PEMBAHASAN
Berdasarkan fokus pembahasan yang terdapat dalam penulisan skripsi ini, maka
secara horizontal, analisis secara vertikal, dan analisis rasio. Analisis secara horizontal
dan analisis secara vertikal digunakan untuk menganalisa terhadap pos-pos pada neraca
PT Astra Otoparts Tbk dan pos-pos pada laporan laba-rugi PT Astra Otoparts Tbk.
analisis secara vertikal yang akan dijadikan dasar dalam pembahasan analisis per pos
Neraca.
73
P.T. ASTRA OTOPARTS Tbk DAN ANAK PERUSAHAAN
NERACA KONSOLIDASI
PER 31 DESEMBER 2002, 2003, DAN 2004
(Dalam Jutaan Rupiah)
Tabel IV.1
Analisis Secara Horizontal Analisis Secara Vertikal
Periode Kenaikan / Penurunan Dari Tahun Sebelumnya % Dari Total Aktiva
2002 2003 2004 2003 2004 % 2003 % 2004 2002 2003 2004
AKTIVA
AKTIVA LANCAR
Kas dan setara kas Rp 336.388 Rp 203.858 Rp 127.413 Rp ( 132.530 ) Rp ( 76.445 ) -39.4 -37.5 18.37 10.41 5.23
Deposito berjangka Rp 14.652 Rp 6.772 Rp 2.787 Rp ( 7.880 ) Rp ( 3.985 ) -53.78 -58.84 0.8 0.35 0.11
Piutang usaha Rp 286.505 Rp 357.778 Rp 500.403 Rp 71.273 Rp 142.625 24.88 39.86 15.64 18.28 20.54
Piutang lain-lain Rp 11.136 Rp 3.528 Rp 6.951 Rp ( 7.608 ) Rp 3.423 -68.32 97.02 0.61 0.18 0.29
Persediaan - setelah dikurangi penyisihan
penurunan nilai persediaan sebesar Rp
4.296 juta tahun 2004, Rp 4.517 juta tahun
2003 dan Rp 759 juta tahun 2002 Rp 262.407 Rp 256.821 Rp 404.953 Rp ( 5.586 ) Rp 148.132 -2.13 57.68 14.33 13.12 16.62
Uang muka dan biaya dibayar dimuka Rp 22.956 Rp 32.225 Rp 32.278 Rp 9.269 Rp 53 40.38 0.16 1.25 1.65 1.32
Pajak dibayar dimuka Rp 8.377 Rp 29.344 Rp 18.043 Rp ( 20.967 ) Rp ( 11.301 ) -250.29 -38.51 0.46 1.5 0.74
Jumlah Aktiva Lancar Rp 942.421 Rp 890.326 Rp 1.092.828 Rp ( 52.095 ) Rp 202.502 -5.53 22.74 51.46 45.49 44.85
Jumlah Aktiva Tidak Lancar Rp 889.088 Rp 1.066.977 Rp 1.343.653 Rp 177.889 Rp 276.676 20 25.93 48.54 54.51 55.15
JUMLAH AKTIVA Rp 1.831.509 Rp 1.957.303 Rp 2.436.481 Rp 125.794 Rp 479.178 6.87 24.48 100 100 100
74
Tabel IV.1 (Lanjutan)
HAK MINORITAS Rp 120.505 Rp 138.651 Rp 169.853 Rp 18.146 Rp 31.202 15.06 22.5 6.58 7.08 6.97
EKUITAS
Modal saham - nilai nominal Rp 500 per saham
Modal dasar - 2.000.000.000 saham
Modal ditempatkan dan disetor penuh -
767.978.280 saham tahun 2004,
755.341.280 saham tahun 2003, dan
749.930.280 saham tahun 2002 Rp 374.965 Rp 377.671 Rp 383.989 Rp 2.706 Rp 6.318 0.72 1.67 20.47 19.3 15.76
Tambahan modal disetor Rp 1.933 Rp 19.830 Rp 47.902 Rp 17.897 Rp 28.072 925.87 141.56 0.11 1.01 1.97
Selisih penilaian kembali aktiva tetap Rp 99 Rp 99 Rp 99 - - - - 0.01 0.01 0
Selisih transaksi perubahan ekuitas anak
perusahaan dan perusahaan asosiasi Rp 15.794 Rp 13.153 Rp 13.153 Rp ( 2.641 ) - -16.72 - 0.86 0.67 0.54
Selisih nilai transaksi restrukturisasi entitas
sepengendali Rp (23.781) Rp (23.781) Rp (24.694) - Rp ( 913 ) - -3.84 -1.3 -1.21 -1.01
Modal lain-lain - opsi pemilikan saham karyawan Rp 32.442 Rp 19.473 Rp 4.514 Rp ( 12.969 ) Rp ( 14.959 ) -39.98 -76.82 1.77 0.99 0.19
Saldo laba Rp 645.640 Rp 788.262 Rp 973.551 Rp 142.622 Rp 185.289 22.09 23.51 35.25 40.27 40
Jumlah Ekuitas Rp 1.047.092 Rp 1.194.707 Rp 1.398.514 Rp 147.615 Rp 203.807 14.1 17.06 57.17 61.04 57.4
JUMLAH KEWAJIBAN DAN EKUITAS Rp 1.831.509 Rp 1.957.303 Rp 2.436.481 Rp 125.794 Rp 479.178 6.87 24.48 100 100 100
Sumber : Annual Report PT Astra Otoparts Tbk
2002,2003, dan 2004
75
IV.1.1. Aktiva Lancar
perusahaan dari tahun 2002 hingga tahun 2004 terus menurun. Pada tahun 2002
persentase jumlah aktiva lancar adalah 51,46% dari total aktiva, pada tahun 2003
persentase jumlahnya adalah 45,49% dari total aktiva, dan pada tahun 2004 persentase
jumlahnya 44,85% dari total aktiva. Penurunan persentase aktiva lancar terhadap total
aktiva dari tahun 2002 hingga tahun 2004 disebabkan oleh penurunan persentase
beberapa pos dalam aktiva lancar dari tahun 2002 hingga tahun 2004.
Berikut ini dibahas mengenai kenaikan dan penurunan dari masing-masing pos
Berdasarkan hasil analisis secara horizontal (lihat tabel 4.1), jumlah kas dan setara
kas mengalami penurunan yang signifikan. Jumlah kas dan setara kas menurun pada
tahun 2003 sebesar Rp 132.530.000.000 atau 39,4% dibandingkan jumlah kas dan
setara kas tahun 2002. Pada tahun 2004 kas dan setara kas menurun sebesar Rp
Hal ini disebabkan arus kas keluar lebih besar daripada arus kas masuknya, terutama
pada aktivitas investasi dan pendanaan. Dalam aktivitas investasi terlihat bahwa selama
3 tahun terakhir perusahaan terus meningkatkan investasi dalam aktiva tetap, yaitu
271.791.000.000 pada tahun 2004. Sedangkan hasil penjualan aktiva tetap hanya sebesar
tahun 2004. Selain itu dalam aktivitas pendanaan, perusahaan harus melakukan
76
130.976.000.000 dan juga pembayaran dividen sebesar Rp 48.745.000.000 pada tahun
2002, Rp 63.776.000.000 pada tahun 2003, dan Rp 37.869.000.000 tahun 2004. Selain
itu, perusahaan juga harus membayar dividen kepada pemegang saham minoritas anak
Penurunan kas dan setara kas pada tahun 2003 dan 2004 merupakan hal yang tidak
baik, dimana perusahaan kekurangan uang kas yang menyebabkan perusahaan mencari
pinjaman, seperti pada tahun 2004 perusahaan mendapat pinjaman jangka pendek
sebesar Rp 100.000.000.000.
Piutang Usaha
Saldo piutang usaha pada tahun 2003 dan 2004 mengalami kenaikan sebesar Rp
71.273.000.000 (24,88%) dari tahun 2002 dan Rp 142.625.000.000 (39,9%) dari tahun
2003. Selain itu, tahun 2003 dan 2004 penjualan bersih meningkat 4,26% dan 35,93%,
pertumbuhan penjualan tahun 2004 bukan diakibatkan karena pelonggaran kredit dan
penyisihan piutang ragu-ragu bertambah seiring dengan piutang usaha bertambah, ini
Dari saldo piutang usaha tersebut, sebagian besar adalah piutang yang berasal
dari pihak ketiga dengan perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan lebih
banyak melakukan penjualan produk kepada pihak ketiga daripada kepada pihak yang
Perputaran piutang yang berasal dari pihak ketiga tahun 2003 mengalami
penurunan dari 10 kali pada tahun 2002 menjadi 9 kali (pembulatan 8,5 kali), dan tahun
2004 cenderung konstan menjadi 9 kali (pembulatan 8,7 kali). Sedangkan perputaran
77
piutang yang berasal dari pihak yang mempunyai hubungan istimewa naik jadi 31 kali
pada tahun 2003 dari 28 kali pada tahun 2002 dan konstan pada tahun 2004 jadi 31 kali.
pada tahun 2003 menjadi 7 kali dari 8 kali pada tahun 2002 dan konstan sebanyak 7 kali
pada tahun 2004. (lihat tabel 4.3). Hal ini menunjukkan bahwa pembayaran piutang dari
pihak ketiga menjadi semakin lama, yaitu dari 35 hari pada tahun 2002, 43 hari pada
tahun 2003, dan 42 hari pada tahun 2004. Artinya selama 3 tahun tingkat penagihan
perusahaan kepada pihak ketiga terhambat, namun pada tahun 2004 sedikit mengalami
kemajuan.
Dibandingkan dengan perusahaan lain yang sejenis maka perputaran piutang perusahaan
Pada tahun 2003 jumlah piutang lain-lain menurun secara signifikan sebesar Rp
7.608.000.000 atau 68,32% dari tahun 2002. Sedangkan pada tahun 2004 jumlahnya
Persediaan
2,13% dari tahun 2002 dan pada tahun 2004 meningkat tajam sebesar Rp
148.132.000.000 atau 57,68%. Penurunan jumlah persediaan pada tahun 2003 diikuti
78
dengan perputaran barang yang sedikit menurun, hal ini berarti perusahaan kurang
mengelola dan menjual barang, serta dapat pula disebabkan karena perusahaan memiliki
stock yang terlalu tinggi atau banyak stock yang sudah usang, lambat bergerak atau
berkualitas rendah. Selain itu, karena hal ini membuat perusahaan kurang efisien, laba
Namun, pada tahun 2004 jumlah persediaan meningkat tajam seiring dengan
kenaikan penjualan yang signifikan yaitu sebesar Ro 773.076.000.000 atau 35,93% dari
tahun 2003 dan laba bersih meningkat menjadi Rp 16.760.000.000 atau 8,12% dari
tahun 2003. Hal ini berarti perusahaan lebih efisien dalam mengelola dan menjual
barang. Selain itu, perusahaan menjual produk dan membeli barang jadi dari pihak
hubungan istimewa dan perusahaan lebih banyak melakukan penjualan dengan kredit.
Jumlah uang muka dan biaya dibayar dimuka pada tahun 2003 meningkat tajam
sebesar Rp 9.269.000.000 atau 40,38% dari tahun 2002 dan pada tahun 2004 sedikit
meningkat sebesar Rp 53.000.000 atau 0,16% dari tahun 2003. Hal ini disebabkan
karena perusahaan pada tahun 2002 tidak membayar pensiun pada biaya dibayar
dimuka. Kemudian, perusahaan dari tahun 2003 ke 2004 melakukan penyesuaian pada
penurunan likuiditas perusahaan dan hal ini tidak baik bagi perusahaan. Karena sebelum
79
IV.1.2. Aktiva Tidak Lancar
Berdasarkan hasil analisis secara vertikal dapat dilihat bahwa persentase jumlah
aktiva tidak lancar perusahaan selama 3 tahun terakhir sebesar 48,54% dari total aktiva
pada tahun 2002, 54,51% dari total aktiva pada tahun 2003, dan 55,15% dari total aktiva
pada tahun 2004. Kenaikan ini disebabkan karena peningkatan persentase dari beberapa
pos dalam aktiva tidak lancar, seperti pos investasi pada perusahaan asosiasi, dan pos
Berikut ini akan diuraikan mengenai masing-masing pos yang termasuk dalam
Berdasarkan hasil analisis secara horizontal (lihat tabel 4.1), saldo piutang
165.000.000 atau 42% dari tahun 2002 dan pada tahun 2004 meningkat secara
signifikan menjadi Rp 292.000.000 atau 128,07% dari tahun 2003. Penurunan piutang
pihak hubungan istimewa pada tahun 2003 menunjukkan bahwa pihak hubungan
perusahaan dan anak perusahaan mempunyai transaksi di luar usaha dengan pihak
Yang dimaksud dengan perusahaan asosiasi disini adalah perusahaan yang semuanya
80
perusahaan asosiasi pada tahun 2003 dan tahun 2004 terus meningkat, yaitu sebesar Rp
55.849.000.000 atau 12,43% dari tahun 2002 dan Rp 58.062.000.000 atau 11,50% dari
tahun 2003. Hal ini berarti perusahaan dari tahun ke tahun meningkatkan investasinya
50% kepemilikan). Selain itu, PT Wahana Eka Paramitra (43,5%), PT Inti Ganda
Nittan Industries (40%), PT Tri Dharma Wisesa (29,75%), PT Denso Indonesia dan anak
Saldo aktiva tetap bersih pada tahun 2003 meningkat sebesar Rp 120.391.000.000
atau 35,42% dari tahun 2002 dan meningkat lagi pada tahun 2004 sebesar Rp
202.567.000.000 atau 44,01% dari tahun 2003. Perubahan ini berarti perusahaan dari
tahun ke tahun terus meningkatkan investasinya dalam perolehan aktiva tetap. Hal ini
dapat dilhat pada arus kas yang digunakan untuk aktivitas investasi dimana pada tahun
tahun 2003 dan Rp 271.791.000.000 tahun 2004. Sedangkan hasil penjualan aktiva
Dengan meningkatnya saldo aktiva tetap mengakibatkan perubahan dalam pos-pos yang
lain, seperti aktiva lancar berkurang Rp 52.095.000.000 pada tahun 2003 atau 5,53%
dari tahun 2002, sedangkan aktiva lancar pada tahun 2004 meningkat karena perolehan
aktiva tetap didapat dari pinjaman jangka pendek dan pinjaman jangka panjang. Selain
81
panjang pada tahun 2003 sebesar Rp 44.949.000.000 atau 91,09% dari tahun 2002,
modal saham bertambah pada tahun 2003 sebesar Rp 2.706.000.000 atau 0,72% dari
tahun 2002, dan bertambah pada tahun 2004 sebesar Rp 6.318.000.000 atau 1,67% dari
tahun 2003.
Aktiva Lain-Lain
atau 14,94% dari tahun 2002 dan pada tahun 2004 jumlah aktiva lain-lain mengalami
peningkatan sebesar Rp 9.394.000.000 atau 16,01% dari tahun 2003. Hal ini disebabkan
karena perusahaan dari tahun ke tahun meningkatkan investasi pada aktiva lain-lain,
yaitu pinjaman direksi dan karyawan, aktiva tidak digunakan dalam operasi, uang muka
tetap adalah meningkatnya beban penyusutan yang harus ditanggung oleh perusahaan.
Berdasarkan hasil analisis secara vertikal, jumlah Kewajiban Lancar dari tahun
2002 hingga tahun 2004 terus meningkat. Pada tahun 2002 jumlah Kewajiban Lancar
adalah 26,08% dari total aktiva, pada tahun 2003 jumlahnya adalah 27,64% dari total
aktiva, dan pada tahun 2004 jumlahnya adalah 31,44% dari total aktiva. Kenaikan
persentase Kewajiban Lancar terhadap total aktiva dari tahun 2002 hingga tahun 2004
seperti hutang usaha baik kepada pihak hubungan istimewa maupun pihak ketiga dan
biaya masih harus dibayar, dari tahun 2002 hingga tahun 2004.
82
Walaupun begitu berdasarkan analisis secara horizontal, ada beberapa pos yang
mengalami penurunan dari tahun sebelumnya. Berikut ini akan dibahas mengenai
pendek pada tahun 2003 mengalami penurunan sebesar Rp 6.291.000.000 atau -10,83%
dari tahun 2002. Tetapi pada tahun 2004, jumlahnya meningkat drastis sebesar Rp
105.050.000.000 atau 202,72% dari tahun 2003. Kenaikan jumlah pinjaman jangka
pendek ini disebabkan karena perusahaan mendapatkan pinjaman dari Bank UFJ
50.000.000.000, dimana piutang usaha dan persediaan dengan nilai keseluruhan sebesar
2. Hutang Usaha
Jumlah hutang usaha pada tahun 2003 dan tahun 2004 terus mengalami peningkatan.
Pada tahun 2003 jumlah hutang usaha meningkat sebesar Rp 36.368.000.000 atau
12,98% dari tahun 2002 dan pada tahun 2004 jumlah hutang usaha meningkat menjadi
Dari saldo hutang usaha tersebut, sebagian besar adalah hutang usaha yang berasal
dari pihak hubungan istimewa dimana perusahaan dan anak perusahaan membeli bahan
83
baku, komponen dan barang jadi dari pihak hubungan istimewa yang pembeliannya
dilakukan dengan potongan harga sebesar persentase tertentu. Adapun jumlah pembelian
secara kredit dari pihak hubungan istimewa pada tahun 2002, 2003 dan 2004, yaitu Rp
persentase pembelian secara kredit dari jumlah pembelian secara keseluruhan adalah
66,81% pada tahun 2002, 65,47% pada tahun 2003, dan 61,45% pada tahun 2004.
3. Hutang Lain-Lain
Jumlah hutang lain-lain pada tahun 2003 dan 2004 terus menurun, yaitu sebesar Rp
858.000.000 atau 4,08% dari tahun 2002 dan Rp 1.525.000.000 atau 7,57% dari tahun
2003. Penurunan ini disebabkan karena perusahaan terutama pada tahun 2004, tidak
4. Hutang Pajak
Berdasarkan hasil analisis secara horizontal, pada tahun 2003 jumlah hutang pajak
menurun secara signifikan, yaitu sebesar Rp 19.025.000.000 atau 38,66% dari tahun
2002. Sedangkan pada tahun 2004 jumlah hutang pajak meningkat drastis menjadi Rp
16.586.000.000 atau 54,95% dari tahun 2003. Kenaikan jumlah hutang pajak pada tahun
2004 disebabkan karena pajak kini yang dibebankan meningkat dari Rp 9.704.000.000
pada tahun 2003 menjadi Rp 16.402.000.000 pada tahun 2004. Selain itu juga karena
84
5. Hutang Jangka Panjang Jatuh Tempo Dalam Satu Tahun
Pada tahun 2003 jumlah hutang jangka panjang jatuh tempo dalam satu tahun
meningkat secara signifikan, yaitu sebesar Rp 44.825.000.000 atau 88,9% dari tahun
menjadi Rp 38.408.000.000 atau 40,33% dari tahun 2003. Penurunan ini disebabkan
jumlah kewajiban tidak lancar lain-lainnya juga terus menurun dari Rp 124.000.000
kewajiban lancar adalah peningkatan pinjaman jangka pendek secara signifikan, dan
hutang usaha baik yang berasal dari pihak hubungan istimewa maupun yang berasal dari
pihak ketiga. Hal ini berpengaruh tidak baik karena peningkatan pinjaman jangka
pendek dan hutang usaha berarti peningkatan beban bunga yang harus ditanggung
Berdasarkan hasil analisis secara vertikal (lihat tabel 4.1), jumlah Kewajiban
Tidak Lancar dari tahun 2002 hingga tahun 2004 terus menurun. Pada tahun 2002
jumlah kewajiban tidak lancar adalah 10,17% dari total aktiva, pada tahun 2003 jumlah
kewajiban tidak lancar menurun secara signifikan menjadi 4,24% dari total aktiva, dan
persentase dari beberapa pos dalam kewajiban tidak lancar dari tahun 2002 hingga tahun
85
2004, seperti hutang pihak hubungan istimewa, dan hutang jangka panjang yang berupa
Walaupun begitu berdasarkan analisis secara horizontal, ada beberapa pos yang
sebenarnya mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya. Berikut ini diuraikan mengenai
Yang dimaksud dengan hutang pihak hubungan istimewa adalah hutang yang jatuh
temponya lebih dari satu tahun kepada pihak hubungan istimewa, yaitu Keihin Seimitsu
Kogyo Co. Ltd., Jepang , Mahle Izumi Corporation Ltd., Jepang , dan lain-lain.
Berdasarkan hasil analisis secara horizontal (lihat tabel 4.1), jumlah hutang pihak
hubungan istimewa menurun pada tahun 2003, yaitu sebesar Rp 11.133.000.000 atau
48,96% dari tahun 2002 dan pada tahun 2004 jumlah hutang pihak hubungan istimewa
Hutang jangka panjang dalam kewajiban tidak lancar merupakan hutang yang jatuh
tempo lebih dari satu tahun dan jumlah bersihnya tercatat setelah dikurangi bagian jatuh
Jumlah hutang jangka panjang pada tahun 2003 mengalami penurunan secara
signifikan, yaitu sebesar Rp 93.394.000.000 atau 61,34% dari tahun 2002. Sedangkan
pada tahun 2004 jumlahnya meningkat menjadi Rp 21.701.000.000 atau 36,87% dari
tahun 2003. Penurunan jumlah hutang jangka panjang pada tahun 2003 disebabkan
karena penurunan tahun 2003 pada fasilitas kredit berulang, dan fasilitas kredit
gabungan, serta adanya kenaikan pembayaran pada bagian jatuh tempo dalam satu
tahun.
86
Penurunan jumlah Kewajiban Tidak Lancar merupakan hal yang baik dimana
perusahaan dari tahun 2002 hingga tahun 2003 mengalami penurunan dalam melakukan
pembayaran hutang yang jatuh temponya lebih dari satu tahun. Sedangkan kenaikan
jumlah Kewajiban Tidak Lancar pada tahun 2004 disebabkan karena hutang jangka
baiknya bila perusahaan tidak terus menerus menaikkan jumlah kewajiban tidak
IV.1.5. Ekuitas
Berdasarkan hasil analisis secara vertikal (lihat tabel 4.1), jumlah Ekuitas pada
tahun 2002 sebesar 57,17% dari total aktiva, pada tahun 2003 meningkat menjadi
61,04% dari total aktiva, dan pada tahun 2004 menurun menjadi 57,4% dari total aktiva.
Kenaikan persentase ekuitas terhadap total aktiva pada tahun 2003 disebabkan oleh
kenaikan persentase pada beberapa pos dalam ekuitas pada tahun 2003, terutama pada
saldo laba yang tidak ditentukan penggunaannya, juga pada tambahan modal disetor, dan
terhadap total aktiva pada tahun 2004 disebabkan karena banyak penurunan persentase
pada beberapa pos ekuitas pada tahun 2004, seperti pada modal saham, selisih transaksi
perubahan ekuitas anak perusahaan dan perusahaan asosiasi, selisih nilai transaksi
Berikut ini akan dibahas mengenai kenaikan dan penurunan masing-masing pos
87
1. Modal Saham
Modal saham pada perusahaan ini terdiri dari modal dasar sebanyak 2.000.000.000
saham dan modal ditempatkan dan disetor penuh sebanyak 749.930.280 saham tahun
2002, sebanyak 755.341.280 saham tahun 2003 dan sebanyak 767.978.280 saham tahun
2004.
Pada tahun 2003 dan 2004 jumlah modal saham mengalami peningkatan, yaitu
sebesar Rp 2.706.000.000 atau 0,72% dari tahun 2002 dan Rp 6.318.000.000 atau 1,67%
dari tahun 2003. Perubahan ini berasal dari pelaksanaan opsi pemilikan saham oleh
karyawan Perusahaan dan anak perusahaan golongan tertentu, direksi, dan komisaris.
Yang dimaksud dengan tambahan modal disetor disini adalah tambahan modal
disetor yang berasal dari agio saham, hak opsi kadaluarsa dan tidak dilaksanakan, dan
Jumlah tambahan modal disetor pada tahun 2003 dan 2004 mengalami peningkatan
secara signifikan, yaitu sebesar Rp 17.897.000.000 atau 925,87% dari tahun 2002 dan
pada tahun 2004 jumlahnya meningkat sebesar Rp 28.072.000.000 atau 141,56% dari
tahun 2003.
3. Saldo Laba
Jumlah saldo laba secara keseluruhan (baik saldo laba yang ditentukan
tahun 2003 dan 2004. Pada tahun 2003 jumlah saldo laba secara keseluruhan meningkat
sebesar Rp 142.622.000.000 atau 22,09% dari tahun 2002 dan pada tahun 2004
88
Kenaikan jumlah saldo laba disebabkan karena pada saldo laba yang ditentukan
meningkat konstan dari tahun 2003 sampai tahun 2004, yaitu Rp 7.500.000.000. Selain
itu, setiap tahun para pemegang saham telah menyepakati pembagian dividen tahun
buku 2002 sebesar Rp 63.776.000.000 dan tahun buku 2003 sebesar Rp 37.869.000.000.
Jumlah ekuitas lebih besar daripada jumlah kewajiban adalah hal yang baik karena
hal tersebut berarti perusahaan masih mampu bertahan dalam kondisi yang buruk dan
masih dapat memenuhi kewajibannya kepada kreditor. Adapun jumlah ekuitas, yaitu
89
P.T. ASTRA OTOPARTS Tbk DAN ANAK PERUSAHAAN
Laporan Laba-Rugi Konsolidasi
Untuk Tahun-Tahun Yang Berakhir Pada Tanggal 31 Desember 2002, 2003, dan 2004
(Dalam Jutaan Rupiah)
Tabel IV.2
Analisis Secara Horizontal Analisis Secara Vertikal
Periode Kenaikan / Penurunan Dari Tahun Sebelumnya % Dari Penjualan
2002 2003 2004 2003 2004 % 2003 % 2004 2002 2003 2004
PENJUALAN BERSIH Rp 2.063.493 Rp 2.151.505 Rp 2.924.581 Rp 88.012 Rp 773.076 4.26 35.93 100 100 100
BEBAN POKOK PENJUALAN Rp 1.664.022 Rp 1.743.832 Rp 2.356.276 Rp 79.810 Rp 612.444 4.8 35.12 80.64 81.05 80.57
LABA KOTOR Rp 399.471 Rp 407.673 Rp 568.305 Rp 8.202 Rp 160.632 2.05 39.4 19.36 18.95 19.43
BEBAN USAHA
Penjualan Rp 88.758 Rp 96.640 Rp 137.095 Rp 7.882 Rp 40.455 8.88 41.86 4.3 4.49 4.69
Umum dan administrasi Rp 136.685 Rp 162.363 Rp 192.573 Rp 25.678 Rp 30.210 18.79 18.61 6.62 7.55 6.58
Jumlah Beban Usaha Rp 225.443 Rp 259.003 Rp 329.668 Rp 33.560 Rp 70.665 14.89 27.28 10.92 12.04 11.27
LABA USAHA Rp 174.028 Rp 148.670 Rp 238.637 Rp ( 25.358 Rp 89.967 -14.57 60.51 8.43 6.91 8.16
)
PENGHASILAN (BEBAN) LAIN-LAIN - BERSIH Rp 45.926 Rp 46.581 Rp ( 10.128 ) Rp 655 Rp ( 56.709 ) 1.43 -121.74 2.23 2.16 -0.35
BAGIAN LABA BERSIH PERUSAHAAN
ASOSIASI Rp 109.560 Rp 100.670 Rp 100.599 Rp ( 8.890 Rp ( 71 -8.11 -0.07 5.31 4.68 3.44
) )
LABA SEBELUM PAJAK Rp 329.514 Rp 295.921 Rp 329.108 Rp ( 33.593 Rp 33.187 -10.19 11.21 16 13.75 11.25
)
BEBAN PAJAK Rp ( 76.492 ) Rp ( 63.700 ) Rp ( 69.167 ) Rp 12.792 Rp ( 5.467 ) -16.72 8.58 -3.71 -2.96 -2.36
LABA DARI AKTIVITAS NORMAL Rp 253.022 Rp 232.221 Rp 259.941 Rp ( 20.801 Rp 27.720 -8.22 11.94 12.26 10.79 8.89
)
POS LUAR BIASA - Bersih setelah pajak Rp 36.947 - - Rp ( 36.947 - -100 - 1.79 - -
)
LABA SEBELUM HAK MINORITAS Rp 289.969 Rp 232.221 Rp 259.941 Rp ( 57.748 Rp 27.720 -19.91 11.94 14.05 10.79 8.89
)
HAK MINORITAS Rp (32.590) Rp ( 25.823 ) Rp ( 36.783 ) Rp 6.767 Rp ( 10.960 ) -20.76 42.44 -1.58 -1.2 -1.26
LABA BERSIH Rp 257.379 Rp 206.398 Rp 223.158 Rp ( 50.981 Rp 16.760 -19.81 8.12 12.47 9.59 7.63
)
Sumber : Annual Report PT Astra Otoparts Tbk 2002, 2003, 2004
90
IV.2. Analisis Terhadap Laporan Laba-Rugi PT Astra Otoparts Tbk
1. Penjualan Bersih
tahun 2003 dan tahun 2004 terjadi kenaikan, yaitu sebesar Rp 88.012.000.000 atau
4,26% dari tahun 2002 dan Rp 773.076.000.000 atau 35,93% dari tahun 2003. Kenaikan
ini disebabkan oleh meningkatnya pendapatan dari semua sektor, yaitu sektor
Pihak Hubungan
Istimewa 611.939 29,65 564.608 26,24 731.506 25,01
Pihak Ketiga :
Lokal 1.257.343 60,93 1.444.133 67,12 1.894.283 64,77
Ekspor 280.633 13,60 236.962 11,01 384.141 13,13
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa penjualan kepada pihak hubungan
istimewa sempat mengalami penurunan pada tahun 2003 yaitu Rp 47.331.000.000 ( dari
731.506.000.000 ).
91
Selain itu, dari tabel diatas dapat dilihat bahwa penjualan lokal kepada pihak ketiga
selama 3 tahun terus meningkat dan nilai penjualannya dalam 3 tahun terakhir lebih
Berdasarkan analisis perbandingan secara horizontal, pada tahun 2003 dan 2004
79.810.000.000 ( 4,80% dari tahun 2002 ) dan Rp 612.444.000.000 ( 35,12% dari tahun
2003 ). Kenaikan ini juga diikuti oleh penjualan yang meningkat pada tahun 2003 dan
Kenaikan beban pokok penjualan pada tahun 2003 dan tahun 2004 disebabkan oleh
473.399.000.000 pada tahun 2003 dan Rp 651.399.000.000 pada tahun 2004 ; kenaikan
upah tenaga kerja langsung dari Rp 59.053.000.000 pada tahun 2002 menjadi Rp
78.163.000.000 pada tahun 2003 dan menjadi Rp 88.774.000.000 pada tahun 2004 ;
kenaikan biaya produksi tidak langsung dari Rp 246.298.000.000 pada tahun 2002
tahun 2004 ; kenaikan barang dalam proses, terutama pembelian barang dalam proses
pada tahun 2004 sebesar Rp 29.974.000.000 ; dan kenaikan persediaan barang jadi pada
barang jadi pada tahun 2004 dari Rp 906.474.000.000 pada tahun 2002 menjadi Rp
92
3. Laba Kotor
Jumlah laba kotor pada tahun 2003 dan 2004 mengalami peningkatan yaitu masing-
masing sebesar Rp 8.202.000.000 atau 2,05% dari tahun 2002 dan Rp 160.632.000.000
atau 39,40% dari tahun 2003. Tetapi jika berdasarkan analisis secara vertikal, maka laba
kotor sempat menurun pada tahun 2003, yaitu dari 19,36% pada tahun 2002 menjadi
18,95% pada tahun 2003. Hal ini disebabkan karena kenaikan beban pokok penjualan
dari 80,64% pada tahun 2002 menjadi 81,05% pada tahun 2003. Selain itu juga karena
4. Beban Usaha
Berdasarkan analisis secara vertikal, dapat dilihat bahwa persentase beban usaha
terhadap penjualan pada tahun 2003 meningkat dari 10,92% pada tahun 2002, menjadi
12,04% pada tahun 2003. Namun, pada tahun 2004 persentasenya menurun menjadi
11,27%. Kenaikan persentase beban usaha pada tahun 2003 dikarenakan kenaikan pada
beban penjualan dan beban umum dan administrasi. Sedangkan, penurunan persentase
a. Beban Penjualan
8,88% dari tahun 2002 dan pada tahun 2004 meningkat Rp 40.455.000.000 atau 41,86%
dari tahun 2003. Kenaikan ini disebabkan oleh kenaikan pada beban iklan dan promosi ;
barang rusak ; komisi dan insentif penjualan (meskipun pada tahun 2003 sempat
93
Rp 13.431.000.000) ; komunikasi, pelatihan, peralatan kantor, perbaikan dan
terus meningkat pada tahun 2003 dan 2004, yaitu masing-masing sebesar Rp
25.678.000.000 (18,79% dari tahun 2002) dan Rp 30.210.000.000 (18,61% dari tahun
2003). Kenaikan ini disebabkan karena beberapa bagian dari beban umum dan
administrasi meningkat, yaitu beban gaji, upah dan kenikmatan karyawan ; beban
penyusutan ; beban peralatan kantor ; beban pajak dan perijinan ; penyisihan piutang
manfaat pekerja ; beban utilitas ; beban perbaikan dan pemeliharaan ; beban sewa ;
beban profesional ; beban pelatihan dan pendidikan ; beban representasi ; dan beban
pengembangan.
5. Laba Usaha
Berdasarkan analisis perbandingan secara horizontal, laba usaha pada tahun 2003
menurun Rp 25.358.000.000 (-14,57% dari tahun 2002). Sedangkan pada tahun 2004
laba usaha meningkat signifikan menjadi Rp 89.967.000.000 (60,51% dari tahun 2003).
Jika berdasarkan analisis perbandingan secara vertikal, maka terlihat bahwa laba usaha
perusahaan selama 3 tahun terakhir sempat menurun dan meningkat lagi, yaitu sebesar
8,43% pada tahun 2002, 6,91% pada tahun 2003, dan 8,16% pada tahun 2004. Hal ini
disebabkan karena kenaikan beban penjualan yang cukup signifikan, yaitu dari 4,3%
pada tahun 2002 menjadi 4,49% pada tahun 2003 dan kenaikan beban umum dan
administrasi, yaitu dari 6,62% pada tahun 2002 menjadi 7,55% pada tahun 2003.
94
6. Laba Sebelum Pajak
Jumlah laba sebelum pajak pada tahun 2003 menurun sebesar Rp 33.593.000.000 (-
10,19% dari tahun 2002). Hal ini dikarenakan penurunan laba usaha tahun 2003 sebesar
8.890.000.000.
Pada tahun 2004 laba sebelum pajak meningkat Rp 33.187.000.000 (11,21% dari
tahun 2003). Hal ini dikarenakan kenaikan laba usaha yang signifikan pada tahun 2003,
71.000.000.
7. Laba Bersih
50.981.000.000 (-19,81% dari tahun 2002). Hal ini disebabkan karena penurunan laba
sebelum hak minoritas sebesar Rp 57.748.000.000 dan kenaikan jumlah hak minoritas
mengalami kenaikan sebesar Rp 16.760.000.000 (8,12% dari tahun 2003). Kenaikan ini
didukung oleh kenaikan laba sebelum hak minoritas sebesar Rp 27.720.000.000 dan
95
rasio-rasio keuangan perusahaan dari waktu ke waktu dan kemudian
membandingkannya dengan perusahaan lain yang sejenis. Pada skripsi ini, penulis
pembanding.
industri alat-alat perlengkapan (suku cadang) dari berbagai macam alat-alat mesin pabrik
dan kendaraan, dan yang sejenisnya. Berikut ini adalah rasio rasio keuangan PT Astra
Otoparts Tbk (PT. AOP) dan PT Selamat Sempurna Tbk (PT. SS) sebagai perusahaan
Rasio Rasio Keuangan PT Astra Otoparts Tbk dan PT Selamat Sempurna Tbk
Periode 2002 2004
Tabel IV.3
2002 2003 2004
PT. AOP PT. SS PT. AOP PT. SS PT. AOP PT. SS
Rasio Likuiditas :
Current Ratio 1,97 x 5,37 x 1,65 x 4,1 x 1,43 x 1,83 x
Quick Ratio 1,42 x 3,59 x 1,17 x 2,52 x 0,9 x 0,88 x
Rasio Aktivitas :
A/R Turnover 7,56 x 5,64 x 6,68 x 5,89 x 6,82 x 5,13 x
Days Of Receivable 48 Hari 65 Hari 55 Hari 62 Hari 53 Hari 71 Hari
Inventory Turnover 6,93 x 4,74 x 6,72 x 4,01 x 7,12 x 3,20 x
Fixed Assets Turnover 6,1 x 2,19 x 5,38 x 2,47 x 5,21 x 2,95 x
Total Assets Turnover 1,15 x 1,05 x 1,14 x 1,05 x 1,33 x 1,14 x
Rasio Leverage :
Debt Ratio 42,83% 29,70% 38,96% 33,40% 42,6% 37,44%
Time Interest Earned 13,52x 4,41 x 17,40 x 5,07 x 21,70 x 5,89 x
Rasio Profitabilitas :
Operating Profit Margin 12,47% 6,67% 9,60% 7,51% 7,63% 7,85%
Return On Assets 14,05% 6,89% 10,55% 7,57% 9,16% 8,81%
Return On Equity 24,58% 11,55% 17,28% 13,40% 15,96% 16,72%
96
1. Rasio Likuiditas
Rasio lancar PT. AOP dari tahun 2002 hingga tahun 2004 cenderung menurun, yaitu
masing-masing 1,97x pada tahun 2002, 1,65x pada tahun 2003, dan 1,43x pada tahun
2004. Sedangkan rasio lancar PT. SS sebagai perusahaan pembanding sebesar 5,37x
pada tahun 2002, 4,1x pada tahun 2003, dan 1,83x pada tahun 2004. Berdasarkan angka-
angka rasio lancar tersebut terlihat bahwa rasio lancar PT. AOP jauh lebih rendah
Penurunan rasio lancar PT. AOP pada tahun 2003 disebabkan karena penurunan kas
dan setara kas sebesar 39,4% yang terutama dikarenakan perusahaan meningkatkan
Amerika Serikat dari PT Bank Internasional Indonesia Tbk yang digunakan anak
perusahaan untuk keperluan impor bahan baku dan bahan pembantu untuk produksi
sendiri.
Penurunan rasio lancar tahun 2003 juga dikarenakan penurunan piutang usaha pihak
hubungan istimewa sebesar 29,22% walaupun piutang usaha pihak ketiga mengalami
kenaikan sebesar 46,18%, dan penurunan persediaan sebesar 2,13% akibat jumlah
97
jumlah bahan baku yang menurun dari Rp 60.075.000.000 menjadi Rp
Penurunan rasio lancar PT. AOP pada tahun 2003 juga disebabkan perusahaan
membayar sejumlah hutang, yaitu berkurangnya hutang lain-lain sebesar 4,08% karena
penurunan promosi dan insentif menjadi Rp 7.744.000.000 dan pembelian aktiva tetap
menjadi Rp 45.000.000. Selain itu juga karena penurunan pinjaman jangka pendek
sebesar 10,83% dimana Federal Izumi Manufacturing (anak perusahaan) tidak dapat
memenuhi rasio keuangan sesuai dengan perjanjian dan tidak melakukan pembayaran
pokok pinjaman berikut bunga yang telah jatuh tempo, dan penurunan hutang pajak
sebesar 38,66%, serta kenaikan hutang usaha sebesar 12,98% dimana perusahaan dan
anak perusahaan meningkatkan pembelian kredit untuk bahan baku, komponen, dan
barang jadi kepada pihak ketiga dan terutama kepada pihak hubungan istimewa.
Kemudian karena kenaikan hutang jangka panjang jatuh tempo dalam satu tahun sebesar
88,9% dimana seluruh komposisi hutang jangka panjang jatuh tempo dalam satu tahun
kepada ABN AMRO, Bank Bumiputera, hutang kepada Progress Corporation, Peak
Securities, PT. United Capital Indonesia, dan Madani Securities mengalami penurunan.
Penurunan rasio lancar PT. AOP tahun 2004 dikarenakan turunnya jumlah kas dan
pembelian bahan baku, komponen dan barang jadi dari pihak hubungan istimewa dalam
jumlah yang besar. Selain itu juga karena naiknya piutang usaha sebesar 39,9% baik
98
karena kenaikan jumlah persediaan yang signifikan menjadi 57,68% akibat
perusahaan menambah jumlah barang jadi, barang dalam proses, bahan baku, bahan
pembantu dan suku cadang, dan barang dalam perjalanan. Penurunan rasio lancar tahun
2004 juga disebabkan karena naiknya pinjaman jangka pendek sebesar 202,72% dimana
perusahaan memperoleh pinjaman dari Bank UFJ Indonesia dan Standard Chartered
aktiva tetap, juga karena kenaikan hutang usaha dari pembelian kredit baik pihak
hubungan istimewa sebesar 25,43% maupun pihak ketiga sebesar 65,95%. Selain itu
juga karena penurunan hutang jatuh tempo dalam satu tahun, yaitu penurunan pinjaman
jangka panjang bagian jatuh tempo dalam satu tahun sebesar 39,72%.
Bila dibandingkan dengan standar rasio lancar, yaitu diatas 1,0x, maka PT. AOP
memiliki tingkat rasio lancar yang aman atau tinggi. Dapat dikatakan PT. AOP cukup
likuid meskipun rasionya menurun dari tahun ke tahun, namun perusahaan sebaiknya
Rasio cepat PT. AOP dari tahun 2002 hingga tahun 2004 menurun yang masing-
masing sebesar 1,42x, 1,17x, dan 0,9x, lebih rendah bila dibandingkan dengan rasio
cepat PT. SS untuk periode yang sama yang masing-masing sebesar 3,59x, 2,52x, dan
0,88x. Penurunan rasio cepat tahun 2003 disebabkan karena penurunan jumlah aktiva
lancar setelah dikurangi persediaan sebesar 6,84% yang diiringi dengan kenaikan jumlah
kewajiban lancar sebesar 13,25%. Penurunan jumlah aktiva lancar, setelah dikurangi
persediaan, dikarenakan menurunnya jumlah kas dan setara kas, deposito berjangka,
piutang usaha hubungan istimewa, dan piutang lain-lain yang masing-masing sebesar
99
39,4%, 53,78%, 29,22%, dan 68,32%. Selain itu, kenaikan kewajiban lancar
disebabkan karena kenaikan hutang usaha baik pihak hubungan istimewa maupun pihak
ketiga, dibayarnya biaya masih harus dibayar dan hutang jangka panjang jatuh tempo
Penurunan rasio cepat PT. AOP tahun 2004 disebabkan karena jumlah aktiva lancar,
jumlah kewajiban lancar sebesar 41,62%. Kenaikan jumlah aktiva lancar sebesar 8,58%
sehingga naiknya piutang usaha pihak hubungan istimewa sebesar 130,42%. Kenaikan
terhadap hutang hutangnya, terutama pada pinjaman jangka pendek yang naik sebesar
202,72%.
Rasio lancar PT. AOP sedikit lebih tinggi, yaitu 1,97x, 1,65x, dan 1,43x,
dibandingkan dengan rasio cepat PT.AOP dari tahun ke tahun yaitu 1,42x, 1,17x, dan
0,9x. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah persediaan yang diinvestasikan kurang dari
separuh aktiva lancar PT. AOP, yaitu sebesar 27,84% tahun 2002, 28,85% tahun 2003,
dan 37,06% tahun 2004, dari jumlah aktiva lancar. Bila dibandingkan dengan standar
rasio cepat, yaitu sebesar 1x, maka rasio cepat PT. AOP termasuk tingkat yang diatas
Dapat disimpulkan bahwa PT. AOP memiliki rasio lancar yang cukup likuid
meskipun menurun dari tahun ke tahun dan memiliki rasio cepat yang berada diatas
standar. Hal ini berarti perusahaan memiliki kemampuan yang cukup untuk memenuhi
100
2. Rasio Aktivitas
Rasio perputaran piutang PT. AOP lebih tinggi pada periode 2002-2004, yaitu
sebesar 7,56x, 6,68x, dan 6,82x, daripada rasio perputaran piutang PT. SS yang sebesar
5,64x, 5,89x, dan 5,13x . Rasio perputaran piutang PT. AOP tahun 2003 menurun, yaitu
Menurunnya rasio perputaran piutang PT. AOP pada tahun 2003 disebabkan karena
penjualan yang sedikit naik menjadi Rp 88.012.000.000 atau 4,26% dari tahun 2002.
Kenaikan tersebut karena pengaruh kondisi perekonomian Indonesia yang membaik, dan
relatif signifikan, serta pertumbuhan pasar kendaraan bermotor roda dua dan kendaraan
perusahaan juga menciptakan persaingan yang lebih ketat. Selain itu, menurunnya rasio
49.021.814.580,5 atau 17,95% dari tahun 2002 akibat naiknya jumlah piutang usaha
Kenaikan rasio perputaran piutang PT. AOP tahun 2004 disebabkan karena
penjualan naik secara signifikan menjadi Rp 773.076.000.000 atau 35,93% dari tahun
2003. Alasan naiknya penjualan tahun 2004 selain sama dengan naiknya penjualan tahun
2003, juga karena di tahun 2004 perusahaan menerapkan strategi di sektor pemasaran
101
sendiri, pemasaran melalui modern retail, pengembangan sistem logistik yang
efisien dan modern, dan peningkatan ekspor. Selain itu perusahaan menerapkan strategi
fasilitas produksi rubber, peluncuran produk ball joint, tie rod, floor shift transmission,
cranckcase cover, hub dan rubber hose, serta akuisisi bisnis filter dari perusahaan di
Surabaya.
Sementara kenaikan rasio tersebut juga karena naiknya jumlah rata-rata piutang Rp
106.949.000.000 atau 33,2%., akibat naiknya jumlah piutang usaha pihak hubungan
istimewa yang signifikan (130,42%) maupun piutang usaha pihak ketiga naik 22,6%.
Berdasarkan hal-hal diatas diketahui bahwa meskipun rasio perputaran piutang PT.
AOP sempat turun, namun tahun 2004 naik, yang berarti berapa kali rata-rata jangka
waktu penagihan piutang PT. AOP membaik. Rasio perputaran piutang yang meningkat
Jangka waktu penagihan piutang PT. AOP dari tahun 2002 hingga tahun 2003
mengalami kenaikan, yaitu dari 48 hari menjadi 55 hari. Sedangkan pada tahun 2004
mengalami penurunan menjadi 53 hari. Selain itu, jangka waktu penagihan piutang PT.
AOP lebih cepat dibandingkan jangka waktu penagihan piutang PT. SS pada periode
yang sama, yaitu 65 hari, 62 hari, dan 71 hari. Dapat dikatakan bahwa hari rata-rata
penagihan piutang lebih dari 60 hari menunjukkan perusahaan tersebut kurang baik,
terutama bagian penagihan, sehingga tidak mampu menagih piutang pada saatnya atau
perusahaan tersebut telah memberikan syarat-syarat kredit yang terlalu lunak pada
102
langganannya. Hal ini berarti jangka waktu penagihan piutang PT. AOP lebih baik
Kenaikan waktu penagihan piutang PT. AOP tahun 2003 dikarenakan semakin
lamanya waktu penagihan piutang kepada pihak ketiga dari 35 hari menjadi 43 hari,
sedangkan kepada piutang pihak hubungan istimewa lebih cepat dari 13 hari menjadi 12
hari. Kemudian penurunan waktu penagihan piutang tahun 2004 disebabkan karena
semakin cepat waktu penagihan piutang kepada pihak ketiga menjadi 42 hari, dan waktu
Dilihat dari jangka waktu penagihan PT. AOP tahun 2004 yang semakin cepat
tertagihnya piutang dan perusahaan juga telah membuat penyisihan piutang ragu-ragu
dari tahun ke tahun, yaitu Rp 1.024.000.000 tahun 2002, Rp 1.387.000.000 tahun 2003,
Berdasarkan hal-hal diatas, rata-rata penagihan piutang PT. AOP yang membaik
pada tahun 2004 yaitu 6,82x, dibarengi dengan meningkatnya/makin cepatnya jangka
maupun pihak hubungan istimewa. Oleh karena itu, perusahaan telah meningkatkan
dan memberikan potongan kepada pelanggannya untuk pembayaran dalam jangka waktu
yang cepat.
103
Perputaran Persediaan / Inventory Turnover
Rasio perputaran persediaan PT. AOP dari tahun 2002 hingga tahun 2003
mengalami penurunan, yaitu dari 6,93x menjadi 6,72x. Sedangkan tahun 2004 naik
menjadi 7,12x. Rasio perputaran persediaan PT. AOP lebih tinggi dibandingkan rasio
perputaran persediaan PT. SS dari tahun 2002 sampai 2004, yaitu 4,74x, 4,01x, dan
3,20x.
Penurunan rasio perputaran persediaan pada tahun 2003 disebabkan karena kenaikan
diantaranya adalah kenaikan bahan baku yang digunakan dalam proses produksi
sebanyak 6,29% dari tahun 2002, kenaikan upah tenaga kerja langsung sebanyak
32,36%, dan kenaikan biaya produksi tidak langsung sebanyak 11,47%. Disamping itu,
penurunan rasio ini juga dikarenakan adanya kenaikan rata-rata persediaan dari Rp
kenaikan biaya-biaya seperti biaya-biaya pada tahun 2003, dan kenaikan pada barang
dalam proses maupun persediaan barang jadi. Selain itu, kenaikan rasio sebesar 7,12x
Rasio perputaran persediaan PT. AOP lebih baik di tahun 2004 yang menandakan
bahwa persediaan PT. AOP semakin cepat untuk dijual dan kemudian diganti dan tidak
membutuhkan waktu yang lama untuk disimpan sebelum dijual ke pasar. Oleh karena
104
itu, sebaiknya perusahaan terus memperhatikan pengelolaan persediaan dan hasil
Rasio perputaran aktiva tetap PT. AOP dari tahun 2002 hingga tahun 2004 terus
mengalami penurunan, yaitu masing-masing 6,1x, 5,38x, dan 5,21x. Namun, rasio
perputaran aktiva tetap PT. AOP lebih tinggi dibandingkan rasio perputaran aktiva tetap
PT. SS untuk periode yang sama, yaitu 2,19x, 2,47x, dan 2,95x.
Penurunan rasio perputaran aktiva tetap PT. AOP tahun 2003 disebabkan oleh
jumlah rata-rata aktiva tetap menjadi Rp 61.726.816.942,5. Pada tahun 2003 penjualan
penjualan di sektor manufaktur menjadi 31,9%, di sektor pemasaran menjadi 51%, dan
ekspor menjadi 17,1%. Bila dilihat dari komposisi penjualan berdasarkan produk, pada
tahun 2003 produk batteries menjadi 31,8%, produk Aspira Parts menjadi 15,5%,
produk clutch disc & related menjadi 14,8%, produk aluminium dies menjadi 8,8%.
Selain itu produk tool, jack, forging parts menjadi 4,9%, produk plastic injection
menjadi 5%, chain & filter menjadi 4,9%, dan other products menjadi 14,3%
Penurunan rasio perputaran aktiva tetap tahun 2004 disebabkan karena kenaikan
Indonesia yang semakin membaik dan naiknya permintaan produk PT. AOP seiring
pertumbuhan pasar kendaraan bermotor roda dua dan pasar kendaraan bermotor roda
empat. Kenaikan penjualan tersebut masing-masing berasal dari sektor manufaktur yang
memberikan kontribusi sebesar 39,4% dari total penjualan bersih perusahaan dimana
disebabkan oleh meningkatnya produksi atau penjualan mobil khususnya Avanza dan
105
Xenia yang meningkat tajam sehingga berdampak positif terhadap perusahaan
sebagai penyedia komponen. Selain itu dari sektor pemasaran mengalami penurunan
pada segi kontribusi terhadap total penjualan bersih menjadi 44,8% dan dari ekspor
menjadi 15,8% terhadap total penjualan bersih yang disebabkan oleh bertambahnya
pelanggan baru. Bila dilihat dari komposisi penjualan berdasarkan produk, maka pada
tahun 2004 produk batteries menurun menjadi 27,3%, produk aspira parts menurun
menjadi 13,2%, produk clutch disc & related meningkat menjadi 18,4%, produk
aluminum dies menurun menjadi 8,4%. Selain itu, produk tool, jack, forging parts
meningkat menjadi 6,3%, produk plastic injection tetap 5%, produk chain & filter naik
menjadi 5,6%, dan other products naik menjadi 15,8%. Penurunan rasio tahun 2004 juga
Kenaikan aktiva tetap disebabkan perusahaan meningkatkan aktiva tetap di tahun 2004
produk-produk baru yang berorientasi pada pemasaran dan pemenuhan order komponen
seiring dengan meningkatnya produksi dan penjualan mobil khususnya Avanza, Xenia,
perputaran aktiva tetap tahun 2002 sebesar 6,1x yang berarti setiap Rp 1,00 aktiva tetap
mampu dikelola untuk menghasilkan penjualan sebesar Rp 6,1. Begitu juga tahun 2003
menurun sebesar 5,38x dimana setiap Rp 1,00 aktiva tetap menghasilkan Rp 5,38
penjualan, serta tahun 2004 sebesar 5,21x yang berarti setiap Rp 1,00 aktiva tetap
menghasilkan Rp 5,21 penjualan. Penurunan perputaran aktiva tetap dari tahun ke tahun
106
Oleh karena itu, bila perusahaan ingin meningkatkan penghasilan dari aktiva tetap
kelangsungan hidup aktiva tetap tersebut dengan terus melakukan pemeliharaan yang
memadai, baik berupa mesin, peralatan maupun bangunan, melakukan perbaikan pada
aktiva tetap bila terdapat kerusakan sehingga kelangsungan hidup aktiva tetap terus
berjalan, memperhatikan masa manfaat dari aktiva tetap tersebut (kecuali tanah yang
kepada para pekerja yang terlibat langsung dengan aktiva tetap tersebut agar lebih
Rasio perputaran total aktiva PT. AOP dari tahun 2002 hingga tahun 2003
mengalami sedikit penurunan, yaitu dari 1,15x menjadi 1,14x. Sedangkan pada tahun
PT. SS, sebagai perusahaan pembanding, menunjukkan angka perputaran total aktiva
sebesar 1,05x tahun 2002, 1,05x tahun 2003, dan 1,14x tahun 2004. Bila dibandingkan
dengan PT. AOP yang walaupun rasio perputaran total aktivanya berfluktuasi, namun
Perputaran total aktiva yang menurun pada tahun 2003 disebabkan oleh naiknya
mulai membaik dan strategi-strategi yang telah dilakukan oleh perusahaan dalam
2003. Disamping itu, naiknya jumlah rata-rata total aktiva sebesar 5,26% juga menjadi
penyebab turunnya perputaran total aktiva tahun 2003. Dengan naiknya jumlah rata-rata
107
total aktiva berarti ada penambahan aktiva, tetapi hal ini tidak selaras dengan
perputaran total aktiva yang menurun 0,01x. Hal ini menandakan bahwa perusahaan
Pada tahun 2004, perputaran total aktiva meningkat. Penyebabnya adalah kenaikan
bermotor roda dua sebesar 38,3% maupun kendaraan bermotor roda empat sebesar
36,3% yang memberikan dampak positif terhadap permintaan produk perusahaan juga
menciptakan persaingan yang lebih ketat untuk tetap menguasai pangsa pasar komponen
otomotif menjadi penyebab naiknya penjualan pada tahun 2004. Disamping itu, naiknya
kemajuan usaha dari perusahaan/ PT. AOP untuk mengelola aktivanya secara efisien dan
efektif.
perputaran aktiva tetapnya yang terus menurun yang menunjukkan bahwa perusahaan
telah mampu mengelola persediaan dan total aktivanya namun perusahaan belum dapat
mengelola aktiva tetapnya secara efisien. Selain itu, perputaran piutang pun juga
mengalami kesulitan dalam penagihan piutang. Oleh karena itu, perusahaan tetap
mempertahankan peningkatan tersebut dan lebih baik lagi bila perusahaan berusaha
total aktiva khususnya aktiva tetap dan persediaan, serta meningkatkan lagi fungsi
108
3. Rasio Leverage
Rasio leverage yaitu rasio untuk mengukur sampai seberapa jauh aktiva perusahaan
Rasio hutang terhadap aktiva PT. AOP untuk tahun 2002 , 2003, dan 2004 yang
berfluktuasi sebesar 42,83%, 38,96% dan 42,6% , lebih besar daripada PT. SS untuk
periode yang sama yang sebesar 29,7%, 33,4%, dan 37,44%. Adapun penurunan debt
ratio di tahun 2003 sebesar 3,87% dan naiknya debt ratio di tahun 2004 sebesar 3,64%.
Turunnya debt ratio PT. AOP tahun 2003 disebabkan karena menurunnya jumlah
sebesar 10,83%, turunnya hutang lain-lain sebesar 4,08%, turunnya hutang pajak sebesar
38,66%, turunnya hutang pihak hubungan istimewa sebesar 48,96%, dan menurunnya
hutang jangka panjang 68,27%. Selain itu juga karena naiknya jumlah aktiva yang tidak
usaha pihak ketiga sebesar 46,18%, kenaikan uang muka dan biaya dibayar dimuka
sebesar 40,38%, kenaikan aktiva tetap sebesar 35,42%, dan kenaikan jumlah aktiva tidak
berwujud dan biaya tangguhan, serta aktiva lain-lain sebesar 28,18% dan 14,94,
Meningkatnya debt ratio PT. AOP tahun 2004 disebabkan karena naiknya jumlah
diantaranya adalah hutang usaha pihak hubungan istimewa sebesar 25,43% maupun
pihak ketiga sebesar 65,95%, hutang pajak 54,95%, dan biaya masih harus dibayar
109
133,31%. Kenaikan jumlah aktiva, diantaranya, disebabkan karena meningkatnya
jumlah piutang usaha pihak hubungan istimewa menjadi 130,42%, naiknya piutang lain-
lain menjadi 97,02%, dan meningkatnya piutang hubungan istimewa di aktiva tidak
lancar akibat transaksi di luar usaha dengan pihak hubungan istimewa menjadi 128,07%.
Angka debt ratio PT. AOP yang paling tinggi terjadi pada tahun 2002 selama periode
2002-2004, yaitu 42,83%, angka ini menunjukkan bahwa PT. AOP menggunakan
hutang sebanyak 42,83% untuk membiayai aktivanya. Meski sempat turun di tahun
2003, namun di tahun 2004 angka debt ratio naik lagi menjadi 42,6%. Meningkatnya
rasio ini memperlihatkan bahwa kurang separuh aktiva perusahaan dibiayai dengan
menggunakan hutang, yang berarti adanya indikasi perbaikan pada struktur modal
peningkatan struktur modalnya bahkan sebaiknya lebih ditingkatkan lagi dan tetap
Time interest earned ratio / TIER PT. AOP untuk tahun 2002, 2003, dan 2004 yang
sebesar 13,52x, 17,40x, dan 21,70x, jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan PT. SS
yang hanya 4,41x, 5,07x, dan 5,89x untuk periode yang sama.
Kenaikan TIER tahun 2003 pada PT. AOP justru disebabkan karena menurunnya laba
sebelum pajak dan bunga sebesar Rp 25.358.000.000 atau turun 14,57%. Penurunan
beban bunga yang lebih banyak sebesar 33,59% sehingga dapat dikatakan penurunan
beban bunga lebih besar daripada penurunan laba sebelum pajak yang juga merupakan
penyebab naiknya TIER. Penurunan laba sebelum pajak selain karena naiknya penjualan
yang sedikit yaitu hanya 4,26% dan naiknya beban pokok penjualan yang sedikit juga
110
sebesar 4,8%, juga karena meningkatnya beban usaha masing-masing sebesar 8,88%
dan 18,79%, serta karena penurunan pada pos-pos penghasilan (beban) lain-lain,
diantaranya keuntungan kurs mata uang asing 78,79% dan penghasilan bunga sebesar
44,22%.
Kemudian pada tahun 2004 TIER pada PT. AOP meningkat disebabkan karena
naiknya laba sebelum pajak dan bunga atau naik 60,51%. Selain itu, kenaikan beban
bunga sebesar 28,68% sehingga lebih banyak persentase kenaikan laba sebelum pajak
dan bunga daripada beban bunga pada PT. AOP tahun 2004. Kenaikan TIER tahun 2004
diiringi dengan beban pokok penjualan dan beban usaha meningkat sebesar 35,12% dan
pasar kendaraan bermotor roda dua maupun kendaraan bermotor roda empat yang
Sedangkan kenaikan beban pokok penjualan karena meningkatnya jumlah bahan baku
yang digunakan, upah tenaga kerja langsung, biaya produksi tidak langsung, biaya pada
barang dalam proses, dan biaya pada persediaan barang jadi. Penurunan penghasilan
Angka TIER pada PT. AOP yang meningkat hingga tahun 2004 menunjukkan bahwa
PT. AOP telah menaikkan kemampuannya untuk membayar bunga. Bila hal tersebut
tidak dapat dipenuhi maka kreditor dapat mengambil tindakan hukum terhadap
111
4. Rasio Profitabilitas
Rasio profitabilitas adalah rasio yang dapat digunakan untuk menilai kemampuan
perusahaan untuk memperoleh keuntungan, yang tercermin dari hasil yang dicapai
Marjin laba usaha PT. AOP pada tahun 2002 dan 2003 mencapai 12,47% dan 9,6%
lebih tinggi daripada marjin laba usaha PT. SS, sebagai perusahaan pembanding, yang
masing-masing sebesar 6,67% dan 7,51%. Kemudian pada tahun 2004 marjin laba usaha
PT. AOP sebesar 7,63% lebih rendah dibandingkan dengan PT. SS yang sebesar 7,85%.
Marjin laba usaha PT. AOP terus menurun, yaitu 12,47% tahun 2002, 9,6% tahun
Penurunan marjin laba usaha PT. AOP tahun 2003 dikarenakan menurunnya laba
bersih sebesar Rp 50.981.000.000 atau turun 19,81% yang diiringi dengan sedikit
menurunnya laba bersih karena penurunan pada pos-pos laporan laba/rugi diantaranya
uang asing sebanyak 78,79%, menurunnya pos luar biasa sebanyak 100%, dan turunnya
hak minoritas sebesar 20,76%. Sedangkan kenaikan penjualan yang sedikit di tahun
2003 dikarenakan meningkatnya pendapatan dari semua sektor, yaitu sektor manufaktur
sebesar 31,9%, sektor pemasaran sebesar 51%, dan ekspor sebesar 17,1%.
Sedangkan penurunan marjin laba usaha PT. AOP pada tahun 2004 disebabkan oleh
kenaikan laba bersih yang hanya sebesar 8,12% diiringi dengan kenaikan penjualan yang
akibat kenaikan penjualan sebanyak 35,93% dan kenaikan beban pokok penjualan
112
sebanyak 35,12% akibat peningkatan biaya bahan baku dan biaya produksi lainnya,
juga karena penurunan pada kerugian kurs mata uang asing sebanyak 670,57%, dan
penurunan penghasilan bunga sebanyak 66,4%. Kenaikan laba bersih juga sebagai akibat
meningkatnya laba usaha sebanyak 60,51% dan kenaikan beban bunga sebanyak 28,68.
pendapatan dari semua sektor, yaitu sektor manufaktur sebesar 39,4% dimana
membangun sendiri (mandiri) dan melakukan akuisisi dengan PT. Mopart Jaya Utama
dan PT. Inti Pelangi Drumasindo, kemudian sektor pemasaran sebesar 44,8% dimana
sistem logistik yang efisien dan modern, dan meningkatkan ekspor namun akhirnya
Marjin laba usaha PT. AOP yang menurun tetapi laba bersihnya meningkat dan
angkanya masih lebih tinggi dibandingkan dengan PT. SS, menunjukkan bahwa
perusahaan masih mampu memperoleh laba atas penjualan yang dilakukan. Namun
sebaiknya perusahaan meningkatkan rasio ini dengan cara mencari pemasok yang
memberikan harga bahan baku yang murah namun berkualitas dan meningkatkan
produktivitas dan efektifitas para pekerjanya dengan memberikan pelatihan yang cukup.
Rasio tingkat pengembalian atas total aktiva PT. AOP pada tahun 2002, 2003, dan
2004 mencapai 14,05%, 10,55%, dan 9,16% lebih besar dari PT. SS yang hanya
113
Dari tahun 2002 hingga tahun 2004, ROA pada PT. AOP terus menurun, yaitu dari
Turunnya ROA pada PT. AOP tahun 2003 disebabkan karena menurunnya laba
bersih sebesar Rp 50.981.000.000 atau turun 19,81%, diiringi dengan kenaikan jumlah
aktiva sebesar 125.794.000.000 atau naik 6,87%. Akibat sedikitnya penjualan yang
menghasilkan produk, dan naiknya beban penjualan dan umum dan administrasi, serta
perusahaan pada tahun 2003. Sedangkan akibat bertambahnya aktiva tetap menjadi
35,42% dan kenaikan aktiva tidak berwujud berupa merek dagang, biaya perangkat
lunak ditangguhkan dan biaya tangguhan hak atas tanah menjadi 28,18%, serta
kenaikan piutang usaha pihak ketiga menjadi 46,18%, menyebabkan naiknya jumlah
Pada tahun 2004, ROA pada PT. AOP kembali menurun disebabkan oleh kenaikan
laba bersih perusahaan menjadi 8,12% dibandingkan dengan kenaikan jumlah aktiva
35,12% dan kenaikan beban usaha baik beban penjualan dan umum dan administrasi
yang masing-masing sebesar 41,86% dan 18,61%, serta kerugian mata uang asing
itu, akibat kenaikan piutang usaha pihak hubungan istimewa sebesar Rp 74.723.000.000,
istimewa pada aktiva tidak lancar sebesar Rp 292.000.000, dan kenaikan aktiva tetap
114
ROA pada PT. AOP yang terus menurun dari tahun ke tahun menunjukkan bahwa
aktivanya terus berkurang. Oleh karena itu, sebaiknya perusahaan selain meningkatkan
mengalami kerugian kurs mata uang asing, sebaiknya melakukan hedging untuk
Rasio tingkat pengembalian atas total ekuitas/ ROE PT. AOP tahun 2002 dan 2003
yang masing-masing sebesar 24,58% dan 17,28% lebih besar dibandingkan dengan PT.
SS yang pada tahun 2002 dan 2003 sebesar 11,55% dan 13,4%. Sedangkan pada tahun
2004 ROE PT. AOP 15,96% lebih kecil daripada ROE pada PT. SS 16,72%.
Adapun ROE pada PT. AOP yang terus menurun dari tahun 2002 hingga tahun 2004,
Turunnya ROE pada tahun 2003 disebabkan karena menurunnya laba bersih sebesar Rp
karena naiknya beban penjualan dan beban umum dan administrasi sebesar Rp
tambahan modal disetor sebesar Rp 17.897.000.000 yang berasal dari agio saham berupa
penawaran umum saham tahun 1998 dan pelaksanaan opsi saham karyawan, dan hak
opsi kadaluarsa dan tidak dilaksanakan dimana program pemberian hak opsi dilakukan
secara bertahap dalam waktu tiga tahun sejak tahun 2000 hingga tahun 2003 untuk
115
jumlah maksimum 5% dari jumlah saham beredar perusahaan, serta akibat kenaikan
Turunnya ROE pada tahun 2004 disebabkan karena kenaikan laba bersih sebesar Rp
612.444.000.000, dan naiknya beban usaha baik penjualan maupun administrasi sebesar
pihak hubungan istimewa dan Bank sebesar Rp 2.451.000.000, serta meningkatnya hak
minoritas atas aktiva bersih dan laba bersih anak perusahaan, yaitu PT. Senantiasa
Makmur dan anak perusahaan, PT. Dirgamenara Nusadwipa, PT. Federal Izumi
Manufacturing, PT. Nusa Keihin Indonesia, dan PT. Mopart Jaya Utama, sebesar Rp
10.960.000.000
Penurunan ROE pada PT. AOP dari tahun ke tahun menunjukkan bahwa
pemegang saham atau investor berkurang. Apabila penurunan ini terus berlanjut di tahun
berikutnya maka akan menyebabkan para pemegang saham mulai berpikir untuk
dan efektifitas para pekerja perusahaan, mencari pemasok yang dapat memberikan harga
bahan baku yang murah namun berkualitas, dan memperhatikan faktor-faktor ekstern,
seperti melakukan hedging untuk menghindari kerugian dari selisih kurs, diharapkan
116