Anda di halaman 1dari 14

Antibodi yang diinduksi oleh vaksinasi hsp70 untuk mngenali epitope sel B pada dinding sel

Mycobacterium avium subspecies paratuberculosis

ABSTRAK

Mycobacterium avium subspecies paratuberculosis (MAP) menyebabkan infeksi saluran


pencernaan kronis pada ruminansia dan memiliki keterkaitan dengan penyebab Crohns
disease pada manusia. Sebuah vaksin MAP subunit Hsp70/DDA telah menunjukkan
penurunan signifikan pada perselubungan MAP pada feses sapi, disertai dengan ditemukanya
produksi antibody terhadap MAP Hsp70, dibandingkan dengan reaktivitas sel T. Hipotesa
kami adalah jika antibody spesifik terhadap Hsp70 dapat memberikan perlindungan, yang
perlu dilakukan pertama kali adalah membuat molekul Hsp70 untuk dapat diakses oleh
antibody pada bakteri MAP yang intak. Pada penelitian terkini, antibody monoclonal mampu
mengidentifikasi epitope sel B MAP Hsp70. Dua epitope linear juga dikenali oleh antibody
dari anak sapid an kambing yang telah divaksinasi. Epitope tersebut menunjukkan jika dapat
dikakses oleh antibody pada dinding sel bakteri dan jaringan lesi intestinal selama proses
infeksi natural. Hasil ini mengindikasikan bahwa antibodi yang diinduksi oleh vaksinasi
dapat mengikat bakteri intak dan memiliki potensi utuk berperan sebagai efek protektif dari
vaksinasi subunit Hsp70/DDA terhadap paratuberculosis pada ternak.

INTRODUKSI

Paratuberkulosis merupakan infeksi mycobacterial kronik di saluran pencernaan


dengan prevalensi tinggi pada ruminansia. Ini menyebabkan kerugian ekonomi substansial
pada peternakan, terutama peternakan sapi. Transmisi organism kausatif Mycobacterium
avium subspecies paratuberculosis (MAP) antara ruminansia terjadi melalui ekskresi via feses
ke lingkungan, dimana bakteri bertahan hidup untuk periode waktu yang cukup lama. Ketika
penyakit berkembang ke arah stadium klinis dari infeksi, MAP juga dapat ditemukan di susu.
Yang mana hasilnya nanti akan menghasilkan isu keamanan makanan yang mungkin
mengaitkan antara MAP dan Crohns disease pada manusia.

Saat ini, vaksin untuk mengendalikan paratuberculosis pada sapi tidak tersedia,
semenjak vaksinasi sel utuh yang terdaftar untuk digunakan pada domba mengganggu
program pengendalian tuberculosis pada ternak muda. Protein MAP sebagai calon vaksin
subunit mungkin dapat mengatasi kendala ini. Pada paratuberculosis pada ternak, serupa
dengan penyakit akibat mycobacterial lain seperti tuberculosis dan lepra, heat shock protein
(Hsp) memunculkan respon antibodi yang kuat. Penelitian kami sebelumnya
mengindikasikan responsivitas imun terhadap protein rekombinan MAP Hsp70 pada binatang
yang terinfeksi secara natural kebanyakan dimediasi sel (cell mediated).

Sejak imunitas potektif terhadap pathogen mycobacterial intraseluler diperkirakan


cell mediated, protein rekombinan MAP Hsp70 digunakan sebagai vaksin subunit pada sapi
disertai dengan uji coba infeksi menggunakan MAP. Hal ini memberikan perlindungan yang
diindikasikan dengan penurunan signifikan jumlah bakteri dalam feses. Secara lain, vaksinasi
subunit MAP Hsp70 tidak mengganggu metode diagnostic terkini untuk mendiagnosis
paratuberculosis pada ternak. Secara mengejutkan, dan dalam kontras yang kuat terhadap
observasi kami sebelumnya terhadap bidang kasus paratuberculosis pada ternak, penelitian
yang menantang dari segi imunitas ini menunjukkan respon imun dimediasi sel yang terbatas
terhadap MAP Hsp70 dan menunjukkan adanya produksi antibody spesifik MAP Hsp70 pada
binatang yang telah divaksinasi.

Kontribusi antibody dalam perlindungan terhadap infeksi mycobacterial telah menjadi


perdebatan namun juga menerima banyak dukungan. Penelitian terkini terhadap terapi serum
M.tuberculosis (Mtb), menunjukan adanya efek protektif dari antibodi yang spesifik terhadap
antigen dinding sel bakteri seperti polisakarida lipoarabinomannan. Pada tikus, antibody
monoclonal (IgA) menunjukkan adanya perlawanan terhadap heat shock protein (Hsp) yang
diekskresikan dari permukaan mycobacterial (homolog kristallin 16kD) yang melindungi dari
infeksi awal pada paru dengan Mtb.

Kami menyimpulkan bahwa jika antibody spesifik terhadap Hsp70 dapat memberikan
perlindungan, yang perlu dilakukan pertama kali adalah membuat molekul Hsp70 untuk dapat
diakses oleh antibody pada bakteri MAP yang intak. Kami memakai antibody monoclonal
tikus untuk menentukan epitope sel B dari protein rekombinan Hsp70 dan terfokus pada
epitope linier. Selanjutnya, respon antibody terhadap epitop tertentu, diinduksi dengan
vaksinasi rekombinan MAP Hsp70 pada sapi dan kambing, lalu dianalisa untuk menguji
apakah antibody ini mengenali epitope linear yang sejenis. Terakhir, antibody monoclonal
digunakan untuk mempelajari apakah antibody ini mengenali protein MAP Hsp70 asli pada
jaringan lesi pada binatang yang terinfeksi secara alami dan apakah antibody ini berinteraksi
dengan bakteri yang intak.
2.MATERIAL DAN METODE

2.1Binatang dan desain eksperimen

2.1.1Tikus

Dua tikus Balb/c, yang diperoleh dari Sungai Charles (Someren,Belanda), digunakan
untuk menghasilkan antibody monoclonal spesifik MAP Hsp70. Binatang dipelihara dalam
kondisi sesuai standard perawatan dan pemeliharaan di Central Animal Facilities of Utrecht
University (Utrecht, Belanda)

2.1.2.Kambing

Tiga puluh anak kambing betina (Kambing ternak Saanen, usia 14+- 3 hari pada awal
eksperimen) digunakan. Anak-anak ini dibesarkan menggunakan prosedur dan makanan
konvensional, dan mendapat pemeriksaan kesehatan umum harian. Mereka dibagi secara acak
ke salah satu dari empat kelompok eksperimen. Anak kambing di grup 1 (n=7) dan grup 2
(n=8) (kontrol tak terinfeksi) dipisahkan dari anak kambing di grup 3 (n=7) dan grup 4 (n=8)
(terinfeksi MAP). Anak kambing di grup 2 dan 4 diimunisasi sekali pada awal eksperimen
(hari ke-0). Imunisasi terdiri dari pemberian 200 ug rekombinan MAP Hsp70 dalam salin
bernuansa fosfat (PBS) yang mengandung 10mg/ml dimethyl dioctadecylammonium bromide
(DDA) (Sigma Aldrich, USA) pada persiapan akhir, secara subkutan di daerah leher bawah.

Anak kambing di grup 3 dan 4 diinfeksi secara oral dengan 3 dosis oral pada hari ke
0,2, dan 4, dengan 2x109 cfu MAP strain G195, yang diisolasi dari kambing dengan gejala
klinis paratuberculosis, dibiakkan di Middlebrook 7H10 yang disuplemen dengan OADC dan
Mycobactin J (pemberian dari D.Bakker, CVI, Lelystad, Belanda). Dosis infeksi ditentukan
dengan menghitung jumlah dilusi koloni pada piringan agar 7H10.

Sampel darah diambil dari vena jugularis setiap minggunya selama 3 bulan. Serum
disimpan di suhu -20o C, hingga penggunaan lebih lanjut. Kambing dieutanasia pada akhir
eksperimen dan sampel jaringan dari ileum, jejunum, ileosecal, dan nodus limfe mesenterikal
jejunum dianalisa menggunakan PCR spesifik MAP IS900, kultur bakteri di mycobactin J
yang disuplemen dengan medium HEY (BD Biosciences, Belgia) dan histopatologi.

2.1.3.Sapi

Serum dari sapi menjadi subjek untuk vaksinasi Hsp70, eksperimen tantangan untuk
yang sudah dipublikasi sebelumnya, kami menggunakan itu untuk memberikan karakter pada
respon antibody spesifik MAP Hsp70. Singkatnya, 4 kelompok yang terdiri dari 10 sapi
betina dengan usia 29 +- 9 hari, secara acak dimasukkan ke dalam salah satu dari 4 kelompok
eksperimen yang digunakan dalam penelitian. Perlakuan untuk setiap grup identik dengan
perlakuan kepada anak kambing yang disebutkan di seksi 2.1.2. Sampel serum diambil setiap
2 minggu pada 12 bulan pertama eksperimen dan setiap bulan untuk 12 bulan sisanya.

2.2.Etik

Eksperimen pada binatang disetujui oleh Komite Etik Utrecht University, dan
dilakukan sesuai dengan regulasi.

2.3. Antigen

Antigen berikut ini digunakan untuk vaksinasi dan menentukau spesifisitas dari
antibody monoclonal (mAb): rekombinan MAP Hsp65 kD (rMAP Hsp65) dan Hsp70 kD
(rMAP Hsp70). Antigen ini diproduksi dengan cara seperti yang sudah disebutkan.

Delesi protein mutan rekombinan C-terminal dari molekul Hsp70 sudah dibangun,
menyusun bagian pengikat reseptor. Itu tersusun dari asam amino N-terminal 1-359 dari
Hsp70 liar, yang memiliki berat molekul sekitar 45 kD dan memiliki desain RBS70. RBS70
dibentuk dari restriksi digestif endonuklease pada rekombinan asli MAP Hsp70pTrcHis
dengan vektor ekspresi AfIII (NE Biolabs, USA). Dan HindIII (Gibco-Invitrogen, Belanda)
menggunakan 5 unit untuk setiap ug DNA. Fragmen yang terdigesti dipisahkan dari vektor
DNA menggunakan elektroforesis gel Agarose 1% dan diisolasi dari gel menggunakan
perlengkapan QIAEXII (Promega, Belanda). Vektor DNA ditumpulkan menggunakan T4
DNA polymerase (Zymo Research, USA), religasi menggunakan T4 DNA ligase (Quick
Ligation kit, NE Biolabs, USA) dan dimurnikan menggunakan perabotan pembersihan DNA.
Pada akhirnya, 10 besar bakteri yang kompeten secara kimiawi (Invitrogen, Belanda)
ditransformasi bersama vektor DNA nya menggunakan protocol heat shock yang disediakan
oleh penyedia. Bakteri yang bertransformasi dipilih dan pemurnian dan ekspresi proteinnya
dilakukan serupa dengan prosedur yang digunakan pada rekombinan MAP Hsp70.

Sebagai tambahan, antigen berikut juga digunakan : rekombinan M.tubeculosis Hsp70


(MTb), rekombinan Escherichia coli (E.coli) Hsp70, dan bovine Hsc70 yang diambil dari
otak sapi (pemberian dari Stressgen, Kanada). Derivat protein yang dimurnikan diproduksi di
CVI (Lelystad, Belanda) sebagaimana yang sudah disebutkan, dari strain MAP 3+5/C
(PPDP), M.bovis (MB) strain AN5 (PPDB), dan M.avium ssp.avium (MAA) strain D4
(PPDA). MAP strain 316F dibiakkan di CVI (pemberian dari D.Bakker).

Untuk menentukan peptide dari skrining antibody monoclonal dan serum dari sapi
dan kambing, sekuens dari derivat Genbank Hsp70 yang digunakan: Q0048 (MAP Hsp70);
A0QLZ6 (MAA Hsp70); P0A5C0 (MB Hsp70); P0A5B9 (MTb Hsp70); P04475 (E.coli
Hsp70); NP776975 (Bos Taurus Hsp70-1A). Set pertama yang terdiri dari 124 peptida 14-mer
sintetik, dengan 1 sistein aminoterminal, 5 asam amino(aa), dan 9 overlap dari aa,
menyelubungi molekul MAP Hsp70, yang disintesis menggunakan teknik sintesis peptide
multiple simultaneous (SMPS) yang telah disebutkan sebelumnya. Untuk memunculkan
ikatan di-sulfat peptide pada bagian keras piringan ELISA, 1 residu sistein amino terminal
dipasangkan ke setiap peptide selama sintesis. Untuk skrining primer, peptide dikelompokkan
menjadi 11 kelompok sekuens peptide. Kelompok yang positif diuji ulang untuk spesifikasi
peptide tunggal. Untuk memunculkan coupling peptida pada butiran yang diselubungi
streptavidin pada system Luminex, 1 set peptida 14-mer MAP Hsp70 terpisah, dipilih
berdasarkan skrining pertama dengan peptide 14-mer, yang disintesis menggunakan teknik
SMPS dan dimodifikasi menggunakan biotinilasi terminal amino.

2.4.Pembuatan dan skrining antibodi monoklonal

Pembentukan antibody monoclonal telah dijelaskan sebelumnya. Singkatnya, 100ug


protein rekombinan MAP Hsp70 dalam 80uL PBS dicampur dengan 100uL Specol (Prionics,
Belanda) untuk memperoleh emulsi water in oil yang digunakan untuk imunisasi i.p pada
tikus Balb/c. Imunisasi ini diulangi 3 minggu kemudian. Dan 3 minggu kemudian lain, 4 hari
sebelum produksi hibridoma, tikus diberikan secara i.v 50ug antigen dalam 50uL PBS.
Setelah 4 hari, sel spleen telah bergabung dengan sel myeloma tikus (Sp2/0) menggunakan
polietilenglikol (PEG), Merck, Jerman). Antibodi spesifik antigen yang diproduksi oleh
hibridoma diseleksi menggunakan elisa dan di-subklon terbatas dengan dilusi. Isotipe dari
antibody monoclonal ditentukan menggunakan the Mouse Hybridoma Subtyping Kit (Roche,
Belanda)

2.5. ELISA

Secara umum, 96 plat EIA (Corning Costar Corp, USA) diselubungi dengan 100uL
antigen yang terdilusi dalam buffer sodium bikarbonat (pH 9.6), selama 60 menit pada suhu
37oC. Semua inkubasi subsekuen dilakukan dalam 30 menit pada suhu yang sama, dan
setelah semua langkah inkubasi, plat dibersihkan 3 kali menggunakan PBS yang mengandung
0.05% Tween 20. Dan diblok menggunakan 200uL solusi penghambat (Roche, Belanda).
Semua faksi antibody didilusi di solusi penghambat dan dilabeli peroksidase untuk
menggunakan antibody tersebut sebagai enzim.

Pada tahap akhir, plat dicuci secara ekstensif, dan 100uL substrat buffer ABTS (2,2
asam benzthiazolinsulfonat azinobis(3 etil)) (Roche, Belanda) ditambahkan. Densitas optikal
diukur setelah 10 menit pada pembacaan ELISA dengan spectrophotometer pada gelombang
405nm (Bio-Rad, USA). Nilai absorben dianalisis secara subsekuen.

2.5.1. ELISA protein

Protein MAP Hsp70, protein Hsc70, PPDP, PPDA, dan PPDB ELISA untuk
mengukur respon antibody pada serum sapi yang dilakukan sesuai metode yang sudah
dijelaskan dengan sedikit modifikasi untuk mendeteksi antibody murin dan caprin.
Hibridoma supernatant atau serum dari kambing yang diimunisasi/terinfeksi digunakan untuk
dilusi predeterminan optimal atau dilusi secara serial di dalam buffer penghambat sesuai
dengan yang sudah dijelaskan. Antibodi sekunder yang digunakan adaah antibodi konjugat
peroksidase poliklonal goat anti-mouse (PO) (Sigma Aldrich, USA) untuk mendeteksi
antibodi monoclonal murin dan IgG rabbit anti-goat (Sigma-Aldrich, USA) untuk
mendeteksi antibodi caprin.

2.5.2 ELISA sel utuh Mycobacterial

Merupakan modifikasi dari ELISA protein. Singkatnya, 96 plat (Corning Costar Corp,
USA) diselubungi dengan 100uL biakan bakteri (baik MAP dan MAA; 1x108 cfu/mL),
didilusi dalam buffer sodium bikarbonat pH 9.6 selama 60 menit dalam suhu ruangan, sambil
dikocok dalam 300rpm di pengocok elektronik MTS (IKA Werke, Jerman). Semua inkubasi
subsekuesn dilakukan dengan pengocokan selama 30 menit dalam suhu ruangan. Setelah
setiap langkah inkubasi, plat dibersihkan 3 kali dengan PBS yang mengandung 0.01% Tween
20. Antibodi sekundernya adalah kambing anti-tikus (GAM)-PO (Roche, Belanda) 1:2000.

2.5.3. ELISA peptida

ELISA peptide digunakan untuk pemetaan epitope awal dari produksi antibodi
monoclonal terhadap MAP Hsp70. ELISA peptide menggunakan peptidak rantai cys seperti
yang disebutkan sebelumnya. Peptida rantai cys yang berbeda didilusi pada 0.1 MTris-HCl,
pH 8.0 pada konsentrasi 15ug/ml, dan 100 ul masing-masing.
2.6. Analisis flowcytometrik ikatan antibodi monoclonal terhadap mycobakteri

Untuk mempelajari apakah antibodi monoclonal mengikat bakteri yang intak, adanya
MAP Hsp70 pada dinding sel bakteri, suspense dari MAA strain D4 dan MAP strain 316F
(pemberian dari D.Bakker, CVI) sudah disiapkan dari fase kultur cairan. Suspensi MAA dan
MAP (keduanya 1010 bakteri/mL dalam PBS) didilusikan 1:100, dicuci 3 x dengan
sentrifugasi (1 menit pada 14,000 RPM dengan sentrifus Eppendorf (Eppendorf,Jerman)) dan
diresuspensi dalam PBS. Suspensi ini didilusi 1:100 dalam PBS yang disuplemen dengan 1%
BSA dan 0.01% sodium azide (Sigma Aldrich, USA) dan dibagi dengan volum 100uL.
Antibodi monoclonal spesifik Hsp70 ditambahkan dalam konsentrasi 5ug/mL. Setelah
inkubasi selama 25 menit dalam suhu ruangan (RT) dan 3 kali pencucian dengan PBS yang
disuplemen dengan 1% BSA dan 0.01% sodium azide (buffer FACS), diberi label dengan
FITC antibodi Goat anti-mouse (Becton-Dickinson, USA) ditambahkan dan diinkubasi lagi
selama 25 menit pada suhu ruangan. Setelah 3 kali lagi pencucian, 10,000 sel bakteri siap
digunakan untuk analisis oleh FACScan (Becton-Dickinson, USA)

2.7. Luminex multiplex immunoassay

Perhitungan antibodi spesifik peptide multiplex dilakukan menggunakan peptide yang


sudah dibiotinylasi yang terikat dalam mikrosfer fluoresensi berselubung avidin (LumAv,
Luminex, USA) di atas platform Luminex 100 sesuai dengan instruksi. Sejumlah 2.5x105
butir (100uL) per satuan butiran dicuci 2 kali dengan PBS dan setelah itu diinkubasi dengan
10 umol peptide terbiotinylasi selama 10 menit pada suhu 20 oC. Setelah 2 kali pencucian
dengan PBS, diresuspensi dengan volume asli (100uL) menggunakan PBS yang disuplemen
dengan 1% albumin serum bovin (Sigma Aldrich, USA) dan 0.001% sodium azide, dan
disimpan di tempat gelap dalam suhu 4oC sampai penggunaan lebih lanjut. Untuk analisis
multiplex, 20uL dari hasil resuspensi masing-masing dikumpulkan dalam container
eppendorf. Untuk volume terakhir, volume PBS yang sama ditambahkan dan dicampurkan.

Di dalam 96 plat mikrotiter dengan dasar lingkaran, 10uL campuran butiran


ditambahkan ke dalam. Setelah itu, 100uL dari serum kambing atau anak sapi juga
ditambahkan. Campuran ini kemudian diinkubasi selama 30 menit dalam suhu 4 oC dan dicuci
sekali dengan PBS yang disuplemen dengan 1% albumin serum dan0.01% sodium azide.
Kemudian, antibodi yang mati ditandai dan diberi 50uL 1:5000 protein-A-RPE terdilusi
(Prozyme, USA). Campuran ini diinkubasi selama 30 menit pada suhu 4 oC yang pada saat
yang sama 100uL PBS yang disuplemen dengan 1% albumin serum dan0.01% sodium azide
juga ditambahkan. 96 plat ini kemudian diletakkan di Luminex 100 analyzer dan setiap
sampel jumlah fluorescent derivate PE dihitung untuk setiap 20 set berdasarkan data dari 100
butir per set dan memiliki satuan mean fluorescence intensity (MFI) sebagai pengukur untuk
antibodi yang terikat peptida.

2.8. Immunohistokimia

Antibodi monoclonal spesifik rekombinan Hsp70 yang terpilih mengenali epitope


inieer yang digunakan di immunohistologi untuk mempelajari apakah epitope ini dapat
dideteksi di MAP liar, yang ada di jaringan lesi terinfeksi. Sampel jaringan dari jaringan yang
dilapisi paraffin, dan difiksasi dengan formalin yang digunakan berasal dari sapi yang
terdiagnosis paratuberculosis dan binatang kontrol yang tidak terinfeksi. Karakterisasi
mikrobiologikal dan immunological dari sampel ini telah dijelaskan sebelumnya.

Jaringan specimen diproses dengan metode rutin pada pemeriksaan mikroskopik


menggunakan pewarna Haematoxylin dan Eosin (H&E) dan Ziehl-Nielsen (ZN). Untuk
kepentingan imunohistologi, irisan jaringan diawetkan di dalam xylene dan direhidrasi
menggunakan alcohol selama 2 menit hingga digunakan air biasa. Kemudian, ditangani
dengan buffer citrate pH 6.0 di dalam microwave 700W selama 10 menit. Aktivitas
peroksidase endogen ditangkal dengan 1% H2O2 terlarut dalam methanol selama 10 menit.
Diikuti dengan pemberian 10% serum kuda normal (NHS) 1:10 dalam PBS selama 15 mnit
untuk menyingkirkan reaktivitas tidak spesifik dan melalui inkubasi dengan antibodi primer
(4oC sepanjang malam). Antibodi sekunder (biotin horse anti-mouse 1:125, Dako, Denmark)
diperlakukan sama selama 30 menit pada suhu ruangan. Kedua solusi A dan B dari perangkat
ABC didilusi 25 kali dalam PBS, dicampur dan reagen ABC disimpan selama 30 menit
hingga penggunaan lebih lanjut. Lalu irisan ini diinkubasi selama 30 menit dengan kompleks
ABC pada suhu ruangan. Ikatan konjugat dideteksi dengan penambahan substrat kromogen
(3,3 diaminobenzidine, DAB) dan pewarnaan dibiarkan untuk muncul selama 10menit.
Akhirnya, irisan jaringan dicuci dengan air mengalir, diberi pewarnaan silang dengan
haematoxylin, dibersihkan, dikeringkan, dan siap digunakan

2.9. Analisis statistik

Data dianalisis menggunakan software SPSS v15. Student t-test atau ANOVA
digunakan sebagaimana yang diindikasikan. Tingkat signifikansi statistic ditetapkan pda
p<0.05
3.HASIL

3.1.Karakterisasi antibodi monoklonal spesifik rMAP Hsp70

8 hibridoma supernatant bereaksi dengan rMAP Hsp70. Tidak ada dari 8 supernatan
tersebut yang bereaksi terhadap rMAP Hsp60 atau PPDA selaku antigen kontrol, 3 supernatan
mengenali epitopenya terhadap PPDP (KoKo.B03, KoKo.B05, KoKo.B06). Lebih lanjut lagi,
8 kultur supernatant ini diskrining untuk reaktivitasnya terhadap rHsp70 dari MTb, E.coli,
dan Hsc70 bovin yang dimurnikan. 4 supernatan bereaksi hanya pada MAP Hsp70
(KoKo.B01, KoKo.B02, KoKo.B05, KoKo.B06), 3 supernatan juga mengenali rHsp70 dari
MTb (KoKo.B03, KoKo.B04, KoKo.B08), 3 supernatan mengenali Hsc70 bovin (KoKo.B04,
KoKo.B07, KoKo.B08) dan hanya 1 supernatan yang mengenali rHsp70 dari E.coli
(KoKo.B03).

Perbandingan ikatan dari 8 antibodi monoklonal spesifik MAP Hsp70 pada ELIS
terhadap delesi rekombinan protein mutan RBS70 (mengandung asam amino N-terminal 1-
359 pada MAP Hsp70 liar) mengindikasikan bahwa KoKo.B01, KoKo.B02, KoKo.B06
mengenali epitopenya pada C-terminus dari Hsp70, yang mana tidak ditemukan di RBS70. 5
antibodi lain mengenali epitopenya pada molekul mutan N-terminal RBS70.

3.2. MAP Hsp70 mengandung epitope linier sel B multipel

Keseluruhan 8 antibodi yang bereaksi terhadap rMAP Hsp70 diuji untuk pengenalan
terhadap peptide MAP Hsp70 sintetik untuk mengidentifikasi epitope linier. Pada skrining
primer, 3 antibodi (KoKo.B01, KoKo.B02, KoKo.B03) menunjukkan reaktivitas terhadap
kelompok peptide spesifik dari MAP Hsp70 (data tidak ditunjukkan). 5 antibodi monoklonal
lain tidak mengenali peptida epitope linier tersebut. Lalu, pemetaan yang baik dari epitope
menggunakan kelompok peptide tunggal pada fase solid ELISA mengkonfirmasikan bahwa
KoKo.B01, KoKo.B02, KoKo.B03 mengenali epitope linier dari MAP Hsp70. Antibodi
KoKo.B01 (Isotipe IgG1) dan KoKo.B02 (Isotipe IgG2b) mengenali sekuens asam amino
P595-603 (PDGAAAGGG), yang terletak di bagian C-terminal dari MAP Hsp70. Antibodi
ketiga, KoKo.B03 (Isotipe IgG2a), mengenali epitope terkonservasi di N-terminal dari
protein MAP Hsp70 dengan penampakan area sekuens inti P111-124 (ITDAVITVPAYFND).
Spesifisitas dari antibodi monoklonal KoKo.B01-03 dalam hubunganya terhadap
homolog protein Hsp70 diuji menggunakan Luminex multiplex immunoassay. Data pu
mengindikasikan jika KoKo.B01 (data tidak ditunjukkan) dan KoKo.B02 mengenali epitope
yang ada dan identik dengan Hsp70 dari MAP dan MAA, tetapi tidak dengan Hsp70 dari MB,
MTb, dan E.coli dan Hsc70 bovin. Akhirnya, berdasarkan data dari KoKo.B03 yang
mengindikasikan adanya homolog mycobacterial yang terkonservasi (MB, MTb) dapat
dikenali secara merata, sedangkan pengenalan untuk homolog E.coli berkisar sekitar 50%
dari epitope MAP, sedangkan pengenalan terhadap homolob bovin mendekati tingkatan dasar.

3.3. Pengenalan epitope linier sel B dari MAP Hsp70 pada serum kambing dan sapi

Pada sapi, respon antibodi spesifik Hsp70 terdeteksi 3 minggu setelah vaksinasi (data
tidak ditunjukkan). Pada kambing, respon antibodi spesifik Hsp70 terdeteksi 4 minggu
setelah vaksinasi, bertahan stabil antara 4 sampai 12 minggu setelah vaksinasi dan tidak
dipengaruhi oleh paparan MAP. Respon antibodi MAP Hsp70 pada kambing yang tidak
divaksinasi tetap pada level dasar selama 12 minggu paparan terhadap MAP. Pergerakan
serupa diobservasi menggunakan ELISA dengan molekul RBS70 (data tidak ditunjukkan).
Serum yang diperoleh pada minggu ke 3 (sapi) dan 4 (kambing) setelah vaksinasi dianalisis
untuk mengetahui keberadaan antibodi spesifik Hsp70 yang ditujukan pada area protein yang
diidentifikasi dengan antibodi monoklonal tikus dengan inkubasi serum dengan 7 peptida
Hsp70 berbeda. Pengenalan pola P111-124 dan 6 peptida yang tersusun dari C-terminus
Hsp70 yang kurang terkonservasi ditunjukkan di Gambar 4B. Hal ini mengindikasikan bahwa
pada kambing yang divaksinasi respon dominan ditujukan ke peptide P111-124, P605-618,
dan P610-623.

Vaksinasi dengan paparan MAP secara bersamaan tidak mempengaruhi respon


terhadap P111-124, dan P605-618. Respon yang lebih rendah terdeteksi pada P610-623, pada
kelompok yang terpapar MAP dibandingkan dengan yang telah divaksinasi. Perbedaan serupa
diobservasi pada beberapa waktu kemudian (data tidak ditunjukkan). Pada sapi, respon
dominan yang divaksinasi ditujukan ke peptide P111-124, P590-603, P600-613, dan P610-
623. Paparan MAP secara bersamaan tidak mempengaruhi respon terhadap P111-124, respon
yang lebih rendah terdeteksi pada P590-603, dan P600-613 yang dikenali secara terpisah
antara sapi yang divaksinasi dan yang terpapar MAP. Pada akhirnya, P610-623 dikenali
hanya pada sapi yang divaksinasi dengan Hsp70 saja. Data serupa diperoleh dari serum sapi
beberapa waktu setelah vaksinasi (data tidak ditunjukkan). Kambing dan sapi yang
divaksinasi mengenali epitope yang sama dengan KoKo.B0103.

3.4. Epitope linier sel B MAP Hsp70 dikenali pada dinding sel dari MAP

Berdasarkan atas pengenalan yang dapat dibandingkan dari epitope linier yang
teridentifikasi di MAP Hsp70 pada antibodi dari sapi, kambing, dan tikus, dan masalah yang
berhubungan dengan serum poliklonal, antibodi monoklonal tikus (KoKoB01-03) digunakan
untuk mempelajari interaksinya dengan MAP pada whole cell ELISA. Keduanya
mendeskripsikan epitope (P111-124 dan P595-603) yang dikenali pada dinding sel dari MAP.
Walaupun tingginya kesamaan sekuens dari protein Hsp70 dari MAP dan MAA (99.8%
kesamaan,berbeda hanya di keberadaan Q198H), reaksi terhadap MAA yang intak secra
signifikan lebih rendah pada ELISA (p<0.001) dibandingkan terhadap reaksi pada MAP yang
intak. Reaksi yang rendah juga ditemukan pada MB.

Data serupa diperoleh pada KoKo.B01 dan KoKo.B03 menggunakan pendekatan


flowcytometric untuk menjelaskan ikatan dari antibodi terhadap mycobakteria intak yang
hidup, contoh ditunjukkan pada gambar 5C.

3.5. MAP Hsp70 ditemukan di jaringan lesi dari binatang yang terinfeksi paratuberkulosis

Antibodi KoKo.B02 dan KoKo.B03 mengenali 2 epitope linier yang berbeda dari
MAP Hsp70, dan juga dikenali oleh serum dari kambing dan sapi yang diimunisasi, yang
diuji untuk pengenalan dari epitope ini pada analisis imunohistokimia dari jaringan bovin
yang dilapisi paraffin dan difiksasi dengan formalin. Kedua antibodi mengenali bakteri in situ
pada irisan jaringan (N=3, binatang indepenten), yang mengindikasikan bahwa epitope dan
protein Hsp70 diekspresikan oleh MAP pada lesi intestinal. Gambar 6 menunjukan
pewarnaan imunohistokimia dari jaringan intestinal yang terinfeksi MAP dengan KoKo.B02;
sebuah isotope antibodi kontrol yang digunakan dengan konsentrasi yang sama dan
menunjukkan tidak adanya pewarnaan.

4. PEMBAHASAN

Penelitian ini mengindikasikan jika protein Hsp70 dapat diakses oleh antibodi baik
pada bakteri MAP yang intak pada suspense dan juga pada jaringan lesi sapi yang terinfeksi
MAP. Keberadaan protein Hsp70 pada dinding sel, tampak lebih dikenali pada MAP
dibandingkan pada MAA, biarpun tingginya tingkat kesamaan sekuens dari protein Hsp70
dari MAP dan MAA. Pada penelitian sebelumnya, kami menunjukkan jika vakinasi sapi
dengan rMAP Hsp70 secara signifikan menurunkan proses infeksi bakteri. Penurunan ini
kmerupakan kemunculan yang tidak diperkirakan dengan respon antibodi Hsp70 yang jelas
dan respon yang dimediasi sel yang terbatas. Hasil ini menunjukkan bahwa induksi dari
antibodi Hsp70 dapat memberikan peranan pada respon imun efektif terhadap MAP in vivo.
Sesuai dengan ditemukanya Hsp yang lebih kecil dari 16kD pada MTb, Hsp70 sepertinya
muncul pada dinding sel yang intak dari MAP, seperti yang telah dibuktikan oleh penelitian
sebelumnya yang mengidentifikasi protein dinding sel menggunakan pendekatan proteomic.
Lebih jauh lagi, itu ditunjukkan pada aplikasi local antibodi monoklonal spesifik terhadap
kristalin 16kD yang memberikan perlindungan pada tahap awal infeksi tuberkulosa pada
model murin yang terkena tuberculosis. Pada sisi lain, antibodi spesifik dari Hsp70 memiliki
kontribusi sebagai imunitas protektif pada infeksi mycobakterial, dimana penelitian lain juga
menunjukkan hasil serupa.

Kami menemukankan epitope sel B MAP Hsp70 pada antibodi monoklonal murin dan
serum dari kambing dan sapi yang divaksinasi dengan Hsp70. Pendekatan menggunakan
peptide sintetik kami menghasilkan 2 epitope linier. Satu diantaranya (dikenali oleh
KoKo.B03) terletak di N-terminal yang terkonservasi pada protein MAP liar, dan yang lainya
terletak di area C-terminal yang kurang terkonservasi di protein. 5 antibodi monoklonal lain,
4 di antaranya terletak di N-terminus dari MAP Hsp70. Walaupn kami tidak dpat memetakan
dengan baik epitope-epitope ini, penemuan ini menunjukkan bahwa Hsp70 mengandung
target yang beragam pada interaksi antibodi. Imunisasi pada tikus dengan ekstrak MAP juga
mengarahkan kami pada produksi antibodi monoklonal spesifik pada Hsp70 (MAP3840),
yang mengindikasikan bahwa protein ini imunogenik dan banyak terdapat pada MAP. Protein
intak sebagaimana epitope linier dominan yang muncul pada antibodi sapi yang divaksinasi
dengan rHsp70. Baik sapi ini terinfeksi secara eksperimental ataupun tidak tetap tidak
mempengaruhi respon antibodi terhadap epitope ini. Hasil serupa juga diperoleh dari
kambing muda. Keduanya, dipaparkan secara eksperimental pada MAP baik dengan
vaksinasi atau tidak ternyta tidak mempengaruhi respon sel B terhadap vaksinasi Hsp70. Pada
C-terminus dai MAP Hsp70 epitope linier lain juga ditemukan, mengindikasikan bahwa pada
sapi dan kambing yang divaksinasi juga dikenali beberapa protein target.
Demi kepentingan diagnostic, kombinasi penggunaan antibodi spesifik pda epitope C-
terminal dan N-terminal dari Hsp70 menunjukkan kemungkinan pewarnaan Ziehl-Nielssen
sebagai alternative, untuk meningkatkan spesifisitas terhadap deteksi mycobakterial pada
specimen. Spesifisitas yang telah diketahui pada antibodi monoklonal KoKo.B01-03
menunjukkan perbedaan antara Hsp70 MAP/MAA dan spesies kompleks MTb patogenik dan
Hsp70 M.leprae. Sebagai tambahan, diluar dari genus mycobacterium, mAb dapat diketahui
dari keberadaan Hsp70 dari MAP/MAA atau Hsp70 dari organism prokariotik lain.

Penelitian ini dan penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pada paratuberkulosis


yang diperoleh secara natural ataupun juga infeksi ekperimental terbentuk antibodi spesifik
Hsp70, dimana Hsp70 tidak menginduksi respon imun yang dimediasi sel. Patogen turunan
protein Hsp70 dapat muncul pada debris-debris dari mycobakterial yng mati dan fragmen
apoptotic dari sel inang yang terinfeksi, dan dapat diambil dari antigen presenting cell (APC)
yang telah diproses. Dalam konteks infeksi local mycobakerial, terutama pada tahap awal
paratuberkulosis, respon imun adaptif Th1 dan respon terhadap antigen lain dapat muncul
dalam kondisi tersebut sehingga dapat mengaburkan hasil.

Namun secaa kontras, vaksinasi dengan MAP Hsp70 respon antibodi dominan tampak
dimunculkan pada proteinnya. Kami telah menunjukkan jika epitope dari MAP Hsp70
mengaktivasi sel T helper bovin, termasuk interferon yang memproduksi CD4+Th1 pada
MHC II di sapi yang ivaksinasi dengan MAP Hsp70. Namun, berdasarkan pengukuran
terhadap induksi imunitas yang dimetiasi sel pada Hsp70, ditemukan sedikit sekali data
substansial pada imunitas yang dimediasi sel setelah vaksinasi Hsp70/DDA.

Secara umum, reaksi imun local terhadap infeksi merupakan hasil dari interaksi sel
inang yang terinfeksi. Setelah infeksi MAP dan manipulasi APC pada respon adaptif
menyebabkan respon protektif optimal dapat dimunculkan. Khususnya pada paratuberkulosis,
dimana respon Th1 pada tahap awal cukup mudah dideteksi, akan tetapi sebagian besar
binatang yang tidak dapat sembuh total dari infeksi akan menjadi infeksi kronis, akibat
kurangnya imunitas protektif. Respon antibodi yang tidak adekuat pada awal terpapar
antigen, ketidak siapan terhadap kontak alami dengan mycobakterial yang intak, dapat
memunculkan pengaruh lain terhadap imunitas protektif yaitu induksi respon imun yang
dimediasi sel sebagai hasil dari vaksinasi Hsp70/DDA.

Kesimpulanya, penelitian ini mendemonstrasikan setidaknya 2 epitope linier sel B


muncul di molekul Hsp70. Epitope ini juga dapat ditemukan pada dinding sel MAP dan dapat
ditangani oleh antibodi. Hal ini dapat disebut juga antibodi yang diinduksi oleh vaksinasi,
namun itu tidak diproduksi selama infeksi MAP, sebagaimana ikatan bakteri yang intak masih
memungkinkan untuk memunculkan makrofag dan APC lain. Selanjutnya, untuk interferon
yang memproduksi sel Th1, antibodi spesifik Hsp70 ini memegang peranan penting dalam
efek protektif seperti yang ditunjukkan pada yang mendapatkan vaksinasi Hsp70/DDA untuk
paratuberkulosis.

Anda mungkin juga menyukai