Anda di halaman 1dari 8

Nistagmus

Nistagmus yang bersifat sentral tidak berkurang jika dilakukan viksasi visual
yaitu mata memandang satu benda yang tidak bergerak dannigtamus dapat
berubah arah bila arah pandangan berubah. Pada nistagmus
perifer, nigtagmus akan berkurang bila kita memfiksasi pandangan kita ke suatu
benda, contoh: penyebab vertigo oleh gangguan system vestibular perifer yaitu
mabok kendaraan, penyakit meniere, vertigo pasca trauma.

Nistagmus merupakan indikator yang bermanfaat dari malfungsi vestibular pada


pasien dengan vertigo. Berikut diuraikan tinjauan beberapa fungsi
fisiologis nistagmus untuk memperjelasinterpretasinya, yaitu:
1. Nistagmus akibat refleks kanalis semisirkularis-okuler. Inhibisi kanal
menimbulkan gerakan mata ke arah bidang kanal dan sebaliknya, eksitasi
kanal menimbulkan gerakan mata menjauhi bidang kanal. Ketidaksamaan
input jaras vestibulo-okuler secara mendadak akan menimbulkan deviasi
mata lambat akibat induksi vestibular yang diselingi oleh gerakan korektif
cepat yang dikontrol oleh korteks serebri ke arah yang berlawanan
(nistagmus).
2. Nistagmus pada gangguan labirin. Tipenya adalah nistagmus
unidireksional, terjadi pada gangguan vestibular perifer unilateralakut
(gangguan labirin), yang umumnya berupa inhibisi satu ataulebih kanalis
semisirkularis. Pada keadaan ini fase lambat bergerak ke arah Telinga
yang terkena, dan fase cepat ke arah berlawanandari telinga yang
terganggu. Nistagmus bersifat horizontal ataurotatoar; intensitas
meningkat bila mata ber deviasi ke arahkomponen cepat (yaitu ke arah
telinga normal). Pasien mengalamisensasi lingkungan berputar pada arah
komponen cepat nistagmus atau badannya sendiri berputar pada
arah komponen lambat.Mereka cenderung salah tunjuk arah, fase lambat
nistagmus (kearah telinga yang terganggu).
3. Nistagmus sentral. Nistagmus multidireksional (nistagmus yang berubah
arah pada berbagai arah pandangan) lebih seringditemukan pada
intoksikasi obat atau gangguan fosa posterior batang
otak. Nistagmus vertikal (ke atas atau ke bawah) hampir selalu
patognomonik dari kelainan batang otak atau serebelum bagian tengah.

Obat obat Ototoksik :

1. Aminoglikosida

Aminoglikosida adalah kelompok antibiotic bakterisidal yang berasal dari


berbagai macam streptomyces. Yang termasuk kelompok obat ini adalah
streptomisin, neomisin, kanamisin, amikasin, gentamisin, tobramisin, sisomisin,
netilmisin.
Aminoglikosida paling sering digunakan untuk melawan bakteri enteric gram
negative, terutama pada bakteremia dan sepsis, dikombinasikan dengan
vankomisin atau penisilin untuk endokarditis, dan untuk penanganan tuberculosis.
Streptomisin adalah aminoglikosida yang tertua. Gentamisin, tobramisin, dan
amikasin adalah aminoglikosida yang paling sering digunakan saat ini. Neomisin
dan kanamisin penggunaannya terbatas pada penggunaan secara topical atau oral.
Toksisitas utama dari obat ini adalah nefrotoksisitas, yang terjadi pada 15%
pasien yang mendapatkan regimen ini, dan ototoksisitas, yang menimbulkan
gangguan pendengaran dan gangguan pada system vestibuler.

2. Aminoglikosida secara ototopikal


Data yang berasal dari penelitian yang menggunakan hewan percobaan telah
memperlihatkan hasil yang sama bahwa hampir semua antibiotic aminoglikosida
yang digunakan sebagai antibiotic topical pada telinga tengah bersifat ototoksik.
Tinjauan literature terbaru mengungkapkan terdapat 54 kasus toksisitas
vestibular gentamisin karena penggunaan antibiotic ini secara ototopikal. Selain
itu, 24 pasien tersebut juga mengalami toksisitas auditori. Juga terdapat 11 pasien
yang mengalami toksisitas auditori karena penggunaan tetes telinga yang
mengandung neomisin-polimiksin. Oleh karena itu direkomendasikan bahwa jika
memungkinkan, preparat antibiotic topical yang tidak menimbulkan efek samping
ototoksik harus digunakan jika terbukti terdapat lubang pada membrane timpani.

3. Cisplatin

Cisplatin merupakan obat anti kanker yang digunakan untuk mengobati


sejumlah keganasan seperti kanker testis, kanker ovarium dan beberapa
keganasan pediatric. Dosis pemeliharaan membatasi efek samping cisplatin yaitu
ototoksisitas dan neurotoksisitas.
Ototoksisitas cisplatin ditandai oleh kehilangan pendengaran sensorineural
yang awalnya terdeteksi pada frekuensi yang sangat tinggi. Kehilangan
pendengaran biasanya bilateral dan biasanya simetris. Ciri khas dari kehilangan
pendengaran frekuensi tinggi adalah kesulitan dalam membedakan kata yang
terdengar, terutama pada lingkungan yang bising. Semakin banyak dosis yang
terakumulasi dalam tubuh semakin parah gangguan pendengaran yang diderita.
Selain itu pasien ototoksisitas cisplatin juga mengalami tinnitus.

4. Loop Diuretik

Loop diuretic seperti asam ethacrynic, bumetanide, dan furosemide


mengeluarkan efek diuretiknya dengan menghambat sodium dan penyerapan air
pada bagian proksimal Loop of henle. Obat-obat ini digunakan untuk mengobati
gagal jantung kongestif, gagal ginjal, sirosis, dan hipertensi.
Bergantung pada loop diuretic tertentu, pasien biasanya mengalami gangguan
pendengaran setelah mengkonsumsi obat ini. Gangguan pendengaran biasanya
bilateral dan simetris. Pasien juga mengeluhkan tinnitus dan disequilibrium; akan
tetapi, gejala ini jarang terlihat dan jarang terjadi tanpa adanya gangguan
pendengaran. Beberapa pasien mengalami gangguan pendengaran permanen,
terutama pasien yang menderita gagal ginjal, pasien yang mendapatkan dosis
yang lebih tinggi, atau mereka yang juga mengkonsumsi aminoglikosida.

5. Salisilat
Aspirin dan salisilat yang lain sangat berkaitan dengan tinnitus dan
gangguan pendengaran sensorineural. Gangguan pendengaran bergantung pada
dosis dan dapat berkisar dari moderat hingga parah. Jika konsumsi obat
dihentikan, pendengaran kembali normal dalam waktu 72 jam. Tinnitus terjadi
saat mengkonsumsi aspirin dengan dosis sebesar 6 hingga 8 g/hari dan pada dosis
yang lebih rendah pada beberapa pasien.
Tempat terjadinya efek ototoksik tampaknya pada tingkat mekanik
koklear dasar, seperti yang dibuktikan dengan gangguan pendengaran
sensorineural, hilangnya emisi otoakustik, penurunan aksi potensial koklear, dan
perubahan ujung saraf auditori. Efek-efek ini mungkin disebabkan oleh
perubahan pada turgiditas dan motilitas sel rambut di bagian luar.

6. Kuinolon

Kuinin telah lama diketahui berkaitan dengan terjadinya tinnitus, gangguan


pendengaran sensorineural, dan gangguan penglihatan. Sindrom tinnitus, nyeri
kepala, mual, dan gangguan penglihatan disebut cinchonism. Dosis yang lebih
besar dapat menyebabkan sindrom ini menjadi lebih parah. Obat ini digunakan
sebagai tambahan dalam pengobatan malaria.
Efek ototoksik dari kuinin tampaknya terjadi terutama pada fungsi
pendengaran dan biasanya bersifat sementara. Gangguan pendengaran yang
permanen dapat terjadi dengan dosis yang lebih besar atau pada pasien yang
sensitive.
Kanalis Semisirkularis

Kanalis semisirkularisKanalis semisirkularis berorientasi pada tiga bidang


dalam ruang. Pada tiap ujungnya melebar dan berhubungan dengan urtikulus,
yang disebut ampula. Di dalam ampula terdapat reseptor krista ampularis yang
terdiri dari sel-sel rambut sebagai reseptor keseimbangan dan sel sustentakularis
yang dilapisi oleh suatu substansi gelatin yang disebut kupula sebagai penutup
ampula.

Sel-sel rambut terbenam dalam kupula dan dasarnya membentuk sinap


dengan ujung terminal saraf afferen yang aksonnya membentuk nervus
vestibularis. Nervus vestibularis bersatu dengan nervus auditorius membentuk
nervus vestibulocochlear (Ganong, 2008).

Kanalis semisirkularis berfungsi untuk mendeteksi akselerasi atau


deselarasi rotasi kepala seperti ketika memulai atau berhenti berputar, berjungkir,
balik atau memutar kepala. Akselerasi dan deselarasi menyebabkan sel rambut
yang terbenam di dalam cairan endolimfa bergerak. Pada awal pergerakan,
endolimfa tertinggal dan kupula miring ke arah berlawanan dengan gerakan
kepala sehingga sel-sel rambut menekuk.

Ketika stereosilia (rambut dari sel-sel rambut) menekuk ke arah


kinosilium (rambut dari sel-sel rambut), maka terjadi depolarisasi yang memicu
pelepasan neurotransmitter dari sel-sel rambut menuju ke saraf afferent. Dan
sebaliknya jika menekuk ke arah berlawanan akan terjadi hiperpolarisasi. Ketika
pergerakan perlahan berhenti, sel-sel rambut akan kembali lurus dan kanalis
semisirkularis mendeteksi perubahan gerakan kepala (Sherwood, 2011).
Fungsi Keseimbangan (Despopoulos dan Silbernagl, 2003)
Organ Otolit

Organ otolit (makula atau otokonia) terdapat dalam labirin membran di


lantai utrikulus dan semivertikal di dinding sakulus. Makula juga mengandung sel
sustentakularis dan sel rambut. Bagian atasnya ditutupi oleh membran otolit dan
di dalamnya terbenam kristal-kristal kalsium karbonat (otolit-batu telinga).

Lapisan ini lebih berat dan insersi lebih besar dari cairan di sekitarnya.
Serat-serat saraf dari sel rambut bergabung dengan serat-serat dari krista di
bagian vestibuler dari nervus vestibulokoklearis (Ganong, 2008). Fungsi organ
otolit adalah memberikan informasi mengenai posisi kepala relatif terhadap
gravitasi dan juga mendeteksi perubahan dalam kecepatan gerakan linier
(bergerak garis lurus tanpa memandang arah) (Sherwood, 2011).

Utrikulus berfungsi pada pergerakan vertikal dan horizontal. Ketika


kepala miring ke arah selain vertikal, rambut akan menekuk sesuai kemiringan
karena gaya gravitasi dan akan mengalami depolarisasi atau hiperpolarisasi sesuai
kemiringannya. Contoh pergerakan horizontal adalah saat berjalan.

Pada posisi ini insersinya menjadi lebih besar dan menyebabkan membran
otolit tertinggal di belakang endolimfa dan sel rambut, sehingga menyebabkan
rambut tertekuk ke belakang. Jika pergerakan ini dilakukan secara konstan maka
lapisan gelatinosa akan kembali ke posisi semula (Sherwood, 2011).

Sakulus fungsinya hamper sama dengan utrikulus namun berespon secara


selektif terhadap kemiringan kepala menjauhi posisi horizontal, misalnya: bangun
dari tempat tidur, lompat atau naik eskalator (Sherwood, 2011).

Krista dan makula dipersarafi oleh nervus vestibularis yang badan selnya
terletak di ganglion vestibularis. Serat saraf kanalis semisirkularis berada pada
bagian superior dan medial nukleus vestibularis dan sebagian mengatur
pergerakan bola mata. Serat dari utrikulus dan sakulus berakhir di nukleus
descendens menuju ke serebelum dan formasio retikularis. Nervus vestibularis
juga menuju ke talamus dan korteks somatosensorik (Ganong, 2008).

Anda mungkin juga menyukai