Angka kematian bayi di Indonesia masih tinggi dibandingkan dengan
negara berkembang lainnya. Angka Kematian Bayi (AKB) adalah jumlah
kematian bayi dalam usia 28 hari pertama kehidupan per 1000 kelahiran hidup. Angka ini merupakan salah satu indikator derajat kesehatan bangsa. Tingginya angka kematian bayi ini dapat menjadi petunjuk bahwa pelayanan maternal dan neonatal kurang baik, untuk itu dibutuhkan upaya untuk menurunkan angka kematian bayi tersebut. (Saragih,2011) Bagi sebagaian besar orangtua seringkali merasa belum siap menghadapi kelahiran BBLR pada bayi mereka. Sehingga mereka perlu diberikan pengarahan serta pendidikan kesehatan agar dapat merawat bayinya. Banyak keadaan yang membuat para orangtua merasa stress ketika menghadapi kelahiran ini. Keluarga terutama ibu, memiliki peran penting dalam merawat dan mengasuh bayinya dengan baik. Seharusnya ibu harus percaya diri dan berani merawat bayinya sendiri, karena dari situlah akan terjadi kontak untuk menciptakan bonding antara ibu dan bayi. Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir dengan lahir < 2500 gram tanpa memperhatikan masa gestasi, dimana berat lahir ditimbang segera minimal 1 jam setelah kelahiran (Kemenkes, 2010). BBLR tidak hanya terjadi pada bayi prematur , tapi juga pada bayi cukup bulan yang mengalami hambatan pertumbuhan selama kehamilan. Hasil Riskesdas tahun 2013 menyatakan bahwa presentasi balita (0-59) dengan BBLR sebesar 10,2 %. Presentase BBLR tertinggi terdapat di provinsi Sulawesi (16,8%) dan terendah di Sumatera Utara (7,2%). Masalah BBLR terutama pada kelainan prematur terjadi karena ketidakmatangan sistem organ bayi tersebut. BBLR mempunyai kecenderungan ke arah peningkatan terjadinya infeksi dan mudah terserang komplikasi. Masalah BBLR yang sering terjadi adalah gangguan pada sistem pernafasan, susunan saraf pusat, kardiovaskuler, hematologi, gastro intestinal, ginjal dan termoregolasi (Profil Kesehatan Indonesia, 2014). Merawat BBLR berbeda cara merawatnya dengan bayi normal, tidak semua ibu mempunyai pengetahuan yang baik tentang perawatan BBLR. Perlu di dukung dengan pengetahuan yang baik, dari pengetahuan ini akan menunjang terhadap pemberian penatalaksanaan yang berkualitas dan aman terhadap bayi BBLR. ( WHO 2013) Perawatan Metode Kangguru (PMK) merupakan perawatan untuk bayi prematur dengan melakukan kontak langsung antara kulit bayi dan kulit ibu, (Wahyuni, 2012). Sedangkan menurut WHO (2003) PMK merupakan metode untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan bayi yang lahir prematur. Tujuan Perawatan Metode Kangguru untuk mencegah terjadinya hipotermi karena tubuh ibu dapat memberi kehangatan kepada bayinya secara terus- menerus. Selain itu, PMK dapat meningkatkan ikatan kasih sayang antara ibu dan bayi, memudahkan bayi dalam memenuhi kebutuhan nutrisi, mencegah infeksi dan memperpendek masa inap sehingga dapat mengurangi biaya perawatan (Rahmayenti, 2009) Hasil penelitian (Silvia, Dkk, 2014) mengatakan bahwa metode kangguru untuk bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) dapat meningkatkan berat badan bayi. Setelah dilakukan PMK didapatkan hasil peningkatan berat badan sebanyak 28,30 gram dimana p value = 0.00. Rata-rata sebelum dilakukan perawatan metode kangguru 1738,60 gram, sedangkan setelah dilakukan PMK berat badan bayi meningkat menjadi 1766,90 gram,. Hasil penelitian yang lain (Syamsu, AF, 2013) setelah dilakukan PMK selama 3 hari dengan durasi 1,5 jam didapatkan hasil metode kangguru dapat menstabilkan suhu tubuh, frekuensi denyut jantung , saturasi oksigen pada bayi prematur dan perbedaan kepercayaan ibu setelah melakukan PMK. Penelitian terkait PMK, menurut Zakiah, Dkk (2013) tentang efektifitas peningkatan suhu tubuh pada perawatan metode kangguru dengan perawatan inkubator didapatkan hasil bahwa dari rata-rata peningkatan suhu tubuh bayi yaitu 0.2920 (SD=0,08124). Pada penerapan perawatan inkubator didapatkan rata-rata peningkatan suhu tubuh 0,1320 (SD=0,14353). Penerapan PMK lebih efektif dibandingkan dengan perawatan inkubator dalam meningkatkan suhu tubuh bayi BBLR. Perawatan PMK dapat dijadikan sebagai salah satu perawatan untuk bayi BBLR dalam menjaga suhu tubuh bayi. Dewasa ini, pendidikan kesehatan tentang berbagai penyakit digalakkan oleh pemerintah agar kesadaran masyarakat meningkat. Begitu pula dengan pendidikan kesehatan tentang perawatan metode kangguru. Pendidikan kesehatan merupakan upaya untuk mempengaruhi orang lain, baik individu, kelompok atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan dari suatu promosi atau pendidikan kesehatan adalah perilaku kesehatan, atau perilaku untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang kondusif oleh sasaran dari promosi kesehatan. (Notoadmodjo, 2012) Pendidikan kesehatan bertujuan untuk mengunggah kesadaran, memberikan atau meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang pemeliharaan dan peningkatan kesehatan bagi dirinya sendiri, keluarga, maupun masyarakat. Misi pendidikan kesehatan untuk menjadi advokat dalam pembuatan atau penentu kebijakan program kesehatan, menjembatani dalam melaksanakan program-program kesehatan, dan menampukan dalam memberikan kemampuan dan keterampilan kepada masyarakat agar dapat mandiri untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka. Metode pembelajaran dalam pendidikan kesehatan berupa metode ceramah, diskusi kelompok dan demostrasi. Media yang digunakan untuk pendidikan kesehatan yaitu media cetak (booklet, leaflet, flyler (selembaran), flip chart, rubrik dan poster), media elektronik ( televisi, radio, slide dan flim strip), media papan (Billboard). Ruang lingkup pendidikan kesehatan dapat dilihat dari dimensi sasaran pendidikan kesehatan, tempat pelaksanaan pendidikan kesehatan dan tingkat pelayanan pendidikan kesehatan. Berdasarkan data studi pendahuluan yang dilakukan di Ruangan Perinatologi RSUP H. Adam Malik Medan menunjukkan sekitar 18 bayi dengan resiko BBLR dari 40 bayi yang berada diruangan perinatologi selama 2 bulan terakhir yakni bulan November dan Desember tahun 2016. Mayoritas bayi yang dilahirkan dengan cara Sectio Caesar (33 bayi), dengan usia kehamilan <37 minggu (17 bayi), dengan kasus terbanyak Respiratory Distress Syndrome/RDS (12 bayi) kasus dengan Neonatal Pneumonia (10 bayi), dan bayi dengan BBLR yang terbanyak berjenis kelamin perempuan. Hasil wawancara yang telah dilakukan kepada 3 orang ibu yang memiliki bayi dengan BBLR di ruangan perinatologi RSUP H. Adam Malik Medan mengatakan bahwa mereka pernah mendengar metode kangguru, tetapi tidak mengetahui cara melakukan perawatannya. Salah satu dari antara mereka mengatakan takut melakukan perawatan metode kangguru lebih baik menggunakan perawatan inkubator. Hasil studi pendahuluan diatas menunjukan perlunya pendidikan kesehatan tentang perawatan metode kangguru kepada ibu agar terjadi peningkatan pengetahuan dan tindakan ibu dalam melakukan perawatan metode kangguru serta mencegah angka kematian pada bayi BBLR. Berdasarkan masalah tersebut penulis tertarik ingin mengetahui Pengaruh Pendidikan Kesehatan terhadap Peningkatan Pengetahuan dan Tindakan Ibu tentang Perawatan Metode Kangguru pada BBLR di ruangan Perinatologi RSUP H. Adam Malik Medan.