Anda di halaman 1dari 24

Clinical Science Session

TONSILITIS

Oleh :

Bunga Saridewi 1010312051

Panji Hadi Permana 1110312029

Preseptor :

dr. Ade Asyari, Sp.THT-KL

BAGIAN ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG TENGGOROK

KEPALA DAN LEHER

RSUP Dr. M. DJAMIL PADANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2016

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan naskah Clinical

Science Session (CSS) ini dengan judul Tonsilitis sebagai salah satu syarat

untuk dapat menyelesaikan kepaniteraan klinik di Bagian Telinga Hidung

Tenggorok Kepala Leher Fakultas Kedokteran Universitas Andalas / RSUP Dr. M.

Djamil Padang. Semoga shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan atas

junjungan kita Nabi Muhammad SAW.

Penulis menyadari naskah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,

penulis mengharapkan kritik dan saran dari seluruh pihak yang membaca demi

kesempurnaan naskah ini.

Akhir kata, penulis berharap Allah SWT berkenan membalas kebaikan

seluruh pihak yang turut membantu. Semoga naskah ini dapat memberikan

sumbangan dan manfaat kepada ilmu pengetahuan, masyarakat, dan pembaca

lainnya.

Padang, Januari 2016

Penulis

2
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tonsilitis adalah peradangan umum dan pembengkakan dari jaringan

tonsila yang biasanya disertai dengan pengumpulan leukosit, sel-sel epitel mati,

dan bakteri pathogen dalam kripta. Tonsilitis merupakan peradangan tonsil

palatina yang merupakan bagian dari cincin waldeyer. 1

Tonsilitis dibedakan menjadi beberapa klasifikasi, yaitu tonsilitis akut,

tonsilitis membranosa dan tonsilitis kronis. Tonsilitis akut dibagi lagi menjadi

tonsilitis viral dan tonsilitis bakteriologis., sedangkan tonsilitis membranosa di

bagi menjadi tonsilitis difteri, tonsilitis septik, Angina plaut vincet dan tonsilitis

akibat penyakit darah.1

Manifestasi tonsilitis secara umum adalah adanya nyeri sewaktu menelan,

disertai gejala anoreksia, demam, malaise, dan gejala klinis sesuai etiologi

tonsilitis tersebut.1 Menegakkan diagnosis tonsilitis dapat diliat dari gejala klinis,

pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium dan lainnya. Untuk

tatalaksana tonsilitis juga disesuaikan dengan etiologi atau penyebab terjadinya

tonsilitis tersebut.

1.2. Batasan masalah

Clinical science session ini membahas mengenai defenisi, klasifikasi, etiologi,

patofisiologi, manifestasi klinis, dan penatalaksanaan dari tonsilitis.

3
1.3. Tujuan penulisan

Mengetahui defenisi, klasifikasi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis,

dan penatalaksanaan dari tonsilitis.

1.4. Metode penulisan

Penulisan clinical science session ini merujuk pada berbagai kepustakaan dan

literatur.

1.5. Manfaat penulisan

Menambah pengetahuan penulis tentang tonsilitis serta menjadi tambahan

ilmu bagi rekan-rekan dokter muda yang membaca.

4
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Dan Fisiologi Tonsil


Tonsil terdiri dari jaringan limfoid yang dilapisi oleh epitel respiratori.

Cincin Waldeyer merupakan jaringan limfoid yang membentuk lingkaran di faring

yang terdiri dari tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatina (tonsil faucial), tonsil

lingual (tosil pangkal lidah) dan tonsil tuba eustachius (lateral band dinding faring

/ gerlachs tonsil).1,2

Gambar. Anatomi Tonsil3

Tonsil dalah massa jaringan limfoid yang terletak di fosa tonsil pada kedua

sudut orofaring. Tonsil dibatasi dari anterior oleh pilar anterior yang dibentuk otot

palatoglossus, posterior oleh pilar posterior dibentuk otot palatofaringeus, bagian

medial oleh ruang orofaring, bagian lateral dibatasi oleh otot konstriktor faring

superior, bagian superior oleh palatum mole, bagian inferior oleh tonsil lingual.

Permukaan lateral tonsil ditutupi oleh jaringan alveolar yang tipis dari fasia

5
faringeal dan permukaan bebas tonsil ditutupi oleh epitel yang meluas ke dalam

tonsil membentuk kantong yang dikenal dengan kripta.3, 4


Kripta pada tonsil ini berkisar antara 10-30 buah. 1 Epitel kripta tonsil

merupakan lapisan membran tipis yang bersifat semipermiabel, sehingga epitel ini

berfungsi sebagai akses antigen baik dari pernafasan maupun pencernaan untuk

masuk ke dalam tonsil. Pembengkakan tonsil akan mengakibatkan kripta ikut

tertarik sehingga semakin panjang. Inflamasi dan epitel kripta yang semakin

longgar akibat peradangan kronis dan obstruksi kripta mengakibatkan debris dan

antigen tertahan di dalam kripta tonsil.3,4


Tonsil mendapat pendarahan dari cabang-cabang A.karotis eksterna,

melalui cabang-cabangnya, yaitu : A. maksilaris eksterna (A. fasialis) dengan

cabangnya, A. tonsilaris dan A. palatina asenden, A. maksilaris interna dengan

cabangnya A. palatina desenden, A. lingualis dengan cabangnya A. lingualis

dorsal dan A. faringeal asenden. Sumber perdarahan daerah kutub bawah tonsil

anterior (A. lingualis dorsal), posterior (A. palatina asenden) dan diantara

keduanya: A. tonsilaris. Sumber perdarahan daerah kutub atas tonsil A. faringeal

asenden dan A. palatina desenden.3,4

Gambar. Sistem perdarahan tonsil palatina4

6
Arteri tonsilaris berjalan ke atas pada bagian luar otot konstriktor superior

dan memberikan cabang untuk tonsil dan palatum mole. Arteri palatina asenden,

mengirimkan cabang-cabangnya melalui otot konstriktor faring posterior menuju

tonsil. Arteri faringeal asenden juga memberikan cabangnya ke tonsil melalui

bagian luar otot konstriktor faring superior. Arteri lingualis dorsal naik ke

pangkal lidah dan mengirim cabangnya ke tonsil, plika anterior dan plika

posterior. Arteri palatina desenden atau a. palatina posterior memberi perdarahan

tonsil dan palatum mole dari atas dan membentuk anastomosis dengan a. palatina

asenden. Vena-vena dari tonsil membentuk pleksus yang bergabung dengan

pleksus dari faring.4


Aliran getah bening dari daerah tonsil akan menuju rangkaian getah

bening servikal profunda (deep jugular node) bagian superior di bawah muskulus

sternokleidomastoideus, selanjutnya ke kelenjar toraks dan akhirnya menuju

duktus torasikus. Tonsil hanya mempunyai pembuluh getah bening eferan

sedangkan pembuluh getah bening aferen tidak ada.Tonsil bagian bawah

mendapat sensasi dari cabang serabut saraf ke IX (nervus glosofaringeal) dan juga

dari cabang desenden lesser palatine nerves. 2 Tonsil tonsil bagian atas mendapat

sensasi dari serabut saraf ke V melalui ganglion sfenopalatina dan bagian bawah

dari saraf glosofaringeus.4


Tonsil merupakan organ limfatik sekunder yangdiperlukan untuk

diferensiasi dan proliferasi limfosit yang sudah disensitisasi. Tonsil mempunyai 2

fungsi utama yaitu menangkap dan mengumpulkan bahan asing dengan efektif

dan sebagai organ utama produksi antibodi dan sensitisasi sel limfosit T dengan

antigen spesifik.4
Limfosit terbanyak ditemukan dalam tonsil adalah limfosit B. Bersama-

sama dengan adenoid limfosit B berkisar 50-65% dari seluruh limfosit pada kedua

7
organ tersebut. Limfosit T berkisar 40% dari seluruh limfosit tonsil dan adenoid.

Tonsil berfungsi mematangkan sel limfosit B dan kemudian menyebarkan sel

limfosit terstimulus menuju mukosa dan kelenjar sekretori di seluruh tubuh. 15

Antigen dari luar, kontak dengan permukaan.4


Antigen dari luar, kontak dengan permukaan tonsil akan diikat dan dibawa

sel mukosa ( sel M ), antigen presenting cells (APCs), sel makrofag dan sel

dendrit yang terdapat pada tonsil ke sel Th di sentrum germinativum. Kemudian

sel Th ini akan melepaskan mediator yang akan merangsang sel B. Sel B

membentuk imunoglobulin (Ig)M pentamer diikuti oleh pembentukan IgG dan

IgA. Sebagian sel B menjadi sel memori. Imunoglobulin (Ig)G dan IgA secara

fasif akan berdifusi ke lumen. Bila rangsangan antigen rendah akan dihancurkan

oleh makrofag. Bila konsentrasi antigen tinggi akan menimbulkan respon

proliferasi sel B pada sentrum germinativum sehingga tersensititasi terhadap

antigen, mengakibatkan terjadinya hiperplasia struktur seluler. Regulasi respon

imun merupakan fungsi limfosit T yang akan mengontrol proliferasi sel dan

pembentukan immunoglobulin.4
Aktivitas tonsil paling maksimal antara umur 4 sampai 10 tahun. Tonsil

mulai mengalami involusi pada saat puberitas, sehingga produksi sel B menurun

dan rasio sel T terhadap sel B relatif meningkat. Pada Tonsilitis yang berulang

dan inflamasi epitel kripta retikuler terjadi perubahan epitel squamous

stratified yang mengakibatkan rusaknya aktifitas sel imun dan menurunkan fungsi

transport antigen. Perubahan ini menurunkan aktifitas lokal sistem sel B, serta

menurunkan produksi antibodi. Kepadatan sel B pada sentrum germinativum juga

berkurang.4

8
2.2 Tonsilitis

Tonsilitis adalah peradangan umum dan pembengkakan dari jaringan

tonsila yang biasanya disertai dengan pengumpulan leukosit, sel-sel epitel mati,

dan bakteri pathogen dalam kripta.5 Tonsilitis merupakan peradangan tonsil

palatina yang merupakan bagian dari cincin waldeyer.1 Fungsi cincin waldeyer

adalah sebagai benteng bagi saluran makanan maupun saluran napas terhadap

serangan kuman-kuman yang ikut masuk bersama makanan/ minuman dan udara

pernapasan. Selain itu, anggota-anggota cincin waldeyer ini dapat menghasilkan

antibodi dan limfosit6.

2.3 Tonsilitis Akut

2.3.1 Etiologi

Tonsilitis akut dapat disebabkan oleh bakteri dan virus.1 Tonsilitis bakterial

supurativa akut paling sering dihubungkan dengan Grup A Streptococcus beta

hemolitikus.1,5 Lebih kurang 30-40% tonsilitis akut disebabkan oleh

Streptococcus beta hemolitikus.7 Meskipun pneumokokus,stafilokokus dan

Haemophilus influenzae dan kadang-kadang Streptokokus non hemolitikus atau

Streptokokus viridans, juga dapat ditemukan pada biakan, biasanya pada kasus-

kasus berat1,5. Beberapa virus yang paling banyak dikaitkan dengan kejadian

tonsilitis eksudatif akut pada anak adalah adenovirus, enterovirus (coxsackie A,B,

Echo, Nontypable enterovirus), virus influenza, Parainfluenza, Herpes simpleks

tipe I dan Respiratory syncytial virus.1,7

9
2.3.2Patofisiologi

Infeksi bakteri pada lapisan epitel jaringan tonsil akan menimbulkan

reaksi radang berupa keluarnya lekosit polimorfonuklear sehingga terbentuk

detritus.1 Detritus ini merupakan kumpulan lekosit, bakteri yang mati, dan epitel

yang terlepas. Secara klinis detritus ini mengisi kripta tonsil dan tampak sebagai

bercak kuning.1 Perbedaan strain atau virulensi dari penyebab tonsilitis dapat

menimbulkan variasi dalam fase patologi peradangan biasa pada area tonsil saja,

pembentukan eksudat, selulitis pada tonsil dan daerah sekitarnya, pembentukan

abses peritonsilar dan nekrosis jaringan.5

Bentuk tonsillitis akut dengan detritus yang jelas disebut tonsillitis

folikularis, bila bercak-bercak detritus ini menjadi satu, membentuk alur alur

maka akan terjadi tonsillitis lakunaris. Bercak detritus ini juga dapat melebar

sehingga terbentuk membrane semu (pseudomembran) yang menutupi tonsil1,5.

2.3.3 Gejala dan Tanda

Gejala dan tanda yang sering ditemukan pada tonsillitis viral lebih

menyerupai common cold yang disertai rasa nyeri tenggorok. Pemeriksaan rongga

mulut akan tampak luka- luka kecil pada palatum dan tonsil yang sangat nyeri

dirasakan pasien.1

Pada tonsilitis bakterialis, gejala yang muncul setelah masa inkubasi 2-4

hari.1 Gejala dapat berupa nyeri tenggorokan, nyeri waktu menelan dan pada

kasus berat penderita menolak makan dan minum melalui mulut. Biasanya

disertai demam dengan suhu tubuh yang tinggi, rasa nyeri pada sendi-sendi, tidak

10
nafsu makan dan nyeri pada telinga. Rasa nyeri di telinga ini karena nyeri alih

melalui N.Glosofaringeus. Seringkali disertai adenopati servikalis disertai nyeri

tekan. Pada pemeriksaan tampak tonsil membengkak, hiperemis dan terdapat

detritus berbentuk folikel, lakuna, atau tertutup oleh membrane semu. Kelenjar

submandibula membengkak dan nyeri tekan.1,5

2.3.4 Penatalaksanaan

Pada umumnya penderita dengan tonsillitis akut serta demam sebaiknya

tirah baring, pemberian cairan adekuat serta diet ringan.5 Analgetik oral efektif

untuk mengurangi nyeri. Tonsilitis yang disebabkan oleh virus tidak dianjurkan

untuk diberikan antibiotik, karna pada tonsilitis viral antibiotik tidak dapat

memperpendek usia infeksi virus tersebut. Terapi antibiotik diberikan pada

tonsilitis bakterialis dan dikaitkan dengan biakan dan sensitivitas yang sesuai.

Tonsilitis akibat bakteri terutama bila diduga penyebabnya streptococcus

group A, diberikan antibiotik yaitu Penicillin G Benzatin 50.000 U/kgBB/IM

dosis tunggal atauAmoksisilin 50mg/kgBB dosis dibagi 3kali/hari selama 10 hari

dan pada dewasa 3x500mgselama 6-10 hari atau eritromisin 4x500mg/hari. Selain

antibiotik juga diberikan kortikosteroidkarena steroid telah menunjukkan

perbaikan klinis yang dapat menekan reaksi inflamasi. Steroid yang dapat di

berikan berupa deksametason 3x0,5 mg pada dewasa selama 3 hari dan pada anak-

anak 0,01 mg/kgBB/hari dibagi 3 kali pemberian selama 3 hari.8

Pengobatan sebaiknya diberikan selama lima sampai sepuluh hari. Jika

hasil biakan didapatkan streptokokus beta hemolitikus terapi yang adekuat

dipertahankan selama sepuluh hari untuk menurunkan kemungkinan komplikasi

non supurativa seperti nefritis dan jantung rematik.1,5

11
Efektivitas obat kumur masih dipertanyakan, terutama apakah cairan dapat

berkontak dengan dinding faring, karena dalam beberapa hal cairan ini tidak

mengenai lebih dari tonsila palatina. Akan tetapi pengalaman klinis menunjukkan

bahwa dengan berkumur yang dilakukan secara rutin menambah rasa nyaman

pada penderita dan mungkin mempengaruhi beberapa tingkat perjalanan

penyakit.5

2.3.5 Komplikasi

Pada anak sering menimbulkan komplikasi otitis media akut,sinusitis,

abses peritonsil (Quincy throat), abses parafaring, bronchitis,glomerulonephritis

akut, miokarditis, artritis serta septicemia akibat infeksi vena jugularis interna

(Sindrom Lemierre). Akibat hipertofi tonsil akan menyebabkan pasien bernapas

melalui mulut, tidur mendengkur (ngorok), gangguan tidur karena terjadinya sleep

apnea yang dikenal sebagai Obstructive Sleep Apnea Syndroma (OSAS).1

2.4 Tonsilitis Membranosa

Tonsillitis membranosa adalah radang akut tonsil disertai pembentukan

selaput atau membran pada permukaan tonsil yang dapat meluas kesekitarnya.

Bila eksudat yang menutupi permukaan tonsil yang membengkak menyerupai

membran. Membran ini biasanya mudah diangkat atau dibuang dan berwarna

putih kekuning-kuningan.Penyakit-penyakit yang termasuk ke dalam tonsilitis

membranosa adalah Tonsilitis difteri, Tonsilitis septik (septic sore throat), Angina

plaut Vincent, Penyakit kelainan darah seperti leukemia akut, anemia pernisiosa,

neutropenia maligna serta infeksi mono-nukleosis, Proses spesifik lues dan

12
tuberculosis, Infeksi jamur moniliasis, aktinomikosis dan blastomikosis, Infeksi

virus morbili, pertusis dan skarlatina.1

2.4.1Tonsilitis difteri

Frekuensi penyakit ini sudah menurun berkat keberhasilan imunisasi bayi

dan anak. Penyebab penyakit ini adalah kuman Coryne bacterium diphteriae,

kuman gram positif dan hidup di saluran nafas bagian atas (hidung, laring, faring).

Seseorang akan terinfeksi tergantung pada keadaan titer anti toksin dalam darah

seseorang. Titer anti toksin sebesar 0,03 satuan per cc darah dapat dianggap cukup

memberikan dasar imunitas. Hal inilah yang dipakai dalam tes Schick. Penyakit

ini sering ditemui pada anak usia < 10 tahun dan frekuensi antara 2 5 tahun

walau pun pada orang dewasa masih mungkin menderita penyakit ini1,5.

Klinis tonsillitis diftteri dapat dibagi kedalam 3 golongan yaitu gejala

umum, gejala lokal dan gejala akibat eksotoksin:1

1. Gejala umum, sama seperti gejala infeksi lainnya yaitu kenaikan suhu, nyeri

kepala, tidak nafsu makan, badan lemah, nadi lambat serta keluhan nyeri

menelan.

2. Gejala lokal, tampak berupa tonsil membengkak ditutupi bercak putih kotor

yang makin lama makin meluas dan bersatu membentuk membran semu.

Kemudian dapat meluas hingga palatum mole, uvula, nasofaring, laring,

trakea dan bronkus sehingga dapat menghambat saluran nafas. Membran semu

ini melekat pada dasarnya, sehinggabila diangkat akan mudah berdarah. Bila

penyakit ini berkembang terus, kelenjar limfe leher akan membengkak dan

disebut bull neck (leher sapi) atau burgemeesters hals.

13
3. Gejala akibat eksotoksin yang dikeluarkan oleh kuman akan menimbulkan

kerusakan jaringan tubuh yaitu pada jantung dapat terjadi miokarditis sampai

dekompensasi cordis, mengenai saraf kranial menyebabkan kelumpuhan otot

palatum dan otot-otot pernafasan dan pada ginjal menimbulkan albuminuria.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinik dan pemeriksaan

preparat langsung kuman yang diambil dari permukaan bawah membran semu dan

didapatkan kuman corynebacterium diphteriae.1,5

Terapi berupa Anti difteri serum (ADS) diberikan segera tanpa menunggu

hasil kultur dengan dosis 20.000 100.000 unit tergantung dari umur dan berat

penyakit. Antibiotika penilisilin atau eritromisin 25 50 mg/kgbb dibagi dalam 3

dosis selama 14 hari.1 Kortikosteroid 1,2 mg/kgbb/hari. Antipiretik untuk

simtomatis. Karena penyakit ini menular, pasien harus diisolasi. Perawatan pasien

harus istirahat (bed rest) selama 2 3 minggu1.

Komplikasi dapat terjadi laringitis difteri dengan cepat, membran semu

menjalar ke laring dan menyebabkan sumbatan. Makin muda usia pasien makin

cepat timbul komplikasi ini. Pasien disarankan untuk trakeostomi, mikokarditis

dapat menyebabkan payah jantung atau dekompensasi cordis, kelumpuhan otot

palatum mole, otot mata untuk akomodasi, otot faring serta otot laring sehingga

menimbulkan kesulitan menelan, suara parau dan kelumpuhan otot-otot

pernafasan, Albuminuria sebagai akibat komplikasi ke ginjal.

2.4.2 Tonsilitis septik

Penyebabnya adalah Streptokokus hemolitikus yang terdapat dalam susu

sapi sehingga dapat timbul epidemi. Oleh karena di Indonesia susu sapi dimasak

14
dulu sebelum dikonsumsi dengan cara pasteurisasi maka penyakit ini jarang

ditemukan. Gejala antara lain demam tinggi, sakit sendi, malaise, nyeri kepala,

mual dan muntah. Tanda klinis : mukosa faring dan tonsil hiperemis, bercak putih,

edema sampai uvula, mulut bau. Terapi yaitu berupa pemberian antibiotik dan

terapi simptomatik.1

2.4.3 Angina plaut vincent (stomatitis ulsero membranosa)

Penyebabnya adalah bakteri spirochaetta atau triponema yang didapatkan

pada penderita dengan higiene mulut yang kurang dan defisiensi vitamin C. gejala

semam sampai 39C, nyeri kepala, badan lemah dan kadang-kadang terdapat

gangguan pencernaan, rasa nyeri di mulut, hipersalivasi, gigi dan gusi mudah

berdarah.1

Mukosa mulut dan faring hiperemis, tampak membran putih keabuan di

atas tonsil, uvula, dinding faring, gusi serta prosesus alveolaris, mulut berbau

(foetor ex ore) dan kelenjar sub mandibula membesar. Terapi dengan antibiotika

spektrum lebar selama 1 minggu. Memperbaiki higiene mulut. Vitamin C dan

vitamin B kompleks.1

2.4.4 Penyakit kelainan darah

Tidak jarang tanda pertama leukemia akut, angina agranulositosis dan

infeksi mononukleosis timbul di faring atau tonsil yang tertutup membran semu.

Kadang-kadang terdapat perdarahan di selaput lendir mulut dan faring serta

pembesaran kelenjar submandibula.1

1. Leukemia akut.

15
Gejala utama sering berupa epistaksis, perdarahan di mukosa mulut, gusi dan

di bawah kulit sehingga kulit tampak bercak kebiruan. Tonsil membengkak

ditutupi membran semua tetapi tidak hiperemis dan rasa nyeri hebat di

tenggorok.

2. Angina agranulositosis

Penyebabnya adalah akibat keracunan obat golongan amidopirin, sulfa dan

arsen. Pada pemeriksaan tampak ulkus di mukosa mulut dan faring serta di

sekitar ulkus tampak gejala radang. Ulkus ini juga dapat ditemukan di

genitalia dan saluran cerna.

3. Infeksi mononukleosis

Terjadi tonsilo faringitis ulsero membranosa bilateral. Membran semu yang

menutupi ulkus mudah diangkat tanpa timbul perdarahan. Terdapat

pembesaran kelenjar limfe leher, ketiak dan regioinguinal. Gambaran darah

khas yaitu terdapat leukosit mononukleus dalam jumlah besar. Tanda khas lain

ialah kesanggupan serum pasien untuk beraglutinasi terhadap sel darah merah

domba (reaksi paul bunnel).

2.5 Tonsilitis Kronik

2.5.1 Etiologi

Tonsilitis kronis adalah peradangan tonsil yang menetap sebagai akibat

infeksi akut atau subklinis yang berulang. Ukuran tonsil membesar akibat

hiperplasia parenkim atau degenerasi fibrinoid dengan obstruksi kripta tonsil,

16
namun dapat juga ditemukan tonsil yang relatif kecil akibat pembentukan sikatrik

yang kronis.7,9

Faktor predisposisi timbulnya tonsilitis kronik ialah rangsangan yang

menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, hygiene mulut yang buruk,

pengaruh cuaca, kelelahan fisik, dan pengobatan tonsilitis akut yang tidak

adekuat. Kuman penyebabnya sama dengan tonsilitis akut tetapi kadang-kadang

kuman berubah menjadi kuman golongan Gram negative.1

2.5.2 Patologi

Karena proses radang berulang yang timbul maka selain epitel mukosa

juga jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan

limfoid diganti oleh jaringan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga

kripti melebar.Secara klinik kritpi ini tampak diisi oleh detritus. Proses berjalan

terus sehingga menimbulkan kapsul tonsil dan akhirnya menimbulkan perlekatan

dengan jaringan di sekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses ini disertai dengan

pemesaran kelenjer limfa submandibular.1

2.5.3 Gejala Klinis

Gejala klinis tonsilitis kronis didahului gejala tonsilitis akut seperti nyeri

tenggorok yang tidak hilang sempurna. Halitosis akibat debris yang tertahan di

dalam kripta tonsil, yang kemudian dapat menjadi sumber infeksi berikutnya. 1,4

Pembesaran tonsil dapat mengakibatkan terjadinya obstruksi sehingga timbul

gangguan menelan, obstruksi sleep apnue dan gangguan suara. Pada

pemeriksaan fisik dapat ditemukan tonsil yang membesar dalam berbagai ukuran,

17
dengan pembuluh darah yang dilatasi pada permukaan tonsil, arsitektur kripta

yang rusak seperti sikatrik, eksudat pada kripta tonsil dan sikatrik pada pilar.1,4

Berdasarkan rasio perbandingan tonsil dengan orofaring, dengan

mengukur jarak antara kedua pilar anterior dibandingkan dengan jarak permukaan

medial kedua tonsil, maka gradasi pembesaran tonsil dapat dibagi menjadi:8

1. T0: tonsil masuk di dalam fossa atau sudah diangkat.

2. T1: <25% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring atau batas

medial tonsil melewati pilar anterior sampai jarak pilar anterior uvula.

3. T2: 25-50% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaringatau

batas medial tonsil melewati jarak pilar anterior-uvula sampai jarak

pilar anterior-uvula.

4. T3: 50-75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring atau

batas medial tonsil melewati jarak pilar anterior-uvula sampai jarak

pilar anterior-uvula.

5. T4: > 75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring atau

batas medial tonsil melewati jarak pilar anterior-uvula sampai uvula

atau lebih.

18
Gambar. Ukuran Tonsil 8

2.5.4 Tatalaksana

Tonsilektomi dilakukan bila terjadi infeksi yang berulang atau kronik,

gejala sumbatan serta kecurigaan neoplasma.1

Indikasi tonsilektomi berdasakan The American Academy of

Otolaryngology head and Neck Surgery Clinical indicators Compendium

tahun 1995 menetapkan:1

1. Serangan tonsilitis lebih dari tiga kali pertahun walaupun telah

mendapatkan terapi yang adekuat.

2. Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan

gangguan pertumbuhan orofasial.

3. Sumbatan jalan napas yang berupa hipertrofi tonsil dengan sumbatan

jalan napas, sleep apnea, gangguan menelan, gangguan berbicara, dan

cor pulmonale.

4. Rinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil yang

tidak berhasil hilang dengan pengobatan.

5. Napas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan.

6. Tonsilitis berulang yang disebabkan oleh bakteri grup A streptococcus

hemolitikus.

7. Hipertorfi tonsil yang dicurigai dengan adanya keganasan.

8. Otitis media efusa/otitits media supuratif.

19
Sementara itu berdasarkan Kriteria Paradise seseorang dapat dilakukan

tonsilektomi jika:10

1. Frekuensi minimal pada episode nyeri tenggorokan 7 kali dalam 1 tahun, 5

kali setiap tahun selama 2 tahun, atau 3 kali setiap tahun selama 3 tahun.

2. Gejala klinis nyeri tenggorokan disertai dengan adanya satu atau lebih

criteria berikut: demam >38,30C, limfadenopati servikal, nyeri nodus

limfatikus atau ukuran >2cm atau eksudat tonsil atau kultur positif dari

Streptococcus beta haemoliticus Grup A)

3. Telah mendapatkan terapi antibiotik untuk Streptococcus beta

haemoliticus Grup A dosis biasa

4. Tiap episode penyakit dan gejalanya harus tercatat dalam medical record

atau jika tidak terdokumentasi dengan baik, berikutnya dilakukan

observasi oleh klinisi selama 2 episode nyeri tenggorokan dengan poladan

frekuensi gejala yang= konsisten dengan riwayat sebelumnya.

2.5.5 Komplikasi

Radang kronik tonsil dapat menimbulkan komplikasi ke daerah sekitarnya

berupa rhinitis kronik, sinusitis atau otitits media secara perkontinuitatum.

Komplikasi jauh terjadi secara hematogen atau limfogen dan dapat timbul

endocarditis,artritis, myositis, nefiritis, uveitis,indoksiklitis, dermatitis, pruritus,

urtikaria, dan furunkulosis.1

20
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Tonsilitis adalah peradangan umum dan pembengkakan dari jaringan tonsil

yang biasanya disertai dengan pengumpulan leukosit, sel-sel epitel mati, dan

bakteri pathogen dalam kripta. Tonsilitis merupakan peradangan tonsil palatina

yang merupakan bagian dari cincin waldeyer. Tonsilitis paling sering disebabkan

oleh adanya infeksi virus atau bakteri, dengan gejala terbanyak tonsilitis sakit

tenggorokan dan demam. Klasifikasi tonsilitis, yaitu tonsilitis akut, tonsilitis

membranosa dan tonsilitis kronis. Tonsilitis akut dibagi lagi menjadi tonsilitis

viral dan tonsilitis bakteriologis., sedangkan tonsilitis membranosa dibagi menjadi

tonsilitis difteri, tonsilitis septik, Angina plaut vincet dan tonsilitis akibat

penyakit darah.

21
Tonsilektomi merupakan tindakan pembedahaan mengangkat tonsil

palatina seutuhnya bersama jaringan patologis lainnya, sehingga fossa tonsilaris

bersih tanpa meninggalkan trauma yang berarti pada jaringan sekitarnya seperti

uvula dan pilar. Tonsilektomi dilakukan jika criteria untuk tindakan tersebut telah

terpenuhi.

3.2 Saran

Diharapkan dengan adanya refrat ini, dapat menambah wawasan pembaca

tentang tonsilitis, sehingga dapat mendiagnosis dan melakukan penatalaksanaan

dengan benar di layanan primer. Selain itu juga agar menjadi referensi untuk

pembelajaran lebih lanjut. Saran dari penulis adalah perlunya referensi yang lebih

banyak untuk lebih mempelajari tentang tonsilitis ini.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Rusmarjono, Soepardi EA.Faringitis, TonsilitisdanHipertrofi Adenoid. In


Soepardi EA, Iskandar N, Bashirudin J, Restuti RD, editor. Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Jakarta:
BadanPenerbitFakultasKedokteranUniveritas Indonesia. 2012:199-202.
2. Kenna MA, Amin M. Anatomy and Physiology of the Oral Cavity. In:
Snow JB, Wackym PA, editor. Ballengers Otorhinolaryngology Head and
Neck Surgery 16th Edition. Chicago : Williams & Wilkin. 2009:669-774.
3. Brodsky L, Poje Ch. Tonsillitis, tonsilectomy and adenoidectomy. In:
Bailey BJ, Johnson JT, Newlands SD editors. Ototlaryngology Head and
Neck Surgery, 4th Ed Vol 1. Philadelphia: Lippincott Williams &Wilkins.
2006:1183-98.
4. Novialdi N, Pulungan MR. Mikrobiologi Tonsilitis Kronis.Fakultas
Kedokteran Un iversitas Andalas. 2010:1-10.
5. Adams LG, Boies RL, Higler AP, BOIES Fundamentals of
Otolaryngology. 7th Ed. Edisi Bahasa Indonesia, EGC, Jakarta, 2012;
263-368.
6. Shenoy PK.MD, Acute Tonsillitis if Left Untreated Could Cause Severe
Fatal Complications, Campbellton Regional Hospital, Canada, Journal of
Current Clinical Care. 2012:2:27-34.
7. Hsieh TH et.al, original article : Are empiric antibiotics for acute exudative
tonsillitis needed in children?, Department of Pediatrics, Taichung

23
Veterans General Hospital, Taichung, Taiwan, Journal of Microbiology
Immunology and Infection, 2011 ; 328-332.
8. Menkes. PermenkesNomor 5 tahun 2014 tentang Panduan Praktik Klinis
bagi Dokter di FaslitasPelayananKesehatan Primer. 2014;311-16.
9. Chan KH, Ramakrishnan VR. Diseases of the Oral Cavity, Oropharynx
and Nasopharynx. In :Snow JB, Wackym PA, editor. Ballengers
Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery 16th Edition. Chicago :
Williams & Wilkin. 2009:775-82.
10. Baugh RF, Archer SM, Meetchll RB, Rosenfeld RM, Amin R, Burn JJ, et
al., Clinical Practice GuidlineTonsilectomy in Children. 2010:58.

24

Anda mungkin juga menyukai