Anda di halaman 1dari 5

KETAATAN KEPADA ALLAH DAN RASUL

KUNCI SUKSES ISLH UMAT ISLAM

Hilman Fitri

Islah merupakan kewajiban bagi umat Islam, baik secara personal


maupun sosial. Penekanan islah ini lebih terfokus pada hubungan antara
sesama umat manusia agar terpeliharanya keharmonisan hubungan yang
berdampak pada lahirnya aneka manfaat dan kemaslahatan. Allah Jalla Jalluh
berfirman dalam surah al Hujurat ayat 9-10 sebagai landasan hokum untuk
mendamaikan antar umat Islam yang saling berselisih sebagai berikut:



*

.

Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu
damaikan antara keduanya! Tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang
lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada
perintah Allah. Kalau dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan
hendaklah kamu berlaku adil; sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku
adil. Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah
(perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya
kamu mendapat rahmat.

Ada riwayat yang menyebutkan bahwa ayat ini turun berkaitan dengan pertengkaran yang
mengakibatkan perkelahian dengan menggunakan alas kaki, antara kelompok Aus dan Khazraj.
Imam Bukhari dan Muslim (As Suyuti, 2008: 526) meriwayatkan dari Anas bahwa suatu ketika
Rasulullah s.a.w. mengendarai keledainya melalui jalan di mana Abdullah bin Ubay Ibn Salul
sedang duduk dan berkumpul dengan rekan-rekannya. Saat itu, keledai Rasul buang air, lalu
Abdullah bin Ubay lantas berkata,Menjauhlah dari saya karena bau busuk keledaimu telah
membuat saya tidak nyaman. Sahabat Nabi s.a.w.Abdulllah bin Rawahah r.a. menegur Abdullah
sambil berkata: Demi Allah, bau air seni keledai Rasulullah ini lebih wangi darimu.
Mendengar ucapan Abdullah bin Rawahah r.a. seseorang yang berasal dari suku yang sama

1
dengan Abdullah bin Ubay bin Salul marah. Akibatnya, pertengkaran antara kedua kelompok
tersebut tidak terhindari sehingga mereka saling pukul dengan menggunakan pelepah kurma,
angan,dan terompah. Tidak lama berselang turunlah ayat ini. Dalam riwayat yang lain
menyatakan bahwa perkelahian terjadi disebabkan percekcokan antara dua pasang suami istri
yang kemudian melibatkan kaum masing-masing, yang kemudian didamaikan oleh Rasulullah
s.a.w.

Ketika dikaji melalui ilmu munasabah ayat, pada ayat sebelumnya Allah Jalla Jalluh
memperingatkan akan keharusan ber tabayun (keharusan meneliti kebenarannya dan merujuk
kepada sumber pertama guna mengetahuinya) dalam menyikapi informasi penting yang
disampaikan oleh orang Munafik, agar jangan sampai terlalu cepat membenarkan berita tersebut
karena hanya akan menyebabkan terjadinya fitnah berupa pertengkaran atau perkelahian diantara
mereka. Sehingga ayat ini turun berbicara tentang cara menyelesaikan perselisihan atau
pertengkaran antar kaum mukminin dikarenakan adanya isu yang tidak jelas tersebut dan
kalaulah tidak diselesaikan dikhawatirkan akan mendatangkan malapetaka yang besar. Dan
ketahuilah malapetaka terbesar yang pernah menimpa umat Islam adalah perbedaan pendapat
dan perpecahan (Qardhawi, 1997: 254).

Secara bahasa kata ishlah adalah sebuah kata yang berasal dari kata bahasa arab
,, bentuk masdar (infinitif) dari akar kata -- yang diambil dari komponen
dasar ,-- dan diartikan oleh Shihab (2002: Vol. 12: 596) sebagai antonim dari kata
(rusak). Sementara itu, Ibrahim Madkour (tt: 518) mengatakan bahwa kata , mengandung
dua makna: manfaat dan keserasian serta terhindar dari kerusakan. Jika kata tersebut berbentuk
imbuhan maka berarti menghilangkan segala sifat permusuhan dan pertikaian antara kedua belah
pihak.

Adapun dalam Alquran (Khatib, tt: 365) makna ishlah ini mencakup beberapa makna,
yakni:

1. Al-hidayah (petunjuk), contohnya pada Q.S. Al Anbiyaa: 89.

2. Ihsan al-amal (perbaikan amal perbuatan/reformasi) dan amal saleh, contohnya pada
Q.S. Al Baqarah: 160.

2
3. Menunjukan sifat para Nabi dan orang-orang yang beriman lagi taat, contohnya pada
Q.S.Al Baqarah: 130.

4. At-taufiq baina al-mutanaazi'ain (rekonsiliasi antara dua pihak yang berselisih),


contohnya pada Q.S. Al Baqarah: 182.

5. Al-amru bi al-ma'ruuf wa an-nahyu 'ani al-munkar (menyuruh kepada yang ma'ruf


dan mencegah dari yang munkar), contohnya pada Q.S. Hud : 117.

Sedangkan secara terminologi makna dari ishlah ini mencakup beberapa hal yakni:

1. Suatu perjanjian untuk menyelesaikan pertikaian.

2. Suatu upaya antar pihak manusia dengan maksud perbaikan.

3. Suatu upaya untuk menyelesaikan perselisihan dan mencapai persetujuan antar pihak
manusia.

4. Suatu upaya dan mediasi untuk menyelesaikan perselisihan dan perbedaan antar pihak
yang bertikai melalui cara konsensus dan rekonsiliasi sebagai pencegahan terjadinya
permusuhan dan tumbuhnya rasa iri dengki.

Hakikat sebab dari adanya perselisihan ini adalah keberadaan setan yang senantiasa
menghasut keturunan Bani Adam untuk saling berselisih yang mengakibatkan adanya kerusakan
di muka bumi. Allah Jalla Jalluh menegaskan hal ini dalam surah al Isr ayat 53, sebagai
berikut;

Dan katakanlah kepada para hamba-Ku hendaknya mereka mengatakan perkataan yang
lebih baik, sesungguhnya syaithan itu melakukan hasutan di antara mereka.
Sesungguhnya syaithan adalah musuh yang nyata bagi manusia.

Bahkan Rasulullah s.a.w. pun menginformasikan hal tersebut pada salah satu hadisnya
bahwa: Sungguh setan telah berputus asa untuk (mengajak) orang-orang beriman di jazirah
Arab untuk shalat menyembahnya, akan tetapi setan tidak berputus asa menabur benih
perselisihan, pertengkaran, serta permusuhan dan yang semisalnya di antara mereka (Muslim, tt:
2166).

3
Adapun syarat sekaligus solusi untuk merealisasikan ishlah antar umat Islam yang
berselisih adalah melalui ketaatan kepada Allah Jalla Jalluh dan Rasul-Nya karena ia
merupakan benteng yang kokoh untuk menghindari perpecahan dan pertikaian yang akan
merapuhkan kekuatan dan persatuan umat. Dengan mendahulukan taat kepada Allah Jalla Jalluh
dan Rasul-Nya, akan lenyaplah benih-benih pertikaian yang kebanyakan berawal dari perbedaan
cara pandang yang bersumber dari hawa nafsu yang diperturutkan. Sehingga mereka masuk ke
dalam kancah peperangan dalam keadaan menyerahkan segala urusan secara totalitas kepada
Allah Jalla Jalluh. Inilah faktor yang sangat fundamental bagi kebaikan generasi terbaik dari
umat ini sepanjang sejarah (Qutb, 2003: 3343).

Setelah proses ishlah selesai, terdapat tips Qurani pada ayat ayat selanjutnya untuk
memelihara dan menjaga keharmonisan hubungan umat Islam ini yakni, pertama, menghindari
kata-kata hinaan/olok-olokkan (laa yaskhor qoumun min qoumin), kedua, menghindari suudzan
(ijtanibuu katsiran minadz dzan), ketiga, menghindari ghibah dan mencari-cari kesalahan (laa
tajassasu wala yaghtab badhukum badhan). Namun seluruh etika dan adab ini hanya bias
dilakukan oleh mereka yang senantiasa dibimbing dan merujuk kepada barometer iman.

Sekarang saatnya kita mulai melihat sejauh mana peran kita di dalam membangun dan
memelihara kesatuan umat Islam. Jangan sampai kemudian kita justru menjadi pelopor atau
provokator terjadinya perpecahan umat. Karena dakwah Islam adalah dakwah yang dibangun di
atas prinsip persaudaraan. Dalam kamus generasi awal umat Islam, menjaga keutuhan dan
kesatuan umat merupakan amal prioritas yang menduduki peringkat pertama dari amal-amal
yang mereka lakukan. Dan sarananya adalah dengan memelihara, membina, dan memperkuat tali
persaudaraan antar mereka yang sesungguhnya sejak awal telah diikat oleh Allah Jalla Jalluh
ketika seseorang menyatakan keimanannya, Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu
bersaudara.

Referensi:

As Suyuti, J. 2008. Sebab Turunnya Ayat Alquran. Depok: Gema Insani Press.

Khatib. Tt. Nadhratu an Naim Fi Makarim Akhlaqir Rasuul Juz 2. Jeddah: Darul Wasilah Lin
Nasyr wat Tauzi.

4
Madkur, I. tt. Mujamul Wasit. Beirut: Darul Fikr.

Muslim. Tt. Shahih Muslim al Juzuur Rbi . Beirut: Dar Ihyut Turtsil Araby.

Qardhawi, Y. 1997. Fiqhul Ikhtilaf. Jakarta: Robbani Press.

Qutb, S. 2003. Tafsr Fii Dzillil Quran al Mujallidus Sdis. Qahirah: Drus Syuruq.

Shihab, MQ. 2002. Tafsir al Mishbah Vol. 12. Jakarta: Lentera Hati.

Anda mungkin juga menyukai