Anda di halaman 1dari 9

TUGAS BACA

Nama : Feby Juwita

Divisi Kardiologi

Perubahan Kardiovaskular akibat Anemia

Pembesaran jantung pada penderita anemia telah ditemukan sejak


satu abad yang lalu. Penelitian pada 51 penderita anemia akibat
ankilostomiasis dengan kadar Hb berkisar antara 1.5 hingga 6.5 g/dL, yang
dialami selama 4 bulan berturut-turut, menemukan bahwa 80% diantaranya
mengalami pembesaran jantung. Penelitian ini juga menyebutkan bahwa
stroke volume lebih dekat hubungannya terhadap cardiac output
dibandingkan takikardia dan peningkatan aliran darah. Studi lainnya
memperlihatkan adanya peningkatan cardiac output bila kadar Hb < 7 g/dL.
Penelitian pada 36 anak penderita SCA berusia 2 hingga 17 tahun dengan
kadar Hb antara 3.6 hingga 10.8 g/dL, mendapatkan 32 anak mengalami
pembesaran jantung. Penelitian yang dilakukan pada ADB dengan Hb < 6
gr/dL mendapatkan penderita anemia berat mengalami peningkatan indeks
jantung yang bermakna.

Proses penghantaran oksigen ke organ atau jaringan dipengaruhi oleh


tiga faktor, yaitu 1) faktor hemodinamik berupa cardiac output serta
distribusinya, 2) kemampuan pengangkutan oksigen dalam darah yaitu
konsentrasi Hb, dan 3) oxygen extraction yaitu perbedaan saturasi oksigen
antara darah arteri dan vena. Kapasitas penghantaran oksigen akan menurun
bila kadar Hb < 7 g/dL.

Prinsip Fick menyatakan bahwa cardiac output sebanding dengan


konsumsi oksigen oleh jaringan dan berbanding terbalik dengan perbedaan
kandungan oksigen antara arteriovenus. Kadar Hb merupakan faktor penentu
dari perbedaan kandungan oksigen arteriovenus. Pada saat kadar Hb rendah,
cardiac output akan meningkat untuk mencukupi kebutuhan oksigen jaringan.
Cardiac output tergantung pada kapasitas fungsional jantung. Rentang
normal dari cardiac output bervariasi sesuai dengan berat badan pasien,
sehingga cardiac index lebih sering digunakan. Cardiac index adalah cardiac
output dibagi dengan luas permukaan tubuh pasien (nilai normal cardiac
index adalah 2.6 4.2 L/menit/m2

Anemia akan menginduksi terjadinya mekanisme kompensasi terhadap


penurunan konsentrasi Hb. Mekanisme kompensasi ini bersifat hemodinamik
dan nonhemodinamik. Mekanisme kompensasi hemodinamik bersifat
kompleks, yang meliputi 1) penurunan afterload akibat penurunan resistensi
vaskular, 2) peningkatan preload akibat peningkatan venous return dan 3)
peningkatan fungsi ventrikel kiri akibat peningkatan aktivitas simpatis dan
faktor-faktor inotropik. Kombinasi ketiganya akan meningkatkan kerja jantung
pada anemia kronis.

Hukum Frank-Starling menyatakan, energi kontraksi sebanding dengan


panjang awal serat otot jantung. Sehingga dengan diregangnya otot, timbul
peningkatan tegangan sampai maksimal dan kemudian menurun dengan
makin bertambahnya regangan. Pada keadaan fisiologis semakin besar
volume ventrikel selama diastolik, semakin teregang serat jantung sebelum
stimulasi, dan akan semakin besar pula kekuatan kontraksi berikutnya. Hal ini
menunjukkan bahwa, peningkatan ventricular output berhubungan dengan
preload (peregangan serat-serat miokardium sebelum kontraksi). Cardiac
output dipengaruhi oleh stroke volume dan frekuensi jantung. Ventricular
stroke volume dipengaruhi oleh preload, afterload dan kontraktilitas
miokardium. Stroke volume akan meningkat bila terjadi peningkatan preload,
penurunan afterload, atau peningkatan kontraktilitas. Hukum Frank-Starling
secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Kompensasi nonhemodinamik terhadap anemia akan berperan pada


saat kadar Hb < 10 g/dL. Kompensasi ini berupa peningkatan produksi
eritropoetin untuk merangsang eritropoesis dan peningkatan oxygen
extraction. Bukti terkini membuktikan bahwa kadar Hb > 12g/dL, dianggap
paling optimal untuk mempertahankan kesehatan jantung dan kualitas hidup,
khususnya pada pasien yang sebelumnya tidak menunjukkan gejala klinis
adanya penyakit jantung.

Manifestasi klinis pada pasien dengan anemia berat kronis akan


terlihat jelas bila pasien mengalami gagal jantung kongestif. Pasien biasanya
mengalami pucat, bisa terlihat kuning, denyut jantung saat istirahat cepat,
prekordial aktif dan dapat terdengar desah sistolik.

Setiap penurunan konsentrasi Hb sebesar 1 g/dL akan meningkatkan


risiko terjadinya dilatasi ventrikel kiri, disfungsi sistolik, gagal jantung
kongestif, kejadian gagal jantung berulang dan kematian.

Suatu kohort prospektif mendapatkan bahwa waktu median yang


diperlukan disfungsi ventrikel untuk berkembang menjadi gagal jantung
adalah 19 bulan. Lamanya waktu median penderita dengan disfungsi ventrikel
untuk bertahan hidup adalah 38 bulan. Anemia yang terjadi dalam jangka
panjang dapat menyebabkan pembesaran ventrikel kiri maladaptif,
dekompensasi jantung, gagal jantung serta kematian.

Suatu penelitian mengenai perubahan hemodinamik pada anemia


berat dengan konsentrasi Hb < 6.5 g/dL yang dialami selama minimal 4 bulan,
menunjukkan terjadinya perbaikan hemodinamik setelah koreksi dari anemia.

Pada tahun 1927, telah dilaporkan seorang penderita infeksi cacing


tambang dengan Hb 2.9 g/dL yang memiliki rasio jantung toraks (RJT)
sebesar 62%. Ukuran jantung kembali normal dengan RJT 49% ketika Hb
meningkat menjadi 14.6 g/dL. Pada tahun 1931, dilakukan penelitian pertama
dengan bantuan roentgenogram memperlihatkan hilangnya pembesaran
jantung dengan perbaikan anemia.

Perubahan Fungsi Sistolik dan Dilatasi Ventrikel Kiri pada Anemia Berat
Kronis

Pada keadaan anemia, jantung akan meningkatkan venous return


untuk memenuhi kebutuhan oksigen jaringan. Maka sesuai mekanisme
Frank- Starling, jantung akan meningkatkan stroke volume, sehingga dapat
terjadi hipertrofi ventrikel kiri, dengan miofibril jantung yang memanjang serta
dilatasi dari ventrikel kiri. Ventricular end-diastolic volume (atau end-diastolic
pressure) sering digunakan sebagai representasi preload. End-diastolic
volume dipengaruhi oleh compliance ruang jantung. Ventricular end-systolic
volume tergantung pada afterload dan kontraktilitas. Hal ini dapat diterangkan
dengan lebih jelas dalam kurva Frank-Starling (Gambar 2.1).
Ekokardiografi dapat memberikan pencitraan yang cepat, akurat dan
bersifat non invasif untuk menilai struktur dan fungsi jantung. Dilatasi dari
ventrikel kiri sering dijumpai pada keadaan kelebihan cairan (volume
overload) yang mendasari terjadinya anemia. Sedangkan kelebihan tekanan
(pressure overload) akan menyebabkan peningkatan massa ventrikel kiri.

Laplace menyatakan bahwa tahanan dinding jantung berbanding lurus


dengan radius dinding, serta berbanding terbalik dengan ketebalan dinding.
Hal ini merupakan respon fisiologis terhadap kelebihan cairan dengan dilatasi
ventrikel kiri. Akibatnya akan terjadi dilatasi ventrikel terutama peningkatan
tekanan dinding jantung, yang mengakibatkan peningkatan konsumsi oksigen
dan percepatan kerusakan miosit. Pada tahap ini terjadi dilatasi progresif dari
dinding ventrikel kiri menebal yang disebut eccentric hipertrofi. Hipertrofi ini
merupakan mekanisme adaptasi untuk melindungi jantung dari peningkatan
tahanan dinding jantung.

Peningkatan derajat anemia berbanding lurus dengan peningkatan LV


systolic dan diastolic dimensions. Secara khusus, terdapat korelasi negatif
antara kadar hemoglobin dan Z score dari LV end-diastolic dimension
(LVEDD) dengan r= -0.6. Indeks fungsi ventrikel yang tergantung kepada
beban (%FS, VCFc, ETc) tidak secara langsung dipengaruhi oleh usia pasien,
peningkatan tingkat keparahan atau lamanya anemia. Seperti halnya indeks
kontraktilitas, yaitu hubungan antara ESSm-VCFc, juga tidak dipengaruhi usia
pasien atau peningkatan tingkat keparahan dari anemia. Karena tingkat
keparahan anemia jangka panjang tidak dapat diwakili secara sesuai dengan
nilai hemoglobin yang tunggal, maka diperlukan penilaian terhadap dilatasi
ventrikel (LVEDD Z-score), yang lebih efektif dalam menilai tingkat keparahan
anemia yang kronis.
Daftar Pustaka

1. Anand I, McMurray JJV, Whitmore J, et al. Anemia and its relationship


to clinical outcome in heart failure. Circulation 2004;110:149-54

2. Androne AS, Katz SD, Lund L, LaManca J, Hudaihed A, Hayniewicz K


et al. Hemodilution is common in patients with advanced heart failure.
Circulation 2003;107:226-9
3. Cromie N, Lee C, Struthers AD. Anemia in chronic heart failure: what is
its frequency in the UK and its underlying causes? Heart 2002;87:377-
81
Cardiac Index dan Cardiac Output

Cardiac output (CO) adalah volume darah yang dipompa oleh ventrikel
setiap menit. Heart rate, preload, afterload, kontraktilitas sangat
menentukan CO, pada gilirannya, bila dikombinasikan dengan
resistensi arteri perifer akan menentukan perfusi ke organ.

Stroke volume (SV) atau isi sekuncup ialah volume darah yang
dipompakan ventrikel tiap kali berkontraksi. Sedangkan cardiac output (CO)
atau curah jantung ialah volume darah yang dipompakan ventrikel menuju
aorta tiap menit. Curah jantung (CO) merupakan hasil perkalian antara isi
sekuncup ventrikel dengan frekuensi denyut jantung.

Cardiac output = stroke volume x heart rate

SV merupakan selisih antara end diastolic volume (EDV) 120 mL


dengan end systolic volume (ESV) sebesar 50 mL, sehingga SV adalah
sebesar 70 mL.

CO juga sering dihubungkan dengan luas permukaan tubuh /body


surface area (BSA) disebut cardiac index (CI), yang merupakan pembagian
curah jantung dengan luas permukaan tubuh yang sesuai dengan berat
badan. Nilai normal cardiac index berkisar 2,5- 4,2 L/menit/m 2.

Carduac Index = cardiac output / BSA

Hal-hal yang mempengaruhi cardiac output


Meskipun CO dipengaruhi oleh HR dan SV, perubahan HR secara
umum lebih menentukan secara kuantitatif terhadap perubahan CO.

Tabel : Parameter yang mempengaruhi Cardiac Output

Parameter Penurunan
Parameter Kenaikan Cardiac Output
Cardiac Output
Heart rate < 50 dan > 150
Heart rate antara 50-150 x/mnt
x/mnt
Atrial kick Lack of atrial kick
Adequate filling time Inadequate filling time
Frank starling law-less
Frank starling law-more myocardial stretch
myocardial stretch
Increased preload (to a limit) Reduced preload (to a limit)
Low afterload High afterload

Kenaikan HR melebihi 150 x/mnt dikaitkan dengan penurunan CO, hal


ini dikarenakan filling time yang menurun, dan menurunnya fase diastolik
(atrial kick). Sehingga bisa dikatakan CO akan menurun bila terjadi
penurunan atrial kick, demikian sebaliknya. Pada kondisi dimana pengisian
saat diastolik terjadi peningkatan regangan myocardial, sehingga akan
menaikkan stroke volume, hal ini terjadi sampai batas dimana peregangan
otot jantung sampai kondisi maksimal akan terjadi penurunan SV (Frank
Starling Law). Hal ini bisa dianalogikan dengan peningkatan dan penurunan
preload. Afterload merupakan tahanan yang berbading lurus dengan SVR,
sehingga akan terjadi kenaikkan CO jika kondisi afterload menurun, demikian
sebaliknya pada kondisi meningkat akan terjadi tahanan yang melawan ejeksi
dari ventrikel sehingga akan terjadi penurunan CO.

Daftar Pustaka
Klabunde RE. Cardiovascular Physiology Concepts. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins; 2005. p.68-85.

Anda mungkin juga menyukai