LAPORAN PRAKTIKUM
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fisiologi Hewan
Yang dibina Oleh Ibu Dra. Annie Istanti, M.Kes. dan Ibu Nuning Wulandari, S.Si.,
M.Si.
Disusun oleh :
Kelompok 4/ Offering B
B. Tujuan :
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui kandungan zat dalam urine
C. Dasar Teori
Sistem urinaria terdiri dari ginjal, ureter, kandung kemih, uretra.
Sistem ini membantu mempertahankan homeostasis dengan menghasilkan
urine yang merupakan hasil sisa metabolisme (Soewolo, 2003). Ginjal yang
mempertahankan susunan kimia cairan tubuh melalui beberapa proses,
yaitu:
1. Filtrasi Glomerular, yaitu filtrasi plasma darah oleh Glomerulus
2. Reabsorpsi tubular, melakukan reabsorpsi (absorpsi kembali)
secara selektif zat zat seperti garam, air, gula sederhana, asam
amino dari tubulus ginjal ke kapiler peri tubular.
3. Sekresi peri tubular, sekresizat zat dari kapiler darah ke dalam
lumen tubulus, proses sekresi ini mengikut sertakan penahanan
kalium, asam urat, amino organic dan ion hydrogen, yang
berfungsi untuk memperbaiki komponen buffer darah dan
mengeluarkan zat zat yang mungkin merugikan.
Urinalisis adalah tes yang dilakukan pada sampel urine pasien untuk
tujuan diagnosis infeksi saluran kemih, batu ginjal, skrining dan evaluasi
berbagai jenis penyakit ginjal, memantau perkembangan penyakit seperti
diabetes melitus dan tekanan darah tinggi (hipertensi), dan skrining terhadap
status kesehatan umum.
Urine yang normal memiliki cirri-ciri antara lain: warnanya kuning
atau kuing gading, transparan, pH berkisar dari 4,6-8,0 atau rata-rata 6, berat
jenis 1,001-1,035, bila agak lama berbau seperti amoniak (Basoeki, 2000).
Unsur-nsur normal dalam urine misalnya adanya urea yang lebih dari
25-30 gram dalam urine. Urea ini merupakan hasil akhir dari metabolisme
protein pada mamalia. Ekskresi urea meningkat bila katabolisme protein
meningkat, seperti pada demam, diabetes, atau aktifitas korteks adrenal yang
berlebihan. Jika terdapat penurunan produksi urea misalnya pada stadium
akhir penyakit hati yang fatal atau pada asidosis karena sebagian dari
nitrogen yang diubah menjadi urea dibelokkan ke pembentukan amoniak
(Soewolo, 2003).
Urine
- Dimasukkan dalam tabung besar
- Diamati warnanya
- Dicatat
Hasil
Berat jenis
Urine
Hasil
pH
Urine
Hasil
2. Analisis Kimia
Uji Glukosa
Urin
Hasil
Uji Protein
Urin
Urin
urin
3. Analisis Mikroskopis
endapan uurin
UJI HASIL
Warna Kuning gading
Suhu teraan 60 0F
Suhu 33 0C
Skala 1,010
Berat jenis 1,016
pH 6
2. Analisis Kimia
UJI HASIL
Uji glukosa Tidak ada endapan merah bata
Uji protein Putih keruh
Uji benda keton Tidak ada cincin ungu kemerahan
Uji pigmen empedu Buih berwarna putih
3. Analisis mikroskopis
G. Analisis data
Analisis fisik
Uji analisis fisik urin mengamati warna urin, berat jenis urin, dan pH
urin. Berdasarkan hasil pengamatan, menunjukkan bahwa warna urin
sampel yaitu kuning gading. Dengan menggunakan kertas indikator
universal, diketahui pH urin yaitu 6. Dan untuk mengetahui berat jenis urin
sampel, digunakan alat urinometer. Sebelumnya dilakukan pengukuran suhu
urin, dan menunjukkan suhu 33oC. Urin yang telah dimasukkan dalam
tabung khusus, kemudian dimasukkan urinometer. Urinometer tersebut lalu
diputar dan akan menunjukkan skala saat terapung. Skala yang tertera pada
urinometer saat mengapung yaitu sebesar 1,010. Pada urinometer terdapat
suhu teraan sebesar 60oF atau dalam celsius menjadi 15oC. Baru kemudian
dapat ditentukan berat jenis urin dengan rumus :
suhu urinsuhu teraan
( 3 )
0,001 + skalaurin
= ( 3315
3
0,001 )+ 1,010
= ( 183 0,001)+1,010
= ( 6 0,001 ) +1,010
= 0,006+1,010 = 1,016
Jadi berdasarkan perhitungan diatas diketahui berat jenis urin sampel
sebesar 1,016. Sehingga dapat disimpulkan sementara bahwa urin sampel
yang diuji berwarna kuning gading, dengan pH berupa asam lemah sebesar
6 dan dengan berat jenis 1,016. Karakteristik urin dapat ditentukan melalui
salah satunya secara fisik, dengan mengamati warna urin, pH, dan berat
jenis yang dimiliki urin tersebut.
Analisis Kimia
Uji glukosa
Untuk menguji Glukosa pada urin membutuhkan 8 tetes urin + 5 ml
benedict ke dalam tabung reaksi, selanjutnya tabung reaksi tersebut
dimasukan dalam air mendidih selama 5 menit. Warna awal sebelum
dipanaskan adalah biru muda karena merupakan campuran antara urin
normal dengan larutan benedict, benedic merupakan larutan uji yang
digunakanuntuk menguji kadar glukosa dalam urin, maka benedict akan
tereduksi oleh glukosa, dan jika benedict terduksi oleh glukosa akan terjadi
perubahan warna dari biru kehijauan sampai merah bata. Namun setelah
dipanaskan tidak terjadi perubahan warna, dengan kata lain larutan tersebut
tetap berwarna biru (-). Dapat dikatakan bahwa subjek yang diuji tidak
menderita diabetes mellitus.
Uji protein
Untuk mengetahui kadar protein dalam urin, terlebih dahulu urin
disentrifuge selama 10 menit, dengan hasil sentrifuge berupa supernatant
dan endapan.Untuk uji protein digunakan supernatantdari hasil sentrifuge.
Sebanyak 3 ml supernatant ke dalam tabung reaksi, warna awal pada
supernatant urin ini adalah warna kuning gading (normal), kemudian setelah
meneteskan 5 tetes reagen millon ke dalamnya supernatant tersebut berubah
warna menjadi putih keruh. Dapat dikatakan bahwa urin subjek tidak
mengandung protein.
Analisis mikroskopis
Pengamatan mikroskopis pada praktikum urinalis didapatkan hasil di
bawah mikroskop terdapat beberapa sel epitel. Dari gambar yang
didapatkan dapat diketahui sel epitel tersebut adalah sel epitel skuamosa.
Dilihat dari jumlah sel apitel yang ditemukan menunjukkan bahwa urin
yang diuji masih normal dan sehat.
H. Pembahasan
Analisis fisik
Berdasarkan analisis data, warna urin sampel yaitu kuning gading.
Warna urin normal berada pada warna antara kuning hingga kuning gading,
sehingga urin sampe yang diteliti oleh kelompok kami tergolong dalam urin
normal. Sedangkan warna urin yang kuning gading menurut Tim Pembina
Mata Kuliah Fisiolog Manusia (2010) disebabkan oleh pigmen urin yang
normal.
Warna urin normal adalah kuning pucat atau ambar . Pgmen utamanya
urokrom, sedikit urobilin, dan hematopofirin (Soewolo, 2003). Urobilin
merupakan pigmen warna urin yang berasal dari urobilinogen. Warna urin
ditentukan oleh banyak faktor, salah satunya konsumsi air. Warna urin yang
kuning pekat menandakan tubuh kekurangan air, sedangkan warna urin yang
terlalu bening menandakan konsumsi air yang terlalu banyak. Warna urin
juga dapat berubah ubah sesuai degan konsumsi makanan yang
dikonsumsi, serta konsumsi obat obatan dapat memengaruhi warna urin.
Pada beberapa kelainan menunjukkan, warna urin pada penyakit hati hijau,
coklat, atau kuning tua. Darah (hemoglobin) memberi warna seperti asap
sampai merah tua pada urin (Soewolo, 2003).
Selain mengetahui warna dari urin sampel, dilakukan juga
pengamatan pH dari urin sampel. pH urin diukur dengan menggunakan
kertas indikator universal, yang nantinya akan menunjukkan berapa nilai pH
urin tersebut. Hasil indikator universal menunjukkan urin sampel berada
pada pH 6, yang berarti urin bersifat asam lemah. Pada umumnya pH urin
normal berkisar antara 4,7 8 atau rata rata 6. Sehingga pH urin sampel
yang diamati termasuk dalam pH urin yang normal. Ginjal mempertahankan
keasaman (pH) plasma darah pada kisaran 7,4 melalui pertukaran ion
hidronium dan hidroksil. Akhirnya urin yang dihasilkan dapat bersifat asam
pada pH 5 atau alkalis pada pH 8 (Lepidhoptera,2011). Bila masukan urin
tinggi, urin menjadi asam sebab fosfat dan sulfat berlebihan dari
katabolisme protein. Urin menjadi alkali atau bersifat basa saat perubahan
urea menjadi amonia dan kehilangan CO2 di udara (Soewolo, 2003).
Dalam ginjal, pH darah diertahankan dalam batas batas normal
meskipun terjadi penambahan asam dan alkali ke dalam makanan melalui
makanan maupun sebagai akibat reaksi reaksi metabolisme. Ruangan
ekstrasel dan intrasel keduanya mengandung banyak sistem buffer yaitu
sistem asam karbonat (H2CO3) bikarbonat, yang konjugat asamnya yaitu
CO2 diatur oleh pusat pernapasan dan paru paru, dan HCO 3 plasma diatur
oleh ginjal (Soewolo, 2003).
Ginjal mngatur konsentrasi bikarbonat plasma dengan dua proses,
yaitu (1) Bikarbonat yang difiltrasi semuanya diserap kembali oleh tubulus,
(2) Bikarbonat dibentuk lagi dalam tubulus distalis untuk menggantikan
bikarbonat yang digunakan oleh adanya asam asam yang tidak menguap
(HCl, H3PO4, H2SO4, dan asam asam organik) dalam cairan ekstrasel
sebagai akibat proses metabolisme.
Didalam sel tubulus distal terjadi proses yang sama dengan proses
dalam tubulus proksimal. Ion hidrogen dibentuk dari CO 2 dan H2O dan
disekresi di dalam lumen dan ditukar dengan ion natrium. Proses ini dapat
berlangsung terus sampai individu normal mencapai pH cairan 4,5. Jika hal
ini terjadi, sekresi selanjutnya akan berhenti karena selisih ion H+ antara sel
dalam filtrat tubulus terlalu besar. Ada dua macam mekanisme yang
mencegah tercapainya pH rendah ini dan yang menjamin bahwa cukup
bikarbonat dibentuk oleh sel untuk mencegah timbulnya asidosis metabolik.
Mekanismenya yaitu (1) kerja oleh ion HPO42- filtrat, (2) sekresi amonia.
Setelah semua bikarbonat kembali diserap, sekresi ion hidrogen kemudian
berlangsung melawan Na2HPO4 menjadi NaH2PO4 yang berakibat naiknya
keasaman urin dan penurunan pH urin. Sehingga semakin rendah pH urin
yang berarti konsentrasi ion hidrogen semakin besar, maka makin cepat
amonia akan berdifusi ke dalam urin.
Kemudian dilakukan pengukuran berat jenis urin dengan
menggunakan urinometer (hydrometer). Dengan menggunkan urinometer
maka akan didapatkan suhu teraan dan skala urin yang tertera, dan berat
jenis urin dapat diketahui dengan rumus :
suhu urinsuhu teraan
Berat jenis urin= ( 3 )
0,001 +skala urin
Analisis Kimia
Uji glukosa
Pereaksi Benedict mengandung kuprisulfat di mana dalam suasana
basa akan tereduksi oleh gula yang menpunyai gugus aldehid atau keton
bebas (misalnya glukosa), yang dibuktikan dengan terbentuknya
kuprooksida berwarna merah.
Uji benedict dilakukan dengan cara memanaskan urin yang telah
ditetesi dengan benedict selama 5 menit. Ternyata dari hasil pengujian
diperoleh warna urin yang ditetesi benedict tetap berwarna biru, sama
seperti ketika pertaa kali urin diberi larutan Benedict.
Glukosa mempunyai sifat mereduksi. Ion cupri direduksi menjadi
cupro dan mengendap dalam bentuk merah bata. Semua larutan sakar yang
mempunyai gugusan aldehid atau keton bebas akan memberikan reaksi
positif. Na sitrat dan Na karbonat (basa yang tidak begitu kuat) berguna
untuk mencegah pengendapan Cu++ . Reaksi benedict sensitive karena
larutan sakar dalam jumlah sedikit menyebabkan perubahan warna dari
seluruh larutan, sedikit menyebabkan perubahan warna dari seluruh larutan,
hingga praktis lebih mudah mengenalnya. Hanya terlihat sedikit endapan
pada dasar tabung. Uji benedict lebih peka karena benedict dapat dipakai
untuk menafsir kadar glukosa secara kasar, karena dengan berbagai kadar
glukosa memberikan warna yang berlainan (Putri, 2011).
Dari data di atasdapat dikatakan bahwa urin subjek tidak mengandung
glukosa karena tidak memberi hasil positif terhadap tes Benedict. Berarti
urinsubjekmerupakan urin yang normal. Warna biru larutan menunjukkan
hasil yang negatif karena tidak terbentuk kuprooksida berwarna merah. (Tim
Pembina Mata Kuliah Anatomi Fisiologi Manusia, 2000). Tidak adanya
glukosa dalam urin kemungkinan disebabkan oleh proses absorbsasi pada
Tububulus proksima ginjal yang berlangsung dengan baik.
Uji protein
Prinsip dari uji millon adalah pembentukan garam merkuri dari tirosin
yang ternitrasi. Tirosin merupakan asam amino yang mempunyai molekul
fenol pada gugus R-nya, yang akan membentuk garam merkuri dengan
pereaksi millon. Protein albumin dan kasein mengandung tirosin sebagai
salah asam amino penyusunnya, sedangkan gelatin dan pepton tidak. Fenol
dalam hal ini digunakan sebagai bahan percobaan karena Tirosin memiliki
molekul fenol pada gugus R-nya (Isnain, 2000).
Pereaksi Millon adalah larutan merkuro dan merkuri nitrat dalam
asam nitrat. Apabila pereksi ini ditambahkan pada larutan protein, akan
menghasilkan endapan putih yang dapat berubah menjadi merah oleh
pemanasan (Poedjiadi ,1994).
Dari uji protein dengan cara penambahan reagen millon pada
supernatant hasil sentrifuge urin didapatkan hasil bahwa pada urin subjek
tidak menunjukkan perubahan warna menjadi merah. Hal ini menunjukkan
bahwa di dalam urin subjek yang kami amati normal. Bila tidak normal hasil
uji Millon pada supernatant hasil sentrifuge urin akan menunjukan warna
kemerahan di mana hal ini menunjukkan adanya kandungan protein, seperti
albumin di dalamnya.Dapat dikatakan bahwa kinerja gnjal dalam hal ini
filtrasi pada glomerulus berjalan dengan baik.
Badan keton adalah salah satu dari tiga senyawa yang dihasilkan bila
hati memetabolisme asam lemak. Aseton atau badan keton berlebih dalam
darah dan urin dapat menjadi tanda dari penyakit metabolisme yang serius.
Tingginya kadar keton dalam urin, suatu kondisi yang disebut ketonuria,
menunjukkan bahwa tubuh menggunakan sebagian besar lemak untuk
energi. Kondisi lain yang akan menghasilkan peningkatan kadar badan
keton adalah diabetes Tipe I. Orang dengan diabetes mellitus tidak dapat
memetabolisme glukosa secara efisien sehingga tubuh mereka akan mulai
metabolisme lemak dan protein untuk menebus kekurangan glukosa yang
tersedia untuk energi (Sridianti, 2014).
Uji badan keton pada praktikum menghasilkan uji negatif, artinya
tidak didapatkan adanya cincin yang berwarna merah keunguan. Hal ini
menunjukkan bahwa urine subjek tidak mengandung badan keton. Oleh
karena itu dapat disimpulkan bahwa subjek merupakan individu yang sehat
(tidak mengalami ketonuria atau diabetes mellitus) karena pada urinenya
tidak ditemukan adanya badan keton.
Analisis mikroskopis
Pada pengamatan di bawah mikroskop didapatkan sel epitel yang
terkandung di dalam endapan urin yang telah disentrifuge selama 15 menit
dengan kecepatan 3000 rpm. Epitel adalah salah satu jenis utama dari
jaringan dalam tubuh manusia. Meskipun kulit terutama terdiri dari jaringan
epitel, sebagian besar rongga tubuh bagian dalam dan organ juga dilapisi
oleh epitel. Jaringan ini terbuat dari sel epitel yang terdiri dari berbagai
jenis. Saluran kemih dilapisi tiga jenis sel epitel terutama yang terlibat yaitu
epitel skuamosa, transisi dan sel tubulus ginjal. Ketika saluran kemih
dipagari dengan jaringan epitel normal jika beberapa sel-sel ini mengulit ke
dalam urin.
Sel yang diamati di bawah mikroskop merupakan sel apitel skuamoa. Sel epitel ini
normal terdapat pada urin. Namun epitel ini umumnya normal pada jumlah yang lebih
rendah. Biasanya epitel skuamosa berasal dari permukaan kulit atau dari luar uretra. Hal
ini karena penumpahan sel reguler dari kandung kemih dan uretra eksternal.
Namun, peningkatan jumlah sel epitel dalam urine dapat menunjukkan
beberapa masalah kesehatan. Kehadiran bentuk abnormal sel-sel epitel juga
bisa menjadi masalah.
Sesuai analisis mikroskopis dari endapan urin, sel-sel epitel dalam
urin diklasifikasikan sesuai jenis dan kuantitas. Kuantitas diberikan sebagai
sesekali, sedikit, medium, atau banyak. Mengidentifikasi jenis tertentu dari
sel epitel dalam sampel membantu untuk mendeteksi kondisi medis yang
mendasarinya jika ada. Dari pengamatan urin yang diuji masih normal.
Tidak ada gangguan dalam ginjal maupun saluran urin yang lainnya.
I. Kesimpulan
1. Berdasarkan analisis fisik, maka dapat diketahui bahwa urin yang diuji
dalam kondisi normal, berwarna kuning gading, dengan pH asam
sebesar 6, dan dengan berat jenis 1,016.
2. Urine yang diuji tidak mengandung protein karena penambahan
reagen millon pada supernatant hasil sentrifuge urin didapatkan hasil
bahwa pada urin subjek tidak menunjukkan perubahan warna menjadi
merah, urin yang digunakan sebagai bahan uji termasuk kategori
normal.
3. urin subjek tidak mengandung glukosa karena tidak memberi hasil
positif terhadap tes Benedict. Berarti urin subjekmerupakan urin yang
normal. Warna biru larutan menunjukkan hasil yang negatif karena
tidak terbentuk kuprooksida berwarna merah.
6. Urin yang diuji masih normal maskipun terdapat beberapa sel epitel
skuasoma di dalamnya. Sel epitel tersebut berasal dari permukaan kulit
atau dari luar uretra.
DAFTAR RUJUKAN
Leach, Tom. 2014. Bilirubin Metabolism and Jaundice. (online) diakses dari
http://almostadoctor.co.uk pada 29 November 2014.
Sridianti. 2014. Hubungan Badan Keton dan Metabolisme Urin. (online) diakses
dari www.sridianti.com pada 29 November 2014.
Tjay, Tan Hoan & Kirana Rahardja. 2000. Obat-Obat Penting. Jakarta: PT Elex
Media Kompotindo