Anda di halaman 1dari 10

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia memiliki berbagai macam penggunaan lahan, mulai dari yang
paling ekstensif misalnya agroforestri kompleks yang menyerupai hutan, hingga
paling intensif seperti sistem pertanian semusim monokultur. Indonesia juga
merupakan salah satu negara tropis yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati
yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di dunia,
baik flora maupun fauna yang penyebarannya sangat luas (Heriyanto dan
Garsetiasih, 2004).
Dalam ilmu vegetasi telah dikembangkan berbagai metode untuk
menganalisis suatu vegetasi yang sangat membantu dalam mendekripsikan suatu
vegetasi sesuai dengan tujuannya. Dalam hal ini suatu metodologi sangat
berkembang dengan pesat seiring dengan kemajuan dalam bidang-bidang
pengetahuan lainnya, tetapi tetap harus diperhitungkan berbagai kendala yang ada
(Syafei, 1990).
Kehadiran vegetasi pada suatu landscape akan memberikan dampak positif
bagi keseimbangan ekosistem dalam skala yang lebih luas. Secara umum peranan
vegetasi dalam suatu ekosistem terkait dengan pengaturan keseimbangan karbon
dioksida dan oksigen dalam udara, perbaikan sifat fisik, kimia dan biologis tanah,
pengaturan tata air tanah dan lain-lain. Meskipun secara umum kehadiran vegetasi
pada suatu area memberikan dampak positif, tetapi pengaruhnya bervariasi
tergantung pada struktur dan komposisi vegetasi yang tumbuh pada daerah itu.
Sebagai contoh vegetasi secara umum akan mengurangi laju erosi tanah, tetapi
besarnya tergantung struktur dan komposisi tumbuhan yang menyusun formasi
vegetasi daerah tersebut.
Komunitas vegetasi yang di temukan di Hutan Biologi Universitas Negeri
Malang berupa pohon, semak, rumput, lumut, lumut kerak, dan paku. Vegetasi
tersebut tersebar secara merata. Dalam komunitas vegetasi, tumbuhan yang
mempunyai hubungan di antara mereka, mungkin pohon, semak, rumput, lumut
kerak dan Thallophyta, tumbuh-tumbuhan ini lebih kurang menempati strata atau
lapisan dari atas ke bawah secara horizontal, ini disebut stratifikasi. Individu yang
menempati lapisan yang berlainan menunjukkan perbedaan-perbedaan bentuk
pertumbuhan, setiap lapisan komunitas kadang-kadang meliputi klas-klas
morfologi individu yang berbeda seperti, strata yang paling tinggi merupakan
kanopi pohon-pohon atau liana. Untuk tujuan ini, tumbuh-tumbuhan mempunyai
kelas morfologi yang berbeda yang terbentuk dalam sinusie misalnya pohon
dalam sinusie pohon, epifit dalam sinusie epifit dan sebagainya (Hadisubroto,
1989). Berdasarkan keanekaragaman tersebut, maka disusun Proposal Praktikum
Analisis Vegetasi, untuk mendukung pengamatan Analsis Vegetasi pada
matakuliah Ekologi.
1.2 Rumusan Masalah
(1) Bagaimana langkah-langkah menggunakan variabel kerapatan,
kerimbunan dan frekuensi dalam menganalisis suatu vegetasi berdasarkan
metode kuadrat dan garis?
(2) Bagaimana prosedur pemberian nama pada suatu vegetasi?
(3) Bagaimana cara menganalisis vegetasi dengan metode tanpa plot?
1.3 Tujuan
(1) Dapat menggunakan variabel kerapatan, kerimbunan dan frekuensi dengan
cara yang berbeda, kemudian diaplikasikan pada metode kuadrat dan
metode garis.
(2) Dapat memberi nama suatu vegetasi berdasarkan Indeks Nilai
Pentingnya (INP)
(3) Memahami analisis vegetasi dengan metode tanpa plot
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Analisis Vegetasi


Vegetasi dalam ekologi adalah istilah untuk keseluruhan komunitas
tetumbuhan. Vegetasi merupakan bagian hidup yang tersusun dari tetumbuhan
yang menempati suatu ekosistem. Beraneka tipe hutan, kebun, padang rumput,
dan tundra merupakan contoh-contoh vegetasi. Analisis vegetasi adalah cara
mempelajari susunan (komposisi jenis) dan bentuk (struktur) vegetasi atau
masyarakat tumbuh-tumbuhan. Dalam ekologi hutan satuan yang diselidiki adalah
suatu tegakan, yang merupakan asosiasi konkrit (Rohman dan Sumberartha,
2001).
Analisis vegetasi dapat digunakan untuk mempelajari susunan dan bentuk
vegetasi atau masyarakat tumbuh-tumbuhan (Rohman dan Sumberatha, 2001),
yakni sebagai berikut.
1. Mempelajari tegakan hutan, yaitu tingkat pohon dan permudaannya.
2. Mempelajari tegakan tumbuh-tumbuhan bawah, yang dimaksud tumbuhan
bawah adalah suatu jenis vegetasi dasar yang terdapat dibawah tegakan
hutan kecuali permudaan pohon hutan, padang rumput/alang-alang dan
vegetasi semak belukar.
Dalam ilmu vegetasi telah dikembangkan berbagai metode untuk
menganalisis suatu vegetasi yang sangat membantu dalam mendekripsikan suatu
vegetasi sesuai dengan tujuannya. Dalam hal ini suatu metodologi sangat
berkembang dengan pesat seiring (Syafei, 1990). Pengamatan parameter vegetasi
berdasarkan bentuk hidup pohon, perdu, serta herba. Suatu ekosistem alamiah
maupun binaan selalu terdiri dari dua komponen utama yaitu komponen biotik
dan abiotik. Vegetasi atau komunitas tumbuhan merupakan salah satu komponen
biotik yang menempati habitat tertentu seperti hutan, padang ilalang, semak
belukar dan lain-lain (Syafei, 1990).
Struktur dan komposisi vegetasi pada suatu wilayah dipengaruhi oleh
komponen ekosistem lainnya yang saling berinteraksi, sehingga vegetasi yang
tumbuh secara alami pada wilayah tersebut sesungguhnya merupakan
pencerminan hasil interaksi berbagai faktor lingkungan dan dapat mengalami
perubahan drastik karena pengaruh anthropogenik (Setiadi, 1984). Metodologi-
metodologi yang umum dan sangat efektif serta efisien jika digunakan untuk
penelitian, yaitu metode kuadrat, metode garis, metode tanpa plot dan metode
kwarter. Akan tetapi dalam praktikum kali ini hanya menitik beratkan pada
penggunaan analisis dengan metode garis dan metode intersepsi titik (metode
tanpa plot) (Syafei, 1990).
Metode garis merupakan suatu metode yang menggunakan cuplikan berupa
garis. Penggunaan metode ini pada vegetasi hutan sangat bergantung pada
kompleksitas hutan tersebut. Dalam hal ini, apabila vegetasi sederhana maka garis
yang digunakan akan semakin pendek. Vegetasi atau komunitas tumbuhan
merupakan salah satu komponen biotik yang menempati habitat tertentu seperti
hutan, padang ilalang, semak belukar dan lain-lain. Untuk hutan, biasanya panjang
garis yang digunakan sekitar 50 m-100 m. sedangkan untuk vegetasi semak
belukar, garis yang digunakan cukup 5 m-10 m. Apabila metode ini digunakan
pada vegetasi yang lebih sederhana, maka garis yang digunakan cukup 1 m
(Syafei, 1990).
Pada metode garis ini, sistem analisis melalui variable-variabel kerapatan,
kerimbunan, dan frekuensi yang selanjutnya menentukan INP (indeks nilai
penting) yang akan digunakan untuk memberi nama sebuah vegetasi. Kerapatan
dinyatakan sebagai jumlah individu sejenis yang terlewati oleh garis. Kerimbunan
ditentukan berdasar panjang garis yang tertutup oleh individu tumbuhan, dan
dapat merupakan prosentase perbandingan panjang penutupan garis yang terlewat
oleh individu tumbuhan terhadap garis yang dibuat Frekuensi diperoleh
berdasarkan kekerapan suatu spesies yang ditemukan pada setiap garis yang
disebar (Rohman dan Sumberatha, 2001).
Sedangkan metode intersepsi titik merupakan suatu metode analisis vegetasi
dengan menggunakan cuplikan berupa titik. Pada metode ini tumbuhan yang
dapat dianalisis hanya satu tumbuhan yang benar-benar terletak pada titik-titik
yang disebar atau yang diproyeksikan mengenai titik-titik tersebut. Dalam
menggunakan metode ini variable-variabel yang digunakan adalah kerapatan,
dominansi, dan frekuensi (Rohman dan Sumberatha, 2001). Kelimpahan setiap
spesies individu atau jenis struktur biasanya dinyatakan sebagai suatu persen
jumlah total spesises yang ada dalam komunitas, dan dengan demikian merupakan
pengukuran yang relatife. Dari nilai relative ini, akan diperoleh sebuah nilai yang
merupak INP. Nilai ini digunakan sebagai dasar pemberian nama suatu vegetasi
yang diamati.Secara bersama-sama, kelimpahan dan frekuensi adalah sangat
penting dalam menentukan struktur komunitas (Michael, 1995).
Hal yang perlu diperhatikan dalam analisis vegetasi adalah penarikan unit
contoh atau sampel. Dalam pengukuruan dikenal dua jenis pengukuran untuk
mendapatkan informasi atau data yang diinginkan. Kedua jenis pengukuran
tersebut adalah pengukuran yang bersifat merusak (destructive measures) dan
pengukuran yang bersifat tidak merusak (non-destructive measures). Untuk
keperluan penelitian agar hasil datanya dapat dianggap sah (valid) secara
statistika, penggunaan kedua jenis pengukuran tersebut mutlak harus
menggunakan satuan contoh (sampling unit), apalagi bagi seorang peneliti yang
mengambil objek hutan dengan cakupan areal yang luas. Dengan sampling,
seorang peneliti/surveyor dapat memperoleh informasi/data yang diinginkan lebih
cepat dan lebih teliti dengan biaya dan tenaga lebih sedikit bila dibandingkan
dengan inventarisasi penuh (metoda sensus) pada anggota suatu populasi. Untuk
kepentingan deskripsi vegetasi ada tiga macam parameter kuantitatif vegetasi
yang sangat penting yang umumnya diukur dari suatu tipe komunitas tumbuhan
yaitu kerapatan (density), frekuensi, dan cover (kelindungan) (Irwanto, 2010).
Kerapatan adalah jumlah individu suatu jenis tumbuhan dalam suatu luasan
tertentu, misalnya 100 individu/ha.Dalam mengukur kerapatan biasanya muncul
suatu masalah sehubungan dengan efek tepi (side effect) dan life form (bentuk
tumbuhan). Untuk mengukur kerapatan pohon atau bentuk vegetasi lainnya yang
mempunyai batang yang mudah dibedakan antara satu dengan lainnya umumnya
tidak menimbulkan kesukaran yang berarti. Tetapi, bagi tumbuhan yang menjalar
dengan tunas pada buku-bukunya dan berrhizoma (berakar rimpang) akan timbul
suatu kesukaran dalam penghitungan individunya. Untuk mengatasi hal ini, maka
kita harus membuat suatu kriteria tersendiri tentang pengertian individu dari tipe
tumbuhan tersebut.
Masalah lain yang harus diatasi adalah efek tepi dari kuadrat sehubungan
dengan keberadaan sebagian suatu jenis tumbuhan yang berada di tepi kuadrat,
sehingga kita harus memutuskan apakah jenis tumbuhan tersebut dianggap berada
dalam kuadrat atau di luar kuadrat. Untuk mengatasi hal ini biasanya digunakan
perjanjian bahwa bila >50% dari bagian tumbuhan tersebut berada dalam kuadrat,
maka dianggap tumbuhan tersebut berada dalam kuadrat dan tentunya barns
dihitung pengukuran kerapatannya (Irwanto, 2010). Frekuensi suatu jenis
tumbuhan adalah jumlah petak contoh dimana ditemukannya jenis tersebut dari
sejumlah petak contoh yang dibuat. Biasanya frekuensi dinyatakan dalam besaran
persentase.

2.2 Metode pengukuran


Metode petak (kuadrat)
a. Cara Petak Tunggal
Menurut cara ini digunakan satu petak (kuadrat) berupa tegakkan hutan
sebagai unit sampel. Besar unit sampel tidak boleh terlalu kecil sehingga tidak
dapat menggambarkan keadaan hutan yang dipelajari. Ukuran minimum dari
petak tunggal tergantung dari kerapatan vegetasi dan banyaknya jenis-jenis pohon.
Semakin jarang pepohonan yang ada atau semakin banyak jenis-jenis tumbuhan,
semakin besar ukuran kuadrat sebagai petak tunggal yang digunakan. Ukuran
minimum ditetapkan dengan menggunakan kurva lengkung spesies. Luas
minimum ditetapkan dengan dasar penambahan luas kuadrat yang tidak
menyebabkan kenaikan jumlah jenis lebih besar dari 10% atau 5%. Dengan
menggunakan kurva lengkung jenis untuk kebanyakan hutan hujan tropika
menurut Richard pada umumnya diperlukan petak tunggal seluas 1,5 Ha,
sebaliknya menurut vestal rata-rata luas petak tunggal yang diperlukan untuk
hutan hujan tropika adalah 3 Ha (Soerianegara dan Indrawan, 1998). Untuk itu
unit sampel berbentuk persegi panjang akan lebuh efektif dari pada kuadrat
berbentuk bujur sangkar.
b. Cara Petak Ganda
Menurut cara ini pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan
banyak kuadrat yang diletakkan tersebar merata dengan secara sistematis.
Penentuan besar atau luas unit sampel juga harus ditentukan kurva lengkung jenis.
Di Indonesia biasanya digunaka kuadrat berukuran 0,1 Ha untuk pohon, 0,01
untuk anakan pohon sampling dan semak atau 0,001 Ha untuk tumbuh-tumbuhan
bawah dan semai (seedling).
Metode Garis
Metode garis merupakan suatu metode yang menggunakan cuplikan
berupa garis. Penggunaan metode ini pada vegetasi hutan sangat bergantung pada
kompleksitas hutan tersebut. Dalam hal ini, apabila vegetasi sederhana maka garis
yang digunakan akan semakin pendek. Untuk hutan, biasanya panjang garis yang
digunakan sekitar 50 m-100 m. sedangkan untuk vegetasi semak belukar, garis
yang digunakan cukup 5 m-10 m. Apabila metode ini digunakan pada vegetasi
yang lebih sederhana, maka garis yang digunakan cukup 1 m (Syafei, 1990). Pada
metode garis ini, sistem analisis melalui variabel-variabel kerapatan, kerimbunan,
dan frekuensi yang selanjutnya menentukan INP (indeks nilai penting) yang akan
digunakan untuk memberi nama sebuah vegetasi.
Kerapatan dinyatakan sebagai jumlah individu sejenis yang terlewati oleh
garis. Kerimbunan ditentukan berdasar panjang garis yang tertutup oleh individu
tumbuhan, dan dapat merupakan prosentase perbandingan panjang penutupan
garis yang terlewat oleh individu tumbuhan terhadap garis yang dibuat (Syafei,
1990). Frekuensi diperoleh berdasarkan kekerapan suatu spesies yang ditemukan
pada setiap garis yang disebar (Rohman dan I Wayan, 2001).
Metode Intersepsi Titik
merupakan suatu metode analisis vegetasi dengan menggunakan cuplikan
berupa titik. Pada metode ini tumbuhan yang dapat dianalisis hanya satu
tumbuhan yang benar-benar terletak pada titik-titik yang disebar atau yang
diproyeksikan mengenai titik-titik tersebut. Dalam menggunakan metode ini
variable-variabel yang digunakan adalah kerapatan, dominansi, dan frekuensi
(Rohman dan I Wayan, 2001).
Kelimpahan setiap spesies individu atau jenis struktur biasanya dinyatakan
sebagai suatu persen jumlah total spesises yang ada dalam komunitas, dan dengan
demikian merupakan pengukuran yang relatife. Dari nilai relative ini, akan
diperoleh sebuah nilai yang merupak INP. Nilai ini digunakan sebagai dasar
pemberian nama suatu vegetasi yang diamati.Secara bersama-sama, kelimpahan
dan frekuensi adalah sangat penting dalam menentukan struktur komunitas
(Michael, 1994).
BAB III
METODE PENGAMATAN
Tempat dan Waktu :
Praktikum dilakukan di sekitar lahan FMIPA Universitas Negeri Malang,
pada tanggal 09 Februari 2017.

Alat dan Bahan :


Alat:
1. Meteran
2. Kuadran
Bahan:
1. Tali Rafia

Prosedur :
a. Metode Kuadrat
Prosedur praktikum analisis vegetasi antara lain sebagai berikut:
1. Di sebarkan minimal 10 kuadrat ukuran 1 m2 secara acak di vegetasi rumput.
2. Dilakukan analisis vegetasi berdasarkan variabel-variabel kerapatan, kerimbunan,
dan frekuensi. Kemudian, dimasukkan data kedalam tabel.
3. Dilakukan penghitungan untuk mencari harga relatif dari setiap variabel
untuk setiap tumbuhan
4. Dilanjutkan penghitungan untuk mencari harga nilai penting dari setiap
jenis tumbuhan
5. Disusun harga nilai penting tersebut pada suatu tabel dengan ketentuan
bahwa tumbuhan yang nilainya tertinggi diletakkan pada tempat teratas
6. Diberi nama vegetasi tersebut berdasarkan 2 jenis/ spesies yang
memiliki nilai penting terbesar.

b. Metode Garis
1. Disebarkan 10 garis masing-masing sepanjang 1m secara acak atau
sistematis.
2. Dianalisis vegetasinya berdasarkan variabel-variabel kerapatan,
kerimbunan dan frekuensi pada setiap garis. Kemudian data dimasukkan
ke dalam tabel.
3. Dihitung harga-harga nilai relatif dari setiap variabel.
4. Dilakukan penghitungan harga nilai penting untuk setiap spesies yang
ditemukan
5. Disusun harga nilai penting pada suatu tabel
6. Diberi nama vegetasi berdasarkan 2 jenis tumbuhan yang memiliki nilai
penting terbesar.

c. Metode Intersepsi Titik


1. Dibuat 10 titik yang berjarak 10 cm (jarak antara titik satu dengan yang
lainnya) pada seutas tali rafia atau tali lainnya.
2. Ditancapkan kawat/lidi pada setiap titik, kemudian ditebarkan tali
tersebut secara acak atau sistematis pada vegetasi rumput.
3. Dilakukan 10 kali pengamatan hingga diperoleh total jumlah titik
sebanyak 100.
4. Dicatat data yang diperoleh pada tabel.
5. Dihitung harga-harga nilai relatif dari setiap variabel
6. Dilakukan penghitungan harga nilai penting untuk setiap jenis/ spesies
yang ditemukan
7. Disusun harga nilai penting pada tabel
8. Diberi nama vegetasi berdasarkan 2 jenis tumbuhan yang memiliki nilai
penting tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Hadisubroto, Tisno. 1989. Ekologi Dasar. Deptdikbud. Jakarta.


Irwanto. 2010. Analisis Vegetasi Parameter Kuantitatif. http://www.irwanto
shut.net. Diakses pada hari Selasa, tanggal 18 April 2012, pukul 10.30
WITA.
Michael, P. 1995. Metode Ekologi untuk Penyelidikan Ladang dan
Laboratorium. UI Press. Jakarta.
Rohman, Fatchur dan I Wayan Sumberartha. 2001. Petunjuk Praktikum
Ekologi Tumbuhan. JICA. Malang.
Setiadi. 1984. Ekologi Tropika. ITB. Bandung
Syafei, Eden Surasana. 1990. Pengantar Ekologi Tumbuhan. Bandung. ITB
Soerianegara, I dan Indrawan A. 1998. Ekologi Hutan Indonesia. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.

Anda mungkin juga menyukai

  • Cover Portofolio
    Cover Portofolio
    Dokumen1 halaman
    Cover Portofolio
    Melati Indah Sari
    Belum ada peringkat
  • Jurnal KH Pak Umar (Christine)
    Jurnal KH Pak Umar (Christine)
    Dokumen2 halaman
    Jurnal KH Pak Umar (Christine)
    Melati Indah Sari
    Belum ada peringkat
  • Platinema
    Platinema
    Dokumen1 halaman
    Platinema
    Melati Indah Sari
    Belum ada peringkat
  • Refleksi Sayang
    Refleksi Sayang
    Dokumen16 halaman
    Refleksi Sayang
    Melati Indah Sari
    Belum ada peringkat
  • Cover Aves
    Cover Aves
    Dokumen1 halaman
    Cover Aves
    Melati Indah Sari
    Belum ada peringkat
  • Lapsem Itin
    Lapsem Itin
    Dokumen10 halaman
    Lapsem Itin
    Melati Indah Sari
    Belum ada peringkat
  • Lamp Iran
    Lamp Iran
    Dokumen2 halaman
    Lamp Iran
    Melati Indah Sari
    Belum ada peringkat
  • Jurnal Belajar Filum Coelenterata
    Jurnal Belajar Filum Coelenterata
    Dokumen8 halaman
    Jurnal Belajar Filum Coelenterata
    Melati Indah Sari
    Belum ada peringkat
  • Metode Pengukuran
    Metode Pengukuran
    Dokumen3 halaman
    Metode Pengukuran
    Melati Indah Sari
    Belum ada peringkat
  • Laporan Urinalis
    Laporan Urinalis
    Dokumen21 halaman
    Laporan Urinalis
    Melati Indah Sari
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    Melati Indah Sari
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen8 halaman
    Bab I
    Melati Indah Sari
    Belum ada peringkat
  • DATA Urinalis FHM
    DATA Urinalis FHM
    Dokumen1 halaman
    DATA Urinalis FHM
    Melati Indah Sari
    Belum ada peringkat