Anda di halaman 1dari 5

Sinergi antar Kementerian dan instansi pemerintah sebagai terobosan dalam

pengembangan panasbumi mencapai 7000 MW di tahun 2025


Disajikan oleh: Roy Bandoro Swandaru

A. Pendahuluan

Pemerintah telah berkomitmen untuk merealisasikan penyediaan listrik sebesar 35.000 Mega Watt
(MW) dalam periode 5 tahun. Kebutuhan tersebut telah ditetapkan dalam dokumen Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2015-2019. Penyediaan listrik melalui
pembangkit listrik panasbumi direncanakan sebesar 3.195 MW.

Pada tahun 2025 pemerintah memperkirakan 45.000 MW listrik berbasis energi baru terbarukan
dibutuhkan guna memenuhi target 23 persen energi baru terbarukan dalam bauran energi nasional.
Memenuhi target tersebut pengembangan energi panasbumi diharapkan mencapai kapasitas 7200
MW hingga tahun 2025. Target ini dirasakan sangat ambisius tetapi pemerintah beralasan bahwa
angka tersebut realistis kebutuhan listrik masyarakat dan komitmen untuk mengembangkan
panasbumi.

Pemenuhan target pengembangan energi panasbumi hingga saat ini masih terkendala beberapa
permasalahan. Permasalahan utama dalam pengembangan tersebut adalah peraturan perundangan
dan perijinan, informasi potensi panasbumi tidak didukung oleh data yang valid, tarif yang belum
memperhitungkan risiko, batas waktu dan komitmen pemenang lelang dalam pengembangan
Wilayah Kerja Panasbumi (WKP).

Pemerintah telah berupaya untuk menyelesaikan permasalah tersebut tetapi belum memberikan
perubahan yang diharapkan. Jika ditelusuri lebih dalam hambatan dalam penyelesaian
permasalahan disebabkan oleh kurangnya sinergi antar kementerian yang terkait dengan
pengembangan panasbumi. Dalam hal ini kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM),
Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) serta Keuangan.

B. Identifikasi masalah

1. Peraturan perundangan dan perizinan tidak memberikan kepastian dalam pengusahaan


pengembangan panasbumi.

Perizinan sampai saat ini masih menjadi kendala dalam pengembangan panasbumi. Perijinan
dirasakan tidak mudah, terutama perijinan di area hutan lindung. Sementara perijinan sama sekali
tidak dapat diberikan di daerah hutan konservasi. Hal ini menghambat pengembangan energi
panasbumi mengingat sebagian besar potensi panasbumi ada di hutan lindung dan hutan konservasi.

Undang-undang panasbumi no 27 tahun 2003 telah diganti dengan undang-undang panasbumi


no.21 tahun 2014 yg memberi peluang dalam pemanfaatan hutan konservasi untuk pengembangan
panasbumi. Undang-undang panasbumi no 21 tahun 2014 merupakan salah satu terobosan dalam
pengembangan panasbumi yang sebelumnya terkendala akibat pengklasifikasian panasbumi
sebagai pertambangan. Meskipun demikian Undang-undang ini belum sepenuhnya diikuti dengan
peraturan dan perundangan dibawahnya yang memberikan arahan pelaksanaan.

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang mengatur pemanfaatan jasa lingkungan
panasbumi pada kawasan taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam telah diterbitkan
namun belum dapat diimplementasi karena masih menunggu peraturan lain dibawahnya yang
mengatur besarnya iuran dan pungutan izin pemanfaatan jasa lingkungan panasbumi.

1 /5
2. Informasi potensi panasbumi tidak didukung oleh data yang valid.

Pada tahap awal pengembangan panasbumi, kegiatan eksplorasi bertujuan untuk mencari lokasi
sumberdaya panasbumi yang dapat menghasilkan energi yang cukup untuk pembangkit listrik panas
bumi (PLTP). Eksplorasi dimulai dengan kegiatan analisa geologi, geokimia dan geofisika dan
berakhir setelah mendapatkan sumur produksi komersial yang pertama. Tahap selanjutnya setelah
eksplorasi adalah konfirmasi, pada tahap ini dilakukan pemboran sumur produksi tambahan dan uji
produksi sampai mendapatkan sekitar 25% kebutuhan uap untuk kebutuhan PLTP yang
direncanakan.

Investasi yang cukup besar diperlukan untuk melaksanakan survei geologi, geokimia dan geofisika.
Survei tersebut bertujuan untuk menetapkan lokasi yang memiliki potensi panas bumi. Hasil survei
tersebut biasanya dilakukan oleh pemerintah. Jika terbukti memiliki potensi panasbumi, akan
ditetapkan sebagai WKP, dan kemudian dilakukan tender untuk pengembangan menjadi PLTP.

Pada umumnya lembaga pendanaan mensyaratkan 25% kebutuhan uap harus dipastikan sebelum
mendapatkan pinjaman sehingga pendanaan tahap eksplorasi dan konfirmasi harus dilakukan
dengan equity. Kebutuhan dana yang besar ini kadang menyulitkan badan usaha pemerintah atau
swasta dalam pengembangan pembangkit listrik tenaga panasbumi.

Informasi hasil penelitian potensi energi panasbumi yang disediakan pemerintah pada saat wilayah
kerja panasbumi ditawarkan sangat kurang. Hal ini mempengaruhi biaya investasi karena investor
harus mengadakan survey ulang pendahuluan dan melaksanakan kegiatan eksplorasi sendiri.
Kegiatan eksplorasi memelukan biaya dan risiko yang besar dengan kemungkinan tidak ditemukan
sumber daya panasbumi yang bernilai komersial.

3. Tarif tidak memperhitungkan risiko pengembangan panasbumi

Untuk meningkatkan pengembangan panasbumi, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan


pembelian harga jual listrik dari panasbumi dengan skema feed in tariff tetapi belum dapat
dilaksanakan sepenuhnya oleh PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) (PLN). Hal ini karena PLN
merasa tidak mungkin menaikan harga listrik kepada masyarakat. PLN beranggapan jika dinaikan
akan berakibat pada potensi kerugian PLN dan penurunan daya beli masyarakat dan serta
menurunkan daya saing industri nasional.

Pada beberapa kesempatan kementerian ESDM menyatakan kehabisan cara untuk mendorong PLN
mempercepat pembangunan pembangkit listrik. Kementerian Energi telah menyusun regulasi yang
memudahkan investasi program 35.000 MW. Misalnya, Peraturan Menteri ESDM Nomor 1 Tahun
2015, Peraturan Menteri ESDM Nomor 3 Tahun 2015, dan Peraturan Menteri ESDM Nomor 19
Tahun 2015. PLN dalam beberapa kesempatan memprotes kebijakan pemerintah tersebut.

Banyak urusan besar dalam kelistrikan yang perlu segera diselesaikan sementara tidak ada kesatuan
dalam pemikiran dan tindakan menyebabkan pengembangan terkendala. Kementerian ESDM yang
memiliki tanggungjawab yang besar untuk proyek pembangunan pembangkit listrik 35.000 MW
dinilai lambat sementara PLN dinilai kurang memberikan dukungan dalam pengembangan tersebut.

RUPTL masih perlu direvisi menyesuai rencana pemerintah tersebut. PLN sebagai BUMN yang
mempunyai otorisasi pembelian listrik dinilai lambat. PLN yang secara teknis dibawah pengawasan
kementerian ESDM dinilai tidak dapat sejalan dengan kementerian ESDM.

4. Batas waktu dan komitmen pemenang lelang pengembangan WKP tidak diatur dengan jelas.

Kendala lain dalam pengembangan WKP baru adalah tidak adanya komitmen atau jaminan yang
mengikat pada proses tender, sehingga kecenderungan pengembang menawar dengan harga rendah
agar menang dan tidak ada batas waktu pengembangan yang pasti dan ini merugikan bagi pemerintah
dan perusahaan yang serius ingin mengembangkan panasbumi.

Batas waktu dan komitmen pemenang lelang WKP merupakan kendala untuk merealisasikan
pembangunan proyek dalam kurun waktu yang ditargetkan. Ketentuan pelelangan panas bumi
2 /5
berdasarkan PP 59 tahun 2007 masih memiliki beberapa kelemahan. Panitia lelang tidak
dimungkinkan untuk melakukan evaluasi terhadap harga listrik yang ditawarkan oleh peserta lelang.

Apabila peserta lelang telah lolos tahap I berupa evaluasi program kerja dan kemampuan pendanaan,
maka di tahap ke-2, panitia hanya bisa menetapkan pemenang berdasarkan harga terendah. Tidak
klarifikasi apakah dengan harga itu proyek pengembangan WKP dapat terlaksana.

Penawaran harga yang se-murah-murahnya bisa terjadi, apabila pemenang lelang hanya bertujuan
asal menang untuk kemudian dijual kepada pihak lain. Bisa terjadi pemenang tidak mampu
melakukan pengembangan WKP akibat harga yang ditawarkan tidak memenuhi kelayakan proyek
lembaga pendanaan atau investor. Jika hal ini terjadi maka ada waktu penundaan pengembangan
menjadi penghambat dalam pengembangan panasbumi.

C. Pemecahan Masalah

1. Revisi dan penyusunan peraturan perundangan dan perizinan untuk memberikan kepastian
dalam pengusahaan pengembangan panasbumi.

Penyelesaian masalah peraturan perundangan dan perijinan saat ini telah mencapai kemajuan.
Panasbumi yang tidak lagi dikategorikan usaha pertambangan sehingga memiliki peluang untuk
memanfaatkan hutan konservasi melalui izin pemanfaatan jasa lingkungan panasbumi. Peraturan
lain perlu segera dibuat agar pemanfaatan dapat segera dilaksanakan.

Keterlambatan penyelesaiaan peraturan tersebut salah satunya disebabkan oleh restrukturisasi di


Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan masih diperlukan penelitian dan analisa
ekosistim untuk membagi kawasan hutan konservasi yang dapat dimanfaatkan untuk panasbumi.
Penyatuan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Kehutanan pada pemerintahan
Presiden Joko Widodo membuat kedua kementerian sementara fokus pada restrukturisasi diawal
masa kerjanya. Proses restrukturisasi ini harus segera diselesaikan sampai ditingkat kementerian
yang paling rendah agar penyusunan peraturan-peraturan yang menjadi tugasnya dapat segera
diselesaikan.

Saat ini sedang dibuat Peraturan Menteri yang mengatur besar iuran dan pungutan izin
pemanfaatan jasa lingkungan panasbumi. Hal ini perlu diperhatikan agar iuran dan pungutan
tersebut tidak menambah berat pengembang. Jika tidak dipertimbangkan dengan baik hal ini akan
memberatkan keekonomian proyek dan berdampak pada tarif listrik. Peraturan yang diawal dibuat
untuk membuka peluang pengembangan panasbumi jangan sampai malah menjadi kendala dalam
pelaksaannya.

Sinergi antar kementerian ESDM dan LHK perlu ditingkatkan untuk mengejar target yang telah
ditetapkan oleh pemerintah. peraturan perundangan yang memberikan kepastian di dalam
melaksanakan pengusahaan panasbumi, antara lain dengan diterbitkannya peraturan perundangan
baru yang tidak membebani keekonomian proyek, adanya kepastian perizinan ditingkat pusat dan
daerah serta kepastian mengenai pengadaan lahan.

2. Informasi potensi panasbumi harus didukung data valid.

Upaya penyediaan informasi potensi panasbumi sebagai bahan dalam penyusunan WKP tidak bisa
hanya dilihat dari sisi kuantitatif tetapi juga kualitatif. Peningkatan kualitas data dan kajian
kepanasbumian juga harus diperhatikan karena hal tersebut dapat membantu meningkatkan tingkat
kepastian dalam investasi melalui kajian kepanasbumian yang komprehensif sehingga dapat
meningkatkan akurasi penentuan titik bor eksplorasi dan pengembangan. Kualitas peralatan survei
dan kualitas sumber daya manusia perlu mendapatkan perhatian.

Masalah data awal potensi yang tidak valid disebabkan oleh kurangnya dana penelitian.
Seharusnya kebutuhan pendanaan tahap eksplorasi dan konfirmasi dapat dilakukan dengan
mengunakan dana APBN, sesuai arahan presiden pada Peraturan Presiden nomor 4 tahun 2010.
3 /5
Pemerintah melalui Pusat Investasi Pemerintah (PIP) menyediakan fasilitas dana geothermal
(FDG) sebesar Rp. 9 trilliun yang diambilkan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) periode 2011 sampai dengan 2016.

Pemerintah daerah seharusnya juga aktif dalam pelaksanaan survei pendahuan dengan
menggunakan dana APBD, memberikan penugasan survei pendahuluan kepada pihak lain.
Sayangnya hal tersebut sampai saat ini belum dapat direalisasikan sepenuhnya. Dalam hal ini
diperlukan sinergi antara Kementerian ESDM, Keuangan dan PIP serta pemerintah daerah.

Peningkatan kualitas data dan kajian kepanasbumian dapat dilakukan melalui peningkatan kulitas
sumber daya manusia (SDM) dan peralatan survei yang digunakan. Peningkatan kualitas SDM
dilakukan melalui pemberian tugas belajar baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Dari sisi
peralatan, pemerintah perlu melakukan pengadaan alat survei yang memadai. Keberadaan alat
yang lengkap dan mutahir akan meningkatkan kualitas kajian kondisi bawah permukaan daerah
panas bumi.

3. Pemberian kompensasi atas selisih negatif antara harga beli dan jual oleh PLN.

Kebijakan dalam penetapan tarif listrik yang menarik bagi pengembang harus juga diikuti dengan
kebijakan untuk memberikan kompensasi atas selisih negatif dari harga beli dan jual oleh PLN.
Perbaikan tarif listrik sepertinya tidak diikuti dengan perbaikan harga jual listrik PLN kepada
masyarakat. Perlu kiranya diperhatikan kemampuan keuangan PLN sebagai sebuah Perseroan
Terbatas yang secara undang-undang tidak boleh rugi dalam usahanya. Perbaikan tarif listrik dari
panasbumi yang diharapkan oleh kementerian ESDM tidak dapat dipenuhi oleh PLN karena disisi
lain PLN dituntut untuk selalu untung oleh kementerian BUMN.

PLN telah menyediakan listrik secara luas, pendanaan bukan hanya dari pemerintah. PLN
melakukan peminjaman cukup besar sehingga PLN harus membayar bunga. PLN dalam
menjalankan fungsi dan tugasnya sebagai perusahaan pelat merah memang harus mendapatkan
untung untuk membayar pinjaman tersebut karena pinjaman tersebut tidak bisa selalu
mengandalkan kas negara.

Sinergi antara Kementerian BUMN dan Kementerian ESDM dan Keuangan sepertinya tergangu.
Seharusnya ada koordinasi dan kesamaan pandang dalam mendukung pengembangan panasbumi.
Selisih negatif harga beli dan jual listrik panasbumi oleh PLN kiranya dapat diselesaikan dengan
pemberian kompensasi dari pemerintah. Kementerian Keuangan perlu dilibatkan dalam
penyelesaian masalah tarif listrik ini.

4. Peraturan dan ketentuan pelelangan perlu penyempurnaan.

Kementerian ESDM saat ini sedang menyusun Peraturan Pemerintah (PP) baru untuk mengatur
Feed-in Tariff dan ketentuan lelang panasbumi. Peraturan pemerintah tersebut mengatur ketentuan
lelang dan tarif listrik dari panas bumi yang terbaru. Dalam peraturan baru tersebut, pemenang
lelang tidak akan ditentukan berdasarkan penawaran harga yang paling murah lagi. Harga listrik
dari panas bumi akan otomatis ditetapkan sesuai Feed in Tariff, tidak ada negosiasi harga lagi.

Pelelangan WKP akan dimenangkan oleh perusahaan yang memiliki komitmen eksplorasinya
paling tinggi, punya modal paling besar, dan punya program kerja paling bagus untuk
pengembangan panas bumi. Ketentuan baru ini dibuat untuk mencegah perusahaan nakal ikut
lelang, menang karena menawar harga paling rendah lalu WKP tidak dikembangkan, kemudian
perusahaan tersebut menjual izin yang dimenangkannya ke pihak lain.

Feed in tariff listrik panasbumi akan dinaikan dalam Peraturan Pemerintah (PP) yang akan terbit
sekitar Agustus 2016. Tarif akan dibagi-bagi, dibedakan sesuai dengan cadangan panas bumi yang
ada. Rancangan PP ini telah dibahas Kementerian ESDM dengan Badan Fiskal Keuangan (BKF)

4 /5
Kementrian Keuangan dan PLN. Dengan demikian diharapkan PLN atau instansi lainnya tidak
keberatan dengan tarif listrik dari panas bumi yang nantinya ditetapkan.

D. Kesimpulan

Penyelesaian permasalah dalam pengembangan panasbumi yang disebabkan oleh banyak hal jika
ditelusuri akan bermuara kepada perlunya sinergi antara beberapa Kementerian dan instansi
pemerintah. Sinergi berarti membangun dan memastikan hubungan kerjasama internal yang
produktif serta kemitraan yang harmonis untuk menghasilkan karya yang bermanfaat dan
berkualitas antara beberapa kementerian tersebut diperlukan dalam hal sebagai berikut:

1. Menjalankan Undang-Undang Panasbumi No.21 tahun 2014 yang penetapan panasbumi tidak
lagi dikategorikan dalam pertambangan. Hal ini memberikan peluang panasbumi
dikembangkan di kawasan taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam melalui
izin pemanfaatan jasa lingkungan. Sinergi antara kementerian ESDM dan LHK dalam
penentuan kawasan yang dapat dimanfaatkan dan perumusan besar iuran dan pungutan dalam
izin pemanfaatan sangat diperlukan.

2. Penyiapan informasi potensi panasbumi yang didukung data yang valid. Hal ini membutuhkan
sumberdaya manusia dan peralatan yang baik. Perlu sinergi antara kementerian ESDM dan
Keuangan serta pemerintah daerah untuk merumuskan mekanisme pendanaan untuk kebutuhan
survey pendahuluan dan mekanisme pengembaliannya.

3. Perumusan target pengembangan dan langkah pencapaiannya oleh Kementerian ESDM,


BUMN dan Keuangan. Hal ini termasuk penetapan feed-in tarif yang mempertimbangkan risiko
pengembangan panasbumi tanpa harus membuat PLN rugi. Kompensasi atas kerugian PLN
akibat penetapan feed-in tarif bila ada perlu segera dicarikan penyelesaiannya.

4. Penyempurnaan peraturan dan ketentuan pelelangan untuk mendapatkan pengembang yang


mempunyai komitmen yang kuat dalam mengembangkan WKP. Perubahan peraturan akan
mengatur penetapan tarif listrik dan besarnya jaminan pelelangan dan pelaksanaan. Tanpa
sinergi antara Kementerian ESDM, BUMN dan Keuangan peraturan nantinya tidak akan
terimplementasi dengan baik.

E. Referensi

1) Undang-undang Panasbumi no. 21 tahun 2014


2) Peraturan Presiden No. 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan jangka menengah
Nasional Tahun 2015-2019.
3) Peraturan Menteri ESDM RI No. 13 Tahun 2015 tentang Rencana Strategis Kementerian
Energi dan Sumberdaya Meneral tahun 2015-2019.
4) Peraturan Menteri ESDM RI No. 17 Tahun 2014 tentang pembelian tenaga listrik dari
PLTP dan uap panasbumi untuk PLTP oleh PT Perusahaan Listrik Negara (Persero).
5) Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI
No.P.46/Menlhk/Setjen/Kum.1/5/2016 tentang Pemanfaatan Jasa Lingkungan Panasbumi
pada kawasan Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam.

5 /5

Anda mungkin juga menyukai