DISUSUN OLEH:
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
Di Sulawesi Tengah sendiri berdasarkan jumlah penduduk diperkirakan kasus TB BTA
positif dimasyarakat pada tahun 2011 sekitar 4.856 orang. Pada tahun 2011 ditemukan 2.807
kasus yang menandakan CDR hanya 57,80%. Angka CDR Propinsi masih dibawah 70%.
Berbagai upaya-upaya yang dilakukan, salah satunya promosi secara aktif, pendekatan
pelayanan terhadap pelayanan kesehatan yaitu memaksimalkan Puskesmas Pembantu dan
Bidan Desa untuk mendekatkan pelayanan TB di masyarakat terpencil.
di Puskesmas Donggala?
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
a. Kondisi Geografi
Puskesmas Donggala merupakan salah satu Puskesmas di wilayah Kabupaten Donggala
yang mempunyai wilayah kerja 22 Desa/Kelurahan, letak UPT Puskesmas Donggala
berbatasan dengan wilayah sebagai berikut :
Berdasarkan data Badan Meteorologi dan Geofisika kabupaten Donggala, suhu udara di
Kabupaten Donggala untuk dataran tinggi berkisar antara 23,5C - 24,7C dan dataran rendah
berkisar antara 31,3C - 36,2C dengan kelembaban udara rata-rata berkisar antara 74% -
83%. Rata-rata suhu maksimum kabupaten Donggala berkisar antara 33,92C sedangkan
rata-rata minimum sekitar 24,11C.
b. Kondisi Demografi
Jumlah Penduduk wilayah kerja UPT Puskesmas Donggala 43.867 Jiwa, yang terdiri
dari laki-laki 22.514 Jiwa dan perempuan 21.353 Jiwa.
4
Tabel . 1
Jumlah Penduduk
No Kelompok umur Laki-Laki Perempuan Laki-Laki +
(Tahun) Perempuan
1 2 3 4 5
1. 0-4 2.692 2.437 5.129
2. 5-9 2.632 2.522 5.154
3. 10 - 14 2.387 2.057 4.444
4. 15 - 19 2.090 2.019 4.109
5. 20 - 24 2.119 1.856 3.975
6. 25 - 29 2.025 1.933 3.958
7. 30 - 34 1.787 1.633 3.420
8. 35 - 39 1.547 1.404 2.951
9. 40 - 44 1.352 1.322 2.674
10. 45 - 49 1.117 1.133 2.250
11. 50 - 54 926 1.029 1.955
12. 55 - 59 656 650 1.306
13. 60 64 488 479 967
14. 65 - 69 320 353 673
15. 70 74 197 273 470
16. 75+ 179 253 432
Jumlah 22.514 21.353 43.867
c. Keadaan Penduduk
a. Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk
b. Kepadatan Penduduk
5
Berdasarkan perbandingan, luas wilayah UPT Puskesmas Donggala 186,16 km
dengan jumlah penduduk sebesar 43.867 Jiwa, dan jumlah keluarga diperkirakan sebanyak
10.593 KK dapat diketahui bahwa kepadatan penduduk rata-rata sebesar 200 km
meningkat dibandingkan dengan tahun lalu sebesar 211 km.
6
4) Kerjasama dengan mitra internasional untuk mendapatkan komitmen dan bantuan
sumber daya.
5) Peningkatan kinerja program melalui kegiatan pelatihan dan supervisi, pemantauan
dan evaluasi yang berkesinambungan.
7
Pengobatan TB Paru Kriteria I (Tidak pernah terinfeksi, ada riwayat kontak, tidak
menderita TB) dan II (Terinfeksi TB/test tuberkulin (+), tetapi tidak menderita TB (gejala TB
tidak ada, radiologi tidak mendukung dan bakteriologi negatif) memerlukan pencegahan
dengan pemberian INH 510 mg/kgbb/hari.
Pengobatan TB Paru dengan menggunakan strategi DOTS atau Directly Observed
Treatment Short-course adalah strategi penyembuhan TB jangka pendek dengan pengawasan
secara langsung. Dengan menggunakan strategi DOTS, maka proses penyembuhan TB dapat
secara tepat. DOTS menekankan pentingnya pengawasan terhadap penderita TB agar
menelan obatnya secara teratur sesuai ketentuan sampai dinyatakan sembuh (WHO, 2006)
Strategi DOTS memberikan angka kesembuhan yang tinggi, bisa sampai 95%. Strategi
DOTS direkomendasikan oleh WHO secara global untuk menanggulangi TB. Strategi DOTS
terdiri dari 5 komponen, yaitu, (a) komitmen politis dari para pengambil keputusan, termasuk
dukungan dana, (b) diagnosa penyakit TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopis,
(c), kesinambungan persediaan OAT jangka pendek untuk penderita, dan (d) Pengobatan TB
dengan paduan obat anti-TB jangka pendek, diawasi secara langsung oleh PMO (Pengawas
Menelan Obat) (WHO, 2000).
WHO telah merekomendasikan strategi DOTS sebagai upaya pendekatan yang paling
tepat saat ini untuk menanggulangi masalah TB di Indonesia. Pengobatan TB tanpa didukung
oleh kualitas dan persediaan OAT yang baik akan menyebabkan kegagalan pengobatan dan
Multi Drug Resistance yang dapat memperparah keadaan penderita TB. OAT yang tersedia
saat ini harus dikonsumsi penderita dalam jumlah tablet yang cukup banyak dan dapat
menyebabkan kelalaian pada penderita, oleh sebab itu banyak ahli berusaha untuk
mengembangkan OAT-Fixed Dose Combination (FDC), yaitu kombinasi OAT dalam jumlah
tablet yang lebih sedikit dimana jumlah kandungan masing-masing komponen sudah
disesuaikan dengan dosis yang diperlukan. Diharapkan dengan penggunaan OAT-FDC dapat
menyederhanakan proses pengobatan, meminimalkan kesalahan pemberian obat, dan
mengurangi efek samping (WHO, 2003).
8
No Indikator Sumber Waktu Pemanfaat Indikator
Data
UPK Kab/ Propinsi Pusat
Kota
1. Angka Daftar suspek Triwulan
Penjaringan Data
Suspek Kependudukan
2. Proporsi Daftar suspek Triwulan
pasien TB Register TB
paru BTA Kab/Kota
positif Laporan
diantara Penemuan
suspek yang
diperiksa
dahaknya
3. Proporsi Kartu Triwulan
pasien TB Pengobatan
paru BTA Register TB
positif Kab/Kota
diantara Laporan
seluruh Penemuan
pasien TB
paru
4. Proporsi Kartu Triwulan
pasien TB Pengobatan
Anak Register TB
diantara Kab/Kota
seluruh Laporan
pasien Penemuan
5. Angka Kartu Triwulan
Konversi Pengobatan
Register TB
Kab/Kota
Laporan
Konversi
6. Angka Kartu Triwulan
Kesembuhan Pengobatan
Register TB
Kab/Kota
9
Laporan Hasil
Pengobatan
7. Kesalahan Laporan Hasil Triwulan - - -
laboratorium Uji Silang
8. Angka Laporan Tahunan
Notifikasi Penemuan
Kasus Data
Kependudukan
9. Angka Laporan Tahunan -
Penemuan Penemuan data
Kasus perkiraan
jumlah pasien
baru BTA
positif
10. Angka Kartu Tahunan
Keberhasilan Pengobatan
Pengobatan Register TB
Kab/Kota
Laporan hasil
Pengobatan
10
penanggulangan TB didasarkan pada indikatorindikator program penanggulangan TB yang
dilakukan pada tahap akhir program dilakukan. Indikator merupakan alat yang paling efektif
untuk melakukan evaluasi dan merupakan variabel yang menunjukkan keadaan dan dapat
digunakan untuk mengukur terjadinya perubahan. Indikator yang baik harus memenuhi syarat
syarat tertentu antara lain : valid, sensitive dan specific, dapat dimengerti, dapat diukur dan
dapat dicapai.
Indikator program Penanggulangan TB Paru dapat dianalisa dengan cara :
1) Membandingkan data antara satu dengan yang lain untuk melihat besarnya perbedaan.
2) Menganalisis kecenderungan (trend) dari waktu ke waktu. Untuk mempermudah
analisis data diperlukan indikator sebagai alat ukur kemajuan (marker of progress).
Indikator yang baik harus memenuhi syarat-syarat tertentu seperti: Sahih (valid),
Sensitif dan Spesifik (sensitive and specific), Dapat dipercaya (realiable), Dapat
diukur (measureable), Dapat dicapai (achievable).
11
4) Menentukan PMO (bersama penderita)
5) Memberi KIE (penyuluhan) kepada penderita, keluarga dan PMO
6) Memantau keteraturan berobat
7) Melakukan pemeriksaan dahak ulang untuk follow-up pengobatan
8) Mengenal efek samping obat dan komplikasi lainnya serta cara
penanganannya
9) Menentukan hasil pengobatan dan mencatatnya di kartu penderita
c. Penanganan Logistik
1) Menjamin ketersediaan OAT di puskesmas
2) Menjamin tersedianya bahan pelengkap lainnya (formolir, reagens, dll)
3) Jaga mutu pelaksanaan semua kegiatan a s/d c
12
BAB III
PEMBAHASAN
Bedasarkan rumus diatas ditemukan angka penjaringan subjek 1835 per 100.000 penduduk
2. Proporsi pasien TB BTA positiif diantara subjek
Adalah prosentase pasien BTA positif yang ditemukan diantara seluruh suspek yang
diperiksa dahaknya. Angka ini menggambarkan mutu dari proses penemuan sampai
diagnosis pasien, serta kepekaan menetapkan kriteria suspek.
13
Berdasarkan rumus diatas ditemukan proporsi pasien TB BTA positif diantara subjek
adalah 10.1%. Target angka ini sekitar 5-15 %. Sehingga pada puskesmas donggala sudah
memenuhi target. Bila angka ini terlalu kecil ( < 5 % ) kemungkinan disebabkan
- Penjaringan suspek terlalu longgar. Banyak orang yang tidak memenuhi kriteria
suspek, atau
- Ada masalah dalam pemeriksaan laboratorium ( negatif palsu )
Bila angka ini terlalu besar ( > 15 % ) kemungkinan disebabkan :
- Penjaringan terlalu ketat atau
- Ada masalah dalam pemeriksaan laboratorium ( positif palsu).
3. Angka kesembuhan (cure rate)
Angka kesembuhan adalah angka yang menunjukkan prosentase pasien baru TB paru BTA
positif yang sembuh setelah selesai masa pengobatan, diantara pasien baru TB paru BTA
positif yang tercatat. Angka kesembuhan dihitung juga untuk pasien BTA positif
pengobatan ulang dengan tujuan:
- Untuk mengetahui seberapa besar kemungkinan kekebalan terhadap obat terjadi di
komunitas, hal ini harus dipastikan dengan surveilans kekebalan obat.
- Untuk mengambil keputusan program pada pengobatan menggunakan obat baris
kedua (second-line drugs).
- Menunjukan prevalens HIV, karena biasanya kasus pengobatan ulang terjadi pada
pasien dengan HIV.
Dari rumus diatas didapatkan angka kesembuhan tahun 2014 adalah 80.4%. Hal ini tidak
mencapai target minimal yaitu > 85%. Hal ini kemungkinan telah terjadi kekebalan
terhadap obat di komunitas yang harus dipastikan dengan surveilans kekebalan obat.
4. Angka keberhasilan pengobatan
Angka kesembuhan adalah angka yang menunjukkan prosentase pasien baru TB paru BTA
positif yang menyelesaikan pengobatan (baik yang sembuh maupun pengobatan lengkap)
diantara pasien baru TB paru BTA positif yang tercatat.
Berdasarkan rumus diatas didapatkan angka keberhasilan pengobatan yaitu 95%. Angka
ini termasuk tinggi kemungkinan dikarenakan tingkat pengetahuan pengetahuan masyrakat
tentang pengobatan TB harus tuntas yang sudah menyeluruh dan follow up aktif dari
petugas bila pasien tidak datang mengambil obat.
14
-
15
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
1. Manajemen program penanggulangan TB mempunyai tiga fungsi pokok yaitu
perencanaan, penggerakan, evaluasi, pengawasan dan pelatihan.
2. Perencanaan digunakan untuk memastikan bahwa sumber daya yang ada saat ini dan
masa yang akan datang dialokasikan dengan efektif dan efisien untuk mencapai
tujuan P2TB.
3. Penggerakan merupakan suatu aktivitas untuk membuat semua petugas TB mau
bekerja sama dan bekerja secara ikhlas serta bergerak untuk mencapai tujuan.
4. Diperlukanpengamatan terus menerus terhadap masukan, waktu pelaksanaan
kegiatan P2 TB dan masalah masalah yang timbul serta upaya mengatasinya.
4.1. Saran
1. Penyuluhan kesehatan mengenai TB Paru harus lebih sering dilakukan untuk
meningkatkan kunjungan masyarakat ke puskesmas sehingga angka penemuan kasus
bisa dideteksi lebih cepat.
2. Monitoring dan evaluasi pemeriksaan maupun pengobatan TB Paru harus lebih ketat
sehingga penjaringan pasien suspek TB Paru akan lebih baik.
3. Jumlah SDM dalam hal ini petugas P2TB harus ditambah untuk memaksimalkan
program kerja yang telah ditargetkan.
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Hiswani, 2004, Tuberkulosis Merupakan Penyakit Infeksi Yang Masih Menjadi Masalah
Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatra Utara,
Medan.
2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2002, Pedoman Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis, Cetakan ke-8, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
3. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit
Dan Penyehatan Lingkungan, 2011, Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis,
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
4. Girsang, M., 2002, Pengobatan Standar Penderita TBC, Cermin Dunia Kedokteran 137,
6-8.
5. Permatasari, A., 2005, Pemberantasan Penyakit TB Paru Dan Strategi DOTS, Bagian
Paru, Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatra Utara, Medan.
6. Tim Penyusun. 2014. Profil Kesehatan Puskesmas Donggala Tahun 2014. Dinas
Kesehatan Kabupaten Donggala.
17