Anda di halaman 1dari 44

BAB IV

PEMBAHASAN

Berdasarkan fokus pembahasan yang terdapat dalam penulisan skripsi ini, maka

penulis melakukan pembahasan atas laporan keuangan dengan menggunakan analisis

secara horizontal, analisis secara vertikal, dan analisis rasio. Analisis secara horizontal

dan analisis secara vertikal digunakan untuk menganalisa terhadap pos-pos pada neraca

PT Astra Otoparts Tbk dan pos-pos pada laporan laba-rugi PT Astra Otoparts Tbk.

Sedangkan analisa rasio digunakan untuk membandingkan rasio-rasio keuangan

perusahaan dari waktu ke waktu dan kemudian membandingkan rasio keuangan

perusahaan dengan perusahaan lain yang sejenis.

Adapun penulis menggunakan laporan keuangan, yaitu neraca dan laporan

laba-rugi untuk periode-periode yang berakhir pada 31 Desember 2002, 31 Desember

2003, dan 31 Desember 2004.

IV.1. Analisis Terhadap Neraca PT Astra Otoparts Tbk

Berikut ini diuraikan mengenai perhitungan analisis secara horizontal dan

analisis secara vertikal yang akan dijadikan dasar dalam pembahasan analisis per pos

Neraca.

73
P.T. ASTRA OTOPARTS Tbk DAN ANAK PERUSAHAAN
NERACA KONSOLIDASI
PER 31 DESEMBER 2002, 2003, DAN 2004
(Dalam Jutaan Rupiah)
Tabel IV.1
Analisis Secara Horizontal Analisis Secara Vertikal
Periode Kenaikan / Penurunan Dari Tahun Sebelumnya % Dari Total Aktiva
2002 2003 2004 2003 2004 % 2003 % 2004 2002 2003 2004
AKTIVA
AKTIVA LANCAR
Kas dan setara kas Rp 336.388 Rp 203.858 Rp 127.413 Rp ( 132.530 ) Rp ( 76.445 ) -39.4 -37.5 18.37 10.41 5.23
Deposito berjangka Rp 14.652 Rp 6.772 Rp 2.787 Rp ( 7.880 ) Rp ( 3.985 ) -53.78 -58.84 0.8 0.35 0.11
Piutang usaha Rp 286.505 Rp 357.778 Rp 500.403 Rp 71.273 Rp 142.625 24.88 39.86 15.64 18.28 20.54
Piutang lain-lain Rp 11.136 Rp 3.528 Rp 6.951 Rp ( 7.608 ) Rp 3.423 -68.32 97.02 0.61 0.18 0.29
Persediaan - setelah dikurangi penyisihan
penurunan nilai persediaan sebesar Rp
4.296 juta tahun 2004, Rp 4.517 juta tahun
2003 dan Rp 759 juta tahun 2002 Rp 262.407 Rp 256.821 Rp 404.953 Rp ( 5.586 ) Rp 148.132 -2.13 57.68 14.33 13.12 16.62
Uang muka dan biaya dibayar dimuka Rp 22.956 Rp 32.225 Rp 32.278 Rp 9.269 Rp 53 40.38 0.16 1.25 1.65 1.32
Pajak dibayar dimuka Rp 8.377 Rp 29.344 Rp 18.043 Rp ( 20.967 ) Rp ( 11.301 ) -250.29 -38.51 0.46 1.5 0.74
Jumlah Aktiva Lancar Rp 942.421 Rp 890.326 Rp 1.092.828 Rp ( 52.095 ) Rp 202.502 -5.53 22.74 51.46 45.49 44.85

AKTIVA TIDAK LANCAR


Piutang pihak hubungan istimewa Rp 393 Rp 228 Rp 520 Rp ( 165 ) Rp 292 -42 128.07 0.02 0.01 0.02
Aktiva pajak tangguhan - bersih Rp 20.111 Rp 14.087 Rp 21.014 Rp ( 6.024 ) Rp 6.927 -29.95 49.17 1.1 0.72 0.86
Investasi efek hutang Rp 450 Rp 250 - Rp ( 200 ) Rp ( 250 ) -44.44 -100 0.02 0.01 -
Investasi pada perusahaan asosiasi Rp 449.220 Rp 505.069 Rp 563.131 Rp 55.849 Rp 58.062 12.43 11.5 24.53 25.8 23.11
Investasi lain Rp 13.343 Rp 13.343 Rp 13.343 - - - - 0.73 0.68 0.55
Aktiva tetap - setelah dikurangi akumulasi
penyusutan sebesar Rp 402.286 juta
tahun 2004, Rp 318.177 juta tahun 2003
dan Rp 273.390 juta tahun 2002 Rp 339.918 Rp 460.309 Rp 662.876 Rp 120.391 Rp 202.567 35.42 44.01 18.56 23.52 27.21
Goodwill Rp 10.716 Rp 10.030 Rp 9.770 Rp ( 686 ) Rp ( 260 ) -6.4 -2.59 0.58 0.51 0.4
Aktiva tidak berwujud dan biaya tangguhan Rp 3.900 Rp 4.999 Rp 4.943 Rp 1.099 Rp ( 56 ) 28.18 -1.12 0.21 0.26 0.2
Aktiva lain-lain Rp 51.037 Rp 58.662 Rp 68.056 Rp 7.625 Rp 9.394 14.94 16.01 2.79 3 2.79

Jumlah Aktiva Tidak Lancar Rp 889.088 Rp 1.066.977 Rp 1.343.653 Rp 177.889 Rp 276.676 20 25.93 48.54 54.51 55.15

JUMLAH AKTIVA Rp 1.831.509 Rp 1.957.303 Rp 2.436.481 Rp 125.794 Rp 479.178 6.87 24.48 100 100 100

74
Tabel IV.1 (Lanjutan)

KEWAJIBAN DAN EKUITAS


KEWAJIBAN LANCAR
Pinjaman jangka pendek Rp 58.110 Rp 51.819 Rp 156.869 Rp ( 6.291 ) Rp 105.050 -10.83 202.72 3.17 2.65 6.44
Hutang usaha Rp 280.230 Rp 316.598 Rp 434.153 Rp 36.368 Rp 117.555 12.98 37.13 15.3 16.17 17.82
Hutang lain-lain Rp 21.004 Rp 20.146 Rp 18.621 Rp ( 858 ) Rp ( 1.525 ) -4.08 -7.57 1.15 1.03 0.76
Hutang pajak Rp 49.209 Rp 30.184 Rp 46.770 Rp ( 19.025 ) Rp 16.586 -38.66 54.95 2.69 1.54 1.92
Hutang jangka panjang jatuh tempo dalam
satu tahun Rp 50.419 Rp 95.244 Rp 56.836 Rp 44.825 Rp ( 38.408 ) 88.9 -40.33 2.75 4.87 2.33
Kewajiban lancar lain-lain Rp 18.725 Rp 26.982 Rp 52.875 Rp 8.257 Rp 25.893 44.1 96 1.02 1.38 2.17
Jumlah Kewajiban Lancar Rp 477.697 Rp 540.973 Rp 766.124 Rp 63.276 Rp 225.151 13.25 41.62 26.08 27.64 31.44

KEWAJIBAN TIDAK LANCAR


Hutang pihak hubungan istimewa Rp 22.738 Rp 11.605 Rp 10.529 Rp ( 11.133 ) Rp ( 1.076 ) -48.96 -9.27 1.24 0.59 0.43
Kewajiban pajak tangguhan - bersih Rp 11.218 Rp 12.502 Rp 10.895 Rp 1.284 Rp ( 1.607 ) 11.45 -12.85 0.61 0.64 0.45
Hutang jangka panjang - setelah dikurangi
bagian jatuh tempo dalam satu tahun Rp 152.259 Rp 58.865 Rp 80.566 Rp ( 93.394 ) Rp 21.701 -61.34 36.87 8.31 3 3.31
Jumlah Kewajiban Tidak Lancar Rp 186.215 Rp 82.972 Rp 101.990 Rp ( 103.243 ) Rp 19.018 -55.44 22.92 10.17 4.24 4.19

HAK MINORITAS Rp 120.505 Rp 138.651 Rp 169.853 Rp 18.146 Rp 31.202 15.06 22.5 6.58 7.08 6.97

EKUITAS
Modal saham - nilai nominal Rp 500 per saham
Modal dasar - 2.000.000.000 saham
Modal ditempatkan dan disetor penuh -
767.978.280 saham tahun 2004,
755.341.280 saham tahun 2003, dan
749.930.280 saham tahun 2002 Rp 374.965 Rp 377.671 Rp 383.989 Rp 2.706 Rp 6.318 0.72 1.67 20.47 19.3 15.76
Tambahan modal disetor Rp 1.933 Rp 19.830 Rp 47.902 Rp 17.897 Rp 28.072 925.87 141.56 0.11 1.01 1.97
Selisih penilaian kembali aktiva tetap Rp 99 Rp 99 Rp 99 - - - - 0.01 0.01 0
Selisih transaksi perubahan ekuitas anak
perusahaan dan perusahaan asosiasi Rp 15.794 Rp 13.153 Rp 13.153 Rp ( 2.641 ) - -16.72 - 0.86 0.67 0.54
Selisih nilai transaksi restrukturisasi entitas
sepengendali Rp (23.781) Rp (23.781) Rp (24.694) - Rp ( 913 ) - -3.84 -1.3 -1.21 -1.01
Modal lain-lain - opsi pemilikan saham karyawan Rp 32.442 Rp 19.473 Rp 4.514 Rp ( 12.969 ) Rp ( 14.959 ) -39.98 -76.82 1.77 0.99 0.19
Saldo laba Rp 645.640 Rp 788.262 Rp 973.551 Rp 142.622 Rp 185.289 22.09 23.51 35.25 40.27 40
Jumlah Ekuitas Rp 1.047.092 Rp 1.194.707 Rp 1.398.514 Rp 147.615 Rp 203.807 14.1 17.06 57.17 61.04 57.4
JUMLAH KEWAJIBAN DAN EKUITAS Rp 1.831.509 Rp 1.957.303 Rp 2.436.481 Rp 125.794 Rp 479.178 6.87 24.48 100 100 100
Sumber : Annual Report PT Astra Otoparts Tbk
2002,2003, dan 2004

75
IV.1.1. Aktiva Lancar

Berdasarkan hasil analisis secara vertikal, persentase jumlah aktiva lancar

perusahaan dari tahun 2002 hingga tahun 2004 terus menurun. Pada tahun 2002

persentase jumlah aktiva lancar adalah 51,46% dari total aktiva, pada tahun 2003

persentase jumlahnya adalah 45,49% dari total aktiva, dan pada tahun 2004 persentase

jumlahnya 44,85% dari total aktiva. Penurunan persentase aktiva lancar terhadap total

aktiva dari tahun 2002 hingga tahun 2004 disebabkan oleh penurunan persentase

beberapa pos dalam aktiva lancar dari tahun 2002 hingga tahun 2004.

Berikut ini dibahas mengenai kenaikan dan penurunan dari masing-masing pos

aktiva lancar yang berdasarkan analisis secara horizontal.

1. Kas dan Setara Kas

Berdasarkan hasil analisis secara horizontal (lihat tabel 4.1), jumlah kas dan setara

kas mengalami penurunan yang signifikan. Jumlah kas dan setara kas menurun pada

tahun 2003 sebesar Rp 132.530.000.000 atau 39,4% dibandingkan jumlah kas dan

setara kas tahun 2002. Pada tahun 2004 kas dan setara kas menurun sebesar Rp

76.445.000.000 atau 37,5% dari tahun 2003.

Hal ini disebabkan arus kas keluar lebih besar daripada arus kas masuknya, terutama

pada aktivitas investasi dan pendanaan. Dalam aktivitas investasi terlihat bahwa selama

3 tahun terakhir perusahaan terus meningkatkan investasi dalam aktiva tetap, yaitu

sebesar Rp 95.007.000.000 pada tahun 2002, Rp 184.108.000.000 tahun 2003, dan Rp

271.791.000.000 pada tahun 2004. Sedangkan hasil penjualan aktiva tetap hanya sebesar

Rp 11.884.000.000 pada tahun 2002, Rp 9.933.000.000 tahun 2003, dan Rp 716.000.000

tahun 2004. Selain itu dalam aktivitas pendanaan, perusahaan harus melakukan

pembayaran angsuran pinjaman jangka panjang selama 3 tahun yaitu sebesar Rp

76
130.976.000.000 dan juga pembayaran dividen sebesar Rp 48.745.000.000 pada tahun

2002, Rp 63.776.000.000 pada tahun 2003, dan Rp 37.869.000.000 tahun 2004. Selain

itu, perusahaan juga harus membayar dividen kepada pemegang saham minoritas anak

perusahaan, yaitu sebesar Rp 5.771.000.000 pada tahun 2002, Rp 7.686.000.000 pada

tahun 2003, dan Rp 6.735.000.000 tahun 2004.

Penurunan kas dan setara kas pada tahun 2003 dan 2004 merupakan hal yang tidak

baik, dimana perusahaan kekurangan uang kas yang menyebabkan perusahaan mencari

pinjaman, seperti pada tahun 2004 perusahaan mendapat pinjaman jangka pendek

sebesar Rp 100.000.000.000.

Piutang Usaha

Saldo piutang usaha pada tahun 2003 dan 2004 mengalami kenaikan sebesar Rp

71.273.000.000 (24,88%) dari tahun 2002 dan Rp 142.625.000.000 (39,9%) dari tahun

2003. Selain itu, tahun 2003 dan 2004 penjualan bersih meningkat 4,26% dan 35,93%,

dan penyisihan piutang ragu-ragu meningkat 35,45% dan 56,67%. Nampaknya

pertumbuhan penjualan tahun 2004 bukan diakibatkan karena pelonggaran kredit dan

penyisihan piutang ragu-ragu bertambah seiring dengan piutang usaha bertambah, ini

merupakan tanda yang baik.

Dari saldo piutang usaha tersebut, sebagian besar adalah piutang yang berasal

dari pihak ketiga dengan perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan lebih

banyak melakukan penjualan produk kepada pihak ketiga daripada kepada pihak yang

mempunyai hubungan istimewa.

Perputaran piutang yang berasal dari pihak ketiga tahun 2003 mengalami

penurunan dari 10 kali pada tahun 2002 menjadi 9 kali (pembulatan 8,5 kali), dan tahun

2004 cenderung konstan menjadi 9 kali (pembulatan 8,7 kali). Sedangkan perputaran

77
piutang yang berasal dari pihak yang mempunyai hubungan istimewa naik jadi 31 kali

pada tahun 2003 dari 28 kali pada tahun 2002 dan konstan pada tahun 2004 jadi 31 kali.

Selain itu, perputaran piutang perusahaan secara keseluruhan mengalami penurunan

pada tahun 2003 menjadi 7 kali dari 8 kali pada tahun 2002 dan konstan sebanyak 7 kali

pada tahun 2004. (lihat tabel 4.3). Hal ini menunjukkan bahwa pembayaran piutang dari

pihak ketiga menjadi semakin lama, yaitu dari 35 hari pada tahun 2002, 43 hari pada

tahun 2003, dan 42 hari pada tahun 2004. Artinya selama 3 tahun tingkat penagihan

perusahaan kepada pihak ketiga terhambat, namun pada tahun 2004 sedikit mengalami

kemajuan.

Dibandingkan dengan perusahaan lain yang sejenis maka perputaran piutang perusahaan

kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa termasuk baik.

Perputaran Piutang Usaha PT Astra Otoparts Tbk


Pihak yang
Mempunyai
Perputaran Piutang Usaha Keseluruhan Pihak Ketiga Hubungan Istimewa
Tahun 2002 8 x 10 x 28 x
Tahun 2003 7 x 9 x 31 x
Tahun 2004 7 x 9 x 31 x
Piutang Lain-Lain

Pada tahun 2003 jumlah piutang lain-lain menurun secara signifikan sebesar Rp

7.608.000.000 atau 68,32% dari tahun 2002. Sedangkan pada tahun 2004 jumlahnya

meningkat tajam sebesar Rp 3.423.000.000 atau 97,02% dari tahun 2003.

Persediaan

Jumlah persediaan pada tahun 2003 menurun sebesar Rp 5.586.000.000 atau

2,13% dari tahun 2002 dan pada tahun 2004 meningkat tajam sebesar Rp

148.132.000.000 atau 57,68%. Penurunan jumlah persediaan pada tahun 2003 diikuti

78
dengan perputaran barang yang sedikit menurun, hal ini berarti perusahaan kurang

mengelola dan menjual barang, serta dapat pula disebabkan karena perusahaan memiliki

stock yang terlalu tinggi atau banyak stock yang sudah usang, lambat bergerak atau

berkualitas rendah. Selain itu, karena hal ini membuat perusahaan kurang efisien, laba

bersih perusahaan mengalami penurunan yang cukup berarti sebesar Rp 50.981.000.000

atau 19,81% dari tahun 2002.

Namun, pada tahun 2004 jumlah persediaan meningkat tajam seiring dengan

kenaikan penjualan yang signifikan yaitu sebesar Ro 773.076.000.000 atau 35,93% dari

tahun 2003 dan laba bersih meningkat menjadi Rp 16.760.000.000 atau 8,12% dari

tahun 2003. Hal ini berarti perusahaan lebih efisien dalam mengelola dan menjual

barang. Selain itu, perusahaan menjual produk dan membeli barang jadi dari pihak

hubungan istimewa dan perusahaan lebih banyak melakukan penjualan dengan kredit.

Uang Muka dan Biaya Dibayar Dimuka

Jumlah uang muka dan biaya dibayar dimuka pada tahun 2003 meningkat tajam

sebesar Rp 9.269.000.000 atau 40,38% dari tahun 2002 dan pada tahun 2004 sedikit

meningkat sebesar Rp 53.000.000 atau 0,16% dari tahun 2003. Hal ini disebabkan

karena perusahaan pada tahun 2002 tidak membayar pensiun pada biaya dibayar

dimuka. Kemudian, perusahaan dari tahun 2003 ke 2004 melakukan penyesuaian pada

uang muka dan biaya dibayar dimuka.

Penurunan Aktiva Lancar berdasarkan analisis secara vertikal, mengakibatkan

penurunan likuiditas perusahaan dan hal ini tidak baik bagi perusahaan. Karena sebelum

memberikan pinjaman, para kreditur akan menilai kemampuan perusahaan untuk

mengembalikan pinjaman dengan menghitung rasio likuiditas. Semakin rendah likuiditas

perusahaan maka perusahaan akan semakin sulit untuk mendapatkan pinjaman.

79
IV.1.2. Aktiva Tidak Lancar

Berdasarkan hasil analisis secara vertikal dapat dilihat bahwa persentase jumlah

aktiva tidak lancar perusahaan selama 3 tahun terakhir sebesar 48,54% dari total aktiva

pada tahun 2002, 54,51% dari total aktiva pada tahun 2003, dan 55,15% dari total aktiva

pada tahun 2004. Kenaikan ini disebabkan karena peningkatan persentase dari beberapa

pos dalam aktiva tidak lancar, seperti pos investasi pada perusahaan asosiasi, dan pos

aktiva tetap bersih , dari tahun 2002 hingga tahun 2004.

Berikut ini akan diuraikan mengenai masing-masing pos yang termasuk dalam

Aktiva Tidak Lancar.

1. Piutang Pihak Hubungan Istimewa

Berdasarkan hasil analisis secara horizontal (lihat tabel 4.1), saldo piutang

pihak hubungan istimewa pada tahun 2003 mengalami penurunan sebesar Rp

165.000.000 atau 42% dari tahun 2002 dan pada tahun 2004 meningkat secara

signifikan menjadi Rp 292.000.000 atau 128,07% dari tahun 2003. Penurunan piutang

pihak hubungan istimewa pada tahun 2003 menunjukkan bahwa pihak hubungan

istimewa mengurangi piutangnya kepada perusahaan, dan sebaliknya, kenaikan piutang

hubungan istimewa menunjukkan bahwa pihak hubungan istimewa menambah jumlah

piutangnya kepada perusahaan. Piutang pihak hubungan istimewa timbul karena

perusahaan dan anak perusahaan mempunyai transaksi di luar usaha dengan pihak

hubungan istimewa dan timbul dari pinjaman sementara.

2. Investasi Pada Perusahaan Asosiasi

Yang dimaksud dengan perusahaan asosiasi disini adalah perusahaan yang semuanya

bergerak dalam industri komponen kendaraan bermotor. Jumlah investasi pada

80
perusahaan asosiasi pada tahun 2003 dan tahun 2004 terus meningkat, yaitu sebesar Rp

55.849.000.000 atau 12,43% dari tahun 2002 dan Rp 58.062.000.000 atau 11,50% dari

tahun 2003. Hal ini berarti perusahaan dari tahun ke tahun meningkatkan investasinya

kepada perusahaan asosiasi tersebut. Perusahaan asosiasi tersebut, yaitu PT GS Battery

dan anak perusahaan , PT Kayaba Indonesia, PT NHK Gasket Indonesia (masing-masing

50% kepemilikan). Selain itu, PT Wahana Eka Paramitra (43,5%), PT Inti Ganda

Perdana (42,5%), PT AT Indonesia (40%), PT Gemala Kempa Daya (40%), PT Federal

Nittan Industries (40%), PT Tri Dharma Wisesa (29,75%), PT Denso Indonesia dan anak

perusahaan (25,66%), dan PT Toyoda Gosei Safety Systems Indonesia (20%).

1. Aktiva Tetap Bersih

Saldo aktiva tetap bersih pada tahun 2003 meningkat sebesar Rp 120.391.000.000

atau 35,42% dari tahun 2002 dan meningkat lagi pada tahun 2004 sebesar Rp

202.567.000.000 atau 44,01% dari tahun 2003. Perubahan ini berarti perusahaan dari

tahun ke tahun terus meningkatkan investasinya dalam perolehan aktiva tetap. Hal ini

dapat dilhat pada arus kas yang digunakan untuk aktivitas investasi dimana pada tahun

2002 perusahaan memperoleh aktiva tetap sebesar Rp 95.007.000, Rp 184.108.000.000

tahun 2003 dan Rp 271.791.000.000 tahun 2004. Sedangkan hasil penjualan aktiva

tetapnya hanya sebesar Rp 11.884.000.000 pada tahun 2002, Rp 9.933.000.000 tahun

2003, dan Rp 716.000.000 tahun 2004.

Dengan meningkatnya saldo aktiva tetap mengakibatkan perubahan dalam pos-pos yang

lain, seperti aktiva lancar berkurang Rp 52.095.000.000 pada tahun 2003 atau 5,53%

dari tahun 2002, sedangkan aktiva lancar pada tahun 2004 meningkat karena perolehan

aktiva tetap didapat dari pinjaman jangka pendek dan pinjaman jangka panjang. Selain

itu peningkatan saldo aktiva tetap mengakibatkan bertambahnya pinjaman jangka

81
panjang pada tahun 2003 sebesar Rp 44.949.000.000 atau 91,09% dari tahun 2002,

modal saham bertambah pada tahun 2003 sebesar Rp 2.706.000.000 atau 0,72% dari

tahun 2002, dan bertambah pada tahun 2004 sebesar Rp 6.318.000.000 atau 1,67% dari

tahun 2003.

Aktiva Lain-Lain

Pada tahun 2003 jumlah aktiva lain-lain meningkat sebesar Rp 7.625.000.000

atau 14,94% dari tahun 2002 dan pada tahun 2004 jumlah aktiva lain-lain mengalami

peningkatan sebesar Rp 9.394.000.000 atau 16,01% dari tahun 2003. Hal ini disebabkan

karena perusahaan dari tahun ke tahun meningkatkan investasi pada aktiva lain-lain,

yaitu pinjaman direksi dan karyawan, aktiva tidak digunakan dalam operasi, uang muka

pembelian aktiva tetap dan perangkat lunak, jaminan, dan lainnya.

Kenaikan Aktiva Tidak Lancar mengakibatkan, terutama pada kenaikan aktiva

tetap adalah meningkatnya beban penyusutan yang harus ditanggung oleh perusahaan.

Meningkatnya beban penyusutan akan mengakibatkan penurunan pada laba perusahaan.

IV.1.3. Kewajiban Lancar

Berdasarkan hasil analisis secara vertikal, jumlah Kewajiban Lancar dari tahun

2002 hingga tahun 2004 terus meningkat. Pada tahun 2002 jumlah Kewajiban Lancar

adalah 26,08% dari total aktiva, pada tahun 2003 jumlahnya adalah 27,64% dari total

aktiva, dan pada tahun 2004 jumlahnya adalah 31,44% dari total aktiva. Kenaikan

persentase Kewajiban Lancar terhadap total aktiva dari tahun 2002 hingga tahun 2004

disebabkan oleh kenaikan persentase masing-masing pos dalam kewajiban lancar,

seperti hutang usaha baik kepada pihak hubungan istimewa maupun pihak ketiga dan

biaya masih harus dibayar, dari tahun 2002 hingga tahun 2004.

82
Walaupun begitu berdasarkan analisis secara horizontal, ada beberapa pos yang

mengalami penurunan dari tahun sebelumnya. Berikut ini akan dibahas mengenai

penurunan dan kenaikan dari masing-masing pos ini.

1. Pinjaman Jangka Pendek

Berdasarkan analisis perbandingan secara horizontal, jumlah pinjaman jangka

pendek pada tahun 2003 mengalami penurunan sebesar Rp 6.291.000.000 atau -10,83%

dari tahun 2002. Tetapi pada tahun 2004, jumlahnya meningkat drastis sebesar Rp

105.050.000.000 atau 202,72% dari tahun 2003. Kenaikan jumlah pinjaman jangka

pendek ini disebabkan karena perusahaan mendapatkan pinjaman dari Bank UFJ

Indonesia sebesar Rp 50.000.000.000 dan Standard Chartered Bank, Jakarta, sebesar Rp

50.000.000.000, dimana piutang usaha dan persediaan dengan nilai keseluruhan sebesar

Rp 55.000.000.000 sebagai jaminan pinjaman jangka pendek.

2. Hutang Usaha

Jumlah hutang usaha pada tahun 2003 dan tahun 2004 terus mengalami peningkatan.

Pada tahun 2003 jumlah hutang usaha meningkat sebesar Rp 36.368.000.000 atau

12,98% dari tahun 2002 dan pada tahun 2004 jumlah hutang usaha meningkat menjadi

Rp 117.555.000.000 atau 37,13% dari tahun 2003.

Dari saldo hutang usaha tersebut, sebagian besar adalah hutang usaha yang berasal

dari pihak hubungan istimewa dimana perusahaan dan anak perusahaan membeli bahan

83
baku, komponen dan barang jadi dari pihak hubungan istimewa yang pembeliannya

dilakukan dengan potongan harga sebesar persentase tertentu. Adapun jumlah pembelian

secara kredit dari pihak hubungan istimewa pada tahun 2002, 2003 dan 2004, yaitu Rp

936.673.000.000, Rp 904.783.000.000, dan Rp 1.173.583.000.000. Kemudian,

persentase pembelian secara kredit dari jumlah pembelian secara keseluruhan adalah

66,81% pada tahun 2002, 65,47% pada tahun 2003, dan 61,45% pada tahun 2004.

Hutang usaha kepada pihak hubungan istimewa mengalami kenaikan dari Rp

17.150.000.000 pada tahun 2003 menjadi Rp 57.271.000.000 pada tahun 2004.

Sedangkan hutang usaha kepada pihak ketiga mengalami peningkatan dari Rp

19.218.000.000 pada tahun 2003 menjadi Rp 60.284.000.000 pada tahun 2004.

3. Hutang Lain-Lain

Jumlah hutang lain-lain pada tahun 2003 dan 2004 terus menurun, yaitu sebesar Rp

858.000.000 atau 4,08% dari tahun 2002 dan Rp 1.525.000.000 atau 7,57% dari tahun

2003. Penurunan ini disebabkan karena perusahaan terutama pada tahun 2004, tidak

mempunyai hutang pada promosi dan insentif.

4. Hutang Pajak

Berdasarkan hasil analisis secara horizontal, pada tahun 2003 jumlah hutang pajak

menurun secara signifikan, yaitu sebesar Rp 19.025.000.000 atau 38,66% dari tahun

2002. Sedangkan pada tahun 2004 jumlah hutang pajak meningkat drastis menjadi Rp

16.586.000.000 atau 54,95% dari tahun 2003. Kenaikan jumlah hutang pajak pada tahun

2004 disebabkan karena pajak kini yang dibebankan meningkat dari Rp 9.704.000.000

pada tahun 2003 menjadi Rp 16.402.000.000 pada tahun 2004. Selain itu juga karena

peningkatan pada pajak penghasilan maupun pada pajak pertambahan nilai.

84
5. Hutang Jangka Panjang Jatuh Tempo Dalam Satu Tahun

Pada tahun 2003 jumlah hutang jangka panjang jatuh tempo dalam satu tahun

meningkat secara signifikan, yaitu sebesar Rp 44.825.000.000 atau 88,9% dari tahun

2002. Peningkatan ini disebabkan karena perusahaan mendapatkan pinjaman jangka

panjang sebesar Rp 44.949.000.000. Tetapi, pada tahun 2004 jumlahnya menurun

menjadi Rp 38.408.000.000 atau 40,33% dari tahun 2003. Penurunan ini disebabkan

karena jumlah pinjaman jangka panjangnya menurun menjadi Rp 56.936.000.000 dan

jumlah kewajiban tidak lancar lain-lainnya juga terus menurun dari Rp 124.000.000

pada tahun 2003 dan Rp 951.000.000 pada tahun 2004.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa penyebab utama peningkatan

kewajiban lancar adalah peningkatan pinjaman jangka pendek secara signifikan, dan

hutang usaha baik yang berasal dari pihak hubungan istimewa maupun yang berasal dari

pihak ketiga. Hal ini berpengaruh tidak baik karena peningkatan pinjaman jangka

pendek dan hutang usaha berarti peningkatan beban bunga yang harus ditanggung

perusahaan pada periode berikutnya.

IV.1.4. Kewajiban Tidak Lancar

Berdasarkan hasil analisis secara vertikal (lihat tabel 4.1), jumlah Kewajiban

Tidak Lancar dari tahun 2002 hingga tahun 2004 terus menurun. Pada tahun 2002

jumlah kewajiban tidak lancar adalah 10,17% dari total aktiva, pada tahun 2003 jumlah

kewajiban tidak lancar menurun secara signifikan menjadi 4,24% dari total aktiva, dan

pada tahun 2004 menurun menjadi 4,19% dari total aktiva.

Penurunan persentase kewajiban tidak lancar ini disebabkan oleh penurunan

persentase dari beberapa pos dalam kewajiban tidak lancar dari tahun 2002 hingga tahun

85
2004, seperti hutang pihak hubungan istimewa, dan hutang jangka panjang yang berupa

pinjaman jangka panjang.

Walaupun begitu berdasarkan analisis secara horizontal, ada beberapa pos yang

sebenarnya mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya. Berikut ini diuraikan mengenai

kenaikan dan penurunan dari masing-masing pos ini.

1. Hutang Pihak Hubungan Istimewa

Yang dimaksud dengan hutang pihak hubungan istimewa adalah hutang yang jatuh

temponya lebih dari satu tahun kepada pihak hubungan istimewa, yaitu Keihin Seimitsu

Kogyo Co. Ltd., Jepang , Mahle Izumi Corporation Ltd., Jepang , dan lain-lain.

Berdasarkan hasil analisis secara horizontal (lihat tabel 4.1), jumlah hutang pihak

hubungan istimewa menurun pada tahun 2003, yaitu sebesar Rp 11.133.000.000 atau

48,96% dari tahun 2002 dan pada tahun 2004 jumlah hutang pihak hubungan istimewa

menurun sebesar Rp 1.076.000.000 atau 9,27% dari tahun 2003.

2. Hutang Jangka Panjang

Hutang jangka panjang dalam kewajiban tidak lancar merupakan hutang yang jatuh

tempo lebih dari satu tahun dan jumlah bersihnya tercatat setelah dikurangi bagian jatuh

tempo dalam satu tahun.

Jumlah hutang jangka panjang pada tahun 2003 mengalami penurunan secara

signifikan, yaitu sebesar Rp 93.394.000.000 atau 61,34% dari tahun 2002. Sedangkan

pada tahun 2004 jumlahnya meningkat menjadi Rp 21.701.000.000 atau 36,87% dari

tahun 2003. Penurunan jumlah hutang jangka panjang pada tahun 2003 disebabkan

karena penurunan tahun 2003 pada fasilitas kredit berulang, dan fasilitas kredit

gabungan, serta adanya kenaikan pembayaran pada bagian jatuh tempo dalam satu

tahun.

86
Penurunan jumlah Kewajiban Tidak Lancar merupakan hal yang baik dimana

perusahaan dari tahun 2002 hingga tahun 2003 mengalami penurunan dalam melakukan

pembayaran hutang yang jatuh temponya lebih dari satu tahun. Sedangkan kenaikan

jumlah Kewajiban Tidak Lancar pada tahun 2004 disebabkan karena hutang jangka

panjang pada pinjaman jangka panjangnya bertambah sebesar Rp 12.574.000.000. Ada

baiknya bila perusahaan tidak terus menerus menaikkan jumlah kewajiban tidak

lancarnya yang dapat mengakibatkan perusahaan terus dibebani dengan pembayaran

bunga pada jangka waktu yang lama.

IV.1.5. Ekuitas

Berdasarkan hasil analisis secara vertikal (lihat tabel 4.1), jumlah Ekuitas pada

tahun 2002 sebesar 57,17% dari total aktiva, pada tahun 2003 meningkat menjadi

61,04% dari total aktiva, dan pada tahun 2004 menurun menjadi 57,4% dari total aktiva.

Kenaikan persentase ekuitas terhadap total aktiva pada tahun 2003 disebabkan oleh

kenaikan persentase pada beberapa pos dalam ekuitas pada tahun 2003, terutama pada

saldo laba yang tidak ditentukan penggunaannya, juga pada tambahan modal disetor, dan

saldo laba yang ditentukan penggunaannya. Sedangkan penurunan persentase ekuitas

terhadap total aktiva pada tahun 2004 disebabkan karena banyak penurunan persentase

pada beberapa pos ekuitas pada tahun 2004, seperti pada modal saham, selisih transaksi

perubahan ekuitas anak perusahaan dan perusahaan asosiasi, selisih nilai transaksi

restrukturisasi entitas sepengendali, modal lain-lain dalam opsi pemilikan saham

karyawan, dan saldo laba yang tidak ditentukan penggunaannya.

Berikut ini akan dibahas mengenai kenaikan dan penurunan masing-masing pos

tersebut yang berdasarkan analisis secara horizontal.

87
1. Modal Saham

Modal saham pada perusahaan ini terdiri dari modal dasar sebanyak 2.000.000.000

saham dan modal ditempatkan dan disetor penuh sebanyak 749.930.280 saham tahun

2002, sebanyak 755.341.280 saham tahun 2003 dan sebanyak 767.978.280 saham tahun

2004.

Pada tahun 2003 dan 2004 jumlah modal saham mengalami peningkatan, yaitu

sebesar Rp 2.706.000.000 atau 0,72% dari tahun 2002 dan Rp 6.318.000.000 atau 1,67%

dari tahun 2003. Perubahan ini berasal dari pelaksanaan opsi pemilikan saham oleh

karyawan Perusahaan dan anak perusahaan golongan tertentu, direksi, dan komisaris.

2. Tambahan Modal Disetor

Yang dimaksud dengan tambahan modal disetor disini adalah tambahan modal

disetor yang berasal dari agio saham, hak opsi kadaluarsa dan tidak dilaksanakan, dan

biaya emisi saham.

Jumlah tambahan modal disetor pada tahun 2003 dan 2004 mengalami peningkatan

secara signifikan, yaitu sebesar Rp 17.897.000.000 atau 925,87% dari tahun 2002 dan

pada tahun 2004 jumlahnya meningkat sebesar Rp 28.072.000.000 atau 141,56% dari

tahun 2003.

3. Saldo Laba

Jumlah saldo laba secara keseluruhan (baik saldo laba yang ditentukan

penggunaannya maupun yang tidak ditentukan penggunaannya) terus meningkat pada

tahun 2003 dan 2004. Pada tahun 2003 jumlah saldo laba secara keseluruhan meningkat

sebesar Rp 142.622.000.000 atau 22,09% dari tahun 2002 dan pada tahun 2004

jumlahnya meningkat sebesar Rp 185.289.000.000 atau 23,51% dari tahun 2003.

88
Kenaikan jumlah saldo laba disebabkan karena pada saldo laba yang ditentukan

penggunaannya merupakan pembentukan cadangan umum atas laba bersih yang

meningkat konstan dari tahun 2003 sampai tahun 2004, yaitu Rp 7.500.000.000. Selain

itu, setiap tahun para pemegang saham telah menyepakati pembagian dividen tahun

buku 2002 sebesar Rp 63.776.000.000 dan tahun buku 2003 sebesar Rp 37.869.000.000.

Jumlah ekuitas lebih besar daripada jumlah kewajiban adalah hal yang baik karena

hal tersebut berarti perusahaan masih mampu bertahan dalam kondisi yang buruk dan

masih dapat memenuhi kewajibannya kepada kreditor. Adapun jumlah ekuitas, yaitu

sebesar Rp 1.047.092.000.000 pada tahun 2002, Rp 1.194.707.000.000 pada tahun 2003

dan Rp 1.398.514.000.000 pada tahun 2004. Sedangkan jumlah kewajibannya adalah Rp

784.417.000.000 pada tahun 2002, Rp 762.596.000.000 pada tahun 2003, dan Rp

1.037.967.000.000 pada tahun 2004.

89
P.T. ASTRA OTOPARTS Tbk DAN ANAK PERUSAHAAN
Laporan Laba-Rugi Konsolidasi
Untuk Tahun-Tahun Yang Berakhir Pada Tanggal 31 Desember 2002, 2003, dan 2004
(Dalam Jutaan Rupiah)
Tabel IV.2
Analisis Secara Horizontal Analisis Secara Vertikal
Periode Kenaikan / Penurunan Dari Tahun Sebelumnya % Dari Penjualan
2002 2003 2004 2003 2004 % 2003 % 2004 2002 2003 2004
PENJUALAN BERSIH Rp 2.063.493 Rp 2.151.505 Rp 2.924.581 Rp 88.012 Rp 773.076 4.26 35.93 100 100 100
BEBAN POKOK PENJUALAN Rp 1.664.022 Rp 1.743.832 Rp 2.356.276 Rp 79.810 Rp 612.444 4.8 35.12 80.64 81.05 80.57

LABA KOTOR Rp 399.471 Rp 407.673 Rp 568.305 Rp 8.202 Rp 160.632 2.05 39.4 19.36 18.95 19.43

BEBAN USAHA
Penjualan Rp 88.758 Rp 96.640 Rp 137.095 Rp 7.882 Rp 40.455 8.88 41.86 4.3 4.49 4.69
Umum dan administrasi Rp 136.685 Rp 162.363 Rp 192.573 Rp 25.678 Rp 30.210 18.79 18.61 6.62 7.55 6.58
Jumlah Beban Usaha Rp 225.443 Rp 259.003 Rp 329.668 Rp 33.560 Rp 70.665 14.89 27.28 10.92 12.04 11.27

LABA USAHA Rp 174.028 Rp 148.670 Rp 238.637 Rp ( 25.358 Rp 89.967 -14.57 60.51 8.43 6.91 8.16
)

PENGHASILAN (BEBAN) LAIN-LAIN


Penghasilan bunga Rp 26.868 Rp 14.988 Rp 5.036 Rp ( 11.880 Rp ( 9952 ) -44.22 -66.4 1.3 0.7 0.17
)
Keuntungan (kerugian) kurs mata uang
asing - bersih Rp 26.708 Rp 5.664 Rp ( 32.317 ) Rp ( 21.044 Rp ( 37.981 ) -78.79 -670.57 1.29 0.26 -1.1
)
Beban bunga dan keuangan Rp ( 12.868 ) Rp ( 8.546 ) Rp ( 10.997 ) Rp 4.322 Rp ( 2.451 ) -33.59 28.68 -0.05 -0.4 -0.38
Amortisasi goodwill Rp ( 942 ) Rp ( 685 ) Rp ( 670 ) Rp 257 Rp 15 -27.28 -2.19 -0.62 -0.03 -0.02
Lainnya - bersih Rp 6.160 Rp 35.160 Rp 28.820 Rp 29.000 Rp ( 6.340 ) 470.78 -18.03 0.3 1.63 1

PENGHASILAN (BEBAN) LAIN-LAIN - BERSIH Rp 45.926 Rp 46.581 Rp ( 10.128 ) Rp 655 Rp ( 56.709 ) 1.43 -121.74 2.23 2.16 -0.35
BAGIAN LABA BERSIH PERUSAHAAN
ASOSIASI Rp 109.560 Rp 100.670 Rp 100.599 Rp ( 8.890 Rp ( 71 -8.11 -0.07 5.31 4.68 3.44
) )

LABA SEBELUM PAJAK Rp 329.514 Rp 295.921 Rp 329.108 Rp ( 33.593 Rp 33.187 -10.19 11.21 16 13.75 11.25
)

BEBAN PAJAK Rp ( 76.492 ) Rp ( 63.700 ) Rp ( 69.167 ) Rp 12.792 Rp ( 5.467 ) -16.72 8.58 -3.71 -2.96 -2.36
LABA DARI AKTIVITAS NORMAL Rp 253.022 Rp 232.221 Rp 259.941 Rp ( 20.801 Rp 27.720 -8.22 11.94 12.26 10.79 8.89
)

POS LUAR BIASA - Bersih setelah pajak Rp 36.947 - - Rp ( 36.947 - -100 - 1.79 - -
)
LABA SEBELUM HAK MINORITAS Rp 289.969 Rp 232.221 Rp 259.941 Rp ( 57.748 Rp 27.720 -19.91 11.94 14.05 10.79 8.89
)
HAK MINORITAS Rp (32.590) Rp ( 25.823 ) Rp ( 36.783 ) Rp 6.767 Rp ( 10.960 ) -20.76 42.44 -1.58 -1.2 -1.26
LABA BERSIH Rp 257.379 Rp 206.398 Rp 223.158 Rp ( 50.981 Rp 16.760 -19.81 8.12 12.47 9.59 7.63
)
Sumber : Annual Report PT Astra Otoparts Tbk 2002, 2003, 2004

90
IV.2. Analisis Terhadap Laporan Laba-Rugi PT Astra Otoparts Tbk

1. Penjualan Bersih

Berdasarkan analisis perbandingan secara horizontal, maka penjualan bersih pada

tahun 2003 dan tahun 2004 terjadi kenaikan, yaitu sebesar Rp 88.012.000.000 atau

4,26% dari tahun 2002 dan Rp 773.076.000.000 atau 35,93% dari tahun 2003. Kenaikan

ini disebabkan oleh meningkatnya pendapatan dari semua sektor, yaitu sektor

manufaktur dan sektor pemasaran, serta ekspor.

Penjualan Bersih PT Astra Otoparts Tbk

Penjualan 2002 2003 2004


Bersih Rp % Rp % Rp %

Pihak Hubungan
Istimewa 611.939 29,65 564.608 26,24 731.506 25,01

Pihak Ketiga :
Lokal 1.257.343 60,93 1.444.133 67,12 1.894.283 64,77
Ekspor 280.633 13,60 236.962 11,01 384.141 13,13

Retur dan poto-


ngan penjualan ( 86.422 ) 4,19 ( 94.198 ) 4,38 ( 85.349 ) 2,92

Total 2.063.493 100 2.151.505 100 2.924.581 100

Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa penjualan kepada pihak hubungan

istimewa sempat mengalami penurunan pada tahun 2003 yaitu Rp 47.331.000.000 ( dari

Rp 611.939.000.000 menjadi Rp 564.608.000.000 ) dan kemudian pada tahun 2004

meningkat menjadi Rp 166.898.000.000 ( dari Rp 564.608.000.000 menjadi Rp

731.506.000.000 ).

91
Selain itu, dari tabel diatas dapat dilihat bahwa penjualan lokal kepada pihak ketiga

selama 3 tahun terus meningkat dan nilai penjualannya dalam 3 tahun terakhir lebih

banyak daripada penjualan ekspor.

2. Beban Pokok Penjualan

Berdasarkan analisis perbandingan secara horizontal, pada tahun 2003 dan 2004

jumlah beban pokok penjualan mengalami kenaikan masing-masing sebesar Rp

79.810.000.000 ( 4,80% dari tahun 2002 ) dan Rp 612.444.000.000 ( 35,12% dari tahun

2003 ). Kenaikan ini juga diikuti oleh penjualan yang meningkat pada tahun 2003 dan

2004 masing-masing sebesar Rp 88.012.000.000 (4,26% dari tahun 2002) dan Rp

773.076.000.000 (35,93% dari tahun 2003).

Kenaikan beban pokok penjualan pada tahun 2003 dan tahun 2004 disebabkan oleh

pemakaian bahan baku dari Rp 445.376.000.000 pada tahun 2002 menjadi Rp

473.399.000.000 pada tahun 2003 dan Rp 651.399.000.000 pada tahun 2004 ; kenaikan

upah tenaga kerja langsung dari Rp 59.053.000.000 pada tahun 2002 menjadi Rp

78.163.000.000 pada tahun 2003 dan menjadi Rp 88.774.000.000 pada tahun 2004 ;

kenaikan biaya produksi tidak langsung dari Rp 246.298.000.000 pada tahun 2002

menjadi Rp 274.546.000.000 pada tahun 2003 dan menjadi Rp 485.676.000.000 pada

tahun 2004 ; kenaikan barang dalam proses, terutama pembelian barang dalam proses

pada tahun 2004 sebesar Rp 29.974.000.000 ; dan kenaikan persediaan barang jadi pada

awal tahun 2003 sebesar Rp 140.201.000.000, serta kenaikan pembelian persediaan

barang jadi pada tahun 2004 dari Rp 906.474.000.000 pada tahun 2002 menjadi Rp

1.169.297.000.000 pada tahun 2004.

92
3. Laba Kotor

Jumlah laba kotor pada tahun 2003 dan 2004 mengalami peningkatan yaitu masing-

masing sebesar Rp 8.202.000.000 atau 2,05% dari tahun 2002 dan Rp 160.632.000.000

atau 39,40% dari tahun 2003. Tetapi jika berdasarkan analisis secara vertikal, maka laba

kotor sempat menurun pada tahun 2003, yaitu dari 19,36% pada tahun 2002 menjadi

18,95% pada tahun 2003. Hal ini disebabkan karena kenaikan beban pokok penjualan

dari 80,64% pada tahun 2002 menjadi 81,05% pada tahun 2003. Selain itu juga karena

meningkatnya penjualan bersih.

4. Beban Usaha

Berdasarkan analisis secara vertikal, dapat dilihat bahwa persentase beban usaha

terhadap penjualan pada tahun 2003 meningkat dari 10,92% pada tahun 2002, menjadi

12,04% pada tahun 2003. Namun, pada tahun 2004 persentasenya menurun menjadi

11,27%. Kenaikan persentase beban usaha pada tahun 2003 dikarenakan kenaikan pada

beban penjualan dan beban umum dan administrasi. Sedangkan, penurunan persentase

beban usaha dikarenakan penurunan beban umum dan administrasi.

a. Beban Penjualan

Jumlah beban penjualan pada tahun 2003 meningkat Rp 7.882.000.000 atau

8,88% dari tahun 2002 dan pada tahun 2004 meningkat Rp 40.455.000.000 atau 41,86%

dari tahun 2003. Kenaikan ini disebabkan oleh kenaikan pada beban iklan dan promosi ;

gaji, upah, dan kenikmatan karyawan ; royalti ; transportasi ; penyusutan ; penggantian

barang rusak ; komisi dan insentif penjualan (meskipun pada tahun 2003 sempat

menurun dari Rp 4.626.000.000 menjadi Rp 3.612.000.000 dan pada tahun 2004

meningkat tajam menjadi Rp 32.942.000.000) ; pengepakan dan gudang (meski sempat

menurun pada tahun 2003 dari Rp 14.337.000.000 menjadi

93
Rp 13.431.000.000) ; komunikasi, pelatihan, peralatan kantor, perbaikan dan

pemeliharaan, jasa profeional, dan lain-lain.

b. Beban Umum dan Administrasi

Berdasarkan analisis secara horizontal, jumlah beban umum dan administrasi

terus meningkat pada tahun 2003 dan 2004, yaitu masing-masing sebesar Rp

25.678.000.000 (18,79% dari tahun 2002) dan Rp 30.210.000.000 (18,61% dari tahun

2003). Kenaikan ini disebabkan karena beberapa bagian dari beban umum dan

administrasi meningkat, yaitu beban gaji, upah dan kenikmatan karyawan ; beban

penyusutan ; beban peralatan kantor ; beban pajak dan perijinan ; penyisihan piutang

ragu-ragu dan penurunan nilai persediaan ; komunikasi ; beban transportasi ; beban

manfaat pekerja ; beban utilitas ; beban perbaikan dan pemeliharaan ; beban sewa ;

beban profesional ; beban pelatihan dan pendidikan ; beban representasi ; dan beban

pengembangan.

5. Laba Usaha

Berdasarkan analisis perbandingan secara horizontal, laba usaha pada tahun 2003

menurun Rp 25.358.000.000 (-14,57% dari tahun 2002). Sedangkan pada tahun 2004

laba usaha meningkat signifikan menjadi Rp 89.967.000.000 (60,51% dari tahun 2003).

Jika berdasarkan analisis perbandingan secara vertikal, maka terlihat bahwa laba usaha

perusahaan selama 3 tahun terakhir sempat menurun dan meningkat lagi, yaitu sebesar

8,43% pada tahun 2002, 6,91% pada tahun 2003, dan 8,16% pada tahun 2004. Hal ini

disebabkan karena kenaikan beban penjualan yang cukup signifikan, yaitu dari 4,3%

pada tahun 2002 menjadi 4,49% pada tahun 2003 dan kenaikan beban umum dan

administrasi, yaitu dari 6,62% pada tahun 2002 menjadi 7,55% pada tahun 2003.

94
6. Laba Sebelum Pajak

Jumlah laba sebelum pajak pada tahun 2003 menurun sebesar Rp 33.593.000.000 (-

10,19% dari tahun 2002). Hal ini dikarenakan penurunan laba usaha tahun 2003 sebesar

Rp 25.358.000.000, sedangkan penghasilan lain-lain bersih tahun 2003 hanya sebesar

Rp 655.000.000 dan penurunan bagian laba bersih perusahaan asosiasi sebesar Rp

8.890.000.000.

Pada tahun 2004 laba sebelum pajak meningkat Rp 33.187.000.000 (11,21% dari

tahun 2003). Hal ini dikarenakan kenaikan laba usaha yang signifikan pada tahun 2003,

yaitu Rp 89.967.000.000. Selain itu, penurunan penghasilan lain-lain bersih sebesar Rp

56.709.000.000 dan penurunan bagian laba bersih perusahaan asosiasi sebesar Rp

71.000.000.

7. Laba Bersih

Pada tahun 2003 laba bersih perusahaan mengalami penurunan sebesar Rp

50.981.000.000 (-19,81% dari tahun 2002). Hal ini disebabkan karena penurunan laba

sebelum hak minoritas sebesar Rp 57.748.000.000 dan kenaikan jumlah hak minoritas

sebesar Rp 6.767.000.000. Sedangkan pada tahun 2004, laba bersih perusahaan

mengalami kenaikan sebesar Rp 16.760.000.000 (8,12% dari tahun 2003). Kenaikan ini

didukung oleh kenaikan laba sebelum hak minoritas sebesar Rp 27.720.000.000 dan

penurunan hak minoritas sebesar Rp 10.960.000.000.

IV.3. Analisis Rasio

Dalam menginterpretasikan kondisi keuangan perusahaan, diperlukan pula

melakukan perbandingan dengan kondisi keuangan perusahaan lain supaya data

keuangan perusahaan tersebut menjadi lebih berarti, yaitu dengan membandingkan

95
rasio-rasio keuangan perusahaan dari waktu ke waktu dan kemudian

membandingkannya dengan perusahaan lain yang sejenis. Pada skripsi ini, penulis

menggunakan laporan keuangan PT Selamat Sempurna Tbk sebagai perusahaan

pembanding.

PT Selamat Sempurna Tbk adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang

industri alat-alat perlengkapan (suku cadang) dari berbagai macam alat-alat mesin pabrik

dan kendaraan, dan yang sejenisnya. Berikut ini adalah rasio rasio keuangan PT Astra

Otoparts Tbk (PT. AOP) dan PT Selamat Sempurna Tbk (PT. SS) sebagai perusahaan

pembanding, beserta pembahasannya.

Rasio Rasio Keuangan PT Astra Otoparts Tbk dan PT Selamat Sempurna Tbk
Periode 2002 2004

Tabel IV.3
2002 2003 2004
PT. AOP PT. SS PT. AOP PT. SS PT. AOP PT. SS

Rasio Likuiditas :
Current Ratio 1,97 x 5,37 x 1,65 x 4,1 x 1,43 x 1,83 x
Quick Ratio 1,42 x 3,59 x 1,17 x 2,52 x 0,9 x 0,88 x

Rasio Aktivitas :
A/R Turnover 7,56 x 5,64 x 6,68 x 5,89 x 6,82 x 5,13 x
Days Of Receivable 48 Hari 65 Hari 55 Hari 62 Hari 53 Hari 71 Hari
Inventory Turnover 6,93 x 4,74 x 6,72 x 4,01 x 7,12 x 3,20 x
Fixed Assets Turnover 6,1 x 2,19 x 5,38 x 2,47 x 5,21 x 2,95 x
Total Assets Turnover 1,15 x 1,05 x 1,14 x 1,05 x 1,33 x 1,14 x

Rasio Leverage :
Debt Ratio 42,83% 29,70% 38,96% 33,40% 42,6% 37,44%
Time Interest Earned 13,52x 4,41 x 17,40 x 5,07 x 21,70 x 5,89 x

Rasio Profitabilitas :
Operating Profit Margin 12,47% 6,67% 9,60% 7,51% 7,63% 7,85%
Return On Assets 14,05% 6,89% 10,55% 7,57% 9,16% 8,81%
Return On Equity 24,58% 11,55% 17,28% 13,40% 15,96% 16,72%

96
1. Rasio Likuiditas

Rasio likuiditas adalah rasio untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam

membiayai operasi dan memenuhi kewajiban finansial pada saat ditagih.

Rasio Lancar / Current Ratio

Rasio lancar PT. AOP dari tahun 2002 hingga tahun 2004 cenderung menurun, yaitu

masing-masing 1,97x pada tahun 2002, 1,65x pada tahun 2003, dan 1,43x pada tahun

2004. Sedangkan rasio lancar PT. SS sebagai perusahaan pembanding sebesar 5,37x

pada tahun 2002, 4,1x pada tahun 2003, dan 1,83x pada tahun 2004. Berdasarkan angka-

angka rasio lancar tersebut terlihat bahwa rasio lancar PT. AOP jauh lebih rendah

dibandingkan dengan rasio lancar PT. SS.

Penurunan rasio lancar PT. AOP pada tahun 2003 disebabkan karena penurunan kas

dan setara kas sebesar 39,4% yang terutama dikarenakan perusahaan meningkatkan

investasi pada aktiva tetap sebesar Rp 184.108.000.000 sebagai penguatan sektor

manufaktur perusahaan untuk menghadapi persaingan dan tekanan pasar, pembayaran

dividen sebesar Rp 63.776.000.000, dan pembayaran pinjaman jangka panjang sebesar

Rp 48.260.000.000. Selain itu, dikarenakan penurunan deposito berjangka sebesar

53,78% akibat perusahaan hanya menggunakannya sebesar 6.772.000.000 dalam dollar

Amerika Serikat dari PT Bank Internasional Indonesia Tbk yang digunakan anak

perusahaan untuk keperluan impor bahan baku dan bahan pembantu untuk produksi

sendiri.

Penurunan rasio lancar tahun 2003 juga dikarenakan penurunan piutang usaha pihak

hubungan istimewa sebesar 29,22% walaupun piutang usaha pihak ketiga mengalami

kenaikan sebesar 46,18%, dan penurunan persediaan sebesar 2,13% akibat jumlah

barang jadi yang menurun dari Rp 140.201.000.000 menjadi Rp 126.543.000.000,

97
jumlah bahan baku yang menurun dari Rp 60.075.000.000 menjadi Rp

57.891.000.000, dan kenaikan dari penyisihan penurunan nilai persediaan dari Rp

759.000.000 menjadi Rp 4.517.000.000.

Penurunan rasio lancar PT. AOP pada tahun 2003 juga disebabkan perusahaan

membayar sejumlah hutang, yaitu berkurangnya hutang lain-lain sebesar 4,08% karena

penurunan promosi dan insentif menjadi Rp 7.744.000.000 dan pembelian aktiva tetap

menjadi Rp 45.000.000. Selain itu juga karena penurunan pinjaman jangka pendek

sebesar 10,83% dimana Federal Izumi Manufacturing (anak perusahaan) tidak dapat

memenuhi rasio keuangan sesuai dengan perjanjian dan tidak melakukan pembayaran

pokok pinjaman berikut bunga yang telah jatuh tempo, dan penurunan hutang pajak

sebesar 38,66%, serta kenaikan hutang usaha sebesar 12,98% dimana perusahaan dan

anak perusahaan meningkatkan pembelian kredit untuk bahan baku, komponen, dan

barang jadi kepada pihak ketiga dan terutama kepada pihak hubungan istimewa.

Kemudian karena kenaikan hutang jangka panjang jatuh tempo dalam satu tahun sebesar

88,9% dimana seluruh komposisi hutang jangka panjang jatuh tempo dalam satu tahun

kepada ABN AMRO, Bank Bumiputera, hutang kepada Progress Corporation, Peak

Securities, PT. United Capital Indonesia, dan Madani Securities mengalami penurunan.

Penurunan rasio lancar PT. AOP tahun 2004 dikarenakan turunnya jumlah kas dan

setara kas menjadi Rp 127.413.000.000 untuk investasi aktiva tetap sebesar Rp

271.791.000.000 dalam rangka pengembangan produk di sektor pemasaran dan untuk

pembelian bahan baku, komponen dan barang jadi dari pihak hubungan istimewa dalam

jumlah yang besar. Selain itu juga karena naiknya piutang usaha sebesar 39,9% baik

melakukan penjualan kredit kepada pihak hubungan istimewa menjadi Rp

132.016.000.000 maupun kepada pihak ketiga menjadi Rp 368.387.000.000. Kemudian

98
karena kenaikan jumlah persediaan yang signifikan menjadi 57,68% akibat

perusahaan menambah jumlah barang jadi, barang dalam proses, bahan baku, bahan

pembantu dan suku cadang, dan barang dalam perjalanan. Penurunan rasio lancar tahun

2004 juga disebabkan karena naiknya pinjaman jangka pendek sebesar 202,72% dimana

perusahaan memperoleh pinjaman dari Bank UFJ Indonesia dan Standard Chartered

Bank masing-maing sebesar Rp 50.000.000.000 yang sebagian besar untuk investasi

aktiva tetap, juga karena kenaikan hutang usaha dari pembelian kredit baik pihak

hubungan istimewa sebesar 25,43% maupun pihak ketiga sebesar 65,95%. Selain itu

juga karena penurunan hutang jatuh tempo dalam satu tahun, yaitu penurunan pinjaman

jangka panjang bagian jatuh tempo dalam satu tahun sebesar 39,72%.

Bila dibandingkan dengan standar rasio lancar, yaitu diatas 1,0x, maka PT. AOP

memiliki tingkat rasio lancar yang aman atau tinggi. Dapat dikatakan PT. AOP cukup

likuid meskipun rasionya menurun dari tahun ke tahun, namun perusahaan sebaiknya

memperhatikan keseimbangan antara kenaikan/penurunan jumlah aktiva lancar dan

kenaikan/penurunan jumlah kewajiban lancar.

Rasio Cepat / Quick Ratio

Rasio cepat PT. AOP dari tahun 2002 hingga tahun 2004 menurun yang masing-

masing sebesar 1,42x, 1,17x, dan 0,9x, lebih rendah bila dibandingkan dengan rasio

cepat PT. SS untuk periode yang sama yang masing-masing sebesar 3,59x, 2,52x, dan

0,88x. Penurunan rasio cepat tahun 2003 disebabkan karena penurunan jumlah aktiva

lancar setelah dikurangi persediaan sebesar 6,84% yang diiringi dengan kenaikan jumlah

kewajiban lancar sebesar 13,25%. Penurunan jumlah aktiva lancar, setelah dikurangi

persediaan, dikarenakan menurunnya jumlah kas dan setara kas, deposito berjangka,

piutang usaha hubungan istimewa, dan piutang lain-lain yang masing-masing sebesar

99
39,4%, 53,78%, 29,22%, dan 68,32%. Selain itu, kenaikan kewajiban lancar

disebabkan karena kenaikan hutang usaha baik pihak hubungan istimewa maupun pihak

ketiga, dibayarnya biaya masih harus dibayar dan hutang jangka panjang jatuh tempo

dalam satu tahun masing-masing sebesar Rp 20.884.000.000 dan Rp 95.244.000.000.

Penurunan rasio cepat PT. AOP tahun 2004 disebabkan karena jumlah aktiva lancar,

selain persediaan,yang sedikit naik sebesar 8,58% dibandingkan dengan kenaikan

jumlah kewajiban lancar sebesar 41,62%. Kenaikan jumlah aktiva lancar sebesar 8,58%

dikarenakan meningkatnya transaksi penjualan dengan pihak hubungan istimewa

sehingga naiknya piutang usaha pihak hubungan istimewa sebesar 130,42%. Kenaikan

jumlah kewajiban lancar yang 41,62% dikarenakan perusahaan melakukan pembayaran

terhadap hutang hutangnya, terutama pada pinjaman jangka pendek yang naik sebesar

202,72%.

Rasio lancar PT. AOP sedikit lebih tinggi, yaitu 1,97x, 1,65x, dan 1,43x,

dibandingkan dengan rasio cepat PT.AOP dari tahun ke tahun yaitu 1,42x, 1,17x, dan

0,9x. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah persediaan yang diinvestasikan kurang dari

separuh aktiva lancar PT. AOP, yaitu sebesar 27,84% tahun 2002, 28,85% tahun 2003,

dan 37,06% tahun 2004, dari jumlah aktiva lancar. Bila dibandingkan dengan standar

rasio cepat, yaitu sebesar 1x, maka rasio cepat PT. AOP termasuk tingkat yang diatas

standar dan termasuk baik.

Dapat disimpulkan bahwa PT. AOP memiliki rasio lancar yang cukup likuid

meskipun menurun dari tahun ke tahun dan memiliki rasio cepat yang berada diatas

standar. Hal ini berarti perusahaan memiliki kemampuan yang cukup untuk memenuhi

kewajiban jangka pendeknya, meskipun perusahaan seharusnya terus berusaha untuk

meningkatkan rasio likuiditasnya di tahun mendatang.

100
2. Rasio Aktivitas

Rasio aktivitas adalah rasio untuk menilai kemampuan perusahaan dalam

melaksanakan aktivitas sehari-hari atau kemampuan perusahaan dalam penjualan,

penagihan piutang maupun pemanfaatan aktiva yang dimiliki.

Perputaran Piutang / Account Receivable Turnover

Rasio perputaran piutang PT. AOP lebih tinggi pada periode 2002-2004, yaitu

sebesar 7,56x, 6,68x, dan 6,82x, daripada rasio perputaran piutang PT. SS yang sebesar

5,64x, 5,89x, dan 5,13x . Rasio perputaran piutang PT. AOP tahun 2003 menurun, yaitu

0,88x, yang kemudian naik pada tahun 2004 sebesar 0,14x.

Menurunnya rasio perputaran piutang PT. AOP pada tahun 2003 disebabkan karena

penjualan yang sedikit naik menjadi Rp 88.012.000.000 atau 4,26% dari tahun 2002.

Kenaikan tersebut karena pengaruh kondisi perekonomian Indonesia yang membaik, dan

industri otomotif yang merupakan target penjualan perusahaan mengalami pertumbuhan

relatif signifikan, serta pertumbuhan pasar kendaraan bermotor roda dua dan kendaraan

bermotor empat yang memberikan dampak positif terhadap permintaan produk

perusahaan juga menciptakan persaingan yang lebih ketat. Selain itu, menurunnya rasio

perputaran piutang tahun 2003 dikarenakan naiknya jumlah rata-rata piutang Rp

49.021.814.580,5 atau 17,95% dari tahun 2002 akibat naiknya jumlah piutang usaha

pihak hubungan istimewa dan piutang usaha pihak ketiga.

Kenaikan rasio perputaran piutang PT. AOP tahun 2004 disebabkan karena

penjualan naik secara signifikan menjadi Rp 773.076.000.000 atau 35,93% dari tahun

2003. Alasan naiknya penjualan tahun 2004 selain sama dengan naiknya penjualan tahun

2003, juga karena di tahun 2004 perusahaan menerapkan strategi di sektor pemasaran

yaitu penguatan dan penyempurnaan operasi di tingkat dealer, pengembangan merek

101
sendiri, pemasaran melalui modern retail, pengembangan sistem logistik yang

efisien dan modern, dan peningkatan ekspor. Selain itu perusahaan menerapkan strategi

di sektor manufaktur, yaitu peningkatan efisiensi kegiatan operasi manufaktur melalui

pengembangan fasilitas Painting divisi Adiwira Plastik dan penambahan kapasitas

fasilitas produksi rubber, peluncuran produk ball joint, tie rod, floor shift transmission,

cranckcase cover, hub dan rubber hose, serta akuisisi bisnis filter dari perusahaan di

Surabaya.

Sementara kenaikan rasio tersebut juga karena naiknya jumlah rata-rata piutang Rp

106.949.000.000 atau 33,2%., akibat naiknya jumlah piutang usaha pihak hubungan

istimewa yang signifikan (130,42%) maupun piutang usaha pihak ketiga naik 22,6%.

Berdasarkan hal-hal diatas diketahui bahwa meskipun rasio perputaran piutang PT.

AOP sempat turun, namun tahun 2004 naik, yang berarti berapa kali rata-rata jangka

waktu penagihan piutang PT. AOP membaik. Rasio perputaran piutang yang meningkat

tahun 2004 perlu ditingkatkan kembali di tahun berikutnya.

Jangka Waktu Penagihan Piutang / Days Of Receivable

Jangka waktu penagihan piutang PT. AOP dari tahun 2002 hingga tahun 2003

mengalami kenaikan, yaitu dari 48 hari menjadi 55 hari. Sedangkan pada tahun 2004

mengalami penurunan menjadi 53 hari. Selain itu, jangka waktu penagihan piutang PT.

AOP lebih cepat dibandingkan jangka waktu penagihan piutang PT. SS pada periode

yang sama, yaitu 65 hari, 62 hari, dan 71 hari. Dapat dikatakan bahwa hari rata-rata

penagihan piutang lebih dari 60 hari menunjukkan perusahaan tersebut kurang baik,

terutama bagian penagihan, sehingga tidak mampu menagih piutang pada saatnya atau

perusahaan tersebut telah memberikan syarat-syarat kredit yang terlalu lunak pada

102
langganannya. Hal ini berarti jangka waktu penagihan piutang PT. AOP lebih baik

daripada PT. SS.

Kenaikan waktu penagihan piutang PT. AOP tahun 2003 dikarenakan semakin

lamanya waktu penagihan piutang kepada pihak ketiga dari 35 hari menjadi 43 hari,

sedangkan kepada piutang pihak hubungan istimewa lebih cepat dari 13 hari menjadi 12

hari. Kemudian penurunan waktu penagihan piutang tahun 2004 disebabkan karena

semakin cepat waktu penagihan piutang kepada pihak ketiga menjadi 42 hari, dan waktu

penagihan piutang pihak hubungan istimewa tetap 12 hari.

Dilihat dari jangka waktu penagihan PT. AOP tahun 2004 yang semakin cepat

menunjukkan bahwa perusahaan masih dapat mengurangi risiko kemungkinan tidak

tertagihnya piutang dan perusahaan juga telah membuat penyisihan piutang ragu-ragu

dari tahun ke tahun, yaitu Rp 1.024.000.000 tahun 2002, Rp 1.387.000.000 tahun 2003,

dan Rp 2.173.000.000 tahun 2004.

Berdasarkan hal-hal diatas, rata-rata penagihan piutang PT. AOP yang membaik

pada tahun 2004 yaitu 6,82x, dibarengi dengan meningkatnya/makin cepatnya jangka

waktu perusahaan untuk mengumpulkan/menagih piutangnya baik kepada pihak ketiga

maupun pihak hubungan istimewa. Oleh karena itu, perusahaan telah meningkatkan

fungsi bagian penagihan, selain telah mampu untuk mempercepat pengumpulan

piutangnya, perusahaan juga dapat memberikan syarat-syarat pembayaran yang ketat

dan memberikan potongan kepada pelanggannya untuk pembayaran dalam jangka waktu

yang cepat.

103
Perputaran Persediaan / Inventory Turnover

Rasio perputaran persediaan PT. AOP dari tahun 2002 hingga tahun 2003

mengalami penurunan, yaitu dari 6,93x menjadi 6,72x. Sedangkan tahun 2004 naik

menjadi 7,12x. Rasio perputaran persediaan PT. AOP lebih tinggi dibandingkan rasio

perputaran persediaan PT. SS dari tahun 2002 sampai 2004, yaitu 4,74x, 4,01x, dan

3,20x.

Penurunan rasio perputaran persediaan pada tahun 2003 disebabkan karena kenaikan

beban pokok penjualan dari Rp 1.664.022.000.000 menjadi Rp 1.743.832.000.000 akibat

kenaikan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan produk-produk perusahaan,

diantaranya adalah kenaikan bahan baku yang digunakan dalam proses produksi

sebanyak 6,29% dari tahun 2002, kenaikan upah tenaga kerja langsung sebanyak

32,36%, dan kenaikan biaya produksi tidak langsung sebanyak 11,47%. Disamping itu,

penurunan rasio ini juga dikarenakan adanya kenaikan rata-rata persediaan dari Rp

240.162.122.410 menjadi Rp 259.614.000.000, serta naiknya penjualan sebesar 4,26%.

Sedangkan, kenaikan rasio perputaran persediaan pada tahun 2004 disebabkan

karena beban pokok penjualan meningkat menjadi Rp 2.356.276.000.000 akibat

kenaikan biaya-biaya seperti biaya-biaya pada tahun 2003, dan kenaikan pada barang

dalam proses maupun persediaan barang jadi. Selain itu, kenaikan rasio sebesar 7,12x

karena adanya kenaikan rata-rata persediaan menjadi Rp 330.887.000.000 dan naiknya

penjualan sebesar 35,93% .

Rasio perputaran persediaan PT. AOP lebih baik di tahun 2004 yang menandakan

bahwa persediaan PT. AOP semakin cepat untuk dijual dan kemudian diganti dan tidak

membutuhkan waktu yang lama untuk disimpan sebelum dijual ke pasar. Oleh karena

104
itu, sebaiknya perusahaan terus memperhatikan pengelolaan persediaan dan hasil

produksinya demi mencegah kelebihan pasokan baik di gudang maupun di pasar.

Perputaran Aktiva Tetap / Fixed Assets Turnover

Rasio perputaran aktiva tetap PT. AOP dari tahun 2002 hingga tahun 2004 terus

mengalami penurunan, yaitu masing-masing 6,1x, 5,38x, dan 5,21x. Namun, rasio

perputaran aktiva tetap PT. AOP lebih tinggi dibandingkan rasio perputaran aktiva tetap

PT. SS untuk periode yang sama, yaitu 2,19x, 2,47x, dan 2,95x.

Penurunan rasio perputaran aktiva tetap PT. AOP tahun 2003 disebabkan oleh

kenaikan pada penjualan sebesar Rp 88.012.000.000 yang diikuti dengan kenaikan

jumlah rata-rata aktiva tetap menjadi Rp 61.726.816.942,5. Pada tahun 2003 penjualan

meningkat menjadi Rp 2.151.505.000.000 yang disebabkan karena meningkatnya

penjualan di sektor manufaktur menjadi 31,9%, di sektor pemasaran menjadi 51%, dan

ekspor menjadi 17,1%. Bila dilihat dari komposisi penjualan berdasarkan produk, pada

tahun 2003 produk batteries menjadi 31,8%, produk Aspira Parts menjadi 15,5%,

produk clutch disc & related menjadi 14,8%, produk aluminium dies menjadi 8,8%.

Selain itu produk tool, jack, forging parts menjadi 4,9%, produk plastic injection

menjadi 5%, chain & filter menjadi 4,9%, dan other products menjadi 14,3%

Penurunan rasio perputaran aktiva tetap tahun 2004 disebabkan karena kenaikan

penjualan yang signifikan menjadi Rp 773.076.000.000 akibat kondisi perekonomian

Indonesia yang semakin membaik dan naiknya permintaan produk PT. AOP seiring

pertumbuhan pasar kendaraan bermotor roda dua dan pasar kendaraan bermotor roda

empat. Kenaikan penjualan tersebut masing-masing berasal dari sektor manufaktur yang

memberikan kontribusi sebesar 39,4% dari total penjualan bersih perusahaan dimana

disebabkan oleh meningkatnya produksi atau penjualan mobil khususnya Avanza dan

105
Xenia yang meningkat tajam sehingga berdampak positif terhadap perusahaan

sebagai penyedia komponen. Selain itu dari sektor pemasaran mengalami penurunan

pada segi kontribusi terhadap total penjualan bersih menjadi 44,8% dan dari ekspor

menjadi 15,8% terhadap total penjualan bersih yang disebabkan oleh bertambahnya

pelanggan baru. Bila dilihat dari komposisi penjualan berdasarkan produk, maka pada

tahun 2004 produk batteries menurun menjadi 27,3%, produk aspira parts menurun

menjadi 13,2%, produk clutch disc & related meningkat menjadi 18,4%, produk

aluminum dies menurun menjadi 8,4%. Selain itu, produk tool, jack, forging parts

meningkat menjadi 6,3%, produk plastic injection tetap 5%, produk chain & filter naik

menjadi 5,6%, dan other products naik menjadi 15,8%. Penurunan rasio tahun 2004 juga

diikuti dengan kenaikan jumlah rata-rata aktiva tetap menjadi Rp 161.479.000.000.

Kenaikan aktiva tetap disebabkan perusahaan meningkatkan aktiva tetap di tahun 2004

berupa bangunan dan mesin-mesin untuk penambahan kapasitas dan pengembangan

produk-produk baru yang berorientasi pada pemasaran dan pemenuhan order komponen

seiring dengan meningkatnya produksi dan penjualan mobil khususnya Avanza, Xenia,

dan Kijang Innova.

Rasio perputaran aktiva tetap merupakan rasio yang mengukur kemampuan

perusahaan dalam mengelola aktiva tetap untuk memperoleh penghasilan. Rasio

perputaran aktiva tetap tahun 2002 sebesar 6,1x yang berarti setiap Rp 1,00 aktiva tetap

mampu dikelola untuk menghasilkan penjualan sebesar Rp 6,1. Begitu juga tahun 2003

menurun sebesar 5,38x dimana setiap Rp 1,00 aktiva tetap menghasilkan Rp 5,38

penjualan, serta tahun 2004 sebesar 5,21x yang berarti setiap Rp 1,00 aktiva tetap

menghasilkan Rp 5,21 penjualan. Penurunan perputaran aktiva tetap dari tahun ke tahun

mengakibatkan penurunan untuk memperoleh penghasilan dari pengelolaan aktiva tetap.

106
Oleh karena itu, bila perusahaan ingin meningkatkan penghasilan dari aktiva tetap

maka sebaiknya perusahaan meningkatkan perputaran aktiva tetap dengan menjaga

kelangsungan hidup aktiva tetap tersebut dengan terus melakukan pemeliharaan yang

memadai, baik berupa mesin, peralatan maupun bangunan, melakukan perbaikan pada

aktiva tetap bila terdapat kerusakan sehingga kelangsungan hidup aktiva tetap terus

berjalan, memperhatikan masa manfaat dari aktiva tetap tersebut (kecuali tanah yang

secara teoritis masa manfaatnya tidak terbatas), mengadakan pelatihan pelatihan

kepada para pekerja yang terlibat langsung dengan aktiva tetap tersebut agar lebih

memahami dan terampil dalam menggunakan aktiva tetap tersebut, serta

mempertimbangkan aktiva tetap yang tidak produktif untuk dijual.

Perputaran Total Aktiva / Total Assets Turnover

Rasio perputaran total aktiva PT. AOP dari tahun 2002 hingga tahun 2003

mengalami sedikit penurunan, yaitu dari 1,15x menjadi 1,14x. Sedangkan pada tahun

2004 mengalami kenaikan menjadi 1,33x.

PT. SS, sebagai perusahaan pembanding, menunjukkan angka perputaran total aktiva

sebesar 1,05x tahun 2002, 1,05x tahun 2003, dan 1,14x tahun 2004. Bila dibandingkan

dengan PT. AOP yang walaupun rasio perputaran total aktivanya berfluktuasi, namun

rasio perputaran total aktiva PT. AOP lebih besar.

Perputaran total aktiva yang menurun pada tahun 2003 disebabkan oleh naiknya

penjualan yang sedikit menjadi Rp 2.151.505.000.000. Kondisi ekonomi Indonesia yang

mulai membaik dan strategi-strategi yang telah dilakukan oleh perusahaan dalam

menghadapi persaingan global merupakan faktor dari meningkatnya penjualan di tahun

2003. Disamping itu, naiknya jumlah rata-rata total aktiva sebesar 5,26% juga menjadi

penyebab turunnya perputaran total aktiva tahun 2003. Dengan naiknya jumlah rata-rata

107
total aktiva berarti ada penambahan aktiva, tetapi hal ini tidak selaras dengan

perputaran total aktiva yang menurun 0,01x. Hal ini menandakan bahwa perusahaan

belum dapat mengelola aktivanya secara efisien.

Pada tahun 2004, perputaran total aktiva meningkat. Penyebabnya adalah kenaikan

penjualan yang signifikan menjadi Rp 2.924.581.000.000 yang diiringi dengan kenaikan

jumlah rata-rata total aktiva sebesar 15,97% atau menjadi Rp 2.196.892.000.000.

Dengan membaiknya perekonomian Indonesia ditambah pertumbuhan pasar kendaraan

bermotor roda dua sebesar 38,3% maupun kendaraan bermotor roda empat sebesar

36,3% yang memberikan dampak positif terhadap permintaan produk perusahaan juga

menciptakan persaingan yang lebih ketat untuk tetap menguasai pangsa pasar komponen

otomotif menjadi penyebab naiknya penjualan pada tahun 2004. Disamping itu, naiknya

jumlah rata-rata total aktiva menjadi Rp 2.196.892.000.000 menunjukkan bahwa adanya

kemajuan usaha dari perusahaan/ PT. AOP untuk mengelola aktivanya secara efisien dan

efektif.

Perputaran total aktiva dan perputaran persediaan yang meningkat, kecuali

perputaran aktiva tetapnya yang terus menurun yang menunjukkan bahwa perusahaan

telah mampu mengelola persediaan dan total aktivanya namun perusahaan belum dapat

mengelola aktiva tetapnya secara efisien. Selain itu, perputaran piutang pun juga

meningkat beserta jangka waktu penagihannya, yang berarti perusahaan tidak

mengalami kesulitan dalam penagihan piutang. Oleh karena itu, perusahaan tetap

mempertahankan peningkatan tersebut dan lebih baik lagi bila perusahaan berusaha

untuk meningkatkannya lagi dengan meningkatkan kemampuannya dalam mengelola

total aktiva khususnya aktiva tetap dan persediaan, serta meningkatkan lagi fungsi

bagian penagihan piutang.

108
3. Rasio Leverage

Rasio leverage yaitu rasio untuk mengukur sampai seberapa jauh aktiva perusahaan

dibiayai dari hutang.

Rasio Hutang Terhadap Aktiva / Debt Ratio

Rasio hutang terhadap aktiva PT. AOP untuk tahun 2002 , 2003, dan 2004 yang

berfluktuasi sebesar 42,83%, 38,96% dan 42,6% , lebih besar daripada PT. SS untuk

periode yang sama yang sebesar 29,7%, 33,4%, dan 37,44%. Adapun penurunan debt

ratio di tahun 2003 sebesar 3,87% dan naiknya debt ratio di tahun 2004 sebesar 3,64%.

Turunnya debt ratio PT. AOP tahun 2003 disebabkan karena menurunnya jumlah

kewajiban menjadi Rp 762.596.000.000 akibat turunnya jumlah pinjaman jangka pendek

sebesar 10,83%, turunnya hutang lain-lain sebesar 4,08%, turunnya hutang pajak sebesar

38,66%, turunnya hutang pihak hubungan istimewa sebesar 48,96%, dan menurunnya

hutang jangka panjang 68,27%. Selain itu juga karena naiknya jumlah aktiva yang tidak

banyak menjadi Rp 1.957.303.000.000, diantaranya karena naiknya jumlah piutang

usaha pihak ketiga sebesar 46,18%, kenaikan uang muka dan biaya dibayar dimuka

sebesar 40,38%, kenaikan aktiva tetap sebesar 35,42%, dan kenaikan jumlah aktiva tidak

berwujud dan biaya tangguhan, serta aktiva lain-lain sebesar 28,18% dan 14,94,

disamping pos-pos aktiva yang lain banyak mengalami penurunan.

Meningkatnya debt ratio PT. AOP tahun 2004 disebabkan karena naiknya jumlah

kewajiban menjadi Rp 1.037.967.000.000 atau naik 36,11% bila dibandingkan dengan

kenaikan jumlah aktiva menjadi Rp 2.436.481.000.000 atau naik 24,48%. Meningkatnya

jumlah kewajiban di tahun 2004 karena perusahaan melunasi hutang-hutangnya yang

diantaranya adalah hutang usaha pihak hubungan istimewa sebesar 25,43% maupun

pihak ketiga sebesar 65,95%, hutang pajak 54,95%, dan biaya masih harus dibayar

109
133,31%. Kenaikan jumlah aktiva, diantaranya, disebabkan karena meningkatnya

jumlah piutang usaha pihak hubungan istimewa menjadi 130,42%, naiknya piutang lain-

lain menjadi 97,02%, dan meningkatnya piutang hubungan istimewa di aktiva tidak

lancar akibat transaksi di luar usaha dengan pihak hubungan istimewa menjadi 128,07%.

Angka debt ratio PT. AOP yang paling tinggi terjadi pada tahun 2002 selama periode

2002-2004, yaitu 42,83%, angka ini menunjukkan bahwa PT. AOP menggunakan

hutang sebanyak 42,83% untuk membiayai aktivanya. Meski sempat turun di tahun

2003, namun di tahun 2004 angka debt ratio naik lagi menjadi 42,6%. Meningkatnya

rasio ini memperlihatkan bahwa kurang separuh aktiva perusahaan dibiayai dengan

menggunakan hutang, yang berarti adanya indikasi perbaikan pada struktur modal

perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan sebaiknya tetap mempertahankan pada

peningkatan struktur modalnya bahkan sebaiknya lebih ditingkatkan lagi dan tetap

mengurangi hutangnya guna mencegah sulitnya perusahaan untuk memperoleh pinjaman

tambahan sewaktu dibutuhkan.

Rasio Kemampuan Membayar Bunga / Time Interest Earned Ratio

Time interest earned ratio / TIER PT. AOP untuk tahun 2002, 2003, dan 2004 yang

sebesar 13,52x, 17,40x, dan 21,70x, jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan PT. SS

yang hanya 4,41x, 5,07x, dan 5,89x untuk periode yang sama.

Kenaikan TIER tahun 2003 pada PT. AOP justru disebabkan karena menurunnya laba

sebelum pajak dan bunga sebesar Rp 25.358.000.000 atau turun 14,57%. Penurunan

beban bunga yang lebih banyak sebesar 33,59% sehingga dapat dikatakan penurunan

beban bunga lebih besar daripada penurunan laba sebelum pajak yang juga merupakan

penyebab naiknya TIER. Penurunan laba sebelum pajak selain karena naiknya penjualan

yang sedikit yaitu hanya 4,26% dan naiknya beban pokok penjualan yang sedikit juga

110
sebesar 4,8%, juga karena meningkatnya beban usaha masing-masing sebesar 8,88%

dan 18,79%, serta karena penurunan pada pos-pos penghasilan (beban) lain-lain,

diantaranya keuntungan kurs mata uang asing 78,79% dan penghasilan bunga sebesar

44,22%.

Kemudian pada tahun 2004 TIER pada PT. AOP meningkat disebabkan karena

naiknya laba sebelum pajak dan bunga atau naik 60,51%. Selain itu, kenaikan beban

bunga sebesar 28,68% sehingga lebih banyak persentase kenaikan laba sebelum pajak

dan bunga daripada beban bunga pada PT. AOP tahun 2004. Kenaikan TIER tahun 2004

juga selain disebabkan karena meningkatnya penjualan menjadi Rp 2.924.581.000.000

diiringi dengan beban pokok penjualan dan beban usaha meningkat sebesar 35,12% dan

27,28%, namun penghasilan (beban) lain-lain menurun drastis sebanyak 121,74%.

Meningkatnya penjualan karena membaiknya perekonomian Indonesia dan pertumbuhan

pasar kendaraan bermotor roda dua maupun kendaraan bermotor roda empat yang

berdampak positif terhadap permintaan produk perusahaan sebagai penyedia komponen.

Sedangkan kenaikan beban pokok penjualan karena meningkatnya jumlah bahan baku

yang digunakan, upah tenaga kerja langsung, biaya produksi tidak langsung, biaya pada

barang dalam proses, dan biaya pada persediaan barang jadi. Penurunan penghasilan

(beban) lain-lain diantaranya karena menurunannya penghasilan bunga sebanyak 66,4%,

dan kerugian kurs mata uang asing sebanyak 670,57%.

Angka TIER pada PT. AOP yang meningkat hingga tahun 2004 menunjukkan bahwa

PT. AOP telah menaikkan kemampuannya untuk membayar bunga. Bila hal tersebut

tidak dapat dipenuhi maka kreditor dapat mengambil tindakan hukum terhadap

perusahaan yang akhirnya dapat menimbulkan kepailitan.

111
4. Rasio Profitabilitas

Rasio profitabilitas adalah rasio yang dapat digunakan untuk menilai kemampuan

perusahaan untuk memperoleh keuntungan, yang tercermin dari hasil yang dicapai

perusahaan dalam penjualan dan investasi yang dilakukan.

Marjin Laba Usaha / Operating Profit Margin

Marjin laba usaha PT. AOP pada tahun 2002 dan 2003 mencapai 12,47% dan 9,6%

lebih tinggi daripada marjin laba usaha PT. SS, sebagai perusahaan pembanding, yang

masing-masing sebesar 6,67% dan 7,51%. Kemudian pada tahun 2004 marjin laba usaha

PT. AOP sebesar 7,63% lebih rendah dibandingkan dengan PT. SS yang sebesar 7,85%.

Marjin laba usaha PT. AOP terus menurun, yaitu 12,47% tahun 2002, 9,6% tahun

2003, dan 7,63% tahun 2004.

Penurunan marjin laba usaha PT. AOP tahun 2003 dikarenakan menurunnya laba

bersih sebesar Rp 50.981.000.000 atau turun 19,81% yang diiringi dengan sedikit

kenaikan pada penjualan sebanyak Rp 88.012.000.000 atau naik 4,26%. Adapun

menurunnya laba bersih karena penurunan pada pos-pos laporan laba/rugi diantaranya

menurunnya penghasilan bunga sebanyak 44,22%, menurunnya keuntungan kurs mata

uang asing sebanyak 78,79%, menurunnya pos luar biasa sebanyak 100%, dan turunnya

hak minoritas sebesar 20,76%. Sedangkan kenaikan penjualan yang sedikit di tahun

2003 dikarenakan meningkatnya pendapatan dari semua sektor, yaitu sektor manufaktur

sebesar 31,9%, sektor pemasaran sebesar 51%, dan ekspor sebesar 17,1%.

Sedangkan penurunan marjin laba usaha PT. AOP pada tahun 2004 disebabkan oleh

kenaikan laba bersih yang hanya sebesar 8,12% diiringi dengan kenaikan penjualan yang

signifikan sebesar Rp 773.076.000.000. Adapun kenaikan laba bersih di tahun 2004

akibat kenaikan penjualan sebanyak 35,93% dan kenaikan beban pokok penjualan

112
sebanyak 35,12% akibat peningkatan biaya bahan baku dan biaya produksi lainnya,

juga karena penurunan pada kerugian kurs mata uang asing sebanyak 670,57%, dan

penurunan penghasilan bunga sebanyak 66,4%. Kenaikan laba bersih juga sebagai akibat

meningkatnya laba usaha sebanyak 60,51% dan kenaikan beban bunga sebanyak 28,68.

Sementara itu, kenaikan penjualan yang signifikan dikarenakan meningkatnya

pendapatan dari semua sektor, yaitu sektor manufaktur sebesar 39,4% dimana

perusahaan telah menambah strategi dengan peningkatan efisiensi kegiatan operasi

manufaktur, pengembangan produk baru untuk komponen pengganti dengan

membangun sendiri (mandiri) dan melakukan akuisisi dengan PT. Mopart Jaya Utama

dan PT. Inti Pelangi Drumasindo, kemudian sektor pemasaran sebesar 44,8% dimana

perusahaan menguatkan dan menyempurnakan operasi di tingkat dealer,

mengembangkan merek sendiri, pemasaran melalui modern retail, mengembangkan

sistem logistik yang efisien dan modern, dan meningkatkan ekspor namun akhirnya

turun menjadi 15,8%.

Marjin laba usaha PT. AOP yang menurun tetapi laba bersihnya meningkat dan

angkanya masih lebih tinggi dibandingkan dengan PT. SS, menunjukkan bahwa

perusahaan masih mampu memperoleh laba atas penjualan yang dilakukan. Namun

sebaiknya perusahaan meningkatkan rasio ini dengan cara mencari pemasok yang

memberikan harga bahan baku yang murah namun berkualitas dan meningkatkan

produktivitas dan efektifitas para pekerjanya dengan memberikan pelatihan yang cukup.

Rasio Tingkat Pengembalian Atas Total Aktiva / ROA

Rasio tingkat pengembalian atas total aktiva PT. AOP pada tahun 2002, 2003, dan

2004 mencapai 14,05%, 10,55%, dan 9,16% lebih besar dari PT. SS yang hanya

mencapai 6,89%, 7,57%, dan 8,81% untuk periode yang sama.

113
Dari tahun 2002 hingga tahun 2004, ROA pada PT. AOP terus menurun, yaitu dari

14,05% turun menjadi 10,55%, dan menjadi 9,16%.

Turunnya ROA pada PT. AOP tahun 2003 disebabkan karena menurunnya laba

bersih sebesar Rp 50.981.000.000 atau turun 19,81%, diiringi dengan kenaikan jumlah

aktiva sebesar 125.794.000.000 atau naik 6,87%. Akibat sedikitnya penjualan yang

meningkat (4,26%) sementara naiknya biaya-biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk

menghasilkan produk, dan naiknya beban penjualan dan umum dan administrasi, serta

naiknya penghasilan lainnya sebesar 470,78%, menyebabkan turunnya laba bersih

perusahaan pada tahun 2003. Sedangkan akibat bertambahnya aktiva tetap menjadi

35,42% dan kenaikan aktiva tidak berwujud berupa merek dagang, biaya perangkat

lunak ditangguhkan dan biaya tangguhan hak atas tanah menjadi 28,18%, serta

kenaikan piutang usaha pihak ketiga menjadi 46,18%, menyebabkan naiknya jumlah

aktiva perusahaan pada tahun 2003.

Pada tahun 2004, ROA pada PT. AOP kembali menurun disebabkan oleh kenaikan

laba bersih perusahaan menjadi 8,12% dibandingkan dengan kenaikan jumlah aktiva

manjadi 24,48%. Naiknya penjualan yang signifikan menjadi Rp 773.076.000.000

disertai kenaikan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan produk sebesar

35,12% dan kenaikan beban usaha baik beban penjualan dan umum dan administrasi

yang masing-masing sebesar 41,86% dan 18,61%, serta kerugian mata uang asing

sebesar Rp 37.981.000.000, membuat laba bersih perusahaan sedikit meningkat. Selain

itu, akibat kenaikan piutang usaha pihak hubungan istimewa sebesar Rp 74.723.000.000,

kenaikan piutang lain-lain sebesar Rp 3.423.000.000, kenaikan piutang pihak hubungan

istimewa pada aktiva tidak lancar sebesar Rp 292.000.000, dan kenaikan aktiva tetap

sebesar Rp 202.567.000.000, menyebabkan naiknya jumlah aktiva tahun 2004.

114
ROA pada PT. AOP yang terus menurun dari tahun ke tahun menunjukkan bahwa

kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba bersih untuk mengembalikan total

aktivanya terus berkurang. Oleh karena itu, sebaiknya perusahaan selain meningkatkan

pengelolaan aktivanya untuk meningkatkan penjualan, perusahaan juga karena

mengalami kerugian kurs mata uang asing, sebaiknya melakukan hedging untuk

menghindari kerugian karena selisih kurs tersebut.

Rasio Tingkat Pengembalian Atas Total Ekuitas / ROE

Rasio tingkat pengembalian atas total ekuitas/ ROE PT. AOP tahun 2002 dan 2003

yang masing-masing sebesar 24,58% dan 17,28% lebih besar dibandingkan dengan PT.

SS yang pada tahun 2002 dan 2003 sebesar 11,55% dan 13,4%. Sedangkan pada tahun

2004 ROE PT. AOP 15,96% lebih kecil daripada ROE pada PT. SS 16,72%.

Adapun ROE pada PT. AOP yang terus menurun dari tahun 2002 hingga tahun 2004,

yaitu dari 24,58% menjadi 17,28% dan turun menjadi 15,96%.

Turunnya ROE pada tahun 2003 disebabkan karena menurunnya laba bersih sebesar Rp

50.981.000.000 selain akibat sedikitnya kenaikan penjualan yang diikuti dengan

kenaikan biaya-biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk menghasilkan produk, juga

karena naiknya beban penjualan dan beban umum dan administrasi sebesar Rp

7.882.000.000 dan Rp 25.678.000.000. Selain itu, penurunan ROE di tahun 2003

dikarenakan naiknya jumlah ekuitas sebesar Rp 147.615.000.000 akibat kenaikan

tambahan modal disetor sebesar Rp 17.897.000.000 yang berasal dari agio saham berupa

penawaran umum saham tahun 1998 dan pelaksanaan opsi saham karyawan, dan hak

opsi kadaluarsa dan tidak dilaksanakan dimana program pemberian hak opsi dilakukan

secara bertahap dalam waktu tiga tahun sejak tahun 2000 hingga tahun 2003 untuk

115
jumlah maksimum 5% dari jumlah saham beredar perusahaan, serta akibat kenaikan

saldo laba yang tidak ditentukan penggunaannya sebesar Rp 135.122.000.000.

Turunnya ROE pada tahun 2004 disebabkan karena kenaikan laba bersih sebesar Rp

16.760.000.000 diikuti dengan kenaikan jumlah ekuitas tahun 2004 sebesar Rp

203.807.000.000. Akibat kenaikan penjualan yang signifikan sebesar Rp

773.076.000.000 disertai beban pokok penjualan meningkat tajam sebesar Rp

612.444.000.000, dan naiknya beban usaha baik penjualan maupun administrasi sebesar

Rp 40.455.000.000 dan Rp 30.210.000.000, naiknya beban bunga dan keuangan dari

pihak hubungan istimewa dan Bank sebesar Rp 2.451.000.000, serta meningkatnya hak

minoritas atas aktiva bersih dan laba bersih anak perusahaan, yaitu PT. Senantiasa

Makmur dan anak perusahaan, PT. Dirgamenara Nusadwipa, PT. Federal Izumi

Manufacturing, PT. Nusa Keihin Indonesia, dan PT. Mopart Jaya Utama, sebesar Rp

10.960.000.000

Penurunan ROE pada PT. AOP dari tahun ke tahun menunjukkan bahwa

kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba bersih untuk mengembalikan modal

pemegang saham atau investor berkurang. Apabila penurunan ini terus berlanjut di tahun

berikutnya maka akan menyebabkan para pemegang saham mulai berpikir untuk

menarik modalnya. Dengan terus meningkatkan penjualan, meningkatkan produktivitas

dan efektifitas para pekerja perusahaan, mencari pemasok yang dapat memberikan harga

bahan baku yang murah namun berkualitas, dan memperhatikan faktor-faktor ekstern,

seperti melakukan hedging untuk menghindari kerugian dari selisih kurs, diharapkan

perusahaan mampu meningkatkan kembali laba bersihnya di tahun mendatang.

116

Anda mungkin juga menyukai