Anda di halaman 1dari 23

UNIVERSITAS PEMBAGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA

LAPORAN KASUS

VARICELLA
Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik
di Departemen Ilmu Kesehatan Penyakit Kulit dan Kelamin
Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa

Pembimbing:
dr. Hiendarto, Sp.KK

Disusun Oleh:
Putri Juwita Dharmalia
1420221153

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UPN VETERAN JAKARTA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AMBARAWA
PERIODE 6 JANUARI 2017 10 FEBRUARI 2017

LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS

VARICELLA

Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik


di Departemen Ilmu Kesehatan Penyakit Kulit dan Kelamin
Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa

Disusun Oleh:
Putri Juwita Dharmalia
1420221153

Telah Disetujui Oleh Pembimbing

dr. Hiendarto, SpKK

KATA PENGANTAR

2
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan YME, atas Rahmat dan Hidayah-Nya
kami dapat menyelesaikan tugas Laporan Kasus ini. Tugas ini berisi pembahasan
mengenai Varicella. Dalam penyusunannya kami menggunakan beberapa referensi baik
yang bersumber dari buku ataupun artikel dari internet. Dengan demikian kami berharap
tugas ini dapat memenuhi kebutuhan para pembaca.
Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
membantu dalam penyusunan makalah ini. terutama kepada pembimbing sekaligus
moderator dr. Hiendarto, SpKK yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada
penulis dalam penyusunan tugas ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini terdapat
kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan
kritik dan saran sebagai masukan untuk perbaikan demi kesempurnaan laporan kasus
ini. Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi teman-teman dan pihak yang
berkepentingan bagi pengembangan ilmu di bidang kedokteran.

Jakarta, Maret 2017

Penulis

3
DAFTAR ISI

HALAMAN DEPAN i

LEMBAR PENGESAHAN ii

KATA PENGANTAR iii

DAFTAR ISI iv

BAB I PENDAHULUAN 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2

II.1 Definisi 2

II.2 Epidemiologi 2

II.3 Etiologi 3

II.4 Patogenesis 4

II.5 Gejala Klinis 4

II.6 Diagnosis 5

II.7 Diagnosis Banding 5

II.8 Pemeriksaan Penunjang 6

II.9 Penatalaksanaan 7

II.10 Komplikasi 7

II.11 Prognosis 9

II.12 Pencegahan 9

BAB III LAPORAN KASUS 11

BAB IV PEMBAHASAN 16

BAB V KESIMPULAN 18

DAFTAR PUSTAKA 19

4
BAB I
PENDAHULUAN

Varisela sering juga dikenal sebagai chickenpox, merupakan infeksi primer yang
sangat menular disebabkan oleh virus Varicella-Zoster (VVZ) yang termasuk dalam
keluarga virus herpes. Pada masa anak-anak varisela merupakan penyakit yang sangat
menular dan sangat umum ditemukan kasusnya. Sebagian besar kasus varisela terjadi
pada anak-anak dibawah usia 10 tahun. Penyakit ini biasanya ringan, meskipun kadang-
kadang terjadi komplikasi serius.1
Di Indonesia morbiditas varisela sampai saat ini masih tinggi. Umumnya
varisela bersifat swasirna, namun dalam keadaan tertentu penyakit ini memerlukan
penanganan khusus. Pada golongan tertentu varisela dapat bermanifestasi berat dan
sering disertai komplikasi terutama pada usia pubertas dan dewasa, pasien kedua dan
berikutnya dalam satu rumah, ibu hamil, neonatus, bayi dengan berat badan rendah,
serta pasien imunokompromais. Varisela dapat berakhir fatal pada individu dengan
gangguan sistem kekebalan tubuh. Berbagai obat antivirus dapat digunakan untuk
menghambat replikasi VVZ yaitu asiklovir, valasiklovir, famsiklovir, foskarnet yang
sangat efektif dalam memperpendek masa sakit dan mengurangi jumlah
lesi.Penyembuhan umumnya sangat baik dalam kasus-kasus tanpa komplikasi.7
Di Indonesia vaksinasi varisela belum diwajibkan. Advisory Committee on
Immunization Practices (ACIP) 2007 dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) 2008
telah menganjurkan vaksinasi varisela. Pencegahan dapat juga dilakukan dengan
menghindari kontak pasien varisela. Pencegahan varisela mengacu pada ACIP dan Buku
Pedoman Imunisasi IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia).3
Apabila ditinjau dari perjalanan penyakit varisela yang relatif lama, sangatlah
kontras dengan tuntutan tanggung jawab di lingkungan pekerjaan atau pendidikan
pasien. Hal ini mengharuskan seorang dokter berfikir dan bertindak cepat menentukan
penatalaksanaan yang tepat untuk mencapai hasil penyembuhan yang terbaik bagi
pasien. Diharapkan dengan penanganan sesuai yang cepat dan tepat dapat mempercepat
pulih keadaan pasien serta dapat meminimalisasi komplikasi dan transmisi penyakit,
sehingga penderita dapat beraktivitas normal kembali sesegera mungkin.2,3

BAB II

1
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 DEFINISI
Varicella (Cacar Air) adalah penyakit infeksi yang umum yang biasanya terjadi
pada anak-anak dan merupakan akibat dari infeksi primer Virus Varicella Zoster.
Varicella pada anak, mempunyai tanda yang khas berupa masa prodromal yang pendek
bahkan tidak ada dan dengan adanya bercak gatal disertai dengan papul, vesikel,
pustula, dan pada akhirnya, crusta, walaupun banyak juga lesi kult yang tidak
berkembang sampai vesikel.1

II.2 EPIDEMIOLOGI
Varicella tersebar kosmopolit (di seluruh dunia), dapat mengenai semua
golongan umur, termasuk neonates (varicella kongenital). Tetapi tersering menyerang
terutama anak-anak, tetapi dapat juga menyerang orang dewasa. Bila terjadi pada orang
dewasa, umumnya gejala konstitusi lebih berat. Transmisi penyakit ini berlangsung
secara aerogen. Varicella sangat mudah menular terutama melalui kontak langsung,
droplet atau aerosol dari lesi vesikuler di kulit ataupun melalui saluran nafas, dan jarang
melalui kontak tidak langsung. Masa penularannya, pasien dapat menularkan penyakit
selama 24-48 jam sebelum lesi kulit timbul sampai semua lesi timbul krusta/keropeng,
biasanya kurang lebih 6-7 hari dihitung dari timbulnya gejala erupsi di kulit. Penyakit
ini cepat sekali menular pada orang-orang di lingkungan penderita. Seumur hidup
seseorang hanya satu kali menderita varicella. Serangan kedua mungkin berupa
penyebaran ke kulit pada herpes zoster.1,2,4,6
Varicella dapat terjadi di sepanjang tahun. Di Negara Barat, prevalensi kejadian
varicella tergantung dari musim (musim dingin dan awal musim semi lebih banyak). Di
Indonesia belum pernah dilakukan penelitian, agaknya penyakit virus menyerang pada
musim peralihan. Angka kejadian di negara kita belum pernah diteliti, tetapi di Amerika
dikatakan kira-kira 3,1-3,5 juta kasus dilaporkan tiap tahun.4,5

II.3 ETIOLOGI

2
Varicella disebabkan oleh Varicella Zoster Virus (VZV). VZV diklasifikasikan
sebagai herpes virus alfa karena kesamaannya dengan prototipe kelompok ini yaitu
virus herpes simpleks. Inti virus disebut Capsid, terdiri dari protein dan DNA dengan
rantai ganda, yaitu rantai pendek (S) dan rantai panjang (L) dan membentuk suatu garis
dengan berat molekul 100 juta yang disusun dari 162 capsomer dan sangat infeksius.
Genom virus mengkode lebih dari 70 protein, termasuk protein yang merupakan sasaran
imunitas dan timidin kinase virus, yang membuat virus sensitif terhadap hambatan oleh
asiklovir dan dihubungkan dengan agen antivirus.7
VZV dapat pula menyebabkan Herpes Zoster. Kedua penyakit ini mempunyai
manifestasi klinis yang berbeda. Kontak pertama dengan virus ini akan menyebabkan
varicella, oleh karena itu varicella dikatakan infeksi akut primer, kemudian setelah
penderita varicella tersebut sembuh, mungkin virus itu tetap ada di akar ganglia dorsal
dalam bentuk laten (tanpa ada manifestasi klinis) dan kemudian VZV diaktivasi oleh
trauma sehingga menyebabkan Herpes Zoster.4,5,7
VZV dapat ditemukan dalam cairan vesikel dan dalam darah penderita varicella
sehingga mudah dibiakan dalam media yang terdiri dari fibroblast paru embrio
manusia.4

Gambar 1. Struktur partikel virus varicella-zooster

Varicella Zoster Virus :


Family : herpesviridae
Subfamily : alphaherpesviridae

II.4 PATOGENESIS

3
Virus Varicella Zooster masuk dalam mukosa nafas atau orofaring, kemudian
replikasi virus menyebar melalui pembuluh darah dan limfe ( viremia pertama )
kemudian berkembang biak di sel retikulo endhotellial setelah itu menyebar melalui
pembuluh darah (viremia ke dua) maka timbullah demam dan malaise. 4
Permulaan bentuk lesi pada kulit mungkin infeksi dari kapiler endothelial pada
lapisan papil dermis menyebar ke sel epitel pada epidermis, folikel kulit dan glandula
sebacea dan terjadi pembengkakan. Lesi pertama ditandai dengan adanya makula yang
berkembang cepat menjadi papula, vesikel da akhirnya menjadi crusta. Jarang lesi yang
menetap dalam bentuk makula dan papula saja. Vesikel ini akan berada pada lapisan sel
dibawah kulit. Dan membentuk atap pada stratum korneum dan lusidum, sedangkan
dasarnya adalah lapisan yang lebih dalam. 4
Degenarasi sel akan diikuti dengan terbentuknya sel raksasa berinti banyak,
dimana kebanyakan dari sel tersebut mengandung inclusion body intranuclear type A. 4
Penularan secara airborne droplet. Virus dapat menetap dan laten pada sel saraf. Lalu
dapat terjadi reaktivitas maka dapat terjadi herpes Zooster. 1

II.5 GEJALA KLINIS


Masa inkubasi penyakit ini berlangsung 12-24 hari dengan rata-rata 15-18 hari.
a. Gejala Prodormal
Pada remaja dan dewasa biasanya gejala varicella diawali dengan munculnya
gejala prodormal seperti demam yang tidak terlalu tinggi, mual, muntah, malaise, dan
nyeri kepala. Pada anak gejala prodormal lebih ringan, seperti demam dan malaise
ringan yang pada umumnya muncul bersamaan dengan lesi pada kulit.
b. Gejala Erupsi
Gejala awal adalah timbulnya erupsi kulit makula, kemudian papul eritematosa
dan dalam waktu beberapa jam berubah menjadi vesikel jernih yang berbentuk oval,
tetesan embun (tear drops) pada dasar eritema, berubah menjadi pustule opaque,
kemudian dapat menjadi krusta. Sementara proses perubahan berlangsung, timbul lagi
vesikel-vesikel yang baru sehingga menimbulkan gambaran polimorfi. Lesi tidak
menimbulkan scar, tapi lesi yang besar dan yang menjadi infeksi sekunder dapat
sembuh dengan karakteristik bulat dan scar yang melekuk.
Penyebarannya terutama di daerah badan dan kemudian menyebar secara
sentrifugal ke muka dan ekstremitas, serta dapat menyerang selaput lendir mata

4
(konjungtiva), mulut (bucal mucosa), mukosa intestinal, paru-paru dan saluran napas
bagian atas. Jika terdapat infeksi sekunder, maka terdapat pembesaran kelenjar getah
bening regional. Biasa disertai dengan rasa gatal.
Terdapat fase viremia antara hari ke 4 dan 6 yang menuju hati, spleen, paru dan
organ lain. Secondary viremia terjadi pada hari ke 11-20, menyebabkan infeksi pada
epidermis dan munculnya lesi kulit. Lebih parah pada bayi <2 minggu, dewasa dan pada
pasien immunosuppressed. Pada pasien immunosuppressed (post-transplantation, terapi
kostikosteroid, HIV/AIDS), varisela dapat menyebabkan penyakit klinis yang serius
dengan extensive cutaneous dan manifestasi sistemik. Varisela dapat diikuti beberapa
tahun kemudian dengan Herpes zoster biasanya pada pasien yang imunosupresi.

II.6 DIAGNOSIS
Varicella biasanya mudah didiagnosa berdasarkan gambaran klinis yaitu
penampilan dan perubahan pada karakteristik dari ruam yang timbul, terutama apabila
ada riwayat terpapar varicella 2-3 minggu sebelumnya.7
Varicella khas ditandai dengan erupsi papulovesikuler setelah fase prodromal
ringan atau bahkan tanpa fase prodromal, dengan disertai panas dan gejala konstitusi
ringan. Gambaran lesi bergelombang, polimorfi dengan penyebaran sentrifugal. Sering
ditemukan lesi pada membrane mukosa. Penularannya berlangsung cepat.2
Diagnosis laboratorik sama seperti pada herpes zoster yaitu dengan pemeriksaan
sediaan hapus secara Tzanck (deteksi sel raksasa dengan banyak nucleus/inti),
pemeriksaan mikroskop electron cairan vesikel (deteksi virus secara langsung) dan
material biopsi (kultur), dan tes serologik (meningkatnya titer).2,3

II.7 DIAGNOSIS BANDING


Varicella dapat dibedakan dengan beberapa kelainan kulit, antara lain harus
dibedakan dengan variola. Pada variola, penyakit lebih berat, memberi gambaran lesi
monomorf, dan penyebarannya sentripetal dimulai dari bagian akral tubuh, yakni
telapak tangan dan telapaka kaki, baru ke badan.1,2
Bedakan juga dengan herpes zoster. Pada herpes zoster lesi monomorf, nyeri,
biasanya unilateral. Pada herpes zoster juga sama-sama biasanya didahului oleh fase
prodromal, setelah fase prodromal sering disertai dengan rasa nyeri, perubahan pada
kulit terjadi pada setengah bagian badan (unilateral) dan berbentuk garis berkaitan

5
dengan daerah dermatom dengan lesi yang berupa gelembung-gelembung kecil yang
berkelompok di aatas dasar eritematosa. Dapat terjadi perkembangan yang berat yang
meliputi keterlibatan mata (Zoster trigeminus I), mukosa mulut (Zoster trigeminus II,
III), telinga bagian dalam (Zoster oticus). Herpes zoster pada penderita insufisiensi
imun atau tumor, terapi resisten dengan bahaya terjadi efek generalisasi pada kulit dan
manifestasi ekstrakutan.3,6
Dermatitis herpetiform : biasanya simetris terdiri dari papula vesikuler yang
eritematosus, serta ada riwayat penyakit kronis, dan sembuh dengan meninggalkan
pigmentasi.
Impetigo : lesi impetigo yang pertama adalah vesikel yang cepat menjadi
pustula dan krusta. Distribusi lesi impetigo terletak dimana saja. Impetigo tidak
menyerang mukosa mulut.
Skabies : pada skabies terdapat papula yang sangat gatal. Lokasi biasanya antara
jari-jari kaki. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Sarcoptes Scabiei.

II.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Untuk mendeteksi Virus Varicella Zoster (VVZ) dapat menggunakan beberapa test,
antara lain : 4,5
a. Tzank smear
Pemeriksaan dilakukan dengan mengambil preparat pada dasar vesikel yang
masih baru, kemudian diwarnai dengan pewarnaan yaitu hematoxylin-eosin,
Giemsa, Wrights, toluidine blue atau Papanicolaous. Kemudian dilihat di bawah
mikroskop cahaya makan akan tampak gambaran multinucleated giant cells.
Pemeriksaan ini memiliki sensitivitas sekiat 84%.
b. Direct Fluorescent Assay (DFA)
Preparat untuk pemeriksaan ini diambil dari dasar vesikel. Pada lesi yang telah
membentuk krusta, pemeriksaan ini kurang sensitif. Hasil positif dari pemeriksaan
ini adalah dengan didapatkannya antigen VVZ.
c. Polymerase Chain Reaction
Pemeriksaan ini memiliki sensitivitas 97%-100%. Preparat dapat diambil dari
dasar vesikel baru maupun dasar lesi yang telah berbentuk krusta. Dari hasil
pemeriksaan ini akan dapat ditemukan asam nukleat dari VVZ.

6
d. Biopsi Kulit
Dari hasil histopatologis akan tampak vesikel intraepidermal dengan degenerasi
sel epidermal dan akantolisis. Pada dermis bagian di atas akan tampak infiltrat
limfositik.

II.9 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan kasus Varicella dapat meliputi tatalaksana umum dan khusus.
a. Tatalaksana Umum4,5,6,7
- Istirahat cukup
- Kuku jari tangan harus digunting untuk mencegah infeksi sekunder akibat
garukan kuku
- Pemberian pengobatan simptomatis, seperti analgetik antipiretik saat demam
o Dewasa : Paracetamol 4x500 mg/hari
o Anak : 4x10-15 mg/kgBB/hari
- Bila ada infeksi sekunder dapat diberikan antibiotika oral :
o Dikloksasilin 12,5-50 mg/kgBB/hari
o Eritromisin stearate 4 x 250-500 mg/hari
b. Tatalaksana Khusus
Pemberian antivirus sedini mngkin sejak 1-3hari pertama
- Anak : Asiklovir 4x30 mg/kgBB (maksimal 800mg/kali)
- Dewasa :
o Asiklovir 5x800 mg oral selama 7-10 hari
o Valsiklovir 3x1000 mg oral selama 7-10 hari
o Famasiklovir 3x500 mg oral selama 7-10 hari

II.10 KOMPLIKASI
Komplikasi pada anak-anak umumnya jarang terjadi. Komplikasi lebih sering
terjadi pada orang dewasa, berupa ensefalitis, pneumonia, glomerulonephritis, karditis,
hepatitis, keratitis, konjungtivitis, otitis, arteritis, dan kelainan darah (beberapa macam
purpura).
a. Infeksi Sekunder oleh Bakteri

7
Komplikasi tersering umumnya disebabkan oleh infeksi sekunder bakterial
pada lesi kulit, yang biasanya disebabkan oleh Stafilokokus aureus atau
Streptokokus beta hemolitikus grup A, sehingga terjadi impetigo, furunkel,
selulitis, atau erisipelas, tetapi jarang terjadi gangren. Infeksi fokal tersebut
sering menyebabkan jaringan parut, tetapi jarang terjadi sepsis yang disertai
infeksi metastase ke organ yang lainnya.
b. Scar
Garukan dapat menyebabkan infeksi sekunder oleh Streptococcus grup A
dan Staphilococcus aureus sehingga menimbulkan scar.
c. Pneumonia
Pneumonia varicella hanya terdapat sebanyak 0,8% pada anak, biasanya
disebabkan oleh infeksi sekunder dan dapat sembuh sempurna. Pneumonia
varicella primer merupakan komplikasi tersering pada orang dewasa. Pada
beberapa pasien gejalanya asimpomatis, tetapi yang lainnya dapat
berkembang mengenai sistem pernafasan dimana gejalanya dapat lebih parah
seperti batuk, dyspnea, takipnea, demam tinggi, nyeri dada pleuritis,
sianosis, dan batuk darah yang biasanya timbul dalam 1-6 hari sesudah
timbulnya ruam.8
d. Encepalitis
Encepalitis dapat timbul selama gejala akut varicella yaitu beberapa hari
setelah timbulnya ruam. Gejala yang paling sering terjadi adalah letargi,
downsiness dan confusion. Penderita varicella dengan komplikasi ensefalitis
setelah sembuh dapat meninggalkan gejala sisa seperti kejang, retardasi
mental dan kelainan tingkah laku.4
e. Herpes Zooster
Herpes zoster merupakan komplikasi lambat dari varicella zoster. Hal ini
disebabkan karena VZV yang tertinggal di ganglia sensoris mengalami
reaktivasi.

II.11 PROGNOSIS
a. Dengan perawatan teliti dan memperhatikan higiene akan memberikan prognosis
yang baik dan jaringan parut yang timbul akan menjadi sedikit.5

8
b. Angka kematian pada anak normal di Amerika 5,4 7,5 dari 10.000 kasus
varicella.5
c. Pada neonatus dan anak yang menderita leukimia, immunodefisiensi, sering
menimbulkan komplikasi dan angka kematian yang meningkat.5
d. Angka kematian pada penderita yang mendapatkan pengobatan immunosupresif
tanpa mendapatkan vaksinasi dan pengobatan antivirus antar 7 27% dan
sebagian besar penyebab kematian adalah akibat komplikasi pneumonitis dan
ensefalitis.5

II.12 PENCEGAHAN
Untuk mencegah cacar air diberikan suatu vaksin. Vaksin dapat diberikan aktif
ataupun pasif. Aktif dilakukan dengan memberikan vaksin varicella berasal dari galur
yang telah dilemahkan (live attenuated).4-6,8
a. Imunisasi Pasif
Dilakukan dengan pemberian Varicella Zoster Immunoglobulin (VZIG)
dalam waktu 3 hari setelah terpajan VZV. Pada anak yang
immunocompentent VZIG terbukti mencegah varicella, sedngkan pada anak-
anak immunocompremised VZIG dapat mengurangi gejala varicella. Indikasi
pemberian VZIG adalah :
- Bayi baru lahir yang ibunya mengalami varicella 5 hari sebelum atau 48 jam
setelah melahirkan.
- Bayi prematur atau bayi kurang dari 14 hari yang ibunya belum pernah
mengalami varicella atau herpes zooster.
- Anak-anak dengan leukimia atau limfoma yang belum pernah menderita
varicella.
- Anak <15 tahun yang belum pernah menderita varicella atau herpes zoster.
- Anak > 15 tahun yang belum pernah menderita varicella atau herpes zozter
dan belum memiliki antibodi terhadap VZV.
Dosis yang diberikan 125 U/10kgBB secara IM dengan dosis maksimal 625 U.
Kekurangan dari pemberian imunisasi pasif ini adalah perlindungan yang
didapat hanya bersifat sementara.
b. Imunisasi Aktif

9
Dilakukan dengan memberikan Varicell Virus Voccine (Oka strain).
Pemberian secara vaksin secara subkutan. Vaksin ini efektif diberikan pada anak
>1 tahun dan direkomendasikan pada anak usia 12-18 bulan. VaksiN ini
memberikan kekebalan hingga 20 tahun, sehingga bila ada seorang wanita yag
telah menikah dan belum pernah menderita varicella maka perlu di vaksin lagi
untuk mencegah varicella selama kehamilan.

BAB III
LAPORAN KASUS

III.1 Identitas

10
Nama : An. A
Usia : 16 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status : Belum menikah
Alamat : Secang
Pekerjaan : Pelajar
Bangsa : Indonesia
Agama : Islam
Tanggal pemeriksaan : Selasa, 7 Februari 2017

III.2 Anamnesis (Autoanamnesa)


- Keluhan utama
Terdapat lenting-lenting kecil berisi cairan bening tersebar diseluruh tubuh sejak
3 hari yang lalu.
- Keluhan tambahan
Gatal pada lenting-lenting
Badan terasa lemas dan pusing
- Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke Poli Kulit dan Kelamin RSUD Ambarawa dengan keluhan
terdapat lenting-lenting kecil berisi cairan bening di seluruh tubuh sejak 3 hari
yang lalu. Awalnya timbul bentol-bentol kemerahan pada daerah dada yang
kemudian menyebar ke perut, punggung, leher, wajah, lengan dan tungkai. Bentol-
bentol merah kemudian berubah menjadi lepuh dan berisi cairan bening. Pasien
juga mengeluh ada rasa gatal pada daerah yang terdapat lepuh, rasa nyeri disangkal
pasien. Demam dialami pasien sejak 5 hari yang lalu, disertai dengan rasa lemah
badan dan sakit kepala. Selama sakit ini pasien belum melakukan pengobatan atau
pemberian obat salep maupun minum.

- Riwayat penyakit dahulu


Pasien belum pernah mendapat sakit seperti ini.
Pasien sering mengalami mimisan sejak kecil.
- Riwayat penyakit keluarga

11
Di keluarga pasien tidak ada yang mengalami keluhan serupa.
- Riwayat sosial
Menurut pasien, saat pasien sedang magang di RSUD Ambarawa bertemu dengan
pasien yang mengalami keluhan serupa.
Riwayat alergi :
Makanan : Disangkal
Obat : Disangkal

III.3 Pemeriksaan Klinis


Keadaan umum: Baik
Kesadaran: Kompos mentis
Tanda-tanda Vital:
Tekanan Darah : 100 / 80 mmHg
Nadi : 88 x /menit
Respirasi : 22 x /menit
Suhu : 36,8 0C

Status generalis
Kepala : normochepal
Mulut : lesi (-)
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening ()
Thoraks : Pergerakan napas kiri = kanan
Abdomen : Datar, supel
Ektremitas : Akral hangat, edema ()

Status dermatologis
Lokasi : wajah, leher, dada, perut, punggung, lengan, tungkai (generalisata).
Ujud kelainan kulit : papul-papul eritematosa dan vesikel-vesikel ukuran lentikular,
meninggalkan lesi berupa krusta berukuran lentikular.

12
III.4 Resume
Pasien datang dengan keluhan terdapat lenting-lenting diseluruh tubuh yang
dirasakan sejak 3 hari terakhir. Awalnya pasien merasa tidak enak badan disertai demam
dan sakit kepala sejak 5 hari yang lalu, 2 hari kemudian langsung seketika timbul bintik-
bintik kemerahan dan berubah menjadi lentingan berisi cairan bening pada daerah dada
yang kemudian menyebar ke perut, punggung, leher, wajah, lengan dan tungkai. Pasien
mengatakan hal ini baru dialami pertama kali olehnya. Selama sakit ini pasien belum
melakukan pengobatan atau pemberian obat salep maupun minum.
Dari hasil pemeriksaan fisik, pada pemeriksaan status generalisata tidak
didapatkan pembesaran kelenjar KGB, pada pemeriksaan status dermatologis
didapatkan kelainan pada regio menyebar di hampir seluruh tubuh (generalisata), UKK :
papul-papul eritematosa dan vesikel-vesikel ukuran lentikular, meninggalkan lesi berupa
krusta berukuran lentikular.

III.4 Assesment
Diagnosis banding :
- Varicella
- Herpes Zoster
- Impetigo Bulosa
- Variola
Diagnosis kerja : Varicella

III.5 Plannning

13
Medikamentosa
- Antivirus : Asiklovir 5 x 800 mg/hari selama 7 hari
- Anti pruritus : Cetirizin 1 x 500 mg/hari sore hari
- Topikal : Bedak salisil pada lenting yang belum pecah
Salticin cream pada bekas lentingan yang pecah
- Vitamin : Neurodex 1x 1 tablet
- Imunostimulan : Imunos 1 x 1 tab

R/ Asiklovir mg 400 tab No. LXX


S 5 dd II tab
R/ Cetirizin mg 10 tab No. VII
S I dd I tab (sore)
R/ Bedak salisil pot No. I
Sue (pagi, sore, malam)
R/ Salticin cream No. I
Sue (pagi, sore, malam)
R/ Neurodex tab No. VII
S I dd I tab (siang)
R/ Imunos tab No. VII
S I dd I tab (pagi)

Non Medikamentosa
a. Istirahat yang cukup.
b. Makan makanan yang bergizi.

14
c. Menjaga kebersihan diri dengan tetap mandi walaupun masih banyak terlihat
bintik-bintik.
d. Tidak menggaruk dan memecahkan lepuh-lepuh tersebut karena dapat
menimbulkan bekas luka garukan dikulit.
e. Tujuh hari kemudian datang kontrol ke poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD
Ambarawa untuk dilakukan kontrol terhadap perkembangan penyakitnya.

III.6 Prognosis
Prognosis pada kasus ini adalah :
Quo ad vitam : Bonam
Quo ad fungsionam : Bonam
Quo ad sanationam : Ad Bonam

BAB IV
PEMBAHASAN

15
Pada kasus ini, diagnosis varicella pada kasus ini ditegakkan berdasarkan anamnesis
dan pemeriksaan fisik.
Pada kasus ini, pasien adalah seorang remaja perempuan berusia 16 tahun.
Berdasarkan kepustakaan, varicella terutama menyerang anak-anak tetapi dapat juga
menyerang orang dewasa sehingga pada pasien ini masih dapat di diagnosis varicella
berdasarkan usia.2
Keluhan utama pasien terdapat lenting-lenting kecil berisi cairan bening di seluruh
tubuh sejak 3 hari yang lalu. Awalnya timbul bentol-bentol kemerahan pada daerah
dada yang kemudian menyebar ke perut, punggung, leher, wajah, lengan dan tungkai.
Bentol-bentol merah kemudian berubah menjadi lepuh dan berisi cairan bening. Dari
anamnesa dapat kita ketahui bahwa penyebaran lesi bersifat sentrifugal atau dari tengah
ke luar yaitu dari badan ke wajah dan ekstremitas. Lesi berkembang dari bentol
kemerahan menjadi lepuh-lepuh berisi cairan bening. Hal ini menunjukkan adanya
perubahan lesi dari papul eritem menjadi vesikel.2
Selain itu, pasien mengeluh demam dialami pasien sejak 5 hari yang lalu, disertai
dengan rasa lemah badan dan sakit kepala. Sesuai dengan kepustakaan, keluhan pasien
ini menunjukkan adanya gejala prodromal yang mendahului munculnya lesi kulit. Hal
ini terjadi pada varicella, herpes zoster, dan variola, sedangkan pada impetigo bulosa
jarang terjadi. Pada herpes zoster, biasanya disertai sensasi abnormal, nyeri otot, nyeri
tulang dan parestesia dermatom, sedangkan pada kasus ini tidak ditemukan gejala
tersebut.2,3
Dari anamnesa, pasien juga diketahui berkontak dengan keluarga pasien yang
berobat di IGD RSUD Ambarawa yang mengalami cacar air. Dari riwayat penyakit
dahulu, pasien belum pernah mengalami cacar air sehingga pasien belum memiliki
kekebalan terhadap penyakit tersebut.
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan status dermatologis berupa papul kemerahan
dan vesikel-vesikel seperti tetesan embun di daerah wajah, leher, dada, perut, punggung,
lengan dan tungkai. Selain itu, terdapat vesikel yang pecah membentuk krusta. Hal ini
sesuai dengan kepustakaan untuk menguatkan diagnosis varicella yaitu dengan adanya
gambaran lesi yang polimorfik, serta gambaran vesikel yang mirip tear drops.2

16
Gambaran klinis tersebut juga melemahkan diagnosis herpes zoster karena lesi
herpes zoster biasanya terbatas pada dermatom dan unilateral. Variola memiliki
gambaran mirip varicella, namun lesi pada variola cenderung monomorfik, Sementara
pada impetigo bulosa, gambaran klinis berupa eritema dan bula yang pecah menyisakan
gambaran kolaret dengan dasar eritematosa. Dengan demikian diagnosis pada kasus ini
adalah varicella.1,2
Pada pasien ini diberikan antivirus asiklovir 5 x 800 mg selama 7 hari untuk
mengobati causa penyakit. Selain itu, pasien juga diberikan pengobatan simtomatik
berupa cetirizin 1 x 10 mg/hari sore hari untuk anti pruritus, bedak salisil 3 kali sehari
pada lesi belum pecah, salticin cream tiga kali sehari pada lesi yang sudah pecah untuk
menghindari infeksi sekunder, neurodex 1x 1 tablet, imunostimulan 1 x 1 tab untuk
kekebalan tubuh pasien.4,5,6,7
Pasien disarankan agar istirahat yang cukup, makan makanan yang bergizi, menjaga
kebersihan tubuh, dan tidak memecahkan lenitngan. Pasien kemudian dianjurkan untuk
kontrol di poliklinik kulit dan kelamin 7 hari kemudian. Hal-hal di atas bertujuan untuk
memperbaiki daya tahan tubuh pasien, mencegah terjadinya infeksi sekunder, mencegah
terjadinya komplikasi dan munculnya jaringan parut serta untuk mengetahui
perkembangan penyakitnya.5

17
BAB V
KESIMPULAN

Varicella adalah infeksi akut primer oleh Virus Varicella Zoster (VVZ) yang
menyerang kulit dan mukosa, klinis terdapat gejala konstitusi, kelainan kulit polimorf,
terutama berlokasi di bagian sentral tubuh. Varicella juga dikenal sebagai cacar air atau
chicken pox.
Sesuai dengan teori, pada kasus ini keluhan pasien diawali dengan demam
disertai sakit kepala dan lemas (gejala prodormal). Dua hari setelah gejala prodormal
mucul papul eritema pada dada yang menyebar secara sentrifugal dari badan ke wajah
dan ekstremitas. Kemudian papul eritem tersebut berubah manjadi vesikel berdinding
tipis yang berisi cairan sehingga nampak seperti gambaran tetesan embun.
Pada pasien ini diberikan pengobatan berupa antivirus untuk mengatasi
penyebab dan pengobatan simptomatik untuk mengurangi gejala yang dirasakan oleh
pasien. Selain itu, pasien diberikan imunostimulan untuk menjaga imunitas tubuh pasien
agar lebih cepat sembuh. Pasein juga dianjurkan untuk istirahat dan tetap mandi seperti
biasa sertak tidak menggaruk bagian yang melenting dan gatal.

18
DAFTAR PUSTAKA

1) Straus SE, Oxman MN. Varicella and Herpes Zoster. In : Fredberg IM, et all, ed.
Fitzpatricks Dermatology in General Medicine. 5th ed. Vol. 2, New York : Mc.
Grawhill inc, 1999 : 2427-50
2) Handoko RP. Penyakit Virus. Dalam : Djuanda A, dkk, editor. Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin. Edisi ke-6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2010; 107-15
3) Harahap M. Varisela. Dalam : Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta : Gramedia, 1990 :
127-29
4) Lichenstein, R. Pediatrics, Chicken Pox or Varicella.2002. www.emedicine.com
5) Harper J. Varicella (Chicken Pox). In: Textbook of Pediatric Dermatology,
volume 1, Blackwell Science, 2000: 336-39
6) Mehta P N. Varicella. 2003. www.emedicine.com
7) Murtiastutik D. Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 2. Surabaya: FK Unair-RSUD
dr. Soetomo, 2013: 11-13.
8) Centers for Disease Control and Prevention. Epidemiology and Prevention of
Vaccine-Preventable Diseases, 13th Edition, 2015: 353-37

19

Anda mungkin juga menyukai