Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dermatitis seboroik adalah penyakit inflamatoir kulit yang biasanya dimulai


pada kulit kepala, dan kemudian menjalar ke muka, kuduk, leher dan badan. 1 Istilah
dermatitis seboroik (D.S.) dipakai untuk segolongan kelainan kulit yang didasari oleh
faktor konstitusi dan bertempat predileksi di tempat-tempat seboroik. 2 Penyakit ini
sering kali dihubungkan dengan peningkatan produksi sebum (seborrhea) dari kulit
kepala dan daerah muka serta batang tubuh yang kaya akan folikel sebaceous.
Penyakit ini dapat mengenai semua golongan umur, tetapi lebih dominan pada orang
dewasa. Pada orang dewasa penyakit ini cenderung berulang, tetapi biasanya dengan
mudah dikendalikan. Kelainan ini pada kulit kepala umumnya dikenal sebagai
ketombe pada orang dewasa dan keluar saraf (cradle cap) pada bayi.

Tidak ada data pasti yang tersedia pada insiden dan prevalensi, tetapi penyakit
ini diyakini lebih banyak ditemukan daripada psoriasis, misalnya, mempengaruhi
minimal 2-5 % dari populasi. Dermatitis seboroik sedikit lebih sering terjadi pada
laki-laki dan berusia kepala dua, satu di bayi dalam 3 bulan pertama kehidupan dan
yang kedua sekitar dekade keempat sampai ketujuh kehidupan. Prevalensinya 40-80
% pada pasien dengan acquired immunodeficiency syndrome.3 Sedangkan di Amerika
Serikat prevalensi dari Dermatitis seboroik adalah sekitar 1-3% dari jumlah populasi
umum, dan 3-5% terjadi pada dewasa muda.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dermatitis Seboroik

2.1.1 Definisi

Dermatitis seboroik adalah penyakit inflamatoir kulit yang biasanya dimulai


pada kulit kepala, dan kemudian menjalar ke muka, kuduk, leher dan badan. 1 Istilah
dermatitis seboroik (D.S.) dipakai untuk segolongan kelainan kulit yang didasari oleh
faktor konstitusi dan bertempat predileksi di tempat-tempat seboroik. 2 Penyakit ini
sering kali dihubungkan dengan peningkatan produksi sebum (seborrhea) dari kulit
kepala dan daerah muka serta batang tubuh yang kaya akan folikel sebaceous.
Dermatitis seboroik sering ditemukan dan biasanya mudah dikenali. Kulit yang
terkena biasanya berwarna merah muda (eritema), membengkak, ditutupi dengan
sisik berwarna kuning kecoklatan dan berkerak.3,4 Penyakit ini dapat mengenai semua
golongan umur, tetapi lebih dominan pada orang dewasa. Pada orang dewasa
penyakit ini cenderung berulang, tetapi biasanya dengan mudah dikendalikan.
Kelainan ini pada kulit kepala umumnya dikenal sebagai ketombe pada orang dewasa
dan keluar saraf (cradle cap) pada bayi.5

2.1.2 Epidemiologi

Tidak ada data pasti yang tersedia pada insiden dan prevalensi, tetapi penyakit
ini diyakini lebih banyak ditemukan daripada psoriasis, misalnya, mempengaruhi
minimal 2-5 % dari populasi. Dermatitis seboroik sedikit lebih sering terjadi pada
laki-laki dan berusia kepala dua, satu di bayi dalam 3 bulan pertama kehidupan dan
yang kedua sekitar dekade keempat sampai ketujuh kehidupan. Prevalensinya 40-80

2
% pada pasien dengan acquired immunodeficiency syndrome.3 Sedangkan di Amerika
Serikat prevalensi dari Dermatitis seboroik adalah sekitar 1-3% dari jumlah populasi
umum, dan 3-5% terjadi pada dewasa muda.4

2.1.2 Etiopatogenesis

Penyebabnya belum diketahui pasti. Faktor presdiposisinya ialah kelainan


konstitusi berupa status seboroik (seborrhoic state) yang rupanya diturunkan,
bagaimana caranya belum dipastikan. Penderita pada hakekatnya mempunyai kulit
yang berminyak (seborrhoea), tetapi mengenai hubungan antara kelenjar minyak dan
penyakit ini belum jelas sama sekali. Ada yang mengatakan kambuhnya penyakit ini
(yang sering menjadi chronis-recidivans) disebabkan oleh makanan yang berlemak,
tinggi kalori, akibat minum alkohol dan gangguan emosi.1,2

Penyakit ini berhubungan dengan kulit yang berminyak (seborrhea), meskipun


peningkatan produksi sebum tidak selalu dapat di deteksi pada pasien ini. Seborrhea
merupakan faktor predisposisi terjadinya dermatitis seboroik, namun dermatitis
seboroik bukanlah penyakit yang terjadi pada kelenjar sebasea. Kelenjar sebasea
tersebut aktif pada bayi baru lahir, kemudian menjadi tidak aktif selama 9-12 tahun
akibat stimulasi hormone androgen dari ibu berhenti. Dermatitis seboroik pada bayi
terjadi pada umur bulan-bulan pertama, kemudian jarang pada usia sebelum akil balik
dan insidensinya mencapai puncaknya pada umur 18 40 tahun, dan kadang-kadang
pada umur tua. Tingginya insiden dermatitis seboroik pada bayi baru lahir setara
dengan ukuran dan aktivitas kelenjar sebasea pada usia tersebut. Hal ini menunjukkan
bahwa bayi yang baru lahir memiliki kelenjar sebasea dengan tingkat sekresi sebum
yang tinggi. Pada masa kecil, terdapat hubungan yang erat antara dermatitis seboroik
dengan peningkatan produksi sebum. Kondisi ini dikenal sebagai dermatitis seboroik
pada bayi, hal tersebut normal ditemukan pada bulan pertama kehidupan, berbeda
dengan kondisi dermatitis seboroik yang terjadi pada masa remaja dan dewasa. Pada

3
dewasa sebaliknya, tidak ada hubungan yang erat antara peningkatan produksi sebum
dengan dermatitis seboroik, jika terjadi puncak aktivitas kelenjar sebasea pada masa
awal pubertas, dermatitis seboroik mungkin terjadi pada waktu kemudian. Meskipun
kematangan kelenjar sebasea rupanya merupakan faktor predisposisi timbulnya
Dermatitis seboroik, tetapi tidak ada hubungan langsung secara kuantitatif antara
keaktifan kelenjar tersebut dengan sukseptibilitas untuk memperoleh Dermatitis
seboroik.2, 3, 4

Tempat terjadinya dermatitis seboroik memiliki kecenderungan pada daerah


wajah, telinga, kulit kepala dan batang tubuh bagian atas yang sangat kaya akan
kelenjar sebasea. Dua penyakit yang memiliki tempat predileksi yang sama di daerah
ini yaitu dermatitis seboroik dan Acne.3

Banyak percobaan telah dilakukan untuk menghubungkan penyakit ini dengan


infeksi oleh bakteri atau Pityrosporum ovale yang merupakan flora normal kulit
manusia. Pertumbuhan P.ovale yang berlebihan dapat mengakibatkan reaksi
inflamasi, baik akibat produk metabolitnya yang masuk ke dalam epidermis maupun
karena sel jamur itu sendiri, melalui aktivasi sel limfosit T dan sel Langerhans.
Penelitian di Rosenberg telah menunjukkan bahwa 2% ketokonazole kream dapat
mengurangi jumlah dari organism yang terdapat pada lesi di kulit kepala atau kulit
yang berminyak, pada saat yang bersamaan juga dapat menghilangkan gejala
dermatitis seboroik. Penjelasan ini dimana jamur yang menjadi penyebabnya dapat
dilkakukan pencegahannya. Akan tetapi, penelitian lain menunjukkan bahwa P. ovale
dapat terjadi pada kulit kepala yang tidak menunjukkan gejala klinis dari penyakit ini.
Status seboroik sering berasosiasi dengan meningginya sukseptibilitas terhadap
infeksi piogenik, tetapi tidak terbukti bahwa mikroorganisme inilah yang
menyebabkan dermatitis seboroik.2,3

Dermatitis seboroik dapat diakibatkan oleh proliferasi epidermis yang


meningkat seperti psoariasis. Hal ini dapat menerangkan mengapa terapi dengan

4
sitostatik dapat memperbaikinya. Pada orang yang telah mempunyai factor
predisposisi, timbulnya D.S. dapat disebabkan oleh faktor kelelahan, stress,
emosional, infeksi, atau defisiensi imun.2

Kondisi ini dapat diperburuk dengan meningkatnya keringat. Stress emosional


dapat mempengaruhi penyakit ini juga. Dermatitis seboroik dapat juga menjadi
komplikasi dari Parkinsonisme, yang berhubungan dengan seborrhoea. Pengobatan
dari parkinson dengan levodopa mengurangi ekskresi sebum sejak seborrhea pertama
kali ditemukan, tetapi tidak ada efeknya pada kecepatan ekskresi sebum yang normal.
Obat neuroleptik yang digunakan untuk menginduksi parkinsonsnisme, salah satunya
haloperidol, dapat juga menginduksi terjadinya dermatitis seboroik.

2.1.4 Histopatologis

Gambaran histologi bermacam-macam sesuai dengan stadium penyakitnya.


Pada dermatitis seboroik akut dan subakut, tersebar superficial infiltrat perivascular
dari limfosit dan histiosit, dari spongiosis yang ringan sampai yang berat, hiperplasia
bentuk psoriasis ringan, Pinkuss spurting papilla hampir sering terlihat sebgai cirri
khas dari dermatitis seboroik sama seperti psoariasis, tetapi abses Munro tidak ada.
Penyumbatan folikel oleh karena orthokeratosis dan parakeratosis dan kerak-kerak
yang mengandung neutrofil. Pada dermatitis seboroik yang kronis terdapat dilatasi
pembuluh darah kapiler dan vena pada plexus superficial.3

Pemeriksaan histologis pada dermatitis seboroik tidak spesifik. Dapat


ditemukan hiperkeratosis, akantosis, spongiosis fokal dan paraketatosis12.

Biopsi kulit dapat efektif membedakan dermatitis seboroik dengan penyakit


sejenis. Pada dermatitis seboroik terdapat neutrofil dalam skuama krusta pada sisi
ostia follicular. AIDS berkaitan dengan dermatitis seboroik tampak sebagai

5
parakeratosis, nekrotik keratinosites dalam epidermis dan sel plasma dalam dermis.
Ragi kadang tampak dalam keratinosites dengan pengecatan khusus. 11

Gambar 1. Hiperkeratosis

Gambar 2. Akantosis

6
2.1.5 Gejala Klinis

Kelainan kulit terdiri atas eritema dan skuama yang berminyak dan agak
kekuningan, batasnya agak kurang tegas. Dermatitis seboroik yang ringan hanya
mengenai kulit kepala berupa skuama-skuama yang halus, mulai sebagai bercak kecil
yang kemudian mengenai seluruh kulit kepala dengan skuama-skuama yang halus
dan kasar. Kelaianan tersebut pitiriasis sika (ketombe, dandruff). Bentuk yang
berminyak disebut pitiriasis steatoides yang dapat disertai eritema dan krusta-krusta
yang tebal. Rambut pada tempat tersebut mempunyai kecenderungan rontok, mulai di
bagian vertex dan frontal.

Dermatitis seboroik mempunyai kecenderungan menyebabkan rambut rontok,


meskipun jarang ditemui, mulai dibagian vertex dan frontal. Rambut rontok dapat
disebabkan banyak faktor termasuk produksi minyak berlebih dari
ketidakseimbangan hormon, stres, cuaca panas atau cuaca dingin yang ekstrim,
daerah yang lembab, imunodefisiensi, penyakit parkinson, kondisi neurologis tertentu
dan kebersihan kulit kepala.1,9

Gambar 3. Pitiriasis Sicca (Dandruff)

7
Gambar 4. Dermatitis seboroik pada wajah

Bentuk yang berat ditandai dengan adanya bercak-bercak yang berskuama dan
berminyak disertai eksudasi dan krusta tebal. Sering meluas ke dahi, glabela, telinga
postaurikular dan leher. Pada daerah dahi tersebut, batasnya sering cembung.

Pada bentuk yang lebih berat lagi, seluruh kepala tertutup oleh krusta-krusta
yang kotor, dan berbau tidak sedap. Pada bayi, skuama-skuama yang kekuningan dan
kumpulan debris-debris epitel yang lekat pada kulit kepala disebut cradle cap.

Gambar 5. Dermatitis seboroik


yang berat pada wajah

Pada daerah supraorbital,


skuama-skuama halus dapat terlihat
di alis mata, kulit di bawahnya
eritematosa dan gatal, disertai
bercak-bercak skuama kekuningan,
dapat terjadi pula blefaritis, yakni
pinggir kelopak mata merah disertai
skuama-skuama halus. Pada tepi

8
bibir bias kemerahan dan berbintik-bintik (marginal blefaritis). Daerah konjungtiva
pada saat bersamaan juga dapat terkena. Lipatannya dapat berwarna kekuningan,
dengan kerak, dengan batas yang tidak jelas. Pruritus juga bias terlihat. Jika area
glabela juga terkena, disana juga mungkin terdapat kerak pada kerutan mata yang
berwarna kemerahan. Pada lipatan bibir mungkin terdapat perubahan warna berupa
kerak yang kekuningan atau kemerahan, kadang-kadang dengan lubang-lubang. Pada
pria, radang folikel rambut pada kumis juga bisa terjadi.

Gambar 6. Dermatitis seboroik pada wajah

Selain tempat-tempat tersebut dermatitis seboroik juga dapat mengenai liang


telinga luar, lipatan nasolabial, daerah sterna, areola mamae, lipatan di bawah mamae
pada wanita, interskapular, umbilicus, lipat paha, dan daerah anogenital. Pada daerah
pipi, hidung, dan dahi, kelainan dapat berupa papul-papul.

9
Gambar 7. Dermatitis seboroik pada lipatan nasolabial pipi, alis mata, dan
hidung.

Pada telinga, dermatitis seboroik sering disalahartikan dengan radang daun


telinga ayng disebabkan oleh jamur (otomikosis). Disana terdapat kulit terkelupas
pada lubang telinga, dan disekitar meatus auditivus, dan depan daun telinga. Pada
daerah ini kulit biasanya berubah menjadi kemerahan, dengan lubang-lubang dan
bengkak. Eksudasi serosa, pembengkakan pada telinga dan daerah sekitarnya.
Pemberian tetes cortipsorin otic, berisi polymyxin B-hydrocortisone, 4 tetes pada
saluran telinga, biasanya untuk membersihkan. Tridesilon Otic lotion, 0,5 persen
desonide dan 2 persen asam asetat, juga efektif.

10
Gambar 8. Dermatitis seboroik pada telinga

Dermatitis seboroik pada wajah juga bisa berbentuk erupsi popular pada pipi,
hidung dan dahi. Kemerahan yang tampakpada area alar-malar disebut dyssebacea.
Sodium sulfacetamide, bisa digunakan pada 10% krim yang cocok diantaranya
desonide (Tridesilon), hamper menajdi pengobatan yang spesifik untuk dyssebacea.

Pada bibir dan mukosa tidak biasanya terkena, tapi kadang-kadang terdapat
perubahan pada bibir, yang disebut cheilits exfoliativa. Tampak bibir berwarna merha
terang, kering, terkelupas, dan berlobang.

Dermatitis seboroik biasa pada lipat paha dan bokong, dimana terlihat seperti
kurap, psoariasis, atau jamuran. Garinya terlihat seperti kulit terkelupas pada
keduanya dan simetris. Pada lokasi ini lobang-lobang dapat ditemukan dan mungkin
juga terdapat garis psoariformis dengan kulit kering pada beberapa kasus.

Dermatitis seboroik dapat bersama-sama dengan akne yang berat. Jika meluas
dapat menjadi eritroderma, pada bayi disebut penyakit Leiner.

Gambaran klinis dan perjalanan penyakit dari dermatitis seboroik berbeda pada
bayi dan orang dewasa.

11
A.
Dermatitis seboroik pada bayi (usia 2 minggu 10 minggu)3
Penyakit ini terjadi pada bayi didominasi pada bulan-bulan pertama kehidupan
sebagai penyakit inflamasi yang terutama mempengaruhi rambut dan kulit
kepala dengan lipatan intertriginosa berminyak yang disertai sisik dan kerak.
Daerah lainnya seperti wajah, dada, dan leher juga dapat terpengaruh.

1. Pada kepala (kulit kepala daerah frontal dan parietal) khas disebut cradle
crap, dengan krusta tebal, pecah-pecah dan berminyak tanpa ada dasar
kemerahan dan kurang / tidak gatal

2. Pada lokasi lain seperti lipatan belakang telinga, pinna telinga, dan leher,
lesi tampak kemerahan atau merah kekuningan yang tertutup dengan
skuama yang berminyak, kurang / tidak gatal.

Perjalanan penyakit ini pada bayi biasanya berlanjut mingguan sampai


bulanan. Kekambuhan jarang terjadi. Dan prognosis penyakit ini pada bayi
adalah baik.

Differensial diagnosis dari dermatitis seboroik pada bayi termasuk


didalamnya dermatitis atopik (yang biasanya dimulai setelah bulan ketiga
kehidupan), psoriasis pada bayi baru lahir, penyakit yang jarang seperti
skabies dan histiositosis X. Yang paling baik untuk membedakan ciri antara
dermatitis atopik dengan dermatitis seboroik adalah

Erythroderma desquamativum (Leiners disease)3

Komplikasi dari dermatitis pada bayi ini pertama kali dijelaskan oleh Leiner
pada tahun 1908 dimana waktu itu penyakit ini ditemukan pada bayi yang
baru lahir dan pada saat perwatan di rumah sakit dari umur bayi 6 sapai 20
minggu yang terlihat sebagai dermatitis exfoliativa pada seluruh tubuh dengan

12
tanda kemerahan dan kulit yang terkelupas, biasanya sama seperti beberapa
type dari dermatitis seboroik.

Penyakit ini biasanya dimulai dari bagian sekitar anus dan daerah ketiak, lalu
terlihat kulit terkelupas, area intertriginosa, leher, dan ekstremitas. Awal
mulanya ditemukan infalmasi kemerahan yang menyebar, yang meliputi
seluruh tubuh. Semakin lama kulit akan diliputi tumpukan kulit kering yang
berwarna putih keabu-abuan. Pada faktanya, dalam proses yang terjadi akan
terjadi exfoliasi umum, dan penipisan dari kulit. Kulit kepala selalu terlihat
krusta tipis dan kulit yang hancur. Terdapat pembesaran kelenjar.

Menyerang pada bayi yang baru lahir yang kebanyakan ditemukan pada
masyarakat yang miskin. Diare, muntah, dan infeksi berkelanjutan pasti akan
terjadi.

Gambar 9. Erythroderma desquamativum pada neonatus berusia 6


minggu

13
Gambar 10. Penyakit Leiner

B. Dermatitis seboroik pada dewasa (pada usia pubertas, rata-rata pada usia
18-40 tahun, dapat pada usia tua)3

Gambaran klinis dan perjalanan dari penyakit ini berbeda antara remaja dan
bayi.

1. Umumnya gatal

2. Pada area seboroik berupa makula atau plakat, folikular, perifolikular, atau
papulae, kemerahan atau kekuningan, dengan derajat ringan sampai berat,
inflamasi, skuama dan krusta tipis sampai tebal yang kering, basah atau
berminyak.

3. Bersifat kronis dan mudah kambuh, sering berkaitan dengan kelelahanm


stress, atau paparan sinar matahari.

14
Perjalanan penyakit biasanya berlangsung dalam waktu yang lama. Periode
perbaikan pada musim panas dan kambuh kembali pada musim dingin.
Pembesaran lesi dapat terjadi sebagai akibat dari perubahan musim terutama
efek dari paparan sinar matahari.

2.1.6 Diagnosis Banding

Gambaran klinis yang khas pada dermatitis seboroik ialah skuama yang
berminyak dan kekuningan dan berlokasi di tempat-tempat seboroik. Diagnosis
banding dermatitis seboroik tergantung pada lokasi dari kelainan dan umur dari
pasien. Pada anak, diferensial diagnosisnya adalah dermatitis atopik, tinea kapitis dan
psoriasis.

1. Psoriasis Vulgaris

Psoriasis vulgaris meskipun jarang pada bayi, memiliki ciri yang mirip dengan
dermatitis seboroik. Bedanya terdapat skuama yang tebal, kasar, dan berlapis-lapis,
disertai tanda tetesan lilin, Kobner dan Auspitz. Tempat predileksinya juga berbeda,
psoriasis sering terdapat di ekstremitas bagian ekstensor terutama siku, lutut, kuku
dan daerah lumbosakral. Jika psoriasis mengenai scalp, maka sukar dibedakan dengan
DS. Perbedaannya ialah skuamanya lebih tebal dan putih, seperti mika. Psoriasis
inversa yang mengenai daerah fleksor juga dapat menyerupai DS. Selain itu, pada
pemeriksan histopatologis terdapat papilomatosis.

2. Pitiriasis Rosea

Pitiriasis rosea ialah penyakit kulit yang belum diketahui penyebabnya, dimulai
dengan lesi inisial berbentuk eritema dan skuama halus. Lesi awal berupa herald
patch, umumnya di badan, soliter, bentuk oval dan terdiri atas eritema serta skuama

15
halus dan tidak berminyak di pinggir. Lesi berikutnya lebih khas yang dapat
dibedakan dengan DS, yaitu lesi yang menyerupai pohon cemara terbalik. Tempat
predileksinya juga berbeda, lebih sering pada badan, lengan atas bagian proksimal
dan paha atas, jarang pada kulit kepala.

3. Tinea kapitis

Tinea kapitis adalah kelainan pada kulit dan rambut kepala yang disebabkan oleh
spesies dermatofit dan biasanya menyerang anakanak. Kelainan pada tinea kapitis
dapat ditandai dengan lesi bersisik, kemerahan, alopesia dan kadang-kadang terjadi
gambaran klinis yang lebih berat, yaitu kerion. Bercak-bercak seboroik pada kulit
kepala yang berambut kadang-kadang membingungkan. Biasanya lesi DS pada kulit
kepala lebih merata dan mempunyai lesi kulit yang simetris distribusinya. Pada tinea
kapitis dan tinea kruris, eritema lebih menonjol di pinggir dan pinggirannya lebih
aktif dibandingkan di tengahnya. Pada pemeriksaan didapatkan KOH positif dimana
terlihat hifa yang bersekat, bercabang, serta spora. Untuk menyingkirkan tinea kapitis
dapat dilakukan pemeriksaan kerokan kulit pada kultur jamur.

4. Liken Simpleks Kronikus

Liken simpleks kronikus adalah peradangan kulit kronis yang gatal, sirkumskrip
ditandai dengan kulit tebal dan garis kulit tampak lebih menonjol (likenfikasi). Tidak
biasa terjadi pada anak tetapi pada usia ke atas, berbeda dengan DS yang sering juga
terjadi pada bayi dan anak-anak. Timbul sebagai lesi tunggal pada daerah kulit kepala
bagian posterior atau sekitar telinga. Tempat predileksi di kulit kepala dan tengkuk,
sehingga kadang sukar dibedakan dengan DS. Yang membedakannya ialah adanya
likensifikasi pada penyakit ini.

5. Dermatitis Atopik

Dermatitis Atopik adalah keadaan peradangan kulit kronis dan residif, disertai gatal.
Biasanya terjadi pada bayi atau anak-anak. Skuama kering dan difus, berbeda dengan

16
DS yang skuamanya berminyak dan kekuningan. Selain itu, pada dermatitis atopik
dapat terjadi likenfikasi. Ciri khas yang paling berguna sebagai pembeda dermatitis
seboroik dari dermatitis atopik adalah adanya lesi yang makin meningkat jumlahnya
di daerah dahi dan dagu pada tahap awal, dan di axilla pada tahap lebih lanjut. Selain
itu dermatitis seboroik biasanya hilang spontan dalam usia 6-12 bulan. Tes-tes dengan
bahan-bahan allergen dan pemeriksaan kadar IgE merupakan tanda khas dermatitis
atopik.

6. Systemic Lupus Erythematosus

SLE adalah penyakit yang basanya bersifat akut, multisistemik dan menyerang
jaringan konektif dan vaskular. SLE sulit dibedakan dengan DS, oleh karena pada
SLE juga dapat dijumpai skuama. Yang dapat membedakan ialah lesi SLE berbentuk
seperti kupu-kupu, tersering di area molar dan nasal dengan sedikit edema, eritema
dan atrofi. Terdapat gejala demam, malaise, serta tes antibodi-antinuklear (+).

7. Rosasea

Rosasea adalah penyakit kulit kronis pada derah sentral wajah (yang menonjol/
cembung). Gambaran histopatologi terdapat daerah ektasia vaskular, edema dermis
dan diorganisasi jaringan konektif dermis. Ditandai dengan kemerahan pada kulit dan
talangiektasis, disertai episode peradangan yang memunculkan erupsi, papul, pustul
dan edema.

8. Kandidosis

Kandidiasis adalah penyakit jamur yang disebabkan oleh spesies Candida, biasanya
oleh Candida albicans. Kandidosis kadang sulit dibedakan dengan DS jika mengenai
lipatan paha dan perianal. Lesi dapat berupa bercak yang berbatas tegas, bersisik dan
basah. Perbedaannya ialah pada kandidiasis terdapat eritema berwarna merah cerah
berbatas tegas dengan satelit-satelit di sekitarnya. Predileksinya juga bukan pada
daerah-daerah yang berminyak, tetapi lebih sering pada daerah yang lembab. Selain

17
itu, pada pemeriksaan dengan larutan KOH 10 %, terlihat sel ragi, blastospora atau
hifa semu.

2.1.7 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada pasien dermatitis seboroik adalah


pemeriksaan histopatologi walaupun gambarannya kadang juga ditemukan pada
penyakit lain, seperti pada dermatitis atopik atau psoriasis. Gambaran histopatologi
tergantung dari stadium penyakit.

Gambaran histopatologis dermatitis seboroik tidak spesifik berupa


hiperkeratosis, akantosis, fokal spongiosis dan parakeratosis. Dibedakan dengan
psoriasis yang memiliki akantosis yang regular, rete ridges yang tipis, eksositosis,
parakeratosis dan tidak dijumpai spongiosis. Neutrofil dapat dijumpai pada kedua
jenis penyakit.

Secara umum terbagi atas tiga tingkat : akut, sub akut dan kronik. Pada akut
dan sub akut, terdapat sedikit infiltrat perivaskuler berupa limfosit dan histiosit, ada
spongiosis dan hiperplasia psoriasiformis. Dapat pula ditemukan folikel yang
tersumbat oleh proses ortokeratosis dan parakeratosis ataupun oleh krusta-skuama
yang mengandung neutropil yang menutupi ostium folikularis.

Pada bagian epidermis. Dijumpai parakeratosis dan akantosis. Pada korium,


dijumpai pembuluh darah melebar dan sebukan perivaskuler. Pada DS akut dan
subakut, epidermisnya ekonthoik, terdapat infiltrat limfosit dan histiosit dalam jumlah
sedikit pada perivaskuler superfisial, spongiosis ringan hingga sedang, hiperplasia
psoriasiform ringan, ortokeratosis dan parakeratosis yang menyumbat folikuler, serta
adanya skuama dan krusta yang mengandung netrofil pada ostium folikuler.
Gambaran ini merupakan gambaran yang khas. Pada dermis bagian atas, dijumpai
sebukan ringan limfohistiosit perivaskular. Pada DS kronik, terjadi dilatasi kapiler

18
dan vena pada pleksus superfisial selain dari gambaran yang telah disebutkan di atas
yang hamper sama dengan gambaran psoriasis. 10

Pemeriksaan penunjang lainnya yang dapat dilakukan antara lain:

Kultur jamur dan kerokan kulit amat bermanfaat untuk menyingkirkan tinea kapitis
maupun infeksi yang disebabkan kuman lainnya.

Pemeriksaan serologis untuk menyingkirkan dermatitis atopik.

Pemeriksaan komposisi lemak pada permukaan kulit dimana memiliki karakteristik


yang khas yakni menigkatnya kadar kolesterol, trigliserida dan parafin disertai
penurunan kadar squalene, asam lemak bebas dan wax ester.

2.1.8 Pengobatan

Kasus-kasus yang telah mempunyai faktor konstitusi agak sukar


disembuhkan, meskipun penyakitnya dapat terkontrol. Faktor predisposisi hendaknya
diperhatikan, misalnya stres emosional dan kurang tidur. Mengenai diet, dianjurkan
miskin lemak.

Pada Bayi3

1. Kulit kepala

Pengobatan terdiri dari 3-5% asam salisilat dalam minyak zaitun atau air,
diaplikasikan emollientngan glukokortikosteroid dalam cream atau lotion selama
beberapa hari, sampo bayi, perawatan kulit yang teratur dengan emollient, cream, dan
pasta.

2. Area intertriginosa

19
Pengobatan meliputi lotion pengering, seperti 0,2-0,5 % clioquinol dalam zinc lotion
atau zinc oil. Pada kandidiasis lotion atau cream nistatin atau amphotericin B dapat
dicampur dengan pasta lembut.

Pada dewasa

1. Kulit kepala

Dianjurkan sampo yang mengandung selenium sulfide, imidazoles, zinc pyrithion,


benzoyl peroxide, asam salisilat, tar atau deterjen. Keraknya dapat diperbaiki dengan
pemberian glucocorticosteroid pada malam hari, atau asam salisilat dalam larutan air.
Tinctura, larutan alkohol, tonik rambut, dan produk sejenis biasanya memicu
terjadinya inflamasi dan harus dihindari.3

2. Wajah dan badan

Pasien harus menghindari salep berminyak dan mengurangi penggunaan sabun.


Larutan alkohol, penggunaan lotion sebelum dan sesudah cukur tidak dianjurkan.
Glucocorticosteroid dosis rendah (hydrocortison) cepat membantu pengobatan
penyakit ini, penggunaan yang tidak terkontrol akan menyebabkan dermatitis steroid,
rebound phenomenon steroid, steroid rosacea dan dermatitis perioral.3

Dermatitis seboroik adalah salah satu manifestasi klinis yang sering terjadi pada
pasien dengan AIDS. Sehingga merupakan salah satu lesi tanda dan harus lebih hati-
hati dalam menangani pasien dengan resiko tinggi.

3. Antifungal

Pengobatan antifungal seperti imidazole dapat memberikan hasil yang baik. Biasanya
digunakan 2 % dalam sampo dan cream. Dalam pengujian yang berbeda
menunjukkan 75-95 % terdapat perbaikan. Dalam percobaan ini hanya ketokonazol
dan itakonazol yang dipelajari, imidazole yang lain seperti econazole, clotrimazol,
miconazol, oksikonazol, isokonazol, siklopiroxolamin mungkin juga efektif. Imidazol

20
seperti obat antifungal lainnya, memiliki spektrum yang luas, anti inflamasi dan
menghambat sintesis dari sel lemak.3

4. Metronidazole

Metronidazol topikal dapat berguna sebagai pengobatan alternatif untuk dermatitis


seboroik. Metronidazol telah berhasil digunakan pada pasien dengan rosacea. Tidak
ada studi yang formal, dan obat ini hanya terdaftar sebagai pengobatan untuk rosacea.
Rekomendasi ini berdasarkan pengalaman pribadi.3

2.1.8 Pengobatan Sistemik

Kortikosteroid digunakan pada bentuk yang berat, dosis prednisone 20-30 mg


sehari. Jika telah ada perbaiakn, dosis diturunkan perlahan-lahan. Kalau disertai
infeksi sekunder diberi antibiotic.

Isotretinoin dapat digunakan pada kasus yang rekalsitran. Efeknya


mengurangi aktivitas kelenjar sebasea. Ukuran kelenjar tersebut dapat dikurangi
sampai 90%, akibatnya terjadi pengurangan produksi sebum. Dosinya 0,1-0,3 mg per
kg berat badan per hari, perbaikan tapmak setelah 4 minggu. Sesudah itu diberikan
dosis pemeliharaan 5-10 mg per hari selama beberapa tahun yang ternayta efektif
untuk mengontrol penyakitnya.

Pada D.S. yang parah juga dapat diobati dengan narrow band UVB (TL-01)
yang cukup aman dan efektif. Setelah pemberian terapi 3 x seminggu selama 8
minggu, sebagian besar penderita mengalami perbaikan.

Bila pada sediaan langsung terdapat P. ovale yang banyak dapat diberikan
ketokonazol, dosisnya 200 mg per hari.

21
2.1.8 Pengobatan Topical

Pada pitiriasis sika dan oleosa, seminggu 2 3 kali scalp dikeramasi selama 5
15 menit, misalnya dengan selenium sufida (selsun). Jika terdapat skuama dan
krusta diberi emolien, misalnya krim urea 10%. Obat lain yang dapat dipakai untuk
D.S. ialah :

- ter, misalnya likuor karbonas detergens 2-5% atau krim pragmatar


- resorsin 1-3%
- sulfur praesipitatum 4 20%, dapat digabung dengan asam salisilat 3 - 6%
- Kortikostreroid, misalnya krim hidrokortison 2 %. Pada kasus dengan
inflamasi yang berat dapat dipakai kostikosteroid yang lebih kuat, misalnya
betametason valerat, asalkan jangan dipakai terlalu lama karena efek
sampingnya.
- Krim ketokonasol 2% dapat diaplikasikan, bila pada sediaan langsung
terdapat banyak P. ovale.
Obat-obat tersebut sebaiknya diapakai dalam krim.

2.1.9 Prognosis

Seperti telah dijelaskan pada sebagian kasus yang mempunyai factor


konstitusi penyakit ini agak sukar disembuhkan, meskipun terkontrol.2

2.1.10 Edukasi Pasien

1. Ajari pasien tentang pengendalian daripada pengobatan dermatitis seboroik

2. Tekankan tentang pentingnya membiarkan sampo medikasi sedikitnya 5-10


menit sebelum membilas

3. Ajari tentang menggunakan kortikosteroid topikal seperlunya untuk


mengendalikan eritema, skuama, atau rasa gatal.

22
BAB III

23
LAPORAN KASUS

3.1. Identitas Pasien

Nama : Ny. A

Umur : 35 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Bukittinggi

Pekerjaan : Guru SD

Status : Menikah

3.2. Anamnesa

Keluhan Utama

Kulit kepala berketombe dan gatal sejak 2 minggu yang lalu

Riwayat Penyakit Sekarang

Kulit kepala berketombe dan gatal sejak 2 minggu yang lalu

Awalnya kulit kepala muncul bercak merah agak pedih, timbul


ketombe disertai rasa gatal, bercak merah muncul pertama daerah dahi
depan , pelipis kiri dan kanan serta daun telinga bagian dalam. Pasien
bekerja dari jam 7 5 sore , sering telat tidur, pasien suka makan
goreng, pedas, dan berminyak.

Riwayat Penyakit Dahulu

24
Tidak ada riwayat alergi kosmetik dan minyak rambut

Riwayat Pengobatan

Penyakit ini sering diobati tapi kambuh lagi

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama


dengan pasien.

3.3. Pemeriksaan Fisik

Status Generalisata

Keadaan Umum : Sakit Ringan

Kesadaran : Compos Mentis Cooperatif

Staus Gizi : sedang

Berat Badan : 55 Kg

Pemeriksaan Thoraks : Diharapkan dalam batas normal

Pemeriksaan Abdomen : Diharapkan dalam batas normal

Status Dermatologikus

Lokasi : Dahi, pelipis kiri dan kanan, daun telinga bagian tengah

Distribusi : Terlokalisir

Bentuk : Tidak khas

Susunan : Berkelompok

25
Ukuran : Milier dan lentikular

Efloresensi : Makula eritema, papul, dan skuama

Gambar 3.1 Makula eritema dan skuama

26
Gambar 3.2. Makula eritema, papul dan skuama

Status Venereologikus

Kelainan selaput lendir : Tidak ditemukan kelainan

Kelainan rambut :Tidak ditemukan kelainan

Kelainan kuku :Tidak ditemukan kelainan

Kelenjar Limfa :Tidak ditemukan pembesaran KGB

3.4. Diagnosa Kerja

Dermatitis seboroik

3.5. Diagnosa Banding

27
3.6. Pemeriksaan Anjuran

3.7. Penatalaksanaan

Umum

Istirahat dan makan yang cukup


Dilarang menggaruk

Khusus
Cetirizine 10mg 1x1
Topikal
Desoximetason salp 2x1

3.8.Prognosis
Qua ad vitam: Bonam.
Qua ad sanationam: Dubia ad Bonam.
Qua ad functionam: Bonam.

28
RSUD dr. Achmad Moechtar
dr. Hendra Paijo
Sip : 16092016
Bukit Tinggi

R/ Cetirizine tab 10mg No. VII


S1dd tab 1
R/ Desoximethason salp 0,25 % No. II
SUE

Pro : Ny. A
Umur : 35thn

BAB IV

29
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Dermatitis seboroik adalah penyakit inflamator kulit yang biasanya dimulai
pada kulit kepala dan kemudian menjalar ke muka, kuduk, leher dan badan. Pada
pasien di diagnosa dermatitis seboroik . Hal ini berdasarkan keluhan dan riwayat
penyakit pasien: kulit kepala berketombe dan gatal sejak 2 minggu yang lalu, disertai
rasa gatal, bercak merah muncul pertama daerah dahi depan , pelipis kiri dan kanan
serta daun telinga bagian dalam. Pasien bekerja dari jam 7 5 sore , sering telat tidur,
pasien suka makan goreng, pedas, dan berminyak. Penyakit ini sering diobati tapi
kambuh lagi. Pada pemeriksaan dermatologis ditemukan efloresensi : makula
eritema, papul, dan skuama. Pada pasien diberikan edukasi: Istirahat dan makan
yang cukup dan dilarang menggaruk. Pengobatan yang diberikan:
cetirizine 10mg 1x1 dan Desoximetason salp 2x1. Prognosis pada bonam.

DAFTAR PUSTAKA

30
1. Juanda A, Dermatosis eritroskuamosa. Dalam Juanda A, Hamzah M, Aisah S,
Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi keempat. Cetakan kedua. Jakarta :
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ; 2005 : 200-2

2. Plewig G. Seborrheic dermatitis. In Fitzpatrick TB, Eisen AZ, Wolff K,


Freedberg IM, Austen KF. Dermatology in general medicine. Volume 1.
Fourth edition. United States of America : Mc Grow Hill ; 1993 : 1569-73

3. Champion RH, Burton JL, Ebling FJG. Seborrhoic dermatitis. Textbook of


dermatology. Volume 1. Fifth edition. Oxford : Blackwell Scientific
Publications ; 1992 : 545-51

4. Goldstein BG, Goldstein AO. Dalam Dematologi praktis. Cetakan pertama.


Jakarta : Hipokrates ; 1998 : 188-90

5. Barakbah J, Pohan SS, Sukanto H, Martodihardjo S, Agusni I, Lumintang H,


et al. Dermatitis seboroik. Atlas penyakit kulit dan kelamin. Cetakan ketiga.
Surabaya : Airlangga University Press ; 2007 : 112-6

6. Arnold HL, Odom RB, James WD. Seborrheic dermatitis. Diseases of the
skin. Eighth edition. Philadelphia : WB Saunders Company ; 1990 : 194-98

7. Reeves JRT, Maibach H. Dermatitis seboroika. Atlas dermatologi klinik.


Cetakan pertama. Jakarta : Hipokrates ; 1990 : 1-3

8. Clark AF, Hopkins TT. Dermatitis seboroik. In Moscella SL, Hurley HJ,
Dermatology, third edition. Fourth edition. United states of america : WB
Saunders Company ; 1992 : 465-72

9. Gawkrodger DJ. Eczema in Disease Eruption. 2007. Dermatology. 3th


Edition. New York. P 34-5.

31
10. Siregar, R., S., Dermatitis Seboroika, dalam Atlas Berwarna Saripati
Penyakit Kulit, Edisi Kedua, Hal 104-106, Balai Penerbit EGC, Jakarta, 2002.

11. Schwartz, R. A., Janusz, C. A., Janniger, C. K., 2006, Seborrheic Dermatitis:
An Overview, University of Medicine and Dentistry at New Jersey-New
Jersey Medical School, Newark, New Jersey, American Family Physician,
Volume 74, Number 10 July 1, 2006

12. Selden, S., 2005, Seborrheic Dermatitis, http://www.emedicine.com

32

Anda mungkin juga menyukai