Tinjauan Kasus Mata
Tinjauan Kasus Mata
STATUS PASIEN
1.2 Anamnesis
1.2.1 Keluhan Utama : Kedua mata merah
1.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke poli mata RSU Haji Surabaya dengan keluhan kedua mata merah 4
hari ini. Awalnya keluhan mata merah disebelah kiri lalu setelah itu mata kanan juga
ikut merah. Keluhan tersebut disertai mata berair dan rasa gatal. Pasien mengatakan
penglihatannya tidak terganggu namun pasien sering menggaruk dengan tangan atau
mengucek matanya. Pasien juga mengeluh keluar kotoran pada pagi hari saat bagun
tidur, kotoran pada mata berwarna kuning, mata terasa lengket dan kelopak mata
susah untuk membukanya
1.3 Pemeriksaan
1
a. Tajam Penglihatan
VOD 1,0
VOS 1,0
d. Segmen Anterior :
OD OS
Eksudat kuning
CVI
Eksudat kuning
OD Keterangan OS
Margopalpebra Palpebra Margopalpebra eksudat
eksudat (+), hipertrofi (+), hipertrofi folikel
folikel (-) (-)
Konjungtiva bulbi Konjungtiva Konjungtiva bulbi
CVI (+) CVI (+)
Jernih Kornea Jernih
Dalam, jernih Bilik Mata Depan Dalam, jernih
Bentuk reguler Iris Bentuk reguler
Bulat, isokor 3 mm, Pupil Bulat, RC +/+
RC +/+
jernih Lensa Jernih
2
e. Segmen Posterior
OD Keterangan OS
Tde Fundus reflek Tde
Tde Papil nervus II Tde
Tde Retina Tde
Tde Vaskuler Td
Tde Makula Tde
Tde Vitreous Tde
f. Pemeriksaan Lainnya : -
1.4 Diagnosis :
ODS Konjungtivitis Bakteri
1.5 Rencana :
1.5.1 Diagnostik :
kerokan konjungtiva
1.5.2 Terapi :
Gentamisin tetes mata 0,3 %, teteskan pada mata kanan dan kiri selama 3x sehari selama
5 hari
1.5.3 Monitoring :
Keluhan pasien ,Segmen Anterior
1.5.4 Edukasi :
Menjelaskan bahwa keluhan disebabkan peradangan pada konjungtiva dan
disebabkan oleh infeksi bakteri
Terapi yang diberikan yaitu terapi antibiotik topikal dan harus diberikan rutin
sesuai anjuran pemakaiannya
Menyarankan agar pasien menjaga kebersihan mata dan tangan supaya tidak
mengucek-ngucek matanya dan cuci tangan setelah memegang matanya
Kontrol kembali ke dokter apabila ada keluhan
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Secara anatomis konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang
membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan permukaan
anterior sklera (konjungtivabulbaris). Konjungtiva palpebralis melapisi permukaan posterior
4
kelopak mata dan melekat erat ke tarsus. Di tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva
melipat ke posterior (pada forniks superior dan inferior) dan membungkus jaringan episklera
menjadi konjungtiva bulbaris. Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum orbital di
forniksdan melipat berkali-kali. Adanya lipatan-lipatan ini memungkinkan bola mata
bergerak dan memperbesar permukaan konjungtiva sekretorik (Budiono Sjamsu, Saleh Taib
dkk, 2013).
Konjungtiva berasal dari epitel mukosa ektoderm, merupakan perkembangan/
perluasan dari daerah mukokutaneus pinggir kelopak mata dengan limbus. Area permukaan
konjungtiva lebih besar dari permukaan kelopak mata dan bola mata serta membentuk
lipatan-lipatan. Lipatan-lipatan tersebut pada fornik dan plika semilunaris. Caruncle adalah
jaringan tebal seperti daging berisi rambut dan kelenjar sebasea terdapat pada bagian medial
plika semilunaris. Kongjungtiva tarsal adalah tempat konjungtiva melekat erat di bawah
tarsus (Budiono Sjamsu, Saleh Taib dkk, 2013).
Konjungtiva adalah membran mukosa yang trasparan dan tipis yang membungkus
permukaan posterior kelopak mata (konjungtivas palpebralis) dan permukaan anterior sklera
(konjungtiva bulbaris). Konjungtiva palpebra melekat erat ke tarsus, ditepi superior dan
inferior tarsus, konjungtiva melipat ke posterior (pada forniks superior dan inferior) dan
membungkus jaringan episklera menjadi konjungtiva bulbi (Wanudyahati C, Muslimah R,
Dewi G, Ilhamiyati, 2013).
Lapisan epitel konjungtiva terdiri atas dua hingga lima lapisan sel epitel silindris
veringkatm superfisial dan basal. Lapisan epitel konjungtiva didekat limbus, diatas caruncula,
dan didekat persambungan mukokutan pada tepi kelopak mata terdiri atas sel-sel epitel
skuamosa bertingkat. Sel-sel epitel superfisial mengandung sel-sel goblet yang mensekresi
mukus. Mukus yang terbentuk mendorong inti sel goblet ke tepi dan diperlukan untuk
dispersi lapisan air mata prekornea secara merata. Sel-sel epitel basal berwarna lebih pekat
dibandingkan sel-sel superfisial dna didekat limbus dapat mengandung pigmen (Wanudyahati
C, Muslimah R, Dewi G, Ilhamiyati, 2013).
Stroma konjungtiva dibagi menjadi lapisan adenoid (superfisial) dan lapisan fibrosa
(profundus). Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan dibeberapa tempat dapat
mengandung struktur semacam folikel tanpa sentrum germinativum. Lapisan adenoid tidak
berkembang sampai setelah bayi berumur 2 atau 3 bulan. Hal ini menjelaskan mengapa
konjungtivitis inklusi pada neonatus bersifat papilar bukan folikular dan mengapa kemudian
5
menjadi folikular. Lapisan fibrosa tersusun dari jaringan penyambung yang melekat pada
lempengan tarsus. Hal ini menjelaskan gambaran reaksi papiller pada radang konjungtivitis.
Lapisan fibrosa tersusun longgar pada bola mata (Wanudyahati C, Muslimah R, Dewi G,
Ilhamiyati, 2013).
Kelenjar lakrimal asesoris (kelenjar krause dan wolfring) yang struktur dan fungsinya
mirip kelenjar lakrimal, terletak didalam stroma. Sebagian besar kelenjar krause berada di
forniks atas, sisanya ada diforniks bawah. Kelenjar wolfring terletak di tepi atas tarsus atas
(Wanudyahati C, Muslimah R, Dewi G, Ilhamiyati, 2013).
Konjungtiva bulbi dipasok oleh arteri siliaris anterior yang merupakan cabang dari
arteri oftalmika. Inervasi sensoris dikendalikan oleh cabang-cabang lakrimalis, supraorbita,
supratrokhlear, dan infraorbita dari nervus kranialis V (Budiono Sjamsu, Saleh Taib dkk,
2013).
Secara histologis, lapisan sel konjungtiva terdiri atas dua hingga lima lapisan sel
epitel silindris bertingkat, superfisial dan basal (Junqueira, 2007). Sel-sel epitel superfisial
mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang mensekresi mukus yang diperlukan untuk
dispersiair mata. Sel-sel epitel basal berwarna lebih (Budiono Sjamsu, Saleh Taib dkk, 2013).
Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid (superfisial is ) dan satu
lapisan fibrosa (profundus). Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan tidak
berkembang sampai setelah bayi berumur 2 atau 3 bulan. Lapisan fibrosa tersusun dari
6
jaringan penyambung yang melekat pada lempeng tarsus dan tersusun longgar pada mata
(Budiono Sjamsu, Saleh Taib dkk, 2013).
Sel goblet epitel konjungtiva memproduksi musin yang berbentuk lapisan air mata
bersama akuos dan lipis yang penting untuk stabilitas lapisan air mata dan trasparansi kornea
sebagai prasyarat untuk penglihatan yang bai dan lubrikasi permukaan bola mata. Pada
defisiensi nutrisi, respon konjungtiva meningkatkan sekresi mukus. Konjungtiva mempunyai
potensi yang sangat besar untuk melawan infeksi karena lapisan yang kaya vaskuler,
memiliki berbagai tipe sel yang berperan dalam reaksi pertahanan terhadap keradangan,
memiliki banyak sel imunokompeten yang menghasilkan imunoglobulin, memiliki aktivitas
mikrovili dan enzimatis untuk menetralisasi organisme termasuk virus (Budiono Sjamsu,
Saleh Taib dkk, 2013).
Pada keadaan defisiensi nutrisi atau pada keradangan ringan, konjungtiva merespons
dengan meningkatkan sekresi mukos, sedangkan pada keradangan kronis, konjungtiva
mengalami proses skuamous metaplasia yang ditandai dengan keratinisasi yang
menyebabkan jejas pada permukaan mata dan hilangnya sel goblet yang memproduksi mukus
sehingga lapisan air mata tidak stabil. Keduanya menyebabkan kerusakan lebih lanjut pada
konjungtiva dan sel goblet. Pada keradangan yang parah konjungtiva menjadi ireversibel
selanjutnya terjadi jaringan parut yang menyebabkan pemendekan forniks, simblefaron,
hambatan bola mata, lagoftalmos (Budiono Sjamsu, Saleh Taib dkk, 2013).
2.3 Konjungtivitis
2.4 Patofisologi
7
saluran lakrimalis ke meatus nasi inferior. Selain itu tear film juga mengandung beta lysine,
lysizym, IgA, IgG yang berfungsi untuk menghambat pertmbuhan kuman. Apabila ada
mikroorganisme patogen yang dapat menembus pertahanan tersebut dapat terjadi infeksi
konjungtiva (konjungtivitis) (Wanudyahati C, Muslimah R, Dewi G, Ilhamiyati, 2013).
2.5 Gejala
Keluhan utama dapat berupa mata berair, sensasi benda asing, sensasi terbakar atau
tergores, gatal dan fotofobia dan mata merah. Sensasi benda asing, sensasi terbakar atau
tergores dapat disebabkan karena edema dan hipertrofi papil yang biasanya menyertai
hiperemi konjungtiva (Wanudyahati C, Muslimah R, Dewi G, Ilhamiyati, 2013).
8
2.8 Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksan secara langsung dari kerokan atau getah mata setelah bahan tersebut
dibuat sediaan yang dicat dengan pengecatan Gram atau Giemsa dapat dijumpai sel-sel
radang polimorfonuklear, sel-sel mononuklear, juga bakteri atau jamur penyebab
konjungtivitis dapat diidentifikasi dari pengecatan ini. Pada konjungtivitis yang disebabkan
alergi pada pengecatan dengan Giemsa akan didapatkan sel-sel Eosinofil (Yuwono Riyadi S,
2006).
Terdapat dua bentuk konjungtivitis bakteri yaitu akut (termasuk hiperakut dan
subakut) dan kronis. Konjungtivitis bakteri akut biasanya ringan dan dapat sembuh sendiri,
berlangsung selama 10-14 hari (Wanudyahati C, Muslimah R, Dewi G, Ilhamiyati, 2013).
Terdapat dua bentuk konjungtivitis kateri : akut (termasuk hiperakut dan subakut)dan
kronik. Konjungtivitis bakteri akut biasanya jinak dan dapat sembuh sendiri, berlangsung 10-
14 hari. Pengobatan dengan salah satu obat antibakteri yang tersedia biasanya
menyembuhkan dalam beberapa hari. Sebaliknya konjungtivitis hiperakut (purulen) yang
disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae atau N. Meningitidis dapat menimbulkan komplikasi
mata berat bila tidak diobati sejak dini. Konjungtivitis kronik biasanya sekunder terhadap
penyakit palpebra atau obtruksi ductus nasolacrimalis (Eva Riordan R, Whitcher P.J, 2012).
2.4.1 Definisi
9
pneumoniae), Haemophilus aegyptius (basil Koch-Weeks), Pada Bakteri Subakut :
Haemophilus influenza, Pada Bakteri Kronik : Staphylococcus aureus, blefarokonjungtivitis.
Jenis jarang pada bakteri subakut, kronik Streptococci, Proteus, Moraxella (Yuwono Riyadi
S, 2006).
10
Gambar 2.2 Patogenesis Konjungtivitis Bakteri
2.4.4 Klasifikasi Konjungtivitis Bakteri
11
Konjungtiva bakteri akut sering dijumpai dan biasanya sembuh dengan
sendirinya. Penyebab tersering adalah H. Influenza, S. Pneumonia, S.aureus dan
moraxell (Budiono Sjamsu, Saleh Taib dkk, 2013).
Pada konjungtivitis ini sering terdapat dalam bentuk epidmik dan disebut
mata merah (pinkeye) oleh kebanyakan orang awam. Penyakit ini ditandai dengan
hiperemi konjungtiva akut dan sekret mukopurulen berjumlah sedang (Eva Riordan R,
Whitcher P.J, 2012).
Gejala : mata merah, ngeres, rasa panas, dan keluar sekret biasanya bilateral,
salah satu mata terkena 1-2 hari sebelumnya. Gambaran Klinis : injeksi konjungtiva
dan reaksi papil pada tarsus, sekret awalnya cair seperti virus, kemudian menjadi
mukopurulen, erosi korna bentuk pungtat banyak terjadi (Budiono Sjamsu, Saleh Taib
dkk, 2013).
Penatalaksanaan : kira-kira 60% kasus membaik dalam lima hari tanpa terapi,
antibiotika sering diberian untuk mempercepat penyembuhan dan mencegah reinfeksi
(Budiono Sjamsu, Saleh Taib dkk, 2013).
12
Paling sering disebabkan oleh H.influenza dan terkadang oleh E.coli
dan spesies proteus. Infeksi H influenza ditandai dengan eksudat tipis, berair,
dan berawan (Eva Riordan R, Whitcher P.J, 2012).
Kejadiannya akut, terdapat hipermia, sensasi benda asing, sensasi terbakar dan sekret
mukopurulen. Fotofobia muncul bila kornea terlibat. Saat bangun tidur mata terasa lengket.
Kejadiaannya bilateral walaupun kedua mata terinfeksi bersamaan. Visus tidak terganggu
pada konjungtivitis (Suhardjo dan Hartono, 2012).
13
Gambar 2.3 Konjungtivitis Bakteri
Kerokan konjungtiva untuk semua kasus dan diharuskan jika penyakitnya purulen,
bermembran atau berpseudomembran. Studi sensitivitas antibiotik juga diperlukan, tetapi
terapi antibiotik empiris harus dimulai. Bila hasil uji sensitivitas antibiotik sudah didapatkan,
terapi dengaan antibiotik spesifik dapat diberikan (Eva Riordan R, Whitcher P.J, 2012).
2.4.7 Diagnosis
2.4.8 Penatalaksanaan
Terapi antibiotik awal biasanya menggunakan tetes mata kloramfenikol (0,5% - 1%) 6
kali sehari minimal diberikan selama 3 hari, atau dapat juga diberikan tetes mata antibiotik
berspektrum luas 6 kali sehari (Suhardjo dan Hartono, 2012).
14
Pengobatan konjungtivitis bakteri diberikan antibiotik topikal 4-6 kali sehari sampai 1
minggu. Obat yang dapat diberikan antara lain golongan aminoglycosides (gentamicin dan
neomycin), quinolone (ciprofloxacin, ofloxacin, levofloxacin), polymyxin B, fucidic acid dan
bacitracin. Untuk kasus konjungtivitis gonorrhea diberikan golongan quinolone atau
gentamicin setiap 1-2 jam ditambah dengan antibiotikasistemik (ceftriaxone) (Wanudyahati
C, Muslimah R, Dewi G, Ilhamiyati, 2013).
2.4.9 Komplikasi
Blefaritis marginal kronik sering menyertai konjungtivitis bateri, kecuali pada pasien
yang sangat muda yang bukan sasaran blefaritis. Parut di konjungtiva paling sering terjadi
dan dapat merusak kelenjar lakrimal aksesorius dan menghilangkan duktulus kelenjar
lakrimal. Hal ini dapat mengurangi komponen akueosa dalam film air mata prakornea secara
drastis dan juga komponen mukosa karena kehilangan sebagian sel goblet. Luka parut juga
dapat mengubah bentuk palpebra superior dan menyebabkan trikiasis dan entropion sehingga
bulu mata dapat menggesek kornea dan menyebabkan ulserasi, infeksi dan parut pada
kornea(Eva Riordan R, Whitcher P.J, 2012).
2.4.10 Prognosis
Konjungtivitis pada umumnya self limited disease. Artinya dapat sembuh dengan
sendirinya. Tanpa pengobatan biasanya sembuh dalam 10-14 hari. Bila diobati sembuh dalam
1-3 hari. Konjungtivitis karena stafilokokus sering kali menjadi kronis (Yuwono Riyadi S,
2006).
15
BAB 3
PEMBAHASAN
Pasien Ny. R 64 tahun Pasien datang ke poli mata RSU Haji Surabaya dengan
keluhan kedua mata merah 4 hari ini. Awalnya keluhan mata merah disebelah kiri
lalu setelah itu mata kanan juga ikut merah. Keluhan tersebut disertai mata berair dan
rasa gatal. Pasien mengatakan penglihatannya tidak terganggu namun pasien sering
menggaruk dengan tangan atau mengucek matanya. Pasien juga mengeluh keluar
kotoran pada pagi hari saat bagun tidur, kotoran pada mata berwarna kuning, mata
terasa lengket dan kelopak mata susah untuk membukanya.
Pasien menggunakan (-), Riwayat Diabetes (-), Riwayat Hipertensi (-), Tidak
ada keluarga yang mengeluh dengan keluhan yang sama. Pasien sebagai ibu rumah
tangga.
Pada pemeriksaan segmen antrior didapatkan margopalpebra eksudat (+),
Konjungtiva bulbi CVI (+).
Penulis mendiagnosis pasien dengan ODS Konjungtivitis Bakteri. Berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Anamnesis pasien menghasilkan keluhan utama kedua mata merah 4 hari ini
tanpa penuruna visus. Dari keluhan utama tersebut munculah diferential diagnosis
mata merah tanpa penurunan visus berupa konjungtivitis, keratokonjungtivitis,
trakoma.
Pada kasus ini didapatkan anemesisnya yaitu keluhan kedua mata merah 4
hari ini. Awalnya keluhan mata merah disebelah kiri lalu setelah itu mata kanan juga
ikut merah. Keluhan tersebut disertai mata berair dan rasa gatal. Pasien mengatakan
penglihatannya tidak terganggu namun pasien sering menggaruk dengan tangan atau
mengucek matanya. Pasien juga mengeluh keluar kotoran pada pagi hari saat bagun
tidur, kotoran pada mata berwarna kuning, mata terasa lengket dan kelopak mata
susah untuk membukanya.
Pada pemeriksaan segmen anterior didapatkan palpebra didapatkan
margopalpebra eksudat (+), pada konjungtiva konjungtiva bulbi CVI (+).
Melalui anmnesis dan pemeriksaan fisik yang telah dilakukan penulis
mendiagnosis pasien ini dengan konjungtivitis bakteri.
Terapi yang diberikan Gentamisin tetes mata 0,3 %, teteskan pada mata kanan dan
kiri selama 3x sehari selama 5 hari. Terapi ini sebagai antibiotik topikal.
Monitoring keluhan pasien, segmen anterior apabila ada keluhan diharapkan pasien
kembali lagi ke dokter.
16
DAFTAR PUSTAKA
Budiono Sjamsu, Saleh Taib Trisnowati dkk, 2013. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Mata. Penerbit
Airlangga. Surabaya Hal 108-111
Eva Riordan P, Whitcher P. Johan, 2012. Buku Oftalmologi Umum. Edisi 17 Hal 97-102
James Bruce, Chew Chris, Bron Anthony, 2005. Buku Lecture Notes Pftalmologi Edisi
Kesembilan Hal 61-66
Suhardjo, Hartono, 2012. Buku Ilmu Kesehatan Mata. Bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas
Kedokteran Universitas Gadjah mada. Hal 21-26
Wanudyahati C, Muslimah ratna, Dewi G.R, Ilhamiyati, 2013. Buku Ajar Kepaniteraan
Klinik SMF Mata RSU Haji Surabaya. Hal 1-5
Yuwono Riyadi S, 2006. Buku Pedoman Diagnosis Dan Terapi bagian SMF Ilmu Penyakit
Mata. Rumah Sakit Umu Dokter Soetomo Surabaya 88-90
17
18