Anda di halaman 1dari 53

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Limbah medis merupakan bahan infeksius dan berbahaya yang harus dikelola

dengan benar agar tidak menjadi sumber infeksius baru bagi masyarakat disekitar

rumah sakit maupun bagi tenaga kesehatan yang ada di rumah sakit itu sendiri.

Limbah medis padat adalah limbah padat yang terdiri dari limbah infeksius, limbah

patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksis, limbah kimiawi,

limbah radioaktif, limbah kontainer bertekanan, dan limbah dengan kandungan logam

berat yang tinggi (Muchsin, 2013).

Dalam rangka memberikan pelayanan di bidang kesehatan, rumah sakit

merupakan tempat bertemunya kelompok masyarakan penderita penyakit, kelompok

masyarakat pemberi pelayanan, kelompok pengunjung dan kelompok lingkungan

sekitar. Adanya interaksi di dalamnya memungkinkan menyebarnya penyakit bila

tidak didukung dengan kondisi lingkungan rumah sakit yang baik dan saniter.

Aktivitas rumah sakit akan menghasilkan sejumlah hasil samping berupa limbah, baik

limbah padat, cair, dan gas yang mengandung kuman patogen, zat-zat kimia serta

alat-alat kesehatan yan pada umumnya bersifat berbahaya dan beracun. Untuk

meningkatkan mutu pelayanan perlu pula ditingkatkan sarana untuk mengatasi limbah

tersebut (Paramita, 2007).

1
Pengelolaan limbah rumah sakit yang tidak baik akan memicu resiko

terjadinya kecelakaan kerja dan penularan penyakit dari pasien ke pekerja, dari pasien

ke pasien, dari pekerja ke pasien, maupun dari dan kepada masyarakat pengunjung

rumah sakit. Tentu saja rumah sakit sebagai institusi yang sosio-ekonomi karena

tugasnya memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, tidak terlepas dari

tanggung jawab pengelolaan limbah yang dihasilkan. Untuk menjamin keselamatan

dan kesehatan awak rumah sakit maupun orang lain yang berada di lingkungan rumah

sakit dan sekitarnya, Pemerintah (Depkes) telah menyiapkan perangkat lunak berupa

peraturan, pedoman dan kebijakan yang mengatur pengelolaan dan peningkatan

kesehatan di lingkungan rumah sakit, termasuk pengelolaan limbah rumah sakit

(Massa, 2012).

Limbah padat yang dihasilkan oleh rumah sakit ada 2 macam yaitu limbah

domestik dan limbah B3 yang bersifat infeksius atau limbah medis. Limbah yang

bersifat infeksius berasal dari pelayanan medis, farmasi atau sejenis serta limbah yang

dihasilkan di rumah sakit pada saat dilakukan perawatan/pengobatan atau penelitian.

Bentuknya dapat berupa benda tajam, plastic, gelas, limbah farmasi, limbah kimia,

limbah patologi dan lain-lain (Massa, 2012).

Limbah padat rumah sakit bila tidak dikelola dengan baik akan berdampak

negatif bagi lingkungan disekitarnya. World Health Organisazation (WHO) 1999,

sebuah laporan yang diajukan oleh US Environmental Protection Agency di depan

kongres Amerika menyajikan perkiraan kasus infeksi Hepatitis B (HBV) akibat

cedera oleh benda tajam di kalangan tenaga medis dan pengelolaan limbah rumah

2
sakit. Jumlah kasus infeksi HBV per-tahun di AS akibat pajanan limbah rumah sakit

adalah sekitar 162-321 kasus dari jumlah total pertahun yang mencapai 300.000

kasus. Pada fasilitas layanan kesehatan dimanapun, perawat dan tenaga kebersihan

merupakan kelompok utama yang berisiko mengalami cedera, jumlah yang bermakna

justru berasal dari luka teriris dan tertusuk limbah benda tajam (Tarigan, 2009).

Pada bulan Juni 1994 WHO melaporkan, di Amerika Serikat terdapat 39 kasus

infeksi HIV yang berhasil di kenali oleh Centers for Disease Control and prevention

sebagai infeksi okupasional dengan cara penularan yakni, 32 kasus akibat tertusuk

jarum suntik, 1 kasus akibat teriris pisau, 1 kasus akibat luka terkena pecahan gelas

(pecahan kaca dari tabung berisi darah yang terinfeksi), 1 kasus akibat kontak dengan

dengan limbah benda infeksius yang tidak tajam, 4 kasus akibat kulit atau membran

mukosa terkena darah yang terinfeksi. Pada bulan juni 1996, jumlah keseluruhan

kasus infeksi HIV okupasional meningkat menjadi 51 kasus. Semua kasus tersebut

yang terkena adalah perawat (Depkes RI, 2005).

Data P2M-PL (Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan

Lingkungan) menunjukkan, limbah alat suntik di Indonesia diperkirakan sekitar 300

juta per tahun. Dengan demikian jumlah limbah medis benda tajam di Indonesia

menjadi sangat tinggi. Limbah alat suntik dan limbah medis lainnya dapat menjadi

faktor risiko penularan berbagai penyakit seperti HIV/AIDS, Hepatitis B dan C serta

penyakit lain yang ditularkan melalui darah (Depkes RI, 2003).

Hasil penelitian Siregar, N., (2004) di RSU Dr. Pirngadi Kota Medan

mengatakan bahwa pengelolaan limbah di RSU Dr. Pirngadi Kota Medan belum

3
terlaksana baik. Sebagian besar limbah medis masih ditampung pada tempat yang

sama dengan tempat sampah yang biasa.

Dari survey pendahuluan yang dilakukan oleh penulis diketahui bahwa RSUD

Pandan adalah rumah sakit negeri kelas C. Rumah sakit ini mampu memberikan

pelayanan kedokteran spesialis terbatas dan menampung pelayanan rujukan dari

puskesmas, tersedia 53 tempat tidur inap, lebih sedikit dibanding setiap rumah sakit

di Sumatera Utara yang tersedia rata-rata 80 tempat tidur inap dan memiliki ruang

operasi, ruang IGD, ruang ICU, ruang bank darah, ruang X-Ray, CT-Scan, EEG,

EKG dan MRI.

Di ruang penghasil limbah medis padat tersebut ditemukan hasil limbah medis

(seperti : perban bekas bercampur darah, infuset bekas, tranfusi set bekas, suntikan

bekas pakai, sarung tangan bekas, dan yang lainnya) bercampur dengan tempat

sampah limbah non medis di tempat penampungan di dalam ruangan, tempat

penampungan sementara di luar ruangan sebelum diangkut ke tempat pembuangan

akhir. Hal ini besar kemungkinan ada hubungannya dengan pengawasan yang hanya

minim dan kurangnya sanksi ataupun teguran yang diberikan kepada pegawai,

sehingga pegawai kurang peduli dalam memilah-milahkan hasil limbah medis pada

tempat yang telah disediakan oleh pihak rumah sakit. Selain itu terlihat limbah medis

padat berserakan/tercecer ditempat penampungan sementara. Kondisi ini

menyebabkan tikus, kecoa, nyamuk dan lalat berkeliaran dan berinteraksi dengan

limbah medis sehingga rentan terjadinya penularan kuman pathogen.

4
Dari uraian di atas, maka peneliti tertarik melakukan penelitian tentang

Pelaksanaan Pengelolaan Limbah Padat Medis di Ruang Rawat Inap RSUD. Pandan

Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2015.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah

Bagaimanakah Pelaksanaan Pengelolaan Limbah Padat Medis di Ruang Rawat Inap

RSUD. Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah?.

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui Pelaksanaan Pengelolaan Limbah Padat Medis di Ruang

Rawat Inap RSUD. Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah.

1.3.2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui seberapa banyak timbulan/volume limbah padat medis

di Ruang Rawat Inap RSUD. Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah.

b. Untuk mengetahui bagaimana pengumpulan limbah padat medis di Ruang

Rawat Inap RSUD. Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah.

c. Untuk mengetahui bagaimana pengangkutan limbah padat medis di Ruang

Rawat Inap RSUD. Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah.

d. Untuk mengetahui bagaimana pemusnahan akhir limbah padat medis di

Ruang Rawat Inap RSUD. Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah.

5
1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi

pengembangan ilmu pengetahuan, sebagai masukan dan evaluasi terhadap upaya

pengelolaan limbah padat sehingga dapat mewujudkan lingkungan rumah sakit dan

tempat kerja yang aman dan sehat.

1.4.2. Manfaat Praktis

a. Bagi Peneliti

Meningkatkan pemahaman peneliti mengenai Pelaksanaan Pengelolaan

Limbah Padat Medis di Ruang Rawat Inap rumah sakit dan sebagai salah

satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan pada S-1 Kesehatan Masyarakat

STIKes Nauli Husada Sibolga.

b. Bagi Rumah Sakit

Hasil penelitian ini juga diharapkan menjadi bahan masukkan bagi rumah

sakit untuk dapat mengelola limbah padat medis dengan baik sehingga dapat

meminimalisir dan mangantisipasi masalah-masalah limbah yang terjadi.

c. Bagi Institusi Pendidikan

Untuk menambah referensi di perpustakaan dan sebpagai bahan masukan

bagi mahasiswa/i untuk melakukan penelitian lebih lanjut.

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Rumah Sakit

2.1.1. Pengertian Rumah Sakit

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang

rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang

menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah sakit juga

merupakan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan yaitu setiap kegiatan untuk

memelihara dan meningkatkan kesehatan serta bertujuan untuk mewujudkan derajat

kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Upaya kesehatan dilakukan dengan

pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit

(preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif) yang

dilaksanakan secara serasi dan terpadu serta berkesinambungan.

Rumah Sakit adalah sebuah institusi pelayanan kesehatan yang

menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang

menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat (Permenkes RI

No.147/ Menkes/Per/I/2010).

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang

rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang

menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.

7
2.1.2. Tugas dan Fungsi Rumah Sakit

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang

rumah sakit, rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan

perorangan secara paripurna. Pelayanan kesehatan paripurna adalah pelayanan

kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Untuk

menjalankan tugas sebagaimana yang dimaksud, rumah sakit mempunyai fungsi :

a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan

standar pelayanan rumah sakit.

b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan

yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.

c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka

peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan, dan

d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang

kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan

etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.

2.1.3. Jenis dan Klasifikasi Rumah Sakit

A. Jenis Rumah Sakit

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang

rumah sakit, rumah sakit dapat dibagi berdasarkan jenis pelayanan dan

pengelolaannya.

Berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, rumah sakit dikategorikan dalam

rumah sakit umum dan rumah sakit khusus.

8
a. Rumah sakit umum, memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan

jenis penyakit.

b. Rumah sakit khusus, memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau satu

jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis

penyakit, atau kekhususan lainnya.

Berdasarkan pengelolaannya rumah sakit dapat dibagi menjadi rumah sakit

publik dan rumah sakit privat.

a. Rumah sakit publik sebagaimana dimaksud dapat dikelola oleh pemerintah,

pemerintah daerah, dan badan hukum yang bersifat nirlaba. Rumah sakit

publik yang dikelola pemerintah dan pemerintah daerah diselenggarakan

berdasarkan pengelolaan Badan Layanan Umum atau Badan Layanan Umum

Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Rumah sakit

publik yang dikelola pemerintah dan pemerintah daerah sebagaimana

dimaksud tidak dapat dialihkan menjadi Rumah Sakit privat.

b. Rumah sakit privat sebagaimana dimaksud dikelola oleh badan hukum dengan

tujuan profit yang berbentuk perseroan terbatas atau persero. Menurut

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah

sakit, rumah sakit dapat ditetapkan menjadi rumah sakit pendidikan setelah

memenuhi persyaratan dan standar rumah sakit pendidikan.

B. Klasifikasi Rumah Sakit Di Indonesia

Dalam rangka penyelenggaraan kesehatan secara berjenjang dan fungsi

rujukan, rumah sakit umum dan rumah sakit khusus diklasifikasikan berdasarkan

9
fasilitas dan kemampuan pelayanan rumah sakit. Menurut Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, rumah sakit umum

diklasifikasikan sebagai berikut :

a. Rumah Sakit umum kelas A

Adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan

pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis dasar, 5 (lima) spesialis

penunjang medik, 12 (dua belas) spesialis lain dan 13 (tiga belas) subspesialis.

b. Rumah Sakit umum kelas B

Adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan

pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis dasar, 4 (empat) spesialis

penunjang medik, 8 (delapan) spesialis lain dan 2 (dua) subspesialis dasar.

c. Rumah Sakit umum kelas C

Adalah Rumah Sakit Umum Kelas C adalah rumah sakit umum yang

mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4

(empat) spesialis dasar dan 4 (empat) spesialis penunjang medik.

d. Rumah Sakit umum kelas D.

Adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan

pelayanan medik paling sedikit 2 (dua) spesialis dasar.

10
Klasifikasi Rumah Sakit khusus sebagaimana dimaksud terdiri atas :

a. Rumah Sakit khusus kelas A

Adalah rumah sakit khusus yang mempunyai fasilitas dan kemampuan paling

sedikit pelayanan medik spesialis dan pelayanan medik subspesialis sesuai

kekhususan yang lengkap.

b. Rumah Sakit khusus kelas B

Adalah rumah sakit khusus yang mempunyai fasilitas dan kemampuan paling

sedikit pelayanan medik spesialis dan pelayanan medik subspesialis sesuai

kekhususan yang terbatas.

c. Rumah Sakit khusus kelas C.

Adalah rumah sakit khusus yang mempunyai fasilitas dan kemampuan paling

sedikit pelayanan medik spesialis dan pelayanan medik subspesialis sesuai

kekhususan yang minimal.

2.1.4. Tugas dan Fungsi Rumah Sakit

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang

rumah sakit, rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan

perorangan secara paripurna. Pelayanan kesehatan paripurna adalah pelayanan

kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009,

rumah sakit umum mempunyai fungsi:

a. penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai

dengan standar pelayanan rumah sakit.

11
b. pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan

kesehatan yang paripurna.

c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam

rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.

d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi

bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan

memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.

2.1.5. Sanitarian Rumah Sakit

Sanitarian rumah sakit adalah petugas atau tenaga sanitasi yang berwenang

dalam pelaksanaan usaha sanitasi rumah sakit. Sanitarian merupakan petugas kunci

dalam panitia/komite keamanan dan harus melaksanakan tugasnya dalam pengawasan

infeksi. Petugas harus melakukan suatu pengamatan (surveilence) sanitasi yang

efektif dan melaporkan pelaksanaan programnya kepada pimpinan rumah sakit.

Petugas sanitasi rumah sakit menentukan hasil layanan yang paling dominan dalam

usaha pelayanan sanitasi rumah sakit. Petugas sebagai pemberi layanan kepada

penderita dapat mempengaruhi proses pengobatan. Hubungan psikobiososial

penderita dengan petugas maupun dengan pengunjung dapat mempengaruhi hasil

penyembuhan, lebih-lebih apabila interaksi faktor biopsikososial ini berproses dalam

suasana lingkungan yang bersih, nyaman, dan asri (Hapsari, 2010).

Tenaga sanitasi rumah sakit adalah unsur (provider) utama yang bertanggung

jawab terhadap layanan sanitasi rumah sakit. Upaya penyehatan lingkungan RS

12
meliputi kegiatan-kegiatan yang kompleks sehingga memerlukan tenaga dengan

kualifikasi sebagai berikut:

1. Penanggung jawab kesehatan lingkungan di RS kelas A dan B (rumah sakit

pemerintah) dan yang setingkat adalah seorang tenaga yang memiliki

kualifikasi sanitarian serendah-rendahnya berijazah sarjana (S1) di bidang

kesehatan lingkungan, teknik lingkungan, biologi, teknik kimia, dan teknik

sipil.

2. Penanggung jawab kesehatan lingkungan di RS kelas C dan D (rumah sakit

pemerintah) dan yang setingkat adalah tenaga yang memiliki kualifikasi

sanitarian serendah-rendahnya berijazah diploma (D3) dibidang kesehatan

lingkungan.

3. Rumah sakit pemerintah maupun swasta yang sebagian kegiatan kesehatan

lingkungannya dilaksanakan oleh pihak ketiga, maka tenaganya harus

berpendidikan sanitarian dan telah mengikuti pelatihan khusus dibidang

kesehatan lingkungan rumah sakit yang diselenggarakan olehpemerintah atau

badan lain sesuai peraturan perundangan yang berlaku.

4. Tenaga sebagaimana yang dimaksud pada butir 1 dan 2, diusahakan

mengikuti pelatihan khusus di bidang kesehatan lingkungan rumah sakityang

diselenggarakan oleh pemerintah atau pihak lain terkait, sesuai dengan

peraturan perundangan yang berlaku (Depkes RI, 2004).

13
Tenaga pengelola limbah padat dan cair RS meliputi :

1. Tenaga pengelola limbah padat/sampah

a. Sampah dari tiap unit pelayanan fungsional dalam rumah sakit

dikumpulkan oleh tenaga perawat khususnya yang menyangkut pemisahan

sampah medis dan non medis, sedang ruang lain dapat dilakukan oleh

tenaga kebersihan.

b. Proses pengangkutan sampah dilakukan oleh tenaga sanitasi dengan

kualifkasi SMP ditambah latihan khusus.

c. Pengawasan pengelolaan sampah rumah sakit dilakukan oleh tenaga

sanitasi dengan kualifikasi D1 ditambah latihan khusus.

2. Tenaga pengelola limbah cair

a. Tenaga pelaksana meliputi pengawas sistem plumbing dan operator proses

pengolahan

b. Kualifikasi tenaga untuk kegiatan tersebut dilakukan oleh tenaga sanitasi

dengan kualifikasi D1 ditambah latihan khusus

c. Kegiatan pengawasan dilakukan oleh tenaga sanitasi dengan kualifikasi

D3 atau D4 ditambah latihan khusus (Depkes RI, 2002).

14
2.2. Limbah Padat Rumah Sakit

2.2.1. Pengertian Limbah Padat

Prss, A. (2005), Limbah rumah sakit adalah limbah yang mencakup semua

buangan yang berasal dari instalasi kesehatan, fasilitas penelitian, dan laboratorium.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1204/Menkes/SK/X/ 2004,

mengatakan limbah padat adalah semua limbah rumah sakit yang berbentuk padat

sebagai akibat kegiatan rumah sakit yang terdiri dari limbah medis padat dan limbah

padat non medis. Limbah medis padat adalah limbah yang langsung dihasilkan dari

tindakan diagnosis dan tindakan medis terhadap pasien (Candra, 2007).

Limbah medis padat yang terdiri dari limbah infeksius, limbah patologi,

limbah benda tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksis, limbah kimiawi, limbah

radioaktif, limbah container bertekanan, dan limbah dengan kandungan logam berat

yang tinggi. Limbah padat non medis artinya limbah padat yang dihasilkan dari

kegiatan di rumah sakit di luar medis yang berasal dari dapur, perkantoran, taman dan

halaman yang dapat di manfaatkan kembali apabila ada teknologinya. Limbah padat

non medis meliputi kertas-kertas pembungkus atau kantong dan plastik yang tidak

berkaitan dengan cairan tubuh. Pewadahan limbah padat non medis dipisahkan dari

limbah medis padat dan ditampung dalam kantong plastik warna hitam khusus untuk

limbah medis non padat (Kepmenkes RI No. 1204/Menkes/SK/X/2004).

15
Tabel 2.1. Klasifikasi Limbah Medis Padat yang Berasal dari Rumah Sakit

Kategori Definisi Contoh Limbah Yang Dihasilkan


Limbah
Infeksius Limbah yang terkontaminasi organisme Kultur laboratorium, limbah dari
patogen (bakteri, virus, parasit, atau jamur) bangsal isolasi, kapas, materi, atau
yang tidak secara rutin ada lingkungan dan peralatan yang teresentuh pasien
organism tersebut dalam jumlah dan yang terinfeksi, ekskreta.
virulensi yang cukup untuk menularkan
penyakit pada manusia rentan.

Patologis Limbah berasal dari pembiakan dan stock Bagian tubuh manusia dan hewan
bahan yang sangat infeksius, otopsi, organ (limbah anatomis), darah dan cairan
binatang percobaan dan bahan lain yang tubuh yang lain, janin.
telah diinokulasi, terinfeksi atau kontak
dengan bahan yang sangat infeksius

Sitotoksis Limbah dari bahan yang terkontaminasi dari Dari materi yang terkontaminasi
persiapan dan pemberian obat sitotoksis pada saat persiapan dan pemberian
untuk kemoterapi kanker yang mempunyai obat, misalnya spuit, ampul,
kemampuan untuk membunuh atau kemasan, obat kadaluarsa, larutan
mengahambat pertumbuhan sel hidup. sisa, urine, tinja, muntahan pasien
yang mengandung obat sitotoksik.

Benda Merupakan materi yang dapat menyebabkan skalpel, pisau bedah, peralatan
tajam luka iris atau luka tusuk. Semua benda infus, gergaji bedah, dan pecahan
tajam ini memiliki potensi bahaya dan dapat kaca
menyebabkan cedera melalui sobekan atau
tusukan. Benda- benda tajam yang terbuang
mungkin terkontaminasi oleh darah, cairan
tubuh, bahan mikrobiologi, bahan beracun
atau radioaktif.

Farmasi Limbah farmasi mencakup produksi obat-obatan, vaksin, dan serum yang
farmasi. Kategori ini juga mencakup barang sudah kedaluarsa, tidak digunakan,
yang akan di buang setelah digunakan untuk tumpah, dan terkontaminasi,
menangani produk farmasi, misalnya botol yang tidak diperlukan lagi.
atau kotak yang berisi residu, sarung
tangan, masker, slang penghubung darah
atau cairan, dan ampul obat.

Kimia Berbentuk padat, cair, maupun gas yang Reagent di laboratorium, film untuk
berasal dari aktivitas diagnostic dan rontgen, desinfektan yang
eksperimen serta dari pemeliharaan kadaluarsa atau sudah tidak
kebersihan rumah sakit dengan diperlukan lagi, solven
menggunakan desinfektan.

16
Kategori Definisi Contoh Limbah Yang Dihasilkan
Limbah
Radioaktif Bahan yang terkontaminasi dengan Cairan yang tidak terpakai dari
radioisotop yang berasal dari penggunaan radioaktif atau riset dilaboratorium,
medis atau riset radio nukleida.Limbah ini peralatan kaca, kertas absorben yang
dapat berasal dari antara lain : tindakan terkontaminasi, urine dan
kedokteran nuklir, radio-imunoassay dan ekskreta dari pasien yang diobati
bakteriologis; dapat berbentuk padat, cair atau diuji dengan radionuklida yang
atau gas terbuka.

Logam Limbah yang mengandung logam berat Thermometer, alat pengukur


yang dalam konsetrasi tinggi termasuk dalam tekanan darah, residu dari ruang
bertekanan subkategori limbah kimia berbahaya dan pemeriksaan gigi, dan ebagainya
tinggi/ biasanya sangat toksik. Contohnya adalah
berat limbah merkuri yang berasal dari bocoran
peralatan kedokteran yang rusak.
Logam Limbah yang mengandung logam berat Thermometer, alat pengukur
yang dalam konsetrasi tinggi termasuk dalam tekanan darah, residu dari ruang
bertekanan subkategori limbah kimia berbahaya dan pemeriksaan gigi, dan ebagainya
tinggi/ biasanya sangat toksik. Contohnya adalah
berat limbah merkuri yang berasal dari bocoran
peralatan kedokteran yang rusak.
Kontainer Limbah yang berasal dari berbagai jenis gas Tabung gas, kaleng aerosol yang
Bertekanan yang digunakan di rumah sakit. mengandung residu, gas cartridge.

(Sumber : Pengelolaan Aman limbah layanan kesehatan, Prss, A., 2005)

2.2.2. Pengaruh Limbah Rumah Sakit Terhadap Lingkungan dan Kesehatan

Depkes RI (2001) Pengaruh limbah rumah sakit terhadap kualitas lingkungan

dan kesehatan dapat menimbulkan berbagai masalah seperti :

1. Gangguan kenyamanan dan estetika

Ini berupa warna yang berasal dari sedimen, larutan, bau phenol, eutrofikasi

dan rasa dari bahan kimia organik. Penampilan rumah sakit dapat memberikan efek

psikologis bagi pemakai jasa, karena adanya kesan kurang baik akibat limbah yang

tidak ditangani dengan baik.

17
2. Kerusakan harta benda

Dapat disebabkan oleh garam-garam yang terlarut (korosif, karat), air yang

berlumpur dan sebagainya yang dapat menurunkan kualitas bangunan di sekitar

rumah sakit.

3. Gangguan/kerusakan tanaman dan binatang

Ini dapat disebabkan oleh virus, senyawa nitrat, bahan kimia, pestisida, logam

nutrien tertentu dan fosfor.

4. Gangguan terhadap kesehatan manusia

Ini dapat disebabkan oleh berbagai jenis bakteri, virus, senyawa-senyawa

kimia, pestisida, serta logam seperti Hg, Pb, dan Cd yang berasal dari bagian

kedokteran gigi. Gangguan kesehatan dapat dikelompokkan menjadi gangguan

langsung adalah efek yang disebabkan karena kontak langsung dengan limbah

tersebut, misalnya limbah klinis beracun, limbah yang dapat melukai tubuh dan

limbah yang mengandung kuman pathogen sehingga dapat menimbulkan penyakit

dan gangguan tidak langsung dapat dirasakan oleh masyarakat, baik yang tinggal di

sekitar rumah sakit maupun masyarakat yang sering melewati sumber limbah medis

diakibatkan oleh proses pembusukan, pembakaran dan pembuangan limbah tersebut.

5. Gangguan genetik dan reproduksi

Meskipun mekanisme gangguan belum sepenuhnya diketahui secara

pasti,namun beberapa senyawa dapat menyebabkan gangguan atau kerusakan genetik

dan sistem reproduksi manusia misalnya pestisida, bahan radioaktif. Limbah medis

rumah sakit juga dapat menyebabkan infeksi silang.

18
Limbah medis dapat menjadi wahana penyebaran mikroorganisme pembawa

penyakit melalui proses infeksi silang baik dari pasien ke pasien, dari pasien ke

petugas atau dari petugas ke pasien. Pada lingkungan, adanya kemungkinan

terlepasnya limbah ke lapisan air tanah, air permukaan dan adanya pencemaran udara,

menyebabkan pencemaran lingkungan karena limbah rumah sakit (Moersidik, 1995).

Secara ekonomis, dari beberapa kerugian di atas pada akhirnya menuju

kerugian ekonomis, baik terhadap pembiayaan operasional dan pemeliharaan, adanya

penurunan cakupan pasien dan juga kebutuhan biaya kompensasi pencemaran

lingkungan. Orang yang kesehatannya terganggu karena pencemaran l ingkungan

apalagi sampai cacat atau meninggal, memerlukan biaya pengobatan dan petugas

kesehatan yang berarti beban sosial ekonomi penderitanya, keluarganya dan

masyarakat.

2.2.3. Persyaratan pengelolaan limbah medis padat di rumah sakit sesuai


Keputusan Menteri Kesehatan No. 1204/Menkes/SK/X/2004

a. Minimasi Limbah:

1) Menyeleksi bahan-bahan yang kurang menghasilkan limbah sebelum

membelinya.

2) Menggunakan sedikit mungkin bahan-bahan kimia.

3) Mengutamakan metode pembersihan secara fisik daripada secara kimiawi.

4) Mencegah bahan-bahan yang dapat menjadi limbah seperti dalam kegiatan

perawatan dan kebersihan.

19
5) Memonitor alur penggunaan bahan kimia dari bahan baku sampai menjadi

limbah bahan berbahaya dan beracun.

6) Memesan bahan-bahan sesuai kebutuhan

7) Menggunakan bahan-bahan yang diproduksi lebih awal untuk menghindari

kadaluarsa.

8) Menghabiskan bahan dari setiap kemasan

9) Mengecek tanggal kadaluarsa bahan-bahan pada saat diantar oleh distributor.

b. Pemilahan, Pewadahan, Pemanfaatan kembali dan Daur Ulang

1. Pemilahan limbah harus selalu dilakukan dari sumber yang menghasilkan

limbah.

2. Limbah yang akan dimanfaatkan kembali harus dipisahkan dari limbah yang

tidak dimanfaatkan kembali.

3. Limbah benda tajam harus dikumpulkan dalam satu wadah tanpa

memperhatikan terkontaminasi atau tidaknya. Wadah tersebut harus anti

bocor, anti tusuk dan tidak mudah untuk dibuka sehingga orang yang tidak

berkepentingan tidak dapat membukanya.

4. Jarum dan srynges harus dipisahkan sehingga tidak dapat digunakan kembali.

5. Limbah medis padat yang akan dimanfaatkan kembali harus melalui proses

sterilisasi, untuk menguji efektifitas sterilisasi panas harus dilakukan tes

Bascillus Stearothermophilus dan untuk sterilisasi kimia harus dilakukan tes

Bacillus subtilis.

20
6. Limbah jarum hipodermik tidak dianjurkan untuk dimanfaatkan

kembali.Apabila rumah sakit tidak mempunyai jarum yang sekali pakai

(disposable), limbah jarum hipodermik dapat dimanfaatkan kembali setelah

melalui proses salah satu metode sterilisasi.

7. Pewadahan limbah medis padat harus memenuhi persyaratan dengan

menggunakan wadah dan label seperti tabel 2.2.

Tabel 2.2. Jenis Wadah dan Label Limbah Medis Padat Sesuai Kategori

Wadah Kontainer/
No Kategori Kantong plastik Lambang Keterangan
1 Radioaktif Merah Kantong boks
timbale dengan
symbol radioaktif

2 Sangat Kuning Kantong plastic kuat,


infeksius anti bocor, atau
kontainer yang
dapat di sterilisasi
dengan
otoklaf

3 Limbah Kuning Plastik kuat dan anti


infeksius, bocor
patologi atau kontainer
anatomi

4 Sitotoksik Ungu Kontainer plastic


kuat dan
anti bocor

5 Limbah Coklat _ Kantong plastik


kimia atau
dan farmasi kontainer

(Sumber: Kepmenkes No. 1204/Menkes/SK/X/2004).

21
8. Daur ulang tidak bisa dilakukan oleh rumah sakit kecuali untuk pemulihan

perak yang dihasilkan dari proses film sinar X.

9. Limbah Sitotoksik dikumpulkan dalam wadah yang kuat, anti bocor, dan

diberi label bertuliskan Limbah Sitotoksik.

c. Tempat penampungan sementara

1. Bagi rumah sakit yang mempunyai insinerator di lingkungannya harus

membakar limbahnya selambat-lambatnya 24 jam.

2. Bagi rumah sakit yang tidak mempunyai insinerator maka limbah medis

padatnya harus dimusnahkan melalui kerjasama dengan rumah sakit lain atau

pihak lain yang mempunyai insinerator untuk dilakukan pemusnahan

selambat-lambatnya 24 jam apabila di simpan pada suhu ruang.

d. Transportasi

1. Kantong limbah medis padat sebelum dimasukkan ke kendaraan pengangkut

harus diletakkan dalam kontainer yang kuat dan tertutup.

2. Kantong limbah medis padat harus aman dari jangkauan manusia maupun

binatang.

3. Petugas yang menangani limbah, harus menggunakan alat pelindung diri yang

terdiri: Topi, Masker, Pelindung amta, pakaian panjang (coverall),apron untuk

industri, pelindung kaki/sepatu boot, dan sarung tangan khusus (disposable

gloves atau heavy duty gloves).

22
e. Pengolahan, Pemusnahan dan pembuangan Akhir limbah padat

10) Limbah infeksius dan benda tajam

a. Limbah yang sangat infeksius seperti biakan dan persediaan agen

infeksius dari laboratorium harus disterilisasi dengan pengolahan panas

dan basah seperti dalam autoclave sedini mungkin. Untuk limbahinfeksius

yang lain cukup dengan cara desinfeksi.

b. Benda tajam harus diolah dengan insinerator bila memungkinkan dan

dapat diolah bersama dengan limbah infeksius lainnya. Kapsulisasi juga

cocok untuk benda tajam.

c. Setelah insinerasi atau desinfeksi, residunya dapat dibuaang ke tempat

penampungan B3 atau di buang ke landfill jika residunya sudah aman.

11) Limbah Farmasi

Limbah farmasi dalam jumlah kecil dapat diolah dengan insinerator pirolitik

(pyrolitik incinerator), rotary klin, dikubur secara aman, sanitary landfill,

dibuang ke sarana air limbah atau insinerasi. Tetapi dalam jumlah besar harus

menggunakan fasilitas pengolahan yang khusus seperti rotary kli, kapsulisasi

dalam drum logam, dan inersisasi.

12) Limbah Sitotoksik

a. Limbah Sitotoksik sangat berbahaya dan tidak boleh dibuang dengan

penimbunan (landfiil) atau saluran limbah umum.

23
b. Bahan yang belum dipakai dan kemasannya masih utuh karena kadaluarsa

harus dikembalikan ke distributor apabila tidak ada insinerator dan diberi

keterangan bahwa obat tersebut sudah kadaluarsa atau tidak dipakai lagi.

c. Insinerasi pada suhu tinggi sekitar 1200C dibutuhkan untuk

menghancurkan semua bahan sitotoksik. Insinerasi pada suhu rendah

dapat menghasilkan uap sitotoksik yang berbahaya ke udara.

d. Apabila cara insinerasi maupun degradasi kimia tidak tersedia, kapsulisasi

atau inersisasi dapat di pertimbangkan sebagai cara yang dapat dipilih

(Prss, A., 2005).

13) Limbah bahan kimiawi

a. Pembuangan limbah kimia biasa.

Limbah biasa yang tidak bisa daur ulang seperti asam amino, garam, dan

gula tertentu dapat dibuang ke saluran air kotor.

b. Pembuangan limbah kimia berbahaya dalam jumlah kecil.

Limbah bahan berbahaya dalam jumlah kecil seperti residu yang terdapat

dalam kemasan sebaiknya dibuang dengan insinerasi pirolitik,

kapsulisasi,atau ditimbun (landfill).

14) Limbah dengan kandungan logam berat tinggi

Limbah dengan kandungan mercuri atau kadmium tidak boleh dibakar atau

diinsinesrasi karena berisiko mencemari udara dengan uap beracun dan tidak

boleh dibuang landfill karena dapat mencemari air tanah.

24
15) Kontainer Bertekanan

Cara yang terbaik untuk menangani limbah kontainer bertekanan adalah

dengan daur ulang atau pengunaan kembali. Apabila masih dalam kondisi

utuh dapat dikembalikan ke distributor untuk pengisian ulang gas. Agen

halogenida dalam bentuk cair dan dikemas dalam botol harus di perlakukan

sebagai limbah bahan kimia berbahaya untuk pembuangannya.

16) Limbah radioaktif

Pengelolaan limbah radioaktif yang aman harus diatur dalam kibijakan dan

strategi nasional yang menyangkut perturan, infrastruktur, organisasi

pelaksana dan tenaga yang terlatih (Kepmenkes RI No.

1204/Menkes/SK/X/2004, Depkes RI, 2004).

2.3. Tata Cara Pelaksanaan membuang Limbah medis padat berdasarkan


masing-masing fungsinya dirumah sakit.

Gambar 2.1. Tata Cara Pelaksanaan Membuang Limbah Rumah Sakit

a) Laboratorium Kering (jarum suntik,dsb)

incinerator

Cair Infection Autoclave

Penampungan setempat UPL

Keterangan Gambar:

Limbah di laboratorium dipisahkan berdasarkan jenisnya yaitu: limbah kering

dan limbah cair. Limbah kering berupa jarum suntik dimusnahkan di incinerator.

Sedangkan limbah cair yang menimbulkan infeksi dimusnahkan di autoclave dan

25
limbah cair yang melebihi baku mutu yang ditetapkan pemerintah dibuang padat

penampungan setempat yaitu UPL.

UPL (unit pengelolaan limbah) merupakan sarana untuk mengolah limbah cari

dari limbah yang kotor kemudian di proses sampai menjadi cukup bersih dan

diusahakan untuk dibawah baku mutu yang ditetapkan pemerintah.

b) O.K

Kering (jarum suntik,dsb) incinerator

Basah (sisa makanan,dsb) Bak penampungan luar RS

Cair bak penampungan UPL Sungai

Sisa organ tubuh pathology Incinerator

Keterangan Gambar:

Limbah pada OK dipisahkan berdasarkan jenisnya. Limbah kering seperti

jarum suntik dimusnahkan menggunakan incinerator. Limbah basah seperti sisa

makanan di buang didalam bak penampungan diluar rumah sakit. Limbah cair di

buang dalam bak penampungan kemudian diproses sampai menjadi cukup bersih dan

dibawa baku mutu yang ditetapkan pemerintah (melalui UPL) kemudian dibuang

kesungai. Dan untuk limbah sisa organ tubuh dipisahkan berdasarkan patologi

kemudian dimusnahkan di incinerator.

c) Radiologi

Cair bak penampungan khusus

Colbalt ex Reexport

26
Keterangan Gambar:

Limbah radiologi yang bersifat cair di buang kedalam bak penampungan

khusus, sedangkan untuk limbah radiologi yg bersifat cobalt ex di musnahkan melalui

reexport.

d) Unit Rawat Jalan

Bak penampungan limbah Unit Pengelolaan Limbah

Cair

Septic tank Luar Rumah Sakit

Medis Incinerator

Sampah padat

Non medis bak luar Rumah Sakit

Keterangan Gambar:

Untuk limbah cair dalam unit rawat jalan dibuang dalam dua tempat yaitu, bak

penampungan limbah yang selanjutnya dikelola berdasarkan UPL, dan melalui septic

tank. Untuk sampah padat dipisahkan berdasarkan sampah medis dan non medis,

sampah medis dimusnahkan dalam incinerator dan sampah non medis dibuang

kedalam bak diluar rumah sakit.

27
e) Unit Perawatan

Kering (jarum suntik,perban) Incinerator

Basah Bak penampungan luar rumah sakit (sisa makanan)

Septic tank Luar Rumah Sakit

Cair

(wastafel dsb) Unit Pengelolaan Limbah

Keterangan Gambar:

Limbah kering dalam unit perawatan seperti jarum suntik dan perban

dimusnahkan dalam incinerator. Limbah basah seperti sisa makanan dibuang dalam

bak penampungan diluar rumah sakit. Limbah cair dialirkan melalui septic tank diluar

rumah sakit dan melalui wastafel yang selanjutnya dialirkan ke UPL.

f) Laundry / Catering Unit Pengelolaan Limbah

Keterangan Gambar:

Untuk limbah dalam Laundry dan catering dialirkan ke UPL.

2.4. Pengelolaan Limbah Rumah Sakit

Sasaran pengelolaan limbah rumah sakit adalah bagaimana menangani limbah

berbahaya, menyingkirkan dan memusnahkannya seekonomis mungkin, namun

higienis dan tidak membahayakan lingkungan. Untuk limbah yang bersifat umum,

penanganannya adalah identik dengan limbah kota yang lain. Daur ulang sedapat

mungkin diterapkan pada setiap kesempatan. Bahan-bahan tajam yang terinfeksi

harus dibungkus secara baik serta tidak akan mencelakakan pekerja yang menangani

28
dan dapat dibuang seperti limbah umum, sedang bahan-bahan tajam yang terinfeksi

diperlakukan sebagai limbah berbahaya.

Untuk memudahkan pengenalan berbagai jenis limbah yang akan dibuang,

digunakan pemisahan dengan kantong-kantong yang spesifik (biasanya dengan warna

yang berbeda atau dengan pemberian label).

Beberapa contoh warna yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan RI

adalah:

1. Kantong warna hitam: limbah sejenis rumah tangga biasa

2. Kantong warna kuning: semua jenis limbah yang harus masuk insinerator

3. Kantong warna kuning strip hitam: limbah yang sebaiknya ke insinerator, namun

bisa pula dibuang ke landfill bila dilakukan pengumpulan terpisah dan pengaturan

pembuangan

4. Kantong warna biru muda atau transparans strip biru tua : limbah yang harus

masuk ke autoclave sebelum ditangani lebih lanjut.

Limbah yang harus dipisahkan dari yang lain adalah limbah patologis dan

infektious. Limbah infectious beresiko tinggi perlu ditangani terlebih dahulu dalam

autoclave sebelum menuju pengolahan selanjutnya atau sebelum disingkirkan di

landfill. Limbah darah yang tidak terinfeksi dapat dimasukkan ke dalam saluran

limbah kota dan dibilas dengan air, sedang yang terinfeksi harus diperlakukan sebagai

limbah berbahaya. Kontainer kontainer dibawah tekanan (aerosol dan sebagainya)

tidak boleh dimasukkan ke dalam insinerator.

29
Limbah yang telah dipisahkan dimasukkan kantong-kantong yang kuat (dari

pengaruh luar ataupun dari limbahnya sendiri) dan tahan air atau dimasukkan dalam

kontainer-kontainer logam. Kantong-kantong yang digunakan dibedakan dengan

warna yang seragam dan jelas, dan diisi secukupnya agar dapat ditutup degan mudah

dan rapat. Disamping warna yang seragam, kantong tersebut diberi label atau simbol

yang sesuai.

Kontainer harus ditutup dengan baik sebelum diangkut. Bila digunakan

kantong dan terlebih dahulu harus masuk autoclave, maka kantong-kantong itu harus

bisa ditembus oleh uap sehingga sterilisasi dapat berlangsung sempurna. Limbah

radioaktif juga harus mempunyai tanda-tanda yang standar dan disimpan untuk

menunggu masa aktifnya terlampaui sebelum dikatagorikan limbah biasa atau limbah

berbahaya lainnya.

Mobilitas dan transportasi limbah baik internal maupun eksternal hendaknya

dipertimbangkan sebagai bagian menyeluruh dari sistem pengelolaaan dari institusi

tersebut. Secara internal, limbah biasanya diangkut dari titik penyimpanan awal

manuju area penampungan atau menuju titik lokasi insinerator. Alat angkutan atau

sarana pembawa tersebut harus dicuci secara rutin dan hanya digunakan untuk

membawa limbah.

Di rumah sakit modern, transportasi limbah ini bisa menggunakan cara

pneumatis dengan perpipaan, namun cara ini tidak boleh digunakan untuk limbah

patologis dan infectious. Limbah yang akan diangkut ke luar, misalnya oleh Dinas

Kebersihan setempat, harus tidak mengandung resiko terhadap kesehatan pengangkut

30
tersebut. Limbah berbahaya dari rumah sakit yang akan diangkut, diatur seperti

halnya aturan-aturan yang berlaku pada limbah berbahaya lain, misalnya jenis

kontainer, tanda-tanda dan tata caranya.

Secara umum jenis pengelolaan limbah rumah sakit menurut Keputusan

Menteri Kesehatan Nomor : 1204/Menkes/SK/X/2004 adalah sebagai berikut :

a. Limbah umum

1. Tidak diperlukan pengolahan khusus, dan dapat disatukan dengan limbah

domestik

2. Seluruh makanan yang telah meninggalkan dapur pada prinsipnya adalah

limbah bila tidak dikonsumsi dan sisa makanan dari bagian penyakit menular

perlu di autoclave dulu sebelum dibuang ke landfill.

b. Limbah patologis

1. Pengolahan yang dilakukan adalah dengan sterilisasi, insinerasi dilanjutkan

dengan landfilling

2. Insinerasi merupakan metode yang sangat dianjurkan, kantong-kantong yang

digunakan untuk membungkus limbah juga harus diinsinerasi.

c. Limbah radioaktif

1. Bahan radioaktif yang digunakan dalam kegiatan kesehatan/medis ini

biasanya tergolong mempunyai daya radioaktivitas level rendah, yaitu di

bawah 1 megabecquerel (MBq)

2. Limbah radioaktif dari rumah sakit dapat dikatakan tidak mengandung bahaya

yang signifikan bila ditangani secara baik

31
3. Penangan limbah dapat dilakukan di dalam area rumah sakit itu sendiri, dan

umumnya disimpan untuk menunggu waktu paruhnya telah habis, untuk

kemudian disingkirkan sebagai limbah non-radioaktif biasa.

d. Limbah kimia

1. Bagi limbah kimia yang tidak berbahaya, penanganannya adalah identik

dengan limbah lainnya yang tidak termasuk katagori berbahaya

2. Konsep penanganan limbah kimia yang berbahaya adalah identik dengan

penjelasan sebelumnya yang terdapat dalam diktat ini tentang limbah

berbahaya

3. Beberapa kemungkinan daur-ulang limbah kimiawi berbahaya misalnya :

a) Solven semacam toluene, xylene, acetone dan alkohol lainnya yang dapat

diredistilasi

b) Solven organik lainnya yang tidak toksik atau tidak mengeluarkan produk

toksik bila dibakar dapat digunakan sebagai bahan bakar

c) Asam-asam khromik dapat digunakan untuk membersihkan peralatan

gelas di laboratorium, atau didaur-ulang untuk mendapatkan khromnya

d) Limbah logam-merkuri dari termometer, manometer dan sebagainya

dikumpulkan untuk didaur-ulang; limbah jenis ini dilarang untuk

diinsinerasi karena akan menghasilkan gas toksik

e) Larutan-larutan pemerosesan dari radioaktif yang banyak mengandung

silver dapat direklamasi secara elektrostatis

32
f) Batere-batere bekas dikumpulkan sesuai jenisnya untuk di daur ulang

seperti : merkuri, kadmium, nikel dan timbal

4. Insinerator merupakan sarana yang paling sering digunakan dalam menangani

limbah jenis ini, baik secara on-site maupun off-site; insinerator tersebut harus

dilengkapi dengan sarana pencegah pencemaran udara, sedang residunya yang

mungkin mengandung logam-logam berbahaya dibuang ke landfill yang

sesusai.

5. Solven yang tidak diredistilasi harus dipisahkan antara solven yang

berhalogen dan nonhalogen; solven berhalogen membutuhkan penanganan

khusus dan solven non- halogen dapat dibakar pada on-site insinerator

6. Limbah cytotoxic dan obat-obatan genotoxic atau limbah yang terkontaminasi

harus dipisahkan, dikemas dan diberi tanda serta dibakar pada insinerator;

limbah jenis ini tidak di autoclave karena disamping tidak mengurangi

toksiknya juga dapat berbahaya bagi operator.

7. Beberapa jenis limbah kimia berbahaya juga dihasilkan dari bagian pelayanan

alat-alat kesehatan, misalnya: disinfektan, oli dari trafo dan kapasitor atau dari

mikroskop yang mengandung PCB dan sebagainya, sehingga perlu ditangani

sesuai jenisnya

e. Limbah berpotensi menularkan penyakit (infectious)

Memerlukan sterilisasi terlebih dahulu atau langsung ditangani pada insinerator ;

autoclave tidak dibutuhkan bila limbah tersebut telah diwadahi dan ditangani

secara baik sebelum diinsinerasi.

33
f. Benda-benda tajam

Dikemas dalam kemasan yang dapat melindungi petugas dari bahaya tertusuk,

sebelum dibakar dalam insinerator

g. Limbah farmasi

Obat-obatan yang tidak digunakan dikembalikan pada apotik, sedangkan yang

tidak dipakai lagi ditangani secara khusus misalnya diinsinerasi atau di landfilling

atau dikembalikan ke pemasok.

h. Kontainer-kontainer di bawah tekanan: di landfilling atau didaur-ulang. Limbah

kimiawi berbahaya yang tidak dapat didaur-ulang segera dipisahkan sesuai

dengan jenisnya dan pengolahannya, misalnya melalui sebuah insinerator, karena

limbah jenis ini kadangkala toksik dan flammable, sehingga tidak boleh dibuang

melalui sistem riolering.

34
2.5. Kerangka Teori

Gambar 2.6 Pengelolaan Limbah Padat Rumah Sakit


(Kepemenkes 1204/Menkes/SK/X/2004)

Proses Pengelolaan
Limbah Padat :

1. Penimbangan Timbulan
(Volume) Limbah Padat
Medis/Non Medis
2. Pengumpulan :
a. Tempat Penampungan
Sementara
Limbah Padat b. Pemilahan
c. Pengemasan
d. Pelabelan
3. Pengangkutan
a. Kenderaan pengangkut
b. Pengangkutan jalur
khusus
4. Pemusnahan Akhir
(Incinerator)

35
2.6. Kerangka Konsep

Berdasarkan kerangka teori diatas maka kerangka konsep penelitian adalah

sebagai berikut :

Proses Pengelolaan
Limbah Padat :

1. Penimbangan Timbulan
(Volume) Limbah Padat
Pengelolaan Limbah Padat
Medis/Non Medis di RSUD. Pandan
2. Pengumpulan Kabupaten Tapanuli Tengah
3. Pengangkutan
4. Pemusnahan Akhir
(Incinerator)

Bertitik tolak dari Kerangka konsep penelitian tersebut diatas maka alur

pelaksanaan penelitian pengelolaan limbah di RSUD. Pandan Kabupaten Tapanuli

Tengah dapat dijabarkan sebagai berikut :

1. Timbulan sampah yang menjadi sasaran penelitian adalah yang berasal dari ruang

laboratorium, ruang rawat jalan, ruang perawatan, dan ruang radiologi untuk

timbulan limbah padat medis sedangkan untuk limbah padat non medis berasala

ke lima ruangan tersebut ditambah dengan ruangan laundry/catering. Besaran

timbulan diukur pada saat penelitian dengan menggunakan timbangan.

2. Pengumpulan limbah padat di Ruang Rawat Inap RSUD. Pandan Kabupaten

Tapanuli Tengah dilihat dari beberapa aspek :

36
a. Tempat Penampungan Sementara, dilihat tipe ataupun kesesuaian dengan

persyaratan yang disyaratkan berdasarkan Kepmenkes 1204 Tahun 2004

b. Pemilahan, dilihat apa limbah dipisahkan dari sumbernya

c. Pengemasan, kemasan limbah harus didasarkan Kepmenkes 1204 Tahun 2004

d. Pelabelan, untuk setiap label limbah disesuaikan dengan jenis limbah yang

dihasilkan dari setiap ruangan berdasarkan Kepmenkes 1204 Tahun 2004

3. Pengangkutan. Dibandingkan alat yang digunakan untuk mengangkut limbah

medis dan non medis pada saat penelitian dengan alat angkut yang

dipersyaratkan berdasarkan Kepmenkes 1204 Tahun 2004

4. Pemusnahan Akhir. Pada tahapan ini dilihat tahapan pemusnahan dan peralatan

yang digunakan dalam tahapan ini baik untuk pemusnahan limbah medis maupun

pemusnahan untuk limbah non medis.

37
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Desain penelitian ini menggunakan rancangan deskriptif kuantitatif. Menurut

Nursalam (2008), penelitian deskriptif bertujuan untuk mendeskripsikan

(memaparkan) peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa kini, dilakukan secara

sistematis dan lebih menekankan pada data faktual. Dalam penelitian ini peneliti

melakukan pengamatan, pengukuran dan observasi terhadap obyek yang diamati

yaitu pengelolaan limbah padat medis RSUD. Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

3.a.1. Lokasi penelitian

Lokasi yang digunakan untuk mengadakan penelitian adalah Rumah Sakit

Umum Daerah Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah dengan alasan di rumah sakit ini

belum pernah dilakukan penelitian yang sama.

3.a.2. Waktu penelitian.

Penelitian akan dilaksanakan pada Bulan Agustus 2015.

38
3.3. Definisi Operasional dan Kriteria Obyektif

3.3.1. Timbulan (volume) limbah padat perhari

Timbulan (volume) limbah padat perhari adalah kuantitas/volume limbah

padat medis dan non medis yang dihasilkan perhari dari ruang-ruangan di RSUD.

Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah.

Kriteria Obyektif :

Memenuhi Syarat : Jika sampah yang dihasilkan <100 Kg/ Hari


Tidak Memenuhi Syarat : Jika sampah yang dihasilkan >100 Kg/ Hari
a. Pengumpulan

Pengumpulan adalah suatu kegiatan dalam pengumpulan limbah medis dan

non medis yang berasal dari sumber limbah medis dan non medis

Kriteria Obyektif :

Memenuhi Syarat : Jika seluruh kegiatan dalam proses pengumpulan

dilakukan lengkap berdasarkan Kepmenkes RI

Nomor 1204 Tahun 2004.


Tidak Memenuhi Syarat : Jika seluruh kegiatan dalam proses pengumpulan

dilakukan kurang lengkap berdasarkan Kepmenkes

RI Nomor 1204 Tahun 2004.


b. Pengangkutan

Pengangkutan adalah proses pengangkutan dari semua sumber limbah padat

yang dikumpulkan dan diangkut dengan menggunakan kereta dorong/gerobak.

Kriteria Obyektif :

Memenuhi Syarat : Jika seluruh kegiatan dalam proses pengangkutan

39
dilakukan lengkap berdasarkan Kepmenkes RI

Nomor 1204 Tahun 2004

Tidak Memenuhi Syarat : Jika seluruh kegiatan dalam proses pengangkutan

dilakukan kurang lengkap berdasarkan Kepmenkes

RI Nomor 1204 Tahun 2004


c. Pemusnahan Akhir

Pemusnahan akhir adalah kegiatan upaya untuk pemusnahan/pembuangan

limbah yang dihasilkan RSUD. Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah.

Kriteria Obyektif :

Memenuhi Syarat : Jika seluruh kegiatan dalam proses pemusnahan

dilakukan lengkap berdasarkan Kepmenkes RI

Nomor 1204 Tahun 2004.


Tidak Memenuhi Syarat : Tidak Memenuhi Syarat : Jika seluruh kegiatan dalam

proses pemusnahan dilakukan kurang lengkap

berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 1204 Tahun 2004


3.3.2. Pengeloaan Limbah Padat

Pengelolaan Limbah Padat di RSUD. Pandan adalah seluruh kegiatan

pengelolaan limbah padat baik medis maupun non medis mulai dari timbulan sampai

dengan pemusnahan akhir.

Kriteria Obyektif :

Memenuhi Syarat : Jika seluruh kegiatan dalam proses pengolahan

dilakukan lengkap berdasarkan Kepmenkes RI

Nomor 1204 Tahun 2004

40
Tidak Memenuhi Syarat : Jika seluruh kegiatan dalam proses pengolahan

dilakukan kurang lengkap berdasarkan Kepmenkes

RI Nomor 1204 Tahun 2004

3.4. Subjek Penelitian

Sebagai subjek dalam penelitian ini adalah pengelolaan limbah padat RSUD.

Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah.

3.5. Teknik Pengumpulan Data

Adapunteknikpengumpulandatapenelitiandilakukansebagaiberikut:

3.5.1. DataPrimer

Data diperoleh dari pengamatan langsung, observasi, penimbangan dan

pengukuranolehpenelitisendirisertawawancara.

3.5.2. DataSekunder

Data yang diperoleh melalui pengambilan data yang sudah ada di RSUD.

PandanKabupatenTapanuliTengah.

3.6. Analisis Data

Analisis data dilakukan secara deskriptif yaitu mengevaluasi pelaksanaan

pengelolaan limbah padat medis dan non medis di RSUD. Pandan Kabupaten

41
Tapanuli Tengah, dengan membandingkan terhadap Pengelolaan Limbah padat medis

dan non medis berdasarkan Kepmenkes 1204/MENKES/SK/X/2004.

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

42
Rumah Sakit Umum Daerah Pandan adalah rumah sakit negeri yang terletak

di Jl. Dr. Ferdinan Lumbantobing No. 5 Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah. RSUD

Padan memiliki luas tanah 2.835 m2 dan luas bangunan 1.236 m2.

RSUD Pandan adalah rumah sakit negeri kelas C. Rumah sakit ini mampu

memberikan pelayanan kedokteran spesialis terbatas dan menampung pelayanan

rujukan dari puskesmas, tersedia 53 tempat tidur inap, lebih sedikit dibanding setiap

rumah sakit di Sumatera Utara yang tersedia rata-rata 80 tempat tidur inap dan

memiliki ruang operasi, ruang IGD, ruang ICU, ruang bank darah, ruang X-Ray, CT-

Scan, EEG, EKG dan MRI.

4.1. Hasil Penelitian

4.2.1. Timbulan Limbah Padat Medis

Distribusi timbulan limbah padat medis di RSUD Pandan Kabupaten Tapanuli

Tengah berdasarkan hasil pengamatan secara keseluruhan dari setiap ruang rawat inap

masih sesuai dengan persyaratan Kepmenkes 1204 Tahun 2004 artinya timbulan

limbah padat medis yang dihasilkan oleh rumah sakit memenuhi syarat kesehatan.

Timbulan (volume) pada RSUD Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah untuk masing-

masing unit penghasil limbah hampir sama komposisi dan jenisnya yaitu botol infuse,

kapas, verband, kassa, jaringan tubuh, jarum suntik, ampul, kassa, spuit, kateter,

infuse set, sarung tangan dan pipet.

Untuk total timbulan limbah padat di RSUD Pandan Kabupaten Tapanuli

Tengah didapatkan dengan melakukan penimbangan pada setiap unit sumber

43
penghasil untuk setiap jenis maupun komposisi limbah padat. Hasil penimbangan

tersebut dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut.

Tabel 4.1
Hasil Penimbangan Limbah Padat Medis Rata-rata setiap hari Pada Ruang
Rawat Inap RSUD Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2015

No Ruang Rawat Volume Limbah Padat Medis Per Hari (Kg) Sub
. Inap Limba Limbah Limbah Limbah Limbah Total
h Infeksius Toksik Toksik Toksik
infeksi Patologis Benda Tajam Farmasi Kimia
us
1 Ruang ICCU 0.30 0.00 0.25 0.03 0.00 0.58

2 Ruang Mawar 0.47 0.07 0.40 0.35 0.00 1.29

3 Ruang Teratai 0.33 0,03 0.55 0.68 0.73 2.29

4 Ruang Anggrek 0.39 0.02 0.14 0.29 0.00 0.84

5 Ruang 0.45 0.05 0.09 0.08 0.60 1.27


Haemodialisa

Sub Total 1.94 0.14 1.43 1.43 1.33 6.27

Berdasarkan tabel 4.1. dapat dilihat bahwa total rata-rata limbah padat medis

adalah 6,27 Kg. Limbah Infeksius yang berupa kapas,verban dan sarung tangan bekas

memiliki volume terbesar yaitu sebesar 1,94 Kg.

Untuk lebih mengetahui perbandingan komposisi limbah padat dapat dilihat pada

diagram 4.1. di bawah ini :

Diagram 4.1
Perbandingan Persentase Berat Rata-Rata Komposisi Limbah Padat Di Ruang
Rawat Inap RSUD Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2015

44
Dari gambar 1 diketahui persentase berat rata-rata limbah padat pada unit

penghasil limbah terbesar adalah limbah infeksius yaitu berupa kapas,verban dan

sarung tangan bekas sebesar 31%, limbah toksik benda tajam sebesar 23% limbah

toksik farmasi berupa limbah sisa obat dan kemasan cairan injeksi sebesar 23%,

limbah toksik kimia 21% serta persentase terkecil adalah limbah infeksius patologis

sebesar 2%.

4.1.2. Pengumpulan Limbah Padat Medis

Pada tahapan pengumpulan, timbulan limbah medis yang dihasilkan dari

setiap ruangan berdasarkan hasil pengamatan dilapangan secara keseluruhan mulai

tahapan pengumpulan, penyimpanan, pemilahan, pemanfaatan serta pemberian label

sesuai dengan Kepmenkes 1204 Tahun 2004. Hal ini diketahui dari 30 pernyataan

dijawab dengan benar.

4.1.3. Pengangkutan Limbah Padat Medis

Pada tahapan pengangkutan limbah padat medis ini pihak RSUD melakukan

pengangkutan sesuai Kepmenkes 1204 tahun 2004 mulai dari pengemasan,

45
pengangkutan dengan menggunakan troli khusus, kantong limbah yang aman dari

jangkauan manusia dan binatang serta petugas yang menangani limbah menggunakan

alat pelindung diri. Dari 14 pernyataan yang diajukan hanya 2 yang dijawab tidak

sesuai Kepmenkes 1204 tahun 2004, yaitu tidak terdapat jalur khusus untuk

pengangkutan sampah dan sampah non medis tidak dibuang ke tempat penampungan

sementara karena sampah non medis langsung diangkut oleh Dinas Kebersihan

Kabupaten Tapanuli Tengah.

4.1.4. Pemusnahan

Pemusnahan limbah yang sangat infeksius tidak disterilisasi dengan

pengolahan panas dan basah seperti tidak dilakukannya autoclaving. Kemudian untuk

limbah farmasi diolah dengan menggunakan incenerator pirolitik ataupun dikubur

secara aman, dan untuk limbah dalam jumlah yang besar dimusnahkan pada

incenerator pada suhu diatas 1.200C.

Demikian halnya untuk pemusnahan limbah Sitotoksis menggunakan system

pembakaran yang dilengkapi dengan 2 tungku, dilengkapi dengan penyaring debu,

serta incinerator dilengkapi dengan peralatan pembersih gas.

Hasil pengamatan dilapangan pada tahapan pemusnahan ini dapat diperoleh

bahwa dari 8 pertanyaan yang diajukan 2 diantaranya tidak sesuai dengan Kepmenkes

1204 tahun 2004 yaitu seharusnya pada limbah infeksius dilakukan autoclaving dan

dilakukan disinfeksi dengan bahan kimia pada limbah infeksius.

4.2. Pembahasan

46
4.1.2. Timbulan (volume) limbah padat perhari

Dari tabel 4.1. di atas dapat dilihat bahwa total rata-rata limbah padat medis

adalah 6,27 Kg yang mengindikasikan bahwa timbulan (volume) limbah padat di

RSUD Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah memenuhi syarat sebagaimana tertuang

dalam aturan yang dikeluar oleh Departemen Pekerjaan Umum. 1995. SNI 19-3983-

1995 yang berisi bahwa jika sampah yang dihasilkan < 100 Kg maka dikategorikan

memenuhi syarat.

Berdasarkan hasil pengamatan bahwa pihak Rumah Sakit telah melakukan

suatu upaya reduksi atau minimalisasi limbah baik itu dalam hal substitusi bahan,

modifikasi proses ataupun upaya lainnya terutama untuk limbah medis. Dari hasil

pengamatan pula ditemukan dari berbagai unit penghasil limbah terutama pada jenis

limbah farmasi tidak terdapat sisa-sisa obat dan cairan maupun botol infus yang

masih utuh tidak dibuang begitu saja.

Hasil penelitian ini sejalan dengan teori Slamet Riyadi, 2000 dan Soehatman

teori Ramli (2010), yang mengatakan bahwa Pengelolaan limbah RS dilakukan

dengan berbagai cara. Yang diutamakan adalah sterilisasi, yakni berupa pengurangan

(reduce) dalam volume, penggunaan kembali (reuse) dengan sterilisasi lebih dulu,

daur ulang (recycle), dan pengolahan (treatment).

Menurut Kepmenkes Nomor 1204 tahun 2004 disebutkan bahwa setiap rumah

sakit harus melakukan reduksi limbah mulai dari sumbernya dan melakukan

pengelolaan stok bahan kimia dan farmasi serta mengawasi penggunaan bahan kimia

yang berbahaya dan beracun. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pihak

47
Rumah Sakit sudah melakukan pengelolaan stok bahan kimia dan farmasi sebagai

upaya reduksi limbah terutama untuk limbah medis dan ada SOP yang membahas

mengenai upaya reduksi tersebut.

Rumah sakit merupakan tempat untuk menyembuhkan orang sakit. Namun,

rumah sakit pun bisa menjadi sumber penyakit karena di sana banyak penderita

berbagai penyakit, baik menular maupun tak menular. Karena itu, pengelolaan limbah

di rumah sakit sangat diperlukan, terutama mekanisme agar buangan dari rumah sakit

tak berdampak bagi para pekerja rumah sakit dan lingkungan sekitarnya.

4.1.3. Pengumpulan

Hasil pengamatan yang dilakukan dilapangan untuk pengumpulan limbah

padat medis di RSUD Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah dilakukan setiap hari yakni

pada pagi hari dan sore hari. Dari hasil pengamatan pula ditemukan bahwa wadah

penampungan sampah yang ada sangat maksimal dalam hal keamanannya. Wadah

sampah tersebut penutupnya berupa switch yang mudah tidak mudah dibuka oleh

siapa saja yang tidak berkepentingan.

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa hal tersebut sesuai dengan

Kepmenkes Nomor 1204 tahun 2004 yang menyebutkan bahwa tempat pewadahan

terbuat dari bahan yang ringan, tahan karat serta ditempatkan disetiap unit penghasil

limbah dan diberi label serta menggunakan kantung plastik yang berbeda-beda sesuai

dengan kategori dari limbah tersebut.

48
Hal ini sejalan dengan teori (Koesno Putranto. H, 1995) yang mengatakan

bahwa Perlu digunakan kantung plastik dengan warna-warna yang berbeda yang

menunjukkan kemana kantong plastik harus diangkut untuk incenerasi atau dibuang.

4.1.4. Pengangkutan

Pada tahapan pengangkutan limbah dari unit penghasil dilakukan oleh petugas

cleaning service dengan menggunakan troli pengangkut. Troli pengangkut menjadi

satu antara limbah medis dan limbah non medis yang diberi sekat dan dibedakan

warnanya. Pencantuman label dan symbol dilakukan pada troli pengangkut.

Dari uraian tersebut diatas mengenai kesesuaian kondisi eksisting

pengangkutan dengan berbagai peraturan yang berlaku keseluruhan memenuhi

persyaratan seperti :

1. Troli pengangkut yang digunakan untuk mengumpulkan limbah,

mencantumkan symbol dan label sesuai dengan klasifikasi limbah yang

diangkut.

2. Troli pengangkut sudah mempunyai sertifikasi dari pihak berwenang,

karena menurut pengamatan troli tersebut dibuat oleh pihak luar.

3. Petugas cleaning service yang menangani limbah menggunakan alat

pelindung diri secara lengkap sesuai dengan peraturan yang berlaku.

4. Tidak terdapat lalat dan tikus pada tempat pengumpulan limbah.

Sebelum dilakukan pengangkutan, kantung limbah dikumpulkan dan

sekaligus dipisahkan menurut kode warnanya. Limbah bagian bukan klinik misalnya

49
dibawa ke kompaktor, limbah bagian klinik dibawa ke insinerator. Pengangkutan

dengan kendaran khusus (kerjasama dengan Dinas Pekerjaan Umum) kendaraan yang

digunakan untuk mengangkut limbah tersebut sebaiknya dikosongkan dan

dibersihkan tiap hari, kalau perlu (misalnya bila ada kebocoran kantung limbah)

dibersihkan dengan menggunakan larutan klorin.

Hal ini sejalan dengan teori Bambang Heruhadi, 2000 mengatakan bahwa

Pengangkutan dengan kendaraan khusus (kerjasama dengan dinas pekerja umum)

kendaraan yang digunakan untuk mengangkut limbah tersebut sebaiknya

dikosongkan dan dibersihkan setiap hari, jika perlu (misalnya bila ada kebocoran

kantung limbah) dibersihkan dengan menggunakan larutan klorin.

Demikian halnya dengan petugas pengangkut limbah harus dilengkapi dengan

alat pelindung diri sehingga tidak terjadi kecelakaan kerja yang diakibatkan oleh

pekerjaan tersebut. Hal tersebut sejalan dengan teori Moersidik. S.S, 1995 yang

mengatakan bahwa semua petugas yang menangani limbah klinik perlu dilatih secara

memadai dan mengetahui langkah-langkah apa yang harus dilakukan jika mengalami

inokulasi atau kontaminasi badan. Semua petugas harus menggunakan pakaian

pelindung yang memadai, imunisasi terhadap hepatitis B sangat dianjurkan dan

catatan mengenai imunisasi tersebut sebaiknya tersimpan dibagian kesehatan kerja.

4.1.5. Pemusnahan Akhir

50
Kegiatan pembakaran atau pemusnahan ini dilakukan setelah sebelum

Insinerator dalam keadaan penuh. Sisa hasil pembakaran sampah medis pada

incenerator yang berupa abu, botol bekas obat, jarum yang tidak habis terbakar

dikubur di tempat khusus dekat dengan incenerator.

Adapun ruang lingkup limbah yang dibakar/diolah oleh pihak RSUD Pandan

Kabupaten Tapanuli Tengah adalah diantaranya adalah limbah benda tajam, limbah

sitoksis dimasukkan dalam incinerator pada suhu 1200C dilengkapi dengan 2

tungku, tidak dilengkapi dengan penyaring debu, serta insinerator tidak dilengkapi

dengan peralatan pembersih gas, sedangkan limbah yang sangat infeksius tidak

disterilisasi dengan pengolahan panas dan basah seperti dalam autoclaving sedini

mungkin,

Menurut Kepmenkes 1204 tahun 2004, teknologi pengolahan ataupun

pemusnahan limbah medis disesuaikan dengan jenis limbah yaitu dengan pembakaran

incenerator. Rumah Sakit yang memiliki incinerator dilingkungannya harus

membakar limbahnya selambat-lambatnya 24 jam.

Keadaan ini sesuai dengan keadaan dilapangan dimana tidak terjadi

penumpukan limbah di incenerator. Pada SOP yang dibuat oleh RSUD Pandan sendiri

menyebutkan bahwa pengawasan pengoperasian incenerator dilakukan rutin setiap

hari dan untuk analisa check list dilakukan setiap bulan oleh koordinator yang

bertanggung jawab untuk hal itu. Hasil pengamatan dilapangan analisa check list

dilakukan setiap bulan.

51
Dari uraian tersebut diatas maka disimpulkan bahwa kegiatan pemusnahan limbah di

RSUD Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah limbah padat medis sesuai dengan dengan

Kepmenkes.

52
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Timbulan limbah padat medis di Ruang Rawat Inap RSUD Pandan

Kabupaten Tapanuli Tengah sebanyak 6,27 Kg per hari.

2. Pengumpulan limbah padat di Ruang Rawat Inap RSUD Pandan Kabupaten

Tapanuli Tengah memenuhi syarat sesuai Kepmenkes 1204 Tahun 2004

karena tempat mengumpul limbah ataupun wadah yang digunakan diberi

label warna sesuai dengan kategori limbah.

3. Pengangkutan Limbah padat Medis di Ruang Rawat Inap RSUD Pandan

Kabupaten Tapanuli Tengah memenuhi syarat sesuai Kepmenkes Nomor

1204 Tahun 2004 karena troli pengangkut dilengkapi dengan symbol, label,

dalam keadaan tertutup.

4. Pemusnahan limbah padat medis di Ruang Rawat Inap RSUD Pandan

Kabupaten Tapanuli Tengah memenuhi syarat sesuai Kepmenkes Nomor

1204 Tahun 2004 karena sistem pembakarannya menggunakan incenaror

1200C.

5.2. Saran

1. Hendaknya dilakukan autoclaving pada limbah infeksius

2. Hendaknya dilakukan disinfeksi dengan bahan kimia pada limbah infeksius.

53

Anda mungkin juga menyukai