UNIVERSITAS ANDALAS
2016
2
KATA PENGANTAR
Kelompok menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu kelompok dengan hati terbuka mengharapkan
saran-saran dan kritikan-kritikan yang membangun demi kesempurnaan tugas
yang akan datang.
Akhir kata, kelompok berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pihak
yang memerlukannya. Semoga dengan adanya makalah ini dapat menambah
wawasan bagi para pembaca.
Penyusun
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................................1
1.2 Tujuan......................................................................................................................................2
1.3 Manfaat....................................................................................................................................2
BAB IV PENUTUP.........................................................................................................................27
4.1 Kesimpulan............................................................................................................................27
4.2 Saran.......................................................................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................29
2
BAB I
PENDAHULUAN
Stres terhadap kinerja dapat berperan positif dan juga berperan negatif,
seperti dijelaskan pada Hukum Yerkes Podson (1904) yang menyatakan
hubungan antara stres dengan kinerja seperti huruf U terbalik. (Masud,
2002:20). Sasono (2004:5) mengungkapkan bahwastres mempunyai dampak
positif dan negatif. Dampak positif stres pada tingkat rendah sampai pada tingkat
moderat bersifat fungsional dalam arti berperan sebagai pendorong peningkatan
kinerja karyawan. Sedangkan pada dampak negatif stres tingkat yang tinggi
adalah penurunan pada kinerja karyawan yang drastis.
1
produktivitas kerja. Sebuah lembaga penelitian terhadap stress di Jepang secara
berkala memantau tingkat stres yang terjadi di tempat kerja dan menemukan
bahwa jumlah karyawan yang merasakan tingkat stress tinggi dalam menjalani
pekerjaan sehari-hari mengalami peningkatan dari 51% di tahun 1982 menjadi
hampir dua pertiga dari total populasi pekerja yang ada pada tahun 2000. (dalam
penelitian oleh Okta, 2013) Di Indonesia, salah satu studi yang membahas stres
diteliti oleh sebuah lembaga manajemen di Jakarta pada tahun 2002. Meneliti
bahwa sumber stres saat itu adalah ekonomi yang berkepanjangan, pemotongan
gaji, keadaan yang tertekan dalam bekerja pada bidang kerja yang tidak sesuai
dengan keahlian yang dimiliki merupakan stressor utama pada saat itu.
(Saragih,2010)
Hal ini tentu saja dapat berdampak pada tidak tercapainya target-target
maupun tujuan dari perusahaan sehingga perusahaan tidak mampu lagi
mengungguli perusahaan-perusahaan yang sedang berkembang dan berinovasi
baik pada saat ini maupun masa yang akan datang. Hal inilah yang menjadikan
dasar penulis untuk mengetahui dan mempelajari lebih dalam terkait stress
kerja.
1.3 Tujuan
3. Mengetahui pengertian, faktor yang memperngaruhi, dampak, serta
penanganan dari stres kerja.
4. Mengetahui pengertian, kelompok rentan, dan tindakan pencegahan dari
kekerasan kerja.
2
BAB II
ISI
Aamodt (2004) menyebutkan stres kerja sebagai reaksi psikologis dan fisik
terhadap kejadian-kejadian atau situasi-situasi (stressor) yang berasal dari
lingkungan kerja. Sedangkan Stranks (2005) menjelaskan bahwa stres kerja
adalah keadaan psikologis yang menyebabkan seseorang menjadi disfungsional
di dalam pekerjaan, merupakan respon individu karena ketidakseimbangan antara
beban kerja dengan kemampuan menyelesaikan pekerjaan.
Sekecil apapun gejala stres kerja yang muncul tidak perlu menunggu
hingga menjadi besar dan parah, yang pada akhirnya merugikan tenaga kerja dan
perusahaan karena berpengaruh terhadap produktivitas kerja atau performansi
pekerja yang dihasilkan (Stranks, 2005).
3
penglihatan. Kemudian keringat dihasilkan untuk mendinginkan tubuh. Awalnya
kemampuan ini berfungsi normal namun bila individu meng-alami situasi
berbahaya terus menerus maka tubuh akan mengalami banyak perubahan se-perti
meningkatnya tekanan darah dan pening-katan hormon stres, hingga
mempengaruhi sistem kekebalan tubuh dan meningkatkan resiko terjadinya
infeksi.
1. Ancaman
2. Ketakutan
3. Ketidakpastian
Saat individu merasa tidak yakin tentang sesuatu, maka akan sulit
membuat prediksi. Akibatnya individu merasa tidak dapat mengendalikan situasi.
Perasaan tidak mampu mengendalikan situasi akan me-nimbulkan ketakutan.
Rasa takut menyebabkan stres.
4. Disonansi kognitif
4
Stranks (2005) menjelaskan bahwa stres kerja dapat mempengaruhi setiap
aspek kehidupan pegawai. salah satu penyebab stres adalah masalah pekerjaan
seperti. Penyebab stres kerja secara spesifik dapat disebabkan karena faktor
lingkungan fisik, organisasi atau perusahaan dan masalah personal serta sosial.
(Stranks, 2005):
1. Lingkungan fisik, seperti kurangnya ruang untuk mengoperasikan peralatan
secara aman dan nyaman, ruangan yang terlalu bising, peralatan yang masih
Secara lebih spesifik penyebab stres kerja dari organisasi, adalah sebagai
berikut:
harus diselesaikan.
b. Adanya beberapa unit kerja yang tidak terisi oleh pegawai sehingga
lakukan.
perubahan.
5
3. Peran pegawai di dalam organisasi, seperti ambiguitas peran, konflik peran,
senior.
pendidikan, serta ras, dan tidak adanya umpan balik dari manajer senior atau
6. Masalah personal dan sosial, seperti pelecehan seksual, rasisme, konflik ke-
2. Pekerja tidak punya hak atau tidak diikutkan dalam mengorganisir kerja
mereka.
produktivitas.
6
kemarahan dan gangguan tidur. Respon fisiologis terlihat dari tanda-tanda
kesehatan yang menurun, masalah jantung, sakit kepala dan tulang sendi
nyeri. Respon perilaku dapat terlihat dari perilaku merokok, perilaku
meminum minuman keras, penyalahgunaan obat, meningkatnya absen,
turnover, produktivitas rendah dan kekerasan di tempat kerja.
keputusan.
orang lain.
7
g. Bergulat pada tugas-tugas yang tidak produktif.
Gejala-gejala stres kerja selain itu dapat berupa letih dan lelah, kecewa,
perasaan tidak berdaya, gangguan tidur, kegelisahan, ke-tegangan, kecemasan,
cepat marah, kehilangan rasa percaya diri, perasaan kesepian atau keterasingan,
makan terlalu sedikit, mudah ter-singgung, berdebar-debar, dan sulit berkon-
sentrasi
operasional kerja
a. Kesehatan
8
Individu yang sedang stres akan lebih sensitif dibandingkan dengan
yang tidak, seperti menyalahartikan suatu keadaan, pendapat dan
penilaian, kritik, nasehat, bahkan perilaku orang lain sehingga
memunculkan depresi, kehilangan rasa percaya diri dan harga diri.
Coping atau proses adaptasi terhadap stress yang tepat akan membuat
individu menjadi semakin berkembang, merasa bahagia, dan merasa aman
sehingga kemungkinan bertahan di dalam pekerjaan semakin besar. Jika
potensi stres kerja tersebut tidak dicegah atau segera ditangani maka akan
berdampak bagi keadaan psikologis, perilaku dan kognitif (Stranks, 2005).
9
ringan. Alasannya karena pada tingkat stres tertentu akan memberikan akibat
positif, karena stres akan mendesak karyawan me-lakukan tugas dengan lebih
baik. Maka manajemen mungkin akan berpikir untuk memberikan tugas yang
menyertakan stress ringan untuk memberikan dorongan bagi karyawan.
Namun, oleh karyawan dorongan ini dapat diartikan sebagai tekanan. Oleh
karena itu diperlukan pendekatan yang tepat dalam mengelola stres. Ada dua
pendekatan yaitu pendekatan individu dan pendekatan organisasi.
1. Pendekatan Individual
Beberapa penyebab stres adalah tuntutan dari tugas dan peran serta
struktur organisasi yang dikendalikan manajemen. Strategi-strategi yang
dapat digunakan seperti seleksi dan penempatan, penetapan tujuan,
redesain pekerjaan, pengambilan ke-putusan partisipatif, komunikasi
organi-sasional, dan program kesejahteraan. Me-lalui strategi-strategi
tersebut akan menye-babkan karyawan memperoleh pekerjaan sesuai
dengan kemampuan dan bekerja untuk tujuan yang diinginkan serta
adanya hubungan interpersonal yang sehat dan perawatan terhadap kondisi
fisik dan mental.
10
sebagai risiko yang bisa ditanggung sendiri. Menurut NIOSH, pembunuhan
adalah pembunuh nomor satu di tempat kerja bagi kaum wanita dan
penyebab kematian ketiga bagi kaum pria setelah kecelakaan kendaraan
bermotor dan kecelakaan yang berkaitan dengan mesin.
11
melakukan kejahatan dan gagal mengambil langkah-langkah untuk
menetralkan situasi kekerasan yang mungkin terjadi. Jika perusahaan tidak
memperhatikan hal tersebut maka perusahaan harus bertanggung jawab
secara hukum, bentuk akibat hukum dari kekerasan ditempat kerja antara
lain:
Gugatan diskriminasi
Tuntutan ganti rugi karyawan
Tuntutan pihak ketiga atas kerusakan
Tuntutan terhadap gangguan privasi
Dan tuntutan kekerasan lembaga keselamatan kerja di negara
tersebut.
Beberapa perilaku yang perlu diwaspadai sebagai tanda peringatan bagi para
pemberi kerja adalah:
Berteriak
Kemarahan yang meledak-ledak karena perselisihan kerja
Membuat pernyataan yang tidak sopan
Menangis
Penurunan energi atau fokus
Penurunan kinerja dan penampilan pribadi
Suka menyendiri
F. Tindakan Pencegahan
12
Harus ada proses yang siap membantu dalam pendeteksian awal
kemarahan karyawan
Para supervisor dan staf SDM perlu dilatih cara menangani
secara ahli isu-isu kekaryawanan
Perusahaan-perusahaan harus mempertimbangkan tindakan-
tindakan untuk meminimalkan tindakan-tindakan kekerasan dan
menghindari gugatan.
Mengimplementasikan kebijakan-kebijakan yang melarang
masuk senjata-senjata ke dalam properti perusahaan, termasuk
tempat parkir.
Dalam situasi yang mencurigakan, karyawan diwajibkan
menyerahkan diri untuk pencarian senjata atau pemeriksaan
untuk menentukan kesesuaian mental mereka dalam bekerja.
Memiliki kebijakan yang menyatakan bahwa organisasi tidak
akan menoleransi setiap peristiwa kekerasan atau ancaman
kekerasan sekalipun.
Memiliki kebijakan yang mendorong karyawan untuk
melaporkan semua kegiatan yang mencurigakan atau bersifat
kekerasan kepada manajemen.
Mengembangkan hubungan dengan pakar kesehatan mental
yang akan siap saat kondisi darurat timbul.
Melengkapi resepsionis dengan tombol alarm (panicbutton) agar
bisa memberi peringatan kepada petugas keamanan secara
langsung.
13
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
14
DAFTAR PUSTAKA
15