Anda di halaman 1dari 19

EPIDEMIOLOGI K3 &KESEHATAN LINGKUNGAN

Epidemiologi Stress Kerja


Oleh :
Kelompok 3
Elsanita Faiza A.T 1311211104
Rahmi Oknivyoza 1311211039
Dhilla Lharisa 1411212037
Afira Septria 1411212043
Bella Putri A 1411212046
Qollin Levri 1411212048
Nihayatul Putri 1411212050
Reza Kurniawan 1411212051
Nada Nadia Ulfa 1411212052
Ridha Wahyuni 1411212054
Putri Ovyra 1411212055
Miya Ratika 1411212061

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS ANDALAS

2016

2
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,


karena atas rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan penulisan makalah ini dengan
judul Epidemiologi Stress Kerja . Penulisan makalah ini bertujuan untuk
melengkapi tugas mata kuliah Epidemiologi K3&KL.

Kelompok menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu kelompok dengan hati terbuka mengharapkan
saran-saran dan kritikan-kritikan yang membangun demi kesempurnaan tugas
yang akan datang.

Selanjutnya dalam kesempatan ini kelompok tidak lupa untuk


menyampaikan ucapan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada semua pihak
yang telah memberikan dorongan dan bantuan kelompok dalam menyelesaikan
makalah ini.

Akhir kata, kelompok berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pihak
yang memerlukannya. Semoga dengan adanya makalah ini dapat menambah
wawasan bagi para pembaca.

Padang, November 2016

Penyusun

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................................i

DAFTAR ISI.....................................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................................1

1.1 Latar Belakang.........................................................................................................................1

1.2 Tujuan......................................................................................................................................2

1.3 Manfaat....................................................................................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................................................3

2.1 Pengertian Rumah Makan dan Sanitasi...................................................................................3

2.2 Penyelenggaraan Rumah Makan (KMK RI Nomor 1098/MENKES/SK/VII/2003):..............4

2.3 Penetapan Tingkat Mutu (KMK RI Nomor 1098/MENKES/SK/VII/2003):..........................5

BAB III HASIL & PEMBAHASAN.............................................................................................19

3.1 Keadaan Umum......................................................................................................................19

3.2 Penetapan Hygiene dan Sanitasi............................................................................................19

3.3 Hasil Penilaian Form Pemeriksaan Hygiene Sanitasi Rumah Makan...................................20

BAB IV PENUTUP.........................................................................................................................27

4.1 Kesimpulan............................................................................................................................27

4.2 Saran.......................................................................................................................................28

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................29

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Persaingan dan tuntutan profesionalitas yang semakin tinggi menimbulkan


banyaknya tekanan-tekanan yang harus dihadapi individu dalam lingkungan kerja.
Selain tekanan yang berasal dari lingkungan kerja, lingkungan keluarga dan
lingkungan sosial juga sangat berpotensial menimbulkan kecemasan. Dampak
yang sangat merugikan dari adanya gangguan kecemasan yang sering dialami oleh
masyarakat dan karyawan khususnya disebut stres.

Stres kerja merupakan aspek yang penting bagi perusahaan terutama


keterkaitannya dengan kinerja karyawan. Perusahaan harus memiliki kinerja,
kinerja yang baik/tinggi dapat membantu perusahaan memperoleh keuntungan.
Sebaliknya, bila kinerja menurun dapat merugikan perusahaan. Oleh karenanya
kinerja karyawanperlu memperoleh perhatian antara lain dengan jalan
melaksanakan kajian berkaitan dengan variabel stres kerja. Bahaya stres
diakibatkan karena kondisi kelelahan fisik, emosional dan mental yang
disebabkan oleh adanya keterlibatan dalam waktu yang lama dengan situasi yang
menuntut secara emosional.

Stres terhadap kinerja dapat berperan positif dan juga berperan negatif,
seperti dijelaskan pada Hukum Yerkes Podson (1904) yang menyatakan
hubungan antara stres dengan kinerja seperti huruf U terbalik. (Masud,
2002:20). Sasono (2004:5) mengungkapkan bahwastres mempunyai dampak
positif dan negatif. Dampak positif stres pada tingkat rendah sampai pada tingkat
moderat bersifat fungsional dalam arti berperan sebagai pendorong peningkatan
kinerja karyawan. Sedangkan pada dampak negatif stres tingkat yang tinggi
adalah penurunan pada kinerja karyawan yang drastis.

Stres di tempat kerja pada akhirnya bisa menyebabkan terjadinya kerugian


financial pada organisasi yang tidak sedikit jumlahnya. Stres menjadi masalah
yang penting karena situasi itu dapat mempengaruhi kepuasan kerja dan

1
produktivitas kerja. Sebuah lembaga penelitian terhadap stress di Jepang secara
berkala memantau tingkat stres yang terjadi di tempat kerja dan menemukan
bahwa jumlah karyawan yang merasakan tingkat stress tinggi dalam menjalani
pekerjaan sehari-hari mengalami peningkatan dari 51% di tahun 1982 menjadi
hampir dua pertiga dari total populasi pekerja yang ada pada tahun 2000. (dalam
penelitian oleh Okta, 2013) Di Indonesia, salah satu studi yang membahas stres
diteliti oleh sebuah lembaga manajemen di Jakarta pada tahun 2002. Meneliti
bahwa sumber stres saat itu adalah ekonomi yang berkepanjangan, pemotongan
gaji, keadaan yang tertekan dalam bekerja pada bidang kerja yang tidak sesuai
dengan keahlian yang dimiliki merupakan stressor utama pada saat itu.
(Saragih,2010)
Hal ini tentu saja dapat berdampak pada tidak tercapainya target-target
maupun tujuan dari perusahaan sehingga perusahaan tidak mampu lagi
mengungguli perusahaan-perusahaan yang sedang berkembang dan berinovasi
baik pada saat ini maupun masa yang akan datang. Hal inilah yang menjadikan
dasar penulis untuk mengetahui dan mempelajari lebih dalam terkait stress
kerja.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu Stres Kerja? Apa saja faktor, dampak, dan penanganan yang dapat
dilakukan terhadap stres kerja?
2. Apa itu kekerasan kerja? Kelompok mana saja yang rentan serta
bagaimana cara mencegah kekerasan kerja?

1.3 Tujuan
3. Mengetahui pengertian, faktor yang memperngaruhi, dampak, serta
penanganan dari stres kerja.
4. Mengetahui pengertian, kelompok rentan, dan tindakan pencegahan dari
kekerasan kerja.

2
BAB II
ISI

4.1 Stres Kerja


A. Defenisi Stres Kerja

Maramis (2004) menjelaskan bahwa stres didefinisikan sebagai semua


jenis perubahan yang menyebabkan fisik, emosi atau tekanan psikologis.
Riggio (2003) mengatakan bahwa stres adalah suatu reaksi fisiologis terhadap
kejadian-kejadian yang terjadi di lingkungan yang dirasa mengancam. Reaksi
fisiologis seperti meningkatnya kerja jantung, tekanan darah dan
meningkatnya pengeluaran keringat dari tubuh. Reaksi psikologis meliputi
kecemasan, ketakutan, frustrasi.

Aamodt (2004) menyebutkan stres kerja sebagai reaksi psikologis dan fisik
terhadap kejadian-kejadian atau situasi-situasi (stressor) yang berasal dari
lingkungan kerja. Sedangkan Stranks (2005) menjelaskan bahwa stres kerja
adalah keadaan psikologis yang menyebabkan seseorang menjadi disfungsional
di dalam pekerjaan, merupakan respon individu karena ketidakseimbangan antara
beban kerja dengan kemampuan menyelesaikan pekerjaan.

Sekecil apapun gejala stres kerja yang muncul tidak perlu menunggu
hingga menjadi besar dan parah, yang pada akhirnya merugikan tenaga kerja dan
perusahaan karena berpengaruh terhadap produktivitas kerja atau performansi
pekerja yang dihasilkan (Stranks, 2005).

Budiningwati & Meuraksa (2010) menjelaskan lebih lanjut bahwa bila


manusia mendapatkan stresor, tubuh manusia akan berusaha mengadakan
perlawanan dengan mencari keseimbangan. Stres dapat memicu respon tubuh
terhadap ancaman atau bahaya yang dirasakan, yang fight atau flight respon.

Tubuh manusia merespon stres dengan mengaktifkan sistem saraf dan


hormon tertentu. Hipotalamus memberikan sinyal pada kelenjar adrenal untuk
memproduksi lebih banyak hormon adrenalin dan kortisol serta melepaskan ke
dalam aliran darah. Pembuluh darah terbuka lebih lebar untuk membiarkan lebih
banyak darah mengalir ke otot besar. Pupil melebar untuk memperbaiki

3
penglihatan. Kemudian keringat dihasilkan untuk mendinginkan tubuh. Awalnya
kemampuan ini berfungsi normal namun bila individu meng-alami situasi
berbahaya terus menerus maka tubuh akan mengalami banyak perubahan se-perti
meningkatnya tekanan darah dan pening-katan hormon stres, hingga
mempengaruhi sistem kekebalan tubuh dan meningkatkan resiko terjadinya
infeksi.

Stres kerja dapat muncul ketika individu mencoba mengatasi atau


menyelesaikan tugas-tugas dan tanggung jawab yang terkait dengan pekerjaan
tetapi mengalami kesulitan dalam penyelesaiannya sehingga mengalami kece-
masan, ketakutan dan kekhawatiran.

B. Penyebab Stres Kerja

Penyebab stres secara umum meliputi :

1. Ancaman

Persepsi tentang adanya ancaman seperti fisik, sosial, dan financial


membuat seseorang merasa stres. Keadaan akan menjadi buruk bila individu
yang mem-persepsikan tentang adanya ancaman ini merasa tidak dapat
melakukan tindakan apapun yang dapat mengurangi ancaman tersebut.

2. Ketakutan

Ancaman bisa menimbulkan ketakutan. Ke-takutan membuat individu


membayangkan akan terjadinya akibat yang tidak me-nyenangkan sehingga
menyebabkan stress.

3. Ketidakpastian

Saat individu merasa tidak yakin tentang sesuatu, maka akan sulit
membuat prediksi. Akibatnya individu merasa tidak dapat mengendalikan situasi.
Perasaan tidak mampu mengendalikan situasi akan me-nimbulkan ketakutan.
Rasa takut menyebabkan stres.

4. Disonansi kognitif

Disonansi kognitif terjadi bila ada ke-senjangan antara yang dilakukan


dengan yang dipikirkan. Hal ini akan dirasakan sebagai stres.

4
Stranks (2005) menjelaskan bahwa stres kerja dapat mempengaruhi setiap
aspek kehidupan pegawai. salah satu penyebab stres adalah masalah pekerjaan
seperti. Penyebab stres kerja secara spesifik dapat disebabkan karena faktor
lingkungan fisik, organisasi atau perusahaan dan masalah personal serta sosial.
(Stranks, 2005):
1. Lingkungan fisik, seperti kurangnya ruang untuk mengoperasikan peralatan

secara aman dan nyaman, ruangan yang terlalu bising, peralatan yang masih

harus dikerjakan secara manual, sirkulasi udara yang kurang, kurangnya

ruang privasi, dan kurangnya pencahayaan.

2. Organisasi, seperti kebijakan, budaya organisasi, dan manajemen organisasi.

Secara lebih spesifik penyebab stres kerja dari organisasi, adalah sebagai

berikut:

a. Ketidakseimbangan jumlah pegawai dengan jumlah pekerjaan yang

harus diselesaikan.

b. Adanya beberapa unit kerja yang tidak terisi oleh pegawai sehingga

pegawai harus menjalankan beberapa tugas sekaligus.

c. Kurangnya koordinasi antar departemen.

d. Kurangnya pelatihan yang tepat bagi pegawai.

e. Kurangnya informasi pada pegawai tentang apa yang harus mereka

lakukan.

f. Prosedur kerja yang sangat ketat.

g. Tidak ada waktu bagi pegawai untuk rekreasi atau melakukan

perubahan.

h. Inkonsistensi antar manajer.

i. Kompetisi kerja yang sangat ketat.

j. Prosedur kerja yang tidak jelas dan sering berubah.

5
3. Peran pegawai di dalam organisasi, seperti ambiguitas peran, konflik peran,

tanggung jawab yang terlalu sedikit, kurangnya dukungan dari manajer

senior.

4. Hubungan di dalam organisasi: kurangnya hubungan yang baik dengan

atasan yang menyebabkan pegawai kurang mengerti tanggung jawab dan

tugas-tugas yang harus dikerjakan, konflik pribadi dengan rekan kerja,

perbedaan bahasa, kepribadian, jenis kelamin, pengetahuan, tingkat

pendidikan, serta ras, dan tidak adanya umpan balik dari manajer senior atau

atasan sehingga menyebabkan perasaan isolasi dan putus asa.

5. Pengembangan karir, promosi yang terlalu berlebihan sehingga pegawai

tidak bisa berfungsi secara efektif atau promosi yang kurang.

6. Masalah personal dan sosial, seperti pelecehan seksual, rasisme, konflik ke-

luarga, dan masalah keuangan.

Manuaba (2005) menyebutkan bahwa stres yang berkaitan dengan


pekerjaan, dapat disebabkan oleh:
1. Tuntutan pekerjaan terlalu berat atau terlalu rendah.

2. Pekerja tidak punya hak atau tidak diikutkan dalam mengorganisir kerja

mereka.

3. Dukungan rendah dari manajemen dan teman sekerja.

4. Konflik karena tuntutan yang tinggi seperti tercapainya kualitas dan

produktivitas.

C. Tanda-tanda Stres Kerja

Aamodt (2004) melihat tanda-tanda stres kerja sebagai respon individu


terhadap adanya stres kerja yang meliputi respon psikologis, fisiologis dan
perilaku. Respon psikologis meliputi adanya perasaan tertekan, kecemasan,

6
kemarahan dan gangguan tidur. Respon fisiologis terlihat dari tanda-tanda
kesehatan yang menurun, masalah jantung, sakit kepala dan tulang sendi
nyeri. Respon perilaku dapat terlihat dari perilaku merokok, perilaku
meminum minuman keras, penyalahgunaan obat, meningkatnya absen,
turnover, produktivitas rendah dan kekerasan di tempat kerja.

Cooper dan Straw (dalam Retnaningtyas, 2005) membagi gejala stres


kerja menjadi tiga yaitu:
1. Gejala fisik, seperti nafas memburu, mulut dan kerongkongan kering,

tangan lembab, merasa panas, otot tegang, pencernaan terganggu,

mencret-mencret, sembelit, letih yang tak beralasan, sakit kepala,

salah urat, gelisah.

2. Gejala-gejala dalam wujud perilaku berupa:

a. Perasaan, seperti bingung, cemas, dan sedih, jengkel, salah paham,

tak berdaya, tak mampu berbuat apa-apa, gelisah, gagal, tak

menarik, kehilangan se-mangat.

b. Kesulitan dalam: berkonsentrasi, berfikir jernih, membuat

keputusan.

c. Hilangnya: kreatifitas, gairah dalam penampilan, minat terhadap

orang lain.

3. Gejala-gejala di tempat kerja, antara lain:

a. Kepuasan kerja rendah.

b. Kinerja yang menurun.

c. Semangat dan energi hilang.

d. Komunikasi tidak lancar.

e. Pengambilan keputusan jelek.

f. Kreatifitas dan inovasi berkurang.

7
g. Bergulat pada tugas-tugas yang tidak produktif.

Gejala-gejala stres kerja selain itu dapat berupa letih dan lelah, kecewa,
perasaan tidak berdaya, gangguan tidur, kegelisahan, ke-tegangan, kecemasan,
cepat marah, kehilangan rasa percaya diri, perasaan kesepian atau keterasingan,
makan terlalu sedikit, mudah ter-singgung, berdebar-debar, dan sulit berkon-
sentrasi

D. Dampak Stres Kerja

Menurut Jacinta (2002), stres kerja dapat juga mengakibatkan hal-hal


atau memiliki dampak sebagai berikut:
1) Dampak terhadap perusahaan

a. Terjadinya kekacauan, hambatan baik dalam manajemen maupun

operasional kerja

b. Mengganggu kenormalan aktivitas kerja

c. Menurunnya tingkat produktivitas

d. Menurunkan pemasukan dan keuntungan perusahaan.

2) Dampak terhadap individu

a. Kesehatan

Seperti penyakit jantung, gangguan pen-cernaan, darah tinggi, maag,


alergi, dan beberapa penyakit lainnya.
b. Psikologis

Stres berkepanjangan akan menyebabkan ketegangan dan kekuatiran


yang terus menerus yang disebut stres kronis. Stres kronis bersifat
menggerogoti dan meng-hancurkan tubuh, pikiran dan seluruh
kehidupan penderita secara perlahan-lahan.
c. Interaksi interpersonal

8
Individu yang sedang stres akan lebih sensitif dibandingkan dengan
yang tidak, seperti menyalahartikan suatu keadaan, pendapat dan
penilaian, kritik, nasehat, bahkan perilaku orang lain sehingga
memunculkan depresi, kehilangan rasa percaya diri dan harga diri.

Coping atau proses adaptasi terhadap stress yang tepat akan membuat
individu menjadi semakin berkembang, merasa bahagia, dan merasa aman
sehingga kemungkinan bertahan di dalam pekerjaan semakin besar. Jika
potensi stres kerja tersebut tidak dicegah atau segera ditangani maka akan
berdampak bagi keadaan psikologis, perilaku dan kognitif (Stranks, 2005).

Dampak psikologis antara lain merasa kelelahan, berkurangnya


motivasi dan ke-cemasan. Dampak perilaku seperti ketidak-mampuan
beradaptasi, hambatan dalam hubungan dengan orang lain dan rekan kerja,
lebih sering absen, merokok, makan yang berlebihan dan konsumsi alkohol.
Sedangkan dampak kognitif adalah menjadi kurang berkonsentrasi sehingga
memperbesar ke-mungkinan melakukan kesalahan dalam me-nyelesaikan
pekerjaan. Selain dampak-dampak yang dijelaskan diatas, stres kerja bisa
mengakibatkan beberapa penyakit fisik pada pekerja (Stranks, 2005). Laporan
dari The HSE (200, dalam Stranks, 2005) yaitu Work Environment, Alcohol
Consumption and Ill Health, The Whitehall II Study CRR 422/2002
menjelaskan bahwa situasi dan beban pekerjaan yang penuh tekanan akan
menyebabkan penyakit jantung koroner.

E. Penanganan Stres Kerja

Stranks (2005) menjelaskan ada beberapa strategi manajemen stres


kerja. Strategi pertama, mengidentifikasi faktor-faktor pe-nyebab stres seperti
budaya kerja, jadwal kerja, proses komunikasi, inkompetensi manajer, dan
lain-lain. Kemudian, dilakukan pengukuran dan evaluasi tingkat stres yag
dialami. Hasil pengukuran dan evaluasi kemudian digunakan untuk
menentukan penanganan stres yang tepat bagi pekerja.

Suprihanto dkk (2003) mengatakan, dari sudut pandang organisasi,


manajemen mungkin tidak khawatir jika karyawannya mengalami stres yang

9
ringan. Alasannya karena pada tingkat stres tertentu akan memberikan akibat
positif, karena stres akan mendesak karyawan me-lakukan tugas dengan lebih
baik. Maka manajemen mungkin akan berpikir untuk memberikan tugas yang
menyertakan stress ringan untuk memberikan dorongan bagi karyawan.
Namun, oleh karyawan dorongan ini dapat diartikan sebagai tekanan. Oleh
karena itu diperlukan pendekatan yang tepat dalam mengelola stres. Ada dua
pendekatan yaitu pendekatan individu dan pendekatan organisasi.
1. Pendekatan Individual

Karyawan dapat berusaha sendiri untuk mcngurangi level stresnya.


Strategi indivi-dual yang cukup efektif seperti pengelolaan waktu, latihan
fisik, latihan relaksasi, dan dukungan sosial.
2. Pendekatan Organisasional

Beberapa penyebab stres adalah tuntutan dari tugas dan peran serta
struktur organisasi yang dikendalikan manajemen. Strategi-strategi yang
dapat digunakan seperti seleksi dan penempatan, penetapan tujuan,
redesain pekerjaan, pengambilan ke-putusan partisipatif, komunikasi
organi-sasional, dan program kesejahteraan. Me-lalui strategi-strategi
tersebut akan menye-babkan karyawan memperoleh pekerjaan sesuai
dengan kemampuan dan bekerja untuk tujuan yang diinginkan serta
adanya hubungan interpersonal yang sehat dan perawatan terhadap kondisi
fisik dan mental.

2.2 Kekerasan Kerja


A. Kekerasan di Tempat kerja

Menurut National Institute for Occupational Safety and Health


(NIOSH) kekerasan di tempat kerja didefinisikan sebagai tindakan-tindakan
kekerasan, termasuk serangan fisik dan ancaman serangan, yang ditujukan
kepada karyawan pada saat bekerja atau bertugas. Karena kekerasan di
tempat kerja merupakan ancaman yang berkembang, beberapa pemberi
kerja mencari perlindungan asuransi untuk dampak finansial dari peristiwa
kekerasan di tempat kerja, sebuah ancaman yang sebelumnya dipandang

10
sebagai risiko yang bisa ditanggung sendiri. Menurut NIOSH, pembunuhan
adalah pembunuh nomor satu di tempat kerja bagi kaum wanita dan
penyebab kematian ketiga bagi kaum pria setelah kecelakaan kendaraan
bermotor dan kecelakaan yang berkaitan dengan mesin.

B. Karyawan yang Rentan

Ada sebagian karyawan yang paling rentan terkena kekerasan di


tempat kerja yang mana itu biasanya di sebabkan oleh lokasi tempat ia
bekerja, waktu bekerjanya, dan berkaitan dengan barang-barang yang
penting, contohnya seperti uang dll.NIOSH mengidentifikasi faktor-faktor
yang bisa menimbulkan risiko bagi seorang pekerja sebagai berikut :
1. Bekerja dengan masyarakat umum
2. Bekerja dengan uang tunai
3. Bekerja sendirian
4. Bekerja di malam hari
5. Bekerja di wilayah dengan tingkat kejahatan tinggi

C. Organisasi yang Rentan

Menurut National SafeWorkplace Institute, ciri-ciri tempat kerja


berisiko tinggi meliputi hal-hal berikut :
1. Perselisihan buruh/manajer yang kronis
2. Banyaknya gugatan yang diajukan oleh para karyawan
3. Jumlah yang besar dari klaim ganti rugi kecederaan karyawan,
khususnya untuk cidera psikologis.
4. Kurangnya karyawan dan tuntutan lembur yang berlebihan
dalam gaya manajemen yang otoriter.

D. Konsekuensi Hukum Kekerasan di Tempat Kerja

Retensi yang ceroboh (negligentretention) adalah masalah yang bisa


ditimbulkan oleh pemberi kerja ketika perusahaan mempertahankan sebagai
karyawan orang-orang yang catatannya menunjukkan potensi kuat untuk

11
melakukan kejahatan dan gagal mengambil langkah-langkah untuk
menetralkan situasi kekerasan yang mungkin terjadi. Jika perusahaan tidak
memperhatikan hal tersebut maka perusahaan harus bertanggung jawab
secara hukum, bentuk akibat hukum dari kekerasan ditempat kerja antara
lain:
Gugatan diskriminasi
Tuntutan ganti rugi karyawan
Tuntutan pihak ketiga atas kerusakan
Tuntutan terhadap gangguan privasi
Dan tuntutan kekerasan lembaga keselamatan kerja di negara
tersebut.

E. Karakteristik Individu dan Organisasi untuk Diawasi

Dalam upaya menyaring orang-orang yang berperilaku kekerasan


perusahaan berusaha mendeteksi karyawan yang melakukan tindakan
agresif ringan dan menunjukkan perilaku-perilaku tertentu.

Beberapa perilaku yang perlu diwaspadai sebagai tanda peringatan bagi para
pemberi kerja adalah:
Berteriak
Kemarahan yang meledak-ledak karena perselisihan kerja
Membuat pernyataan yang tidak sopan
Menangis
Penurunan energi atau fokus
Penurunan kinerja dan penampilan pribadi
Suka menyendiri

F. Tindakan Pencegahan

Hal-hal yang bisa dilakukan untuk mengurangi resiko mengantisipasi


atau mencegah kekerasan:

12
Harus ada proses yang siap membantu dalam pendeteksian awal
kemarahan karyawan
Para supervisor dan staf SDM perlu dilatih cara menangani
secara ahli isu-isu kekaryawanan
Perusahaan-perusahaan harus mempertimbangkan tindakan-
tindakan untuk meminimalkan tindakan-tindakan kekerasan dan
menghindari gugatan.
Mengimplementasikan kebijakan-kebijakan yang melarang
masuk senjata-senjata ke dalam properti perusahaan, termasuk
tempat parkir.
Dalam situasi yang mencurigakan, karyawan diwajibkan
menyerahkan diri untuk pencarian senjata atau pemeriksaan
untuk menentukan kesesuaian mental mereka dalam bekerja.
Memiliki kebijakan yang menyatakan bahwa organisasi tidak
akan menoleransi setiap peristiwa kekerasan atau ancaman
kekerasan sekalipun.
Memiliki kebijakan yang mendorong karyawan untuk
melaporkan semua kegiatan yang mencurigakan atau bersifat
kekerasan kepada manajemen.
Mengembangkan hubungan dengan pakar kesehatan mental
yang akan siap saat kondisi darurat timbul.
Melengkapi resepsionis dengan tombol alarm (panicbutton) agar
bisa memberi peringatan kepada petugas keamanan secara
langsung.

Melatih para manajer dan resepsionis untuk mengenali tanda-tanda


peringatan kekerasan dan teknik-teknik untuk meredakan situasi kekerasan.

13
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Maramis (2004) menjelaskan bahwa stres didefinisikan sebagai semua jenis


perubahan yang menyebabkan fisik, emosi atau tekanan psikologis. Penyebab
stres secara umum meliputi, ancaman, ketakutan, ketidakpastian, dan disonansi
kognitif. Aamodt (2004) melihat tanda-tanda stres kerja sebagai respon individu
terhadap adanya stres kerja yang meliputi respon psikologis, fisiologis dan
perilaku. Stres kerja dapat member dampak pada perusahaan maupun individu.
Stranks (2005) menjelaskan ada beberapa strategi manajemen stres kerja. Strategi
pertama, mengidentifikasi faktor-faktor pe-nyebab stres seperti budaya kerja,
jadwal kerja, proses komunikasi, inkompetensi manajer, dan lain-lain. Kemudian,
dilakukan pengukuran dan evaluasi tingkat stres yag dialami.

Menurut National Institute for Occupational Safety and Health ( NIOSH)


kekerasan di tempat kerja didefinisikan sebagai tindakan-tindakan kekerasan,
termasuk serangan fisik dan ancaman serangan, yang ditujukan kepada karyawan
pada saat bekerja atau bertugas. Ada sebagian karyawan yang paling rentan
terkena kekerasan di tempat kerja yang mana itu biasanya di sebabkan oleh lokasi
tempat ia bekerja, waktu bekerjanya, dan berkaitan dengan barang-barang yang
penting. Hal-hal yang bisa dilakukan untuk mengurangi resiko mengantisipasi
atau mencegah kekerasan yaitu harus ada proses yang siap membantu dalam
pendeteksian awal kemarahan karyawan dan para supervisor dan staf SDM perlu
dilatih cara menangani secara ahli isu-isu kekaryawanan.

4.2 Saran

Dengan adanya makalah ini, diharapkan para pembaca dapat menambah


pengetahuan tentang stress dan kekerasan kerja. Kemudian, dapat
mengaplikasikan pengetahuan tersebut di dunia nyata agar stress dan kekerasan
kerja dapat berkurang.

14
DAFTAR PUSTAKA

Agustin, Helfi. 2008. Dampak Kesehatan Akibat Kekerasan Terhadap Tenaga


Kerja Indonesia, dalam jurnal Kesehatan Masyarakat.

Jacinta F. 2002. Stres kerja. Diunduh dari www.epsikologi.com/masalah/stres

Prasetyo, Anggun Resdasari. 2012. Pengaruh Penerapan Terapi Tawa Terhadap


Penurunan Tingkat Stres Kerja Pada Pegawai Kereta Api, dalam jurnal Psikologi
Undip.

Stranks, J. 2005. Stress at work, management and prevention. Elsevier:


Burlington.

15

Anda mungkin juga menyukai