI

TIARA KUSDANARTIKA

E34140020

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2015
PENDAHULUAN

Latar belakang

Implementasi konservasi adalah penerapan apa yang telah di rancang atau


direncanakan pada bidang konservasi yaitu dengan melindungi, mengawetkan, dan
memanfaatkan. Di Indonesia banyak memiliki lahan konservasi seperti halnya Taman
Nasional. Di Taman Nasional juga terdapat masyarakat yang sudah menghuni kawasan
tersebut sebelum Taman Nasional itu ditetapkan sehingga sulit untuk membuat Taman
Nasional itu steril dari hunian masyarakat. Masalah ini yang biasa terjadi jika kedua belah
pihak tidak memikirkan dampak yang terjadi. Konflik yang seperti ini yang harus
dihindarkan dengan begitu konservasi tetap jalan dan masyarakat mengetahui batasan apa
yang boleh dan tidak boleh dilakukan sehingga tidak merusak sumberdaya alam hayati di
Taman Nasional tersebut. Salah satu Taman Nasional yang akan dibahas adalah Taman
Nasional Wakatobi yang masyarakatnya sendiri menjaga sumberdaya hayati di kawasan
tersebut karena masyarakat membutuhkan sumberdaya tersebut.

Rumusan masalah

Bagaimana masyarakat mengimplementasikan Taman Nasional Wakatobi?


Apa kegiatan yang dilakukan untuk mendukung implementasi konservasi
tersebut?
Hambatan dalam mengimplementasikan konservasi di Taman Nasional
Wakatobi?

Tujuan dan manfaat

Tujuan dari paper ini adalah untuk menginformasikan kepada masyarakat bahwa
masyarakat lokal dengan Taman Nasional Wakatobi bisa selaras sama-sama menjaga dan
melestarikan sumberdaya alam hayati di Taman Nasional Wakatobi. Manfaatnya adalah
potensi yang ada Taman Nasional Wakatobi dapat memajukan ekonomi masyarakat lokal
dan dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
PEMBAHASAN

Taman Nasional Wakatobi merupakan salah satu taman nasional laut terluas di
Indonesia. Taman Nasional ini terletak di Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara.
Taman Nasional Wakatobi memiliki potensi sumberdaya alam laut yang bernilai tinggi,
baik dalam jenis dan keunikannya, serta panorama bawah laut yang indah. Taman
Nasional ini memiliki 25 buah gugusan terumbu karang dengan keliling pantai dari pulau-
pulau karang sepanjang 600 km. Kekayaan jenis terumbu karang yang dimiliki Taman
Nasional Wakatobi terdiri lebih 112 jenis karang dari 13 famili, terdapat 93 jenis ikan
yang dikonsumsi dan ikan hias, dan merupakan rumah bagi 4 spesies penyu. Wakatobi
terdiri 4 gugusan pulau besar yaitu Wangi-wangi, Kaledupa, Tomia, Binongko dan
ratusan pulau kecil. Masyarakat sekitar yang berada di kawasan Taman Nasional
Wakatobi menggantungkan hidupnya pada sumber laut, karena pekerjaan mereka yang
kebanyakan adalah nelayan tradisional dan budidaya rumput laut. Contohnya adalah suku
Bajau. Suku Bajau merupakan salah satu suku yang masih menjunjung kebudayaannya
yaitu berperahu tradisional dan yang menarik dalam kesaharian suku ini adalah dengan
menyelam ke dasar laut untuk mencari ikan tanpa alat bantu pernapasan dibawah laut.
Kebudayaan etnis pada tiap suku masih kuat dan belum banyak mengalami akulturasi dan
masing-masing etnis hidup rukun, saling menghargai dan hidup damai, karena tiap etnis
mempunyai keperluan yang sama yaitu menggantungkan hidupnya pada sumber laut.

Kawasan Taman Nasional Wakatobi dihuni lebih dari 100.000 orang yang
tersebar di 100 desa didalam empat gugusan pulau utama. Hal ini menjadi figur yang unik
dari Wakatobi megingat taman nasional secara umum tidak memungkinkan orang-orang
untuk mendiami kawasan tersebut. Hal ini juga menjadi tantangan bagi masyarakat
Wakatobi untuk menjaga dan mengelola daerah sambil menjamin kelestarian
keanekaragaman hayati, mengingat mayoritas masyarakat Wakatobi menggantungkan
hidupnya pada sumberdaya laut. Kondisi pendidikan masyarakat Wakatobi yang rendah
dan sarana prasarana yang belum lengkap. Namun kondisi kesehatan pada masyarakat
Wakatobi yang baik bisa terlihat dari kehidupan keseharian dan kondisi lingkungan yang
ada, dan posisi pemukiman yang sudah tertata dengan rapih. Karena masyarakat berpikir
bahwa masyarakat menggantunngkan hidupnya pada sumbedaya laut jadi otomatis
masyarakat akan menjaga dengan sungguh-sungguh dan juga melestarikan apa yang
menjadi tempat pemenuhan kebutuhan masyarakat. Masyarakat yang mulai mengerti
akan sumberdaya yang dibutuhkan maka masyarakatnya sendiri yang akan menjaga dan
mengelola dengan benar karena dengan tanpa sumberdaya tersebut masyarakat akan
kesulitan untuk memenuhi kebutuhannya. Potensi yang diberikan Taman Nasional
Wakatobi dengan keindahan bawah laut yang membuat wisatawan berdatangan dan juga
keunikan masyarakat lokal dalam hal mencari ikan yang menambahkan daya tarik wisata.

Kegiatan yang dilakukan masyarakat lokal adalah menjaga dan melestarikan


sumberdaya laut yang menjadi pemenuh kebutuhan hidup masyarakat lokalnya. Ada juga
kegiatan yang dilakukan WWF dan TNC dengan masyarakat lokal yaitu mengadakan
program pelatihan untuk penguatan kapasitas masyarakat di gugusan pulau yang terletak
di tenggara Sulawesi, melakukan pertemuan dengan kolompok-kelompok masyarakat
untuk menggali aspirasi dan gagasan mengenai target konservasi untuk perlindungan
Wakatobi dan desain dengan zonasi yang sesuai dengan kebutuhan nelayan. Komunitas
nelayan tiap pulau-pulau besar di Wakatobi juga mengembangkan kapsitasnya lebih jauh.
Seperti halnya KOMUNTO (Komunitas Nelayan Tomia) mempelopori tentang Bank
Ikan. Bank Ikan adalah konsep yang mereka tetapkan pada suatu daerah laut dengan
melarang aktivitas penangkapan ikan dengan metode apapun. Hasilnya adalah
kesimbangan ekosistem yang berimplikasi positif pada ketersediaan hasil tangkapan ikan.
Kegigihan dan kerja keras komunitas nelayan ini menjadi pemenang Equator Prize 2010
oleh UNDP di New York sebagai penghargaan atas upaya nyata membawa komunitasnya
menuju cita-cita pembangunan milenium (Millenium Development Goals/MDGs).

Hambatan dalam mengimplementasikan konservasi antara masyarakat lokal


dengan Taman Nasional Wakatobi sulitnya menengahi konflik yang ditimbulkan,
sehingga WWF memfasilitasi kedua belah pihak untuk meningkatkan partisipatif aktif
dalam perencanaan, manajemen dan evaluasi pengelolaan taman nasional. Peningkatan
pengetahuan dan kesadaran masyarakat lokal di Wakatobi dilakukan dengan
mengorganisir masyarakat dalam kegiatan penyuluhan lingkungan.

SIMPULAN

Taman Nasional Wakatobi memiliki potensi yang patut dikunjungi karena


memiliki keindahan bawah laut yang indah dan keunikan masyarakat lokal dalam mencari
ikan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Perlu ada yang menengahi untuk konflik yang
terjadi antara taman nasional dengan masyarakat lokal. Masyarakat lokal menyadari
bahwa untuk memnuhi kebutuhan hidupnya tergantung pada sumberdaya laut, dengan
begitu masyarakat lokal menjaga dan melestarikan sumberdaya alam hayati yang terdapat
dikawasan Taman Nasional Wakatobi. Begitu juga pihak Taman Nasional Wakatobi tidak
bisa seenaknya mengusir masyarakat lokal yang sudah menempati lebih dahulu sebelum
Taman Nasional Wakatobi ditetapkan sebagai taman nasional. Taman Nasional Wakatobi
dan masyarakat lokal harus selaras, bersama membantu menjaga dan melestarikan
keanekaragaman hayati.

DAFTAR PUSTAKA

Santiadji V. 2012. Terobosan Masyarakat Wakatobi yang Mendunia. Masyarakat dan


Konservasi (50 Kisah yang Menginspirasi dari WWF untuk Indonesia). Bab 12 Hal
34. Jakarta (ID): WWF-Indonesia.

http://www.dephut.go.id/ [diakses pada tanggal 28 Desember 2015]

http://wakatobinationalpark.com/ [diakses pada tanggal 28 Desember 2015]

http://www.wwf.or.id/program/wilayah_kerja_kami/sulawesi__nusa_tenggara___papua/k
onservasi_terpadu_di_wakatobi_/ [diakses pada tanggal 28 Desember 2015]

Anda mungkin juga menyukai