Laporan Pendahuluan
oleh
Helda puspitasari, S. Kep.
NIM 122311101018
1. Kasus
Sirosis Hepatis
2. Proses Terjadinya Masalah
a. Anatomi Fisiologi
Anatomi Hati
Hepar adalah organ intestinal terbesar dengan berat antara 1,2-1,8 kg atau
kurang lebih 25% berat badan orang dewasa yang menempati sebagian besar
kuadran kanan atas abdomen dan merupakan pusat metabolisme tubuh
dengan fungsi yang sangat kompleks (Amiruddin, 2006). Hepar menempati
daerah hipokondrium dextra tetapi lobus sinistra dari hepar meluas sampai ke
epigastrium. Hepar berbatasan dengan diafragma pada bagian superior dan
bagian inferior hepar mengikuti bentuk dari batas costa dextra. Batas atas
hepar berada sejajar dengan spatium intercostalis V dextra dan batas
bawahnya menyerong ke atas dari costa IX dextra ke costa VIII sinistra.
Hepar secara anatomis hepar terdiri dari lobus dextra yang berukuran lebih
besar dan lobus sinistra yang berukuran lebih kecil. Lobus dextra dan sinistra
dipisahkan oleh ligamentum falciforme. Pada daerah antara ligamentum
falciforme dengan kandung empedu di lobus kanan dapat ditemukan lobus
quadratus dan lobus caudatus yang tertutup oleh vena cava inferior dan
ligamentum venosum pada permukaan posterior. Hepar sendiri terbagi lagi
dalam 8 segmen berdasarkan aliran cabang pembuluh darah dan saluran
empedu yang dimiliki oleh masing-masing segmen (Putz & Pabst, 2006).
Permukaan hepar diliputi oleh peritoneum viseralis, kecuali daerah kecil pada
permukaan posterior yang melekat langsung pada diafragma. Beberapa
ligamentum yang merupakan peritoneum membantu menyokong hepar. Di
bawah peritoneum terdapat jaringan ikat padat yang disebut sebagai kapsula
Glisson, yang meliputi permukaan seluruh organ , bagian paling tebal kapsula
ini terdapat pada porta hepatis, membentuk rangka untuk cabang vena porta,
arteri hepatika, dan saluran empedu. Porta hepatis adalah fisura pada hepar
tempat masuknya vena porta dan arteri hepatika serta tempat keluarnya
duktus hepatica (Amiruddin, 2006).
Hepar memiliki dua sumber suplai darah, dari saluran cerna dan limpa
melalui vena porta hepatika dan dari aorta melalui arteri hepatika. Arteri
hepatika keluar dari aorta dan memberikan 80% darahnya kepada hepar,
darah ini masuk ke hepar membentuk jaringan kapiler dan setelah bertemu
dengan kapiler vena akan keluar sebagai vena hepatica. Vena hepatica
mengembalikan darah dari hepar ke vena kava inferior. Vena porta yang
terbentuk dari vena lienalis dan vena mesenterika superior, mengantarkan
20% darahnya ke hepar, darah ini mempunyai kejenuhan oksigen hanya 70 %
sebab beberapa O2 telah diambil oleh limpa dan usus. Darah yang berasal
dari vena porta bersentuhan erat dengan sel hepar dan setiap lobulus dilewati
oleh sebuah pembuluh sinusoid atau kapiler hepatika. Pembuluh darah halus
yang berjalan di antara lobulus hepar disebut vena interlobular
Vena porta membawa darah yang kaya dengan bahan makanan dari saluran
cerna, dan arteri hepatika membawa darah yang kaya oksigen dari sistem
arteri. Arteri dan vena hepatika ini bercabang menjadi pembuluh-pembuluh
yang lebih kecil membentuk kapiler di antara sel-sel hepar yang membentik
lamina hepatika. Jaringan kapiler ini kemudian mengalir ke dalam vena kecil
di bagian tengah masing-masing lobulus, yang menyuplai vena hepatika.
Pembuluh-pembuluh ini menbawa darah dari kapiler portal dan darah yang
mengalami deoksigenasi yang telah dibawa ke hepar oleh arteri hepatika
sebagai darah yang telah deoksigenasi. Selain vena porta, juga ditemukan
arteriol hepar didalam septum interlobularis. Anterior ini menyuplai darah
dari arteri ke jaringan jaringan septum diantara lobules yang berdekatan, dan
banyak arterior kecil mengalir langsung ke sinusoid hepar, paling sering pada
sepertiga jarak ke septum interlobularis.
Fisiologi Hati
Hepar merupakan kelenjar terbesar dalam tubuh dan memiliki fungsi yang
kompleks (Ganong, 2002). Hepar juga merupakan organ venosa yang
mampu bekerja sebagai tempat penampungan darah yang bermakna di saat
volume darah berlebihan dan mampu menyuplai darah ekstra di saat
kekurangan volume darah. Selain itu, hepar juga merupakan suatu kumpulan
besar sel reaktan kimia dengan laju metabolisme yang tinggi, saling
memberikan substrat dan energi dari satu sistem metabolisme ke sistem yang
lain, mengolah dan mensintesis berbagai zat yang diangkut ke daerah tubuh
lainnya, dan melakukan berbagai fungsi metabolisme lain. Fungsi
metabolisme yang dilakukan oleh hepar adalah sebagai berikut (Guyton &
Hall, 2004).
1. Metabolisme karbohidrat
Dalam metabolisme karbohidrat, hepar melakukan fungsi sebagai
berikut:
Menyimpan glikogen dalam jumlah besar
Konversi galaktosa dan fruktosa menjadi glukosa
Glukoneogenesis
Pembentukan banyak senyawa kimia dari produk antara
metabolisme karbohidrat
Hepar terutama penting untuk mempertahankan konsentrasi glukosa darah
normal. Penyimpanan glikogen memungkinkan hepar mengambil
kelebihan glukosa dari darah, menyimpannya, dan kemudian
mengembalikannya kembali ke darah bila konsentrasi glukosa darah
rendah. Fungsi ini disebut fungsi penyangga glukosa hepar.
Metabolisme lemak
Fungsi spesifik hepar dalam metabolisme lemak antara lain :
Oksidasi asam lemak untuk menyuplai energi bagi fungsi tubuh yang
lain
Sintesis kolesterol, fosfolipid, dan sebagian besar lipoprotein
Sintesis lemak dari protein dan karbohidrat
Hepar berperan pada sebagian besar metabolisme lemak. Kira-kira 80%
kolesterol yang disintesis didalam hepar diubah menjadi garam empedu
yang kemudian disekresikan kembali ke dalam empedu, sisanya diangkut
dalam lipoprotein dan dibawa oleh darah ke semua sel jaringan tubuh.
Fosfolipid juga disintesis di hepar dan ditranspor dalam lipoprotein.
Keduanya digunakan oleh sel untuk membentuk membran, struktur
intrasel, dan bermacam-macam zat kimia yang penting untuk fungsi sel.
Metabolisme protein.
Fungsi hepar yang paling penting dalam metabolisme protein adalah
sebagai berikut :
Deaminasi asam amino
Pembentukan ureum untuk mengeluarkan ammonia dari cairan tubuh,
dikeluarkan lewat urin dan feses
Pembentukan protein plasma (protrombin, fibrinogen, faktor
pembekuan V, VI, IX dan X)
Interkonversi beragam asam amino dan sintesis senyawa lain dari
asam amino, termasuk mensintesis albumin dan globulin
Diantara fungsi hepar yang paling penting adalah kemampuan hepar untuk
membentuk asam amino tertentu dan juga membentuk senyawa kimia lain
yang penting dari asam amino. Untuk itu, mula-mula dibentuk asam keto
yang mempunyai komposisi kimia yang sama dengan asam amino yang
akan dibentuk. Kemudian suatu radikal amino ditransfer melalui beberapa
tahap transaminasi dari asam amino yang tersedia ke asam keto untuk
menggantikan oksigen keto.
Hepar merupakan tempat penyimpanan vitamin. Hepar mempunyai
kecenderungan tertentu untuk menyimpan vitamin dan telah lama
diketahui sebagai sumber vitamin tertentu yang baik pada pengobatan
pasien. Vitamin yang paling banyak disimpan dalam hepar adalah vitamin
A, tetapi sejumlah besar vitamin D dan vitamin B 12 juga disimpan secara
normal
Hepar menyimpan besi dalam bentuk ferritin. Sel hepar mengandung
sejumlah besar protein yang disebut apoferritin, yang dapat bergabung
dengan besi baik dalam jumlah sedikit ataupun banyak. Oleh karena itu,
bila besi banyak tersedia dalam cairan tubuh, maka besi akan berikatan
dengan apoferritin membentuk ferritin dan disimpan dalam bentuk ini di
dalam sel hepar sampai diperlukan.
Metabolisme steroid, yaitu terkait inaktivasi dan sekresi aldosteron,
glukokortikoid, estrogen, progesterone, dan testosteron.
Detoksikasi sehingga toxin yang masuk ke tubuh dapat disekresi lewat
ginjal.
Hepar memiliki aliran darah yang tinggi dan resistensi vaskuler yang
rendah. Kira-kira 1050 milimeter darah mengalir dari vena porta ke sinusoid
hepar setiap menit, dan tambahan 300 mililiter lagi mengalir ke sinusoid dari
arteri hepatika dengan total rata-rata 1350 ml/menit. Jumlah ini sekitar 27
persen dari sisa jantung. Rata-rata tekanan di dalam vena porta yang mengalir
ke dalam hepar adalah sekitar 9 mmHg dan rata-rata tekanan di dalam vena
hepatika yang mengalir dari hepar ke vena cava normalnya hampir tepat 0
mmHg. Hal ini menunjukkan bahwa tahanan aliran darah melalui sinusoid
hepar normalnya sangat rendah namun memiliki aliran darah yang tinggi.
Namun, jika sel-sel parenkim hepar hancur, sel-sel tersebut digantikan oleh
jaringan fibrosa yang akhirnya akan berkontraksi di sekeliling pembuluh
darah, sehingga sangat menghambat darah porta melalui hepar. Proses ini
terjadi pada sirosis hepatis. Sistem porta juga kadang-kadang terhambat oleh
suatu gumpalan besar yang berkembang di dalam vena porta atau cabang
utamanya. Bila sistem porta tiba-tiba tersumbat, kembalinya darah dari usus
dan limpa melalui system aliran darah porta hepar ke sirkulasi sistemik
menjadi sangat terhambat, menghasilkan hipertensi portal (Guyton & Hall,
2004).
j. Prognosis
Prognosis sirosis hepatis sangat bervariasi dipengaruhi oleh sejumlah faktor,
meliputi etiologi, beratnya kerusakan hepar, komplikasi, dan penyakit lain yang
menyertai sirosis. Klasifikasi Child-Pugh juga untuk menilai prognosis pasien
sirosis yang akan menjalani operasi, variabelnya meliputi konsentrasi bilirubin,
albumin, ada tidaknya asites, ensefalopati, dan status nutrisi. Klasifikasi Child-
Pugh berkaitan dengan kelangsungan hidup. Angka kelangsungan hidup selama
satu tahun untuk pasien dengan Child A, B, dan C berturut-turut 100%, 80%,
dan 45% (Nurdjanah, 2006).
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang bisa didapatkan dari penderita sirosis hepatis
antara lain :
a. SGOT (serum glutamil oksalo asetat) atau AST (aspartat aminotransferase)
dan SGPT (serum glutamil piruvat transferase) atau ALT (alanin
aminotransferase) meningkat tapi tidak begitu tinggi. AST lebih meningkat
dibanding ALT. Namun, bila enzim ini normal, tidak mengenyampingkan
adanya sirosis hepatis
b. Alkali fosfatase (ALP), meningkat kurang dari 2-3 kali batas normal atas.
Konsentrasi yang tinggi bisa ditemukan pada pasien kolangitis sklerosis
primer dan sirosis bilier primer.
c. Gamma Glutamil Transpeptidase (GGT), meningkat sama dengan ALP.
Namun, pada penyakit hati alkoholik kronik, konsentrasinya meninggi
karena alcohol dapat menginduksi mikrosomal hepatic dan menyebabkan
bocornya GGT dari hepatosit.
d. Bilirubin, konsentrasinya bisa normal pada sirosis kompensata dan
meningkat pada sirosis yang lebih lanjut (dekompensata)
e. Globulin, konsentrasinya meningkat akibat sekunder dari pintasan, antigen
bakteri dari sistem porta masuk ke jaringan limfoid yang selanjutnya
menginduksi immunoglobulin.
f. Waktu protrombin memanjang karena disfungsi sintesis factor koagulan
akibat sirosis
g. Na serum menurun, terutama pada sirosis dengan asites, dikaitkan dengan
ketidakmampuan ekskresi air bebas.
h. Pansitopenia dapat terjadi akibat splenomegali kongestif berkaitan dengan
hipertensi porta sehingga terjadi hipersplenisme.
Selain itu, pemeriksaan radiologis yang bisa dilakukan, yaitu :
a. Barium meal, untuk melihat varises sebagai konfirmasi adanya hipertensi
porta
b. USG abdomen untuk menilai ukuran hati, sudut, permukaan, serta untuk
melihat adanya asites, splenomegali, thrombosis vena porta, pelebaran vena
porta, dan sebagai skrinning untuk adanya karsinoma hati pada pasien
sirosis. Gambaran USG tergantung pada tingkat berat ringannya penyakit.
Pada tingkat permulaan sirosis akan tampak hati membesar, permulaan
irregular, tepi hati tumpul. Pada fase lanjut terlihat perubahan gambar USG,
yaitu tampak penebalan permukaan hati yang irregular. Sebagian hati
tampak membesar dan sebagian lagi dalam batas nomal.
c. Peritoneoskopi (laparoskopi)
Secara laparoskopi akan tampak jelas kelainan hati. Pada sirosis hati akan
jelas kelihatan permukaan yang berbenjol-benjol berbentuk nodul yang
besar atau kecil dan terdapatnya gambaran fibrosis hati, tepi biasanya
tumpul. Seringkali didapatkan pembesaran limpa.
d. Pemeriksaan Cairan Asites
Dilakukan dengan pungsi asites. Melalui pungsi asites dapat dijumpai tanda-
tanda infeksi (peritonitis bakterial spontan), sel tumor, perdarahan dan
eksudat. Pemeriksaan yang dilakukan terhadap cairan pungsi antara lain
pemeriksaan mikroskopis; kultur cairan, dan pemeriksaan kadar protein,
amilase dan lipase
Selain itu juga dapat ditemukan hasil pemeriksaan sebagai berikut
Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan
Biopsi hati Mendeteksi infiltrat, fibrosis kerusakan jaringan hati.
Billirubin serum Meningkat karena gangguan seluler etidakmampuan hati
mengkonjugasi atau obstruksi billier.
Bilirubin terkonjugasi Meningkat pada penyakit hepatoselular dan obstruksi
bilier
Bilirubin tak Meningkat pada penyakit hepatoselular dan emolisis
terkonjugasi eritrosit
Urobilinogen urin Menurun pada obstruksi bilier dan meningkat pada
penyakit hepatoselular
Urobilinogen fekal Tidak ada sterkobilin pada obstruksi bilier dan
meningkat pada hemolisis eritrosit
Albumin serum Menurun karena penurunan sintesis
Globulin (Ig A dan Ig Meningkat, peningkatan sintesis
G)
Natrium serum Menurun, ketidakmampuan ekskresi air bebas pada
asites
SGOT dan SGPT Meningkat karena kerusakan seluler dan mengeluarkan
enzim.
Alkali fosfatase Meningkat karena penurunan ekskresi
GGT (Gamma-glutamil Meningkat pada penyakit hati alkoholik kronik.
transpeptidase)
Nitrogen urea darah Menurun pada penyakit hepatoselular berat dengan
(BUN) obstruksi sirkulasi portal
Kadar ammonia darah Meningkat pada penyakit hepatoselular berat dengan
obstruksi sirkulasi portal
Darah lengkap Hb/Ht dan SDM mungkin menurun karena perdarahan,
kerusakan SDM dan anemia terlihat dengan
hipersplenisme dan defesiensi besi, leukopenia mungkin
ada sebagai akibat hipersplenisme.
Masa protombin/ PT Memanjang (penurunan sintesis protombin)
APPT
Esofagoskopi Dapat menunjukan varises esofagus
Ultrasonografi Memeriksa sudut hati, permukaan hati, ukuran,
(USG) homogenitas adanya massa. Dapat melihat asites,
splenomegali, trombosis vena porta dan pelebaran
venaporta serta skrining adanya karsinoma hati.
Angiografi Untuk melihat sirkulasi portal, mendeteksi tumor/kista
b. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul adalah sebagai berikut
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan terganggunya mekanisme
pengaturan (penurunan plasma protein).
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru
akibat asites, distensi abdomen serta adanya cairan dalam rongga toraks
3. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan inadequate diet; ketidakmampuan menyerap nutrisi; ketidakmampuan
mencerna makanan; faktor psikologis.
4. Risiko terjadinya perdarahan berhubungan dengan gangguan fungsi hati
(sirosis, hepatitis) dan adanya perubahan faktor pembekuan darah (penurunan
produksi prothrombin; fibrinogen; trombosit, gangguan metabolisme vitamin
K dan pelepasan tromboplastin).
5. Perubahan proses berpikir berhubungan dengan kemunduran fungsi hati dan
peningkatan kadar ammonia
6. Risiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan PENUMPUKAN
garam empedu di bawah kulit
7. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan tubuh
akibat penyakit yang dialami
8. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kondisi penyakit yang dialami
9. Ansietas berhubungan dengan respon fisiologis terhadap penyakit
c. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan Kriteria hasil Intervensi Rasional
1 Kelebihan volume cairan Volume cairan Keseimbangan Manajemen cairan
berhubungan dengan tubuh klien cairan 1. Pantau tanda-tanda vital 1. memantau TTV untuk mengetahui
terganggunya mekanisme akan seimbang Indikator: klien adanya perubahan yang abnormal
pengaturan (penurunan dalam 2 x 24 1. Asites tidak ada 2. Pantau hasil laboratorium akibat retensi cairan pada klien
plasma protein). jam setelah 2. Edema perifer yang relevan dengan retensi 2. memantau status hemodinamika
perawatan dan tidak ada cairan (penurunan untuk mengidentifikasi kondisi
terapi 3. Distensi hemtokrit, peningkatan klien
pembuluh osmolalitas urin) 3. hasil laboratorium dipantau guna
diberikan
darah leher 3. Kaji lokasi dan keberadaan mengetahui adanya nilai abnormal
tidak ada edema beserta kemungkinan komplikasi
4. Catat pemberian diuretik yang akan timbul
sesuai resep 4. mengkaji edema untuk mengetahui
5. Pertahankan pencatatan perjalanan dan karakteristik
intake dan output secara penyakit
akurat 5. diuretik digunakan untuk
6. Batasi intake cairan mengeluarkan cairan yang
7. Kolaborasikan dengan tim berlebihan dalam tubuh
media lain jika tanda dan 6. intake dan output dipantau untuk
gejala dari kelebihan mengetahui keseimbangan cairan
volume cairan menetap atau tubuh klien
bertambah buruk 7. pembatasan intake cairan untuk
mengatasi asites
8. kolaborasi tindakan medis jika
kondisi klien memburuk akibat
retensi cairan
3. Pola nafas tidak efektif Pola nafas NOC: Respiratory NIC: Airway Management 1. Distres pernapasan dan perubahan
berhubungan dengan menjadi efektif status 1. Kaji fungsi pernapasan, tanda vital dapat terjadi sebagai
asites dan restriksi setelah Indikator: catat kecepatan pernapasan, akibat stres fisiologi atau dapat
pengembangan toraks dilakukan 1. Frekuensi dispnea, sianosis dan menunjukkan terjadinya syok
akibat asites, distensi tindakan pernafasan perubahan tanda vital akibat hipoksia.
abdomen serta adanya keperawatan dalam rentang 2. Ekspansi paru menurun pada area
cairan dalam rongga selama 2 x 24 normal 2. Kaji pengembangan dada kolaps. Deviasi trakea ke arah
toraks jam 2. Kedalaman dan posisi trakea sisi yang sehat pada tension
pernafasan pneumothorax.
dalam rentang 3. Auskultasi bunyi napas 3. Bunyi napas dapat menurun/tak ada
normal pada area kolaps
4. Identifikasi etiologi/faktor4. Pemahaman penyebab kolaps paru
pencetus (kolaps spontan, penting untuk memilih tindakan
trauma, keganasan, infeksi, terapeutik lainnya.
komplikasi ventilasi5. Meningkatkan inspirasi minimal,
mekanik) meningkatkan ekspansi paru dan
5. Pertahankan posisi nyaman ventilasi pada sisi yang sehat
(biasanya dengan6. Pemberian obat untuk mengurangi
meninggikan kepala tempat mengurangi keluhan klien
tidur).
6. Kolaborasi pemberian obat
sesuai indikasi
4 Risiko terjadinya Perdarahan Keparahan Pencegahan perdarahan
perdarahan berhubungan pada klien kehilangan darah 1. Pantau TTV klien 1. memantau TTV untuk
dengan gangguan fungsi dapat dihindari Indikator: 2. Pantau tingkat risiko mengetahui adanya perubahan
hati (sirosis, hepatitis); 1. kehilangan darah terjadinya perdarahan pada yang abnormalakibat retensi
kelainan gastrointestinal secara nyata klien cairan pada klien
(polip, tukak lambung, tidak ada 3. Catat hemoglobin dan 2. untuk mencegah terjadinya
varises); perubahan 2. hematemesis hematokrit klien secara perdarahan akibat sebab tertentu
tidak ada rutin 3. untuk mengetahui adanya defisit
faktor pembekuan darah
3. kulit dan 4. Lindungi klien dari trauma hemoglobin akibat perdarahan
(penurunan produksi
membran yang menyebabkan 4. melindungi klien dari trauma
prothrombin; fibrinogen;
mukosa tampak perdarahan seperti kondisi agar perdarahan dapat dicegah
gangguan metabolism 5. status koagulasi dipantau untuk
pucat tidak ada konstipasi
vitamin K dan pelepasan mengetahui adanya abnormalitas
4. keluar darah dari 5. Anjurkan klien untuk
tromboplastin). dalam darah klien
anus atau melena meningkatkan asupan
makanan kaya vitamin K 6. mencegah terjadinya perdarahan
tidak ada
6. Kolaborasi dengan tim hemoroid
medis lain terkait pemberian 7. vitamin K berguna dalam proses
obat sesuai indikasi pembekuan darah
8. pemberian obat dilakukan untuk
mencegah komplikasi akibat
perdarahan maupun untuk
mencegah terjadinya perdarahan
yang besar.
d. Discharge Planning
Perawat memberikan edukasi kepada pasien sirosis hepatis, sebagai
berikut (CCHCS, 2012):
- Menganjurkan pasien makan makanan rendah garam dan rendah lemak,
- Olahraga secara teratur,
- Menghindari atau berhenti mengkonsumsi alkohol,
- Minum obat secara teratur sesuai dengan resep yang diberikan,
- Menghindari valsava maneuver seperti; mengejan dan mengangkat barang
berat,
- Menggunakan sikat gigi yang halus untuk mencegah perdarahan gusi,
- Menciptakan lingkungan yang aman di rumah,
- Memberikan informasi terkait kondisi yang mengharuskan pasien dibawa
ke pelayanan kesehatan, yaitu muntah darah, urin sedikit, gangguan
berpikir, BAB hitam, peningkatan berat badan lebih dari 2,5 kg, penurunan
berat badan yang tidak disengaja lebih dari 5 kg.
DAFTAR PUSTAKA
Amiruddin, R. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Fisiologi dan Biokimia
Hati Edisi 4. Jakarta:Pusat Penerbitan ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran UI
Baradero, M., Dayrit, M. W., Siswadi. Y. 2008. Klien Gangguan Hati: Seri
Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC
Ganong, W.F. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC
Guyton & Hall. 2004. Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: EGC
Junqueira, L.C.,et all. 1997. Histologi Dasar. Jakarta: EGC
Konthen, P.G. 2008. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag./SMF Ilmu Penyakit
Dalam. Surabaya: Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo
Mansjoer, A., dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 1. Jakarta:
Nurdjanah, S. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Sirosis hati Edisi 4. Pusat
Penerbitan ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UI: Jakarta.
Price, S. A., & Wilson, L. M. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. (Brahm U. Pendit: Penerjemah). Ed. 6. Jakarta: EGC
Putz, R. & Pabst, R. 2006. Atlas Anatomi Manusia Sobotta Batang Badan,
Panggul, Ekstremitas Bawah Edisi 22 Jilid 2. Jakarta: EGC
Setiawan, P.B., dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga Rumah Sakit Pendidikan Dr. Soetomo: Surabaya
Sudoyo, A. W. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Departemen ilmu
penyakit dalam FKUI
Sutadi, S.M. 2003. Sirosis hati. USU digital library. Medan : Fakultas Kedokteran
Bagian Ilmu Penyakit Dalam USU
Wijayakusuma, H. 2008. Tumpas Hepatitis Dengan Ramuan Herbal. Jakarta:
Pustaka Bunda.