Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN MANAJEMEN Desember 2015

PROGRAM PENANGGULANGAN TUBERKULOSIS PARU


(P2TB PARU)

DISUSUN OLEH:

NAMA : MUHAMMAD ILHAM JURAIJ

STAMBUK : N 111 13 007

PEMBIMBING : dr. SYAHRIAR., M.Kes

drg. HERMIYANTY., M. Kes

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2015

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Penyakit tuberkulosis (TB) paru merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi
masalah kesehatan masyarakat. TB adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan bakteri
berbentuk batang (basil) yang dikenal dengan nama Mycobacterium tuberculosis dan
ditularkan melalui perantara droplet udara.1
Mycobacterium tuberculosis telah menginfeksis sepertiga penduduk dunia. Pada Tahun
1993, WHO mencanangkan kedaruratan global penyakit TB karena pada sebagian besar
negara di dunia. Penyakit TB tidak terkendali, ini disebabkan banyaknya penderita yang tidak
berhasil disembuhkan, terutama penderita menular /BTA (+). Jumlah penderita TB
diperkirakan akan meningkat seiring dengan munculnya epidemi HIV/AIDS di dunia.2,3
Laporan World Health Organization (WHO) tahun 2012, mendeskripsikan bahwa untuk
wilayah regional Asia Tenggara merupakan regional dengan kasus TB paru tertinggi yaitu
sebesar 40%, diikuti regional Afrika 26%, Pasifik Barat 19%, dan terendah pada regional
Eropa 3%. Pada regional Asia Tenggara, negara tertinggi prevalensi TB Paru adalah
Myanmar yaitu 525 per 100.000 penduduk, diikuti Bangladesh sebesar 411 per 100.000
penduduk, dan Indonesia menempati urutan ke lima yaitu dengan prevalensi sebesar 289 per
100.000 penduduk.2
Laporan Riset Kesehatan Daerah (Riskesda) tahun 2010, memberikan gambaran bahwa
terdapat (5) lima provinsi yang memiliki angka prevalensi tertinggi adalah (1) Papua 1.441
per 100.000 peduduk, (2) Banten 1.282 per 100.000 penduduk), (3) Sulawesi Utara 1.221 per
100.000 penduduk, (4) Gorontalo 1.200 per 100.000 penduduk, dan (5) DKI Jakarta 1.032
per 100.000 penduduk. Berdasarkan komposisi penduduk, diketahui prevalensi TB paru
paling banyak terdapat pada jenis kelamin laki-laki 819 per 100.000 penduduk, penduduk
yang bertempat tinggal di desa 750 per 100.000 penduduk, kelompok pendidikan yang tidak
sekolah 1.041 per 100.000 penduduk), petani/nelayan/buruh 858 per 100.000 penduduk dan
pada penduduk dengan tingkat pengeluaran kuintil 4 sebesar 607 per 100.000 penduduk.2
Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia, (2012), diketahui peningkatan angka penjaringan
suspek mempunyai range 8-123 per 100.000 penduduk. Provinsi dengan peningkatan angka
penjaringan suspek tertinggi adalah Provinsi Maluku (123 per 100.000 penduduk) dan Provinsi
Sumatera Utara (8 per 100.000 penduduk).3

2
Di Sulawesi Tengah sendiri berdasarkan jumlah penduduk diperkirakan kasus TB BTA
positif dimasyarakat pada tahun 2011 sekitar 4.856 orang. Pada tahun 2011 ditemukan 2.807
kasus yang menandakan CDR hanya 57,80%. Angka CDR Propinsi masih dibawah 70%.
Berbagai upaya-upaya yang dilakukan, salah satunya promosi secara aktif, pendekatan
pelayanan terhadap pelayanan kesehatan yaitu memaksimalkan Puskesmas Pembantu dan
Bidan Desa untuk mendekatkan pelayanan TB di masyarakat terpencil.

1.2. Identifikasi Masalah


Pada laporan manajemen ini, permasalahan terkait program P2 (Program
Penanggulangan) TB Paru yang akan dibahas antara lain :
1. Bagaimana pelaksanaan P2TB Paru di Puskesmas Donggala?
2. Bagaimana prosedur P2TB Paru di Pukesmas Donggala ?
3. Bagaimana pencapaian target cakupan P2TB Paru di Puskesmas Donggala?
4. Apa saja permasalahan yang menjadi kendala dalam mencapai target cakupan P2TB Paru

di Puskesmas Donggala?

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gambaran Umum UPT Puskesmas Donggala

a. Kondisi Geografi
Puskesmas Donggala merupakan salah satu Puskesmas di wilayah Kabupaten Donggala
yang mempunyai wilayah kerja 22 Desa/Kelurahan, letak UPT Puskesmas Donggala
berbatasan dengan wilayah sebagai berikut :

b. Sebelah Utara berbatasan dengan Teluk Palu


c. Sebelah Timur berbatasan dengan Kota Palu
d. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Lembasada
e. Sebelah Barat berbatasan dengan Selat Makassar

Berdasarkan data Badan Meteorologi dan Geofisika kabupaten Donggala, suhu udara di
Kabupaten Donggala untuk dataran tinggi berkisar antara 23,5C - 24,7C dan dataran rendah
berkisar antara 31,3C - 36,2C dengan kelembaban udara rata-rata berkisar antara 74% -
83%. Rata-rata suhu maksimum kabupaten Donggala berkisar antara 33,92C sedangkan
rata-rata minimum sekitar 24,11C.

Secara klimatologi keadaan curah hujan di Wilayah UPT Puskesmas Donggala


dipengaruhi oleh keadaan geografis dan perputaran/pertemuan arus udara. Rata-rata curah
hujan di wilayah Puskesmas Donggala bervariasi dari 65 - 273 mm pada tahun 2014 dengan
curah hujan tertinggi terjadi pada bulan November - Desember yaitu sebesar 228 mm.
Keadaan angin yang terjadi di wilayah Puskesmas Donggala mempunyai kecepatan
maksimum antara 18 - 23 mm knots sedangkan kecepatan angin rata-rata berkisar antara 5 - 7
knots.

b. Kondisi Demografi

Jumlah Penduduk wilayah kerja UPT Puskesmas Donggala 43.867 Jiwa, yang terdiri
dari laki-laki 22.514 Jiwa dan perempuan 21.353 Jiwa.

4
Tabel . 1

Distibusi Penduduk di Wilayah UPT Puskesmas Donggala


Menurut Golongan Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2014

Jumlah Penduduk
No Kelompok umur Laki-Laki Perempuan Laki-Laki +
(Tahun) Perempuan
1 2 3 4 5
1. 0-4 2.692 2.437 5.129
2. 5-9 2.632 2.522 5.154
3. 10 - 14 2.387 2.057 4.444
4. 15 - 19 2.090 2.019 4.109
5. 20 - 24 2.119 1.856 3.975
6. 25 - 29 2.025 1.933 3.958
7. 30 - 34 1.787 1.633 3.420
8. 35 - 39 1.547 1.404 2.951
9. 40 - 44 1.352 1.322 2.674
10. 45 - 49 1.117 1.133 2.250
11. 50 - 54 926 1.029 1.955
12. 55 - 59 656 650 1.306
13. 60 64 488 479 967
14. 65 - 69 320 353 673
15. 70 74 197 273 470
16. 75+ 179 253 432
Jumlah 22.514 21.353 43.867

c. Keadaan Penduduk
a. Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk

Berdasarkan data Statistik di Wilayah UPT Puskesmas Donggala, jumlah penduduk


pada Tahun 2014 adalah sebesar 43.867 Jiwa. Jika dibandingkan dengan laju pertumbuhan
penduduk pada Tahun 2013 adalah sebesar 42.265 Jiwa, maka terlihat adanya penurunan
jumlah penduduk sebesar 1.602 Jiwa.

b. Kepadatan Penduduk

5
Berdasarkan perbandingan, luas wilayah UPT Puskesmas Donggala 186,16 km
dengan jumlah penduduk sebesar 43.867 Jiwa, dan jumlah keluarga diperkirakan sebanyak
10.593 KK dapat diketahui bahwa kepadatan penduduk rata-rata sebesar 200 km
meningkat dibandingkan dengan tahun lalu sebesar 211 km.

2.1. Penyakit TB Paru


Penyakit TB Paru merupakan salah satu masalah kesehatan kelompok usia kerja
produktif, kelompok ekonomi lemah dan berpendidikan rendah. Kegiatan pemberantasan
penyakit TB Paru seperti tahun sebelumnya mengacu pada program DOTS (Directly
Observed Treatment Short Course), yang artinya pengobatan jangka pendek dengan
pengawasan langsung. Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Donggala 43.867
jiwa, dimana pada tahun 2014 terdapat 82 kasus BTA positif dan 2013 terdapat 75 kasus
BTA positif.

2.2. Tujuan Program Penanggulangan TB paru


Adapun tujuan program penanggulangan TB Paru meliputi tujuan jangka panjang dan
tujuan jangka pendek. Tujuan jangka panjang adalah menurunkan angka kesakitan dan angka
kematian yang diakibatkan penyakit TB paru dengan cara memutuskan rantai
penularan,sehingga penyakit TB paru tidak lagi merupakan masalah kesehatan masyarakat
Indonesia, sedangkan tujuan jangka pendek adalah :
1) Tercapainya angka kesembuhan minimal 88% dari semua penderita baru BTA positif
yang ditemukan.
2) Tercapainya cakupan penemuan penderita secara bertahap sehingga pada tahun 2015
dapat mencapai 90% dari perkiraan semua penderita baru BTA positif, serta target ini
diharapkan dapat menurunkan tingkat prevalensi dan kematian akibat TB hingga dan
mencapai tujuan millenium development goal (MDG) pada tahun 2015.

2.3. Strategi Program Penanggulangan TB paru


1) Peningkatan komitmen politis yang berkesinambungan untuk menjamin ketersediaan
sumberdaya dan menjadikan penanggulangan TB suatu prioritas.
2) Pelaksanaan dan pengembangan strategi DOTS yang bermutu dilaksanakan secara
bertahap dan sistematis.
3) Peningkatan kerjasama dan kemitraan dengan pihak terkait melalui kegiatan advokasi,
komunikasi dan mobilisasi sosial.

6
4) Kerjasama dengan mitra internasional untuk mendapatkan komitmen dan bantuan
sumber daya.
5) Peningkatan kinerja program melalui kegiatan pelatihan dan supervisi, pemantauan
dan evaluasi yang berkesinambungan.

2.4. Kegiatan Program Penanggulangan TB paru


Kegiatan pada Program Penanggulangan (P2) TB Paru yaitu kegiatan pokok dan kegiatan
pendukung. Kegiatan pokok mencakup kegiatan penemuan penderita (case finding)
pengamatan dan monitoring penemuan penderita didahului dengan penemuan tersangka TB
paru dengan gejala klinis adalah batuk-batuk terus menerus selama tiga minggu atau lebih.
Kegiatan pendukung mencakup kegiatan penanganan logistik yaitu penanganan tersedianya
OAT (Obat Anti Tuberkulosis) dan penanganan tersedianya reagensia di laboratorium. Setiap
orang yang datang ke unit pelayanan kesehatan dengan gejala utama ini harus dianggap
suspek tuberkulosis atau tersangka TB Paru dengan pasive promotive case finding
(penemuan penderita secara pasif dengan promosi yang aktif) (Depkes RI, 2009).
Kegiatan-kegiatan penanggulangan TB Paru tersebut merupakan jenis kegiatan yang
termasuk dalam upaya kesehatan wajib Puskesmas, artinya puskesmas sebagai sarana
kesehatan terdepan bertanggung jawab terhadap keseluruhan upaya penanggulangan TB paru.
Petugas kesehatan yang terlibat langsung sebagai petugas pelaksana program TB paru di
Puskesmas adalah seluruh petugas yang sudah dilatih tentang program penanggulangan TB
Paru yaitu dokter, perawat dan tenaga laboratorium untuk petugas di Puskesmas satelit
dibutuhkan tenaga yang telah dilatih terdiri dari dokter dan perawat dan bagi Puskesmas
pembantu cukup 1 orang perawat sebagai petugas pengelola TB. Keseluruhan petugas
tersebut mempunyai tugas masing-masing sesuai uraian tugas pokoknya dalam
penanggulangan kasus TB. Tanpa penemuan suspek maka program pemberantasan TB paru
dari penemuan sampai pengobatan tidak akan berhasil, sehingga proses penemuan suspek TB
paru oleh petugas sangat menentukan keberhasilan program. Proses ini akan berhasil apabila
kompetensi yang mencakup pengetahuan, sikap petugas dan keterampilan petugas baik.
Pengobatan TB Paru dilakukan dalam dua tahap/ kriteria, yaitu tahap awal (intensif, 2
bulan) dan tahap lanjutan. Lama pengobatan 6-8 bulan, tergantung berat ringannya penyakit.
Penderita harus minum obat secara lengkap dan teratur sesuai jadwal berobat sampai
dinyatakan sembuh. Dilakukan tiga kali pemeriksaan ulang dahak untuk mengetahui
perkembangan kemajuan pengobatan, yaitu pada akhir pengobatan tahap awal, sebulan
sebelum akhir pengobatan dan pada akhir pengobatan (Biyanti, 2002)

7
Pengobatan TB Paru Kriteria I (Tidak pernah terinfeksi, ada riwayat kontak, tidak
menderita TB) dan II (Terinfeksi TB/test tuberkulin (+), tetapi tidak menderita TB (gejala TB
tidak ada, radiologi tidak mendukung dan bakteriologi negatif) memerlukan pencegahan
dengan pemberian INH 510 mg/kgbb/hari.
Pengobatan TB Paru dengan menggunakan strategi DOTS atau Directly Observed
Treatment Short-course adalah strategi penyembuhan TB jangka pendek dengan pengawasan
secara langsung. Dengan menggunakan strategi DOTS, maka proses penyembuhan TB dapat
secara tepat. DOTS menekankan pentingnya pengawasan terhadap penderita TB agar
menelan obatnya secara teratur sesuai ketentuan sampai dinyatakan sembuh (WHO, 2006)
Strategi DOTS memberikan angka kesembuhan yang tinggi, bisa sampai 95%. Strategi
DOTS direkomendasikan oleh WHO secara global untuk menanggulangi TB. Strategi DOTS
terdiri dari 5 komponen, yaitu, (a) komitmen politis dari para pengambil keputusan, termasuk
dukungan dana, (b) diagnosa penyakit TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopis,
(c), kesinambungan persediaan OAT jangka pendek untuk penderita, dan (d) Pengobatan TB
dengan paduan obat anti-TB jangka pendek, diawasi secara langsung oleh PMO (Pengawas
Menelan Obat) (WHO, 2000).
WHO telah merekomendasikan strategi DOTS sebagai upaya pendekatan yang paling
tepat saat ini untuk menanggulangi masalah TB di Indonesia. Pengobatan TB tanpa didukung
oleh kualitas dan persediaan OAT yang baik akan menyebabkan kegagalan pengobatan dan
Multi Drug Resistance yang dapat memperparah keadaan penderita TB. OAT yang tersedia
saat ini harus dikonsumsi penderita dalam jumlah tablet yang cukup banyak dan dapat
menyebabkan kelalaian pada penderita, oleh sebab itu banyak ahli berusaha untuk
mengembangkan OAT-Fixed Dose Combination (FDC), yaitu kombinasi OAT dalam jumlah
tablet yang lebih sedikit dimana jumlah kandungan masing-masing komponen sudah
disesuaikan dengan dosis yang diperlukan. Diharapkan dengan penggunaan OAT-FDC dapat
menyederhanakan proses pengobatan, meminimalkan kesalahan pemberian obat, dan
mengurangi efek samping (WHO, 2003).

2.5. Indikator Keberhasilan Program Penanggulangan TB Paru


Berdasarkan serangkaian kegiatan penanggulangan Tuberkulosis Paru yang meliputi
pencegahan, penemuan kasus dan pengobatan, maka berikut dapat dijabarkan indikator
keberhasilan Program TB paru, pada tabel berikut:
Tabel 2.4.1. Indikator Keberhasilan Program Penanggulangan TB Paru

8
No Indikator Sumber Waktu Pemanfaat Indikator
Data
UPK Kab/ Propinsi Pusat
Kota
1. Angka Daftar suspek Triwulan
Penjaringan Data
Suspek Kependudukan
2. Proporsi Daftar suspek Triwulan
pasien TB Register TB
paru BTA Kab/Kota
positif Laporan
diantara Penemuan
suspek yang
diperiksa
dahaknya
3. Proporsi Kartu Triwulan
pasien TB Pengobatan
paru BTA Register TB
positif Kab/Kota
diantara Laporan
seluruh Penemuan
pasien TB
paru
4. Proporsi Kartu Triwulan
pasien TB Pengobatan
Anak Register TB
diantara Kab/Kota
seluruh Laporan
pasien Penemuan
5. Angka Kartu Triwulan
Konversi Pengobatan
Register TB
Kab/Kota
Laporan
Konversi
6. Angka Kartu Triwulan
Kesembuhan Pengobatan
Register TB
Kab/Kota

9
Laporan Hasil
Pengobatan
7. Kesalahan Laporan Hasil Triwulan - - -
laboratorium Uji Silang
8. Angka Laporan Tahunan
Notifikasi Penemuan
Kasus Data
Kependudukan
9. Angka Laporan Tahunan -
Penemuan Penemuan data
Kasus perkiraan
jumlah pasien
baru BTA
positif
10. Angka Kartu Tahunan
Keberhasilan Pengobatan
Pengobatan Register TB
Kab/Kota
Laporan hasil
Pengobatan

2.6. Evaluasi program penanggulangan TB paru


Pemantauan dan evaluasi merupakan salah satu fungsi manajemen untuk menilai
keberhasilan pelaksanaan program. Pemantaun dilaksanakan secara berkala dan terus
menerus, untuk dapat segera mendeteksi bila ada masalah dalam pelaksanaan kegiatan yang
telah direncanakan, supaya dapat dilakukan tindakan perbaikan segera. Evaluasi dilakukan
setelah suatu jarak-waktu (interval) lebih lama, biasanya setiap 6 bulan s/d 1 tahun. Dengan
evaluasi dapat dinilai sejauhmana tujuan dan target yang telah ditetapkan sebelumnya
dicapai. Dalam mengukur keberhasilan tersebut diperlukan indikator. Hasil evaluasi sangat
berguna untuk kepentingan perencanaan program. Masing-masing tingkat pelaksana program
(UPK, Kabupaten/Kota, Propinsi, dan Pusat) bertanggung jawab melaksanakan pemantauan
kegiatan pada wilayahnya masing-masing. Seluruh kegiatan harus dimonitor baik dari aspek
masukan (input), proses, maupun keluaran (output). Cara pemantauan dilakukan dengan
menelaah laporan, pengamatan langsung dan wawancara dengan petugas pelaksana maupun
dengan masyarakat sasaran.
Dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi, diperlukan suatu sistem pencatatan dan
pelaporan baku yang dilaksanakan dengan baik dan benar. Evaluasi hasil kegiatan

10
penanggulangan TB didasarkan pada indikatorindikator program penanggulangan TB yang
dilakukan pada tahap akhir program dilakukan. Indikator merupakan alat yang paling efektif
untuk melakukan evaluasi dan merupakan variabel yang menunjukkan keadaan dan dapat
digunakan untuk mengukur terjadinya perubahan. Indikator yang baik harus memenuhi syarat
syarat tertentu antara lain : valid, sensitive dan specific, dapat dimengerti, dapat diukur dan
dapat dicapai.
Indikator program Penanggulangan TB Paru dapat dianalisa dengan cara :
1) Membandingkan data antara satu dengan yang lain untuk melihat besarnya perbedaan.
2) Menganalisis kecenderungan (trend) dari waktu ke waktu. Untuk mempermudah
analisis data diperlukan indikator sebagai alat ukur kemajuan (marker of progress).
Indikator yang baik harus memenuhi syarat-syarat tertentu seperti: Sahih (valid),
Sensitif dan Spesifik (sensitive and specific), Dapat dipercaya (realiable), Dapat
diukur (measureable), Dapat dicapai (achievable).

2.7. Uraian Tugas Pengelola Program Penanggulangan TB Paru


Petugas pengelola program TB paru adalah petugas yang bertangungjawab dan
mengkoordinir seluruh kegiatan dari mulai perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi dalam
program TB di Puskesmas. Adapun Tugas Pokok dan Fungsi Petugas Program TB paru di
Puskesmas yaitu : (Depkes RI, 2009)
a. Menemukan Penderita
Adapun tugas pokok petugas pengelola program penanggulangan TB paru, antara
lain
1) Memberikan penyuluhan tentang TBC kepada masyarakat umum
2) Menjaring suspek (penderita tersangka) TBC
3) Mengumpul dahak dan mengisi buku daftar suspek
4) Membuat sediaan hapus dahak
5) Mengirim sediaan hapus dahak ke laboratorium
6) Menegakkan diagnosis TB sesuai protap
7) Membuat klasifikasi penderita
8) Mengisi kartu penderita
9) Memeriksa kontak terutama kontak dengan penderita TB BTA (+)
10) Memantau jumlah suspek yang diperiksa dan jumlah penderita TBC
yang ditemukan.
b. Memberikan Pengobatan
1) Menetapkan jenis paduan obat
2) Memberi obat tahap intensip dan tahap lanjutan
3) Mencatat pemberian obat tersebut dalam kartu penderita

11
4) Menentukan PMO (bersama penderita)
5) Memberi KIE (penyuluhan) kepada penderita, keluarga dan PMO
6) Memantau keteraturan berobat
7) Melakukan pemeriksaan dahak ulang untuk follow-up pengobatan
8) Mengenal efek samping obat dan komplikasi lainnya serta cara
penanganannya
9) Menentukan hasil pengobatan dan mencatatnya di kartu penderita
c. Penanganan Logistik
1) Menjamin ketersediaan OAT di puskesmas
2) Menjamin tersedianya bahan pelengkap lainnya (formolir, reagens, dll)
3) Jaga mutu pelaksanaan semua kegiatan a s/d c

12
BAB III
PEMBAHASAN

Program Penanggulangan (P2) TB Paru di puskesmas Donggala dikelola oleh seorang


analis kesehatan yang bekerjasama dengan dokter. Kegiatan awalnya berupa penemuan kasus
yang bersifat pasif yaitu penemuan kasus berdasarkan pasien yang datang berobat ke
puskesmas yang memiliki gejala utama seperti batuk lebih dari 3 minggu. Pasien yang
memiliki gejala tersebut akan berstatus suspek yang selanjutnya akan dilakukan pemeriksaan
sputum. Pemeriksaan sputum dilakuan untuk menjaring pasien yang BTA positif terhadap
pasien suspek. Pemeriksaan sputum dilakukan selama 2 hari berturut-turut yaitu sewaktu/spot
(dahak sewaktu saat kunjungan)-dahak pagi (keesokan harinya)-sewaktu (pada saat
mengantarkan dahak pagi (SPS).
Untuk pemeriksaan sputum di puskesmas Donggala dapat mulai dari pembuatan
specimen hingga pemeriksaan. Pasien dengan hasil pemeriksaan sputum BTA positif akan
dilakukan pengobatan sesuai kategori
Berdasarkan data rekapitulasi kegiatan penemuan penderita TB Paru di Wilayah kerja
puskesmas Donggala. Jumlah penduduk yang termasuk dalam wilayah kerja puskesmas
Donggala berjumlah 43.867 Orang. Berdasarkan data dari puskesmas Donggala tahun 2014
kita dapat menghitung dan menganalisis indikator keberhasilan program sebagai berikut.
1. Angka penjaringan subjek
Adalah jumlah suspek yang diperiksa dahaknya diantara 100.000 penduduk pada suatu
wilayah tertentu dalam 1 tahun. Angka ini digunakan untuk mengetahui upaya penemuan
pasien dalam suatu waktu tertentu.

Bedasarkan rumus diatas ditemukan angka penjaringan subjek 1835 per 100.000 penduduk
2. Proporsi pasien TB BTA positiif diantara subjek
Adalah prosentase pasien BTA positif yang ditemukan diantara seluruh suspek yang
diperiksa dahaknya. Angka ini menggambarkan mutu dari proses penemuan sampai
diagnosis pasien, serta kepekaan menetapkan kriteria suspek.

13
Berdasarkan rumus diatas ditemukan proporsi pasien TB BTA positif diantara subjek
adalah 10.1%. Target angka ini sekitar 5-15 %. Sehingga pada puskesmas donggala sudah
memenuhi target. Bila angka ini terlalu kecil ( < 5 % ) kemungkinan disebabkan
- Penjaringan suspek terlalu longgar. Banyak orang yang tidak memenuhi kriteria
suspek, atau
- Ada masalah dalam pemeriksaan laboratorium ( negatif palsu )
Bila angka ini terlalu besar ( > 15 % ) kemungkinan disebabkan :
- Penjaringan terlalu ketat atau
- Ada masalah dalam pemeriksaan laboratorium ( positif palsu).
3. Angka kesembuhan (cure rate)
Angka kesembuhan adalah angka yang menunjukkan prosentase pasien baru TB paru BTA
positif yang sembuh setelah selesai masa pengobatan, diantara pasien baru TB paru BTA
positif yang tercatat. Angka kesembuhan dihitung juga untuk pasien BTA positif
pengobatan ulang dengan tujuan:
- Untuk mengetahui seberapa besar kemungkinan kekebalan terhadap obat terjadi di
komunitas, hal ini harus dipastikan dengan surveilans kekebalan obat.
- Untuk mengambil keputusan program pada pengobatan menggunakan obat baris
kedua (second-line drugs).
- Menunjukan prevalens HIV, karena biasanya kasus pengobatan ulang terjadi pada
pasien dengan HIV.

Dari rumus diatas didapatkan angka kesembuhan tahun 2014 adalah 80.4%. Hal ini tidak
mencapai target minimal yaitu > 85%. Hal ini kemungkinan telah terjadi kekebalan
terhadap obat di komunitas yang harus dipastikan dengan surveilans kekebalan obat.
4. Angka keberhasilan pengobatan
Angka kesembuhan adalah angka yang menunjukkan prosentase pasien baru TB paru BTA
positif yang menyelesaikan pengobatan (baik yang sembuh maupun pengobatan lengkap)
diantara pasien baru TB paru BTA positif yang tercatat.

Berdasarkan rumus diatas didapatkan angka keberhasilan pengobatan yaitu 95%. Angka
ini termasuk tinggi kemungkinan dikarenakan tingkat pengetahuan pengetahuan masyrakat
tentang pengobatan TB harus tuntas yang sudah menyeluruh dan follow up aktif dari
petugas bila pasien tidak datang mengambil obat.

14
-

15
BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
1. Manajemen program penanggulangan TB mempunyai tiga fungsi pokok yaitu
perencanaan, penggerakan, evaluasi, pengawasan dan pelatihan.
2. Perencanaan digunakan untuk memastikan bahwa sumber daya yang ada saat ini dan
masa yang akan datang dialokasikan dengan efektif dan efisien untuk mencapai
tujuan P2TB.
3. Penggerakan merupakan suatu aktivitas untuk membuat semua petugas TB mau
bekerja sama dan bekerja secara ikhlas serta bergerak untuk mencapai tujuan.
4. Diperlukanpengamatan terus menerus terhadap masukan, waktu pelaksanaan
kegiatan P2 TB dan masalah masalah yang timbul serta upaya mengatasinya.

4.1. Saran
1. Penyuluhan kesehatan mengenai TB Paru harus lebih sering dilakukan untuk
meningkatkan kunjungan masyarakat ke puskesmas sehingga angka penemuan kasus
bisa dideteksi lebih cepat.
2. Monitoring dan evaluasi pemeriksaan maupun pengobatan TB Paru harus lebih ketat
sehingga penjaringan pasien suspek TB Paru akan lebih baik.
3. Jumlah SDM dalam hal ini petugas P2TB harus ditambah untuk memaksimalkan
program kerja yang telah ditargetkan.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Hiswani, 2004, Tuberkulosis Merupakan Penyakit Infeksi Yang Masih Menjadi Masalah
Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatra Utara,
Medan.
2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2002, Pedoman Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis, Cetakan ke-8, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
3. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit
Dan Penyehatan Lingkungan, 2011, Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis,
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
4. Girsang, M., 2002, Pengobatan Standar Penderita TBC, Cermin Dunia Kedokteran 137,
6-8.
5. Permatasari, A., 2005, Pemberantasan Penyakit TB Paru Dan Strategi DOTS, Bagian
Paru, Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatra Utara, Medan.
6. Tim Penyusun. 2014. Profil Kesehatan Puskesmas Donggala Tahun 2014. Dinas
Kesehatan Kabupaten Donggala.

17

Anda mungkin juga menyukai