Anda di halaman 1dari 17

ANALISIS INDUSTRI ALAS KAKI DI DKI JAKARTA TAHUN 2014

DENGAN MODEL PORTERS FIVE FORCES

Deasy Widyasari
Fakultas Ekonomi, Universitas Budi Luhur, Jakarta
Jl. Raya Ciledug, Petukangan Utara, Kebayoran Lama, Jakarta 12260

ABSTRAKSI

Industri alas kaki Indonesia menyerap jumlah tenaga kerja banyak dan berkontribusi besar pada
PDB Indonesia. Dalam beberapa tahun pertumbuhan industri ini mengalami fluktuasi karena kelangkaan
bahan baku kulit, kenaikan tarif dasar listrik (TDL) dan kenaikan upah minimum regional (UMR).
Luasnya pasar alas kaki Indonesia, ternyata produsen lokal baru bisa memenuhi kurang dari 50%,
sementara sisanya dari impor. Pemenuhan bahan baku industri alas kaki ternyata lebih dari 70% berasal
dari impor. Fenomena ini terjadi pada industri alas kaki di Indonesia umumnya dan Jakarta secara khusus.
Model Porters Five Forces terdiri dari kekuatan tawar pemasok, kekuatan tawar pembeli, ancaman
pendatang baru, ancaman barang substitusi dan persaingan antar perusahaan dalam industri. Tujuan
penelitian untuk menggambarkan daya tarik, intensitas persaingan, potensi laba, serta faktor-faktor kunci
keberhasilan (key success factors) pada industri alas kaki di DKI Jakarta. Populasinya terdiri dari UKM
dan usaha besar yang jumlahnya 35, kemudian dengan menggunakan rumus slovin didapat 25 sampel.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif untuk mengungkapkan isu-isu strategis secara
intensif, mendalam dan komprehensif. Hasil temuan penelitian ini yaitu daya tawar empat kekuatan
Model Porter dalam industri ini cenderung kuat, kecuali ancaman pendatang baru yang bisa dikatakan
cukup lemah karena besarnya hambatan masuk dalam industri ini khususnya bagi UKM.

Kata kunci: industri alas kaki, Model Porters Five Forces, UKM, UB, faktor-faktor kunci keberhasilan,
daya tarik industri, profitabilitas industri, intensitas persaingan.

ABSTRACT

Indonesia footwear industry employed many labors and has a huge contribution to GDP. In
recent years, the growth of this industry is fluctuating due to the scarcity of leather raw material, increase
of electricity base tariff, and regional minimum wage. In fact, the large market of Indonesian footwear,
supplied less than 50% by local producers and the rest supplied by import producers. While, more than
70% of raw materials for the industry is imported. This phenomenon happens generally in Indonesia and
specifically in Jakarta. Porters Five Forces Model consist of bargaining power of suppliers, bargaining
power of buyers, threat from substitute products, threat from new entry, rivalry among firms in the
industry. The aim of this research is to describe the competition intensity, attractiveness, and profitability
of footwear industry in Jakarta, and to resume the key success factors. The populations consist of SME
and large scale enterprises of total 35. The sample is 26 resulted from the Slovin Formula. This is a
qualitative descriptive research that reveals strategic issues in intensive, deep and comprehensive way.
The result of this research shows that the four forces are tend to be strong, except for the threat of new
entry looks weak because of the hard entry barriers, especially for those SMEs.

Key words: footwear industry, Porters Five Forces Model, SME, large scale enterprise, key success
factors, competition intensity, attractiveness industry, profitability industry.

205
PENDAHULUAN Grafik 1
Pertumbuhan Industri Tekstil dan
Pembangunan ekonomi jangka panjang dengan
Produk Tekstil, Barang Kulit & Alas Kaki di
pertumbuhan PDB akan membawa suatu
Indonesia, Tahun 2004-2012
perubahan mendasar dalam struktur ekonomi,
10
dari ekonomi tradisional dengan pertanian
8 7.52
sebagai sektor utama ke arah ekonomi modern
6
yang didominasi oleh sektor-sektor non-primer,
4 4.06 4.19
khususnya industri manufaktur dengan
2 1.77
1.311.23
increasing returns to scale (relasi positif antara 0 0.6
pertumbuhan output dan pertumbuhan -2
produktivitas) yang dinamis sebagai motor -4 -3.68-3.64

utama penggerak pertumbuhan ekonomi (Weiss, -6

1988). Hal ini terbukti dengan pertumbuhan Sumber: Kementrian Perindustrian RI


pesat dari tahun ke tahun pada sektor non-primer
Indonesia. Kontribusi produk dari industri tekestil,
produk tekstil, barang kulit dan alas kaki
Industri alas kaki Indonesia merupakan terhadap Pendapatan Domestik Bruto dari tahun
bagian dari sektor non-primer yang tumbuh 2007-2012, bisa dilihat pada Tabel 1 berikut ini.
dengan kecenderungan tren yang berfluktuasi Disitu terlihat bahwa adanya penurunan
(Grafik 1). Pelaporan pertumbuhan industri alas kontribusi industri ini terhadap PDB yang
kaki oleh Kementrian Perindustrian disebabkan oleh hal-hal yang telah dikemukakan
(Kemenperin) biasanya digabungkan dengan diatas.
data pertumbuhan dari industri tekstil dan
produk tesktil juga barang kulit, dimana 58% Tabel 1

kontribusinya berasal dari industri alas kaki. Peran Industri TPT, Barang Kulit & Alas
Kaki terhadap PDB, tahun 2007-2012
2007 200 200 201 201 201
8 9 0 1 2
Pera 10,5 9,21 9,19 8,97 9,23 9,11
n thd 6
PDB
(%)
Sumber: Kementrian Perindustrian RI

206
Pada hakikatnya industri alas kaki lokal maupun luar. Industri alas kaki Indonesia
membuka peluang besar karena industri tersebut berawal dari tahun 1920-an, dimana saat itu baru
adalah padat karya, dimana memberikan berjumlah 61 produsen alas kaki.
lapangan pekerjaan bagi masyarakat Indonesia Perkembangannya terus mengalami fluktuasi
dalam jumlah besar. Industri alas kaki berkaitan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2010 sudah
erat dengan industri pendukung lainnya, terdaftar di Departemen Perindustrian 322
misalnya: industri kulit sintetis, industri produsen alas kaki untuk keperluan sehari-hari.
penyamakan kulit, industri karet untuk sol Sebagian besar perusahaan yang sudah terdaftar
sepatu, dan industri lem. Pada Grafik 2 tersebut berada di Pulau Jawa.
diperlihatkan data dari tahun 2006 sampai
Khusus untuk pasar domestik produsen
dengan 2010 penyerapan jumlah tenaga kerja
alas kaki jelas mendapatkan tantangan yang
yang mengalami fluktuasi dengan angka terkecil
cukup berat, terutama sejak tahun 2000 yakni
adalah 9.783 tahun 2010 dan tertinggi pada
saat era pasar bebas mulai berlangsung. Apalagi
tahun 2009 yaitu 10.639 tenaga kerja yang
sejak berlakunya ACFTA (Asean-China Free
terserap.
Trade Area), memaksa para produsen alas kaki
Grafik 2 Indonesia bersaing dengan produsen luar negeri.
Menurut Asosiasi Persepatuan Indonesia
Perkembangan Jumlah Tenaga Kerja
(Aprisindo) permintaan alas kaki dalam negeri
Industri Besar dan Sedang pada Industri
sekitar Rp 25 triliun tahun 2010, dimana
Alas Kaki dan Lainnya di Indonesia, Tahun
sebanyak 60% atau Rp 15 triliun penjualan
2006-2010
berasal dari produk lokal dan sisanya 40%
10800
10639 berasal dari produk impor, terutama dari China
10600
10433 yang terkenal lebih murah harganya. Sejak tahun
10400
10276 2012 Indonesia kebanjiran produk impor alas
10200
10000 kaki dari China US$ 40,44 juta, Singapura US$
9800 9796 9783 10,75 juta, Malaysia US$ 4,87 juta dan dari
9600 negara kawasan Asia Tenggara lainnya.
9400
9200 Membanjirnya jumlah produk alas kaki
2006 2007 2008 2009 2010 impor dengan harga sangat murah dan ada pula

Sumber: Kementrian Perindustrian RI yang masuk secara ilegal menjadi tantangan


yang berat bagi produsen alas kaki lokal untuk
Dalam industri alas kaki Indonesia bersaing. Beberapa faktor internal menjadi
terjadi persaingan ketat diantara para pengusaha permasalahan lain, diantaranya: masalah

207
kelangkaan bahan baku kulit; kenaikan harga tantangan persaingan domestik, maka penelitian
BBM, kenaikan tarif listrik, dan kenaikan upah ini perlu dilakukan agar produsen alas kaki
buruh berdampak pada tingginya biaya produksi; domestik yang sudah eksis ataupun pendatang
keterbatasan SDM bidang desain produk dan baru bisa mendapatkan gambaran sejauh apa
teknologi; kurangnya promosi produk; daya tarik industri alas kaki khususnya dalam
kurangnya motivasi kewirausahaan; ruang lingkup penelitian di DKI Jakarta tahun
mesin/peralatan yang digunakan sebagian besar 2014, jika dilihat dari lima aspek kekuatan
sudah berusia diatas 20 tahun sehingga tidak eksternal dalam Model Porters Five Forces.
efisien; dan masih rendahnya kualitas produk. Penelitian ini juga merumuskan faktor-faktor
Sementara beberapa faktor eksternal adalah kunci keberhasilan (key success factors)
krisis ekonomi yang terjadi di negara ekspor bermanfaat bagi produsen yang sudah eksis
seperti AS, Eropa dan Jepang, dan perlemahan untuk bertambah maju dalam industri ini
nilai Rupiah terhadap Dollar AS yang terjadi sehingga daya saing lebih tinggi, dan apa saja
dalam beberapa tahun terakhir ini berdampak yang harus dimiliki para produsen jika tertarik
pada biaya bahan baku impor alas kaki yang masuk industri ini.
semakin mahal.
Peneliti tertarik untuk mengisi jurang
Pemerintah telah melakukan beberapa kekosongan penelitian dalam ruang lingkup ini,
langkah guna mengatasi permasalahan tersebut, dimana sebelumnya belum ada penelitian yang
diantaranya: memfasilitasi pameran dilakukan dengan analisis model ini dalam
internasional di dalam negeri; pelatihan SDM industri alas kaki di DKI Jakarta.
bidang teknologi produksi, manajemen
PERUMUSAN MASALAH
keuangan dan pemasaran; impor bahan baku
kulit diantaranya dari Austrialia, Bangladesh dan Berdasarkan penjelasan di atas rumusan masalah
India untuk memehuni permintaan bahan baku; penelitian ini adalah :
program restrukturisasi mesin industri alas kaki
1. Bagaimana gambaran daya tarik (degree
dan penyamakan kulit; dan upaya sungguh-
of attractiveness) Industri Alas Kaki di
sungguh dari produsen dan pemerintah untuk
DKI Jakarta tahun 2014 dengan
mencari pasar baru diluar negara-negara tujuan
menggunakan Model Porters Five
ekspor yang sedang dilanda krisis tersebut.
Forces?
Mengingat pentingnya peranan industri 2. Bagaimana intensitas persaingan dan
alas kaki ini untuk lapangan pekerjaan rakyat potensi laba atau profitabilitas Industri
Indonesia dan perekonomian secara umum, Alas Kaki di DKI Jakarta tahun 2014?
begitu juga banyaknya peluang sekaligus

208
3. Bagaimana faktor-faktor kunci Gambar 1
keberhasilan (Key Success Factors) bagi Model Porters Five Forces
sebuah perusahaan/produsen yang sudah
Ancaman
ada untuk tetap eksis dan bagi pendatang baru
pendatang baru di Industri Alas Kaki di
DKI Jakarta?
Persaingan
Kekuatan Kekuata
antar
TINJAUAN PUSTAKA tawar n tawar
perusahaan
pemasok pembeli
dlm industri
Model Porters Five Forces

Pada tahun 1980 Michael Porter telah Ancaman produk


mengembangkan model analisis industri yang substitusi

paling berpengaruh dalam bidang analisis Sumber: Porter (1980)


persaingan industri, sekaligus merupakan
a) Kekuatan tawar pemasok (Bargaining
kontribusi terhadap teori umum daya saing dan
power of suppliers)
keuntungan kompetitif. Model yang dinamakan
Porters Five Forces, terdiri dari lima faktor Menurut Porter kekuatan tawar pemasok
utama: (1) Kekuatan tawar pemasok (Bargaining ditentukan oleh beberapa faktor. Pada Tabel 2
power of suppliers); (2) Kekuatan tawar pembeli berikut ini dapat dilihat faktor-faktor
(Bargaining power of buyers); (3) Ancaman penentunya.
pendatang baru (Threat of new entrants); (4)
Tabel 2
Ancaman produk pengganti (Threat of substitute
Faktor-faktor yang mempengaruhi kekuatan
product or service); dan (5) Persaingan antar
tawar pemasok dan kondisi pemasok dengan
perusahaan dalam industri (Rivalry among
kekuatan tawar tinggi/kuat
existing firms). Model Porter ini berperan dalam
mengukur intensitas persaingan, potensi laba Faktor-faktor Pemasok
kuat, jika:
atau profitabilitas industri dan untuk menilai 1. Jumlah pemasok Sedikit
menarik atau tidaknya suatu industri (degree of 2. Bahan baku yang Langka
attractiveness). Jika digambarkan, maka kelima dipasok
3. Biaya mengganti Mahal
kekuatan Porter tersebut dapat dilihat pada
bahan baku
Gambar 1. 4. Ketersediaan bahan Tidak ada
baku pengganti atau langka

209
Jika pemasok memiliki kekuatan tawar Sebuah industri akan terpengaruh
yang tinggi, maka dia akan menjual bahan kondisi persaingannya jika ada atau banyak
bakunya dengan harga yang tinggi dan pendatang baru potensial yang tertarik masuk
menyebabkan perusahaan pembeli bahan baku industri tersebut (Wahyudi, 1996). Perusahaan-
berkurang keuntungannya. perusahaan itu nantinya bersama-sama akan
memperebutkan pangsa pasar dan sumber daya
b) Kekuatan tawar pembeli (Bargaining
produksi yang jumlahnya terbatas. Kondisi yang
power of buyers)
sedemikian ini menimbulkan persaingan
Menurut Porter kekuatan tawar pembeli menjadi ketat, sehingga pendatang baru
ditentukan oleh beberapa faktor. Pada Tabel 3 potensial bersifat ancaman bagi perusahaan yang
berikut ini dapat dilihat faktor-faktor sudah ada.
penentunya.
Namun pendatang baru tidak bisa serta
Tabel 3 merta masuk industri begitu saja, karena ada
Faktor-faktor yang mempengaruhi kekuatan yang disebut dengan hambatan masuk pasar atau
tawar pembeli dan kondisi pembeli dengan barrier to entry. Apapun yang mengurangi
kekuatan tawar tinggi/kuat kemungkinan skala atau kecepatan dari
Faktor -faktor Pembeli kuat, jika: masuknya perusahaan disebut hambatan masuk
1. Jumlah pembeli Sedikit (Sheperd, 1990). Sebuah perusahaan yang
2. Ukuran pemesanan Banyak
berminat untuk masuk industri akan
3. Informasi harga dan Mudah diakses
kualitas barang di pembeli, sehingga mempertimbangkan beberapa hambatannya.
pasaran semakin banyak
kesempatan pembeli Menurut Porter hambatan masuk ke
membuat pilihan dalam industri atau barriers to entry menjadi
barang lain. penentu mudah atau sulitnya perusahaan baru
4. Biaya mengganti Murah
untuk masuk ke dalam industri. Beberapa faktor
dengan barang lain
menjadi hambatan pendatang baru dapat dilihat
pada Tabel 4 dibawah ini:
Kekuatan tawar pembeli yang tinggi
dapat menekan harga jual industri menjadi
rendah atau menekan industri agar menaikkan
kualitas barang dengan harga yang sama, dan itu
semua akan mengurangi keuntungan industri.

c) Ancaman pendatang baru (Threat of new


entrants)

210
Tabel 4 Tabel 5
Faktor-faktor yang mempengaruhi hambatan Faktor-faktor yang mempengaruhi ancaman
masuknya pendatang baru dan kondisi produk substitusi dan kondisi ancaman
rendah/lemahnya ancaman pendatang baru produk substitusi yang tinggi/kuat
Hambatan Pendatang baru Faktor -faktor Substitusi
lemah, jika kuat, jika:
1. Biaya investasi Biaya tinggi akan a) Jumlah barang substitusi Banyak
(modal) menghalangi masuk b) Harga barang substitusi Murah
2. Skala ekonomi Biaya produksi per unit c) Kinerja barang substitusi Baik
yang murah d) Biaya mengganti ke Murah
3. Peraturan Peraturan pemerintah barang substitusi
pemerintah menghambat e) Loyalitas pembeli pada Loyal
4. Akses ke Akses masuk industri barang substitusi
pemasok dan sulit e) Persaingan antar perusahaan dalam
jalur distribusi industri (Rivalry among existing firms)
d) Ancaman produk substitusi (Threat of
Menurut Porter persaingan antar
substitute product or service)
perusahaan dalam industri ditentukan oleh
Barang substitusi diartikan sebagai beberapa faktor. Pada Tabel 6 berikut dapat
barang yang dapat memenuhi kebutuhan yang dilihat faktor-faktor penentunya.
sama. Barang substitusi diproduksi di industri
Tabel 6
yang berbeda, tetapi dapat memenuhi kebutuhan
Faktor-faktor yang mempengaruhi
yang sama bagi pembeli. Jika ada banyak barang
persaingan antar perusahaan dalam industri
substitusi maka akan membuat rendah harga jual
dan kondisi persaingan dalam industri yang
produk dan menurunkan tingkat keuntungan
ketat/kuat
industri.
Faktor -faktor Persaingan kuat, jika:
Menurut Porter ancaman produk 1. Jumlah Banyak
substitusi ditentukan oleh beberapa faktor. Pada pesaing
Tabel 5 berikut dapat dilihat faktor-faktor 2. Pertumbuhan Tinggi
penentunya. industri
3. Total biaya Tinggi
tetap
4. Diferensiasi Diferensiasi yang rendah

211
produk dan pada produk dan loyalitas critical success factors pada tahun 1957,
loyalitas pembeli pada brand yang diartikan sebagai elemen yang vital dalam
merek/brand rendah semakin ketat strategi perusahaan agar menjadi sukses. Konsep
kompetitif persaingan. ini kemudian menjadi terkenal dan
5. Hambatan Mahal dikembangkan oleh banyak perusahaan karena
keluar (exit manfaatnya bagi kemajuan mereka, hingga
barriers) akhirnya sebutan bergeser menjadi key success
factors. Dimana bahwa sukses dalam berbisnis

Jika ada persaingan ketat/ kuat dalam industri, didasari dari kemampuan mengenali pasar ceruk

maka akan terjadi: yang bisa menghasilkan pertumbuhan,


pengembangan dan keuntungan yang pesat bagi
a) Perang harga (price war) atau perushaan.
persaingan harga yang rendah
b) Investasi dalam berinovasi dan 3.4 Konsep Alas Kaki

mengeluarkan produk baru Definisi alas kaki menurut Kamus Besar


c) Promosi yang lebih gencar (biaya lebih Bahasa Indonesia adalah penutup telapak kaki,
tinggi pada promosi penjualan dan misalnya kasut, sandal, terompah dan sepatu.
iklan). Menurut Kementrian Perindustrian industri alas

Semua hal tersebut dapat menyebabkan biaya kaki dibagi menjadi empat bagian, yaitu: (1)

meningkat dan menurunkan keuntungan industri. industri sepatu olah raga; (2) industri alas kaki
untuk keperluan sehari-hari; (3) industri sepatu
3.2 Faktor-Faktor Kunci Keberhasilan teknik lapangan/keperluan industri; dan (4)
(Key success factors) industri alas kaki lainnya yang mencakup usaha
pembuatan alas kaki dari kulit, kulit buatan,
Key success factors atau faktor-faktor
karet, kanvas dan plastik yang belum termasuk
kunci keberhasilan diartikan sebagai perpaduan
golongan manapun, seperti sepatu kesehatan,
dari beberapa fakta nyata yang diperlukan agar
dan sepatu lainnya seperti sepatu dari gedebog
dapat mencapai tujuan perusahaan. Kunci
pisang, dan eceng gondok.
keberhasilan tersebut merupakan variabel-
variabel yang memiliki dampak langsung pada Dalam penelitian ini industri yang
keefektifan perusahaan dan keberhasilan di pasar diamati adalah produksi alas kaki untuk
(Grunert, 1992). keperluan sehari-hari yaitu yang mencakup
usaha pembuatan alas kaki untuk keperluan
Awalnya D. Ronald Daniel, adalah
sehari-hari dari kulit dan kulit buatan, karet,
orang yang pertama kali mempelopori konsep

212
kanvas, dan kayu, seperti sepatu harian, sepatu informasi obyek penelitian baik sebagai pelaku
santai, sepatu sandal, sandal kelom, dan selop. maupun orang lain (Bungin, 2009). Posisi
Termasuk juga usaha pembuatan bagian-bagian jabatan yang dijadikan informan pada masing-
dari alas kaki tersebut, seperti atasan sol dalam, masing produsen alas kaki di DKI Jakarta yang
sol luar, penguat depan, tengah dan belakang, diambil sebagai sampel penelitian antara lain
lapisan dan aksesoris. mereka yang menempatai posisi kepala
pemasaran, kepala personalia dan manajer
METODE PENELITIAN
lainnya.
Jenis penelitian yang digunakan dalam
Data sekunder dalam penelitian ini
penelitian ini adalah metode deskriptif
bersumber dari data sesudah data primer
kualitatif., dimana dapat menggambarkan serta
(Bungin, 2009). Penulis memperoleh data
memberikan pemahaman terhadap realitas yang
sekunder berupa volume penjualan, jumlah
kompleks. Penelitian kualitatif deskriptif yaitu
barang yang di pasok oleh industri, harga
penelitian yang digunakan untuk menganalisis
pasaran bahan baku kulit, dan sebagainya,
data dengan cara mendeskripsikan atau
melalui data yang sudah dipublikasi, seperti
menggambarkan data yang telah terkumpul
website milik Kementrian Perindustrian,
sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat
Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo),
kesimpulan yang berlaku untuk umum atau
Asosiasi Penyamakan Kulit Indonesia (APKI),
generalisasi (Sugiyono, 2012). Dimana data
BPS, BI, beberapa jurnal yang meneliti industri
yang terkumpul tersebut baik primer maupun
alas kaki dengan tema yang berbeda-beda,
sekunder dipakai sebagai materi untuk
laporan dari konsumen, dan metode dokumenter
dianalisis.
seperti buku dan media cetak.
Untuk sumber data terdiri dari sumber data
POPULASI DAN SAMPEL
primer dan sekunder. Data primer dalam
Populasi
penelitian ini berupa hasil jawaban informan
Populasi mengacu pada keseluruhan
yang diperoleh dari wawancara (Sugiyono,
kelompok orang, kejadian, atau hal minat yang
2012). Wawancara adalah percakapan dengan
ingin peneliti investigasi (Sekaran, 2006).
maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh
Populasi penelitian ini adalah seluruh
dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer)
perusahaan alas kaki untuk keperluan sehari-hari
yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara
di wilayah DKI Jakarta yang berjumlah 35
(interviewee) yang memberikan jawaban atas
perusahaan dan sudah terdaftar di Kementrian
pertanyaan itu (Moleong, 2011). Subyek
Perindustrian.
penelitian yang diteliti disebut sebagai informan.
Informan adalah subyek yang memahami

213
Sampel a) Jumlah pemasok bahan baku
Sampel adalah subkelompok atau sebagian dari alas kaki berjumlah relatif banyak yakni
populasi. Dengan mempelajari sampel, peneliti jumlah pemasok yang berasal dari lokal
akan mampu menarik kesimpulan yang dapat maupun impor. Dari kulit impor memenuhi
digeneralisasikan terhadap populasi penelitian. 60% kebutuhan industri alas kaki dan
Desain pengambilan sampel dalam penelitian ini sisanya 40% dipasok dari lokal. Dalam
dengan cara probabilitas tidak terbatas, yang kenyataannya jumlah perusahaan pemasok
lebih dikenal sebagai pengabilan sampel acak bahan baku kulit tidak sebanding banyaknya
sederhana, tiap elemen populasi memiliki dengan jumlah yang dihasilkan karena
peluang yang diketahui dan sama untuk terpilih berbagai penyebab yang telah diuraikan
sebagai subjek (Sekaran, 2006). Penentuan diatas.
jumlah sampel menggunakan rumus slovin b) Ketersediaan bahan baku yang
sebagai berikut (Umar, 2004): langka. Hambatan yang dialami para
N produsen alas kaki adalah kelangkaan
n = pasokan bahan baku kulit lokal jumlah
1+Ne peternakan sapi, kambing dan domba lokal
Dimana: yang tidak banyak, dan kelangkaan pasokan
n = Ukuran sampel bahan baku kulit impor karena peraturan
N= Ukuran populasi pemerintah tentang karantina. Hal ini
e = Persen kelonggaran ketidaktelitian mengakibatkan pemasok memiliki daya
karena kesalahan pengambilan sampel tawar kuat untuk memainkan harga. Dari
yang masih dapat ditolerir (antara 2%- data Aprisindo para produsen alas kaki
20%). mengeluhkan harga bahan baku kulit baik
Sehingga jumlah yang didapat adalah 26 setelah lokal maupun impor yang mahal.
menggunakan rumus tersebut. c) Penggantian bahan baku kulit
dengan bahan baku pengganti lainnya relatif
tidak terlalu disukai oleh mayoritas
ANALISIS DAN PEMBAHASAN produsen alas kaki. Hal itu dikarenakan

Analisis Porters Five Forces kualitas hasil produk yang jauh lebih baik
dengan menggunakan bahan baku kulit
1. Kekuatan tawar pemasok
dibandingkan bahan lainnya, biaya
Dari data-data yang sudah didapat berdasarkan mengganti yang tidak terlampau
data primer dan sekunder, maka: menguntungkan produsen dan selera pasar
yang lebih menyukai produk berbahan kulit,

214
sehingga tidak terlalu fleksibel merubah ke mahal/sedikit. Yang terpenting bagi pembeli
pemakaian bahan baku pengganti. adalah produsen yang dapat menawarkan
produk sesuai trend dengan kualitas yang
Dari semua itu maka dapat disimpulkan
baik, maka akan menjadi pilihan mereka.
bahwa kekuatan dari pemasok dikatakan
bersifat dominan atau kuat. Dengan faktor-faktor yang seperti itu, maka
pembeli sangat berpotensi untuk memiliki daya
2. Kekuatan Tawar Pembeli
tawar yang kuat, agar produsen alas kaki dapat
a) Jumlah pembeli yang banyak dan cenderung
menghasilkan produk dengan lebih tinggi
terus bertambah disebabkan adanya
kualitasnya dengan harga yang lebih rendah.
pertumbuhan penduduk DKI Jakarta yang
Disini produsen alas kaki harus berusaha
membutuhkan alas kaki. Menurut data dari
semaksimal mungkin untuk meraih pangsa
BPS, laju pertumbuhan penduduk DKI
pasar. Maka dapat dikatakan bahwa kekuatan
Jakarta dari tahun 2010-2015 sebesar 0,41%.
dari pembeli bersifat kuat.
b) Daya beli masyarakat Jakarta perlahan mulai
membaik pasca krisis moneter beberapa 1. Ancaman Pendatang Baru
tahun silam, walaupun demikian a) Kebutuhan akan modal cukup besar dengan
pertumbuhan ekonomi Indonesia secara berbagai faktor produksi yang
umum beberapa tahun belakang agak menyebabkannya. Jika calon pendatang baru
menurun. Berdasarkan data dari Pemerintah memiliki modal besar maka memiliki
Provinsi DKI Jakarta, yaitu PDRB triwulan kesempatan untuk masuk ke dalam industri
1/2014 pertumbuhannya sebesar 5,99 ini lalu melakukan pengembangan pasar,
persen, hal ini sedikit lebih baik daripada pengembangan produk, dan penetrasi pasar.
tahun yang lalu, sehingga daya beli b) Untuk mencapai skala ekonomis pada
masyarakat berangsur membaik, begitu juga industri alas kaki termasuk sulit, karena
daya beli akan kebutuhan alas kaki. biaya produksi per unitnya cenderung
c) Pembeli banyak menerima informasi baik mahal. Calon pendatang baru akan
dari media cetak maupun elektronik mengalami kesulitan untuk mendapatkan
sehingga mereka dapat membandingkan keuntungan finansial yang memadai seiring
kualitas atau harga antar satu merk dengan dengan dilakukannya investasi baru.
merek alas kaki lainnya. Walaupun tidak c) Akses ke distributor dan pemasok yang tidak
semua produsen melakukan promosi terlampau baik yaitu masing-masing dari sisi
tersebut. pemasaran dan mendapatkan bahan baku,
d) Biaya mengganti dari satu produsen ke sehingga dalam hal ini pendatang baru dapat
produsen alas kaki lainnya bersifat tidak mengahadapi kesulitan yang sama.

215
d) Pemerintah dengan mengeluarkan kebijakan mereka mendapatkan dukungan dari
karantina kulit impor yang telah diterangkan pemerintahnya berupa kelonggaran pajak,
pada kekuatan tawar pemasok, kebijakan maka harga yang dikenakan di pasar
kenaikan tarif dasar listrik (TDL) dan tidak Indonesia termasuk murah, bahkan lebih
adanya kebijakan peternakan sapi yang murah 20 persen dibanding produk alas kaki
intensif untuk mensuplai bahan baku kulit lokal, menurut data dari Kementrian
lokal, maka dirasakan oleh mayoritas Perindustrian. Penyebab alas kaki di
produsen alas kaki sebagai kebijakan yang Indonesia lebih mahal dari impor karena
kurang memihak untuk perkembangan bahan bakunya seperti kulit, karet, dan
industri alas kaki. Ini dapat menghambat plastik berasal dari impor, menurut data dari
pendatang baru yang akan masuk. Badan Standarisasi Nasional (BSN). Dengan
Disamping itu menurut Aprisindo, bagi demikin pembeli lokal akan lebih suka
perusahaan baru yang ingin membuka dengan lebih murahnya barang substitusi
pabrik sepatu akan menghadapi birokrasi tersebut. Kecuali sepatu yang diimpor dari
yang cukup panjang dari pemerintah yaitu negara Eropa dan Amerika memang
pengurusan sebanyak 170 izin untuk harganya lebih mahal, namun dalam hal ini
membuka sebuah pabrik. kembali kepada selera pembeli tertentu di
Indonesia yang fanatik akan merk terkenal
Dengan analisis diatas maka dapat
dari sana.
dikatakan bahwa hambatan untuk masuk industri
c) Kinerja/keunggulan barang substitusi.
termasuk besar atau pendatang baru tidak
Banyak dari barang substitusi yang berasal
terlalu signifikan menjadi sebuah ancaman bagi
dari wilayah selain DKI Jakarta yaitu seperti
industri alas kaki di DKI Jakarta sekarang ini.
dari Cibaduyut dan dari impor memiliki
2. Ancaman Barang Substitusi kualitas unggul dari kualitas jahitan, model,
a) Jumlah barang substitusi yang berasal dari kenyamanan saat dipakai. Hal ini menjadi
dalam dan luar negeri ada banyak, bahkan tantangan berat bagi produsen alas kaki di
menurut Aprisindo kebutuhan alas kaki DKI Jakarta.
Indonesia separuhnya berasal dari impor, d) Biaya mengganti ke barang substitusi.
maka produsen lokal bersaing ketat dengan Perilaku konsumen fashion seperti alas kaki
produsen luar negeri. berupa sepatu dan sandal cenderung tidak
b) Harga barang substitusi. Berhubung impor loyal pada sebuah merek. Mereka akan
alas kaki untuk kebutuhan sehari-hari mudah berganti dari satu merek ke merek
Indonesia lebih banyak dominan berasal dari lainnya tanpa ada permasalahan ataupun
China, Malaysia dan Vietnam, dimana biaya yang berarti. Pengecualian bagi yang

216
merasa fanatik akan merek-merek tertentu, Ini membuat produsen alas kaki tidak bisa
maka untuk pindah ke barang pengganti mengambil keuntungan yang terlalu tinggi
lainnya dirasakan berat dan mengorbankan karena persaingan yang ketat dan biaya tetap
beberapa hal penting seperti gengsi, yang meningkat. Ini pula yang membuat
kenyamanan pemakaian, harga barang dan tingkat pertumbuhan khususnya skala usaha
lainnya. menengah dan kecil yang semakin menurun,
e) Loyalitas pembeli pada barang substitusi. tetapi tidak berpengaruh besar pada
Ditengah persaingan merek sepatu yang perusahaan skala usaha besar.
semakin marak di Indonesia, sepatu yang c) Diferensiasi produk yang dominan sedikit
berasal dari produsen besar baik itu dari yang dilakukan para produsen alas kaki di
produsen lokal maupun luar yang memiliki DKI Jakarta, menyebabkan persaingan
strategi pemasaran yang gencar yakni iklan diantara produsen tersebut semakin ketat.
di media elektronik dapat menarik pembeli d) Hambatan keluar sulit karena jumlah
untuk membelinya sehingga beralih ke investasi besar yang sudah ditanamkan atas
barang pengganti. Hal itu membuat aset tetap dan variabel yang digunakan.
informasi akan barang substitusi mudah Begitu pula saat pemutusan hubungan kerja
diakses oleh pembeli. pada karyawan yang memerlukan biaya
besar untuk pesangon.
Dapat disimpulkan bahwa barang
substitusi pada industri alas kaki di DKI Jakarta Persaingan antar perusahaan yang
menjadi ancaman yang kuat yang perlu terjadi dalam industri alas kaki di DKI Jakarta
diperhitungkan. dapat dikatakan kuat.

3. Persaingan Antar Perusahaan Dalam Dari pembahasan analisis Porters Five Forces di
Industri atas digambarkan pada Gambar 2 dibawah ini:
a) Jumlah pesaing atau perusahaan dalam
industri alas kaki di DKI Jakarta banyak
yang terdiri dari produsen skala kecil,
menengah dan besar. Persaingan yang
terjadi cukup tinggi.
b) Biaya tetap yang dikeluarkan cenderung
bertambah seiring dengan kenaikan biaya
produksi, seperti tarif dasar listrik (TDL),
upah tenaga kerja, kelangkaan bahan baku
yang berakibat naiknya harga bahan baku.

217
Gambar 2 factors bagi produsen dalam industri ini agar

Analisis Industri Alas Kaki di DKI Jakarta dapat bertahan dan tumbuh berkembang:

dengan Model Porters Five Forces 1. Superior atas informasi mengenai apa
yang diinginkan dan dibutuhkan
Ancaman
pendatang baru pelanggan, sehingga dapat
mengantarkan inovasi barang yang
LEMAH
bernilai (value inovation) bagi
pelanggan dengan tidak
Kekuatan Persaingan
Kekuatan
tawar antar mengesampingkan unsur trend mode
tawar
pemasok perusahaan yang sedang berlaku, atau tidak segan-
pembeli
dlm industri
KUAT segan melakukan diferensiasi produk.
KUAT
KUAT 2. Memahami kekuatan dan kelemahan
pesaing, sehingga perusahaan dapat

Ancaman belajar dari kekuatan lawan dan


Kuproduk
substitusi mengadopsinya, lalu mengisi

KUAT
kekurangan yang dimiliki pesaing
sehingga menjadi peluang yang
Menurut Porter, jika semua kondisi diatas potensial untuk meraih pangsa pasar.
kuat, maka keuntungan industri adalah rendah. 3. Melalui peningkatan efisiensi, misalnya
Akan tetapi pada kenyataanya ada satu faktor dalam hal proses produksi, penggunaan
yaitu ancaman pendatang baru yang lemah bahan baku, pengawasan mutu produk,
dalam industri alas kaki di DKI Jakarta ini, maka dan seleksi pegawai, sehingga pada
bisa dikatakan bahwa keuntungan industri tetap akhirnya dapat mencapai harga jual
tidak tinggi karena daya tawar 4 (empat) faktor yang lebih murah. Harga merupakan
yang kuat. Kondisi dalam industri yang ada pertimbangan tertinggi konsumen dalan
sekarang cukup sulit untuk dijalankan bagi menentukan pilihan pembeliannya.
produsen yang sudah masuk sebelumnya. Bagi 4. Produk selalu dijaga kualitasnya, ini
yang berminat untuk masuk industri ini akan dapat mempertahankan loyalitas
berpikir ulang untuk masuk. pelanggan.
5. Strategi segmentasi pasar yang tepat
Analisis Faktor-Faktor Kunci
sasaran.
Keberhasilan/Key Success Factors
6. Tenaga sales dan pemasar yang tangguh,
Dengan demikian dapat dirumuskan dikarenakan mereka merupakan ujung
faktor-faktor kunci keberhasilan/key success

218
tombak perusahaan dalam industri SIMPULAN
apapun.
Dari hasil analisis lima kekuatan Porter
7. Daya guna tenaga kerja secara strategis
yang mempengaruhi industri alas kaki di DKI
dengan tidak meninggalkan aspek
Jakarta dapat disimpulkan bahwa:
pembelajaran dan pertumbuhan. Dengan
dilakukan pelatihan, pembinaan dan 1. Daya tawar pemasok adalah kuat baik
pengevaluasian, maka perusahaan dapat dari lokal maupun impor karena karena
tumbuh dan berkembang demi mencapai kelangkaan bahan baku yang
daya saing yang tinggi. menyebabkan pemasok dapat
8. Biaya operasional yang rendah, memainkan harga.
didukung oleh penggunaan teknologi 2. Pembeli memiliki kekuatan tawar yang
tepat guna yang optimal. kuat karena adanya banyak pilihan
9. Efisiensi dalam e-commerce/teknologi alas kaki dari berbagai produsen, akses
10. Pelayanan yang sangat baik, baik saat informasi yang cukup banyak sehingga
order oleh konsumen, saat pembelian pembeli dapat membandingkan berbagai
berlangsung dan purna jual (after sales). produk alas kaki. Kemudian loyalitas
11. Layanan pesan antar yang dapat pembeli yang tidak terlampau tinggi
diandalkan. pada merek-merek tertentu, tetapi
12. Jaringan kerja yang baik ke belakang pembeli lebih memilih harga murah
(pemasok) dan kedepan (pelanggan). sebagai pertimbangan keputusan
13. Perusahaan sebaiknya selalu berusaha membeli.
memperkuat dirinya dengan permodalan 3. Ancaman masuknya pendatang baru
yang kuat agar mendapatkan kemudahan bersifat lemah. Hal ini karena biaya
untuk melakukan ekspansi, variasi per unit yang tinggi pada industri
produk dan inovasi dan kebutuhan dikarenakan faktor produksi yang
lainnya demi kemajuan perusahaan, mahal, kebijakan pemerintah kurang
dapat dengan cara perbaikan dalam hal mendukung kemajuan industri dan
pembukuan yang disiplin dan aturan modal yang dibutuhkan besar untuk
yang benar, menjaga kepercayaan masuk industri ini.
pelanggan dan pemasok, dan 4. Ancaman produk substitusi termasuk
meningkatkan disiplin kerja. kuat karena dengan cara yang mudah
dan biaya yang murah pembeli dapat
mengganti keputsan membeli produk
satu dengan lainnya, selain itu adanya

219
kekuatan barang substitusi yang yang sudah eksis dalam industri alas kaki yang
menawarkan alas kaki dengan beragam ada sekarang.
variasi model yang dapat menarik minat
Di masa depan bisnis ini cukup
baik dari produsen lokal dari luar
menjanjikan demi kemajuan pembangunan
Jakarta maupun impor.
bangsa, apalagi dalam Peraturan Presiden No.
5. Intensitas persaingan yang kuat antar
7/2005, dimana pemerintah menyatakan bahwa
produsen alas kaki dikarenakan jumlah
industri alas kaki merupakan industri yang
produsen yang banyak, dengan
diprioritaskan untuk dikembangkan karena
diferensiasi produk yang sedikit, biaya
dinilai berpotensi dalam pembangunan nasional.
tetap yang tinggi, kekuatan tawar
Semua pihak yang berkepentingan, seperti
pembeli yang tinggi dan hambatan
pemerintah, produsen, pemasok, distributor dan
keluar yang cukup sulit, walaupun
masyarakat harus saling mendukung demi
tingkat pertumbuhan industri yang
berjalannya industri alas kaki di DKI Jakarta
cenderung menurun.
khususnya dan Indonesia umumnya bisa lebih
Jadi prospek bisnis alas kaki di DKI baik dan menguntungkan semua pihak.
Jakarta berdasarkan analisis industri dengan lima
kekuatan Porter dapat dikatakan kurang
DAFTAR PUSTAKA
menarik untuk dapat dimasuki oleh calon
Biro Pusat Statistik. 2010. Ekonomi dan
pendatang baru. Bagi para produsen yang ada
Ketenagakerjaan Indonesia 2009-2010.
pada saat ini harus merencanakan ulang strategi
perusahaannya dengan faktor-faktor kunci Bungin, B., 2009. Penelitian kualitatif. Jakarta,
keberhasilan/key success factors yang sudah Prenada Media Group.
diuraikan pada Bab 4, agar tetap bertahan dan
Christianto, N. A, 2010. Strategi Promosi Untuk
memiliki potensi berkembang. Pasar yang ada
Meningkatkan Penjualan Pada Perusahaan
memang sangat potensial karena sejalan dengan
Sepatu Bakti Surakarta. Tugas Akhir,
pertumbuhan penduduk yang besar dengan
Manajemen Pemasaran, Fakultas Ekonomi,
jumlah pendatang dari luar ke wilayah DKI
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Jakarta yang besar, dan membaiknya
perekonomian Indonesia sehingga daya beli Fakih, M., 2002. Jalan Lain (Manifesto
masyarakat Indonesia secara umum membaik Intelektual Organik). Yogyakarta: Insist
untuk konsumsi alas kaki. Hal ini sayang jika Press.
tidak dimanfaatkan oleh para produsen lokal
Dix, J. M., Lee Buck. 2001. The Process of
Strategic Planning. Key Success Factors.

220
Business Development Index, Ltd. And The Nurainun, H. dan Rasyimah. 2008. Analisis
Ohio State University. Industri Batik di Indonesia. Fokus Ekonomi
(FE). Vol.7. No.3.
George, R., 2009. Sosiologi Ilmu Pengetahuan
Berparadigma Ganda, Jakarta, PT Pamungkas, W. P, 2011. Analisis Struktur
RajaGrafindo Persada Press. Perilaku dan Kinerja Industri Alas Kaki di
Indonesia. Skripsi, Fakultas Ekonomi dan
Grim. 2006. Strategy As Action. Oxford
Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
University Press.
Porter, M. E., 1980. Competitive Strategy-
Grunert, Klaus G., Ellegaard, Charlote. 1992.
Techniques for Analyzing Industries and
The Concept of Key Success Factors:
Competitors. New York, The Free Press.
Theory and Method. New York
Soliha, E., 2008. Analisis Industri Ritel Di
http://kemenperin.go.id/
Indonesia. Jurnal Bisnis d Ekonomi (JBE).
Kotler, P. 2002. Manajemen Pemasaran. Vol.15.No.2
Jakarta, PT Erlangga.
Sekaran, U. 2006. Research Methods For
Maleong, L. J., 2007. Metode Penelitian Business, Metodologi Penelitian untuk
Kualitatif (Rev. Ed). Bandung, PT. Remaja Bisnis. Jakarta, Penerbit Salemba.
Rosdakarya.
Sugiyono, 2007. Metodologi Penelitian dan
Mandal, S. 2011. Porters Five Forces Analysis Bisnis. Bandung, Alfa Beta.
of The Indian Plastic Industry. International
Sugiyono, 2012. Metode Penelitian Kuantitatif,
Journal of Multidisciplinary Research.
Kualitatif, dan R&D. Bandung, Alfabeta.
Vol.1 Issue 7.
Umar, H., 2004. Metode Penelitian untuk Skripsi
Novitasari, A. O., Rahmawati, D., 2013.
dan Tesis Binsis. Cetakan ke-6. Jakarta. PT
Identifikasi Variabel Berpengaruh pada
Raja Grafindo Persada.
Peningkatan Keunggulan Kompetitif
Industri Alas Kaki di Kabupaten Mojokerto. Wahyudi, A., 1996. Manajemen Stratejik.
Jurnal Teknik Pomits Vol. 2, No. 2, ISSN: Jakarta, Binarupa Aksara
2337-3539, Institut Teknologi Surabaya
Weiss, J. 1988, Industry in Developing
(ITS).
Countries: Theory, Policy and Evidence,
London, Routledge.

221

Anda mungkin juga menyukai